Blog

  • Kumpulan Pengertian dan Definisi disertai dengan Judul Buku dan Daftar Pustaka

    Kumpulan Pengertian dan Definisi disertai dengan Judul Buku dan Daftar Pustaka

    Kumpulan Pengertian adalah laman yang didedikasikan kepada seluruh mahasiswa pendidikan yang sedang berjuang menyusun proposal atau ujian skripsi. Artikel ini berisi judul buku dan pendapat pakar yang membahas tentang topik-topik yang sering dikaji dalam pendidikan.

    Daftar Pengertian

    Untuk memudahkan navigasi dan berselancar mencari pengertian. Kumpulan artikel ini dikelompokkan berdasarkan kategori yang sejenis.

    A. Pendidikan

    1. Pengertian Pendidikan
    2. Pengertian Kurikulum
    3. Pengertian Peserta Didik
    4. Pengertian Sekolah
    5. Pengertian Silabus
    6. Pengertian RPP
    7. Pengertian Bahan Ajar

    B. Pembelajaran

    1. Pengertian Belajar
    2. Pengertian Pembelajaran
    3. Pengertian Hasil Belajar
    4. Pengertian Metode Pembelajaran
    5. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
    6. Pengertian Model Pembelajaran
    7. Pengertian Strategi Pembelajaran
    8. Pengertian Media Pembelajaran
    9. Pengertian Keterampilan Proses Sains
    10. Pengertian Berfikir Kritis
    11. Pengertian Berfikir Kreatif
    12. Pengertian Berpikir Resiprokal

    C. Evaluasi dan Asesmen

    1. Pengertian Penilaian
    2. Pengertian Asesmen
    3. Pengertian Pengukuran
    4. Pengertian Evaluasi
  • Pengertian Model Pembelajaran Menurut Ahli Lengkap dengan Daftar Pustaka

    Pengertian Model Pembelajaran Menurut Ahli Lengkap dengan Daftar Pustaka

    Model Pembelajaran adalah langkah-langkah sistematis sebagai kerangka dasar yang direncanakan dan diimplementasikan pembelajaran. Langkah-langkah ini menjadi panduan bagi Pendidik dalam hal ini guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

    Pengertian model Menurut Pakar dan Ahli

    Secara umum, Model Pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Penyajian materi dilakukan sesuai langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik bahan ajar dan kompetensi yang ingin dicapai.

    Joyce and Will (1986)

    Learning model is a pattern or a plan, which can be used to shape a curriculum or course, to select instructional material, and to guide a teacher action.

    Joyce, Bruce & Weil, Marsha (1986). Conceptual Complexity, Teaching Style and Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall

    Darmadi (2017)

    Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
    melaksanakan aktifitas belajar mengajar.

    Darmadi, (2017). Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran Dalam Dinamika Belajar. Yogyakarta. Deepublish.

    Lefudin (2017)

    Model pembelajaran memiliki sintaks (pola urutan tertentu) dari suatu model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran

    Lefudin, (2017). Belajar Dan Pembelajaran Dilengkapi Dengan Model Pembelajaran, Strategi Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran Dan Metode Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish.

    Malawi dan Kadarti (2017)

    Model pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran

    Malawi, Indullah dan Ani Kadarwati. (2017). Pembelajaran Tematik – Konsep dan Aplikasi. Magetan: AE Grafika

    Suhana (2014)

    Model pembelajaran merupakan suatu rangkaian proses belajar mengajar dari awal hingga akhir, yang melibatkan bagaimana aktivitas guru dan siswa, dalam desain pembelajaran tertentu yang berbantuan bahan ajar khusus, serta bagaimana interaksi antara guru siswa bahan ajar yang terjadi. Umumnya, sebuah model pembelajaran terdiri beberapa tahapan-tahapan proses pembelajaran yang harus dilakukan. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru (teaching style), yang keduanya disingkat menjadi SOLAT (Style of Learning and Teaching)

    Suhana, Cucu (2014). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama

    Trianto (2013)

    Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial

    Trianto (2013). Model Pembelajaran Terpadu : Konsep, Strategi Dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara

    Sukardi (2013)

    Model pembelajaran yang ideal adalah model yang mengeksplorasi pengalaman belajar efektif, yaitu pengalaman belajar yang memungkinkan siswa mengalami atau berbuat secara langsung dan aktif dalam sebuah lingkungan belajarnya.

    Sukardi, Ismail (2013). Model-Model Pembelajaran Moderen. Palembang: Tunas Gemilang Press.

    Daryanto & Raharjo (2012)

    Model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran.

    Daryanto Dan Raharjo, Muljo. (2012) Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media

    Triantor (2009)

    Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

  • Tiga Ranah Taksonomi Bloom dalam Pembelajaran

    Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disoleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya. Tujuan pendidikan dibagi kedalam tiga ranah atau domain, yaitu: 1) Ranah Kognitif, 2) Ranah Afektif, 3) Ranah Psikomotorik.

    Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hierarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

    A. Taksonomi Bloom

    Taksonomi ialah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut ciri-ciri tertentu. Taksonomi dalam bidang pendidikan, digunakan untuk klasifikasi tujuan instruksional; ada yang menamakannya tujuan pembelajaran, tujuan penampilan, atau sasaran belajar, yang digolongkan dalam tiga klasifikasi umum atau ranah (domain), yaitu:

    1. ranah kognitif, berkaitan dengan tujuan belajar yang berorientasi pada kemampuan berpikir;
    2. ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati);
    3. ranah psikomotor (berorientasi pada keterampilan motorik atau penggunaan otot kerangka).

    Saat ini dikenal berbagai macam taksonomi tujuan instruksional yang diberi nama menurut penciptanya, misalnya: Bloom; Merrill dan Gagne (kognitif); Krathwohl, Martin & Briggs, dan Gagne (afektif); dan Dave,
    Simpson dan Gagne (psikomotor).

    Secara etimologi kata taksonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu taxis dan nomos. Taxis berarti “pengaturan atau divisi” dan nomos berarti hukum (Enghoff, 2009:442). Jadi secara etimologi taksonomi dapat diartikan sebagai hukum yang mengatur sesuatu. Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.

    Taksonomi dapat digambarkan seperti sebuah hubungan antara ayah dan anak yang berada dalam satu struktur hirarki yang terhubung antara satu dengan yang lain. Taksonomi adalah sebuah kerangka untuk mengklasifikasikan pernyataan-pernyataan yang digunakan untuk memprediksi kemampuan peserta didik dalam belajar sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran.

    Taksonomi Bloom memiliki tiga ranah diantaranya 1) ranah kognitif, yang mencakup ingatan atau pengenalan terhadap fakta-fakta tertentu, pola-pola prosedural, dan konsep-konsep yang memungkinkan berkembangnya kemampuan dan skill intelektual (Huda, 2013:169), 2) ranah afektif, ranah yang berkaitan perkembangan perasaan, sikap, nilai dan emosi, 3) ranah psikomotor, ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif atau keterampilan motorik (Degeng, 2013:202). Pengembangan keterampilan ini memerlukan latihan dan diukur dalam hal kecepatan, ketepatan, jarak, prosedur, atau teknik dalam pelaksanaan.

    Taksonomi Bloom pada 1956 dituangkan dalam sebuah buku The Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of Educational Goal, Handbook I: Cognitive Domain. Buku yang menjelaskan tentang sistem klasifikasi pendidikan tersebut disebut sebagai Handbook. Handbook tersebut kemudian direvisi dengan dua alasan yaitu:

    1. terdapat kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik pada Handbook, bukan sekadar sebagai dokumen sejarah, melainkan juga sebagai karya yang dalam banyak hal telah
      “mendahului” jamannya (Rohwer dan Sloane, 1994 dlm. Anderson dan Krathwohl,
      2010).
    2. adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan- pengetahuan dan pemikiran-pemikiran baru dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan. Kemajuan dalam khazanah ilmu ini mendukung keharusan untuk merevisi Handbook (Anderson dan Krathwohl, 2010).

    Keunggulan dan Kelemahan

    Jika kita lompat kedalam Taksonomi Bloom versi terbaru ada beberapa kekuatan. Antaranya ialah Taksonomi Bloom versi baru membedakan antara “tahu tentang sesuatu (knowing what)”, isi dari pemikirannya itu sendiri, dan “tahu tentang bagaimana melakukannya (Knowing how)”, sebagaimana prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Menurut taksonomi tersebut dimensi pengetahuan adalah “tahu tentang sesuatu”, yang memiliki empat kategori yaitu: faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.

    Pengetahuan yang bersifat faktual melibatkan bagian-bagian terkecil yang terpisah-pisah dari informasi, sebagaimana definisi kosakata dan pengetahuan tentang hal-hal khusus yang terperinci. Pengetahuan yang bersifat konseptual pula terdiri dari berbagai sistem infromasi, seperti bermacam-macam klasifikasi dan kategori.

    Pengetahuan yang bersifat prosedural pula termasuk algoritma, heuristics atau aturan baku, teknik dan metode, sebagaimana pengetahuan tentang bagaimana kita harus menggunakan berbagai prosedur tersebut.

    Pengetahuan yang bersifat metakognitif pula menggerakan kepada pengetahuan atas proses-proses berfikir dan informasi tentang bagaimana memanipulasi proses-proses tersebut secara efektif. Dalam taksonomi bloom ini, dimensi proses kognitif yang telah diperbaiki daripada taksonomi bloom versi lama mempunyai enam proses dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit yaitu Mengingat, Memahami, Menerapkan, Menganalisis, Mengevaluasi dan Menciptakan. Proses mengingat adalah mengingat kembali informasi yang sesuai dari ingatan jangka panjang. Proses memahami pula adalah kemampuan untuk memahami secara mendalam dari bahan pendidikan, seperti bahan bacaan dan penjelasan guru.Kecakapan turunan dari proses ini melibatkan kemahiran memahami, mencontohkan, membuat klasifikasi, meringkas, menyimpulkan.

    Proses ketiga yaitu menerapkan, melibatkan kepada pengguna prosedur yang telah dipelajari baik dalam situasi yang telah dikenal maupun pada situasi yang baru. Proses berikutnya adalah menganalisis, terdiri dari memecah pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil dan memikirkan bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan dengan struktur keseluruhan.

    Menciptakan ialah proses yang tidak terdapat dalam taksonomi bloom versi lama. Proses ini adalah komponen tertinggi dalam Taksonomi Bloom versi baru ini. Kecakapan ini melibatkan usaha untuk meletakkan berbagai perkara secara bersama untuk menghasilkan suatu pengetahuan baru. Sesuai dengan taksonomi ini, setiap tingkat dari pengetahuan dapat berhubungan dengan setiap tingkat dari proses kognitif sehingga seorang pelajar dapat mengingat pengetahuan yang bersifat faktual atau prosedural, memahami pengetahuan yang bersifat konseptual atau metakognitif, atau menganalisis pengetahuan metakognitif atau faktual.

    B. Implementasi

    Pada tahun 1956, Benjamin Samuel Bloom dan kawan-kawannya memperkenalkan konsep baru dalam dunia pendidikan, yaitu tentang kerangka konsep berpikir yang berupa struktur tingkatan kompetensi. Kecerdasan manusia secara operasional dapat digambarkan melalui tiga dimensi, yakni kognitif, psikomotorik, dan afektif (Khusniati, 2012). Dari setiap ranah tersebut, dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana, sampai tingkah laku yang paling kompleks (Taher, 2013). Pembagian intelektual dalam kerangka berpikir ini, penting bagi peserta didik untuk menguasai ketiganya dalam takaran tertentu. Semakin komprehensif dan stabil ketiganya maka akan semakin berdampak bagus pada perkembangan peserta didik.

    Taksonomi Bloom merupakan struktur hierarki yang mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat terendah hingga tertinggi. Setiap tingkatan dalam Taksonomi Bloom memiliki korelasinya masing-masing. Maka, untuk mencapai tingkatan yang paling tinggi, tentu tingkatan-tingkatan yang berada di bawahnya harus dikuasai terlebih dahulu. Konsep Taksonomi Bloom, membagi domainnya menjadi 3 ranah, yaitu : (1) ranah kognitif, (2) ranah afektif, dan (3) ranah psikomotorik. (Utari, 2012).

    Ranah kognitif mengurutkan keahlian sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus dikuasai oleh siswa agar mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Ranah kognitif ini terdiri atas enam level, yaitu: (1) knowledge (pengetahuan), (2) comprehension (pemahaman atau persepsi), (3) application (penerapan), (4) analysis (penguraian atau penjabaran), (5) synthesis (pemaduan), dan (6) evaluation (penilaian) (Utari, 2012).

    Penguasaan ranah kognitif peserta didik, meliputi perilaku peserta didik yang ditunjukkan melalui aspek intelektual, seperti pengetahuan serta keterampilan berpikir. Pengetahuan serta keterampilan peserta didik, dapat diketahui dari berkembangnya teori-teori yang dimiliki oleh peserta didik, serta memori berpikir peserta didik yang dapat menyimpan hal-hal baru yang diterimanya. Misalnya, peserta didik baru belajar mengenai definisi dari drama, teater, serta tata panggung. Pada umumnya, peserta didik yang ranah kognitifnya kuat, dapat menghafal serta memahami definisi yang baru diketahuinya. Selain itu, kemampuan peserta didik dalam mengingat teori yang baru didapatnya, sangat kuat.

    Penguasaan ranah afektif peserta didik, dapat ditinjau melalui aspek moral, yang ditunjukkan melalui perasaan, nilai, motivasi, dan sikap peserta didik. Pada ranah afektif lah pada umumnya peserta didik lemah dalam penguasaannya. Hal ini terbukti dari maraknya kekerasan yang ada di sekolah. Hal ini tentu berseberangan dengan UUD 1945, pasal 28 B ayat 2 yang mengatakan bahwa, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Akan tetapi, mirisnya yang melakukan kegiatan immoral, seperti kekerasan serta diskriminasi di sekolah, pada dewasa ini, banyak kasus yang pelakunya adalah peserta didik.

    Hal ini merupakan cerminan, bahwasanya penguasaan aspek afektif pada peserta didik belum dapat dikatakan baik. Oleh karena itu, seharusnya peserta didik yang aspek afektifnya terbangun dengan baik pada proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), memiliki implementasi dari sikap yang baik, berupa saling toleransi dalam pertemanan, jujur, amanah, serta mandiri, dalam melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah, maupun melakukan berbagai aktivitas di luar sekolah. Sehingga, peserta didik yang penguasaan pada ranah afektifnya kuat, akan memiliki kehidupan sosial yang baik, hubungan pertemanan yang baik, serta dapat mengatasi keadaan genting dengan bijak.

    Ranah psikomotorik dapat ditinjau melalui aspek keterampilan peserta didik, yang merupakan implementasi dari Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas. Peserta didik tidak cukup hanya menghapal suatu teori, definisi saja, akan tetapi peserta didik juga harus menerapkan teori yang sifatnya abstrak tersebut, ke dalam aktualisasi nyata. Hal ini menjadi sebuah tolok ukur, dipahami atau tidaknya sebuah
    ilmu secara komprehensif oleh peserta didik. Peserta didik yang memahami suatu ilmu dengan komprehensif, memiliki daya implementasi yang kuat dalam menerapkan ilmu yang dimilikinya.

  • Makalah Teori Model Komunikasi

    Makalah Teori Model Komunikasi

    Berikut ini adalah contoh Makalah Teori Model Komunikasi. Teori ini membahas mengenai bagaimana sebuah informasi itu dapat berpindah baik dari segi sumber, pendengar, cara dan dampak yang dihasilkan.

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Komunikasi adalah kebutuhan dasar dalam kehidupan makhluk hidup, terutama manusia. Seluruh aktivitas manusia pasti melibatkan komunikasi yang artinya hal ini akan ditemukan dimana saja dan kapan saja. Komunikasi juga menjadi simbol Identitas diri seseorang dalam membangun kontak sosial dengan orang-orang yang saling terhubung dengan dirinya.

    Tujuan sederhana dalam berkomunikasi lebih dari sekedar menyampaikan informasi kepada orang lain namun juga memiliki tujuan untuk mempengaruhi orang lain agar dapat ikut merasakan, berpikir atau berperilaku sesuai dengan harapan yang diinginkan. Dengan demikian maka hidup yang dijalani oleh manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang mereka lakukan.

    Peran dari komunikasi ini membuat komunikasi itu sendiri menjadi penting untuk dipelajari. Baik itu komunikasi dua pihak antar individu maupun komunikasi massa seperti retorika dan dialektika. Dengan demikian maka Komunikasi dapat dikatakan sebagai pusat interaksi dak kehidupan manusia. Berdasarkan banyaknya budaya yang terbentuk dalam komunitas manusia dan tujuan komunikasi yang beragam, maka lahirlah kajian mengenai Model-Model Komunikasi yang menjadi subjek yang penting untuk dipahami.

    Bab II. Pembahasan

    A. Teori Komunikasi

    1. Pengertian Teori dan Teori Komunikasi

    Teori adalah seperangkat dalil dan prinsip yang merupakan kesimpulan umum dari sekumpulan fenomena yang terkait dengan topik atau suatu realitas. Kesimpulan ini merupakan benang hubung yang digunakan untuk menerangkan, meramalkan, memprediksikan dan menemukan keterpautan fakta-fakta yang sistematis.

    Dalam referensi lain dikatakan bahwa, secara umum istilah teori dalam ilmu sosial mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:

    1. Teori adalah abstraksi dari realitas
    2. Teori terdiri dari sekumpulan prinsip-prinsip dan definisi-definisi yang secara konseptual mengorganisasi aspek-aspek dunia empiris secara sistematis.
    3. Teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, dan aksioma-aksioma dasar yang saling berkaitan.
    4. Teori terdiri dari teorema-teorema yakni generalisasi-generalisasi yang diterima/terbukti secara empiris.

    Dari pengertian-pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa teori pada dasarnya merupakan ”konseptualisasi atau penjelasan logis dan empiris tentang suatu fenomena. Menurut pengertian tersebut, teori memiliki dua ciri umum. Pertama, semua teori adalah ”abstraksi” tentang suatu hal. Dengan demikian teori sifatnya terbatas. Kedua, semua teori adalah konstruksi ciptaan individual manusia. Oleh sebab itu sifatnya relatif dalam arti tergantung pada cara pandang si pencipta teori, sifat dan aspek hal yang diamati, serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat dan lingkungan di sekitarnya.

    Berdasarkan uraian diatas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa Teori Komunikasi pada dasarnya merupakan ” Konseptualisasi atau penjelasan logis dan empiris tentang fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia. peristiwa yang dimaksud, seperti yang dimaksud oleh Berger dan Chaffe, mencakup produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang yang terjadi dalam kehidupan manusia.

    Teori komunikasi menjadikan kita lebih kompeten dan adiktif. Dengan mempelajari teori komunikasi kita dapat memperoleh pengertian yang memungkinkan kita untuk beradaptasi dalam lingkungan yang kompleks.

    2. Jenis-Jenis Teori Komunikas

    Menurut Littlejohn (1989), berdasarkan metode penjelasan sera cakupan objek pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi, dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok petama disebut kelompok ”teori-teori umum” (general theories). Kelompok kedua adalag kelompok ”teori-teori kontektual” (contextual theories).

    Ada empat jenis teori yang diklasifikasikan masuk kedalam kelompok teori-teori umum: (1) teori-teori fungsional dan struktural, (2) teori-teori behavioral dan kognitif (3) teori-teori konvensional dan interaksional, serta (4) teori-teori kritis dan interpretif. Sementara kelompok teori-teori kontektual terdiri dari teori-teori tentang (1) komunikasi antar pribadi, (2) komunikasi kelompok, (3) komunikasi organisasi (4) komunikasi massa.

    Teori-Teori Umum

    1) Teori-Teori Fungsional dan Struktural

    Ciri dari jenis teori in (meskipun istilah fungsional dan struktural barangkali tidak tepat) adalah adanya kepercayaan atau pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada diluar diri pengamat. Menurut pandangan ini, seorang pengamat adalah bagian dari strukktur. Oleh karena itu cara pandangnya juga akan dipengaruhi oleh struktur yang berada diluar dirinya.

    2) Teori-Teori ”Behavioral” dan ”Cognitif”

    Teori-Teori ini memusatkan pengkajiannya pada diri manusia secara individual. Teori ini juga mengutamakan analisis variabel. Komunikasi, menurut pandangan teori ini, dianggap sebagai manifestasi dari tingkah laku, proses berfikir.

    3) Teori-Teori Konvensional dan Interaksional

    Teori-teori ini berpandangan bahwa kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu,termasuk dalam hal ini bahasa dan simbol-simbol. Komunikasi menurut teori ini dianggap sebagai alat perekat masyarakat. Teori ini melihat struktur sosial sebagai produk dan dari interaksi.

    4) Teori-Teori Kritis dan Interpretatif

    Karakter secara umum dalam teori ini adalah. Pertama, pendekatan terhadap peran subjektivitas yang didasarkan pada pengalaman individual. Kedua, makna atau ”meaning” merupakan konsep kinci pada teori ini. Pendekatan teori interpretatif cenderung menghindari sifat0sifat preskriftif dan keputusan-keputusan absolut tentang fenomena yang diamati. Sementara teori-teori kritis cenderung menggunakan keputusan-keputusan yang absolut, preskriptif dan juga politis sifatnya.

    B. Teori-Teori Kontekstual

    1) Intrapersonal Communication

    Adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Yang jadi pusat perhatian disini adalah bagaimana jalannya proses pengelolaan informasi yang dialami seseorang melalui sistem syarat dan inderanya. Teori-teori intrapribadi umumnya membahas mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-simbol yang ditangkap melalui panca indera.

    2) Intrapersonal Communication

    Komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara lagsung (tanpa medium) ataupun tidak langsung (melalui medium). Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, surat menyurat, merupakan contoh dalam teori ini.

    3) Komunikasi Kelompok

    Komunikasi kelompok ini memfokuskan pembahasannya pada interaksi diantara oarng-orang dalam kelompok-kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antar pribadi. Teori ini antara lain membahas tentang dinamika kelompok, efisiensi dan efektivitas pwnyampaian informasi dalam kelompok, pola dan bentuk komunikasi, serta pembuatan keputusan.

    4) Komunikasi Organisasi

    Komunikasi organisasi menunjuk pada pola-pola dan bentuk dalam komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal, serta bentuk-bentuk komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok.

    5) Komunikasi massa

    Komunikasi massa adalah media massa yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang besar. Proses komunikasi massa melibatkan aspek-aspek komunikasi intra pribadi, komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi. Pada umumnya memfokuskan pada hal-hal yang menyangkut struktur media, hubungan media dan masyarakat, hubungan antar media dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak atau hasil komunikasi massa terhadap individu.

    3. Teori-Teori Dalam Komunikasi

    Teori-Teori Komunikasi berlangsung secara sinambung. Dalam arti kata suatu teori yang digunakan sebagai landasan pemikiran dalam suatu penelitian atau dipakai sebagai pendekatan dalam menelaah suatu fenomena. berikut adalah teori-teori dalam komunikasi.

    1) Four Theories of the Press( Empat Teori Pers)

    a. Authoritarian theory (Teori Otoriter)

    Teori otoriter yang acapkali disebut pula sistem otoriter berkaitan erat dengan sistem pengawasan terhadap media massa yang daya pengaruhnya dinilai amat kuat. Teori ini menyatakan hubungan antara media massa dengan masyarakat ditentukan oleh asumsi-asumsi filosofi yang mendasar tentang manusia dan negara.

    b. Libertarian theory (teori liberal)

    Teori liberal menitikberatkan superioritasnya pada prinsip kebebasan perorangan, penilaiandan aksioma bahwa kebenaran, jika diberi kebebasan,akan muncul sebagai pemenang dalam setiap perjuangan

    c. Soviet Communist Theory ( Teori Komunis soviet)

    Konsep teori ini adalah kebebasan di Uni Soviet yang merupakan Negara komunis adalah kebebasan negatif, yakni kebebasan dari, sedangkan konsep kebebasan pada sistem tanggung jawab sosial adalah kebebasan positif, yaitu kebebasan untuk. Jika dikataan bahwa per/media massa di Unisoviet itu bebas, bukan bebas untuk menyatakan pendapat, melainkan bebas dari kapitalisme, individualisme, borjuis dan anarki.

    d. Social Responsibility (Teori Tanggung jawab Sosial)

    Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa kebebasan dari kewajiban berlangsung secara beriringan, dan pers yang menikmati kedudukan dalam pemerintahan yang demokratis, berkewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat dalam melaksanakan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang hakiki.

    2) Individual Differences Theory ( Teori Perbedaan Individual)

    Teori ini menelaah perbedaan-perbedaan diantara individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka ditimpa sehingga menimbulkan efek tertentu. Menurut teori ini individu-individu sebagai anggota khalayak sasaran media massa secara selektif, menaruh perhatian kepada pesan-pesan terutama jika berkaitan dengan kepentingannya, konsisten dengan sikap-sikapnya, sesuai dengan kepercayaannya yang didukung oleh nilai-nilainya.

    Anggapan dasar teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam organisasi psikologinya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan perbedaan secara biologis, tetapi ini dikerenakan pengetahuan secara individu yang berbeda.

    3) Social Categories theory (Teori Kategori Sosial)

    Teori kategori sosial menyatakan adanya perkumpulan-perkumpulan, kebersamaan-kebersamaan atau kategori-kategori sosial pada masyarakat urban-industrial yang perilakunya ketika diterpa perangsang-perangsang tertentu hampir-hampir seragam.

    Asumsi dasar dari teori kategori Sosial adalah teori sosiologis yang menyatakan bahwa meskipun masyarakat modern sifatnya heterogen, penduduk yang memiliki sejumlah ciri yang sama akam mempunyai pola hidup tradisional yang sama.

    4) Social Relationship Theory (Teori Hubungan Sosial)

    Tori ini menunjukan bahwa hubungan social secara informal berperan penting dalam mengubah perilaku seseorang ketika diterpa pesan komunkasi massa.

    5) Cultural Norms Theory (Teori Norma Budaya)

    Teori ini pada hakikatnya adalah bahwa media massa melalui penyajiannya yang selektif dan penekananya pada tema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayak di mana norma-norma budaya umum mengenai topic yang diberi bobot itu, mana norma-norma mengenai suatu hal tertentu, maka media komunikasi secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku.

    6) Social Learning Theory (Teri Belajar Secara Sosial)

    Teori belajar secara tradisional menyatakan bahwa belajar terjadi dengan cara menunjukan tanggapan (response) dan mengalami efek-efek yang timbul. Penentu utama dalam belajar adalah peneguhan, dimana tanggapan akan diulangi (jadi dipelajari) jika organisme mendapat ganjaran (reward). Tanggapan tidak akan diulangi kalau oganisme mendapat hukuman atau bila anggapa tidak memimpinnya ke tujuan yang dikehendaki. Jadi, perilaku diatur secara eksternal oleh kondisi stimulus yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi peneguhan.

    Cewek Hijab Manis cantik Senyum sambil Selfie

    B. Model Model Komunikasi

    Untuk lebih memahami fenomena komunikasi, perlu menggunakan model-model komunikasi. Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Berikut adalah pembahasan mengenai model-model komunikasi.

    1. Pengertian Model Komunikasi

    Menurut Sereno dan Mortensen, suatu model komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. Suatu model merepresentasikan secara abstrak ciri-ciri penting dan menghilangkan rincian komunikasi yang tidak diperlukan dalam “dunia nyata”.

    B. Aubrey Fisher mengatakan model adalah analogi yang mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model.
    Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori. Dengan kata lain, model adalah teori yang lebih disederhanakan. Atau, seperti dikatakan Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr medel membantu merumuskan suatu teori dan menyarankan hubungan. Oleh karena hubungan antara model dengan teori begitu erat, model sering dicampurkan dengan teori.model

    2. Fungsi dan Manfaat Model

    Gordon Wiseman dan Larry Barker, mengemukakan bahwa model komunikasi mempunyai tiga fungsi. Pertama, melukiskan proses komunikasi, kedua, menunjukan hubungan visual, dan ketiga, membantu dalam menemukan dan memperbaiki kemacetan komunikasi.

    Deutsch menyebutkan bahwa model itu mempunyai empar fungsi : mengorganisasikan (kemiripan data dan hubungan) yang terjadinya tidak diketahui); prediktif, memungkinkan peramalan dari sekedar tipe ya atau tidak hingga yang; kuantitatif yang berkaitan dengan kapan dan berapa banyak; pengukuran, mengukur fenomena yang diprediksi.

    Untuk manfaat dari model komunikasi, Irwin D.J. Bross menyebutkan beberapa keuntungan diantaranya, model menyediakan.kerangka rujukan untuk memikirkan masalah bila medel awal tidak berhasil memprediksi.

    Raymond S. Ross, mengemukakan bahwa model memberi penglihatan yang lain, berbeda, dan lebih dekat: model menyediakan kerangka rujukan, menyarankan kesenjangan informasional, menyoroti problem abstraksi, dan menyatakan suatu problem dalam bahasa simbolik bila terdapat peluang untuk menggunakan gambar atau simbol.

    3. Model-Model Komunikasi

    Oleh karena komunikasi bersifat dinamis, sebenarnya komunikasi sulit dimodelkan. Akan tetapi, seperti disarankan di muka, penggunaan model berguna untuk mengidentifikasikan unsur-unsur komunikasi dan bagaimana unsur-unsur tersebut berhubungan. Sejauh ini terdapat ratusan model komunikasi yang telah dibuat para pakar.

    Kekhasan suatu model komunikasi juga dipengaruhi oleh latar belakang keilmuan (pembuat) model tersebut, paradigma yang digunakan, kondisi teknologis, dan semangat zaman yang melingkupinya. Berikut akan dibahas sebagian kecil saja dari sekian banyak model komunikasi tersebut, khususnya model-model yang sangat popular.

    1) Model S – R

    Stimulus – Respon [S-R] adalah model komunikasi paling dasar. Model ini dipengaruhi oleh aliran Teori Psikologis terutama aliran Behaviorsitik. Model ini menunjukan komunikasi sebagai suatu proses ”aksi-reaksi” yang sangat sederhana. Bila seorang lelaki berkedip kepada seorang wanita, dan wanita, dan wanita itu tersipu malu. Atau bila saya tersenyum dan kemudian anda membalas senyuman saya, itulah pola S-R.

    Model S-R mengabaikan komunikasi sebagai suatu proses, khususnya yang berkaitan dengan faktor manusia. Secara implisit ada asumsi dalam model S-R ini bahwa perilaku (respons) manusia dapat diramalkan. Ringkasnya, komunikasi dianggap sebagai statis, yang menganggap manusia selalu berperilaku karena kekuatan dari luar (stimulus), bukan berdasarkan kehendak, keinginan, atau kemauan bebasnya. Model ini lebih sesuai bila diterapkan pada sistem pengendalian suhu udara alih-alih pada perilaku manusia.

    2) Model Aristoteles

    Model Aristoteles adalah model komunikasi paling klasik, yang sering juga disebut model retoris (rhetorical model). Filosof Yunani Aristoteles adalah tokoh paling dini yang mengkaji komunikasi, yang intinya adalah persuasi. Ia berjasa dalam merumuskan model komunikasi non verbal pertama. Komunikasi terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan pembicaranya kepada khalayak dalam upaya mengubah sikap mereka. Tepatnya, mengemukakan tiga unsur dasar proses komunikasi, yaitu pembicara(speaker), pesan (message), dan pendengar(listener).

    Model komunikasi Aristoteles jelas sangat sederhana, malah terlalu sederhana dipandang dari perspektif sekarang, karena tidak memuat unsur-unsur lainnya yang dikenal dalam komunikasi, seperti saluran, umpan balik, efek, dan kendala atau gangguan komunikasi.

    Salah satu kelemahan model ini adalah bahwa komunikasi dianggap sebagai fenomena yang statis. Seseorang berbicara, pesannya berjalan kepada khalayak, dan khalayak mendengarkan. Tahap-tahap dalam peristiwa itu berurutan alih-alih terjadi secara simultan. Disamping itu, model ini juga berfokus pada komunikasi yang bertujuan (disengaja) yang terjadi ketika seseorang berusaha berusaha membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya.

    3) Model Lasswel

    Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal, yakni:

    1. Who
    2. Says What
    3. In Which Channel
    4. To Whom
    5. With What Effect

    Model ini dikemukakan Harold Lasswell tahun 1948 yang menggambarkan proses komunikasi dan fungsi-fungsi yang diembannya dalam masyarakat. Lasswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu :pertama, pengawasan lingkungan yang mengingatkan anggota-anggota masyarakat akan bahaya dan peluang dalam lingkungan; kedua, korelasi berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespons lingkungan ; ketiga, transmisi warisan sosial dari sesuatu generasi ke generasi lainnya .
    Model Lasswell sering diterapkan dalam komunikasi massa. Model tersebut mengisyaratkan bahwa lebih dari satu saluran dapat membawa pesan.

    Unsur sumber (who) merangsang pertanyaan mengenai pengendalian pesan (misalnya oleh ”penjaga gerbang”), sedangkan unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran komunikasi (in which channel) dikaji dalam analisis media. Unsur penerima (to whom) dikaitan dengan analisis khalayak, sementara unsure pengaruh (with what effect), jelas berhubungan dengan studi mengenai akibat yang ditimbulkan pesan komunikasi massa pada khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa.

    4) Model Shannon dan Weaver

    Salah satu model awal komunikasi dikemukakan Claude Shannon dan Warren Weaver pada 1949 dalam buku the Mathematical Theory of Communication. Model yang sering disebut model matematis atau model teori informasi itu mungkin adalah model yang pengaruhnya paling kuat atas model dan teori komunikasi lainnya. Shannon adalah seorang insinyur pada Bell Telephone dan ia berkepentingan dengan penyampain pesan yang cermat melalui telepon. Weaver mengebangkan konsep Shannon untuk menerapkannya pada semua bentuk komunikasi.

    Model Shannon dan Weaver ini menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. Model ini melukiskan seuatu sumber yang menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran kepada seseorang penerima yang menyandi balik atau mencipta ulang pesan tersebut. Dengan kata lain, model Shannon dan Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untuk dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan.

    Pemancar ( transmitter) mengubah pesan menjadi suatu sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal (tanda) dari transmitter ke penerima (receiver). Dalam percakapan, sumber informasi adalah otak, transmitter-nya adalah mekanisme suara yang menghasilkan lewat udara (sebagai saluran) . penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi yang sebaiknya yang dilakukan transmitter dengan merekonstruksi pesan dari sinyal. Sasaran ( destination) adalah (otak) orang yang menjadi tujuan pean itu.

    5) Model Schramm

    Wilbur Schramm membuat model komunikasi, dimulai dengan model komunikasi manusia yang sederhana (1954), lal model yang lebih rumit yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi, hingga ke model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu. Model pertama mirip dengan model Shannon dan Weaver. Dalam model yang kedua Schramm memperkenalkan gagasan bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaran-lah yang sebenarnya dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran. Model ketiga Schramm menganggap komunikasi sebagai interaksi dengan kedua pihak yang menyandi, menafsirka, menyandi-balik, mentransmisikan, dan menerima sinyal.

    Menurut Wilbur Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur : sumber (source), pesan (message), sasaran (destination). Sumber boleh jadi individu (berbicara, menggambar, memberi isyarat) atau suatu organisasi komunikasi.

    6) Model Newcomb

    Theodore Newcomb (1953) memandang komunikasi dari perspektif psikologi-sosial. Modelnya mengingatkan kita akan diagram kelompok yang dibuat oleh para psikolog sosial dan merupakan formulasi awal mengenai konsistensi kognitif. Dalam model komunikasi tersebut, yang sering juga disebut model ABX atau model Simetri-Newcomb menggambarkan bahwa seseorang A, menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya, B, mengenai sesuatu, X. Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X saling bergantung, dan ketiganya merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat orientasi.

    1. Orientasi A terhadap XX, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objek yang harus didekati atau dihindari dari atribut kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif)
    2. Orientasi A terhadap B, dalam pengertian yang sama
    3. Orientasi B terhadap X
    4. Orientasi B terhadap A
    7) Model Westley dan MacLean

    Tahun 1957, Bruce Westley dan Maclean, keduanya teoritisi komunikasi, merumuskan suatu model yang mencakup komunikasi antar pribadi dan komunikasi massa, dan memasukan umpan balik sebagai bagian integral dari proses komunikasi. Model Westley dan Maclean ini dipengaruhi model Newcomb, selain juga model Lasswell dab model Shannon dan Weaver. Mereka menambahkan jumlah peristiwa, gagasan, objek dan orang yang yang tidak terbatas (dari X1 hingga X00), yang kesemuannya merupakan “objek orientasi”, menempatkan suatu peran C di antara Adan B, dan menyediakan umpan balik.

    Menurut kedua pakar ini, pembedaan dalam umpan balik inilah yang membedakan komunikasi antar pribadi dengan komunikasi massa. Umpan balik dari penerima bersifat segera dalam komunikasi antar pribadi, sementara dalam komunikasi massa bersifat minimal dan/atau tertunda. Sumber dalam komunikasi antar pribadi lebih beruntung daripada dalam komunikasi masa dalam arti bahwa dalam komunikasi antarpribadi sumber dapat langsung memanfaatkan umpan balik dari penerima untuk mengetahui apakah pesannya mencapai sasaran dan sesuai dengan tujuan komunikasinya atau tidak.

    8) Model Gerbner

    Gerbner menjelaskan perluasan dari model Lasswell yang terdiri dari model Verbal dan Diagramatik. Model Verbal Gerbner adalah:

    Seseorang (sumber, komunikator) Mempersepsi suatu kejadian dan bereaksi dalam satu situasi melalui suatu alat (saluran, media, rekayasa fisik, fasilitas administratif dan kelembagaan untuk distribusi dan kontrol) untuk menyediakan materi dalam suatu bentuk dan konteks yang mengandung isi dan mempunyai suatu konsekuensi Sementara itu, model diagramatik Gerbner adalah seperti yang pada gambar (terletak pada keterangan gambar)

    1. Seseorang diperlihatkan sebagai M yang berarti manusia (man) atau sebagai M bila urutkan komunikasinya melibatkan alat mekanis. M mungkin pengirim atau penerima pesan-pesannya dimaknai berdasarkan letaknya dalam urutan komunikasi.
    2. E’ adalah kejadian (event) sebagaimana dipersepsi oleh M
    3. S/E adalah pernyataan mengenai peristiwa
    4. SEE adalah sinyal mengenai pernyataan mengenai kejadian
    5. SSSE adalah hasil yang dikomunikasikan
    9) Model Berlo

    sebuah model lain yang dikenal luas adalah model David K. Berlo, yang ia kemukakan pada tahun 1960. model ini dikenal dengan model SMCR, kepanjangan dari source (saluran), mesagge (pesan), Channel (saluran), Receiver (penerima). Sebagaimana dikemukakan Berlo, sumber adalah pihak yang menciptakan pesan, baik seseorang ataupun suatu kelompok. Pesan adalah terjemahan gagasan kedalam suatu simbolik, seperti bahasa atau isyarat. Saluran adalh medium yang membawa pesan, dan penerima adalah orang yang menjadi sasaran komunikasi.

    Berlo juga menggambarkan kebutuhan penyandi (encoder ) dan penyandi-balik (decoder) dalam proses komunikasi. Enkoder bertanggung jawab mengekspresikan maksud sumber dalam bentuk suatu pesan. dalam situasi tatap-muka, fungsi penyandian dilakukan lewat mekanisme vokal dan sistem otot sumber yang menghasilkan pesan verbal dan nonverbal. Akan tetapi, mungkin juga terdapat seorang lain menandai suatu pesan.

    Bab III. Kesimpulan

    Komunikasi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang multidisipliner. Ilmu komunikasi adalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses, dan pengaruhnya yang dilakukan secara rasional dan sistematik serta kebenarannya dapat diuji dan digeneralisasikan. Sementara itu teori komunikasi menunjuk pada konseptualisasi atau penjelasan logis mengenai fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia.

    Berdasarkan metode penjelasan dan cakupan objek pengamatannya, teori-teori terdiri atas dua kelompok. Pertama, teori-teori umum yang mencakup teori-teori fungsional dan struktural, teori-teori behavioral dan kognitif, teori-teori konvensional dan interaksional, dan teori-teori kritis dan interpretatif. Kedua, teori-teori kontekstual yang meliputi teori-teori mengenai komunikasi antarpribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.

    Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori atau dengan kata lain model adalah teori yang lebih disederhanakan. Oleh karena itu hubungan antara teori dengan model begitu erat, model sering dicampur adukkan dengan teori.

  • Konsep dan Teori Komunikasi

    Konsep dan Teori Komunikasi

    Teori Komunikasi membahas proses dan konsep mengenai proses pertukaran informasi dengan berbagai model.

    Teori Komunikasi

    1. Teori Model Lasswell

    Salah satu teoritikus komunikasi massa yang pertama dan paling terkenal adalah Harold Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model komunikasi yang sederhana dan sering dikutif banyak orang yakni: Siapa (Who), berbicara apa (Says what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to whom) dan pengaruh seperti apa (what that effect) (Littlejhon, 1996).

    2. Teori Komunikasi dua tahap dan pengaruh antar pribadi

    Teori ini berawal dari hasil penelitian Paul Lazarsfeld dkk mengenai efek media massa dalam kampanye pemilihan umum tahun 1940. Studi ini dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil penelitian menunjukan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah dan asumsi stimulus respon tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa dalam penyebaran arus informasi dan menentukan pendapat umum.

    3. Teori Informasi atau Matematis

    Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver. 1949 b), Mathematical Theory of Communication.
    Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk mengkonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding).

    Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud adalah komunikasi seorang pribadi yang bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek yang ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mazhab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi. Ia melihat ke tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak kegagalannya. Selain itu, mazhab proses juga cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi.
    Karya Shannon dan Weaver ini kemudian banyak berkembang setelah Perang Dunia II di Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat mengingat Shannon sendiri adalah insinyur di sana yang berkepentingan atas penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Kemudian Weaver mengembangkan konsep Shannon ini untuk diterapkan pada semua bentuk komunikasi. Titik kajian utamanya adalah bagaimana menentukan cara di mana saluran (channel) komunikasi digunakan secara sangat efisien. Menurut mereka, saluran utama dalam komunikasi yang dimaksud adalah kabel telepon dan gelombang radio.
    Latar belakang keahlian teknik dan matematik Shannon dan Weaver ini tampak dalam penekanan mereka. Misalnya, dalam suatu sistem telepon, faktor yang terpenting dalam keberhasilan komunikasi adalah bukan pada pesan atau makna yang disampaikan-seperti pada mazhab semiotika, tetapi lebih pada berapa jumlah sinyal yang diterima dan proses transmisi.

    Penjelasan Teori Informasi Secara Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi

    Teori informasi ini menitikberatkan titik perhatiannya pada sejumlah sinyal yang lewat melalui saluran atau media dalam proses komunikasi. Ini sangat berguna pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa ini yang mendesain transmitter, receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi informasi.

    4. Teori Pengharapan Nilai (The Expectancy-Value Theory)

    Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).

    Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.

    5. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

    Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.

    Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digaris bawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media.

    Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.

    Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.

    Riset Eksperimen

    Riset eksperimen (experimental research) merupakan pengujian terhadap efek media dibawah kondisi yang dikontrol secara hati-hati. Walaupun penelitian yang menggunakan riset eksperimen tidak mewakili angka statistik secara keseluruhan, namun setidaknya hal ini bisa diantisipasi dengan membagi obyek penelitian ke dalam dua tipe yang berada dalam kondisi yang berbeda.

    Riset eksperimen yang paling berpengaruh dilakukan oleh Albert Bandura dan rekan-rekannya di Stanford University pada tahun 1965. Mereka meneliti efek kekerasan yang ditimbulkan oleh tayangan sebuah film pendek terhadap anak-anak. Mereka membagi anak-anak tersebut ke dalam tiga kelompok dan menyediakan boneka Bobo Doll, sebuah boneka yang terbuat dari plastik, di setiap ruangan. Kelompok pertama melihat tayangan yang berisi adegan kekerasan berulang-ulang, kelompok kedua hanya melihat sebentar dan kelompok ketiga tidak melihat sama sekali.

    Ternyata setelah menonton, kelompok pertama cenderung lebih agresif dengan melakukan tindakan vandalisme terhadap boneka Bobo Doll dibandingkan dengan kelompok kedua dan ketiga. Hal ini membuktikan bahwa media massa memiliki peran membentuk karakter khalayaknya.
    Kelemahan metode ini adalah berkaitan dengan generalisasi dari hasil penelitian, karena sampel yang diteliti sangat sedikit, sehingga sering muncul pertanyaan mengenai tingkat kemampuannya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata (generalizability). Kelemahan ini kemudian sering diusahakan untuk diminimalisir dengan pembuatan kondisi yang dibuat serupa mungkin dengan keadaan di dunia nyata atau yang biasa dikenal sebagai ecological validity Straubhaar dan Larose, 1997 :415).

    Survey

    Metode survey sangat populer dewasa ini, terutama kemanfaatannya untuk dimanfaatkan sebagai metode dasar dalam polling mengenai opini publik. Metode survey lebih memiliki kemampuan dalam generalisasi terhadap hasil riset daripada riset eksperimen karena sampelnya yang lebih representatif dari populasi yang lebih besar. Selain itu, survey dapat mengungkap lebih banyak faktor daripada manipulasi eksperimen, seperti larangan untuk menonton tayangan kekerasan seksual di televisi dan faktor agama. Hal ini akan diperjelas dengan contoh berikut.

    Riset Etnografi

    Riset etnografi (ethnographic research) mencoba melihat efek media secara lebih alamiah dalam waktu dan tempat tertentu. Metode ini berasal dari antropologi yang melihat media massa dan khalayak secara menyeluruh (holistic), sehingga tentu saja relatif membutuhkan waktu yang lama dalam aplikasi penelitian.

    6. Teori Agenda Setting

    Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.

    7. Teori Dependensi Efek Komunikasi Massa

    Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L. DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini berangkat dari sifat masyarakat modern, diamana media massa diangap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses memelihara, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan dapat dirumuskan sebagai berikut:

    1. Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap, agenda-setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat, penegasan/ penjelasan nilai-nilai.
    2. Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan moral.
    3. Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan, pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan perilaku dermawan.

    8. Teori Uses and Gratifications (Kegunaan dan Kepuasan)

    Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974). Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.

    Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam Bungin, 2007): (1) Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2) berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3) struktur masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai percampuran personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan pola konsumsi media dan ( perbedaan pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat memengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus akan memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.

    9. Teori The Spiral of Silence

    Teori the spiral of silence (spiral keheningan) dikemukakan oleh Elizabeth Noelle-Neuman (1976), berkaitan dengan pertanyaan bagaimana terbentuknya pendapat umum. Teori ini menjelaskan bahwa terbentuknya pendapat umum ditentukan oleh suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antar pribadi, dan persepsi individu tentang pendapatnya dalam hubungannya dengan pendapat orang-orang lain dalam masyarakat.

    10. Teori Konstruksi sosial media massa

    Gagasan awal dari teori ini adalah untuk mengoreki teori konstruksi sosial atas realitas yang dibangun oleh Peter L Berrger dan Thomas Luckmann (1966, The social construction of reality. A Treatise in the sociology of knowledge. Tafsir sosial atas kenyataan: sebuah risalah tentang sosisologi pengetahuan). Mereka menulis tentang konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun secara simultan melalui tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyrakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.

    11. Teori Difusi Inovasi

    Teori difusi yang paling terkemuka dikemukakan oleh Everett Rogers dan para koleganya. Rogers menyajikan deksripsi yang menarik mengenai mengenai penyebaran dengan proses perubahan sosial, di mana terdiri dari penemuan, difusi (atau komunikasi), dan konsekwensi-konsekwensi. Perubahan seperti di atas dapat terjadi secara internal dari dalam kelompok atau secara eksternal melalui kontak dengan agen-agen perubahan dari dunia luar. Kontak mungkin terjadi secara spontan atau dari ketidaksengajaan, atau hasil dari rencana bagian dari agen-agen luar dalam waktu yang bervariasi, bisa pendek, namun seringkali memakan waktu lama.

    Dalam difusi inovasi ini, satu ide mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat tersebar. Rogers menyatakan bahwa pada realisasinya, satu tujuan dari penelitian difusi adalah untuk menemukan sarana guna memperpendek keterlambatan ini. Setelah terselenggara, suatu inovasi akan mempunyai konsekuensi konsekuensi – mungkin mereka berfungsi atau tidak, langsung atau tidak langsung, nyata atau laten (Rogers dalam Littlejohn, 1996 : 336).

    12. Teori Kultivasi

    Program penelitian teoritis lain yang berhubungan dengan hasil sosiokultural komunikasi massa dilakukan George Garbner dan teman-temannya. Peneliti ini percaya bahwa karena televisi adalah pengalaman bersama dari semua orang, dan mempunyai pengaruh memberikan jalan bersama dalam memandang dunia. Televisi adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari kita. Dramanya, iklannya, beritanya, dan acara lain membawa dunia yang relatif koheren dari kesan umum dan mengirimkan pesan ke setiap rumah.

    Televisi mengolah dari awal kelahiran predisposisi yang sama dan pilihan yang biasa diperoleh dari sumber primer lainnya. Hambatan sejarah yang turun temurun yaitu melek huruf dan mobilitas teratasi dengan keberadaan televisi. Televisi telah menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan informasi sehari-hari (kebanyakan dalam bentuk hiburan) dari populasi heterogen yang lainnya. Pola berulang dari pesan-pesan dan kesan yang diproduksi massal dari televisi membentuk arus utama dari lingkungan simbolis umum.

    Garbner menamakan proses ini sebagai cultivation (kultivasi), karena televisi dipercaya dapat berperan sebagai agen penghomogen dalam kebudayaan. Teori kultivasi sangat menonjol dalam kajian mengenai dampak media televisi terhadap khalayak. Bagi Gerbner, dibandingkan media massa yang lain, televisi telah mendapatkan tempat yang sedemikian signifikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendominasi “lingkungan simbolik” kita, dengan cara menggantikan pesannya tentang realitas bagi pengalaman pribadi dan sarana mengetahui dunia lainnya (McQuail, 1996 : 254)

    Referensi :

    Fisher, B. Aubrey, 1986, Teori-teori Komunikasi. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat, Penerjemah: Soejono Trimo. Bandung: Remaja Rosdakarya.

    Mulyana, Dedy, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya). Bandung: Remaja Rosdakarya.

    Buku, jurnal, dan sumber dari internet yang relevan.

  • Makalah Penyalahgunaan Narkotika

    Makalah Penyalahgunaan Narkotika

    Berikut ini adalah contoh Makalah Penyalahgunaan Narkotika. Dalam makalah ini, tidak hanya mengkaji Narkotika tapi juga Psikotropika dan Zat Aditif sebagai satu kesatuan dari Napza.

    Bab I. Pendahuluan

    1. Latar Belakang Masalah

    Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif adalah pengelompokkan zat yang memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia namun banyak digemari. Napza dapat memicu gangguan kejiwaan (psikologis), daya nalar, dan perilaku. Efek samping lain dari zat ini dapat menyebabkan kecanduan dan ketergantungan akun yang berujung pada kematian.

    Pada dasarnya Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif adalah bahan-bahan yang memiliki manfaat bagi ilmu kedokteran dan kesehatan. Zat ini banyak dimanfaatkan sebagai penghilang rasa sakit dan obat terapi. Hanya saja dosis yang diberikan sangatlah detail oleh karena hanya bisa berikan oleh dokter.

    Pada kenyataannya, efek menenangkan ini membuat banyak orang banyak menyalahkan gunakannya. Padahal, kelebihan dosis dari obat ini dapat berbuat fatal bagi penggunanya. Hal yang menjadi masalah dari Napza ini adalah banyak orang yang sudah menyadari dampak negatifnya tapi tetap saja bisa terjerumus ke dalam lingkaran Narkotika.

    Mengingat dampak buruk dari Napza ini, maka sangat dibutuhkan langkah konkret untuk mencegah penyalahgunaan Narkotika. Langkah ini dapat ditempuh dengan pembuatan peraturan dan undang-undang yang ketat dimana Pemerintah Indonesia bahkan sudah menjatuhkan sanksi paling berat pelanggarnya dengan ancaman Hukuman Mati bagi para pengedar Narkoba.

    Obat Obatan Terlarang

    2. Rumusan Masalah

    Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

    1. Apa saja zat yang masuk dalam kategori Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif?
    2. Apakah bahaya Narkotika bagi Penggunanya?
    3. Gejala apa saja yang ditunjukkan oleh para pengguna Narkoba ini?
    4. Apakah tindakan preventif yang bisa dilakukan untuk mengurangi penyalahgunaan Narkotika?

    3. Tujuan

    Tujuan Makalah ini dibuat adalah:

    1. Mengetahui jenis-jenis zat yang termasuk ke dalam kategori Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif.
    2. Mengetahui bahaya Narkotika bagi Penggunanya.
    3. Mengetahui apa saja yang ditunjukkan oleh para pengguna Narkoba ini.
    4. Mengetahui tindakan preventif yang bisa dilakukan untuk mengurangi penyalahgunaan Narkotika.

    4. Metode Penelitian

    Penulisan makalah disusun dengan metode penelitian kajian pustaka atau studi kepustakaan. Metode ini karena keterbatasan peneliti dalam mengumpulkan data baik dari segi waktu dan dana. Selain itu Metode Pustaka dianggap sangat relevan dengan masalah yang diteliti karena banyaknya sumber literatur yang mendukung penulisan makalah ini.

    Bab II. Kajian Teori

    A. Narkotika

    Narkotika adalah segalah jenis obat atau bahan kimia yang dapat menyebabkan berkurangnya kesadaran, rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dapat berupa bahan alami yang diekstrak dari tanaman maupun sintetis.

    Beberapa jenis bahan kimia yang terkandung dalam obat mungkin saja masuk dalam penjelasan di atas namun belum tentu masuk dalam kategori Narkotika. Menurut Undang-Undang RI No. 22 1997 tentang zat yang termasuk Narkotika di jelaskan pada Pasal 1 yang berbunyi

    Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

    Berdasarkan UURI tersebut, Narkotika dibedakan ke dalam jenis yakni:

    1. Golongan I : Narkotika yang hanya digunakan sebagai kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak dipergunakan untuk kepentingan apapun selain penelitian dan memiliki potensi ketergantungan yang sangat tinggi
      • Kokain, Ganja dan Heroin
    2. Golongan II : Narkotika  yang dipergunakan sebagai obat, penggunaan sebagai terapi, atau dengan tujuan pengebangan ilmu pengetahuan, serta memiliki potensi ketergantungan sangat tinggi.
      • Morfin
      • Petidin
    3. Golongan III Narkotika yang digunakan sebagai obat  dan penggunaannya banyak    dipergunakan untuk terapi, serta dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan memiliki potensi ketergantungan ringan
      • Codein

    Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya dengan cara memasukkan obat tersebut ke dalam tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan, hilangnya rasa sakit rangsangan, semangat dan halusinasi. Dengan timbulnya efek halusinasi inilah yang menyebabkan kelompok masyarakat terutama di kalangan remaja ingin menggunakan Narkotika meskipun tidak menderita apa-apa. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan Narkotika (obat). Bahaya bila menggunakan Narkotika bila tidak sesuai dengan peraturan adalah adanya adiksi/ketergantungan obat (ketagihan).

    Adiksi adalah suatu kelainan obat yang bersifat kronik/periodik sehingga penderita kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menimbulkan kerugian terhadap dirinya dan masyarakat. Orang-orang yang sudah terlibat pada penyalahgunaan Narkotika pada mulanya masih dalam ukuran (dosis) yang normal. Lama-lama pengguna obat menjadi kebiasaan, setelah biasa menggunakan mar kemudian untuk menimbulkan efek yang sama diperlukan dosis yang lebih tinggi (toleransi). Setelah fase toleransi ini berakhir menjadi ketergantungan, merasa tidak dapat hidup tanpa Narkotika.

    B. Kemungkinan Yang Terjadi Pada Pengguna Narkotika

    Banyak orang beranggapan bagi mereka yang sudah mengkonsumsi mar secara berlebihan beresiko sebagai berikut :

    1. Sebanyak 60% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan kematian karena zat-zat yang terkandung dalam Narkotika mengganggu sistem kekebalan tubuh mereka sehingga dalam waktu yang relatif singkat bisa merenggut jiwa si pemakai.
    2. Sebanyak 20% orang beranggapan bahwa pengguna Narkotika dapat bertindak nekat/bunuh diri karena pemakai cenderung memiliki sifat acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Ia menganggap dirinya tidak berguna bagi lingkungannya ini yang memacunya untuk bertindak nekat.
    3. Sebanyak 15% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan hilangnya kontrol bagi si pemakainya, karena setelah mengkonsumsi Narkotika. Zat-zat yang terkandung di dalamnya langsung bekerja menyerang syaraf pada otak yang cenderung membuat tidak sabar dan lepas kontrol.
    4. Sebanyak 5% orang beranggapan bahwa Narkotika menimbulkan penyakit bagi pemakainya. Karena di dalam Narkotika mengandung zat yang mempunyai efek samping yang menimbulkan penyakit baru.

    C. Jenis-jenis Narkotika yang Disalahgunakan dan Peredarannya

    Narkoba meliputi :

    A. Narkotika

    Zat berasal dari tanaman atau bukan tanaman.

    1) Tanaman

    1. Opium atau candu/morfin yaitu olahan getah tanaman papaver somniferum tidak terdapat di Indonesia, tetapi diselundupkan di Indonesia.
    2. Kokain yaitu olahan daun koka diolah di Amerika (Peru, Bolivia, Kolumbia).
    3. Cannabis Sativa atau Marijuana atau Ganja banyak ditanam di Indonesia.

    2) Bukan tanaman

    1. Semi sintetik : adalah zat yang diproses secara ekstraksi, isolasi disebut alkaloid opium. Contoh : Heroin, Kodein, Morfin.
    2. Sintetik : diperoleh melalui proses kimia bahan baku kimia, menghasilkan zat baru yang mempunyai efek narkotika dan diperlukan medis untuk penelitian serta penghilang rasa sakit (analgesic) seperti penekan batuk (antitusif).

    Contoh : Amfetamin, Metadon, Pethidine, Dexamfetamine.

    B. Psikotropika

    Adalah obat keras bukan narkotika, digunakan dalam dunia pengobatan sesuai Permenkes RI No. 124/Menkes/Per/II/93, namun dapat menimbulkan ketergantungan psikis fisik jika dipakai tanpa pengawasan akan sangat merugikan karena efeknya sangat berbahaya seperti narkotika. Psikotropika merupakan pengganti narkotika, karena narkotika mahal harganya. Penggunaannya biasa dicampur dengan air mineral atau alkohol sehingga efeknya seperti narkotika.

    1. Penenang (anti cemas) : bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas susunan saraf pusat. Contoh : Pil Rohypnol, Mogadon, Valium, Mandrax (Mx).
    2. Stimulant : bekerja mengaktifkan susunan saraf pusat. Contoh : Amphetamine, MDMA, MDA.
    3. Hallucinogen : bekerja menimbulkan rasa halusinasi/khayalan. Contoh Lysergic Acid Diethylamide (LSD), Psilocybin.

    Alkohol

    Alkohol dalam ilmu kimia dikenal dengan sebutan etanol adalah minuman keras yang mempunyai efek bisa memabukkan jika minumnya berlebihan.

    C. Zat Adiktif

    Zat adiktif adalah zat yang sangat berbahaya jika salah pemakaiannya bisa merusak tubuh, bila keracunan bisa menimbulkan halusinasi atau mungkin yang fatal kematian.

    Contoh : Turpentine, lem karet, thinner, spray aerosol, aceton, dll.

    Narkoba yang sering disalahgunakan :

    Narkoba yang sering dikonsumsi oleh masyarakat secara salah antara lain :

    A. Heroin
    • Nama : Putauw, PT, bedak, putih, Brown Sugar, Benana, Smaek, Horse, Hammer, Snow White Brown.
    • Asal : Papaver Somniferum.
    • Bentuk : Seperti bedak berwarna putih, rasa pahit, terdapat paket hemat, dijual sebesar ujung kuku/ibu jari dalam kemasan kertas.
    • Cara Pakai : Dihirup, dihisap, ditelan dan disuntikkan lewat tangan, kaki, leher.
    • Efek : Mual, mengantuk, cadel, pendiam, mata sayu, muka pucat, tidak konsentrasi, hidung gatal-gatal.
    • Gejala putus obat :
    • Sebelum memakai :
      • Tulang otot sendi terasa nyeri, demam, takut air
      • Keringat keluar berlebihan
      • Takut kedinginan, bulu kuduk berdiri
      • Mata berair, hidung berair
      • Mual-mual, perut sakit, diare
      • Tidak suka makan
      • Tidak bisa bekerja (lemas)
    • Setelah memakai :
    • Fly (berkhayal), mata sembab kadang muntah
    • Jantung berdebar, mata susah bangun

    Bahaya :

    • Hepatitis B, C, AIDS, HIV
    • Menstruasi terganggu, infertilitas (impotensi)
    • Abses (jika pakai suntik)
    • Tubuh kurus, pucat, kurang gizi
    • Sulit buang air besar
    • Mudah terserang radang paru, TBC paru, radang hati, empedu, ginjal
    B. Kokain
    • Nama : Charlie, Nosc Candy, Snow, Coke
    • Asal : Daun (tanaman Erythroxylon Coca)
    • Bentuk : Serbuk putih, kadang dicampur dengan beberapa macam zat berbahaya, disebut “Drug Cocktail”
    • Efek :
      • Suhu badan tinggi, denyut jantung bertambah
      • Mudah marah, agresif dan merusak
      • Merasa energik dan waspada dan merasa memiliki dunia (arogan).
    • Gejala putus obat :
      • Ada keinginan bunuh diri, mual, kejang-kejang
    • Bahaya :
      • Paranoid
      • Menyebabkan perkelahian
      • Mabuk dan tidak bergairah
      • Jika dihirup akan menyebabkan mimisan dan sinusitis
      • Kerusakan jantung jika dicampur rokok
      • Pemakaian banyak, nafsu sex hilang
      • Bisa terjadi psikotik atau gila dalam jangka panjang
    C. Ganja
    • Nama : Ganja, cimeng, gelek, daun, rumput, jayus, jum, barang, marihuana, bang bunga, ikat, labang, hijau
    • Jenis-jenis : Stick, daun atau tembakau, hashish (minyak/lemak ganja)
    • Bentuk : Daun kering atau dalam bentuk rajangan kering, dimasukkan dalam amplop.
    • Daun basah, runcing berjari-jari ganjil 5, 7, 9 dst.
    • Cara Pakai : Dilinting seperti rokok, dihisap dan dimakan, minyak ganja bisa dioles pada rokok biasa
    • Efek :
      • Jantung berdebar-debar
      • Tidak bergairah,
      • cepat marah,
      • sensitif
      • Perasaan tidak tenang,
      • eforia,
      • kurang percaya diri,
      • rasa letih/malas
    • Gejala putus obat :
      • Sebenarnya hanya faktor psikis dan sugesti yang lebih dominan, apabila tidak memakai ganja.
    • Bahaya :
      • Untuk pemakaian yang lama akan menjadikan pemakai menjadi linglung.
    D. Ekstasi
    • Nama : Kancing, XTC, Inex, Adam, Hug-Drug, Essence, Disco, Biscuits, Venus, Yupie, Butterfly, Elektrix, Gober, Beladin
    • Bentuk : Pil, serbuk, kapsul.
    • Cara Pakai : Diminum dengan air atau yang lain
    • Efek :
      • Mulut kering, gigi berkerut-kerut
      • Banyak berkeringat dingin, nafsu makan kurang
      • Badan tak terkendali geraknya (triping)
      • Denyut jantung, nadi bertambah
      • Tekanan darah naik
      • Rasa percaya diri tinggi
      • Keintiman bertambah
    • Gejala putus obat :
      • Rasa letih, malas
      • Mudah tersinggung, emosi labil
      • Sulit tidur, mimpi buruk jika tidur
      • Depresi, mata kabur
    • Bahaya :
      • Paranoid (rasa takut berlebihan, curiga yang berlebihan)
      • Pemakaian yang lama akan menjadikan pemakai bisa linglung
      • Merusak syaraf otak
      • Pucat kurang darah
      • Kurus kurang gizi
      • Penyakit Parkinson
    E. Shabu-Shabu (Methamphetamine)
    • Nama : Ubas, SS, Mecin
    • Bentuk : Bubuk atau kristal
    • Jenis : Gold silver, coconut, crystal, blue ice, tebu
    • Cara Pakai : Dibakar di atas kertas timah dan dihisap melalui alat yang disebut bong
    • Pemakai bisa diindikasikan :
      • Tidak tenang (cemas),
      • mudah marah,
      • dapat cepat lelah,
      • mata nanar,
      • tidak bersemangat,
      • tidak beraktifitas,
      • keringat berlebihan dan bahu,
      • wajah pucat,
      • lidah warna putih,
      • nafsu makan kurang,
      • susah tidur (2-3 hari),
      • jantung berdebar-debar,
      • banyak omong, percaya diri tinggi.
    • Efek :
      • Sebelum memakai gelisah, ngantuk, lemas, tidak bergairah
      • Jika sudah memakai, agresif, hiperaktif dan percaya diri tinggi
    • Gejala putus obat :
      • Mudah marah
      • Ngantuk
      • Faktor sugesti yang dominan apabila tidak memakai
      • Mudah capek
      • Rasa lebih malas
      • Malas hidup
    • Bahaya :
      • Paranoid (rasa takut berlebihan)
      • Pemakaian yang lama akan menjadikan pemakai bisa linglung
      • Merusak syaraf otak
      • Kanker hati
      • Terjadinya gejala psikotik (gila)
    F. Halusinogen
    • Nama : LSD (Lysergic Diethylamide), Magic Mushroom (jamur tahi kuda/sapi), STP (Serenity, Tranquility, Peace)
    • Cara Pakai : Diminum, dihirup, dimakan
    • Efek :
      • Menimbulkan serenity, tranquility dan peace (rasa tenang dan damai) sesaat
      • Perasaan labil yaitu murung dan bahagia atau euforia kadang-kadang menjadi takut.
    • Bahaya :
      • Kecemasan akut, reaksi panik
      • Terjadi depresi sampai berbulan-bulan
      • Terjadinya gejala psikotik (gila)
    G. Hipnotika/Sedative
    • Nama : Metaqualon (Mandrax), Flunitrazepam (Rohyp), Clona Zepam (RIV), Nitra Zepam (pil koplo, pil anjing, dum, BK, MG).
    • Bentuk : Pil
    • Cara Pakai : Ditelan
    • Efek :
      • Teler (bicara cadel, jalan sempoyongan)
      • Mudah tersinggung
      • Banyak bicara yang tidak karuan
      • Ngawur dalam bertindak, tidak terkontrol
    • Gejala putus obat :
      • Denyut jantung cepat
      • Banyak berkeringat
      • Tekanan darah tinggi
      • Tangan, kelopak dan lidah bergetar
    • Bahaya :
      • Terjadinya perkelahian
      • Mudah tersinggung dan marah
      • Lemas, sedih, ingin bunuh diri
      • Menimbulkan halusinasi dan melakukan tindakan berbahaya
    H. Alkohol
    • Nama : Etanol atau Ethyl Alkohol
    • Jenis :
      • Bir,
      • wiski,
      • gin,
      • vodka,
      • martini,
      • brem,
      • arak,
      • ciu,
      • saquer,
      • tuak,
      • johny walker (topi miring),
      • black and white (kam-put, kambing putih)
    • Bentuk : Cairan, berupa minuman
    • Cara Pakai : Diminum / ditelan
    • Efek :
      • Mabuk teler
      • Muka merah, banyak bicara, bicara cadel
      • Jalan sempoyongan, konsentrasi kurang
      • Bola mata bergerak-gerak
    • Gejala putus obat :
      • Mual, muntah, lemah, letih
      • Denyut jantung cepat, banyak berkeringat, tekanan darah naik
      • Tangan, lidah, kelopak mata gemetar
      • Cemas, depresi, mudah tersinggung
      • Gangguan kesadaran
    • Bahaya :
      • Kanker hati, cacat pada janin
      • Perdarahan lambung, radang pankreas
      • Penyakit otot, pikun
    I. Inhalansia dan Solven
    • Nama : Lem karet, aerosol spray, aceton, gas N2O2, pelumas, thinner, terpentine, DDT, pestisida, zat pewarna
    • Bentuk : Cairan, gas
    • Efek :
      • Timbul ilusi
      • halusinasi
      • Kemampuan persepsi yang salah
    • Bahaya :
      • Merasa dirinya bisa terbang, sehingga bisa terjun dari tempat tinggi tanpa mati
      • Keracunan akut, bisa mati mendadak akibat menghisap inhalansia
      • Kejang saluran nafas
      • Keracunan kronis merusak organ tubuh otak, ginjal, paru-paru, jantung, sunsum tulang
      • Kulit bisa mengelupas karena keracunan terpentin (zat mudah menguap)

    D. Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Narkotika

    Peran yang dilakukan oleh pemerintah sangatlah besar dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan Narkotika dan sejenisnya. Melalui pengendalian dan pengawasan langsung terhadap jalur peredaran gelap dengan tujuan agar potensi kejahatan tidak berkembang menjadi ancaman faktual. Langkah yang ditempuh antara lain dengan tindakan sebagai berikut :

    1. Melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat yang diduga keras sebagai jalur lalu lintas gelap peredaran Narkotika.
    2. Secara rutin melakukan pengawasan di tempat hiburan malam.
    3. Bekerja sama dengan pendidik untuk melakukan pengawasan terhadap sekolah yang diduga terjadi penyalahgunaan Narkotika oleh siswanya.
    4. Meminta kepada instansi yang mempunyai wewenang izin sebagai penerbit tempat hiburan malam untuk selalu menindaklanjuti surat izin pendirian tempat hiburan malam barangkali akan dijadikan media untuk memperlancar jalur peredaran Narkotika.

    E. Akibat Penyalahgunaan Narkotika

    Penyalahgunaan Narkotika akan mempengaruhi sifat seseorang dan menimbulkan bermacam-macam bahaya antara lain :

    1. Terhadap diri sendiri.

    • mampu merubah kepribadiannya
    • menimbulkan sifat masa bodoh
    • suka berhubungan seks
    • tidak segan-segan menyiksa diri
    • menjadi seorang pemalas
    • semangat belajar menurun

    2. Terhadap keluarga

    • suka mencuri barang yang ada di rumahnya sendiri
    • mencemarkan nama baik keluarga
    • melawan kepada orang tua

    3. Terhadap masyarakat

    • melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat
    • melakukan tindak kriminal
    • mengganggu ketertiban umum

    F. Cegah Narkoba Dengan Pendidikan Agama

    Say no to drug! Ini merupakan slogan yang sangat sederhana namun memiliki implikasi yang kompleks terkait dengan harapan yang harus diwujudkan, usaha berikut kebijakannya yang mesti diimplementasikan.

    Say no to drug, bukan hanya sebuah jargon, ini adalah tanggung jawab organisasi berbasis keagamaan, pemerintah, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), lembaga hukum, serta tanggung jawab kita bersama untuk meningkatkan dan memberdayakan masyarakat kita menuju kehidupan yang sehat baik dari aspek mental, jasmani, maupun spiritual. Di seluruh dunia banyak program yang didirikan dengan maksud mencegah penyalahgunaan Narkoba, atau untuk mengobati mereka yang terkena narkoba melalui kepercayaan dan praktek-praktek agama tertentu. Pendekatan ini banyak dilakukan di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Di barat, agama tidak begitu menonjol dalam mencegah penyalahgunaan narkoba : namun kita percaya bahwa program-program berbasis keagamaan benar-benar memiliki kepedulian ke arah sana.

    Sebagai pemimpin agama dan pendidikan, kita menyadari banyak tantangan yang dihadapi generasi muda di negara kita saat ini. Penggunaan obat-obat terlarang termasuk penggunaan alkohol dan produk-produk tertentu. Terus merangkak naik dalam masyarakat terutama para remaja, dan di beberapa tempat, obat-obat terlarang tersebut telah menarik pemuda dalam dunia kejahatan dan kecanduan yang mematikan setiap orang, masyarakat, keluarga dan individu-individu serta penanaman nilai-nilai yang kuat, yang berakar dari kepercayaan agama merupakan faktor perlindungan yang efektif guna mencegah dampak pengguna narkoba sebagai tindakan yang beresiko tinggi.

    Penyalahgunaan narkoba menyebabkan peningkatan HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome). Kekacauan mental, dan kejahatan yang pada gilirannya merusak sendi-sendi kehidupan sosial. Puluhan bahkan ratusan juta orang telah kecanduan narkoba.

    Di Indonesia Badan Narkotika Nasional (BNN) menaksir bahwa kira-kira ada 3,2 juta orang yang sudah terjerat ketergantungan Narkotika. Kendati persoalan narkoba muncul, pemerintahan kita memberi harapan bagi setiap orang, keluarga, masyarakat yang terpengaruh oleh penyalahgunaan narkoba serta yang terkait dengan persoalan kesehatan dan sosial. Riset menunjukkan bahwa kaum muda yang terlibat dalam komunitas keagamaan tampaknya tidak begitu rentan terhadap penggunaan Narkoba.

    Komunitas keagamaan berada di garda depan dalam merespon kebutuhan pelayanan sosial yang mendesak bagi setiap individu dan masyarakat. Termasuk ketergantungan narkoba, kita memberikan makanan dan pakaian bagi yang membutuhkan, kita memberi naungan bagi tuna wisma. Kita menawarkan pengobatan narkoba, bingkisan dan membantu kelompok-kelompok anggota yang berjuang menjaga agama. Ketika mencegah penggunaan narkoba, kita juga dapat memainkan peranan penting.

    Indonesia bukan hanya negara perdagangan narkoba, namun juga produsen dan pasar jaringan global yang sistematik dalam industri ini, oleh karena itu dibutuhkan kerjasama sinergis antara pemerintah, LSM, organisasi sosial, untuk mengatakan tidak pada narkoba guna menyelamatkan generasi masa depan kita. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi muslim moderat terbesar dengan anggota lebih dari 50 juta orang, menaruh prihatin dan perlu mengambil peran dalam mengatasi persoalan ini.

    Pencegahan dan pengobatan akibat penyalahgunaan narkoba merupakan persoalan yang komplek yang masih perlu banyak dipelajari tentang apa yang terbaik dilakukan dan oleh siapa, agama tentunya memiliki peran untuk dimainkan, namun materi ajaran agama yang ada belum mencukupi untuk pencegahan dan pengobatan yang efektif, juga ada rumusan bahwa kegiatan berbasis keagamaan dapat diperbaiki dengan beberapa praktik pencegahan yang baik dalam masyarakat Islam kita.

    Seperti semua program pencegahan dan pengobatan yang didasarkan pada kebutuhan agama perlu dievaluasi secara hati-hati oleh peneliti yang independen yang menggunakan indikator keberhasilan yang obyektif. Dengan demikian pertukaran pandangan dan pengalaman diantara kita itu penting. Guna memberikan bantuan yang lebih baik bagi mereka yang memiliki persoalan narkoba.

    Lembaga-lembaga dibawah naungan NU seperti Muslimat NU, Fatayat NU, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), dan terutama pesantren juga memberikan peranan yang signifikan dalam persoalan ini. Terlebih pesantren memiliki lebih dari 10 ribu jaringan dengan masyarakat sekitarnya. Karena alasan itulah, pesantren bukan hanya kurikulum berbasis keagamaan, namun juga materi-materi yang meningkatkan kesehatan mental, spiritual, dan jasmani. Dalam waktu yang lama, pesantren akan membangun “bela diri” masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan narkoba dalam komunitasnya. Lewat kerja sama ini, NU, BNN, Colombo Plan dan Kementrian Negara Amerika Serikat, akan meningkatkan dan menindak lanjuti kerja sama yang lebih baik terkait persoalan ini.

    Mengambil bagian sebagai peserta dalam konferensi internasional ini, ulama, para sarjana muslim, para dokter, universitas dan instansi terkait supaya dapat mencari strategi dan solusi yang riil rencana kegiatan untuk menyelamatkan generasi muda dari narkoba.

    Akhirnya, sekali lagi say no to drug dan mari kita tingkatkan pengetahuan kita tentang narkoba.

    G. Ciri-Ciri Bagi Pengguna Narkotika

    Pada pengguna Narkotika yang berlebihan dapat menimbulkan keracunan atau efek sebagai berikut :

    1. Efek yang ditimbulkan opium bagi penggunanya :
      • muntah dan mual
      • sakit kepala
    2. Efek yang ditimbulkan kokain bagi penggunanya :
      • nafsu makan hilang
      • denyut jantung dan tekanan darah meningkat
    3. Efek yang ditimbulkannya heroin bagi penggunanya :
      • reaksi panik
      • gelisah
    4. Efek yang ditimbulkannya putau bagi penggunanya :
      • emosi lepas kontrol
      • gangguan pergerakan
    5. Efek yang ditimbulkannya cannabis sativa bagi penggunanya :
      • menyebabkan khayalan
      • tingkah lakunya tidak terkontrol
      • melawan kepada orang tua
      • mencemarkan nama baik keluarga

    H. Kendala

    1. Kurangnya kerja sama antara aparat dengan masyarakat dalam mengungkap sindikat Narkotika .
    2. Modus yang dijalankan pengedar Narkotika makin bervariasi dan terorganisir sehingga aparat mengalami hambatan dalam pengungkapannya.
    3. Ketidaktegasan sanksi yang diberikan pemerintah kepada pelaku penyalahgunaan Narkotika
    4. Ketidaktahuan masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi Narkotika jika mereka sudah mengerti tentang bahaya mengkonsumsinya mengapa mereka masih juga memakainya.
    5. Banyak berdiri tempat-tempat hiburan malam ilegal yang diduga menjadi peredaran gelap Narkotika.
    6. Peredaran narkoba masih sulit diberantas karena produk hukum yang ada kurang bisa menjerat bandar-bandar narkoba.
    7. Kampanye untuk menunjukkan bahaya penggunaan narkoba masih kurang bisa menggapai ke seluruh pelosok nusantara karena kurangnya dana.

    I. Solusi

    1. Mengadakan pendidikan secara mendalam pada setiap kasus Narkotika apa yang melatarbelakanginya.
    2. Menutup/menyegel tempat hiburan malam yang telah diduga menjadi sarang peredaran narkoba
    3. Menindak tegas setiap pelaku penyalahgunaan Narkotika dengan hukuman yang berat agar mereka jera.
    4. Pemerintah harus memperhatikan betul aparat-aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan lain-lain agar tidak mempermainkan kasus narkoba dengan memberi hukuman yang ringan pada bandar-bandar narkoba yang tertangkap.
    5. Dana yang dialokasikan untuk kampanye penanggulangan narkoba agar diperbesar baik dari APBN maupun APBD.

    Bab III. Analisis Data dan Pembahasan

    A. Penyajian Data

    Menurut laporan yang dicetak oleh kompas cyber media pada tanggal 5 Februari 2001, dari 2 juta pecandu narkoba dan obat-obatan berbahaya (narkoba) 90% adalah generasi muda, termasuk 25.000 mahasiswa. Karena itu, narkoba menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa akhir-akhir ini. Alwi nurdin, Kepala Kanwil Depdiknas DKI dikatakan sebanyak 1,105 siswa di 166 SMU Yogyakarta selama tahun 1999/2000 terlibat tindak penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan narkoba. Sedangkan 700 siswa sisanya ditindak dengan pembinaan agar jera, dan tidak mempengaruhi teman lain yang belum terkena sebagai pengguna Narkotika tersebar di Jakarta utara sebanyak 248 orang dari 26 SMU. Jakarta pusat 109 orang di 12 SMU. Jakarta barat 167 orang dari 32 SMU, Jakarta timur 305 orang dari 43 SMU, dari Jakarta selatan 186 orang dari 40 SMU.

    B. Pemecahan Masalah

    Berdasarkan hasil perolehan data pada penyajian data diatas dapat disimpulkan bahwa yang banyak menggunakan penyalahgunaan Narkoba
    adalah :

    1. Golongan Mahasiswa (90%)

    Di masa remaja seseorang pasti mempunyai sifat selalu ingin tahu segala sesuatu dan ingin mencoba sesuatu yang belum tahu. Kurang diketahui dampak negatifnya. Bentuk rasa ingin tahu dan ingin mencoba itu misalnya dengan mengenal narkoba.

    Sedangkan 700 siswa sisanya di tindak dengan pembinaan agar jera, biar tidak mempengaruhi teman lainnya yang belum terkena sebagai pengguna narkoba. Lemahnya mental seseorang akan mudah untuk dipengaruhi perbuatannya dan tindakan atau hal-hal yang negatif, oleh teman/lingkungan sekitar, sehingga semua pengaruh negatif ini pada akhirnya menjurus pada aktifitas penyalahgunaan dan tidak dapat lagi mengimbangi perilaku dalam lingkungan.

    Disamping itu ada beberapa faktor lain yang tidak sedikit dapat mempengaruhi penyalahgunaan narkoba antara lain:

    1. Adanya kesempatan, sarana dan prasarana untuk memperoleh narkoba.
    2. Kurangnya perhatian dari orang tua (dari kalangan keluarga yang broken home).
    3. Akibat perubahan tingkah laku selama masa puber.
    4. Pribadi yang lemah (orang yang tidak dapat menghadapi realita hidup).

    Bab IV. Penutup

    A. Kesimpulan

    Bahwa Narkotika adalah obat terlarang sehingga siapapun yang mengkonsumsi atau menjualnya akan dikenakan sanksi yang terdapat pada UU No.07 Tahun 1997 tentang Narkotika. Dilarang keras untuk mengkonsumsi dan menjualnya selain itu di dalam UU RI No.27 Tahun 1997 tentang Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.

    B. Saran

    Harapan kami agar di negara kita terutama masyarakat umum menyadari akan bahaya memakai atau mengkonsumsi Narkotika. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda seharusnya lebih berhati-hati dalam memilih teman bergaul, sebab jika kita salah pilih teman lebih-lebih yang sudah kita tahu telah menjadi pecandu hendaknya kita berfikir lebih dulu untuk bersahabat dengan mereka.

    Daftar Pustaka

    Abimayu, Soli dan M. Thayeb Manrihu. 1984. Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah. Jakarta : CV. Rajawali.

    Budianto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya, Ganeca Exact : Bandung.

    H.M. Rozy SE, MSc. Cegah Narkoba Dengan Pendidikan Agama.

  • Format Laporan Prakerin dan PKL SMK

    Format Laporan Prakerin dan PKL SMK

    Berikut ini adalah Format Penulisan Laporan Prakerin atau Praktek Kerja Lapangan Lapangan untuk Tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

    A. Tujuan Laporan

    1. Laporan Akhir Prakerin merupakan laporan kegiatan dan aktifitas yang dilakukan selama melaksanakan Praktek Kerja Industri di lapangan.
    2. Laporan ini dibuat oleh peserta magang dalam hal ini Siswa PKL yang ditujukan kepada Kepala Sekolah.
    3. Laporan Prakerin disampaikan Peserta didik kepada Mitra dalam hal ini instansi sebagai bentuk dokumentasi kepada DUDI.

    1. Format Laporan

    1. Cover
    2. Lembar Pengesahan
    3. Kata Pengantar
    4. Daftar Isi
    5. Daftar Lampiran
    6. Bab I. Pendahuluan
      1. Latar Belakang PKL
      2. Visi, Misi dan Tujuan PKL
      3. Waktu dan Lokasi PKL
    7. Bab II. Laporan Kegiatan
      1. Profil Dunia Usaha dan Industri
      2. Pelaksanaan Kegiatan PKL
      3. Pekerjaan yang Dilakukan di Lokasi
    8. Bab III. Penutup
      1. Kesimpulan
      2. Penutup
    9. Daftar Pustaka
    10. Lampiran-Lampiran
      1. Lampiran I. Surat Izin Prakerin
      2. Lapiran II. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Prakerin
      3. Lampiran III. Dokumentasi Kegiatan

    2. Teknik Penulisan

    Laporan PKL disusun dengan ketentuan teknik penulisan:

    1. Ukuran Kerta A4 dengan margin atas dan kiri 4 cm, lalu kanan dan bawah 3 cm atau format 4433.
    2. Laporan ditulis dengan huruf Time New Roman, Font Size 12 dan spase 2 cm
    3. Penomoran ditulis di pojok kanan bawah dengan tulisan angka 1, 2, 3 dst kecuali pada bagian Lembar Pengesahan, Kata Pengantar, Daftar Isi, dan Daftar Lampiran dengan angka romawi kecil yakni i, ii, iii, iv, dst.
    4. Laporan dijilid antero dengan cover berwarna kuning.
    5. Daftar Pustaka ditulis dengan aturan APA.
    6. Jumlah halaman maksimal laporan 20 laman untuk Bab I sampai Bab III.

    B. Visi, Misi dan Tujuan

    Visi, Misi dan Tujuan adalah kerangka utama mengapa kegiatan PKL harus dilaksanakan. Dengan demikian, Visi, Misi dan Tujuan ini harus kembali ke VMT dari Lembaga penyelenggara dalam hal ini sekolah.

    Adapun contoh Visi dan Misi prakerin sebagai berikut

    1. Visi

    Menghasilkan Lulusan SMK yang memiliki keahlian profesional, adaptif dan memahami karakteristik tantangan dalam dunia kerja.

    2. Misi

    1. Menjalin kerja sama yang saling menguntungkan antara Dunia Usaha dan Industri (Dudi) dan Pihak Sekolah
    2. Meningkatkan Kompetensi dan Kemampuan Peserta Didik yang sesuai dengan kebutuhan Dudi
    3. Mempromosikan keterampilan dan kompetensi peserta didik di SMK XXX kepada DUDI
    4. Membentuk karakter yang mandiri dan profesional bagi lulusan yang kompeten pada bidangnya

  • Makalah Perubahan Nilai Siri dalam Budaya Mandar

    Makalah Perubahan Nilai Siri dalam Budaya Mandar

    Berikut ini adalah contoh makalah yang membahas mengenai pergeseran nilai siri dalam budaya mandar. Budaya Siri adalah salah satu nilai yang memiliki makna dalam bagi suku-suku yang mendiami sulawesi selatan.

    Perubahan Nilai Siri dalam Budaya Mandar

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Suku Mandar adalah sekelompok besar orang-orang yang mendiami Sulawesi Bagian Barat. Di masa lampu suku Mandar dipercaray sebagai salah satu dari 14 kerajaan besar yang mendiami daera Tipalayo. Ke-14 kerajaan tersebut dikenal dalam semboyan Pitu Ba’bana Binanga anna Pitu Ulunna Salu.

    Sebagaimana pada umumnya masyarakat yang mendiami suatu wilayah tertentu akan selalu terbentuk budaya yang menjadi penciri mereka, demikian pula dengan Suku Mandar. Ada warisan budaya yang bangat besar diturunkan ke anak cucu mereka. Salah satu warisan yang paling terkenal adalah budaya siri’. Budaya ini mengandung banyak norna dan etika yang menjadi tatakrama dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai budaya tertuang pada semboyang “Wai marandanna o di ada’ o di biasa“.


    Budaya merupakan suatu hal yang tidak bisa kita kesampingkan begitu saja dalam rentetan history kehidupan manusia walaupun demikian beragam opini telah terpapar dari berbagai kalangan dan unsur tentang budaya itu sendiri, banyak orang menganggap bahwa budaya itu hanyalah bersifat sekunder yang tidak terlalu penting untuk dilirik dan diperhatikan dan menurut orang bahwa pendapat ini adalah pendapat dari orang-orang yang tidak berbudaya dan tidak memahami akan budaya.

    Budaya adalah perwujudan dari sebuah renungan, kerja keras dan kearifan suatu masyarakat dalam mengarungi dunianya. Budayalah yang menjadikan suatu masyarakat dapat memandang lingkungan hidupnya dengan bermakna. Kebudayaan terjadi atau dilahirkan karena adanya tantangan dan jawaban (challenge-and-Response) Arnold J. Toynbee (sejarah kebudayaan sulawesi hal. 11) Dengan format budaya pula masyarakat menata alam sekitarnya dan memberikan klasifikasi, sehingga berarti bagi warganya dan dengan begitu tindakan terhadap alam sekitarnya itu terorientasikan.

    Zaman yang kian beranjak dan bergeser dari arus dan akar budaya adalah sebuah tatanan masyarakat yang semakin memperlihatkan hal-hal konkrit yang banyak tempat sudah merupakan sebuah ancaman serius yang perlu diwaspadai. Semakin waktu berputar dan berkendara dengan zaman yang dilaluinya, maka waktu akan ikut membawa dan memboyong banyak perubahan yang menjadi alat tawar menawar yang mengikutinya. Tidak terkecuali dengan budaya siri’ yang semakin hari sudah mulai pudar oleh karena adanya pengaruh budaya dari luar.

    Kebudayaan khususnya di Mandar bukanlah sesuatu hal yang tidak memerlukan perhatian serius dari semua unsur yang terkait karena jangan sampai kebudayaan dianggap hanya sebagai sandal jepit yang punya keterbatasan untuk tampil dalam acara resmi, sebab manakalah kebudayaan akan kita menganggap sebagai bawang goreng pada sayur sup, maka ini menandai bahwa sesungguhnya kita telah rabun akan sejarah yang dicatat oleh kehidupan kita sendiri.

    Hadirnya budaya barat dan budaya modern ditengah kehidupan ini adalah merupakan sebuah abrasi yang dapat menghanyutkan budaya kita sendiri yang pada akhirnya akan menjadikan generasi kita sebagai serpihan-serpihan dari ampas kehidupan karena kita telah kehilangan akan akar budaya akibat dari pengaruh globalisasi yang semakin canggih dan modern. 

    Peninggalan leluhur Mandar yang beragam dan berasal dari berbagai aspek kehidupan budaya tradisional seperti budaya siri’ merupakan warisan sekaligus amanah untuk dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi pewarisnya. Upaya penggalian pengembangan dan pelestarian nilai-nilai budaya tradisional menjadi sebuah kewajiban agar apa yang pernah menjadi kebanggaan para pendahulu Mandar tidak semakin hilang digeser peradaban yang semakin modern.

    Budaya siri’ di Mandar merupakan suatu hal yang sangat vital dalam kehidupan orang Mandar dan menjadi ciri khas profil manusia Mandar dalam takaran nilai kemanusiaan. Bagi orang Mandar, jika siri’ sudah tidak berperan dalam hidupnya, hilang pulalah nilai dan reputasinya sebagai manusia dimata masyarakat umum dimanapun berada.

    Siri’ adalah nilai kemanusiaan dan harga diri yang erat hubungannya dengan perasaan manusia dalam seluruh hidup dan kehidupannya, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia maupun dengan Tuhan (Prof. Dr. Darmawan Mas’ud Rahman, M.Sc.).

    Dalam upaya pelestarian ini, segenap orang Mandar memiliki tanggungjawab yang sama walaupun dengan cara yang berbeda dalam melakukannya. Dengan melihat kenyataan bahwa budaya kita sudah muulai menipis, seiring dengan zaman yang semakin tua sehingga cermin budaya masa lalu yang saling Sipakatau (saling menghargai), Sipakala’bi (saling menghormati) dan Siasayangngi (saling menyayangi) serta Sianaoang pa’mai (saling mengasishi) lalu yang paling tragis ketika kita kehilangan akan Siri’ (harkat dan martabat) yang semuanya itu menjadi bahan yang telah langka, hal ini merupakan pertanda bahwa generasi sekarang telah melupakan budaya yang amat bernilai untuk diabadikan dan tanpa disadari kita sendiri telah memecahkan cermin itu demi mengikuti kemajuan zaman.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok persoalan dapat kami rumuskan sebagai berikut:

    1. Bagaimana Konsep Budaya Siri’ di Mandar?
    2. Bagaimana Siri’ di Mandar dalam Tinjauan Syariat Islam?
    3. Bagaimana  proses pergeseran Budaya Siri’ di Mandar?

    Bab II. Pembahasan

    A. Konsep Budaya Siri’ di Mandar

    Pada umumnya masyarakat Mandar dalam kehidupannya sangat erat dengan masalah siri’ sebab orang Mandar mempunyai pandangan bahwa yang disebut dengan manusia adalah yang mempunyai siri’ yaitu mempunyai rasa malu yang bahasa Mandarnya dikatakan iya tu’u disanga mesa rupa tau iyya ma’issang maanna siri’ diwatang alawena (adapun yang disebut dengan seorang manusia adalah orang yang menyimpan rasa malu dalam dirinya). Di bawah ini adalah ungkapan atau pesan yang dasampaikan para leluhur yang kemudian menjadi motto orang Mandar :

    Moaq polei polena
    Annaq i’dami mala i’da
    Dotai lao nyawa
    Dadzi nalao siri’

    Artinya :

    Bila saatnya telah tiba
    Dan sudah sangat terpaksa
    Lebih baik nyawa melayang
    Daripada harga diri akan hilang
    (Mottiana Mandar, 2010 hal. 5)

    Bagi orang Mandar siri’ adalah etos kehidupan dan etos kerja karena siri adalah nilai kemanusiaan dan harga diri yang erat hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia. Kehilangan siri’ berarti kehilangan nilai kemanusiaan dan harga diri. Oleh sebab itu, orang Mandar sejati lebih memilih kehilangan nyawa daripada kehilangan siri’ bila terpaksa harus memilih.     

    Perkataan siri’ yang selain berarti malu juga mempunyai arti lain yaitu harkat dan martabat, karena dengan memelihara siri’ juga berarti berusaha menghindar dari setiap perilaku yang akan menodai harkat dan martabat, oleh sebab itu bagi orang Mandar kemana dan dimana saja mereka berada orang Mandar itu selalu bersama dengan siri’. Sehingga tampak jelas tercermin bahwa siri’ itu adalah sesuatu yang sangat sakral bahkan disucikan dan seolah dianggap substansi dengan keberadaan manusia.  

    Siri’ juga dapat disamakan dengan kata Lappu atau Malappu yang keduanya berarti jujur, karena dengan berbuat jujur maka seseorang dapat memelihara harkat dan martabatnya karena seseorang hanya dapat terjaga dan terangkat kualitasnya jika keutamaan yang dimilikinya diabadikan juga bagi orang lain sebagai sebuah sikap kepedulian terhadap sesuatu yang benar untuk dibenarkan serta yang slah tetap disalahkan dan bukan meluruskan yang bengkok dan membengkokan yang telah lurus.

    Siri’ yang dibarengi dengan Lappu pada dasarnya adalah tolak ukur keseimbangan antara hak dan kewajiban dan antara tanggungjawab dan kepatuhan dan jika ada seseorang yang semestinya bertugas dan berwenang meluruskan yang bengkok akan tetapi tidak mampu dan tidak berani melakukannya maka hal ini menandakan bahwa siri’ orang itu telah kendor bahkan sudah memudar atau sudah tidak memiliki lagi apa yang disebut siri’. Demikian pula halnya apa bila ada seseorang membiarkan hak pribadinya dilanggar dan diinjak-injak diluar batas hukum maka etika dan norma kebiasaan ini bukan lagi hanya sebagai siri’ akan tetapi sudah mencapai puncak siri’ yaitu yang disebut lokko dan ini berarti bahwa harkat dan martabat yang bersangkutan telah menurun bahkan mungkin sudah tidak ada lagi pada dirinya.

    Adapun siri’ bagi orang Mandar yaitu terdiri dari tiga bahagian sebagai berikut :

    1. Siri’ Lita’ atau Siri’ Pa’banua adalah harkat dan martabat akan tanah tump ah darah atau disebut martabat negeri
    2. Siri’ Pembiyang yaitu harkat dan martabat keluarga yang terdiri dari saudara, sahabat, keluarga.dan siri’ ini disebut juga sebagai siri’ dipomate (harkat dan martabat yang taruhannya adalah nyawa)
    3. Siri’ Alawe yaitu harkat dan martabat diri sendiri dan ini disebut juga siri’ diposiri’ yang juga taruhannya adalah nyawa.

    Rasa solidaritas dan kesetia kawanan sosial yang tergambar diatas yang merupakan pesan dan amanah dari leluhur yang diharapkan akan menumbuhkan semangat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

    B. Siri’ di Mandar dalam Tinjauan Syariat Islam

    Siri’ merupakan kepekaan kedua di masyarakat Mandar sesudah kepekaan agama. Agama dan budaya siri’ berjalan seiring dalam segala tindak laku orang Mandar setiap saat dan sering tumpang tindih satu sama lainnya. Dibanyak hal dalam kehidupan sehari-hari orang Mandar, agama lebih dominan diperhitungkan  namun dibeberapa hal, siri’ pun sering lebih dominan daripada agama. Hal terakhir ini,  perlu segera mendapat perhatian agar budaya siri’ di Mandar selalu sejajar dan sesuai dengan syariat agama Islam dalam berbagai aspek pengamalannya.

    Budaya siri’ mengandung faktor edukatif yang tidak sedikit manfaatnya bagi kehidupan masyarakat, terutama pembinaan mantal spiritual, ahlak dan budi pekerti.  Namun,  di beberapa hal aspek kehidupan tertentu, banyak sekali siri’ dimanifestasikan secera irrasional bahkan menabrak norma-norma agama,  sedang seharusnya budaya siri’lah yang harus di sesuaikan dengan syaria’at agama, bukan agama yang harus di sesuaikan dengan budya siri’.

    Agama adalah ciptaan tuhan yang berfungsi mengatur dan menyelamatkan duniawi dan ukhrawi, sedang budaya siri’ tak lebih dari kebiasaan masyarakat yang hanya mengatur urusan duniawi. Itupun tidak secara langsung, tapi memberi pengaruh yang kuat terhadap kehidupan, sehubungan dengan sikap mental dan akhlak manusia, agar ia tetap berada dalam eksistensi kemanusiaannya yang wajar dan terpuji sesuai dengan pandangan budaya dan tradisi yang tumbuh dalam masyarakat, sebagai salah satu nilai kearifan leluhur moyang orang Mandar.

    Menurut Dr.Baharuddin lopa SH, siri’ dalam arti dan tingkatannya, berkembang dalam 5 bentuk sebagai berikut :

    1. Siri’ yang berhubungan dengan kesusilaan. Contohnya ; Berzinah, terutama yang sudah terikat dalam suatu perkawinan, baik laki-laki maupun perempuan.
    2. Siri’ yang ditimbulkan akibat tingkah laku yang kasar. Contohnya ; Memperlakukan orang secara kasar di luar hukum dan aturan tradisi yang telah di adatkan dalam masyarakat, mengeluarkan kata-kata kotor pada orang, merampas hak-hak orang lain dan sebagainya.
    3. Siri’ yang menimpa diri sendiri. Misalnya ; Kentut di tengah orang banyak hingga kentut itu di dengar dan di cium baunya oleh mereka, bersikap apatis dan pemalas hingga jadi pengangguran (lao sala), dan lain sebagainya.
    4. Siri’ karena merasa bodoh, tidak tau bergaul dan semacamnya. Ciri orang yang demikian selalu merasa rendah diri, yang akhirnya selalu mengisolir dirinya sendiri dari keramaian orang banyak.
    5. Siri’ biasa atau siri-siri’. Contohnya ; malu berbicara di muka umum, malu ketemu dengan orang-orang besar, malu memakai baju yang sudah usang, dan lain sebagainya.

    Siri’ menurut jenisnya ada yang rasional konstruktif dan ada yang irrasional destruktif. Pengamalan siri’ yang membawa akibat fatal, sehingga terwujud secara berlebihan dan inilah pengamalan siri’ irrasional destruktif pada diri, keluarga dan lingkungan masyarakat, disebabkan karena kegegabahan mengamalkan siri’ tanpa kontrol yang mengakibatkan pengorbana jiwa yang tidak terduga yang lambat laun menjadi penyesalan tanpa akhir.

    Siri’ yang rasional konstruktif dalam takaran atau pandangan syariat islam tentu saja siri’ yang berorientasi pada makna, kaidah dan hakekat syariat islam, sehingga dalam pengamalannya selalu menghasilkan manusia berahlak tinggi, berbudi luhur, beriman dan bertakwa serta rukun damai dengan lingkungan hidup dan masyarakatnya. Kuncinya adalah penyesuaian dengan petunjuk-petunjuk hukum syariat islam yang didasari kemampuan pertimbangan rasa dan pengendalian diri serta hawa nafsu sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW dalam salah satusabdanya yang artinya :

    Jihad utama, ialah jihadnya seseorang terhadap dirinya sendiri dan hawa nafsunya (HR. Bukhari-Muslim)

    Demikianlah siri’ di Mandar dalam tinjauan islam dengan mengamalkan budaya siri’ sebaik-baiknya hidup akan terjaga dari hal-hal yang dapat merusak nilai kemanusiaan dan harga diri.

    C. Pergeseran Budaya Siri’ di Mandar

    Seiring dengan perjalanan waktu para budayawan menganggap bahwa pergeseran nilai budaya termasuk di dalamnya budaya adat istiadat yang berhubungan dengan masalah etika yang di topang oleh konsep budaya siri’ di Mandar telah banyak menyimpan dari konsep dasarnya. Dalam hubungan tersebut,  para pakar budayawan mengemukakan bahwa dalam kenyataan hidup di masyarakat sekarang ini gejala erosi di mana nilai-nilai budaya siri’ telah mulai memperlihatkan bentuknya yang sudah  mulai mengalami pergeseran.

    Orientasi sebagai masyarakat atau karena menurutnya zaman telah canggih, terutama kelompok menengah atas yang kemudian menurun kepada kelompok bawah akibat pandangan hidup mereka yang berorientasi pada kehidupan yang bersifat materialistik dan canggih.

    Gambaran nyata  yang dapat kita lihat sebagai kenyataan pahit yaitu pada setiap pemilihan secara keseluruhan di Mandar bahkan di seluruh Indonesia pemilihan secara langsung oleh rakyat seperti kepala desa, terutama sekali pada pemilu calon anggota legislatif ( DPRD) di mana hubungan kekeluargaan maupun sahabat sudah tidak lagi menjadi jaminan keakraban dengan adanya paham baru yaitu :  Innai namappewengan innai to’o diangmo ro’bo nadziola (siapa yang akan memberi dan siapa yang akan di beri, semuanya bisa di sapu bersih, kapan lagi mumpun ada kesempatan terbuka lebar) sehingga akibatnya tidak ada lagi peluang bagi yang Tositiniya (layak karna memiliki kriteria) atau ada hubungan keluarga, akibat tidak mambure-bure ( menghambur-hamburkan) atau andiangi messisi’ nabisi-bisi anna najeppel lawena sallambar llapaulle (dia tidak datang berbisik-bisik lalu di sumbat mulutnya selembar rupiah).

    Sehingga dengan demikian maka peluang terbuka bagi yang totassitinaya (tidak layak karena banyak memiliki kekurangan) atau tidak ada sama sekali hubungan kekeluargaan, namun mereka lebih berhasil menaru simpati akibat pandainya mencari celah kelemahan kepada sebagian masyarakat yang tidak memiliki etika terutama dengan apa yang di sebut budaya siri’, di mana nuraninya telah tertukar dengan dua liter gula pasir atau lima liter beras atau dengan selembar rupiah yang nilanya hanya dua puluh ribu rupiah atau lima puluh ribu rupiah bahkan barangkali hanya janji yang lebih menggiurkan, kepentingan sesaat sudah mengalahkan kekeluargaan dan assitinayang.

    Dengan demikian pergesaran pemahamanpun tejadi dari sebuah kewajaran tentunya di timbulkan oleh akibat dari yang : totassitinaya dipattoe’i rannu, rapang le,bai tu’u tau mattoe jas tulu lao di toe (orang yang tidak sepantasnya untuk dapat di harapkan, sehingga kita ibarat menggantungkan jas kebanggaan pada sebuah patuk)

    Sesunggunya yang menjadi penyebab sehingga sebagian masyarakat berlaku demikian? Jawabnya adalah menurut pengalaman masa lalu di mana rata-rata mereka setelah berhasil mencapai tujuan hampir semuanya lupa akan janjinya dan berkata: pau-pau dzi ka’du, diongin anunna seiya dite’e dzie anu’u towoi tia (hanya isapan jempol kemarin milik anda dan sekarang milik saya) ada yang sempat iseng jika ada kesempatan menagihnya lalu ada di antaranya berkata : maupa bandimo tia ditingo apa’ ujanji bando’o mai’di duapa lao andiang le’ba rua ujanji ( anda sudah sangat beruntung karna saya sudah memberi janji padahal masi sangat banyak yang belum perna sama sekali saya berikan janji).

    Hitung-hitung kita masih sangat beruntung kalau kita berpapasang dengannya lalu dia masih sempat berpaling atau dia akan berkata siapa kau siapa saya engga’ ussa yah, sungguh menyakitkan bagai diiris sembilu timbul penyesalan nasi telah menjadi bubur barulah kita menyadari bahwa mereka tetap saja orang lain, yang datang karena adanya yang di sebut kepentingan sesaat karen ada maunya : diang urang dinaung batu( ada udang di balik batu), Totassitinaya betul-betul mengetahui akan selera orang yg sudah tidak punya etika dan budaya siri’ dan mereka sesungguhnya tidak menyadari apa yang menjadi petuah leluhur masa lalu yaitu :

    Nadziang tu’u mesa wattu
    Todzipagengge pa andan diang,
    Anna iyya tonamepagengge siatelesi tia  
    Ma’nyata andiangmi membuni
    Apa’ pa’dami atauang siolah siri’
    dibatang alawena

    Artinya :

    kelak ada suatu masa
    orang yang akan dikibulila tidak ada
    sedangkan orang yang akan mengibuli sangat banyak
    berhamburan dan sudah terang-terangan
    karena harkat dan martabatnya serta etika
    sudah tidak ada lagi pada dirinya

    Budaya telah ditransfer kedalam kepentingan yang telah menghalalkan segala cara yaitu haram menjadi halal lalu berkata harang duapa anna maparri’i dite’e dzi’e, damotia pole di sanga anu hallal ( yang haram saja sudah sangat sulit apalagi yang di sebut halal ), sehingga apa yang perna di pesankan oleh para leluhur sudah tidak lagi dapat membentangi nuraninya karena etika dan budaya siri’ telah mulai memudar atau memang sudah tidak ada lagi sama sekali pada dirinya, cappui tongammi bubur atauang siola siri’ mesa rupatau napateng matoana lino, apa masekemi kapang nakeama lino ( habislah sudah berhamburan etika dan perasaan malu seorang manusia akibat dunia sudah tua sebab tidak lama lagi dunia akan kiamat ).

    Akan sebaliknya sifat matrealistis yang di miliki seseorang yang akibatnya merugikan diri bahkan terhadap kelompok adalah bagaimana dapat berjaya dalam kehidupan ekonomi dalam menyampaikan unsur-unsur  nilai sosial dalam kehidupan individualisme dan egoisme sebagai ciri yang menonjol bila tampak pula pada sebagian masyarakat Mandar dewasa ini.

    Etika termasuk budaya siri’ sepertinya sudah akan merupakan bahan langkah yang di nilai lagi menjadi kriteria dalam kepemimpinan walaupun di katakan bahwa sesungguhnya etika dan budaya siri’ merupakan alat penting bagi seseorang untuk tidak berbuat perbuatan buruk dan tidak patut serta tercela menurut adat kebiasaan masyarakat Mandar, pemimpin yang demikian dipastikan akan jauh dari simpati masyarakat sehingga terjadilah jurang pemisah yang sangat dalam di antara golongan atas dan golongan bawah yang masih menganut paham tentang budaya etika dan siri’ hal-hal yang telah hilang itu sungguh-sungguh sangat di sayangkan walaupun sesungguhnya masih sebahagian yang melakukannya.

    Sekalipun demikian, menurut beberapa kalangan pakar budayawan bahwa etika dan nilai budaya siri’ sesungguhnya belum hilang sama sekali dan masih tersimpan untuk pada sebagian dalam tradisi budaya yang masih dominan di anut masyarakat sulawesi selatan maupun sulawesi barat.

    Pendapat tersebut di atas memang ada benarnya akan tetapi perlu pula di pahami bahwa nilai-nilai etika dan budaya siri’ yang masih tersimpan itu sebagian besar telah mengalami pergeseran pula, nampak jelas terlihat pada masyarakat terutama dengan para remaja yang sudah pudar akan norma etika dalam pergaulan keseharian, akibat terserang oleh penyakit kemiskinan atau karena semakin jauhnya jarak antara simiskin dengan si kaya, atau ia telah terkontiminasi dengan budaya luar.

    Budaya tentang adat istiadat dalam perkembangannya turun temurun dari generasi ke generasi secara estafet oleh orang-orang yang masih memahami akan pentingnya etika dan budaya siri’ leluhur di pelihara dan di wariskan. Namun di sisi lain, pengamatan juga menunjukkan bahwa proses sosialisasi etika dalam kehidupan keseharian masyarakat Mandar.

    Dewasa ini sudah sangat kurang, etika dalam kandungan siri’  menunjukkan bahwa akibat dari pengaruh lingkungan keluarga sebagai lingkungan utama dan terutama dalam peawarisan nilai-nilai budaya yang telah pula mulai longgar atau sudah sangat menurun akibat tercemar oleh pesatnya pengaruh budaya luar yang datang bagaikan air bah lalu menghanyutkan warisan leluhur yang sangat berharga.

    Sedini mungkin anak harus di biasakan merasa memiliki siri’ dalam melakukan perbuatan tercela dan terlarang yang tidak beretika, dan pada saat yang sama di tanamkan pula perasaan harga diri atau malu (masiri’) yang tentunya bermodalkan akan nilai agama, guna mendorong agar selalu malakukan hal-hal yang baik dan terpuji lalu berusaha manghindari ucapan yang tercela dengan ucapan kata yang santun sehingga orang akan memujinya dengan berkata :

    Macoa sannai matturang loana
    Anna mappattung paunna,
    Mallapparang kedzona
    Apa’ ma’alai pole
    Di perru’dusanna

    Artinya

    Sangat baik dalam bartutur
    serta pandai merangkai kata,
    luar biasa menempatkan dirinya
    sebab dia mewarisi
    sifat leluhurnya

    Dengan demikian pergeseran  budaya siri’  di Mandar dapat menjadi acuan untuk melihat dan memprediksi kelangsungan daya ketahanan budaya dalam masyarakat yang sedang berubah menyongsong era yang akan datang yang tentunya belum pasti pula di ketahui arahnya jika kita lalai dalam mewarisi etika dan budaya lainnya kepada generasi.

    Hal ini di anggap sebagai suatu upaya untuk menjawab tanggapan berbagai pihak mengenai pergeseran nilai-nilai etika dan budaya siri’ di kalangan masyarakat. Sekarang ini masih dominan menganut paham tentang budaya etika dan budaya siri’ di dalam hidup bermasyarakat maupun dalam kehidupan rumah tangga dan keluarga.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Di akhir makalah ini, penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu :

    1. Bagi orang Mandar siri’ adalah etos kehidupan dan etos kerja karena siri adalah nilai kemanusiaan dan harga diri yang erat hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia. Kehilangan siri’ berarti kehilangan nilai kemanusiaan dan harga diri. Oleh sebab itu, orang Mandar sejati lebih memilih kehilangan nyawa daripada kehilangan siri’ bila terpaksa harus memilih.    
    2. Siri’ merupakan kepekaan kedua di masyarakat Mandar sesudah kepekaan agama. Agama dan budaya siri’ berjalan seiring dalam segala tindak laku orang Mandar setiap saat dan sering tumpang tindih satu sama lainnya. Di banyak hal dalam kehidupan sehari-hari orang Mandar, agama lebih dominan diperhitungkan  namun di beberapa hal, siri’ pun sering lebih dominan daripada agama. Hal terakhir ini,  perlu segera mendapat perhatian agar budaya siri’ di Mandar selalu sejajar dan sesuai dengan syariat agama Islam dalam berbagai aspek pengamalannya.
    3. Sedini mungkin anak harus di biasakan merasa memiliki siri’ dalam melakukan perbuatan tercela dan terlarang yang tidak beretika, dan pada saat yang sama di tanamkan pula perasaan harga diri atau malu (masiri’) yang tentunya bermodalkan akan nilai agama, guna mendorong agar selalu malakukan hal-hal yang baik dan terpuji lalu berusaha manghindari ucapan yang tercela dengan ucapan kata yang santun sehingga orang akan memujinya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Mukhlis P, dkk, 1995. Sejarah Kebudayaan Sulawesi, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan

    H. Asdy, Ahmad, 2009. Latar Belakang Perjuangan Provinsi Sulawesi Barat,SULBAR : Yayasan Maha Putra Mandar.

    Mandra, A.M, 2010. Mottiana Mandar, Makassar : Yayasan Saq-Adawang

    Mandra, A.M, 2011. TomanurungMessawe Totammaq dan siriq di Mandar Makassar : Yayasan Saq-Adawang

    Sewang, Anwar, Drs. 2010. Etika dalam Kehidupan orang Mandar, SULBAR : Yayasan Maha Putra Mandar.

    Yasil, Suradi. 2004. Ensiklopedi Sejarah Tokoh dan Kebudayaan Mandar. Makassar : Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat.

  • Suku Mandar Pra Islam

    Mandar adalah suku-suku yang mendiami tanah Sulawesi di bagian barat dekat laut. Suku ini terkenal dengan budaya yang sejak lama, bahkan sebelum Islam. Berikut ini adalah ulasan mengenai suku Manda Pra Islam.

    A. Tinjauan Umum Mandar

    Mengenal Mandar  dalam perkembangan bingkai peta suku bangsa, merupakan salah satu suku bangsa yang mendiami pulau Sulawesi yang berada pada sebelah barat pulau Sulawesi yang lebih dikenal pada saat sekarang ini sebagai provinsi Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Barat adalah propinsi yang ke 33 di Negara Republik Indonesia dan merupakan salah satu provinsi dari enam provinsi yang ada di pulau Sulawesi, yaitu: Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo.

    Sulawesi Barat adalah provinsi yang lahir dari pemekaran provinsi Sulawesi Selatan  melalui proses perjuangan yang sangat panjang oleh masyarakat Mandar pada umumnya, pembentukan Sulawesi Barat berdasarkan UU RI No. 26 Tahun 2004 pada tanggal 5 Oktober tahun 2004 yang kemudian diresmikan oleh menteri dalam negeri atas nama Presiden RI pada tanggal 16 Oktober 2004. Provinsi Sulawesi Barat pada awal pembentukan terdiri dari lima Kabupaten, yaitu: Kabupaten Polewali Mandar, Mandar Majene, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Mamuju Utara kemudian menyusul pembentukan Kabupaten Mamuju Tengah.

    Mandar merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang sebelum pemekaran menurut penelitian Ethnolog, orang Mandar digolongkan dalam turunan Melayu Muda (Deutero Melayu) yang datang di kawasan  Sulawesi Barat sesudah terlebih dahulu orang Melayu tua (Proto Melayu) datang pada gelombang pertama mendiami daerah ini. Orang-orang Melayu Tua sebagai penghuni pertama yang mendiami nusantara lalu terdesak oleh pendatang baru Melayu muda (Deutro Melayu) ke daerah pedalaman. Berdasarkan keterangan tersebut maka diduga keturunan Melayu Tua di dukung oleh suku Toraja sedangkan Melayu Muda di dukung oleh suku Mandar, Bugis, Makassar.

    Perkembangan Manusia pertama di daerah Mandar berasal dari hulu sungai Saqdang, cikal bakal nenek moyang orang Mandar dikenal keberadaannya dengan istilah manusia tujuh karena terdiri dari tujuh orang yang mengembara sampai menemukan tempat masing-masing yang diperkirakan diantara mereka tidak saling mengenal. Yaitu : Tolombeng Susu pergi ke Luwu, Talando Beluhe pergi ke Bone, Padorang pergi ke Belau (Belawa), Talambeq Kuntuq pergi ke Lariang, Pongka Padang pergi Ke Tabulahang, Sawerigading dan Tanriabeng pergi berlayar entah kemana. Menurut Sengo-sengo kadaq adaq (pengungkapan sejarah melalui lagu) oleh nenek Tolleng, Puaq Belu dan Daeng Marrota dari Pitu Ulunna Salu menggambarkan bahwa Pongka Padang yang tinggal dan menjadi nenek moyang orang Mandar, baik dipitu Ulunna Salu maupun di Pitu baqbana Binanga, yaitu :  kerajaan-kerajaan di pitu Ulunna Salu’(kerajaan-kerajaan  di tujuh hulu sungai), yaitu kerajaan Rante Bulahang, Mambi, Tabulahang, Aralle, Tabang, Bambang dan Matangnga. Dan kerajaan-kerajaan Pitu Ba’bana Binanga  (kerajaan-kerajaan di tujuh Muara Sungai), yaitu kerajaan Balanipa, Sendana, Banggae, Pamboang, Tappalang, Mamuju dan Binuang.

    Pemikiran tentang manusia pertama di tanah Mandar selalu menimbulkan banyak penafsiran, yang sifatnya mitos, beberapa sejarawan Mandar menghadirkan sosok manusia pertama mengikuti logika manusia yaitu tomanurung. yaitu manusia yang dikonsepsikan sebagai manusia langit yang turun ke bumi melalui cara yang unik dan ajaib. Ada empat konsepsi tentang tomanurung di Mandar yang tercatat dalam Lontara Mandar. Keempat tomanurung tersebut adalah tokombong di bura (orang yang datang dari busa air), tobisse di tallang (orang yang datang melalui belahan bambu), tonisesseq di tingalor (orang yang keluar dari ikan Tingalor) dan tomonete di tarrauwe (orang yang datang meniti pelangi).

    Dalam Lontar Mandar dijelaskan bahwa Tomanurung yang datang di tanah Mandar ini kawin dengan Towisse di Tallang dan kelak dikemudian hari keturunan dari perkawinan tersebutlah yang berkembang di Mandar. Sedangkan dalam Lontar Pattappingan Mandar menyebut bahwa Tomanurung yang tiba di hulu Sa’dang kawin dengan Tokombong di bura, yang kemudian berkembang biak  menjadi nenek moyang bangsawan Mandar.

    Perbedaan persepsi dari dua sumber lontar yang ada di Mandar tersebut menurut penulisbahwa pada dasarnya yang dimaksud Tomanurung disini adalah  Tokombong di Bura (laki-laki) yang datang melalui jalur lautan yang kemudian karena kemampuannya dalam segala hal melebihi penduduk setempat sehingga diangkat menjadi pemimpin, yang kemudian bertemu dengan Tomanurung Towisse di Tallang (perempuan)  tepatnya di hulu sungai Sa’dang dan keduanya sepakat untuk melakukan pernikahanyang kemudian keturunannya menjadi nenek moyang orang Mandar.

    Hadirnya sosok manusia pertama atau generasi awal menjadi sangat penting untuk melihat keberlanjutan sejarah umat manusia, masyarakat Mandar sebagai gugusan etnik yang mendiami wilayah yang cukup luas membutuhkan sejarah masa silam, bukan hanya untuk mengidentifikasi kenangan masa silam untuk kepentingan eksistensi masyarakat masa kini, namun lebih dari pada itu  untuk menemukan titik temu eksistensi Mandar yang terbelah dalam berbagai sub-etnik. Reinvensi manusia pertama sangat membantu untuk mengurai konflikasi  konfigurasi sosial masa kini, persamaan nenek moyang dapat membangkitkan semangat primordialisme yang sama sehingga dapat membangun identitas  yang dapat menyatukan dan mengikat dalam bingkai kebersamaan yaitu Sipamandar.

    Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para penulis sebelumnya maka penulis berpendapat bahwa manusia pertama yang mendiami wilayah Mandar dalam tata kehidupan yang sudah teratur dan mempunyai struktur pemerintahan yang sudah jelas, adalah tomanurung yang datang di wilayah Mandar melalui lautan atau sungai kemudian diangkat penduduk setempat sebagai pemimpin karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki melebihi kemampuan penduduk setempat.

    B. Gambaran Umum Majene 

    Kabupaten Majene terletak ± 146 km sebelah selatan Mamuju, Ibukota Provinsi Sulawesi Barat atau ± 300 km sebelah utara Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Majene merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat, yang biasa juga disebut Mandar Majene letaknya di pesisir pantai. Terletak pada posisi 2o 38′ 45” Lintang Selatan (LS) sampai dengan 3o 38’15” Lintang Selatan (LS) dan 118o 45’00″ Bujur Timur (BT) sampai dengan 119o 4′ 45″ Bujur Timur.

    Secara geografis, posisi dan letak Kabupaten Majene berbatasan dengan :

    1. Sebelah Utara Kabupaten Mamuju
    2. Sebelah Timur Kabupaten Polewali Mandar
    3. Sebelah Selatan Teluk Mandar
    4. Sebelah Barat Selat Makassar

    Kabupaten Majene mempunyai luas wilayah 947,84 km atau  sekitar 5,60 persen dari total luas Provinsi Sulawesi Barat, dan memiliki 8 kecamatan yaitu Banggae, Banggae Timur, Pamboang, Sendana, Tammerodo, Tubo Sendana, Malunda dan Ulumanda. Dalam penelitian ini yang menjadi tempat penelitian penulis yaitu Kecamatan Banggae, jarak tempuh dari ibu kota Kabupaten ke kecamatan Banggae ±3 km  

    Seperti daerah-daerah lain pada umumnya, zaman prasejarah Mandar Majene merupakan bagian terpanjang dari keseluruhan sejarah daerah ini. Zaman Prasejarah yang ditandai dengan belum ditemukannya sumber-sumber tertulis, maka hanya bahan-bahan tak tertulis saja yang dapat dipergunakan untuk menyusun sejarah. Bahan-bahan tersebut yaitu benda-benda peninggalan hasil-hasil kebudayaan.

    Benda-benda peninggalan tersebut dapat kita jumpai di Museum Daerah Mandar Majene, berupa :

    1. Fosil Kura-Kura ditemukan di Bukit Pullajonga Kecamatan Banggae Timur,
    2. Fosil Kayu yang ditemukan pada saat penggalian pondasi Masjid Pasar Sentral Majene,
    3. Gua Pattemang Batu di Kelurahan Baru Kecamatan Banggae,
    4. Kapak Batu yang ditemukan di Kelurahan Pangali-ali Kecamatan Banggae,
    5. Menhir/Batu pemujaan kepada roh leluhur terletak di Kelurahan Banggae,
    6. Kapak perunggu yang ditemukan di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat,
    7. Gerabah sebagai bekal kubur ditemukan oleh penggali liar di Kecamatan Malunda,
    8. Manik-manik dan besi yang juga ditemukan oleh penggali liar di Kecamatan Malunda,
    9. Makam Tomakaka di Da’ala,
    10. Menhir Pemakaman di Salabose.

    Majene dalam sejarah dikenal sebagai Ibukota Mandar (tua). Selain sebagai ibu kota Afdeling Mandar jauh sebelum itu pada masa pembentukan persekutuan enam kerajaan di wilayah pesisir Mandar atau Serikat Konfederasi annang Ba’ba Binanga.  Salah satu kerajaan yang ada di wilayah Majene (Kerajaan Sendana)  dianggap sebagai “Indoq” (ibu) disamping itu mulai dari zaman afdeling sampai sekarang Majene adalah pusat pendidikan di wilayah Mandar yang sekarang tergabung di dalam provinsi Sulawesi Barat.  

    Asal mula penamaan Majene ada dua pendapat, pendapat pertama mengatakan berasal dari manje’ne’ (akar katanya je’ne’ yang berarti air) atau dalam bahsa Mandar Manje’ne’ diartikan sebagai  berwuduh),  pendapat yang lain mengatakan bahwa kata Majene pertama kali digunakan pada saat banyak pelayar Gowa-Tallo singgah atau berlabuh untuk berdagang dipesisir Majene, mereka melihat upacara penurunan perahu kelaut yang setelah perahu sampai dilaut menjadi kebiasaan orang-orang yang berada dipesisir saling menyiram hal inilah yang dianggap orang-orang Makasaar sebagai manje’ne’-je’ne’ yang kemudian berubah manjadi Majene. Hal ini diperkuat dengan apa yang ditemukan dalam Lontara’ Tallo yang mengutip ucapan Raja Gowa Karaeng Tumapparisi Kallonna, yang memerintahkan Raja Tallo agar datang di Majene untuk mengusir Suku Tidung (bajak laut) yang mengganggu keamanan pelayaran di pesisir Majene. Kalimatnya, “Naungki mai ri Manje’ne’ (pergilah engkau ke Majene) untuk membantu mengusir bajak laut maka berangkatlah I Mappatangkang Tana Karaeng Pattingalloang (raja Tallo) untuk bergabung dengan laskar Kerajaan Banggae yang dipimpin oleh Puatta I Salabose Daeng di Poralle Mara’dia Banggae.

    C. Struktur dan Organisasi Sosial

    Stratifikasi sosial atau pelapisan masyarakat dianggap penting dalam mencari identitas pandangan hidup, watak atau sifat-sifat mendasar dari suatu masyarakat baik masyarakat Bugis, Makassar, Mandar maupun Tanah Toraja mempunyai persamaan dalam pelapisan sosial. Kemurnian keturunan pada lapisan tertentu dalam masyarakat sangat ketat dipertahankan karena erat hubungannya dengan jabatan birokrasi dalam kerajaan terutama pada posisi puncak kerajaan.

    Pada umumnya di daerah Mandar khususnya Mandar Majene Kerajaan Banggae pada masa lalu terdapat pelapisan masyarakat yang terdiri dari :

    1. Todiang Laiyyana (Kaum Bangsawan)
    2. Tahu Maradeka (Bukan golongan budak)
    3. Batua (Budak)

    a. Todiang Laiyyana

    Golongan todiang Laiyyana (kaum bangsawan) pada umumnya berasal dari keluarga  atau kerabat Mara’dia (Raja), dalam hal penyebutan atau panggilan dalam sosial masyarakat  kerabat Mara’dia (Raja), terbagi dua yaitu bangsawan raja dan bangsawan adat, bangsawan raja disapa daeng dan bangsawan adat disapa puang.

    b. Tau Maradeka

    Golongan tau maradeka merupakan golongan dengan populasi terbesar dalam masyarakat Mandar khususnya di Majene. Golongan ini terdiri atas kelompok topia dan kelompok  tosamar,  kelompok topia yaitu tau maradeka yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan golongan todiang laiyyana kelompok  tosamar, yaitu golongan tau maradeka yang tidak ada hubungan kekerabatan dengan todiang laiyyana, kelompok ini umumnya berasal dari golongan masyarakat biasa.

    c. Batua

    Golongan ketiga batua (budak) adalah golongan yang status sosialnya paling dibawah dalam masyarakat Mandar, perlu dijelaskan bahwa  golongan ini mendapat status demikian disebabkan beberapa faktor antara lain : karena kalah dalam perang, atau seseorang menjual dirinya kepada orang lain, atau menjadi tawanan, boleh juga karena melakukan kesalahan kepada ada’.

    Pada periode tradisional bangsawan di Mandar hanya satu, belum dikenal istilah bangsawan hadat dan bangsawan Raja, yang ada adalah bangsawan Hadat yang bergelar “puang” belum ada istilah “daeng” kecuali dalam arti kakak dalam lingkup keluarga bangsawan itu sendiri. Pada saat terjadi perbedaan-perbedaan pendapat dalam lingkungan keluarga bangsawan dalam hal kepemimpinan maka diangkatlah salah satu saudaranya untuk jadi “Tonipatongang Loa” yang bergelar Tomemmara-mara’dia. Dengan memegang prinsip dan kesepakatan antara Hadat dengan Tomemmara-mara’dia :

    Tannisapaq tannikatonang
    Le’bo tannijori’
    Uwai tannilatta
    Buttu tannipolong

    Terjemahannya :

    Tak berpetak dan tak berpematang
    Laut tak digaris
    Air tak diputus
    Gunung tak dipotong.

    Pendapat lain tentang struktur masyarakat di Mandar mengemukakan bahwa terdapat empat susunan pelapisan sosial dalam masyarakat Mandar pada masa lalu yaitu :

    1. Golongan bangsawan (raja) disebut todiang Laiyyana  yang terdiri dari :
      1. Puang mannassa ressu biasa disebut puang nyonyor (benar-benar ranum) kadar bangsawan 16 biji batu
      2. Puang ressu (ranum) kadar bangsawan 16 biji batu
      3. Puang sangnging (murni) kadar bangsawan 16 biji batu
      4. Puang sambuah (utuh) kadar bangsawan 14 biji batu
      5. Puang tallupparapa (tiga perempat) kadar bangsawan 10 biji batu
      6. Puang sassigi (setengah) kadar bangsawan 8 biji batu
      7. Puang separapa (seperempat) kadar bangsawan 6 biji batu
      8. Puang Sallesso (kurang dari seperempat) kadar bangsawan 4 biji batu
      9. Puang dipisupai (anna sarombong) kadar bangsawan 2 biji batu
    2. Golongan Taupia (manusia pilihan) yang terdiri dari :
      1. Taupia tongang (manusia pilihan paling utama) dapat diangkat menjadi pemangku adat dan papuangan ana’ banua
      2. Taupia mennassa (manusia pilihan Utama) adalah orang yang garis keturunannya pernah atau sementara menduduki jabatan pemangku adat dan papuangan ana’ banua.
      3. Taupia Na’e (golongan perpaduan antara raja dan hadat) golongan ini berhak diangkat menjadi pemangku adat dan pappuangan ana’ banua
      4. Taupia beasa (pilihan biasa) orang yang garis keturunannya (biya) tidak pernah menduduki jabatan pemangku adat dan papuangan ana’ banua
    3. Golongan Tau maradeka yakni orang biasa yang juga disebut toweasa (orang biasa/awam)
    4. Golongan batua atau sio-sioang (budak) terdiri dari
      1. Batua ada’ yang biasa juga disebut batua sossorang (budak keturunan)
      2. Batua sassawuarang (budak sejak lahir yang diakibatkan oleh suatu hal)
      3. Batua nialli (budak yang dibeli)
      4. Batua inrangan (budak akibat terlilit utang)
      5. Batua niweta (budak karena kalah dalam perang).

    Selanjutnya pendapat lain mengatakan bahwa struktur masyarakat pada zaman tradisional khususnya di daerah penelitian penulis terdiri  tiga bagian :

    1. Sebelum terbentuknya Tomemmara-mara’dia
      1. Bawa tau (bangsawan)
      2. Tahu samar (orang kebanyakan/biasa)
      3. Batua (golongan budak)
    2. Setelah terbentuknya Tomemmara-mara’dia
      1. Tomemmara-mara’dia (kelak jadi bangsawan raja)
      2. Hadat (bangsawan)
      3. Tau samar (orang Kebanyakan)
      4. Batua (golongan budak)
    3. Setelah Tomemmara-mara’dia menjadi Mara’dia
      1. Puang (pattola payung/ bangsawan raja)
      2. Taupia (pattola ada’/bangsawan hadat)
      3. Tau samar (orang kebanyakan/orang biasa)
      4. Batua (golongan budak).

    D. Kebudayaan dan Kepercayaan

    a. Kebudayaan

    Budaya adalah sistem nilai yang dihayati oleh sekelompok manusia  disatu lingkungan tertentu, disuatu kurun waktu tertentu. Budaya orang  Majene  adalah sistem nilai yang dihayati oleh orang Majene, budaya masyarakat Indonesia adalah sistem nilai yang dihayati oleh orang Indonesia.

    Kebudayaan pada dasarnya telah ada semenjak hadirnya manusia pertama dimuka bumi ini. Kebudayaan berfungsi memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik yang bersifat supranatuaral maupun kebutuhan materil. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut untuk sebagian besar dipenihi oleh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri. Kebudayaan  adalah sejumlah cita-cita, nilai, dan standar prilaku yang didukung oleh sebagian warga masyarakat, sehingga dapat dikatakan kebudayaan selalu pada setiap rumpun masyarakat di muka bumi. Meskipun demikian penting untuk disadari bahwa semua itu bukan berarti keseragaman. Dalam setiap masyarakat manusia, tedapat perbedaan-perbedaan kebudayaan khas dan unik, kemudian kebudayaan dapat dipahami sebagi identitas suatu rumpun masyarakat bersangkutan.

    Suatu kebudayaan terjadi atau dilahirkan karena adanya tantangan dan jawaban (challenge-and-Response), yaitu antara manusia dan alam sekitarnya. Dalam alam atau lingkungan yang baik manusia akan berhasil mendirikan suatu kebudayaan begitu pula terhadap lingkungan alam sekitar yang telah berhasil dikuasai oleh manusia akan timbul suatu kebudayaan.

    Dalam hubungan kemasyarakatan setiap orang yang bermukim di Mandar pada umumnya, dan Majene pada khususnya akan menganggap orang itu adalah orang Mandar, walaupun berasal dari suku lain atau bangsa lain. Namun apabila ia telah belajar sikap dan perilaku orang Mandar, dengan kata lain apabila ia telah ditata dengan budaya Mandar dan ingin menjadi orang Mandar, maka Mandar pulalah dia.

    Dalam persfektif kebudayaan, sebelum masuknya Islam di Mandar Majene sudah terbentuk berbagai kepercayaan yang dalam praktek ritualnya memiliki perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain, pemahaman masyarakat terhadap sesuatu zat yang diyakini memelihara dan melindungi manusia yang tercermin melalui peristilahan seperti dewata atau dehata. Hal ini dimanifestasikan dalam tindak ritual yang dalam prakteknya menggunakan berbagai media, hal ini dimungkinkan karena pemahaman masyarakat Mandar Majene tentang alam dan penciptanya hanya pengetahuan dari pengalaman hidupnya.   

    b. Kepercayaan

    Masyarakat Majene sebelum masuknya agama Islam, penduduk telah mengenal paham atau kepercayaan awal yang merupakan suatu paham dogmatis yang terjalin dengan adat istiadat kehidupan yang merupakan adat yang diwariskan dari nenek moyang yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme

    a) Kepercayaan animisme yaitu merupakan kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyangyang dianggap masih bersemayam di tempat-tempat tertentu seperti Batu besar, Pohon besar yang daunnya rindang seperti po’ang lambe  (pohon beringin) dan tempat-tempat yang dianggap keramat lainnya. Sedangkan dinamisme adalah menyembah kepada kekuatan-kekuatan gaib seperti matahari, bulan, gunung dan benda yang dianggap kramat. Kepercayaan inilah yang menjadi pedoman hidup dalam menjalankan ritual ibadah di Mandar khususnya Majene pada masa silam sebelum datangnya agama Islam. Bentuk pelaksanaan atau upacara yang dilakukan apabila akan melakukan ritual adalah menyiapkan beberapa sajian berupa kemenyang atau dupa dan bahkan binatang yang hendak dikurbankan di sekitar tempat pelaksanaa ritual kemudian dilanjutkan dengan pembacaan mantra oleh sando atau dukun.

    b) Mempercayai bunyi-bunyi burung sebagai tanda suatu hal akan terjadi seperti seekor burung hantu yang terbang di malam hari kemudian bunyi sangat keras melewati baling bungang boyang (bumbung rumah) seseorang maka dianggap suatu pertanda akan terjadi hal yang tidak baik atau dianggap akan ada berita duka.

    c) Adanya kepercayaan mengenai amba’ambarang (ditegur orang yang sudah meninggal), maksudnya jika seseorang melewati tempat dimana orang meninggal atau pemakaman, di percaya tempat angker, lantas orang tersebut jatuh sakit setelah tiba dirumah, maka sakit yang diderita adalah akibat dari sapaan dari arwah orang yang sudah meninggal yang dilewati, untuk mengobati harus menyiapkan sesajia (dipasoro’i) yang terdiri dari kue, sokkol, kale’de (nasi dari beras ketan), kopi manis, rokok, dan lain-lain, sesaji tersebut mengangkat sesaji tersebut melewati kepala orang yang sakit sambil membaca mantra agar arwah yang menegur orang sakit dapat kembali ketempat semula sehingga orang sakit akan sembuh dari penyakit.

    d) Kucing dianggap binatang paling keramat yang tidak boleh diganggu apalagi disakiti, memukul binatang tersebut mereka anggap sangat berbahaya sama halnya meminta datangnya angin topan, sama halnya untuk seorang pengemudi dokar pada waktu itu ataupun kendaraan lain, jika melindas kucing hingga meninggal maka pengemudi wajib untuk mengubur kucing tersebut dengan membungkus menggunakan baju yang dikenakan sang pengemudi, jika tidak maka pengemudi akan mendapat kecelakaan dijalan.

    Adanya pantangan menyebut binatang sesuai namanya seperti Buaya (Kanene) tetapi harus disebut dengan to diuwai (yang tinggal di air) dan Tikus (Balao) tetapi harus disebut dengan daeng makkio terutama dimalam hari, menurut kepercayaan masyarakat Mandar akan menaruh dendam kepada orang yang melanggarnya, sehingga buaya akan memakan dan tikus akan mengamuk kepada orang yang melanggarnya. Berlangsung lama masyarakat Mandar hidup dalam kepercayaan yang telah diwarisi turun-temurun sehingga sudah sangat terbiasa dengan ritual yang melibatkan diri dalam kefokusan dalam biribadah kepada apa yang mereka yakini, mereka dengan sangat mudah menyakini hal-hal yang sangat ganjil tanpa tidak menggunakan rasio dan analisis terlebih dahulu.

    1. Kepercayaan Dewa/Dehata

    a. Dehata Langi’

    Dewa ini diharapkan mendatangkan hujan yang sekaligus membawa kemakmuran selain itu dapat juga membawa kerusakan pada umat manusia dengan jalan menurunkan petir yang dalam bahasa Mandar Natora guttur, kemarau panjang dan lain-lain. Dalam melakukan persajian mereka menyajikan sokkol patanrupa (beras ketan empat macam warna) kemudian disimpan di atas loteng (lantai dua dalam rumah) untuk dipersembahkan kepada toma’linrung.

    b. Dehata Mallino

    Dewa yang banyak menempati tempat-tempat tertentu seperti : tikungan jalan, posi tanah (pusat bumi), pohon yang rindang, batu besar atau semak belukar. Mereka melakukan persajian dengan meletakkan beberapa biji telur, pisang, manu’ kalepu (ayam rebus satu ekor), sokkol patanrupa (beras ketan empat macam warna), kemudian digantung di atas pohon di dalam hutan atau tempat-tempat persajian lainnya. Persajian seperti ini di Mandar disebut mappande totannita.

    c. Dehata uwai

    Dewa ini tinggal di dalam air biasanya dilakukan dengan iringan gendang dengan menyiapkan rakkeang yang berisi benda-benda tertentu seperti sejumlah telur yang belum di masak sokkol patanrupa, daun sirih yang dianyam bersilang diatasnya diletakkan beras yang diberi kunyit dan pelaksanaan upacara dilakukan pada waktu dappingallo (sebelum masuk waktu subuh).

    Kepercayaan masyarakat meyakini bahwa dehata/dewa mempunyai tempat bersemayam tertentu dan tidak berada di satu tempat tertentu dehata/dewa itu datang di tempat bersemayam pada saat dilakukan upacara persajian seperti : upacara minta hujan, tolak bala, minta berkah, mappande banua, mappande sasi dan sebagainya.

    d. Tau tannita

    Selain kepercayan adanya dehata/dewata orang Mandar Majene juga yakin bahwa di dalam alam gaib banyak berdiam mahluk halus seperti : Jin, todhi oro-oroanna, kara popo, peule, longga, balu’bur, dan lain-lain.

    1. Tahu mendiolo
    2. Mattara atau kekuatan sakti
    3. Monge amateang
    4. Atuwoang lino anna allo di dhiwoe

    D.Tata cara Pengangkatan Mara’dia (raja)

    Tata cara pengangkatan Mara’dia (raja) sebagai kepala pemerintahan pada kerajaan-kerajaan di pesisir Mandar Majene dipilih dari golongan bangsawan, yang diangkat atas kehendak dan musyawarah mufakat melalui pemangku-pemangku adat sebagai perwakilan. Setelah terpilih lalu dilakukan pelantikan Mara’dia (raja) yang biasa disebut Niparakka’i dan dalam salah satu acara pentingnya adalah “assitalliang” (perjanjian lisan dihadapan umum) antara raja yang dilantik dengan salah seorang anggota hadat tertentu untuk mewakili hadat dan rakyat. Assitalliang tersebut berbunyi “Mara’dia” : Malewu parri’di’mo’o. “Hadat” : Malewu parri’di’mang

    E.  Perkembangan Kerajaan-kerajaan Pra Islam

    Menurut para ahli purbakala bahwa, diantara 3 juta tahun sampai 10.000 tahun sebelum masehi pernah terjadi zaman es yang disebut Kala Pleistosen menjadi salah satu bukti bahwa air laut pernah mengalami pasang surut sampai kurang lebih 110 meter di bawah permukaan air laut sekarang, maka sebagian besar kepulauan Indonesia bergabung dengan daratan Asia, disebabkan karena bagian-bagian yang semula merupakan dasar laut kemudian menjadi daratan. Hal inilah yang memungkinkan binatang-binatang besar dan juga manusia bermigrasi ke pulau-pulau Indonesia termasuk daerah Sulawesi Barat.

    Setelah Kala Pleistosen berakhir, terdapat bukti bahwa manusia kemudian tinggal di gua-gua batu kapur. Para penghuni gua hidup dalam kelompok 30 — 50 orang, tinggal di gua-gua yang dekat dengan air (sungai, laut dan danau). Mata pencaharian hidup yang pokok ialah berburu binatang (darat dan laut) dan mengumpulkan makanan hasil hutan. 

    Pada masa ini bercocok tanam secara sederhana dikenal, antara lain menanam padi dan umbi-umbian. Untuk satu kelompok penduduk diperlukan daerah buruan seluas kurang lebih 1500 km persegi. Jika persediaan makanan mereka habis atau menipis, maka mereka pindah ke tempat lain yang lebih banyak terdapat sumber makanan. Alat-alat kerja untuk keperluan hidup sehari-hari dibuat dari batu kuarsa dan kalsedon yang dipecahkan dan dibentuk kapak ujung panah, ujung tombak, pisau dan lain- lain. Semua alat dari batu ini disebut alat serpih bila (flaks).

  • Aturan Perlombaan Renang

    Aturan Perlombaan Renang

    Berikut ini adalah aturan perlombaan renang. Aturan ini adalah aturan yang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh FINA (Fédération internationale de natation) dan PRSI.

    Aturan Perlombaan Renang

    1. Seluruh perlombaan renang nomor perorangan (individual races) harus dilakukan pemisahan antar gender
    2. Perenang yang berenang seorang diri untuk mendapatkan kualifikasi, harus bisa menyelesaikan jarak renang secara keseluruhan
    3. Seorang perenang harus bisa menyelesaikan perlombaan diukuran lintasan yang sama dari start sampai finish
    4. Disemua nomor perlombaan, perenang yang melakukan pembalikan harus menyentuh fisik dinding di ujung kolam atau lintasan, pembalikan harus dilaksanakan pada dinding dan tidak boleh melangkah atau bertolak dari dasar kolam
    5. Pada nomor gaya bebas, perenang boleh berdiri di dasar kolam, akan tetapi tidak diperbolehkan untuk berjalan
    6. Tidak diperbolehkan menarik tali lintasan
    7. Tidak diperbolehkan menunggu perenang di lintasan lain, hal ini bisa mengakibatkan diskualifikasi.apabila hal ini terjadi dan dilakukan secara sengaja, maka wasit akan melaporkan pelanggaran ini kepada panitia serta organisasi dimana perenang tersebut bernaung
    8. Ketika perlombaan dilakukan, perenang tidak boleh menggunakan alat bantu yang membantu kecepatan berenang, membantu daya tahan, serta daya apungnya contohnya seperti sarung tangan bersirip, dan sebagainya. Peralatan yang boleh digunakan adalah kacamata renang serta tempelan lainnya yang sudah mendapat persetujuan dari komite Kesehatan Olahraga FINA
    9. Apabila ada perenang yang tidak terdaftar di suatu nomor perlombaan masuk ke air pada saat perlombaan berlangsung sebelum perenang lainnya menyelesaikan perlombaan tersebut, maka perenang harus di diskualifikasi di nomor perlombaan yang diikutinya
    10. Dalam satu regu estafet harus terdiri dari empat orang perenang
    11. Di nomor estafet, sebuah regu akan didiskualifikasi apabila salah satu anggota regu sudah melompat dari  titik start sebelum anggota yang terdahulu menyentuh ujung dinding
    12. Suatu regu estafet akan terkena diskualifikasi apabila ada anggota regunya yang tidak terdaftar melakukan renang saat perlombaan sedang berlangsung sebelum keseluruhan perenang dari seluruh regu mencapai finish
    13. Sebelum melakukan perlombaan estafet, semua anggota regu dan urutannya harus dilaporkan terlebih dahulu. Setiap anggota regu hanya boleh melakukan pertandingan di nomor perlombaan tersebut sebanyak satu kali. Susunan regu estafet boleh diganti antara penyisihan atau final disuatu nomor perlombaan, asalkan perenang yang ada di dalam regu tersebut tidak berubah dan sudah disampaikan sebelumnya oleh klubnya.  Diskualifikasi bisa dilakukan apabila urutan perenang tidak sesuai dengan yang didaftarkan. Penggantian perenang hanya boleh dilakukan apabila berada dalam keadaan darurat dan harus ada surat keterangan dari dokter
    14. Apabila perenang telah selesai  melakukan perlombaan estafet, maka harus segera meninggalkan kolam dan tidak mengganggu perenang lainnya yang belum selesai lomba. Apabila perenang tidak mematuhi aturan ini, maka regu estafetnya akan di diskualifikasi
    15. Apabila pelanggaran mengancam keberhasilan seorang perenang, maka perenang yang dilanggar diperbolehkan mengikuti seri berikutnya. Apabila pelanggaran terjadi di acara final, maka wasit boleh memerintahkan untuk mengulang lomba
    16. Tidak diperbolehkan untuk menggunakan penarik serta alat bantu lainya ataupun rencana serupa yang mengakibatkan efek demikian

    A. Ketentuan Umum

    Peraturan  cabang renang pada Olimpiade Budaya 2014 adalah peraturan dari FINA dan PRSI yang disesuaikan oleh panitia Olimbud 2014.

    B. Sistem Pertandingan

    1. Sistem Pertandingan pada kompetisi ini menggunakan sistem gugur.
    2. Kategori yang dimainkan untuk Tabel Olimbud 1 dan Olimbud 2 adalah sama yaitu
      • 50 M gaya Punggung putra dan putri
      • 50 M gaya bebas putra dan putri
      • 50 M gaya dada putra dan putri
      • 50 M gaya kupu-kupu putra dan putri
      • Estafet gaya ganti putra dan putri
      • Estafet gaya bebas putra dan putri
      • Untuk Estafet ada ketentuan lebih lanjut, bisa dilihat di bagian peraturan tambahan no.5 .
    3. Menggunakan peraturan satu kali start (one fall start).
    4. Semua nomor yang dilaksanakan langsung final (timed final).
    5. Peserta hanya boleh turun pada nomor-nomor yang telah didaftarkan.

    C. Sistem Waktu Pertandingan

    Tidak ada batasan waktu, pertandingan dianggap selesai jika sudah mendapatkan juara.

    D. Sistem Penilaian Pertandingan

    1. Berlaku sistem diskualifikasi.
    2. Diskualifikasi tidak dikenai denda apapun.
    3. Ketentuan diskualifikasi: (i) Berenang menggunakan gaya yang tidak sesuai dengan gaya yang dipertandingkan; (ii) Peserta mendahului start sebelum aba-aba dibunyikan; (iii) Peserta finish dengan tata  cara yang tidak sesuai ketentuan yang ditentukan seperti: (a) gaya kupu-kupu dan gaya dada harus dengan 2  tangan; (b) gaya punggung dan gaya bebas harus dengan 1 tangan.
    4. Pemenang adalah yang mencapai garis finish tercepat dengan ketentuan yang seharusnya.

    E. Persyaratan Tim dan Pemain

    1. Pemain yang mempunyai penyakit tertentu, diwajibkan membawa obat-obatan pribadi
    2. Setiap tim wajib menyerahkan nama peserta yang mengikuti lomba.
    3. Pakaian yang digunakan untuk perlombaan merupakan pakaian renang.
    4. Aksesoris tidak dibenarkan dipakai selama pertandingan (power balance, phiten,dll).

    F. Peraturan Tambahan.

    1. Panitia pelaksana perlombaan merupakan institusi terakhir yang menentukan setiap persoalan yang  belum/tidak tercantum dalam peraturan perlombaan, akan dimusyawarahkan oleh ketua perlombaan sebagai  keputusan terakhir.
    2. Beberapa peraturan akan dibicarakan lebih dalam dan difasilitasi oleh panitia pada Technical Meeting.
    3. Bila jumlah tim dilombakan pada nomor estafet kurang dari 3 tim, maka nomor tersebut tidak dilombakan.
    4. Kontingen hanya boleh mengirim maksimum 2 pemain pada setiap nomor yang diikutinya.
    5. Seorang pemain hanya boleh bermain maksimal di 2 nomor berbeda kecuali nomor estafet.
    6. Jurusan atau kontingen yang tidak mengirimkan perwakilan/peserta yang sudah didaftarkan tidak hadir saat  perlombaan akan dikenakan denda sebesar Rp 50.000
    7. Keputusan wasit tidak bisa diganggu gugat.