Blog

  • Tips dan Cara Menghadapi Siswa “Nakal”

    Tips Menghadapi Siswa “Nakal”

    Pendidikan. Sebagai insan yang berada di sebuah lembaga pendidikan, apalagi Sekolah Menegah Kejuruan yang notabene siswanya adalah laki-laki menghadapi siswa “nakal” adalah hal yang biasa. Mulai dari siswa yang sering terlambat atau bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas/ PR, ribut di kelas, jajan saat jam pelajaran, tidak sholat, dan masih banyak contoh “kenakalan” lain yang kerap dilakukan siswa. Hal-hal tersebut memang benar-benar menguji kesabaran kita. Dibutuhkan kesabaran dan keuletan tingkat tinggi.

    Sebenarnya apakah benar ada anak diberi label “nakal”? Penulis sendiri tidak setuju bila ada siswa yang dilabeli “nakal”. Apalagi tidak sedikit guru yang memberi label “nakal” apabila ia merasa tidak sanggup mengendalikan siswanya. Di sisi lain ukuran “nakal” tiap guru berbeda-beda. Sebagian guru akan menganggap siswanya “nakal” bila siswanya tidak mengerjakan PR, guru lain berpendapat siswa yang sering bolos/ tidak masuk sekolah adalah siswa yang “nakal”, sebagian lainnya menganggap siswa yang ribut saat pembelajaran adalah siswa yang “nakal”.

    Menurut saya tidak ada yang namanya siswa “nakal”, yang ada adalah;

    • Siswa yang krisis identitas. Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan siswa terjadi karena siswa gagal mencapai masa integrasi kedua.
    • Siswa yang memiliki kontrol diri yang lemah. Siswa yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku “nakal”. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
    • Siswa yang kurang kasih sayang orang tua. Orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan menyebabkan kurang perhatian kepada anaknya. Tidak mengenalkan dan mengajarkan norma-norma agama kepada anaknya. Akibatnya dia akan sering bolos atau terlambat sekolah. Saat di sekolah ia akan berulah macam-macam untuk mendapat perhatian dari orang lain, termasuk kepada gurunya.
    • Siswa yang kedua orang tuanya tidak harmois atau bahkan bercerai. Suasana di rumah yang tidak nyaman akan menyebabkan anak tidak fokus saat pelajaran. Kedua orang tua yang seharusnya melidungi dan memberi contoh yang baik justru menjadi akar permasalahan anaknya.
    • Siswa yang menjadi “korban” dari saudara atau teman sepermainannya. Tipe anak seperti ini akan melakukan hal yang sama pada anak lainnya karena ia adalah ‘korban’ dan berusaha untuk membalas dendam.
    • Siswa yang mendapat tekanan dari orang tua. Tekanan ini bisa berupa tuntutan orang tua yang terlalu tinggi akan prstasi anaknya di sekolah atau peraturan di rumah yang terlalu ketat/ mengekang. Akibatnya bisa bermacam, siswa bisa pendiam tapi juga bisa “nakal” karena merasa ingin bebas.
    • Siswa yang mengalami kekerasan dalam lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya masalah ekonomi. Siswa yang mengalami kekerasan di rumah, maka saat di sekolah ia akan menunjukkan sikap memberontak kepada gurunya atau bahkan melakukan kekersaan seperti apa yang ia alami.
    • Siswa yang salah bergaul. Lingkungan memang sangat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan sikap siswa. Pergaulan yang kurang tepat atau menyimpang salah bisa menyebabkan perilaku yang menyimpang.
    Itulah beberapa sebab mengapa siswa berperilaku “nakal” saat di sekolah. Saat kita tahu latar belakang masalah perikau murid kita, tentunya kita akan merasa iba dan kasihan. Oleh karena itu mari kita sebagai pendidik mulai untuk menghentikan label negatif kepada siswa.

    Beberapa tips di bawah ini bisa kita coba untuk mengatasi perilaku siswa yang “nakal”, adalah:

    • Berdo’a untuk anak terebut. Ucapkan namanya setiap kita berdo’a. Berharaplah apa yang kita minta akan dikabulkan Allah dan saat kita menghadapinya Allah mengkaruniakan kesabaran pada diri kita. Yakinlah dia akan berubah, karena keyakinan itu adalah doa. Dia pasti berubah, entah itu besok, lusa, atau kapanpun.
    • Carilah info yang lengkap tentang siswa yang dianggap “nakal”. Tujuannya adalah agar kita lebih paham tentang latar belakanngya. Harapanya kita akan lebih bisa bersabar dan pengertian dalam menangani perilakunya.
    • Hentikan ucapan atau label “nakal” pada siswa tersebut. Kita tahu ucapan adalah do’a. jika kita mengucapakan kata nakal, secara tidak langsung kita berdo’a agar dia menjadi nakal. Katakanlah yang baik-baik untuknya, walau bagaimana pun perilaku dan perkataannya.
    • Panggilah dia ke runag BK atau masjid. Ajaklah dia berbicara empat mata dan dari hati ke hati. Tanyakanlah kepada siswa tersebut tentang harapannya, permasalahannya, atau sebab dia berbuat “nakal”. Dengan hal ini kita jadi lebih tahu tentang dirinya dan permasalahan yang sedang ia hadapi. Pada akhirnya, berilah ia solusi, motivasi dan arahan.
    • Latilah dia dengan rasa tanggung jawab. Hal ini bisa dilakukan dengan kita memberikan dia kepercayaan. Contoh: menjadi muadzin, mengumpulkan kas kelas, membantu kita merekap buku tabungan, atau dengan melibatkan dia dalam kegiatan OSIS dan ROIS (meskipun dia bukan penggurus OSIS dan ROIS). Hal ini akan membuat dia merasa dibutuhkan dan diperhatikan. Tujuan akhirnya adalah agar dia tahu mana hak dan kewajibannya/ tanggung jawabnya sebagai siswa.
    • Apabila siswa tersebut berbuat “nakal”. Maka, tergurlah dengan pelan-pelan dan jangan dibentak atau dimarahi. Karena siswa tipe seperti ini tidak akan berubah bila dimarahi. Mereka butuh didekati, diperhatikan, dan diajak berdiskusi, serta berilah mereka motivasi agar bisa berubah menjadi lebih baik. Katakan pada mereka “saya yakin kamu bisa lebih baik lagi dari kamu yang sekarang”. “saya akan merasa bangga bila kamu bisa lebih baik dari kamu yang sekarang”.
    • Apabila siswa tersebut berbuat “nakal”. janganlah diberikan hukuman fisik, seperti push up, set up, atau jalan jongkok. karena, hal ini justru akan menimbulkan rasa dendam dan jiwa melawan/ membangkang pada siswa. Tapi berikanlah dia hukuman seperti sholat dhuaha atau membaca Al-Qur’an.
    • Buatlah perjanjian bila siswa tersebut berbuat “nakal”. Rekamlah dengan HP dan suruhlah dia mengucapkan janji agar tidak mengulangi perbuatannya. Bila dia mengulangi lagi, panggillah siswa tersebut dan putarlah rekamannya.
    • Berilah dia pilihan. Berbuat baik konsekuensinya baik atau berbuat “buruk” konsekuensinya buruk.
    • Bila siswa tersebut berbuat baik. Maka, pujilah dia. Pujian kita akan mebuat dia merasa bahwa usahanya dihargai dan diperhatikan oleh orang lain.
    Itulah sedikit tips dari penulis. Semoga dapat memberikan manfaat. Prinsipnya adalah tidak ada siswa yang “nakal”. Yang ada adalah siswa kurang perhatian dan salah bergaul. Percayalah mereka bisa berubah. Perubahan itu akan bisa terjadi bila dimulai dengan strategi dengan menggunakan pendekatan hati. Bisa melalui tangan kita, atau mungkin tangan orang lain. Semoga bermanfaat dan selamat mencoba.
  • Jenis dan Pengertian Metode Pembelajaran efektif

    Jenis dan Pengertian Metode Pembelajaran efektif

    Pendidikan. Metode PembelajaranBelajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.

    Metode Debat

    Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.

    Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
    Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

    Metode Role Playing

    Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
    Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

    1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
    2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
    3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
    4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

    Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

    Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
    Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

    Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:

    1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
    2. Berpikir dan bertindak kreatif.
    3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
    4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
    5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
    6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
    7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

    Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:

    1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
    2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
    Langkah-langkah:

    1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
    2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
    3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
    4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
    5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

    Kelebihan:

    1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
    2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
    3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
    Kekurangan:
    1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
    2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
    3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

    Cooperative Script

    Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
    Langkah-langkah:

    1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
    2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
    3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
    4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
    5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
    6. Kesimpulan guru.
    7. Penutup.
    Kelebihan:
    • Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
    • Setiap siswa mendapat peran.
    • Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
    Kekurangan:

    • Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
    • Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

    Picture and Picture

    Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
    Langkah-langkah:

    1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
    2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
    3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
    4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
    5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
    6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
    7. Kesimpulan / rangkuman.
    Kebaikan:
    1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
    2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
    Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

    Numbered Heads Together
    Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
    Langkah-langkah:

    1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
    2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
    3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
    4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
    5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
    6. Kesimpulan.
    Kelebihan:
    • Setiap siswa menjadi siap semua.
    • Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
    • Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
    Kelemahan:
    • Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
    • Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

    Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)

    Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:

    a. Seleksi topik
    Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
    b. Merencanakan kerjasama
    Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
    c. Implementasi
    Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
    d. Analisis dan sintesis
    Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
    e. Penyajian hasil akhir
    Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
    f. Evaluasi
    Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

    Metode Jigsaw

    Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.

    Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

    Metode Team Games Tournament (TGT)

    Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

    Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
    1. Penyajian kelas
    Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
    2. Kelompok (team)
    Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
    3. Game
    Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
    4. Turnamen
    Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
    5. Team recognize (penghargaan kelompok)
    Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

    Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)

    Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.

    Langkah-langkah:

    1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
    2. Guru menyajikan pelajaran.
    3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
    4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
    5. Memberi evaluasi.
    6. Penutup.
    Kelebihan:
    1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
    2. Melatih kerjasama dengan baik.
     
    Kekurangan:
    1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
    2. Membedakan siswa.

    Model Examples Non Examples

    Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
    Langkah-langkah:

    1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
    2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
    3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
    4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
    5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
    6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
    7. Kesimpulan.

    Kebaikan:

    1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
    2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
    3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

    Kekurangan:

    1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
    2. Memakan waktu yang lama.

    Model Lesson Study

    Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida. Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
    Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

    1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:

    • Perencanaan.
    • Praktek mengajar.
    • Observasi.
    • Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.

    2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
    3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
    4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
    5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
    6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).

    Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
    – Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
  • Tips Belajar di Rumah Agar Menyenangkan

    Tips belajar di rumah agar menyenangkan

    Pendidikan. Siapa yang tidak akan senang belajar dalam suasana yang menyenangkan hati. Semua siswa akan bersemangat belajar jika suasana belajar sangat kondusif dan menggairahkan. Prestasi belajar akan dapat dicapai dengan memuaskan. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi siswa maupun orang tuanya.

    Rendahnya kemauan belajar di rumah sering berawal dari lingkungan belajar yang tidak kondusif. Suasana di rumah serba bising dan bikin pusing kepala. Di samping itu juga disebabkan sarana dan pendukung untuk belajar kurang memadai. Misalnya, buku sumber belajar, tempat belajar, dan suasana di rumah sangat kurang pencahayaan atau penerangan. Selanjutnya dapat disimak: Cara Belajar yang Baik di Rumah

    tips,cara,belajar,menyenangkan

    Kondisi belajar yang menyenangkan itu tidak datang dengan sendirinya. Siswa perlu kreatif bagaimana untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Coba ikuti tips berikut ini:

    1.Tempat belajar
    Raung belajar yang bersih dan tertata dengan rapi akan membuat pikiran jadi senang dan hati jadi nyaman. Semangat belajar akan timbul. Siswa akan betah membaca buku pelajaran. Pikiran pun mudah menangkap apa yang sudah dibaca dan dipelajari.

    2.Lampu belajar
    Di ruang belajar sebaiknya menggunakan lampu yang tidak terlalu redup atau terlalu terang. Terlalu redup akan menimbulkan rasa malas belajar dan  ngantuk. Namun terlalu terang akan membuat mata cepat lelah. Oleh sebab itu gunakan bola lampu tabung atau lampu LED. Usahakan tidak menggunakan bola lampu pijar.

    3.Alat dan bahan belajar
    Segala keperluan belajar hendaknya dipersiapkan terlebih dulu. Misalnya pena, rol dan buku pelajaran. Kebiasaan mencari buku atau peralatan yang diperlukan dalam belajar sering membuang waktu belajar. Akhirnya konsentrasi terpecah untuk belajar akibat sesuatu yang dicari belum ketemu. Simak juga: Tips Agar Anak Mau Mengerjakan PR

    4.Ruangan belajar
    Ruangan belajar usahakan sesejuk mungkin. Jika cuaca terlalu gerah gunakan kipas angin dengan kecepatan putar sedang. Jika putaran kipas angin terlalu cepat akan menimbulkan bunyi sehingga mengalihkan perhatian dari belajar.

    5.Pendukung belajar
    Pendukung belajar dalam hal ini adalah makanan ringan atau minuman kesukaan. Namun bagi sebagian siswa pendukung belajar seperti ini tidak dibutuhkan. Justru hal ini akan merusak konsentrasi belajarnya.

    Demikianlah 5 tips belajar yang menyenangkan di rumah. Semoga menjadi inspirasi bagi siswa untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar.

  • Peran dan Pentingnya Ahlak yang Baik dalam Kehidupan Sehari-Hari

    Peran dan Pentingnya Ahlak yang Baik dalam Kehidupan Sehari-Hari

    Pendidikan. Akhlak merupakan garis pemisah antara yang berakhlak dengan orang yang tidak berakhlak. Akhlak juga merupakan roh Islam yang mana agama tanpa akhlak samalah seperti jasad yang tidak bernyawa, karena salah satu misi yang dibawa oleh Rasulullah saw ialah membina kembali akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang terdahulu mulai pada jaman penyembahan berhala oleh pengikutnya yang telah menyeleweng.

    Hal ini juga berlaku pada zaman jahilliyyah dimana akhlak manusia telah runtuh,perangai umat yang terdahulu dengan tradisi meminum arak, membuang anak, membunuh, melakukan kezaliman sesuka hati, menindas, suka menjolimi kaum yang rendah martabatnya dan sebagainya. Dengan itu mereka sebenarnya tidak berakhlak dan tidak ada bedanya dengan manusia yang tidak beragama.

    Akhlak juga merupakan nilai yang menjamin keselamatan kita dari siksa api neraka. Islam menganggap mereka yang tidak berakhlak tempatnya di dalam neraka. Umpamanya seseorang itu melakukan maksiat, durhaka kepada kedua orang tuanya, melakukan kezhaliman dan sebagainya, sudah pasti Allah akan menolak mereka untuk dijadikan ahli syurga.

    Selain itu, akhlak juga merupakan ciri-ciri kelebihan di antara manusia karena akhlak merupakan lambang kesempurnaan iman, ketinggian taqwa dan kealiman seseorang manusia yang berakal. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda yang bermaksud : “Orang yang sempurna imannya ialah mereka yang paling baik akhlaknya.” Kekalnya suatu ummah juga karena kokohnya akhlak dan begitulah juga runtuhnya suatu ummah itukarena lemahnya akhlaknya. Hakikat kenyataan di atas dijelaskan dalam kisah-kisah sejarah dan tamadun manusia melalui al-Quran seperti kisah kaum Lut, Samud, kaum nabi Ibrahim, Bani Israel dan lain-lain. Ummah yang berakhlak tinggi dan sentiasa berada di bawah keridhoan dan perlindungan Allah ialah ummah yang seperti pada zaman Rasulullah saw.

    Tidak adanya akhlak yang baik pada diri individu atau masyarakat akan menyebabkan manusia krisis akan nilai diri, keruntuhan rumah tangga, yang tentunya hal seperti ini dapat membawa kehancuran dari suatu negara. Presiden Perancis ketika memerintah Perancis dulu pernah berkata : “Kekalahan Perancis di tangan tantara Jerman disebabkan karena tentaranya runtuh moral dan akhlak” Pencerminan diri seseorang juga sering digambarkan melalui tingkah laku atau akhlak yang ditunjukkan.

    Malahan, akhlak merupakan perhiasan diri bagi seseorang karena orang yang berakhlak jika dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu sangat jauh perbedaannya. Akhlak tidak dapat dibeli atau dinilai dengan suatu mata uang apapun, akhlak merupakan wujud di dalam diri seseorang yang merupakan hasil didikan dari kedua orang tua serta pengaruh dari masyarakat sekeliling mereka. Jika sejak kecil kita kenalkan,didik serta diarahkan pada akhlak yang mulia, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari hingga seterusnya.

    Proses pembentukan sebuah masyarakat adalah sama seperti membina sebuah bangunan. Kalau dalam pembinaan bangunan, asasnya disiapkan terlebih dahulu, begitu juga dengan membentuk masyarakat mesti di mulai dengan pembinaan asasnya terlebih dahulu. Jika kukuh asas yang dibina maka tegaklah masyarakat itu. Jika lemah maka robohlah apa-apa yang telah dibina diatasnya.
    Akhlak tentu amat penting karena merupakan asas yang dilakukan oleh Rasulullah saw ketika memulai pembentukan masyarakat Islam.

    Sheikh Mohamad Abu Zahrah dalam kitabnya Tanzim al-Islam Li al-Mujtama’ menyatakan bahawa budi pekerti atau moral yang mulia adalah satu-satunya asas yang paling kuat untuk melahirkan manusia yang berhati bersih, ikhlas dalam hidup, amanah dalam tugas, cinta kepada kebaikan dan benci kepada kejahatan. Sungguh akhlak itu sangat penting artinya dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat dibayangkan sperti apa jadinya bila suatu masyarakat tidak di bangun dengan asas akhlak yang mulia?sungguh akan terjadi suatu kehancuran pada masyarakat itu.

  • Pendidikan Islam di Indonesia: Sejarah Masa Kerajaan Islam

    Pendidikan Islam di Indonesia: Sejarah Masa Kerajaan Islam

    Pendidikan. Sejarah Pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia yang oleh sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa awal mula masuknya di pulau Suamtera bagian utara di daerah Aceh. Artinya, sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan masuknya agama Islam ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemeluk agama baru tersebut sudah tentu ingin mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang ajaran-ajaran Islam. Ingin pandai sholat, berdoa dan membaca al-Quran yang menyebabkan timbulnya proses belajar, meskipun dalam pengertian yang amat sederhana. Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam, dimana pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah, langgar/surau, mesjid kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul sistem madrasah yang teratur sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
    Kendatipun pendidikan Islam dimulai sejak pertama Islam itu sendiri menancapkan dirinya di kepulauan nusantara, namun secara pasti tidak dapat diketahui bagaimana cara pendidikan pada masa permulaan Islam di Indonesia, seperti tentang buku yang dipakai, pengelolanya dan sistemnya. Ini disebabkan karena bahan-bahan rujukannya sangat terbatas. Yang dapat dipastikan hanyalah pendidikan Islam pada waktu itu telah ada, tetapi dalam bentuk yang sangat sederhana.

    B. Masuknya Islam ke Indonesia
    Tidak ada perdebatan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai. [1] Namun, terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli, mengenai tiga masalah pokok, tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. [2]

    Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab ketiga masalah pokok ini jelas belum tuntas, tidak hanya kurangnya data yang dapat mendukung suatu teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak dari berbagai teori yang ada. Terdapat kecenderungan kuat, suatu teori tertentu menekankan hanya aspek-aspek khusus dari ketiga masalah pokok, sementara mengabaikan aspek-aspek lainnya. [3] Dan juga disebabkan oleh subjektivitas penulis. [4]
    Islam menyebar di India dan semenanjung Arab hingga ke Malaya dan masuk ke Indonesia. Pada beberapa daerah, Islam disebarkan melalui penaklukkan, akan tetapi di Asia Tenggara Islam disebarkan oleh para pedagang dan aktivitas sufi. [5]
    Dalam berbagai literatur yang ada, banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai tiga persoalan di atas, namun di sini hanya akan dikemukakan beberapa masalah saja.
    Seorang penulis berkebangsaan Barat, Thomas W. Arnold menjelaskan bahwa telah dibawa ke Nusantara oleh pedagang-pedagang Arab sehak abad pertama hijriah, lama sebelum adanya catatan sejarah. Pernyataan ini diperkuat dengan adanya perdagangan yang luas oleh orang-orang Arab dengan dunia timur sejak masa awal Islam. [6]
    Di dalam Tarikh China, pada tahun 674 M, terdapat catatan tentang seorang pemimpin Arab yang mengepalai rombongan orang-orang Arab dan menetap di pantai barat Sumatera. Kemudian berdasarkan kesamaan mazhab yang dianut oleh mereka (pedagang dan muhballigh) anut, yaitu mazhab Syafi’i. Pada masa itu mazhab Syafi’I merupakan mazhab yang dominan di pantai Corromandel dan Malabor ketika Ibnu Batutah mengunjungi wilayah tersebut pada abad ke-14. [7]
    Dalam pernyataan di atas, Arnold mengatakan bahwa Arabia bukan satu-satunya tempat asal Islam dibawa, tapi juga dari Corromander dan Malabar.
    Versi lain yang dipaparkan oleh Azra yang mengutip beberapa  pendapat dan teori sarjana, kebanyakan sarjana Belanda yang berpegang pada teori yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal dari anak Benua India bukan Persia atau Arab. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, seorang pakar dari Leiden. Dia mengaitkan asal muasal Islam di Nusantara dengan  dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut dia, adalah orang-orang yang bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara. [8] Teori ini dikembangkan oleh Snoujk Hurgronje Moquetta, seorang sarjana Belanda lainnya, berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bawha tempat asal Islam di Nusantara adalah Cambay, Gujarat. Dia berargument bahwa tipe nisan yang terdapat baik di Pasai maupun Gresik memperlihatkan tipe yang sama dengan yang terdapat di Cambay, India. [9]
    Selain dari itu, seminar yang dilaksanakan di Medan pada tahun 1963, tahun 1978 di Banda Aceh, dan tanggal 30 september 1980 di Rantau Kuala Simpang tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia menyimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad I H langsung dari tanah Arab melalui Aceh. [10]
    Kemudian daerah yang pertama kali didatangi Islam ialah pesisir Sumatera. Para muballigh itu selain sebagai penyiar agama juga merupakan pedagang. Dan penyiaran Islam di Indonesia dilakukan secara damai. [11]
    Beberapa teori lain, sebgaimana yang dihimpun oleh Muhammad Hasan al-Idrus menjelaskan dua teori yang berbeda yang bertolak belakang. Teori pertama diwakili oleh sarjanawan Eropa yang menjelaskan bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-13 M, ketika Marcopolo singgah di Utara pulau Sumatera pada tahun 1292 M. [12]
    Teori kedua, adalah teori yang dikemukakan oleh beberapa sarjana Arab dan Muslim, antara lain Muhammad Dhiya’ Syahab dan Abdullah bin Nuh yang menulis kitab al-Islam fi Indonesia, serta Syarif Alwi bin Thahir al-Haddad seorang mufti kesultanan Johor Malaysia dalam kitabnya yang berjudul al-Madkhal ila Tarikh al-Islam fis Syarqi al-Aqsha, keduanya menolak teori yang dikemukakan oleh para sarjanawan Barat yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Asia Tenggara  khusunya ke Malaysia dan Indonesia pada abad ke-13 M. mereka meyakini bahwa Islam masuk pada abad ke-7 H, karena kerajaan Islam baru ada di Sumatera pada sekitar akhir abad ke-5 dan ke-6 H. Hal ini mereka pertegas dengan mengemukakan beberapa bukti, antara lain tentang sejarah kehidupan seorang penyebar agama Islam di Jawa yakni Seikh Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin Maulana Uluwwul Islam Makhdum lahir pada tahun 1355 tahun Jawa. Sedangkan ayahnya masuk ke Jawa setelah masuknya Sayrif al-Husein raja Carmen pada tahun 1316 tahun Jawa. Setelah itu masuk Raden Rahmat, seorang penyebar agama Islam di Jawa Timur pada tahun 1316 tahun Jawa. [13] 
    Teori versi Indonesia menjelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedangan dari Persia, Arab dan India melalui pelabuhan penting  seperti pelabuhan Lamuri di Aceh, Barus dan Palembang di Sumatera sekitar abad I H/7 M. [14]

    C. Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan-Kerajaan

    1. Zaman Kerajaan Samudra Pasai
    Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H). [15] Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana. [16] 
    Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
    1.       Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i.
    2.      Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh.
    3.      Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama.
    4.      Biaya pendidikan bersumber dari negara. [17]
    Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”. [18]
    Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.
    2. Zaman Kerajaan Perlak
    Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu. [19]
    Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
    Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i. [20] Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
    3. Zaman Kerajaan Aceh Darussalam
    Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M). Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim. [21]
    Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
    1. Sebagai tempat belajar Al-Qur’an.
    2. Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
    Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
    1. Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
    2. Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
    3. Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
    4. Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa.
    5. Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
    6. Tempat bermusyawarah dalam segala urusan.
    7. Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. [22] 
    Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim. [23] 
    Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:
    • Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
    • Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
    • Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
    Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
    Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika. [24] 
    Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.
    Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
    Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin.
    Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
    Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam. [25]
    4. Kerajaan Langkat
    Berdasarkan data yang didapatkan bahwa sebelum tahun 1900, kerajaan Langkat belum memiliki lembaga pendidikan formal. Pendidikan yang dilaksanakan masih dengan pendidikan non formal, yaitu dengan belajar kepada guru-guru agama ataupun ahli-ahli dalam bidang tertentu. Bagi keluarga kerajaan juga diberikan pendidikan yang seperti ini. Para guru-guru itu diundang ke istana untuk memberikan ceramah dan pengajaran kepada raja beserta keluarganya. Ketika itu dinamika intelektual khususnya dalam bidang pendidikan belum menjadi fokus perhatian para sultan. Nampaknya mereka masih sibuk dengan masalah politik yang terjadi, yaitu berkaitan dengan perluasan wilayah kekuasaan dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadikan dinamika intelektual di Langkat tidak berkembang dengan baik dan kurang mendapat perhatian. Baru, setelah sultan Abdul Aziz menjadi sultan Langkat, lembaga pendidikan formal yang dinamakan maktab (baca: madrasah) dapat berdiri dan menjadi pusat pendidikan agama  bagi masyarakat Langkat.
    Dengan berdirinya madrasah Al-masrullah tahun 1912, madrasah Aziziah pada tahun  1914 dan madrasah Mahmudiyah tahun 1921, maka Langkat menjadi salah satu dari tempat yang dituju oleh pencari-pencari ilmu dari berbagai daerah. Disebutkan bahwa selain dari masyarakat Langkat yang belajar pada kedua maktab tersebut, maka banyak pelajar-pelajar yang datang dari dalam dan luar pulau Sumatera, seperti Riau, Jambi, Tapanuli, Kalimantan Barat, Malaysia, Brunei dan lain sebagainya. [26]
    Pada awalnya madrasah (maktab) ini hanya disediakan untuk anak-anak keturunan raja dan bangsawan saja, namun pada perkembangannya maktab ini memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk dapat belajar dan menuntut ilmu. Beberapa tokoh nasional yang pernah belajar di maktab ini antara lain adalah Tengku Amir Hamzah dan  Adam Malik (mantan wakil presiden RI).
    Dalam biografinya Adam Malik meyebutkan bahwa madrasah Al-masrullah termasuk lembaga yang mempunyai bangunan bagus dan modern menurut ukuran zaman tersebut. Di mana masing-masing anak dari keluarga berada (kaya) mendapat kamar-kamar tersendiri. Sistem pendidikan yang dijalankan pada sekolah ini sama seperti sistem sekolah umum di Inggris, di mana anak laki-laki usia 12 tahun mulai dipisahkan dari orang tua mereka untuk tinggal di kamar-kamar tersendiri dalam suasana yang penuh disiplin. Fasilitas-fasilitas olah raga juga disediakan di sekolah tersebut seperti lapangan untuk bermain bola dan kolam renang milik kesultanan Langkat. [27]
    Ketiga lembaga pendidikan tersebut didirikan oleh sultan Abdul Aziz yang kemudian diberi nama dengan perguruan Jama’iyah Mahmudiyah. Pada tahun 1923 perguruan Jama’iyah Mahmudiyah telah memiliki 22 ruang belajar, 12 ruang asrama, disamping berbagai fasilitas lainnya seperti 2 buah Aula, sebuah rumah panti asuhan untuk yatim piatu, kolam renang, lapangan bola dan sebagainya. Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada perguruan Jama’iyah Mahmudiyah, maka tenaga pengajarnya  sebagian besar merupakan guru-guru yang pernah belajar ke Timur tengah seperti Mekkah, Medinah dan Mesir. Mereka semua dikirim atas biaya Sultan setelah sebelumnya diseleksi terlebih dahulu, hingga sekitar tahun 1930 siswa-siswa yang belajar di perguruan ini sekitar 2000 orang yang berasal dari berbagai macam daerah. [28]
    Selanjutnya sultan Abdul Azis kemudian mendirikan lembaga pendidikan umum bagi masyarakat Langkat yaitu sekolah HIS dan Sekolah Melayu, yang banyak memberikan materi-materi pelajaran umum. Mengenai gaji-gaji guru dan biaya perawatan bangunan semuanya ditanggung oleh pihak kesultanan Langkat, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa segala biaya yang berkaitan dengan fasilitas-fasilitas pendidikan di Langkat ditanggung sepenuhnya oleh pemerintahan kerajaan. 
    Memang pada awal tahun 1900-an Pemerintahan Belanda telah mendirikan sekolah Langkatsche School  [29] (baca: Sekolah Belanda). Namun penerimaan siswanya masih sangat terbatas, di masa itu yang diterima hanya anak-anak bangsawan dan dan anak pegawai Ambtenaar Belanda serta orang-orang kaya yang berharta, dalam bahasa pengantarnya lembaga pendidikan ini menggunakan bahasa Belanda. Selain itu didirikan juga ELS (Europese Logare School) dan untuk anak-anak keturunan Cina didirikan Holland Chinese School atau HCS.

    D. Analisa Sejarah Pendidikan Islam di Nusantara
    1. Lembaga Pendidikan

    a. Mesjid
    Ketika ajaran Islam masuk ke Indonesia yang dibawa oleh da’i dan muballig, adalah hal yang sangat wajar bila salah satu yang menjadi perhatian utama masyarakat muslim adalah mesjid atau yang lebih sederhana sebagai pusat kegiatan penyebaran ajaran Islam.
    Mesjid sebagai pusat aktifitas penyebaran Islam lambat laun-dan memang bukan sebuah hal yang dianggap terpisah-meluas perannya sebagai lembaga pendidikan bagi orang tua maupun anak-anak. Pada umumnya, pendidikan yang berlangsung di masjid berkisar pada membaca Alquran dan akhlak. [30]
    b. Pesantren
    Tidak ada data yang cukup jelas mengenai kapan berdirinya pesantren, namun penelusuran sejarah menemukan bahwa lembaga pendidikan yang disebut dengan pawiyatan di pulau Jawa. Bila dianalisa, sistem pendidikan pawiyatan [31] mirip dengan pesantren. Karena itu banyak yang mengatakan bahwa pesantren telah muncul sejak permulaan Islam di Nusantara yang mengambil bentuk dalam pawiyatan. 
    Materi yang diajarkan di dalam pawiyatan berkisar pada ilmu-ilmu agama dan sikap beragama. Pada tingkat dasar diajarkan membaca Alquran. Pada tingkat selanjutnya diajarkan kitab-kitab klasik yang juga diklasifikasikan kepada tingkat dasar, menengah dan tinggi. Metode yang digunakan adalah metode penghafalan. 
    Pada lembaga ini juga telah dikenal kyai dan santri, mesjid dan kitab kuning. [32]
    c. Meunasah, Rangkang dan Dayah
    meunasah, rangkang dan dayah adalah lembaga pendidikan yang dikenal pada masyarakat Aceh. Meunasah dapat diartikan sebagai madrasah. Namun bagi masyarakat meunasah juga berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pertemuan, pusat informasi, tempat tidur dan tempat singgah dan istirahat para musafir.
    Sementara rangkang adalah tempat tinggal murid yang dibangun di sekitar mesjid. Tampaknya meunasah yang menjadi tempat pendidikan dan pengajaran, sementara rangkang disediakan untuk tempat tinggal murid. Karena itu, meunasah dan rangkang saling berdekatan.
    Sementara dayah pada mulanya merupakan istilah bagi tempat di pojok-pojok mesjid yang digunakan sebagai tempat pengajaran. Istilah ini sendiri berasal dari bahasa Arab yakni zawiyah yang berarti sudut.
    4. Surau
    Istilah surau telah ada di Minangkabau sebelum Islam datang, karena surau merupakan sarana budaya Minangkabau yang fungsinya tempat tinggal para laki-laki yang telah akil dan balig. Seiring dengan datangnya Islam, surau menjadi tempat penyebaran agama dan pusat-pusat pendidikan. Surau sebagai lembaga pendidikan mengajarkan pembacaan Alquran bagi masyarakt. [33]
    2, Aktifitas Pendidikan
    Pada masa awal kedatangan Islam hingga berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, aktifitas pendidikan Islam terfokus pada pengajaran ajaran Islam itu sendiri. Setelah terbentuknya komunitas muslim dan mesjid, aktifitas pendidikan yang intens terlihat. Dalam aktifitas ini terdapat guru yang merupakan ulama yang mengajarkan agama Islam yang terpusat di mesjid-mesjid.
    Perkembangan selanjutnya, dengan adanya tempat-tempat tinggal yang disediakan bagi para murid membuktikan bahwa para murid telah tinggal di pusat-pusat pendidikan, artinya tidak tertutup kemungkinan telah ada semacam rihlah ilmiyah (ekspedisi ilmiah) yang bertujuan untuk menuntut ilmu dari ulama-ulama terkenal.
    Aktifitas kependidikan lainnya yang juga terlihat adalah penulisan karya-karya ilmiah oleh beberapa ulama terkenal seperti Nuruddin ar-Raniri, Hamzah Fansyuri, Amir Hamzah dan lain sebagainya. Beberapa dari karya mereka masih dapat dijumpai hingga saat ini.
    3. Warisan Pendidikan Masa Kerajaan
    Ada beberapa warisan pendidikan Islam masa kerajaan-kerajaan Islam yang masih dapat ditemui hingga sekarang, baik berupa lembaga maupun karya-karya berupa buku.
    Dari aspek lembaga, madrasah, meunasah, dayah, rangkang dan pesantren telah berkembang menjadi lembaga pendidikan yang mapan yang telah memberikan kontribusi besar dalam perkembangan pendidikan Indonesia. Beberapa lembaga lain seperti surau dan mesjid, seiring dibutuhkannya tempat pengajaran yang khusus, semakin jarang digunakan sebagai pusat pendidikan, kecuali untuk pendidikan informal.
    Karya-karya utama dalam pendidikan Islam pada masa ini adalah seperti karya Nuruddin ar-Raniri yang berjudul Shirat Mustaqim dan Bustan As-Salathin atau karyat Abdul Samad Al-Palembani yang berjudul Hidayat As-Salikin.
    Kesimpulan
    1. Pendidikan Islam di Indonesia telah bermula sejak kedatangannya ke Indonesia, bahkan salah satu sarana yang menjadi penyebaran Islam itu sendiri adalah aspek pendidikan. Sejarah pendidikan Islam di Nusantara pada masa awal Islam dapat ditelusuri kepada sejarah kerajaan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara.
    2. Lembaga pendidikan tradisional telah dikenal dalam pendidikan Islam di Nusantara pada masa awal Islam, berupa mesjid, surau, dayah, meunasah, pesantren dan madrasah.
    3. Masa transisi pendidikan antara masa kerajaan Islam di Nusantara dan kolonialisme Belanda dapat ditelusuri pada masa kerajaan Langkat. Pada masa kerajaan Langkat, Madrasah telah benar-benar melembaga.
    DAFTAR PUSTAKA
    Abdullah, Mustofa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999.
    Abdullah, Taufik, Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: MUI, 1991.
    Ahmadi, A. Kadir, Sejarah Perkembangan Pendidikan Jama’iyah Mahmudiyah. Tanjung Pura-Langkat Terbitan Khusus Pengurus Besar Jama’iyah Mahmudiah Li Thalabil Khairiyah, 1985.
    Ambary, Hasan Mu’arif, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
    Arnold, Thomas W., The Preaching Of Islam, terj. Jakarta: Penernit Widiya, 1981.
    Aydrus, Muhammad Hasan,Penyebaran Islam di Asia Tenggra, terj. Jakarta: Lentera: Lentera Bastarima, 1996.
    Azra, Azyumardi, Renessaince Islam di Asia Tenggara. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999.
    ______________, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: Mizan, 1998.
    Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007.
    Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
    Hasjmy, A., Dustur Dakwah.. Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
    ________, Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Indonesia. Bandung: al-Ma’arif, 1993.
    Husni., T.M. Lah, Biografi-Sejarah  Pujangga Nasional Tengku Amir Hamzah. Medan: Husni, 1971.
    Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Umat Islam, ter. Kieraha. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
    Malik,  Adam, Mengabdi Repoblik (Adam dari Andalas). Jakarta: Gunung Agung, 1982.
    M.Ibrahim, et.al, Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta : CV. Tumaritis, 1991.
    Riflefs, MC. A History of Modern Indonesia. London: McMillan Education.
    Zuhairini, et.al, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000
  • Tafsir dari Surah Al-Maidah Ayat 5

    Tafsir dari Surah Al-Maidah Ayat 5

     
    الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ، الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
     
    Pendidikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agama kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepada-Ku. Pada hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian, telah mencukupkan atas kalian nikmat-Ku, dan telah meridhai Islam menjadi agama bagi kalian (QS al-Maidah [5]: 3).
    Tafsir Ayat
    Mengenai waktu dan tempat diturunkan-nya ayat ini, al-Bukhari telah mengeluarkan hadis yang berasal dari ‘Umar bin al-Khaththab r.a., yang menyatakan:
    Ada seorang laki-laki Yahudi berkata kepada beliau (‘Umar), “Amirul Mukminin, ayat dalam kitab Anda yang tengah Anda baca itu, seandainya diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi, tentu kami akan menjadikan hari (turunnya ayat) itu sebagai hari raya.” Beliau (‘Umar) bertanya, “Ayat yang mana?” Laki-laki itu berkata:
    }الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيـنًا{
    ‘Umar berkata:
    «قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِي نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِيِّ r وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ»
    Kami benar-benar mengetahui hari dan tempat ayat itu diturunkan kepada Nabi saw., yaitu ketika beliau berdiri (wuquf) di Arafah pada Hari Jumat.
    Sedangkan as-Suyuthi menyatakan:
    Ibn Mandah telah mengeluarkan riwayat dalam kitab as-Shahâbah dari ‘Abdullah bin Jabalah bin Hibban bin Hajar. ‘Abdullah menerimanya dari bapaknya, sementara bapaknya dari kakeknya, yakni Hibban yang mengatakan:
    «كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ r وَأَنَا أَوْقَدُ تَحْتَ القِدْرِ فِيْهَا لَحْمُ الْمَيْتَةِ فَأَنْزَلَ تَحْرِيْمَ الْمَيْتَةِ فَأَكْفَأْتُ القِدْرَ»
    Kami pernah bersama Nabi saw.. Saat itu saya sedang memanaskan wadah yang berisi daging bangkai, kemudian Allah menurunkan (ayat) yang mengharamkan bangkai (QS al-Maidah [05]: 3), lalu kami menumpahkan wadah tersebut.Secara dalâlah (lafadz) bisa disimpulkan, bahwa pernyataan ‘Umar yang menyatakan: ‘Arafnâ dzâlika al-yawm wa al-makân al-ladzî nazalat fîhi ‘alâ an-nabiy (kami benar-benar mengetahui hari dan tempat ayat itu diturunkan kepada Nabi saw.), khususnya frasa: al-ladzî nazalat fîhi ‘alâ an-nabiy, mirip dengan penyataan sahabat: nazalat hâdzihi al-âyat fî kadzâ (ayat ini diturunkan dalam konteks ini). Dalam hal ini, menurut Ibn Taimiyah, ada perbedaan, apakah berarti sebab atau tafsir? Termasuk musnad (hadis marfû‘) atau bukan? Yang jelas, al-Bukhari memasukkannya sebagai musnad atau marfû‘. Pernyataan ‘Umar di atas lebih menunjukkan sebab, khususnya berkaitan dengan waktu dan tempatnya.
    Sedangkan riwayat yang kedua, secara dalâlah menunjukkan, bahwa riwayat tersebut memang merupakan sebab turunnya ayat ini. Sebab, di sana dinyatakan dengan fâ’ at-ta‘qîb, yang berkonotasi akibat. Hanya saja, riwayat tersebut tidak menyatakan waktu dan tempatnya. Karena itu, kebanyakan ulama tafsir, baik klasik maupun kontemporer, seperti Ibn Katsir dan as-Sayis, misalnya, menyatakan bahwa waktu dan tempat turunnya ayat ini merujuk pada riwayat al-Bukhari, seperti yang dinyatakan oleh ‘Umar di atas. Sementara itu, peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut jarang disebut, kecuali dalam riwayat as-Suyuthi di atas.
    Ayat ini bukan ayat yang terakhir diturunkan kepada Rasul karena setelahnya Rasul masih hidup selama 81 hari. Ayat-ayat yang diturunkan sesudahnya antara lain, secara berurutan, ayat kalâlah, ribâ, dan dayn (utang).Setelah ayat ribâ (QS 2: 281) dan ayat dayn diturunkan, Rasul masih hidup selama 9 malam. Yang jelas, surat al-Maidah [5]: 3 ini diturunkan setelah berbagai peristiwa politik terjadi dalam kehidupan umat Islam, seperti pembersihan entitas politik Yahudi (Bani Qaynuqa’, Bani Nadhir, Bani Qurayzhah, dan Khaybar) dan entitas politik musyrik (Qurays Makkah), penaklukan kota Makkah, serta tunduknya kabilah-kabilah di Jazirah Arab kepada negara Islam Madinah.
    Karena itu, pantas jika dalam konteks itu Allah Swt. kemudian berfirman: al-Yawm[a] ya’is[a] al-ladîna kafarû min dînikum (Hari ini, orang-orang kafir putus asa terhadap agamamu). Di sini Allah menggunakan frasa al-ladzîna kafarû yang merupakan shîghat umum, tanpa disertai takhshîsh, sehingga konotasinya tetap umum, meliputi semua orang kafir. Artinya, setelah semua peristiwa tersebut, orang-orang kafir—baik Yahudi, Nasrani maupun Musyrik—telah berputus asa untuk menghancurkan agama kalian dan mengalahkan kalian. Karena itu, Allah kemudian menyatakan: Falâ takhsyawhum wakhsyawnî (Janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepada-Ku). Di sini, Allah menyatakan dengan fâ’ at-ta‘qîb, yang menjelaskan alasan mengapa orang-orang Mukmin tidak boleh dan bahkan tidak perlu takut kepada orang-orang kafir, tetapi hendaknya hanya takut kepada Allah. Sebab, orang-orang kafir itu sudah merasa tidak mampu lagi untuk menghancurkan agama kalian dan juga umat kalian.
    Selanjutnya Allah berfirman: al-Yawm[a] akmaltu lakum dînakum (Hari ini, Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian), yang berarti secara eksplisit, ayat ini menyatakan, bahwa sejak hari ini (Hari Jumat, saat Nabi wuquf di Arafah) agama ini telah sempurna, tidak ada penambahan dan pengurangan. Padahal, pada kenyataannya, setelah ayat tersebut turun, masih ada beberapa ayat hukum yang diturunkan, seperti yang dijelaskan di atas. Karena itu, menurut as-Suyuthi, frasa: akmaltu lakum dînakum ini adalah bentuk isykâl (ambigu). Namun, ambiguitas tersebut bisa dijelaskan oleh as-Sayis dengan baik. Menurutnya, yang dimaksud Allah telah menyempurnakan agama ini adalah, bahwa sebelum turunnya ayat ini, hukum-hukum Islam ada yang—menurut ilmu Allah—bersifat temporal, dan berpeluang untuk di-nasakh (dihapus), namun sekarang semuanya sudah sempurna dan layak untuk diimplementasikan pada tiap waktu dan tempat. Di sini, kesempurnaan Islam tersebut terlihat pada substansinya; ketika ia mengajarkan dasar-dasar akidah, legislasi hukum (tasyrî‘ al-ahkâm), dan ketentuan ijtihad (qawânîn al-ijtihâd). Di sisi lain, orang Arab biasa menggunakan kata dîn (agama) dengan konotasi syarî‘ah yang disyariatkan,yang meliputi akidah dan hukum syariat; baik ibadah, ekonomi, pemerintahan, sosial, pendidikan, maupun yang lainnya. Artinya, sebagai ajaran, Islam adalah ajaran yang sempurna, meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak ada lagi aspek syariat yang belum dibahas di dalamnya. Ini dikuatkan oleh firman Allah:
    }وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ{
    Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu. (QS an-Nahl [16]: 89).
    Sementara itu, firman Allah yang menyatakan, wa atmamtu ‘alaykum ni‘matî (Aku telah menyempurnakan untuk kalian nikmat-Ku), maksudnya adalah nikmat memasuki kota Makkah dengan aman dan tenang, sementara sebelumnya mereka telah diusir dari Makkah dan tidak bisa masuk ke dalamnya. Namun, setelah terjadinya penaklukan kota Makkah, orang-orang musyrik dibersihkan dari Makkah. Kemudian setelah turunnya surat Barâ’ah (at-Taubah), mereka dilarang melakukan haji di Baitullah sehingga umat Islam bisa melakukan ibadah haji dengan tenang dan tidak terganggu dengan hajinya orang-orang musyrik.
    Selanjutnya, Allah berfirman: wa radhîtu lakum al-Islâm[a] dîn[an] (Aku telah meridhai Islam sebagai agama kalian). Kata al-Islâm di sini bisa berarti musytarak (kata dengan banyak konotasi), antara tunduk dan nama agama tertentu, dan bisa berarti manqûl (kata yang maknanya telah ditransformasikan dari konteks bahasa ke konteks syariat). Karena itu, di sini berlaku kaidah: al-manqûl râjih ‘alâ al-musytarak (kata manqûl lebih kuat ketimbang kata musytarak). Dengan demikian, frasa tersebut mempunyai konotasi bahwa Allah telah meridhai al-Islâm (Islam) sebagai agama bagi Nabi Muhammad dan umatnya. Ini dikuatkan dengan firman Allah:
    }إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ الإِسْلاَمُ{
    Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS Ali ‘Imran [3]: 19).
    }وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ{
    Siapa saja yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu. (QS Ali ‘Imran [3]: 85).
    Frasa wa radhîtu lakum al-Islâm[a] dîn[an] merupakan dalil yang mengkhususkan Islam sebagai agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Ini bisa dipahami dari struktur kalimat: wa radhîtu lakum al-Islâm[a] dîn[an], dengan mendahulukan lakum ketimbang obyeknya, al-Islâm, yang bisa berarti hashr (meng-“hanya”-kan). Dengan demikian, bisa diartikan, bahwa Dia meridhai Islam hanya sebagai agama untuk kalian. Inilah secara umum tafsir ayat al-Quran di atas.
     

    Wacana Tafsir: Konotasi Dîn menurut al-Quran

    Orang-orang Barat telah menyempitkan konotasi kata dîn hanya terbatas pada spiritualisme dan ritualisme, tidak lebih. Dalam bahasa Arab, kata dîn adalah kata musytarak (mengandung banyak arti). Al-Quran kadang-kadang menggunakan kata dîn dengan konotasi balasan (jazâ’) dan akuntabilitas (hisâb), misalnya:

    }فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ{
    Apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? (QS at-Tin [95]: 7).
    Kata tersebut, juga bisa berarti thâ‘ah (taat), misalnya:
    }وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ{
    Sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. (QS al-A‘raf [7]: 29).
    bisa berarti ‘âdah (tradisi), misalnya:
    }لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ{
    Untukmulah tradisi agamamu dan untukku tradisi agamaku. (QS al-Kafirun [109]: 6).
    juga bisa berarti millah (agama), misalnya:
    }شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَ تَتَفَرَّقُوا فِيهِ{
    Dia telah mensyariatkan kalian tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh, apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, serta apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan ‘Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya. (QS as-Syura [42]: 13).
    bisa juga berarti syarî’at (akidah dan hukum), misalnya:
    }أَفَغَيْرَ دِينِ اللهِ يَبْغُونَ{
    Apakah mereka mencari agama (akidah dan hukum) yang lain dari agama (akidah dan hukum) Allah. (QS Ali ‘Imran [3]: 83).
    Juga bisa berarti keadaan (al-hâl), kekuasaan (as-sulthân), paksaan (al-qahr), maksiat (al-ma‘shiyyah) dan apa yang menjadi agama seseorang (yatadayyana bihi ar-rajul) Karena itu, untuk menentukan makna mana yang lebih tepat untuk penggunaan kata tersebut harus dikembalikan pada qarînah lafdhiyyah (indikator kata) yang ada.
    Hanya saja, dalam al-Quran, konotasi dîn sebagai agama dinyatakan secara umum; meliputi millah, yang berarti dasar-dasar monoteisme (ashl at-tawhîd), yang mengajarkan bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan syarî’at, yang meliputi akidah dan hukum syariat. Sementara itu, dîn dalam konteks Islam tidak lain adalah syariat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, diri, dan sesamanya.
    Dengan demikian, penggunaan istilah dîn yang merujuk pada konotasi agama—apalagi untuk menyebut Islam—dengan maksud spiritualisme dan ritualisme an sich adalah ahistoris.
     

    Wacana Tafsir: Islam adalah Akidah dan Sistem

    Islam adalah nama yang digunakan oleh Allah Swt. untuk menyebut agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., seperti yang dinyatakan dalam surat al-Maidah ayat 3: wa radhîtu lakum al-Islâm[a] dîn[an, atau yang dinyatakan dalam surat Ali ‘Imrân: 85: waman yabtaghi ghayr[a] al-Islâm[a] dîn[an].

    Para ulama telah bersepakat, bahwa Islam bukan hanya terdiri dari akidah, tetapi juga syariat. Mahmud Syaltut, mantan syaikh al-Azhar, mengatakan:
    Siapa saja yang mengimani akidah (Islam) dan mengabaikan syariatnya atau mengambil syariat tetapi meninggalkan akidah, maka menurut Allah, dia bukanlah Muslim, dan dalam pandangan Islam, dia tidak menapaki jalan keselamatan.Inilah yang dinyatakan dalam firman Allah Swt.:
    } يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً {
     
    Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara kâffah (total). (QS al-Baqarah [2]: 208).
    Dalam hal ini, Ibn Manzhur menyatakan, bahwa maksudnya adalah masuklah ke dalam Islam dengan seluruh syariatnya. Lebih jauh, Syaltut mengatakan, bahwa Islam menuntut diintegrasikannya syariat dengan akidah; masing-masing tidak bisa dipisahkan. Akidah adalah dasar yang memancarkan syariat, sementara syariat merupakan wujud fisik yang lahir dari akidah. Dengan kata lain, akidah adalah fondasi, sedangkan syariat adalah bangunan yang berdiri di atasnya. Karena itu, akidah tanpa syariat bagaikan fondasi tanpa wujud bangunan, sehingga abstrak dan sulit diukur. Sebaliknya, bangunan tanpa fondasi juga tidak mungkin, karena ia akan runtuh. Karena itu pula, para ulama menyatakan, bahwa keimanan adalah aspek batiniah, sedangkan syariat adalah aspek lahiriah.
    Sementara itu, secara syar‘î, akidah adalah keimanan yang bulat yang sesuai dengan realitas (yang diimani) dan bersumber dari dalil yang berkaitan dengan Allah, malaikat, kitab, rasul, Hari Kiamat serta qadhâ’ dan qadar yang baik dan buruknya berasal dari Allah Swt. Sebaliknya, syariat adalah sistem yang disyariatkan oleh Allah atau sistem yang dasar-dasarnya disyariatkan oleh Allah agar digunakan oleh manusia untuk mengatur hubungan dirinya dengan Tuhan, diri, dan sesamanya. Dalam hal ini, ‘Alwi as-Saqqaf dengan tepat sekali menyatakan:
    Allah telah menurunkan syariat ini kepada Rasul-Nya saw. Di dalamnya dijelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh makhluk-Nya dalam mengemban tanggung jawab yang diperintahkan kepada mereka serta ritualitas yang telah dibebankan ke pundak mereka. Rasulullah saw. belum akan wafat sebelum agama ini sempurna, dengan kesaksian dari Allah Swt. dalam perkara tersebut, seraya berfirman:
    } الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا {
    Pada hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian, mencukupkan untuk kalian nikmat-Ku, dan meridhai Islam sebagai agama kalian. (QS al-Maidah [5]: 3).
    Karena itu, siapa saja yang menyangka bahwa masih ada sesuatu dalam agama ini yang belum sempurna, sejatinya sangkaan itu telah ditolak dengan firman Allah tersebut.
    Dengan demikian, Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun persoalan yang belum dipecahkan oleh Islam sehingga masih kabur atau tidak jelas status hukumnya. Nabi saw. Bersabda:
     
    «قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلاَّ هَالِكٌ»
    Aku telah meninggalkan kalian dalam keadaan yang terang-benderang, malamnya bagaikan siang harinya; setelahku tidak akan ada yang tersesat kecuali orang yang celaka. (HR Ahmad dari Irbadh bin Sariyyah).
  • Fungsi dan Tugas Dari Komite Sekolah

    Fungsi dan Tugas Dari Komite Sekolah

    Komite sekolah adalah badan yang memiliki fungsi yang lebih luas dari penggalangan dana untuk keperluan sekolah. Badan ini pada umumnya terdiri dari unsur sekolah yang diwakili guru dan pegawai dan unsur peserta didik yang diwakili orang tua siswa.

    A. Komite Sekolah

    Komite sekolah adalah lembaga yang dibentuk oleh sekolah atas prakarsa dari masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Badan in terbentuk karena Keputusan Menteri Nasional No. 014/U/2002 tanggal 1 April 2002 menyatakan bahwa Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3) dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Sebelumnya pada tahun 1974, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyetujui pembentukan POMG sebagai badan yang menghubungkan antara orang tua dan pihak sekolah. POMG sendiri adalah persatuan orang tua dan guru.

    Sebagai ganti dari badan tersebut, Kementerian Republik Indonesia melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 56 ayat 3 menyatakan bahwa Komite Sekolah / Madrasah sebagai lembaga mandiri yang dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

    Dengan demikian, Komite sekolah bukanlah badan yang dibentuk oleh pemerintah melainkan badan yang diakui oleh pemerintah dalam melaksanakan tugas yang tertuang pada UU Sikdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 56 Ayat 3 yang dimaksud di atas. Komite sekolah dibentuk atas adanya dukungan dan persetujuan dari orang tua siswa dan pelaksana tugas di tingkat sekolah dalam hal ini guru dan kepala sekolah.

    1. Peran Komite Sekolah

    Pada pasal 56 ayat 3 sangat jelas menyatakan bahwa Komite Sekolah memiliki peran dalam peningkatan mutu pelayanan dalam bentuk :

    1. Memberikan pertimbangan atas kebijakan sekolah
    2. Memberikan arahan
    3. Memberikan dukungan tenaga
    4. Memberikan bantuan penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana
    5. Mengawasi proses berjalannya pendidikan

    Hanya saja wewenang dari komite sekolah masih perlu dibatasi dan tidak berlaku secara keseluruhan. Batasan dari Komite sekolah menurut UU, tidak boleh melanggar peraturan yang lebih tinggi dari badan komite sekolah. Mengingat komite sekolah bentuknya independent, dengan demikian semua wewenang komite sekolah tidak boleh menentang peraturan yang dikeluarkan paling rendah oleh Dinas Pendidikan Sekolah.

    Batasan yang berada dibawah wewenang Komite Sekolah adalah

    1. Kebijakan dan Program Pendidikan
    2. Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah ( RAPBS )
    3. Kriteria tenaga kependidikan
    4. Kriteria kinerja satuan pendidikan
    5. Kreteria fasilitas pendidikan
    6. Hal – hal yang terkait dengan pendidikan.

    Bagaimana Komite Sekolah Berperan dalam mengawasi kebijakan sekolah?

    Contoh kasus 1:

    Misalkan Sekolah membuat rencana kegiatan study Tour di luar provinsi dan membutuhkan biaya yang relatif besar. Program ini tidak tertuang dalam program nasional dan pemerintah daerah, maka Komite Sekolah boleh melakukan rapat koordinasi dengan pihak sekolah yang hasilnya boleh jadi :

    1. Program tersebut dilaksanakan secara keseluruhan
    2. Hanya dilaksanakan sebagai orang tua siswa yang setuju
    3. Program ditolak.

    Keputusan ini diambil oleh Komite berdasarkan rapat dan tidak ada suara mayoritas dimana setiap anggota memiliki hak suara yang sama.

    Contoh Kasus 2:

    Sebuah sekolah berada di tengah kota industri yang sangat panas sehingga pembelajaran terganggu karena suhu yang sangat panas. Maka Komite sekolah menyatakan bahwa pihak satuan pendidikan harus menyediakan Sarana pendukung dalam kasus AC.

    Masalahnya muncul karena Anggaran Belanja Sekolah baik itu dari pemerintah nasional melalui Dana BOS maupun dari pemerintah daerah ternyata tidak memiliki anggaran tersebut. Dengan demikian orang tua siswa boleh melakukan urunan dana untuk pengadaan Sarana tersebut.

    2. Komite Sekolah di Negara Lain

    Komite Sekolah atau Dewan Pendidikan sudah lebih dulu diterapkan oleh negara lain dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas layanan pendidikan. Dewan ini bahkan tidak hanya melibatkan pihak sekolah dan orang tua siswa, beberapa sekolah modern juga melibatkan sponsorship yang bernilai finansial.

    Beberapa badan komite yang ada negara lain seperti

    • COMPASS (Community Participation of Singapore) di negara Singapura.
    • PIBG (Persatuan Ibu Bapa dan Guru) di negara Malaysia.
    • PTA (Parent Teacher Associaton) di Amerika Serikat.
    • CHSC (The Committee on Home-School Cooperation) di negara Hongkong.

    Kesimpulan

    Fungsi

    1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
    2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan bermutu
    3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

    Peran

    1. Sebagai lembaga pemberi. Pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
    2. Sebagai lembaga pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
    3. Sebagai pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
    4. Sebagai lembaga mediator (mediator agency) antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan
  • Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam

    Islam adalah agama yang sempurna yang telah mengatur semua sendi kehidupan mulai dari lahir sampai pada kematian. Hal ini termasuk Pendidikan Anak Usia Dini.

    Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam

    Islam memberikan pandangan bahwa segala urusan yang dilakukan oleh manusia haruslah memiliki dasar yang tegas dan benar.

    Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang dilaksanakan, tentulah memiliki dasar hukum baik itu yang berasal dari dasar naqliyah maupun dasar aqliyah. Begitu juga halnya dengan pelaksanaan pendidikan pada anak usia dini. Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan anak usia dini, dapat dibaca firman Allah berikut ini:

    Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (An Nahl: 78)

    Berdasarkan ayat tersebut di atas, dipahami bahwa anak lahir dalam keadaan lemah tak berdaya dan tidak mengetahui (tidak memiliki pengetahuan) apapun. Akan tetapi Allah membekali anak yang baru lahir tersebut dengan pendengaran, penglihatan dan hati nurani (yakni akal yang menurut pendapat yang sahih pusatnya berada di hati). Menurut pendapat yang lain adalah otak. Dengan itu manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu, mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya. Kemampuan dan indera ini diperoleh seseorang secara bertahap, yakni sedikit demi sedikit. Semakin besar seseorang maka bertambah pula kemampuan pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga sampailah ia pada usia matang dan dewasanya.

    Dengan bekal pendengaran, penglihatan dan hati nurani (akal) itu, anak pada perkembangan selanjutnya akan memperoleh pengaruh sekaligus berbagai didikan dari lingkungan sekitarnya. Hal ini pula yang sejalan dengan sabda Rasul berikut ini:

    حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ [2]

    Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi”.(HR. Bukhari, Abu Daud, Ahmad)

    Meskipun anak lahir dalam keadaan lemah tak berdaya serta tidak mengetahui apa-apa, tetapi ia lahir dalam keadaan fitrah, yakni suci dan bersih dari segala macam keburukan. Karenanya untuk memelihara sekaligus mengembangkan fitrah yang ada pada anak, orang tua berkewajiban memberikan didikan positif kepada anak sejak usia dini atau bahkan sejak lahir yang diawali dengan mengazankannya. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya fitrah manusia menuntut pembebasan dari kemusyrikan dan akibat-akibatnya yang dapat menyeret manusia kepada penyimpangan watak dan penyelewengan serta kesesatan di dalam berfikir, berencana dan beraktivitas. Bagi manusia kepala merupakan pusat penyimpanan informasi alat indera yang mengatur semua eksistensi dirinya, baik psikologis maupun biologis. Indera pendengaran, penglihatan, penciuman dan indera perasaan diatur oleh kepala. Tatkala azan berikut kalimah yang dikandungnya, yaitu kalimah Takbir dan kalimah Tauhid, meyentuh pendengaran si bayi, maka kalimah azan tersebut ibarat tetesan air jernih yang berkilauan ke dalam telinganya, sesuai dengan fitrah dirinya. Pada waktu itu si bayi belum dapat merasakan apa-apa, hanya kesadarannya dapat merekam nada-nada dan bunyi-bunyi kalimah azan yang diperdengarkan kepadanya. Kalimah terebut dapat mencegah jiwanya dari kecenderungan kemusyrikan serta dapat memelihara dirinya dari kemusyrikan.

    Demikian pula kalimah azan seolah-olah melatih pendengaran manusia (dalam hal ini anak bayi/usia dini) agar terbiasa mendengarkan panggilan nama yang baik, sehingga hal ini menuntut para orang tua untuk memberi (menamai) anaknya dengan nama yang baik serta memiliki makna yang baik pula. Hal ini sejalan dengan sabda Rasul:

    حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْأَسْوَدِ أَبُو عَمْرٍو الْوَرَّاقُ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا مُعَمَّرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الرَّقِّيُّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ صَالِحٍ الْمَكِّيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ “أَحَبُّ الْأَسْمَاءِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ” قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ[3]

    Artinya: “Nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman”.(HR. At-Tirmizi)
    Nama yang indah sesungguhnya tidak hanya sekedar nama atau panggilan, tetapi sesungguhnya merupakan cerminan tentang adanya pujian atau do’a, harapan atau gambaran semangat dan dambaan indah kepada anak-anaknya.

    Dalam mendukung perkembangan anak pada usia-usia selanjutnya, termasuk pada usia dini, yang menjadi kewajiban orang tua adalah memberikan didikan positif terhadap anak-anaknya, sehingga anak-anaknya tersebut tidak menjadi/mengikut ajaran Yahudi, Nasrani atau Majusi, melainkan menjadi muslim yang sejati. Mendidik anak dalam pandangan Islam, merupakan pekerjaan mulia yang harus dilaksanakan oleh setiap orang tua, hal ini sejalan dengan sabda Rasul:

    حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَعْلَى عَنْ نَاصِحٍ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يُؤَدِّبَ الرَّجُلُ وَلَدَهُ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ [4]

    “Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah dengan satu sha'(R. Tirmidzi)

    Dalam pandangan Islam anak merupakan amanah di tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang bersih merupakan permata yang berharga, lugu dan bebas dari segala macam ukiran dan gambaran. Ukiran berupa didikan yang baik akan tumbuh subur pada diri anak, sehingga ia akan berkembang dengan baik dan sesuai ajaran Islam, dan pada akhirnya akan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika anak sejak dini dibisakan dan dididik dengan hal-hal yang baik dan diajarkan kebaikan kepadanya, ia akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan serta terhindar dari kesengaraan/siksa baik dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini senada dengan firman Allah:

    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(At Tahrim: 6)

    Terhadap ayat ini Ibnu Kasir dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa ayat ini menganjurkan kepada setiap individu muslim bertakwa kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah. Ibnu Kasir menjelaskan bahwa Qatada mengatakan bahwa engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka dari perbuatan durhaka terhadapNya, dan hendaklah engkau tegakkan terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya.

    Jika engkau melihat di kalangan keluargamu suatu perbuatan maksiat kepada Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang mereka melakukannya. Hal yang sama juga dikemukakan Ad-Dahlak dan Muqatil, bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim mengajarkan kepada keluarganya, baik dari kalangan kerabatnya ataupun budak-budaknya, hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka jauhi.[5]

    Berdasarkan ayat tersebut, dipahami bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk memelihara diri dan keluarga (anak-anaknya) dari siksaan api neraka. Cara yang dapat dilakukan oleh orang tua ialah mendidiknya, membimbingnya dan mengajari akhlak-akhlak yang baik. Kemudian orang tua harus menjaganya dari pergaulan yang buruk, dan jangan membiasakannya berfoya-foya, jangan pula orang tua menanamkan rasa senang bersolek dan hidup dengan sarana-sarana kemewahan pada diri anak, sebab kelak anak akan menyia-nyiakan umurnya hanya untuk mencari kemewahan jika ia tumbuh menjadi dewasa, sehingga ia akan binasa untuk selamanya. Akan tetapi seharusnya orang tua sejak dini mulai mengawasi pertumbuhannya dengan cermat dan bijaksana sesuai dengan tuntutan pendidikan Islam.[6]

    Dari uraian di atas kiranya dapat disebutkan bahwa tujuan pendidikan anak usia dini dalam pandangan Islam adalah memelihara, membantu pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia yang dimiliki anak, sehingga jiwa anak yang lahir dalam kondisi fitrah tidak terkotori oleh kehidupan duniawi yang dapat menjadikan anak sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan anak usia dini dalam pendidikan Islam bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai keislaman kepada anak sejak dini, sehinga dalam perkembangan selanjutnya anak menjadi manusia muslim yang kāffah, yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Hidupnya terhindar dari kemaksiatan, dan dihiasi dengan ketaatan dan kepatuhan serta oleh amal soleh yang tiada hentinya. Kondisi seperti inilah yang dikehendaki oleh pendidikan Islam, sehingga kelak akan mengantarkan peserta didik pada kehidupan yang bahagia di dunia maupun di akhirat.

    Kurikulum dan Materi Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam

    Ada berbagai bentuk kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli dalam pendidikan anak usia dini. Ada yang disebut dengan Kurikulum terpisah-pisah, yakni kurikulum mempunyai mata pelajaran yang tersendiri satu dengan lainnya tidak ada kaitannya, karena masing-masing mata pelajaran mempunyai organisasi yang terintegrasikan. Ada pula Kurikulum saling berkaitan, yakni antara masing-masing mata pelajaran ada keterkaitan, antara dua mata pelajaran masih ada kaitannya. Dengan demikian anak mendapat kesempatan untuk melihat keterkaitan antara mata pelajaran, sehingga anak masih dapat belajar mengintegrasikan walaupun hanya antara dua mata pelajaran. Kemudian ada pula yang dinamai dengan Kurikuluim Terintegrasikan, dalam kurikulum ini anak mendapat pengalaman luas, karena antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain saling berkaitan. 

    Dalam kaitannya dengan materi pendidikan untuk anak usia dini, Ibnu Sina telah menyebutkan dalam bukunya yang berjudul As-Siyasah, ide-ide yang cemerlang dalam mendidik anak. Dia menasihati agar dalam mendidik anak dimulai dengan mengajarkannya al Qur’an al-Karim yang merupakan persiapan fisik dan mental untuk belajar. Pada waktu itu juga anak-anak belajar mengenal huruf-huruf hijaiyah, cara membaca, menulis dan dasar-dasar agama. Setelah itu mereka belajar meriwayatkan sya’ir yang dimulai dari rojaz kemudian qashidah karena meriwayatkan dan menghafal rojaz lebih mudah sebab bait-baitnya lebih pendek dan wajn (timbangan)nya lebih ringan. Sebaiknya dalam hal ini, guru memilih sya’ir tentang adab-adab yang terpuji, kemuliaan orang-orang yang berilmu dan hinanya orang-orang yang bodoh, mendorong untuk berbakti kepada orang tua, anjuran melakukan amar ma’ruf dan memuliakan tamu. Apabila anak-anak sudah bisa menghafal Al-Qur’an al-Karim dan mengetahui qaidah-qaidah bahasa Arab dengan baik, maka untuk mengarahkan ke jenjang berikutnya adalah dengan melihat kecenderungannya atau apa yang sesuai dengan tabiat dan bakatnya.

    Di dalam nasihat terakhir tersebut Ibnu Sina menyebutkan pengarahan guru yang disesuaikan dengan kecenderungan atau apa yang sesuai dengan bakat anak, merupakan ruh (inti) pendidikan modern di jaman kita ini. Para pakar pendidikan sekarang mengajak untuk selalu memperhatikan kesiapan dan kecenderungan anak-anak didik dalam belajar, mereka diarahkan ke dalam masalah teori maupun praktik yang meliputi masalah adab, olah raga, agama, sosial dan kesenian sesuai dengan kecenderungan mereka, agar mereka sukses dalam belajarnya.[7] Dengan demikian seluruh mata pelajaran merupakan satu kesatuan yang utuh atau bulat. Adapun pokok-pokok pendidikan yang harus diberikan kepada anak, adalah meliputi seluruh ajaran Islam yang secara garis besar dapat dikelompokan menjadi tiga, yakni, aqidah, ibadah dan akhlak serta dilengkapi dengan pendidikan membaca Al Qur’an.

    1. Pendidikan akidah, hal ini diberikan karena Islam menempatkan pendidikan akidah pada posisi yang paling mendasar, terlebih lagi bagi kehidupan anak, sehingga dasar-dasar akidah harus terus-menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar.
    2. Pendidikan ibadah, hal ini juga penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Karenanya tata peribadatan menyeluruh sebagaimana termaktub dalam fiqih Islam hendaklah diperkenalkan sedini mungkin dan dibiasakan dalam diri anak sejak usia dini. Hal ini dilakukan agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang benar-benar takwa, yakni insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi segala larangannya.
    3. Pendidikan akhlak, dalam rangka mendidik akhlak kepada anak-anak, selain harus diberikan keteladanan yang tepat, juga harus ditunjukkan tentang bagaimana menghormati dan bertata krama dengan orang tua, guru, saudara (kakak dan adiknya) serta bersopan santun dalam bergaul dengan sesama manusia. Alangkah bijaksananya jika para orangtua atau orang dewasa lainnya telah memulai dan menanamkan pendidikan akhlak kepada anak-anaknya sejak usia dini, apa lagi jika dilaksanakan secara terprogram dan rutin.[8]

    Dalam rangka mengoptimalkan perkembangan anak dan memenuhi karakteristik anak yang merupakan individu unik, yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang berbeda, maka perlu dilakukan usaha yaitu dengan memberikan rangsangan-rangsangan, dorongan-dorongan, dan dukungan kepada anak. Agar para pendidik dapat melakukan dengan optimal maka perlu disiapkan suatu kurikulum yang sistematis. Selain pembentukan sikap dan perilaku yang baik, anak juga memerlukan kemampuan intelektual agar anak siap menghadapi tuntutan masa kini dan masa datang. Sehubungan dengan itu maka program pendidikan dapat mencakup bidang pembentukan sikap dan pengembangan kemampuan dasar yang keseluruhannya berguna untuk mewujudkan manusia sempurna yang mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan mempunyai bekal untuk memasuki pendidikan selanjutnya. Karenanya kurikulum untuk anak usia dini sebaiknya memperhatikan beberapa prinsip. Pertama, berpusat pada anak, artinya anak merupakan sasaran dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik. Kedua, mendorong perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sosial emosional, bahasa dan komunikasi sebagai dasar pembentukan pribadi manusia yangh utuh. Ketiga, memperhatikan perbedaan anak, baik perbedaan keadaan jasmani, rohani, kecerdasan dan tingkat perkembangannya. Pengembangan program harus memperhatikan kesesuaian dengan tingkat perkembangan anak (Developmentally Appropriate Program).[9]

    Acuan menu pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini telah mengembangkan program kegiatan belajar anak usia dini. Program tersebut dikelompokkan dalam enam kelompok usia, yaitu lahir – 1 tahun, 1 – 2 tahun, 2 – 3 tahun, 3 – 4 tahun, 5 – 6 tahun dan 5 – 6 tahun. Masing-masing kelompok usia dibagi dalam enam aspek perkembangan yaitu: perkembangan moral dan nilai-nilai agama, perkembangan fisik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan seni dan kreativitas.[10]

    Masing-masing aspek perkembangan tersebut dijabarkan dalam kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator. Indikator-indikator kemampuan yang diarahkan pada pencapaian hasil belajar pada masing-masing aspek pengembangan, disusun berdasarkan sembilan kemampuan belajar anak usia dini. Kecerdasan linguistic (linguistc intelligence) yang dapat berkembang bila dirancang melalui berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, berdiskusi, dan bercerita. Kecerdasan logika-matematika (logico-mathematical intelligence) yang dapat dirangsang melalui kegiatan menghitung membedakan bentuk, menganalisis data, dan bermain dengan benda-benda. Kecerdasan visual-spasial (visual-spatial intelligence) yaitu kemampuan ruang yang dapat dirangsang melalui kegiatan bermain balok-balok dan bentuk-bentuk geometri melengkapi puzzle, menggambar, melukis, menonton film maupun bermain dengan daya khayal (imajinasi). Kecerdasan musikal (musical intelligence) yang dapat dirangsang melalui irama, nada, berbagai bunyi, dan tepuk tangan. Kecerdasan kinestik (kinesthetic intelligence) yang dirangsang melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan gerakan yang teratur, tarian, olahraga, dan terutama gerakan tubuh. Kecerdasan naturalis (naturalist intelligence) yaitu mencintai keindahan dan alam. Kecerdasan ini dapat dirangsang melalui pengamatan lingkungan, bercocok tanam, memelihara binatang, termasuk mengamati fenomena alam seperti hujan, angin, banjir, pelangi, siang malam, panas dingin, bulan dan matahari. Kecerdasan antarpersonal (interpersonal intelligence) yaitu kemampuan untuk melakukan hubungan antar manusia (berkawan) yang dapat dirangsang melalui bermain bersama teman, bekerjasama, bermain peran, dan memecahkan masalah, serta menyelesaikan konflik. Kecerdasan interpersonal, yaitu kemampuan memahami diri sendiri yang dapat dirangsang melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri sendiri, percaya diri, termasuk kontrol diri dan disiplin. Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence) yakni kemampuan mengenal dan mencintai ciptaan Tuhan. Kecerdasan ini dapat dirangsang melalui kegiatan-kegiatan yang diarahkan pada penanaman nilai-nilai moral dan agama. Kecerdasan-kecerdasan tersebut merupakan dasar bagi perumusan kompetensi, hasil belajar dan kurikulum pembelajaran pada anak usia dini.[11]

    Sesuai dengan dasar, tujuan dan kompetensi pendidikan anak usia dini, maka ada beberapa materi pokok yang harus diajarkan kepada anak-anak di usia dini. Dalam konsep Islam, secara umum materi yang harus diajarkan kepada anak usia dini, sama dengan materi dasar ajaran Islam yang terdiri dari bidang aqidah, ibadah, dan akhlak. Dalam pembelajaran terhadap anak usia dini, tentu saja uraian materi yang diberikan tidaklah sama dengan yang diberikan kepada orang dewasa, meskipun masih berada dalam lingkup akidah, ibadah dan akhlak.

    Pada bidang aqidah, meskipun anak usia dini belum layak untuk diajak berpikir tentang hakikat Tuhan, malaikat, nabi (rasul), kitab suci, hari akhir, dan qadha dan qadar, tetapi anak usia dini sudah dapat diberi pendidikan awal tentang aqidah (rukun Iman). Pendidikan awal tentang aqidah, bisa saja diberikan materi yang berupa mengenal nama-nama Allah dan ciptaan-Nya yang ada di sekitar kehidupan anak, nama-nama malaikat, kisah-kisah Nabi dan Rasul, dan materi dasar lainnya yang berkaitan dengan aqidah (rukun Iman). Di antara yang dapat dilakukan dalam memberi pendidikan aqidah kepada anak ialah dengan cara mengazankan anak yang baru lahir, sebagaimana diperintahkan rasul dalam sabdanya:

    حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَا أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ[12]

    Artinya: Dari Abu Rafi’, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW ażan sebagaimana ażan şalat, di telinga Husain bin Ali ketika Fathimah melahirkannya”(R. at-Tirmiżi)

    Ibnu Qayyim seperti dikutip oleh Al Mun’im Ibrahim, menyebutkan bahwa rahasia azan adalah agar awal yang didengar bagi seorang yang baru dilahirkan adalah azan yang mengandung keagungan dan keluhuran Tuhan. Sebagaimana kalimat syahadat bagi orang yang baru masuk Islam. Praktik tersebut merupakan pengenalan terhadap syi’ar Islam di dunia ini[13]. Selain itu azan juga dimaksudkan agar suara yang pertama-tama didengar oleh bayi adalah kalimat-kalimat yang berisi kebesaran dan keagungan Allah serta syahadat yang pertama-tama memasukkannya ke dalam Islam. Azan juga merupakan seruan menuju Allah, menuju agama Islam dan menuju peribadahan kepadaNya yang mendahului ajakan-ajakan lainnya.[14] Tatkala azan berikut kalimat yang dikandungnya, yaitu kalimat takbir dan kalimat tauhid, menyentuh pendengaran bayi, maka kalimat azan tersebut ibarat tetesan air jernih yang berkilauan ke dalam telinganya, sesuai dengan fitrah dirinya. Pada waktu itu bayi belum dapat merasakan apa-apa, hanya kesadarannya dapat merekam nada-nada dan bunyi-bunyi kalimat azan yang diperdengarkan kepadanya. Kalimat tersebut dapat mencegah jiwa dari kecenderungan kemusyrikan, serta dapat memelihara dirinya dari kemusyrikan. Demikian pula kalimat azan melatih pendengaran manusia balita agar terbiasa mendengarkan panggilan nama yang baik beserta pengertian makna dan pengaruh yang terkandung di dalamnya.[15]

    Dalam ajaran Islam, membaca al-Qur´an dinilai juga sebagai ibadah, karenanya dalam sebuah hadisnya Rasulullah bersabda:

    حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ [16]

    Artinya: Sebaik-baik kamu ialah orang yang mempelajari al-Qur´an dan mengajarkannya kepada orang lain. (HR. at-Tirmiżi)

    Setiap orang tua harus menyadari bahwa mengajarkan al-Qur´an kepada anak-anak adalah suatu kewajiban mutlak dan harus dilaksanakan sejak dini agar ruh al-Qur´an dapat membekas dalam jiwa mereka. Sebab bagaimana anak-anak dapat mengerti agamanya jika mereka tidak mengerti al-Qur´an. Selain itu untuk kepentingan bacaan dalam sholat, anak-anak pun wajib mengetahui dan dapat membaca surah Al Fatihah dan lainnya yang menjadi keperluan sebagai bacaan dalam sholat. Dengan adanya tuntutan kewajiban sholat, maka mutlak bagi orang tua wajib memberi pendidikan al-Qur´an kepada anak-anaknya. Islam juga memerintahkan untuk memberikan pendidikan membaca Al Qur-an kepada anak sejak usia dini, tentu saja dalam bentuk pendidikan awal. Pada masa sekarang ini pembelajaran membaca al Qur-an pada anak usai dini dapat diberikan dengan cara pembelajaran metode Iqra’, dan ternyata metode ini banyak memberikan hasil positif bagi perkembangan dan kemampuan membaca al Qur-an anak usia dini (usia Taman Kanak-kanak). Cara yang dapat ditempuh orang tua dalam memberikan pendidikan al-Qur-an kepada anak-anaknya, antara lain adalah:

    1. Mengajarkannya sendiri dan ini cara yang terbaik. Karena orang tua sekaligus dapat lebih akrab dengan anak-anaknya dan mengetahui sendiri tingkat kemampuan anak-anaknya. Ini berarti orang tualah yang wajib terlebih dahulu dapat membaca Al Qur-an dan memahami ayat-ayat yang dibacanya.
    2. Menyerahkan kepada guru mengaji al-Qur-an atau memasukkan anak-anak pada sekolah-sekolah yang mengajarkan tulis baca al-Qur-an.
    3. Dengan alat yang lebih modern, dapat mengajarkan al-Qur-an lewat video casette, dan atau vcd, jika orang tua mampu menyediakan peralatan semacam ini, tetapi ingatlah bahwa cara yang pertamalah yang terbaik.[17]

    Pada usia dini anak juga perlu diberi pengajaran tentang ibadah, seperti tentang bersuci, do’a-do’a, dan ayat-ayat pendek, cara mengucap salam, dan sedikit tentang tata cara melaksanakan şalat, serta beberapa hal lain yang dikategorikan kepada amal dan perbuatan baik yang diridhoi Allah. Dalam hal memberi pendidikan şalat kepada anak di usia dini dapat dilakukan orang tua dengan mulai membimbing anak untuk mengerjakan şalat dengan mengajak melakukan şalat di sampingnya, dimulai ketika ia sudah mengetahui tangan kanan dan kirinya.[18] Jangan diamkan anak menonton televisi, sementara azan berkumandang. Jika orang tua menghendaki anak mengerjakan şalat, berilah ia teladan. Orang tua perlu menjelaskan bahwa şalat merupakan satu wujud rasa syukur, karena Allah telah memberikan nikmat berupa rezki yang halal dan kesehatan.[19] Rahasianya adalah agar anak dapat mempelajari hukum-hukum ibadah şalat sejak masa pertumbuhannya, sehingga ketika anak tumbuh besar, ia telah terbisa melakukan dan terdidik untuk mentaati Allah, melaksanakan hak-hakNya, bersyukur kepada Allah, di samping itu anak akan mendapatkan kesucian ruh, kesehatan jasmani, kebaikan akhlak, perkataan dan perbuatan di dalam ibadah şalat yang dilaksanakannya.[20]
    Dalam mengajari şalat, dapat dibaca pada firman Allah berikut ini:

    Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Thaha: 132)

    Ayat ini mengandung arti, selamatkanlah mereka dari azab Allah dengan mengerjakan şalat secara rutin dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.[21]

    Dan karenanya dewasa ini adalah menjadi keharusan bagi setiap orang tua memberi pendidikan şalat kepada anak-anak sejak usia dini. Meskipun dalam hadis Rasul disebutkan mengajari anak şalat setelah usia 7 (tujuh), bukan berarti pada usia sebelumnya anak tidak diajari şalat sama sekali. Pada usia ini setidaknya anak dikenalkan dengan şalat misalnya kedua orang tua bisa mulai membimbing anak mengerjakan şalat dengan cara mengajak anak untuk melakukan şalat di samping mereka. Dalam mengajarkan şalat kepada anak-anak hendaklah diberikan secara bertahap, yaitu bagi anak-anak umur 7 (tujuh) tahun pertama yang diajarkan adalah tentang rukun-rukun şalat, kewajiban-kewajiban dalam mengerjakan şalat serta hal-hal yang bisa membatalkan şalat [22], setelah itu diajarkan pula gerak-geriknya terlebih dahulu, kemudian bacaannya secara bertahap, bacaan yang paling mudah dibaca dan dihapal anak-anak, itulah yang diajarkan terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan bacaan-bacaan lainnya.[23] Jangan diamkan anak menonton televisi, sementara azan berkumandang. Jika orang tua menghendaki anak mengerjakan şalat, berilah ia teladan. Orang tua perlu menjelaskan bahwa şalat merupakan satu wujud rasa syukur, karena Allah telah memberikan nikmat berupa rezki yang halal dan kesehatan.[24] Rahasianya adalah agar anak dapat mempelajari hukum-hukum ibadah şalat sejak masa pertumbuhannya, sehingga ketika anak tumbuh besar, ia telah terbiasa melakukan dan terdidik untuk mentaati Allah, melaksanakan hak-hakNya, bersyukur kepada Allah, di samping itu anak akan mendapatkan kesucian ruh, kesehatan jasmani, kebaikan akhlak, perkataan dan perbuatan di dalam ibadah şalat yang dilaksanakannya.[25]

    Pendidikan akhlak juga merupakan materi penting untuk diberikan pada anak usia dini, hal ini senada dengan sabda Rasululah Saw:

    حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَامِرُ بْنُ أَبِي عَامِرٍ الْخَزَّازُ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا مِنْ نَحْلٍ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ [26]

    Artinya: “Tidaklah ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anaknya daripada akhlak yang baik” (R. Tirmizi)

    Dalam hadis lain Rasul bersabda: 

    حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُمَارَةَ أَخْبَرَنِي الْحَارِثُ بْنُ النُّعْمَانِ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا أَدَبَهُمْ[27]

    Artinya: “Muliakanlah anak-anakmu dan ajarkanlah mereka budi pekerti yang baik” (R. Ibnu Majah).
    Di antara pendidikan akhlak yang perlu diberikan kepada anak usia dini, antara lain adalah akhlak terhadap orang tua, keluarga, teman, guru, lingkungan dan masyarakat secara umum. Pendidikan tentang cinta kepada keluarga, sangat penting diberikan kepada anak usia dini, agar anak sejak dini mengerti hak dan kewajibannya dalam kehidupan berkeluarga. Termasuk dalam materi ini, adalah pengajaran tentang hormat dan taat kepada orang tua, jasa dan kasih sayang orang tua kepada anak, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tata krama dalam kehidupan keluarga. Berkenaan dengan kasih sayang terhadap keluarga pernah dicontohkan oleh Rasulullah dalam mencintai anak-anak seperti yang disebutkan dalam hadis berikut:

    مارأيت أحداكان أرحم بالعيال من رسول الله صلى الله عليه وسلم[28]
    Artinya: Belum pernah saya melihat orang yang lebih mengasihi keluarganya dibandingkan Rasulullah SAW.(R. Muslim)

    Selain itu juga perlu diberikan akhlak atau adab ketika membaca Al Qur-an, adab ketika menyantap makanan dan minuman, adab keluar masuk kamar mandi, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan pencipataan akhlakul karimah pada anak usia dini. Rasul juga memberikan pedoman tentang pendidikan makan dan minum terhadap anak-anak orang Islam, hal ini dapat dibaca pada hadis berikut ini:

    حدثنا محمد بن سليما ن بن بلال عن أبي وجزة عن عمر بن أبي سلمة قال قال النبي صلى الله عليه وسلم اد ن بني فسم الله و كل يمينك و كل مما يليك[29] (رواه أبوداود)

    Artinya: Hadis Muhammad ibn Sulaiman Luain dari Sulaiman ibn Bilal dari Abi Wajzah dari Umar ibn Abi Salamah, Rasul saw bersabda: “Mendekatlah padaku hai anakku, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat denganmu”.

    Selain materi-materi tersebut di atas, anak pada usia dini juga masih perlu diberikan materi pendidikan tentang kesehatan dan kebersihan badan, gerak badan (olah raga), belajar bermain dengan teman sebaya, belajar membaca dan menulis latin, belajar menghitung, menggambar, melipat, dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi perkembangan dan pertumbuhan psiko motorik anak.

    Metode Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam

    Untuk merealisasikan pelaksanaan kegiatan pendidikan pada anak usia dini serta guna mencapai hasil yang menggembirakan, para pendidik hendaklah senantiasa mencari berbagai metode yang efektif, serta mencari kaidah-kaidah pendidikan yang berpengaruh dalam mempersiapkan dan membantu pertumbuhan anak usia dini, baik secara mental dan moral, spiritual dan etos sosial, sehingga anak dapat mencapai kematangan yang sempurna guna menghadapi kehidupan dan pertumbuhan selanjutnya. Dengan bersumberkan kepada Al Qur-an dan hadis, ada beberapa metode pendidikan Islam yang dapat dan layak diterapkan pada kegiatan pendidikan terhadap anak usia dini. Metode dimaksud adalah:

    Metode dengan Keteladanan

    Keteladanan dalam pendidikan Islam, merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak sejak usia dini. Hal ini karena pendidik adalah figure terbaik dalam pandangan anak didik yang tindak tanduknya dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan menjadi perhatian anak-anak sekaligus ditirunya. Keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Jika pendidik dan orang tua jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Anak usia dini, bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun sucinya fitrah, tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia (anak usia dini) tidak melihat pendidik dan orang tua sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Kiranya sangat mudah bagi pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, tetapi teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya jika ia melihat orang yang memberikan pengajaran tidak mengamalkan-nya.

    Allah swt, juga telah mengajarkan bahwa rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia, adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya, belajar darinya, memenuhi panggilannya, menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan akhlak yang terpuji. Allah mengutus Muhammad Saw. Sebagai teladan yang baik bagi umat Islam sepanjang jaman, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang menerangi dan purnama yang memberi petunjuk. Allah berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 21:

    Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

    Ayat tersebut ditafsirkan oleh Baidhawi, bahwa uswatun hasanah yang dimaksud adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh[30]. Dalam ringkasan tafsir Ibnu Kasir disebutkan bahwa ayat ini merupakan prinsip utama dalam meneladani Rasulullah SAW, baik dalam ucapan, perbuatan maupun sikap dan perilakunya.[31] Islam telah menyajikan pribadi Rasul sebagai suri teladan yang terus-menerus bagi seluruh pendidik, suri teladan yang selalu baru bagi generasi demi generasi, dan selalu aktual dalam kehidupan manusia, setiap kali kita membaca riwayat kehidupannya bertambah pula kecintaan kita kepadanya dan tergugah pula keinginan untuk meneladaninya. Islam tidak menyajikan keteladanan ini sekedar untuk dikagumi atau sekedar untuk direnungkan dalam lautan hayal yang serba abstrak. Islam menyajikan riwayat keteladanan itu semata-mata untuk diterapkan dalam diri setiap individu muslim baik itu anak-anak maupun orang dewasa.

    Dalam memberikan pendidikan kepada anak usia dini, pendidikan dengan memberi teladan secara baik dari para pendidik dan orang tua, teman bermain, pengajar, atau kakak, akan merupakan faktor yang sangat memberikan bekas dalam membina pertumbuhan anak, memberi petunjuk, dan persiapannya untuk menjadi melanjutkan kehidupannya di fase-fase perkembangan selanjutnya. Dengan demikian perlu dipahami oleh para pendidik dan orang tua bahwa mendidik dengan cara memberi teladan yang baik, terutama pada masa anak usia dini sesungguhnya penopang utama dan dasar dalam meningkatkan anak usia dini pada keutamaan, kemuliaan dan etika sosial yang terpuji.[32]

    Manusia telah diberi fitrah untuk mencari suri teladan agar menjadi pedoman bagi mereka, yang menerangi jalan kebenaran dan menjadi contoh hidup yang menjelaskan kepada mereka bagaimana seharusnya melaksanakan syrai’at Allah. Karenanya, untuk merealisasikan risalahNya di muka bumi, Allah mengutus para rasulNya yang menjelaskan kepada manusia syari’at yang diturunkan Allah kepada mereka. Anak usia dini merupakan tingkat usia yang dalam pertumbuhannya memiliki keterkaitan besar terhadap keteladanan dari pihak luar dirinya. Di dalam kehidupan berkeluarga misalnya, anak usia dini membutuhkan suri teladan, khususnya dari kedua orang tuanya, agar sejak dini (masa kanak-kanak) ia menyerap dasar tabiat perilaku Islami dan berpijak pada landasannya yang luhur. Keteladanan yang baik memberikan pengaruh besar terhadap jiwa anak, sebab anak banyak meniru kedua orang tuanya. Anak-anak akan selalu memperhatikan dan mengawasi perilaku orang tuanya atau orang dewasa lainnya, dan mereka akan mencontohnya, jika anak mendapati orang tuanya berlaku jujur, mereka akan tumbuh dengan kejujuran. 

    Kedua orang tua dituntut mengimplementasikan perintah-perintah Allah dan sunnah Rasul sebagai perilaku dan amalan serta terus menambah amalan-amalan sunnah tersebut semampunya, karena anak-anak akan terus mengawasi dan meniru mereka setiap waktu. Kemampuan anak dalam menerima teladan dari orang dewasa secara sadar atau tidak sadar sangatlah tinggi, meskipun anak-anak sering dianggap sebagai makhluk kecil yang belum mengerti dan paham ajaran Islam, tetapi dengan melihat teladan yang diberi orang dewasa hal itu akan memberi bekasan pada diri anak.[33] Di sekolah, anak-anak juga membutuhkan suri teladan yang dilihatnya langsung dari setiap guru yang mendidiknya, sehingga dia merasa pasti dengan apa yang dipelajarinya. Pada perilaku dan tindakan guru-gurunya, hendaknya anak dapat melihat langsung bahwa tingkah laku utama yang diharapkan mereka melakukannya adalah hal yang tidak mustahil dan memang dalam batas kewajaran untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.[34]

    Pendidikan dengan Latihan dan Pengamalan

    Islam merupakan agama yang menuntut para pemeluknya mampu merealisasikan berbagai ajaran Islam dalam bentuk amal nyata yaitu berupa amal şaleh yang diridhai Allah SWT. Islam menuntut umatnya agar mengarahkan segala tingkah laku, naluri, aktivitas dan hidupnya untuk merealisasikan adab-adab dan perundang-undangan yang berasal dari Allah secara nyata.

    Dalam hal pendidikan melalui latihan pengamalan, Rasulullah SAW, sebagai pendidik Islam yang pertama dan utama sesungguhnya telah menerapkan metode ini dan ternyata memberikan hasil yang menggembirakan bagi perkembangan Islam di kalangan sahabat. Dalam banyak hal, Rasul senantiasa mengajarkannya dengan disertai latihan pengamalannya, di antaranya; tatacara bersuci, berwudhu, melaksanakan şalat, berhaji dan berpuasa.

    Atas dasar ini, maka dalam pelaksanaan pendidikan Islam baik kepada orang dewasa, apalagi terhadap anak-anak usia dini pendidikan melalui latihan dan pengamalan merupakan satu metode yang dianggap penting untuk diterapkan. Metode belajar learning by doing atau dengan jalan mengaplikasikan teori dan praktik, akan lebih memberi kesan dalam jiwa, mengokohkan ilmu di dalam kalbu dan menguatkan dalam ingatan.

    Di antara yang dapat dilatihkan sebagai amalan bagi anak-anak usia dini antaranya ialah; cara menggosok gigi, latihan mencuci tangan yang benar, cara beristinja, latihan berwudhu’, mengucapkan salam ketika masuk rumah, serta beberapa do’a yang harus diamalkan sebagai mengawali berbagai aktivitas sehari-hari, seperti do’a hendak dan sesudah makan, do’a hendak dan bangun tidur, do’a masuk kamar mandi, dan do’a lain yang mudah diamalkan oleh anak-anak usia dini.

    Orang tua wajib membiasakan atau melatih anak-anak mereka pergi ke masjid, juga melaksanakan şalat di rumah maupun di sekolah. Hal ini dapat dibaca pada hadis berikut ini:

    حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ وَاللَّفْظُ لِقُتَيْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي يَعْفُورٍ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ صَلَّيْتُ إِلَى جَنْبِ أَبِي قَالَ وَجَعَلْتُ يَدَيَّ بَيْنَ رُكْبَتَيَّ فَقَالَ لِي أَبِي اضْرِبْ بِكَفَّيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ قَالَ ثُمَّ فَعَلْتُ ذَلِكَ مَرَّةً أُخْرَى فَضَرَبَ يَدَيَّ وَقَالَ إِنَّا نُهِينَا عَنْ هَذَا وَأُمِرْنَا أَنْ نَضْرِبَ بِالْأَكُفِّ عَلَى الرُّكَبِ[35]

    Artinya: Hadis Saad bin Abi Waqqas r.a: Diriwayatkan daripada Mus’ab bin Saad r.a katanya: Aku pernah sembahyang di sisi ayahku. Aku rapatkan tangan antara kedua lututku. Lalu ayahku berkata kepadaku: Letakkan kedua telapak tanganmu pada lututmu. Kemudian aku melakukan hal itu sekali lagi. Lalu ayah memukul tanganku sambil mengatakan: Sesungguhnya kita dilarang dari melakukan ini yaitu meletakkan tangan di antara dua lutut dan kita diperintahkan supaya meletakkan tangan di atas lutut. (HR. Muslim)

    Nilai pendidikan yang terdapat dalam hadis di atas adalah tentang praktik melatih anak dalam melaksanakan şalat. Praktik pendidikan şalat seperti inilah yang seyogiyanya diterapkan oleh para orang tua dalam memberi pendidikan sholat kepada anak-anaknya, sehingga anak tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis tentang şalat, tetapi juga memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sifatnya praktis tentang şalat, dan dengan demikian maka anak akan mampu melaksanakan şalat dengan benar sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

    Dalam hadis lain ditemukan juga bagaimana Rasulullah memberi pendidikan şalat kepada anak-anak, seperti sabda beliau yang diriwayatkan dari Anas:

    حَدَّثَنَا أَبُو حَاتِمٍ مُسْلِمُ بْنُ حَاتِمٍ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بُنَيَّ إِيَّاكَ وَالِالْتِفَاتَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ الِالْتِفَاتَ فِي الصَّلَاةِ هَلَكَةٌ فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ فَفِي التَّطَوُّعِ لَا فِي الْفَرِيضَةِ[36]

    Artinya: Berkata Anas bin Malik telah berkata Rasulullah SAW; “Hai anakku, janganlah engkau menoleh ke sana ke mari dalam şalat, karena akan merusak şalat, jika engkau terpaksa melakukan hal itu, maka boleh dilakukan hanya dalam şalat sunnah, dan bukan dalam şalat fardhu”.(HR. at-Tirmiżi)

    Hadis ini dikeluarkan oleh Rasulullah dalam rangka memberi peringatan kepada anak-anak agar tidak menoleh ke kanan dan ke kiri ketika sedang melaksanakan şalat, dan ini sesungguhnya merupakan bukti perhatian Rasul dalam mengajarkan kepada anak-anak tentang tatacara şalat.[37] Para sahabat juga menempuh cara yang sama dalam memberi pendidikan şalat kepada anak-anaknya dengan cara memberi contoh kepada anak-anaknya tentang berbagai tata cara şalat sesuai dengan yang diajarkan Rasul Saw. Cara ini juga pantas jika dipraktikkan oleh para orang tua Muslim dalam memberi pendidikan şalat kepada anak-anaknya, terutama tentang ketertiban dalam şalat (larangan menoleh ke kanan atau ke kiri pada waktu şalat).

    Orang tua juga berkewajiban melatih mereka melaksanakan puasa dan infaq, bersedekah serta berbuat baik kepada tetangga dan orang-orang fakir, juga menolong orang-orang yang lemah. Disamping itu juga harus dilatih menghormati orang yang lebih tua dan telah berumur, dilatih/dibiasakan melakukan berbagai kegiatan dengan niat kerena keridhaan Allah semata, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Mengorbankan harta serta diri mereka di jalan Allah, melaksana-kan kewajiban agama, menegakkan moral Islam, khususnya mengenakan jilbab bagi anak perempuan.[38]

     Mendidik melalui permainan, nyanyian, dan cerita

    Sesuai dengan pertumbuhannya, anak usia dini memang lagi gemar-gemarnya melakukan berbagai permainan yang menarik bagi dirinya. Berkaitan dengan ini, maka pendidikan melalui permainan merupakan satu metode yang menarik diterapkan dalam pendidikan anak usia dini. Tentu saja permainan yang positif dan dapat mengembangkan intelektual dan kreativitas anak-anak. Bagi anak-anak usia balita, bermain dengan ibu tentu lebih banyak dampak positifnya karena lebih memperlancar komunikasi antara keduanya, adalah teman terbaik bagi mereka.[39] Hal ini dapat dibaca pada hadis Rasul yang menjelaskan tentang cara memberi pendidikan puasa kepada anak-anak berikut ini:

    و حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ نَافِعٍ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ بْنِ لَاحِقٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ ذَكْوَانَ عَنْ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذِ بْنِ عَفْرَاءَ قَالَتْ أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الْإِفْطَارِ[40]

    Diriwayatkan daripada Ar-Rubaiyyi’ binti Muawwiz bin Afra’ r.a katanya: Pada hari Asyura, Rasulullah s.a.w telah mengirimkan surat ke perkampungan-perkampungan Ansar di sekitar Madinah yang berbunyi: Siapa yang berpuasa pada pagi ini hendaklah menyempurnakan puasanya dan siapa yang telah berbuka yaitu makan pada pagi ini hendaklah dia juga menyempurnakannya yaitu berpuasa pada pagi harinya. Selepas itu kami pun berpuasa serta menyuruh anak-anak kami yang masih kanak-kanak supaya ikut berpuasa, jika diizinkan Allah. Ketika kami berangkat menuju ke masjid, kami buatkan suatu permainan untuk anak-anak kami yang diperbuat dari bulu biri-biri. Jika ada di antara mereka yang menangis meminta makanan, kami akan berikan mainan tersebut sehingga tiba waktu berbuka. (HR.Muslim)

    Dengan membaca hadis di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan puasa kepada anak dapat dilakukan dengan cara melatih mereka berpuasa dan jika mereka menangis meminta makanan dapat dialihkan keinginan mereka dengan cara memberi mainan kepada mereka, sehingga anak-anak lupa akan rasa laparnya dan asik dengan permainannya, selain itu anak juga merasa terhibur oleh permainan dan tidak merasakan panjangnya hari yang mereka lalui dengan puasa. Ibnu Hajar seperti dikutip Suwaid, menjelaskan bahwa hadis ini menjadi dalil mengenai disyariatkannya melatih anak-anak untuk berpuasa, sebab usia yang disebutkan dalam hadis tersebut belum sampai pada masa mukallaf, akan tetapi hal itu dilakukan sebagai bentuk latihan.[41] Namun perlu diingat pula bahwa yang paling perlu orang tua usahakan pertama kali sebelum mengenalkan dan melatih bepuasa adalah mengkondisikan anak dengan lingkungan yang Islami. Kenalkan suasana puasa di lingkungan keluarga, karena suasana itu bagi anak merupakan bekal dalam mempersiapkan dirinya, sehingga anak terbiasa dengan suasana berpuasa. Anak tidak melihat ibu, bapak, dan anggota keluarganya makan di siang hari, tetapi makan ketika terbenam matahari. Perlu juga diingat adalah jangan sekali-sekali memaksa mereka melakukan puasa secara terus menerus sejak dari terbit fajar hingga terbenam matahari, namun latih mereka untuk melakukan puasa secara bertahap, mulai dari hitungan jam sampai akhirnya mereka dapat terus berpuasa dari terbit fajar hingga berbuka pada magribnya. Setelah anak mampu berpuasa selama satu hari penuh, kenalkan mereka dengan hal-hal yang membatalkan puasa.[42]

    Muhammad Suwaid menjelaskan bahwa hadis yang menceritakan bahwa Nabi merestui A’isyah yang sedang bermain dengan boneka, menunjukkan kepada kita bahwa anak kecil memang butuh mainan. Demikian juga hadis tentang burung nughar kecilnya Abu Umair yang dibuat mainan olehnya dan hal itu juga disaksikan oleh Nabi menjadi bukti lain akan adanya kebutuhan mainan bagi anak agar ia bisa riang gembira. Dalam hal ini kedua orang tuanyalah yang mesti memberikan mainan untuk anaknya yang sesuai dengan usia dan kemampuannya, dan kemudian menyerahkannya secara lansgung, hal itu dimaksudkan agar akal dan panca inderanya beraktivitas dan bisa tumbuh sedikit demi sedikit.

    Agar mainan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak mereka benar-benar bisa bermanfaat, maka kedua orang tua perlu mempertimbangkan; apakah mainan itu termasuk mainan yang akan membangkitkan aktivitas jasmani dan kesehatan yang berguna bagi anak. Apakah mainan tersebut membeikan kesempatan bagi anak untuk menyusunnya, dan apakah mainan tesebut bisa mendorong anak untuk meniru perilaku orang-orang dewasa dan cara berpikir mereka. Jika jawaban atas semua pertanyaan tersebut adalah “ya”, maka mainan tersebut berarti sesuai untuknya dan memberikan manfaat edukatif.[43] Selain memberi permainan kepada anak, bermain dengan anak dan bertingkah seperti mereka dalam bergaul dengan mereka akan menumbuhkan semangat di dalam jiwanya dan juga akan membantunya menampilkan serta mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.[44] Dalam al-Ishabah dikatakan bahwa Rasulullah saw pernah bermain-main dengan Hasan dan Husin ra. Rasulullah saw. Merangkak di atas kedua tangan dan lututnya, dan kedua cucunya tersebut bergelantungan dari kedua sisinya, dan merangkak bersama keduanya.[45]

    Bernyanyi juga satu cara yang baik diterapkan dalam pembelajaran pada anak usia dini. Bernyanyi di sini bukan hanya mengajari anak menyanyikan berbagai lagu, tetapi dapat dilakukan untuk mengajarkan anak membaca huruf hijaiyah dengan cara membacanya secara berirama sehingga anak merasa senang dan rilek dalam mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh guru-gurunya. Selain itu, belajar sambil bernyanyi juga akan memberi keceriaan dan kebahagiaan kepada anak dalam belajar. Keceriaan dan kebahagiaan memainkan peran penting dalam jiwa anak secara menakjubkan, serta memberikan pengaruh kuat. Anak-anak usia dini tentu saja ingin selalu riang gembira, selanjutnya keceriaan dan kegembiraan anak itu akan melahirkan rasa optimisme dan percaya diri serta akan selalu siap untuk menerima perintah, peringatan atau petunjuk dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Adalah Rasulullah senantiasa menanamkan jiwa periang dan kegembiraan di dalam jiwa anak dan hal itu beliau lakukan dengan bebagai macam cara. Di antaranya adalah dengan menyambut mereka dengan sambutan yang hangat ketika bertemu dengan mereka, mengajak mereka bercanda, menggendong mereka dan meletakkan mereka di pangkuan beliau, mendahulukan mereka dengan memberi makanan yang baik, dan dengan cara makan bersama-sama dengan mereka.[46]

    Juga tidak kalah pentingnya adalah pembelajaran dengan cara memberikan atau menyajikan kisah-kisah Islami yang bersumber dari Al Qur-an dan Hadis Rasul. Dalam pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain. Hal ini karena kisah Qur-an dan nabawi memiliki beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai dampak psikologis dan edukatif yang sempurna, rapi, dan jangkauan yang luas. Di samping itu kisah eduktif dapat melahirkan kehangatan perasaan dan vitalitas serta aktvitas di dalam jiwa, yang selanjutnya memotivasi anak didik untuk mengubah perilakunya dan memperbarui tekadnya sesuai dengan tuntunan, pengarahan dan ide-ide yang terkandung dalam kisah tersebut.[47]

    Kisah Qur-ani bukanlah karya seni yang tanpa tujuan, melainkan merupakan satu di antara sekian banyak metode Qur-ani untuk menuntun dan mewujudkan tujuan keagamaan dan ketuhanan serta satu cara untuk menyampaikan ajaran Islam terutama bagi anak-anak usia dini. Tentu saja kemasan kisah qur-an yang dapat diterapkan dalam memberikan pendidikan kepada anak usia dini, merupakan kisah yang dikemas secara indah dan menarik bagi anak-anak usia dini. Misal kisah-kisah yang dapat diberikan kepada anak usia dini antara lain adalah kisah para Nabi dan Rasul-Rasul Allah, kisah anak durhaka, kisah-kisah anak soleh dan kisah-kisah orang pemberani dalam kebenaran, serta kisah-kisah lain mengandung nilai pendidikan dan mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak usia dini.

    Artinya “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”. (Huud: 120)

    Dijelaskan oleh Ibnu Kasir bahwa dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa semua kisah para rasul terdahulu bersama umatnya masing-masing sebelum Muhammad, Kami ceritakan kepadamu perihal mereka. Semua itu diceritakan untuk meneguhkan hatimu, hai Muhammad, dan agar engkau mempunyai suri teladan dari kalangan saudara-saudaramu para rasul yang terdahulu.[48]

    Artinya “Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”.(Al A’raaf: 176)
    Ayat 176 ini diturunkan menceritakan kisah Bal’aam, untuk mengingatkan manusia bahwa meskipun seorang itu sudah mencapai ilmu yang sangat tinggi sebagaimana yang dicapai oleh para Nabi tetapi lalu ia maksiat dan condong kepada dunia, maka akhirnya bernasib sebagaimana Bal’aam yang disebut oleh Allah: Famasaluhu kamasalail kalbi in tahmil alaihi yalhas au tatrukhu yalhas.

    Orang itu contohnya bagaikan anjing yang selalu menjilat-jilat dan tidak berguna baginya segala peringatan, ancaman dan nasihat, tidak berguna baginya iman dan pengetahuannya. Karena itulah ayat ditutup dengan kalimat “Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir” Ikutilah kisah ini supaya mereka berpikir dan memperhatikan, dan dapat mawas diri dan berhati-hati jangan sampai terjadi seperti itu[49].

    Kisah bisa memainkan peran penting dalam menarik perhatian, kesadaran pikiran dan akal anak. Nabi biasa membawakan kisah di hadapan sahabat, yang muda maupun yang tua, mereka mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap apa yang dikisahkan beliau, berupa berbagai peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu, agar bisa diambil pelajarannya oleh orang-orang sekarang dan yang akan datang hingga hari kiamat. Yang penting dicatat adalah bahwa kisah-kisah yang disampaikan oleh Nabi bersandar pada fakta riil yang pernah terjadi di masa lalu, jauh dari khurafat dan mitos.

    Kisah-kisah tersebut bisa membangkitkan keyakinan sejarah pada diri anak, di samping juga menambahkan spirit pada anak untuk bangkit serta membangkitkan rasa keislaman yang bergelora dan mendalam. Kisah-kisah para ulama, ‘amilin dan orang-orang mulia yang shalih merupakan sebaik-baik sarana yang akan menanamkan berbagai keutamaan dalam jiwa anak serta mendorongnya untuk siap mengemban berbagai kesulitan dalam rangka meraih tujuan yang mulia dan luhur. Di samping itu juga akan membangkitkan untuk mengambil teladan orang-orang yang penuh pengorbanan sehingga ia akan terus naik menuju derajat yang tinggi dan terhormat.[50] 

    Mendidik dengan Targhib dan Tarhib

    Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu maslahat, kenikmatan, atau kesenangan akhirat. Sedangkan tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah.[51] Ini merupakan metode pendidikan Islam yang didasarkan atas fitrah yang diberikan Allah kepada manusia, seperti keinginan terhadap kekuatan, kenikmatan, kesenangan, dan kehidupan abadi yang baik serta ketakutan akan kepedihan, kesengsaraan dan kesudahan yang buruk. Ditinjau dari segi paedagogis, hal ini mengandung anjuran, hendaknya pendidik dan atau orang tua menanamkan keimanan dan aqidah yang benar di dalam jiwa anak-anak, agar pendidik dapat menjanjikan (targhib) surga kepada mereka dan mengancam (tarhib) mereka dengan azab Allah, sehingga hal ini diharapkan akan mengundang anak didik untuk merealisasikan dalam bentuk amal dan perbuatan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

    Dalam memberikan pendidikan melalui targhib dan tarhib, pendidik hendaknya lebih mengutamakan pemberian gambaran yang indah tentang kenikmatan di surga dan berbagai kenikmatan lain yang diperoleh sebagai balasan bagi amal sholeh yang dikerjakan, sekaligus juga diberikan sedikit gambaran tentang dahsyatnya azab Allah yang diberikan sebagai ganjaran pelanggaran yang dilakukan.[52] Pendidikan dengan menerapkan metode ini merupakan upaya untuk menggugah, mendidik dan mengembangkan perasaan Rabbaniyah pada anak sejak usia dini, perasaan-perasaan yang diharapkan dapat dikembangkan melalui metode ini antara lain; khauf kepada Allah, perasaan khusyu’, perasaan cinta kepada Allah, dan perasaan raja’ (berharap) kepada Allah.

    Targhib dan tarhib merupakan bagian dari metode kejiwaan yang sangat menentukan dalam meluruskan anak, ia merupakan cara yang jelas dan gamblang dalam pendidikan ala Rasul, beliau sering menggunakannya dalam menyelesaikan masalah anak di segala kesempatan, terutama dalam masalah berbakti kepada orang tua. Beliau mendorong anak agar berbakti kepada kedua orang tuanya serta menakut-nakutinya dari berbuat durhaka kepada keduanya. Hal itu tidak lain bertujuan agar anak itu menyambut hal ini dan mendapatkan pengaruh sehingga ia bisa memperbaiki diri dan perilakunya.[53]

    Pujian dan Sanjungan

    Tidak diragukan lagi, pujian terhadap anak mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap dirinya, sehingga hal itu akan menggerakkan perasaan dan inderanya. Dengan demikian, seorang anak akan bergegas meluruskan perilaku dan perbuatannya. Jiwanya akan menjadi riang dan juga senang dengan pujian ini untuk kemudian semakin aktif. Rasulullah sebagai manusia yang mengerti tentang kejiwaan manusia telah mengingatkan akan pujian yang memberikan dampak positif terhadap jiwa anak, jiwanya akan tergerak untuk menyambut dan melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.[54]

    Anak kecil yang masih berada dalam umur tiga tahun pertama bukannya tidak mempunyai perasaan kehormatan serta harga diri, ia menyadari bahwasanya dirinya adalah anak kecil, akan tetapi dalam lubuk hatinya ia tidak menerima jika dianggap remeh dalam bentuk dan sikap yang bagaimanapun. Selama ia masih tumbuh berkembang maka perasaan dihargai dan dihormati ikut tumbuh kembang dalam dirinya. Perasaan harga diri dan dihormati merupakan pembawaan manusia secara fitrah, baik sebagai anak kecil maupun sebagai manusia dewasa, sebab sesungguhnya manusia merupakan makhluk yang dihormati lagi dimuliakan. Mengenai bentuk dan ragam pemberian pujian atau penghargaan cukup banyak, yang terpenting adalah anak sejak dini dipandang sebagai manusia sekaligus diperlakukan secara manusiawi.[55]

    Secara lebih lanjut, pujian dan sanjungan dapat diberikan dalam bentuk hadiah. Namun orang tua hendaklah berhati-hati dalam memilih hadiah, agar tidak menimbulkan ketagihan. Hindarilah memberi hadiah uang, karena selain benda ini sangat menggiurkan, orang tua pun harus bekerja dua kali untuk membimbing anak agar mampu membelanjakan uangnya dengan baik. Pilihlah hadiah yang bersifat edukatif, sehingga tak jadi persoalan jika anak-anak kemudian ketagihan.

    Buku cerita, alat-alat sekolah serta perlengkapan kegemaran anak akan cukup menyenangkan mereka. Pilih barang yang saat itu sedang mereka butuhkan, sehingga orang tua tidak perlu membelikannya lagi, misalnya jika sepatunya sudah mulai nampak berlubang, mengapa tidak menjadikannya saja sebagai hadiah, sebab kalaupun tidak sebagai hadia toh akhirnya orang tua harus membelikannya juga. Orang tua harus sejak awal dan terus-menerus menanamkan pengertian bahwa hadiah yang diberikan kepada anak bukan semata untuk menghargai prestasi akhir mereka, namun lebih dititikberatkan pada usaha anak untuk mengubah dirinya.[56]

    Menanamkan Kebiasaan yang Baik

    Dalam usaha memberikan pendidikan dan membantu perkembangan anak usia dini, selain pengembangan kecerdasan dan keterampilan, perlu juga sejak dini ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang positif. Pendidikan dengan mengajarkan dan pembiasaan adalah pilar terkuat untuk pendidikan anak usia dini, dan metode paling efektif dalam membentuk iman anak dan meluruskan akhlaknya, sebab metode ini berlandasakan pada pengikutsertaan. Tidak diragukan lagi, mendidik dengan cara pembiasaan anak sejak dini adalah paling menjamin untuk mendatangkan hasil positif, sedangkan mendidik dan melatih setelah dewasa sangat sukar untuk mencapai kesempurnaan[57].

    Ada beberapa hal yang dapat dianggap positif untuk dibiasakan terhadap anak usia dini, di antaranya adalah:

    Anak harus dibiasakan menjaga kebersihan, sebab Islam sangat mementingkan kebersihan, sebagaimana dapat dibaca pada firman Allah berikut ini:

    Artinya: “Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (Taubah: 108)

    Ayat di atas menjelaskan tentang kecintaan Allah terhadap orang yang bersih, yaitu orang menyucikan dirinya dari segala macam najis dan kotoran sekaligus membersihan jiwanya dari segala macam dosa.[58]

    Ayat ini sejalan dengan sabda Rasul:

    حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ إِلْيَاسَ عَنْ صَالِحِ بْنِ أَبِي حَسَّانَ قَال سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ يُحِبُّ الطَّيِّبَ نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ…[59]

    Artinya: “Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan”… (R. at-Tirmiżi)

    Dalam rangka membiasakan hidup bersih dan hidup sehat, pada anak usia dini, hendaklah anak dibiasakan untuk; berdo’a sebelum tidur dan ketika bangun, mandi secara teratur, menggosok gigi setiap bangun dan menjelang tidur, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, serta membuang sampah pada tempatnya.

    Anak dilatih dan dibiasakan hidup teratur, misalnya dengan membiasakan anak makan secara teratur dan tidak berlebihan, sebagaimana difirmankan Allah:

    Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.(Al A’raaf ayat 31)

    Makna yang terdapat pada ayat ini adalah makanlah sesukamu dan berpakaianlah sesukamu selagi engkau hindari dua pekerti, yaitu berlebih-lebihan dan sombong. Allah menghalalkan makan dan minum selagi dilakukan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak untuk kesombongan[60].

    Dalam hadis Rasul kita temukan tentang aturan makan dan minum, yaitu seperti yang tersebut dalam hadis berikut ini:

    حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ وَاللَّفْظُ لِابْنِ نُمَيْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ جَدِّهِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ[61

    Artinya: Dari Jaddah ibn Umar Rasulullah berkata: “Jika makan salah seorang diantara kamu, maka makanlah dengan tangan kanan, dan jika minum, maka minumlah dengan tangan kanan, karena sesungguhnya syaitan makan dan minum dengan tangan kiri”(R. At-Tirmizi)

    Anak sejak dini hendaknya dibiasakan hidup sederhana dan hemat. Untuk itu sebaiknya anak tidak dibiasakan jajan, sebab jajan di samping merupakan kebiasaan yang tidak baik, juga makananan yang ia beli belum terjamin kebersihannya hingga bisa membahayakan kesehatannya.[62]

    Itulah beberapa metode pendidikan yang menurut hemat penulis layak untuk diterapkan pada pelaksanaan pendidikan anak usia dini. Dengan metode-metode tersebut secara teoritis akan memberikan hasil positif terhadap pembinaan dan pendidikan anak usia dini, baik itu yang dilaksanakan orang tua di rumah, maupun oleh para guru di sekolah/lembaga pendidikan anak usia dini.

    Evaluasi Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini

    Rangkaian akhir dari suatu proses pendidikan anak usia dini adalah evaluasi atau penilaian. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam proses pendidikan.[63] Dalam pendidikan Islam, termasuk juga pendidikan anak usia dini, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dari sistem pendidikan Islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan dan proses pembelajaran.[64] Dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan dalam menyampaikan materi pendidikan kepada peserta didik. Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.[65]

    Sebagai satu komponen penting dalam pendidikan, evaluasi yang dilaksanakan secara umum memiliki fungsi untuk; mengetahui peserta didik yang mana yang terpandai dan terbodoh di kelasnya, mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki oleh peserta didik atau belum, mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik, mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mengalami didikan dan ajaran, mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan berbagai penyesuaian dalam kelas, dan sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk rapor, ijazah, piagam dan sebagainya.[66]

    Mengigat pentingnya evaluasi bagi proses pendidikan, maka dalam kegiatan pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini juga perlu dilakukan evaluasi. Terhadap kegiatan pendidikan anak usia dini, evaluasi atau penilaian dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui pengamatan dan pencatatan anekdot. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan sikap anak yang dilakukan dengan mengamati tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus, sedangkan pencatatan anekdot merupakan sekumpulan catatan tentang sikap dan perilaku anak dalam situasi tertentu.

    Beberapa alat penilaian yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran perkembangan kemampuan dan perilaku anak, antara lain adalah:

    1. Portofolio yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil kerja anak yang dapat menggambarkan sejauhmana keterampilan anak berkembang.
    2. Unjuk kerja (performance) merupakan penilaian yang menuntut anak untuk melakukan tugas dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati, misalnya praktik menyanyi, olahraga, atau memperagakan sesuatu perbuatan; seperti cara menggosok gigi, cara beristinja, cara berwudhu’ dan sedikit tentang gerakan dalam sholat.
    3. Penugasan (project) merupakan tugas yang harus dikerjakan anak yang memerlukan waktu yang relativ lama dalam mengerjakannya, misalnya melakukan percobaan menanam biji.
    4. Hasil karya (product) merupakan hasil kerja anak setelah melakukan suatu kegiatan.[67]

    Seluruh kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam pendidikan anak usia dini adalah untuk mengetahui perkembangan anak didik, yang mencakup dua aspek utama yaitu aspek pembiasan dan kemampuan dasar. Pada aspek pembiasaan, penilaian meliputi tentang perkembangan moral dan nilai-nilai agama, social, emosional dan kemandirian. Sedangkan pada aspek kemampuan dasar penilaiannya meliputi; kemampuan berbahasa, kemampuan kognitif, kemampuan fisik/motorik, dan kemampuan seni. [68] 

    Terhadap perkembangan moral dan nilai-nilai agama, evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan anak dalam berdo’a, mengucapkan salam, membedakan cipataan-ciptaan Allah, membaca beberapa do’a pendek, sekaligus juga mengetahui perkembangan anak dalam berdisiplin, kesopanan dalam berpakaian dan ketertiban dalam mengerjakan tugas-tugas di sekolah.

    Adapun penilaian terhadap perkembangan sikap sosial, emosional dan kemandirian, ditujukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan anak dalam bergaul, berteman, mengambil keputusan sederhana, bertanya sederhana, mengendalikan emosi dan kemandirian dalam mengurus keperluannya di sekolah. Sedangkan penilaian pada aspek kemampuan dasar ditujukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan anak dalam berbahasa, seperti kemampuan melakukan macam-macam perintah, menceritakan pengalamannya, merespon pertanyaan guru, dan kemampuan berkomunikasi dengan guru maupun temannya. 

    Evaluasi perkembangan kemampuan kognitif dilakukan untuk menilai kemampuan anak dalam menyatakan waktu yang dikaitkan dengan jam, membedakan macam-macam suara, mengelompokan warna, mengenal dan membedakan macam-macam rasa, serta kemampuan anak dalam menghitung bilangan tanpa menggunakan alat bantu.

    Evaluasi perkembangan fisik/motorik dilakukan dalam rangka mengetahui kemampuan anak dalam hal fisik/motoriknya seperti dalam kegiatan makan, menyisir rambut, mencuci dan mengelap tangan, memantulkan, menangkap, melempar bola, menggunting, melipat, dan meniru suatu gerakan terutama dalam bentuk senam atau tarian sederhana. Evaluasi perkembangan seni adalah untuk mengetahui kemampuan anak dalam mengapresiasikan imajinasinya dalam bentuk seni, seperti menggambar bebas dengan menggunakan krayon dan pensil berwarna, mewarnai gambar, menyanyikan lagu sambil bermain, dan mengekspresikan gerak.

    [1] Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm, terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 14, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003), h. 216.
    [2]Abu Abdullah ibn Muhammad Isma’il al-Bukhari, Shahih Bukhri Juz I, (Riyadh: Idaratul Bahtsi Ilmiah,tt), h. 25.

    [3] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 4, (Semarang: Toha Putra,tt,). H. 216.
    [4] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h 227
    [5] Ibnu Kasir, Tafsir Al Qur’an al- Ażīm juz 28…, h. 416.
    [6] Muhammad Ali Quthb, Auladuna fi Dlau-it Tarbiyyatil Islamiyyah, terjemahan Bahrum abu Bakar Ihsan, (Bandung: Diponegoro,1988), h. 59.
    [7] M. Athiyah Al Abrasy, at-Tarbiyah al-Islāmiyah wa Falasatuhā, (TTp: ’Isa al-Bābi al-Jalabī wa syirkāhu,1969), h. 163.
    [8] Mansur, Pendidikan Anak…, h.117.
    [9] M. Nipan Abdul Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Jakarta: Mitra Pustaka, 2001), h. 25
    [10]Depdiknas, Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Usia Dini (Pembelajaran Generik), (Jakarta: Depdiknas,2002), h. 21.
    [11]Boediono, Acuan …, h. 8-10.
    [12]Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa bin Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h 36.
    [13] Abu A’isy Abd Al Mun’im Ibrahim, Tarbiyah Al-Banati fi Al- Islam, terjemahan Herwibowo, Pendidikan Islam bagi Remaja Putri, (Jakarta: Najla Press,2007), h. 96.
    [14] Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, h. 75.
    [15]Ali Quthb, Auladuna fi Dlau-it Tarbiyyat al- Islamiyyah, terjemahan Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1988), h. 48.
    [16]at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 4, h.246.
    [17] M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, (Yogyakarta: Pustaka Al Kautsar, 1992), h. 106-107.
    [18] Muhammad Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah an-Nabawiyyah lit-Tifl, terjemahan Salafuddin Abu Sayyid, Mendidik Anak Bersama Nabi, (Solo: Pustaka Arafah,2003), h. 175.
    [19] Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak pada Ibadah, (Jakarta: Almahira, 2004), h. 96.
    [20]Abdullah Nashih Ulwan,Tarbiyatu ‘l-Aulad fi-‘l-Islam, terjemahan Saifullah Kamalie, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: Asy Syfa’,1981). h. 153.
    [21] Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir, juz 16, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003). h.456.
    [22]Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, terjemahan Salafuddin Abu Sayyid, (Solo: Pustaka Arafah, 2004), h. 175.
    [23] M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, (Ttp: Pustaka Al Kautsar, 1992), h. 91.
    [24] Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak pada Ibadah, (Jakarta: Almahira,2004), h. 96.
    [25]Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi-all-Islam, terjemahan Saifullah Kamalie, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: Asy Syfa’,1981). h. 153.
    [26] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h Sunan At-Tirmizi, hadis nomor 1875.
    [27] Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibnu Mājah, juz 1, (Bairut: Dār al-Fikr,tt), h. 597.
    [28] Muslim, Şahih Muslim, juz 2, h. 409.
    [29] Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abu Daud, Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1401 H), juz 10, h. 179. lihat juga dalam Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h 189.
    [30] Al-Baidhawi, Tafsir Baidhawi, (http://www.Altafsir.com) Juz 5 h. 9, baca An-Naisaburi, Tafsir An-Naisaburi, juz 1 h. 81.
    [31] M. Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Kasir, jilid 3 (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 841.
    [32] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al- Aulad Fi al- Islam, terj. Jamaluddin Miri, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h.37
    [33] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 458.
    [34]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga di Sekolah dan di Masyarakat, (Semarang: Diponegoro,1989), h. 366.
    [35] Muslim, Şahih Muslim Juz 1, h. 217.
    [36] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 1, (Semarang: Toha Putra,tt,) h. 260.
    [37] Suwaid, Mendidik Anak…, h. 178.
    [38]Muhammad Zuhaili, Al Islam Wa Asy Syabab, terjemahan Arum Titisari, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, (Jakarta: AH. Ba’adillah Press, 2002), h. 70.
    [39] Irawati Istadi, Mendidik Dengan Cinta, (Bekasi: Pustaka Inti, 2006), h. 130.
    [40]Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Şahih Muslim Juz 1, (Bandung: Al Ma’arif,tt), h 460.
    [41] Suwaid, Mendidik Anak…, h. 194.
    [42] Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak…, h. 98.
    [43] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 479-480.
    [44] Ibid., h. 521.
    [45] Ulwan, Pedoman Pendidikan…, h. 33.
    [46] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 514.
    [47]An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode…, h. 332.
    [48] Al Imam abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm, terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 12, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003), h. 184.
    [49] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, jilid III, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), h. 509.
    [50] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 486.
    [51] An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode…, h. 412
    [52]Ibid., h. 414.
    [53] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 525.
    [54] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 520.
    [55] Ali Qutb, Auladuna fi Dlau-it Tarbiyyatil Islamiyyah, h. 72.
    [56] Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak, (Bekasi: Pustaka Inti, 2005), h. 26.
    [57]Ulwan, Pedoman Pendidikan…, jilid 2, h. 64.
    [58]Al Imam abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm, terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 11, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003), h. 48.
    [59] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 4, (Semarang: Toha Putra,tt,) h. 198.
    [60] Al Imam abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm, terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 8, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003), h. 289.
    [61]Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,) h. 166.
    [62] Panitia Muzakarah Ulama, Memelihara Kelangsungan Hidup Anak Menurut Ajaran Islam, (Jakarta: Kerjasama Departemen Agama, MUI dan UNICEF, 1987/1988), h. 58-59.
    [63] Ramayulius, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 223.
    [64] Ibid., h. 220.
    [65] Al-Rasyidin dkk, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, h. 77.
    [66] Ramayulius, Ilmu Pendidikan Islam, h. 224.
    [67] Boediono, ed. Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h. 13.
    [68] Lihat pada buku Laporan Perkembangan Anak Didik Taman Kanak-Kanak, yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tahun 2007.

  • Managemen Dan Tata Kelola Ruangan Kelas Untuk Sekolah Menengah

    TATA LETAK MEJA DAN BANGKU DALAM PROSES BELAJAR DI KELAS

    Pendidikan. Kursi dan meja siswa dan guru perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kegiatan belajar-mengajar yang mengaktifkan siswa, yakni memungkinkan hal-hal sebagai berikut:
    1. Aksesibilitas: siswa mudah menjangkau alat atau sumber belajar yang tersedia.
    2. Mobilitas: siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas.
    3. Interaksi: memudahkan terjadi interaksi antara guru dan siswa maupun antar siswa.
    4. Variasi kerja siswa: memungkinkan siswa bekerjasama secara perorangan, berpasangan, atau kelompok.
    Lingkungan fisik dalam ruang kelas dapat mejadikan belajar aktif. Tidak ada satupun bentuk ruang kelas yang ideal, namun ada beberapa pilihan yang dapat diambil sebagai variasi. Dekorasi interior kelas harus dirancang yang meungkinkan anak belajar aktif, yakni yang menyenangkan dan menantang.
    Formasi kelas berikut ini tidak dimaksudkan untuk menjadi susunan yang permanen. Jika mubeler (meja atau kursi) yang ada di ruang kelas dapat dengan mudah dipindah-pindah, maka sangat mungkin menggunakan beberapa formasi ini sesuai dengan yang diinginkan
     
    1.Formasi Huruf U

    Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat melihat guru dan/atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling berhadapan langsung satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada peserta didik secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi.

    2. Formasi Corak tim

    Mengelompokkan meja-meja setengah lingkaran atau oblong di ruang kelas agar memungkinkan anda untuk melakukan interaksi tim. Anda dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja untuk susunan yang paling akrab. Jika anda melakukan, beberapa peserta didik harus memutar kursi mereka melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat anda, papan tulis atau layar.

    3. Meja Konferensi

    Ini terbaik jika meja relatif persegi panjang. Susunan ini mengurangi pentingnya pengajar dan menambahkan pentingnya peserta didik. Susunan ini dapat membentuk perasaan formal jika pengajar ada pada ujung meja.

    4. Lingkaran

    Para peserta didik hanya duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi untuk interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal untuk diskusi kelompok penuh. Sediakan ruangan yang cukup, sehingga anda dapat menyuruh peserta didik menyusun kursi-kursi mereka secara cepat dalam berbagai susunan kelompok kecil.

    5. Kelompok Untuk Kelompok

    Susunan ini memungkinkan anda melakukan diskusi fishbowl (mangkok ikan) atau untuk menyusun permainan peran, berdebat atau observasi aktifitas kelompok. Susunan yang paling khusus terdiri dari dua konsentrasi lingkaran kursi. Atau anda dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.

    6. Workstation

    Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, aktif dimana setiap peserta didik duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas (seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laborat) tepat setelah didemonstrasikan. Tempat berhadapan mendorong patner belajar untuk menempatkan dua peserta didik pada tempat yang sama

    7. Breakout Groupings

    Jika kelas anda cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, letakkan meja-meja dan kursi dimana kelompok kecil dapat melakukan aktifitas belajar didasarkan pada tim. Tempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling mengganggu. Tetapi hindarkan penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas sehingga hubungan diantara mereka sulit dijaga.

    8. Susunan Chevroun

    Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak melakukan belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya tersedia meja oblong, barangkali perlu menyusun peserta didik dalam bentuk ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik, pandangan lebih baik dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain dari pada baris lurus. Dalam susunan ini, tempat paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah.

    9. Kelas Tradisional

    Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa meja dan kursi, cobalah mengelompokkan kursi-kursi dalam pasangan-pasangan untuk memungkinkan penggunaan teman belajar. Cobalah membuat nomor genap dari baris-baris dan ruangan yang cukup diantara mereka sehingga pasangan-pasangan peserta didik pada baris-baris nomor ganjil dapat memutar jursi-kursi mereka melingkar dan membuat persegi panjang dengan pasangan tempat duduk persis di belakang mereka pada baris berikutnya.

    10.Auditorium

    Meskipun auditorium menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun masih ada harapan. Jika tempat duduk-tempat duduk itu dapat dengan mudah dipindah-pindah, tempatkanmereka dalam sebuah arc (bagian lingkaran) untuk membentuk hubungan lebih erat dan visibilitas peserta didik.Jika tempat-tempat duduk itu cocok, suruhlah peserta didik agar duduk sedekat mungkin ke pusat. Berlaku asertif terhadap bentuk ini; sekalipun dianggap barisan lepas dari sisi audotorium. Ingatlah : tidak masalah seberapa besar auditorium dan seberapa banyak audien, anda masih dapat memasangkan mereka dan menggunakan aktifitas-aktifitas belajar aktif yang melibatkan pasangan-pasangan.

  • Pengertian Tata Surya Serta Benda-Benda Langit di Dalamnya

    Pengertian Tata Surya Serta Benda-Benda Langit di Dalamnya

    Pendidikan. Secara umum, Tata Surya adalah kumpulan benda-benda langit yang terdiri Matahari sebagai inti dan planet-planet atau benda-benda lain yang beredar mengelilinginya. Tata Surya ada susunannya lho. Berikut penjelasannya

    Susunan Tata Surya

    A. Matahari
    Matahari adalah pusat tata surya. Tersusun dari 70% gas hidrogen, 25 % gas helium, dan 5% gas lainnya. Matahari dikelilingi oleh delapan planet, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, saturnus. Uranus, dan Neptunus.

    B. Planet-planet.
    Planet dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
     

    a. Planet dalam
    Planet dalam adalah planet yang lintasan edarnya berada diantara matahari dan bumi. Planet yang tergolong planet dalam adalah Merkurius dan Venus.
     
    b. Planet Luar
    Planet luar adalah planet yang lintasan edarnya berada di luar peredaran bumi. Planet luar terdiri dari Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

    Berikut keterangan dari delapan planet yang mengelilingi matahari :

    1. Merkurius,- Merkurius merupakan planet yang terdekat dengan matahari. Ukurannya paling kecil diantara planet-planet lainnya dan tidak memiliki satelit alami.
    2. Venus,- Venus juga tidak memiliki satelit. Venus disebut bintang timur, bintang pagi, bintang senja, dan bintang kejora.
    3. Bumi,- Bumi mempunyai satu satelit, yaitu bulan.
    4. Mars,- Mars disebut juga planet merah. Planet ini memiliki dua satelit yaitu fobos dan deimos.
    5. Yupiter,- Yupiter adalah planet ke lima terdekat ke matahari. Yupiter merupakan planet terbesar di tata surya. Jumlah satelitnya 63 buah.
    6. Saturnus,- Saturnus dikenal sebagai planet yang indah karena adanya cincin-cincin yang melingkarinya. Saturnus memiliki 60 satelit, diantaranya Titan dan Enceladus.
    7. Uranus,- Uranus ditutupi awan tebal sehingga sulit diselidiki permukaannya.
    8. Neptunus,- Neptunus dijuluki kembaran dari Uranus. Planet ini sering beredar meninggalkan garis edarnya sehingga didisebut planet pembuat ulah. Memiliki 8 satelit, yang terbesar ialah Triton, Nereid, dan proteus.

     

    C. Benda-benda langit lainnya
     
    Teori-teori pembentukan Tata Surya, antara lain :
     
    1. Teori Nebula (teori Kabut Asap)
    Teori ini dikemukakan oleh ilmuan Jerman yang bernama Immanuel Kant. Menurut Kant “Di jagat raya terdapat gumpalan kabut yang berputar perlahan-lahan sehingga lama kelamaan bagian tengah kabut itu berubah menjadi gumpalan gas yang kemudian membentuk matahari, dan bagian kabut di sekelilingnya membentuk planet-planet, satelit, dan benda-benda langit lainnya.”

    Teori yang hampir sama juga dikemukakan oleh seorang ilmuan asal Prancis yang bernama Pierre Simon de laplace. Menurut Laplace “ Tata surya berasal dari kabut panas yang berputar sehingga membentuk gumpalan kabut yang pada akhirnya menjadi bentuk bulat seperti bola besar. Akibatnya putarannya itu, bentuk bolanya itu memepet pada kutubnya dan melebar pada bagian equatornya. Kemudian sebagian massa gas pada equatornya menjauh dari gumpalan intinya membentuk cincin-cincin yang melingkari intinya. Dalam jangka waktu yang lama cincin-cincin itu berubah menjadi gumpalan padat. Gumpalan kecil-kecil inilah yang membentuk planet-planet dengan satelitnya dan benda langit lainnya. Sedangkan inti kabut tersebut tetap berbentuk gas pijar yang akhirnya disimpulkan menjadi matahari.”

    2. Teori Planetisimal (planet kecil)
    Teori ini dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin. Menurut teori ini “matahari sudah ada sebelumnya dan ketika ada bintang yang melintas dekat matahari sehingga mengakibatkan permukaan matahari mengalami pasang dan sebagian massa matahari akan terlempar ke luar. Massa yang terlempar ke luar akan tertarik oleh gaya gravitasi matahari sehingga tetap mengorbit matahari. Massa ini lama kelamaan akan mendingin dan membentuk planet, satelit, dan asteroid.

    3. Teori Pasang Surut
    Teori ini di kemukakan oleh Sir James Jeans dan Harold Jeffreys. Menurut teori ini bahwa “ Setelah bintang yang mendekat itu berlalu, massa matahari yang lepas membentuk benda-benda menyerupai cerutu yang terbentang ke arah bintang. Karena bintang yang bergerak makin jauh, maka massa cerutu terputus-putus dan membentuk gumpalan gas di sekitar matahari. Gumpalan-gumpalan gas membeku dan terbentuklah planet-planet. “

    4. Teori Bintang Kembar
    Teori Bintang kembar dikemukakan oleh Fred Hoyle. Teori ini menyatakan bahwa “pada awalnya tata surya berupa dua bintang yang berukuran hampir sama dan letaknya berdekatan. Dari kedua bintang tersebut dengan salah satunya belum stabil. Pada bintang yang tidak stabil ini suatu saat terjadi reaksi yang sangat cepat sehingga menghasilkan energy berupa panas, dan akhirnya bintang tersebut meledak menjadi serpihan-serpihan kecil., karena adanya gaya gravitasi serpihan yang letaknya berdekatan bergabung sedikit demi sedikit dan akhirnya membentuk planet, dan terbentuklah susunan tata surya.

    5. Teori Proto Planet (teori Awan Debu)
    Teori Proto Planet atau teori Awan Debu dikemukakan oleh Carl Von Weizsaecker, G.p. Kuiper & Subrahmanyan Chandarasekhar. Menurut teori ini bahwa “ dahulu di alam semesta terdapat awan, gumpalan debu, dan gas kosmos yang berbentuk seperti piring dan terus berputar. Salah satu dari awan gas mengalami pemampatan dan menarik partikel debu ke pusat awan membentuk gumpalan bola. Gumpalan bola kemudian memipih dan membentuk cakram.partikel pada bagian tengah cakram saling menekan dan menghasilkan panas pijar yang disebut matahari. Sedangkan bagian luar akan berputar sangat cepat yang berpilin dan membeku membentuk planet dan satelit.