Reformasi Indonesia – Akhir Era Orde Baru

10 min read

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional.Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.

Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan.Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi.Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan.Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.

Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Reformasi di Indonesia.

Bab II. Pembahasan

A. Sejarah Awal Lahirnya Reformasi

Reformasi merupakan suatu perubahan catatan kehidupan lama catatanan kehidupan baru yang lebih baik.Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial[2]. Dengan demikian, reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan kehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru.

Persoalan pokok yang mendorong atau menyebabkan lahirnya reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan garam mengalami kenaikan yang tinggi. Bahkan, warga masyarakat harus antri untuk membeli sembako itu.

Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu dan tidak terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari kenyataan. Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya terhadap pemerintahan Orde Baru.
Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Oleh karena itu, tujuan lahirnya reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi.Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru[3].Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil.Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, seperti berikut ini:

a. Krisis politik

Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru.Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila.Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya.Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa.

Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari penguasa, oleh penguasa, dan untuk penguasa.Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:

Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.

Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.

Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.

Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapipemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
b. Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik.Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi.Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan.
Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa.Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)’.
c. Krisis ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia.Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia.Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat.
Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:

Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.

Industrialisasi, pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia.Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata).

Pemerintahan Sentralistik, pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat.
d. Krisis sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama.Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah.
Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial.Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.

e. Krisis kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto.Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.
Kronologi Peristiwa Reformasi[6]
Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J. Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Suharto membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII.
b. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.
c. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran[7].
d. Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar[8].
e. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR.
Pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul di alun-alun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, guna mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII.
f. Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto mengundurkan diri’.
g. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Suharto.
h. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden Suharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI.Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh Ketua MA[9].
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:

  1. Adili Suharto dan kroni-kroninya,
  2. Laksanakan amandemen UUD 1945,
  3. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI,
  4. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluasluasnya,
  5. Tegakkan supremasi hukum,
  6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
    B. Kebijakaan Dan Kepemimpinan Presiden Habibie, Gus Dur, Megawti, Dan Susilo Bambang Yudhayono
    a. Presiden Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf Habibie
    Tanggal 21 Mei 1998, ProfDr. Bacharuddin Jusuf Habibie, terpilih menjadi Presiden ke 3 Indonesia, dalam waktu singkat masa pemerintahannya, B J Habibie menunjukan prestasi kerjanya yang sangat menakjubkan. Berhasil menyelamatkan krisis moneter dan melengkapi lahirnya Bank Mu’amalah pada masa Presiden Soeharto, dengan ditambahkan Bank Syariah. Hal ini sebagai pertanda Presiden Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf Habibie, tidak dapat diragukan juga kedekatannya dengan Ulama dan Santri, apalagi sebagai pendiri Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia, ICMI yang pertama di Malang.
    Keberhasilan menciptakan Pesawat CN 35 yang mampu melakukan short take off and landing, hanya 400 meter, merupakan prestasi tanpa tanding, di kelasnya di dunia. Diikuti dengan penciptaan Air Bus 600 yang tercepat di dunia. Selain itu juga, telah merancang pesawat terbang yang tercepat di dunia, diumumkan oleh B.J. Habibie sejak awal pembentukan ICMI di Malang, suatu pesawat sipil dengan kecepatan jarak Jakarta NewYork hanya empat jam. Tentu, prestasi ini sangat mencemaskan eksistensi negara industri pesawat terbang, terutama dari negara adikuasa Barat. Sampai kini, pesawat produk dari Barat sekalipun, jarak Jakarta – Jeddah ditempuh selama delapan jam.
    Tambahan lagi, di bidang persenjataan, PINDAD yang dipimpin oleh Presiden Prof. Dr. B.J Habibie, mampu menciptakan senjata yang mempunyai jarak tembak 1.000 meter dan sangat akurat. Senjata produk barat, hanya mampu 750 meter jarak tembaknya. Senjata produk PINDAD melampaui produk pabrik senjata dari Barat.
    Pribadi Presiden Prof. Dr. B.J Habibie dengan kemampuan teknologinya yang tinggi prestasinya, belum pernah dimiliki oleh seorangpun dari Presiden Amerika Serikat Walaupun telah merdeka sejak 1775 hingga 2008 M dan terjadi pergantian 86 Presiden. Demikian pula negara barat lainnya, tidak mempunyai seorangpun Kepala Negarayang memiliki kemampuan menciptakan teknologi pesawat terbang baru. Andaikata rancangan pesawatnya dapat terwujud maka Indonesia akan menjadi negara yang memiliki kekuatan dirgantara yang luar biasa.
    Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
  7. masa depan Reformasi;
  8. masa depan ABRI;
  9. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
  10. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
  11. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
    Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
    a. Kebijakan dalam bidang politik Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
  12. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
  13. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
  14. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
    b. Kebijakan dalam bidang ekonomi Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
    c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
    d. Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
    b. K.H. Abdurrahman Wahid
    Apalagi dibawah pimpinan K.H. Abdurrahman Wahid, 23 Oktober 1999, Sabtu Legi, 13 Rajab 1420, hingga 22 Juli 2001, Ahad Wage, 1 Jumadi Awal 1422, terjadi goncangan situasi nasional di berbagai bidang, tak dpat dielakan. Dampaknya, masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid sangat pendek.
    Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu 1999), partai PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar 35%). Tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil presiden. Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR.
    Selain itu, di bawah Presiden K.H. Abdurrahman Wahid, dalam upayanya menarik kembali wiraniagawan Cina yang eksodus dari Indonesia, dengan cara menghidupkan kembali Kong Fu Tsu. Dengan cara ini, diharapkan proses pembauran Bangsa atau hubungan etnis Cina – Non-Pribumi dengan etnis Indonesia – Pribumi lainnya, akan semakin akrab.
    IAIN di ubah menjadi UIN dengan membuka fakultas dan jurursan yang sama dengan fakultas dan jurusan yang dikelola oleh perguruan tinggi dari Diknas. Dengan demikian, alumni pendidikan yang diselenggarakan Departemen Agama, dapat bekerja ke departemen manapun. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan IKIP berubah menjadi Universitas Pendidikan Indonesia – UPI[10].
    Selain itu, kepolisian tidak lagi menjadi satu kesatuan dengan ABRI. Kepolisian bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri Indonesia. Kementrian penerangan dan kementrian sosial ditiadakan. Sedangkan Departemen Agama yang pernah diusulkan oleh Rasuna Said dari kelompok komunis Tan Malaka, agar dibubarkan, tetap dipertahankan oleh Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Barangkali karena eksistensi Departemen Agama secara historis dirintis awalnya oleh ayahnya, Wachid Hasjim.
    Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri.Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.
    c. Presiden Megawati Soekarnopoetri
    Pembaharuan yang dilaksanakan secara drastis, menimbulkan kesulitan yang besar. Berakhirlah masa kepresidenan K.H. Abdurrahman Wahid. Akhirnya, sidang DPR-MPR memutuskan, mengangkat Wakil Presiden Megawati menjadi presiden, 23 Juli 2001.
    Kebijakan Presiden Megawati diantaranya:
    a. Memilih dan Menetapkan
    Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
    b. Membangun tatanan politik yang baru
    Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
    c. Menjaga keutuhan NKRI
    Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
    d. Melanjutkan amandemen UUD 1945
    Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
    e. Meluruskan otonomi daerah
    Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah. Tidak ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom Bali dan perebutan pulau Ligitan dan Sipadan.
    Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
    Demikian pula kehidupan lingkungan pesantren, melahirkan putra-putra terhormat bagi nusa dan bangsa. Lingkungan keluarga Pondok Pesantren Termas Pacitan Keresidenan Madiun, melahirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian pula, Wakil presiden Jusuf Kalla terlahir dari lingkungan kehidupan Pesantren di Makasar sebagai daerah pengaruh Waliullah Syech Yusuf.
    Dengan adanya pergantian sistem pemilihan langsung untuk Pemilu Presiden, pasangan Megawati – Hasyim Muzadi, PDIP-NU gugur karena hanya memperoleh 42.833.652 suara atau 39,09%. Sedangkan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla, Partai Demokrat – Partai Golkar, memperoleh suara rakyat mencapai jumlah 66.731.944 suara atau 60.91%.
    Susilo Bambang Yudhoyono- SBY diangkat resmi sebagai Presiden RI, dan Mohamad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, pada 20 Oktober 2004, untuk periode kepresidenan 2004-2009 M. Untuk kedua kalinya, Presiden dari TNI AD.[11]
    Kebijakan Presiden Ssusilo Bambang Yudhayono diantaranya
    a. Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
    b. Konversi minyak tanah ke gas.
    c. Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
    d. Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
    e. Buy back saham BUMN
    f. Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
    g. Subsidi BBM.
    h. Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
    i. Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008”.
    j. Pemberian bibit unggul pada petani.
    k. Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
    Masalah yang ada:
    a. Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
    b. Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
    c. Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
    d. Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
    e. Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
    f. Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.

Teori-Teori Psikologi Sosil

Teori Dalam Psikologi Sosil A. Teori Genetik Teori ini menekankan kualitas pembawaan sejak lahir atas tingkah laku sosial. Bahwa “manusia adalah binatang sosial” menjadi...
Ahmad Dahlan
9 min read

Usaha Mengurangi Prasangka Sosial

Ada beberapa usaha untuk mengurangi prasangka sosial yaitu (dalam Gerungan, 2004:190-191; dalam Ahmadi, 2002:215-216; dalam Sears, 1985:254-256): Mengurangi prasangka bisa dilakukan melalui:
Wahidah Rahmah
55 sec read

Aliran-Aliran dalam Psikologi Fungsionalisme

Aliran fungsionalisme merupakan aliran psikologi yang pernah sangat dominan pada masanya, dan merupakan hal penting yang patut dibahas dalam mempelajari psikologi. Pendekata n fungsionalisme...
Wahidah Rahmah
2 min read

Leave a Reply