Blog

  • Masalah Dalam Filsafat Ilmu

    Perkembangan suatu zaman ditandai dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan yang dimiliki individunya. Sementera itu, ilmu pengetahuan tidak bias muncul dengan sendirinya. Manusia membutuhkan proses yang panjang untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Dilatari rasa ingintahu. Yang dalam perkembangannya rasa tersebut menjadi pendorong untuk mencari kebenaran dengan berbagai cara, baik secara rasional maupun empiris. Ketika ilmu tersebut sudah diketahui kebenarannya dan disepakati oleh masyarakat kebanyakan, maka yang terjadi adalah ilmu tersebut menjadi acuan individu dalam berpikir dan belajar.

    Namun sebagai makhluk yang berpikir, kita seharusnya tidak hanya mempelajari ilmu dari isinya saja. Tetapi juga segala bentuk segi dari ilmu tersebut. Misalnya tentang apa definisi ilmu tersebut, bagaimana cara memperoleh suatu ilmu tersebut, sampai pada kegunaan ilmu tersebut bagi manusia. Hal-hal mengenai apa, bagaimana dan kegunaan tersebut itulah yang disebut problem-problem filsafat ilmu.

    Problem-problem tersebut menjadi acuan para ilmuwan dan penelaah ilmu dalam memperoleh pengetahuan baru. Oleh sebab itu, mempelajari problem-problem filsafat ilmu dianggap penting dalam kehidupan manusia.

    Masalah Filsafat Ilmu

    Pengertian Problem

    Problem menurut definisi A Cornelius Bejamin ialah “suatu-situasi praktis atau teoritis yang untuk itu tidak ada jawaban lazim atau otomatis yang memadai dan yang oleh sebab itu memerlukan proses-proses refleksi”.

    Objek-Objek Filsafat Ilmu

    Sebelum mengulas tentang problem-problem filsafat ilmu, ada baiknya kita mengethuii terlebih dahulu objek-objek yang dipelajari dalam filsafat. Sebab, objek-objek inilah yang nantinya akan mengantarkan kita pada permasalahan / problem-problem filsafat ilmu.

    Objek materia, yaitu mengenai segala yang ada dan yang mungkin ada. Objek materia terdiri dari permasalahan

    1. tentang Tuhan, yang sama sekali diluar atau di atas jangkauan manusia
    2. tentang alam , yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa
    3. tentang manusia, yang juga belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa

    Objek forma, yaitu mencari keterangan sedalam-dalamnya sampai ke akar persoalan, sampai pada sebab-sebabnya dan mengapanya yang terakhir tentang obyek material filsafat, sepanjang mungkin yang ada pada akal budi manusia.[1]

    C. Problem-Problem Filsafat Ilmu

    Problem epistemologis (teori pengetahuan)

    Secara linguistic kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.

    Dari pengertian diatas dapat diperoleh suatu pengertian bahwa epistemology suatu ilmu adalah teori pengetahuan yang membahas berbagai segi dari ilmu. Objek material dari epistemology ilmu adalah pengetahuan / ilmu itu sendiri. Sedangkan objek formalnya antara lain bagaimana cara memperoleh ilmu tersebut, dari mana sumbernya, asal mulanya bagaimana.

    Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap yang dapat diketahui tentang sesuatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan manusia, sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya tidak ada pengetahuan sebab urgensi pengetahuan bagi berbagai pengetahuan yang muncul dalam kehidupan.[2]

    Permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus pembicaraan epistimologi adalah asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan antara pengetahuan dan kebenaran, dan sebagainya. Dalam epistimologi, pengetahuan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan kebenaran.

    Adapun pertanyaan-pertanyaan tentang epistemology yang biasanya ditelaah dalam suatu kajian ilmu meliputi hal-hal sebagai berikut :

    Apa pengertian / definisi dari suatu ilmu?

    Sebutkan jenis dan penggolongan ilmu tersebut!

    Apa dimensi / ruang lingkup ilmu tersebut?

    Bagaimana struktur dari suatu ilmu?

    Bagaimana asal mula terbentuknya suatu ilmu?

    Apa saja kemungkinan yang terjadi seputar terbentuknya ilmu?

    Apa saja asumsi dan landasan yang melatari suatu ilmu?

    Bagaimana validitas dan reliabilitas isi ilmu tersebut?

    1. Problem metafisis (teori mengenai apa yang ada)

    Metafisika berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta ta physika yang berarti segala sesuatu yang berada di balik hal-hal yang sifatnya fisik. Metafisika sendiri dapat diartikan sebagai cabang filsafat yang paling utama, yang membicarakan mengenai eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakekat). Oleh karena itu, metafisika lebih mempelajari sesuatu atau pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan. Menurut Wolff, metafisika dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kategori, yaitu :

    Metafisika Umum (Ontologi), yaitu metafisika yang membicarakan tentang “Ada” (Being).

    Metafisika Khusus, yaitu metafisika yang membicarakan sesuatu yang sifatnya khusus. Dalam metafisika khusus ini, Wolff membagi ke dalam 3 (tiga) kategori :

    i. Psikologi, yang membahas mengenai hakekat manusia
    ii. Kosmologi, yang membahas mengenai alam semesta
    iii. Theologi, yang membahas mengenai tuhan[3]

    Dalam buku Pengantar Filsafat Ilmu, Liang Gie mengungkapkan, metafisika belakangan ini dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. Perkembangan sesuatu ilmu sesungguhnya bertumpu pada sesuatu landasan ontologism tertentu. adalah teori yang mengenai apa yang ada. Segi filsafat ilmu ini mempersoalkan misalnya eksistensi dari entitas-entitas dalam suatu ilmu khusus atau status dari kebenaran ilmu.[4]

    Secara spesifik problem-problem tentang metafisika suatu ilmu dicontohkan dalam pertanyaan berikut :

    Obyek apa yang ditelaah ilmu?

    Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut?

    Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tang kap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?

    Tiga contoh pertanyaan diatas bias juga disebut landasan ontologism. Ontologism merupakan cabang filsafat yang membahas tentang hakikat.[5] Persoalan hakikat suatu ilmu nantinya akan merujuk pada realita atau kenyataan. Yang selanjutnya menjurus pada masalah kebnaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan bahwa pengetahuan/ ilmu yang dimilikinya telah nyata.

    1. Problem metodologis (studi tentang metode)

    Problem-problem metodologis secara tegas disebutkan oleh D.W. Theobald sebagai salah satu dari problem filsafat ilmu. Menurutnya, problem=problem itu menyangkut struktur pernyataan ilmiah dan hubungan- hubungan diantara mereka (the structure of scientiece statements and the relations between them). Misalnya analisis probabilitas, peranan kesederhanaan dalam ilmu, realitas dari entitas teoritis, dalil ilmiah, sifat dasar penjelasan, dan hubungna antara pejelasan dan peramalan.[6]

    Metodologi merupakan penelaahan terhadap metode yang khusus dipergunakan dalam suatu ilmu. Kokohnya metode menentukan validitas dan reliabilitas dari suatu ilmu.

    Contoh pertanyaan yang mengacu pada problem-problem metodologis suatu ilmu adalah:

    Metode apa saja yang dipakai untuk mendapatkan suatu ilmu?

    Bagaimana proses yang memungkinkan ditibanya suatu ilmu?

    Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang benar?

    Sarana apa yang membantu kita mendapat suatu ilmu?

    Salah satu ilmu yang menarik secara metodologisnya adalh matematika. Menurut Alfred Tarski, bidang studi ini dikenal dengan sebutan yang berkali-kali berubah. Semula methodology of deductive science (metodologi ilmu deduktif), emudian diganti dengan theory of proof (teori pembuktian), selanjutnya metelogic and meta-mathematics (adi-logika dan adi-matematika).

    1. Problem logika (teori penyimpulan)

    Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika.

    Dimana logika secara luas didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.[7] Dengan demikian struktur logis dari suatu ilmu mensyaratkan agar suatu ilmu dalam penyimpulannya tunduk pada kaidah-kaidah logika yaitu terbentuknya suatu teori yang sahih.

    Contoh pertanyaan tentangproblem logis filsafat ilmu anatar lain:

    Apakah esensi sesuatu ilmu sesuai dengan nalar

    Apakah penyimpulan suatu ilmu sudah sesuai kaidah logika?

    1. Problem etika (teori moralitas)

    Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia istilah moral atau etika diartikan kesusilaan.. Dalam etika, obyek materialnya adalah perilaku manusia yang dilakukan secara sadar. Sedangkan obyek formalnya adalah pengertian mengenai baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral dari suatu perilaku manusia.

    Problem estetika termasuk dalam pembahasan landasan aksiologi (filsafat nilai). Dengan mempelajari nilai estetis dari suatu ilmu, kita dapat menyadari tentang perbuatan-perbuatan manusia mana yang baik dan buruk berdasar ukuran kesusilaan.

    Walter Weimer, ahli filsuf mengemukakan salah satu problem filsafat ilmu adalh mengenai kejujuran intelektual (the problem of intellectual honesty). Problem ini menyangkut perilaku senyatanya daripara ilmuwan dengan teori yang mereka anut.

    Begitupun dengan Philip Weiner. Menurutnya, para filsuf ilmu dewasa ini juga membahas problem yang menyangkut hubungan ilmu-ilmu yang sedang tumbuh dengan tahap-tahap lain dari peradaban, yaitu kesusilaan, politik, seni dan agama.

    Problem-problem etika yang sering ditanyakan antara lain:

    Apakah ilmu tersebut bermanfaat?

    Apakah ilmu tersebut berguna daam membentuk pribadi manusia yang baik?

    Bagaimana kaitan antara ilmu dengan norma-norma moral?

    Nilai-nilai bagaimanakah yang dikehendaki oleh manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar hidupnya?

    1. Problem estetika (teori keindahan)

    Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indah atau tidak indah.

    Problem estetis yang menyangkut ilmu pada dasawarsa terakhir ini mulai menjadi topic perbincangan oleh sebgaian filsuf dan ilmuwan. Dalam tahun 1980 didakan sebuah konferensi para ahli yang membahas dimensi estetis dari ilmu. Antara lain dalam pertemuan itu disajikanuraian yang berjudul “science the search for the hidden beauty of the world” (ilmu sebagai pencarian terhadap keindahan yang tersembunyi dari dunia) oleh seorang filsuf terkemuka Charles Hartshorne.[8]

    Salah satu cabang ilmu yang dipelajari estetikanya adalah matematika. Tidak jarang matematika dipandang sebagai seni. Karena merupakan karya seni, matematika pada dirinya mengandung keindahan.

    Menurut ahli matematika Morris Kline, matematika yang baik harus memnuhi salah satu dari tiga ukuran. Yaitu kegunaan langsungnya, kegunaan potensial dan keindahan.[9]

    Contoh problem mengenai sifat estetis suatu ilmu antara lain:

    Dimana letak keindahan suatu ilmu?

    Apakah ukuran keindahan suatu ilmu?

  • Laporan Prakerin Tune Up Sepeda Motor

    Prakerin Tune Up Sepeda Motor

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Sesuai dengan ketentuan pemerintah c.q Direktorak Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam GBHN 1983 menetapkan bahwa tujuan pendidikan Menengah Kejuruang adalah menghasilkan manusia pembangunan yang mampu berperan serta sebagai tenaga terampil tingkat menengah yang layak kerja dalam berbagai sektor pembangunan.

    Pendidikan Sistem Ganda (PSG) bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), merupakan keharusan akademis untuk setiap siswa-siswi sesui dengan kurikulum SMK, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum pendidikan GBPP 1994, dan ikut menentukan standar kualifikasi kelulusan peserta yang bersangkutan pada akhir Tahun.

    Sebagamana telah ditetapkan dalam buku petunjuk pelaksanaan kurikulum 1994, Pendidikan Sistem Ganda (PSG) bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah dimaksudkan untuk mendekatkan peserta kepada tuntunan Dunia Usaha/Indusrtri, sekaligus diharapkan mampu memberikan umpan baik (flash back) kepada pihak Industri dan sekolah, sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai standar kualifikasi lulusan SMK yang dibutuhkan oleh Dunia Usaha/Industri dan masukan-masukan yang berarti bagi pengembangan mutuh pendidikan kejuruan.

    Praktik Kerja Industri (Prakerin) merupakan bagian dari pendidikan sistem ganda atau dual system. Dengan Pelaksanaan Praktik Kerja Industri, secara efektif peserta mendapat kesempatan mengembangkan keterampilan kejuruan sesuai dengan program keahlian masing-masing, sehingga peserta diharapkan memiliki sikap profesional, etos kerja, disiplin, etika komunikasi, etika kerja, dan pelayanan kepada pelanggan/konsumen, yang akan jadi bekal yang sangat berharga apabila terjun di Dunia Kerja kelak.

    Untuk memenuhi tuntunan tersebut, maka SMK Negeri 2 Barru setiap Tahun pelajaran melaksanakan Program Sistem Ganda. SMK Negeri 2 Barru merupakan sekolah kejuruan yang termasuk dalam kelompok bisnis manajemen dan teknologi, yang terdiri dari 5 (lima) kompetensi keahlian. Ketiga kompetensi keahlian tersebut terdiri dari Nautika Kapal Penangkap Ikan (NKPI), Teknik Sepeda Motor (TSM), Teknik Kendaraan Ringan (TKR), Multimedia (MM) dan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ).
    Dengan adanya kegiatan Prakerin tersebut, maka perlu dipersiapkan berbagai kegiatan yang dimulai dari pelaksanaan, pengorganisasian, identifikasi peserta, pembimbing, identifikasi Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI) yang relevan, monitoring, pelaporan serta evaluasi.

    B. Tujuan Prakerin

    Ada beberapa tujuan pelaksanaan Prakerin antara lain:

    1. Mempersiapkan tamatan yang memiliki keahlian professional yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja
    2. Membekali peserta dengan pengalaman kerja yang sebenarnya persiapan guna penyesuanain diri dari Dunia Kerja/Industri dan masyarakat.
    3. Memantapkan keterampilan peserta yang di peroleh dari latihan/praktik di sekolah.
    4. Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagian dari proses pendidikan.
    5. Memperoleh umpan balik dari Dunia Kerja dan Industri untuk memantapkan dan mengembangkan program pendidikan
    6. Memperkokoh hubungan keterkaitan dan kesepadatan (link and match) antar SMK dengan Dunia Kerja dan Industi.

    C. Tujuan Penulisan Laporan

    Sesuai Kurikulum yang berlaku di SMK pada umum nya , maka siswa kelas II di wajibkan untuk melaksanakan Praktik Kerja Industri pada Dunia Usaha/Dunia Industri. Pembuatan laporan ini merupakan suatu laporan dan salah satu bukti otentik yang menyatakan bahwa siswa telah melaksanakan Praktik Kerja Industri (PRAKERIN).

    Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut :

    1. Melatih diri untuk membuat karya tulis ilmiah berupa laporan kegiatan dengan baik dan benar.
    2. Meningkatkan kemampuan siswa dalam mencari solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada di Dunia Kerja.
    3. Agar perusahaan/Industri mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan siswa peserta Praktik Kerja Industri (PRAKERIN).
    4. Laporan di susun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Nasional tahun
    5. Menginterventarisasi Kegiatan-Kegiatan yang telah di laksanakan di Dunia Usaha/Dunia Industri tersebut.

    D. Manfaat Prakerin

    Penyelesaian antara SMK dengan Dunia Industri atau Instansi di laksanakan dalam prinsip saling membantu, saling mengisi, dan saling melengkapi untuk keuntungan bersama. Berdasarkan prinsip ini, pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) akan memberi nilai tambah atau manfaat bagi pihak-pihak yang bekerja sama sebagai berikut:

    1. Manfaat Bagi Industri

    Penyelengaraan Prakerin memberi keuntungannya bagi Industri antara lain:
    Perusahaan dapat mengenal kualitas peserta Prakerin yang belajar dan bekerja pada perusahaannya.
    Pada umumnya peserta Prakerin telah ikut dalam proses Produksi secara aktif sehingga pengertian tertentu peserta Prakerin adalah tenaga kerja yang memberi keuntungan.
    Selama proses pendidikan melalui kerja di Industri peserta Prakerin adalah tenaga kerja.
    Memberi perusahaan bagi Dunia Usaha/Dunia Industri karena dia akui ikut serta menentukan hari depan bangsa melalui Praktik Kerja Industri (Prakerin)

    2. Manfaat Bagi Sekolah

    Tujuan pendidikan untuk

    1. Memberikan keahlian profesional bagi peserta didik agar lebih terjamin pencapaiannya.
    2. Memberi kepuasan bagi penyelenggara pendidikan/sekolah karena tamatannya lebih terjamin memperoleh bekal yang bermakna baik untuk kepentingan tamatan, kepentingan Dunia Kerja/Dunia
    3. Indusri dan kepentingan kerja.
    4. Terdapat kesesuaian yang lebih pas antara Program pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja.
    3. Manfaat Bagi Siswa

    Manfaat Bagi Siswa Prakerin Yaitu:

    1. Keahlian profesional yang diperoleh dapat mengangkat harga diri dan rasa percaya diri, tamatan yang selanjutnya akan mendorong mereka untuk meningkatkan keahlian profesionalnya pada tingkat yang lebih tinggi.
    2. Mendapat pengalaman baru bagi peserta Prakerin.
    3. Merasakan rasanya kerja menjadi seorang karyawan.

    Bab II. Uraian Umum

    A. Sejarah Singkat Tempat Prakering

    Bengkel Oby Motor didirikan oleh Abd. Kadir pada tanggal 20 Juli 2001 yang berlokasi di Boddie, Jl. Poros Makassar Pare-pare Km 80. Bengkel Oby Motor didirikan karena melihat adanya peluang kerja dan kesempatan sekaligus Bengkel ini juga untuk membantu masyarakat sekitar yang membutuhkan jasa perbaikan sepeda motor dan mobil.

    Visi dan Misi

    Visi

    “Menjadi Bengkel yang terbaik Kabupaten Pangkep dengan dukungan manajemen dan sumber daya manusia yang profesional serta memberikan nilai tambah kepada mekanik dan masyarakat”.

    Misi

    Misi Bengkel Oby Motor adalah memberikan pelayanan servis yang memuaskan bagi semua pengguna sepeda motor atau mobil dan menjadikan sebuah bengkel dengan berbagai macam peralatan modern yang dapat meningkatkan kepercayaan konsumen.

    Struktur Organisasi

    Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan, agar kerja sama dapat berjalan dengan baik maka diperlukan adanya suatu pembagian tugas yang jelas bagi setiap individu yang bekerja sama di dalam organisasi, pembagian tugas dengan jelas akan terbentuk dalam struktur organisasi.

    Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan, agar kerja sama dapat berjalan dengan baik maka diperlukan adanya suatu pembagian tugas yang jelas bagi setiap individu yang bekerja sama di dalam organisasi, pembagian tugas dengan jelas akan terbentuk dalam struktur organisasi.

    B. Uraian Pencapaian Kompetensi

    Dalam pelaksanaan program Praktik Kerja Industri pada Bengkel Oby Motor, penulis ditempatkan  pada Oby Motor Boddie, selama kurang lebih tiga bulan terhitung mulai Tanggal 12 Januari 2015 s/d 12 April 2015.

    Adapun uraian  pencapaian yang dilaksanakan pada saat Prakerin selama tiga bulan yaitu:

    NoUraian Kegiatan
    1Merawat berkala mekanisme mesin
    2Merawat berkala sistem pengapian
    3Merawat berkala sistem pelumasan
    4Merawat berkala sistem pendingin
    5Merawat berkala sistem bahan bakar
    6Merawat berkala mekanisme kopling
    7Merawat berkala mekanisme gear
    8Merawat berkala transmisi
    9Melaksanakan overhaul kepala silinder
    10Melaksanakan overhaul blog motor
    11Melakukan overhaul sistem pendingin
    12Melakukan overhaul sistem pelumasan
    13Memperbaiki sistem pengaliran bahan bakar konvensional  
    14Memperbaiki karburator
    15Mengoverhaul kopling
    16Mengoverhaul transmisi otomatis
    17Memperbaiki mekanisme starter
    18Merawat peredam kejut sepeda motor
    19Merawat berkala sistem rem sepeda motor
    20Memperbaiki mekanisme peredam kejut
    21Memperbaiki roda
    22Memperbaiki mekanisme pengereman
    23Memperbaiki kelengkapan sasis
    24Merawat berkala kelistrikan sepeda motor
    25Memperbaiki sistem pengisian
    26Memperbaiki sistem pengapian
    27Memperbaiki sistem penerangan dan sinyal
    28Memperbaiki sistem starter
    29Memperbaiki listrik sepeda motor
    30Merawat berkala sistem rem sepeda motor
    31Memperbaiki mekanisme peredam kejut
    32Memperbaiki kelengkapan sasis

    Tabel 2.3  Waktu Kerja Normal Yang Berlaku di Bengkel Oby Motor

    NoHariMasukKeluar
    1Senin07 : 2017 : 00
    2Selasa07 : 2017 : 00
    3Rabu07 : 2017 : 00
    4Kamis07 : 2017 : 00
    5Jum’at07 : 2017 : 00
    6Sabtu07 : 2017 : 00
    Libur
    1. Peralatan Pendukung

    Adapun  peralatan pendukung yang dugunakan selama penyusun bekerja di   Bengkel Oby Motor adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.2 daftar nama alat dan fungsinya

    NamaFungsi
    1.Tang CucutBentuknya mirip ikan cucut: moncong pipih, panjang, dan berbentuk gergaji. Sebab itu, tang ini dikenal sebagai “tang cucut”. Berfungsi sebagai penjepit kawat atau kabel.
    2.Tang Kombinasidipakai untuk beberapa keperluan  memegang benda kerja, memotong dan memunti
    3.Tang kakatuadipakai untuk menjepit autau mencabut paku
    4.Tang pemegangdipakai untuk memegang benda kerja dengan mulut tang yang lebar dan poros yang dapat digeser atau dirubah.
    5.Tang potong biasadigunakan hanya untuk memotong kawat, tembaga, seng, dll
    6.Tang pembulatbiasanya digunakan untuk membuat mata itik.
    7.Tang sudutFungsinya untuk menjepit kawat dan kabel yang sulit dijangkau, seperti di kolong meja
    8.Tang multifungsiMirip dengan tang kombinasi, ada rahang sebagai pemotong dan penjepit. Yang membedakan, tang ini memiliki kelengkapan fungsi lain.
    9.Kunci BusiDigunakan untuk membuka busi sepeda motor dan mobil
    10.Palu karetBerfungsi untuk memukul benda dari bahan lunak atau keras tanpa merusak komponen yang dipukul.
    11.Palu plasticBerfungsi untuk memukul benda dari bahan lunak atau keras tanpa merusak komponen yang dipukul
    12.Palu TembagaBerfungsi untuk memukul benda dari bahan logam yang keras tanpa merusak komponen yang dipukul.
    13.Palu BesiBerfungsi untuk memukul benda dari bahan logam yang keras dibantu dengan alat perantara.
    14.Ragummerupakan peralatan cekam yang paling sering digunakan pada proses pengefraisan.
    15.Jangka sorongAlat Ukur yang ketelitiannya dapat mencapai seperseratus milimeter.
    16.Gergaji Coping Sawdapat digunakan untuk memotong bentuk-bentuk rumit pada bagian yang sempit pada tripleks dan papan.
    17.Gergaji handsawberfungsi mengikis serat kayu. Gergaji kayu ini dirancang untuk memotong kayu dengan jalur urat searah
    18.Gergaji Crosscut sawdigunakan untuk memotong kayu secara melintang. Gergaji ini mempunyai gigi penyeimbang yang lebih kecil.
    19.Gergaji Backsawdipakai untuk membuat potongan diagonal, seperti membuat sambungan bingkai foto atau lemari.
    20.Gergaji Keyhole sawdidesain khusus untuk memotong di bagian-bagian yang sempit.
    21.Gergaji  HacksawDigunakan untuk memotong logam yang dapat dipakai memotong plastik atau pipa keras.
    22.Pahatbahan untuk memotong bahan tersebut.
    23.Mistar Berbentuk Rol (mistar gulung)Mistar berbentuk rol merupakan alat ukur besaran panjang yang bisa digulung, biasanya mistar jenis ini terbuat dari logam yang dibentuk tipis dan di isi skala.
    24.PenggarisPenggaris adalah sebuah alat pengukur dan alat bantu gambar untuk menggambar garis lurus
    25.Kikir gepeng (plat)fungsinya membuat rata dan menyiku antara bidang satu dengan bidang lainnya.
    26.Kikir SegitigaFungsinya untuk meratakan dan menghaluskan bidang berbentuk sudut 60 atau lebih besar.
    27.Kikir segi empat (square)Fungsinya untuk meratakan dan menghaluskan bidang berbentuk sudut 60 atau lebih besar.
    28.Kikir pisau (knife)fungsinya untuk meratakan dan menghaluskan bidang berbentuk sudut 60 atau lebih kecil.
    29.Kikir blokFungsinya membuat rata, sejajar dan menyiku antara bidang satu dengan bidang lainnya.
    30.Kikir setengah bulat (half arund)fungsinya untuk menghaluskan,meratakan dan membuat bidang cekung
    31.Kikir silang (crossing)bentuk bulatnya pada ujungnya makin mengecil.Fungsinya untuk menghaluskan dan menambah diameter bidang bulat.
    32.Mistar bajauntuk memeriksa rata dan tidaknya suatu benda.
    33.Obeng –digunakan untuk membuka sekrup beralur min ( – )
    34.Obeng +Untuk membuka sekrup beraluran posotif (+)
    35.Obeng Offsetuntuk memutar sekrup karena bentuk kedua ujung obeng ini bengkok
    36.Obeng Spiralcara kerjanya dengan menekan obeng pada sekrup, maka obeng spiral akan berputar, pen penggerak dapat diatur menurut arah putaran yang dikehendaki.
    37.Mesin Bor Radialuntuk pengeboran benda-benda kerja yang besar dan berat.
    38.Mesin Bor Koordinatdigunakan untuk membuat/membesarkan lubang dengan jarak titik pusat dan diameter lobang antara masing-masingnya memiliki ukuran dan ketelitian yang tinggi.
    39.Mesin Bor Tangan (pistol)digunakan untuk melubangi kayu, tembokmaupun pelat logam, dan digunakan untuk membuat lubang juga bisa digunakan untuk mengencangkan baut maupun melepas baut karena dilengkapi 2 putaran yaitu kanan dan kiri.
    40.Solder dengan pengatur suhu (Solder Station)Type ini mempunyai pengatur suhu dan bisa dipilih suhunya sesuai kebutuhan. Biasanya type solder ini, ada ket. ESD Safe sehingga aman digunakan untuk solder perangkat IC.
    41.Hot BlowwerHot Blowwer akan mengeluarkan semburan udara panas untuk mencairkan timah. Ada type Hot Blowwer Analog dan Digital.
    42.Infra Red BlowwerMirip dengan hot blowwer biasa hanya saja semburannya bukan berupa udara panas tetapi berupa sinar infra merah
    43.Penyedot Timah / Attractor / Desoldering BulbDalam kegiatan patri mematri sering diperlukan penyedot timah / Attractor misalnya pencabutan komponen yang harus diganti, kadang hasil penyolderan kita tidak sesuai dengan yang diharapkan, Bisa jadi terbalik memasang kutub komponen atau terjadi hubungan singkat antar dua jalur yang tidak seharusnya.Untuk mengatasi hal ini kita memerlukan Penyedot Timah.
    44.Ragum Berputardigunakan untuk menjepit benda kerja yang harus membentuk sudut terhadap spindle(poros putar ).
    45.Ragum UniversalRagum ini mempunyai dua sumbu perputaran, sehingga dapat diatur letaknya secara datar dan tegak.
    46.Adjustablehand reameruntuk membesarkan lubang tangan diatur dapat mencakup rentang kecil ukuran.
    47.Ragum KakaTuadigunakan untuk mengeluarkan paku, memotong dawai dan sebagainya
    48.Obeng Ketokdigunakan untuk membuka atau mengencangkan baut dan mur yang memiliki kekencangan pengerasan yang tinggi
    49.AVO Meteruntuk mengukur kuat arus listrik, mengukur tegangan listrik, dan mengukur hambatan listrik
    50.Kunci T8, , 10, 12, dan 14digunakan untuk membuka baut-baut yang yang susah terlepas atau baut yang sulit di jangkau
    51.Tes Pendipergunakan untuk melihat adanya sumber tegangan. Tes pen akan menyala bila ada sunber arus dan tidak menyala bila tidak ada sumber arus.
    52.ReanerDipergunakan untuk membesarkan lubang sesuai dengan ukuran yang diperukan.
    53.PinsetDipergunakan untuk menjepit suatu benda yang kecil, atau untuk menjepit kaki komponen yang akan disoleder agar panasnya berkurang.
    54.Ragun “Catok”untuk menjepit atau memegang benda yang akan dikerjakan, agar mudah untuk mengerjakannya.  
    55.Garis Penyikudipergunakan untuk mungkur benda dalam keadaan siku-siku(90°)
    56.Gunting Platuntuk munggunting atau memotong plat atau seng dan aluminium.
    57.Tapuntuk membuat ulir dengan tangan
    58.Boruntuk pembuatan suatu lubang, alur, atau untuk penghalusan dan pembesaran suatu lubang dengan sangat efisien.
    59.Bor Centeruntuk pahat lubang
    60.Bor Spiral dua Alurberpiral dengan saluran pendingin
    61.Dongkraksalah satu alat yang digunakan untuk mengangkat suatu benda dan digunakan secara hidrolis
    62.Obeng Kembang (Obeng pipih)digunakan untuk melepas sekrup kepala kembang.
    63.Obeng Standardan digunakan untuk melepas atau mengganti pengikat (fastener) seperti sekrup pengetap sendiri dan baut baut kotak, Seperti juga halnya mencungkil cetakan.
    64.Kunci Momen (Torque Wrench)Pada kendaraan, baut dan mur harus dikencangkan sesuai dengan kebutuhan, karena apabila ikatannya tidak kuat maka ikatan akan lepas dan menimbulkan kecelakaan.
    65.Kunci Pipadigunakan untuk melapas dan memasang pipa dengan sambungan ulir atau memgang benda silindris lainnya, konstruksinya hampir sama dengan kunci inggris, mempunyai rahang diam dan rahang geser serta ulir penyetel.
    66.Kunci Heksagonal dan Kunci Bintangberfungsi untuk membuka dan melepas baut/sekrup dengan bentuk kepala heksagonal atau berbentuk bintang.
    67.Kunci  busidigunakan untuk melepas dan memasang busi yang umumnya dipasang pada posisi sulit dijangkau oleh Kunci Pas ataupunKunci Ring.
    68.Kunci Rodadigunakan untuk melepas dan mengganti mur roda pada kendaraan bermotor.
    69.Kunci Inggris / Kunci yang dapat di steeldigunakan untuk melepas atau mengencangkan mur atau baut dimana ukuran kunci pas dan ring tidak ada yang sesuai, tetapi kunci ini tidak ditujukan untuk beban berat.
    70.Kunci SocketKunci Sok adalah jenis kunci yang paling baik digunakan untuk melepas komponen dari kendaraan bermotor.
    71.Mata sockMata sock terdiri dari  sock segi duabelas, segi delapan dan segi enam. Sedangkan variasi bentuknya, ada yang panjang maupun pendek. Biasanya mata sock memiliki ukuran 10-33 mm atau 7/16W-1/4W dan 3/16W-3/4W.
    72.Sliding HandleSliding handle merupakan salah satu alat pemegang mata sock yang yang bisa digeser posisinya sepanjang batang handle. Hal ini menguntungkan apabila digunakan pada area kerja yang sempit.
    73.Speed HandleSpeed handle memiliki keuntungan bisa memutar baut dengan cepat, karena prinsipnya sama dengan menggunakan bor tangan manual. Untuk baut-baut yang panjang, tidak perlu melepas dan memasang.
    74.Ratchet handlePemegang mata sock jenis ini memiliki penyetel arah putaran yang mengunci, digunakan untuk membuka atau mengencangkan baut.
    75.ExtensionAlat ini hanya merupakan alat bantu penyambung antara pemegang (handle) dengan mata sock. Extension ini memiliki panjang yang bervariasi misal 3, 6 dan 12 inchi.
    76.Nut SpinnerMerupakan alat pemegang (handle) yang memiliki ujung bebas bergerak, yang memudahkan untuk mengencangkan atau membuka baut- baut yang rumit.
    77.Universal Jointmerupakan sambungan multi engsel
    78Kuncu L 1 setDigunakan untuk membuka atau mengencangkan baut  yang berbentuk L , biasaya kunci ini digunakan pada saat membuka karburator tipe Yamaha dan yang lainnya
    79Kunci L * 1 setDigunakan untuk membuka tau mengencangkan baut yang berbentuk * kunci ini biasanya digunakan pada roda depan untuk membuka kaliver rem cakram
    80Tang spie 1 setDigunakan untuk membuka atau memasang  shap gear atau yang paling banyak di temui di gir depan pada saat mau mengganti gear set Spi ini ada juga di temukan pada saat mau membuka karet master rem cakram.
    1. Bahan Yang Tersedia

    Berikut ini adalah suku cadang yang umum  di sediakan di Bengkel Oby Motor adalah sebagai berikut :

    • Oli mesin dan oli gardan _ alat alat transmisi
    • Gear set _ peralatan kopling
    • V-velt (vambel) _ dan berbagai macam bahan lainnya
    • Busi
    • Ban dalam dan ban luar
    • Kanvas rem cakram dan tromol
    • Minyak rem
    • Aki
    • Balon motor
    • Kaca spion
    • Suku cadang karburator karburator
    • Suku cadang rem cakram
    • Suku cadang kelistrikan sepeda motor
    • Air aki
    • Alat alat mesin
    • Veleg
    • Piringan cakram

    BAB III

    PEMBAHASAN

    1. Dasar Teori
    2. Tune Up Sepeda Motor

    Setiap sepeda motor yang dioperasikan, pada akhirnya akan mengalami suatu keadaan dimana bagian-bagian dari sepeda motor tersebut

    (mesin, transmisi, rangka, dsb) mengalami kelelahan dan keausan

    sehingga mengurangi kinerjanya, diantaranya : tenaga mesin menurun,

    akselerasi lambat, bahan bakar boros, dan kemungkinan kerusakan

    berlanjut/merembet terhadap kerusakan komponen yang lainnya.

    Apabila kondisi tersebut tidak ditanggulangi melalui perawatan berkala

    kendaraan, maka kondisi tersebut akan meningkat ke arah kerusakan

    komponen yang bertambah parah dan membutuhkan dana yang cukup

    besar untuk mengembalikan sepeda motor pada kondisi semula.

    Tune up merupakan kegiatan perawatan berkala pada sepeda motor,

    dimana kegiatan ini meliputi :

    1. Memeriksa bagian-bagian sepeda motor untuk memastikan bagian tersebut masih berfungsi sebagaimana mestinya.
    2. Membersihkan bagian yang kotor agar kotoran yang ada tidak merusak sistem.
    3. Menyetel bagian yang berubah agar sesuai dengan spesifikasinya.
    4. Memperbaiki/mengganti komponen yang rusak/aus.

    Diharapkan dengan dilakukannya tune up berkala dengan baik, maka

    akan diperoleh :

    1. Usia komponen/kendaraan lebih lama
    2. Konsumsi bahan bakar lebih ekonomis
    3. Tenaga mesin optimal
    4. Kadar polusi/emisi gas buang kendaraan lebih rendah.
    1. Prosedur Tune Up Sepeda Motor

    Uraian rangkaian kegiatan yang dilakukan setiap melaksanakan tune up

    sepeda motor adalah sebagai berikut :

    1. Bagian Mesin
    1. Memeriksa dan mengganti oli pelumas mesin
    2. Membersihkan saringan udara
    3. Membersihkan saringan bahan bakar
    4. Memeriksa dan menyetel busi
    5. Membersihkan karburator
    6. Menyetel katup
    7. Menyetel campuran bahan bakar/putaran mesin
    8. Menyetel kebebasan kopling
    9. Bagian Kelistrikan
    1. Memeriksa dan merawat baterai
    2. Memeriksa fungsi kelistrikan (bel, lampu tanda belok, lampu kepala, lampu rem, lampu indikator)
    3. Bagian Chasis
    1. Memeriksa dan menyetel gerak bebas rem
    2. Memeriksa, merawat dan menyetel gerak bebas rantai roda
    3. Memeriksa kekocakan poros kemudi
    4. Memeriksa kondisi ban dan menyetel tekanan angin ban
    5. Memeriksa dan mengencangkan baut-baut pengikat (baut rangka, baut pengikat mesin, tuas starter, tuas transmisi, dsb)
    1. Kegiatan Industri

    Uraian Pelaksanaan Tune Up Sepeda Motor  yang dilaksanakan selama Prakerin adalah sebagai berikut :

    1. Bagian Mesin
    2. Memeriksa dan mengganti oli pelumas mesin

    Pemeriksaan jumlah oli pelumas mesin melalui stick oli,

    jumlah/tinggi permukaan oli harus berada di antara tanda batas

    atas dan batas bawah pada stick oli.

    Oli pelumas harus diganti apabila :
    Kekentalan/viskositas rendah/encer
    Jumlah oli kurang
    Warna oli berubah drastis/jarak tempuh sudah terpenuhi.
    Oli pelumas mesin sepeda motor mempunyai SAE 20W/50
    dengan API SE/SF. Jumlah oli 0,8 – 1,5 ltr, tergantung spesifikasi
    motornya. Saat melakukan pembongkaran ataupun turun mesin,
    jumlah oli yang diisikan ditambah 20% dari jumlah penggantian
    oli pada kondisi normal. Misalnya pada saat penggantian oli
    normal 0,8 ltr, maka saat turun mesin oli pelumas diisi kembali
    sebanyak 1 ltr.

    Membersihkan saringan udara
    Terdapat dua jenis saringan udara yang digunakan pada sepeda
    motor, yaitu : Saringan udara tipe kertas, dan Saringan
    udara tipe busa/spon.
    Saringan udara tipe kertas
    Saringan udara tipe kertas yang kotor cukup dibersihkan saja, namun apabila elemen saringan telah tersumbat maka saringan harus diganti. Cara pembersihan saringan udara tipe kertas adalah dengan menggunakan udara bertekanan, semprotkan udara bertekanan dari arah berkebalikan dengan arah aliran udara kerja masuk ke silinder.

    Gambar 3.2. Membersihkan Saringan Udara Tipe Kertas
    Saringan udara tipe busa (spon)
    Saringan udara tipe spon dapat dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan cairan pembersih yang tidak mudah terbakar, kemudian diperas dan dikeringkan (cara memeras tidak boleh dipuntir, cukup ditekan pada kedua telapak tangan atau di genggam/dikepal kencang, agar elemen saringan udara tidak sobek/rusak). Setelah kering, elemen saringan udara direndam dalam minyak pelumas kemudian diperas lagi untuk membuang kelebihan minyak dalam elemen saringan udara.

    Gambar 3.3. Membersihkan Saringan Udara Tipe Spon

    Membersihkan saringan bahan bakar
    Saringan bahan bakar yang kotor dapat dibersihkan dengan
    udara bertekanan, namun apabila telah tersumbat maka saringan
    bahan bakar harus diganti. Cara pembersihan saringan bahan
    bakar adalah dengan cara menyemprot elemen saringan bahan
    bakar menggunakan udara bertekanan. Arah semprotan udara berlawanan dengan arah aliran bahan bakar supaya semua
    kotoran terbuang keluar.

    a. Saringan Kasa Pada Karburator b. Saringan Pada Saluran
    Gambar 3.4. Membersihkan Saringan Bahan Bakar

    Memeriksa dan menyetel busi
    Melepas busi, kemudian memeriksa kondisi busi dari :
    Keretakan insulator, busi dengan insulator yang retak/pecah tidak layak digunakan dan harus diganti.
    Memeriksa keausan ujung elektroda, apabila ujung elektroda telah aus busi harus diganti.
    Memeriksa kondisi pembakaran di dalam ruang bakar dengan memeriksa warna hasil pembakaran pada busi.

    Gambar 3.5. Warna Hasil Pembakaran Pada Busi
    Keterangan :
    Normal : Ujung insulator dan elektroda berwarna coklat atau abu-abu. Kondisi mesin normal dan penggunaan nilai panas busi yang tepat.
    Tidak Normal : Terdapat kerak berwarna putih pada ujung insulator dan elektroda
    akibat kebocoran oli pelumas ke ruang bakar atau karena penggunaan oli pelumas yang berkualitas rendah.
    Tidak Normal : Ujung insulator dan elektroda berwarna hitam disebabkan campuran
    bahan bakar & udara terlalu kaya atau kesalahan pengapian. Setel
    ulang, apabila tidak ada perubahan naikkan nilai panas busi.
    Tidak Normal : Ujung insulator dan elektroda berwarna hitam dan basah disebabkan
    kebocoran oli pelumas atau kesalahan pengapian.
    Tidak Normal : Ujung insulator berwarna putih mengkilat dan elektroda meleleh
    disebabkan pengapian terlalu maju atau overheating. Coba atasi dengan menyetel ulang sistem pengapian, campuran bahan bakar & udara ataupun sistem pendinginan. Apabila tidak ada perubahan, ganti busi yang lebih dingin.
    Menyetel celah busi sesuai spesifikasi.

    Gambar 3.6. Memeriksa Kondisi Busi dan Spesifikasi Celah Busi

    Membersihkan karburator
    Membongkar karburator dan bagian-bagiannya, bersihkan
    dengan udara tekan, kemudian merakitnya kembali. Pada saat
    membongkar dan membersihkan dengan udara bertekanan, perhatikan jangan sampai ada komponen yang hilang.

    Gambar 3.7. Komponen Karburator
    Menyetel katup
    Menyetel katup dengan langkah-langkah sebagai berikut :
    Membuka tutup katup dan tutup magnet
    Memutar poros engkol searah putaran mesin, menepatkan poros engkol pada sehingga piston pada posisi top (akhir langkah kompresi), dengan memeriksa tanda “T” magnet tepat pada garis penyesuai pada blok magnet dan kedua katup pada posisi tidak tertekan/bebas. Memeriksa/menyetel celah katup dengan feeler gauge, alat penyetel katup dan kunci ring. Penyetelan dilakukan dengan terlebih dahulu mengendorkan mur kontra, kemudian memasang feeler gauge dan memutar sekrup penyetel. Setelah dirasa setelan tepat, tahan sekrup penyetel dan kencangkan mur kontra. Penyetelan celah katup tepat apabila saat feeler gauge ditarik terasa agak seret namun tidak sampai tergores.

    Gambar 3.8. Menyetel Celah Katup
    Memasang kembali tutup katup dan tutup magnet.
    Menyetel karburator (campuran bahan bakar dan putaran stasioner mesin)
    Penyetelan karburator akan tepat apabila syarat-syarat berikut ini
    telah dipenuhi terlebih dahulu :
    Penyetelan katup sudah tepat.
    Penyetelan timing pengapian sudah tep
    Saringan udara dan saringan bahan bakar telah dibersihkan.
    Karburator telah dibersihkan.
    Mesin telah mencapai suhu kerja (dipanaskan terlebih dahulu).
    Cara penyetelan karburator adalah sebagai berikut :
    Menghidupkan sepeda motor, mesin telah mencapai suhu kerja.
    Sedikit menaikkan rpm mesin dengan cara memutar sekrup mengatur rpm (stop screw). (± 1700 rpm)
    Memutar sekrup penyetel udara (air screw) searah jarum jam sampai rpm turun dan mesin hampir mati, kemudian Memutar balik sekrup penyetel udara (berlawanan jarum jam) perlahan-lahan sampai diperoleh rpm mesin yang tertinggi dan stabil. Atau apabila dihitung berdasarkan jumlah putarannya, total putaran sekrup penyetel udara : ±1 ½ putaran (tipe Cub), dan ±2 ½ putaran (tipe Sport). Menyetel sekrup pengatur rpm hingga putaran stasioner mesin ± 1400 rpm.

    Gambar 3.9. Posisi Sekrup Penyetel Pada Karburator
    Menyetel kelonggaran kabel gas.

    Menyetel kebebasan kopling
    Supaya kopling kembali bekerja secara optimal, maka secara berkala kopling harus disetel. Penyetelan kopling yang dimaksudkan adalah penyetelan gerak bebas mekanisme penggerak kopling, yang dibedakan menjadi dua tipe, yaitu : kopling manual (kopling tangan), dan kopling otomatis (tunggal dan ganda).

    Penyetelan gerak bebas pada kopling manual (kopling tangan) Langkah penyetelan :
    Mengendorkan mur pengunci (pada tuas kopling ataupun pada kabel kopling).
    Memutar mur penyetel sampai diperoleh gerak bebas tuas kopling yang tepat (±10 – 20 mm).
    Mengencangkan kembali mur pengunci.

    Gambar 3.10. Free Play Pada Tuas Kopling (Kopling Manual)

    Gambar 3.11. Posisi Penyetelan Pada Kopling Manual
    Penyetelan gerak bebas pada kopling otomatis (tunggal maupun ganda) Langkah Penyetelan :
    Mengendorkan mur pengunci,
    Memutar baut penyetel kopling (adjuster bolt) searah putaran jam ±1 putaran, kemudian
    Putar balik baut penyetel kopling (berlawanan arah jarum jam) sampai terasa ada sentuhan,
    Putar kembali baut penyetel kopling searah jarum jam s/d. ¼ putaran,
    Menahan baut penyetel kopling, kemudian mengencangkan mur pengunci.

    Gambar 3.12. Menyetel Free Play Pada Kopling Otomatis
    Bagian Kelistrikan
    Memeriksa dan merawat baterai
    Memeriksa jumlah cairan baterai. Permukaan cairan baterai harus berada di antara batas atas dan batas bawah. Apabila cairan baterai berkurang, tambahkan air suling sampai batas atas tinggi permukaan yang diperbolehkan.
    Memeriksa berat jenis cairan baterai. Berat jenis cairan baterai ideal adalah 1,260. Apabila kurang, maka baterai perlu distrum (charged), sedangkan apabila berat jenis cairan baterai berlebihan maka tambahkan air suling sampai mencapai berat jenis ideal.

    Gambar 3.13. Memeriksa dan Merawat Baterai
    Pemeriksaan terminal baterai dan sekering. Terminal baterai yang kotor/berkarat harus dibersihkan dengan sikat dan air hangat, apabila terminal kendor harus dikencangkan. Berikan vet atau grease pada setiap terminal baterai untuk meilindungi terminal baterai dari karat/penggaraman akibat oksidasi.
    Pemeriksaan pipa/slang ventilasi baterai. Perhatikan kerusakan pipa/slang ventilasi dari kebocoran, tersumbat maupun kesalahan letak/jalur pemasangannya.

    Gambar 3.14. Memeriksa Pipa Ventilasi Baterai

    Memeriksa fungsi kelistrikan (bel, lampu tanda belok, lampu
    kepala, lampu rem, lampu-lampu indikator, dsb)
    Menyalakan semua peralatan kelistrikan (bel, lampu tanda belok, lampu kepala, lampu rem, lampu-lampu indikator, dsb) untuk memeriksa fungsinya.
    Menyetel tinggi lampu kepala.

    Gambar 3.15. Posisi Sekrup Penyetel Tinggi Lampu Kepala

    Bagian Casis
    Memeriksa dan menyetel gerak bebas rem
    Menekan pedal rem, memeriksa gerak bebas dan keausan kanvas/pad rem dengan melihat pada indikator keausan keausan kanvas rem.
    Mengganti kanvas/pad rem apabila keausan kanvas/pad melewati batas indikator keausannya.

           a. Rem Tromol                                                  b. Rem Cakram

    Gambar 3.16. Memeriksa Keausan Kanvas/Pad Rem
    Menyetel gerak bebas rem melalui mur penyetel pada kabel rem.

    a. Rem Depan (Tromol)

    b. Rem Belakang (Tromol)

    Gambar 3.17. Menyetel Free Play Sistem Rem
    Memeriksa jumlah/ketinggian permukaan minyak/cairan rem pada reservoir master silinder rem (untuk rem penggerak hidrolik) dan menambahkan minyak/cairan rem apabila jumlah/tinggi permukaan minyak/cairan rem di bawah batas bawah yang diijinkan.

    Gambar 3.18. Memeriksa Jumlah Minyak Rem (Cakram)
    Memeriksa kebocoran cairan rem, memperbaiki kebocoran dan membuang udara palsu pada sistem rem penggerak hidrolik (apabila terjadi kebocoran).

    Memeriksa, merawat dan menyetel gerak bebas rantai roda
    Memeriksa kondisi keausan rantai roda dan sprocket. Memeriksa kekocakan dan kelancaran pergerakan engsel rantai (pada pivot dan pin rantai), pastikan pivot rantai tidak kocak, namun dapat bergerak dengan lancar. Apabila sudah kocak ataupun tidak dapat bergerak dengan lancar maka rantai roda dan sprocket perlu diganti. (Rantai roda/sprocket yang aus harus diganti satu unit !)

    Gambar 19. Pemeriksaan Keausan Sprocket dan Rantai Roda
    Merawat/membersihkan rantai roda menggunakan air sabun dan sikat halus, kemudian dikeringkan dan dilumasi.

    Gambar 3.20. Merawat/Membersihkan Rantai Roda
    Memeriksa arah pemasangan klip rantai, dan menyetel kekencangan rantai roda.

    Gambar 3.21. Arah Pemasangan Klip Rantai dan Spesifikasi Kekencangan Rantai Roda

    Prosedur penyetelan kekencangan rantai roda :
    Kendorkan poros roda belakang.
    Kendorkan mur pengunci (adjuster lock nut).
    Putar mur penyetel (cub) atau baut penyetel (sport)
    hingga didapatkan main bebas rantai roda sesuai spesifikasi.

    Gambar 3.22. Posisi Penyetel Ketegangan Rantai Roda
    Pastikan skala kiri dan kanan berada pada posisi yang
    sama.
    Tarik rantai roda ke atas pada saat mengencangkan mur roda, untuk memastikan kedua penyetel tidak berubah posisinya. Pastikan rantai yang di tarik atau di setel pada bagian yang kencang, tidak boleh pada bagian yang kendor.
    Untuk memeriksa kembali hasil penyetelan, lakukan pemeriksaan ketegangan rantai roda pada pada titik tengah diantara kedua sprocket.

    Memeriksa kekocakan poros kemudi, dan melakukan penyetelan apabila diperlukan.
    Menaikkan roda depan sehingga roda depan dalam posisi terangkat dan kemudi bebas.
    Memeriksa pergerakan kemudi. Jika kemudi berat atau tidak dapat bergerak rata, periksa bantalan kemudi.

    Gambar 3.23. Pemeriksaan Kekocakan Poros dan Bantalan Kemudi
    Roda depan masih dalam keadaan terangkat, gerakkan garpu depan ke depan-belakang.
    Apabila terdapat kekocakan, periksa bantalan kemudi.

    Memeriksa kondisi keausan ban dan menyetel tekanan angin ban Memeriksa kondisi keausan ban dengan memeriksa kedalaman minimal ban pada tanda batas keausan ban (wear limit indicator).

    Gambar 3.24. Pemeriksaan Keausan Ban

    Gambar 3.25. Pemeriksaan dan Spesifikasi Tekanan Angin Ban

    Memeriksa keausan bushing lengan ayun depan (suspensi tipe
    Bottom Link) dan keausan bushing poros lengan ayun belakang.
    Bila perlu berikan vet pada engsel lengan ayun depan (tipe
    bottom link) melalui nippel pelumasan menggunakan pompa vet.

    Gambar 3.26. Pemeriksaan Keausan Bushing Lengan Ayun

    Memeriksa dan mengencangkan baut-baut pengikat (baut rangka, baut pengikat mesin, baut/mur kepala silinder dan knalpot , tuas starter, tuas transmisi, dsb).
    Memberikan pelumasan pada bagian-bagian yang bergesekan (rantai roda, lengan penggerak sistem rem, tuas starter, standart samping, pijakan kaki pembonceng).

    Jadwal Perawatan Berkala Sepeda Motor

    BAB IV
    PENUTUP

    Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga, pada akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan segala hambatan dan rintangan yang penulis hadapi. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri. Dalam pembuatan laporan ini, tentunya tidak lepas dari kekurangan karena adanya keterbasaan pengetahuan dan buku panduan yang penulis miliki. Apabila masih ada kesalahan dalam penyusunan atau pembuatan laporan ini, penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

    A. Kesimpulan

    Untuk bisa mendapatkan ilmu secara maksimal dan memuaskan, terutama ilmu di bidang otomotif, siswa tidak akan cukup bila hanya mengandalkan teori saja, praktik langsung di Dunia Usaha/Industri mempunyai peranan sangat penting dalam menimba ilmu apapun yang belum dipelajari di sekolah. Sehingga, Praktik Kerja Industri perlu diadakan untuk menambah kemampuan dan pengalaman para siswa. Setelah melaksanakan progam Praktik Kerja Industri di Bengkel Oby Motor, banyak ilmu dan pengalaman-pengalaman yang penyusun peroleh dan semoga dapat berguna dikehidupan yang akan datang guna meningkatkan sumber daya manusia. Melalui Praktik Kerja Industri dengan objek yang sebenarnya kemampuan seseorang akan berkembang lebih baik daripada hanya mengandalkan teori sekolah saja. Dan itu memang terbukti dengan diadakannya Prakerin kemampuan siswa/siswi jauh meningkat seperti diri pribadi penyusun pada khususnya.
    Tune up merupakan kegiatan perawatan berkala pada sepeda motor,
    dimana kegiatan ini meliputi :
    Memeriksa bagian-bagian sepeda motor untuk memastikan bagian
    tersebut masih berfungsi sebagaimana mestinya.
    Membersihkan bagian yang kotor agar kotoran yang ada tidak merusak sistem.
    Menyetel bagian yang berubah agar sesuai dengan spesifikasinya.
    Memperbaiki/mengganti komponen yang rusak/aus.
    Diharapkan dengan dilakukannya tune up berkala dengan baik, maka
    akan diperoleh :
    Usia komponen/kendaraan lebih lama
    Konsumsi bahan bakar lebih ekonomis
    Tenaga mesin optimal
    Kadar polusi/emisi gas buang kendaraan lebih rendah.
    Prosedur Tune Up Sepeda Motor
    Uraian rangkaian kegiatan yang dilakukan setiap melaksanakan tune up
    sepeda motor adalah sebagai berikut :
    Bagian Mesin
    Memeriksa dan mengganti oli pelumas mesin
    Membersihkan saringan udaraMembersihkan saringan bahan bakar
    Memeriksa dan menyetel busi
    Membersihkan karburator
    Menyetel katup
    Menyetel campuran bahan bakar/putaran mesin
    Menyetel kebebasan kopling
    Bagian Kelistrikan
    Memeriksa dan merawat baterai
    Memeriksa fungsi kelistrikan (bel, lampu tanda belok, lampu kepala, lampu rem, lampu indikator)
    Bagian Chasis
    Memeriksa dan menyetel gerak bebas rem
    Memeriksa, merawat rantai dan menyetel gerak bebas rantai roda
    Memeriksa kekocakan poros kemudi dan lengan ayun
    Memeriksa kondisi ban dan menyetel tekanan angin ban
    Memeriksa dan mengencangkan baut-baut pengikat (baut rangka, baut pengikat mesin, tuas starter, tuas transmisi, dsb)

    B. Saran

    Setelah penyusun melakukan program Prakerin di Bengkel Oby Motor Boddie, perkenankan penyusun menyampaikan saran-sarannya, antara lain:

    1. Untuk Pihak Sekolah

    Memberikan pembekalan lebih kepada siswa/siswi sebelum dan pasca melaksanakan program Prakerin.
    Memberikan motivasi-motivasi agar siswa/siswi yang melaksanakan kegiatan Prakerin lebih semangat.
    Memberikan bekal teori-teori agar siswa/siswi tidak kaget dengan Dunia Usaha/Indutri.
    Mengajarkan etika di Dunia Usaha/Industri agar tidak terjadi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan yang berdampak buruk bagi sekolah dan tempat Usaha/Industri.
    Selalu mengawasi siswa yang Prakerin agar siswa yang menyelewengkan bisa ditegur.

    1. Untuk Pihak Industri
      Memberikan pengarahan lebih kepada siswa/siswi agar nantinya setelah Prakerin selesai siswa/siswi bisa mengatasi suasana kerja di Dunia Usaha/Industri yang sebenarnya.
      Memperluas bengkelnya agar saat bengkel ramai tidak berdesak-desakan dan jika bengkelnya bertambah luas pasti pelangganpun akan bertambah banyak seiring dengan tempat yang semakin luas.
      Perlunya promosi-promosi dan terobosan-terobosan baru seiring dengan perkembangan zaman agar pelanggan yang ada bertambah banyak.
      Memberikan kesempatan lebih kepada siswa agar siswa bisa membuktikan kemampuan yang dimilikinya.
    2. Untuk Adik-Adik Kelas Yang Nanti Akan Melaksanakan Prakerin
      Pahamilah semua materi yang diajarkan agar nantinya digunakan untuk bekal Prakerin kalian.
      Belajarlah menghargai waktu karena di Dunia Usaha/Dunia Industri waktu sangatlah berharga.
      Janganlah merasa malu kalau tidak bisa, tanyakan kepada orang yang lebih tahu.
      Belajarlah bersikap sopan terhadap semua orang.
      Jangan merasa pintar, karena sikap seperti itu bisa menghancurkan kalian sendiri.
  • Kepribadian Seseorang Berdasarkan Golongan Darah

    Jenis Darah Dan Mengenali Keperibadiannya

    Golongan darah ternyata menentukan cara orang berfikir, berucap dan bertindak. Hal ini terutama diyakini oleh orang-orang Jepang secara lebih terperinci. Praktik pemilihan golongan darah ini dilakukan oleh mereka pada saat akan merekrut tenaga kerja untuk menentukan golongan profesional.

    Untuk jenis posisi tertentu, jenis golongan darah yang diperlukan akan berbeda dengan posisi lainnya. Kerana menurut keyakinan orang Jepang, tidak semua golongan darah dapat bekerja sama dengan baik di semua posisi. Furukawa Takeji yang pertama kali meneliti dan menyatakan bahwa golongan darah seseorang akan mempengaruhi keperibadian dan karakter orang tersebut secara langsung .

    a. Golongan Darah A

    Ketika kecil, orang yang berdarah jenis A biasanya suka bercampur gaul dengan orang lasak. Ketika memperoleh sesuatu pekerjaan dan kaya dengan pengalaman hidup, orang seperti ini dapat mengawal perasaan sendiri dan lebih bersifat matang. Bagaimanapun, ketika tua kelak, orang yang berdarah jenis A ini akan menunjukkan sikap yang degil dan keras kepala.

    Biasanya orannya serius dan penyabar, tegas dan dapat dipercayai, berfikir secara menyeluruh, konsisten, keras kepala. Orang golongan darah A ini biasanya suka menyendiri kerana memiliki idealisme.

    Keharmonisan dan keamanan adalah tujuan utama dalam hidupnya. Anda gemar melakukan kerja-kerja secara berkumpul dan juga gemar melibatkan diri dengan kelompok. Anda bijak bergaul dengan individu disekeliling dan ternyata mereka juga senantiasa merasa senang untuk bekerjasama dengan anda. Sikap sensitif, sabar, dan bertenggang rasa yang ada dalam diri anda itu melambangkan bahawa anda tergolong dalam kategori individu yang memiliki keperibadian penyayang. Walau bagaimanapun ada kalanya kamu agak degil dan terlalu kuat bekerja sehinggakan tidak memperhatikan waktu istirahat. Anda harus ingat, kesehatan juga perlu diutamakan. Jangan kerana terlalu asik dengan pekerjaan anda itu, kesehatan anda tidak diperhatikan.

    Cara Berkomunikasi dengan Orang Bergolongan Darah A

    • Jangan mengangkat topik yang konfrontatif, misalnya, topik kontroversial kerana mereka orang yang tidak suka membuat konfrontasi dengan lawan bicara.
    • Gunakan kata-kata yang relatif sopan kerana mereka sangat sensitif dan terkadang konservatif sehingga kata-kata yang tidak sesuai dengan standard kesopanan minimal akan dapat menyinggung mereka.
    • Jika menjawab usahakan dengan lengkap dan bermakna kerana mereka adalah orang yang sangat sempurna dan kurang menyukai hal yang setengah-setengah.
    • Mintalah pandangan dan pendapat mereka kerana mereka sangat kreatif untuk hal ini dan dengarkan dengan saksama ketika mereka menjelaskan.
    • Jangan melebihi mereka saat menyampaikan sesuatu. Maksudnya, jangan sampai mereka merasa dilampaui dalam hal kepintaran dan pengalaman, misalnya.
    • Hargai mereka dengan memuji seperlunya kerana pujian yang berlebihan akan membuat mereka ragu dengan ketulusan si pemuji.

    b. Golongan Darah B

    Bagi yang berdarah jenis B, mereka dapat melalui zaman kanak2 yang cukup bahagia dan menyenangkan. Apabila meningkat dewasa, orang yang berdarah jenis B ini secara umumnya boleh dibahagikan kepada dua golongan yaitu, dia suka berterus terang dan satu lagi dia, lebih suka memencilkan diri dan tidak gemar bercampur gaul dengan orang ramai. Orang yang berdarah jenis B tidak menunjukkan perubahan sikap yang ketara daripada usia kanak2 hingga tua. Ini bererti, walaupun usia semakin meningkat, namun mereka kelihatan masih berjiwa muda.

    Biasanya berkarakter ingin tahu, memilik banyak ketertarikan di berbagai bidang, semangat biasanya cepat naik tetapi juga cepat padam, selalu ingin menjadi orang yang superior dan diperhatikan dari orang lain.

    Simple! Itulah ungkapan yang paling tepat untuk anda . Anda lebih senang dengan kesederhanaan. Dalam perhubungan pula anda adalah individu yang terlalu jujur dan lebih gemar berterus terang dalam apa permasalahan apapun. Dalam melaksanakan sesuatu tugas yang diberikan, anda lebih gemar melaksanakannya denga cara anda sendiri. Anda adalah individu yang kreatif dan fleksibel, mudah bagi diri anda untuk meletakkan diri sendiri dalam kondisi apapun dan dimanapun. Anda adalah individu yang bijak bersosial. Namun ada kalanya sikap anda yang gemar berdikari dan tidak gemar meminta bantuan orang lain itu, mampu mendatangkan masalah buat diri anda dan sekali gus memperlihatkan kelemahan pada diri sendiri. Anda harus ingat bahawa, tidak semua perkara kita boleh menyelesaikannya secara bersendirian.

    Bagaimana Cara Berkomunikasi dengan Orang Bergolongan Darah B ? Ada karakter ada gaya. Orang bergolongan darah B memiliki karakter yang berbeda dengan mereka yang bergolongan darah A. Mereka lebih praktis, egois, kreatif, optimis dan bebas dalam berfikir. Mereka juga memiliki kecenderungan mengerjakan segala sesuatu secara individual. Oleh karena itu, di Jepang, untuk membentuk sebuah kumpulan yang kuat sehingga motto yang digagas John C. Maxwell: teamwork makes the dream work benar-benar menjadi kenyataan, orang golongan darah B ini biasanya kurang dilibatkan.

    Untuk lebih jelas, gaya komunikasi dengan orang bergolongan darah B berikut dapat dijadikan pedoman:

    1. Mulailah pembicaraan dengan runtun, jangan melompat-lompat kerana mereka kurang menyukai hal-hal yang tidak teratur.
    2. Jangan memulai pembicaraan tanpa mengakhirinya.
    3. Gunakan data-data tepat, bukan rekaan.
    4. Jika mengajak kerjasama, pastikan bahwa mereka bersedia.
    5. Berbicaralah kepada otaknya bukan hatinya. Gunakan lebih banyak fakta rasional daripada sosial.
    6. Jangan menggunakan gaya bicara yang terburu-buru.

    Orang dengan golongan darah B lebih suka mendengarkan uraian rinci dan runtun. Mereka suka ada awal dan akhir dari sebuah percakapan. Kerana mereka sangat prihatin dengan apa yang telah dimulai untuk dapat diakhiri. Mereka tidak suka orang yang berbicara secara tidak jelas dan tanpa pertimbangan rasional kerana mereka lebih menggunakan logik daripada perasaannya.

    c. Golongan Darah AB

    Bagi orang yang berdarah jenis AB, mereka dilihat takut pada orang asing semasa kecil dan tidak suka berkomunikasi. Tetapi sikapnya berubah dengan cepat apabila bergaul dengan kelompoknya. Orang yang berdarah jenis AB bersikap optimis dan mudah berpuashati. Bersikap sombong dan tidak mau dengar nasihat orang lain ketika tua.

    Tenang dan bijak mengawal emosi, itulah keperibadian yang jelas terpancar dalam diri individu yang tergolong dalam kategori darah berjenis AB ini. Anda juga senantiasa menghormati orang lain dan ini menjadikan individu yang berada di sekeliling anda berasa senang untuk berdampingan dengan anda. Anda juga memiliki sikap humor semula jadi dalam diri dan senantiasa bersikap menghiburkan dan ceria. Namun ada satu perkara yang harus anda perbaiki dalam diri anda itu. Anda perlu lebih bijak dan berani untuk membuat keputusan sendiri. Jangan biarkan orang lain membuat keputusan untuk diri anda sendiri.

    Biasanya memiliki perasaan yang sensitif, memilik perhatian terhadap sesamanya, jiwa sosial yang tinggi, terkadang suka memaksakan diri sendiri dalam mencapai sesuatu,orang yang memiliki golongan darah AB biasanya berfikir serius dalam menghadapi permasalahan.

    Bagaimana Cara dan Gaya Komunikasi dengan Orang Bergolongan Darah AB ? Dengan karakter yang mudah berubah-ubah tergantung keadaan mood tertentu, orang-orang dengan golongan darah AB tentu masih dapat diambil ‘hatinya’ ketika kita berkomunikasi dengan mereka agar mencapai tujuan yang ingin kita raih. Gaya komunikasi yang perlu diterapkan adalah seperti tersebut di bawah ini:

    • Pertama-tama, ikuti dulu alur pembicaraan mereka.
    • Selanjutnya, berbicaralah secara tegas karena mereka mudah berubah-ubah.
    • Bicaralah tentang seni dan metafisika untuk memulai percakapan yang lebih panjang jika hal itu diinginkan.
    • Jika membuat janji, pastikan mereka memahaminya dan setuju.
    • Jangan ambil keputusan sepihak kerana mereka termasuk orang yang suka menentukan sebuah keputusan secara sepihak. Diskusikanlah dengan sinergis.
    • Jangan terlalu banyak mengumbar kata dan janji kerana mereka sulit mengingat, apa lagi menjalankan kewajiban yang semakin banyak.

    Orang dengan golongan darah ini memang sedikit kurang beruntung di Jepang kerana dianggap yang paling lemah dan tidak dapat dipercayai. Namun, hal ini tentu sangat kasuistis dan geografis. Hanya saja, dengan memahami karakteristik orang dengan golongan darah ini, banyak hal yang dapat dilakukan untuk tidak menuai kekecewaan nantinya di kemudian hari jika ternyata karakter itu benar adanya. Dan bagi mereka dengan golongan darah AB tentu dapat melakukan introspeksi diri untuk memperbaiki hal-hal negatif yang benar sesuai dengan penjelasan di atas.

    d. Golongan Darah O

    Selalu ikut nasihat ketika zaman kanak2 adalah sikap biasa ditunjukkan oleh orang yang berdarah jenis O. Tetapi selepas usia semakin meningkat, mereka akan cuba menunjukkan kelebihan sendiri dan mempunyai prinsip tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Malahan tidak mustahil mereka akan menjadi orang yang berwibawa dan berpengaruh. Dari kecil hingga tua, orang berdarah jenis ini umumnya tidak sombong dan patuh pada nasihat orang lain tetapi bersikap keras semasa tua.

    Individu yang memiliki jenis darah dari kategori ini disifatkan sebagai individu yang setia, sabar dan sentiasa yakin terhadap keupayaan dan kebolehan diri sendiri. Selain itu individu dari kategori ini juga sering bersifat ingin menjadi ketua walau dalam apa jua perkara yang ingin dilakukan khususnya yang melibatkan kerja-kerja berkumpulan. Sekiranya menginginkan sesuatu, kamu akan berusaha untuk mencapai matlamat tersebut walau dalam apa cara sekalipun. Ada kalanya kamu dikatakan memiliki sifat cemburu yang agak kuat. Selain itu kamu juga terlalu serius dalam persaingan sehinggakan ia mampu memberikan tekanan kepada diri kamu sendiri. Oleh yang demikian kamu harus lebih bijak mengawal emosi diri mu agar tidak dikuasai dengan tekanan.

    Orang ini biasanya memiliki sifat sosial yang cukup tinggi, mudah bersosialisasi dengan orang lain, pintar menutupi sesuatu, biasanya orang ini terlihat tidak pernah memiliki masalah, orang ini biasanya sabar dan baik hati.

    Bagaimana Cara dan Gaya Komunikasi dengan Orang Bergolongan Darah O ? Ketika berhadapan dengan orang bergolongan darah O yang penuh semangat dan percaya diri, terus terang, optimistis, terkadang egois dan kreatif, hal-hal berikut dapat dijadikan pedoman:

    • Berbicaralah dengan semangat dan penuh vitalitas. Kerana mereka kurang menyukai orang-orang yang terkesan lemah, letih, lesu, lemas, letoy, dan loyo yang dianggap tidak dapat mengikuti rentak mereka yang penuh dengan energi.
    • Jangan gunakan kata-kata negatif dan pesimis kerana kelompok kata itu tidak terdapat dalam kamus mereka yang penuh dengan semangat positif dan optimis.
    • Ketika mengikat sebuah kontrak, pastikan dengan tegas bahwa mereka komit dengan apa yang telah disepakati dan dapat bertanggung jawab atas penyelesaiannya.
    • Berkatalah dengan jujur kerana mereka juga demikian adanya. Sekali kebohongan terbongkar, mereka tidak akan percaya lagi pada lain kesempatan.
    • Tunjukkan bahasa tubuh yang penuh keceriaan dan semangat.

    Orang dengan golongan darah O paling suka berkomunikasi dengan mereka yang penuh semangat. Orang-orang yang tidak memiliki semangat hidup yang baik sulit menjadi teman dekat orang golongan ini. Kerana mereka selalu semangat sejalan dengan vitalitas yang mereka miliki. Mereka akan dapat berkomunikasi berjam-jam dengan orang yang cocok dan dapat mengikuti rentak bicara mereka yang sangat optimistis dan motivatif.

    Sifat-sifat di atas tidak mutlak semuanya akan sama persis, sifat manusia juga dipengaruhi dari kromosom orang tuanya, kromosom adalah pembawa sifat keturunan, ini juga mempengaruhi karakteristik seseorang, tidak dapat disimpulkan 100% hanya dari golongan darah saja.

  • Perencaan dan Pengembangan Kurikulum


    Pendidikan merupakan proses interaksi antara pendidik dengan siswa dalam upaya membantu siswa menguasai tujuan-tujuan pembelajaran. Proses pendidikan dapat berlangsung baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga interaksi terjadi antara orang tua dengan anaknya, dilingkungan sekolah terjadi interaksi antara pendidik dengan siswa, sedangkan dilingkungan masyarakat terjadi interaksi antar warga masyarakat yang berbeda latarbelakangnya.

    Interaksi antara orangtua dengan anaknya di rumah berjalan tanpa adanya rencana yang tertulis. Orangtua umumnya memepunyai harapan agar anaknya menjadi anak yang saleh, pintar, sehat dan sebagainya. Mereka hanya bisa berencana tanpa tahu apa yang harus diberikan dan bagaimana memberikan pendidikan supaya anak-anak tersebut sesuai dengan harapan mereka. Orangtua dalam mendidik anaknya sering tanpa dipersiapkan secara formal, karena interaksi antara orangtua dengan anak sering tidak disadari. Setiap saat bertemu, bergaul, berdialog dan banyak perilaku-perilaku spontan yang diberikan kepada mereka yang kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan dalam mendidik.

    Pendidikan yang diberikan oleh orangtua tanpa dipersiapkan secara formal tetapi mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai ayah dan ibu. Karena sifatnya yang tidak formal, tidak memerlukan rancangan ynag konkret dan kadang tidak disadari maka pendidik dalam hal demikian disebut pendidik informal.

    Pendidikan yang lebih jelas bersifat formal terdapat dalam lingkungan sekolah. Dilingkungan sekolah telah dipersiapkan guru sebagai pendidik oleh lembaga pendidikan guru. Sebagai seorang pendidik, guru telah dibina atau memiliki kepribadian sebagai pendidik. Secara legitimasi guru telah diberi kewenangan oleh pejabat dengan surat keputusan untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang jelas, bahan yang telah disusun dalam pembelajaran yang dirancang secara cermat, guru melaksanakan pendidikan di sekolah secara formal. Ciri pendidik formal antara lain adanya kurikulum yang jelas dan rinci, dilaksanakan secara formal, terencana, diawasi, dinilai, diberikan oleh guru yang mempunyai keterampilan dalam lingkungannya dengan aturan tertentu. Dari ciri-ciri tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidik formal adalah pendidik yang memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis, jelas dan rinci, dilaksanakan secara formal, terencana, diawasi dan dinilai, diberikan oleh guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus di dalam bidang pendidikan, berlangsung dalam lingkungan tertentu dengan fasilitas dan alat serta aturan-aturan tertentu pula.

    Menurut Nana Syaodih (1997:2), terdapat beberapa kelebihan pendidikan formal dibanding pendidikan informal. pertama memiliki lingkup pendidikan yang lebih luas bukan hanya pembinaan dari segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kedua pendidikan disekoalh dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Ketiga Karena memiliki kurikulum, maka pendidikan di sekolah dilaksanakan secara terencana, sistematis dan lebih disadari.

    Dari uraian diatas dapat kita pahami bahwa kurikulum dan pendidik merupakan syarat terjadinya pendidikan di sekolah formal, karena kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidik atau pengajar di sekolah. Kedudukan kurikulum dalam pengajaran sangat penting karena kurikulum merupakan pedoman untuk tercapainya tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen kurikulum yang harus dikuasai oleh pengajar antara lain tujuan, bahan ajar, alat, metode dan penilaian (Nana Syaodih, 1997:3).

    Menurut pandangan lama kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan demikian sekarang sudah tidak berlaku lagi seiring dengan terus diadakannya pembaharuan dan pengembangan kurikulum. Kurikulum yang berkembang sekarang adalah kurikulum yang telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar.

    Konsep pengembangan kurikulum saat ini yang lebih penting adalah konsep pengembangan tentang kurikulum sebagai substansi, sebagai subyek, dan sebagai bidang studi. Sebagai Substansi kurikulum merupakan suatu rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai suatu perangkat yang tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum sebagai system adalah bahwa kurikulum merupakan bagian dari system persekolahan, system pendidikan, bahkan system masyarakat. Kurikulum sebagai suatu bidang studi merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.

    Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum

    A. Konsep Pengembangan Kurikulum

    Kurikulum tidak hanya sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi lebih mengambangkan pikiran, menambah wawasan, sera mengambangkan pengetahuan yang dimiliki. Kurikulum lebih mempersiapkan peserta siswa dalam memecahkan masalah individualnya maupun masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Oleh karena itu kurikulum merupakan usaha sekolah untuk mempengaruhi siswa agar mereka dapat belajar dengan baik di dalam kelas, di halaman sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah sehingga mereka menjadi pribadi yang diharapkan.

    Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang sifatnya berkesinambungan. Kurikulum tersebut didesain sedemikian rupa sehingga tidak menjadi jurang pemisah antara pendidikan dasar dengan pendidikan selanjutnya. Beberapa pengertian kurikulum, (Syaeful Sagala, 2009 : 233), sebagai berikut :

    1. Dalam UU No. 20 tahun 2003 dikemukakan bahwa, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
    2. Pengertian kurikulum menurut pandangan lama bahwa, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk memperoleh ijazah. Kurikulum lama berorientasi pengalaman lampau tidak berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas, mengutamakan perkembangan pengetahuan akademik dan keterampilan terpusat pada mata pelajaran, teks book, dan dikembangkan oleh guru secara perorangan.
    3. Pendapat yang baru/modern tentang kurikulum bahwa kurikulum diartikan secara luas bukan saja terdiri dari mata pelajaran tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.
    4. Konsep kurikulum menurut Tanner and Tanner (1980), kurikulum sebagai modus mengajar, sebagai pengetahuan yang diorganisasi, sebagai arena pengalaman, sebagai pengalaman yang terbimbing, mencakup kegiatan-kegiatan pembelajaran yang masih harus dikaji oleh guru, jalan meraih ijazah yang merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal.

    Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

    B. Diversifikasi Kurikulum

    Dalam implementasi kebijakan otonomi daerah kewenangan pemerintah menurut PP No. 25 tahun 2000 tentang kebijakan kurikulum adalah menetapkan standar nasional, kemudian dijelaskan GBHN 1999 pemerintah melakukan pembaharuan system pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional. Diversifikasi kurikulum tersebut antara lain

    1. Kurikulum Nasional
      UUSPN NO. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 9 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Prinsip-prinsip umum kurikulum dan pengajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekan perilaku sesuai dengan tujuan, pengalaman belajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengadapai isi pelajaran, siswa memperoleh kepuasan dalam menerima pelajaran, siswa dilibatkan secara nyata dalam pengalaman belajar sehingga memberikan hasil yang nyata. Dengan demikian pada prinsipnya kurikulum di desain untuk diterima siswa dengan baik. Untuk memenuhi kurikulum yang bermutu dalam rangka pemberdayaan penddikan, kebijakan kurikulum haruslah memberi ruang kreativitas tinggi kepada instansi yang berkaitan dengan pendidikan di daerah, sekolah-sekolah maupun LPTK. Kreativitas tersebut meliputi pengaturan kurikulum dan mengelaborasinya menjadi bahan ajar, evaluasi belajar mengacu pada standar yang dipersyaratkan, penyelesaian studi semua jenjang sekolah tepat waktu, standar materi pada setiap buku pelajaran pokok pada semua bidang studi, dan pengembangan teknologi komunikasi serta informasi. Kurikulum nasional akan memberi arti yang penting bagi sekolah disuatu daerah, jika daerah itu mampu memberi ruang kreativitas yang tinggi pada tim ahli yang dimilikinya bersmaa sekolah.
    2. Muatan Lokal
      Kewenangan pemerintah provinsi menurut PP No. 25 tahun 2000 tentang pengembangan kurikulum diarahkan untuk menggali potensi adalan daerah secara optimal. Cara yang efektif untuk pengembangannya adalah dengan menyusun menjadi mata pelajaran muatan lokal (mulok) di sekolah. Kantor pendidikan tingkat provinsi perlu membentuk tim ahli profesional untuk menyusun kurikulum muatan lokal yang siap diajarkan dan dimanfaatkan disemua daerah lingkungan provinsi dimana satuan pendidikan tersebut berada. Pemerintah provinsi bersama Kabupaten/Kota menyediakan tenaga ahli kurikulum untuk mempermudah desain pengembangan yang sesuai dengan potensi lokal, terlebih lagi kurikulum muatan lokal.
    3. Kurikulum Berbasis Kompetensi
      Dalam perkembangannya untuk mempersiapkan para siswa menghadapi tantangan masa depan, Depdiknas menerbitkan model kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan refleksi pemikiran atau pengkajian ulang penilaian terhadap kurikulum pendidikan dasar 1994 beserta pelaksananya. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kempeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Kompetensi menurut McAshan, (1981 : 45) dalam Syaeful Sagala diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasasi oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilkau kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Kurikulum berbasis kompetensi memberi gambaran bahwa para siswa yang telah mengikuti kegiatan belajar menguasai konsep pengetahuan, mampu menganalisis kebutuhan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya di sekolah setelah mengikuti berbagai materi pelajaran. Kompetensi yang dimaksud memiliki tiga dimensi yakni memiliki nilai dan sikap menghargai dan menyenangi materi pelajaran, penguasan onsep dengan menguasai ilmu pengetahuan sehingga mampu berpikir secara rasional, kemampuan dan kecakapan berkomunikasi, serta mampu mmecahkan masalah secara sistematis dalam hidupnya, kecakapan mengaplikasikan dengan menggunakan teknologi dan pengukuran yang tepat dalam kehidupanya.

    LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

    Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dikembangkan dan dinilai secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada di masyarakat. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana kurikulum akan berjalan. Pengembangan kurikulum menurut Hilda Taba (1926 :6) adalah proses yang meliputi banyak hal diantaranya:

    1. Kemudahan suatu analisis tujuan;
    2. Rancangan suatu program;
    3. Penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan;
    4. Peralatan dalam evaluasi proses.

    Singkatnya pengembangan kurikulum adalah perbuatan komplek yang menyangkut berbagai jenis keputusan, yaitu tujuan yang akan dicapai, materi pelajaran yang terukur, waktu yang disediakan,media pendidikan yang diperlukan, kompetensi guru yang diperlukan, dan sarana belajar yang mendukung.

            Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya perubahan kurikulum. Faktor penyebab perubahan kurikulum tersebut antara lain :
    1. Faktor filosofis, yaitu kebijakan pemerintah dibidang pendidikan nasional yang digariskan oleh GBHN menuntu implementasi yang sesuai dengan formulasi dan evaluasi. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan dalam Tap MPR No. IV/MPR?1973 tentang pendidikan dan pembinaan generasi muda.
    2. Faktor sosiologis, yaitu adanya inovasi dan gagasan-gagasan baru yang memasuki dunia pendidikan mempengaruhi system pendidikan nasional sebagai dampak dari pembinaan dan pembaharuan pendidikan, hasil analisis dan penelitian pendidikan nasional telah mendorong Departemen Pendidikan Nasional untuk melakukan perubahan kurikulum dan keluhan-keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan mendorong lembaga pendidikan untuk melakukan perubahan dan pengembangan kurikulum yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian praktek pelaksanaan pendidikan termasuk kurikulum perlu ditinjau kembali atau dilakukan perbaikan secara terus-menerus.
    3. Faktor psikologis, yaitu inovasi yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang efisien dan efektif telah langsung berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Inovasi tersebut menggambarkan antara lain hasil proyek penulisaan buku pelajaran, hasil proyek perubahan kurikulum dan metode belajar (peningkatan kualitas lulusan), berlakuknya sistem pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas output pendidikan, dan motivasi metode belajar mengajar terutama prosedur pengembangan system instruksional (PPSI).

    Adapun faktor penentu dalam pengembangan kurikulum adalah :

    1. Landasan filosofis : Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat, sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan dalam arti seluas-luasnya (Raka Joni, 1983 : 3)
    2. Landasan social budaya : Realita social budaya yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum.
    3. Landasan Pengetahuan teknologi dan Seni : Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk didalamnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS)
    4. Landasan kebutuhan masyarakat : pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat, maka pada hakekatnya pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan
    5. Landasan perkembangan Masyarakat : Ciri utama masyarakat adalah selalu berkembang. Perkembangan ini bisa terjadi dengan cepat atau lambat bahkan sangat cepat. IPTEKS sangat mendukung perkembangan masyarakat. Perkembangan masyarakat akan menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, maka diperlukan perancangan berupa kurikulum yang landasannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.

    Pengembangan kurikulum dan landasan pengembangan kurikulum merupakan dasar untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan kurikulum lebih lanjut.

    PRINSIP-PRINSIP PENGEMBAGAN KURIKULUM
    Terdapat beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip umum pengembangan kurikulum yang diuraikan oleh Nana Syaodih, (2009 : 150) adalah sebagai berikut :

    1. Prinsip Relevansi, artinya kesesuaian antara komponen tujuan, isi/pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang diidealkan.
    2. Prinsip Fleksibilitas, kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan siswa untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang dengan berbagai latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang solid yang dalam hal pelaksanaannya memungkinkan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang siswa.
    3. Prinsip Kontinuitas, perkembangan dan proses belajar siswa berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau terhenti. Oleh karenanya pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu komunikasi dan kerja sama antara para pengembang kurikulum tingkat SD dengan SMPT, SMTA dan Perguruan Tinggi.
    4. Prinsip praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Betapapun bagusnya kurikulum bila menuntut keahlian dan peralatan serta biaya yang mahal maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
    5. Prinsif Efektivitas, walaupun kurikulum itu harus mudah, sederhana,dan murah tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan baik secara kualitas maupun kuantitas. Keberhasilan kurikulum akan sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan pendidikan.
      MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
      Terdapat depalan macam model pengembangan kurikulum, yaitu :
    6. The Administrative model (merupakan model lama) , dinamakan demikian karena inisiatif dan gagasan pengembangannya datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (dirjen, direktur atau kepalan kantor wilayah pendidkan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah dan pengembang kurikulum. Digunakan dalam system pengelolaan pendidian /kurikulum yang bersifat sentralisasi.
    7. The Grass rooth model, bersifat desentralisasi. Pada model ini seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen atau secara keseluruhan komponen kurikulum. Pengembangan kurikulum ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan penyempurna dari pengajaran dikelas. Gurulah yang tahu kebutuhan kelas, oleh karenanya gurulah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
    8. Beauchamp’s system, Model ini dikembangkan oleh Beauchamp’s seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal dalam pengembangan suatu kurikulum , yaitu :
      Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi,maupun seluruh Negara.
      Menetapkan personalia, yaitu siapa saja yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum antara lain para ahli pendidkian. Kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar, para ahli dari perguruan tinggi atau sekolah dari guru-guru terpilih, para profesional dalam system pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
      Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang akan ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, kegiatan evaluasi dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
      Implementasi kurikulum, yaitu melaksanakan kurikulum. Dalam implementasi ini bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh baik kesiapan guru-guiru maupun siswa, fasilitas, bahan, biaya, juga manajerial dari pimpinan sekolah.
      Evaluasi Kurikulum, terdapat empat hal ynag harus diperhatikan dalam evaluasi kurikulum yaitu evaluasi pelaksanaan kurikulum oleh guru, evaluasi desain kurikulum, evaluasi hasil belajar siswa dan evaluasi dari keseluruhan system kurikulum. Data-data tersebut nanti akan digunakans sebagai penyempurna dalam system dan desain kurikulum berikutnya.
    9. The demonstrational model, Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru yang bekerjasama dengan para ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum model ini sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
    10. Taba’s inverted model, Terdapat lima langkah pengembangan kurikulum menurut model taba yaitu :
      a. Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru
      b. Menguji unit eksperimen
      c. Mengadakan revisi dan konsolidasi
      d. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum
      e. Implementasi dan desiminasi
    11. Roger’s interpersonal relations model, Terdapat empat langkah pengembangan model kurikulum menurut Rogers, yaitu :
      a. Pemilihan target dari system pendidikan
      b. Partisifasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif
      c. Pengembangan pengalaman kelompokyang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran
      d. Partisifasi orang tua dalam kegiata kelompok
    12. The systematic action-research model, Pengembangan model kurikulum ini berdasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur system sekolah, pola hubungan pribadi kelompok dari sekolah dan masyarakat. Model ini menekankan pada tiga hal yaitu hubungan insan, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional. Penyusunan kurikulum menurut model ini dengan prosedur action research dengan langkah yang pertama adalah mengadakan penelitin secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang menyeluruh, mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Langkah kedua adalah implementasi dari keputusan yang diambil dalam tiundakan pertama. Tindakan ini diikuti oleh penyiapan data-data bagi evaluasi tindakan, sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, dan sebagai bahan untuk menetukan tindakan lebih lanjut.
    13. Emerging technical models, Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiens iefektivitas dalam bisnis, mempengaruhi perkembangan kurikulum. Perkembangan kurikulum model ini didasarkan atas :
      a. The behavioral Analisys Model, menekankan perilaku atau kemampuan
      b. The System Analisys Model, berasal; dari efisiensi bisnis
      c. The Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer

    GURU DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

    1. Guru sebagai pendidik profesional
      Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Komponen utama pendidikan tersebut tidak bisa terpisahkan satu dengan lainnya karena merupakan triangle, jika hilang salah satunya maka hilang pulalah hakikat pendidikan. Mendidik adalah pekerjaan profesional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional. Sebagai pendidik profesional guru tidak saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional.

    Terdapat tiga dimensi umum kemampuan sebagai pendidik yang harus dimiliki oleh guru antara lain adalah kemampuan profesional, kemampuan sosial dan kemampuan personal. Menurut PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang agen pembelajaran. Kompetensi tersebut antara lain kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

    1. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum
      Dari berbagai model pengembangan kurikulum yang telah diuraikan sebelumnya, sebagaian besar model melibatkan guru dalam pengembangan kurikulum. Keterlibatan guru dalam pengembangan kurikulum bukanlah kebetulan belaka tetapi karena guru adalah orang yang tahu persis situasi dan kondisi diterapkannya kurikulum yang berlaku. Selain itu guru bertanggungjawab atas terciptanya hasil belajar yang diinginkan (Raka Joni, 1983 : 26).

    Berdasarkan kenyataan bahwa guru tahu situasi dan kondisi serta bertanggungjawab atas tercapainya hasil belajar, maka sudah sewajarnya guru berperan dalam pengembangan kurikulum. Peran guru dalam pengembangan kurikulum diwujudkan dalam bentuk-bentuk kegiatan :
    Merumuskan tujuan khusus pembelajaran berdasarkan tujuan-tujuan kurikulum diatasnya dan karakteristik siswa, mata pelajaran/bidang studi, dan karakterisrik situasi kondisi sekolah/kelas.
    Merencanakan kegiatan pembelajaran yang dapat secara efektif membantu siswa mencapai tujuan yang ditetapkan.
    Menerapakan rencana atau program pembelajaran yang dirumuskan dalam situasi pembelajaran yang nyata.
    Mengevaluasi hasil dan proses belajar.
    Mengevaluasi interaksi antara komponen-komponen kurikulum yang diimplementasikan.
    Lima kegiatan tersebut merupakan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi. Sedangkan pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi, peran guru lebih besar, yakni mencakup pengembangan keseluruhan komponen-komponen kurikulum dalam perencanaan, mengimplementasikan kurikulum yang dikembangkan, mengevaluasi implementasi kurikulum, dan merevisi komponen-komponen kurikulum yang kurang memadai.

  • Makalah Kebebasan Pers era Orde Baru dan Reformasi

    Kebebasan Pers masa Oder Baru dan Reformasi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Secara sederhana, demokrasi bisa didefinisikan sebagai kekuasaan di tangan rakyat, atau kekuasaan oleh rakyat. Selain itu, demokrasi mempunyai dua aspek, yaitu aspek prosedural dan aspek substantif. Demokrasi dalam aspek prosedural mencoba menjawab masalah tentang bagaimana rakyat bisa ikut memerintah dan mengawasi pemerintah, seperti memilih pemimpin nasional dan wakil-wakil rakyat dalam pemilihan umum, proses pengambilan keputusan dalam kebijakan publik, mekanisme pengawasan efektif terhadap pemerintah, parlemen, yudikatif dan sebagainya. Demokrasi dalam aspek substantif menyentuh masalah apa saja yang bisa diatur oleh pemerintah. Bolehkah pemerintah melakukan intervensi dalam urusan agama, sejauh mana kebebasan berserikat dan kebebasan menyatakan pendapat bisa dijalankan penduduk, sejauh mana pemerintah ikut campur dalam urusan pernikahan antar warganya dan lain sebagainya. Para penganut teori substantif demokrasi, umumnya, bersepakat bahwa pemerintah harus menjamin hak-hak dasar warganegara, perlu mendapat jaminan dari pemerintah. Dalam konteks demokrasi di negara-negara Barat, yang sangat ditekankan adalah perlindungan terhadap civil liberties dan civil rights. Termasuk dalam kategori civil liberties, misalnya, kebebasan beragama dan kebebasan menyatakan pendapat secara terbuka, termasuk juga kebebasan pers.

    Dalam hal ini kebebasan pers mendapatkan perhatian untuk dijamin kebebasannya termasuk di Indonesia dari masa ke masa. Sejak merdeka tahun 1945, Indonesia sudah beberapa kali mengalami pergantian sistem pemerintahan. Tahun 1945 sampai 1965 dikenal dengan nama sistem pemerintahan Orde Lama, yang mana merupakan era presiden Soekarno. Setelah presiden Soekarno tumbang, tampung kekuasaan diserahkan kepada jenderal Soeharto yang akhirnya melahirkan sistem pemerintahan Orde Baru. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 sampai tahun 1998. Dikarenakan sudah terlalu lama menjabat dan merajalelanya KKN, presiden Soeharto digulingkan oleh rakyat Indonesia yang akhirnya melahirkan zaman baru bagi Indonesia, reformasi. Reformasi berlangsung dari tahun 1998 sampai sekarang. Disinilah cikal bakal munculnya kebebasan dalam hal berpendapat termasuk semakin diusungnya kebebasan akan pers.

    Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik dinegara ini. Bahkan sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari sistem politik yang ada. Di negara dimana sistem persnya mengikuti sistem politik yang ada maka pers cenderung bersikap dan bertindak sebagai “balancer” (penyeimbang) antara kekuatan yang ada.

    Sebagaimana yang diketahui bahwa pers merupakan media komunikasi antar pelaku pembangunan demokrasi dan sarana penyampaian informasi dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada pemerintah secara dua arah. Komunikasi ini diharapkan menimbulkan pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat sehingga demokrasi dapat terlaksana. Sebagai lembaga sosial, pers adalah sebuah wadah bagi proses input dalam sistem politik. Diantara tugasnya pers berkewajiban membentuk kesamaan kepentingan antara masyarakat dan negara sehingga wajar sekali apabila pers berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan pers untuk secara baik dan benar dalam mengajukan kritik terhadap sasaran yang manapun sejauh hal itu benar-benar berkaitan dengan proses input.[1]
    Seiring dengan perkembangan peradaban, situasi kebebasan pers di Indonesia saat ini, bedanya seperti langit dan bumi jika dibandingkan dengan situasi pada era Orde Baru.[2]. Dulu, ketika Tommy Soeharto mengalami kecelakaan di sirkuit Sentul (waktu latihan), pers tidak boleh mempublikasikannya karena berita seperti itu dikhawatirkan dapat menjelekkan martabat keluarga Kepala Negara. Pembajakan pesawat Garuda Wyola (1981) saja dilarang disiarkan oleh pers. Belakangan pers diziinkan menyiarkan, tapi harus bersumber dari pemerintah. Sebuah pos polisi di Cicendo, Jawa Barat, suatu hari diserang dan diobrak-abrik oleh sekelompok “orang bersenjata”. Sementara pers mencium berita ini, tapi segera diancam oleh aparat keamanan untuk tidak mempublikasikannya. Berita semacam ini, pada masa Orde Baru, amatlah sensitif, karena menyangkut persoalan “stabilitas nasional”. Jangankan bisnis anak-anak Pak Harto, bisnis petinggi pemerintah pun ketika itu untouchable oleh pers. Selain itu, pers yang bandel dan tidak mengindahkan “imbauan” pemerintah untuk tidak menyiarkan satu berita terancam breidel.[3]
    Berbeda dengan era reformasi, kebebasan pers semakin diakui dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers Pasal 2 yang menandaskan bahwa ”Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. Dengan klausul ini, jelas sekali bahwa pers memposisikan dirinya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, atau “kepanjangan tangan rakyat”. Karena negara ini milik rakyat, maka pers perlu diberikan kebebasan seluasnya untuk melaksanakan amanat rakyat tadi.
    Pada era reformasi ini, tidak ada obyek, apakah itu perorangan, instansi pemerintah, pejabat Negara atau Presiden sekali pun, yang tidak bisa disentuh dan dikecam oleh pers. Bahkan kejatuhan Presiden Abdurrahman Wahid pun diyakini, sebagian adalah berkat kerja pers. Betapa banyak kasus KKN yang dibongkar oleh pers, baik yang dilakukan pejabat eksekutif, apalagi anggota legislatif. Betapa banyak perilaku buruk wakil rakyat yang ditelanjangi pers. Ketika konflik etnis di Sampit pecah, pers mengeksposnya habis-habisan. Sebuah penerbitan pers daerah pernah mempublikasikan foto kepala seorang korban yang sudah lepas dari badannya tatkala banyak santri NU yang dibunuh oleh “ninja-ninja” misterius. Kasus dugaan korupsi Gubernur Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Abdullah Puteh, sudah marak diungkap pers jauh sebelum aparat hukum melakukan penyidikan. Pada era reformasi tiga “tembok pers” berhasil dirobohkan, kini tidak ada lagi lembaga izin terbit, sensor dan breidel. Bahkan instansi pemerintah yang mengurus ketiga “tembok pers” ini, yaitu Departemen Penerangan R.I sudah lenyap dibubarkan oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid. Kini siapa pun, termasuk Presiden R.I tidak bisa menutup sebuah penerbitan pers. Pelaksanaan kebebasan pers Indonesia dewasa ini mirip dengan kebebasan pers era tahun 1950-1959 yang dikenal dengan sebutan era demokrasi liberal yang bercorak libertarian.[4]

    Dari fenomena-fenomena tentang perjalanan kebebasan pers dari masa ke masa di Indonesia yang telah dijelaskan di atas, memberikan kesan kepada khalayak publik tentang perbedaan pemberian kebebasan pers di era Orde Baru dan era reformasi, yang pada gilirannya kita mempunyai pandangan tentang efektifitas maupun batasan-batasan kebebasan pers itu sendiri sehingga menimbulkan opini publik tentang baik buruknya pers dalam mengawal perjalanan demokrasi di Indoensia. Olehnya itu berangkat dari ilustrasi latar belakang di atas, kami tertarik untuk menulis makalah yang berjudul Kebebasan Pers era Orde Baru dan era Reformasi.

    B. Rumusan Masalah

    Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana kebebasan Pers di era Orde Baru ?
    2. Bagaimana kebebasan Pers di era Reformasi ?

    Bab II. Pembahasan

    A. Kebebasan Pers di era Orde Baru

    Tidak bisa dipungkiri bahwa pers memiliki peran yang sangat penting di suatu negara. Tanpa pers, tidak ada informasi yang bisa tersalurkan baik dari rakyat ke pemerintahnya maupun sebaliknya. Singkat kata, pers memiliki posisi tawar yang tidak bisa diremehkan. Konsepsi Riswandha[5] mengatakan bahwa ada empat pilar pemelihara persatuan bangsa, salah satunya adalah kaum intelektual atau pers. Pers berfungsi sebagai pemikir dan penguji konsep-konsep yang diterapkan pada setiap kebijakan.

    Diawal kekuasaannya, rezim pemerintahan Orde Baru menghadapi Indonesia yang traumatis. Suatu kondisi dimana kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya serta psikologis rakyat yang baru tertimpa prahara. Politik satu kata yang tepat ketika itu kemudian dijadikan formula Orde Baru, yakni pemulihan atau normalisasi secepatnya harus dilakukan, jika tidak kondisi bangsa akan kian berlarut-larut dalam ketidakpastian dan pembangunan nasional akan semakin tertunda. Konsentrasi bangsa diarahkan untuk pembangunan nasional. Hampir seluruh sektor dilibatkan serta seluruh segmen masyarakat dikerahkan demi mensukseskan pembangunan nasional tersebut. Pemerintah Orde Baru memprioritaskan trilogi pembangunannya yakni stabilitas, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sebagai kata kunci yang saling berkait erat serta sebagai bagian doktrin negara.

    Oleh karena pemerintah menitikberatkan pembaruan pada pembangunan nasional, maka sektor demokrasi akhirnya terlantarkan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan oleh karena sepeninggalan Orde Lama tidak satupun kekuatan non negara yang bisa dijadikan acuan dan preferensi, serta seluruh yang tersisa mengidap kerentanan fungsi termasuk yang melanda pers nasional. Deskripsi-deskripsi yang sering kali ditulis oleh para pemerhati pers menyatakan bahwa kehidupan pers di awal-awal Orde Baru adalah sarat dengan muatan berbagai kepentingan, ketiadaan pers yang bebas, kehidupan pers yang ditekan dari segala penjuru untuk dikuasai negara, wartawan bisa dibeli serta pers yang bisa dibredel sewaktu-waktu.

    Sehingga dapat digambarkan bahwa pada masa Orde Baru atau juga dikatakan pada era pembangunan, mungkin nasib pers terlihat sangat mengkhawatirkan. Bagaiamana tidak, pers sebegitu rupanya harus mematuhi rambu-rambu yang negara telorkan. Dan sejarah juga memperlihatkan kepada kita bahwa adanya PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) tidak membawa perubahan yang bersifat signifikan pada pola represi itu. Yang ada justru PWI dijadikan media yang turut menjadi boneka dari pemerintahan rezim Orde Baru di tanah air pada masa itu.

    Hal tersebut terlihat ketika terjadinya pembredelan pada beberapa media massa nasional yang sempat nyaring bunyinya. Ketika beberapa media nasional yang sempat dibredel oleh pemerintah, PWI yang seharusnya menggugat justru memberi pernyataan dapat memahami atau menyetujui keputusan yang sewenang-wenang itu. Lalu PWI pula justru mengintruksikan kepada pemimpin redaksi agar memecat wartawannya yang bersuara nyaring terhadap pemerintah.

    Bagaimana tidak bahwa pada dasarnya bagi suatu pemerintahan diktator, kebenaran merupakan bahaya baginya, sebab kebenaran akan membuka seluruh jaringan manipulasinya. Berita-berita yang berasal dari foto jurnalisme serta data dokumenter lainnya memang memiliki daya yang sangat kuat. Misi pertama pers dalam suatu masyarakat yang demokratis atau suatu masyarakat yang sedang berjuang untuk menjadi demokratis adalah melaporkan fakta. Misi ini tidak akan mudah dilaksanakan dalam suatu situasi ketidakadilan secara besar-besaran dan pembagian yang terpolarisasi.

    Banyak pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan terancam di saat mereka tidak mengikuti sistem yang berlaku. Oleh karena itu guna mempertahankan keberadaannya, pers tidak jarang memilih jalan tengah. Cara inilah yang sering mendorong pers itu terpaksa harus bersikap mendua terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak pers di negara berkembang yang pada umumnya termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan konsep stabilitas politik nasional sebagai acuan untuk kelangsungan hidup pers itu sendiri.

    Disamping itu, bentuk lain dari kekuasaan negara atas pers di tanah air pada era Orde Baru adalah munculnya SIUPP yakni Surat Izin untuk Penerbitan Pers. Orde Baru sedemikian ketatnya dalam hal pengawasan atas pers, karena mereka tidak menghendaki mana kala pemerintahan menjadi terganggu akibat dari pemberitaan di media-media massa. Sehingga fungsi pers sebagai transmisi informasi yang obyektif tidak dapat dirasakan. Padahal dengan transmisi informasi yang ada diharapkan pers mampu menjadi katalisator bagi perubahan politik atau pun sosial. Sementara pada masa Orde Baru, fungsi katalisator itu sama sekali hilang. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh Abar bahwa kebebasan pers waktu itu ternyata tidak berhasil mendorong perubahan politik menuju suatu tatanan masyarakat yang demokratis, tetapi justru mendorong resistensi dan represi negara. Hal ini merupakan suatu hal yang sangat mendasar tentang sistem kepolitikan Orde Baru khsususnya perlakuannya terhadap lembaga pers.

    Akan tetapi, sesungguhnya pada masa Orde Baru terdapat lembaga yang menaungi pers di Indonesia, yaitu Dewan Pers. Sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999, dewan pers adalah lembaga independen yang dibentuk sebagai bagian dari upaya untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Berdasarkan amanat Undang-Undang, dewan pers meiliki 7 fungsi yaitu :

    1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, bisa pemerintah dan juga masyarakat
    2. Melakukan pengkajian untuk pengembangan keidupan pers
    3. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik
    4. Memberikan pertimbangan dan pengupayaan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
    5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
    6. Memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi wartawan
    7. Mendata persuahaan pers

    Namun sangat disayangkan bahwa dewan pers masa Orde Baru tidak melaksanakan fungsinya dengan efektif. Ironisnya, dewan pers justru tidak melindungi rekan sesama jurnalis. Hal tersebut terlihat saat peristiwa pembredelan media tahun 1994. Banyak anggota dewan pers yang tidak meyetujui pemberedelan tersebut, namun dewan pers dipaksa menyetujui langkah pemerintah tersebut. Tidak ada yang bisa dilakukan dewan pers selain mematuhi instruksi pemerintah. Menolak sama artinya dengan melawan pemerintah. Bisa disimpulkan keberadaan dewan pers masa orde baru hanya sebatas formalitas.

    B. Kebebasan Pers di era Reformasi

    Pada runtuhnya rezim orde baru menghasilkan berbagi kelokan sejarah (ephipahy) politik yang cukup dramatis. Hampir seluruh tatanan poltik mengalami perubahan yang cukup mendasar. Undang-Undang politik, kehidupan berdemokrasi, dan produk-produk hukum mengalami perubahan yang sulit diramalkan keajegannya.

    Produk hukum pada era reformasi tentang pers ini dapat dikatakan sebagai sapu jagatnya kemerdekaan pers Indonesia, setelah sekian lama didera pembelengguan oleh rezim Orde Baru. Dikatakan sebagai sapu jagat karena Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 menghapus semua ketentuan represif yang pernah berlaku pada era Orde Baru, seperti:

    1. Pasal 9 ayat (2) Uundang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 meniadakan keharusan mengajukan SIUPP untuk menerbitkan pers.
    2. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 menghilangkan ketentuan sensor dan pembredelan pers.
    3. Pasal 4 ayat (2) juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, melindungi praktisi pers dengan mengancam hukum pidana dua tahun penjara atau denda Rp. 500 juta bagi yang menghambat kemerdekaan pers.

    Selain menghapus berbagai kendala kemerdekaan pers tersebut di atas, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 juga memuat isi pokok sebagai berikut. Pertama, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, kemerdekaan pers adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum dan kedua, Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara yang hakiki dan dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran, serta memajukan dan mencerdaskan bangsa.

    Pada masa reformasi, pemerintah juga memberi kemudahan untuk memperoleh SIUPP. Akibat kemudahan memperoleh SIUPP tersebut, jumlah pemohon SIUPP membengkak lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan dengan masa Orde Baru.[11] Kebijakan lain Pemerintah Kabinet Reformasi dalam membuka peluang kebebasan pers adalah dengan mencabut SK Menpen Nomor 47 tahun 1975 tentang pengakuan pemerintah terhadap PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan di Indonesia. Pencabutan SK ini, mengakhiri era wadah tunggal organisasi kewartawanan, sehingga tidak sampai dalam satu tahun telah tumbuh 34 organisasi wartawan cetak dan elektronik. Walaupun kehadirannya dapat dipandang sebagai cerminan euphoria kebebasan, akan tetapi di pihak lain dapat menjadi ajang kompetisi wartawan Indonesia meningkatkan profesionalitas mereka.

    Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, departemen penerangan yang dianggap mengekang pers dibubarkan. Pemerintah tidak mempunyai ruang untuk mengekang pers. Pers yang tadinya diawasi dengan ketat oleh pemerintah pada masa reformasi ditiadakan. Yang ada hanya Dewan Pers yang bertugas untuk mengawasi dan menetapkan pelaksanaan kode etik, juga sebagai mediator antara masyarakat, pers dan pemerintah apabila ada yang dirugikan.

    Pelaksanaan kebebasan pers pada era reformasi dalam kenyataannya masih banyak menghadapi kendala. Euforia kebebasan berpendapat dan kebebasan berorganisasi, ditanggapi dengan banyaknya diterbitkan surat kabar atau media, serta didirikannya partai-partai politik. Fenomena euphoria kebebasan politik berdampak pada kualitas pelaksanaan kebebasan pers. Dalam realitasnya keberhasilan gerakan Reformasi membawa pengaruh pada kekuasaan pemerintah jauh berkurang, untuk tidak mengatakan tiada sama sekali terhadap pers. Pergulatan pers dengan sebuah rezim seolah telah usai. Pada masa reformasi pers sepenuhnya bergulat dengan pasar yang semakin membuat jaya kelompok-kelompok media yang sudah mapan secara ekonomis di masa Orde Baru. Untuk sementara pers Indonesia boleh bernafas lega dari tekanan politis sambil mencari keuntungan uang sebanyak mungkin. Fenomena ini kemudian melahirkan gejala kelompok-kelompok usaha media, seperti Gramedia Grup, Sinar Kasih Grup, Pos Kota Grup, Presindo Grup, dan Grafiti / Jawa Pos Grup.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa kebebasan pers pada masa orde baru sangat berbeda dengan kebebasan pers pada masa reformasi. Pada masa orde baru pergerakan pers sangat dibatasi dan hanya sebagai boneka pemerintah untuk melanggengkan kepentingannya. Sedangakan pada masa reformasi, kebebasan pers sangat terjamin. Ruang gerak pers menjadi sangat luas. Pers dapat melakukan fungsi top – down dan bottom – up, walaupun terkadang masih dimanfaatkan sebagai alat penguasa serta pemilik modal. Kebebasan pers masa reformasi juga bukan berarti tanpa masalah, banyak masalah yang timbul akibat dari kebebasan pers itu sendiri.

    B. Saran

    Adapun yang menjadi saran-saran dalam penulisan makalah ini adalah :

    1. Bagi pihak pemerintah tentunya harus mengetahui posisi strategis keberadaan pers saat ini, sehingga dengan demikian dapat menjadi indikator pembuatan kebijakan selanjutnya mengenai pers.
    2. Bagi pihak pers harus mampu memposisikan diri sebagai salah satu pengawal jalannya demokrasi di Indonesia karena perannya yang strategis.

    [1] Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 2, Nomor 1, Juni 2005 : 1-14
    [2] Lesmana, Tjipta. “Kebebasan dan Tanggungjawab Pers Harus Berimbang”. Sinar Harapan, 8-10-2003, hal 10
    [3] Ibid
    [4] Ibid, hal. 8-10
    [5] Imawan, Riswandha. 1998. Membedah Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
    [6] http://shindohjourney.wordpress.com/seputar-kuliah/makalah-sistem-pers-era-orde-baru/

    [7] Abar, Ahmad Zaini. 1994. “Kekecewaan Masyarakat dan Kebebasan Pers”. Prisma. Jakarta: LP3ES.

    [8] http://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/06/21/makalah-perbandingan-kebebasan-pers-pada-masa-orde-baru-dan-masa-reformasi-di-indonesia/
    [9] B. Bambang Wismabrata, “Rekonstruksi Makna Kebenaran Pers”, jurnal penelitian IPTEK-KOM, Edisi 12, hlm. 31.
    [10] Wikrama Iryans Abidin, Politik Hukum Pers, hlm. 95.
    [11] Majalah Tempo, edisi 25 Mei 2003, hlm 94.
    [12] Alex Sobur, Etika Pers, hlm. 388

  • Teori Sosiologi Modern

    Teori sosiologi modern merupakan bagian dari teori sosiologi klasik. Teori ini membahas mengenai tokoh-tokoh sosiologi yang mengembangkan teori-teori sosiologi. Namun untuk mempermudah pemahaman kita maka perlu dibahas tiga paradigma sosiologi, yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial, sebagai permulaan sebelum membahas teori sosiologi modern.

    Sosiologi Modern

    Pertama-tama yang akan dibahas adalah tokoh teori fungsionalisme yakni Talcott Parsons dan Robert K. Merton. Teori fungsionalisme menekankan pemikirannya pada analogi antara struktur masyarakat dengan organisme biologis, sedangkan tokoh dari teori konflik yang akan dibahas adalah pemikiran teori konflik dari Ralf Dahrendorf dan Lewis Coser. Teori konflik lebih menekankan pada pertentangan antarkelas untuk memperebutkan sumber daya yang langka. Kemudian mengenai teori pertukaran sosial dari George C. Homans dan Peter M. Blau. Teori pertukaran menekankan pada prinsip pertukaran yang terjadi dalam proses interaksi sosial di masyarakat.

    Selain itu, teori interaksionisme simbolik menekankan pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi sosial. Teori interaksionisme ini mulai dari teori dari William James, Charles Horton Cooley, dan John Dewey, teori interaksionisme menurut George Herbet Mead, dan teori interaksionisme simbolik menurut William Issac Thomas dan Herbert Blumer. Pembahasan teori interaksionisme simbolik diakhiri dengan teori interaksionisme dari Erving Goffman dan Peter L. Berger.

    Sebagai penutup pembahasan akan diakhiri dengan pemikiran postmodernisme dan teori feminisme kontemporer. Pembahasan postmodernisme membahas mengenai batasan pemikiran postmodernisme, aspek budaya masyarakat postmodern, dan tokoh-tokoh pemikiran postmodernisme, sedangkan teori feminisme kontemporer membahas mengenai teori-teori sosiologi yang berkaitan dengan masalah gender dan teori-teori feminisme yang berkembang dalam masyarakat.

    Paradigma Sosiologi dan Teori Pendekatannya

    Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, sebagai langkah awal pembahasan untuk mempermudah pemahaman kita mengenai teori sosiologi modern adalah kita harus mengetahui mengenai paradigma terlebih dahulu. Istilah paradigma kali pertama diintrodusir oleh Thomas S. Kuhn dalam “The Structure of Scientific Revolution” tahun 1962 yang diterjemahkan “Peran Paradigma dalam Revolusi Sains” tahun 1989. Kuhn tdk menjelaskan makna paradigma dengan jelas, baru oleh Mastermann konsep paradigma Kuhn diklasifikasi menjadi tiga hal, yaitu:

    Pertama, Paradigma metafisik (metaphisical paradigm). Paradigma Metafisik memerankan fungsi, menunjuk kepada sesuatu yang pusat perhatian komunitas ilmuwan, menunjuk kepada komunitas ilmuwan yang memusatkan perhatian untuk menemukan sesuatu yang ada, serta menunjuk pada ilmuwan yang berharap menemukan sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Kedua, Paradigma sosiologis (sociological paradigm), yakni paradigma sosiologi yang mengacu pada pengertian keragaman fenomena yang menjadi kajian ilmuwan yang hasilnya diterima oleh ilmuwan dibidangnya. Ketiga, Paradigma konstruk (construct paradigm). Paradigma konstruk ialah konsep yang paling sempit berkaitan dengan ilmu tertentu.Oleh karena ketidakjelasan Kuhn dalam menjelaskan Paradigma, maka

    Robert Friedrichs kali pertama menjelaskan paradigma sebagai pandangan mendasar dari satu disiplin ilmu tentang apa yang semestinya dipelajari “a fundamental image a dicipline has of its subject matter”.
    Secara umum, paradigma adalah suatu pandangan yang fundamental (mendasar, prinsipiil, radikal) tentang sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dalam ilmu pengetahuan. Kemudian, bertolak dari suatu paradigma atau asumsi dasar tertentu seorang yang akan menyelesaikan permasalahan dalam ilmu pengetahuan tersebut membuat rumusan, baik yang menyangkut pokok permasalahannya, metodenya agar dapat diperoleh jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan.
    Menurut George Ritzer paradigma dalam sosiologi, yaitu :

    a) Paradigma fakta sosial, menyatakan bahwa struktur yang terdalam masyarakat mempengaruhi individu dan dikembangkan oleh Emile Durkheim dalam “The Rules of Sociological Method” tahun 1895 dan “Suicide” tahun 1897. Ia mengkritik sosiologi yang didominasi Auguste Comte dengan positivismenya bahwa sosiologi dikaji berdasarkan pemikiran, bukan fakta lapangan. Durkheim menempatkan fakta sosial sebagai sasaran kajian sosiologi yang harus melalui kajian lapangan (field research) bukan dengan penalaran murni. Teori-teori dlm paradigma ini adalah: teori Fungsional Struktural, teori Konflik, teori Sosiologi Makro, dan teori Sistem.Yang menjadi kajian paradigma Fakta Sosial adalah: Struktur Sosial dan Pranata Sosial. Struktur sosial mencakup jaringan hubungan sosial dimana interaksi terjadi & terorganisir serta melalui mana posisi sosial individu dan sub-kelompok dibedakan. Sedangkan pranata sosial mencakup norma & pola nilai Empat Proposisi yg mendukung kelompok sbg fakta sosial

    1. Kelompok dilihat melalui sekumpulan individu.
    2. Kelompok tersusun atas beberapa individu.
    3. Fenomena sosial hanya memiliki realitas dlm individu, dan
    4. Tujuan mempelajari kelompok utk membantu menerangkan/meramalkan tindakan individu.
      b. Paradigma definisi sosial yang menyatakan bahwa pemikiran individu dalam masyarakat mempengaruhi struktur yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini sekalipun struktur juga berpengaruh terhadap pemikiran individu, akan tetapi yang berperanan tetap individu dan pemikirannya. Tokohnya adalah Max Weber yg menganalisis tindakan social (social action). Tindakan sosial adalah tindakan individu terhadap orang lain yang memiliki makna untuk dirinya sendiri dan orang lain. Kata kuncinya “tindakan yang penuh arti”. Weber tidak memisahkan antara struktur dan pranata sosial karena keduanya membantu manusia membentuk tindakan yang penuh makna. Untuk mengkajinya digunakan metode “analisis pemahaman” (interpretative understanding). Teori-teori yg tergabung dalam paradigma ini adalah Fenomenologi, Interaksionisme simbolik, Etnometodologi, dan Dramaturgi.
      c. Paradigma perilaku sosial yang menyatakan bahwa perilaku keajegan dari individu yang terjadi di masyarakat merupakan suatu pokok permasalahan. Dalam hal ini interaksi antarindividu dengan lingkungannya akan membawa akibat perubahan perilaku individu yang bersangkutan. Tokohnya B.F. Skinner. Obyek Sosiologi adalah perilaku manusia yg tampak serta kemungkinan perulangannya (hubungan antar individu & lingkungannya). Perilaku sosial (X) tindakan sosial. Perilaku sosial: mekanisme stimulus dan respon, tindakan sosial: aktor hanya penanggap pasif dari stimulus yang datang padanya. Teori yang tergabung yakni Sosiologi Behavioral dengan konsep “reinforcement” dan proposisi “reward and punishment”, serta teori Exchange dengan asumsi selalu ada “take and give” dalam dunia sosial.
      Aktor (Perilaku Sosial): hanya sekedar memproduksi kelakuan.
      Agen (Definisi Sosial): mereproduksi & memproduksi tindakan
      Paradigma dalam sosiologi sebagaimana dikemukakan tersebut akan menyebabkan adanya berbagai macam teori dan metode dalam pendekatannya.

    Pengertian Sosiologi

    Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kehidupan bersama dalam masyarakat. Dalam masyarakat terdapat individu, keluarga, kelompok, organisasi, aturan-aturan dan lembaga-lembaga, yang kesemuanya itu merupakan suatu kebulatan yang utuh. Dalam hal ini sosiologi ingin mengetahui kehidupan bersama dalam masyarakat, baik yang menyangkut latar belakang, permasalahan dan sebabmusababnya. Untuk mengetahui kehidupan bersama tersebut diperlukan suatu teori.

    Lahirnya sosiologi dihubungkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di Eropa Barat, baik yang menyangkut tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad XV, perubahan sosial politik, reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, adanya Revolusi Industri maupun Revolusi Perancis.

    Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan bersama dalam masyarakat akan senantiasa berkembang terus, terutama apabila masyarakat menghadapi ancaman terhadap pedoman yang pada masanya telah mereka gunakan. Krisis yang demikian cepat atau lambat akan melahirkan pemikiran sosiologis.

    Bertolak dari kenyataan yang demikian dapatlah dikatakan bahwa pemikiran-pemikiran sosiologis terjadi sejak awal XVIII berkenaan dengan adanya industrialisasi, urbanisasi, kapitalisme dan sosialisme yang menyebabkan adanya perubahan-perubahan sosial.

    Pengertian Teori

    Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis berhubungan atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atas fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas di antara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksplorasi dan prediksi. Di samping itu, ada yang menyatakan bahwa teori adalah sekumpulan pernyataan yang mempunyai kaitan logis, yang merupakan cermin dari kenyataan yang ada mengenai sifat-sifat suatu kelas, peristiwa atau suatu benda.
    Teori harus mengandung konsep, pernyataan (statement), definisi, baik itu definisi teoretis maupun operasional dan hubungan logis yang bersifat teoretis dan logis antara konsep tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam teori di dalamnya harus terdapat konsep, definisi dan proposisi, hubungan logis di antara konsep-konsep, definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang dapat digunakan untuk eksplorasi dan prediksi.

    Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria pertama, yaitu kriteria ideal, yang menyatakan bahwa suatu teori akan dapat diakui jika memenuhi persyaratan. Kedua, yaitu kriteria pragmatis yang menyatakan bahwa ide-ide itu dapat dikatakan sebagai teori apabila mempunyai paradigma, kerangka pikir, konsep-konsep, variabel, proposisi, dan hubungan antara konsep dan proposisi.

    Pembahasan :

    1. Teori Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons
      Talcott Parsons adalah seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.
      Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.
      Teori Fungsionalisme Struktural yang mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons.

    Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif
    Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.
    Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma. Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa tindakan individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam karena adanya unsur-unsur sebagaimana dikemukakan di atas.

    Analisis Struktural Fungsional dan Diferensiasi Struktural
    Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa Teori Fungsionalisme Struktural beranggapan bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk keseimbangan. Menurut Talcott Parsons dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun tindakan sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan fungsional.
    Perlu diketahui ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi agar ada kelestarian sistem, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan keadaan latent. Empat persyaratan fungsional yang mendasar tersebut berlaku untuk semua sistem yang ada. Berkenaan hal tersebut di atas, empat fungsi tersebut terpatri secara kokoh dalam setiap dasar yang hidup pada seluruh tingkat organisme tingkat perkembangan evolusioner.
    Perlu diketahui pula bahwa sekalipun sejak semula Talcott Parsons ingin membangun suatu teori yang besar, akan tetapi akhirnya mengarah pada suatu kecenderungan yang tidak sesuai dengan niatnya. Hal tersebut karena adanya penemuan-penemuan mengenai hubungan-hubungan dan hal-hal baru, yaitu yang berupa perubahan perilaku pergeseran prinsip keseimbangan yang bersifat dinamis yang menunjuk pada sibernetika teori sistem yang umum. Dalam hal ini, dinyatakan bahwa perkembangan masyarakat itu melewati empat proses perubahan struktural, yaitu pembaharuan yang mengarah pada penyesuaian evolusinya Talcott Parsons menghubungkannya dengan empat persyaratan fungsional di atas untuk menganalisis proses perubahan.
    Perlu diketahui bahwa sekalipun Talcott Parsons telah berhasil membangun suatu teori yang besar untuk mengadakan pendekatan dalam masyarakat, akan tetapi ia tidak luput dari serangkaian kritikan, baik dari mantan muridnya Robert K. Merton, ataupun sosiolog lain, yaitu George Homans, Williams Jr., dan Alvin Gouldner, sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian di muka.

    1. Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton
      Strategi Dasar Analisis Strukturalisme Fungsional
      Teori Fungsionalisme Struktural yang dikemukakan oleh Robert K. Merton ternyata memiliki perbedaan apabila dibandingkan dengan pemikiran pendahulu dan gurunya, yaitu Talcott Parsons. Apabila Talcott Parsons dalam teorinya lebih menekankan pada orientasi subjektif individu dalam perilaku maka Robert K. Merton menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku.
      Menurut Robert K. Merton konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu ada yang mengarah pada integrasi dan keseimbangan (fungsi manifest), akan tetapi ada pula konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu yang tidak dimaksudkan dan tidak diketahui. Oleh karena itu, menurut pendapatnya konsekuensi-konsekuensi objek dari individu dalam perilaku tersebut ada yang bersifat fungsional dan ada pula yang bersifat disfungsional.
      Anggapan yang demikian itu merupakan ciri khas yang membedakan antara pendekatan Robert K. Merton dengan pendekatan fungsionalisme struktural yang lainnya. perlu diketahui bahwa Teori Fungsional Taraf Menengah yang ia cetuskan tersebut, merupakan pendekatan yang sesuai untuk meneliti hal-hal yang bersifat kecil atau khusus dan bersifat empiris dalam sosiologi.

    Disfungsi dan Perubahan Sosial
    Menurut Robert K. Merton dinyatakan bahwa konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku dapat bersifat fungsional dan dapat pula bersifat disfungsional. Konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku mampu mengarah pada integrasi dan keseimbangan, sedangkan konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku yang bersifat disfungsional akan memperlemah integrasi.
    Konsekuensi-konsekuensi objektif yang bersifat disfungsional akan menyebabkan timbulnya ketegangan atau pertentangan dalam sistem sosial. Ketegangan tersebut muncul akibat adanya saling berhadapan antara konsekuensi yang bersifat disfungsional. Dengan adanya ketegangan tersebut maka akan mengundang munculnya struktur dari yang bersifat alternatif sebagai substitusi untuk menetralisasi ketegangan.
    Perlu diketahui bahwa adanya ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan adanya struktur-struktur baru tersebut akan berarti bahwa konsekuensi objektif yang bersifat disfungsional itu akan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial. Di samping itu disfungsi juga akan menyebabkan timbulnya anomie dan masalah sosial. Kenyataan tersebut juga mengandung arti timbulnya struktur-struktur baru, yang pada hakikatnya menunjukkan adanya perubahan sosial yang mengarah pada perbaikan tatanan dalam masyarakat.

    Kelompok Referensi (Reference Group)
    Teori Fungsionalisme Robert K. Merton yang menekankan pada konsekuensi objektif dari individu dalam berperilaku. Keharusan adanya konsekuensi objektif baik fungsional maupun disfungsional dan harus adanya konsep-konsep alternatif fungsional dalam pelaksanaan analisisnya, tepat apabila diterapkan pada masyarakat yang memiliki perbedaan-perbedaan di antara kelompok-kelompok yang ada. Oleh karena itu, Robert K. Merton mengemukakan suatu Teori Kelompok Referensi yang digunakan sebagai penilaian dirinya dan pembanding serta menjadi bimbingan moral. Teori Kelompok Referensi (Reference Group Theory) yang terdiri dari Kelompok Referensi Normatif, Kelompok Referensi Komparatif dan ada bentuk lain, yaitu kelompok keanggotaan (Membership Reference Group). Kelompok Referensi Normatif, yaitu suatu kelompok yang menempatkan individu-individu mengambil standar normatif dan standar moral, sedangkan Kelompok Referensi Komparatif, yaitu kelompok yang memberikan kepada individu-individu suatu kerangka berpikir untuk menilai posisi sosialnya dalam hubungannya dengan posisi sosial orang lain. Sementara Kelompok Keanggotaan, yaitu menunjuk pada suatu kelompok yang menempatkan bahwa individu itu sebagai anggotanya.

    1. Teori Konflik Ralf Dahrendorf
      Pemikiran tentang Otoritas dan Konflik Sosial
      Teori Konflik Ralf Dahrendorf tidak bermaksud untuk mengganti teori konsensus. Dasar Teori Konflik Dahrendorf adalah penolakan dan penerimaan sebagian serta perumusan kembali teori Karl Marx yang menyatakan bahwa kaum borjuis adalah pemilik dan pengelola sistem kapitalis, sedangkan para pekerja tergantung pada sistem tersebut. Pendapat yang demikian mengalami perubahan karena pada abad ke-20 telah terjadi pemisahan antara pemilikan dan pengendalian sarana-sarana produksi. Kecuali itu,, pada akhir abad ke-19 telah menunjukkan adanya suatu pertanda bahwa para pekerja tidak lagi sebagai kelompok yang dianggap sama dan bersifat tunggal karena pada masa itu telah lahir para pekerja dengan status yang jelas dan berbeda-beda, dalam arti ada kelompok kerja tingkat atas dan ada pula kelompok kerja tingkat bawah. Hal yang demikian merupakan sesuatu yang berada di luar pemikiran Karl Marx.
      Selain itu, Karl Marx sama sekali tidak membayangkan bahwa dalam perkembangan selanjutnya akan lahir serikat buruh dengan segenap mobilitas sosialnya, yang mampu meniadakan revolusi buruh. Perlu diketahui bahwa dalam suatu perusahaan ada pimpinan dan ada para pekerja yang pada suatu saat dapat saja terjadi konflik. Akan tetapi dengan adanya pengurus dari organisasi tenaga kerja tersebut untuk mengadakan perundingan dengan pimpinan perusahaan maka konflik dapat dihindari.
      Pendekatan Ralf Dahrendorf berlandaskan pada anggapan yang menyatakan bahwa semua sistem sosial itu dikoordinasi secara imperatif. Dalam hal ini, koordinasi yang mengharuskan adanya otoritas merupakan sesuatu yang sangat esensial sebagai suatu yang mendasari semua organisasi sosial. Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam suatu sistem sosial mengharuskan adanya otoritas, dan relasi-relasi kekuasaan yang menyangkut pihak atasan dan bawahan akan menyebabkan timbulnya kelas. Dengan demikian maka tampaklah bahwa ada pembagian yang jelas antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai. Keduanya itu mempunyai kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan. Selanjutnya, perlu diketahui bahwa bertolak dari pengertian bahwa menurut Ralf Dahrendorf kepentingan kelas objektif dibagi atas adanya kepentingan manifest dan kepentingan latent maka dalam setiap sistem sosial yang harus dikoordinasi itu terkandung kepentingan latent yang sama, yang disebut kelompok semu yaitu mencakup kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.

    Intensitas dan Kekerasan
    Teori Konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf juga membahas tentang intensitas bagi individu atau kelompok yang terlibat konflik. Dalam hal ini, intensitas diartikan sebagai suatu pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik. Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi intensitas konflik, yaitu (1) tingkat keserupaan konflik, dan (2) tingkat mobilitas.
    Selain itu Teori Konflik Ralf Dahrendorf juga membicarakan tentang kekerasan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Konsep tentang kekerasan, yaitu menunjuk pada alat yang digunakan oleh pihak-pihak yang saling bertentangan untuk mengejar kepentingannya. Tingkat kekerasan mempunyai berbagai macam perwujudan, dalam arti mulai dari cara-cara yang halus sampai pada bentuk-bentuk kekerasan yang bersifat kejasmanian.
    Perlu diketahui bahwa menurut Teori Konflik Ralf Dahrendorf dinyatakan bahwa salah satu faktor yang sangat penting yang dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dalam konflik kelas, yaitu tingkat yang menyatakan bahwa konflik itu secara tegas diterima dan diatur. Pada hakikatnya konflik tidak dapat dilenyapkan karena perbedaan di antara mereka merupakan sesuatu yang harus ada dalam struktur hubungan otoritas. Konflik yang ditutup-tutupi, cepat atau lambat pasti akan muncul, dan apabila upaya penutupan itu secara terus-menerus maka dapat menyebabkan ledakan konflik yang hebat. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dibentuk saluran-saluran yang berfungsi membicarakan penyelesaian konflik.

    Pengertian Konflik
    Konflik dapat mengakibatkan adanya perubahan dalam struktur relasi-relasi sosial, apabila kondisi-kondisi tertentu telah dipenuhi. Teori Konflik Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa konsekuensi atau fungsi konflik, yaitu dapat mengakibatkan adanya perubahan sosial, khusus yang berkaitan dengan struktur otoritas. Ada tiga tipe perubahan struktur, yaitu (1) perubahan keseluruhan personil dalam posisi dominasi; (2) perubahan sebagian personil dalam posisi dominasi, dan (3) digabungkannya kepentingan-kepentingan kelas subordinat dalam kebijaksanaan kelas yang mendominasi.
    Selain itu menurut Teori Konflik Ralf Dahrendorf dinyatakan bahwa perubahan struktural itu dapat digolongkan berdasarkan tingkat ekstremitasnya dan berdasarkan tingkat mendadak atau tidaknya. Dalam hal ini Ralf Dahrendorf mengakui bahwa teorinya yang menekankan pada konflik dan perubahan sosial merupakan perspektif kenyataan sosial yang berat sebelah. Hal tersebut karena meskipun Teori Fungsionalisme Struktural dan Teori Konflik dianggap oleh Ralf Dahrendorf sebagai perspektif valid dalam menghampiri kenyataan sosial, akan tetapi hanya mencakup sebagian saja dari kenyataan sosial yang seharusnya. Kedua teori tersebut tidak lengkap apabila digunakan secara terpisah, dan oleh karena itu harus digunakan secara bersama-sama, agar dapat memperoleh gambaran kenyataan sosial yang lengkap.

    1. Teori Konflik Lewis A. Coser
      Konflik dan Solidaritas
      Semula Lewis A. Coser menitikberatkan perhatiannya pada pendekatan fungsionalisme struktural dan mengabaikan konflik. Menurut pendapatnya bahwa sebenarnya struktur-struktur itu merupakan hasil kesepakatan, akan tetapi di sisi lain ia juga menyatakan adanya proses-proses yang tidak merupakan kesepakatan, yaitu yang berupa konflik. Lewis A. Coser ingin membangun suatu teori yang didasarkan pada pemikiran George Simmel. Menurut pendapatnya dinyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Konflik dapat terjadi antarindividu, antarkelompok dan antarindividu dengan kelompok. Baginya konflik dengan luar (out group) dapat menyebabkan mantapnya batas-batas struktural, akan tetapi di lain pihak konflik dengan luar (out group) akan dapat memperkuat integrasi dalam kelompok yang bersangkutan.
      Konflik antara suatu kelompok dengan kelompok lain dapat menyebabkan solidaritas anggota kelompok dan integrasi meningkat, dan berusaha agar anggota-anggota jangan sampai pecah. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya apabila suatu kelompok tidak lagi merasa terancam oleh kelompok lain maka solidaritas kelompok akan mengendor, dan gejala kemungkinan adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak. Di sisi lain, apabila suatu kelompok selalu mendapat ancaman dari kelompok lain maka dapat menyebabkan tumbuh dan meningkatnya solidaritas anggota-anggota kelompok.

    Konflik dan Solidaritas Kelompok
    Menurut Lewis A. Coser dinyatakan bahwa konflik internal menguntungkan kelompok secara positif. la menyadari bahwa dalam relasi-relasi sosial terkandung antagonisme, ketegangan atau perasaan-perasaan negatif termasuk untuk relasi-relasi kelompok dalam, (in group) yang di dalamnya terkandung relasi-relasi intim yang lebih bersifat parsial.
    Perlu diketahui bahwa semakin dekat hubungan akan semakin sulit rasa permusuhan itu diungkapkan. Akan tetapi semakin lama perasaan ditekan maka mengungkapkannya untuk mempertahankan hubungan itu sendiri. Mengapa demikian karena dalam suatu hubungan yang intim keseluruhan kepribadian sangat boleh jadi terlihat sehingga pada saat konflik meledak, mungkin akan sangat keras.
    Konflik akan senantiasa ada sejauh masyarakat itu masih mempunyai dinamikanya. Adapun yang menyebabkan timbulnya konflik, yaitu karena adanya perbedaan-perbedaan, apakah itu perbedaan kemampuan, tujuan, kepentingan, paham, nilai, dan norma. Di samping itu, konflik juga akan terjadi apabila para anggota kelompok dalam (in group) terdapat perbedaan. Akan tetapi, tidak demikian halnya apabila para anggota kelompok dalam (in group) mempunyai kesamaan-kesamaan.
    Perbedaan-perbedaan antara para anggota kelompok dalam (in group) tersebut dapat pula disebabkan oleh adanya perbedaan pengertian mengenai konflik karena konflik itu bersifat negatif dan merusak integrasi. Akan tetapi, ada pula pengertian dari anggota kelompok dalam (in group) bahwa karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan maka konflik akan tetap ada. Perlu diketahui bahwa suatu kelompok yang sering terlibat dalam suatu konflik terbuka, hal tersebut sesungguhnya memiliki solidaritas yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak terlibat konflik sama sekali.

    Konsekuensi Konflik
    Konflik merupakan suatu fenomena kemasyarakatan yang senantiasa ada dalam kehidupan bersama. Sebenarnya konflik tidak usah dilenyapkan, akan tetapi perlu dikendalikan konflik akan senantiasa ada di masyarakat, hal tersebut karena dalam masyarakat itu terdapat otoritas. Hal tersebut dikandung maksud bahwa apabila di suatu pihak bertambah otoritasnya maka di lain pihak akan berkurang otoritasnya. Selain itu juga karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain.
    Konflik dapat dikendalikan apabila kelompok yang terlibat dalam konflik dapat menyadari adanya konflik, dan perlu dilaksanakannya prinsip-prinsip keadilan. Di samping itu juga harus terorganisasi secara baik terutama yang menyangkut semua kekuatan sosial yang bertentangan. Dalam hal ini, apabila upaya pengendalian konflik itu tidak dilakukan maka konflik yang tertekan yang tidak tampak di permukaan, dapat meledak sewaktu-waktu dan merupakan tindakan kekerasan. Konflik yang tertekan dapat menyebabkan putusnya hubungan, dan apabila emosionalnya meninggi maka putusnya hubungan tersebut dapat meledak secara tiba-tiba. Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka perlu dibentuk saluran alternatif sehingga rasa dan sikap pertentangan dapat dikemukakan dengan tidak merusak solidaritas.

    1. Teori Pertukaran Sosial George C. Homans dan Teori Pertukaran Perilaku Peter M. Blau
      Pendekatan Perilaku
      Semula George C. Homans tidak menaruh perhatian masalah pertukaran sosial dalam mengadakan pendekatan terhadap masyarakat karena pada awalnya ia mengarahkan perhatian pada pendekatan fungsionalisme struktural. Pendekatan fungsionalisme struktural ternyata mempunyai arti yang sangat penting karena mampu memberi masukan terhadap teori sosiologi, terutama dalam hubungannya dengan struktur, proses dan fungsi kelompok sebagaimana tercantum dalam bukunya yang berjudul The Human Group. Menurut pendapatnya analisis fungsionalisme struktural mempunyai manfaat untuk menemukan dan memberikan uraian, akan tetapi pendekatan tersebut tidak mampu menjelaskan. Selanjutnya, berhubung pendekatan fungsionalisme struktural itu tidak dapat menjelaskan berbagai macam hal maka menurut pendapatnya dianggap sebagai suatu kegagalan.
      Berhubung pendekatan fungsionalisme struktural dianggap gagal dalam memberikan fenomena-fenomena baru yang muncul dalam interaksi sosial di masyarakat maka ia berusaha menyempurnakannya dengan prinsip-prinsip pertukaran sosial. Berkenaan dengan hal tersebut maka ia tinggalkan pendekatan fungsionalisme struktural dan selanjutnya menyatakan tentang pentingnya pendekatan psikologi dalam menjelaskan gejala-gejala sosial. Menurut pendapatnya dengan psikologi dapat dijelaskan mengenai faktor yang menghubungkan sebab dan akibat. Dalam hal yang menghubungkan antara sebab dan akibat hanya dapat dijelaskan oleh proposisi psikologi melalui pendekatan perilaku. Namun, pada mulanya ia juga menggunakan pendekatan ilmu ekonomi karena diasumsikan bahwa orang yang berperilaku itu memperoleh ganjaran dan menghindari hukuman. Akan tetapi, ia juga berpendapat bahwa perilaku orang itu tidak semata-mata alasan ekonomi, melainkan juga karena adanya rasa kepuasan, harga diri dan persahabatan.
      Perlu diketahui bahwa George C. Homans menyatakan bahwa psikologi perilaku sebagaimana diajarkan oleh B.F. Skinner dapat menjelaskan pertukaran sosial. Adapun proposisi yang mampu memberikan penjelasan pertukaran sosial, yaitu (1) proposisi sukses, artinya semakin perilaku itu memperoleh ganjaran, semakin orang melaksanakan perilaku tersebut; (2) proposisi stimulus, artinya apabila stimulus menyebabkan adanya ganjaran maka pada kesempatan yang lain orang akan melakukan tindakan apabila ada stimulus yang serupa; (3) proposisi nilai, artinya semakin tinggi nilai suatu tindakan maka semakin senang orang melaksanakan; (4) proposisi deprivasi satiasi, artinya semakin orang memperoleh ganjaran tertentu maka semakin berkurang nilai itu bagai orang yang bersangkutan; (5) proposisi restu-agresi, artinya ganjaran yang tidak seperti yang diharapkan maka akan menyebabkan marah dan kecewa serta dapat menyebabkan perilaku yang agresif.

    Pendekatan Pertukaran Perilaku
    George C. Homans dan Peter M. Blau adalah tokoh dari Teori Pertukaran sosial. Namun, tidak seperti George C. Homans yang membatasi analisisnya pada jenjang sosiologi mikro, Peter M. Blau berupaya menjembatani pada jenjang sosiologi makro dan mikro dari jenjang analisis sosiologi. Perlu diketahui bahwa baik C. Homans maupun Peter M. Blau menilai analisisnya pada proses interaksi, namun Peter M. Blau melanjutkan analisisnya dengan membahas struktur yang lebih besar. Dalam hal ini, Peter M. Blau menunjukkan bahwa dalam proses pertukaran dasar menghadirkan fenomena yang berupa struktur sosial yang lebih kompleks. Dalam teori pertukaran sosial menekankan adanya suatu konsekuensi dalam pertukaran baik yang berupa ganjaran materiil, misal yang berupa barang maupun spiritual yang berupa pujian.
    Selanjutnya untuk terjadinya pertukaran sosial harus ada persyaratan yang harus dipenuhi. Syarat itu adalah (1) suatu perilaku atau tindakan harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat tercapai lewat interaksi dengan orang lain; (2) suatu perilaku atau tindakan harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan yang dimaksud. Adapun tujuan yang dimaksud dapat berupa ganjaran atau penghargaan intrinsik yakni berupa pujian, kasih sayang, kehormatan dan lain-lainnya atau penghargaan ekstrinsik yaitu berupa benda-benda tertentu, uang dan jasa.
    Harapan-harapan yang akan diperoleh dalam pertukaran sosial menurut Peter M. Blau, yaitu (a) ganjaran atau penghargaan; (b) lahirnya diferensiasi kekuasaan; (c) kekuasaan dalam kelompok; dan (d) keabsahan kekuasaan dalam kelompok.
    Untuk jelasnya dapat dikemukakan bahwa interaksi sosial dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu didasarkan pada ganjaran atau penghargaan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Peter M. Blau berpendapat bahwa (1) individu-individu dalam kelompok-kelompok yang sederhana (mikro) satu sama lain dalam pertukaran sosial mempunyai keinginan untuk memperoleh ganjaran ataupun penghargaan; dan (2) tidak semua transaksi sosial bersifat simetris yang didasarkan pada pertukaran sosial yang seimbang.
    Pertukaran sosial yang tidak seimbang akan menyebabkan adanya perbedaan dan diferensiasi kekuasaan karena dalam pertukaran tersebut ada pihak yang merasa lebih berkuasa dan mempunyai kemampuan menekan dan di lain pihak ada yang dikuasai serta merasa ditekan. Kekuasaan menurut Peter M. Blau adalah kemampuan orang atau kelompok untuk memaksakan kehendaknya pada pihak lain.
    Adapun strategi atau cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan kekuasaan terhadap orang lain yaitu memberikan sebanyak mungkin kepada pihak lain yang membutuhkan, sebagai suatu upaya menunjukkan statusnya yang lebih tinggi dan berkuasa, agar mereka yang dikuasai merasa berutang budi dan mempunyai ketergantungan.
    Dalam pertukaran sosial menunjukkan adanya gejala munculnya kekuasaan yang terjadi pula dalam suatu kelompok. Dalam kelompok akan terjadi persaingan antarindividu, dan tiap individu akan berusaha memperoleh kesan lebih menarik jika dibanding dengan yang lain. Agar orang itu terkesan lebih menarik dari orang lain syaratnya dapat menarik perhatian orang lain. Dalam persaingan itu nantinya akan nampak adanya pihak atau orang yang dapat menarik perhatian orang-orang yang dalam kelompok yang bersangkutan. Kelebihan orang yang bersangkutan dapat menarik perhatian orang lain kemungkinan karena kepandaiannya, kejujurannya, kesopanannya ataupun kebijaksanaannya. Dari tiap-tiap kelompok akan ada yang menonjol dan yang menonjol itu akhirnya akan muncul satu orang yang paling menarik perhatian orang dalam kelompok-kelompok tersebut maka muncullah kekuasaan, dalam arti ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Dalam hal ini, pemimpin (pemegang kekuasaan) akan memperoleh penghargaan sebagai akibat tanggung jawab yang dapat dipenuhinya. Sementara orang yang dipimpin akan mendapat penghargaan karena ketaatannya, baik karena tugas yang diselesaikan maupun kesediaannya mematuhi peraturan-peraturan yang ada.
    Perintah yang dipatuhi adalah perintah yang diberikan oleh pemimpin yang sah. Agar perintah dipatuhi maka pemimpin (pemegang kekuasaan) harus mempunyai wewenang. Wewenang yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan digunakan untuk merekrut anggota dalam kelompok.

    1. Interaksionisme Simbolik William James dan Charles Horton Cooley serta John Dewey
      Interaksionisme Simbolik menurut William James
      Teori interaksionisme yang dikemukakan oleh William James dilandasi oleh aliran Pragmatisme. Ia berpendapat bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Adapun mengenai pandangan William James dapat dirangkum dalam suatu uraian sebagai, berikut.
      Manusia dapat memperoleh sendiri sebagian apa yang diperlukan oleh pengalaman kita yang sesuai dengan yang dikehendaki karena sebagai bagian dari dunia adalah hasil dari perbuatan manusia itu sendiri.
      Agama merupakan suatu kepercayaan yang mampu memberikan kepuasan rohani, rasa aman, damai, dan rasa kasih sayang terhadap sesama.
      Kebenaran gagasan-gagasan dan ucapan-ucapan tidaklah berada dalam kesesuaian antara gagasan-gagasan dan fakta-fakta yang dapat ditemukan secara objektif melainkan dalam kegunaan yang dimiliki gagasan-gagasan tersebut bagi tindakan;
      Manusia mempunyai naluri-naluri meskipun naluri tersebut peranannya kurang penting. Adapun yang dianggap penting adalah kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan dalam interaksi dengan lingkungannya.
      Dalam interaksi, manusia mengembangkan suatu “diri”, dan tidak hanya terdapat satu diri saja melainkan lebih dan satu diri, yang dibedakan menjadi diri materiil dan diri sosial yang diberikan oleh individu-individu dan kelompok-kelompok yang terus berinteraksi dengan seseorang.
      Perlu diketahui bahwa William James terkenal karena meneruskan dan mengembangkan konsep dan (self). Selain itu, ia juga berpendapat, bahwa perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri seseorang muncul dari interaksinya dengan orang lain.

    Interaksionisme menurut Charles Horton Cooley
    Menurut Charles Horton Cooley hidup ini tidak ada perbedaan secara biologis antara manusia satu dengan yang lain. Individu dengan masyarakat terjalin suatu hubungan yang organis sehingga antara individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, dan antara individu dan masyarakat ada saling ketergantungan secara organis.
    Konsep diri menurut Charles Horton Cooley disebut looking glass self karena dalam setiap interaksi sosial, seseorang yang terlibat merupakan cerminan dan yang disatukan dalam identitas orang itu sendiri. Analisisnya mengenai pertumbuhan sosial individu, ia mengembangkan “diri sosial” menurut William James. Dalam looking glass self ada tiga unsur yang dapat dibedakan, yaitu (1) bayangan mengenai orang-orang lain melihat kita; (2) bayangan mengenai pendapat yang dipunyai orang tentang kita, dan (3) rasa diri yang dapat berarti positif atau negatif.
    Tingkah laku orang seolah-olah merupakan cermin bagi imajinasi pribadi tertentu yang mempunyai tiga elemen, yaitu (1) imajinasi tentang bagaimana seseorang tampil; (2) imajinasi tentang bagaimana orang lain menilai terhadap penampilan itu; dan (3) reaksi-reaksi emosional terhadap penilaian orang lain.
    Menurut Charles Horton Cooley konsep diri dibentuk oleh apa yang dinamakan kelompok primer. Dalam kelompok ini terdapat hubungan yang bersifat muka berhadapan dengan muka atau “wawanmuka” dan di sinilah terbentuknya watak manusia. Hubungan antara anggota sangat erat. Dalam anggota saling membaur sehingga tujuan yang akan dicapai akan ada kesamaan.
    Faktor-faktor yang menyebabkan adanya hubungan yang mesra, yaitu (1) adanya rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggatanya dan mereka merasa membutuhkan kepentingan yang sama; dan (2) ada perasaan senasib dan sepenanggungan karena merasa mempunyai latar belakang sejarah yang sama.
    Syarat yang harus dimiliki kelompok primer, yaitu (1) para anggota kelompok secara baik berdekatan antara yang satu dengan yang lainnya; (2) jumlah anggota sedikit dan (3) hubungan antara anggota kelompok bersifat langsung.
    Menurut Samuel Stouffen fungsi kelompok primer, yaitu membantu individu dalam perkembangan dan pendewasaannya mempunyai sifat; (1) memberi bantuan motivasi dan landasan kuat kepada anggota; (2) kelompok mempunyai nilai praktikal untuk individu; dan (3) loyalitas dapat menyebabkan adanya hubungan erat dan bantuan dalam ikatan kelompok. Sementara keuntungan bagi kelompok primer, yaitu (1) menunjang sifat-sifat baik manusia dan menghindari sifat-sifat lemahnya, dan memberikan kekuatan batin serta dorongan kepada individu; (2) mempertebal ketergantungan individu dari kelompoknya; (3) menyerap individu dan kepribadiannya dalam kehidupan yang bersifat kolektif; dan (4) memperlihatkan reaksi yang didasarkan pada perasaan. Adapun jasa yang pokok dari kelompok primer, yaitu (1) memenuhi kepentingan naluriah manusia; (2) memberi rasa aman kepadanya dan (3) memberi perlindungan dan memungkinkan pembentukan kepribadian individu.

    Interaksionisme Simbolik menurut John Dewey
    John Dewey adalah seorang pragmatisme ia menyebut sistem pemikirannya dengan istilah instrumentalisme, yaitu suatu upaya untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, pengumpulan-pengumpulan dalam bentuk-nya yang bermacam-macam. Menurut John Dewey pemikiran manusia bertolak dari pengalaman-pengalaman, dan penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau terpimpin dari suatu keadaan yang tidak pasti menjadi keadaan yang pasti, sedang makna yang terkandung dalam pikiran manusia itu senantiasa berada dalam interaksi yang bersifat dialektik, baik dengan pengalaman maupun dengan tindakan manusia.
    Instrumentalisme menekankan pada kemajuan, pandangan ke depan dan usaha-usaha manusia, serta menekankan pada hasil-hasil atau akibat-akibat, dalam hal ini akibat tersebut sesuatu yang memuaskan. Adapun yang disebut memuaskan adalah:
    sesuatu itu benar apabila memuaskan keinginan dan tujuan manusia,
    sesuatu itu dianggap benar apabila dapat dibuat eksperimen dan dapat dibuktikan kebenarannya, serta
    sesuatu itu benar apabila membantu perjuangan makhluk untuk mempertahankan kebenarannya.
    Pandangan John Dewey menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang berarti semua tindakannya diberi cap masyarakatnya. Sumbangan John Dewey terletak pada pandangannya bahwa pikiran (mind) seseorang berkembang dalam rangka untuk menyesuaikan dan dengan lingkungan. Pandangannya mengenai pendidikan ia menganggap ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dengan filsafat. Menurutnya filsafat adalah teori umum dari pendidikan. Maksud dan tujuan sekolah untuk mem-bangkitkan sikap hidup demokratis dan mengembangkannya.
    Dalam filsafat pendidikan dikenal aliran progresivisme. Aliran ini menentang sistem pendidikan yang otoriter dan absolut. Adapun ciri-ciri sistem pendidikan Progresivisme, yaitu:
    pendidikan harus bersifat aktif dan dikaitkan dengan minat serta kepentingan anak;
    anak didik harus diberi latihan-latihan untuk memecahkan persoalan-persoalan;
    pendidikan adalah pembudayaan hidup itu sendiri dan bukan mempersiapkan untuk dapat hidup. Peranan guru dalam pendidikan adalah membimbing dan memberi nasihat kepada anak didik dalam memecahkan persoalan,
    sekolah merupakan tempat untuk melatih kerja sama dengan orang lain;
    pendidikan harus bersifat demokratis.
    Pendapatnya mengenai pengetahuan dinyatakan bahwa fakta, dan arti dari sesuatu dapat dianggap baik atau tidak baik dengan mencari sampai seberapa jauh watak operasionalnya. Pendapatnya mengenai nilai berkembang secara kontinu karena adanya saling pengaruh-mempengaruhi antara pengalaman baru di antara individu-individu dengan nilai-nilai yang telah tersimpan dalam kebudayaan.

    1. Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead
      Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead
      Pemikiran-pernikiran Geroge Herbert Mead mula-mula dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin yang menyatakan bahwa organisme terus-menerus terlibat dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya. George Herbert Mead berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang paling rasional dan memiliki kesadaran akan dirinya. Di samping itu, George Herbert Mead juga menerima pandangan Darwin yang menyatakan bahwa dorongan biologis memberikan motivasi bagi perilaku atau tindakan manusia, dan dorongan-dorongan tersebut mempunyai sifat sosial. Di samping itu, George Herbert Mead juga sependapat dengan Darwin yang menyatakan bahwa komunikasi adalah merupakan ekspresi dari perasaan George Herbert Mead juga dipengaruhi oleh idealisme Hegel dan John Dewey. Gerakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungannya dengan pihak lain. Sehubungan dengan ini, George Herbert Mead berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menanggapi diri sendiri secara sadar, dan kemampuan tersebut memerlukan daya pikir tertentu, khususnya daya pikir reflektif. Namun, ada kalanya terjadi tindakan manusia dalam interaksi sosial munculnya reaksi secara spontan dan seolah-olah tidak melalui pemikiran dan hal ini biasa terjadi pada binatang.
      Bahasa atau komunikasi melalui simbol-simbol adalah merupakan isyarat yang mempunyai arti khusus yang muncul terhadap individu lain yang memiliki ide yang sama dengan isyarat-isyarat dan simbol-simbol akan terjadi pemikiran (mind). Manusia mampu membayangkan dirinya secara sadar tindakannya dari kacamata orang lain; hal ini menyebabkan manusia dapat membentuk perilakunya secara sengaja dengan maksud menghadirkan respon tertentu dari pihak lain.
      Tertib masyarakat didasarkan pada komunikasi dan ini terjadi dengan menggunakan simbol-simbol. Proses komunikasi itu mempunyai implikasi pada suatu proses pengambilan peran (role taking). Komunikasi dengan dirinya sendiri merupakan suatu bentuk pemikiran (mind), yang pada hakikatnya merupakan kemampuan khas manusia.
      Konsep diri menurut George Herbert Mead, pada dasarnya terdiri dari jawaban individu atas pertanyaan “Siapa Aku”. Konsep diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung. Kesadaran diri merupakan hasil dari suatu proses reflektif yang tidak kelihatan, dan individu itu melihat tindakan-tindakan pribadi atau yang bersifat potensial dari titik pandang orang lain dengan siapa individu ini berhubungan. Pendapat Goerge Herbert Mead tentang pikiran, menyatakan bahwa pikiran mempunyai corak sosial, percakapan dalam batin adalah percakapan antara “aku” dengan “yang lain” di dalam aku. Untuk itu, dalam pikiran saya memberi tanggapan kepada diri saya atas cara mereka akan memberi tanggapan kepada saya.
      “Kedirian” (diri) diartikan sebagai suatu konsepsi individu terhadap dirinya sendiri dan konsepsi orang lain terhadap dirinya Konsep tentang “diri” dinyatakan bahwa individu adalah subjek yang berperilaku dengan demikian maka dalam “diri” itu tidaklah semata-mata pada anggapan orang secara pasif mengenai reaksi-reaksi dan definisi-definisi orang lain saja. Menurut pendapatnya diri sebagai subjek yang bertindak ditunjukkan dengan konsep “I” dan diri sebagai objek ditunjuk dengan konsep “me” dan Mead telah menyadari determinisme soal ini. Ia bermaksud menetralisasi suatu keberatsebelahan dengan membedakan di dalam “diri” antara dua unsur konstitutifis yang satu disebut “me” atau “daku” yang lain “I” atau “aku”. Me adalah unsur sosial yang mencakup generalized other. Teori George Herbert Mead tentang konsep diri yang terbentuk dari dua unsur, yaitu “I” (aku) dan “me” (daku) itu sangat rumit dan sulit untuk di pahami.

    Perkembangan Konsep Diri dan Pengambilan Peran serta Organisasi Sosial
    Konsep diri George Herbert Mead menekankan bahwa tahap-tahap yang dilalui anak-anak itu secara bertahap mereka memperoleh konsep diri yang menghubungkan anak-anak dengan kehidupan sosial yang sedang berlangsung dalam keluarga dan kelompok- kelompok yang lain. Identitas anak akan selalu bertambah apabila anak sudah mulai bermain dengan rekan-rekannya. Pengembangan identitas sosial harus dicapai lewat proses belajar bermasyarakat dan proses ini disebut sosialisasi.
    Menurut Soejono Dirdjosisworo sosialisasi mengandung tiga pengertian dan menurut Kamanto Sunarto dinyatakan bahwa salah satu teori peranan yang dikaitkan dengan sosialisasi, yaitu teori yang dikemukakan oleh George Herbert Mead. George Herbert Mead menguraikan mengenai tahap-tahap pengembangan diri (self) manusia, yaitu (1) tahap play-stage (tahap bermain), (2) tahap game-stage (tahap permainan), dan (3) generalized other (orang lain yang digeneralisasikan). Pada tahap ini seseorang dianggap telah mampu mengambil peranan-peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat. Apabila seseorang anak berhasil mengambil peranan orang lain yang digeneralisasikan itu maka “diri”nya akan dapat mencapai perkembangan penuh, dan kelakuan individu dikendalikan orang lain yang digeneralisasikan tersebut. Menurut George Herbert Mead sikap generalized other adalah sikap masyarakat. Proses sosial mempengaruhi perilaku individu yang terlibat di dalamnya dan menjalankan proses itu yaitu masyarakat mengontrol tingkah laku anggotanya.
    Teori Interaksionisme simbolik beranggapan bahwa kehidupan bermasyarakat terbentuk lewat proses interaksi dan komunikasi antarindividual dan antarkelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar. Konsep George Herbert Mead tentang masyarakat menekankan pada kekhususan model praxis manusia di mana dengan menjembatani interaksi manusia dengan alam dan interaksi manusia dengan manusia lain.
    Menurut George Herbert Mead sesungguhnya beberapa jenis aktivitas kerja sama telah menyebabkan adanya kedirian. Di sana terdapat penghilangan keorganisasian di mana organisasi itu bekerja sama, dan dengan jenis kerja sama ini maka isyarat individual akan menjadi stimulasi bagi dirinya sendiri dengan bentuk yang sama sebagaimana bentuk stimulus yang lain sehingga dengan demikian perbincangan isyarat dapat menghilangkan karakter individual, dan kondisi semacam itu diduga dalam pengembangan kedirian (self).
    Manusia secara aktif menentukan lingkungannya, dan sementara dalam waktu yang bersamaan lingkungannya juga menentukan manusia. Menurut George Herbert Mead yang lebih penting yaitu tidak ada bentuk organisasi sosial yang perlu dianggap sebagai sesuatu yang final.

    1. William Issac Thomas dan Herbert Blumer
      William Issac Thomas
      William Issac Thomas adalah tokoh Sosiologi Amerika yang terkenal sangat kontroversial, tetapi juga dianggap sebagai orang yang mempunyai pemikiran cemerlang pada masanya. Teoremanya yang sangat terkenal yang berbunyi ‘if men define situations as real, they are real in their consequences’, dianggap menawarkan pendekatan baru dalam memahami perilaku manusia dalam berinteraksi. Pendekatan yang ditawarkan adalah dalam rangka keluar dari pendekatan positivistik dan juga pendekatan yang sifatnya individualis dan subjektif ke dalam data-data yang sifatnya sosiologis di mana interpretasinya bersifat objektif.
      Karya Thomas sangat banyak, tetapi yang dianggap monumental adalah The Polish Peasant in Europe and America yang berisi penjelasan tentang masalah identitas etnik sehubungan dengan masalah perubahan sosial. Karya ini juga dianggap sebagai perbaikan atas karya pertamanya yang berjudul Sex and Society: Studies in the Social Psychology of Sex yang dianggap banyak mengandung bias biologi maupun bias psikologi. Selanjutnya, tulisannya yang berjudul The Unadjusted Girl yang membahas tentang ‘definisi situasi’ dianggap memberi sumbangan yang sangat penting dalam bidang teori terhadap perkembangan pendekatan interaksionisme simbolik.
      Berdasarkan teori ‘definisi situasi’, perilaku bukan hanya merupakan respon refleksif terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Perilaku merupakan buah dari proses definisi subjektif aktor terhadap stimulus tersebut. Di dalam proses definisi subjektif ini terkandung tahap pengujian dan pertimbangan atas stimulis yang datang dan respons yang akan dimunculkan.

    Herbert Blumer
    Herbert Blumer merupakan salah seorang tokoh teori interaksionisme simbolik yang mewakili aliran pragmatis. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh gurunya George Herbert Mead, tetapi pada akhirnya dia tetap mampu membangun teorinya sendiri. Dia termasuk orang yang sangat aktif, tidak saja hanya dalam kegiatan-kegiatan akademik melainkan juga dalam urusan-urusan administrasi di universitas tempatnya mengajar. Herbert Blumer termasuk sangat produktif, terbukti dengan banyak hasil karyanya baik yang berupa buku maupun artikel. Simbolic Interactionism: Perspective and Method yang ditulisnya tahun 1969 sampai saat ini tetap menjadi acuan bagi kajian-kajian interaksionisme simbolik. Dalam bukunya ini, Blumer menekankan tentang pentingnya kesadaran aktor dan bagaimana aktor tersebut mendefinisikan situasinya dan bertindak berdasarkan rasa kepemilikan terhadap dirinya sendiri.
    Interaksionisme simbolik itu sendiri menurut Blumer bertumpu pada tiga premis, yaitu sebagai berikut.
    Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka;
    Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain;
    Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung.
    Dalam bentuk ketiga premis tersebut sebenarnya terletak bangunan dari ide dasar pemikiran Blumer, yaitu apa yang disebutnya ‘root images’. Images ini merupakan dasar dari cara pandang interaksionisme simbolik tentang tingkah laku manusia dan masyarakat manusia, serta kerangka dari pembentukan teori interaksionisme dan interpretasi.

    1. Teori Interaksionisme Simbolik Erving Goffman dan Peter L. Berger
      Teori Interaksionisme Simbolik Erving Goffman
      Interaksionisme simbolik pada hakikatnya (lebih) merupakan bagian dari psikologi sosial yang menyoroti interaksi antar-individu dengan menggunakan simbol-simbol. Konsep interaksionisme simbolik Erving Goffman juga menyoroti masalah-masalah yang berhubungan dengan interaksi antara orang-orang yang juga melibatkan simbol-simbol dan penafsiran-penafsiran di mana peranan antara the self dan the other mendapat porsi perhatian yang sama dalam koteks interaksi dimaksud. Interaksionisme simbolik Erving Goffman memang selalu mengacu kepada konsep-konsep ‘impression management’, role distance, dan secondary adjustment di mana ketiganya bertumpu pada konsep dan peranan the self dan the other tadi. Selain itu, Goffman juga menyoroti masalah face-to-face interaction, yaitu interaksi atau hubungan tatap muka yang menjadi dasar pendekatan mikrososiologi dalam analisis sosiologisnya.
      Inti dari ajaran Goffman adalah apa yang disebut dengan dramaturgy. Dramaturgy yang dimaksud Goffman adalah situasi dramatik yang seolah-olah terjadi di atas panggung sebagai ilustrasi yang diberikan Goffman untuk menggambarkan orang-orang dan interaksi yang dilakukan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, Goffman menggambarkan peranan orang-orang yang berinteraksi dan hubungannya dengan realitas sosial yang dihadapinya melalui panggung sandiwara dengan menggunakan skrip (jalan cerita) yang telah ditentukan. Seperti layaknya sebuah panggung maka ada bagian yang disebut frontstage (panggung bagian depan) dan backstage (panggung bagian belakang) di mana keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Betapa penting peranan dan fungsi backstage terhadap keberhasilan penampilan di frontstage, kajian-kajian terhadap hal-hal yang berada di luar perhitungan benar-benar bertumpu pada sumber daya-sumber daya yang ada pada kedua bagian tersebut. Di samping itu, konsep dramaturgy Goffman juga dipakai oleh beberapa ahli sosiologi seperti Kennen dan Collins dalam melakukan studi yang menyangkut interaksi antara orang-orang yang menjadi kajian mereka.
      Interaction Order adalah artikel ‘penutup’ dari seluruh karya-karya Goffman sebelum ia wafat tahun 1982. Dalam tulisannya ini, Goffman secara konsisten tetap menyoroti masalah interaksi tatap muka yang ordonya dimulai dari skala yang terkecil atau terendah menuju skala terbesar atau tertinggi, yaitu yang terdiri dari persons, contact, encounters, platform performances, dan celebrations. Meskipun hampir sebagian besar analisis Goffman tidak menyertakan konsep penting interaksionisme simbolik, yaitu self interaction, namun bagi Goffman, seorang aktor yang berada ‘di atas panggung’ itu harus mampu menafsirkan, memetakan, mengevaluasi, dan mengambil tindakan sehingga atas dasar kemampuannya itu manusia dikategorikan sebagai makhluk yang aktif. Bagi Goffman, sebagai makhluk yang aktif, manusia itu justru harus mampu untuk memanipulasi situasi yang dihadapinya. Hal inilah yang mendasari pandang Goffman bahwa seorang sosiolog harus mampu melakukan analisis secara mandiri atas kondisi-kondisi sosial yang dihadapinya.

    Teori Interaksionisme Peter L. Berger
    Peter L. Berger sebenarnya bukanlah tokoh interaksionisme simbolik murni. Ajarannya memang lebih condong ke arah fenomenologi meskipun di dalamnya, konsep-konsep dramaturgi, realitas sosial, dan hubungan tatap muka (face-to-face interaction) masih menjadi sorotannya di mana hal ini konsisten dengan konsep-konsep yang menjadi dasar acuan di dalam interaksionisme simbolik.
    Dramaturgi Berger memang ‘agak sedikit’ berbeda dengan miliknya Goffman. Para pelaku atau aktor di dalam dramaturgi Berger ‘menciptakan’ dan ‘mengembangkan’ sendiri skrip atau jalan cerita yang akan ‘dimainkannya’, sedangkan pada dramaturginya Goffman para pelaku atau aktor itu ‘hanya’ tinggal menjalankan atau memainkan skrip (jalan cerita), di mana skrip itu ‘ditulis’ dan ‘dikembangkan’ oleh orang lain. Realitas sosial bagi Berger haruslah terdiri dari unsur-unsur subjektif dan objektif di mana keseimbangan kedua unsur itu harus tercipta demi keseimbangan realitas sosial itu sendiri. Seperti halnya Goffman, Berger juga menerapkan konsep hubungan antarmanusia yang disebutnya sebagai hubungan inter subjektif. Bagi Berger, face-to-face interaction atau hubungan tatap muka merupakan hubungan manusia yang sesungguhnya. Pemikiran Berger (juga Luckman) mengacu kepada realitas subjektif dan objektif yang keduanya itu dijadikan kerangka pemikiran untuk melakukan pendekatan secara mikrososiologis.
    Proses dialektik, bagi Berger dan Luckman, adalah moments yang diawali dengan externalization atau eksternalisasi, kemudian proses itu menjadi objektivation atau objektivasi, dan diakhiri dengan internalization atau internalisasi. Ada dua hal penting dalam proses eksternalisasi, yaitu penciptaan suatu realitas yang baru serta pemeliharaan atau pembaharuan kembali realitas yang sudah ada, sedangkan objektivasi maksudnya adalah suatu proses di mana orang-orang itu dapat menangkap dan memahami realitas. Di sini peranan bahasa sangat penting karena bahasa merupakan alat untuk memahami realitas sosial. Sedangkan internalisasi artinya (proses) melihat setiap orang sebagaimana adanya, sebagai orang itu sendiri. Di dalam internalisasi ini sesungguhnya terdapat proses reifikasi yang secara konseptual memiliki makna a dehumanized world artinya dunia yang (sudah) dimanusiawikan.

    1. Postmodernisme
      Dari Modernisme ke Postmodernisme
      Postmodernisme lahir sebagai gugatan atau penolakan terhadap modernisme. Postmodernisme menganggap modernisme gagal mewujudkan pencerahan umat manusia. Rasio yang didewakan oleh kalangan modernisme sebagai subjek yang menentukan dalam upaya menyejahterakan umat manusia ternyata tidak menghasilkan seperti yang diharapkan. Modernisme telah melahirkan ketimpangan dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan teori-teori besarnya, modernisme memang telah mampu menciptakan kesejahteraan sebagian umat manusia, tetapi modernisme ternyata juga memiskinkan sebagian besar umat manusia yang lain. Modernisme telah menyebabkan manusia kehilangan harkat kemanusiaannya secara utuh. Semua itu menjadi sumber gugatan postmodernisme terhadap modernisme. Karena penggugatan tersebut maka ada pula yang menyebut post- modernisme dengan dekonstruksi, yang sebenarnya merupakan sifat dari postmodernisme.
      Paling tidak ada lima alasan penggugatan postmodernisme terhadap modernisme. Pertama, modernisme gagal mewujudkan perbaikan-perbaikan ke arah masa depan kehidupan yang lebih baik sebagaimana dicita-citakan para pendukungnya. Kedua, ilmu pengetahuan modern tidak mampu melepaskan diri dari kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan otoritas keilmuan demi kepentingan kekuasaan. Ketiga, terdapat banyak kontradiksi antara teori dan fakta dalam perkembangan ilmu-ilmu modern. Keempat, Keyakinan bahwa ilmu pengetahuan modern mampu mengatasi segala persoalan yang dihadapi manusia ternyata keliru dengan munculnya berbagai patologi sosial. Kelima, ilmu pengetahuan modern kurang memperhatikan dimensi mistik dan metafisik manusia karena terlalu memperhatikan atribut fisik individu.
      Sifat lain postmodernisme selain penggugatan adalah bersifat bebas, lokal, penolakan terhadap universalisme, dan penolakan terhadap kontinuitas. Wacana pemikiran postmodernisme kini telah merambah ke berbagai disiplin ilmu.

    Postmodernisme dalam Sosiologi
    Perkembangan pemikiran postmodernisme banyak mempengaruhi perkembangan ilmu sosiologi sebagai ilmu sosial yang banyak menghasilkan teori-teori sosial besar Untuk menghadapi masalah itu, ada yang berpendapat sebaiknya sosiolog melepaskan daya tarik sosiologi postmodern dan bekerja keras lewat perbincangan sosiologis tentang postmodernisme. Hal itu perlu dilakukan mengingat sosiologi postmodern mengandung risiko adanya kontradiksi dalam istilah-istilahnya, terutama jika kita memahami sosiologi sebagai ilmu sosial yang sistematis dan menghasilkan dalil-dalil umum. Akar pemikiran mengenai postmodernisme bersumber mulai dari pemikiran modernisme Weber, teori kelas Marxis yang disebut dengan strukturalis, dilanjutkan oleh Teori Kritis mazhab Frankfurt yang juga dikenal dengan Teori Kritik Ideologi, kemudian terakhir pemikiran Foucault yang lebih dikenal sebagai poststrukturalis.
    Dalam masyarakat postmodern dapat dilihat dari perubahan perilaku ekonomi dari masyarakat yang mengutamakan asas manfaat menjadi masyarakat yang lebih mengutamakan simbol atau tanda. Suatu benda dimiliki bukan karena benda itu bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, tetapi lebih karena benda tersebut melambangkan simbol, tanda, dan status tertentu. Karena lebih mengutamakan simbol maka masyarakat postmodern lebih mengagungkan citra. Citra yang sebenarnya merupakan realitas semu dianggap seolah-olah realitas yang sebenarnya yang ditampilkan melalui iklan dan tontonan. Karena itu, masyarakat postmodernisme juga disebut masyarakat hiperrealis dan masyarakat konsumer.

    Tokoh-tokoh Postmodernisme
    Postmodernisme lahir dari pergolakan pemikiran para ahli dengan latar belakang berbeda sehingga menghasilkan berbagai ragam pemikiran, dengan gaya dan bahasa yang berbeda. Hal itu sesuai dengan prinsip dasar postmodernisme yang menolak penyeragaman. Kita akan mengalami kesulitan untuk mencapai kesimpulan tunggal tentang postmodernisme dan tatanan masyarakat yang digambarkannya. Derrida menekankan penolakan terhadap kebenaran tunggal; dan dalil-dalil umum ilmu pengetahuan dengan cara mendekonstruksi bangunan pemikiran modernisme. Foucault menyoroti banyak aspek tentang masyarakat postmodern. Ia menolak pandangan tentang kekuasaan yang sentralistik. Ia berpendapat kekuasaan tidak berada di tangan orang yang berkuasa, tetapi menyebar dan ada di mana-mana. Kekuasaan melekat dalam ilmu pengetahuan. Sementara itu Baudrillard menyoroti perkembangan budaya dan perilaku ekonomi dari masyarakat modern kapitalis yang lebih mengutamakan nilai produksi dan nilai guna ke masyarakat postmodernisme yang lebih menekankan nilai simbol. Seperti halnya Derrida, Lyotard menolak kebenaran tunggal ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa sekarang ini, tidak mungkin ada penjelasan tunggal atau ganda tentang ilmu pengetahuan. Legitimasi kebenaran ilmu pengetahuan tidak dapat bersandar pada satu narasi besar sehingga menurut Lyotard ilmu pengetahuan saat sekarang ini lebih baik dipahami dalam pengertian teori permainan bahasa.
    Pemikiran postmodernisme akan terus bebas berkembang. Ia akan mengalir dalam diskusi yang tanpa henti.

    1. Teori Feminisme Kontemporer
      Teori Sosiologi Gender
      Konsep sex (jenis kelamin) dan gender masih sering dipahami secara rancu dalam masyarakat. Konsep gender yang sebenarnya merupakan peran dan perilaku laki-laki dan perempuan sesuai dengan pengharapan sosial, sering kali dianggap sebagai ketentuan atau kodrat yang tak dapat diubah. Hal tersebut menjadi masalah karena kekeliruan tersebut menimbulkan ketidakadilan, terutama bagi perempuan.
      Dalam membahas gender, sosiologi melihat dari teori makro (fungsional struktural, konflik, dan sistem dunia) dan mikro (interaksionisme simbolik dan etnometodologi). Sesuai dengan prinsip konsensus dan keharmonisan yang dianut, struktural fungsional menganggap pembagian kerja antara suami dan istri dalam keluarga dianggap pengaturan yang paling sesuai, agar dalam kehidupan berkeluarga laki-laki dan perempuan dapat saling melengkapi. Sebaliknya, teori konflik menganggap bahwa dalam kehidupan keluarga, istri atau perempuan dalam posisi yang tertindas dalam kaitannya dengan fungsi ekonomi, seksual, dan pemilikan properti. Janet Chafetz menganalisis bahwa perempuan menduduki posisi yang rendah dalam masyarakat, yang ia sebut dalam stratifikasi jenis kelamin. Sedangkan teori sistem dunia yang selama ini hanya memperhitungkan kapitalisme dari pekerjaan ekonomi publik, dianggap telah mengurangi kontribusi perempuan di bidang produksi ekonomi karena mengabaikan pekerjaan perempuan dalam rumah tangga.
      Dari teori mikro sosial gender, interaksionisme simbolik mengidentifikasi bahwa individu berusaha memelihara identitas gendernya di berbagai situasi serta memahami bagaimana arti menjadi perempuan atau laki-laki. Sementara itu, etnometodologi menganggap bahwa identitas gender individu diperoleh melalui interaksi dalam berbagai situasi. Dengan demikian, melalui budaya yang berbeda individu akan mengidentifikasi peran gendernya secara berbeda sesuai dengan situasi sosial.

    Teori Feminisme Kontemporer
    Masalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dalam keluarga dan masyarakat telah menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai kalangan masyarakat. Perbedaan sosial budaya yang melatarbelakangi ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender di berbagai tempat telah sejak lama diamati dan dianalisis menjadi teori-teori feminisme yang beragam. Teori ketidaksetaraan gender mencakup teori feminisme liberal dan feminisme Marxist.
    Feminisme liberal memfokuskan perhatiannya pada ketidaksetaraan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Diskriminasi gender berupa pemisahan domain privat dan publik, pengutamaan laki-laki dibanding perempuan, menurut feminis ini menyebabkan terbatasnya gerak perempuan sehingga peranan perempuan menjadi mengecil, sedangkan feminisme Marxist menganggap bahwa akar dari ketidaksetaraan perempuan adalah sistem kelas dalam masyarakat kapitalis. Perempuan tidak hanya mengalami ketidakadilan di antara kelas sosial, tetapi di dalam kelas sosialnya sendiri mereka merupakan subordinasi dari laki-laki.
    Termasuk dalam teori penindasan gender adalah feminisme psikoanalis, feminisme radikal, dan feminisme sosialis. Feminisme psikoanalitis berpandangan bahwa ketidakadilan yang dialami oleh perempuan adalah akibat dari sistem patriarki di mana maskulinitas dianggap lebih baik daripada femininitas. Sementara itu, feminisme radikal berpendapat sistem patriarki merupakan bentuk praktik kekerasan dan penindasan oleh laki-laki dan organisasi yang dikuasai laki-laki terhadap perempuan. Penindasan tersebut dalam bentuk kekerasan fisik dan non-fisik. Penindasan menurut feminisme radikal adalah akibat dari perbedaan biologis, dan basis dari subordinasi adalah institusi keluarga. Penindasan tersebut membentuk hubungan dominasi laki-laki terhadap perempuan.
    Pembentukan persaudaraan perempuan dan hubungan homoseksual adalah beberapa cara yang disarankan oleh feminis radikal untuk menghapuskan penindasan gender. Sedangkan feminisme sosialis menganggap bahwa penyebab penindasan perempuan adalah ketergantungan ekonomi perempuan terhadap laki-laki. Dalam keluarga, suami tidak hanya menjadi pemilik properti keluarga, tetapi juga sebagai pemilik istri. Istri tidak lebih dari properti. Kedudukan perempuan yang inferior terhadap kedudukan laki-laki ini terkait dan menentukan kedudukan perempuan dalam sistem kelas keluarga dan kapitalisme.
    Teori feminisme lain yang telah dikembangkan antara lain adalah feminisme postmodern, feminisme multikultural/global, serta ekofeminisme. Ekofeminisme memi-liki pandangan yang berbeda dengan aliran feminisme lain, di mana teori ini justru mengajak manusia untuk mengembalikan dan menambah kualitas feminin pada kegiatan manusia dalam pembangunan. Tujuan ekofeminisme ini adalah menumbuhkan rasa cinta kelembutan, keibuan, dan pengasuhan kepada dunia, yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan akibat kegiatan manusia yang terlalu maskulin.

  • Ruang Lingkup dan Kedudukan Filsafat Ilmu

    Kedudukan Filsafat Ilmu

    Dalam sejarah ternyata umat Islam pada zaman pertengahan berjasa dalam pembangunan ilmu pengetahuan, antara lain ; bidang Sains, Eksakta, Aqidah, Sosial, dan filsafat. Dalam sejarah, tercatat pula ulama yang mendalami agama dapat menjadi filusuf dan dokter, seperti Ibnu Sina (980-1037M). Akan tetapi yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini ialah umat lain, sehingga umat Islam tertinggal karena kurang memanfaatkan hasil dari para pemikir dan filusuf Islam sebagai arahan atau gambaran untuk memajukan Islam di dunia.

    Dan kenyataan yang terjadi saat ini ialah bahwa umat Islam terbawa oleh pengaruh budaya non Islam sehingga tidak memperdulikan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Dan berawal dari permasalahan di atas makalah ini dibuat, dengan harapan muncul dari umat Islam filusuf-filusuf serta ilmuan yang dapat menunjukan eksistensinya di dunia terutama masalah pendidikan dengan berupaya menjadi pencipta ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga umat Islam hidup sejajar dengan umat lain bahkan lebih unggul, juga lebih sejahtera.

    Filsafat

    Filsafat ialah refleksi rasional, kritis, dan radikal tentang hal-hal pokok dalam hidup. Pertama kali kata filsafat diperkenalkan oleh Pythagoras yang berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata, yaitu Philos dan Sopos yang berarti cinta dan bijaksana. Oleh Karena itu kata filsafat sering diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan .

    Menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir objek yang diteliti oleh filsafat ialah objek yang abstrak; paradigma yang mendasari penelitiannya ialah paradigma rasional dan metode penelitiannya disebut metode rasional. Beliau mencontohkan pada jeruk dengan pertanyaan “mengapa jeruk selalu berbuah jeruk?” jeruk selalu berbuah jeruk karena ada aturan atau hukum yang mengaturnya demikian, yaitu karena adanya gen yang ada dalam bibit jeruk. Hal ini dapat diterima akal atau rasio meskipun hukum itu tidak terlihat, teori jeruk selalu berbuah jeruk karena ada hukum yang mengatur demikian dan ini merupakan teori filsafat dan kebenaran teori filsafat tidak pernah dapat dibuktikan secara empiris .

    Ruang lingkup dan kedudukan filsafat ilmu

    Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu . Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri .

    Epistemologi

    Epistemology (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.

    Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
    Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan

    a. Empirisme

    Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.

    Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.

    Rasionalisme

    Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.

    c. Fenomenalisme
    Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
    Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
    d. Intusionisme
    Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
    Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
    Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
    e. Dialektis
    Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.

    1. Ontologi
      Ontology merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
      Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
    2. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
    3. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
      Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.
    4. Aksiologi
      Aksilogi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.
      Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain:
      a) Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?
      b) Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?
      c) Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
      d) Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional?
      Filsafat ilmu dikenal sebagai disiplin tersendiri pada abad ke-20 sebagai akibat profesionalisasi dan spesialisasi ilmu-ilmu alam . Berfikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam sampai pada hakikat, atau berpikir secara global (menyeluruh), atau berpikir dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Berfikir yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berfikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Bahasan yang di cerna oleh ilmu filsafat sangat luas cakupannya. Poin yang utama ditujunya adalah mencari hakikat kebenaran segala sesuatu. Baik dalam kebenaran berfikir ( Logika ), kebenaran tingkah laku (Etika) Maupun dalam mencari hakikat sesuatu yang ada dibalik alam nyata (metafisika), sehingga persoalannya adalah apakah sesuatu itu hakiki (benar) atau maya (palsu).
      Jadi Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan yang mengkaji tentang hakikat ilmu. Dimana ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai cirri-ciri tertentu yaitu yang bersifat konkrit yang artinya masalah tersebut terdapat dalam jangkauan pengalaman manusia. Selain bersifat konkrit, ilmu juga mempunyai ciri sifat lain, yaitu bersifat nyata yang artinya jawaban itu ada pada dunia nyata dan ilmu itu dimulai dari fakta dan diakhiri dengan fakta, dan dari ciri – ciri tersebut terdapat dalam ilmu, kita bisa mengetahui fungsi dari filsafat ilmu dan arah dari filsafat ilmu.
      Filsafat ilmu mempelajari apakah objek yang ditelaah dalam ilmu, bagaimana proses mendapatkan ilmu dan apakah kegunaan ilmu tersebut. Objek atau hakekat sesuatu dipelajari dalam ontologi, cara mendapatkannya dipelajari dalan epistemologi, dan kegunaannya dipelajari dalam aksiologi. Dari kajian – kajian yang terdapat dalam ilmu filsafat ilmu kita bisa mengetahui kembali fungsi dari arah filsafat ilmu. Oleh karena itu fungsi filsafat ilmu adalah :
    5. Untuk mengetahui objek apa saja yang ditela’ah dalam ilmu
    6. untuk mengetahui tentang proses mendapatkan ilmu
    7. untuk mengethui kegunaan dari ilmu tersebut
    8. untuk mengetahui ciri – ciri tertentu dari cabang – cabang pengetahuan yang termasuk kedalam objek kajian dari filsafat ilmu.
      Sedangkan arah dari filsafat ilmu adalah mengarahkan seseorang untuk mengkaji filsafat lebih dalam tentang hakikat sesuatu itu benar atau salah , baik atau buruk, indah atau jelek. yang masing – masing sifat tersebut dapat mengarahkan seseorang ahli filsafat untuk mengetahui tentang filsafat ilmu. Filsafat yang mengkaji tentang salah – benar disebut loga, filsafat yang mengkaji tentang baik – buruk disebut etika dan filsafat yang mengkaji tentang indah – jelek disebut estetika.
      Ilmu merupakan suatu cara berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Berfikir bukan satu –satunya cara dalam mendapatkan pengetahuan. Demikian juga ilmu bukan satu –satunya produk dari kegiatan berfikir menurut langkah – langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah. Berfikir ilmiah merupakan kegiatan berfikir yang memenuhi persyaratan – persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut pada hakikatnya mencakup dua kriteria utama yakni; pertama berpikir ilmiah harus mempunyai alur jalan fikiran yang logis, yang kedua pernyataan yang bersifat logis tersebut harus didukung oleh fakta empiris. Persyaratan pertama mengharuskan alur jalan pikiran kita untuk konsisten dengan pengetahuan ilmiah yang telah ada sedangkan persyaratan kedua mengharuskan kita untuk menerima pernyataan yang didukung oleh fakta sebagai pernyataan yang benar secara ilmiah.
      Pernyataan yang telah diuji kebenarannya ini kemudian diperkaya khasanah pengetahuan pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistematik dan komulatif. Kebenaran ilmiah ini tidaklah bersifat mutlak sebab mungkin saja pernyataan yang sekarang logis kemudian akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan ilmiah baru atau pernyataan yang sekarang didukung oleh fakta kemudian di tentang oleh penemuan baru, kebenaran ilmiah terbuka bagi koreksi dan penyempurnaan.
      C. Kesimpulan
      Dengan filsafat Ilmu maka kita dapat menyimpulkan beberapa karakteristik dari ilmu. Pertama ialah bahwa ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Walaupan demikian maka berfikir secara rasional inipun harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar sampai kepada kesimpulan yang dapat di andalkan. Untuk itu maka ilmu mempuyai karakteristik, yang kedua yakni alur jalan pikiran yang logis yang konsisten dengan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian maka tidak semua yang logis itu didukung fakta atau mengandung kebenaran secara empiris. Untuk itu maka ilmu mensyaratkan karakteristik yang ke tiga yakni pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran objektif. Pernyataan yang dijabarkan secara logis dan telah teruji ecara empiris lalu dianggap benar secara ilmiah dan memperkaya khajanah pengetahuan ilmiah. Walaupun demikian tidak ada jaminan bahwa pernyataan yang sekarang benar secara ilmiah kemudian lalu tidak shahih lagi. Untuk itu maka ilmu mensyaratkan karakteristik ke empat, yakni mekanisme yang terbuka terhadap koreksi.
      Dalam kajian pendidikan Islam maka Filsapat Ilmu menjadi penting karena dengan adanya filsapat ilmu apa yang kita pelajari, akan memiliki nilai dan manfaat dan dengan pemahaman yang benar akan ilmu pengetahuan itu sendiri perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa yang akan datang juga diharapkan itu akan sesuai dan sejalan dengan cita – cita ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu membebaskan manusia dari belenggu kesulitan hidup dan mencapai kesejahteraan yang diharapkan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ravertz, R. Jerome “Filsafat Ilmu”(Yogyakarta; PUSTAKA PELAJAR : 2007)
    Mulkhan, Abdul Munir “Paradigma Intelektual Muslim”( Yogyakarta; SIPRES : 1993)

    Tafsir, Ahmad. Prof.Dr “ Filsafat Prndidikan Islami”(Bandung; PT REMAJA ROSDAKARYA : 2006).

    Vardiansyah, Dani. “Filsafat Ilmu Komunikasi”: Suatu Pengantar (Jakarta ;2008).
    http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu. dibuka tanggal 3 oktober pukul 19.30 WIB.

  • Rumpun Model Pembelajaran Personal

    Model personal menekankan pada pengembangan konsep diri setiap individu. Hal ini meliputi pengembangan proses individu dan membangun serta mengorganisasikan dirinya sendiri. Model memfokuskan pada konsep diri yang kuat dan realistis untuk membantu membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan lingungannya.

    Model ini bertitik tolak dari teori humanistik, yaitu berorientasi pada pengembangan individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi peserta didik mampu membentuk hubungan harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif. Tokoh humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R. Rogers, C. Buhler dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas dalam belajar mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual. Teori humanistik timbul sebagai cara untuk memanusiakan manusia. Pada teori humanistik ini, pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong bukan menahan sensivitas peserta didik terhadap perasaanya. Implikasi teori ini dalam pendidikan adalah sebagai berikut.

    1. Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengamatan.
    2. Tingkahlaku yang ada dapat dilaksanakan sekarang (learning to do).
    3. Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
    4. Sebagian besar tingkahlaku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
    5. Mengajar adalah bukan hal penting, tapi belajar bagi peserta didik adalah sangat penting.
    6. Mengajar adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan yang produktif dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap.

    Tujuan model pembelajaran personal adalah untuk meningkatkan kesehatan mental dan emosional anak-anak, dan keterlibatan anak-anak dalam menentukan/memilih apa yang ingin dipelajari dan bagaimana mempelajarinya, sehingga ada kesesuaian yang tinggi antara bahan belajar dengan kebutuhan anak, mengembangkan pemahaman diri ( self-consept),kreativitas, dan kemampuan anak dalam mengekspresikan diri dengan lebih baik. Model personal dan sosial dapat diterapkan untuk mencapai tujuan sosial dan akademis, akan tetapi masing-masing model memiliki kekuatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

    Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran sebagai berikut:

    No.ModelTokohTujuan
    1.Pengajaran non-Directif (Tanpa Arahan).Carl RogersMenekankan pada pembentukan kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian dan konsep diri.
    2.Latihan KesadaranFritz Perls Willian SchutzMeningkatkan kemampuan seseorang untuk kesadaran eksplorasi diri dan banyak menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antarpribadi
    3.SinerktikWilliam GordonMengembangkan pribadi dalam kreativitas dan pemecahan masalah kreatif
    4.Penemuan KonsepJerome BrunerDirancang untuk meningkatkan kekomplekan Konseptual dan keluwesan pribadi.
    5.Pertemuan KelasWillian GlasserMengembangkan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri sendiri serta kelompok sosial.

    Model Pengajaran Non Direktif

    Model Pengajaran Non-Direktif didasarkan kepada penelitian dari Carl Roger dan para penyokong lain dari kaunseling bukan-direktif. Rogers memperluaskan pandangan terapinya sebagai suatu model pembelajaran bagi pendidikan. Beliau percaya bahawa hubungan manusia yang positif akan memberikan kesempatan luas bagi sumber manusia untuk berkembang, dan oleh karenanya, instruksinya harus lebih didasarkan kepada konsep hubungan sumber manusia berbanding kepada konsep masalah subjek, proses berfikir, ataupun sumber-sumber intelektual lain. Hebatnya guru dalam pengajaran bukan-direktif adalah pada peranan guru tersebut sebagai fasilitator bagi pertumbuhan dan perkembangan pelajar. Didalam peranan ini, guru akan membantu pelajar untuk mencari idea-idea baru tentang kehidupannya, baik yang berkaitan dengan sekolah mahupun dalam kehidupannya sehari-harian. Model ini beranggapan bahawa pelajar perlu bertanggungjawab atas proses belajarnya dan kejayaannya sangat bergantung kepada keinginan pelajar dan pengajar untuk berkongsi idea secara terbuka dan berkomunikasi secara jujur dan terbuka dengan orang lain

    Orientasi Terhadap Model non-direktif

    Model pengajaran non-direktif menumpukan kepada fasilitator belajar. Tujuan utamanya adalah untuk membantu pelajar dalam mencapai integrasi dan keberkesanan tertinggiya serta melakukan penilaian kendiri yang realistik. Model ini menggambarkan konsep yang dikembangkan oleh Carl Roger untuk kaunseling bukan-direktif, di mana keupayaan pelanggan untuk melayan kehidupannya secara konstruktif sangat ditekankan. Dengan demikian, didalam pengajaran bukan-direktif guru sangat menumpukan kemampuan pelajar untuk mengenalpasti masalahnya dan merumuskan penyelesaiannya.

    Pengajaran non-direktif cenderung bersifat menumpukan kepada pelajar di mana fasilitator berusaha untuk melihat dunia sebagaimana pelajar melihatnya. Hal ini akan menciptakan suasana komunikasi yang empati dimana pengendalian diri pelajar boleh dipupuk dan dikembangkan. Guru juga berperanan sebagai benevolent after ego, (kebajikan selepas ego) di mana ia menerima semua perasaan dan pemikiran, bahkan dari pelajar yang mempunyai pendapat keliru. Disini guru secara tidak langsung berkomunikasi dengan pelajar bahawa semua pendapat dan perasaan boleh diterima.

    Teknik utama untuk mengembangkan hubungan yang fasilitatif adalah dengan wawancara non-direktif, yaitu suatu rangkaian pertemuan face to face antara guru dengan pelajar. Selama wawancara, guru meletakkan dirinya sebagai kolaborator didalam proses eksplorasi diri pelajar dan penyelesaian masalah. Wawancara sendiri direkam untuk menumpukan kepada keunikan individu dan kepentingan kehidupan emosional pada semua aktivitas manusia. Walaupun teknik wawancara dipinjam dari konseling, namun teknik ini tidak sama dalam ruangan kelas karena berada pada setting klinik (penyembuhan). Menurut Roger, suasana wawancara terbaik mempunyai empat peringkat, antara lain: (1) guru menunjukkan kehangatan dan perhatian, (2) hubungan kaunseling dicirikan oleh rasa permisif yang ditunjukkan oleh ekspresi, (3) pelajar tidak mengekspresikan pendapatnya, namun dalam batasan bahawa ia tidak bebas untuk mengendalikan guru atau melakukan gerak hatinya dengan tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan dan (4) hubungan kaunseling bersifat bebas dari suatu jenis tekanan.

    Selain itu dalam wawancara non-direktif, guru menginginkan pelajarnya agar melalui empat tahap pertumbuhan personal: (1) pelepasan perasaan, (2) pemahaman, (3) tindakan, dan (4) integrasi. Yang mana keempat-empatnya diharapkan akan dapat menumbuhkan orientasi ataupun aliran baru.
    Konsep-konsep ini dihubungkan semuanya untuk menekankan unsur-unsur perasaan dan elemen-elemen emosional dalam suatu situasi. Setiap konsep memiliki fungsi masing-masing, tetapi secara bersama konsep ini sangat penting untuk menyokong kejayaan. Penggunaan konsep-konsep ini sangat penting di dalam kaunseling untuk masalah kelas dan penyelesaian masalah individu.

    Pelepasan perasaan (catharsis) merangkumi kemusnahan batas-batas emosional yang seringkali mengganggu kemampuan seseorang dalam memecahkan suatu dilema. Dengan menghilangkan emosi diseputar sesuatu masalah, maka seseorang akan dapat membuat perspektif dan wawasan baru terhadap masalah itu. Menurut Roger, merespon “basis intelektual” dalam masalah pelajar akan menghalang ekspresi perasaan, yang berada pada akar masalah. Tanpa melepaskan dan mencari perasaan-perasaan ini, pelajar akan menolak cadangan dan tidak mampu membuat perubahan perilaku.
    Pendekatan non-direktif sangat membantu karena merupakan cara-cara yang paling efektif dalam mengungkap emosi yang mendasari suatu masalah adalah dengan mengikuti pola perasaan pelajar ketika mereka dibebaskan untuk berekspresi. Bukannya diminta untuk memberikan soalan langsung, guru akan cenderung memilih untuk membiarkan pelajar untuk mengikuti aliran pemikiran dan perasaan. Jika pelajar mengekspresikan dirinya secara bebas, maka masalah dan emosi yang mendasarinya akan muncul. Proses ini disokong dengan refleksi perasaan pelajar, yang oleh karenanya akan membawa mereka ke dalam kesedaran dan tumpuan yang lebih tajam.

    Aplikasi Pengajaran non-direktif

    Pengajaran non-direktif mungkin digunakan untuk beberapa jenis situasi permasalahan: personal, sosial, dan akademik. Di dalam sebuah masalah personal, individu melibatkan perasaannya tentang dirinya sendiri. Di dalam masalah sosial, dia melibatkan perasaannya tentang hubungannya dengan yang lain, dan menyiasati bagaimana perasaannya tentang dirinya sendiri mungkin mempengaruhi hubungan – hubungan ini. Di dalam masalah akademik, dia melibatkan perasaannya tentang kompetensi dan ketertarikannya.

    Untuk menggunakan Model Pengajaran non-direktif secara berkesan, seorang guru harus mempunyai keinginan untuk menerima bahwa seorang pelajar dapat memahami akan dia dan kehidupannya sendiri. Guru tidak berusaha untuk menghakimi, menasihati, menenangkan, atau membesarkan hati pelajar.Guru tidak berusaha untuk mendiagnosis permasalahan. Pada model ini, guru menentukan fikiran dan perasaan personal sementara dan merefleksikan fikiran dan perasaan yang dimiliki pelajar. Dengan melakukan ini, guru menyampaikan pemahaman yang mendalam dan menerima perasaan yang dimiliki pelajar.

    Roger menyimpulkan bahwa sebagian keadaan benar – benar sukar untuk merasakan perspektif yang dimiliki pelajar, khususnya jika pelajar bingung. Strategi hanya berperanan jika guru memasukkan dunia pemahaman pelajar dan meninggalkan di belakang rujukan tradisional. Mengembangkan sebuah kerangka rujukan tidaklah mudah pada awalnya, akan tetapi hal ini perlu jika guru memahami pelajar, tidak pelajarnya saja. Salah satu pentingnya kegunaan pengajaran non-direktif terjadi ketika sebuah kelas menjadi membosankan dan guru termasuk dirinya sendiri yang mendorong pelajar melalui latihan – latihan dan pokok permasalahan.

    Model Pengajaran Synectics

    Istilah synectics diambil dari bahasa Yunani, yang merupakan gabungan kata syn berarti menggabungkan dan ectics berarti unsur yang berbeda. Dalam dunia keilmuan, synectics biasanya berhubungan dengan kreativitas dan pemecahan masalah, selain itu juga berhubungan dengan dinamik kelompok dalam latihan berfikir. Pada awalnya, synectics dikembangkan dalam dunia industri namun dalam perkembangannya ternyata berjaya diterapkan dalam dunia pendidikan dan dikenali sebagai salah satu model pembelajaran yang berkesan untuk mengembangkan kreativitas

    Orientasi Model Pengajaran Synectics

    Synetics dikembangkan oleh William Gordon dan merupakan model pembelajaran yang menggunakan analogi untuk mengembangkan kemampuan berfikir dari berbagai sudut pandangan. Analogi dianggap mampu mengembangkan kreativitas karena dalam analogi ada usaha untuk menghubungkan antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang ingin dipahami.Terdapat tiga jenis analogi yang digunakan dalam model pembelajaran synectics, yaitu:
    1) Analogi langsung yaitu kegiatan perbandingan sederhana antara dua objek atau gagasan. Dalam pembandingan ini, dua objek yang dibandingkan tidak harus sama dalam semua aspek, karena tujuan sebenarnya adalah untuk mentranformasikan keadaan objek atau situasi masalah sebenar pada situasi masalah lain sehingga terbentuk suatu cara pandangan baru. Pada analogi ini pelajar, diminta untuk menemukan situasi masalah yang sejajar dengan situasi kehidupan sebenar. Misalnya bagaimana cara untuk memindahkan perabot yang berat kedalam ruang kelas, boleh dianalogikan dengan bagaimana cara haiwan membawa anak-anaknya. Untuk melihat keberkesanan sesuatu analogi langsung dilihat dari jarak konseptualnya, semakin jauh jarak konseptualnya, maka semakin tinggi skor analoginya.
    2) Analogi personal yaitu kegiatan untuk melakukan analogi antara objek analogi dengan dirinya sendiri. Pada analogi ini, pelajar diminta menempatkan dirinya sebagai objek itu sendiri. Untuk melihat keberkesanannya, analogi personal boleh dilihat dari banyaknya ungkapan yang dikemukakan. Semakin banyak ungkapan yang dikemukakan maka semakin tinggi skor analogi personalnya. Dalam kegiatan membuat analogi personal, pelajar melibatkan dirinya sebagai objek atau gagasan yang dibandingkan. Misalnya pelajar disuruh untuk membandingkan dirinya dengan sebuah mesin, kemudian ditanyakan bagaimana perasaannya seandainya itu terjadi? Apa yang dirasakan seandainya mesin itu dihidupkan? Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengarahkan jarak konseptual terbentuk dengan baik, semakin besar jarak konseptual maka akan semakin besar kemungkinan diperoleh gagasan baru. Menurut Gordon, jarak konseptual boleh dilihat dari adanya keterlibatan dalam proses analogi. Selanjutnya dijelaskan adanya empat keterlibatan yang mungkin terjadi ketika melakukan analogi, yaitu:
    a) Keterlibatan terhadap fakta yaitu proses analogi terhadap fakta yang dikenalpasti tanpa menggunakan cara pandang baru dan tanpa keterlibatan empati, misalnya: seandainya saya menjadi mesin maka saya merasa panas.
    b) Keterlibatan dengan emosi yaitu proses analogi dengan melibatkan unsur emosi, misalnya: seandainya saya menjadi mesin maka saya menjadi kuat.
    c) Keterlibatan dengan empati pada benda-benda hidup yaitu proses analogi dengan melibatkan emosi dan kinestatik pada objek analogi, misalnya: seandainya saya menjadi kereta, saya merasa seperti sedang mengikuti lumba balapan, dan saya jadi tergesa-gesa.
    d) Keterlibatan dengan empati pada benda-benda mati yaitu proses analogi dengan menempatkan diri subjek sebagai suatu objek anorganik dan mencuba memperluas masalah dari pandangan simpati, misalnya, seandainya saya menjadi mesin, saya tidak tahu bila harus berjalan dan bila harus berhenti. Seseorang akan bekerja untuk saya.
    3) Analogi konflik, yang ditekan pada analogy ini yaitu kegiatan untuk mengkombinasikan titik pandangan yang berbeda terhadap suatu objek sehingga terlihat dari dua kerangka acuan yang berbeda. Hasil kegiatan ini berupa deskripsi tentang suatu objek atau gagasan berdasarkan dua kata atau frasa yang kontradiktif, misalnya: bagaimana komputer itu dianggap sebagai pemberani atau penakut? Bagaimanakah mesin kereta dapat tertawa atau marah? Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperluas pemahaman tentang gagasan-gagasan baru dan untuk memaksimakan unsur kejutan, karena itu maka kegiatan analogi ini dianggap sebagai kegiatan mental peringkat tinggi. Pada analogi ini, pelajar diminta menyebutkan suatu objek secara berpasangan. Semakin banyak pasangan yang disebutkan, semakin tinggi skor yang diperoleh. Berdasarkan pasangan kata tersebut, pelajar diharapkan mengemukakan objek sebanyak-banyaknya yang bersifat kontaradiktif, kemudian diminta menjelaskan mengapa benda tersebut bersifat kontradiktif.

    c. Penerapan Synectics dalam Pembelajaran
    Synectics sebagai salah satu model pembelajaran mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah :
    1) Mampu meningkatkan kemampuan untuk hidup dalam suasana yang kompleks dan menghargai adanya perbezaan;
    2) Mampu merangsang kemampuan berfikir secara kreatif;
    3) Mampu mengaktifkan kedua-dua belah otak;
    4) Mampu mewujudkan pemikiran baru. Selain itu, kelebihan dari metode synectics yang lainnya adalah boleh dikombinasi dengan model yang lain.

    Pada proses yang terjadi dalam synectics, seseorang mampu mengatasi hambatan mental yang membelenggunya. Selain itu, kemampuan berfikir divergen dan kemampuan untuk memecahkan masalah akan terus berkembang. Selanjutnya, ia menjelaskan strategi yang harus dilalui ketika membuat sesuatu yang asing menjadi lazim atau membuat yang lazim menjadi asing yaitu:
    1) Mendefinisikan atau menggambarkan situasi saat ini atau masalah yang sedang dihadapi;
    2) Menulis gagasan tentang analogi langsung;
    3) Menulis reaksi terhadap hasil analogi langsung;
    4) Mengeksplorasi sesuatu yang menjadi konfliks;
    5) Membuat analogi langsung yang baru; dan
    6) Mengujinya dalam situasi yang sebenar.

    Selanjutnya, ia juga menjelaskan tentang strategi tersebut dalam praktik pembelajaran yang dalam praktiknya terbagi menjadi tujuh tahap yaitu:
    1) Masukkan bahan yaitu guru mengemukakan permasalahan pada pelajar untuk diselesaikan;
    2) Pembuatan analogi langsung dengan cara guru menyuruh pelajar untuk membuat analogi langsung dan pelajar melakukannya;
    3) Guru mengidentifikasi hasil analogi yang telah dibuat pelajar;
    4) Pelajar menjelaskan kemiripan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim;
    5) Pelajar menjelaskan perbezaan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim;
    6) Pelajar mengeksplorasi topik yang bersifat original; dan
    7) Pelajar menghasilkan suatu produk melalui analogi langsung.

    Penerapan synectics dalam pembelajaran menurut Joyce seharusnya mengandungi tiga prinsip yaitu:
    1) Prinsip reaksi merujuk kepada respon guru terhadap pelajarnya. Diharapkan guru menerima semua respon pelajar dalam apapun bentuknya dan menjamin bahawa hal tersebut seolah-olah merupakan ungkapan kreatif pelajar, akan tetapi melalui pertanyaan evokatif, guru dapat merangsang lebih lanjut kemampuan berfikir kreatifnya;
    2) istem sosial mendeskripsikan peranan dan hubungan antara guru dan pelajar serta mendeskripsikan jenis norma yang disarankan. Sistem sosial dalam synectics terstruktur secara sederhana, yang dalam praktiknya berupa guru mengawal dan mengarahkan pelajar untuk memecahkan masalah melalui analogi, mengembangkan kebebasan intelektual, dan memberikanhadiah yang nantinya akan menjadi kepuasan dalaman pelajar yang diperoleh dari pengalaman belajar;
    3) Sistem pendukung mengacu pada keperluan yang diperlukan untuk implementasi. Sistem pendukung dalam kegiatan synectics terdiri dari pengalaman guru tentang kegiatan synectics, lingkungan yang nyaman, makmal, atau sumber belajar lainnya.

    http://3.bp.blogspot.com/_l-1K2-xFfN8/THaVnq0MdeI/AAAAAAAAADQ/HHMyG0cC7q8/s400/t_synectics.jpg

    1. Model Pengajaran Latihan Kesadaran (Awareness Training)
      a. Orientasi Model
      Model ini mempakan suatu model pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran manusia. Model ini dikembangkan oleh Milliam Schutz. la menekankan pentingnya pelatihan interpersonal sebagai sarana peningkatan kesadaran pribadi (pemahaman diri individu). Mengapa demikian? Karena ia percaya bahwa ada empat tipe perkembangan yang dibutuhkan untuk merealisasikan potensi individu secara utuh, yaitu: (1) fungsi tubuh, (2) fungsi personal, termasuk di dalamnya akuisisi pengetahuan dan pengalaman, kemampuan berpikir logis dan kreatif dan integrasi intelektual, (3) perkembangan interpersonal dan (4) hubungan individu dengan institusi-institusi sosial, organisasi sosial dan budaya masyarakat.
      Kunci utama prosedur pengajaran model ini didasarkan atas teori encounter. Teori ini menjelaskan metode untuk meningkatkan kesadaran hubungan antar-manusia yang didasarkan atas keterbukaan, kejujuran, kesadaran diri, tanggung jawab, perhatian terhadap perasaan diri sendiri atau orang lain, dan berorientasi pada kondisi saat ini.

    b. Aplikasi pengajaran latihan kesadaran
    Sampai saat ini, masih sangat sedikit sekolah atau guru yang menerapkan model ini. Permainan-permainan sederhana dapat dilakukan untuk keperiuan ini. Model ini juga dapat dilakukan sebagai selingan yang tidak memakan waktu terlalu banyak. Dalam pelaksanaan diskusi, keterbukaan dan kejujuran menjadi sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini dapat meningkatkan perkembangan emosi.
    Prosedur pembelajaran pelatihan kesadaran hanya meliputi dua tahap, yaitu: tahap 1 menyampaikan tugas dan menyelesaikannya dan tahap 2 mendiskusikan atau menganalisis Tahap 1. Untuk memperjelas masing-masing tahap dapat dilihat pada tabel dibawah ini dengan penjelasan materi fluida!
    Fase
    Kegiatan
    Fase satu
    · Menyampaikan tugas.
    · Menyelesaikan tugas.

    Mengamati aliran udara, membuat alat ukur kecepatan udara dan menggunakan alat ukur yang dibuat untuk mengukur kecepatan aliran udara.
    Fase dua.
    · Mendiskusikan hasil pembuatan alat ukur.

    · Menggunakan alat ukur untuk mengukur kecepatan aliran udara dan kecepatan aliran air di alam terbuka, kecepatan aliran angin dari kipas angin, dan kecepatan aliran air di kran

    · Mempresentasikan hasil

    · Membuat alat ukur kecepatan udara dari bahan sederhana dan menentukan berapa besar alairan kecepatan udara di alam terbuka dan menghitung kecepatan aliran udara yang di hasilkan oleh kipas angin.
    · Menganalisis fungsi alat dan dan kemampuan alat yang di buat dapat dapat di gunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara, aliran air dan batas kemampuan alat untuk dapat digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara di alam terbuka, kecepatan aliran air di sungai dan mengukur kecepatan aliran udara dari kipas angin dan kecepatan aliran air dari kran air di rumah.
    · Mempresentasikan hasil yang diperoleh.

    1. Model Pengajaran Pertemuan Kelas (Classroom Meeting Model)
      a. Pengertian Model Pengajaran Pertemuan Kelas
      William Glasser sebagai tokoh model Pertemuan Kelas ini bertolak dari pandangan psikologis, yang berasurnsi bahwa kekacauan psikologis yang dialami seseorang karena adanya campur tangan budaya atas kebutuhan vital biologis manusia berupa sex dan aggression. Kebutuhan kebutuhan vital psikologis manusia yang paling esensial ialah mencintai dan dicintai. Ketidakpuasan dalam hal cinta ini menimbulkan ber bagai sindrom seperti gejala takut tanpa alasan, depresi, dan sebagainya. Di dalam kelas cinta itu menjelma dalam bentuk tanggung jawab sosial, yaitu suatu tanggung jawab untuk membantu individu-individu lainnya. Tanggung jawab ini akan membawa kepada suatu penilaian diri sendiri dan merasakan sebagai pribadi yang capable.
      Pendidikan dalam hal ini ialah pendidikan akan tanggung jawab sosial. Pendidikan untuk tanggung jawab sosial ini mencakup berpikir, pernecahan masalah, dan pengambilan keputusan baik sebagai individu maupun kelompok tentang pokok-pokok yang berkaitan dengan siswa itu. menurut Glasser terdapat 3 (tiga) tipe perternuan kelas itu yakni sebagai berikut: (1) perternuan pemecahan masalah, (2) pertemuan open-ended, (3) perternuan diagnosis pendidikan. Ketiga tipe tersebut di atas masing-masing berbeda fokusnya. tipe pertemuan pernecahan masalah menyangkut diri sendiri dengan masalah tingkahlaku dan masalah social, tetapi dapat pula mengenai persahabatan, kesendirian dan pilihan jurusan.

    b. Orientasi Model Pengajaran Pertemuan Kelas
    Orientasi pertemuan selalu positif yang menuju kepada pemecahan dan bukan pada mencari kesalahan. Adapun pada tipe pertemuan open-ended pebelajar diberikan pertanyaan-pertanyaan pemikiran provokatif yang berkaitan dengan kehidupan mereka.Mungkin pula pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berhubungan dengan kurikulum kelas. Perbedaan antara pertemuan open-ended dengan diskusi kelas ialah bahwa pada pertemuan open-ended pertanyaan guru secara khusus tidak mencari jawaban-jawaban faktual.
    Model pertemuan (diskusi) kelas terdiri atas enam tahap, yaitu (1) menciptakan ikiim (suasana) yang kondusif, (2) menyampaikan permasalahan diskusi, (3) membuat penilaian pribadi, (4) mengidentifikasi alternatif tindakan solusi, (5) membuat komitmen, dan (6) merencanakan tindak lanjut tindakan.

    c. Aplikasi Model Pengajaran Pertemuan Kelas
    Guru membuat komitmen bersama untuk melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut. Bila perlu membuat aturan bersama berikut sanksi bag yang melanggarnya. Pada pertemuan berikutnya, setelah langkah-langkah yang disepakat dilaksanakan guru mengevaluasi efektivitas pelaksanan tersebut. Model pertemuan kelas ini dapat dilakukan maksimal tiga kali dalam sehari. Tapi, biasanya sekali sehari sudah cukup tergantung dari permasalahan yang dihadapi.
    Pembelajar hanya menstimulasi berpikir mengenai apa yang pebelajar tahu atas subjek yang didiskusikan. Sedangkam pertemuan diagnosis pendidikan dikaitkan dengan apa yang sedang dipelajari di kelas. Tujuannya untuk mendapatkan apakah kelas tidak memahami pelajaran. Dalam hal ini bukan untuk menilai peelajar, melainkan untuk menemukan apa yang mereka tahu dan mereka tidak tahu. Jadi pembelajar tidak menilai dalam diskusi-diskusi. Pebelajar boleh menyampaikan pendapat dengan bebas dan menarik kesimpulan tentang apa yang dianggapnya tepat. Meskipun Glasser mengemukakan 3 (tiga) tipe pertemuan kelas yang berbeda, namun mempunyai mekanisme yang sama. Untuk mendapatkan gambaran tentang struktur model pertemuan kelas ini dapat kita kemukakan sebagai berikut:

    (1) Sintaks
    Sintaks dalam model pengajaran pertemuan kelas ini terdiri dari beberapa fase yaitu: (a) fase I : pembelajar menciptakan suasana yang tenang, (b) fase II : pembelajar dan pebelajar menyatakan masalah-masalah yang akan didiskusikan, (3) fase III : pembelajar menyuruh pebelajar melakukan penilaian pribadi, (d) fase IV : pembelajar dan pebelajar mengidentifikasikan alternafif segi-segi pelajaran yang akan didiskusikan, (e) fase V : pebelajar membuat suatu commitment tingkah laku dan (f) Fase VI : pembelajar rnembuat kelompok tindak lanjut tingkah Iaku.
    (2) Prinsip reaksi
    Reaksi guru bersumber pada 3 (tiga) prinsip yaitu: (a) prinsip keterlibatan, (b) pembelajar tidak memberi penilaian dan (c) pembelajar mengidentifikasikan, memilih dan mengikuti alternative-alternatif studi tingkah laku
    (3) Sistem sosial
    Pembelajar sebagai moderator kegiatan-kegiatan. Tetapi pada fasa-fase tertentu ia mengambil inisiatif atau mengakhiri kegiatan bersama pebelajar.
    (4) Sistem Pendukung
    Sistem pendukungnya terutama terletak pada kompetensi pembelajar yaitu pribadi yang menyenangkan dan keterampilan interpersonal dan penguasaan teknik diskusi.
    Penggunaan model Pertemuan Kelas ini diarahkan untuk mencapai direct dan indirect effects seperti terlihat pada diagram

  • Identifikasi Kebutuhan Belajar Peserta Didik

    Identifikasi Kebutuhan Belajar Peserta Didik

    Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, pemenuhan kebutuhan belajar peserta didik merupakan aspek yang penting. Aspek ini bisa dianggap sebagai pra kondisi dari aktivitas belajar peserta didik terkiat dengan keadaan psikologi peserta didik.


    Pengertian Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran

    Kebutuhan belajar dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan keadaan saat ini dibandingkan dengan keadaan yang seharusnya dalam redaksi yang berbeda tapi sama, M. Atwi Suparman (2001: 63) dengan kata lain setiap keadaan yang kurang dari seharusnya menunjukkan adanya ‘kebutuhan’. Apabila kesenjangan itu besar atau menimbulkan akibat lebih jauh perlu ditempatkan sebagai prioritas yang yang harus diatasi. Jangan melompat ke ‘pemecahan masalah’ sebelum yakin ‘apa masalahnya’.

    Kebutuhan adalah kecenderungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan kelakuan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebutuhan muncul sebagai akibat adanya perubahan (internal change) dalam organism atau akibat pengaruh kejadian-kejadian dari lingkungan organism (Oemar Hamlik : 1978)

    Kebutuhan belajar bersumber dari adanya kebutuhan yang secara bawahan (Inhaerent) dipunyai individu semenjak ia dilahirkan. Kebutuhan inilah yang merupakan tenaga pendorong bagi individu untuk hidup , untuk mempertahankan diri dari ancaman bahaya dan untuk berkembang terus. Menurut Maslow : Seorang ahli psikologi , kebutuhan dasar manusia itu berjenjang dari tingkat yang paling rendah sampai ke tingkat yang paling tinggi. Teori itu disebut sebagai teori “Jenjang Kebutuhan Manusia” Sebagai tenaga pendidik, dengan mengidentifikasi kebutuhan belajar paling tidak kita dituntut menyadari dua hal, yaitu mengapa kebutuhan belajar itu muncul dan untuk apa ia perlu dimunculkan?

    A. Mengidentifikasi Kebutuhan Pembelajaran

    Informasi adanya kesenjangan kopetensi peserta didik yang dicari dalam proses identifikasi kebutuhan pembelajaran adalah kopetensi peserta didik saat ini dibandingkan dengan kopetensi peserta didik yang seharusnya dikuasai. Kesenjangan yang dimaksud adalah kesenjangan pengetahuan,keterampilan atau sikap, bukan kesenjangan yang lain yang akan diatasi dengan desain pembelajaran.

    Dalam perencanaan pelaksanaan idendifikasi kebutuhan belajar, keterlibatan peserta didik sangat diperlukan, sumber-sumber atau potensi yang tersedia pada masing-masing individu, permasalahan dan prioritas masalah, dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran, akan di petakan sesuai kelompoknya,untuk kemudian dibuat kelompok sesuai kebutuhan belajar masing-masing. .Kebutuhan-kebutuhan belajar tersebut kemudian ditata secara cermat dan berurutan. Selanjutnya ditentukan urutan prioritas kebutuhan belajaran atas dasar kepentingan dan kesegeraannya untuk dipenuhi melalui kegiatan belajar.

    Secara umum,ada 3 hal yang perlu dilakukan dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran,yaitu:

    1. Menentukan kesenjangan penampilan siswa yang disebabkan kekurangan ‘kesempatan’ mendapatkan pendidikan/pelatihan
    2. Mengidentifikasi bentuk kegitan pembelajaran yang paling tepat
    3. Menentukan populasi sasaran yang dapat mengikuti kegiatan pembelajaran

    C. Proses Mengidentifikasi Kebutuhan Pembelajaran

    Instrumen Identifikasi Kebutuhan Belajar

    Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
    Kelas : V11
    Materi Ajar : Sub. Tema 2 / Membuat Laporan Teks Hasil Observasi

    Sebelum peserta didik mendapat materi tersebut,guru harus mengetahui sejauh mana pengetahuan dasar mereka tentang materi ajar yang akan diberikan. Jika mereka telah faham tentang teori/konsep membuat laporan teks hasil observasi, berarti guru tidak perlu memberikan materi tersebut,kegiatan berikutnya bisa langsung melalukan observasi kemudian peserta didik bias membuat laporan hasil pengamatannya dalam bentuk laporan tertulis. Untuk mengetahui kemampuan/pengetahuan dasar peserta didik tersebut,digunakan alat ukur berupa angket sebagai berikut!

    Angket Pemahaman Pesert Didik Terhadap Materi
    Membuat Teks Laporan Hasil Observasi

    IDENTITAS

    Nama : ……………………………………………
    Kelas : ……………………………………………

    PETUNJUK :

    1. Berilah tanda (X) pada salah satu jawaban dari pertanyaan di bawah ini!
    2. Kesungguhan dan kejujuran Anda dalam menjawab sangat kami harapkan.
    3. Atas bantuan Anda kami sampaikan terima kasih.

    Pertanyaan:
    1. Apakah anda tau apa itu laporan hasil observasi ?
    a. Ya b.Tidak
    2. Apakah anda pernah membaca/melihat teks berupa laporan hasil observasi?
    a. Ya b. Tidak
    3. Apakah anda pernah mendapatkan tugas membuat laporan hasil observasi?
    a. Ya b. Tidak
    4. Apakah anda tau bentuk laporan hasil observasi?
    a. Ya b. Tidak
    5. Apakah anda tau apa saja yang diperlukan untuk membuat laporan hasil observasi?
    a. Ya b. Tidak
    6. Apakah anda tau struktur laporan hasil observasi yang benar?
    a. Ya b. Tidak
    7. Apakah anda tau unsur-unsur yang harus termuat dalam laporan hasil observasi?
    a. Ya b. Tidak
    8. Apakah data yang diperoleh saat melakukan observasi dapat digunakan untuk membuat laporan hasil observasi?
    a. Ya b. Tidak
    9. Apakah kesalahan dalam memperoleh data saat melakukan observasi dapat berpengaruh pada penyusunan struktur laporan hasil observasi?
    a. Ya b. Tidak
    10. Apakah penyusunan laporan hasil observasi bisa dilaksanakan sebelum melakukan observasi?
    a. Ya b. Tidak

    D. Menilai Kesenjangan

    Menurut Suharsimi (1995) penilaian adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk (secara kualitatif). Penilaian bisa juga diartikan sebagai suuatu usaha untuk mendapatkan informasi secara berkesinambungan dan akurat tentang proses belajar mengajar yang telah dicapai dan langkah yang harus dilaksanakan sebelum memulai proses belajar mengajar selanjutnya. Dalam hal ini,penilaian kesenjngan yang didapat dari angket di atas bias dijadikan dasar untuk mengetahui;

    • Tingkat singnifikansi kesenjangan
    • Luas ruang lingkupnya
    • Pengaruh kesenjangan tersebut terhadap kegiaan belajar mengajar selanjutnya.

    E. Langkah-langkah Menulis Tujuan Instruksional

    Setelah melakukan identifikasi kebutuhan pembelajaran,selanjutnya desainer pembelajaran/guru dapat menyusun tujuan pembelajaran. Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa: (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).

    Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.

    Sebagai langkah lanjut,perumusan tujuan pembelajaran yang berupa pencapaian kopetensi (sebagai solusi),Berikut ini rumusan tujuan pembelajaran yang disampaikan. Anderson & Krathwohl (2001) merevisi taksonomi Bloom kawasan kognitif menjadi: Ingatan (C1),Pemahaman (C2),Penerapan (C3),Analisis (C4),Evaluatif (C5),dan Mencipta/Kreasi (C6)Dalam penyusunan rumusan tujuan

    pembelajaran diupayakan mengandung 4 kalimat/kata:

    1. Siapa (orang) yang akan belajar?
    2. Gunakan kata ‘akan dapat’ setelah orang yang akan belajar?
    3. Gunakan kata kerja aktif yang dapat diamati dan dapat diukur (observable & measurable)
    4. Objek/kompetensi/prilaku yang diharapkan,contohnya: peserta didik dapat menyusun teks deskripsi,dll

    Contoh perumusan Tujuan Pembelajaran:

    Menentukan Tujuan Pembelajaran
    Kelas/Semester : VII/1
    Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
    Materi Pokok : Menulis Teks Hasil Observasi
    Tema : Cinta Lingkungan Hidup (Teks Hasil Observasi)
    Subtema 1 : Cinta Lingkungan
    Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit
    Jumlah Pertemuan : 2 x Pertemuan

    A. Kompetensi Inti

    KI 3: Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,teknologi, seni budaya terkait penomena dan kejadian yang tampak mata).
    KI 4: Mencoba,mengolah, dan menyaji, dalam ranah konkret( menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori).

    B. Kompetensi Dasar

    3.1 Memahami teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan

    C. Indikator Pencapaian Kompetensi

    1. Mengetahui isi teks hasil observasi
    2. Mengetahui struktur teks hasil observasi
    3. Mengetahui ciri bahasa teks hasil observasi

    D. Tujuan Pembelajaran

    1. Setelah membaca teks hasil observasi dan mendiskusikannya peserta didik dapat mengetahui isi teks hasil laporan observasi baik secara lisan maupun tulisan.
    2. Setelah membaca teks hasil observasi dan mendiskusikannya peserta didik dapat mengetahui struktur teks hasil laporan observasi baik secara lisan maupun tulisan
    3. Setelah membaca teks hasil observasi dan mendiskusikannya peserta didik dapat mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam teks hasil laporan observasi baik secara lisan maupun tulisan
    4. Setelah membaca dan mempelajari teks laporan hasil observasi,peserta didik dapat menulis teks laporan hasil observasi dari data yang diperoleh di lapangan.
  • Indikator Efektivitas Pelayanan

    Studi mengenai efektivitas bertolak dari variabel-variabel artinya konsep yang mempunyai variasi nilai, dimana nilai-nilai tersebut merupakan ukuran daripada efektivitas. Menurut Sudarwan Danim dalam bukunya Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok yang menyebutkan beberapa variabelyang mempengaruhi efektivitas, yaitu:

    Variabel bebas (independent variable)

    Yaitu variabel pengelola yang mempengaruhi variabel terikat yang sifatnya given dan adapun bentuknya, sebagai berikut:

    1. Struktur yaitu tentang ukuran;
    2. Tugas yaitu tugas dan tingkat kesulitan;
    3. Lingkungan yaitu keadaan fisik baik organisasi, tempat kerja maupun lainnya;
    4. Pemenuhan kebutuhan yaitu kebutuhan fisik organisasi, kebutuhan di tempat kerja dan lain-lain.

    Variabel terikat (dependent variable)

    Yaitu variabel yang dapat dipengaruhi atau dapat diikat oleh variabel lain dan berikut adalah contoh dari variabel terikat, yaitu:
    a. Kecepatan dan tingkat kesalahan pengertian;
    b. Hasil umum yang dapat dicapai pada kurun waktu tertentu.

    1. Variabel perantara (interdependent variable)
      Yaitu variabel yang ditentukan oleh suatu proses individu atau organisasi yang turut menentukan efek variabel bebas. (Danim, 2004:121-122).
      Berdasarkan pendapat di atas, bahwa terdapat tiga variabel yang mempengaruhi efektivitas, yaitu pengelola (variabel bebas), variabel terikat dan variabel perantara. Struktur, tingkat kesulitan dan kebutuhan fisik organisasi mempengaruhi hasil umum yang dicapai dengan dipengaruhi juga oleh suatu proses individu atau organisasi yang ikut menentukan efek variabel bebas. Variabel bebas dan variabel perantara secara bersamaan mempengaruhi kecepatan atau tujuan yang hendak dicapai.
      Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, berkenaan dengan efektivitas pelayanan, Gibson, et.al (1996 : 30), menyebutkan bahwa “masing-masing tingkat efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab variabel oleh variabel lain (ini berarti sebab efektivitas)”.
      Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa tingkat efektivitas merupakan suatu sebab variabel berpengaruh terhadap variabel lain. Adanya suatu variabel yangmempengaruhi variabel lain menjadi sebab variabel yang terikat dapat berjalan efektif. Berdasar pada penjelasan tersebut, maka terlihat adanya faktor-faktor yang mengindikasi suatu variabel agar berjalan efektif.
      Efektivitas dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya adalah faktor internal maupun faktor eksternal suatu organisasi. Ronald 0’ Reffly mengemukakan faktorfaktor yang mempengaruhi efektivitas pelayanan adalah sebagai berikut:
    2. Rancangan Tugas
    3. Komposisi
    4. Konteks
    5. Proses (2003 : 119),
      Pendapat di atas menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelayanan diantaranya adalah Rancangan Tugas, Komposisi, Konteks, dan Proses. Pertama mengenai Rancangan Tugas, bahwa tim-tim kerja akan dapat berjalan dengan baik dalam memberikan pelayanan apabila memiliki kebebasan, kesempatan untuk memanfaatkan keterampilan-keterampilan dan bakat-bakat yang berbeda-beda, kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau produk secara menyeluruh dan sebuah tugas atau proyek yang memiliki dampak yang substansial terhadap pihak-pihak lain. Kedua mengenai Komposisi, bahwa kategori ini meliputi variabel-variabel yang berkaitan dengan bagaimana karakter dan tim kerja. Bagaimana kemampuan dan kepribadian dan para anggota tim kerja, ukuran tim kerja, fleksibilitas tim kerja dan preferensi para anggota

    untuk bekerja secara tim. Ketiga mengenai Konteks, yaitu bahwa tiga faktor konseptual yang signifikan berkaitan dengan kinerja tim adalah kehadiransumberdaya yang mencukupi, adanya kepemimpinan yang efektif dan sebuah evaluasi kinerja dan sistem imbalan yang menghargai sumbangan dan tim kerja. Kategori yang terakhir berkaitan dengan efektivitas adalah variabel proses. Variabel proses meliputi komitmen anggota terhadap sebuah tujuan bersama, penetapan tujuan ketetapan waktu dan yang terakhir adalah kelengkapan. Apabila keempat hal tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi, maka kualitas yang akan dicapai terpenuhi sesuai dengan apa yang diinginkan oleh organisasi.
    Amsyah menyebutkan indikator efektivitas pelayanan sistem informasi sebagai berikut:

    1. Volume pekerjaan
      Volume pekerjaan pengolahan data semakin banyak dan meluas;
    2. Akurasi
      Informasi harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya;
    3. Informasi tepat waktu
      Informasi itu harus tersedia atau ada pada saat informasi tersebul diperlukan;
    4. Biaya.
      Peningkatan biaya personel dan bahan baku pemakaian komputer adalah sama dengan pada operasional pengolahan data nonkomputer. (Amsyah, 2005:131)
      Indikator efektivitas tersebut di atas terdiri dari faktor-faktor sebagai berikutt:
      a. Volume pekerjaan
      Volume pekerjaan pengolahan data semakin banyak dan meluas, sedangkan kapasitas pengolahan di banyak organisasi masih terbatas, karena:
    5. Organisasi berkembang menjadi lebih besar, baik dalam ukuran, kerumitan, maupun lingkungan multinasionalnya
    6. Peningkatan hubungan jaringan kegiatan memerlukan dukungan data dan informasi dari unit, antarunit, antar pusat dan cabang, antar organisasi-organisasi dalam satu grup, atau antar organisasi dengan dengan pemerintahan.
    7. Peningkatan keperluan akan sumber daya manusia yang professional dalam menangani fungsi dan tugas masing-masing, dan dapat pula mengatur sistem informasi yang mendukung kegiatan pokok unit atau subunit bersangkutan.

    b. Akurasi
    Sering kali alat pengolah data digunakan jauh melebihi kapasitas kemampuannya, sehingga hasilnya menjadi tidak akurat dan pengawasan serta pemeliharaan alat menjadi kurang diperhatikan. Pengolahan dengan komputer pasti akan sangat akurat hasilnya, bila kegiatan tersebut sudah disiapkan sebaik mungkin.
    c. Informasi tepat waktu
    Informasi yang bernilai tinggi adalah bila dihasilkan tepat waktu. Pelaksanaan kerja dan proses pelayanan sangat memerlukan informasi dalam waktu yang tepat.
    d. Biaya
    Peningkatan biaya personel dan bahan baku pemakaian komputer adalah sama dengan pada operasional pengolahan data nonkomputer. Hal tersebut menyebabkan suatu organisasi lebih memilih penggunaan komputer.