Blog

  • Makalah Dampak Judi Pada Remaja

    Dampak Judi Pada Remaja

    Bab I. Pendahulan

    A. Latar Belakang

    Berbagai cara yang dilakukan dalam penanganan perjudian yang saat ini tetap hidup dalam masyarakat. Perjudian membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara, karena sangat mengganggu perekonomian keluarga yang sering berakhir dengan kriminalitas.

    Dalam perspektif hukum, perjudian merupakan salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Meski pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum. Namun perjudian masih menunjukkan eksistensinya, dulunya hanya terjadi dikalangan orang dewasa pria. Sekarang sudah menjalar ke berbagai elemen masyarakat anak-anak dan remaja yang tidak lagi memandang baik pria maupun wanita.

    Dewasa ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah demikian merebak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan sebagian masyarakat sudah cenderung tidak peduli bahkan memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar yang tidak perlu dipermasalahkan. Sehingga, yang terjadi perjudian dikalangan remaja semakin meninggkat, dari meja bilyar, lapangan olah raga, hingga judi justru lebih marak digunakan remaja untuk berjudi, hal ini yang melatar belakangi penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul: “Dampak judi pada remaja”

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan maka  yang menjadi rumusan masalah penulis  yaitu :

    1. Mengapa terjadi perjudian pada remaja ?
    2. Bagaimana dampak judi pada remaja ?
    3. Bagaimanakah mengatasi judi pada remaja  dan cara pencegahannya ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah yang telah ada maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1.      Menjelaskan sebab-sebab terjadinya perjudian dikalangan remaja.

    2.      Memberi penjelasan tetang perjudian yang dibahas dari sisi kriminologi.

    3.      Memberi penjelasan tengtang langkah-langkah yang bisa ditempuh untuk mengatasi dan mencegah perjudian pada remaja.

    1.4 Metode Penelitian

    Dalam melakukan penelitian penulis mempergunakan metode kepustakaan. Yaitu metode penelitian dengan cara mengumpulkan data yang bersumber dari media buku, Koran, artikel dan situs atau web internet.

    Bab II. Kajian Teori

    A. Pengertian Judi

    2.1.1 Pengertian Judi Menurut Undang-Undang

    Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian (UU No. 7 Tahun 1974) tidak ada dijelaskan secara rinci defenisi dari perjudian. Namun dalam UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 303 ayat (3) KUHP “Yang dimaksud dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana kemungkinan untuk menang pada umumnya bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Dalam pengertian permainan judi termasuk juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segaa pertaruhan lainnya.

    Perjudian dalam perspektif hukum adalah salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Ancaman pidana perjudian sebenarnya cukup berat, yaitu dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,00 (Dua puluh lima juta rupiah). Pasal 303 KUHP jo. Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1974 menyebutkan:

    (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat ijin :

    1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.

    2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.

    3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.

    (2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.

    2.1.2 Pengertian Judi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pergertian judi adalah permainan dng memakai uang atau barang berharga sbg taruhan dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula.

    2.2 Definisi Remaja

    2.2.1 Definisi Remaja Menurut Wikipedia

    Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa.

    2.2.2 Definisi Remaja Menurut Hurlock

    Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik  Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

    2.2.3 Definisi Remaja Menurut Zakiah Derajat

    Masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
    2.4 Definisi Remaja Menurut Penulis

    Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Yang ditandai dengan perkembangan bebagai aspek seperti fisik, psikologi, dan mentalitas. Biasanya terjadi pada usia 12-24 tahun

    2.3 Sejarah Perkembangan Perjudian

    Menurut Cohan (1964), perjudian sudah ada sejak jaman prasejarah. Perjudian seringkali dianggap seusia dengan peradaban manusia. Dalam cerita Mahabarata dapat diketahui bahwa Pandawa menjadi kehilangan kerajaan dan dibuang ke hutan selama 13 tahun karena kalah dalam permainan judi melawan Kurawa. Di dunia barat perilaku berjudi sudah dikenal sejak jaman Yunani kuno. Para penjudi primitif adalah para dukun yang membuat ramalan ke masa depan dengan menggunakan batu, tongkat atau tulang hewan yang dilempar ke udara dan jatuh ditanah. Biasanya yang diramal pada masa itu adalah nasib seseorang pada masa mendatang.

    Pada saat itu nasib tersebut ditentukan oleh posisi jatuhnya batu, tongkat atau tulang ketika mendarat ditanah. Dalam perkembangan selanjutnya posisi mendarat tersebut dianggap sebagai suatu yang menarik untuk dipertaruhkan. Alice Hewing (dalam Stanford & Susan, 1996) dalam bukunya Something for Nothing: A History of Gambling mengemukakan bahwa orang-orang Mesir kuno sangat senang bertaruh dalam suatu permainan seperti yang dimainkan oleh anak-anak pada masa kini dimana mereka menebak jumlah jari-jari dua orang berdasarkan angka ganjil atau genap. Orang-orang Romawi kuno menyenangi permainan melempar koin dan lotere, yang dipelajari dari Cina. Orang Yunani Kuno juga menggunakan hal yang sama. Selain itu, mereka juga menyenangi permainan dadu.

    Pada jaman Romawi kuno permainan dadu menjadi sangat populer. Para Raja seperti Nero dan Claudine menganggap permainan dadu sebagai bagian penting dalam acara kerajaan. Namun permainan dadu menghilang bersamaan dengan keruntuhan kerajaan Romawi, dan baru ditemukan kembali beberapa abad kemudian di sebuah Benteng Arab bernama Hazart, semasa perang salib.

    Setelah dadu diperkenalkan lagi di Eropa sekitar tahun 1100an oleh para bekas serdadu perang salib, permainan dadu mulai merebak lagi. Banyak kerabat kerajaan dari Inggris dan Perancis yang kalah bermain judi ditempat yang disebut Hazard (mungkin diambil dari nama tempat dimana dadu tersebut diketemukan kembali). Sampai abad ke 18, Hazard masih tetap populer bagi para raja dan pelancong dalam berjudi.

    Pada abad ke 14, permainan kartu juga mulai memasuki Eropa, dibawa oleh para pelancong yang datang dari Cina. Kartu pertama yang dibuat di Eropa dibuat di Italia dan berisi 78 gambar hasil lukisan yang sangat indah. Pada abad 15, Perancis mengurangi jumlah kartu menjadi 56 dan mulai memproduksi kartu untuk seluruh Eropa. Pada masa ini Ratu Inggris, Elizabeth I sudah memperkenalkan lotere guna meningkatkan pendapatan negara untuk memperbaiki pelabuhan-pelabuhan.

    Sedangkan untuk saat ini yang sering dipakai sebagai bahan taruha adalah hasil akhir dari sebuah pertandingan olahraga. Olahraga yang sering dijadikan taruahan dan menjadi lumrah hukumnya bagi para pecinta olahraga adalah sepakbola. Bahkan sepakbola saat ini sudah dijadikan industri terutama dalam hal perjudian, sponsor dan penjualan pemain sepakbola. Seiring dengan perkembangan teknologi terutama internet, perjudian sepakbola dilakukan setiap hari didunia maya.

    BAB III

    PEMBAHASAN

    3.1 Pembahasan Secara Umum

    Meskipun masalah perjudian sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi baik dalam KUHP maupun UU No. 7 tahun 1974 ternyata masih mengandung beberapa kelemahan. Kelemahan ini yang memungkinkan masih adanya celah kepada pelaku perjudian untuk melakukan perjudian. Adapun beberapa kelemahannya adalah :

    1.      Perundang-undangan hanya mengatur perjudian yang dijadikan mata pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian maka dapat dijadikan celah hukum yang memungkinkan perjudian tidak dikenakan hukuman pidana

    2.      Perundang-undangan hanya mengatur tentang batas maksimal hukuman, tetapi tidak mengatur tentang batas minimal hukuman, sehingga dalam praktek peradilan, majelis hakim seringkali dalam putusannya sangat ringan hanya beberapa bulan saja atau malah dibebaskan

    3.      Pasal 303 bis ayat (1) angka 2, hanya dikenakan terhadap perjudian yang bersifat ilegal, sedangkan perjudian yang legal atau ada izin penguasa sebagai pengecualian sehingga tidak dapat dikenakan pidana terhadap pelakunya. Dalam praktek izin penguasa ini sangat mungkin disalahgunakan, seperti adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan pejabat yang berwenang.

    Pada awalnya perjudian hanya dilakukan dalam beberapa jenis misalnya perjudian yang sama sering dinamakan undian, lotre, lotto (atau lottery), adu dadu, kartu, dan permainan lainnya. Namun saat ini perjudian sudah menjadi penyakit menular dimana setiap permainan bisa diajdikan sebagai bahan untuk melakukan perjudian. Bahkan olahraga yang menjunjung tinggi sportifitas saat ini sudah dilegalkan menjadi bahan untuk melakukan pertaruhan.

    Salah satu cabang olahraga yang menjadi bahan taruhan perjudian adalah sepakbola. Olahraga yang merupakan olahraga terpopuler saat ini didunia ini dijadikan sebagai bahan terpopuler. Bahkan diinternet saat ini banyak situs atau website yang menyediakan layanan untuk melakukan taruhan sepakbola. Di Eropa hal ini telah dilegalkan menjadi industri dalam dunia sepakbola. Dua website atau situs yang saat ini populer di Indonesia adalahwww.livescore.com dan www.asianbookie.com.

    Banyak masalah yang bisa terjadi dalam melakukan perjudian ini. Beberapa masalah dalam perjudian antara lain :

    §  Beberapa orang akan menjadi ketagihan. Mereka tidak dapat berhenti berjudi, dan kehilangan banyak uang.

    §  Kadang-kadang judi tidaklah adil, jika menang atau kalah, harus membayar sejumlah uang dan menanggung sendiri akibatnya pihak yang menang tidak akan peduli dengan yang kalah.

    Meskipun demikian perjudian tetap saja sulit untuk diberantas, jangankan diberantas dikurangi saja sulit, perjudian tetap eksis dimasyarakat. Memberantas perjudian layaknya mengosongkan air laut. Meski pidananya sudah jelas dan perjudian memang salah serta sudah dikonstruksikan sebagai tindak pidana oleh KUHP. Ada wacana yang menyebutkan agar perjudian dilegalkan sekalian dengan membuat pengawas yang ketat atas perjudian. Jika dikaji lebih mendalam perjudian pada dasarnya bagian dari perikatan dan masuk pada ranah perdata.

    3.2  Faktor-faktor Penyebab Perjudian Pada Remaja

    3.2.1        Faktor Sosial & Ekonomi

    Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian seringkali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Karena mereka berfikir, Dengan modal yang sangat kecil mereka akan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya atau menjadi kaya dalam sekejab tanpa usaha yang besar. Pandangan yang relative sama juga ada diantara remaja, mereka berusaha memiliki uang lebih dengan cara instan dengan berjudi, apalagi bagi remaja yang memang tumbuh dilingkungan masyarakat yang memang suka berjudi.

    3.2.3      Faktor Situasional

    Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian dan metode-metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian. Tekanan kelompok membuat remaja penjudi merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian dengan selalu mengekspose para penjudi yang berhasil, sehingga memberikan kesan kepada calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah sesuatu yang biasa, mudah dan dapat terjadi pada siapa saja. padahal kenyataannya kemungkinan menang sangatlah kecil.

    3.2.3      Faktor Rasa Ingin Tahu

    Rasa ingin tahu pada remaja sangatlah besar maka sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Yang memang pada awalnya ia hanya   ingin mencoba, akan tetapi karena penasaran dan berkayakinan bahwa kemenangan bisa terjadi kepada siapapun, termasuk dirinya dan berkeyakinan bahwa dirinya suatu saat akan menang atau berhasil, sehingga membuatnya melakukan perjudian berulang kali.

    3.2.4     Faktor Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan

    Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung

    memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif. Dalam benak mereka selalu tertanam pikiran: “kalau sekarang belum menang pasti di kesempatan berikutnya akan menang, begitu seterusnya”.

    3.2.5      Faktor Persepsi terhadap Ketrampilan

    Remaja yang merasa dirinya sangat trampil dalam salah satu atau beberapa jenis permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan dalam permainan judi adalah karena ketrampilan yang dimilikinya. Mereka seringkali tidak dapat membedakan mana kemenangan yang diperoleh karena ketrampilan dan mana yang hanya kebetulan semata. Umumnya remaja selalu ingin mengunggulkan diri sehingga bagi mereka kekalahan dalam perjudian tidak pernah dihitung sebagai kekalahan tetapi dianggap sebagai “hampir menang”, sehingga mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan.

    3.2.6  Faktor Waktu dan Kesempatan

    Umumnya para remaja yang suka berjudi bermula ketika mereka punya banyak waktu luang, yang dimanfaatkan untuk sekedar bermain-main. Merasa permainan mereka kurang menarik maka dibumbui sedikit taruhan. Dengan kondisi tanpa kendali dan pengawasan maka kesempatan untuk terus berjudi akan terus ada. Ketika niatan mereka lebih untuk bertaruh lebih penting dari pada bermain disinilah judi muncul.

    3.3  Dampak Judi Terhadap Remaja

    3.3.1        Merusak Hubungan Sosial

    Ketika remaja sudah mulai diketahui menyukai perjudian tentu akan mendapat sentiment dari masyarakat, karena bagaimanapun perjudian adalah menyimpang dari norma masyarkat yang berlaku. Terlebih orang tua akan memberi respon keras pada anak remaja yang diketahui gemar berjudi, kadang respon keras ini justru memperkeruh suasana yang sering mendorong remaja untuk lebih liar dari sebelumnya.

    3.3.2        Menggangu Prestasi Belajar dan Masa Depan

    Bagi remaja yang terlibat dalam perjudian, di dalam pikirnyanya hanyalah bagaimana untuk mendapat kemenangan dan kembali bisa berjudi. Hal selain itu bukalan prioritas terlebih, belajar, mada depan adalah urusan nanti. Kadang mereka sering membolos dan meninggalkan sekolah hanya untuk berjudi.

    3.3.3        Menjadi Gebang Masuknya Miras dan Narkoba

    Satu keburukan mengundang keburukan yang lain, itulah pepatah yang sering kita dengar begitu juga dengan judi, berkumpul ,bertaruh, harta dan emosi tidak lengkap rasanya kalau tidak dilengkapi denga minum-minuman beralkohol. Tidak puas mabuk alcohol tentu saja merek mencari-cari bahan lain yang lebih memuaskan hingga berakhir pada penggunaan narkoba.

    3.3.4        Membawa Permasalahan Keuangan

    Judi tetap saja membawa masalah menang atau kalah uang tepa musnah, ketika kalah kita harus menyerahkan taruhan kita ketika menang ini adalah saat tepat untuk berpesta. Sehingga pada akhirnya masalah keuangan selalu muncul pada para penjudi muda ini.

    3.3.5        Merupakan Tindak Pidana dan Memicu krimalitas

    Telah dijelaskan pada bab sebelumnya tentang tindakan hukum pidana terhadap setiap orang yang terlibat dalam sebuah perjudian, penangkapan dan kurungan selalu mengancam. Selain itu banyak tindakan criminal lain yang bisa saja muncul akibat judi, krisis keuangan bisa saja memunculkan membuat para penjudi melakukan, pencurian, pemalakan, dan berbagai tidakan kriminal lain secara berantai.

    3.4  Upaya Untuk Mengatasi dan Pencegahan Judi Pada Remaja

    3.4.1        Pembinaan Penanaman nilai moral dan agama

    Bagaimanapun keadaan sikap mental dan moralitas yang baik adalah modal untuk menangkis dari pengaruh-pengaruh buruk terutama nilai-nilai religious senantiasa memberi penajaran yang mendalam untuk berlaku hidup benar dimuka bumi ini. Oleh karena itu pembinaan dan penanaman nilai-nilai moral yang baik dan nilai religius mestinya dilakukan sejak dini dan terus dikembangkan sesuai perkembangan anak.

    3.4.2        Membangun komunikasi efektif dan keluarga harmonis

    Keluarga sangat berperan penting dalam berbagai masalah perkembangan anak. Dukungan orang tua untuk melindungi anak dari pengaruh negatif dari luar, bisa dilakukan dengan membangun komunikasi efektif antara orang tua dan anak serta terbentuknya keluarag harmonis akan mencegah remaja untuk mengarah pada perilaku negatif. Tidak jarang anak-anak yang bermasalah disebabkan karena keluarga yang berantakan dan orangtua yang diktator.

    3.4.3        Mengarahkan dan Mendukung Anak untuk Melakukan Kegiatan Positif Yang Mereka Sukai.

    Begitu banyak waktu kosong pada remaja menjadi alasan untuk melakukan banyak hal negatif, tentu orangtulah yang harus jeli dalam menyikapi hal ini. Mengajak mereka melakukan kegiatan positif saja belum cukup atau kadang malah membebani anak karena merka tidak suka melakukannya. Cobalah untuk mengggalai hal positif apa yang di cintai dan disukai anak sehingga bisa dikembangkan menjadi sebuah prestasi, arahkan dan dukung mereka untuk mencapai cita-cita mereka melalui kegiatan positif yang mereka cintai sendiri, tanpa perlu menjadi seperti orang lain.

    3.4.4        Kerja sama Masyarakat dan Aparat dalam Menjaring Perjudian

    Aparat penegak hukum tentu akan berupaya melakukan berbagai tindakan untuk segala bentuk praktek perjudian tetapi, kesadaran masyarakat sendiri untuk melaporkan setiap praktek perjudian adalah yang lebih penting. Sepintas judi hanyalah permainan biasa tapi ketika anak-anak melihat maka ini akan sama dengan menanam benih baru. Jadi kesadaran masyarakat untuk meninggalkan segala bentuk permainan judi jauh lebih penting dari laporan dan tindakkan aparat.

    BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1 Kesimpulan

    Dari hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelum maka penulis dapat emberikan kesimpulan sebagai berikut:

    1.      Praktek judi yang terjadi pada remaja disebabkan rasa ingin tahu, lingkungan, situasi,  waktu dan kesempatan, serta kekeliruan dalam mempresepsikan kemenangan dan keterampilan.

    2.      Judi pada remaja memberikan dampak buruk, terhadap pelakunnya berupa rusaknya hubungan sosial dengan keluarga dan masyarakat, menggangu prestasi belajar, menimbulakan masalah keuangan dan menjerumuskan remaja kedalam narkoba dan kriminalitas.

    3.      Berbagai langkah yang dapat ditempuh untuk mencegah dan mengatasi perjudian pada remaja diantaranya: penanaman niali moral dan agama, membagun keluarga komunikatif dan harmonis, serta mengarahkan remaja untuk melakukan kegiatan positif yang mereka sukai.

    4.2 Saran

    Perjudian sudah menjadi penyakit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan masalah perjudian sudah menjadi penyakit akut masyarakat, dari hasil kesimpulan yang diambil maka penulis memberikan beberapa saran berikut:

    1.      Orang tua, masyarakat dan Pemerintah semestinya memenuhi, mengarahkan dan mendukung rasa ingin tahu generasi muda dengan berbagai kegiatan positif.

    2.      Kesadaran masyarakat bahwa judi adalah perilaku tercela harus kembali digiatkan karena memberi dampak yang sangat buruk terutama pada generasi muda dan remaja.

    3.      Membangun keluarga harmonis dan lingkungan masyarakat yang baink untuk tumbuh kembang anak-anak dan remaja adalah tanggung jawab setiap keluarga.

    DAFTAR PUSTAKA

    Aisyah, Ayu Dewi. Tinjauan Kriminologis Terhadap Fzenomena Maraknya Perjudian Togel di Desa Bringin Kecamatan Wajak Kabupaten Malang, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2009.

    http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/10/17/perjudian-dalam-perspektif-hukum/ diakses Jumat tanggal 01 Juli 2011 pukul 12:55

    http://blog.re.or.id/perjudian-dan-lokalisasi.htm diakses Jumat tanggal 01 Juli 2011 pukul 12:58

    Solahudin. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata (KUHP, KUHAP, KUHPdt), Visimedia, Jakarta, 2008.

    UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    UU No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian

  • Laporan P5 Vertikultur – Program Tanam Vertikal Pada Lahan Sempit Perkotaan

    Laporan P5 Vertikultur – Program Tanam Vertikal Pada Lahan Sempit Perkotaan

    Vertikultur berasal dari kata vertikal yang berarti tegak ke atas dan kultur yakni metode tanam. Dengan demikian Vertikultur merupakan metode tanam pada lahan tegak ke atas. Tentu saja tiudak secara harfiah namun vertikultur banyak dimanfaatkan pada daerah dengan lahan sempit seperti perkotaan.

    Laporan Pelaksaan Proyek Penguatan Prodil Pelajar Pancasila Vertikultur – Program Tanam Vertikal Pada Lahan Sempit Perkotaan

    I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, jumlah lahan pemukiman semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah lahan pertanian yang berkurang. Hasilnya berdampak pada berkurangnya jumlah produksi hasil-hasil tani.

    Penyebab utama dari berkurangnya lahan pertanian adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman baik rumah penduduk (perorangan) maupun perumahan komersial. Dampak selanjutnya adalah peningkatan harga-harga hasil pertanian dan kurangnya pasukan yang dibutuhkan.

    Hal ini akan semakin terasa bagi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan (urban) dan Pinggiran Kota. Daearh Sub Urban adalah daerah yang palkung berdampak dimana tata kota pada daerah ini biasanya dibangun semrawut karena kepadatan penduduk.

    Masalah umum masyarakat perkotaan dalam bidang pertanian adalah ketersedian lahan. Ukuran lahan yang sempit membuat cara tanaman tradisional tidaklah cukup. Dalam upaya menangani masalah ini dibutuhkan solusi yang dapat mendukung penanaman tanaman pada lahan sempit namun dalam jumlah banyak.

    Vertical Culture

    Vertical Culture atau biasa disebut dengan Vertikultur merupakan sebuah sistem tanam dengan model vertikal. Tanaman ditanam dalam pot-pot yang disusun pada bidang vertikal seperti dinding atau pagar. Tujuannya adalah meningkatkan volume tanam pada luas bidang tanam yang sempit. Tidak harus pada dinding, metide popular Vertikultur di daerah kota-kota besar juga memanfaatkan Pipa sebagai media tanaman.

    Metode Tanam Vertikulutr pada Pipa dengan Tanaman Selada

    Metode tanam ini tidak hanya efektif meningkatkan volume tanaman tapi juga pada (1) Lingkungan dan (2) program ketahanan pangan. Tentu saja dua manfaat ini bisa didapatkan jika metode tanam Vertikultur dilakukan dengan cara benar dan dijadikan sebagai budaya Urban.

    Salah satu Produk holtikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi namun mudah untuk dibudidayakan adalah Selada (Lactuca sativa). Masa panen yang pendek dan jumlah konsumen yang besar membuat tanaman ini menjadi sangat menarik untuk ditanam.


    Kelebihan dan kekurangan Vertikultur 

    Kelebihan

    Karena disusun secara vertikal, sistem bertanam ini sudah jelas dapat mengefisiensikan penggunaan lahan. Penanaman yang dilakukan secara vertikal dapat mencegah pertumbuhan gulma sehingga tidak perlu menyiangi gulma terlalu sering. Jika wadah yang digunakan adalah pot atau polibag, tanaman mudah dipindahkan ke tempat yang lain.

    Sistem ini dapat membuat penggunaan pupuk menjadi lebih hemat karena pupuk langsung diberikan di dalam wadah sehingga pupuk tidak mudah tercuci. Penghematan tersebut juga berlaku pada pestisida karena media tanam yang digunakan lebih steril.Vertikultur yang menggunakan atap dapat memudahkan untuk mencegah tanaman dari kerusakan karena hujan. Sementara itu, tanaman yang diletakkan di dalam ruangan dapat membantu untuk menghemat penyiraman air karena penguapan berkurang.Penampilan instalasi vertikultur juga dapat menambahkan nilai estetika pekarangan rumah. Perawatannya juga terbilang mudah karena tanaman berada pada satu lokasi yang sama.

    Kekurangan 

    Tanaman harus dirawat secara kontinu dan intensif. Oleh karena itu perlu rutin memberikan pupuk dan penyiraman, terutama pada vertikultur yang beratap atau dengan rumah kaca. Perawatan yang intensif terbilang lebih sulit dibanding perawatan konvensional karena membutuhkan kesabaran yang cukup tinggi.

    Karena mudah dipindahkan, tanaman mudah patah atau rusak jika tidak diperlakukan dengan benar. Oleh karena itu, sebaiknya tanaman jangan terlalu sering dipindah-pindah. Kita sudah harus merancang dengan matang instalasi sebelum digunakan untuk bertanam.

    II. Cara Pembuatan

    1. Menyiapkan alat dan bahan

    Alat

    •Gunting atau pisau

    •Palu

    Bahan

    •Botol pelastik bekas ukuran 1L

    •Paku

    •Bibit Tanaman 

    •Tanah sebagai media tanam

    2. Potong Botol Menjadi Dua

     Potong botol menjadi dua bagian lalu beri lubang pada tutup botol dan sisi-sisi botol bagian atas

    .3. Buat Sumbu

     Buatlah sumbu pada bagian tutup botol menggunakan kain yang dapat menyerap air.

    4. Paku Botol Bagian Bawah

     Paku botol bagian bawah pada kayu yang sudah di tempelkan di dinding-dinding lahan. Pastikan botol tersebut cukup kuat untuk menahan media tanam.

    5. Siapkan Media Tanam 

     Campurkan tanah yang bersifat gembur, sekam padi, dan pupuk organik untuk membuat media tanam. Kemudian, isi media tanam ke dalam konstruksi (bagian atas botol).

    6. Siram Media Tanam

    Pastikan media tanam telah memiliki kelembapan yang baik dengan menyiramnya menggunakan air.

    7. Tanam Bibit atau Benih Tanaman

    Tanam bibit pada lubang tanam dengan kedalaman sekitar 1-3 cm.

    8. Periksa Tanaman Setiap Hari

     Periksa tanaman setiap hari pastikan tanaman tersebut tidak kekurangan atau kelebihan air serta mendapatkan cahaya matahari yang cukup agar tetap hidup dan pastikan juga tanaman tersebut terhindar dari hama.

    Investasi yang dibutuhkan cukup besar karena instalasi vertikultur membutuhkan peralatan yang lebih banyak dibanding bertanam secara konvensional. Apalagi, jika Anda bertanam di dalam bangunan rumah kaca.

    II. CARA PEMBUATAN

    1. Menyiapkan alat dan bahan

    Alat

    •Gunting atau pisau

    •Palu

    Bahan

    •Botol pelastik bekas ukuran 1L

    •Paku

    •Bibit Tanaman 

    •Tanah sebagai media tanam

    2. Potong Botol Menjadi Dua

     Potong botol menjadi dua bagian lalu beri lubang pada tutup botol dan sisi-sisi botol bagian atas

    .3. Buat Sumbu

     Buatlah sumbu pada bagian tutup botol menggunakan kain yang dapat menyerap air.

    4. Paku Botol Bagian Bawah

     Paku botol bagian bawah pada kayu yang sudah di tempelkan di dinding-dinding lahan. Pastikan botol tersebut cukup kuat untuk menahan media tanam.

    5. Siapkan Media Tanam 

     Campurkan tanah yang bersifat gembur, sekam padi, dan pupuk organik untuk membuat media tanam. Kemudian, isi media tanam ke dalam konstruksi (bagian atas botol).

    6. Siram Media Tanam

    Pastikan media tanam telah memiliki kelembapan yang baik dengan menyiramnya menggunakan air.

    7.  Tanam Bibit atau Benih Tanaman

    Tanam bibit pada lubang tanam dengan kedalaman sekitar 1-3 cm.

    8. Periksa Tanaman Setiap Hari

     Periksa tanaman setiap hari pastikan tanaman tersebut tidak kekurangan atau kelebihan air serta mendapatkan cahaya matahari yang cukup agar tetap hidup dan pastikan juga tanaman tersebut terhindar dari hama.

    III. PENCAPAIAN

     Kita dapat bercocok tanam dengan baik walaupun hanya memiliki lahan yang kecil. Selain selada bokor kita juga dapat menanam sawi, bawang, kangkung dan lain-lain.

    IV. EVALUASI

     Projek vertikultur ini dapat terlaksanakan dengan baik. Selain cara pembuatan nya mudah, bahan-bahannya pun mudah untuk didapatkan. Perawatan nya juga cukup mudah.

    V. KESIMPULAN

     Jadi vertikuktur memiliki kegunaan sebagai alternatif bercocok tanam bagi yang memiliki kekurangan lahan.

    Tanaman Verticulture

      Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama dengan bercocok tanam di kebun atau di sawah. Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture) artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman. Dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman. Teknik Vertikultur merupakan cara bertanam yang dilakukan dengan menempatkan media tanam dalam wadah-wadah yang disusun secara vertical, atau dapat dikatakan bahwa vertikultur merupakan upaya pemanfaatan ruang ke arah vertical. Dengan demikian penanaman dengan system vertikultur dapat dijadikan alternative bagi masyarakat yang tinggal di kota, yang memiliki lahan sempit atau bahkan tidak ada lahan yang tersisa untuk budidaya tanaman. Banyak sedikitnya tanaman yang akan dibudidayakan bergantung pada model wadah yang kita gunakan.  

    Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan biasanya adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi, berumur pendek atau tanaman semusim khususnya sayuran (seperti seledri, pack-choy, selada, dll) dan memiliki system perakaran yang tidak terlalu luas. 

    Keunggulan Teknik Vertikultur : 

    (1). Hemat lahan dan air, 

    (2). Mendukung pertanian organic, 

    (3). Wadah media tanam disesuaikan dengan kondisi setempat, 

    (4). Umur tanaman relative pendek, 

    (5). Pemeliharaan tanaman relative sederhana,

     (6). Dapat dilakukan oleh siapa saja yang berminat. Vertikultur dapat dikerjakan dengan

     memanfaatkan bahan-bahan dan peralatan yang ada di sekitar kita. Pemilihan wadah media sebaiknya dipilih dari bahan yang cukup kokoh dan mampu berdiri tegak.

    Beberapa rancangan wadah media yang umum digunakan adalah :

    (a). Kolom wadah media disusun secara vertical. Setiap wadah disusun dalam posisi tegak/berdiri dan diberi lubang pada permukaannya sebagai tempat terbuka atau sebagai lubang tanam. 

    (b). Kolom wadah media disusun secara horizontal. Setiap wadah dibuat dalam bentuk kolom secara mendatar (pot, polybag, kresek) yang kemudian disusun dalam rak-rak kea rah vertical. 

    (c). Wadah media gantung. Wadah media disusun saling berhubungan lalu digantung, sehingga menyerupai pot-pot gantung.

    Langkah – langkah Pengerjaan Budidaya Tanaman secara Vertikultur tetap harus memperhatikan kondisi lahan yang akan digunakan untuk budidaya tanaman (luas lahan), disamping itu penyiapan wadah media tanam sesuai dengan kondisi yang ada (dapat berupa bambu, pipa paralon/PVC, talang air, pot plastic, kaleng bekas, polybag, plastik kresek, dll). Harus diperhatikan pula pembuatan bangunan vertikultur, penyiapan media tumbuh tanaman (pupuk organic + tanah), pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan, tergantung kepada besar tajuk tanaman, kebutuhan sinar matahari, dan wadah yang dipilih sebagai tempat penanaman. Ke-3 faktor ini harus diperhitungkan jika dalam satu unit bangunan vertikultur dibudidayakan beberapa jenis tanaman sekaligus.

    Alat dan Bahan : 

    Paralon ukuran minimal 5 inci,sebaiknya ukuran tinggi maksimalnya 1 meter saja supaya tidak ketinggian. Kalau ketinggian, panen sayurnya bisa kesulitan, Gergaji, Meteran, Spidol atau pensil untuk menandai, Pemanas, bisa obor, tungku bakaran sampah, atau las pemanas (ga tau apa namanya, yang penting bisa menghasilkan api yang cukup besar), Pot atau baskom bekas (atau apa saja yang bisa dijadikan wadah untuk pot), Semen dan pasir, Cat. Dari bahan ini, yang perlu dibeli mungkin hanya semen, pasir dan cat, itupun secukupnya saja. Jika semua bahan sudah tersedia di rumah karena hasil sisa-sisa pembangunan, maka biaya dapat dihemat.

    Cara Membuat : 

    Buat empat titik sentral di bagian atas atau bawah lubang paralon, gunanya untuk membagi paralon menjadi empat sisi yang sama, untuk membuat lubang-lubang pada ke empat sisi tersebut, titik sentral ini akan menjadi acuan dalam menarik garis lurus untuk digergaji. Membuat Titik Sentral, dengan membuat garis atau tanda untuk lubang di dinding paralon dengan acuan titik sentral tadi. Jarak antar garis atas bawah masing-masing 20cm. Lebar garis 10cm, buat garis-garis tersebut selang-seling. Sisi yang berhadapan depan belakang posisi garis-garisnya sama. Setelah semua garis jadi, gergaji sesuai ukuran. Panaskan sisi bagian atas dari garis yang digergaji sampai agak lunak, lalu tekuk ke dalam menggunakan kain lap agar tangan tidak kepanasan. Tahan sebentar, kemudian lepaskan, dengan sendirinya paralon akan mengeras bila sudah dingin. Menyiapkan semen dan pot, vertikultur paralon sudah pasti memiliki bentuk memanjang dan penampangnya kecil. Jika tidak diberi pemberat, maka paralon akan mudah jatuh bila diterpa angin atau disentuh, apalagi kalau kita masukkan media tanam dan tanaman kita membesar nantinya. Maka untuk menghindari hal itu, di bagian bawah paralon harus kita cor alias semen di dalam pot yang ukurannya disesuaikan. Lilitkan besi tipis atau kawat yang agak tebal ke bagian bawah paralon agar cengkeramannya lebih kuat mengikat ke semen. Tegakkan paralon dan pastikan posisinya lurus di dalam pot atau baskom (tidak perlu sampai menyentuh dasar pot), lalu masukkan adukan semen tadi ke dalam pot sampai tinggi secukupnya. Siram pot dengan air sampai penuh agar dihasilkan cor yang keras. Semen yang keras ini akan menjadi pemberat bagi paralon. 

    Selain tanaman semusim seperti seledri, phak-choy , selada, kangkung darat, dll, pohon obat juga sangat baik untuk ditanam dalam metode ini. Tidak hanya itu, kombinasi tanaman buah dalam pot akan membuat isi dari “kebun” menjadi lebih solid. Selanjutnya mungkin tergantung pada bagaimana memperlakukan dan merawat tanaman vertikultture. Tidak mustahil bila hasilnya memuaskan sehingga bisa dijual sebagai penghasilan tambahan. Dalam pertanian keluarga, hasil panen biasanya lebih sehat dan lebih ramah lingkungan karena bebas pestisida (karena sebaiknya tidak menggunakannya).

    Untuk perawatan, beberapa hal utama yang perlu Anda lakukan adalah : 

    (1). Menyiram tanaman setiap pagi, namun jangan terlalu berlebihan.

     (2). Pastikan tanaman menerima sinar matahari penuh setiap hari.

     (3). Buang daun-daun dan cabang yang rusak secara rutin, termasuk juga rumput liar.

    (4). Pupuk secara berkala (sekitar 2 minggu sekali), dianjurkan menggunakan pupuk organik/kompos.

    Langkah – Langkah Praktis dalam Membuat Media Tanam pada Vertikultur

    1. Siapkan Media Tanam dan Botol Bekas.

    • Pertama bersihkan dulu botolnya,cuci sampai bersih dengan air bersih.

    sayat atau iris bagian leher botol sampai dibagian dasarnya hingga terbentuk persegi panjang dengan lebar sekitar 5cm dan panjang sesuai ukuran botolnya.

    • Selanjutnya masukkan media tanam kedalam botol sampai hampir penuh,media tanamnya tergantung dengan anda,bisa dengan campuran tanah dan pupuk kandang,pasir,arang sekam,atau yang lainnya.

    • Setelah selesai,letakkan botol bekas tadi ditempat yang teduh dan sejuk.

    2. Menyiapakan Bibit.

    • Pilih bibit yang unnggul dan resmi atau layak untuk digunakan.

    • Dapatkan bibit dari toko pertanian yang sudah terpercaya dan perhatikan masa kadaluarsanya serta kemasan tidak rusak.

    3. Penyemaian bibit.

    • Isi semua lubang tanam dengan bibit sebanyak 1 biji untuk tiap lubangnya.

    • Tempatkan ditempat yang kurang cahaya atau gelap untuk mempercepat proses terbentuknya kecambah,umumnya terjadi 5 hari sejak disemai.

    • Setelah tumbuh,bibit ditempatkan lagi ditempat yang terkena sinar matahari agar bibit menjadi kuat dan kokoh.

    • Bibit kemudian siap untuk dipindah tanamkan ke media tanam yang sudah kita buatkan setelah berumur sekitar 2 minggu.

     4. Perakitan Instalasi Vertikultur.

    Sembari menunggu bibit siap untuk kita pindah tanamkan, selanjutnya kita rakit dulu instalasi vertikulturnya. Dalam cara menanam sayur secara vertikultur dengan botol bekas, yang harus kita lakukan hanya menentukan tempat untuk meletakkan botol bekasnya. Kita bisa meletakkan botolnya dipagar rumah, atau bisa juga didinding belakang rumah, ataupun dibuatkan rak khusus.

    Botol bekas kita buatkan gantungan kemudian kita gantung ditempat yang masih terkena sinar matahari dan kita atur posisinya agar terlihat lebih unik dan menarik.

    5. Proses penanaman.

    Setelah bibit yang kita semai sudah betul-siap, selanjutnya kita tanam bibit kedalam tempat tadi. Untuk 1 tempat bisa kita tanam dengan beberapa bibit tergantung ukuran botolnya. Dalam proses penanaman bibit, yang penting untuk kita ingat bahwa penanaman sebaiknya dilakukan dipagi hari atau disore hari agar saat bibit mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya tidak mudah layu atau bahkan mati karena terpapar sinar matahari.

    6. Pemeliharaan serta Perawatan.

    Pemeliharaan serta Perawatan sangatlah penting untuk kita lakukan, karena hal inilah yang akan menentukan baik atau buruknya pertumbuhan tanaman yang sudah kita tanam. Pemeliharaan serta perawatan tidak hanya dilakukan pada budidaya tanaman dikebun ataupun yang lainnya, namun tanaman yang ditanam secara vertikultur juga memerlukan hal yang sama. Pemeliharan serta perawatan itu sendiri meliputi

    Penyiraman:

    Sama halnya dengan menanam dilahan yang luas, vertikultur juga harus dilakukan penyiraman agar tanaman yang kita tanam menjadi lebih subur. Waktu yang baik untuk kita melakukannya ialah dupagi hari dan disore hari. Kita harus menggunakan air yang bersih dan lebih baik lagi jika kita menggunakan alat penyemprot.

    Pemberian Pupuk:

    Tanaman sayuran yang sudah kita tanam harus diberikan pupuk sebagai nutrisi, karena dengan memberi asupan nutrisi tanaman sayur akan menjadi lebih subur dan sehat karena tidak kekurangan nutrisi. Pupuk untuk sayuran sendiri sangat beragam, namun untuk tanaman sayuran daun sebaiknya kita beri dengan larutan AB mix saja sudah cukup.

    RAB TANAMAN VELTIKULTUR

    1.Biji selasah RP.6500 k

    2.Kompos RP.3500 k

    3.Wadah RP.10k 

    4.Botol bekas (20)

    (Jumlah RP.20.000) 

    ●Proses pemasukan tanah yang sudah di campur dengan kompos kedalam tempat penyemaian.

    Proses pemasukan benih selada bokor kedalam tempat penyemaian yang sudah di kasih tanah sekaligus kompos,dan di siram supaya tanah menjadi lembab dan benihnya punn bisa tumbuh.

    ●proses pemotongan botol bekas yang berukuran sekitar 1,5 liter,proses pemotongannya yaitu:

     -potong 1 botol bekas menjadi 2 bagian yg sama.

     -kemudian rapihkan dan sesuaikan dengan yg di 

    butuhkan 

     -lalu satukan kembali ke 2 botol nya

    Alat alat yg di gunakan adalah gunting.

    peroses pemberian kain kepada botol dan melubangi bagian botol supaya air dapat keluar 

      dari botol dan agar tanaman tidak mati terendam air.

    ●proses pemasukan tanah yang sudah di campur dengan kompos kedalam botol untuk media penanaman selada bokor.

    proses penanaman bibit selada bokor kedalam media tanam yang sudah di siapkan dan di beri air supaya tanah menjadi lembab dan tanaman tidak mati kekeringan

    kekeringan.

    ●poto bibit selada yg sudah di masukan kedalam media tanam.

    ●proses pemasangan tanaman ke lahan yang sudah di sediakan dengan cara memaku botol bagian bawah ke kayu tempat penyimpanan tanaman.

    ●proses pengecekan tanaman dan penyiraman.

    ●proses penanaman kembali bibit tanaman yang mati.

    poto setelah membersihkan lahan.

    ●proses pemanenan selada bokor yang sudahh siap di panen.

    ●proses pemanenan selada bokor yang sudahh siap di panen.

    KESIMPULAN DARI PROJECK PENANAMAN VELTIKULTUR

    Budidaya vertikultur adalah menanm tanaman dengan media secara vertikal agar mengefisiensi lahan pertanian yang semakin sempit. Vertikultur bisa menggunakan pipa, bambu, baja atau yang sejenisnya.

  • KTI Laporan Studi Kasus Peran Mangrove Dalam Meminimalisir Dampak Abrasi

    Peran Mangrove Dalam Meminimalisir Dampak Abrasi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang bercirikan benua maritim dengan 176 kabupaten dan 30 kota dari sekitar 368 kabupaten dan kota, yang mempunyai wilayah pesisir dan laut (Sulasdi, 2001; 44). Kondisi ini dapat digunakan sebagai dasar kuat untuk mengatakan bahwa Indonesia sesungguhnya merupakan negara maritim.

    Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kebanyakan masyarakat yang tinggal ditepi pantai, pantai merupakan tempat sumber perekonomian mereka. Namun dalam hal tertentu, terdapat gejala alam yang disebabkan oleh perluasan daerah pemukiman yang membabibuta, yaitu terjadinya abrasi . Abrasi pantai ini terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Masalah ini harus segera diatasi karena dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup, tidak terkecuali manusia.

    Sudut pandang keseimbangan interaksi antara kekuatan-kekuatan asal darat dan kekuatan-kekuatan asal laut, Abrasi terjadi karena kekuatan-kekuatan asal laut lebih kuat daripada kekuatan-kekuatan asal darat. Abrasi dapat diprediksi kejadiannya berdasarkan pada pola arah angin dan kecepatan angin yang terdapat disuatu kawasan, orientasi garis pantai, konfigurasi garis pantai, dan material penyusun pantai. Abrasi saat ini sudah sering terjadi terutama didaerah pantai yang tidak terlindungi baik oleh vegetasi maupun pola hidup masyarakat yang tinggal di sekitar pantai. Salah satu upaya yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir dampak abrasi yaitu dengan melestarikan hutan mangrove. Karena tanaman bakau memiliki akar yang kuat utuk menahan material-material pantai sehingga mengurangi terjadinya abrasi. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dampak dari abrasi sangat berbahaya sehingga peran mangrove sangat dibutuhkan dalam meminimalisir dampak abrasi tersebut. Hal ini yang melatarbelakangi makalah ini untuk membahas bagaimana permasalahan abrasi yang terjadi di pantai dan bagaimana langkah atau cara yang tepat untuk menanggulanginya.

    Oleh karena itu, pada makalah ini akan mengulas sedikitnya tentang pelestarian hutan mangrove sebagai upaya mencegah Abrasi secara umum.

    1. 2.  Rumusan Masalah

    Pada makalah ini yang membahas mengenai isu permasalahan lingkungan yang terkait dengan dampak abrasi dan pengaruhnya terhadap lingkungan serta bagaimana peran mangrove dalam meminimalisir dampak tersebut, juga memiliki beberapa rumusan pertanyaan yang menjadi permasalahan untuk diketahui dan dipecahkan masalahnya :

    1.      Bagaimana abrasi dapat terjadi dan apa yang menyebabkan terjadinya abrasi ?

    2.      Bagaimana keadaan pemukiman penduduk dan masyarakat yang berada di daerah pantai  yang mengalami abrasi tersebut?

    3.      Apa yang dimaksud hutan mangrove,serta  fungsi dan manfaat dari hutan mangrove tersebut?

    4.      Bagaimana kondisi hutan mangrove yang berada di Indonesia?

    5.      Bagaimana peranan hutan bakau dalam usaha pencegahan terjadinya abrasi ?

    1. 3. Tujuan Makalah

                Makalah ini disusun menjadi sedemikian rupa untuk mencapai beberapa tujuan yang tentunya berupa hal positif. Berikut tujuan makalah ini:

    1.      Untuk mengetahui terjadinya proses abrasi  dan penyebab terjadinya abrasi.

    2.      Untuk mengetahui keadaan yang tampak pada pemukiman penduduk dan masyarakat yang berada di daerah pantai yang mengalami abrasi.

    3.      Untuk mengetahui  pengertian dari  hutan mangrove, fungsi serta manfaat dari hutan mangrove tersebut.

    4.      Untuk mengertahui bagaimana kondisi hutan mangrove di Indonesia.

    5.      Untuk mengetahui peranan hutan bakau dalam usaha pencegahan terjadinya abrasi.

    1. 4. Manfaat Makalah

                Dari penulisan makalah ini diharapkan ada beberapa manfaat yang dapat diambil. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan makalah di atas maka dapat ditarik beberapa manfaat sebagai berikut :

    1.      Mengetahui terjadinya proses abrasi dan penyebab terjadinya abrasi.

    2.      Mengetahui keadaan yang tampak pada pemukiman penduduk dan masyarakat yang berada di daerah pantai yang mengalami abrasi.

    3.      Mengetahui  pengertian dari  hutan mangrove, fungsi serta manfaat dari hutan mangrove tersebut.

    4.      Mengertahui bagaimana kondisi hutan mangrove di Indonesia.

    5.      Mengetahui peranan hutan bakau dalam usaha pencegahan terjadinya abrasi.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Definisi Abrasi

    Abrasi merupakan peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air laut. Gerusan laut baik yang disebabkan oleh meningkatnya air laut ataupun oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak, Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Naiknya permukaan air laut ini disebabkan mencairnya es di daerah kutub akibat pemanasan global.

    Dampak yang disebabkan abrasi ini sangat besar, Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam. Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak, Pemukiman warga dan tembokbergerus menjadi laut. Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi ini. Abrasi pantai juga berpotensi menenggelamkan beberapa pulau kecil diperairan indonesia.

    Abrasi pantai disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

    ·      Menaiknya permukaan air laut yang diakibatkan oleh mencairnya es didaerah kutub sebagai akibat pemanasan global.

    ·      Hilangnya vegetasi mangrove(hutan bakau) dipesisir pantai. Sebagaimana diketahui, mangrove yang ditanam dipinggiran pantai, akar-akarnya mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai(abrasi).

    ·      pengembangan hasil produksi perikanan maupun pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya yang secara berlebihan.

    Penyebab lainnya yaitu pada saat terjadinya bencana tsunami, yang mana pada saat tsunami berlangsung, pecahan ombak juga ikut memecah material yang ada didarat sehingga terjadi pengikisan di daerah pantai. Selain itu, Rusaknya bibir pantai diperairan Indonesia akibat abrasi itu tidak terlepas dari geologi,kekuatan ombak laut serta pusaran angin.

    Abrasi yang terjadi di kabupaten Indramayu merupakan contoh kasus abrasi yang terjadi di Indonesia. Selain di kedua tempat tadi, masih banyak daerah lain yang juga mengalami abrasi dengan tingkat yang tergolong parah. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti secara serius, maka dikhawatirkan

    dalam waktu yang tidak lama beberapa pulau yang permukaannya rendah akan tenggelam.

    Dalam skala waktu besar(jangka panjang), erosi pantai berlangsung terus menerus sampai kondisi keseimbangan konfigurasi garis pantai tercapai atau keseimbangan berubah karena perubahan kondisi lingkungan dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam jangka pendek(temporer), erosi pantai terjadi pada saat musim angin tertentu berlaku, dan berhenti ketika musim berganti.

    2.2. Dampak Abrasi Terhadap Daerah Pesisir Pantai, Pemukiman Penduduk dan Masyarakatnya
                 Abrasi yang merupakan salah satu hasil dari kerusakan di alam memiliki dampak negatif yaitu

    antara lain:

    1.       Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang tinggal di pinggir pantai

    2.       Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai, karena terpaan ombak yang didorong angin kencang begitu besar.

    3.        Kehilangan tempat berkumpulnya ikan ikan perairan pantai karena terkikisnya hutan bakau.
    Selain itu, di beberapa tempat di areal pesisir dan pertambakan yang telah terkikis (abrasi pantai) dan rob yang lebih dalam ke daratan. Tambak-tambak udang yang terkikis menjadi hilang dan berubah kondisinya menjadi laut dan akibat pemanasan global menyebabkan air masuk lebih dalam. Hilangnya tambak akibat terkikis, menghilangkan pendapatan sebagian petani tambak . Karena adanya pengurangan atau perubahan baik dari hasil pendapatan (menurunnya perekonomian), kesehatan dan sebagainya,maka tidak sedikit penduduk yang mengalami penurunan pendapatan akibat abrasi tambak dan rob mengalami perubahan perilaku yang bersifat negatif yaitu apriori, apatis dan mengalami gangguan jiwa. Selain itu, Akibat penurunan pendapatan para nelayan dan petani tambak tidak dapat menyekolahkan anaknya lebih tinggi. Maka, ada penduduk yang mengambil keputusan untuk mengadakan perpindahan ketempat lain yang diperkirakan dapat memperbaiki penghasilan mereka.

    2.3. Pengertian Mangrove

    Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan

     (Odum. 1983). Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan kata yang umum dipakai untuk jenis Rhizophora mangle (Karsten 1890 dalam Chapman 1976). Di Portugal, kata mangue digunakan untuk menunjukkan suatu individu pohon dan kata mangal untuk komunitas pohon tersebut. Di Perancis, padanan yang digunakan untuk mangrove adalah kata menglier. MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk individu tumbuhan dan mangal untuk komunitasnya. Di lain pihak, Tomlinson (1986) dalam Wightman (1989) menggunakan kata mangrove baik untuk tumbuhan maupun komunitasnya, dan  Davis (1940) dalam Walsh (1974) menyebutkan bahwa kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang hidup di daerah yang berlumpur, basah dan  terletak di perairan pasang surut daerah tropis. Meskipun terdapat perbedaan dalam penggunaan kata, Mepham dan Mepham (1985) dalam Wightman (1989) menyatakan bahwa pada umumnya tidak perlu dikacaukan dalam penggunaan kontekstual dari kata-kata tersebut.

    Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh:

    (1) tidak terpengaruh iklim;

    (2) dipengaruhi pasang surut;

    (3) tanah tergenang air laut;

    (4) tanah rendah pantai;

    (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk;

    (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicenia Sp),  pedada  (Sonner– atia), bakau (Rhizophora Sp),lacang (Bruguiera Sp), nyirih (Xylocarpus Sp), nipah (Nypa Sp) dan lain-lain (Soerianegara dan Indrawan, 1982).

    Hutan mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang  surut (Kusmana, 2002) . Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove. Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “mangrove” adalah  vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. 

    Selain itu,  hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken,1988).  Hutan mangrove disebut juga “Coastal Woodland” (hutan pantai) atau “Tidal Forest” (hutan surut)/hutan bakau, yang merupakan formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika (Saenger,1983)

    2.4. Fungsi dan Manfaat Hutan mangrove

    Saenger(1983); Saenger et al. (1981); Salim(1986); dan Naamin(1990) menyatakan bahwa fungsi ekosistem mangrove mencakup: 

    1.      Fungsi fisik;

    ·         menjaga garis pantai agar tetap stabil

    ·         mengendalikan abrasi pantai

    melalui mekanisme pemecahan energi kinetik gelombang air laut dan pengurangan jangkauan air pasang ke daratan, Hasil analisis melaporkan pada lokasi yang ditumbuhi mangrove dengan lebar ³ 100 m relatif tidak terjadi abrasi.

    ·         Mempercepat laju sedimentasi yang akhirnya menimbulkan tanah timbul sehingga daratan bertambah luas.

    Hasil analisis melaporkan bahwa tanah timbul di pantai utara pulau Jawa hanya dijumpai didepan hutan mangrove dengan fenomena semakin lebar mangrove semakin lebar pula tanah (Suryana, 1998).

    ·         mengendaliakan intrusi air laut

    pada lokasi yang tanpa hutan mangrove, percepatan intrusi air laut meningkat drastis 1 km pada selebar 0,75 m menjadi 4,24 km. Secara teoritis diperkirakan percepatan intrusi air laut meningkat 2 – 3 kali pada lokasi tanpa hutan mangrove(Hilmi, 1998).

    ·         Menyerap dan mengurani bahan pencemar (polutan) dari badan air baik melalui penyerapan polutan tersebut oleh jaringan anatomi tumbuhan mangrove maupun menyerap bahan polutan yang bersangkutan dalam sedimen lumpur (IUCN & E/P Forum, 1993).

    ·         Mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan gelombang laut

    Keberadaan tegakan mangrove secara signifikan dapat mengurangi kecepatan tiupan angin dan kecepatan arus gelombang air laut (Aksornkoae, 1993). 

    2.       Fungsi biologis 

    ·         Tempat tumbuh berbagai jenis tumbuhan dan fauna

    Umali et al (1987) dalam Kusmana (1997)melaporkan adanya sekitar 130 jenis tumbuhan yang hidup d habitat mangrove baik fauna darat atau fauna laut.

    ·         Sebagai tempat asuban (nursery ground), dan daerah mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya.  tempat bersarangnya burung dan habitat alami  bagi berbagai jenis biota.

    Secara normal produktivitas mangrove berkisar antara 10,00 ton/ha/th sampai 14,00 ton/ha/th yang mana sekitar 50 % dari serasah tersebut diekspor ke perairan pantai lepas (Department of Forestry, 1997) dan sekitar 90 % masuk kedalam jaring-jaring pangan (UNEP, 1985).

    3.      Fungsi ekonomi

    ·         Pertambakan

    ·         Tempat pembuatan garam

    ·         Hasil hutan mangrove yang berupa bermacam-macam jenis kayu yang dapat digunakan sebagai:

    Bahan bangunan , chips,  penghara industri papan dan plywood , scalfold, kayu bakar dan arang yang berkualitas tinggi yang menghasilkan tanin(zat penyamak)dan lain-lain(Hardjosento,1981Saenger , 1983)

    ·         Hasil hutan bukan kayu, seperti madu, obat-obatan, tanin, minuman. Ikan/udang /kepiting, dll

    ·         Rekreasi seperti halnya hutan rekreasi

    Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis, disamping itu,  ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (misal,  mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah,  118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrove juga merupakan perlindungan pantai secara alami  untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami. Hasil penelitian yang dilakukan  di Teluk Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur, menunjukkan bahwa dengan adanya ekosistem mangrove telah terjadi reduksi tinggi gelombang sebesar 0,7340, dan perubahan energi gelombang sebesar (E) = 19635.26 joule (Pratikto dkk., 2002). Karena karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan  perangkap sedimen. Disamping itu, ekosistem mangrove juga sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat  pariwisata. 

     Selanjutnya Saenger, (1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem hutan mangrove berupa :

    §  Bahan bakar;  kayu bakar, arang dan alkohol.

    §  Bahan bangunan; balok perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api,

    §  pembuatan kapal, tonggak dan atap rumah. Tikar bahkan pagar pun menggunakan jenis yang berasal dari hutan mangrove.

    §  Makanan; obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka, obat- obatan.

    §  Perikanan; tiang-tiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringan ikan, bahan penyamak jaring dan lantai. 

    §  Pertanian, makanan ternak, pupuk dsb.

    §  Produksi kertas; berbagai macam kertas

    Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang  mempunyai manfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk- tajuk pohon mangrove atau manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut (Naamin, 1991). 

    1.       Manfaat ekonomi diantaranya terdiri atas hasil berupa  kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan hasil bukan kayu (hasil hutan ikutan dan pariwisata). 

    2.       Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya :

    §  Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang 

    §  Pengendali intrusi air laut 

    §  Habitat berbagai jenis fauna 

    §  Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai

    §  jenis ikan dan udang 

    §  Pembangun lahan melalui proses sedimentasi 

    §  Pengontrol penyakit malaria 

    §  Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air) 

    §  Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibanding tipe hutan lain.

    2.3.  Kondisi Mangrove di Indonesia

    Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera,  Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove  yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan  oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya  (Dahuri, 2002). Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang  tinggi.  Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Terdapat sekitar 47 jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove.  Dalam hutan mangrove,  paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk  ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops),Sonneratiaceae (Sonneratia),   Avicenniaceae(Avicennia),     dan      Meliaceae  (Xylocarpus).  Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrove terdiri dari hutan atau vegetasi mangrove  yang  merupakan komunitas pantai tropis.  Secara umum, karakteristik habitat hutan  mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,  berlempung, dan/atau berpasir.  Daerah habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasang purnama.  Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.  Hutan mangrove menerima  pasokan air tawar yang cukup dari darat serta terlindung dari gelombang besar  dan arus pasang surut yang kuat.  Habitat hutan mangrove memiliki air bersalinitas  payau (2-22 bagian per mil) hingga asin (mencapai 38 bagian permil).  Hutan  mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, dan  daerah pantai yang terlindung. 

    2.5. Peranan Pelestarian Hutan Bakau Sebagai Pencegahan Atau Pengurangan Terjadinya Erosi Pantai (Abrasi)
                Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya abrasi,

    diantaranya yaitu:

    1.    Penanaman kembali hutan bakau

    2.    Pelarangan penggalian pasir pantai

    3.    Pembuatan pemecah gelombang

    4.    Pelestarian terumbu karang

    Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

    Tumbuhan    mangrove    memiliki    ciri-ciri :

    a)    tumbuhan  berpembuluh (vaskuler), 

    b)   beradaptasi  pada  kondisi  salin,  dengan  mencegah  masuknya  sebagian

    c)    besar  garam  dan mengeluarkan   atau   menyimpan   kelebihan   garam,

    d)   beradaptasi secara  reproduktif  dengan    menghasilkan  biji  vivipar  yang  tumbuh  dengan  cepat  dan dapat  mengapung.

    e)    beradaptasi  terhadap  kondisi  tanah  anaerob  dan  lembek dengan membentuk struktur     pneumatofor    (akar  napas) untuk menyokong dan  Mengait,  serta  menyerap oksigen  selama  air  surut.  

    Komunitas   mangrove   terdiri   dari  tumbuhan,  hewan,  dan  mikrobia,  namun  tanpa  kehadiran tumbuhan mangrove, kawasan tersebut tidak dapat disebut ekosistem  mangrove  (Jayatissa  et  al.,  2002).  

    Gambar 4 menunjukan hasil penanaman mangrove oleh masyarakat dan mendapat dukungan  dari  pemerintah  berupa  bibit, serta  biaya  pemeliharaan. Di samping  itu  untuk Masyarakat menjaga agar tanaman mangrove yang sudah tumbuh subur terjaga dari kerusakan akibat abrasi maka oleh pemerintah dibuat tanggul pengaman.

    Hutan bakau atau hutan mangrove, selain sebagai pencegah terjadinya abrasi, juga memiliki fungsi lain bag kehidupan didaerah pantai, yaitu sebgai berikut.

    1.    Habitat satwa langka
    Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup di sini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).

    2.    Pelindung terhadap bencana alam
    Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian, atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.

    3.    Pengendapan lumpur
    Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

    4.    Penambah unsur hara
    Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.

    5.    Penambat racun
    Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif.

    6.    Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)
    Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.

    7.    Transportasi
    Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.

    8.    Sumber plasma nutfah
    Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.

    9.    Rekreasi dan pariwisata
    Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Kegiatan wisata ini disamping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.

    10.                   Sarana pendidikan dan penelitian
    Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.

    11.                   Memelihara proses-proses dan sistem alami
    Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.

    12.                   Penyerapan karbon
    Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.

    13.                   Memelihara iklim mikro
    Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

    14.                   Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
    Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.




    BAB III

    PENUTUP

    3. 1. Kesimpulan

                  Dari pendahuluan hingga pembahasannya dalam BAB II Isi tadi, dapat ditarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan isu yang dibahas pada makalah ini. Pada pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

    §  Abrasi diakibatkan oleh peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air baik yang disebabkan oleh meningkatnya air laut ataupun oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak, naiknya permukaan air laut ini disebabkan mencairnya es di daerah kutub akibat pemanasan global.

    §  Dampak yang diakibatkan oleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam.

    §  Erosi pantai dapat dicegah atau dikurangi salah satunya dengan cara melestarikan dan menanam tanaman bakau (hutan mangrove) di daerah pantai untuk menahan material pantai.

    3. 2.Saran

    §  Sebaiknya pelestarian hutan bakau tidak hanya dilakukan pada saat penanamannya saja, namun juga pada saat pemeliharaannya agar tanaman bakau dapat tumbuh dengan baik karena pada hakekatnya tanaman bakau yang baru ditanam termasuk sulit untuk tumbuh.

    §  Masyarakat harus mengambil peran dalam mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai, karena usaha dari pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa bantuan dari masyarakat.Ini termasuk penanaman dan pemeliharaan vegetasi pelindung pantai, seperti mangrove dan terumbu karang.

    §  Pemerintah harus memberikan hukuman yang tagas bagi setiap orang yang merusak lingkungan.

    §  Pembangunan alat pemecah ombak dan penanaman pohon bakau harus segera dilakukan agar abrasi yang terjadi di beberapa daerah tidak bertambah parah.

    §  Bagi para pemilik pabrik maupun usaha apapun yang ada di sekitar pantai agar tidak membuang limbah atau sampah ke laut. Mereka harus menyediakan sarana kebersihan agar limbah atau sampah yang mereka hasilkan tidak mencemari pantai.

    DAFTAR PUSTAKA

    Aksornkoae, S.  1993.  Ecological and Management of Mangroves.  The IUCN Wetlands Programme, Switzerland.

    Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Bengkulu Utara, Bengkulu. 2004. Jakarta. 

    Department of Forestry. 1997.  national Strategy of Mangrove Management in Indonesia.  Department of Forestry of Republic Indonesia.  Jakarta.

    Dewini,  2010. Makalah-tugas-pklh; erosi pantai. Dipetik Oktober, 2010 dari http://dewini.blogspot.com

    Hilmi, E.  1998.  Penentuan Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove Melalui Pendekatan Sistem (studi kasus di hutan Muara Angke Jakarta).  Thesis .  Pascasarjana IPB.  Bogor.

    Hidayat, R . 2012. contoh KTI UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE BERDASARKAN PENDEKATAN MASYARAKAT (Di Desa Kasimbar Selatan Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong).  Dipetik November 03, 2012, dari http://forester-untad.blogspot.com.

    Kusmana, C.  2005.  Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai  Pasca Tsunami di NAD dan Nias.  Makalah dalam Lokakarya Hutan mangrove Pasca sunami, Medan, April 2005

    Kusuma, C. 2010. mangrove-dalam-upaya-menangangi-abrasi-dan-pengelolaan pantai. Dipetik Oktober 10, 2013, dari http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id

    UNEP.  1985.  Ecological Interactions Between Tropical Coastal Ecosystems.  UNEP Regional Seas Reports and Studios No. 75.

  • Potensi Buah Mangrove Sebagai Alternatif Sumber Pangan

    Semarang – KeSEMaTBLOG. Setelah mempublikasikan artikel berjudul ”Ibu Diah dan KeSEMaTERS Memasak Buah Lindur Bersama” di Jaringan KeSEMaTONLINE, puluhan email langsung berdatangan ke email KeSEMaT. Puluhan email yang antara lain berasal dari Yogyakarta, Malang, Surabaya, Semarang, Jakarta, Riau dan berbagai kota di Indonesia tersebut, menanyakan beragam pertanyaan yang bermuara pada satu topik tentang bagaimanakah sebenarnya tata cara pengolahan Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) sehingga bisa menjadi tepung yang siap untuk diolah menjadi berbagai macam penganan yang lezat (lihat foto di samping ini, Buah Lindur berhasil diolah menjadi cake mangrove yang bercita rasa manis dan gurih).

    Maka, untuk memenuhi permintaan dari masyarakat Indonesia mengenai hal ini, di bawah ini kami sajikan sebuah artikel berjudul ”Potensi Buah Mangrove Sebagai Alternatif Sumber Pangan” yang ditulis oleh Dyah Ilminingtyas W. H. dan Diah Kartikawati, keduanya adalah Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Semarang. Artikel ini sudah dipresentasikan oleh keduanya, dalam program penelitian dan pelatihan mangrove tahunan KeSEMaT, yaitu Mangrove Training (MT) 2009: Pelatihan Penelitian Ekosistem Mangrove dan Pengolahan Makanan Berbahan Dasar Buah Mangrove pada tanggal 15 Mei 2009, yang lalu. Selamat membaca. Semoga bermanfaat.


    POTENSI BUAH MANGROVE SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PANGAN
    Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang hakiki dan pemenuhan kebutuhan pangan harus dilaksanakan secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat seperti yang diamanatkan oleh UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan harus terus dilakukan mengingat peran pangan sangat strategis, yaitu terkait dengan pengembangan kualitas sumber daya manusia, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional sehingga ketersediaanya harus dalam jumlah yang cukup, bergizi, seimbang, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

    Saat ini jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari 210 juta jiwa dengan laju 1.8 % per tahun (Pramudya, 2004) yang mengakibatkan kebutuhan pangan terus meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan bagi penduduk di seluruh wilayah pada setiap saat sesuai dengan pola makan dan keinginan bukanlah pekerjaan yang mudah karena pada saat ini fakta menunjukkan bahwa pangan pokok penduduk Indonesia bertumpu pada satu sumber karbohidrat yang dapat melemahkan ketahanan pangan dan menghadapi kesulitan dalam pengadaannya. Masalah pangan dalam negeri tidak lepas dari beras dan terigu yang ternyata terigu lebih adoptif daripada pangan domestik seperti gaplek, beras jagung, sagu atau ubijalar, meskipun di beberapa daerah penduduk masih mengkonsumsi pangan tradisional tersebut (Widowati, dkk., 2003).

    Potensi sumber daya wilayah dan sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memberikan sumber pangan yang beragam, baik bahan pangan sumber karbohidrat, protein maupun lemak sehingga strategi pengembangan pangan perlu diarahkan pada potensi sumberdaya wilayah dan sumber pangan spesifik.

    Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17,508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81,000 kilometer dan memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2002). Sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan terdiri dari sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) seperti perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih (non-renewable resources) seperti minyak bumi dan gas mineral serta jasa-jasa lingkungan (Dahuri dkk., 2001). Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai hutan mangrove (hutan bakau) terbesar di dunia, yaitu mencapai 8.60 juta hektar, meskipun saat ini dilaporkan sekitar 5.30 juta hektar jumlah hutan itu telah rusak (Gunarto, 2004). Ekosistem mangrove memiliki manfaat ekonomis yaitu hasil kayu dan bukan kayu misalnya budidaya airpayau, tambak udang, pariwisata dan lainnya. Manfaat ekologis adalah berupa perlindungan bagi ekosistem daratan dan lautan, yaitu dapat menjadi penahan abrasi atau erosi gelombang atau angin kencang. Secara ekosistem berperan dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir baik secara fisik maupun biologis (Bandaranayake, 2005). Produk hutan mangrove yang sering dimanfaatkan manusia adalah kayu yang digunakan sebagai bahan bakar, bahan membuat perahu, tanin untuk pengawet jaring, lem, bahan pewarna kain dan lain-lain (Anonim, 2004).

    Belum banyak pengetahuan tentang potensi dan manfaat mangrove sebagai sumber pangan. Penelitian yang dilakukan Mamoribo (2003) pada masyarakat kampung Rayori, distrik Supriyori Selatan, kabupaten Biak Numfor memberikan informasi bahwa masyarakat telah memanfaatkan buah mangrove untuk dimakan terutama jenis Bruguiera gymnorrhiza yang buahnya diolah menjadi kue. Penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai atau sekitar hutan mangrove seperti di Muara Angke Jakarta dan teluk Balikpapan secara tradisional pun ternyata telah mengkonsumsi beberapa jenis buah mangrove sebagai sayuran, seperti Rhizopora mucronata, Acrosticum aerum (kerakas) dan Sesbania grandiflora (turi). Bruguiera gymnorrhiza atau biasa disebut Lindur dikonsumsi dengan cara mencampurkannya dengan nasi sedangkan buah Avicennia alba (api-api) dapat diolah menjadi keripik. Buah Sonneratia alba (pedada) diolah menjadi sirup dan permen (Haryono, 2004). Begitu pula di sebagian wilayah Timor barat, Flores, Sumba, Sabu dan Alor, masyarakat menggunakan buah mangrove ini sebagai pengganti beras dan jagung pada waktu terjadi krisis pangan (Fortuna, 2005). Masyarakat di kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, sudah terbiasa mengkonsumsi buah mangrove dan kacang hutan sebagai pangan lokal pada waktu tertentu.

    Buah mangrove jenis lindur (Bruquiera gymnorrhiza) yang secara tradisional diolah menjadi kue, cake, dicampur dengan nasi atau dimakan langsung dengan bumbu kelapa (Sadana, 2007) mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung singkong atau sagu. Penelitian yang dilakukan oleh IPB bekerjasama dengan Badan Bimas Ketahanan Pangan Nusa Tenggara Timur menghasilkan kandungan energi buah mangrove ini adalah 371 kalori per 100 gram, lebih tinggi dari beras (360 kalori per 100 gram), dan jagung (307 kalori per 100 gram). Kandungan karbohidrat buah bakau sebesar 85.1 gram per 100 gram, lebih tinggi dari beras (78.9 gram per 100 gram) dan jagung (63.6 gram per 100 gram) (Fortuna, 2005).

    Berdasar uraian diatas diantara sekian banyak buah mangrove yang cocok untuk dieksplorasi sebagai sumber pangan lokal baru adalah dari jenis Bruguiera gymnorrhiza. Hal ini disebabkan karena spesies ini buahnya mengandung karbohidrat yang sangat tinggi. Spesies Bruguiera gymnorrhiza yang mempunyai nama lokal antara lain: lindur (Jawa dan Bali), kajang-kajang (Sulawesi), aibon (Biak) dan mangi-mangi (Papua), berbuah sepanjang tahun dengan pohon yang kokoh dan tingginya mencapai 35 meter. Saat berumur 2 tahun sudah produktif menghasilkan buah. Tumbuh pada lapis tengah antara Avicennia spp yang di tepi pantai dan Nypa fructicans yang berada lebih mendekati daratan. Tumbuh subur pada daerah sungai dan muara sungai di sepanjang pesisir pantai berlumpur dengan salinitas rendah dan kering. Kulit kayu mempunyai permukaan halus sampai kasar, berwarna abu-abu sampai coklat kehitaman. Akarnya seperti papan melebar kesamping dibagian pangkal. Mempunyai sejumlah akar lutut. Daun berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya. Dengan bercak-bercak hita, letak berlawanan, bentuk daun ellip ujung meruncing. Buah melingkar spiral memanjang dengan panjang antara 13 – 30 cm (Sadana, 2007).

    Saat ini Bruguiera gymnorrhiza merupakan salah satu jenis mangrove yang digunakan untuk rehabilitasi hutan mangrove di kawasan pantai selatan Jawa Tengah terutama pantai Cilacap dan Kebumen dan sepanjang pantai utara Jawa tengah (Sukaryanto, 2006 dan Setyawan dkk., 2002).

    Dalam bentuk alami, pemanfaatan B. gymnorrhiza yang selanjutnya kita sebut sebagai buah lindur untuk olahan pangan menjadi sangat terbatas. Dalam kondisi alami ini juga menjadi sangat terbatas umur simpannya karena seperti buah-buahan hasil pertanian yang lainnya buah lindur ini akan menjadi cepat busuk. Penepungan merupakan salah satu solusi untuk mengawetkan buah lindur karena dengan penepungan dapat memutus rantai metabolisme buah lindur sehingga menjadi lebih awet karena kandungan airnya rendah dan lebih fleksibel diaplikasikan pada berbagai jenis olahan pangan sehingga nantinya diharapkan lebih mudah dikenalkan pada masyarakat. Sebagai sumber pangan baru kami juga menganalisis kandungan Tanin dan HCN sebagai indikator keamanan pangannya. Karena tanin dan HCN dalam dosis tertentu bisa meracuni manusia.

    Buah Lindur mempunyai rata-rata panjang 27 cm dengan rata-rata berat 45 g. Hasil analisis kimia buah lindur adalah kadar air 73.756%, kadar lemak 1.246%, protein 1.128%, karbohidrat 23.528% dan kadar abu sebesar 0.342%. Sedangkan kandungan anti gizinya HCN sebesar 6.8559 mg dan tannin sebesar 34.105 mg.

    Perebusan dan perendaman disamping menginaktifkan enzim juga dapat mengurangi dan menghilangkan racun-racun yang ada pada buah lindur antara lain dari jenis tanin dan HCN. Dengan perendaman yang berulang daging buah lindur yang awalnya berwarna coklat tua berubah menjadi coklat muda. Kadar HCN setelah perebusan sebesar 0.72 mg setelah perendaman sebesar 0.504 mg Sedangkan kadar tanin setelah perebusan adalah 28,2 mg setelah perendaman sebesar 25.37 mg.

    Kemampuan menyerap air tepung buah lindur mempunyai kisaran antara 125% – 145% hal ini berarti untuk membuat adonan 100 gram tepung buah lindur yang kalis diperlukan air sekitar 126 ml sampai dengan 145 ml. Kemampuan menyerap air ini menunjukkan seberapa besar air yang dibutuhkan oleh tepung untuk membentuk adonan yang kalis.

    Kadar air tepung buah lindur yang dibuat dengan metoda langsung mempunyai kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar air tepung buah lindur yang diproses dengan perendaman larutan pemutih. Hal ini terjadi karena perendaman dalam larutan pemutih menyebabkan air masuk sehingga kadar air pada awal pengeringan lebih tinggi dibandingkan dengan yang langsung dikeringkan. Kadar air tepung buah landur pada akhir pengeringan sebesar 11,6321% untuk penepungan langsung dan 12,1761% untuk penepungan dengan perendaman larutan pemutih. Data tersebut memperlihatkan bahwa kadar air tepung buah lindur telah memenuhi syarat mutu tepung yang dikeluarkan Departemen Perindustrian (SII) yaitu kadar air maksimum yang diperbolehkan sebesar 14%.

    Rata-rata kadar lemak tepung buah lindur sebesar 3,2116% untuk penepungan langsung dan 3,0917% untuk penepungan dengan perendaman larutan pemutih. Biasanya lemak dalam tepung akan mempengaruhi sifat amilografinya. Lemak akan membentuk kompleks dengan amilosa yang membentuk heliks pada saat gelatinisasi pati yang menyebabkan kekentalan pati (Wirakartakusumah dan Febriyanti, 1994).

    Rata-rata hasil analisis protein tepung buah lindur sebesar 1,849% untuk penepungan langsung dan 1,4270% untuk tepung dengan perendaman dalam larutan pemutih. Hasil ini menunjukkan kadar protein buah lindur lebih besar dibandingkan dengan kadar protein tepung ubi kayu hasil penelitian Wirakartakusumah dan Febriyanti (1994) yang berkisar antara 0,7 – 1,2%.

    Kadar abu Yang terdapat pada tepung dapat berasal dari mineral-mineral yang terkandung dalam buah lindur. Kadar abu dalam tepung buah lindur rata-rata sebesar 14014 % untuk penepungan langsung dan 2,6973% untuk penepungan yang menggunakan perendam larutan pemutih natrium metabisulfit.
    Karbohidrat terdapat dalam jumlah dominan sebagai penyusun komposisi nilai gizi tepung buah lindur. Nilai rata-rata kadar karbohidrat sebesar 81,8904% untuk penepungan langsung dan 80,3763% untuk penepungan dengan perendaman dalam larutan pemutih. Kadar karbohidrat tepung buah mangrove yang melalui proses perendaman dalam larutan pemutih sedikit lebih rendah hal ini disebabkan ada sebagian karbohidrat yang berbentuk pati ikut terbuang bersama larutan perendam. Kadar karbohidrat yang tinggi pada tepung buah lindur menunjukkan tepung ini juga mempunyai nilai kalori tinggi sehingga bisa digunakan sebagai alternatif sumber pangan baru berbasis sumber daya lokal. Untuk penelitian lebih lanjut bisa dihitung nilai kalorinya dengan menggunakan Bomb Kalorimeter.

    Kadar serat kasar pada tepung buah lindur rata-rata sebesar 0,7371% untuk penepungan langsung dan 0,7575% untuk penepungan yang menggunakan larutan pemutih. Hasil ini telah memenuhi syarat mutu tepung berdasarkan SII yaitu sebesar 3%. Kadar serat yang tinggi pada tepung buah lindur dapat meningkatkan nilai tambahnya karena serat dalam bahan makanan mempunyai nilai positif bagi gizi dan metabolisme pada batas-batas yang masih bisa diterimaoleh tubuh yaitu sebesar 100 mg serat/kg berat badan/hari.

    Kadar amilosa tepung buah lindur rata-rata sebesar 16,9126% untuk penepungan langsung dan 17,2771% untuk penepungan dengan menggunakan larutan pemutih. Dari hasil tersebut tepung singkong masuk kedalam golongan ”high amilose” karena mempunyai kandungan amilosa 10-30% (Wirakartakusumah dan Febriyanti, 1994). Kadar amilosa ini mendekati kadar amilosa beras yaitu 17% (Haryadi, 1999).

    Hasil analisis kadar tanin rata-rata sebesar 25,2507mg tanin untuk penepungan langsung dan 23,0167mg tanin untuk penepungan menggunakan larutan pemutih. Hasil ini sangat aman untuk kandungan tanin dalam bahan makanan karena nilai ADI tanin sebesar 560 mg/kg berat badan/hari. Kadar tanin yang tinggi menyebabkan rasa pahit pada bahan makanan. Senyawa ini bersifat karsinogenik apabila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dan kontinyu (Sofro dkk., 1992).

    HCN merupakan senyawa yang paling ditakuti untuk dimakan. Karena senyawa ini dalam dosis 0,5-3,5 mg/kg berat badan dapat mematikan manusia. Karena dalam tubuh mampu mengganggu enzim sitokrom-oksidase yang menstimulir reaksi pernafasan pada organisme aerobik. Hasil rata-rata analisis kadar HCN dalam tepung buah lindur sebesar 31,68 ppm untuk penepungan langsung dan 12,96 ppm untuk penepungan dengan perendaman menggunakan larutan pemutih. Hasil ini telah memenuhi syarat standar mutu kandungan HCN dalam tepung yaitu sebesar 50 ppm. Hasil uji statistik kadar HCN dalam tepung menunjukkan beda nyata antar dua perlakuan. Kadar HCN tepung buah lindur dengan menggunakan larutan pemutih lebih rendah karena dalam pengolahannya melalui proses yang lebih panjang yang bisa mengurangi atau menghilangkan HCN dalam bahan pangan. Hal ini disebabkan karena HCN mempunyai sifat volatil, mudah menguap pada suhu rendah yaitu 260C sehingga senyawa ini sangat mudah dihilangkan melalui proses pengolahan. Kadar HCN dalam tepung buah lindur dalam batas yang sangat aman untuk dikonsumsi manusia.

    KESIMPULAN

    Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa banyak spesies mangrove yang secara tradisional sudah dikonsumsi oleh masyarakat pesisir. Namun pemanfaatan mangrove sebagai bahan pangan hanya bersifat insidentil atau dalam keadaan darurat jika terjadi krisis pangan. Sebenarnya ada buah mangrove yang dapat secara spesifik di manfaatkan sebagai sumber pangan kaya karbohidrat yaitu dari spesies B. gymnorrhiza (lindur). Buah mangrove jenis lindur dapat dieksplorasi menjadi bahan pangan alternatif. Buah lindur yang diolah menjadi tepung kandungan gizinya terutama karbohidrat sangat dominan sehingga bisa dieksplorasi menjadi sumber pangan baru berbasis sumber daya lokal mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga bisa membudidayakan mangrove jenis lindur ini disepanjang garis pantai.

    Tepung ini mempunyai derajat putih yang rendah tetapi justru dalam aplikasi untuk pengolahan pangan tidak dibutuhkan pewarna makanan. Secara alami buah lindur ini memberikan warna kecoklatan. Bisa dibentuk menjadi adonan yang kalis dan mempunyai kandungan amilosa hampir sama dengan beras yaitu sekitar 17%.

    Tepung buah lindur yang dihasilkan sudah memenuhi kriteria tepung yang bisa dikonsumsi. Kadar air, karbohidrat abu dan serat sudah memenuhi standar SII untuk tepung. Faktor pembatas buah lindur antara lain tanin dan HCN juga berkurang secara signifikan dengan pengolahan sehingga tepung buah lindur ini aman untuk dikonsumsi.

    SARAN
    Sebagai saran, bahwa buah mangrove jenis lindur sangat potensial untuk dijadikan sumber pangan kaya karbohidrat. Tetapi belum banyak masyarakat pesisir yang memanfaatkannya. Hal ini disebabkan karena belum banyak informasi mengenai cara pengolahan dan nilai gizinya. Populasinyapun belum tersebar merata diseluruh pesisir Indonesia terutama di pulau Jawa. Sehingga dalam program rehabilitasi mangrove yang sedang digalakkan saat ini sebaiknya spesies ini juga disertakan sehingga kedepannya ada manfaat ekonomis langsung dan masyarakat lebih terpacu untuk memeliharanya.

    DAFTAR PUSTAKA
    Anonim, 2004. Mangrove + Aquaculture : A framework for a SuistanableShoreline. http://www.courses.washington.edu/larescue/projects/mangrove/mangrove.htm.

    Bengen, D., 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor.

    Bandaranayake, W.M., 2002. Bioactivities, Bioactive Compounds and Chemical Constituents of Mangrove Plants. AIMS Research. URL http :// www.aims.go.au/Australia Institute of Marine Science.

    Bandaranayake, W.M., 2005. The Uses of Mangrove. AIMS Research. URL http:// www.aims.gov.au/Australia Institute of Marine Science.

    Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. P.T. Pradnya Pramita, Jakarta.

    Fortuna, James de, 2005. Ditemukan Buah Bakau Sebagai Makanan Pokok. http:// www. Tempointeraktif.com.

    Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber HayatiPerikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian 23 (1) halaman 15 – 21. Maros. Sulawesi Selatan.

    Haryono, T., 2004. Keripik Buah Mangrove, Upaya Melestarikan Hutan. Kompas, Selasa 5 Oktober 2004.

    Pramudya, B., 2004. Strategi Diversifikasi Pangan. Makalah disajikan dalam Simposium Nasional V Hak Kekayaan Intelektual dan Standarisasi pada 28 September 2004, kerjasama RISTEK dan Universitas Diponegoro di semarang.

    Purnobasuki, H., 2004. Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat. http://www.uajy.ac.id/biota/abstrak/2004.

    Sadana. D. 2007. Buah Aibon di Biak Timur Mengandung Karbohidrat Tinggi. Situs Resmi Pemda Biak Num for news_.htm.

    Sukaryanto, A. 2006. Pertahankan Hutan Mangrove di Laguna. Suara Merdeka, 18 Juli 2006.

    Widowati, S., L. Sukarno, Suarni dan O. komalasari, 2003. Labu Kuning : Kegunaan dan Proses Pembuatan Tepung. Makalah pada seminar Nasional & Pertemuan Tahunan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) 22-23 Juli 2003 di Yogyakarta.

  • Makalah Dampak Pergaulan Bebas Terhadap Hubungan Sosial Pada Remaja

    Makalah Dampak Pergaulan Bebas Terhadap Hubungan Sosial Pada Remaja

    Dampak Pergaulan Bebas Terhadap Hubungan Sosial Pada Remaja

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Remaja adalah generasi penerus yang akan membangun bangsa ke arah yang lebih baik yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri sendri, keluarga, dan lingkungan sekitar. Pada masa sekarang ini perkembangan remaja dai berbagai aspek telah sedemikian pesatnya baik secara positif maupun negatif. Pada sisi positif telah banyak remaja sekarang yang telah berhasil membawa harum nama bangsa baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

    Namun perkembangan ini juga tak lepas dari sisi buruk yang muncul dari perkembangan zaman dan teknologi dan memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan generasi muda. Karena itu, tak sedikit remaja yang melakukan tindakan atau perbuatan yang merugikan dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat sekitar.

    Pergaulan adalah salah satu kebutuhan manusia, sebab manusia adalah makhluk social yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergulan. Pergaulan juga adalah hak asasi setiap individu dan itu harus dibebaskan, sehingga setiap manusia tidak boleh dibatasi pergaulannya, karena itu melanggar hak asasi manusia. Jadi, pergaulan antar manusia harusnya bebas tetapi tetap memenuhi norma hokum, norma agama, norma budaya serta norma social.

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang di atas, maka dapat diputuskan permasalahan sebagai berikut:

    1. Apa saja faktor yang menyebabkan pergaulan bebas pada remaja?
    2. Apa saja dampak dari pergaulan bebas pada remaja?
    3. Bagaimana hubungan sosial remaja yang terjerumus pada pergaulan bebas?
    4. Bagaimana cara agar remaja terhindar dari pergaulan bebas?

    Bab II. Tinjauan Pustaka

    Dunia remaja adalah yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang sedang mengalami masa pubertas yang mempunyai dorongan atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan mulai timbul rasa ketertarikan dengan lawan jenis. Pada masa tersebut, remaja mengalami perkembangan seksual. Kematangan organ seksualnya berfungsi, baik untuk reproduksi (menghasilkan keturunan) maupun reaksi (mendapatkan kesenangan). ( Imran, 1998:34).

    Pada saat ini seks bebas adalah salah satu masalah yang melanda remaja di indonesia. Hal ini terjadi karena pergaulan bebas, pengaruh media, keadaan lingkungan masyarakat, tidak berpegang teguh pada agama dan kurangnya perhatian orang tua. Remaja mudah terpengaruh dan mengikuti hawa nafsu karena tidak di bentengin oleh iman yang kuat. Remaja di Indonesia telah terbukti mulai melakukan hubungan seks pada usia muda.

    Hasil penelitian Yayasan Kesuma Buana (dalam http:/www.acicis.murdoch.edu.au, diakses pada 10 Maret 2012) “menunjukkan bahwa sebayak 10.3% dari 3,594 remaja di 12 kota besar di Indonesia telah melakukan hubungan seks bebas”,berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 % remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks bebas. Celakanya perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan.ini di mungkinkan karena longgarnya kontrolan orang tua pada mereka.Pakar seks juga spesialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5 % pada tahun 1980, menjadi 20 % pada tahun 2000. Gunawan, (2011:52)

    Data tersebut sejalan dengan survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010, 52 persen remaja Medan sudah melakukan seks bebas yang berdampak kepada terjangkitnya penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), (dikutif dari www.kompas.co.id diakses pada tanggal 20 Maret 2012). Ini artinya setiap tahunnya fenomena seks bebas atau perilaku sek pra-nika yang dilakukan remaja terus mengalami peningkatan bahkan menambah korban penularan PMS (penyakit menular seks).

    Perilaku seks bebas yang melanda remaja sering sekali menimbulkan kecemasan para orang tua, pendidik, pemerintah, para ulama dan lain-lain. Untuk itu, perlu dilakukan penanganan sedini mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti aborsi. Aborsi adalah dampak paling berbahaya dari seks bebas, yang dari tahun ke tahun semakin banyak dilakukan remaja di indonesia Sebanyak 62,7% remaja SMP tidak perawan dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.Perilaku seks bebas pada remaja tersebar di kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin.

    Departemen kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja atau 30% dari total 2 juta kasus dimana sebagian besar dilakukan oleh dukun. Dari penelitian yang dilakukan PKBI tahun 2005 di 9 kota mengenai aborsi dengan 37.685 responden, 27% dilakukan oleh klien yang belum menikah dan biasanya sudah mengupayakan aborsi terlebih dahulu secara sendiri dengan meminum jamu khusus. Sementara 21,8% dilakukan oleh klien dengan kehamilan lanjut dan tidak dapat dilayani permintaan aborsinya.

    Manusia dilarang oleh Tuhan mendekati zina (Seks Bebas), mendekati saja zina di larang apalagi untuk melakukan zina. Zina merupakan satu dosa yang amat besar dan sangat dimurkai oleh Tuhan. Kita sebagai generasi penerus bangsa harusnya bukan merusaak diri dengan melakukan hal-hal yang dapat merugikan dan merusak diri. Kalangan remaja harus lebih meningkatkan akhlak dan moralnya dengan memperbanyak belajar ilmu agama. Satu-satunya solusi untuk mengatasi pergaulan bebas hanyalah dengan mengajarkan Islam secara totalitas kepada para remaja kita, karena di dalam Al-Qur’an dan Sunnah sudah ada seluruh aturan hidup dan kehidupan kita sebagai manusia, aturan pergaulan, juga termasuk pendidikan seks kepada anak dan orang tua, dan banyak aturan lainnya.

    Solusi yang ditawarkan para pakar untuk memberikan pendidikan seks kepada anak sejak dini bukanlah solusi yang baik dan tidak pernah terbukti keberhasilnnya. Buktinya, lihat saja negara Barat, Amerika, Inggris, dan Sekutunya yang sejak dini memberikan pendidikan seks pada anak mereka, hasilnya malah meningkatnya pelacuran remaja disana dan pergaulan mereka menjadi lebih bebas. Bahkan dari data statistik, bisa di buktikan bahwa, negara-negara yang sejak lama mengajarkan pendidikan seks pada anak mereka merupakan negara yang paling rusak akhlaq dan moralnya.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian

    Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan  individu,dapat juga oleh individu dengan kelompok.Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain.Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak.

    Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.

     Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah: masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.

    Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,kognitif,dansosial-emosional.

    Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu

    1. 12 – 15 tahun = masa remaja awal
    2. 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan
    3. 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. 

    Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18–21 (Deswita,2006:192).

    Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik,maupun psikologis.Masa remaja merupakan masa yang sangat penting, sangat kritis dan sangat rentan, karena bila manusia melewati masa remajanya dengan kegagalannya, dimungkinkan akan menemukan kegagalan dalam perjalanan kehidupan pada masa berikutnya. Sebaliknya bila masa remaja itu diisi dengan penuh kesuksesan, kegiatan yang sangat produktif dan berhasil guna dalam rangka menyiapkan diri untuk memasuki tahapan kehidupan selanjutnya, dimungkinkan manusia itu akan mendapatkan kesuksesan dalam perjalanan hidupnya.Dengan demikian, masa remaja menjadi kunci sukses dalam memasuki tahapan kehidupan selanjutnya.

    Masa remaja dimulai dari saat sebelum baligh dan berakhir pada usia baligh. Oleh sebagian ahli psikologi, masa remaja berada dalam kisaran usia antara 11-19 tahun. Adapula yang mengatakan antara usia 11-24 tahun. Selain itu, masa remaja merupakan masa transisi (masa peralihan) dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yaitu saat manusia tidak mau lagi diperlakukan oleh lingkungan keluarga dan masyarakat sebagian anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisik, perkembangan psikis (kejiwaan), dan mentalnya belum menjukkan tanda-tanda dewasa. Pada masa ini (masa remaja), manusia banyak mengalami perubahan yang sangat fundamental dalam kehidupan baik perubahan fisik dan psikis (kejiwaan dan mental). (Menurut Abdul, hal : 2, 2009).

    Pergaulan bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari makhluk manusia sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship).Pergaulan juga adalah HAM setiap individu dan itu harus dibebaskan, sehingga setiap manusia tidak boleh dibatasi dalam pergaulan, apalagi dengan melakukan diskriminasi, sebab hal itu melanggar HAM. Jadi pergaulan antar manusia harusnya bebas, tetapi tetap mematuhi norma hukum, norma agama, norma budaya, serta norma bermasyarakat. Jadi, kalau secara medis kalau pergaulan bebas namun teratur atau terbatasi aturan-aturan dan norma-norma hidup manusia tentunya tidak akan menimbulkan ekses-ekses seperti saat ini.

    Pergaulan bebas juga dapat didefinisikan sebagai melencengnya pergaulan seseorang dari pergaulan yang benar , pergaulan bebas diidentikan sebagai bentuk dari pergaulan luar batas atau bisa juga disebut pergaulan liar.

    B. Faktor Penyebab

    Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas sebagai berikut:

    1. Faktor Orang Tua

    Para orang tua perlu menyadari bahwa jaman telah berubah.System komunikasi, pengaruh media masa, kebebasan pergaulan dan modernisasi di berbagai bidang dengan cepat memepengaruhi anak-anak kita.Budaya hidup kaum muda masa kini, berbeda dengan jamanpara orang tua masih remaja dulu. Pengaruh pergaulan yang datang dari orang tuadalam era ini, dapat kita sebutkan antara lain:

    ·   Faktor kesenjangan pada sebagian masyarakat kita masih terdapat anak-anak yang merasa bahwa orang tua mereka ketinggalan jaman dalam urusan orang muda. Anak-anak muda cenderung meninggalkan orang tua, termasuk dalam menentukan bagaimana mereka akan bergaul. Sementara orang tua tidak menyadari kesenjangan ini sehingga tidak ada usaha mengatasinya.

    ·    Faktor kekurang pedulian Orang tua kurang perduli terhadap pergaulan muda-mudi. Mereka cenderung menganggap bahwa masalah pergaulan adalah urusan anak-anak muda, nanti orang tua akan campur tangan ketika telah terjadi sesuatu. Padahal ketika sesuatu itu telah terjadi, segala sesuatu sudah terlambat

    ·   Faktor ketidak mengertian kasus ini banyak terjadi pada para orang tua yang kurang menyadari kondisi jaman sekarang. Mereka merasa sudah melakukan kewajibannya dengan baik, tetapi dalam urusan pergaulan anak-anaknya, ternyata tidak banyak yang mereka lakukan. Bukannya mereka tidak perduli, tetapi memang mereka tidak tahu apa yang harus merekaper buat.

    2. Faktor Agama Dan Iman

    Agama dan keimanan merupakan landasan hidup seorang individu. Tanpa agama hidup mereka akan kacau, karena mereka tidak mempunyai pandangan hidup. Agama dan keimanan juga dapat membentuk kepribadian individu. Dengan agama individu dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Tetapi pada remaja yang ikut kedalam pergaulan bebas ini biasanya tidak mengetahu imana yang baik dan mana yang tidak.

    3. Perubahan Zaman

    Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan pun ikut berkembang atau yang lebih sering dikenal dengan globalisasi. Remaja biasanya lebih tertarik untuk meniru kebudayaan barat yang berbeda dengan kebudayaan kita, sehingga memicu mereka untuk bergaul seperti orang barat yang lebih bebas.

    4. Faktor Dari Kaum Sendiri.

    Orang Muda sebagai pelaku utama dalam pergaulan.tentunya harus yang pertama menyadari akan kerawanan-kerawanan mereka dalam pergaulan

    Adapun beberapa factor yang datang dari orang muda, yaitu:

    1.      Faktor Kesadaran Atau Kedewasaan

    Faktor ini bukan hanya umurnya yang kurang, tetapi orang muda pada umumnya memang memiliki kecenderungan belum memiliki modal yang cukup dalam mempertimbangkan, memutuskan dan melakukan segala sesuatu, misalnya pengalaman belum cukup, usia masih sedikit, kedewasaan belum penuh, pertimbangan belum matang, kurang menyadari akan bahaya, cenderung meremehkan hal-hal yang sebenarnya penting, belum dapat menghayati sakitnya akibat dari tindakan yang salah, sehingga sering terjebak dalam langkah yang berbahaya. Ditambah lagi kecenderungan orang muda ingin mencoba-coba sesuatu yang baru yang belum pernah dirasakan atau dialaminya.

    2.      Faktor Budaya

    Orang muda cenderung menganggap bahwa pergaulan bebas adalah budaya orang muda jaman sekarang. Mereka merasa pergaulan bebas adalah hak mereka. Mereka mengatakan sekaranglah waktunya bergaul sebebas-bebasnya. Hal ini menimbulkan budaya iseng. Daripada dikatakan tidak gaul, mereka akhirnya bergaul sebebas-bebasnya

    3.      Faktor Keseimbangan Hidup

    Orang muda memiliki potensi, tenaga, idealisme, semangat yang sedang bertumbuh dan sedang mekar-mekarnya, termasuk nafsu seksualitanya, dll. Kondisi ini jika tidak didukung prinsip-prinsip rohani yang kuat, penguasaan diri yang baik, dan pendampingan dari seorag senior yang handal akan berakibat fatal. Maka banyak kehidupan orang muda cenderung menjadi liar.

    4.      Faktor Keyakinan

    Ini sebenarnya faktor terpenting dalam membekali orang muda menjalani hidup. Orang muda yang imannya tidak handal, memiliki kecenderungan untuk tidak berjalan dalam jalan Tuhan, termasuk tidak berdoa untuk pergaulan mereka. Sebaliknya yang imannya handal dan berjalan dalam jalan Tuhan, jelas akan menuai dalam damai sejahtera.

    C. Dampak Pergaulan Bebas

    Secara umum akibat yang ditimbulkan dari pergaula nbebas ada 3,antara lain:

    ·      Bagi Diri Remaja Itu Sendiri                     

    Akibat dari kenakalan yang dia lakukan akan berdampak bagi dirinya sendiri dan sangat merugikan baik fisik dan  mental, walaupun perbuatan itu dapat memberikan suatu kenikmatan akan tetapi itu semua hanya kenikmatan sesaat saja. Kenakalan yang dilakukan yang dampaknya bagi fisik yaitu seringnya terserang berbagai penyakit karena karena gaya hidup yang tidak teratur. Sedangkan dalam segi mental maka pelaku kenakalan remaja tersebut akan mengantarnya kepada memtal-mental yang lembek, berfikirnya tidak stabil dan keperibadiannya akan terus menyimpang dari segi moral dan endingnya akan menyalahi aturan etika dan estetika. Dan hal itu kan terus berlangsung selama tidak ada yang mengarahkan.

    ·         Bagi Keluarga

    Anak merupakan penerus keluarga yang nantinya dapat menjadi tulang punggung keluarga apabila orang tuanya tidak mampu lagi bekerja. Dan oleh para orang tuanya apabila anaknya berkelakuan menyimpang dari ajaran agama akan berakibat terjadi ketidak harmonisan didalam kekuarga, komunikasi antara orang tua dan anak akan terputus. Dan tentunya ini sangat tidak baik,  Sehingga mengakibatkan anak remaja sering keluar malam dan jarang pulang serta menghabiskan waktunya bersama teman-temannyauntuk bersenang-senang dengan jalan minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan narkotika.Dan menyebabkan keluarga merasa malu serta kecewa atas apa yang telah dilakukan oleh remaja. Yang mana kesemuanya itu hanya untuk melampiaskan rasa kekecewaannya saja terhadap apa yang terjadi dalam kehidupannya.

    ·         Bagi Lingkungan Masyarakat

    Di dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya remaja sering bertemu orang dewasa atau para orang tua, baik itu ditempat ibadah ataupun ditempat lainnya, yang mana nantinya apapun yang dilakukan oleh orang dewasa ataupun orang tua itu akan menjadi panutan bagi kaum remaja. Dan apabila remaja sekali saja berbuat kesalahan dampaknya akan buruk bagi dirinya, dan keluarga. Sehingga masyarakat menganggap remajalah yang sering membuat keonaran, mabuk-mabukkan ataupun mengganggu ketentraman masyarakat mereka dianggap remaja yang memiliki moral rusak. Dan pandangan masyarakat tentang sikap remaja tersebut akan jelek Dan untuk merubah semuanya menjadi normal kembali membutuhkan waktu yang lama dan hati yang penuh keikhlasan.

    D. Hubungan Sosial Remaja Pergaulan Bebas

    Para remaja yang telah terjerumus dalam pergaulan bebas biasanya cenderung menyendiri. Tetapi, tidak sedikit juga remaja yang terjerumus dalam pergaulan bebas menutupinya dengan bergaul dengan remaja yang lebih berperilaku positif. Remaja di zaman sekarang tidak segan-segan memperlihatkan kepada dunia bahwa mereka telah terjerumus dalam pergaulan bebas. Bahkan tak sedikit dari para remaja bangga dengan melakukan pergaulan bebas seperti meminum minuman keras, pergi ke club malam, melakukan seks bebas, dan lain sebagainya. Biasanya remaja yang terjerumus dalam pergaulan bebas penampilan dan perilakunya lebih mencolok sehingga banyak oang yang tidak mau bergaul dengannya atau dijauhi. Tetapi, tak sedikit juga orang yang mau berteman dengan orang yang terjerumus pergaulan bebas agar bias membantu orang itu keluar dari dunia kelamnya.

    E.     SOLUSI AGAR TERHINDAR DARI PERGAULAN BEBAS

    Pergaulan bebas memang sangat meresahkan, tidak hanya orang tua saja, tetapi masyarakat pun juga dibuatnya resah. Hal ini dapat dikurangi bahkan dapat dicegah dengan cara – cara berikut :

    ·         Pentingnya kasih saying dan perhatian yang cukup dari orang tua dalam hal dan keadaan apapun.

    ·         Pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Pengekangan terhadap seorang anak akan berpengaruh terhadap kondisi psikologisnya. Di hadapan orang tuannya dia akan bersikap baik dan patuh, tetapi setelah dia keluar dari lingkungan keluarga, dia akan menggunakannya sebagai pelampiasan dari pengekangan itu, sehingga dia dapat melakukan sesuatu yang tidak diajarkan orang tuannya.

    ·         Seorang anak hendaknya bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Hal tersebut dikarenakan apabila seorang anak bergaul dengan teman yang tidak sebaya yang hidupnya berbeda, sehingga dia pun bisa terpengaruh gaya hidupnya yang mungkin belum saatnya untuk dia jalani

    ·         Pengawasan yang lebih terhadap media komunikasi, seperti internet, handphone, dan lain-lain.

    ·         Perlunya bimbingan kepribadian bagi seorang anak agar dia mampu memilih dan membedakan manayang baik untuk dia maupun yang tidak baik.

    ·         Perlunya pembelajaran agama yang diberikan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai agamanya.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya.

    Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18–21.

    B. Saran

    Semoga dengan makalah ini anda dapat memahami makna materi yang saya bahas.Setelah memahaminya janganlah berbuat menyimpang atau suka bergaul bebas karena itu dapat merusak nama baik dirimu,keluarga,dan dilingkungan masyarakatmu sendiri.

    DAFTAR PUSTAKA

    Enterprise,Quantum.2010.Etika pergaulan remaja dalam pandangan.

    http://duniaremajagg.blogspot.com/2010/10/etika-pergaulan-remaja-dalam-pandangan.html.Akses.November 2012

    Gunarso,singgih D.1988.Psikologi perkembangan.Jakarta:PT Gramedia

    Islamsinia,Sabila.2010.psikologi remaja dan krakteristik

    http://duniaremajagg.blogspot.com/2010/10/psikologi-remaja-karakteristik-dan html.Akses:Desember 2010.

    Sastro Winata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.

    Winjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

    www.google.com\\seks_bebas\ diakses 18 Mei 2008.

  • Makalah Sosial Budaya Hedonisme

    Budaya Hedonisme

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Hedonisme merupakan penyakit yang ditimbulkan karena adanya virus hedon, hedonis merupakan sebutan kepada orang yang terkena penyakit hedonisme tersebut. Hedonisme itu sendiri adalah adalah prilaku yang men-Tuhan-kan kenikmatan dan kesenangan pribadi, kemewahan, dan kemapanan di atas segalanya. Disinyalir Hedonisme telah erat melekat dalam hidup kita. Kelekatan itu berupa seringnya kita terjebak dalam pola hidup Hedonis. Pola hidup seperti ini mudah kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Dimana orientasi hidup selalu diarahkan pada kenikmatan, kesenangan atau menghindari perasaan-perasaan tidak enak.

    Manusiawi memang tatkala manusia hidup untuk mencari kesenangan, karena sifat dasar manusia adalah ingin selalu bermain (homo ludens = makhluk bermain) dan bermain adalah hal hakiki yang senantiasa dilakukan untuk memperoleh kesenangan. Akan tetapi bukan berarti kita bisa dengan bebas dan brutal mendapatkan kesenangan, hingga menghalalkan berbagai cara demi memperoleh kesenangan. Sikap menghalalkan segala cara untuk memperoleh kesenangan telah banyak menghinggapi pola hidup para remaja saat ini. Contoh yang kita hadapi saat ini misalnya, segala media informasi dari berbagai penjuru berusaha terus menginvasi diri kita melalui life style. Gaya hidup yang terus disajikan bagaikan fast food melalui media televisi. Gambaran yang ada seperti mimpi tentang kehidupan orang miskin yang tiba-tiba kaya layaknya dalam telenovela. Sinetron cinta yang terus mengguyur dan memprovokasi kita untuk merealisasikan cinta lewat bercinta membuat kita gila dan terbuai kehidupan duniawi. Cerita sinetron yang kian jauh dari realita ternyata telah menyihir para pemirsa. Dengan setengah sadar para penikmat sinema telah tergiring untuk meniru dan menjadikannya paradigma baru dalam menikmati hidup di masa muda.

    Dan ketika Hedonisme sudah menjadi pegangan hidup para muda mudi banyak nilai-nilai luhur kemanusiaan para remaja luntur, bahkan hilang. Kepekaan sosial mereka terancam tergusur manakala mereka selalu mempertimbangkan untung rugi dalam bersosialisasi. Masyarakat terlihat seperti mumi hidup yang tak berguna bagi mereka. Dan mereka seolah menjadi penjaga kerajaan kenikmatan yang tak seorangpun boleh mengendus apalagi mencicipinya. Orang lain hanya boleh melongo melihat kemapanan mereka.Sungguh mereka menjadi sangat tidak peduli. Akibatnya ketika ada orang yang membutuhkan uluran tangan, mereka menyembunyikan diri dan enggan berkorban

    B.      Rumusan Masalah

    a.      Bagaimana Hedonisme di kalangan remaja?

    b.      Apa faktor yang mempengarui Hedonisme?

    c.       Apa dampak dari seorang yang telah terjerumus dengan Hedonisme?

    d.      Bagaimana solusi menghadapi budaya Hedonisme? 

    C.      Tujuan

    a.      Mengetahui bagaimana Hedonisme di kalangan remaja.

    b.      Mengetahui faktor yang mempengaruhi hedonsime.

    c.       Mengetahui dampak dari seorang yang terjerumus dengan Hedonisme.

    d.      Mengetahui solusi untuk menghadapi budaya Hedonisme.

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    1.      Pengertian Hedonisme

    Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

    Menurut Etimologi kata hedonisme diambil dari Bahasa Yunani hēdonismos dari akar kata hēdonē, artinya “kesenangan”. Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.

    2.      Karakteristik Hedonisme

    a.      Hedonisme Egoistis

    Yaitu hedonisme yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan semaksimal mungkin. Kesenangan yang dimaksud ialah dapat dinikmati dengan waktu yang lama dan mendalam. Contohnya: makan-makanan yang enak-enak, jumlah dan jenisnya banyak, disediakan waktu yang cukup lama untuk menikmati semuanya, seperti pada perjamuan makan ala Romawi. Bila perut sudah penuh, maka disediakan sebuah alat untuk menggitit kerongkongan, dengan demikian isi perut dapat dimuntahkan keluar, kemudian dapat diisi kembali jenis makanan yang lain, sampai puas.

    b.      Hedonisme Universal

    Yaitu suatu aliran hedonisme yang mirip dengan ulitarisanisme = kesenangan maksimal bagi semua, bagi banyak orang.  Contohnya: bila berdansa, haruslah berdansa bersama-sama, waktunya semalam suntuk, tidak boleh ada seorang pun yang absen, ataupun kesenangan-kesenangan lainnya yang dapat dinikmati bersama oleh semua orang.

    BAB III

    PEMBAHASAN

    a.      Hedonisme di kalangan remaja

    “Virus” hedon tidak hanya menyerang orang dewasa yang sudah bekerja, dari anak hingga orang tua tak luput dari ancaman virus ini. Generasi yang paling tidak aman terhadap sebutan hedonis adalah remaja. Paham ini mulai merasuki kehidupan remaja. Remaja sangat antusias terhadap adanya hal yang baru. Gaya hidup hedonis sangat menarik bagi mereka. Daya pikatnya sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat munculah fenomena baru akibat paham ini. Fenomena yang muncul, ada kecenderungan untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan serba kecukupan tanpa harus bekerja keras. Titel “remaja yang gaul dan funky ” baru melekat bila mampu memenuhi standar tren saat ini. Yaitu minimal harus mempunyai handphone, lalu baju serta dandanan yang selalu mengikuti mode. Beruntung bagi mereka yang termasuk dalam golongan berduit, sehingga dapat memenuhi semua tuntutan kriteria tersebut. Akan tetapi bagi yang tidak mampu dan ingin cepat seperti itu, pasti jalan pintaslah yang akan diambil.

    Tak terasa, tapi efeknya tak terduga, paham hedonisme terus berlangsung dan merasuk ke dalam benak masyarakat kita tanpa ada tindakan pencegahan. Salah satu contoh kasusnya adalah acara-acara hedonisme yang berkedok mencari bibit-bibit penyanyi berbakat. Acara ini sangant diminati terutama para remaja. Bila dilihat secara jeli ternyata acara tersebut menawarkan gaya hidup yang tidak jauh dari konsep Hedonisme. Acara ini tentunya membutuhkan biaya yang banyak untuk memfasilitasi para kontestannya, tapi bila melihat keadaan bangsa kita yang sedang morat-marit ekonominya, dapat disimpulkan ada dua kondisi yang kontradiksi, disatu sisi lain keadaan perekonomian bangsa sedang krisis tapi acara menghambur-hamburkan uang semakin marak. Aneh memang, banyak warga Indonesia yang miskin, tidak punya rumah, gedung sekolah yang hampir roboh, tunjangan pegawai yang kecil, dan jumlah pegangguran yang membludak, tapi hal ini tidak membuat para peserta acara yang sebagian besar adalah remaja tersebut prihatin atau menangis tersedu-sedu, mereka malah sedih dan mengeluarkan air mata bila rekan seperjuangannya tereleminasi. Nampak jelas sikap egoisme dan sikap mengejar kesenangan pribadi mereka. Ini adalah bukti hedonisme yang banyak menjadi impian anak-anak muda di negeri Seribu satu masalah ini.

    b.      Faktor yang mempengaruhi hedonisme

    ·         Faktor ekstern

    Derasnya arus industrialisasi dan globalisasi yang menyerang masyarakat merupakan faktor yang tak dapat dielakkan. Nilai-nilai yang dulu dianggap tabu, kini dianggap biasa. Media komunikasi, khususnya media iklan memang sangat bersinggungan dengan masalah etika dan moral. Melalui simbol-simbol imajinatif media komunikasi massa jelas sangat memperhitungkan dan memanfaatkan nafsu, perasaan, dan keinginan.

    ·         Faktor intern

    Lemahnya keyakinan agama seseorang juga berpengaruh terhadap perilaku sebagian masyarakat yang mengagungkan kesenangan dan hura-hura semata. Binzar Situmorang menyatakan bahwa, “Kerohanian seseorang menjadi tolak ukur dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi mereka yang suka mengejar kesenangan.

    c.       Dampak dari seorang yang telah terjerumus dengan hedonisme

    §  Individualisme

    Orang yang sudah terkena penyakit hedonisme cenderung tidak memerlukan bantuan orang lain. Mereka merasa sudah mampu hidup sendiri, tetapi kenyataannya tidak begitu. Manusia merupakan mahluk sosial.

    §  Pemalas

    Malas merupakan akibat yang di timbulkan dari hedonisme, karena mereka selalu menyia-nyiakan waktu. Manusia yang tidak menghargai waktu.

    §  Pergaulan bebas

    Pengikut paham hedonisme dapat terjebak dalam pergaulan bebas yang dimana mereka selalu berada dalam dunia malam. Seperti clubbing, pesta narkoba, dan seks bebas.

    §  Konsumtif

    Hedonisme cendurung konsumtif ,karena menghabiskan uang untuk membeli barang-barang  hanya untuk kesenangan semata tanpa didasari kebutuhan.

    §  Boros

    Menghambur-hamburkan uang untuk membeli bernbagai barang yang tidak penting, hanya untuk sekedar pamer merk/ barang mahal.

    §  Kriminalitas

    Dalam paham hedonisme seseorang dapat berbuat kriminal/ melanggar hukum, karena orang yang menganut paham ini cenderung akan berbuat apa saja sekalipun melanggar hukum, hanya untuk memenuhi kesenangannya sendiri, tanpa pernah memikirkan akibatnya.

    §  Diskriminasi

    Sikap membedakan stratifikasi sosial, dan merasa bahwa dirinya  lebih tinggi atau berbeda kelas serta golongan dari orang lain.

    §  Egois

    Hedonisme cenderung mengrah kepada sifat mementingkan diri semdiri. Tanpa memperdulikan orang lain. Yang terpenting kesengannya tercapai.

    §  Tidak bertanggungjawab

    Menjadi individu yang tidak bertanggung jawab terutama kepada dirinya sendiri, seperti menyia-nyiakan waktu, dan mementingkan kesenangannya saja.

    §  Korupsi

    Memperkaya diri sendiri, tetapi menggunakan cara yang melanggar hukum, yaitu memeras orang lain untuk memenuhi kebutuhnnya sendiri.

    d.      Solusi menghadapi budaya Hedonisme

    Secara realita maupun logika, untuk menghilangkan sama sekali pengaruh budaya hedonisme tidak dapat dilakukan dengan pengendalian diri saja. Namun, adanya peran aktif dari semua komponen mulai dari diri sendiri, keluarga, kontrol masyarakat, dan negara merupakan solusi yang harus dicoba untuk dilakukan dengan terus-menerus dan kerjasama yang baik. Meski terdapat solusi jangka pendek berupa pengenalan kembali budaya Indonesia kepada generasi penerus, tapi hal tersebut tidak memberikan pengaruh besar pada besarnya arus perkembangan gaya hidup hedone tersebut. Selanjutnya, kita perlu mengingat kembali sebuah pernyataan bahwa jika kita ingin melihat masa depan maka lihatlah generasi mudanya. Jika disesuaikan dengan kondisi sekarang, generasi muda sebagai penerus bangsa belum dapat dikatakan menjadi harapan karena pengaruh budaya hedonisme ini. Oleh karena itu, perlu untuk membangun sebuah masa depan yang cerah dengan cara kita membangun generasi muda terlebih dahulu yang mampu diharapkan untuk menciptakan masa depan yang cerah tersebut.  Untuk menciptakan sebuah generasi muda yang mampu diharapkan untuk masa depan,diperlukan kerja keras dan kerja sama dari berbagai komponen seperti ulasan sebelumnya. Komponen tersebut mulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara. Jika yang digerakkan hanya satu komponen, maka generasi muda yang sesuai harapan akan lama terwujud karena arus budaya hedonisme kuat ke segala bidang kehidupan manusia. Semua komponen harus bekerja sama meski dapat dikatakan sulit untuk dilakukan, tapi masih ada jalan untuk mewujudkannya.

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Setiap manusia pasti ingin merasakan kenikmatan dan kesenangan, apalagi para remaja. Tapi sayangnya untuk memperoleh kenikmatan dan kesenangan tersebut banyak remaja yang menghalalkan segala cara. Apapun mereka lakukan, agar apa yang mereka inginkan dapat mereka peroleh tanpa peduli dengan resikonya. Hedonisme di kalangan remaja telah berkembang pesat mengikuti perkembangan jaman pola pikir yang hanya mementingkan kesenangan saja membuat para remaja terbuai dalam sebuah kehidupan yang kadang tidak realistis. Yang penting senang,senang dan senang. Tak mau bersakit-sekit dulu,inginya senang-senang selalu,itulah moto yang banyak dipakai para remaja untuk menikmati hidup ini. Dengan terlalu mendewakan kesenangan, duniawi, akan membuat seseorang kehilangan arah hidupnya sehingga dapat menimbulkan kemiskinan karena terlalu menghamburkan materii demi kesenangan semata. Keberhasilan mencapai tujuan inilah yang kemudian membuatnya nikmat atau puas.

    Sementara itu berkenaan dengan hedonisme etis ada dua gagasan yang patut diperhatikan. Pertama, kebahagiaan tidak sama dengan jumlah perasaan nikmat. Nikmat selalu berkaitan langsung dengan sebuah pengalaman ketika sebuah kecondongan terpenuhi, begitu pengalaman itu selesai, nikmatpun habis. Sementara itu, kebahagiaan menyangkut sebuah kesadaran rasa puas dan gembira yang berdasarkan pada keadaan kita sendiri,dan tidak terikat pada pengalaman-pengalaman tertentu.

    Dengan kata lain, kebahagiaan dapat dicapai tanpa suatu pengalaman nikmat tertentu. Sebaliknya, pengalaman menikmati belum tentu membuat bahagia. Kedua, jika kita hanya mengejar nikmat saja, kita tidak akan memperoleh nilai dan pengalaman yang paling mendalam dan dapat membahagiakan. Sebab, pengalaman ini hanya akan menunjukan nilainya jika diperjuangkan dengan pengorbanan.

  • Makalah Sosiologi Budaya Clubbing

    Budaya Clubbing

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan itu merupakan aset negara. Tetapi di era globalisasi sekarang ini, banyak sekali budaya asing yang masuk ke Indonesia, salah satunya yaitu budaya clubbingClubbing sudah sangat identik dengan kehidupan masyarakat metropolitan. Tidak hanya menjadi bagian dari gaya hidup, tapi juga menjadi sarana bersosialisasi, bahkan melakukan lobi bisnis. Dulu clubbing selalu diasosiasikan dengan musik menghentak yang dapat membuat orang larut dalam suasana. Seiring perkembangan zaman, clubbing mengalami banyak pergeseran karena tidak semua orang suka musik semacam itu. Pada hakikatnya suasana yang hingar bingar bukan lagi daya tarik utama.

    Mayoritas para clubbers adalah para generasi muda yang memiliki status sosio-ekonomi yang cukup baik. Ini terlihat dari kebutuhan-kebutuhan material yang menopang aktivitas clubbing yang jelas membutuhkan dana ekstra. Mulai dari pemilihan pakaian yang bermerek, properti, kendaraan, hingga perangkat clubbing itu sendiri.

    Hal-hal yang telah di uraikan di atas menurut penulis sangat menarik sehingga penulis akan mengangkat makalah “Budaya Clubbing di Indonesia” sebagai tugas ujian tengah semester matakuliah Dasar-Dasar Ilmu Budaya.

    B. Rumusan Masalah

    Dengan menimbang latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

    • Apa itu clubbing ?
    • Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi clubbing ?
    • Apa tanggapan pemerintah dalam menanggapi clubbing ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

    • Mengetahui pengertian clubbing
    • Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi clubbing

    1.4 Pembatasan Masalah

    Dalam makalah ini penulis hanya menanggapi budaya clubbing di Indonesia.

    1.5 Kegunaan Penelitian

    1. Memberikan kesempatan kepada penulis untuk merealisasikan pengetahuannya tentang clubbing khususnya di Indonesia.
    2. Memberikan pemahaman tentang dunia clubbing kepada orang awam yang tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang itu.

    Bab II. Pembahasan

    2.1 Pengertian Clubbing

    Clubbing, sebuah kata kerja yang berasal dari kata Club, yang berarti pergi ke klub-klub pada akhir pekan untuk mendengarkan musik (biasanya bukan musik hidup) di akhir pekan untuk melepaskan kepenatan dan semua beban ritual sehari-hari. Di Indonesia, clubbing sering juga disebut dugem, dunia gemerlap, karena tidak lepas dari kilatan lampu disko yang gemerlap dan dentuman music techno yang dimainkan oleh para DJ handal yang terkadang datang dari luar negeri.

    Clubbing tidaklah merupakan hal yang meresahkan sampai kita mendengar istilah-istilah “tripping 100 jam”,“pump up your sex with ecstasy”, sampai “get the best your orgasm with ecstasy”. Kita tidak akan membicarakan para junkie atau pecandu putaw yang nyolong dan malak karena gak punya duit saat sakaw (karena secara fisik ecstasytidaklah bersifat adiksi) atau para pelacur jalanan yang terpaksa melacur karena kebutuhan ekonomi. Yang akan kita bahas adalah para eksekutif yang secara materi tidak pernah kekurang tapi selalu menghabiskan akhir pekan mulai dari jumat malam sampai senin pagi di lantai diskotik, juga para wanita mulai dari ibu-ibu sampai anak sekolah yang asyik gedek-gedek dan dengan santainya melakukan one night stand (aktifitas seks sekali pakai dan terlupakan).

    Klub-klub malam menjadi ajang narkoba, seks bebas dan pelarian sepanjang malam di akhir pekan. Sarang hedonisme dan pesta seks bercahaya neon (atau bahkan tanpa cahaya sama sekalil!). Sebuah tempat di mana golongan kaya bergesekan dengan kalangan yang lebih merakyat. Bagian terselubung dari sebuah kota yang korup dan terus berhentak, serta memiliki pengaruh yang melampaui batas-batas Indonesia.

    Kultur disko/clubbing lahir pada akhir dekade 80-an di Eropa. Kemajuan dalam teknologi suara sintetis dan narkoba melahirkan music techno/house dan budaya ekstasi. Klub-klub di Ibiza, Italia dan London menjadi surga berdenyut musik elektronika. Tahun 1988 dijuluki summer of love kedua di London. Jika dekade 60-an memiliki psychedelic era dan acid rock, yang memunculkan mariyuana dan LSD sebagai primadonanya, serta punk rock pada dekade 70-an dengan heroin sebagai makanan sehari-hari, maka terjadi pergolakan baru dalam kultur kawula muda pada dekade 80-an. Sebuah scenebaru muncul dengan fondasi musik elektronik, serta membuat takut para politikus dan ortang tua. Pesta dansa ilegal merebak dan ekstasi menjadi narkoba pilihan di dunia baru ini. Scene ini mulai keluar dari bawah tanah pada dekade 90-an. Seiring dengan bertambahnya popularitas, musik ini juga berevolusi – dari house ke trance, lalu hardcorejungle,progressive dan drum & bass.

    Budaya clubbing baru ini mulai mewabah ke seluruh dunia. Amerika Serikat tampaknya kurang menyambut musik ini dan tetap setia dengan band rock kuno, grungerapR&B, serta hip-hop. Namun musik house serasa menemukan rumah baru di Indonesia. Kecenderungan masyarakat Indonesia ke arah hedonisme komunal, serta ikatan batin dengan Belanda berkat masa penjajahan (yang melahirkan hubungan dengan pusat produksi obat terlarang di Amsterdam) menjadi penyebabnya. Sekitar tahun 1995, muncullah summer of love ala Batavia. Negara ini dibanjiri oleh pil-pil setan, dan klub-klub yang sebelumnya lebih kalem dipenuhi oleh orang-orang teler dan kegirangan, yang menikmati musik baru ini. Semuanya ini terjadi sebelum krismon, di mana Soeharto masih berkuasa dan Indonesia masih merupakan “Macan Asia”. Tempat klub-klub ini menghasilkan rupiah yang berlimpah, dan tempat-tempat hiburan yang lebih mewah dibangun.

    Pada suatu ketika, produser musik dangdut menciptakan musik house Asia versi mereka sendiri, yang cenderung lebih nge-pop. Musik ini lebih menyerupai musik techno gadungan yang menyedihkan, namun dapat disimak di banyak klub-klub terkemuka di Jakarta saat ini. Di sini, para ABG yang kenyang ekstasi bergoyang diiringi musik anak-anak alahouse dangdut yang bertempo terlalu tinggi. Tapi musik techno dan trance Eropa yang bermutu masih dapat ditemukan di berbagai klub di seputar kota.

    Selama lima tahun belakangan ini, Stadium – sebuah istana teler berlantai empat di tengah wilayah Kota – merupakan diskotek paling angker. Pintunya tak pernah tutup di akhir pekan, dan musiknya tak pernah berhenti. Narkoba dan wanita-wanita pencinta seks dapat ditemui begitu masuk, dan suara musik menggenjot tiada  henti. Setelah beberapa jam, suasana lebih menyerupai halusinasi. Setelah jam 4 pagi, setelah klub-klub lain tutup, semua clubbers berduyun-duyun menuju Stadium untuk tempat teler terakhir. Masih banyak klub di wilayah Kota, seperti Sydney 2000, Gudang, 1001, Hailai dan Millenium. Millenium (yang terletak di atas Plaza Gajah Mada) sangat digandrungi, isinya para pemabuk di bawah umur. Sayangnya musiknya sangat buruk, yaitu musik anak-anak dengan kecepatan 180 bpm, yang menambah nuansa pedofilia di tempat ini.

    2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Clubbing

    Kaum clubbers secara logis dalam konteks ini adalah kaum plagiator yang mengimpor secara mentah-mentah gaya hidup dunia barat kedalam kehidupan sosial mereka. Di kalangan para clubbers, ada tiga narasi yang selalu melandasi cara pandang dan perilakunya, yakni gaul, funcy, dan happy dimana kesemuanya berlabuh pada satu narasi besar (grand naration) yakni gensi. Tidak jelas siapa yang mulai melontarkan dan mempopulerkan istilah tersebut, disini Perdana (2004) dalam bukunya yang berjudul “Dugem : ekspresi cinta, seks, dan jati diri” menjelaskan wujud ekspresi dari ketiga narasi tersebut. Hal tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi generasi muda melakukan clubbing. Adapun faktor-faktornya adalah:

    a. “Gaul”, istilah “gaul” berasal dari kata baku “bergaul” atau “pergaulan” yaitu sebuah sistem sosial yang terbentuk melalui interaksi, komunikasi dan kontak sosial yang melibatkan lebih dari satu orang. Akan tetapi dalam komunitas clubbing, istilah “gaul” bukan lagi menjadi “media sosialisasi” untuk melengkapi fitrah kemanusiaannya, melainkan kebanyakan telah menjadi “ajang pelampiasan hawa nafsu”. Kebanyakan bentuk “gaul” ini justru menjadi pintu gerbang bagi lahirnya generasi-generasi penganut seks bebas, pecandu narkoba, hingga pelacuran dan penjahat sosial.

    b. Funcy, istilah funcy secara aksiologis tanpa memperdebatkan wacana epitemologisnya, istilah funcy selalu berlekatan dengan istilah “gaul”. Pemaknaan funcy selalu dipertautkan dengan bentuk-bentuk eksperimentasi yang tanpa landasan argumentasi yang jelas, sekedar mencari sensasi dan pelampiasan emosi-emosi jiwa yang tidak terkendali. Ini bisa dilihat dari hasil eksperimentasi mereka dalam hal kostum, kendaraan, fisik dan gaya hidup.

    c. Happy, istilah happy berasal dari bahasa inggris yang berarti bahagia, selalu bahagia. Dengan “bergaul”, berinteraksi dan membaur dalam warna komunitas “bergaul”nya, kaum remaja merasa menemukan jati diri yang tepat dengan selera dan jiwa mudanya daripada apa yang didapatkan dari lingkungan keluarga. Mereka merasa menemukan kebahagiaan sejati disini yaitu bebas berbuat apa saja, banyak teman, termasuk bebas menyalurkan gelora libido seksualnya. Namun kebahagiaan yang mereka dapatkan adalah kebahagiaan semu.

    Clubbing merupakan salah satu gaya hidup di zaman sekarang yang merupakan hasil adopsi dari negara-negara barat. Seseorang melakukan clubbing ada kemungkinan besar karena terinspirasi akan kehidupan para selebritis, orang-orang terkenal, orang-orang yang bekerja di bidang intertainmen dalam memperoleh kesenangan. Clubbing dipandang oleh individu sebagai gaya hidup yang modern. Piliang (2006) menyatakan bahwa individu dalam mengikuti gaya hidup modern dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern.

    Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu berhubungan dengan minat dan dorongan seseorang untuk melakukan kegiatan yang diinginkan sesuai dengan perasaan hati. Selain itu, faktor intern individu melakukan clubbing dipengaruhi sikap. Sikap lebih cenderung berhubungan dengan kepribadian individu dalam menentukan suatu fenomena yang ditemui dalam kehidupannya (Piliang, 2006).Dilanjutkan oleh Piliang (2006) bahwa faktor ektern merupakan faktor di luar individu yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari. Faktor ekstern ini dibedakan atas faktor keluarga dan faktor lingkungan sosial. Faktor lingkungan keluarga yang kurang harmonis berdampak pada anggota keluarga untuk mencari kesenangan di luar rumah dan clubbing merupakan satu pilihan untuk mencari kesenangan tersebut.

    Adapun faktor lingkungan sosial merupakan faktor sosial individu dalam kegiatannya sehari-hari. Individu yang memiliki sifat tidak tetap pendiriannya akan mudah terpengaruh oleh keadaan lingkungan sosial, di mana individu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Apabila lingkungan sosial cenderunng dalam kehidupan clubbing, maka ada kemungkinan besar individu tersebut juga masuk dalam lingkungan yang menyenangi gaya hidup clubbing.

    2.3 Tanggapan Pemerintah dalam Menanggapi Clubbing

    Pada dasarnya pemerintah juga tidak begitu berperan dalam menangani masalah clubbing, karena sesungguhnya itu kesadaran dari diri sendiri. Tetapi pemerintah berupa menanggulanginya dengan cara mengeluarkan RUU pornografi dan pornoaksi.

    Selain itu, pemerintah juga menanggulanginya dengan cara menutup tempat-tempat hiburan malam pada saat bulan ramadhan agar bulan itu tidak ternoda dengan perbuatan maksiat. Dimulai dari hal itu, diharapkan agar mulai berkurangnya niat-niat untuk datang ketempat itu.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Dalam makalah ini penulis mengambil kesimpulan dari pembahasan di atas yaitu;

    • Clubbing merupakan istilah prokem khas anak muda yang berarti suatu dunia malam yang bernuansa kebebasan, ekspresif, modern, teknologis, hedonis, konsumeristik dan metropolis yang menjanjikan segala bentuk kegembiraan sesaat.
    • faktor-faktor yang mempengaruhi generasi muda untuk melakukan clubbing adalah faktor intern dan ekstern. Faktor intern yang berasal dari individu berhubungan dengan minat, motivasi, dan sikap (untuk hidup funcy dan happy). Adapun faktor ekstern berasal dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosial (berhubungan dengan pergaulan individu).

    3.2 Saran
    Setiap orang pasti ingin mencoba hal-hal yang baru tetapi kita harus bisa memilih-milih mana yang sesuai dengan kebudayaan kita atau tidak agar kita tidak terjebak dalam pergaulan yang salah.

  • Makalah Perkembangan Senam

    Perkembangan Senam

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Cabang olahraga senam adalah olahraga yang dianggap tertua jika dilihat dari bentuknya sebagai suatu bentuk sport (olahraga kompetitif). Jika diruntut kembali pada sejarahnya, pengertian senam berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata gymnastics yang menunjukkan betapa senam telah dilakukan sejak zaman kuno. Kata gymnastics dalam bahasa inggris berasal dari kata gymnos, bahasa yunani yang berarti telanjang. Dengan pengertian tersebut, sejarah ingin mengatakan bahwa pada zaman dulu kegiatan-kegiatan berbentuk senam harus dilakukan dengan telanjang. Hal ini bisa dimengerti mengingat pada zaman itu teknologi pembuatan bahan pakaian belum secanggih sekarang, sehingga belum memungkinkan untuk membuat pakaian yang bisa digunakan dalam kegiatan olahraga. Bentuk-bentuk kegiatan yang menyerupai senam sudah bisa dilacak pada zaman-zaman Yunani kuno, Cina kuno, Mesir kuno, dan India kuno lewat bentuk-bentuk kagiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan tubuh.

    Gymnastics sendiri pada awalnya mempunyai arti sangat luas, sehingga memasukkan juga bentuk-bentuk olahraga yang kini dikenal sebagai tinju, balap lari, gulat, termasuk nomor melempar. Lihatlah patung-patung zaman dahulu yang menggambarkan orang-orang yang elanjang sedang melakukan kegiatan-kegiatan keolahragaan. Demikianlah arti gymnastics pada saat itu. Sejalan dengan perkembangan zaman, arti yang dikandung kata gymnastics semakin menyempit dan menunjukkan kegiatan-kegiatan yang dikenal sebagai senam pada saat ini.Senam merupakan bentuk latihan fisik yang secara sistematis disusun dengan gerakan-gerakan yang terpilih dan terencana untuk mencapai tujuan seperti daya tahan tubuh, kekuatan, kelentukan, koordinasi, membentuk prestasi, membentuk tubuh yang ideal, dan memelihara kesehatan tubuh.

    B. Rumusan Masalah

    Adapun rumusan masalah yang ingin akan dibahas dalam pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:

    1. Apakah yang disebut dengan senam?
    2. Sebutkan macam-macam senam dalam olahraga?

    C. Tujuan Permasalahan

    Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:

    1. Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah bahasa Indonesia.
    2. Sebagai bentuk pengetahuan mengenai olahraga senam lantai.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian senam

    Senam adalah aktivitas fisik yang dilakukan baik sebagai cabang olahraga tersendiri maupun sebagai latihan untuk cabang olahraga lainnya. Berlainan dengan cabang olahraga lain umumnya yang mengukur hasil aktivitasnya pada obyek tertentu, senam mengacu pada bentuk gerak yang dikerjakan dengan kombinasi terpadu dan menjelma dari setiap bagian anggota tubuh dari komponen-komponen kemampuan motorik seperti : kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelentukan, agilitas dan ketepatan. Dengan koordinasi yang sesuai dan tata urutan gerak yang selaras akan terbentuk rangkaian gerak artistik yang menarik.

    Untuk mengetahui pengertian senam, kita harus mengetahui cirri-ciri senam antara lain:

    1. Gerakan-gerakannya selalu dibuat atau diciptakan dengan sengaja.
    2. Gerakan-gerakannya harus selalu berguna untuk mencapai tujuan tertentu (meningkatkan kelentukan, memperbaiki sikap dan gerak atau keindahan tubuh, menambah ketrampilan, meningkatkan keindahan gerak, meningkatkan kesehatan tubuh).
    3. Gerakannya harus selalu tesusun dan sistematis.

    Berdasarkan ciri-ciri diatas, batasan senam adalah latihan tubuh yang dipilih dan diciptakan dengan berencana, disusun secara sistematis dengan tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis.

    Pada tingkat sekolah atau yunior pertandingan dapat dibatasi pada nomor-nomor tertentu, biasanya senam lantai dan kuda-kuda lompat. Pertandingan tingkat Nasional dan Internasional bagi pria terdiri dari 6 (enam) nomor yakni : senam lantai, kuda-kuda lompat, kuda-kuda pelana, palang sejajar, palang tunggal, dan gelang-gelang. Sedang bagi wanita ada 4 (empat) nomor : senam lantai, kuda-kuda lompat, balok keseimbangan, dan palang bertingkat.

    Penilaian diberikan oleh 4 (empat) orang wasit yang dipimpin oleh seorang wasit kepala. Setiap peserta pertandingan harus melakukan 2 (dua) macam rangkaian pada setiap nomor atau alat, satu rangkaian wajib (yang telah ditentukan terlebih dahulu) dan satu rangkaian pilihan atau bebas masing-masing. Nilai seseorang adalah rata-rata dari dua nilai tengah dengan membuang nilai tertinggi dan nilai terendah dari 4 (empat) orang wasit. Pesenam dengan nilai akumulasi tertinggi menjadi juara ke I dalam kategori serba bisa, tertinggi kedua menjadi juara ke II dan seterusnya.

    Juara regu ditentukan dengan penjumlahan 5 (lima) nilai terbaik dari 6 (enam) anggota regu dan setiap alat. 6 (enam) peserta terbaik dari semua atlet turut dalam pertandingan final pada tiap-tiap atlet dan nilai akhir yaitu rata-rata dari rangkaian bebas/pilihan dan wajib terdahulu disatukan dengan nilai rangkaian bebas/pilihan dalam final. Nilai ini menentukan urutan pemenang tiap alat.

    Para wasit memberikan nilai pada waktu bersamaan. Nilai maksimum adalah : 10,000. Hukuman-hukuman diberikan dengan pengurangan nilai pada pelaksanaan yang salah, penguasaan yang kurang baik, dibantu orang lain, jatuh dari alat atau melampaui batas waktu. Selain itu dinilai pula faktor kesulitan gerak dan penampilan estetikanya. Besar pengurangan nilai adalah persepuluhan. Peraturan penilaian direvisi setiap 2 (dua) tahun. Semua gerakan mempunyai faktor kesulitan yaitu : A, B dan yang tersukar adalah C. Rangkaian latihan biasaya terdiri atas sikap-sikap statis yang memerlukan tenaga yang besar disambung dengan gerakan-gerakan berirama y agn sesuai. Sementara sejumlah berntuk gerak memerlukan kekuatan yang lain memerlukan mobilitas atau keterampilan.

    B. Macam-macam Senam

    I. Senam Lantai

    Senam lantai pada umumnya disebut floor exercise, tetapi ada juga yang menamakan tumbling. Senam lantai adalah latihan senam yang dilakukan pada matras, unsur-unsur gerakannya terdiri dari mengguling, melompat, meloncat, berputar di udara, menumpu dengan tangan, atau kaki untuk mempertahankan sikap seimbang atau pada saat meloncat ke depan atau belakang. Jenis senam ini juga disebut latihan bebas karena pada waktu melakukan gerakan pesenam tidak mempergunakan suatu peralatan khusus. Bila pesenam membawa alat berupa bola, pita, atau alat lain, itu hanyalah alat untuk meningkatkan fungsi gerakan kelentukan, pelemasan, kekuatan, ketrampilan, dan keseimbangan.

    Senam lantai dilakukan di atas area seluas 12×12 m dan dikelilingi matras selebar 1 m untuk keamanan pesenam. Rangkaian gerakan senam harus dimulai dari komposisi gerakan ringan, sedang, berat, dan akrobatik, serta mengandung gerakan ketangkasan, keseimbangan, keluwesan, dll. Pesenam pria tanpil dalam waktu 70 detik dan wanita tampil diiringi musik dalam waktu 90 detik. Gerkan-gerakan yang menekankan tenaga harus dilakukan secara lambat dan sikap statis sekurang-kurangnya 2 detik. Gerakan-gerakan salto harus dikerjakan setinggi bahu.

    Macam-macam bentuk gerakan senam lantai antara lain:

    1. Guling ke depan.
    2. Guling ke belakang.
    3. Lompat harimau
    4. Keseimbangan kepala.
    5. Keseimbangan tangan.
    6. Handspring.
    7. Back handspring.
    8. Meroda.
    9. Stut.
    10. Round off.
    11. Kep.
    12. Neck kip.
    13. Head kip.
    14. Kayang.
    15. Sikap lilin.
    16. Sikap kayang.
    17. Salto.
    18. Dll.
    B. Senam Artistik

    Lahirnya senam artistik di Indonesia yaitu pada saat menjelang pesta olahraga Ganefo I di Jakarta pada tahun 1963, yang mana setiap artistik merupakan salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan, untuk ini perlu dibentuk suatu organisasi yang berfungsi menyiapkan para pesenamnya. Organisasi ini dibentuk pada tanggal 14 Juli 1963 dengan nama PERSANI (Persatuan Senam Indonesia), atas prakarsa dari tokoh-tokoh olahraga se-Indonesia yang menangani dan mempunyai keahlian pada cabang olahraga senam. Promotornya dapat diketengahkan tokoh-tokoh dari daerah seperti : Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara. Wadah inilah kemudian telah membina dan menghasilkan atlet-atlet senam yang dapat ditampilkan dalam Ganefo I dan untuk pertama kalinya pula pesenam-pesenam Indonesia menghadapi pertandingan Internasional. Kegiatan selanjutnya adalah mengikut sertakan tim senam dalam rangka Konferensi Asia Afrika I dan dalam Ganefo Asia, dimana untuk mempersiapkan atlet-atlet Indonesia ini dipanggil pelatih-pelatih senam dari RRC, maka dengan demikian Indonesia mengalami kemajuan dalam prestasi olahraga senam. Tetapi sangat disayangkan bahwa harapan yang mulai tumbuh harus berhenti sementara oleh karena suasana politik yaitu saat meletusnya G 30 S/PKI, sehingga pelatih-pelatih dari RRC harus dikembalikan ke negaranya.

    Usaha untuk mengejar ketinggalan ini maka pada tahun 1967 dikirim seorang pelatih Indonesia yaitu : Sdr. T. J. Purba ke Jerman Timur untuk sekolah khusus pelatih senam artistik selama 26 bulan. Kemudian sebagai titik tolak yang kedua adalah dimasukkannya cabang olahraga senam artistik yang pertama kalinya dalam Pekan Olahraga Nasional (PON VII/1969) di Surabaya, dan kemudian untuk seterusnya dimasukkan dalam setiap penyelenggaraan PON.

    Berikut ini adalah alat-alat yang dibutuhkan dalam olahraga senam artistik:

    A)           Ukuran alat:

    1)             Untuk putra ada 6 alat.

    –        Floor exercise (lantai) : ukuran 12×12 m.

    –        Pommel horse (kuda-kuda pelana) ; panjang 1.60 m dan tinggi 1.10 m.

    –        Parallelbar (palang sejajar) : panjang 3.50 m, jarak 0.48 s/d 0.52 m, tinggi 1.75 m.

    –        Rings (gelang-gelang) : tinggi 2.55 m dan jarak 0.50 m.

    –        Horse vault (kuda-kuda lompat) ; panjang 1.60 m dan tinggi 1.35 m.

    –        Horizontal bar (palang tunggal) : panjang 2.40 m dan tinggi 2.55 m.

    2)      Untuk putri ada 4 alat.

    –        Horse vault (kuda-kuda lompat) : panjang 1.60 dan tinggi 1.20 m.

    –        Univen bars (palang bertingkat) : panjang 2.40 m, tinggi palang bawah 1.50 m, tinggi palang atas 2.30 m.

    –        Balance beam (balok keseimbangan) : panjang 5.00 m dan tinggi 1.20 m.

    –        Floor exercise (lantai) : ukuran 12×12 m.

    B)      Peraturan Umum Senam Artistik.

    Berikut ini adalah peraturan umum dalam senam artistik:

    a)             Kejuaraan Beregu (kompetisi I).

    1)             Setiap regu terdiri dari 6 pesenam putra/putrid.

    2)             Terdiri dari rangkaian wajib dan rangkaian pilihan, pada putra 6 alat, putrid 4 alat.

    3)             Juara beregu (kompetisi I) adalah regu dengan jumlah nilai terbanyak dari jumlah 5 pesenam terbaik pada masing-masing alat untuk rangkaian wajib dan rangkaian pilihan.

    Nilai maksimum untuk putra adalah: 12 nomor pertandingan x 50 = 600 (wajib dan pilihan), 60 nomor pertandingan x 50 = 300 (pilihan).

    Nilai maksimum untuk putri adalah: 8 nomor pertandingan x 50 = 400 (wajib dan pilihan), 4 nomor pertandingan x 50 = 200 (pilihan).

    b)             Kejuaraan perorangan serba bias (kompetisi II).

    1)             Peserta finalis diambil dari 36 pesenam terbaik dari hasil kompetisi I, atau 1/3 dari jumlah peserta.

    2)             Dibatasi 3 pesenam dari tiap Negara/daerah.

    3)             Hanya melakukan rangkaian pilihan untuk putra 6 alat dan putrid 4 alat.

    4)             Juara perorangan serba bisa (kompetisi II) adalah pesenam dengan jumlah nilai terbanyak dari nilai rata-rata pada kompetisi I (wajib dan pilihan), ditambah dengan nilai kompetisi II pada seluruh alat.

    Nilai maksimum untuk putra = 120.

    Nilai maksimum untuk putri = 80.

    c)             Kejuaraan perorangan per alat (kompetisi III).

    1)             Peserta finalis diambil dari 8 pesenam terbaik dari hasil kompetisi I pada alat tersebut.

    2)             Dibatasi 2 pesenam dari tiap Negara/daerah dan hanya 3 alat yang boleh diikuti oleh seorang pesenam.

    3)             Hanya melakukan rangkaian pilihan untuk putra 6 alat dan putrid 4 alat.

    4)             Juara perorangan per alat (kompetisi III) adalah pesenam dengan jumlah nilai terbanyak dari nilai rata-rata pada kompetisi I (wajib dan pilihan) ditambah dengan nilai kompetisi III pada masing-masing alat.

    Nilai maksimum putri =20.

    C)           Senam Aerobik

    Aerobik adalah suatu cara latihan untuk memperoleh oksigen sebanyak-banyaknya. Senam Aerobik adalah olahraga untuk peningkatan kesegaran jasmani bukan olahraga prestasi, akan tetapi olahraga preventif yang dapat dilakukan secara masal.

    Pembagian senam Aerobik menurut cara melakukan dan musik pengiring, yaitu:

    1)             High impact aerobics (senam aerobik aliran gerakan keras).

    2)             Low impact aerobics (senam aerobik aliran gerakan ringan).

    3)             Discorobic (kombinasi antara gerakan-gerakan aerobik aliran keras dan ringan disko).

    4)             Rockrobic (kombinasi gerakan-gerakan aerobik dan ringan serta gerakan-gerakan rock n’roll).

    5)             Aerobic sport (kombinasi gerakan-gerakan keras dan ringan serta gerakan-gerakan kalestetik/kelentukan).

    Tahap-tahap melakukan senam aerobik adalah sebagai berikut:

    1)             Pemanasan selama 10 menit.

    2)             Latihan inti selama 15 – 20 menit.

    3)             Pendinginan/pelemasan selama 5 menit.

    D)           Senam Irama

    Senam irama adalah gerakan senam yang dilakukan dengan irama musik atau latihan bebas yang dilakukan secara berirama. Senam irama dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat Alat yang yang biasa digunakan dalam senam irama yaitu bola, tali, tongkat, simpai, dan gada. Perbedaan senam irama dengan senam biasa yaitu pada senam irama kita menambahkan ritme. Tekanan yang harus diberikan pada senam irama adalah :

    1)             Irama

    Irama yang sudah banyak dikenal oleh siswa antara lain 2/3,3 / 4 , 4/4, dan sebagainya.

    2)             Kelentukan tubuh (flexibilitas)

    Prinsip kelentukan tubuh dalam gerakan senam irama akan diperoleh dengan suatu latihan yang tekun dan dalam waktu yang lama.

    3)             Kontinuitas gerakan

    Kontinuitas berupa rangkaian gerak yang tidak terputus. Rangkaian gerak ini diperoleh dari gerak-gerak senam yang sudah disusun dalam bentuk rangkaian yang siap ditampilkan.

    Menurut perkembangannya, senam irama dibagi menjadi 3 macam aliran. Berikut ini macam-macam aliran senam irama:

    1)             Senam irama yang berasal dari sandiwara dipelopori oleh Delsartes, seorang sutradara

    2)             Senam irama yang berasal dari seni musik dipelopori oleh Jacques Dalcrose seorang guru musik.

    3)             Senam irama yang berasal dari seni tari (balet), dipelopori oleh Rudolf Von Laban seorang bangsa Hongaria.

    Berikut ini adalah jenis-jenis latihan senam yang harus dikuasai:

    A)           Macam-macam langkah

    Ada beberapa jenis langkah senam yang harus dikuasai dalam senam irama. Jenis langkah senam tersebut meliputi :

    a)             Langkah biasa (looppas)

    b)             Langkah rapat (bijtrekpas)

    c)             Langkah tiga (wallspas)

    d)            Langkah ganti (wisselpas)

    e)             Langkah keseimbangan (balanpas)

    f)              Langkah silang (kruispas)

    g)             Langkah depan (galoppas)

    h)             Langkah samping (zjipas)

    i)               Langkah putar silang (draipas)

    j)               Langkah lingkar (huppelpas)

    k)             Langkah pantul (kaatpas)

    B)           Macam-macam Loncat

    Ada beberapa jenis loncatan senam yang harus dikuasai dalam senam irama. Jenis loncatan senam tersebut meliputi :

    a)             Loncat biasa (loopsprong)

    b)             Loncat rapat (bijtresprong)

    c)             Loncat depan (galopsprong)

    d)            Loncat silang (kruisprong)

    e)             Loncat samping (zijsprong)

    f)              Loncat ganti (wisselsprong)

    g)             Loncat lingkar (huppelsprong)

    h)             Loncat pantul (kaatsprong)

    i)               Loncat putar silang (draisprong)

    j)               Loncat ayun (swingingsprong)

    BAB III

    PENUTUP

    3.1         Kesimpulan

    Senam adalah bentuk latihan fisik yang secara sistematis disusun dengan gerakan-gerakan yang terpilih dan terencana untuk mencapai tujuan seperti daya tahan tubuh, kekuatan, kelentukan, koordinasi, membentuk prestasi, membentuk tubuh yang ideal, dan memelihara kesehatan tubuh.

    Senam memiliki banyak jenis, berikut ini jenis senam yang dijelaskan dalam makalah ini:

    1)             Senam Lantai.

    2)             Senam Artistik.

    3)             Senam Aerobik.

    4)             Senam Irama.

    3.2         Saran-saran

    Setiapgerakan dalam senam memiliki kegunaan tersendiri, yaitu seperti meningkatkan kelentukan, memperbaiki sikap dan gerak atau keindahan tubuh, menambah ketrampilan, meningkatkan keindahan gerak, meningkatkan kesehatan tubuh. Oleh karena itu, kita bisa memilih olahraga senam untuk meningkatkan kesehatan jasmani kita.

    DAFTAR PUSTAKA

    Sirodjudin. 1997. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Bandung: PT GMP.

  • Model Pembelajaran Joyce dan Weil

    Model Pembelajaran

    A. Pengertian Model Pembelajaran  

    Model Pembelajaran ialah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Model pembelajaran biasanya digunakan sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Sehingga dengan demikian kegiatan/proses pembelajaran yang dilakukan baik di sekolah maupun di luar sekolah, benar-benar merupakan suatu kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis. Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang bisa dipergunakan dalam pengembangan kurikulum, merancang materi pembelajaran, dan membimbing pembelajaran.

    Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar atau pengetahuan. Joyce & Weil (1986) mengemukakan model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkam menjadi empat kelompok model. Model pembelajaran merupakan pola umum prilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran itu dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pembelajarannya.

    B. Pengelompokkan Model Pembelajaran

    Supaya model-model pembelajaran dapat dipahami secara baik dan cermat, sehingga dapat diimplementasikan secara baik, maka diadakan pengklasifikasian model pembelajaran secara umum. Upaya pengklasifikasian secara umum dan pokok ini, didasarkan pada beberapa pertimbangan. Beberapa yang menjadi dasar pertimbangan menurut Mulyani Sumantri ( 2001) diantaranya ialah pengaturan pendidik dan peserta didik, struktur peristiwa pembelajaran, peranan peserta didik dan pendidik, proses pengolahan pesan,  tujuan pembelajaran. Berikut penulis uraikan secara pokok dasar pertimbangan tersebut.

    a. Pengaturan pendidik dan peserta didik

    Apakah pendidik yang menyampaikan dan mengorganisasi pembelajaran itu adalah guru kelas atau guru bidang studi, apakah pendidik tersebut merupakan guru tim atau perorangan. Apakah hubungan pendidik-peserta didik terjadi secara tatap muka atau dengan perantara media. Apakah sistem belajarnya secara klasikal, kelompok atau perorangan. Itu semuanya akan menentukan termasuk jenis kelompok model mana suatu model pembelajaran atau bahkan dapat menentukan jenis model pembelajaran yang mana yang akan dipergunakan atau dilaksanakan.

    b. Struktur peristiwa pembelajaran

    Struktur peristiwa pembelajaran dapat terjadi secara tertutup dan/atau terbuka. Peristiwa pembelajaran yang tertutup desainnya telah ditentukan dan digariskan secara baku dan guru tidak mau menyimpang dari rencana. Sedangkan struktur peristiwa pembelajaran yang bersifat terbuka, maka tujuan khususnya, materinya, serta prosedur yang ditempuh untuk mencapainya ditentukan pada waktu kegiatan pembelajaran berlangsung. Terbuka dan tertutupnya struktur pembelajaran akan menentukan penggunaan suatu model pembelajaran.

    c. Peranan peserta didik dan pendidik dalam mengolah pesan

    Pesan atau isi pembelajaran yang akan disampaikan dan/atau diterapkan pendidik kepada peserta didiknya, dapat diolah secara tuntas oleh pendidik itu sendiri sebelum pembelajaran atau akan dicari bersama-sama dengan peserta didik ketika pembelajaran berlangsung. Pesan atau isi pembelajaran yang diolah tuntas oleh pendidik bersifat ekspositorik, biasanya digunakan metode ceramah. Sedangkan pesan atau isi pembelajaran yang dikompromikan dengan peserta didik disebut pesan heuristik atau hipotetik yang biasanya digunakan metode discovery dan inquiry.

    d. Proses pengolahan pesan/isi pembelajaran

    Proses pengolahan pesan/isi pembelajaran, dapat bertolak dari contoh-contoh sampai kepada kesimpulan, atau dapat pula bertolak dari gambaran umum yang kemudian sampai kepada contoh-contoh. Pengolahan  dari contoh yang bersifat kongkrit kepada penemuan/kesimpulan atau bergerak dari cara berpikir khusus ke umum, strategi pembelajaran ini dinamakan strategi pembelajaran dengan induktif, atau dapat juga yang bersifat sebaliknya yakni deduktif.

    e. Tujuan-tujuan pembelajaran

    Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah bersifat intelektual strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik, sikap dan nilai, atau gabungan dari semuanya. Gambaran tujuan ini akan menentukan model pembelajaran apa yang sesuai, serta menentukan juga berada pada kelompokmodel pembelajaran apa sebuah model pembelajaran yang digunakan tersebut.

    C. Model-model Pembelajaran  

    Dalam rangka pengenalan dan pemanfaatan model pembelajaran ini, Bruce Joyce dan Marsha Weil (1986) telah menyajikan berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan. Walaupun judul bukunya adalah “Model of Teaching” ternyata isi dari uraiannya secara pokok bukan semata-mata membahas kegiatan pendidik mengajar,  tetapi justru lebih menitikberatkan pada ativitas pembelajaran terdidik. Sehingga penulis menyesuaikan istilahnya menjadi model pembelajaran, hal ini agar arah proses aktivitas terlihat jelas berfokus terhadap peserta didik sebagai peserta didik sesuai dengan arah kebijakan pendidikan jaman sekarang.

    Hasil kajian terhadap berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan di bidangnya, maka Joyce dan Weil (1986)  mengelompokkan model-model pembelajaran tersebut ke dalam empat kelompok model, yaitu 1) kelompok model pengolahan informasi,  2) kelompok model personal,  3) kelompok model sosial, dan    4) kelompok model sistem prilaku. Berikut akan penulis jelaskan secara ringkas masing-masing kelompok model tersebut.

    a. Kelompok Model Pengolahan Informasi (The Information Processing Family)

    Model pembelajaran kelompok ini berorientasi kepada kecakapan terdidik dalam memproses informasi dan cara-cara mereka dapat memperbaiki kecakapan untuk menguasai informasi. Ali, M. (2007) menyatakan bahwa model ini berdasarkan pada teori belajar kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan peserta didik dalam memproses informasi untuk memperbaiki kemampuannya.  Pemprosesan informasi mengacu kepada cara orang menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah, serta menggunakan lambang verbal dan non verbal. Teori pemrosesan informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu. Perekembangan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran, di mana dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal dan kondisi eksternal individu dan interaksi antar keduanya sehingga menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemprosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities), yakni :(1) informasi verbal,  (2) kecakapan intelektual,  (3) strategi kognitif,  (4) sikap,  dan (5) kecakapan motorik.

    Beberapa model ini menekankan pada asfek kecakapan terdidik untuk memecahkan masalah dan asfek berpikir yang berproduktif, sedangkan beberapa yang lainnya lebih menekankan kecakapan intelektual umum. Secara umum banyak dari model pengolahan informasi ini yang dapat diterapkan kepada sasaran terdidik dari berbagai usia. Tugas guru dalam penerapan model ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan terdidik dalam memproses informasi. Guru yang menganut model ini juga akan menaruh perhatian pada pengembangan kecakapan murid untuk mengatasi persoalan dan menggunakan pendekatan problem solving sebagai strategi mengajar (Mulyani Sumantri, 2001).

    Model-model pembelajaran yang tergolong kepada kelompok ini ialah model Pencapaian Konsep (Concept Attainment), model Berpikir Induktif (Inductive Thinking), model Latihan Penelitian (Inquiry Training), model Pemandu awal (Advance Organizer), model Memorisasi (Memorization), model Pengembangan Intelek (Developing Intellect), dan model Penelitian Ilmiah (Scientific Inquiry). Berikut penulis berikan sebuah contoh gambaran dari model pembelajaran tersebut. Gambaran model pembelajaran dari kelompok pengolahan informasi ini, secara garis besar tujuan dan tokohnya untuk tiap model  tergambar dalam tabel 1. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh.Surya (2004).

    Tabel I. Kelompok Model Pemrosesa Informasi

    ModelTokohTujuan
    Model Penemuan KonsepJerome BrunnerDirancang terutama untuk mengembangkan penalaran induktif, tetapi untuk perkembangan dan analisis konsep.
    Model Berfikir InduktifHilda Taba (1966)Dirancang untuk pengembangan proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori.
    Model Latihan InquiryRichard SuchmanDirancang untuk membelajarkan murid dalam menghadapi penalaran kausal, dan untuk lebih pasih dan tepat dalam mengajukan pertanyaan, membentuk konsep dan hipotesis. Model ini pad mulanya digunakan dalan Sains, tetapi kemampuan-kemampuan ini berguna untuk tujuan-tujuan pribadi dan sosial.
    Inquiry IlmiahJoseph J. SchwabDirancang untuk pembelajaran sistem penelitian dari suatu disiplin, tetapi juga diharapkan untuk memiliki efek dalam kawasan lain (metode-metode sosial mungkin diajarkan dalam upaya meningkatkan pemahaman sosial dan pemecahan sosial).
    Pengembangan IntelekJean PiagetIrving SigelEdmund Sulivand,dkkDirancang untuk meningkatkan perkembangan intelektual, terutama penalaran logis, tetapi dapat diterapkan pada perkembangan sosial.
    Model Penata LanjutanDavid AusubelDirancang untuk meningkatkan efisiensi kemampuan pemrosesan informasi untuk menyerap dan mengaitkan bidang-bidang pengetahuan.
    Model MemorisasiHarry LorayneJerry LucasDirancang untuk meningkatkan kemampuan pengingatan peserta didik

    b Kelompok Model Personal (The Personal Family)

    Model pembelajaran kelompok personal ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap pengembangan diri individu. Serta dapat dikatakan bahwa model ini juga beranjak dari pandangan kedirian atau “selfhood”  dari individu. Tokoh Humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R.Rogers, C. Buhler dan Arthur Comb. Menurut teori ini guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual. Proses pembelajaran sengaja diupayakan untuk memungkinkan dapat memahami diri sendiri dengan baik, memikul tanggung jawab untuk pembelajaran, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Kelompok ini menekankan proses di mana individu membentuk dan menata realitas keunikannya. Perhatian banyak diberikan kepada kehidupan emosional. Melakukan pembelajaran ini lebih banyak memusatkan pada upaya membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan yang produktif dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap, sehinggamampu memperkayahubungan antara pribadi dan lebih mampu dalam pemprosesan informasinya secara lebih efektif.

    Model-model penbelajaran yang tergolong dalam kelompok ini beserta tokohnya dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini yang diadaptasi dari Moh. Surya (2004).

    Tabel II. Kelompok Model Personal

    ModelTokohTujuan
    Model Pengajaran Non DirektifCarl RogersMemberi tekanan pada pembentukan kemampuan dalam perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian dan mengenai konsep diri.
    Latihan KesadaranFritz PerlsWilliam ScuhtzMeningkatkan kemampuan individu peserta didik untuk mengeksplorasi diri dan kesadaran diri. Banyak menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antar pribadi.
    SinektikWilliam GordonModel ini menekankan pada perkembangan pribadi dalam kreatifitas dan pemecahan masalah kreatif.
    Sistem-sistem KonseptualDavid HuntDirancang untuk meningkatkan kekomplekskan dan keluwesan pribadi
    Pertemuan KelasWilliam GlasserModel ini menekankan pada perkembangan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan kelompok sosial.

    c. Kelompok Model Sosial (The Social Family)

    Kelompok model pembelajaran ini didasari oleh teori belajar Gestalt (Field-theory) yang menitik beratkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Teori ini dirintis oleh Max Wertheimer (1912) bersama dengan Kurt Koffka dan W. Kohler yang berpandangan bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Sehingga implikasi dari teori ini bahwa pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-bagian. Model ini juga berlandaskan pemikiran bahwa kerja sama merupakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat yang sangat penting. Kelompok model ini menekankan pada hubungan individu dengan orang lain atau masyarakat. Kelompok ini memusatkan pada proses di mana kenyataan ditawarkan secara sosial. Sebagai konsekuensinya, model –model yang berorientasi sosial tersebut di atas, memberikan prioritas untuk memperbaiki kecakapan individu untuk berhubungan dengan orang lain, untuk bertindak dalam proses yang demokratis, dan untuk bekerja secara produktif dalam masyarakat. Meskipun kelompok model ini lebih menekankan hubungan sosial dibandingkan dengan asfek lainnya, para tokoh dalam kelompok ini juga menekankan pada perkembangan kesadaran study yang bersifat akademik. Model-model pembelajaran yang tergolong kelompok ini beserta tokohnya tergambar pada tabel 3. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).

    Tabel III. Kelompok Model Interkasi Sosial

    ModelTokohTujuan
    Investigasi KelompokHerbert TelenJohn DeweyPerkembangan keterampilan untuk partisipasi dalam proses sosial yang demokratis melalui penekanan yang dikombinasikan pada keterampilan antar pribadi (kelompok) dan ketrampilan-keterampilan penentuan akademik. Asfek perkembangan pribadi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam model ini.
    Inquiry SosialByron MassialesBenjamin CoxModel ini menekankan pada pemecahan masalah sosial, terutama melalui penemuan, sosial, dan penalaran logis.
    Latihan LaboratorisBethel MaineModel ini menekankan pada perkembangan keterampilan antar pribadi dan kelompok melalui kesadaran dan keluwesan pribadi.
    Penelitian YurisprudensialDonald OleverJames P. ShaverModel ini dirancang untuk pembelajaran kerangka acuan jurisprudensial sebagai cara berpikir dan penyelesaian isu-isu sosial.
    Bermain PeranFainie ShafelGeorge FhafelModelpembelajaran ini dirancang untukmempengaruhi peserta didik agar menemukan nilai-nilai pribadi dan sosial. Prilaku dan nilai-nilainya diharapkan peserta didik menjadi sumber peneluan berikutnya.
    Simulasi SosialSarene BookockHaroldModel ini dirancang untuk membantu peserta didik agar mengalami bermacam0macam proses dan kenyataan sosial, dan untuk menguji reaksi peserta didik serta untuk memperoleh konsep keterampilan perbuatan dan keputusan.

    d. Kelompok Model Sistem Prilaku (The Behavioral System Family)

    Dasar teoritik dari kelompok model pembelajaran ini ialah teori-teori belajar Behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini dikenal juga sebagai model modifikasi prilaku atau “Behavioral Modifications” . Semua model pembelajaran ini bersumber dari kerangka teori behavioral. Istilah-istolah lain yang sejenis dan dipergunakan adalah teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi prilaku, dan terafi prilaku. Kelompok model ini lebih menekankan pada asfek perubahan prilaku psikologis dan prilaku yang tidak ddapat diamati. Model-model prilaku mempunyai penerapan yang cukup luas dan diarahkan kepada bermacam-macam tujuan pendidikan, latihan prilaku antar pribadi, dan terapi. Berdasarkan pada pengendalian stimulus dan penguatan, model-model behavior (prilaku) dan kondisi-kondisi antara, baik secara idividual maupun secara kelompok, telah banyak penelitian yang dilakuan untuk mengkaji model-model ini.

    Salah satu dari karakteristik umum pada model pembelajaran prilaku, adalah dalam prihal penjabaran yang harus dipelajari peserta didik, yaitu penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari menjadi serangkaian prilaku dalam bentuk yang lebih kecil dan berurutan. Pada umumnya, pengendalian prilaku terletak pada pihak guru/pendidik, meskipun peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengendalikan prilakunya. Model-model pembelajaran beserta tokohnya tergambar pada tabel 4. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).

    Tabel IV. Kelompok Model Behavioral

    ModelTokohTujuan
    Managemen KontingensiB.F. Skinner (1953)Model pembelajaran ini menekankan pada kemampuan memahami fakta-fakta, konsep, dan keterampilan.
    Kontrol diriB.F. Skinner (1953)Model pembelajaran ini menekankan pada pengendalian prilaku dan keterampilan sosial dalam mengontrol dirinya.
    Relaksasi (Santai)Rimm & Masters wolfeModel pembelajaran ini menekankan pada tujuan pribadi (mengurangi ketegangan dan kecemasan).
    Pengurangan KeteganganRimm & Masters wolfeModel pembelajaran ini menitik beratkan pada pengalihan pada kesantaian dari kecemasan dalam situasi sosial
    Latihan Asertif DesensitasWolfe, Lazarus, Salter WolfePembelajaran ini berorientasi pada ekspresi perasaan secara langsung dan spontan dalan situasi sosial.
    Latihan LangsungGagne,Smith dan SmithPembelajaran ini menekankan pada pola-pola prilaku dan  keterampilan pada diri peserta didik.

    D.  Karakteristik Umum Model Pembelajaran

    Sebagaimana penjelasan yang dikemukakan oleh Joyce dan Weill (1986), bahwa setiap model pembelajaran memiliki karakteristik umum masing-masing, yang dibedakan menurut unsur-unsur, yakni sebagai berikut :

    1. Sintakmatik,
    2. Sistem Sosial dan Prinsip Reaksi,
    3. Sistem Pendukung,
    4. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring.

    Sintakmatik ialah tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran menurut model tertentu. Sistem sosial yang dimaksudkan ialah siatuasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Prinsip reaksi ialah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana guru seharusnya melihat dan memperlakukan para pelajar termasuk bagaimana seharusnya memberi respon kepada mereka. Yang dimaksud dengan sistem pendukung ialah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan suatu model pembelajaran tertentu. Sedangkan dampak instruksional ialah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para peserta didik pada tujuan yang diharapkan. Adapun dampak pengiringnya ialah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana pembelajaran yang dialami langsung oleh peserta didik tanpa adanya arahan langsung dari guru.

    Untuk mendapatkan gambaran perihal karakteristik umum model-model pembelajaran ini, penulis kemukakan beberapa contoh model pembelajaran beserta karakteristik umum menurut usur-unsurnya yang penulis anggap dapat diterapkan di lingkungan pendidikan dasar.

    (a).  Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment)

    Model pembelajaran Pencapaian Konsep ini mulai dikembangkan oleh Jerome Bruner et.al. (1967), di mana model ini dilandasi oleh asumsi bahwa lingkungan ini banyak ragam dan isinya, kita sebagai manusia mampu membedakan objek dengan asfek-asfeknya atau menentukan kategori dan membentuk konsep-konsep. Dengan kategori ini, kita memungkinkan dapat mengelompokkan objek-objek dengan berdasarkan karakteristik umum. Dengan terlebih dulu memahami konsep, kita dapat mengantisipasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan selanjutnya. Peoses berpikir ini oleh Bruner dkk. disebut dengan kategorisasi. Menurut Bruner, kegiatan kategorisasi mempunyai dua komponen, yaitu kegiatan pembentukan konsep dan kegiatan pencapaian konsep. Dalam pencapaian konsep, konsepnya sudah ada, sedangkan dalam pembentukkan konsep ialah merupakan kegiatan pembentukan kategori-kategori yang baru.

    Pengajaran konsep ini, akan  memberikan kesempatan untuk menganalisis proses berpikir peserta didik  dan membantu mereka untuk mengembangkan strategi yang lebih efektif. model ini akan melibatkan berbagai tingkat partisipasi dan kontrol peserta didik. Pendidik melakukan pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi dialog bebas.

    Dalam pembelajaran pencapaian konsep, sebaiknya ada persyaratan yang perlu diperhatikan dalam prosesnya, yaitu tersedianya instansi-instansi atau contoh-contoh yang menunjukkan kesamaan-kesamaan dalam beberapa hal dan perbedaan-perbedaannya. Peserta didik yang berhadapan dengan contoh-contoh tersebut harus menemukan sendiri atau diberitahukan oleh guru mengenai setiap unsur dari contoh itu. Peserta didik menemukan atau merumuskan kembali hipotesis tentang konsep itu. Setiap contoh akan menunjukkan atau menyajikan informasi tentang karakteristik dan nilai atribut dari konsep tersebut.

    Selanjutnya Joyce (dalam Saripudin, 1989) menjelaskan bahwa dalam prosesnya, model pembelajaran pencapaian konsep ini memiliki sintakmatik dengan tiga fase kegiatan, yaitu sebagai berikut di bawah ini.

    1.      Fase penyajian data dan identifikasi konsep

    –      Pendidik menyajikan contoh yang sudah diberi label;

    –      Peserta didik membandingkan ciri-ciri dalam contoh positif dan contoh negatif;

    –      Peserta didik membuat definisi tentang konsep atas dasar ciri-ciri utama/esensial;

    2.      Fase mengetes pencapaian konsep

    –      Peserta didik mengidentifikasi tambahan contoh yang baik diberi label dengan menyatakan ya atau bukan;

    –      Pendidik menegaskan sifat, nama konsep, dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri yang esensial.

    3.      Fase menganalisis strategi berpikir

    –      Peserta didik mengungkapkan pemikirannya;

    –      Peserta didik mendiskusikan sifat dan ciri-ciri konsep;

            Untuk kepentingan praktis pembelajaran, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional sebagai berikut (Tabel  5).

    Tabel  5

    MODEL PENCAPAIAN KONSEP

    LANGKAH POKOKKEGIATAN GURUKEGIATAN PESERTA DIDIK
    Penyajian DataPengetesan Pencapaian KonsepAnalisis Strategi Berfikir–      Sajikan contoh berlabel-       Minta dugaan-       Minta definisi-       Minta contoh lain-       Minta nama konsep-       Tanya mengapa-       Tanya Bagaimana-       Bimbing diskusi–     Membandingkan contoh positip dan negatif-     Ajukan dugaan-     Berikan definisi-     Cari contoh lain-     Beri nama konsep-     Cari contoh lain lagi-     Ungkapkan pikiran-     Diskusikan aneka pikiran

    Catatan :

    Diadaptasi dari  (Bruner dkk : 1967)

                Menyimak tabel tersebut, tergambar secara jelas bagaimana kegiatan guru dan kegiataan peserta didik dalam proses pembelajaran. Serta terlihat juga urutan pencapaian suatu pemahaman dari sebuah konsep melalui pembelajaran yang dilakukan.

                Sistem sosial dari model pembelajaran ini, ditandai dengan guru melakukan pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas. Dalam setiap fase, interaksi peserta didik diarahkan secara intensif oleh guru. Dalam pengorganisasian kegiatan pembelajaran ini diharapkan peserta didik akan berinisiatif untuk melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri pada setiap proses pembelajaran. Dalam proses interaksi pembelajaran ini, hendaknya berdasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan, yaitu sebagai berikut.

    –          Berikan dukungan dengan menitik beratkan pada sifat konsep dari diskusi-diskusi yang berlangsung.

    –          Berikan bantuan kepada peserta didik dalam mempertimbangkan sifat-sifat dan type dari konsep yang dipelajarinya.

    –          Pusatkan perhatian para peserta didik terhadap contoh-contoh konsepnya yang lebih spesifik

    –          Bantulah peserta didik dalam mendiskusikan dan menilai strategi berfikir yang mereka gunakan dalam pembelajaran.

                Sistem Pendukung  dalam model pembelajaran ini berupa sarana pendukung yang diperlukan berupa bahan-bahan dan data yang terpilih serta terorganisasi dalam bentuk unit-unit yang memiliki fungsi memberikan contoh-contoh dan menjelaskan konsep. Bila para peserta didik sudah dapat berfikir kompleks, mereka akan dapat bertukar pikiran dan bekerja sama dalam membuat unit-unit data atau memberikan contoh-contoh lainnya

                Penggunaan model pencapaian konsep ini menurut Joyce dan Weil (1986) akan menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring yang penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini. 

     Gambar 1. Dampak Instruksional dan Pengiring

    Model Pencapaian Konsep (Joyce and Weil : 1986 : 39)

                  Berdasarkan gambar tersebut, model pencapaian konsep akan berdampak instruksional, yakni mencapai tujuan pemahaman pada hakikat konsep, strategi pembentukan konsep, konsep spesifik, dan keterampilan penalaran induktif. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai juga dampak pengiring, yakni peserta didik akan menyadari akan pilihan konsep, akan bersikap toleran pada ketidaktentuan, serta peserta didik akan peka terhadap penalaran secara logis dalam komunikasinya sehari-hari.

    (b).  Model Pembelajaran Pertemuan Kelas

                 Model pertemuan kelas ini dikembangkan dengan maksud untuk mengembangkan kepedulian kelompok sosial, disiplin diri dan komitmen prilaku. Pertemuan dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam suasana yang menyenangkan dan tidak terbatas, tidak terikat dengan berbagai diskusi masalah-masalah perilaku, masalah pribadi dan akademik atau berbagai isu kurikulum.

                Menurut Glasser dalam Joyce dan Weil (1986) model ini bertolak dari pemikiran bahwa pada umumnya masalah-masalah kemanusiaan merupakan kegagalan dari fungsi sosial dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk mencintai dan dihargai. Kedua kebutuhan ini berakar pada hubungan antar manusia sesuai dengannorma kehidupan kelompok. Di dalam kelas, rasa cinta tercermin dalam bentuk tanggung jawab sosial untuk saling membantu dan saling memperhatikan satu sama lainnya. Diyakini bahwa sekolah telah gagal bukan di dalam menampilkan profil akademis, tetapi di dalam memperkuat hubungan yang penuh kehangatan, konstruktif, untuk mencapai keberhasilan. Rasa dicintai dan mencintai bagi sebagian besar manusia akan melahirkan rasa memiliki harga diri.

                Model pembelajaran ini dalam pelaksanaannya menurut Joyce dan Weil (1986) memiliki sintakmatik dengan enam tahap kegiatan pembelajaran, yaitu sebagai berikut di bawah ini.

    Tahap Pertama :  Membangun iklim keterlibatan

    1.      Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi,  dan berbicara;

    2.      Berbagai pendapat tanpa saling menyalahkan atau menilai.

    Tahap Kedua :  Menyajikan masalah untuk didiskusikan

    1.      Peserta didik dan guru membawa isu atau masalah;

    2.      Memaparkan masalah secara utuh;

    3.      Mengidentifikasi akibat yang mungkin timbul;

    4.      Mengidentifikasi norma sosial.

    Tahap Ketiga : Membuat keputusan nilai personal

    1.      Mengidentifikasi nilai yang ada di balik masalah prilakudan norma sosial;

    2.      Peserta didik membuat kajian personal tentang norma yang harus diikuti.

    Tahap Keempat : Mengidentifikasi pilihan tindakan

    1.      Peserta didik mendiskusikan berbagai pilihan atau alterbatif prilaku;

    2.      Peserta didik bersepakat tentang pilihan yang ditentukannya itu.

    Tahap Kelima : Membuat komentar

             Peserta didik membuat komentar atau tanggapan secara umum tentang prilaku pilihan

    Tahap Keenam :  Tindak lanjut prilaku

             Peserta didik menguji efektifitas dari komitmen dan prilaku bari itu, setelah periode tertentu.

            Untuk kepentingan praktis pembelajaran di kelas, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional pembelajaran sebagai berikut (Tabel  6).

    Tabel  6

    MODEL PERTEMUAN KELAS

    LANGKAH POKOKKEGIATAN GURUKEGIATAN PESERTA DIDIK
    Menciptakan SuasanaMenyajikan masalahMembuat keputusan nilai personalMengidentifikasi pilihan tindakanMemberi komentarMenetapkan tindak lanjut–       Ciptakan situasi yang kondusif-       Pancing munculnya masalah-       Paparkan konteks masalah-       Identifikasi nilai di balik masalah-       Pancing munculnya alternatif tindakan-       Pancing komentar peserta didik-       Kaji komitmen peserta didik pada prilaku baru–     Melibatkan diri dalam situasi-     Kemukakan masalah-     Paparkan konteks masalah-     Buat keputusan nilai terkait masalah-     Pilih alternatif tindakan terbaik-     Beri komentar umum-     Tunjukkan komitmen terhadap prilaku

    Catatan :

    Diadaptasi dari  (Glasser dalam Joyce & Weil : 1986)

                Menyimak tabel tersebut, tergambar secara jelas bagaimana kegiatan guru dan kegiataan peserta didik dalam proses pembelajaran. Serta terlihat juga urutan pencapaian suatu pemahaman sebuah nilai dari perilaku untuk disepakati dan dilakukan dalam kehidupan sosial di kelasnya melalui pembelajaran yang dilakukan. Serta belajar bagaimana melakukan dan mentaati komitmen yang telah disepakati tersebut.

                Sistem Sosial dari model pembelajaran ini diorganisasikan secara terstruktur sedang, kepemimpinan dan tanggung jawab untuk membimbing interaksi terletak di tangan guru. Walaupun demikian diharapkan pula peserta didik dapat mengambil inisiatif dalam memilih topik diskusi setelah mengalami beberapa aktivitas. Meskipun tanggung jawab ada pada guru, tetapi keputusan moral terletak pada diri peserta didik.  Adapun prinsip yang perlu dipegang dalam pelaksanaan model pembelajaran ini ialah : 1) Melibatkan peserta didik dengan menumbuhkan suasana yang hangat, personal, menarik, dan hubungan yang peka dengan peserta didik;  2) Dengan sikap tidak menentukan, guru harus menerima tanggung jawab untuk mendiagnosis prilaku belajar;  3) Kelas sebagai satu kesatuan memilih dan mengikuti alternatif prilaku yang ada.

                Sistem Pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model ini ialah guru yang memiliki kepribadian yang hangat dan terampil dalam mengelola hubungan interpersonal dan diskusi kelompok. Ia juga harus mampu untuk menciptakan iklim kelas yang teerbuka dan tidak bersifat defensif atau selalu bertahan diri, dan pada saat bersamaan ia mampu membimbing kelompok menuju penilaian prilaku dan komitmen.

                Penggunaan model peserta didikan ini menurut Joyce dan Weil (1986) akan menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring yang penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini. 

    Gambar 2. Dampak Instruksional dan Pengiring

    Model Pencapaian Konsep (Joyce and Weil : 1986 : 213)

                  Berdasarkan gambar tersebut, model pertemuan kelas akan berdampak instruksional, yakni mencapai tujuan dan evaluasi  serta membentuk kemandirian dan pengarahan diri. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai juga dampak pengiring, yakni peserta didik akan menyadari dan menampakkan sikap keterbukaan dan mendahulukan keutuhan kelas.

    (c).  Model Pembelajaran Investigasi Kelompok

                Model pembelajaran ini berpangkal tolak dari pemikiran John Dewey (1916) yang menyatakan bahwa keseluruhan kehidupan sekolah harus ditata  sebagai bentuk kecil atau miniatur kehidupan demokrasi. Untuk hal tersebut peserta didik seharusnya memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan sistem sosialdalam rangka memperbaiki kehidupan masyarakat. Dalam kerangka itu, menurut Joyce dan Weil (1986) suasana kelas merupakan analogi dari kehidupan masyarakat yang di dalamnya memiliki tata tertib dan budaya kelas. Peserta didik senantiasa memperhatikan kehidupan yang berkembang di sana yaitu mengenai ketentuan dan harapan yang ditanamkan di kelasnya. Oleh karena itu guru sebaiknya berupaya untuk menciptakan suasana yang memungkinkan tumbuhnya kehidupan kelas seperti itu.

                Model pembelajaran investigasi kelompok ini mengambil model yang berlaku dalam masyarakat, terutama cara anggota masyarakat melakukan proses mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan sosial. Melalui kesepakatan inilah peserta didik mempelajari pengetahuan akademis dan mereka melibatkan diri dalam pemecahan masalah sosial dengan tiga konsep utama yaitu penelitian, pengetahuan, dan dinamika belajar kelompok. Adapun sintakmatik atau langkah pembelajarannya model ini memiliki enam tahap, yaitu :

    • Tahap Pertama : Peserta didik berhadapan dengan situasi yang problematis.
    • Tahap Kedua  : Peserta didik melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematis tersebut.
    • Tahap Ketiga : Peserta didik merumuskan tugas-tugas belajar (learning taks) dan kemudian mengorganisasikannya untuk membangun suatu proses penelitian.
    • Tahap Keempat :  Peserta didik melakukan kegiatan belajar individu dan kelompok.
    • Tahap Kelima :  Peserta didik menganalisis kemajuan dan proses yang dilakukan dalam proses penelitian kelompok itu.
    • Tahap Keenam :  Melakukan proses pengulangan kegiatan (recycle activities)

            Untuk kepentingan praktis pembelajaran di kelas, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional pembelajaran sebagai berikut (Tabel  7).

    Tabel  7

    MODEL INVESTIGASI KELOMPOK

    LANGKAH POKOKKEGIATAN GURUKEGIATAN PESERTA DIDIK
    Situasi BermasalahEksplorasiPerumusan Tugas BelajarKegiatan BelajarAnalisis KemajuanDaur Ulang–       Sajikan situasi bermasalah-       Bimbing proses eksplorasi-       Pacu diskusi kelompok-       Pantau kegiatan belajar-       Cek kemajuan belajar kelompok-       Dorong tindak lanjut–     Amati situasi bermasalah-     Jelajahi permasalahan-     Temukan kunci permasalahan-     Rumuskan apa yang harus dilakukan-     Atur pembagian tugas dalam kelompok-     Belajar individual dan kelompok-     Cek tugas yang harus dikerjakan-     Cek proses dan hasil penelitian kelompok-     Lakukan tindak lanjut

    Catatan :

    Diadaptasi dari  (Joyce & Weil : 1986)

                Sistem sosial  yang berlangsung dalam model ini bersifat demokratis yang ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan dalam  konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan pembelajaran. Kegiatan kelompok dilakukan dengan arahan minimal dari guru, sehingga suasana kelas akan tidak begitu terstruktur. Iklim kelas ditandai oleh proses interaksi yang bersifat kesepakatan atau kensensus.

                Sistem pendukung  berupa sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan peserta didik dalam rangka memecahkan permasalahan. Sebaiknya tersedia perpustakaan yang cukup menyediakan sumber informasi yang diperlukan peserta didik.

                Penggunaan model pembelajaran ini menurut Joyce dan Weil (1986) akan menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring yang penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini.

    Gambar 3.Dampak Instruksional dan Pengiring

    Model Investigasi Kelompok (Joyce and Weil : 1986 : 237)

                  Berdasarkan gambar tersebut, model investigasi kelompok ini akan berdampak instruksional, yakni mencapai tujuan membangun pengetahuan pada diri peserta didik, melatih disiplin dalam penelitian, serta belajar hidup berkelompok. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai juga dampak pengiring, yakni peserta didik akan menyadari akan keterikatan hidup dengan orang lain, menghormati sesama, perlunya komitmenhidup dalam kelompok, serta merasa bebas sebagai peserta didik.

  • Makalah Pengaruh Keharmonisan Keluarga terhadap Perilaku Kenakalan Remaja

    Pengaruh Keharmonisan Keluarga terhadap Perilaku Kenakalan Remaja

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu.

    Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja.

    Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang. Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada, perilaku menyimpang yang disengaja, bukan karena pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, padahal ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Soekanto (1988:45) mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.

    Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, membawa senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa.

    Hampir setiap hari kasus kenakalan remaja selalu kita temukan di media massa, dimana sering terjadi di Kota-kota besar, salah satu wujud dari kenakalan remaja adalah tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Data di Kecamatan Kwandang tahun 2006 tercatat 27 kasus perkelahian antara remaja. Tahun 2007 meningkat menjadi 13 kasus dengan melukai 4 pelajar, tahun 2008 terdapat 34 kasus kenakalan remaja. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari beberapa kasus pencurian selama dua tahun terakhir, 16 % di antaranya dilakukan oleh remaja, selain itu diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar.

    Banyak penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan di sekitarnya. Anak yang mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah, biasanya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis, menghargai pendapat anak dan hangat. Hal ini disebabkan karena anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena semakin sedikit masalah antara orangtua, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya jika anak mempersepsi keluarganya berantakan atau kurang harmonis maka ia akan terbebani dengan masalah yang sedang dihadapi oleh orangtuanya tersebut. Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada remaja adalah konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri, sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan.

    Masa remaja merupakan saat individu mengalami kesadaran akan dirinya tentang bagaiman pendapat orang lain tentang dirinya. Pada masa tersebut kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja tidak hanya mampu membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam pikirannya, namun remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang lain tentang tentang dirinya (Pratidarmanastiti, 1991 : 182). Oleh karena itu tanggapan dan penilaian orang lain tentang diri individu akan dapat berpengaruh pada bagaimana individu menilai dirinya sendiri. Remaja nakal biasanya mempunyai sifat memberontak, ambivalen terhadap otoritas, mendendam, curiga, implusif dan menunjukan kontrol batin yang kurang. Sifat–sifat tersebut mendukung perkembangan konsep diri yang negatif. Remaja yang didefinisikan sebagai anak nakal biasanya mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan anak yang tidak bermasalah. Dengan demikian remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis dan memiliki konsep diri negatif kemungkinan memiliki kecenderungan yang lebih besar menjadi remaja nakal dibandingkan remaja yang dibesarkan dalam keluarga harmonis dan memiliki konsep diri positif.

    Mencermati uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini dalam suatu penyusunan karya ilmiah ini dengan judul: Pengaruh  Keharmonisan Keluarga terhadap Perilaku Kenakalan Remaja

    1.2  Rumusan Masalah

    Mencermati uraian pada latar belakag maka dapat rumuskan masalah sebagai berikut:

    a.       Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga?

    b.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja?

    c.       Bagaimana hubungan keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja?

    1.3 Tujuan

    a.       Menjelaskan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga?

    b.      AMenjelaskan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja?

    c.       Menjelaskan bagaimana hubungan keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja?

    1.4 Metode Penelitian

    Dalam melakukan penelitian penulis mempergunakan metode kepustakaan atau literatur. Yaitu metode penelitian dengan cara mengumpulkan data yang bersumber dari media buku, Koran, artikel dan situs atau web internet.

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1  Pengertian Remaja

    WHO (dalam Sarwono, 2002:23) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual, ada tiga krieria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

    (a) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

     (b)  Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

    (c) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

    Monks (1999:34) sendiri memberikan batasan usia masa remaja adalah masa diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Senada dengan pendapat Suryabrata (1981: 45) membagi masa remaja menjadi tiga, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun dan masa remaja akhir 18-21 tahun. Berbeda dengan pendapat Hurlock (1999:112) yang membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal 13-16 tahun, sedangkan masa remaja akhir 17-18 tahun.

    Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dalam penelitian ini subjek yang dipakai adalah remaja awal yang masih berusia 13 sampai 20 tahun.

    2.2 Definisi Kenakalan Remaja

    Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkandelinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal.(Kartono, 2003:78).

    Kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk penjara. Sarwono (2002:167) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau hukuman. Kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana. sedangkan Helmi dan Ramdhani  (1992: 12) menyebutkan bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Tambunan  juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal. 

    Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja  adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.

    2.3 Definisi Keharmonisan Keluarga.

    Keluarga merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga di dalam masyarakat yang paling utama bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia (Kartono, 2003:34). Sedangkan menurut Hawari (1997:87) keharmonisan keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing unsur  dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama kita, maka interaksi sosial yang harmonis antar unsur dalam keluarga itu akan dapat diciptakan.

    Dalam kehidupan berkeluarga antara suami istri dituntut adanya hubungan yang baik dalam arti diperlukan suasana yang harmonis yaitu dengan  menciptakan saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga, saling menghargai dan saling memenuhi kebutuhan. Basri (1999:213) menyatakan bahwa setiap orangtua bertanggung jawab juga memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa terciptakan dan terpelihara suatu hubungan antara orangtua dengan anak yang baik, efektif dan menambah kebaikan dan keharmonisan hidup dalam keluarga, sebab telah menjadi bahan kesadaran para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis. Selanjutnya Hurlock (1973) menyatakan bahwa anak yang hubungan perkawinan orangtuanya bahagia akan mempersepsikan rumah mereka sebagai tempat yang membahagiakan untuk hidup karena makin sedikit masalah antar orangtua, semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan sebaliknya hubungan keluarga yang buruk akan berpengaruh kepada seluruh anggota keluarga. Suasana keluarga ynag tercipta adalah tidak menyenangkan, sehingga anak ingin keluar dari rumah sesering mungkin karena secara emosional suasana tersebut akan mempengaruhi masing-masing anggota keluarga untuk bertengkar dengan lainnya.

    Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan persepsi keharmonisan keluarga adalah persepsi terhadap situasi dan kondisi dalam keluarga dimana di dalamnya tercipta kehidupan beragama yang kuat, suasana yang hangat, saling menghargai, saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga dan diwarnai kasih sayang dan rasa saling percaya sehingga memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang.

    BAB III

    PEMBAHASAN

    3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga

    a. Komunikasi interpersonal

    Komunikasi interpersonal merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keharmonisan keluarga, karena komunikasi akan menjadikan seseorang mampu mengemukakan pendapat dan pandangannya, sehingga mudah untuk memahami orang lain dan sebaliknya tanpa adanya komunikasi kemungkinan besar dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman yang memicu terjadinya konflik.

    b. Tingkat ekonomi keluarga.

    Menurut beberapa penelitian, tingkat ekonomi keluarga juga merupakan salah satu faktor yang menentukan keharmonisan keluarga. Jorgensen (dalam Kartono 2003:56) menemukan dalam penelitiannya bahwa semakin tinggi sumber ekonomi keluarga akan mendukung tingginya stabilitas dan kebahagian keluarga, tetapi tidak berarti rendahnya tingkat ekonomi keluarga merupakan indikasi tidak bahagianya keluarga. Tingkat ekonomi hanya berpengaruh trerhadap kebahagian keluarga apabila berada pada taraf yang sangat rendah sehingga kebutuhan dasar saja tidak terpenuhi dan inilah nantinya yang akan menimbulkan konflik dalam keluarga.

    c. Sikap orangtua

    Sikap orangtua juga berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga terutama hubungan orangtua dengan anak-anaknya. Orangtua dengan sikap yang otoriter akan membuat suasana dalam keluarga menjadi tegang dan anak merasa tertekan, anak tidak diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya, semua keputusan ada ditangan orangtuanya sehingga membuat remaja itu merasa tidak mempunyai peran dan merasa kurang dihargai dan kurang kasih sayang serta memandang orangtuanya

    tidak bijaksana. Orangtua yang permisif cenderung mendidik anak terlalu bebas dan tidak terkontrol karena apa yang dilakukan anak tidak pernah mendapat bimbingan dari orangtua. Kedua sikap tersebut cenderung memberikan peluang yang besar untuk menjadikan anak berperilaku menyimpang, sedangkan orangtua yang bersikap demokratis dapat menjadi pendorong perkembangan anak kearah yang lebih positif.

    d. Ukuran keluarga

    Menurut Kartono (2003:67) dengan jumlah anak dalam satu keluarga cara orangtua mengontrol perilaku anak, menetapkan aturan, mengasuh dan perlakuan efektif orangtua terhadap anak. Keluarga yang lebih kecil mempunyai kemungkinan lebih besar untuk memperlakukan anaknya secara demokratis dan lebih baik untuk kelekatan anak dengan orang tua

    3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja

    Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Tambunan mengatakan bahwa   lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :

    a. Identitas

    Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Simanjuntak (1984:237) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja:

    a. terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan

    b. tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja. Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dariremaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif. 

    b. Kontrol diri

    Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Simanjuntak (1984:78) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri  mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

    c. Usia

    Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003:72) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.

    d. Jenis kelamin

    Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003: 81) pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.

    e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

    Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.

    f. Proses keluarga

    Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stressyang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

    g. Pengaruh teman sebaya

    Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Simanjuntak (1984:54) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

    h. Kelas sosial ekonomi

    Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50:1 (Kartono, 2003:56). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk  mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.

    i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

    Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

    Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kenakalan remaja  adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.

    3.3 Hubungan Keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja

    Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.

    Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada, perilaku menyimpang yang disengaja, bukan karena pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, padahal ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.


    Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, membawa senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa.

    Berdasarkan hasil beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi anak. Selain itu suasana keluarga yang meninbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Orangtua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya

    BAB IV

    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja.

    4.2 Saran

    Disarankan kepada orangtua untuk dapat menjaga hubungan yang hangat dalam keluarga dengan cara saling menghargai, pengertian, dan penuh kasih sayang serta tidak bertengkar di depan anak, sehingga dapat dipersepsi anak sebagai keluarga yang harmonis.

    DAFTAR PUSTAKA

    Gunarsa, S. 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Penerbit BPK Gunung Mulia. Jakarta.

    Kartono, K. 2003. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta:Rajawali Perss.

    Asfriyati. (2003). Pengaruh Keluarga Terhadap Kenakalan Anak. Digitized by USU digital library.

    Fiandari & Santi. (2005). Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Sikap Terhadap Seks Pranikah pada Remaja. Jurnal. Yogyakarta: Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta.

    Maria, U. (2007). Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis. Universitas Gadjah Mada.