Blog

  • Langkah-Langkah Mendesain Pembelajaran Dick and Carey

    Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis, yang semua unsur komponennya saling berkaitan erat satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan sistem ini adalah untuk menimbulkan belajar (learning).

    Pembelajaran yang berkualitas ditentukan oleh guru sebagai pengajar sekaligus perancang proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu mengorganisasi pembelajaran dengan pedoman teori-teori belajar dan desain pembelajaran yang dapat menimbulkan minat dan motivasi peserta didik untuk belajar.

    Desain Pembelajaran Menurut Dick & Carrey

    Secara umum, penggunaan desain pembelajaran menurut Dick & Carrey sebagai berikut:

    1. Model Dick & Carrey terdiri atas 10 langkah dengan maksud dan tujuan masing-masing langkah jelas sehingga sesuai digunakan sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain
    2. Sistem yang terdapat dalam 10 langkah desain Dick & Carrey ringkas namun padat berisi serta memiliki urutan yang jelas antar langkahnya.
    3. Langkah awal desainnya yakni mengidentifikasi tujuan pembelajaran sesuai dengan kurikulum baik dasarm menengah, maupun perguruan tinggi.

    Penggunaan model desain Dick&Carrey dalam pengembangan suatu mata pelajaran memiliki maksud sebagai berikut :

    1. Agar pada awal pembelajaran peserta didik memiliki gambaran tentang materi yang harus mereka kuasai pada akhir pembelajaran;
    2. Agar terdapat keterkaitan antara masing-masing komponen pembelajaran, misalnya antara strategi dengan hasil pembelajaran;
    3. Agar dapat menerapkan langkah-langkah dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran

    Sepuluh langkah desain pembelajaran menurut Dick & Carrey dijabarkan sebagai berikut :

    1. Mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran

    Sasaran akhir suatu program pembelajaran adalah tercapainya tujuan. Merumuskan tujuan umum pembelajaran harus mempertimbangkan karakteristik bidang studi, karakteristik peserta didik, dan kondisi lapangan. Menurut Dick & Carrey, tujuan pembelajaran adalah gambaran tentang apa yang dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

    Keuntungan yang diperoleh dari perumusan tujuan pembelajaran yang jelas adalah (1) meningkatkan efisiensi dan efektivitas siswa dalam belajar serta membantu memusatkan perhatian; (2) memudahkan guru dalam menentukan metode, strategi, media, dan langkah kegiatan pembelajaran; (3) memudahkan guru dalam menyusun evaluasi hasil belajar.

    Beberapa pendapat paa ahli tentang rumusan tujuan pembelajaran diantaranya :

    1. Menurut Miarso, rumusan tujuan pembelajaran yang baik adalah menggunakan istilah yang operasional, berbentuk hasil belajar, berbentuk tingkah laku, dan jelas hanya menguukur satu tingkah laku.
    2. Menurut Mudhofir, rumusan tujuan pembelajaran yang baik adalah formulasi dalam bentuk yang operasional,bentuk produk belajar, dalam tingkah laku peserta didik, jelas tingkah laku yang ingin dicapai, hanya mengandung satu tujuan belajar, tingkat keluasan yang sesuai, rumusan kondisi jelas dan mencantumkan standar tingkah laku yang dapat diterima.
    3. Menurut Degeng, tiga komponen utama rumusan tujuan pembelajaran adalah perilaku, kondisi, dan derajat kriteria keberhasilan.
    4. Menurut Instructional Development Institut, disamping perilaku, kondisi, dan derajat keberhasilan, hal yang harus dipertimbangkan adalah sasaran.

    2. Melaksanakan analisis pembelajaran

    Analisis pembelajaran sebagai acuan dasar untuk menentukan langkah-langkah desain berikutnya. Menurut Dick&Carrey, tujuan pembelajaran perlu dianalisis untuk mengenali keterampilan-keterampilan bawahan yang harus dikuasasi peserta didik untuk dapat belajar tertentu. Analisis pembelajaran akan memberi gambaran susunan perilaku khusus dari awal hingga akhir pembelajaran. Untuk mengetahuinya, dilakukan pendekatan hierarki yang menuntut peserta didik mampu memecahkan masalah atau melakukan kegiatan mengumpulkan informasi dengan cara baru, misalnya mengklasifikasi ciri-cirinya, atau menerapkan teori untuk memecahkan masalah.

    3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa

    Langkah ini diperlukan untuk mengetahui kualitas dan karakteristik individu peserta didik sehingga dapat dijadikan acuan menentukan strategi pengelolaan pembelajaran yang tepat. Aspek yang diungkap meliputi bakat, motivasi, gaya belajarm kemampuan berpikir, minat, dan kemampuan awal peserta didik. Kesemua aspek tersebut dapat digali melalui beberapa cara misalnya melalui teknik tes atau nontes (angket, kuesioner, dll)

    4. Merumuskan tujuan performansi

    Menurut Dick&Carrey, tujuan performansi terdiri atas :

    1. Perilaku yang akan dikuasai oleh peserta didik sebagai hasil belajar;
    2. Keadaan dan kondisi yang menjadi syarat munculnya perilaku sebagai hasil belajar;
    3. Kriteria tercapainya perilaku yang diharapkan sebagai hasil belajar.

    5. Mengembangkan butir-butir tes acuan patkan

    Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung mengukur istilah patokan yang dideskripsikan dalam tujuan khusus. Tes acuan patokan disebut juga tes acuan tujuan (objective reference test)

    Pengembangan tes acuan patokan perlu dilakukan karena hasil tes pengukuran berguna untuk (1) mendiagnosis permasalahan kurikulum (2) memeriksa hasil belajar untuk menemukan kesalahan sebagai pedoman dilaksanakan pengulangan/remidial, serta (3) sebagai dokumen kemajuan belajar.

    Dalam mengembangkan tes acuan patokan, Dick & Carrey merekomendasikan 4 macam tes, yaitu :
    a. Test entry behaviors
    Test entry behaviors merupakan tes acuan patokan untuk mengukur keterampilan pada permulaan pembelajaran.
    b. Pretest
    Pretest merupakan tes acuan patokan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran untuk mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan peserta didik terhadap keterampilan prasyarat.
    c. Tes sisipan
    Tes sisipan merupakan tes acuan patokan yang melayani fungsi mengukur beberapa tujuan pembelajaran sebelum postest sekaligus mengukur kemajuan peserta didik sehingga dapat dilakukan perbaikan pembelajaran sebelum postest secara formal.
    d. Postest
    Postest merupakan tes acuan patokan untuk mengukur seluruh tujuan pembelajaram yang mencerminkan tingkat ketercapaian hasil belajar.

    6. Mengembangkan strategi pembelajaran

    Pengembangan strategi pembelajaran harus didasarkan pada karakteristik peserta didik dan karakteristik materi pembelajaran karena tujuan pengelolaan strategi pembelajaran adalah memberi kemudahan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
    Dalam merencanakan satu unit pembelajaran, Dick & Carrey mengemukakan 3 tahap yang harus dilakukan, yaitu :

    a. Mengurutkan tujuan ke dalam pembelajaran, hal ini harus dilakukan karena strategi pembelajaan merupakan wujud nyata untuk mengembangkan, mengevaluasi, dan merevisi material pembelajaran sebagai dasar merencanakan kegiatan pembelajaran sehingga lebih bermakna bagi siswa.

    b. Merencanakan prapembelajaran, penyajian informasi, peran serta peserta didik, evaluasi, dan kegiatan tindak lanjut;

    Kegiatan prapembelajaran dianggap penting karena dapat memotivasi peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penyajian informasi bertujuan untuk mengetahui tingkat kedalaman materi yang harus dikuasai siswa. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran juga akan mempengaruhi perolehan hasil belajar.

    c. Menyusun alokasi waktu

    Alokasi waktu dijadikan pedoman bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan efektif dan efisien.

    7. Mengembangkan dan memilih material pembelajaran

    Ada 3 pola yang direkomendasikan Dick & Carrey untuk merancang dan menyampaikan pembelajaran, yaitu :

    1. Guru merancang bahan pembelajaran dengan memasukkan semua tahap pembelajaran kecuali pretest dan postest.
    2. Guru memilih dan menyesuaikan bahan pembelajaran dengan strategi pembelajaran.
    3. Guru tidak menggunakan bahan pembelajaran, ,elainkan menyampaiakn semua bahan pembelajaran menurut strategi pembelajaran yang telah disusun. Pada pola ini, guru lebih bersikap fleksibel terhadap perubahan isi, akan tetapi kurang efisiensi waktu karena banyak waktu tersita untuk menyampaikan informasi.

    8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif

    Evaluasi formatif berfungsi untuk mengumpulkan informasi atau data sebagai acuan melakukan perbaikan pembelajaran.

    Ada 3 fase pokok penilaian formatif menurut Dick & Carrey, yaitu :

    a. Fase perorangan atau fase klinis
    Fase ini fokus pada penemuan kesalahan-kesalahan yang dilakukan peserta didik yang dikumpulkan sebagai data untuk menempurnakan bahan pembelajaran.

    b. Fase kelompok kecil
    Sekelompok siswa sebagai wakil cerminan populasi sasaran dikondisikan mempelajari bahan secara mandiri, kemudian diuji untuk mendapatkan data yang diperlukan. Evaluasi kelompok kecil dilakukan untuk mengetahui efektivitas perubahan yang telah dibuat dan untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi siswa jikan menggunakan bahan pembelajaran tersebut.

    c. Fase uji lapangan
    Yang ditekankan dalam uji lapangan adalah pengujian prosedur yang diperlukan untuk menyajikan pembelajaan dalam keadaan yang nyata. Uji lapangan diperlukan untuk mengetahui efektivitas perubahan-perubahan sebagai perbaikan dari penilaian perseorangan atau penilaian kelompok kecil yang telah diupayakan.

    9. Merevisi bahan pembelajaran

    Merevisi bahan pembelajaran dilakukan untuk menyempunakan bahan pembelajaran sehingga lebih menarik, efektif, dan praktis dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Revisi bahan pembelajaran dilakukan atas dasar hasil evaluasi formatif yang telah dilakukan.

    Dick & Carrey mengemukakan 2 revisi yang perlu dipertimbangkan yaitu revisi terhadap isi atau substansi bahan pembelajaran dan revisi terhadap cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan pembelajaran.
    Untuk keperluan bahan pembelajaran, ada 4 macam keterangan pokok yang menjadi sumber dalam melakukan revisi, yaitu :

    a. Karakteristik peserta didik dan tingkah laku masukan;
    b. Respon langsung terhadap proses pembelajaran termasuk saat tes sisipan;
    c. Hasil pembelajaran postest;
    d. Jawaban terhadap kuesioner;

    10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif

    Evaluasi sumatif dilakukan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi suatu desain pembelajaran terhadap kegiatan belajar mengajar serta diarahkan pada keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.

  • Tiga Variabel Pembelajaran

    Variabel Pembelajaran

    A. Pendahuluan

    Merancang pembelajaran selalu terkait dengan variabel pembelajaran. Tiga komponen utama ilmu merancang pembelajaran menurut Simon yaitu (1)alternative goals or requirements, (2) Possibilities for action,  (3) fixed parameters or constraints.

    Glaser menyebutkan empat komponen yang disebut sebagai components of a phsycology of instruction, yaitu (1) analisi isi bidang studi, (2) diagnosis kemampuan awal siswa, (3) proses pembelajaran, (4) pengukuran  hasil belajar.

    Reigeluth dan Merril mengklasifikasi menjadi 3 variabel yaitu metode pembelajaran, kondisi pembelajaran, dan hasil pembelajaran.

    Kondisi pembelajaran adalah faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran yang tidak dapat dimanipulasi. Metode pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berbeda dibawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Metode pembelajaran dapat dimanipulasi oleh perancang pembelajaran. Hasil pembelajaran mencakup semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran dibawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Hasil pembelajaran dapat berupa hasil nyata (actual outcomes) dan hasil yang diinginkan (desired outcomes). Actual outcomes adalah hasil nyata yang dicapai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi tertentu. Desired outcomes adalah tujuan yang ingin dicapai, yang mempengaruhi keputusan perancang dalam memilih metode pembelajaran.

    Perbandingan klasifikasi varibel pembelajaran menurut Reigeluth, Simon, dan Glaser ditunjukkan dalam tabel berikut.

    Tabel 1 Perbandingan klasifikasi varibel pembelajaran menurut Reigeluth, Simon, dan Glaser

    ReigeluthSimonGlaser
    KondisiParameter buku dan kendalaBidang studi dan kemampuan awal siswa
    MetodeKegiatanProses pembelajaran
    HasilPilihan tujuanHasil pembelajaran

    Ilmu pembelajaran memusatkan bidang kajian pada upaya memperbaiki kualitas pembelajaran yang titik awalnya pada perbaikan proses pembelajaran atau pada variabel metode pembelajaran. Manipulasi variabel metode pembelajaran dalam interaksinya dengan variabel kondisi pembelajaran akan menentukan kualitas pembelajaran (hasil). Jadi pusat kajian kita terdapat dalam metode pembelajaran.

    B. Metode Pembelajaran

    Variabel metode pembelajaran diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :

    1.      Organizational strategy (strategi pengorganisasian)

    Merupakan metode untuk mengorganisasi isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. Mengorganisasi mengacu pada kegiatan pemilihan isi, pembuatan diagram, format, dst. Strategi pengorganisasian dibedakan menjadi 2 yaitu strategi makro dan strategi mikro. Strategi makro mengacu pada metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep, prosedur, atau prinsip. Strategi mikro mengacu metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran yang hanya satu konsep, prosedur, atau prinsip.

    Strategi makro berkaitan erat dengan proses memilih, menata urutan, membuat sintesis, dan rangkuman isi pembelajaran.  Pemilihan isi dikaitkan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Pembuatan sintesis mengacu pada menunjukan kaitan antar konsep, prosedur, atau prinsip. Pembuatan rangkuman mengacu pada cara melakukan tinjauan ulang konsep, prosedur, atau prinsip, dan kaitannya.

    2.      Delivery strategy (strategi penyampaian)

    Merupakan metode  untuk menyampaiakn pembelajaran kepada siswa dan untuk menerima serta memberikan respon siswa. Bidang kajian utama strategi ini adalah media pembelajaran. Dua fungsi strategi penyampaian adalah (1) menyampaikan isi  pembelajaran kepada siswa, dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan siswa untuk menampilkan unjuk kerja.

    Ada 5 cara mengklasifikasikan media untuk menentukan strategi pembelajaran, yaitu :

    a.       Tingkat kecermatannya dalam menggambarkan sesuatu;

    b.      Tingkat interaksi yang mampu ditimbulkannya;

    c.       Tingkat kemampuan khusus yang dimilikinya;

    d.      Tingkat motivasi yang ditimbulkannya;

    e.       Tingkat biaya yang diperlukan.

    3.      Management strategy  (strategi pengelolaan)

    Merupakan metode untuk menata interaksi antara peserta didik dengan variabel pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian yang akan dipilih dan digunakan selama proses pembelajaran. Ada 3 klasifikasi penting variabel strategi pengelolaan, yaitu penjadwalan, pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan motivasi.

    C. Kondisi Pembelajaran

    Penggunaan variabel metode dipengaruhi oleh variabel kondisi pembelajaran. Reigeluth dan Merril mengelompokkan variabel kondisi pembelajaran menjadi 3 kelompok, yaitu :

    1.      Tujuan pembelajaran

    Tujuan pembelajaran adalah gambaran tentang hasil pembelajaran yang diharapkan.

    2.      Karakteristik bidang studi dan kendalanya

    Karakteristik bidang studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang memberi landasan penting dalam menentukan strategi pembelajaran. Kendala adalah keterbatasan sumber-sumber seperti waktu, media, personalia, dan uang.

    3.      Karakteristik peserta didik

    Karakteristik peserta didik adalah aspek-aspek kualitas individu siswa yang mencakup bakat, motivasi, dan hasil belajar yang telah diperoleh.

    D.    Hasil Pembelajaran

    Secara umum, hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

    1.      Effectiveness (efektivitas)

    Efektivitas pembelajaran diukur dengan tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik. 4 aspek yang digunakan sebagai tolak ukur adalah tingkat kesalahan, kecepatan unjuk kerja, tingkat alih belajar, tingkat retensi dari materi yang dipelajari.

    2.      Efficiency (efisiensi)

    Efisiensi pembelajaran diukur dengan rasio antara efektivitas dan jumlah waktu serta jumlah biaya dalam proses pembelajaran.

    3.      Appeal (daya tarik)

    Daya tarik pembelajaran diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap belajar. Ini juga erat kaitanya dengan daya tarik bidang studi. 

  • Model Pembelajaran PPSI

    Pengertian PPSI

    Model pengembangan PPSI biasa digunakan sebagai pola pengembangan pengajaran dalam rangka kurikulum untuk SD, SMP dan SMA, dan kurikulum untuk sekolah – sekolah kejuruan. PPSI sebagaimana pola pengembangan pengajaran lainnya yang menggunakan pendekatan sistem, yakni mengutamakan adanya tujuan yang jelas sehingga dapat dikatakan bahwa PPSI menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan.

    Istilah “sistem instruksional” dalam PPSI menunjukkan pada pengertian sebagai suatu kesatuan pengajaran yang terorganisasi yang terdiri atas sejumlah komponen antara lain : materi, metode, alat, evaluasi yang kesemuanya berinteraksi satu sama lainnya untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. PPSI merupakan langkah – langkah pengembangan dan pelaksanaan pengajaran sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif. (Basyiruddin,2002:83-84).

    Dengan diterapkannya pola pengembangan pengajaran PPSI ini disekolah – sekolah umum, maka pola pengembangan tersebut juga telah diadopsi dan dikembangkan pada madrasah – madrasah yang dikelola oleh Departemen Agama RI sebagai suatu usaha untuk meningkatkan mutu pengajaran yang sebenarnya. Pengenalan dan pengembangan pola PPSI ini dimaksudkan agar para tenaga pengajar agama dapat memahami dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar yang berorientasi pada tujuan sebagaimana yang dimaksud dalam pengembangan PPSI tersebut.

    Bagan PPSI

    1. Perumusan Tujuan

    Tujuan instruksional merupakan rumusan yang jelas dan terarah tentang kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah mengikuti suatu program kegiatan belajar. Kemampuan atau tingkah laku tersebu terbagi kepada dua bagian yaitu : tujuan instruksional umum disingkat dengan TIU, dan sekarang istilah tersebut menjadi Standar Kompetensi. Serta tujuan instruksional khusus disingkat dengan TIK, sekarang menjadi Kompetensi Dasar. ( Basyiruddin, 2002:85)

    2. Pengembangan Alat Evaluasi

    Langkah ini adalah pengembangan test yang fungsinya adalah untuk menilai sampai dimana para siswa telah menguasai kemampuan – kemampuan yang telah kita rumuskan dalam tujuan – tujuan tersebut. (Suryosubroto, 1990: 69)

    3. Kegiatan Belajar

    Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan langkah ketiga ini, yaitu:

    1. Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
    2. Menentukan pilihan kegiatan mana yang tidak ditempuh oleh siswa dan manakah yang diperlukan dalam rangka kegiatan belajar.

    Untuk menyampaikan materi yang telah kita tetapkan, perlu dipertimbangkan metode mana yang paling tepat digunakan, dengan mengingat kegiatan – kegiatan belajar yang telah dirumuskan dan tujuan yang ingin dicapai. (Basyiruddin, 2002:96)

    4. Pengembangan Program Kegiatan

    Setelah langkah satu sampai tiga ditetapkan, selanjutnya mengembangkan langkah berikutnya yaitu menyusun program kegiatan. Ada dua hal yang berkenaan dengan program kegiatan ini, yaitu :

    a.       Merumuskan materi pelajaran

    Bila perlu setiap pokok materi dapat dilengkapi dengan uraian singkat dan contoh-contoh agar memudahkan penyampaian materi tersebut kepada siswa / mahasiswa.

    b.      Metode yang digunakan

    Dalam hal ini kita perlu mengetahui terlebih dahulu sejumlah metode yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar.`

    c.       Menyusun jadwal

    Penyusunan jadwal ini atas dasar banyaknya materi yang ingin disampaikan dan metode – metode yang digunakan.

    5.    Pelaksanaan Program

    Langkah selanjutnya yaitu proses pelaksanaan program

    a.       Mengadakan pre – test.

    Test yang kita berikan kepada siswa adalah test yang telah kita susun pada langkah kedua. Fungsi test ini ialah untuk menilai sampai dimana para siswa / mahasiswa mengetahui kemampuan – kemampuan yang tercantum dalam tujuan instruksional sebelum mereka mengikuti program pengajaran yang telah kita siapkan. Disamping angka nilai, jawaban – jawaban yang betul dan yang salah perlu diberi tanda.

    b.      Menyampaikan materi pelajaran

    Dalam hal ini kita harus berpegang pada rencana yang telah disusun pada langkah keempat dan yang perlu diperhatikan ialah bahwa pendidik sebelum menyampaikan materi pelajaran hendaklah memberikan penjelasan terlebih dahulu tujuan – tujuan instruksional yang akan dicapai agar siswa mengetahui kemampuan apa yang diharapkan dari mereka setelah selesai mengikuti pelajaran.

    c.       Mengadakan evaluasi (post test)

    Test yang diberikan disini identik dengan pre test. Jadi beda pre test dan post test hanya dalam waktu dan fungsinya saja. Kemudian hasil pre test dan post test itu diperbandingkan. (Suryosubroto, 1990: 70 – 73)

    Kelebihan PPSI

    1. Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran bukan untuk mengembangkan sistem pempelajaran.
    2. Uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis.

    Kekurangan PPSI

    Bagi pendidik memerlukan waktu, tenaga dan pikiran yang lebih karena guru harus memberikan pretest dan post test untuk setiap unit pelajaran.

  • Makalah Peradaban Abad Pertengan dan Renaisans

    Abad Pertengahan & Zaman Renaisans

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Sejarah Eropa memiliki bentangan waktu yang panjang dimulai dari zaman paleolithikum ribuan tahun yang lalu. Secara garis besar, sejarah Eropa dibagi menjadi 3 periode, yaitu: Eropa klasik, Eropa pertengahan, dan Eropa modern. Di sini kita akan membahas tentang Eropa abad pertengahan pada masa abad kegelapan dan juga masa pencerahan (Renaisans).

    Abad pertengahan adalah periode sejarah yang terjadi di daratan Eropa yang ditandai sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 hingga munculnya monarkhi-monakhi nasional. Dimulainya penjelajahan samudera, kebangkitan humanisme, serta reformasi Protestan dengan dimulainya renaissance pada tahun 1517.Abad pertengahan sering diwarnai dengan kesan-kesan yang tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya kalangan yang memberikan stereotipe kepada abad pertengahan sebagai periode buram sejarah Eropa mengingat dominasi kekuatan agama yang begitu besar sehingga menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip moralitas yang agung membuat kekuasaan agama menjadi begitu luas dan besar di segala bidang.

     Abad pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah berkembang di zaman klasik dipinggirkan dan dianggap sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari pemikiran ketuhanan.Eropa dilanda Zaman Kegelapan sebelum tiba Zaman Pembaharuan. Yang dimaksud Zaman Kelam atau Zaman Kegelapan ialah zaman masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelektual dan kemunduran ilmu pengetahuan.Menurut Ensikopedia Amerika, zaman ini berlangsung selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi.

    Gelap juga dianggap sebagai tidak adanya prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud kekuasaan agama, yaitu gereja Kristiani yang sangat berpengaruh.Gereja serta para pendeta mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat hanya gereja saja yang pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran, politik dan ilmu pengetahuan.Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri daripada ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran mereka pun ditolak dan timbul ancaman dari gereja, yaitu siapa yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan ditangkap dan didera masalah, malah ada yang dibunuh.

    Segala keputusan pemerintah dan  hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman kekasiaran Roma. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para ahli agama.Bahkan segala sesuatu yang bertentangan dengan penafsiran dewan gereja merupakan pelanggaran hukum berat.

    Akibatnya setiap inovasi yang berasal dari kaum ilmuan selalu digagalkan oleh dewan gereja. Ya itu tadi pokoknya bila dewan gereja tidak paham dan tidak memiliki dasar argumen yang kuat di dalam injil maka inovasi tersebut merupakan perkara pelanggaran agama berat. Salah satu yang menjadi korbannya adalah Nicholas Coppernicus yang berakhir tragis akibat teorinya yang mengatakan.

    Akibat terlalu banyak intervensi dewan Gereja pada sendi-sendi kehidupan, termasuk juga pelarangan terhadap temuan maupun inovasi baru yang tidak ada pada injil maka akhirnya terjadi stagnasi secara multi dimensi yang lambat laun berimbas pada timbulnya krisis multi dimensi.Dan sebagai lawannya maka muncullah zaman Renaisans yang sering di sebut sebut sebagai zaman kelahiran kembali.

    B. Rumusan Masalah

    Adapun rumusan masalahnya, yaitu :

    1. Apa yang dimaksud abad pertengahan ?
      Apa yang dimaksud zaman renaisan ?
    2. Bagaimana awal mula abad pertengahan dan renasisans ?
    3. Apa saja faktor faktor penyebabnya ?
    4. Bagaimana karakteristiknya ?
    5. Bagaimana perkembangan agama pada masa itu ?
    6. Apa saja penyakit yang  melanda saat itu ?
    7. Bagaimana perkembangan ilmu,filsafat dan seni  ?
    8. Bagaimana penjelajahan  samudra pada saat itu ?
    9. Bagaimana hukum yang berlaku ?
    10. Siapa saja tokoh yang berperan didalamnya?
    11. Apa saja dampak umumnya ?

    C. Tujuan Penulisan

    Adapun tujuannya, yaitu :

    1. Untuk memperoleh data tentang abad pertengahan dan zaman Renaisans.
    2. Untuk memenuhi tugas dari pembimbing kami.

    Bab II. Kajian Pustaka

    A. Abad Pertengahan

    Abad Pertengahan adalah periode sejarah di Eropa sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat di bawah prakarsa raja Charlemagne pada abad 5 hingga munculnya monarkhi-monarkhi nasional, dimulainya penjelajahan samudra, kebangkitan humanisme, serta Reformasi Protestan dengan dimulainya renaisans pada tahun 1517.Abad Pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah berkembang di masa zaman klasik dipinggirkan dan dianggap lebih sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari ketuhanan.

    Eropa dilanda Zaman Kelam (Dark Ages) sebelum tiba Zaman Pembaharuan. Maksud “Zaman Kelam” ialah zaman masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelek dan  ilmu pengetahuan. Menurut Ensiklopedia Amerika, tempo zaman ini selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Roma dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi. “Gelap” juga bermaksud tiada prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud tindakan dan cengkraman kuat pihak berkuasa agama; Gereja Kristen yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik.

    Mereka berpendapat hanya gereja saja yang layak untuk menentukan kehidupan, pemikiran, politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri daripada ahli-ahli sains asa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran mereka ditolak. siapa yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan ditangkap dan didera malah ada yang dibunuh.

    Pikiran ini, terimplementasi melalui teori yang dikeluarkan oleh Thomas Aquinas (1274) seorang ahli falfasah yakni “ negara wajib tunduk kepada kehendak gereja ”. St Augustine (1430) sebelumnya juga berpendirian demikian. Manakala Dante Alighieri (1265-1321) berpendapat kedua-dua kuasa itu hendaklah masing-masing berdiri sendiri, dan mestilah bekerjasama untuk mewujudkan kebajikan bagi manusia (Joseph H Lynch, 1992, 172-174).

    Dalam paradigma abad pertengahan, dua wilayah agama dan dunia terpisah total satu dengan yang lain sehingga tidak ada peluang bagi ekspansi satu terhadap yang lain atau pembauran antar keduanya. Seorang manusia kalau tidak ‘melangit’ haruslah ‘membumi’, atau kalau tidak meyakini kekuasaan alam gaib terhadap segala urusan hidupnya, maka dia harus memutuskan hubungan secara total dengan Tuhan dan roh-roh kudus, dan jika dia menghargai jasmani dan urusan materinya maka dia bukan lagi seorang rohaniwan dan berarti telah memutuskan hubungan dengan Tuhan.

    Kata Augustine “Siapapun yang mahir dalam kesenian, perang, dan filsafat adalah orang yang bejat dan sesat, karena dia berasal dari kota setan dimana kebahagiaannya tak lebih dari sekadar topeng yang menipu, dan keindahannya hanya merupakan wajah alam kubur”. Kota inilah yang tidak diterima oleh Tuhan dan fitrah manusia. Karena orang yang sombong dan angkuh adalah merupakan kepekatan hari dan orang yang memiliki pengetahuan tentang segala yang harus diketahui oleh orang-orang terpuji. Dan ketika melihat kota setan ini tenggelam ke dalam kesesatan dan kesombongannya, maka semua sudut kegelapannya akan terlihat.

    Konsep diatas, dipertegas oleh Fritjof Capra (2004) yakni : “Para ilmuwan pada Abat Pertengahan, yang mencari-cari tujuan dasar yang mendasari berbagai fenomena, menganggap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan Tuhan, roh manusia, dan etika, sebagai pertanyaan-pertanyaan yang memiliki signifikansi tinggi, jadi ilmu didasarkan atas penalaran keimanan”.

    Dengan demikian, kerangka berpikir yang dominan pada abad pertengahan dan tekanan kuat para elit gereja yang menganggap dirinya pengawas tatanan yang menguasai dunia dan telah menginterogasi ideologi para ilmuan dan menyeret mereka ke pengadilan serta menganggap kegiatan ilmiah sebagai campurtangan setan, kemudian faktor-faktor lain yang berada di luar pembahasan ini telah menjadi latar belakang munculnya Renaisans yang telah melahirkan teriakan protes terhadap kondisi yang dominan pada abad pertengaha.

    Abad Pertengahan berakhir pada abad ke-15 dan kemudian disusul dengan zaman Renaissance. Zaman Renaissance berlangsung pada akhir abad ke-15 dan 16. Kesenian, sastra musik berkembang dengan pesat. Ada suatu kegairahan baru, suatu pencerahan. Ilmu pengetahuan mulai dikembangkan oleh Leonardo da Vinci (1452-1519), Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630), Galileo Galilei (1564-1643), dll.

    B. Zaman Renaisans

    Zaman Renaisans (bahasa Inggris: Renaissance) adalah sebuah gerakan budaya yang berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia pada Abad Pertengahan Akhir dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa. Meskipun pemakaian kertas dan penemuan barang metal mempercepat penyebaran ide-idenya dari abad ke-15 dan seterusnya, perubahan Renaissance tidak terjadi secara bersama maupun dapat dirasakan di seluruh Eropa.Sesudah mengalami masa kebudayaan tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh ajaran Kristiani,orang-orang kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif dari kebudayaan Yunani-Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan baik.Kebudayaan klasik ini dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh peradaban manusia.

    Dalam dunia politik, budaya Renaissance berkontribusi dalam pengembangan konvensi diplomasi, dan dalam ilmu peningkatan ketergantungan pada sebuah observasi. Sejarawan sering berargumen bahwa transformasi intelektual ini adalah jembatan antara Abad Pertengahan dan sejarah modern. Meskipun Renaissance dipenuhi revolusi terjadi di banyak kegiatan intelektual, serta pergolakan sosial dan politik, Renasaince mungkin paling dikenal karena perkembangan artistik dan kontribusi dari polimatik seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo, yang terinspirasi dengan istilah “Manusia Renaissance”.

    Ada konsensus bahwa Renaissance dimulai di Florence, Italia, pada abad ke-14. Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan asal-usulnya dan karakteristik, berfokus pada berbagai faktor termasuk kekhasan sosial dan kemasyarakatan dari Florence pada beberapa waktu, struktur politik,perlindungan keluarga dominan, Wangsa Medici dan migrasi sarjana Yunani dan terjemahan teks ke bahasa Italia setelah Kejatuhan Konstantinopel di tangan Turki Utsmani.

    Kata Renaissance, yang terjemahan literal dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Inggris adalah “Rebirth” (atau dalam bahasa Indonesia “Kelahiran kembali”), pertama kali digunakan dan didefinisikan oleh sejarawan Perancis Jules Michelet pada tahun 1855 dalam karyanya, Histoire de France. Kata Renaissance juga telah diperluas untuk gerakan sejarah dan budaya lainnya, seperti Carolingian Renaissance dan Renaissance dari abad ke-12.

    Bab III. Pembahasan

    A. Awal Mula

    Di sini kita akan membahas tentang Eropa abad pertengahan pada masa abad kegelapan.Abad pertengahan adalah periode sejarah yang terjadi di daratan Eropa yang ditandai sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 hingga munculnya monarkhi-monakhi nasional. Dimulainya penjelajahan samudera, kebangkitan humanisme, serta reformasi Protestan dengan dimulainya renaissance pada tahun 1517.

    Abad pertengahan sering diwarnai dengan kesan-kesan yang tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya kalangan yang memberikan stereotipe kepada abad pertengahan sebagai periode buram sejarah Eropa mengingat dominasi kekuatan agama yang begitu besar sehingga menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip moralitas yang agung membuat kekuasaan agama menjadi begitu luas dan besar di segala bidang.Abad pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah berkembang di zaman klasik dipinggirkan dan dianggap sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari pemikiran ketuhanan.

    Eropa dilanda Zaman Kegelapan sebelum tiba Zaman Pembaharuan. Yang dimaksud Zaman Kelam atau Zaman Kegelapan ialah zaman masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelektual dan kemunduran ilmu pengetahuan Menurut Ensikopedia Amerikana, zaman ini berlangsung selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi.

    Gelap juga dianggap sebagai tidak adanya prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud kekuasaan agama, yaitu gereja Kristiani yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat hanya gereja saja yang pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran, politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri daripada ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran mereka pun ditolak dan timbul ancaman dari gereja, yaitu siapa yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan ditangkap dan didera, malah ada yang dibunuh. segala keputusan pemerintah dan  hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman kekasiaran Roma. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para ahli agama. Bahkan segala sesuatu yang bertentangan dengan penafsiran dewan gereja merupakan pelanggaran hukum berat.

    Akibatnya setiap inovasi yang berasal dari kaum ilmuan selalu digagalkan oleh dewan gereja. Ya itu tadi pokoknya bila dewan gereja tidak paham dan tidak memiliki dasar argumen yang kuat di dalam injil maka inovasi tersebut merupakan perkara pelanggaran agama berat. Salah satu yang menjadi korbannya adalah Nicholas Coppernicus yang berakhir tragis akibat teorinya yang mengatakan.Akibat terlalu banyak intervensi dewan Gereja pada sendi-sendi kehidupan, termasuk juga pelarangan terhadap temuan maupun inovasi baru yang tidak ada pada injil maka akhirnya terjadi stagnasi secara multi dimensi yang lambat laun berimbas pada timbulnya krisis multi dimensi.

    Zaman Kegelapan (Dark Ages)

    Abad  kegelapan merupakan sebuah zaman antara runtuhnya Kekaisaran Romawi dan Renaisannce atau munculnya kembali peradaban lama. Dari masa sebelum masehi yang kental dengan Filsafat  Relativisme (Kebenaran)  Sofisme Yunani Kuno, berlanjut ke apa yang kemudian dinamakan Jaman Abad Pertengahan yang berlangsung lama, kurang lebih selama lima belas Abad, dari sekitar Abad I sampai Abad XV M.Masa ini disebut juga sebagai Era atau masa Medieval atau juga Abad Kegelapan atau Dark Ages) dan dimulai setelah masa Nabi Isa bin Maryam ‘alaihis salam menapakkan kaki di muka Bumi dan berdakwah. 

    Beliau dikenal juga sebagai Isa bin (anak) Maryam, yang dengan sejumlah perkecualian dan catatan perbedaan mendasar adalah hampir dapat dikenal sama juga sebagai Yesus Kristus atau Yesus dari Nazareth dalam khazanah Kristen.Kegemparan akan datangnya ’Yesus dari Nazareth’ yang tak memiliki ayah dan nasabnya ditahbiskan kepada Maryam (Maria), ibunya, dan dalam hidup singkatnya menampilkan berbagai mukjizat luar-biasa itu, mengguncang peradaban manusia di sekitarnya saat itu, dan banyak orang yang kemudian berspekulasi akan kenyataan ini.Di masa ini, lahir pula agama Kristen, dan ide-idenya mendominasi relung kehidupan masyarakat Eropa dan pengikutnya, termasuk para Pemikirnya. Dan wajah peradaban Barat pada Abad Pertengahan ini, karenanya, didominasi oleh Filsafat Kristen.

    Filsafat Kristen atau Abad Pertengahan ini, antara lain bertokohkan Filsuf Plotinus, (Santo atau Saint) Augustinus atau Augustine, (Saint) Anselmus, Robert Grosseteste, Roger Bacon, Albert Agung, Thomas Aquinas, dsb. Yang kesemuanya sepakat mengedepankan iman dogmatis (tak boleh dibantahi) Kristiani, dan telaahnya pun bersifat religius-dogmatis.Akibat pengaruh hebat dan dominan Agama Kristen yang didominasi oknum kaum Gerejawan dan Monarki Baratnya dengan segala ragam tafsir dogmatisnya.

    Dan tak pelak pemanfaatan Platonisme ala Yunani Kuno (dicetuskan Plato) yang mengajarkan bahwa kebenaran itu sudah ada dengan sendirinya dan berpusat kepada Tuhan namun berjenis dan berbungkus baru, yang disebut sebagai Neo-Platonisme, menjadi gencar dan ditahbiskan sepenuhnya tanpa telaah kristis kepada iman Kristiani. Ini, mau tak mau mendukung pula klaim dogmatis akan kebenaran Kristen.Para ahli Filsuf dan Agamawan mereka di saat itu karenanya teguh bermottokan ”Credo et intelligam” atau ”Keyakinan (keimanan agama) berkedudukan di atas pemikiran (logika), keyakinan mengungguli pemikiran” atau lebih mudahnya, ”Yakini dulu sesuatu, baru carikan alasan untuk menjelaskannya”.

    Maka, dengan sendirinya, Akal (di Barat) benar-benar kalah pada masa ini (terutama terlihat pada isi Filsafat dari Plotinus, Augustinus, Anselmus). Bahkan potensi pemanfaatan akal diganti mutlak oleh Augustinus dengan Iman dogmatis, sebelum penghargaan terhadap potensi Akal sempat muncul kembali kemudian pada masa Thomas Aquinas di akhir masa Abad Pertengahan itu.Dan karenanya pula, Aquinas kemudian ditentangi hebat dan dibenci sebagian besar masyarakat gereja yang terlanjur menjadi pendukung jalur hati iman Kristiani  yang dalam hal ini sebagaimana telah disebutkan di atas adalah iman mutlak dogmatis kristiani yang tidak mengindahkan telaah kritis akal.

    Ini juga tak pelak menyebabkan masyarakat Barat di masa itu secara luas menjadi percaya dan beriman dogmatis akan ‘rasa hati’ (atau yang adalah agama, Kristen, lebih tepatnya Kristen Katolik, bagi mereka), karena menurut mereka agama adalah rasa hati dan Filsafat adalah pemikiran. Filsafat dan Agama itu sendiri, satu hal yang di masa sesudahnya terutama masa Thomas Aquinas, dicoba untuk disatu-padukan namun menemui sejumlah kendala sampai masa Modern merebak.Keyakinan Kristiani yang mendominasi di masa Abad Pertengahan ini, menjadikannya tidak boleh atau tidak mudah untuk dapat dikritiki, sekaligus membuat kedudukan mereka yang berada dalam struktur otoritas agamanya menjadi tinggi dan tak dapat disalahkan. Dan karenanya ini juga membuat mereka makmur secara ekonomi juga sebagai pemegang mandat negara dengan mandat Otokrasi dan Teokrasi Kristiani.

    Dan kenyataan ini bagi sebagian orang lain, misalnya rakyatnya yang mereka pimpin, artinya juga adalah kesemena-menaan yang diorganisasikan. Kekuasaan absolut negara dan pusat-pusat kesejahteraan masyarakat saat itu dipegang mutlak oleh Gereja dan Kerajaan, dengan pajak sistem Feodalisme berdasarkan tafsir mereka terhadap iman Kristiani dan bahwa Gereja adalah wakil Tuhan di Bumi dan bahwa sistem pemerintahan yang terbenar adalah Kerajaan Kristiani penyokongnya. Golongan Ksatria, dan Raja adalah pelindung rakyat dan rakyat harus membayar pajak kepada mereka yang penafsirannya seringkali dianggap semena-mena oleh rakyat.

    Tak pelak juga, maka, perkembangan ilmu-pengetahuan yang biasanya berdasarkan kepada gelitikan pemikiran, rasa penasaran, kebertanya-tanyaan  pemikiran pun menjadi lambat pula. Pendeknya, potensi telaah akal pada masa ini dihambati.

    Di saat  Zaman Kegelapan, segala keputusan pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman Kekaisaran Romawi. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat keputusan adalah para ahli agama. Gagasan tentang Dark Age berasal dari Petrarch (seorang humanis,cendekiawan dan penyair Italia) pada tahun 1330-an.

    Dia menulis tentang orang-orang yang hidup sebelum dia, ia berkata: “Di tengah  kesalahan bersinar seorang genius, mata mereka melihat dengan  tajam meskipun mereka dikelilingi oleh kegelapan yang sangat pekat “.  Para penulis yang beragama Kristen, termasuk Petrarch sendiri telah lama menggunakan kiasan ” terang melawan gelap “untuk menggambarkan” kebaikan melawan kejahatan “. Petrarch adalah orang pertama yang menggunakan kiasan dan memberikan makna sekuler dengan membalikkan penerapannya. Zaman klasik telah lama dianggap sebagai zaman “gelap” karena kurangnya kekristenan yang dilihat oleh Petrarch sebagai zaman “cahaya” karena prestasi dan pencapaian kultural, sedangkan pada zaman Petrarch, diduga kurang prestasi budaya sehingga Petrarch memandangnya sebagai zaman kegelapan (dark age).

    Abad pertengahan merupakan zaman dimana Eropa sedang mengalami masa suram. Berbagai kreativitas sangat diatur oleh gereja. Dominasi gereja sangat kuat dalam berbagai aspek kehidupan. Agama Kristen sangat mempengaruhi berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Seolah raja tidak mempunyai kekuasaan, justru malah gereja lah yang mengatur pemerintahan. Berbagai hal diberlakukan demi kepentingan gereja, tetapi hal-hal yang merugikan gereka akan mendapat balasan yang sangat kejam. Contohnya, pembunuhan Copernicus mengenai teori tata surya yang menyebutkan bahwa matahari pusat dari tata surya, tetapi hal ini bertolak belakang dari gereja sehingga Copernicus dibunuhnya.

    Pemikiran manusia pada Abad Pertengahan ini mendapat doktrinasi dari gereja. Hidup seseorang selalu dikaitkan dengan tujuan akhir (ekstologi). Kehidupan manusia pada hakekatnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka tujuan hidup manusia adalah mencari keselamatan. Pemikiran tentang ilmu pengetahuan banyak diarahkan kepada theology. Pemikiran filsafat berkembang sehingga lahir filsafat scholastik yaitu suatu pemikiran filsafat yang dilandasi pada agama dan untuk alat pembenaran agama. Oleh karena itu disebut Dark Age atau Zaman Kegelapan.Abad pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah berkembang di zaman klasik dipinggirkan dan dianggap sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari pemikiran ketuhanan.

    Eropa dilanda Zaman Kegelapan sebelum tiba Zaman Pembaharuan. Yang dimaksud Zaman Kelam atau Zaman Kegelapan ialah zaman masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelektual dan kemunduran ilmu pengetahuan Menurut Ensikopedia Amerikana, zaman ini berlangsung selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi.

    Gelap juga dianggap sebagai tidak adanya prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud kekuasaan agama, yaitu gereja Kristiani yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat hanya gereja saja yang pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran, politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri daripada ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran mereka pun ditolak dan timbul ancaman dari gereja, yaitu siapa yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan ditangkap dan didera, malah ada yang dibunuh. segala keputusan pemerintah dan  hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman kekasiaran Roma. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para ahli agama. (lihat perilaku kaum Salafy yang kini justru meniru mereka) Bahkan segala sesuatu yang bertentangan dengan penafsiran dewan gereja merupakan pelanggaran hukum berat.

    Akibatnya setiap inovasi yang berasal dari kaum ilmuan selalu digagalkan oleh dewan gereja. Ya itu tadi pokoknya bila dewan gereja tidak paham dan tidak memiliki dasar argumen yang kuat di dalam injil maka inovasi tersebut merupakan perkara pelanggaran agama berat. Salah satu yang menjadi korbannya adalah Nicholas Coppernicus yang berakhir tragis akibat teorinya yang mengatakan akibat terlalu banyak intervensi dewan Gereja pada sendi-sendi kehidupan, termasuk juga pelarangan terhadap temuan maupun inovasi baru yang tidak ada pada injil maka akhirnya terjadi stagnasi secara multi dimensi yang lambat laun berimbas pada timbulnya krisis multi dimensi.

    Renaisans di Italia
    Florencia Kota Pelopor

    Florencia menjadi pelopor renaissance di Italia, bukan justru kota Roma, Milano atau Venesia. Menurut John Hele dan Plum Florensia menjadi kota pelopor Renaissance di Italia karena berbagai faktor antara lain adalah :

    1. Kota Florencia pada zaman Romawi bernama Florentia itu secara geografis merupakan kota pedalaman Italia Utara yang sangar strategis, subur karena dibelah oleh Sungai Arno dan menjadi kota pertemuan dari berbagai kota di Italia Utara antara lain Genoa, Lucca dan Pisa di sebelah barat, Siena dan Arezzo di sebelah selatan, Urbino, San Marino dan Romagna di sebelah timur serta Bologna, Modena di bagian Utara. Maka tidak mengherankan jika Florencia menjadi kota pertemuan dagang yang kaya raya dan besar pada abad ke-XIII.
      Florencia sebagai kota industry khususnya wol (terbaik di Italia) dan tekstil pada umumnya. Menurut John Hele pada abad ke XIV sudah ada 21 gilda utama yang dimiliki oleh para hakim, notaries, importir dan pengusaha dan 44 gilda kecil sebagai pendukungnya yang dimiliki oleh pengrajin, pedagang.
    2. Florencia sebagai pusat keuangan Italia masa itu. Kota ini mempunyai penduduk yang besemboyan “per non dormire (agar jangan tidur, maksudnya tidur tidak mendatangkan rezeki)” dan “Florentinis ingentis nihil arduit est (tidak ada yang dapat dikerjakan oleh orang Florencia)”.
    3. Florencia merupakan ibukota Republik Florentia yang pada prinsipnya menganut system pemerintahan demokrasi dan memperhatikan kepentingan rakyat. Maka kreativitas seni dan inteletual dapat bebas berkembang. Didirikannya pendidikan formal di Accademia Plato yang didirikan oleh keluarga Medici sehingga melahirkan seniman-seniman besar, para ilmuan terkenal, sastrawan jenius dan arsitek besar. Maka tidak mengherankan apabila dapat mempertahankan kemasyuran dan berperan penting dalam modernisasi Italia selama dua abad. Florencia telah menjadi awal pembaharuan berbagai bidang kehidupan manusia dari sumber-sumber daya manusia, keuangan, perdangangan, sosial dan budaya, Benih-benih humanism yang melahirkan liberalism, individualism serta rasionalisme mendapat tempat subur untuk berkembang ke seluruh penjuru Eropa.
    Keluarga Medici

    Keluarga Medici merupakan salah satu keluarga yang terkenal di Italia pada zaman renaissance. Keluarga ini mulai mempunyai nama terhormat dalam masyarat pada abad ke XIV ketika Averardo de Medici yang terkenal dengan nama Bicci berhasil dalam usahawan swasta ulat sutera, kain lenen dan akhirnya menjadi bankir. Usaha ini dilanjutkan anaknya yang bernama Giovanni di Bicci meluas ke luar Italia. Keluaga Medici mulai terlibat dalam berbagai bidang terutama politik, ketika Giovani terpilih menjadi hakim agung di Florancia pada 1421.

    Giovani mempunyai dua anak yang bernama Casimo dan Lorenzo. Casimo berhasil menjadikan keluarga Medici mencapai puncak kejayaan pada bidang politik, ekonomi bahkan agama. Ia juga tokoh utama yang menjadi pelopor dan pelindung bidang budaya, kesenian dan ilmu pengetahuan. Casimo adalah pewaris etos kerja orang Florencia yaitu per non dormire sehingga ia memadukan usaha bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan dengan semboyan tersebut. Jasanya antara lain menjadi pendukung utama untuk mendirikan Accademia Plato di Florencia pada tahun 1642 sehingga ia ikut serta dalam menentukan arah perkembangan dunia akedemisi. Kemudian mendorong mendirikan Akademia Seni pada 1460 yang dipimpin oleh Michelangelo. Ia juga mendorong seniman untuk bersemboyan I’art pour I’art bukan I’art pour d’argent (seni untuk uang).

    Lorenzo merupakan penerus Casimo, ia tampil sebagai diplomat ulung, seniman dan akhirnya menjadi penguasa di Florencea. Keturuan lain keluarga Medici ada yang menjadi pemimpin gereja yang tertinggi seperti Paus Leo X (1513-1521), Paus Clemens VII (1523-1534), Paus Pius IV (1559-1565), Paus Leo IX tahun 1605. Sejak Paus Leo X tampil banyak pula paus yang menjadi peminat dan pelindung karya seni serta mengangkat keturunan Keluarga Medici menjadi Duke of Urban. Sementara itu pada masa Paus Clemens VII, keturunan Medici yang bernama Alessandro diangkat menjadi pendiri dinasti Tuscani yang berkuasa hingga abad XVIII.

    3.2    Faktor Faktor

    ·        Abad Pertengahan

    Periode Abad Pertengahan awal antara tahun 500-1000 merupakan masa transisi dalam sejarah Eropa yg kacau sehingga disebut sebagai ‘abad kegelapan’. Periode ini ditandai dengan :

    ®     Invasi suku-suku barbar, mula-mula orang-orang Jerman (Goth, Frank, Anglo-Saxon, dll), kemudian disusul bangsa Skandinavia (Viking) antara tahun 800-1000.

    ®     Terbentuknya kerajaan-kerajaan Jerman dan terjadinya perang-perang perebutan wilayah kekuasaan antara kerajaan-kerajaan tersebut.

    ®     Kehancuran Romawi Barat menyebabkan ekonomi bergeser dari kota-kota ke pedesaan. Pergeseran ini mendorong kemunculan sistem feodal di Eropa.

    Disintegrasi Kekaisaran Romawi Barat setelah sekitar 800 tahun dengan serangkaiaan penaklukan ,ekspansi dan konsolidasi politik serta aktifitas kultural, kemudia digantikan perannya oleh Gereja.Jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat, secara politis membawa pengaruh terjadinya berbagai kerajaan barbar di Eropa.Setiap kerajaan barbar harus berupaya menata pemerintahan sendiri,karena telah lepas dari pengaturan dan pengawasan Kekaisaran Romawi.Adapun berbagai negara Jerman yang penting,yang didirikan di atas reruntuhan Kerajaan Romawi Barat adalah:

    ®       Kerajaan Goth Timur,wilayahnya meliputi Italia,Slav,dan Burgundia (Swiss)

    ®       Kerajaan Goth Barat,meliputi Spanyol,Kerajaan Vandal di Afrika Utara,Kerajaan Franka di Perancis,Belgia,Belanda,dan Jerman Barat.Sementara itu,sumbangan bangsa Aglo-Saxons yang terhalau dari Jerman menyerbu ke tanah Inggris,kemudian mendesak bangsa-bangsa Kelt yang datang lebih dulu ke kepulauan itu.

    Akibat runtuhnya Romawi Barat,telah menyebabkan wajah Eropa menjadi masyarakat Agraris dengan rumah tangga desa tertutup.Disitu tidak terdapat lalu lintas uang.Semua wujud kemasyarakatan didasarkan atas kepemilikan tanah.Hanya pemilik tanah yang memungkinkan adanya administrasi dan sistem militer negara,keadaan ini menciptakan kebutuhan akan tanah-tanah luas.

    Telah terjadi anarkhi selama tiga abad  (abad VI,VII,VIII) pada masa Keruntuhan Romawi,tercipta ketidakstabilan politik,terjadi anarkhi,tidak ada keamanan perorangan dan hak milik,di situ terjadi pertentangan semua melawan semua.Kekerasan terjadi dimana-mana ,para petani mencari perlindungan di sekitar benteng yang diperkuat terhadap ancaman penyerbuan gerombolan bersenjata.Maka,orang-prang merdeka makin lama makin tergantung pada tuan tanah,bahkan ada yang membayar dengan kemerdekaanya,tuan tanah bertindak sebagai pelindung kaum tani dan harta kekayaannya digunakan untuk biaya perang dan untuk memberi bantuan dalam bahaya kelaparan.Sebaliknya,balas jasa mengerjakan tanah untuk kepentingan tuan tanahnya.Dengan adanya kenyataan tersebut terjadilah hubungan foedal,para petani bersumpah setia dalam ikatan foedal untuk memenuhi kebutuhan hidup para tuan tanah yang memberi bantuan dan perlindungan,keselamatan hidup demi tuan tanah. 

    ·         Renaisans

        Latar belakang timbulnya Renaissance jika dilihat dari beberapa aspek adalah kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi Abad Pertengahan.

    ·      Kondisi sosial

           Saat itu kehidupan masyarakat Eropa sangat terikat pada doktrin gereja. Segala kegiatan kehidupan ditujukan untuk akhirat. Masyarakat kehilangan kebebasan untuk menentukan pribadinya, dan kehilangan harga dirinya. Kehidupan manusia tidak tenteram karena senantiasa diintip oleh intelijen gereja, sehingga menimbulkan sikap saling mencurigai dalam masyarakat.

    ·      Kondisi budaya

          Terjadi pembatasan kebebasan seni dalam arti bahwa seni hanya tentang tokoh-tokoh Injil dan kehebatan gereja. Semua kreasi seni ditujukan kepada kehidupan akhirat sehingga budaya tidak berkembang. Demikian pula dalam bidang ilmu pengetahuan karena segala kebenaran hanya kebenaran gereja.


    ·      Kondisi politik

           Raja yang secara teoritis merupakan pusat kekuasaan politik dalam negara, kenyataannya hanya menjadi juru damai. Kekuasaan politik ada pada kelompok bangsawan dan kelompok gereja. Keduanya memiliki pasukan militer yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk melancarkan ambisinya. Adakalanya kekuatan militer kaum bangsawan dan kaum gereja lebih kuat dari kekuatan militer milik raja.

    ·      Kondisi ekonomi

          Berlaku sistem ekonomi tertutup, yang menguasai perekonomian hanya golongan penguasa.Kondisi-kondisi di atas menyebabkan masyarakat Eropa terkungkung dan tidak memiliki harga diri yang layak sebagai manusia. Oleh karena itu timbullah upaya-upaya untuk keluar dari keadaan tersebut.Perubahan-perubahan yang terjadi akibat upaya untuk keluar dari kondisi Abad Pertengahan menjadi latar belakang langsung munculnya Renaissance, sebagai berikut :

    ®       Kehidupan sosial masyarakat Eropa yang tidak lagi mau terbelenggu oleh ikatan gereja. Mereka memalingkan diri dari kehidupan akhirat kepada keduniaan sehingga pengaruh gereja merosot. Kehidupan materialistis semakin berkembang mendesak kehidupan keagamaan.

    ®       Masyarakat berlomba-lomba memasuki kawasan kota dagang dan kota industri, menjadi buruh dengan tujuan berusaha merubah kehidupan ekonomi ke arah yang lebih baik. Petani-petani yang pada Abad Pertengahan setia mengerjakan tanah para bangswan feodal, kini hilang berganti dengan golongan masyarakat baru yang disebut buruh pabrik.

    ®       Seiring dengan laju urbanisasi, berubah pula fungsi kota dari fungsi politis menjadi juga pusat perdagangan dan industri.

    ®       Munculnya kaum borjuis sebagai kelompok baru yang kaya dan mampu menyaingi kaum bangsawan. Kelompok borjuis yang menguasai perdagangan tidak suka pada kelompok bangsawan dan gereja, sehingga hanya mau membayar pajak kepada raja. Akhirnya raja kembali memegang kekuasaan politik tertinggi yang ditaati perintahnya oleh seluruh lapisan masyarakat.

    ®       Naskah-naskah ilmu pengetahuan Yunani dan Romawi Kuno dijumpai kembali oleh masyarakat Barat, dibawa oleh ilmuwan yang lari dari Konstantinopel ke Italia setelah Konstantinopel jatuh ke tangan Turki.

    ®       Timbulnya kota-kota dagang yang makmur akibat perdagangan mengubah perasaan pesimistis (zaman Abad Pertengahan) menjadi optimistis. Hal ini juga menyebabkan dihapuskannya sistem stratifikasi sosial masyarakat agraris yang feodalistik. Maka kebebasan untuk melepaskan diri dari ikatan feodal menjadi masyarakat yang bebas. Termasuk kebebasan untuk melepaskan diri dari ikatan agama sehingga menemukan dirinya sendiri dan menjadi fokus pada kemajuan diri sendiri. Antroposentrisme menjadi pandangan hidup dengan humanisme menjadi pegangan sehari-hari. Selain itu adanya dukungan dari keluarga saudagar kaya semakin menggelorakan semangat Renaissance sehingga menyebar ke seluruh Italia dan Eropa.

    3.3    Karakteristik

    v  CIRI-CIRI ABAD PERTENGAHAN

    1.         Feodalisme

               Menurut kamus besar bahasa Indonesia, feodalisme adalah system sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan, system social yang menagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengagung-agungkan prestasi kerja, sistemsosial di Eropa pada abad Pertengahan yang ditandai oleh kekuasaan yang besar ditangan tuan tanah.

    Dalam id.wikipedia.org, feodalisme adalah sebuah system pemerintahan dimana seorang pemimpin, yang biasanya seorang bangsawan memiliki anak buah banyak yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih rendah dan biasa disebut vasal. Para vassal ini wajib membayar upeti kepada tuan mereka. Sedangkan para vassal pada giliran ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi mereka sendiri yang memberi mereka upeti.

            Sejak itu muncul orang-orang kuat sebagai tuan tanah yang mengatur pemakaian tanah diwilayah kekuasaannya. Tempat tingga mereka yang disebut kastil atau puri. Kekuasaan mereka ditopang oleh bawahannya. System ini kemudian berkembang luas. Bangsawan menjadi kelompok yang sangat istimewa dan melakukan regenerasi berdasarkan keturunan.

             Sesuai dengan penelusuran ensiklopedia feudal atau feudal, merupakan satu istilah yang digunakan pada awal era modern yakni abad ke-17 merujuk pada pengalaman system politik diEropa abad pertengahan. System politik yang terbangun pada masa itu ditentukan oleh perpaduan antar para militer legal maupun tidak atau warlord, tuan tanah, bangsawan raja, yang lantas tersusun hirarki dalam masyarakat yang khas : ada raja, ada bangsawan, tetapi juga ada pelayan dan budak (vassal). Kata kuncinya tetap hirarki.

    Menurut fokusnya, kekuasaan politik bersifa local dan personal yang menghasilkan sesuatu “dunia social dari klaim-klaim dan kekuasaan-kekuasaan tumpang tindih” (Anderson, hlm.,1974a, hlm. 149) beberapa diantara klaim-klaim dan kekuasaan ini mengalami konflik; dan tidak ada pemerintah atau Negara yang berdaulat dalam arti yang paling tinggi di atas wilayah dan penduduk yang ada (Bull, 1977, hlm.254). dalam system kekuasaan ini banyak dipenuhi ketegangan, dang sering terjadi perang.

              Didunia abad pertngahan, ekonomi didominasi oleh pertanian, dan kelebihan apa pun yang dihasilkan menjadi sasaran klaim-klaim yang bersaing. Klaim yang berhasil menjadi dasar untuk menciptakan dan mempertahankan kekuasaan politik. Tetapi jaringan kerajaan-kerajaan, para pangeran, istri-istri para bangsawan dan pusat-pusat kekuasaan lainnya yang bergantung pada susunan ini diperumit oleh munculnya kekuasaan-kekuasaan alternative di kota-kota kecil dan kota-kota besar. Kota-kota dan federasi kota bergantung pada perdagangan dan manufaktur serta akumulasi modal yang relative tinggi. Mereka mengembangkan struktur-struktur social dan politik yang berbeda dan sering menikmati system-sistem pemerintahan independent yang ditentukan oleh para warganegara.

    2.       Skolastik

             Upaya skolastik abad pertengahan Dalam gambaran historis singkat ini, metode untuk menghubungkan iman dan rasio yang pertama dibahas adalah filsafat Thomistik Gereja Roma Katolikl. Selain persetujuan (assent) pribadi orang percaya, dalam sistem ini iman artinya informasi yang diwahyukan yang ada dalam Alkitab, tradisi, dan suara hidup dari gereja Roma. Akal budi artinya informasi yang dapat diperoleh melalui pengamatan inderawi terhadap alam dan dinterprestasi intelek. Rasionalis abad ke-17 membedakan akal budi (reason) dengan sensasi (inderawi), Thomas membedakan akal budi (reason) dan wahyu. kebenaran akal budi adalah kebenaran yang dapat diperoleh melalui kemampuan indera dan intelek alamiah manusia tanpa bantuan anugrah supranatural.

              Kerajaan Roma hidup dari abad ke-18 sampai awal abad ke-19. pada puncaknya, ia mencerminkan suatu usaha, dibawah perlindungan gereja Katolik, untuk menyatukan dan mensentralisir pusat-pusat kekuasaan dunia kristen barat yang terpisah-pisah menjadi suatu kerajaan menjadi suatu kerajaan kristen yang disatukan secara khusus kekuasaan sekular yang aktual dari kerajaan dibatasi oleh struktur-struktur kekuasaan yang kompleks dari eropa feodal disatu pihak dan gereja katolik dipihak lain.

           Sepanjang abad pertengahan gereja secara konsisten berusaha menempatkan otoritas spiritual diatas otoritas sekuler dan berusaha mengubah sumber otoritas dan kebijaksanaan yang diakui dari wakil-wakil duniawi ini kepada wakil-wakil duniawi lainnya. Pandangan duniawi (world view) kristen menstransformasikan pertimbangan-pertimbangan tindakan politk dari suatu kerangka duniawi kepada kerangka teologis “ia menegaskan bahwa kebaikan terletak pada ketundukannya terhadap kehendak Tuhan”.

    v  Ciri Ciri Renaisans

              Ciri utama renaisens adalah individualisme, humanisme, lepas dari agama. Manusia sudah mengandalkan akal (rasio) dan pengalaman (empiris) dalam merumuskan pengetahuan. Yang berkembang pada waktu itu sains, dan penemuan-penemuan dari hasil pengembangan sains yang kemudian berimplikasi pada semakin ditinggalkannya agama karena semangat humanisme. Fenomena tersebut cukup tampak pada abad modern.

    Kebudayaan Yunani-Romawi adalah kebudayaan yang menempatkan manusia sebagai subjek utama. Filsafat Yunani, misalnya menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir terus-menerus memahami lingkungan alamnya dan juga menentukan prinsip-prinsip bagi tindakannya sendiri demi mencapai kebahagiaan hidup.


    ·         INDIVIDUALISME DAN HUMANISME


    Secara umum, individualisme dapat diartikan sebagai satu filsafat yang memiliki pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggung jawab dan kebebasan sendiri.

    Tidak mudah menentukan batas yang jelas mengenai akhir zaman pertengahan dan awal yang pasti dari zaman modern. Hal ini disebabkan perbedaan pandangan para ahli sejarah tentang peralihan zaman pertengahan ke zaman modern. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa zaman pertengahan berakhir ketika Konstantinopel ditaklukkan oleh Turki Usmani pada tahun 1453 M. Peristiwa tersebut dianggap sebagai akhir zaman pertengahan dan titik awal zaman modern.

      Abad pertengahan adalah abad ketika alam pikiran dikungkung oleh gereja. Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat dibatasi, sehingga perkembangan sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan dapat dikatakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang mulai mencari alternatif. Dalam perenungan mencari alternatif  itulah orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas dan maju, pemikiran tidak dikungkung, sehingga sains berkembang, yaitu zaman Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi. Kondisi seperti itulah yang hendak dihidupkan kembali.

    Pada abad pertengahan orang telah mempelajari karya-karya para filosof Yunani dan Latin, namun apa yang telah dilakukan oleh orang pada masa itu berbeda dengan apa yang diinginkan dan dilakukan oleh kaum humanis. Para humanis bermaksud meningkatkan perkembangan yang harmonis dari kecakapan serta berbagai keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan adanya kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik Yunani.

    Para humanis pada umumnya berpendapat bahwa hal-hal yang alamiah pada diri manusia adalah modal yang cukup untuk meraih pengetahuan dan menciptakan peradaban manusia. Tanpa wahyu, manusia dapat menghasilkan karya budaya yang sebenarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa humanisme telah memberi sumbangannya kepada renaisans untuk menjadikan kebudayaan bersifat alamiah.

    Zaman renaisans banyak memberikan perhatian pada aspek realitas. Perhatian yang sebenarnya difokuskan pada hal-hal yang bersifat kongkret dalam lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk memberi tempat kepada akal yang mandiri. Hal ini dibuktikan dengan perang terbuka terhadap kepercayaan terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akalnya. Asumsi yang digunakan adalah, semakin besar kekuasaan akal, maka akan lahir dunia baru yang dihuni oleh manusia-manusia yang dapat merasakan kepuasan atas dasar kepemimpinan akal yang sehat.

    Zaman ini juga sering disebut sebagai Zaman Humanisme. Maksud ungkapan tersebut adalah manusia diangkat dari Abad pertengahan. Pada abad tersebut manusia kurang dihargai kemanusiaannya. Kebenaran diukur berdasarkan ukuran gereja, bukan menurut ukuran yang dibuat oleh manusia sendiri. Humanisme menghendaki ukurannya haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir. Bertolak dari sini, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan mengatur dunia. Karena semangat humanisme tersebut , akhirnya agama Kristen semakin ditinggalkan, sementara pengetahuan rasional dan sains berkembang pesat terpisah dari agama dan nilai-nilai spiritual.

    Menurut Mahmud Hamdi Zaqzuq, ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi kelahiran Renaisans, yaitu:

    ®     Implikasi yang sangat signifikan yang ditimbulkan oleh gerakan keilmuan dan filsafat. Gerakan tersebut lahir sebagai hasil dari penerjemahan ilmu-ilmu Islam ke dalam bahasa latin selama dua abad, yaitu abad ke-13 dan 14. Bahkan sebelumnya telah terjadi penerjemahan kitab-kitab Arab di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal itu dilakukan setelah Barat sadar bahwa Arab memiliki kunci-kunci khazanah turas klasik Yunani.

    ®      Pasca penaklukan Konstantinopel oleh Turki Usmani, terjadi migrasi para pendeta dan sarjana ke Italia dan negara-negara Eropa lainnya. Para sarjana tersebut menjadi pionir-pionir bagi pengembangan ilmu di Eropa. Mereka secara bahu-membahu menghidupkan turas klasik Yunani di Florensia, dengan membawa teks-teks dan manuskrip-manuskrip yang belum dikenal sebelumnya.

    ®      Pendirian berbagai lembaga ilmiah yang mengajarkan beragam ilmu.

    Selain itu, ada beberapa faktor yang dikemukakan Slamet Santoso seperti yang dikutip Rizal Mustansyir, yaitu : 

    ®     Hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Iberia dengan Prancis membuat para pendeta mendapat kesempatan belajar di Spanyol kemudian mereka kembali ke Prancis untuk  menyebarkan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh di lembaga-lembaga pendidikan di Prancis.

    ®     Perang Salib (1100-1300 M) yang terulang enam kali, tidak hanya menjadi ajang peperangan fisik, namun juga menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang berasal dari berbagai negara itu menyadari kemajuan negara-negara Islam, sehingga mereka menyebarkan pengalaman mereka itu sekembalinya di negara-negara masing-masing.

    3.4     Agama

                    Zaman di ini kekuasaan gereja sangat besar bahkan melebihi kekuasaan raja atau pemimpin Negara pada saat itu, pada essensinya sejak masa dulu gereja memang tidak pernah ditempatkan dalam sebuah struktur sosial, dikarenakan karena gereja yaitu bentuk manifestasi dari agama Kristen protestan atau katolik yang menurut mereka tidak bisa dimasukkan pada struktur sosial dalam masyarakat karena fokusnya yaitu dalam ranah hubungan manusia dengan tuhan, tetapi apakah dengan tidak masuk ke dalam struktur sosial mereka ini posisi mereka menjadi tidak penting? justru posisi gereja pada hakekatnya berada tepat dibawah kekuasaan kerajaan karena kebanyakan para pastur merupakan penasehat kerajaan.Tetapi yang terjadi pada zaman ini justru sebaliknya, gereja memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan segala apapun, siapapun, dan kapanpun itu, dengan menggunakan kekuatan tuhan sebagai pelaksana kekuasaan mereka, apapun yang dikeluarkan gereja pada saat itu tidak boleh dilanggar oleh satu orang pun karena itu adalah perintah dari tuhannya, begitu pula dengan filsafat dan pengetahuan, apa yang dikatakan oleh pihak gereja merupaka suatu kebenaran yang mutlak dan tidak boleh ditentang, posisi pastur pada saat itu tertinggi dalam struktur vertikal lapisan masyarakat.

               Pada akhirnya semua warga tunduk sampai pada suatu kasus dimana ada yang menentang kebijakan gereja ini, yaitu penentuan bahwa Bumi yang mengitari matahari atau Matahari yang mengitari bumi, pada saat itu dari pihak gereja mengeluarkan ajaran bahwa Matahari mengitari bumi dengan Surga dan neraka yang berada diatas dan dibawahnya, karena yang menjadi acuan mereka yaitu hanya dengan melihat perputaran matahari dari pagi yang muncul di timur dan tenggelam di barat pada sore harinya.

               Tetapi pendapat ini ditentang oleh seorang pemikir besar yang bernama Galileo, menurutnya Bumilah yang mengitari Matahari, toh pada essensinya itu merupakan suatu kebenaran tetapi pihak gereja tidak dapat menerima itu, dia dihukum dibakar hidup-hidup karena telah menentang gereja, hal inilah yang menyebabkan kemandegan dari para pemikir barat pada saat itu karena kekuasaan gereja yang begitu besar, dan bukan lain hal ini disebabkan semata-mata ketika suatu golongan memiliki hak yang istimewa yang tidak di dapatkan orang lain pada umumnya maka dia bisa bertindak apapun yang diingnkannya.

    3.5  Wabah Penyakit

    Sampar Hitam—Wabah dari Eropa Abad Pertengahan

    Kala itu tahun 1347. Wabah ini telah mengamuk di Timur Jauh. Kini ia menyebar ke pinggiran Eropa bagian timur.

    Orang Mongol sedang mengepung Genoa yang berbenteng, pusat perdagangan Kaffa, yang sekarang disebut Feodosiya, di Semenanjung Krim. Setelah terjangkit penyakit misterius yang membunuh sebagian besar dari mereka, orang Mongol menghentikan penyerangan. Tetapi sebelum mundur, mereka melancarkan tembakan maut. Dengan katapel raksasa, mereka melontarkan mayat-mayat korban wabah yang masih hangat melewati tembok kota. Sewaktu belakangan beberapa pasukan Genoa naik kapal dayung untuk melarikan diri dari kota yang telah dilanda wabah, mereka menyebarkan penyakit itu ke setiap pelabuhan yang mereka kunjungi.

    Dalam sebulan, kematian melanda seluruh Eropa. Dengan cepat penyakit itu menyebar ke Afrika Utara, Italia, Spanyol, Inggris, Prancis, Austria, Hongaria, Swiss, Jerman, Skandinavia, dan kawasan Baltik. Dua tahun kemudian, lebih dari seperempat populasi Eropa, sekitar 25 juta jiwa, telah menjadi korban dari apa yang disebut ”malapetaka demografis paling brutal yang pernah dikenal umat manusia”—Sampar Hitam.

    ·         Membubuh Dasar untuk Malapetaka

    Tragedi Sampar Hitam tidak hanya mencakup penyakit itu sendiri. Sejumlah faktor turut memperparah malapetaka ini, salah satunya adalah semangat keagamaan. Sebuah contoh adalah doktrin api penyucian. ”Pada akhir abad ke-13, kepercayaan akan api penyucian tersebar di mana-mana,” kata sejarawan Prancis, Jacques le Goff. Pada awal abad ke-14, Dante menghasilkan karyanya yang berpengaruh, The Divine Comedy, dengan uraiannya yang terperinci tentang neraka dan api penyucian. Berkembanglah iklim keagamaan yang membuat masyarakat cenderung menghadapi wabah dengan sikap apatis dan pasrah, memandang hal itu sebagai hukuman dari Allah sendiri. Sebagaimana akan kita lihat, cara berpikir yang pesimis demikian malah menyulut penyebaran penyakit tersebut. ”Keadaan itu benar-benar ideal bagi penyebaran wabah tersebut,” kata buku The Black Death, oleh Philip Ziegler.

    Selain itu, terdapat problem gagal panen yang berulang-ulang di Eropa. Akibatnya, populasi yang sedang bertumbuh pesat di benua tersebut mengalami malnutrisi—tidak kuat melawan penyakit.

    ·         Wabah Itu Menyebar

              Menurut Guy de Chauliac, dokter pribadi Paus Clement VI, ada dua wabah yang menyerang Eropa: pneumonia dan bubo. Ia melukiskan gangguan kesehatan ini secara terperinci sebagai berikut, ”Yang pertama berlangsung selama dua bulan, penderitanya terus-menerus demam dan muntah darah, lalu mati dalam waktu tiga hari. Yang kedua berlangsung setelah itu, penderitanya juga terus-menerus demam tetapi disertai abses (bisul bernanah) dan karbunkel (bisul batu) pada bagian luar tubuh, khususnya di ketiak dan pangkal paha. Penderitanya akan mati dalam lima hari.” Para dokter tidak berdaya untuk menghentikan penyebaran wabah itu.

              Banyak orang melarikan diri karena panik—meninggalkan ribuan orang yang terinfeksi. Sebenarnya, para bangsawan kaya dan para profesional termasuk yang pertama-tama melarikan diri. Meskipun ada pemimpin agama yang ikut melarikan diri, banyak komunitas keagamaan menyembunyikan diri dalam biara-biara mereka, berharap dapat terhindar dari kontaminasi.

            Di tengah-tengah kepanikan ini, paus menyatakan tahun 1350 sebagai Tahun Suci. Para musafir yang mengadakan perjalanan ke Roma dijamin langsung masuk firdaus tanpa melewati api penyucian! Ratusan ribu musafir mengindahkan seruan itu—menyebarkan wabah tersebut seraya mereka mengadakan perjalanan.

    ·      Upaya yang Sia-Sia

           Upaya-upaya untuk mengendalikan Sampar Hitam terbukti sia-sia karena tidak seorang pun tahu persis bagaimana penyakit itu ditularkan. Kebanyakan orang menyadari bahwa kontak langsung dengan penderita—atau bahkan dengan pakaiannya—sangat berbahaya. Beberapa orang bahkan takut bertatapan langsung dengan penderitanya! Akan tetapi, penduduk Florence, Italia, menuding kucing dan anjing sebagai penyebabnya. Mereka membantai binatang-binatang ini, tanpa menyadari bahwa tindakan tersebut malah membuka jalan bagi makhluk yang justru berkaitan dalam menyebarkan kontaminasi—tikus.

            Seraya angka kematian meningkat, ada yang berpaling kepada Allah memohon pertolongan. Pria dan wanita memberikan semua milik mereka kepada gereja, sambil berharap agar Allah melindungi mereka dari penyakit itu—atau setidaknya mengaruniai mereka kehidupan surgawi jika mereka mati. Hal ini sangat memperkaya gereja. Jimat keberuntungan, patung Kristus, serta kotak-kotak kecil berisi ayat (phylactery) menjadi populer sebagai penangkal. Ada juga yang berpaling kepada takhayul, ilmu gaib, dan obat palsu untuk memperoleh kesembuhan. Minyak wangi, cuka, dan ramuan khusus konon dapat menangkal penyakit itu. Mengeluarkan darah adalah cara pengobatan favorit lainnya. Kalangan medis yang terpelajar dari University of Paris bahkan menghubungkan wabah tersebut dengan kesejajaran posisi planet-planet! Akan tetapi, penjelasan dan ”pengobatan” palsu tidak sanggup menghentikan penyebaran wabah pembunuh ini.

    ·         Dampak yang Belum Sirna

             Setelah lima tahun, Sampar Hitam tampaknya hampir berakhir. Tetapi sebelum akhir abad itu, wabah tersebut kambuh paling tidak sebanyak empat kali. Dampak Sampar Hitam sebanding dengan dampak Perang Dunia I. ”Hampir semua sejarawan modern sependapat bahwa pemunculan wabah endemis itu telah menimbulkan dampak yang teramat dalam terhadap ekonomi dan masyarakat setelah tahun 1348,” komentar buku The Black Death in England terbitan tahun 1996.


     Wabah tersebut memusnahkan sebagian besar populasi, dan dibutuhkan waktu berabad-abad untuk memulihkan kondisi beberapa daerah. Dengan berkurangnya angkatan kerja, tentu saja upah kerja meningkat. Para tuan tanah yang kaya jatuh miskin, dan feodalisme—yang mencirikan Abad Pertengahan—terpuruk.

         Demikian, wabah itu menjadi pemicu perubahan politik, agama, dan sosial. Sebelum wabah itu, Prancis menjadi buah bibir di antara kaum terpelajar di Inggris. Akan tetapi, meninggalnya sejumlah besar guru Prancis turut menjadikan bahasa Inggris lebih menonjol daripada bahasa Prancis di Inggris. Perubahan juga terjadi dalam lingkungan agama. Sebagaimana dikomentari oleh sejarawan Prancis, Jacqueline Brossollet, akibat kurangnya calon imam, ”Gereja sering kali merekrut orang-orang yang kurang berpengetahuan dan apatis”. Brossollet menyatakan bahwa ”kebobrokan [gereja] sebagai pusat dalam pengajaran dan iman merupakan salah satu penyebab terjadinya Reformasi”.

    Yang pasti, Sampar Hitam berdampak kuat terhadap kesenian, menjadikan kematian sebagai tema artistik yang umum. Kategori tarian kematian yang terkenal, biasanya menggambarkan tengkorak dan mayat, menjadi simbol populer untuk kuasa maut. Karena bimbang akan masa depan, banyak orang yang selamat dari wabah tersebut meninggalkan semua batasan moral. Tatanan moral pun ambruk hingga kondisi yang luar biasa bejat. Sehubungan dengan gereja, karena kegagalannya mencegah Sampar Hitam, ”orang-orang abad pertengahan merasa telah dikecewakan oleh Gerejanya”. (The Black Death) Beberapa sejarawan juga mengatakan bahwa perubahan sosial akibat Sampar Hitam memupuk individualisme dan bisnis serta meningkatnya mobilitas sosial dan ekonomi—cikal bakal kapitalisme.

    Sampar Hitam juga mendorong pemerintah-pemerintah untuk mendirikan sistem pengendalian sanitasi. Setelah wabah itu mereda, Venesia bertindak membersihkan jalan-jalan kota. Raja John II, yang dijuluki si Baik, dari Prancis juga memerintahkan agar jalan-jalan dibersihkan sebagai cara untuk menangkal ancaman epidemi. Raja tersebut mengambil langkah ini setelah mengetahui bahwa seorang dokter Yunani kuno menyelamatkan Athena dari sebuah wabah dengan membersihkan dan mencuci jalanan. Banyak jalanan pada abad pertengahan, yang menjadi selokan terbuka, akhirnya dibersihkan.

    ·         Sudah Berlalu ?

    Namun, baru pada tahun 1894, bakteriolog Prancis, Alexandre Yersin, mengidentifikasi basil yang bertanggung jawab atas Sampar Hitam. Basil tersebut dinamakan sesuai namanya, Yersinia pestis. Empat tahun kemudian, seorang Prancis lainnya, Paul-Louis Simond, menyingkapkan bahwa kutu (pada binatang pengerat) berperan memindahkan penyakit tersebut. Sebuah vaksin segera dikembangkan tetapi tidak terlalu sukses.

    Apakah wabah itu sudah berlalu? Sama sekali tidak. Pada musim dingin tahun 1910, sebanyak 50.000 orang di Manchuria meninggal karena wabah tersebut. Dan, setiap tahun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendaftarkan ribuan kasus baru—dan jumlahnya terus meningkat. Jenis-jenis baru penyakit ini juga telah ditemukan—jenis yang kebal terhadap obat-obatan. Ya, jika standar-standar dasar higienis tidak dipertahankan, wabah itu senantiasa menjadi ancaman bagi umat manusia. Jadi, buku Pourquoi la peste? Le rat, la puce et le bubon (Mengapa Ada Wabah? Tikus, Kutu, dan Bubo), yang disunting oleh Jacqueline Brossollet dan Henri Mollaret, menyimpulkan bahwa ”wabah itu sama sekali bukan hanya penyakit di Eropa kuno pada Abad Pertengahan, . . . sungguh disesalkan, wabah itu mungkin adalah penyakit masa depan”.


    3.6   Perkembangan  Ilmu Filsafat &  Seni

    A.        PERKEMBANGAN ILMU PADA ABAD PERTENGAHAN


            Akal pada abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal ini kelihatan dengan jelas pada filsafat Plotinus, Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap akal muncul kembali dan karena itu filsafatnya banyak mendapat kritik. Dan abad Pertengahan ini merupakan pembalasan terhadap dominasi akal yang hampir seratus persen pada zaman Yunani sebelumnya, terutama pada zaman Sofis.

              Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan (ia mewakili metafisika) bukan untuk dipahami, melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu, tujuan filsafat (dan tujuan hidup secara umum) adalah beratu dengan Tuhan. Jadi, dalam hidup ini, rasa itulah satu-satunya yang dituntut oleh kitab suci, pedoman hidup semua manusia.


            Filsafat rasional dan sains tidak begitu penting; mempelajarinya merupakan usaha yang sia-sia, karena Simplicius, salah seorang pengikut Plotinus, telah menutup sama sekali ruang gerak rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman harus mutlak, orang-orang yang masih hidup juga menghidupkan filsafat (akal) harus dimusuhi.Agustinus mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani diganti dengan kuasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relative. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama.

            Ciri khas dari pada filsafat Abad Pertengahan terletak pada suatu rumusan yang terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu credo ut intelligam. Rumusan itu berarti iman lebih dahulu, setelah itu mengerti. Imanlah lebih dahulu. Misalnya, bahwa dosa warisan itu ada, setelah itu susunlah argument untuk memahaminya, mungkin juga untuk meneguhkan keimanan itu. Sifat ini berlawanan dengan sifat filsafat raional. Dalam filsafat rasional, pengertian itulah yang didahulukan; setelah dimengerti, baru mungkin diterima dan kalau mau; diimani. Mengikuti jalan pikiran inilah maka saya berkesimpulan bahwa jantung filsafat Abad Pertengahan Kristen terletak pada ungkapan itu. Berdasarkan penalaran itu pula maka menurut hemat saya, tokoh utama peletak kekuatan filsafat Abad Pertengahan adalah St. Anselmus.

                Abad Pertengahan melahirkan juga filosof yang terkemuka yaitu Thomas Aquinas. Dia adalah salah satu diantara orang-orang yang berusaha membuat filsafat Aristoteles sesuai dengan agama Kristen.Kita anggap ia menciptakan perpaduan hebat antara iman dan ilmu pengetahuan. Tekanan terhadap pemikiran rasional pada waktu ia hidup telah banyak berkurang. Oleh karena itu ia berhasil mengumumkan filsafar rasionalnya. Yang terkenal adalah beberapa pembuktian tentang adanya Tuhan yang masih dipelajari sampai sekarang.

         Zaman ini ditandai dengan tampilnya pada teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuannya hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa itu adalah ancilla theologia atau abdi agama.


    ·         Definisi/karakteristik Pemikiran Masa Abad Pertengahan

         Menurut Herman (2007-27), pada zaman ini dikenal aliran filsafat patristik dan skolastik berdasarkan Theos. Filsuf terkenal pada masa ini adalah Agustinus (354-43 SM) dan Thomas Aquinas (1225-1275) yang memunculkan ajaran Tomisme. Selain itu, dikenal juga filsuf-filsuf muslim pada zaman keemasan abad pertengahan, yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusjd, dan Al-Ghazali yang menunjukkan hubungan mata rantai dengan sejarah filsafat Yunani (adanya semboyan mitos-logos-theos). Thomas Aquinas (1225-1227) merupakan murid dari Albertus Agung yang mengembangkan pemikiran Aristoteles. Filsafatnya adlah theologis yang memadukan pemikiran Agustinus dan Neo Platomisme dengan mempergunakan pemikiran Arilstoteles.

    Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni periode pratistik dan periode skolastik.

    1.    Patristik (100-700)

    Patristik berasal dari kata Latin Patres yang berarti bapa-bapa gereja, adalah ahli agama Kristen pada abad permulaan agama kristen.

    Didunia barat agama katolik mulai tersebar dengan ajaranya tentang Tuhan, manusia dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggunakan filsafat yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya menganai soal soal  tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430),  yang sangat besar pengaruhnya. Zaman ini muncul pada abad ke-2 sampai abad ke-7, dicirikan dengan usaha keras para Bapa Gereja untuk mengartikulasikan, menata, dan memperkuat isi ajaran Kristen serta membelanya dari serangan kaum kafir dan bid’ah kaum Gnosis.

    2.  Skolastik 800-1500

              Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya.


           Para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan. Dengan demikian, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu periode di Abad Pertengahan ketika banyak sekolah didirikan dan banyak pengajar ulung bermunculan. Namun, dalam arti yang lebih khusus, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu metode tertentu, yakni “metode skolastik”. Zaman Skolastik memiliki tiga periode, yaitu :

    o   Periode Skolstik awal (800-120)

    Ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang erat antara agama dan filsafat. Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Pada periode ini, diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury). Selanjutnya, logika Aristoteles diterapkan pada semua bidang pengkajian ilmu pengetahuan dan “metode skolastik” dengan pro dan kontra mulai berkembang (Petrus Abaelardus pada abad ke-11 atau ke-12).

    o   Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13)

    Periode puncak perkembangan skolastik dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi. Filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi.

    Tokoh/filosof Yang Hidup Pada Masa Abad Pertengahan :

    1.    PLOTINUS ( 204-270 )

         Dalam berbagai hal Plotinus memang bersandar pada doktrin-doktrin Plato. Sama dengan Plato, ia menganut realitas idea. Pada Plato idea itu umum, artinya setiap jenis objek hanya ada satu idenya. Pada Plotinus idea itu partikular, sama dengan dunia partikular. Perbedaan mereka yang pokok ialah pada titik tekan ajaran mereka masing-masing. Sistem metafisika Plotinus di tandai dengan konsep transendens. Menurut pendapatnya dalam pikiran terdapat tiga realitas : The One, The Mind, The Soul.

    ®  The One ( Yang Esa ) adalah Tuhan dalam pandangan philo, yaitu suatu realitas yang tidak mungkin dapat di pahami melalui metode sains dan logika. Ia berada di luar eksistensi, diluar segala nilai. Yang Esa itu adalah puncak semua yang ada. Ia itu cahaya di atas cahaya. Kita tidak mungkin mengetahui esensinya, kita hanya mengetahui bahwa ia itu pokok atau prinsip yang berada di belakang akal dan jiwa. Ia adalah pencipta semua yang ada. Mereka merasa memiliki pengetahuan keilahian juga tidak akan dapat merumuskan apa Ia itu sebenarnya.

    ®  The Mind ( Nous ) adalah gambaran tentang Yang Esa dan di dalamnya mengandung ide-ide Plato. Ide-ide itu merupakan bentuk asli objek-objek. Kandungan Nouns adalah benar-benar kesatuan. Untuk menghayatinya kita harus melaui perenungan.

    ®  The Soul (psykhe) merupakan arsitek dari semua fenomena yang ada di alam, soul itu mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi di belakang dunia, dan pada waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek, yang pertama intelek yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang  kedua adalah irasional.

          Tentang ilmu Plotinus menganggap sains lebih rendah dari metafisika, metafisika lebih rendah dari pada keimanan. Surga lebih berarti dari pada bumi, sebab syurga itu tempat peristirahatan jiwa yang mulia. Bintang-bintang adalah tempat tinggal dewa-dewa. Ia juga mengakui adanya hantu-hantu yang bertempat diantara bumi dan bintang-bintang. Semua ini memperlihatkan rendahnya mutu sains Plotinus. Plotinus dapat dikatakan sebagai musuh naturalisme. Ia membedakan dengan tegas tubuh dan jiwa, jiwa bagi Plotinus tidak dapat diterjemahkan ke dalam ukuran-ukuran badaniah, fakta alam harus dipahami sesuai dengan spiritualnya. Tujuan filsafat Plotinus ialah terciptanya kebersatuan dengan Tuhan.

            Caranya ialah pertama-tama dengan mengenal alam melalui alat indra, dengan ini kita mengenal keagungan Tuhan, kemudian kita menuju jiwa dunia, setelah itu menuju jiwa ilahi. Jadi perenuangan itu dimulai dari perenungan tentang alam menuju jiwa ilahi, objeknya dari yang jamak kemudian kepada Yang Satu. Dalam perenungan terakhir itu terjadi keintiman, tidak terpisah lagi antara yang merenung dengan yang  direnungkan.

    2.    AUGUSTINUS ( 354 – 430 )

          Ajaran Augustinus dapat dikatakan berpusat pada dua pool, Tuhan dan manusia. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Augustinus berpusat pada Tuhan. Kesimpulan ini di ambil karena ia mengatakan bahwa ia hanya ingin mengenal Tuhan dan Roh, tidak lebih dari itu. Ia yakin benar bahwa pemikiran dapat mengenal kebenaran, karena itu ia menolak skeptisisme. Ia mengatakan bahwa setiap pengertian tentang kemungkinan pasti mengandung kesungguhan. Ia sependapat dengan Plotinus yang mengatakan bahwa Tuhan itu diatas segala jenis (catagories).

            Sifat Tuhan yang paling penting ialah kekal, bijaksana, maha kuasa, tidak terbatas, maha tahu, maha sempurna dan tidak dapat diubah. Tuhan itu kuno tetapi selalu baru, Tuhan adalah suatu kebenaran yang abadi.

    3.    BOETHIUS

           Boethius memiliki pemikiran yang hampir serupa dengan Augustinus. Sesudah Boethius, Eropa mulai mengalami depresi besar-besaran. Menurunnya kebudayaan latin, tumbuhnya materialisme agama, munculnya feodalisme, invasi besar-besaran, munculnya supranaturalisme baru, semuanya merupakan faktor yang dapat menghasilkan kekosongan intelektual. Semua para ilmuwan pada waktu itu lebih tertarik pada teologi daripada filsafat, dan mereka mempertahankan dogma-dogma kristen.

          Asal istilah abad kegelapan adalah penggunaan untuk menunjukan periode pemikiran pada tahun 1000-an, yaitu antara masa jatuhnya imperium Romawi dan Renaissance abad ke-15. Seorang tokoh yang terkenal abad ini adalah St. Anselmus dialah yang mengeluarkan pernyataan credo ut intelligam yang dapat dianggap sebagai ciri utama abad pertengahan. Sekalipun pada umumnya  filosof abad pertengahan berpendapat seperti itu (mengenai hubungan akal dan iman), Anselmulah yang diketahui mengeluarkan pernyataan itu.

    4.    ANSELMUS ( 1033-1109 )

              Di dalam filsafat Anselmus kelihatan iman merupakan tema sentral pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling penting sebelum yang lain. Dari sini dapatlah kita memahami pernyataannya, credo ut intelligam (believe in order to understand/percayalah agar mengerti). Ungkapan itu menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Iapun mengatakan wahyu harus diterima dulu sebelum kita mulai berfikir. Kesimpulannya akal hanyalah pembantu wahyu. Anselmus adalah salah seorang “terpelajar”, seorang ahli Kristen yang mencoba memasukkan logika dalam pelayanan iman. Meskipun Anselmus mengetahui Alkitab dengan baik, tetapi ia ingin menguji kekuatan logika manusia dalam upayanya membuktikan doktrinnya. Namun selalu imanlah yang mendasari semua itu.

                 Dalam karyanya Proslogium, yang pada awalnya berjudul Iman Mencari Pengertian (Fides Quaerens Intellectum). Menurut Anselmus, apa yang kita sebut Allah memiliki suatu pengertian yang lebih besar dari segala sesuatu yang bisa kita pikirkan. Apabila kita berbicara tentang Allah, yang kita maksudkan ialah suatu pengertian yang lebih besar dari pada apa saja yang dapat kita pikirkan. Dengan begitu pengertian “Allah” yang ada di dalam rumusan pemikiran kita adalah lebih besar daripada apa saja yang ada di dalam pikiran. Apa yang di dalam pikiran ada sebagai yang tertinggi atau yang lebih besar, tentu juga berada di dalam kenyataan sebagai yang tertinggi dan yang terbesar.

    5.    THOMAS AQUINAS (1225-1274)

           Berdasarkan filsafatnya pada kepastian adanya Tuhan. Aquinas mengatahui banyak ahli teologi percaya pada adanya Tuhan hanya berdasarkan pendapat umum. Menurut Aquinas, eksestensi Tuhan dapat diketahui dengan akal. Untuk membuktikan. Ia mengajukan lima dalil (argumen) untuk membuktikan bahwa eksistensi Tuhan dapat diketahui dengan akal, seperti sebagai berikut ini :

    ·         Argumen gerak

    ·         Sebab yang mencukupi

    ·         Kemungkinan dan keharusan

    ·         Memperhatikan tingkatan yang terdapat pada alam

    ·         Keteraturan alam

    ·         Tentang jiwa

          Di dalam filsafat gereja, Aquinas mengatakan bahwa manusia tidak akan selamat tanpa pelantara gereja. Sakramen-sakramen gereja itu perlu, sakramen itu mempunyai dua tujuan yaitu : Pertama, menyempurnakan manusia dalam penyembahan kepada Tuhan. Kedua, menjaga manusia dari dosa. Aquinas juga mengatakan bahwa Baptis mengatur permulaan hidup, penyesalan (confirmation) untuk keperluan pertumbuhan manusia dan sakramen maha kudus (eucharist) untuk menguatkan jiwa.

         Peradaban dunia Islam, terutama pada zaman Bani Umayyah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad VII Masehi, dan pada abad VIII Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran dan astronomi. Pada zaman keemasan kebdayaan Islam telah medirikan penerjemahan berbagai karya Yunani, serta menjadi pembuka jalan penggunaan pecahan decimal dan berbagai konsep hitung lainnya. Sekitar abad 600-700 M, kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang :

    ·         Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sehingga dapat dikenal       dunia  Barat   seperti sekarang ini.

    ·         Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.

    ·         Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.

    Perhubungan antara Timur dan Barat selama Perang Salib sangat penting untuk perkembangan kebudayaan Eropa karena pada waktu ekspansi bangsa Arab telah mengambil alih kebudayaan Byzantium, Persia dan Spanyol sehingga tingkat kebudayaan Islam jauh lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa.


    ·         ZAMAN KEEMASAN FILSAFAT

                  Zaman Keemasan filsafat lazimnya dikenal sebagai zaman renaisans (renaissance). Istilah renaisans berasal dari bahasa Perancis yang terdiri dari kata re yang berarti lagi atau kembali, dan kata neissance yang berarti kelahiran atau kebangkitan. Zaman renaisans adalah zaman kelahiran-kembali kebudayaan Yunani-Romawi di Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 M sesudah mengalami masa kebudayaan tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh ajaran kristiani. Namun, orang-orang kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif bagi kebudayaan Yunani-Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan baik.. Kebudayaan klasik ini juga dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh peradaban manusia. Pada zaman ini telah dicapai titik puncak dalam bidang seni, pemikiran, dan sastra.

    Pada masa ini banyak filsuf-filsuf islam yang terkenal diantaranya adalah :

     A. Filsafat Islam Di Dunia Islam Timur

    1.      Al-Ghazali / 1050-1111 M (Tahafutut al-Falasifah)

    Pokok pemikiran dari al-Ghozali adalah tentang Tahafutu al-falasifah (kerancuan berfilsafat) dimana al-Ghazali menyerang para filosof-filosof Islam berkenaan dengan kerancuan berfikir mereka. Tiga diantaranya, menutur al-Ghazali menyebabkan mereka telah kufur, yaitu tentang : Qadimnya Alam, Pengetahuan Tuhan, dan Kebangkitan jasmani.

    2.      Suhrawardi / 1158-1191 M (Isyraqiyah / Illuminatif)

    Pokok pemikiran Suhrawardi adalah tentang teori emanasi, ia berpendapat bahwa sumber dari segala sesuatu adalah Nuur An-Nuur (Al-Haq) yaitu Tuhan itu sendiri. Yang kemudian memancar menjadi Nuur al-Awwal, kemudian memancar lagi mejadi Nuur kedua, dan seterusnya hingga yang paling bawah (Nur yang semakin tipis) memancar menjadi Alam (karena semakin gelap suatu benda maka ia semakin padat).

    Pendapatnya yang kedua adalah bahwa sumber dari Ilmu dan atau kebenaran adalah Allah, alam dan Wahyu bisa dijadikan sebagai perantara (ilmu) oleh manusia untuk mengetahui keberadaan Allah. Sehingga keduanya, antara Alam dan Wahyu adalah sama-sama sebagai ilmu.

    3.      Ibnu Khaldun (1332 M-1406 M)

    Khaldun membuat karya tentang pola sejarah dalam bukunya yang terkenal: Muqaddimah, yang dilengkapi dengan kitab Al-I’bar yang berisi hasil penelitian mengenai sejarah bangsa Berber di Afrika Utara. Dalam Muqaddimah itulah Ibnu Khaldun membahas tentang filsafat sejarah dan soal-soal prinsip mengenai timbul dan runtuhnya negara dan bangsa-bangsa.

    Dalam mempertautkan sejarah dengan filsafat, Ibnu Khaldun tampaknya ingin mengatakan bahwa sejarah memberikan kekuatan intuisi dan inspirasi kepada filsafat, sedangkan filsafat menawarkan kekuatan logika kepada sejarah. Dengan begitu, seorang sejarawan akan mampu memperoleh hasil yang relatif valid dari proses penelitian sejarahnya, dengan dasar logika kritis.Dasar sejarah filsafatnya adalah :

    1.      Hukum sebab akibat yang menyatakan bawa semua peristiwa, termasuk peristiwa sejarah, berkaitan satu sama lain dalam suatu rangkaian hubungan sebab akibat.

    2.      Bahwa kebenaran bukti sejarah tidak hanya tergantung kepada kejujuran pembawa cerita saja akan tetapi juga kepada tabiat zaman. Karena hal ini para cendekiawan memberinya gelar dan titel berdasarkan tugas dan karyanya serta keaktifannya di bidang ilmiah.

    Karena hal ini para cendekiawan memberinya gelar dan titel berdasarkan tugas dan karyanya serta keaktifannya di bidang ilmiah, yaitu :

    ·         Sarjana dan filosof besar

    ·         Ulama Islam

    ·         Sosiolog

    ·         Pedagang

    ·         Ahli sejarah

    ·         Ahli Hukum

    ·         Politikus

    ·         Sastrawan Arab

    ·         Administrator dan organisator

    4.      Al-Kindi (806-873 M)

              Menurut al-Kindi filsafat hendaknya diterima sebagai bagian dari kebudayaan Islam, oleh karena itu para sejarawan Arab awal menyebutnya “filosof Arab”. Menurutnya batasan filsafat yang ia tuangkan dalam risalahnya tentang filsafat awal adalah “filsafat” adalah pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam berteori ialah mencapai kebenaran dan dalam prakteknya ialah menyesuaikan dengan kebenaran. Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : Relevansi agama dan filsafat, fisika dan metafisika (hakekat Tuhan bukti adanya Tuhan dan sifat-sifatNya), Roh (Jiwa), dan Kenabian.

    5.      Abu Bakar Ar-Razi (865-925 M)

             Nama lengkapnya adalah abu bakar muhammad ibn zakaria ibn yahya al-razi. Di barat dikenal dengan Rhazes. Ia lahir di Ray dekat Teheran pada 1 Sya’ban 251 H (865 M. Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : Akal dan agama (penolakan terhadap kenabian dan wahyu), prinsip lima yang abadi, dan hubungan jiwa dan materi.

    6.      Al-Farabi (870-950 M)

          Sejarah mencatatnya sebagai pembangun agung sistem filsafat, dimana ia telah membaktikan diri untuk berfikir dan merenung, menjauh dari kegiatan politik, gangguan dan kekisruhan masyarakat. Al-Farabi adalah seorang yang logis baik dalam pemikiran, pernyataan, argumentasi, diskosi, keterangan dan penalarannya. Unsur-unsur penting filsafatnya adalah :

    ·         Logika

    ·         Kesatuan filsafat

    ·         Teori sepuluh kecerdasan

    ·         Teori tentang akal

    ·         Teori tentang kenabian

    ·         Penafsiran atas al-Qur’an.

    Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : kesatuan filsafat, metafisika (hakekat Tuhan), teori emanasi, teori edea, Utopia jiwa (akal), dan teori kenabian.

    7.      Ibnu Maskawih (932-1020 M)

             Nama lengkapnya adalah Abu Ali Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawih. Ia lahir di kota Ray (Iran) pada 320 H (932 M) dan wafat di Asfahan pada 9 safar 421 H (16 Februari 1030 M). Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : filsafat akhlaq, dan filsafat jiwa.

    8.      Ibnu Shina (980-1037 M)

              Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan).  Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā ( Abu Ali Sina). Ibnu Sina lahir pada 980 di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia), dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran). Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah :

    ·         fisika dan metafisika,

    ·         filsafat emanasi,

    ·         filsafat jiwa (akal), dan

    ·         teori kenabian.

    9. Ibnu Bajjah (1082-1138 M)

             Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya Ibn Al-Sha’igh Al-Tujibi Al-Andalusi Al-Samqusti Ibn Bajjah. Ibn bajjah dilahirkan di Saragossa, andalus pada tahun 475 H (1082 M). Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : metafisika, teori pengetahuan, filsafat akhlaq, dan Tadbir al-mutawahhid (mengatur hidup secara sendiri).

    10.  Ibnu Tufail (1082-1138 M)

           Nama lengkapnya adalah abu bakar Muhammad Ibn Abd Al-Malik Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Thufail Al-Kaisyi. Di barat dikenal dengan abu bacer. Ia dilahirkan di guadix, 40 mil timur laut Granada pada 506 H (1110 M) dan meninggal di kota Marraqesh, Marokko pada 581 H (1185 M). Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : percikan filsafat, dan kisah hay bin yaqadhan.

    11.   Ibn Rusyd 520 H/1134 M (Teori Kebenaran Ganda)

             Ibnu Rusyd (Ibnu Rushdi, Ibnu Rusyid, 1126 – Marrakesh, Maroko, 10 Desember 1198), adalah seorang filsuf dari Spanyol (Andalusia). Salah satu Pemikiran Ibn Rusyd adalah ia membela para filosof dan pemikiran mereka dan mendudukkan masalah-masalah tersebut pada porsinya dari seranga al-Ghazali.Untuk itu ia menulis sanggahan berjudul Tahafut al-Tahafut. Dalam buku ini Ibn Rusyd menjelaskan bahwa sebenarnya al-Ghazalilah yang kacau dalam berfikirnya.

    12.  Nashirudin Thusi

           Thusi, nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad Ibn Muhammad Al-Hasan Nashir Al-Din Al-Thuai Al-Muhaqqiq. Ia lahir pada 18 Februari 1201 M / 597 H di Thus, sebuah kota di Khurasan. Diantara filsafatnya adalah tentang metafisika, jiwa, moral, politik, dan kenabian.

    13.  Shuhrawardi al-Maqtul

           Nama lengkapnya adalah Syeikh Shihab Al-Din Abu Al-Futuh Yahya Ibn Habasy Ibn Amirak Al-Suhrawardi, ia dilahirkan di suhraward, Iran barat laut, dekat zan-jan pada tahun 548 H atau 1153 M. Diantara filsafatnya adalah tentang metafisika dan cahaya, epistimologi, kosmologi, dan psikologi.

    14.   Mulla shadra

            Nama lengkapnya Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami Siyrazi, sering disebut shadr al-din al-sirazi atau akhund mulla shadra. Dikalangan murid-muridnya dikenal dengan shadr al-mutti’allihin. Ia dilahrikan di syiraz pada tahun 979 H/980 H atau 1571 /1572 M dari sebuah keluarga terkenal lagi berpengaruh. Diantara filsafatnya adalah tentang metafisika, epistimologi, dan fisika.

    15.      Muhammad Iqbal   
                  

             Dr.Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Wilayah Punjab (pakistan barat) pada tahun 1877. Iqbal berasal dari keluarga Brahma Kashmir, tetapi nenek moyang Muhammad Iqbal telah memeluk islam 200 tahun sebelum Ia dilahirkan. Ayah muhammad Iqbal, Nur Muhammad adalah penganut islam yang taat dan cenderung ke pada ilmu tasawuf. Diantara filsafatnya adalah tentang ego dan khudi, ketuhanan, materi dan kausalitas, moral, dan insan al-Kamil.

    v  Perkembangan Seni

         Sejarah arsitektur gereja abad pertengahan dimulai pada tahun 313 M  saat ketika agama Kristen dinyatakan sebagai agama yang legal.

               Setelah Terbebas dari penyiksaan, umat Kristen mulai membangun basilika. Basilika paling bagus dan besar adalah Gereja St. Sophia di Konstantinopel, yang memiliki gaya khas Byzantium. Gaya Byzantium tersebut dalam perkembangan selanjutnya berpengaruh ke daerah-daerah dunia Muslim. Arsitektur Masjid sangat dipengaruhi oleh gaya Byzantium itu. Salah satunya adalah masjid Umar di Yarusalem. Para arsitek di luar Konstantinopel juga mencoba memodifikasikan gaya Byzantium. Salah satu contoh adalah Gereja San Vitale, di Ravena, Italia Utara. Kapel ini semula dimaksudkan untuk mausoleum Karel Agung

    ·         Periode Abad Gelap

                Selama abad gelap, di Eropa Barat tidak ada gaya khas yang berkembang. Mundurnya peradaban Romawi berakibat pada melemahnya upaya pengembangan gaya arsitektur orisinal. Kaum barbar, baik Jerman, Slav, maupun Finno-Ugria, paling banter hanya bisa membuat imitasi gaya arsitektur Romawi Barat yang tengah merosot itu.

    ·         Periode Romanesque

              Istilah ini mengacu pada seni yang berkembang di Eropa barat dari sekitar tahun 1000 hingga 1200. Gereja-gereja yang dibangun dengan gaya baru di segala penjuru Eropa barat mengingatkan kembali pada basilika-basilika yang dibangun di Roma pada abad IV, V, dan VI. Itulah sebabnya maka gaya baru ini disebut Romansque.  Salah satu gereja gaya Romanesque yang terkenal adalah katedral Pisa, yang selesai dibangun pada 1093. Contoh lain dari bangunan gaya Romanesque yang perlu dicatat adalah gereja biara Cluny. Gereja ini diresmikan pada 1131. Gereja Cluny merupakan gereja yanh sangat besar dan megah.

    ·         Arsitektur Gothik

              Istilah gothik mengacu pada seni –arsitektur, lukis, dan pahat – tiga abad terakhir zaman pertengahan. Istilah ini berasal dari para penulis akhir Abad Pertengahan yang lebih menaruh perhatian pada kebudayaan Yunani-Romawi daripada kebudayaan abad pertengahan sendiri. Arsitektur gothik adalah kreasi para genius abad pertengahan. Sebagai gaya dalam seni, gaya Gothik ini adalah lebih baik jika diperbandingkan dengan gaya-gaya lainnya. Pengaruh arsitektur Gothik lebih luas daripada gaya Romanesque.

           Perbedaan utama antara gaya ini adalah bahwa gaya Gothik serba lancip, sedangkan Romanesque serba bundar.  Arsitektur Gothik pertama-tama berkembang di Prancis tengah, terutama di daerah sekitar Paris. Abad XIII merupakan puncak perkembangan arsitektur Gothik . selama masa pemerintahan Raja Louis IX (1226-1270) bermunculanlah karya-karya besar seperti katedral-katedral di Reims, Amiens, Paris, Beauvais, dan yang terbagus adalah katedral Sainte Chapelle, yang berhadapan dengan Notre Dame di Paris. Meskipun arsitektur Gothik pada mulanya muncul di sekitar Paris, ini tidak berarti bahwa gaya ini semata-mata milik Prancis. Arsitektur ini tetap dianggap sebagai hasil dari semangat Kristianitas, karena kristen merupakan agama yang merambah seluruh kawasan Eropa barat.

    ·         Dekorasi Gothik

              Ide-ide Gothik bukan hanya tampak pada gaya arsitektur, tetapi juga pada dekorasi seni patung, lukis, hiasan, serta pada setiap bentuk seni kerajinan, termasuk kerajinan yang terbuat dari besi. Motif atau corak dekorasi yang mengandung pesan ajaran kristen. Telah lama gereja menampakkan imaji-imaji tentang Allah Bapa, Kristus, Perawan Maria, para tokoh suci serta malaikat. Penampakan imaji-imaji itu dimaksudkan untuk mendorong semangat keagamaan umat Kristen.

    ·         Seni Pahat: Romanesque dan Gothik

              Pahatan menggambarkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Kristus serta para santo banyak dijumpai di gereja-gereja. Selama masa Romanesque penggambaran peristiwa-peristiwa tersebut kurang tampak hidup. Hasilnya, seni pahat Romanesque tidak tampak naturalistik. Lain halnya dengan para pemahat Gothik. Sebelum memahat, mereka pahat secara cermat dan naturalistik. Mereka amati kedetilan lekuk-lekuk anatominya. Barulah mereka mulai memahat. Satu hal yang khas dalam seni pahat Gothik adalah penampilannya yang kaku.

    ·         Seni Lukis

             Tembok yang rata biasnya dihiasi dengan fresco – gambar yang dilukis dengan air kapur berwarna yang dipakai pada gips yang basah, sesuai dengan sketsa karbon yang telah dirancang.  Bentuk lukisan terbaik sebelum tahun 1300 adalah karya para miniaturis. Para miniaturis Irlandia terkenal sebagai ilustator yang piawai, yang membuat hiasan-hiasan yang begitu indah dan kompleks pada buku-buku para biarawan. Karya-karya mereka mencapai puncak perkembangannya selama periode Gothik.

    ·         Seni Lukis Italia

               Karena gaya Gothik merupakan produk Eropa utara, pengaruhnya tidak begitu kuat di Italia. Para seniman Italia cenderung tetap mempertahankan metode-metode dan konsepsi-konsepsi lama, yang disebut Greek (Yunani) atau Byzantine (Byzantium). Sama seperti para penganut naturalisme Gothik, para seniman Italia pada mulanya juga lebih senang menciptakan lukisan-lukisan tentang alam, seperti binatang, tumbuhan, bunga, dan sebagainya. Oleh karena itu ketika mereka harus membuat lukisan tentang manusia, hasilnya tampak kaku, dan tidak riil. Dengan kata lain, mereka bersikap tradisional.

            Para seniman Italia yang pertama-tama menunjukkan perubahan sikap terhadap komposisi warna, anatomo, pencahayaan, bayangan, dan animasi adalah Cimabue (1302) dan muridnya, Giotto (1336) mereka adalah seniman Florence (Firenze). Karya terbesar Giotto dapat kita lihat di Arena Chapel katedral Padua dan Bardi Chapel Gereja Santa Croce di Florence. Para pelukis sesudah Giotto cenderung sebagai epigon-epigonnya. Mereka hanya bisa mengikuti model-model yang telah dirintis Giotto, tetapi tak mampu menandinginya.

    ·         Seni Pahat Italia

               Seni pahat, seperti halnya seni lukis, mengalami serangkaian perubahanyang sangat berarti dalam abad XIV. Sebelum tahun 1300, pahatan-pahatan yang menggambarkan manusi tampak kaku. Karya-karya itu sebagian besar adalah hasil kerja para seniman penganut model Yunani.  Ayah dan anaknya yang bernama Niccola dan Giovanni Pisano menghasilkan pahatan-pahatan pada mimbar besar di katedral-katedral di Pisa, Siena, dan Pistoia. Karya-karya ini sudah menunjukkan semangat Gothik. Giotto, selaim pelukis, adalah juga pemahat. Pengaruhnya dalam dunia seni pahat tidak kalah besarnya dengan pengaruhnya dalam dunia seni rupa. Ketenaranya antara lain karena karya-karya pahatannya pada panel-panel rendah, yang ia rancang untuk menghiasi menara lonceng Gereja Santa Maria dan Katedral Florence.

    Panel-panel karya Giotto tersebut tampak sederhana. Tetapi justru karena itu, karya-karya tersebut mengundang banyak perhatian. Dan sejak saat itulah para pemahat meninggalkan metode penggambaran yang serba semarak.

    ·         Seni Lukis Flanders

               Di Eropa Utara, perintis inovasi dalam dynia seni Lukis adalah para seniman Flanders.Hubert dan Jan van Eyck bersaudara menunjukkan inovasi itu pada karya-karya miniatur mereka yang menjadi ilustrasi pada buku-buku agama. Inovasi lainnya yang dipelopori Van Eyck bersaudara ini adalah penggunaan cat minyak dalam melukis. Kapan tepatnya perintisan inovasi ini dimulai sebenarnya masih kabur. Setelah Van Eyck bersaudara, pelukis lainnya yang perlu dicatat adlah Rogier van der Weyden (1464). Ia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menggambarkan insiden-insiden dramatis, dan mampu membangkitkan emosi yang pedih. Seniman lukis Flanders lainnya lagi yang perlu dicatat adalah Hans Memling (1494. Ia berasal dari Bruges. Ciri khas dari karyanya adlah sentuhan yang halus dan sentimentil.

    ·         Seni Pahat Flanders

            Seni pahat Flanders, seperti halnya seni lukisnya, mencapai puncak perkembangannya pada awal abad XV. Ciri khas yang menonjol yang dapat kita amati dalam karya-karya besar yang ada adalah mencuatnya gagasan-gagasan naturalisme, idealisme religius, dan corak penderitaan yang pedih. Seniman pahat Flanders yang terkemuka adalah Claus Sluter, yang berkerja pada istana Duke Philipe di Burgundia. Sluter ditugasi untuk mendekorasi biara Carthuisan di Champmol, dekat Dijon, yang dipersembahkan sebagai mausoleum para pangeran Burgandia.

    ·         Seni  Musik Abad Pertengahan

                    Seperti halnya dengan seni lukis, pahat, dan arsitektur, seni musik abad pertengahan diabadikan untuk gereja. Lagu-lagu dan tari-tarian rakyat sudah barang tentu tetap ada. Namun, karena sebagian besar bukti karya-karya populer itu sudah lenyap, maka kita tidak dapat merekontruksikannya dengan baik. Bahkan musik Yunani dam Romawi telah dilupakan orang. Kreasi seni seorang seniman musik cenderung dilupakan begitu sang seniman tiada. Apalagi seni musik kuno, entah Yahudi, dan Romawi, yidak tertulis, sehingga cepat hilang. Demikian jugalah seni musik populer atau seni musik rakyat abad pertengahan. Meskipun begitu kita tidak boleh berasumsi bahwa abad pertengahan tidak mengenal musik rakyat semacam itu, hanya kaarenaa bukti-bukti historis yang kita dapatkan semata-mata berkaitan dengan musik gereja.  Liturgi atau kebangkitan gereja banyak menggunakan musik. Pada mulanya para pemimpin gereja tidak suka menggunakan musik dalam kebangkitan keagamaan. Alasan utamanya adalah karena musik telah menjadi bagian dalam ritus-ritus kaum kafir, pertunjukan-pertunjukan gladiator, maupun hiburan-hiburan tak bermorak dalam masyarakat kafir.

                   Namun, meski betapa kerasnya sikap para pemimpin gereja, secara perlahan-lahan musik menyelinap masuk ke dalam gereja. Inovasi dalam seni musik banyak bermunculan saat puncak abad pertengahan tiba. Guido d’Arezzo (1050) melengkapi sistem notasi yang telah dikembangkan pada masa itu. Ia menggunakan lima garis paralel yang di atasnya terdapat not-not balok untuk menandai pola titinada. Organ adalah alat musik yang paling penting dalam abad pertengahan. Alat musik ini telah diketemukan jauh sebelumnya. Selain alat musik tiup, alat musik bersenar juga digunakan. Oarang Yunani kuno telah mengenal alat musik bersenar yang disebut cithara. Alat ini dimainkan dengan jari.

          Begitu banyak aspek kehidupan akhir abad pertengahan yang menjadi sumber inspirasinya para seniman Gothik. Dan begitu eratnya kaitan antara kreasi-kreasi kesenimanan mereka dengan apa yang menjadi puncak-puncak peradaban Abad pertengahan, sehingga periode ini kemudian lazim disebut  Zaman Gothik.

    Contoh Karya  Terkenal:

    Mona Lisa (1497 )      

             

           Lukisan tersebut merupakan lukisan yang sangat terkenal hingga kini. Lukisan ini mengandung banyak sekali misteri yang hingga saat ini belum terungkap jelas siapa orang yang dilukis oleh Leonardo, apa motivasinya dan apa sebenarnya tujuan ia melukisnya. Lukisan ini terlihat simple atau biasa saja, tetapi jika lebih diperhatikan lagi, akan terlihat jelas apa sebenarnya yang menjadi daya tarik dari lukisan ini. Ada banyak sekali. Terlebih jika kita memperhatikan tatapan mata dan senyumannya dan latar belakang lukisannya. Tatapan mata dengan paduan senyuman yang terlihat sangat misterius. Butuh waktu bertahun-tahun ia menyelesaikan lukisan ini dan beberapa kali ia memperbaiki sisi lukisan terlebih sisi senyuman objeknya.

              Lukisan Mona Lisa menyimpan banyak sekali misteri dan banyak juga ilmuwan yang mengidentifikasikan lukisan ini sebagai lukisan yang menyimpan kode-kode yang dibuat oleh Leonardo. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa ada inisial yang berbeda di kedua mata lukisan Mona Lisa. Ada juga yang bilang latar belakang lukisan tersebut membentuk objek yang berbeda dari apa yang seharusnya. Terkait objek yang dilukis, Mona Lisa diyakini sebagai istri dari saudagar pada masanya yang bernama Lisa Gherardini. Mona diartikan sebagai ‘nyonya’ dengan demikian Mona Lisa berarti Nyonya Lisa. Ada juga yang justru berpendapat bahwa objek dari lukisan tersebut adalah potret diri Leonardo da Vinci sendiri yang dilukis dengan variasi berbeda yang tentu saja menyimpan rahasia tersendiri dari pelukisnya.

    The Last Supper (1495)

           Lukisan ini dikenal sebagai Perjamuan Terakhir Yesus dengan murid-Nya sebelum ia wafat oleh penyaliban.

             Di dalam novel karya Dan Brown dan film yang berjudul The Da Vinci Code, lukisan ini menyimpan makna misterius dan membentuk kode bahwa ada hubungan romantika Yesus dengan salah seorang murid-Nya, Maria Magdalena. Lukisan ini menggambarkan bagaimana perjamuan Yesus di malam terakhir-Nya berkumpul bersama dengan murid-muridNya sebelum ia ditangkap untuk melewati proses penyaliban dan wafat di kayu salib seperti yang dikisahkan Injil. Dalam film dan novel The Da Vinci Code, lukisan ini digambarkan sebagai kode yang dibuat oleh Leonardo untuk menggambarkan bagaimana romantika yang terjadi antara Yesus dengan Maria Magdalena yang bertentangan dengan iman Kristen. Biar bagaimana pun kontroversinya, lukisan ini tetap merupakan maha karya besar dari sosok jenius Leonardo da Vinci yang akan dikenang sepanjang zaman.

           Kisah hidup Leonardo da Vinci memang tidak lepas dari fakta-fakta yang memperjelas kejeniusannya sebagai seniman dan ilmuwan. Karya-karya besarnya akan terus diingat, demikian juga pemikirannya yang ia wariskan kepada ilmuwan setelahnya. Sudah terlahir seseorang yang jenius dalam karya maupun pemikirannya dan sebagai contoh orang yang menikmati apa yang ia pelajari tanpa batasan bidan apapun, yang penting dia senang dan menikmati apa yang ia pelajari. Orang itu adalah Leonardo da Vinci, terlahir 500 tahun yang lalu. Leonardo pun meninggal di umurnya yang menginjak 67 tahun di kota Indre-et-Loire, Prancis dan dimakamkan diKapel St.

    “St. George Tabernacle” (sekitar 1415–1417) — Museo Nazionale del Bargello, Firenze (Donatello)

    3.7   Penjelajahan

                Ramainya perdagangan di Laut Tengah, terganggu selama dan setelah berlangsungnya Perang Salib (1096 – 1291). Dengan jatuhnya kota Konstantinopel (Byzantium) pada tahun 1453 ke tangan Turki Usmani, aktivitas perdagangan antara orang Eropa dan Asia terputus. Sultan Mahmud II, penguasa Turki menjalankan politik yang mempersulit pedagang Eropa beroperasi di daerah kekuasannya. Bangsa Barat menghadapi kendala krisis perdagangan rempah-rempah. Oleh karena itu bangsa Barat berusaha keras mencari sumbernya dengan melakukan penjelajahan samudra,

    Ada beberapa faktor yang mendorong penjelajahan samudra:

    Semangat reconguesta, yaitu semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di mana pun yang dijumpainya sebagai tindak lanjut dari Perang Salib.

    • Semangat gospel, yaitu semangat untuk menyebarkan agama Nasrani.
      Semangat glory, yaitu semangat memperoleh kejayaan atau daerah jajahan.
    • Semangat gold, yaitu semangat untuk mencari kekayaan/emas.
    • Perkembangan teknologi kemaritiman yang memungkinkan pelayaran dan perdagangan yang lebih luas, termasuk menyeberangi Samudra Atlantik.
    • Adanya sarana pendukung seperti kompas, teropong, mesiu, dan peta yang menggambarkan secara lengkap dan akurat garis pantai, terusan, dan pelabuhan.
    • Adanya buku Imago Mundi yang menceritakan perjalanan Marco Polo (1271-1292).
    • Penemuan Copernicus yang didukung oleh Galileo yang menyatakan bahwa bumi itu bulat seperti bola, matahari merupakan pusat dari seluruh benda-benda antariksa. Bumi dan bendabenda antariksa lainnya beredar mengelilingi matahari (teori Heliosentris).

    Penjelajahan Samudera Oleh Bangsa Eropa

          Negara-negara yang memelopori penjelajahan samudra adalah Portugis dan Spanyol, menyusul Inggris, Belanda, Prancis, Denmark, dan lainnya. Untuk menghindari persaingan antara Portugis dan Spanyol, maka pada tanggal 7 Juni 1494 lahirlah Perjanjian Tordesillas. Paus membagi daerah kekuasaan di dunia non-Kristiani menjadi dua bagian dengan batas garis demarkasi/khayal yang membentang dari kutub Utara ke kutub Selatan. Daerah sebelah Timur garis khayal adalah jalur/kekuasaan Portugis, sedangkan daerah sebelah Barat garis khayal adalah jalur Spanyol.

    Garis Khayal Tordesillas yang dibuat berdasarkan perjanjian tordesilas

    v  Pelayaran Orang-orang Portugis

     Orang-orang Portugis menjadi pelopor berlayar mencari tempat asal rempah-rempah. Hal ini tidak lepas dari kiat Pangeran Henry Mualim (Henry Navigator) yang memberi hak-hak istimewa kepada keluarga-keluarga saudagar sukses dari Italia, Spanyol, dan Prancis. Tujuannya supaya mereka bersedia tinggal dan berdagang di ibukota Portugis.

     Berikut ini penjelajah-penjelajah yang berasal dari Portugis.

    1) Bartholomeu Dias

     Bartholomeu Dias berangkat dari Lisabon (Portugis) pada bulan Agustus 1487. Ketika sampai di ujung Selatan benua Afrika, kapal Dias terkena badai topan. Setelah badai reda, Dias kembali ke Portugis. Oleh Dias dan rombongannya, ujung Selatan Benua Afrika dinamai Tanjung Badai. Namun, Raja Portugal Joao II mengganti namanya menjadi Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) karena untuk menghilangkan kesan menakutkan dan tempat tersebut dianggap memberikan harapan bagi bangsa Portugis untuk menemukan Hindia.

    2) Vasco da Gama

     Pada tanggal 8 Juli 1497, Raja Portugis Manuel I memerintahkan Vasco da Gama mengikuti jejak Dias. Ekspedisinya dilakukan melalui laut sepanjang pantai Afrika Barat.

     Dalam pelayarannya, Vasco da Gama sempat singgah di pantai Afrika Timur. Atas petunjuk mualim Moor, da Gama melanjutkan ekspedisinya memasuki Samudra Hindia dan Laut Arab. Perjalanan Vasco da Gama tiba di Calcuta pada tanggal 22 Mei 1498. Di Calcuta, Vasco da Gama berupaya mendirikan pos perdagangan. Ia membeli rempah-rempah untuk dikirim ke Portugis dan sebagian dijual ke negara- negara Eropa lainnya.

    Rute pelayaran pertama Vasco da Gama

    3) Alfonso d’ Albuquerque

    Setelah beberapa lama menduduki Calcuta, orang Portugis sadar bahwa penghasil rempah-rempah bukan India. Ada tempat lain yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Asia, yaitu Malaka. Oleh karena itu ekspedisi ke Timur dilanjutkan kembali.

    Bagi Portugis, cara termudah menguasai perdagangan di sekitar Malaka adalah dengan merebut atau menguasai Malaka. Oleh karena itu, dari Calcuta, Portugis mengirimkan ekspedisi ke Malaka di bawah pimpinan Alfonso d’ Albuquerque. Ekspedisi d’ Albuquerque tersebut berhasil menaklukkan Malaka pada tahun 1511.

    v  Pelayaran Orang-orang Spanyol

     Berikut ini para penjelajah Spanyol yang melakukan pelayaran ke dunia Timur:

    1) Christopher Columbus

     Pada tanggal 3 Agustus 1492, dengan menggunakan tiga buah kapal yaitu Santa Maria, Nina, dan Pinta, Columbus mulai berlayar mencari sumber rempah-rempah di dunia Timur. Setelah berlayar lebih dari 2 bulan mengarungi Samudra Atlantik, sampailah Columbus di Pulau Guanahani yang terletak di Kepulauan Bahama, Karibia. Ia merasa telah sampai di Kepulauan Hindia Timur yang merupakan sumber rempah-rempah.

             Ia menamai penduduk asli di kawasan itu sebagai Indian. Selanjutnya Kepulauan Bahama dikenal sebagai Hindia Barat. Columbus bersama seorang penyelidik bernama Amerigo Vespucci antara tahun 1492 – 1504, berlayar terhitung 4 kali. Mereka menemukan benua baru yang diberi nama Amerika. Jadi penemu Benua Amerika adalah Christopher Columbus. Sejak Columbus menemukan benua Amerika, menyusul pelaut-pelaut Spanyol seperti Cortez dan Pizzaro. Cortez menduduki Mexico pada tahun 1519 dengan menaklukkan suku Indian yaitu Kerajaan Aztec dan suku Maya di Yucatan. Pizzaro, pada tahun 1530 menaklukkan kerajaan Indian di Peru yaitu suku Inca.


    2) Ferdinand Magelhaens (Magellan)

             Pada tanggal 10 Agustus 1519, Magelhaens berlayar ke Barat didampingi oleh Kapten Juan Sebastian del Cano (Sebastian del Cano) dan seorang penulis dari Italia yang bernama Pigafetta. Penulis inilah yang mengisahkan perjalanan Magelhaens-del Cano mengelilingi dunia yang membuktikan bahwa bumi itu bulat seperti bola. Pada tahun 1520, setelah menyeberangi Samudra Pasifik, sampailah rombongan Magelhaens di Kepulauan Massava. Kepulauan ini kemudian diberi nama Filipina, mengambil nama Raja Spanyol, Philips II. Dalam suatu pertempuran melawan orang Mactan, Magelhaens gugur (27 April 1521). Akibat peristiwa itu rombongan bergegas meninggalkan Filipina dipimpin oleh Sebastian del Cano, menuju Kepulauan Maluku. Magelhaens dianggap sebagai orang besar dalam dunia pelayaran karena menjadi orang yang pertama kali berhasil mengelilingi dunia. Raja Spanyol memberi hadiah sebuah tiruan bola bumi. Pada tiruan bola bumi itu dililitkan pita bertuliskan ‘Engkaulah yang pertama kali mengitari diriku’.

    v  Pelayaran orang-orang Inggris

    1)  Sir Francis Drake

     Pada tahun 1577 Drake berangkat berlayar dari Inggris ke arah Barat. Dalam pelayarannya, rombongan ini memborong rempah-rempah di Ternate. Setelah mendapatkan banyak rempah-rempah Drake pulang ke negerinya dan sampai di Inggris pada tahun 1580. Pelayaran Drake ini belum memiliki arti penting secara ekonomis dan politis.

    2) Pilgrim Fathers

     Pada tahun 1607 rombongan yang menamakan diri Pilgrim Fathers melakukan pelayaran ke arah Barat. Kapal yang bernama May Flower berhasil membawa rombongan ini mendarat di Amerika Utara.

    3) Sir James Lancester dan George Raymond

     Pada pelayaran tahun 1591, Lancester berhasil mengadakan pelayaran sampai ke Aceh dan Penang, sampai di Inggris pada tahun 1594. Pada bulan Juni 1602, Lancester dan maskapai perdagangan Inggris (EIC) berhasil tiba di Aceh dan terus menuju Banten. Di Banten, dia mendapatkan izin dan mendirikan kantor dagang.

    4) Sir Henry Middleton

     Pada tahun 1604 pelayaran kedua EIC yang dipimpin Sir Henry Middleton berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon, dan Banda. Terjadi persaingan dengan VOC. Selama tahun 1611 – 1617, orang-orang Inggris mendirikan kantor dagang di Sukadana (Kalimantan Barat Daya), Makassar, Jayakarta, Jepara, Aceh, Pariaman, dan Jambi.

    5) William Dampier

     Pada tahun 1688, Dampier melakukan pelayaran dan berhasil mendarat di Australia. Ia terus melanjutkan pelayaran dengan menelusuri pantai ke arah Utara.

    6) James Cook

     Pada tahun 1770 Cook berhasil mendarat di pantai Timur Australia dan menjelajahi pantai Australia secara menyeluruh pada tahun 1771. Oleh karena itu, James Cook sering dikatakan sebagai penemu Benua Australia.

    v  Pelayaran Orang-orang Belanda

     Biasanya para pedagang Belanda membeli dagangan rempah-rempah dari Portugis di pusat pasar Lisabon. Namun setelah Lisabon dikuasai Spanyol, Belanda mencari jalan menuju daerah penghasil rempah-rempah. Walaupun Portugis berusaha merahasiakan jalan ke pusat penghasil rempah-rempah, tetapi Belanda berhasil menyusul Portugis dan Spanyol.

     Berikut ini beberapa pelaut Belanda yang melakukan penjelajahan ke dunia :

    1) Barentz

     Pada tahun 1594, Barentz mencari daerah Timur (Asia) melalui jalur lain yaitu ke Utara. Perjalanan Barentz terhambat karena air laut membeku sesampainya di Kutub Utara. Ia berhenti di sebuah pulau yang dikenal dengan nama Pulau Novaya Zemlya, kemudian memutuskan untuk kembali tetapi meninggal dalam perjalanan.

    2) Cornelis de Houtman

     Pada tahun 1595, de Houtman dengan empat buah kapal yang memuat 249 orang awak beserta 64 meriam, memimpin pelayaran mencari daerah asal rempah-rempah ke arah Timur mengambil jalur seperti yang ditempuh Portugis. Pada tahun 1596 Cornelis de Houtman bersama rombongan sampai di Indonesia dan mendarat di Banten.

    3) Abel Tasman

     Abel Tasman berlayar mencapai perairan di sebelah Tenggara Australia. Pada tahun 1642 ia menemukan sebuah pulau yang kemudian dikenal dengan nama Pulau Tasmania.

     3.8     Hukum

    v  Inti Ajaran Kristen di  Dunia Barat

          Doktrin St. Agustiinus bahwa “ Kebenaran hanya ada dalam Gereja, di luar Gereja tidak ada kebenaran”. Artinya ajaran yang bersumber pada rasio adalah tidak benar, kebenaran bersumber pada keyakinan atau iman.iman adalah sumber segala-galanya”.

           Oleh karena itu zaman inilah disebut “ the dark ages “ atau masa kekelaman. Disebut dark ages atau masa kekelaman sebab upaya manusia yang telah dirintis dan dikembangkan sejak masa Socrates untuk mencapai kesejahteraan hidup melalui kekuatan akal, justru di masa abad pertengahan ini di hentikan dan sepenuhnya dengan cara mengembangkan ( interpretasi ) terhadap injil ( Evalingelis=  Sabda atau Kabar Gembira ). Kebenaran ilmu pengetahuan  dan teknologi yang bersumaber pada akal dihentikan, dan kembali ke mitos dan irrasionalitas. Kata Agustinus “ Kepercayaan adalah jalan pengetahuan “.Teori Agustinus ini menjadi sumber hukum “ Canonika”= Hukum Gereja Katholik yang berada di tangan Kaum Klerus/Pejabat Gereja.

             Hukum Kanonik ini adalah hukum anggota-anggota Persekutuan kaum Kristiani, lebih khusus lagi Gereja Katholik Roma ( Emeritus  John Gilissen, 2004, hal. 281). Sama halnya dengan tatanan-tatanan keagamaan lainnya adalah kehendak Tuhan, sebagaimana hal ini diwahyukan-Nya kepada manusia, sebagai sumber penting dalam hukum Kanonik. Wahyu tersebut ditemukan dalam Kitab Suci, yang merupakan sumber satu-satunya dari ius divinum ( Hukum Ketuhanan ). Hukum ini di tambah serta dilengkapi dan disesuaikan dengan dekrit-dekrit konsili-konsili dan dekretal-dekretal para Paus maupun oleh kebiasaan. Hukum Romawi juga dipandang sebagai sumber pelengkap hukum kanonik.( ibid, hal.291 )

    1.      Hukum Itu Tatanan Hidup Penuh Damai ( Agustinus, 354-430 )

                Agustinus melihat tatanan hukum sebagai sesuatu yang didominasi oleh tujuan perdamaian. Bahkan res republica dipahami Agustinus sebagai komunitas rasional yang ditentukan dengan nilai-nilai deligere ( yakni di hargai dan dicintai). Sebuah konsep yang berseberangan regnum yang menunjuk pada kerajaa Romawi sebagai segerombolan perampok karena tidak memiliki keadilan. Ditonjolkan pula istilah delicto proximi atau cinta kepada sesama. Semua unsur keadilan itulah yang mesti menjadi dasar hukum.

         Tanpa itu maka aturan dalam bentuk apapun tidak layak disebut hukum /lex esse von vedatur, quae justa non fuerit.( Satjipto Rahardjo, 2010, hal.54-55).

                Agustinus mengadopsi  Zwei Zwarden Theory ( Teori Dua Pedang ) dari Paus Gelasius , yakni Pedang Kerohanian dan Pedang Keduniawian. Pemilahan tersebut ternyata membawa dampak dalam pembentukan hukum yaitu, hukum yang mengatur soal keduniawian ( kenegaraan ) dan hukum yang mengatur soal keagamaan ( kerohanian ). Demikian pula terdapat dua macam kodifikasi hukum yaitu kodifikasi yang diselenggarakan oleh Raja Theodosius dan Raja Justinianus. Ini adalah kodifikasi peraturan yang dikeluarkan oleh negara. Kodifiaksi tersebut dinamakan Corpus Iuris. Kodifikasi yang diselenggarakan oleh Paus Innocentius, yaitu kodifikasi yang dikeluarkan oleh Gereja. Kodifikasi ini disebut Corpus Iuris Cannonici.  Corpus Iuris terdiri atas empat bagian yaitu :

    Instituten, ajaran yang mempunyai kekuasaan mengikat seperti undang-undang. Maksudnya, jika ada hal-hal yang kurang jelas pengaturannya, maka dapat di cari dalam instituten.

    ·         Pandecten, penafsiran suatu peraturan oleh para sarjana.

    ·         Codex, yaitu peraturan atau undang-undang yang ditetapkan oleh Raja.

    ·         Novollen, yaitu tambahan dari suatu peraturan atas undang-undang.

          Sebagai tokoh agama, Agustinus menempatkan hukum Ilahi ( Lex Aeterna) sebagai citra hukum positif. Hukum Ilahi yang abadi menempatkan batas pada semua hukum positif yang tidak boleh dilampaui.  Jika hukum positif ( Lex Temporalis ) melanggar aturan Ilahi itu, maka ia telah kehilangan kualitas hukumnya. ( ibid.)

    Sumbangan Agustinus pada pengembangan Eksplanasi dibidang hukum antara lain :

    ·         Lewat konsep pengenalan akan Tuhan, sebagai prasyarat keadilan, Agustinus secara implisit, memberi sinyal betapa penting peran sikap etis iman terhadap berseminya keadilan dalam hukum. sikap iman yang tulus menjadi pra-kondisi bagi lahirnya kedamaian dan keadilan.

    ·         Inspirasi teori Agustinus kita dapat melakukan kajian secara empiris tentang banyak hal misalnya, kaitan antara ketaatan hukum dengan penghayatan iman seseorang/ atau suatu komunitas, korelasi,antara religiusitas aparat hukum dengan kepekaan mereka soal keadilan, kaitan antara angka kejahatan dengan afiliasi religious.

    ·         Konsep Agustinus tentang deligere dan delicto proximi yang dapat berfungsi mengkondisikan lahirnya kedamaian dan keadilan, seolah mengingatkan kita tentang pentingnya modal social ( social capital ) dalam kehidupan hukum. disini berkesempatan melakukan kajian tentang interelasi antara suasana penyelenggaraan hukum dengan kondisi modal social yang dimiliki sebuah komunitas. ( ibid, hal.57).

    2. Hukum Itu Bagian Tatanan Ilahi ( Thomas Aquinas, 1225-1274 )

         Thomas Aqunas merupakan imam Gereja abad pertengahan. Tidak jauh beda dengan Agustinus, Aquinas pun mendasarkan teorinya tentang hukum dalam konteks moral agama Kristen. Hukum diperlukan untuk menegakkan kehidupan moral di dunia. Karena jaman ini merupakan era dominasi agama ( yang di awali oleh agama Kristen),maka kehidupan moral dimaksud menujuk pada ukuran agama tersebut. Misalnya mengejar kenbaikan dan menjauhi kejahatan. Hal kebaikan dimaksud antara lain menunjang hak alamiah manusia untuk mempertahankan hidup, cinta dan hidup berkeluarga, kerinduan mengenal Tuhan dan hidup bersahabat. ( ibid, hal.58 )

    Imperatif-imperatif moral tersebut berpengaruh pula terhadap hukum. Tata hukum harus di bangun dalam struktur yang berpuncak pada kehendak Tuhan. Karena itu, sebagaimana tercerminkan dalam doktrin Thomas Aquinas, konfigurasi tata hukum di mulai dari ;

    a)      Lex Aeterna; Hukum dan kehendak Tuhan

    b)      Lex Natulais; Prinsip umum ( hukum alam )

    c)      Lex Divina; Hukum Tuhan yang terdapat dalam Kitab Suci

    d)     Lex Humane; Hukum buatan manusia yang sesuai dengan hukum alam.

    Jika hukum ( Lex Humane ) menjadi tidak benar karena :

    1)      Mengabaikan kebaikan masyarakat

    2)      Mengabdi pada nafsu dan kesombongan pembuatnya

    3)      Berasal dari keuasaan yang sewenang-wenang

    4)      Diskriminatif terhadap rakyat, maka hukum itu tidak sah karena bertentangan dengan moral hukum alam dan Tuhan. ( ibid ).

    Dalam hukum alam ( Lex Naturalis ) itu terdapat dua prinsip antara lain :

    ·         Prinsipa prima, yang merupakan norma-norma kehidupan yang berlaku secara fundamental, universal, dan mutlak, serta kekal ( berlaku bagi segala bangsa dan masa ).

    ·         Prinsipa secundaria, yang merupakan norma-norma kehiduoan yang fundamental, tidak universal, tidak mutlak, melainkan relatif, tergantung pada manusianya, meskipun prinsipa secundaria ini pada dasarnya dapt dikatakan merupakan aktualisasi dari prinsipa prima. ( Ridwan Halim, 2005, hal.185 ).

        Hukum pada dasarnya merupakan cerminan tatanan Ilahi. Legislasi hanya memiliki fungsi untuk mengklarifikasi dan menjelaskan tatanan Ilahi itu. Tuga hakim adalah menegakkan keadiloan melalui fungsinya, menerapka hukum dalam kaitan dengan pemberlakuan undang-undang. Pemikiran Aquinas ini hanya bisa di pahami dalam konteks kosmologi dan ontology skolastik. Kosmologi di maksud adalah mengijinkan penalaran rasional selama batas-batas yang ditetapkan oleh wahyu Ilahi tidak di alnggar. Penerapan hukum positif pada kasus riil, harus dibaca sebagai implementasi hukum Ilahi.

         Dalam konteks itulah Aquinas membedakan antara hukum yang berasal dari wahyu, dengan hukum yang di jangkau oleh akal manusia. Hukum yang berasal dari wahyu disebut Ius Divinum Positivum ( hukum Ilahi positif ). Sedangkan hukum yang ditemui lewat kegiatan akal, terdiri dari beberapa jenis, yakni Ius Naturale ( hukum alam ),Ius Gentium ( hukum bangsa-bangsa ), Ius Positivum Humanum ( hukum positif buatan manusia ). ( Satjipto Rahardjo, op.cit, hal, 59 ).

    Dalam system Aquinas akal berada diatas kehendak. Bagi Aquinas akal itu mencerahkan, sedangkan kehendak cenderung naluriah. Itulah sebabnya hukum yang berinitikan Iustum ( keadilan ), mutlak merupakan produk akal. Tentang keadilan Aquinas membedakan tiga kategori

    ·         Iustitia Distributiva, ( keadilan distributif ), yang menunjuk kepada prinsip kepada yang sama diberikan sama, kepada yang tidak sama diberikan tidak sama pula. Ini disebut kesederajatan geometris

    ·         Iustitia Comutativa, ( keadilan komutatif atau tukar-menukar ), menunjuk pada keadilan berdasarkan prinsip Aritmetis, yaitu penyesuaian yang harus dilakukan apabila terjadi perbuatan yang sesuai dengan hukum.

    ·         Iustitia Legalis, ( keadilan hukum ), yang menunjuk pada ketaatan terhadap hukum.

    Bagi Aquinas menaati hukum bermakna sama dengan bersikap baik dalam segala hal ( dan di asumsikan hukum itu berisi kepentingan umum ), maka keadilan hukum di sebut juga sebagai keadilan umum ( Iustitia Generalis ),

    Beberapa poin penting teori Aquinas tentang hukum antara lain :

    ·         Hukum dan peundang-undangan harus rasional dan masuk akal, karena ia merupakan aturan dan ukuran tindakan manusia.

    ·         Hukum ditujukan bagi kebaikan umum. Karena hukum merupakan aturan bagi perilaku, dan karena tujuan dari segala perilaku itu adalah kebahagiaan, maka hukum mesti di tujukan bagi kebaikan bersama.

    ·         Karena hukum ditujukan bagi kesejahteraan umum, maka ia hanya dapat di buat oleh nalar dari semua orang lewat badan legislasi.

    ·         Hukum perlu dipublikasikan karena ia mengandung aturan yang memandu hidup manusia, maka aturan itu mesti mereka ketahui agar memiliki nilai kewajiban.

    Melalui teorinya tentang keadilan hukum, Aquinas menyisipkan pesan luhur tentang betapa pentingnya mutu dari isi suatu aturan hukum. Aquinas menempatkan keadilan hukum sebagai keadilan umum, justru karena hukum di andaikan berakar pada hukum alam ( yang tidak lain mencerminkan keluhuran Ilahi ).Dan lagi pula hukum itu diasumsikan mengatur kepentingan umum. ( ibid, hal.62 ).Thomas aquinas  dengan bukunya yang terkenal antara lain Tsumma Theologiae ( Teologi yang utama ) dan De Regime Principium Ad Regem Cipri ( Tentang Hukum Tata Negara dan Pemerintahan ). Thomas Aquinas adalah pelopor Skolastik, yaitu penganut hukum alam yang melibatkan ajaran Aristoteles kedalam ajaran gereja Katholik, sehingga sering disebut Aristotelisme Kristen. ( Dominikus Rato, op.cit. hal.264 ).

    v  INTI AJARAN ISLAM DI TIMUR

                Pemikir Islam mendasarkan teori hukumnya pada agama Islam, yaitu pada wahyu Ilahi yang disampaikan kepada Nabi.Dari ahli pikir Islam AI-Syafii-Iah aturan-aturan hukum diolah secara sistematis. Sumber hukum Islam adalah AI-Quran. kemudian Hadis yang merupakan ajaran-ajaran dalam hidup Nabi Muhammad SAW . Peraturan-peraturan yang disetujui oleh umat juga menjadi hukum, hukum mufakat, yang disebut juga ijmak. Sumber hukum yang lainnya adalah qiyas, yaitu analogi atau persamaan. Hukum Islam ini meliputi segala bidang kehidupan manusia. Hukum Islam hidup dalam jiwa orang-orang Islam, dan berdasarkan pada agama. Hukum Islam merupakan hidup ideal bagi penganutnya. Oleh karena Hukum Islam berdasarkan pada Al Quran maka Hukum Islam adalah hukum yang mempunyai hubungan dengan Allah, langsung sebagai wahyu. Aturan hukum harus dibuat berdasarkan wahyu (Muhammad Khalid Masud, 1996: 12-13).

    Bab IV. Penutup

    A. Kesimpulan

    Sejarah Medieval Eropa, atau yang kita kenal sebagai Abad pertengahan Eropa, dikenal sebagai era klasik dimulai dengan munculnya negara-kota Yunani Kuno, Abad Pertengahan Eropa juga merupakan abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama berkembang dan memengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk pemerintahan.

    Abad Pertengahan adalah periode sejarah di Eropa sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat di bawah prakarsa raja Charlemagne pada abad 5 hingga munculnya monarkhi-monarkhi nasional, dimulainya penjelajahan samudra, kebangkitan humanisme, serta Reformasi Protestan dengan dimulainya renaisans pada tahun 1517. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah berkembang di masa zaman klasik dipinggirkan dan dianggap lebih sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari ketuhanan.

    Eropa dilanda Zaman Kelam (Dark Ages) sebelum tiba Zaman Pembaharuan (Renaisans). Masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelek dan ilmu pengetahuan. Menurut Ensiklopedia Amerika, tempo zaman ini selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Roma dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi.Gelap  juga bermaksud tiada prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud tindakan dan cengkraman kuat pihak berkuasa agama.Yaitu  Gereja Kristen yang sangat berpengaruh.

    Gereja serta para pendeta mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat hanya gereja saja yang layak untuk menentukan kehidupan, pemikiran, politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri daripada ahli-ahli sains asa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran mereka ditolak.Siapa yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan ditangkap dan didera masalah , malah ada yang sampai dibunuh.Pikiran ini, terimplementasi melalui teori yang dikeluarkan oleh Thomas Aquinas, seorang ahli falfasah yakni negara wajib tunduk kepada kehendak gereja. St Augustine, sebelumnya juga berpendirian demikian. Manakala Dante Alighieri, berpendapat kedua-dua kuasa itu hendaklah masing-masing berdiri sendiri, dan mestilah bekerjasama untuk mewujudkan kebajikan bagi manusia (Joseph H Lynch).

    Dalam paradigma abad pertengahan, dua wilayah agama dan dunia terpisah  total satu dengan yang lain sehingga tidak ada peluang bagi ekspansi satu terhadap yang lain atau pembauran antar keduanya. Seorang manusia kalau tidak melangit  haruslah membumi,atau kalau tidak meyakini kekuasaan alam gaib terhadap segala urusan hidupnya.Maka dia harus memutuskan hubungan secara total dengan Tuhan dan roh-roh kudus, dan jika dia menghargai jasmani dan urusan materinya maka dia bukan lagi seorang rohaniwan dan berarti telah memutuskan hubungan dengan Tuhan. Kata Augustine,siapapun yang mahir dalam kesenian, perang, dan filsafat adalah orang yang bejat dan sesat, karena dia berasal dari kota setan dimana kebahagiaannya tak lebih dari sekadar topeng yang menipu, dan keindahannya hanya merupakan wajah alam kubur.

    Kota inilah yang tidak diterima oleh Tuhan dan fitrah manusia. Karena orang yang sombong dan angkuh adalah merupakan kepekatan hari dan orang yang memiliki pengetahuan tentang segala yang harus diketahui oleh orang-orang terpuji. Dan ketika melihat kota setan ini tenggelam ke dalam kesesatan dan kesombongannya, maka semua sudut kegelapannya akan terlihat.Konsep diatas, dipertegas oleh Fritjof Capra, yakni Para ilmuwan pada Abat Pertengahan, yang mencari-cari tujuan dasar yang mendasari berbagai fenomena, menganggap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan Tuhan, roh manusia, dan etika, sebagai pertanyaan-pertanyaan yang memiliki signifikansi tinggi, jadi ilmu didasarkan atas penalaran keimanan.

    Dengan demikian, kerangka berpikir yang dominan pada abad pertengahan dan tekanan kuat para elit gereja yang menganggap dirinya pengawas tatanan yang menguasai dunia dan telah menginterogasi ideologi para ilmuan dan menyeret mereka ke pengadilan serta menganggap kegiatan ilmiah sebagai campur tangan setan.

    Kemudian faktor-faktor lain yang berada di luar pembahasan ini telah menjadi latar belakang munculnya Renaisans yang telah melahirkan teriakan protes terhadap kondisi yang dominan pada abad pertengahan.Abad Pertengahan berakhir pada abad ke-15 dan kemudian disusul dengan zaman Renaissance. Zaman Renaissance berlangsung pada akhir abad ke-15 dan 16. Kesenian, sastra musik berkembang dengan pesat. Ada suatu kegairahan baru, suatu pencerahan. Ilmu pengetahuan mulai dikembangkan oleh Leonardo da Vinci, Nicolaus Copernicus, Johannes Kepler, Galileo Galilei, dll.

    Kemunculan aliran pemikiran yang mementingkan kebebasan akal seperti alirn baru Eropah hingga abad ke 18 seperti Humanisme, rsionalisme, nasionalisme dan absolutisme berani mempersoalkan kepercayaan dan cara pemikiran lama yang diamalkan selama ini secara langsung melemhkan kekuasaan golongan feudal.Itali telah menjadi pusat ilmu yang terkenal di Eropah pada abad ke 15. Hal ini terjadi apabila Kota constntinople dikuasai oleh Islam telah jatuh ke tangan orang Barat pada tahun 1453. Keadaan ini telah menyebabkan ramai para ilmuan Islam berhijrah ke pusat-pusat perdagangan di Itali. Ini menyebabkan Itali menjadi pusat intelektual terkenal di Eropah pada masa itu.

    Renaissance telah membentuk masyarakat perdagangan yang berdaya maju. Keadaan ini telah melemahkan kedudukan dn kekuasaan golongan feudal yang sentiasa berusaha menyekat perkembangan ilmu dan masyarakat di Eropah.Melahirkan tokoh-tokoh pemikir seperti Leonardo de Vinci yang terkenal sebagi pelukis, pemuzik dan ahli falsafah serta jurutera. Michelangelo merupakan tokoh seni, arkitek, jurutera, penyair dan ahli anotomi.Melahirkan ahli-ahli sains terkenal seperti Copernicus dan Galileo.Melahirkan ahli matematik seperti Tartaglia dan Cardan yang berusaha menghuraikan persamaan ganda tiga. Tartaglia orang pertama yang menggunakan konsep matematik dalam ketenteraan iaitu mengukur tembakan peluru mariam. Cardan terlibat dalam penghasilan ilmu algebra.Selain itu, Renaissance telah melahirkan tokoh-tokoh perubatan di Eropah. Antara tokoh perubatan terkenal iaitu William Harvey yang telah memberi sumbangan dalam kajian peredaran darah.Renaissance telah melahirkan masyarakat yang lebih progresif dan wujud semangat inquiri sehingga membawa kepada aktiviti penjelajahan dan penerokaan.

    Ø  Dampak Positif :

    ·  Adanya perubahan dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan. Di mana terjadi pembagian dalam ilmu pengetahuan seperti ilmu lain mulai lepas dari ilmu agama dan falsafahnya, misalnya ilmu sosial : ilmu bumi, ilmu sejarah dll. Begitu juga dengan ilmu eksak seperti ilmu alam.

    ·  Kebangunan kembali dari peradaban. Zaman ini membongkar hasil peradaban Yunani-Romawi.

    ·   Renaissance telah membentuk masyarakat perdagangan yang berdaya maju. Keadaan ini telah melemahkan kedudukan dan kekuasaan golongan gereja yang senantiasa berusaha menyekat perkembangan ilmu dan masyarakat di Eropa.

    ·    Tumbuhnya kebebasan, kemerdekaan, dan kemandirian individu.

    ·    Renaissance telah melahirkan tokoh-tokoh perubahan di Eropa. Antara lain tokoh perubahan terkenal itu adalah William Harvey yang telah memberi sumbangan dalam kajian peredaran darah. Renaissance telah melahirkan masyarakat yang lebih progresif dan wujud semangat mandiri sehingga membawa kepada aktivitis penjelajahan dan kemajuan

    ·    Mendorong pencarian daerah baru sehingga berkobarlah era penjelajahan samudera.

    Ø  Dampak negatif :

    ·      Eropa  pada priode ini bener-bener mendapat ancaman dari orang-orang arab. Pada khalifah Umamyah telah meluaskan wilayah taklukannya hingga daerah-daerah seputar pintu-pintu gerbang konstantinopel walaupun pada akhirnya pengepungan yang di lakukan Arab gagal total.

    ·      Munculnya suatu isu yang di sebut Kontroversi Ikonoklastik  yang berisi bahwa apakah imaji-imaji tentang Tuhan,Kristus, dan sang perawan Maria serta orang-orang suci  baik dalam bentuk gambar maupun patung boleh dipergunakan di dalam misa atau tidak.kontroversi ini mengundang persoalan lama yaitu tentang kebebasan agama yang terpisah dan bebas dari organisasi politik.

    ·      Pada masa ini selain terjadi kebangunan kembali juga terjadi kebobrokan moral. Hal ini dikarenakan tidak adanya suatu norma yang bisa mengatur kehidupan masyarakat. Sehingga bisa dikatakan bahwa manusia renaissance merupakan manusia yang tidak mempunyai pegangan (liar). Keliaran ini mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap norma sehingga manusia mengalami krisis aklak seperti mabuk-mabukan dll. Hal ini tidak hanya terjadi di kalangan borjuis tetapi juga dikalangan pendeta.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdul Hakim, Atang dan Ahmad Saebani, Beni. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.

    Achmadi, Asmoro.  Filsafat Umum. Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

    Ahmad Tafsir, op. cit., h. 110-111,112-113,129-131,137-138,173

    Anees, Bambang Q- dan Radea Juli A. Hambali. Filsafat Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003.

    Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 109,110.

    Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, selanjutnya disebut Bambang, Filsafat Untuk Umum (Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 334-335

    Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Filsafat Umum, 2008, Hal. 339,341

    Drs. Surajiyo, Filsafat Umum dan Perkembangannya di Indonesia, 2010, Hal. 86.

    F. Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzsche), 2011, Hal. 7,8,10

    Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993.

    Hardiman, Budi. 2011 Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzsche). Jakarta : Erlangga.

     Harold H. Titus et al., Living Issues in philosophy, diterjemahkan H.M. Rasjidi, Persoalan-Persoalan Filsafat (Cet. I; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984), h. 192,258.

    Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 11., lihat Jerome R. Ravertz, The Philosophy of Science, diterjemahkan Saut Pasaribu, Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.14-15,29,31-32,36

     Ibid., h. 191.

    Juhaya S. Praja, op. cit., h.26-27, 96,98-99,109-110.

    Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif  (Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 100-101.

    Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an Introduction to Medieval Muslim Education, diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, Kontribusi Islam atas dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam (Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 271.,276.

    Mustansyir, Rizal  dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

    Nakosteen, Mehdi. History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an Introduction to Medieval Muslim Education. Diterjemahkan oleh Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah dengan judul Kontribusi Islam atas dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam.  Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1996.

    Ravertz, Jerome R.  The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judul Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

    Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, selanjutnya disebut Rizal, Filsafat Ilmu (Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 58-59.,70,73-74,134.

    Surajiyo. 2010. Filsafat Umum dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

    Suriasumantri, Jujun S.  Ilmu dalam perspektif. Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.

    Tafsir, Ahmad –Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capr), Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990.

    Titus, Harold H., et al. Living Issues in philosophy. Diterjemahkan oleh H.M. Rasjidi dengan judul Persoalan-Persoalan Filsafat. Cet.  I; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984.

     Zaqzuq, op.cit., h. 17-18.

  • Kumpulan Ayat Al-Qur’an Tentang Metode Pembelajaran

    Ayat-Ayat al-Qur’an Tentang Metode Pembelajaran

    Makhluk Allah yang diberi kewajiban dalam mencari ilmu adalah manusia. Yang mana ilmu tersebut berguna untuk bekal kehidupannya di dunia maupun diakhirat. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:

    طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

     “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.”

    Selain itu, dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:

    يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُ

     “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.s. al-Mujadalah : 11)[2]

    Selanjutnya, setelah manusia memiliki ilmu pengetahuan mereka berkewajiban untuknya mengamalkan/mengajarkan ilmu yang sudah mereka peroleh. Dalam mengamalkan atau mengajarkan ilmu tersebut, hendaknya seorang guru memiliki wawasan tentang sistem pembelajaran. Salah satunya yakni metode pembelajaran. Metode merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Apabila dalam proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka harapan tercapainya tujuan pendidikan akan sulit untuk diraih. Dalam al-Qur’an dan beberapa hadist juga menganjurkan untuk menggunakan metode dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang termuat dalam al-Quran pun memiliki banyak macam. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas tentang metode-metode pembelajaran yang terkandung dalam al-Quran dan Hadist.

    PEMBAHASAN

    A.  Pengertian dan Pentingnya Metode Pembelajaran

    Dalam bahasa Arab metode dikenal dengan istilah at-thariq (jalan-cara).[4] Secara umum istilah “metode” adalah suatu cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Menurut J.R. David dalam Teaching Strategies for College Class Room menyebutkan bahwa method ia a way in achieving something (cara untuk mencapai sesuatu).[5] Artinya, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.

    Sudjana berpendapat bahwa : “metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsung pembelajaran”.

    Dengan kata lain metode ini digunakan dalam konteks pendekatan secara personil antara guru dengan siswa supaya siswa tertarik dan menyukai materi yang diajarkan. suatu pelajaran tidak akan pernah berhasil jika tingkat antusias siswanya berkurang. 

    Oleh karena itu, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peranan penting dalam keberhasilan suatu pendidikan. karena metode merupakan pondasi awal untuk mencapai suatu tujuan pendidikan dan asas keberhasilan sebuah pembelajaran. Sebaik apapun strategi yang dirancang namun metode yang dipakai kurang tepat maka hasilnya pun akan kurang maksimal. Tetapi apabila metode yang dipakai itu tepat maka hasilnya akan berdampak pada mutu pendidikan yang baik.

    B.  Ayat dan Hadis tentang Metode Pembelajaran

    1.    Metode  Pembelajaran dalam Surah an-Nahl ayat 125

    اُدْعُ اِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِلْحِكْمَهْ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِى هِيَ اَحْسَنُ اَنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَاَعْلَمُ بِلْمُهتَدِيْنَ «النحل :  ۱۲۵»

    “(Wahai Nabi Muhmmad SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang ditunjukkan) Tuhan Pemelihara kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah mereka dengan (cara) yang terbaik. Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu, Dialah yang lebih mengetahui (tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk).”

    Dari surah an-Nahl ini tercantum 3 metode pembelajaran, diantaranya:

    a.    Metode Hikmah

    Kata hikmah (حكمة) dalam tafsir al-Misbah berarti “yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun berbuatan”.[8] Dalam bahasa Arab al-hikmah bermakna kebijaksanaan dan uraian yang benar. Dengan kata lain al-hikmah adalah mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan peserta didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Selain itu dalam penyampaian materi maupun bimbingan terhadap peserta didik hendaknya dilakakuan dengan cara yang baik yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta dengan cara yang bijak.[9]

    Imam Al-Qurtubi menafsirkan al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”. Beliau menulis dalam tafsirnya :

    وَأَمْرُهُ أَنْ يَدْعُوَ إِلَى دِيْنِ اللهِ وَشَّرْعِهِ بِتَلَطُّفٍ وَلَيِّنٍ دُوْنَ مُخَاشَنَةٍ وَتَعْنِيْفٍ

    “Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada “dinnullah” dan syariatnya dengan lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan.”

    Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman pembelajaran dan pengajaran. Hal ini diinspirasikan dari ayat Al-Qur’an dengan kalimat “qaulan layinan”. Allah berfirman :

    فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (طه: ۶۶)

    “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.  (taha:44)[10]

    Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kapada siswanya untuk berkembang.[11]

    b.    Metode Nasihat/Pengajaran Yang Baik (Mauizhah Hasanah)

    Mauidzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauizhah dan Hasanah”. al-Mauizhah (الموعظة) terambil dari kata (وعظ) wa’azha yang berarti nasihat sedangkan hasanah (حسنة) yang berarti baik. Maka jika digabungkan Mauizhah hasanah bermakna nasihat yang baik.[12]

    Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:

    يَااَيُّهَاالنَّاسُ قَدْجَاءَ تْكُمْ مَوْ عِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِى الصُّدُوْرِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ «۵۷ : ۱۰»

    “Hai segenap manusia, telah datang kepada kalian mauizhah dari pendidikanmu, penyembuh bagi penyakit yang bersemayam di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. 10:57)[13]

    c.    Metode Diskusi (jidal)

    Kata jadilhum (جادلهم) berasal dari kata jidal (جدال) yang bermakna diskusi.[14] Metode diskusi yang dimaksud dalam al-Qur’an ini adalah diskusi yang dilaksanakan dengan tata cara yang baik dan sopan. Yang mana tujuan dari metode ini ialah untuk lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.

    Definisi diskusi itu sendiri yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa ada pendapat di luar pendapatnya dan di sisi lain siswa merasa dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.[15]

    Dengan demikian para pendidik dapat mengetahui keberhasilan kreativitas peserta didiknya, atau untuk mengetahui siapa diantara para peserta didiknya yang berhasil atau gagal. Dalam Allah SWT berfirman:

    اِنَّ رَبَّكَ هُوَاَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَاَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ «۱۲۵ : ۱٦»

    “Sungguh pendidikmu lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. 16:125).[16]

    2.    Metode Teladan/Meniru

    Manusia banyak belajar dengan cara meniru. Dari kecil ia sudah meniru kebiasaan atau tingkah laku kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Misalnya, ia mulai belajar bahasa dengan berusaha meniru kata-kata yang diucapkan saudaranya berulang-ulang kali dihadapannya.

    Begitu juga dalam hal berjalan ia berusaha meniru cara menegakkan tubuh dan menggerakkan kedua kaki yang dilakukan orang tua dan saudara-saudaranya. Demikianlah manusia belajar banyak kebiasaan dan tingkah laku lewat peniruan kebiasaan maupun tingkah laku keluarganya.

    Al-Qur’an sendiri telah mengemukakan contoh bagaimana manusia belajar melalui metode teladan/meniru. Ini dikemukakan dalam kisah pembunuhan yang dilakukan Qabil terhadap saudaranya Habil. Bagaimana ia tidak tahu cara memperlakukan mayat saudaranya itu. Maka Allah memerintahkan seekor burung gagak untuk menggali tanah guna menguburkan bangkai seekor gagak lain. Kemudian Qabil meniru perilaku burung gagak itu untuk mengubur mayat saudaranya Habil.[17]

    Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 31:

    فَبَعَثَ اللهُ غُرَابًايَّبْحَثُ فِى الْاَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِيْ سَوْءَةَاَخِيْهِ قلى قَلَ يوَيْلَتى اَعَجَزْتُ اَنْ اَنْ اَكُوْنَ مِثْلَ هذَا الْغُرَابِ فَاُوَارِيَ سَوْءَةَاَخِيْجفَاَصْبَحَ مِنَ النّدِمِيْنَ

    “Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini. Lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?”. Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.”[18]

    Melihat tabiat manusia yang cenderung untuk meniru dan belajar banyak dari tingkah lakunya lewat peniruan. Maka, teladan yang baik sangat penting artinya dalam pendidikan dan pengajaran. Nabi Muhammad SAW. sendiri menjadi suri tauladan bagi para sahabatnya, dari beliau mereka belajar bagaimana mereka melaksanakan berbagai ibadah.

    Ada sebuah Hadist yang menceritakan bahwa para sahabat meniru salat sunnah witir Nabi SAW:

    حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ أَسِيرُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بِطَرِيقِ مَكَّةَ فَقَالَ سَعِيدٌ فَلَمَّا خَشِيتُ الصُّبْحَ نَزَلْتُ فَأَوْتَرْتُ ثُمَّ لَحِقْتُهُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ أَيْنَ كُنْتَ فَقُلْتُ خَشِيتُ الصُّبْحَ فَنَزَلْتُ فَأَوْتَرْتُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ أَلَيْسَ لَكَ فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِسْوَةٌ حَسَنَةٌ فَقُلْتُ بَلَى وَاللَّهِ قَالَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ عَلَى الْبَعِيرِ

    “Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Abu Bakar bin ‘Umar bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al Khaththab dari Sa’d bin Yasar bahwa dia berkata: “Aku bersama ‘Abdullah bin ‘Umar pernah berjalan di jalanan kota Makkah. Sa’id berkata, “Ketika aku khawatir akan (masuknya waktu) Shubuh, maka aku pun singgah dan melaksanakan shalat witir. Kemudian aku menyusulnya, maka Abdullah bin Umar pun bertanya, “Dari mana saja kamu?” Aku menjawab, “Tadi aku khawatir akan (masuknya waktu) Shubuh, maka aku singgah dan melaksanakan shalat witir.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Bukankah kamu telah memiliki suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Aku menjawab, “Ya. Demi Allah.” Abdullah bin Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat witir di atas untanya.” (H.R. Bukhari)[19]

       Al-Qur’an memerintahkan kita untuk menjadikan Nabi SAW sebagai suri tauladan dan panutan. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21:

    لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْمَ اْﻵ خِرَوَدَكَرَاللهُ كَثِيْرًا  «۲۱ :۳۳»

     “Sesungguhnya telah ada pada pribadi Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari akhir dan dia banyak dzikrullah.” (QS.al-Ahzab 33:21)[20]

    Melalui suri tauladan yang baik, manusia dapat belajar kebiasaan baik dan akhlak yang mulia. Sebaliknya jika suri tauladannya buruk manusia akan terjerumus pada kebiasaan yang buruk dan akhlak yang tercela.

    3.    Metode Ceramah

    Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan dengan kata khutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini dekat dengan kata tablih, yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan suatu ajaran.[21]

    Pada masa lalu hingga sekarang metode selalu kita jumpai dalam setiap pembelajaran. Akan tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode lain. Dalam sebuah Hadist Nabi SAW bersabda :

    وَعَنْ عَبْدِ االلهِ بْنِ عُمَرَ وَبْنِ الْعَاصِ رَضِيَ االلهُ عَنْهُمَا أَنَ النَّبِيَ صلى االله علىه وسلم قال “بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آیَةً وَحَدِّثُوْا عَنْ بَنِيْ إِسْرَائِیْلَ وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْیَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (( رواه البخاري))

    “Sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya dineraka”. (HR. Bukhori.)[22]

    Hal ini juga berkenaan dengan firman Allah SWT :

    اِنَّآ اَنْزَلْنهُ قُرْاَٽنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ۞ نَحْنُ نَقُضُّ عَلَيْكَ اَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَآ اَوْحَيْنَآ اَلَيْكَ هذَاالْقُرْاٽنَ وَاِنْ كُنْتُ مِنْ قَبْلِه لَمِنَ الْغفِلِيْنَ

    “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum mengetahui”.(Q.S. Yusuf/12:2-3)[23]

    Ayat di atas menerangkan, bahwa Tuhan menurunkan Al-Qur’an dengan memakai bahasa Arab kepada Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi menyampaikan kepada para sahabat dengan jalan cerita dan ceramah. Metode ceramah masih merupakan metode mengajar yang masih dominan dipakai, khususnya di sekolah-sekolah tradisional.

    4.    Metode Pengalaman Praktis/Trial and Eror dan Metode Berpikir

    Seseorang yang hidup tidak akan luput dari sesuatu yang bernama problem, bahkan manusia juga dapat belajar dari problem tersebut, sehingga memiliki pengalaman praktis dari permasalahannya. Situasi-situasi baru yang belum diketahuinya mengajak manusia berfikir bagaimana menghadapi dan bagaimana harus bertindak. Dalam situasi demikian, manusia memberikan respons yang beraneka ragam. Kadang mereka keliru dalam menghadapinya, tetapi kadang juga tepat.

    Dengan demikian manusia belajar lewat “Trial and Error”, (belajar dari mencoba dan membuat salah) memberikan respons terhadap situasi-situasi baru dan mencari jalan keluar dari problem yang dihadapinya.[24]

    Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memberikan dorongan kepada manusia untuk mengadakan pengamatan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta. Dalam Q.S. al-Ankabut : 20 Allah berfirman:

    قَل سِيْرُوا فِى الْأَرْ ضِ فَنْضُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللهُ يُنْشِئُ النَّشْأةَ الْآَخِرَةَ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍقَدِيْرٌ

    Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi. Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya. Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

    Perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk mengamati dan memikirkan alam semesta dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya, mengisyaratkan dengan jelas perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk belajar, baik melalui pengamatan terhadap berbagai hal, pengalaman praktis dalm kehidupan sehari-hari, ataupun lewat interaksi dengan alam semesta, berbagai makhluk dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. ini bisa dilakukan dengan metode pengalaman praktis, “trial and error” atau pun dengan metode berfikir.

    Nabi SAW sendiri telah mengemukakan tentang pentingnya belajar dari pengalaman praktis dalam kehidupan yang dinyatakan dalam hadis yang di tahrij oleh Imam Muslim berikut:

    حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ كِلاَهُمَا عَنِ اْلأَسْوَدِ بْنِ عَامِرٍ قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَائِشَةَ  عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُوْنَ فَقَالَ لَوْ لَمْ تَفْعَلُوْا لَصَلُحَ قَالَ فَخَرَجَ شِيْصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ مَا لِنَخْلِكُمْ قَالُوْا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ

    Abu Bakar bin Abi Saybah dan Amr al-Naqidh bercerita kepadaku. Keduanya dari al-Aswad bin Amir. Abu Bakr berkata, Aswad bin Amir bercerita kepadaku, Hammad bin Salmah bercerita kepadaku, dari Hisham bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah dan dari Tsabit dari Anas Radhiyallahu’anhu: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda:Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik. Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: ‘Adaapa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab; Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda: ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.[25]

    Hadis di atas mengisyaratkan tentang belajarnya manusia membuat respon-respon baru lewat pengalaman praktis dari berbagai situasi baru yang dihadapinya, dan berbagai jalan pemecahan dari problem-problem yang dihadapinya.

    Mengenai jenis belajar lewat pengalaman praktis atau “trial and error” ini, al-Qur’an mengisyaratkan dalam ayat berikut:

    يَعْلَمُوْ نَظَاهِرًا مِنَا لْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِا لْآَخِرَةِ هُمْ غَا فِلُوْنَ

    Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.[26]

    Al-Qurtubi, dalam menafsirkan ayat ini, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia”, berkata: Yakni masalah penghidupan dan duniawi mereka. Kapan mereka harus menanam dan menuai dan bagaimana harus menanam dan membangun rumah

  • Makalah Asal Usul Agama

    Asal Usul Agama

    Bab I. Pendahuluan

    A. Pendahuluan

    Dilihat dari perspektif agama, umur agama setua dengan umur manusia. Tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Agama ada  pada dasarnya merupakan aktualisasi dari kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib dan supranatural yang biasanya disebut sebagai Tuhan dengan segala konsekuensinya. Atau sebaliknya, agama yang ajaran – ajarannya teratur dan tersusun rapi serta sudah baku itu merupakan usaha untuk melembagakan sistem kepercayaan, membangun sistem nilai kepercayaan, upacara dan segala bentuk aturan atau kode etik yang berusaha mengarahkan  penganutnya mendapatkan rasa aman dan tentram.

    Karena inti pokok dari semua agama adalah kepercayaan tentang adanya Tuhan, sedangkan persepsi manusia tentang Tuhan dengan segala konsekuensinya beranekaragam,  maka agama-agama yang dianut manusia di dunia ini pun bermacam-macam pula. Barangkali, karena kondisi seperti inilah Mukti Ali mengatakan:

    Barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata agama. Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal batini dan subyektif, juga sangat individualistik…. Alasan kedua, bahwa barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan agama… maka dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat sekali hingga sulit memberikan arti kalimat agama itu…. Alasan ketiga,  bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama itu.

    Mengenai arti agama secara etimologi terdapat perbedaan pendapat, di antaranya ada yang mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : “a” berarti tidak dan “gama” berarti kacau, jadi berarti tidak kacau.

    Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasa Arab) dalam bahasa Eropa disebut “religi”, religion (bahasa Inggris), la religion (bahasa Perancis), the religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasa Jerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit berarti undang-undang (hukum), sedang kata diin dalam bahasa Arab berarti menguasi, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. 

    Meskipun terdapat perbedaan makna secara etimologi antara diin dan agama, namun umumnya kata diin sebagai istilah teknis diterjemahkan dalam pengertian yang sama dengan “agama”. Kata agama selain disebut dengan kata diin dapat juga disebut syara, syari’at/millah. Terkadang syara itu dinamakan juga addiin/millah. Karena hukum itu wajib dipatuhi, maka disebut addin dan karena hukum itu dicatat serta dibukukan, dinamakan millah. Kemudian karena hukum itu wajib dijalankan, maka dinamakan syara.

    Dari pengertian agama dalam berbagai bentuknya itu maka terdapat bermacam-macam definisi agama. Harun Nasution telah mengumpulkan delapan macam definisi agama yaitu:

    1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. 
    2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
    3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
    4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
    5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
    6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
    7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takutterhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia. 
    8. Ajaran-ajaran  yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.

    Bab II. Pembahasan

    A. Definisi Agama

    Definisi agama

    •  Agama menurut bahasa arab adalah “Din” (ketaatan).
    • Agama menurut universal adalah “Dharma” (ketentuan).
    • Agama menurut istilah adalah merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu religion yang berasal dari bahasa latin relig (are) yang artinya “mengikat”.
    • Jadi , Agama adalah ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dgn pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya:Islam,Kristen,Hindhu,Buddha,dll.

    B. Asal Usul Agama

    Dalam buku Prof. Evans Pritchard , guru besar antropologi social pada Ujiversitas Oxford dari pada tahun 1946 – 1970. Menurut Prof. Evans Pritchard  Ada dua teori pokok tentang asal – usul agama. yaitu sebagai berikut:

    Yang pertama, yaitu bersumber pada ajaran – ajaran agama wahyu, mengatakan bahwa asal muasal agama adalah dari Tuhan sendiri yang diturunkan kepada manusia kedunia bersama – sama dengan penciptaan manusia pertama, yaitu Adam, yang sekaligus juga merupakan nabi pertama. Selanjutnya dalam perjalanannya yang jauh agama mengalami pasang surut, pada tempat dan kurun waktu tertentu agama diselewengkan oleh pemeluknya, sehingga agama pada dasarnya sifatnya Monotheistik menjadi Poletheis dan bahkan Animis maupun Samanis karena itulah kemudian Tuhan mengirim utusan – utusannya untuk meluruskan kembali penyelewengan itu, yang tetap terjadi dari masa – kemasa, sampai dikirimkannya wahyu terakhir kepada nabi Muhammad Saw.

    Yang kedua, tinjauan secara antropologis, sosiologis, historis, maupun psikologis yang intinya sama yaitu bahwa agama adalah merupakan fenomena sosial, kultural, dan spiritual. Yang mengalami revolusi dari bentuknya yang sederhana, yang biasa dinamakan agama primitive, atau disebut agama alam (natural religion), kebentuk yang lebih sempurnah sehongga akhirnya sampai pada yang kita jumpai sekarang ini.

    C. Teori Asal Usul Agama

    Teori Asal Mula Agama , menurut beberapa Ahli yaitu sebagai berikut ;

    Teori-teori terpenting tentang asal mula dan inti religi.  Masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal seperti religi atau agama itu, tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi daripadanya, dan masalah mengapakah manusia melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para ahli pikir sejak lama. Adapun mengenai soal itu ada berbagai pendirian dan teori yang berbeda-beda. Teori-teori yang terpenting adalah :

    1. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa.
    2. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mengakui adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan dengan akalnya.
    3. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk menghadapi  krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia.
    4. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena kejadian-kejadian yang luar biasa dalam hidupnya, dan dalam alam sekelilingnya.
    5. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena suatu getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai warga masyarakatnya.
    6. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena manusia mendapat suatu firman dari Tuhan.

    Berikut ini adalah beberapa teori asal usul agama , yaitu :

    1. Teori Jiwa

    “Teori Jiwa”, pada mulanya berasal dari seorang sarjana antropologi Inggris, E.B.Tylor, dan diajukan dalam kitabnya yang terkenal berjudul Primitive Cultures (1873). Menurut Tylor, asal mula agama adalah kesadaran manusia akan faham jiwa. Kesadaran akan faham itu disebabkan karena dua hal, ialah :

    1. Perbedaan yang tampak kepada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Suatu makhluk pada suatu saat bergerak-gerak, artinya hidup; tetapi tak lama kemudian makhluk tadi tak bergerak lagi, artinya mati. Demikian manusia lambat laun mulai sadar bahwa gerak dalam alam itu, atau hidup itu, disebabkan oleh suatu hal yang ada di samping tubuh-jasmani dan kekuatan itulah yang disebut jiwa.
    2. Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempattempat lain daripada tempat tidurnya. Demikian manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke lain tempat. Bagian lain itulah yang disebut jiwa.

     Sifat abstrak dari jiwa tadi menimbulkan keyakinan di antara manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmani. Pada waktu hidup, jiwa masih tersangkut kepada tubuh jasmani, dan hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur dan waktu manusia jatuh pingsan. Karena pada suatu saat serupa itu kekuatan hidup pergi melayang, maka tubuh berada di dalam keadaan yang lemah. Tetapi kata Tylor, walaupun melayang, hubungan jiwa dengan jasmani pada saat-saat seperti tidur atau pingsan, tetap ada. Hanya pada waktu seorang makhluk manusia mati, jiwa melayang terlepas, dan terputuslah hubungan dengan tubuh jasmani untuk selama-lamanya. Hal itu tampak dannyata, kalau tubuh jasmani sudah hancur berubah debu di dalam tanah atau hilang berganti abu di dalam api upacara pembakaran mayat; maka jiwa yang telah merdeka terlepas dari jasmaninya itu dapat berbuat semau-maunya. Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh Tylor tidak disebut soul atau jiwa lagi, tetapi disebut spirit atau mahluk halus. Demikian pikiran manusia telah mentransformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus.

    Pada tingkat tertua di dalam evolusi religinya manusia percaya bahwa mahluk-mahluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia. Makhluk-makhluk halus tadi, yang tinggal dekat sekeliling tempat tinggal manusia, yang bertubuh halus sehingga  tidak dapat tertangkap panca indera manusia, yang mampu berbuat hal-hal yang tak dapat diperbuat manusia, mendapat suatu tempat yang amat penting di dalam kehidupan manusia sehingga menjadi obyek daripada penghormatan dan penyembahannya, dengan berbagai upacara berupa doa, sajian, atau korban. Agama serupa itulah yang disebut oleh Tylor animism.

    Pada tingkat kedua di dalam evolusi agama, manusia percaya bahwa gerak alam hidup itu juga disebabkan oleh adanya jiwa yang ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu. Sungai-sungai yang mengalir dan terjun dari gunung ke laut, gunung yang meletus, gempa bumi yang merusak, angin taufan yang menderu, jalannya matahari di angkasa, tumbuhnya tumbuh-tumbuhan dan sebagainya, semuanya disebabkan oleh jiwa alam. Kemudian jiwa alam tadi itu dipersonifikasikan, dianggap oleh manusia seperti makhluk-makhluk dengan suatu pribadi, dengan kemauan dan pikiran. Makhluk-makhluk halus yang ada di belakang gerak alam serupa itu disebut dewa-dewa alam.

    Pada tingkat ketiga di dalam evolusi religi, bersama-sama dengan timbulnya susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia, timbul pula kepercayaan bahwa alam dewa-dewa itu juga hidup di dalam suatu susunan kenegaraan, serupa dengan di dalam dunia makhluk manusia. Demikian ada pula suatu susunan pangkat dewa-dewa mulai dari raja dewa sebagai yang tertinggi, sampai pada dewa-dewa yang terendah. Suatu susunan serupa itu lambat laun akan menimbulkan suatu kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakekatnya hanya merupakan  penjelmaan saja dari satu dewa yang tertinggi itu. Akibat dari kepercayaan  itu adalah berkembangnya kepercayaan  kepada satu Tuhan yang Esa, dan timbulnya agama-agama monotheisme.

    2. Teori Batas Akal

    Teori Batas Akal”, berasal dari sarjana besar J.G. Frazer, dan diuraikan olehnya dalam jilid I dari bukunya yang terdiri dari 12 jilid berjudul The Golden Bough (1890). Menurut Frazer, manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya; tetapi akal dan sistem pengetahuan itu ada batasnya. Makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu; tetapi dalam banyak kebudayaan, batas akal manusia masih amat sempit. Soal-soal hidup yang tak dapat dipecahkan dengan akal dipecahkannya dengan magic, ialah ilmu gaib. Magic menurut Frazer adalah segala perbuatan manusia (termasuk abstraksi-abstraksi dari perbuatan) untuk mencapai suatu maksud melalui kekuatan-kekuatan yang ada dalam alam, serta seluruh kompleks anggapan yang ada di belakangnya. Pada mulanya kata Frazer, manusia hanya

    mempergunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Agama waktu itu belum ada dalam kebudayaan manusia. Lambat laun terbukti bahwa banyak dari perbuatan magicnya itu tidak ada hasilnya juga, maka mulailah ia percaya bahwa alam itu didiami oleh mahluk-mahluk halus yang lebih berkuasa dari padanya, maka mulailah ia mencari hubungan dengan makhlukmakhluk halus yang mendiami alam itu. Demikianlah timbul agama.

    Menurut Frazer memang ada suatu perbedaan yang besar di antara magic dan religion. Magic adalah segala sistem perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada di dalam alam. Sebaliknya, religion adalah segala sistem perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk-makhluk halus seperti ruh, dewa dsb., yang menempati alam. Kecuali menguraikan pendiriannya tentang dasar-dasar religi, Frazer juga membuat dalam karangannya The Golden Bough tersebut, suatu klarifikasi daripada segala macam perbuatan ilmu gaib kepercayaan  dalam beberapa tipe ilmu gaib.[10]

    3. Teori Krisis dalam Hidup Individu

    Pandangan ini berasal antara lain dari sarjana-sarjana seperti M. Crawley dalam bukunya Tree of Life (1905), dan diuraikan secara luas oleh A. Van Gennep dalam bukunya yang terkenal, Rites de Passages (1909). Menurut sarjana-sarjana tersebut, dalam jangka waktu hidupnya manusia mengalami banyak krisis yang menjadi obyek perhatiannya, dan yang sering amat menakutinya. Betapapun bahagianya hidup orang, ia selalu harus ingat akan kemungkinan-kemungkinan timbulnya krisis dalam hidupnya. Krisis-krisis itu yang terutama berupa bencana-bencana sakit dan maut, tak dapat dikuasainya dengan segala kepandaian, kekuasaan, atau kekayaan harta benda yang mungkin dimilikinya. Dalam jangka waktu hidup manusia, ada berbagai masa di mana kemungkinan adanya sakit dan maut itu besar sekali, yaitu misalnya pada masa kanak-kanak, masa peralihan dari usia muda  ke dewasa, masa hamil, masa kelahiran, dan akhirnya maut. Dalam  hal menghadapi masa krisis serupa itu manusia butuh melakukan perbuatan untuk memperteguh imannya dan menguatkan dirinya. Perbuatan-perbuatan serupa itu, yang berupa upacara-upacara pada masa-masa krisis tadi itulah yang merupakan pangkal dari agama dan bentuk-bentuk agama yang tertua.

    4. Teori Kekuatan Luar Bisa

    Pendirian ini, yang untuk mudahnya akan kita sebut “Teori Kekuatan Luar Biasa”, terutama diajukan oleh sarjana antropologi bangsa Inggris, R.R. Marett dalam bukunya The Threshold of Religion (1909). Sarjana ini mulai menguraikan teorinya dengan suatu kecaman terhadap anggapan-anggapan Tylor mengenai timbulnya kesadaran manusia terhadap jiwa. Menurut Marett kesadaran tersebut adalah hal yang bersifat terlampau kompleks bagi pikiran makhluk manusia yang baru ada pada tingkat-tingkat permulaan dari kehidupannya di muka bumi ini. Sebagai lanjutan dari kecamannya terhadap teori animisme Tylor itu, maka Marett mengajukan sebuah anggapan baru. Katanya, pangkal dari segala kelakuan keagamaan ditimbulkan karena suatu perasaan rendah terhadap gejalagejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap sebagai biasa di dalam kehidupan manusia. Alam tempat gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa itu berasal, dan yang dianggap oleh manusia dahulu sebagai tempat adanya kekuatan-kekuatan yang melebihi kekuatan-kekuatan yang telah dikenal manusia di dalam alam sekelilingnya, disebut Supernatural. Gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu dianggap akibat dari suatu kekuatan supernatural, atau kekuatan luar biasa, atau kekuatan sakti.

    Adapun kepercayaan  kepada suatu kekuatan sakti yang ada dalam gejala-gejala, hal-hal dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa tadi, dianggap oleh Marett suatu kepercayaan  yang ada pada makhluk manusia sebelum ia percaya kepada makhluk halus dan ruh; dengan kata lain, sebelum ada kepercayaan  animisme. Itulah sebabnya bentuk agama yang diuraikan Marett itu sering disebut praeanimisme.[12]

    5. Teori Sentimen Kemasyarakatan 

     “Teori Sentimen Kemasyarakatan”, berasal dari seorang sarjana ilmu filsafat dan sosiologi bangsa Perancis bernama E. Durkheim, dan diuraikan olehnya dalam bukunya Les Formes Elementaires de la Vie Religieuse (1912). Durkheim yang juga menjadi amat terkenal dalam kalangan ilmu antropologi budaya, pada pangkalnya mempunyai suatu celaan terhadap Tylor, serupa dengan celaan Marett tersebut di atas. Beliau beranggapan bahwa alam pikiran manusia pada masa permulaan perkembangan kebudayaannya itu belum dapat menyadari suatu faham abstrak “jiwa”, sebagai suatu substansi yang berbeda dari jasmani. Kemudian Durkheim juga berpendirian bahwa manusia pada masa itu belum dapat menyadari faham abstrak yang lain seperti perubahan dari jiwa menjadi ruh apabila jiwa itu telah terlepas dari jasmani yang mati. Celaan terhadap teori animisme Tylor itu termaktub dalam permulaan buku Les Formes Elementaires de la Vie Religieuse, tempat beliau mengumumkan suatu teori yang baru tentang dasar-dasar agama yang sama sekali berbeda dengan teori-teori yang pernah dikembangkan oleh para sarjana sebelumnya. Teori itu berpusat kepada beberapa pengertian dasar, ialah :

    1. Makhluk manusia pada waktu ia pertama kali timbul di muka bumi, mengembangkan aktivitas religi itu bukan  karena ia mempunyai  bayangan-bayangan abstrak tentang jiwa atau roh dalam alam pikirannya, yaitu suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam alam, melainkan karena suatu getaran jiwa, suatu emosi keagamaan, yang timbul di dalam alam jiwa manusia dahulu, karena pengaruh suatu rasa sentimen kemasyarakatan.
    2. Sentimen kemasyarakatan itu dalam batin manusia dahulu berupa suatu kompleks perasaan yang mengandung rasa terikat, rasa bakti, rasa cintadan sebagainya terhadap masyarakatnya sendiri, yang merupakan seluruh alam dunia di mana ia hidup.
    3. Sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi keagamaan, yang sebaliknya merupakan  pangkal daripada segala kelakuan keagamaan manusia itu, tentu tidak selalu berkobar-kobar dalam alam batinnya. Apabila tidak dipelihara, maka sentimen kemasyarakatan itu menjadi lemah dan latent, sehingga  perlu dikobarkan kembali. Salah satu cara untuk mengobarkan kembali sentimen kemasyarakatan adalah dengan mengadakan suatu kontraksi masyarakat artinya dengan mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan raksasa.
    4. Emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan , membutuhkan suatu obyek tujuan. Sifat apakah yang menyebabkan barang sesuatu hal itu menjadi obyek daripada emosi keagamaan bukan terutama sifat luar biasanya, bukan pula sifat anehnya, bukan sifat megahnya, bukan sifat ajaibnya, melainkan tekanan anggapan umum dalam masyarakat. Obyek itu ada karena salah satu peristiwa kebetulan dalam sejarah  kehidupan sesuatu masyarakat di masa lampau menarik perhatian banyak orang di dalam masyarakat. Obyek yang menjadi tujuan emosi keagamaan itu juga mempunyai obyek yang bersifat keramat, bersifat sacre, berlawanan dengan obyek lain yang tidak mendapat nilai keagamaan (ritual value) itu, ialah obyek yang tak-keramat, yang profane.
    5. Obyek keramat sebenarnya tidak lain daripada suatu lambang masyarakat. Pada suku-suku bangsa asli benua Australia misalnya, obyek keramat, pusat tujuan daripada sentimen-sentimen kemasyarakatan, sering berupa sejenis binatang, tumbuh-tumbuhan, tetapi sering juga obyek keramat itu berupa benda. Oleh para sarjana obyek keramat itu disebut totem. Totem itu (jenis binatang atau obyek lain) mengonkretkan prinsip totem yang ada di belakangnya, dan prinsip totem itu adalah suatu kelompok tertentu di dalam masyarakat, berupa clan atau lain.

    Pendirian-pendirian tersebut pertama di atas, ialah emosi keagamaan dan sentimen kemasyarakatan, adalah menurut Durkheim, pengertian-pengertian dasar yang merupakan  inti atau essence daripada tiap religi, sedangkan ketiga pengertian lainnya ialah kontraksi masyarakat, kesadaran akan obyek keramat berlawanan dengan obyek takkeramat, dan totem sebagai lambang masyarakat, bermaksud memelihara kehidupan daripada inti. Kontraksi masyarakat, obyek keramat dan totem akan menjelmakan (a) upacara, (b) kepercayaan dan (c) mitologi. Ketiga unsur tersebut terakhir ini menentukan bentuk lahir daripada sesuatu religi di dalam sesuatu masyarakat yang tertentu.

    Susunan tiap masyarakat dari beribu-ribu suku bangsa di muka bumi yang berbeda-beda ini telah menentukan adanya beribu-ribu bentuk religi yang perbedaan-perbedaannya tampak lahir pada upacara-upacara, kepercayaan  dan mitologinya.[13]

    6. Teori Wahyu Tuhan

     “Teori Firman Tuhan”, pada mulanya berasal dari seorang sarjana antropologi bangsa Austria bernama W. Schmidt. Sebelum Schmidt sebenarnya ada sarjana lain yang pernah mengajukan juga pendirian tersebut. Sarjana lain ini adalah seorang ahli kesusasteraan bangsa Inggris bernama A. Lang.

    Sebagai ahli kesusasteraan, Lang telah banyak membaca tentang kesusasteraan rakyat dari banyak suku bangsa di dunia. Di dalam dongengdongeng itu, Lang sering mendapatkan adanya seorang tokoh dewa yang oleh suku-suku bangsa bersangkutan dianggap dewa tertinggi, pencipta seluruh alam semesta serta isinya, dan penjaga ketertiban alam dan kesusilaan. Kepercayaan  kepada seorang tokoh dewa serupa itu menurut Lang terutama tampak pada suku-suku bangsa yang amat rendah tingkat kebudayaannya, dan yang hidup dari berburu atau meramu, ialah misalnya suku-suku bangsa berburu di daerah Gurun Kalahari di Afrika Selatan, yang biasanya disebut orang Bushman, suku-suku bangsa penduduk asli benua Australia, suku -suku bangsa Negrito di daerah hutan rimba di Kamerun dan Kongo, Afrika Tengah, penduduk kepulauan Andaman, penduduk pegunungan Tengah di Irian Timur, dan juga beberapa suku bangsa penduduk asli benua Amerika Utara. Berbagai hal membuktikan bahwa kepercayaan itu tidak timbul sebagai akibat pengaruh agama Nasrani atau Islam, maka kepercayaan tadi malahan tampak seolah-olah terdesak ke belakang oleh kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus, dewa-dewa alam, ruh, hantu, dan sebagainya. A. Lang berkesimpulan bahwa kepercayaan  kepada dewa tertinggi adalah suatu kepercayaan  yang sudah amat tua, dan mungkin merupakan  bentuk religi manusia yang tertua. Adapun pendiriannya itu diumumkannya dalam beberapa karangan, antara lain dalam buku yang berjudul The Making of Religion (1898).

    Anggapan A. Lang terurai di atas, tak lama kemudian diolah lebih lanjut oleh W.Schmidt. Tokoh  besar dalam kalangan ilmu antropologi ini adalah guru besar pada suatu perguruan tinggi yang pusatnya mula-mula di Austria, kemudian di Swiss, untuk mendidik calon-calon pendeta  penyiar agama Khatolik dari organisasi Societas Verbi Divini. Di dalam suatu kedudukan serupa itu maka mudah dapat dimengerti bagaimana anggapan akan adanya kepercayaan kepada dewa-dewa tertinggi di alam jiwa bangsa-bangsa yang masih amat rendah tingkat kebudayaannya, adalah suatu anggapan yang amat cocok dengan dasar-dasar cara berpikir W. Schmidt dan juga dengan filsafatnya sebagai sorang pendeta agama Khatolik. Di dalam hubungan itu beliau percaya bahwa agama itu berasal dari titah Tuhan yang diturunkan kepada makhluk manusia pada masa permulaan ia muncul di muka bumi ini. Karena itulah adanya tanda-tanda dari pada suatu kepercayaan  kepada dewa pencipta, justru pada bangsabangsa yang paling rendah tingkat kebudayaanya (artinya yang paling tua menurut Schmidt), memperkuat anggapannya mengenai adanya titah Tuhan asli, atau Uroffenbarung itu. Demikianlah kepercayaan yang asli dan bersih kepada Tuhan, atau kepercayaan Urmonotheismus tadi itu malahan ada pada bangsa-bangsa yang tua yang hidup pada zaman ketika tingkat kebudayaan manusia masih rendah. Di dalam zaman kemudian, ketika makin maju kebudayaan manusia, maka makin kaburlah kepercayaan  asli terhadap Tuhan; makin banyak kebutuhan manusia, makin terdesaklah kepercayaan  asli itu oleh pemujaan kepada makhlukmahluk halus, ruh, dewa, dan sebagainya.

    Anggapan Schmidt sebagaimana diuraikan di atas dianut oleh beberapa orang sarjana yang untuk sebagian besar bekerja sebagai penyiar agama Nasrani dari organisasi Societas Verbi Divini. Di samping menjalankan tugas sebagai penyiar agama Nasrani di dalam berbagai daerah di muka bumi, mereka melakukan penelitian-penelitian antropologi budaya berdasarkan atas anggapan-anggapan pokok daripada guru mereka. Demikian antara lain, sarjana-sarjana itu mencari di dalam kebudayaankebudayaan di daerah mereka masing-masing akan adanya tanda-tanda suatu kepercayaan  kepada dewa tertinggi.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Agama adalah ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dgn pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya: Islam, Kristen, Hindhu, Buddha, dll.

    Dalam buku Prof. Evans Pritchard , guru besar antropologi social pada Ujiversitas Oxford dari pada tahun 1946 – 1970. Menurut Prof. Evans Pritchard  Ada dua teori pokok tentang asal – usul agama. yaitu sebagai berikut:

    1. Agama Wahyu bahwa asal muasal agama adalah dari Tuhan
    2. Agama antropologis, sosiologis, historis, maupun psikologis yang intinya sama yaitu bahwa agama adalah merupakan fenomena sosial, kultural, dan spiritual.

    Berikut ini adalah beberapa teori asal usul agama , yaitu sebagai beriku ini :

    1. Teori Jiwa
    2. Teori Batas Akal
    3. Teori Krisis dalam Hidup Individu
    4. Teori Kekuatan Luar Bisa
    5. Teori Sentimen Kemasyarakatan 
    6. Teori Wahyu Tuhan

    B. Saran

    Maka dengan adanya materi “Asal Usul Agama“. Marilah kita memahami mendalam tentang Agama terutama dalam hal ini Historical Asal Muasal Agama. Agar terciptanya masyarakat cerdas intelektual yang membuat keamanan , tentraman , dan damaian.

    Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan baik dari segi materi maupun dari segi penulisan. Kami mengharap kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi para pembaca.Amin

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdul Madjid et.al, al-Islam, Jilid I, Pusat Dokumentasi dan Publikasi Universistas Muhammadiyah, Malang, 1989,

    Mukti Ali, Agama, Universitas dan Pembangunan, Badan Penerbit IKIP, Bandung, 1971.

    Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Wijaya, Jakarta, 1992, hlm. 112. Cf Nasrudin Razak, Dienul Islam, PT al-Ma’arif, Bandung.

    Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997.

    Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, UI Press, Jakarta, 1985.

    Portable_Kamus_Besar_Bahasa_Indonesia (KBBI)

    E.E Evans Pritchard ,Teori – Teori tentang Agama Primitif ,Jakarta : PT Djaya Pirusa , 1984.

    Romdhon, et. al, Agama-agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga , Press, Yogyakarta, 1988.

    Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, CV Pustaka Setia, Bandung.

    Koenjtaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta 1972.

    Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama Bagian I (Pendekatan Budaya Terhadap Aliran kepercayaan, Agama Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, di Indonesia), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

  • Persinggungan Teori Rasional Rene Descartes dan Immanuel Kant

    Sangat menarik sekali jika kita membicarakan tentang Descartes sebagai pelopor teori rasional. Tentu kita semua faham bahwa descartes adalah pembuka jalan bangkitnya kembali pemikiran filsafat di dunia barat. Yang mana sebelumnya terkungkung oleh otoritas gereja yang membungkam pemikiran kritis. Hampir seribu tahun filsafat harus tunduk pada agama dan tidak boleh melawan terhadap gereja, sehingga wajar jika pemikiran kritis pada abad pertengahan menjadi vakum. Tentu ini dalam konteks dinamika perkembangan filsafat di dunia barat.

    Berbicara tentang descartes tentu tidak bisa dilepaskan daari teorinya tentang innate idea, tentu kita akan bertanya apa itu  innate idea, dan bagaimana teori itu bisa terbentuk. Mungkin perlu kiranya jika kita ingin membahas tentang innate idea berangkat dari pemahaman tentang struktur yang dibangun oleh Descartes.

    Jika berbicara soal sumber pengetahuan  tentu kita harus faham bahwa, Ada dua sumber konsep yang perlu difahami ada yang diambil dari alam dan ada juga konsep yang yang memang bawaan sejak kita lahir, bahkan jika di tarik lebih jauh bawaan sejak kita berada di dunia ide. Mungkin kita akan bertanya apa konsep yang memang sudah di bawa sejak  atau bawaan itu sendiri,yaitu konsep Tuhan baik descartes maupun Kant sama-sama menerima konsep Tuhan. Cogito  Ergo Sum dalam pemikiran descartes, adalah bahwa  aku berpikir maka aku ada, aku yang ada diyakini oleh descartes, tetapi keberfikiran di mulai dari keraguan. Aku meragukan segala sesuatu tetapi aku ada, jadi adanya berkaitan dengan  eksistensi keberfikiran, bukan apa yang diolah oleh keberfikiran, karena apa apa yang diolah oleh keberfikiran menurut descates hanya menghasilkan keragu raguan saja. Yang disebut skeptisisme.. Jadi keraguan adalah suatu proses berfikir. Dan proses berfikir menunjukkan kalau aku ada. Jadi aku ada karena aku yang berfikir, dasar penetapan Tuhan dari kepastian tentang dirinya sendiri. Jadi kalau saya berfikir tentang Tuhan saya pastikan itu ada, karena saya berfikir, dan saya yang berfikir saya ada. Jadi keyakinan tentang apapun dilandaskan pada keberfikirannya. Hal itulah yang kemudian di jadikan sebagai dasar filsafat.semua ditarik kepada dirinya, yang kemudian disebut dengan antroposentris. Yang berpusat kepada dirinya. Semua dipusatkan pada penilaiannya. Landasan dalam membangun teori pengetahuannya Descartes  memisahkan antara tubuh dan jiwa.dilihat dari sisi struktur berfikirnya hal tersebut bersifat platonik. Descartes memisahkan Tubuh dan jiwa karena dia menganggap konsepsi sumbernya dari alam  dan ide bawaan dan ini tidak memiliki persambungan, ada juga konsep yang diambil dari alam ada juga konsep yang memang bawaan, apa yang bawaan itu? Salah satunya adalah Tuhan, keabadian. hal ini adalah arketipe bedanya ini di dalam kalau Plato di luar tapi dilihat dari struktur konsepsinya ada arketipe. Pemisahan jiwa dan tubuh pada descartes adalah bahwa dua konsep ini tidak memiliki kaitan, ada konsep yang diambil melalui persepsi indra ada konsep karena itu adalah bawaan (innate idea).

    Struktur konsepsi immanuel kant,sama juga menerima dua duanya, tapi dia mensintesis kalau descarte terpisah.antara tubuh dan jiwa terpisah antara alam dan rasio terpisah. Immanuel kant menerima kedua duanya dan dia sintesiskan dan itu menarik, kant dalam strukturnya tidak platonik. Tetapi ada platoniknya di sisi yang lain. Dalam immanuel kant disebut imperative kategori, ada kategori perintah tersembunyi. Apa bedanya ide bawaan di descartes dan ide bawaan di immanuel kant? Kalau di descartes bawa itu sudah jadi, pure kant menolak pure, jadi kant menolah akal murni. Berbeda dengan descartes, dia terima rasio murni.sama sama menerima ide bawaan tapi karakternya berbeda. Sintesis alam dan rasio, immanuel kant menolak apriori di tolak sebagai sebuah teori pengetahuan. Jadi tidak ada pengetahuan sebelumnya.ksecuali hanya sebuah kategori kategori, sudah ada cetakannya tapi belum jadi, tapi di descartes ide itu sudah jadi, kant terkenal dengan akal praktisnya.

    Immanuel kant menolak innate idea sebagai gagsan jadi, imperative kategori Kant bukan pure reason.  Bukan gagasan yang sudah jadi. Di descartes ide tuhan tidak terkait dengan alam, tidak ada kebutuhan bagi descartes untuk mencari tuhan di alam karena sudah di dapat di ide.dan memang tidak bisa dibuktikan di alam karena dia bukan dari alam.

    Kesimpulan:

    Dari pembahsan tersebut dapat difahami bahwa ada karakter masing masing dalam pemikiran setiap tokoh dan hal itu juga terkadang memiliki kesamaan, misalnya Descartes dan immanuel kant sama sama menerima ide bawaan, tetapi ide bawaan di descartes, sudah bersifat jadi, artinya ide bawaan tersebut sudah menjadi bahan yang baku.berbeda dengan immanuel Kant bahwa ide bawaan itu masih bersifat cetakan atau hanya kategori-kategori saja yang belum baku. Makanya kemudian Immanuel Kant menolak pure reason/akal murni atau ide murni yang ada pada innate idea descartes.

  • Pemikiran Metafisika Al Farabi

    Metafisika Al Farabi

    Tugas Filsafat Islam

    1. Jelaskan Metafisika dan Episteomologi serta Konsekuensi Filsafat Pragmatis Al Farabi

    2. Jelaskan Metafisika Al Razi, Ajaran tentang Moral dan Penolakan terhadap Kenabian

    Jawaban :

    1.      Pemikiran metafisika Al farabi,  Metafisika, menurut al-Farabi dapat dibagi menjadi tiga bagian utama :

    1. Bagian yang berkenaan dengan eksistensi wujud-wujud, yaitu ontologi.

    2. Bagian yang berkenaan dengan substansi-substansi material, sifat dan bilangannya, serta derajat keunggulannya, yang pada akhirnya memuncak dalam studi tentang “suatu wujud sempurna yang tidak lebih besar daripada yang dapat dibayangkan”, yang merupakan prinsip terakhir dari segala sesuatu yang lainnya mengambil sebagai sumber wujudnya, yaiu teologi.

    3. Bagian yang berkenaan dengan prinsip-prinsip utama demonstrasi yang mendasari ilmu-ilmu khusus.

    Hierarki wujud menurut al-Farabi adalah sebagai berikut :

    1. Tuhan yang merupakan sebab keberadaan segenap wujud lainnya.

    2. Para Malaikat yang merupakan wujud yang sama sekali immaterial.

    3. Benda-benda langit atau benda-benda angkasa (celestial).

    4. Benda-benda bumi (teresterial).

    Dengan filsafat emanasi al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari Yang Esa. Tuhan bersifat Maha Esa, tidak berubah, jauh dari materi, Maha Sempurna dan tidak berhajat pada apapun. Kalau demikian hakikat sifat Tuhan bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang Maha Satu. Emanasi seperti yang disinggung di atas merupakan solusinya bagi al-Farabi.50

    Proses emanasi itu adalah sebagai berikut, Tuhan sebagai akal, berpikir tentang diri-Nya, dan dari pemikiran ini timbul satu maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua, dan juga mempunyai substansi. Ia disebut Akal Pertama (First Intelligent) yang tak bersifat materi. Wujud kedua ini berpikir tentang wujud pertama dan dari pemikiran ini timbullah wujud ketiga, disebut Akal Kedua, Al-Farabi menjelaskan hal ini dengan teori emanasi.60 Disini ia menjelaskan munculnya segala sesuatu dengan tidak melalui Kun Fayakun seperti pemahaman tradisional. Segala sesuatu dari Wujud Pertama dalam suatu cara yang sangat sistematis, dan dari sudut pandangan Islam heterodok (mengandung banyak bid’ah)

    Al-Farabi seperti Aristoteles membedakan antara materi (zat) dan bentuk (shurah). Materi sendiri berupa kemungkinan. Sebagai contoh ia mengemukakan : Kayu sebagai materi mengandung banyak kemungkinan, mungkin menjadi kursi, lemari dan sebagainya. Kemungkinan itu baru terlaksana jika sudah menjadi kenyataan kalau diberi bentuk, misalnya bentuk kursi, lemari, meja dan sebagainya. Dengan cara berpikir demikian, al-Farabi mengecam pandangan para ahli tafsir pada zamannya. Ciri rasionalismenya jelas terlihat dari jalan pikirannya yang mengatakan, bahwa suatu kesimpulan yang diambil di atas dasar-dasar yang kokoh adalah lebih berhak untuk hidup daripada kepercayaan taklid seluruh umat Islam yang sama sekali tidak didasari oleh dalil-dalil.

    Ada tiga hal pokok yang menjadi persoalan metafisika, yaitu; Segi esensi (zat) dan eksistensi (wujud) sesuatu, Pokok utama segala yang maujud,  Prinsip utama tentang gerak dasar menurut ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Aristoteles hakikat sesuatu terdiri dari materi (hule) dan bentuk (form). Materi tidak akan dapat diketahui hakikatnya kalau belum ada bentuknya. Namun antara materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Misalnya papan tulis yang dibikin dari kayu. Kayu adalah materinya dan bangunan papan bersegi empat itulah bentuknya. Dengan adanya bentuk dapat diketahui hakikat. Begitu pula dengan kursi meja dan sebagainya memberi bentuk kepada materi kayu sesuai dengan apa yang kita lihat. Sepintas lalu dapat dikatakan bahwa bentuk berubah-ubah, tetapi sebenarnya materilah yang berubah-ubah dalam arti berubah untuk mendapatkan bentuk-bentuk tertentu.

    b. epistemology

    Al-Farabi membagi ilmu kepada dua, yaitu konsepsi tasawwur mutlak dan konsep yang disertai keputusan pikiran (judgment-tasdiq). Diantara konsep itu ada yang baru sempurna apabila didahului oleh yang sebelumnya sebagaimana tidak mungkin menggambarkan benda tanpa menggambarkan panjang, lebar dan dalam tiga dimensi. Konsep tersebut tidak mesti diperlukan pada setiap konsep, melainkan harus berhenti pada suatu konsep yang penghabisan yang tidak mungkin dibayangkan adanya konsep yang sebelumnya, seperti konsep tentang wujud, wajib dan mungkin. Kesemuanya ini tidak memerlukan adanya konsep yang sebelumnya, karena konsep-konsep tersebut adalah pengertian-pengertian yang jelas dan benar dan terdapat dalam pikiran.

    Adapun keputusan pikiran (judgment-tasdiq), maka diantaranya ada yang tidak bisa diketahui, sebelum diketahui hal-hal sebelumnya. Seperti pengetahuan bahwa alam ini baru. Untuk itu diperlukan terlebih dahulu adanya putusan bahwa alam ini tersusun, dan tiap yang tersusun berarti baru. Ini adalah hukum-hukum pikiran dasar dan yang jelas dalam akal, seperti halnya dengan hukum yang mengatakan bahwa keseluruhan lebih besar dari sebagian. Kesemuanya ini adalah pikiran-pikiran yang terdapat dalam akal dan yang bisa dikeluarkan sebagai pengingatan karena tidak ada sesuatu yang lebih terang dari padanya dan tidak perlu dibuktikan karena sudah jelas dengan sendirinya. Juga hukum-hukum tersebut memberikan keyakinan dan juga merupakan dasar aksioma.

    C. Teori Praktis AL farabi

    Menurut al-Farabi perbedaan dasar antara rasio teortis dan praktis adalah bahwa pembentuk yang menyangkut pengetahuan tentang sesuatu atau makhluk yang tidak dapat kita membuat atau merubahnya, sementara yang terahir adalah sebuah sumber pengetahuan tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang keberadaannya tergantung pada keinginan manusia. Misalnya, rasio teoritis menyelidiki prinsip-prinsip matematika secara abstrak tanpa kualifikasi; rasio praktis mengaplikasikan aturan-aturan tersebut pada tindakan, yang dibuat atau di manipulasi oleh seni dan keinginan manusia. Pengetahuan tentang apa yang teoritis, dalam pengertian ini, dapat di akumulasi semata dari pengalaman ekstensif dan penafsiran tentang apa yang secara praktis terpikir. Jadi penalaran yang dirinya tidak berakar pada teoritis dapat menuntun pada pemahaman teoritis, karena terdapat sebuah hubungan antara dua bentuk penalaran, meskipun tidak perlu tergantung pada preoritas temporal pengalaman praktis yang dalam faktanya dapat menelurkan kesimpulan-kesimpulan yang salah.

    Filsafat menurut pemahaman al-Farabi adalah semata sebuah kesempurnaan teoritis dan kepastian demonstrative. Bagi al-Farabi, untuk sampai pada tujuan teoritis filosof, seseorang menemukan bahwa kegunaan pengetahuan teoritis dan karena itu kuasa teoritis memberikan dorongan dan cara-cara untuk mencapai kebahagiaan terakhir. Ketika seseorang mencari kesempurnaan dan kepastian terakhir tersebut, terdapat dua hasil yang beringingan; pertama, gagal mencapai kepastian atas semua problem dan oleh karena itu kebingungan antara bagian yang pasti dan hanya mungkin berhenti pada tataran pendapat dan keyakinan; kedua, kebutuhan [disiratkan oleh kesempurnaan itu sendiri] atas realisasi, yakni mewujudkannya pada tindakan nyata.

    Menurt al-Farabi, untuk mencapai level sepenuhnya atas kesempurnaan ini, seseorang harus memanfaatkan makhluk alamiah lainnya. Jadi, untuk mencapai apakah kesempurnaan mungkin bagi masing-masing individu, seseorang harus bergaul dengan yang lain. Dari sini al-Farabi menyimpulkan, “sekarang disana muncul ilmu dan penyelidikan lain yang meneliti prinsip-prinsip keintelektualan itu dan tindakan-tindakan serta keadaan-keadaan karakter dengan mana seseorang bekerja menuju kesempurnaan”. Hal ini merupakan filsafat atau ilmu agama.

    Bagi al-Farabi, kemampuan memperoleh teoritis yang dapat diterima, baik dari proses demonstrasi [filsafat] atau imitasi [agama], adalah wahyu. Namun hal ini bersifat ekslusif atau tidak semua orang mampu mengaksesnya, sebab ini bersifat murni intelektual. Orang bisaa hanya mampu mengakses kategori ‘imitasi’. Imitasi, menurut al-Farabi, selalu terikat oleh tempat dan waktu, sehingga melahirkan bentuk-bentuk yang berbeda sesuai dengan waktu dan

    Menurut keyakinan al-Farabi, agama adalah lebih daripada imitasi dari filsafat semata; ia adalah kesempurnaan sebuah praktis, kebajikan yang disengaja, dan syarat aksi. Dengan ini maka filsafat agama menjadi sebuah ilmu tentang metode retoris dan puitis, kekuatan untuk meyakinkan, menanam kebajikan, dan menanamkan cara-cara mencapai kebahagiaan yang mungkin bagi masing-masing masyarakat setiap Negara. Hal ini mengindikasikan bahwa lawgiver merupakan orang yang menguasai kedua metode teoritis tersebut. Dalam arti, mereka menguasai ilmu yang dibangun oleh metode demonstrative dan sekaligus cara bagaimana hal itu mungkin diimplementasikan secara praktis. Untuk mengevaluasi atau mengukur kebenaran penalaran tersebut, al-Farabi menggunakan ukuran tujuan ‘kebahagiaan’. Jika hasil penalaran itu sesui dengan tujuan akhir ini maka ia benar, namun jika sebaliknya ia-pun salah.

    2.      A. Metafisika AL Razi

    Ajaran Filsafat al Razi dikenal dengan istilah ajaran lima yang kekal ,

    1)       Allah(al-Bari ta’ala) Tuhan pencipta yang maha tinggi dan maha sempurna.Allahlah yang menciptakan dan mengatur seluruh Alam, Allah menciptakan Alam bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada, karena itu alam semestinya tidak kekal sekalipun materi pertama kekal sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaan tuhan,

    1. Paham yang mengatakan alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya,

    2. Alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti,

    3. Alam semesta ini ada yang menciptakannya

    Tuhan, karena kebijakan tuhan itu maha sempurna. Keidaksengajaan tidak dapat di sifatkan kepada-Nya. Kehidupan berasal darinya sebagaimana sinar datang dari matahari. Ia mempunyai kepandaian senpurna dan murni. Tuhan mencitkan sesuatu, tiada bisa menandingi-Nya, dan tak sesuatupun yang dapat menolak kehendaknya

    2) Roh (An-Nafsul kuliyyah ) Roh atau jiwa adalah merupakan sumber kekal yang kedua, hanya saja ia tidak seMaha dengan Tuhan, karena ia terbatas dan tentu saja dengan keterbatasannya itu membutuhkan Tuhan. Hal itu terlihat ketika jiwa, tertarik dengan materi pertama yang juga kekal. Untuk memenuhi hal itu, Tuhan membantu jiwa dengan membentuk alam ini (termasuk manusia) melalui materi pertama dengan susunan yang kuat, sehingga jiwa dapat mencari kesenangan didalamnya. sekaligus melengkapinya dengan akal agar ia tidak memperturutkan hawa nafsu

    3) Materi ( Al-Hayulal Ula) Materi merupakan apa yang bisa ditangkap dengan panca indra tentang benda, ia adalah substansi yang kekal, terdiri dari atom-atom. Menurut Al-Rozi kemutlakan materi yang pertama terdiri atas atom-atom. Setiap atom mempunyai volume, kalau tidak, maka dengan pengumpulan atom-atom itu tidak dapat di bentuk. Bila dunia di hancurkan maka ia juga terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan. Apa yang lebih padat menjadi unsur bumi (tanah), apa yang renggang dari unsur bumi menjadi unsur air, apa yang lebih renggang lagi menjadi unsur udara, dan yang jauh lebih jarang lagi menjadi unsur

    4) Ruang (Al-Makanul Mutlaq) Menurut al-Razi, ruang adalah tempat keberadaan materi, kalau materi dikatakan kekal maka dia membutuhkan ruang yang kekal pula.Menurut Ia ruang tu ada dua macam, yaitu: ruang universal atau mutlak, dan ruang tertentu atau relatif. Yang pertama tak terbatas, dan tidak bergantung kepada dunia dan segala yang ada di dalamnya. Kehampaan ada dalam ruang, dan karenanya, ia berada dalam materi. Sebagai bukti dari ketidakterbatasan ruang, al-iransyahri dan al-rozi mengatakan “bahwa wujud yang memerlukan ruang tidak dapat maujud tanpa adanya ruang, meski ruang bisa maujud tanpa adanya wujud tersebut.

    Ruang tak lain adalah tempat bagi wujud-wujud yang membutukan ruang. Yang berisi keduanya, yaitu wujud atau bukan wujud. Bila wujud, maka ia harus berada di dalam ruang, dan di luar wujud ini adalah ruang atau tiada ruang, maka ia adalah wujud dan terbatas. Bila bukan wujud, ia berarti ruang. Karenannya ruang itu tak terbatas ila orang berkata bahwa ruang mutlak ini tak terbatas, maka ini berarti bahwa batasannya adalah wujud. Karena setiap wujud itu terbatas, sedang setiap wujud berada di dalam ruang, maka ruang sebagaimanapun tak terbatas, yang tak terbatas itu adalah kekal, karenanya ruang itu kekal. Sedangkan ruang tertentu (relatif) adalah sebaliknya.

    5) Waktu (Az-Zamanul Mutlaq)   Al-Rozi membagi waktu menjadi dua macam , yaitu; waktu mutlak dan waktu terbatas (mashur). Waktu mutlak adalah keberlangsungan (al-dhar), ia kekal dan bergerak. Sedang waktu terbatas adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang-gemintang.Bila anda berfikir tentang gerak keberlangsunga,maka anda dapat membayangkan waktu mutlak dan ia itu kekal. Jika anda membayangkan gerak pola bumi, berarti anda membayangkan waktu terbatas

    Al-Rozi membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas aitu di antaranya (al-dahr, duration) dan (al-waqt, time).Yang pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tak terakhir, dan yang kedua di sifati oleh angka. Dia juga mengatakan dalam kemaujudan lima hal tersebut dalah perlu: kesdaran bahwa materi terbentuk oleh susunan; ia berkaitang dengan ruang, karena itu harus ada ruang (tempat); pergantian bentuknya merupakan kekhasan waktu, karena ada yang dahulu dan ada yang sekarang, dan jarena waktumaka ada kekonoan dan ada kebaruan, adanya kelebihtuaan dan ad ayang kelebihmudaan; karenannya waktu itu perlu. Dalam kemaujudan terdapat kehidupan karena iru mesti ada ruh. Dan dalm hal ini; mesti ada yang di mengertidan hukum yang mengaturnya harus sepenuhnya sempurna; karena itu, dalam kenyataan ini harus ada pencipta yang bijaksana, mahatau, melakukan segala sesuatu sesempurna mungkin, dan memberikabn akal sebagai bekal mencari keselamatan.   

    Menurut al-Razi, dari lima yang kekal itu ada dua yang hidup, dan aktif atau bergerak yaitu Tuhan dan Jiwa atau Roh, satu darinya tidak hidup dan pasif yaitu materi, dan dua lagi yang tidak hidup, tidak bergerak dan tidak pula pasif yakni ruang dan waktu. Filsafat al-Razi sebenarnya diwarnai oleh doktrinnya tentang lima ajaran tentang kekekalan tersebut dan kelima hal inilah yang merupakan landasan ajaran Filsafat yang dibawa oleh al-Razi.

    B. Ajaran Tentang Moral , Terkait dengan filsafat al-Razi tentang moral, dalam bukunya “al Thib al Ruhani dan al Sirah al Falsafiyyah” al-Razi memiliki pandangan bahwa moral harus berdasarkan petunjuk rasio. Dengan demikian hawa nafsu mesti diletakkan dibawah akal dan kendali agama, agar ia tidak melanggar larangan-larangan Agama. Berkaitan dengan jiwa, Al-Razi mengharuskan seorang dokter untuk mengetahui dan menguasai kedokteran jiwa, (al-Thibb al-Ruhani) dan kedokteran tubuh (al-Thibb al-Jasmani) secara bersamaan karena manusia membutuhkan hal itu secara bersama-sama pula. Hal ini menunjukkan bahwa antara keduanya memiliki korelasi yang segnifikan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Al-Razi juga mengutuk akan cinta sebagai suatu keberlebihan dan ketundukan kepada hawa nafsu, cinta menjadikan seseorang lupa akan dirinya dan tidak bisa berpikir secara rasional.

    C.     Penjelasan Kenabian Ar rozi

    Al-Razi menyanggah anggapan bahwa untuk keteraturan kehidupan, manusia membutuhkan nabi serta wahyu yang diturunkan kepada manusia sebagai aturan serta pedoman dalam menselaraskan keterbatasan akal. Akal menurut al-Razi adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia, dengan akal manusia dapat memperoleh manfaat yang sebanyak-banyaknya bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, karena itu manusia tidak boleh menyia-nyiakan akal serta mengekang ruang gerak akal, akan tetapi memberi kebebasan sepenuhnya dalam segala hal. Dari pandangan tersebutlah yang menjadikan al-Razi tidak percaya kepada wahyu dan adanya Nabi seperti yang dijelaskan dalam kitabnya” Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwwah” (Kritik terhadap agama-agama dan nabi). Al-Razi juga tidak hanya mengkritisi injil dan kitab suci lainnya, bahkan ia juga mengkritisi al-Qur’an berikut kemu’jizatannya.

    Al-Razi adalah termasuk seorang Rasionalis murni, ia hanya mempercayai terhadap kekuatan akal dan menjadikan akal diatas segala-galanya namun ia tetap bertuhan dan tidak percaya pada kekuatan wahyu dan adanya kenabian. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik serta yang buruk, untuk tahu pada tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Berikut alasan-alasan pokok penolakan Al-Rozi.

    Bantahan Al-Rozi terhadap kenabian dengan alasan sebagi berikut:

    1. Bahwa akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang jahat, yang berguna dan yang tak berguna. Melalui akal manusia dapt mengetahui tuhan dan mengatur kehidupan kita sebaik-baiknya.

    2. Tidak ada keistimewaan bagi beberapa orang untuk membimbing semua orang, sebab setiap orang lahir dengan kecerdasan yang sama, perbedaanya bukan hanyalah karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan dan pendidikan (eksperimen)

    3. Para nabi saling bertentangan. Apabila berbicara atas nama satu tuhan mengapa implementasi mereka terhadap pertentangan?. Setelah menolak kenabian, kemudian al-rozi mengritik agama secara umum. Ia menjelaskan kontradiksi-kontradiksi kaum yahudi, kristen maupun majusi. Pengikatan manusia terhadap agama adalah karena meniru dan kebiasaan, kekuasaan ulama yang mengabdi negara dan manifestasi lahiriah agama, upacara-upacara dan peribadatan yang mempengaruhi yang sederhana serta dan naif.

  • Makalah Kebudayaan Suku Bali Aga

    Kebudayaan Suku Bali Aga

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Indonesia merupakan Negara dengan tingkat kemajemukan yang tinggi. Kemultikulturan tersebut terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang ada di Indonesia.Dalam buku “Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia” karya antropolog Zulyani Hidayah, tercantum sebanyak 656 suku bangsa di Indonesia. Untuk merinci unsure-unsur bagian dari suatu kebudayaan suku bangsa yang disusun berdasarkan suatu kerangka etnografi yang terdiri dari nama suku bangsa, lokasi, lingkungan alam dan demografi, asal mula dan sejarah, bahasa, system teknologi, system mata pencaharian, organisasi social, system pengetahuan, kesenian, agama dan system religi serta system kekerabatan.  

    Dikarenakan banyaknya suku bangsa yang terdapat di Indonesia, maka kemajemukan suku bangsa tersebut jarang dimengerti oleh generasi muda saat ini, selain itu perkembangan zaman akibat pengaruh globalisasi juga mempengaruhi pola kehidupan dan interaksi suku bangsa tersebut.Suku Bali merupakan salah satu suku di Indonesia yang telah mengalami modernisasi dalam hal pola kehidupan, budaya maupun interaksi. Untuk itu kami akan membahas pola kehidupan, budaya dan interaksi serta pokok-pokok etnografi dari Suku Bali.

    B. RUMUSAN MASALAH

    1.   Bagaimana system kepercayaan masyarakat suku Bali?

    2.   Bagaimana system kekerabatan dalam masyarakat suku Bali?

    3.   Bagaimana system politik yang dianut masyarakat suku Bali?

    4.   Bagaimana system politik masyarakat suku Bali?

    5.   Bagaimanakah keadaan secara global masyarakat suku Bali saat ini?

    C. TUJUAN DAN MANFAAT

    1.   Untuk mengetahui system kepercayaan masyarakat suku Bali

    2.   Untuk mengetahui system kekerabatan dalam masyarakat suku Bali

    3.   Untuk mengetahui system politik yang dianut masyarakat suku Bali

    4.   Untuk mengetahui system politik masyarakat suku Bali

    5.   Untuk mengetahui keadaan secara global masyarakat suku Bali saat in

    A. LOKASI, LINGKUNGAN ALAM DAN DEMOGRAFI

    Bali dikenal sebagai Pulau Dewata (island God/island Paradise) merupakan salah satu tempat wisata terbaik di Indonesia bahkan dunia. Kuta, Sanur, Nusa Dua, Bedugul, Ubud, Sukawati, Lovina, dan lain lain merupakan tempat wisata yang terkenal di Bali.Bali adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok.Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini.Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu.

    Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Saecara astronomis, Bali terletak di 8°25?23? Lintang Selatan dan 115°14?55? Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963.Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali.Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi.Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.

    Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan Gunung Seraya.Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha, dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan yaitu : Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.

    Masyarakat suku Bali menempati keseluruhan pulau Bali yang menjadi satu propinsi, yakni propinsi Bali.Oleh karena pengaruh emigrasi, ada juga masyarakat Bali yang menetap di wilayah – wilayah lainnya di Indonesia.Pulau ini terletak disebelah timur pulau Jawa yang dihuungkan oleh selat Bali.Bali adalah propinsi yang terletak di sebelah timur ditengah – tengah lautan, oleh karena itu propinsi Bali mempunyai iklim tropis (panas).Propinsi Bali adalah salah satu propinsi yang padat penduduknya. Pada tahun 1971 penduduknya sebanyak 2.469.930 jiwa, pada tahun 1990 meningkat lagi menjadi 2.777.811 jiwa. Keadaan perhubungan pun sangat baik dan lancar, baik darat, laut, maupun udara.

    B. SEJARAH SUKU BALI

    Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.

    Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah di Bali semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yang dimuat dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer. Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yang mengunjungi Bali pada tahun 1906 sebagai seorang pelukis.Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali. Dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang nekara Pejeng, desa Trunyan, Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di Pura Desa Manuaba desa Tegallalang.

    Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren dengan hasil tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada tahun 1963 ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian di Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.

    Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali, kehidupan masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi :

    1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana

    Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di desa Sambiran (Buleleng Timur), dan ditepi timur dan tenggara Danau Batur (Kintamani) alat-alat batu yang digolongkan kapak genggamkapak berimbasserut dan sebagainya. Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di museum Gedung Arca di Bedahulu Gianyar. Pada zaman ini masyarakat masih hidup dengan pola nomaden (berpindah-pindah)

    1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut

    Pada masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih berpengaruh.Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang dan kulit kerang.Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu (Badung).Goa ini terletak di Pegunungan gamping di semenanjung Benoa. Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah goa Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung disana.Dalam penggalian goa Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari tulang. Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.

    1. Masa bercocok tanam

    Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat.Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah menjadi menghasilkan makanan (food producing).Perubahan ini sesungguhnya sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan. Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa kapak batu persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon.

    1. Masa perundagian

    Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan).Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan dengan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang pertama ialah dengan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras.Cara penguburannya ialah dengan mempergunakan tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti ditemukan di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana).

    Dahulu pulau Bali disebut dengan nama “Walidwipa”, yang merupakan suatu kerajaan yaitu kerajaan Bali. Kerajaan ini berkembang sekitar abad ke VIII Masehi.Pemerintahannya berpusat di Shinghamandawa, sebuah tempat yang hingga kini belum diketahui dengan pasti. Kerajaan ini pernah diperintah oleh dua diansti, yaitu Dinasti Warmmadewa dengan Dinasti Sakellendukirana
    Kerajaan Bali bercorak Hindu, ini dapat diketahui dari pembagian golongan dalam masyarakat (kasta), pembagian warisan, kesenian, serta agama dan kepercayaan. Dalam hal agama dan kepercayaan, pengaruh zaman Megalithikum terasa masih kuat pada masyarakat kerajaan Bali.Keadaan tersebut menunjukan bahwa mayarakat Bali merupakan pemegang teguh tradisi Warisan budaya serta agama dan kepercayaan masih dipegang teguh hingga saat sekarang ini.

    C. BAHASA 
    Bahasa Bali adalah sebuah bahasa yang berasal dari rumpun bahasa Austronesia, Malayo-Polinesia, Melayu-Sumbawa, Bahasa Bali-Sasak-Sumbawa, Bali. Bahasa ini digunakan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Bahasa Bali memiliki tingkatan dalam penggunaannya, yaitu Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Bali halus dipergunakan dalam lingkup formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Bali madya dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa.

    Aksara Bali 

    Aksara Bali adalah aksara tradisional masyarakat Bali dan berkembang di Bali. Aksara Bali merupakan suatu abugida yang berpangkal pada huruf Pallawa. Aksara ini mirip dengan aksara Jawa. Perbedaannya terletak pada lekukan bentuk huruf.Aksara Bali berjumlah 47 karakter, 14 di antaranya merupakan huruf vokal (aksara suara). Huruf konsonan (aksara wianjana) berjumlah 33 karakter. Aksara wianjana Bali yang biasa digunakan berjumlah 18 karakter. Juga terdapat aksara wianjana Kawi yang digunakan pada kata-kata tertentu, terutama kata-kata yang dipengaruhi bahasa Kawi dan Sanskerta.Meski ada aksara wianjana Kawi yang berisi intonasi nada tertentu, pengucapannya sering disetarakan dengan aksara wianjana Bali. Misalnya, aksaradirgha (pengucapan panjang) yang seharusnya dibaca panjang, seringkali dibaca seperti aksarahresua (pengucapan pendek).

    D. SISTEM KEKERABATAN


    Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali, karena pada saat itulah ia dapat dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itu ia memperoleh hak-hak dan kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat.

    Menurut anggapan adat lama yang amat dipengaruhi oleh sistem klen-klen (dadia) dan sistem kasta (wangsa), maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara warga se-klen, atau setidak-tidaknya antara orang yang dianggap sederajat dalam kasta.Demikian, perkawinan adat di Bali itu bersifat endogami klen, sedangkan perkawinan yang dicita-citakan oleh orang Bali yang masih kolot adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara laki-laki.Keadaan ini memang menyimpang dari lain-lain masyarakat yang berklen, yang pada umumnya bersifat exogam.

    Orang-orang se-klen di Bali itu, adalah orang orang yang setingkat kedudukannya dalam adat dan agama, dan demikian juga dalam kasta, sehingga dengan berusaha untuk kawin dalam batas klennya, terjagalah kemungkinan akan ketegangan-ketegangan dan noda-noda keluarga yang akan terjadi akibat perkawinan antar kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini terutama harus dijaga agar anak wanita dari kasta yang tinggi jangan sampai kawin dengan pria yang lebih rendah derajat kastanya, karena perkawinan itu akan membawa malu kepada keluarga, serta menjatuhkan gengsi dari seluruh kasta dari anak wanita tersebut. Karena system garis keturunan di Bali menggunakan system patrilineal (garis keturunan ayah).

    Dahulu, apabila ada perkawinan semacam itu, maka wanitannya akan dinyatakan keluar dari dadianya, dan secara fisik suami-istri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama, ketempat yang jauh dari tempat asalnya. Semenjak tahun 1951, hukuman sermacam itu tidak pernah dijalankan lagi, dan pada saat ini hukuman campuran semacam itu relatif lebih banyak dilaksanakan. Bentuk perkawinan lain yang dianggap pantang adalah perkawinan bertukar antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri (makedengan ngad), karena perkawinan yang demikian itu dianggap dapat mendatangkan bencana (panes). Pada umumnya, seorang pemuda Bali memperoleh seorang istri dengan dua cara, yaitu dengan meminang (memadik, ngidih) kepada keluarga gadis, atau dengana cara melarikan seorang gadis (mrangkat,ngrorod). Kedua cara diatas berdasarkan adat.

    Sesudah pernikahan, suami-istri yang baru biasanya menetap secara virilokal dikomplek perumahan dari orang tua suami, walauntidak sedikit suami istri yang menetap secara neolokal dengan mencari atau membangun rumah baru.Sebaliknya ada pula suami istri baru yang menetap secara uxorilokal dikomplek perumahan dari keluarga istri (nyeburin). Kalau suami istri menetap secara virilokal, maka anak-anak keturunan mereka selanjutnya akan diperhitungkan secara patrilineal (purusa), dan menjadi warga dari dadia si suami dan mewarisi harta pusaka dari klen tersebut. Sebaliknya, keturunan dari suami istri yang menetap secara uxorilokal akan diperhitungkan secara matrilineal menjadi warga dadia si istri, dan mewarisi harta pusaka dari klen itu. Dalam hal ini kedudukan si istri adalah sebagai sentana(penerus keturunan).

    Suatu rumah tangga di Bali biasanya terdiri dari suatu keluarga batih yang bersifat monogami, sering ditambah dengan anak laki-laki yang sudah kawin bersama keluarga batih mereka masing-masing dan dengan orang lain yang menumpang, baik orang yang masih kerabat maupun orang yang bukan kerabat. Beberapa waktu kemudian terdapat anak laki-laki yang sudah maju dalam masyarakat sehingga ia merasa mampu untuk berdiri sendiri, memisahkan diri dari orang tua dan mendirikajn rumah tangga sendiri yang baru. Salah satu anak laki-laki biasanya tetap tinggal di komplek perumahan orang tua (ngerob), untuk nanti dapat membantu orang tua mereka kalau sudah tidak berdaya lagi dan untuk selanjutnya menggantikan dan melanjutkan rumah tangga orang tua.

    Tiap-tiap keluarga batih maupun keluarga luas, dalam sebuah desa di Bali harus memelihara hubungan dengan kelompok kerabatnya yang lebih luas yaitu klen (tunggal dadia).Strutur tunggal dadia ini berbeda-beda di berbagai tempat di Bali.Di desa-desa pegunungan, orang-orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak usah lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya.didesa-desa tanah datar, orang-orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan mendirikan tempat pemujaan di masing-nasing kediamannya, yang disebut kemulan taksu.

    Disamping itu, keluarga batih yang hidup neolokal masih mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap kuil asal (dadia atau sanggah) di rumah orang tua mereka.Suatu pura ditingkat dadia merayakan upacara-upacara sekitar lingkaran hidup dari semua warganya, dan dengan demikian pura/kuil tersebut mempersatukan dan mengintensifkan rasa solidaritet anggota-anggota dari suatu klen kecil.

    Di samping itu ada lagi kelompok kerabat yang lebih besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah) yang memuja kuil leluhur yang samadisebut kuil (pura) paibon atau panti. Dalam prakteknya, suatu tempat pemujaan di tingkat paibon juga hanya mempersatukan suatu lingkaran terbatas dari kaum kerabat yang masih dikenal hubungannya saja.Klen-klen besar sering juga mempunyai suatu sejarah asal-usul yang ditulis dalam bentuk babad dan yang disimpan sebagai pusaka oleh salah satu dari keluarga-keluarga yang merasa dirinya senior, ialah keturunan langsung dan salah satu cabang yang tua dalam klen.

    Sistem Kemasyarakatan Orang Bali

    1.  Banjar

    Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan menghendaki.

    Pusat dari bale banjar adalah bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar.Ia dipilih dengan masa jabatab tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan masalah yang menyangkut adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrasi pemerintahan.

    2.  Subak
                Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang yang menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota banjar. Warga subak adalah pemilik atau para penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari dari bendungan-bendungan yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai banyak sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebtu akan menggabungkan diri dengan semua subak dimana ia mempunya sebidang sawah.

    3.  Sekaha
                Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas dari organisasi banjar maupun desa.

    4.   Gotong – Royong

                Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong (nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan aktivitet di sawah (seperti menenem, menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan kematian.nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng (menarik).Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam menyelenggarakan suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan.bentuk yang terakhir adalah kerja bhakti (ngayah) untuk keprluan agama,masyarakat maupun pemerintah.

    Kesatuan-kesatuan sosial di atas, biasanya mempunyai pemimpin dan mempunyai kitab-kitab peraturan tertulis yang disebut awig-awig atau sima.Pemimpin biasanya dipilih oleh warganya.Klen-klen juga mempunyai tokoh penghubung yang bertugas memelihara hubungan antara warga-warga klen, menjadi penasehat bagi para warga mengenai seluk beluk adat dan peristiwa-peristiwa yang bersangkaut paut dengan klen.Tokoh klen serupa itu di sebut moncol. Klen tersebut tidak mempunyai peraturan tertulis, akan tetapi mempunya silsilah/babad. Ditingkat desa ada kesatuan-kesatuan administratif yang disebut perbekelan.Suatu perbekelan yang sebenarnya merupakan warisan dari pemerintah Belanda, diletakkan diatas kesatuan-kesatuan adat yang asli di Bali, seperti desa adat dan banjar.Maka terdapatlah gabungan-gabungan dari banjar dan desa ke dalam suatu perbekelan yang dipimpin oleh perbekel atau bendesa yang secara administratif bertanggung jawab terhadap atasannya yaitu camat, dan seterusnya camat bertanggung jawab kepada bupati.

    ·        Ø  Catur Warna

    Pada masa kerajaan khususnya pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali, ada yang namanya Catur Warna. Yaitu empat penggolongan profesi dan pengabdian dalam kehidupan pada masa itu. Dari pembagian ini timbul gelar-gelar yang ditambahkan pada nama orang Bali. Dan pemberian nama itu diwariskan turun temurun hingga sekarang.Nama depan seperti Ida Bagus [untuk pria] dan Ida Ayu [untuk wanita] itu muncul dari golongan Brahmana yang pada masa ‘tempo doeloe’ menitikberatkan pengabdiannya di bidang kerohanian, kependetaan dan keagamaan.Sedangkan nama depan seperti Anak Agung, Cokorda, I Dewa Putu, Dewa Ayu, Desak, Gusti Putu, Gusti Ayu, atau Sayu, itu berasal dari golongan Ksatrya, yang pada jaman kerajaan ‘doeloe’ menitikberatkan pekerjaan dan pengabdiannya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.

    Ø  Pola perkampungan

    Pertama, pola perkampungan mengelompok padat, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali bagian pegunungan. Pola perkampungan di desa-desa ini bersifat memusat dengan kedudukan desa adat amat penting dan sentral dalam berbagai segi kehidupan warga desa tersebut

    Ø  Sistem Penamaan

                Sebelumnya akandijelaskan tentang tambahan kata “i” atau “Ni” yang biasanya terdapat pada awal nama orang Bali. “I” dipake untuk anak laki-laki, dan “Ni” digunakan untuk anak perempuan.Kedua kata ini mengandung arti “Si” dalam Bahasa Indonesia. Misalnya; si A, si B, si C, dst. Penambahan kata ini sebenarnya opsional, artinya ada yang memakainya ada juga yang tidak.Tapi mayoritas orang Bali memakainya.Yang mengabaikan penambahan “I” atau “Ni” ini biasanya rekan kita yang berasal dari Kabupaten Buleleng (Singaraja).

    Nama Depan = Urutan Kelahiran

    Di dalam adat istiadat dan budaya Bali, sistem pemberian nama depan umumnya didasarkan pada urutan kelahiran si anak.

    1. Anak pertama (sulung) umumnya akan diberi nama depan seperti; Putu, Gede, atau Wayan. Contohnya ; I Putu Budiastawa, Gede Prama, dst.
    2. Anak kedua umumnya diberi nama depan; Made, Kadek atau Nengah. Contohnya; I Made Ardana, Ni Made Wiratnati, Nengah Gunadi, dst.
    3. Anak ketiga biasanya diberi nama depan; Komang atau Nyoman. Misalnya; I Komang Tirtayasa, Ni Nyoman Dwi Arianti, Komang Budiasa, dst.
    4. Anak keempat umumnya diberikan nama depan; Ketut. Misalnya; I Ketut Pancasaka, Ni Ketut Widiadari, Ketut Astawara, dsb.

    Untuk anak kelima, keenam, dan seterusnya ada dua alternatif. Pertama, ada yang menerapkan dengan kembali lagi ke putaran awal, misalnya kembali ke Putu, kemudian Made, dst. Kedua, ada juga yang menerapkan dengan terus-menerus memberikan nama depan Ketut untuk anak kelima, keenam dan seterusnya.

    E. SISTEM KEPERCAYAAN


    Masyarakat Bali sebagian besar menganut agama Hindu- Bali. Mereka percaya adanya satu Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu:

    Brahmana : menciptakan;

    Wisnu : yang memelihara;

    Siwa : yang merusak.

               
     Selain itu hal-hal yang mereka anggap penting adalah sebagai berikut.

    Atman : roh yang abadi.

    Karmapala : buah dari setiap perbuatan.

    Purnabawa : kelahiran kembali jiwa. 

     Pedoman dalam ajaran Agama Hindu – Bali yakni:
    –    Tatwa (Filsafat Agama)
    –    Etika (Susila)
    –    Upacara (Yadnya)

               
     Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura memiliki sifat berbeda, sebagai berikut:

    •      Pura Besakih: sifatnya umum untuk semua golongan.

    •      Pura Desa (kayangan tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat.

    •      Sanggah: khusus untuk leluhur.


    SISTEM KASTA

    Akibat kuat agama Hindu, di Bali berlaku sistem kasta dibedakan menjadi 4 Kasta, yaitu:

    1.  Kasta Brahmana

    2.  Kasta Ksatria 
    3.  Kasta Waisya, Petani Kelas Atas, Petani Kaya Sedang, Petani Kaya Bawah

    4.  Kasta Sudra


    UPACARA

    Di bali ada lima macam upacara (Panca Yadnya) yaitu:

    –    Manusia yadnya
    –    Pitra yadnya
    –    Dewa yadnya
    –    Resi yadnya
    –    Butha yadnya

    F. SISTEM MATA PENCAHARIAN

    Sistem Mata Pencaharian Bali Aga 
    Mata pencarian penduduk beranekaragam yang meliputi pekerjaan sebagai petani, pengerajin, pedagang dan berbagai jasa khususnya bidang kepariwisataan. Pertanian merupakan mata pencarian pokok masyarakat dan sebagian besar masyarakat bali adalah petani. Jenis pertanian meliputi pertanian sawah dan perkebunan. Didalam system pertanian di bali subak memegang peranan yang sangat penting. Saat ini di Bali terdapat sekitar 1.482 subak dan subak abian sekitar 698.

    Subak merupakan satu kesatuan ekonomi, social dan keagamaan.


    sistem irrigasi subak. 
    Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali, Indonesia . Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali. Revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang baru pada revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. Akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini. 

    Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz , sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari pura- pura di Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.Pada tahun 2012 ini UNESCO, mengakui Subak (Bali Cultur Landscape), sebagai Situs Warisan Dunia ,pada sidang pertama yang berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.

    G.  KESENIAN

    Perang Pandan 

    Tradisi perang pandan atau yang sering disebut mekare-kare di Desa Tenganan dilakukan oleh para pemuda dengan memakai kostum/kain adat tenganan, bertelanjang dada bersenjatakan seikat daun pandan berduri dan perisai untuk melindungi diri. Tradisi ini berlangsung setiap tahun sekitar bulan Juni, biasanya selama 2 hari.Perang pandan diawali dengan ritual upacara mengelilingi desa untuk memohon keselamatan, setelah itu perang pandan dimulai dan kemudian ditutup persembahyangan di Pura setempat dilengkapi dengan menghaturkan tari Rejang. Bali hingga kini tetap melestarikan atraksi kuno yang menyuguhkan pemandangan kontras. Salah satu sisinya menampilkan atraksi menegangkan para pengunjung. Pasangan pria yang masing-masing dilengkapi perisai anyaman dan bersenjata seberkas potongan daun pandan berduri beradu ketangkasan untuk saling melukai lawannya. 

    Duri pandan yang tertancap dalam atau merobek daging tubuh disusul cucuran darah segar adalah risiko bagi pelaga yang tidak tangkas menangkis. Namun, dari atraksi itu pengunjung juga disuguhi pemandangan kontras. Aksi saling melukai tersebut justru dilakukan sambil mengembangkan senyum ceria. Bahkan, tidak sedikit pasangan tanpa menggunakan tameng langsung berpelukan dan saling melukai.Atraksi saling melukai dengan wajah senyum ceria itu dikenal bernama perang pandan. Di Bali, perang pandan adalah atraksi khas masyarakat Tenganan di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, ujung timur Pulau Dewata.  

    Masyarakat Tenganan, sebagai ahli waris tradisi kuno itu, sejak lama selalu setia mementaskan perang pandan. Tradisi itu biasanya dilaksanakan sekitar pertengahan Juni.Karena merupakan tradisi khas milik Tenganan, tempat pelaksanaannya pun hanya di kawasan tersebut. Persisnya di Tenganan Pegringsingan (TP) dan Tenganan Dauh Tukad (TDT), dua desa adat bertetangga rapat yang hanya dibatasi alur sungai.Namun, perang pandan di TDT sejak tahun lalu terpaksa batal dilaksanakan karena kampung yang hancur akibat gempa dahsyat tanggal 2 Januari 2004, hingga kini belum sepenuhnya pulih. 

    Sesungguhnya, TP dan TDT adalah pemekaran dari induk yang sama, Desa Adat Tenganan. Namun, belakangan, hanya desa dinas (pemerintah) yang tetap bertahan dengan satu kesatuan wilayah Tenganan seluruhnya. Sementara desa adatnya telah mekar menjadi dua wilayah tersebut.Tenganan sendiri, meski merupakan satu kesatuan wilayah desa dinas (pemerintah), sebenarnya lebih dikenal sebagai Bali Aga, sebutan untuk kampung sekaligus warga penghuninya yang asli Bali. Seperti telah disebutkan, Bali Aga Tenganan meliputi desa adat TP dan TDT. 

    Perang pandan di Tenganan tak ada duanya .di Bali atau daerah lainnya. Atraksi itu merupakan salah satu kekhasan kampung ini sehingga harus terus dipertahankan dan dilestarikan.Perang pandan bukanlah atraksi yang akan berakhir dengan posisi kalah atau menang bagi para pelaganya. Atraksi ini adalah bagian dari ritual pemujaan masyarakat Tenganan kepada Dewa Indra. Sang dewa perang itu dihormati dengan darah sehingga atraksi perang pandan dilakukan tanpa rasa dendam, atau bahkan dengan senyum ceria, meski harus saling melukai dengan duri pandan. 

    Pemujaan terhadap Dewa Indra ini juga ternyata menyimpan kisah unik, setidaknya di lingkungan masyarakat Tenganan—entah di TP atau TDT. Merujuk mitologinya, kawasan Tenganan dan sekitarnya di waktu silam diyakini berada di bawah kekuasaan seorang raja yang lalim dan otoriter. Raja kejam dan lalim bernama Maya Denawa itu, menurut kisahnya, bahkan menjadikan dirinya sebagai Tuhan dan melarang orang Bali melakukan ritual keagamaan. Menyaksikan perilaku Maya Denawa yang semakin kejam dan bengis, para dewa di surga pun murka, yang selanjutnya mengutus Dewa Indra dengan tugas khusus memimpin pertempuran melawan Maya Denawa. Melalui pertempuran sengit, Maya Denawa dapat dilumpuhkan dan Dewa Indra lalu tampil sebagai penggantinya.


    kain tenun Gringsing.

    Jika di Flores ada kain tenun ikat, maka di Bali ada warisan budaya asli Bali Aga yang disebut dengan kain tenun Gringsing. Kain tradisional ini selain dibuat dalam jangka waktu yang cukup lama, juga menggunakan pewarnaan yang berasal dari bahan-bahan tradisional alami.

    Masyarakat Bali Aga sangat berbakat dalam menghasilkan benda seni. Diantaranya keahlian dalam menenun kain Gringsing. Untuk membuatnya membutuhkan kesabaran dan ketelitian tingkat tinggi. Teknik yang digunakan untuk menghasilkan Kain Gringsing adalah teknik dobel ikat. Makin lama usia Kain Gringsing, semakin kuat warna kainnya.

    Kain Gringsing dipercaya memiliki suatu ikatan tertentu bagi si pemilik. Bahkan dapat memberikan kekuatan dan kesembuhan dari tiap helai benangnya. Ada Kain Gringsing yang dibuat dari darah manusia untuk pewarnaannya. Sayang sekali, saya tidak berkesempatan untuk melihatnya. Kain hasil tenunan ini di dunia hanya terdapat di 3 negara dan salah satunya di Bali. Teknik pembuatan kain Gringsing dinamakan dobel ikat. Kain ini biasanya dipakai di upacara adat dan kini mulai hadir di beberapa pentas peragaan busana.

    Kerajinan daun lontar

    Selain keahlian dalam menenun kain, penduduk Bali Aga juga bertani, menghasilkan kerajinan anyaman bambu, ukiran, dan lukisan di atas daun lontar. Bagaimana membuat kalender tanggalan Bali pada daun lontar ?  Pertama-tama dia bersihkan daun lontar, kemudian diukir dengan pisau, setelah itu beliau mengoleskan daun yang telah selesai diukir dengan kemiri yang dibakar. Maka muncul bayangan hitam dari hasil ukiran tersebut. Setelah itu permukaannya dibersihkan, dan ukiran berwarna hitam yang dihasilkan dari kemiri akan tetap berada di daun tersebut dan bertahan.

    Pemakaman Terunyan 
    Terunyan adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan KintamaniKabupaten BangliBaliIndonesia. Terunyan terletak di dekat Danau Batur, Masyarakat Trunyan mempunyai tradisi pemakaman dimana jenazah dimakamkan di atas batu besar yang memiliki cekungan 7 buah, Jenazah hanya dipagari bambu anyam. Adat Desa Terunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya. Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jeniskematian yang berbeda. Apabila salah seorang warga Terunyan meninggal secara wajar, mayatnya akan ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda. Penjelasan mengapa mayat yang diletakan dengan rapi di sema itu tidak menimbulkan bau padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut ini disebabkan pohon Taru Menyan tersebut, yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini, hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal sebagai Terunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.

  • Kritisisme Immanuel Kant

    Filsafat Kant merupakan titik tolak periode baru bagi filsafat Barat. Ia mengatasi dan menyimpulkan aliran Rasionalisme dan Empirisme, yang dibantah oleh Copleston VI. Dari satu pihak ia mempertahankan obyektifitas, universalitas, dan keniscayaan. Dalam filsafat Kant, tekanan yang utama terletak pada kegiatan atau pengertian dan penilaian manusia. Bukan seperti empirisme yang menekankan pada aspek psikologi, melainkan sebagai analisa kritis, pada pemahaman Kant yang baru, dan sering disebut “revolusi Kopernikus yang kedua”.

    Kant memandang rasionalisme dan empirisme senantiasa berat sebelah dalam menilai akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Kant tidak menentang adanya akal murni, ia hanya menunjukkan bahwa akal murni itu terbatas. Akal murni menghasilkan pengetahuan tanpa dasar indrawi atau independen dari alat pancaindra.

    Kant dalam argumennya, bahwa akal dipandu oleh tiga ide transcendental, yaitu ide psikologis yang disebut jiwa, ide dunia, dan ide tentang Tuhan. Ketiganya tersebut memiliki fungsi masing-masing, yaitu “ide jiwa” menyatakan dan mendasari segala gejala batiniah yang merupakan cita-cita yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang psikis, “ide dunia” menyatakan segala gejala jasmaniah, “ide Tuhan” mendasari segala gejala, segala yang ada, baik batiniah maupun yang lahiriah (Ahmad Tafsir, 2005:150-151, lihat Mircea Eliade,t.:247)[1]

    Kant mengarang macam-macam kritik mengenai akalbudi, kehendak, rasa, dan agama. Dalam karyanya yang sering disebut metafisika. Menurutnya Metafisika merupakan uraian sistematis mengenai keseluruhan pengertian filosofis yang dapat dicapai. Ia berpendapat bahwa pada sekurang-kurangnya pada prinsipnya mungkin untuk memperkembangkan suatu metafisika sistematis yang lengkap. Namun Kant mulai meragukan kemungkinan dan kompetensi metafisik, sebab menurut dia metafisik tidak pernah menemukan metode ilmiah yang pasti untuk memecahkan masalahnya, maka perlu diselidiki dahulu kemampuan dan batas-batas akal-budi.

    Immannuel Kant membedakan akal (vertstand) dari rasio dan budi (vernuft). Tugas akal merupakan yang mengatur data-data indrawi, yaitu dengan mengemukakan “putusan-putusan”. Sebgaimana kita melihat sesuatu, maka sesuatu itu ditrasmisikan ke dalam akal, selanjutnya akal mengesaninya. Hasil indra diolah sedemikian rupa oleh akal, selanjutnya bekerja dengan daya fantasi umtuk menyusun kesan-kesan itu sehingga menjadi suatu gambar yang dikuasai oleh bentuk ruang dan waktu.

    Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting diantaranya adalah tentang “akal murni”. Menurut Kant dunia luar itu diketahui hanya dengan sensasi, dan jiwa, bukanlah sekedar tabula rasa. Tetapi jiwa merupakan alat yang positif, memilih dan merekontruksi hasil sensasi yang masuk itu dikerjakan oleh jiwa dengan menggunakan kategori, yaitu dengan mengklasifikasikan dan memersepsikannya ke dalam idea. Melalui alat indara sensasi masuk ke otak, lalu objek itu diperhatikan kemudian disadari. Sensasi-sensasi itu masuk ke otak melalui saluran-saluran tertentu yaitu hukum-hukum, dan hukum-hukum tersebut tidak semua stimulus yang menerpa alat indra dapat masuk ke otak. Penangkapan tersebut telah diatur oleh persepsi sesuai dengan tujuan. Tujuan inilah yang dinamakan hukum-hukum(Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004: 121).

    Demikian gagasan Immanuel Kant yang menjadi penggagas Kritisisme. Filsafat memulai perjalanannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Maka Kritisisme berbeda dengan corak filsafat modern sebelum sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak.

    Dengan Kritisisme yang diciptakan oleh Immanuel Kant, hubungan antara rasio dan pengalaman menjadi harmonis, sehingga pengetahuan yang benar bukan hannya pada rasio, tetapi juga pada hasil indrawi. Kant memastikan adanya pengetahuan yang benar-benar “pasti”, artinya menolak aliran skeptisisme, yaitu aliran yang menyatakan tidak ada pengetahuan yang pasti.

    Zaman pencerahan atau yang dikenal di Inggris dengan enlightenment. Terjadi pada abad ke 18 di Jerman. Immanuel Kant mendefinisikan zaman itu dengan mengatakan “dengan aufklarung, manusia akan keluar dari keadaan tidak akil balig (dalam bahasa Jerman: unmundigkeint), yang dengan ia sendiri bersalah”. Sebabnya menusia bersalah karena manusia tidak menggunakan kemungkinan yang ada padanya yaitu rasio. Dengan demikian zaman pencerahan merupakan tahap baru dalam proses emansipasi manusia barat yang sudah dimulai sejak Renaissance dan reformasi. Di Jerman, seorang filosof besar yang melebihi zaman aufklarung telah lahir yaitu Immanuel Kant.[2]

    B.      Ciri-ciri Kritisisme

    Isi utama dalam kritisisme yaitu gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika. Gagasan tersebut muncul karena ada pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu:

    Ciri-ciri Kritisisme Immanuel Kant dapat disimpulkan menjadi tiga hal yaitu:

    1.      Menganggap objek pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek.

    2.      Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk menetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.

    3.      Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsure “a priori” (sebelum di buktikan tapi kita sudah percaya) yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur “aposteoriori” (setelah di buktikan baru percaya) yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.

    C.     Kritisisme Jerman-Immanuel Kant(1724-1804)

    Immanuel Kant adalah seorang filsuf Jerman kelahiran Konigsberg, 22 April 1724 – 12 februari 1804. Ia dikenal sebagai tokoh kritisisme. Filsafat kritis yang ditampilkannya bertujuan untuk menjembatani pertentangan antara kaum Rasionalisme dengan kaum Empirisme. Bagi Kant, baik Rasionalisme maupun Empirisme belum berhasil memberikan sebuah pengetahuan yang pasti berlaku umum dan terbukti dengan jelas. Kedua aliran itu memiliki kelemahan yang justru merupakan kebaikan bagi seterusnya masing-masing.

    Menurut kant, pengetaahuan yang dihasilkan oleh kaum Rasionalisme tercermin dalam putusan yang bersifat analitik-apriori, yaitu suatu bentuk putusan dimana predikat sudah termasuk dengan sendirinya kedalam subyek. Memang mengandung kepastian dan berlaku umum, tetapi tidak memberikan sesuatu yang baru. Sedangkan yang dihasilkan oleh kaum Empirisme itu tercermin dalam putusan yang bersifat sintetik-aposteriori, yaitu suatu bentuk putusan dimana predikat belum termasuk kedalam subyek. Meski demikian, sifat sintetik-apesteriori ini memberikan pengetahuan yang baru, namun sifatnya tidak tetap, sangat bergantung pada ruang dan waktu. Kebenaran disini sangat bersifat subyektif.

    Dengan melihat kebaikan yang terdapat diantara dua putusan tersebut, serta kelemahannya sekaligus, kant memadukaa keduanya dalam suatu bentuk putusan yang bersifat umum-universal, dan pasti di dalamnya, “akal budi dan pengalaman indrawi dibutuhkan serentak”.

    Bagaimana cara untuk mendapatkan putusan sintetik-apriori?

    Dalam hal ini kant menunjukan pada 3 bidang sebagai tahapan yang harus dilalui, yaitu:

    a.      Bidang indrawi

    Peranan subyek lebih menonjol, namun harus ada dua bentuk murni yaitu ruang dan waktu yag dapat diterapkan pada pegalaman. Hasil yang diterapkan pada ruang dan waktu merupakan fenomena konkrit. Namun pengetahuan yang diperoleh indrawi ini selalu berubah-ubah, tergantung pada subyek yang mengalami dan situasi yang melingkupinya.

    b.      Bidang Akal

    Apa yang telah diperoleh melalui bidang indrawi tersebut, untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat objektif-universal. Haruslah dituangkan ke bidang akal. Disini terkandung 4 bentuk kategori:

    Kategori kuantitas, terdiri atas; singulir(kesatuan), partikulir(sebagian), dan universal(umum).

    Kategori kualitas, terdiri atas; realitas(kenyataan), negasi(pengingkaran), dan limitasi(batas-batas)

    Kategori relasi, terdiri atas; categories(tidak bersyarat), hypothetis(sebab dan akibat), disjunctif(saling meniadakan)

    Kategori modalitas, terdiri atas; mungkin/tidak, ada/tiada, keperluan/kebetulan.[3]

    c.       Bidang Rasio

    Pengetahuan yang telah diperoleh akal itu baru dapat dikatakan sebagai putusan sintetik-apriori, setelah dikaitkan 3 macam ide, yaitu; Allah(ide teologis), jiwa(ide psikologis), dan dunia (ide kosmologis).

    Namun ketiga macam ide itu sendiri tidak dapat dicapai oleh akal pikiran manusia. Ketiga ide ini hanya merupakan petunjuk untuk menetapkan kesatuan pengetahuan. Selain itu Immanual kant juga mengangkat aliran Aufk Larung ke puncak perkembangannya sekaligus mengantar keruntuhannya. Pendapatnya adalah;

    Ajarannya tentang pengetahuan

     ialah pendapat-pendapat yang sintesis dengan suatu pertanyaan; bagaimana mungkin orang dapat menetapkan pendapat yang apriori (terlepas dari pengalaman) tentang suatu objek dengan mempergunakan logika?

    Ajarannya tentang kesusilaan

     adalah bertentangan dengan ajaran etika/ kesusilaan dari aufk larung (rasa senang/ kenikmatan dan faedah). Maka ajaran etikanya berprinsip bahwa segala sesuatu hanya tergantung pada kehendak/ suasana yang menjadi dasar perbuatan-perbuatan kita. Perbuatan baik dari sudut susila adalah berdasarkan keinsafan kewajiban dengan pengertian bahwa setiap perbuatan kita bisa menjadi hukum umum yang berlaku. Asas pokok kesusilaan adalah imperatif kategoris, artinya suatu imperatif/ perintah dari dalam diri kita yang memerintahkan kepada kita tanpa memandang sebab dan akibatnya, cara berbuatnya, dsb. Berbuat baik adalah berbuat dengan berpangkal pada hukum kesusilaan yang dibuat oleh diri kita sendiri seara otonom karena menghormati hukum kesusilaan.

    Ajarannya tentang kesenian

    Rasa estetis itu khususnya berupa suatu rasa senang/ nikmat yang bercampur dengan perasaan tak senang. Dapat mengikat menjadi perasaan luhur yang berlebih-lebihan yang dapat membuat kita merasa luhur/ mulia.  

    Adapun karya Kant yang terpenting adalah “Kritik der Reinen Vernunft” 1781. Dalam bukunya ini ia membatasi pengetahuan manusia, atau dengan kata lain apa yang bisa diketahui manusia

    Kant sebenarnya hanya meneruskan perjuangan Thomas Aquinas yang pernah melakukannya. Immanuel Kant sendiri mulanya sangat beregang teguh dengan rasionalisme, secara dia adalah seorang Jerman, namun dia tersadarkan akan empirisme dari bukunya David Hume (filsuf Inggris). Dan sejak itulah Immanuel Kant merasa rasionalisme dan empirisme bisa digabungkan dan merupakan sebuah bagian yang dapat melengkapi satu sama lain.

    Kritisisme Rasionalis Jerman yang diajarkan Immanuel Kant adalah metodeloginya yang dikenal dengan metode induksi, dari partkular data-data terkecil baru mencapai kesimpulan universal.

    Dengan kritisisme Immanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri”, namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah, ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.

    Immanuel Kant juga beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa menentukan Fenomena saja. Fenomena itu sendiri adalah sesuatu yang tampak yang hanya menunjukkan fisiknya saja. Seperti Benda pada dirinya, bukan isinya atau idenya. seperti ada ungkapan “The Think in itself”. Sama halnya dengan Manusia hanya bisa melihat Manusia lain secara penampakannya saja atau fisiknya saja, tetapi tidak bisa melihat ide manusia tersebut. Inderawi hanya bisa melihat Fenomena (fisik) tapi tidak bisa melihat Nomena (Dunia ide abstrak- Plato)

    Immanuel Kant memang cenderung mendapatkan “ilham” atau terinmspirasi dari Plato, tapi tidak semuanya, dia “menyempurnakannya”dengan menggabungkan dengan Pengalaman Empirisme ajaran Aristoteles. Plato beranggapan Fenomena yang membentuk Nomena, Ide di atas segalanya, Ide yang membentuk sebuah yang nyata, seperti halnya Tuhan menciptakan Manusia.[3]

    Immanuel Kant terinspirasi dari Plato terlihat dari teori 3 postulat “buatan”. Sesuatu yang kita percaya, namun sulit dibuktikan.

    1. Free Will, Kehendak yang bebas

    2. Keabadian Jiwa, Immortaolitas Jiwa (warisan Plato. Manusia mati, tetapi Jiwa tak pernah Mati, makanya ide bersifat abstrak dan di atas segalanya)

    3. Tuhan, merupakan sesuatu yang kita percaya dan yakini akan keadaanya, akan tetapi sulit untuk mebuktikan kenampakan fisiknya.

    Menurut Kant dalam pengenalan inderawi selalu sudah ada 2 bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subyek sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subyek yang mengindera, tetapi realitas (das ding an sich = benda dalam dirinya) tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal gejala-gejala yang merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari luas (aposteriori) dengan bentuk ruang dan waktu (apriori).

    manuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini.  Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh.  Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita.

    Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia.  Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (“das Ding an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”.  Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia.

    Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita.  Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan.

    Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentukpengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini

    C.   Kritisisme Immanuel Kant dan Sumbangannya pada Dunia Pengetahuan

    Menurut Kant, kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanan dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio (Kaelan, 2009:60). Menurut Bertens, Kant adalah filsuf pertama yang mengembangkan penyelidikan ini. Dikatakan bahwa para filsuf-filsuf sebelumnya bersifat dogmatis, karena mereka hanya percaya secara mentah-mentah pada kemampuan rasio tanpa menyelidiki terlebih dahulu. Dengan kata lain Kant mampu mengubah wajah dan paradigma filsafat, membedakan dan mempertentangkan antara dogmatisme dan kritisisme.

    Kritisisme Kant merupakan buah usaha raksasa untuk menjembatani Rasionalisme dan Empirisme. Pengetahuan tentang alam dan moralitas itu berpijak pada hukum-hukum yang bersifat apriori, yakni hukum-hukum yang sudah ada sebelum pengalaman inderawi. Pengetahuan teoritis tentang alam berasal dari hukum-hukum apriori yang digabungkan dengan hukum-hukum alam obyektif. Sementara pengetahuan moral diperoleh dari hukum moral yang sudah tertanam di dalam hati nurani manusia.

    Menurut paham Empirisme  sumber utama pengetahuan manusia adalah pengalaman inderawi, dan bukan akal budi semata (menekankan unsur-unsur aposteriori). Sementara rasionalisme berpendapat bahwa sumber utama pengetahuan adalah akal budi yang bersifat apriori, dan bukan pengalaman inderawi. Terlepas dari rasa kekaguman Kant terhadap Empirisme Hume yang bersifat radikal dan konsekuen, namun ia tidak menyetujui skeptisisme Hume yang menyimpulkan bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak dapat mencapai suatu kepastian. Padahal sudah jelas bahwa pada masa-masa Kant, ilmuwan telah menemukan dalil atau hukum-hukum yang sifatnya berlaku umum dan pasti.

    Menurut Hume, semua proposisi yang signifikan haruslah salah satu dari kemungkinan ini: (1) bersifat sintesis dan a posteriori atau (2) bersifat analitis dan a priori. Namun Kant memperkenalkan kategori proposisi signifikan yang ketiga, yakni: yang bersifat sintesis a priori. Menurut Kant, proposisi yang bersifat sintesis a priorimerupakan proposisi yang sifatnya benar tanpa memerlukan pertimbangan dari pengalaman. Lebih jauhnya, proposisi yang bersifat sintesis a priori seperti misalnya: “Segala sesuatu pasti memiliki sebab”, tidak pernah bisa dibuktikan oleh para penganut aliran empirisme karena mereka telah telah terdoktrin bahwa “pasangan” dari sintesis adalah posteriori dan sebaliknya, “pasangan” dari analitis adalah apriori. Begitu juga dengan penganut aliran rasionalisme. Mereka terlalu terpaku dengan rangkaian istilah tersebut, sehingga mereka seringkali salah. Seperti misalnya dalam proposisi “Diri sendiri merupakan zat tunggal” (The self is a simple substance), mereka mengira bahwa proposisi tersebut dapat dibuktikan secara analitis a prioritapi ternyata tidak. Kant berargumen, bahwa proposisi yang bersifat sintesis a priori memerlukan sejumlah macam bukti dibandingkan proposisi yang sifatnya analitis a priori atau sintesis a posteriori. Petunjuk dari bagaimana melakukannya, menurut Kant, dapat ditemukan dalam sejumlah proposisi yang ada dalam ilmu pengetahuan alam dan matematika. Proposisi geometris seperti “Sudut-sudut dari segitiga selalu berjumlah 180°” merupakan sesuatu yang diketahui secara a priori, namun hal tersebut tidak hanya diketahui dari sebuah analisis atas konsep segitiga saja.

    Inovasi Kant secara metodologis adalah dengan menggunakan apa yang ia sebut sebagai argumen transendental untuk membuktikan proposisi yang bersifat sintesis a priori. Salah satu argumennya adalah “ada realitas yang eksis di dalam waktu dan tempat diluar diriku”, yang tidak bisa dibuktikan baik secara a priori maupunposteriori. Menurutnya, ada sebuah realitas yang bersifat independen dan diluar pengalaman manusia. Ia menyebut realitas itu sebagai dunia noumena—yakni dunia realitas dalam-dirinya-sendiri. Sedangkan dunia yang tampak dihadapan kita adalah dunia fenomena—yakni dunia yang ditangkap oleh pengalaman indera kita. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa pasti ada sesuatu yang sifatnya permanen diluar dirinya, yang tidak dapat dijangkau oleh dirinya sendiri

    Menurut Kant, baik rasionalisme maupun empirisme sebenarnya kedua-duanya bersifat berat sebelah. Kant berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan atau sintesis antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori  (Kaelan, 2009:60).

    Kritisisme yang diperkenalkan pertama kali oleh Immanuel Kant (1724-1804) adalah sebuah ajaran yang disebut sebagai filsafat kritis. Tiga karya besarnya disebut sebagai “Kritik”, yaitu : Kritik der reinen Vernunft(Critique of Pure Reason), Kritik der praktischen Vernunft(Critique of Practical Reason), dan Kritik der Urteilskraft(Kritik atas Daya Pertimbangan). (Hadiwijono, 1980 : 64)

    Secara harafiah kata kritik berarti “pemisahan”. Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan batas-batas kemempuannya untuk memberi tempat kepada keyakinan.

    Dengan kata lain, filsafat Kant bermaksud untuk memugar sifat objektivitas dunia dan ilmu pengetahuan. Supaya maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak dari empirisisme. Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri subjeknya lepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisisme mengira hanya dapat memperoleh pengenalan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa empirisisme sekalipun mulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman, tetapi melalui idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisisme yang radikal. Disini, filsafat Kant memadukan kedua filsafat rasionalisme dan empirisisme manjadi satu kesatuan dalam bentuk filsafat kritis, dan membangun cara berpikir kritis yang tidak terjebak dalam keduanya.

    Menurut Kant, pemikiran telah mencapai arahnya yang pasti dalam ilmu pengetahuan pasti-alam yang telah disusun oleh Newton. Ilmu pengetahuan pasti alam itu telah mengajar kita bahwa perlu sekali kita terlebih dahulu secara kritis meneliti tindakan pengenalan itu sendiri. Pengenalan bersandar kepada putusan. Oleh karena itu perlu sekali pertama-tama diadakan penelitian terhadap putusan.

    Suatu putusan menghubungkan dua pengertian yang terdiri dari subjek dan predikat. Dalam satu putusan seperti “meja itu bagus”, maka predikatnya (bagus) menambahkan sesuatu yang baru kepada subjeknya (meja). Karena tidak semua meja adalah bagus. Putusan ini disebut putusan yang sintetis, karena menambahkan sesuatu yang baru terhadap subjeknya dan diperoleh secara a posteriori, atau melalui pengalaman dengan melihat meja itu dan membandingkan dengan meja-meja lain. Inilah putusan yang dihasilkan oleh empirisisme.

    Dalam putusan yang lain seperti “lingkaran adalah bulat”, ternyata predikatnya (bulat) tidak memberi sesuatu yang baru terhadap subjeknya (lingkaran). Maka hal ini disebut putusan yang analitis, dan bersifat a priori, atau bisa diperoleh hanya melalui kegiatan pemikiran akali saja tanpa dibutuhkannya suatu pengalaman. Inilah putusan yang dihasilkan oleh rasionalisme.

    Menurut Kant, syarat dasar bagi suatu pengetahuan adalah bersifat umum dan perlu mutlak namun sekaligus memberi pengetahuan yang baru. Empirisme memberikan putusan-putusan yang sintetis, jadi tidak mungkin empirisme memberikan suatu yang bersifat umum dan perlu mutlak. Sebaliknya rasionalisme memberikan putusan-putusan yang analitis, jadi tidak memberikan suatu pengetahuan yang baru. (Hadiwijono, 1980 : 65-66)

    Demikianlah, ternyata baik empirisisme maupun rasionalisme tidak memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh ilmu pengetahuan. Maka dari itu, perlu diselidiki bagaimana membuat suatu putusan-putusan yang sintetis a priori, yaitu suatu putusan yang mampu memberikan sesuatu yang baru, namun tidak perlu tergantung dari pengalaman. Demikianlah bahwa filsafat Kant juga bersifat transendental, yang berusaha meneliti bagaimana cara seseorang untuk mengenal segala sesuatu. (Hadiwijono, 1980 : 65)

    Segala pengalaman terjadi karena penggabungan dua faktor, yaitu pengamatan inderawi dan penyadaran akal. Dalam kesadaran sehari-hari, kedua faktor ini tidak terpisahkan. Akan tetapi dalam hal ini secara teoretis keduanya harus dipisahkan, dengan maksud supaya masing-masing dapat diselidiki kemungkinan dan keadaannya secara transendental.

    Adapun yang kita amati itu bukanlah bendanya sendiri atau “benda dalam dirinya sendiri” (das ding an sich), melainkan suatu salinan dari pembentukan benda itu dalam daya-daya inderawi lahiriah dan batiniah, yang disebut sebagai penampakan atau gejala-gejala (fenomena). Yang kita amati sesungguhnya bukanlah objek dalam dirinya sendiri, melainkan gagasan kita tentang objek itu yang nampak pada kita melalui indera-indera kita, yang menggerakkan daya tangkap indera kita, sehingga kita membentuknya dalam fantasi menjadi suatu gambaran tertentu. Jadi, mengetahui bukanlah mengetahui benda dalam dirinya (das ding an sich), melainkan mengetahui penampakan atau fenomena, sehingga pengertian hanya dapat dipakai untuk memikirkan penampakan atau fenomena, bukan untuk memikirkan benda dalam dirinya. (Hadiwijono, 1980 : 67)

    Dalam hal ini, proses mengetahui dengan pengamatan terhadap objek tersebut terletak dan dikuasai oleh kedua bentuk a priori, yaitu ruang dan waktu. Bagi Kant, ruang dan waktu adalah sebuah “bentuk formal” dari penginderaan. Bentuk ruang membentuk kesan-kesan inderawi yang lahiriah, sedangkan waktu membentuk cerapan-cerapan inderawi yang batiniah. Ajaran Kant tentang etika banyak tertuang dalam bukunya Kritik der praktischen Vernunft(Critique of Practical Reason). Disana dibicarakan tentang syarat-syarat umum dan yang perlu mutlak bagi perbuatan kesusilaan. Yang dijadikan pegangan adalah gagasan bahwa ada suatu “intuisi” yang memberi keyakinan bahwa tiada sesuatu yang lebih tinggi daripada perbuatan yang dilakukan berdasarkan suatu “kehendak baik”. Kelihatannya naluri manusia lebih menentukan “kehendak baik” itu. Namun demikian sesungguhnya naluri senantiasa memperhitungkan faktor-faktor pengalaman. Maka dari itu harus dicari satu faktor yang semata-mata baik dalam dirinya sendiri dan tidak tergantung dari apapun, termasuk hasil yang akan diperoleh. Faktor yang demikian itu hanyalah rasio, yang dalam hal ini dapat memberi suatu patokan praktis dalam setiap tindakan. (Hadiwijono, 1980 : 74)

    Menurut Kant, ada dua bentuk ketetapan kehendak, yaitu ketetapan subjektif dan ketetapan objektif. Ketetapan subjektif datang dari subjek dan ada kemungkinan kesewenang-wenangan. Ketetapan yang objektiflah yang memberi perintah (imperatif), dimana terdapat gagasan tentang suatu asas yang objektif, yang menjadikan kehendak itu harus terjadi, lepas dari keinginan pribadi. Jadi, yang menentukan adalah suatu pandangan objektif yang dimiliki rasio, yang seakan-akan memberi perintah “Berbuatlah menurut motif-motif yang diberikan oleh rasio.” Disinilah kehendak benar-benar objektif dan bersifat imperatif.

    Tindakan imperatif itu ada dua macam, yaitu imperatif hipotetis dan imperatif kategoris. Imperatif hipotetis adalah suatu perintah yang mengemukakan suatu perbuatan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Yang menjadi tujuan dapat sesuatu yang nyata atau yang mungkin. Contohnya adalah “Jika ingin pandai maka harus rajin belajar.” (Scruton, 1982)

    Imperatif yang kedua adalah imperatif kategoris. Imperatif kategoris adalah perintah yang tidak tergoyahkan, yang tidak ada hubungannya dengan tujuan yang hendak dicapai, perintah yang tidak mengenal pertanyaan “untuk apa berbuat sesuatu ?” Perintah ini hanya memiliki tujuan dalam dirinya sendiri, dan bersifat formal yang hanya memformulasikan syarat formal yang harus dipenuhi perbuatan apapun supaya dapat diberi nilai etis yang baik.

    Adapun imperatif hipotetis hanya dapat ditaati karena kepentingan diri sendiri, sehingga tersirat di dalamnya suatu dorongan ego. Tidak demikian dengan imperatif kategoris, disini kehendak dan hukum adalah satu. Inilah yang disebut rasio praktis yang murni. Disini tidak ada unsur akal, yang ada hanya “keharusan” sesuatu yang sekaligus adalah kehendak yang sempurna dan murni. Imperatif kategoris inilah yang dipandang Kant sebagai asas kesusilaan yang transendental. Keharusan (sollen) ini mewujudkan segala persoalan etis.