Blog

  • Makalah Sejarah Pelaksanaan Pendidikan di Indonesia

    Sejarah Pelaksanaan Pendidikan di Indonesia

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadia, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (UURI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

    Selama ada kehidupan, selama itu perlu adanya pendidikan di dunia. Pendidikan di dunia telah terjadi sejak zaman purba. Dengan kata lain, pendidikan di Indonesia telah dilaksanakan sejak sebelum kemerdekaan hingga sekarang. Kondisi pendidikan di setiap Negara berubah-ubah tergantung masa atau zamannya, termasuk di Indonesia. Kondisi pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan pendidikan dipengaruhi banyak hal. Dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya muncul berbagai permasalahan, baik masalah sederhana hingga masalah yang serius.

    Masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

    Berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat untuk mengatasi segala kemungkinan masalah yang muncul dalam pendidikan di Indonesia. Pemerintah memerlukan dukungan dari masyarakat untuk mengembangkan pendidikan. Dengan partisipasi masyarakat, permasalahan dalam pendidikan akan mudah dicari solusinya.

    B. Rumusan Masalah

    Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini  adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman dahulu ?
    2. Bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia pada masa sekarang ?

    C. Tujuan

    Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

    1. Mengetahui kondisi pendidikan pada zaman dahulu.
    2. Mengetahui kondisi pendidikan di Indonesia pada masa sekarang.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pendidikan Sebelum Kemerdekaan

    a.        Zaman Purba

    Kebudayaan yang berkembang pada penduduk asli disebut Paleolitis (kebudayaan lama/tua), sedangkan kebudayaan moyang bangsa Indonesia disebut neolitis (kebudayaan baru) yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Tata masyarakatnya bersifat egaliter, tidak ada stratifikasi yang jelas. Masyarakatnya dipimpin oleh pemuka adat.

    Tujuan pendidikan saat itu adalah agar generasi muda dapat mencari nafkah, membela diri dan hidup bermasyarakat. Belum ada pendidikan formal, maka kurikulum pendidikannya meliputi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan mengenai agama.

    b.       Zaman Kerajaan Hindu-Budha

    Stratifikasi sudah nampak jelas, antara yang dijamin (raja dan pegawai-pegawainya) dan yang menjamin (rakyat).  Berkembanglah feodalisme di dalam masyarakat dengan dtemukan tulisan tertua (tulisan huruf Palawa bahasa sansekerta) oleh para ilmuwan sejarah di dekat Bogor dan Kutai.

    Pada jaman kerajaan Tarumanegara, Kutai telah berkembang pendidikan informal berbentuk Perguruan dan Pesantren. Sebagai pendidik (guru dan pendhita) adalah kaum Brahmana yang kemudian guru menggantikan kedudukannya para Brahmana. Implikasi dari feodalisme pendidikan bersifat aristokratis artinya masih terbatas hanya untuk minoritas yaitu anak-anak kasta Brahmana dan Ksatria, belum menjangkau mayoritas dari anak-anak kasta Waisya dan Syudra.

    Tujuan pendidikan umumnya agar menjadi penganut agama yang taat, mampu hidup bermasyarakat, mampu membela diri, dan membela negara. Darmapala sangat terkenal sebagai guru Budha yang dimungkinkan candi Borobudur, candi mendut merupakan pusat-pusat pendidikan agama Budha yang menghasilkan karya sastra yang bermutu tinggi oleh para empu (pujangga) seperti : Kitab Pararaton (Empu Kanwa), Negara Kertagama ( Empu Sedah dan Empu Panuluh), Arjuna Wiwaha dan Barathayuda ( Empu Prapanca)

    c.         Zaman Kerajaan Islam

    Pada abad 14 melalui saudagar yang beragama Islam masuk dan menyebarkan agama Islam di pulau Jawa dengan jasa wali songo, akhirnya berdirilah kerajaan Islam. Pada umumnya tujuan pendidikan untuk menghasilakan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT. Pendidikan berlangsung dalam keluarga dan lambaga-lembaga pendidikan seperti langgar-langgar, masjid, dan pesantren.

    d.        Zaman Pengaruh Portugis dan Spanyol

    Bangsa Portugis dan bangsa Spanyol datang untuk berdagang dan sebagai missionaris (penyebar agama katholik). Mereka mendirikan sekolah yang kurikulumnya berisi pendidikan agama katholik ditambah mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung.

    e.         Zaman kolonial Belanda

    Pada zaman kolonial Balanda karakteristik kondisi sosial budaya yaitu :

    1)   Berlangsung penjajahan kolonialisme

    2)   Monopoli hasil pertanian

    3)   Stratifikasi sosial

    Namun dengan semakin sadarnya bangsa Indonesia akan makna nasional dan kemerdekaan lahirlah berbagai pergerakan dalam jalur politik dan pendidikan. Kondisi pendidikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial

    Belanda sesuai kepentingan penjajah dan pendidikan yang dilaksanakan oleh kaum pergerakan sebagai sarana perjuangan demi mencapai kemerdekaan. Ciri-ciri pendidikan zaman itu adalah minimnya partisipasi bagi rakyat hanya untuk bangsa belanda dan putera golongan priayi, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan.

    Pendidikan kaum pergerakan sebagai sarana perjuangan kemerdekaan, antara lain :

    1)        Tahun 1908 Budi Utomo menjelaskan bahwa tujuan perkumpulan adalah untuk kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa. Dalam bidang pendidikan mendirikan Sekolah Sentral di Solo dan Yogyakarta yaitu Kweekschool.

    2)       Tahun 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah.

    3)       Tahun 1915 didirikan Trikora Dharmo, dan selanjutnya berdiri berbagai perkumpulan pemuda hingga terwujudnya sumpah pemuda 1928.

    4)        Tahun 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman siswa.

    5)        Tahun 1926 Muhamad Safei mendirikan INS (Indonesisch Nederland School)

    6)        Dll.

    Dari sini pergerakan nasional melahirkan kesadaran mengenai pentingnya peranan pendidikan nasional dalam mempersiapkan kelahiran negara nasional. Ciri pendidikan nasional :

    1)        Bersifat nasionalistik dan sangat anti kolonialis

    2)        Berdiri sendiri atau percaya kepada kemampuan sendiri

    3)        Pengakuan kepada eksistensi perguruan swasta sebagai perwujudan harga diri yang tinggi dan kebhinekaan masyarakat Indonesia.

    f.         Zaman Kedudukan Jepang

    Bangsa Indonesia berada pada kekuasaan pendudukan militerisme, implikasinya dalam bidang pendidikan di Indonesia sebagai berikut :

    1)        Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia Timur Raya

    2)        Hilangnya sistem dualisme dalam pendidikan. Terdapat jenjang sekolah : Sekolah Rakyat, Sekolah Menengah, Sekolah Menengah Tinggi, dan Perguruan Tinggi.

    3)         Sistem pendidikan menjadi lebih merakyat.

    2.       Pendidikan Sesudah Kemerdekaan

    a.       Kondisi Pendidikan Periode 1945 – 1969

                  1)    Zaman Revolusi Fisik Kemerdekaan

    Jenjang pendidikan disempurnakan menjadi SMTP dan SMTA dan mulai mempersiapkan sistem pendidikan nasional sesuai dengan amanat UUD 1945. Menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengintruksikan agar membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. Rancangan UU yang dihasilkan : UU RI no. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.

                  2)      Peletakan Dasar Pendidikan Nasional

    Mulai tanggal 18 Agustus 1945, sejak PPKI menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang didalamnya memuat pancasila, implikasinya bahwa sejak saat itu dasar sistem pendidikan nasional kita adalah Pancasila dan UUD 1945.

    3)      Demokrasi Pendidikan

    Sesuai amanat UUD 1945 dan UU RI No. 4 tahun 1950 pemerintah mengusahakan terselenggaranya pendidikan yang bersifat demokratis yaitu kewajiban belajar sekolah bagi anak-anak yang berumur 8 tahun.

    4)      Lahirnya LPTK pada Tingkat Universitas

    Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan mendorong Prof. Moh. Yamin mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Atas dasar konferensi antar FKIP negeri seluruh Indonesia maka lembaga pendidikan tenaga guru ( PGSLP, Kursus BI, BII, dan PTPG) diintegrasikan dalam FKIP pada Universitas. Kemudian didirkan IKIP yang berdiri sendiri sebagai pindahan dari PTPG sesuai dengan UU PT No. 22 tahun 1961.

    5)      Lahirnya Perguruan Tinggi

    Pada tanggal 4 Desember 1961 lahir UU No. 22 tentang perguruan tinggi dengan prinsip Tridharma Perguruan Tinggi.

    b.        Kondisi Pendidikan Pada PJP I : 1969 – 1993

                Selama kurun waktu pelita I-V, pendidikan Indonesia mengalami banyak bahan dan kemajuan, semakin mantapnya sistem pendidikan nasional dengan disahkannya Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta sejumlah Peraturan Pemerintah yang menyertainya.

    1)        UU tentang Sistem Pendidikan Nasional

                Sebagai penjabaran Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional disahkan 8 Peraturan Pemerintah (PP) yaitu :

    a)        PP No. 27/1990 tentang Pendidikan Prasekolah

    b)        PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar

    c)        PP No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah

    d)       PP               No. 30/1990 tentang Pendidikan Tinggi (kemudian diganti PP No. 60/1999)

    e)        PP No. 72/1991 tentang Pendidika Luar Biasa

    f)         PP No. 73/1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah

    g)        PP No. 38/1992 tentang Tenaga Kependidikan

    h)        PP No. 39/1992 tentang Peran serta Masyarakat dalam

           Pendidikan Nasional.

    2)        Taman Kanak-Kanak

    Pendidikan di TK mengalami perkembangan yang cukup mengesankan, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat khususnya orang tua semakin menyadari akan pentingnya pendidikan prasekolah sebagai wahana untuk menyiapkan anak dari segi sikap, pengetahuan, ketrampilan guna memasuki SD.

    3)        Pendidikan Dasar

    Prestasi yang sangat mengesankan yang dicapai selama PJOPI ialah melonjaknya jumlah peserta didik pada SD dan MI. Kendala yang dihadapi adalah banyaknya siswa putus sekolah dan angka tinggal kelas cukup tinggi. Untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia hingga minimal berpendidikan SLTP maka pada tanggal 2 Mei 1994 program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dicanangkan.

    4)        Pendidikan Menengah

    Persoalan yang menonjol pada SLTA umum selama pelita V adalah tentang mutu kelulusan yang terutama diukur dari kesiapannya untuk memasuki jenjang perguruan tinggi. NEM dan UMPTN menunjukkan keragaman dalam mutu SLTA antara sekolah dan lokasi geografis yang berbeda-beda. Maka pada Repelita VI  upaya memperbanyak jumlah SLTA Umum yang bermutu menjadi prioritas melalui pengembangan SMU Plus yang dilakukan melalui pengerahan peran serta masyarakat.

    5)        Pendidikan Tinggi

    PTN dan PTS sama-sama menghadapi tantangan mengenai rendahnya proporsi mahasiswa yang mempelajari bidang teknologi dan MIPA yang menimbulkan dampak negatif pada dunia kerja. Mengingat dosen memegang peranan kunci dalam peningkatan mutu maka peningkatan kualifikasi dosen merupakan prioritas dalam pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia saat ini.

    6)    Pendidikan Luar Sekolah

    Pembangunan pendidikan luar sekolah diprioritaskan pada pemberantasan buta aksara melalui perluasan jangkauan kejar paket A. Hasilnya adalah semakin menurunnya jumlah warga masyarakat yang buta huruf.

    7)       Tantangan, Kendala, dan Peluang

    Berdasarkan perkembangan pendidikan pada PJP I, ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh pendidikan Indonesia pada masa-masa selanjutnya, yaitu :

    a)    Belum mampunya pendidikan mengimbangi perubahan struktur ekonomi dari pertanian tradisional ke industri dan jasa.

    b)   Masih rendahnya relevansi pendidikan

    c)    Masih belum meratanya mutu pendidikan

    d)   Masih tingginya angka putus sekolah dan tinggal kelas

    e)    Masih banyaknya kelompok umur 10 tahun yang buta huruf

    f)    Masih kurangnya peran serta dunia usaha dan pendidikan

    Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja pendidikan nasional, Yaitu :

    a)    Kemiskinan dan keterbelakangan

    b)   Terbatasnya guru yang bermutu

    c)    Terbatasnya sarana dan prasarana

    d)   Manajemen sistem pendidikan yang belum secara terarah menuju peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan

    Adapun peluang yang dimiliki oleh pendidikan nasional ialah:

    a)   Keberhasilan wajib belajar 6 tahun yang memberi landasan bagi pelaksanaan wajar sembilan tahun.

    b)   Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan

    c)    Semakin luasnya sarana komunikasi

    d)   Semakin tersebarluasnya lembaga pendidikan negeri dan swasta

    e)    Adanya UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional yang memberikan landasan yang kokoh bagi pendidikan nasional

    B.      Pendidikan Pada Masa Sekarang / Era Global

    Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasaan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.

    Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan Negara lain. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Oleh karana itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.

    Setelah diamati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan yang akan kami paparkan kali ini adalah masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah efesiensi pendidikan, dan masalah relevansi pendidkan.

    Kondisi pendidikan masa kini banyak di pengaruhi oleh hal-hal sebagai :

    1.        Arah pendidikan kurang jelas

    2.        Pendidikan sebagai barang mahal, artinya pendidkan yang berbasis hanya di kategorikan saja tanpa seimbang dengan kenyataannya dan hanya untuk sebagai bahan bisnis. Orang akan tertarik pada sekolah-sekolah yang berbasis, sehingga biayanya pun pasti mahal, maka sekolah pun dijadikan ajang bisnis.

    3.       Penyelewengan dana : pihak sekolah berlaku tidak adil atas hak peserta didiknya, dana untuk keperluan sekolah banyak yang di korupsi oleh para pihak sekolah, sehingga sistem atau struktur sekolah pun tidak tersalurkan dengan baik dan banyak kekurangannya.

    4.        Kualitas dan kuantitas guru yang kurang : guru yang kurang profesional dalam mengembangkan pengajarannya dan tidak sesuai dalam sistem pemberian pembelajaran.

    5.        Pendidikan tidak merata 

    6.        Kurang penghargaan pada guru atau dosen

    Akibat dari hal tersebut dikarenakan adanya :

    1.        Politasi pendidikan

    2.        Oper spesialisasi

    3.        Sekularitas pendidikan

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan bebeapa hal yang telah dipaparkan pada BAB II, maka dapat kita simpulkan bahwa :

    1.        Pendidikan pada zaman dahulu terbagi atas dua hal yaitu pendidikan sebelum merdeka dan sesudah merdeka. Pendidikan sebelum merdeka meliputi zaman purba, zaman kerajaan hindu-budha, zaman kerajaan Islam, zaman Portugis dan  Spanyol, zaman Belanda, dan Zaman Kedudukan Jepang. Sedangkan sesudah kemerdekaan meliputi: periode 1945-1969, periode 1969-1993.

    2.        Pendidikan pada masa sekarang disebut juga pendidikan era global yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan IPTEK.

    B.      Saran

    1.      Guru sebaiknya mengetahui dengan jelas perkembangan pendidikan dari zaman ke zaman. Hal ini dikarenakan guru dapat mengambil aspek yang baik dari pendidikan dahulu dan kemudian dikembangkannya agar menjadi lebih baik lagi.

    2.      Guru sebaiknya menguasai IPTEK dengan sangat kompeten untuk meningkatkan kinerjanya, karena IPTEK merupakan  aspek yang sangat mempenngaruhi perkembangan pendidikan Indonesia saat ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Kecilku, Perpus. “Pendidikan dari masa ke masa”. 09 juni 2014.  http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa.html.10 November       2016

  • Makalah Pemilihan Media Pembelajaran

    Pemilihan Media Pembelajaran

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri dimana guru atau dosen dan siswa/mahasiswanya bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dan pengertian. Dalam komunikasi sering timbul dan terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien, antara lain disebabkan oleh adanya  kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan siswa/mahasiswa, kurangnya minat dan kegairahan, dan sebagainya. Berbagai media pembelajaran yang beraneka ragam jenis tentunya tidak akan digunakan secara serentak atau dalam waktu yang bersamaan. Oleh sebab itu di perlukan pemilihan media yang tepat. Agar dapat tepat dalam memilih media pembelajaran maka di perlukan pertimbangan kriteria dan langkah-langkah dalam pemilihan media. Pemilihan media pembelajaran harus di sesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa seorang guru memilih salah satu media dalam kegiatannya di kelas atas dasar pertimbangan antara lain (a) merasa sudah akrab dengan media itu seperti papan tulis/proyektor transpararansi,(b) merasa bahwa media yang di pilihnya dapat menggambarkan dengan lebih baik daripada dirinya sendiri misalnya, diagram pada flip chart, atau (c) media yang di pilihnya dapat menarik minat dan perhatian siswa,serta menuntunnya pada penyajian yang lebih terstruktur dan terorganisasi. Media merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar. Karena beraneka ragamnya media tersebut, maka  masing-masing media mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

    Kecermatan dan ketepatan dalam memilih media pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor seperti luas sempitnya pengetahuan dan pemahaman tenaga pengajar tentag kriteria dan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan serta prosedur pemilihan media pembelajaran.

    Seiring dengan perkembangan teknologi, maka berbagai model pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas juga mengalami perkembangan. Seorang pendidik memang masih tetap merupakan salah satu sumber belajar tetapi tidak lagi satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didiknya. Pendidik menggunakan sumber belajar lain yang disebut sebagai media untuk pembelajarn peserta didiknya. Oleh karena itu sebelum pendidik menggunakan media dalam proses belajar mengajar, maka pendidik dituntut untuk mengetahui bagaimana teknik pemilihan media pembelajaran agar media yang digunakan dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran.

    B. Rumusan Masalah

    Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

    1. Apa pengertian Media Pembelajaran?
    2. Bagaimana Pendekatan proses pemilihan media?
    3. Apa yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan media pembelajaran?
    4. Bagaimana kriteria pemilihan media pembelajaran?
    5. Apa prinsip pemilihan media pembelajaran?
    6. Bagaimana prosedur pemilihan media pembelajaran?
    7. Bagaimana Tips dalam Memilih Media Pembelajaran?
    8. Bagaimana Pemilihan Media Pembelajaran yang tepat?

    C. Tujuan

    Dengan beberapa macam rumusan masalah di atas, maka dapat bertujuan untuk mengetahui bagaiman cara yang tepat dalam memilih media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Media pembelajaran

    Dalam pendidikan dan pengajaran, untuk mencapai tujuan agar terdapat efisiensi  dan efektifitas, maka diperlukan suatu alat bantu yang dikenal dengan istilah “media belajar”. Secara etimologi, media berasal dari kata “medium” yang berarti perantara atau pengantar . media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Sedangkan menurut para ahli lain, menggunakan istilah media pembelajaran sebagai “teaching material” atau instruksional material, artinya identik dengan pengertian keperagaan yang berasal dari kata “raga”, yaitu suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar dan yang dapat diamati melalui indera kita.

    Sedangkan pengertian media pendidikan secara definitive, para ahli memberi rumusan yang berbeda, masing-masing memiliki wawasan dan orientasi yang berlainan, namun demikian pada prinsipnya ada kesamaan pengertian yang mendasar. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa media pendidikan atau pengajaran adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengiriman ke si penerima guna merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga terjadi dapat mendorong terjadinya proses belajar. Sebagai pembawa (penyalur) pesan, media pengajaran tidak hanya digunakan oleh guru, tetapi yang lebih penting dapat pula digunakan oleh siswa. Dengan demikian penggunaan media dalam pembelajaran sangat penting dilakukan, karena media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan  proses pembelajaran  secara menyeluruh. Ujung akhir dari pemilihan media adalah penggunaaan media yang memungkinkan siswa   dapat berinteraksi dengan media yang kita pilih.

    Apabila kita telah menentukan alternatif media yang akan kita gunakan dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya adalah sudah tersediakah media tersebut di sekolah atau di pasaran ? Jika tersedia, maka kita tinggal meminjam atau membelinya saja. Itupun jika media yang ada memang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah kita rencanakan, dan terjangkau harganya.  Jika media yang kita butuhkan ternyata belum tersedia, mau tak mau kita harus membuat sendiri program media sesuai keperluan tersebut.

    Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan  jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing.

    B. Pendekatan proses pemilihan media

    Anderson (1976) mengemukakan adanya dua pendekatan/ model dalam proses pemilihan media pembelajan, yaitu : model pemilihan tertutup dan model pemilihan terbuka.

    a. Pemilihan tertutup, terjadi apabila alternatif media telah ditentukan “dari atas” (misalnya oleh Dinas Pendidikan), sehingga mau tidak mau jenis media itulah yang harus dipakai. Kalau  pun kita memilih, maka  yang kita lakukan lebih banyak ke arah pemilihan topik/ pokok bahasan mana yang cocok untuk dimediakan pada jenis media tertentu. Misalnya saja, telah  ditetapkan   bahwa media yang digunakan adalah media audio. Dalam situasi demikian, bukanlah mempertanyakan mengapa media audio yang digunakan, dan  bukan media lain? Jadi yang harus kita lakukan adalah memilih topik-topik  apa saja yang tepat untuk disajikan melalui media audio.

    b. Model pemilihan terbuka, merupakan kebalikan dari pemilihan tertutup. Artinya, kita masih bebas memilih jenis media apa saja yang sesuai dengan kebutuhan kita. Alternatif media masih terbuka luas. Proses pemilihan terbuka lebih luwes sifatnya karena benar-benar kita sesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Namun proses pemilihan terbuka ini menuntut  kemampuan dan keterampilan guru untuk melakukan proses pemilihan.  Seorang guru kadang bisa melakukan pemilihan media dengan mengkombinasikan antara pemilihan terbuka dengan pemilihan tertutup.

    C. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Pembelajaran

    Pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik. Media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran itu juga memerlukan perencanaan yang baik. Meskipun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa seorang pendidik memilih salah satu media dalam kegiatannya di kelas atas dasar pertimbangan :

    1. Pendidik merasa sudah akrab dengan media itu.
    2. Pendidik merasakan bahwa media yang dipilihnya dapat menggambarkan dengan lebih baik daripada dirinya sendiri.
    3. Media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian peserta didik, serta menuntutnya pada penyajian yang lebih testruktur dan terorganisir.
    4. Ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih konkret.

    Jadi dengan dasar pertimbangan inilah yang diharapkan oleh pendidik agar dapat memenuhi kebutuhannya dalam mengajar. Beberapa faktor perlu dipertimbangkan, misalnya tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik peserta didik atau sasaran, jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio, visual, gerak, dan seterusnya), keadaan lingkungan, kondisi setempat dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya harus diterjemahkan dalam keputusan pemilihan media.

    Pada tingkat yang menyeluruh dan umum pemilihan media dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut :

    1. Hambatan pengembangan dan pembelajaran yang meliputi faktor-faktor dana, fasilitas dan peralatan yang telah tersedia, waktu yang tersedia (waktu mengajar dan pengembangan materi dan media), sumber-sumber yang tersedia (manusia dan material).
    2. Persyaratan isi, tugas, dan jenis pembelajaran. Isi pembelajaran beragam dari sisi tugas yang ingin dilakukan peserta didik, misalnya penghafalan, penerapan keterampilan, pengertian hubungan-hubungan, atau penalaran dan pemikiran tingkatan yang lebih tinggi. Setiap katagori pembelajaran itu menuntut perilaku yang berbeda-beda dan dengan demikian akan memerlukan teknik dan media yang berbeda-beda pula.
    3. Hambatan dari sisi siwa dengan mempertimbangkan kemampuan dan keterampilan awal, seperti membaca, mengetik, dan menggunakan komputer, dan karakteristik peserta didik lainnya.
    4. Pertimbangan lainnya adalah tingkat kesenangan dan keefektivan biaya.
    5. Pemilihan media sebaiknya mempertimbangkan pula:
      • Kemampuan mengakomodasikan penyajian stiimulus yang tepat (visual dan / atau audio).
      • Kemampuan mengakomodasikan respon peserta didik yang tepat (tertulis, audio, dan / atau kegiatan fisik).
      • Kemampuan mengakomodasikan umpan balik.
      • Pemilihan media utama dan media skunder untuk penyajian informasi dan stimulus.
    6. Media skunder harus mendapat perhatian karena pembelajaran yang berhasil menggunakan media yang beragam. Dengan penggunaan media yang beragam, peserta didik memiliki kesempatan untuk menghubungkan dan berinteraksi dengan media yang paling efektif sesuai dengan kebutuhan belajar mereka secara perorangan.

    Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran yang tepat menurut Rasimin, dkk., antara lain :

    a.         Acces, artinya media yang diperlukan dapat tersedia, mudah, dan dapat dimanfaatkan siswa.

    b.         Cost, artinya media yang akan dipilih atau digunakan, pembiayaannya dapat dijangkau.

    c.         Technology, artinya media yang akan digunakan apakah teknologinya tersedia dan mudah menggunakannya.

    d.        Interactivity, artinya media yang akan dipilih dapat memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas. Sehingga siswa akan terlibat (aktif) baik secara fisik, intelektual dan mental.

    e.         Organization, artinya dalam memilih media pembelajaran tersebut, secara organisatoris mendapatkan dukungan dari pimpinan sekolah (ada unit organisasi seperti pusat sumber belajar yang mengelola).

    f.          Novelty, artinya media yang dipilih tersebut memiliki nilai kebaruan, sehingga memiliki daya tarik bagi siswa yang belajar.

    Syarat-syarat pemilihan media pembelajaran yang sesuai dengan proses dan tujuan pembelajaran, antara lain adalah :

    a.         Harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

    b.         Suatu bahan kajian harus termasuk dalam konsep media.

    c.         Pemberian tugas dan resitasi harus sesuai dengan media yang akan digunakan.

    d.        Harus disesuaikan dengan kemampuan peserta didik.

    e.         Pertimbangan jangkauan suara guru.

    f.          Kemampuan guru.

    D.      Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

    Kriteria pemilihan media haruslah dikembangkan  sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan sifat-sifat khasnya (karakteristik) media yang bersangkutan.

    Prof. Ely dalam kuliahnya di Fakultas Pascasarjana IKIP Malang tahun 1982 mengatakan bahwa pemilihan media seyogyanya tidak terlepas dari konteknya bahwa media merupakan komponen dari sistem intruksional secara keseluruhan, karena itu meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor lain seperti karakteristik peserta didik, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilainnya juga perlu dipertimbangkan.

    Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan dikemudian hari.

    Ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam memilih media yaitu :

    a.         Kesesuaian dengan Tujuan (intructional goals)

    Perlu dikaji tujuan pembelajaran apa yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Kemudian bisa dianalisis media apa saja yang cocok guna mencapai tujuan tersebut.

    b.         Kesesuaian dengan Materi Pembelajaran (intructional content)

    Yaitu bahan atau kajian apa yang diajarkan pada program pembelajaran tersebut. Pertimbangan lainnya dari bahan atau pokok bahasan tersebut sampai sejauhmana keadaan yang harus dicapai, dengan demikian kita bisa mempertimbangankan media apa yang sesuai dengan menyampaikan bahan tersebut.

    c.         Kesesuaian dengan Karakteristik Pembelajaran atau Peserta didik

    Dalam hal ini media haruslah familiar dengan karakteristik peserta didik atau pendidik. Yaitu mengkaji sifat-sifat dan ciri-ciri media yang akan digunakan. Hal lainnya karakteristik peserta didik, baik secara kuantitatif (jumlah) ataupun kualitatif (kualitas, ciri dan kebiasaan lain) dari peserta didik terhadap media yang akan digunakan.

    d.        Kesesuaian dengan Teori

    Pemilihan media ini harus didasarkan atas kesesuaian dengan teori. Media yang dipilih bukan karena fanatisme pendidik terhadap suatau media yang dianggap paling bagu, namun didasrkan atas teori yang diangkat dari penelitian dan riset sehingga telah teruji validitasnya. Pemilihan media harus merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran yang fungsinya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pembelajaran.

    e.         Kesesuaian dengan Gaya Belajar Peserta didik

    Kriteria ini didasarkan atas kondisi psikologis peserta didik, bahwa peserta didik belajar dipengaruhi pula oleh gaya belajar peserta didik.

    f.          Kesesuaian dengan Kondisi Lingkungan, Fasilitas Pendukung, dan Waktu yang Tersedia

    Bagaimanapun bagusnya sebuah media apabila tidak didukung oleh fasilitas waktu yang tersedia maka kurang efektif. Media juga terkait dengan user atau penggunaanya dalam hal ini pendidik, jika pendidik tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan media tersebut dengan baik maka akan sisa-sia, begitu juga fasilitas lainnya.

    Selain kriteria di atas, Rasimin, dkk juga menyebutkan beberapa kriteria lain dalam pemilihan media pembelajaran :

    a.         Kesesuaian dengan tujuan penggunaan media

    Pemilihan media pembelajaran didasarkan pada kegunaannya sebagai bahan instruksional, informasi ataukah hiburan.

    b.         Kategori tujuan pembelajaran yang ingin dicapai yang meliputi aspek-aspek kognitif (berdasarkan pengetahuan faktual yang empiris (pengalaman)), afektif (melibatkan perasaan dan emosi), dan psikomotorik (berhubungan dengan aktivitas fisik).

    c.         Sasaran (karakteristik, jumlah, latar belakang, motivasi)

    Tampilan media dan isinya mengarah pada penyiasatan karakter peserta didik sehingga pemilihan media harus disesuaikan dengan karakter peserta didik. Media juga harus memperhatikan banyak tidaknya jumlah siswa, sehingga dapat mempertimbangkan efektif tidaknya media yang akan digunakan dengan situasi dan kondisi kelas. Selain itu pemilihan media pembelajaran juga harus memperhatikan latar belakang dan motivasi masing-masing peserta didik yang berbeda-beda.

    d.        Waktu (pembuatan, penyajian)

    Dalam pembuatan media pembelajaran harus diselesaikan tepat waktu dan harus disesuaikan dengan lamanya waktu kegiatan pembelajaran.

    e.         Ketersediaan (pengembangan, peralatan)

    Pemilihan media pembelajaran juga harus memperhatikan ketersediaan peralatan dan hal-hal teknis yang lain yang ada di tempat belajar.

    f.          Biaya

    Biaya yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan harus seimbang dengan hasil yang akan dicapai. Pemanfaatan media yang sederhana mungkin lebih menguntungkan daripada menggunakan media yang canggih bilamana hasil yang dicapai tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan.

    g.         Karakteristik media (kelebihan, kelemahan)

    Pendidik harus mengenali karakteristik media (kelebihan dan kelemahan) berbagai media sehingga dapat memilih media yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran.

    h.         Mutu teknis (visual, audio)

    Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya visual pada slide harus jelas dan informasi  atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen-elemen lain yang berupa latar belakang.

    Dick and Carey (1978) menyebutkan bahwa di samping kesesuaian dengan tujuan belajarnya, setidaknya ada empat faktor yang di pertimbangkan dalam pemilihan media yaitu :

    a.         Ketersediaan sumber setempat

    b.         Apakah untuk membeli atau membuat sendiri itu ada dana, tenaga dan fasilitas

    c.         Faktor yang menyangkut keluesan,kepraktisan,dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama

    d.        Efektifitas biayanya dalam waktu yang panjang.

    Menurut Soeparno (1987:10-11) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih media pengajaran yaitu :

    a.         Hendaklah kita mengerti karakteristik setiap media, sehingga kita dapat mengetahui kesesuaian media tersebut dengan pesan atau informasi yang akan dikomunikasikan.

    b.         Hendaklah kita memilih media yang sesuai dengan tujuan yang hendak kita capai.

    c.         Hendaklah kita memilih media yang sesuai dengan metode yang kita gunakan.

    d.        Hendaklah kita memilih media  yang sesuai dengan materi yang akan dikomunikasikan.

    e.         Hendaklah kita memilih media yang sesuai dengan keadaan siswa, baik ditinjau dari segi jumlahnya, usianya, maupun tingkat pendidikannya.

    f.          Hendaklah kita memilih media yang sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat media itu kita pergunakan.

    g.         Hendaklah kita memilih media yang sesuai dengan kreativitas kita, sebab ada beberapa media tertentu yang efektivitas penggunaannya sangat bergantung kepada kreativitas guru.

    h.         Janganlah kita menggunakan media tertentu dengan alasan bahwa media tersebut merupakan barang baru atau karena media tersebut merupakan satu-satunya media yang kita miliki.

    Sedangkan menurut Mudhoffir (1986: 94-95) ada beberapa kriteria yang digunakan untuk memilih media pengajaran yaitu :

    a.         Bila tujuan pengajaran hanya menambah pengetahuan siswa (cognitive), misalnya siswa dapat membedakan warna, dapat menyebutkan nama sungai di Sumatera, menerangkan susunan organisasi, maka media yang dipilih berupa gambar tentang warna, peta Sumatera, dan chart. Bila tujuan siswa agar terampil menari (psikomotor), maka media yang digunkan adalah kaset rekaman, televise, film, atau demonstrasi oleh guru menari itu sendiri. Unsur gerak  (motor skill) sangat dipentingkan. Bila tujuannya agar siswa sayang kepada binatang (affective), maka media yang digunakan bisa bermacam-macam. Misalnya guru menerangkan sifat-sifat dan kegunaan binatang (media manusia), siswa diajak menonton film tentang binatang (media audiovisual), atau langsung diajak karyawisata ke taman margastwa.

    b.         Pemilihan media disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Misalnya media yang canggih kurang tepat untuk taman kanak-kanak. Mungkin cukup dengan benda-benda mainan saja.

    c.         Tidak semua sekolah dapat menyediakan media yang cukup. Kondisi sekolah di desa berbeda dengan kondisi sekolah di kota. Melihat hal tersebut media yang akan digunakan sudah tentu harus disesuaikan dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut.

    d.        Seandainya sekolah menyediakan biaya yang berlebih-lebihan, tidak perlu memilih media yang termahal tetapi tidak efektif.

    Pendapat yang lain menurut Djamarah dan Zain (2006: 130), ada beberapa kriteria acuan yang digunakan guru dalam memilih media pembelajaran yaitu dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut.

    a.         Apakah topik yang akan dibahas dalam media tersebut dapat menarik minat anak didik untuk belajar?

    b.         Apakah materi yang terkandung dalam media tersebut penting dan berguna bagi anak didik?

    c.         Apabila media itu sebagai sumber pengajaran yang pokok, apakah isinya relevan dengan kurikulum yang berlaku?

    d.        Apakah materi yang disajikan otentik dan aktual, ataukah informasi yang sudah lama diketahui massa dan atau peristiwa yang telah lama terjadi?

    e.         Apakah fakta dan konsepnya terjamin kecermatnnya atau adaa suatu hal yang masih diragukan?

    f.          Apakah format penyajiannya berdasarkan tata urutan belajar yang logis?

    Menurut Sudjana dan Rivai (2009:4-5), kriteria pemilihan media pembelajaran yang baik sebaiknya diperhatikan antara lain :

    a.         Ketepatan dengan tujuan pembelajaran, artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

    b.         Dukungan terhadap isi pelajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep, dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar mudah dipahami siswa.

    c.         Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidaknya mudh dibuat oleh guru pada waktu mengajar.

    d.        Keterampilan guru dalam menggunakannya, apapun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat mempergunakannya dalam proses pengajaran.

    e.         Tersedianya waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung; (6) sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh siswa.

    Mengingat begitu banyaknya media yang bisa kita pilih (pakai) sesuai dengan kriteria tersebut diatas, namun pada dasarnya kita bisa memilih media berdasarkan kriteria berikut :

    a.         Kelaikan Praktis, hal ini berhubungan dengan keakraban pengajar dengan media, ketersediaan media setempat, ketersediaan waktu untuk mempersiapkan, ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung.

    b.         Kelaikan Teknis, hal ini berkaitan dengan terpenuhinya persyaratan bahwa media yang dipilih mampu untuk merangsang dan mendukung proses belajar peserta didik. Dalam hal ini terdapat dua macam mutu yang perlu dipertimbangkan. Pertama kualitas pesan, yang meliputi relevansi dengan tujuan belajar, kejelasan dengan struktur pengajaran, kemudahan untuk dipahami, sistematika yang logis. Kedua kualitas visual, hal ini megikuti prinsip-prinsip visualisasi seperti keindahan (menarik membangkitkan motivasi), kesederhanaan (sederhana jelas terbaca), penonjolan (penekanan pada hal yang penting), keutuhan (kesatuan konseptual) keseimbangan (seimbang dan harmonis).

    Menurut Mustaji (2013:15-16) ada beberapa kriteria yang harus di pertimbangkan dalam pemilihan media :

    a.       Tujuan

    1.      Apa tujuan yang ingin di capai ?

    2.      Apakah tujuan ini termasuk kawasan kognitif,afektif,psikomotorik atau kombinasinya ?

    b.      Sasaran didik

    1.      Siapakan sasaran yang memerlukan media ?

    2.      Bagaimana karakteristik,jumlah,bagaimana latar belakang sosialnya,apakah ada kelainan,bagaimana motivasi dan minat belajarnya ?

    c.       Karakteristik media bersangkutan

    Kita perlu mengenal karakteristik bedia yang akan kita pilih,bagaimana kelebihan dan kekurangannya,dan pemilihan media harus di sesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin di capai.

    d.      Waktu

    Pemilihan media yang harus di gunakan memerlukan pertimbangan berapa lama waktu yang di perlukan dalam membuat atau mengadakan media yang kita pilih.

    e.       Biaya

    Perlu pula pertimbangan biaya yang di keluarkan untk membuat,membeli atau menyewa media tersebut.

    f.       Ketersediaan

    1.      Media yang akan di gunakan apakah bisa di dapatkan di lingkungan sekolah atau pasaran ?

    2.      Apakah sasaran penunjang untuk menyajikan media di dalam kelas ?

    g.      Konteks kegunaan

    1.      Kondisi dan strategi yang bagaimana media tersebut di gunakan ?

    2.      Apakah untuk pembelajaran individual,kelompok kecil,kelompok besar ?

    h.      Mutu teknis

    Mutu teknis adalah kualitas dari media tersebut misalnya program audio, video,grafis,media cetak apaah memiliki visual atau suara yang jelas,menarik dan cocok untuk di gunakan dalam pembelajaran

                Menurut Azhar arsyad (1997:76-77) menyatakan bahwa kriteria memilih media yaitu :

    1.      Sesuai dengan tujuan yang ingin di capai

    2.      Tepat untuk mendukung isi pelajaran

    3.      Praktis,luwes,dan tahan

    4.      Guru terampil menggunakannya

    5.      Pengelompokan sasaran

    6.      Mutu teknis

    E.       Prinsip-Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran

    Pemilihan media pembelajaran yang sesuai dengan  standar kompetensi dan indikator yang ditetapkan pada dasarnya merupakan suatu perluasan keterampilan berkomunikasi yang membutuhkan suatu proses yang rinci, sistematis dan khusus. Memilih media pembelajarn yang terbaik untuk standar kompetensi dan indikator suatu pembelajaran bukan suatu pekerjaan yang mudah. Karena pemilihan media tersebut didasarkan pada berbagai prinsip dan faktor yang saling mempengaruhi.

    Ada beberapa prinsip dalam memilih media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh pendidik, yang terpenting dalam pemilihan media pembelajaraan dimaksud adalah adanya patokan yang digunakan pada proses pemilihan media itu. Pemilihan dan penggunaan suatu media pembelajaran harus melibatkan tenaga yang mampu, terampil, dan profesional untuk memanfaatkannya disetiap lembaga pendidikan. Biaya yang dibutuhkan juga harus tersedia dan terjangkau oleh suatu lembaga pendidikan yang bersangkutan.

    Secara garis besar beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu :

    a.         Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu, apakah sasarannya peserta didik TK, SD, SMA, atau peserta didik Sekolah Dasar Luar Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan.

    b.         Karakteristik Media Pembelajaran. Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media  pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki dalam kaitannya dengan pemilihan media pembelajaran. Disamping itu, hal ini memberikan kemungkinan bagi kita untuk menggunakan berbagai media pembelajaran secara bervariasi.

    c.         Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian kita bisa menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih.

    Selanjutnya perlu diingat bahwa tidak ada satu mediapun yang sifatnya bisa menjelaskan semua permasalahn atau materi pembelajaran secar tuntas.

    Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu mendapat pertimbangan  dalam pemilihan media adalah sebagai berikut:

    a.         Motivasi

    Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari pihak siswa sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan latihan. Lagi pula,pengalaman yang dialamai siswa harus relevan dengan dan bermakna baginya. Oleh karena itu, perlu untuk melahirkan minat itu dengan perlakuan yang memotivasi dari informasi yang terkandung dalam media pembelajaran itu.

    b.         Perbedaan individual

    Siswa belajar dengan cara dan tingkat kecepatan yang berbeda-beda. Faktor-faktor seperti intelegensi, tingkat pendidikan, kepribadian, dan gaya belajar mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Tingkat kecepatan penyajian informasi melalui media harus berdasarkan kepada tingkat pemahaman.

    c.         Tujuan pembelajaran

    Jika siswa diberitahukan apa yang diharapkan  mereka pelajari melalui media pengajaran itu, kesempatan untuk berhasil dalam pembelajaran semakin besar.

    d.        Organisasi isi

    Pembelajaran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau ketrampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke dalam urut-urutan yang bermakna. Siswa akan memahami dan mengingat lebih lama materi pelajaran yang secara logis disusun dan di urut-urutkan secara teratur.

    e.         Persiapan sebelum belajar

    Ketika merancang materi pelajaran, sebaiknya perhatian harus ditujukan kepada sifat dan tingkat persiapan siswa.

    f.          Emosi

    Pembelajaran yang melibatkan emosi dan perasaan pribadi serta kecakapan amat berpengaruh dan bertahan.

    g.         Partisipasi

    Agar pembelajaran berlangsung dengan baik, seorang siswa harus menginternalisasi informasi, tidak sekedar diberitahukan kepadanya. Oleh sebab itu, belajar memerlukan kegiatan. Dengan partisipasi, kesempatan lebih besar terbuka bagi siswa untuk memahami dan mengingat materi pelajaran itu.

    h.         Umpan balik

    Hasil belajar dapat meningkat apabila secara berkala siswa diinformasikan kemajuan belajarnya. Pengetahuan tentang hasil beajar, pekerjaan yang baik, atau kebutuhan untuk perbaikan pada sisi-sisi tertentu akan memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar yang berkelanjutan.

    i.           Penguatan

    Apabila siswa berhasil belajar, ia didorong utnuk terus belajar. Pembelajaran yang didorong oleh keberhasilan amat bermanfaat, dapat membangun kepercayaan diri.

    j.           Latihan dan pengulangan

    Sesuatu hal baru jarang sekali dapat dipelajari secara efektif hanya dengan sekali jalan. Agar suatu pengetahuan atau ketrampilan dapat menjadi kompetensi atau kecakapan intelektual seseorang, haruslah sering diulangi dan dilatih dalam berbagai konteks.

    k.         Penerapan

    Hasil  belajar yang diinginkan adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerapkan atau mentransfer hasil belajar pada masalah atau situasi baru. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk bernalar dan memutuskan dengan menerapkan generalisasi atau prosedur terhadap berbagai masalah atau tugas baru.

    F.            Prosedur Pemilihan Media Pembelajaran

    Berikut ini salah satu prosedur yang dapat digunakan dalam memilih media pembelajaran yang tepat.

    1.      Kegunaan materi

    2.      Kemenarikan

    3.      Mengena langsung dengan tujuan khusus

    4.      Format sajian

    5.      Mutakhir atau keontetikan materi

    6.      Konsep fakta terjamin kecermatannya

    7.      Memenuhi standar selera

    8.      Keseimbangan kontroversial

    9.      Tidak mengandung propaganda

    10.  Standar kualitas (gambar, narasi, efek, warna, dll)

    11.  Struktur materi direncanakan dengan baik

    12.  Proses uji coba atau validasi (tingkat keberhasilan).

    Secara umum prosedur pemilihan media pembelajaran Anderson (1976) mengemukakan ada enam langkah, yaitu :

    1.    Menentukan apakah pesan yang akan disampaikan itu merupakan tujuan pembelajaran  atau hanya sekedar merupakan informasi atau hiburan.

    2.    Menetapkan apakah media itu di rancang untuk keperluan pembelajaran atau instruksional atau alat bantu mengajar (peraga).

    3.    Menetapkan apakah dalam usaha mendorong kegiatan belajar tersebut akan digunakan strategi afektif, kognitif atau psikomotorik.

    4.    Menetukan media yang sesuai dari kelompok media yang cocok untuk strategi yang di pilih dengan mempertimbangkan ketentuan atau criteria, kebijakan, fasilitas, kemampuan produksi dan biaya.

    5.    Mereview kembali kelemahan dan kelebihan media yang dipilih, bila perlu mengkaji kembali alternatif-alternatif yang ada.

    6.    Perencanaan pengembangan dan produksi media tersebut.

    Sedangkan menurut Asyhar (2012) memilih media yaitu :

    1.      Analisi kebutuhan

    Analisis kebutuhan di dasarkan pada faktor yag menjadi dasar pemilihan media yaitu meliputi karakteristik peserta didik,potensi yang di harapkan,dan karakteristik materi ajar.

    2.      Mengidentifikasi karakteristik peserta didik

    a.       Karakteristik yang bersifat umum

    b.      Karakteristik yang bersifat khusus

    3.      Menelaah tujuan pembelajaran

    Tujuan yang ingin di capai adalah siswa bisa membiasakan diri,jenis media yang paling cocok di gunakan adalah audio visual atau real project media berbasis manusia,dengan cara guru memberikan contoh secara langsung.

    4.      Mengkaji karakteristik bahan ajar

    Menentukan pilihan media dalam pembelajaran. Tugas dan pengalaman belajar sangat menentukan jenis aktivitas siswa di sekolah dan di luar sekolah

    5.      Menetapkan pilihan media

    Perlu di kaji ketersediaan jenis media yang di butuhkan beserta fasilitas pendukungnya.

    6.      Mereview

    Mereview kembali jenis media yang telah di pilih apakah sudah tepat atau masih terdapat kelemahan,atau masih ada alternatif jenis media lain yang lebih tepat.

    G.           Tips dalam Memilih Media Pembelajaran

    Sebelum memutuskan untuk memanfaatkan media dalam kegiatan pembelajaran di dalm kelas, hendaknya pendidik melakukan seleksi terhadap media pembelajaran mana yang akan digunakan untuk mendampingi dirinya dalam membelajarkan peserta didiknya. Berikut ini beberapa tips atau pertimbangan-pertimbangan yang dapat digunakan pendidik dalam melakukan seleksi terhadap media pembaelajaran yang akan digunakan.

    a.         Menyesuaikan Jenis Media dengan Materi Kurikulum

    Sewaktu akan memilih jenis media yang akn dikembangkan atau diadakan maka perlu yang diperrhatiakan adalah jenis materi pelajaran yang mana yang terdapat di dalam kurkulum yang dinilai perlu ditunjang oleh media pembelajaran. Kemudian, dilakukan telaah tentang jenis media apa yang diniai tepat untuk menyajikan materi pelajaran yang dikehendaki tersebut.

    Sebagai contoh misalnya, pelajaran Bahasa Arab, untuk kemampuan berbahasa mendengarkan atau menyimak (maharah istima’), media yang lebih tepat digunakan adalah media kaset audio. Sedangkan untuk kemampuan menulis atau tata bahasa, maka media yang lebih tepat digunakan adalah media cetak. Sedangkan untuk mengajarkan kepada peserta didik tentang cara-cara menggunakan organs of spech untuk menuturkan kata atau kalima (pronounciation), mak media video akan lebih tepat digunakan.

    b.         Keterjangkauan dalam Pembiayaan

    Dalam pengembangan atau pengadaan media pembelajaran hendaknya juga mempertimbngakan ketersediaan anggaran yang ada. Kalau seandainya pendidik harus membuat sendiri media pembelajaran, maka hendaknya dipikirkan apakah ada diantara sesama pendidik yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan media pembelajaran yang dibutuhkan. Kalau tidak ada, maka perlu dijajaki berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan mediannya.

    c.         Ketersediaan Perngkat Keras untuk Pemanfaatan Media Pembelajaran

    Tidak ada gunannya merancang dan mengembangkan media secanggih apapun kalau tidak didukung oleh ketersediaan peralatan pemanfaatannya di kelas. Apa artinya tersedia media pembelajaran online apabila, disekolah tidak tersedia perangkat komputer dan fasilitas koneksi ke internet yang juga di dukung oleh Lokal Area Network (LAN). Sebaliknya, pemilihan media pembelajaran sederhana(seperti misalnya media kaset audio) untuk dirancang dan dikembangkan akan sangat bermanfaat karena peralatan / fasilitas pemanfaatannya tersedia di sekolah atau mudah diperoleh di masyarakat, selain itu sumber energi yang diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan media sederhana juga cukup mudah yaitu hanya dengan menggunakan baterai kering. 

    Dari segi ekspertis atau keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan media sederhana seperti media kaset audio atau transparasi misalnya tidaklah terlalu sulit untuk mendapatkannya. Tidaklah juga terlalu sulit untuk mempelajari cara-cara perancangan dan pengembangan media sederhana.

    d.        Ketersediaan Media Pembelajaran di Pasaran

    Karena promosi dan peragaan yang sangat mengagumkan/ mempesona atau menjanjikan misalnya, sekolah langsung tertarik untuk membeli media pembelajarn yang ditawarkan. Namun sebelum membeli media pembelajrannya (program), sekolah harus terlebih dahulu  membeli perangkat keras untuk pemanfaatannya. Setelah peralatan pemanfaatan media pembelajarannya dibeli ternyata di antara pendidik ada atau belum tanu bagaimana cara-cara mengoperasikan peralatan, pemanfaatan media pembelajaran media pembelajaran yang akan diadakan tersebut. Di samping itu media pembelajarannya (program) sendiri ternyata sulit didapatkan di pasaran sebab harus dipesan terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu.

    Kemudian, dapat saja terjadi bahwa media pembelajaran yang telah dipesan dan dipelajri, kandungan materi pelajarannya sedikit sekali relevan dengan kebutuhan peserta didik (sangat dangkal). Sebaliknya, dapat juga terjdi bahwa materi yang dikemas di dalam media pembelajaran sangat cocok dari membantu mempermudah peserta didik memahami materi pelajaran. Namun, yang menjadi masalah adalah bahwa media pembelajaran tersebut sulit didapatkan di pasaran.

    e.         Kemudahan Memanfaatkan Media Pembelajaran

    Aspek lain yang juga tidak kalh pentinnya untuk dipertimbangkan dalam pengembangan atau pengadaan media pembelajaran adalah kemudahan pendidik atau peserta didik memanfaatkannya. Tidak akan terlalu bermanfaat apabila media pembelajaran dikembangkan sendiri atau yang dikontrakkan pembuatannya ternyata tidak mudah dimanfaatkan, baik oleh pendidik maupun oleh peserta didik. Media yang dikembangkan atau dibeli tersebut hanya akan berfungsi sebagai pajangan di sekolah.

    H.           Pemilihan Media Pembelajaran

    Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing-masing, maka dari itulah kita diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.

    Adapun dalam memilih media, perlu diperhatikan hal-hal  sebagai berikut :

    a.         Memahami karakteristik setiap media

    b.         Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai

    c.         Sesuai dengan metode pelajaran yang digunakan

    d.        Sesuai dengan materi yang dikomuniasikan

    e.         Sesuai dengan keadaan peserta didik

    f.          Sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, kemudahan memperoleh media

    g.         Sesuai dengan keterampilan pendidik menggunakannya

    h.         Ketersediaan waktu menggunaknnya

    i.           Sesuai dengan taraf berfikir peserta didik.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan dikemudian hari.

    Ada beberapa prinsip dalam memilih media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh pendidik, yang terpenting dalam pemilihan media pembelajaraan dimaksud adalah adanya patokan yang digunakan pada proses pemilihan media itu. Pemilihan dan penggunaan suatu media pembelajaran harus melibatkan tenagan yang mampu, terampil, dan profesional untuk memanfaatkannya disetiap lembaga pendidikan. Biaya yang dibutuhkan juga harus tersedia dan terjangkau oleh suatu lembaga pendidikan yang bersangkutan.

    Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing-masing, maka dari itulah kita diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.

    B. Saran

    Dengan mengetahui bagaimana teknik pemilihan media pembelajaran hendaknya, kita sebagai calon pendidik dapat memahami dan mengetahui media-media apa yang cocok untuk digunakan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran, sehingga penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pemebelajaran. Semoga kita dapat mengambil manfaat dari apa yang telah tertulis di makalah ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2010.

    Nurhasnawati. Media Pembelajaran. Pekanbaru: Pusaka Riau. 2011.

    Rasimin, dkk. Media Pembelajaran : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Trust Media Publishing. 2012.

    Sadiman, Arif S., dkk. Media Pendidikan PengertianPengembangandan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012.

  • Makalah Tugas-Tugas Perkembangan Peserta Didik

    Makalah Tugas-Tugas Perkembangan Peserta Didik

    Tugas perkembangan peserta didik harus disesuaikan dengan batas kemampuan. Beberapa pakar membuat kategorisasi tentang keterampilan peserta didik berdasarkan rentang tertentu seperti usia.


    Tugas-Tugas Perkembangan Peserta Didik

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang 

    Perkembangan merupakan proses dimana seorang individu mengalami perubahan dalam aspek psikologis dan sosialnya.Setiap individu dalam proses hidupnya selalu akan mengalami, tumbuh, berkembang baik dalam hal psikologis maupun sosialnya dengan melaui beberapa periode/tahapan-tahapan perkembangan. Adapun tahapan-tahapan perkembangan suatu individu memiliki beberapa dan tugas-tugas yang harus dicapai demi keberhasilan perkembangan pada fase tersebut.Keberhasilan mencapai fase tersebut sangat mempengaruhi individu untuk melalui tahapan perkembangan selanjutnya dan memperlancar pelaksanakan tugas-tugas perkembangan pada tahap selanjutnya. Sebaliknya, jika seseorang individu gagal melaksanakan tugas-tugas perkembangan pada tahapan tersebut akan berakibat tidak baik bagi perkembangan psikologis maupun sosialnya.

    Salah satu tahapan perkembangan yang harus dilalui oleh individu dalam rentang kehidupan nya adalah masa remaja. Remaja adalah masa dimana pada individu berusia antara 11-17 tahun yang ditandai dengan sifat-sifat yang idealis, berkhayal, memiliki ego yang tinggi dan mulai berpikir tentang masa depan. Hal tersebut menunjukkan remaja bahwa mereka telah berada dalam masa perkembangan yang disebut adolensi.

    Masa ini merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil tetapi juga belum dapat dikatakan dewasa yang pada umumnya merupakan mssa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang kembali lagi dianut dengan masa pubertas atau adolensi.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian dari tugas-tugas perkembangan?
    2. Apa tugas-tugas perkembangan dan perbedaan perkembangan peserta didik pada setiap masa perkembangan?
    3. Hukum apa saja yang mengatur tentang perkembangan dan pertumbuhan?
    4. Bagaimana karakteristik peserta didik?

    C. Tujuan

    1. Menjelaskan definisi Perkembangan dan tugas-tugas perkembangan
    2. Mengetahui tugas tugas dan perbedaan perkembangan individu dari setiap masa perkembangan
    3. Memahami hukum-hukum tentang perkembangan dan pertumbuhan

    Bab II. Pembahasan

    A. Tugas-Tugas Perkembengan Peserta Didik

    Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.

    Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase dari sejak masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:

    1. Masa bayi dan anak-anak
    • Belajar berjalan
    • Belajar mekan makanan padat
    • Belajar berbicara
    • Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
    • Mencapai stabilitas fisiologik
    • Membentuk pengertian sederhana tentang realitas fisik dan sosial
    • Belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga, dan orang lain
    • Belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta mengembangkan kata   hati
    2. Masa Anak Sekolah
    • Belajar ketangkasan fisik untuk bermain
    • Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organism yang sedang tumbuh
    • Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya
    • Belajar peranan jenis kelamin
    • Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
    • Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan kehidupan sehari-hari
    • Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai
    • Belajar membebaskan ketergantungan diri
    • Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembaga-lembaga
    3. Masa Remaja
    • Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara efektif
    • Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita
    • Menginginkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab social
    • Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
    • Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki
    • Perkembangan skala nilai
    • Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih adekwat
    • Persiapan mandiri secara ekonomi
    • Pemilihan dan latihan jabatan
    • Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
    4. Masa Dewasa Awal
    • Mulai bekerja
    • Memilih pasangan hidup
    • Belajar hidup dengan suami/istri
    • Mulai membentuk keluarga
    • Mengasuh anak
    • Mengelola/mengemudikan rumah tangga
    • Menerima/mengambil tanggung jawab warga Negara
    • Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan
    5. Masa Usia Madya / Masa Dewasa Madya
    • Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis
    • Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
    • Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berbahagia
    • Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan
    • Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
    • Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh.

    Robert J. Havighurst (1961) mengartikan tugas -tugas perkembangan itu merupakan suatu hal yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu yang apabila berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya tapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada individu yang bersangkutan dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya. Hurlock (1981) menyebut tugas-tugas perkembangan ini sebagai social expectations yang artinya setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui oleh berbagai usia sepanjang rentang kehidupan.

    Faktor sumber munculnya tugas-tugas perkembangan :

    1. Adanya kematangan fisik tertentu pada fase perkembangan tertentu
    2. Tuntutan masyarakat secara kultural : membaca, menulis, berhitung, dan organisasi
    3. Tuntutan dari dorongan dan cita – cita individu sendiri (psikologis) yang sedang berkembang itu sendiri : memilih teman dan pekerjaan
    4. Tuntutan norma agama

    Tugas Perkembangan Peserta Didik

    Adapun tugas – tugas perkembangan pada setiap fase perkembangan (Robert J. Havighurst (Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen, 1974; Havighurst, 1976) ) sebagai berikut :

    1. Bayi dan kanak – kanak (0 – 6 tahun)
    • Belajar berjalan.
    • Belajar memakan makanan padat.
    • Belajar berbicara.
    • Belajar buang air kecil dan buang air besar.
    • Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
    • Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
    • Membentuk konsep – konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam.
    • Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang-orang disekitarnya.
    • Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk, yang berarti mengembangkan kata hati.

    Menurut beberapa ahli psikologi lainnya tentang tugas perkembangan disetiap fase-fase perkembangan 0-6 tahun :

    1. Charlotte Buhler (1930) dalam bukunya yang berjudul The first tear of life :

    a) Fase pertama (0 – 1 tahun)

    Belajar menghayati berbagai objek diluar diri sendiri, melatih fungsi-fungsi motorik.

    b) Fase kedua (2 – 4 tahun)

    Belajar mengenal dunia objektif diluar diri sendiri, disertai dengan penghayatan yang bersifat subjektif. Misalnya anak bercakap-cakap dengan bonekanya atau berbincang-bincang dan bergurau dengan binatang kesayangannya.

    c) Fase ketiga ( > 5 tahun)

    Belajar bersosialisasi. Anak mulai memasuki masyarakat luas (pergaulan dengan teman sepermainan (TK) dan sekolah dasar. Menurut Soe’oed (dalam Ihromi, ed., 1999 : 30) syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi sosial. A. Gosin (Soe’oed, dalam Ihromi, ed., 1999 : 30) : sosialisasi adalah proses belajar yang dialami oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, nketerampilan, nilai – nilai dan norma – norma agar dia bisa berpartisipasi sebagai anggota dalam masyarakatnya.

    2. Elizabeth B. Hurlock (1978) dalam bukunya Developmental Psychology :

    a. Prenatal, yaitu masa konsepsi anak sampai umur 9 bulan dikandungan ibu.

    b. Masa natal :

    • Infancy atau neonatus (dari lahir sampi usia 14 hari), penyesuaian terhadap lingkungan
    • Masa bayi (2 minggu sampai 2 tahun), bayi tidak berdaya dan sangat tergantung pada lingkungan dan kemudian (karena perkembangan) anak mulai berusaha menjadi lebih independen.
    • Masa anak ( > 2 tahun), Anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga dia merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari lingkungan yang ada.

    3. Erik Erickson (1963) dalam bukunya Chilhood and Society :

    • Masa bayi (0 – 1,5 tahun), anak belajar bahwa dunia merupakan tempat yang baik baginya, dan ia belajar menjadi optimis mengenai kemungkinan – kemungkinan mencapai kepuasan.
    • Masa Toddler (1,5 – 3 tahun)
    • Anak belajar menggunakan kemampuan bergerak sendiri untuk melaksanakan dua tugas penting, yakni pemisahan diri dari ibu dan mulai menguasai diri, lingkungan, dan keterampilan dasar untuk hidup.
    • Awal masa kanak – kanak ( > 4 tahun)
    • Anak belajar mencontoh orang tuanya, pusat perhatian anak berubah dari benda ke orang.
    2. Masa Sekolah (6 – 12 tahun)

    Menurut Robert J. Havighurst (Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen, 1974; Havighurst, 1976) tugas-tugas perkembangan masa ini adalah :

    • Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan : bermain sepak bola, loncat tali, berenang.
    • Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
    • Belajar bergaul dengan teman – teman sebaya.
    • Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
    • Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
    • Belajar mengembangkan konsep sehari – hari.
    • Mengembangkan kata hati
    • Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi
    • Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga–lembaga.

    Menurut ahli psikologi lain tentang tugas – tugas perkembangan fase anak 6 – 12 tahun :

    1. Charlotte Buhler (1930) dalam bukunya yang berjudul The first tear of life :

    • Fase ketiga (6 – 8 tahun)

    Anak belajar bersosialisasi dengan lingkungannya.

    • Fase keempat (9 – 12 tahun)

    Anak belajar mencoba, bereksperimen,bereksplorasi, yang distimulasi oleh dorongan – dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar

    2. Elizabeth B. Hurlock (1978) dalam bukunya Developmental Psychology :

    • Masa anak (6 – 11 tahun).

    Anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan.

    • Masa praremaja (11 – 12 tahun).

    Anak belajar memberontak yang ditunjukkan dengan tingkah laku negatif.

    3. Erik Erickson (1963) dalam bukunya Chilhood and Society :

    • Awal masa kanak – kanak (6 – 7 tahun)

    Anak belajar menyesuaikan diri dengan teman sepermainannya, ia mulai bias melakukan hal – hal kecil (berpakaian, makan) secara mandiri.

    • Akhir masa kanak – kanak (8 – 11 tahun)

    Anak belajar untuk membuat kelompok dan berorganisasi.

    • Awal masa remaja (12 tahun)

    Anak belajar membuang masa kanak – kanaknya dan belajar memusatkan perhatian pada diri sendiri.

    3. Remaja (adolescence)

    Masa ini merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka, dalam Pikunas, 1976 ; Kaczman & Riva, 1996). Remaja merupakan masa berkembangnya identity (identitas) (Erik Erickson (Adams & Gullota, 1983 : 36 – 37; Conger, 1977 : 92 – 93)). Identity adalah suatu pengorganisasian dorongan – dorongan (drives), kemampuan – kemampuan (abilities), keyakinan – keyakinan (beliefs), dan pengalaman – pengalaman individu kedalam citra diri (images of self) yang konsisten (Anita E. Woolfolk). Lustin Pikunas (1976 : 257 – 259), masa remaja akhir ditandai oleh keinginan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang secara matang agar dapat diterima oleh teman sebaya, orang dewasa, dan budaya.

    Menurut beberapa ahli tugas – tugas perkembangan pada masa ini adalah :

    1. William Kay

    • Menerima fisiknya sendiri beriku keragaman kualitasnya.
    • Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang menjadi otoritas.
    • Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain baik secara individual maupun kelompok.
    • Menemukan manusia model untuk dijadikan identitasnya.
    • Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.
    • Memperkuat kemampuan mengendalikan diri atas dasar prinsip atau falsafah hidup.
    • Mampu meninggalkan masa kanak-kanaknya.

    2. Robert J. Havighurst (1961)

    • Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
    • Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita.
    • Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.
    • Mencapai kemadirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
    • Mancapai jaminan kemandirian ekonomi.
    • Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan).
    • Belajar merencanakan hidup berkeluarga.
    • Mengembangkan keterampilan intelektual.
    • Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
    • Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku.
    • Mengamalkan nilai – nilai keimanan dan ketakwaan kepada tuhan dalam kehidupan sehari – hari, baik pribadi maupun sosial.

      3. Secara Umum Tugas tugas Remaja

    ·         Mampu menerima keadaan fisiknya.

    Pada periode pra remaja, anak tumbuh demikian cepat mengarahkan pada bentuk orang dewasa, yang dibarengi oleh perkembangan sikap dan citra diri. Remaja diharapkan dapat menerima keadaan diri sebagaimana adanya keadaan diri mereka sendiri, bukan hayalan dan impian.

    ·         Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

    Dalam masa remaja diharapkan mereka menerima keadaan diri sebagai pria atau wanita dengan sifat dan tanggung jawab kaumnya masing-masing. Sering kali terjadi ada remaja yang menyesali diri sebagai pria atau wanita, terutama jika bentuk tubuh mereka tidak memuaskan.

    ·         Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

    Akibat adanya kematangan seksuil yang dicapai sejak awal masa remaja, para remaja mengadakan hubungan sosial yang terutama ditekankan pada hubungan antara dua jenis kelamin yang merupakan suatu kewajaran remaja saling mencari pasangan. Sangat penting dalam hal ini, bahwa seorang remaja haruslah mendapat penerimaan dari kelompok teman sebaya lawan jenis atau sesama jenis agar memperoleh rasa dibuthkan dan rasa berharga.

    ·         Mencapai kemandirian emosional.

    Tugas perkembangan yang dihadapkan bagi remaja adalah bebas dar ketergantungan emosional seperti dalam masa kanak-kanak mereka. Pada masa kanak-kanak, anak sangat bergantung emosinya pada orang tua atau orang dewasa lain. Dalam masa remaja, seseorang dituntut untuk tidak lagi mengalami perasaan bergantung semacam itu.

    ·         mencapai kemandirian ekonomi.

    Kesanggupan berdiri sendiri dalam hal yang berhubungan dengan ekonomi merupakan tugas perkembangan remaja yang penting, karena mereka akan kelak hidup sebagai orang dewasa.

    ·         Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlakukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

    Sebagai hasil dari perpaduan unsur-unsur pertumbuhan biologis dan keragamn pengalaman dengan lingkungan, remaja dapat mengembangkan kemampuan mentalnya. Remaja sudah memiliki kemampuan untuk berfikir atau nalar tentang sesuatu yang berada di luar pengalamannya atau sisitem nilai yang dimilikinya. Dengan kata lain , remaja sudah dapat memikirkan atau menduga hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi berdasarkan sesutau yang abstrak dan memikirkan semua kemungkinan secara sistematis utnuk memecahkan suatu persoalan atau masalah.

    ·         Memahami dan menginternalisasi nilai-nilai orang dewasa dan orang tua

    ·         Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa

    Proses pengikatan individu kepada kelompok sosialnya telah berkembang sejak lahir. Proses ini diperluas selama masa anak dan remaja. Remaja yang mengikuti kegiatan keagamaan akan dapat mengembangkan sikap batin atau sikap keterikatan sosialnya terhadap orang lain. Pada usia remaja akhir, para remaja sudah dapat mencapai sikap altruistik yang tinggi.

    ·         Mempersiakan diri untuk memasuki perkawinan.

    Sikap remaja terhadap pernikahan ternyata beragam, sebagian remaja bersifat antagonistik (menentang dan merasa takut) dan sebagian lainnya menerimanya dengan sikap positif.

    ·         Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

    Tugas-tugas fase perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya.

    4. Masa Dewasa Awal

    Masa dewasa tidak kalah pentingnya dengan masa-masa yang lain dalam kehidupan. Di masa inilah, segala kematangan dalam kehidupan diperoleh. Sedangkan tugas-tugas perkembagan masa dewasa awal adalah sebagai berikut:

    · Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau calon istri)

    Dewasa awal sadar bahwa dirinya ada rasa simpati, rasa tertarik untuk selalu bersama-sama dengan lawan jenisnya. Tetapi mereka umumnya masih ada rasa ragu dan malu untuk saling mendekat dan saling bergaul pada mulanya.

    • Belajar hidup bersama dengan suami atau istri
    • Mulai hidup dalam keluarga
    • Belajar mengasuh anak-anak
    • Mengelola rumah tangga
    • Mulai bekerja dalam suatu jabatan
    • Mulai bertanggung jawab sebagai warganegara secara layak
    • Memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai pahamnya
    5. Masa Setengah Baya

    Pada masa setengah baya, tanggung jawab sebagai manusia dewasa menjadi lebih besar. Tugas-tugas perkembangan pada masa ini, yaitu:

    • Memperoleh tanggung jawab sebagai orang dewasa yang berwarga negara dan hidup bermasyarakat.
    • Menetapkan dan memelihara suatu standart kehidupan ekonomi bagi kehidupannya.
    • Membantu anak-anak remajanya untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.
    • Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang sesuai dengan orang dewasa.
    • Menciptakan hubungan diri dengan suami atau istri sebagai pribadi.
    • Menerima dan menyesuaikan diri sehubungan dengan adanya perubahan-perubahan pisiologis dalam masa setengah baya.
    • Menyesuaikan diri dengan kehidupan orang tua yang sudah lanjut usia.
    6.  Masa Tua

    Pada umumnya pada masa ini manusia banyak mengalami degradasi, terutama pada aspek fisik. Tugas-tugas pada masa ini ialah:

    • Menyesuaikan diri pada keadaan berkurangnya kekuatan fisik dan kesehatan.
    • Menyesuaikan diri dalam masa pensiun dan pendapatan yang berkurang.
    • Menyesuaikan diri dalam keadaan meninggalnya suami atau istri.
    • Menjalin hubungan yang rapat dengan teman-teman seusia.

    Memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai warga negara dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat.Menyusun keadaan hidup yang memuaskan dalam hal fisik

    B. Hukum-Hukum Pertumbuhan dan Perkembangan

    Hukum pertumbuhan dan perkembangan adalah suatu kecenderungan umum dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia, yang mempengaruhi karakteristik setiap individu. Adapun hukum-hukum perkembangan adaah sebagai berikut:

    1. Hukum Cephalocoundal

    Menyatakan bahwa pertumbuhan fisik dimulai dari kepala kearah kaki. Bagian pada kepala tumbuh terlebih dahulu daripada bagian-bagian lain. Misalnya kepala bayi yang baru lahir tumbuh lebih “matang” daripada bagian tubuh lainnya.

    2. Hukum Proximodistal

    Menyatakaan bahwa pertumbuhan fisik berpusat pada sumbu dan mengarah ke tepi. Alat-alat tubuh yang berada di pusat, seperti jantung, hati, dan alat-alat pencernaan lebih dahulu berfungsi daripada yang ada di tepi.

    3. Perkembangan terjadi dari Umum ke Khusus

    Menyatakaan bahwa proses perkembangan yang dimulai dari hal-hal yang umum, kemudian sedikit demi sedikit meningkat ke hal-hal yang lebih khusus. Seperti yang dikemukakan oleh Werner bahwa anak lebih dahulu mampu menggerakkan lengan atas, lengan bawah, tepuk tangan terlebih dahulu daripada menggerakan jari-jari tangannya.

    4. Perkembangan Berlangsung dalam tahapan-tahapan Perkembangan

    Menyatakaan bahwa dalam proses perkembangan terjadi tahapan yang terbagi ke dalam masa-masa perkembangan, dimana di setiap masa perkembangan terdapat ciri-ciri perkembangan yang berbeda. Contoh penahapan pada manusia antara lain meliputi masa pra-lahir, masa jabang bayi (0-2 minggu), masa bayi (2-1 bulan), masa pra-sekolah (1-5 tahun), dan seterusnya.

    5. Hukum Tempo dan Ritme Perkembangan

    Menyatakan bahwa tahapan perkembangan berlangsung secara berurutan, terus menerus, dan dalam tempo perkembangan yang relatif tetap serta berlaku umum. Perbadaan cepat lambatnya suatu penahapan perkembangan menampilkan perbedaan individual, tidak banyak yang bisa dilakukan guru atau orangtua untuk mempercepat atau memperlambat tempo dan irama perkembangan tersebut.

    2.3. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik Usia Menengah (Remaja)

    Istilah asing yang sering dipakai menggambarkan remaja adalah puberteit, adolescentia, youth. Dalam Bahasa Indonesia sering disebut pubertas atau remaja. Remaja sulit didefinisikan secara mutlak sehingga remaja menurut berbagai sudut pandangan.

    1. Pengertian Remaja menurut Hukum

    Tidak ada konsep remaja yang diterangkan secara terbuka menurut hukum, hanya saja pada undang-undang perkawinan disebutkan bahwa usia minimal untuk suatu perkawinan adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (pasal 17 Undang-Undang No. 1/1974 tentang perkawinan). Rentang usia tersebut disejajarkan dengan pengertian remaja menurut ilmu-ilmu sosial.

    1. Remaja Ditinjau dari Sudut Perkembangan Fisik

    Menurut ilmu kedokteran remaja dikenal sebagai suatu tahapan perkembangan fisik saat organ reproduksinya telah mencapai kematangan. Secara anatomis keadaan tubuh umumnya sudah mencapai keadaan yang sempurna, contohnya seorang pria mulai berotot dan berkumis.

    1. Batasan Remaja menurut WHO

    Menurut WHO remaja yaitu sebagai berikut:

    1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual.
    2. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
    3. Terjadi peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri.
    4. Remaja Ditinjau dari Faktor Sosial Psikologis

    Puncak perkembangan kejiwaan itu ditandai oleh adanya proses perubahan dari kondisi “entropy” ke kondisi “negen-tropy” (Sarlito,1991:11). Entropy adalah keadaan dimana kesadaran manusia masih belum tersusun secara rapi. Kondisi negentropy adalah suatu keadaan yang menggambarkan bahwa isi kesadaran tersusun dengan baik, pengetahuan yang satu terkait dengan perasaan atau sikapnya. Konflik-konflik dalam diri remaja yang sering menimbulkan masalah bergantung pada keadaan masyarakat sekitarnya. Remaja yang tinggal di sekitar masyarakat yang menuntut persyaratan berat untuk menjadi dewasa akan mengalami masa remaja dalam kurun waktu yang panjang.

    1. Definisi Remaja menurut Masyarakat Indonesia

    Sebagai pedoman umum, batasan usia remaja Indonesia adalah 11-24 tahun dan belum menikah. Pertimbangan-pertimbangannya adalah sebagai berikut:

    1. Usia 11 tahun adalah usia yang pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).
    2. Usia 11 tahun dianggap sudah akhil balig, sehingga mereka tidak diperlakukan seperti anak-anak.
    3. Pada usia tersebut, tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital perkembangan kognitif maupun moral.
    4. Batas usia 24 tahun dianggap sebagai batas masa remaja, asalkan mereka sudah tidak menggantungkan diri.
    5. Seorang yang sudah menikah akan dianggap dewasa, walau berapapun usia mereka.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang berhasil atau tidaknya sangat berperan terhadap kehidupan individu. Tugas-tugas ini dipengaruhi oleh faktor fisik, kultural, cita-cita hidup, dan norma agama.Tugas-tugas perkembangan anak mulai bayi hingga usia sekolah adalah cenderung kepada proses pembelajaran awal tentang tata cara dasar berperilaku dan bermasyarakat. Sedangkan pada masa remaja, cenderung terjadi pencarian jati diri individu dan proses-proses pendewasaan baik fisik maupun psikis.

    Pada masa dewasa awal dan setengah baya, individu mulai mencapai kematangan dalam berpikir dan berperilaku. Di masa ini, tanggung jawab seorang individu sangat diimplementasikan, terutama mengenai kehidupan berumah tangga. Sedangkan saat mencapai usia tua, individu banyak mengalami degradasi, terutama secara fisik. Kemampuan umum dan kesehatan umumnya menjadi menurun.

    B. Saran

    Masa remaja adalah tindak lanjut dari masa kanak-kanak yang diawali dengan masa perubahan yang sering disebut dengan masa pubertas. Di Masa inilah peserta didik itu mulai gencar mencari tahu sesuatu yang menurut mereka masih asing dalam kehidupan mereka. Di masa ini pula sebaiknya pengekangan-pengekangan yang diterapkan di masa kanak-kanak hendaknya dikurangi. Karena biasanya anak-anak pada masa ini mulai mengerti mengapa di waktu kecil mereka dilarang untuk melakukan sesuatu yang bisa disebut tidak pantas. mereka akan mulai mengetehui masalah-masalah yang ada dalam kehidupan. Disini orang tua berperan sebagai penasihat sekaligus pengawas tingkah laku anak agar anak itu bisa mawas diri dan juga tidak ceroboh dalam mengambil suatu keputusan.

  • Makalah Peran Guru Dalam Pembelajaran

    Peran Guru Dalam Pembelajaran

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa indonesia adalah pendidikan. sebab dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu berpartisipasi dalam gerak pembangunan. Dengan pesatnya perkembangan dunia di era globalisasi ini, terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, maka pendidikan nasional juga harus terus-menerus dikembangkan seirama dengan zaman. Pada umumnya sebuah sekolah dan pendidikan bertujuan pada bagaimana kehidupan manusia itu harus ditata, sesuai dengan nilai-nilai kewajaran dan keadaban (civility). Semua orang pasti mempunyai harapan dan cita-cita bagaimana sebuah kehidupan yang baik. Karena itu pendidikan pada gilirannya berperan mempersiapkan setiap orang untuk berperilaku penuh keadaban(civility). Keadaban inilah yang secara praktis sangat dibutuhkan dalam setiapgerak dan perilaku.

    Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sera keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selama ini pendidikan di Indonesia masih menggunakan metode tradisional dan dikotomis (terjadi pemisahan) antara pendidikan yang berorientasi iman dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek). Pendidikan seperti ini tidak memadai lagi untuk merespon perkembangan masyarakat yang sangat dinamis. Metode pendidikan yang harus diterapkan sekarang adalah dengan mengembangkan pendidikan yang integralistik yang memadukan antara iman dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek).

       Semakin melemahnya bangsa ini pasca krisis moneter yang kita alami telah membuat Indonesia berada di urutan bawah dalam hal kualitas pendidikannya. Minimnya sarana dan prasarana pendukung menyebabkan pengajaran tidak dapat dilakukan dengan optimal

    B. Rumusan Masalah 

    1. Apa saja peran guru didalam proses pembelajaran ?
    2. Apa ketrampilan dasar mengajar guru? Jelaskan !
    3. Sebutkan dan jelaskan kopetensi professional guru?
    4. Tujuan Penulisan Makalah

    Adapun tujuan penulisan ini antara lain :

    1. Untuk melengkapi tugas mata kuliah desain pengembangan kurikulum.

    2. Mahasiswa mengetahui apa saja peran guru dalam proses pembelajaran.

    3. Mahasiswa mampu memahami apa saja ketrampilan yang harus dimiliki seorang guru

    4. Mahasiswa dapat mengetahui kompetensi professional seorang gru.

    D. Manfaat Penulisan Masalah

       Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah agar lebih memahami peranan pendidikan melalui proses belajar mengajar oleh pendidik agar  pemahaman akan fungsi tugas dan perannya bisa meningkatkan kemampuan mendidik atau mengajar terhadap anak didiknya serta mampu mengembangkan potensi diri peserta didik, mengembangkan kreativitas dan mendorong adanya penemuan keilmuan dan teknologi yang inovatif, sehingga para siswa mampu bersaing dalam masyarakat global.

    Bab II. Pembahasan

     Mengajar adalah membimbing siswa bagaimana harus belajar. Mengajar lebih diorientasikan untuk member keiatan secara optimal kepada siswa.  Mengajar berarti menciptakan kondisi yang  terdapat di lingkungan siswa sehingga dapat menumbuhkan niat siswa  melakukan kegiatan belajar. Hakikat mengajar diartikan sebagai proses, yakni proses yang dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kegiatan belajar siswa. (ratno harsanto:2007:87)

    Stella van Petten Henderson berpendapat bahwa Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial.

    Kohnstamm dan Gunning (1995:135) : Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.

    John Dewey (1978) : Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan, pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.

    Menurut Oemar Hamalik (239: 2006) pembelajaran adalah “suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran

    A. Peran Guru dalam Proses Pembelajar

       Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memiliki peran yang cukup penting untuk membuat ilmu-ilmu yang diajarkan dapat diterima oleh siswa-siswa yang ada. Tak hanya berperan untuk mengajarkan ilmu-ilmu saja, banyak sekali peran guru dalam proses pembelajaran. Nah kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai peran guru di dalam proses kegaiatan belajar mengajar.

    1. Guru Sebagai Pendidik

    Guru merupakan pendidik, tokoh, panutan serta identifikasi bagi para murid yang di didiknya serta lingkungannya. Oleh sebab itu, tentunya menjadi seorang guru harus memiliki standar serta kualitas tertentu yang harus dipenuhi. Sebagai seorang guru, wajib untuk memiliki rasa tanggung jawab, mandiri, wibawa, serta kedisiplinan yang dapat dijadikan contoh bagi peserta didik.

    2. Guru Sebagai Pengajar

    Kegiatan belajar mengajar akan dipengaruhi oleh beragam faktor di dalamnya, mulai dari kematangan , motivasi, hubungan antara murid dan guru, tingkat kebebasan, kemampuan verbal, ketrampilan guru di dalam berkomunikasi, serta rasa aman. Jika faktor faktor tersebut dapat terpenuhi, maka kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Guru harus dapat membuat sesuatu hal menjadi jelas bagi murid, bahkan terampil untuk memecahkan beragam masalah.

    3. Guru Sebagai Sumber Belajar

    Peran guru sebagai sebuah sumber belajar akan sangat berkaitan dengan kemampuan guru untuk menguasai materi pelajaran yang ada. Sehingga saat siswa bertanya sesuatu hal, guru dapat dengan sigap dan tanggap menjawab pertanyaan murid dengan menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti.

    4. Guru Sebagai Fasilitator

    Peran seorang guru sebagai fasilitator adalah dalam memberikan pelayanan agar murid dapat dengan mudah menerima dan memahami materi-materi pelajaran. Sehingga nantinya proses pembelajaran akan menjadi lebih efektif dan efisien.

    5. Guru Sebagai Pembimbing

    Guru dapat dikatakan sebagai pembimbing perjalanan, yang mana berdasar pengetahuan serta pengalamannya dan memiliki rasa tanggung jawab dalam kelancaran perjalanan tersebut. Perjalanan ini tidak hanya sola fisik namun juga perjalanan mental, kreatifitas, moral, emosional dan spritual yang lebih kompleks dan dalam.

    6. Guru Sebagai Demonstrator

    Guru memiliki peran sebagai demonstator adalah memiliki peran yang mana dapat menunjukkan sikap-sikap yang bisa menginspirasi murid untuk melakukan hal-hal yang sama bahkan dapat lebih baik.

    7. Guru Sebagai Pengelola

    Dalam proses kegiatan belajar mengajar, guru memiliki peran dalam memegang kendali atas iklim yang ada di dalam suasana proses pembelajaran. Dapat diibaratkan jika guru menjadi nahkoda yang memegang kemudi dan membawa kapal dalam perjalanan yang nyaman dan aman. Seorang guru haruslah dapat menciptakan suasana kelas menjadi kondusif dan nyaman.

    8. Guru Sebagai Penasehat

    Guru berperan menjadi penasehat bagi murid-muridnya juga bagi para orang tua, meskipun guru tidak memiliki pelatihan khusus untuk menjadi penasehat. Murid-murid akan senantiasa akan berhadapan dengan kebutuhan dalam membuat sebuah keputusan dan dalam prosesnya tersebut membutuhkan bantuan guru. Agar guru dapat memahami dengan baik perannya sebagai penasehat serta orang kepercayaan yang lebih dalam maka sudah seharunya guru mendalami mengenai psikologi kepribadian.

    9. Guru Sebagai Inovator

    Guru menerjemahkan pengalaman yang didapatkannya di masa lalu ke dalam kehidupan yang lebih bermakna untuk murid-murid didikannya. Karena usia guru dan murid yang mungkin terlampau jauh, maka tentu saja guru lebih memiliki banyak pengalaman dibandingkan murid. Tugas guru adalah untuk menerjemahkan pengalaman serta kebijakan yang berharga ke dalam bahasa yang lebih modern yang mana dapat diterima oleh murid-murid.

    10. Guru Sebagai Motivator

    Proses kegiatan belajar mengajar akan berhasil jika murid-murid di dalam nya memiliki motivasi yang tinggi. Guru memiliki peran yang penting untuk menumbuhkan motivias serta semangat di dalam diri siswa dalam belajar.

    11. Guru Sebagai Pelatih

    Proses pendidikan serta pembelajaran tentunya membutuhkan latihan ketrampilan, entah itu dalam intelektual ataupun motorik. Dalam hal ini guru akan bertindak sebagai pelatih untuk mengembangkan ketrampilan tersebut. Hal ini lebih ditekankan dalam kurikulum 2004 yang mana memiliki basis kompetensi. Tanpa adanya latihan maka tentunya seorang guru tidak akan mampu dalam menunjukkan penguasaan kompetensi dasar serta tidak mahir dalam ketrampilan ketrampilan yang sesuai dengan materi standar.

    12. Guru Sebagai Elevator

    Setelah proses pembelajaran berlangsung, tentunya seorang guru harus melakukan evaluasi pada hasil yang telah dilakukan selama kegiatan pembelajaran tersebut. Evaluasi ini tidak hanya untuk mengevaluasi keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan dalam kegiatan belajar mengajar. Namun juga menjadi evaluasi bagi keberhasilan guru di dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.

    B. Ketrampilan Dasar Mengajar Guru

       Menjadi seorang guru paling tidak harus memiliki keterampilan dalam mengajar, guna tercapainya tujuan pembelajaran. Keterampilan mengajar yang dimaksud yaitu :

    1. Keterampilan Bertanya

       Keterampilan bertanya yaitu ketrampilan guru dalam membuat pertanyaan tentang materi tersebut biasanya ditanyakan sebelum pembelajaran berlangsung untuk mengetahui pengetahuan apa yang sudah dimiliki siswa berkaitan dengan materi tersebut.“Bertanya” adalah bahasa verbal untuk meminta respon siswa baik berupa pengetahuan, pendapat, atau pun sekedar mengembalikan konsentrasi siswa yang terdestruc oleh berbagai kondisi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dalam proses belajar mengajar, “Bertanya” memainkan peranan penting sebab “Bertanya” dapat menjadi stimulus yang efektif untuk mendorong kemampuan berpikir siswa. Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap yang baik ketika  mengajukan pertanyaan maupun menerima jawaban siswa. Hendaklah guru menghindari kebiasaan seperti: menjawab pertanyaan sendiri, mengulang jawaban siswa, mengulang pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan dengan jawaban serentak, menentukan siswa yang harus menjawab sebelum bertanya, dan mengajukan pertanyaan ganda. Kegiatan bertanya dalam KBM ini akan lebih efektif bila pertanyaan yang diajukan cukup berbobot, mudah dimengerti atau relevan dengan topik yang dibicarakan. 

    Tujuannya antara lain :

    a. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu peserta didik terhadap materi pembelajaran

    b. Memusatkan perhatian peserta didik terhadap fokus permasalahan yang sedang dibahas.

    c. Meningkatkan aktivitas belajar peserta didik

          Komponen-komponennya antara lain :

          a. Pengungkapan pertanyaan secara jelas

    b. Pemberian acuan

    c. Pemusatan perhatian

    d. Pemindahan giliran

    e. Penyebaran

    f. Pemberian waktu berpikir

    g. Pemberian tuntunan

    Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain 

    a. Kehangatan dan keantusiasan

    b. Menghindari menjawab serempak

    2. Keterampilan memberikan penguatan

    Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, baik bersifat verbal maupun non verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, bertujuan memberikan informasi atau umpan balik (feed back) bagi si penerima (siswa), atas perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi. Penguatan juga merupakan respon terhadap tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Teknik pemberian penguatan dalam KBM yang bersifat verbal dapat dinyatakan melalui pujian, penghargaan atau pun persetujuan, sedangkan penguatan non verbal dapat dinyatakan melalui gesture, mimic muka (ekspresi), penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan (contact), penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, dll. Dalam rangka pengelolaan kelas, dikenal penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara perilaku positif, sedangkan penguatan negatif merupakan penguatan perilaku dengan cara menghentikan atau menghapus rangsangan yang tidak menyenangkan. Manfaat penguatan bagi siswa adalah untuk meningkatkan perhatian (fokus) siswa dalam belajar, membangkitkan dan memelihara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri, dll.

    Konsepnya antara lain :

    a. Penguatan verbal

    b. Penguatan gestural (mimik/gerak badan)

    c. Penguatan dengan cara mendekatan

    d. Penguatan dengan sentuhan

    e. Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan

    f. Penguatan berupa tanda/benda

    g. Penguatan tak penuh

    3. Keterampilan mengadakan variasi

    “Variasi” dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan sebagai perubahan dalam proses interaksi belajar mengajar. Dalam konteks ini, “variasi” merujuk pada tindakan dan perbuatan guru, yang disengaja ataupun secara spontan, yang dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengikat perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung. Tujuan utama dari “variasi” dalam kegiatan pembelajaran ini adalah untuk mengurangi rasa boring yang membuat siswa tidak lagi fokus pada prose KBM yang sedang berlangsung. Untuk itu guru perlu melakukan berbagai “variasi” sehingga perhatian siswa tetap terpusat pada pelajaran. 

    Komponen-komponennya antara lain :

    a. Variasi dalam guru mengajar

     1) variasi suara

     2) Pemusatan perhatian

     3) Mengadakan kontak pandang

     4) Penggunaan Gerakan badan dan mimik

     5) Perubahan posisi

    b. Variasi dalam penggunaan media dan bahan pelajaran

    1) Visual

    2) Audio

    3) Taktik / manulatip

    c. Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa

    1) Klasifikal

    2) Kelompok

    3) Perorangan

    4) Diskusi, latihan, demonstrasi

    4. Keterampilan menjelaskan

       “Menjelaskan” adalah menyajikan informasi secara lisan, dengan sistematika yang runut untuk menunjukkan adanya korelasi/hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Ada 2 komponen dalam ketrampilan menjelaskan, yaitu : Merencanakan, hal ini mencakup penganalisaan masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang ada diantara unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan hukum atau rumus-rumus yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. Dan penyajian, merupakan  suatu penjelasan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: kejelasan, penggunaan contoh dan ilustrasi, pemberian tekanan, dan penggunaan balikan/feedback. Kegiatan “menjelaskan” dalam proses KBM bertujuan untuk membantu siswa memahami berbagai konsep, hukum, prosedur, dll, secara obyektif; membimbing siswa memahami pertanyaan; meningkatkan keterlibatan siswa; memberi kesempatan pada siswa untuk menghayati proses penalaran serta memperoleh feedback tentang pemahaman siswa. Apabila seorang guru menguasai “keterampilan menjelaskan” maka guru akan lebih mudah mengelola waktu dalam menyajikan materi, sehingga menjadi lebih efektif memanage waktu.  Selain itu penjelasan yang runut dan sistematis akan memudahkan siswa dalam memahami materi, yang pada gilirannya akan memperluas cakrawala pengetahuan siswa, bahkan mungkin penjelasan guru yang sistematis dan mendalam akan dapat membantu mengatasi kelangkaan buku sebagai sarana dan sumber belajar (mengingat guru adalah salah satu sumber belajar bagi siswa).

    5. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran

    a. Membuka Pelajaran

       Membuka pelajaran (set induction) ialah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam proses KBM untuk menciptakan prokondusi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajari, dan  usaha tersebut diharapkan akan memberikan efek positif terhadap kegiatan belajar. Komponen ketrampilan membuka pelajaran meliputi: menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan melalui berbagai usaha, dan membuat kaitan atau hubungan di antara materi-materi yang akan dipelajari. Kalimat-kalimat awal yang diucapkan guru merupakan penentu keberhasilan jalannya seluruh pelajaran. Tercapainya tujuan pengajaran bergantung pada metode mengajar guru di awal pelajaran. Seluruh rencana dan persiapan sebelum mengajar dapat menjadi tidak berguna jika guru gagal dalam memperkenalkan pelajaran. secara singkatnya komponen kemampuan membuka adalah :

    1) Menarik perhatian

    2) Menimbulkan memotivasi

    3) Memberi acuan untuk pembelajaran

    4) Membuat kaitan dengan kehidupan sehari-hari

    b. Menutup Pelajaran

    Menutup pelajaran (closure) ialah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri proses KBM.  Jangan akhiri pelajaran dengan tiba-tiba. Penutup harus dipertimbangkan dengan sebaik mungkin agar sesuai. Guru perlu merencanakan closing yang baik dan tidak tergesa-gesa. Jangan lupa sertakan pula doa. “Komponen-komponen dan prinsip-prinsip dalam menutup pelajaran: Merangkum Pelajaran. Sebagai penutup, hendaknya guru memberikan ringkasan dari pelajaran yang sudah disampaikan. Ringkasan pelajaran sudah tidak lagi berupa diskusi kelas atau penyampaian garis besar pelajaran, tetapi berisi ringkasan dari hal-hal yang disampaikan selama jam pelajaran dengan menekankan fakta dasar pelajaran tersebut. Menyampaikan Rencana Pelajaran Berikutnya. Waktu menutup pelajaran merupakan saat yang tepat untuk menyampaikan rencana pelajaran berikutnya. Guru dapat memberikan kilasan pelajaran untuk pertemuan berikutnya. Diharapkan hal ini dapat merangsang keinginan belajar mereka. Sebelum kelas dibubarkan, ungkapkanlah pelajaran yang akan disampaikan minggu depan dan kemukakan rencana-rencana di mana murid dapat mengambil bagian dalam pelajaran mendatang. Bangkitkan minat. Guru tentu ingin murid-muridnya kembali di pertemuan berikutnya dengan penuh semangat. Oleh karena itu, biarkan murid pulang ke rumah mereka dengan satu pertanyaan atau pernyataan yang mengesankan, yang dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu mereka. Sama seperti seorang penulis yang mengakhiri sebuah bab dalam cerita bersambung, yang membuat pembaca ingin segera tahu bab berikutnya. Dengan cara yang sama, guru dapat mengakhiri pelajarannya dengan penutup yang “berklimaks” sehingga seluruh kelas menantikan pelajaran berikutnya dengan tidak sabar. Memberikan tugas. Tugas-tugas harus direncanakan dengan saksama. Perlu diingat pula sikap guru yang bersemangat dalam memberikan tugas akan mempengaruhi minat dan semangat para anggota kelas”. secara singkatnya kemampuan menutup pelajaran komponenya adalah:

    1) Meninjau kembali pelajaran yang disampaikan

    2) Mengevaluasi penguasaan materi

    3) Memberikan tindak lanjut dari pembelajaran

    6. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil

    Diskusi kelompok merupakan salah satu variasi kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses KBM. Dalam diskusi kelompok, siswa dalam tiap kelompok kecil dapat bertukar informasi dan pengalaman, melakukan pengambilan keputusan bersama, serta belajar melakukan pemecahan masalah (problem solving). Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan kreativitas siswa, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya ketrampilan berbahasa.

    7. Keterampilan mengelola kelas

       Suasana belajar mengajar yang baik sangat menunjang efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran. Seorang guru harus mampu menjadi manager yang baik dalam sebuah proses KBM. Hal ini berarti bahwa guru harus terampil menciptakan suasana belajar yang kondusif serta mampu menjaga dan mengembalikan kondisi belajar yang optimal, meminimalisir gangguan yang mungkin terjadi selama proses KBM, sehingga siswa dapat fokus pada KBM yang berlangsung. Dalam melaksanakan keterampilan mengelola kelas, guru perlu memperhatikan komponen ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat prefentip seperti: kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran) dan keterampilan yang bersifat represif, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan respons guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.

    8. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan

    Jumlah siswa dalam bemtuk pengajaran seperti ini berkisar 3 sampai 8 orang untuk setiap kelompok kecil, dan 1 orang untuk perseorangan. Terbatasnya jumlah siswa dalam pengajaran bentuk ini memungkinkan guru memberikan perhatian secara optimal terhadap setiap siswa. Hubungan antara guru dan siswa pun menjadi lebih akrab, demikian pula hubungan antar siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa format mengajar seperti ini ditandai oleh adanya hubungan interpersonal yang lebih akrab dan sehat antara guru dengan siswa, adanya kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuan, minat, cara, dan kecepatannya, adanya bantuan dari guru, adanya keterlibatan siswa dalam merancang kegiatan belajarnya, serta adanya kesempatan bagi guru untuk memainkan berbagai peran dalam kegiatan pembelajaran. Setiap guru dapat menciptakan format pengorganisasian siswa untuk kegiatan pembelajaran kelompok kecil dan perorangan sesuai dengan tujuan, topik (materi), kebutuhan siswa, serta waktu dan fasilitas yang tersedia. Komponen-komponen dan prinsip-prinsip ketrampilan ini adalah: Ketrampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, Ketrampilan mengorganisasi, ketrampilan membimbing dan memudahkan belajar, Ketrampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar, Keterampilan merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

    Dari delapan keterampilan dasar yang telah diuraikan  di atas, yang paling penting bagi seorang guru adalah bagaimana guru menerapkan keterampilan tersebut sehingga proses pembelajaran dapat berjalan baik. Adalah sebuah kebanggaan dan kepuasan batin tersendiri bagi seorang guru, bila siswa didiknya mampu memahami berbagai konsep yang disampaikan untuk kemudian mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian perlu diingat oleh para guru, bahwa karena proses pembelajaran yang dilakukan tidak semata-mata merupakan kegiatan transfer of knowledge namun juga transfer of moral value, maka setiap guru wajib kiranya menyisipkan pesan moral dalam setiap event tatap muka dengan siswa didiknya selama proses KBM.

    C. Kompetensi Profesional Guru

       Kemampuan guru dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar merupakan salah satu persyaratan utama seorang guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Guru akan dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik dan dapat bertindak sebagai tenaga pengajar yang efektif jika telah memenuhi kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru. Seperti yang tertera dalam  UDD tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2007 pasal 8 ayat 3, bahwa guru sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi :

    1. Kompetensi pedagogik;
    2. Kompetensi kepribadian;
    3. Kompetensi profesional; dan
    4. Kompetensi sosial.

    Keempat kompetensi guru tersebut mutlak diperlukan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang tenaga pendidik, pengajar, dan pembimbing. Sebab apabila guru memiliki kompetensi, maka ia akan mampu menjadikan siswa-siswa cerdas, mandiri, dan berkualitas baik bagi pembangunan bangsa maupun pembangunan individu-individu siswa tersebut. Guru  merupakan  tulang  punggung  dalam  kegiatan  pendidikan terutama yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar. Tanpa adanya peran guru maka proses belajar mengajar akan terganggu bahkan gagal. Oleh karena itu dalam manajemen pendididikan perananan guru dalam upaya keberhasilan pendidikan selalu ditingkatkan.

    1. Kompetensi Pedagogik

    Pedagogik berasal dari bahasa Yunani yakni Paedos yang artinya anak laki-laki, dan Agogos yang artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah membantu anak laki-laki zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya pergi ke sekolah. Secara umum istilah pedagogik (pedagogi) dapat beri makna sebagai ilmu dan seni mengajar anak. Berdasarkan pengertian seperti tersebut di atas maka yang dimaksud dengan pedagogik adalah ilmu tentang pendidikan anak yang ruang lingkupnya terbatas pada interaksi edukatif antara pendidik dengan siswa. Sedangkan kompetensi pedagaogik adalah sejumlah kemampuan guru yang berkaitan dengan ilmu dan seni mengajar siswa.

      Rumusan kompetensi pedagogik di dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun  2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat 3 bahwa kompetensi ialah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi; (1) pemahaman terhadap peserta didik, (2) perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, (3) evaluasi hasil belajar, (4)  pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

      Yang dimaksudkan dengan kompetensi pedagogik ialah kemampuan dalam pengolahan pembelajaran peserta didik yang meliputi; a) pemahaman wawasan atau landaskan kependidikan, b) pemahaman terhadap peserta didik, c) pengembangan kurikulum/silabus, d) perancangan pembelajaran, e) pemanfaatan teknologi pembelajaran, f) evaluasi proses dan hasil belajar, g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

    2. Kompetensi Pribadi

      Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan guru yang lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah satu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan. Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan satu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Dan perbuatan baik sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seseorang melakukan sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan orang itu tidak mempunyai kepribadian baik atau tidak berakhlak mulia. Dengan kata lain, baik atau tidaknya citra seorang guru ditentukan oleh kepribadian. Lebih lagi bagi seorang guru, masalah kepribadian merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik.

      Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model, guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan perkembangan kepribadian. Ryans mengklasifikasikan karakteristik guru kedalam empat, yaitu ;  (1) kreatif, guru yang kreatif bersifat imajinatif, senang bereksperimen; (2) Dinasmis, guru yang dinamis bersifat energetic dan extrovert; (3) terorganisasi, guru bersifat sadar akan tujuan, pandai mencari pemecahan masalah; (4) kehangatan, guru yang memiliki kehangatan bersifat pandai bergaul, ramah, sabar.

    1. Menurut Wina Sanjaya kompetensi Pribadi seorang guru meliputi :

    a. Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan yang dianutnya;

    b. Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar ummat beragama;

    c. Kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan norma, aturan, dan system nilai yang berlaku dimasyarakat;

    d. Mengembangkan sifat terpuji sebagai seorang guru, missal sopan santun;

    e. Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaharuan dan kritik.

    3. Kompetensi Profesional

      Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk  melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi pengatahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang guru. Dengan kata lain pengertian guru profesional adalah orang yang punya kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru. Guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih serta punya pengalaman bidang keguruan. Seorang guru profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal antara lain; memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi kemampuan berkomunikasi dengan siswanya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus (continous improvement) melalui organisasi profesi, buku, seminar, dan semacamnya.

      Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruuan. Kompetensi ini merupakan hal yang sangat penting, sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan.1[26] Sementara itu guru profesional mempunyai sikap dan sifat terpuji adalah; (1) bersikap adil; (2) percaya dan suka kepada siswanya; (3) sabar dan rela berkorban; (4) memiliki wibawa di hadapan peserta didik; (5) penggembira; (6) bersikap baik terhadap guru-guru lainnya; (7) bersikap baik terhadap masyarakat; (8) benar-benar menguasai mata pelajarannya; (9) suka dengan mata pelajaran yang diberikannya; dan (10) berpengetahuan luas.

    4. Kompetensi Sosial Kemasyarakatan

      Yang dimaksud dengan kompetensi sosial di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3, ialah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul seacara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Menurut Achmad Sanusi (1991) yang dikutip oleh Sunardi Nur dan Sri Wahyuningsih mengungkapkan “kompetensi sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru”.

      Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan manusia. Ada beberapa kompetensi Sosial, antara lain :

    a. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik.

    b. Bersikap simpatik.

    c. Dapat bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah.

    d. Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.

    e. Memahami dunia sekitarnya (lingkungan).

      Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja di lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah tempat guru tinggal. Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru antara lain; terampil berkomunikasi, bersikap simpatik, dapat bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah, pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan, dan memahami dunia sekitarnya (lingkungan).

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

       Dari uraian materi di atas dapat disimpulkan bahwa perran guru dalam proses pemelajaran adalah, Guru Sebagai Pendidik, Guru Sebagai Pengajar, Guru Sebagai Sumber Belajar, Guru Sebagai Fasilitator, Guru Sebagai Pembimbing, Guru Sebagai Demonstrator, Guru Sebagai Pengelola, Guru Sebagai Penasehat, Guru Sebagai Inovator, Guru Sebagai Motivator, Guru Sebagai Pelatih,Guru Sebagai Elevator. Dan kopetensi professional guru adalah kopetensi pandagodik, kompetensi pribadi, kompetensi professional, kopetensi sosial

    B. Saran

       Untuk tercapainya tujuan pokok pendidikan hendaklah peran pendidik tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga berorientasi pada bagaimana seorang anak didik bisa belajar dari lingkungan dari pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan luasnya hamparan alam, sehingga dengan pementapan adanya tugas dan peran guru dalam dunia pendidikan khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar diharapkan guru dapat mengetahui tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan diharapkan terjalinnya hubungan yang harmonis dengan para peserta didiknya sehingga harapan tercapainya tujuan pendidikan bisa dengan mudah terwujudkan.

    DAFTAR PUSTKA

    Budiman. 2012. Etika Profesi Guru. Yogyakarta : Mentari

    Haidir, Salim. 2012. Strategi Pembelajaran. Medan : Perdana Publishing

    Harsanto, Ratno. 2007. Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Jogjakarta: Kanisius

    Syamsu, Yusuf. 2012. Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press.

    Udin S Winantaputra,dkk. 2003. Strategi Belajar Mengaja.Jakarta : Pusat Penerbitan  Universitas Terbuka

    Wina Sanjaya. 2011. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana.

  • Makalah Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir

    Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Strategi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu Strategos yang berarti panglima atau jenderal, ilmu kejenderalan, ilmu kepanglimaan. Strategi dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai suatu seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di depan kelas sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien (Gulo, 2002 : 1). Istilah pembelajaran muncul secara bertahap dan perkembangannya itu disebabkan karena perhatian terhadap anak didik dalam usaha pendidikan dan pengajaran.

    Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang serangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Kemp (1995) menyebutkan strategi pembelajaran sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sedangkan Dick dan Carey (1985) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa (Sanjaya, 2009).

    Sering terjadi di beberapa sekolah menggunakan strategi pembelajaran yang kurang efektif. Seorang guru hanya bisa memberikan materi dalam bentuk ceramah tanpa memikirkan mungkin saja ada siswa yang ingin mengatakan sesuatu. Dalam makalah yang akan dibahas ini penulis akan mencoba sedikit menjelaskan tentang strategi pembelajaran SPPKB yaitu model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir. Peserta didik bukan sekedar menguasai materi pelajaran, tetapi bagaimana mengembangkan gagasan dan ide melalui bahasa verbal.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana pengertian dan karakteristik dari SPPKB?
    2. Apa sajakah kelebihan dan kekurangan dari SPPKB?
    3. Bagaimana prinsip-prinsip dasar pertimbangan pemilihan SPPKB?
    4. Bagaimana langkah-langkah dalam pelaksanaan SPPKB?
    5. Apa sajakah metode yang digunakan dalam SPPKB?
    6. Bagaiamana upaya pemecahan kasus pembelajaran menggunakan SPPKB?

    C. Tujuan Penulisan

    1. Untuk mengetahui pengertian dan karakteristik dari SPPKB.

    2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari SPPKB.

    3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar pertimbangan pemilihan SPPKB.

    4. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pelaksanaan SPPKB.

    5. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam SPPKB.

    6. Untuk mengetahui upaya pemecahan kasus pembelajaran menggunakan SPPKB.

    Bab II. Pembahasan

    A. Strategi Pembelajaran

    Kozma (Sanjaya, 2009) Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.

    J. R David (Sanjaya, 2009) Dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

    M. Sobri Sutikno (Sanjaya, 2009:88) Strategi pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan.

    B. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

    Sanjaya (2009:117-228) Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) merupakan suatu strategi pembelajaran yang bertumpu pada proses peningkatan kemampuan berpikir siswa melalui proses telaah fakta-fakta, dan menghubungkan antara pengalaman yang dialami siwa dan dikaitkan dengan kehidupan nyata.

    Peter Reason (Sanjaya, 2009:230) Berpikir (thinking) adalah proses mental seorang yang lebih dari sekadar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending).

    C. Latar Belakang Filosofis Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

    Landasan filosofis SPPKB adalah kontruktivisme. Menurut kontruktivisme pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek saja, tetapi bagaimana kemampuan individu sebagai subjek menangkap setiap objek yang diamati. Menurut kontruktivisme pengetahuan memang berasal dari luar, tetapi di bangun lagi oleh dan dari dalam diri individu.

    Hakikat pengetahuan menurut filsafat kontruktivisme yang dikemukakan oleh sanjaya (2009:227) adalah sebagai berikut:

    1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan kontruksi kenyataan melalui subjek.
    2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
    3. Pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang.

    Berdasarkan penjelasan diatas, maka dalam proses pembelajaran tidak hanya sekedar memindahkan pengetahuan dari guru kepada seorang siswa, tetapi pengetahuan diperoleh melalui interaksi mereka dengan objek, pengalaman dan lingkungan yang ada di sekitar mereka. Menurut aliran kontruktivisme pengetahuan tidak dapat ditrasnfer begitu saja kepada orang lain, tetapi harus diartikan sendiri oleh setiap individu. Oleh sebab itu, “pembelajaran berfikir menekankan kepada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman akan objek, menganalisis dan mengkontruksinya sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam individu” (sanjaya 2009:227).

    D. Latar Belakang Psikologis Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

    Landasan psikologis SPPKB adalah aliran psikologis kognitif. Menurut aliran kognitif, belajar pada hakikatnya adalah peristiwa mental bukan peristiwa behavioral (sanjaya, 2009:227). Sebagai peristiwa mental prilaku manusia bukan hanya gerakan fisik saja, tetapi terpenting adalah adanya faktor pendorong yang menggerakkan fisik tersebut. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kemampuan itulah yang membuat manusia untuk berprilaku. Piaget dalam sanjaya (2009:227) menyatakan “ children have a built-in desire to learn”. Hal inilah yang melatar belakangi SPPKB.

    A. Pengertian dan Karakteristik Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

    1. Penegertian Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

          Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) merupakan strategi pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan. Dalam SPPKB, materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada peserta didik. Akan tetapi, peserta didik dibimbing untuk menemukan sendiri melalui proses dialog dengan memanfaatkan pengalaman peserta didik.  Menurut Sanjaya, (2009:117-228): “Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) merupakan suatu strategi pembelajaran yang bertumpu pada proses peningkatan kemampuan berpikir siswa melalui proses telaah fakta-fakta, dan menghubungkan antara pengalaman yang dialami siwa dan dikaitkan dengan kehidupan nyata.” Sedangkan Menurut Peter Reason (Sanjaya, 2009:230) : “Berpikir (thinking) adalah proses mental seorang yang lebih dari sekadar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurut Reason mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada kegiatanberpikir (thinking). Pendapat tersebut juga didukung oleh pernyataan 

          Gunawan (2012:186) bahwa “Suatu proses pendidikan akan lebih bermakna bagi peserta didik, karena menekankan kepada peserta didik untuk lebih banyak beraktifitas, mereka akan mendapatkan pengetahuan dengan sendirinya, mereka belajar “mengalami” bukan menghapal fakta dan konsep, yang akan lebih membangkitkan minat dan gairah mereka dalam belajar”. Berdasarkan Pendapat yang dikemukakan diatas, maka SPPKB menghendaki siswa harus aktif dalam proses pembelajaran, tidak hanya sekedar mendengar dan mencatat apa yang diberikan oleh guru, selain itu siswa juga harus mampu dalam mengkontruksi dan membangun pengetahuan baru. Artinya, bahwa SPPKB menekankan kepada keterlibatan dan keaktifan siswa secara penuh dalam pembelajaran. 

          Dari beberapa ahli dapat disimpulkan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) adalah  strategi pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.

    2. Karakteristik Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

          Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, SPPKB pada dasarnya memiliki tiga karakteristik utama, yaitu sebagai berikut: 

    a. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses kekuatan mental siswa secara maksimal. SPPKB bukan model pembelajaran yang membiarkan siswa untuk pasip atau sekedar mendengar dan mencatatapa yang disampaikan oleh guru, tetapi menginginkan agar siswa aktif dalam aktivitas proses berpikir. Setiap kegiatan belajar yang berlangsungd isebabkan dorongan mental yang diatur oleh otak. Karena Pembelajaran disini adalah peristiwa mental bukan peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas fisik.

    b. SPPKB dilaksanakan dalam situasi dialogis dan proses Tanya jawab secaraterus- menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan Tanya jawab itu diarahkan untuk mengembangkan daya piker siswa akan masalah yang diajukan, sehingga siswa menjadi memiliki pandangan tersendiri atas solusi atau cara pemecahan masalah yang telah diberikan, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

    c. SPPKB menyandarkan akan dua masalah pokok, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembelajaran baru. 

          Berdasarkan karakteristik yang di kemukakan diatas, maka Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir menghendaki siswa harus aktif dalam proses pembelajaran, tidak hanya sekedar mendengar dan mencatat apa yang diberikan oleh guru, selain itu siswa juga harus mampu mengkontruksi dan membangun pengetahuan baru.

    B. Kelebihan dan Kekurangan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

    1. Kelebihan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

    a. Melatih daya pikir siswa dalam penyelesaiaan masalah yang ditemukan dalam kehidupannya.

    b. Siswa lebih siap menghadapi setiap persoalan yang disajikan oleh guru.

    c. Siswa diprioritaskan lebih aktif dalam proses pembelajaran.

    d. Memberikan kebebasan untuk mengeksplor kemampuan siswa dengan berbagai media yang ada.

    2. Kekurangan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

    a. SPPKB yang membutuhkan waktu yang relatif banyak, sehingga jika waktu pelajaran singkat maka tidak akan berjalan dengan lancar.

    b. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir rendah akan kesulitan untuk mengikuti pelajaran, karena siswa selalu akan diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah yang diajukan.

    c. Guru atau siswa yang tidak memiliki kesiapan akan SPPKB, akan membuat proses pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sebagai mana seharusnya, sehingga tujuan  yang ingin dicapai tidak dapat terpenuhi.

    d. SPPKB hanya dapat diterapkan dengan baik pada sekolah yang sesuai dengan karakteristik SPPKB itu sendiri.

    C. Dasar Pertimbangan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

    Berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih strategi pembelajaran yang akan dilakukan diantaranya pertimbangan yang berhubungan dengan :

    a. Tujuan yang ingin dicapai

    Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. diantaranya apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif atau psikomotor? bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkatnya tinggi atau rendah? Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis? Jika pelajaran yang hanya mementingkan pembentukan fisik seperti pelajaran olah raga, maka tidak sesuai dengan tujuan dari SPPKB.

    b. Bahan atau materi pembelajaran

    Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan berkaitan dengan bahan atau materi pembelajaran diantaranya apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu?, apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau tidak? apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu?

    c. Siswa

    Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan berkaitan dengan siswa diantaranya apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa?, apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat dan kondisi siswa? Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya bahasa belajar siswa?

    D. Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

          SPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam belajar. Hal ini sesuai dengan hakikat SPPKB yang tidak mengharapkan siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk mendengarkan penjelasan guru kemudian mencatat untuk dihafalkan. Cara yang demikian bukan hanya saja tidak sesuai dengan hakikat belajar sebagai usaha memperoleh pengalaman, namun juga dapat menghilangkan gairah dan motivasi belajar siswa.

      Ada 6 tahap dalam SPPKB, yaitu:

    1. Tahap Orientasi

          Pada tahap ini guru mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan:

    a. Pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa.

    b. Kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran.

          Pemahaman siswa terhadap arah dan tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran seperti yang dijelaskan pada tahap orientasi sangat menentukan keberhasilan SPPKB. Pemahaman yang baik akan membuat siswa tahu ke mana mereka akan dibawa, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar mereka. Oleh sebab itu, tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam implementasi proses pembelajaran. Untuk itu dialog yang dikembangkan oleh guru pada tahap ini harrus mampu menggugah dan menumbuhkan minat siswa.

    2. Tahap Pelacakan

          Tahap pelacakan adalah tahapan penjajahan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan Tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya.

    3. Tahapan Konfrontasi

          Tahapan konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema atau topic itu tentu saja persoalan  yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua. Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan. Mengapa demikian? Sebab, pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk dapat berpikir. Oleh sebab itu, keberhasilan pembelajaran pada tahap selanjutnya akan ditentukan oleh tahapan ini.

    4. Tahapan Inkuiri

          Tahapan inkuiri adalah tahapan terpenting dalam SPPKB. Pada tahap inilah siswa belajar berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu, pada tahapan ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai Teknik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan gagasan, dan lain sebagainya.

    5. Tahap Akomodasi

          Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan. Tahap akomodasi bias dikatakan sebagai tahap pemantapan hasil belajar, sebab pada tahap ini siswa diarahkan untuk mampumengungkap kembali pembahasan yang dianggap penting dalam proses pembelajaran.

    6. Tahap Transfer

          Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transfer dimakssudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan masalah-masalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahasan

          .

          Sesuai dengan tahapan-tahapan dalam SPPKB seperti yang telah dijelaskan di atas, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar SPPKB dapat berhasil dengan sempurna khususnya bagi guru sebagai pengelola pembelajaran.

    a. SPPKB adalah model pembelajaran yang bersifat demokratis, oleh sebab itu guru harus mampu menciptakan suasana yang terbuka dan saling menghargai, sehingga setiap siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam menyampaikan pengalaman dan gagasan. Dalam SPPKB guru harus menempatkan siswa sebagai subjek belajar bukan sebagai objek. Oleh sebab itu, inisiatif pembelajaran harus muncul dari siswa sebagai subjek belajar.

    b. SPPKB dibangun dalam suasana Tanya jawab, oleh sebab itu guru dituntut untuk dapat mengembangkan kemampuan bertanya, misalnya kemampuan bertanya untuk melacak, kemampuan bertanya untuk memancing, betanya induktif-deduktif, dan mengembangkan pertanyaan terbuka dan tertutup. Hindari peran guru sebagai sumber belajar yang memberikan informasi tentang materi pelajaran.

    c. SPPKB juga merupakan model pembelajaran yang dikembangkan dalam suasana dialogis, karena itu guru harus mampu merangsang dan membangkitkan keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan, menjelaskan, membuktkan dengan memberikan data dan fakta social serta keberanian untuk mengeluarkan ide dan gagasan serta menyusun kesimpulan dan mencari hubungan antar aspek yang dipermasalahkan.

    E. Metode yang digunakan dalam Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

          Rancangan penelitian dapat diartiukan sebagai strategi mengetur latar belakang (setting) penelitian, agar penelitian memperoleh data yang tepat sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian. Maka terkait strategi pembelajaran penigkatan kemapuan berfikir dalam proses belajar harus mengkaji pengaruh antara variabel bebas dan terkait.  Dalam strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berfikir (SPPKB) dapat di gunakan beberapa metode di antaranya adalah:

    1. Eksperimen

    Suatu cara mengajar yang dilakukan seorang guru dimana peserta didik melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil percobaan tersebut di sampaikan di depan kelas yang akan di evaluasi oleh guru. Dengan eksperimen bertujuan agar seorang peserta didik mampu mencari dan menemukan sendiri jawaban dari berbagai persoalan yang dihadapi dengan mengadakan percobaan sendiri. Peserta didik juga akan terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah (scientific thinking).

    2. Penemuan (Discovery)

    Penemuan adalah terjemahan dari discovery, menurut Sund discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud dengan proses mental tersebut antara lain ialah mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan  teknik penemuan ini seorang guru meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.

    3. Diskusi

    Salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah, di dalam diskusi terjadi proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memacahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar.

    F. Pemecahan Masalah dalam Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

      Pemecahan masalah bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    1. Meningkatkan daya neokorteks

          Neokorteks adalah bagian dari otak manusia yang dikenal dengan otak berpikir. Neokorteks terbagi atas dua bagian yaitu otak kiri dan kanan. Neokortek adalah bagian otak yang menyimpan kecerdasan yang lebih tinggi seperti, penalaran, berpikir secara intelektual, pembuat keputusan, bahasa, perilaku yang baik, kendali motorik sadar dan penciptaan gagasan. Neokorteks merupakan bagian dari otak mansuia yang memiliki manfaat luar biasa dalam kehiduan manusia. Neokorteks yang banyak menyimpan berbagai macam kecerdasan tidak sepenuhnya digunakan manusia. Dan di dalam neokorteks tempat informasi yang diterima oleh panca indra manusia, misalnya ketika mata melihat sebuah sesuatu hal yang aneh neokorteks akan bekerja untuk menganalisisnya.

    2. Meningkatkan Kecerdasan Mutiple intelegensi

          Mutiple intelegensi (MI) Dalam Frames of Mind Mendifinisikan enam jenis intelegensi atau kerangka pikiran yang masing-masing berbeda,dapat di telusuri hingga bagian terpisah dari otak manusia.Sebelumnya di kenal dengan bakat,kecakapan,kapasitas, kemampuan, atau kekuatan manusia,tetapi tidak di sebut intelegensi (kecerdasan).

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

          Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) merupakan strategi pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta – fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan. SPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam belajar. Hal ini sesuai dengan hakikat SPPKB yang tidak mengharapkan siswa sebagai obyek belajar yang hanya duduk mendengarkan penjelasan guru, kemudian mencatat yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran dan mencatat untuk dihafalkan. SPPKB merupakan strategi pembelajaran yang mana tujuan akhir dari pembelajarannya adalah siswa terlatih mengungkapkan ide-ide untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan materi yang diajarkan. Tidak hanya memecahkan permasalahan, siswa juga terlatih dalam berpikir kritis dan kreatif.

    B. Saran

          Dalam pemilihan strategi ini guru seharunya memperhatikan keadaan siswa baik dalam bentuk kecerdasannya maupun lingkungan sekitar. Guru sebaiknya menguasai strategi ini sebelum menerapkannya, karena stragi yang baik tidak akan berjalan dengan baik jika tidak dibekali dengan kemampuan yang cukup.

    DAFTAR PUSTAKA

    Amri ,R. F., dan Triani Ratnawuri.2016. Pengaruh Penggunaan Strategi Pembelajaran 

    Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)Terhadap Hasil Belajar Kewirausahaan Siswa Kelas XI Semester GENAP SMK MUHAMMADIYAH 2 METRO. Metro : Jurnal Promosi, Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metr. Vol.4. No.1 (2016) 46-54

    Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran Indonesia. Departemen Pendidikan dan

    Kebudayaan Pusat Perbukuan. Rineka Cipta

    Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan karakter konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

    Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

           Jakarta: Kencana

  • Perkembangan Psikomotorik Peserta Didik

    Perkembangan Psikomotorik

    Perkembangan psikomotorik adalah perkembangankepribadian manusia yang berhubungan dengan gerakan jasmaniah dan fungsiotot akibat adanya dorongan dari pemikiran, perasaan dan kemauan daridalam diri seseorang.

    Ciri khas dari keterampilan motorik adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik yang berlangsung secara teratur dan berjalan lancar tanpa dibutuhkan banyak refleksi atau berfikir terhadap apa yang harusdilakukan dan mengapa harus mengikuti suatu gerakan.

    Pentingnya Perkembangan Psikomotorik dalam Pembelajaran

    Beberapa konstelasi perkembangan motorik individu dipaparkan oleh Hurlock (1996) sebagai berikut :

    a). Melalui ketrampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang memiliki ketrampilan memainkan boneka, melempar bola dan memainkan alat alat mainan.

    b). Dengan keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan bulan pertama dalam kehidupanya kepada kondisi yang independen. Anak dapat bergerak dari satu tempat ketempat yang lain, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya sendiri. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri.

    c). Melalui peningkatan potensi perkembangan psikomotorik anak dapat menyesuaikan dangan lingkungan sekolah. Pada masa pra sekolah atau pada masa awal sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih menulis menggambar melukis dan baris berbaris.

    d). Melalui peningkatan potensi prkembangan psikomotorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain dan bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat dalam bergaul dengan teman sebayanya, bahkan dia akan terkucilkan atau menjadi anak yang terpinggirkan

    e). Peningkatan potensi perkembangan psikomotorik sangat penting bagi perkembangan self concept (kepribadian anak)

    Faktor yang Mempengaruhi psikomotorik Anak adalah faktor pola asuh orang tu, gen dari orang tua,pengaruh lingkungan, interior ruang belajar, dan warna

    c.       Tahapan-tahapan Perkembangan Psikomotorik

    1.      Tahap Kognitif

    Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan gerakan yang kaku dan lambat. Hal tersebut terjadi karena anak ataupun siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan gerakanya.

    2.      Tahap Asosiatif

    Pada tahap ini seorang anak ataupun siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakanya, dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal.

    3.       Tahap otonomi

    Pada tahap ini seorang siswa telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi, proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia masih dapat memperbaiki gerakan garakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan gerakan.

    Tehnik yang bisa digunakan untuk mengembangkan potensi psikomotorik pada peserta didik diantaranya adalah model permainan atau out bond, model meniru, model kelompok belajar dan bermain

    Stimulasi untuk meningkatkan potensi psikomotorik  dapat dilakukan diantaranya dengan cara : diberikan dasar dasar ketrampilan untuk menulis dan menggambar, ketrampilan berolah raga atau menggunakan alat olah raga, gerakan geraka permainan, seperti melompat memanjat dan berlari, dan baris berbaris secara sederhana.

  • Makalah Perkembangan Belajar Peserta Didik

    Perkembangan Belajar Peserta Didik

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Perkembangan merupakan suatu proses yang terjadi selama manusia hidup. Studi mengenai perkembangan seseorang tidak lagi seperti dahulu yang berhenti pada waktu seseorang mencapai kedewasaannya, melainkan berlangsung terus menerus dan mulai konsepsi hingga orang itu mati. Pembentukan pada masa dini ini akan bersifat tetap dan mempengaruhi sifat penyesuaian fisik, psikologis dan sosial pada masa-masa yang kemudian. Hal ini pula menyebabkan mengapa perlakuan terhadap anak pada masa dini ini harus sedemikian rupa sehingga dapat mengarah kepada penyesuaian sosial dan penyesuaian pribadi yang baik pada masa yang akan datang.

    Dapat dibuktikan bahwa perkembangan kognisi dan kecerdasan anak ditentukan pula pada masa yang sangat awal ini, bahkan pada masa pranatalnya. Jika pengertian ini nantinya dapat dipadukan dengan program-program pemeliharaan anak-anak Balita, tentu akan merupakan paduan usaha yang sangat baik. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran – pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya banyak teori yang dikemukakan para pemikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran dan referensi mengenai pendidikan. Oleh karena itu kami membuat makalah yang berjudul “Perkembangan Belajar Peserta Didik”.

    B. Rumusan masalah

    1. Apa pengertian perkembangan dan pertumbuhan peserta didik ?
    2. Bagaimana fungsi dan tugas  guru yang berkaitan dengan peserta didik ?
    3. Apa tujuan mempelajari peserta didik ?
    4. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik ?
    5. Bagaimana prinsip-prinsip pertumbuhan dan perkembangan peserta didik ?

    C. Tujuan

    1.      Untuk mengetahui apakah  arti perkembangan dan pertumbuhan peserta didik .

    2.      Untuk mengetahui fungsi dan tugas  guru yang berkaitan dengan peserta didik.

    3.      Untuk mengetahui apakah tujuan mempelajari peserta didik.

    4.      Untuk mengetahui apakah faktor-faktor  yang mempengaruhi perkembangan peserta didik .

    5.      Untuk mengetahui bagaimana prinsip-prinsip pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

    Bab II. Pembahasan

    A. Perkembangan Dan Pertumbuhan Peserta Didik

    Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmaniah atau fisik dan atau menunjukkan kepada suatu fungsi tertentu yang baru (yang tadinya belum tampak) dari organisme atau individu. Konsep pertumbuhan mempunyai makna luas, mencangkup segi-segi kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-psikis seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau pendidikan dan latihan. Belajar atau pendidikan menunjukkan kepada perubahan pola-pola sambutan atau perilaku dan aspek-aspek kepribadian tertentu sebagai hasil usaha individu atau organisme yang bersangkutan dalam batas-batas waktu setelah tiba masa pekanya. Dengan demikian, dapat dibedakan bahwa perubahan-perubahan perilaku dan pribadi sebagai hasil belajar itu berlangsung secara intensional atau dengan sengaja diusahakan oleh individu yang bersangkutan, sedangkan perubahan dalam arti pertumbuhan dan kematangan berlangsung secara alamiah menurut jalannya pertambahan waktu atau usia yang ditempuh oleh yang bersangkutan. Pertumbuhan terbatas pada perubahan-perubahan yang bersifat evolusi (menuju ke arah yang lebih sempurna). Perubahan-perubahan aspek fisik dapat diidentifikasikan relative lebih mudah manifestasinya karena dapat dilakukan pengamatan langsung seperti tinggi dan berat badan, tanggal dan tumbuhnya gigi dan sebagainya. Lain halnya dengan segi-segi psikis yang relative sulit diidentifikasi karena kita hanya mengamati dan sampai batas tertentu.

    Perkembangan diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis. Perkembangan juga bertalian dengan beberapa konsep pertumbuhan (growth), kematangan (maturation), dan belajar (learning) serta latihan (training)..

    Perkembangan individu dapat ditujukan dengan munculnya atau hilangnya, bertambah atau berkurangnya bagian-bagian, fungsi-fungsi atau sifat-sifat psikofisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang sampai batas tertentu dapat diamati dan diukur dengan mempergunakan teknik dan instrument yang sesuai. Contoh perkembangan proses berpikir, kemampuan berbahasa dan lain-lain.

    B. Fungsi Dan Tugas  Guru Yang Berkaitan Dengan Peserta Didik

    Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang Undang No. 14 Tahun 2005 peran guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevaluasi dari peserta didik.

    Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat disebutkan sebagai berikut :
    1.    Fasilitator

    Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar mengajar.

    2.    Motivator

    Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar

    3.    Informator

    Sebagai informator guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.

    4.    Pembimbing

    Peran guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing

    5.    Korektor

    Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan buruk

    6.         Inspirator

    Sebagai inspirator guru harus dapat membedakan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik

    7.         Organisator

    Sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan oleh guru dalam bidang ini memiliki kegiatan pengelolaan kegiataan akademik dan lain sebagainya.

    8.         Inisator

    Sebagai inisiator guru harus dapat menjadi pencetur ide-ide kemajuan dan pendidikan dalam pengajaran

    9.         Demonstrator

    Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran anak didik pahami

    10.       Pengelolaan kelas

    Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat terhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelaaran dari guru.

    11.     Mediator

    Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya baik media non material maupun material.

    12.     Supervisor

    Guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.

    13.     Evaluator

    Guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur dengan memerikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan ekstrinsik.

    Fungsi dan tugas guru antara lain :

    a.       Mengontrol perilaku peserta didiknya ,khususnya di lingkup formal /sekolah

    b.      Secara eksklusif mempunyai pemahaman tentang pengajaran kepada peserta didik

    c.       Guru sendiri harus mengambil tanggung jawab lebih untuk mengendalikan praktek mengajar

    d.      Memperluas pengetahuan pemahaman peserta didiknya

    e.       Harus lebih menekankan inovasi dalam pelayanan pendidikan

    Sumber: the organization and control of American school 4th

    C. Tujuan Mempelajari Peserta Didik

    1. Agar mempunyai ekspektasi yang nyata tentang peserta didik
    2. Dapat merespon perilaku peserta didik secara tepat.
    3. Membantu mengenali adanya penyimpangan yang terjadi pada diri peserta didik.
    4. Untuk  memahami diri sendiri sehingga dapat berperilaku secara tepat.

    Alasan perlunya mempelajari perkembangan peserta didik:

    1. Masa perkembangan yang cepat : masa anak akan terjadi perkembangan yang cepat
    2. Pengaruh yang lama : pengaruh yang pengalaman yang di berikan anak akan terlihat dalam jangka panjang
    3. Proses yang kompleks: memerlukan proses yang lama dalam bentuk pemahaman yang tepat
    4. Nilai yang di harapkan: nilai yang di pahami dalam terintegrasi dirinya sendiri
    5. Masalah yang menarik: anak merupakan mahluk yang menarik

    D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik

    1.    Faktor Internal

    Yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.

    a)    Faktor Fisiologis

    Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terha­dap kegiatan belajar individu. Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.

    b)   Faktor Psikologis

    Dalam hal kejiwaan, kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi setiap orang itu berbeda. Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dan kecerdasan dalam perkembangan sosial  anak.

    2.      Faktor Eksternal

    Yaitu hal – hal yang datang atau ada diluar diri siswa/peserta didik yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungan.

    1) Lingkungan sosial

    1.   Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masya­rakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengang­guran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memer­lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

    2.   Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

    3.   Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimili­ki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakat­nya.

    2) Lingkungan nonsosial.

    a.   Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupa­kan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.

    b.   Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapang­an olahragd dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.

    E. Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Dan Perkembangan Peserta Didik

    Prinsip-prinsip perkembangan perserta didik, terdiri dari beberapa komponen yakni: kaitan perkembangan dengan perubahan, bandingan perubahan awal dengan perubahan selanjutnya, hubungan perkembangan dengan proses kematangan dan belajar, karakteristik dan urutan pola perkembangan, perbedaan individu dalam perkembangan, karakteristik setiap periode perkembangan, harapan sosial pada setiap periode perkembangan dan bahaya-bahaya potensial yang dikandungnya, dan variasi kebahagian pada berbagai periode perkembangan.


    PRINSIP 1 : Perkembangan Melibatkan Perubahan.

    Berkembang berarti mengalami perubahan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan secara kuantitatif disebut juga pertumbuhan. Pada pertumbuhan ada peningkatan ukuran maupun struktur atau proporsi tubuh. Perubahan secara kualitatif ditandai dengan adanya perubahan fungsi yang bersifat progresif / maju dan terarah . perubahan dalam perkembangan terjadi karena adanya dorongan dalam diri individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk merealisasikan / mengaktualisasikan dirinya. Selain itu terjadi perubahan dalam bentuk penambahan ukuran dan proporsi, terjadi juga gejala hilangnya ciri-ciri lama dan munculnya ciri-ciri baru.

    Contoh : misalnya jika anda mengalami rambut rontok, maka akan tumbuh rambut baru, kemampuan bahasa anak berubah dari sekedar menangis hingga mampu berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain.


    PRINSIP 2 : Perkembangan Awal Lebih Kritis daripada Perkembangan Selanjutnya.

    Saat anak berusia 0 – 5 tahun merupakan saat yang kritis bagi perkembangan selanjutnya. Perkembangan awal kehidupan merupakan landasan bagi pembentukan dasar – dasar kepribadian seseorang. Prilaku yang terbentuk cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap prilaku anak sepanjang hidupnya. Pada saat ini juga terbentuk kepercayaan dasar yang sangat penting dan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak selanjutnya. Sikap dan perilaku anak yang terbentuk pada tahun-tahun awal kehidupan cenderung bertahan atau menetap dan mewarnai kepribadian dan sikap prilaku anak dalam berinteraksi dengan diri dan lingkungan selanjutnya. Sikap dan perilaku yang terbentuk agak sulit diubah, meskipun tidak berarti tidak dapat berubah sama sekali. Akan tetapi, pengubahan sikap dan perilaku tersebut memerlukan motivasi dan usaha keras dari orang yang bersangkutan untuk mau berubah dan memperbaiki perilaku kebiasaan yang kurang baik.


    PRINSIP 3 : Perkembangan Merupakan Hasil Proses Kematangan dan Belajar.

    Menurut teori Konvergensi yang dikemukakan oleh Stern, perkembangan seseorang merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Menurut teori Naturalisme perkembangan seseorang terutama ditentukan oleh faktor alam, bakat pembawaan, keturunan, termasuk didalamnya kematangan seseorang. Sementara itu, teori Empirisme berpendapat bahwa perkembangan seseorang terutama ditentukan oleh faktor lingkungan tempat anak itu berada dan tumbuh – kembang, termasuk didalamnya lingkungan keluarga, sekolah, dan belajar anak. Kenyataannya, faktor pembawaan maupun lingkungan saling mempengaruhi dalam perkembangan seseorang. Kedua faktor tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan seseorang.


    Contoh : perkembangan bakat atau kemampuan seorang anak yang berbakat di bidang tari tidak akan optimal apabila tidak mendapat kesempatan belajar tari. Jadi, potensi anak yang sudah ada atau dibawa sejak lahir akan berkembang optimal apabila lingkungan mendukungnya. Dukungan itu diantaranya dengan penyediaan sarana prasarana serta kesempatan untuk belajar dan mengembangkan potensi dirinya.


    PRINSIP 4 : Perkembangan Mengikuti Pola Tertentu yang Dapat diramalkan.

    Perubahan akibat perkembangan yang terjadi pada seseorang mengikuti pola urut tertentu yang sama. Perkembangan fisik dan psikis bayi, misalnya mengikuti arah anggota tubuh. Serta menyebar keseluruh tubuh. Demikian juga pada perkembangan pola anak belajar berjalan. Sebelumnya, anak mampu duduk lebih dahulu, berdiri, baru dapat berjalan. Urutan pola ini tetap pada setiap anak, hanya berbeda dalam kecepatan yang dibutuhkan setiap anak.


    PRINSIP 5 : Pola Perkembangan Memiliki Karakteristik Tertentu.

    Pola perkembangan, selain mengikuti pola tertentu yang dapat diramalkan, juga terdapat pola-pola perkembangan karakteristik tertentu. Perkembangan bergerak dari tanggapan yang umum menuju yang lebih khusus. Perkembangan pun berlangsung secara berkesinambungan. Hal ini berarti, perkembangan aspek sebelumnya akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya. Demikian pula ada korelasi dalam perkembangan, artinya pada waktu perkembangan fisik berlangsung dengan cepat maka terjadi pula perkembangan aspek- aspek lainnya. Kondisi yang mempengaruhi pola perkembangan ada yang bersifat permanen/ tetap seperti sebelum dan saat kelahiran. Tetapi ada pula yang bersifat temporer seperti kondisi lingkungan.

    PRINSIP 6 :Terdapat Perbedaan Individu dalam Perkembangan.

    Dalam perkembangan seseorang selain terdapat pla-pola umum yang sama terdapat pula perbedaan pada hal-hal yang khusus. Adanya perbedaan individu dalam perkembangan disebabkan setiap anak adalah individu yang unik, yang satu sama lain berbeda, kendati anak kembar. Perbedaan individu ini disebabkan oleh factor internal seperti sex atau jenis kelamin, factor keturunan, juga factor eksternal seperti factor gizi, pengaruh  social budaya, dll. Perbedaan perkembangan juga terjadi dalam kecepatan dan cara berkembang.

    Dengan mengetahui adanya perbedaan individu, maka kita tidak dapat berharap semua anak pada usia tertentu akan memiliki kemapuan perkembangan yang sama. Oleh karena itu, kita tidak dapat memperlakukan semua anak dengan cara yang sama. Pendidikan anak harus bersifat perseorangan, maksudnya pendidikan dirancang dan dilaksanakan dengan memperhatikan perbedaan, kondisi, bakat dan kemampuan serta kelemahan setia individu anak. Dengan demikian diharapakan setiap anak, dapat berkembang optimal sesuai dengan potensi dirinya.


    PRINSIP 7 : Setiap Periode Perkembangan Memiliki Karakteristik Khusus.

    Setiap anak atau peserta didik merupakan indivudu yang berbeda yang harus diperlakuakan berbeda secara individual. Pada perkembangan secara keseluruhan dan juga pada periode atau tahapan perkembangan dalam kehidupan seseorang, terdapat pola-pola umum. Dengan memperhatikan karakteristik khusus, pada setiap periode atau tahapan perkembangan, maka diharapkan kita mendapat gambaran mengenai apa yang akan terjadi sehingga dapat menyikapinya dengan tepat dan membantu perkembangan anak secara optimal.

    Para ahli mengemukakan berbagai macam pembagian periode atau tahap perkembangan yang berbeda-beda. Salah satu pembagian periode perkembangan yang dikemukakan oleh Hurlock adalah periode pralahir, periode bayi, periode anak (awal dan akhir), periode remaja (awal dan akhir), serta periode dewasa (dewasa dini, usia madia dan usia lanjut).

    Peralihan periode perkembangan sebelumnya ke periode berikutny ditandai oleh gejala keseimbangan dan ketidak seimbangan yang terjadi pada setiap individu. Apabila individu telah mampu mengadakan penyesuaian dirinya dengan perkembangan yang terjadi maka terciptalah suatu keseimbangan (equilibrium). Selajutnya, individuberupaya melepaskan diri dari ketergantungan dengan lingkungan atau keadaan sebelumnya untuk mencari sesuatu yang lebih baru sehingga terjadi keadaan ketidak seimbangan (disequilibrium). Hal ini terjadi secara berkelanjutan dalam perkembangan kehidupan sesesorang.


    PRINSIP 8 : Terhadap Harapan Sosial pada Setiap Periode Perkembangan.

    Pada setiap periode perkembangan juga terdapat harapan sosial, yang oleh Havighurst disebut tugas perkembangan (development task). Mengingat pentingnya peran tugas perkembangan pada setiap periode perkembangan, maka akan dibahas secara tersendiri khususnya tugas perkembangan pada periode anak usia SD/MI (6-12 tahun). Peserta didik yang mengalami keberhasilan dalam menyelesaikan tugas perkembangannya akan mengalami rasa bahagia. Sebaliknya, peserta didik yang mengalami kegagalan atau kekurang berhasilan dalam menyelesaikan tugas perkembangannya, akan merasa kurang bahagia sehingga dapat menghambat perkembangan selanjutnya.

    PRINSIP 9 : Setiap Perkembangan Mengandung Bahaya Potensial/ Resiko.

    Bahaya potensial atau resiko yang terjadi karena peralihan antarperiode perkembangan yakni, dari periode perkembangan sebelumnya ke periode perkembangan selanjutnya, terjadi kedaan ketidak seimbangan dan adanya tututan social terhadap perserta didik yang sedang berkembang. Bahay potensial tersebut dapat berasal dari individu, baik secara fisik atau psikis, juga terdapat distimulasi dari luar sehubungan dengan masalah-masalah penyesuaian akibat keadaan ketidak seimbangan tututan sosial untuk menyelesaikan tugas perkembangan itu tersebut. Dengan menyadari adanya bahaya potensial atau resiko pada setiap periode perkembangan, kita perlu bersikap bijaksana dalam menghadapi gejolak prilaku peserta didik. Hal ini akan dapat mencegah atau meminimal dampak negatif akibat perkembangan setiap periode pada diri mereka.


    PRINSIP 10 : Kebahagian bervariasi pada Berbagai Periode Perkembangan.

    Kebahagiaan dalam perkembangan sangat bervariasi karena sifatnya subjektif. Rasa kebahagiaan itu dipersepsi dan dirasakan setiap orang dengan cara yang sangat bervariasi. Akan tetapi, banyak orang berpendapat bahwa, masa anak merupakan periode yang membahagiakan dibandingkan dengan periode-periode lainnya.

    Kebahagiaan pada masa kecil memegang peranan penting dalam perkembanagn seseorang karena menjadi modal dasar bagi kesuksesan perkembangan dan kehidupan selanjutnya. Anak yang bahagia tercermin pada sosok dan prilakunya. Biasanya mereka sehat dan energy. Oleh karena itu, pada masa perkembangan, guru maupun orang tua perlu membekali anak dengan motivasiyang kuat, menyalurkan energy anak pada kegiatan-kegiatan bermanfaat, melatih mereka menghadapi dan menerima keadaan ketidakseimbangan dan situasi sulit dengan lebih tenang dan tidak panik, serta mendorong mereka untuk membina hubungan sosial secar sehat.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmaniah atau fisik dan atau menunjukkan kepada suatu fungsi tertentu yang baru (yang tadinya belum tampak) dari organisme atau individu.

    Perkembangan diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis.

    Peran guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevaluasi dari peserta didik.

    Tujuan mempelajari peserta didik antara lain : agar mempunyai ekspektasi yang nyata tentang peserta didik, dapat merespon perilaku peserta didik secara tepat, membantu mengenali adanya penyimpangan yang terjadi pada diri peserta didik, untuk  memahami diri sendiri sehingga dapat berperilaku secara tepat.

    Faktor Internal yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.

    Faktor Eksternal yaitu hal – hal yang datang atau ada diluar diri siswa/peserta didik yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungan.

    Prinsip-prinsip pertumbuhan dan perkembangan peserta didik antara lain : perkembangan melibatkan perubahan, perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan selanjutnya, perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar, perkembangan mengikuti pola tertentu yang dapat diramalkan. pola perkembangan memiliki karakteristik tertentu, terdapat perbedaan individu dalam perkembangan, setiap periode perkembangan memiliki karakteristik khusus, terhadap harapan sosial pada setiap periode perkembangan, setiap perkembangan mengandung bahaya potensial/ resiko, kebahagian bervariasi pada berbagai periode perkembangan.

    B. Saran

    Sebagai calon guru atau pendidik dan pembimbing, hendaknya kita bisa mengetahui apa arti perkembangan dan pertumbuhan peserta didik, bagaimana cara kita mempelajari peserta didik, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan pada peserta didik, serta apa saja prinsip-prinsip yang harus ditekankan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan peserta didik lebih dalam lagi dan dikembangkan agar kita dapat mengatasi masalah-masalah yang mungkin akan timbul pada saat proses belajar mengajar/pembelajaran baik di dalam ruang lingkup pendidikan formal maupun nonformal.

    DAFTAR PUSTAKA

    Marsudi, Saring, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

    Hidayah, Dhini Ferry. 2010. “Perkembangan Peserta Didik”. Makalah. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.

  • Perkembangan Kognitif Peserta Didik

    Perkembangan Kognitif

    Secara sederhana, pada buku karangan (Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah.

    Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya, sesuai buku karangan (Desmita, 2009).    

    Beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak menurut piaget, antara lain :

    1. Anak adalah pembelajar yang aktif.
    2. Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya.
    3. Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
    4. Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran yang lebih komplek.

    Proses Perkembangan Kognitif

    Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada dua alternative proses perkembangan kognitif yaitu pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi pemprosesan informasi.

    a) Teori Perkembangan Kognitif Piaget.

    1. Tahap Sensori-Motorik (usia 0 sampai 2 tahun)
    2. Tahap Pra-Operasional (usia 2 sampai 7 tahun)
      1. Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris.
      2. Cara berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized).
      3. Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable).
      4. Berpikir pra-operasional adalah terarah statis.
      5. Berpikir pra-operasional adalah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat).
      6. Berpikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
    3. Tahap Konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun)
    4. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

    Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik. Dalam blog (Joesafira, 2010) tahap operasional formal mencakup dua hal, yaitu :

    1)    Sifat deduktif-hipotesis

    2)    Berpikir operasional formal juga berfikir kombinatoris.

    b.      Teori Pemprosesan Informasi.

    Setidaknya ada tiga dasar asumsi umum teori pemprosesan informasi (Zigler & Stevenson, 1993) dalam buku Desmita(2009:116) yaitu :

    1. Pikiran dipandang sebagai suatu system penyimpanan dan pengembalian informasi.
    2. Individu-individu memproses informasi dari lingkungan.
    3. Terdapat keterbatasan pada kapasitas untuk memproses informasi dari seorang individu.

    B. Karakteristik Perkembangan Kognitif

    Dalam buku karangan (Desmita, 2009) karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi dalam dua tahap yaitu tahap usia sekolah (SD) dan Remaja (SMP dan SMA).

    1. Usia Sekolah (Sekolah Dasar)

    pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi: negasi, resiprokasi dan identitas.

    2.Remaja (SMP dan SMA)

    Pada masa remaja, kemampuan anak sudah semakin berkembang hingga memasuki tahap pemikiran operasional formal.

    c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

    Berdasarkan posting dari (Wiriana, 2008), kemampuan kognitif seseorang dipengaruhi oleh dua hal yaitu, faktor herediter atau keturunan dan faktor non herediter. Faktor herediter merupakan faktor yang bersifat statis, lebih sulit untuk berubah. Sebaliknya, faktor non herediter merupakan faktor yang lebih plastis, lebih memungkinkan untuk diutak-atik oleh lingkungan.

    Dalam posting (Wiriana, 2008) pun dijelaskan tentang faktor  yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah:

    1.Gaya pengasuhan.

    Baumrind menekankan tiga tipe gaya pengasuhan yang dapat mempengaruhi    perkembangan kognitif,  pada anak (Wiriana, 2008), yaitu :

    a.Gaya pengasuhan Otoriter (authoritarian parenting)

    b.Gaya pengasuhan Otoritatif (authoritative parenting)

    c.Gaya pengasuhan Permisi (permissive parenting)

    Gaya pengasuhan permisi dibagi menjadi dua yaitu :

    a.       Pengasuhan permissive indulgent

    b.      Pengasuhan permissive indifferent

    2.    Pengaruh lingkungan.

    Lingkungan dalam konteks ini adalah lingkungan di luar rumah atau keluarga. Lingkungan pertama yang berpengaruh adalah sekolah, pengaruh teman sebaya (peers), status sosial ekonomi, peran gender dalam keluarga, dan media masa.

  • Purposive Sampling Dalam Penelitian

    Purposive Sampling atau sampel dengan tujuan khusus merupakan teknik pemilihan subjek penelitian yang didasarkan dengan asumsi dan tujuan khusus. Hal ini membuat pruposive sampel menjadi teknik pengambilan sampel yang hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan pada populasi namun bersifat kasuistis.

    Dalam penyelidikan kualitatif, tujuannya adalah tidak untuk generalisasi ke populasi, tetapi untuk mengembangkan dalam eksplorasi mendalam dari fenomena pusat. Jadi, hal terbaik memahami fenomena ini adalah peneliti kualitatif sengaja atau sengaja memilih individu dan situs. Istilah pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif ini adalah purposive sampling.

    Standar yang digunakan dalam memilih peserta dan situs adalah apakah mereka adalah “kaya informasi” (Patton, 1990, hal 169). Dalam setiap penelitian kualitatif tertentu, peneliti dapat memutuskan untuk mempelajari sebuah situs (misalnya, satu kampus perguruan tinggi), beberapa situs (tiga kecil seni liberal kampus), perorangan atau kelompok (siswa dari suatu sekolah), atau beberapa kombinasi (dua seni liberal kampus dan mahasiswa beberapa mahasiswa kampus tersebut).

    Purposive sampling terbaik adalah yang dapat membantu memahami fenomena pusat sehingga diperoleh pemahaman rinci tentang orang atau situs. Hal ini dapat mengakibatkan diperolehnya informasi yang memungkinkan individu untuk “belajar” tentang fenomena tersebut, atau untuk yang mungkin memberikan pemahaman/pandangan kepada orang tentang pengaruh suatu program/situs.

    Purposive sampling menyediakan strategi pengumpulan data kualitatif. Peneliti memiliki pilihan untuk memilih dari salah satu dari sembilan strategi yang sering digunakan pendidik. Strategi-strategi ini dibedakan dalam hal apakah yang dilakukan sebelum pengumpulan data dimulai atau setelah pengumpulan data dimulai. Selanjutnya, pendekatan tersebut masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, tergantung pada masalah penelitian dan pertanyaan-pertanyaan ingin dijawab dalam penelitian.

    1.      Jenis Pendekatan Purposive Sampling sebelum Pengumpulan Data

    a.       Sampling Variasi Maksimal (Maximal Variation Sampling)

    Salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah untuk menyajikan berbagai perspektif individu untuk mewakili kompleksitas dunia kita Jadi, salah satu strategi sampling untuk membangun kompleksitas yang menjadi penelitian pada peserta atau sampling variasi di lokasi pengambilan sampel.

    Sampling variasi maksimal adalah strategi purposive sampling di mana sampel kasus atau individu yang berbeda pada beberapa karakteristik atau sifat (misalnya, kelompok usia yang berbeda). Prosedur ini perlu mengidentifikasi karakteristik dan kemudian menemukan situs atau individu yang menampilkan berbagai dimensi karakteristik itu.

    b.      Extreme Case Sampling

    Pendekatan ini digunakan pada penelitian tentang kasus yang menyebabkan permasalahan atau pencerahan, atau kasus yang nyata untuk adalah keberhasilan atau kegagalan (Patton, 1990). Sampling kasus Extreme adalah bentuk purposive sampling di mana peneliti mempelajari kasus yang outlier atau satu yang menampilkan karakteristik yang ekstrim.

    c.       Sampling Khas (Typical Sampling)

    Beberapa pertanyaan penelitian biasanya berupa, “Apa itu normal?” atau “Apa yang khas?”. Sampling khas adalah bentuk purposive sampling di mana peneliti mempelajari seseorang atau situs yang “biasa” untuk mereka yang tidak terbiasa dengan situasi. Apa yang merupakan khas, tentu saja, terbuka untuk diinterpretasi.

    d.      Sampling Teori atau Konsep

    Seorang peneliti mungkin memilih individu atau situs karena mereka membantu peneliti memahami konsep atau teori. Teori atau konsep sampling adalah strategi purposive sampling di mana sampel peneliti perorangan atau situs karena mereka dapat membantu para peneliti yang menghasilkan atau menemukan suatu teori atau konsep tertentu di dalam teori. Untuk menggunakan metode ini, peneliti memerlukan pemahaman yang jelas tentang konsep atau teori yang lebih besar diharapkan muncul selama penelitian.

    e.       Sampling Homogen

    Peneliti dapat memilih situs tertentu atau orang karena mereka memiliki sifat atau karakteristik yang serupa. Dalam pengambilan sampel homogen peneliti sengaja sampel individu atau situs berdasarkan keanggotaan dalam sebuah sub-kelompok yang memiliki karakteristik tertentu. Untuk menggunakan prosedur ini, peneliti harus mengidentifikasi karakteristik dan menemukan individu atau situs yang memilikinya.

    f.       Sampling Kritis

    Kadang-kadang, individu atau lokasi penelitian merupakan fenomena pusat dalam hal dramatis (Patton, 1990). Strategi sampling di sini adalah untuk mempelajari sampel penting karena merupakan kasus yang luar biasa dan peneliti dapat belajar banyak tentang fenomena tersebut.

  • Metode Pengumpulan Data Pada Penelitian Kualitatif

    Pengumpulan data kualitatif lebih dari sekedar memutuskan apakah akan mengamati atau wawancara peserta atau situs. Suatu penelitian kualitatif dieksplorasi dan diperdalam dari suatu fenomena sosial atau suatu lingkungan sosial yang terdiri atas pelaku, kejadian, tempat, dan waktu. Seorang peneliti kualitatif ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, formula suatu resep, pengertian-pengertian suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar, gaya-gaya, tata cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain sebagainya.

    Data kualitatif yang bersifat deskriptif, maka pengumpulan data kualitatif tidak dibatasi oleh kategori yang sudah ditentukan sebelumnya atas analisis menyokong kedalaman dan kerincian data kualitatif. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh peneliti kualitatif dalam pengumpulan data yaitu, peneliti harus mengidentifikasi peserta dan situs/program, mendapatkan akses (izin), menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, mengembangkan instrumen pengumpulan data, dan mengelola proses tersebut secara etis. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan membahas pengumpulan data kualitatif dalam makalah ini.

    Metode Pengumpulan Data Kualitatif

    A. Purposive Sampling

    Dalam penyelidikan kualitatif, tujuannya adalah tidak untuk generalisasi ke populasi, tetapi untuk mengembangkan dalam eksplorasi mendalam dari fenomena pusat. Jadi, hal terbaik memahami fenomena ini adalah peneliti kualitatif sengaja atau sengaja memilih individu dan situs. Istilah pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif ini adalah purposive sampling.

    Standar yang digunakan dalam memilih peserta dan situs adalah apakah mereka adalah “kaya informasi” (Patton, 1990, hal 169). Dalam setiap penelitian kualitatif tertentu, peneliti dapat memutuskan untuk mempelajari sebuah situs (misalnya, satu kampus perguruan tinggi), beberapa situs (tiga kecil seni liberal kampus), perorangan atau kelompok (siswa dari suatu sekolah), atau beberapa kombinasi (dua seni liberal kampus dan mahasiswa beberapa mahasiswa kampus tersebut).

    Purposive sampling terbaik adalah yang dapat membantu memahami fenomena pusat sehingga diperoleh pemahaman rinci tentang orang atau situs. Hal ini dapat mengakibatkan diperolehnya informasi yang memungkinkan individu untuk “belajar” tentang fenomena tersebut, atau untuk yang mungkin memberikan pemahaman/pandangan kepada orang tentang pengaruh suatu program/situs.

    Purposive sampling menyediakan strategi pengumpulan data kualitatif. Peneliti memiliki pilihan untuk memilih dari salah satu dari sembilan strategi yang sering digunakan pendidik. Strategi-strategi ini dibedakan dalam hal apakah yang dilakukan sebelum pengumpulan data dimulai atau setelah pengumpulan data dimulai. Selanjutnya, pendekatan tersebut masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, tergantung pada masalah penelitian dan pertanyaan-pertanyaan ingin dijawab dalam penelitian.

    1.      Jenis Pendekatan Purposive Sampling sebelum Pengumpulan Data

    a.       Sampling Variasi Maksimal (Maximal Variation Sampling)

    Salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah untuk menyajikan berbagai perspektif individu untuk mewakili kompleksitas dunia kita Jadi, salah satu strategi sampling untuk membangun kompleksitas yang menjadi penelitian pada peserta atau sampling variasi di lokasi pengambilan sampel.

    Sampling variasi maksimal adalah strategi purposive sampling di mana sampel kasus atau individu yang berbeda pada beberapa karakteristik atau sifat (misalnya, kelompok usia yang berbeda). Prosedur ini perlu mengidentifikasi karakteristik dan kemudian menemukan situs atau individu yang menampilkan berbagai dimensi karakteristik itu.

    b.      Extreme Case Sampling

    Pendekatan ini digunakan pada penelitian tentang kasus yang menyebabkan permasalahan atau pencerahan, atau kasus yang nyata untuk adalah keberhasilan atau kegagalan (Patton, 1990). Sampling kasus Extreme adalah bentuk purposive sampling di mana peneliti mempelajari kasus yang outlier atau satu yang menampilkan karakteristik yang ekstrim.

    c.       Sampling Khas (Typical Sampling)

    Beberapa pertanyaan penelitian biasanya berupa, “Apa itu normal?” atau “Apa yang khas?”. Sampling khas adalah bentuk purposive sampling di mana peneliti mempelajari seseorang atau situs yang “biasa” untuk mereka yang tidak terbiasa dengan situasi. Apa yang merupakan khas, tentu saja, terbuka untuk diinterpretasi.

    d.      Sampling Teori atau Konsep

    Seorang peneliti mungkin memilih individu atau situs karena mereka membantu peneliti memahami konsep atau teori. Teori atau konsep sampling adalah strategi purposive sampling di mana sampel peneliti perorangan atau situs karena mereka dapat membantu para peneliti yang menghasilkan atau menemukan suatu teori atau konsep tertentu di dalam teori. Untuk menggunakan metode ini, peneliti memerlukan pemahaman yang jelas tentang konsep atau teori yang lebih besar diharapkan muncul selama penelitian.

    e.       Sampling Homogen

    Peneliti dapat memilih situs tertentu atau orang karena mereka memiliki sifat atau karakteristik yang serupa. Dalam pengambilan sampel homogen peneliti sengaja sampel individu atau situs berdasarkan keanggotaan dalam sebuah sub-kelompok yang memiliki karakteristik tertentu. Untuk menggunakan prosedur ini, peneliti harus mengidentifikasi karakteristik dan menemukan individu atau situs yang memilikinya.

    f.       Sampling Kritis

    Kadang-kadang, individu atau lokasi penelitian merupakan fenomena pusat dalam hal dramatis (Patton, 1990). Strategi sampling di sini adalah untuk mempelajari sampel penting karena merupakan kasus yang luar biasa dan peneliti dapat belajar banyak tentang fenomena tersebut.

    2.      Jenis Pendekatan Purposive Sampling setelah Pengumpulan Data

    a.       Oportunistik Sampling

    Setelah pengumpulan data dimulai, peneliti mungkin perlu untuk mengumpulkan informasi baru terbaik untuk menjawab pertanyaan penelitian. Oportunistik sampling adalah purposive sampling yang dilakukan setelah penelitian dimulai, untuk mengambil keuntungan dari peristiwa yang akan membantu menjawab pertanyaan penelitian. Dalam proses ini, sampel muncul selama penyelidikan. Peneliti perlu berhati-hati tentang terlibat dalam bentuk sampling karena bisa mengalihkan perhatian dari tujuan asli dari penelitian. Namun, menangkap sifat berkembang atau muncul dari penelitian kualitatif dengan baik dan dapat menyebabkan ide-ide baru dan temuan mengejutkan.

    b.      Snowball Sampling

    Dalam situasi penelitian tertentu, peneliti mungkin tidak tahu orang-orang terbaik yang dapat membantu pemahaman dari topik atau kompleksitas kejadian. Seperti dalam penelitian kuantitatif, snowball sampling kualitatif adalah suatu bentuk purposive sampling yang biasanya setelah studi dimulai dan peneliti meminta peserta untuk memberi saran orang lain untuk mengembangkan penelitian suatu kasus atau situs.

    c.       Konfirmasi dan Disconfirming Sampling

    Bentuk akhir purposive sampling, juga digunakan setelah studi dimulai, adalah individu sampel atau situs diminta untuk mengkonfirmasi atau disconfirm temuan awal. Konfirmasi dan disconfirming sampling adalah strategi tujuan yang digunakan selama penelitian untuk menindaklanjuti kasus-kasus tertentu untuk menguji atau menjelajahi temuan spesifik lebih lanjut.

    B. Jenis-jenis Data Penelitian Kualitatif

    Aspek lain dari pengumpulan data kualitatif adalah untuk mengidentifikasi jenis data yang akan menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti ajukan pertanyaan yang umum dan luas kepada peserta dan memungkinkan mereka untuk berbagi pandangan mereka relatif tidak dibatasi oleh perspektif peneliti. Selain itu, peneliti mengumpulkan beberapa jenis informasi, dan peneliti dapat menambahkan bentuk-bentuk baru data selama penelitian ini untuk menjawab pertanyaan peneliti. Selanjutnya, peneliti terlibat dalam pengumpulan data yang luas, menghabiskan banyak waktu di tempat di mana orang bekerja, bermain, atau terlibat dalam fenomena yang akan diteliti. Di situs ini, peneliti akan mengumpulkan informasi rinci untuk membangun kompleksitas fenomena pusat.

    Data kualitatif yang beragam dapat dikategorikan sebagai berikut:

    1.      Pengamatan/Observasi

    Pengamatan merupakan suatu bentuk pengumpulan data yang sering digunakan, dengan peneliti dapat mengasumsikan peran yang berbeda dalam proses (Spradley, 1980a). Pengamatan dapat didefenisikan proses pengumpulan terbuka, informasi secara langsung dengan mengamati orang dan tempat di lokasi penelitian.

    2.      Wawancara

    Wawancara di dalam penelitian kualitatif berbeda penelitian kuantitatif. Sebuah wawancara kualitatif terjadi ketika peneliti mengajukan satu atau lebih peserta umum, pertanyaan-pertanyaan terbuka dan catat jawaban mereka.

    Wawancara kualitatif dapat membuat peserta penelitian menyuarakan pengalaman mereka tidak dibatasi oleh sudut pandang peneliti atau temuan penelitian terdahulu. Respon terbuka untuk pertanyaan memungkinkan peserta untuk membuat opsi untuk menanggapi. Jadi dapat dinyatakan bahwa wawancara kualitatif dilakukan lebih mendalam daripada wawancara kuantitatif.

    3.      Dokumen

    Sebuah sumber informasi yang berharga dalam penelitian kualitatif bisa berupa dokumen. Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Dokumen dapat terdiri dari catatan publik dan swasta, atau bahan audiovisual.

    D.    Rambu-rambu Administrasi dan Pencatatan Data Penelitian Kualitatif

    Peneliti kualitatif dapat menemui masalah dalam pengumpulan data, selain itu peneliti harus pergi ke lokasi penelitian dari para peserta, waktu yang cukup untuk tinggal di lokasi penelitian, dan mengajukan pertanyaan terperinci, isu-isu etis yang mungkin timbul yang perlu diantisipasi. Oleh karena itu, peneliti harus memahami rambu-rambu administrasi dan pencatatan data penelitian.

    Hal pertama yang perlu diperhatikan peneliti dalam pengumpulan data, yaitu waktu. Peneliti harus membatasi waktu pengumpulan data observasi atau wawancara karena hal tersebut dapat berpotensi mengganggu peserta atau situs. Kemudian, peneliti perlu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam pengumpulan data yang substansial, karena dapat menyebabkan suatu program atau peristiwa yang terlewat dari pengamatan.

    Peneliti kualitatif dapat menemui situs atau peserta dengan tingkatan yang berbeda, untuk memperoleh data dari seluruh situs atau peserta maka alangkah baiknya jika diperoleh izin untuk berbagai tingkatan situs atau peserta yang akan diteliti. Dengan demikian, peneliti mudah memperoleh data yang utuh, peserta akan nyaman menanggapi dan mendapatkan jadwal pengambilan data yang sesuai dengan jadwal peserta.

    Dalam mengumpulkan data untuk sebuah proyek kualitatif, peneliti mencari sebuah deskripsi mendalam tentang sebuah fenomena. Peserta mungkin diminta untuk membahas rincian pribadi pengalaman hidup mereka selama periode waktu tertentu. Proses ini memerlukan tingkat kepercayaan yang cukup berdasarkan tingkat kedalaman pengungkapan peserta. Sifat dari penelitian ini yang mendala maka isu-isu etis mungkin timbul.

    Tindak lanjut agar peneliti dapat bersikap etis maka peneliti perlu untuk melindungi identitas peserta dengan menetapkan nomor atau alias kepada mereka untuk digunakan dalam proses analisis dan pelaporan data sehingga topik yang sensitif dapat terungkap. Selanjutnya, untuk mendapatkan dukungan dari para peserta, peneliti perlu menyampaikan kepada peserta bahwa mereka berpartisipasi dalam penelitian dan menginformasikan mereka tentang tujuan penelitian sehingga penelitian tersebut tidak dipandang sebagai suatu penipuan.