Indonesia memiliki perairan yang sangat luas dan memilki kondisi alam yang berbeda-beda antara bagian timur dan barat, sehingga dalam penentuan musim penangkapan ikan pelagis besar dibagi menjadi dua wilayah, yaitu kawasan timur dan kawasan barat.
1. Wilayah Pengelolaan Perikanan di Kawasan Timur Indonesia
Musim penangkapan untuk beberapa daerah di Indonesia sudah pernah disajikan oleh Uktolseja dkk (1991). Untuk daerah di kawasan timur Indonesia, puncak musim penangkapan ikan cakalang pada umumnya berkisar pada musim peralihan I (April, Mei, dan Juni) hingga awal musim timur. Di Maumere (Nusa Tenggara Timur), puncak musim terjadi pada bulan Februari dan November, yaitu akhir musim barat dan akhir musim peralihan II yang berselang selama empat bulan.
Kisaran bulan-bulan musim penangkapan ikan tuna dan cakalang dengan menggunakan alat tangkap rawai tuna (Uktolseja dkk., 1991) adalah sebagai berikut:
Perairan Selat Makassar bagian selatan: Maret-Juli
Laut Flores: September-Maret
Laut Banda: September-Maret
Perairan Aru: September-Maret
Laut Arafura: Agustus-Mei
Laut Seram: Agustus-Maret
Laut Maluku: Agustus-Maret
Teluk Tomini: Oktober-April
Perairan Laut Banda yang memiliki kedalaman hingga 10.000 m merupakan salah satu daerah penangkapan ikan tuna (khususnya jenis tuna mata besar) di kawasan timur. Musim penangkapan di perairan Laut Banda mencapai puncaknya pada bulan November.
2.Wilayah Pengelolaan Perikanan di Kawasan Timur Indonesia
Penyebaran ikan-ikan tuna di kawasan barat Indonesia terutama terdapat di perairan Samudera Hindia. Di perairan ini, terjadi percampuran antara perikanan tuna lapis dalam, yang ditangkap dengan alat tangkap rawai tuna, dengan perikanan tuna permukaan yang ditangkap dengan alat tangkap pukat cincin, gillnet, tonda, dan payang.
Di perairan Samudera Hindia, yang termasuk wilayah barat sumatera, jenis ikan yang banyak tertangkap adalah ikan cakalang dan madidihang, umumya tertangkap dengan pancing tonda. Puncak musim penangkapan ikan di wilayah barat sumatera diduga terjadi pada bulan Oktober. Untuk daerah lain adalah sebagai berikut:
Bengkulu (perairan barat sumatera), hasil tangkapannya yang dominan adalah ikan tongkol dan tenggiri. Untuk ikan tongkol, puncak musim penangkapan terjadi pada bulan November, sedangkan untuk ikan tenggiri terjadi pada bulan Desember. Secara umum musim penangkapan kedua ikan tersebut terjadi pada waktu yang bersamaan, antara bulan September-Januari dan puncaknya terjadi pada bulan November dan Desember.
Palabuhan Ratu (wilayah selatan jawa), hasil tangkapannya didominasi oleh ikan cakalang dan tongkol yang tertangkap dengan alat tangkap jaring insang hanyut, kadang-kadang juga tertangkap dengan alat tangkap payang. Musim penangkapan ikan cakalang terjadi pada bulan Juni-Oktober, puncaknya pada bulan Juli dan September, sedangkan ikan tongkol terjadi pada bulan Juni-Desember, dengan puncaknya pada bulan September dan Desember.
Basis Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC) Tengah, hasil tangkapannya terdiri dari tuna, madidihang, mata besar, albakora, cakalang, tongkol, layaran, dan tenggiri, dengan jenis alat tangkap yang didominasi oleh rawai tuna dan jaring insang hanyut. Untuk ikan tuna, madidihang dan mata besar, musim penangkapan terjadi antara bulan Maret-November dengan puncaknya pada bulan Oktober. Untuk jenis tuna albakora, memiliki dua musim penangkapan ikan yang berbeda, yaitu pada bulan Maret-Juni dan September-Oktober. Sedangkan untuk ikan cakalang dan tongkol, musim penangkapannya berlangsung antara bulan Juni-Oktober dan puncaknya pada bulan Agustus-September. Untuk ikan layaran, musim penangkapan terjadi pada bulan April-Oktober, sedangkan untuk ikan tenggiri berlangsung antara bulan Mei-Agustus dengan puncaknya pada bulan Juli.
Dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan, khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya alat bantu untuk menentukan atau mencari gerombolan ikan yang berkaitan erat dengan daerah penangkapan ikan. Seperti nelayan yang mau menangkap ikan yang berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkapnya, sehingga selalu berada dalam ketidak pastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti.
Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat berkumpulnya ikan di laut, untuk mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan.
Dalam memilih dan menentukan daerah penangkpan, harus memenuhi syarat-syarat antara lain : kondisi daerah penangkapan harus sedemikian rupa sehigga ikan mudah datang dan berkumpul, daerahnya aman dan alat tangkap mudah dioperasikan, daerah tersebut harus daerah yang secara ekonomis menguntungkan.
Alat tangkap yang dapat dioperasikan di sekitar rumpon adakah rawai tuna, pole and line, pancing ulur, pukat cincin, jaring insang dan lain –lainya. Jenis-jenis yang ada disekitar rumpon adalah jenis ikan yang hidup di permukaan perairan antara lain : ikan tuna,ikan cakalang, ikan tongkol, ikan lemuru,ikan kembung dan lain- lainya
Indonesia telah diakui dunia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3 dari wilayah kedaulatannya adalah wilayah laut dengan luas 5,8 juta km2 yang terdiri dari wilayah territorial dengan luas 3,1 km2 dan wilayah ZEEI dengan luas 2,7 km2, dan terdiri dari 17.504 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dan memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati ( ikan ) yang berlimpah dan beraneka ragan. Menurut Komnas Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut (Komnas Kajiskanlaut, 1998), potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia, di duga sebesar 6,26 juta ton per hatun, sementara produksi tahuanan ikan laut Indonesia pada tahun 1997 mencapai 3,68 juta ton. Ini berarti tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%.
Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing.
Hal tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan potensi sumberdaya perikanan tidak dikelola secara terpadu. Salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumberdaya perikanan wilayah Indonesia. Kurangnya data dan informasi menyebabkan potensi perikanan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari.
Keberhasilan suatu usaha penangkapan ikan tergantung pada pengetahuan yang cukup mengenai tingkah laku ikan. Beberapa jenis ikan pelagis mempunyai sifat mudah tertarikdan berkumpul di sekitar benda-benda yang terapung di laut. Bahkan ikan tuna dan cakalang sering ditemui berenang-renang mengikuti gelondong-gelondong kayu yang hanyut dan juga kadang-kadang bergerombolan bersam-sama dengan ikan lumba-lumba, cucut dan sebagainya. Kejadian ini sering kali dimanfaatkan oleh nelayan untuk usaha penangkapan dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pengembangan usaha perikanan dengan memanfaatkan benda-benda terapung, para nelayan yang mencari nafkah dengan menggunakan berbagai ragam alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal masyarakat nelayan sebagai alat pengumpul ikan atau selama ini masyarakat nelayan mengenal salah satu adalah rumpon. Alat bantu penangkapan ikan yang oleh masyarakat nelayan dikenal sebagai alat pengumpul ikan, yaitu rumpon.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya alat bantu untuk menentukan atau mencari gerombolan ikan yang berkaitan erat dengan daerah penangkapan ikan. Seperti nelayan yang mau menangkap ikan yang berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan terlebih dahulu baru menangkapnya sehingga selalu berada dalam ketidak pastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti.
II. KARAKTERISTIK IKAN
Ikan dalam arti sebenarnya adalah makhluk hidup / binatang bertulang belakang yang selama hidupnya (hidup) di dalam air, bernafas dengan insang, berdarah dingin, bersisik / tidak, dan bersirip (berpasangan dan tunggal).
Ikan-ikan yang hidup di sekitar rumpon ada yang hidup dipermukaan (pelagis), ada juga yang hidup di dasar periran (demersal) ikan yang hidupnya di permukaan perairan ( pelagis ) dengan ciri-cirinya antara lain seperti hidup bergerombolan atau berkelompok, berenang cepat, warnanya cerah, pada umunya hidup di daerah neritik dengan kedalaman perairan 0 – 200 meter ikan-ikan pelagis ini banyak bernilai ekonomis penting, juga berfungsi sebagai konsumen anatar dalam food chain (antara produsen dengan ikan-ikan, sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan dasar (demersal) dengan ciri-ciri antara lain warnanya gelap, pada umunya hidup tidak bergerombolan (sendiri), bentuknya bervariasi.
Berdasarkan habitatnya ikan pelagis dibagi menjadi ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Menurut Komnas Kajiskanlaut, 1998, yang termasuk ikan-ikan utama dalam kelompok ikan pelagis besar diantaranya; Tuna dan Cakalang (Madidihang, Tuna Mata Besar, Albakora Tuna Sirip Biru, Cakalang), Marlin (Ikan Pedang, Setuhuk biru, Setuhuk hitam, Setuhuk loreng, Ikan Layaran), Tongkol dan Tenggiri (Tongkol dan Tenggiri), dan Cucut (Cucut Mako). Sedangkan jenis ikan pelagis kecil antara lain; Karangaid (Layang, Selar, Sunglir), Klupeid (Teri, Japuh, Tembang, Lemuru, Siro) dan Skombroid (Kembung).
III. DAERAH PENANGKAPAN
Penentuan daerah penangkapan ikan yang umum dilakukan oleh nelayan sejauh ini masih menggunakan cara-cara tradisional, yang diperoleh secara turun-temurun. Akibatnya, tidak mampu mengatasi perubahan kondisi oseanografi dan cuaca yang berkaitan erat dengan perubahan daerah penangkapan ikan yang berubah secara dinamis. Ekspansi nelayan besar ke daerah penangkapan nelayan kecil mengakibatkan terjadi persaingan yang kurang sehat bahkan sering terjadi konflik antara nelayan besar dengan nelayan kecil.
Secara garis besarnya daerah penangkapan, penyebaran dan Migrasi sangat luas, yaitu meliputi daerah tropis dan sub tropis dengan daerah penangkapan terbesar terdapat disekitar perairan khatulistiwa. Daerah penangkapan merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu operasi penangkapan. Dalam hubungannya dengan alat tangkap, maka daerah penangkapan tersebut haruslah baik dan dapat menguntungkan. Dalam arti ikan berlimpah, bergerombol, daerah aman, tidak jauh dari pelabuhan dan alat tangkap mudah dioperasikan. (Waluyo, 1987). Lebih lanjut Paulus (1986), menyatakan bahwa : . Hal ini tentu saja erat hubungannya dengan kondisi oseanografi dan meteorologi suatu perairan dan faktor biologi dari ikan –ikan itu sendiri. Musim penangkapan di perairan Indonesia bervariasi. Musim penangkapan di suatu perairan belum tentu sama dengan perairan yang lain. Berbeda dari musim ke musim dan bervariasi menurut lokasi penangkapan. Bila hasil tangkapan lebih banyak dari biasanya disebut musim puncak dan apabila dihasilkan lebih sedikit dari biasanya disebut musim paceklik.
Pengetahuan mengenai penyebaran dan bioekologi berbagai jenis ikan sangat penting artinya bagi usaha penangkapannya. Data dan informasi tentang penyebaran dan bioekologi ikan pelagis sangat diperlukan dalam mengkaji daerah penangkapan ikan di suatu perairan seperti perairan laut banda, kawasan timur Indonesia, kawasan Samudra Hindia dan lain sebagainnya.
Rumpon
Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat berkumpulnya ikan di laut, untuk mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan.
Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang fungsinya sebagai pembantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul disuatu tempat yang selanjutnya diadakan penangkapan.
Dengan makin majunya rumpon telah menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan daerah penangkapan buatan dan manfaat keberadaannya cukup besar. Sebelum mengenal rumpon, nelayan menangkap ikan dengan cara mengejar ikan atau menangkap kelompok ikan di laut, kini dengan makin berkembangnya rumpon maka pada saat musim penangkapan, lokasi penangkapan menjadi pasti di suatu tempat. Dengan telah ditentukan daerah penangkapan maka tujuan penangkapan oleh nelayan dapat menghemat bahan bakar, karena mereka tidak lagi mencari dan menangkap kelompok renang ikan dengan menyisir laut yang luas. Nelayan di beberapa daerah telah banyak yang menerapkan rumpon ini. Di Utara Pulau Jawa telah lama mengenal rumpon untuk memikat ikan agar berkumpul di sekitar rumpon, sehingga memudahkan penangkapan .
Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 30-75 m, setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga yang bersfat tetap tergantung pemberat yang digunakan. Dalam praktek penggunaan rumpon yang mudah diangkat-angkat atu diatur sedemikian rupa, maka waktu menjelang akhir penangkapan, rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu penggerak(skoci,jukung dan canoes).
Untuk rumpon tetap atau rumpon dengan ukuran besar, tidak perlu diangkat sehingga untuk memudahkan penangkpan dibuat rumpon mini, yang pada waktu penangkpan mulai diatur begitu rupa, diusahakan agar ikan-ikan berkumpul di sekitar rumpon ara lain yang ditempuh yaitu seakan-akan meniadakan rumpon induk untuk sementara waktu dengan cara menenggelamkan rumpon induk atau rumpon induk atau mengangkat separoh dari rumpon yang diberi daun nyiur ke atas permukaan air. Terjadilah sekarang ikan-ikan yang semula berkumpul di sekitar rumpon mini dan disini dilakukan penangkapan.
Sementara itu bisa juga digunakan tanpa sama sekali mengubah kedudukan rumpon yaitu dengan cara mengikatkan tali slembar yang terdapat di salah satu kaki jaring pada pelampung rumpon, sedangkan ujung tali slembar lainnya ditarik melingkar di depan rumpon. Menjelang akhir penangkapan satu dua orang akan turun ke air untuk mengusir ikan –ikan di sekitar rumpon masuk ke kantong jaring. Cara yang hampir serupa juga dapat dilakukan yaitu setelah jaring dilingkarkan di depan rumpon maka menjelang akhir penangkapan ikan-ikan di dekat rumpon di halau dengan menggunakan galah dari satu sisi perahu.
A. Fungsi dan Manfaat Rumpon
Direktorat Jenderal Perikanan (1995) melaporkan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon yakni : memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
Fungsi rumpon sebagai alat bantu dalam penangkapan ikan adalah sebagai berikut
1.Sebagai tempat mengkonsentrasi ikan agar lebih mudah ditemukan gerombolan ikan dan menangkapanya.
2.Sebagai tempat berlindung bagi ikan dari pemangsanya
3.Sebagai tempat berkumpulnya ikan
4.Sebagai tempat daerah penangkap ikan
5.Sebagai tempat mencari makan bagi ikan.berlindung jenis ikan tertentu dari serangan ikan predator Sebagai tempat untuk memijah bagi ikan.
Banyak ikan-ikan kecil dan plankton yang berkumpul disekitar rumpon dimana ikan dan plankton tersebut merupaka sumber makanan bagi ikan besar.
Ada beberapa jenis ikan seperti tuna dan cakalang yang menjadi rumpon sebagai tempat untuk bermain sehingga nelayan dapat dengan mudah untuk menangkapnya.
Sedangkan manfaatnya adalah sebagai berikut :
•Memudahkan nelayan menemukan tempatuntuk mengoperasikan alat tangkapnya.
•Mencegah terjadinya destruktif fishing, akibat penggunaan bahan peledak dan bahan kimia/beracun.
•Meningkatkan produksi dan produktifitas nelayan.
•Nelayan dapat mengetahui banyak ikan di daerah rumpon dengan beberapa ciri yang khas yaitu :
Banyaknya buih-buih atau gelembung udara dipermukaan air.
Warna air akan telihat lebih gelap dibandingkan dengan warna air disekitarnya karena banyak ikan yang bergerombol.
Adanya burung yang berkeliaran di permukaan laut.
Adanya gelondong-gelondong kayu yang hanyut di permukaan laut.
Adanya kelompok ikan lumba-lumba di permukaan laut.
banyak ikan yang bergerombol.
Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.
B. Tata Cara Pemasangan Rumpon
Rumpon dapat di pasang di wilayah :
a. Perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah.
Perairan di atas 4 ml laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis pantai titik surut terendah.
Perairan diatas 12 mil dan ZEE Indonesia, dan perorangan atau perusahaan berbadan hukum yang akan memasang rumpon wajib terlebih dahulu memperoleh izin.
Pengusaha / nelayan yang akan memasang rumpon mengajukan permohonana izin kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Perikanan dan Kelautan propinsi / Kabupaten / kota sesuai kewenangan pemberi izin sesuai dengan Kepmen Kelautan dan Perikanan No.Kep 30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Dalam permohonan izin harus dilakukan penilaian baik terhadap administrasi pemohan maupun lokasi periran.
Penilaian Lokasi Pemasangan Rumpon Harus Memperhatikan :
Apakah daerah tersebut tidak merupakan alur pelayaran atau kepentingan lainnya seperti daerah suaka, atau daerah lainnya. Pemasangan rumpon tidak boleh dilakukan pada daerah perairan tersebut.
Apakah daerah tersebut tidak merupakan konsentrasi penangkapan ikan nelayan-nelayan yang tidak menggunakan rumpon, rumpon tidak boleh dipasang pada perairan tersebut.
Apakah daerah tersebut berbatasan dengan propinsi lain, untuk itu maka Dinas Perikanan dan Kelautan dari domisili pemohon izin rumpon ditujukan kepada propinsi tersebut.( Indah R. 2009).
C. Macam-Macam Rumpon
A. Berdasarkan pada posisi / letak pengumpul ikan :
1.Rumpon permukaan
1.1. Rumpon laut dangkal yaitu di pasang pada kedalaman 20-100 meter untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecl seperti : kembung, selar, tembang, japuh, layang dan lain sebagainya
runpon permukaan
rumpon pertengahan
rumpon dasar
1.2.Rumpon laut dalam yaitu rumpon yang dipasang pada kedalaman 1200 – 3000 meter untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang dan lain sebagainya yang berada di permukaan sampai pada kedalaman 60 meter dibawah permukaan laut. Pada posisi tertentu ikan tuna besar merupakan ikan yang dominan pada kedalaman lebih 100 meter, dibawah permukaan. Pada waktu tertentu (pagi hari dan sore hari) muncul ke permukaan perairan untuk mencari makanan. Pada kondisi ini di permukaan terdapat ikan kecil, misanya ikan layang, ikan tongkol dan lain-lainnya.
B. Bedasarkan Kemenetapan Pemasangan Rumpon
1. Rumpon Menetap(memliki jangkar / pemberat berukuran besar) sehingga tidak dapat dipindahkan dan dipasang di perairan dalam dengan kondisi gelombang besar dan arus kuat, guna memikat / mengumpulkanjenis ikan pelagis besar.
2.Rumpon yang dapat dipindahkan (terbuat dari bahan yang relatif ringan) sehingga memungkinkan untuk diangkat / dipindahkan guna memikat / megumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecil.
C. Berdasarkan Tingkat Teknologi
1.Rumpon tradisional (teknologi sederhana) bahan-bahan pembuatan murah dan mudah didapat di sekitar lokasi pemasangan, biasa digunakan untuk perikanan sekala kecil. Penggunaan rumpon tradisional ini banyak ditemukan di daerah Mamuju (Sulawesi Selatan) dan Jawa Timur. Menurut Monintja(1993) rumpon banyak digunakan di Indonesia pada tahun 1980, sedangkan Negara yang sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang,Philipina, Srilanka, Papua Nugini dan Australia. Beberapa alasan iakan sering ditemukan disekitar rumpon
2.Rumpon modren, investasi relatif besar umumnya digunakan oleh perikanan sekala besar / industri guna memikat / mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis besar.
D.Berdasarkan Pemasangan dan Pemanfaatan rumpon dibagi atas 3 jenis :
(a). Rumpon perairan dasar
(b). Rumpon perairan dangkal dan
(c). Rumpon perairan dalam. Menurut Barus et al. (1992 menjelaskan bahwa metode pemasangan dari rumpon laut dangkal dan dalam hampir sama, perbedaannya hanya pada desain rumpon, lokasi daerah pemasangan serta bahan yang digunakan . Rumpon laut dangkal menggunakan bahan dari alam seperti bambu, rotan, daun kelapa dan batu kali. Sebaliknya pada rumpon laut dalam sebagian besa bahan yang digunakan bukan dari alam melainkan berasal dari buatan seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali rafia serta semen.
Pemilihan tempat pemasangan rumpon harus memiliki kriteria sebagai berikut :
1). Merupakan daerah lintasan migrasi ikan yang menjadi penangkapan
2). Tidak menggangu alur pelayaran atau di daerah yang dilarang memasang rumpon
3). Mudah untuk mencari dan mencapainya
4). Relatif dekat dengan pangkalan kapal
5). Dasar perairan relatif datar
Bahan yang digunakan bukan dari alam melainkan berasal dari buatan seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali rafia serta semen.
Rumpon di Indonesia merupakan Fish Aggregating Divice (FAD) skala kecil dan sederhana yang umumnya dibuat dari bahan tradisional. Rumpon tersebut ditempatkan pada kedalaman perairan yang dangkal dengan jarak 5 – 10 mil (9 – 18 km) dari pantai dan umumnya tidak lebih dari 10 – 20 mil laut (35 km) dari pangkalan terdekat (Mathews, Monintja dan Naamin, 1996).
Selanjutnya Subani (1972) menyatakan bahwa cara pengumpulan ikan dengan ikatan berupa benda terapung merupakan salah satu bentuk dari FAD, yaitu metode, benda atau bangunan yang dipakai sebagai sarana untuk penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-kan tersebut. Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang fungsinya sebagai pembantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul disuatu tempat yang selanjutnya diadakan penangkapan.
Prinsip lain penangkapan dengan alat bantu rumpon disamping berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan ikan mudah ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Selain itu dengan adanya rumpon, kapal penangkap dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan ikan dari dan menuju ke lokasi penangkapan. Direktorat Jenderal Perikanan (1995) melaporkan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon yakni : memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
Desain rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara garis besar terdiri atas empat komponen utama yaitu :
(1) pelampung (float).
(2) tali (rope),
(3) pemikat (atractor)
(4) pemberat (sinker).
Tali yang menghubungkan pemberat dan pelampung pada jarak tertentu disisipkan daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya setelah dibelah menjadi dua. Panjang tali bervariasi , tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman laut tempat rumpon tersebut ditanam (Subani, 1986). Tim pengkajian rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) memberikan persyaratan umum komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah sebagai berikut :
(1) Pelampung
a. Mempunyai kemanpuan mengapung yang cukup baik (bagian yang mengapung diatas air 1/3 bagian)
b. Konstruksi cukup kuat
c. Tahan terhadap gelombang dan air
d. Mudah dikenali dari jarak jauh
e.Bahan pembuatnya mudah didapat
(2) Pemikat
a. Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan
b.Tahan lama
c. Mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertical dengan arah ke bawah
e.Melindungi ikan-ikan kecil
f. Terbuat dari bahan yang kuat, ahan lama dan murah
(3) Tali temali
a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk
b. Harganya relatif murah
c. Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus
d. Tidak bersimpul (less knot)
(4) Pemberat
a. Bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh
b. Massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkeram
Samples dan Sproul (1985), mengemukakan teori tertariknya ikan yang berada di
sekitar rumpon disebabkan karena :
1.Rumpon sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis
ikan tertentu
2.Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu.
3.Rumpon sebagai sustrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu.
4.Rumpon sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu
5.Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan-
ikan tertentu yang beruaya.
Gooding dan Magnuson (1967) melaporkan bahwa rumpon merupakan tempat stasiun pembersih (cleaning place) bagi ikan-ikan tertentu. Dolphin dewasa umumnya akan mendekati bagian bawah floating objects dan menggesekkan badannya. Tingkah laku ikan ini sesuai dengan tingkah laku dari famili coryphaenids yang memindahkan parasit atau menghilangkan iritasi kulit dengan cara menggesekkannya.
Freon dan Dagorn (2000), menambahkan teori tentang rumpon sebagai tempat berasosiasi (association place) bagi jenis-jenis ikan tertentu. Ikan berkumpul disekitar rumpon untuk mencari makan. Menurut Soemarto (1962) dalam area rumpon terdapat plankton yang merupakan makanan ikan yang lebih banyak dibandingkan diluar rumpon. Selanjutnya dijelaskan bahwa perairan yang
banyak planktonnya akan menarik ikan untuk mendekat dan memakannya.
Soedharma (1994) mengemukakan bahwa organisme yang pertama ada di pelepah daun kelapa adalah perifiton. Hasil penelitian Yusfiandayani (2004) menemukan bahwa ada sekitar 26 genus perifiton alga yang teramati disekitar atraktor rumpon dan 9 genus untuk perifiton avertebrata. Perifiton alga yang ditemukan antara lain Nitzchia, Rhizosolenia, Navicula, Peridinum, Amphiprora dan Chaetoceros sedangkan perifiton avertebrata yang ditemukan antara lain Calanus, Balanus, Thysanopoda, Microsetella dan Typhloscolex.
Selanjutnya dijelaskan bahwa perifiton mempengaruhi laju perkembangan proses kolonisasi organisme pemangsa lainnya termasuk juvenil ikan. Selanjutnya dikemukakan bahwa selain perifiton ditemukan pula 23 jenis fitoplankton dan 6 genus zooplankton. Jenis fitoplankton antara lain Chaetoceros, Rhizosolenia dan Thysanessa sedangkan jenis zooplankton antara lain Eutintinus, Eucalanus, Synchaeta dan Stolomophorus. Kelimpahan fitoplankton dan perifiton di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang meliputi fisika, kimia dan biologi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah suhu, kekeruhan, kecerahan, pH, gas-gas terlarut, unsur hara dan adanya interaksi dengan organisme lain (Odum, 1971).
Menurut Jamal (2003) menyatakan bahwa parameter fisika/kimia perairan disekitar rumpon berada pada kisaran normal, yaitu kecepatan arus berkisar antara 0,001- 0,30 m/det, suhu 29,33-30,33OC, salinitas 30-31 ppt, kecerahan 77,33-84,67 % serta oksigen terlarut 4-4,57 ppm.
Subani (1986) mengemukakan bahwa ikan-ikan yang berkumpul disekitar rumpon menggunakan rumpon sebagai tempat berlindung juga untuk mencari makan dalam arti luas tetapi tidak memakan daun-daun rumpon tersebut. Selanjutnya dijelaskan bahwa adanya ikan di sekitar rumpon berkaitan dengan pola jaringan makanan dimana rumpon menciptakan suatu arena makan dan dimulai dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga
ketika rumpon dipasang. Kemudian mahluk renik ini bersama dengan hewan-hewan kecil lainnya, menarik perhatian ikan-ikan pelagis ukuran kecil. Ikan-ikan pelagis ini akan memikat ikan yang berukuran lebih besar untk memakannya.
Subani, 1986, menyatakan bahwa rumpon sebagai tempat berlindung banyak ikan-ikan tertentu yang berada disekitar rumpon berenang pada sisi depan atau belakang atraktor di lihat dari arah arus. Kadang-kadang mereka bergerak ke kiri dan ke kanan tetapi selalu kembali ketempat semula demikian juga terhadap arus (sifat ikan umumnya berenang menentang arus). Sedangkan dari arah lapisan yang lebih dalam terdapat ikan pemangsa yang berenang ke pertengahan atau permukaan perairan untuk memangsa ikan yang berukuran lebih kecil. Perilaku bergerombol dari ikan dengan adanya rumpon maka pemangsa akan mengalami kesulitan dalam menyambar mangsanya karena ikan yang lemah terlindungi oleh adanya ikan lain dan atraktor.
V. RUMPON SEBAGAI ALAT BANTU DAPAT MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN
Rumpon sebagai alat bantu untuk menangkap ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun alaut dalam dapat meningkatkan hasil tangkapan. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka kegiatan penangkpan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan (dengan mengikuti ruayanya ) tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan desekitar rumpon tersebut.
Sebagai alat bantu penangkapan ikan, rumpon berfungsi untuk mengumpulkan kelompok ikan (ikan-ikan pelagis kecil dan pelagis besar) pada suatu area tertentu sebalum dilakukan penangkapan. Rumpon di Indonesia telah dikenal sejak dulu yang dikenal dengan berbagai macam istilah seperti Rabo (Sumater Barat), tendak (Jawa), rumpong (Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan) dan tuasen (Sumatera Utara).
Rumpon perairan dalam sangat bermanfaat bagi masyarakat nelayan maupun bagi kelestarian ekosistem perairan. Hal ini disebab karena teknologi rumpon laut dalam atau rumpon perairan ini memudahkan nelayan atau para penangkap ikan lainnya untuk dapat mengambil ikan yang berada pada kedalaman diatas 200 meter. Sehingga hasil yang diperoleh juga akan semakin meningkat.
Sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Selain itu dengan adanya rumpon, kapal penangkap dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan ikan dari dan menuju ke lokasi penangkap
VI. ALAT TANGKAP YANG DAPAT DIGUNAKAN DISEKITAR RUMPON
Berbagai alat tangkap digunakan di sekitar rumpon, antara lain alat tangkap :
Rawai tuna atau tuna longline adalah merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus.
Huhate (pole and line) khusus dipakai untuk menangkap ikan cakalang, sering disebut juga pancing cakalang. Dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar rumpon.
Handline (pancing ulur) dioperasikan pada siang hari, kontruksi alat ini sangat sederhana, pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-mata pancing secara verstikal, dalam pengoperasian alat ini rumpon sebagai alat pengumpul ikan.
Pukat cincin ( purse seine) adalah jaring yang di bagian bawah nya di pasang sejumlah cincin atau gelang besi.
Jaring insang (gillnet) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama di sepanjang jaring.
6. Dan lain-lainnya.
Sedangkan di Propinsi Maluku Utara dan Sulawesi, para nelayan telah mulai mengenal rumpon, digunakan untuk memikat ikan permukaan (pelagic fish), antara lain : ikan selar, ikan layang,ikan kembung, tuna, dan cakalang agar berkumpul sehingga memudahkan nelayan yang menggunakan alat tangkap huhate dan pancing, Rumpon merupakan alat penggumpul ikan yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan, sehingga memudahkan usaha penangkapannya. Dengan penggunaan rumpon yang tepat maka dapat mempersingkat waktu operasi, meningkatkan hasil tangkapan, menghemat bahan bakar minyak dan juga penggunaan rumpon terutama untuk alat tangkap pancing.
VII. A. KESIMPULAN
Dalam tulisan ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Rumpon atau fish Agregation Device merupakan suatu alat bantu
penangkapan ikan yang telah banyak digunakan oleh nelayan,karena dapat meningkatkan hasil tangkapan, dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut.
Rumpon menjadi metode penangkapan ikan paling efektif
2.Fungsi rumpon adalah sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat berkumpulnya ikan di laut, untuk mengefisienkan operasi penangkapan bagi para nelayan.
3.Syarat-syarat penempatan rumpon di perairan adalah ikan mudah
datang dan berkumpul, aman, alat tangkap mudah dioperasikan dan secara ekonomi menguntungkan.
4.Alat tangkap yang digunakan di sekitar rumpon, antara lain alat
tangkap purse seine, pole and line, rawai tuna, pancing ulur, jaring insang dan lain-lainya.
5.Jenis ikan yang ada disekitar rumpon pada umumnya ikan yang
berada didaerah perairan permukaan dan hidupnya bergerombolan
seperti : ikan kembung. Ikan lemuru, ikan cakalang, ikan tuna, ikan tongkol dan lainnya.
DAFTAR PUSAKA
Anonim. 2007. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Balai Riset Penangkapan Laut-BRKP, 1996.Musim Penangkpan Ikan Pelagis Besar (ikan Tuna). http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/96- musim-penangkapan-ikan-pelagis-besar.html
Direktorat Jenderal Perikanan, 1995. Penggunaan Payaos/rumpon di Indonesia. Jakarta 11 hal.
Dinas Perikanan Propinsi, 2008. Jenis-jenis Alat tangkap Rumpon.Gema
Bina Jawa Barat.
Dinas Perikanan Propinsi, 2008. Teknologi Penangkapan Ikan Tuna.Gema
Bina.Jawa Barat. Warning: mysql_fetch_array(): supplied argument is not
a valid MySQL result resource in /home/smanncom/public_html/detkat.php
on line 73
Gafa dan Sarjana, 1992. Pedoman Teknis Peningkatan Produksi dan Efisiensi
melalui Penerapan Teknologi Rumpon. Departemen Pertanian. Badan Penlitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta 7 hal.
Jamal, M., 2003. Studi Pengguaan Rumpon untuk Meningkatkan Produksi Hasil Tangkapan gillnet dan Bubu Dasar yang dioperasikan di Perairan Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Lutjanus. Jurnal Teknologi Perikanan
dan Kelautan. Vol 8 No.2, Juli 2003, hal 223-231
Jamal, 2004. Organisasai dan Komplik dalam Ekspansi of The Fishing Groud
untuk Rumpon Perikanan oleh Orang Sinjai. Institut Pertanian Bogor
Soedharma, D. 1994. Suatu Struktur Komunitas Ikan pada Kombinasi Rumpon
Permukaan dan Rumpon Dasar di Teluk Lampung. Laporan Penelitian
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal 9-26.
Subani, W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga
Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal : 85-104
Subani, W. 1986. Telaah Penggunaan Rumpon dan Payaos dalam Perikanan
Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut, BPPL, Jakarta, 35: 35-45
Tim Pengkajian Rumpon Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 1987.
Laporan Akhir Survey Lokasi dan Desain Rumpon di Perairan Ternate,
Tidore, Bacan dan sekitarnya. Laporan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Yusfiandayani, R. 2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis
Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan
Pasauran, Propinsi Banten. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut
Alat peredaran darah ikan terdiri atas jantung dan sinus venosus. Jantung ikan terdiri ata dua ruangan, atrium dan ventrikel dan terletak di belakang insang. Sinus venosus adalah struktur penghubung berupa rongga yang menerima darah dari vena dan terbuka di ruang depan jantung. Diantara antrium dan ventrikel jantung terdapat klep untuk menjaga agar aliran darah tetap searah.
Peredaran darah ikan disebut peredaran darah tunggal karena darah dari insang langsung beredar ke seluruh tubuh kemudian masuk ke jantung. Jadi darah hanya beredar sekali melalui jantung dengan rute dari jantung ke insang lalu ke seluruh tubuh kemudian kembali ke jantung.
1. Apa yang dimaksud peredaran darah? 2. Bagaimana cara peredaran darah ikan? 3. Alat-alat pada peredaran ikan. 4. Komponen peredaran darah ikan.
Tujuan 1. Mengetahui peredaran darah pada ikan. 2. Mengetahui bagaimana cara peredaran darah ikan. 3. Untuk mengetahui alat-alat pada peredaran ikan. 4. Memahami komponen peredaran darah ikan.
SISTEM PEREDARAN DARAH PADA IKAN
Alat peredaran darah ikan terdiri atas jantung dan sinus venosus. Jantung ikan terdiri ata dua ruangan, atrium dan ventrikel dan terletak di belakang insang. Sinus venosus adalah struktur penghubung berupa rongga yang menerima darah dari vena dan terbuka di ruang depan jantung. Diantara antrium dan ventrikel jantung terdapat klep untuk menjaga agar aliran darah tetap searah.
Peredaran darah ikan disebut peredaran darah tunggal karena darah dari insang langsung beredar ke seluruh tubuh kemudian masuk ke jantung. Jadi darah hanya beredar sekali melalui jantung dengan rute dari jantung ke insang lalu ke seluruh tubuh kemudian kembali ke jantung.
A. Sistem Sirkulasi (Peredaran Darah)
Sistem sirkulasi adalah sistem yang berfungsi untuk mengangkut dan mengedarkan O2 dari perairan ke sel-sel tubuh yang membutuhkan, juga mengangkut enzim, zat-zat nutrisi, garam-garam, hormon, dan anti bodi serta mengangkut CO2 dari dalam usus, kelenjar-kelenjar, insang, dan sebagainya, keluar tubuh.
Organ-organ : jantung, pembuluh nadi (aorta, arteri) dan pembuluh balik (vena), dan kapiler-kapiler darah. Bahan yang diedarkan : darah (plasma darah dan butir-butir darah)Melalui pembuluh darah
a. Jantung b. Pembuluh darah c. Darah
1. Jantung
Letak jantung terdapat pada fostorior lengung insang pad jantung ikan energi yang dapat disalurkan pada setiap kontraksi jantung.
a. Energi Kinetik : Yang menyebabkan darah mengalir b. Energi Potensial : Energi yang tersimpan dalam pembuluh darah yang menimbulkan tekanan.
Yang mempengaruhi aliran darah: 1. Viscositus / Kelatulan : Semakin kental maka darah akan mengalir 2. Hematosil : Jika hematosil meningkat maka viscositas meningkat 3. Suhu : Jika suhu menurun maka viscositas menurun. 4. Protein plasma : Jika Protein plasma meningkat maka koscositas menurun 5. Plasma Skining : Jika Plasma Skining meningkat maka viscositas akan menurun
Kantong kerja jantung ada 2 mekanisme
1. Mekanisme Achenergik 2. Mekanisme Cholinergik 2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah terdiri dari:
a. Arteri :darah bersih yang kaya akan O2. Mempunyai 3 lapis dalam endoterium, subendoterium b. Vena : Pembuluh darah balik yang alirannya menuju jantung, mempunyai dinding yang tipis dan aliran yang besar strukturnya. Terdiri dari 3 lapis umumnya kaya akan saringan elastis dinding vena umumnya berkontraks aktif.
Jantung ikan : – Fungsi : memompa darah ke seluruh bagian tubuh. Beda jantung ikan ada alat pacu jantung yg memungkinkanàdengan jantung hewan lain jantung terus berdenyut walaupun otak sudah rusak – Bagian-bagian jantung : • Atrium – berdinding tipis • Ventrikal – berdinding tebal, sebagai pemompa darah • Bulbus arteriosusSebelum atrium, terdapat sinus venosus (SV) yang mengumpulkan darah berkadar CO2 tinggi, berasal dari organ-organ tertentu. Darah dari SV masuk ke dalam atrium melalui katup sinuautrial, dari atrium darah masuk ke dalam ventricle melalui katup atrioventricular. Dari ventrikel darah ditekan dengan daya pompa padanya, menuju ke arah aorta ventralis, menuju ke insang. Di insang terjadi pertukaran O2 dengan CO2 (pada sistem pernafasan) dan seterusnya darah dengan kandungan O2 tinggi diedarkan ke setelahàdaerah kepala, ke bagian dorsal, ke ventral, dan ekor kembali ke jantung dan seterusnya mengedarkan nutrisi dsb
B. Peredaran Darah Ikan Mempunyai sistem peredaran darah tunggal. Jantung terdiri atas dua ruang yaitu serambi dan bilik. Jantung berisi darah yang miskin oksigen. Darah yang berasal dari bilik jantung dipompa melalui aorta menuju insang.
Dalam insang karbon dioksida dilepaskan dan oksigen diikat oleh darah. Setelah melewati insang, darah yang banyak mengandung oksigen dialirkan ke seluruh tubuh
C. Alat-alat dalam pada ikan diantaranya adalah – Cor (jantung), berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh – Gelembung udara, berfungsi sebagai alat pernapasan saat berenang – Ventriculus, berfungsi sebagai alat menampung makanan sementara, atau tempat mencerna makanan secara kimiawi,
D. Komponen-Komponen
Darah merupakan salah satu komponen sistem transport yang sangat vital keberadaannya. Fungsi vital darah di dalam tubuh antara lain sebagai pengangkut zat-zat kimia seperti hormon, pengangkut zat buangan hasil metabolisme tubuh, dan pengangkut oksigen dan karbondioksida. Selain itu, komponen darah seperti trombosit dan plasma darah memiliki peran penting sebagai pertahanan pertama dari serangan penyakit yang masuk ke dalam tubuh.
Gambaran darah suatu organisme dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan yang sedang dialami oleh organisme tersebut. Penyimpangan fisiologis ikan akan menyebabkan komponen-komponen darah juga mengalami perubahan. Perubahan gambaran darah dan kimia darah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dapat menentukan kondisi kesehatannya.Hemoglobin merupakan protein yang terdiri dari protoporfirin, globin dan besi yang bervalensi 2 (ferro). Satu gram hemoglobin dapat mengikat sekitar 1,34 ml oksigen. Kadar hemoglobin yang rendah dapat dijadikan sebagai petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi. Sedangkan kadar tinggi menunjukkan bahwa ikan sedang berada dalam kondisi stress (Wells, 2005 dalam Kuswardani, 2006).
Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit (sel darah merah) dalam darah ikan. Hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu patokan untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari 22% menunjukkan terjadinya anemia. Kadar hematokrit ini bervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan (Kuswardani, 2006).
Eritrosit (sel darah merah) merupakan sel yang paling banyak jumlahnya. Inti sel eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma dan akan terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan Giemsa (Chinabut et al., 1991 dalam Mulyani, 2006). Pada ikan teleost, jumlah normal eritrosit adalah 1,05×106 – 3,0×106 sel/mm3 (Robert, 1978 dalam Mulyani, 2006). Seperti halnya pada hematokrit, kadar eritrosit yang rendah menunjukkan terjadinya anemia. Sedangkan kadar tinggi menandakan bahwa ikan dalam keadaan stress (Wedemeyer dan Yasutake, 1977 dalam Purwanto, 2006).
Leukosit (sel darah putih) mempunyai bentuk lonjong atau bulat, tidak berwarna, dan jumlahnya tiap mm3 darah ikan berkisar 20.000-150.000 butir, serta merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan (imun) tubuh. Sel-sel leukosit akan ditranspor secara khusus ke daerah terinfeksi. Leukosit terdiri dari dua macam sel yaitu sel granulosit (terdiri dari netrofil, eusinofil, dan basofil dan sel agranulosit) dan sel granulosit (terdiri dari limfosit, trombosit, dan monosit) (Purwanto, 2006).
Limfosit memiliki peranan dalam respon imunitas dan monosit merupakan sel makrofag yang berperan penting dalam memfagosit mikroorganisme patogen. Sedangkan trombosit sangat berperan dalam proses pembekuan darah dan berfungsi untuk mencegah kehilangan cairan tubuh pada kerusakan-kerusakan di permukaan (Nabib dan Pasaribu, 1989 dalam Mulyani, 2006). Berbeda dengan ketiga sel di atas, netrofil sangat aktif dalam membunuh bakteri dan jumlahnya besar dalam nanah (Carboni, 1997 dalam Mulyani, 2006). Sel-sel tersebut bersirkulasi dalam darah dan cairan limfa.
Sistem sirkulasi adalah sistem yang berfungsi untuk mengangkut dan mengedarkan O2 dari perairan ke sel-sel tubuh yang membutuhkan, juga mengangkut enzim, zat-zat nutrisi, garam-garam, hormon, dan anti bodi serta mengangkut CO2 dari dalam usus, kelenjar-kelenjar, insang, dan sebagainya, keluar tubuh.
Organ-organ : jantung, pembuluh nadi (aorta, arteri) dan pembuluh balik (vena), dan kapiler-kapiler darah. Bahan yang diedarkan : darah (plasma darah dan butir-butir darah)
Alat-alat dalam pada ikan diantaranya adalah
Cor (jantung), berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh
Gelembung udara, berfungsi sebagai alat pernapasan saat berenang
Ventriculus, berfungsi sebagai alat menampung makanan sementara, atau tempat mencerna makanan secara kimiawi,
Perikanan lemuru di perairan Selat Bali berkembang sangat pesat sejak diperkenalkannya alat tangkap pukat cincin oleh peneliti Lembaga Penelitian Perikanan Laut (LPPL) yang sekarang menjadi BPPL yaitu pada tahun 1972 . Sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Selat Bali terdiri dari berbagai jenis ikan seperti lemuru, layang, kembung, tembang dan selar, tetapi yang dominan adalah ikan lemuru (Sardinella lemuru). Hasil tangkapan ikan lemuru memberi kontribusi yang sangat besar terhadap total hasil tangkapan pukat cincin di perairan Selat Bali (Merta et al., 2000; Budiharjo et al., 1990; Wudianto, 2001). Pada tahun 1998 ikan lemuru memberikan kontribusi sebesar 98% terhadap total hasil tangkapan armada pukat cincin di Selat Bali (Wudianto, 2001). Pesatnya perkembangan perikanan lemuru ini didukung pula oleh adanya pabrik-pabrik pengolahan, seperti pengalengan ikan, pemindangan, tepung ikan, serta industri jasa penyimpanan ikan (cold storage) yang terdapat di sekitar tempat pendaratan utama, yaitu di Muncar dan Pengambengan.
Secara umum, tingkat pemanfaatan ikan lemuru di Selat Bali dari tahun ke tahun terus meningkat. Terjadinya peningkatan pemanfaatan sumber daya ikan, di samping armada penangkapan (baik ukuran maupun jumlah) yang bertambah, disebabkan pula oleh meningkatnya kapasitas alat tangkap, mesin penggerak dan pemanfaatan alat bantu penangkapan seperti penggunaan lampu sebagai alat bantu pengumpul ikan. Dengan pemanfaatan sumber daya ikan lemuru yang semakin meningkat, diduga mengakibatkan terjadinya penurunan stok sumberdaya ikan lemuru di perairan Selat Bali. Dengan adanya tekanan pemanfaatan sumber daya ikan diperkirakan memiliki dampak terhadap proses biologi dari ikan tersebut. Tulisan ini menguraikan hasil kajian biologi reproduksi ikan lemuru yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan masukkan bagi upaya pengelolaan terhadap sumber daya ikan lemuru di wilayah perairan Selat Bali sehingga pemanfaatan sumber daya ikan tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan.
BAHAN DAN METODE
Zona I : Karang Ente, Tanjung Pasir, Ujung Angguk;
Zona II : Sembulungan, Anyir, Watu Layar, Sekeben, Senggrong, Klosot, Prepat, Lampu Kelip, Kapal pecah;
Zona III: Teluk Pang-pang (khusus bagan);
Zona IV : Blimbing Sari, Bomo;
Zona V : Pengambengan, Kayu Gede;
Zona VI : Bukit, Benoa, Jimbaran, Pemancar;
Zona VII: Grajagan, Pancer, Watu loro (Samudera Hindia).
Pengambilan contoh ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang diamati aspek biologinya merupakan hasil tangkapan pukat cincin yang beroperasi di perairan Selat Bali. Pengambilan contoh ikan dilakukan secara rutin bulanan oleh peneliti dan enumerator mulai bulan Agustus 2010 hingga Desember 2011 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Banyuwangi. Ikan contoh diambil secara acak melalui pengukuran sistematis dengan mengikuti standar prosedur pengambilan contoh dan pengukuran menurut Suwarso (2010). Daerah penangkapan ikan lemuru menyebar di perairan Selat Bali dan dapat dikelompokkan seperti pada Gambar 1 berikut: Prosedur Pra Pengambilan Contoh Berdasarkan pengamatan pra sampling yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 menunjukkan bahwa gonad jantan dan betina ikan lemuru kategori dewasa (adult) sudah dapat dibedakan pada ukuran mulai 13-14 cmFL. Untuk ukuran dibawah panjang tersebut pada umumnya belum dewasa dan ciri-ciri gonad jantan dan betina belum dapat dibedakan secara jelas. Oleh karena itu, pengambilan contoh ikan untuk diamati tingkat kematangan gonadnya dilakukan terhadap ikan yang berukuran > 13 cmFL. Pengambilan contoh ikan menggunakan metode acak proporsional menurut kelas panjang dimana setiap ukuran kelas panjang diwakili oleh jumlah ikan contoh yang sama. Pengambilan contoh dilakukan setiap bulan sebanyak 30600 ekor/bulan (rata-rata 238 ekor/bulan). Karakter individu yang diukur meliputi jenis kelamin, panjang total ( TL) dan panjang cagak (FL) dalam centimeter, bobot tubuh dalam keadaan segar (gram), tingkat kematangan gonad, dan bobot gonad segar (gram). Tingkat kematangan gonad diamati secara visual mengikuti skala kematangan gonad standard (five point maturity scale for partial spawners) yang mengacu pada Holden & Raitt (1974) seperti disajikan pada Tabel 1. Tambahan sampel juga dilakukan untuk melengkapi kekurangan ikan contoh pada ukuran tertentu terutama ikan yang berukuran besar (>17 cmFL). Tabel 1. Deskripsi tingkat kematangan gonad Table 1. Description of gonad maturity stages Stadium/ Stage Status/ Condition Keterangan/Remarks I Belum matang/ Immature Ovari dan testes kira-kira 1/3 panjang rongga badan. Ovari berwarna kemerah-merahan bening. Testes berwarna keputih-putihan. Telur tidak terlihat dengan mata telanjang II Perkembangan/ Developing Ovari dan testes kira-kira ½ panjang rongga badan, bening atau jernih. Testes keputih-putihan, kurang lebih simetris. Telur tidak terlihat dengan mata telanjang III Pematangan/ Ripening Ovari dan testes kira-kira 2/3 panjang rongga badan. Ovari berwarna kuning kemerah-merahan dan butiran telur mulai kelihatan. Testes keputih-putihan sampai krem. Tidak ada telur yang tembus cahaya atau jernih. IV Matang/ Ripe or Fully Mature Ovari dan testes 2/3 sampai memenuhi rongga badan. Ovari berwarna merah jambu/orange dengan pembuluh darah terlihat jelas di permukaannya. Terlihat telur yang masak dan tembus cahaya. Testes keputih-putihan/krem dan lembut V Mijah salin/ Spent Ovari dan testes mengerut sampai menjadi kira-kira ½ rongga badan. Dinding-dinding mengendur. Ovari dapat mengandung sisa-sisa telur
Sumber/ Source: Holden & Raitt (1974). Analisis Data Penentuan musim pemijahan dianalisis berdasarkan pada pola fluktuasi bulanan dari nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) atau gonado somatic index (GSI) dengan perhitungan menurut Effendie (2002): ……………………………….. (1) dimana: Wg = bobot gonad segar (gram) W = bobot tubuh ikan (gram) Ukuran panjang pertama kali lemuru tertangkap (length at first capture atau Lc) diperoleh dengan cara memplotkan frekuensi kumulatif ikan yang tertangkap dengan panjang cagak sehingga akan diperoleh kurva logistik baku, dimana titik potong antara kurva logistik baku dengan 50% frekuensi kumulatif merupakan nilai ratarata ukuran panjang ikan yang tertangkap. Ukuran panjang saat pertama kali ikan lemuru mencapai kematangan gonad (Lm) dihitung mengikuti metode Spearman-Karber menurut Udupa (1986) pada persamaan (2). Asumsi yang digunakan adalah tingkat kematangan gonad III (ripening) juga dianggap sebagai ikan-ikan yang mature, hal ini dipertimbangkan karena ikan lemuru dengan kondisi TKG IV (mature) jumlahnya sangat sedikit. m=(Xk+X/2)-(X.Spi )……………………………….. (2) Kisaran panjang ikan pertama kali matang gonad diperoleh dari nilai antilog m (M) pada selang kepercayaan 95% : M = antilog [m±1,96 var(m)] ……………….(3) dimana: m = log panjang ikan saat pertama matang gonad M = anti Log dari m Xk = log ukuran ikan di mana 100% ikan contoh sudah matang X = pertambahan log panjang nilai tengah kelas pi = proporsi ikan matang pada kelompok ke-i HASIL DAN BAHASAN HASIL Nisbah Kelamin Berdasarkan Struktur Ukuran dan Daerah Penangkapan Contoh ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang diamati dalam penelitian ini secara keseluruhan berjumlah 2.851 ekor, terdiri dari 2.620 ekor ikan dewasa (adults) dan 231 ikan muda (sub adults) . Ikan lemuru memiliki ukuran panjang cagak dengan nilai tengah berkisar antara 13,519 ,5 cmFL. Sampel ikan lemuru terbanyak ditangkap dari daerah penangkapan zona II yaitu sebanyak 43,07%, kemudian zona I (22,80%) dan zona VI (18,69%), sedangkan yang tertangkap di zona V dan VII berturut-turut adalah 7 ,3% dan 1,79%. Ikan lemuru yang tertangkap di daerah yang tidak diketahui daerah penangkapannya (unknown zone) sebanyak 6,31%. Secara keseluruhan nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina pada penelitian ini adalah 1:1,09 (Gambar 2). Jumlah ikan jantan keseluruhan adalah 1.353 ekor, betina 1.475 ekor, sedangkan sisanya 23 ekor tidak teridentifikasi. Dengan uji khi-kuadrat menunjukkan bahwa rasio jenis kelamin ikan lemuru tidak berbeda nyata dan berada dalam keadaan seimbang. Namun demikian apabila didasarkan pada struktur ukuran ikan terjadi perbedaan yang signifikan pada nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina terutama pada ikan yang berukuran besar, dimana ikan lemuru betina lebih banyak dari pada jantan (Gambar 2 a ).
14.0-15.0 15.0-16.0 16.0-17.0 17.0-18.0 18.0-19.0 19.0-20.0 Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown (521) (678) (840) (519) (51) (2) (a) (627) (1057) (209) (527) (51) (149) ( b ) Gambar 2. Rasio jenis kelamin ikan lemuru menurut: a) struktur ukuran dan (b) daerah penangkapan Figure 2. Sex Ratio of Bali Sardinella according to: a) size structure and b) fishing ground Rata-rata Ukuran Panjang Populasi Tertangkap (Lc) dan Pertama Kali Matang Gonad (Lm) Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ikan lemuru yang tertangkap di perairan Selat Bali memiliki ratarata ukuran panjang (Lc) sebesar 14,23 cm (Gambar 3). Ikan lemuru betina mengalami matang gonad untuk pertama kalinya pada ukuran panjang cagak 18,9 cm atau pada kisaran antara 18,4-19,4 cm. Sedangkan ikan lemuru jantan berada dalam kondisi matang gonad untuk pertama kalinya pada ukuran panjang 17,78 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan lemuru betina mengalami matang gonad pada ukuran yang lebih besar dibandingkan ikan lemuru jantan.
TKG, IKG dan Musim Pemijahan Secara umum terdapat korelasi antara ukuran panjang dengan tingkat kematangan gonad ikan. Semakin besar ukuran ikan semakin berkembang pula tingkat kematangan gonadnya. Tingkat kematangan gonad juga berpengaruh pada indeks kematangan gonad, yaitu semakin matang gonad ikan maka indeks kematangan gonad semakin tinggi ( Gambar 4). Hasil pengamatan visual tingkat kematangan gonad (TKG) menunjukkan lebih dari 90% ikan lemuru betina dan jantan adalah ikan-ikan belum matang (TKG I dan II). Ikan lemuru immature ditemukan di seluruh zona penangkapan di Selat Bali. Ikan lemuru betina dengan gonad yang sudah matang (TKG III dan IV) ditemukan
Gambar 3.Frekuensi kumulatif dari distribusi frekuensi panjang ikan lemuru di perairan Selat Bali Figure 3. Cumulative frequency of the length frequency distribution of Bali sardinella caught from Bali Strait waters pada perairan Selat Bali bagian selatan atau zona I dan VI masing-masing 19 dan 48 ekor. Sedangkan ikan lemuru jantan yang matang gonad ditemukan pada zona I, II dan VI masing-masing berjumlah 22, 19 dan 14 ekor. Sedangkan tahapan “mijah salin” (spent) ditemukan pada bulan November 2010 dan September 2011 (Gambar 5). Perkembangan kematangan gonad pada umumnya ditunjukkan oleh indeks kematangan gonad (Gonad somatic index atau GSI) yang nilainya berfluktuasi setiap bulan. Hasil pengamatan menunjukkan GSI ikan betina berkisar antara 0,03–14,4% (rata-rata 0,53%), sedangkan pada ikan jantan GSI antara 0,02–10,7% (rata-rata 0,47%). Gonad somatic index ikan lemuru jantan dan betina memiliki puncak pada bulan September (2010 & 2011), kemudian menurun pada bulan Oktober. NIlai GSI pada bulan September 2010 dan 2011 berturut-turut adalah 5,5% dan 14,4%.
22.0 15
I II III IV V I II III IV V TKG / Gonad stage maturity TKG / Gonad stage maturity Gambar 4. Perkembangan tingkat kematangan gonad berdasarkan (a) ukuran panjang dan (b) nilai GSI pada ikan lemuru betina Figure 4. Development of gonad maturity state according to (a) length of fish and (b) GSI for female of Bali sardinella
Gambar 5. Tingkat kematangan gonad ikan lemuru menurut bulan penelitian dan zona penangkapan; (a) betina dan (b) jantan Figure 5. Gonad maturity stage of bali sardinella based on month and fishing zone; (a) female and (b) male Daerah penangkapan/fishing ground Daerah penangkapan/fishing ground Gambar 6. Fluktuasi indeks kematangan gonad ikan lemuru (S.lemuru) menurut waktu penelitian dan zona penangkapan : ( a) betina dan (b) jantan Figure 6. Fluctuation of gonado somatic index of Bali sardinella (S.lemuru) based on month and fishing zone: (a)
female and (b) male BAHASAN Pengamatan terhadap nibah kelamin ikan lemuru sangat penting karena untuk mengetahui keseimbangan populasi ikan jantan dan betina. Hasil penelitian tentang nisbah kelamin ikan lemuru saat ini sama dengan penelitian oleh Merta (1992a) yang menyebutkan bahwa jumlah ikan lemuru betina sedikit lebih banyak dibanding ikan jantan pada Agustus 1989 hingga Juli 1990. Namun dengan uji chi-kuadrat didapatkan hasil nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina berada dalam keadaan seimbang. Kondisi nisbah kelamin yang seimbang secara keseluruhan juga ditemukan oleh Ritterbush (1975) & Setyohadi (2010) di perairan Selat Bali; Mahrus (1995) di perairan Selat Alas; Burhanuddin et al. (1984) pada Sardinella sirm di Pulau Panggang; Tampubolon et al. (2002) pada Sardinella longiceps di Teluk Sibolga. Nisbah kelamin digunakan untuk melihat populasi ikan dalam mempertahankan kelestariannya. Agar kelestarian populasi tetap terjaga idealnya rasio jenis kelamin berada pada keadaan seimbang atau jumlah ikan betina lebih banyak (Wahyuono et al., 1983). Perbandingan rasio kelamin ikan lemuru pada tiap kelompok ukuran dan zona daerah penangkapan cenderung berbeda. Pada kelompok ukuran 13,0-16,9 cmFL rasio jenis kelamin jantan dan betina cenderung seimbang. Sedangkan pada kelompok 17,0-19,9 cmFL rasio jenis kelamin berada dalam kondisi tidak seimbang dimana ikan betina lebih banyak dibanding jantan. Pada daerah penangkapan zona II, V dan VI ikan lemuru betina lebih banyak dari ikan jantan. Sedikitnya jumlah ikan jantan diduga disebabkan umur ikan jantan telah memasuki penuaan dan lebih cepat mati akibat laju pertumbuhannya yang lebih cepat daripada ikan betina. Menurut Balan (1973) dalam Merta (1992a) & Dulkhead (1968), rasio ikan jantan dan betina ikan Sardinella longiceps yang tertangkap di perairan Mangalore dan Kochin (India) tidak berbeda nyata. Untuk ikan yang belum matang gonad, ikan betina lebih banyak daripada ikan jantan, sedangkan untuk ikan-ikan yang telah memijah (spent) adalah sebaliknya (Radhakhrisnan, 1969 dalam Merta, 1992). Fenomena ini disebabkan ikan-ikan betina mortalitasnya lebih tinggi saat setelah memijah (Bal & Rao, 1984 dalam Merta, 1992). Rata-rata ukuran pertama kali matang gonad ( length at first maturity) didefinisikan sebagai ukuran panjang dimana diperoleh 50% kumulatif persen frekuensi ikan dalam kondisi matang gonad. Ikan lemuru betina memiliki ukuran yang lebih panjang dibanding ikan lemuru jantan pada saat pertama matang gonad. Menurut Udupa (1986), ukuran ikan pada waktu matang gonad pertama (Lm) adalah bervariasi antar spesies dan di dalam spesies itu sendiri sehingga ikan-ikan pada kohort atau ukuran yang sama tidaklah perlu mendapatkan kematangan gonadnya yang pertama pada suatu umur atau panjang yang sama pula. Nilai Lm ikan lemuru jantan dan betina pada penelitian ini berturut-turut adalah 17,78 dan 18,91. Menurut Wujdi et al. (2012), ukuran tersebut dicapai pada saat ikan lemuru di perairan Selat Bali berumur antara 1,4 hingga 2 tahun. Merta & Badrudin (1992) mendapatkan nilai Lm yang lebih kecil yaitu 17,6 cm untuk ikan lemuru betina. Sedangkan Setyohadi (2010) memperoleh nilai Lm ikan lemuru betina pada ukuran 17,5 cmTL. Secara umum ikan lemuru mengalami kematangan gonad yang pertama terjadi pada kisaran panjang antara 65-75% dari panjang maksimum (Setyohadi, 2010). Hasil penelitian ini diperoleh nilai rata-rata ukuran ikan lemuru yang tertangkap (Lc) dengan ukuran panjang cagak 14,23 cm atau saat ikan berumur antara 0,8 sampai 1 tahun (Wujdi et al., 2012). Nilai Lc pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian Setyohadi et al. (1998), dimana diperoleh nilai Lc = 15,9 cm. Dwiponggo et al. (1986) memperoleh Lc yang lebih kecil daripada penelitian ini yaitu 13,5 cm. Perbedaan tersebut diduga dipengaruhi oleh perbedaan distribusi panjang ikan yang menjadi contoh saat pengamatan. Disamping itu juga dipengaruhi oleh jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan lemuru. Sampel ikan yang tertangkap oleh alat tangkap bagan dan payang biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil. Panjang ikan lemuru pertama kali tertangkap pada penelitian ini lebih kecil dari ukuran panjang ikan pertama kali matang gonad (Lc < Lm). Hasil ini menunjukkan bahwa ikan-ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin kebanyakan ikan muda dan belum mengalami matang gonad (immature). Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran mata jaring pukat cincin yang digunakan terlalu kecil yaitu sekitar ¾ inchi dan dioperasikan di daerah-daerah dan waktu-waktu yang bertepatan dengan melimpahnya ikan lemuru muda. Terkait dengan hal tersebut diatas disarankan penggunaan alat tangkap pukat cincin dapat menggunakan mata jaring yang lebih besar daripada mata jaring yang digunakan pada saat ini. Apabila kegiatan penangkapan pukat cincin terus menggunakan mata jaring dengan ukuran seperti saat ini dikhawatirkan akan mengakibatkan proses rekruitmen terhambat karena banyaknya ikan tertangkap yang belum matang gonad. Ukuran rata-rata ikan betina semakin besar sesuai dengan tingkat kematangannya yang disebabkan oleh pertambahan berat gonad dan ukuran telur sehingga ikan yang gonadnya semakin matang akan memiliki Indeks Kematangan Gonad yang semakin tinggi pula. Sangat rendahnya nilai GSI rata-rata tersebut menunjukkan terlalu banyaknya ikan tertangkap berukuran kecil yang umumnya masih dalam kondisi belum matang gonad (immature) dengan berat gonad yang masih ringan. Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa distribusi nilai TKG dan IKG ikan memiliki nilai tertinggi pada bulan September. Berdasarkan hal tersebut musim pemijahan ikan lemuru diprediksi dimulai pada bulan September hingga 1 atau 2 bulan setelahnya (Oktober atau November) dan menyebar pada Zona VI (bagian selatan perairan Selat Bali dekat paparan pulau Bali). Oleh karena itu, nelayan disarankan untuk tidak melakukan aktivitas penangkapan di wilayah tersebut pada periode bulan September hingga November. Hal ini senada dengan hasil penelitian Wudianto (2001), dimana sebaiknya nelayan tidak melakukan penangkapan pada saat ikan lemuru masih berukuran kecil (sempenit) yaitu antara bulan September hingga Oktober. Menurut Merta et al. (2000) semakin ke selatan ukuran ikan lemuru yang ditemukan semakin besar. Sedangkan Wudianto (2001) melalui survey akustik menemukan ikan lemuru berukuran besar (>17cm) terkonsentrasi di bagian tengah dan selatan Selat Bali. Terdapat perbedaan musim pemijahan pada periode penelitian Agustus 2010-Desember 2011 dengan penelitian sebelumnya. Menurut Merta (1992b), berdasarkan pengamatan visual terhadap gonad dan kondisi memijah salin (spent) pada ikan lemuru betina musim pemijahan ikan lemuru di Selat Bali terjadi dalam beberapa bulan, yaitu Mei sampai Agustus dan September dengan puncaknya terjadi pada bulan Juli. Menurut Dwiponggo (1972), Ritterbush (1975) dan Burhanuddin, et al. (1984), musim pemijahan ikan lemuru bertepatan dengan terjadinya proses penaikan air laut (upwelling) di perairan Selat Bali. Selanjutnya menurut Burhanuddin & Praseno (1982), upwelling terjadi pada musim timur yaitu pada bulan Juni-Agustus. Dengan adanya proses penaikan massa air (upwelling) diperkirakan tersedia nutrient yang cukup di perairan Selat Bali sehingga ikan lemuru melakukan pemijahan pada waktu yang bertepatan dengan terjadinya upwelling. KESIMPULAN 1. Rasio jenis kelamin ikan lemuru jantan dan betina secara keseluruhan adalah seimbang dan pada ikan yang matang gonad jenis kelamin betina lebih banyak dibandingkan jantan sehingga kelangsungan rekruitmen dapat terjaga. 2. Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad ( Lm) ikan lemuru lebih besar daripada ukuran panjang populasi tertangkap (Lc). Dengan demikian sebagian besar ikan lemuru tertangkap belum memijah. Hal ini sangat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan lemuru. 3. Indeks kematangan gonad ikan lemuru berfluktuasi dan memiliki nilai tertinggi pada bulan September 2010 (5 ,5%) dan September 2011 (14,4%). Adapun musim pemijahan ikan lemuru diprediksi dimulai pada bulan September hingga Oktober atau November berlokasi di bagian selatan perairan Selat Bali mendekati paparan pulau Bali. Sebaiknya wilayah ini perlu dilindungi dengan cara penutupan area (closing area) atau penutupan musim (closing season) sehingga spawning stock ikan lemuru dapat terjamin. PERSANTUNAN Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Lemuru di Selat Bali kerjasama penelitian antara Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan Kerajaan Norwegia pada tahun 2010-2011 dengan judul Capacity Buliding in Fisheries and Aquaculture. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Norwegia atas bantuan dana untuk penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin & D.P. Praseno. 1982. Lingkungan Perairan Selat Bali. Prosiding Seminar Perikanan Lemuru, Banyuwangi 18-21 januari 1982. p. 27-32. Burhanuddin, M. Hutomo, S. Martosewojo & R. Moeljanto. 1984. Sumberdaya Ikan Lemuru. LON-LIPI, Jakarta. 70 p. Dulkhead, M.H. 1968. Sex Ratio and Maturity Stages of the Oil Sardine, Sardinella longiceps Val from Mangalore Zone. Indian Journal Fisheries. 15 (1&2): 116-126. Dwiponggo, A. 1972. Perikanan dan penelitian pendahuluan kecepatan pertumbuhan lemuru (Sardinella longiceps) di Muncar, Selat Bali. LPPL (021): p. 117-143. Dwiponggo, A., T. Hariati, S. Banon, M.L. Palomares, & D. Pauly. 1986. Growth, mortality and recruitment of commercially important fishes and penaeid shrimp in Indonesia waters. ICLARM Technical Report. 17. 91 p. Effendie, I. M. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor. 163 p. Holden, M. J., & D. F. S. Raitt. 1974. Manual of fisheries science. Part 2: Methods of recources investigation and their application. FAO Fish. Tech. Pap. (115): 214 p. Mahrus. 1995. Studi tentang Reproduksi Ikan Lemuru (S. lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. Thesis (Tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana, Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. 84 p. Merta, I.G.S. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru, Sardinella lemuru Bleeker 1853. (Pisces: Clupeidae) di Perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi (Tidak dipublikasikan). Program Pasca Sarjana-IPB. Bogor. 201 p. ___________. 1992a. Beberapa Parameter Biologi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) dari Perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. (67): p. 1-10. ___________. 1992b. Review Of The Lemuru In The Bali Strait. Journal Marine Resources Fisheries. Inst. 67: 91-105. Merta, I.G.S & M. Badrudin. 1992. Dinamika Populasi dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Lemuru di Perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. (65): 1-9. Merta, I.G.S, K. Widana, Yunizal & R. Basuki. 2000. Status of the lemuru fishery in Bali Strait; Its development and progress. Papers presented at the workshop on the fishery and the management of Bali Sardinella (Sardinella lemuru) in Bali Strait, Denpasar 6-8 April 1999 . FAO. Rome. 76 p. Ritterbush, S.W. 1975. An Assessment of Population Biology of The Bali Strait Lemuru Fishery. LPPL. 1/ 75- PL. 051/75. 37 p. Setyohadi, D., D. Sutipto, & D.G.R. Wiadnya, 1998. Dinamika populasi ikan lemuru (Sardinella lemuru) serta alternatif pengelolaannya. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Hayati. Lembaga Penelitian Unibraw. 10 (1): 91-104. Setyohadi, D. 2010. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di Selat Bali: Analisis Simulasi Kebijakan Pengelolaan 2008-2020. Disertasi ( tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 339 p. Suwarso. 2010. Recording of Catch Landings and Fishery Modeling. Sampling Procedure. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Balitbang Kelautan dan Perikanan. 3 p. Tampubolon, R.V., Sutrisno. S., & M.F. Rahardjo. 2002. Aspek Biologi Reproduksi dan Pertumbuhan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps C.V.) di Perairan Teluk Sibolga. Jurnal Iktiologi Indonesia. 2 (1): 1-7. Udupa, K. S. 1986. Statistical method of estimating the size of first maturity in fish. Fishbyte. ICLARM. Manila. 4 (2): 8-10. Wahyuono, H., S. Budihardjo, Wudianto, & R. Rustam. 1983 . Pengamatan parameter biologi beberapa jenis ikan demersal di perairan Selat Malaka, Sumatera Utara. Laporan Penelitian Perikanan Laut. 26: 29-48.
Wudianto. 2001. Analisis Sebaran dan Kelimpahan Ikan Wujdi, A. Suwarso & Wudianto. 2012. Beberapa Parameter Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Perairan Populasi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru, Bleeker 1853) Selat Bali; Kaitannya dengan Optimasi Penangkapan. di Perairan Selat Bali. Bawal. 4 (3): 177-184. Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Program Pascasarjana IPB. Bogor. 215 p.
Salam jumpa kembali teman angler sekalian, setelah beberapa hari yang lalu admin Tips Dan Trik Mancing Tenggiri kini admin akan menambahkan lagi informasinya dengan Tips Dan Trik Mancing Baronang. Memancing ikan baronang yaitu sebuah teknik mancing sederhana namun dengan sensasi yang membuat para pemancingnya tergila-gila dan lagi biaya untuk mancing baronang tergolong murah alasannya yaitu melakukannya cukup dipinggir dermaga, watu pemecah ombak dan lokasi lain yang tak jauh dari daratan. Umpan yang digunakanpun tidaklah butuh biaya mahal untuk didapat.
SEDIKIT INFO TENTANG BARONANG
Baronang yaitu kelompok Rabbit Fish atau ikan herbivora tapi tidak menolak umpan udang rebon, nasi, cumi, kerang hijau, pisang dll. Ikan ini selalu bergerombol mencari makan lumut atau teritip yang melekat di bebatuan, tiang-tiang dermaga, karang atau bagan.
ALAT YANG DIBUTUHKAN UNTUK MEMANCING BARONANG
1 Joran Tegek – jenis joran ini tidak ada ring ( cincin ), tanpa dudukan reel dan biasanya terdiri dari 7-8 ruas yang panjangnya hingga 5,5 meter. Joran tegek untuk baronang yang cocok yaitu jenis yang kaku (hard tapper) secara keseluruhan namun lentur pada ruas 2-3.
2 Kenur Atau Tali Pancing – Kenur yang digunakan ialah yang trasnparan dengan kekuatan beban maksimal 10lbs s/d 12lbs. Kenur ini diikatkan diujung joran, biasanya ada tali yang melekat pada joran. Panjang kenur diadaptasi dengan panjang joran dan kedalaman air dilokasi mancing. Untuk memudahkan pemasangan umpan dan mengambil hasil tangkapan sebisa mungkin kenurnya jangan lebih panjang dari jorannya cukup 3/4 panjang joran atau 1/2 dari panjang joran
3 Pelampung – untuk pelampung baronang dibedakan dalam 2 tipe tergantung pada teknik memancingnya yang teman angler lakukan, ada pelampung gantung dan pelampung celup. Pelampung untuk mancing baronang ditandai dengan lubang ditengahnya dari atas tembus bawah untuk dapat memasukan kenur dan penjepit. Sedangkan bentuknya ada yang bulat, lonjong, kerucut gasing dsb. Sedangkan warna biasanya kontras dengan air laut supaya memudahkan teman angler melihat getaran pelampung tersebut.
4 Mata kail garong – mata pancing yang digunakan yaitu jenis garong terdiri dari 6 hingga 8 mata pancing disatukan dengan solder maupun di ikat, bentuknya menyerupai pada gambar. Ukuran pancing yang digunakan biasanya nomor 5-6. untuk baca teknik ini mampu langsing di Mancing Baronang Dengan Teknik Garong
5 Penjepit umpan – ini maksudnya yaitu untuk menjepit umpan dengan kenur, yang sering digunakan yaitu timah daun, stopper, karet, bahkan kenur pancing itu sendiri.
6 Perlengkapan lain – Sarung tangan, melindungi tangan dari duri baronang yang mengandung racun, Topi melindungi kepala, kacamata untuk melindungi mata dari sinar matahari ultra violet yang merusak pengelihatan. Sepatu yang sesuai untuk melindungi kaki dari watu tajam dan karang, tak jarang pemancing harus masuk kedalam air tergantung lokasinya. Coolbox atau icebox kawasan ikan kawasan menaruh tangkapan atau mendinginkan minuman yang teman bawa.Jangan lupa membawa konsumsi untuk isi perut 😀
LOKASI Ikan baronang biasanya gerombolan mencari lumut atau teritip yang melekat di bebatuan, karang, tiang-tiang dermaga atau bagan, maka kawasan yang sempurna untuk memancing baronang adalah: 1. Dermaga, baronang sangat senang bersembunyi di erat tiang tiang dermaga 2. Rumpon kerang Hijau , baronang sangat menyukai kerang hijau 3. Sekitar karang atau batrean atau pemecah ombak terutama yg banyak lumut. 4. Kapal karam.
UMPAN
Umpan yang digunakan untuk memancing baronang, yang paling umum yaitu lumut hijau. Baronang dimanapun menyukai ini. Selain itu kita mampu gunakan umpan alternatif lain menyerupai lumut lumpur, lumut merah, nasi lumat, bakwan, kerang hijau, cumi, udang, daging kepiting, pisang, dll.
Rasanya cukup sekian artikel Tips Dan Trik Mancing Baronang ini semoga bermanfaat buat teman angler sekalian jika ada salah dan teman angler ingin menunjukkan kritik dan sarannya silahkan tinggalkan komentar di bawah ya, terimakasih dan hingga jumpa lagi.
Jenis Ikan Kerapu Termahal Di Dunia : Salam jumpa kembali sobat angler mania dengan Kepri Fishing, cukup lama kami tidak melaksanakan update di web ini, mudah mudahan info berikut dapat menunjukkan manfaat pada sahabat pancing sekalian dalam mengenal dan mengetahui tumpuan ikan kerapu termahal.
Pembahasan dan rincian perihal ikan grouper ini pernah kita bahas di artikel sebelumnya dengan judul Jenis Jenis Ikan Kerapu. Untuk melengkapi info sebelumnya tersebut kami berinisiatip melengkapinya dengan Jenis Ikan Kerapu Termahal supaya dapat menjadi tumpuan para pemancing sekalian.
Seperti terlihat pada gambar di atas ialah jenis ikan kerapu tikus atau di sebut juga dengan kerapu bebek. Ikan ini ialah jenis ikan kerapu termahal dari semua jenis keluarga grouper yang ada. Ikan dengan nama ilmiah Chromileptes Altivelis ini juga di sebut Barramundi Cod.
Untuk rentang harga yang di bandrol pada ikan ini ialah 200 ribu lebih dengan berat di bawah 0,9 Kg sedangkan yang berbobot di atas 0,9 Kg harganya semakin fantastis yaitu 500 ribu atau lebih. Harga tersebut hanya untuk jenis ikan yang di budidayakan atau hidup dalam keramba.
Bila sobat angler mendapatkannya saat mancing dan tetap hidup sampai pemasaran harga ikan ini akan semakin fantastis yaitu mencapai jutaan dengan kisaran 3 sampai 4 juta per kilogramnya.
Kerapu sunu atau kerapu sonok ialah jenis ikan grouper yang termahal ke dua. Karena ikan ini memiliki 2 jenis warna yaitu merah dan hitam, maka kerapu sunu merah lah yang lebih mahal dari pada kerapu sunuk hitam. Rentang harga dari ikan ini untuk per 1 Kg nya ialah kira kira 150 sampai 500 ribu rupiah dalam keadaan hidup.
Istilah suhu permukaan laut secara umum sering digunakan dalam bidang kelautan maupun perikanan, yang merupakan bagian dari suhu perairan secara keseluruhan. Dalam bidang perikanan, suhu permukaan laut adalah salah satu parameter fisik oseanografi yang digunakan untuk menganalisis daerah penangkapan ikan (fishing ground), dan merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan.
Suhu permukaan laut mempengaruhi aktifitas metabolisme maupun pekembangbiakan dari organisme-organisme yang ada di perairan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika banyak dijumpai barmacam-macam jenis hewan yang terdapat di berbagai tempat perairan di dunia (Hutabarat dan Evans, 2000).
Ilahude (1999), menjelaskan bahwa salah satu parameter oseanografi yang mencirikan massa air di lautan ialah suhu. Massa air yang terdapat di laut berbeda-beda karakteristiknya dari satu tempat ke tempat lain. Untuk menandai berbagai macam karakteristik massa air tersebut dipakai parameter suhu sebagai indikator, karena itu karakter sebaran suhu dipakai untuk mengetahui adannya sebaran massa air.
Pada saat ini informasi tentang SPL (suhu permukaan laut) dapat dilihat dan ditelaah dengan menggunakan citra suhu permukaan laut telah banyak diaplikasikan untuk perikanan dan pemanfaatan sumberdaya hayati laut. Untuk penentuan suhu permukaan laut dari satelit pengukuran dilakukan dengan radiasi infra merah pada panjang gelombang 3-14 µm. Pengukuran spektrum inframerah yang dipancarkan oleh permukaan laut hanya dapat memberikan informasi suhu pada lapisan permukaan sampai kedalaman tertentu.
Dari pola distribusi citra suhu permukaan laut dapat dilihat fenomena oseanografi seperti upwelling, front dan pola arus permukaan. Daerah yang mempunyai fenomena tersebut umumnya merupakan perairan yang subur. Dengan diketahuinya daerah perairan yang subur tersebut maka daerah penangkapan ikan dapat diketahui, karena migrasi ikan cenderung ke perairan yang subur.
Menurut Lasker et al (1981) menunjukan bahwa citra suhu permukaan laut dapat digunakan untuk mendeteksi daerah bertelur (spawning ground) ikan anchovy di Teluk California Selatan. Walaupun citra suhu permukaan laut tersebut hanya menggambarkan keadaan sesaat sebaran suhu permukaan laut di daerah studi, akan tetapi fenomena yang terjadi berubah sangat lambat, sehingga untuk kondisi beberapa hari distribusi suhu tersebut dapat dianggap sama.
Berikut adalah contoh distribusi suhu permukaan laut (SPL) di Indonesia dalam beberapa tahun :
Distribusi SPL pada bulan Februari 2012 berkisar antara 28,8-33,2 derajat Celcius
Distribusi SPL pada bulan Maret 2008 berkisar antara 31-33,2 derajat Celcius
Distribusi SPL pada bulan November 2011 berkisar antara 28,8-33,2 derajat Celcius
Distribusi SPL pada bulan Agustus 2010 berkisar antara 26,6-31,0 derajat Celcius
Sebaran suhu permukaan laut pada peta SPL diatas dapat dilihat bahwa suhu cenderung relatif rendah pada bulan Agustus dimana terjadi musim timur, dimana terlihat di samudera Indonesia (berwarna hijau) yang menandakan terjadinya upwelling dan suhu relatif mulai tinggi pada bulan November, Maret dan Februari dimana terjadi musim barat ke peralihan.
Sebesar 70 % wilayah bumi ini adalah perairan. Wilayah perairan terbesar merupakan perairan samudra yang telah dikenal luas memiliki volume terbesar yang memenuhi permukaan bumi. Dari wilayah tersebut hanya 10 % nya saja yang merupakan wilayah yang berbatasan dengan benua dan pulau dari samudra yang dapat didiami oleh organisme-organisme umum yang mudah dikenali. Berati sebesar 90 % nya merupakan suatu wilayah yang sulit dijangkau dan memiliki karakteristik khusus yang sulit untuk didiami mahluk hidup. Inilah bagian dasar samudra yang gelap dan dingin sepanjang tahun itu. Bagian terluas dari lautan ini merupakan bagian yang tidak mudah untuk dijangkau, gelap dan dingin sepanjang tahun tersebut dinamakan zona laut dalam.(Nyibakken,1988)
Zona laut dalam masih memiliki berbagai misteri yang belum sepenuhnya dapat di pecahkan dengan ilmu pengetahuan saat ini. Karena letaknya yang begitu sulit untuk dijangkau dan keadaannya yang akstrim, membuat para ilmuan berjuang dalam memecahkan misteri kehidupan laut dalam ini. Namun setidaknya untuk saat ini telah hadir kapal-kapal selam yang mampu untuk mencapai kedalaman laut tersebut sehingga dapat membantu para ilmuan untuk mengetahui sebagian dari habitat perairan tersebut.
Saat ini kita lebih mengenal habitat perairan yang lebih dekat dengan kehidupan kita, padahal 90% dari habitat perairan di bumi ini merupakan daerah dimana kehidupannya sangat jauh dari aktivitas manusia. Bukankah munkin saja habitat tersebut memiliki peran penting bagi kelangsungan kehidupan dibumi ini. Dewasa ini telah diketahui bahwa Laut dalam ini merupakan sumber dari berbagai bahan yang berguna bagi manusia bahkan tempat akhir berbagai macam sampah. Maka dari itu, perlu dipelajari lebih lanjut mengenai habitat laut dalam ini.
A. Zonasi Laut Dalam
Bagian laut dalam ini merupakan zona dibawah kedalaman yang dapat ditembus sinar matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan benua (>200m). Laut dalam diliputi suasana gelap gulita sepanjang tahun karena wilayah tersebut tak pernah tersentuh sinar matahari. Apabila perairan dibagi menjadi zona fotikdan afotik, maka wilayah ini masuk dalam zona afotik. Diperairan tropis zona afotik dimulai dari kedalaman ~ 600 m, sedangkan diperairan beriklim sedang zona ini dimulai dari kedlaman ~100 m. (Nyibakken,1988)
Zonasi dasar laut dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Zona Pelagik
Zona ini merupakan bagian yang organismenya berasosiasi dengan perairan terbuka. Organisme di zona ini lebih dikenal karena lebih mudah untuk didapatkan daripada organisme di zona bawahnya.Zona Pelagik terdiri dari:
– Zona Mesopelagik
Zona ini merupakan zona pelagik yang berada di bawah zona fotik. Banyak penghuni zona ini yang melakukan migrasi ke zona fotok (eufotik)pada malam hari. Penghuninya kebenyakan memiliki mata yang telah berkembang dengan baik dan berbagai organ penghasil cahaya. kebanyakan spesies ikan penghuni zona ini berwarna hitam, sementara udang-udangan yang hidup berwarna merah. Pengetahuan tentang zona ini lebih banyak yang diketahui karena zona ini lebih mudah dicapai daripada zona-zona dibawahnya. Zona ini membentang 700 m hingga 1000 m dari batas zona eutrofik ke arah dasar perairan. batas bawahnya tergantung pada lokasi perairan, kecerahan, dan dari faktor – faktor lainnya.
Oleh Hedgpeth (1957), wilayah dibawah zona mesopelagik dibagi lagi menjadi:
– Zona Batipelagik dan Zona Abisal Pelagik
Batas antara kedua Zona ini tidak terlalu jelas dan organisme yang berada di kedua zona ini tidak sebanyak yang berada di zona mesopelagik. Penghuni di kedua zona ini cenderung berwarna putih atau tidak berwarna serta memiliki mata serta organ penghasil cahaya yang rendah tingkat perkembangannya. Kolom air di daerah palung dinamakan zona Hadal Pelagik.
2. Zona Bentik
Zona bentik merupakan wilayah yang organismenya berasosiasi dengan dasar lautan. Penghuni zona bentik dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penghuni zona Abisal
Penghuni zona ini menempati dasar laut dalam yang merupakan kawasan terluas di dasar laut.
b. Penghuni Zona Hadal (ultra abisal).
Penghuni zona ini menempati daerah dasar palung-palung yang sangat dalam.
Gambar zonasi perairan laut:
Zonasi pelagik laut dalam dimulaidari batipelagik, abisal pelagik, dan hadal pelagik sedangkan untuk zonasi bentik laut dalam adalah zona abisal dan zona hadal.
B. Faktor yang mempengaruhi kehidupan di laut dalam
1. Suhu
Daerah termoklin atau daerah dimana terjadi perubahan suhu drastis berkisar antara 100 meter hingga hampir satu kilometer. Setelah daerah termoklin, suhu air akan sangat dingin dan jauh lebih homogen dibandingkan pada daerah termoklin. Semakin dalam suhu akan semakin turun tetapi laju perubahannya jauh lebih lambat dari pada suhu pada daerah termoklin. Dikedalaman 3000-4000m masa air dapat dikatakan isotermal, suhu tidak berubah dalam jangka waktu yang lama dan tidak dipengaruhi oleh musim maupun tahun. Mungkin tidak ada habitat lain dibumi yang suhunya sekonstan habitat laut dalam ini.(Nyibakken,1988)
2. Cahaya
Laut dalam memiliki keadaan yang gelap gulita kecuali sebagian dari zona mesopelagik yang dalam kondisi dan waktu tertentu masih ada sedikit cahaya matahari. Karena wilayahnya yang gelap gullita sepanjang masa dan internsitas cahaya sangat rendah, maka fotosintesis tidaka akan berlangsung. Maka dari itu di wilayah ini tidak ada produksi primer. Cahaya di wilayah laut dalam ini merupakan cahaya yang dihasilkan oleh hewan laut dalam tertentu. Keadaan yang gelap gulita ini memaksa penghuni-penghuninya untuk memiliki indra-indra khusus guna mendeteksi makanan, predator dan lawan jenis untuk tujuan reproduksinya serta mempertahankan bermacam-macam asosiasi intra maupun antar spesies untuk kelangsungan hidupnya.
3. Salinitas
Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama dapat dikatakan konstan. Walaupun terdapat sedikit perbedaan-perbedaan, tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata.
4. Oksigen
Oksigen yang terlarut dalam masa air laut dalam masuk ketika masuk ketika masa air ini masih merupakan masa air permukaan. Hampir seluruh masa air laut dalam dulunya merupakan masa air permukaan samudra artik dan antartika. Disini masa air yang dingin dan kaya oksigen tenggelam dan kemudian mengalir kearah utara dan selatan untuk menjadi bagian dari masa air laur dalam. (Nyibakken,1988)
Respirasi organisme laut dalam dan tidak adanya penambahan oksigen di laut dalam menyebabkan kadar oksigen sangat menurun. Kadar oksigen ini menurun setelah 20 m diatas dasar laut dalam dan di dekat wilayah yang kepadatan organismenya paling tinggi. Namun di laut dalam ada wilayah yang disebut zona oksigen minimun yang terletak di kedalaman 500 – 1000 m, yang keadaan zona dibawahnya lebih kaya oksigen. Hal ini dikarenakan respirasi di zona oksigen minimum ini sangat cepat karena kepadatan organismenya yang tinggi dan disamping itu peristiwa ini sejalan dengan tidak adanya penukaran masa air yang kaya oksigen. Di zona bawahnya kepadatan organisme sangat rendah sehingga oksigen tidak secara nyata berkurang. Sedangkan di atas kedalaman 500m, oksigen masih dapat dihasilkan dari perairan atas.(Nyibakken,1988)
5. Tekanan Hidrostatik
Dari semua faktor lingkungan di laut dalam yang menunjukkan kisaran terbesar adalah tekanan hirostatik. Bertambahnya kedalaman setiap 10 m tekanan naik sekitar 1 atm. Karena kedalaman laut dalam berkisar 100 hingga 10.000m, maka tekanannya dapat mencapai lebih dari 1000 atmosfer.sebagian laut dalam bertekanan hidrostatik antara 200 hingga 600 atm. (Nyibakken,1988)
Dari penelitian para ahli yang mencoba mengkultur bakteri laut dalam dalam kondisi tekanan hirostatik yang berbeda, bakteri akan berhenti tumbuh dan berkembang biak pada tekanan yang rendah, dan tetap aktif pada tekanan habitatnya. Hal ini menunjukkan bahwa penghuni laut dalam memiliki adaptasi khusus terhadap tekanan hidrostatik yang tinggi.(Nyibakken,1988)
6. Persediaan makanan
Laut dalam tidak memiliki lokasi dimana produksi primer dapat berlangsung kecuali diaderah dimana terdapat bakteri kemosintetik.Karena itu semua organisme penghuni laut dalam menggantungkan makanannya pada produksi dari tempat lain yang dapat melakukan forosintetis. Pakan ini kemudian diangkut atau terangkut ke laut dalam.(Nyibakken,1988)
Pakan yang tenggelam biasanya berupa pakan pelet tinja organisme di laut permukaan atau kulit crustacea yang lepas pada saat molting. Karena kebanyakan organisme tidak dapat mencerna kitin dari kulit crustacea, biasanya kulit tersebut akan diserang oleh bakteri dan dicerna kemudian di keluarkan dalam bentuk pakan protoplasma bakteri. Akibatnya di dasar laut dalam banyak terdapat bakteri yang merupakan makanan dari organisme yang lebih besar. Bahkan kelimpahan organisme pemakan bakteri akan lebih banyak daripada organisme pelagik di kedalaman yang sama.
Pakan yang dapat langsung dimanfaatkan adalah organisme laut dalam adalag organisme yang pada saat larvanya berada di zona fotik dan dewasanya bermigrasi ke laut dalam dimana ia akan menjadi mangsa para predator. Jenis pakan lain yang dapat langsung dimanfaatkan adalah organisme mati yang berasal dari laut permukaan yang pada saat sampai ke dasar laut dalam belum seluruhnya habis dimakan oleh organisme lain di zona atasnya.
C. Adaptasi Organisme
Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Adaptasi tersebut seperti warna tubuhnya. Pada organisme mesopelagik ikan-ikannya berwarna hitam dan gelap sementara crustacea dan hewan lainnya berwarna ungu kelam atau merah. Dengan demikian organisme tersebut tidak akan tampak di perairan. Warna merah adalah warna pertama yang diadsorbsi oleh air laut, sehingga warna merah tersebut akan tampak seperti warna hitam. Pada organisme yang hidup di zona abisal dan hadal biasanya berwarna putih atau bahkan transparan da tidak berpigmen, tetapi ikan-ikannya berwarna hitam.
Dengan keadaan tanpa adanya cahaya matahari, tekanan tinggi, salinitas tinggi dan faktor – faktor khusus di laut dalam tersebut yang membuat organisme di daerah tersebut melakukan adaptasi, yakni :
1. Adapasi morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Secara morfologis, senjata pembunuh seperti rahang, tengkorak dan dimensi mulut mengalami perubahan pada organisme laut dalam. Ciri umum mereka adalah mulut yang melebar, rahang yang kuat dan gigi-gigi tajam. Mereka harus seoptimal mungkin mencari mangsa yang jarang di laut dalam. Kanibalisme juga sering terjadi di beberapa spesies.
Gambar ikan Linophryne bermulut besar dengan gigi yang tajam.
Pada organisme mosopelagik umumnya memiliki mata yang besar. Mata ini digunakan untuk memeksimalkan penglihatan pada intensitas cahaya yang begitu minim. Mata ini akan menangkap bayangan dari cahaya yang dihasilkan oleh organ penghasil cahaya. Ikan-ikan ini berenang dibagian atas zona mesopelagik yang masih sedikit terdapat cahaya dan bermigrasi ke zona epipelagik seaat malam hari, dan menggunakan matanya untuk mendeteksi adanya cahaya berintensitas rendah baik dari cahaya matahari maupun cahaya dari organ penghasil cahaya. Ikan-ikan ini memiliki penglihatan senja karena memiliki pigmen rodopsin dan kepadatan batang retina yang tinggi.
Gambar ikan Green Eyes bermata besar penghuni mesopelagik
Ikan penghuni zona abisal dan hadal biasanya tidak bermata, karena fungsi mata itu sendiri yang kurang berguna di zona tersebut. Mata ikan di zona ini tidak berkembang sehingga ikan bermata sangat kecil atau bahkan tidak memiliki mata.
Belut laut Gulper yang matanya tidak berkembang.
Adapun organisme yang memiliki mata tubuler yang berbentuk silinder pendek dengan lensa setengah lingkaran di ujung silinder. Mata tersebut memiliki dua retina. Retina yang yang satu untuk melihat jauh dan retina yang lain untuk melihat dekat.
Mata tubuler pada Genus Argyropelecus
Karena zona ini memiliki tekanan yang sangat besar yaitu mencapai 600 atm,maka makhluk hidup di lapisan ini memiliki kulit yang berongga dan tulang yang lunak dan fleksibel. Sehingga mereka mampu beradaptasi dengan tekanan tinggi.(http://budihermanto.blogdetik.com/)
2. Adaptasi fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada fungsi alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Di ekosistemlaut dalam dapat dikatakan tidak terdapat produsen karena tidak adanya sinar matahari yang menyebabkan tidak adanya proses fotosintesis pada ekosistem tersebut, sehingga biota laut dalam melakukan adaptasi fisiologi. Bentuk adaptasi fisiologi biota laut dalam adalah adalah organisme laut dalam mempunyai kapasitas untuk mengolah energi yang jauh lebih efektif dari makhluk hidup di darat dan zona laut atas. Mereka bisa mendaur energinya sendiri dan menentukan seberapa banyak energi yang akan terpakai dengan stok makanan yang didapat.
3. Adaptasi tingkah laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku terhadap lingkungannya. Beberapa organisme yang mengalami siklus reproduksi, akan mempunyai perilaku yang unik untuk menarik pasangannya di tengah kegelapan. Mereka akan memendarkan cahaya yang tampak kontras dengan kondisi sekitar yang serba gelap. Dalam ekosistem dasar laut sebisa mungkin mereka dapat memperoleh sumber energi atau makanan agar dapat bertahan hidup, oleh karena itu beberapa ikan yang hidup di ekosistem ini dilengkapi keahlian khusus agar dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan mangsa, seperti Ikan Fang Tooth yang memiliki tingkat agresifitas yang tinggi sehingga ketika ada mangsa yang lewat didepannya ia langsung dapat dengan cepat memakannya, karena memang tidak banyak hewan laut yang mampu hidup dalam ekosistem ini. Kemudian contoh lainnya adalah Ikan Hairyangler yang tubuhnya dipenuhi dengan atena sensitif, antena tersebut sangat sensitif sekali terhadap setiap gerakan, fungsinya untuk mendeteksi mangsa yang ada didekatnya. Di laut dalam sering terlihat cahaya yang berkedip-kedip, cahaya tersebut adalah Bioluminescence.
Bioluminescence adalah cahaya yang dapat dihasilkan oleh beberapa hewan laut, cahaya tersebut berasal dari bakteri yang hidup secara permanen didalam sebuah perangkap. Asosiasi dari organisme dan bakteri yang menghasilkan bioluminescence ini digunakan oleh hewan laut dalam sebagai alat perangkap atau alat untuk menarik mangsa, kurang lebih bioluminescence berfungsi sebagai umpan. Pada umumnya bioluminescence dimiliki oleh setiap hewan laut dalam, baik betina maupun jantan. Namun beberapa diantaranya ada yang hanya dimiliki oleh hewan laut betina. Cahaya bioluminescence yang dihasilkan biasa berwarna biru atau kehijauan, putih, dan merah. Walau sebagian besar bioluminescence digunakan untuk mekanisme bertahan hidup, namun beberapa diantara hewan laut dalam tersebut menggunakan bioluminescence untuk menarik lawan jenisnya. Asosiasi seperti ini merupakan adaptasi tingkah laku dari penghuni perairan laut bawah.
Bioluminescense pada Comb jellyfish dan Lightfish atau Bristlemouths
Benang penghasil cahaya padaIkan Idiacanthus sp.
Asosiasi juga ditampakkan pada ikan pemancing laut dalam yang ukuran tubuh jantan dan betina berbeda. Ikan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih kecil di banding yang betina, seperti terlihat pada gambar di atas. Ukuran ikan angler jantan hanya sebesar ibu jari. Ikan jantan mempunyai pengait untuk menempel pada ikan betina, begitu mengait dengan ikan betina kait ikan jantan akan terhubung dengan pembuluh darah ikan betina dan seumur hidupnya akan terus menempel pada ikan betina seperti parasit dan menghisap sari makanan dari tubuh sang betina. Jika ikan jantan gagal mengait pada ikan betina, maka ia akan mati kelaparan. Sementara si jantan akan selalu menyediakan spermanya untuk si betina.
Ikan jantan Ceratias jauh lebih kecil dari betinanya dan hidup sebagai parasit pada tubuh ikan betina.
Penutup
Habitat laut dalam dimulai dari zona dimulai dari zona mesopelagik hingga dasar laut dalam yang dapat mencapai zona hadal yang berada di palung yang dalam. Karena keadaannya yang dingin dan gelap sepanjang tahun dengan tekanan yang sangat tinggi maka organisme yang hidup memiliki adaptasi khusus di wilayah ini. Di zona ini tidak berlangsung proses fotosintetis sehingga pemenuhan makanpun tergantung dari produksi zona diatasnya, atau lebih kepada predasi dan pengurai. Bentuk-bentuk adaptasinya dapat berupa mata yang besar atau bahkan mata yang tidak berkembang, mata tubuler dengan retina ganda, Ukuran tubuh yang kecil atau bahkan raksasa, bentuk rahang dan gigi yang berbeda dengan biota perairan lain, bioluminescence pada organisme tertentu serta asosiasi lain baik intra maupun inter spesies.
Pengetahuan tentang habitat laut dalam ini memang masih minim, dan para ahli masih melakukan riset mengenai kawasan ini. Sekarang ini banyak ditemukan alat-alat yang mampu mendukung penelitian laut bawah, sehingga banyak hal-hal baru yang dapat dipelajari, meskipun belum semelimpah pengetahuan mengenai habitat lain di bui ini.
Ikan pelagis (pelagic fish) disebut juga ikan berminyak adalah ikan yang memiliki minyak di jaringan tubuh mereka dan dalam rongga perut di sekitar usus. fillet mereka mengandung hingga 30 persen minyak, meskipun angka ini bervariasi baik di dalam dan antar spesies. Contohnya termasuk tengiri, marlin, wahoo, tuna, sarden, salmon, trout, ikan teri, dan barakuda.
Ikan pelagis kecil misalnya : teri, lemuru, tembang, japuh, kembung. Ditangkap dengan alat penangkap berupa jaring, seperti jaring insang, jaring lingkar, pukat cincin, payang, bagan, pukat tepi dan pakaya.
Ikan pelagis besar: Ikan tuna, cakalang dan cucut ditangkap dengan teknik memancing: pancing trolling atau tonda
Ikan pelagis kecil biasa berada di tubiran karang dan selalu berpindah tempat.
Ikan pelagis besar biasanya dapat ditemukan dekat terumbu karang atau tubiran dimana arus hangat dekat perairan pantai. Juga ditemukan di laut terbuka dengan suhu yang berubah ubah, bahkan ada beberapa ikan pelagis besar di terumbu yang dalam.
B. IKAN DEMERSAL
Sumberdaya Ikan Demersal Ikan demersal adalah jenis ikan yang habitatnya berada di bagian dasar perairan, dapat dikatakan juga bahwa ikan demersal adalah ikan yang tertangkap dengan alat tangkap ikan dasar seperti trawl dasar (bottom trawl), jaring insang dasar (bottom gillnet), rawai dasar (bottom long line), bubu dan lain sebagainya. Menurut Aoyama (1973) ikan dasar memilki sifat ekologi yaitu sebagai berikut:
Mempunyai adaptasi dengan kedalaman perairan
Aktifitasnya relatif rendah dan mempunyai daerah kisaran ruaya yang lebih sempit jika dibandingkan dengan ikan pelagis
Jumlah kawanan relatif kecil jika dibandingkan dengan ikan pelagis
Habitat utamanya berada di dekat dasar laut meskipun berbagai jenis diantaranya berada di lapisan perairan yang lebih atas.
Kecepatan pertumbuhannya rendah
Komunitas memiliki seluk beluk yang komplek
Dibanding sumberdaya ikan pelagis, potensi sumberdaya ikan demersal relatif lebih kecil akan tetapi banyak yang merupakan jenis ikan dengan nilai ekonomis yang tinggi Ikan demersal tersebar di seluruh perairan Indonesia, terutama di paparan Sunda dan Laut Arafura dengan kecenderungan kepadatan sediaan potensi tinggi di daerah pantai.
Ikan demersal sangat dipengaruhi oleh factor oseanografi seperti : suhu, salinitas, arus, bentuk dasar perairan. Jenis ikan ini pada umumnya menyenangi dasar perairan bersubstrat lumpur atau lumpur berpasir (Dwiponggo et al, 1989 vide Suharto, 1999). Perikanan demersal Indonesia menghasilkan berbagai jenis ikan (multi species) yang dieksploitasi dengan menggunakan berbagai alat tangkap (multi gear).
Hasil tangkapan ikan demersal pada umumnya terdiri dari berbagai jenis yang jumlah masing-masing jenis tersebut tidak terlalu besar. Ikan tersebut antara lain : kakap merah/bambangan (Lutjanus spp), peperek (Leiognatus spp), manyung (Arius spp), kurisi (Nemipterus spp), kuniran (Upeneus spp), tiga waja (Epinephelus spp), bawal (Pampus spp) dan lain-lain.
C. Biota Laut yangDilindungi
Biota yang dilindungi adalah : jenis-jenis mahluk hidup yang dilindungi, baik yang berada di darat maupun yang berada di laut
Mengapa dilindungi : • Sulit berkembang biak • Populasinya menurun drastis • Ancaman manusia yang mengeksploitasi berlebihan, contoh : Telur Penyu • Ancaman manusia dari pembukaan lahan/penyempitan habitat
Dasar-dasar peraturan • UU Kehati No. 5 Tahun 1994 Keanekaragaman diantara mahkluk hidup dari semua sumber termasuk diantaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragaman, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dengan ekosistem • UU Konservasi No. 5 Tahun 1990 : Barang siapa yang mengambil, memiliki, membunuh, melukai, menyimpan, memelihara, mengangkut, memperdagangkan, satwa yang dilindungi tanpa izin, dipidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (Seratus juta rupiah). Undang-undang 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Jenis-jenis biota laut yang dilindungi : 1. Reptilia laut • Penyu Tempayan (Caretta caretta • Penyu Hijau (Chelonia mydas • Penyu Belombing (Dermochelys coriaceae) • Penyu Sisik (Eretmochelysimbricata) • Penyu Ridel (Lepidochelys olivacea • Penyu Pipih (Natator depressa)
2. Mamalia • Paus Biru (Balaenopthera musculus) • Paus Bersirip (Balaenopthera physalus) • Paus Bongkok (Megaptera novaeangliae) • Paus Lemak (Cetacea) • Lumba-lumba air laut (dolphinidae • Duyung (Dugong dugon) • Lumba-lumba (ziphidaee)
Ikan Pelagis adalah ikan penghuni kolom laut yakni daerah antara dasar dan permukaan laut. Ikan ini menghuni seluruh laut dan sebagian ditemukan di daerah danau seperti Ikan Salmon.
Ikan-ikan dari jenis pelagis merupakan bagian penting dari rantai makanan. Beberapa jenis Ikan pelagis kecil merupakan Predator yang berada pada tingkat Konsumen Level II dan Level III.
Daftar isi
Deskripsi Umum Ikan Pelagis
Pelagic Fish dapat dikategorikan sebagai ikan pesisir dan samudera, berdasarkan kedalaman perairan yang didiaminya. Ikan pelagis pesisir menghuni perairan yang diterangi matahari hingga kedalaman sekitar 250 meter, biasanya di atas landas kontinen.
Contoh spesies termasuk pakan ikan seperti teri, sarden, shad, dan menhaden dan ikan predator yang memakannya. Ikan pelagis samudera biasanya menghuni perairan di bawah landas kontinen. Contohnya termasuk ikan yang lebih besar seperti ikan todak, tuna, mackerel, dan bahkan hiu.
Tidak ada batas yang jelas dari perairan pesisir ke lautan sehingga beberapa ikan samudra menjadi penghuni sebagian perairan pesisir, seringkali selama tahap siklus hidupnya yang berbeda. Namun, spesies samudera sejati menghabiskan seluruh hidupnya di lautan terbuka.
Ikan pelagis mendapatkan namanya dari daerah yang mereka huni yang disebut zona pelagis. Zona pelagis adalah habitat terbesar di bumi dengan volume 330 juta mil kubik. Berbagai spesies ikan pelagis ditemukan di seluruh zona ini. Jumlah dan distribusi bervariasi secara regional dan vertikal, tergantung pada ketersediaan cahaya, nutrisi, oksigen terlarut, suhu, salinitas, dan tekanan.
Contoh Ikan Pelagis Besar
Tuna mata besar (thunnus obesus)
Tuna sirip panjang (thunnus alalunga)
Tuna sirip hitam (thunnus atlanticus)
Tuna sirip biru
Tuna sirip kuning
Ikan pedang (xiphias gladius)
Layaran (isthioporus orientalis)
Marlin (Makaira sp)
Cakalang (katsuwonus pelamis)
Tenggiri (scomberomorus commersoni)
Cucut
Contoh ikan pelagis kecil :
Selar (selaroides leptolepis)
Teri (stolephorus commersoni)
Lemuru (sardinela longiceps)
Kembung (restrelinger spp)
Layang (decafterus ruselli)
Japuh (dussumeiria spp)
Sunglir (elagastis bipinnulatus)
Tongkol (auxis thazard)
Tembang (sardinella fimbriata)
Layur (trichiurus lepterus)
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan jenis pelagis kecil adalah pukat cincin (purse seine), jaring insang (gillnet), payang, bagan, dll. Sedangkan untuk jenis ikan pelagis besar biasanya menggunakan alat tangkap long line, pole and line, dan pancing tonda.
A. Ikan Pelagis Kecil
Ikan pelagis kecil merupakan ikan yang hidup disekitar permukaan perairan. Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah (Merta, dkk, 1998) dan paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan bila dibandingan dengan tuna yang sebagia besar produk unggulan ekspor dan hanya sebagian kelompok yang dapat menikmatinya. Ikan pelagis umumnya hidup di daerah neritik dan membentuk schooling juga berfungsi sebagai konsumen antara dalam food chain (antara produsen dengan ikan-ikan besar) sehingga perlu upaya pelestarian.
Ikan pelagis (pelagic fish) disebut juga ikan berminyak adalah ikan yang memiliki minyak di jaringan tubuh mereka dan dalam rongga perut di sekitar usus. fillet mereka mengandung hingga 30 persen minyak, meskipun angka ini bervariasi baik di dalam dan antar spesies.
Penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan, namun ada beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti Lemuru (Sardinella Longiceps) banyak tertangkap di Selat Bali, Layang (Decapterus spp) di Selat Bali, Makassar, Ambon dan Laut Jawa, Kembung Lelaki (Rastrelinger kanagurta) di Selat Malaka dan Kalimantan, Kembung Perempuan (Rastrelinger neglectus) di Sumatera Barat, Tapanuli dan Kalimantan Barat. Menurut data wilayah pengelolaan FKKPS maka ikan layang banyak tertangkap di Laut Pasifik, teri di Samudera Hindia dan kembung di Selat Malaka.
Ikan Pelagis umumnya merupakan filter feeder, yaitu jenis ikan pemakan plankton dengan jalan menyaring plankton yang masuk untuk memilih jenis plankton yang disukainya ditandai oleh adana tapis insang yang banyak dan halus. Lain halnya denga selar. Selar termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan krustasea.
Pada siang hari ikan pelagis kecil berada di dasar perairan membentuk gerombolan yang padat dan kompak (shoal), sedangkan pada malam hari naik ke permukaan membentuk gerombolan yang menyebar (scatted). Ikan juga dapat muncul ke permukaan pada siang hari, apabila cuaca mncung disertai hujan gerimis. Adanya kecendrungan bergelombol berdasarkan kelompok ukuran dan berupaya mengikuti makanannya. (sumber : Sumber Daya Ikan Pelagis oleh Risfan Suyedi – Institut Pertanian Bogor, 2001)
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil
Ikan pelagis kecil hidup pada daerah pantai yang relative kondisi lingkungannya tidak stabil menjadikan kepadatan ikan juga berfluktuasi dan cenderung muda mendapat tekanan akibat kegiatan pemanfaatan, karena daerah pantai mudah dijangkau olehaktivitas manusia. Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang dimaksudkan adalah ikan laying, kembung, tembang, teri, dan lain-lain.
Sumber daya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumber daya perikanan yang paling melimpah diperairan Indonesia dan mempunyai potensi besar (widodo, 1998). Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan suatu sumberdaya yang poorly behaved, karena makanan utamanya adalah plankton, sehingga kelimpahannya sangat tergantung kepada factor lingkungan
(sumber: Alfan nefwan-Institut Pertanian Bogor, 2004)
b. Karakteristik Ikan Pelagis Kecil
Menurut Widodo et al (1994), ikan pelagis kecil mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Membentuk gerombolan yang terpencar-pencar.
Variasi rekruitmen cukup tinggi yang erat kaitannya dengan kondidi lingkungan yang labil.
Selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial.
Aktivitas gerak yang cukup tinggi yang ditunjukkan oleh bentuk badan yang menyerupai torpedo.
Kulit dan tekstur yang mudah rusak, daging berkadar lemak relative tinggi sehingga mudah mengalami kemunduran mutu.
(sumber: Alfan nefwan-Institut Pertanian Bogor, 2004)
c. Jenis-Jenis Ikan Pelagis Kecil
Ikan Pelagis umumnya merupakan filter feeder, yaitu jenis ikan pemakan plankton dengan jalan menyaring plankton yang masuk untuk memilih jenis plankton yang disukainya ditandai oleh adanya tapis insang yang banyak dan halus. Lain halnya dengan selar. Selar termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan krustasea. Pada siang hari ikan pelagis kecil berada di dasar perairan membentuk gerombolan yang padat dan kompak (shoal), sedangkan pada malam hari naik ke permukaan membentuk gerombolan yang menyebar (scatted). Ikan juga dapat muncul ke permukaan pada siang hari, apabila cuaca mncung disertai hujan gerimis. Adanya kecendrungan bergelombol berdasarkan kelompok ukuran dan berupaya mengikuti makanannya.Menurut Laevastu dan Hayes (1981).
Jenis – Jenis Ikan Pelagis Kecil antara lain;
Karangaid (Layang, Selar, Sunglir),
Klupeid (Teri, Japuh, Tembang, Lemuru, Siro) dan
Skombroid (Kembung) (Kajiskanlaut, 1998).
(sumber : Tingkah laku Ikan oleh Ratna Mentari, 2010)
d. Morfologi Ikan Pelagis Kecil
Ikan pelagis umumnya berukuran kecil, bentuk mulut superior, kepala berbentuk pipih datar dengan mata lebar dan sirip punggung berada di bagian belakang badan. Morfologi dari ikan ini sesuai untuk menangkap plankton dan ikan-ikan kecil yang hidup di dekat permukaan air, atau insekta yang berada di permukaan contoh ikan Gambusia, Fundulus.
B. Ikan Pelagis Besar
Ikan pelagis besar hidup pada laut lepas dengan kondisi lingkungan relatif stabil, disamping itu ikan pelagis besar umumnya melakukan migrasi sepanjang tahun dengan jarak jauh. Secara biologis kelompok cakalang, tuna, dan tongkol termasuk kedalam kategori ikan yang mempunyai tingkah laku melakukan migrasi dengan jarak jauh (highly migratoryspecies) melampaui batas-batas yuridiksi suatu negara. Keadaan tersebut akan menyebabkan penambahan dan pengurangan stok di suatu perairan yang berperan penting dalam sediaan lokal pada saat terjadi musim penangkapan.
Ikan Pelagis besar menyebar di perairan yang relatif dalam, bersalinitas tinggi, kecuali ikan tongkol yang sifatnya lebih kosmopolitan dapat hidup di perairan yang relatif dangkal dan bersalinitas lebih rendah. Sifat epipelagis dan oseanis menjadikan penyebaran sumberdaya ikan pelagis besar secara vertikal sangat dipengaruhi lapisan thermoklin yang juga adalah struktur lapisan massa air yang terbentuk akibat perbedaan suhu. Demikian pula penyebaran secara horizontal yang dipengaruhi oleh faktor perbedaan suhu dan juga ketersediaan makanan. (sumber: Alfan nefwan-Institut Pertanian Bogor, 2004)
a. Jenis-jenis Ikan Pelagis Besar
Ikan dalam arti sebenarnya adalah makhluk hidup / binatang bertulang belakang yang selama hidupnya (hidup) di dalam air, bernafas dengan insang, berdarah dingin, bersisik / tidak, dan bersirip (berpasangan dan tunggal). Ikan ekonomis penting sebagian besar merupakan ikan pelagis. Ikan pelagis umumnya hidup di daerah neritik (kedalaman 0 – 200 meter) dan membentuk schooling juga berfungsi sebagai konsumen antara dalam food chain (antara produsen dengan ikan ikan besar) sehingga perlu upaya pelestarian.
Berdasarkan habitatnya ikan pelagis dibagi menjadi ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Menurut komnas kajiskanlaut, 1998. Yang termasuk ikan-ikan utama dalam kelompok ikan pelagis besar diantaranya; tuna dan cakalang (madidihang, tuna mata besar, albakora tuna sirip biru, cakalang), marlin (ikan pedang, setuhuk biru, setuhuk hitam, setuhuk loreng, ikan layaran), tongkol dan tenggiri (tongkol dan tenggiri), dan cucut (cucut mako).
1. Ikan Tuna (dari Famili Scombridae)
Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili scombridae, terutama genus thunnus. Ikan ini adalah perenang handal (pernah diukur mencapai 77 km/jam). Tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging tuna berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin dari pada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru (thunnus thynnus), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam. Kebanyakan bertubuh besar, tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi (anonim. 2010)
1.1 Taksonomi Ikan Tuna
Menurut saanin (1984), klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili :Scombridae Genus : Thunnus
1. 2. Morfologi Ikan Tuna
Ikan tuna termasuk dalam keluarga scombroidae, tubuhnya seperti torpedo disebut fusiform sedikit memipih di sisi-sisinya dan dengan moncong meruncing. Mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur.
Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (ditjen perikanan, 1983).
Di kedua sisi batang ekor masing-masing terdapat dua lunas samping berukuran kecil; yang pada beberapa spesiesnya mengapit satu lunas samping yang lebih besar. Tubuh kebanyakan dengan wilayah barut badan (corselet), yakni bagian di belakang kepala dan di sekitar sirip dada yang ditutupi oleh sisik-sisik yang tebal dan agak besar. Bagian tubuh sisanya bersisik kecil atau tanpa sisik. Tulang-tulang belakang (vertebrae) antara 31–66 buah.
1.3. Jenis-jenis Ikan Tuna
Berikut merupakan jenis-jenis ikan tuna yang ada di perairan indonesia menurut nontji (2002) ada lebih dari 48 spesies tuna. Marga thunnus sendiri memiliki 9 spesies,(nanun hanya 3 spesies yang saya ambil ) diantaranya :
1.3.1 Tuna Mata Besar
Nama lain :big eye tuna Jenis :thunnus obesus ukuran :umumnya 25-500 kg, kadang mencapai 150 kg karakter :ukuran tuna yang baik dan perlawanan yang setara dengan ukurannya.
Distrbusi Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) menyebar dari samudera pasifik melalui perairan di antara pulau-pulau di indonesia sampai ke samudera hindia. Ikan ini terutama ditemukan di perairan sebelah selatan jawa, sebelah barat daya sumatera selatan, bali, nusa tenggara, laut banda dan laut maluku. Menurut uda (1952) dalam laevastu dan hela (1970), tuna mata besar merupakan jenis yang memiliki toleransi suhu yang paling besar, yaitu berkisar antara 11-28oC dengan kisaran suhu penangkapan antara 18-23oC.
1.3.2 Tuna Sirip Panjang
nama lain : albacore, longfin tuna
jenis : thunnus alalunga
ukuran : umum 5-25 kg, kadang mencapai 40 kg lebih
karakter : dikenal karena kegigihannya, bahkan diantara keluarga tuna yang tangguh sekalipun.
Sebaran Tuna Albakora (Thunnus alalunga) sangat dipengaruhi oleh suhu. Jenis ini menyenangi suhu yang relatif lebih rendah, albakora juga memiliki ukuran yang relative lebih kecil dibandingkan dua jenis tuna di atas. Sedangkan tuna sirip biru (thunnus maccoyi) didapatkan menyebar hanya di belahan bumi selatan. Oleh karena itu jenis ini sering disebut sebagai southern bluefin tuna. Ikan ini tidak terlalu banyak tertangkap oleh nelayan indonesia.
Jenis tuna dan cakalang menyebar luas di seluruh perairan tropis dan subtropis. Penyebaran jenis-jenis tuna dan cakalang tidak dipengaruhi oleh perbedaan garis bujur (longitude) tetapi dipengaruhi oleh perbedaan garis lintang (latitude) (nakamura, 1969 dalam yunus, 2000) . Di indonesia (uktolseja et al., 1991 dalam yunus, 2000), tuna hampir didapatkan menyebar di seluruh perairan di indonesia. Khususnya di perairan indonesia bagian barat meliputi samudera hindia, sepanjang pantai utara dan timur aceh, pantai barat sumatera, selatan jawa, bali dan nusa tenggara. Di perairan indonesia bagian timur meliputi laut banda flores, halmahera, maluku, sulawesi, perairan pasifik di sebelah utara irian jaya dan selat makasar.
2. Ikan Layang
Ikan layang (Decapterus russelli) merupakan salah satu jenis ikan laut yang sering dijadikan sebagai teman nasi. Orang banyak yang menyukai ikan ini disamping rasanya enak ikan ini juga mempunyai nilai giji yang tinggi. Tingkat konsumsi ikan di negara kita masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara di tetangga kita, oleh karena itu sangatlah cocok bila ikan layang (decapterus russelli) ini dijadikan sebagai makanan yang dikonsumsi sehari-hari sebagai salah satu cara untuk meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat (anonim, 2010a).
2.1 Klasifikasi Ikan Layang menurut Anonim (2010b) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Subordo : Percoidei Famili : Carangidae Genus : Decapterus Spesies : Decapterus russelli ruppell
Ikan layang (decapterus russelli) mempunyai nama umum round scad. Ikan layang (decapterus russelli) merupakan ikan yang mempunyai kemampuan bergerak dengan cepat di air laut. Tingginya kecepatan tersebut dapat dicapai karena bentuk tubuhnya yang seperti cerutu dan mempunyai sisik yang sangat halus. Ikan layang (decapterus russelli) bentuk tubuh seperti cerutu tetapi agak pipih, sirip dada lebih pendek dari panjang kepala, maxilla hampir mencapai lengkung mata terdepan, ikan layang (decapterus russelli) dalam keadaan segar seluruh tubuhnya berwarna merah jambu, dan pada bagian belakang tutup insang terdapat totol hitam. Ciri-ciri ikan layang (decapterus russelli) adalah bentuk tubuh memanjang dan agak gepeng, sirip dada berbentuk falcate dan ujung sirip tersebut mencapai awal dari sirip punggung kedua (anonim 2010b).
2.2 Sebaran Ikan Layang
Ikan Layang (decapterus lajang) bersifat stenohaline. Hidup secara berkelompok, menghendaki perairan yang jernih dan merupakan ikan karnivora (plankton, crustacea). Sebaran di indonesia terdapat di perairan ambon, ternate, laut jawa.
3. Ikan Cucut
Ikan cucut dan pari merupakan ikan bertulang rawan yang termasuk ke dalam kelas chondrichthyes. Tercatat setidaknya 900 sampai 1100 jenis cucut dan pari di dunia yang termasuk ke dalam kelompok ini (demski & wourms, 1993). Bahkan menurut compagno (2002), kini tercatat sekitar 1200 jenis ikan cucut dan pari (chondrichthyes) yang ada di dunia, baik yang sudah teridentifikasi maupun yang belum teridentifikasi. Kelas chondrichthyes ini terbagi menjadi dua sub kelas yaitu sub kelas holocephalii dan sub kelas elasmobranchii. Ikan cucut termasuk ke dalam sub kelas elasmobranchii, yang merupakan kelompok yang dominan dan ikan-ikan bertulang rawan (demski & wourms, 1993).
Selama ini orang awam selalu mendeskripsikan ikan cucut sebagai ikan laut dengan ukuran tubuh yang besar dan cenderung membahayakan hidup manusia apabila kita menjumpainya. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, karena temyata ikan cucut tidak hanya hidup di laut tetapi ada pula yang ditemukan di perairan tawar seperti ikan cucut sentani yang dijumpai di danau sentani, irian jaya (wibowo & susanto, 1995). Walaupun begitu, umumnya ikan-ikan bertulang rawan memang hidup di perairan yang memiliki salinitas tinggi atau dengan kata lain cenderung hidup di laut, dan hanya sekitar 5% saja yang hidup di perairan tawar (compagno, 1990). Selain itu, ukuran ikan cucut pun bermacam-macam mulai dari yang memiliki panjang tubuh hanya puluhan sentimeter pada saat dewasa sampai pada yang memiliki ukuran mencapai belasan meter, tergantung dari jenis dan habitat ikan cucut tersebut. Pada umumnya, rata-rata panjang maksimum tubuh ikan cucut dapat mencapai 1,5m (compagno dalam compagno, 1990). Walaupun demikian,
3.1 Klasifikasi Ikan Cucut
Phillum : vertebrata
Sub phillum : craniata
Super kelas : gnathustomata
Kelas : chondrichthyes (cartilaginous fishes)
Sub kelas : holocephali (chimaeras and fossil relatives)
Bangsa : chimaeriformes (chimaeras or silver sharks)
Cohort : euselachii (modern sharks and fossil relatives)
Subcohort : neoselachii (modern sharks)
Superorder : squalomorphi squalomorph sharks)
Bangsa : hexanchiformes (cow and frilled sharks)
Bangsa : squaliformes (dogfish sharks)
Bangsa : squatiniformes (angel sharks)
Bangsa : pristiophoriformes (sawsharks)
Bangsa : rajiformes (batoids) — pari
Superorder : galeomorphi (galeomorph sharks)
Bangsa : heterodontiformes (bullhead sharks)
Bangsa : lamniformes (mackerel sharks)
Bangsa : orectolobiformes (carpet sharks)
Bangsa : carcharhiniformes (ground sharks)
Ke-sepuluh bangsa dari kelas chondrichthyes tersebut dapat ditemukan di indonesia, akan tetapi hingga saat ini belum ada jumlah yang pasti mengenai jumlah jenis ikan cucut dan ikan-ikan bertulang rawan lainnya yang hidup di perairan indonesia.
3.2 Morfologi Ikan Cucut
Sebagai ikan bertulang rawan, cucut memiliki ciri-ciri morfologi yang amat berbeda dengan ikan-ikan bertulang sejati (teleostei). Ciri yang paling mencolok terlihat adalah dari bentuk insangnya yang tidak berkatup, bentuk sirip, serta bentuk sisiknya yang placoid. Seperti telah disebutkan di atas, umumnya orang mendeskripsikan bentuk ikan cucut sebagai sosok ikan raksasa yang mengerikan dan ketika berenang menyembulkan sirip punggungnya ke permukaan air, sehingga orang selalu berharap tidak menjumpainya ketika berenang di laut. Gambaran tersebut hanyalah mewakili sebagian dari beragam jenis ikan cucut atau hiu yang ada di dunia, karena umumnya cucut memiliki bentuk tubuh yang ‘ stream-line’ atau aerodinamis, dengan didukung oleh rangka tubuh yang terdiri dari tulang rawan yang bersifat ringan dan elastis. Tubuh cucut cenderung lentur dan dapat bergerak dengan fleksibel dan cepat. Berdasarkan bentuk tubuhnya apabila dipotong melintang di tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Dean cucut memiliki bentuk potongan tubuh yang beibeda-beda di ketiga bagian tersebut, tidak seperti halnya ikan-ikan bertulang sejati yang memiliki bentuk potongan tubuh yang sama (seperti bentuk tubuh yang compress atau depress). Bentuk potongan tubuh cucut apabila dipotong di bagian kepala memiliki bentuk yang cenderung depress (elips), sedangkan dibagian badannya berbentuk bulat, dan di bagian ekor memiliki bentuk seperti kepala hanya berukuran lebih kecil.
3.3 Jenis Ikan Cucut
Nama Indonesia : cucut buaya/areuy
Nama Internasional : crocodile shark
Nama Latin : pseudocarcharias spp.
Nama Lokal : cucut (pelabuhan perikanan banjarmasin)
Daerah Sebar : tersebar di perairan pesisir dan laut lepas pada waktu tertentu memasuki estuaria, perairan selatan jawa
Deskipsi : tubuh besar tetapi ramping, panjang 70 – 110 cm, warna kehitaman cenderung didasar perairan
3.4 Jenis Ikan Gergaji
Nama Indonesia : ikan gergaji
Nama Internasional : sawfishes
Nama Latin : pristis spp
Nama Lokal : ikan gergaji (ppi muara kintap), ikan gergaji (pelabuhan perikanan banjarmasin)
Daerah sebar : secara umum memiliki jangkauan luas meliputi perairan lepas pantai, pantai air payau, dan muara sungai
Deskripsi : ordo batoidae, famili pristidae, genus pristis. Celah insang sebanyak 5 pasang yang terletak di bagian ventral kepala, celah kebelakang; sirip punggung kecil kadang-kadang tidak ada, bentuk insang tertutup oleh sirip dada yang besar, melebar kemuka dan mirip ikan hiu; badan tidak terlalu gepeng; sirip dada tidak terlalu besar meskipun agak melebar, sirip ekor menyerupai sirip ekor hiu; sirip punggung sempurma seprti hiu, moncong tubuh memanjang dengan gigi kuat, lancip pada kedua sisi; gigi-gigi menyerupai gergaji, berjumlah 23-25 buah pada masing-masing sisinya; pada kedua rahang terdapat kurang lebih 62 baris gigi -gigi halus; kulit kasar. Ovovivipar. Tergolong ikan besar. Warna bagian atas abu-abu sedikit gelap sedangkan bagian bawah berwarna putih.
3.5 Distribusi Ikan Cucut secara umum
Cucut dapat ditemukan di seluruh perairan laut di dunia, mulai dari perairan tropis hingga ke daerah sub tropis, dan dari perairan pantai hingga ke lautan terbuka. Pada umumnya cucut hidup pada kedalaman 50 meter dari permukaan laut, tapi beberapa jenis cucut bahkan ada yang dapat hidup hingga kedalaman 800 meter (pyers, 2000). Jenis-jenis cucut pelagis (pelagic sharks) umumnya mempunyai penyebaran yang luas di perairan dunia. Jenis yang mempunyai penyebaran yang amat luas contohnya adalah cucut biru, prionace glauca (blue shark), ikan ini melakukan migrasi musiman di perairan pasifik dari 20° hingga 57° lintang utara, dengan jarak lebih dari 2800 km (strasburg dalam bres, 1993). Bahkan menurut pyers (2000), berdasarkan penelitian terhadap cucut biru yang diberi tanda (tagging) dan kemudian di lepas di perairan dekat inggris, pernah tertangkap kembali di perairan pantai brazil. Hal ini menunjukkan jauhnya migrasi ikan tersebut. Jenis lain yang melakukan migrasi yang luas adalah cucut mako (isurus sp.) Yang bermigrasi pada perairan dengan temperatur antara 17 hingga 22°c, mereka dapat menempuh perjalanan migrasi hingga 2000 km (mojetta, 1997). Hal tersebut menunjukkan cucut memiliki sebaran yang luas di dunia. Selain jenis-jenis yang melakukan migrasi, ada pula jenis-jenis yang memang biasa ditemukan di perairan pantai ataupun perairan yang bertemperatur hangat di seluruh dunia seperti cucut macan (galeocerdo cuvier) dan cucut putih raksasa (carcharodon carcharias). Cucut putih raksasa biasa ditemukan di perairan pantai subtropis ataupun tropis, bahkan ditemukan pula di lautan terbuka di dekat pulau-pulau kecil (pyers, 2000). Jenis cucut ini diyakini sebagai cucut terganas dan paling ditakuti manusia, tapi ikan cucut ini tidak ditemukan di perairan indonesia.
4. Ikan Terbang
Ikan terbang dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan nama hirundichthys oxycephalus merupakan salah satu komponen ikan pelagis yang ditemukan di perairan tropis dan sub tropis dengan kondisi perairan tidak keruh dan berlumpur serta dibatasi oleh isotetherm 20oc. Ikan terbang hidup dipermukaan laut, termasuk perenang cepat, menyukai cahaya pada malam hari dan mampu meluncur keluar dari permukaan air dan melayang di udara dengan sangat cepat. Ikan terbang menggunakan tubuh aerodinamisnya untuk menembus permukaan air pada kecepatan tinggi dan siripnya yang besar dan aneh berfungsi seperti sayap untuk menjaganya tetap melayang di atas gelombang.
Ikan terbang pada dasarnya bukanlah hewan terbang, seperti burung, tapi hanya melayang di permukaan air laut. Ikan terbang dengan mudah dapat menempuh jarak hingga 200 meter atau lebih dan dapat mencapai ketinggian yang lumayan tinggi untuk bisa mendarat di dek kapal. Bisa kita bayangkan dengan jarak yang bisa ditempuh sejauh 200 meter bahkan bisa lebih, ikan terbang berada di atas permukaan air laut dimana pada saat di udara ikan tidak bisa bernafas ataupun menggunakan insangnya. Satu bukti bahwa ikan terbang ini mempunyai insang dan sirip yang luar biasa.
4.1 Morfologi
Panjang tubuh ikan terbang (hirundichtys oxycephalus) 3,9-4,1 kali panjang kepala dan 5,8-6,4 kali tinggi tubuh dan memiliki panjang rata-rata 18cm. Tubuhnya bulat memanjang seperti cerutu, agak termampat pada bagian samping. Bagian atas tubuh berwarna gelap, bagian bawah tubuh mengkilap, hal ini bertujuan untuk menghindari pemangsa baik dari udara maupun dari air.
Sirip dorsal dan anal transparan, sirip ekor abu-abu, sirip ventral keabu-abuan di bagian atas dan terang di bagian bawah, sirip pectoral abu-abu tua dengan belang-belang pendek. Sirip pectoral panjang dan dapat diadaptasikan untuk melayang dan mengandung banyak duri lemah dengan duri pertama tidak bercabang dan sisanya bercabang. Duri-duri lemah pada sirip dorsal berjumlah 10-12, pada sirip anal 1-12, pada sirip pectoral 14-15 dengan sirip pertama tidak bercabang.
Sirip ventral tidak mencapai sirip dorsal dengan pangkal sirip ventral lebih dekat ke ujung posterior kepala daripada ke pangkal ekor. Sirip pectoral mencapai belakang sirip dorsal. Sirip ekor cagak (deeply emarginated) dengan sirip bagian bawah lebih panjang. Garis lateral terletak pada bagian bawah tubuh. Sisik sikloid berukuran relative besar dan mudah lepas dengan sisik pradorsal 32-37 buah dan jumlah sisik pada poros tubuh 51-56 buah.
4.2 Distribusi Ikan Terbang
Ikan ini yang terdapat di samudra hindia dan menjadi buruan dalam kegiatan hobi olahraga memancing di pelabuhan ratu. Selain di situ juga terdapat di samudra pasifik. Berada pada air dengan suhu 21-30 derajat celcius dan jarang dijumpai di perairan dingin. Ikan ini dapat dengan cepat diidentifikasi karena ini satu-satunya marlin yang memiliki sirip punggung yang kaku. Sirip ini tidak bisa dilipat ke badannya. Garis punggungnya jarang sekali tampak jelas pada ikan dewasa.
4.3 Jenis-jenis Ikan Marlin (Xiphias sp)
Ikan marlin merupakan ikan yang termasuk kedalam “scombroid fish”, yang terdiri dari ±5 spesies dan hidup di daerah yang bersuhu tropis di seluruh dunia, dikedalaman 400-500 meter dibawah permukaan laut dan mengadakan migrasi (ruaya) untuk bertelur. Badannya berbentuk cerutu dan panjangnya kira-kira 14,5 ft (4,5 meter) dan beratnya mencapai 1190 pounds (540 kg) untuk marlin terbesar yang pernah ditemukan. Ikan ini termasuk ikan perenang cepat, dan termasuk ikan pemakan daging atau karnivora (abdiawan 2008).
Klasifikasi Ikan Marlin menurut Anonim (2008) dalam Abdiawan (2008) adalah :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Class : Asteichthyes
Ordo : Perciformer
Famili : Scombroidei
Genus : Xiphias
4.3.1 Marlin Hitam
Nama Lain : black marlin, white marlin, silver marlin
Jenis : makaira indica
Ukuran : perkiraan berat maximum 1.000 kg.
Karakter : sangat kuat dan luar biasa cepat yang mana bukan hanya menguji pemancing dan pirantinya tetapi juga seluruh kru kapal. Berenang cepat dipermuka-an, lalu menyelam di kedalaman yang dapat menyebab-kan kenur putus karena hambatan air.
Ukuran : dapat mencapai berat 1.200 kg lebih (pacific)
Karakter : lebih kuat dari marlin hitam dan untuk menangkap marlin biru sangat pasti diperlukan kerja tim. Biasanya bertarung lebih dalam dibandingkan dengan marlin hitam atau marlin loreng.
2.9 Karakteristik Ikan Pelagis Besar
Salah satu contoh dari ikan pelagis besar yaitu Tuna dan Cakalang , adalah ikan perenang cepat dan hidup bergerombol (schooling) sewaktu mencari makan. Kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km/jam. Kemampuan renang ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya dapat meliputi skala ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk diantaranya beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas samudera. Distribusi ikan Tuna dan Cakalang di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan. Faktor internal meliputi jenis (genetis), umur dan ukuran, serta tingkah laku (behaviour). Perbedaan genetis ini menyebabkan perbedaan dalam morfologi, respon fisiologis dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Faktor eksternal merupakan faktor lingkungan, diantara adalah parameter oseanografis seperti suhu, salinitas, densitas dan kedalaman. (sumber : Atlas Nasional Indonesia – Potensi dan Sumber Daya).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di permukaan air hingga kolom air antara 0-200 meter. Ikan pelagis memiliki kebiasaan hidup membentuk gerombolan (schooling) dalam melangsungkan hidupnya, baik itu bermigrasi (ruaya), mencari makan, bahkan memijah. Berdasarkan jenis dan ukurannya ikan pelagis dibedakan menjadi 2, yaitu ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil.
2. Contoh ikan pelagis besar :
· Tuna mata besar (thunnus obesus)
· Tuna sirip panjang (thunnus alalunga)
· Tuna sirip hitam (thunnus atlanticus)
· Tuna sirip biru
· Tuna sirip kuning
· Ikan pedang (xiphias gladius)
· Layaran (isthioporus orientalis)
· Marlin (makaira sp)
· Cakalang (katsuwonus pelamis)
· Tenggiri (scomberomorus commersoni)
· Cucut
· Dll
Contoh ikan pelagis kecil :
· Selar (selaroides leptolepis)
· Teri (stolephorus commersoni)
· Lemuru (sardinela longiceps)
· Kembung (restrelinger spp)
· Layang (decafterus ruselli)
· Japuh (dussumeiria spp)
· Sunglir (elagastis bipinnulatus)
· Tongkol (auxis thazard)
· Tembang (sardinella fimbriata)
· Layur (trichiurus lepterus)
· Dll
3. Karakteristik Ikan Pelagis Kecil yaitu Membentuk gerombolan yang terpencar-pencar. Variasi rekruitmen cukup tinggi yang erat kaitannya dengan kondidi lingkungan yang labil. Selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial. Aktivitas gerak yang cukup tinggi yang ditunjukkan oleh bentuk badan yang menyerupai torpedo. Kulit dan tekstur yang mudah rusak, daging berkadar lemak relative tinggi sehingga mudah mengalami kemunduran mutu.
4. Karakteristik Ikan Pelagis Besar yaitu Salah satu contoh dari ikan pelagis besar yaitu Tuna dan Cakalang , adalah ikan perenang cepat dan hidup bergerombol (schooling) sewaktu mencari makan. Kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km/jam. Kemampuan renang ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya dapat meliputi skala ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk diantaranya beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas samudera.
3.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan pendataan mengenai ikan pelagis sekaligus mencari daerah penyebaran ikan pelagis karena perubahan iklim mengakibatkan terjadinya proses migrasi (ruaya) yang tinggi untuk mencari daerah baru yang cocok bagi ikan pelagis.