Blog

  • Pengertian Geopolitik dan Geostrategi

    Geopolitik adalah kekuatan dan kekuasaan yang dikembangkan berdasarkan pemahaman tentang paham perang dan damai serta disesuaikan dengan kondisi dan konstelasi geografi Indonesia. Sebagai acuan bersama geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan Negara yang setiap kebijkaannya dikaitkan dengan masalah –masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa.

    Geopolitik bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu negara.
    Geostrategi merupakan suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan nasional. Geostrategi diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Ini diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakat majemuk dan heterogen berdasarkan pembukaan UUD 1845. Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud ketahanan Nasional.

    Sebagai contoh pertimbangan geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek, disamping aspek geografi juga aspek-aspek demografi, ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan.

    Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Dengan mengacu pada kondisi geografi bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar (grand strategy) maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah mewujudkan kekuatan maritim (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ancaman. Selain itu hubungan geopolitik dan geostrategi terdapat astra grata.

    Geopolitik adalah kekuatan dan kekuasaan yang dikembangkan berdasarkan pemahaman tentang paham perang dan damai serta disesuaikan dengan kondisi dan konstelasi geografi Indonesia. Sebagai acuan bersama geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan Negara yang setiap kebijkaannya dikaitkan dengan masalah –masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa.

    Geopolitik bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu negara.
    Geostrategi merupakan suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan nasional. Geostrategi diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Ini diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakat majemuk dan heterogen berdasarkan pembukaan UUD 1845. Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud ketahanan Nasional.

    Sebagai contoh pertimbangan geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek, disamping aspek geografi juga aspek-aspek demografi, ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan.

    Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Dengan mengacu pada kondisi geografi bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar (grand strategy) maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah mewujudkan kekuatan maritim (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ancaman. Selain itu hubungan geopolitik dan geostrategi terdapat astra grata.

  • Makalah Teori Enviromentalis

    Teori Enviromentalis

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Lingkungan menjadi sesuatu yang berharga dalam kehidupan di dunia. Lingkungan menjadi salah satu faktor keberlanjutan kehidupan manusia di bumi. Demi menjaga dan melestarikan lingkungan, muncul gerakan-gerakan yang dapat disebut environmentalism. Environmentalism adalah gerakan sosial ataupun ideologi yang luas yang mendasarkan dirinya pada permasalahan mengenai lingkungan hidup dan peningkatan kesehatan lingkungan. Sebuah gerakan yang pengendalian lingkungan dari pencemaran dan juga demi pelestarian dan pelindungan keanekaragaman tumbuhan serta satwa melalui restorasi ataupun perbaikan lingkungan alam. Pada intinya, environmentalisme adalah upaya yang dilakukan untuk menyeimbangkan kehidupan antara lingkungan manusia dan makhluk hidup lainnya. Keseimbangan sangat diperlukan karena manusia sendiri sangat bergantung sekali dengan lingkungannya.

    Untuk itu, perlu pelestarian yang mendalam sehingga kehidupan antar makhluk hidup dapat dipertahankan. Environmentalisme adalah gerakan sosial yang dimotori kaum penyelamat lingkungan hidup. Gerakan ini berusaha dengan segala cara, tanpa kekerasan, mulai dari aksi jalanan , lobi politik hingga pendidikan publik untuk melindungi kekayaan alam dan ekosistem. Kaum environmentalis peduli pada isu-isu pencemaran air dan udara, kepunahan spesies, gaya hidup rakus energi, ancaman perubahan iklim dan rekayasa genetika pada prodk-produk makanan.Pengamatan marxisme tentu

    dengan penuh perhitungan, di bawah kapitalisme, dunia industry diibaratkan sebagai motor penggerak dari pada eksploitasi terhadap masyarakat dan variabel sekitarnya, terutama lingkungan yang juga pasti terkena efek dari keberlangsungan industry dalam konteks kapitalisme yang sistemik. Dan perluasan yang disebabkan oleh globalisasi, memperkuat cakupan area, pengaruh sekaligus dampak yang lebih hebat lagi. Bahwasanya pembangunan, kapitalisasi dan industrialisasi, pada akhirnya menjadi bidak dan instrumen yang tidak dapat dilepaskan dari pada kooptasi kepentingan kaum borjuasi, dan secara masif akan berdampak destruktif bagi lingkungan hidup, yang merupakan domain dari tempat dimana kelas-kelas proletariat tinggal. Sehingga kapitalisme dan segala perniknya merupakan sebuah paradoks kemajuan, yang imbas buruknya seperti noktah hitam dari pada globalisasi itu sendiri, terutama apabila dilihat secara mendalam dari segi dampak. Yang dapat ditarik sebuah garis jika hubungan antara pemikiran marxis yang ikut andil dalam gelombang kapitalisme adalah sebab yang menaungi hubungan akibat berikutnya, yaitu marginalisasi terhadap kaum proletar beserta eksploitasi lingkungan. Inilah yang dimaksudkan sebagai dialektika marxisme, terutama dalam kaitanya dengan konteks tidak hanya sosial, tetapi lingkungan. Konsep subsekuen yang diambil dan dijadikan kerangka mainstream terkait marxisme dan environmentalisme oleh Munck yaitu terkait dengan sustainable development, atau pembangunan berkelanjutan. pembangunan adalah sebuah keniscayaan dalam mencapai tujuan dan kepentingan bersama terkait pada hakikat modernitas. Ketika globalisasi memberi ruang yang sangat lapang bagi bertumbuhnya ekonomi. Dan ditopang oleh teknologi, ekonomi melalui sistematika industrialisasi berkembang dan bertumbuh pesat yang akhirnya semakin mendekati tujuan daripada kemajuan dan modernitas itu sendiri. Namun, industrialisasi yang merupakan penyumbang terbesar dalam proses modernitas, diyakini mendasari beberapa konsekuensi, salah satu diantaranya adalah faktor lingkungan.

    Bab II. Pembahasan

    Pengertian Environmentalisme

    T.O’Riordan (1976) dalam bukunya Environmentalism memperluaskan ruang lingkup konsep environmentalisme dengan mendefinisikan kepada tiga aspek, yaitu :

    1. Environmentalisme merujuk kepada falsafah alam sekitar, yaitu falsafah yang membentuk nilai atau moral sebagai pertimbangan kepada persepsi seseorang akan hubungannya alam sekitar.
    2. Environmentalisme merujuk kepada ideologi alam sekitar, yaitu aliran-aliran pemikiran yang berkait dengan alam sekitar yang mencorakkan bidang-bidang kehidupan yang lain sebagai formula ke arah pembentukan polisi alam sekitar.
    3. Environmentalisme merujuk kepada perubahan reka bentuk alam sekitar iaitu aplikasi yang praktikal bagi memanifestasikan falsafah alam sekitar sebagai rancangan bertindak bagi semua peringkat.

    Environmentalisme muncul setelah Revolusi Industri di prancis yang menimbulkan pencemaran lingkungan modern seperti yang umum terjadi saat ini. Munculnya pabrik-pabrik besar dan eksploitasi dalam jumlah besar dari batubara dan bahan bakar fosil menimbulkan polusi udara dan pembuangan limbah industri kimia dengan volume besar ditambah dengan Perkembangan urbanisasi yang pesat pula menyebabkan kepadatan penduduk. Langkah pertama yang diambil untuk mengontrol kondisi ini adalah dengan munculnya British Alkali Acts yang disahkan pada 1863, untuk mengatur polusi udara yang merugikan ( gas asam klorida ) yang merupakan hasil dari proses Leblanc , yang digunakan untuk menghasilkan abu soda . Environmentalisme tumbuh dengan pesat, yang merupakan reaksi terhadap industrialisasi , pertumbuhan kota, dan udara memburuk dan pencemaran air .

    Jauh sebelum mulai terbentuknya kesadaran ataupun gerakan sebagai usaha untuk meminimalisir dampak perkembangan peradaban terhadap lingkungan, Raja Edward I dari Inggris melalui proklamasi di London pada tahun 1272 melarang pembakaran batubara karena menimbulkan asap yang kemudian menjadi masalah udara waktu itu. Jika dilihat, sejak abad pertengahan dimana gereja masih berkuasa waktu itu, usaha-usaha mengenai lingkungan sudah dilakukan meskipun tidak dalam lingkup yang lebih luas.

    Isu-isu mengenai lingkungan sendiri, telah mendapat sorotan di masyarakat dunia sekitar tahun 1970-an, namun aspek lingkungan baru muncul pada studi Hubungan Internasional yang ditandai dengan diselenggarakannya konferensi PBB di Rio De Jeneiro pada tahun 1992 dengan tema Global Warming. Kesadaran secara langsung tentang krisis alam itu sendiri mulai timbul setelah terbitnya buku yang berjudul “Silent Spring” pada tahun 1962. Buku ini adalah hasil kajian dari seorang saintis wanita bernama Rachel Carson. Meskipun buku ini hanya menampilkan dampak-dampak pencemaran akibat industri kimia terhadap alam sekitar dan menampikan penjelasan-penjelasan terkait masalah itu, ia berhasil membuat masyarakat sadar akan pentingnya menjaga dunia agar terhindar dari krisis alam yang semakin meluas akibat perkembangan sains dna teknologi di zaman modern.

    Penjelasan-penjelasan mengenai keadaan dan dampak dari krisis alam sekitar yang dicetuskan oleh Rachel Carson ini kemudian mempengaurhi bidang-bidang lain selain saintis untuk mulai memperhatikan permasalahan ini. Pada tahun 1967 seorang ahli sejarah, Lynn White Jr., menulis sebuah artikel yang berjudul “The Historical Roots of Our Ecological Crisis”. Artikel ini memuat pandangannya mengenai faktor utama yang menyebabkan krisis alam sekitar. Menurutnya, faktor utama yang menyebabkan krisis alam dan lingkungan adalah faktor ideologi orang-orang Yahudi-Kristian. Ideologi atau doktrin itu melahirkan suatu pandangan umum atau worldview dalam kehidupan manusia yaitu mereka diizinkan oleh Tuhan untuk mengksploitasi alam sekitar demi kelangsungan hidup mereka. Mereka telah dititipkan oleh Tuhan, jadi tidak ada yang bisa membatasi mereka dalam melakukan eksploitasi. Lynn White Jr. menjelaskan dengan berpegangan pada pandangan umumu tersebut dalam kehidupan masyarakat barat yang secara dinamik dan terstruktur dengan menggunakan sains dan teknologinya untuk mengeksploitasi alam sekitar tanpa batasan. Fenomena inilah yang menyebabkan pengikisan dan kemerosotan kualitas alam sekitar secara lokal maupun global.

    Kesadaran secara langsung tentang krisis alam sekitar mulai timbul dari terbitnya sebuah buku yang bertajuk Silent Spring pada tahun 1962. Buku ini adalah hasil kajian seorang saintis wanita yang bernama Rachel Carson.Walaupun buku ini hanya menumpukan penjelasan si penulis mengenai dampak pencemaran akibat industri kimia terhadap alam sekitar, ia berjaya menyadarkan masyarakat dunia mengenai krisis alam sekitar yang semakin meluas akibat perkembangan sains dan teknologi di zaman moden. Kesadaran mengenai kondisi alam sekitar yang dicetuskan Rachel Carson ini bukan saja menarik perhatian golongan saintis tetapi turut mempengaruhi para ahli di bidang-bidang yang lain.

    Pada tahun 1967 seorang ahli sejarah, Lynn White Jr., menulis sebuah artikel yang bertajuk The Historical Roots of Our Ecological Crisis. Artikel ini memuatkan pandangannya mengenai dengan faktor utama yang menyebabkan terjadinya krisis alam sekitar. Menurut beliau, faktor utama yang menyebabkan krisis alam sekitar ialah doktrin Yahudi-Kristian yang melahirkan suatu pandangan umum atau worldview dalam kehidupan manusia, yaitu mereka diizinkan oleh Tuhan mengeksploitasikan alam sekitar demi kelangsungan hidup mereka. Lynn White Jr. mendakwa dengan berpegang kepada pandangan umum tersebut masyarakat barat khasnya menggunakan sains dan teknologi secara dinamik untuk mengeksploitasi alam sekitar tanpa batasan. Fenomena inilah yang menyebabkan gangguan dan kemerosotan kualiti alam sekitar secara lokal dan global.

    Pada dekade akhir abad ke-20, gerakan-gerakan Environmentalism menjadi sebuah gerakan yang berkembang dengan cepat, perangkat transnasional yang paling efektif merubah pandangan dan peraturan lingkungan hidup di lingkup global. Untuk itu, gerakan environmentalism yang bersifat global dapat dimasukkan dalam salah satu counter hegemonic globalisasi. Batasan-batasan itu dapat dilihat dari keterlibatan gerakan ini dalam arena politik lingkungan. Gerakan-gerakan seperti ini memiliki akar sosial yang bersifat lokal. Gerakan transnasional tidak akan memiliki basis dan kekuatan yang sudah mapan. Karena itu, orang-orang yang terlibat dalam kampanye transnasional adalah mereka yang terlibat dalam ikatan dan komunitas lokal dan didorong oleh keinginan untuk memajukan anggota tersebut.
    Di Indonesia, isu-isu mengenai lingkungan sudah mulai diperbicangkan pada pemerintahan Orde Baru. Dimulai dengan diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional di Universitas Pajajaran Bandung pada tanggal 15 sampai 18 mei 1972. Pada masa pemerintahan Orde Baru, isu-isu lingkungan memang sedang digalakkan. Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan salah satunya adalah pertumbuhan penduduk dimana saat itu Indonesia memang menjadi negara paling padat di dunia. Pertumbuhan penduduk dan juga banyaknya eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang membuat gerakan lingkungan dimulai di Indonesia yang kemudian didukung oleh pemerintah pada saat itu. Selain pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan juga industrialisasi karena masuknya modal-modal asing, Indonesia juga saat itu mengalami beberapa kebakaran hutan yang kemudian menimbulkan permasalahan asap di Indonesia. Kebakaran hutan menyebabkan banyaknya CO2 di udara yang dapat mengganggu kesehatan. Selain itu, dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati. Isu-isu ini menjadi dasar munculnya gerakan-gerakan pemerhati lingkungan di Indonesia.

    Lingkungan dapat dijadikan isu kolektif yang dapat dijadikan mobilitas kolektif. Gerakan lingkungan dapat berpengaruh pada teori ekonomi neo-klasik. Penggunaan isu-isu buruh sebagai basis untuk memobilisasi dimana ideologi non-liberal mengklaim bahwa isu tersebut harus melalui logika pasar jika ingin memaksimalkan kesejahteraan. Counter hegemonic global dapat membangun sebuah ekonomi politik global yang menggunakan penyusutan ruang dan fasilitas komunikasi lintas perbatasan untuk meningkatkan persamaan, keadilan dan sustainability daripada mengidentifikasikan bentuk dominasi yang ada.

    Isu-isu global mengenai global warming dan lapisan ozon sepertinya pada hakekatnya global, sementara politik banyak orang, seperti konsekuensi kesehatan dari sampah racun dan dibuat lokal. Tantangan membangun sebuah organisasi global yang terintegrasi efektif pada aktivitas lokal dengan kempanye global nampaknya tantangan khusus pada kasus gerakan environmental. oleh karena itu, gerakan environmental global selalu dianggap organisasi transnasional yang paling berhasil.

    Environmentalisme dapat menggunakan isu-isu dan agenda universal untuk menyelematkan dunia yang tentunya sangat berpengaruh. Adanya isu dan agenda universal itu dapat membantu para environmentalis dalam mengkampanyekan masalah-masalah mengenai krisis-krisis alam sekitar. Sebagai contoh, mengenai perubahan iklim yang merupakan isu lingkungan paling berpengaruh pada saat ini. Isu mengenai perubahan iklim ini bersifat global namun memang berawal dari fondasi lokal yang kuat.
    Konsep environmentalisme berkaitan erat dengan proses pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dilakukan demi tujuan bersama dalam rangka modernitas dan globalisasi. Ketika modernitas dna globalisasi kemudian memberikan pengaruh pada perluasan ekonomi dimana teknologi juga berperan secara langsung. Sehingga melalui industrialisasi yang berkembang semakin mendekati dari tujuan modernitas itu sendiri yang selanjutnya memberikan dampak secara langsung pada permasalahan lingkungan.

    Persoalan ekologi hingga saat ini memang berkaitan langsung dengan sistem kapitalisme. Lingkungan sebagai dasar dari terbentuknya proses industri dimana lingkungan merupakan daerah asal, tempat, pemberi dan sumber daya yang kemudian dioptimalisasikan oleh sebuah industri. Oleh karena itu, pembahasan mengenai lingkungan dan pembangunan tidak dapat dipisahkan yang memang kedua-duanya mempunyai pengaruh dan dampak masing-masing.

    Jika dilihat, konsep environmentalisme juga berhubungan dengan pemikiran Marx. Marx mendefinisikan pemikirannya pada permasalahan sosial dimana ada perjuangan antar kelas. Kaitannya dengan lingkungan adalah perlawanan Marx terhadap kaum borjuis dimana kaum ini merupakan kaum yang sangat dekat dengan sistem kapitalisme. Pengeksploitasian yang dilakukan oleh kaum borjouis tentunya berdampak pada lingkungan. Industrialisasi menjadi bentuk kepentingan kaum borjuis terhadap marginalisasi kaum proletar beserta eksploitasi lingkungan. Kapitalisme menjadi sebuah paradoks kemajuan dimana sebagai pengaruh dari globalisasi itu sendiri sehingga memperlihatkan sisi lain dari dampak kapitalisme.

    Environmentalisme telihat seperti feminisme yang berusaha memisahkan ikatan yang mengekang diantara perempuan yang selama ini dikuasai oleh laki-laki. Environmentalisme juga terlihat sebagai bentuk kritisisasi atas pemisahan antara manusia dan lingkungan. Jika dibandingkan, perempuan dalam perspeftif feminisme hampir serupa dengan faktor ekologis dalam pemikiran Marx. Perempuan dan Proletar dianalogikan sebagai kaum yang tertindas yang berujung pada usaha-usaha kesetaraan kelas. Pengistilahan ini berkaitan dengan faktor ketimpangan sosial yang kuat dalam masyarakat.

    Environmentalisme merupakan bentuk baru dari pemikiran Marxisme. Ilmu-ilmu sosial pada zaman sekarang sudah mencair menjadi lebih luas yang kemudian secara langsung berhubungan dengan ilmu-ilmu alam. Jarak yang memisahkan antara ilmu sosial dan ilmu alam secara perlahan akan memudar. Sebagai bukti, teori-teori pemikiran sosial Marx kemudian digunakan dalam bentuk baru dimana environmentalisme muncul. Environmentalisme merupakan sebuah reaksi terhadap semakin menipisnya pandangan mengenai Marxisme. Sebagai bentuk baru ini, environmentalisme lebih diterima di dalam struktur masyarakat barat yang cenderung menolak konsep ideologi marxisme yang mengarah pada ideologi komunis.

    Kerusakan lingkungan berjalan seiring dengan perkembangan industrialisasi. Usaha-usaha melalui gerakan-gerakan environmentalisme yang sekarang menjadi proses pembentuk integrasi antara lingkungan, industrialisasi, pembangunan dan teknologi yang nantinya tergabung dalam suatu jaringan yang saling menguntungkan satu sama lain. Meskipun pada saat ini, usaha-usaha mengenai pewacanaan, propoganda dan fokusi pada isu lingkungan masih menguat di negara-negara berkembang dibandingkan negara-negara maju. Mungkin hal itu disebabkan penggunaan teknologi yang berlebihan di negara-negara maju sehingga sulit sekali ataupun belum menemukan teknologi yang cocok dalam meminimalisir kerusakan lingkungan.

    Pada kesimpulannya konsep-konsep mengenai environmentalism berkaitan erat dengan sistem kapitalisme barat. Untuk itulah, pandangan ini masih sulit untuk diimplementasikan pada pemikiran barat. Environmentalisme muncul sebagai pengaruh atas modernitas dan globalisasi yang berjalan seiring dengan industri kapitalistik. Dalam lingkup global, secara langsung maupun tidak langsung, semuanya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan secara integral. Karena globalisasi di satu sisi dengan mekanisme industri maju akan secara perlahan mengikis ekosistem global. Dengan kata lain, usaha-usaha yang dilakukan oleh para enviromentalis merupakan bentuk perhatian yang memang bukan sekarang dirasakannya. Tetapi nanti oleh masyarakat dunia di masa depan. Aspek ekologis harus selalu disandingkan sebagai determinan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Melalui pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekologis menjadi penyeimbang antara kehidupan manusia dan lingkungan.

    Gerakan Lingkungan dan Gerakan Sosial

    Sejarah gerakan lingkungan hidup di dunia dimulai pada kurun waktu antara 1970-1980 tepatnya ketika pada tanggal 22 April 1970 diadakan perayaan Hari Bumi. Ini merupakan peristiwa awal lahirnya gerakan lingkungan yang diperingati sampaisaat ini dan mulai saat itu pula gerakan-gerakan lingkungan di Amerika mengalami perubahan dimana persoalan lingkungan menjadi hal yang paling penting dan sangat diperhatikan, kemudian terjadinya penggabungan organisasi-organisasi lingkungan hidup.

    Pada tahun 1980-1988 terjadi perubahan dimana gerakan lingkungan kehilangan ciri spontanitasnya sebagai simbol dari semakin besarnya tingkat pergantian cara pendekatan, kemudian pada kurun waktu 1988-1992 dimana pada saat itu terjadi bencana-bencana yang menimpa lingkungan dengan semakin banyak kasus hujan asam, limbah radioaktif, rekayasa genetik, punahnya spesies langka dan sebagainya. Pada tahun 1990 ketika diadakan peringatan Hari Bumi secara besarbesaran merupakan tonggak/titik puncak dan kesadaran baru tentang gerakan lingkungan (24 April 1990 dirayakan di 140 negara).
    Adapun sejarah gerakan lingkungan hidup di Indonesia dapat dilihat setelah masa kepemimpinan Soekarno (Orde lama) beralih pada masa Soeharto (Orde Baru) yang tidak pernah berpihak pada lingkungan. Dimana pada masa itu pemerintah cenderung pada persoalan ekonomi pembangunan, sedangkan persoalan lingkungan dikesampingkan demi peningkatan ekonomi. Masa kepemimpinan Soekarno dimana pada saat itu penerapan politik lingkungan hidup kerakyatan ( paham ecopopulism) merupakan gerakan lingkungan hidup, seperti perusahaan-perusahaan asing dinasionalisasikan dan lahan-lahan kritis segera diselamatkan (pembentukan panitia penyelemat hutan, tanah dan air). Pada masa kepemimpinan Soeharto lahir paham eco-developmentalis menempuh jalan refonnasi hukum, dimana hukum adalah alatbagi peningkatan ekonomi untuk membuka jalan bagi investasi asing (muncul UU Penanaman Modal Asing).

    Dengan adanya UUPMA ini memberikan andil yang sangat besar sekali terhadap perubahan lingkungan di Indonesia dimana negara-negara pemodal bebas mengeksplorasi (memanfaatkan sumber daya alam dengan bebas untuk kepentingan ekonomi (terutama untuk pemilik modal) maka yang terjadi adalah kerusakan lingkungan, sehingga pada masa kurun waktu 1970-1984 muncullah gerakan lingkungan di Indonesia (organisasi-organisasi lingkungan di Indonesia). Salah satu organisasi yang muncul pada saat itu adalah Mapala UI (tanun 1970-an) yang berbasis mahasiswa yang masih bertahan sampai sekarang, dan setelah itu mulailah muncul lembaga-lembaga pusat studi lingkungan hidup, kemudian pada tahun 1970-an dan 1980-an muncullah ormas-ormas baru, seperti WALHI (Wahana Lingkungan hidup Indonesia) , FISKA (Forum Indonesia untuk swadaya di Bidang Kependudukan), HKTI (Himpunan Kerukunan ’Tani Indonesia), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNS), KNPI (komite Nasional Pemuda Indonesia), dan lain sebagainya (http://wwwlingkungan-wahyu.blogspot.com/2011/06/1.html diakses pada Sabtu 09 Mei 2015 pukul 13:13 WIB).

    Gerakan lingkungan hidup (environmental movement) dikenal juga dengan berbagai nama, seperti environmentalisme dan environmental activism. Ketiga istilah yang tampak sejenis tersebut digunakan secara berbeda dari satu wacana ke wacana yang lain, namun pada hakekatnya menggambarkan satu fenomena yang sama, yakni gerakan sosial yang fokus bergerak dibidang perlindungan, pelestarian, dan keadilanlingkungan hidup. Meskipun berada dalam satu wadah besar terdapat beragam aliran pemikiran dalam gerakan lingkungan. Keragaman tersebut tercermin pula pada pilihan-pilihan aksi, praksis, ataupun metode gerakan mereka sendiri, sebuah kondisi yang membuat aktivisme lingkungan bisa mewujud dalam beragam nada dan warna.
    Gerakan lingkungan hidup bisa dilihat sebagai bagian dari perilaku bersama (collective behavior) yang secara formal mewujud dalam bentuk berbagai kelompok dan organisasi lingkungan. Mekanisme collective action yang bekerja mampu mempengaruhi faktor-faktor cost and benefits yang membuat seseorang memutuskan untuk bergabung dan terus terlibat dalam gerakan lingkungan. Faktor-faktor pendorong tersebut penting untuk dipahami karena kelompok dan organisasi lingkungan hidup pada dasarnya tergolong sebagai organisasi sukarela (voluntary organizations), yakni kelompok-kelompok formal yang anggotanya berasal dari individu-individu yang bergabung secara sukarela; tanpa paksaan, tanpa alasan-alasan komersial; untuk memajukan sejumlah tujuan bersama. Definisi diatas sejalan dengan pembahasan definisi gerakan sosial, yakni menekankan perbedaan organisasi-organisasi dalam gerakan lingkungan dengan organisasi komersial


    Adapun dalam teori gerakan sosial, gerakan sosial terjadi apabila sekelompok individu terlibat dalam suatu usaha yang terorganisir baik untuk merubah ataupun mempertahankan unsur tertentu dari masyarakat yang lebih luas. Adapun karakteristik dari gerakan sosial yakni adanya pengenalan sasaran, rencana-rencana untuk mencapai sasaran, dan adanya ideologi. Gerakan sosial pada umumnya memiliki rangkaian sasaran yang luas yang ditetapkan dengan jelas. Gerakan sosial yang bertujuan memperbaiki kondisi hidup satu kelompok masyarakat harus merumuskan semua tujuannya secara terperinci dan sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan itu sangat bervariasi. Ideologi gerakan sosial adalah sesuatu yang dapat mempersatukan para anggotanya.

    Pandangan menyeluruh tentang elemen-elemen dalam gerakan lingkungan yakni ada tiga komponen gerakan lingkungan yaitu (1) “aktivis lingkungan publik”, yaitu sebagian besar orang yang concerned untuk memperbaiki kondisi lingkungan disekitar mereka (2) aktivis lingkungan terorganisir atau sukarela seperti WALHI dan Greenpeace, (3) organisasi gerakan lingkungan institusional”, yaitu birokrasi publik yang memiliki yurisdiksi terhadap kebijakan lingkungan. Istilah “gerakan lingkungan” melihat bahwa gerakan lingkungan terdiri dari dua elemen, yaitu (1), kelompok-kelompok lingkungan, sebagai perwujudan organisasional dari gerakan lingkungan; dan (2) attentive public, orang-orang yang meski tidak bergabung ke salah satu kelompok lingkungan, tapi sama-sama mempercayai dan mempraktekkan nilai-nilai environmentalisme. Orang-orang “awam” ini bisa siapa saja, mereka adalah orang-orang yang mengekspresikan kepedulian mereka terhadap lingkungan hidup melalui pandangan pribadi mereka, perilaku dan gaya hidup mereka.

    Dalam sudut pandang sosiologis atau perspektif gerakan sosial melihat kemunculan gerakan atau kelompok lingkungan berhubungan erat dengan perubahan nilai-nilai dan struktur sosial dalam masyarakat. Keduanya melihat kemunculangerakan lingkungan hidup memiliki kemiripan dengan latar belakang kemunculan gerakan sosial, yakni lahir dari ketidakpuasan terhadap sejumlah nilai- nilai yang selama ini dianut masyarakat dan mewakili upaya-upaya kolektif untuk menginstitusionalkan nilai-nilai alternatif. Ketidakpuasan masyarakat misalnya adalah keprihatinan akan hilangnya tempat-tempat alami, kekecewaan terhadap pengaruh industrialisme pada kehidupan perkotaan, keinginan untuk menjauh dari kota dan kembali ke suasana pedesaan, dan pandangan terhadap alam sebagai sumber pencerahan spiritual, moral, dan estetis. Selain itu, meluasnya nilai-nilai prolingkungan diduga ikut didorong faktor-faktor seperti pertumbuhan kelompok pekerjaan yang dekat dan sering bersentuhan dengan isu-isu lingkungan serta adanya peningkatan standar kehidupan –yang tampaknya telah memungkinkan sebagian orang untuk mulai berpikir tentang nilai-nilai dan hal-hal non-material

    Teori Tindakan Sosial ( Social Action )

    Weber dalam buku Sunarto, 2004:12 sebagai pengemuka dari paradigma ini mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Inti tesisnya adalah “tindakan yang penuh arti” dari individu, yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sebaliknya, tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati atau obyek fisik semata tanpa dihubungkannya dengan tindakan orang lain maka itu bukan merupakan tindakan sosial. Tindakan seseorang melemparkan batu ke dalam sungai bukan tindakan sosial. Akan tetapi, tindakan tersebut dapat berubah menjadi tindakan sosial kalau dengan melemparkan batu tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan reaksi dari orang lain.

    Menurut Marx Weber, tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Dan suatu tindakan ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya ( Sunarto, 2004: 12 ).
    Dalam pembahasan tindakan sosial, tidak selalu dan semua perilaku dapat dimengerti sebagai suatu manifestasi rasionalitas. Menurut Marx Weber, metode yang bisa dipergunakan untuk memahami arti-arti subjektif tindakan sosial seseorang adalah dengan verstehen. Istilah ini tidak hanya merupakan introspeksi diri sendiri, bukan tindakan subjektif orang lain. Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber dengan verstehen adalah kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu ( Narwoko, 2008: 18 ).

    Suatu tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Sosiologi bertujuan untuk memahami (verstehen) mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran bermakna, yang hendak memahami makna subjektif suatu tindakan sosial harus dapat membayangkan dirinya ditempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya

    Marx Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat ( Narwoko, 2008: 19 ). Keempat jenis tindakan sosial itu adalah :

    1. Rasionalitas Instrumental. Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
    2. Rasionalitas Orientasi Nilai. Dalam tindakan jenis ini adalah bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan nilainilai individu yang bersifat absolut. Artinya, nilai itu merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersifat nonrasional, sehingga tidak memperhitungkan alternatif.
    3. Tindakan Tradisional. Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.
    4. Tindakan Afektif. Tipe ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perancanaan sadar. Tindakan afektif ini sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu.

    Marx Weber mengakui bahwa empat jenis tindakan sosial yang diutarakan adalah merupakan tipe ideal dan jarang bisa ditemukan dalam kenyataan. Akan tetapi, terlepas dari persoalan itu, apa yang hendak disampaikan Weber adalah bahwa tindakan sosial apa pun wujudnya hanya dapat dimengerti menurut arti subjektif dan pola-pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Untuk mengetahui arti subjektif dan motivasi individu yang bertindak, yang diperlukan adalah kemampuan untuk berempati pada peranan orang lain.

    Bagi Weber, dunia terwujud karena tindakan sosial. Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya dan ditujukan untuk mencapai apa yang mereka inginkan/kehendaki. Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan. Perhatian Weber pada teoriteori tindakan berorientasi tujuan dan motivasi pelaku, tidak berarti bahwa ia hanya tertarik pada kelompok kecil, dalam hal ini interaksi spesifik antar individu. Weber berpendapat bahwa bisa membandingkan struktur beberapa masyarakat dengan memahami alasan-alasan mengapa warga masyarakat tersebut bertindak, kejadian historis (masa lalu) yang mempengaruhi karakter mereka, dan memahami tindakan para pelakunya yang hidup dimasa kini, tetapi tidak mungkin menggeneralisasi semua masyarakat atau semua struktur sosial.

    Respon Terhadap Krisis Ekologi

    Dalam merespon krisis ekologi, paling tidak terdapat dua aliran yang masingmasing berbeda kalau tidak disebut berseberangan. Aliran pertama yaitu modernisasi ekologi (ecological modernization) dengan tokoh antara lain Joseph Huber (Adiwibowo, 2007), dan aliran kedua adalah aliran hijau (green response). Aliran pertama menekankan kepada caracara menghadapi krisis ekologi dengan cara diisolasi, dipecahkan secara spesifik, bersifat diskrit dan linier, ciri berikutnya yaitu memandang krisis ekologi dipandang dapatdipecahkan melalui atau mengandalkan pada inovasi teknologi tanpa harus merubah tatanan atau struktur sosial, ekonomi dan politik yang ada.

    Sedangkan aliran hijau (green response) menganggap krisis ekologi harus diatasi melalui perubahan (struktural) sosial, ekonomi dan politik secara holistik, konsekuensi dari pendekatan ini bahwa pakar ilmu sosial, ekonomi, politik dan budayawan serta kearifan lokal masyarakat harus menjadi garda terdepan dalam memecahkan krisis ekologi. Pemecahan krisis ekologi yang melulu mengandalkan pada teknologi dan kepakaran di bidang ilmu-ilmu fisika hanya memecahkan masalah pada tingkatan symptom. Pendekatan baru yang digunakan untuk meneliti perubahan sumber daya alam dan lingkungan antara lain beranggapan bahwa degradasi lingkungan muncul sebagai akibat pertarungan kepentingan ekonomi-politik para pihak seperti negara, masyarakat, LSM,perusahaan.

    Sementara untuk kasus Indonesia, krisis ekologi terlebih dahulu harus diketahui beberapa hal, antara lain:
    a. Krisis ekologi umumnya dipandang sebagai akibat dari rendahnya pengetahuan, pendidikan, kesadaran lingkungan dan pendapatan masyarakat serta masalah demografi.
    b. Fakta-fakta menunjukkan krisis ekologi di Indonesia sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh masalah-masalah struktural seperti kebijakan ekonomi yang eksploitatif, sektoral dan tidak bersifat partisipatif, hak penguasaan sumberdaya alam oleh negara, market failures dan maraknya praktek korupsi, kolusi dannepotisme (KKN).
    c. Ketidak seimbangan relasi kekuasaan (unequal power relations) antara aktor lokal, nasional, regional, dan internasional dalam akses dan kontrol sumber-sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
    d. Lemahnya tata-pengaturan (weak governance), tidak jelasnya rejim penguasaan sumberdaya alam publik (unclear common proverty regimes) dan ketidakpastian hak-hak kepemilikan (insecure property rights).

    Kelompok Pecinta Alam

    Kelompok pecinta alam merupakan salah satu kelompok yang mempunyai bentuk kegiatan dalam rangka membina anggota atau masyarakat untuk lebih mencintai alam dan lingkungannya. Disamping itu, kelompok pecinta alam juga berfungsi sebagai media untuk menyebarkan informasi, penyegaran dan pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan upaya-upaya konservasi sumber daya alam.
    Selama ini kelompok atau perkumpulan pecinta alam lebih dikenal dalam lingkungan pemuda, khususnya para pelajar dan mahasiswa. Melalui wadah tersebut mereka melakukan kegiatan rekreasi serta mencari tantangan atau petualangan di alam bebas, kegiatan tersebut biasanya dilakukan pada hari-hari libur atau liburan semester. Kelompok pecinta alam tersebut sebagian besar anggotanya dari unsur generasi muda yang biasanya tumbuh dan berkembang secara swadaya dengan aktivitas yang berbeda-beda, sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur organisasi pecinta alam baik mengenai kriteria organisasi maupun syarat-syarat pembentukannya. Karena itu organisasi pecinta alam menjadi sangat bervariasi dan kadang-kadang mudah sekali memudar atau tidak aktif sehingga pemerintah sulit untuk mengadakan monitoring dan pembinaan secara maksimal (http://esapala19.blogspot.com/diakses pada Kamis, 07 Mei 2015 pukul 20:56 WIB).
    Pecinta alam di Indonesia saat ini belum dirasakan sebagai salah satu akar gerakan lingkungan, terbukti dalam korelasinya saat ini dengan banyaknya kelompok pecinta alam seiring pula dengan kerusakan yang tidak terkendali. Dimanakah letak penyimpangan ini karena keberadaan pecinta alam dalam tataran yang ideal dapat menumbuhkembangkan generasi yang peduli lingkungan. Ini patut dikembangkan baik dalam pola gerakan maupun pengembangan organisasinya. Model gerakan lingkungan yang berasal dari pecinta alam pada periode kelahirannya lebih menekankan pada kecintaan terhadap alam yang diwujudkan dengan naik gunung, camping, pelatihan konservasi, dan penghijauan di lereng-lereng gunung (http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/22/pecinta-alam-dan-paradigma-gerakanlingkungan/ Kamis 07 Mei 2015 pukul 21.36 WIB).
    Ketika kita menoleh kebelakang melihat sejarah asal mula terbentuknya organsasi ini di Indonesia maka dapat dikatakan bahwa pecinta alam Indonesia ini berawal dari sekedar aktifitas untuk menghilangkan kepenatan dan kejenuhan dalam menghadapi suatu kondisi masyarakat pada saat itu yang kurang beruntung dari kebijakan pemerintah. Sekelompok pemuda dari kalangan kampus (Universitas Indonesia) yang aktif menyuarakan aspirasi masyarakat, disaat mereka lelah dengan aktifitas kemahasiswaan (demonstrasi, diskusi politik dan lain-lain) mereka melakukan kegiatan mendaki gunung, berawal dari sini sehingga mereka membentuk organisasi mahasiswa pecinta alam.
    Dalam hal ini Kompas USU adalah organisasi yang bergerak dibidang pecinta alam dan studi lingkungan hidup. Sebuah organisasi yang potensial dalam membangun dan menjaga lingkungan hidup yang kini semakin rusak. Dengan adanya organisasi tersebut, sebenarnya penglibatan para pecinta lingkungan dalam menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup sangat ideal, oleh karena itu perlu disadari dan menjadi catatan bersama bahwa penglibatan pecinta lingkungan dalam melestarikan alam sejak dini sangat penting dan sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan lingkungan, sekarang dan yang akan datang.

    Peranan pemuda juga sangat penting sebagai generasi penerus yang akan mewarisi lingkungan hidup yang baik. Diharapkan masyarakat akan mendorong adanya kader-kader perintis dalam lingkungan hidup yang lahir dari kalangan generasi muda sehingga pembangunan yang berkelanjutan ini sejalan pula dengan terpeliharanya kelestarian lingkungan, misalnya dengan kegiatan karya wisata di alam bebas merupakan salah satu program yang mendekatkan generasi muda dengan lingkungan hidup.
    Salah satu cara yang ditempuh untuk melibatkan peranan pemuda yaitu melalui pecinta alam dan lingkungan dalam kegiatan-kegiatan yang mengarah pada studi lingkungan hidup. Melibatkan pecinta lingkungan dalam kegiatan sosialisasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Mulai dari langkah-langkah untuk menjaga kebersihan, tata cara pelestarian serta manfaat-manfaat dari lingkungan yang bersih, dan ini juga bisa dilakukan melalui berbagai kegiatankegiatan yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.

    Dengan melakukan berbagai kegiatan-kegiatan yang bertujuan menjaga kelestarian lingkungan hidup, maka kebiasaan ini mulai terinternalisasi kedalam diri individu atau pecinta lingkungan tersebut. Untuk berpartisipasi lebih jauh lagi mungkin dengan melakukan sosialisasi tentang kesadaran akan lingkungan hidup dan kepedulian terhadap kondisi lingkungan yang sudah sangat memprihatin kan saat ini kepada masyarakat.

    Isu gerakan lingkungan dalam tubuh pecinta alam baik itu mapala (mahasiswa pecinta alam), sispala (siswa pecinta alam), atau organisasi pecinta alam umum lainnya belum memperlihatkan sebuah sinergi gerakan lingkungan yang dinamis. Saat ini lebih banyak pada kegiatan-kegiatan alam terbuka seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan beragam kegiatan lainnya yang lebih memperlihatkan corak penggiat alam terbuka.

    Dalam konteks gerakan lingkungan pecinta alam sebenarnya mempunyai peran yang sangat penting terutama untuk pembinaan dan usaha menumbuhkembangkan generasi yang peduli lingkungan serta tangguh dalam setiap kondisi alam, hal ini bisa dipupuk dalam kegiatan pendidikan dasar pecinta alam.
    George Junus Aditjondro dalam bukunya Pola-Pola Gerakan Lingkungan mengatakan, terdapat tiga komponen gerakan lingkungan yaitu pertama, aktivis lingkungan publik yaitu orang yang concerned untuk memperbaiki kondisi lingkungan disekitar mereka. Kedua, aktifis lingkungan terorganisir atau sukarela yaitu organisasi seperti Sierra Club atau Enviromental Defense Fund di Amerika Serikat atau WALHI dan SKEPHI di Indonesia. Ketiga, organisasi lingkungan institusional yaitu birokrasi publik ynag menangani yurisdiksi terhadap kebijakan sosial lingkungan atau yang terkait dengan lingkungan seperti kantor menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup

    Pecinta alam sebagai organisasi yang bergerak dalam dunia lingkungan dan alam pada hakikatnya berada dalam gerakan enviromentalisme (wawasan lingkungan) yang dalam pengertian lebih luas lagi adalah suatu paham yang menempatkan lingkungan hidup sebagai pola dan gerakannya. Akar gerakan lingkungan dalam pecinta alam sebagai organisasi sukarela dengan pembinaan yang ketat bagi anggota barunya dapat menumbuhkan sikap yang kritis dari setiap anggota anggotanya.

    Dampak pendidikan dasar dari kelompok – kelompok pecinta alam ini hanya terbatas pada anggotanya sendiri, sementara perubahan kearah kepedulian yang lebih radikal terhadap lingkungan belum menyentuh ke masyarakat luas walaupun banyak LSM yang berperan di dalamnya, akan tetapi tidak jarang juga pecinta alam yang terjun langsung memberikan penyadaran lingkungan seperti aksi bersih sungai, penanaman pohon, dan lain sebagainya

    Tentang Lingkungan

    Theory of Communicative Action: Asal usul, Konteks dan Argumen
    Terdapat tiga tema dalam tulisan Habermas tentang teori tersebut. Pertama, analisis linguistik dan rasionalitas (logika) yang terkandung dalam communicative action. Kedua, cara bagaimana hal yang disebut terakhir tersebut berperan dalam menjelaskan pemahaman mengenai satu sisi atau perkembangan patologis dari modernitas. Hal ini diupayakan dari pandangan filsafat moral dalam perbincangan filosofis dari modernitas serta dikaji secara sosiologis di dalam The Theory of Communicative Action berkaitan dengan teori Weber mengenai rasionalisasi. Akhirnya, bagaimana dalam melacak teori sosial dalam Communication and Evolution of Society dan teori kritis mengenai kapitalisme mutakhir dalam legitimation Crisis, Habermas telah berusaha menjelaskan isu isu yang muncul secara spontan dalam upayanya ketika membaca Weber.
    b. Analisis Linguistik dan Theory of Communicative Action
    Habermas menekankan pentingnya filsafat bahasa, yang memiliki dua macam peran, yaitu tempat bagi bahasa dalam suatu teori Sosiologis dari tindakan, dan berupaya menunjukkan bahwa struktur dan fungsi bahasa manusia menyediakan dasar bagi etika universalistik dan demokratik. Habermas berargumentasi bahwa analisis linguistik, yang dilengkapi dengan teori bicara-tindakan (theory of communication action), dapat (melalui rekonstruksi rasional) mengungkapkan perkiraan yang tidak bisa dihindari dan bersifat universal mengenai bahasa sehari hari. Karena itu, semua tindakan berbicara akan memunculkan serangkaian klaim keabsahan. Klaim keabsahan tertentu, bila dimunculkan dapat secara rasional dibenarkan melalui pembicaraan argumentatif. Bahwa tindakan manusia dapat diorientasikan ke banyak tujuan, tetapi tindakan linguistik, yang pada dasarnya bisa direkonstruksi, diorientasikan kepada koordinasi tindakan yang dicapai melaluipemahaman timbal balik. Habermas menspesifikasikan tiga dunia, yaitu:
    a. dunia eksternal obyek fisik,
    b. dunia sosial, dan
    c. dunia dalam yang bersifat pribadi.
    Karena itu, dia secara konseptual dapat membedakan antara tindakan komunikatif
    (tindakan yang diorientasikan terhadap pemahaman timbal balik dalam dunia sosial), tindakan instrumental (diorientasikan kearah keberhasilan di dunia eksternal), dan tindakan strategis (diorientasikan kearah keberhasilan di dunia sosial). Menurut Habermas, dalam mengucapkan tindakan bicara yang berkaitan dengan salah satu dari dunia ini (eksternal, sosial, internal) para pembicara menggunakan suatu tipe khusus tindakan bicara (constative, regulative, ekspressive)1dan memunculkan suatu kumpulan klaim keabsahan yang khusus dan tepat (kebenaran, ketepatan, dan ketulusan).
    Klaim klaim keabsahan ini bisa dinilai dengan dibandingkan terhadap bentuk bentuk rasionalitas tertentu (cognitiveinstrumental, moral-praktical, aestheticexpressive) melalui cara-cara argumentasin yang tepat dimana rasionalitas dipahami sebagai keterbukaan terhadap penilaian obyektif, dan argumentasi dianggap sah pada kondisi situasi bicara yang ideal.
    c. Habermas dan Weber tentang Modernitas
    Bila The Theory of Communication Action adalah sebuah upaya untuk memahami modernitas secara Sosiologis, maka perbincangan filosofis tentang modernitas melakukan pendekatan terhadap subyek yang sama dari sudut pandang filsafat. Dalam melacak jalannya filsafat Barat Pasca pencerahan, Habermas mengidentifikasi suatu paradoks moral yang berlangsung lama. Paradoks ini, yang menandai perbincangan filosofis mengenai modernitas, memang sejak awal memberi tanda akan kehadirannya, dan merupakan pengakuan bahwa pemahamannya terhadap dirinya sendiri hanya bisa dimungkinkan dengan memisahkan diri dari tradisi. Apakah modernitas punya kemampuan untuk memecahkan masalah paradoks moralnya sendiri?. Habermas menawarkan suatu jawaban terhadap paradoks normatif modernitas. Rasionalisasi life world yang memunculkan masyarakat modern dan subsistem-subsistemnya yang terpisah yang dikendalikan oleh media, secara bersama sama sama menyediakan kriteria normatif yang bisa digunakan untuk menilai perkembangan selanjutnya.

    1. Marxisme dan Ekologi
      Marxisme, sebagai filsafat dan teori ekonomi-politik, menyediakan kerangka yang lebih luas dan ”matang” ketimbang ekologi sosial. Karena itu, keduanya lebih berguna untuk memahami dunia, termasuk dunia alam, dan memberikan landasan yang lebih kokoh bagi tindakan politik. Dua aspek dari teori Marxis yang paling relevan untuk memahami dan melakukan aksi atas isu-isu tentang ekologi serta lingkungan adalah materialism dialektik dan teori akumulasi.
      Materialisme dialektik, sebagai filsafat, menjadi ada dan menyadari relevansinya dengan diskusi ekologi karena implikasinya pada cara kita memahami alam. Kini sudah menjadi pemahaman umum di kalangan ekologis profesional bahwa alam tidaklah statis, bukan sesuatu yang selalu sama, sekalipun tanpa gangguan manusia. Dengan ukuran komunitasnya maupun dengan ukuran biosfernya, alam tidak berada dalam keseimbangan” , tidak juga berada dalam “keadaan terbaik”-nya. Kita tahu tidak ada kekuatan apapun yang dapat memastikan kesetimbangan stabil dari jumlah populasi ataupun komposisi spesies dari komunitas-komunitas. Menurut mereka filsafat yang efektif untuk memahami karakteristik dan proses-proses tersebut adalah materialisme dialektik, yang “tesis utamanya adalah pendapat bahwa alam mengandung kontradiksi- kontradiksi, bahwa ada kesatuan dan interpenetrasi dari apa yang kelihatannya eksklusif tak saling pengaruh, dan karenanya isu utama bagi ilmu pengetahuan adalah kajian tentang kesatuan dan kontradiksi tersebut.”
      Mungkin berlebihan jika berpendapat bahwa seseorang harus menjadi Marxis terlebih dulu untuk menjadi ilmuwan yang baik, kritis, sadar akan kontradiksi dalam alam dan menyadari asumsi-asumsi perorangan. Namun Levins dan Lewontin memberi alasan kuat—dengan didukung oleh contoh-contoh ekologi populasi dan komunitas, mereka mengatakan bahwa, bagi kita, tak cukup sekadar menggunakan pendekatan materialis, melainkan harus menggunakan pendekatan materialis dialektik pada hal-hal khusus agar dunia menjadi masuk akal. Pendapat tersebut benar, khususnya dalam ekologi, karena melibatkan penelitian atas sistem yang kompleks secara intrinsik. Teori tersebut menjelaskan kebutuhan kekuatan-kekuatan kapitalis yang berkompetisi untuk mengeksternalkan sebanyak mungkin biaya produksi menjadi beban masyarakat dalam jumlah besar, termasuk biaya “cuci tangan”—(berupa) insentif tetap bagi aktivitas produksi dan konsumsi yang menghasilkan banyak limbah; dan ekspansi internasional kekuatan kapitalis ketika mereka mencari pasar baru, sumber daya baru dan, lebih banyak lagi tempat baru untuk membuang limbahnya.
      Sehingga, terdapat konflik mendasar antara kapitalisme dan rasionalitas ekologis. Seperti yang dikatakan oleh Paul Sweezy, bahwa catatan buruk (di bidang lingkungan) kapitalisme disebabkan oleh sifat bawaannya yang mengusung proses akumulasi modal yang tak terkendali. Sistem tersebut tak memiliki mekanisme pengerem/pengendali selain krisis ekonomi berkala; satuan-satuan individual yang menyusunnya—modal yang terpisah-pisah— harus tanggap terhadap peluang-peluang meraup keuntungan dalam jangka pendek, atau tersingkir; tak ada bagian dalam sistem itu yang membuka diri atau sesuai dengan suatu perencanaan jangka panjang yang mutlak sangat penting bagi pelaksanaan sebuah program ekologi yang efektif. Karena dipaksa oleh permintaan, ekonomi kapitalis didasarkan padapemenuhan kebutuhan berbentuk komoditi, melibatkan penciptaan “kebutuhankebutuhan” yang diindividualkan dalam semua jenis komoditi. Di lain pihak, ekonomi sosialis menekankan konsumsi kolektif, tempat pemberhentian massal, fasilitas rekreasi dan liburan bersama, penanganan kesehatan bersifat pencegahan, dan permukiman bersama. Sehingga, seperti juga dikemukakan oleh Sweezy dan Magdoff, negeri-negeri sosialis setidaknya berpotensi membuat beberapa kemajuan signifikan menuju produksi yang rasional secara ekologis. Kendati demikian, negerinegeri dengan kebijakan-kebijakan sosialis secara umum memiliki catatan lingkungan yang kurang baik. Sebagian karena keadaan
      tempat pemerintahan sosialis itu berada— relatif miskin, mendapat serangan-serangan
      dari luar dan, khususnya bagi yang kecil, mengalami ketergantungan ekonomi ala Dunia Ketiga, suatu posisi yang tidak menguntungkan dalam pasar internasional.
      Meskipun kecenderungan bawaan kapitalisme membuang limbah dan sampah (ke lingkungan) adalah konsekuensi dari syarat pertumbuhannya, kita tidak boleh “meragukan kecerdikan kapitalisme dan kemampuannya untuk menyesuaikan diri,” seperti diperingatkan oleh Andre Gorz dalam Ecology in Politics Dalam tingkat tertentu, terlihat jelas bahwa kapitalisme bisa menerima keprihatinan ekologi, sejauh solusi-solusinya bisa dikomoditikan. Jika masyarakat akan puas dengan air minum yang bersih – sementara sungai dan air
      tanah berpolusi—maka kami akan menjual air dalam botol dan menyaringnya untuk disimpan. Jika agen pengontrol biologis dapat dikemas dan dijual demi keuntungan bagi produsen pertanian, hal itu akan dilakukan, dan mungkin penggunaan pestisida yang berbahaya akan berkurang. Perusahaan-perusahaan kapitalis, jauh-jauh hari sebelum dipaksa, bukan saja karena alasan politik tapi juga karena alasan ekonomi, sudah mepertimbangkan sumbersumber daya ekologi, seperti unsur hara tanah dan populasi serangga bermanfaat, sebagai persediaan modal dalam perhitungan mereka.

    BAB III
    PENUTUP
    Dalam kerangka analisis Habermas dan Marx, kondisi pengelolaan sumber daya alam termasuk pengelolaan kehutanan dipicu oleh terlalu dominannya rezim negara dalam mengelola dan mengendalikan sektor kehutanan. Permasalahan- permasalahan ekologi adalah masalah politis dalam makna bahwa masalah-masalah sumber daya alam, termasuk kehutanan, dihasilkan atau sangat dipengaruhi oleh kesenjangan- kesenjangan kontrol dan kekuatan politik di antara kelompok-kelompok dan bangsa-bangsa. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari stakeholder khususnya pemerintah, karena jika terus dalam kondisi seperti ini, potensi konflik antar masyarakat yang berada di kawasan hutan dengan pihak pemerintah dan swasta yang diberi hak mengelola hutan akan mencuat ke permukaan. Kondisi di atas sejalan dengan faktafakta yang menunjukkan bahwa krisis ekologi di Indonesia sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh : a) masalah-masalah struktural seperti kebijakan ekonomi yang eksploitatif, sektoral dan tidak bersifat partisipatif, hak penguasaan sumberdaya alam oleh negara, market failures dan maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Selain itu, adanya ketidakseimbangan relasi kekuasaan (unequal power relations) antara aktor lokal, nasional, regional, dan internasional dalam akses dan kontrol terhadap sumber sumber daya alam dan lingkungan hidup dan diperparah dengan lemahnya tata pengaturan (weak governance), tidak jelasnya rejim penguasaan sumber daya alam publik (unclear common proverty regimes) dan ketidakpastian hak-hak kepemilikan (insecure property rights).

    DAFTAR PUSTAKA

    Budi Widianarko, Donny Danardono, Paulus Wiryono, Herudjati Purwoko (Editor). 2004. Menelusuri Jejak CAPRA. Menemukan Integrasi Sains, Filsafat, Agama. Penerbit : Kanisius Yogyakarta
    bekerjasama dengan Program Magister Lingkungan dan Perkotaan UNIKA Soegijapranata
    Soeryo Adiwibowo. 2007. Teori Sosial, Degradasi Lingkungan, dan Politik Lingkungan. Materi Kuliah Teori Sosial Hijau pada Program Studi Sosiologi Pedesaan Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor.

  • Penyebab Konflik Politik

    Pada dasarnya politik selalu mengandung konflik dan persaingan kepentingan. Suatu konflik biasanya berawal dari kontroversi-kontroversi yang muncul dalam berbagai peristiwa politik, dimana kontroversi tersebut diawali dengan hal-hal yang abstrak dan umum, kemudian bergerak dan berproses menjadi suatu konflik (Hidayat, 2002:124).

    Konflik politik merupakan salah satu bentuk konflik sosial, dimana keduanya memiliki ciri-ciri mirip, hanya yang membedakan konflik sosial dan politik adalah kata politik yang membawa konotasi tertentu bagi sitilah konflik politik, yakni mempunyai keterkaitan dengan negara/ pemerintah, para pejabat politik/pemerintahan, dan kebijakan (Rauf, 2001:19).

    Konflik politik merupakan kegiatan kolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk menentang keputusan politik, kebijakan publik dan pelaksanaannya, juga perilaku penguasa beserta segenap aturan, struktur, dan prosedur yang mengatur hubungan-hubungan diantara partisipan politik (Surbakti, 1992:151).

    Sebagai aktivitas politik, konflik merupakan suatu jenis interaksi (interaction) yang ditandai dengan bentrokan atau tubrukan diantara kepentingan, gagasan, kebijaksanaan, program, dan pribadi atau persoalan dasar lainnya yangsatu sama lain saling bertentangan (Plano, dkk, 1994:40).

    Dengan demikian, makna benturan diantara kepentingan tadi, dapat digambarkan seperti perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan antara individu dan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan individu atau individu, kelompok dengan pemerintah (Surbakti, 1992:149).

    Salah satu faktor yang menggerakkan potensi konflik menjadi terbuka (manifest conflict), menurut Eric Hoffer adalah faktor keinginan akan perubahan dan keinginan mendapat pengganti Faktor tersebut, suatu saat, mampu menggerakkan sebuah gerakan massa yang bergerak seketika, menuntut perubahan revolusioner (Hoffer:1998).

    Teori-Teori Penyebab Konflik

    Konflik sebagai akibat dari menajamnya perbedaan dan kerasnya benturan kepentingan yang saling berhadapan, disebabkan oleh beberapa latar belakang yang ada. Pertama, adanya latar belakang sosial politik, ekonomi dan sosial budaya yang berbeda dan memiliki pengaruh yang sangat kuat. Kedua, adanya pemikiran yang menimbulkan ketidak sepahaman antara yang satu dengan yang lain. Ketiga, adanya sikap tidak simpatik terhadap suatu pihak, sistem dan mekanisme yang ada dalam organisasi. Keempat, adanya rasa tidak puas terhadap lingkungan organisasi, sikap frustasi, rasa tidak senang, dan lain-lain, sementara tidak dapat berbuat apa-apa dan apabila harus meningggalkan kelompok, berarti harus menanggung resiko yang tidak kecil. Kelima, adanya dorongan rasa harga diri yang berlebih-lebihan dan berakibat pada keinginan untuk berusaha sekuat tenaga untuk melakukan rekayasa dan manipulasi (Hidayat, 2002:124).
    Simon Fisher (2001:7-8) menjelaskan teori penyebab konflik dalam masyarakat. Pertama, teori hubungan masyarakat, bahwa konflik yang terjadi lebih disebabkan polarisasi, ketidakpercayaan (distrust) maupun permusuhan antar kelompok yang berada ditengah-tengah masyarakat kita. Kedua, teori negosiasi prinsip, bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras serta perbedaan pandangan tentang konflik antara pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

    Ketiga, teori kebutuhan manusia, bahwa konflik yang muncul ditengah masyarakat disebabkan perebutankebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi dalam perebutan tersebut. Keempat, teori identitas, bahwa konflik lebih disebabkan identitas yang terancam atau berakar dari hilangnya sesuatu serta penderitaan masa lalu yang tidak terselesaikan. Kelima, teori transformasi konflik, bahwa konflik disebabkan oleh hadirnya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam ranah kehidupan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan.

  • Pengertian Statistik dan Statistika Sosila

    Statistika merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara pengolahan data, penyajian data, serta penyimpulan data. Data statistika sendiri berupa angka / bilangan / deretan yang menunjukan keterngan dari sebuah keadaan, kejadian atau fenomena. Terdapat dua penggolongan statistika yaitu statistika deskriptif / deduktif / sederhana dan statistika inferensial / induktif / lanjut / mendalam.

    Secara umum statistika sering diartikan sebagai ilmu untuk mengolah data yang berupa angka. Statistika sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu state yang berarti negara karena pada zaman dahulu statistika selalu dikaitkan dengan ilmu negara. Ilmu statistika ini sangat penting untuk dipelajari karena dapat memudahkan kita untuk lebih memahami suatu data. Berikut ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai statistika berdasarkan beberapa sumber.

    Pengertian Statistik & Statistika Sosial

    Pengertian statistik

    Sebelum kita mempelajari ilmu statistik, ada baiknya kita menyimak terlebih dahulu pengertian / definisi statistik. Oleh karena itu dibawah ini saya akan menuliskan definisi statistik dari beberapa sumber. Secara Etimologi kata statistik berasal dari bahasa Latin “Ratio Status”. Istilah tersebut muncul pada awal abad pertengahan dan biasa digunakan untuk menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan pelajaran tentang kenegaraan. Kata Statistik juga berasal dari kata state (bahasa Inggris) atau kata staat (bahasa

    Belanda), dan yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi negara.
    Pada awal mulanya, kata “statistik” diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data),
    baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara. Namun, pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada “kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)” saja, sedangkan bahan keterangan yang tidak berwujud angka (data kualitatif) tidak lagi disebut dengan statistik.

    Karena statistik merupakan sekumpulan data, maka kegiatan statistik merupakan kegiatan untuk mengolah data dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang teliti dan keputusankeputusan yang logik dari pengolahan data. (Prof.Drs.Sutrisno Hadi,MA). Jadi, berdasarkan pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa Statistik adalah kumpulan data dalam bentuk angka maupun bukan angka yang disusun dalam bentuk tabel (daftar) atau diagram yang menggambarkan atau berkaitan dengan suatu masalah tertentu.

    Statistik didefinisikan pula sebagai fakta-fakta berbentuk angka yang terangkum dalam tabel-tabel atau kumpulan angka pada tabel yang menerangkan suatu fenomena.

    Pengertian Statistika Sosial

    Statistika sosial adalah suatu proses kegiatan penyajian pengolah penyimpulan data-data yang berkaitan dengan bidang sosial. Contoh : pengolahan data yang berkaitan dengan kependudukan, ekonomi, masyarakat.

    Peranan Statistika

    Statistika memiliki beberapa peran penting di dunia pendidikan maupun penelitian. Beberapa peranan dari adanya ilmu statistik antara lain adalah :

    1. Menyediakan prosedur praktis dalam melakikan survey pengumpulan data melalui metode pengumpulan data (teknik sampling). Pengetahuan ini berguna untuk mendapatkan hasil pegukuran yang terpecaya.
    2. Memberikan informasi tentang karakteristik distribusi suatu populasi tertentu, baik diskrit maupun kontinyu. Pengetahuan ini berguna dalam menghayati perilaku populasi yang sedang diamati.
    3. Menyediakan prosedur praktis untuk menduga karakteristik suatu populasi melalui pendekatan karakteristik sampel, baik melalui metode penaksiran, metode pengujian hipotesis, metode analisis varians. Pengetahuan ini berguna untuk mengetahui ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran serta perbedaan dan kesamaan populasi.
    4. Menyediakan prosedur praktis untuk meramal keadaan suatu obyek tertentu di masa mendatang berdasarkan keadaan di masa lalu dan masa sekarang. Melalui metode regresi dan metode deret waktu. Pengetahuan ini berguna memperkecil resiko akibat ketidakpastian yang dihadapi di masa mendatang. Menyediakan prosedur praktis untuk melakukan pengujian terhadap data yang bersifat kualitatif melalui statistik non parametrik.

    Kesimpulan yang dapat kita tarik disini adalah, dengan melakukan kegiatan statistik kita dapat memperoleh gambaran dari suatu gejala atau keadaan atau suatu fenomena. Dengan melakukan kegiatan statistik ini kita juga dapat meramalkan atau memprediksi suatu gejala dimasa yang akan datang. Statistika mempunyai peranan yang cukup penting didalam suatu penelitian.

    Penggolongan statistik

    Statistika terbagi menjadi dua golongan, yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensial. Statistika deskriptif merupakan statistika yang berkaitan dengan deskripsi data. Mendeksripsikan data data tersebut dapat menggunakan tabel-tabel atau grafik sehingga data tersebut lebih mudah “dibaca” dan dimengerti. Sedangkan statistika inferensial lebih dari itu, misalnya melakukan pengujian hipotesis, melakukan prediksi observasi masa depan, atau membuat model regresi. Berikut penjelasan dari masing masing statistika.

    Statistik deskriptif

    Statistik deskriptif adalah statistika yang berkaitan dengan bagaimana data dapat digambarkan / dideskripsikan) atau disimpulkan, baik secara numerik atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik), untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data tersebut, sehingga data tersebut lebih mudah dibaca . Statistik Deskriptif dikenal pula dengan istilah Statistik Deduktif / Statistik Sederhana / Descriptive Statistics.

    Pada intinya statistika deskriptif ini merupakan statistik yang tingkat pekerjaannya mencakup cara-cara menghimpun, menyusun atau mengatur, mengolah, menyajikan, data angka agar dapat memberikan gambaran yang teratur, ringkar, dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaan . Tujuan utama dari operasi statistika deskriptif adalah untuk memudahkan orang membaca data serta memahami maksudnya.

    Statistik inferensial

    Statistik inferensial merupakan statistika dengan pengolahan data dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis data, seperti melakukan pengujian hipotesis atau melakukan pengamatan masa mendatang. Statistika Inferensial adalah analisa/perkiraan yang ada pada sebuah data untuk menginformasikan prediksi serta bahan pengambilan keputusan. Statistika Inferensial meliputi menganalisis, serta menginterpretasikan sebuah informasi atau data. Statistik inferensial juga berkaitan dengan cara penarikan kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari sampel untuk menggambarkan karakterisktik atau ciri dari suatu populasi. Dengan demikian dalam statistik inferensial dapat dilakukan suatu generalisasi dari hal yang bersifat khusus (kecil) ke hal yang lebih luas (umum).

    Oleh karena itu, statistik inferensial disebut juga statistik induktif atau statistik penarikan kesimpulan. Statistika inferensial terbagi lagi menjadi dua yaitu statistik parametrik dan non parametrik.

    Statistika parametrik merupakan ilmu statistika yang mempertimbangkan jenis persebaran / distribusi data, apakah data tersebut menyebar normal atau tidak. Pada umumnya, Jika data tidak menyebar normal, maka data harus dikerjakan dengan metode Statistika non-parametrik, atau setidaknya dilakukan transformasi agar data tersebut mengikuti persebaran normal, sehingga bisa dikerjakan dengan statistika
    parametrik.

    Statistika non-parametrik merupakan statistika bebas sebaran (tdk mensyaratkan bentuk persebaran parameter populasi, baik normal atau tidak). Statistika nonparametrik biasanya digunakan untuk melakukan analisis pada data berjenis Nominal atau Ordinal karena data berjenis Nominal dan Ordinal tidak menyebar normal.

    Penggolongan Data Statistik

    Data statistik merupakan sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka / bilangan / deretan / kumpulan angka yang menunjukan keterangan mengenai cabang kegiatan hidup tertentu. Angka tersebut harus menunjukan suatu ciri dari penelitian yang bersifat agregratif yang berarti bahwa :
    a. Penilitian itu hanya boleh mengenai suatu individu saja, akan tetapi penetapannya harus dilakukan lebih dari satu kali.
    b. Penelitian / pencatatan hanya dilakukan satu kali saja tetapi individu yang diteliti harus lebih dari satu. Penggolongan data statistik dapat kita lihat dalam bagan berikut ini :
    Dibawah ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai penggolongan data statistik :

    1. Berdasarkan sifatnya, data statistik dibagi menjadi 2 yaitu :

    a. Diskrit à

    Data Diskrit adalah data statistik yang tidak mungkin berbentuk pecahan. Data ini diperoleh dengan cara menghitung. Tiap objek memiliki satu satuan yang utuh, yang tidak memungkinkan untuk terjadinya pecahan.

    Co / : jumlah anggota keluarga

    b. Continue à

            Data Kontinu adalah data statistik yang angka-angkanya merupakan deretan angka sambung-menyambung. Data kontinu dimungkinkan memiliki bilangan desimal atau pecahan di antara dua bilangan bulatnya yang banyaknya tak terhingga. Data ini biasanya didapatkan dari proses pengukuran.   

    Co / : Data statistik tinggi badan / berat badan

    1. Berdasarkan cara menyusun angkanya, data statistik dibagi menjadi 2 yaitu :

    a. Data Nominal à

    Data Nominal / Data Hitungan adalah data statistik yang cara menyusun angkanya didasarkan atas penggolongan atau klasifikasi tertentu.

    Co / : penggolongan berdasarkan jenis kelamin

    b. Data Ordinal à

    Data Ordinal / Data Urutan adalah data statistik yang cara menyusunnya didasarkan atas
    urutan kedudukan (rangking).

    Co / : Ranking / Skor penilaian siswa.

  • Pengantar Teori Pemilu

    Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang dilakukan diantaranya :

    Penelitian dilakukan oleh Syafrika Henri (2009) yang berjudul Partisipasi Politik Pemilih Pemula pada Pemilihan Umum Legislatif 2009. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui partisipasi politik pemilih pemula di Kelurahan Penyengat Kecamatan Tanjung Pinang Kota dalam pelaksanaan Pemilu pada 2009 Penelitian ini memaparkan pemilih pemula merupakan subjek dan objek dalam kegiatan politik, termasuk didalam kegiatan pemilihan umum.

    Hasil menunjukkan pemilih pemula masih kurang aktif berpartisipasi pada pemilu Tahun 2009 hal ini dikarenakan para pemilih pemula tidak aktif dalam mencermati situasi yang dapat menambah pengetahuan mereka sendiri terhadap pemilu sehingga mereka tidak kecewa. Belum antusiasnya pemilih pemula dalam menyambut pemilu tahun 2009, masih kurnagnya kepercayaan terhadapa pemerintah dan bakal calon legislatif sehingga mengakibatkan kurangnya keinginan untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu pada tahun 2009.[1] Hal ini sama halnya dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti bahwa keikutsertaan pemilih pemula dalam pemilu legislatif sangat minim.

    Aji Anugraha dengan judul partisipasi pemilih pemula pada tingkat sekolah menengah atas (SMA) pada pemilukada kota tanjung pinang tahun 2012. Hasil penilitian adalah Pemilih pemula yang merupakan bagian dalam proses pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum juga mempunyai peran yang penting dalam pergerakan sistem politik.[2] Karena mereka adalah calon penerus yang bakal menggantikan posisi pemerintahan yang sedang berjalan saat ini. Namun pada kenyataannya, parapemilih pemula ini masih rentan akan mempengaruhi pihak luar yang mempunyai keinginan untuk mendapatkan suara mereka, untuk itu perlu adanya sosialisasi yang baik dan tepat dilakukan oleh pihak penyelenggara agar menyentuh hati para pemilih pemula untuk ikut berpartisipasi pada pemilu atau pemilukada.

    Teori Pemilu

    Pemilu menurut Joseph Scumpeter[3] adalah salah satu utama dari sebuah demokrasi merupakan suatu konsepsi salah satu konsepsi modern yang menempatkan penyenggaraan pemilih umum yag bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar dapat disebutkan sebagai sebuah demokrasi. Pemilu merupakan suatu pecerminan dari sitem demokrasi, dengan dilakukannya pemilu dianggap dapat menyuarakan suara rakyat yang sesungguhnya. Di negara-negara yang demokratis, pemilihan umum merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dan sistem politik yang berlaku, oleh sebab pemberian suara pada saat pemilihan umum merupakan bentuk partisipasi politik rakyat.

    Pemilu merupakan cara yang paling kuat bagi rakyat untuk partisipasi dalam demokrasi pewakilan modern. Joko Prihatmoko mengutip dalam Journal of Democracy, bahwa pemilu disebut “bermakna” apabila memenuhi krikeria, yaiutu keterbukaan, ketepatan, keektifan. Sebagai salah satu sarana demokrasis. Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk pendidikan politik yang terbuka dan bersifat massal, sehingga diharapkan dapat berfungsi dalam proses pendewasaan dan pencerdasan pemahaman politik masyarakat. Melalui pemilu akan terwujud suatu inflastruktur dan mekanisme demokrasi serta membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Masyarakat di harapkan pula dapat memahami bahwa fungsi pemilu itu adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, keabsahan pemerintah, dan pergantian pemerintah secara teratur.

    Pemilu juga merupakan ajang perebutan kekuasaan yang sah dalam demokrasi. Melalui pemilu rakyat mendapatkan kedaulatan yang sepenuhnya. Suara terbesar dari rakyatlah yang akan menentukan pihak mana yang boleh memegang kekuasaan. Namun justru disanalah dilema demokrasi. Ia menjunjung tinggi suara terbanyak, namun meminggirkan pihak minoritas. Pemilu merupakan wahana kompetisi yang mengharuskan adanya pemenang di atas pihak yang kalah.

    Namun pada dasarnya, ada tiga tujuan dari pemilu. Pertama, sebagai mekanisme untuk menyelesi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum. Dalam demokrasi, kedaulatan rakyat sangat dijunjung tinggi sehingga dikenal spirit dari, oleh dan untuk rakyat. Dalam sistem demokrasi perwakilan rakyat memiliki kedaulatan penuh aka tetapi pelaksanaan dilakukan oleh wakil-wakilnya melalui lembaga perwakilan atau parlemen. Wakil rakyat tidak bisa sembarang orang. Seseorang yang memilik otoritas ekonomi atau kultural sangat kuat pun tidak layak menjadi wakul rakyat tanpa moralitas, integritas dan akuntabilitas yang memadai. Karena itu diselenggarakan pemilihan umum sebagai mekanisme penyeleksi dan pendelegasian kedaulatan kepada orang atau partai.

    Kedua, pemilu juga merupakan mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil yang terpilih atau partai yang memenangkan kursi sehingga intergrasi atau kesatuan masyarakat tetap terjamin. Manfaat pemilu ini berkaitan dengan asumsi bahwa masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan bahkan saling bertentangan, dan pertentangan itu semestinya diselesaikan melalui proses musyawarah.

    Ketiga, pemilu merupaka sarana memobilisasi, menggerakan atau menggalang dukungan rakyat terhadapat proses politik. Hal yang terakhir ini semakin urgen, karena belakangan masyarakat mengalami semacam alienasi dari proses mengambilan kebijakan. Atau, ada jarak yang lebar antara proses pengambilan kebijakan dan kepentingan elit dengan aspirasi ditingakt akat rumput yang setiap saat bisa mendorong ketidakpercayaan terhadap partai politik dan pemerintah.

    Syafrika henri, et.al (2009)
    Aji Anugraha (2013) Partisipasi politik pemilih pemula tingkat SMA pada pemilukada tanjung pinang 2012. FISIP. Universitas Maritin Raja Ali Haji Tanjung Pinang. Skripsi
    Joseph Scumpeter, Capitalusm, Socialsm, and Democracy, New Nork: Jarper., 1947
    Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP, Semarang Press, 1995, hal 7
    Elkit, J dan Sevenson, Journal Of Democracy, Page 8 dalam prihatmoto, Joko J. Mendemokratiskan Pemilu, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008.
    Syamsuddin Haris. Mengugat Pemilihan Umum Orde Baru, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988, hal; 152
    Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 1992 hal 181-182

  • Epistimologi Sains

    EPISTEMOLOGI SAINS

    Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan tatu ilmu atau teori pengetahuan. Epistemologi adalah cabang filsafat yang memberikan fokus perhatian pada sifat dan ruang lingkup ilmu pengetahuan. Epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan, unsur-unsur dan susunan berbagai jenis pengetahuan, pangkal tumpuannya yang fundamental, metode-metode dan batasan-batasannya.

    1. OBJEK PENGETAHUAN SAIN
      Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) adalah semua objek yang empiris sebab bukti-bukti yang empiris diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis. Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994:105) menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman adalah pengalaman indera.

    Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tetumbuhan, hewan dan manusia dan kejadian-kejadian disekitar alam, semuanya dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-teori sain. Teori-teori dikelompokkan dalam masing-masing cabang sain.

    1. CARA MEMPEROLEH PENGETAHUAN SAIN
      Perkembangan sain didorong oleh paham Humanisme. Humanisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama (Yunani Kuno).

    Sejak zaman dahulu, manusia telah menginginkan adanya aturan untuk mengatur manusia dengan tujuan agar manusia itu hidup teratur. Manusia juga perlu aturan untuk mengatur alam. Pengalaman manusia menunjukan bila alam tidak diatur maka alam itu akan menyulitkan kehidupan manusia. Alat yang dapat digunakan adalah akal karena akal pada setiap orang bekerja berdasarkan aturan yang sama. Aturan itu ialah logika alami yang ada setiap manusia. Akal itulah alat dan sumber yang paling dapat disepakati. Maka, Humanisme melahirkan Rasionalisme.

    Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan belum didukung oleh empiris. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur oleh akal pula. Dicari dengan akal ialah dicari dengan logis. Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Dengan akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam. Aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu, atas dasar asas-asas pertama yang pasti. Tetapi bukan berarti bahwa rasionalisme mengingkari nilai yang didapat dari pengalaman, justru pengalaman adalah bagian dari perangsang pikiran.

    Berpikir logis tidak menjamin diperolehnya kebenaran yang disepakati. Padahal, aturan itu seharusnya disepakati. Alat itu adalah empirisme. Secara etimologis, empirisme berasal dari kata bahasa Inggris, empiricism dan experience. Dalam bahasa Yunani, experieta yang berarti berpengalaman dalam, berkenalan dengan, dan terampil untuk. Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris yang didasarkan pada pengalaman yang menggunakan indera. Empirisme juga disebut sebagai ilmu bukti, kaum ahli ilmu pengetahuan empiris itu diperoleh dengan jalan observasi (pengamatan) atau experiment (praktik). Jalan experiment lebih banyak mendapatkan hasil karena dengan jalan praktik si penyelidik dapat memindahkan barang dari tempat ke tempat dan mencampurkan berbagai macam benda dan kenyataan sesuai dengan keinginannya. Sedangkan, dalam pengamatan, penyelidik cuma pasif, berdiam diri dan mengamati saja, si pengamat cuma bisa mengamati hidup dan sifatnya masing-masing tumbuhan dan hewan di masing-masing tempatnya.

    Namun empirisme memiliki kekurangan, kekurangannya adalah karena ia belum terukur. Empirisme hanya sampai konsep-konsep yang umum. Sebagai contoh, air kopi yang baru diseduh ini panas, nyala api ini lebih panas, kelereng ini kecil, bulan lebih besar, matahari sangat besar. Empirisme hanya menemukan konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasional, karena belum terukur jadi diperlukan alat lain yaitu Positivisme.

    Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, yang tertukur. Positivisme mengatakan air kopi ini 80 derajat celcius. Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif dan tidak memungkinkan perbedaan pendapat. Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam.

    Selain itu dibutuhkan alat lain, yaitu Metode Ilmiah. Metode Ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar dilakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris. Metode Ilmiah secara teknis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode Riset. Metode Riset menghasilkan model-model penelitian. Model-model penelitian inilah yang menjadi instansi terakhir dan memang operasional dalam membuat aturan (untuk mengatur manusia dan alam) tadi. Hasil-hasil penelitian itulah yang sekarang serupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang.

  • Makalah Hubungan Filsafat dengan Sains

    Hubungan Filsafat dengan Sains

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pembahasan dalam makalah ini adalah tentang hubungan ilmu pengetahuan (sains) dengan filsafat. Sains atau ilmu pengetahuan pada zaman klasik tak terpisah dengan filsafat. Para filsuf terdahulu seperti Aristoteles dan Plato selalu mendasarkan penyelidikannya pada metafisika. Plato misalnya, menyatakan bahwa pengetahuan yang kita punya saat ini adalah bawaan dari alam idea. Proses berfikir ia samakan dengan proses mengingat apa-apa yang pernah dilihat oleh manusia di alam idea dahulu. Baginya, pengetahuan manusia bersifat apriori (mendahului pengalaman). Begitu pula dengan para filsuf-filsuf sebelumnya. Sejak Thales dan para pemikir sebelum Sokrates dan Kaum Shopis, mereka menumpahkan perhatian filsafatnya pada proses kejadian alam semesta, yang berarti objek fisik.

    Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan : Ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga filosuf. Para filosuf terlatih di dalam motede ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu.

    Tapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, yang diawali oleh renaisans yang kemudian disambut hangat oleh kaum empirisme, peta sains mulai bergeser. Namun metodelogi rasionalisme yang dimotori Descrates sebagai penggerak renaisans berbeda dengan empirisme. Jika rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan yang sahih hanya diperoleh melalui rasio, empirisme mengatakan bahwa pengetahuan yang sahih bersumber dari pengalaman. Menurut empirisme, pengetahuan tidak diperoleh secara apriori melainkan aposteriori (melalui pengalaman).

    Gejolak renaisains itu pun terus bergulir ke Jerman dengan zaman pencerahannya. Kemudian sampailah kita pada aliran positivisme yang dibangun oleh Agust Comte. Melalui positivismenya, Comte menegaskan pengetahuan tidak melampaui fakta-fakta. Ia kemudian menolak metafisika. Dan pada akhirnya, ia menolak, etika, teologi dan seni, yang dianggap melampaui fenomena-fenomena yang teramati. Menurut Comte, sejarah pengetahuan berkembang melalui tiga tahap. Dari tahap teologis, metafisis dan terahir positifis. Baginya perkembangan ini layaknya perkembangan kehidupan manusia, mulai dari anak-anak, remaja, kemudian dewasa.

    Pengertian Filsafat

    Filsafat didefinisikan sebagai “kebijaksanaan” . Kata filsafat atau philosophy, berasal dari bahasa Yunani yaitu Sophia yang berarti kebijaksanaan dan Philein yang berarti mencintai. Jadi, filsafat adalah semata-mata mencintai kebijaksanaan. Filsafat merupakan ilmu yang universal. Berfilsafat berarti mempertanyakan dasar dan asal usul dari segala-galanya, ataupun induk dari segala pengetahuan.

    Objek Filsafat

    Objek penyelidikan filsafat itu sendiri adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut objek material filsafat. Ada beberapa objek materi filsafat, yaitu :

    • Masalah Tuhan, yang sama sekali diluar atau diatas jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
    • Masalah alam, yang belum atau tidak bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan biasa.
    • Masalah manusia

    Obyek material filsafat yang diselidiki akan terus berlangsung hingga permasalahannya selesai, dan dapat ditemukan sampai akar-akar permasalahannya. Bahkan filsafat baru menemukan hasil kerjanya manakala ilmu pengetahuan suduh terhenti penyelidikannya, yakni ketika ilmu tidak mampu memberi jawaban atas masalah. Inilah salah satu sifat ciri khas filsafat yang tidak dimiliki ilmu pengetahuan.
    Seorang filosuf berfikir dan merenung untuk menemukan persoalan kyang memenuhi benaknya, ia berfikr sedalam dalamnya hingga seakar-akarnya untuk mencari hakikat sesuatu. Hasil penyelidikannya masih bersifat menduga-duga (spekulatif) dan subyektif.[5] Berarti filsafat adalah berfikir, tetapi bukan berarti setiap berfikir adalah berfilsafat. Ada beberapa ciri-ciri berfikir filsafat, antara lain :

    1. Radikal
      Radikal berasal dari bahasa radix (bahasa yunani), berarti akar. Berfikir radikal berarti berfikir sampai keakar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai pada konsekuensinya yang terakhir. Tidak ada yang tabu, tidak ada yang suci, dan tidak ada yang terlarang bagi yang berfikir radikal.
      · Sistematis
      Berfikir sistematis ialah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dangan urutan-urutan yang saling berhubungan dan teratur.
      · Universal
      Berfikir universal berarti pola pikir yang tidak khusus, terbatas dan hanya pada bagian tertentu saja, akan tetapi mencakup keseluruhannya.

    A. Pengertian Sains

    Sains atau Science berasal dari Bahasa Latin Scientia artinya pengetahuan. Sains adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), terdiri phusical sciences (ilmu astronomi, kimia, geologi, minerologi, meteorology dan fisika) dan life sciences (biologi, zoology, fisiologi).

    Secara sederhana sains dapat berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang muncul dari pengelompokkan secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah sejak jaman dahulu, atau biasa disebut sains sebagai produk. Produk yang dimaksud adalah fakta-fakta, prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dan berbagai teori yang membentuk semesta pengetahuan ilmiah yang biasa diibaratkan sebagai bangunan dimana berbagai hasil kegiatan sains tersusun dari berbagai penemuan sebelumnya. Sains juga bisa berarti suatu metoda khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa disebut sains sebagai proses. Metode ilmiah merupakan hal yang sangat menentukan, sains sebagai proses ini sudah terbukti ampuh memecahkan masalah ilmiah yang juga membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai pengetahuan yang sudah ada.

    Selain itu sains juga bisa berarti suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat digunakan setelah kita menyelesaikan permasalahan teknisnya, yang tidak lain biasa disebut sebagai teknologi. Teknologi merupakan suatu sifat nyata dari aplikasi sains, suatu konsekwensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu. Sehingga biasanya salah satu definisi popular tentang sains termasuk juga teknologi di dalamnya. Aspek-aspek lain dari sains dari kemungkinan lainnya pada jawaban pertanyaan di atas adalah: dampak sains melalui teknologi terhadap masyarakat, sifat sains yang terus berkembang, tujuan akhir dari sains, karakteristik seorang ilmuwan dan lainnya.

    Sesungguhnya, sains itu sendiri sudah ada sejak awal sejarah manusia ada, demikian juga sejak manusia lahir. Tetapi dalam prosesnya, manusia tidak langsung cepat membaca, memahamai dan menguasainya. Salah satu penyebab utama, mengapa terjadi kelambanan dan keterlambatan penguasaan sains, adalah faktor manusia nya sendiri. Yang di dalam benaknya sudah dipenuhi dengan beragam doktrin, persepsi, keyakinan. mitos yang berlangsung antar generasi terhadap suatu dan kejadian di diri kita dan sekitar kita.

    Sebagai gambaran, saat ini kita berkeyakinan dan membuktikan secara sains , bahwa bumi mengelilingi matahari. Namun dulu pernah berabad-abad, manusia berkeyakinan bahwa bumi ini diam dan mataharilah yang mengelilingi bumi. Dan masih banyak lagi keyakinan lama dan mitos-mitos yang berubah karena sains. Mitos dan keyakinan salah di sekitar kita harus diubah persepsinya, bahwa segala kejadian ini sudah sangat teratur melalui hukum-hukum yang pasti yang bisa rasakan, amati, buktikan dan kembangkan. Sains terdiri dari 3 aspek:

    1. Sains adalah alat untuk menguasai alam dan memberikan sumbangan kepada kesejahteraan manusia.
    2. Sains sebagai suatu pengetahuan yang sistematis dan tangguh , merupakan hasil dari berbagai peristiwa.
    3. Sains sebagai metode untuk mendapatkan aturan, hukum-hukum atau teori-teori dari obyek yang diamati.

    B. Persyaratan – persyaratan Sains

    Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu pengetahuan banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.

    1. Objektif, Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni penyesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
    2. Metodis, adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara uniurn metodis berarti metode tertentu
      yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
    3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
    4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180.

    C. Sumber – Sumber Ilmu Menurut Sains Sekuler dan Sains Islam

    C.1. Menurut Sains Sekuler

    Sains sekuler melihat ilmu dari dua sumber yaitu rasio dan pengalaman yang diperkenalkan aliran rasionalisme dan emperisme. Menurut rasionalisme dengan pendekatan deduktifnya menyatakan didapatkan ilmu itu dari ide, bukan ciptaan manusia. Faham ini biasa disebut idealisme dan faham ini menyatakan dengan penalaran yang rasional bisa mendapatkan satu kebenaran. Untuk kaum imperealis ilmu itu diketahui lewat satu pengalaman tetapi mereka tidak bisa membuktikan hahekat pengalaman itu, karena alat yang diperoleh manusia itu mempunyai keterbatasan yaitu panca indra yang sangat memiliki keterbatasan.
    Selain dua sumber di atas ada juga sumber lain yang berupa intuisi, yaitu suatu proses kebenaran tanpa melalui belajar lebih dahulu. Jadi sumber ilmu menurut sains sekuler diperoleh melalui hasil usaha maksimal manusia dengan melaui pengamatan dan hasil kerja rasio secara maksimal. Menurut Imanuel Kant perlu mengkritisi kedua aliran tersebut agar terdapat kenetralan jangan menjadi berat sebelah maka ia muncul dengan aliran kritisisme. Di samping itu Titus menekankan bahwa perlu digaris bawahi pertentangan filosof sains sekuler tentang sumber ilmu, ia menekankan kedua aliran di atas dinilai sebagai sumber pengetahuan yang mungkin. Menurut filsafat sains sekuler ada empat sumber pengetahuan.

    1. Manusia yang memiliki otoritas. Filsafat sekuler menempatkan adanya manusia yang mendapat otoritas sebagai sumber ilmu yaitu mereka yang karena otoritasnya tepat dan relefan dijadikan sebagai sumber pengetahuan tentang sesuatu hal. Otoritas tersebut didasarkan pada kesaksian yang bisa diberikannya.
      Pada zaman modern ini orang yang ditempatkan mendapat otoritas misalnya dengan pengakuan melalui gelar, ijazah, hasil publikasi resmi, namun penempatan otoritas sebagai sumber pengetahuan tidaklah dilakukan dengan penyandaran pendapat sepenuhnya. Dalam arti tidak dilakukan secara kritis untuk tetap bisa menilai.
    2. Indra, Dalam pandangan filosof sains modern indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber internal pengetahuan. Untuk mengetahui kemampuan indra bisa diajukan pertanyaan, bagaimana bisa mengetahui besi dipanaskan bisa memuai atau air bisa membeku menjadi es, menurut filsafat sains sekuler terhadap pertanyaan seperti ini indra bisa menjawabnya. Ilmu sekuler mengembangkan prinsip tersebut secara metodis melalui pengamatan terarah dan eksperimen untuk mendapatkan data dari fakta emperik. Untuk mewujudkan hal itu, ilmu sekuler menggunakan peralatan teknologis untuk menjalankan prinsip presepsi indra dalam mempresepsi secara terarah terhadap data, fakta yang relefan.
    3. Akal, Dalam kenyataan ada pengetahuan tertentu yang bisa dibangun oleh manusia tanpa harus atau tidak bisa mempresepsinya dengan indra terlebih dahulu manusia bisa membangun pengetahuan. Bertitik tolak dari pandangan seperti ini, maka filsafat ilmu sekuler menempatkan akal adalah salah satu sumber ilmu pengetahuan. Pandangan ini merupakan representasi dari pandangan filsafat rasionalisme yang dalam pandangan moderatnya berpendirian bahwa manusia memiliki potensi mengetahui.
    4. Intuisi, Bahwa suatu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak merupakan hasil pemikiran yang sadar atau presepsi rasa yang langsung. Memahami istilah intuisi dalam arti kesadaran tentang data-data yang langsung dirasakan. Jadi intuii merupakan pengetahuan tentang diri sendiri. Intuisi ada dalam pemahaman kita tentang hubungan antara kata-kata yang membentuk bermacam-macam langkah dan argumen.

    C.2. Sumber ilmu menurut sains Islam

    Islam melihat Allah sebagai maha pencipta dan yang diciptakan sebagai hamba, manusia termasuk yang diciptakan. Maka yang dihasilkan oleh manusia adalah memiliki beberapa kelemahan, dengan kekurangan dan kelemahan itu tidak mungkin ia sebagai sumber ilmu. Dan Allah yang mengajarkan kepada manusia tentang apa yang tidak diketahuinya, dan melengkapi manusia segala perlengkapan dan fasilitas mendengar, melihat, dan hati sebagai timbangan atas apa yang hendak dibuat oleh manusia. Dan Allah sudah tegaskan dalam QS. Al- Nahl (16): 78: Bahwa Allah keluarkan manusia dari perut ibunya masih dengan tidak tahu apa-apa. Pada saat itu Allah melengkapi pada manusia pendengaran, penglihatan agar manusia itu menyadari dan bersyukur atas apa yang diberikan dan pada ayat lain Allah menyuruh manusia itu untuk selalu belajar mencari ilmu, melalui pendidikan. Ini menunjukkan bahwa manusia bukan sumber ilmu tetapi sumber ilmu itu dari Allah.

    Pandangan bahwa Allah adalah sumber ilmu tidak berarti bahwa manusia tidak memiliki ilmu tetapi Allah sebagai sumber ilmu yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya, dan Allah melengkapi manusia segala perlengkapan dan jalan yang meniscayakan manusia mengusahakan untuk perolehan ilmu. Dan manusia bisa menjadi jalan bagi manusia lain untuk memperoleh ilmu dan orang seperti adalah orang yang mempunyai otoritas yang diperoleh dari Allah sebagai jalan bagi manusia lain untuk memperoleh bagian kecil dari ilmu Allah yang banyak itu. Maka tidak mungkin manusia menjadi sumber ilmu.

    D. Sejarah Singkat Filsafat Sains

    Pada awalnya filsafat sains lebih berupa metodologi atau telaah tentang tata kerja atau metode dalam berbagai sains serta pertanggungjawabanya secara rasional. Dalam logika sains biasa dibedakan ada yang disebut dengan konteks penemuan sains (context of scientific justification).

    Tradisi sains, sebenarnya telah dimulai sejak filsafat itu lahir, yaitu sejak atau sekitar abad ke 6 SM. Thales, yang disebut-sebut sebagai bapak filsafat telah mengutarakan dengan mencari tahu tentang bahan dasar alam semesta ia menyimpulkan bahwa bahan dasar alam semesta itu adalah air. Jawaban ini tidak memuaskan murid dan pemikir setelahnya. Anaximenes misalnya mengatakan bahwa bahan dasar yang membangun alam semesta itu adalah udara. Anaximandros mengatakan suatu prinsip yang tidak terbatas(to Apeiron). Penyelidikan para pendahulu filsafat ini lebih bersifat kosmologi-ontologis, belum epistemologis, artinya belum begitu serius. Baru setelah Aristoteles (1384-322 SM) membahas epistemologis mulai dipertanyakan.Arisoteles mengemukakan acuan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, yaitu dengan menggunakan pengamat induktif dan metode deduktif.

    Dari kedua metode yang nampak bertolak belakang itu, Aristoteles mengusulkan bahwa untuk mencapai pengetahuan yang solid, kedua metode tersebut mesti sama-sama digunakan, artinya apa yang kita pikirkan itu harus bisa dibuktikan atau berhubungan dengan realitas dan kenyataan konkret.

    Zaman semakin maju, revolusi terjadi dalam berbagai bidang, maka arah kajian filsafat sains berkembang ke zaman yang lebih baru dan lebih positive. Agar nampak tidak terlalu naf, tampilah para tokoh filsafat sains yang menberikan landasan filsafat bahasa pada positivme hingga tampil menjadi logis gerakan ini muncul setelah didirikan kelompok kajian filsafat sains yang disebut dengan, lingkaran wina.aliranya disebut positivisme logis. Pada awal abad ke 20 inilah filsafat sains mencapai puncaknya.

    E. Hubungan Antara Filsafat dan Sains

    Pada akhirnya kita memang melihat adanya sebuah hubungan antara filsafat dengan sains. Mereka memiliki spirit dan tujuan yang sama yaitu jujur dan mencari kebenaran. Dalam pencarian kebenaran ini sais menentukan dalam dirinya sendiri tugas khas tertentu dan tugas ini memerlukan batas-batas tertentu. Tetapi penyelidikan pikiran manusia yang selalu ingin tahu, melukai batas-batas ini dan menuntut perembesan terhadap wilayah yang berada di balik bidang sains, dengan demikian lalu filsafat muncul.

    F. Perbandingan Antara Filsafat Dan Sains

    Dalam hal ini tidak salah bahwa keduanya memiliki persamaan, dalam hal ini bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berfikir filosofi spekulatif dan berfikir empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk aliran filsafat pendidikan tradisional, adalah bahwa filsafat menetukan tujuan dan science manentukan alat sarana untuk hidup.

    Untuk lebih jelas dan untuk lebih mengetahui tentang perbandingan antara filsafat dan sains, maka di bawah ini akan dijelaskan tentang persamaan dan perbedaan antara keduanya, yaitu :

    F.1. Persamaan :

    Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
    Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab akibatnya.
    Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
    Keduanya mempunyai metode dan system.
    Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (obyektifitas) akan pengetahuan yang lebih mendasar.

    F.2. Perbedaan :

    obyek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak sedangkan kajian filsafat tidak terkokta-kotak dalam disiplin tertentu. Obyek formal (sudut pandang) filsafat itu bersifat fregmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu ada itu secara luas, mendalam dan mendasar, sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik yang berarti bahwa cara-cara ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita. Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjol daya spekulasi, kritis dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan tital dan error. oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya.

    Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat, yang sekunder (secondary cause).

    Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.

    Sekarang, filsafat sama dengan sains dalam menemukan pengetahuan yang seksama dan terorganisir dengan baik. Tapi filsafat tidak puas dengan definisi semacam ini. Filsafat mencari pengetahuan yang juga konprehensif. Pikiran manusia tidak puas semata-mata dengan menyusun rangkaian yang tetap tentang fenomena dan sekedar merumuskan cara-cara mereka bertingkah-laku. Pikiran manusia sangat membutuhkan beberapa penjelasan akhir berkenaan dengan berbagai fenomena dengan perilaku.

    G. Sekilas Sejarah Sains Dalam Peradaban Islam

    Kontribusi Ilmuwan Muslim dalam bidang sains, khususnya ilmu alam (natural science) amatlah besar, sehingga usaha menutupinya, memperkecil perannya, mengaburkan sejarahnya tidak sepenuhunya berhasil. CIPSI (Center for Islamic philosophical studies and information) sebuah lembaga penelitian yang dipimpin oleh Prof. Mulyadhi Kartanegara telah meninventarisasi setidaknya ditemukan tidak kurang dari 756 ilmuwan Muslim terkemuka yang memiliki konstribusi dalam perkembangan sains dan pemikiran filsafat. Daftar ini baru tahap awal, dan tidak termasuk di dalamnya ribuan ulama dalam disiplin ilmu-ilmu shariyyah.

    Sebut saja beberapa sainitis muslim seperti; Ibn al-Haitam, seorang pakar optik dan pencetus metode eksperimen. Dalam bidang Fisika-Astronomi, Ibnu Qatir, ilmuwan Muslim yang mempelajari gerak melingkar planet Merkurius mengelilingi matahari. Karya dan persamaan Matematikanya sangat mempengaruhi Nicolaus Copernicus yang pernah mempelajari karya-karyanya. Ibn Firnas dari Spanyol sudah membuat kacamata dan menjualnya keseluruh Spanyol pada abad ke-9. Christoper Colombus ternyata menggunakan kompas yang dibuat oleh para ilmuwan Muslim Spanyol sebagai penunjuk arah saat menemukan benua Amerika. Ilmuwan lain, Taqiyyuddin (966 M.) seorang astronom telah berhasil membuat jam mekanik di Istanbul Turki. Sementara Zainuddin Abdurrahman ibn Muhammad ibn al-Muhallabi al-Miqati, adalah ahli astronomi masjid (muwaqqit penetap waktu) Mesir dan penemu jam matahari. Ahmad bin Majid pada tahun 9 H. atau 15 Masehi, seorang ilmuwan yang membuat kompas berdasarkan pada kitabnya berjudul Al-Fawaid.

    H. Faktor-Faktor Pendorong Tumbuhnya Sains Dalam Peradaban Islam

    Ada banyak aspek yang menyebabkan sains atau komunitas ilmuwan berkembang, namun sekurangnya dapat dirangkum pada tiga faktor utama yang saling berkaitan: pertama, adanya suatu worldview dari masyarakatnya yang mendukung, worldview ini dapat berupa suatu pandangan hidup, agama, filosofi, dan lain-lain. Kedua, apresiasi dari masyarakat, yakni sikap dan penghargaan masyarakat terhadap para ilmuwan. Ketiga, adanya patronase dan dukungan dari penguasa.

    Pertama, dorongan sebuah worldview dalam kemajuan sains merupakan unsur paling penting. Dalam Islam, worldview ini terpancar dari sumber utamanya yakni al-QurAn dan Sunnah. Motif agama dalam mempelajari sains ini dapat kita temui dari pengakuan seorang ilmuwan terkemuka al-Khawarizmi: Agamalah yang mendorong saya menyusun karya tulis singkat dalam hal hitungan dengan memakai prinsip operasi hitung seperti penambahan dan pengurangan, yang bermanfaat untuk pengguna aritmatika, yang biasa digunakan para pria yang terlibat dalam persoalan benda pusaka, warisan, perkara hukum, dan perdagangan serta dalam segala kesepakatan kerja atau yang bertalian dengan pengukuran dalamnya tanah, penggalian kanal, perhitungan geometri dan segala jenis objek dan yang ditekuninya.

    Para ilmuwan muslim pada umumnya tidak pernah menjadikan harta dan jabatan sebagai tujuan untuk pencarian ilmu. Sebaliknya, harta dan jabatan adalah sarana untuk pencarian ilmu. Ibnu Rusyd, Ibn Hazm, dan Ibn Khaldun adalah ilmuwan yang berasal dari keluarga kaya. Kekayaannya tidak menghentikan mereka dalam pencarian ilmu. Sebaliknya, al-Jahid, Ibn Siddah, Ibn Baqi, all-Bajji, adalah beberapa contoh ilmuwan yang miskin, namun kemiskinan tidak menghalangi kegairahan mereka terhadap ilmu. Jadi jelas bahwa harta dan kekayaan bukan tujuan mereka, ada dan tidak adanya harta tidak mengurangi gairah mereka terhadap ilmu. Ada suatu motif yang lebih luhur dalam pencarian mereka terhadap ilmu. Sikap dan pandangan para ilmuwan Islam ini tentu lahir dari sebuah konsep tentang ilmu, lebih luas lagi dari sebuah pandangan hidup, yakni worldview Islam.

    Kedua, sikap masyarakat yang menghargai ilmu dan ilmuwan sesungguhnya lahir dari masyarakat yang sadar akan pentingnya ilmu. Sekali lagi, dorongan ini pun lahir dari motif agama. Penghormatan (adab) mereka yang khas terhadap ulamA merupakan sesuatu yang unik dan sulit ditemui dalam masyarakat manapun, penghormatan yang bukan berasal dari pengkultusan individu, namun berasal dari suatu kesadaran akan mulianya ilmu dan mereka yang membawanya. Sebagai contoh ketika Imam al-RAzi mendatangi Herat untuk berceramah, seluruh penduduk kota menyambutnya dengan sangat meriah bagaikan suatu hari raya, dan masjid raya pun penuh sesak dipenuhi jamaah yang hendak mendengarkannya. Ini menunjukkan betapa besar penghargaan masyarakat kepada seorang ilmuwan. Masyarakat pada umumnya sangat antusias menyaksikan suatu ceramah umum, diskusi, debat terbuka, dan forum-forum ilmiah yang dibuka untuk umum. Para orang tua sangat ingin menjadikan anaknya sebagai ulamA, dan hal itu merupakan cita-cita yang paling mulia. Banyak diantara para ulamA yang sudah dititipkan kepada ulamA terkemuka sejak mereka masih sangat kecil dengan harapan agar anaknya menjadi seorang ilmuwan terkemuka.

    Ketiga, peran dukungan atau patronase dari penguasa, misalnya berupa dana, merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. Imam Asy-SyAfii dalam ad-DiwAn pun menegaskan bahwa salah satu syarat untuk memperoleh ilmu adalah adanya harta untuk memenuhi fasilitas penuntut ilmu. Bentuk-bentuk patronase yang dialami oleh ilmuwan muslim adalah : undangan untuk memberikan orasi ilmiah di istana dan didengarkan oleh para penguasa; pembangunan sarana pendidikan seperti akademi, observatorium, perpustakaan, rumah sakit, madrsah, dll; penyelenggaraan event ilmiah seperti seminar; pemberian beasiswa; pemberian insentif pada karya-karya para ilmuwan.

    Ketiga faktor di atas, jika ditelisik lebih dalam sebenarnya bermuara pada suatu semangat ilmiah yang bersumber dari suatu pandangan hidup tertentu. Suatu pandangan hidup yang meletakkan ilmu di posisi yang amat mulia, sehingga tak pantas jika seseorang melakukan pencarian ilmu semata-mata untuk mencari harta dan jabatan. Pandangan hidup itu ialah tidak lain dari Islam.

    Bab III. Kesimpulan

    Sistematika filsafat membicarakan masalah sains atau pengetahuan tentang apa yang telah diketahui dan sejauh mana kebenaran pengetahuan yang dimaksudkan. Hakikat tahu, mengetahui, dan pengetahuan dengan segala kaitannya meliputi hal-hal yang dimaksud dengan tahu atau mengetahui suatu hal. Kemudian, setiap tahu dan mengetahui akan melibatkan suatu gagasan dalam pikiran dan pengalaman indrawi, sehingga pengetahuan itu mengandung kriteria kebenaran filosofis.

    Dalam hal ini tidak salah bahwa keduanya memiliki persamaan, dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berpikir filosofis spekulatif dan berpikir empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk aliran filsafat pendidikan tradisional adalah bahwa filsafat menentukan tujuan dan sains memberikan alat sarana untuk hidup.

    Islam menempatkan sains dengan segala aspeknya pada posisi yang sangat terhormat memandang sains pebagai sebuah keharusan bagi setiap umat manusia sebab dengannya manusia dapat bertahan hidup dan mengerti tujuan hidup.

    Istilah sains dalam Islam, sebenarnya berbeda dengan sains dalam pengertian Barat modern saat ini, jika sains di Barat saat ini difahami sebagai satu-satunya ilmu, dan agama di sisi lain sebagai keyakinan, maka dalam Islam ilmu bukan hanya sains dalam pengertian Barat modern, sebab agama juga merupakan ilmu, artinya dalam Islam disiplin ilmu agama merupakan sains.

    Pandangan Islam tentang sains, dan adanya keselarasan antara kitab yang diturunkan dengan kitab ciptaan akan memberikan dampak dan akibat, baik secara teoretis maupun praktis, terhadap tujuan utama pendidikan dan pembelajaran sains dalam suatu masyarakat Muslim. Inilah mengapa para saintis muslim, seperti yang sudah kita ulas di atas, menjadikan aktivitas ilmiahnya sebagai ibadah, bukan hanya suatu jargon dan basa-basi belaka, namun dilandasi suatu pemahaman mendalam.

  • Filsafat Islam: Sejarah Filsafat Islam, Ciri-ciri dan Tokoh Filsafat Islam

    Sejarah Filsafat Islam

    Bisa dijelaskan bahwa sejarah filsafat di dunia Islam adalah sejarah penyelarasan antara syari’at dan filsafat, atau iman dengan rasio. Dan inilah tema yang paling penting dan paling menghabiskan energi dalam filsafat Islam. Sekalipun demikian, sejarah filsafat Islam belum bisa menciptakan sebuah paduan di antara keduanya dengan baik. Ini karena seluruh bangunan filsafat Islam, baik materi maupun bentuknya, diambil terutama dari bahan-bahan Yunani atau yang disimpulkan dari ide-ide Yunani. Upaya islamisasi ide-ide Yunani memang telah banyak dilakukan oleh para filsuf muslim, namun warna Yunani-Nya tetap lebih menonjol daripada “Islam”-nya. Itulah mengapa Fazlur Rahman lalu menyebut filsafat Islam lebih bersifat helenistik.

    Dari kacamata sejarah kita melihat kalau penerjemahan karya-karya Yunani pada abad ke-8 M. dianggap sebagai masuknya filsafat Yunani ke dunia Islam, maka sesungguhnya aktivitas tersebut sebetulnya adalah kelanjutan dari aktivitas sebelumnya yang telah dilakukan oleh orang-orang Kristen Nestorian di Siria. Memang, jauh sebelum Islam menaklukkan wilayah-Wilayah Timur Dekat, Siria telah menjadi Wilayah pertemuan dari dua kekuatan dunia, Romawi dan Persia. Karena itu, Siria memainkan peran penting dalam penyebaran budaya Timur dan Barat. Posisi penting Persia ini bisa dilacak dari kisah penaklukan Alexander Yang Agung atas Darius pada tahun 331 M di Arbela. Kemenangan Alexander ini menandai pertemuan dua budaya dunia, Yunani dan Persia.

    Setelah Alexander meninggal, kerajaannya yang besar terbagi menjadi tiga: Macedonia di Eropa, kerajaan Ptolomeus di Mesir dengan ibu kotanya Alexandria, dan kerajaan Selerucid (Seleucus) di Asia dengan kota-kota penting Antioch di Siria, Seleucia di Mesopotamia, dan Bactra di Persia sebelah Timur.

    Filsafat ala Yunani tersebar di banyak dunia Islam. Seperti yang banyak dicatat dalam buku sejarah, ketika orang Islam menundukkan kota-kota pusat studi ilmu Yunani ini, mereka sama sekali tidak mengusik institusi-institusi ini. Bahkan, orang-orang Arab sama sekali tidak mengintervensi bahasa dan budaya penduduk daerah yang ditundukkannya.

    Filsafat Neo-Platonisme dipandang sesuai dengan konsep tauhid dalam Islam, fenomena ini juga dapat dilacak dari dua buku versi Arab yang begitu memesona para pemikir Islam saat itu. Bahkan, orang-orang saat itu menganggapnya sebagai anugerah Tuhan. Kedua buku itu disebut dengan Theology of Aristoteles dan Libre de Causis yang keduanya secara salah dinisbatkan kepada Aristoteles. Baik dalam Theologia maupun De Camis, ajaran emanasi, yang merupakan landasan bagi hampir semua pemikiran filsafat Islam, diuraikan dan dibahas secara mendalam. Dalam kedua buku tersebut terkandung unsur neo-Platonisme yang masuk ke dalam pemikiran-pemikiran filsafat bahkan merembes ke dalam metafisika yang dikembangkan oleh beberapa orang sufi.

    Contoh lainnya dapat dilihat dalam konsep tajalli versi Ibnu Arabi. Meskipun Ibnu Arabi mengganti konsep emanasi Plotinus dengan tajalli, namun ia tidak bisa mengelak dari logika Plotinian. Ibnu Arabi mengatur konsep tajallinya di dalam urutan yang sama dengan yang dibuat Plotinus. Kalau Plotinus menempatkan Akal Pertama dalam hierarki tertinggi dan dunia materi dalam hierarki terendah, maka Ibnu Arabi juga meletakkan inzan kamil, haqiqat al-haqa’iq atau al-aql al-awwal, Nur Muhammad, sebagai wadah tajalli Tuhan yang paripurna, dan mineral sebagai wadah tajalli yang terendah.
    Ciri-ciri Filsafat Islam
    Maka mengikuti Beck dan Kaptein (1988) setidaknya ada lima ciri khas filsafat Islam, dan menjadi landasan utama berbagai uraian dalam artikel ini.

    Pertama, mereka mempunyai kesamaan dalam melihat kebenaran Al-Qur’an dan ajaran Islam sehari-hari.
    Kedua, Para filsuf Islam percaya bahwa ada garis yang menghubungkan Islam dengan filsafat Yunani. Mereka meyakini bahwa wahyu Islam merupakan kelanjutan dari mata rantai perenial yang telah muncul dalam alam pikiran Yunani.
    Ketiga, Filsafat Islam bertujuan mendapatkan pengetahuan dalam rangka mendapatkan hikmah (kearifan).
    Keempat, kualitas kebijaksanaan atau kearifan yang hendak digapai oleh para filsuf Islam adalah kualitas keagamaan.
    Kelima, Filsafat Islam menunjukkan kegemarannya akan masalah pengetahuan dan dasar-dasar psikologi serta ontologinya.

    Dan dari kelima karakter itulah yang akan menghantarkan kita memahami perkembangan filsafat Barat Modern, dan bisa dinyatakan adanya penghubung antara perkembangan Filsafat Islam/filsuf muslim dengan akar perkembangan Filsafat Barat Modern.

    Dan yang penting juga untuk digaris bawahi bahwa Filsafat Yunani yang diserap dalam alam pikiran Islam bukan saja datang dari Plato dan Aristoteles, melainkan juga pikiran-pikiran yang sudah berkembang beberapa abad kemudian yang dikembangkan oleh para penerus dan penafsir mereka. Di samping Platonisme dan Aristotelianisme, terdapat pula pengaruh Stoikisme, Pitagorisme, dan terutama Neoplatonisme dari Plotinus dan Proclus. Terutama pengaruh dari Neoplatonisme inilah yang membuat wajah filsafat Islam tampil dalam wujud kebijaksanaan tunggal. Para Filsuf Islam, apalagi para mistiskus intelektulis sangat yakin adanya kearifan tunggal sehingga mereka menjadikannya sebagai weltanhaung.
    Tokoh-tokoh Filsafat Islam
    Dari sini kemudian muncullah nama-nama filsuf Islam besar yang kontribusinya sangat menentukan peradaban, tidak hanya peradaban Islam, tetapi juga dunia. Tercatat dari rahim Islam nama-nama filsuf yang sangat mempengaruhi dunia, seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Ar-Razi, dan Ibnu Rusyd. Tentu saja dalam artikel yang cukup singkat ini tidak mungkin diungkapkan ajaran filsafat masing-masing filsuf. Pembaca bisa membaca tokoh-tokoh filsuf Islam dalam artikel yang di sediakan dalam blog ini atau sumber-sumber informasi lain yang pembaca kehendaki.

  • Startegi Pencapaian Target dan Indikator SDGs

    Pada 25-27 September 2015 dunia menyepakati 17 program pembangunan berkelanjutan atau Suistanable Development Goals (SDGs). Secara garis besar, 17 tujuan SDGs dapat dikelompokkan dalam empat pilar, yakni pembangunan manusia, pembangunan ekonomi,pembangunan lingkungan hidup, dan governance.

    Pilar pembangunan manusia lekat dengan penyediaan pelayanan dasar sehingga tujuan SDGs yang dapat dikelompokkan dalam beberapa sektor. Sektor-sektor itu adalah menjamin kehidupan yang sehat, memastikan pemerataan kualitas pendidikan dan pendidikan inklusif serta pembelajaran seumur hidup untuk semua, mengakhiri kemiskinan dan mencapai kesetaraan gender, serta memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

    Tujuan SDGs pada pilar pembangunan lingkungan hidup antara lain memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik, mencapai akses universal ke air dan sanitasi, menjamin energi yang berkelanjutan, memastikan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan, mengambil tindakan untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya, mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan, mengelola ekosistem yang berkelanjutan dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.

    Sedangkan tujuan SDGs di pilar ekonomi yakni mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pekerjaan yang layak untuk semua, membangun infrstruktur, mempromosikan industrialisasi yang inklusif dan berkesinambungan dan mendorong inovasi, membuat kota-kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, ulet, dan berkelanjutan.

    Dalam bidang governance, tujuan SDGs antara lain mengurangi kesenjangan dalam dan antarnegara, memastikan masyarakat stabil dan damai, dan memperkuat cara pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.

    Tujuan-tujuan SDGs tersebut mempunyai sejumlah target yang akan dicapai, dan untuk itu diperlukan strategi serta indikator pencapaian SDGs tersebut. Berikut akan diuraikan strategi yang perlu dilakukan dan (calon) indikator yang dapat digunakan.

    STRATEGI PENCAPAIAN TARGET DAN INDIKATOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

    TUJUAN 1. MENGHAPUS SEGALA BENTUK KEMISKINAN

    Strategi:
    Memperluas dan menyempurnakan pelaksanaan sistem jaminan sosial terutama jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan
    Meningkatkan ketersediaan penyediaan pelayanan dasar yang disertai dengan peningkatan kualitas pelayanannya dan jangkauannya bagi masyarakat miskin dan rentan berupa pelayanan administrasi kependudukan, pelayanan kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial dan infrastruktur dasar
    Meningkatkan kemampuan penduduk miskin dalam mengembangkan penghidupan yang berkelanjutan melalui penguatan asset sosial penduduk miskin, peningkatan kemampuan berusaha dan bekerja penduduk miskin, dan peningkatan dan perluasan akses penduduk miskin terhadap modal.
    Indikator:
    Persentase penduduk dengan daya beli di bawah $1,25 per kapita per hari (PPP)
    Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional, dibedakan
    Persentase penduduk yang tercakup dalam program perlindungan sosial
    Jumlah bidang tanah yang bersertifikat di perdesaan
    Persentase realisasi terhadap target sertifikasi tanah di perdesaan
    Jumlah korban bencana alam yang meninggal dunia
    Kerugian akibat bencana alam dalam rupiah dan $US
    TUJUAN 2. MENGAKHIRI KELAPARAN, MENCAPAI KETAHANAN PANGAN DAN PENINGKATAN GIZI, DAN MENCANANGKAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

    Strategi:
    Peningkatan produksi padi dan sumber pangan protein dari dalam negeri;
    Peningkatan kelancaran distribusi dan penguatan stok pangan dalam negeri;
    Perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; dan
    Mitigasi gangguan iklim terhadap produksi pangan.
    Indikator:
    Persentase produksi yang dicapai terhadap target produksi pertanian tanaman pangan
    Jumlah penyuluh pertanian per 1000 petani
    Persentase petani yang mendapatkan penyuluhan
    Perubahan tahunan luas lahan kritis
    TUJUAN 3. MENJAMIN KEHIDUPAN YANG SEHAT DAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PENDUDUK DI SEGALA USIA

    Strategi:
    Akselerasi pemenuhan akses pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja, dan lanjut usia yang berkualitas
    Mempercepat perbaikan gizi masyarakat
    Meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
    Meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas
    Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas farmasi dan alat kesehatan
    Meningkatkan pengawasan obat dan makanan
    Meningkatkan ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan
    Meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
    Menguatkan manajemen, penelitian pengembangan dan sistem informasi
    Memantapkan pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) bidang kesehatan
    Mengembangkan dan meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan.
    Indikator:
    Angka kematian neonatal, bayi dan balita
    Angka Kematian Ibu
    Prevalensi HIV/AIDS, jumlah kasus baru dan kasus kumulatif
    Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan ARV
    Angka kematian akibat HIV yang dilaporkan (CFR)
    Angka kejadian tuberkolosis (semua kasus/100.000 penduduk/tahun)
    Tingkat prevalensi tuberkolosis (per 100.000 penduduk)
    Tingkat kematian karena tuberkolosis (per 100.000 penduduk)
    Insiden malaria
    Jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas per 100.000 penduduk
    Rata-rata polusi udara perkotaan (PM10)
    Persentase balita yang menerima imunisasi lengkap
    Tingkat prevalensi kontrasepsi (CPR)
    Fasilitas program kesehatan jiwa di RS dan Puskesmas
    Skor pola pangan harapan (PPH)
    Prevalensi gemuk dan sangat gemuk
    Prevalensi perokok saat ini penduduk usia 15 tahun ke atas
    Prevalensi peminum alkohol 12 bulan dan 1 bulan terakhir
    TUJUAN 4. MENJAMIN KUALITAS PENDIDIKAN YANG ADIL DAN INKLUSIF SERTA MENINGKATKAN KESEMPATAN BELAJAR SEUMUR HIDUP UNTUK SEMUA

    Strategi:
    Melaksanakan wajib belajar 12 tahun;
    Meningkatkan akses terhadap layanan pendidikan dan pelatihan keterampilan melalui peningkatan kualitas lembaga pendidikan formal
    Memperkuat jaminan kualitas (quality assurance) pelayanan pendidikan
    Memperkuat kurikulum dan pelaksanaannya
    Memperkuat sistem penilaian pendidikan yang komprehensif dan kredibel
    Meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru
    Meningkatkan pemerataan akses pendidikan tinggi
    Meningkatkan kualitas pendidikan tinggi
    Meningkatkan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi; (10) meningkatkan tata kelola kelembagaan perguruan tinggi.
    Indikator:
    Persentase anak yang mengikuti pendidikan prasekolah.
    Angka Kelulusan SD
    Angka Kelulusan SMP dan SMA
    APK Pendidikan Tinggi

    TUJUAN 5. MENCAPAI KESETARAAN GENDER DAN MEMBERDAYAKAN SEMUA PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN

    Strategi:

    Peningkatan pemahaman dan komitmen tentang pentingnya pengintegrasian perspektif gender dalam berbagai tahapan, proses, dan bidang pembangunan, di tingkat nasional maupun di daerah
    Penerapan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (pprg) di dalam berbagai bidang pembangunan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, politik, ekonomi, dan hukum.
    Indikator:
    Prevalensi wanita 15-49 tahun yang mengalami kekerasan fisik dan seksual oleh pasangan intimnya dalam 12 bulan terakhir.
    Persentase kasus kekerasan seksual dan berbasis gender terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan, diselidiki dan dijatuhi hukuman.
    Persentase wanita berusia 20-24 tahun yang telah menikah atau menikah sebelum berusia 18 tahun.
    Prevalensi praktek tradisional yang berbahaya.
    Jumlah rata-rata jam yang dihabiskan untuk pekerjaan dibayar dan tidak dibayar (beban kerja total), berdasarkan jenis kelamin.
    Persentase kursi yang diduduki perempuan dan minoritas di parlemen nasional dan/atau daerah
    Tingkat kebutuhan pelayanan KB yang terpenuhi.
    Angka kelahiran total.
    TUJUAN 6. MENJAMIN KETERSEDIAAN DAN MANAJEMEN AIR DAN SANITASI SECARA BERKELANJUTAN

    Strategi:

    Menjamin ketahanan air melalui peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku dalam pemanfaatan air minum dan pengelolaan sanitasi
    Penyediaan infrastruktur produktif dan manajemen layanan melalui penerapan manajemen aset baik di perencanaan, penganggaran, dan investasi
    Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat
    Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air minum dan sanitasi.
    Indikator:
    Proporsi rumah tangga yang memiliki akses air minum layak
    Proporsi rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak,
    Persentase total sumber air yang digunakan.
    TUJUAN 7. MENJAMIN AKSES TERHADAP ENERGI YANG TERJANGKAU, DAPAT DIANDALKAN, BERKELANJUTAN, DAN MODERN

    Strategi:

    Meningkatkan produksi energi primer terutama minyak dan gas dari lapangan yang mengalami penurunan tingkat produksinya
    Meningkatkan cadangan penyangga dan operasional energi
    Meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam bauran energi; meningkatkan aksesibilitas energi
    Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi dan listrik
    Meningkatkan pengelolaan subsidi BBM yang lebih transparan dan tepat sasaran
    Memanfaatkan potensi sumber daya air untuk PLTA.
    Indikator:
    Persentase rumah tangga yang menggunakan bahan bakar (listrik, gas/ elpiji, gas kota, dan minyak tanah ) untuk memasak
    Persentase rumah tangga dengan sumber penerangan utama listrik PLN dan listrik non PLN
    Tingkat intensitas energi primer
    TUJUAN 8. MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI YANG MERATA DAN BERKELANJUTAN, TENAGA KERJA YANG OPTIMAL DAN PRODUKTIF, SERTA PEKERJAAN YANG LAYAK UNTUK SEMUA

    Strategi:
    Mengoptimalkan kerjasama global dengan memperhatikan dimensi sosial dan budaya
    Memperluas lapangan kerja
    Meningkatkan iklim investasi dan promosi ekspor
    Meningkatkan sinergi arah kebijakan industri
    Meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja serta pengembangan sistem kerja yang layak
    Pendalaman kapital dan pendidikan tenaga kerja
    Peningkatan partisipasi perempuan dalam tenaga kerja.
    Indikator:
    PNB per kapita (PPP, current US$ Atlas method)
    Laporan dan implementasi Sistem Neraca Ekonomi dan Lingkungan
    Persentase angkatan kerja usia 15-24 tahun yang bekerja, menurut sektor formal dan informal
    Ratifikasi dan implementasi standar kerja fundamental ILO dan kepatuhan dalam hukum dan praktek
    TUJUAN 9. MEMBANGUN INFRASTRUKTUR TANGGUH, MEMPROMOSIKAN INDUSTRIALISASI INKLUSIF DAN BERKELANJUTAN DAN MENDORONG INOVASI

    Strategi:

    Mempercepat pembangunan sistem transportasi multimoda
    Mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan industri nasional untuk mendukung sistem logistik nasional dan penguatan konektivitas nasional dalam kerangka mendukung kerjasama regional dan global
    Membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk mendukung investasi pada koridor ekonomi, kawasan industri khusus, kompleks industri, dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor ekonomi
    Meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam penyelengaraan transportasi serta pertolongan dan penyelamatan korban kecelakaan transportasi
    Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi yang ramah lingkungan dan mempertimbangkan daya dukung lingkungan
    Mentransformasi kewajiban pelayanan universal (universal service obligation/USO) menjadi broadband-ready dengan cara reformulasi kebijakan penggunaan dana USO yang lebih berorientasi kepada ekosistem broadband (tidak hanya untuk penyediaan infrastruktur dan daerah perdesaan) dan memperkuat kelembagaan pengelola dana USO
    Mengoptimalisasi pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagai sumber daya terbatas
    Mendorong pembangunan fixed/wireline broadband termasuk di daerah perbatasan negara
    mempercepat implementasi e-government dengan mengutamakan prinsip keamanan, interoperabilitas dan cost effective
    Mendorong tingkat literasi dan inovasi TIK
    Indikator:
    Akses terhadap jalan untuk segala musim/all season road
    Langganan broadband telepon genggam per 100 penduduk, menurut perkotaan/ pedesaan
    Persentase rumahtangga dengan akses internet di perdesaan
    Nilai tambah sektor manufaktur (MVA) sebagai persentase terhadap PDB
    Jumlah emisi gas rumah kaca
    Persentase jumlah pekerja sektor industri terhadap total tenaga kerja
    TUJUAN 10. MENGURANGI KETIMPANGAN DALAM DAN ANTAR NEGARA

    Strategi:
    Peningkatan penyerapan tenaga kerja miskin dan rentan produkif ke dalam sektor industri pengolahan unggulan
    Pengembangan aktivitas ranta pengolahan yang bersifat penambahan nilai (value added) untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal dan komoditas unggulan berbasiskan agro industri
    Perbaikan rantai distribusi komoditas unggulan yang berpihak kepada petani kecil
    Pengembangan ekonomi lokal di pulau‐pulau terluar berbasis potensi alam daerah setempat.
    Indikator:
    Persentase rumahtangga dengan pendapatan di bawah 50% dari median pendapatan (“kemiskinan relatif”)
    Koefisien Gini
    Persentase BPR terhadap Pendapatan Nasional Bruto
    TUJUAN 11. MEMBUAT KOTA DAN PEMUKIMAN PENDUDUK YANG INKLUSIF, AMAN, TANGGUH, DAN BERKELANJUTAN

    Strategi:
    Perwujudan sistem perkotaan nasional (SPN)
    percepatan pemenuhan standar pelayanan perkotaan (SPP) untuk mewujudkan kota aman, nyaman, dan layak huni
    Pembangunan kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana
    Pengembangan kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi dan budaya lokal
    Peningkatan kapasitas tata kelola pembangunan perkotaan,
    Indikator:
    Persentase penduduk perkotaan tinggal di daerah kumuh
    Persentase rumah tangga di perkotaan menurut perlakuan terhadap sampah
    Ruang terbuka hijau di perkotaan
    TUJUAN 12. MENJAMIN POLA PRODUKSI DAN KONSUMSI YANG BERKELANJUTAN

    Strategi:
    Inventarisasi dan sinkronisasi kebijakan sektor-sektor prioritas terkait dengan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan
    Menggalakkan penggunaan teknologi bersih untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan mengurangi limbah
    Penyebaran informasi ketersediaan produk ramah lingkungan bagi konsumen/ masyarakat mengenai manfaat produk tersebut
    Pengembangan standar produk ramah lingkungan yang terukur
    Pengembangan peraturan dan standar pelayanan publik dalam penerapan pola konsumsi berkelanjutan.
    Indikator:
    Kerugian pascapanen (susut hasil panen padi)
    Konsumsi bahan perusak ozon
    Kedalaman optik aerosol (AOD)
    TUJUAN 13. MENGAMBIL TINDAKAN SEGERA UNTUK MEMERANGI PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAKNYA

    Strategi:
    Peningkatan pelibatan sektor baik di pusat maupun di daerah untuk melaksanakan kegiatan penurunan emisi dan pengalokasian pendanaannya;
    Standarisasi kegiatan penurunan emisi di setiap sektor.,
    Meningkatkan kontribusi swasta dan masyarakat dalam penurunan emisi GRK;
    Pengembangan dan penerapan insentif fiskal;
    Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan RAN/RAD-GRK dan adaptasi;
    Pelaksanaan kegiatan dan rencana aksi terkait dengan REDD+, baik yang berdampak langsung, maupun tidak langsung pada penurunan emisi GRK;
    Pengembangan indeks dan indikator kerentanan, serta penguatan sistem informasi iklim dan cuaca;
    Pelaksanaan kajian kerentanan dan peningkatan ketahanan (resiliensi) pada sektor yang sensitive serta pelaksanaan pilot adaptasi;
    Sosialisasi RAN-API dan peningkatan kapasitas daerah dalam upaya adaptasi.
    Indikator:
    Intensitas CO2 dari sektor listrik (gCO2 per KWh)
    Intensitas CO2 dari sektor transportasi (gCO2/vkm)
    TUJUAN 14. MELESTARIKAN SAMUDERA, LAUT, DAN SUMBER DAYA KELAUTAN SECARA BERKELANJUTAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

    Strategi:
    Peningkatan sarana dan prasarana dalam mendukung konektivitas laut;
    Peningkatan sdm, iptek, wawasan dan budaya bahari;
    Peningkatan tata kelola dan pengamanan wilayah juridiksi dan batas laut Indonesia;
    Peningkatan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan pengendalian kegiatan illegal;
    Pengelolaan pulau-pulau kecil, terutama pulau-pulau terluar. pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar; (6) peningkatan pengamanan pesisir dan konservasi perairan
    Indikator:
    Ocean Health Index
    Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman
    TUJUAN 15. MELINDUNGI, MEMULIHKAN, DAN MENINGKATKAN PEMANFAATAN SECARA BERKELANJUTAN TERHADAP EKOSISTEM DARAT, MENGELOLA HUTAN SECARA BERKELANJUTAN, MEMERANGI DESERTIFIKASI, DAN MENGHENTIKAN DAN MEMULIHKAN DEGRADASI LAHAN DAN MENGHENTIKAN HILANGNYA KEANEKARAGAMAN HAYATI

    Strategi:
    (1) Peningkatan instrumen penegakan hukum; (2) peningkatan efektivitas penegakan hukum; (3) peningkatan efektivitas dan kualitas pengelolaan hutan
    Indikator:
    Perubahan tahunan kawasan hutan dan lahan budidaya
    Rasio luas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan
    Red List Index

    TUJUAN 16. MENINGKATKAN MASYARAKAT YANG INKLUSIF DAN DAMAI UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, MENYEDIAKAN AKSES TERHADAP KEADILAN BAGI SEMUA, DAN MEMBANGUN INSTITUSI YANG EFEKTIF, AKUNTABEL DAN INKLUSIF DI SEMUA

    Strategi:

    Mempromosikan proses pembangunan yang inklusif;
    Menghormati hak-hak semua kelompok sosial-budaya, minoritas, masyarakat adat, agama;
    Melestarikan seluruh budaya warisan dan sumber daya alam dan
    Menghormati hak mereka untuk menentukan dan mewujudkan aspirasi pembangunannya.
    Indikator:
    Jumlah desa menurut adanya korban perkelahian massal (meninggal dan luka- luka), indikator proksi
    Pengungsi dan pengungsian internal akibat konflik dan kekerasan
    Corruption Perception Index (CPI), IPK Kota di Indonesia
    Persentase balita yang memiliki akta kelahiran
    Kepatuhan terhadap rekomendasi dari UPR dan perjanjian PBB
    Indikator dari variabel kebebasan berkumpul dan berserikat
    TUJUAN 17. MEMPERKUAT SARANA PELAKSANAAN DAN MEREVITALISASI KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

    Strategi:
    Meningkatkan peran Indonesia di tingkat global;
    Meningkatkan kesiapan publik domestik dan meningkatnya peran (kontribusi) dan kepemimpinan Indonesia di ASEAN;
    Menguatkan diplomasi ekonomi Indonesia dalam forum bilateral, multilateral, regional dan global;
    Meningkatkan peran Indonesia dalam kerja sama selatan selatan dan triangular;
    Meningkatkan promosi dan pemajuan demokrasi dan HAM;
    Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional di tingkat multilateral, regional, dan bilateral dengan prinsip mengedepankan kepentingan nasional, saling menguntungkan, serta memberikan keuntungan yang maksimal bagi pembangunan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
    Indikator:
    Indeks Kebahagiaan

  • Siklus Hidrologi – Pengertian, Jenis dan Unsurnya

    Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Siklus hidrologi sering juga dipakai istilah water cycle atau siklus air. Suatu sirkulasi air yang meliputi gerakan mulai dari laut ke atmosfer, dari atmosfer ke tanah, dan kembali ke laut lagi atau dengan arti lain siklus hidrologi merupakan rangkaian proses berpindahnya air permukaan bumi dari suatu tempat ke tempat lainnya hingga kembali ke tempat asalnya.

    Siklus hidrologi

    Siklus hidrologi berawal dari Air yang menguap dan naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi. Air di atmosfer berbentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar di atas benua dan dipanaskan oleh radiasi tanah. Panas tersebut membuat uap air terus naik sehingga cukup tinggi dan menjadi dingin untuk terjadinya proses kondensasi. Uap air tersebut berubah menjadi embun hingga akhirnya menjadi hujan atau salju. Curahan (precipitation) turun ke bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang turun di daratan kemudian mengalir di atas permukaan sebagai sungai, terus kemudian mengalir dan kembali ke laut.

    Perjalanan air/uap air dari atmosfer, air mengalami banyak interupsi. Sebagian dari air hujan yang turun dari awan menguap sebelum tiba di permukaan bumi, sebagian lagi jatuh di atas daun tumbuh-tumbuhan disebut intercception dan menguap dari permukaan daun-daun tersebut. Air yang tiba di tanah dapat mengalir terus ke laut, namun ada juga yang meresap terlebihdahulu ke dalam tanah atau disebut infiltration dan sampai ke lapisan batuan sebagai air tanah.

    Sebagian besar dari air tanah diserap oleh tumbuh-tumbuhan melalui dedaunan yang kemudian menguap ke udara (transpiration). Air yang mengalir di atas permukaan tanah akan menuju sungai kemungkinan tertahan di kolam, selokan, dan sebagainya (surface detention) namun, sebagian lainnya untuk sementara tersimpan di danau, tetapi kemudian menguap atau sebaliknya. Sebagian air yang lain mengalir di atas permukaan tanah melalui parit, sungai, hingga menuju ke laut ( surface run off ), sebagian lagi infiltrasi ke dasar danau-danau dan bergabung di dalam tanah sebagai air tanah yang pada akhirnya ke luar sebagai mata air.

    1.1 Jenis-jenis Siklus hidrologi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

    a. Siklus Pendek

    Siklus ini berawal dari air laut yang menguap kemudian melewati proses kondensasi dan berubah menjadi butir-butir air yang halus atau awan dan selanjutnya hujan langsung jatuh ke laut dan akan kembali berulang.

    b. Siklus Sedang

    Siklus sedang berawal dari air laut yang menguap lalu dibawa oleh angin menuju daratan berubah menjadi awan melalui proses kondensasi, setelah itu akan jatuh sebagai hujan di daratan dan selanjutnya meresap ke dalam tanah dan kembali ke laut melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.

    c. Siklus Panjang

    Siklus panjang berawal dari air laut yang menguap, melalui proses kondensasi kemudian menjadi awan, lalu terbawa oleh angin ke tempat yang lebih tinggi di daratan dan kemudian terjadilah hujan salju atau es di pegunungan-pegunungan yang tinggi. Bongkah-bongkah es mengendap di puncak gunung dan dengan adanya gaya berat oleh bongkahan es tersebut meluncur ke tempat yang lebih rendah, kemudian mencair dan terbentuk gletser lalu mengalir melalui sungai-sungai dan kembali ke laut.

    1.2 Unsur-unsur utama dalam siklus hidrologi

    Unsur-unsur utama dalam siklus hidrologi terdiri dari:
    Ø Evaporasi : penguapan dari badan air secara langsung.
    Ø Transpirasi : penguapan air yang terkandung dalam tumbuhan
    Ø Respirasi : penguapan air dari tubuh hewan dan manusia
    Ø Evapotranspirasi : perpaduan evaporasi dan transpirasi
    Ø Kondensasi : proses perubahan wujud uap air menjadi titik-titik air sebagai hasil pendinginan
    Ø Presipitasi : segala bentuk curahan atau hujan dari atmosfer ke bumi yang meliputi hujan air, hujan es, hujan salju
    Ø Infiltrasi : air yang jatuh ke permukaan tanah dan meresap ke dalam tanah
    Ø Perkolasi : air yang meresap terus sampai ke kedalaman tertentu hingga mencapai air tanah atau groundwater
    Ø Run off : air yang mengalir di atas permukaan tanah melalui parit, sungai, hingga menuju ke laut.

    DAFTAR PUSTAKA
    Sugiyanta, I Gede. 2003. Bahan Ajar Hidrologi : Mata Kuliah Hidrologi. Pendidikan Geografi Universitas Lampung: Bandar Lampung.