Blog

  • Sel Darah Merah pada Manusia

    Sel Darah Merah dan Pembentukannya Materi Singkat
    Jumlah sel darah merah yang terkandung dalam tubuh seseorang berbeda-beda. Salah satu faktor yang memengaruhinya adalah jenis kelamin seseorang. Biasanya, jumlah sel darah merah seorang laki-laki lebih banyak dibanding seorang wanita. Sel darah merah yang dimiliki laki-laki normal biasanya berkisar s juta/mm’. Sedangkan sel darahmerah pada wanita normal hanya berkisar 4,5 juta/mm”. Jumlah tersebut dapat berubah-ubah bergantung pada kesehatan seseorang maupun lokasi seseorang tersebut tinggal.

    Sel Darah Merah

    Jumlah sel darah merah juga dipengaruhi oleh usia. Umumnya orang dewasa akan mempunyai jumlah eritrosit yang lebih banyak dibanding anak-anak. Orang yang lhidup di daerah yang lebih tinggi umumnya mempunyai jumlah sel darah merah lebih banyak dibandingkan yang tinggal di daerah yang lebih rendah. Orang yang sedang menderita sakit dan luka banyak mengeluarkan darah, sehingga jumlah eritrositnya lebih sedikit dibanding orang yang sehat. Ukuran dari sel darah merah itu sendiri normalnya mempunyai ketebalan sekitar 2pm dengan garis tengah 7,5pm. Sel darah merah ini tidak memiliki inti serta bentuknya akram dengan kedua permukaannya cekung (bikonkaf), sehingga proses sirkulasi gas antar sel dan plasma darah dapat berlangsung lebih cepat. Sedangkan di bagian mempunyai ketebalan sekitar lpm.
    Pembentukan Sel Darah Merah
    Melalui beberapa proses, yang disebut dengan eritropoesis. Tempat pembentukan sel darah merah pada orang dewasa terjadi di beberapa tempat. Di antaranya pada sumsum tulang rusuk, sumsum tulang dada, serta sumsum tulang-tulang belakang. Sedangkan pada bayi, pembentukan sel darah merah terjadi di limfa dan hati. Hormon yang berperan dalam pembentukan eritrosit disebut hormon eritropoetin (hormone glikoprotein). Pembentukan eritrosit dilakukan oleh hemositoblas (eritoblast) yang berupa sel batang mieloid.

    Protein pigmen yang memberikan warna merah pada darah disebut hemoglobin. Hemoglobin disusun oleh dua unsur, yaitu heme yang berupa pigmen pemberi warna merah pada darah serta mengandung zat besi. Unsur yang kedua adalah globin, yaitu protein yang tersusun oleh rantai alfa dan betha. Hemoglobin mempunyai fungsi untuk oksigen ke seluruh tubuh dan membawa karbondioksida dari sel-sel dibawa ke paru-paru.

    Hemoglobin mengangkut oksigen dalam bentuk oksrihemoglobin, serta karbondioksida sisametabolisme diangkut dalam bentuk karboksihemoglobin untuk dibuang melalui alat ekskresi. Pada laki-laki yang sehat, kadar hemoglobin berkisar antara 14%-16%. Sedangkan pada wanita sehat, kadar hemoglobin berkisar antara 12%-14%. Penyakit yang disebabkan karena kekurangan hemoglobin disebut anemia.

    Dalam perombakan tersebut, hemoglobin akan dilepas dan fe akan diangkut ke sumsum merah tulang. Fe tersebut akan digunakan untuk membentuk hemoglobin lagi. Proses pelepasan hemoglobin menghasilkan hemin yang selanjutnya diubah menjadi bilirubin dan biliverdin atau zat warna empedu yang akan dibuang bersama feses. Hasil lainnya adalah globin yang dimanfaatkan kembali untuk memproduksi hemoglobin lagi.

  • 2 Mekanisme Pernapasan Manusia

    Dada dan Perut Penjelasan Lengkap
    Mekanisme Pernafasan – Kerja paru paru diatur oleh rongga dada rongga perut, yang mengatur volumedan tekanan paru paru. Atas dasar caranya, pernafasan dibagi menjadi dua macam.

    Mekanisme Pernafasan
    Pernafasan Dada
    Mekanisme pernafasan dada menggunakan otot antar tulang rusuk dalam proses pengambilan dan pengeluaran udara. Otot ini terdiri dari dua bagian,yaitu otot antar tulang rusuk luar dan otot anatar tulang rusuk dalam. Ketika otot tulang rusuk luar berkontraksi, tulang rusuk akan terangkat,pada kondisi ini dalam tubuh akan terjadi inspirasi, sehingga volume rongga dada menjadi besar.karena volume rongga dadamembesar,maka tekanan udara dalam rongga dada mengecil. Sementara tekanan udara luar terjaga tetap, udara dari lingkungan akan masuk menuju paru paru melalui saluran pernafasan.

    Ketika otot antar tulang rusuk dalam berkontraksi/menegang, maka tulang rusuk dan tulang dada akan kembali ke posisi semula. Pada kondisi ini dalm tubuh akan terjadiekspirasi. Karena volume rongga dada mengecil, maka tekanan udara dalam rongga dada membesar, sementara tekanan udara di lingkungan tetap, udara darirongga paru paru akan keluar ke lingkungan.
    Pernafasan Perut
    Mekanisme pernafasan perut menggunakan prinsip kerjaotot otot diafragma dan otot dinding rongga perut. Ketika otot diafragma berkontraksi, diafragma akan menjadi datar.ketika itu pula volume rongga dada membesar, sedangkan tekanan udaraluar tidak berubah, sehingga paru paru mengembang, akibatnya udara akan mengalir dari lingkungan menuju paru paru. Fase ini disebut fase inspirasi.

    Sedangkan pada fase ekspirasi terjadi ketika otot diafragma berelaksasi. Ketika otot diafragma berelaksasi, otot dinding ronggaperut berkontraksi. Sehingga, rongga perut terdesak ke arah diafragma dan keadaan diafragma mencengkung. Akibatnya volume rongga dada mengecil dan tekanan udaranya meningkat. Pada kondisi ini udara akan mengalir dari rongga paru paru menuju lingkungan.

  • 5 Fungsi Membran Sel Serta Penjelasan Lengkap

    Membran sel (cell membrane atau plasma membrane atau plasmalemma) merupakan sebuah fitur yang sangat umum yang dimiliki oleh semua jenis sel berupa lapisan antarmuka yang disebut dengan membran plasma.Lapisan ini berguna untuk memisahkan sel dengan lingkungan di luar sel, terutama untuk melindungi inti sel dan sistem kelangsungan hidup yang bekerja di dalam sitoplasma. Salah satu fungsi membran sel adalah untuk melindungi bagian sel yang terletak di bagian yang lebih dalam atau sebagai pembatas antar isi sel dengan bagian luar sel. Selain itu, membran sel juga bermanfaar untuk memperkokoh sel dan mencegah sel supaya sel tersebut tidak pecah

    Fungsi Membran Sel

    Fungsi membran sel yang lain adalah sebagai reseptor dari rangsangan luar dan sebagai tempat untuk melakukan pertukaran zat atau transpor molekul, serta dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya berbagai reaksi reaksi kimia. Dalam proses pertukaran zat atau peristiwa keluar masuknya zat melalui membran sel terdiri dari beberapa jenis, yaitu difusi, osmosis, transpor aktif, endositosis, dan eksositosis. Berikut ini adalah penjelasan dari masing masing jenis peristiwa pertukaran zat dalam membran sel seperti yang telah disebutkan di atas:
    Difusi, merupakan peristiwa perpindahan zat dari konsentrasi tinggi atau hipertonis ke konsentrasi rendah atau hipotonis.
    Osmosis, merupakan kebalikan dari difusi, yaitu peristiwa perpindahan molekul zat pelarut dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi.
    Transpor aktif adalah proses pengangkatan zat berupa glukosa dan asam amino yang dilakukan oleh sel. Transpor aktif memerlukan energi ATP untuk melewati membran semipermeabel.
    Endositosis, merupakan peristiwa masuknya suatu zat ke dalam sel akibat terjadi lekukan pada membran sel, sehingga mengakibatkan suatu zat terjebak di dalamnya.
    Eksositosis, merupakan kebalikan dari endositosis, yaitu peristiwa keluarnya suatu zat yang terbungkus oleh membran sel.
    Secara umum, struktur membran sel terdiri dari beberapa komponen penyusun, yaitu sebagai berikut: lipoprotein, glikoprotein, glikolipid, dan dua lapis fosfolipid. Lipoprotein adalah gabungan antara lemak dan protein, glikoprotein merupakan senyawa karbohidrat yang berikatan dengan protein, glikolipid merupakan senyawa karbohidrat yang berikatan dengan lipid, dan fosfolipid adalah gabungan antara lemak dan posfat yang bersifat hidrofilik dengan ujung polar (larut dalam air). Demikian penjelasan struktur beserta fungsi membran sel.

  • Dasar-Dasar Dalam Klasifikasi Mahluk Hidup

    Klasifikasi makhluk hidup adalah pengelompokan jenis makhluk hidup berupa hewan dan tumbuhan berdasarkan kelompok tertentu yang disusun dengan runtut sesuai dengan tingkatannya (hieraki). Klasifikasi ini bukan sekadar dibuat melainkan dapat memudahkan mempelajari makhluk hidup yang beragam jenis ini dan mengetahui hubungan kekerabatan antar sesama makhluk hidup.

    klasifikasi mahluk hidup

    Berikut penjelasan tentang klasifikasi makhluk hidup yang ada di alam raya ini:

    Menurut Aristoteles
    Klasifikasi makhluk hidup dibedakan menjadi 2 yakni, hewan dan tumbuhan.

    Menurut Carolus Linnaeus
    Menurutnya klasifikasi makhluk hidup dibagi menjadi 2 yakni plantae (tumbuhan) dan animalia (hewan). Baik plantae maupun animalia memiliki tingkatan atau hierarki yang disebut dengan takson. Berikut ini takson dari yang tinggi ke rendah:
    Kingdom
    Divisio/Phyllum
    Classis
    Ordo
    Familia
    Genus
    Spesies

    Dari tingkatan tersebut dapat disimpulkan dengan:

    Jika dari spesies menuju kingdom, maka takson (tingkatan) semakin tinggi
    Semakin tinggi takson, maka semakin banyak jumlah makhluk hidup
    Semakin tinggi takson, maka semakin sedikit persamaan antar makhluk hidup
    Semakin tinggi takson, semakin banyak perbedaan antar makhluk hidup
    Jika dari kingdom menuju spesies, takson (hierarki) akan semakin rendah
    Semakin rendah takson, maka semakin sedikit jumlah makhluk hidup
    Semakin rendah takson, maka semakin banyak persamaan antar makhluk hidup
    Semakin rendah takson, maka semakin sedikit persamaan antar makhluk hidup

    Berdasarkan habitatnya, tumbuhan diklasifikasikan menjadi:
    Tumbuhan Hidrofit, yakni tumbuhan yang hidupnya di air, seperti teratai
    Tumbuhan Higrofit, yakni tumbuhan yang hidup di tanah lembap, seperti lumut
    Tumbuhan Xerofit, yakni tumbuhan yang hidup di tanah kering, seperti kaktus
    Klasifikasi makhluk hidup berdasarkan kemampuan membuat makanan:
    Organisme Autotrof, merupakan organisme yang mampu membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis, yakni tumbuhan
    Organisme Heterotrof, makhluk hidup yang tidak mampu membuat makanan sendiri, yakni hewan dan manusia.
    Klasifikasi hewan berdasarkan makanannya, dibedakan atas:
    Herbivora, yakni hewan pemakan tumbuhan, seperti sapi
    Carnivora, hewan pemakan daging, seperti harimau
    Omnivora, hewan pemakan tumbuhan dan daging, seperti tikus
    Demikian klasifikasi makhluk hidup yang didasarkan pada tingkatan (hierarki), makanannya, habitatnya, dan menurut para ahli.

  • Fakta, Kepercayaan, Kebenaran dan Pengetahuan

    Fakta, Kepercayaan, Kebenaran dan Pengetahuan

    Filsafat seringkali disebut oleh sejumlah pakar sebagai induk dari semua ilmu. Filsafat telah mengantarkan pada sebuah fenomena adanya siklus pengetahuan sehingga membentuk sebuah konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar bercabang secara subur sebagai sebuah fenomena kemanusiaan, salah satu cabang itu adalah Filsafat Ilmu.
    Jika kita telaah tentang substansi filsafat ilmu, diantaranya dapat dipaparkan dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kepercayaan, (3) kebenaran (truth), dan (4) pengetahuan.

    Oleh karena itu, untuk menambah pengetahuan serta pemahaman kita dalam substansi filsafat ilmu tersebut, maka di dalam makalah ini penulis akan mencoba mengkaji tentang segala sesuatu yang menurut penulis penting untuk diketahui dan tentunya relevan dengan topik perkuliahan kita yaitu fakta, kepercayaan, kebenaran, dan pengetahuan.

    FAKTA
    Fakta (bahasa latin: factus) ialah segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia. Fakta seringkali diyakini oleh orang banyak (umum) sebagai hal yang sebenarnya, baik karena mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat maupun karena mereka dianggap telah melaporkan pengalaman orang lain yang sesungguhnya.[1] Dalam kamus istilah keilmuan fakta adalah suatu hasil pengamatan yang obyektif dan dapat dilakukan verifikasi oleh siapapun. Fakta adalah suatu yang ada, apakah setiap orang berpikir demikian atau tidak.[2] Fakta juga di definisikan secara luas yaitu segala sesuatu yang berada di dunia, contoh fakta antara lain :
    a. Matahari adalah suatu fakta
    b. Jika menderita sagit gigi, maka sakit gigi itu adalah fakta
    c. Jika pedagang jualannya habis, maka itu adalah fakta
    Defenisi lain tentang fakta adalah apa yang membuat pernyataan itu betul atau salah. Contoh; jika “Brutus” adalah seorang Romawi dan “Casius” adalah seorang Romawi maka keduanya menyatakan fakta suatu fakta.
    Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, tergantung dari sudut pandang filosof yang melandasinya, diantaranya adalah :

    Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi (hubungan ) antara yang satu dengan yang lainnya.

    Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua menjurus ke arah koherensi moralitas kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.

    Rasionalitik menganggap sesuatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empiris dan skema rasional.

    Realisme metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiris dengan obyektif.

    Pragmatisme memiliki pandangan bahwa dikatakan kenyataan bahwa yang ada itu merupakan sesuatu yang berfungsi.[3]
    Di sisi lain, seorang pakar yang bernama Lorens Bagus mengungkapkan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomena atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu.
    Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.

    KEPERCAYAAN
    Manusia itu berdimensi percaya, percaya adalah sifat dan sikap membenarkan sesuatu atau menganggap sesuatu benar. Kepercayaan itu dapat dipahami dengan suatu keadaan tertentu dari tubuh atau pikiran atau keduanya.
    Hubungan antara fakta dan kepercayaan memiliki hubungan yang sangat erat. Kepercayaan yang merupakan sifat dan sikap membenarkan sesuatu atau menganggap sesuatu sebagai fakta, sebagai contoh dalam ilmu matematika misalnya; 2 x 2 = 4, jadi faktanya benar-benar mempunyai hasil yang kebenarannya dapat dibuktikan sehingga kita mempunyai kepercayaan dengan hal tersebut.
    Ada beberapa macam kepercayaan, yaitu :[4]
    a. Kepercayaan dalam hidup sehari-hari
    Contohnya adalah ibu kandung kita, sesungguhnya kita terima status beliau sebagai ibu kandung kita atas dasar kepercayaan, karena kita merasa tidak perlu membuktikannya. Kita tidak akan pernah naik motor yang dikemudikan orang lain bila kita tidak mempunyai kepercayaan atas kendaraan yang kita tumpangi tersebut, tanpa kita mempelajari dan menyelediki secara ilmiah seluk-beluk mesin kendaraan tersebut, juga tidak mengetes dan mengecek kemampuan dan kemahiran pengemudi secara seksama.
    b. Kepercayaan dalam ilmu pengetahuan
    Para pemula ilmu pengetahuan tertentu pertama-tama akan menerima saja terlebih dahulu suatu dalil atau aksioma atas dasar kepercayaan. Ilmu pengetahuan dalam mengemukakan konklusinya bersandarkan kepada postulat-postulat tertentu secara mutlak yang diterima dengan begitu saja atas dasar kepercayaan semata.
    c. Kepercayaan dalam filsafat
    Menurut aliran rasionalisme akal manusia itu memang cukup kuat untuk memecahkan segala persoalan, cukup kuat untuk mencapai kebenaran yang terakhir. Dengan penuh keyakinan aliran rasionalisme percaya dalam maksud “percaya” adalah Esa akan akal manusia sebagai kunci yang membuka segala tabir rahasia. Rasionalisme yang mengagungkan akal tidak lain adalah semacam suatu kepercayaan juga, begitu juga dengan aliran idealisme yang percaya bahwa unsur pokok sarwa yang ada ini adalah ide, dan materialisme yang percaya bahwa unsur pokok sarwa ini adalah materia, keduanya adalah kepercayaan. Bahkan atheisme yang kita kenal sebagai ketidak percayaan kepada Tuhanpun pada hakekatnya adalah semacam kepercayaan juga, yaitu kepercayaan akan tidak adanya Tuhan.

    d. Kepercayaan dalam agama
    Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan untuk dapat menjalankan hidup karena itu adalah kebutuhan. Demikian pula cara berkepercayaan pun harus benar pula. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya. Disebabkan karena kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataannya kita temui bentuk-bentuk kepercayaan itu berbeda satu sama lainnya, maka sudah barang tentu ada dua kemungkinan; semuanya itu salah, atau salah satu diantaranya benar.
    Faktor kepercayaan ini mutlak dalam agama. Agama adalah satu bentuk dan corak kepercayaan (dalam arti sesuatu yang diakui dan diterima sebagai kebenaran) yang tertinggi, karena kaum yang beragama meyakini sebagai sesuatu yang diberitahukan oleh yang tak pernah berdusta (Tuhan) atau kepada yang diberi tugas memberitahukan kebenaran kepada umat manusia.

    KEBENARAN
    Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Kebenaran juga diartikan dengan tidak adanya pertentangan dalam dirinya. Sedangkan kebenaran adalah persesuaian antara tahu dengan objeknya juga antara pengetahuan dan objeknya.[5]
    Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dari bidang pengetahuan.
    Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistemologi. Telaah epistemologi terhadap kebenaran membawa orang kepada sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran, yaitu kebenaran epistemologi, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis.
    Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia, kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuau yang ada atau diadakan. Kebenaran dalam arti semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Namun, dalam pembahasan ini dibahas kebenaran epistemologis karena kebenaran yang lainnya secara inheren akan masuk dalam kategori kebenaran epistemologis.[6]
    Teori yang menjelaskan epistemologis adalah sebagai berikut :
    1) Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth)
    Bagi penganut teori koherensi, maka suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
    Misalnya bila kita menganggap bahwa, “semua manusia akan mati.” Adalah sebagai pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “Panjul adalah seorang manusia, dan Panjul pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan pertama.
    2) Teori korespondensi (Correspondence Theory of Truth)
    Mengenai teori korespondensi tentang kebenaran dapat disimpulkan sebagai dua hal yang sudah diketahui sebelumnya, yaitu pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Sebagaimana contoh dapat dikemukakan : “Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia.” pernyataan ini disebut benar karena kenyataannya Jakarta memang ibukota Republik Indonesia. Kebenaran terletak pada hubungan antara pernyataan dengan kenyataan. Adapun jika dikatakan Bandung adalah ibukota Republik Indonesia, pernyataan itu salah karena tidak sesuai antara pernyataan dengan kenyataan.[7]
    3) Teori pragmatisme
    Kadang-kadang teori ini disebut teori kebenaran Inherensi. Menurut filsafat ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat.
    Penganut pragmatis meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu jenis konsekuensi, atau proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman, pernyataan itu adalah benar.[8]
    Misalnya ada orang yang menyatakan sebuah teori A dalam komunikasi, dan dengan teori A tersebut dikembangkan teknik B dalam meningkatkan efektivitas komunikasi, maka teori A itu dianggap benar, sebab teori A ini adalah fungsional atau mempunyai kegunaan.
    4) Agama Sebagai Teori Kebenaran
    Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalaan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia, dalam agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.[9]

    5) Teori Performatif
    Menurut teori ini persyaratan kebenaran bukanlah kualitas atau sifat sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatif). Untuk menyatakan sesuatu itu benar, maka cukup melakukan tindakan konsesi (setuju/menerima/membenarkan) terhadap gagasan yang telah dinyatakan. Jadi, sesuatu itu dianggap benar jika memang dapat diaktualisasikan dalam tindakan.[10]

    PENGETAHUAN
    Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).[11] Sedangkan secara terminologi menurut Drs. Sidi Gazalba, “pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran”.[12] Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
    Burhanudin Salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia itu ada empat, yaitu: [13]

    Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense. Seseorang menyebutnya sesuatu itu panas, karena memang dirasakannya panas, dan sebagainya. Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari, seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar,dan sebagainya.

    Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.

    Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam.

    Pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Mengandung beberapa hal yang pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan, dan cara berhubungan dengan sesama manusia. Pengetahuan agama yang lebih penting disamping informasi tentang Tuhan adalah tentang hari akhir yang membuat manusia optimis akan masa depannya.
    Pengetahuan mampu dikembangkan manusia yang disebabkan dua hal utama, yakni pertama manusia mempunyai bahsa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu.[14]
    Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman.[15] Cara lain untuk mendapatkan pengetahuan adalah intuisi dan wahyu.[16] Berikut akan dijelaskan masing-masingnya :

    Rasionalisme
    Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Rasonalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Premis yang di pakai dalam penalarannya di peroleh dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat di terima. Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja, tetapi sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata akal.[17]

    Empirisme
    Kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak namun melalui fakta yang terungkap melalui pengalaman yang konkret atau nyata. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi.
    Akal hanya mengelola konsep gagasan inderawi. Hal itu dilakukan dengan menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya. Emperisme juga menganggap akal sebagai sejenis tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada itu hanya sebatas ide yang kabur.[18]

    Intuisi
    Intuisi merupakan pengetahuan yang di dapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Atau bisa juga suatu masalah yang sedang dipikirkan, kemudian ditunda karena menemui jalan buntu, tiba-tiba saja muncul dalam benak jawaban yang lengkap dan diyakini kebenarannya bahwa jawaban itulah yang dicari walaupun tidak bisa dijelaskan bagaimana cara sampai pada kesimpulan, itulah yang disebut intuisi.

    Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Intuisi tidak bisa diandalkan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur. Namun, Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan.[19]

    Wahyu
    Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan Tuhan kepada manusia. Wahyu didapat bukan dari usaha aktif manusia menemukan kebenaran, melainkan berupa pengetahuan yang ditawarkan atau diberikan. Manusia dalam menemukan kebenaran ini bersifat pasif sebagai penerima, yang kemudian percaya atau tidak percaya tergantung keyakinannya.
    Wahyu merupakan pengetahuan yang tidak hanya mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti.
    Kepercayaan inilah yang merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjutnya dapat meningkatkan dan menurunkan kepercayaan itu. Sedangkan ilmu pengetahuan sebaliknya, yaitu dimulai mengkaji dengan riset, pengalaman, dan percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang faktual.[20]

    DAFTAR PUSTAKA

    A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu kajian dalam dimensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2011

    Bakhtiar, Amsal, Filsafat Agama, Jakarta: Logos, 1997
    ­­­­__, Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
    Gazalba,Sidi, Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1992
    I.R. Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998
    Mundiri, Logika, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001
    Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara, 2000
    Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012
    Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005

    Vardiansyah, Dani, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Jakarta: Indeks, 2008

    http://www.sobookk.blogspot.com/2011/05/fakta-kepercayaan-kebenaran.html,
    diakses tanggal 21 September 2013
    http://hadikasmajads.blogspot.com/2011/01/filsafat-ilmu-fakta-kepercayaan.html, diakses tanggal 21 September 2013

  • Kriteria Kebenaran Dalam Kajian Ilmu Pengetahuan

    Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer memberikan ilustrasi berupa gambaran seorang anak yang baru memasuki dunia pendidikan formal melakukan mogok belajar pada pelajaran matematika, meskipun orang tuanya sudah merayunya, memberikan iming-iming hadiah, bahkan hukuman fisik agar anaknya mau kembali belajar Matematika. Ketika ditelusuri alasannya, ternyata ia menganggap gurunya sebagai pembohong, sebab pada suatu hari guru tersebut mengatakan bahwa 3 + 4 = 7, namun pada hari berikutnya 5 + 2 = 7, kemudian pada hari lainnya 6 + 1 = 7 dan seterusnya. Menurut pemikiran anak tersebut dengan keterbatasan pikirannya, guru matematika yang mengajarnya tidak konsisten dengan apa yang dikatakan sebelumnya, sehingga dianggap sebagai pembohong.

    Ilustrasi di atas cukup menggambarkan betapa kebenaran merupakan sesuatu yang krusial dalam kehidupan ini. Seringkali, dengan dalih sebuah kebenaran seseorang, kelompok, lembaga, atau bahkan negara akan menghalalkan segala cara terhadap orang lain karena dianggap sudah melakukan tindakan yang benar. Dari ilustrasi di atas–jika diuji material kebenarannya dengan pendekatan matematika– semua yang disampaikan guru tersebut benar, akan tetapi keterbatasan seorang anak itulah yang menyebabkan timbulnya anggapan salah, sehingga menimbulkan dampak negatif maupun positif.
    Bagaimana sesuatu dianggap benar, dan apa yang menjadi kriteria kebenarannya, tidak mungkin berdiri sendiri jika tidak ditopang dengan dasar-dasar penunjangnya, baik pernyataan, teori, keterkaitan, konsistensi, keterukuran, dapat atau tidak dibuktikan, berfungsi, dan bersifat netral atau tidak netral, bahkan apakah kebenaran bersifat tentatif [2] atau sepanjang masa. Untuk mencapai sebuah kebenaran ada beberapa tahapan yang harus dilalui, baik itu rasional, hipotesa, kausalitas, anggapan sementara, teori, atau sudah menjadi hukum kebenaran.[3] Tahapan untuk mendapat kebenaran tersebut dapat dilihat dengan menggunakan alat kajian filsafat, baik filsafafat Yunani, filsafat Barat, ataupun filsafat Islam.

    Dalam makalah ini akan dibahas sekitar kriteria kebenaran ilmu pengetahuan ditinjau dari pendekatan filsafat ilmu sebagai salah satu bagian dari dasar-dasar pengetahuan. Paling tidak pembahasan ini dapat dijadikan sebagai pijakan tentang kriteria kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenai pertanyaan identitas kebenaran ilmu pengetahuan, bagaimana ilmu pengetahuan dianggap benar?, serta bagaimana mendapatkan kebenaran dengan berbagai macam pendekatan ilmiah.

    Pengertian Kebenaran

    Kebenaran tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang dianggap benar, misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filasafat, juga kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan/atau masyarakat pengenal. Sebagai landasan penemuan defenisi kebenaran ini adalah kesimpulan umum bahwa pengetahuan itu bersifat logis dan/atau rasional yang mengantarkan kepada tujuan berupa kebenaran. Ahmad Tafsir mengungkapkan dalam kerangka berfikir sebagai berikut:

    “Yang logis ialah yang masuk akal. Yang logis itu mencakup yang rasional dan supra-rasional. Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam. Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum alam”. Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional.

    Dengan menggunakan istilah logis dan rasional sebagai bahan dasar dari kebenaran dalam pengetahuan, maka kriteria kebenaran tidak dapat berdiri sendiri sebagai hasil disiplin ilmu, akan tetapi sangat erat kaitannya dengan permasalahan yang akan diselesaikan manusia dalam kehidupannya, baik masih berupa hipotesa (dugaan kebenaran sementara) sehingga menghasilkan teori yang bisa menjadi hukum.

    Secara garis besar Ahmad Tafsir menggambarkan bahwa ketika ada masalah –sebagai manusia yang serba ingin tahu akar masalah– maka ada dugaan. Berangkat dari dugaan, ada anggapan sementara yang kita sebut hipotesa. Hipotesa ini merupakan anggapan kebenaran sementara yang belum teruji secara teoritis. Hipotesa ini ada karena adanya sebab akibat yang dapat dibenarkan secara rasional. Hipotesa yang sudah diuji kebenaran dan terbukti kebenarannya akan menjadi teori, selanjutnya suatu teori yang selalu benar secara empiris maka naik tingkatannya menjadi aksioma atau hukum.

    Betrand Russell berpendapat bahwa kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan yang diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih di luar kepercayaan itu. Bila hubungan ini tidak ada maka kebenaran itu salah. Sidi Gazalba memberikan keterangan tentang kebenaran yang merupakan hubungan antara pengetahuan dan apa yang menjadi objeknya. Apabila terdapat kesesuaian dalam hubungan objek dan pengetahuan kita tentang objek, itulah yang dimaksud dengan kebenaran. Adapun definisi kebenaran itu dapat kita kaji bersama dari beberapa sumber, antara lain, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap yang disusun oleh Daryanto, di dalamnya dijelaskan bahwa kebenaran memiliki arti seperti: keadaan yang cocok dengan keadaan sesungguhnya; sesuatu yang sunguh-sungguh ada; kelurusan hati; izin; persetujuan; perkenan; dan kebetulan.

    Imam Wahyudi, seorang dosen Filsafat Pengetahuan dan Filsafat Ilmu Universitas Gajahmada Yogyakarta, mengelompokkan kebenaran dalam tiga makna, yaitu kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan hubungan antara pernyataan dengan apa yang dirasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan kenyataan. Sedangkan kebenaran metafisik berkaitan dengan yang ada sejauh pertimbangan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya.

    Menurut teori kebenaran metafisik/ontologis, kebenaran adalah kualitas individual atas objek, ia merupakan kualitas primer yang mendasari realitas dan bersifat objektif, ia didapat dari sesuatu itu sendiri. Kita memperolehnya melalui intensionalitas[14], tidak diperoleh dari relasi antara sesuatu dengan sesuatu, misalnya kesesuaian antara pernyataan dengan fakta. Dengan demikian kebenaran metafisis menjadi dasar kebenaran epistemologi, pernyataan disebut benar jika memang yang dinyatakan itu sungguh ada.

    Sedangkan menurut Noeng Muhajir, eksistensi kebenaran dalam aliran filsafat yang satu berbeda dengan aliran filasafat lainnya. Positivisme hanya mengakui kebenaran yang dapat ditangkap secara langsung atau tak-langsung lewat indra. Idealisme hanya mengakui kebenaran dunia ide, mengenai materi hanyalah bayangan dari dunia ide. Sedangkan Islam berangkat dari eksistensi kebenaran yang bersumber dari Allah Swt. Eksisitensi wahyu merupakan kebenaran mutlak, epistemologinya yang perlu dibenahi, juga model logika pembuktian kebenarannya.

    Lebih jauh Noeng Muhajir menawarkan epistemologi berangkat dari dua postulat, pertama, semua yang gaib (Zat Allah, alam barzah, surga dan neraka) itu urusan Allah, bukan kawasan ilmu, sedangkan alam semesta dengan beribu galaksi yang terbentang di muka bumi kita adalah kawasan ilmu yang dapat kita rambah. Kedua, manusia itu makhluk lemah dibanding kebijakan Allah, sehingga kebenaran mutlak dari Allah tidak tertangkap oleh manusia.

    Dari beberapa defenisi kebenaran di atas, penulis menyimpulkan bahwa kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan sesungguhnya jika dihubungkan dengan realitas; sifat kelurusan hati yang sesuai dengan persetujuan atau perkenan jika dihubungkan dengan idealitas. Namun demikian jika berkenaan dengan ilmu pengetahuan atau sisi ilmiah, maka penulis lebih cenderung pada defenisi pertama yaitu keadaan yang cocok, sesuai, atau sejalan dengan keadaan sesungguhnya.

    C. Kriteria Kebenaran Ilmiah

    Dengan melihat berbagai kajian tentang kebenaran sebagai dasar-dasar pengetahuan, dapat disimpulkan bahwa terdapat keanekaragaman kebenaran itu sendiri, tergantung berangkat dari disiplin ilmu apa, pendekatan apa yang dipakai dalam penentuan kebenaran, dan aliran filsafat apa yang dijadikan paradigma berpikir. Bagi kalangan agama kebenaran yang berasal dari wahyu Allah adalah mutlak kebenarannya. Sedangkan kebenaran hasil pemikiran manusia bersifat nisby. Kebenaran dari wahyu Allah tidak semua bersifat jelas dan gamblang, akan tetapi banyak informasi tentang kebenaran yang mengarahkan kepada manusia untuk berfikir, memperhatikan, mengkaji proses yang terjadi di alam ini, paling tidak jika tidak ada kebenaran yang absolut, maka setidaknya pendekatan terhadap kebenaran itu sendiri.
    Dengan menggunakan berbagai pendekatan kebenaran dalam mendapatkan pengetahuan, maka dibutuhkan berbagai kriteria kebenaran yang disepakati secara konsensus, baik dengan cara mengadakan penelitian atau mengadakan perenungan. Dalam pendekatan ini dibedakan menjadi dua pendekatan kebenaran, yaitu kebenaran ilmiah dan kebenaran non-ilmiah. Kebenaran ilmiah akan dijelaskan secara rinci dalam makalah ini. Sedangkan kebenaran non-ilmiah juga ada di masyarakat, akan tetapi sulit untuk dapat dipertanggung jawabkan oleh kajian ilmiah.
    Kriteria kebenaran sebagai dasar pengetahuan yang akan dibahas dalam makalah ini, adalah kriteria kebenaran ilmiah dengan menggunakan beberapa patokan dan pijakan yang dibuat para ahli sebelumnya. Kriteria kebenaran ini juga tidak terlepas dari sejarah dan patokan apa yang dipakainya. Hal ini tidak terlepas dari sifat kajian ilmiah, jika ada penemuan terbaru dalam bidang dan hal yang sama dapat menggantikan penemuan sebelumnya. Dan ini juga tidak terlepas dari filsafat manusia yang menghasilkannya pada saat itu.
    Menurut Roger yang dikutif Imam Wahyudi, kebenaran yang dipergunakan dalam ilmu, agama, spiritualitas, estetika adalah sama, namun semuanya tidak dapat diukur dengan standar yang sama (incommensurable), tidak ada satupun yang benar-benar menunjuk pada klaim bahwa suatu penyataan adalah benar dalam suatu makna kata, namun salah pada makna lainnya.[18]
    Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah, artinya suatu kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Dengan menjalankan tahapan-tahapan dari penelitian, maka dapat diperoleh bahwa kebenaran merupakan proses dari hasil ilmu pengetahuan yang sebelumnya telah dilakukan penelitian. Sehingga hasilnya dapat dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah yang sistematis sebagai proses menghasilkan kebenaran ilmiah.
    Secara metafisis, kebenaran ilmu pengetahuan bertumpu pada objeknya melalui penelitian dengan dukungan metode serta sarana penelitian yang dapat memperoleh pengetahuan. Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri, karena tidak ada yang kontradiksi di dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul tergantung pada kemampuan menteorikan fakta. Bangunan suatu pengetahuan secara epistemologi bertumpu pada asumsi metafisis tertentu, dari metafisis ini menuntut suatu cara atau metode yang sesuai untuk mengetahui objek. Dengan kata lain metode yang dikembangkan merupakan konsekuensi logis dari watak objek. Maka secara epistemologi kebenaran merupakan kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai yang diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya notabene menjadi objek pengetahuan. Kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya.[19]
    Sebelum membicarakan kriteria kebenaran secara ilmiah, alangkah baiknya kita melihat pada saat berkomunikasi, seseorang harus menyusun atau merangkai kata-kata miliknya menjadi suatu kalimat yang memiliki arti, misal berupa:

    • Pernyataan, dengan contoh: “Pintu itu tertutup”,
    • Pertanyaan, dengan contoh: “Apakah pintu itu tertutup?”,
    • Perintah, dengan contoh: “Tutup pintu itu!”, ataupun
    • Permintaan, dengan contoh: “Tolong pintunya ditutup.”
      Dari empat macam kalimat tersebut, hanya pernyataan saja yang memiliki nilai benar atau salah, tetapi tidak sekaligus benar atau salah. Meskipun para ilmuwan, matematikawan, ataupun ahli-ahli lainnya sering menggunakan beberapa macam kalimat tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka, namun hanya pernyataan saja yang menjadi perhatian mereka dalam mengembangkan ilmunya. Alasannya, kebenaran suatu teori ataupun pendapat yang dikemukakan setiap ilmuwan, matematikawan, maupun para ahli lainnya seperti ulama sebagai ahli agama merupakan suatu hal yang akan sangat menentukan reputasi mereka. Karenanya mereka akan berusaha untuk menghasilkan suatu pernyataan atau teori yang benar. Suatu pernyataan (termasuk teori) tidak akan ada artinya, jika tidak bernilai benar. Karenanya, pembicaraan mengenai benar tidaknya suatu kalimat yang memuat suatu teori telah menjadi pembicaraan dan perdebatan para ahli filsafat dan logika sejak dahulu kala.[20]
      Paparan berikut akan membicarakan tentang kebenaran, dalam arti, bilamana suatu pernyataan yang dimuat di dalam suatu kalimat disebut benar dan bilamana disebut salah. Untuk menjelaskan tentang kriteria kebenaran ini perhatikan dua kalimat berikut:
    • Semua manusia akan mati.
    • Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180°.
      Pertanyaannya dari dua kalimat tersebut adalah kalimat manakah yang bernilai benar dan sebaliknya bernilai salah?. Pertanyaan selanjutnya, mengapa kalimat tersebut dikategorikan bernilai benar atau salah?, dan bilamana suatu kalimat dikategorikan sebagai kalimat yang bernilai benar atau salah?. “Semua manusia akan mati”, merupakan suatu pernyataan yang bernilai benar karena kenyataannya memang demikian. Artinya, kalimat yang menyatakan bahwa semua manusia akan mati tersebut adalah sesuai atau cocok dengan keadaan yang sesungguhnya, yaitu sejak zaman dahulu kala sampai saat ini, setiap makhluk hidup yang bernama manusia akan mati, hingga memang belum ada yang dapat menunjukkan adanya orang (bahkan hanya satu orang) yang bersifat kekal atau abadi. Sehingga pernyataan pertama bernilai benar karena pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan ataupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Pernyataan pertama tersebut akan bernilai salah jika sudah ditemukan suatu alat atau obat yang sangat canggih sehingga akan ada orang yang tidak bisa mati.
      Sedangkan pernyataan kedua bernilai benar karena pernyataan itu konsisten atau koheren ataupun tidak bertentangan dengan aksioma yang sudah disepakati kebenarannya dan konsisten dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah terbukti. Itulah sekilas tentang teori korespondensi dan teori koherensi yang memungkinkan kita untuk dapat menentukan benar tidaknya suatu pernyataan.
      Untuk menjawab pertanyaan di awal tadi, Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa ada tiga teori yang berkait dengan kriteria kebenaran ini, yaitu: teori korespondensi, teori koherensi, dan teori pragmatis. Namun pendapat sebagian yang lain hanya membicarakan dua teori saja, yaitu teori korespondensi dan teori koherensi karena pragmatisme dijadikan sebagai pelengkap dua teori tersebut. Berikut adalah beberapa teori tentang kebenaran:
    1. Teori Koherensi
      Menyimpulkan suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat kehoren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori kebenaran koherensi berpandangan bahwa pernyataan dikatakan benar bila terdapat kesesuaian antara pernyataan yang satu dengan pernyataan terdahulu atau lainnya dalam suatu sistem pengetahaun yang dianggap benar. Sebab sesuatu adalah anggota dari suatu sistem yang unsur-unsurnya berhubungan secara logis.[21] Jerome R. Ravertz menambahkan, uji coba suatu ilmu adalah bahwa ia harus memberikan pengaturan-pengaturan teoritis yang menjangkau luas, konsisten, dan koheren.[22]
      Matematika merupakan salah satu contoh pengetahuan yang sistem penyusunan pembuktiannya didasarkan pada koherensi, pernyataan yang dianggap benar berupa aksioma disusun secara teorema kemudian dikembangkan melaui kaedah-kaedah matematika berupa sistem yang konsisten. Menurut Louis O. Kattsoff, teori koherensi atau konsistensi ini berkembang pada abad ke-19 di bawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh penganut idealisme, seperti filosof Britania F. M Bradley (1864-1924).[23]
      Contoh lain jika kita mengganggap bahwa pernyataan “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka penyataan “si pulan sebagai seorang manusia dan si pulan pasti mati” adalah benar pula, karena pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan pertama. Dapat disimpulkan: Pertama, kebenaran menurut teori ini ialah kesesuain antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sudah diketahui, diterima, dan diakui kebanarannya. Kedua, teori ini dapat disebut juga teori penyaksian (justifikasi) tentang kebenaran, dimana putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian oleh putusan-putusan lainnya yang terlebih dahulu diketahui.[24]
      Dengan demikian, suatu pernyataan dianggap benar apabila tahan uji (testable). Karl Kopper menegaskan, apabila pernyataan terdahulu bertentangan dengan pernyataan yang datang kemudian, maka yang pertama gugur atau batal (refutability). Sebaliknya jika cocok dengan pernyataan terdahulu, maka teori itu semakin kuat (corroboration).[25]
      Sebagai sebuah teori tentu memiliki kelemahan, teori koherensi ini terjebak dalam validitas, di mana teorinya dijaga agar selalu ada koherensi internal. Suatu pernyataan dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada kemungkinan salah jika dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya. Hal ini dapat mengarah kepada relativisme kebenaran. Namun demikian bersama teori korespondensi, teori koherensi inilah yang dipergunakan dalam cara berfikir ilmiah untuk mendapat kebenaran ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi ini.
    2. Teori Korespondensi
      Pernyataan dianggap benar jika materi yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Pengetahuan itu dikatakan benar apabila di dalamnya terdapat kesesuaian antara subjek dan objek. Hal ini karena puncak dari proses kognitif (kesadaran/pengetahuan) manusia terdapat di dalam budi atau pikiran manusia (intelectus), maka pengetahuan adalah benar bila terdapat di dalam budi pikiran subjek itu benar sesuai dengan apa yang ada di dalam objek. Suatu pernyataan benar apabila terdapat fakta yang sesuai menyatakan apa adanya. Kebenaran adalah kesesuaian dengan fakta, selaras dengan realitas, serasi (correspondens) dengan situasi aktual.[26]
      Contoh penerapan dari teori ini misalnya pada pernyataan “Ibu kota propinsi Sumatera Barat adalah Padang” merupakan pernyataan yang benar sebab pernyataan tersebut faktual yaitu Padang sebagai ibu kota propinsi Sumatera Barat. Sekiranya pernyataan “Ibu kota propinsi Sumatera Barat adalah Bukittinggi”, maka pernyataan tersebut tidak benar sebab tidak terdapat kesesuaian dengan objek yang dituju.
      Teori korespondensi ini merupakan teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan kepada teori kebenaran tradisional, karena Aristoteles sejak awal (sebelum abad modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.[27] Pengikut realisme adalah penganut teori ini, di antara pelopornya adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel, Ramsey, dan Tarski, kemudian dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970).[28]
      Akan tetapi teori korespondensi ini bukan juga termasuk teori yang sempurna tanpa kelemahan, karena dengan mensyaratkan kebenaran harus sesuai dengan kenyataan, maka dibutuhkan penginderaan yang akurat, bagaimana dengan penginderan yang kurang cermat atau bahkan indra yang tidak normal lagi? Disamping itu juga bagaimana dengan objek yang tidak dapat diindra atau non-empiris? Maka dengan teori korespondensi objek non empiris tidak dapat dikaji kebenarannya.
      Walau bagaimanapun, seperti disimpulkan pada bagian teori sebelumnya teori korespondensi juga merupakan instrumen yang dipergunakan dalam cara berfikir ilmiah untuk mendapat kebenaran ilmiah karena penalaran logika terdapat di dalamnya.
    3. Teori Pragmatisme
      Menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak. Elemennya adalah pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu khususnya dalam realitas kehidupan, artinya suatu penyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.[29]
      Menurut William James, ide yang benar ialah ide yang dapat kita serasikan, kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa. Sebaliknya ide yang salah ialah ide yang tidak dapat diserasikan, tidak dapat diumumkan, tidak dapat diperiksa dan tidak dapat dijadikan penguatan.[30] Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada hanya kebenaran-kebenran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus. Nilai tergantung pada akibatnya dan pada kerjanya, artinya pada keberhasilan perbuatan.
      Kriteria pragmatisme ini juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah dilihat dalam perspektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar, mungkin pada satu masa atau waktu tidak demikian. Dalam menghadapi masalah seperti ini maka para ilmuawan bersikap pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan memilki kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar. Sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian disebababkan perkembangan ilmu pengetahuan maka pernyataan itu akan ditinggalkan.[31]
      Teori ini dikembangkan oleh Charles S. Pierce (1839-19140), kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang mayoritas berkebangsaan Amerika, makanya teori ini juga sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini antara lain William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Herberd Mead (1863-1931), dan C. I. Lewis. Namun demikian, informasi lain menyebutkan bahwa teori ini juga tidak asing di Eropa, Hans Vaihinger (1852-1933) misalnya berpendapat bahwa mengetahui itu memiliki arti praktis. Persesuain dengan objeknya tidak mungkin dibuktikan, satu-satunya ukuran bagi berpikir adalah gunanya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia.[32]
      Masalah yang akan timbul dari teori ini adalah penentuan sebatas mana perbuatan itu dianggap keberhasilan dan eksistensi kebenaran yang dinyatakan dihadapkan pada situasi dinamis dengan perubahannya. Selain itu, pragmatisme juga tidak dapat mengantarkan kita pada hakikat kebenaran itu sendiri karena cenderung menghalalkan segala cara untuk memperoleh hasil dari penerapannya yang pada akhirnya akan menimbulkan pertentangan dengan norma-norma yang ada.
      Inilah beberapa teori kebenaran yang menjadi mayoritas pilihan para ilmuwan, walaupun masih banyak teori-teori kebenaran lainnya dan akan berkembang sesuai dengan potensi akal budi, misaanya teori ilmu hudhuri atau iluminasi, performatif, proposisi, dan wahyu (agama).[33]
      Dari berbagai macam teori kebenaran itu yang dianggap sebagai kriteria atau ukuran kebenaran ilmiah (ilmu pengetahuan), teori koherensi berdasarkan logika deduktif atau silogisme yang menarik kesimpulan khusus dari hal yang umum dengan akal sebagai sarana utamanya merupakan teori kebanaran ilmiah. Selain itu teori korespondensi dengan logika induktif atau empiris yang menarik kesimpulan umum dari hal yang khusus dengan pancaindra dan pengalaman sebagai sarana utamanya, juga merupakan satu dari teori yang benar tentang kebenaran. Ini dua hal yang urgen ketika melihat keadaan atau menjawab keragu-raguan.

    D. Kebenaran Ilmiah Dalam Kehidupan
    Metode ilmiah (scientific methods) merupakan cara yang handal untuk menemukan kebenaran ilmiah. Tingkat kebenarannya yang logis-empiris membuat metode ilmiah mengembangkan ilmu pengetahuan yang semakin lama semakin maju. Bukti dari kemajuan ilmu adalah banyaknya teori baru yang semakin canggih, misalnya teknologi. Akan tetapi semakin berkembangnya ilmu alam dan ilmu sosial serta ilmu-ilmu lainnya, tidak jarang melahirkan spesialisasi yang berlebihan. Sebagai permisalan, Biologi berkepentingan untuk meneliti manusia sebagai suatu organisme, bukan sebagai makhluk yang berbudaya. Begitu pula ilmu Ekonomi berkepentingan dengan peningkatan kesejahateraan manusia, bukan pada peran manusia sebagai makhluk yang memiliki perasaan keagamaan.
    Dengan keterbatasan seperti itu membuat ilmu pengetahuan tidak dapat merangkum seluruh pengalaman, pengetahuan, cita-cita, keindahan dan kasih sayang yang terdapat dalam diri manusia. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua urusan manusia dapat dipecahkan melalui pendekatan ilmiah, melainkan harus dibantu oleh filsafat dan agama yang dapat menjangkau kebenaran pada wilayah yang logis.
    Pendekatan kebenaran ilmiah melalui penelitian ilmiah yang dibangun atas teori tertentu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data empiris. Teori itu dapat diuji dalam hal keajegan (consisten) dan kemantapan internalnya. Artinya jika penelitian ulang orang lain menurut langkah-langkah yang sama, serupa pada kondisi yang sama akan memperoleh hasil yang ajeg atau koheren dengan sebelumnya. Pendekatan ilmiah ini menurut Sumardi Suryabrata, akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hampir setiap orang, karena pendekatan yang digunakan tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias, dan perasaan, penyimpulan bersifat objektif bukan subyektif. Kebenaran ilmiah terbuka untuk diuji oleh siapapun yang menghendakinya.[34]
    Pendekatan pada kebenaran dalam ilmu alam adalah pendekatan terhadap sesuatu di luar pengenal, oleh karena itu memungkinkan dicapainya “keadaan yang sebenarnya” dari objek pengetahuan walaupun tetap memungkinkan adanya pengaruh dari pengenal. Sedangkan objektivitas dalam ilmu-ilmu sosial sulit dicapai karena adanya hubungan timbal balik yang terus-menerus antara subjek pengenal dan objek yang dikenal.
    Kebenaran ilmiah pada akhirnya tidak bisa dibuat dalam suatu standard yang berlaku bagi semua jenis ilmu secara paksa, hal ini terjadi karena adanya banyak jenis dalam pengetahuan. Walaupun ilmu bervariasi disebabkan karena beragamnya objek dan metode, namun ia secara umum bertujuan mencapai kebenaran yang objektif, dihasilkan melalui konsensus. Kebenaran ilmu yang demikian tetap mempunyai sifat probabel (kemungkinan), tentatif (tidak tetap), evolutif (berkembang), bahkan relatif (tidak mutlak), dan tidak pernah mencapai kesempurnaan. Hal itu terjadi karena ilmu diusahakan oleh manusia dan komunitas sosialnya yang selalu berkembang disebabkan potensi yang besar dalam wujud akal budi.
    Oleh karenanya dari sudut pandang subyektif, penulis merasa perlu mengedepankan teori kebenaran menurut wahyu atau agama, karena di dalamnya didapati keyakinan yang menempati urutan teratas ketika berbicara hal-hal yang tidak dapat di uraikan oleh teori koherensi maupun korespodensi. Teori kebanaran wahyu dengan senjata keyakinan dan/atau keimanan mampu memenjadikan manusia lebih sadar akan dirinya, dengan demikian ia akan sadar penciptanya. Lebih dari urgen, keyakinan maupun keimanan ini berimbas pada kehidupan yang terkendali menuju lebih baik.

    E. Penutup
    Kebenaran ilmiah didapat melalui penelitian ilmiah yang dibangun atas teori tertentu, berkembang melalui penelitian ilmiah, yang sistematis, terkontrol, dan didasarkan atas data empiris. Teori itu dapat diuji dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya, sehingga menghasilkan suatu pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma-norma keilmuan.
    Dari berbagai teori kebenaran, dalam filsafat ilmu ditemukan dua teori yang dijadikan kriteria atau ukuran kebenaran ilmiah (ilmu pengetahuan), yaitu teori koherensi dan teori korespondensi, karena keduanya berdasarkan logika. Teori koherensi menyimpulkan kebenaran pernyataannya terdapat bersifat koherensi atau konsistensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar, sebab sesuatu adalah anggota dari suatu sistem yang unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Sedangkan teori korespondensi menyimpulkan pernyataan benar jika materi yang dikandung pada pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Kebenaran terdapat fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya, selaras dengan realitas, serasi dengan situasi aktual.
    Dalam menanggapi persoalan kebenaran ini perlu diajukan teori kebenaran baru menurut wahyu atau agama, di dalamnya didapati keyakinan dan keimanan yang tidak dapat diberikan oleh teori ilmiah ketika menjelaskan hakikat manusia dan penciptanya. Teori kebanaran wahyu dengan senjata keyakinan dan/atau keimanan mampu memenjadikan manusia lebih sadar akan dirinya, dan menyadarkan akan penciptanya, sehingga berimbas pada kehidupan yang terkendali menuju lebih baik.
    Demikianlah makalah ini disusun sebagai upaya menemukan dan memperjuangkan kebanaran, perlu diingat bahwa kebenaran hakiki hanya milik-Nya. Allah A’lam bi al-Shawab.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abbas, H. M. “Kebenaran Ilmiah” dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Intan Pariwara, 1997
    Anshari, Endang Saifuddin, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu, 1978.
    Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
    _, Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
    Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo, 1997
    Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang, 1995. cet. V
    Hadi, P. Hardono. Jatidiri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead. Yogyakarta: Kanisius, 1996
    Hadiwijno, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius, 1981
    Keraf, Sonny dan Dua, Mikhael. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Epistemologis. Jakarta: Kanisius, 2002
    Muhajir, Noeng. Ilmu Pendidikan Islam (Filsafat dan Paradigma), dalam buku Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Fak. Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995
    Poedjawijatna, I. R. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta, t.th
    Ravertz, Jerome R. Filsafat Ilmu (Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan). terj. Saut Pasaribu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
    Suriasumatri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Muliasari, 1999. cet. XII
    _______, Ilmu Dalam Persepektif. Jakarta: Gramedia, 1978
    Suryabrata, Sumardi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada,1983
    Susanto, A. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarat: Bumi Aksara, 2011. cet. II
    Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009. cet. IV
    Wahyudi, Imam. Refleksi Tentang Kebenaran Ilmu dalam Jurnal Filsafat. Desember 2004. jilid. 38. no. 3

  • Hubungan Antara Filsafat, Ilmu dan Agama

    Hubungan Antara Filsafat, Ilmu dan Agama

    Hubungan antara Filsafat, Ilmu dan Agama selalu menjadi kajian pelik. Setiap bagian dari tiga hal tersebut selalu memiliki pengikut yang radikal dan ingin menemukan hubungan antara satu sama lain.


    Filsafat, Ilmu dan Agama

    Dalam kehidupan manusia ada tiga pendekatan untuk menghampiri dan menemukan kebenaran. Ketiga pendekatan itu adalah filsafat, ilmu, dan agama. Terdapat hubungan yang erat antara ketiga sumber kebenaran ini, walaupun masing-masing berbeda dalam metodologinya (nilai epistemology), hakikatnya (nilai ontology) dan manfaat serta kegunaannya (nilai aksiologi).

    Filsafat merupakan hasil dari pemikiran manusia yang tajam terhadap setiap persoalan. Dalam mencari kebenaran pun hanya menggunakan akal semata, sehingga kebenarannya merupakan kebenaran rasionalitas yang tentunya bersifat relatif atau nisbi. Ilmu merupakan hasil dari penelitian yang dibuktikan dengan kegiatan ilmiah melalui tahap pengujian, pembuktian, dan penyesuaian degan fakta yang terjadi. Kebenarannya diperoleh melalui pandangan manusia terhadap realita, sehingga kebenaran tersebut bersifat empiris dan masih relative atau nisbi. Sedangkan agama merupakan kebenaran yang diperoleh melalui wahyu (agama samawi) yang bersifat intuisi serta rohani. Kebenarannya pun bersifat mutlak atau hakiki.

    Permasalahan akan muncul jika antara perkembangan filsafat, ilmu, dan agama terdapat kesenjangan dan ketimpangan dalam praktek kehidupan manusia. Makalah ini akan membahas tentang filsafat disertai dengan relevansi antara filsafat itu sendiri dengan ilmu dan agama. Sebab, sebagaimana disebutkan Endang Saefudin Anshari, filsafat, ilmu dan agama adalah institut kebenaran. Artinya, kebenaran itu bisa didapatkan dari ketiga hal tadi.

    A. Hubungan Filsafat dan Agama

    Ada dua pendapat yang berbeda ketika mendefiniskan filsafat secara etimologi. Pertama; filsafat itu asal katanya dari bahasa Arab. Yang berpendapat seperti ini di antaranya Harun Nasution. Menurutnya, kata filsafat itu berasal dari bahasa Arab. Falsafah, dengan timbangan fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, menurut Harun Nasution, kata benda dari falsafah seharusnya falsafah dan filsaf. Masih menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan berasal dari bahasa Arab, falsafah bukan dari kata philosopy. Harun Nasution mempertanyakan, apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan antara keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat.

    Harun Nasution, tampaknya ingin konsisten dengan pendapatnya, bahwa istilah filsafat yang dipakai dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab. Oleh karena itu, dia menggunakan kata falsafat, bukan filsafat. Buku-bukunya yang membahas tentang filsafat ditulisnya dengan memakai istilah falsafah, seperti Falsafat Agama dan Falsafat dan Mistisme Dalam Islam.

    Pemaparan Harun Nasution di atas, dikritik oleh Dr. Amsal Bakhtiar. M.A. Menurutnya, kendati istilah filsafat yang lebih tepat adalah falsafat yang berasal dari bahasa Arab, kata filsafat bisa diterima dalam bahasa Indonesia. Sebab, sebagian kata Arab yang di-Indonesiakan mengalami perubahan dalam huruf vokalnya, seperti masjid, menjadi mesjid, dan karamah menjadi keramat. Karena itu, lanjut Bakhtiar, perubahan huruf a menjadi i dalam kata falsafat bisa diterorir.

    Kedua; bahwa filsafat itu berasal dari Yunani yang di-Arabkan. Dengan mengutip Poedjawijanta, Ahmad Tafsir menyebutkan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab yang berhubungan dengan bahasa Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani. Kata Yunaninya adalah philosophia yang merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu; sophia artinya kebijakan, yang artinya pandai, pengertian yang mendalam.

    Dengan demikian, filsafat berarti keinginan yang mendalam (cinta) untuk mendapat kebijakan, atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak. Orang yang mempunyai karakter seperti itu disebut filosof. Seorang yang berkeinginan mendalam untuk mendapat kebijakan, secara bahasa bisa disebut filosof. Namun permasalahannya jelas tidak sesederhana itu. Sebatas mana orang bisa disebut filosof? Apakah bijak atau kebijaksanaan (sophia) itu? Tukang kayu saja menurut Homerus bisa juga disebut orang bijak (filosof).

    Karena itu, pengertian secara etimologi tidak akan memberikan pengertian yang tepat untuk mendefinisikan filsafat itu apa. Masalah di atas akan sedikit teratasi kalau kita melihat pengertian filsafat secara terminologi. Akan tetapi kita juga harus tahu, pengertian filsafat secara terminologi, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri.

    Menurut Plato, filsafat adalah “Pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli”. Sedangkan menurut Aristoteles, filsafat adalah “Ilmu yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika”. Sementara menurut al-Farabi, filsafat adalah “Ilmu tentang hakikat [kebenaran]”. Rene Descartes mendifinisikan filsafat sebagai “Kumpulan semua pengetahuan Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan”. Abu Bakar Atjeh juga mendefiniskan filsafat seperti Descartes. Pythagoras, orang yang mula-mula menggunakan kata filsafat, mengartikan filsafat sebagai “Proses perenungan tentang Tuhan”.

    Bertrand Russell menyebut filsafat sebagai “Sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains, di dalamnya berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan defenitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan”. Masih menurutnya, filsafat adalah “wilayah tak bertuan”.

    Dan masih banyak pengertian filsafat yang diutarakan para filosof. Perbedaan definisi filsafat tersebut menurut Abu Bakar Atjeh, sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir, disebabkan oleh berbedanya konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu karena perbedaan keyakinan hidup yang dianut mereka.

    Namun, meskipun demikian, dari beberapa ungkapan para filosof di atas, dapat diambil benang emas bahwa filsafat itu titik tekannya adalah “Kebenaran”. Dari analisis di atas, penulis mempunyai hipotesa bahwa sophia (bijak/ kebijaksanaan) dalam filsafat maskudnya adalah kebenaran (lihat definisi Plato, Aristoteles, al-Farabi). Dengan demikian, akan jelasnya bagi kita siapa filosof itu? Filosof itu adalah orang yang berkeinginan untuk mendalami, mencari dan memahami kebenaran.

    Mungkin kita merasa bingung dan kurang puas, atau kurang memahami, apa filsafat itu, para filosof saja sudah berbeda-beda, apalagi kita! Mungkin itulah yang ada di benak kita sekarang. Dalam hal ini, kita jangan menyerah. Kita nampaknya harus mendengar kata-kata Moh. Hatta dan Langeveld. Menurut Hatta, pengertian filsafat sebaiknya jangan dipersoalkan dahulu, nanti juga akan hilang.

    Layaknya ilmu lainnya, filsafat juga mempunyai metodologi. Menurut Ahmad Tafsir, metode filsafat itu adalah rasional.[8] Apa dan bagaimana rasional itu? Menurut Kant, Rasional ialah sesuatu pemikiran yang masuk akal tetapi menggunakan ukuran hukum alam. Jadi metode filsafat itu adalah berfikir rasional dengan mengikuti hukum alam.

    Itulah metode filsafat. Selain mempunyai metode, filsafat juga mempunyai objek. Menurut Dr. Amsal Bakhtiar M.A, filsafat memiliki dua objek; material dan formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada di sini mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak”. “Ada yang tampak” adalah dunia empiris, sedangkan “ada yang tidak tampak” adalah alam metafisika.

    Masih menurut Bakhtiar, sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu; yang ada dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang yang ada, agar dapat mencapai hakikatnya.

    Demikian juga dengan agama, yang selama ini justru cendrung mengabur, terutama sebagai objek nonmaterial yang secara jelas memang kita rasakan dan kita butuhkan. Diakui atau tidak, agama merupakan kebutuhan paling esensial bagi manusia dan bahkan bersifat universal

    Agama adalah ajaran, “Sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubunggan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta lingkugannya”. Defenisi yang lain mengatakan, agama adalah “Aturan atau tatacara hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya”.

    A.M. Saefuddin mengatakan, makna agama paling hakiki adalah “Kesadaran spriritual”, yang didalamnya ada satu kenyataan diluar kenyataan yang tampak ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasih-Nya, bimbingan tangan-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari, walaupun oleh manusia yang paling komunis sekalipun.

    Sedangkan, defenisi agama menurut Ahmad Tafsir dibagi menjadi dua kelompok: a) Agama yang menekan pada segi rasa Iman dan kepercayaan. b) Menekankan segi agama sebagai peraturan tentang cara hidup. Jadi dapat disimpulkan bahwa agama adalah “Sistem kepercayaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut”.

    Baik agama maupun filsafat pada dasarnya mempunyai kesamaan, keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mencapai kebenaran yang sejati, agama yang dimaksud disini adalah agama samawiy yaitu agama yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi dan Rasul-Nya. Dibalik kesamaan itu terdapat pula perbedaan antara keduannya. Dalam agama ada beberapa hal yang sangat penting misalnya Tuhan, kebajikan, baik dan buruk, surga dan neraka dll. Hal-hal tersebut diselidiki pula oleh filsafat. Oleh karena hal tersebut ada atau paling tidak mungkin ada.

    Ibnu Rusyd menguraikan bahwa Islam itu benar dan filsafat juga benar, dan kebenaran itu tidak mungkin dapat dipisahkan, seperti tujuan agama yang mengajak orang berbuat kebajikan. Sebaliknya filsafat mengenal kebenaran seperti apa adanya, oleh karena itu, hukum agama ada yang lahir dan ada yang batin. Yang lahir untuk mereka yang berfikir sederhana, sedangkan yang batin untuk mereka yang jenius. Atas dasar ini, dalam masyarakat terdapat golongan orang awam atau orang-orang kebanyakan dan orang-orang elite atau filsuf.

    Dan juga “Abduh believed that, revelation must be in harmony with reason, because Islam was “natural religion” designed by God to fit the human condition” (Abduh percaya bahwa, wahyu harus selaras dengan akal, karena Islam adalah “agama alamiah” yang dirancang oleh Allah agar sesuai dengan kondisi manusia).

    Kenyatan bahwa alam ini penuh hikmah, harmonis, teratur dan baik itu mencerminkan sifat Tuhan, maha pencipta, pengasih dan penyayang. Kekuasaan yang menciptakan alam secara teratur dan rapi serta terpelihara seperti sering diungkapkan al-Qur’an. Tidak mungkin demikian adanya jika tidak dipadukan dengan kasih sayang dan kebijaksanaan.

    Selanjutnya, dalam buku Filasafat Agama karangan Dr. Rosjidi yang dikutip oleh A.Ahmadi Poerwantan diuraikan tentang perbedaan antara Agama dan Filsafat, sebab kedua kata ini sering diartikan dengan keliru, agama dicitrakan dalam beberapa hal diantaranya;

    1. Agama berarti mengapdian diri, jadi yang penting adalah hidup secara beragama sesuai dengan aturan-aturan agama itu.
    2. Agama menuntut pengetahuan untuk beribadat terutama yang merupakan hubungan manusia dengan Tuhan.
    3. Agama dapat dikiaskan dengan enjoyment atau rasa cinta seseorang, rasa pengapdian.
    4. Agama banyak berhubungan dengan hati.
    5. Agama dapat diumpamakan sebagai air sungai yang terjun dari bendungan dengan gemuruhnya.
    6. Agama oleh pemeluk-pemeluknya akan dipertahankan secara habis-habisan, sebab mereka selalu terikat dan mengapdikan diri.
    7. Agama disamping memenuhi pemeluknya dengan semangat dan perasaan pengapdian diri juga mempunyai efek yang memenenangkan jiwa pemeluknya.
    8. Filsafat penting dalam mempelajari agama.

    Sedangkan filsafat meliputi beberapa hal; (1) Filsafat berarti berfikir, (2) Menurut William Temple, filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk memahami, (3) C.S Levis, membedakan antara enjoyment dan contemplation (perenungan). Misalnya laki-laki mencintai perempuan. Rasa cinta tersebut disebut enjoyment, sedangkan memikirkan rasa cintanya disebut contemplation, yaitu pikiran sipecinta tentang rasa cintanya, (4) Filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin dan tenang, (5) Filsafat dapat diumpamakan seperti air telaga yang tenang dan jernih dan dapat dilihat dasarnya, (6) Seorang ahli filsafat, jika berhadapan dengan penganut aliran atau paham lain, biasanya bersifat lunak, (7) Ahli filsafat ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian dan argumen, walaupun argumennya sendiri.

    Filsafat dan agama kalau dipandang secara sepintas adalah dua sejoli yang saling bergandengan tangan. Tetapi kalau kita teropong satu persatu ternyata secara esensial, terjadi dikotomi karena landasan filsafat dan agama itu berbeda. Filsafat berangkat pada rasio murni, sedangkan agama berakar pada wahyu.

    Hubungan Ilmu dan Agama

    Defenisi istilah ilmu menurut Mulyadhi Kartanegara yang dikutip oleh Nunu Bahanuddin dalam bukunya Islam dan Paradigma Keilmuan mengatakan ilmu dalam epistimologi Islam mempunyai kemiripan dengan istilah science dalam epistimologi Barat.

    Ilmu sebagai kesesuaian akal dan kenyataan, mengisyaratkan bahwa ilmu bukanlah pengetahuan biasa, tetapi merupakan pengetahuan yang telah diuji kebenarannya berdasarkan nalar dan bukti-bukti fisik empiris. Dengan kata lain ilmu memiliki kriteria yang tidak berbeda dengan sains any organized knowledge (pengetahuan yang terorganisir). Hanya saja, ilmu memiliki ruang lingkup yang telah luas yang melampaui sains. Sains hanya dibatasi bidang-bidang empiris positif, sementara ilmu melampauinya dengan memasukkkan bidang non-empiris, seperti matematika dan metafisika.

    Agama dan ilmu dalam beberapa hal berbeda, tetapi pada sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi ritual, cendrung eksklusif dan subyektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru, tidak selalu terkait dengan etika, bersifat inklusif (penyampai) dan objektif. Walaupun agama dan ilmu berbeda, keduannya memiliki persamaan yaitu: bertujuan memberi ketenangan dan kemudahan bagi manusia.

    Menurut al-Syirazi, ilmu-ilmu agama dikategorikan dalam ilmu nonfilsafat (al-‘ulum ghairu hikmy). Ilmu-ilmu religius diklasifikasi menurut dua cara yang berbeda; klasifikasi dalam ilmu naqliy dan ilmu intelektual (aqliy), serta kalsifikasi dalam ilmu tentang pokok-pokok (ushul) dan ilmu cabang-cabang (furu’).

    Yang dimaksud dengan ilmu naqliy adalah ilmu-ilmu yang hanya dapat dibangun dengan bukti-bukti yang didengar atau dinukilkan dari otoritas yang relevan. Sebagai contoh; al-Syirazi menyebut ilmu mengenai amalan ibadah seperti salat dan puasa. Akal tidak dapat menetapakan prinsip religius untuk apa seorang Muslim tetap diharuskan berpuasa pada hari terakhir bulan Ramadhan tetapi dilarang melakukan keesokan harinya. Secara ilmiah, menurutnya dua hari yang berturutan itu sulit dibedakan satu sama lain. Hanya nash yang memutuskan perkara itu.

    Sedang ilmu aqliy adalah ilmu yang dapat ditetapkan dengan intelek manusia. Tidak jadi masalah, apakah ada bukti naqliynya atau tidak. Misalnya pengetahuan tentang keberadaan Allah dan pengetahuan tentang realitas (hakikat) kenabian dapat didemontrasikan secara rasional.

    Dari beberapa penjelasan tentang pengertian ilmu, persamaan dan perbedaan antara filsafat dan ilmu. Oleh penulis, dapat dijelaskan bahwa ilmu adalah bagian dari pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secra empiris. Sementara pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense yang belum tersusun secara sistematis baik mengenai metafisik maupun fisik. Penulis juga menyimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu sehingga filsafat ilmu perlu menjawab persoalan ontologis (obyek telaah), epistemologis (proses, prosedure, mekanisme) dan aksiologis (untuk apa).

    Hubungan Filsafat dan Ilmu

    Antara filsafat dan ilmu keduannya saling berhubungan, berdasarkan suatu asumsi bahwa keduannya merupakan kegiatan manusia. Kegiatan manusia dapat diartikan dalam prosesnya dan juga hasilnya. Dilihat dari hasilnya, filsafat dan ilmu merupakan hasil berfikir manusia secara sadar, sedangkan dilihat dari segi prosesnya, filsafat dan ilmu menunjukkan suatu kegiatan yang berusaha untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan manusia (untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan), dengan mengunakan metode atau prosedur tertentu secara sistematis dan kritis.

    Ilmu merupakan suatu “cara berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diadakan”. Berfikir bukan satu-satunya produk dari kegiatan berfikir. Ilmu merupakan prodak dari proses berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah.

    Keterkaitan antara filsafat dan ilmu dapat kita ketahui melalui persamaannya yang dikemukakan oleh Burhanuddin Salam dalam bukunya Pengantar Filsafat, sebagaimana yang tertuang dalam beberapa poin; a) Keduannya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya, b) Keduannya memberikan pengertian mengenai hubungan atau pertalian yang ada antara kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebabnya, c) Keduannya hendak memberikan sintesis yaitu suatu pandangan yang bergandengan d) Keduannya mempunyai metode dan sistem, e) Keduannya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia akan kebenaran (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendalam.

    Adapun perbedaan antara filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut: a) Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, filsafat mencoba berhubungan dengan keseluruhan pengalaman, untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih komprehensif tentang sesuatu, b) Ilmu mengunakan pendekatan analitis dan deskriptif, sedangkan filsafat sintesis atau sinopsis, berhubungan dengan sifat-sifat dan kualitas alam dan hidup secara keseluruhan, c) Ilmu menganalisis keseluruhan menjadi bagian-bagian, filsafat mencoba membedakan sesuatu dalam bentuk sintesis yang menjelaskan dan mencari makna sesuatu secara keseluruhan, d) Ilmu menghilangkan faktor-faktor pribadi yang subjektif, sedangkan filsafat tertarik pada personalitas, nilai-nilai dan semua pengalaman, e) Ilmu tertarik kepada hakikat sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan filsafat tidak hanya tertarik kepada bagian yang nyata, melainkan juga kepada kemungkinan-kemungkinan yang ideal dari suatu benda, nilai dan maknanya, f) Ilmu meneliti alam, mengontrol proses alam sedangkan tugas filsafat mengadakan kritik, menilai dan mengkoordinasikan tujuan, g) Ilmu lebih menekankan pada deskripsi hukum-hukum fenomenal dan hubungan kausal. Filsafat tertarik dengan hal yang berhubungan dengan pernyataan “why” dan “how”.

    Hubungan Filsafat, Ilmu dan Agama

    Ada yang mengatakan bahwa antara ilmu, filsafat dan agama memiliki hubungan. Namun demikian, tidak menafikan terhadap pandangan bahwa satu sama lain merupakan ‘sesuatu’ yang terpisah; di mana ilmu lebih bersifat empiris, filsafat lebih bersifat ide dan agama lebih bersifat keyakinan. Agama bukan hanya usaha untuk mencapai kesempurnaan, bukan pula moralitas yang tersentuh emosi. Agama bergerak dari individu ke masyarakat. Dalam geraknya menuju pada realitas penting yang berlawanan dengan keterbatasan manusia.

    Baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empirik) dan percobaan.

    Adapun Bahanuddin Salam dalam bukunya memberikan gambaran bahwa titik persama antara filsafat, ilmu dan agama adalah; Ketiganya merupakan sumber atau wadah kebenaran (objektivitas) atau bentuk pengetahuan. Dalam pencarian kebenaran (objektifitas) ketiga bentuk pengetahuan itu masing-masing mempunyai metode, sistem dan mengolah objektivitas lengkap sampai tuntas. Selanjutnya, ilmu pengetahuan bertujuan mencari kebenaran tentang mikro-kosmos (manusia), makrokosmos (alam) dan eksistensi Tuhan (Allah). Agama bertujuan untuk kebahagiaan umat manusia dunia akhirat dengan menunjukkan kebenaran asasi dan mutlak, baik mengenai mikro-kosmos (manusia), makro-kosmos (alam), maupun Tuhan.

    Disamping adanya titik persama antara filsafat, ilmu dan agama terdapat juga perbedaan antara ketiganya sebagai berikut; sumber kebenaran pengetahuan dan filsafat adalah sama, keduannya dari manusia itu sendiri dalam arti pikiran, pengalaman dan intuisinya, oleh karena itu disebut juga bersifat horizontal dan immanent (tetap ada). Sumber kebenaran agama adalah Allah, karena itu juga disebut bersifat vertikal dan transcendental (sulit dipahami). Dilihat dari sisi Approach (pendekatan) kebenaran ilmu pengetahuan dengan jalan riset, pengalaman dan percobaan sebagai tolak ukurnya. Sedangkan pendekatan kebenaran filsafat dengan jalan perenungan (contemplasi) dari akal budi atau budi murni manusia secara radikal, sistematis dan universal tanpa pertolongan dan bantuan dari wahyu Allah. Pendekatan kebenaran agama dengan jalan berpegang kepada wahyu Allah. Selanjutnya, sifat kebenaran pengetahuan adalah positif sampai saat ini dan relatif. Ilmu pengetahuan dinilai dengan keraguan (?), setelah meyakini kebenarannya lalu menyetujuinya (!) dan sesudah meyakininya lantas bertanya lagi yang dimanifestasikan dalam bentuk riset, pengalaman dan percobaan (?). Jadi kode rumus ilmu pengetahuan ialah “? ! ?”.

    Sedangkan sifat kebenaran filsafat adalah spekulatif yaitu suatu perenungan yang mengakar (radikal) menyeluruh (integral) dan menyemesta (universal), juga bersifat relatif. Dimuali pula dengan keraguan (?), setelah yakin lalu setuju (!), dan setelah itu ragu dan bertanya lagi (?) untuk mencari jawaban yang lebih mendalam. Kode rumus filsafat adalah “? ! ?”.

    Sifat kebenaran agama adalah mutlak (absolut) karena bersumber dari zat Yang Maha Besar, Maha Mutlak, Maha Sempurna, Maha Bijaksana yaitu Allah. Dimuali dari keimanan dan keyakinan (!), setelah iman dan yakin menyelidiki kebenaran yang mutlak itu (?) setelah konsisten antara keimanan dan keyakinan dengan hasil penyelidikannya, maka terjadilah pendalaman keimanan dan keyakinan itu yang disebut Taqwa (!). jadi kode rumus agama ialah “! ? !”.

    Sedangkan, Tujuan ilmu pengetahuan itu hanya bersifat teoritis, demi ilmu pengetahuan dan umumnya pengamalanya untuk tujuan ekonomi praktis atau kenikmatan jasmani manusia. Tujuan filsafat adalah kecintaan kepada pengetahuan yang bijaksana (sophos) dengan hasil kedamaian dan kepuasan jiwa yang sedalam-dalanya. Tujuan agama adalah kedamaian, keharmonisan, kebahagiaan, keselamatan, keselarasan dan keridhaan.

    Kesimpulan

    Dari paparan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa;
    filsafat adalah “Ilmu yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika”,

    Dan masih banyak pengertian filsafat yang diutarakan para filosof. Perbedaan definisi filsafat tersebut disebabkan oleh berbedanya konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu karena perbedaan keyakinan hidup yang dianut mereka.Namun, meskipun demikian, dari beberapa ungkapan para filosof di atas, dapat diambil benang emas bahwa filsafat itu titik tekannya adalah “Kebenaran”.]

    Agama adalah “Sistem kepercayaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan agama tersebut”.
    Baik agama maupun filsafat pada dasarnya mempunyai kesamaan, keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mencapai kebenaran yang sejati, agama yang dimaksud disini adalah agama samawiy yaitu agama yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi dan Rasul-Nya. Dibalik kesamaan itu terdapat pula perbedaan antara keduannya. Dalam agama ada beberapa hal yang sangat penting misalnya Tuhan, kebajikan, baik dan buruk, surga dan neraka dll. Hal-hal tersebut diselidiki pula oleh filsafat. Oleh karena hal tersebut ada atau paling tidak mungkin ada.

    Ilmu merupakan suatu “Cara berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diadakan”.

    Antara filsafat dan ilmu keduannya saling berhubungan, berdasarkan suatu asumsi bahwa keduannya merupakan kegiatan manusia. Kegiatan manusia dapat diartikan dalam prosesnya dan juga hasilnya. Dilihat dari hasilnya, filsafat dan ilmu merupakan hasil berfikir manusia secara sadar, sedangkan dilihat dari segi prosesnya, filsafat dan ilmu menunjukkan suatu kegiatan yang berusaha untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan manusia (untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan), dengan mengunakan metode atau prosedur tertentu secara sistematis dan kritis.

    Dan dapat dijelaskan juga bahwa ilmu adalah bagian dari pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secra empiris. Sementara pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense yang belum tersusun secara sistematis baik mengenai metafisik maupun fisik. Penulis juga menyimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu sehingga filsafat ilmu perlu menjawab persoalan ontologis (obyek telaah), epistemologis (proses, prosedure, mekanisme) dan aksiologis (untuk apa).

    Dapat ditarik pemahaman bahwa, baik ilmu, filsafat atau agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu “kebenaran”. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empirik) dan percobaan.

    Demikianlah makalah ini disajikan dengan harapan menambah wawasan kita bersama tentang relasi filsafat, ilmu dan agama.

    DAFTAR PUSTAKA

    Audah, Ali. Khazanah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1999.
    Bakar, Osman. Hirarki ilmu: Membangun Rangka Berfikir Islamnisasi Ilmu. Bandung: Mizan. 1990.
    Bahanuddin, Nunu. Islam dan paradigma Keilmuan. Yogyakarta: Interpena, 2009.
    Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.
    Hatta, Moh. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: UI-Press. 1986.
    Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1990.
    Nasution, Harun. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang. 1991.
    Poerwantana, A Ahmadi. Seluk-Beluk Filsafat Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1994.
    Russell, Bertrand Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
    Saefuddin, A.M.. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamnisasi. Bandung: Mizan. 1998.
    Salam, Bahanuddin. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara. 2005.
    Sumantri, Jujun S. Suria. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan. 2000.
    Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: Rosda Karya. 2002.
    ——————-Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Rosda Karya. 2004.

  • Reformasi Indonesia – Akhir Era Orde Baru

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional.Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.

    Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan.Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi.Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan.Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.

    Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Reformasi di Indonesia.

    Bab II. Pembahasan

    A. Sejarah Awal Lahirnya Reformasi

    Reformasi merupakan suatu perubahan catatan kehidupan lama catatanan kehidupan baru yang lebih baik.Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial[2]. Dengan demikian, reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan kehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru.

    Persoalan pokok yang mendorong atau menyebabkan lahirnya reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan garam mengalami kenaikan yang tinggi. Bahkan, warga masyarakat harus antri untuk membeli sembako itu.

    Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu dan tidak terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari kenyataan. Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya terhadap pemerintahan Orde Baru.
    Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Oleh karena itu, tujuan lahirnya reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi.Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru[3].Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

    Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil.Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, seperti berikut ini:

    a. Krisis politik

    Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru.Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila.Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya.Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa.

    Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari penguasa, oleh penguasa, dan untuk penguasa.Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:

    Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).

    Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.

    Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.

    Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.

    Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapipemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
    b. Krisis hukum
    Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik.Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi.Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan.
    Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa.Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)’.
    c. Krisis ekonomi
    Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia.Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia.Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat.
    Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:

    Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.

    Industrialisasi, pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia.Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata).

    Pemerintahan Sentralistik, pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat.
    d. Krisis sosial
    Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama.Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah.
    Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial.Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.

    e. Krisis kepercayaan
    Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto.Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.
    Kronologi Peristiwa Reformasi[6]
    Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi dapat dipaparkan sebagai berikut:
    a. Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J. Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Suharto membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII.
    b. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.
    c. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran[7].
    d. Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar[8].
    e. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR.
    Pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul di alun-alun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, guna mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII.
    f. Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto mengundurkan diri’.
    g. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Suharto.
    h. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden Suharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI.Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh Ketua MA[9].
    Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:

    1. Adili Suharto dan kroni-kroninya,
    2. Laksanakan amandemen UUD 1945,
    3. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI,
    4. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluasluasnya,
    5. Tegakkan supremasi hukum,
    6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
      B. Kebijakaan Dan Kepemimpinan Presiden Habibie, Gus Dur, Megawti, Dan Susilo Bambang Yudhayono
      a. Presiden Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf Habibie
      Tanggal 21 Mei 1998, ProfDr. Bacharuddin Jusuf Habibie, terpilih menjadi Presiden ke 3 Indonesia, dalam waktu singkat masa pemerintahannya, B J Habibie menunjukan prestasi kerjanya yang sangat menakjubkan. Berhasil menyelamatkan krisis moneter dan melengkapi lahirnya Bank Mu’amalah pada masa Presiden Soeharto, dengan ditambahkan Bank Syariah. Hal ini sebagai pertanda Presiden Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf Habibie, tidak dapat diragukan juga kedekatannya dengan Ulama dan Santri, apalagi sebagai pendiri Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia, ICMI yang pertama di Malang.
      Keberhasilan menciptakan Pesawat CN 35 yang mampu melakukan short take off and landing, hanya 400 meter, merupakan prestasi tanpa tanding, di kelasnya di dunia. Diikuti dengan penciptaan Air Bus 600 yang tercepat di dunia. Selain itu juga, telah merancang pesawat terbang yang tercepat di dunia, diumumkan oleh B.J. Habibie sejak awal pembentukan ICMI di Malang, suatu pesawat sipil dengan kecepatan jarak Jakarta NewYork hanya empat jam. Tentu, prestasi ini sangat mencemaskan eksistensi negara industri pesawat terbang, terutama dari negara adikuasa Barat. Sampai kini, pesawat produk dari Barat sekalipun, jarak Jakarta – Jeddah ditempuh selama delapan jam.
      Tambahan lagi, di bidang persenjataan, PINDAD yang dipimpin oleh Presiden Prof. Dr. B.J Habibie, mampu menciptakan senjata yang mempunyai jarak tembak 1.000 meter dan sangat akurat. Senjata produk barat, hanya mampu 750 meter jarak tembaknya. Senjata produk PINDAD melampaui produk pabrik senjata dari Barat.
      Pribadi Presiden Prof. Dr. B.J Habibie dengan kemampuan teknologinya yang tinggi prestasinya, belum pernah dimiliki oleh seorangpun dari Presiden Amerika Serikat Walaupun telah merdeka sejak 1775 hingga 2008 M dan terjadi pergantian 86 Presiden. Demikian pula negara barat lainnya, tidak mempunyai seorangpun Kepala Negarayang memiliki kemampuan menciptakan teknologi pesawat terbang baru. Andaikata rancangan pesawatnya dapat terwujud maka Indonesia akan menjadi negara yang memiliki kekuatan dirgantara yang luar biasa.
      Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
    7. masa depan Reformasi;
    8. masa depan ABRI;
    9. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
    10. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
    11. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
      Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
      a. Kebijakan dalam bidang politik Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
    12. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
    13. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
    14. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
      b. Kebijakan dalam bidang ekonomi Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
      c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
      d. Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
      b. K.H. Abdurrahman Wahid
      Apalagi dibawah pimpinan K.H. Abdurrahman Wahid, 23 Oktober 1999, Sabtu Legi, 13 Rajab 1420, hingga 22 Juli 2001, Ahad Wage, 1 Jumadi Awal 1422, terjadi goncangan situasi nasional di berbagai bidang, tak dpat dielakan. Dampaknya, masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid sangat pendek.
      Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu 1999), partai PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar 35%). Tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil presiden. Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR.
      Selain itu, di bawah Presiden K.H. Abdurrahman Wahid, dalam upayanya menarik kembali wiraniagawan Cina yang eksodus dari Indonesia, dengan cara menghidupkan kembali Kong Fu Tsu. Dengan cara ini, diharapkan proses pembauran Bangsa atau hubungan etnis Cina – Non-Pribumi dengan etnis Indonesia – Pribumi lainnya, akan semakin akrab.
      IAIN di ubah menjadi UIN dengan membuka fakultas dan jurursan yang sama dengan fakultas dan jurusan yang dikelola oleh perguruan tinggi dari Diknas. Dengan demikian, alumni pendidikan yang diselenggarakan Departemen Agama, dapat bekerja ke departemen manapun. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan IKIP berubah menjadi Universitas Pendidikan Indonesia – UPI[10].
      Selain itu, kepolisian tidak lagi menjadi satu kesatuan dengan ABRI. Kepolisian bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri Indonesia. Kementrian penerangan dan kementrian sosial ditiadakan. Sedangkan Departemen Agama yang pernah diusulkan oleh Rasuna Said dari kelompok komunis Tan Malaka, agar dibubarkan, tetap dipertahankan oleh Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Barangkali karena eksistensi Departemen Agama secara historis dirintis awalnya oleh ayahnya, Wachid Hasjim.
      Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri.Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.
      c. Presiden Megawati Soekarnopoetri
      Pembaharuan yang dilaksanakan secara drastis, menimbulkan kesulitan yang besar. Berakhirlah masa kepresidenan K.H. Abdurrahman Wahid. Akhirnya, sidang DPR-MPR memutuskan, mengangkat Wakil Presiden Megawati menjadi presiden, 23 Juli 2001.
      Kebijakan Presiden Megawati diantaranya:
      a. Memilih dan Menetapkan
      Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
      b. Membangun tatanan politik yang baru
      Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
      c. Menjaga keutuhan NKRI
      Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
      d. Melanjutkan amandemen UUD 1945
      Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
      e. Meluruskan otonomi daerah
      Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah. Tidak ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom Bali dan perebutan pulau Ligitan dan Sipadan.
      Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
      Demikian pula kehidupan lingkungan pesantren, melahirkan putra-putra terhormat bagi nusa dan bangsa. Lingkungan keluarga Pondok Pesantren Termas Pacitan Keresidenan Madiun, melahirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian pula, Wakil presiden Jusuf Kalla terlahir dari lingkungan kehidupan Pesantren di Makasar sebagai daerah pengaruh Waliullah Syech Yusuf.
      Dengan adanya pergantian sistem pemilihan langsung untuk Pemilu Presiden, pasangan Megawati – Hasyim Muzadi, PDIP-NU gugur karena hanya memperoleh 42.833.652 suara atau 39,09%. Sedangkan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla, Partai Demokrat – Partai Golkar, memperoleh suara rakyat mencapai jumlah 66.731.944 suara atau 60.91%.
      Susilo Bambang Yudhoyono- SBY diangkat resmi sebagai Presiden RI, dan Mohamad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, pada 20 Oktober 2004, untuk periode kepresidenan 2004-2009 M. Untuk kedua kalinya, Presiden dari TNI AD.[11]
      Kebijakan Presiden Ssusilo Bambang Yudhayono diantaranya
      a. Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
      b. Konversi minyak tanah ke gas.
      c. Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
      d. Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
      e. Buy back saham BUMN
      f. Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
      g. Subsidi BBM.
      h. Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
      i. Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008”.
      j. Pemberian bibit unggul pada petani.
      k. Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
      Masalah yang ada:
      a. Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
      b. Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
      c. Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
      d. Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
      e. Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
      f. Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.
  • Historiografi Islam

    Historiografi Islam merupakan penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang Islam baik kelompok maupun perorangan dari berbagai aliran dan pada masa tertentu. Tujuan penulisannya adalah untuk menunjukkan perkembangan konsep sejarah baik di dalam pemikiran maupun di dalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya disertai dengan uraian mengenai pertumbuhan, perkembangan dan kemunduran bentuk-bentuk ekspresi yang dipergunakan dalam penyajian bahan-bahan sejarah. Kebanyakan karya-karya Islam banyak ditulis dalam bahasa Arab, dan banyak pula yang berbahasa lain seperti Persia dan Turki.
    Adapun hal-hal yang mendorong perkembangan pesat bagi penulisan sejarah Islam adalah:

    Konsep Islam sebagai agama yang mengandung sejarah Nabi Muhammad SAW adalah sebagai puncak dan pelaksanaan suatu proses sejarah. Nabi juga merupakan pembaharu sosial agama yang melaksanakan kenabiannya dan untuk memberikan tuntutan bagi masa depan. Jadi nabi telah menyediakan suatu kerangka bagi suatu wadah sejarah yang sangat luas untuk diisi dan ditafsirkan oleh para sejarawan.

    Adanya kesadaran sejarah yang di pupuk oleh Nabi Muhammad. Peristiwa sejarah masa lalu dalam seluruh manifestasinya, sangat penting bagi perkembangan peradaban Islam. Apa yang dicontohkan oleh Nabi semasa hidupnya merupakan kebenaran sejarah yang harus menjadi suri tauladan bagi umat Islam selanjutnya. Kesadaran sejarah yang besar ini, menjadi pendorong untuk penelitian dan penulisan sejarah.

    Ada beberapa tahap perkembangan dalam menciptakan mekanisme sejarah tersebut, yaitu pada awalnya informasi disampaikan secara lisan, dan kemudian metode penyampaian lisan ini (oral transmission) dilengkapi dengan catatan tertulis yang tidak dipublikasikan, yaitu semacam pelapor catatan.
    Makalah ini akan berusaha memberikan penjelasan tentang bentuk-bentuk dasar historiografi Islam, yaitu khabar, analistik, thabaqat dan nasab atau silsilah serta pengaruh corak penulisan historiografi islam.

    A. Bentuk-Bentuk Dasar Historiografi Islam

    Bentuk dasar berposisi sebagai karakter awal penulisan sejarah dalam tradisi Islam. Bentuk-bentuk ini merupakan kerangka penulisan sejarah yang berisi kisah-kisah, syair-syair dan bait puisi. Pendapat umum para peneliti historiografi tentang beberapa genre awal penulisan sejarah di kalangan Islam dan Arab, adalah meliputi khabar, annalistik (kronologis), catatan dinasti, thabaqat dan nasab[1].

    a. Khabar

    Bentuk historiografi Islam yang paling tua yang langsung berhubungan dengan cerita- cerita perang dengan uraian yang baik dan sempurna yang biasanya mengenai suatu kejadian yang kalau ditulis hanya beberapa halaman saja, dinamakan Khabar. Di dalam konteks karya sejarah yang lebih luas perkataan khabar sering dipergunakan sebagai laporan, kejadian atau certita[2]. Konon, penduduk Yaman telah mencatat sejarah para penguasa mereka lewat ukiran- ukiran atau relief yang dipahatkan pada bangunan- bangunan. Demikian pula dengan para penguasa Hirah di Irak yang mencatat sejarah kejadian mereka di dinding bangunan dan tempat peribadahan.

    Di dalam penulisan sejarah ada tiga hal yang merupakan ciri khas bentuk khabar:

    dalam khabar tidak ada hubungan sebab akibat di antara dua atau lebih peristiwa- peristiwa. Tiap- tiap khabar sudah melengkapi dirinya sendiri dan membiarkan saja cerita itu tanpa adanya dukungan rerfensi yang lain sebagai pendukungnya.

    sesuai dengan ciri khasanya yang sudah berakar jauh sebelum Islam maka cerita- cerita perang, bentuk khobar tetap dengan mempergunakan cerita pendek, memiliki situasi dan peristiwa yang disenangi menyalahi kejadian yang sebenarnya. Peristiwa yang selalu disajikan dalam dialog antara pelaku peristiwa, sehingga meringankan ahli sejarah melakukan analisa terhadap peristiwa itu kepada pembaca. Menyajikan peristiwa perang dengan lengkap, merupakan bacaan yang menyenangkan namun peristiwa yang sebenarnya tetap menjadi terselubung.

    bentuk khabar cukup bervariasi, sebagai cerita pertempuran yang terus-menerus dan sebagai suatu ekspresi yang artistik, khabar juga disajikan dalam bentuk puisi serta syair-syair. Banyak sedikitnya syair tergantung kemauan dan ekspresi psikologis penulis.

    Bentuk khabar di dalam berbagai ragamnya terdapat pula dalam sejarah Muslim, walaupun mereka membatasi kepada catatan peristiwa-peristiwa saja atau menulis nama-nama tanpa ada penjelasan lanjut. Sebagaimana bentuk-bentuk dasar lainnya, jarang sekali muncul apa yang disebut bentuk murni. Biasanya selalu dikombinasikan dengan unsur-unsur lain dalam penulisan sejarah. Sehingga, sebagai misal, dalam menyajikan biografi Nabi Muhammad sudah dilengkapi dengan nasab (silsilah) dan informasi lain seperti daftar nama sahabat yang berjasa dan dikenang dalam perjuangannya.

    Ilmuwan sejarah yang menulis dalam bentuk khabar ini diantaranya adalah: Abu Mihnaf Luth Ibn Yahya (w. 774 M) dan al-Haitsam Ibn ‘Adi (w. 821 M) yang karyanya berupa kumpulan monograf dalam bentuk khabar dan nasab. Juga terdapat nama ‘Ali Ibn Muhammad al-Madaini (w. 831 M) yang salah satu karyanya berjudul Al-Murdifat min Quraisy (Wanita Quraisy yang Poliandri). Selanjutnya, pada tahun-tahun kehidupan penulis itu pula historiografi dalam bentuk khabar sebagai bentuk yang berdiri sendiri dalam sejarah mulai berakhir, bentuk selanjutnya mengarah pada kronologi[6].

    b. Analistik

    Kalau sebelumnya para sejarawan Islam menulis peristiwa- peristiwa sejarah secara acak dan tidak berurutan, dalam perkembangan seterusnya para sejarawan kemudian menggunakan dua metode penulisan, yaitu:

    metode penulisan sejarah berdasarkan urutan tahun (Hawliyat, Annalistic) dan metode penulisan sejarah berdasarkan tema (tematik).

    Analistik berasal dari kata dasar anno (tahun). Historiografi dalam bentuk analistik merupakan bentuk khusus penulisan sejarah dengan menggunakan kronologis, yaitu pencantuman kejadian tiap tahun. Biasanya dimulai dengan kalimat “dalam tahun pertama” atau “ketika masuk tahun kesembilan”. Penyajian dalam bentuk ini sepenuhnya berkembang pada masa al-Thabari (wafat 310 H). Karya sejarah permulaan terbit pada dasawarsa pertama abad ke-10 M dan diteruskan sampai tahun 915 M[8].
    Al-Thabari bernama lengkap Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir ibn Yazid al-Thabari al-‘Amuli, adalah seorang penulis sejarah yang terkemuka. Namun pada masanya beliau lebih dikenal sebagai ahli fiqih, bahkan Ibn Nadhim mensejajarkannya dengan imam Malik dan Syafi’i. Dalam perjalanan hidupnya, banyak kitab yang telah dikarang, seperti Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Adab al-Manasik, Adab al-Nufus dan Tahdzib Atsar. Oleh banyak pemerhati historiografi Islam ia sering dipandang sebagai sejarawan muslim yang pertama menghasilkan metode hawliyat atau analistik.

    Namun, sebelum al-Thabari juga telah berkembang penulisan dalam bentuk analistik. Sejarah bentuk analistik tertua yang masih ada adalah:

    Sejarah Khalifah Ibn Hayyat yang ditulis sampai tahun 847 M sebagai bentuk analistik yang memulai uraiannya mengenai arti tarikh dan uraian singkat mengenai sirah nabawiyah,

    Kitab sejarah dari Ya’qub ibn Sufyan (wafat 891 M) yang ditulis berdasar urutan tahun dengan beberapa kutipan.

    Sejarah dari Ibn Abi Haitsamah (wafat 893 M)[10]. Contoh bentuk analistik ini, di antaranya ditunjukkan oleh Ibn Hajar yang berjudul al-Durar al-Kaminah fi A’yan al-Miati al-Saminah yang menyajikan biografi tokoh-tokoh terkemuka, termasuk guru-gurunya yang disusun menurut hijaiyah yang terdiri dari dua bagian, pertama disajikan menurut riwayah dan kedua dengan cara dirayah, sesuai tahun mereka meninggal.

    Penulisan bentuk analistik, awalnya menggunakan klasifikasi tahun, sementara penyebutan bulan sangat sedikit. Terjadi pengecilan scope lintasan waktu, pada abad 14 dan 15 pasca Kristus, pengecilan itu mencapai hitungan bulan dan hari. Sedangkan kristalisasi historiografi seratus tahunan (seabad) berlaku sampai akhir abad ke-13 masehi. Untuk pertama kali, perkataan “qarn” (abad) muncul dalam judul yang berhubungan dengan abad itu, misalnya karya Ibn al-Fuwaithi dan Lisanuddin ibn al-Khatib[11].

    c. Thabaqat

    Thabaqat berarti lapisan. Transisi masyarakat dari satu lapisan atau kelas dalam penggantian kronologis generasi mudah dilakukan. Sebagaimana qarn yang mendahului arti thabaqat, yang dalam penggunaannya berarti generasi. Ahli-ahli leksikografi mencoba menetapkan ukuran panjang yang pasti dari thabaqat. Sebagian mereka menentukan suatu lapisan generasi itu 20 tahun sedang lainnya 40 tahun. Ada juga yang berpendapat thabaqat itu lamanya 10 tahun[12].

    Untuk memudahkan refrensi, sejarah bentuk biografi disusun dalam kelompok- kelompok( kelas) yang biasa disebut thabaqah. Thabaqat mencakup orang- orang yang telah wafat dalam waktu yang kira- kira sama[13]. Dalam tradisi Islam sendiri, thabaqat merupakan sesuatu yang amat lazim. Terutama jika merujuk pada sejarah Muhammad; dalam lingkaran dan lintasan waktu perkembangan agama Islam, terdapat lapisan shahabat, tab’in, tabi’ al-tabi’in dan seterusnya. Hal ini berhubungan dengan kritik isnad dalam ‘ulum al-hadits.

    Pada mulanya, sebagai contoh dalam karya ibn Sa’ad, penyusunan thabaqat dipergunakan sebagai biografi para penguasa yang penting dalam pemindahan hadits. Dalam sejarah lokal, semacam karya Washal Sejarah Wasith di dalamnya hanya dibatasi para perawi hadits. Kemudian dapat dipergunakan untuk kelas-kelas kelompok pribadi terutama yang tergolong ulama. Selanjutnya juga digunakan untuk klasifikasi kejadian-kejadian sebagaimana yang terdapat dalam kitab al-Dzahabi yang berjudul Tarikh al-Islam wa Thabaqati Masyahir al-‘Alam. Yang penting dalam karya thabaqat ini ialah untuk memperoleh suatu gambaran yang nyata tentang apa yang sebenarnya harus dicari dan diteliti. Dalam karya Abu Ishaq yang berjudul Thabaqat al-Fuqaha’ seseorang menginginkan sebanyak mungkin informasi, sehingga memungkinkan mereka untuk mendapatkan biografi tokoh dalam suatu wilayah dan lokasi.
    Cara alfabetis penyusunan biografi ini banyak memberikan kemudahan bagi generasi selanjutnya. Dalam kitab al-Dibaj yang disusun oleh Ibn Farhun (abad 14 M), ulama-ulama Malikiyah diuraikan sesuai nama mereka, dan ini dibagi lagi ke dalam thabaqat kemudian thabaqat disusun menurut geografis[14].

    d. Silsilah

    Selama dua abad pertama periode Islam, hubungan famili yang sudah merupakan suatu yang sangat penting pada masa sebelum Islam di dalam masyarakat Arab masih tetap berlaku. Suku Quraisy dan bani Hasyim serta keturunan Ali atau keturunan dari pahlawan- pahlawan Islam tetap mendapatkan posisi penting dalam masyarakat. Karena itu lapangan pekerjaan yang penting selalu diperuntukkan kepada mereka yang berasal dari keturunan terkemuka.

    Nasab atau silsilah adalah catatan silsilah keluarga. Bagi orang Arab, menjaga jalur keturunan, terutama bagi yang mempunyai nenek moyang tokoh terhormat menyebabkan mereka harus menuliskannya. Keuntungan posisi dan status sosial ekonomi kadang membuat orang menyalahgunakan nasab ini. Nasab, kemudian menjadi bentuk dasar bagi historiografi Islam.Selama abad kedelapan dan sembilan

    masehi, para ahli filsafat sejarah kuno, pada saat yang bersamaan juga merupakan ahli dalam bidang garis keturunan. Karya-karya mereka merupakan bentuk khabar yang berisi kumpulan berbagai kelompok kabilah (suku). Salah satu monograf yang berkenaan dengan garis keturunan yang mula-mula sekali adalah Kitab Hadzfu min Nasab Quraisy mengenai keluarga kecil suku Quraisy tanpa nabi Muhammad yang disusun oleh Mu’arrij ibn ‘Amr al-Sadusi. Selain itu terdapat nama al-Zubair ibn Abu Bakkar (w. 870 M) yang menulis kitab berjudul Nasab Quraisy, walaupun kitab ini lebih banyak membahas budi pekerti orang Quraisy daripada pohon keluarganya. Sebuah kitab dari al-Baladzuri berupa biografi tokoh berjudul Kitab al-Ansab didominasi biografi khalifah. Bentuknya adalah khabar dan historiografi dinasti.

    Bentuk penulisan nasab ini ada dua. Penulis bermadzhab Syi’ah, Tajuddin ibn Muhammad dalam pengantarnya untuk kitab Ghayat al-Ikhtishar fi Akhbari al-Buyutati al-‘Alawiyah, memasukkan dua macam penyajian untuk informasi garis keturunan, yaitu bentuk pohon dan bentuk datar/lajur (mabsuth).

    Sebenarnya, orang-orang Arab sejak masa lalu telah terbiasa membuat jalur keturunannya sendiri, dan ini merupakan cabang ilmu pengetahuan yang khusus dan seringkali dihubungkan dengan syair. Kebanggaan keluarga, sangat tergantung pada apa yang telah dilakukan nenek moyangnya dalam peristiwa ayyam al-A’rab (perang antara kabilah Arab) maupun peristiwa lain dan itu disusun dalam bentuk syair.

    Seorang sejarawan muslim India, Nizar Ahmed Faruqi dalam disertasinya berjudul Early Muslim Historiography (1979) menyatakan bahwa nasab merupakan salah satu sumber bagi penyusunan historiografi Islam, dengan mengambil dasar dari al-Quran surat al-Hujurât ayat 13.

    B. Pengaruh Corak Penulisan Historiografi Islam

    Gesekan budaya antara Islam yang baru lahir dan berkembang dengan bangsa oukimene (berperadaban) yang lain menyebabkan historiografi Islam sedikit banyak mengambil corak dari filsafat dan budaya intelektual yang diterjemahkan maupun dikutip oleh penulis-penulis sejarah muslim. Pada masa kekhalifahan al-Makmun, ketika penerjemahan naskah Yunani dengan materi filsafat dan sejarah digalakkan melalui institusi Dar al-Hikmah itu, perkembangan penulisan sejarah juga makin marak.

    a. Pengaruh Yunani

    Dalam bentuk analitik, historiografi Yunani memberikan pengaruh besar. Kronik Yunani pada periode itu ketika Islam datang menyajikan bentuk historiografi analitik secara jelas melalui penulis muslim kontemporer. Ketika itu Ioannes Malalas, menggunakan struktur analitik sehubungan kekuasaan kaisar-kaisar. Terdapat juga data-data tentang sarjana-sarjana, filosof dan pemimpin gereja walaupun pada saat yang sama mereka juga politikus.

    Yang menarik justru pernyataan Muin Umar, bahwa tidak pernah ada naskah klasik historiografi Yunani yang pernah sampai ke dunia Arab. Alasan yang dikemukakan adalah kecurigaan dari para ulama terhadap literatur sejarah lebih dari literatur pengetahuan lainnya. Selain juga kurikulum Yunani-Persia sangat jarang dimasukkan dalam pendidikan tinggi Islam.

    Model Yunani ini, masuk dalam lingkar intelektual Islam melalui Syiria, dimana mayoritas beragama Kristen yang sering melakukan kontak dengan masyarakat luar seperti Yunani dan Byzantium. Dari segi jumlah, kurang tepat bila disebutkan bahwa historiografi analitik Islam pada mulanya berasal dari model Syiria dan Yunani. Hal ini lebih karena masuknya orang-orang Kristen ke dalam Islam.

    Terdapat sebuah naskah sejarah Yunani, Akhbar al-Yunaniyiin, yang bentuk, isi dan penulisannya tidak begitu jelas. Menurut riwayat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Habib ibn Bahrez dari Mosul Irak, yang hidup di masa al-Makmun dan penerjemahannya dilakukan oleh Hamzah al-Isfahani dan Qadli Waqi’ (wafat 918 M).

    b. Pengaruh Byzantium

    Dalam konteks persentuhan dengan Byzantium, lebih banyak berasal dari penganut agama Kristen yang berbangsa Arab sehingga interaksi dengan kaum muslimin cukup sering dan terjadi transfer pengetahuan terhadap mereka. Peradaban Byzantium yang Kristen itu cukup memperhatikan penulisan sejarah, dan mereka cukup respek jika literatur historiografi menempati posisi yang besar dalam literatur Byzantium. Perlu disebutkan bahwa Bibliotheca of Photius abad sepuluh masehi, sebagian besar mencurahkan uraiannya mengenai sejarah dari segala sisi.

    Persentuhan dengan Byzantium melalui Syiria ini mencatatkan Kronik Edessa pada abad keenam masehi yang merupakan karya analitik. Juga oleh Jacob van Edessa pada abd ke-7 M yang mahir menuliskan tentang peristiwa alam, bencana, gempa, kekeringan, hama dan sebagainya. Walaupun dia mengalami kesulitan kronologis karena adanya perbedaan almanak dalam naskah klasik terakhir.

    Informasi bagi orang Islam sekitar orang Romawi dan raja-raja Kristen kembali kepada sumber-sumber Yunani Kristen atau Syiria, demikian pula mengenai Perjanjian Lama dan Baru, juga berita tentang raja-raja Babylonia dan Asyiria juga kembali pada sumber-sumber Kristen.

    c. Pengaruh Persia

    Sebenarnya, bukti yang tersedia tentang bentuk historiografi Persia abad tujuh masehi sangat kurang. Ketiadaan ini menyebabkan kesulitan penentuan penggunaan bentuk analitik dalam historiografinya. Banyak yang menganggap, pendapat yang menekankan pengaruh Persia pada keaslian histoiografi analitik Islam telah gugur. Namun kita masih dapat melacak adanya pengaruh yang tidak kecil dalam konsepsional penulisan sejarah Islam.

    Dalam contoh ini adalah penulisan sejarah Raja-raja. Shiddiqie memberikan argumentasi dengan data masuknya tradisi intelektual Persia dalam khazanah Islam. Bahkan buku Persia berjudul Khuday-nama—yang merupakan kisah raja-raja, dan dianggap menjadi buku patokan penulisan biografi Arab—telah masuk dalam historiografi Arab satu abad sebelum Ibn Mukhaffa (w. 139 H). Pengaruh Persia ini cukup negatif. Banyak kisah dalam Khuday-nama yang memuat mitos pribadi dan spekulasi pendeta, juga legenda-legenda Avestik dan roman Iskandar bahkan cerita-cerita tradisi asli Sasanian sering disepuh dengan epik dan retorika.

    Bentuk- bentuk dasar historiografi Islam seluruhnya berkembang pada abad- abad permulaan Islam, dan perkembangan itu bervariasi sesuai dengan kondisi masyarakat Islam pada waktu itu. Selanjutnya tidak banyak lagi mengalami perkembangan yang menonjol termasuk penciptaan bentuk-betuk baru, kecuali penulisan yang berbentuk puisi, yang menurut beberapa pendapat merupakan salah satu sarana sejarah.
    Kalaupun ada perkembangan pada abad-abad selanjutnya, ini pun karena ditunjang oleh disiplin ilmu lainnya sehingga muncul bermacam variasi di dalam penulisan-penulisan sejarah.
    DAFTAR PUSTAKA

    Abdul, Ghani Yusri Abdullah. 2004. Historiografi Islam : Dari Klasik Hingga Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
    Abdullah, Taufik. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi. Jakarta: PT Gramedia.
    Umar, Muin. 1991. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali Press.
    Yatim, Badri. 1998. Historiografi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
    http://jelajahsemesta.blogspot.com/2008/05/terpengaruh-budaya-non-arabbentuk-dasar.html

  • Makalah Sejarah Lahir dan Runtuhnya Orde Baru

    Orde Baru – Kelahiran dan Keruntuhan

    Bab I. Pendahaluan

    Setiap masyarakat manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan yang dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok .ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas ,serta ada pula perubahan-perubahan terbatas maupun yang luas serta ada pula perubahan yang lambat sekali ,tetapi ada pula yang berjalan cepat perubahan-perubahan lainnya terdapat dalam kehidupan masyarakat dengan membandingkannya membandingkanya dengan susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada waktu yang lampau perubahan –perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial ,norma-norma ,pola sosial pola prilaku,organisasi,susunan-susunan lembaga kemasyarakatan ,lapisan-lapisan dalam masyarakat kekuasaan dan warganegara interaksi sosial dan lain sebagainya

    Sebagai perlu diketahui terlebih dahulu kita ketahui perubahan-perubahan dibidang manakah yang akan terjadi nanti sebagai dari pembahasan dan sebagai salah satu contoh perubahan sosial diindonesia diantaranay adalah perubahan orde baru kepada reformasi sebagai contoh salah satu perubahan sosial .perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu namun dewasa ini perubahan –perubahan tersebut berjalan dengan sanagat cepat sehinga membingungkan manusia yang mengdapinya ,yang sering berjalan secara secara konstan ia memang terikat oleh waktu dantempat perubahan dilihat secara terus meneus walau diselingi oleh masyarakat di reorganisasi unsure-unsur struktur masyarakat struktur yang terkena perubahan

    Banyak yang mendefinisikan perubahan sosial pritirim A.srokin berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan adanya suatau kecenderungan yang tertentu yang tetap dalam perubahan sosial yang tidak berhasil dengan baik.

    Dari pernyataan perubahan diatas, penulis ingin mengetahui peralihan orde baru menjadi reformasi sebagai salah satu perubahn sosial.

    1. Later belkang orde baru.di tinjau dari perubahan
    2. Pemerintahan yang dijalankan dimasa ordebaru.sebagai perubahan dari orde lama
    3. Jatuhnya pemerintahan orde baru.akibat dari perubahan
    4. Latarbelakang reformasi menginginkan perubahan .

    Bab II. Pembahasan

    A. Latar belakang lahirnya orde baru

    Setelah penumpasan PKI,masyarakat marah menuntut agar PKI beserta ormasnya di bubarkan dan segala tokohnya di tuntut agar diadili.sehinga pada tanggal 8 oktober 1963 terjadilah demontrasi besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam KAMI (kesatuan aksi mahasiswa inonesia) ( menuntut pertangung jawaban PKI.oleh karena itu mahasiswa dan pelajar dan masyarakat luas beserta ABRI menduduki kantor PKI dengan mengajukan tiga tuntutan yang disebut tritura (tiga tuntutan rakyat)isi tritura tersebut berisi:

    1. Bubarkan PKI
    2. Bersihkan cabinet dari unsure-unsur PKI
    3. Turunkan harga-harga.

    Dengan menajamnya situasi yang semakin kacau presiden Soekarno lang sung mengadakan siding cabinet guna menyelesaikan pergolakan politik yang semakin kritis .dengan menstrukturisasi cabinet dwikora menjadi cabinet dwikora yang disempurnakan dan dikenal dengan cabinet “100”mentri cabinet tersebut ternyata masih cenderung mendukung PKI ,pada tangal 24 februari 1966 terjadi demo mahasiswa besar-besaran sehinga bentrok dengan pasukan pengawal president ,sehinga mengakibatkan gugurnya seorang mahasiswa univarsitas Indonesia.melihat situasi tersebut pada tanggal 26 februari 1966.presiden soekarno membubarkan KAMI dan menutup kampus UI.

    Pada tangal 11 maret 1966,istana Negara dilangsungkan siding cabinet Dwikora yang disempurnakan disela siding komandan paspempres cakrabirawa ,brikjen subur ,bahwa diluar isttana Bogor ada pasukan yang mencurigakan ,mendengar laporan bahwa diluar istana preside nada pasukan yang mencurigakan mendengar laporan tersebut presiden soekarno langsung menyerahkan siding kepada wakil perdana mentri II Dr.J,leimena .setelah itu presidenlangsung menuju bogor.

    Bila ditinjau dari aspek perubahn lahirnya orde baru menginginkan rakyat Indonesia agar para pemimpin Indonesia dalam menjalankan pemerintahan itu dengan bersih dari antek PKI,sebagai ancaman.nah disini perubahan yang beransur lama,perubahan yang membutuhkan wktu cukup lamadan rentetan kecil yangsaling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi,namun peralihan ini lebih pada perubahan dengan bentuk yang sedikit melenceng,dan perubahan ini lebih bersifat cepat karena ingin menumpas PKI, serta tokohnya,jadi ored baru adalah pelengkap dari orde lama yang telah di jalankan oleh presiden suekarno.dan perubahan ini termasuk dikehendaki karena pemerintahan soekarno lebih condong pada PKI, sehinga presiden suekarno memberikan kewenangan terhadap letjen soeharto sehingga beliau memiliki kewanangan hukum dalam menjalankan tugas sehinga dia berani mengambil tindakan membubarkan PKI. Iilah perubahan yang diperkirakan oleh pihak-pihak yang ingin mengadakan perubahan didalam Negara pihak-pihak yang diberikan kepercayaan dinamakan agent of change ,yaitu seorang atau kelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin atau satu lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.

    B. Pemerintahan yang dijalankan oleh orde baru sebagai perubahan dari orde lama.

    Semenjak orde baru berkuasa dan jendral sueharto sebagai presiden republic Indonesia di rencanakanlah kebijakan-kebijakan pembangunan-pembangunan,nasionalprogram cabinet pembangunan dikenal dengan istilah “pancaroba”yang isinya sebagai berikut:\

    Merencanakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak untuk berhasilnya rencana pembangunan limatahun kedepan (repita)

    1. Menyusun repita
    2. Melaksanakan penilihan umum selambat-lambatnya tahun 1971
    3. Mengikis sisa-sisa PKI.

    Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur Negara baik daerah atau pun pusat .

    Kebijakan stabilitas dan rehabilitas ekonomi yang dijalan kan olaeh pemerintah orde baru pada tahun 1966 sampai pada tahun 1968 membawa hasil yang lebih baik .laju inflasi dapat ditekan dari inflasi 650 % menjadi 120 %.pertahun dan terus menerus menjadi 85%.

    Bila ditinjau dari perubaha keberhasilan membangun Negara lebih berhasil orde baru karena kesetabilan dalam negri sudah dapat teratasi.namun bila dibandingkan dengan rejim orde lama sengat jauh ssekali dari baik,sehingga bisa dikatakan bahwa perubahan ini tidak dikehendaki oleh suekarno,karena masing-masing memiliki ambisi,inilah kebobrokan pemerintahan suekarno dalam menjalankan kepemimpinan nah inilah perubahan yang diinginkan oleh masyarakat karena perubahan ini perubahan ini bisa dikatakan perubahan yang bersamaan dilakukan antara direncanakan dan tida direncanakan ,antara dikehendakai dengan tidak dikehendaki,karena mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendakai.dengan demikian tidak mungkin diubahh tanpa adanya halangan masyarakat itu sendiri ,atau dengan kata lain perubahan dengan kata lain perubahan yang dikehendaki oleh masyarakat dengan cara mengadakan pada lembaga-lembaga sosial masyarakat atau dengan membentuk yang baru.

    C. Jatuhnya pemerintahan orde baru sebagai perubahan sosial .

    Rejim pemerintahan orde baru pimpinan sueharto ini adalah pemerintahan terlama sepanjang sejarah Indonesia selama 32 tahun memimpin selama 32 tahun berkuasa rejim ini telah berhasi dalam bidang pembangunan serta terasa oleh masyrakat Indonesia ,bisa dikatakan bahwa pembangunan itu sebagai prestasi dalam pemerintahan orde baru. Pimpinan soeharto akan tetepi persoalan yang ditingalakan oleh rejim ini sangat lah berat kategori kepemimpinannya telah masuk dalam kepemimpinan yang sangngat buruk persoalan-persoalan stiktural KKN,penegak suplemasi hukum yang sanngat lemah terhadap obligor konglomerat bermasalah karena krisis ekonomi pada tahun 1997 telah memaksa Indonesia di bawah kendali IMF.,merujuk bahwa pemerintahan orde baru telah gagal menjalankan amanat rakyat dan tekanan terhadap presiden soeharto untuk mengundurkan diri semakin besar rencana aksi besar-besaran tanggal 20 mei 1998 namun rencana ini gagal karena alasan keamanan akan tetapai di Yogyakarta berhasil melkukan aksi reformasi damai oleh mahasiswa. sehinga pada tanggal 21 mei 1998 dan dilantiklah wakil presiden B.J Habibie dan diambil sumpahnya oleh berakhirlah pemerintahan orde baru ketika para mahasiswa turun kejalan dan menduduki gedung MPR dan DPR menuntut pemerintahan orde baru mundur .

    Bahwa ini jelas perubahan yang terlaksana dengan direncanakan serta dikehendaki oleh masyarakat sebagai exspresi akibat dari kegagalan masa pemerintahan orde baru, karena telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan yaitu agen of change yaitu seseorang atau kelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin perubahan. Karena adanya factor yang mendorong perubahan ini desakan IMF dan amerika serikat karena pemerintahan presiden soeharto tidak membela kepentingan rakyat dan lebih mementingkan pribadi.sehinga melahirkan ketidak puasan terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu ,seperti naiknya harga dolar terhadap kurs rupiah serta krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998.memaksa untuk pemerintahan orde baru bubar digantikan dengan reformasi ,yang diinginkan seluruh masyarakat Indonesia .
    Disebabkan ketidak puasan aspirasi rakyat yang senan tiasa dihantui oleh rasa takut rejim orde baru yang otoriter dengan kekuasaan tangan besi telah meletakan rejim ini pada jurang kehancuran

    D. Reformasi Sebagai perubahan sosial dari pemerintahan orde baru

    Pencetusan reformasi olehmahasiswa dan rakyat Indonesia pada tangal 22 mei 1998 dari kalangan mahasiswa dan para intlektual bahwa bangsa indonesia harus melakukan reformasi secara total dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bermasyarakat

    Aksi damai yang dilakukan mahasiswa dengan gerakan moralnya menuntut agar dicabutnya paket UU politik ,yaitu paket UU.No1.tahun 1985 tentang pemilihan umum UU.No.3 tentang partai politik dengan golongan karya ,UU,No 2 tahun 1985 tentang susunan angota MPR,DPR,dan DPRD yang kemudian disempurnakan menjadi UU No 8 tahun karena selain desakan dari dalan negri juga desakan dari luar seperti krisis moneter yang mengglobal

    Selain itu juga masyarakat menuntut adanya reformasi dalam bidang hukum yaitu penegakan supermasi hukum ,peradilan terhadap orangorang yang terlibat KKN,dalam bidang ekonomi para reformis menuntut diadakan perbaikan ekonomi melalui restruktural dan rekapitulasi perbankan sementara itu,dalam bidang pers,reformis menuntut pembredelan pers dan penyederhanaan pemohonan SIUPP .serta ada indepedensi pers.

    Sedangkan posisi ABRI dengan dwifungsinya juga mendapat sorotan demonsstran ,mahasiswa sserta lembaga di kalangngan swadaya masyarakat menuntut di cabutnya dwifungsi ABRI pada intinya didalam reformasi ini ,masyarakat menghendaki demokratisasi dalam segala kehidupan sosial ,ekonomi dan politik ,ditegakanya aturan hukum yang sebenarnya ,serta dihormatinya hak asasi manusia
    Demonterasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa semakin berani menuntut sehinga pada akhirnya terjadi pengrusakan dan penjarahan dan presiden menumumkan kenaikan harga BBM, sehinga ongkos angkutan pada tanggal 4 mei 1998 menjadi naik dan pada puncaknya para mahasiswa terjadi pada tangal 12 mei 1998 di universitas trisakti Jakarta sehinga aksi damai yang dilakukan berubah menjadi aksi kekerasan sehingga menelan korban jiwa 4 orang mahasiswa tri sakti, namun Aksi damai yang dilakukan oleh mahasisiwa pada akhirnya berhasil dengan mundurnya presiden soeharto dari jabatanya sebagai presiden dan enyatakan mengundurkn diri sebagai presiden.sesuai dengan pasal 8 UUD 1945 ,apabila presiden mengangkat atau berhenti atau berhalangan maka kedudukan presiden diganti kedudukannya oleh wkil presiden .demontrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasisiwa semakin gencar dilakukan ,sehinga mahasiswa berani menduduki gedung DPR dan MPR.

    Dilihat dari peristiwa diatas adalah bentuk perubahan sosial :

    1. Perubahan lambat dan perubahan cepat .
    2. Perubahan kecil dan perubahan besar
    3. Perubahan yang dikehendaki (intended-change) serta perubahan yang direncanakan (planed-change)dan perubahan yang tidak dikehendaki (united-change)dan perubahan yang tidak direncanakan (Uplaned-change)

    Bentuk reformasi Indonesia adalah perubahan yang telah direncanakan sekaligus perpaduan perubahan perpaduan sangat cepat dari rejim orde baru menjadi rejim reformasi demokrasi sampai sekarang akibat dari ketidak puasn dan ketidak bebasan dalam menyampaikan aspirasi rakyat ditambah dengan tuntutan supremasi hukum atas banyaknya KKN.faktor perubahanpun terjadi karena adanya keinginan bangsa Indonesia menjadi reformasi demokrasi diberbagai sector, serta Pertentangan (conflict), Masyarakat, mahasiswa dan semua golongan intlektual yang berada di Indonesia dengan pemerintahhan yang sistim kediktatoran presiden, Mungkinpula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan.

    Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok. Pertentangan kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan-pertentangan demikian itu kerap kaliterjadi, apalagi pada masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya, lebih mudah menerima unsur-unsur kebudayaan asing (misalnya kebudayaan barat) yang dalam beberapa hal mempunyai taraf yang lebih tinggi. Keadaan demikian menimbulkan perubahan-perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara pria dan wanita, atau kedudukan mereka yang kian sederajat di dalam masyarakat dan lain-lainnya.misalnya juga

    Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi. Revolusi yang meletus pada Oktober 1917 di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar Negara Rusia yang mula-mula mempunyai bentuk kerajaan absolute berubah menjadi diktator proletariat yang dilandasan pada doktrin Marxis. Segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk Negara sampai keluarga batih mengalami perubahan-perubahan yang mendasar.momen diatas sama sseperti reformasi dalam segala bidang atas keburukan pemerintahan dictator.sehinga ingin merubah Negara dengan kebebasan demokrasi.

    Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Antara lain:,peralihan kekuasaan orba dengan menjadi reformasi adalah desakan dari pemerintahan Amerika serikat karena Indonesia masih memberlakukan demokrasi terpimpin sebagai pengkekangan atas aspirasi serta kebebasan masyarakat Indonesia.serta ancaman membludaknya deficit serta angaran belnja Negara serta krisis multi media yang menyerang semua bangsa berkembang termasuk bangsa Indonesia ,sehinga dari dalam sendiri bahwa bangsa ini menginginkan kebebasn beraspirasi.

    Bab III. Penutup

    Dari pemaparan di atas, dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

    Bila ditinjau dari aspek perubahn lahirnya orde baru menginginkan rakyat Indonesia agar para pemimpin Indonesia dalam menjalankan pemerintahan itu dengan bersih dari antek PKI,sebagai ancaman.nah disini perubahan yang beransur lama,perubahan yang membutuhkan wktu cukup lamadan rentetan kecil yangsaling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi,namun peralihan ini lebih pada perubahan dengan bentuk yang sedikit melenceng,dan perubahan ini lebih bersifat cepat karena ingin menumpas PKI,serta tokohnya,jadi ored baru adalah pelengkap dari orde lama yang telah di jalankan oleh presiden suekarno.dan perubahan ini termasuk dikehendaki karena pemerintahan soekarno lebih condong pada PKI,sehinga presiden suekarno memberikan kewenangan terhadap letjen soeharto sehingga beliau memiliki kewanangan hukum dalam menjalankan tugas sehinga dia berani mengambil tindakan membubarkan PKI. Iilah perubahan yang diperkirakan oleh pihak-pihak yang ingin mengadakan perubahan didalam Negara pihak-pihak yang diberikan kepercayaan dinamakan agent of change ,yaitu seorang atau kelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin atau satu lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan

    Daftar Pustaka

    Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Grafindo Persada, 1990
    Heri, Jauhari, Penulisan Karya Ilmiah. CV. Pustaka Setia. Bandung
    Eef Saepuloh Patah, Catatan Atas gagalnya politik ORBA, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998
    Enjang Odih, Sejarah SMU kelas 3, Bandung, CV. Reggina, 2003