Blog

  • Susunan Upacara Pelantikan Pengurus Dewan Ambalan

    Susunan Upacara pelantikan Pengurus Dewan Ambalan

    SUSUNAN UPACARA

    PELANTIKAN DEWAN AMBALAN Ir. SOEKARNO  DAN  Ra. KARTINI

    GUGUS DEPAN GERAKAN PRAMUKA SMA NEGERI 1 TOMINI

    MASA BAKTI 2019 – 2020

    1. Pemimpin sangga menyiapkan barisan
    2. Pradana memasuki lapangan langsung mengambil alih pasukan
    3. Laporan pemimpin sangga kepada pradana
    4. Pembina upacara memasuki lapangan upacara
    5. Penghormatan prdana kepada Pembina upacra  dilanjutkan dengan laporan
    6. Menyanyikan lagu himne pramuka
    7. Prosesi plelantikan dewan ambalan

    Apit kan dan kiri  menyerkan putra dan putri Indonesia untuk dilantik

    ( lapor saya pengapit kanan  membawakan  putra putri bangsa  yang bertangung jawab, beritikad tinggi, cinta tanah air dan berjiwa pancasila serta berjiwa tri satya dan dasa darma pramuka yang siap dilantik menjadi dewan ambalan )

    ( apit kiri : lapor saya pengapit kiri menghadapkan putra putri bangsa  yang berbudi pekerti luhur, sopan dan kesatria siap dilantik menjadi dewan ambalan )

    ( kami pengapit kanan dan kiri yakin bahwa calon yang kami hadapkan telah memenuhi syarat untuk dilantik menjadi dewan ambalan dengan adat ambalan ir soekarno dan Ra. Kartini  )

    Pembina mengajukan pertanyaan kepada apit kanan dan kiri

    ( menurut  pengamatan kaka pradana putra selaku pemimpin  dewan ambalan dilihat dari segi ilmu pengetahuan dan kecakapan, apakah mereka layak dilantik  untuk  menjadi dewan ambalan ?  jawab : menurut pendapat saya apabila dilihat dari segi ilmu dan pengetahuan mereka  layak  dilantik untuk menjadi dewan ambalan

    ( menurut  pengamatan kaka pradani  selaku pemimpin  dewan ambalan dilihat dari segi kepribadian  dan perkembangan watak , apakah mereka layak dilantik  untuk  menjadi dewan ambalan ?  jawab : menurut pendapat saya apabila dilihat dari segi kepribadian  dan perkembangan watak mereka  layak  dilantik  menjadi dewan ambalan

    Pembina : baiklah  terimah kasih, atas pengamatan KAKA

    8. Pembacaan Surat Keputusan  

    9. Tanya Jawab dan Ulang janji ( pelantikan  )

        ( Bendera merah putih memasuki tempat pelantikan )

    10.  Penyamatan tanda dewan ambalan ( perwakilan Yang Dilantik maju kedepan )

    11. Serah terimah jabatan dan penanda tanganan berita acara dilanjutakan penyerahan panji – paji pramuka dari pengurus lama kepada pengurus baru ( kami serahkan amanat kepemimpinan dewan amabalan periode 20I8-20I9 kapeda  dewan amabalan baru periode 20I9 – 2020  jawab kami teriamh amanat kepemiminan  20I8 -20I9 untuk di lanjutkan sebaik-baiknya

    12.  Amanat Pembina pelantikan dan ucapan selamat

    13.   Menyanyikan lagu padamu negeri

    14.   Doa

    15.    Laporan dilanjutkan  penghormatan

    16.   Pembina upacara meninggalkan lapangan upacara

    Upacara selesai barisan di bubarkan Dilanjutkan dengan prosesi Adat

  • Peran Arti Lambang Penegak Laksana

    Peran Arti Lambang Penegak Laksana

    Lambang Penegak Laksana yang disematkan dipundak anggota pramuka penegak memiliki arti yang penting. Pangkat ini memberikan simbol bahwa pengguannya adalah tauladan bagi anggota lain dalam gugus depan gerakan pramuka.

    Arti Lambang Penegak Laksana

    Kata Laksana diambil dari bahasa Indonesia yakni “melaksanakan“. Secara luas, Laksana bermakna dapat melaksanakan apa yang harus dan perlu untuk dilaksanakan. Selain itu segala perilaku Penegak Laksana dapat menjadi teladan anggota lain dan masyarakat secara umum. Hal ini membuat para pramuka penegak laksana harus senantiasa menjaga sikapnya dalam kehidupan sehari-hari mereka.

    Syarat Laksana

    Untuk mencapai tingkat Penegak Laksana, seorang Pramuka Penegak Bantara harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (SKU sebagai acuan utama) :

    • Rajin dan aktif mengikuti pertemuan-pertemuan Ambalan sebagai Penegak Bantara 
    • Dapat memberi penjelasan tentang Dasa Darma dan Tri Satya
    • Tahu sejarah pendidikan kepramukaan di Indonesia, dan peranannya dalam pembangunan bangsa dan negara dewasa ini.
    • Tahu tentang gerakan kepramukaan sedunia, dan tentang cita-cita persaudaraan Pramuka sedunia.
    • Mengetahui tentang Perserikatan Bangsa-bangsa dan tentang beberapa badan yang terdapat dalam organisasi itu
    • Bersungguh-sungguh mengamalkan Pancasila.
    • Dapat dengan hafal menyanyikan lagu-lagu di muka orang banyak sedikitnya lagu-lagu yang disyaratkan untuk SKU tingkat Penggalang Rakit
    • Tahu tentang upacara-upacara adat di daerahnya ; misalnya upacara perkawinan, khitanan, penerimaan tamu terhormat, dll.
    • Tahu cara merawat dan mengebumikan jenazah
    • Dapat memimpin barisan Pramuka
    • Dapat memberi pertolongan pertama pada kecelakaa
    • Jika di tempat tinggalnya ada pesawat telepon, dapat menggunakannya secara baik.
    • Melakukan salah satu cabang olahraga atletik atau salah satu cabang olahraga renang, dan melakukan salah satu cabang olahraga lain lagi serta tahu peraturan permainannya.
    •  (a) Untuk puteri : Mengurus suatu rumah tangga selama 2 hari berturut-turut. (b) Untuk putera : Berjalan kaki selama 2 hari berturut-turut.
    • Dapat menampilkan satu macam kegiatan seni budaya di hadapan pramuka-pramuka atau di hadapam penonton-penonton lain.
    • Menjalankan suatu proyek produktif di bidang pertanian, bidang industri atau di bidang lain, secara perorangan atau bersama-sama orang lain, dan dapat memperlihatkan hasil karyanya
    • Mengadakan peninjauan di wilayah kelurahan tempat tinggalnya untuk mempelajari masalah-masalah pembangunan, membuat laporan peninjauannya, lengkap disertai kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran.
    • Sekurang-kurangnya 2 kali pernah ikut serta kerja bakti gotong royong yang ditugaskan oleh Pembinanya, di sekolahnya, di kampungnya, di tempat ibadat, atau di tempat lain; dan pernah membantu lembaga seperti PMI, LSD, Bimas, PKK, Karang Taruna, atau lain sebagainya.
    • Dapat merencanakan, mempersiapkan, serta memimpin rapat, dan dapat membuat risalah rapat.
    •  (a) Memiliki buku Tabanas, dan sudah menabung uang secara teratur dalam buku tabungan itu selama sekurang-kurangnya 8 minggu sejak menjadi Penegak Bantara, dan sebagian daripada uang itu diperoleh dari usahanya sendiri. (b) Untuk putera : Berjalan kaki selama 2 hari berturut-turut.
    • Setia membayar uang iuran kepada Gugusdepannya, dengan uang yang seluruhnya diperolehnya dari usahanya sendiri.
    • Pernah membantu dalam menjalankan administrasi keuangan Gugusdepannya, atau administrasi keuangan lainnya.
    • Membantu Pembina Siaga atau Pembina Penggalang dalam membina para Pramuka di Perindukan Siaga atau Pasukan Penggalang.
    • Memiliki sedikitnya satu Tanda Kecakapan Khusus
    • Keagamaan (sesuai agama masing-masing) 
  • Makalah Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pada perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat dan arus globalisasi juga semakin hebat maka muncullah persaingan dibidang pendidikan. Salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu pendidikan (Darsono, 2000:1).

    Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan tersebut, Pemerintah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan agar mutu pendidikan meningkat, diantaranya perbaikan kurikulum, SDM, sarana dan prasarana. Perbaikan-perbaikan tersebut tidak ada artinya tanpa dukungan dari guru, orang tua murid dan masyarakat yang turut serta dalam meningkatkan mutu pendidikan.

    Apabila membahas tentang mutu pendidikan maka tidak lepas dari kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan kegiatan yang paling fundamental. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan antara lain bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik.

    Menurut penelitian Wasty (2003) pengenalan seseorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya adalah penting, karena dengan mengetahui hasilhasil yang sudah dicapai maka siswa akan lebih berusaha meningkatkan hasil belajarnya. Sehingga dengan demikian peningkatan hasil belajar dapat lebih optimal karena siswa tersebut merasa termotivasi untuk meningkatkan hasil belajar yang telah diraih sebelumnya.

    Hasil belajar dapat dilihat dari terjadinya perubahan hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil (Keller dalam H Nashar, 2004:77). Masukan itu berupa rancangan dan pengelolaan motivasional yang tidak berpengaruh langsung terhadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar. Perubahan itu terjadi pada seseorang dalam disposisi atau kecakapan manusia yang berupa penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui usaha yang sungguhsungguh dilakukan dalam satu waktu tertentu atau dalam waktu yang relatif lama. Hasil belajar yang diharapkan biasanya berupa prestasi belajar yang baik atau optimal. Namun dalam pencapaian hasil belajar yang baik masih saja mengalami kesulitan dan prestasi yang didapat belum dapat dicapai secara optimal.

    Dalam peningkatan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yakni motivasi untuk belajar. Dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran berbagai upaya dilakukan yaitu dengan peningkatan motivasi belajar. Dalam hal belajar siswa akan berhasil kalau dalam dirinya sendiri ada kemauan untuk belajar dan keinginan atau dorongan untuk belajar, karena dengan peningkatan motivasi belajar maka siswa akan tergerak, terarahkan sikap dan perilaku siswa dalam belajar.

    Dalam motivasi belajar terkandung adanya cita-cita atau aspirasi siswa, ini diharapkan siswa mendapat motivasi belajar sehingga mengerti dengan apa yang menjadi tujuan dalam belajar. Disamping itu, keadaan siswa yang baik dalam belajar akan menyebabkan siswa tersebut bersemangat dalam belajar dan mampu menyelesaikan tugas dengan baik, kebalikan dengan siswa yang sedang sakit, ia tidak mempunyai gairah dalam belajar (Mudjiono, 2002:98).

    Motivasi bukan saja penting karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar (Catharina Tri Ani, 2006:157). Secara historik, guru selalu mengetahui kapan siswa perlu diberi motivasi selama proses belajar, sehingga aktivitas belajar berlangsung lebih menyenangkan, arus komunikasi lebih lancar, menurunkan kecemasan siswa, meningkatkan kreaktivitas dan aktivitas belajar.

    Pembelajaran yang diikuti oleh siswa yang termotivasi akan benarbenar menyenangkan, terutama bagi guru. Siswa yang menyelesaikan tugas belajar dengan perasaan termotivasi terhadap materi yang telah dipelajari, mereka akan lebih mungkin menggunakan materi yang telah dipelajari.

    Guru hendaknya membangkitkan motivasi belajar siswa karena tanpa motivasi belajar, hasil belajar yang dicapai akan minimum sekali (Rochman Natawidjaja dan L.J.Moleong, 1979:11). Agar hasil yang diajarkannya tercapai secara optimal maka seorang guru harus mengganggap bahwa siswasiswa yang dihadapinya tidak akan mudah menerima pelajaran yang diberikannya itu.

    Menurut Biggs & Tefler dalam Dimyati dan Mudjiono (1994) motivasi belajar pada siswa dapat menjadi lemah, lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan, sehingga mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus. Dengan tujuan agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, sehingga hasil belajar yang diraihnyapun dapat optimal.

    Motivasi belajar yang dimiliki siswa-siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran sangat berperan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu (Nashar, 2004:11). Siswa-siswa tersebut akan dapat memahami apa yang dipelajari dan dikuasai serta tersimpan dalam jangka waktu yang lama. Siswa menghargai apa yang telah dipelajari hingga merasakan kegunaannya didalam kehidupan sehari-hari ditengah-tengah masyarakat.

    Siswa yang bermotivasi tinggi dalam belajar memungkinkan akan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula, artinya semakin tinggi motivasinya, semakin intensitas usaha dan upaya yang dilakukan, maka semakin tinggi hasil belajar yang diperolehnya. Siswa melakukan berbagai upaya atau usaha untuk meningkatkan keberhasilan dalam belajar sehingga mencapai keberhasilan yang cukup memuaskan sebagaimana yang diharapkan. Di samping itu motivasi juga menopang upaya-upaya dan menjaga agar proses belajar siswa tetap jalan. Hal ini menjadikan siswa gigih dalam belajar.

    Atkinson dan Feather dalam Wasty Soemanto (1989:189) menyatakan jika motivasi siswa untuk berhasil lebih kuat daripada motivasi untuk tidak gagal, maka ia akan segera memerinci kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Sebaliknya ia akan mencari soal yang lebih mudah atau bahkan yang lebih sukar. Dari pernyataan tersebut Weiner dalam Wasty Soemanto (1989:190) menambahkan bahwa siswa yang memiliki motivasi untuk berhasil akan bekerja lebih keras daripada orang yang memiliki motivasi untuk tidak gagal. Dengan demikian siswa yang memiliki motivasi untuk berhasil harus diberi pekerjaan yang menantang dan sebaliknya jika siswa yang memiliki motivasi untuk tidak gagal sebaiknya diberi pekerjaan yang kira-kira dapat dikerjakan dengan hasil yang baik.

    Apabila motif atau motivasi belajar timbul setiap kali belajar, besar kemungkinan hasil belajarnya meningkat (Nashar, 2004: 5). Banyak bakat siswa tidak berkembang karena tidak memiliki motif yang sesuai dengan bakatnya itu. Apabila siswa itu memperoleh motif sesuai dengan bakat yang dimilikinya itu, maka lepaslah tenaga yang luar biasa sehingga tercapai hasil-hasil belajar yeng semula tidak terduga.

    1.2 Permasalahan

    1.2.1        Adakah pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa ?

    1.2.2        Seberapa besar pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa?

    1.3    Tujuan Penulisan

    1.3.1   Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa.

    1.3.2   Untuk mengetahui besar pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa.

    1.4    Manfaat Penulisan

    1.4.1   Manfaat teoritis

    a.        Dapat menambah ilmu pengetahuan secara praktis sebagai hasil dari pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin ilmu yang diperoleh selama studi di Perguruan Tinggi khususnya bidang Ilmu Kependidikan.

    b.      Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan secara umum dan khususnya ilmu kependidikan.

    1.4.2   Manfaat Praktis

    a.       Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan bagi guru SMPN 13 Semarang untuk meningkatkan hasil belajar siswanya.

    b.      Memberikan sumbangan pemikiran dan perbaikan dalam penanganan masalah motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa di masa yang akan datang

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Tinjauan Tentang Belajar

    2.1.1 Pengertian Belajar

    Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Belajar menurut  James O. Whittaker dalam Darsono (2000: 4) ” Learning may be defined as the process by which behavior originates or is altered through training or experience” belajar dapat didefinisikan sebagai proses menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan atau pengalaman.

    Menurut Wingkel dalam Darsono (2000: 4) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Djamarah (2002:13) mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. 9 Slameto dalam Djamarah (2002:13) merumuskan juga tentang pengertian belajar yaitu suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri manusia yang tampak dalam perubahan tingkah laku seperti kebiasaan, pengetahauan, sikap, keterampilan, dan daya pikir.

    2.1.2   Unsur-unsur dalam belajar

    Menurut Gagne dalam Catharina Tri Ani (2006:4) unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga menghasilkan perubahan perilaku yakni:

    a.       Pembelajar

    Pembelajar dapat berupa peserta didik, pembelajar, warga belajar, dan peserta pelatihan. Pembelajar memiliki organ pengindraan yang digunakan untuk menangkap rangsangan otak yang digunakan untuk menstransformasikan hasil penginderaannya ke dalam memori yang kompleks dan syaraf atau otot yang digunakan untuk menampilkan kinerja yang menunjukkan apa yang telah dipelajari.

    b.      Rangsangan / Stimulus

    Peristiwa yang merangsang penginderaan pembelajar disebut situasi stimulus. Contoh dari stimulus tersebut adalah suara, sinar, warna, panas, dingin, tanaman, gedung, dan orang. Agar pembelajar mampu 10 belajar optimal maka harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.

    c.       Memori

    Memori pembelajar berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari aktivitas belajar sebelumnya.

    d.      Respon

    Respon merupakan tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori. Pembelajar yang sedang mengamati stimulus, maka memori yang ada didalam dirinya kemudian memberikan respon terhadap stimulus tersebut.

    2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

    Menurut Wasty Soemanto (2003:113) dalam belajar, banyak sekali faktor yang mempengaruhi belajar namun dari sekian banyaknya faktor yang mempengaruhi belajar, hanya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu:

    a.       Faktor-faktor stimuli belajar

    Stimuli belajar adalah segala hal di luar individu yang merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau pembuatan belajar, misalnya panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat ringannya tugas, suasana lingkungan eksternal.

    b.      Faktor-faktor metode belajar

    Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh si pelajar maka metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar, misalnya tentang kegiatan berlatih atau praktek, menghafal atau menginggat, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, bimbingan dalam belajar.

    c.       Faktor-faktor individual

    Faktor-faktor individual juga sangat besar penggaruhnya terhadap belajar seseorang, misalnya tentang kematangan individu, usia, perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, motivasi, kondisi kesehatan.

    2.1.4   Prinsip- prinsip belajar

    Thomas Rohwer dan Slavin dalam Catharina Tri Ani (2006:65) menyajikan beberapa prinsip belajar yang efektif sebagai berikut:

    a.       Spesifikasi (specification)

    Dalam strategi belajar hendaknya sesuai dengan tujuan belajar dan karakteristik siswa yang menggunakannya. Misalnya belajar sambil menulis ringkasan akan lebih efektif bagi seseorang, namun tidak efektif bagi orang lain.

    b.      Pembuatan (Generativity)

    Dalam strategi belajar yang efektif, memungkinkan seseorang mengerjakan kembali materi yang telah dipelajari dan membuat  sesuatu menjadi baru, misalnya membuat diagram yang menghubungkan antar gagasan, menyusun tulisan kedalam bentuk garis besar.

    c.       Pemantauan yang efektif (effective monitoring)

    Pemantauan yang efektif yaitu berarti bahwa siswa mengetahui kapan dan bagaimana cara menerapkan strategi belajarnya dan bagaimana cara menyatakannya bahwa strategi yang digunakan itu bermanfaat.

    d.      Kemujarapan personal (Personal Efficacy)

    Siswa harus memiliki kejelasan bahwa belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dalam hal ini guru dapat membantu siswa dengan cara menyalenggarakan ujian berdasarkan pada materi yang telah dipelajari.

    2.2  Tinjauan Tentang Motivasi

    2.2.1 Pengertian motivasi

    Istilah motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai daya upaya seseorang untuk melakukan sesuatu (Sardiman, 2012: 73). Menurut Uno (2006: 3) istilah motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu berbuat atau bertindak. Djali (2006: 101) mengungkapkan bahwa motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan. Menurut Mc. Dobald (Sadirman, 2012: 73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan taggapan terhadap adanya tujuan. Menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang berbentuk aktivitas nyata berupa kegiaan fisik. Menurut Kusaeni (2012: 80) motivasi adalah proses dimana aktivitas-aktivitas yang berorientasi terjadi dan dipertahankan kelangsungannya. Menurut Purwanto (1998: 60) yang dimaksud dengan motivasi adalah segala seduatu yang mendorong seorang untuk bertindak melakukan sesuatu.

    Pada dasarnya motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, menggarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

    2.2.2 Pengertian motivasi belajar

    Motivasi belajar adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri seseorang (pribadi) yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Frederick J. Mc Donald dalam H. Nashar, 2004:39).

    Sardiman (2012: 75) mengungkapkan bahwa motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Tetapi menurut Clayton Alderfer dalam H. Nashar (2004:42) Motivasi belajar adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin. Motivasi belajar juga merupakan kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan diri secara optimum, sehingga mampu berbuat yang lebih baik, berprestasi dan kreatif (Abraham Maslow dalam H. Nashar, 2004:42). Kemudian menurut Clayton Alderfer dalam H. Nashar, 2004:42) motivasi belajar adalah suatu dorongan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang (individu) untuk bertindak atau berbuat mencapai tujuan, sehingga perubahan tingkah laku pada diri siswa diharapkan terjadi.

    Uno (2006: 23) mengungkapkan bahwa motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil dengan kebutuhan belajar, harapan dan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsik adanya penghargaan, lingkungan belajar, yang kondusif, dan kegiatan yang menarik.

    Djamarah (2002: 118) menyatakan bahwa prinsip-prinsip motivasi belajar: 1) Motivasi sebagai dasar penggerak mendorong aktivitas belajar, 2) Motivasi intrinsik lebihbutama daripada motivasi ekstrinsik dalam belajar, 3) Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman, 40 Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar, 5) Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar, 6) motivasi melahirkan prestasi dalam belajar.

    Jadi, motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong siswa untuk belajar dengan senang dan belajar secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk cara belajar siswa yang sistematis, penuh konsentrasi dan dapat menyeleksi kegiatan-kagiatannya.

    2.2.3   Unsur-unsur motivasi belajar

    Menurut Dimyati dan Mudjiono (1994:89-92) ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, yaitu:

    a.       Cita-cita atau aspirasi siswa

    Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita siswa untuk ”menjadi seseorang” akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan pelaku belajar. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ektrinsik sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.

    a.       Kemampuan Belajar

    Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan. Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa. Misalnya pengamatan, perhatian, ingatan, daya pikir dan fantasi. Di dalam kemampuan belajar ini, sehingga perkembangan berfikir siswa menjadi ukuran. Siswa yang taraf perkembangan berfikirnya konkrit (nyata) tidak sama dengan siswa yang berfikir secara operasional (berdasarkan pengamatan yang dikaitkan dengan kemampuan daya nalarnya). Jadi siswa yang mempunyai kemampuan belajar tinggi, biasanya lebih termotivasi dalam belajar, karena siswa seperti itu lebih sering memperoleh sukses oleh karena kesuksesan memperkuat motivasinya.

    b.      Kondisi Jasmani dan Rohani Siswa

    Siswa adalah makhluk yang terdiri dari kesatuan psikofisik. Jadi kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi belajar disini berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis, tetapi biasanya guru lebih cepat melihat kondisi fisik, karena lebih jelas menunjukkan gejalanya dari pada kondisi psikologis. Misalnya siswa yang kelihatan lesu, mengantuk mungkin juga karena malam harinya bergadang atau juga sakit.

    c.       Kondisi Lingkungan Kelas

    Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur yang datangnya dari luar diri siswa. Lingkungan siswa sebagaimana juga lingkungan individu pada umumnya ada tiga yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Jadi unsur-unsur yang mendukung atau menghambat kondisi lingkungan berasal dari ketiga lingkungan tersebut. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan cara guru harus berusaha mengelola kelas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menampilkan diri secara menarik dalam rangka membantu siswa termotivasi dalam belajar.

    d.      Unsur-unsur Dinamis Belajar

    Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses belajar yang tidak stabil, kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali.

    e.       Upaya Guru Membelajarkan Siswa

    Upaya yang dimaksud disini adalah bagaimana guru mempersiapkan diri dalam membelajarkan siswa mulai dari penguasaan materi, cara menyampaikannya, menarik perhatian siswa.

    2.2.4   Fungsi Motivasi belajar

    Fungsi Motivasi Belajar Menurut Sardiman (2000: 83) fungsi motivasi belajar ada tiga yakni sebagai berikut:

    a.      Mendorong manusia untuk berbuat Sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

    b.      Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

    c.       Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

    Hamalik (2003:161) juga mengemukakan tiga fungsi motivasi, yaitu;

    a.       Mendorong timbulnya kelakuan atau sesuatu perbuatan

    Tanpa motivasi maka tidak akan timbul suatu perbuatan seperti belajar.

    b.      Motivasi berfungsi sebagai pengarah

    Artinya menggerakkan perbuatan ke arah pencapaian tujuan yang di inginkan.

    c.       Motivasi berfungsi penggerak

    Motivasi ini berfungsi sebagai mesin, besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan atau perbuatan. Jadi Fungsi motivasi secara umum adalah sebagai daya penggerak yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

    Djamarah (2002: 123) menyatakan fungsi motivasi dalam belajar antara lain: 1) Motivasi sebagai pendorong perbuatan, 2) Motivasi sebagai penggerak perbuatan, 3) motivasi sebagai pengarah perbuatan. Karwati dan Ptansa (2014: 169) fungsi motivasi dalam belajar antara lain; 1) Mendorong betbuat, 2) menentukan arah perbuatan, 3) menyeleksi Perbuatan, 4) Pendorong usaha dan pencapaian prestasi.

    2.2.5   Jenis Motivasi

    Sadirmn (2012: 86) menjelaskan tentang macam atau jenis motivasi yang dapat dilihat dari betbagai sudut pandang.

    1)      Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya

    a.       Motif-motif bawahan

    Yang dimaksud dengan motif bawahan adalah motof yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Motif-motif ini seringkali disebut motif yang disiyaratkan secara biologis.

    b.      Motif-motif yang dipelajari

    Maksud motif-motif yang timbul karena dipelajari seringkali disebut dengan motif-motif yang diisyaratkan secara sosial. Sebab manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain, sehingga motivasi ini terbentuk.

    2)      Motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis

    a.       Motif atau kebutuhan organis, meliputi kebutuhan untuk minum, makan, bernapas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat.

    b.      Motif-motif darurat, yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelas motivasi ini timbul karena rangsangan dari luar.

    c.       Motif-motif objektif. Dalam hal menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luas secara efektif.

    3)      Motivasi jasmani dan rohaniah

    a.       Momen timbulnya alasan.

    Sebagai contoh seorang pemuda yang sedang niat berlatih berolhraga untuk menghadapi porseni di sekolahnya, tiba-tiba di rumah ibunya untuk mengantarkan seorang tamu membeli tiket karena tamu itu kembali ke Jakarta. Kemudian pemuda itu mengantarkan tamu tersebut. Dalam hal ini si pemuda tadi timbul alasan baru untuk melakukan sesuatu kegiatan (kegiatan mengantar). Alasan baru itu bisa karena untuk menghormati tamu atau untuk keinginan untuk tidak mengecewakan ibunya.

    b.      Momen pilihan

    Momen pilihan, maksudnya dalam keadaan pada waktu alternatif-alternatif yang mengakibatkan persaingan antara alternatif atau alasan-alasan itu. Kemudian seseorang menentukan alternatif yang akan dikerjakan.

    c.       Momen putusan

    Dalam persaingan antara berbagai alasan , sudah barang tentu akan berakhir dengan dipilihnya satu alternatif.

    d.      Momen terbentuknta kemauan.

    Jika seseorang sudah menetapkan satu putusan untuk dikerjakan, timbullah dorongan pada diri seorang untuk bertindak, melaksanakan putusan itu.

    4)      Motivasi intrinsik dan ekstrinsik

    a.       Motivasi intrinsik

    Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena  dalam diri tiap iniviu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan belajarnya. Seorang siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan yang berisikan kehausan untuk menjadi orang yang ada dalam dirinya dan terfokus di dalam kegiatan atau objek yang ditekuninya.

    Menurut rahmawati (2008: 10-12) motivasi intrinsik merupakan bentuk motivasi yang berasal dari dalam diri subjek yang belajar. Motivasi intrinsik meliputi keinginan-keinginan kuat untuk maju dan mencapai taraf keberhasilan yang tinggi, berorientasi pada masa depan, ikhlas dan ulet dalam belajar. Bila siswa memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya, maka siswa akan sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik sangat diperlukan. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik sulit sekali untuk melakukan aktivitas belajar terus menerus.seorang siswa yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar.

    Dalam perspektif kognitif, motivasi yang lebih baik bagi siswa adalah motivasi inrinsik karena lebih murni dan tidak tergantung pada dorongan orang lain. Yang dimaksud motivasi intrinsik antara lain: 1) siswa belajar karena ingin mengetahui seluk-beluk suatu masalah atau ingin menjadi orang yag terdidik, 2) siswa ulet menghadapi kesuliatan, 3) giat belajar dan disertai minat yang kuat untuk memecahkan berbagai macam masalah, 4) senang bekerja mandiri dalam menyelesaikan pekerjaan, dan 5) siswa yang cepat bosan pada hal yang rutin (Rahmawati 2008: 11)

    b.    Motivasi ekstrinsik

    Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar motivasi ekstrinsik tetap penting, sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagis siwa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.

    Djamarah (2002: 115) menjelaskan motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan seusatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif aktif dan berfungsi karean adanya perangsang dari luar. Latifah(2012: 175) menyatakan bahwa motivasi yang bersumber stimulasi berasal dari dalam diri individu melakukan seuatu karena adanya alasan—alasan eksternal disebut motivasi ekstrinsik.

    Latifah (2012: 178) menyatakan bahwa faktor-faktor kognitif yang mempengaruhi motibasi belajar antara lain: 1) Minat, 2) Tujuan, 3) Atribusi , 4) Ekspetasi dan Atribusi guru. Sardiman (2012: 91) menyatakan bahwa bentuk-bentuk motivasi di sekolah antara lain: 1) memberikan angka, 2) hadiah, 3) saingan/kompetisi, 4) Ego-involment, 5) memberi ulangan, 6) mengetahui hasil, 7) pujian, 8) hukuman, 9) hasrat untuk belajar, 10) minat, 11) tujuan yang diakui.

    Sardiman (2012; 83) motivasi intrinsik yang ada pada diri seorang siswa itu memiliki ciri-ciri antara lain:

    1.      Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai)

    2.      Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).

    3.      Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah

    4.      Lebih senang bekerja mandiri, maksudnya dalam mengerjakan suatu pekerjaan lebih suka kerja sendiri dan dalam mengerjakan tugas tidak suka mencontoh punya orang lain.

    5.      Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.

    6.      Dapat mempertahankan pendapatnya

    7.      Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

    8.      Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal yang baru.

    Apabila sesorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang itu selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan berhasil baik, kalau siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri. Siswa yang belajar dengan baik tidak akan terjebak pada suatu rutinitas dengan mekanis. Siswa harus mampu mempertahankan pendapatnya, kalau ia sudah yakin dan dipandangnya cukup rasional. Bahkan lebih lanjut siswa harus juga peka dan responsifterhadap berbagai masalah umum, dan bagaimana memikirkan pemecahannya. Hal ini harus dipahami benar oleh guru, agar dalam berinteraksi dengan siswanya dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal.

    Berdasarkan uraian di atas, maka motivasi belajar adalah dorongan yang ada di dalam maupun di luar diri seseorang untuk melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi belajar sangat berperan penting untuk keberhasilan seseorang dalam belajar. Tanpa motivasi, siswa tidak akan tertarik dan serius dalam mengikuti pelajaran. Sebaliknya, dengan adanya motivasi siswa akan tertarik dan terlihat aktif dengan proses pembelajaran.

    Dalam belajar motivasi intrinsik siswa termasuk faktor utama untuk menentukan keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur motivasi belajar bersumber dari Sardiman diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Tekun menghadapi tugas, 2) Ulet menghadapi kesulitan, 3) Lebih senang bekerja mandiri, 4) cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, 5) Dapat mempertahankan pendapatnya, dan 6) senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

    2.2.6   Strategi motivasi belajar

    Menurut Catharina Tri Anni (2006:186-187) ada beberapa strategi motivasi belajar antara lain sebagai berikut:

    1)      Membangkitkan minat belajar

    Pengaitan pembelajaran dengan minat siswa adalah sangat penting dan karena itu tunjukkanlah bahwa pengatahuan yang dipelajari itu sangat bermanfaat bagi mereka. Cara lain yang dapat dilakukan adalah memberikan pilihan kepada siswa tentang materi pembelajaran yang akan dipelajari dan cara-cara mempelajarinya.

    2)      Mendorong rasa ingin tahu

    Guru yang terampil akan mampu menggunakan cara untuk membangkitkan dan memelilhara rasa ingin tahu siswa didalam kegiatan pemmbelajaran. Metode pembelajaran studi kasus, diskoveri, inkuiri, diskusi, curah pendapat, dan sejenisnya merupakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk membangkitkan hasrat ingin tahu siswa.

    3)      Menggunakan variasi metode penyajian yang menarik

    4)      Motivasi untuk belajar sesuatu dapat ditingkatkan melalui penggunaan materi pembelajaran yang menarik dan juga penggunaan variasi metode penyajian.

    5)      Membantu siswa dalam merumuskan tujuan belajar

    6)      Prinsip yang mendasar dari motivasi adalah anak akan belajar keras untuk mencapai tujuan apabila tujuan itu dirumuskan atau ditetapkan oleh dirinya sendiri dan bukan dirumuskan atau ditetapkan oleh orang lain.

    2.3    Tinjauan Tentang Hasil Belajar

    2.3.1 Pengertian hasil belajar

    Hasil Belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar diukur untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan sehingga belajar harus sesuai dengan tujuan pendidikan (Purwanto, 2014: 54). Menurut Damyati dan Mudjiono (2006: 20) hasil belajar adalah suatu puncak belajar yang berupa dampak pengajaran yang bermanfaat bagi guru dan siswa. Siswa yang belajar berarti memperbaiki kemampuan kognitif, afektif, dan pskiomotorik. Dengan meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut, maka keinginan dan perhatian pada lingkungan sekitar akan bertambah.

    2.3.2 Klasifikasi hasil belajar

    Bloom dlam (Sardiaman, 2010: 23) menjelaskan bahwa perubahan hasil belajar meliputi tiga ranah yaitu: kognitif, afektif dan pskimotorik. Masing-masing ranah tersebut dirinsi lagi menjadi beberapa jangkauan kemampuan (level of competence). Rincian ini dapat disebutkan sebagai berikut:

    1.      Aspek kognitif

    a.       Remembering (mengingat) yaitu dapat mengenal, mengingat, dan memproduksi bahan pengetahuan atau pelajaran yang pernah diberikan.

    b.      Understanding (memahami) yaitu memahami materi atau gagasan yang diberikan, tanpa perlu menghubungkannya dengan materi lain.

    c.       Applying (mengaplikasikan) yaitu menggunakan hal-hal yang abstrak dalam situasi yang khusus dan konkret.

    d.      Analizying (menguraikan, menentukan hubungan) yaitu menguraikan suatu materi atau bahan yang diberikan menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian, sehingga kedudukan atau hubungan antar bagian yang diungkapkan menjadi jelas.

    e.       Evaluating (menilai) yaitu memberi pertimbangan mengenai nilai dari bahan dan metode-metode untuk tujuan tertentu. Biasanya dengan menggunakan tolak ukur penilaian. Pakaian ini dapat diberikan oleh guru.

    f.       Creating (menciptakan)

    2.      Aspek Afektif

    a.       Receiving phenomena (sikap menerima) adalah kepekaan (keinginan menerima atau memperhatikan) terhadap fenomena stimulus atau menunjukkan perhatian yang terkontrol dan terseleksi.

    b.      Responding to phenomena (memberikan respon) adalah menunjukkan perhatian aktif tentang suatu fenomena tertentu.

    c.       Valuing (nilai) adalah menunjukkan konsistensi prilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang pasti.

    d.      Organize or conceptualize values (organisasi) adalah mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem, menentukan hubungan antar nilai, memantapkan suatu nilai yang dominan dan dapat diterima.

    e.       Internalizing values (menginternalkan nilai sikap) adalah suatu nilai atau sistem nilai telah menjadi karakter. Nilai-nilai tertentu telah mendapat tempat dalam hirarki nilai individu, diorganisasikan secara konsisten dan telah mampu mengontrol tingkah laku individu.

    3.      Aspek Psikomotorik

    a.       Perception (Persepsi) yaitu kemampuan untuk menggunakan isyarat sensoris untuk memandu aktivitas fisik.

    b.      Guided responses (Memandu Respon) yaitu tahap awal pembelajaran yang kompleks, memasukkan imitasi, bias menyelesaikan langkah-langkah yang terlibat dalam keterampilan sebagaimana diarahkan.

    c.       Set (Perangkat) yaitu kesiapan untuk bertindak, mengharuskan pembejar mendemonstrasikan sebuah kesadaran atau pengetahuan tentang perilaku yang dibutuhkan untuk menggunakan keterampilan.

    d.      Mechnism (Mekanisme) yaitu kemampuan untuk melakukan suatu keterampilan motoris yang kompleks, tahapan pembelajaran lanjutan sebuah keterampilan.

    e.       Origination as initially of skill yaitu kemampuan untuk mengembangkan keterampilan asli yang dimiliki sebagai pengetahuan awal.

    f.       Adaptation (penyesuaian) yaitu bisa memodifikasi keterampilan motoris agar sesuai dengan sebuah situasi baru.

    g.      Complex Overt response (Respon kompleks yang jelas) yaitu kemampuan untuk menggunakan keterampilan psikomotorik yang komplit secara benar.

    2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

    Menurut Djamarah (2002: 142) faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar sebagai berikut: 1) faktor lingkungan meliputi lingkungan alami, dan lingkungan sosial budaya. 2) faktor instrumental meliputi kurikulum, program, sarana dan fasilitas, dan guru. 3) kondisi fisiologis, 4) kondisi pskiologis meliputi minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif.

    1)      Faktor lingkungan

    Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan siswa. Di dalam lingkungan siswa hidup dan berinteraksi dalam mata rantai kehidupan yang disebut ekosistem. Selama hidup siswa tidak bisa menghindarkan diri dari lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Keduanya mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap belajar siswa di sekolah (Djamarah: 2002: 142)

    a.       Lingkungan alami

    Lingkungan hidup adalah tempat tinggal siswa, hidup dan berusaha di dalamnya. Pencemaran lingkungan hidup merupakan malapetaka bagi siswa yang hidup di dalamnya. Kesujkan udara dan ketenangan suasana kelas diakui sebagai kondisi lingkungan kelas yang kondusif yang terlaksanya kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan. Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang didalamnya dihiasi dengan tanaman/pepohonan yang dipelihara dengan baik 9Djamarah, 2002: 143)

    b.      Lingkungan sosial budaya

    Hidup dalam kebersamaan dan saling membutuhkan akan melahirkan interaksi sosial. Saling memberi dan menerima merupakan kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan sosial. Berbicara, bersenda gurau, memberikan nasihat, dan gotong royong merupakan interaksi sosial dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Sebagai anggota masyarakat, siswa tidak bisa melepaskan diri dari iktan sosial. Sistem sosial yang terbentuk mengikat perilaku siswa untuk tunduk norma-norma sosial, susila, dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan problem tersendiri bagi kehidupan siswa di sekolah (Djamarah, 2002: 145)

    2)      Faktor instrumental

    Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tentu saja pada tingkat kelembagaan. Dalam rangka melancarkan ke arah itu diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Semuanya dapat diberdayagunakan menurut fungsi masing-masing. Kelengkapan sekolah dan kurikulum dapat dipakai oleh guru merencanakan program pengajaran. Program sekolah dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kualiatas belajar mengajar. Sarana dan fasilitas yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar berdaya guna bagi kemajuan belajar siswa di sekolah.

    a.       Kurikulum merupakan unsur substansial dalam pendidikan, sebab guru tidak dapat menyampaikan materi tanpa kurikulum. Muatan kurikulum akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar anak didik.

    b.      Program merupakan kelengkapan pendidikan setiap sekolah. Program pendidikan disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidkan di sekolah tergantung dari baik tidaknya program pendidkan yang dirancang.

    c.       Sarana dan fasilitas merupakan salah satu persyaratan yang mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah, sarana meliputi gedung sekolah beserta perlengkapan di dalamnya. Sedangkan fasilitas merupakan kelengkapan mengajar yang digunakan oleh guru untuk memberikan pengajaran kepada siswa.

    d.      Guru merupakan unsur mnusiawi dalam pendidkan. Kehadiran guru mutlak diperlukan di dalam proses belajar mengajar.

    3)      Kondisi Fisiologis

    Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Aspek fisiologis sangat mempengaruhi pengelolaan kelas. Pengajaran dengan pola klasikal perlu memperhatikan tinggi rendahnya postur tubuh anak didik yang bertubuh pendek. Hal ini dimaksudkan agar pandangan anak didik ke papan tulis tidak terhalang oleh anak didik yang bertubuh tinggi (Djamarah, 2002: 156)

    4)      Kondisi Psikologis

    Belajar pada hakikatnya adalh proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Faktor psikologis sebagai dari dalam tentu saja merupakan hal utama dalam menentukan intensitas belajar seseoang anak. Oleh karena itu minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik (djamarah, 2002: 157) Kelima faktor akan diuraikan sebagai berikut:

    a.       Minat pada dasarnya adalah permainan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka semakin besar minat. Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan model yang besar artinya untuk mencapai/memperoleh tujuan yang diminati.

    b.      Kecerdasan mempunyai peranan yang besar dalam ikut menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidkan dan pengajaran. Dan orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas.

    c.       Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Bakat memang diakui sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau lathan. Bakat bawaan ada kemungkinan terkait dengan garis keturuanan dari ayah atau ibu. Besarnya niat seorang anak untuk mengikuti jejak langkah orang tuanya, akhirnya menumbuhkan bakat terpendamnya menjadi kenyataan. Banyak sebenarnya bakat bawaan (terpendam) yang dapat ditimbulkan asalkan diberikan kesempatan dengan sebaik-baiknya.

    d.      Motivasi utuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Penemuan-penemuan menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya mengikat jika motivasi untuk belajar bertambah.

    e.       Kemampuan kognitif dalam dunia pendidikan memiliki tipe tujuan yang sangat dikenal dan diakui para ahli pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk dikuasai karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan. Ada tiga kemampuanyang harus dikuasai sebagai jembatan untuk sampai pada penguasaan kemampuan kogitif, yaitu persepsi, mengingat dan berfikir. Persepsi adalah proses yang menyangkut pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Sedangkan menurut Hakim (2011:11) faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua yaitu: 1) Faktor internal meliputi bilologis (jasmaniah), dan psikologis (rohania), 2) faktor eksernal meliputi lingkungan keluaga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

    Dari uraian di atas, maka hasil belajar merupakan kemapuan-kemampuan yang dimliki siswa setelah menerima pengalama belajar yang ditandai dengan dengan perubahan perilaku, perubahan-perubahan ini dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dalam penelitian ini hanya dibatasi pada ranah kognitif.

    2.3.4   Tujuan Pembelajaran

    Tujuan pembelajaran merupakan diskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau diskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi.

    Gagne dan Briggs dalam Nashar mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 5 yaitu:

    a.       Keterampilan intelektual (Intellectual Skills)

    Keterampilan intelek merupakan kemampuan yang membuat individu kompeten. Kemampuan ini bertentangan mulai dari kemahiran bahasa sederhana seperti menyusun kalimat sampai pada kemahiran teknis maju, seperti teknologi rekayasa dan kegiatan ilmiah. Keterampilan teknis itu misalnya menemukan kekuatan jembatan atau memprediksi inflasi mata uang.

    b.      Strategi Kognitif (Cognitive Strateggies)

    Strategi kognitif merupakan kemampuan yang mengatur perilaku belajar, mengingat dan berfikir seseorang. Misalnya, kemampuan mengendalikan perilaku ketika membaca yang dimaksudkan untuk belajar dan metode internal yang digunakan untuk memperoleh inti masalah. Kemampuan yang berada di dalam strategi kognitif ini digunakan oleh pembelajar dalam memecahkan masalah secara kreatif

    c.       Informasi verbal (Verbal Information)

    Informasi verbal merupakan kemampuan yang diperoleh pembelajar dalam bentuk informasi atau pengetahuan verbal. Pembelajar umumnya telah memiliki memori yang umumnya digunakan dalam bentuk informasi, seperti nama bulan, hari, minggu, bilangan, huruf, 25 kota, negara, dan sebagainya. Informasi verbal yang dipelajari di situasi pembelajaran diharapkan dapat diingat kembali setelah pembelajar menyelesaikan kegiatan pembelajar.

    d.      Keterampilan motorik (Motor Skills)

    Keterampilan motorik merupakan kemampuan yang berkaitan dengan kelenturan syaraf atau otot. Pembelajar naik sepeda, menyetir mobil, menulis halus merupakan beberapa contoh yang menunjukkan keterampilan motorik. Dalam kenyataannya, pendidikan di sekolah lebih banyak menekankan pada fungsi intelektual dan acapkali mengabaikan keterampilan motorik, kecuali untuk sekolah teknik.

    e.       Sikap (Attitudes)

    Sikap merupakan kecenderungan pembelajaran untuk memilih sesuatu. Setiap pembelajar memiliki sikap terhadap berbagai benda, orang dan situasi. Efek sikap ini dapat diamati dari reaksi pembelajar (positif atau negative) terhadap benda, orang, ataupun situasi yang sedang dihadapi.

    2.3.5   Pengukuran dan evaluasi hasil belajar

    Pengukuran mempunyai hubungan yang sangat erat dengan evaluasi. Evaluasi dilakukan setelah dilakukan pengukuran, artinya keputusan (judgement) yang harus ada dalam setiap evaluasi berdasar data yang diperoleh dari pengukuran.

    Untuk mengetahui seberapa jauh pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa, dilakukan pengukuran tingkat pencapaian siswa. Dari hasil pengukuran ini guru memberikan evaluasi atas keberhasilan pengajaran dan selanjutnya melakukan langkahlangkah guna perbaikan proses belajar mengajar berikutnya.

    Secara rinci, fungsi evaluasi dalam pengajaran dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:

    1.      Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.

    2.      Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.

    3.      Untuk keperluan bimbingan konseling.

    4.      Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan. Salah satu tahap kegiatan evaluasi, baik yang berfungsi formatif maupun sumatif adalah tahap pengumpulan informasi melalui pengukuran.

    Menurut Darsono (2000, 110-111) pengumpulan informasi hasil belajar dapat ditempuh melalui dua cara yaitu:

    a.       Teknik Tes

    Teknik tes biasanya dilakukan di sekolah-sekolah dalam rangka mengakhiri tahun ajaran atau semester. Pada akhir tahun sekolah mengadakan tes akhir tahun. Menurut pola jawabannya tes dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, tes objektif, tes jawaban singkat, dan tes uraian

    b.      Teknik Non Tes

    Pengumpulan informasi atau pengukuran dalam evaluasi hasil belajar dapat juga dilakukan melalui observasi, wawancara dan angket. Teknik non tes lebih banyak digunakan untuk mengungkap kemampuan psikomotorik dan hasil belajar efektif.

    2.4    Tinjauan Tentang Penelitian Dalam Skripsi

    Berdasarkan skripsi yang berjudul “Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMPN 13 Semarang”, dilakukan sebuah penelitian agar memperoleh jawaban yang akurat. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah ada tidaknya pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa dan seberapa besar pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa. Dan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang.

    2.4.1 Populasi dan Sampel Penelitian

    Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 1998:115). Di samping itu dapat juga diartikan populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya dapat diduga. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas VII yang ada pada Sekolah Menengah Pertama Nageri 13 Semarang. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 13 Semarang Tahun ajaran 2006/2007 sebanyak 308 siswa.

    Sampel adalah sebagian wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 1998: 117). Sedangkan Sutrisno Hadi (1998: 221) berpendapat bahwa sampel adalah sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel melalui rumus Solvin sebanyak 75 siswa yang diambil secara proporsional random sampling.

    2.4.2        Variabel Penelitian

    Variabel penelitian adalah atribut dari seseorang atau objek yang mempunyai ”Variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Sugiyono, 2001:20). Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan Variabel terikat (Y).

    a.       Variabel Bebas (X) adalah variabel yang mempengaruhi terhadap suatu gejala.

    Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi belajar dengan indikator sebagai berikut:

    1. Cita- cita/ aspirasi siswa

    2. Kemampuan siswa

    3. Kondisi jasmani dan rohani siswa

    4. Kondisi lingkungan kelas

    5. Unsur-unsur dinamis belajar

    6. Upaya guru membelajarkan siswa

    b. Variabel Terikat (Y) adalah variabel yang dipengaruhi oleh suatu gejala. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar dengan indikator sebagai berikut:

    1. Informasi verbal

    2. Keterampilan intelek

    3. Strategi kognitif

    4. Keterampilan motorik

    5. Sikap

                            Ada 2 (dua) variabel yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu motivasi belajar sebagai variabel bebas dengan indikator cita-cita/ aspirasi, kemampuan siswa, kondisi jasmani dan rohani siswa, kondisi lingkungan kelas, unsur dinamis belajar dan upaya guru membelajarkan siswa. Kemudian hasil belajar sebagai variabel terikat dengan indikator informasi verbal, keterampilan kognitif, keterampilan intelek, keterampilan motorik dan sikap.

    2.4.3 Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket, dokumentasi dan observasi. 

    1)      Metode angket (kuesioner)

    Metode angket (kuesioner) yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 1998:140). Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa angket adalah suatu cara pengumpulan informasi dengan menyampaikan suatu daftar pertanyaan tentang hal-hal yang diteliti. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik deskriptif persentase dan analisis regresi linier sederhana.

    Setelah angket dipersiapkan sebagai instrumen penelitian, selanjutnya dibagikan kepada responden untuk diuji cobakan. Uji coba instrumen disebarkan pada 75 siswa kelasVII SMP Negeri 13 Semarang. Dari hasil perhitungan validitas diperoleh sebanyak 30 item yang terdiri dari 20 item variabel motivasi dan 10 item dari variabel hasil belajar, keseluruhan instrumen tersebut dikatakan 40 valid pada uji coba instrumen. Kemudian peneliti menyebarkan angket tersebut kepada sampel penelitian (responden) sebanyak 75 siswa. Dari perhitungan validitas data uji coba angket yang disebarkan pada 20 responden dengan menggunakan perhitungan program SPSS versi 10 diperoleh nilai r1 untuk item/soal nomer satu sebesar 0,86 dengan signifikansi 0,012 < 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa butir item/soal nomer 1 tersebut dikatakan valid.(Lihat lampiran 3) Dari perhitungan tersebut diperoleh r11 sebesar 0,86 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang berupa angket motivasi tersebut dikatakan reliabel.

    2)      Metode dokumentasi

    Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan atau transkrip nilai. Teknik ini digunakan untuk mengungkap data tentang hasil belajar siswa. Untuk mengetahui jumlah siswa dan hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 13 Semarang yang dijadikan populasi dalam penelitian ini yang kemudian diambil sampelnya maka dilakukan pengambilan daftar nilai siswa secara dokumenter.

    3)      Metode observasi

    Metode observasi yaitu memperlihatkan sesuatu dengan mempergunakan mata. Observasi atau yang disebut juga dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi pengobservasian dapat dilakukan melalui pengamatan, pendengaran, pencium, peraba, dan pengecap (Suharsimi Arikunto, 1998:146). Penggunaan metode observasi dimaksudkan untuk mengetahui motivasi belajar yang dilakukan.

    Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi pada saat melakukan PPL pada bulan Agustus sampai Oktober 2006 di SMPN 13 Semarang. Observasi dilakukan dengan maksud, peneliti ingin mengetahui permasalahan yang terjadi di SMPN 13 Semarang.

    2.4.3   Hasil Penelitian dan Pembahasan

    2.4.3.1  Hasil belajar

    Pentingnya hasil belajar dapat dilihat dari dua sisi yakni bagi guru maupun bagi siswa dalam pengelolaan pendidikan pada umumnya dan khususnya mengenai tujuan dari pendidikan. Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (1994:11) hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu informasi verbal, keterampilan intelek, strategi kognitif, keterampilan motorik dan sikap. Hasil belajar siswa SMPN 13 Semarang berupa nilai yang dituangkan dalam lima kategori hasil belajar melalui angket.

    Di dalam informasi verbal, siswa dituntut mampu mengemukakan pendapatnya baik didepan guru maupun teman-teman yang lain. Mampu memberikan pengetahuan, ide atau gagasannya kepada orang lain sehingga dapat bermanfaat baik orang lain. Selain mengemukakan pendapat juga harus mampu menerima dan mencerna semua informasiinformasi dari guru sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat bertambah dan berkembang kearah positif.

    Kebanyakan siswa kelas VII SMPN 13 Semarang pada dasarnya cara mengungkapkan pendapat sudah cukup bagus namun masih perlu adanya bimbingan dari guru-guru yang bersangkutan agar lebih sempurna, misalnya dengan guru memberikan garis besar terhadap permasalahan yang dibahas sehingga konsentrasi siswa terpusat pada pokok pembahasan. Disamping itu kebanyakan dari siswa kelas VII SMPN 13 Semarang pada saat menjawab pertanyaan dari guru masih terbata-bata. Hal ini disebabkan karena tingkat kemampuan berfikir siswa tentang materi yang dibahas masih kurang, sebab lain dikarenakan kebanyakan dari siswa tersebut merasa takut dengan alasan bahwa jawaban yang disampaikan tidak layak atau tidak bermutu sehingga akan menjadi bahan tertawaan teman-teman mereka, padahal persepsi tersebut adalah salah besar.

    Pada kelas VII SMPN 13 Semarang, seorang guru sangat menghargai siswanya yang mau mengemukakan pendapatnya atau bersedia menjawab pertanyaan yang telah diberikan walaupun pendapat atau jawaban itu salah. Dengan alasan hal tersebut dilakukan oleh guru guna untuk melatih keberanian siswanya. Ada kalanya seorang guru sambil menunggu siswanya dalam berfikir tentang jawaban dari pertanyaannya, guru mata pelajaran memberikan gambaran-gambaran dahulu tentang jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepada siswa. Hal itu dilakukan guru guna memperlancar cara berfikir siswanya agar masuk sasaran jawaban yang dikehendaki.

    Disamping informasi verbal, siswa juga dituntut untuk mampu memunculkan ide-ide setiap menghadapi suatu masalah, dalam hal ini masuk dalam kategori keterampilan intelek. Di dalam menghadapi suatu permasalahan tersebut, siswa-siswa selain mampu memunculkan ide juga harus disertai dengan cara berfikir yang jernih. Siswa-siswa kelas VII SMPN 13 Semarang sudah mampu memunculkan ide-ide namun dalam cara berfikir jernih masih perlu adanya perbaikan. Hal ini disebabkan karena usia siswa yang belum dewasa sehingga cara berfikirnyapun belum masuk kepermasalahan yang dibahas secara sempurna dan bahkan kadang-kadang belum bisa serius. Hal tersebut dapat dilihat pada saat guru menerangkan dengan cara ceramah bervariasi, siswa-siswa kelas VII SMPN 13 Semarang sering melontarkan pendapatnya dengan spontan dan kadang-kadang lontaran pendapat tersebut tidak masuk sasaran, bahkan menjadi bahan tertawaan dari teman-teman mereka.

    Sebagian besar dari kelas VII mulai dari kelas VIIA sampai VIIG yang mau atau mampu mengeluarkan atau ide-idenya hanya siswa-siswa tertentu saja. Jadi dalam hal ini keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat belum secara menyeluruh. Keterampilan kognitif siswa yang berupa kemampuan memahami/ mendalami dan mengingat setiap materi pelajaran siswa kelas VII SMPN 13 Semarang sudah dapat dikatakan cukup bagus dengan dilihat dari nilai rapot, namun masih ada sebagian siswa yang mendapatkan nilai dibawah angka 7.

    Keterampilan kognitif disamping berasal dari diri siswa yang selalu rajin dan tekun juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat IQ siswa. Secara nyata, tingkat atau kemampuan mengingat siswa kelas VII SMPN 13 Semarang cukup bagus dengan dilihat saat selesai guru menerangkan, seorang guru menyuruh mengulangi salah satu hal materi yang telah dibahasnya kepada salah satu siswa dan kebanyakan dari mereka mampu menjawabnya 75% benar.

    Hal tersebut disebabkan siswa-siswa memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru dengan sungguh-sungguh dan juga didukung oleh tingkat IQnya yang juga cukup bagus karena syarat masuk SMPN 13 Semarang harus melakukan tes, artinya apabila hasil tes masuk tersebut tidak memenuhi standart maka calon siswa tersebut tidak dapat masuk atau bersekolah di SMPN 13 Semarang. Keterampilan kognitif siswa juga masih ada hubungannya dengan keterampilan motorik. Dalam keterampilan motorik berkaitan dengan kecepatan cara berfikir dalam menghadapi setiap pertanyaan yang 59 diberikan oleh guru.

    Pada siswa kelas VII SMPN 13 Semarang tingkat keterampilan motorik cukup bagus, dilihat dari tingkat kecepatan cara berfikir siswa pada saat mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Kecepatan cara berfikir siswa pada siswa kelas VII SMPN 13 Semarang ini juga dipengaruhi oleh kelincahan siswa pada saat berbicara atau bergaul dengan teman. Sedangkan tingkat kualitas jawaban dari setiap pertanyaan tergantung dari kecepatan cara berfikirnya.

    Kebanyakan siswa-siswa kelas VII SMPN 13 Semarang, apabila dapat menjawab pertanyaaan dengan cepat pasti kualitas jawabannya kurang sempurna bila dibandingkan dengan siswa yang cara berfikirnya agak lama. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya siswa yang berfikir lama benar-benar memikirkan dengan matang-matang atau dengan jernih tentang permasalahan yang dibahas. Kemudian yang terakhir adalah sikap. Sikap merupakan indikator yang tak kalah pentingnya dalam penilaian hasil belajar. Sikap yang baik mencerminkan hasil belajar yang baik pula, karena di dalam proses belajar mengajar yang berhasil akan mempengaruhi perubahan sikap siswa. Seberapa besarnya hasil yang telah dicapai siswa, sebasar itu pula perubahan sikap yang mampu dilakukannya.

    Sikap yang telah dimiliki sebagian besar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang sudah bagus dengan dilihat suatu keinginan untuk selalu memperbaiki  kekurangankekurangan hasil belajar yang telah diperolehnya pada waktu lalu. Selain itu siswa-siswa kelas VII SMPN 13 Semarang mempunyai samangat tinggi dalam hal keinginan untuk selalu mengikuti ulangan susulan atau perbaikan nilai, pada saat diadakannya les tambahanpun banyak siswa yang mengikutinya.

    Hal tersebut menandakan bahwa sikap siswa dalam hal belajar menuju arah yang positif. Didalam kegiatan extrakurikulerpun yang diadakan di SMPN 13 Semarang juga kebanyakan dari siswanya berminat untuk mengikutinya. Namun hal tersebut kurang didukung dengan adanya fasilitas-fasilitas sekolah yang memadai misalnya peralatan pada laboratorium yang terbatas.

    2.4.3.2  Motivasi belajar

    Berdasarkan hasil diskriptif dari segi cita-cita/aspirasi tampak bahwa sebagian besar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang mempunyai harapan yang tinggi untuk dapat mewujudkan cita-citanya yaitu dapat bersekolah di SMPN 13 Semarang dan mampu mencapai hasil belajar yang baik.

    Cita-cita tersebut harus didukung dengan adanya kemampuan siswa. Dalam hal ini bagi siswa yang mempunyai kemampuan yang rendah maka kecil kemungkinannya untuk dapat bersekolah atau dapat masuk di SMPN 13 Semarang tersebut karena dalam memasuki sekolah tersebut salah satu syarat masuk sekolah di SMPN 13 Semarang, seorang pendaftar harus melakukan ujian tes masuk terlebih dulu. Bagi calon siswa yang mempunyai skor tes tinggi maka siswa tersebut akan mudah dapat atau lolos masuk di SMPN 13 Semarang sesuai dengan cita-cita yang diharapkannya.

    Setelah siswa tersebut dapat diterima di sekolah yang sesuai dengan yang diinginkannya maka sekolah berharap siswa-siswa tersebut dapat belajar dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan belajar siswa ditunjukkan dalam usaha siswa menjaga kondisi fisik yang mendukung dalam proses pembelajaran dengan baik, usaha tersebut antara lain dengan cara selalu makan pagi sebelum berangkat sekolah dan selalu berusaha mengikuti ketertinggalan pelajaran disaat tidak masuk sekolah karena sakit dengan meminjam catatan teman.

    Di samping itu dukungan kondisi lingkungan kelas yang nyaman yang ditandai dengan kondisi kelas yang tertata rapi, bersih sehingga nyaman untuk belajar. Semua warga sekolah diberi tanggung jawab untuk menjaga kondisi kelas agar selalu nampak rapi dan bersih. Dalam kelas VII SMPN 13 Semarang ini juga disediakan fasilitas-fasilitas belajar sehingga dapat membantu kelancaran proses belajar mengajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang, namun fasilitas yang ada hanya terbatas, misalnya peralatan laboratorium yang tidak semua siswa bisa mengunakannya secara bersama-sama.

    Dilihat dari kesungguhan sekolah dalam hal peningkatan motivasi belajar dapat ditunjukkan dalam hal penyediaan sarana prasarana belajar dan kesungguhan guru untuk membelajarkan siswa melalui pemberian tugas baik saat pembelajaran berlangsung maupun saat akhir pelajaran.

    2.4.3.3  Pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa

    Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang yang ditunjukkan dari uji simultan dengan uji (F) yang diperoleh probabilitas 0,000< 0,05. Dengan adanya motivasi, maka siswa akan terdorong untuk belajar mencapai sasaran dan tujuan karena yakin dan sadar akan kebaikan tantang kepentingan dan manfaatnya dari belajar. Bagi siswa, motivasi itu sangat penting karena dapat menggerakkan perilaku siswa kearah yang positif sehingga mampu menghadapi segala tuntutan, kesulitan serta mampu menanggung resiko dalam studinya. Menurut M.Dalyono (1997:235) motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya.

    Motivasi sebagai faktor utama dalam belajar yakni berfungsi menimbulkan, mendasari, dan menggerakkan perbuatan belajar. Menurut hasil penelitian melalui observasi langsung, bahwa kebanyakan siswa yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gagah, tidak mau menyerah, serta giat membaca untuk meningkatkan hasil belajar serta memecahkan masalah yang dihadapinya. Sebaliknya mereka yang memiliki motivasi rendah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju pada pembelajaran yang akibatnya siswa akan mengalami kesulitan belajar. Motivasi menggerakkan individu, mengarahkan tindakan serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna lagi kehidupan individu. Mempelajari motivasi maka akan ditemukan mengapa individu berbuat sesuatu karena motivasi individu tidak dapat diamati secara langsung, sedangkan yang dapat diamati adalah manifestasi dari motivasi itu dalam bentuk tingkah laku yang nampak pada individu setidaknya akan mendekati kebenaran apa yang menjadi motivasi individu bersangkutan.

    Mengingat pentingnya motivasi dalam hal peningkatan hasil belajar maka banyak teknik yang dipergunakan guru untuk 64 meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Di SMPN 13 Semarang, guru selalu ingat betapa pentingnya memberikan alasan-alasan kepada siswa mengapa siswa-siswa itu harus belajar dengan sungguh-sungguh dan berusaha untuk berprestasi sebaik-baiknya. Guru di SMPN 13 Semarang juga sering menjelaskan kepada siswa-siswa tentang apa yang diharapkan dari mereka selama dan sesudah proses belajar berlangsung. Seorang guru juga mengusahakan agar siswa-siswanya mengetahui tujuan jangka pendek dan jangka panjang dari pelajaran yang sedang diikutinya dengan adanya memberikan pengetahuan secara umum dari penerapan pelajaran tersebut.

    Selain itu, di kelas VII SMPN 13 Semarang guru melakukan sesuatu yang menimbulkan kekaguman kepada siswa untuk merangsang dorongan ingin tahu misalnya dengan cara memperkenalkan contohcontoh yang khas dalam menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Siswa juga berusaha untuk mempergunakan pengetahuan atau ketrampilan atau pengalaman yang telah mereka pelajari dari materi sebelumnya untuk mempelajari materi-materi yang baru. Di kelas VII SMPN 13 Semarang juga berusaha untuk memasukkan unsur permainan dalam proses belajar untuk menarik minat dan memudahkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.

    Di SMPN 13 Semarang juga tersedia fasilitas-fasilitas yang memadai, misalnya tentang fasilitas komputer, madia-media pembelajaran, peralatan laboratorium dan juga fasilitas perpustakaan 65 yang memadai. Dari fasilitas- fasilitas tersebutlah siswa kelas VII SMPN 13 Semarang termotivasi untuk belajar lebih giat untuk selalu meningkatkan hasil belajarnya. Namun fasilitas-fasilitas tersebut jumlahnya terbatas.

    Dari adanya peningkatan hasil belajar dari siswa-siswanyalah yang merupakan tujuan utama dari proses pembelajaran di SMPN13 Semarang, karena berhasilnya tujuan pembelajaran merupakan tujuan dari pendidikan di SMPN 13 Semarang.

                Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar pada siswa kelas VII SMPN 13 Semarang dalam kategori cukup. Hasil belajar yang dicapai siswa kurang memuaskan terlihat dari adanya hasil analisis angket yang disebar masih banyak indikator yang menyatakan hasil belajar cukup dan juga diperkuat dari adanya daftar nilai-nilai yang masih ada nilai yang masih dibawah angka 7 untuk semua mata pelajaran. Berdasarkan perhitungan pada lampiran 5 diperoleh sebesar 29,766 dengan taraf signifikansi 0,000 yang berarti ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar pada siswa kelas VII SMPN 13 Semarang. Besarnya motivasi belajar yang mempengaruhi hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang ini sebesar 29, 766% sedangkan 71,344 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti dikarenakan keterbatasan dana, waktu serta kemampuan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang.

    BAB III

    PENUTUP

    3.1    Kesimpulan

    Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar pada kelas terdiri dari cita-cita/aspirasi, kemampuan siswa, kondisi jasmani dan rohani siswa, kondisi lingkungan kelas, unsur-unsur dinamis dalam belajar dan upaya guru dalam membelajarkan siswa, sedangkan hasil belajar siswa meliputi informasi verbal, keterampilan intelek, strategi kognitif, keterampilan motorik dan sikap.

    Secara nyata motivasi belajar berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 13 Semarang, terbukti dengan adanya pengambilan data dengan cara observasi, dokumentasi, angket yang kemudian diolah dengan cara silmultan. Hasil belajar yang dicapai siswa kurang memuaskan terlihat dari adanya hasil analisis angket yang disebar masih banyak indikator yang menyatakan hasil belajar cukup dan juga diperkuat dari adanya daftar nilai-nilai yang masih ada nilai yang masih dibawah angka 7 untuk semua mata pelajaran.

    Besarnya pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang sebesar 29,766 sedangkan sisanya sebesar 70,234 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut tidak diteliti oleh peneliti karena keterbatasan waktu, kemampuan dan dana, sehingga peneliti memberikan kesempatan kepada peneliti-peneliti lain untuk menelitinya.

    3.2 Saran

    Dengan berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, diharapkan sekolah menambah jumlah fasilitas, terutama peralatan laboratorium, siswa hendaknya meningkatkan kesadaran dan usahanya dalam rangka memperoleh informasi non formal, dan harapkan siswa selalu melatih dirinya untuk berani tampil dalam mengungkapkan pendapatnya di depan umum.

    Berikut ada beberapa saran yang perlu disampaikan yaitu :

    1)        Kepada Para Guru

    a.       Kepada para guru hendaknya dapat memberikan penguatan kepada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah, sehingga memiliki konsep diri yang positif. Karena pada dasarnya motivasi berprestasi itu terbentuk salah satunya dari adanya konsep diri. Apabila konsep diri negatif, maka motivasi berprestasi pun rendah, begitu juga sebaliknya bila konsep diri positif, maka motivasi berprestasi pun tinggi.

    b.      Selain itu guru juga hendaknya mengarahkan siswa agar siswa sedapat mungkin bersikap yang baik ketika menjalani aktivitas akademik, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

    2)      Kepada Para Siswa

    a.       Kepada para siswa hendaknya selalu berupaya menumbuhkan konsep diri yang positif, sehingga dapat meningkatkan motivasi berprestasi yang ada di dalam dirinya.

    b.      Selain itu siswa hendaknya meningkatkan kualitas belajarnya, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memperbaiki cara belajarnya

    3)      Kepada Penelitian Berikutnya

    a.       Diharapkan untuk mengadakan penelitian dengan populasi yang lebih diperluas agar hasil penelitian dapat digeneralisasi.

    b.      Diharapkan menambah jumlah variabel, karena masih banyak faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar.

    c.       Diharapkan dalam pengisian kuisoner bisa diawasi dengan baik dan benar.

    d.      Penentuan sampel sebaiknya menggunakan Nomogram Harryking

  • Jenis-Jenis Norma Berdasarkan Daya Ikatnya

    Jenis-Jenis Norma Berdasarkan Daya Ikatnya | Norma (norm) adalah aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang disertai dengan sanksi atau ancaman apabila tidak melakukannya. Apabila kamu cermati, norma memiliki sifat memaksa dan menekan seseorang untuk mematuhinya. Misalnya, apabila kamu mengambil barang orang lain tanpa memberitahu (mencuri), maka tindakanmu jelas merupakan tindakan yang salah, dan kamu akan dijatuhi hukuman.

    Norma yang berlaku di masyarakat sifatnya mengikat dan berbeda-beda tingkatannya terhadap setiap warga atau anggota masyarakat. Ada norma yang mengikat lemah dan ada pula norma yang mengikatnya kuat.

    Berdasarkan daya pengikatnya, norma dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.

    a. Cara (Usage)

    Jenis norma ini menunjuk pada suatu bentuk perbuatan pribadi. Norma ini jelas terlihat pada hubungan antarindividu. Pelanggaran pada norma ini tidak menimbulkan reaksi yang besar dari masyarakat, tetapi hanya berupa celaan.
    Contoh:

    1. Kebanyakan masyarakat tidak menyukai apabila ada seseorang yang sedang makan berdecap.
    2. Tata cara makan kolak pisang biasanya menggunakan sendok, tetapi ada yang menggunakan tangan. Hal ini dianggap melanggar norma.

    Kebiasaan (Folkways)
    Kebiasaan adalah suatu perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Norma ini dapat dilihat dengan kesukaan individu melakukan kebiasaan tersebut. Hukuman bagi pelanggar norma ini hanya berupa teguran, cemoohan, ejekan, dan menjauhkan diri dari si pelanggar. Jika pelanggaran norma masih kecil, mungkin dijewer telinganya, dicubit, atau dimarahi.
    Contoh:

    1. Mencium tangan orang tua pada waktu akan pergi.
    2. Memberi salam pada waktu berjalan di hadapan orang lain.
    3. Antre pada waktu membeli karcis pertandingan sepak bola.
    4. Menghormati orang yang lebih tua.

    c. Tata Kelakuan (Mores)
    Norma ini dipergunakan sebagai pengawasan baik langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat terhadap anggotanya. Tata kelakuan memberikan batasan-batasan pada perilaku individu dan menjaga solidaritas (kesetiakawanan) di antara anggota-anggota masyarakatnya. Pelanggaran terhadap norma ini adalah sanksi berat. Perbedaan tata kelakuan akan ditemui pada berbagai daerah. Hal ini terjadi karena tata kelakuan timbul dari pengalaman yang berbeda-beda dari masyarakat tersebut. Tata kelakuan bisa bersifat paksaan, tetapi bisa juga bersifat sebagai larangan sehingga secara langsung dapat dijadikan sebagai alat di mana anggota masyarakat harus menyesuaikan dengan tata kelakuan tersebut.
    Contoh:

    1. Pasangan suami istri baru pada masyarakat Sunda biasanya menumpang di rumah orang tua istri sebelum mereka memiliki rumah tinggal sendiri.
    2. Contoh lain dari perbedaan tata kelakuan adalah suatu masyarakat mempunyai aturan-aturan yang tegas dalam hal melarang pergaulan bebas antara pemuda dan pemudi, sementara pada masyarakat lainnya larangan tersebut tidak tegas.

    d. Adat Istiadat (Customs)
    Norma ini menunjuk pada kekuatan penyatuan setiap pola perilaku masyarakat. Apabila ada anggota masyarakat yang terbukti melanggar aturan adat, maka akan mendapatkan hukuman tergantung dari tata aturan yang berlaku pada masyarakat tersebut. Pelanggaran yang dilakukan akan menghasilkan sanksi yang berat dibandingkan norma-norma lainnya. Misalnya dikucilkan atau diusir dari masyarakat tersebut.

    Tag Artikel : Jenis-Jenis Norma Berdasarkan Daya Ikatnya, Pengertian Norma Sosial, Macam-Macam Norma Sosial, Contoh Penerapan Norma Sosial

    Baca Juga : Hakikat norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan, yang berlaku dalam masyarakat

    [Sumber rujukan : Suprihartoyo, Djuminah, Esti Dwi Wardayati. 2009. Ilmu Pengetahuan Sosial 1 : untuk SMP dan MTs Kelas VII. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.-bse.kemdikbud.go.id -http://catatanbujangan.files.wordpress.com/2011/12/tus0amqk.jpg]

  • Perbedaan Konstitusi dengan UUD

    Konstitusi berasal dari kata “constituer” (bahasa Prancis), “constitution” (bahasa Inggris), dan “constitutie” (bahasa Belanda) yang artinya membentuk, menyusun, atau menyatakan. Istilah konstitusi sering diterjemahkan atau disamaartikan dengan UUD. Beberapa istilah dari UUD seperti gronwet (bahasa Belanda) dan groundgesetz (bahasa Jerman). Namun, L. J. Apeldoorn mengemukakan bahwa antara konstitusi dan UUD tidak sama artinya. UUD hanyalah sebatas hukum dasar tertulis, sedangkan konstitusi memuat hukum dasar tertulis dan tidak tertulis.

    Dalam praktik kenegaraan di Indonesia, konstitusi sering disebut dengan UUD. Konstitusi diartikan sebagai hukum dasar atau undang-undang dasar. Istilah hukum dasar itu menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara. Namun, ada beberapa ahli ketatanegaraan yang menyatakan tentang perbedaan konstitusi dengan UUD, yaitu sebagai berikut.

    Herman Heller

    Perbedaan konstitusi dengan UUD menurut Herman Heller adalah sebagai berikut

    1. Pengertian konstitusi adalah Konstitusi yang mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan. Pengertian ini disebut pengertian secara sosiologis; Konstitusi merupakan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat. Pengertian ini merupakan pengertian secara yuridis; Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undangundang yang tinggi dan berlaku dalam suatu negara. Pengertian ini disebut pengertian secara politis.
    2. Pengertian UUD merupakan bagian dari konstitusi tertulis.

    F. Lassale

    Pengertian konstitusi menurut F. Lassale terbagi dalam dua pengertian sebagai berikut.

    1. Konstitusi dalam pengertian sosiologis adalah sintesis faktorfaktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat sehingga konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat secara nyata dalam suatu negara.
    2. Konstitusi dalam pengertian yuridis disamakan dengan UUD.

    Duchacek

    Konstitusi pada dasarnya merupakan “power maps”. Dikatakan juga konstitusi merupakan “the formal distribution of authority within the state”. Artinya, konstitusi merupakan distribusi formal dari kewenangan yang berada dalam lingkup internal suatu negara.

    K.C. Wheare

    K. C. Wheare dalam bukunya “Modern Constitution” menyatakan bahwa konstitusi dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut.

    1. Konstitusi yang semata-mata berbicara sebagai naskah hukum atau suatu ketentuan yang mengatur “the rule of the constitution”.
    2. Konstitusi bukan saja mengatur ketentuan-ketentuan hukum, tetapi juga mencantumkan ideologi, aspirasi, dan cita-cita politik, “the statement of idea”, pengakuan kepercayaan.

    E.C. Wade

    Konstitusi sebagai naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.

    Sovernin lohman

    Dalam sebuah konstitusi terdapat tiga unsur yang menonjol, yaitu sebagai berikut.

    1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat. Artinya, konstitusi merupakan hasil dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
    2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak asasi manusia dan warga negara sekaligus menentukan batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat pemerintahannya.
    3. Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan pemerintahan.

    Berdasarkan beberapa pengertian, maka dapat disimpulkan bahwa konstitusi mengandung dua pengertian, yaitu secara sempit dan luas. Pengertian secara sempit, konstitusi adalah keseluruhan peraturan negara yang bersifat tertulis. Adapun pengertian secara luas, konstitusi adalah keseluruhan peraturan negara baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Laporan pertanggungjawaban pemerintah di depan parlemen diatur dalam konstitusi.

    [Sumber rujukan : M.S.Faridy. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP/MTS Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional]

  • Dewan Satuan Pramuka

    Dewan Satuan Pramuka

    Dewan Satuan Pramuka merupakan lembaga perwakilan dari satuan pramuka baik itu pada tingkat Barung, Regu, Sangga hingga Rancana. Lembaga ini bertanggung jawab atas kegiatan dan program kerja tahuan dalam rangka:

    1. Jiwa Kepempimpinan
    2. Kemampuan bersosial, bermasyrakat, bekerja sama, tenggang rasa, dan gotong royong
    3. Keterampilan Administrasi lembaga
    4. Keterampilan jalinan hubungan insani dan kehumasan
    5. Kemampaun menyusun, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program
    6. Melatih keterampilan jiwa demokratis

    Dewan Satuan

    A. Dewan Perindukan Siaga

    Biasa disebit sebagai Dewan Siaga. Dewan ini berisi seluruh anggota perindukan yang diketahui oleh pimpinan barung utama (sulung). Dewan ini sepenuhnya dalam binaan dan arahan dari Pembina dan Pembantu Pembina Siaga yang memiliki peran sebagai penasehat, pendorong, pengarah, pembimbing dan pengambil keputusan atas seluruh program yang akan dilaksanakan.

    Hal ini disebabkan oleh usia Dewan Perindukan Siaga yakni 7 sampai 10 tahun dianggap belum mampu untuk mengambil keputusna dan bertanggung jawab secara utuh.

    B. Dewan Pasukan Penggalang

    Dewan Pasukan Penggalang terdiri atas Pemimpin Regu Utama, para Pemimpin Regu, Wakil Pemimpin Regu, Pembina Penggalang dan Para Pembantu Pembina Penggalang. Dewan Penggalang dikoordinasikan oleh Pembina Pasukan Penggalang. Ketua Dewan Penggalang adalah Pratama, sedangkan jabatan Penulis dan Bendahara Dewan Penggalang dipegang secara bergilir oleh para anggota Dewan Penggalang. Para Pembina Pramuka Penggalang dan Pembantu Pembina Pramuka Penggalang sebagai penasehat, pendorong, pengarah, pembimbing dan mempunyai hak pengambilan keputusan terakhir.

    C. Dewan Ambalan Penegak

    Dewan Ambalan dikenal pada tingkat Pramuka Penegak. Dewan ini dipilih oleh Pempimpin dan Wakil Pemimpin Sanggah. Susunan dewan ini adalah :

    1. Pradana sebagai Ketua Dewan
    2. Kerani sebagai juru catat
    3. Juru Uang sebagai Bendahara
    4. Pemangku Adat (anggota pramuka yang purna dewan namun masih aktif dalam kepengurusan pramuka tersebut).
    5. Ketua Sangga
    6. Anggota Sanggah

    Pembina Pramuka dan Wakil Pembina Pramuka bukanlah anggota dewan sehingga perannya hanya sebagai konsultan dan fasilitator dalam melaksanakan kegiatan dan program Dewan Ambalan.

    D. Dewan Racana Pandega

    Dewan Racana dipilih dari anggota Racana, dipimpin seorang Ketua dengan susunan sebagai berikut: Seorang Ketua; Seorang Pemangku Adat; Seorang Sekretaris; Seorang bendahara; Beberapa orang anggota. Pembina Pramuka Pandega tidak duduk dalam Dewan Pandega, tetapi berfungsi sebagai konsultan dan fasilitator.

    E. Dewan Satuan Karya Pramuka (SAKA)

    1. Masing – masing SAKA membentuk Dewan SAKA.
    2. Susunan Dewan SAKA sama dengan Dewan Penegak/ Pandega.
    3. Dewan SAKA berkedudukan di Kwartir Cabang

    Dewan Satuan bertugas :

    1. Menyusun perencanaan, pemrograman , pelaksana program dan mengadakan penilaian atas pelaksanaan kegiatan.
    2. Menjalankan dan mengamalkan semua keputusan dewan.
    3. Mengadministrasikan semua kegiatan satuan.
    4. Keputusan Dewan dibuat secara demokratis

    Dewan kehormatan ialah dewan yang dibentuk untuk mendampingi Dewan satuan dengan tugas :

    1. Membahas proses pelantikan seorang Pramuka.
    2. Membahas proses pemilihan dan pelantikan pemimpin satuan.
    3. Membahas tentang pemberian penghargaan atas prestasi seorang Pramuka.
    4. Membahas tentang tindakan atas pelanggaraan Kode Kehormatan Pramuka.
    5. Membahas tentang rehabilitasi anggota satuan.

    Dewan Kehormatan dalam satuan

    Pada Peridukan Siaga tidak dibentuk Dewan Kehormatan untuk itu peranan Dewan Kehormatan dibebankan kepada para Pembina Pramuka Siaga dan Pembantu Pembina Siaga.Dewan Kehormatan Penggalang, terdiri atas : Ketua di pegang langsung oleh Pembina Pramuka Penggalang; Wakil ketua dipegang oleh Pembantu Pembina Penggalang; Sekretaris dipegang oleh salah seorang pemimpin regu; Anggota dewan kehormatan terdiri dari semua Pemimpin regu.

    Dewan Kehormatan Penegak, terdiri atas Ketua di pegang oleh Pradana; Wakil ketua, Sekretaris, dan anggota adalah para pemimpin Sangga dan wakil Pemimpin Sangga; Pembina dan para pembantu Pramuka Penegak sebagai penasehat dan pengarah.

    Dewan Kehormatan Pandega, terdiri atas : Ketua di pegang oleh ketua Racana; Wakil ketua, sekretaris, bendahara dan anggota adalah para anggota Rancana yang sudah di lantik; Pembina Pramuka Pandega sebagai penasehat & pengarah

    Dewan Kerja Penegak dan Pandega

    Dalam Gerakan Pramuka terdapat Dewan Kerja Penegak Pandega, sebagai badan kelengkapan Kwartir dan berfungsi sebagai wahana kaderisasi kepemimpinan Gerakan Pramuka, dan bertugas mengelola kegiatan Pramuka Penegak dan Pandega di tingkat Kwartir.

    1. Dewan Kerja Pramuka Penegak Pandega yang berkedudukan di Kwartir Ranting, disebut Dewan Kerja Penegak dan Pandega tingkat Ranting, disingkat Dewan Kerja Ranting (DKR).
    2. Dewan Kerja Pramuka Penegak Pandega yang berkedudukan di Kwartir Cabang, disebut Dewan Kerja Penegak dan Pandega tingkat Cabang, disingkat Dewan Kerja Cabang (DKC).
    3. Dewan Kerja Pramuka Penegak Pandega yang berkedudukan di Kwartir Daerah, disebut Dewan Kerja Penegak dan Pandega tingkat Daerah, disingkat Dewan Kerja Daerah (DKD).
    4. Dewan Kerja Pramuka Penegak Pandega yang berkedudukan di Kwartir Nasional, disebut Dewan Kerja Penegak dan Pandega tingkat Nasional, disingkat Dewan Kerja Nasional (DKN)

    Hubungan kerja antara Dewan Kerja Penegak Pandega dengan Kwartirnya adalah pembinaan dan konsultatif, sedangkan hubungan kerja antar Dewan Kerja adalah konsultatif. Dewan Kerja Pramuka Penegak Pandega dipilih oleh musyawarah Pramuka Penegak dan Pandega Puteri Putera (MUSPANITERA) ditingkat Kwartir masing – masing, dan disahkan oleh Kwartir. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Kerja Penegak dan Pandega adalah Andalan Kwartir ex-officio. Susunan Dewan Kerja Pramuka Penegak dan Pandega, sebagai berikut: Ketua; Wakil ketua; Sekretaris I dan Sekretaris II; Bendahara; Beberapa anggota.

    Apabila terpilih seorang putera sebagai Ketua, maka Wakilnya adalah seorang puteri. Sebaliknya jika terpilih seorang puteri sebagai Ketua, maka Wakilnya adalah seorang putera. Keberadaan Dewan Satuan Pramuka, Dewan Kehormatan Satuan, dan Dewan Kerja, menengarai bahwa peserta didik pada proses pendidikan dalam Gerakan Pramuka berperan sebagai subyek pendidikan.

    Kepustakaan
    a. AD & ART Gerakan Pramuka (Kepres No. 24 Th. 2009 dan Kep Ka. Kwarnas No. 103Th 2009), Kwarnas. Jakarta, 2009.
    b. Petunjuk Penyelenggaraan Gugus Depan Pramuka (137 Th 1990) Kwarnas. Jakarta, 1990.
    c. Petunjuk Penyelenggaraan Satuan Karya Pramuka (PP 118 Th. 1977) Kwarnas. Jakarta, 1977.
    d. Petunjuk Penyelenggaraan Dewan Kerja Penegak Pandega Putera & Puteri (PP 106 Th 1980). Kwarnas. Jakarta, 1980.
    e. Scouting : An Educational System, The Team System. WSB JENEVA.

  • Sistem Among dalam Gerakan Pramuka

    Sistem Among Dalam Gerakan Pramuka | Hubungan Pembina Pramuka dengan peserta didik merupakan hubungan khas dimana Pembina Pramuka wajib memperhatikan perkembangan peserta didiknya secara pribadi agar perhatian terhadap pembinaannya berjalan sesuai dengan tujuan kepramukaan. Gerakan Pramuka menerapkan prinsip kepemimpinan Sistem Among dalam proses pembinaannya.

    Sistem Among adalah sistem pendidikan yang dilaksanakan dengan cara memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk dapat bergerak dan bertindak dengan leluasa. Sistem Among memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kepribadiannya, bakat, kemampuan, dan cita-citanya. Pembina Pramuka sebagai pamong berperan untuk menjaga, membenarkan, meluruskan, mendorong, memberi motivasi serta sebagai tempat berkonsultasi dan bertanya. Sejauh mungkin Pembina menghindari unsur-unsur perintah, keharusan, dan paksaan. Dengan memberi kebebasan dan kesempatan berkreasi seluas-luasnya, peserta didik mengembangkan kreativitas sesuai aspirasinya dan memperkuat rasa percaya diri akan kemampuannya.

    Sistem Among mewajibkan Pembina Pramuka melaksanakan prinsip – prinsip kepemimpinan sebagai berikut :
    a. Ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan).https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-4962148095958712&output=html&h=164&slotname=1032973474&adk=1054208266&adf=2401216056&pi=t.ma~as.1032973474&w=653&fwrn=4&lmt=1677317496&rafmt=11&format=653×164&url=http%3A%2F%2Flayanan-guru.blogspot.com%2F2013%2F04%2Fsistem-among-dalam-gerakan-pramuka.html&host=ca-host-pub-1556223355139109&wgl=1&adsid=ChEIgK-BoAYQtoPUlo6tzpqOARI9AIRZuYkAazy4MjWDifkS8f3sbVNhlcbNx0hkoUR8U5k4b7ad6r51VoXTE9te0_DtLwkM3L1F7sCYUeEuMA&dt=1677751124688&bpp=1&bdt=75088&idt=191&shv=r20230227&mjsv=m202302160101&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&prev_fmts=0x0%2C970x250%2C336x280&nras=1&correlator=1749022021151&frm=20&pv=1&ga_vid=297626601.1677745712&ga_sid=1677751125&ga_hid=1459123149&ga_fc=1&rplot=4&u_tz=480&u_his=3&u_h=900&u_w=1440&u_ah=900&u_aw=1440&u_cd=30&u_sd=2&adx=236&ady=1526&biw=1440&bih=737&scr_x=0&scr_y=0&eid=44759875%2C44759842%2C44777877%2C44759926%2C42531706%2C31072730&oid=2&psts=AD37Y7tek_8o_9DGs-tNECwXjGcMJK_-TO4nIhynBCy_mth5eADZA4DOAuMGk7WsBwBn9v2HUYrLMNiMT-WW3Q&pvsid=129448159063372&tmod=648034248&uas=1&nvt=1&ref=http%3A%2F%2Flayanan-guru.blogspot.com%2F2013%2F04%2Fforum-pramuka-siaga-penggalang-penegak.html&fc=1920&brdim=0%2C0%2C0%2C0%2C1440%2C0%2C1440%2C900%2C1440%2C737&vis=1&rsz=%7C%7CpoeEbr%7C&abl=CS&pfx=0&fu=128&bc=23&jar=2023-03-02-08&ifi=4&uci=a!4&btvi=1&fsb=1&xpc=pwoCk5tMvF&p=http%3A//layanan-guru.blogspot.com&dtd=79539

    b. Ing madya mangun karsa (di tengah-tengah membangun kemauan).
    c. Tut wuri handayani (dari belakang memberi daya/kekuatan atau dorongan dan pengaruh yang baik kearah kemandirian).

    Kegiatan kepramukaan dengan menggunakan sistem among dilaksanakan dalam bentuk kegiatan nyata dengan contoh – contoh nyata yang dapat dimengerti dan dihayati, atas dasar minat dan karsa para peserta didik. Pembina Pramuka harus mampu menjadi contoh/teladan peserta didiknya. Dalam pelaksanaannya, Sistem Among digunakan secara terpadu, tidak terpisah-pisah, satu dengan lainnya saling berkaitan. Oleh karena itu bagi semua golongan peserta didik ( S, G, T, D ) diberikan keteladanan, daya kreasi dan dorongan.
    Dalam melaksanakan tugasnya Pembina Pramuka wajib bersikap dan berperilaku :
    a. jujur, adil, pantas, sederhana, sanggup berkorban, setia kawan, kasih sayang dan cinta kasih.
    b. Disiplin dan inisiatif.
    c. Bertanggungjawab terhadap diri sendiri, sesama manusia, negara dan bangsa, alam dan lingkungan hidup, serta bertanggungjawab kepada Tuhan yang Maha Esa.

    Peserta didik dibina sesuai dengan minatnya untuk bekal mengabdi dan berkarya, melalui proses :
    a. Learning by doing, belajar sambil bekerja
    b. Learning by teaching, bekerja sambil mengajar
    c. Learning to earn, belajar mencari penghasilan
    d. Earning to live, penghasilan untuk hidup
    e. Living to serve, kehidupan untuk bekal mengabdi

    Kesimpulan :
    Pelaksanaan Sistem Among dalam kepramukaan merupakan anak sistem Scouting methode/metode kepramukaan yang perwujudannya terpadu dengan Prinsip Dasar Kepramukaan, Metode Kepramukaan, Kode Kehormatan Pramuka, Motto Kepramukaan dan Kisan Dasar Kepramukaan.

    Kepustakaan Sistem Among Dalam Gerakan Peamuka :

    a. AD & ART Gerakan Pramuka.
    b. Soeratman, Ki. Sistem Among Dalam Gerakan Pramuka. Kwarnas Gerakan Pramuka. Jakarta, 1987.
    c. Atmasulistya. Endy. Drs. H. dkk. Panduan Praktis Membina Pramuka. Kwarda Gerakan Pramuka. DKI. Jakarta, 2000.

  • Forum Pramuka Siaga, Penggalang, Penegak dan Pandega

    Forum Pramuka Siaga, Penggalang, Penegak, Pandega | Forum adalah wadah tempat membicarakan kepentingan bersama, bersidang untuk membahas sesuatu perkara, atau tukar menukar pemikiran tentang suatu masalah. Forum Pramuka Siaga/Penggalang/Penegak/Pandega adalah wadah tempat membicarakan kepentingan bersama, wadah tukar menukar pikiran tentang sesuatu masalah, atau sidang untuk membahas suatu perkara, bisa juga merupakan media kegiatan bersama bagi pramuka Siaga/Penggalang/Penegak/Pandega.

    Sejalan dengan pokok masalahnya forum pramuka dapat dibedakan menjadi:

    a. Pertemuan Dewan Satuan Pramuka (Dewan Siaga, Dewan Penggalang, Dewan Penegak, Dewan Pandega) dengan acara menyusun Rencana Kerja, Program Kerja dan Pelaksanaan Kegiatan.
    b. Pertemuan Dewan Kehormatan Satuan (Dewan Kehormatan Penggalang, Dewan Kehormatan Penegak, Dewan Kehormatan Pandega) dengan acara diantaranya: menyidangkan perkara pelanggaran Kode Kehormatan Pramuka oleh anggota, persiapan pelantikan anggota, tentang penerimaan anggota atau penyelenggaraan Renungan Jiwa.

    c. Pertemuan Besar Pramuka, berupa:

    1. Forum Pramuka Siaga, disebut Pesta Siaga merupakan kegiatan besar Pramuka Siaga dimana pada kegiatan ini berbagai kegiatan dilakukan diantaranya karnaval, gerak dan lagu, melukis, bermain kreatif yang diikuti oleh beberapa Satuan Pramuka Siaga.
    2. Forum Pramuka Penggalang, berupa : Jambore Penggalang, merupakan arena pertemuan besar Pramuka Penggalang; Lomba Tingkat Regu Penggalang (LT): LT-1 di tingkat Gugusdepan, LT-2 di tingkat Kwarran, LT-3 di tingkat Kwarcab, LT-4 di tingkat Kwarda, dan LT-5 di tingkat Kwarnas.
    3. Forum Pramuka Penegak dan Pandega, berupa RAIMUNA merupakan arena pertemuan besar Pramuka Penegak Pandega.
    4. Forum Satuan Karya Pramuka (SAKA), merupakan pertemuan besar Pramuka Penegak Pandega yang bergiat pada Satuan Karya Pramuka (SAKA).

    Forum Bakti Pramuka

    Forum ini diselenggarakan dalam rangka membina rasa sosial dan menanamkan kesadaran peserta didik bahwa dirinya adalah bagian dari anggota masyarakat yang saling terjadi ketergantungan satu dengan yang lain. Kegiatan Bakti Masyarakat disesuaikan dengan kemampuan peserta didik sehingga kegiatan bakti masyarakat dapat saja dilakukan oleh Pramuka Siaga, Penggalang, Penegak maupun Pramuka Pandega. Jenis-jenis forum bakti Pramuka:
    a. Perkemahan Bakti Pramuka Penggalang ialah forum pramuka Penggalang dalam kegiatan bakti masyarakat; diikuti oleh beberapa Satuan Pramuka Penggalang dalam suatu perkemahan besar.
    b. Perkemahan Wirakarya Pramuka Penegak Pandega (PW) ialah forum pramuka Penegak dan Pandega dalam kegiatan bakti masyarakat, diikuti oleh beberapa satuan pramuka Penegak dan Pandega dalam suatu perkemahan bersama.
    c. Perkemahan Bakti Satuan Karya Pramuka (PERTISAKA) ialah forum pramuka Penegak dan Pandega yang tergabung dalam kegiatan Satuan karya Pramuka (SAKA), dalam kegiatan bakti masyarakat yang diikuti oleh Satuan Karya Pramuka sejenis, sehingga terdapat: Pertikara (Perkemahan Bakti Saka Bhayangkara); Pertiwana (Perkemahan Bakti Saka Wanabakti); Perti Husada (Perkemahan Bakti Saka Bakti Husada); Perti Tarunabumi (Perkemahan Bakti Saka Tarunabumi); Perti Bahari (Perkemahan Bakti Saka Bahari); Perti Dirgantara (Perkemahan Bakti Saka Dirgantara); Perti Kencana (Perkemahan Bakti Saka Kencana).

    Forum Latihan Keterampilan Kepramukaan (Scouting Skill)
    a. Latihan Keterampilan Kepemimpinan, meliputi: Gladian Pemimpin Barung Siaga (Dianpinrung); Gladian Pemimpin Regu Penggalang (Dianpinru); Gladian Pengembangan Manajemen (LPM) bagi pramuka Pandega.
    b. Latihan Keterampilan, meliputi: Latihan Pengembangan Kepemimpinan (LPK) bagi Pramuka Penegak dan Pandega; Latihan Pengembangan Manajemen (LPM) bagi Pramuka Pandega.
    c. Kursus Instruktur Muda. Forum ini merupakan media belajar terampil bagaimana mempelajari dan menggunakan keterampilan kepramukaan. Forum ini diikuti oleh pramuka Penegak dan Pandega yang memfungsikan dirinya sebagai Pembantu Pembina di Satuan Pramuka (Perindukan Siaga, dan atau Pasukan Penggalang).
    d. Latihan Keterampilan Kepramukaan Rutin. Forum ini dilaksanakan seminggu sekali (tergantung kesepakatan yang dibuat dengan peserta didik), untuk berlatih keterampilan kepramukaan dengan bimbingan dan pembinaan Pembina Pramuka, diantaranya dalam kegiatan: Kegiatan Rutin di Satuan dan Gugusdepan Pramuka; Penjelajahan/Pengembaraan/Survival training; Api Unggun; Berkemah.

    Kesimpulan :
    Kegiatan kepramukaan adalah kegiatan peserta didik, oleh karena itu dengan adanya berbagai forum kegiatan yang disajikan secara bervariasi oleh Pembinanya akan terhindarkan dari kejenuhan pada diri peserta didik.

    Kepustakaan Forum Pramuka Siaga, Penggalang, Penegak, Pandega:
    a. AD&ART Gerakan Pramuka, Kepres RI No. 24 Tahun 2009 dan Kep.Ka. Kwarnas No. 103 Tahun 2009, Kwarnas, Jakarta, 2009.
    b. PP Pertemuan Besar Pramuka, PP Lomba Tingkat Regu Penggalang, PP Satuan Karya.
    c. Atmasulistya, Endy R, Drs. H. dkk. Panduan Praktis Membina Pramuka, Kwarda DKI. Jakarta, 2000.

  • Validitas Instrumen Penelitian

    Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986).Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.

    Validitas tes biasa juga disebut sebagai kesahihan suatu tes adalah mengacu pada kemampuan suatu tes untuk mengukur karakteristik atau dimensi yang dimaksudkan untuk diukur. Sedangkan reliabilitas atau biasa juga disebut sebagai kehandalan suatu tes mengacu pada derajat suatu tes yang mampu mengukur berbagai atribut secara konsisten (Brennan, 2006). Konstruksi tes yang baik harus memenuhi kedua syarat tersebut, sehingga tes itu mampu memberikan gambaran yang sebenarnya terhadap kondisi testee (siswa) yang diuji.

    Sifat valid diperlihatkan oleh tingginya validitas hasil ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang tidak valid akan memberikan informasi yang keliru mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes itu. Apabila informasi yang keliru itu dengan sadar atau tidak dengan sadar digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan, maka keputusan itu tentu bukan merupakan suatu keputusan yang tepat.

    Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam “alat ukur ini valid” adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana? Istilah validitas ternyata memiliki keragaman kategori. Ebel (dalam Nazir 1988) membagi validitas menjadi concurrent validity, construct validity, face validity, factorial validity, empirical validity, intrinsic validity, predictive validity, content validity, dan curricular validity.

    – Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.
    – Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
    – Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
    – Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.
    – Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
    – Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
    – Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang.
    – Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.
    – Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.

    Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan criterion-related validity (validitas berdasar kriteria). Semua jenis kesahihan harus diperhatikan untuk semua jenis tes, hanya penekanan yang berbeda. Tes psikologi menekankan pada konstruksi tes, tes pencapaian belajar menekankan pada kesahihan isi, sedangkan tes seleksi menekankan pada kesahihan kriteria, terutama pada kesahihan prediktif.

    Pada pembahasan ini, akan dititik beratkan pada validitas ini, karena akan berbicara tentang tes hasil belajar. Validitas isi merupakan validitas yang diperhitumgkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauhmana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?” atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.

    Pengertian “mencakup keseluruhan kawasan isi” tidak saja menunjukkan bahwa alat ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur. Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.

    Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai.

    Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis). Face Validity (Validitas Muka). Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.

    Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan validitasnya yang kuat.

    Logical Validity (Validitas Logis). Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan.
    Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan. Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi.

    Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai lambang y maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah rxy inilah yang digunakan untuk menyatakan tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur.Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar (dalam arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan.

    Koefisien validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai harga yang positif. Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu tes semakin valid hasil ukurnya, namun dalam kenyataanya suatu koefisien validitas tidak akan pernah mencapai angka maksimal atau mendekati angka 1. Bahkan suatu koefisien validitas yang tinggi adalah lebih sulit untuk dicapai daripada koefisien reliabilitas. Tidak semua pendekatan dan estimasi terhadap validitas tes akan menghasilkan suatu koefisien. Koefisien validitas diperoleh hanya dari komputasi statistika secara empiris antara skor tes dengan skor kriteria yang besarnya disimbolkan oleh rxy tersebut. Pada pendekatan-pendekatan tertentu tidak dihasilkan suatu koefisien akan tetapi diperoleh indikasi validitas yang lain.

    Menurut Suryabrata (2000), bahwa untuk mengetahui validitas isi dari sebuah instrumen dapat digunakan validasi dari pendapat ahli (profesional judgment). Koefisien validasi isi dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif oleh beberapa orang pakar (Gregory, 2000 dalam Koyan, 2002).  Untuk menetukan koefisien validitas isi, hasil penilaian dari kedua pakar dimasukkan ke dalam tabulasi silang 2 X 2 yang terdiri dari kolom A, B, C, dan D. Kolom A adalah sel yang menunjukkan ketidaksetujuan kedua penilai. Kolom B dan C adalah sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara penilai pertama dan kedua (penilai pertama setuju penilai kedua tidak setuju, atau sebaliknya). Kolom D adalah sel yang menunjukkan persetujuan antara kedua penilai. Validitas isi adalah banyaknya butir soal pada kolom D dibagi dengan banyaknya butir soal kolom A + B + C + D.

  • Motivasi Belajar Peserta Didik

    Salah satu indikator kualitas pembelajaran adalah adanya semangat maupun motivasi belajar dari para siswa.Oleh sebab itu  motivasi belajar siswa memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap keberhasilan proses maupun hasil belajar siswa.

    Ormrod (2003: 368 -369) menjelaskan bagaimana pengaruh motivasi terhadap kegiatan belajar sebagai berikut.

    Motivation has several effect on students’ learning and behavior:It directs behavior toward particular goal.It leads to increased effort and energy.It increases initiation of, and persistence in activities.It enhances cognitive processing. It lead to improved performance.

    Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar memegang peranan yang penting dalam memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu memperoleh prestasi yang lebih baik. Selain  itu, motivasi memiliki pengaruh terhadap perilaku belajar siswa, yaitu motivasi mendorong meningkatnya semangat dan ketekunan dalam belajar.

    Dalam pengertian umum, motivasi merupakan daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas guna mencapai tujuan tertentu. Woolfolk & Nicolich (1984: 270), menyatakan bahwa motivasi (motivation) pada umumnya didefinisikan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. McClelland dalam Teevan dan Birney (1964: 98) mengartikan motif (motive) sebagai suatu dorongan yang menggerakan, mengarahkan dan menentukan atau memilih perilaku.

    Pengertian tersebut memandang motif dan motivasi dalam pengertian yang sama karena definisinya mengandung pengertian sebagai konsep, sebagai pendorong serta menggambarkan tujuan dan perilaku. Manullang (1991: 34) menyatakan bahwa motif adalah suatu faktor internal yang menggugah, mengarahkan dan mengintegrasikan tingkah laku seseorang yang didorong oleh kebutuhan, kemauan dan keinginan yang menyebabkan timbulnya suatu perasaan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan.

    Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu potensi yang ada pada individu yang sifatnya laten atau potensi yang terbentuk dari pengalaman, sedangkan motivasi adalah kondisi yang muncul dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan kejadiankejadian yang diamati oleh individu, sehingga mendorong mengaktifkan perilaku menjadi tindakan nyata.

    McClelland (1977: 13 – 30) mengemukakan empat model motif, yaitu:
    1) the survival motive model,
    2) the stimulus intensity model,
    3) the stimulus pattern model, dan
    4) the affective arousal model.

    1. The survival motive model

    The survival motive model atau motif yang dipakai untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Motif ini bersumber pada kebutuhan-kebutuhan individu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
    Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan biologis, seperti makan dan minum. Kebutuhan seperti itu akan dapat mendorong individu aktif berbuat untuk memenuhinya.

    2. The stimulus intensity model

    The stimulus intensity model merupakan motif yang bersumber pada tingkat rangsangan yang dihadapi individu. Teori ini mengatakan bahwa motif atau dorongan untuk berbuat timbul karena adanya rangsangan yang kuat. Ini berarti agar timbul dorongan untuk berbuat harus ada rangsangan yang kuat.

    3. The stimulus pattern model

    The stimulus pattern model merupakan motif yang didasarkan pada pola rangsangan di dalam suatu situasi. Teori ini menyatakan bahwa motif timbul bila rangsangan situasi selaras dengan harapan dan tantangan organisme, dan bilamana rangsangan situasi berlawanan dengan harapan individu, maka akan menimbulkan pertentangan respon yang mengarah pada kekecewaan.

    4. The affective arousal model

    The affective arousal model adalah teori motif yang mendasarkan diri pada pembangkitan afeksi, rangsangan atau situasi yang dihadapi individu dipasangkan dengan keadaan afeksi individu. Motif
    muncul karena adanya perubahan situasi afeksi individu. McClelland berasumsi bahwa setiap orang memiliki situasi-situasi afeksi yang menjadi dasar dari semua motif.

    Lebih lanjut, McClelland (1977: 28) menjelaskan bahwa perilaku manusia sangat berkaitan dengan harapan (expectation). Harapan seseorang terbentuk melalui belajar. Suatu harapan akan selalu mengandung standar keunggulan (standard of exellence). Standar tersebut bisa berasal dari tuntutan orang lain atau lingkungan tempat seseorang dibesarkan. Oleh karena itu, standar keunggulan dapat merupakan kerangka acuan bagi seseorang pada saat ia belajar, mengerjakan suatu tugas, memecahkan masalah maupun mempelajari suatu kecakapan.

    McClelland (1987: 4) mengembangkan teori motivasinya sampai pada bentuk-bentuk pengembangan motivasi berprestasi yang sangat populer, khususnya di kalangan enterpreneur. McClelland berhasil merumuskan ciri – ciri operasional perilaku individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan individu dengan motivasi berprestasi rendah. Mereka yang memiliki motivasi tinggi memiliki ciri – ciri sebagai berikut:

    1. memperlihatkan berbagai tanda aktivitas fisiologis yang tinggi,
    2. menunjukkan kewaspadaan yang tinggi,
    3. berorientasi pada keberhasilan dan sensitif terhadap tanda-tanda yang berkaitan dengan peningkatan prestasi kerja,
    4. memiliki tanggung jawab secara pribadi atas kinerjanya,
    5. menyukai umpan balik berupa penghargaan dan bukan insentif untuk peningkatan kinerjanya,
    6. inovatif mencari hal-hal yang baru dan efisien untuk peningkatan kinerjanya.

    Dalam penelitian ini motivasi belajar siswa difokuskan pada motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi diartikan sebagai dorongan untuk mengerjakan suatu tugas dengan sebaik-baiknya berdasarkan standar keunggulan. Motif berprestasi bukan sekadar dorongan untuk berbuat, tetapi juga mengacu pada suatu ukuran keberhasilan berdasarkan penilaian terhadap tugas-tugas yang dikerjakan seseorang.

    Motivasi berprestasi merupakan dorongan memperoleh suatu hasil dengan sebaikbaiknya agar tercapai perasaan kesempurnaan pribadi. Dengan demikian, perilaku di sini berkaitan dengan harapan (expectation). Harapan seseorang terbentuk melalui belajar dan selalu mengandung standar keunggulan. Standar tersebut mungkin berasal dari tuntutan orang lain atau lingkungan tempat seseorang dibesarkan. Oleh karena itu, standar keunggulan merupakan kerangka acuan bagi individu yang bersangkutan pada saat ia belajar, menjalankan tugas, memecahkan masalah maupun mempelajari sesuatu. 

    Referensi
    Ormrod, J.E. 2003. Educational Psychology, Developing Learners.(4d ed.). Merrill:Pearson Education, Inc.
    McClelland, D.C.1977. The Achieving Society. New York: McMillan Publishing Co.Inc
    Wolfolk A.E. & Nicolich, Cune L. 1984. Educational Psychology for Teachers.Englewood Cliffs : Prentice Hill Inc
    Manullang. 1991. Pengembangan Motivasi Berprestasi. Jakarta: Pusat Produktivitas Nasional. Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia.