Blog

  • Open System Interconnection – OSI 7 Layer

    Open System Interconnection

    OSI adalah singkatan dari Open System Interconnection atau dalam bahasa Indonesianya berarti model referensi jaringan terbuka. OSI mulai dikembangkan di daratan Eropa Pada tahun 1977 oleh International Organization for Standardization hingga akhirnya OSI juga dikenal dengan OSI seven layer model. OSI adalah sebuah inovasi didalam bidang jaringan computer atau Computer Networking, dimana sebelum adanya OSI sebuah Networking sangat tergantung kepada pemasok atau penyedia komponen jaringan. Inovasi OSI senantiasa berupaya agar kendala yang ada dalam suatu Networking dapat teratasi, salah satunya dengan cara membuat suatu standar umum yang akan digunakan dalam suatu Networking. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya pemasok komponen yang ada yang produk atau protokolnya pasti digunakan dalam suatu Networking. Perbedaan protocol Vendor yang digunakan dalam suatu jaringan computer yang besar bisa mengakibatkan antar perangkat tidak bisa saling berkomunikasi dengan baik bahkan tidak bisa beroperasi sama sekali.

    Dalam perkembangannya Model OSI ternyata mempunyai saingan berat dari riset yang dilakukan oleh DARPA (Defense Advance Research Project Agency) yang notabene adalah institusi yang berada di bawah pengawasan Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Setelah adanya riset DARPA model OSI sedikit ditinggalkan, namun beruntung pada akhirnya pemerintah Amerika Serikat memberikan apresiasi kepada OSI berupa peluang untuk menggunakan model OSI dalam proyek Government Open System Interconection Profile.

    Darisanalah titik balik OSI, sebagai langkah awal osi mengeluarkan beberapa gebrakan yang langsung membuat protocol seperti TCPTCP/IP, DECnet dan IBM Systems Network Architecture (SNA) memetakan tumpukan protokolnya (protocol stack) ke OSI Reference Model. OSI Reference Model pun digunakan sebagai titik awal untuk mempelajari bagaimana beberapa protokol jaringan di dalam sebuah kumpulan protokol dapat berfungsi dan berinteraksi dengan baik.

    Definisi OSI

    Seperti telah disebutkan di atas, bahwa OSI adalah kependekan dari Open System Interconnection yang menangani bidang Protocol Networking. Secara singkat dapat dikatakan bahwa OSI adalah penstandarisasian kompabilitas jaringan yang dapat menghidarkan crash atau benturan antara berbagai produk di dalam suatu jaringan yang tentunya dapat mengakibatkan sebuah jaringan tidak dapat beroperasi. Dan lebih lanjut lagi, OSI telah digunakan sebagai dasar dari TCP / IP yang kita pakai saat ini.

    7 Layer OSI

    1). Application Layer,adalah layer yang mendefinisikan pelayanan komunikasi jaringan dalam bentuk aplikasi yang berfunsi sebagai pemroses antarmuka antara aplikasi dengan fungsionalitas jaringan, mengatur bagaimana aplikasi dapat mengakses jaringan, dan kemudian membuat pesan-pesan kesalahan. Protokol yang berada dalam lapisan ini adalah HTTP, FTP, SMTP, NFS, Telnet, dan SSH.

    2). Presentation Layer, adalah layer yang mendefinisikan atau merubah format data seperti ASCII, HTML, JPG dan lainnya yang dikirimkan ke jaringan, yang dapat dimanipulasi sehingga bisa di mengerti oleh penerima / user.

    Contohnya apabila anda menerima E-mail tapi E-mail tersebut tidak bisa tertampil secara sempurna, hal itu dikarena ada format dalam E-mail yang tidak dikenali. Hal ini merupakan kegagalan dari layer presentasi.

    Protokol yang berada dalam level ini adalah perangkat lunak redirektor (redirector software), seperti layanan Workstation (dalam Windows NT) dan juga Network shell (semacam Virtual Network Computing (VNC) atau Remote Desktop Protocol (RDP)).

    3). Session Layer, adalah layer yang mendefinisikan bagaimana memulai mengontrol dan menghentikan sebuah conversation/komunikasi antar PC atau dengan kata lain session layer berfungsi untuk mendefinisikan bagaimana koneksi dapat dibuat, dipelihara, atau dihapus. Selain itu, di level ini juga dilakukan resolusi nama.

    Sebagai contohnya apabila kita mengambil uang di mesin ATM dari memasukan pin sampai dengan pengambilan uang yang sebelumnya, terlebih dahulu mesin berkomunikasi dengan server tentang saldo rekening anda dan jumlah yang anda minta. Dalam Session kita bisa menjumpai SQL, NFS, RPC dan lain-lainnya.

    4). Transport Layer, adalah layer yang mendefinisikan managemen dari virtual circuit antar host dalam jaringan yang mengandung rangkain protocol dan permasalahan transprotasi data atau dengan kata lain untuk memecah data ke dalam paket-paket data serta memberikan nomor urut ke paket-paket tersebut sehingga dapat disusun kembali pada sisi tujuan setelah diterima. Selain itu.

    Pada level ini juga membuat sebuah tanda bahwa paket diterima dengan sukses (acknowledgement), dan mentransmisikan ulang terhadp paket-paket yang hilang di tengah jalan, selain itu di layer ini juga diatur arus koneksi dan pengendalian error dalam proses pengiriman paket data seperti TCP, UDP dan SPX.

    5). Network Layer, adalah layer yang mendefinisikan akhir pengiriman paket data dimana computer mengidentifikasi logical address sepert IP Adreses, bagaimana menuruskan / routing (oleh router), dan untuk siapa pengiriman paket data tersebut.Layer ini juga mendefinisikan fragmentasi dari sebuah paket dengan ukuran unit yang lebih kecil.

    Contoh Network Layer : Router.

    6). Data Link Layer, adalah layer yang menspesifikan pada bagaimana paket manakah data akan didistribusikan / ditransfer melalui media particular. Selain itu, pada level ini terjadi koreksi kesalahan, flow control, pengalamatan perangkat keras (seperti halnya Media Access Control Address (MAC Address)), dan menetukan bagaimana perangkat-perangkat jaringan seperti hub, bridge, repeater, dan switch layer 2 beroperasi. Spesifikasi IEEE 802, membagi level ini menjadi dua level anak, yaitu lapisan Logical Link Control (LLC) dan lapisan Media Access Control (MAC).

    Contoh Data Link Layer : Ethernet, Hub, dan switch

    7). Physical Layer, adalah Layer terendah yang mendefinisikan media fisik dari transmisi paket data dimana protocol digunakan seperti Ethernet pinout, Kabel UTP (RJ45, RJ48 dll. Berfungsi untuk mendefinisikan media transmisi jaringan, metode pensinyalan, sinkronisasi bit, arsitektur jaringan (seperti halnya Ethernet atau Token Ring), topologi jaringan dan pengabelan. Selain itu, level ini juga mendefinisikan bagaimana Network Interface Card (NIC) dapat berinteraksi dengan media kabel atau radio.

    Contoh Physical Layer : Kabel dan konektor.

    D. Implementasi Penggunaan OSI

    Tanpa kita sadari bahwa seringkali kita menggunakan OSI pada saat kita menggunakan fasilitas Networking setiap harinya. Sebagai contoh, pada saat kita menggunakan fasilitas E-mail ternyata kikta sedang menggunakan fasilitas yang disediakan oleh OSI. Untuk lebih lanjutnya mengenai pengimplementasian OSI 7 layer secara singkat pada fasilitas E- mail, maka keterangannya dapat dilihat seperti keterangan di bawah ini :

    1. Proses pada Layer 7 : Anda harus memakai software atau search engine yang mempunyai fungsi SMTP dan POP3 untuk mengirimkan E-mail, contohnya Microsof Outlook dan Yahoo.
    2. Proses pada Layer 6 : Pada saat anda mengirim E-mail, isi email anda dirubah atau diformat ke dalam format kode ASCII ataupun kode HTML.
    3. Proses pada Layer 5 : Dibutuhkan juga Operating System aatu system operasi untuk membuka E-mail yang telah diterima.
    4. Proses pada Layer 4 : Operating System akan membuka SMTP dengan sebuah TCP socket yang kemudian akan membuat protocol terbuka yang membuat PC dapat menerima data dari server E-mail.
    5. Proses pada Layer 3 : Komputer akan mencari IP addres dari SMTP Server dengan melihat routing table yang diberikan OS Router. Jika tidak ditemukan makan computer akan memberikan pesan error .
    6. Proses pada Layer 2 : Paket Data yang dikirim melalui IP addres akan dikirimkan oleh Ethernet menuju user.
    7. Proses pada Layer 1 : Paket data diubah menjadi signal elektrik yang bertujuan agar paket data tersebut dapat ditransformasikan pada kebel UTP Cat5, sehingga paket data bisa dikirim.

    OSI merupakan suatu contoh inovasi dari masa lalu, tetapi jika kita melihat perkembangan dunia IT belakangan ini yang semakin pesat dan sangat menjanjikan kemajuan, bukan tidak mungkin jika di kemudian hari akan ada inovasi yang lebih efisien daripada OSI.

  • Standar Organisasi Internasional Dalam Bidang Komunikasi Data

    Standard Organisasi Internasional adalah hal yang penting dalam bidang komunikasi data. Tujuannya untuk mengatur komunikasi agar bisa terhubung satu sama lain sesuai dengan standar yang disepakati.

    Standar Organisasi Internasional Komunikasi Data

    Standar suatu komunikasi diperlukan agar terdapat keseragaman, sehingga komunikasi memungkinkan untuk dilakukan. Berikut beberapa organisasi standar yang berperan dalam jaringan komputer.

    1. Internet Engineering Task Force (IETF).

    Merupakan sebuah organisasi yang menjaring banyak pihak (baik itu individu ataupun organisasi) yang tertarik dalam pengembangan jaringan komputer dan Internet. Organisasi ini diatur oleh IESG (Internet Engineering Steering Group), dan diberi tugas untuk mempelajari masalah-masalah teknik yang terjadi dalam jaringan komputer dan Internet, dan kemudian mengusulkan solusi dari masalah tersebut kepada IAB (Internet Architecture Board). Pekerjaan IETF dilakukan oleh banyak kelompok kerja (disebut sebagai Working Groups) yang berkonsentrasi di satu bagian topik saja, seperti halnya keamananrouting, dan lainnya. IETF merupakan pihak yang mempublikasikan spesifikasi yang membuat standar protokol TCP/IP.

    2. International Telecommunications Union (ITU) 

    ITU (International Telecommunication Union) merupakan sebuah organisasi internasional untuk membakukan atau memastikan dan meregulasi radio internasional dan telekomunikasi, baik di bidang layanan, media dan jaringan yag dipakai, sehingga sebuah jalinan telekomunikasi dapat berjalan lancar. Dengan tujuan untuk menstandarisasi, pengalokasian spektrum radio, dan mengorganisasikan perjanjian rangkaian interkoneksi antara negara-negara berbeda untuk memungkinkan penggilan telepon internasional.

    ITU (International Telecommunication Union) sendiri merupakan bentukan dari perwakilan pemerintah Eropa pada tahun 1865 dan berdirilah ITU di Paris pada tanggal 17 Mei 1865. Dan ITU diketua oleh Sekertaris Jendral Dr. Hamadoun I Toure sejak tahun 2006 hingga sekarang, yang merupakan jabatan pada periode ke-2. Sehingga pada tahun 1947 ITU menjadi badan Perserikatan Bangsa – Bangsa. ITU dibagi menjadi 3 yakni:

    1. ITU-T (International Telecommunication Union of Telecommunication)
    2. ITU-R
    3. ITU-D

    a. ITU-T (International Telecommunication Union of Telecommunication) 

    Adalah standar internasional dibidang Telekomunikasi baik itu telepon dan data. Sejak tahun 1956 – 1993 ITU-T dikenal sebagai CCITT (Comite Consulatif international telegraph of telephone). Tugas ITU-T adalah membuatrekomendasi teknis tentang telepon, telegraf, dan antar muka komunikasi data. Standar-standar yang diakui secara internasional sering menjadi penentu penempatan dan makna dari berbagai pin pada konektor yang digunakan oleh kebanyakan asyncronous terminal dan modem eksternal. ITU-T memiliki empat anggota, yaitu:

    • Pemerintahan
    • Perusahaan
    • Asosiasi
    • Peraturan Lembaga

    Terdapat juga 500 anggota sektor yang bergabung dengan ITU-T, termasuk perusahaan telepon, produsen pralatan telekomunikasi, vendor komputer, produsen chip, dan perusahaan media. Termasuk berbagai organisasi ilmiah nirlaba dan konsorsium industri.
    Adapun beberapa contoh dari Standar ITU-T, yakni:

    1. JPEG (Joint Photographic Expert Group ), merupakan standar kompresi file yang dikembangkan  menggunakan kombinasi DCT dan pengkodean Huffman untuk mengompresikan suatu file citra yang bersifat lossy atau kurang baik.
    2. MPEG  (Motion Picture Expert Group),  merupakan standar pengkodean layanan video. MPEG sendiri mulai pertama kali diperkenalkan pada akhir tahun 1998, dengan standar utamanya adalah basis internet yakni streaming media.
    3. H.323. Pada tahun 1996 H.323 dibentuk untuk dapat membantu pengembangan layanan VoIP. Fungsinya adalah untuk mempermudah pengiriman layanan suara, gambar dan data melalui jaringan computer (internet).
    4. G.709. Fungsi dari G.709 adalah untuk mengimplementasikan penggunaan kabel fiber optik. Adapun tujuan dari standar ITU G.709 ada tiga macam, yakni :
         1. Mendefinisikan optik hierarki transportasi OTN,
         2. Mendefinisikan fungsi dari overhead dalam mendukung multiwavelength jaringan optik,
         3. Mendefinisikan kerangka struktur, bit rate dan format untuk pemetaan sinyal klien.

    b. ITU-R (International Telecommunication Union of Radiocommunication) 

    Merupakan salah satu standar internasional dibidang radiokomunikasi. Dimana ITU-R ini menstandarisasikan komunikasi gelombang radio serta frekuensinya secara internasional.

    c. ITU-D (International Telecommunication Union of Development) 

    ITU-D bergerak dibidang pengembangan. Tugasnya pun untuk menstandarisasikan secara internasional perkembangan-perkembangan dunia telekomunikasi, baik dari segi jaringan, teknologi maupun layanannya.

    3. International Organization for Standardization (ISO). 

    ISO adalah organisasi standarisasi internasional yang bertugas membuat standar dari berbagai bidang termasuk jaringan komunikasi data. Salah satu standar yang terkenal adalah model OSI (Open System Interconnection).

    4. American National Standards Institute (ANSI). 

    Lembaga ini mengawasi pembuatan dan penggunaan ribuan norma dan pedoman yang secara langsung berdampak bisnis di hampir setiap sektor. Lembaga tersebut juga mengkoordinasikan standar Amerika Serikat dengan standar internasional sehingga produk-produk Amerika Serikat dapat digunakan di seluruh dunia.

    Lembaga tersebut memberi akreditasi untuk standar yang yang dikembangkan oleh perwakilan dari lembaga pengembang standar, instansi pemerintah, kelompok konsumen, perusahaan, dan lain-lain. Standar tersebut memastikan agar karakteristik dan kinerja produk yang konsisten sehingga masyarakat menggunakan definisi dan istilah yang sama, dan produk diuji dengan cara yang sama. ANSI juga memberi akreditasi bagi organisasi yang melaksanakan sertifikasi produk atau personel sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam standar internasional.

    5. Electronic Industries Association (EIA). 

    EIA merupakan perkumpulan/ asosiasi produsen perangkat komunikasi. bertanggung jawab untuk pengembangan dan perawatan standar industri untuk antarmuka antara peralatan pemrosesan data dan komunikasi data,  untuk memastikan peralatan yang diproduksi oleh produsen yang berbeda tetap kompatibel.

    Contohnya adalah RS-232 adalah standard komunikasi serial yang digunakan untuk koneksi periperal ke periperal.

    6. Insti

    Lembaga tersebut memberi akreditasi untuk standar yang yang dikembangkan oleh perwakilan dari lembaga pengembang standar, instansi pemerintah, kelompok konsumen, perusahaan, dan lain-lain. Standar tersebut memastikan agar karakteristik dan kinerja produk yang konsisten sehingga masyarakat menggunakan definisi dan istilah yang sama, dan produk diuji dengan cara yang sama.

    ANSI juga memberi akreditasi bagi organisasi yang melaksanakan sertifikasi produk atau personel sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam standar internasional.


    5. Electronic Industries Association (EIA). 

    EIA merupakan perkumpulan/ asosiasi produsen perangkat komunikasi. bertanggung jawab untuk pengembangan dan perawatan standar industri untuk antarmuka antara peralatan pemrosesan data dan komunikasi data,  untuk memastikan peralatan yang diproduksi oleh produsen yang berbeda tetap kompatibel. Contohnya adalah RS-232 adalah standard komunikasi serial yang digunakan untuk koneksi periperal ke periperal.

    6. Institute of Electrical and Electronic Engineers (IEEE). 

    IEEE adalah organisasi profesi yang membuat berbagai standar termasuk dalam bidang jaringan komunikasi data. Contohnya adalah IEEE 802.3 and IEEE 802.5 standar yang digunakan pada LAN.

  • Makalah Penelitian Kualitatif

    PENELITIAN KUALITATIF

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif haruslah orang yang memiliki sifat open minded. Karenanya, melakukan penelitian kualitatif dengan baik dan benar bearti telah memiliki jendela untuk memahami dunia psikologi dan realitas sosial.

    Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif,  adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, penelitian harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembagan.

    Penulisan laporan hasil penelitian berfungsi untuk memenuhi beberapa keperluan. Seperti keperluan studi akademis, keperluan perkembangan ilmu pengetahuan, keperluan lembaga masyarakat, lembaga pemerintahan atau lembaga bisnis tertentu dan untuk keperluan publikasi ilmiah. Fungsi penulisan laporan tersebut sangat erat kaitannya dengan jenis dan bentuk laporan.

    Jenis laporan yang pertama adalah jenis laporan yang dilakukan oleh mahasiswa S1 pada akhir tahun masa studinya dan mahasiswa S2 untuk menulis tesis. Serta mahasiswa S3 diwajibkan menyusun disertasi. Tesis maupun disertasi mempunyai bentuk khusus yang biasanya mengikuti aturan dan model tertentu yang ditetapkan oleh suatu perguruan tinggi.

    Jenis dan bentuk kedua adalah publikasi ilmiah yang dilakukan peneliti pada majalah ilmiah seperti jurnal. Pada bentuk publikasi ilmiah mempunyai tata aturan yang cukup longgar dan penyusunan hasil laporan cukup luwes untuk menentukan sendiri gaya penulisannya

    Jenis dan bentuk ketiga adalah laporan penelitian yang ditujukan kepada para pembuat keputusan atau kebijaksanaan. Bentuk tersebut dinamakan bentuk eksekutif. Dalam bentuk ini pembaca sekaligus akan menjadi pemakai hasil penelitian, sedangkan waktu dan kesibukan kegiatan para pemakai hasil penelitian menyita hampir seluruh kehidupan profesionalnya. Oleh karena itu, laporan harus disajikan secara singkat namun tetap padat berisi, Diusahakan agar tetap bersifat argumentatif dan persuasif.

    Untuk itulah, maka seorang peneliti kualitatif hendaknya memiliki kemampuan brainskill/abilitybravery atau keberanian,  tidak hedonis dan selalu menjaga networking, dan memiliki rasa ingin tau yang besar atau open minded. Jadi atas dasar pemaparan di atas, maka pada kesempatan ini pemakalah akan membahas tentang Teknik Pelaporan Penelitian Tesis Kualitaif.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apakah yang dimaksud dengan penelitian kualitatif ?
    2. Bagaimanakah Sistematika Teknik penulisan Laporan Penelitian Tesis Kualitaif ?

    C. Tujuan Pemabhasan

    1. Mengetahui pengertian Teknik Laporan Tesis kualitatif
    2. Mengetahui sistematika Teknik penulisan Laporan Penelitian Tesis Kualitatif.

    Bab II. Pembahasan

    A. Penelitian Kualitatif

    Penelitian atau dalam bahasa Inggris disebut dengan research. Jika dilihat dari susunan katanya, terdiri atas dua suku kata, yaitu re yang berarti melakukan kembali atau pengulangan dan research yang berarti melihat, mengamati atau mencari, sehingga research dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pemahaman baru yang lebih kompleks, lebih mendetail, dan lebih komprehensif dari suatu hal yang diteliti.

    Adapun pengertian penelitian kuliatatif dapat dilihat dari beberapa teori berikut ini:

    Qualitaive research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analizes words, report detailed views of information, and conducts the study in a natural setting.

    Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks social secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.

    Penelitian kualitaif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh social yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitaif.

    Penelitian kulitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitaif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

    Dari beberapa teori-teori di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. Dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks social secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.

    Rancangan dalam laporan penelitian kualitatif secara khusus belum ada format yang baku dan berlaku dalam merancang penelitian kualitatif, namun tetap ada poin-poin yang sama atau hampir sama dengan beberapa format yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Di beberapa perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, format penelitian kulaitaif yang digunakan dalam penelitian kualitaif yang digunakan dalam penyusunan tesis relative sedikit berbeda, walaupun pada intinya tetap sama dan ada benang merahnya satu sama lain. Di bawah ini. Akan disajikan format Teknik Laporan Tesis penelitian kualitatif yang dapat digunakan sebagai panduan dalam penyusunan tesis bagi mahasiswa pascasarjana.

    Analisis Penulisan Laporan Penelitian Kwalitatif

    Dalam penelitian kualitatif, proses pengolahan data yang dilakukan sangat berbeda dari penelitian kuantitatif. Kuantitatif identik dengan angka di mana dalam kualitatif peneliti lebih dituntut untuk mampu menerjemahkan data ke dalam bentuk deskripsi, narasi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar dan foto), maupun bentuk-bentuk non angka lainnya. Maka menjadi sebuah tantangan besar bagi peneliti untuk mampu menggali serta menginterpretasikan data-data yang sedemikian banyak tersebut agar tidak hanya menjadi tumpukan kertas yang sia-sia.

    Permasalahannya kemudian adalah, dalam penelitian kualitatif teknik yang digunakan untuk mengukur validitas, reliabilitas, maupun siginifikansi perbedaan tidak memiliki prosedur yang jelas seperti halnya kuantitatif. Tidak ada aturan absolute. “In short, there are no absolute rules except to do the very best with your full intellect to fairly represent the data and communicate what the data reveal given the purpose of the study”.

    Meski tidak ada pedoman yang jelas, tetap saja peneliti wajib memonitor dan melaporkan proses dan prosedur analisisnya sejujur serta selengkap mungkin. Hal terpenting di dalam penelitian kualitatif adalah bagaimana mengembangkan keluwesan berpikir dan kepekaan teoritis dalam diri peneliti.

    B. Sistematika Laporan Penelitian

    1. Model Penulisan

    Dalam penelitian yang memfokuskan pada telaah untuk mengembangkan teori formal, yang dilakukan adalah menggabungkan empiris dan refleksi konseptual. Model ini dapat menjadi penelitian yang sangat baik bila peneliti memiliki kompetensi menggabungkan telaah pada lapisan-lapisan berbeda. Model ini belum banyak dilakukan, tetapi merupakan pendekatan yang perlu terus-menurus dikembangkan khususnya untuk tingkatan akademik yang tinggi.

    Ringkasan Model Laporan Penelitian Kualitatif

    Murni deskriptif – penyimpulan faktual saja, tidak berteori

    • Sering ditemui
    • Sering dianggap sebagai ciri atau bentuk satu-satunya dari penelitian kualitatif
    • Sebenarnya merupakan model paling sederhana dari pendekatan kualitatif

    Analisis deduktif-positivistik – memasukkan dalam kotak-kotak kategori kaku yang ditentukan dari awal

    • Cukup sering dilakukan, khususnya oleh peneliti berlatar belakang kuantitatif-positivistik
    • Tidak dianjurkan
    • Menghilangkan kekayaan data, gagal menampilkan kekuatan pendekatan kualitatif

    Olah wacana – banyak jargon dan konsep yang sulit dikembalikan ke realitas konkret lapangan

    • Kadang dilakukan peneliti yang sangat lekat dengan teori-teori post-modern
    • Dikhawatirkan kurang bermanfaat karena sesungguhnya memiliki karakteristik sama dengan pendekatan positivistik yang berjarak, reduktif, jauh dari realitas.

    Kerangka teori kuat, dengan analisis deduktif yang melampaui uji hipotesis

    • Cukup sering dilakukan kelompok dengan tradisi kuantitatif atau positivistik.
    • Dapat menjadi penelitian kualitatif yang baik bila teori memang komprehensif, pengambilan data mendalam, dan peneliti tetap bersikap terbuka.

    Menggabungkan induksi-deduksi untuk membangun pemahaman, fokus pada pengungkapan kekayaan data

    • Sering dilakukan, menjadi ciri umum penelitian kualitatif yang dianggap baik oleh peneliti kualitatif pada umumnya.
    • Menjadi model yang diperkirakan banyak memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu.

    Grounded theory – induksi yang sifatnya sangat konseptual untuk membangun teori

    • Jarang dilakukan karena sulit dan memerlukan refleksi sangat dalam.
    • Merupakan tantangan untuk peneliti kualitatif, merupakan model penting untuk penelitian akademik berbobot.

    Telaah untuk mengembangkan teori formal – menggabungkan empiris dan refleksi konseptual

    • Belum banyak dilakukan, tetapi menjadi pendekatan yang penting khususnya untuk penelitian akademik yang berbobot.
    • Mensyaratkan kompetensi peneliti dalam menelaah lapisan-lapisan berbeda.

    Pada akhirnya, tampak isunya bukanlah pada apakah ada perbedaan model laporan penelitian yang baik di bidang ilmu atau kajian berbeda-beda. Isunya adalah pada sejauh mana kita sungguh-sungguh menyadari karakteristik dan kekuatan-kekuatan khas dari penelitian kualitatif, dan sejauh mana kita sungguh-sungguh mencoba memanfaatkan kekuatan itu dalam upaya memahami realitas sosial sekaligus mengembangkan ilmu.

    2. Teknik dan Strategi Penulisan Laporan

    Pembahasan mengenai teknik dan strategi dalam penulisan laporan dalam bagian ini mencakup langkah-langkah penulisan dan teknik penulisan.

    a. Langkah-langkah penulisan laporan.

    Membagi langkah penulisan dalam dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap penulisan yang sebenarnya. kedua penulis itu menamakan tahap awal sebagai tugas organisasional. Ada tiga kelompok tugas organisasional yaitu :

    1. Menyusun materi data sehingga baha-bahan itu dapat secepatnya tersedia apabila diperlukan. Hal ini dapat digunakan untuk keperluan penelaahan data yang bersumber dari dokumen, buku, dll.
    2. Penyusunan kerangka laporan. Kerangka laporan hendaknya dipersiapkan dalam rangka konsep yang ditemukan dari data.
    3. Mengadakan uji silang antara indeks bahan data dengan kerangka yang baru disusun.  Hasil dari pekerjaan ini akan menjadi dasar penulisan. Jika indeks yang disusun terlalu banyak, penulis hendaknya membuat intisarinya agar mudah diuji silangkan. Uji silang dilakukan dengan cara menelaah indeks bahan data satu demi satu, kemudian dipertanyakan apakah sudah sesuai dengan kerangka.

    Tahap penulisan yang sebenarnya hendaknya mengikuti kerangka yang telah disusun pada tahap awal. Tahap penulisan ini perlu disertai dengan penjajakan audit. Hal ini memungkinkan penulis untuk melaporkan fakta-fakta yang benar-benar fakta atas dasar sumber yang dapat ditunjukkan, sehingga peneliti benar-benar yakin untuk membuat pertanyaan yang didukung oleh data. Pada tahap penulisan ini, penulis hendaknya mengaitkan dengan hasil penelaah kepustakaan yang berguna bagi penggunakan kriteria inklusi – eksklusi.

    b. Teknik penulisan laporan

    Hal ini mencangkup 3 hal, yaitu cara penulisan, gaya penulisan, dan diakhiri dengan petunjuk umum penulisan. cara penulisan laporan penelitian diarahkan oleh suatu “fokus” yang berarti penulis memutuskan untuk memberitahukan keinginannya kepada para pembaca. Fokus hendaknya berupa tesis, tema atau topik.

    Dalam kehidupan masyarakat”. Yang perlu diperhatikan ialah peneliti hendaknya berhati-hati mengemukakan argumentasinya karena biasanya argumentasi demikian diserang oleh para peneliti lainnya.

    Tema ialah beberapa konsep yang muncul dari data. Tema dapat dirumuskan dalam beberapa tingkatan abstraksi yang berasal dari pertanyaan-pertanyaan tentang jenis latar  situasi.

    Topik yaitu, satuan aspek tertentu apa yang sedang diteliti dan suatu ide mengenai hal itu. Tema bersifat konseptual sedangkan topik bersikap deskriptif.

    Gaya penulisan dapat dinyatakan berada diantara suatu kontinuum. Pada gaya penulisan terdapat gaya penulisan formal dan tradisional serta gaya penulisan yang terlalu longgar, deskriptif, menceritakan peristiwa yang berkepanjangan terlebih dahulu, baru akhirnya menarik kesimpulan. Gaya tradisional sejak awal penulis sudah menyatakan isinya akan berargumentasi, menyajikan aspek-aspek kunci prespektifnya, dan menyajikan contoh data. Gaya non tradisional agak kontrofersial dalam cara menyajikan latar penelitian.

    c. Petunjuk penulisan laporan

    1. Penulisan hendaknya dilakukan secara informal. Dalam hal ini tugas seorang peneliti memberikan gambaran tentang dunia lapangan penelitian.
    2. Penulisan itu hendaknya tidak bersifat penafsiran atau evaluatif kecuali bagian yang mempersoalkan hal itu. Penafsiran dan evaluasi itu harus didasarkan oleh data itu sendiri, jangan membiarkan pembaca menafsirkan bahwa yang dikemukaan itu dari peneliti itu sendiri. Jika penulis ingin menuliskan pendapatnya sebaiknya peneliti menuliskan dengan kata atau kalimat yang diberikan tanda khusu seperti huruf miring atau garis bawah.
    3. Penulis hendaknya menyadiri jangan terlalu banyak data yang dimasukkan. Peneliti hendaknya membatasi bahan yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam penulisan laporan.
    4. Penulis hendaknya tetap menghormati janji tidak menuliskan nama dan menjaga kerahasiaan. Hal ini dilakukan agar oranglain tidak dapat mengenali responden atau subyek.
    5. Penulis hendaknya tetap melaksanakan penjajakan audit. Auditing merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang baik dan penting. Peneliti hendaknya membuat catatan tentang setiap langkah kegiatan.
    6. Penulis hendaknya menetapkan batas waktu penyelesaian laporannya dan bertekad untuk menyelesaikannya. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat menyelesaikan laporan sebelum terjadi perubahan pada latar penelitian.

    C. Format Penulisan Laporan Tesis Penelitian kualitatif

    Sistematika Penelitian Kualitatif secara garis besar meliputi:

    Bagian Awal
    1. Halaman Sampul
    2. Lembar Logo
    3. Halaman Judul
    4. Lembar Pengesahan
    5. Lembar Persetujuan Pembimbing
    6. Lemberang Persetujuan dan Pengeasahan
    7. Pernytaan Keaslian Penelitian
    8. Abstrak
    9. Kata Pengantar
    10. Daftar Isi
    11. Daftar Tabel
    12. Daftar Lampiran
    Bagian Inti
    1. Bab I. Pendahuluan
      1. Konteks Penelitian
      2. Fokus Penelitian
      3. Tujuan Penelitian
      4. Manfaaat Penelitian
      5. Orisinalitas Penelitian
      6. Defenisi Istilah
    2. Bab II. Kajian Pustaka
      1. Landasan Teoretik
    3. Bab III. Metode Penelitian
      1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
      2. Kehadiran Penelitian
      3. Latar Penelitian
      4. Data dan Sumber Data Penelitian
      5. Teknik Pengumpulan Data
      6. Teknik Analsisa Data
      7. Pengecekan Keabsahan Data
    4. Bab IV. Paparan Data dan Hasil Penelitian
      1. Paparan Data
      2. Hasil Penelitian
    5. Bab V. Pembahasan
    Bagian Akhir
    1. Daftar Pustaka
    2. Lampiran
    3. Riwayat Hidup Penulis

    BAB I PENDAHULUAN

    A.     Konteks Penelitian

    Konteks penelitian masalah merupakan pintu masuk bagi peneliti untuk menyingkap kesenjangan yang terjadi antara kebenaran teoretik dengan realitas di lapangan. Konteks penelitian mencakup isu-isu mendasar yang menunjukkan bahwa tema/topik/judul penelitian tersebut penting dan menarik untuk diteliti. Pada bagian ini dipaparkan diskursus teoritik tentang isu-isu penting dan menarik yang menjadi titik perhatian peneliti. Selain itu, diungkap pula isu-isu yang sedang berkembang di dalam realitas yang terkait dengan diskursus teoritik tersebut. Pada akhirnya peneliti menemukan peluang untuk melakukan kajian lebih mendalam tentang persoalan tersebut.

                Diskursus teoritik dan realitas di lapangan dilakukan oleh peneliti didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:

    1.      Hasil kajian pustaka. Pustaka yang berupa jurnal, buku, dokumen ilmiah, terbitan berkala, laporan hasil penelitian, abstrak tesis dan disertai, internet, dan sumber-sumber lain yang relevan.

    2.      Hasil diskusi dengan pakar, sejawat atau kolegial yang seprofesi. Berdasarkan diskusi yang bersifat formal maupun informal akan membantu peneliti menemukan masalah penelitian. Diskusi bisa dalam bentuk seminar, simposium, diskusi panel, konferensi, lokakarya, dan lainnya.

    3.      Survei awal atau kajian awal dalam bentuk kajian dokumenter maupun kajian lapangan.

    4.      Surat kabar, majalah, media elektronik dapat membantu memunculkan ide-ide penelitian.

    B.     Fokus Penelitian

    Fokus penelitian memuat rincian pernyataan atau pertanyaan tentang cakupan atau topik-topik pokok yang hendak diungkap atau digali dalam penelitian ini. fokus penelitian sama halnya dengan rumusan masalah dalam penelitiankuantitatif. Dalam fokus penelitian berisi pertanyaan-pertanyaan yang hendak dijawab dalam penelitiandan alasan diajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut berguna untuk mengetahui apa yang akan diungkap di lapangan.

    C.     Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian adalah pernyataan yang menjelaskan keinginan peneliti untuk mendapat jawaban atas pertanyaan yang konsisten dengan fokus masalah dan dinyatakan dengan kalimat deklaratif.

    D.     Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian harus memuat dua hal yaitu manfaat teoretisdan praktis bagi pihak-pihak yang terkait dengan upaya pemecahan masalah penelitian. Manfaat teoretis (akademis) adalah kegunaan hasil penelitian terhadap pengembangan keilmuan. Manfaat praktis adalah kegunaan hasil penelitian untuk kepentingan masyarakat penggunanya.

    E.      Orisinalitas Penelitian

    Bagian ini menyajikan perbedaan dan persamaan bidang kajian yang di teliti antara peneliti dengan peneliti-peneliti sebelumnya. Hal demikian di perlukan untuk menghindari adanya pengulangan kajian terhadap hal-hal sama. Dengan demikian akan diketahui sisi-sisi apa saja yang membedakan antara peneliti kita dengan penelitian-penelitian terdahulu. Dalam bagian ini akan lebih mudah di pahami, jika peneliti menyajikan dalam bentuk tabel seperti berikut ini:

    Tabel perbedaan peneliti dengan penelitian sebelumnya.

    No.Nama peneliti, Judul dan Tahun PenelitianPersamaanPerbedaanOrisinilitas Penelitian
    1.
    2.
    3.
    4.

    F.      Definisi Istilah

    Definisi istilah merupakan penjelasan atas konsep atau variabel penelitian yang ada dalam judul penelitin. Konsep atau variabel penelitian merupakan dasar pemikiran peneliti yang akan di komunikasikan kepada para pembaca atau orang lain. Peneliti harus merumuskan konsep atau variable penelitian dengan baik agar hasilnya dapat di mengerti oleh pembaca atau orang lain  dan memungkinkan untuk di replikasi oleh calon peneliti berikutnya.

    Definisi istilah di gunakan untuk menjelaskan  istilah atau konsep-konsep yang ada dalam judul penelitian dan atau istilah dalam fokus penelitian dan atau istilah yang ada dalam isi laporan tesis/disertai yang menggunakan pendekatan kualitatif. Istilah atau konsep yang di jelaskan adalah istilah atau konsep yang dirasakan akan memberikan penafsiran berbeda dari konsep atau istilah diberika oleh peneliti sendiri bukan merupakan hasil kutipan dari pakar atau ahli.

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A.     Landasan Teori

    Landasan teori berisi tentang pembahasan teori yang digunakan sebagai dasar untuk mengkaji atau menganalisis masalah penelitian. Landasan teori memuat deskripsi teoretik, penelitian yang relevan, dan kerangka berfikir. Kristalisasi teori dapat berupa definisi atau proposisi yang menyajikan pandangan tentang fokus penelitian yang disusun secara sistematis dengan tujuan untuk memberikan eksplanasi dan prediksi mengenai suatu fenomena. Teori dalam penelitian kualitatif berfungsi sebagai pisau analisis data.

    B.     Kajian Teori dalam Prespektif Islam

    Pada sub bab ini mengkaji variabel-variabel penelitian dalam sudut pandang islam atau dalam perspektif islam. Kajian dapat bersumber dari Alqur’an, Hadits, Kitab-kitab hasil karya ilmuan islam atau referensi-referensi yang berperspektif Islam.

    C.     Kajian Penelitian yang Relevan

    Kajian penelitian yang relevan merupakan pembahsan hasil-hasil penelitian yang termuat dalan buku teks, jurnal, tesis, disertasi, prosiding, dan kegiatan ilmiah. Tujuan kajian penelitian yang relevan sebagai berikut:

    1.      Membantu peneliti dalam memposisikan permasalahan penelitian.

    2.      Mengetahui orisinilitas permasalahan penelitian.

    3.      Memberikan dasar dalam menyusun kerangka berfikir penelitian.

    4.      Membantu peneliti merumuskan pertanyaan penelitian.

    5.      Membantu peneliti untuk menghindari kelemahan  penelitian sebelumnya.

    D.     Kerangka Berfikir

    Kerangka berfikir menggambarkan alur pikir peneliti yang dimaksudkan untuk menyusun reka pemecahan masalah (jawaban pertanyaan penelitian) berdasarkan teori yang dikaji. Kerangka berfikir memuat unsur-unsur berikut.

    1.      Penjelasan variabel yang diteliti,

    2.      Menjelaskan keterkaitan antar variabel yang diteliti dan teori yang mendasarinya,

    3.      Kerangka berfikir disajikan dalam bentuk gambar atau bagan.

    BAB III METODE PENELITIAN

    1.      Pendekatan penelitian dan Jenis Penelitian.

    Dalam bagian ini peneliti menjelaskan pemilihan pendekatan kualitatif serta alasannya. Penjelasan tersebut perlu juga mencantumkan landasan berfikir secara teoritis untuk memahami makna dan gejala-gejala dari fenomena yang akan diteliti. Misalnya, fenomenologis, interaksi simbolis, kebudayaan, etnometodologis, atau kritik seni (hermeneutika). Dalam bagian ini peneliti juga perlu menjelaskan jenis penelitian, seperti etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, ekologis, atau partisipatoris.

    2.      Kehadiran Peneliti.

    Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen sekaligus pengumpul data. Oleh karena itu kehadiran peneliti menjadi bagian yang mutlak. Pada bagian ini perlu dijelaskan kehadiran peneliti sebagai pengamat penuh, pengamat partisipan, atau partisipan. Sekaligus juga menjelaskan apakah kehadiran peneliti diketahui statusnya oleh subyak atau tidak.

    3.      Latar Penelitian.

    Latar penelitian penjelasan tentang lokasi, rentang waktu, dan atau subyek penelitian. Peneliti perlu menjelaskan alasan memilih lokasi, rentang waktu, dan atau subyek penelitian.

    4.      Data dan Sumber Data Penelitian.

    Data penelitian kualitatif terdiri atas data primer dan data sekunder. Wujud data berupa informasi lisan, tulis, aktivitas, dan kebendan. Data dapat bersumber dari informan, arsip, dokumen, kenyataan yang berproses, dan artefak. Peneliti perlu menjelaskan alasan menggunakan data dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian.

    5.      Teknik Pengumpulan Data.

    Teknik pengumpulan data berisi tentang cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya, wawancara, observasi, studi dokumen. Peneliti perlu menjelaskan alasan menggunakan teknik pengumpulan data penelitian.

    6.      Teknik Analisis Data.

    Teknik analisis data berisi tahapan analisis penelitian, misalnya dalam teknik analisis interaktif terdiri atas sajian data, reduksi data, dan penarikansimpulan. Peneliti perlu menjelaskan alasan menggunakan teknik analisis data.

    7.      Pengecekan Keabsahan Data.

    Keabsahan data berisi penjelasan tentang cara peneliti memvalidasi data atau melakukan trianggulasi data, misalnyatrianggulasi metode, sumber, teori, dan peneliti. Peneliti perlu menjelaskan alasan menggunakan teknik trianggulasi data penelitian.

    BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

    Pada bagian ini berisi uraian tentang a) gambaran penelitian, b) paparan data c) hasil penelitian. Penjelasan bagian ini sebagai berikut:

    A.     Gambaran Umum Latar Penelitian

    Bagian ini berisi uraian tentang situasi latar penelitian berdasarkan karakter subyek penelitian. Karakter subyek misalnya lingkungan geografi, sejarah, nilai budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Gambaran umum latar ini menjadi pijakan awal dalam uraian bagian inti berikutnya.

    B.     Paparan Data Penelitian

    Pada bgian berisi uraian tentang deskripsi data yang telah diperoleh oleh peneliti selama proses penelitian berlangsung. Data yang disajikan dalam semua data yang berkaitan dengan variabel penelitian atau data-data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah atau fokus penelitian.

    C.     Hasil Penelitian

    Setelah data disajikan, selanjut dianalisis dan hasil analisis dijelaskan pada bagian hasil penelitian ini.

    BAB V PEMBAHASAN

    Pembahasan berisi uraian yang mengkaitkan atau mendialogkan hasil penelitian dengan landasan teori dan pustaka. Pada bagian ini juga dapat merumuskan teori baru atau model baru yang diperoleh dari penelitian.

    BAB VI PENUTUP

    A.     Simpulan

    Bagian ini merupakan jawaban dari permasalahan penelitian pda fokus penelitian. Simpulan dinyatakan dalam paragraf secara singkat dan tepat berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan. Simpulan pada tesis dan disertasi harus mencerminkan hasil dialog secara kritis antara teori dan temuan lapangan. Simpulan pada disertasi harus mencerminkan temuan baru tentang teori atau model.

    B.     Implikasi

    Implikasi berisi konsekuensi logis dari simpulan penelitian, baik secara teoritis maupun prkatis.

    C.     Saran

    Saran diajukan berdasarkan simpulan dan implikasi penelittian. Saran penelitian dapat mengungkap tentang pengembangan atau pendalaman fokus penelitian.

    D.    Penelaahan Hasil Penulisan

    Tujuan dilakukan penelaahan hasil penulisan yaitu, agar karya ilmiah yang di laporkan dapat dipertanggungjawabkan. Penelaahan ini terdapat beberapa kriteria yaitu:

    1. Apakah uraian tentang lokasi telah benar-benar menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Hal yang menjadi dasar untuk menetapkan jawaban ini adalah pengetahuan dan pengalaman pada latar penelitian.
    2. Apakah ada kekeliruan pengungkapan fakta atau intreprestasi. Hal ini bisa dilakukan bersama dengan anggota tim penelitian, guna untuk memperjelas hal yang dipersoalkan.
    3. Apakah data atau informasi penting yang dibuang. Kriteria inklusi dan eklusi sangat besar peranannya. Jika memang ada informasi yang terlewatkan maka direvisi lagi.
    4. Apakah penafsiran yang dilakukan oleh peneliti atau anggota tim peneliti itu sesuai dengan penafsiran oleh subyek. Pada petunjuk penulisan laporan sebenarnya telah dikemukakan, namun terkadang peneliti menafsirkan melebihi penafsiran subyek. Jika hal ini terjadi maka diadakan revisi kembali.
    5. Apakah kerahasiaan dan usaha tidak mencantumkan nama latar penelitian dan subyek itu sudah benar-benar terjamin. Jika hal ini terlupakan akan menimbulkan persoalan yang cukup serius.
    6. Apakah ada persoalan-persoalan yang “ hangat” dan sensitif ikut dimasukkan dalam laporan. Apabila hal ini terjadi seharusnya diselesaikan dengan orang yang bersangkutan pada latar penelitian, apakah mereka setuju atau tidak untu diungkapkan dalam laporan penelitian.

    Penelaahan dilakukan tiga kali. Pertama, penelaahan perlu dilakukan oleh anggota-anggota tim penelitian itu sendiri. Kedua, penelaahan pada tahap ini hendaknya tidak hanya oleh mereka yang mempunyai latar belakang tentang hal yang diteliti, tetapi juga oleh yang berasal dari luar lingkaran penelitian. Ketiga, penelaahan dilakukan oleh kedua kelompok itu secara bersama-sama. Pada tahap ini penelaahan hendaknya diarahkan pada organisasi dan gaya penulisan.

    Bab III. Penutup

    A.    Kesimpulan

    penelitian merupakan suatu bagian yang terpisahkan dari kegiatan penelitian dan dibagi atas empat bagian, yaitu fungsi, jenis dan bentuk laporan hasil penelitian, kerangka dan isi laporan, teknik dan strategi penulisan laporan, dan penelaahan laporan hasil penelitian.

    Pada bagian pertama, fungsi laporan ada bermacam-macam sesuai dengan keperluan penggunaan laporan penelitian itu sendiri. Bagian kedua menyajikan tiga contoh kerangka dari beberapa segi pandangan, yang disintesiskan ke dalam suatu kerangka laporan.

    Teknik dan strategi penulisan laporan mencakup langkah-langkah penulisan itu sendiri, teknik penulisan, dan diakhiri dengan uraian tentang petunjuk penulisan laporan. Petunjuk ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti sewaktu akan memulai penulisan laporan.

    Penelaahan terhadap laporan yang telah ditulis merupakan pekerjaan yang sebaiknya dilakukan mengingat dengan memperoleh umpan balik dari beberapa pihak, hasil karya penulisan dapat lebih disempurnakan. Tentu saja penelaahan demikian dilakukan atas dasar kriteria tertentu.

    Pada bagian teknik penulisan karya ilmiah dapat digunakan untuk keperluan banyak peneliti, dosen, guru-guru yang dalam rangka kenaikan pangkatnya memerlukan adanya karya ilmiah yang ditulis dalam suatu jurnal atau suatu majalah ilmiah. Dan pada bagian ini diawali dengan pendahuluan, maksud dan tujuan penulisan karya ilmiah, adanya kriteria penulisan karya ilmiah yang terdiri atas kriteria konseptual, prosedural dan teknikal dan diakhiri dengan adanya panduan penulisan karya ilmiah.

  • Makalah Teknik Pengumpulan Data

    Makalah Teknik Pengumpulan Data

    Teknik Pengumpulan data adalah metode atau cara-cara yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian. Data-data dikumpulkan dengan bantuan instrumen sesuai dengan karakter data, variabel dan subjek yang hendak di ukur.

    Teknik Pengumpulan Data

    Bab 1. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Penelitian dapat diartikan sebagai suatu proses penyelidikan secara sistematis yang ditujukan pada penyediaan  informasi untuk menyelesaikan masalah. Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data. Teknik dalam menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihat penggunaannya melalui: angket, wawancara, pengamatan, ujian (tes), dokumentasi, dan lain-lain.

    Dalam penelitian ilmiah, agar data yang kita kumpulkan menjadi valid, maka kita harus mengetahui bagaimana cara-cara pengumpulan data dalam penelitian itu, sehingga data yang kita peroleh dapat menjadi pendukung terhadap kebenaran suatu konsep tertentu. Dan dalam kegiatan penelitian, keberadaan instrumen penelitian merupakan bagian yang sangat integral dan termasuk dalam komponen metodologi penelitian karena instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah yang sedang diteliti.

    Menyusun instrumen merupakan suatu proses dalam penyusunan alat evaluasi karena dengan mengevaluasi kita akan memperoleh data tentang objek yang diteliti.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian pengumpulan data?
    2. Apa saja macam-macam teknik pengumpulan data?
    3. Apa saja jenisteknik pengumpulan data?              

    C. Tujuan Penulisan

    1. Untuk mengetahui pengertian pengumpulan data.
    2. Untuk mengetahui macam-macamteknik pengumpulan data.
    3. Untuk mengetahui jenis teknik pengumpulan data.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Pengumpulan Data

    Data adalah unit informasi yang direkam media yang dapat dibedakan dengan data lain, dapat dianalisis dan relevan dengan program tertentu. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

    Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data. Metode (cara atau teknik) menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihat penggunaannya melalui: angket, wawancara, pengamatan, ujian (tes), dokumentasi dan lainya. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan tergantung dari masalah yang dihadapi. Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen yang diartikan sebagai alat bantu: angket (questionnaire), daftar cocok (checklist), skala (scala), pedoman wawancara (interview guide atau interview schedule), lembar pengamatan atau panduan pengamatan (observation sheet atau observation schedule), soal ujian (soal tes).

    B. Macam-Macam Teknik Pengumpulan Data

    Dalam penelitian teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:

    1. Teknik Pengumpulan Data Primer

    Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan instrument sebagai berikut :

    1. Wawancara mendalam yaitu dengan cara memberikan pertanyaan langsung kepada sejumlah pihak terkait yang didasarkan pada percakapan intensif dengan suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Metode wawancara ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan.
    2. Observasi adalah kegiatan mengamati secara langsung objek penelitian dengan mencatat gejala- gejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data- data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.
    2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

    Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi bahan- bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan instrumen sebagai berikut :

    1. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku- buku, karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.
    2. Studi Dokumentasi yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan- catatan tertulis yang ada dilokasi penelitian serta sumber- sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan instansi terkait.

    C. Jenis Teknik Pengumpulan Data

    Berikut ini pasangan metode dan instrumen pengumpulan data

    Jenis MetodeJenis Instrumen
    Angket (questionnaire)Angket, Check list (daftar cocok), Skala (scale), Inventori (inventory)
    Wawancara (interview)Pedoman Wawancara (interview guide), Check List (daftar cocok
    Pengamatan (Observasi)Lembar pengamatan (observation sheet), Panduan pengamatan, Panduan observasi (observation schedule), Daftar cocok
    TesSoal tes, inventori
    DokumentasiCheck list (daftar cocok), Tabel.
    1. Angket

    Angket (self-administered questionnaire) adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi sendiri oleh responden. Responden adalah orang yang memberikan

    Keuntungan teknik angket adalah

    1. Angket dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar karena dapat di kirimkan melalui pos.
    2. Biaya yang diperlukan untuk membuat angket relative murah.
    3. Angket tidak terlalu mengganggu responden karena pengisiannya ditentukan oleh responden sendiri sesuai dengan kesediaan waktunya.

    Kerugian teknik angket adalah:

    1. Jika angket dikirimkan melalui pos, maka presentasi yang dikembalikan relative rendah.
    2. Angket tidak dapat digunakan untuk responden yang kurang bisa membaca dan menulis.

    Macam kuesioner berdasarkan atas cara menyusun pertanyaan

    a. Pertanyaan terbuka (opened and items)

    Adalah suatu kuesioner dimana pertanyaan-pertanyaan yang dituliskan tidak disediakan jawaban pilihan sehingga respoden dapat bebas/terbuka luas untuk menjawabnya sesuai dengan pendapat pandangan dan pengetahuannya.

    Contoh: Bagaimana pendapat saudara tentang peredaran narkoba.

    b. Pertanyaan tertutup (closed end items)

    Adalah suatu kusioner dimana pertanyaan-pertanyaan yang dituliskan telah disediakan jawaban pilihan, sehingga responden tinggal memilih salah satu dari jawaban yang telah disediakan.

    Contoh: (Pilih salah satu dari jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda v didalam kurung)

    Untuk mencegah beredarnya narkoba dimasyarakat

    (    ) : pengedar dijatuhi hukuman mati

    (    ) : pengedar dan pemakai dijatuhi hukuman seumur hidup

    Dalam menyusun jawaban dalam kuesioner dengan pertanyaan tertutup ada beberapa alternatif

    1. Force coice: pilihan dengan 2 alternatif

    Contoh :  jawaban (   ) setuju atau (   ) tidak setuju

    2. Multiple choice: pilihan dengan lebih dari 2 alternatif

    Contoh :  jawaban (   ) ya (   ) tidak (   ) tidak berpendapat.

    2. Wawancara

    Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder). Teknik wawancara dapat digunakan pada responden yang buta huruf atau tidak terbiasa membaca dan menulis, termasuk anak-anak,. Wawancara juga dapat dilakukan dengan telepon.

    Keuntungan wawancara adalah:

    1. Wawancara dapat digunakan pada responden yang tidak bisa membeca dan menulis.
    2. Jika ada pertanyaan yang belum dipahami, pewawancara dapat segera menjelaskannya.
    3. Wawancara dapat mengecek kebenaran jawaban responden dengan mengajukan pertanyaan pembanding, atau dengan melihat wajah atau gerak-geri responden.

    Kerugian wawancara adalah:

    1. Wawancara memerlukan biatya yang sangat besar untuk perjalanan dan uang harian pengumpulan data.
    2. Wawancara hanya dapat menjangkau jumlah responden yang lebih kecil.
    3. Kehadiran pewawancara mungkin mengganggu responden.

    Daftar pertanyaan untuk wawancara ini disebut sebagai interview schedule. Sedangkan catatan garis besar tentang pokok-pokok yang akan ditanyakan diebut sebagai pedoman wawancara (interview guide).

    Jenis interview

    Berdasarkan tersediannya interview guide dan jumlah interviwee dikenal:

    a. Interview Terpimpin

    Dikenal pula sebagai guided interview/ controlled interview/ structured interview dimana interviewer:

    1. Mempergunakan pedoman yang telah disiapkan dalam rangka tanya jawab dengan suatu hipotesis yang akan dibuktikan kebenarannya
    2. Mengumpulkan data melalui Tanya jawab
    3. Mempunyai data yang relevan dengan maksud penyelidikan yang telah dipersiapkan dengan matang.

    b. Interview tak terpimpin

    Dikenal pula sebagai unguided interview/non detective interview dimana proses interview tidak dikendalikan oleh satu pedoman yang telah disiapkan oleh interviewer sehingga akan berubah menjadi semacam pembicaraan bebas (free talk).

    c. Interview bebas terpimpin

    Merupakan kombinasi antara interview terpimpin dan interview tak terpimpin.

    d. Interview pribadi dan interview kelompok

    Jenis interview ini didasarkan atas banyaknya interviewee. Interview pribadi berwawancara dengan satu orang interviewee. Interview kelompok berwawancara dengan lebih dari satu interviwee. Interview kelompok tidak berfungsi bila ada seorang dari interviewee mengangkat dirinya sebagai pembicara.[8]

    3. Observasi

    Secara luas, observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Akan tetapi, observasi atau pengamatan di sini diartikan lebih sempit, yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengejukan pertanyaan-pertanyaan.

    Keuntungan observasi adalah:

    1. Data yangdiperoleh adalah data yang segar dalam arti data yang dikumpulkan diperoleh dari subjek pada saat terjadinya tingkah laku.
    2. Keabsahan alat ukur dapat diketahui secara langsung.

    Kerugian observasi adalah:

    1. Untuk memperoleh data yang diharapkan, maka pengamat harus menunggu dan mengamati sampai tingkah laku yang diharapkan terjadi.
    2. Beberapa tingkah laku, seperti tingkah laku criminal atau yang bersifat pribadi, sukar atau tidak mungkin diamati bahkan bisa membahayakan jika diamati.

    Beberapa jenis teknik observasi:

    Didalam pemilihan jenis mana yang paling tepat harus mempertimbangkan keadaan dan masalah yang terlibat didalamnya. Jenis tersebut adalah:

    a. Observasi partisipan

    Dalam hal ini observer terlibat langsung dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subyek yang diamati. Pelaku peneliti seolah-olah merupakan bagian dari mereka.

    Contoh: Penelitian tentang Kuliah Kerja Nyata (KKN), tanggapan masyarakat dan pendapat mahasiswa.

    b. Observasi nonpartisipan

    Dalam hal ini peneliti berada diluar subyek yang diamati dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Dengan demikian peneliti akan lebih leluasa mengamati kemunculan tingkah laku yang terjadi.

    Contoh: Penelitian tentang Evakuasi korban tanah longsor di Samigaluh, Yogyakarta.

    c. Observasi sistematik (observasi berkerangka)

    Peneliti telah membuat kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah diatur terlebih dahulu.

    Kendala yang dihadapi adalah:

    1. Ruang lingkup yang lebih sempit, kesempatan/waktu sangat pendek
    2. Memerlukan observer banyak, dengan tugas khusus
    3. Mempergunakan alat pencatat mekanik (tustel, tape recording, video camera).

    Bardasarkan atas cara pengamatan , observasi dibedakan menjadi:

    a. Observasi terstruktur

    Penelitian diarahkan pada pemusatan perhatian pada tingkah laku tertentu sehingga dapat disusun pedoman tentang tingkah laku apa saja yang harus diamati. Dalam metode observasi terstruktur dapat dilakukan perhitungan kejadian yang berkaitan dengan tingkah laku tersebut, disusun atas tingkah laku tersebut dan pengelompokan dalam konsep-konsep yang sudah disediakan atau dengan menggunakan skala peringkat.

    Contoh: Penelitian tentang pengembalian Orang hutan pada habitatnya.

    b. Observasi tak terstruktur

    Dalam hal ini peneliti tidak mempersiapkan catatan tentang tingkah laku tertentu apa saja yang harus diamati. Peneliti mengamati arus peristiwa dan mencatatnya atau meringkasnya untuk kemudian dianalisis. Observasi tak terstruktur biasanya berkaitan dengan observasi partisipan. Pencatatan dilakukan setelah peneliti ada waktu dan tidak terlibat dengan kegiatan subyek penelitian.

    Contoh: Penelitian tentang Evakuasi Korban Tsunami di Rajegwesi Jawa Timur.

    4. Studi Dokumentasi

    Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditunjukkan kepada subjek penelitian. Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen ini ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa; dan dokumen skunder, jika peristiwa dilaporkan orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang lain. Otobiografi adalah contoh dokumen primer dan biografi seseorang adalah contoh dokumen skunder.

    Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan kasus, rekaman kaset, rekaman video, foto dan lain sebagainya. Perlu dicatat bahwa dokumen ditulis tidak untuk tujuan penelitian, oleh sebab itu penggunaannya sangat selektif.[12]

    5.  Teknik Lain

    1. Analisis isi

    Analisis isi (content analysis) didefinisikan oleh Atherton dan klemmack (1982) sebagai studi tentang arti komunikasi verbal. Bahan yang dipelajari dapat berupa bahan yang diucapkan atau bahan tertulis. Misalnya, jika peneliti inigin mempelajari sikap para pejabat terhadap sesuatu. Bahan yang dijadikan sumber data untuk analisis isi tidak hanya bahan pidato, tetapi juga dapat berupa buku harian, surat catatan kasus, dan semacamnya.

    2. Tes proyeksi

    Tes proyeksi (projective test) ini didasarkan pada anggapan bahwa apa yang dilakukan subjek dengan bahan tes mengungkapkan sesuatu tentang subjek tersebut yang bebas dari kesediannya untuk mengungkapkannya. Pada umumnya, tes ini digunakan untuk mengungkapkan sikap, keyakinan, pendapat, dan keadaan atau ciri-ciri psikologis.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data. Metode (cara atau teknik) menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihat penggunaannya melalui: angket, wawancara, pengamatan, ujian (tes), dokumentasi dan lainya. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan tergantung dari masalah yang dihadapi. Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen yang diartikan sebagai alat bantu: angket (questionnaire), daftar cocok (checklist), skala (scala), pedoman wawancara (interview guide atau interview schedule), lembar pengamatan atau panduan pengamatan (observation sheet atau observation schedule), soal ujian (soal tes).

  • Sejarah Pengumpulan Al-Quran

    Alquran adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril as. Sejarah penurunannya selama kurang lebih 23 tahun secara berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh manusia. Di dalamnya terkandung berbagai ilmu, hikmah dan pengajaran yang tersurat maupun tersirat.

    Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Alquran dengan membaca, memahami dan mengamalkan serta menyebarluaskan ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan mendalaminya akan mengambil iktibâr serta pengajaran, lalu menjadikannya sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi.

    Setiap Nabi menerima wahyu, maka Nabi saw. menghapalnya sebelum disampaikan kepada para sahabat, karena Nabi saw. adalah tuannya para penghapal, dan pengumpul yang paling pertama. Hanya saja, penghapalan Alquran pada masa Nabi saw. sangat ditekankan, karena para sahabat memiliki kekuatan hapalan yang sangat luar biasa. Sementara penulisannya tidak terlalu ditekankan karena masih terbatasnya alat-alat tulis. Di samping itu Alquran diturunkan secara munajjaman (berangsur-angsur) dan tentunya setiap ada ayat yang turun, para sahabat tidak selamanya membawa bekal berupa alat tulis menulis.

    Pengumpulan dan penyusunan Alquran dalam bentuk seperti sekarang ini, terjadi bukan hanya dalam satu masa, akan tetapi berlangsung selama beberapa tahun atas upaya beberapa orang dan berbagai kelompok. Mushaf Alquran yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui.

    Jām’ al-Qur ān

    Jām’ al-Qur’ān (pengumpulan Alquran) oleh para ulama mempunyai dua pengertian. Pertama, pengumpulan dalam arti hifzhuhu (menghapalnya dalam hati) .Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi-Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Alquran. Ketika Alquran itu turun kepadanya sebelum Jibril selesai membacakannya, karena ingin menghapalnya. Sebagaimana diinformasikan dalam QS. Al-Qiyâmah (75):16 – 19:

    Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Alquran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.

    Orang-orang yang hapal Alquran disebut juga dengan Jummā’ al-Qur’ān atau Huffazhu al-Qur’ān. Maka adapun penghimpunan Alquran dalam arti penghapalannya dan penyemayamannya dengan mantap dalam hati, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepada Rasul-Nya terlebih dahulu sebelum kepada yang lain. Beliau dikenal sebagai Sayyid al-huffazh dan sebagai Awwal al-Jummā’.

    Kedua, pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan Alquran semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya ,atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagaimana ditulis sesudah bagian yang lainnya.[8]

    Pengumpulan Alquran pada Masa Nabi

    Sebenarnya kitab Alquran telah ditulis seutuhnya pada zaman Nabi Muhammad saw. Hanya saja belum disatukan dan surat-surat yang ada juga masih belum tersusun. Penyusunan dalam mushaf utama belum dilakukan karena wahyu belum berhenti turun sebelum Nabi Muhammad wafat.

    Pengumpulan ayat-ayat Alquran di masa Nabi saw. terbagi atas dua kategori, yakni pertama; pengumpulan dalam dada, yaitu dengan cara menghapal, menghayati dan mengamalkan; kedua, pengumpulan dalam dokumen, dengan cara menulis pada kitab, atau diwujudkan dalam bentuk ukiran.

    1. Pengumpulan Alquran melalui hapalan

    Alquran Karim turun kepada Nabi yang ummi. Karena itu, perhatian Nabi hanyalah untuk sekedar menghapal dan menghayatinya, agar beliau dapat menguasai Alquran persis sebagaimana halnya Alquran yang diturunkan. Setelah itu, beliau membacakannya kepada umatnya sejelas mungkin agar mereka pun dapat menghapal dan memantapkannya. Hal ini karena Nabi pun diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummi pula. Biasanya orang-orang yang ummi itu mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatannya. Pada masa diturunkannya Alquran bangsa Arab berada dalam martabat yang begitu tinggi dan sempurna daya ingatnya. Mereka sangat kuat dalam hafalannya serta daya pikirannya begitu terbuka. Mereka bahkan banyak yang menghapal beratus-ratus ribu syair dan mengetahui silsilah serta nasab (keturunannya). Mereka dapat mengungkapkannya di luar kepala dan mengetahui sejarahnya. Jarang sekali di antara mereka yang tidak bisa mengungkapkan silsilah dan nasab tersebut, tidak hafal “Almuallaqatul Asyār” yang begitu banyak syairnya lagipula sulit dalam menghapalnya.

    Rasulullah sangat menyukai wahyu, ia senantiasa menungu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghapal dan memahaminya, persis seperti dijanjikan Allah dalam QS.Al-Qiyamah (75): 17:

    Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.

    Oleh sebab itu, ia adalah hāfidz (penghapal) Alquran pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Alquran diturunkan selama dua puluh tahun lebih. Proses penurunannya terkadang hanya turun satu ayat dan terkadang turun sampai sepuluh ayat. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati, sebab bangsa Arab secara kodrati memang mempunyai daya hapal yang kuat. Hal ini karena umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair dan silsilah mereka dilakukan dengan catatan di hati mereka.

    Dalam kitab shahih-nya Bukhari telah megemukakan tentang adnaya tujuh hafidz, melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal bekas budak Abu Huzaifah, Mu’az bin Jabal, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Zaid bin Sakkan dan Abu Darda’.

    Pembatasan tujuh orang sebagaimana disebutkan Bukhari tersebut, diartikan bahwa mereka itulah yang hapal seluruh isi Alquran di luar kepala dan telah menunjukkan hapalannya di hadapan Nabi, serta isnad-isnadnya sampai kepada kita. Sedanag para hafiz alquran lainnya – yang berjumlah banyak – tidak memenuhi hal-hal tersebut; terutama karena para sahabat telah tersebar di berbagai wilayah dan sebagian mereka menghafal dari yang lain. Cukuplah sebagai bukti tentang hal ini bahwa para sahabat yang terbunuh dalam pertempuran di sumur “Ma’unah”, semuanya disebut qurra’, sebanyak tujuh puluh orang sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih. al-Qurtūbi mengatakan: “Telah terbunuh tujuh puluh orang qāri’ pada perang Yamamah; dan terbunuh pula pada masa Nabi sejumlah itu dalam pertempuran di sumur Ma’unah”

    Dalam mengomentari riwayat Anas yang menyatakan, “Tidak ada yang hafal Alquran kecuali empat orang”, al-Mawardi. berkata: “Ucapan Anas yang menyatakan bahwa tidak ada yang hapal Alquran selain empat orang itu tidak dapat diartikan bahwa kenyataannya memang demikian. Sebab mungkin saja Anas tidak mengetahui ada orang lain yang menghafalnya. Bila tidak, maka bagaimana ia mengetahui secara persis orang-orang yang hafal Alquran sedangkan para sahabat amat banyak jumlahnya dan tersebar di berbagai wilayah. Pengetahuan Anas tentang orang-orang yang hapal Alquran itu tidak dapat diterima kecuali kalau ia bertemu dengan setiap orang yang menghafalnya dan orang itu menyatakan kepadanya bahwa ia belum sempurna hafalannya di masa Nabi. Yang demikian ini amat tidak mungkin terjadi menurut kebiasaan. Karena itu bila yang dijadikan rujukan oleh Anas hanya pengetahuannya sendiri maka hal ini tidak berarti bahwa kenyataanya memang demikian. Di samping itu syarat kemutawatiran juga tidak menghendaki agar semua pribadi hapal, bahkan bila kolektifitas sahabat telah hapal – sekalipun secara distributif – maka itu sudah cukup”

    Abu ‘Ubaid[19] telah menyebutkan dalam kitab al-Qirā’at sejumlah qāri’ dari kalangan sahabat. Dari kaum Muhajirin, ia menyebutkan empat orang khalifah, Thalhah, Sa’d, Ibn Mas’ud, Huzaifah, Salim, Abu Hurairah, Abdullah as-Sa’ib, empat orang bernama Abdullah, Aisyah, Hafsah dan Ummu Salāmah; dari kaum Anshār: ‘Ubādah bin Sāmit, Mu’az yang dijuluki Abu Halimah. Majma’ bin Jariyah, Fudalah bin ‘Ubaid dan Maslamah bin Mukhallad. Ditegaskannya bahwa sebagian mereka itu menyempurnakan hafalannya sepeninggal Nabi.

    Al-Hafiz az-Zahābi menyebutkan dalam Tabāqatul Qurra’ bahwa jumlah qari’ tersebut adalah jumlah mereka yang menunjukkan hafalannya di hadapan Nabi dan sanad-sanadnya sampai kepada kita secara bersambung. Sedangkan sahabat yang hapal Alquran namun sanadnya tidak sampai kepada kita, jumlah mereka itu banyak.

    Senada dengan hal itu, Ibnu Atsir Al Jazary dalam kitab an-Nasyr, sebagaimana dikutip oleh Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya Sejarah dan Pengantar Ilmu Alqur-an/Tafsir menyebutkan bahwa sahabat yang menghapal Alquran di masa Nabi masih hidup banyak sekali. Mereka tidak memerlukan menulis Alquran disebabkan karena mereka sangat baik hapalannya.[23]

    Kata As-Sayuthy: “Saya telah mendapati pula seorangwanita shahabiyah yang menghapalkan seluruh Alquran yang tidak dimasukkan namanya ke dalam barisan penghapal seluruh Alquran yaitu Ummu Warāqah binti ‘Abdillah ibn Al-Harits. Seringkali Rasulullah mengunjunginya dan menamainya Syahidah. Beliau telah menghafal seluruh Alquran di zaman Nabi dan beliau dijadikan imam untuk seisi rumahnya. Beliau ini terbunuh dalam masa pemerintahan ‘Umar. Hampir menjelang ‘Umar wafat , beliau pernah berkata: “Telah benar apa yang diterangkan Rasul. Rasul sering berkata: “Mari kita pergi ke rumah wanita Syahidah”.[24]

    An-Nuwairy dalam syarahnya terhadap kitab Ath-Thaiyibah: “Kalau anda berkata, apabila ditetapkan bahwa yang mengumpulkan Alquran di masa Rasulullah saw. Sahabat-sahabat yang telah disebut namanya, maka bagaimana kita kumpulkan keterangan itu dengan perkataan Anas, bahwa yang mengumpulkan Alquran di masa Rasul ada empat orang. Dalam suatu riwayat, yang mengumpulkan Alquran hanya empat orang yaitu Ubay, Zaid ibn Tsabit, Abu Zaid, dan Muadz, pada suatu riwayat Abud Darda’, maka saya berkata: “Riwayat pertama tidak berlawanan dengan keterangan ini, karena riwayat pertama itu tidak menentukan penghafal Alquran hanya 4 orang saja. Riwayat yang kedua karena tidak dapat diambil lahirnya, berlawanan dengan keterangan yang telah lalu, perlulah ditakwilkan. Maka dimaksudkan dengan hanya empat orang saja menghapalnya, ialah hanya 4 orang saja yang menghapal dalam seluruh Qiraat (macamnya), atau yang menerima langsung dari Rasul, atau yang terus menerima pada tiap-tiap turun ayat.[25]

    Berdasar pada penjelasan dan keterangan-keterangan di atas, maka jelaslah bahwa para penghapal Alquran di masa Rasulullah amat banyak jumlahnya dan sebagai ciri khas umat pada masa ini ialah mereka berpegang pada hapalan dalam penukilan. Ibn Jazari[26], guru para qari pada masanya menyebutkan: “Penukilan Alquran dengan berpegang pada hafalan – bukannya pada mushaf-mushaf dan kitab-kitab – merupakan salah satu keistimewaan yang diberikan Allah kepada umat ini”

    2. Pengumpulan Alquran dalam bentuk tulisan

    Keistimewaan yang kedua dari Alquran ialah pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran. Rasulullah saw. Mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Alquran, beliau memerintahkan kepada mereka untuk menulisnya dalam rangka memeperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tersebut dapat memudahkan penghapalan dan memperkuat daya ingat.[27]

    Upaya pelestarian Alquran pada masa Nabi Muhammad saw. dilakukan oleh Rasulullah sendiri, setiap kali beliau menerima wahyu dari Allah. Setelah beliau secara langsung mengingat dan menghapalnya, beliau menyampaikannya kepada para sahabatnya, lalu sahabat menyampaikannya secara berantai kepada sahabat lainnya. Demikanlah seterusnya. Sebagian sahabat itu selain langsung menghapalnya, juga mencatatnya dalam berbagai benda yang ditemuinya, seperti pelapah korma atau tulang belulang binatang. Catatan tersebut bukan untuk orang lain tetapi untuk koleksi pribadi.[28]

    Para penulis wahyu adalah sahabat pilihan Rasul dari kalangan sahabat yang terbaik dan indah tulisannya sehingga mereka benar-benar dapat mengemban tugas yang mulia ini. Di antara mereka adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin, dan sahabat-sahabat lain.[29]

    Beliau menyuruh mereka mencatat setiap wahyu yang turun, sehingga Alquran yang terhimpun dalam dada mereka menjadi kenyataan tertulis. Di samping itu sebagian sahabat pun menulis Alquran yang turun itu atas kemauan sendiri, tanpa diperintah oleh Nabi. Mereka menuliskannya pada pelepah korma, lempengan batu, kulit atau daun kayu , pelana, potongan tulang-tulang binatang dan sebagainya. Hal itu karena belum ada pabrik kertas di kalangan orang Arab. Pada saat itu pabrik kertas hanya terdapat di Parsi dan Romawi. Itu pun masih sangat kurang dan tidak disebarkan. Itulah sebabnya, orang-orang Arab menulisnya sesuai dengan perlengkapan yang dimiliki dan dapat dipergunakan untuk menulis. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit r.a. bahwa ia berkata, “Kami menulis Alquran di hadapan Nabi pada kulit ternak”. Maksudnya adalah mengumpulkannya agar sesuai dengan petunjuk Nabi saw. dan menurut perintah dari Allah swt. Para ulama sepakat bahwa pengumpulan Alquran adalah tauqifi (menurut ketentuan) artinya susunannya sebagaimana yang kita lihat sekarang ini. Telah disebutkan bahwa Jibril a.s. bila membawakan sebuah atau beberapa ayat kepada Nabi, ia mengatakan, “Hai Muhammad! Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu untuk menempatkannya pada urutan kesekian surat anu…” Demikian pula halnya Rasul memerintahkan kepada para sahabat, “Letakkanlah pada urutan ini.” [30]

    Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat dalam menuliskan Alquran. Alat–alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, namun demikian penulisan Al-quran ini semakin menambah hapalan mereka.

    Kitab Alquran mencakup surat-surat panjang dan yang terpendek terdiri dari tiga ayat, sedengkan yang paling panjang 286 ayat. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad memberi instruksi kepada para penulis tentang letak ayat pada setiap surat. Usman menjelaskan baik wahyu itu mencakup ayat panjang ataupun pendek, Nabi Muhammad selalu memanggil penulisnya dan berkata; Letakkan ayat–ayat tersebut ke dalam surat seperti yang beliau sebut. Zaid bin Tsabit menegaskan kami akan kumpulkan Alquran di depan Nabi Muhammad . Menurut Uthman bin Abi Al’as, Malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad memberi perintah akan penempatan ayat tertentu.[31] 

    Pada masa Nabi Muhammad saw. belum ada upaya yang dilakukan untuk unifikasi dan kodifikasi Alquran. Selain karena wahyu masih terus turun, juga belum ada kebutuhan yang mendesak untuk melakukan upaya itu. Mesjid Nabi di Madinah merupakan tempat yang paling strategis dan efektif dalam memasyarakatkan Alquran. Di mesjid ini, para sahabat memperoleh informasi langsung dari Rasulullah saw. Tentang wahyu yang baru turun. Para sahabat juga dapat mengonfirmasikan hapalan dan qiraat mereka melalui bacaan dan tadarus yang dilakukan para sahabat senior. Bahkan mereka memperoleh infirmasi tentang tata urutan ayat dan surah dari Nabi Muhammad saw. di mesjid itu pula.[32] 

    Perlu diketahui, bahwa pada masa Nabi, Alquran belum ditulis dan dibukukan dalam satu mushaf disebabkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:

    • Tidak ada faktor pendorong untuk dibukukan Alquran , dalam satu mushaf sebagaimana pada masa Abu Bakar dan Usman bin Affan. Hal ini disebabkan kerena pada masa Nabi para sahabat penghapal Alquran masih lengkap dan cukup banyak, tidak adanya unsur-unsur yang diduga akan mengganggu kelestarian Alquran, sementara kecendrungan dan kebiasaan menghapal saat itu lebih dominan dibanding dengan kecendrungan menulis.
    • Oleh karena Alquran diturunkan secara berangsur-angsur mulai dari Nabi saw. diangkat menjadi Rasul sampai menjelang akhir wafatnya, maka satu hal yang logis bila Alquran baru bisa dibukukan dalam satu mushhaf setelah wafat beliau.[33]

    Dari keterangan-keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Jam’ al-Qu’ ān wa kitābuhu telah dimulai sejak masa Nabi Muhammad saw., yakni penghapalannya dalam dada dengan penuh kesungguhan dan menulisnya secara terpisah-pisah dan dalam berbagai bahan yang serba sederhana.

    C. Pengumpulan Alquran pada Masa al-Khulafā’ al-Rasyidūn

    1. Pengumpulan Alquran pada masa Abu Bakar

    Rasulullah saw. berpulang ke rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan menyampaikan amanat serta memberi petunjuk kepada umatnya untuk menjalankan agama yang lurus.[34] Abu Bakar menjalankan urusan Islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun dua belas Hijriah melibatkan sejumlah besar sahabat yang hapal Alquran. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khattab marasa sangat khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Alquran karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qari.[35]

    Pada awalnya, Abu Bakar merasa ragu, namun setelah dijelaskan oleh Umar tentang nilai-nilai positifnya, ia menerima usul tersebut. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia tersebut. Ia mengutus Zaid bin Tsabit dan menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan Alquran dalam satu mushaf. Mula-mula Zaid pun merasa ragu, kemudian ia pun dilapangkan Allah sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.[36] 

    Pengumpulan Alquran pada masa Utsman bin Affan 

    Latar belakang pengumpulan Alquran pada masa usman berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu Bakar. Daerah kekuasaan Islam pada masa usman telah meluas dan orang-orang Islam telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah popular bacaan sahabat yang mengajar mereka. Penduduk Syam membaca Alquran mengikuti bacaan Ubay Ibnu Ka’ab, penduduk kufah mengikuti bacaan Abdullah Ibnu Mas’ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa Al-Asy’ari. Di antara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf, dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan antarsesama. Hampir satu sama lainnya saling mengkufurkan karena perbedaan pendapat dalam bacaan.[37]

    Masa kekhalifahan Usman bin Affan, pengumpulan Alquran dilator belakangi antara lain, meluasnya daerah islam dan semakin banyaknya umat memeluk agama islam secara berbondong-bondong. Dan terpisah-pisahnya para sahabat di berbagai daerah kekuasaan dan dari merekalah masyarakat mempelajari Alquran. Dan tidak diragukan lagi terjadi perbedaan dalam cara membaca Alquran. Seperti penduduk Syam membaca dengan qiraat Ubai bin ka’ab, penduduk kuffah membaca dengan Qiraat Abdullah bin Mas’ud dan yang lain memakai qiraat Abu musa Al-as’ari. Perbedaan ini membawa kepada pertentangan dan perpecahan di antara merteka sendiri. Bahkan sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain.[38]

    Inisiatif Usman bin Affan untuk segera membukukan dan menggandakan Al qur an muncul setelah ada usulan dari Khuzaifah. Kemudian, Khalifah Usman bin Affan yang isinya meminta agar Hafshah mengirimkan mushaf yang disimpannya untuk disalin kembali menjadi beberapa mashaf. Setelah itu, Khalifah Usman bin Affan memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits untuk bekerjasama menggandakan Al qur an. Usman bin Affan berpesan bahwa “jika terjadi perbedaan di antara kalian mengenai Al qur an, tulislah menurut dialeg Quraisy karena Al qur an diturunkan dalam bahasa mereka.[39]

    Setelah tim tersebut berhasil menyelesaikan tugasnya, Khalifah Usman bin Affan mengembalikan mushaf orisinil (master) kepada Hafsah. Kemudian, beberapa mushaf hasil kerja tim dikirimkan ke berbagai kota, sementara mushaf-mushaf lainnya yang masih ada pada waktu itu diperintahkan Khalifah Usman bin Affan untuk segera dibakar. Pembakaran mushaf ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pertikaian di kalangan umat karena setiap mushaf yang dibakar mempunyai kekhususan. Para sahabat penulis wahyu pada masa Nabi SWA. tidak diikat oleh ketentuan penulisan yang seragam dan baku sehingga perbedaab antara koleksi seorang sahabat dan sahabat lainnya masih mungkin terjadi. Ada yang kelihatannya mencampurbaurkan antara wahyu dengan penjelasan-penjelasan Nabi atau sahabat senior, walaupun sesungguhnya yang bersangkutan dapat mengenali dengan pasti mana ayat dan mana penjelasan ayat, misalnya dengan membubuhi kode-kode tertentu yang mungkin hanya diketahui yang bersangkutan.[40]

    Usman bin Affan lalu mengirim Mushaf Al-qur an ke beberapa wilayah yaitu, Kufah, Basrah dan Syam serta ditinggalkan satu di Madinah sebagai Mushaf Imam. Penamaan Mushaf Imam ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat terdahuhlu di mana ia mengatakan; bersatulah wahai sahabat-sahabat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu Imam ( mushaf Al-qur an pedoman) Kemudian ia memerintahkan membakar semua bentuk lembaran atau mushaf selain itu. Umat pun menerima perintah itu dengan patuh. Ibnu Jarir mengatakan berkenaan dengan apa yang telah dilakukan Usman Bin Affan : Ia telah menyatukan umat islam dalam satu Mushaf, sedang Mushaf yang lain disobek. Ia memerintahkan dengan tegas agar setiap orang yang mempunyai mushaf yang berlainan dengan mushaf yang disepakati ia membakar mushaf tersebut . Umat pun mendukungnya dengan taat , dan mereka melihat dengan begitu Usman telah bertindak sesuai dengan petunjuk dan sangat bijaksana.[41]

    Perbedaan antara pengumpulan mushaf Abu Bakar dan Usman adalah. Pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan Al qur an kedalam satu mushaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul dari kepingan-kepingan batu,pelepah-pelepah korma dan kulit binatang, adapun latarbelakangnya karena banyaknya huffazh yang gugur. Sedangkan pengumpulan Alquran pada masa Usman menyalin kembali yang telah tersusun pada masa Abu Bakar, dengan tujuan untuk dikirimkam keseluruh Negara Islam. Latar belakangnya adalah disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal membaca Alquran.[42]

    D. Pemeliharaan Alquran Pasca al-Khulafa al-Rasyidun

    Sejak Mushaf Alqur’an masuk ke kota-kota besar, kaum muslimin menerima dengan menyalinnya. Dan mereka menyalinnya dengan jumlah yang cukup banyak dan tidak ada keraguan.

    Ketika membaca tulisan Al-mas’udi, di sana membicarakan tentang perang Shiffin yang terjadi antara Ali dengan Muawiyah dan yang diisyaratkan oleh Amr bin ‘Ash dalam mengangkat Mushaf ketika terasa olehnya akan kemenangan Ali atasnya, dimana 500 Mushaf diangkat dari laskar muawiyah.

    Banyak yang tidak menduga kaum muslimin saat itu mempunyai mushaf sejumlah itu. Dugaan waktu itu apa yang ada pada mereka tidak mencapai jumlah sebanyak itu, karena Usman menulis mushaf Al-Imam dan mengirimkannya ke kota-kota besar dengan jumlah sangat sedikit sekali. Namun demikian Usman memberikan kesempatan kepada kaum muslimin untuk menulis Alquran sebanyak-banyaknya dengan berpedoman kepada mushaf Al-Imam.[43]

    Ketika wilayah Islam sudah semakin luas dan menjangkau daerah non Arab, seperti Turki, India, Persia, Afrika dan Timur Jauh, kesulitan membaca Alquran berkenaan dengan mushaf tanpa tanda baca semakin terasa. Suatu ketika seorang non Arab membaca surat At Taubah (9):3

    “Sesungguhnya Allah dan Rasulnya berlepas diri dari orang-orang musyrik”

    Namun dibaca dengan:

    “Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasul-Nya”

    Perbedaan bacaan ini terjadi karena tidak adanya tanda baca. Ini memperlihatkan bahwa perbedaan bacaan bisa menimbulkan perbedaan makna yang sangat besar, dan ini sangat berbahaya bagi perjuangan kebenaran. Berangkat dari kenyataan ini Khalifah Marwan (685-705 M) memerintahkan ulama besar Al-Hajjaj binYusuf as- Saqati untuk segera member tanda baca (Syakal) pada Al qur an. Tanda baca hasil karya al-Hajjaj bin Yusuf as-Saqati ini kemudian distandarkan penggunaannya. Dalam menyelesaikan proyek besar ini, al-Hajjaj bin Yusuf as-Saqati dibantu Nashar bin ‘Ashim dan Yahya bin Ma’mur, dua murid tersohor Abu al-Aswad ad-Duwali.[44] 

    Perbaikan bentuk penulisan tidak terjadi sekaligus, tetapi terjadi secara berangsur-angsur mengalami perkembangan dari generasi ke generasi hingga mencapai puncak keindahan dan kesempurnaannya akhir abad III H. sehingga menurut Abu ‘Amar ad Dani bahwa tidaklah benar kalau ada yag mengatakan barwa Abul Aswad ad-Duwali secara sendiri-sendiri meletakkan kaedah syakal dan titik dalam penulisan Alquran. Az-Zakarsyi dalam al-Burhān mengatakan bahwa Abul Aswad ad-Duwali dikenal karena dialah yang pertama kali meletakkan kaedah tata bahasa Arab atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib. 

    Sedangkan menurut As-Suyuthi bahwa sebagian jumhur berpendapat bahwa Abul Aswad ad Duali membuat tanda baca berupa titik tersebut atas instruksi dari khalifat Abdul Malik bin Marwan. Sehingga menurut sebagian ulama, penemuan akan cara penulisan Alquran dengan huruf-huruf bertitik adalah melanjutkan tradisi yang pernah dilakukan oleh Abul Aswad ad-Duali.[45]

    Hal-hal baru yang pada mulanya tidak disukai dan dianggap Bid’ah oleh para ulama, tetapi kemudian dianggap baik adalah penulisan tanda-tanda pada setiap awal surat , peletakkan tanda-tanda yang memisahkan ayat-ayat dan pembagian Al qur an ke dalam juz-juz tersebut. Semua yang dilakukan itu adalah sebuah usaha dan kerja yang sangat mulia dan akan mendapatkan ganjaran dari Allah swt.[46]

    Alquran pertama kali di cetak di kota Bunduqiyah (Venesia, Italia Utara), tahun 1530 M. kemudian tahun 1694 M Hinkelman mencetak Alquran di Hambourg Jerman dan berikutnya Marraci pada tahun 1698 M di kota Padoue (Italia Utara). Waktu itu belum ada percetakan dalam dunia Islam, baru pada tahun 1787 berdirilah percetakan Islam di kota Saint petersbourg Rusia didirika Maulaya Usman (Sultan Ottoman Turki). Kemudian pada tahun 1342 H (1923) muncul Alquran mungil dan halus dicetak di Mesir dibawah pengawasan Syeikh Al-Azhar, yang disahkan oleh Raja Fuad I.[47]

    E. Rasm al-Qur’ān

    1. Pengertian Rasm Alquran

    Rasm berasal dari kata rasama-yarsamu yang artinya menggambar atau melukis. Istilah rasm dalam Ulumul Quran diartikan sebagai pola penulisan Alquran yang digunakan oleh Utsman bin ‘Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Alquran. Lalu, pola penulisan itu menjadi gaya penulisan standar dalam penulisan kembali atau penggandaan mushaf Alquran. Pola penulisan ini kemudian lebih populer dengan nama Rasm Utsmani.[48]

    Yang dimaksud dengan Rasm Alquran atau Rasm ‘Utsmani atau rasm ‘Utsman adalah tata cara menuliskan Alquran yang ditetapkan pada masa Khalifah ‘Utsman bin Affan. Istilah rasm ‘Utsman lahir bersamaan dengan lahirnya Mushaf ‘Utsman, yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari atas Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al’Ash, dan ‘Abdurrahman bin Al-Harits. Mushaf ‘Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu.[49] Para ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu:

    1. Al-Hadz (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’ ياايهاالناس , dari ha tanbih هاانتم , pada lafazh jalalah الله , dan dari kata na انجينكم.
    2. Al-Jiyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai hukum jama’ (بنوااسراءيل) dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak di atas tulisan wawu) (تفتوا تالله).
    3. Al-Hamzah, salah satu kaidahnya berbunyi bahwa apabila hamzah berharakat sukun, ditulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya, contoh “ i’dzan” (ئذن ا ) dan “u’tumin” (اؤتمن ).
    4. Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata الحيوة, الزكوة, الصلوة.
    5. Washal dan Fashl (penyambungan dan pemisahan), seperti kata kul yang diiringi kata ma ditulis dengan disambung (كلما).[50]
    6. Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Penulisan kata yang dapat dibaca dua bunyi disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ‘Utsmani, penulisan kata semacam ini ditulis dengan menghilangkan alif, misalnya “ملك يوم الدين “. Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat (yakni baca satu alif).[51]

    2. Pendapat Para Ulama sekitar Rasm Alquran

    a. Mengenai status atau kedudukan Rasm Alquran (tata cara penulisan Alquran), para ulama berbeda pendapat. Mereka mempertanyakan benarkah pola penulisan tersebut merupakan petunjuk Nabi saw.(tawqifi) ataukah hanya ijtihad sahabat?. Dalam hal ini, terdapat beberapa pendapat, di antaranya sebagai berikut:

    Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani bersifat tauqifi,[52] yakni bukan merupakan produk budaya manusia yang wajib diikuti oleh siapa saja ketika menulis Alquran. Mereka bahkan sampai pada tingkat menyakralkannya. Untuk menegaskan pendapatnya, mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi pernah berpesan kepada Mu’awiyah, salah seorang seretarisnya

    “Letakkanlah tinta. Pegang pena baik-baik. Luruskan huruf ba’. Bedakan huruf sin. Jangan butakan huruf min. perbaguslah (tulisan) Allah. Panjangkan (tulisan) ar-rahman dan perbaguslah (tulisan) ar-rahim. Lalu letakkan penamu di atas telinga kirimu, karena itu akan membuatmu lebih ingat.”[53] 

    Mereka juga mengutip pernyataan Ibn Al-Mubarak:

    “Sahabat dan yang lainnya, sama sekali tidak campur tangan dalam urusan Rasm Mushaf, sehelai rambut sekalipun. Itu adalah ketetapan Nabi. Beliaulah yang menyuruh mereka menulisnya seperti dalam bentuknya yang dikenal, dengan menambahkan alif dan menghilangkannya karena adanya rahasia yang tidak dapat dijangkau akal. Hal itu merupakan salah satu rahasia yang khusus diberikan Allah untuk kitab suci-Nya yang tidak diberikan pada kitab samawi lainnya. Sebagaimana halnya susunan Alquran itu mukjizat, rasm (tulisannya) pun mukjizat pula”[54]

    Berdasarkan sabda Nabi dan pernyataan Ibn Al-Mubarak tersebut, mereka memandang bahwa Rasm ‘Utsmani memiliki rahasia yang sekaligus memperlihatkan maknanya yang tersembunyi. Umpamanya adalah penambahan huruf ya pada penulisan kata “‰&ƒr & pada ayat:

    Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa[55]

    Mengomentari pendapat di atas, Al-Qaththan berpendapat bahwa tidak ada satu riwayat pun dari Nabi yang dapat dijadikan alasan untuk menjadikan Rasm ‘Utsmani sebagai tauqifi. Rasm Utsmani murni merupakan kreatif panitia empat atas persetujuan ‘Ustman sendiri. Yang dijadikan pedoman cara penulisan yang digunakan panitia itu adalah pesan ‘Utsman kepada tiga orang di antara panitia yang berasal dari suku Quraisy, yaitu: “Jika kalian berbeda pendapat (ketika menulis Mushaf) dengan Zaid bin Tsabit, maka tulislah dengan lisan Quraisy karena dengan lisan itulah Alquran turun” [56]

    b. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa Rasm ‘Utsmani bukan tauqifi, tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan (ishtilahi) yang disetujui ‘Utsman dan diterima umat, sehingga wajib diikuti dan ditaati siapapun ketika menulis Alquran.[57] Banyak ulama terkemuka yang menyatakan perlunya konsistensi menggunakan Rasm ‘Utsmani. Asyhab berkata bahwa ketika ditanya tentang penulisan Alquran, apakah perlu menulisnya seperti yang dipakai banyak orang sekarang, Malik menjawab,”Aku tidak berpendapat demikian. Seseorang hendaklah menulisnya sesuai dengan tulisan pertama.[58]

    Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata: “Haram hukumnya menyalahi khath Mushaf ‘Utsmani dalam soal wawu, alif, ya’, atau huruf lainnya”[59]

    c. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm ‘Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada halangan untuk menyalahinya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara tertentu untuk menulis Alquran yang berlainan dengan Rasm Utsmani.[60] Dalam hal ini, Al-Qādhi Abu Bakar Al-Baqillāni berkata, “Adapun mengenai tulisan, sedikitpun Allah tidak mewajibkan kepada umat. Alllah tidak mewajibkan juru tulis-juru tulis Alquran dan kaligrafer mushaf-mushaf untuk menggunakan suatu bentuk tertentu dan mewajibkan mereka meninggalkan jenis tulisan lainnya. Sebab, keharusan untuk menerapkan bentuk tertentu harus ditetapkan berdasarkan Alquran atau hadis. Padahal, tidak ada di dalam nash-nash Alquran, tidak juga tersirat dari suatu (mafhum)-nya yang mengatakan bahwa rasm dan dhabith Alquran hanya dibenarkan dengan cara tertentu dan keterangan tertentu. Tidak juga disebutkan dalam sunnah yang mewajibkan dan menunjukkan hal itu, dan tidak pula ditunjukkan qiyas syar’i. bahkan, sunnah menunjukkan bolehnya menuliskan (mushaf) dengan cara yang termudah sebab Rasulullah dahulu menyuruh menuliskannya tanpa menjelaskan kepada mereka bentuk (tulisan) tertentu. Oleh karena itu, telah terjadi perbedaan khath mushaf-mushaf (yang ada). Ada di antara mereka yang menulis kalimat berdasarkan makhraj lafazh dan ada pula yang menambah dan menguranginya berdasarkan pengetahuannya bahwa Rasm ‘Utsmani hanyalah merupakan istilah semata. Jelasnya, siapa saja mengatakan wajib mengikuti cara penulisan tertentu ketika menulis Alquran, hendaklah ia mendukungnya dengan berbagai argumentasi. Dan kami siap membantahnya”.[61]

    Berkaitan dengan ketiga pendapat di atas, Al-Qaththan memilih pendapat kedua karena lebih memungkinkan untuk memelihara Alquran dari perubahan dan penggantian hurufnya. Seandainya setiap masa diperbolehkan menulis Alquran sesuai dengan trend tulisan pada masanya, perubahan tulisan Alquran terbuka lebar pada setiap masa. Padahal, setiap kurun waktu memiliki trend tulisan yang berbeda-beda. Mengomentari pendapat Al-Baqilani di atas, Al-Qaththan menegaskan bahwa perbedaan khath pada mushaf-mushaf yang ada merupakan satu hal dan cara menulis huruf merupakan hal lain. Yang pertama berkaitan dengan bentuk huruf, sedangkan yang kedua berkaitan dengan cara penulisan huruf.[62] Untuk memperkuat pendapatnya, Al-Qaththan mengutip ucapan Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’b Al-Iman, “Siapa saja yang hendak menulis Mushaf, hendaknya memperhatikan cara mereka yang pertama kali menulisnya. Janganlah berbeda dengannya. Tidak boleh mengubah sedikitpun apa-apa yang btelah mereka tulis karena mereka lebih banyak pengetahuannya, ucapan dan kebenarannya lebih dipercaya, serta lebih dapat memegang amanat daripada kita. Jangan ada di antara kita yang merasa dapat menyamai mereka”

  • Rencana Operasional Kewirausahaan

    Operastional Plan

    Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dijalankan oleh sebuah bisnis, disamping fungsi lainnya yaitu pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Perencanaan seringkali juga dikatakan sebagai fungsi manajemen yang utama karena menjadi dasar bagi semua fungsi manajemen lainnya yang dilakukan para manajer.

    Perencanaan merupakan suatu hal pokok yang sangat mendasar bagi orang yang terjun dalam dunia bisnis. Dengan perencanaan membuat segala sesuatu menjadi jelas dan terarah dengan baik. Dengan perencanaan yang baik dalam perusahaan, maka sudah tentu perencanaan tersebut mempunyai manfaat yang besar.

    Sehubungan dengan perencanaan dalam dunia bisnis, kita mungkin memiliki rencana bisnis, namun kita memerlukan rencana operasional untuk menentukan operasi bisnis sehari-hari kita.

    Rencana operasional merupakan bagian dari rencana strategis bisnis dan penting untuk kepemimpinan bisnis yang efektif. Ini menggambarkan bagaimana pekerjaan akan dilakukan, alur kerja dari masukan ke hasil akhir, termasuk sumber daya yang akan digunakan sepanjang jalan, yang kesemuanya dibutuhkan untuk sukses.

    Sistem bisnis yang efisien juga menentukan bagaimana akan menghadapi risiko, dan bagaimana akan menjamin keberlanjutan pencapaian proyek. Rencana operasional juga menjelaskan bagaimana, atau bagian dari mana, rencana strategi akan dioperasikan pada masa operasional tertentu.

    Pentingnya Perencanaan

    Menurut Robbin dan Mary Coulter, mendefinisikan perencanaan mencakup mendefinisikan sasaran organisasi, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun serangkaian rencana yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pekerjaan organisasi. Perencanaan menyangkut hasil (apa yang harus dikerjakan) dan sasaran (bagaimana cara melakukannya). Menurut Hasibuan bahwa perencanaan adalah fungsi dasar (fundamental) karena organizing, directing, controlling, evaluating dan reporting harus lebih dahulu direncanakan Sedang Handoko memberi penjelasan tentang perencanaan adalah proses dasar dimana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Perencanaan dalam organisasi, perusahaan adalah penting, karena dalam kenyataannya perencanaan memegang peranan lebih dibandingkan fungsi-fungsi manajemen lainnya.

    Dengan demikian maka menjadi jelaslah bahwa perencanaan merupakan suatu fungsi yang sangat pokok dalam organisasi. Perencanaan sebagai fungsi yang paling mendasar yang  selalu menyajikan penentuan tujuan organisasi dengan disertai cara meraih tujuan tersebut.

    Dengan demikian perencanaan penting untuk dilaksanakan karena ada beberapa alasan mendasar yang menguatkan hal tersebut. Hasibuan mengungkapkan pentingnya perencanaan, yaitu : 1) Tanpa perencanaan berarti tidak ada tujuan yang ingin dicapai; 2) Tanpa perencanaan tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga banyak pemborosan; 3) Perencanaan adalah dasar pengendalian, karena tanpa ada rencana pengendalian tidak dapat dilakukan; 4) Tanpa perencanaan, tidak ada keputusan dan proses manajemen.

    Fungsi dari perencanaan yang disusun secara sistematis akan dapat menjadi sarana komunikasi bagi semua pihak penyelenggara perusahaan. Selain itu perencanaan bisa menjadi dasar pengaturan alokasi sumber daya, manfaat lain dari perencaaan adalah sebagai pendorong bagi penyelenggara melihat ke depan dan pentingnya variabel waktu, juga menjadi pegangan dan tolok ukur fungsi pengendalian.

    Menurut Handoko, ada dua tipe perencanaan atau rencana yaitu : 1) rencana strategik (strategic plan), yang dirancang memenuhi tujuan-tujuan organisasi yang lebih luas; dan (2) rencana operasional (operational plan), penguraian lebih terperinci bagaimana rencana strategik akan dicapai.

    Pengertian Rencana Operasional ( Operational Plan

    Sementara perencanaan strategis memberikan visi, arahan dan sasaran bagi bisnis, perencanaan operasional menerjemahkannya ke dalam alur kerja sehari-hari bisnis yang diharapkan menghasilkan hasil yang didefinisikan oleh strategi. Menurut Alison, perencanaan operasional adalah konversi tujuan strategis menjadi eksekusi terkelola. Ini berkaitan secara khusus dengan operasi internal dan sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan produk atau layanan perusahaan. Operational plan adalah bagian dari rencana strategi bisnis yang menjelaskan bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan, alur kerja dari awal hingga akhir, serta sumberdaya apa saja yang harus digunakan dalam prosesnya. Tujuan dari operational plan adalah sebagai kontrol terhadap suatu proses yang ada di dalam proses bisnis.

    Peran operational plan dalam proses bisnis adalah memberi gambaran jelas kepada seluruh pelaku bisnis yang terlibat tentang informasi dari proses bisnis tersebut. Informasi dapat berupa kondisi suatu proses bisnis, sumberdaya, tujuan, tanggung jawab tiap orang yang terlibat, dan langkah-langkah yang diambil. Hal tersebut sangatlah penting, sebab jika dijalankan tanpa perencanaan, sebuah proses bisnis dapat tidak mengenai sasaran atau bahkan gagal ditengah jalan.

    Ada dua kegiatan perencanaan dalam menjalankan sebuah bisnis proses dalam sebuah perusahaan, yaitu ‘strategic plan’ dan ‘operational plan’Strategic plan dikerjakan oleh pihak management level atas dan membahas tentang hal-hal yang berhubungan dengan perusahaan dalam jangka waktu panjang, seperti misi untuk meningkatkan laba perusahaan dalam beberapa tahun kedepan. Operational plan umumnya dikerjakan oleh pihak management dengan level yang lebih rendah dan ditujukkan untuk jangka waktu tertentu yang lebih singkat, dan ditujukkan untuk mendukung strategic plan agar berhasil. Operatoional plan biasanya dibuat untuk waktu satu tahun, misalnya langkah apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan pada tahun pertama, tahun kedua, dan seterusnya. Perbedaan dari business plan dan operational plan secara umum adalah sebagai berikut :[9]

    1.  Strategic Plan

    a.      Membahas sebuah proses management dalam perusahaan secara umum

    b.     Perancangan yang dibuat berlangsung untuk jangka panjang

    c.      Lebih bersifat statis

    d.     Dijalankan oleh berbagai pemegang kepentingan dalam sebuah organisasi

    e.      Dibuat oleh pihak management tingkat atas dan didukung oleh operational plan dari pihak management tingkat bawa (eksekutor)

    2.  Operational Plan

    a.  Membahas secara mendetail rancangan dari sebuah strategic plan

    b.  Perancangan yang dibuat berlangsung untuk jangka pendek

    c.   Lebih bersifat dinamis dan bisa berubah untuk tiap tahun nya

    d.  Umumnya hanya orang yang berada dalam suatu bagian/divisi pada sebuah perusahana yang bertanggung jawab atas keberlangsungan dari sebuah operational plan

    e.  Dibuat dan dijalankan oleh pihak management tingkat bawah, umumnya satu divisi/bagian untuk mendukung strategic plan dari managemen tingkat atas

    Selanjutnya menurut Alison,  rencana operasional harus berisi:

    1.   Tujuan yang jelas

    2.   Kegiatan yang akan disampaikan

    3.   Standar kualitas

    4.   Hasil yang diinginkan

    5.   Persyaratan kepegawaian dan sumber daya

    6.   Jadwal pelaksanaan

    7.   Sebuah proses untuk memantau kemajuan.

    Rencana operasional penting karena membantu tim  untuk:

    1.   Menjelaskan dari mana akan mendapatkan sumber daya yang diperlukan

    2.   Cara menggunakan sumber daya itu secara efisien

    3.   Mendefinisikan secara jelas persyaratan sumber daya yang paling penting.

    4.  Mengurangi risiko jika memungkinkan, dan menyiapkan rencana selanjutnya jika diperlukan.

    5.   Memikirkan masa depan proyek/bisnis, termasuk keberlanjutannya.

    Rencana operasional harus disiapkan oleh orang-orang yang akan dilibatkan dalam pelaksanaannya. Sering ada kebutuhan untuk dialog lintas departemen karena rencana yang dibuat oleh satu bagian organisasi pasti memiliki implikasi untuk bagian lain seperti:

    1. Administrator proyek atau manajer keuangan harus dilibatkan dalam menentukan persyaratan keuangan

    2.   Sumber daya manusia harus dilibatkan dalam menilai kebutuhan SDM dan kapasitas

    3.   Humas, tim IT atau staf operasi harus dilibatkan dalam diskusi proses, prosedur dan sistem.

    Perencanaan dan penerapan operasional yang efisien memerlukan komunikasi terbuka yang berkelanjutan antara tim proyek dan staf lainnya.[10]

    D. Langkah-Langkah Membuat Rencana Operasional

    Menurut Alison rencana operasional memerlukan  4 (empat)  langkah menuju sukses. Rencana operasional membahas empat pertanyaan :

    1.    Dimana kita sekarang ?

    2.    Kemana kita mau ?

    3.    Bagaimana kita bisa sampai di sana ?

    4.    Bagaimana kita mengukur kemajuan kita ?

    Sedang komponen utama dari rencana operasional yang lengkap meliputi:

    1. Modal manusia.  Staf dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan proyek, serta sumber potensial dan sumber daya saat ini yang potensial.

    2.  Persyaratan keuangan.  Pendanaan yang dibutuhkan untuk melaksanakan proyek, sumber dana saat ini dan potensial dari dana ini.

    3.  Tugas beresiko. Risiko apa yang ada dan bagaimana mereka bisa diatasi.

    4.  Perkiraan umur proyek, strategi keberlanjutan dan exit. Berapa lama proyek akan bertahan, kapan dan bagaimana akan keluar dari proyek, dan bagaimana akan menjamin keberlanjutan pencapaian proyek.[11]

    Sedang menurut Morphet dalam Made Pidarta, prosedur yang harus diperhatikan dalam pembuatan perencanaan operasional adalah: [12]

    1.  Mengumpulkan informasi dan analisa data

    2.  Menyelenggarakan perubahan dalam bentuk kebutuhan

    3.  Mengidentifikasi tujuan dan prioritas

    4.  Membentuk alternatif-alternatif penyelesaian

    5.  Mengimplementasi, menilai dan memodifikasi

  • Penelitian Tindakan Kelas

    Pengertian PTK dari berbagai sumber?

    Dalam bidang pendidikan, khususnya dalam praktik pembelajaran, pene-litian tindakan berkembang menjadi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Reserach (CAR). PTK adalah penelitian tindakan yang dilaksanakan di dalam kelas ketika pembelajaran berlangsung. PTK dilaku- kan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. PTK berfokus pada kelas atau pada proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas.

    Suharsimi (2002) menjelaskan PTK melalui gabungan definisi dari tiga kata yaitu “Penelitian” + “Tindakan“ + “Kelas”. Makna setiap kata tersebut adalah:

    • Penelitian; kegiatan mencermati suatu obyek dengan menggunakan cara dan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam memecahkan suatu masalah. 
    • Tindakan; sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Tindakan yang dilaksanakan dalam PTK berbentuk suatu rangkaian siklus kegiatan.
       
    • Kelas; sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Siswa yang belajar tidak hanya terbatas dalam sebuah ruangan kelas saja, melainkan dapat juga ketika siswa sedang melakukan karyawisata, praktikum di laboratorium, atau belajar tempat lain di bawah arahan guru.

    Menurut Arikunto, dkk (2006), penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
    Menurut Supardi (2006), penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme pendidik dalam proses belajar mengajar di kelas dengan melihat kondisi siswa.
    Menurut O’Brien (Mulyatiningsih, 2011), penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan ketika sekelompok orang (siswa) diidentifikasi permasalahannya, kemudian peneliti (guru) menetapkan suatu tindakan untuk mengatasinya.
    Menurut Kemmis dan Taggart (Padmono, 2010), penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian refleksif diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan dan praktik sosial mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktik-praktek itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktek tersebut.

    Berdasarkan pengertian di atas, komponen yang terdapat dalam sebuah kelas yang dapat dijadikan obyek PTK adalah:

    • Siswa, dapat dicermati obyeknya ketika siswa sedang mengikuti proses pembelajaran. Contoh permasalahan tentang siswa yang dapat menjadi sasaran PTK antara lain perilaku disiplin siswa, motivasi atau semangat belajar siswa, keterampilan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah dan lain-lain. 
    • Guru, dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengajar atau membimbing siswa. Contoh permasalahan tentang guru yang dapat menjadi sasaran PTK antara lain penggunaan metode atau strategi pembelajaran, penggunaan pendekatan pembelajaran, dan sebagainya. 
    • Materi pelajaran, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar atau menyajikan materi pelajaran yang ditugaskan pada siswa. Contoh permasalahan tentang materi yang dapat menjadi sasaran PTK misalnya urutan dalam penyajian materi, pengorganisasian materi, integrasi materi, dan lain sebagainya. 
    • Peralatan atau sarana pendidikan, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar dangan menggunakan peralatan atau sarana pendidikan tertentu. Contoh permasalahan tentang peralatan atau sarana pendidikan yang dapat menjadi sasaran PTK antara lain pemanfaatan laboratorium, penggunaan media pembelajaran, dan penggunaan sumber belajar. 
    • Hasil pembelajaran yang ditinjau dari tiga ranah (kognitif, afektif, psikomotorik), merupakan produk yang harus ditingkatkan melalui PTK. Hasil pembelajaran akan terkait dengan tindakan yang dilakukan serta unsur lain dalam proses pembelajaran seperti  metode, media, guru, atau perilaku belajar siswa itu sendiri. 
    • Lingkungan, baik lingkungan siswa di kelas, sekolah, maupun yang lingkungan siswa di rumah. Dalam PTK, bentuk perlakuan atau tindakan yang dilakukan adalah mengubah kondisi lingkungan menjadi lebih kondusif misalnya melalui penataan ruang kelas, penataan lingkungan sekolah, dan tindakan lainnya. 
    • Pengelolaan, merupakan kegiatan dapat diatur/direkayasa dengan bentuk tindakan. Contoh permasalahan tentang pengelolaan yang dapat menjadi sasaran PTK antara lain pengelompokan siswa, pengaturan jadwal pelajaran, pengaturan tempat duduk siswa, penataan ruang kelas, dan lain sebagainya.

    Permasalahan PTK diantaranya:

    • Masalah belajar siswa di sekolah, seperti misalnya permasalahan pem- belajaran di kelas, kesalahan-kesalahan dalam pembelajaran, miskonsepsi, misstrategi, dan lain sebagainya. 
    • Pengembangan profesionalisme guru dalam rangka peningkatan mutu perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program dan hasil  pembela- jaran. 
    • Pengelolaan dan pengendalian, misalnya pengenalan teknik modifi- kasi perilaku, teknik memotivasi, dan teknik pengembangan potensi diri. 
    • Desain dan strategi pembelajaran di kelas, misalnya masalah pengelo- laan dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi penggunaan metode pembelajaran (misalnya penggantian metode mengajar tradisional dengan metode mengajar baru), interaksi di dalam kelas (misalnya penggunaan stretegi pengajaran yang didasarkan pada pendekatan tertentu). 
    • Penanaman dan pengembangan sikap serta nilai-nilai, misalnya pengembangan pola berpikir ilmiah dalam diri siswa. 
    • Alat bantu, media dan sumber belajar, misalnya penggunaan media perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas. 
    • Sistem assesment atau evaluasi proses dan hasil pembelajaran, seperti misalnya masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen penilaian berbasis kompetensi, atau penggunaan alat, metode evaluasi tertentu. 
    • Kurikulum, misalnya implementasi KBK, urutan penyajian meteri pokok, interaksi antara guru dengan siswa, interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, atau interaksi antara siswa dengan lingkungan belajar.  
    • Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

    Karakteristik yang menunjukkan ciri dari PTK adalah:

    1. inkuiri reflektif. Penelitian tindakan kelas berangkat dari permasalahan pembelajaran riil yang sehari-hari dihadapi oleh guru dan siswa. Jadi, kegiatan penelitian berdasarkan pada pelaksanaan tugas (practise driven) dan pengambilan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi (action driven).
    2. Kolaboratif. Upaya perbaikan proses dan hasil pembelajaran tidak dapat dilakukan sendiri oleh peneliti di luar kelas, tetapi ia harus berkolaborasi dengan siswa. Penelitian tindak kelas merupakan upaya bersama dari berbagai pihak untuk mewujudkan perbaikan yang diinginkan.
    3. Reflektif. Penelitian tindakan kelas memiliki ciri khas khusus, yaitu sikap reflektif yang berkelanjutan. Berbeda dengan pendekatan penelitian formal, yang sering mengutamakan pendekatan empiris eksperimental, penelitian tindakan kelas lebih menekankan pada proses refleksi terhadap proses dan hasil penelitian.

    Penelitian tindakan kelas dapat berjalan dengan baik apabila dalam perencanaan dan pelaksanaannya menerapkan enam prinsip, yaitu sebagai berikut (Hopkins, 1993):

    1. Tugas pertama dan utama guru di sekolah adalah mengajar siswa sehingga apapun metode penelitian tindakan kelas yang akan diterapkan tidak akan mengganggu komitmen sebagai pengajar.
    2. Metode pengumpulan data yang di gunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran. 
    3. Metodologi yang digunakan harus cukup reliable sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya dan memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang di kemukakannya. 
    4. Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah yang merisaukannya. Bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, guru sendiri memiliki komitmen yang diperlukan sebagai motivator intrinsik bagi guru untuk bertahan dalam pelaksanaan kegiatan yang jelas-jelas menuntut lebih dari yang sebelumnya diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pengajarnya. 
    5. Dalam menyelenggarakan penelitian tindakan kelas, guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini penting ditekankan karena selain melibatkan anak-anak, penelitian tindakan kelas juga hadir dalam suatu konteks organisasional sehingga penyelenggaraannya harus mengindahkan tata krama kehidupan berorganisasi. 
    6. Kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas sejauh mungkin digunakan classroom excedding perspektive, artinya permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks dalam kelas atau mata pelajaran tertentu,melainkan dalam perspektif yang lebih luas ini akan berlebih-lebih lagi terasa urgensinya apabila dalam suatu penelitian tindakan kelas terlibat dari seorang pelaku.

    Langkah-langkah melaksanakan PTK:

    1. Perencanaan (Planning), yaitu persiapan yang dilakukan untuk pelaksanaan Penellitian Tindakan Kelas, seperti: menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan pembuatan media pembelajaran.
    2. Pelaksanaan Tindakan (Acting), yaitu deskripsi tindakan yang akan dilakukan, skenario kerja tindakan perbaikan yang akan dikerjakan serta prosedur tindakan yang akan diterapkan. 
    3. Observasi (Observe), Observasi ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan semua rencana yang telah dibuat dengan baik, tidak ada penyimpangan-penyimpangan yang dapat memberikan hasil yang kurang maksimal dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Kegiatan observasi dapat dilakukan dengan cara memberikan lembar observasi atau dengan cara lain yang sesuai dengan data yang dibutuhkan. 
    4. Refleksi (Reflecting), yaitu kegiatan evaluasi tentang perubahan yang terjadi atau hasil yang diperoleh atas yang terhimpun sebagai bentuk dampak tindakan yang telah dirancang. Berdasarkan langkah ini akan diketahui perubahan yang terjadi. Bagaimana dan sejauh mana tindakan yang ditetapkan mampu mencapai perubahan atau mengatasi masalah secara signifikan. Bertolak dari refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan dalam bentuk replanning dapat dilakukan.sumber: internet

    Tujuan PTK:

    1. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas. 
    2. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan. 
    3. Menumbuh-kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan/pembelajaran secara berkelanjutan.

    Output atau hasil yang diharapkan melalui PTK adalah peningkatan atau perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang meliputi hal-hal berikut:

    1. Peningkatan atau perbaikan kinerja siswa di sekolah. 
    2. Peningkatan atau perbaikan mutu proses pembelajaran di kelas. 
    3. Peningkatan atau perbaikan kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainya. 
    4. Peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa. 
    5. Peningkatan atau perbaikan masalah-masalah pendidikan anak di sekolah. 
    6. Peningkatan dan perbaikan kualitas dalam penerapan kurikulum dan pengembangan kompetensi siswa di sekolah.

    Dengan memperhatikan tujuan dan hasil yang dapai dapat dicapai melalui PTK, terdapat sejumlah manfaat PTK antara lain sebagai berikut:

    1. Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan bagi para pendidik (guru) untuk meningkatkan kulitas pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK yang dilaporkan dapat dijadikan sebagai bahan artikel ilmiah atau makalah untuk berbagai kepentingan antara lain disajikan dalam forum ilmiah dan dimuat di jurnal ilmiah. 
    2. Menumbuh kembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan menulis artikel ilmiah di kalangan pendidik. Hal ini ikut mendukung professionalisme dan karir pendidik. 
    3. Mewujudkan kerja sama, kaloborasi, dan atau sinergi antarpendidik dalam satu sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama memecahkan masalah dalam pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran. 
    4. Meningkatkan kemampuan pendidik dalam upaya menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas. Hal ini turut memperkuat relevansi pembelajaran bagi kebutuhan peserta didik. 
    5. Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan, kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa pun dapat meningkat. 
    6. Mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang, nyaman, menyenangkan, serta melibatkan siswa karena strategi, metode, teknik, dan atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh
  • Faktor yang Menyebabkan Kemunduran dan Kejatuhan Dinasti Umayyah

    Kemunduran dan kejatuhan Dinasti Bani Umayyah disebabkan karena faktor berikut ini:

    1. Berfoya-foya Dalam Kemewahan

    Hal ini terjadi karena meningkatnya kekayaan negara dan melimpahnya budak pada masa itu. Sejarawan at-Tabari (jilid II), al-Ya‘qubi (jilid II), dan al-Mas‘udi (jilid VI) seperti yang dikutip oleh Philip K. Hitti, mengemukakan para penguasa Dinasti Bani Umayyah seperti Yazid ibn Muawiyah lebih suka berburu, minum-minuman, tenggelam dalam alunan musik dan nyanyian merdu, ketimbang membaca Al-Qur’an dan mengurusi Negara. Perilaku buruk kelas penguasa hanyalah gambaran kecil dari kebobrokan moral yang bersifat umum. Buruknya kebiasaan, terutama minum-minuman keras, perempuan, dan nyanyian, telah menjangkiti para pemuda penguasa Dinasti Bani Umayyah, dan pada akhirnya melemahkan daya juang mereka seperti yang dicontohkan para Khulafaurrasyidin.

    2. Kesukuan dan Sistem Kerajaan

    Ukhuwah Islamiyah yang dibangun berdasarkan Islam pada mulanya berhasil mengatasi disintegrasi yang selalu membayang-bayangi kehidupan sosial masyarakat Arab. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, hal itu tidak bisa dipertahankan lagi. Kelemahan klasik dan khas dari kehidupan sosial orang Arab yang lebih menekankan individualisme dan semangat kesukuan (asyabiyah), pertikaian antar suku, menampakkan perwujudannya. Perpecahan antar suku, etnis dan golongan politik inilah yang menjadi sebab utama terjadinya gejolak dan kerusuhan.

    Suku orang Arab Utara berbeda dengan Arab Selatan. Orang Arab Utara mengklaim sebagai keturunan Ismail dan menyebut diri mereka sebagai keluarga Adnan, tidak pernah bersatu dengan orang Arab Selatan, yang berasal dari keluarga Qahthan. Muawiyah pendiri Dinasti Bani Umayyah membangun kerajaannya di Suriah atas bantuan orang-orang Yaman (Arab Selatan). Penerusnya Yazid, dilahirkan dari seorang ibu dari suku Kalb Yaman, dan istrinya juga seorang wanita dari suku Kalb. Suku Qays (Arab Utara) tidak mau mengakui penerusnya, Muawiyah II, dan mengangkat khalifah baru Zubayr. Di masa Khalifah Al-Walid I, kekuasaan suku Qays mencapai puncak kejayaannya pada masa Hajjaj, dan saudara sepupunya Muhammad, penakluk India, dan pada masa Qutaibah, penakluk Asia Tengah. Saudara al-Walid, Sulaiman mendukung orang Yaman. Namun, Yazid II, karena pengaruh ibunya dari keluarga Mudhar, mendukung orang Qays, seperti halnya al-Walid II; Yazid III mengandalkan pasukan dari Yaman untuk merebut kekuasaan dari tangan pendahulunya, al-Walid II. Di sini terlihat bahwa pertikaian terjadi karena masih kentalnya rasa kesukuan Arab Selatan dan Arab Utara. Pada akhir kekuasaan Dinasti Bani Umayyah, para khalifah sebenarnya bukanlah pemegang kedaulatan atas sebuah dinasti yang utuh, tetapi lebih merupakan pemimpin kelompok tertentu.

    Di Damaskus sendiri pernah terjadi peperangan selama dua tahun hanya disebabkan seorang dari suku Ma’ad (Arab Utara) mencuri sebutir semangka dari kebun seorang suku Yaman (Arab Selatan). Di Murcia Spanyol juga pernah terjadi peperangan karena seorang suku Mudhor memetik daun tanaman rambat di pekarangan seorang suku Yaman. Kasus-kasus serupa sering terjadi di seluruh pelosok negeri yang bermuara pada rasa kesukuan yang berlebihan. Masalah-masalah seperti itu menjadi unsur potensial penyebab hentinya laju pasukan Islam di Perancis dan menjatuhkan kekhalifahan di Spanyol (Philip K. Hitti, 2005: 350).

    Potensi perpecahan antar suku, golongan, kelompok politik, tumbuh semakin subur, menyebabkan gejolak politik yang berakibat pada kekacauan yang mengganggu stabilitas negara. Kondisi semacam itu menjadi lebih runyam ketika dihadapkan kepada suksesi kepemimpinan.

    Walaupun memakai sistem kerajaan, tetapi tidak ada aturan yang baku tentang peralihan kekuasaan secara turun-temurun, turut andil menjadi gangguan serius pada negara. Dari 14 khalifah Dinasti Bani Umayyah, hanya empat khalifah, Muawiyah, Yazid I, Marwan I, dan Abdul Malik, yang berhasil mewariskan kekuasaan pada anak-anaknya, selebihnya pada saudara-saudaranya. Di samping itu, sistem kerajaan melalui pewarisan juga disinyalir menyebabkan masalah, sebab seringkali yang ditunjuk sebagai raja adalah orang yang tidak mempunyai keahlian untuk memimpin negara yang sangat luas itu. Ketika Negara dipimpin orang yang bukan ahlinya, maka sudah barang tentu akan terjadi problem-problem kenegaraan karena ketidakbecusan sang pemimpin dalam mengelola negara.

    3. Munculnya Pemberontak

    Kelompok Syi’ah tidak pernah menyetujui keluarga Dinasti Bani Umayyah menjadi penguasa. Pengabdian dan ketulusan mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad saw. mendapat simpati di kalangan masyarakat pendukungnya. Di sekeliling mereka berkumpul kelompok masyarakat yang tidak puas terhadap Dinasti Bani Umayyah di bidang politik, sosial, ekonomi dan lain-lain. Orang-orang Iraq adalah pendukung Syi’ah, pada mulanya hanya dikecewakan karena tidak diberi kebebasan, kini beralih ke sentiment keagamaan. Kelompok Sunni pun kecewa dengan para penguasa Dinasti Bani Umayyah yang mereka nilai hanya mementingkan kehidupan duniawi, serta mengabaikan Al-Qur’an dan Hadits. Selain kedua kelompok tersebut, muncul dengan cerdik keluarga Abbas, paman Nabi Muhammad saw. yang mulai menuntut pemerintahan dengan cara bergabung dengan kelompok Syi‘ah. Dinasti Bani Umayyah yang mengambil kebijakan “Arab Centris,” juga menimbulkan kebencian orang-orang non Arab khususnya Parsi. Mereka diperlakukan sebagai maula (mantan budak) dan tidak selalu bebas membayar pajak.

    Di tengah-tengah kelompok yang kecewa itulah aliansi Abbas-Syi‘ah menemukan lahan untuk proganda dengan mengambil tempat Khurasan. Gerakan Abbasiyah yang terakhir dipimpin oleh Abu Abbas as-Saffah, bekerjasama dengan kaum Syi‘ah, dan penduduk Khurasan dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani, berhasil mengalahkan tentara Bani Umayyah di Iraq. Penguasa terakhir dinasti ini, Marwan II melarikan diri ke Kufah dengan sisa-sisa tentaranya. Lima bulan pertama pada tahun 750 M, dalam pertempuran Zab, pasukan Abbasiyah berhasil mengalahkan tentara Marwan II. Ia melarikan diri ke Syria, Palestina, Mesir, dan ditangkap di sana oleh pasukan Abbasiyah, kemudian dihukum mati. Pada tahun 750 itu juga, Abu Abbas as-Saffah menobatkan dirinya sebagai penguasa baru Dinasti Bani Abbasiyah.

  • Fase Pemerintahan Dinasti Bani Umayya

    Dinasti Bani Umayyah dengan ibu kotanya di Damaskus berlangsung selama 91 tahun dan diperintah oleh 14 khalifah, mereka adalah:

    1. Muawiyah bin Abu Sufyan (40-60/660-680)
    2. Yazid bin Muawiyah (60-64/680-684)
    3. Muawiyah II (63-64/683-684)
    4. Marwan bin al-Hakam (64-65/684-685)
    5. Abdul Malik bin Marwan (65-86/685-705)
    6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-96/705-715)
    7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99/715-717)
    8. Umar bin Abdul Aziz (99-101/717-719)
    9. Yazid bin Abdul Malik (101-105/720-7 24)
    10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125/724-743)
    11. Al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik (125-126/743-743)
    12. Yazid bin Walid bin Abdul Malik (126/743-126/743)
    13. Ibrahim bin al-Walid (127/744-127/744)
    14. Marwan bin al-Hakam (127-132/744-750).

    Setelah Muawiyah resmi memimpin Dinasti Bani Umayyah, ia memindahkan ibu kota ke Damaskus. Pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan menggesernya dari pusat Arabia, yaitu Madinah yang mulanya merupakan pusat agama dan politik pada masa khulafaurrasyidin kepada sebuah kota kosmopolitan Damaskus. Dari kota inilah Dinasti Bani Umayyah memerintah umat Islam, memperluas wilayah kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat. Perubahan sistem pemerintahan dari khilafah ke kerajaan, setidaknya ada pengaruh dari kekaisaran Romawi.

    Telah disebutkan bahwa Dinasti Bani Umayyah dipimpin oleh 14 khalifah, dan dari ke 14 pemimpin tersebut, hanya beberapa saja yang dianggap mempunyai reputasi terhadap perkembangan Dinasti Bani Umayyah. Mereka antara lain adalah Muawiyah bin Abu Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Al-Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, dan Hisyam, selebihnya adalah para khalifah yang dianggap tidak banyak memberi kontribusi terhadap dinasti ini. bahkan menjadi penyebab bagi kehancuran dinasti.

    Sejarah Dinasti Bani Umayyah dibagi menjadi tiga periode;

    1. Periode perintisan dan permulaan,
    2. Periode pengembangan dan kejayaan,
    3. Periode kemunduran dan kejatuhan.

    Periode pertama dilakukan pemimpin pertama Dinasti Bani Umayyah yaitu Muawiyah dengan konsolidasi internal dan menyingkirkan lawan-lawan politik. Muawiyah mengerti karakter suku-suku Arab, karena itu dia memberi otonomi kepada para angota suku, dan hanya masalah yang dia anggap krusial saja diambil pemerintah pusat.

    a) Muawiyah bin Abu Sufyan

    Muawiyah mengangkat panglima dan diplomat ulung yang memenangkan Muawiyah dalam peristiwa tahkim dengan Khalifah Ali, Amr bin Ash sebagai Gubernur Mesir. Amr dianggap mampu dan setia kepada Muawiyah. Ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan Amr di Mesir dan Afrika Utara telah menghasilkan ganimah, yang sebagiaannya didistribusikan kepada suku-suku yang terlibat perang, dan ini menambah senang para anggota suku karena dihargai. Amr pun berhasil menyisihkan kelebihan ganimah sebanyak 600.000 dinar ke pemerintah pusat.

    Muawiyah bukan saja peletak dasar Dinasti Bani Umayyah, tetapi juga menjadi penerus Umar bin Khattab yang berhasil menaklukkan imperium Parsi dan Romawi. Dia memperluas wilayah sampai ke Khurasan (42/662), Selat Bosphorus (48/668), Afrika, Sudan (50/670), Pulau Rhodes (52 /672 ), Creta (54 I674), dan berusaha menaklukan ibu kota Romawi, Konstantinopel selama tujuh tahun (54-60/674-680) sampai wafatnya. Dalam penaklukan tersebut turut serta para sahabat, Abdullah ibn Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, dan Abu Ayyub al-Anshari. Usaha penaklukan Konstantinopel telah membuat sahabat Abu Ayyub al-Anshari syahid dan jenazahnya sekarang dimakamkan di Istanbul, Turki. (Hasan Ibrahim Hasan Vol 1, 2001: 228-229).

    b) Yazid bin Muawiyah

    Muawiyah wafat pada tahun 60/680. Ia mengangkat putranya, Yazid sebagai penggantinya. Pengangkatan ini tidak sesuai dengan perjanjian antara Hasan dan Muawiyah, yang mengharuskan pemilihan kekhalifahan dikembalikan kepada umat Islam. Tetapi Muawiyah mempunyai alasan tersendiri, yaitu untuk menjaga persatuan umat Islam. Ibnu Khaldun mengemukakan: “Muawiyah mengangkat putranya sebagai khalifah karena ingin menjaga keutuhan umat Islam. Ia juga bermusyawarah minta persetujuan Dewan Tinggi (ahlul halli wal-aqdi) bentukannya. Waktu itu, Dinasti Bani Umayyah tidak menyetujui nama lain selain Yazid. Hadirnya sahabat-sahabat terkemuka dan diamnya mereka adalah bukti mereka tidak ada kecurigaan dan kebimbangan atas diangkatnya Yazid.” Beberapa sahabat yang pada akhirnya menyetujui dan membaiat Yazid adalah Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abu Bakar. Sedangkan Husain bin Ali dan Zubair belum membaiatnya.

    Husain dianggap sebagai pembangkang oleh Yazid, karena itu ia mengirim utusan kepada Husain agar mau membaiat Yazid. Mendengar berita tersebut, Husain malah berkeinginan melawan Yazid. Banyak sahabat yang sudah melarang dan menasihati Husain agar tidak melakukan hal-hal yang bisa menyebabkan perang saudara. Abdullah bin Abbas meminta Husain tidak mempercayai penduduk Irak karena mereka suka mengingkari janji. Ia minta agar Husain tetap tinggal di Hijaz, dan menjadi pemimpin di Hijaz. Abdullah ibn Abbas meminta jika Husain tetap berkeinginan pergi, maka hendaknya pergi ke Yaman, sebab penduduk Yaman sangat menghormati Ali. Tetapi ia tetap berangkat dari Mekah menuju Kufah. Pada tanggal 10 Muharram (hari Asyura) 61/681, Husain dibunuh di Karbala oleh Ubaidillah bin Ziyad yang membawa pasukan dari Irak. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai “Tragedi Karbala.”

    c) Al-Walid bin Abdul Malik

    Setelah Yazid wafat, beberapa khalifah Dinasti Bani Umayyah, seperti Muawiyah II, Marwan bin al-Hakam, dan putranya Abdul Malik bin Marwan, tidak banyak membuat perubahan pada dinasti ini. Pada masa Al-Walid bin Abdul Malik (86-96/705-715), terjadi perluasan wilayah, seperti Maroko dan Armenia. Kesuksesan Al-Walid sangat didukung oleh keberadaan beberapa panglima perangnya yang cakap, Qutaybah ibn Muslim, Muhammad ibn al-Qasim dan Musa ibn Nushair.

    Pada masa Abdul Malik (65-86/685-705), Qutaybah diangkat oleh Al-Hajjaj ibn Yusuf, (Gubernur Khurasan) menjadi wakilnya pada tahun 86 H. Tidak lama kemudian, ia (Qutaybah) menyeberangi Sungai Oxus, kemudian dapat menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand, Transoxiana, dan perbatasan wilayah Cina. Di samping itu, Muhammad ibn Qasim diberi kepercayaan oleh Al-Hajjaj untuk menundukkan India. Dia menuju ke Sind pada tahun 89/708, mengepung pelabuhan Deibul di Muara Sungai Indus, Ibn Qasim bisa memperluas kemenangannya di seluruh penjuru Sind, sehingga ia tiba di Maltan, pusat haji terkenal orang-orang India di sebelah selatan Punjab.

    Perluasan wilayah ke Barat di zaman Walid I dilakukan oleh Musa ibn Nushair yang berhasil menyerang Aljazair dan Marokko. Setelah dapat menundukkannya, ia mengangkat Tariq ibn Ziyad sebagai wakil untuk memerintah daerah itu. Didorong oleh kemenangan-kemenangan di Afrika Utara dan karena timbulnya kerusuhan-kerusuhan perebutan kekuasaan dalam kerajaan Gotia Barat di Spanyol, maka pada tahun 91/710 Musa pun mengirim Tarif ibn Malik melalui selat yang kemudian dikenal dengan “Pelabuhan Tarifa” bersama 500 bala tentara, kebanyakan orang-orang Barbar, menyerbu Spanyol. Tahun berikutnya Musa menugaskan Tariq ibn Ziyad dengan 7000 tentara mendarat di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan Gibraltar (Jabal Tariq). Kapal-kapal untuk pendaratan itu dibeli dari Yulian, seorang bangsawan dari Ceuta. Kira-kira 100.000 tentara Spanyol di bawah pimpinan Roderick dapat dikalahkan setelah Tariq mendapat tambahan pasukan Yang dikirim Musa menjadi 12.000 orang. Dengan demikian pintu untuk menguasai Spanyol terbuka luas. Toledo, ibu kota Spanyol, jatuh ke tangan pasukan muslim. Demikian pula kota-kota lain seperti Seville, Malaga, Elvira dan Cordoba. Cordoba kemudian menjadi ibu kota Spanyol Islam yang dalam bahasa Arab disebut Al-Andalus.

    Mendengar kemenangan Tariq di Spanyol, pada tahun 93/712, Musa membawa pasukan Barbar dan Arab sebanyak 18.000 menuju Spanyol guna mengambil bagian dalam ekspedisi penaklukan Spanyol. Setelah menaklukkan Carmona, Musa melanjutkan ekspansinya ke Barcelona di sebelah timur, Narbone, Cadiz di sebelah tenggara dan Calica di sebelah barat laut. Dia memutuskan untuk melanjutkan ekspansinya ke sebelah selatan Perancis, tetapi Musa tiba-tiba dipanggil Khalifah Al-Walid I ke Damaskus. Serangan ke Perancis dilanjutkan oleh Abdurrahman al-Ghafiqi tetapi gagal karena dibunuh oleh pasukan Charles Martel. Setelah kegagalan al-Ghafiqi, perluasan wilayah ke Barat turut berhenti pada tahun 732.


    Tahun 732 menandai seratus tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Seratus tahun setelah wafatnya Rasulullah, umat Islam menjadi penguasa wilayah yang jauh lebih besar dari kerajaan Romawi pada masa keemasannya. Wilayah Islam membentang dari Andalusia (Spanyol) hingga Indus dan perbatasan Cina, serta dari Laut Aral hingga Sungai Nil bagian bawah. Kalimat “Allahu Akbar” berkumandang setiap hari lima kali sehari di ribuan menara yang tersebar di seluruh Eropa Barat Daya, Afrika Utara, Asia Barat dan Tengah. Damaskus yang pernah didatangi Nabi Muhammad saw. untuk berdagang, dan beliau sangat kagum melihatnya, kini menjadi ibu kota kekuasaan Islam. Di tengah kota, yang dirancang seperti sebuah mutiara pada gelang batu emerald, berdiri megah di istana Dinasti Umayyah, dan darinya bisa dilihat wilayah luas yang membentang ke Barat Daya hingga Gunung Hermon, yang puncaknya diselimuti salju.

    Nama istana Dinasti Bani Umayyah adalah Al-Khadhra’ (yang hijau) dirancang sendiri oleh Muawiyah. Istana ini berdiri berdampingan dengan Masjid Agung Umayyah di Damaskus, yang dikemudian hari direnovasi dan dihiasi oleh Khalifah Al-Walid, hingga kini menjadi peninggalan monumental dinasti ini, dan banyak dikunjungi para pecinta sejarah. Dalam ruang pertemuan istana, terdapat kursi persegi empat, dihiasi bantal-bantal bermotif rumit, sebagai singgasana khalifah. Di atas kursi itulah, khalifah duduk bersila ketika berlangsung acara-acara resmi kenegaraan. Di sebelah kanannya, duduk berbaris saudara-saudara khalifah yang seayah, sesuai dengan urutan senioritas mereka, dan di sebelah kirinya saudara-saudaranya seibu. Para tamu, penyair, dan orang yang berperkara duduk di belakang. Pertemuan yang lebih formal diadakan di Masjid Agung Umayyah.

    Kemenangan yang diperoleh umat Islam, menjadikan orang-orang Islam bertempat tinggal di daerah-daerah yang dikalahkan itu, dan karena mereka menerima harta rampasan perang, secara tidak langsung juga menjadi tuan-tuan tanah di daerah taklukan tersebut. Prinsip keuangan negara sama seperti apa yang dijalankan khulafaurrasyidin, yaitu penetapan pajak tanah (kharaj) dan pajak perorangan (jizyah) untuk setiap individu penghuni daerah-daerah yang telah dikalahkan merupakan pemasukan ekonomi bagi pemerintah Dinasti Bani Umayyah. Hal ini menyebabkan lancarnya sistem penggajian dan memperlancar juga dakwah Islamiyah. Pada mulanya gaji hanya diprioritaskan bagi orang-orang Arab saja, sedangkan orang-orang non Arab muslim diberi gaji dan harta rampasan perang setelah beberapa lama menjadi tentara, itupun dalam jumlah yang berbeda. Pembedaan antara orang-orang Arab dan nonArab di kemudian hari sangat membuat orang Arab lemah, sehingga peran tentara kemudian banyak diambil oleh orang non Arab. (Siti Maryam, ed, 2002: 73).

    d) Umar bin Abdul Aziz

    Kejayaan Dinasti Bani Umayyah berakhir pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99-101/717-719). Beberapa sejarawan menyebutnya sebagai Umar II, dikenal sebagai pribadi yang saleh, terpelajar, sangat menghargai ahlul bait, cinta ilmu pengetahuan. Setelah Umar II, para penerus kekhalifahan lemah, akhirnya jatuh. Pada tahun 750, khalifah Dinasti Bani Umayyah terakhir Marwan II berhasil ditangkap oleh pemimpin pasukan Abbasiyah, Abdullah bin Ali, paman khalifah pertama Dinasti Abbasiyah Abu al-Abbas as-Saffah.

    Khalifah terakhir Dinasti Bani Umayyah adalah Marwan ibn Muhammad ibn Marwan ibn al-Hakam (Marwan II). Ia menolak membaiat saudaranya, Yazid ibn Walid, atau pengganti sesudahnya, Ibrahim ibn Walid. Pada masa itu, terjadi banyak pergolakan baik di luar maupun di internal kerajaan sendiri. Ia akhirnya harus menghadapi kenyataan pahit, siapnya Dinasti Bani Abbasiyah untuk merebut kekuasaan dari Dinasti Bani Umayyah. Ia pun berhasil dibunuh pasukan Dinasti Bani Abbasiyah pada tahun 132 H/ 750 M.

  • Wilayah Kekuasaan Dinasti Bani Umayyah

    Selama masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, imperium Islam berhasil memperluas Wilayah sampai batas-batas yang terjauh, membentang dari Lautan Atlantik dan Pyrenees hingga ke Indus dan perbatasan Cina. Perluasan ini hampir tak tertandingi sejak masa klasik dan hanya dilampaui pada masa modern oleh kerajaan Inggris dan Rusia. Pada masa kejayaan tersebut terjadi penaklukan Transoxiana, penaklukan kembali dan pengendalian keamanan di Afrika Utara, dan penaklukan daerah Eropa –sebuah upaya besar yang pernah dilakukan oleh orang-orang Arab– yaitu penaklukan Spanyol.

    Wilayah yang terbentang luas itu dibagi menjadi beberapa provinsi, masing-masing provinsi terdapat seorang gubernur yang bertanggungjawab atas jalannya pemerintahan. Pembagian provinsi ini meniru pola yang dilakukan oleh imperium Bizantium dan Persia. Provinsi-provinsi itu adalah:

    1. Suriah-Palestina;
    2. Kufah dan Irak;
    3. Bashrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Nejed, Yamamah;
    4. Armenia;
    5. Hijaz;
    6. Karman dan Wilayah perbatasan India,
    7. Mesir;
    8. Afrika Kecil;
    9. Yaman dan Kawasan Arab Selatan.


    Keberhasilan perluasan wilayah disebabkan faktor kemajuan internal Dinasti Bani Umayyah di berbagai bidang. Di bidang politik, sistem pengawalan raja diperketat, dan dibangun bagian khusus di dalam masjid untuk pengamanan tatkala raja menjalankan salat. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan pembunuhan yang dilakukan oleh lawan-lawan politiknya seperti terjadi pada Khalifah Ali. Jabatan baru ini bernama al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah. Siapa pun tidak dapat menghadap khalifah sebelum mendapat izin dari pengawal (hujjab). Kepala pengawalan keselamatan khalifah adalah termasuk jabatan bergengsi dalam istana kerajaan. Muawiyah juga meperkenalkan materi resmi untuk pengiriman memorandum yang berasal dari khalifah.

    Para sejarawan mengatakan bahwa di dalam sejarah Islam. Muawiyah yang pertama kali mendirikan balai-balai pendaftaran dan menaruh perhatian atas jawatan pos, yang tidak lama kemudian berkembang menjadi suatu susunan teratur, yang menghubungkan berbagi bagian negara. Pada masa Dinasti Bani Umayyah dibentuk semacam Dewan Sekretaris Negara (Diwan al-Kitabah) untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan, yang terdiri dari lima orang sekretaris yaitu:

    1. Katib ar-Rasail (Sekretaris Urusan Persuratan)
    2. Katib al-Kharraj (Sekretaris Urusan Pajak dan Keuangan)
    3. Khatib al-Jund (Sekretaris Urusan Kemiliteran)
    4. Katib as-Syurtah (Sekretaris Urusan Kepolisian)
    5. Katib al-Qadi (Sekretaris Urusan Kehakiman).

    Untuk mengurusi administrasi pemerintah di daerah, diangkat seorang Amirul Umana (Gubernur Jenderal) yang membawahi berberapa “Amir” sebagi penguasa satu wilayah.

    Pada masa Abdul Malik ibn Marwan, jalannya pemerintahan ditentukan oleh empat departemen pokok (diwan). Keempat departemen (kementerian) itu ialah:

    1. Kementerian pajak tanah (Diwan al-Kharraj) yang tugasnya mengawasi departemen keuangan.
    2. Kementerian khatam (Diwan al-Khatam) yang bertugas merancang dan mengesahkan ordonansi pemerintah. Sebagaimana masa Muawiyah telah diperkenalkan materai resmi untuk memorandum dari khalifah, maka setiap tiruan dari memorandum itu dibuat, kemudian ditembus dengan benang, disegel dengan lilin, yang akhirnya dipres dengan segel kantor.
    3. Kementerian surat menyurat (Diwan ar-Rasail), dipercayakan untuk mengontrol permasalahan di daerah-daerah dan semua komunikasi dari gubernur-gubenur.
    4. Kementerian urusan perpajakan (Diwan al-Mustagallat). Bahasa administrasi yang berasal dari bahasa Yunani dan Persia diubah ke dalam bahasa Arab dimulai oleh Abdul Malik pada tahun 85 H/704 M.

    Di bidang militer, pada masa Dinasti Bani Umayyah, organisasi militer terdiri dari Angkatan Darat (al-Jund), Angkatan Laut (al-Bahriyah), dan Angkatan Kepolisian (as-Syurtah). Berbeda dengan masa Usman, bala tentara pada masa ini bukan muncul atas kesadaran sendiri untuk melakukan perjuangan, tetapi semacam dipaksakan. Sesuai dengan kebijakan politik Arabisasi dinasti ini, angkatan bersenjata terdiri dari orang-orang Arab atau unsur Arab. Setelah wilayah kekuasaan meluas sampai ke Afrika Utara, orang luar pun terutama bangsa Barbar turut ambil bagian dalam kemiliteran.

    Pada masa Abdul Malik ibn Marwan diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nidham at-Tajdid al-Ijbari). Pada waktu itu aktifitas bala tentara diperlengkapi dengan kuda, baju besi, pedang, dan panah. Angkatan laut, yang sesungguhnya telah dirintis oleh Muawiyah sejak masa Umar. Tatkala ia akan melakukan penyerangan ke negeri Romawi melalui jalan laut kemudian pada masa Usman usahanya itu dilanjutkan dengan pembentukan Angkatan Musim Panas dan Musim Dingin. Maka semenjak ia resmi menjadi Khalifah Umayyah mulai diusahakan pembuatan kapal-kapal perang guna menangkis serangan Armada Byzantium serta keperluan sarana transportasi dalam usaha perluasan kekuasaan Islam ke daerah-daerah lain. Waktu itu Armada Laut Dinasti Umayyah mencapai di Raudah. Adapun Organisasi Kepolisian pada mulanya merupakan bagian dari Organisasi Kehakiman. Tetapi kemudian bersifat independen, pada masa Hisyam ibn Abd Malik, di dalam organisasi kepolisian dibentuk Nidham al-Ahdas (Brigade Mobil) yang bertugas hampir serupa dengan tugas-tugas tentara.