Blog

  • Perilaku Tercela : Israf – Pengertian, Contoh, dan Cara Menghindarinya

    Pengertian Israf

    Israf berasal dari kata asrafa-yusrifu-israf yang berarti berlebih-lebihan. Segala hal yang melampaui batas kewajaran termasuk berlebih-lebihan, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Semua perilaku yang melebihi kadar yang dibutuhkan termasuk israf. Allah Swt. tidak menyukai perilaku berlebih-lebihan. Allah Swt. berfirman dalam surah al-An’am [6] sebagai berikut.

    (141) إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُ…

    Artinya : “…sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”(Q.S. al-An’am [6]: 141)

    Selain dilarang oleh agama, israf termasuk perbuatan yang tidak baik di pandang dari aspek kesehatan, psikologis, dan etika. Seseorang yang memiliki israf justru tidak akan menemukan kepuasan. Pada awalnya perilaku israf akan merugikan diri sendiri. Jika terus-menerus dipelihara, pelaku israf akan merugikan orang lain.

    Contoh Israf

    Contoh perilaku israf dapat dengan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh perilaku israf dijabarkan dalam uraian berikut.

    • Israf dalam Makan dan Minum

    Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Banyak kita temui berbagai macam makanan dan minuman dengan mudah kita dapatkan. Akan tetapi, bukan berarti semakin beragam makanan yang dikonsumsi, semakin bagus bagi tubuh. Cara konsumsi yang baik adalah makan dan minum yang mengundang nutrisi dan kapasitas sesuai kebutuhan tubuh. Kita tidak boleh berlebih-lebihan dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Israf dalam makanan dan minuman dilarang dan pelakunya dibenci oleh Allah Swt. Makan dan minum yang berlebihan akan berdampak buruk bagi tubuh. Ini akan menimbulkan berbagai penyakit dikarenakan kelebihan makanan atau zat-zat tertentu. Contohnya jika kelebihan dalam mengonsumsi garam dapat menyebabkan hipertensi. Kelebihan dalam mengonsumsi gula dapat menyababkan diabetes. Allah Swt. dengan tegas melarang kita untuk berlebih-lebihan saat makan dan minum. Perhatikan firman Allah Swt. berikut.

    (31) وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ…

    Artinya : …Makan dan minumlah, dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. al-A’raf [7]:31)

    Rasulullah saw. juga memberi teladan yang baik dalam makan dan minum dengan memperhatikan kesehatan. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa suatu saat Rasulullah saw. ditanya oleh seorang nasrani dari bangsa Romawi tentang resep kesehatan Rasulullah saw. dan para sahabat. Dengan tersenyum Rasulullah saw. menjawab, “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang tidak makan sampai kami merasa lapar dan apabila kami makan maka tidak sampai merasa kenyang.”

    • Israf dalam Berbicara

    Berbicara bukan merupakan hal yang dilarang Allah Swt. Akan tetapi, berbicara secara berlebihan tidak diperbolehkan. Kita tidak perlu menambah-nambahi suatu hal sehingga tidak sesuai dengan yang sebenarnya.

    Israf dalam hal berbicara berdampak buruk bagi pelaku maupun orang lain. Berlebih-lebihan dalam berbicara akan menyebabkan seseorang cenderung membuka aib orang lain atau menyebarkan fitnah, baik secara sadar maupun tidak sadar. Rasulullah saw. juga melarang kita berlebih-lebihan dalam berbicara. Beliau bersabda yang artinya sebagai berikut.

    Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari karir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya. (H.R. Bukhari dan Muslim)

    • Israf dalam Perbuatan Lainnya

    Selain dalam hal makan dan minum serta berbicara, israf dapat terjadi dalam perbuatan lain, seperti menuntut hak, berpakaian, dan bereaksi atas sesuatu seperti dibuat-buat. Berperilaku berlebihan dalam perbuatan-perbuatan tersebut dapat memicu tumbuhnya ria atau sombong. Allah Swt. tidak menyukai manusia yang sombong dan melarag umat islam berperilaku sombong. Allah Swt. berfirman sebagai berikut.

    (37) وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖإِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

    Artinya : Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung. (Q.S. al-Isrā’ [17]: 37)

    Cara Menghidari Israf

    Perilaku israf dapat disebabkan menganggap harta merupakan sumber kebahagiaan, ingin mendapat pujian orang lain, malas dalam berpikir, dan sebagainya. Perilaku israf harus di hindari sedini mungkin. Beberapa cara menyelamatkan hati dari sikap israf sebagai berikut.

    1. Menjauhi semua penyebabnya.
    2. Berlatih mengatur pengeluaran dengan manajemen yang benar.
    3. Memahami segala akibatnya jika bersikap berlebihan.
    4. Mengingat keadaan fakir atau kalau suatu saat jatuh miskin.
    5. Menyalurkan harta melalui zakat, sedekah, dan infak setiap mendapat rezeki.
    6. Selalu bertawakal kepada Allah Swt.
    7. Membiasakan hidup sehat.
    8. Hanya membeli barang-barang penting.
    9. Tidak makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang.
  • Pola Perubahan Sosial dalam Masyarakat

    Perubahan Sosial

    Dalam pelajaran Sosiologi, materi soal perubahan pasti dibahas, kususnya untuk SMA. Nah, kali ini saya ingin membagi ilmu tentang Pola Perubahan Sosial dan semoga bermanfaat kedepaannya.

    Pola perubahan sosial berjalan sesuai konsep waktu. Melalui pengamatan pada pola tersebut seseorang dapat mengetahui perbedaan kondisi masa lalu dan masa sekarang.

    Secara teoritis pola perubahan sosial dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu perubahan siklus, perubahan linier, dan perubahan gabungan.

    A. Pola Perubahan Siklus

    Pola perubahan siklus sulit diketahui ujung pangkalnya penyebabnya karena masyarakatberkembang bagaikan perputaran roda, kadang naik kadang turun. Ibnu Khaldun menyebut kondisi seperti ini sebagai perubahan dengan pola siklus. Selain Ibnu Khaldun, tokoh lain penganut pola siklus adalah Oswald Spengler, Arnold Toynbee, dan Pitirim A. Sorokin. Oswald spengller menyatakan bahwa kebudayaan tumbuh, berkembang, dan hilang seperti siklus gelombang yang muncul mendadak, berkembang dalam barisan-barisan gelombang yang rapi, kemudian hilang. 

    B. Pola Perubahan Linier

    Pola perubahan linier menganggap perubahan sosial sebagai pergeseran. Pada dasarnya setiap masyarakat selalu bergerak, berkembang, dan berubah dari struktur sosial yang sederhana menuju struktur yang lebih kompleks dan modern. Tokoh dari perubahan linier adalah Auguste Comte, Herbert Spencer, dan Emile Durkheim. Menurut Auguste Comte, kemajuan suatu peradapan mengikuti suatu pola yang pasti dan terjadi secara bertahap.

    C. Pola Gabungan

    Pola gabungan adalah pola dari pola perubahan siklus dan pola perubahan linier digabungkan. Menurut Etzioni dan Halevy, beberapa teori perubahan sosial menunjukan perpaduan antara pola linier dan pola siklus. Pola gabungan tampak dalam analisis Karl Marx mengenai perubahan sosial. Menurut Marx, konflik kelas terjadi secara berjenjang dari masyarakat komunis lama, budak, feodal. Kapitalis, dan komunis baru.

    •          Berdasarkan Penemuan Baru

    Penemuan buru dalam masyarakat tertentu dapat memberi pengaruh bagi masyarakat lain . beberapa pola penemuan baru yang mempengaruhi masyarakat lain sebagai berikut.

    I.  Pola Pemancar, artinya penemuan baru memberi dampak/pengaruh kesegala arah. Pengaruh penemuan tidak hanya pada satu bidang, tetapi dapat meluas. Contoh : penemuan satelit. Penemuan satelit dapat berpengaruh dalam berbagai bidang, diantaranya komunikasi serta pengamatan cuaca dan iklim.


    II.  Pola Menjalar, artinya penemuan baru mengakibatkan perubahan yangkemudian menjalar terhadap perubahan lain. Contoh : penemuan tablet. Penemuan tablet berpengaruh pada gaya hidup, karena lebih mudah mengakses internet dimana saja dan kapan saja.

    III.  Pola memusat, artinya penemuan baru yang mengakibatkan satu jenis perubahan. Contoh : penemuan mobil, kereta api, dan sarana transportasi lainnya yang menyebabkan semakin efesiennya gerak masyarakat.

    Semoga ini bisa bermanfaat dan juga menambah wawasan para pembaca, jangan lupa tinggalkan komentar di postingan ini ^_^

  • Makalah Konservasi Lahan Hutan Melalui Agroforestri

    Konservasi Lahan Hutan Melalui Agroforestri

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Agroforestry merupakan suatu tatanan lingkungan yang sangat pas untuk diterapkan dalam upaya melestarikan alam, baik ditinjau dari aspek keberlangsungan unsur alam dan seisinya maupun ditinjau dari aspek ekonomi masyarakat, karena dalam konsep yang diterapkan oleh agroforestri terdapat unsur biotik maupun unsur abiotik yang berjalan dalam satu tatanan alam dan berjalan bersamaan.

    Ada beberapa cara klasifikasi agroforestry, diantaranya : berdasarkan kombinasi komponen pohon, tanaman, padang rumput/makanan ternak dan komponen lain yang ditemukan dalam agroforestry (Sa’ad 2002).

    Selanjutnya, menurut As’ad, pada tahun 2002, agroforestry ialah suatu bentuk penanaman dengan sengaja dan mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau makanan ternak dalam sistem yang bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Secara sederhana adalah menanam pohon dalam sistem pertanian.

    Dalam upaya menerapkan sistem agroforestry, patokan untuk menentukan keberhasilannya dapat kita lihat dari tujuan utama atau apa yang ingin dicapai. Masing-masing daerah mempunya potensi alam yang berbeda-beda, sehingga harus tepat dalam hal memilih dan menentukan sasaran  sesuai kebutuhan setempat dan ketergabungannya dengan kebiasaan petani setempat. Itu artinya, sistem agroforestri merupakan sistem yang bukan sekedar campuran tanaman pertanian – kehutanan – peternakan.

    Sementara itu pengertian dan penerapan pembangunan wilayah pada umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang berhubungan dengan alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan. Menurut Cullis dan Jones (Nugroho dan Dahuri, 2004: Sugiharto, 2006). Pembangunan wilayah sangat tepat diimplementasikan dalam perekonomian yang tumbuh dengan mengandalkan pengelolaan sumber daya publik (common and public resources), antara lain sektor kehutanan, perikanan, atau pengelolaan wilayah.

    Mengingat pembangunan wilayah yang berkelanjutan memiliki makna yang multidimensional, maka diperlukan mekanisme pengambilan keputusan yang tepat melalui analisis kebijakan pembangunan wilayah yang mampu mengkombinasikan dan mentransformasikan substansi dan metode beberapa disiplin ilmu. Lebih jauh lagi analisis tersebut harus manghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah publik tersebut.

    Realisasi konservasi bukan hanya melulu pada konsep cagar alam, suaka marga satwa, dan hutan mangrove atau hutan bakau dan atau sejenisnya. Melalui tatanan agroforestry yang tepat, maka konservasi alam atau pelestarian lingkungan sangat dimungkinkan keberhasilannya.

    Dalam makalah ini akan diuraikan lebih lanjut hal-hal yang mengenai konservasi lahan hutan melalui sitem agroforestry dengan runtut dan jelas. Selanjutnya akan dijelaskan pula hal-hal yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam sekitar guna pelestarian lahan hutan. Perencanaan perluasan sitem agroforestry dan pengelolaan yang berkelanjutan juga akan di singgung sebagai dasar strategi kesadaran masyarakat bahwa koservasi lahan hutan menggunakan sistem agroforestry adalah sangat tepat untuk dilakukan guna keberlanjutan ekosistem hutan dan lingkungan.

    Pada gilirannya, tatanan tersebut diharapkan dapat memberikan solusi dalam mengatasi masalah kerusakan hutan yang terus menerus terjadi. Dengan demikian, tidak hanya tujuan pelestarian lingkungan yang akan didapatkan, namun juga pembangunan wilayah yang berkelanjutan dapat tercapai dan dapat dipertahankan hingga generasi yang akan datang.

    B. Tujuan

    Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui peran agroforestry secara luas.
    2. Untuk mengetahui pentingnya peran agroforestry dalam tatanan kehidupan di bumi.
    3. Untuk mengetahui pentingnya konservasi alam yang berkelanjutan.
    4. Untuk melestarikan dan mempertahankan sumber daya alam dari optimalisasi penerapan sistem agroforestry dalam tujuan konservasi alam yang berkelanjutan khususnya pada lahan hutan.

    C. Manfaat

    Manfaat dari makalah ini adalah sebagai sebuah pengetahuan untuk mengetahui bagaimana Agroforestry Untuk Konservasi Lahan Hutan.

    Bab II. Kajian Pustaka

    Agroforest merupakan salah satu tatanan sistem baik hutan maupun pertanian berkelanjutan yang tepat guna. Realisasi kelestarian alam dan hutan yang digadang-gadang oleh pemerintah akan sulit dilakukan apabila akan menggusur kepentingan sosial dan ekonomi masyarakat.

    Tidak mengherankan apabila banyak hutan yang akhirnya ditebang secara ilegal oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab karena memang ingin meningkatkan ekonomi dengan cara praktis. Akhirnya tidak hanya hutan yang akan hilang, namun juga hewan-hewan yang hidup didalamnya juga akan kelabakan mencari tempat pindah dan sedikit pula yang akhirnya mati. Dan tidak sampai disitu, sistem perairan sekitar akan terganggu, bencana longsor dan banjir akan mudah terjadi, dan akhirnya akan berdampak pada kehidupan ekonomi dan juga sosial di masyarakat.

    Peran utama agroforest bukan sebagai penghasil bahan pangan, melainkan sebagai sumber penghasil pemasukan uang dan modal. Misalnya: kebun damar, kebun karet dan kebun kayu manis menjadi andalan pemasukan modal di Sumatera. Bahkan, agroforest seringkali menjadi satu-satunya sumber uang tunai bagi keluarga petani. Agroforest mampu menyumbang 50% hingga 80% pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui produksi langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan dan pemasaran hasilnya(Abang, 2011).

    Tumbuh-tumbuhan tahunan yang berkayu termasuk pohon-pohonan, semak belukar, kelapa, bambu temasuk pada kata “pohon-pohonan” (Young, 1997). Dalam kasus yang lain, tanaman berkayu yang tumbuh kurang dari satu tahun ( seperti Sesbania spp.) juga dimasukkan kedalam kelompok tanaman tahunan.

    Chundawat dan Gautam (1993) mengemukakan alternatif pengertian agroforestry yaitu sebagai suatu istilah atau nama kolektif untuk sistem pengelolaan lahan dengan teknologi yang sepadan, dimana tanaman pohon (hutan) dengan sengaja diusahakan dalam unit pengelolaan lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan/atau ternak pada saat bersamaan atau berurutan. Dalam sistem agroforestry terintegrasi sekaligus aspek ekologis dan aspek ekonomis.

    Sistem agroforestry dapat jauh lebih menguntungkan dibandingkan metode produksi pertanian dan hutan secara konvensional. Mereka dapat menawarkan peningkatan produktivitas, manfaat ekonomi, sosial dan hasil dalam barang ekologis dan layanan yang diberikan. Keanekaragaman Hayati di sistem agroforestri biasanya lebih tinggi daripada dalam sistem pertanian konvensional. Dengan dua atau lebih spesies tanaman berinteraksi di lahan diberikan, menciptakan habitat yang lebih kompleks yang dapat mendukung lebih banyak jenis burung, serangga, dan hewan lainnya.

    Tergantung pada aplikasi, dampak potensi agroforestri dapat meliputi :

    • Mengurangi kemiskinan melalui peningkatan produksi kayu dan produk pohon lainnya untuk konsumsi rumah dan penjualan
    • Berkontribusi untuk ketahanan pangan dengan mengembalikan kesuburan tanah untuk tanaman pangan
    • Cleaner air melalui nutrisi berkurang dan limpasan tanah
    • Melawan pemanasan global dan risiko kelaparan dengan meningkatkan jumlah tahan kekeringan pohon dan produksi berikutnya buah-buahan, kacang-kacangan dan minyak nabati
    • Mengurangi deforestasi dan tekanan pada hutan dengan menyediakan lahan-tumbuh kayu bakar
    • Mengurangi atau menghilangkan kebutuhan untuk bahan kimia beracun (insektisida, herbisida, dll)
    • Melalui lebih output pertanian yang beragam, meningkatkan nutrisi manusia
    • Dalam situasi di mana orang memiliki akses terbatas pada obat-obatan utama, memberikan ruang tumbuh untuk tanaman obat (Lahjie, 2011). Dan masih banyak dampak lain yang bermanfaat dari sistem agroforestry.

    Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi.

    Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri (internal) dibandingkan sumber-sumber dari luar.  Di samping itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Untuk daerah tropis, beberapa masalah (ekonomi dan ekologi) berikut menjadi mandat agroforestri dalam pemecahannya (Jratun, 2010).

    Hubungan antara tutupan lahan oleh pohon baik penuh ‘hutan alam’ maupun sebagian ‘hutan parsial’ seperti agroforestri dengan fungsi hidrologi dapat dilihat dari aspek hasil air total dan daya sangga DAS terhadap debit puncak pada berbagai skala waktu. Peran sistem penggunaan lahan pada suatu bentang lahan (lansekap) dapat dinilai dari sudut perubahan tingkat evapotranspirasi yang berhubungan dengan keberadaan pohon, laju infiltrasi tanah yang berhubungan dengan kondisi fisik tanah, dan laju drainase yang berhubungan dengan jaringan drainasi pada skala lansekap.

    Pada saat ini telah tersedia model simulasi yang dapat dipakai untuk mempelajari dinamika pori makro tanah yang berhubungan dengan sifat hujan menurut skala waktu dan ruang. Model tersebut disusun berdasarkan hasil pengukuran yang intensif dari berbagai (Sub) DAS dan dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh alih guna lahan terhadap fungsi hidrologi DAS. Dengan demikian, model tersebut dapat digunakan untuk ekstrapolasi berbagai skenario sistem penggunaan lahan di masa yang akan datang.

    Rangkaian studi intensif tersebut mengarah pada kesimpulan utama bahwa berbagai bentuk agroforestri (seperti ‘hutan lindung’ atau ‘repong’) yang telah banyak dipraktekkan petani dapat mempertahankan fungsi hidrologi hutan lindung dan sekaligus memberikan penghasilan kepada masyarakat di desa yang kepadatan penduduknya sekitar 50 – 100 orang km-2 (Noordwijk et al, 2004).

    Bab III. Pembahasan

    A. Pengertian Agroforestry dan Pentingnya Agroforestry

    Penerapan sistem agroforestri sebagai pemanfaatan lahan  memberi manfaat ekologi melalui penggunaan lahan yang diterapkan. Manfaat ekologi yang dapat dirasakan melalui sistem agroforestri secara tidak langsung akan melindungi pepohonan kehutanan dari perambahan masyarakat sekitar, sehingga fungi ekologi dari tegakan pohon tersebut tetap berfungsi dengan baik. Pohon tersebut akan menghalangi air hujan turun langsung ke permukaan tanah, sehingga energi kinetik dari air hujan menjadi lebih kecil saat turun di atas permukaan tanah. Tajuk tersebut juga akan menghambat air hujan turun semua ke permukaan tanah melalui proses intersepsi.

    Pada proses intersepsi, air hujan yang tertahan di tajuk pohon akan diuapkan kembali ke atmosfer. Selain itu, dengan adanya tanaman sela seperti tanaman pertanian akan mengurangi energi kinetik yang lepas dari tajuk pohon. Adanya penutupan lahan yang optimal oleh serasah daun pohon maupun tanaman pertanian akan mengurangi laju aliran permukaan (surface run off). Menurunnya laju surface run off akan melindungi bahan organik atau lapisan top soil yang ada di atas permukaan tanah. Dengan demikian, laju erosi pun dapat diperkecil.

    Nilai erosi dapat ditentukan dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) oleh Wischmeier dan Smith, 1976 & 1978, sebagai berikut :

    A = R K L S C P

    A = Besar kehilangan tanah (ton/ha/th)

    R = Faktor erosifitas hujan (mm/th)

    K = Faktor erodibilitas tanah (range 0-1)

    L = Faktor panjang Lereng (m)

    S = Faktor kelerengan (%/o)

    C = Faktor penutupan vegetasi (range 0-1)

    P = Faktor pengelolaan tanah

    Jika dilihat dari rumus di atas, faktor penutupan vegetasi berbanding lurus dengan besar kehilangan tanah. Semakin luas permukaan tanah yang tidak tertutup oleh vegetasi, maka semakin besar kehilangan tanahnya. Sehingga dengan adanya sistem agroforestri yang memanfaatkan lahan dengan pentupan vegetasi optimal, akan memperkecil kehilangan tanah. Akan tetapi, faktor pengelolaan tanah juga sebanding dengan besar kehilangan tanah. Sehingga pengelolaan tanah yang kurang tepat akan memperbesar kehilangan tanah.

    Pada sistem agroforestri, pengelolaan tanah sebelum penanaman dan saat pemanenan adalah tahap yang rentan terhadap hilangnya bagian tanah (erosi). Pada tahap ini, penutupan lahan belum optimal, sehingga diperlukan cover crops untuk melindungi tanah dari erosi. Cover crops tersebut dapat berupa tanaman leguminosea yang cepat tumbuh maupun rerumputan.

    Selain sistem agroforestri dapat mengkonservasi tanah, agroforestri juga dapat mengkonservasi air. Vegetasi yang menutupi tegakan akan menyimpan air  hujan dan menahan air limpasan yang turun ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Seperti yang diungkapkan oleh Murdiyarso dan Kurnianto 2007, banjir akan bisa menjadi lebih besar jika penyimpan air (water saving) tidak  bisa menahan air limpasan. Hal ini bisa terjadi ketika hutan yang berfungsi sebagai daya simpan air tidak mampu lagi menjalankan fungsinya. Hutan dapat mengatur fluktuasi aliran sungai karena peranannya dalam mengatur limpasan dan infiltrasi. Strata pohon yang ada pada sistem agroforestri menyerupai strata yang ada pada hutan, sehingga lahan tetap mampu menyimpan air oleh vegetasi yang ada.

    Pohon memberikan pengaruh positif terhadap kesuburan tanah, antara lain melalui: (a) peningkatan masukan bahan organik (b) peningkatan ketersediaan N dalam tanah bila pohon yang ditanam dari keluarga leguminose, (c) mengurangi kehilangan bahan organik tanah dan hara melalui perannya dalam mengurangi erosi, limpasan permukaan dan pencucian, (d) memperbaiki sifat fisik tanah seperti perbaikan struktur tanah, kemampuan menyimpan air  (water holding capacity), (e) dan perbaikan kehidupan biota.

    Beberapa proses yang terlibat dalam perbaikan kesuburan tanah oleh pohon dalam sistem agroforestri sebagai berikut:

    1. Mengurangi erosi tanah.
    2. Mempertahankan kandungan bahan organik tanah
    3. Memperbaiki dan mempertahankan sifat fisik tanah (lebih baik dibanding tanaman semusim).
    4. Menambah jumlah kandungan N tanah melalui fiksasi N dari udara oleh tanaman legume
    5. Sebagai jaring penyelamat hara yang tercuci di lapisan tanah bawah, dan menciptakan daur ulang ke lapisan tanah atas melalui mineralisasi seresah yang jatuh di permukaan tanah.
    6. Membentuk kurang lebih sistem ekologi yang tertutup (yaitu menahan semua, atau hampir semua, atau sebagian besar unsur hara di dalam sistem)
    7. Mengurangi kemasaman tanah (melalui pelepasan kation dari hasil mineralisasi seresah)
    8. Mereklamasi tanah yang terdegradasi
    9. Memperbaiki kesuburan tanah lewat masukan biomass dari sistem perakaran pohon dan kontribusi dari bagian atas pohon
    10. Memperbaiki aktivitas biologi tanah dan mineralisasi N lewat naungan pohon
    11. Memperbaiki asosiasi mikoriza lewat interaksi tanaman dan pohon
    12. Lewat interaksi biofisik
      • Memperbaiki penyerapan hujan, cahaya dan nutrisi mineral, sehingga meningkatkan produksi
      • Biomass.
      • Memperbaiki efisiensi penyerapan hujan, cahaya dan nutrisi mineral yang dipakai. Terhindar dari penyebaran dan kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit
    13. Keuntungan lingkungan yang lain dari pohon atau semak
      • Meningkatkan fiksasi N pohon legume melalui peningkatan jumlah bintil akar bila akar pohon legume tersebut tumbuh berdekatan atau kontak langsung dengan akar tanaman bukan pemfiksasi N (mungkin dikarenakan adanya perpindahan langsung dari unsur N atau rendahnya ketersediaan N  dalam tanah yang meningkatkan efektifitas bintil akar).
      • Tajuk pohon dapat melindungi tanah dari bahaya erosi
      • Pepohonan memberikan peneduh bagi tanaman yang membutuhkan naungan (misalnya kopi) dan menekan populasi rerumputan yang tumbuh dibawahnya.

    B. Penyebab Alih-Guna Lahan Hutan

    Penyebab terjadinya alih-guna lahan hutan sangat beragam, tetapi salah satunya adalah alasan ekonomi. Beberapa ahli menyimpulkan dari sekian banyak faktor yang mendorong terjadinya alih-guna lahan hutan, ada dua hal yang dianggap menjadi pemicu utama, yaitu:

    1. Tekanan penduduk dan faktor-faktor pendorongnya

    Pada level petani kecil penebangan kayu atau hutan merupakan salah satu cara untuk mencukupi kebutuhan pangan dan kebutuhan dasar lainnya.

    Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap alih-guna lahan.
    Fakta-fakta menunjukkan bahwa kejadian ini dipicu adanya kebutuhan kayu untuk diperdagangkan dan penebangan hutan secara komersial.

    Faktor-faktor lain yang mendorong antara lain kebutuhan lahan untuk peternakan (Brasil), adanya program pemukiman penduduk (transmigrasi di Indonesia dan kolonisasi di Amazon, Brasil), kegiatan pertambangan, pembangunan industri, pembangunan pembangkit listrik tenaga air, dsb.

    Pembangunan jalan oleh perusahaan penebangan hutan memudahkan masyarakat sekitar hutan masuk ke dalam hutan untuk melakukan penebangan ikutan. Di Afrika, 75% dari alih-guna lahan oleh petani kecil adalah akibat terbukanya hutan setelah ada akses jalan masuk ke dalam.

    2. Tekanan hutang luar negeri

    Persaingan ekonomi global menekan negara-negara miskin yang memerlukan dana besar untuk pembangunan dan pembayaran hutang. Pada level nasional, pemerintah menjual hak/konsesi menebang hutan agar memperoleh dana untuk membiayai berbagai kebutuhan seperti pembiayaan proyek-proyek, pembayaran hutang, mengembangkan industri, dsb. Pemegang konsesi itulah yang kemudian melakukan penebangan kayu dan hutan secara besar-besaran tanpa diikuti oleh proses pemulihan secukupnya.

    Penebangan komersial ini jelas mengakibatkan alih-guna lahan yang cepat dalam skala yang sangat luas. Adanya pasar bagi perdagangan kayu di satu sisi dan tekanan ekonomi di sisi lainnya sulit menghentikan proses penebangan hutan di berbagai kawasan dunia ini.

    C. Hutan dan Fungsi Hutan

    Setiap macam penggunaan lahan memiliki fungsi dan peran yang berbeda-beda. Demikian pula hutan memiliki berbagai fungsi biofisik, ekonomi dan sosial. Orang melakukan perubahan penggunaan (alih-guna) lahan untuk mendapatkan manfaat atau fungsi sesuai dengan yang dikehendakinya.

    Namun, seringkali yang dipentingkan hanya salah satu fungsi saja sementara fungsi-fungsi lainnya diabaikan. Jika hutan dialih-gunakan maka fungsi-fungsi yang dimilikinya juga akan berubah. Aneka ragam fungsi produksi dan jasa lingkungan dari hutan klimaks tercapai setelah melalui proses yang memakan waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Gangguan terhadap komponen hutan berakibat pada perubahan aneka fungsi tersebut dan akhirnya mengakibatkan kerusakan atau degradasi lahan dan sumber daya alam. Oleh karena itu manfaat yang diperoleh dari alih-guna lahan seringkali bersifat sementara atau tidak berkelanjutan.

    Hutan merupakan sistem penggunaan lahan yang ‘tertutup’ dan tidak ada campur tangan manusia. Masuknya kepentingan manusia secara terbatas misalnya pengambilan hasil hutan untuk subsisten tidak mengganggu hutan dan fungsi hutan. Tekanan penduduk dan ekonomi yang semakin besar mengakibatkan pengambilan hasil hutan semakin intensif (misalnya penebangan kayu) dan bahkan penebangan hutan untuk penggunaan yang lain misalnya perladangan, pertanian atau perkebunan. Gangguan terhadap hutan semakin besar sehingga fungsi hutan juga berubah.

    Beberapa fungsi dan manfaat hutan bagi manusia dan kehidupan lainnya adalah:

    1. Penghasil kayu bangunan (timber)
    2. Sumber Hasil Hutan Non-kayu (Non Timber Forest Product = NTFP)
    3. Cadangan kabon (C)
    4. Habitat bagi fauna
    5. Filter
    6. Sumber tambang dan mineral berharga lainnya
    7. Lahan
    8. Hiburan

    D. Konservasi dan Pentingnya Konservasi

    Konservasi adalah upaya-upaya pelestarian lingkungan akan tetapi tetap memperhatikan manfaat yang bisa didapatkan pada saat itu dengan cara tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen-konponen lingkungan untuk pemanfaatan di masa yang akan datang.

    Jika secara harfiah konservasi berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata “Conservation” yang berati pelestarian atau perlindungan. Atau konservasi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk dapat melestarikan alam, konservasi bisa juga disebut dengan pelestarian ataupun perlindungan.

    1.      Adapun beberapa tujuan konservasi, yang diantaranya sebagai berikut ini:

    a)      Yang pertama, untuk memelihara maupun melindungi tempat-tempat yang dianggap berharga supaya tidak hancur, berubah atau punah.

    b)      Yang kedua, untuk menekankan kembali pada pemakaian bangunan lama supaya tidak terlantar, disini maksudnya apakah dengan cara menghidupkan kembali fungsi yang sebelumnya dari bangunan tersebut atau mengganti fungsi lama dengan fungsi baru yang memang diperlukan.

    c)      Yang ketiga, untuk melindungi benda-benda sejarah atau benda jaman purbakala dari kehancuran atau kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam, mikro organisme dan kimiawi.

    d)     Yang keempat, untuk melindungi benda-benda cagar alam yang dilakukan secara langsung yaitu dengan cara membersihkan, memelihara dan memperbaiki baik itu secara fisik maupun secara langsung dari pengarauh berbagai macam faktor, misalnya seperti faktor lingkungan yang bisa merusak benda-benda tersebut.

    2.      Manfaat dari kawasan konservasi terhadap ekosistem, yang diantaranya sebagai berikut ini:

    a)      Untuk melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses – proses ekologi maupun keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan.

    b)      Untuk melindungi spesies flora dan fauna yang langka atau hampir punah.

    c)      Untuk melindungi ekosistem yang indah, menarik dan juga unik.

    d)     Untuk melindungi ekosistem dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam, mikro organisme dan lain-lain.

    e)      Untuk menjaga kualitas lingkungan supaya tetap terjaga, dan lain sebagainya.

    3.      Jika dari segi ekonomi:

    a)      Unutk mencegah kerugian yang diakibatkan oleh sistem penyangga kehidupan misalnya kerusakan pada hutan lindung, daerah aliran sungai dan lain-lain. Kerusakan pada lingkungan akan menimbulkan bencana dan otomatis akan mengakibatkan kerugian.

    b)      Untuk mencegah kerugian yang diakibatkan hilangnya sumber genetika yang terkandung pada flora yang mengembangkan bahan pangan dan bahan untuk obat-obatan.

    E.     Keterkaitan Sistem Agroforestri Untuk Konservasi Lahan Hutan

    Alih-guna lahan dari hutan menjadi pertanian mengakibatkan timbulnya aneka dampak baik dampak positif maupun dampak negatif. Sebagai salah satu sistem penggunaan lahan alternatif, agroforestri memberikan tawaran yang cukup menjanjikan bagi pemulihan fungsi hutan yang hilang setelah dialihgunakan. Namun perlu dipahami bahwa tidak semua fungsi yang hilang itu dapat dipulihkan melalui penerapan agroforestri. Demikian pula tidak semua sistem agroforestri dapat menghasilkan fungsi yang sama (baik macam maupun kualitasnya).

    Bahkan penerapan sistem agroforestri mungkin mengakibatkan dampak yang negatif. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan alat untuk mengevaluasi fungsi sistem agroforestri, baik pada skala mikro, maupun skala meso sampai skala makro yang akan dibahas dalam bab ini. Dengan memahami mekanisme timbulnya dampak positif dan negatif pada penerapan sistem agroforestri, maka dapat diupayakan untuk meminimalkan dampak negatif sehingga penerapan agroforestri memberikan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi pendapatan petani maupun jasa lingkungan.

    Salah satu fungsi agroforestri pada level bentang lahan (skala meso) yang sudah terbukti diberbagai tempat adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya terhadap kesesuaian lahan. Beberapa dampak positif sistem agroforestri pada skala meso ini antara lain: (a) memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah, (b) mempertahankan fungsi hidrologi kawasan, (c) mempertahankan cadangan karbon, (d) mengurangi emisi gas rumah kaca, dan (e) mempertahankan keanekaragaman hayati. Fungsi agroforestri itu dapat diharapkan karena adanya komposisi dan susunan spesies tanaman dan pepohonan yang ada dalam satu bidang lahan.

    Bab IV. Penutup

    Kesimpulan

    Sistem agroforestri sangat berperan dalam konservasi tanah dan air. Hal ini karena strata tajuknya yang heterogen dibanding dengan hutan tanaman monokultur. Dengan demikian sistem agroforestri bisa membantu untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat erosi dan pencucian hara.

    Secara umum agroforestri berfungsi protektif dan produktif. Melihat komposisinya yang beragam, maka agroforestri memiliki fungsi dan peran yang lebih dekat kepada hutan dibandingkan dengan pertanian, perkebunan, lahan kosong atau terlantar. Sampai batas tertentu agroforestri memiliki beberapa fungsi dan peran yang menyerupai hutan lindung baik dalam aspek biofisik, lingkungan, sosial maupun ekonomi. Agroforestri merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan. Klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya yaitu: Agrisivikultur, Silvopastura, dan Agrosilvopastura.

  • Sistem Silvopastura Berbasis Lahan

    Agroforestri

    Menurut Anonymous, 1990 dalam Ainurrasjid (2001)  agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang berperan serta. Sedangkan menurut Soermarwoto, 1981 dalam Mahendra (2009) agroforestri adalah sistem tata guna lahan yang bersifat permanen. Tanaman semusim maupun tanaman tahunan ditanam bersamaan atau dalam rotasi sehingga membentuk tajuk-tajuk yang berlapis. Sistem ini memberikan keuntungan secara biologis maupun ekonomis.

    Menurut Lahjie, 1992 dalam  Mahendra (2009) agroforestri merupakan bentuk pengelolaan lahan yang memadukan prinsip-prinsip pertanian dan kehutanan. Pertanian dalam arti suatu pemanfaatan lahan untuk memperoleh pangan, serat, dan protein hewani. Kehutanan untuk memperoleh produksi kayu pertukangan dan atau kayu bakar serta fungsi estetika, hidrologi serta konservasi  flora  dan  fauna.

    Beberapa definisi agroforestri yang digunakan oleh lembaga penelitian agroforestri internasional International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan kadang – kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah dan ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya (Huxley, (1999) dalam  Mahendra, 2009).

    Menurut Hairiah dalam  Mahendra (2009) pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian dan peternakan. Penggabungan tiga komponen yang termasuk dalam agroforestri adalah:            

    1. Agrisilvikultur adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dan lain-lain.) dengan komponen pertanian.
    2. Silvopastura adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan peternakan.
    3. Agrosilvopastura adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan/hewan.

    Nair, 1987 dalam Usman dan Abdi (2010) menambahkan sistem-sistem lainnya yang dapat dikategorikan sebagai agroforestri. Beberapa contoh yang menggambarkan sistem lebih spesifik yaitu:

    1. Silvofishery adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan perikanan.
    2. Apiculture adalah budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan.

    Tujuan akhir program agroforestri adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat petani, terutama yang di sekitar hutan, yaitu dengan memprioritaskan partisipasi aktif masyarakat dalam memperbaiki keadaan lingkungan yang rusak dan berlanjut dengan memeliharanya. Program-program agroforestri diarahkan pada peningkatan dan pelestarian produktivitas sumberdaya, yang akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat (Irwanto, 2008).

    Menurut Napoleon Vergara, 1981 dalam Mahendra (2009) mengklasifikasikan pola tanam agroforestrI dalam beberapa bentuk antara:

    1. Trees Along Border (pohon pembatas) yaitu pola penanaman pohon di bagian pinggir lahan dan tanaman pertanian berada di bagian tengah.
    2. Alternate Rows (baris) yaitu model penanaman agroforestry yang menempatkan pohon dan tanaman pertanian secara berselang-seling. Pola agroforestry ini dimungkinkan pada lahan yang relative datar.
    3. Alley cropping (pola lorong) yaitu pola penanaman agroforestry yang menempatkan pohon-pohon di pinggir kanan dan kiri tanaman pertanian.
    4. Random mixture(acak) yaitu  pola penanaman acak, artinya antara tanaman pertanian dan pohon ditanam tidak teratur.

    Sistem Silvopastura

    Menurut Ainurrasjid (2001) mengatakan bahwa silvopastura adalah bentuk agroforestri yang merupakan campuran kegiatan kehutanan dan peternakan, yang dilaksanakan di bawah tegakan hutan (Agathis sp, Pinus sp, Albizia sp, dan lain-lain). Pada tegakan tersebut ditanami rumput-rumputan dan berbagai jenis HMT secara bersama-sama tanpa merusak tegakannya. Sehingga sistem silvopastura merupakan upaya pengelolaan lahan hutan untuk menghasilkan kayu dan untuk memelihara ternak.

    Sedangkan menurut Indriyanto (2008) silvopastura adalah bentuk agroforestri yang menggabungkan kegiatan kehutanan dan peternakan dalam satu sistem pengelolaan lahan. Wujud dalam sistem silvopastura dalam praktek di lapangan, yaitu dalam suatu kawasan hutan  ditanami rumput atau jenis hijauan pakan ternak  tanpa merusak tegakan hutan. Bentuk silvopastura tersebut dapat diterapkan dalam kawasan hutan yang penduduk disekitarnya mengembangkan usaha perternakan, tetapi tidak memiliki tempat pengembalaan, sehingga lahan di bawah tegakan hutan dapat ditanami rumput yang dimanfaatkan untuk pakan ternak. Para petani juga dapat tetap dikandangkan ternak, tetapi pakan ternaknya diambil dari dalam kawasan hutan yang terdapat di bawah tegakan hutan yang telah ditanami rumput dan hijauan pakan ternak.

    Mustofa, dkk. (2003) mendefinisikan bahwa silvopastura merupakan salah satu sistem agroforestri yang mengintergrasikan antara tegakan pohon, tanaman pakan, dan temak dalam suatu kegiatan yang terstruktur dan menggambar berbagai interaksi. Tujuan silvopastura sendiri bagaimana dapat mengoptimalkan ketiga komponen tersebut. Pada sistem tersebut tegakan pohon diatur untuk menghasilkan kayu gelondongan yang bernilai tinggi, dan mengelola vegetasi di bawah tegakan yang berupa tanaman pakan untuk dapat disajikan atau digembalakan oleh ternak.

    Hasil penelitian Mansyur at. al. (2007) diketahui bahwa budidaya HMT seperti rumput gajah dengan sistem silvopastura di Desa Cijambu merupakan silvopastura yang dilakukan penaman tanaman pakan pada saat tanaman kehutanan sudah dewasa. Silvopastura yang ada seluas 38 ha, terdiri dari 28 ha pengembangan yang pertama, 10 ha adalah pengembangan tahap dua. Alasan peternak sapi perah dalam melaksanakan sistem silvopastura. Pertama, kebutuhan pakan hijauan untuk pakan ternak sapi perahnya, karena kegiatan usaha sapi perah dianggap mampu meningkatkan stabilitas ekonomi, sehingga keberlangsungan usaha temak sapi perah  perlu terus dipertahankan dengan selalu menggunakan HMT. Kedua, adanya keinginan untuk meningkatkan penggunaan sumberdaya alam yang lain, berupa lahan kehutanan, agar memberikan manfaat yang lebih tinggi. Petemak sangat menyadari bahwa sumberdaya lahan yang dimilikinya tidak akan mampu mendukung usaha peternakan sapi perahnya secara optimal .

    Hijauan Pakan Ternak dan Produktivitas Hijauan Pakan Ternak

    Syamsu (2008) hijauan pakan ternak adalah semua pakan sumber serat kasar yang berasal dari tanaman, khususnya bagian tanaman yang berwarna hijau. Sebagaimana diketahui pakan ternak bisa dibagi menjadi lima jenis, yaitu hijauan pakan ternak, sisa hasil pertanian, hasil ikutan pertanian, limbah agroindustri dan pakan non konvensional. Sisa hasil pertanian, hasil ikutan pertanian dan limbah agroindustri biasanya disebut sebagai limbah tanaman. Hijauan pakan ternak berupa rumput dan leguminosa merupakan hal penting bagi produksi dan pengembangan temak sapi potong. Hijauan pakan ternak dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama hijauan liar yaitu hijauan yang tidak sengaja ditanam dan tumbuh dengan sendirinya dan yang kedua yaitu hijauan introduksi atau hijauan yang sengaja ditanam dan dipelihara sebagaimana membudidayakan tanaman lainnya. Hijauan introduksi yang dibudidayakan hanya merupakan spesies rumput tertentu atau spesies leguminosa tertentu yang sengaja ditanam.

    Budidaya tanaman hijauan pakan ternak sudah mulai dikembangkan di lahan kering sejalan dengan program konservasi tanah. Pembuatan teras gulud atau teras bangku pada lahan-lahan miring, selalu dilengkapi dengan penanaman rumput atau leguminosa pada bagian guludan atau bibir pada tebing teras yang sesuai untuk pakan dan penguat teras dan juga ditanam di sela-sela tanaman kehutanan atau ditanam di bawah tegakan pohon. Pada umumnya pengembangan usaha ternak di lahan kering lebih banyak ditekankan pada peningkatan populasi ternak, tetapi kurang didukung oleh upaya pengembangan hijauan pakannya. Kekurangan pakan merupakan salah satu kendala dalam pengembangan ternak. Khususnya pada musim kemerau pengembangan hijauan pakan lahan kering, baik rumput maupun leguminosa, merupakan suatu usaha penting dalam rangka untuk mendukung pengembangan pakan ternak dalam suatu sistem usaha tani (Adimihardja, 1990 dalam Salomon, 2005).

    Perencanaan pengembangan HMT dengan sistem silvopastura untuk kebutuhan hijauan peternak. Tentunya penggunaan rumput gajah sebagai bahan baku pakan ternak ruminansia hanya tidak memungkinkan, maka perlu adanya pemilihan spesies yang persisten dalam sistem silvopastura dan dapat digunakan untuk bahan baku. Jenis – jenis hijauan pakan yang cocok untuk ditanam dan tumbuh di bawah naungan telah banyak dilakukan dan telah banyak menghasilkan jenis hijauan yang cocok untuk dikembangkan pada berbagai kondisi tersebut contoh rumput gajah (Pennisetum purpureum L.), rumput setaria (Setaria sp.) (Salomon, 2005).

    Produktivitas hijauan makanan ternak merupakan kemampuan menghasilkan suatu hijauan pakan yang dihasilkan. Pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi produktivitas rumput yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan yang mencakup keadaan tanah dan kesuburannya, pengaruh iklim termasuk cuaca dan perlakuan manusia atau manajemen. McIlroy (1977) dalam Riyanto (2008) menjelaskan bahwa produktivitas rumput tergantung pada faktor-faktor seperti persistensi (ketahanan) agresivitas, kemampuan tumbuh kembali, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran produksi musiman, kesuburan tanah, dan iklim.

    Hasil penelitian Windu (2000) menunjukkan bahwa naungan dengan paranet 50% dan di bawah tegakan karet umur 4 tahun menurunkan produksi hijauan rumput gajah masing-masing sebesar 60% dan 70%. Respon produksi hijauan rumput gajah terhadap peningkatan dosis pupuk N (50-200 kg/ha) lebih nyata pada kondisi terbuka dibandingan dengan pada kondisi naungan. Mutu hijauan rumput gajah seperti kandungan nitrat, serat kasar dan protein kasar pada kondisi naungan 50% dan di bawah tegakan karet umur 4 tahun masih dalam kisaran yang aman untuk dikonsumsi ternak. Pada kondisi naungan, pemupukan N dengan dosis rendah (50 kg/ha) tidak menunjukkan perbedaan produksi hijauan rumput gajah yang nyata dengan pemupukan N dosis tinggi (200 kg/ha).

    Hasil penelitian Prasetyo (2008) diketahui produksi rumput gajah dengan  luas lahan 1 Ha mampu menampung sapi perah sebanyak 20 ekor selama setahun sedangkan kebutuhan ternak sapi akan hujauan segar yaitu 10% dari berat badan per hari per ekor. Jika berat seekor sapi perah 600 kg, maka kebutuhan hijauan per hari adalah 60 kg, jadi kebutuhan akan hijauan per tahun 21,9 ton. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti rumput raja dapat menampung 49 ekor sapi perah/ha/tahun secara potong angkut.

    Ketersediaan Lahan Silvopastura

    Hasil penelitian Mansyur, at. al. (2007) menjelaskan keterbatasan lahan merupakan masalah umum dalam pengembangan ternak ruminansia untuk penanaman hijauan pakan. Strategi PHBM merupakan salah satu cara untuk tetap  menjaga kelestarian hutan. Kegiatan PHBM di Desa Cijambu melalui menanam tanaman pakan di bawah naungan hutan sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Peternak menanam rumput potongan, dalam hal ini rumput gajah, sebagai bahan makanan ternak ruminansia, sehingga ketersediaan  lahan untuk penaman hijauan terpenuhi. Selain itu, peternak mempunyai kewajiban menjaga dan memelihara tanaman utama kehutanan.

    Sebagian besar penduduk Desa Cijambu bermatapencaharian sebagai petani, dengan tata guna lahan seperti sawah teknis 89,406 ha, sawah setengah teknis 2 ha, lahan kering 168,14 ha, hutan lindung 992 ha, hutan produksi 48 ha, perkebunan rakyat 34 ha, pekarangan 4,7 ha.  Jenis ternak yang dipelihara meliputi ternak ruminansia dengan jumlah temak terdiri dari domba 3000 ekor, sapi potong dan perah 791 ekor. Kepemilikan lahan yang  sempit dan usahatani untuk menanam sayuran yang selalu mengalami ketidakpastian harga, membuat petani yang beralih profesi menjadi petani peternak sapi perah. Hal ini menunjukkan bahwa memelihara temak dapat membantu meningkatan pendapatan petani dan mempunyai lahan dengan kepemilikan yang sempit dengan memanfaatkan sumberdaya milik umum  seperti lahan pangonan, pinggiran jalan, dan pinggiran hutan. Peluang usaha ternak sapi perah di Desa Cijambu sangat menjanjikan. Permasalahan ketersediaan penyediaan HMT bagi peternak di daerah tersebut telah dapat diatasi karena pihak perhutani dapat menyediakan lahan untuk masyarakat sekitar hutan untuk budidaya hijauan pakan ternak dengan sistem silvopastura (Mansyur, at. al.,2007).

    Berbagai jenis rumput dan leguminosa yang ditanam menunjukkan pertumbuhan yang baik dan sesuai dengan kondisi lahan. Hal ini sangat mendukung produksi hijauannya dan untuk produksi ternak ruminansia. Penanaman berbagai jenis HMT di lahan petani atau di lahan milik perhutani selain untuk mengukur produktivitasnya juga untuk memberikan alternatif pilihan kepada petani untuk memilih jenis-jenis yang disukai ternaknya. Jenis rumput gajah menjadi pilihan utama bagi petani karena selain produktivitasnya tinggi, juga sangat disukai temaknya. Untuk meningkatkan kualitas HMT maka jenis-jenis hijauan berupa rumput dapat dikombinasikan penanamannya dengan jenis-jenis leguminosa. Pertanaman campuran antara rumput dan leguminosa sangat baik dilakukan tapi keduanya tidak saling menekan pertumbuhan masing-masing (Syamsu, 2008).

    I

  • Agroforesti – Sistem Pengelolaan Pertanian Kehutanan Terpadu

    Argoforesti adalah sistem tata kelola lahan efektif dan efisien baik dari segi luas lahan maupun jenis tanaman.

    Agroforesti

    Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usahatani ) yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan.

    Menurut beberapa ahli agroforestri didefinisikan sebagai

    1. Sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan, merupakan kombinasi produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman tahunan) dengan tanaman hutan dan/atau hewan (ternak), baik secara bersama atau bergiliran, dilaksanakan pada satu bidang lahan dengan menerapkan teknik pengelolaan praktis yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat (K.F.S. King dan M.T. Chandler).
    2. Penanaman pepohonan secara bersamaan atau berurutan dengan tanaman pertanian dan/atau peternakan, baik dalam lingkup keluarga kecil ataupun perusahaan besar. Agroforestri tidak sama dengan hutan kemasyarakatan (community forestry), akan tetapi seringkali tepat untuk pelaksanaan proyekproyek hutan kemasyarakatan (L. Roche).

    Model agroforestri

    1. Agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems) adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu).
    2. Agropastura adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan komponen peternakan.
    3. Silvopastura (Silvopastural systems) adalah sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture).
    4. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems) adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama.

    Keunggulan wanatani/agroforestri

    A. Produktivitas (Productivity): Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestry jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.

    B. Diversitas (Diversity): Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestry menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian, dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).

    C. Kemandirian (Self-regulation): Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestry diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk-produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur.

    D. Stabilitas (Stability): Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani (Dias. 2008).

    Hubungan tanah, tanaman dan pohon dalam wanatani

    Hubungan tanah, tanaman dan pohon dalam wanatani mengakibatkan terjadinya interaksi. Proses interaksi tersebut dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Proses interaksi secara langsung yaitu adanya penghambat pertumbuhan oleh tanaman satu terhadap tanaman yang lain. Sedangkan proses interaksi secara tidak langsung yaitu dapat mengubah lingkungan pertumbuhan seperti naungan pohon terhadap cahaya, menipisnya hara dan air, menstimulir pertumbuhan hama dan penyakit. Interaksi antara tanah, tanaman dan pohon tersebut dapat mempunyai dampak positif dan negative. Dampak positif misalkan saja adanya pepohonan dapat menaungi tanaman lain dibawahnya yang membutuhkan naungan. Pepohonan yang menggugurkan daun-daunnya dapat di gunakan sebagai bahan organic yang dapat menyuburkan tanah. Dampak negative yaitu adanya persaingan hara antar tumbuhan dalam satu lokasi karena adanya berbagai jenis tanaman, perebutan unsur hara juga sangat tinggi karena pada satu lokasi yang cukup unsur hara diperebutkan berbagai macam tanaman.

  • Instrumen Pra Penyusunan Program Penyuluhan Pertanian

    Berikut adalah penjelasan mengenai instrument PRA yang digunakan dalampenyusunan programa penyuluhan pertanian tingkat kecamatan dan desa.

    1. Peta Potensi Desa

    Memuat peta potensi fisik dari wilayah desa atau kecamatan yang menjadi lokasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan.  Dalam peta potensi ini memuat seluruh potensi yang dimiliki; baik potensi SDA,SDM, dan potensi lainnya.  Peta ini harus mewakili keadaan sesungguhnya dan mewakili kondisi permasalahan yang dihadapi.  

    2. Bagan Transek

    Merupakan gambar peta penampang daerah tersebut yang dibuat secara visual untuk menggambarkan kondisis topografi, vegetasi, dan kontur daerah yang bersangkutan. Bagan transek menceritakan keadaan lingkungan fisik mulai dataran yang tertinggi sampai dengan daerah terlandai.

    3. Kalender Musiman

    Menggambarkan aktivitas musim tanam yang sering dilaksanakan di daerah tersebut. Dalam kalender musiman ini memuat jadwal tanam per tahun dari berbagai komoditas pertanian yang ada di daerah tersebut. Kalender musiman ini dibuat dengan tabulasi

    4. Kalender Harian

    Menggambarkan aktivitas harian dari seluruh petani yang ada di daerah tersebut. Dibuat selengkap mungkin dengan memuat seluruh jenis aktivitas,dan urutan waktu yang dilaksanakan secara harian. Kalender ini dibuat dengan diagram lingkaran.

    5.   Diagram Venn

    Menggambarkan hubungan intensitas dari berbagai lembaga yang ada di daerah tersebut dengan keberadaan petani.  Dengan diagram ini akan tergambarkan frekuensi hubungan dan tingkat intensitas yang dilaksanakan oleh petani secara umum di daerah tersebut. Jika terdapat suatu irisan antara petani dengan suatu lembaga tertentu, maka dapat dipastikan petani mempunyai hubungan yang kuat dengan lembaga tersebut.  

    6. Pola Usaha tani

    Menggambarkan kondisi atau kedaaan sistem usaha tani yang dilaksanakan di daerah tersebut. Informasi yang dimuat dalam katagori ini harus bisa mengidentifikasi keragaan sistem atau pola tanam, teknis budidaya yang dijalankan dan adopsi teknologi yang digunakan. 

    7. Alur pemasaran produksi

    Alur pemasaran yang dimaksud dalam hal ini adalah menjelaskan rantai atau susunan lembaga yang teribat dalam sistem pemasaran suatu komoditi yang terdapat didaerah tersebut. Selain menjelaskan nama pelaku yang terlibat,juga dijelaskan lokasi tujuan pemasaran dari komoditi tersebut. 

    8. Alur Sejarah

    Mendeskripsikan secara singkat kronologis daerah tersebut dari tinjauan historis. Menceritakan asal usul dan sejarah daerah tersebut. 

    9. Mata Pencarian 

    Menjelaskan jenis dan komposisi penduduk yang mempunyai jenis pekerjaan tertentu. 

    10. Bagan Kecendrungan dan perubahan

    Menjelaskan kecendrungan pola berusaha baik usaha tani maupun usaha yang lainnya dari penduduk daerah tersebut selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Informasi yang digali apakah ada perubahan atau peralihan sektor lapangan kerja selama kurun waktu tersebut. Bagan kecendrungan ini dibuat secara tabulasi. 

    11. Bagan peringkat

    Menjelaskan skala prioritas dari permasalahan usaha tani yang dihadapi lengkap dengan alternatif solusi yang akan dilaksanakan. Bagan ini dibuat secara tabulasi

  • Induksi Fotoperiodisme

    Fotoperiodisme

    Induksi fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda sangat bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup memperoleh induksi dari fotoperioda satu kali saja, tetapi tumbuhan lain memerlukan induksi lebih dari satu kali.

    Xanthium strumarium untuk perbungaannya memerlukan 8 x induksi fotoperioda yang harus berjalan terus menerus. Apabila tanaman ini sebelum memperoleh induksi lengkap, mendapat gangguan atau terputus induksi fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga. Kekurangan induksi fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena efek fotoperioda yang telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk memperoleh induksi lengkap, tanaman tersebut harus mengulangnya dari awal kembali.

    Di dalam menerima rangsangan fotoperioda ini, organ daun diketahui sebagai organ penerima rangsangan. Ada 4 tahap yang terjadi dalam resepon perbungaan terhadap rangsangan fotoperioda, pertama menerima rangsangan, kedua transformasidari organ penerima rangsangan menjadi beberapa polametabolisme baru yang berkaitan dengan penyediaan bahan untuk perbungaan, ketiga pengangkuatan hasil metabolisme dan keempat terjadinya respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan perbungaan.

    Beberapa percobaan dalam hubungan dengan rangsangan ini, menunjukkan bahwa apabila daun dibuang segera setelah induksi selesai, tidak akan terjadi perbungaan , sedangkan apabila daun dibuang setelah beberapa jam sehabis selesai induksi, tumbuhan tersebut dapat berbunga. Rangsangan yang diterima oleh satu tumbuhan dapat diteruskan pada tumbuhan lain yang tidak memperoleh induksi, melalui cara tempelan (grafting) sehingga tumbuhan tersebut dapat berbunga.

  • Fitokrom – Pigmen Reseptor Cahaya

    Pengertian Fitokrom

    Fitokrom adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk mencerap (mendeteksi) cahaya. Sebagai sensor, ia terangsang oleh cahaya merah dan infra merah. Infra merah bukanlah bagian dari cahaya tampak oleh mata manusia namun memiliki panjang gelombang yang lebih besar daripada merah.

    Fitokrom ditemukan pada semua tumbuhan. Molekul yang serupa juga ditemukan pada bakteri. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek fisiologi adaptasi terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme (pengaturan saat berbunga pada tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan kecambah (khususnya pada dikotil), morfologi daun, pemanjangan ruas batang, serta pembuatan (sintesis) klorofil.

    Secara struktur kimia, bagian sensor fitokrom adalah suatu kromofor dari kelompok bilin (jadi disebut fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin (kesemuanya memiliki kerangka heme). Kromofor ini dilindungi atau diikat oleh apoprotein, yang juga berpengaruh terhadap kinerja bagian sensor. Kromofor dan apoprotein inilah yang bersama-sama disebut sebagai fitokrom.

  • Fotoperiodisme – Durasi Respon Tumbuhan Terhadap Penyinaran

    Pengertian Fotoperiodeisme

    Fotoperiodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran (panjang pendeknya hari) yang dapat merangsang pembungaan. Istilah fotoperodisme digunakan untuk fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh lama penyinaran yang diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan tersebut akan memasuki fase generatifnya,misalnya pembungaan. Menurut Lakitan (1994) Beberapa tumbuhan akan memasuki fase generatif (membentuk organ reproduktif) hanya jika tumbuhan tersebut menerima penyinaran yang panjang >14 jam dalam setiap periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang hanya akan memasuki fase generatif jika menerima penyinaran singkat <10 Jam (Mader, 1995).

    Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

    1. Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan bunga matahari.
    2. Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula, selada, dan tembakau.
    3. Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu.
    4. Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan kapas.

     Tumbuhan hari panjang (long day plant) ini umumnya berbunga pada akhir musim semi atau awal musim panas. Bayam, misalnya, memerlukan panjang siang hari 14 jam ata lebih lama. Lobak, selada, iris, dan banyak varietas sereal lain merupakan tumbuhan hari panjang. Perbungaan pada kelompok ke tiga, yaitu tumbuhan hari netral, tidak dipengaruhi oleh fotoperiode. Tomat, padi, dan dandelion adalah contoh tumbuhan hari netral (day neutral plant) yang berbunga ketika mereka mencapai tahapan pematangan tertentu, tanpa memperdulikan panjang siang hari pada waktu itu (Haryanto, 2010). Yang dimaksud dengan panjang hari disini bukan panjang hari secara mutlak, tetapi panjang hari kritis. Tumbuhan hari panjang (LDP) mungkin memiliki panjang hari kritis lebih pendek dari tumbuhan hari pendek (SDP). Dinyatakan bahwa tumbuhan hari panjang akan berbunga apabila memperoleh induksi penyinaran yang sama atau lebih dari panjang harin kritisnya dan sebaliknya tumbuhan hari pendek akan berbunga, apabila memperoleh penyinaran sama atau lebih pendek dari panjang hari kritisnya. 

    Sebelumnya diduga bahwa tumbuhan dirangsang perbungaannya oleh lamanya panjang hari (day length). Pada tahun 1940-an peneliti menemukan bahwa sesungguhnya panjang malam atau panjang kegelapan tanpa selingan cahaya atau niktoperiode, dan bukan panjang siang hari, yang mengotrol perbungaan dan respons lainnya terhadap fotoperiode. Banyak peneliti  bekerja dengan cocklebur, yaitu suatu tumbuhan hari pendek yang berbunga hanya ketika panjang siang hari 16 jam ata lebih pendek (dan panjangnya malam paling tidak 8 jam). Jika siang hari fotoperiode diselang dengan pemberian kegelapan yang singkat, tidak ada pengaruh pada perbungaan. Namun, jika bagian malam atau periode gelap dari fotoperiode disela dengan beberapa menit penerangan cahaya redup, tumbuhan tersebut tidak akan berbunga. Coklebur memerlukan paling tidak 8 jam kegelapan secar terus menerus supaya dapat berbunga. Tumbuhan hari pendek sesungguhnya adalah tumbuhan malam panjang, tetapi istilah yang lebih kuno tersebut tertanam kuat dalam jargon fisiologi tumbuhan. Tumbuhan hari panjang sesungguhnya tumbuhan malam pendek, apabila ditanam pada fotoperiode malam panjang yang biasanya tidak menginduksi perbungaan, tumbuhan hari panjang akan berbunga jika periode kegelapan terus menerus diperpendek selama beberapa menit dengan pemberian cahaya.

    Dengan demikian, respon fotoperiode tergantung pada suatu panjang malam kritis. Tumbuhan hari pendek akan berbunga jika durasi malam hari lebih lama di banding dengan panjang kritis (8 jam untuk cocklebur), tumbuhan hari panjang akan berbunga ketika malam hari lebih pendek dibanding dengan panjang malam kritis. Industri penanaman bunga telah menerapkan pengatahuan ini untuk menghasilkan bunga diluar musimnya. Chrythemum misalnya adalah tumbuhan hari pendek yang biasanya berbunga pada musim gugur, tetapi perbungaannya dapat ditunda sampai hari ibu (amerika serikat, red) pada bulan mei dengan cara menyelang setiap malam panjang dengan seberkas cahaya, yang mengubah satu malam panjang menjadi malam pendek.

    Pada banyak spesies tumbuhan hari pendek atau tumbuhan hari panjang, perbungaan cukup diinduksi dengan memaparkan sebuah daun tunggal terhadap fotoperiode yang tepat. Meskipun hanya satu daun dibiarkan bertaut pada tumbuhan, fotoperiode akan tetap terdeteksi dan tunas bunga akan diinduksi. Namun, jika semua daun dibuang, tumbuhan akan buta terhadap fotoperiode. Transmisi meristem dari pertumbuhan vegetatif  sampai ke perbungaan. Apapun kombinasi petunjuk lingkungan (seperti fotoperiode) dan sinyal internal (seperti hormon) yang diperlukan untuk perbungaan, hasilnya adalah transmisi meristem tunas dari keadaan vegetatif menjadi satu keadaan perbungaan. Transmisi ini memerlukan perubahan ekspresi gen-gen yang mengatur pembentukan pola. Gen identitas meristem yang menentukan bahwa tunas akan membentuk bunga terlebih dahulu dan bukan membentuk tunas vegetatif, harus diaktifkan (di-on-kan) terlebih dahulu. Kemudian gen identitas organ-organ bunga kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik diaktifkan pada daerah meristem yang tepat. Penelitian mengenai perkembangan bunga sedang berkembang pesat, yang bertujuan untuk mengidentifikasi jalur transduksi sinyal yang menghubungkan petunjuk-petunjuk seperti fotoperiode dan perubahan hormonal dengan ekspresi gen yang diperlukan untuk perbungaan.

  • Ciri Penanda Guru Mursyid

    Tidak semua orang bisa menjadi mursyid sekalipun fungsi mursyid itu sama seperti fungsi guru yaitu memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya

    Dalam tarekat bidangnya adalah rohani yang sangat halus yang berpusat pada lubuk hati sanubari jadi sifatnya tidak kelihatan, ghaib atau metafisika

    Pelajaran yang diberikan mursyid kepada muridnya adalah merupakan transfer of spiritual yaitu iman dan taqwa (Imtak)

    Adapun guru yang kita kenal adalah transfer of knowladge, dia mengajarkan masalah-masalah ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)

    Berhati-hatilah mencari guru mursyid supaya jangan mudah orang mengambil dan mempelajari ilmu tarekat kepada setiap orang yang mengaku dirinya seorang mursyid

    Utamanya pada akhir-akhir ini,  tidak sedikit orang ‘alim yang menamakan dirinya guru tarekat padahal ia sendiri belum pernah menjalankan suatu tarekat pun

    Prof.Dr.H.S.S Kadirun Yahya menjelaskan ada 8 syarat utama bagi seorang guru mursyid diantaranya adalah sebagai berikut :

    1. Pilihlah guru yang mursyid, yang dicerdikkan Allah SWT dengan izin dan ridla-Nya bukan dicerdikkan oleh yang lain-lain
    2. Kamil lagi mukammil (sempurna dan menyempurnakan), yang diberi kurnia oleh Allah karena Allah
    3. Masyhur kesana kemari, kawan dan lawan mengakui ia seorang guru besar
    4. Tidak dapat dicela pengajarannya oleh orang yang berakal, karena tidak bertentangan dengan Al Qur’an, Al hadist dan akal / ilmu pengetahuan
    5. Tidak mengerjakan hal yang sia-sia, umpamanya membuat hal-hal yang tidak murni halalnya
    6. Tidak setengah kasih pada dunia, karena hatinya telah bulat penuh kasih kepada Allah. Dia ada giat bergelora dalam dunia, bekerja hebat dalam dunia, tetapi tidak karena kasih kepada dunia itu, tetapi karena prestasinya itu adalah sebagai wujud pengabdiannya kepada Allah SWT
    7. Mengambil ilmu dari “polan” yang tertentu, Gurunya harus mempunyai tali ruhaniah yang nyata kepada Allah dan Rasul dengan silsilah yang nyata

    Dalam dunia sufi atau tarekat berguru itu yang penting tidak hanya mendapatkan pelajaran atau ilmu pelajaran

    Tetapi yang lebih penting dalam belajar dengan syekh mursyid itu adalah beramal secara intensif dan berkesinambungan serta memelihara adap dengan syekh mursyid sebaik-baiknya

    Dengan cara ini seorang murid akan mendapatkan Ilmu Laduni yang langsung dari Allah SWT yang berbentuk ma’rifat karena terbukanya hijab

    Dan yang lebih terpenting bahwa seorang mursyid harus mempunyai silsilah dan statuta yang jelas dari gurunya yang ahli yang bersambung jalan ikutannya tidak terputus kepada junjungan Rasulullah SAW