Blog

  • Penyebab Kekeringan Di Indonesia Dan Penanggulangannya

    Kekeringan di Indonesia merupakan persoalan yang memiliki dampak yang cukup signifikan utamanya dalam bidang pertanian. Kekeringan yang terjadi terlalu lama bisa berdampak pada turunnya produksi tanaman dan merugikan petani. Selain itu, produksi pertanian yang rendah akan berakibat pada menurunnya kondisi pangan nasional bangsa dan menyebabkan stabilisasi perkeonomian mudah goyah. Hal lain yang bisa terjadi jika kekeringan terjadi terlalu lama adalah terganggunya sistem hidrolisis lingkungan dan manusia akan kekurangan air untuk dikonsumsi. Hal ini tentu sangat krusial sebab air merupakan salah satu unsur kehidupan yang mutlak tersedia untuk keberlangsungan hidup.

    Mencermati dampak yang disebutkan di atas, sudah saatnya kita memandang kekeringan di Indonesia khususnya tidak terjadi semata-mata karena faktor alamiah saja. Memang bisa dipahami bahwa Indonesia terletak di wilayah geografis dimana ia diapit dua benua juga dua samudera. Indonesia juga terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Semua fakta geografis ini membuat wilayah Indonesia rentan terhadap gejala kekeringan sebab iklim yang berlaku di wilayah tropis memang monsoon yang diketahi sangat sensitive terhadap perubahan ENSO atau El-Nino Southern Oscilation. ENSO inilah yang menjadi penyebab utama kekeringan yang muncul apabila suhu di permukaan laut pasifik equator tepatnya di bagian tengah sampai bagian timur mengalami peningkatan suhu.

    Meski demikian, para peneliti menyimpulkan bahwa anomaly ENSO tidak menjadi penyebab satu-satunya atas gejala kekeringan di Indonesia. Kekeringan umumnya diperparah penyebab lainnya antara lain:

    1. Terjadinya pergeseran daerah aliran sungai atau DAS utamanya di wilayah hulu. Hal ini membuat lahan beralih fungsi, dari vegetasi menjadi non-vegetasi. Efek dari perubahan ini aldalah sistem resapan air di atan yang menjadi kacau dan akhirnya menyebabkan kekeringan.
    2. Terjadinya kerusakan hidrologis wilayah hulu sehingga waduk dan juga saluran irigasi diisi oleh sedimen. Hal ini kemudian menjadikan kapasitas dan daya tamping menjadi drop. Cadangan air yang kurang akan memicu kekeringan parah saat musim kemarau tiba.
    3. Penyebab kekeringan di Indonesia lainnya adalah persoalan agronomis atau dikenal juga dengan nama kekeringan agronomis. Hal ini diakibatkan pola tanam petani di Indonesia yang memaksakan penanaman padi pada musim kemarau dan mengakibatkan cadangan air semakin tidak mencukupi.

    Kekeringan di Indonesia biasanya terjadi di wilayah pertanian tadah hujan, wilayah irigasi golongan, wilayah gardu liar dan juga titik endemic kekeringan. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai upaya untuk menanggulangi kekeringan di Indonesia, antara lain:

    1. Memperbaharui paradigma petani terkait kebiasaan memaksakan penanaman padi di musim kemarau.
    2. Membangun atau merehabilitasi jaringan sistem irigasi
    3. Membangung serta memelihara wilayah konservasi lahan juga wilayah resapan air.
    4. Mengaplikasikan juga memperhatikan lebih cermat peta rawa yang mengalami kekeringan.
    5. Menciptakan kalender tanam.
    6. Pemerintah menyediakan informasi perubahan iklim yang lebih akurat.
    7. dan lain-lain.
  • Memahami Interaksi Dalam Ekosistem

    Interaksi Dalam Ekosistem

    Berbicara soal ekosistem, pasti tak akan pernah lepas dari pola interaksi yang dibangun oleh komponen-komponen yang ada di dalamnya. Komponen tersebut, baik itu abiotik dan biotik, saling terkait satu sama lainnya. Masing-masing komponen tak bisa berdiri secara sendiri-sendiri sehingga pada akhirnya membentuk sebuah kesatuan harmoni. 

    Interaksi dalam ekosistem ini pada akhirnya akan melibatkan beberapa pola yakni interaksi antar-individu atau antar-organisme, interaksi antar-populasi serta interaksi antar-komunitas. Interaksi yang seimbang dan selaras akan berujung pada keseimbangan ekosistem yang menghasilkan harmoni.

    Interaksi Antar-organisme atau Antar-individu

    Memahami interaksi dalam ekosistem harus dimulai dari pengamatan terhadap interaksi antara individu yang satu dengan individu lainnya atau organisme yang satu dengan organisme lainnya. Interaksi ini adalah suatu hal yang mutlak sebab suatu individu tak akan pernah lepas dari individu lainnya. Interaksi antar-individu tersebut bisa dengan mudah dijumpai di dalam sebuah populasi atau suatu komunitas. Untuk memudahkan pemahaman, maka interaksi antar-individu tersebut dibagi ke dalam beberapa dua kelompok yakni:

    Simbiosis

    Simbiosis ini diartikan sebagai suatu pola hubungan bersama antara dua mahluk hidup yang berbeda jenis. Simbiosis ini kemudian dibagi lagi ke dalam 3 kelompok, antara lain:

    1. Simbiosis mutualisme. Hubungan ini adalah jenis hubungan dimana dua makhluk hidup yang berbeda tersebut saling diuntungkan. Contoh simbiosis mutualisme adalah hubungan di antara jamur dan ganggang, hubungan bunga dan lebah, burung jalak dan juga badak dan masih banyak lagi lainnya. Hubungan antara bunga dan lebah misalnya, keduanya mendapatkan keuntungan dimana lebah mendapatkan madu bunga sekaligus membantu bunga dalam melakukan penyerbukan.
    2. Simbiosis Paratisme. Hubungan ini melibatkan dua mahluk hidup berbeda jenis dimana tercipta hubungan yang menguntungkan dan merugikan. Mahluk hidup yang dirugikan disebut inang dan yang mendapat keuntungan disebut dengan parasit. Contoh hubungan ini adalah kutu di kepala manusia, jamur di kulit, cacing pita di lambung dan masih banyak lagi lainnya.
    3. Simbiosis Komensialisme. Hubungan yang satu ini melibatkan dua mahluk hidup yang berbeda dimana yang satu diuntungkan dan yang lainnya tidak dirugikan. Contoh hubungan ini adalah tanaman anggrek dan pohon tempat ia hidup, ikan hiu dengan ikan remora dan masih banyak lagi lainnya. Bunga anggrek bisa menempel dan “numpang hidup” di pohon mangga misalnya, namun si anggrek mampu membuat makanannya sendiri sehingga ia sama sekali tidak merugikan pohon mangga. Sementara itu pola hubungan ikan hiu dan remora juga terbilang unik sebab remora akan mendapatkan sisa makanan yang dikonsumsi oleh hiu dan hal tersebut sama sekali tidak merugikan si hiu.

    Antibiosis

    Antibiosis ini merupakan pola hubungan di antara makhluk hidup dimana salah satu individu mengeluarkan suatu zat yang bisa membahayakan individu lainnya. Contohnya jamur yang mengeluarkan racun yang menghambat atau bahkan mematikan makhluk hidup lainnya.

    Predatorisme

    Adalah suatu hubungan dimana makhluk hidup yang satu memangsa makhluk hidup lainnya. Contoh hubungan ini adalah kucing memangsa tikus atau burung elang yang memangsa ular dan masih banyak lagi lainnya.

    Interaksi Antar-populasi

    Interaksi dalam ekosistem juga melibatkan hubungan di antara populasi. Pola interaksi ini dibagi ke dalam beberapa kelompok yakni:

    1. Aleopati, yakni hubungan antara populasi dimana populasi yang satu menghasilkan sejumlah zat yang bisa menghalangi tumbuh dan kembangnya populasi lainnya. Contoh hubunga ini adalah pohon walnut yang jarang ditumbuhi tanaman lainnya di sekitar ia tumbuh sebab ia menghasilkan zat yang bersifat racun atau toksik. Pola hubunga ini disebut juga dengan nama anabiosa.
    2. Kompetisi, adalah pola hubungan di antara populasi dimana keduanya memiliki kepentingan yang sama sehingga berujung pada hubungan kompetisi untuk mendapatkan hal yang dituju tersebut. Contoh pola hubungan ini adalah binatang domba, zebra, sapi, kuda juga rusa yang hidup di ekosistem dan saling bersaing mendapatkan rumput sebagai makanan.

    Interaksi Antar-Komunitas

    Secara sederhana, komunitas diartikan sebagai kumpulan populasi yang berbeda di satu tempat yang sama dan saling menjalin interaksi. Misalnya saja hubungan populasi sawah dengan populasi sungai. Di dalam sungai terdapat banyak organisme membentuk populasi, kemudian sistem pangairan dari sungai ke sawah akan mempertemukan antara komunitas sawah dengan komunitas sungai dan akan terjadi peredaran nutrient dari air sungai ke sawah.

    Interaksi dalam ekosistem yang melibatkan komunitas sangat kompleks sebab tak hanya melibatkan bermcam-macam organisme tetapi juga melibatkan aliran makanan juga energi. Interaksi antara komunitas ini bisa diamati dengan jelas misalnya pada daur ulang karbon yang melibatkan dua jenis ekosistem yang berbeda misalnya antara ekosistem laut dan juga darat.

  • Penyebab Dan Dampak Kebakaran Hutan Di Indonesia

    Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas kedua di dunia. Keberadaan hutan ini tentunya merupakan berkah tersebdiri. Hutan merupakan ekosistem alamiah yang keanekaragaman hayatinya sangat tinggi. Keberadaan hutan di Indonesia sangat penting tak hanya untuk bangsa Indonesia tetapi juga bagi semua makhluk hidup di bumi. Hutan di Indonesia sering dijuluki sebagai paru-paru dunia. Hal ini wajar mengingat jumlah pepohonan yang ada di dalam kawasan hutan ini bisa mendaur ulang udara dan menghasilkan lingkungan yang lebih sehat bagi manusia. Sayangnya, akhir-akhir ini kebakaran hutan di Indonesia semakin sering terjadi. Penyebabnya bisa beragam yang dibagi ke dalam dua kelompok utama, alam dan campur tangan manusia. Menurut data statistik, kebakaran hutan di Indonesia sebanyak 90 % disebabkan oleh manusian dan selebihnya adalah kehendak alam.

    Kebakaran hutan di Indonesia adalah peristiwa dimana hutan yang digologkan sebagai ekologi alamiah mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh aktfitas pembakaran secara besar-besaran. Pada dasarnya, peristiwa ini memberi dampak negatif maupun positif. Namun, jika dicermati, dampak negatif kebakaran hutan jauh lebih mendominasi ketimbang dampak positifnya. Oleh sebab itu hal ini penting untuk dicegah agar dampak negatifnya tidak merugikan manusia terlalu banyak. Salah satu upaya pencegahan yang paling mendasar adalah dengan memahami penyebab terjadinya kebakaran hutan di Indonesia. Di dalam Kamus Kehutanan yang diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan RI, disebutkan bahwa kebakaran hutan disebabkan oleh alam dan manusia. Konteks alam mencakup musim kemarau yang berkepanjanganjuga sambaran petir. Sementara faktor manusia antara lain kelalaian membuang punting rokok, membakar hutan dalam rangka pembukaan lahan, api unggun yang lupa dimatikan dan masih banyak lagi lainnya.

    Kebakaran hutan di Indonesia perlu ditanggulangi secara tepat sebab peristiwa ini memiliki dampak buruk bagi kehidupan manusia. Apa saja? Berikut uraiannya:

    1. Kebakaran hutan akan menyebarkan sejumlah emisi gas karbon ke wilayah atmosfer dan berperan dalam fenomena penipisan lapisan ozon.
    2. Dengan terbakarnya hutan, satwa liar akan kehilangan rumah tempat mereka hidup dan mencari makan. Hilangnya satwa dalam jumlah yang besar tentu akan berakibat pada ketidakseimbangan ekosistem.
    3. Hutan identik dengan pohon. Dan pepohonan identik sebagai pendaur ulang udara serta akarnya berperan dalam mengunci tanah serta menyerap air hujan. Jika pepohonan berkurang, dipastikan beberapa bencana akan datang seperti bajir atau longsor.
    4. Kebakaran hutan di Indonesia akan membuat bangsa kita kehilangan bahan baku industri yang akan berpengaruh pada perekonomian.
    5. Jumlah hutan yang terus berkurang akan membuat cuaca cenderung panas.
    6. Asap dari hutan akan membuat masyarakat terganggu dan terserang penyakit yang berhubungan dengan pernapasan.
    7. Kebakaran hutan bisa berdampak pada menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke sebuah Negara.
  • Pengertian Rantai Makanan Beserta Contoh

    Pengertian rantai makanan erat hubungan dengan piramida energi.

    Pembagian Rantai Makanan

    Beberapa ahli ekologi membagi 4 jenis rantai pokok di dalam sistem rantai makanan, antara lain sebagai berikut:

    Rantai Pemangsa

    Rantai ini merupanan dasar utama dimana tumbuhan hijau berlaku sebagai produsen. Peraluhan energinya dimulai dari organisme herbivora atau penyantap tumbuhan mengkonsumsi tanaman. Organisme herbivora ini disebut juga dengan nama konsumen tingkat I. Selanjutnya, organisme yang menyantap tumbuhan tersebut dimangsa oleh organisme lainnya yang disebut karnivora. Si karnovora tersebut kemudian dinamai Konsumen tingkat II. Selanjutnya adalah organisme yang memangsa karnivora maupun herbivora yakni omnivore dan dikenal dengan nama lain Konsumen tingkat III.

    Rantai Parasit

    Siklus rantai yang satu ini diawali dari organisme yang besar sampai organisme yang hidup sebagai parasit dengan mengambil makanan dari inang-nya. Contoh rantai makanan yang satu ini adalah cacing pita, jamur, benalu dan juga bakteri.

    Rantai Saprofit

    Rantai yang satu ini diawali dari matinya suatu organisme dan kemudian berujung pada daur ulang atau penguraian oleh jasad renik. Contohnya adalah jamur dan juga bakteri. Masing-masing rantai tidak berdiri sendiri melainkan saling berkesinambungan satu sama lain.

    Rantai Makanan Menjadi Jaring Makanan

    Melihat pola di atas, bisa kita simpulkan bahwa rantai makanan adalah peristiwa dimana terjadi perpindahan energi atau makanan dari yang satu ke mahluk hidup lainnya dalam suatu urutan tertentu. Berikut contoh rantai makanan yang sederhana:

    Dari gambar di atas kita bisa melihat terjadi sejumlah peristiwa antara lain:

    1. Rerumputan atau tumbuhan dimakan oleh organisme tikus.
    2. selanjutnya, tikus dimangsa oleh sang ular.
    3. Kemudian ular tersebut dimangsa oleh burung elang.
    4. Saat sang elang meninggal, ia akan mati dan kemudian membusuk. Pada proses tersebut ia akan diuraikan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan kemudian diserap lagi oleh tanah tempat tanaman seperti rerumputan tumbuh.

    Peristiwa-peristiwa tersebut di atas adalah rantai makanan. Dalam urutan tersebut kita bisa dengan mudah mengidentifikasi yang mana konsumen tingkat I yakni tikus, konsumen tingkat ke-II yakni ular, dan konsumen tingkat ke-III yakni elang.

    Ada banyak contoh rantai makanan lainnya. Dengan demikian bisa disimpulkan bahawa terdapat ragam jenis rantai makanan. Apabila rantai makanan yang satu berkaitan dengan rantai makanan lainnya maka akan terbentuk sesuatu yang dikenal dengan istilah jaring-jaring makanan. Dalam jaring-jaring makanan, tidak ada lagi urutan yang runut seperti pada rantai makanan. Coba cermati gambar yang ada di atas, dimana konsumen tingkat pertama tidak hanya satu, demikian selanjutnya.

  • Defenisi Kawasan Pesisir dan Pania Menurut Ahli

    Defenisi kawasan pesisir tidak terbatas pada daerah sekitar pantai. Pesisir pantai memiliki karakteristik lain seperti pertemuan air asin dan air tawar, biota dengan spesies tertentu.

    Kawasan Pesisir

    1. “Wilayah daratan dan wilayah laut yang bertemu di garis pantai di mana wilayah daratan mencakup daerah yang tergenang atau tidak tergenang air yang dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi air laut. Sedangkan wilayah laut mencakup perairan yang dipengaruhi oleh proses-proses alami daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar ke laut serta perairan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia di darat” (Bengen, 2000:3).
    2. Menurut Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir (2001), pengertian dari kawasan  pesisir adalah “wilayah pesisir tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya”
    3. Wilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut (shore) yang meluas kearah daratan hingga batas pengaruh marin masih dirasakan (Bird, 1969 dalam Sutikno, 1999).
    4. Sorensen dan McCreary, dalam karya mereka “Institutional Arrangement for Managing Coastal Resources and Environments”, kawasan pesisir didefinisikan sebagai “perbatasan atau ruang tempat berubahnya dua lingkungan utama, yaitu laut dan daratan”.
    5. Wilayah peralihan antara darat dan laut di mana bagian lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, dan bagian daratannya masih dipengaruhi oleh akitivitas lautan (Ketchum,1972)

    Kesimpulan

    Definisi pesisir menurut saya, “merupakan tempat bertemunya lingkungan lautan dan daratan, di mana batas pesisir di daratan merupakan wilayah yang masih dapat di rasakan hawa atau pengaruh lautnya dan batas pesisir di laut merupakan wilayah yang masih dapat di rasakan pengaruh daratannya seperti bercampurnya air tawar dan air asin”.

  • Laporan Praktikum Konservasi Tanah dan Air

    Praktikum Konservasi Tanah dan Air

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Mata kuliah Konservasi Tanah dan Air adalah mata kuliah yang mempelajari bagaimana teknik-teknik untuk mengawetkan tanah dan air sehingga produktivitas lahan dapat terjaga. Mata kuliah ini lebih menekankan pada sifat fisik tanah (tekstur dan struktur tanah) daripada kesuburan tanah. Erosi dapat menyebabkan produktivitas lahan menurun karena menyebabkan hilangnya lapisan top soil pada tanah, yang pada gilirannya lahan menjadi tidak mampu mendukung pertumbuhan optimal tanaman. Top soil adalah bagian atas tanah merupakan tempat media tumbuh tanaman yang amat subur. Menurut Bennet (1989 dalam Bafdal et al., 2011) dibutuhkan waktu 300 – 1000 tahun untuk membentuk 1 cm lapisan tanah top soil dari parent material. Menyimak pendapat Bennet ini, maka diperlukan perhatian untuk menjaga ketebalan top soil dari proses erosi.

    Di Indonesia masalah erosi merupakan masalah nasional karena dampak dari kejadian erosi dapat menimbulkan bermacam-macam kerugian, misalnya di sektor pertanian dapat menurunkan produktivitas lahan sementara di bidang kesehatan terjadinya banjir khususnya di perumahan penduduk yang dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit. Praktikum konservasi tanah dan air ini menekankan perhitungan, prediksi, dampak dan penanggulangan dalam konteks usaha pertanian, sehingga diharapkan dapat membekali para mahasiswa pertanian untuk mempunyai kemampuan baik dalam bidang pengelolaa erosi pada lahan pertanian.

    B. Tujuan Praktikum

    Tujuan praktikum konservasi tanah dan air adalah sebagai berikut:

    1. Memahami cara mengukur (prediksi) erosi dan nilai toleransi erosi pada suatu lahan.
    2. Dapat mengethaui status erosi pada suatu lahan dan memberikan rekomendasi praktik konservasi atau pengelolaan yang diperlukan.

    Bab II. Kajian Pustaka

    Brooks et al., (1991 dalam Bafdal et al., 2011) berpendapat bahwa penyebab terjadinya erosi ada dua, yaitu air dan angin. Indonesia sebagai Negara tropis sangat jarang atau dapat dikatakan tidak pernah terjadi erosi yang disebabkan oleh angin. Erosi yang terjadi di Indonesia hanya disebabkan oleh air. Mekanisme terjadinya erosi oleh Schwab (1999 dalam Bafdal et al., 2011) diidentifikasikan menjadi tiga tahap, yaitu (i) detachment (penghancuran tanah dari agregat tanah menjadi partikel-partikel tanah); (ii) transportation (pengangkutan partikel tanah oleh limpasan hujan atau run-off dan (iii) sedimentation (sedimen/pengendapan tanah tererosi; tanah-taanh tererosi akan terendapkan pada cekungan-cekungan yang menampung partikel-partikel tanah akibat top soil yang tergerus akan menjadi area pertanian yang subur.

    Bafdal (2000 dalam Bafdal et al., 2011) berpendapat dilihat dari tekstur tanah maka tekstur pasir lebih mudah terhancurkan oleh butiran-butiran hujan dibandingkan dengan tekstur lainnya, karena daya ikat antar partikel tanah yang lemah atau sedikitnya tekstur liat (yang berfungsi sebagai semen diantara partikel-partikel tanah). sedangkan tekstur liat paling mudah diangkut (transportasi) dibandingkan tekstur lainnya karena ukuran partikel tanah yang kecil dibandingkan dengan tekstur lainnya.

    Baver (1989 dalam Bafdal et al., 2011) menggambarkan hubungan fungsi erosi dengan faktor-faktor penyebab erosi sebagai berikut:

    E = f(C;S;V;T;H)

    Dimana: f = fungsi

          C  = faktor iklim

          S  = faktor tanah

          V = faktor vegetasi

          T  = faktor topografi

          H = faktor tindakan manusia

    Menurut Bafdal et al., (2011), penjelasan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi adalah sebagai berikut:

    1.     

    Iklim

    a.       Jumlah Curah hujan

    Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya sedikit.

    b.      Intensitas curah hujan

    Morgan (1963) menyimpulkan bahwa rata-rata kehilangan tanah perkejadian hujan meningkat seiiring dengan meningkatnya intensitas hujan. Hal ini dikarenakan pada intensitas yang besar ukuran butiran hujan meningkat seiiring dengan meningkatnya intensitas, tetesan butiran hujan ini memiliki energi kinetik yang cukup besar sehingga penghancuran agregat tanah berdampak besar pula dan intensitas besar mengakibatkan aliran air di permukaan akan lebih banyak.

    2. Tanah

    Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah terhadap pelepasan dan pengankutan. Erodibilitas bervariasi tergantung dari, sebagai berikut:

    a.       Tekstur tanah

    Tekstur tanah ialah perbandigan relatif (%) fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Peran tekstur tanah pada pertikel tanah yang besar menunjukkan sifat yang tahan terhadap transport karena membutuhkan tenaga yang besar untuk membawanya dan partikel yang lebih halus memiliki sifat yang tahan terhadap pelepasan karena sifat kohesinya. Tanah dengan kandungan debu tinggi merupakan tanah yang erodibel, mudah tererosi. Penggunaan kandungan liat sebagai indikator erodibilitas secara teori lebih memuaskan karena partikel liat menggabungkan dengan bahan organik untuk membentuk agregat tanah atau gumpalan dan itu adalah stabilitas yang ditentukan oleh ketahanan tanah.

    b.      Struktur tanah

    Struktur tanah adalah penyusunan partikel-partikel tanah primer seperti pasir, debu dan liat membentuk agregat-agregat, dimana antara satu

    agregat dengan agregat lainnya dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Stuktur tanah yang optimal dalam bidang pertanian adalah struktur remah, yang mempunyai perbandingan antara bahan padat dengan ruang pori–pori relatif seimbang. Keseimbangan perbandingan volume tersebut menyebabkan kandungan air dan udara mencukupi bagi pertumbuhan tanaman, dan menyebabkan akar cukup kuat bertahan. Tanah yang berstruktrur remah memiliki pori – pori diantara agregat tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat., sehingga dapat meloloskan air ke dalam tanah sehingga pada gilirannya limpasan hujan di atas permukaan tanah kecil.

    Misalnya pada stuktur tanah granuler dan lepas mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air, dengan demikian menurunkan laju limpasan air permukaan.

    c. Infiltrasi

    Permeabilitas merupakan kemudahan cairan, gas dan akar menembus tanah. Ruang pori total adalah volume yang ditempati oleh udara dan air. Presentase volume ruang pori total disebut porositas.

    d. Kandungan bahan organik

    Bahan organik terdiri dari sisa tanaman ataupun hewan dan telah terdekomposisi oleh mikroorganisme menjadi bahan organik. Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga mempunyai porositas tanah tinggi dan dapat mengawetkan air di dalam tanah. Fungsi bahan organik dalam pencegahan erosi antara lain dapat memperbaiki aerasi tanah dan mempertinggi kapasitas air tanah serta memperbaiki daerah perakaran. Peranan bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah menaikkan kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya tahan air tanah. Persentase bahan organik di dalam tanah tidak terlalu banyak hanya berkisar 2 sampai 3,5%; dengan banyaknya kandungan bahan organik di dalam tanah maka permeabilitas tanah akan meningkat.

    3. Vegetasi

    Pengaruh vegetasi pengaruh penutup tanah terhadap erosi adalah sebagai berikut: vegetasi mampu menangkap atau mengintersepsi butir air hujan sehingga energi kinetiknya terserap oleh tanaman dan tidak menghantam langsung pada permukaan tanah. Pengaruh intersepsi air hujan oleh tumbuhan penutup tanah pada erosi melalui dua cara yaitu memotong butir air hujan sehingga tidak jatuh ke bumi dan memberikan kesempatan terjadinya penguapan langsung dari daun dan dahan, selain itu menangkap butir hujan dan meminimalkan pengaruh negatif terhadap struktur tanah.

    Tanaman penutup tanah (cover crop) mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran sehingga mengurangi kecepatan aliran permukaan, dan selanjutnya memotong kemampuan aliran permukaan untuk melepas dan mengangkut partikel tanah. Perakaran tanaman meningkatkan stabilitas tanah dengan meningkatkan kekuatan tanah, granularitas dan porositas. Aktivitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak positif pada porositas tanah. Tanaman mendorong transpirasi air, sehingga lapisan tanah atas menjadi kering dan memadatkan lapisan di bawahnya.

    Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah tererosi, harus dilihat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan. Tumbuhan bawah (semak) lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi karena merupakan strata vegetasi terakhir yang akan menentukan besar – kecilnya erosi percikan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program konservasi tanah dan air melalui cara vegetatif, sistem pertanaman diusahakan agar tercipta struktur pelapisan tajuk yang serapat mungkin tanpa mengurangi persaingan unsur hara dan sinar matahari. Teknik konservasi tanah dan air baru dapat dikatakan berhasil bila tanah tertutup rapat sehingga memperkecil tumbukan butiran butir-butir hujan sementara produksi tidak terganggu.

    Pelindung tanaman mengurangi erosi diteliti oleh Henderson Research Station di Zimbabwe dimana pada periode 1953-1956 rata-rata kehilangan tanah tahunan sekitar 4.63 kg/m2 dibandingkan dengan 0.04 kg/m2 pada tanah dengan penutup tanah yang tebal dari jenis tanaman digitaria. Efektifitas pelindung tanaman dalam mengurangi erosi bergantung pada ketinggian dan kontinuitas dari kanopi, kerapatan dari pelindung dipermukaan tanah dan kerapatan akar. Ketinggian kanopi sangat penting karena air jatuh dari ketinggian 7 meter dapat melebihi 90 persen dari kecepatan terminal. Lebih lanjut, tetesan hujan yang terintersepsi oleh kanopi dapat bergabung pada daun membentuk tetesan yang lebih besar yang mana lebih erosif.

    4. Topografi

    Kemiringan dan panjang lereng menentukan besarnya kecepatan dan volume limpasan hujan. Menurut Nurpilihan (2000) bahwa secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah secara acak, pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak yang terlempar ke arah bawah dari pada ke atas, dengan proporsi yang makin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng. Selanjutnya, semakin panjang lereng cenderung makin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan baik kecepatan dan jumlah semakin tinggi. Kombinasi kedua variabel lereng ini menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng tetapi meningkat secara drastis dengan meningkatnya panjang lereng.

    5. Tindakan manusia

    Tindakan manusia yang semena-mena atau tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan air maka akan menyebabkan erosi yang dipercepat. Ditingkat lahan pertanian juga terjadi pelanggaran-pelanggaran kaidah konservasi tanah dan air; sebagai contoh adalah dalam teknik konservasi tanah dan air penanaman tanaman pertanian (budidaya pertanian) terutama di lahan miring haruslah ditanam memotong lereng atau searah kontur, kecuali bagi tanaman-tanaman yang buahnya di bawah permukaan tanah. Keadaan yang terjadi adalah bahwa tanaman budidaya pertanian masih banyak yang ditanam searah lereng atau tidak memotong lereng; hal ini tentu akan memacu erosi yang hebat.

    Sistem sawah sangat efektif untuk mencegah erosi, karena dengan dibentuknya petak-petak sawah akan mendorong dibuatnya sengkedan untuk sawah. Sistem pekarangan dan talun efektif juga dalam mengurangi erosi.

    Secara teori dapat dikatakan bahwa laju erosi harus seimbang dengan laju pembentukan tanah, namun dalam prakteknya sangat sulit untuk mencapai keadaan yang seimbang ini. Erosi merupakan proses alamiah yang tidak bisa dihilangkan, khususnya lahan-lahan yang diusahakan untuk pertanian. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas yang maksimum, yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah. Hal ini penting dilakukan pada lahan–lahan pertanian untuk membatasi tanah yang hilang, sehingga produktivitas lahan dapat dipertahankan.

    Menurut Buol, Hole dan McCracken 1973 dalam Suripin (2001 dalam Bafdal et al., 2011) laju pembentukan tanah di seluruh muka bumi berkisar antara 0,01 sampai 7,7 mm/tahun. Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus et al., 1999).

    Bab III. Metode Praktikum

    A.    Waktu dan Tempat Praktikum

    1.      Pengukuran curah hujan

    Pengukuran curah hujan tidak dilaksanakan, namun didapat langsung data curah hujan, dan data diunduh pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2014 pukul 10.24 WIB di Gedung B Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

    2.      Pengamatan struktur dan tekstur tanah

    Pengamatan lapang dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 16 November 2014, pukul 09.45 WIB di Desa Polokarto, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.

    3.      Analisis tekstur tanah

    Pengamatan laboratorium dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 13 Desember 2014, pukul 10.00 – 15.00 WIB, di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

    4.      Analisis kadar bahan organik

    Pengamatan di laboratorium dilaksanakan pada hari Kamis-Jum’at, tanggal 11-12 Desember 2014, pukul 08.00-13.30 WIB, di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

    5.      Analisis permeabilitas tanah

    Pengamatan laboratorium dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 26 November 2014 di Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

    6.      Penghitungan erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan erosi

    Pengukuran indeks erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan erosi diperbolehkan dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 19 Desember 2014 pukul 10.24 WIB di Gedung B Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

    B.  Alat

    1.      Praktikum Lapangan (survey keadaan lahan dan pengambilan sampel)

    a.       Peta dasar Jumantono (sumber rupa bumi)

    b.      Roll meter

    c.       Klinometer

    d.      Bor Tanah

    e.       Kompas

    f.        Ring sample

    g.      Pisau

    h.      Plastik kapasitas 1 kg

    i.        Kamera

    j.        Alat tulis

    k.      GPS

    2.      Praktikum Laboratorium

    a.       Analisis Tekstur Tanah Secara Kuantitatif

    1)      Gelas piala 800 ml

    2)      Penyaring berkefeld

    3)      Ayakan 50 mikron

    4)      Gelas ukur 500 ml

    5)      Pipet 20 ml

    6)      Pinggan aluminium

    7)      Dispenser 50 mkl

    8)      Gelas ukur 200 ml

    9)      Stpowatch

    10)  Oven berkipas

    11)  Pemanas listrik

    12)  Neraca analitik dengan ketelitian dua desimal

    b.      Analisis Bahan Organik Tanah

    1)      Labu takar 50 ml

    2)      Gelas piala 50 ml

    3)     Gelas ukur 25 ml

    4)     Pipet drop

    5)      Pipet ukur

    c.       Analisis Permeabilitas Tanah

    1)      Ring sampel

    2)      Bak perendam

    3)      Permeameter

    4)      Gelas piala

    5)      Jam/stopwatch

    6)      Penggaris

    7)      Gelas ukur

    C.    Bahan

    1.      Praktikum Lapangan

    a.       Contoh tanah terusik

    b.      Contoh tanah tidak terusik

    c.       Contoh tanah dalam ring sampel

    d.      Aquades

    2.      Praktikum Laboratorium

    a.       Analisis Tekstur Tanah Secara Kuantitatif

    1)      Contoh tanah kering angin lolos 2 mm sebanyak 10 g

    2)      H2O2 30%

    3)      H2O2 10% (H2O2 30% diencerkan tiga kali dengan air bebas ion)

    4)      HCl 2 N

    5)      Larutan Na4P2O7 4%

    6)      Aquadest

    b.      Analisis Bahan Organik Tanah

    1)      Ctka Ø 0.5 mm

    2)      K2CrO7 1 N

    3)      H2SO4 pekat

    4)      H3PO4 85%

    5)     FeSO4 1 N

    6)     Indikator DPA

    7)      Aquadest

    c.       Analisis permeabilitas tanah

    1)      Contoh tanah tidak terusik dalam ring sampel

    3.      Penghitungan erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan erosi

    a.       Data hari hujan tahun 2003-2012 Kecamatan Jumantono.

    b.      Data hujan maksismum (mm) tahun 2003-2012 Kecamatan Jumantono.

    c.       Data curah hujan bulanan (mm) tahun 2003-2012 Kecamatan Jumantono.

    D.    Cara Kerja

    1.      Pengukuran curah hujan

    a.       Mengumpulkan data curah hujan berupa data sekunder yang diperoleh dari stasiun penangkar hujan atau klimatologi Jumantono.

    b.      Mengkalibrasi satuan pengukuran dari cm menjadi mm.

    2.      Pengamatan struktur dan tekstur tanah

    a.       Melakukan pengamatan dilapang mengenai tekstur dan struktur tanah.

    b.      Mengambil contoh sampel tanah dengan menggunakan ring sampel untuk dianalisis permeabilitas tanah.

    c.       Mengambil contoh sampel tanah dengan mengambil 4 titik tersebar pada area kemudian dicampur merata, kemudian diambil ±500 g untuk pengujian laboratorium.

    3.      Analisis tekstur tanah

    a.       Menimbang 10 g ctka Ø 2 mm kemudian masukkan ke dalam gelas piala 500/1000 ml.

    b.      Menambahkan 50 ml aquades dan 15 ml H2O2 30% (diamkan sampai reaksi mereda).

    c.      Menambahkan 20 ml H2O2 30% dan panaskan sampai mendidih sekitar 5 menit.

    d.     Setelah dingin, menambahkan 20 ml HCl 2N dan panaskan (mendidih sekitar 5 menit).

    e.       Mendinginkan dan mengencerkan dengan aquades sampai 500/1000 ml, setelah mengendap disaring (diulang sampai tanah/larutan bebas asam).

    f.       Memindahkan tanah ke tabung reaksi 500/1000 ml dan tambahkan larutan Na4P2O7 4% sebanyak 10 ml.

    g.      Mengaduk dan diamkan selama 1 menit kemudian mengambil sebanyak 20/25 ml dengan pipet pada kedalaman 20 cm, (siapkan cawan kosong: dicatat sebagai b dalam gram), masukkan dalam cawan penguap dan mengoven sampai kering kemudian menimbangnya (sebagai c  dalam gram) (debu + liat + peptisator).

    h.      Setelah 3.5 jam, mengambil sebanyak 20/25 ml pada kedalaman 5 cm (liat + peptisator) dengan pipet, (siapkan cawan kosong: dicatat sebagai d dalam gram), masukkan dalam cawan penguap dan mengoven sampai kering kemudian menimbangnya (debu+liat+peptisator).

    i.        Sisa filtrat yang ada kemudian disaring dengan ayakan 300 mm yang tertinggal di ayakan, kemudian keringkan dan timbang sebagai pasir kasar. (Untuk memisahkan pasir kasar dan pasir halus).

    j.        Melakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

    Debu (%) = (c – b – e + d) x 1000/25 x 100/(100xa)/100 + KL x 100%

    Liat/ lempung = (e – d – 0.01) x 1000/25 x 100)/(100x a)/ 100 + KL) x   100%

    Pasir = 100 – debu – lempung

    Pasir halus = % pasir – % pasir kasar

    4.      Analisis kadar bahan organik

    a.       Menimbang ctka Ø 0.5 mm sebanyak 0.5 g (1 g untuk tanah pasiran) dan memasukkan ke dalam labu takar 50 ml.

    b.      Menambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N

    c.      Menambahkan dengan hati-hati lewat dinding 10 cc H2SO4 pekat setetes demi setetes. Hingga menjadi berwarna jingga. Apabila warna menjadi kehijauan menambah K2Cr2O7 dan H2SO4 kembali dengan volume diketahui (melakukan dengan cara yang sama terhadap blangko).

    d.      Menggojog dengan memutar dan mendatar selama 1 menit lalu mendiamkannya selama 30 menit.

    e.       Menambah 5 ml H3PO4 85% dan mengencerkan dengan aquadest hingga volume 50 ml dan menggojog sampai homogen.

    f.       Mengambil 5 ml larutan bening dan menambah 15 ml aquadest serta indikator DPA sebanyak 2 tetes, kemudian menggojognya bolak-balik sampai homogen.

    g.      Menitrasi dengan FeSO4 1 N hingga warna hijau cerah

    Perhitungan:

    Kadar C =  x 100%

    Kadar bahan organik =

    B   : Blanko

    A   : Baku

    KL : Kadar lengas

    5.      Analisis permeabilitas tanah

    a.       Contoh tanah tidak terusik diambil dari lapisan tanah atas di lapangan yang akan diukur laju erosinya.

    b.      Contoh tanah bersama ring sampelnya direndam air dalam bak perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak perendam selama 24 jam.

    c.      Setelah perendaman selesai, contoh tanah dalam ring sampel yang telah direndam sampai jenuh air dipindahkan ke permeameter. Alirkan air ke selang masuk permeameter dan diatur aliran airnya hingga keluar permeameter tidak merusak struktur sampel tanah dalam ring sampel yang terpasang tadi.

    d.     Setelah aliran konstan, air yang keluar dari alat permeameter di tampung pada gelas piala.

    e.       Melakukan pengukuran yaitu menampung air yang keluar dari permeameter memakai gelas piala dalam jeda waktu tertentu misalnya 1 menit (gunakan stopwatch). Air ini lalu ditakar dengan menggunakan gelas ukur.

    f.       Melakukan pengukuran seperti ini sebanyak 5 kali dan hitung rata-ratanya.

    Perhitungan:

    Rumus permeabilitas : K =

    Keterangan

    K : Permeabilitas (ml/jam)

    Q ; Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml)

    L : Tebal contoh tanah (cm)

    T : Waktu pengukuran  (jam)

    H : Tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah bagian atas     (cm)

    A : Luas permukaan sampel tanah (cm2)

    6.      Penghitungan erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan erosi

    a.       Erosivitas hujan

    1)      Melakukan perhitungan nilai erosivitas hujan berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun yang diperoleh dengan menggunakan rumus:

    Days =

    Rain =

    Max p =

    R = 6.119 (Rain)1.21 (Days)-0.47(Maxp)0.53

    b.     Erodibilitas tanah

    1)     Melakukan perhitungan erodibilitas tanah berdasarkan data yang diperoleh dari analisis yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan rumus:

    100 K  = 1.292 [2.1M1.14(10-4)(12-a) + 3.25 (b-2) + 2.5 (c-3)]

    c.       Erosi

    1)      Menghitung nilai prediksi erosi dengan menggunakan metode USLE berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dengan terlebih dahulu mengetahui nilai C (faktor pengelolaan tanah), nilai P (faktor tindakan konservasi tanah), nilai L (panjang lereng), S (kemiringan lereng), R (nilai indeks erosivitas hujan), dan K (nilai erodibilitas tanah). Rumus:

    A = R. K. L. S. C. P

    Bab IV. Hasil dan Pembahasan

    A. Nilai Erosivitas Hujan ( R )

    1.      Mengukur nilai jumlah hari hujan per bulan

    Tabel 4.1 Hari hujan tahun 2003-2012 di Kecamatan Jumantono

    Bulan/Tahun2003200420052006200720082009201020112012Rata”
    Januari121815238122224121216.3
    Febuari1815201420162112141416.6
    Maret1216161216221320111115.8
    April310131817111115121212.2
    Mei25012631218557.3
    Juni11804038332.8
    Juli05711038002.8
    Agustus00000004000.4
    September105100014002.2
    Oktober73100714711336.9
    November16171159201214121213.5
    Desember211821192112917202017.7

    Rumus:

    Days =

    =

    =

    = 9.541667 mm/hari

    =0.9541667 cm/hari

    2.      Mengukur nilai curah hujan bulanan

    Tabel 4.2 Curah hujan bulanan (mm) tahun 2003-2012 di Kecamatan Jumantono

    Bulan/Tahun2003200420052006200720082009201020112012Rata”
    Januari356262229401148142510565383383337.9
    Febuari349286284350531268388311380353350.0
    Maret271225372101317595275172456162294.6
    April6279162259479135277363448389265.3
    Mei222501414756160329202108109.0
    Juni122118080010514002548.2
    Juli047100511039161161052.4
    Agustus00000001070010.7
    September4041240003379041.5
    Oktober8027189014234211622913279133.6
    November26924822087250450189387252298265.0
    Desember226436394309783212133318399350356.0

    Rumus:

    Rain =

    =

    =

    = 188.6833 mm/bulan

    = 18.86833 cm/bulan

    3.      Mengukur nilai curah hujan maksimum dalam 24 jam pada bulan yang bersangkutan

    Tabel 4.3 Curah hujan bulanan (mm) maksimum tahun 2003-2012 di Kecamatan Jumantono

    Bulan/Tahun2003200420052006200720082009201020112012Rata”
    Januari70567861363610786977670.3
    Febuari54106599067366274937171.2
    Maret13445853491169951052644286.4
    April461814741293858651286963.9
    Mei12803018354066755533.9
    Juni122600440505201123.1
    Juli0192951101749137026.7
    Agustus000000072007.2
    September401824000559011.0
    Oktober281637055752550375037.3
    November454770345710050121696465.7
    Desember254454451636531431178767.4

    Rumus:

    Max p =

    =

    =

    = 47.00833 mm/bulan

    = 4.700833 cm/bulan

    R = 6.119 (Rain)1.21 (Days)-0.47(Maxp)0.53

    = 6.119 (18.86833)1.21 (0.9541667)-0.47(4.700833)0.53

    = 6.119 (34.96532) (1.022296) (2.271186)

    = 496.7607

    B.    

    18

    Nilai Erodibilitas (K)

    Tabel 4.4 perhitungan nilai erodibilitas tanah (K)

    C-org (%)TeksturNilai MabcNilai K
    Pasir sangat halus (%)Debu (%)Liat (%)
    4,9521,0476213,4254467,846421108,432298,53210,010347

    Sumber : Dianalisis Dari Data Primer

    1.      Anallisa Permeabilitas Tanah

    a.       Pada ulangan ke-1

    Dik : HD = 6.0 cm

    HL = 5.0 cm

    ∆H = 1 cm

    L    = 5 cm

    T    = 0.083

    Q    = 12 ml

    Dit : K = …..?

    Jawaban:

    A = r2

    = 3.14 x (2.5)2

    = 19.625

    K =

    =

    =

    = 36.855 cm/jam

    b.      Pada ulangan ke-2

    Dik : HD = 6.0 cm

    HL = 5.7 cm

    ∆H = 0.3 cm

    L    = 5 cm

    T    = 0.083

    19

    Q    = 12 ml

    Dit : K = …..?

    Jawaban:

    A = r2

    = 3.14 x (2.5)2

    = 19.625

    K =

    =

    =

    = 122.950 cm/jam

    K rata-rata =  = 159,835 à maka nilai indeks permeabilitas pada tabel bernilai = 1

    2.      Tekstur Tanah

    Dik : b = 37.822

    c = 38.001

    d = 33.839

    e = 33.990

    f = 38.069

    g = 39.005

    a = 10 g

    PEP = 0.0095

    fk ctka 2 mm= 1.1987

    Dit : a. Clay + debu = ….?

    b.   Clay = ….?

    c.    Debu = …?

    d.   Pasir total = …?

    e.    Pasir kasar = ….?

    f.    Pasir halus = ….?

    Jawaban:

    a.      

    20

    Clay + debu = (c – b – PEP) x  x fk x

    = (38.001 – 37.822 – 0.0095) x  x 1.1987 x

    = 0.1695 x 40 x 1.1987 x 10

    = 81.27186%

    b.      Clay = (e – d – PEP) x  x fk x

    = (33.990 – 33.839 – 0.0095) x  x 1.068 x

    = 0.1415 x 40 x 10 x 1.1987

    = 67.84642 %

    c.       Debu = (clay + debu) – clay

     = 81.27186 – 67.84642

     = 13.42544 %

    d.      Pasir total = 100 – clay – debu

    = 100 – 67.84642 – 13.42544

    = 32.153558 %

    e.       Pasir kasar = (g – f – PEP) x fk x

    = (39.005 – 38.069 – 0.0095) x 1.1987 x

    = 1.9265 x 1.068 x 10

    = 11.10596 %

    f.       Pasir halus = Pasir total – Pasir kasar

    = 32.15558 – 11.10596

    = 21.04762 %

    3.      Kapasitas Lapang

    a.       Pada ulangan ke-1

    Dik : a = 52.52

    b = 71.215

    c = 70.159

    Dit : KL = ….?

    Jawaban:

    KL = x 100%

    21

    = x 100%

    = 5.98 %

    Fk =

    =

    = 1.598

    b.      Pada ulangan ke-2

    Dik : a = 52.64

    b = 74.488

    c = 70.865

    Dit : KL = ….?

    Jawaban:

    KL = x 100%

    = x 100%

    = 19.87 %

    Fk =

    =

    = 1.1987

    4.      Analisis Bahan Organik Tanah

    Dik : B = 4.15

    A = 2.95

    n FeSO4 = 0.5

    berat tanah = 0.5 g = 500 mg

    KL = 5.98

    Dit : a. Kadar C = …?

    b.   Kadar BO = …?

    Jawaban:

    Kadar C =

    22

    =

    =  x 1.298 x 100%

    = 4.95 %

    Kadar BO =

    =

    = 8.53%

    5.      Nilai M

    M = (% pasir sangat halus + % debu) x (100 – % lempung)

    = (21,04762 + 13,42544) x (100 – 67,84642)

     = 34,47306 x 32,15358

     = 1108,43229

    6.      Nilai erodibilitas tanah

    100 K = 1,292{2,1M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)}

     = 1,292{2,1(1108,43229)1,14 (10-4) (12-8,53) + 3,25(3-2) + 2,5(1-  3)}

     =  1.034708 – 1.75

     =  1.034708

     =  1.034708/100

     =  0.010347

    C.     Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS)

    Tabel 4.5 Perhitungan Nilai LS

    NoX (m)s (%)LS
    153,1101.568973

    Sumber : Dianalisis Dari Data Primer

    Analisis data

    LS =   (0,065 + 0,045 s + 0,00138 s2)

                =

    = 2,402715 (0.653)

    = 1,568973

    D.   

    23

    Nilai Pengelolaan Tanaman ( C ) dan Tindakan Konservasi (P)

    Tabel 4.6 Perhitungan Nilai CP

    NoPola tanam /teknik konservasiPenutupan lahan (%)Nilai CNilai PNilai CP
    1Tegal monokultur200,20,40,08

    Sumber : Dianalisis Dari Data Primer

    Analisis data :

    CP = 0,2 x 0,4 = 0,08

    Nilai pengelolaan tanaman (C) = 0.2 karena merupakan sistem lahan tegal dengan satu jenis tanaman yaitu tebu, maka nilai C masuk kedalam kategori ‘Tebu’. Nilai tindakan konservasi bernilai 0.40, karena merupakan tindakan konservasi tanah dengan sistem lahan tegal dengan kategori teras tradisional.

    E.     Hasil Perhitungan Prediksi Erosi dengan model USLE

    Table 4.7 hasil perhitungan prediksi erosi

    Luas lahanRKLSCPPrediksi erosi (ton/ha/th)Erosi sistem lahan (ton/th)
    138,4 ha496.76070,0103471,5689730,081,5366740.64

    Sumber : Dianalisis Dari Data Primer

    Analisis Data

    A = R.K.LS.CP

     = 496.7607x 0,010347 x 1,568973 x 0,08

     = 0.64472309 ton/ha/tahun

    F.      Hasil Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (EDP)

    Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (Edp)

    Sistem LahanPrediksi erosi (ton/ha/th)Kedalaman Efektif Tanah (mm)Sub-Ordo TanahUmur Guna Lahan (tahun)
    Tegalan1266.144500Udult400

    Sumber: Logbook

    Analisis Data

    T          =    Erosi yang diperbolehkan (ton/ha/th)

    KE       =    Kedalaman Efektif Tanah (mm)

    24

    UGT  = Umur Guna Tanah (untuk kepentingan pelestarian digunakan 400 tahun)

    T =

    =

    = 1.25 ton/ha/tahun

                                                                                                                                                    V.            PEMBAHASAN

    A.    Kondisi Umum Lahan

          Pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 10 pada praktikum konservasi tanah dan air ini mengamati lahan pada titik 20. Pada lahan titik 20, lahan berupa tegal dengan penanaman secara monokultur yaitu tanaman tebu. Luas lahan seluas 138,4 ha, lahan berada di koordinat S 7°38’48,9” dan E110°55’18,4”, mengarah 15° dari utara dan berada di ketinggian 159 m dpl. Lahan yang diamati mempunyai panjang lereng 53.1 m dengan kemiringan 10%. Lahan titik 20 memiliki penutupan lahan sekitar 20%, lahan hanya ditanami tanaman tebu dan tidak ada cover crop lin, karena merupakan tegal dengan sistem monokultur. Pembentukan lahan Roll Surface (Permukaan Bergelombang), land use ketela /palawija tadah hujan, jenis tanah dystopepts (ITY).

    B.     Faktor Erosivitas Hujan

    Hujan merupakan salah satu faktor penyebab erosi karena dapat memiliki energi kinetik sehingga ketika jatuh mengenai permukaan tanah mampu memecah agregat tanah, serta dapat menimbulkann aliran permukaan yang menyebabkan penggerusan pada tanah yang dilaluinya hal inilah yang memicu terjadinya erosi pada tanah. Kemampuan hujan menimbulkan erosi terhadap tanah disebut dengan erosivitas hujan (R) (Nurmansyah et al., 2007). R adalah faktor erosivitas hujan atau faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30). Indeks erosivitas merupakan pengukur kemampuan suatu hujan untuk menimbulkan suatu erosi yang diketahui melalui tebal curah hujan. Semakin tebal hujan yang terjadi maka nilai erosivitas juga akan tinggi yang berarti bahwa kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi sangat besar (Tarigan dan Mardianto 2013).

    26

    Perhitungan faktor erosivitas hujan memerlukan data curah hujan yang diambil minimal dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Data curah hujan yang diperlukan adalah curah hujan bulanan, jumlah hari hujan dalam satu bulan, dan jumlah curah hujan maksimum dalam bulan tersebut. Erosivitas tahunan yang digunakan dalam perhitungan erosi diperoleh dari penjumlahan erosivitas bulanan. Metode penghitungan erosivitas curah hujan tergantung pada jenis data curah hujan yang tersedia (Arsyad 2006). Perhitungan erosivitas yang dilakukan dengan menggunakan Rumus Bols. Hal ini dikarenakan data curah hujan yang diketahui meliputi jumlah curah hujan bulanan rata-rata, jumlah hari hujan dalam bulan tertentu, dan curah hujan harian rata-rata maksimal pada bulan tertentu  yang merupakan variabel perhitungan faktor erosivitas menurut Bols.

    Fakhrudin dan Yulianti (2010) menyatakan bahwa indeks erosivitas hujan tinggi menunjukkan bahwa curah hujan berperan cukup besar terhadap nilai potensi erosi tanah. Curah hujan yang tinggi mnyebabkan semakin banyak butiran air hujan yang menghempas permukaan tanah, sehingga mengakibatkan hancurnya agregat tanah yang kemudian terbawa oleh aliran permukaan. Kondisi yang demikian merupakan awal terjadinya erosi tanah yang dapat menimbulkan degradasi kualitas tanah. Perhitungan besarnya nilai indeks erosivitas hujan yang berdasarkan metode Bols sebesar 496.7607.

    C.    Faktor Erodibilitas Tanah

    Menurut Herawati (2010) indeks erodibilitas tanah menunjukkan tingkat kerentanan tanah terhadap erosi, yaitu retensi partikel terhadap pengikisan dan perpindahan tanah oleh energi kinetik air hujan. Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengolahan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Arifin (2010) menyatakan bahwa besarnya nilai indeks erodibilitas tanah ditentukan oleh kandungan bahan organik tanah dan beberapa sifat fisik tanah. Sifat-sifat fisik tanah yang digunakan untuk menentukan indeks erodibilitas suatu tanah tersebut adalah tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah.

    27

    Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif dari partikel tanah, seperti pasir, debu dan clay dalam suatu massa tanah. Tekstur tanah akan sangat menentukan sifat-sifat tanah yang lain, seperti kecepatan infiltrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah yang dapat menentukan terjadi tidaknya aliran permukaan. Umumnya semakin kasar tekstur tanah, maka nilai K akan cenderung semakin besar yang berarti bahwa semakin tinggi nilai K maka tanah tersebut akan semakin peka atau mudah tererosi. Sebaliknya semakin halus tekstur suatu tanah, nilai K akan semakin rendah yang berarti tanah tersebut resisten terhadap erosi.

    Berdasarkan perhitungan yang dilakukan mengenai analisis tekstur tanah, dapat diketahui bahwa tanah tersebut mengandung clay+debu sebesar 72.4104%, clay 67.84642%, debu 13.42544%, pasir total 32.15558%, pasir kasar 11.10596%, dan pasir halus sebesar 21.04762%. Pasir halus dan debu merupakan partikel-partikel tanah yang berpengaruh pada kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah akan lebih mudah tererosi, apabila mempunyai kandungan debu lebih tinggi disertai dengan bahan organik rendah. Tanah dengan kandungan debu 40-60% sangat peka terhadap erosi. Hasil analisis menunjukkan fraksi tanah yang mendominasi tanah yakni clay. Tanah dengan unsur dominan liat ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong kuat, liat juga memiliki kemampuan memantapkan agregat tanah sehingga tidak mudah tererosi. Hal ini sama juga berlaku untuk tanah dengan dominan pasir (tanah dengan tekstur kasar), kemungkinan untuk terjadinya erosi rendah karena laju infiltrasi besar sehingga menurunkan laju air limpasan (Asdak 2010). Menurut Subagyono et al., (2004), fraksi tanah yang paling mudah tererosi adalah debu. Hal ini dikarenakan selain mempunyai ukuran yang relatif halus, fraksi debu juga tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan tanpa adanya bantuan bahan perekat  sehingga mudah dihancurkan oleh energi hujan.

    Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk dilewati lengas tanah. Permeabilitas sangat tergantung pada ukuran butir tanah (tekstur), bentuk dan diameter pori-pori tanah serta tebal selaput lengas. Hasil analisis data menunjukkan nilai permeabilitas tanah sebesar 0,944 cm/jam. Nilai tersebut dalam kelas permeabilitas termasuk dalam kategori lambat atau slow. Permeabiltas tanah yang tinggi mennyebabkan seluruh pori tanah tertutup, sehingga terjadi pengurangan kekuatan dalam tanah terhadap tekanan, yang mengakibatkan mudahnya tanah tersebut terjadi longsoran atau erosi. Menurut Asdak (2010) permeabilitas memberikan pengaruh pada kemampuan tanah dalam meloloskan air, tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi. Semakin tinggi kelas permeabilitas atau semakin lambat laju permeabilitas menyebabkan nilai erodibilitas semakin tinggi (Yulianti dan Danuarti 2012), karena kenaikan laju infiltrasi akan mengakibatkan tanah jenuh dengan cepat sehingga air tidak dapat masuk ke dalam tanah dan akhirnya menjadi aliran permukaan yang menyebabkan erosi pada permukaan tanah.

    28

    Struktur tanah merupakan ikatan butir-butir primer ke dalam butir-butir sekunder atau agregat. Struktur butir-butir tanah primer dalam agregat menentukan tipe struktur tanah. Terdapat dua aspek struktur tanah yang penting dalam hubungannya dengan erosi yaitu sifat-sifat fisika kimia liat yang menyebabkan terbentuknya agregat dan tetap berada dalam bentuk agregat meskipun terkena air, dan adanya bahan perekat butir-butir primer sehingga terbentuk agregat mantap struktur tanah dapat dikatakan baik apabila di dalamnya terdapat penyebaran ruang pori-pori yang baik, yaitu terdapat ruang pori di dalam dan di antara agregat yang dapat diisi air dan udara dan sekaligus mantap keadaannya. Hasil pengamatan yang dilakukan, tanah tersebut memiliki tipe struktur granular sedang dan kasar (medium, coarse granular). Adanya perbedaan struktur tanah yang terjadi, secara tidak langsung mempengaruhi ukuran dan jumlah pori-pori tanah yang terbentuk. Tanah-tanah dengan struktur yang berat mempunyai pori halus yang banyak, dan miskin akan pori-pori besar, mempunyai kapasitas infiltrasi kecil. Sebaliknya tanah-tanah yang berstruktur ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori halus, kapasitas infiltrasinya lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berstruktur berat.

    29

    Bahan organik dalam tanah dapat didefinisikan sebagai sisa-sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan dan terdir dari organisme yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Bahan organik bisa berfungsi dan memperbaiki sifat kimia, fisika, biologi tanah sehingga ada sebagian ahli menyatakan bahwa bahan organik di dalam tanah memiliki fungsi yang tak tergantikan. Menurut Kurnia (2006) bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Berdasarkan perhitungan analisis kandungan bahan organik, dapat diketahui bahwa kandungan C-Organik tanah sebesar 4.95 % dan kandungan bahan organik pada lahan tersebut adalah 8.53 %. Hasil bahan organik melalui analisis laboratorium dan perhitungan ini belum bisa dipastikan sesuai keadaan di lahan, karena pada umumnya, bahan organik di lahan hanya sampai maksimal 5%. Menurut Herawati (2010) kandungan bahan organik yang tinggi akan menyebabkan nilai erodibilitas tinggi.

    Tabel 5.1 Klasifikasi Erodibilitas Tanah

    NoKelasNilai KHarkat
    1I0.00-0.10Sangat rendah
    2II0.11-0.20Rendah
    3III0.21-0.32Sedang
    4IV0.33-0.40Agak tinggi
    5V0.41-0.55Tinggi
    6VI0.56-0.64Sangat tinggi

    Sumber: Arsyad 2010

    Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai erodibilitas (K) pada lahan sebesar 0,010347 ton/ha/tahun. Nilai erodibilitas (K) menunjukkan nilai yang sangat rendah. Menurut Suripin (2002) erodibilitas tanah merupakan sifat tanah yang dinamis, yang bervariasi terhadap waktu, kelengasan tanah, suhu tanah, pengolahan tanah, gangguan manusia atau binatang, serta faktor biologi dan kimia. Faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap variasi erodibilitas tanah tersebut adalah suhu tanah, tekstur tanah dan kelengasan tanah. Sembiring et al., (2012), menyatakan bahwa salah satu cara mengurangi erodibilitas tanah adalah pemberian bahan organik berupa pupuk kompos pada budidaya tanaman kacang tunggak, karena tanaman kacang tunggak merupakan tanaman penutup tanah yang mampu mengurangi benturan air hujan terhadap permukaan tanah, dan juga sebagai tanaman sumber penghasil bahan organik. Memberikan pupuk organik mampu meningkatkan struktur tanah, tekstur tanah, bahan organik tanah dan menurunkan permeabilitas tanah

    30

    Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2010) di daerah Kediri, menunjukkan pada penggunaan lahan untuk hutan nilai erodibilitasnya sedang (K=0.24), sedang pada sistem tanam tumpang sari termasuk agak tinggi (K=0.26) dan pada sistem monokultur termasuk tinggi (K=tinggi).

    D.    Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng

    Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Faktor panjang lereng adalah jarak horizontal dari permukaan atas yang mengalir ke bawah dimana gradien lereng menurun hingga ke titik awal atau ketika limpasan permukaan (run off) menjadi terfokus pada saluran tertentu (Asdak 2010). Kemiringan lereng akan mempengaruhi besarnya limpasan permukaan. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar kemiringan lereng maka akan meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran. Adanya peningkatan jumlah dan kecepatan aliran akan memperbesar energi kinetik sehingga kemampuan untuk mengangkut butir-butir tanah juga akan meningkat. Selain itu semakin panjang lereng suatu lahan menyebabkan semakin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya.

    Berdasarkan Tabel 4.5 Perhitungan Nilai LS, dapat diketahui bahwa nilai LS pada penggunaan lahan tersebut adalah 1,568973. Panjang lereng 53.1 m dengan kemiringan lereng 10%. Menurut Kartasapoetra (2005) bahwa semakin panjang lereng pada tanah akan semakin besar pula kecepatan aliran air di permukaannya sehingga pengikisan terhadap bagian-bagian tanah semakin besar. Semakin panjang lereng suatu lahan menyebabkan semakin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya. Tarigan dan Mardiatno (2013) menyatakan bahwa semakin curam kemiringan lereng akan semakin meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran permukaan, sehingga memperbesar energi kinetik dan meningkatkan kemampuan untuk mengangkut butir-butir tanah. Usaha untuk memperpendek panjang lereng umumnya dilakukan dengan pembuatan teras. Sedangkan untuk menanggulangi kecepatan aliran karena tingkat kemiringan lereng dapat dilakuakan dengan penanaman tananaman yang berseling sehingga mampu memerah aliran permukanaan dan memperlambat laju aliran permukaan.

    31

    E.     Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi

    Salah satu faktor penyebab erosi dipercepat yakni adanya campur tangan manusia. Tindakan manusia yang berpengaruh besar terhadap besar kecilnya erosi yang terjadi berupa faktor tindakan pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi yang telah dilakukan. Faktor pengelolaan tanaman meliputi pola tanam yang diterapkan pada lahan tersebut. Faktor pengelolaan tanaman yang dilakukan akan menentukan nilai C pada perhitungan prediksi erosi dengan menggunakan metode USLE. Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengolahan tanaman pada sebidang lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa ada tanaman. Nilai C untuk suatu jenis pengolahan tanaman dengan tergantung dari jenis, kerapatan, panen dan rotasi tanaman (Desifindiana et al., 2013). Vegetasi penutup lahan erat kaitannya dengan kemampuan menahan tanah terhadap erosivitas hujan. Umumnya semakin tinggi diversitas vegetasi penutup lahan, bahan organik tanah semakin tinggi sehingga meningkatkan kemampuan tanah menahan erosivitas hujan.

    Tindakan manusia lain yang mempengaruhi laju erosi suatu lahan adalah tindakan konservasi yang dilakukan. Nilai dari tindakan konservasi akan menunjukkan nilai P dalam perhitungan prediksi erosi.. Indeks pengolahan lahan (P) adalah rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengolahan lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa pengolahan lahan atau konservasi apapun. Nilai P sangat dipengaruhi oleh campur tangan manusia terhadap lahan yang bersangkutan seperti misalnya teras, rorak, pengolahan tanah dan sebagainya (Desifindiana et al., 2013). Tindakan pengelolaan tanah selain untuk menunjang usaha budidaya tanaman juga merupakan tindakan pengawetan tanah. Tindakan pengelolaan tanah erat hubungannya dengan kondisi topografi lahan yakni kemiringan lereng. Tindakan pengelolaan tanah atau konservasi yang dilakukan salah satunya akan menentukan kecepatan aliran permukaan yang terjadi pada lahan tersebut. 

    32

    Perhitungan prediksi erosi berdasarkan metode USLE, khusus untuk parameter CP, nilainya sangat tergantung pada kebiasaan pola tanam masyarakat selama satu tahun dan relatif sulit menetapkan nilai parameter yang sesuai untuk kondisi yang sedang berlangsung pada setiap bulannya sehingga untuk penyederhanaan perhitungan, maka kebiasaan pola tanam dianggap sama untuk setiap tahunnya, walaupun ada kemungkinan terjadi pergeseran pola tanam pada setiap bulannya (Tunas 2005). Nilai CP merupakan kombinasi antara nilai faktor tanaman/komoditi yang diusahakan pada suatu lahan, sedangkan faktor pengelolaan merupakan nilai yang diperoleh dari ada tidaknya tindakan konservasi tanah pada lahan yang diusahakan (Arifin 2010).

    Nilai faktor C dan P, atau nilai faktor CP ditentukan berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dikumpulkan oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor. Hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa pengelolaan tanaman yang dilakukan pada lahan tersebut yakni tumpangsari tanaman jati dan ketela pohon. Tindakan pengelolaan lahan atau konservasi yang dilakukan berupa pembuatan teras bangku dengan konstruksi sedang. Hasil analisis data yang diperoleh, nilai CP pada lahan titik  20 sebesar 0,08. Rentang nilai C dan P atau nilai CP dari 0 hingga 1. Semakin mendekati angka 0 menunjukkan semakin kecil tanah yang tererosi, sebaliknya nilai yang semakin mendekati 1 menunjukkan bahwa erosi yang terjadi pada lahan tersebut semakin besar.  Pengaruh vegetasi terhadap aliranpermukaan dan erosi dapat dibagi dalam lima bagian yaitu intersepsi hujanoleh tajuk tanaman, mengurangi kecepatan aliranpermukaan dan kekuatan perusak air, pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologiyang berhubungan dengan pertumbuhan vegetative, pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah dan transpirasiyang mengakibatkan kandungan air (Ardiansyah et al., 2013).

    33

    Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2010) di daerah Kediri, menunjukkan pada penggunaan lahan untuk hutan sengon dengan  tanpa pengelolaan tanaman nilai CxP = 0.03, sedang pada sistem tanam tumpang sari (sengon dan nanas) dengan pengelolaan tanam strip nilai CxP = 0.043 dan pada sistem monokultur (nanas) dengan pengelolaan tanam strip CxP = 0.09. NilaiCPmerupakan kombinasi antara nilai faktor tanaman/komoditi yang diusahakan pada suatu lahan, sedangkan faktor pengelolaan merupakan nilai yangdiperolehdari ada tidaknya tindakan konservasi tanah pada lahan yang diusahakan. Mengatur pola tanam pada satu kalender tanam; memilih jenis tanaman; memilih sistem tanam (monocropping atau multiple cropping); menanam tanaman secara kontur merupakan cara pengendalian erosi secara vegetatif (Bafdal et al., 2011).

    Pencegahan erosi dengan metode mekanik adalah suatu upaya yang dilakukan agar memperlambat aliran permukaan dan pada gilirannya akan memperbesar erosi. Petani dapat memilih cara pengendalian secara mekanik di atas disesuaikan dengan keadaan di lapangan yang menyangkut topografi lahan, biaya, jenis tanaman yang akan diusahakan dan tingkat erosi yang terjadi. Prinsip daripada penterasan adalah suatu upaya pengendalian erosi yang memotong lereng; karena beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa semakin panjang lereng semakin tinggi laju erosi yang terjadi. Diharapkan bahwa pemotongan panjang lereng dengan penterasan akan memperkecil laju erosi. Di Negara-negara yang sudah berkembang cara ini sering digunakan; dan zat kimia yang digunakan adalah Bitumen dan Latex yang disebut sebagai soil conditioner.

    F.    

    34

    Prediksi Erosi dan Tindakan Konservasi yang Tepat

    Prediksi jumlah tanah tererosi menggunakan USLE ini sangat berlaku umum dengan menggunakan data sekunder, dan terbatas pada kepanjangan lereng 22 meter serta kemiringan lereng 9 persen. Untuk menghitung secara prediksi jumlah tanah tererosi pada lahan-lahan curam (kemiringan tinggi yaitu lebih dari 15%) maka perlu dilakukan modifikasi model USLE ini. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi adalah curah hujan, tanah,  lereng (topografi), vegetasi, dan aktifitas manusia. Faktor-faktor tersebutlah yang  merupakan komponen-komponen pengali dalam pendekatan USLE.

    Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi. Menurut Suripin (2002) USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar (Sheet Erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai. Alasan utama penggunaan model USLE karena model tersebut relatif sederhana dan input parameter model yang diperlukan mudah diperoleh. Kelemahan model USLE adalah tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu unit lahan (Hidayat 2003), khususnya untuk faktor erosivitas (R) dan kelerengan (LS) (Amorea et al., 2004). Selain metode USLE tidak dapat digunakan untuk menduga erosi tanah dari suatu lembah, sebab faktor-faktor yang menjadi variebel perhitungan tidak cocok untuk erosi parit dan atau erosi bantaran sungai (Rahim 2000).

    Tabel 5.2  Tingkat Erosi Berdasarkan Metode Tingkat Erosi Finney dan Morgan

    Erosi Tanah (ton/ha/th)Tingkat Erosi
    <15Sangat Ringan
    15 – 60Ringan
    60 – 180Sedang
    180 – 480Berat
    > 480Sangat Berat

    Sumber: Finney dan Morgan (1984) dalam Pramuwijiwuri 2011

    35

    Hasil analisis perhitungan prediksi erosi diperoleh nilai sebesar 0.64472309  ton/ha/th. Nilai tersebut sesuai tabel tingkat erosi menunjukkan erosi yang terjadi termasuk sangat ringan. Usaha untuk konservasi yang tepat pada lahan tersebut antara lain dengan perbaikan teras bangku yang telah dibuat dengan membuatnya dari konstruksi sedang menjadi konstuksi yang kuat atau sempurna. Fitriyah dan Fuad (2014) menyatakan, di daerah perbukitan yaitu pada tata guna lahan pertanian lahan kering diusulkan upaya pembuatan teras bangku yang ditanami dengan tanaman pernguat teras. Teras bangku dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai dan ditanami dengan gebalan rumput untuk penguat teras yang berperan untuk melindungi permukaan tanah dari daya dispersi dan daya penghancur oleh butir-butir hujan. Selain itu berperan pula dalam hal memperlambat aliran permukaan serta melindungi tanah permukaan dari daya kikis aliran permukaan. Jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai penguat teras menurut Arsyad (2010) sepertiAlthenanthera amoena (bayam kremek), Indigofera endecaphylla (dedekan), Agerantum conyzoides (bandotan), Panicum maximum (rumput benggala) dan Panicum ditachyyum (balaban, paitan).

    G.    Hasil Erosi yang Diperbolehkan (EDP)

    Erosi merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara alami di alam baik ada atau tidaknya campur tangan manusia. Kejadian erosi terhadap suatu lahan tidak dapat dihentikan akan tetapi hanya dapat dikendalikan dengan tindakan-tindakan konservasi tanah. Erosi yang masih diperbolehkan adalah laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi perumbuhan tanaman atau tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari (Jariyah et al., 2002). Adapun faktor-faktor yang ditimbangkan dalam menentukan tingkat erosi yang masih diperbolehkan yakni dengan memperhatikan kedalaman tanah, sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan terbentuknya erosi parit, penyusunan kandungan bahan organik, kehilangan unsur hara dan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan. Menurut Arsyad (2010) suatu tanah yang dalam, bertekstur sedang dan memiliki permeabilitas sedang dan memiliki lapisan bawah yang baik untuk pertumbuhan tanaman, memiliki nilai T lebih besar dari pada tanah dangkal.

    36

    Hasil perhitungan erosi tanah yang diperbolehkan pada lahan tersebut sebesar 1.25 ton/ha/th untuk nilai guna lahan selama 400 tahun. Perhitungan erosi yang diperbolehkan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya tindakan konservasi tanah dan air pada suatu lahan. Menurut Dewi (2012) tindakan konservasi tidak perlu dilakukan apabila erosi aktual lebih kecil daripada erosi yang diperbolehkan (A < EDP), sedangkan apabila erosi aktual melampaui erosi yang diperbolehkan (A > EDP), maka daerah perlu adanya perencanaan konservasi tanah dan air dengan mempertimbangkan antara faktor tanaman dan pengelolaannya (C) serta faktor teknik konservasinya (P). Perencanaan konservasi dilakukan dengan memilih beberapa alternatif faktor C dan P, sehingga erosi aktual menjadi lebih kecil dibandingkan dengan erosi yang diperbolehkan. Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di tas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm/thn (Arsyad 2010).

                                                                                                                         VI.            KESIMPULAN DAN SARAN

    A.    Kesimpulan

    Kesimpulan dari praktikum konservasi tanah dan air ini adalah sebagai berikut:

    1.      Lahan merupakan tegalan yang posisinya terletak pada S 7°38’48,9” dan E110°55’18,4”, mengarah 15° dari utara dan berada di ketinggian 159 m dpl. Luas lahan seluas 138.4 ha, dengan kemiringan 10% dan 53.1m dengan kemiringan 5%.

    2.      Nilai erosivitas tahun 2003-2012 yakni 496.7607.

    3.      Nilai erodibilitas (K) pada lahan sebesar 0,010347dimana termasuk dalam nilai yang sangat rendah.

    4.      Hasil analisis tekstur di laboratorium tanah mengandung clay+debu sebesar 72.4104%, clay 67.84642%, debu 13.42544%, pasir total 32.15558%, pasir kasar 11.10596%, dan pasir halus sebesar 21.04762%.

    5.      Kandungan bahan organik tanah yakni 8.53% dengan kadar C-organik sebesar 4.95% dan permeabilitas tanah 159,835 cm/jam.

    6.      Nilai LS pada penggunaan lahan diperoleh 1,568973.

    7.      Nilai pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi (nilai CP) lahan tegalan tersebut sebesar 0,08 dengan vegetasi penutup lahan 20%.

    8.      Hasil perhitungan prediksi erosi diperoleh nilai sebesar 1,536674 ton/ha/tahun dengan nilai erosi persatuan lahan yakni sebesar 0,64 ton/ha/tahun diman tingkat erosi termasuk ringan.

    9.      Hasil perhitungan erosi tanah yang diperbolehkan pada lahan tegalan sebesar 1.25 ton/ha/th untuk nilai guna lahan selama 400 tahun

    B.     Saran

    Saran terhadap praktikum Konservasi Tanah dan Air adalah penetapan rumus yang digunakan menggunakan metode menurut ahli siapa, supaya praktikan menggunakan rumus yang seragam dan tidak ada keraguan analisis data yang diperoleh.

    37

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus, F., A. Abdurachman, A. Rachman, S.H. Tala’ohu, A Dariah, B.R. Prawiradiputra, B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Jakarta.

    Ardiansyah T, K S Lubis Dan H Hanum 2013. Kajian Tingkat Bahaya Erosi Di Beberapa Penggunaan Lahan di Kawasan Hilir Daerah Aliran Sungai (Das) PadangJ. Online Agroekoteknologi 2(1): 436-446.

    Arifin, Mochammad. 2010. Kajian sifat fisik tanah dan berbagai penggunaan lahan dalam hubungannya dengan pendugaan erosi tanah. Jurnal Pertanian MAPETA XII(2): 72-144.

    Arsyad S 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

    Asdak C 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

    Bafdal, Nurpilihan, Amaru, Kharistya, Suryadi, Edy. 2011. Buku ajar teknik pengawetan tanah dan air. Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanain Universitas Padjadjaran: Bandung.

    Desifindiana M S, B Suharto dan R Wirosoedarmo 2013. Analisa Tingkat Bahaya Erosi pada DAS Bondoyudo Lumajang dengan Menggunakan Metode Musle (In Press). J. Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 1(2): 9-17.

    Dewi I G A S U 2012. Presiksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pad Daerah Aliran Sungai Saba. E-Journal Agroekoteknologi Tropika 1(1): 12-23.

    Fakhrudin M dan Yulianti M 2010. Kajian Erosi Sebagai Dasar Konservasi Das Cisadane. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010. LIPI : Pusat Penelitian Limnologi.

    Fitriyah F N, Fuad Halim dan M. I. Jasin 2014. Penanganan Masalah Erosi Dan Sedimentasi di Kawasan Kelurahan Perkamil.Jurnal Sipil Statik 2(4): 173-181.

    Herawati T 2010. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi Di Wilayah Das Cisadane Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam7 (4) : 413-424.

    Hidayat Y 2003. Model Penduga Erosi. http://www.Tumoutou.net. Diakses tanggal 3 Desember 2014.

    Jariyah, N. A., T. M. Basuki, S. Donie 2002. Kajian Sosial Ekonomi Petani Lahan Sayur dan Tembakau dan Teknik Konservasi Tanah yang Diterapkan: studi kasus Kabupaten Temanggung.Buletin Teknologi Pengelolaan DAS 8(1) : 23-25.

    Kartasapoetra G 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Rineka Cipta.

    Kurnia. 2006. Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisisnya. Bogor : Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian.

    Nurmansyah S, Ambar K dan Kaharudin 2007. Dampak Kepariwisataan Terhadap Erosi Di Kawasan Wisata Kaliurang. Jurnal Ilmu Kehutanan 1 (1) : 40-46.

    Rahim S E 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka PelestarianLingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.

    Sembiring RA, Yohanes S dan Sumiyati 2012. Pengaruh Pemberian Kompos Pada Budidaya Tanaman Kacang Tunggak Terhadap Erodibilitas Tanah.Bali Universitas Udayana.

    Subagyono K, Marwanto, C Tafakresnanto, T Budyastoro dan A Dariah 2004. Delineation of Erosion Areas in Sumberjaya, West Lampung. In Refinement of Soil Conservation/Agroforestry Measures Coffee Based Farming System. Soil Research Institute. ICRAF (ASB Phase 3 Project).

    Suripin 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Offset.

    Tarigan D R  dan D Mardianto 2013. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap Kehilangan Tanah pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo. Http://lib.geo.ugm.ac.id diakses tanggal 3 Desember 2014.

    Tunas I G 2005. Prediksi Erosi Lahan DAS Bengkulu dengan Sistem Informasi Geografis (SIG).Jurnal SMARTek 3 (3): 137-145.

    Yulianti M dan D Daruati 2012. Prediksi Erodibilitas dan Pengaruh Pedogenesis Tanah Terhadap Sedimentasi di Das LimbotoProsiding Seminar Nasional Limnologi VI Tahun 2012. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI.

    LAMPIRAN

    Gambar 1. Lahan di titik 20

    Gambar 2. Lahan sistem tegal monokultur

  • Laporan Praktikum – Proyek Penanaman dan Perawatan Tanaman Kopi

    Proyek Penanaman dan Perawatan Tanaman Kopi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas unggulan dalam sektor perkebunan Indonesia.Kopi secara umum dibagi menjadi dua jenis yang dihasilkan di Indonesia, yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Kopi jenis arabika dapat tumbuh dengan baik didaerah yang memiliki ketinggian diatas 1.000 – 2.100 meter  di atas permukaan lautsedangkan kopi robusta dapat tumbuh di ketinggian yang lebih rendah daripada ketinggian penanaman kopi arabika, yaitu pada ketinggian 400-800m di atas permukaan laut. Kopi di Indonesia memiliki luas areal perkebunan yang mencapai 1,2 juta hektar. Dari luas areal tersebut, 96% merupakan lahan perkebunan kopi rakyat dan sisanya 4% milik perkebunan swasta dan Pemerintah. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI, 2015).

    Total produksi kopi di Indonesia mulai dari tahun 2011 sebesar 638.646 ton yang kedua terbesar ada pada tahun 2012, yaitu sebesar 691.163 ton lalu setelah tahun 2012 tingkat produksi kopi mengalami penurunan. Penurunan produksi tersebut didasarkan oleh faktor cuaca dimana sering terjadi hujan. Namun pada tahun 2015 Indonesia  kembali mampu meningkatkan produktivitas kopinya dengan  total produksi yang mencapai  739.005 ton, jauh lebih besar daripada  total produksi kopi tahun 2012 (Kementerian Pertanian, 2015).Selain itu faktor penurunan produksi dapat terjadi karena adanya pembaharuan pohon kopi, penggunaan pupuk yang berlebihan pada tahun sebelumnya, kemarau panjang, atau kesalahan pada pemotongan cabang kopi, sedangkan penurunan luas lahan dapat terjadi karena adanya alih fungsi lahan (Indreswari, 2015).

    Peningkatan produktivitas dan mutu hasil kopi dapat dilakukan dengan cara memperhatikan teknik budidaya tanaman kopi mulai dari penanaman hingga perawatan. Kegiatan penanaman diawali dengan pemiliahan varietas yang sesuai dengan kondisi lahan, serta penentuan jarak tanam kopi yang disesuaikan dengan kemiringan tanah. Pemupukan dilakukan dengan memperhatikan waktu, dosis dan jenis pupuk serta cara pengaplikasiannya. Selain itu, perlu adanya pemangkasan agar tanaman kopi tetap rendah sehingga mudah dalam perawatan, pembentukan cabang-cabang produktif, mempermudah masuknya cahaya,serta mempermudah pengendalian hama dan penyakit (Prastowo, 2010).

    B. Tujuan

    Tujuan dari praktikum Teknologi Produksi Tanaman pada komoditas kopi adalah untuk mengetahui teknik budidaya kopi dimulai dari penanaman hingga perawatan serta hubungan faktor lingkungan dengan pertumbuhan tanaman kopi tersebut.

    Bab II. Tinjauan Pustaka

    A. Sejarah dan Perkembangan Kopi di Indonesia

    Sejarah kopi di Indonesia dimulai pada tahun 1696 ketika Belanda membawa kopi dari Malabar, India, ke Jawa. Mereka membudidayakan tanaman kopi tersebut di Kedawung, sebuah perkebunan yang terletak dekat Batavia. Namun, upaya ini gagal kerena tanaman tersebut rusak oleh gempa bumi dan banjir. Upaya kedua dilakukan pada tahun 1699 dengan mendatangkan stek pohon kopi dari Malabar. Pada tahun 1706 sampel kopi yang dihasilkan dari tanaman di Jawa dikirim ke negeri Belanda untuk diteliti di Kebun Raya Amsterdam. Hasilnya sukses besar, kopi yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik. Selanjutnya, tanaman kopi ini dijadikan bibit bagi seluruh perkebunan yang dikembangkan di Indonesia. Belanda pun memperluas areal budidaya kopi ke Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor dan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Pada tahun 1878, hampir seluruh perkebunan kopi yang ada di Indonesia terutama di dataran rendah rusak terserang penyakit karat daun atau Hemileia vastatrix (HV).

    Pada saat itu semua tanaman kopi yang ada di Indonesia merupakan jenis arabika (Coffea arabica). Untuk menanggulanginya, Belanda mendatangkan spesies kopi liberika (Coffea liberica) yang diperkirakan lebih tahan terhadap penyakit karat daun. Sampai beberapa tahun lamanya, kopi liberika menggantikan kopi arabika di perkebunan dataran rendah. Di pasar Eropa kopi liberika saat itu dihargai sama dengan arabika. Namun, tanaman kopi liberika juga mengalami hal yang sama, rusak terserang karat daun. Kemudian pada tahun 1907, Belanda mendatangkan spesies lain yakni kopi robusta (Coffea canephora). Usaha kali ini berhasil, hingga saat ini perkebunan-perkebunan kopi robusta yang ada di dataran rendah bisa bertahan. Pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945, seluruh perkebunan kopi Belanda yang ada di Indonesia di nasionalisasi dan sejak itu Belanda tidak lagi menjadi pemasok kopi dunia (Nasution, 2006).

    Saat ini perkembangan kopi di Indonesia terus mengalami kemajuan yang cukup signifikan (Nuril, 2003). Beberapa daerah di Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbaik dunia. Lampung dikenal sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia yang memiliki jenis kopi robusta. Di Pulau Sumatera saja misalnya banyak jenis kopi berkualitas yang juga sudah dikenal hingga ke mancanegara.Seperti kopi sidikalang dari Sumatera Utara, kopi mandailing dan kopi gayo dari Aceh dan sebagainya. Di Jawa misalnya juga dikenal kopi malang yang mirip dengan yang ada di Lampung, kopi bali dan masih banyak lagi jenis kopi yang lainnya. Indonesia sebagai negara kepulauan nusantara memiliki pesona rasa kopi nusantara yang sangat beragam dan rasanya pun merupakan rasa yang berstandar kualitas ekspor.

    Salah satu keistimewaan kopi yang ada di Indonesia, seperti kopi sumatera adalah perawatan dan pengelolaanya dilakukan dengan sangat intensif sehingga rasa dan aroma yang dihasilkan bisa lebih baik. Selain itu, beberapa daerah di Indonesia juga sudah mulai mengembangkan teknik budidaya tanaman kopi secara organik. Saat ini jenis tanaman organik yang lebih sehat ternyata lebih diminati oleh para pecinta kopi di tingkat dunia. Hal ini merupakan cara yang dilakukan oleh para petani kopi di Indonesia untuk mempertahankan daya jual kopi Indonesia di tingkat dunia.

    Kopi nusantara yang tersebar di beberapa kawasan di Indonesia umumnya memiliki kualitas rasa yang cukup baik. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara beriklim tropis dimana tanaman kopi akan sangat cocok tumbuh di kawasan yang beriklim tropis. Kawasan pegunungan di Indonesia dengan curah hujan yang cukup serta penetrasi cahaya matahari yang baik dan suhu tropis yang mendukung membuat tanaman kopi yang ada di Indonesia bisa tumbuh dengan kualitas yang baik. Bahkan untuk jenis kopi luwak misalnya, Indonesia bahkan diakui sebagai kopi luwak terbaik di tingkat dunia.

    Tidak heran apabila kopi merupakan salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan di Indonesia karena tergolong di dalam kategori komoditi penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Peran kopi sebagai salah satu komoditas ekspor yang menguntungkan telah dimulai sejak masa kolonial.

    Pada masa kolonial, perkebunan menjadi penopang kehidupan perekonomian yang berbasis pada ekonomi perkebunan. Berdasarkan pangsa pasar yang terus mengalami peningkatan, kopi tidak hanya dibudidayakan oleh pemerintah kolonial, tetapi juga oleh rakyat (Ekadinata, 2002). Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).

    B. Tanaman Kopi

    I. Klasifikasi Tanaman Kopi

    Kopi merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik hampir di semua tempat, kecuali pada tempat yang terlalu tinggi dengan suhu yang sangat dingin. Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan iklim tropis menyediakan tempat tumbuh yang baik bagi kopi. Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi diantara tanaman perkebunan lainnya, termasuk tanaman tahunan yang bisa mencapai umur produktif selama 20 tahun. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia yang berperan penting sebagai sumber devisa negara. Tanaman kopi sendiri berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae yang memiliki banyak jenis, namun jenis kopi yang dikenal secara umum antara lain Coffea arabica, Coffea robusta, dan Coffea liberica. Menurut Andrifah (2012), Coffea sp. atau tanaman kopi ini tergolong kedalam kingdom (Plantae), Divisi (Magnoliophyta), Kelas (Magnoliopsida), Ordo (Gentianales), Famili (Rubiaceae),dan Genus (Coffea canephora).

    II. Morfologi Tanaman Kopi

    Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang memiliki bagian-bagian pada tanamannya seperti daun, batang, akar, bunga, dan buah.

    a)  Daun

    Daun kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai bulat dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada batang, cabang dan ranting. Menurut Panggabean (2011), daun tanaman kopi hampir memiliki karakteristik yang sama dengan daun pada tanaman kakao yang lebar dan tipis, sehingga dalam budidayanya memerlukan tanaman naungan. Sedangkanmenurut Najiyati (2001), daun kopi memiliki bentuk bulat telur dengan ujung  agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan rantingnya-rantingnya.

    b)  Batang

    Kopi merupakan tumbuhan berkayu, memiliki batang yang tumbuh tegak ke atas, dan berwarna putih keabu-abuan. Pada batang, terdapat dua macam tunas yaitu tunas seri (tunas reproduksi) yang selalu tumbuh searah dengan tempat tumbuh asalnya dan tunas legitim yang hanya dapat tumbuh sekali dengan arah tumbuh yang membentuk sudut nyata dengan tempat aslinya (Arief, 2011).

    c)  Akar

    Tanaman kopi merupakan tanaman semak belukar berkeping dua (dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang. Perakaran ini hanya dimiliki jika tanaman kopi berasal dari bibit semai atau bibit sambung (okulasi) yang batang bawahnya berasal dari bibit semai (Anshori, 2014). Sistem perakaran pada kopi yaitu sistem perakaran tunggang yang tidak mudah rebah. Perakaran tanaman kopi relatif dangkal, lebih dari 90% dari berat akar terdapat pada lapisan tanah 0-30 cm (Najiyati, 2012).

    d)  Bunga

    Pada umumnya, tanaman kopi berbunga setelah berumur sekitar dua tahun. Bunga kopi berukuran kecil, mahkota berwarna putih dan berbau harum. Kelopak bunga berwarna hijau, bunga tersusun dalam kelompok, masing-masing terdiri dari 4-6 kuntum bunga. Tanaman kopi yang sudah cukup dewasa dan dipelihara dengan baik dapat menghasilkan ribuan bunga. Bila bunga sudah dewasa, kelopak dan mahkota akan membuka, kemudian segera terjadi penyerbukan. Setelah itu bunga akan berkembang menjadi buah. Waktu yang diperlukan sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang ± 8-11 bulan, tergantung dari jenis dan faktor lingkungannya (Direktorat Jenderal  Perkebunan, 2009).

    e)  Buah

    Buah kopi mentah berwarna hijau dan ketika matang akan berubah menjadi warna merah. Buah kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas tiga bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp). Kulit tanduk buah kopi memiliki tekstur agak keras dan membungkus sepanjang biji kopi. Daging buah ketika matang mengandung lender dan senyawa gula yang rasanya manis (Panggabean, 2011).

    Buah kopi umumnya mengandung dua butir biji tetapi ada juga buah yang tidak menghasilkan biji atau hanya menghasilkan satu butir biji. Biji kopi terdiri atas kulit biji dan lembaga. Secara morfologi, biji kopi berbentuk bulat telur, bertekstur keras, dan berwarna putih kotor (Najiyati, 2012).

    III. Syarat Tumbuh Tanaman Kopi

    Kopi adalah suatu jenis tanaman yang terdapat di daerah tropis dan subtropis yang dapat hidup di dataran rendah dan dataran tinggi. Kondisi lingkungan tumbuh tanaman kopi yang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi adalah tinggi tempat dan curah hujan. Menurut Ryan (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kopi antara lain, ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, intensitas cahaya, dan angin agar pertumbuhan tanaman kopi bisa optimal. Secara garis besar, di Indonesia terdapat dua jenis kopi yang keduanya tumbuh dan berkembang secara optimal pada dua kondisi iklim yang berbeda. Kedua jenis kopi tersebut yaitu kopi arabika untuk dataran tinggi dan kopi robusta untuk dataran menengah sampai rendah.

    Kopi arabika merupakan jenis tanaman kopi yang dapat tumbuh optimal di dataran tinggi. Kopi arabika tumbuh baik dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1000 meter dari permukaan laut. Menurut Rahardjo (2012), kopi arabika adalah jenis tanaman dataran tinggi antara 1250-1850 meter dari permukaan laut dengan suhu sekitar 17-21 ˚C. Kopi jenis lain yang berkembang di Indonesia dalah kopi robusta. Kopi robusta merupakan jenis tanaman kopi yang dapat tumbuh di daerah dataran menengah sampai rendah. Kopi robusta dapat tumbuh optimal pada ketinggian dibawah 1000 meter dari permukaan laut. Menurut Ryan (2016), tanaman kopi robusta tumbuh di dataran dengan ketinggian 400-700 meter di atas permukaan laut. Tanaman kopi robusta menghendaki curah hujan 2000-3000 mm per tahun.

    Pada kopi, curah hujan sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman, terutama selama proses pembungaan dan pembentukan buah. Pada umumnya, tanaman kopi dapat tumbuh di area dengan kondisi tanah yang gembur dan subur dengan pH sekitar 4,5-6,0. Pertumbuhan tanaman kopi dapat ditunjang dengan penyinaran secara teratur. Tanaman kopi dapat tumbuh optimal apabaila mendapat intensitas cahaya matahari secara langsung. Tanaman kopi termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap goncangan angin kencang. Selain merusak percabangan dan membuat pohon rebah, angin kencang juga meningkatkan penguapan air di permukaan tanah dan daun yang menyebabkan tanaman mengalami kekeringan (Anggara, 2011).

    IV. Jenis-jenis Tanaman Kopi

    Secara umum, di Indonesia terdapat tiga jenis tanaman kopi, yaitu kopi arabika, kopi robusta dan kopi liberika.

    a)  Kopi Arabika

    Kopi arabika merupakan kopi dengan cita rasa paling baik. Tanaman ini memiliki daun dengan warna hijau tua dan berombak-ombak. Kopi Arabika tidak tahan terhadap hama dan penyakit, serta jenis tanaman kopi ini banyak terdapat di daerah Amerika Latin, Afrika Tengah dan Timur, India serta beberapa terdapat di Indonesia. Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan arabika adalah abesinia, pasumah, marago dan congensis (Ningtyas, 2014).

    b)  Kopi Robusta

    Kopi robusta merupakan kopi dengan cita rasa lebih rendah dibandingkan dengan cita rasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi Kopi Robusta di seluruh dunia dihasilkan secara kering dan mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta memiliki kelebihan yaitu kekentalan yang lebih dan warna yang kuat. Oleh karena itu, Kopi Robusta banyak diperlukan untuk bahan campuran blends untuk merek-merek tertentu. Jenis-jenis kopi robusta adalah quillou, uganda dan canephora (Ningtyas, 2014).

    c)  Kopi Liberika

    Kopi Liberika merupakan jenis tanaman kopi yang dapat tumbuh di iklim panas maupun basah. Jenis tanaman ini tidak menuntut tanah yang subur dan pemeliharaan yang istimewa (Rahardjo, 2012). Kopi Liberika termasuk kopi yang dibudidayakan dalam skala kecil. Hal ini tidak terlepas dari peran pasar internasional yang kurang begitu berminat dengan kopi liberika. Kopi Liberika terkenal atas resistensinya terhadap penyakit Hemiliea (Ningtyas, 2014).

    C. Budidaya Tanaman kopi

    Dalam budidaya kopi, terdapat beberapa proses yang penting untuk diperhatikan serta berpengaruh terhadap kualitas serta kuantitas produksi tanaman kopi menurut Arief (2011), yakni :

    1.   Persiapan Lahan

    Kondisi lahan menjadi salah satu faktor utama yang berpengaruh dalam budidaya tanaman tak terkecuali untuk budidaya kopi, maka penting untuk terlebih dahulu dalam mempersiapkan lahan yang nantinya digunakan sebagai kegiatan budidaya tanaman kopi. Persiapan lahan dilakukan dengan pembersihan lahan dari rumput serta tumbuhan liar. Rumput maupun tumbuhan liar sebaiknya dibabat dan hasil pembabatan tidak dibakar melainkan ditumpuk dalam satu barisan sesuai dengan barisan tanaman kopi, hal tersebut dilakukan bertujuan agar memberikan stok humus pada tanah.

    2.   Pembuatan Lubang Tanam

    Dalam pembuatan lubang tanam digunakan ukuran panjang, lebar serta kedalaman sekitar 30 cm x 30 cm x 30 cm agar memberikan pertumbuhan yang baik bagi perakaran tanaman kopi. Jarak yang digunakan antar tanaman kopi adalah 2 hingga 3 meter. Untuk kondisi lahan yang terjal atau memiliki kondisi lahan dengan derajat kemiringan diatas 100 sebaiknya dibuat teras serta digunakan tanaman naungan atau pelindung untuk mencegah terjadinya longsor yang dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman kopi.Agar lebih optimal, setelah lubang tanam telah dibuat sebaiknya lubang tanam tersebut dibiarkan beberapa hari dan kemudian diberikan pupuk kompos, hal tersebut bertujuan agar meminimalisir adanya penyakit serta unsur berbahaya yang ada pada tanah.

    3.   Cara Penanaman

    Penanaman tanaman kopi, dapat dilakukan dengan mengaduk kompos dengan tanah dalam lubang kemudian membuat lubang seukuran polybag dan masukkan bibit kopi yang akan ditanam secara hati-hati agar tanah yang berasal dari polybag tidak pecah ataupun hancur dan pastikan agar leher akar tidak tertanam karena mampu menghambat pertumbuhan tanaman kopi. Agar pertumbuhan kopi dapat optimal maka sebaiknya penanaman dilakukan pada awal musim hujan serta dilakukan penambahan kompos 0,5 kg per pohon setelah tiga bulan penanaman.

    4.   Pemangkasan

    Pemangkasan pada tanaman kopi bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman yakni dengan cara menghilangkan cabang-cabang tidak berproduktif. Cabang tersebut meliputi cabang tua yang telah berbuah 2-3 kali, cabang balik, cabang liar, cabang yang saling tindih, tunas cacing, serta cabang yang telah terserang hama dan penyakit tanaman.

    a)  Pemangkasan Bentuk

    Dilakukannya pemangkasan bentuk agar membentuk kerangka pohon yang diinginkan, dimana percabangan yang ditinggalkan letaknya lebih teratur, memiliki arah yang menyebar dan juga produktif sehingga pertumbuhan cabang dapat lebih kuat. Pemangkasan bentuk pada tanaman kopi dapat dilakukan dua kali yakni pada usia tanaman 8-12 bulan dan pada tanaman berusia 1-2 tahun.

    b)  Pemangkasan Pemeliharaan

    Pada pemangkasan pemeliharaan dapat dilakukan pada tanaman kopi yang telah berusia 2-3 tahun dimana cabang yang harus dipangkas adalah percabangan dibawah 40 cm supaya mampu mengurangi kelembaban di sekitar tanaman, tanaman yang memiliki ketinggian lebih dari dua meter, tunas air agar tidak menggangu pertumbuhan tanaman, tunas baru (wiwilan).

    c)  Pemangkasan Produksi

    Pemangkasan produksi dilakukan pada tanaman kopi yang berada dalam keadaan sudah siap berproduksi tinggi yakni dengan usia tanaman diatas 3 tahun.

    5.   Pemupukan

    Pemberian pupuk sangat penting untuk pertumbuhan tanaman kopi karena mampu menambah nutrisi bagi tanaman yang bertujuan untuk peningkatan hasil produksi, meningkatkan kemampuan tanaman untuk tahan terhadap serangan hama serta penyakit, memperbaiki kondisi tanah serta menambah kesuburan tanaman.

    Pemupukan dalam budidaya tanaman kopi dapat menggunakan pupuk organik maupun anorganik, keduanya memiliki tujuan yang sama yakni memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Waktu yang tepat untuk dilakuannya pemupukan adalah pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan agar pupuk mudah diserap oleh akar tanaman dan dilakukan setelah selesainya kegiatan pemangkasan serta dibersihkan dari rumput dan tumbuhan liar. Dalam pemberian pupuk organik dapat menggunakan pupuk kompos, pupuk kandang maupun pupuk organik cair (POC).

    Bab III. Metode Praktikum

    A. Waktu dan Tempat

    Kegiatan Praktikum Teknologi Produksi Pertanian komoditas kopi meliputi  penanaman dan perawatan yang dilakukan di lahan percobaan UB Forest Dusun Sumbersari, Desa Tawang Argo dan Dusun Sumberwangi, Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Penanaman dan perawatan dilakukan pada tanggal 5 November 2017.

    Dusun Sumberwangi berada di ketinggian 1000-1200 mdpl dengan suhu sekitar 20-210C. Dusun Sumbersari berada di ketinggian 1100-1300mdpl dengan suhu sekitar 21-23oCdan curah hujan rata-rata mencapai 1500-2000 mm.

    B. Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam kegiatan fieldtrip ini dibedakan berdasarkan jenis kegiatannya. Pada kegiatan tanam, alat yang digunakan yaitu roll meter, tali, ajir (bambu setinggi 1 m), dan cangkul. Kegiatan pemupukan anorganik digunakan alat yaitu cangkul, timba, dan timbangan. Pada kegiatan pemangkasan digunakan gunting pangkas dan sabit. Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan tanam yaitu bibit tanaman kopi dan pupuk kandang. Pada kegiatan pemupukan dibutuhkan pupuk Urea, SP36 dan KCl, dan pada kegiatan pemangkasan dibutuhkan tanaman kopi menghasilkan (TM).

    C. Metode Praktikum

    Pada kegiatan filedtrip komoditas kopi terdapat beberapa metode yang dilakukan. Adapun metode-metode tersebut adalah tanam, pemupukan pupuk anorganik dan pemangkasan.

    I. Tanam

    Penanaman kopi menggunakan bibit yang sudah disemai terlebih dahulu yang berumur sekitar 6-8 bulan dan mempunyai tinggi 30cm. Kemudian menetapkan titik awal untuk membuat jarak tanam dan mengatur jarak tanam dengan pola tunggal 2,5 x 2,5 m. Lubang tanam dibuat menggunakan cangkul pada tempat yang telah ditandai ajir dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm dengan posisi ajir tepat berada di tengah lubang tanam. Tanah hasil galian lapisan atas (top soil) pada kedalam 0 – 20 cm diletakkan di sebelah kanan lubang, kemudian tanah hasil galian lapisan bawah (sub soil) pada kedalaman 20 – 40 cm tersebut diletakkan di sebelah kiri lubang. Setelah itu, tanah hasil galian lapisan atas (top soil) dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 1 – 2 kg atau 1 timba kecil. Kemudian tanah top soil dimasukkan terlebih dahulu kedalam lubang tanam. Setelah lubang tanam terisi tanah lapisan atas, lalumemasukkan tanah lapisan bawah (sub soil) padalubang tanam. Setelah lubang tanam terisi penuh, beri tanda ajir tepat ditengah. Selanjutnya melepaskan bibit tanaman kopi yang sudah di siapkan dari polibagnya dengan hati-hati sehingga akar bibit tetap terbungkus dengan tanah. Jika akar tunggang terlalu panjang maka dapat dipotong. Lalu membuat lubang tanam dengan cangkul kecil atau tangan sesuai dengan tanah yang membungkus akar, tepat ditengah ajir. Kemudian meletakkan bibit dengan pangkal batang berada diatas permukaan tanah. Setelah bibit tertanam,tanah disekeliling bibit dipadatkan menggunakan telapak tangan agar bibit tidak tergerus air hujan dan tidak mudah roboh. Langkah terakhir adalah dengan meletakkan ajir dengan panjang 10 cm di sisi tanaman untuk menandai bahwa tanaman baru di tanam.

    II. Pemangkasan

    Kegiatan pemangkasan dilakukan agar tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik dan produktif. Pemangkasan yang dilakukan yaitu pemangkasan pemeliharan. Kemudian kopi TM yang telah dipilih dipangkas pada bagian cabang tidak produktif menggunakan sabit atau gunting pangkas. Cabang tidak produktif meliputi tunas air/wiwilan, tunas balik dan tunas cabang kering terserang hama/penyakit.

    III. Pemumpukan Anorganik

    Pemupukan pada tanaman kopi diberikan pada saat pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman kopi yang sudah menghasilkan umur diatas 4 tahun (TM). Pemupukan di lakukan dengan memilih tanaman yang akan dipupukterlebih dahulu, kemudian menetapkan kriteria dan umur tanaman kopi tersebut. Pupuk yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu yaitu dengan dosis pupuk: 90 kg NHa-1 dan 72 kg P2O5Ha-1 dengan hasil penimbangan disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Sebelum mengaplikasikan pupuk, daerah piringan pada tanaman kopi dibersihkan terlebih dahulu dari gulma yang ada baru setelah itu dibuat alur menggunakan cangkul di sekeliling piringan atau keliling kanopi kemudian pupuk ditaburkan sesuai takaran lalu tutup dengan tanah.

    Bab IV. Hasil dan Pembahasan

    A. Identifikasi Umum

    Tanaman kopi merupakan golongan tanaman C3 yang tidak membutuhkan penyinaran secara penuh. Menurut Sanger (1998) dalam Anita (2016) menyatakan bahwa tanaman C3 membutuhkan intensitas cahaya tidak penuh supaya tanaman dapat tumbuh dengan optimal. Fotosintesis dapat berjalan dengan baik yaitu apabila cahaya matahari yang diterima tidak lebih dari 60% (Prawoto, 2007). Oleh karenanya agar tanaman kopi dapat tumbuh optimal dibutuhkan tanaman naungan untuk mengurangi intensitas cahaya langsung ke tanaman. Berdasarkan hasil praktikum lapang yang telah dilakukan, tanaman kopi yang di tanam di Dusun Sumbersari dan di Dusun Sumberwangi ditanam secara polikurtur  dengan pohon pinus sebagai tanaman naungan. Pohon pinus selain mampu mengurangi intensitas cahaya langsung ke tanaman juga mampu melindungi tanah dari erosi dan mampu menjaga kondisi air dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guimaraes(2014) dalam Supriadi (2015) bahwa kadar air tanah pada sistem agroforestri tanaman kopi dengan tanaman naungan lebih tinggi dibandingkan tanaman kopi yang ditanam secara monokultur (tanpa naungan). Menurut Supriadi (2015) juga menyatakan bahwa penanaman kopi dengan tanaman berkayu lainnya dapat mengurangi laju aliran permukaan dan erosi tanah. Hal ini disebabkan sistem perakaran tanaman berkayu yang kuat membantu dalam menahan tanah. Dengan kondisi tersebut tanah-tanah tersebut tidak akan mudah mengalami erosi.

     Ketinggian merupakan salah satu faktor penting dalam penanaman kopi. Setiap jenis kopi memiliki kriteria ketinggian yang berbeda sehingga dapat tumbuh dengan optimal. Berdasarkan hasil praktikum lapang yang telah dilakukan, jenis kopi yang ditanam yaitu kopi arabika. Tanaman kopi tersebut ditanam pada ketinggian 700-1000 mdpl dan 1000-1300 mdpl. Menurut AEKI (2015) Kopi arabika adalah tanaman kopi dataran tinggi yang sesuai ditanam pada daerah dengan ketinggian antara 1250-1850 mdpl dengan suhu udara sekitar 17-21º C. Kesesuain ketinggian tempat dengan jenis kopi yang ditanam dapat mengoptimalkan pertumbuhan kopi. Karena jika syarat tumbuh tanaman terpenuhi maka proses fisiologis tanaman akan berjalan dengan normal dan produk yang dihasilkan akan maksimal.

    Curah hujan juga termasuk salah satu faktor penting dalam penanaman kopi selain kesesuaian ketinggian tempat. Berdasarkan data hasil praktikum lapang diketahui curah hujan rata-rata di Dusun Sumbersari mencapai 1500-2000 mm. Jumlah curah hujan di kedua tempat tersebut sudah mencukupi kebutuhan curah hujan untuk mengoptimalkan pertumbuhan kopi. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Kandari (2013) bahwa tanaman kopi arabika tumbuh dengan optimal dengan curah hujan antara 1300-2000 mm.

    B. Penanaman Tanaman Kopi

    Pada Penanaman bibit kopi, kegiatan yang dilakukan adalah persiapan bahan tanam, pembuatan lubang tanam, pencampuran pupuk kandang, dan penanaman bibit.Penanaman bibit kopi dilakukan pada 2 lokasi yaitu pada UB Forest dan Dsn. Sumberwangi. Pada persiapan bahan tanam, hal pertama yang dilakukan adalah memilih bibit kopi yang sehat. Hal ini karena pemilihan bibit dapat menentukan hasil tingkat produksi tanaman. Bibit yang digunakan pada lahan di Dusun Sumbersari adalah jenis kopi arabika. Bibit kopi yang dipakai merupakan bibit yang masih kedalam fase vegetative. Menurut Edi (2014) bahwa pada fase vegetatif, karakter tinggi tanaman kopi dan diameter batang kopi dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk produksi tinggi. Hal tersebut dijelaskan oleh Alnopri (2011) bahwa kriteria seleksi genotipe tanaman kopi berdaya hasil tinggi dapat ditempuh melalui pendekatan morfologi tanaman kopi yang digunakan sebagai kriteria seleksi adalah sifat batang, sifat percabangan dan sifat buah.

    Bibit kopi yang digunakan pada UB forest dan Dsn. Sumberwangi menggunakan bibit yang digunakan dari perbanyakan yang berbeda. Pada UB forest menggunakan bibit yang berasal dari okulasi, sedangkan bibit yang digunakan pada Dsn.Sumberwangi menggunakan bibit stek. Pada bibit yang digunakan pada UB forest menggunakan pembibitan melalui teknik vegetatif okulasi yang memiliki banyak keuntungan dalam peningkatan produksi, diantaranya sifatnya akan sama dengan induknya, lebih cepat berbiji, dan hasilnya akan lebih seragam.Hal ini diperkuat dengan pernyataan Suwandi (2012) menyatakan bahwa perbanyakan tanaman secara okulasi dapat memperbaiki jenis – jenis tanaman yang telah tumbuh, sehingga jenis yang tidak diinginkan diubah menjadi jenis yang dikehendaki dan dapat mempercepat berbuahnya tanaman.

    Pada bibit yang digunakan pada Dusun Sumberwangi menggunakan pembibitan melalui teknik vegetatif stek yang memiliki banyak keuntungan dalam peningkatan produksi, diantaranya sifatnya akan sama dengan induknya, usia siap tanam pendek dan hasilnya akan lebih seragam. Hal ini diperkuat dengan data dari balai penelitian dan pengembangan pertanianyang menyatakan bahwa perbanyakan tanaman secara vegetatif stek menghasilkan tanaman dengan sifat yang sama dengan induknya, mutu yang dihasilkan seragam dan usia tanam yang pendek (9 – 12 bulan).

    Setelah memilih bibit hal yang dilakukan selanjutnya yaitu mengukur jarak tanam, jarak tanam yang digunakan pada penanaman kopi Arabika yaitu 2,5 x 2,5 m. Hal ini sesuai dengan menurut Prastowo (2010) bahwa pada kemiringan tanah landai (0-15%) menggunakan jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Jarak tanam dibedakan menurut ketinggian lahan. Semakin tinggi lahan semakin jarang dan semakin rendah semakin banyak.Selanjutnya membersihkan seresah sebelum pembuatan lubang tanam, hal ini digunakan agar mempermudah saat pembuatan lubang tanam. Sehingga bagian sub soil dan top soil yang diletakkan pada sebelah kiri dan kanan lubang tanam tidak tercampur oleh seresah. Akan tetapi, seresah yang terlalu banyak juga akan berpengaruh pada tanaman. Menurut Anita (2014) yang mengatakan bahwa penambahan seresah asal hutan lebih lambat terdekomposisi dan termineralisasi. Sehingga seresah hutan tidak malah membuat tanaman pertumbuhannya lancar malah menjadi membuat tanaman pertumbuhannya terganggu.

    Pada pembuatan lubang tanam, persiapan tanam dilakukan dimana pupuk kandang dan tanah sub soil dicampurkan. Langkah pertama yaitu menggali lubang dengan kedalaman 40cm x 40cm x40cm dengan rincian untuk top soil (20cm dari permukaan tanah) yaitu tanah pada bagian atas permukaan tanah, sub soil 20 cm bagian bawah permukaan tanah. Pada hal ini bahwa tanah galian lubang bagian atas sekitar 20 cm dari permukaan tanah dipisahkan dengan galian lubang 20 cm bagian bawah (sub soil). Hal ini di sebabkan bagian top soil lebih subur daripada bagian sub soil karena bagian top soil banyak bahan organik dan seresah. Hal ini sesuai dengan Sitopu (2014) bahwa komposisi sub soildengan pupuk kandang ayam yang berimbang diharapkan dapat menjadi media tanam yang baik untuk pertumbuhan bibit kopi arabika.Tanah yang dicampur dengan pupuk kandang akan menjadi lebih subur dan gembur.

    Langkah terakhir adalah peletakan bahan tanam berupa bibit kopi dilakukan dengan cara memasukkan tanah bagian atas (top soil) kedalam lubangmeletakkan bibit kopi kedalam lubang diatas tanah yang telah dicampurkan dengan pupuk kandang dan kemudian menutupnya dengan tanah di bagian bawah (sub soil). Tujuan peletakkan tanah dibalik adalah untuk menekan gulma yang tumbuh di sekitar lubang tanam tanaman kopi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Umiyati dan  Kurniadi (2016) bahwa pembalikan tanah merupakan salah satu sistem olah tanah sempurna dimana sistem olah tanah ini bertujuan untuk memberikan peluang bagi biji gulma yang dorman untuk berkecambah yang kemudian gulma yang tumbuh akibat sistem olah tanam sempurna ini dapat dengan segera dikendalikan dengan cara pengendalian mekanis ataupun menggunakan cara pengendalian kimia berupa aplikasi pestisida.

    C. Perawatan Tanaman Kopi

    Perawatan yang dilakukan di Ub Forest pada tanaman kopi yaitu berupa penyiangan, pemangkasan dan pemupukan. Tanaman kopi adalah tanaman C3, yang mempunyai karakter mampu berfotosintesis maksimal pada intensitas kurang dari 100 %.  Oleh karena itu tanaman kopi baik ditanam dibawah naungan,  misal tanaman pinus, lamtoro dan sengon.  Keberadaan tanaman naungan pada tingkat tertentu akan membantu mengurangi intensitas radiasi matahari yang bermanfaat menurunkan evapotranspirasi tanaman.

    I. Penyiangan

    Penyiangan merupakan menghilangkan gulma yang ada di sekitar tanaman. Penyiangan yang dilakukan di Ub Forest pada tanaman kopi bertujuan untuk menggemburkan tanah supaya aerasi menjadi lebih baik untuk mendorong perkembangan akar tanaman yang maksimal sehingga diperoleh tanaman dengan perakaran yang kokoh dan pertumbuhan yang optimal dan tentunya tanaman akan lebih sehat dan menjadi tidak mudah terserang hama dan penyakit. Dan yang kedua adalah untuk mengendalikan gulma yang tumbuh disela-sela tanaman budidaya, dengan adanya gulma yang lebat tentunya akan menambah persaingan untuk memperoleh unsur hara dan sinar matahari yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman budidaya terganggu dan bisa menurunkan produksi.

    B. Pemangkasan

    Tabel 1. Data Rata-rata Pemangkasan

    Sampel Tanaman Kopi ke-Identifikasi Tunas dan Cabang
    Tunas AirTunas BalikTunas Cabang Kering Terserang Hama/ PenyakitPemangkasan cabang yang sejajar
    Rata-rata52,67253,16

    Pada perawatan kopi dilakukan pemangkasan pemeliharaan yaitu dengan memangkas cabang yang tidak produktif yang meliputi tunas air/wiwilan, tunas balik, tunas cabang kering terserang penyakit dan cabang yang sejajar. Dari hasil pengamatan 6 sampel tanaman kopi diperoleh rata-rata tunas air/wiwilan adalah 5, rata-rata tunas balik ada 2,67, rata-rata tunas cabang kering terserang hama/penyakit ada 2,5 dan rata-rata cabang yang sejajar ada 3,16.

    Pemangkasan merupakan tindakan kultur teknik berupa tindakan Pemotongan bagian bagian tanaman yang tidak dikehendaki Seperti cabang yang telah tua, cabang kering, dan cabang lain. Manfaat dan fungsi Pemangkasan Umumnya adalah agar pohon tetap Rendah sehingga mudah perawatannya, membentuk cabang-cabang produksi yang baru, mempermudah masuknya Cahaya dan mempermudah pengendalian Hama dan Penyakit. Pangkasan juga dapat dilakukan selama panen sambil menghilangkan cabang-cabang yang tidak produktif, cabang liar maupun yang sudah tua. Cabang yang kurang produktif dipangkas agar unsur hara yang diberikan dapat tersalur kepada batang-batang yang lebih produktif. Secara morfologi buah kopi akan muncul pada percabangan, oleh karena itu perlu diperoleh cabang yang banyak. Pangkasan dilakukan bukan hanya untuk menghasilkan cabang-cabang saja, (pertumbuhan vegetatif) tetapi juga banyak menghasilkan buah (Prastowo, 2010). 

    Untuk menjadikan tanaman kopi sehat, kuat dan mempunyai keseimbangan antara vegetative dan generative sehingga tanaman lebih produktif. Pada saat pemangkasan yang dilakukan di Ub Forest pada tanaman kopi berumur 7 tahun yang tergolong TM (Tanaman Menghasilkan). Pemangkasan yang dilakukan adalah pemangkasan pemeliharaan. Pemangkasan dilakukan dengan cara memotong cabang tanaman yang sudah tidak produktif, yaitutunas air atau wiwilan, tunas balik, dan tunas cabang kering terserang hama atau penyakit.

    III. Pemupukan

    Pemupukan merupakan pemberian bahan yang dimaksudkan untuk menyediakan hara bagi tanaman. Umumnya pupuk diberikan dalam bentuk padat atau cair melalui tanah dan diserap oleh akar tanaman. Namun pupuk dapat juga diberikan lewat permukaan tanaman, terutama daun. bertujuan untuk menyediakan nutrisi pada tanaman.  Pada tanaman kopi,  pupuk anorganik diberikan pada saat pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman kopi yang sudah menghasilkan umur diatas 4 tahun (TM).

    Pentingnya pemupukan untuk Tanaman kopi adalah menjaga daya tahan tanaman, meningkatkan produksi dan mutu hasil serta menjaga agar hasil produksi stabil tinggi. Seperti pada tanaman lainnya pemberian pupuk harus tepat waktu, dosis, dan jenis pupuk serta cara pemberiannya. Semuanya tergantung pada Jenis Tanah, iklim dan umur Tanaman. Pemberian pupuk dapat diletakkan secara melingkar disekitar akar Tanaman yang menyesuaikan dengan Lebar Kanopi (Prastowo, 2010).

    Tabel 2. Kebutuhan pupuk tanaman kopi

    Jenis PupukPresentase UnsurKebutuhan Pupuk (kg/hektar)Kebutuhan Per Tanaman (kg/tanaman)
    SP3636 %2000,125
    UREA46 %2000,125

    Tahap pertama yang dilakukan pada proses pemupukan yaitu menyiapkan alat dan bahan, melakukan proses penyiangan gulma dan seresah di sekitar areal tanaman. Kemudian membuat piringan berupa lubang dengan cetok untuk penempatan pupuk yang disesuaikan dengan lebar tajuk tanaman. Setelah itu, pupuk urea 0,125 kg/tanaman dan SP36 0,125 kg/tanaman disebar secara merata pada alur piringan yang telah dibuat. Langkah terakhir yang dilakukan yaitu dengan menutup alur dengan tanah. Tujuan dari pemupukan ini untuk menambah unsur hara di dalam tanah.

    D. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Pertumbuhan Tanaman

    Tanaman kopi arabika yang ditanam di lokasi Dusun Sumbersari memiliki ketinggian sekitar 1200 meter di atas permukaan laut (mdpl), sedangkan di lokasi Dusun Sumberwangi memiliki ketinggian sekitar 1100 meter diatas permukaan laut (mdpl). Hal tersebut telah sesuai dengan pernyataan Nadjiyati (2004), yang menyatakan bahwa untuk penanaman kopi arabika cenderung menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl. Ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan kopi Arabika berada pada sekitar 1.000 – 1.700 meter di atas permukaan laut (dpl). Jika berada pada ketinggian < 1000 meter dpl, maka kopi Arabika akan mudah terserang penyakit Hemileia vastatrix, sedangkan jika berada pada > 1.700 meter dpl akan mengakibatkan produksi kopi Arabika menjadi tidak optimal karena pertumbuhan vegetatif lebih besar dari generatif (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

    Daya dukung lingkungan terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi ditentukan oleh faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik utama yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman kopi adalah serangga. Serangga yang ditemukan pada lahan kopi di UB Forest adalah ulat jengkal. Ulat jengkal (Hyposidra Talaca) merupakan serangga hama yang menyerang tanaman kopi pada bagian daun. Gejala yang disebabkan oleh hama ini adalah daunnya berlubang-lubang, ada bagian daun dan tulang daun baik primer maupun sekunder dimakan sehingga daun tinggal setengah atau sepertiga (Pradana, 2013). Sedangkan, serangga yang ditemukan pada lahan di Dusun Sumberwangi adalah uret (Lepidiota stigma). 

    Uret termasuk ke dalam serangga hama. Uret yang masih muda memakan bagian-bagian akar yang lunak, tetapi kerusakan yang ditimbulkannya tidak begitu berarti. Semakin besar ukuran uret, jumlah makanan yang diperlukan akan semakin banyak sehingga kerusakan yang akan ditimbulkannya akan semakin besar. Uret dewasa dapat memakan kulit akar sampai habis. Adanya kerusakan akar ini dapat menyebabkan terjadinya kelayuan pada tanaman muda dan sering menimbulkan kematian. Selain serangga, gulma merupakan faktor biotik kedua yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kopi. Gulma yang ditemukan pada lahan adalah jenis kirinyuh (Euphatorium odoratum) merupakan tumbuhan berbentuk perdu, berasa pahit, tumbuh tegak, bercabang banyak, dan berbau. Gulma ini sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup suatu tanaman juga petani karena daya racun gulma ini menyebabkan kerusakan dan menghambat pertumbuhan tanaman (Sakdiah, 2006).

    Sedangkan, faktor abiotik yang biasa dievaluasi terkait dengan daya dukung lingkungan tumbuh tanaman kopi adalah curah hujan rata-rata tahunan dan rata-rata lama bulan keringnya. Curah hujan kurang atau lebih daripada kisaran tertentu dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Demikian pula, lama bulan kering lebih dari pada kisaran tertentu (>3 bulan) dapat berdampak negatif atau bahkan menyebabkan kerusakan/kematian (>5 bulan) pada pertanaman kopi. Lalu, ada suhu dan kelembaban yang dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Suhu di lokasi Dusun Sumbersari sekitar 21-23oC, sedangkan suhu di lokasi Dusun Sumberwangi sekitar 20-210C. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sihombing (2011), yang menyatakan bahwa di Indonesia tanaman kopi Arabika cocok dikembangkan di daerah-daerah dengan  suhu 15-24ºC. Suhu yang lebih tinggi dapat merangsang pembentukan tunas dan pertumbuhan tanaman, tetapi meningkatkan resiko serangan hama. Sementara sifat tanah berkaitan dengan produksi kopi. Kopi dapat berproduksi baik apabila ditanam pada tanah yang sesuai, yaitu tanah dengan kedalaman efektif yang cukup dalam (> 100 cm), gembur, berdrainase baik, serta cukup tersedia air, unsur hara terutama kalium (K), harus cukup tersedia bahan organik (>3%). Sedangkan untuk  kemiringan lereng akan mempengaruhi tingkat bahaya erosi yang dihasilkan. Semakin besar % kemiringan lereng maka akan semakin besar tingkat erosi yang dihasilkan. Hal ini perlu diperhatikan sebagai salah satu pertimbangan dalam budidaya kopi arabika. Faktor tanah yang biasa dievaluasi terkait pertumbuhan tanaman kopi meliputi tinggi tempat, kemiringan lahan, drainasi tanah, kondisi fisik dan kimia tanah, serta toksisitas tanahnya. Terkait dengan peran air pada metabolisme tanaman, maka dapat dipahami bahwa ketersediaan air sepanjang tahun, baik dalam hal volumenya maupun sebarannya, dapat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Erwiyono, 2006).

    Secara alami dinamika ketersediaan air dalam lingkungan tertentu secara makro ditentukan oleh pola curah hujan setempat, yang meliputi naik turunnya kuantitas hujan yang turun dan sebarannya sepanjang tahun setiap tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan air oleh karena datangnya musim kemarau panjang menyebabkan turunnya produksi kopi tahun berikutnya, kerusakan tanaman dan dampak paling ekstrim pada kematian pertanaman kopi tergantung pada intensitas musim kemarau. Sebaliknya, turunnya hujan yang relatif lebat dan terus-menerus, serta curah hujan yang lebih tinggi daripada biasanya juga dapat berdampak pada kerusakan tanaman, khususnya mengganggu pembungaan, pembuahan, dan pertumbuhan buah kopi, sehingga berdampak pada turunnya produksi kopi (Erwiyono, 2006). Selain itu, yang menentukan pertumbuhan tanaman kopi juga terdapat faktor cahaya matahari, cahaya matahari secara keseluruhan mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman. Hal tersebut dikarenakan cahaya matahari berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Kopi memerlukan intensitas cahaya matahari sebesar 40% dan dengan naungan sebesar 60%. Menurut Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (BALITRI, 2012), tanaman kopi merupakan tanaman yang membutuhkan naungan sepanjang hidupnya. Tingkat naungan  tersebut berbeda-beda sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman kopi, pada fase pembibitan atau umur muda tingkat naungan yang dibutuhkan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada fase dewasa atau fase pertumbuhan generatif. Tingkat naungan yang tidak sesuai pada fase pembibitan akan menghasilkan kualitas benih kopi yang rendah. Intensitas cahaya adalah jumlah sinar matahari yang sampai pada permukaan tanaman, biasanya satuan yang digunakan persentase, sedangkan naungan bertolak belakang dengan intensitas cahaya, bila tingkat naungan semakin tinggi.

    Ditinjau dari besarnya intensitas penaungan, Staver et al. (2001) mengemukakan bahwa pada daerah-daerah berelevasi rendah atau pada daerah zona kering ternyata intensitas penggunaan naungan sebesar 35-60% dapat mengurangi kerontokan daun pada saat musim kering dan mengurangi serangan penyakit bercak daun Cercospora coffeicola dan hama Planacoccus citri, tetapi dapat meningkatkan serangan penyakit karat daun Hemileia vastatrix. Sesuai dengan keadaan pada Lahan kopi di UB Forest besarnya intensitas naungan mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama pada daun yang banyak terserang penyakit karat jika berada pada daerah kering. Interaksi antara lingkungan tumbuh, varietas, dan manajemen pengelolaan tanaman merupakan faktor-faktor yang dapat menjadi pembeda dalam penggunaan berbagai jenis tanaman penaung. Pengaruh naungan terhadap hasil tanaman kopi banyak terjadi kontradiksi yang disebabkan perbedaan lingkungan biofisik, materi tanaman, kriteria evaluasi, dan lamanya studi.  Interaksi antara pertanaman kopi dengan jenis-jenis tanaman penaung sangat dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan tumbuh, karakteristik dan perbedaan varietas tanaman, serta perbedaan manajemen pengelolaan kebun. (Dossa, 2008).

    Bab V. Kesimpulan

    A. Kesimpulan

    Praktikum Teknologi Poduksi Tanaman padakomoditas kopi dilaksanakan pada dua lokasi, yaitu di DusunSumbe

    rsari dan DusunSumberwangi. Bibit yang di gunakan di Desa Sumbersari adalah jenis kopi arabika, sedangkan di Dusun sumberwangi menggunakan jenis kopi arabika dengan varietas Komasti C1. Jenis kopi ini cocok di dualokasipenanam kopi tersebut. Kegiatan yang dilakukan di Dusun Sumberwangi adalah penanaman, sedang di Dusun Sumbersari adalahpenanaman dan perawatan.

    Kegiatan penamandiawalidenganpemilihanbibit.Bibit kopi yang dipilih berumur 6-8 bulandengan tinggi 30 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 2,5 m x 2,5 m dengan ukuan lubang tanam 40 cm x 40 cm x 40 cm.Kemudianmemisahkan antara top soil dan sub soilnya.Perawatantanaman kopi meliputikegiatanpemupukandanpemangkasan.Pemupukanbertujuan untuk menambahkan unsur hara bagitanaman.Pemangkasantanaman kopi adalah pemangkasan pemelihaaan yangdilakukan untukmembentukcabangprodutif yang baik. semakin tinggi jumlah gulma dan hama di lingkungan pada disekitar tanaman kopi akan mempengaruhi petumbuhan tanaman kopi. selain itu faktor kerapatan naungan, ketinggian tempat, dan suhu lingkungan disekitar tanaman kopi juga mempengaruhi produktivitas tanaman kopi. Apabila proses budidaya dilakukan dengan baik dan faktor lingkungan mendukung, maka pertumbuhan tanaman kopi akan maksimal sehingga produktifitas serta mutu tanaman kopi akan meningkat.

    DAFTAR PUSTAKA

    AEKI. 2015. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi di Indonesia. http://aeki.aice.org. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.

    Alnopri, Prasetyo dan Bandi Hermawan. 2011. Idiotipe Kopi Arabika Tanaman Belum Menghasilkan Pada Lingkungan Dataran Rendah dan Menengah. Jurnal Agrovigor 4(2)ISSN 1997-5777.

    Anggara, Anies., Marini dan Sri. 2011. Kopi Si Hitam Menguntungkan: Budidaya dan Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Cahaya Atma Pustaka.

    Anita, Tabrani., Gunawan dan Idwar. 2016. Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Di Medium Gambut Pada Berbagai Tingkat Naungan Dan Dosis Pupuk Nitrogen. Jom Faperta 3(2): 1-9

    Anshori, M. Fuad. 2014. Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

    Arief, M dan Candra Wirawan. 2011. Panduan Sekolah Lapangan Budidaya Kopi Konservasi. Jakarta: Conservation International Indonesia.

    BALITRI. 2012. Intensitas Cahaya pada Pembibitan Kopi. http://balitri.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 05 November 2017.

    Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Volume dan nilai ekspor, impor Indonesia. http://Direktorat Jenderal Perkebunan.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.

     Dossa, E. L., E. C. M. Fernandez, and W. S. Reid. 2008. Above and belowground biomass, nutrient and carbon stocks contrasting an open-grown and a shaded coffee plantation. Agroforestry Syst. 72 : 103- 115.

    Edi, Wardiana dan Dibyo Pranowo. 2014. Seleksi Karakter Vegetatif dan Generatif Kopi Arabika melalui Penggunaan Analisis Lintasan Bertahap dan Model Persamaan Struktural. Jurnal Littri. 20(2): 77 – 86.

    Ekadinata, O. 2002. Peranan Uji Citarasa dalam Pengendalian Mutu Kopi. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

    Erwiyono, R., A. Wibawa., Pujiyanto dan J.B. Baon. 2006. Peranan perkebunan kopi terhadap kelestarian lingkungan dan produksi kopi: Kasus di tanah Andosol. Hal. 155-162. Dalam Wahyudi, T. et al. (Eds). Penguatan agribisnis kopi melalui peningkatan mutu, diversifikasi produk dan perluasan pasar. Simposium Kopi 2006 di Surabaya, 2-3 Agustus 2006.

    Herbal News Pedia. 2015. Gambar Daun Tanaman Kopi. http://herbalnewspedia.blogspot.co.id/2015/11/khasiat-minuman-daun-kopi-kawa-daun.html. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.

    Jansen, A. 2005. Plant Protection in Coffee: Recommendation for the Common Code for the Coffee Community-Initiative, Common Code for the Coffee Community. p.65.

    Kandari, A. M., Safuan L. O. dan Amsil L. M. 2013. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Kopi Robusta Berdasarkan Analisis Data Iklim Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi. Jurnal Agroteknos 3(1): 8:13

    Kementerian Pertanian. 2015. Basis Data Ekspor-Impor Komoditi Pertanian. http://www.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.

    Najiyati dan Danarti. 2004. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen, Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

    Najiyati, S dan Danarti. 2001. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta: Penebar Swadaya.

    Najiyati, S dan Danarti. 2012. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. PT. Jakarta: Penebar Swadaya.

    Nasution, H. S. P. 2006. Prospek Tinggi Bertanam Kopi Pedoman Meningkatkan Kualitas Perkebunan Kopi. Yogyakarta: Pustaka Baru.

    Ningtyas, I. Perkebunan Kopi Rakyat di Jawa Timur 1920-1942. J. Avatra, e-JournalPendidikan Sejarah. 2(1): 122-129.

    Nuril, E. 2006. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kopi. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Indonesia.

    Oktapiyanti, Mia Rifa . 2016. Gambar Akar Tanaman Kopi. http://pangapangapanga.blogspot.co.id/2016/10/klasifikasi-tanamankopi.html. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.

    Oktapiyanti, Mia Rifa . 2016. Gambar Batang Tanaman Kopi. http://pangapangapanga.blogspot.co.id/2016/10/klasifikasi-tanamankopi.html.  Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.

    Oktapiyanti, Mia Rifa . 2016. Gambar Bunga Tanaman Kopi. http://pangapangapanga.blogspot.co.id/2016/10/klasifikasi-tanamankopi.html. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.

    Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta Selatan: PT. Agro Media Pustaka. p. 124-132.

    Pradana R. 2013. Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hyposidra talaca) dengaan Aplikasi Hyposidra talaca nucleopolyhedrovirus pada Tanaman Teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Institut Pertanian Bogor

    Prastowo, Bambang, dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.p. 20-26.

    Prawoto, A. 2007. Materi Kuliah Fisiologi Tumbuhan.Puslit Koka Indonesia. Jember

    Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budi Daya Pengelolaan Kopi Arabika dan Robusta. Jakarta: Penebar Swadaya.

    Ryan dan Soemaro. 2016. Pengelolaan Lahan untuk Kebun Kopi. Malang: Penerbit Gunung Samudra

    Sakdiah, S. N. 2006. Pengaruh Tingkat Populasi Serangga Procecidochares connexa Dalam Mengendalikan Gulma Kirinyuh (Chromolaena odorata). Skripsi tidak diterbitkan. Banda Aceh: Fakultas Pertanian Unsyiah.

    Sihombing, T. P., 2011, Studi Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Kopi Arabika (Studi Kasus PT. Sumatera Specialty Coffees). Skripsi: Institut Pertanian Bogor (internet) <http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/51308 (Diakses tanggal 5 Oktober 2017).

    Sitopu, Melfa Fitriani. 2014. Pengaruh Komposisi Subsoil dengan Pupuk Kandang Ayam serta Kosentrasi Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Robusta (Coffea Robusta L.) Asal Sidikalang. Journal Agriculture Science vol.1 (4) ; 328-336

    Staver, C., F. Guharay, D. Monterroso, R. G. Mumschler, and J. Beer. 2001. Designing pest-suppressive multistrata perennial crop systems: Shade-grown coffee in Central America. Agroforestry Syst. 53: 151-170.

    Supriadi, Handi dan Pranowo, Dibyo. Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi Di Indonesia. Perspektif 14(2): 135-150

    Suwandi. 2012. Petunjuk Teknik Perbanyakan Tanaman Dengan Cara Sambungan. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi Ban Pemuliaan Tanaman Hutan.

  • Makalah Metode Pembelajaran IPA di SD

    Berikut ini adalah makalah dengan topik Metode pembelajaran IPA di sekolah dasar. Pokok bahasan dibatasi terkait metode yang tepat yang diterapkan pada pembelajaran IPA di tingkat SD.

    Makalah Metode Dalam Pembelajaran IPA di SD

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Model Pembelajaran merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar, Sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas. Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistic dan otentik.

    Melalui pembelajaran IPA, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerakan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara meneyluruh (holistic), bermakana, otentik, dan aktif. Cara pengemasan penagalaman belajar yang dirancang oleh guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih efektif.

    Pembelajaran adalah sebuah proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbale balik, yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Proses pembelajaran merupakan interaski semua komponen atau unsure yang terdapat dalam pembelajaran, yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. Proses pembelajaran tentu merupakan sesuatu yang penting dalam dunia pendidikan yang aptut diperhatikan, direncanakan, dan dipersiapkan oleh pendidik, karena memang mencakup perencanaan tujuan, penentuan bahan, pemilihan metode yang tepat, dan bagaimana mengevaluasi hasil-hasil  dari pembelajaran tersebut. Salah satu komponen pembelajaran adalah metode interaktif. Pada intinya, metode pembelajaran interaktif adalah penjabaran dari pola pembelajaran kolaboratif, yang menuntut adanya kerja sama dan interaksi antara para siswa dalam emmbahas suatu materi pelajaran bersama dengan guru di dalam kelas. Jadi, metode pembelajaran interaktif adalah metode pembelajaran yang menunjukkan adanya interaksi antara guru dan siswa yang menyenangkan dan memberdayakan. Dalam hal ini, menyenangkan dan memberdayakan dapat terwujud apabila interaksi tersebut dapat berjalan dengan memadukan prinsip pendidikan dan hiburan (edutainment), sehingga siswa merasa terhibur dan bisa belajar tanpa ia sadari. Sebab, pada dasarnya, manusia itu akan lebih focus dan menerima dnegan lebih cepat jikan diberikan pengajaran yang menyenangkan, menghibur, dan menggugah minat dan hasrat siswa untuk mengikuti pembelajaran yang baik.

    B. Rumusan Masalah

    Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan di bahas dalam makalah ini . Sebagai batasan dalam pembahasan Bab ini .

    Beberapa masalah tersebut antara lain : 

    1. Apa sajakah Metode dalam Pembelajaran IPA SD?
    2. Bagaimana Memilih Metode belajar untuk Pembelajaran IPA?

    C. Tujuan

    Berdasarkan Rumusan masalah di atas maka tjuan dalam penulisan makalah ini sebagai berikut :

    1. Untuk Mengetahui Metode dalam Pembelajaran IPA SD
    2. Untuk Mengetahui Memilih metode belajar untuk Pembelajaran IPA

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Metode Pembelajaran

    Metode berasal dari bahasa Yunani Methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubung dengan upaya ilmiah maka, metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 

    Unsur terpenting dalam mengajar ialah merangsang serta mengarahkan siswa uuntuk belajar. Belajar dapat dirangsang dan diarahkan dengsan berbagai macam cara yang mengarah kepada tujuan yang berlain-lain. Mengajar pada hakikatnya tidak leih dari sekedar menolong para siswa untuk memperoleh Pengetahuan, Keterampilan, Sikap, Serta Idealisme, dan Apresiasi yang menjurus kepada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.

    Metode mengajar berbeda dengan Teknik Mengajar. Meode mengajar menyangkut pengertian yang luas. Metode dapat dianggap sebagai prosedur atau proses yang teratur. Teknik Merupakan sesuatu yang dianggap teknik dapat di umpamakan sebagai hubungan strategi dan taktik. Taktik bersifat lebih praktis dan merupakan penjabaran dari strategi. 

    Untuk Kepentinganan Praktis, ada beberapa pilihan metode yang sudah sangat umum digunakan. Dianatarannya Metode Penugasan, Metode Diskusi, Metode Tanya Jawab, Metode Latihan, Metode Ceramah, Metode Simulasi, Metode Proyek, Metode Studi Lapangan, Metode Demonstrasi, Metode Eksperimen.

    1. Jenis-Jenis Metode

    a. Metode Penugasan

    Metode Penugasan ini Guru Memberikan Tugas kepada murid harus ada pedoman tugas yang harus dikerjakan murid. Suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan siswa. Menugaskan Murid dengan hanya dengan menyuruh menjawab pertanyaan- pertanyaan yang ada dibelakang akhir bab kurang bermanfaat. Murid yang memiliki kemampan tinggi tidak memperoleh manfaat dengan menjawab pertanyaan tersebut, sebab dia telah paham akan bab itu. Namun bagi murid yang berkemampuan rendah tidak akan berhasil dengan penugasan seperti itu. 

    Penugasan yang baik adalah bersifat menantang dan bersifat lentur sesuai minat dan bakat murid anda. Mungkin ada murid yang akan mencari buku acuan di perpustakaan. Untuk Menjawab peertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya. Adapula yang akan mencari keterangan pada seorang pakar, atau mungkin ada yang akan melakukan percobaan dikelas, halaman sekolah laboratorium atau rumah. 

    Contohnya memberikan tugas dalam bentuk daftar sejumlah pertanyaan atau satu perintah yang harus di bahas dengan diskusi atau perlu dicaru uraiannya pada buku paket.Untuk pokok bahasan seperti menjawab pertanyaan- pertanyaan mengenai pelajaran IPA tentang darah dan fungsinya,  Tugas semacam ini dapat dikerjakan di luar jam pelajaran, dirumah maupun sebelum pulang. Karena kita telah memberikan tugas, hari berikutnya harus kita periksa apakah sudag dikerjakan atau belum. Kemudian perlu di evaluasi.

    b. Metode Diskusi

    Diskusi adalah metode pembelajaran yang mengahadapkan siswa pada  suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini untuk memecahkan suatu per- masalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan  siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Diskusi juga merupakan suatu  perbandingan mengenai subjek dari berbagai sudut pandang. Diskusi kelas  atau diskusi kelompok merupakan metode pembelajaran yang kerap diguna-

    Kan dalam Ilmu Pengetahuan Alam.

    Dalam pembelajaran IPA metode diskusi perlu anda lakukan sebab banyak kebaikannya antara lain:

    1. Semua murid bebas mengemukakan pendapat, jadi bersifat demokratis.
    2. Merupakan cara yang efektif untuk mengajukan permasalahan
    3. Mempertinggi peran serta murid secara perorangan
    4. Mendorong rasa persatuan dan mengembangkan rasa sosial.
    5. Mengembangkan kepemimpinan, dan menghayati kepemimpinan bersama.

    Syarat-syarat agar alan diskusi berjalan lancar selain ada pemimpin atau moderator, jumlah peserta sedikit artinya kelas dibagi dalam beberapa kelompok diskusi, topik diskusi, merupakan masalah murid, peserta diskusi harus berperan, peserta bebas mengeluarkan pendapat.

    Adapun kelemahan metode diskusi adalah:

    1. Bila Pembicaraan di dominasi saja oleh salah seorang peserta diskusi
    2. Biasanya siswa yang pandai berbicara yang aktif dalam diskusi
    3. Pembicaraan sering menyimpang dari pokok permasalahan.

    Contoh metode diskusi,membagi ke dalam beberapa kelompok untuk mempersiapkan materi yang akan dipersentasikan dan mempersentasikan di depan kelas. Dengan kita membagi siswa ke dalam 3 kelompok. Kelompok pertama bertugas mempresentasikan Topik “ Matahari” dalam tata surya, dan gravitasi matahari. Kelompok Dua mempresentasikan Topik “planet-planet” berintikan planet-planet yang mengelilingi matahari yaitu merkurius, venus, bumi, mars, jupiter, saturnus, uranus, neptunus, dan pluto. Kelompok Tiga mempresentasikan materi tentang “komet” apa itu komet dan liintasannya. 

    c.  Metode Tanya Jawab

    Tanya Jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya  komunikasi langsung yang bersifat two way traffic karena pada saat yang  sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Metode Tanya Jawab di maksud kan untuk merangsang berfikir siswa dan membimbingnya dalam mencapai 

    atau mendapatkan pengetahuan.

    Pertanyaan yang diajukan juga bermaksud pula untuk merangsang siswa  berpikir, atau untuk memperoleh umpan balik. Suatu pertanyaan bermaksud  meneliti kemampuan daya tangkap murid anda terhadap bahan pelajaran ya- ng baru diberikan. Tanya-Jawab dapat membantu timbulnya perhatian murid  pada pelajaran. Contoh dalam metode Tanya jawab yaitu dengan  mengajukan pertanyaan mengenai pokok bahasan yang baru dibahas  untuk mengecek pemahaman murid. 

    d.  Metode Latihan

    Metode Latiahn pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatu  ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah di pelajari.

    Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam banyak juga hal-hal yang perlu dilatihkan, seperti penggunaan mikroskop, penggolongan berbagai jenis hewan dan tanaman, dalam pembelajaran Biologi, penggunaan ukuran membaca termometer dalam pelajaran fisika dan lain sebagainya. Metode latihan bertujuan agar murid menguasai keterampilan melakukan sesuatu dan memiliki keterampilan yang lebih baik dari apa yang dipelajarinya sebelumnya.

    Bagi murid dalam Latihan atau keterampilan Ilmu Pengetahuan Alam itu ada yang mudah di kuasainya dan ada juga yang pula sukar atau lama untuk di kuasai. Latiahn mengguakan ukuran untuk mengukur panjang mungkin lebih mudah, daripada mengukur volume benda. Di waktu guru mengajar murid harus mengukur volume cairan dalam botol mungkin harus sering di ulang-ulang, sampai murid lebih terampil. Dalam latihan lebih baik sering di lakukan dengan waktu yang sama sehingga membosankan. 

    Dalam Metode Latihan Ilmu Pengetahuan Alam guru harus selalu meneliti hambatan-hambatan atau kesukaran- kesukaran apa yang ditemui oleh murid selama melakukan latiah Ilmu Pengetahuan Alam yang guru berikan. Dari Hambatan-hambatan yang ditemui guru dapat memperbaikinya pada latihan-latihn berikutnya. Sebagai Guru juga harus memberikan tanggapan-tanggapan yang telah benar dan memperbaiki tanggapan-tanggapan yang salah setelah latihan di lakukan.

    Contoh metode Latihan yaitu latihan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di laboratorium sperti menggunakab mikroskop, penggolongan berbagai jenis hewan dan tanaman . Metode latihan ini bertujuan untuk murid menguasa keterampilan melakukan sesuatu dan memliki keterampilan yang lebih baik dari apa yang di pelajarinya sebelumnya.  

    e. Metode Ceramah

    Metode Ceramah adalah metode yang paling tradisional yaitu guru berbicara dan murid mendengarkan. Metode Ceramah juga sangat ekonomis untuk menyampaikan informasi, dengan murid yang besar dan bahan yang harus di selesaikan banyak dapat dilakukan dalam tempo singkat. Metode ceramah diperlukan untuk memperoleh pengetahuan yang berharga, yang tidak dapat diperoleh dengan metode lain. 

    Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Metode ceramah kurang di anjurkan, karena untuk belajar Ilmu Pngetahuan Alam murid dituntut lebih aktif, dan mempelajari informasi tangan pertama (first hand Information). Oleh sebab itu dalam menyampaikan metode ceramah harus mengikutsertakan peran siswa. 

    Metode ceramah itu agak membosankan. Oleh sebab itu guru harus memberikannya secara bebas dan menarik. Agar ceramah lebih menarik maka perlu guru lakukan hal-hal sebagai berikut:

    1) Bahan ceramah dipersiakan sebaik mungkin secara cermat

    2) Bahan ceramah , disampaikan dengan jelas dan dapat didengar oleh semua murid

    3) Bahan ceramah, harus dikuasai dengan luas dan dalam

    4) Bahan pelajaran disampaikan secara sistematis

    5) Dalam menyampaikan diselingi pertanyaan, diam sejenak atau bernafas sejenak agar tidak membosankan.

    6) Memasukkan hal-hal baru kejadian-kejadian nyata dan pernah mereka alami yang tidak ada dalam buku wajib.

    7) Bahan dapat guru selsaikan sesuai dengan wakktu yang ditetapkan. 

    Contoh Metode Ceramah yaitu di mulai dengan penjelasan memperkenalkan alat-alat pencernaan, fungsi dan kedudukannya. Dan sekali-sekali libatkan siswa secara fisik. Misalnya menghitung jumlah gigi teman sebangkunya, mengamati bentuk- bentuk gigi  dengan mengamati gigi teman sebangkunya, memeperagakan cara menelan makanan atau cara menggosok gigi yang benar. 

    f. Metode Simulasi

    Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pengajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Metode Simulsi adalah Tingkah laku yang di kehendaki sebelum tingkah laku itu betul-betul anda lakukan di depan kelas. Contoh dari simulasi adalah Gladiresik, yakni memperagakan proses terjadinya suatu eksperimen Ilmu Pengetahuan Alam sebagai latihan untuk eksperimen sebenarnya tidak gagal. 

    Simulasi juga dapat diterapkan pada murid yang anda suruh untuk seolah-olah berperan sebagai guru Ilmu Pengetahuan Alam sssyang sedang menerangkan sesuatu percobaan. Dalam simulasi percobaan Ilmu Pengetahuan Alam itu murid dapat berperan sedang melakukan pemasangan alat, mengukur, menimbang, mengamati, dan mencatat hasilnya dan mnyampaikan kesimpulan dalam bentuk lisan.

    Contoh metode simulasi adalah dengan setiap siswa diberikan satu kartu yang berbeda satu sama lainnys. Siswa diberi tugas untuk emmerankan objek seperti yang tertera pada kartu yag di pegangnya secara bergilir. Mungkin untuk lebih mengasuikan kita panggil siswa sesuai dengan kartu yang dipegangnya. Misalnya bebek coba ke depan? Siswa yang memegang kartu bebek ke depan sambil menirukan tingkah laku bebek. Bebek apakah kamu dapat hidup sendiri tanpa bantuan makhluk lain? Siswa akan meresponnya atau tidak.

    g. Metode Proyek

    Pada Tingkat Sekolah Dasar Metode Proyek agak sukar diterapkan karena proyek merupakan suatu penugasan yang memerlukan pemikiran dan tindakan yang membangun dari murid. Dalam Melaksanakan Metode Proyek, Murid memerlukan peran aktif dalam membantu dan membimbing, sehingga proyek itu berhasil. Setelah proyek itu selesai dikerjakan, guru perlu memberi penghargaan pada murid. Kelompok murid yang berhasil proyeknya diberi tambahan nilai dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam 

    Dalam melakukan sesuatu proyek tentang Ilmu Pengetahuan Alam, maka murid akan terangsang minat dan kesenagannya. Proyek Ilmu Pengetahuan Alam mendorong rasa ingin tahu murid, maupun memecahkan masalah dan mengembangkan murid anda berpikir bebas. 

    Contoh Metode Proyek adalah guru memberikan bahasan mengenai benda yang dapat dilalui cahaya dan tidak dapat di lalui cahaya, jadi guru  dan murid mempersiapkan seperangkat alat dan bahan untuk digunakan oleh para siswa untuk menemukan suatu keputusan atau kesimpulannya dari materi tersebut. 

    h. Metode Studi Lapangan

    Metode Studi lapangan jauh lebih memberikan pengalaman luas kepada murid anda dibanding hanya di dalam ruangan yang dibatasi empat dinding atau kelas. Studi Lapangan IPA juga merupakan pengalaman langsung, melihat objek sebenarnya, dan diperoleh dari tangan pertama. 

    Studi Lapangan IPA tidak berarti harus dilakukan ke tempat jauh, dengan waktu yang lama, biaya transport, dan perlengkapan yang lengkap, tetapi dapat dilakukan pada alam sekitar seperti halaman sekolah atau kebun sekolah. Di waktu Guru dan Murid melakukan Studi lapangan IPA seluruh pancaindera akan difungsikan. 

    Dalam melakukan Studi Lapangan, Guru hendaknya hanya berperan sebagai pembimbing atau nara sumbe. Murid-murid yang akan mengamati, mengukur, menghitung, menganalisis, dan menarik kesimpulan sendiri. 

    Sebelum terjun ke lapangan, hendaknya murid-murid, anda di kelompok-kelompokkan, dirumuskan tujunnnya dengan jelas, di berikan rambu-rambu tugasnya, pembagian tugas dan pengaturan waktunya. 

    Contoh Metode Studi Lapangan yaitu untuk mrngamati berbagai jenis tanaman atau berbagai macam bunga, bentuk daun, anda cukup ke halaman atau kebun sekolah. Di halaman sekolah dapat dilihat bagaimana kupu-kupu terbang, semut mengambil makanan, ulat memakan daun, beraneka jenis ragam rumput, berbagai bentuk awan, melihat aliran air diselokan dan bagaimana cahaya matahri menghasilkan bayang-bayang. 

    i. Metode Demonstrasi

    Pengertian metode demonstrasi adalah Metode Mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan melakukan kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Saat melaksanakan Demonstrasi Ilmu Pengetahuan Alam biasanya guru sendirilah yang melakukannya, tetapi alangkah baiknya bila murid yang melakukannya. Demonstrasi IPA dilakukan guru sendiri, apabila alatnya mudah pecah, benda atau bahan yang mahal, mudah rusak, berbahaya jumlahnya hanya satu. 

    Agar supaya di waktu anda melakukan demonstrasi IPA itu tidsk gagal, sebaiknya guru sebelumnya telah melakukan sendiri terlebih dahulu. Sehingga jalannya demonstrasi lebih lancar dan menghemat waktu. Pelaksanaan demokrasi harus dapat dilihat oleh seluruh murid.

    Dalam demonstrasi IPA hasil yang akan terjadi harus anda sampaikan pada murid. Sehingga murid tidak merumuskan masalah, berspekulasi dan menarik kesimpulan berdasarkan apa yang disaksikannya. 

    Kelemahan Metode Demonstrasi antara lain tidak semua murid dapat ikut aktif. Mungkin hanya sebagian kecil murid saja yang dapat mencobanya, bila waktu yang tersedia sterbatas, sehingga demonstrasi itu dilakukan dengan tergesa-gesa. Begitu juga bila alat yang guru gunakan di tempat yang kurang terlihat oleh seluruh murid atau alatnya terlalu kecil. 

    Contoh Metode Demonstrasi Guru menunjukkan/memperlihatkan suatu proses misalnya membakar logam hingga memuai, sehingga seluruh siswa dalam kelas dapat melihat, mengamati, mendengar, mungkin meraba dan merasakan proses yang dipertunjukkan oleh guru. Dan bisa juga bahwa air yang mendidih temperatus 100 C, atau bahwa pada dasar bunga akan ditemukan bakal buah. 

    Atau bisa juga dalam demonstrasi IPA hasil yang akan terjadi harus anda sampaikan pada murid. Sehingga murid tidak merumuskan masalah , berspekulasi dan menarik kesimpulan berdasarkan apa yang disaksikannya. 

    j. Metode Eksperimen

    Metode Eksperimen adalah Metode yang banyak digunakan dalam  mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen atau percobaan dilakukan  tidak selalu harus dilaksanakan di dalam laboratorium tetapi dapat dilakukan  pada akam sekitar. 

    Apabila melakukan Eksperimen haruslah didahului dengan adanya   masalah yang berupa pertanyaan atau dalam bentuk pertanyaan. Misalnya:  betulkah ikan yang hidup dalam air tercemar lekas mati daripada dalam air  bebas pencemaran? Apa yang akan terjadi kalau es di masukkan ke dalam  air hangat? Dalam Eksperimen sebaiknya ada alat peembanding atau kontrol.  Misalnya dalam hal akibat pencemaran air terhadap ikan. Sebab perbandinga n ikan yang hidup di air yang tidak tercemar. Ikan mana yanglebih dahulu  pingsan. 

    Bila Guru menyuruh Murid bereksperimen IPA, maka perlu disampaikan  hal-hal sebagai berikut:

    1) Jelaskan tujuan dan harapan apa yang diinginkan dari eksperimen itu!

    2) Sebutkan alat dan bahan yang diperlukan, berapa ukuran atau takaran  yang dibutuhkan

    3) Terangkan tahap-tahap kegiatannya, atau tahap-tahap prosesnya

    4) Apa saja yang perlu diamati, dan di catat, semua hal tersebut di atas  tertuang dalam suatu buku petunjuk eksperimen

    5) Dalam menarik kesimpulan harus hati-hati, sehingga kesimpulannya  benar dan tidak keliru. Percobaan yang dilakukan mungkin merupakan  eksperimen yang berlangsung dapat membuktikan sesuatu, atau mungki  hanya salah satu tahapan eksperimen untuk membuktikn sesuatu hal  ssehingga masih ada kelnjutannya. 

    Contoh Metode Eksperimen yaitu siswa akan menemukan bukti kebenaran dari suatu teori yang sedang dipelajarinya. Misalnya mereka harus memahami masalah yang akan di buktikan melalui eksperimen “ betulkah tumbuhan hijau dapat membuat makanan sendiri”?

    Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan siswa bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen. Untuk membuktikan bahwa tumbuhan hijau dapat membuat makanannya sendiri, kita dapat melakukan uji amilum dengan larutan lugol. Siswa ditugasi untuk menutup sebagian daun tanaman yang ada disekolah atau di kondisikan berada di halaman sekolah dengan kertas karbon . Kemudian menguji perbedaan kandungan amilum antara daun yang ditutup dengan daun yang tidak ditutup . Dari percobaan ini diharapkan siswa dapat membukikan bahwa:

    1. Tumbuhan hijau dapat membuat makanan sendiri berupa amilum

    B. Penggunaan Metode dalam pembelajaran IPA

    1. Memilih Metode Belajar untuk Pembelajaran IPA

    Apabila kita hendak mempergunakan suatu metode tertentu, maka kita harus memperhatikan banyak hal. Misalnya faktor usia. Usia siswa berpengaruh terhadap penentuan metode belajar untuk siswa usia sekian yang paling baik digunakan ialah metode ini atau itu. 

    a. Metode Belajar Hendaknya sesuai dengan Tujuan

    Kita sudah mengenal adanya tujuan institusional. Untuk mengajar di jenjang pendidikan yang berbeda, perlu menggunakan metode belajar yang berbeda pula. Mengajar IPA untuk siswa Sekolah Dasar jelas memerlukan metode yang berbeda dengan mengajar IPA untuk siswa Sekolah Menengah Umum

    b.  Metode Belajar Hendaknya Diadaptasikan dengan emampuan siswa

    Suatu pelajaran yang direncanakan serta disusun dengan baik, menggunakan metode yang tepat dan diberikan oleh guru yang amat mahir, hampir tidak berguna apabila siswa tidak dapat mengikutinya dengan baik.

    c.  Metode belajar Hendaknya sesuai dengan psikologi belajar

    Dalam hubungannya dengan psikologi belajar ini, sering kali kita mengabaikan dua hal penting, yaitu: pengulangan secara berkala dan pemberian pengalaman langsung. Sejalan dengan perkembangan langsung semakin penting pada Pendidikan IPA. 

    d. Metode belajar hendaknya disesuaikan dengan bahan pengajaran.

    Kiranya dapat kita mengerti bahwa metode belajar untuk mata pelajaran yang satu berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Bahan pengajaran dapat dianggap sebagai pedoman untuk menentukan metode mengajar yang akan kita gunakan.

    e. Metode belajar hendaknya disesuaikan dengan alokasi waktu dan sarana  prasana  yang tersedia.

    Mengajarkan suatu topik bahasan secara ideal, kita jangan lupa membatasi diri dengan ketersediaan waktu yang telah kita tetapkan. Selain itu juga harus mempertimbangkan ketersediaa sarana dan prasarana. Kita tidak dapat memaksakan untuk menggunakan metode belajar tertentu, jika sarana dan prasana untuk metode tersebut tidak tersedia. 

    f. Metode Belajar hendaknya sesuai dengan Pribadi guru

    Apapun metode yang dipakai oleh seorang guru, maka metode itu harus dianggap sebagai yang terbaik bagi dirinya, harus sesuai dengan kepribadiannya . Metode mengajar yang digunakan oleh seorang guru, tidak harus sama dengan yang digunakan oelh guru lain, tetapi juga tidak harus berbeda dengan metode yang digunakan oleh guru lain. Metode mengajar perlu disesuaikan dengan kemampuan dan kesiapan para siswa.

    2. Contoh Penerapan Metode dalam pembelajaran IPA di SD Kelas I-VI

    a. Metode Belajar yang diguanakan

    Untuk sub aspek ini kita menggunakan metode eksperimen. Metode Eksperimen adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dimana siswa secara aktif melakukan dan membuktikan sendiri tentang materi yang sedang dipelajarinya. Melalui metode ini siswa dapat melakukan serangkaian aktivitas ilmiah seperti: mengamati suatu obejek sehingga akan memberikan penguatan pada ingatan siswa sebab banyak melibatkan siswa dalam proses belajarnya. 

    3. Metode belajar dalam pembelajaran IPA kelas II

    a. Metode belajar yang digunakan

    Untuk subaspek ini kita menggunakan metode studi lapangan. Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif. 

    b. Proses Pembelajaran

    Pada fase perencanaan kita membagi anak menjadi beberapa kelompok, memberi tugas sesuai dengan masalah yang akan di bahas dan memberi arahan mengenai sumber/tempat dimana masalah itu harus di teliti/diamati.

    c. Evaluasi terhadap metode yang digunakan untuk mengukur metode yang  digunakan kita menilai sukses jika:

    1)  Siswa dapat melakukan prosedur/eksperimen/pengamatan dengan benar

    2) Melalui eksperimen/ pengamatan lapangan siswa dapat menunjukkan beragam jenis benda padat dan benda laiinya ada di sekitar.

    4. Metode Belajar Dalam Pembelajaran IPA SD Kelas III

    a. Pokok Bahasan: Sumber Daya Alam

    1) Metode belajar yang digunakan

    Untuk pkok bahasan ini menggunakan metode sumbang(brain-storming). Metode brain-stormingadalah car mengajar yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas dengan melontarkan suatu masalah kemudian siswa menjawab atau menyatakan pendapat, atau komentar sehingga mungkin masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru , atau dapat diartikan pula sebagai suata cara untuk mendapatkan banyak ide dan seluruh siswa dalam waktu yang singkat. 

    5. Metode Belajar dalam Pembelajaran IPA SD kelas IV

    a. Pokok Bahasan: Alat Indera dan Fungsinya

    1) Metode belajar yang digunakan

    untuk pokok bahasan ini kita menggunakan metode ceramah. Metode ini merupakan metode yang paling tradisional dalam sejarah pendidikan. Dalam metode ini guru mentransferkan ilmu kepada siswanya secara lisan. Cara ini kadang-kadang membosankan maka dalam pelaksanaannya memerlukan keterampilan. 

    6. Metode Belajar dalam pembelajaran IPA SD kelas V

    a. Pokok bahasan: Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan

    1) Evaluasi terhadap metode yang digunakan

    Cara ini lebih menitikberatkan kepada”bagaimana siswa belajar” dan bukan”apa yang mereka pelajari”, maka evaluasi untuk ini di orientasikan kepada proses mental anak selama pembelajaran berlangsung. 

    7. Metode Belajar Dalam Pembelajaran IPA SD Kelas VI

    a. Pokok Bahasan: Tata Surya

    1) Metode Belajar yang digunakan 

    Untuk pokok bahasan ini, perlu menggunakan metode diskusi. Di dalam metode diskusi, terjadi proses interaksi antara dua atau lebih invidu yang terlibat, saling menukar pengalaman, informasi, dan memecahkan masalah. Semua siswa terlibat aktif dan tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. 

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang  digunakan oleh guru untuk mengaplikasikan strategi belajar yang sudah ditentukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

    Ada banyak metode yang dapat disampaikan oleh guru saat proses belajar-mengajar yaitu metode penugasan, diskusi, Tanya jawab, latihan, ceramah, simulasi, proyek studi lapangan, demonstrasi dan Eksperimen. 

    Penggunaan metode dalam pembelajaran IPA, harus memilih metode belajar untuk pembelajaran, contoh penerapan metode dalam pembelajaran IPA SD.

    B. Saran

    Sebagai calon seorang guru yang nantinya akan mengajar dalam kelas, kita harus  memiliki wawasan yang luas, tentang bagaimana cara mengajar yang menarik bagi  siswa dan tidak membosankan. Setelah membaca makalah ini, disarankan kita dapat  menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan keadaan kelas, sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan optimal.

    DAFTAR PUSTAKA

    Sapriati, Amalia. Dkk.  2009.  Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitaas Terbuka

  • Pengertian Sistem Organisasi Sistem Kehidupan

    Sistem Organisasi Sistem Kehidupan

    Organisasi kehidupan dimulai dari yang paling kecil yaitu sel. Felix Durjadin memperhatikan sel yang hidup dan menemukan cairan yang berada tepat ada di dalam sel yang dapat disebut dengan protoplasma. Pada akhirnya terbentuk kumpulan-kumpulan dari sel, jaringan, organ, system organ, dan organisme untuk mencapai tujuan yang sama yaitu membentuk suatu kehidupan. Dalam sistem-sistem tersebut, tidak ada yang bekerja sendiri-sendiri. Tetapi mereka saling bekerja sama sehingga membentuk proses kehidupan dalam organisme.

    Dari pendapat di atas, sistem organisasi kehidupan merupakan suatu perangkat elemen-elemen kehidupan dari struktur yang terkecil sampai yang terbesar berupa sel, jaringan, organ, syistem organ dan organisme yang masing-masing mempunyai tugas dan fungsinya tersendiri untuk menumpang kehidupan. Elemen-elemen tersebut saling berhubungan dan saling mendukung satu-sama lain, jika satu elemen tidak berfungsi maka akan mempengaruhi fungsi elemen yang lain, sehingga membentuk suatu sistem.

    Dalam ruang lingkup Biologi, Campell meneyebutkan bahwa organisme yang dipelajari, khususnya makhluk hidup terdiri atas berbagai tingkatan organisasi kehidupan. Tingkatan organisasi yang dipelajari dimulai dari yang paling sederhana hingga tingkatan yang kompleks. Tingkatan organisasi kehidupan dimulai dari molekul, sel, jaringan, organ, sistem organ, individu, populasi, ekosistem, hingga ke tingkatan bioma.

    Membicarakan masalah kehidupan berarti berbicara masalah pendukung kehidupan itu sendiri yang membentuk suatu tingkatan organisasi kehidupan. Dalam hal ini, Campell menjelaskan sebagai berikut:

    1. Organisasi Kehidupan Tingkat Molekul

    Dalam tingkat molekuler, atom-atom berikatan membentuk molekul. Molekul-molekul tersebut akan menyusun organel-organel sel. Contohnya, membran sel plasma yang tersusun atas molekul-molekul protein, fosfolipid, kolesterol, air, karbohidrat, dan ion-ion lain. Adanya molekul tersebut, memungkinkan membran plasma menjalankan fungsinya sebagai bagian luar sel yang memisahkan sel dengan lingkungan sekitarnya.

    2. Organisasi Kehidupan Tingkat Sel

    Setiap makhluk hidup tersusun atas sel. Ada makhluk hidup yang tersusun atas satu sel (uniseluler), dan adapula makhluk hidup yang tersusun atas banyak sel (multiseluler). Sel merupakan unit struktural dan fungsional terkecil dari makhluk hidup. Setiap sel memiliki organel-organel yang mampu menjalankan fungsinya untuk hidup. Organle sel tersebut diantaranya ribosom, mitokondria, badan golgi, retikulum endoplasma, membran plasma, dan vakuola. Seluruh aktivitas organel tersebut dikontrol oleh inti sel (nukleus).

    3. Organisasi Kehidupan Tingkat Jaringan

    Jaringan merupakan kumpulan sel yang memiliki bentuk, susunan, dan fungsi sama. Kumpulan sel tersebut bekerja sama membentuk dan menjalankan tugasnya sesuai dengan fungsinya. Kajian tentang jaringan dipelajari dalam histologi. Pada makhluk hidup terdapat berbagai macam jaringan, seperti jaringan saraf, jaringan otot, dan jaringan ikat. Jaringan saraf memiliki fungsi menyampaikan rangsang dari luar untuk diteruskan menuju otak. Otak tersebut menanggapi rangsang melalui jaringan saraf untuk meresponnya. Misalnya, saat memegang benda panas, kita akan merespons dengan melepas benda panas tersebut.

    4. Organisasi Kehidupan Tingkat Organ

    Organisasi kehidupan tingkat organ merupakan organisasi hidup dari kumpulan jaringan. Organ merupakan kumpulan beberapa jaringan yang berbeda untuk melakukan suatu pekerjaan yang sama. Suatu organ memiliki tugas untuk menjalankan fungsinya. Organ terdiri atas beberapa jaringan yang berbeda. Contoh organ adalah kulit, jantung, ginjal, dan mata. Organ kulit tersebut oleh beberapa jaringan, yaitu jaringan epitel, jaringan otot, jaringan darah, dan jaringan saraf. Keseluruhan jaringan tersebut bekerja sama menjalankan peran dan fungsinya, seperti melindungi tubuh dari berbagai faktor fisis dan menjadi pertahanan tubuh dari mikroorganisme penyebab penyakit (patogen).

    Di dalam tubuh makhluk hidup, organ-organ yang berbeda akan berkumpul membentuk suatu sistem yang disebut sistem organ. Kumpulan organ-organ tersebut akan menjalankan fungsi dan tugas yang saling berkaitan. Contoh sistem pada organ pada manusia, yaitu sistem pencernaan terdiri atas organ mulut, lidah, gigi, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus.

    5. Organisasi Kehidupan Tingkat Individu

    Individu merupakan organisme yang tersusun oleh kumpulan sistem organ. Kumpulan sistem organ tersebut membentuk individu. Adanya berbagai sistem organ yang memiliki fungsi berbeda, membuat suatu individu mampu melakukan fungsi hidupnya dengan baik. Contoh organisasi kehidupan tingkat individu adalah seekor kucing, seekor ular, dan seorang manusia.

    6. Organisasi Kehidupan Tingkat Populasi

    Organisasi kehidupan tingkat populasi terbentuk oleh spesies atau individu yang sejenis. Populasi sendiri merupakan kelompok yang terdiri atas psesies sejenis atau sama dan mendiami suatu habitat. Habitat merupakan tempat hidup suatu makhluk hidup. Di dalam suatu populasi terjadi interaksi atau hubungan antar spesiesnya. Hal tersebut dilakukan guna menjalankan fungsi hidupnya, misalnya berkembang biak, melakukan perkawinan, dan untuk perlindungan satu sama lainnya. contoh organisasi tingkat populasi adalah sekumpulan banteng.

    Dalam Biologi, dikenal pembagian makhluk hidup menjadi beberapa kerajaan atau kingdom. Kingdom yang dipelajari terdapat lima kelompok, yaitu kingdom Monera, kingdom Protista, kingdom Fungsi, kingdom Animalia, dan kingdom Plantae. Setiap kingdom terdiri atas populasi yang berbeda, misalnya kingdom Animalia memiliki populasi banteng, populasi elang jawa, dan populasi harimau jawa.

    7. Organisasi Kehidupan Tingkat Komunitas

    Komunitas merupakan sekelompok populasi yang hidup dalam suatu daerah dan menempati lingkungan yang sama. Komunitas merupakan organisasi kehidupan yang memiliki banyak objek untuk diamati. Contohnya, komunitas sungai terdapat populasi katak, populasi udang, dan populasi plankton.

    8. Organisasi Kehidupan Tingkat Ekosistem

    Ekosistem merupakan beberapa macam populasi yang berinteraksi dengan lingkungannya tempat mereka hidup baik dengan komponen biotik maupun komponen abiotiknya. Di dalam ekosistem, organisasi kehidupan berlangsung sangat kompleks. Antar populasi terdapat suatu hubungan simbiosis serta siklus energi dan materi. Siklus energi ini terjadi melalui suatu peristiwa makan dimakan yang membentuk sebuah rantai makanan. Bahkan terdapat siklus energi yang lebih luas dan rumit dalam suatu jaring-jaring makanan. Di dalam ekosistem, hubungan antara organisme biotiknya tidak dapat terlepas dari faktor abiotiknya. Contohnya, hewan yang memerlukan air untuk minum. Air merupakan salah satu komponen abiotik.

    9. Organisasi Kehidupan Tingkat Bioma

    Bioma merupakan organisasi kehidupan yang cukup beragam, khususnya jenis makhluk hidup di dalamnya. Bioma adalah satuan daerah daratan yang luas di bumi bercirikan sejenis tumbuhan dominan di daerah tersebut. Contohnya bioma gurun, bioma taiga, bioma hutan hujan tropis, dan bioma tundra.Di dalam bioma, banyak sekali jenis individu ataupun populasi yang terdapat di dalamya. Misalkan pada bioma hutan hujan tropis yang didominasikan oleh tumbuhan tropis, terdapat keaneragaman individu yang tinggi di dalamnya. Indonesia memiliki bioma hutan hujan tropis, khususnya di pulau Sumatra dan Kalimantan.

    Tingkatan kehidupan organisme yang dipelajari dalam ruang lingkup Biologi dipelajari dalam berbagai tingkatan. Setiap tingkatan tersebut memiliki kekhasan mengenai cirinya. Cukup jelas bahwa elemen-elemen pendukung kehidupan  tersebut mempunyai fungsi dan tugas tersendiri yang satu sama lain saling mendukung untuk memberikan kehidupan bagi makhluk hidup.

  • Makalah Analisis Kebijakan Sekolah Gratis

    Analisis Kebijakan Sekolah Gratis

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain bermanfaat bagi kehidupan manusia, di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat Akibat dari globalisasi itu sendiri semakin terbukanya persaingan antar negara-negara di dunia.

    Kehidupan ekonomi dan sosial masa depan tidak ditentukan sepenuhnya oleh tersedianya sumber alam maupun jumlah penduduk yang besar, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas penduduknya yang dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan taraf hidupnya. Bangsa yang tidak menguasai dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan tergilas dan terseret oleh masyarakat teknokratis. Menurut Miftakhul Khasanah (2010:1)masyarakat teknokratis atau masyarakat industri masa depan adalah “masyarakat yang dapat menguasai dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menata dan mengembangkan masyarakat”. Penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu proses pendidikan. Adanya usaha perbaikan pada bidang pendidikan merupakan salah satu wujud pembangunan di Indonesia.

    Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi, dimana satu dengan yang lain saling berkaitan dan berlangsung dengan serentak. Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual, sehingga mampu mengembangkan diri serta lingkungan dalam rangka pembangunan nasional.

    Manusia yang berkualitas telah terkandung jelas dalam Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang termaktub dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 (2003:7) yang berbunyi

    Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga.

    Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, bahkan masih banyak kegagalan dalam dalam implementasinya di lapangan. Kegagalan demi kegagalan antara lain disebabkan oleh manajemen yang kurang tepat, penempatan tenaga pendidikan tidak sesuai dengan bidang keahliannya, dan penanganan masalah bukan oleh ahlinya, sehingga tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan belum dapat diwujudkan.

    Upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab Mengingat hal tersebut, maka pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetak generasi yang berkualitas untuk meneruskan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang. Menurut Sinaram Syam (2009:1) Peranan pendidikan diantaranya adalah “mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk disumbangkan bagi kesejahteraan umum sebagai warga negara yang aktif”. Kebijakan pemerintah mengenai wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (wajar 9 tahun) merupakan upaya pemerintah dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional, dan program tersebut menunjukkan adanya perhatian pemerintah terhadap pendidikan.

    Era teknologi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat di saat ini, menuntut lembaga pendidikan bertanggung jawab dalam mempersiapkan sisiwa untuk menghadapi dunia luar yang penuh dengan persaingan dan tantangan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan tempat berlangsungya proses belajar mengajar antara guru dengan siswa yang melibatkan berbagai unsur yang saling berkaitan. Unsur-unsur tersebut antara lain guru, siswa, lingkungan, bahan ajar, evaluasi serta media belajar. Kegiatan belajar mengajar sendiri dilakukan dengan sasaran agar hasil proses pendidikan tersebut dapat bermanfaat bagi siswa itu sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.

    Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor yang bersifat internal dan eksternal. Salah satu faktor yang bersifat eksternal adalah faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah yang dapat berupa lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik berupa gedung sekolahan, perpustakaan, laboratorium, lapangan, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan non fisik bisa berupa suasana belajar, kondisi fisiologis, pergaulan, dan lain-lain,. Hal inilah yang membuat sekolah harus menyediakan kondisi yang sedemikian rupa demi terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Kondisi yang dimaksud adalah tersedianya sarana, alat, media serta lingkungan yang tepat dalam membantu kelancaran serta kemudahan bagi guru untuk menyampaikan materi pada siswa sehingga siswa dapat mentransfer materi tersebut dengan mudah.

    Pendidikan dasar tingkat SD dan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar yang melandasi pendidikan berikutnya untuk itu tingkat pendidikan dasar SD dan SMP layak untuk mendapat perhatian yang besar. Pemanfaatan dana yang diperoleh dari kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan intelektual masyarakat dan memenuhi hak pendidikan serta mewujudkan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

    Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai pelaksanaan program sekolah gratis dengan judul : Analisis Kebijakan Sekolah Gratis Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar Pada Jenjang Pendidikan Dasar.

    B. Rumusan Masalah

    Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana implementasi kebijakan pendidikan gratis pada jenjang pendidikan dasar ?
    2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada jenjang pendidikan dasar ?
    3. Sejauh mana upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala­ – kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun?

    C. Tujuan Penulisan

    Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan gratis pada jenjang pendidikan dasar.
    2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada jenjang pendidikan dasar.
    3. Untuk mengetahui Sejauh mana upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala­ – kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

    Bab II. Pembahasan

    A. Isu Pokok PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar

    Pada Era Reformasi, ketentuan mengenai kewajiban pemerintah menyediakan pendidikan gratis dimasukan dalam amandemen keempat UUD 1945. Presiden pun mempertegas dengan mengeluarkan Inpres No. 5 tahun 2006 mengenai percepatan program wajib belajar Dikdas 9 tahun dan pemberantasan Buta Aksara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang tidak mengikat.

    Terkait dengan tanggung jawab pemerintah dalam membiayai seluruh biaya pendidikan tertuang dalam UUD 1945 bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar. Sejalan dengan itu UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 6 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pesan dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan lain yang sederajat.

    Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Jadi sudah jelas bahwa “Pendidikan Gratis” menjadi suatu harga mati yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

    Kebijakan diatas kontradiksi dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 9 yang menyatakan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pendanaan pendidikan melibatkan partisipasi masyarakat. Sejalan dengan hal diatas Pendidikan Gratis juga memandulkan semangat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam rangka merangkul peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui komite sekolah.

    Pendidikan gratis adalah peserta didik bisa sekolah tanpa kewajiban membayar apapun baik untuk biaya investasi maupun biaya operasional sekolah peserta didik pun ditanggung Kalau kita telaah makna dari sekolah gratis diatas dimana peserta didik, orang tua atau wali peserta didik tidak membayar biaya yang diperlukan sekolah baik biaya investasi maupun biaya operasional sekolah, itu artinya biaya investasi seperti gedung dan sarana belajar lainnya serta biaya operasional misalnya biaya pennyelenggaraan ulangan, alat tulis sekolah dll ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Sementara Orang Tua atau wali peserta didik berkewajiban membiayai kebutuhan operasional peserta didik itu sendiri seperti buku tulis, alat tulis, transport ke sekolah, pakaian, konsumsi, uang saku dan lain-lain. batasan dari ‘sekolah gratis “ betul­betul harus dipahami oleh semua pihak Sehingga kalau batasan-batasan itu dibuat sejelas mungkin, maka pendidikan gratis akan sukses dilaksanakan. Namun apabila tidak ada batasan yang jelas, maka akibatnya perluasan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dasar bagi anak usia 7-15 tahun seperti yang diamanatkan UU No 20 tahun 20003 tentang Sisdiknas hanya sebagai angan-angan belaka.

    Seperangkat aturan di atas memberikan gambaran bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan kewajiban pemerintah serta kewajiban sekaligus hak masyarakat. Pemerintah baik pusat maupun daerah dalam hal ini menyediakan sarana dan prasarananya, sementara masyarakat memberikan dukungan terhadap terselenggaranya pendidikan dasar tersebut. Kerjasama saling menunjang dan saling mendukung antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat merupakan keniscayaan bagi sukses penyelenggaraan pendidikan dasar ini. Implementasi “Sekolah Gratis” di Kabupaten/ kota suka tidak suka, mau tidak mau memang harus dilaksanakan, karena merupakan amanat konstitusi dari UUD 1945 Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 amandemen keempat , Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya. Penerapan sekolah gratis di Kabupaten/ kota memungkinkan untuk diterapkan apabila ada regulasi, siap pendanaannya, konsep dan mekanismenya jelas, adanya komitmen pemangku kepentingan pendidikan, perubahan mindset pengelola satuan pendidikan.

    B. Isu-Isu Strategis PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar

    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all).

    Program wajib belajar diselenggarakan untuk memberikan pelayanan pendidikan dasar seluas- luasnya kepada warga negara Indonesia tanpa membedakan latar belakang agama, suku, sosial, budaya, dan ekonomi. Setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu dan orang tua/walinya berkewajiban memberi kesempatan kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan dasar. Program wajib belajar diselenggarakan pada satuan pendidikan dasar pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dan harus dapat menampung anak yang normal maupun yang berkelainan dan mempunyai hambatan. Peraturan tentang program wajib belajar mencakup hak dan kewajiban warga negara Indonesia, tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.

    Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar perlu dievaluasi pencapaiannya minimal setiap tiga tahun. Sebagai bentuk dari akuntabilitas publik, masyarakat berhak mendapat data dan informasi tentang hasil evaluasi penyelenggaraan program wajib belajar tersebut. Program wajib belajar merupakan gerakan nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan oleh Perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri .

    C. Analisis PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar

    PP No 47 Tahun 2008merupakan tindak lanjut dari Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan yang ditetapkan pada tanggal 04 Juli 2008 ini mengatur penyelenggaraan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun beserta dengan pembiayaannya.

    Terkait pendidikan gratis, peraturan yang perlu dicermati dari Peraturan Pemerintah ini adalah pada PP Nomor 47 tahun 2008 dalam BAB VI tentang Penjaminan Wajib Belajar pasal 9. Selengkapnya pasal 9 menyatakan sebagai berikut.

    Pasal 9

    1. Pemerintah dan Pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa menungut biaya.
    2. Warga Negara Indonesia yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar apabila daya tampung satuan pendidikan masih memungkinkan.
    3. Warga Negara Indonesia yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
    4. Warga Negara Indonesia usia wajib belajar yang orangtua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan perundang-undang.

    Setelah PP No.47 berlaku mulai bulan Januari tahun 2009, diperkuat dengan Surat Edaran Mentri Pendidikan Nasional No. 23/MPN/KU/2009 perihal Kebijakan Pendidikan Gratis Bagi Pendidikan Dasar yang ditujukan kepada para Gubernur dan para Bupati/Walikota seluruh Indonesia. Dalam surat edaran itu, disampaikan hal-hal penting sebagai berikut :

    1. Kebijakan pendidikan gratis bagi pendidikan dasar merupakan amanah dari UUD 1945, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, PP No.47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, PP No.48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan UU No.41 tahun 2008 tentang APBN Tahun 2009.
    2. Secara umum, mekanisme pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis telah diatur dalam Buku Panduan BOS untuk Pendidikan Gratis Dalam Rangka Wajar 9 Tahun yang Bermutu Tahun 2009.
    3. Hal-hal yang belum diatur dalam Buku Panduan BOS dan aturan yang lebih rinci, agar diatur dalam Perda/Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang disesuaikan dengan kondisi daerah sepanjang tidak bertentangan dengan Buku Panduan BOS, termasuk penggunaan dana BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) yang bersumber dari APBD.
    4. Secara khusus diminta dengan hormat agar diterbitkan Perda/Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota terkait dengan kebijakan pendidikan gratis dan mekanisme sumbangan sukarela dari masyarakat mampu dalam pembiayaan pendidikan, paling lambat akhir Maret 2009

    Pada intinya, peraturan di atas menyatakan bahwa Negara (melalui pemerintah) mempunyai kebijakan untuk membebaskan biaya pendidikan yang bertujuan untuk mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun yang bermutu agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Akses pendidikan tidak boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan semua latar belakang lainnya. Semua anak usia 6 sampai dengan 15 tahun harus dapat memperoleh pendidikan dasar yang bermutu.

    Pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan terkesan antagonis. Komunitas pendidikan menuntut agar personal pendidikan memperoleh peningkatan kesejahteraan sekaligus peningkatan mutu pelayanannya. Guru menuntut pemerintah memenuhi hak kesejahteraannya sebagaimana amanat UU 14 / 2005 tentang Guru dan Dosen.

    Pemerintah dan masyarakat menuntut peningkatan mutu pelayanan pendidikan tanpa peningkatan kesejahteraan yang bersumber dari masyarakat.Kondisi ini semakin mencuat dengan terbitnya PP No. 48 tentang Pendanaan Pendidikan. Bahkan untuk tingkat satuan SD dan SMP lebih “tragis” terkait terbitnya PP No. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Dalam aturan tersebut, pembiayaan pendidikan dasar ditanggung oleh pemerintah. Artinya, merupakan langkah awal terlaksananya pendanaan pendidikan yang gratis untuk tingkat wajar dikdas 9 tahun (SD dan SMP), yaitu tanpa memungut dana dari masyarakat.

    Yang perlu mendapat perhatian ialah masa krisis pendanaan. Yaitu, suatu situasi antara penjelasan pejabat terkait tentang masa berlakunya PP No. 47 tahun 2008 dengan urgensi pembiayaan menyangkut keperluan sekolah, seperti biaya kegiatan kesiswaan, kegiatan kurikulum, tagihan listrik, ledeng, langganan koran, majalah dan internet, petugas sampah dan cleaning service. Tak kalah santernya tuntutan menyangkut honor guru tidak tetap (honorer) dan instruktur ekstrakurikuler, insentif guru, pembelian peralatan kegiatan belajar, pemeliharaan gedung, dan penyelesaian sarana dan prasarana sebagaimana diprogramkan dalam RAPBS.

    Menghadapi situasi ini, yang paling “terpukul” adalah SD dan SMP favorit sebagai pengguna dana masyarakat paling besar. Personal komite sekolah, khususnya pada sekolah yang difavoritkan, mendapat paling banyak tekanan. Pertama, keluhan dari siswa tentang penurunan pelayanan pendidikan dari sekolah, khususnya pelayanan kegiatan ekstrakurikuler. Kedua, keluhan dari sekolah menyangkut dana untuk berbagai tagihan. Ketiga, dari pejabat terkait yang belum merestui pungutan dari orang tua siswa. Keempat, tingkat kepedulian orang tua siswa jadi menurun sehubungan dengan terbitnya PP 47 dan 48 tersebut.

    Dalam situasi ini, lembaga komite sekolah dengan berbagai peran yang dimilikinya menjadi beku, tak berdaya menjembatani antara sekolah dan pemerintah serta masyarakat. Bahkan tampak beberapa peran komite sekolah tak diperlukan lagi untuk masa mendatang. Padahal dalam UU No. 20/2003 disebutkan bahwa komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1). Dalam situasi sekarang, kepedulian komite sekolah nyaris tak berdaya.

    D. Implementasi Kebijakan Pendidikan Gratis

    Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004 – 2010 meliputi peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan, demi mencapai kualitas sumber daya manusia Indonesia. Program pemerintah mengenai wajib belajar pendidikan dasar 9 Tahun masih perlu ditingkatkan mengingat sampai dengan tahun 2003 masih banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Salah satu alasan rendahnya partisipasi pendidikan terutama pada keluarga kurang mampu adalah tingginya biaya pendidikan, baik biaya langsung yang meliputi iuran sekolah, buku-buku, seragam dan alat tulis maupun biaya tidak langsung yang meliputi transportasi, biaya kursus, uang saku dan biaya lain-lain.

    Pendidikan gratis adalah pendidikan dimana semua lapisan masyarakat terutama masyarakat kurang mampu dapat melaksanakan kegiatan belajarnya dengan murah dan mudah yaitu mereka tidak harus membayar biaya-biaya yang dikelola oleh sekolah, misalnya uang SPP, uang pengembangan, uang pendaftaran, dan uang buku atau dapat dikatakan tanpa dipungut biaya. Yang dimaksud dengan pendidikan gratisatau sekolah gratis itu adalah orang tua tidak dipungut biaya khususnya biaya operasional, tapi biaya yang dipergunakan siswa harus dibiayai sendiri, misalnya buku, meskipun sudah ada dana buku BOS tetapi masih menggunakan buku pendamping, buku-buku latihan atau LKS, dan seragam sekolah. Tetapi pemahaman dari orang tua yang kurang, karena mereka menganggap yang dimaksud gratis itu adalah biaya secara keseluruhan. Kebijakan pendidikan gratis merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang kemudian di susul pemerintah pusat dengan jalan menaikkan biaya satuan.

    E. Kendala-Kendala Apa Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Gratis

      Pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis secara umum sudah dapat berjalan dengan cukup baik, meskipun demikian masih ditemui beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya dan membutuhkan upaya untuk mengatasinya. Adapun beberapa kendala yang dihadapi pada waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis tersebut adalah sebagai berikut :

      I. Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban

      Kendala ini bersifat intern bagi sekolah teutama bagi pengelola dana BOS dalam menyusun laporan pertanggungjawaban BOS. Hal ini disebabkan karena persepsi yang kurang sesuai dengan aturan yang ada, sehingga kadang dalam penyusunan laporan pertanggungjawabannya terdapat kekeliruan. Kondisi ini ditambah dengan semakin singkatnya waktu penyusunan pertanggung jawabannya. Penyusunannya membutuhkan pemikiran yang teliti dan harus di tambah denagn jangka waktu yang sangat singkat padahal laporan pertanggungjawaban tersebut harus didukung dengan data-data yang lengkap dan jelas menambahkan bahwa dalam penggunaan dana itu sangat dibatasi untuk hal apasaja, padahal kenyataannya banyak pengeluaran yang tidak sesuai dengan batasan-batasan penggunaan dana tersebut dan pertanggung jawabannya juga harus sesuai dengan batasan-batasan yang terdapat dalam aturan di buku pedoman pelaksanaan pendidikan gratis itu.

      Berdasarkan uraian tersebut, maka kesulitan dalam laporan pertanggungjawaban merupakan kendala yang utama di dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Kesulitan ini dapat dipengaruhi karena singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesuai dengan batasan yang sudah diatur di dalam buku pedoman.

      II. Keterlambatan pencairan dana

      Kegiatan yang berlangsung memerlukan biaya yang harus segera dicukupi. Waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada tahun anggara 2011 akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai dengan Desember 2011.. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan atau triwulan, yaitu perode Januari­-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-September. Penyalurannya dilakukan di bulan pertama setiap triwulannya.

      Namun tidak tepatnya atau kurangnya kepastian tanggal atau waktu penyaluran dana tetapi masih dalam jangka waktu yang telah ditentukan yaitu setiap tiga bulan sekali atau setiap triwulan sekali yang mengakibatkan proses pembelajaran sedikit terlambat karena belum adanya dana yang digunakan untuk membiayai keperluan­-keperluan dalam proses pembelajaran tersebut. Yang seharusnya awal periode atau awal triwulan dananya harus sudah cair sesuai dengan aturannya, tetapi kenyataannya pada awal tahun ini yaitu bulan maret baru dicairkan. menambahkan bahwa terlambatnya pencairan dana tersebut mungkin disebabkan oleh pemerintah dalam membuat rencana APBN. Jadi sekolah harus berusaha meminjam untuk membiayai semua kegiatan yang sudah berlangsung terlebih dahulu.

      III. Penurunan pelayanan pendidikan khususnya kegiatan ekstrakurikuler.

      Anggaran BOS yang diberikan hanya mencukupi biaya operasional akademis, tetapi tidak mencukupi kebutuhan di luar kegiatan akademis. Dana BOS tidak cukup untuk memenuhinya karena terserap penuh untuk kegiatan akademik. Dalam kenyataannya, kegiatan ekstrakurikuler sangat menunjang kegiatan akademik sekolah karena dengan ekstrakurikuler, kualitas sekolah akan terlihat bermutu atau tidak. seperti halnya kegiatan lomba, kualitas sebuah sekolahan akan terlihat disitu. Penurunan layanan kualitas di sekolah tersebut sangat mungkin terjadi mengingat masih banyaknya guru yang belum terjamin kesejehteraannya, apalagi dengan adanya kebijakan sekolah gratis, guru-guru tidak lagi dimungkinkan menerima insentif khusus dari masyarakat.

      IV. Anggapan masyarakat dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah gratis sepenuhnya

      Pandangan masyarakat terhadap kebijakan pendidikan gratis ini pada awalnya sangat senang sekali karena membantu seluruh biaya pendidikan, baik operasional maupun non operasional atau pribadi. Jadi mereka menganggap bahwa dengan adanya pendidikan gratis, orang tua sudah tidak membayar semua keperluan di dalam pendidikan anaknya sampai dengan keperluan pribadi siswa seperti seragam sekolah. Padahal yang dimaksud gratis disini adalah mengenai pembiayaan seluruh kegiatan operasional seperti SPP, biaya dari komite atau dana pembangunan, pembiayaan dalam rangka penerimaan siswa baru mulai dari biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, daftar ulang, fotocopy panitia, konsumsi panitia, uang lembur panitia dan lain sebagainya. Begitu pula untuk biaya penunjang kegiatan belajar mengajar mulai dari pembelian buku referensi dan buku teks pelajaran koleksi di perpustakaan.

      VI. Upaya Yang Dilakukan Dalam Menghadapi Kendala-Kendala Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Gratis.

      Berbagai masalah yang muncul menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis sehingga perlu dicari jalan keluarnya agar pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya yaitu sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu. Adapun beberapa usaha atau upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut diantaranya:

      a. Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban

      Kesulitan dalam laporan pertanggungjawaban merupakan kendala yang utama di dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Kesulitan ini dapat dipengaruhi karena singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesai dengan batasan yang sudah diatur di buku pedoman.

      b. Keterlambatan pencairan dana

      Yang dimaksud dengan keterlambatan pencairan dana disini Pencairan dana yang tidak tepat biasanya terjadi pada awal  periode, yaitu yang seharusnya bulan januari itu sudah keluar tapi bulam maret baru terealisasi. Oleh sebab itu, maka pihak sekolah harus mencari dana talangan terlebih dahulu degan cara mencari pinjaman, misalnya meminjam dana yang dari APBD karena keluarnya kadang tidak bersamaan, tetapi setelah dana BOS di naikkan dana yang dari APBD malah diturunkan, jadi ya masih kurang dan harus mencari dana talangan yang lain untuk membiayai operasional sekolah tersebut. Ditambahkan oleh informan M bahwa terkadang sekolah juga bingung karena sudah terlanjur menggunakan dana dari pinjaman ternyata dana yang keluar lebih sedikit dari pinjaman tersebut. Tapi ya memang harus begitu kalau ingin proses pembeajarannya tidak terhambat, karena sumber dana sekolah sekarang hanya mengandalkan dari pemerintah pusat dan daerah saja. Yang penting semua keperluan yang penting didahulukan dan yang lain ditunda terlebih dahulu sampai dananya sudah ada.

      c. Penurunan pelayanan pendidikan khususnya kegiatan ekstrakurikuler.

      Anggaran BOS yang diberikan hanya mencukupi biaya operasional akademis tetapi tidak mencukupi kebutuhan di luar kegiatan akademis. Dana BOS tidak cukupuntuk memenuhinya karena terserap penuh untuk kegiatan akademik. Padahal pelayanan ekstrakurikuler itu bisa berjalan dengan lancar apabila semua sarana prasaranya tercukupi. Untuk mecukupinya sekolahan harus mencari dana yaitu dengan mengajukan proposal kepada pemerintah walaupun turunnya dana itu tidak tahu kapan terealisasinya.

      d.  Anggapan masyarakat dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah gratis sepenuhnya

      Adanya pandangan yang keliru tentang kebijakan pendidikan gratis yaitu gratis secara penuh juga merupakan kendala yang harus di hadapi sehingga masyarakat itu mengetahui sebenarnya apa yang dimaksud dengan pendidikan gratis yang dicanangkan oleh pemerintah ini. Padahal pendidikan gratis itu ditujukan untuk menggratiskan biaya operasional saja sehingga membantu meringankan biaya pendidikan orang tua. Sehingga pihak sekolah memberikan penjelasan tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis kepada masyarakat atau orang tua murid sesuai dengan aturan-aturan dalam buku pedoman sehingga mereka paham dan mengerti.