Blog

  • Landasan Wawasan Nusantara Dan Hakekat Wawasan Nusantara

    Berdasarkan falsafah Pancasila, manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak, daya pikir, dan sadar akan keberadaanya yang serba terhubung dengan sesamanya, lingkungannya dan alam semesta, dan penciptanya. Menurut GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang ditetapkan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) pada tahun 1993 dan 1998: Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

    Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.Terdapat ketentuan – ketentuan atau kaidah – kaidah dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara, dan diciptakan demi tetap taat dan setianya komponen pembentuk bangsa Indonesia terhadap kesepakatan bersama.

    Jika hal ini diabaikan, maka komponen pembentuk kesepakatan bersama akan melanggar kesepakatan bersama tersebut, yang berarti bahwa tercerai berainya bangsa dan negara Indonesia.Seharusnya, dalam suatu Negara perlu adanya persatuan, sehingga tidak menimbulkan  konflik antar bangsa karena kepentingan nasionalnya akan terpenuhi. Dengan demikian Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dan sebagai visi nasional yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa masih tetap valid baik saat sekarang maupun mendatang, sehingga prospek wawasan nusantara dalam era mendatang masih tetap relevan dengan norma-norma global. Lebih lanjut lagi mengenai hal tersebut akan dibahas di sub selanjutnya. 

    Pengertian Wawasan Nusantara 

     Secara etimologis, wawasan nusantara yang biasa disingkat wasantara berasal dari kata wawas (atau dari kata induk mawas)yang mempunyai arti pandang, melihat. Dengan memberikan akhiran -an maka akan mempunyai tambahan arti cara. Wawasan berarti suatu cara pandang/lihat. Kata pandang tidak selamanya dihubungkan dengan panca indera penglihatan tapi dapat diperluas menjadi respon, menyikapi, langkah. Jadi,wawasan adalah suatu cara menyikapi dengan dasar yang tertentu sebagai acuan. Sedangkan nusantara berasal dari dua kata yaitu nusa dan antara.Nusa merupakan isitilah jawa kuno yang mempunyai arti pulau.Antara mengandung makna ada sesuatu yang diapit.Nusantara berarti pulau yang mengapit. Jika diperluas dapat diartikan sebagai kepulauan yang saling terikat satu sama lain. Jadi wawasan nusantara secara arti kata adalah cara pandang suatu bangsa berkepulauan dalam menyikapi permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya dengan kondisi beraneka ragam.  

    Secara terminologi, menurut Ketetapan MPR Tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

    Adapun landasan wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifiskasinya sebagai berikut:

    1.  Landasan Idil

    Pancasila sebagai faslafah ideologi bangsa dan dasar negara. Berkedudukan sebagai landasan idiil darpada wawasan nusantara.Karena pada hakikatnya wawasan nusantara merupakan perwujudan dari pancasila.Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh serta mengandung paham keseimbangan, keselarasan, dan keseimbangan.Maka wawasan nusantara mengarah kepada terwujudnya kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

    2.    Landasan Konstitusional

    UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusi dasar negara, yang menjadi pedoman pokok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik (Pasal 1 UUD 1945) yang kekuasaan tertingginya ada pada rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.

    3.    Landasan Visional.

    Landasan visional atau tujuan nasional wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat dengan tujuan agar tidak terjadi penyesalan dan penyimpangan dalam rangka mencapai dan mewujudkan cita-cita dan dan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu :

    – Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

    – Memajukan kesejahteraan umum

    – Mencerdaskan kehidupan bangsa

    – Ikut melaksanakan ketertiban dunia

    4.    Landasan Konsepsional

    Ketahanan nasional, yaitu merupakan kondisi dinamis yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kemampuan sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.Dalam upaya mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya, bangsa Indonesia mengahadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (HTAG). Agar dapat mengatasinya, bangsa indonesia harus memiliki kemampuan, keuletan, dan daya tahan yang dinamakan ketahanan nasional.

    5.    Landasan Operasional

    GBHN adalah sebagi landasan wawasan operasional dalam wawasan nusantara, yang dikukuhkan MPR dalam ketetapan Nomor : IV/MPR/1973 pada tanggal 22 Maret 1973. 

     Asas Wawasan Nusantara terdiri dari :

    1.       Kepentingan yang sama

    2.       Keadilan Yang berarti kesesuaian pembagian hasil dengan adil.

    3.       Kejujuran Yang berarti keberanian berfikir, berkata, dan bertindak sesuai dengan relita serta ketentuan yang benar biarpun realita atau kebenaran itu pahit.

    4. SolidaritasYang berarti rasa setia kawan, mau memberi dan berkorban demi orang lain tanpa meninggalkan ciri dan karakter budaya masing-masing.

    5. Kerja sama Adanya koordinasi, saling pengertian yang didasarkan atas kesetaraan demi terciptanya sinergi yang lebih baik.

    6.  Kesetiaan terhadap ikrar atau kesepakatan bersama demi terpeliharanya persatuann dan kesatuandalam bhinekaan.Merupakan tonggak utama dalam terciptanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan.Jika hal ini ambruk maka rusaklah persatuan dan kesatuan kebhinekaan Indonesia.


     Wawasan Nusantara meliputi arah pandang kedalam dan keluar
     1.   Arah pandang ke dalam:  Mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor – faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan memelihara persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan . Arah pandang kedalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional,baik aspek alamiah maupun aspek sosial.
     2.   Arah pandang keluar: Mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasional bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan demi tercapainya tujuan nasional yang tertera pada pembukaan UUD 1945. Arah pandang kedalam bertujuan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam  dunia serba berubah serta melaksanakan  ketertiban dunia, yang berdasarkan kepada kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial serta kerja sama dan sikap saling menghormati. Sumber : Buku Cetak Pengengantar Pendidikan Kewarganegaraan pernerbit PT GramediaPustaka Utama

    Kedudukan, Fungsi, dan Wawasan Nusantara 

    Kedudukan
    Kedudukan merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita – cita dan tujuan nasional.
    Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai berikut :

    a.       Pancasila sebagai falsafah, ideology bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil.

    b.      Undang – Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.

    c.       Wawasan Nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan Visional.

    d.      Ketahanan Nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.

    e.       GBHN sebgai politik dan strategi nasional atau sebagai kebijaksanaan dasar Nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.

    Fungsi
    Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu – rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

    Tujuan
    Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah.Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan – kepentingan individu, kelompok, suku bangsa atau daerah.Kepntingan – kepentingan tersebut tetap dihormati, diakui, dan dipenuhi, selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat banyak.

    Hakikat Wawasan Nusantara

    Hakikat Wawasan Nusantara adalah cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional . Hal tersebut berarti bahwa setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir , bersikap , dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Menurut Kelompok Kerja Wawasan Nusantara yang dibuat di LEMHANAS 1999: Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang sebaberagam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila danUUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

    Wawasan Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila.Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang. Dengan demikian wawasan nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.

    Hakekat Wawasan Nusantara adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.
     Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga negara.

    Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional
     a.  Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
     Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar negeri yang bebas aktif. Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.

     b.  Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
     Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di samping itu, implementasi wawasan nusantara mencerminkan tanggung jawab pengelolaa sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.

    Implementasi Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Nasional

    Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional yang mencakup kehidupan politik , ekonomi , sosial budaya , dan pertahanan keamanan harus tercermin dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan .

    Dengan demikian , Wawasan Nusantara menjadi nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap strata di seluruh wilayah negara , sehingga menggambarkan sikap dan perilaku , paham serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi yang merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia .Dalam implementasinya perlu lebih diberdayakan peranan daerah dan rakyat kecil, dan terwujud apabila dipenuhi adanya faktor-faktor dominan : keteladanan kepemimpinan nasional, pendidikan berkualitas dan bermoral kebangsaan, media massa yang memberikan informasi dan kesan yang positif, keadilan penegakan hukum dalam arti pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

    1.      Kehidupan Politik

     Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu:

    Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden.Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa.Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai denga hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hokum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.
         Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
     Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.  Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatic ebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar danpulau kosong.

    2.     Kehidupan ekonomi

    Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas,hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan, pertanian, danperindustrian. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antardaerah.Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilanekonomi.Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.

    3.     Kehidupan social

     Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segibudaya,status sosial maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan 

    pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya, pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya.

    4.      Kehidupan pertahanan dan keamanan

    Membagun TNI Profesional merupakan implementasi dalam kehidupan pertahanan keamanan. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang mengganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran.
                Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangunsolidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.

    Kesimpulan

    Wawasan Nusantara merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat dengan tujuan agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam rangka mencapai dan mewujudkan tujuan nasional.Diperlukan kesadaran sebagai implementasi WNI untuk  mengerti, memahami, menghayati tentang hak dan kewajiban warganegara serta hubungan warganegara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia. Mengerti, memahami, menghayati tentang bangsa yang telah menegara, bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan memerlukan konsepsi wawasan nusantara sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara pandang. Agar hal-hal yang diinginkan dapat terwujud diperlukan sosialisasi dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah.

  • Aliran Filsafat Positivisme August Comte

    Tahap – Tahap Pemikiran Manusia

    Menurut Comte, perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, tahap teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap positif.

    Tahap Teologis

    Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.

    Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap. Pertama, tahap yang paling bersahaja atau primitif, dimana orang menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme). Kedua, tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu, dimana seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan adikodrati yang melatarbelakanginya sedemikian rupa hingga tiap tahapan gejala-gejala memiliki dewa sendiri-sendiri (polytheisme). Gejala-gejala “suci” dapat disebut “dewa-dewa”, dan “dewa-dewa” ini dapat diatur dalam suatu sistem, sehingga menjadi politeisme dengan spesialisasi. Ada dewa api, dewa lautan, dewa angin, dan seterusnya. Ketiga, adalah tahapan tertinggi, dimana pada tahap ini orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi (esa), yaitu dalam monotheisme.

    Singkatnya, pada tahap ini manusia mengarahkan pandangannya kepada hakekat yang batiniah (sebab pertama). Di sini, manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Artinya, di balik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu.

    Tahap Metafisik

    Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi dari pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari cara berpikir teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan alam. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu misalnya terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan dalam konsep “alam”, sebagai asal mula semua gejala.

    Tahap positif

    Pada tahap positif, orang tahu bahwa tiada gunanya lagi untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun metafisik. Ia tidak lagi mau mencari asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat yang sejati dari “segala sesuatu” yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya, yaitu dengan “pengamatan” dan dengan “memakai akalnya”. Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang umum.

    B. Positivisme

    Positivisme diturunkan dari kata positif, filsafat ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual, yang positif. Positivisme hanya membatasi diri pada apa yang tampak, segala gejala. Dengan demikian positivisme mengesampingkan metafisika karena metafisika bukan sesuatu yang real, yang tidak dapat dibuktikan secara empiris dan tidak dapat dibuktikan. Positivisme suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.

    Positivisme merupakan bentuk lain dari empirisme, yang mana keduanya mengedepankan pengalaman. Yang menjadi perbedaan antara keduanya adalah bahwa positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman yang objektif, tetapi empirisme menerima juga pengalaman-pengalaman yang bersifat batiniah atau pengalaman-pengalaman subjektif.

    Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).

    Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:

    1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
    2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
    3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

    Filsafat positivisme merupakan salah satu aliran filsafat modern yang lahir pada abad ke-19. Dasar-dasar filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte. Adapun yang menjadi tititk tolak dari pemikiran positivis ini adalah, apa yang telah diketahui adalah yang faktual dan positif, sehingga metafisika ditolaknya. Di sini, yang dimaksud dengan “positif” adalah segala gejala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut diatur sedemikian rupa agar dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.
    Sebenarnya, tokoh-tokoh aliran ini sangat banyak. Namun begitu, Auguste Comte dapat dikatakan merupakan tokoh terpenting dari aliran filsafat Positivisme. Menurut Comte, dan juga para penganut aliran positivisme, ilmu pengetahuan tidak boleh melebihi fakta-fakta karena positivisme menolak metafisisme. Bagi Comte, menanyakan hakekat benda-benda atau penyebab yang sebenarnya tidaklah mempunyai arti apapun. Oleh karenanya, ilmu pengetahuan dan juga filsafat hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Dengan demikian, kaum positivis membatasi dunia pada hal-hal yang bisa dilihat, diukur, dianalisa dan yang dapat dibuktikan kebenarannya.
    Dengan model pemikiran seperti ini, kemudian Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.
    Selanjutnya, karena agama (Tuhan) tidak bisa dilihat, diukur dan dianalisa serta dibuktikan, maka agama tidak mempunyai arti dan faedah. Comte berpendapat bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan itu sesuai dengan fakta. Sebaliknya, sebuah pernyataan akan dianggap salah apabila tidak sesuai dengan data empiris. Contoh misalnya pernyataan bahwa api tidak membakar. Model pemikiran ini dalam epistemologi disebut dengan teori Korespondensi.
    Keberadaan (existence) sebagai masalah sentral bagi perolehan pengetahuan, mendapat bentuk khusus bagi Positivisme Comte, yakni sebagai suatu yang jelas dan pasti sesuai dengan makna yang terkandung di dalam kata “positif”. Kata nyata (riil) dalam kaitannya dengan positif bagi suatu objek pengetahuan, menunjuk kepada hal yang dapat dijangkau atau tidak dapat dijangkau oleh akal. Adapun yang dapat dijangkau oleh akal dapat dijadikan sebagai objek ilmiah, sedangkan sebaliknya yang tidak dapat dijangkau oleh akal, maka tidak dapat dijadikan sebagai objek ilmiah. Kebenaran bagi Positivisme Comte selalu bersifat riil dan pragmatik artinya nyata dan dikaitkan dengan kemanfaatan, dan nantinya berujung kepada penataan atau penertiban. Oleh karenanya, selanjutnya Comte beranggapan bahwa pengetahuan yang demikian itu tidak bersumber dari otoritas misalnya bersumber dari kitab suci, atau penalaran metafisik (sumber tidak langsung), melainkan bersumber dari pengetahuan langsung terhadap suatu objek secara indrawi.
    Dari model pemikiran tersebut, akhirnya Comte menganggap bahwa garis demarkasi antara sesuatu yang ilmiah dan tidak ilmiah (pseudo science) adalah veriviable, dimana Comte untuk mengklarifikasi suatu pernyataan itu bermakna atau tidak (meaningful dan meaningless), ia melakukan verifikasi terhadap suatu gejala dengan gejala-gejala yang lain untuk sampai kepada kebenaran yang dimaksud. Dan sebagai konsekwensinya, Comte menggunakan metode ilmiah Induktif-Verivikatif, yakni sebuah metode menarik kesimpulan dari sesuatu yang bersifat khusus ke umum, kemudian melakukan verifikasi. Selanjutnya Comte juga menggunakan pola operasional metodologis dalam bentuk observasi, eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif.
    Singkatnya, filsafat Comte merupakan filsafat yang anti-metafisis, dimana dia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah, dan menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir pour prevoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak), artinya manusia harus menyelidiki gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala-gejala, agar supaya dia dapat meramalkan apa yang akan terjadi.
    Filsafat positivisme Comte juga disebut sebagai faham empirisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara “terisolasi”, dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori.
    Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subjek diluar fakta, menolak segala penggunaan metoda di luar yang digunakan untuk menelaah fakta. Atas kesuksesan teknologi industri abad XVIII, positivisme mengembangkan pemikiran tentang ilmu pengetahuan universal bagi kehidupan manusia, sehingga berkembang etika, politik, dan lain-lain sebagai disiplin ilmu, yang tentu saja positivistik. Positivisme mengakui eksistensi dan menolak esensi. Ia menolak setiap definisi yang tidak bisa digapai oleh pengetahuan manusia. Bahkan ia juga menolak nilai (value).
    Apabila dikaitkan dengan ilmu sosial budaya, positivisme Auguste Comte berpendapat bahwa (a) gejala sosial budaya merupakan bagian dari gejala alami, (b) ilmu sosial budaya juga harus dapat merumuskan hukum-hukum atau generalisasi-generalisasi yang mirip dalil hukum alam, (c) berbagai prosedur serta metode penelitian dan analisis yang ada dan telah berkembang dalam ilmu-ilmu alam dapat dan perlu diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial budaya

    C. Pengaruh Dari Positivisme
    Positivisme yang diperkenalkan Comte berpengaruh pada kehidupan intelektual abad sembilan belas. Di Inggris, sahabat Comte, Jhon Stuart Mill, dengan antusias memerkenalkan pemikiran Comte sehingga banyak tokoh di Inggris yang mengapresiasi karya besar Comte, diantaranya G.H. Lewes, penulis The Biographical History of Philosophy dan Comte’s Philosophy of Sciences; Henry Sidgwick, filosof Cambridge yang kemudian mengkritisi pandangan-pandangan Comte; John Austin, salah satu ahli paling berpengaruh pada abad sembilan belas; dan John Morley, seorang politisi sukses. Namun dari orang-orang itu hanya Mill dan Lewes yang secara intelektual terpengaruh oleh Comte.
    Di Prancis, pengaruh Comte tampak dalam pengakuan sejarawan ilmu, Paul Tannery, yang meyakini bahwa pengaruh Comte terhadapnya lebih dari siapapun. Ilmuwan lain yang dipengaruhi Comte adalah Emile Meyerson, seorang filosof ilmu, yang mengkritisi dengan hormat ide-ide Comte tentang sebab, hukum-hukum saintifik, psikologi dan fisika. Dua orang ini adalah salah satu dari pembaca pemikiran Comte yang serius selama setengah abad pasca kematiannya. Karya besar Comte bagi banya filososf, ilmuwan dan sejarawan masa itu adalah bacaan wajib.
    Namun Comte baru benar-benar berpengaruh melalui Emile Durkheim yang pada 1887 merupakan orang pertama yang ditunjuk untuk mengajar sosiologi, ilmu yang diwariskan Comte, di universitas Prancis. Dia merekomendasikan karya Comte untuk dibaca oleh mahasiswa sosiologi dan mendeskripsikannya sebagai ”the best possible intiation into the study of sociology”. Dari sinilah kemudian Comte dikenal sebagai bapak sosiologi dan pemikirannya berpengaruh pada perkembangan filsafat secara umum
    Sebagai akibat dari pandangan tersebut, maka ilmu sosial budaya menjadi bersifat predictive dan explanatory sebagaimana halnya dengan ilmu alam dan ilmu pasti. Generalisasi-generalisasi tersebut merangkum keseluruhan fakta yang ada namun sering kali menegasikan adanya “contra-mainstream”. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan dijelaskan secara matematis dan fisis.
    Demikianlah beberapa pemikiran Auguste Comte tentang tiga tahapan perkembangan manusia dan juga bagaimana positivisme Auguste Comte memandang sumber ilmu pengetahuan.

    D. Kritik Terhadap Positivisme
    Positivisme Auguste Comte mengemukakan tiga tahap perkembangan peradaban dan pemikiran manusia ke dalam tahap teologis, metafisik, dan positivistik. Pada tahap teologis pemikiran manusia dikuasai oleh dogma agama, pada tahap metafisik pemikiran manusia dikuasai oleh filsafat, sedangkan pada tahap positivistik manusia sudah dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tahap ketiga itulah aspek humaniora dikerdilkan ke dalam pemahaman positivistik yang bercorak eksak, terukur, dan berguna. Ilmu-ilmu humaniora baru dapat dikatakan sejajar dengan ilmu-ilmu eksak manakala menerapkan metode positivistik. Di sini mulai terjadi metodolatri, pendewaan terhadap aspek metodologis.
    Selain itu, model filsafat positivisme-nya Auguste Comte tampak begitu mengagungkan akal dan panca indera manusia sebagai tolok ukur “kebenaran”. Sebenarnya “kebenaran” sebagai masalah pokok pengetahuan manusia adalah bukan sepebuhnya milik manusia. Akan tetapi hanya merupakan kewajiban manusia untuk berusaha menghampiri dan mendekatinya dengan “cara tertentu”.
    Kata cara tertentu merujuk pada pemikiran Karl Popper mengenai “kebenaran” dan sumber diperolehnya. Bagi Popper, ini merupakan tangkapan manusia terhadap objek melalui rasio (akal) dan pengalamannya, namun selalu bersifat tentatif. Artinya kebenaran selalu bersifat sementara yakni harus dihadapkan kepada suatu pengujian yang ketat dan gawat (crucial-test) dengan cara pengujian “trial and error” (proses penyisihan terhadap kesalahan atau kekeliruan) sehingga “kebenaran” se1alu dibuktikan melalui jalur konjektur dan refutasi dengan tetap konsisten berdiri di atas landasan pemikiran Rasionalisme-kritis dan Empirisme-kritis. Atau dengan meminjam dialektika-nya Hegel, sebuah “kebenaran” akan selalu mengalami proses tesis, sintesis, dan anti tesis, dan begitu seterusnya.
    Pandangan mengenai “kebenaran” yang demikian itu bukan berarti mengisyaratkan bahwa Penulis tergolong penganut Relativisme, karena menurut Penulis, Relativisme sama sekali tidak mengakui “kebenaran” sebagai milik dan tangkapan manusia terhadap suatu objek. Penulis berkeyakinan bahwa manusia mampu menangkap dan menyimpan “kebenaran” sebagaimana yang diinginkannya serta menggunakannya, namun bagi manusia, “kebenaran” selalu bersifat sementara karena harus selalu terbuka untuk dihadapkan dengan pengujian (falsifikasi). Dan bukanlah verifikasi seperti apa yang diyakini oleh Auguste Comte. Hal demikian karena suatu teori, hukum ilmiah atau hipotesis tidak dapat diteguhkan (diverifikasikan) secara positif, melainkan dapat disangkal (difalsifikasikan).
    Jelasnya, untuk menentukan “kebenaran” itu bukan perlakuan verifikasi melainkan melalui proses falsifikasi dimana data-data yang telah diobservasi, dieksperimentasi, dikomparasi dan di generalisasi-induktif berhenti sampai di situ karena telah dianggap benar dan baku (positif), melainkan harus dihadapkan dengan pengujian baru.

  • Aliran Filsafat Empirisme John Locke

    Empirisme John Locke

    John Locke adalah filosof yang berasal dari Inggris. Beliau dilahirkan di Wrington Somerst pada tanggal 29 Agustus 1632. Locke belajar di Westminster School selama lima tahun yaitu pada tahun 1647-1652 Pada tahun itu juga hingga tahun 1656 ia melanjutkan studinya di Christ Church, Oxford untuk mempelajari agama dan mendapat gelar B.A. disana. Kemudian ia melanjutkan studinya lagi untuk mendapatkan gelar M.A.

    Tahun 1664 Locke diangkat sebagai pejabat penyensor buku-buku filsafat moral. Ia juga belajar ilmu kedokteran dan mahir dalam bidang ini. Pada tahun 1665 bersama Sir Walter Vane ia mengikuti sebuah misi diplomatik ke Elector Of Brandenburg tetapi kemudian ia menolak tawaran kerja diplomat dan kembali ke Oxford. Di sana ia mengonsentrasikan seluruh perhatiannya pada filsafat dan menemukan minat yang sama pada Earl of Shaftesbury yang mengundang Locke untuk tinggal di London house-nya. Di sana Locke mengembangkan ilmu politik dan filsafat sekaligus menjadi dokter pribadi bangsawan Earl of Shaftesbury. Pada tahun 1683 Shaftesbury terancam akan di-impeacchment karena telah melakukan pengkhianatan. Pada saat itu juga Locke lari ke Belanda dan di sana ia menulis esai yang berjudul An Essay Concerning Human Understanding yang diterbitkan pada tahun 1690. Setelah revolusi tahun 1688, Locke kembali ke Inggris untuk mengiringi raja Orange yang akan menjadi Queen Mary.

    Setelah tahun 1690, kesehatan Locke menurun, tetapi beliau masih terus menulis dan melaksanakan tugas-tugasnya. Selama tiga belas tahun terakhir, ia tinggal di Oates dan ia meninggal di sana pada tanggal 28 Oktober 1704.

    Karya-karya John Locke, antara lain:

    1. A letter Concerning Toleration (Karangan-karangan tentang toleransi) pada tahun 1689.
    2. An Essay Concerning Human Understanding ( Karangan tentang pengertian manusiawi) pada tahun 1690.
    3. Two Treatises of Government (Dua karangan tentang pemerintahan) pada tahun 1690.

    Pengertian Empirisme

    Kata empirisme berasal dari bahasa Yunani emperia yang berarti pengalaman. Jadi empirisme merupakan sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan. Empirisme juga berarti sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman manusia didapat dari pengalaman-pengalaman yang nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata tersebut didapatkan dari tangkapan pancaindra manusia. Sehingga pengetahuan yang didapat melalui pengalaman merupakan sebuah kumpulan fakta-fakta.

    Doktrin empirisme tersebut adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.

    Ajaran-ajaran pokok dari empirisme, yaitu:

    1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
    2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
    3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
    4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
    5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
    6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

    Aliran Empirisme John Locke

    Aliran Empirisme muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera.

    John Locke, sebagai tokoh paling awal dalam urutan empirisme Inggris, merupakan sosok yang paling konservatif Ia merasa menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes sehingga ia menolak anggapan Descartes yang menyatakan keunggulan dari “yang dipahami” adalah “yang dirasa”. Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan penarikan dengan cara metode induksi.

    Secara menarik Locke membandingkan budi manusia pada saat lahir dengan tabula rasa, yaitu sebuah papan kosong yang belum tertulis apapun, yang artinya segala sesuatu yang ada dalam pikiran berasal dari pengalaman inderawi, tidak dari akal budi. Otak itu seperti sehelai kertas yang masih putih dan baru melalui pengelaman inderawi itu sehelai kertas itu diisi. Dengan ini beliau tidak hanya mau menyingkirkan gagasan mengenai “ide bawaan”, tetapi juga untuk mempersiapkan penjelasan bagaimana arti disusun oleh kerja keras data sensoris (indrawi). Locke mengatakan bahwa tidak ada ide yang diturunkan, sehingga dia menolak innate idea atau ide bawaan. Menurut Locke semua ide diperoleh dari pengalaman, dan terdiri atas dua macam, yaitu:

    1. Ide ide Sensasi, yang diperoleh dari pancaindra seperti, melihat, mendengar, dan lain-lain.
    2. Ide-ide Refleksi yang diperoleh dari berbagai kegiatan budi seperti berpikir, percaya, dan sebagainya.

    Jadi menurut Locke, apa yang kita ketahui adalah “ide”.

    Kebanyakan orang mengatakan bahwa mereka sadar akan benda-benda. Tetapi menurut Locke objek kesadaran adalah ide. Ide adalah “objek akal seawktu seseorang berpikir, saya telah menggunakannya utnuk menyatakan apa saja yang dimaksud dengan fantasnya, maksud species, atau apa saja yang digunakan budi untuk berpikir….”(Sterling Lamperch 1928 dalam Hardono Hadi 1994).Locke juga mengatakan bahwa ide adalah “objek langsung dari persepsi” (Sterling Lamperch 1928 dalam Hardono Hadi 1994).

    Faktor-Faktor Filsafat John Locke Tentang Empirisisme

    Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuannya. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas putih atau tabula rasa yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu.

    Tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa “kertas kosong” tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti dari empirisme Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa pikiran individu “kosong” saat lahir, dan juga ditekankan tentang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari karakternya – namun identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang disebut alami. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.

    Lebih lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara ‘mengingat’, ‘menghendaki’, ‘meyakini’, dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.

    Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan sederhana ini tersedia, baru rasio atau pikiran bekerja membentuk ‘pandangan-pandangan kompleks’ (complex ideas). Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut.

    Pemikiran Teori Empirisme Setelah John Locke

    Menurut George Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan antara pengamatan indera yang satu dengan pengamatan indera yang lain. Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena hubungan antara indera pelihat dan indera peraba. Indera penglihatan hanya mampu menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indera peraba. Kedua indera tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indera lain dan juga pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin terhadap sesuatu yang konkret.

    Filsuf empiris yang terakhir adalah David Hume. David Hume (26 April, 1711 – 25 Agustus, 1776) adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of England merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya Macaulay.

    Hume memulai filsafat dengan menyatakan bahwa manusia mempunyai dua persepsi, yaitu kesan dan gagasan. Kesan adalah pengindraan langsung atas realitas lahiriah sedangkan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan semacam itu. Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisis agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan (observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.

    Hume mengajukan tiga argumen untuk menganalisis sesuatu, pertama, ada ide tentang sebab akibat (kausalitas). Kedua, karena kita percaya kausalitas dan penerapannya secara universal, kita dapat memperkirakan masa lalu dan masa depan kejadian. Ketiga, dunia luar diri memang ada, yaitu dunia bebas dari pengalaman kita. Dari tiga dasar kepercayaan Hume tersebut, ia sebenarnya mengambil kausalitas sebagai pusat utama seluruh pemikirannya. Ia menolak prinsip kausalitas universal dan menolak prinsip induksi dengan memperlihatkan bahwa tidak ada yang dipertahankan. Jadi, Hume menolak pengetahuan apriori, lalu ia juga menolak sebab-akibat, menolak pula induksi yang berdasarkan pengalaman. Segala macam cara memperoleh pengetahuan, semuanya ditolak. Inilah skeptis tingkat tinggi. Sehingga Solomon menyebut Hume sebagai ultimate skeptic. Dikarenakan sifat skeptisnya yang berlebihan Hume juga tidak mengakui adanya Tuhan.

  • Konsep Pembelajaran Holistik

    Konsep Pembelajaran Holistik

    Konsep pembelajaran holistik menitipk beratkan pada aspek menyeluruh dimana manusia sebagai pelaku belajar tidak berdiri sendiri.

    Pembelajaran Holistik

    Istilah holistik mengandung makna menyeluruh atau utuh. Pendekatan holistik memandang manusia secara utuh, dalam arti manusia dengan unsur kognitif, afeksi dan perilakunya. Manusia juga tidak bisa berdiri sendiri, namun terkait erat dengan lingkungannya. Manusia tidak bisa terlepas dari manusia lain, demikian pula dengan lingkungan fisik atau alam sekitarnya. Manusia juga tergantung kepada Tuhan yang Maha Kuasa selaku pencipta dan penentu hidupnya (Sawang:2011).

    Menurut pusat penelitian dan pelayanan pendidikan Universitas Sanata Darma (2009) dalam artikel onlinya bahwasanya, pembelajaran holistik (holistic learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pemahaman informasi dan mengkaitkannya dengan topik-topik lain sehingga terbangun kerangka pengetahuan. Dalam pembelajaran holistik, diterapkan prinsip bahwa siswa akan belajar lebih efektif jika semua aspek pribadinya (pikiran, tubuh dan jiwa) dilibatkan dalam pengalaman siswa.

    Akhmad Sudrajat (2008) menuliskan dalam artike onlinya bahwasanya 2008) menuliskan dalam artike onlinya bahwasanya, tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).

    Ciri-Ciri Pembelajaran Holistic

    Luluk Yunan Ruhendi (2004:187) Paradigma holistik menekankan proses pendidikan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

    1. Tujuan pendidikan holistik mengintrodusir terbentuknya manusia seutuhnya dan masyarakat seutuhnya.
    2. Materi  pendidikan holistik mengandung kesatuan pendidikan jasmani-rohani, mengasah kecerdasan intelektual-spiritual (emosional)- ketrampilan, kesatuan materi pendidikan teoritis-praktis, kesatuan materi pendidikan pribadi-sosial-ketuhanan
    3. Proses pendidikan holistik mengutamakan kesatuan kepentingan anak didik-masyarakat.
    4. Evaluasi pendidikan holistik mementingkan tercapainya perkembangan anak didik dalam bidang penguasaan ilmu-sikap-tingkahlaku-ketrampilan.

    Metode dan Teknik Pembelajaran Holistic

    Pembelajaran holistic dapat dilaksanakan dengan mengunakan berbagai macam metode dan teknik. Adapun metode dan teknik pembelajran holistic menutur penelitian dan pelayanan pendidikan Universitas Sanata Darma (2009) yaitu:

    1. Metode Pembelajaran Holistik

    Metode yang digunakan dalam pembelajaran holistic ada 2 metode yaitu:

    a. Belajar melalui keseluruhan bagian otak.

    Bahan palajaran dipelajari dengan melibatkan sebanyak mungkin indera; juga melibatkan berbagai tingkatan keterlibatan, yaitu: indera, emosional, dan intelektual. Sehingga aspek kognitif , afektif,dan psikomotor dapat berkembang secra baik dan berkembang sesuai dengan tingkatan pada fase pertmbuhan manusia.

    b. Belajar melalui kecerdasan majemuk (multiple intelligences)

    Siswa mempelajari materi pelajaran dengan menggunakan jenis kecerdasan yang paling menonjol dalam dirnya. Kecerdasan yang digunakan sesuia dengan karakteristik pembelajaran masing masing. Apakah itu bertipe audio, visual atau pin audio visual serta tipe belajar yang lain.

    2. Teknik Pembelajaran Holistik

    Ada beberapa teknik pembelajaran holistic yaitu antara lain:

    a. Mengajukan pertanyaan

    Siswa menanyakan beberapa terkait beberapa hal  seperti:

    1. Apa yang sedang dipelajari?
    2. Apa hubungannya dengan topik-topik lain dalam bab yang sama?
    3. Apa hubungannya dengan topik-topik lain dalam mata pelajaran yang sama?
    4. Adakah hubungannya dengan topik-topik dalam mata pelajaran lain?
    5. Adakah hubungannya dengan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari?

    b. Memvisualkan informasi

    Guru mengajak siswa untuk menyajikan informasi dalam bentuk gambar, diagram, atau sketsa. Objek atau situasi yang terkait dengan informasi disajikan dalam gambar; sedangkan hubungan informasi itu dengan topik-topik lain dinyatakan dengan diagram. Gambar atau diagram tidak harus indah atau tepat, yang penting bisa mewakili apa yang dibayangkan oleh siswa. Jadi gambar atau diagram dapat berupa sketsa atau coretan kasar. Setelah siswa memvisualkan informasi, mereka dapat diminta menerangkan maksud gambar, diagram, atau sketsa yang dibuatnya

    c. Merasakan informasi

    Jika informasi tidak dapat atau sukar divisualkan, siswa dapat menangkapnya dengan menggunakan indera lainnya. Misalnya dengan meraba, mengecap, membau, mendengar, atau memperagakan

    Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Sehingga dalam mengembangan pembelajaran holistic harus memperhatikan beberapa hal agar supaya pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Menutut Akhmad Sudrajat(2008) hal yang perlu di pertimbangkan yaitu:

    1. Menggunakan pendekatan pembelajaran transformative
    2. Prosedur pembelajaran yang fleksibel
    3. Pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu
    4. Pembelajaran yang bermakna
    5. Pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada

    D. Konsep Dasar yang Medasari Pendekatan Holistic

    Scott H Young (2005),  Prinsip holistik yang mendasari adalah bahwa organisme kompleks fungsi yang paling efektif ketika semua bagian komponen itu sendiri berfungsi dan co-operasi secara efektif. Dan ide ini berhubungan sangat erat dengan konsep sinergi, dengan seluruh yang lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Dalam hal pendidikan arus utama pendekatan ‘manusia yang utuh’ untuk belajar adalah jauh lebih mungkin untuk diamati dalam pembibitan sensorik-kaya atau ruang sekolah aktivitas utama daripada di teater kecerdasan-didominasi kuliah universitas.

     Secara maknawi holistik adalah pemikiran secara menyeluruh dan berusaha menyatukan beraneka lapisan kaidah serta pengalaman yang lebih dari sekedar mengartikan manusia secara sempit. Artinya, setiap anak sebenarnya memiliki sesuatu yang lebih daripada yang di ketahuinya. Setiap kecerdasan dan kemampuan seorang jauh lebih kompleks daripada nilai hasil tesnya

    Adapun yang dianggap sebagai pendukung pembelajaran holistik adalah tokoh humanistik dari Swiss Johan Pestalozzi, Thoreau, Emerson, maria Montessori dan Rudolf Steiner. Semua tokoh tersebut menjelaskan bahwa pendidikan harus mencakup penanaman moral, emosional, fisik, psikologis, agama serta dimensi perkembangan intelektual anak secara utuh. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa sudah bukan waktunya lagi  pendidikan itu terkotak-kotak sepenggal-sepenggal (bukan waktunya lagi pendidikan terfokus pada salah satu ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam membentuk peserta didiknya. Mereka harus diberi pendidikan secara holistik dan ideal sebagai bekal hidupnya sehingga nantinya mereka menjadi manusia yang berkeunggulan hidup dan akhirnya mamiliki kemandirian hidup

    E. Aplikasi Pendekatan Holistik dalam Pendidikan Anak

    Pendekatan dalam proses pelaksanaan pendidikan yang mampu melihat anak secara keseluruhan adalah Pendekatan Holistik. Pendekatan Holistik dikemas bukan dalam bentuk yang kaku melainkan melalui hubungan langsung antara anak didik dengan lingkungannya. Pendekatan Holistik  tidak melihat manusia dari aktivitasnya yang terpisah pada bagian-bagian tertentu, namun merupakan mahluk yang bersifat  utuh dan tingkah lakunya tidak dapat dijelaskan  berdasarkan aktivitas bagian-bagiannya. Tidak hanya  melalui potensi intelektualnya saja, namun juga dari potensi spiritual dan emosionalnya

    Proses pelaksanaan pendekatan Holistik dalam pendidikan akan mengajak anak berbagi pengalaman kehidupan nyata, mengalami peristiwa-peristiwa langsung yang diperoleh dari pengetahuan kehidupan. Dengan demikian pendidik diharapkan dapat menyalakan/menghidupkan kecintaan anak akan pembelajaran. Pendidik juga mendorong anak untuk melakukan refleksi, diskusi daripada mengingat secara pasif tentang fakta-fakta. Hal ini jauh lebih bermanfaat dibanding keterampilan pernecahan masalah yang bersifat abstrak.

    Komunitas pembelajaran yang diciptakan pada proses pendidikan Holistik harus dapat merangsang pertumbuhan kreativitas pribadi, dan keingintahuan dengan cara berhubungan dengan dunia. Dengan demikian anak didik dapat menjadi pribadi-pribadi yang penuh rasa ingin tahu yang dapat belajar apapun yang mereka butuh ketahui dalam setiap konteks baru,

    Model pendidikan holistik ini melahirkan Kurikulum Holistik yang memiliki ciri-ciri:

    1. Spiritualitas adalah jantung dari setiap proses dan praktek pembelajaran
    2. Pembelajaran diarahkan agar siswa menyadari akan keunikan dirinya dengan segala potensinya. Mereka harus diajak untuk berhubungan dengan dirinya yang paling dalarn (inner self, sehingga memahami eksistensi, otoritas, tapi sekaligus bergantung sepenuhnya kepada pencipta Nya).
    3. Pembelajaran tidak hanya mengembangkan cara berpikir analitis/linier tapi juga intuitif.
    4. Pembelajaran berkewajiban menumbuh kembangkan potensi kecerdasan ganda (multiple intelligences).
    5. Menyadarkan anak akan keterkaitannya dengan komunitas sekitarnya
    6. Mengajak anak menyadari hubungannya dengan bumi dan ciptaan Allah selain manusia seperti hewan, tumbuhan, dan benda  (air, udara, tanah) sehingga mereka memiliki kesadaran ekologis.
    7. Kurikulumnya memperhatikan hubungan antara berbagai pokok bahasan dalam tingkatan transdisipliner, sehingga hal itu akan lebih memberi makna kepada siswa.
    8. Menghantarkan anak untuk menyeimbangkan antara belajar individual dengan kelompok (kooperatif, kolaboratif, antara isi dengan proses, antara pengetahuan dengan imajinasi, antara rasional dengan intuisi, antara kuantitatif dengan kualitatif
    9. Pembelajaran yang tumbuh, menemukan, dan memperluas cakrawala
    10. Pembelajaran yang merupakan  sebuah proses kreatif dan artistic

    Diambil dari artikel online Djauharah Bawazir 2008.

    Artikel Online menyebutkan aplikasi pendekatan holistik menurut Woofolk, A (1993) dalam pembelajaran di sekolah adalah sebagai berikut :

    1. Wawasan pengetahuan yang mendalam (insight) yaitu bahwa wawasan memegang peranan penting dalam perilaku.
    2. Pembelajaran yang bermakna ( meaning ful learning ) yaitu kebermaknaan unsur – unsur yang terkait dalam suatu objek atau peristiwa akan menunjanng pembentukan insight dalam proses pembelajaran
    3. Perilaku bertujuan ( purposive behavior ) yaitu bahwa hakikatnya perilaku itu terarah pada suatu tujuan
    4. Prinsip ruang hidup ( life space ) menyatakan bahwa perilaku individu mempunyai keterkaitan  dengan lingkungan atau medan dimana ia berada. Prinsip ini mengaplikasikan adanya padanan dan akitan antara proses pembelajaran dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungan
    5. Transfer dalam pembelajaran yaitu pemindahan pola – pola perilaku dari suatu situasi pembelajaran tertentu kepada situaasi lain. Transfer akan terjadi apabila anak menangkap prinsip – prinsip pokok dari suatu masalah dan memnemukan generalisasi kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain
  • Aliran Filsafat Strukturalisme

    Aliran Filsafat Strukturalisme

    Filsafat strukturalisme adalah aliran pemikiran dalam filsafat dan ilmu sosial yang menekankan pada struktur dan sistem dalam memahami realitas. Strukturalisme muncul pada abad ke-20, terutama dipengaruhi oleh karya-karya pemikir seperti Ferdinand de Saussure dalam bidang linguistik, Claude Lévi-Strauss dalam antropologi, dan Jacques Lacan dalam psikoanalisis.

    Filsafat Strukturalisme

    A. Sejarah Perkembangan

    Dalam sosiologi, antropologi dan linguistik, strukturalisme adalah metodologi yang unsur budaya manusia harus dipahami dalam hal hubungan mereka dengan yang lebih besar, sistem secara menyeluruh atau umum disebut struktur. Ia bekerja untuk mengungkap struktur yang mendasari semua hal yang manusia lakukan, pikirkan, rasakan, dan merasa. Atau, seperti yang dirangkum oleh filsuf Simon Blackburn, strukturalisme adalah “keyakinan bahwa fenomena kehidupan manusia yang tidak dimengerti kecuali melalui keterkaitan mereka. Hubungan ini merupakan struktur, dan belakang variasi lokal dalam fenomena yang muncul di permukaan ada hukum konstan dari budaya abstrak”.

    Strukturalisme di Eropa dikembangkan di awal tahun 1900-an, di bidang linguistik struktural dari Ferdinand de Saussure berikutnya Praha, sekolah Moskow dan Copenhagen linguistik. Pada akhir 1950-an dan awal 60-an, ketika linguistik struktural menghadapi tantangan serius dari orang-orang seperti Noam Chomsky dan dengan demikian memudar di pentingnya, array sarjana di humaniora meminjam konsep Saussure untuk digunakan dalam bidang masing-masing studi. Antropolog Prancis Claude Levi-Strauss dikatakan sebagai ilmuwan pertama, memicu minat yang luas dalam hal Strukturalisme.

    Model strukturalis penalaran telah diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk antropologi, sosiologi, psikologi, kritik sastra, ekonomi dan arsitektur. Pemikir yang paling menonjol terkait dengan strukturalisme termasuk Levi-Strauss, ahli linguistik Roman Jakobson, dan psikoanalis Jacques Lacan. Sebagai gerakan intelektual, strukturalisme awalnya dianggap menjadi pewaris eksistensialisme. Namun, pada 1960-an, banyak dari prinsip dasar strukturalisme diserang dari gelombang baru intelektual terutama dari Perancis seperti filsuf dan sejarawan Michel Foucault, filsuf dan komentator sosial Jacques Derrida, filsuf Marxis Louis Althusser, dan kritikus sastra Roland Barthes. Meskipun unsur pekerjaan mereka selalu berhubungan dengan strukturalisme dan diinformasikan oleh itu, teori ini umumnya disebut sebagai post-strukturalis.

    Pada 1970-an, strukturalisme dikritik karena kekakuan dan ahistorisme. Meskipun demikian, banyak pendukung strukturalisme, seperti Lacan, terus menegaskan pengaruh pada filsafat kontinental dan banyak asumsi dasar dari beberapa kritikus strukturalis bahwa pasca-strukturalis adalah kelanjutan dari strukturalisme.

    B. Masa perkembangan filsafat Strukturalisme

    Tahun 1966 digambarkan oleh Francois Dosse dalam bukunya Histoire du Structuralisme sebagai tahun memancarnya strukturalisme di Eropa, khususnya di Prancis.Perkembangan strukturalisme pada tahun 1967-1978 digambarkan sebagai masa penyebaran gagasan strukturalisme dan penerangan tentang konsep strukturalisme serta perannya dalam ilmu pengetahuan

    C. Pengertian Filsafat Strukturalisme

    Aliran filsafat eksistensialisme yang menjadi mode berfilsafat pada pertengahan abad ke-20 mendapat reaksi dari aliran Strukturalisme. Jika eksistensialisme menekankan pada peranan individu, maka strukturalisme juga melihat manusia “terkungkung” dalam berbagai struktur dalam kehidupannya. Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan strukturalisme sebagai aliran filsafat.

    1. Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip linguistik yang dirintis oleh Ferdinandde Saussure.
    2. Strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang muncul dalam sejarah filsafat. Di sini metodologi struktural dipakai untuk membahas tentang manusia, sejarah, kebudayan dan alam, yaitu dengan membuka secara sistematik struktur-struktur kekerabatan dan struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusasteraan dan dalam pola-pola psikologik tak sadar yang menggerakkan tindakan manusia.

    Strukturalisme adalah faham atau pandangan yang menyatakan bahwa semua masyarakat dan kebudyaan memiliki suatu struktur yang sama dan tetap. Strukturalisme juga adalah sebuah pembedaan secara tajam mengenai masyarakat dan ilmu kemanusiaan dari tahun 1950 hingga 1970, khususnya terjadi di Perancis. Strukturalisme berasal dari bahasa Inggris, structuralism; latin struere (membangung), structura berarti bentuk bangunan. Trend metodologis yang menyetapkan riset sebagai tugas menyingkapkan struktur objek-objek ini dikembangkan olerh para ahli humaniora. Struktualisme berkembang pada abad 20, muncul sebagai reaksi terhadap evolusionisme positivis dengan menggunakan metode-metode riset struktural yang dihasilkan oleh matematika, fisika dan ilmu-ilmu lain.

    Para sturukturalis filosofis yang menerapkan prinsip-prinsip strukturalisme linguistic dalam berfilsafat bereaksi terhadap aliran filsafat Fenomenologi dan eksistensialisme yang melihat manusia dari sudut pandang yang subjektif.

    D. Tujuan Strukturalisme

    Tujuan Strukturalisme adalah mencari struktur terdalam dari realitas yang tampak kacau dan beraneka ragam di permukaan secara ilmiah (obyektif, ketat dan berjarak). Ciri-ciri itu dapat dilihat strukturnya:

    1. Bahwa yang tidak beraturan hanya dipermukaan, namun sesungguhnya di balik itu terdapat sebuah mekanisme generatif yang kurang lebih konstan.
    2. Mekanisme itu selain bersifat konstan, juga terpola dan terpola dan terorganisasi, terdapat blok-blok unsur yang dikombinasikan dan dipakai untuk menjelaskan yang dipermukaan
    3. Para peneliti menganggap obyektif, yaitu bisa menjaga jarak terhadap yang sebenarnya dalam penelitian mereka
    4. Pendekatan dengan memakai sifat bahasa, yaitu mengidentifikasi unsur-unsur yang bersesuaian untuk menyampaikan pesan. Seperti bahasa yang selalu terdapat unsur-unsur mikro untuk menandainya, salah satunya adalah bunyi atau cara pengucapan.
    5. Strukturalisme dianggap melampaui humanisme, karena cenderung mengurangi, mengabaikan bahkan menegasi peran subjek.

    Ciri-ciri strukturalisme adalah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual objek melalui penyelidikan, penyingkapan tabiat, sifat-sifat yang terkait dengan suatu hal melalui pendidikan. Ciri-ciri itu bisa dilihat dari beberapa hal; hirarki, komponen atau unsur-unsur, terdapat metode, model teoritis yang jelas dan distingsi yang jelas.

    Para ahli strukturalisme menentang eksistensialisme dan fenomenologi yang mereka anggap terlalu individualistis dan kurang ilmiah. Salah satu yang terkenal adalah pandangan Maurice Meleau-Ponty yang menentang fenomenologi dan eksistensialisme tubuh manusia. Pounty menekankan bahwa hal yang fundamental dalam identitas manusia adalah bahwa kita adalah objek-objek fisik yang masing-masing memiliki kedudukan yang berbeda-beda dan unik dalam ruang dan waktu.

    E. Tokoh tokoh Filsafat Struktural

    1. Ferdinand de Saussure

    Strukturalisme sebagai metode berpikir dalam memahami realitas dimulai oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913 M), seorang ahli Linguistik yang mempelajari bahasa dari sudut pandang strukturnya.

    Menurut Ferdinand de Saussure Strukturalisme memiliki dua pengertian, yaitu:

    1. Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip Linguistik.
    2. Strukturalisme adalah aliran filsafat yang hendak memahami manusia, sejarah dan kebudayaan serta hubungan kebudayaan dengan alam dengan memakai metode struktural. Strukturalisme menyelidiki pola-pola dasar yang tetap dalam berbgai realitas.

    2. Claude Levi-Strauss

    Claude Levi-Strauss, lahir 28 November 1908 – meninggal 30 Oktober 2009 pada umur 100 tahun) adalah antropolog dan etnolog Prancis, dan disebut sebagai “bapak antropologi modern”.

    Dia berpendapat bahwa “pikiran primitif” memiliki struktur yang sama dengan pikiran yang “beradab” dan bahwa ciri-ciri manusia itu sama saja di mana-mana. Pengamatannya ini berpuncak pada bukunya yang terkenal, Tristes Tropiques, yang menempatkan dia sebagai tokoh utama dalam aliran pemikiran strukturalis, tempat di mana gagasan-gagasannya menjangkau berbagai bidang, termasuk humaniora, sosiologi dan filsafat. Strukuralisme didefinisikan sebagai “pencarian pola-pola pikiran tersembunyi di dalam segala bentuk kegiatan manusia”.

    Dia telah menerima kehormatan dari berbagai universitas di seluruh dunia dan memimpin Antropologi Sosial di Collège de France (1959–1982). Dia terpilih sebagai anggota Akademi Prancis atau Académie Française pada 1973.

    pemikirannya terkenal dengan Strukturalisme dan Antropologi budaya. Dalam buknya yang berjudul “Struktur-struktur elementer kekerabatan” ia menganalisa dan menjelaskan sistem-sistem kekerabatan primitif dengan memakai metode strukturalis. Menurutnya, kekerabatan dapat dianggap sebagai semacam bahasa, karena aturan-aturan yang dimiliki klen-klen primitif di bidang kekerabatan dan perkawinan memang merupakan suatu sistem yang terdiri atas relasi-relasi dan posisi-oposisi, seperti suami-istri, anak-bapak, kakak-adik, dan lain-lain.

    Selain Ferdinand de Saussure, berikut adalah beberapa tokoh dalam aliran strukturalismedan pemikirannya :

    Jscues Lacan (1901-1981) lahir di Paris dan meraih gelar doktor dalam bidang kedokteran pada tahun 1932. Selain kedokteran, ia juga seorang psikiater. Maka dari itu, pemikirannya disebut Strukturalisme dan Psikoanalisa karena ia ingin membuat psikoanalisa menjadi suatu antropologi otentik dengan mengambi ilmu bahasa sebagai pedoman. Bahasa adalah suatu sistem yang terdiri dari relasi-relasi dan oposisi-oposisi yang mempunyai prioritas terhadap subyek yang berbicara, dan manusia tidak merancang sistem itu, tetapi ia takhluk padanya yang memungkinkan ia berbicara. Hal yang sama berlaku juga untuk ketidaksadaran. Ketidaksadaran merupakan suatu struktur, tetapi manusia sendiri tidak menguasai struktur ini. Ketidaksadaran adalah semacam logos yang mendahului manusia perseorangan. Usahanya adalah menjelaskan ketidaksadaran manusia dalam cahaya penemuan-penemuan linguistik tentang bahasa. Lacan selalu membahas percakapan psikoanalitis yaitu percakapan antara seorang psikoanalis dengan analisanya atau pasiennya. Dalam percakapan itu, ketidaksadaran tampak sebagai bahasa. Dalam percakapan psikoanalitis subyek tidak berbicara, tetapi subyek dibicarakan. Atau bukan saya yang berbicara, ada yang bicara dalam diri saya.

    Roland Barthes (1915-1950) lahir di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne dan Paris. Pada umur 64 tahun, ia meninggal tertabrak mobil di jalanan paris. Pemikirannya tentang Strukturalisme dan Kritik Sastra. Setelah ia membaca buku karangan Saussur yang berjudul kursus Tentang Linguistik Umum, ia mulai menyadari kemungkinan-kemungkinan untuk menerapkan semiologi atas bidang-bidang yang lain. Menurutnya semiologi termasuk linguistik tapi bukan sebaliknya. Barthes melukiskan prinsip-prinsip linguistik dan relevaninya dengan bidang lain. Dari sudut pandang strukturalistis, ia memberikan suatu interpretasi baru tentang Jean Racine, seorang dramawan besar dari sastra Prancis abad ke-17. Pendekatan baru tentang sastra yang diusahakan Barthes diberi nama “Kritik Sastra yang Baru”. Interpretasi ini diserang tajam oleh Raymond Picard, profesor Universitas Surbonne, yang membela pandangan tradisional tenang Racine.

    Louis Althusser (1918-1990) seorang tokoh filsuf dari golongan marxisme. Pemikirannya adalah tentang persamaan Stukturalisme dan Marxisme.

    Michel Foucault (1962-1984). Pemikirannya disebut Strukturalisme dan Epistemologi. Epistemologi disini adalah refleksi filosofis tentang kodrat dan sejarah ilmu pengetahuan. Menutnya pada tiap-tiap zaman mempunyai pengandai-andaian tertentu, prinsip-prinsip tertentu, cara-cara pendekatan tertentu. Deangan kata lain tiap zaman mempunyai apriori historis tertentu

    Filsafat Struktural Ferdianand de Saussure

    Munculnya paham baru kian terlihat yakni sekitar pada zaman kontemporer yakni diawal abad kedua puluh. Dimana pada abad tersebut orang berpikir lebih mengarah pada abad kedua puluh tersebut. Salah satu paham baru yang muncul tersebut yakni Strulturalisme yang dicetuskan oleh tokoh bernama Ferdinand de Saussure.

    Akar dasar dari pemikiran ini sendiri dari Ferdianand de Saussure yakni meletakkan dasar linguistik dan tata bahasa. Meski De Saussure jarang mempublikasikan karyanya, namun dari karyanya mengenai ilmu linguistik itulah ia memberikan konstribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan juga filsafat di masa kehidupan manusia saat ini atas ilmu linguistiknya. Ia pun akhirnya terkenal menjadi bapak linguistik (Hasan, 2012:56).

    Latar belakang kehidupan Ferdinand de Saussure yakni ia adalah seorang yang berkebangsaan Swiss yang lahir di Jenewa pada tanggal 26 November 1857 dan meninggal pada umur 55 tahun bertepatan pada tanggal yakni 22 Februari 1913. Ketika ia meninggal, ia memiliki dua orang murid yang pernah ia ajar di Jenewa yang nantinya dari kedua murid itulah karya tulisan dari de Saussure dapat tersebar dan dipelajari khalayak umum.

    Pada awal abad ke-20 sebagai reaksi terhadap evolusionisme positivis dengan menggunakan metode-metode riset struktural yang dihasilkan oleh matematika, fisika dan ilmu-ilmu alam lainnya. Sedangkan ciri khas strukturalisme yang begitu signifikan yakni adanya pemusatan pada deskripsi keadaan aktual objek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instriknya yang tidak terikat oleh wktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan.

    Berawal dari seperangkat fakta yang diamati pada permulaannya, strukturalisme menyingkapi dan melukiskan struktur inti dari suatu objek (hierarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat), dan lebih lanjut menciptakan suatu model teoritis dari objek tersebut.

    Pengertian dari istilah Strukturalisme sendiri adalah cara filsafat yang mendasari semua pemikiran abad modern ini, sedangkan linguistik itu sendiri merupakan salah satu ilmu yang paling sistematis dalam bidang humaniora. Akar strukturalisme adalah filsafat bahasa Saussure yang pada umumnya karyanya diabaikan sampai tahun lima puluhan hingga enam puluhan, ia menangkap makna pengamatan terhadap struktur bahasa, dari pada logika jalan.

    . Pada tahun 1960-an strukturalisme telah menjadi model dikota Paris. Secara sederhana strukturalisme adalah pandangan bahwa setiap wacana, baik wacana filsafat maupun lainnya adalah sekedar sebuah struktur didalam bahasa tidak lebih. Teks tidak memberikan sesuatu yang lain kecuali teks itu sendiri, tidak ada lainnya dibalik bahasa.

    Ferdinand de Saussure (1857-1913) telah meletakkan dasar linguistik modern. Dia adalah orang Swiss yang untuk beberapa waktu mengajar di Paris dan akhirnya menjadi professor di Jenewa. Selama hidupnya ia mempublikasikan sedikit karangannya. Buku yang mengakibatkan namanya menjadi tersohor di bidang linguistik ditebitkan oleh dua orang muridnya yang bernama Charles Bally and Albert Sechehaye. Penerbitan buku itu sendiri yakni tiga tahun setelah kematiannya. Buku karya de Saussure yang diterbitkan itu diberi judul Cours de linguistique general pada tahun 1916 dan berisikan mengenai kursus tentang linguistic umum.

    Beberapa prinsip dasar yang digunakan oleh tokoh-tokoh strukturalisme berasal dari teori linguistik yang diuraiakan dalam buku tersebut. Tentu itulah hal yang kian menjadikan pemikiran de Saussure sendiri semakin bernilai dan berguna. Struktur dalam bahasa, istilah struktur berkaitan dengan bahasa sebagai sistem. Pendekatan struktural tentang bahasa mengandung arti pendekatan yang menganggap bahasa sebagai sistem dengan ciri-ciri tertentu, pemakaian kata “struktur” dalam strukturalisme disertai oleh seluruh konteks yang telah diuraikan yaitu significant-signifie, parole-langue, sinkroni diakroni.

    Pertama, secara singkatnya Signifiant merupakan penandaan yang ditandakan. Penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Significant adalah aspek material dari bahsa, yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.

    Sedangkan signifie (yang ditandakan) adalah gambaran mental, fikiran atau konsep. Signifie adalah aspek mental dari bahasa. Tanda dan bahasa selalu mempunyai segi yaitu significant dan signifie. Itulah mengapa Significant dan Signifie harus disandingkan menjadi satu agar suatu hal dapat dikenali tanda. Karena suatu signifie itu sendiri tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari significant. Yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan demikian merupakan suatu faktor linguistic.

    Kedua, yakni bahwasannya mengenai bahasa individual dan bahasa bersama. Tanda awal dari adanya gejala bahasa secara umum disebut dengan istilah yang bernama langage. Dalam langage itu sendiri masih terbagi lagi menjadi dua pembahasan yakni dibedakan antara parole dan langue. Parole dimaksudkan sebagai pemakaian bahasa yang individual yang artinya dipakai oleh perseorangan (satu orang saja).

    Meski parole tidak dipelajari dalam ilmu linguistik, namun dalam Linguistik menyelidiki unsur lain dari langage yaitu langue. Langue dimaksudkan sebagai bahasa yang pemakaiannya milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu. Sehingga akibatnya yaitu, langue melebihi semua individu yang berbicara dengan bahasa itu.

    Karya yang terkenal dari de Saussure yang berjudul Course in general Linguistic, sebenarnya tersusun dari catatan kuliah serta catatan murid-muridnya mungkin bisa dilihat sebagai bagian dari pemenuhan keyakinan de Saussure bahwa bahasa itu sendiri harus ditinjau ulang agar linguistik memiliki landasan yang mantap.

    Seperti yang ditunjukkan dalam buku karya berjudul Course, dalam sejarah linguistik, pendekatan Saussure pada umumnya dianggap menentang dua pandangan kontemporer yang berpengaruh tentang bahasa. Yang pertama adalah yang diusulkan pada tahun 1660 oleh Lancelot dan Gramaire de port-royal, Kedua yakni karya dari Arnaud, dimana bahasa dilihat sebagai cerminan pikiran dan didasarkan atas logika universal saja.

    Tepat menurut waktu dan menelusuri waktu, bahasa dapat dipelajari menurut dua sudut sinkron dan diskroni, sinkroni berarti “bertepatan menurut waktu” dan diakron “menelusuri waktu”. Diskroni adalah peninjauan historis, sedangkan singkroni menunjukkan pandangan yang lepas dari perspektif historis, sedangkan Sinkron adalah peninjauan ahistoris (keluar dari subjek historis).

    Diantara faktor-faktor yang memajukan perkembangan strukturalisme di dalam beberapa ilmu ialah diciptakannya semiotic, ide-ide Ferdinand de Saussure dalam linguistic, ide-ide Levi Strauss dalam etnologi, dan L.S. Vygtsky dan piaget dalam psikologi, serta tampilnaya metalogika dan metamatika.
    Bila diterapkan pada ilmu-ilmu individual, metode-metode struktural mengakibatkan akibat-akibat positif : misalnya dalam linguistic pendekatan ini membantu membuat suatu deskripsi tentang bahasa yang tidak tertulis, membuat sandi prasati dalam bahasa, dll. Gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam.

  • Ciri-ciri pemikiran filsafat

    Pertamakali kita akan menjawa pertanyaan sederhana ini, Apa itu Filsafat?Cukup sederhana bukan? berikut adalah penjelasan ringkas dari pertanyaan ini
    secara etimologi atau secara bahasa filsafat berasal dari dua kata, yaitu fhilos dan shopie yang berarti cinta filsafat. nah itu adalah pengertian filsafat secara bahasa, mungkin untuk dasar ini, pengertian filsafat cukup sampai disitu, kita akan membahas lebih jauh pada artikel lainnya.

    cara berfikir filsafat

    Nah hal ini yang perlu kita jawab, berikut saya paparkan secara singkat dan jelas.Manusia yang sedang memikir atau mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah dimiliki disebut dengan berfilsafat.  

    Menurut Drs. Suyadi M.B :

    1. Menyeluruh
    2. Mendasar
    3. spekulatif

    Menurut I.C Lewis :

    1. Sangat umum/universal
    2. Tidak faktual
    3. Bersangkutan dengan nilai
    4. Berkaitan dengan arti
    5. Implikatif

    Menurut O. Kattsoff :

    1. Merupakan konseptual
    2. Adanya hubungan antarjawaban filsafat
    3. Merupakan system yang koheren
    4. Hasil perenungan kefilsafatan
    5. Tidak mengandung pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan
    6. Merupakan hasil pemikiran secara rasional
    7. Bersifat menyeluruh/universal
    8. Hasil perenungan kefilsafatan yang melahirkan pandangan hidup dan pandangan dunia

    Menurut AKI :

    1. Merupakan hasil perenungan (kontemplasi) dan refleksi budi manusia yang sedalam-dalamnya
    2. Mempersoalkan segala sesuatu yang ada dalam realitas, pikiran, maupun kemungkinan
    3. Mengkaji objeknya secara esensial( radikal, universal, dan sistematis)
    4. Bersifat rasional, analitis, sistematis, spekulatif, dan umum
    5. Mendekati masalahnya secara epistemologis, ontologis, dan aksiologisnya
    6. Melihat/mengkaji objeknya secara holistic,komprehensif, dan universal
    7. Bertujuan mencari kearifan dan hikmah-hikmah kebijaksanaan untuk mendapatkan pandangan hidup dan pandangan dunia
    8. Bersifat spekulatif/ tidak faktawi
  • Filsafat Sebagai Induk Dari Seluruh Ilmu Pengetahuan

    Filsafat Sebagai Induk Dari Seluruh Ilmu Pengetahuan

    Pandangan mengenai Filsafat sebagai induk dari seluruh ilmu pengetahuan secara teknis mungkin tidak begitu tepat. Namun dari sudut pandang lain, Filsafat menjadi perangkum ilmu pengetahuan baik dalam disiplin yang sama maupun antar disiplin.


    Filsafat Adalah Induk Ilmu Pengetahuan

    Filsafat adalah Tuhan dari Segala Pengetahuan (A-Filsafatisme), Begitulah kata yang patut disandangkan dengan filsafat. Filsafat Adalah Induk Dari Pengetahuan bukan berarti jika kita berfilsafat maka kita harus mempelajari segala Pengetahuan dan Ilmu-ilmu. Secara sederhana mungkin bisa di istilahkan dari filsafatlah muncul beragam pengetahuan dan ilmu yang kita kenal saat ini.

    Banyak pendapat yang berbeda namun tentu pendapat yang paling dominan adalah Filsafat sebagai induk pengetahuan, Pendapat yang paling aneh menurut saya adalah bahwa bukan filsafat sebagai induk pengethauan melainkan Geografi. Wah.. Pikiran saya saat membaca artikel tersebut sedikit terharu. Terharunya kenapa? Karena pada artikel tersebut mungkin menggunakan doktrin-doktrin agama untuk memperkuat tulisannya, tidak sampai disitu ada juga pendapat yang mengatakan bukan filsafat induk segala pengetahuan melainkan Bahasa.

    Sebenarnya perbedaan pendapat di atas disebabkan dari pemaham kita tentang apa itu filsafat. Seperti yang saya tekankan pada tulisan-tulisan saya di blog ini atau di blog lainnya bahwa ‘Sebelum bertanya dimana ada baiknya bertanya Apa’. Maksud penulis disini dalam konteks perbedaan pendapat di atas adalah sebelum membandingkan Sesuatu dengan sesuatu lainnya terlebih dahulu pertanyakan apa itu sesuatu, contoh kasus Geografi dan Filsafat, sebelum membandingkan, pertanyakan dulu apa itu filsafat dan apa itu geografi. Nah itulah masalah sederhananya, Perbedaan pemahaman tentang apa itu filsafat tentunya membuat pendapat itu berbeda.

    Untuk memahami Apa itu filsafat mungkin saya tidak akan menguraikannya panjang lebar, untuk referensi banyak bacaan tentang hakikat dari filsafat, berikut artikel-artikel yang harus anda pahami terlebih dahulu:

    Hakikat Filsafat

    Di paragraph ini saya akan mematahkan pendapat tentang Geografi adalah induk dari ilmu pengetahauan yang mengkaitkan doktrin agama dimana cerita adam dan hawa di bumi ini yang katanya diciptakan berpisah lalu kemudian bertemu setelah menjelajah, dari pernyataan di ataslah ada yang berpendapat bahwa Geografi adalah Induk ilmu pengetahuan karena tentu saja adam sebagai manusia pertama menjelajah di atas bumi ini, dimana menjelajah adalah sifat dominan dari geografi, yang jadi pertanyaannya, apakah saat menjelajah atau akan menjelajah Adam tidak berfikir terlebih dahulu? Tentu saja Adam akan berfikir dan dalam konteks kecil secara khusus saat adam berfikir maka dapat di katakan dia seorang filsuf walaupun tidak secara universal. Dan lagi filsafat sebagai ilmu pengetahuan bukan berarti filsafat adalah pengetahaun dan ilmu pertama di muka bumi, Bukan itu maksud dari slogam tersebut. Tetapi secara hakikat arti Filsafat membutuhkan waktu yang panjang, namun secara sederhana kita pahami filsafat adalah berfikir. Itu saja dulu. Namun bukan berarti semua yang berfikir di katakan seorang filsuf.

    Filsafat bukan induk ilmu pengetahuan, menjawab pendapat filsafat bukan ilmu pengetahuan

    Ok diatas sudah cukup jelas, nah bagaimana dengan pernyataan tentang bahasa adalah induk ilmu pengetahuan? Wah mungkin pernyataan kedua ini lebih baik dari pada yang pertama, hehe. Ok jadi menurut pendapat ini kita tidak akan bisa berfilsafat tanpa bahasa, kata ataupun sejenisnya. Mungkin masuk akal karena kita tidak dapat menyampaikan tesis-tesis filosof tanpa bahasa. Yah masuk akal jika kita pahami filsafat hanya pada kulitnya, Filsafat bukan hanya kegiatan-kegitan menuangkan alam mental ke alam duniawi. Bukan itu yang di katakan filsafat. Yang harus di tekankan Filsafat tidak akan ada jika anda tidak punya Otak. Itu saja. Kita lebih rinci sedikit. Bahasa adalah sarana penyampaian hidup dan disisi lain filsafat bisa di katakana dalam pandangan yang berbeda sebagai pemaknaan atas pengalaman dalam konteks yang ada dan mungkin ada. Bahasa tersusun dari kalimat-kalimat, kalimat berasal dari susunan kata, kata terdiri dari beberapa huruf dan huruf merupakan symbol-simbol pengantar makna, yang jadi pertanyaan siapa yang membuat symbol-simbol tersebut? Mungkinkah ada sesuatu yang tidak mempunyai kesadaran menciptakan symbol-simbol yang bermakna? Tentu saja untuk berkesadaran kita perlu sarana kesadaran, apa sarananya? Otak (Pikiran). Jadi untuk membuat symbol tentu saja kita akan memikirkan seluruh kesatuan-kesatuannya agar membentuk makna. Apakah proses ini bukun proses filsafat? Hehe filsafat itu mendasar.

    Bagaiamana sahabat? Jadi sudah jelas filsafat lah Kesadaran segala ilmu dan pengetahuan, Filsafat adalah Tuhan dari segala pengetahuan, Segala bidan ilmu yang anda ketahui itu hanya produksi Filsafat dalam proses yang sangat panjang. Bisa di ibaratkan Adam adalah filsafat, dari filsafat muncul keturunan-keturunan sampai saat ini, Namun kenapa filsafat tidak begitu eksis didunia bukan tidak eksis namun sudah menjadi Background kehidupan makanya kita tak dapat mendefinisakannya secara fisik. Contoh kecil jika anda tau susunan nama-nama keluarga anda sampai ke Adam atau manusia pertama, atau mungkin terlalu jauh, jika anda mengetahui nama kakeknya kakek anda, dan kakek tersebut punya kakek, serta kakek-kaket tersebut punya kakek kakek terus menerus cukup 10 generasi saja saya yakin anda tidak mengetahuan persis silsilah keturunan keluarga anda. Itulah FILSAFAT. Jembatan dari segala Ilmu.

  • Contoh Teks Anekdot – DPR Wakil Rakyat

    DPR ,Wakil Rakyat ?

    Pada siang hari, disebuah perpustakaan di salah satu kota sedang ramai pengunjung. Disana terdapat 4 orang pelajar yang sedang mengerjakan tugas kelompok di salah satu ruang diskusi di perpustakaan tersebut. Mereka adalah Fatin, Andi, Rendi, dan Fatma. Mereka mengerjakan soal PKN. Dari soal-soal tersebut ada salah satu yang tidak bisa dijawab oeh fatin. Kemudian ia pun menanyakan kepada teman-temanya.
    “ Hei, Kalian tau tugas DPR itu apa ? “ , tanya Fatin. Teman-temanya pun nampak ikut berpikir, sampai tiba-tiba Rendi mengacungkan jarinya.
    “ Aku tau, dari kepanjanganya saja suda jelas Dewan Perwakilan Rakyat, pastinya tugasnya adalah mewakili rakyat. “ jawab Rendi.
    “ Mewakii rakyat ? “ tanya Fatin yang masih bingung.
    “ Iya, misalnya kalau rakyat mau makan enak kan sudah diwakili sama DPR, kalau rakyat ingin jalan-jalan ke luar negeri sudah dwakoli sama DPR , kalau rakyat ingin kemakmuran sudah diwakili sama DPR, pokoknya semua keinginan rakyat akandiwakili sama DPR, karena DPR adalah wakil rakyat. “ jelas Rendi.
    Mendengar penjelasan Rendi, seketika membuat teman-temanya bertambah bingung. Mereka saling berpandangan satu sama lain, lalu menoleh kearah Rendi secara bersamaan.
    “ HAAAAAAAAAAAA………….!!! “

    1. Konjungsi temporal : Kemudian ia pun menanyakan kepada teman-temanya.
    Lalu menoleh kearah Rendi secara bersamaan

    2) Proses material : Disana terdapat 4 orang pelajar yang sedang mengerjakan tugas kelompok di salah satu ruang diskusi di perpustakaan tersebut.
    Kemudian ia pun menanyakan kepada teman-temanya.
    Sampai tiba-tiba Rendi mengacungkan jarinya.
    Lalu menoleh kearah Rendi secara bersamaan.
    “ Mewakii rakyat ? “

    3) Pertanyaan retoris : “ Mewakii rakyat ? “

  • Makalah Pengaruh Penggunaan Handphone Bagi Remaja Masa Kini

    Makalah Pengaruh Penggunaan Handphone Bagi Remaja Masa Kini

    Seiring dengan perkembangan teknologi, Pengaruh penggunaan Handphone bagi Remaja sangatlah besar. Dampak ini bisa jadi dalam bentuk positif namun bisa juga negatif. Makalah ini berisi pembahasan terkait dengan pengaruh penggunaan smartphone di kalangan remaja.

    Pengaruh Penggunaan Handphone Bagi Remaja

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Di era globalisasi ini,manusia tak pernah lepas dari yang namanya teknologi. Salah satu tenologi itu adalah handphone. Handpone atau yang biasa disingkat hp sekarang ini banyak digunakan oleh semua kalangan baik muda maupun tua. Pada awalnya handphone diciptakan untuk mempermudah komunikasi manusia. Namun semakin lama handphone banyak yang disalah digunakan. Handphone sendiri membawa pengaruh (positif/negatif) untuk penggunanya khususnya remaja.

    Remaja adalah salah satu korban candu handphone. Program-program aplikasi yang canggih yang ada pada handphone sangat menarik perhatian para remaja seperti FB, Twitter, BBM,dan lain-lain. Jika terus begitu maka semakin lama para remaja akan menjadi malas untuk belajar. Jika sudah malas, maka prestasi belajarnya akan menurun. Bagaimana keadaan Bangsa Indonesia kelak, apabila generasi-generasi mudanya seperti itu?

    Di SMP N 2 Selomerto, tidak sedikit para siswanya yang kecanduan handphone. Ini terbukti dengan banyaknya hp yang disita bapak/ibu guru jika sedang melakukan razia mendadak. Padahal sudah ada larangan untuk tidak membawa hp ke sekolah yang sudah disetujui oleh wali-wali murid. Dengan adanya peraturan itu, seharusnya tidak ada para siswa yang membawa hp ke sekolah, sehingga saat pelajaran mereka hanya terfokus pada apa yang disampaikan guru di depan kelas, bukan terfokus pada hp. Di kelas IX H sekarang ini mungkin hanya satu atau dua orang atau bahkan tidak ada yang membawa hp. Dengan begitu saya berharap para siswa kelas IX H SMP N 2 Selomerto ini untuk jangan sampai terkena pengaruh handphone yang kurang baik. Jadikan teknolodi sebagai alat untuk meningkatkan prestasi bukan menurunkanya.

    B. Rumusan Masalah

    Dari uraian di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh handphone dalam kehidupan remaja IX H?”

    C. Tujuan

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh handphone dalam kehidupan remaja IX H SMP N 2 Selomerto. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh handphone terhadap prestasi belajar remaja IX H di sekolah. Dan menjabarkan apa saja dampak positif dan negatifnya dari penggunaan handphone. Makalah ini juga ditulis agar para remaja IX H bisa memanfaatkan sarana komunikasi yang ada untuk hal-hal yang bermanfaat. Dengan begitu kita tidak mudah terjebak dengan pengaruh handphone yang merugikan.

    Bab II. Pembahasan

    A. Dampak positif handphone antara lain :

    • meningkatkan silaturahmi,karena handphone dapat mempermudah komunikasi dengan sesame teman/keluarga
    • Sarana untuk mencari informasi yang luas,sehingga dapat menambah wawasan
    • Sebagai sarana hiburan
    • Siswa tidak gagap teknologi,siswa dapat mengikuti perkembangan teknologi dunia,sehingga siswa dapat lebih produktif,efektif,dan efisiens waktu,menghemat                                                                                
    • Memperluas dan menambah teman dengan adanya situs-situs jejaring sosial
    • Sarana untuk mencari materi pembelajaran

    Selain dampak positif,handphone juga memiliki beberapa dampak negatif antara lain ;

    • Mengganggu konsentrasi belajar
    • Alat untuk menyimpan hal-hal yang mengandung asusila atau melanggar hukum
    • Menyita waktu luang untuk SMS-an/bertelepon
    • Sarana untuk saling berlomba menunjukkan prastise
    • Sebagian siswa memanfaatkan handphone untuk saling berkomunikasi memberi  jawaban saat ulangam atau ujian
    • Apabila handphone disalahgunakan,dapat merusak moral remaja
    • Pemborosan
    • Mempengaruhi sikap dan perilaku remaja
    • Mengganggu perkembangan anak

    Ternyata selain berpengaruh terhadap gaya hidup dantingkah laku, handphone ternyata dapat mengganggu kesehatan. Pakar AS menuturkan bahwa ada 6 kebiasan buruk saat kita menggunakan handphone yang dapat merugikan kesehatan.

    Berikut 6 kebiasaan buruk saat menggunakan handphone yang harus dihindari :

            i.       Menggantungkan handphone di leher atau pinggang

    Untuk penderita arrhytmia (tidak ada irama jantung)dapat menyebabkan fungsi jantung tidak sempurna. Untuk para wanita yang biasa menggantungkan handphone di pinggang dapat mempengaruhi kesuburan. Sebaiknya hp ditaruh di dalam tas atau dompet untuk amanya.

          ii.       Menempelkan handphone di telinga saat menelpon

    Tahu kah kamu?, apabila sambungan telepon belum tersambung radiasi akan bertambah kuat. Untuk itu sebaiknya jauhkan handphone dari kepala, selang 5 detik baru dihubungi kembali

        iii.       Sembunyi di sudut tembok saat menerima panggilan telepon

    Bersembunyi di sudut bangunan menyebabkanpenutupan sinyal di sudut bangunan tidak begitu baik, sehinnga radiasi handphone bertambah besar di sudut tertentu.

        iv.       Terlalu lama bercakap-cakap menggunakan handphone

    Sebenarnya kurang baik bercakap-cakap melalui telepon terlalu lama. Untuk amanya lebih baik gunakan alat pendengar atau headset, jika terpaksa gunakan handphone secara bergantian di telinga kanan dan kiri.

          v.       Sinyal handphone akan melemaah saat ditempelkan di telinga

    Pada dasarnya daya elektromagnet pada handphone akan meningkat saat sinyal handphone dalam keaadan lemah. Oleh karenaitu radiasi pada handphone akan berlipat ganda, dan saat ditempelkan di telinga radiasanya akan masuk melalui lubang telinga ke kepala.

        vi.       Mondar-mandir saat bertelepon

    Banyak orang yang tidak menyadari kebiasaan yang satu ini. Namun, tahukah kamu? Saat kita mondar-mandir saat menggunakan handphone itu dapat menyebabkan ketidakstabilan sinyal yang diterima, dengan demikian itu menyebaban terjadinya luncuran daya tinggi dalam waktu singkat yang tidak diperlukan.

    vSelain itu ada juga tipe orang-orang yang sebaiknya mengurangi penggunaan handphone, berikut 8 tipe orang yang sebaiknya mengurangi penggunaan handphone :

    • Orang yang memiliki penyakit epilepsi
    • Orang yang memiliki penyakit jantung
    • Orang yang sarafnya lemah parah
    • Orang yang katarak
    • Orang yang memiliki gejala diabetes
    • Wanita yang sedang hamil dan menyusui
    • Anak-anak
    • Orang tua yang berusia lebih dari 60 tahun

    Handphone terhadap prestasi belajar siswa

    Seiring berjalanya waktu, teknologi terus semakin canggih, orang-orang berbondong-bondong untuk terus berkarya menciptakan sebuah alat untuk memudahkan pekerjaan manusia, salah satunya handphone. Handphone diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan komunikasi. Namun lama-kelamaan handphone menjadi gaya hidup khususnya remaja, bahkan ada beberapa yang beranggapan kalau tidak punya handphone tidak gaul. Tentu saja para remaja pastinya akan lebih mementingkan gaya hidup ketimbang belajar untuk masa depan. Merekan akan merengek kepada orang tua untuk dinelikan hp agar terlihat modern, tanpa mau mengerti keadaan ekonomi orangtuanya.

    Handphone zaman sekarang sudah dilengkapi dengan fitur-fitur yang canggih. Tak bisa dipungkiri bahwa handphone memang punya beragam manfaat, tak hanya bagi orang kantoran atau orang dewasa lainnya, tapi juga bagi para pelajar.

    Namun, seiring dengan perkembangan zaman, banyak pula dampak-dampak negatif handphone yang merugikan para siswa.Teman-teman kelas 9h pasti banyak yang telah memanfaatkan fitur-fitur yang disediakan di handphone, baik untuk kepentingan/tugas sekolah, berkomunikasi sesama teman,chatting, dan lain-lain.Namun apakah kalian menyadari bahwa fitur-fitur itu ada manfaat dan juga dampak negatifnya  terhadap presrasi belajar?

    Berikut manfaat handphone bagi pelajar :

    • Sebagai alat komunikasi jarak jauh, handphone menjadi andalan siswa untuk berinteraksi dengan teman-temannya. Hal ini bisa mempermudah siswa untuk mengkoordinasi teman-temannya bila ingin belajar kelompok atau mengerjakan tugas bersama.
    • Handphone diciptakan untuk memudahkan kehidupan, dan sudah terbukti bahwa hidup siswa pun memang cukup terbantu oleh keberadaan handphone.
      Misalnya, di luar jam sekolah, siswa bisa berkomunikasi dengan temannya untuk menanyakan materi tugas atau PR tanpa harus keluar rumah yang bisa menghabiskan banyak waktu.
    • Handphone bisa menyimpan suatu data dan mudah dibawa kemana-mana, ini tentu sangat berguna. Manfaat handphone bagi siswa berdasarkan hal ini misalnya siswa bisa mencatat materi pelajaran dan bisa menghapalnya di mana pun dan kapan pun.
      Contoh lain, siswa mencatat beberapa informasi penting dan menyimpannya dalam HP, misal pengumuman ujian, suatu materi yang ia lihat di sebuah buku di toko buku, dll.
    • Pengaruh handphone terhadap prestasi belajar siswa tak hanya dalam bidang pelajaran. Handphone memiliki fitur-fitur hiburan, seperti musik (MP3) atau game. Fitur ini bisa menghibur para siswa yang mungkin penat saat belajar. Dengan demikian otak siswa akan kembali segar dan mampu menampung materi pelajaran dengan baik.
    • Saat ini telah banyak diproduksi handphone berfitur internet. Hal ini cukup memudahkan para siswa untuk mencari informasi tentang materi pelajaran lewat internet yang sudah tersedia di handphone.

    Namun ada juga dampak negatif dari handphone bagi pelajar antara lain :

    • Hal negatif handphone yang mungkin paling menonjol adalah fitur internetnya. Walau memudahkan siswa untuk mencari informasi pelajaran, pada kenyataannya hampir semua siswa menggunakan fitur ini untuk hiburan semata.
      Apakah itu adalah hal yang salah? Tentu saja tidak, asalkan digunakan sesuai kapasitas. Namun faktanya, cukup banyak prestasi siswa yang menurun hanya karena terlalu asyik dengan dunia maya yang ada dalam HP, misal asyik dengan jejaring sosial yang kini sedang marak.
    • Selain fitur internet, fitur game dalam HP pun cukup mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah. Sama seperti internet, game tidak akan merugikan bila digunakan sesuai aturan dan memiliki batasan. Tapi, umumnya siswa malah keasyikan bermain game dan lupa untuk belajar.
    • Hal negatif lain adalah penggunaan handphone di saat ujian. Hal seperti ini sudah sering sekali ditemukan di sekolah-sekolah Indonesia. Keberadaan handphone yang digunakan untuk mencontek, mungkin memang akan meningkatkan nilai ujian, tapi akan sangat memperburuk mental siswa.
      Mereka menjadi selalu tergantung pada teman atau pada contekan yang disiapkan di dalam HP.  Bila nilai bagus tidak seiring dengan kecerdasan, hal ini sangat merugikan sekali, bukan?

    Penggunaan dan maanfaat handphone dalam pendidikan

    Temologi semakin berkembang, begitupun dengan pendidikan Handphone bukan hanya sekedar alat komunikasi lagi, fungsi handphone kini sudah beragam, salah satunya dibidang pendidikan.Para siswa kelas 9hsudah banyak yang memanfaatkan handphone untuk kepentingan/tugas sekolah/lain-lain, bukan hanya siswanya saja tapi guru-guru pun banyak yang memanfaatkan handphone untuk kepentingan sekolah, pendidikan, dan lain-lain.

    Berikut beberapa contoh penggunan handphone dalam pendidikan :

    • Sebagai alat hitung (menggantikan kalkulator).
    • Sebagai alat bantu menterjemah bahasa secara digital.
    • Sebagai sarana bimbingan siswa ( sms mengingatkan siswa untuk mengerjakan PR,untuk saatnya belajar, dsb)
    • Sebagai alat mengambil gambar/foto untuk bahan belajar.
    • Sebagai alat permainan perburuan kosa kata bahasa secara digital.
    • Ponsel kini bisa disamakan dengan komputer kecil – bisa mengecek email, melakukan pencarian on-line, dan merekam podcast. Sementara kebanyakan sekolah di daerah tak mampu memberikan komputer untuk tiap murid. Ponsel menjadi salah satu alternative.
    • Para guru bisa membuat blog (web log, catatan di situs internet) lewat ponsel.
    • Para siswa bisa mencari informasi pembelajaran di internet lewat ponsel.
    • Para siswa bisa melakukan riset lewat SMS atau internet di ponsel
    • Para siswa bisa memakai kamera ponsel untuk mengambil foto dan memasukkannya pada tugas sekolah.

    Upaya-upaya yang harus dilakukan agar pelajar tidak menyalahgunakan handphone

    1. Melarang siswa membawa hp ke sekolah – Hal ini dilakukan agar pada saat jam pelajaran siswa fokus dengan materi yang disampaikan oleh guru, bukan hp.
    2. Memperketat pengawasan terhadap siswa yang membawa ponsel ke sekolah – Misalnya bapak/ibu guru bisa melakukan razia mendadak kepada siswa yang membawa hp ke sekolah. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan siswa.
    3. Meningkatkan ‘imunitas’ siswa terhadap pengaruh buruk dari handphone maupun lingkungan sekitar melalui pendidikan agama yang berkarakter.
    4. Mengajarka cara berinternet yang sehat.
    5. Jadikan handphone sebagai media untuk menyalurkan hobi/menambah wawasan
    6. Meningkatkan kepedulian orangtua dan masyarakat.
    7. Meningkatkan kesadaran para siswa tentang efek negatif dari penyalahgunaan handphone

    Bab III. Penutup

    A. Simpulan

    Handphone merupakan salah satu teknologi canggih yang diciptakan untuk mempermudah kegiatan manusia dalam berkomunikasi. seiring perkrmbangan zaman, fungsi handphone sudah beragam dengan adanya fitur-fitur canggih dalam handphone. Namun karena semakin canggih handphone akan semakin banyak pula efek-efek yang ditimbulakan darinya. Efek-efek itu sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang terutama para remaja yang biasanya mementingkan penampilan atau gaya hidup agar terlihat modern. Handphone mempunyai banyak dampak positif dan juga negatif. Untuk dampak negatifnya, para remaja kelas 9H sebagai seorang pelajar harus bisa menghindari dan menyikapi hal tersebut, agar terhindar dari pengaruh buruk handphone.

    B. Saran

    • Teman-teman kelas 9h  harus bisa menyikapi penyalahgunaan handphone.
    • Manfaatkan teknologi sebagai alat untuk menambah ilmu pengetahuan bukan menguranginya.
    • Jangan terlalu sering menggunakan handphone karena selain bisa membuat seseorang bermalas-malasan, handphone juga bisa membahayakan kesehatan.
    • Untuk para orangtua dan guru, perlu meningkatkan pengawasan terhadap anak/siswanya dalam penggunaan handphone.
    • Jangan membawa hp kesekolah karena itu bisa membuat konsentrasi kita menurun saat pelajaran, patuhilah peraturan-peraturan di sekolah.
  • Makalah Proses Lahirnya dan Fase Perkembangan Bani Abbasiyah

    Makalah Proses Lahirnya Dan Fase-fase Pemerintahan Bani Abbasiyah

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Dalam peradaban umat Islam Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah peradaban umat Islam yang terjadi Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan umat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah baik itu di bidang ekonomi politik dan ilmu pengetahuan Hal inilah yang perlu untuk kita ketahui sebagai acuan Semangat bagi generasi umat Islam pala peradaban umat Islam itu pernah memperoleh masa keemasannya melampaui kesuksesan negara-negara Eropa dengan kita mengetahui bahwa dahulu peradaban Islam itu diakui oleh seluruh dunia maka akan memotivasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai sejarah peradaban umat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengurangi masa keemasan itu kembali nantinya untuk generasi umat Islam saat ini.

    Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa Daulah Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju diawali dengan penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab. Penddirian pusat perkembangan ilmu, dan perpustakaan dan terbentuknya madzhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir.

    Dinasti Abbasiyah merupamakan dinasti islam yag paling berhasil dalam pengembangan peradaban islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para para pakar pada amsa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban islam.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana proses lahirnya bani Abbasiyah?
    2. Bagaimana fase-fase dalam bani Abbasiyah?
    3. Siapa sajakah khalifah yang banyak membawa perubahan dan kebijakan di bani Abbasiyah?

    C. Tujuan

    1. untuk mengetahui proses lahirnya bani Abbasiyah
    2. Untuk mengetahuan apa sajakah fase-fase dalam bani Abbasiyah
    3. Untuk mengetahui siapa sajakah khalifah yang paling berjasa dalam perkembangan bani Abbasiyah.

    Bab II. Pembahasan

    A.  Proses Lahirnya Bani Abbasiyah

    Kekhalifahan bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari kekhalifahan bani Umayyah, diman pendiri bani Abbasiyah adalah keturunan al-Abbas, paman nabi Muhammad SAW yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali bin Abdullah ibn al-Abbas. Dimana pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.

    Ketika dinasti Umayyah berkuasa bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang telah berkuasa.

    Orang-orang Abbasiyah, sebut saja bani Abbas merasa lebih berhak dari pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap bani Umayyah.

    Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu ia akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.

    Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah ini terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kuffah.

    Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.

    B.  Masa kekuasaan Bani Abbasiyah.

    Selama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan itu, para sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada empat periode :

    1. Periode I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.
    2. Periode II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.
    3. Periode III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun 334 H/946 M sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447 H/1055 M.
    4. Periode IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H / 1258 M

    1.      Fase I ( 132 H/750 M-232 H/847 M ).

    Masa ini diawali sejak Abul Abbas menjadi khalifah dan berlangsung selama satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Watsiq. Periode ini dianggap sebagai zaman keemasan Bani Abbasiyah. Hal ini disebabkan karena keberhasilannya memperluas wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaannya membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus dan dari laut Kaspia hingga ke sungai Nil. Pada masa ini ada sepuluh orang khalifah yang cukup berprestasi dalam penyebaran Islam mereka adalah khalifah Abul Abbas ash-shaffah(750-754 M), Al-Mansyur ( 754-775 M), Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (785-786 M), Harun Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Ibrahim (817 M), Al-Mu’tasim (833-842 M), dan Al-Wasiq (842-847 M).

    2.      Fase II ( 232 H/847 M-334 H/946 M).

    Periode ini diawali dengan meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihiyah bangkit memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq, Al-Mutawakkil naik tahta menjadi khalifah, masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki.

    Setelah Al-Mutawakkil meninggal dunia, para jendral yang berasal dari Turki berhasil mengontrol pemerintahan. Ada empat khalifah yang dianggap hanya sebagai simbol pemerintahan dari pada pemerintahan yang efektif, keempat pemerintahan itu adalah Al-Muntasir (861-862 M ), Al-Musta’in (862-866 M), Al-Mu’taz (866-896 M), dan Al-Muhtadi (869-870 M). Masa pemerintahan ini dinamakan masa disintegrasi, dan akhirnya menjalar keseluruh wilayah sehinngga banyak wilayah yang memisahkan diri dari wilayah Bani Abbas dan menjadi wilayah merdeka seperti Spanyol, Persia, dan Afrika Utara.

    3.      Fase III (334 H/946 M -447 H/1055 M).

    Masa ini ditandai dengan berdirinya Dinasti Buwaihiyah, yaitu Pada masa ini jatuhnya Khalifah Al-Muktafi (946 M) sampai dengan khalifah Al-Qaim (1075 M). Kekuasaaan Buwaihiyah sampai ke Iraq dan Persia barat, sementara itu Persia timur, Transoxania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti Samaniah beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak tahun 869 M, dinasti Fatimiyah berdiri di Mesir.

    Kekhalifahan Baghdad jatuh sepenuhnya pada suku bangsa Turki. Untuk keselamatan, khalifah meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti Buwaihiyah cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad yang merupakan pusat dunia islam dan menjadi kediaman Khalifah.

    Pada akhir Abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu lemah hingga tidak memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani Abbasiyah berhasil dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia (932-1055 M), dinasti Samaniyah di Khurasan (874-965 M), dinasti Hamdaniayah di Suriah (924-1003 M), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030 M), dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M), dan dinasti Gaznawi di Afganistan (962-1187 M).

    4.    Masa Abbasiyah IV (447H/1055M-656M/1258M)

    Masa ini ditandai dengan ketika kaum Seljuk menguasai dan mengambil alih pemerintahan Abbasiyah. Masa seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258 M, yaitu ketika tentara mongol menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh dunia islam bagian timur. [4]

    C. Khalifah-khalifah Abbasiyah

    Kekuasaan Abbasiyah yang didirikan oleh keturunan Abbas ibnu al Muthalib yaitu Abdullah saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al Abbas al Safah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang sekali, dari tahun 132H-656H (750-1258M). Sebelum Abul Abbas Ash-Shaffah (pendiri) 132-136H meninggal, ia sudah mewasiatkan penggantinya. Dia adalah saudaranya sendiri yang bernama Abu Ja’far. Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu Al-Abbas dan Abu Ja’far Al-Mansur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada khalifah sesudahnya, yaitu:

    1.        Kebijakan Al-Mahdi (775-785M)

    Al-Mahdi dikenal sebagai sosok dermawan, pemurah, terpuji, disukai rakyat  serta banyak memberikan hadiah-hadiah. Selain itu beliau mengembaliakn harta-harta rampasan yang tidak jelas atau tidak benar. Beliau lahir pada 129H. Pada masa ini, perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan disektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambanagan seperti perak, emas, tembaga dan besi.[5]

    Di antara kebijakan Al – Mahdi adalah

    a.         Menurunkan pajak bagi golongan kafir dzimmi, juga memerintahkan pegawai – pegawainya untuk tidak bersikap kasar ketika memungut pajak, karena sebelumnya mereka diintimidasi dengan berbagai cara agar membayar pajak.

    b.         Penaklukan dimasa kholifah Al – Mahdi meliputi daerah Hindustan (India) dan penaklukan besar – besaran terjadi diwilayah Romawi. Selain itu Al – Mahdi juga bersikap keras terhadap orang – orang yang menyimpang dari ajaran islam, yaitu mereka yang menganut ajaran Manawiyah Paganistik atau penyembah cahaya dan kegelapan atau lebih dikenal dengan sebutan Zindiq.

    c.         Pembangunan yang dilakukan dimasa itu meliputi peremajaan bangunan ka’bah dan Masjid Nabawi, pembangunan fasilitas umum, pembangunan jaringan pos yang menghubungkan kota Baghdad dengan kota – kota besar islam lainnya.

    2.        Kebijakan Khalifah Harun ar-Rashid

    Khalifah Harun al- Rashid adalah khalifah kelima daulah Abbasiyah, beliau mengantikan saudaranya al-Hadi pada tahun 786-809M, yang merupakan masa keemasan daulah Abbasiyah. Beliau dilahirkan di Raiyi pada tahun 145H ibunya ialah Khaizuran, bekas seorang hamba yang juga ibunda al-Hadi. Ayah beliau al-Mahdi memberi tanggung jawab dengan melantik Harun sebagai Amir di Saifah pada tahun 163H, kemudian pada tahun 164 H beliau dilantik untuk memerintah seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di Afrika utara.

    Khalifah Harun ar Rashid mempunyai perhatian yang sangat baik terhadap ilmuan dan budayawan. Ia mengangkat perdana menteri juga dari seorang ulama besar di zamanya, Yahya as-Barmaki juga merupakan guru Khalifah Harun ar-Rashid, sehingga banyak nasehat dan anjuran kebaikan mengalir di Yahya. Hal ini semua membentengi Khalifah Harun dari pebuatan yang menyimpang dari ajaran islam. Pada masa hidupnya ahli-ahli bahasa terkenal yang mempelopori penyusunan tata bahasa, seni bahasa salah satunya yaitu Khalaf al-Ahmar(wafat 180H), al-Khalil Ahmad al-farahidi(wafat180H).

    Kekayaan yang banyak dimanfaat Harun Al – Rasyid untuk keperluan sosial seperti rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya, sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter disamping itu pemandian – pemandian umum juga di bangun. Tingkat kemakmuran yang paling tertinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusteran berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.[6]

    Kemajuan-kemajuan yang diraih Dulah Abbasiyah pada masa itu khusunya dalam hal keilmuan dan pendidikan tidak luput dari kebijakan yang dilakukan Harun ar-Rashid pada masanya diantaranya adalah adanya gerakan penerjemah manuskrib-manuskrip dan kitab Yunani, mendirikan Baitul Hikmah, Rumah sakit, Kuttab serta didirikannya lembaga Sastra.

    a.    Gerakan Penerjemah

    Kegiatan penerjemah sebenarnya sudah dimulai sejak Dulah Umayyah, namun pada masa Daulah Abbasiyah mengalami masa keemasan. Pusat tempat penerjemahan adalah Yunde Sahpur, yang merupakan kota ilmu pengetahuan pertama dalam Islam. Para penerjemah bukan hanya dari kalangan beragama Islam tapi dari pemeluk Nasrani dan Majusi.

    Biasanya naskah berbahasa Yunani diterjemahkan dahulu kedalam bahasa syiria kuno sebelum ke bahasa Arab. Hal ini dikarenakan penerjemah adalah para pendeta Kristen Syiria yang hanya memahami bahasa Yunani dan bahasa mereka sendiri. Setelah itu baru Arab menerjemahkan ke dalam bahasa Arab. Penerjemah dipelopori oleh Yuhanna ibn Musawayh (777-857M) dan Hunayn ibn Ishak (wafat 873M)

    b.    Baitul Hikmah

    Baitul Hikmah merupakkan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, institusi ini merupakan kelanjutan dari institusi serupa dimasa imperium Sasania Persia yang bernama Jundishapur Academy. Namun pada masa itu hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita untuk raja. Sedangkan pada masa Harun instuisi tersebut bernama Khizanah al-Hikmah. Yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Terdapat macam-macam buku ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu, baik yang berbahasa Arab maupun bahasa lain seperti Yunani, India, dan sebagainya. Pada masa ini Baitul Hikmah juga berperan sebagai pusat penerjemah.

    c.    Pendirian Rumah Sakit

    Sebelumnya telah dikatakan bahwa pada masa kahlifah Harun ar-Rashid telah didirikan beberapa bangunan sosial diantaranya adalah rumah sakit. Rumah sakit bagdad merupakan rumah sakit islam pertama yang dibangun oleh kahlifah Harun ar-Rashid pada awal abad ke-9. Rumah sakit ini menyediakan ruangan khusus untuk perempuan dan dilengkapi dengan gedung obat-obatan. Beberapa diantaranya dilengkapi dengan perpustakaan kedokteran dan menawarkan khusus pengobatan.

    Selain itu rumah sakit ini juga dilakukan untuk praktikum para mahasiswa dari sekolah kedokteran yang mengadakan penelitian dan percobaan dalan bidang kesehatan. Pada masa itu sudah terdapat paling tidak 800 orang dokter. Sejumlah dokter bedah mengijazahi kepada mahasiswa kedokteran yang dianggap mampu melakukan praktik.

    d.    Mendirikan Apotik

    Pada masa ini beliau membangun apotik pertama, selain itu beliau juga mendirikan sekolah farmasi pertama dan menghasilkan buku daftar obat-obatan. Mereka menulis beberapa risalah tentang obat-obatan.[7]

    e.    Kuttab

    Kittab atau bisa juga disebut maktab berasal dari dasar kataba yang berarti menulis, maka kuttab adalah tempat belajar dan menulis. Lembaga ini adalah lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitungkan dan menulis serta anak remaja belajar dasar ilmu agama.

    Menurut ibnu Djubaer pendidikan ini berlangsung di luar masjid. Kurukulum pendidikan di kuttab berorientasi kepada Al-Qur’an sebagai suatu tex book, hal ini mencangkup pengajaran membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa arab, sejarah Nabi SAW. Belajar di Kuttab dilakukan pada pagi hari sampain waktu shalat ashar untuk membahas berbagai macam ilmu pegetahuan.

    f.     Lembaga Kesusteran

    Pada masa pemerintahannya lembaga ini mengalami kemajuan yang pesat, bahkan pada saat itu beliau juga aktif dalam majelis ini. Dalam sejarah dikatakan, bahwa khalifah Harun ar-Rashid merupakan ahli ilmu pengetahuan dan sangat cerdas, maka wajarlah beliau pun ikut terjun dalam lembaga pendidikan ini.

    3.    Kebijakan Khalifah al-Ma’mun

    Abdullah Abul Abbas al-Ma’mun dilahirkan pada tahun 170 H, Al-Ma’mun memerintah dinasti Abbasiyah dari tahun 198H-218H. Beliau merupakan salah satu khalifah Abbasiyah yang paling terkemuka, intelektual dan kecintaan Al-ma’mun kepada ilmu pengetahuan serta jasa-jasanya dibidang tersebut meletakan dirinya dipuncak daftar khalifah-khalifah Abbasiyah.

    Pemaaf adalah salah satu sifat Al-Ma’mun yang paling nyata. Beliau memaafkan al-Fadhi bin ar-Rabi’ yang telah menghasut komplotan penjahat menentang beliau serta memulangkan kembali ke rumahnya, beliau memaafkan ibrahim bin al-Mahdi yang elah melantik dirinya sebagai khalifah di Bagdad sewaktu al-Ma’mun berada di Marwu. Beliau pun tidak sembarangan mendengarkan nyaniyan dan tidak tertarik dengan hiburan dan bermain-main. Selama dua puluh tahun tinggal di bagdad beliau meninggalkan hiburan dan majelis-majelis minuman. Sebab beliau pusat pikirannya hanyalah ilmu pengetahuan dan kecintaannya terhadap buku-buku.

    Al-ma’mun penyokong ilmu pengetahuan dan menempatkan para intelektual dalam posisi yang mulia dan sangat terhormat. Di era kepemimpinannya, ke khalifah abbasiyah menjelma sebagai adikuasa dunia yang sangat disegani. Wilayah kekuasaanya dunia islam terbentang luas mulai dari pantai Atlantik di Barat hingga Tembok Besar Cina di Timur. Dalam dua dasawarsa kekuasaanya, sang khalifah juga berhasil menjadikan dunia islam sebagai penguasa ilmu pengetahuan dan peradaban di jagad raya.

    Seperti ayahnya al-Ma’mun dalam kepemimpinannya juga memiliki kebijakan-kebijakan pada masanya sehingga daulah Abbasiyah dapat mencapai masa gemilangnya khususnya dalam bidang keilmuan, seperti:

    a.    Gerakan Penerjemah

    Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa gerakan penerjemah telah dilakukan pada masa dinasti Umayah, selanjutnya gerakan penerjemah ini dilakukan pada masa Abbasiyah dan lebih memusat pada Khalifah al-mashur dan Harun al-Rasid. Pada zaman ini kemauan usaha penerjamah mencapai puncak dengan didirikannya sekolah tinggi terjemah di Bagdad. Disinilah orang dapat mengenal Hunain bin Ishaq (809-877M) penerjemah kedokteran Yunani. Penerjemah Materi Medika, Galen adalah ilmu pengobatan, dan buku-buku filsafat. Karena keinginannya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai super power dunia ketika itu, al- Ma’mun membentuk tim penerjemah yang terdiri dari Hunain bin Ishaq yang dibantu anaknya, Ishaq dan keponakannya Hubaish serta ilmuan lain seperti Qusta ibn Luqa, seorang beragama kristen Jocobite, Abu Basr Matta ibn Yunus, seorang kristen Nestorian, ibn ‘adi, yahya ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan terutama kedokteran.

    Keberhasilan penerjemah juga didukung oleh fleksibilitas bahasa Arab dalam menyerap bahasa asing dan kekayaan kosa kata bahasa Arab. Dalam masa keemasan, karya yang diterjemahkan kebanyakan tentang ilmu pragmatis, seperti kedokteran, naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan.

    b.      Baitul Hikmah

    Merupakan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa khalifah al-Ma’mun diberi nama al-Hikmah atau Baitul  Hikmah. Berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium dan bahkan Etiopia dan India. Khalifah sangat cinta dengan ilmu pengetahuan itu mengundang para ilmuan dari berbagai agama datang ke Bait al-Hikmah, beliau menempatkan para intelektual dalam posisi yang mulia dan sangat terhormat. Para filosof, ahli bahasa, serta sarjana yang menguasai ilmu lainnya digaji dengan bayaran yang sangat tinggi.

    Di institusi ini beliau mempekerjakan Muhammad ibn Musa al- Khawarizmi yang ahli dalam bidang aljabar, astronomi serta penemu logaritma. Dibaitul hikmah telah ditemukan konsep dasar pendidikan multicultural. Dalam institusi ini tidak ditemukan diskriminasi, melainkan konsep demokrasi dan pluralitas sudah begitu kental dalam kegiatan pendidikan di institusi ini.

    c.    Majelis al-Munazharah

    Majelis ini merupakan lembaga yang digunakan sebagai lembaga pengkaji keagamaan yang diselenggarakan dirumah-rumah, masjid-masjid, dan istana khalifah. Lembaga ini juga digunakan untuk melakukan kegiatan transmisi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga majelis banyak ragamnya. Selain majelis ini ada 6 majelis lainnya, yaitu majelis al-Hadist, al-Muzakarah, al- Syu’ara, al-Adab, dan al-Fatwa.

    d.    Menulis buku

    Aktifitas pelajar pada masa al-ma’mun yang tak kalah menarik adalah menulis buku sbagai karya yang menjadi bukti penguasaan ilmu yang telah diperolehnya. Ketika belajar, mereka juga melakukan kegiatan menulis. Pada awalnya tulisan mereka berbentuk manuskrip saja, namun kemudian akan dibukukan, sehingga memiliki bobot kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan. Pada masa dahulu bahan untuk meulis adalah kain perca dan papirus, tetapi pada masa al-Ma’mun kertas telah menggantikan kain dan piparus diwilayah umat islam.[10]

    e.    Rumah Para Ulama

    Lembaga pendidikan ini digunakan untuk melakukan kegiatan ilmiah, baik mengenai agama ataupun umum. Pada umumnya materi yang diberikan adalah Al-Qur’an, ilmu-ilmu pasti, bahasa Arab, dan kesastraan, mantik, fiqh, falaq, tafsir, dan lain lain.  Banyak pelajar yang berminat untuk mempelajari ilmu dari para ulama. Mereka berdatangan pergi kerumah para ahli ilmu karena para ahli yang bersangkutan tidak memberikan pelajaran di masjid.

    Bab III. Penutup

    Kekhalifahan bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari kekhalifahan bani Umayyah, diman pendiri bani Abbasiyah adalah keturunan al-Abbas, paman nabi Muhammad SAW yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali bin Abdullah ibn al-Abbas. Dimana pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.

    Ketika dinasti Umayyah berkuasa bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasaOrang-orang Abbasiyah, sebut saja bani Abbas merasa lebih berhak dari pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Biasanya  para sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada empat periode :

    1.        Periode I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.

    2.        Periode II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.

    3.        Periode III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun 334 H/946 M sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447 H/1055 M.

    4.        Periode IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H / 1258 M

    Masa Kejayaan dan masa keemasan pada Dinasti Abbasiyah pada masa Khalifah Harun al- Rashid dan khalifah Al-Ma’mun. Dalam masa kedua khalifah ini banya peningkatan-peningkatan yang dilakukan. Kebijakan-kebijakan beliau juga sangat banyak dalam bidang keilmuan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdurahman, Dudung, Sejarah Peradaban Islam.

    Amin , Samsul Munir, 2010, Sejarah peradaban Islam, Jakarta, Amzah, Ajid

    Hitti, Philip K, 2015History of The Arabs, Jakarta:Serambi Ilmu Semesta.

    Natta, Abudin, 2010 Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

    Sunanto , Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, 2003 Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam , Jakarta, Kencana.

     Thohir, 2004 Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam,  Jakarta: Raja Grafindo Persada.

    Wahid, N. Abbas dan Suratno, 2009, Khazanah Sejarah Kebudayyan Islam Solo, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

    Yatim, Badri, 2016, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Depok Raja Garindo Persada.

    Zuhairini, 1992, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Askara.