Blog

  • Makalah Kimia Anorganik – Fosfor

    Kimia Anorganik Fosfor

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Fosfor ditemukan oleh Hennig Brandt pada tahun 1669 di Hamburg, Jerman. Namanya berasal dari bahasa Latin yaitu phosphoros yang berarti ‘pembawa terang’ karena keunikannya yaitu bercahaya dalam gelap (glows in the dark). Ia menemukan unsur ini dengan cara ‘menyuling’ air urin melalui proses penguapan dan setelah dia menguapkan 50 ember air urin, dia baru menemukan unsur yang dia inginkan.

    Unsur fosfor di alam tidak terdapat dalam keadaan bebas, tetapi terikat dengan unsur-unsur lain dalam bentuk senyawa di dalam mineral. Contohnya dan apatit yang mengandung garam rangkap . Senyawa fosfor biasanya terdapat dalam bentuk fosfat yang merupakan penyusun utama dari faal makhluk hidup. Misalnya, tulang dan gigi banyak mengandung kalsium fosfat. Selain itu, fosfor juga terdapat dalam asam nukleat dan fosfolipid.

    Oleh karena itu, unsur fosfor memiliki peranan yang penting dalam kehidupan.  Karena peranannya tersebut, penulis pun mengangkat pembahasan mengenai “Fosfor” yang bertujuan untuk menambah wawasan pembaca yang tertarik dengan Ilmu Kimia.

    B. Rumusan Masalah

    Adapun permasalahan yang dibahas oleh penulis sebagai berikut:

    1. Bagaimana sifat fisis dan kimia Fosfor?
    2. Bagaimana persenyawaan yang mengandung unsur Fosfor?
    3. Bagaimana proses pembuatan Fosfor?
    4. Apa manfaat dan kerugiaan penggunaan Fosfor?

    C. Tujuan Penulisan

    Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh penulis sebagai berikut:

    1. Agar pembaca mengetahui tentang sifat fisis dan kimia Fosfor
    2. Agar pembaca mengetahui tentang persenyawaan yang dibentuk oleh unsur fosfor.
    3. Agar pembaca mengetahui metode yang digunakan dalam pembuatan gas fosfor.
    4. Agar pembaca mengetahui manfaat dan kerugian penggunaan fosfor.

    Bab II. Pembahasan

    A. Sifat Fisis Fosfor

    Fosfor adalah unsur nonlogam, dalam tabel periodik terletak pada golongan VA dan periode ketiga. Atom unsur fosfor mempunyai 15 elektron dengan konfigurasi elektron (Ne) 3s23p3. Sifat fisis fosfor dapat dilihat pada tabel 1.1

    B.     Sifat Kimia Fosfor

    Fosfor padat yang murni mempunyai tiga bentuk kristal, yaitu fosfor putih, fosfor merah, dan fosfor hitam.

    1)      Fosfor Putih

    Fosfor putih mempunyai sifat padat seperti lilin, titik lebur rendah (±44ºC), berupa unsur nonlogam,beracun, mempunyai struktur molekul tetrahedral, mudah terbakat dan bersinar dalam keadaan gelap. Fosfor putih sangat baik disimpan di dalam botol cokelat dan di simpan di dalam air atau lemari yang gelap guna menghindari berubahnya fosfor putih menjadi merah apabila terkena sinar ultraviolet. Fosfor putih dikatakan lebih reaktif karena pada udara terbuka akan terbakar dengan sendirinya. Karena kereaktifan ini fosfor putih biasa disimpan dalam air atau alkohol ataupun larutan-larutan inert yang tidak melarutkan atau bereaksi dengan fosfor. Fosfor putih larut dalam benzena dan karbon disulfida. Fosfor putih memancarkan cahaya hijau yang lemah (pendaran) dengan adanya oksigen, (menyala spontan bila bersinggungan dengan udara (inilah alasan perlunya penyimpanan dalam air)), bahan fosforesen yang berpendar dalam gelap.

    2) Fosfor Merah

    Fosfor merah terbentuk jika fosfor putih dipanaskan atau disinari dengan sinar UV yang mengakibatkan atom fosfor saling berkatan dalam bentuk tetrahedral. Fosfor merah biasanya digunakan untuk bahan peledak dan kembang pai. Fosfor merah mempunyai sifat berupa serbuk, tidak budah menguap, tidak beracun dan tidak bersinar dalam gelap dan tidak larut dalam. Titik lebur fosfor merah 600ºC.

    3) Fosfor Hitam

    Fosfor hitam kurang reaktif dibanding fosfor merah. Atom fosfor tersusun dalam bidang datar melalui ikatan kovalen. Antara bidang terdapat gaya van der Waals yang lemah .Bentuk fosfor yang paling stabil tampaknya adalah P hitam, yang dapat terbentuk dari P putih pada tekanan tinggi, atau melalui pemanasan P putih dengan katalis (Hg) dan kristal “benih” P hitam. P hitam mempunyai struktur kristal berlapis, seperti grafit, tetapi lapisan-lapisannya terikat kuat. P hitam merupakan semikonduktor

    C.     Senyawa Fosfor

    1.      Fosfida

    Fosfor dapat besenyawa dengan logam aktif, seperti alkali dan alkali tanah, membentuk senyawa ion. Fosfor sebagai ion P3- disebut ion fosfida, contohnya dan . Dalam air, ion fosfida terhidrolisis menghasilkan fosfoin ().

    2.      Fosfin ()

     Merupakan gas pada suhu kamar dan cukup larut dalam air. Seperti, membentuk ion fosfonium dan garam fosfonium. Tidak seperti, mempunyai entalpi pembentukkan yang positif, tidak stabil secara termal, terbakar di udara, dan sangat beracun. Molekul mempunyai bentuk piramidal dengan sudut ikatan H-P-H 93° (mendekati 90° yang diramalkan untuk ikatan melalui orbital 3p).

    Karakteristik Fosfin:

    a)      Sangat beracun

    b)      Basa lemah

    c)      Bentuknya berupa gas

    d)      Larut dalam asam yang sangat kuat. Misalnya, BF3H2O.

    e)      Fosfin dapat terbentuk dari fosfida yang terhidrolisa

    3. Persenyawaan Fosfor dengan Oksigen

    Fosfor dapat pula bersenyawa dengan oksigen. Senyawa fosfor dengan oksigen yang terpenting adalah oksida fosfor, asam fosfat, asam polifosfat dan asam fosfit.

    a.       Oksida Fosfor

    Struktur oksida fosfor , dan , telah ditentukan.

    Fosfor pentoksida, adalah padatan kristalin putih dan dapat tersublimasi, terbentuk bila fosfor dioksidasi dengan sempurna. Empat atom fosfor menempati tetrahedra dan dijembatani oleh atom-atom oksigen (lihat Gambar 1.1). Karena atom oksigen diikat ke setiap atom fosfor, polihedra koordinasi oksigen juga tetrahedral.

    Gambar 1.1

    Bila molekular dipanaskan, terbentuk isomer yang berstruktur gelas. Bentuk gelas ini merupakan polimer yang terdiri atas tetrahedra fosfor oksida dengan komposisi yang sama dan dihubungkan satu sama lain dalam lembaran-lembaran. Karena senyawa ini sangat reaktif pada air, senyawa ini digunakan sebagai bahan pengering. Tidak hanya sebagai desikan, tetapi merupakan bahan dehidrasi yang kuat, dan atau dapat dibentuk dengan mendehidrasikan dan dengan fosfor pentoksida. Fosfor pentoksida membentuk asam fosfat, bila direaksikan dengan sejumlah air yang cukup, tetapi bila air yang digunakan tidak cukup, berbagai bentuk asam fosfat terkondensasi akan dihasilkan bergantung kuantitas air yang digunakan.

    Fosfor trioksida, adalah oksida molekular, dan struktur tetrahedralnya dihasilkan dari penghilangan atom oksigen terminal dari fosfor pentoksida. Masing-masing fosfor berkoordinasi 3. Senyawa ini dihasilkan bila fosfor putih dioksidasi pada suhu rendah dengan oksigen terbatas. Senyawa  disebut fosfor trioksida karena rumus empirisnya . Senyawa ini berwujud padat dengan titik lebur 23,8ºC dan titik didih 175. Uapnya bersifat racun, dan bila dikocok dengan air dingin membentuk (asam fosfit).

    b.      Asam Okso Fosfor

    Asam fosfat, . Asam fosfat adalah asam utama yang digunakan dalam industri kimia, dihasilkan dengan hidrasi fosfor petoksida, . Asam fosfat komersial memiliki kemurnian 75-85 %. Asam murninya adalah senyawa kristalin (mp. 42.35 °C). Satu atom oksigen terminal dan tiga gugus OH diikat pada atom fosfor di pusat tetrahedral. Ketiga gugus OH dapat melepaskan proton, membuat asam ini adalah asam berbasa tiga (pK1 = 2.15).

    Setiap tahun dibuat sekitar 1010 Kg  asam fosfat, seperti untuk pupuk (ammonium fosfat), dan sebagai zat tambahan pada pangan dan detergen. Asam ini dibuat dalam skala beasar dari mineral fosfat yang direaksikan dengan asam sulfat.

    Garam sulfat yang tidak larut disaring, dan asam fosfat dipekatkan dengan menguapkan sehingga didapat larutan 85% massa.

    Untuk memperoleh uap yang lebih murni caranya  adalah dengan membakar fosfor  menjadi dan dilarutkan dalam air. Hasil ini kemudia dipakai untuk bahan deterjen dan untuk membuat tepung kue. Asam fosfat murni berupa padatan yang jernih, tidak berwarna dengan titik lebur 42,4ºC. Dalam air, bersifat asam triprotik yang lemah.

    Natrium fosfat  (disebut TSP (trinatrium fosfat), sangat efektif sebagai zat pemutih dan menurunkan kesadahan air. Air sadah adalah air mengandung ion dan . Ion ini mengendapkan sabun sehingga tidak berbusa dalam air. Dengan adanya ion fosfat, maka ketiga ion tersebut mengendap masing-masing sebagai , dan . Akibatnya, kesadahan air turun dan sabun berbusa kembali.

    Asam polifosfat, Bila dua asam fosfat dikondensasi sampai suhu 250ºC dan melepaskan satu molekul air , dihasilkan asam difosfat atau asam polifosfat , . Senyawa ini berupa padatan tidak berwarna yang larut dalam air. Garam  larut dalam air dan dipakai sebagai bahan tambahan detergen.

    Jika  dipanaskan sampai 400ºC, terjadi penggabungan tiga molekul atau lebih, yang disebut dengan metafosfat, dengan rumus empiris  . Garam natrium metafosfat,  dapat dibuat dengan memanaskan natrium dihidrogen fosfat.[21]

    Polifosfat berantai pendek, misalnya natrium  trifosfat, , dapat dibuat melalui reaksi:

    Natrium trifosfat dalam air membetuk anion . Senyawa ini terdapat dalam detergen, untuk menurunkan kesadahan air. Akan tetapi air limbah cucian yang mengandung senyawa fosfat mempercepat pertumbuhan ganggan di danau. Akibatnya, kandungan oksigen dalam air danau berkurang yang menyebabkan kehidupan ikan terancam.[22]

    Asam fosfit, satu atom H mengganti gugus OH dalam asam fosfat. Karena masih ada dua gugus OH, asam ini berbasa dua.[23]  Hidrogen yang dapat terionisasi hanya yang terikat pada oksigen, maka garam natrium fosfit yang dapat terbentuk hanya  dan . Asam atau garam fosfit dapat sebagai pereduksi, contohnya mereduksi ion perak menjadi logamnya.[24]

    Asam hipofosfit, dua gugus OH asam fosfat diganti dengan atom H. Satu gugus OH sisanya membuat asam ini berbasa satu. Bila tetrahedral dalam asam terikat dengan jembatan O, berbagai asam fosfat terkondensasi akan dihasilkan. Adenosin trifosfat (ATP), asam deoksiribo nukleat (DNA), dsb., yang mengandung lingkungan asam trifosfat digabungkan dengan adenosin. Senyawa-senyawa ini sangat penting dalam sistem biologis.[25]

    c.    Halida Fosfor

    Fosfor dengan halogen dapat membentuk senyawa  dan  ( X= F, Cl, Br). Fosfor dengan iod tidak dapat membentuk  karena atom I sangat besar sehingga lima atom iod tidak dapat terikat pada satu atom fosfor. Yang ditemukan adalah  dan .[26]

    Halida fosfor yang penting adalah fosfor triklorida () dan fosfor pentaklorida (), dengan struktur seperti pada gambar 1.2. senyawa ini dibuat melalui reaksi:[27]

    Fosfor triklorida dipakai sebagai bahan pembuat asam fosfit dengan reaksi

    Fosfor pentaklorida dalam cairan atau gas mempunyai rumus molekul tetapi dalam padatan akan berupa ion, sebagaia  dan . Senyawa ini berguna untuk membuat  dengan reaksi:[28]

    d.   Pupuk Fosfat

    Fosforus berada di alam terutam sebagai ion  dalam batuan fosfat, yang komponen utamanya ialah flouripatit, . Semula, batuan ini hanya digiling dan disebarkan ke tanah untuk membuatnya lebih subur. Pupuk yang lebih aktif dibuat dengan mengolah lumpur gilingan flouropatit dengan asam sulfat untuk menghasilkan superfosfat yakni campuran kalsium dihidrogen fosfat dan gips:[29]

    Superfosfat jauh lebih efektif sebat nutrien fosforus yang penting berada dalam bentuk yang lebih larut. Campuran ini juga memberikan nutrien sekunder yang penting, yaitu kalsium dan sulfur., seperti halnya fosforus, kepada tanaman pangan yang tumbuh.

    Suatu ragam (varian) dari proses superfosfat, yaitu proses asam-basah (wet-acid process), menggunakan asam sulfat berlebih untuk memproduksi asam fosfat. Rekasi kimia dalam hal ini ialah[30]

    Hidrogen flourida yang dibebaskan dibawa ke menara penyerap yang mengandung . Dalam menara ini hidrogen flourida bereaksi menghasilkan , yang digunakan dalam larutan berair untuk flouridasi air minum. Gips padat  disaring, dan larutan encer asam fosfat  dipekatkan dengan penguapan. Penggunaan utama proses-basah asam fosfat ini sekali lagi ialah manufaktur pupuk, yang menggantikan penggunaan asam sulfat untuk menghasilkan pupuk superfosfat triple (triple superphosphate), yang tidak lagi mengandung gips.[31]

    Penggunaan pupuk superfosfat tripel telah  menurun akhir-akhir ini. Pupuk utama yang mengandung fosforus sekarang ini adalah amonium fosfat, yang diperoleh mealui reaksi asam fosfat dengan amonia:[32]

    Pupuk ini memasok nitrogen, suatu nutrien yang penting seperti halnya fosforus.

    D.    Ekstraksi  Fosfor

    Fosfor (P) diekstraksi dari senyawa fosfatmelalui metode reduksi.  dalam batuan fosfat dipanaskan dengan kokas (C) dan pasir Si pada suhu 1.400 – 1.5 (dengan bunga api listrik).[33]

    2 + 6Si  6CaSi +  (g)

     direduksi dengan karbon, reaksinya sebagai berikut.

    Fosfor ini dipisahkan dari CO gas dengan mengalirkan campuran melalui pipa  dingin dalam mana fosfor cair mengembun.[34] Uap fosfor yang dihasilkan kemudian dikeluarkan melalui presipitator (penangkap debu) elektrostatis. Setelah itu, uap fosfor masuk ke menara air dan disemprot dengan air pada suhu –. Fosfor yang dihasilkan berada dalam fase cair dan dikeluarkan lewat bawah tungku.[35]

     yang terjadi dikristalkan dan di dalam  cair atau di dalam air. Hal ini guna menghindari terjadinya oksidasi dengan oksigen dari udara yang cepat tejadi pada temperatur 30ºC berupa nyala fosfor.[36] P merah dan hitam stabil dalam udara namun akan terbakar pada pemanasan.  larut dalam , benzena dan pelarut organik yang mirip; ia sangat beracun.[37]

    Fosfor yang dihasilkan dapat memiliki beberapa alotropi, diantaranya fosfor putih, fosfor merah, dan fosfor hitam. Yang paling terkenal adalah fosfor putih (, yang diperoleh dari kondensasi uap fosfor. Fosfor putih tidak berwarna, mempunyai titik leleh , dan mudah bereaksi dengan oksigen membentuk  sehingga harus disimpan dalam air. Fosfor merah dapat diperoleh dari pemanasan fosfor putih tanpa udara pada tekanan atmosfer. Fosfor hitam diperoleh dengan pemanasan fosfor putih atau fosfor merah tetapi pada tekanan yang sangat tinggi.[38]

    E.     Manfaat dan Kerugian Penggunaan Fosfor

    1.      Manfaat Fosfor

    a)      Kegunaan fosfor yang paling umum ialah pada ragaan tabung sinar katode (CRT) dan lampu pendar, sementara fosfor dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat berpendar dalam gelap (glow in the dark).

    b)      Fosfor dapat digunakan untuk pembuatan korek api setelah dicampur dengan karbon dan belerang.

    c)      Digunakan militer sebagai petunjuk menentukan target atau sasaran Selain di lingkup militer.

    d)     Fosfor putih ternyata digunakan dalam barang konsumsi yang kita gunakan sehari-hari, seperti minuman bersoda dan pasta gigi. Secara luas, fosfor putih dipakai dalam industri untuk membuat asam fosfat atau bahan kimia lain untuk dijadikan pupuk, bahan pengawet makanan, dan zat pembersih.

    e)      Dalam jumlah kecil, zat ini juga digunakan dalam pestisida dan kembang api.

    f)       Asam fosfat jenuh, mengandung 70-75% P2O5, yang mana P2O5 merupakan bahan penting dalam bidang pertanian tembak.

    g)      Fosfat juga dipakai dalam pembuatan kaca khusus, seperti yang digunakan dalam lampu sodium.

    h)      Fosfor penting untuk otot-otot. Tanpa fosfor didalam tubuh, anda tidak dapat mengangkat kening atau menggerakkan jari sekalipun. Fosfor menolong juga dalam memelihara keseimbangan asam basa yang normal di dalam tubuh dan perlu sekali dalam pembentukan gigi yang sehat dan tulang yang kuat. [39]

    i)        Fosfor bekerja dengan kalsium untuk membangun tulang dan gigi. Zat ini membantu mempertahankan jaringan otak dan syaraf yang normal. Kekurangan fosfor dapat menyebabkan berkurangnya berat badan, kehilangan nafsu makan, pernafasan tidak teratur dan kelelahan. Sumber makanan yang mengandung fosfor mencakup: jagung, produk-produk susu ( yang rendah lemak ), buah-buahan yang dikeringkan, kuning telur. Tumbuhan polong. Kacang-kacangan, biji-bijian dan padi-padian. [40]

    j)        Mengatur pengalihan energi. Melaui proses fosforilasi fosfor mengaktifkan berbagai enzim dan vitamin B dalam pengalihan energi dan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Bila satu gugus fosfat ditambahkan pada ADP (Adenin Difosfat) maka terbentuk ATP (Adenin Trifosfat) yang menyimpan energi dalam ikatannya. Bila energi diperlukan, ATP diubah kembali menjadi ADP. Energi yang mengikat fosfat pada ADP dilepas untuk keperluan berbagai reaksi di dalam tubuh.

    k)      Absorpsi dan transportasi zat gizi. Dalam bentuk fosfat, fosfor berperan sebagai alat angkut untuk membawa zat-zat gizi menyeberangi membran sel atau di dalam aliran darah. Proses ini dinamakan fosforilasi dan terjadi pada absorpsi di dalam saluran cerna, pelepasan zat gizi dari aliran darah ke dalam cairan interseluler dan pengalihannya ke dalam sel. Lemak yang tidak larut dalam air, diangkut di dalam darah dalam bentuk fosfolipida. Fosfolipida adalah ikatan fosfat dengan molekul lemak, sehingga lemak menjadi lebih larut. Glikogen yang dilepas dari simpanan hati atau otot berada di dalam darah terikat dengan fosfor. [41]

    l)        P2O5 yang dapat bereaksi dengan air membentuk larutan asam dapat digunakan sebagai bahan pengering

    m)    Fosfor putih digunakan sebagai bahan racun tikus dan bom asap[42]

    n)      Fosfor juga digunakan dalam memproduksi baja, perunggu fosfor, dan produk-produk lainnya. Trisodium fosfat sangat penting sebagai agen pembersih, sebagai pelunak air, dan untuk menjaga korosi pipa-pipa.

    o)      Fosfor juga merupakan bahan penting bagi sel-sel protoplasma, jaringan saraf dan tulang.

    p)      bahan tambahan dalam deterjen, bahan pembersih lantai dan insektisida. Selain itu fosfor diaplikasikan pula pada LED (Light Emitting Diode) untuk menghasilkan cahaya putih.

    q)      Fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk energi dan pertumbuhan

    2.      Kerugian

    a)      Penyalahgunan fosfor menjadi Bom yang sangat mengerikan. Fosfor bom  memiliki sifat utama membakar. Menurut Ang Swee Chai, seorang perempuan, dokter ortopedis kelahiran Malaysia yang juga seorang ahli medis. Dalam bukunya ”From Beirut to Jerusalem” (Kuala Lumpur, 2002), zat fosfornya biasanya akan menempel di kulit, paru-paru, dan usus para korban selama bertahun-tahun, terus membakar dan menghanguskan serta menyebabkan nyeri berkepanjangan. Para korban bom ini akan mengeluarkan gas fosfor hingga nafas terakhir

    b)      Ketika fosfor putih ditembakan atau dibakar udara maka akan bereaksi dengan oksigen membentuk fosfor pentaoksida (P2O5). Walaupun fosfor berbahaya namun yang paling berbahaya yaitu terletak pada proses pembakaran fosfor dan hasil pembakaran fosfor bukan pada ledakannya

    c)      Pembakaran fosfor di udara berlangsung sangat eksotermis yaitu menghasilkan suhu sekitar 800°C. Suhu yang tinggi inilah yang akan merusak jaringan tubuh seperti luka bakar ketika mengenai organ-organ tubuh. Sedangkan hasil pembakaran fosfor putih yaitu berupa P2O5 dalam bentuk asap. Asap yang dihasilkan sangat berbahaya karena selain beracun asap inipun bersifat korosif atau dapat pula bereaksi dengan organ-organ tubuh manusia. Oleh sebab itu jika fosfor ditembakan atau yang digunakan sebagai bom ketika terbakar akan merusak sebagian besar jaringan tubuh. Misalnya jika mengenai mata maka akan menyebabkan kebutaan, jika dihirup akan merusak kerongkongan bahkan paru-paru jika dalam jumlah yang lebih banyak, jika mengenai kulit maka akan menyebabkan luka bakar dan akan lebih parah lagi jika terkena dalam jumlah banyak.[43]

    d)     Biji fosfat mentah mengandung 2 – 4 % F. Sewaktu bijih fosfat diubah menjadi fosfat yang larut dalam air, fluorida dilepas ke udara sehingga menyebabkan rusaknya tanaman dan keracunan pada ternak. Proses juga menghasilkan limbah fosfogipsum putih yang bersifat radioaktif karena bijih fosfat mengandung uranium dari produk peluruhnya.

    e)      Pemanfaatan unsur P pada detergen dan pupuk telah menyebabkan eutrofikasi, yakni suburnya tanaman air fitoplankton. Hal ini menyebabkan kadar  dalam air berkurang, sehingga organisme air lainnya akan mati.

    BAB III

    PENUTUP

    A.    Kesimpulan

    Fosfor adalah unsur nonlogam, dalam tabel periodik terletak pada golongan VA dan periode ketiga. Atom unsur fosfor mempunyai 15 elektron dengan konfigurasi elektron (Ne) 3s23p3. Secara umum, sifat fisika fosfor membentuk padatan putih yang lengket yang memiliki bau yang tak enak tetapi ketika murni menjadi tak berwarna dan transparan. Dan sifat kimianya ada yang bersifat reaktif/tidak reaktif, mudah terbakar, dan beracun.

    Fosfor dapat besenyawa dengan logam aktif, seperti alkali dan alkali tanah, membentuk senyawa ion. Fosfor dapat pula bersenyawa dengan oksigen. Senyawa fosfor dengan oksigen yang terpenting adalah oksida fosfor, asam fosfat, asam polifosfat dan asam fosfit. Fosfor dengan halogen dapat membentuk senyawa  dan  ( X= F, Cl, Br).

    Fosfor (P) diekstraksi dari senyawa fosfatmelalui metode reduksi.  dalam batuan fosfat dipanaskan dengan kokas (C) dan pasir Si pada suhu 1.400 – 1.5 (dengan bunga api listrik).

    2 + 6Si  6CaSi +  (g)

     direduksi dengan karbon, reaksinya sebagai berikut.

    B.     Saran

    Hati- hati dalam membakar Fosfor dengan suhu yang tinggi karena dapat menghasilkan asap yang bersifat korosif dan akhirnya dapat merusak jaringan tubuh. Disarankan  memanfaatkan fosfor sebaik mungkin dan tidak menyalah gunakannya.

    Daftar Pustaka

    Aghnanisme,2012, Fosfor (Keberadaan, Sifat Fisis, Pembuatan, dan Kegunaan) http://aghnanisme.blogspot.com/2012/10/fosfor-keberadaan-sifat-fisis pembuatan.html  Diakses pada  27 November 2012  pukul 09.00 WIB.

    Anshory , Irfan.1987.Penuntun Pelajaran Kimia. Bandung: Ganesha Exact

    Cotton, F.Albert dan Geoffrey Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar.Jakarta: UI-Press.

    Harris, D. 2007. Ensiklopedi Unsur-Unsur Kimia. Jakarta:Kawan Pustaka,

    http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2059082-peranan-fosfor-bagi-tubuh-manusia/,  Diakses pada  27 November 2012 pukul 09.00 WIB.

    Johari dan Rachmawati. 2008. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XII. Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama

    Keenan, Charles W., dkk. 1984. Ilmu Kimia Untuk Universitas, Edisi Keenam:JIlid I. Jakarta:Erlangga

    Kuswati,Tine Maria dkk. 2007. Sains Kimia 3 SMA/MA Kelas XII. Jakarta:Bumi Aksara.

    Mammuth,2011, Fosfor dan Manfaatnya bagi Tubuh,   http://langkahkakiismail.blogspot.com/2011/06/fosfor-dan-manfaatnya-bagi-tubuh.html akses pada 27 November 2012 pukul 09.00 WIB.

    Miller,Ron. 2006. The Elements:What Really You Want to Know. Minneapolis:Twenty-First Century Books.

    Mirfan sape, 2012, Fosfor  http://mirfansape.blogspot.com/2012/05/makalah-fosfor.html  Diakses pada 27 November 2012 pukul 9:00 WIB.

    Oxtoby, David W. dkk . 2003. Principles Of Modern Chemistry, Fourth Edition , terj.Suminar Setiati Achmadi: Jilid II. Jakarta: Erlangga.

    S , Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung:Penerbit ITB.

    Sairo, Taro. 1996 Muki Kagaku,terj. Ismunandar.Tokyo: Iwanami Shoten Publisher

    Sunardi. 2008. Kimia Bilingual untuk SMA. Bandung:Yrama Widya.

  • Laporan Praktikum Ekstraksi Pelarut

    Laporan Praktikum Ekstraksi Pelarut

    Berikut ini Praktikum ekstraksi pelarut. Praktikum ini bertujuan untuk melakukan pemisahan ekstraksi pelarut dan tetapan distribusi (Kp) asam asetat dalam sistem organik-cair.

      Praktikum Ekstraksi Pelarut

      Bab I. Pendahuluan

      A. Latar Belakang

      Ektraksi adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik ataupun anorganik, untuk analiss makro maupun mikro. Alat yang digunakan berupa corong pisah (paling sederhana), alat ekstraksi sokhlet, sampai yang paling rumit berupa alat counter current craig.

      Ekstraksi terbagi atas dua yaitu ekstraksi padat-cair (Leaching) dan ekstraksi cair-cair (Ekstraksi pelarut). Ekstraksi padat-cair yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Sedangkan ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut) adalah proses pemindahan suatu komponen campuran cairan dari suatu larutan ke cairan yang lain (yaitu pelarutnya).

      Ekstraksi senyawa tunggal dari satu pelarut ke pelarut lainnya merupakan hal yang mudah. Kegunaan yang besar dari ekstraksi adalah kemungkinan pemisahan dua senyawa atau lebih berdasarkan perbedaan koefisien distribusinya. Jika suatu senyawa terlarut mempunyai KD lebih besar dari satu, dan lainnya kurang dari satu, ekstraksi sekali akan menghasilkan pemisahan hampir sempurna. Keadaan yang menguntungkan hanya terjadi jika dua senyawa terlarut mempunyai senyawa kimia sangat beda. Jika dua senyawa terlarut serupa atau tidak sama, koefisien distribusinya, ekstraksi sekali hanya akan terjadi pemisahan sebagian dengan memperkaya suatu senyawa terlarut lainnya dengan pelarut lainnya. Jika diinginkan pemisahan yang cukup memadai proses ini harus diulang beberapa kali. Oleh karena itu, maka dalam percobaan ini digunakan ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut) untuk menentukan tetapan distribusi (KD) asam asetat.

      B. Tujuan Praktikum

      Tujuan dilakukan praktikum terhadap percobaan ekstraksi pelarut ini adalah sebagai berikut :

      1. Untuk melakukan pemisahan dengan cara ekstraksi pelarut.
      2. Untuk menentukan tetapan distribusi (Kp) asam asetat dalam sistem organik-cair.

      C. Prinsip Percobaan

      Percobaan ini didasarkan pada proses pemisahan dengan teknik esktraksi pelarut dan efisien ekstraksi dari dua senyawa atau lebih yang dipisahkan berdasarkan perbedaan koefisien distribusinya (Kp).

      Bab II. Kajian Pustaka

      A. Pengertian Ekstraksi

      Ekstraksi adalah metode pemisahan suatu zat terlarut dengan menggunakan pelarut. Metode ini lebih memungkinkan dibandingkan metode incinerator untuk menghilangkan dioksin dalam limbah cairan industry dan kertas. Karena limbah dalam fasa cair maka digunakan proses ekstraksi cair-cair. Pemilihan pelarut yang cocok merupakan faktor penting untuk mendukung keberhasilan dalam proses ekstraksi cair-cair. Ekstraksi dioksin dilakukan dengan menggunakan pelarut toluen, pemilihan ini berdasarkan sifat kimia dan fisisnya sehingga sesuai dengan criteria pelarut (Martunus, 2007).

      B. Tujuan Ekstraksi

      Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dan biota laut dengan pelarut organic tertentu. Proses ekstraksi ini berdasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif.

      Zat aktif akan larut dalam pelarut organic dan karena adanya perbedaan antara konsentrasi di dalam dan konsentrasi diluar sel, mengakibatkan terjadinya difusi pelarut organik yang mengandung zat aktif keluar sel. Proses ini berlangsung terus menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel (Akhyar, 2010).

      C. Ekstraksi Cair-cair

      Proses ekstraksi cair-cair adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk pengambilan kembali asam sitrat dan asam oksalat pada industri asam sitrat baik pada proses pemisahan produk yang keluar dari fermentor maupun pada proses pengolahan limbah cairnya. Untuk mengetahui apakah proses ekstraksi lebih layak dibanding proses yang sudah dipakai selama ini, maka diperlukan pengkajian yang lebih mendalam. Pengkajian tersebut meliputi pemilihan solven yang sesuai, studi parameter-parameter ekstraksi yang berguna untuk perancangan peralatan ekstraksi maupun analisis ekonominya (Kasmiyatun, 2010).

      Ekstraksi caircair sering disebut juga dengan istilah ekstraksi solven yang merupakan proses pemisahan yang didasarkan pada beda distribusi komponen yang dipisahkan antara dua fasa cair. Ada 4 faktor penting yang berpengaruh dalam peningkatan karakteristik dan hasil dari rafinat dalam proses ekstraksi dengan pelarut DMF, yaitu temperatur, solven tratio, waktu reaksi, dan putaran pengaduk. Salah satu cara meningkatkan mutu LCO adalah dengan cara ekstraksi.Yang mana merupakan suatu metode operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Secara garis besar ekstraksi terdiri atas tiga langkah dasar, yaitu (1) proses pencampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan dipisahkan komponennya, (2) proses pembentukan fasa seimbang, (3) proses pemisahan kedua fasa seimbang (Febriyanti, 2004).

      D. Tahapan Ekstraksi Cair-cair

      Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan suatu komponen dari fasa cair kefasa cair lainnya. Operasi ekstraksi cair-cair terdiri& dari beberapa tahap, yaitu :

      1. Kontak antara pelarut (solvent) dengan fasa cair yang mengandung zat terlarut (diluent), kemudian zat terlarut akan berpindah dari fasa diluent kefasa pelarut.
      2. Pemisahan fasa yang tidak saling larut yaitu fasa yang banyak mengandung pelarut disebut fasa ekstrak danfasa yang banyak mengandung pelarut asal disebut fasa rafinat. (Degaleesan, 1976 dalam Martunus, 2007).

      E. Keunggulan Ekstraksi Cair-cair

      Teknik pengolahan limbah caira groin dustri dengan metode pengompleks, pengendapan, destilasi, pertukaran ion dan lain sebagainya telah dikenal sejak dulu. Namun, metoda-metoda tersebut dinilai tidak ekonomis. Dengan perkembangan sains dan teknologi, telah ditemukan cara pengolahan limbah cair tersebut, yaitu dengan metoda ekstraksi cair-cair/ Liquid-liquid Extraction (LLE). Keunggulan metoda ini antara lain, pelarut organik yang dipergunakan dapat didaur ulang, sehingga dapat terus digunakan, asam-asam karboksilat hasil ekstraksinya dapat dipisahkan antara satu asam dengan lainnya dan memiliki kemurnian yang tinggi.

      Dengan demikian metoda ini bermanfaat ganda. Disamping dapat membersihkan lingkungan dari pencemaran asam-asam organik yang larut dalam limbah cair, asam-asam karboksilatnya dapat dijual kembali, sebab memiliki kemurnian yang tinggi (Putranto, 2009).

      BAB III
       METODE PRAKTIKUM

      A. Alat dan Bahan

      1. Alat

      Alat yang digunakan terhadap percobaan ekstraksi pelarut ini yaitu Corong pisah, buret asam, statif dan klem, erlenmeyer, pipet volume, gelas piala, gelas ukur, gelas kimia, corong kaca, labu takar, batang pengaduk dan filler.

      2. Bahan

      Bahan yang digunakan terhadap percobaan ekstraksi pelarut ini yaitu aquades, asam asetat glasial, pelarut organik (CHCl3), larutan KOH 1 N dan indikator phenolpthalein.

      B. Prosedur Kerja

      1. Penentuan konsentrasi asam asetat total

      Adapun Prosedur kerja atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan konsentrasi asam asetat total yaitu:

      a. Dimasukkan 20 mL asam asetat yang telah diencerkan kedalam erlenmyer

      b. Ditambahkan indikator PP 3 tetes

      c. Dilakukan titrasi dengan KOH 1 N

      Dicatat volume KOH yang digunakan sampai larutan berubah warna

      e. Dihitung konsentrasi asam asetat dalam sampel

      f. Dihitung massa asam asetat yang terkandung dalam sampel

      2. Ekstraksi asam asetat dengan pelarut organik dan penentuan konsentrasi asam asetat sisa

      a. Untuk 1 kali ekstraksi

      Prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan konsentrasi asam asetat sisa untuk 1 kali ekstraksi yaitu:

      1) Dimasukkan 20 mL asam asetat kedalam corong pisah

      2) Ditambahkan 20 mL pelarut organik (CHCl3)

      3) Dikocok beberapa menit dan didiamkan hingga terbentuk dua lapisan.

      4) Dipisahkan fasa airnya

      5) Diencerkan fasa air hingga 100 mL

      6)Dimasukkan kedalam erlenmeyer

      7) Ditambahkan 3 tetes indikator PP

      8) Dilakukan titrasi dengan KOH 1 N sampai terjadi perubahan warna

      9) Dicatat volume KOH yang digunakan

      b. Untuk 2 kali ekstraksi dengan volume yang sama

      1. Dimasukkan 20 mL asam asetat encer kedalam corong pisah
      2. Ditambahkan 10 mL pelarut organik (CHCl3)
      3. Dikocok beberapa menit
      4. Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan
      5. Dipisahkan fasa airnya
      6. Dimasukkan kedalam erlenmeyer
      7. Diencerkan fasa air hingga 100 mL
      8. Ditambahkan indikator 3 tetes PP
      9. Dilakukan titrasi dengan KOH 1 N sampai terjadi perubahan warna
      10. Dicatat volume KOH yang digunakan

      Bab IV. Hasil dan Pembahasan

      A. Hasil Pengamatan

      1. Penentuan konsentrasi asam asetat total

      No.PerlakuanKesimpulan
      1. 20 mL asam asetat dimasukan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 3 tetes indicator PPLarutan bening
      2. Dititrasi dengan KOH 1NLarutan berwarna ungu muda
      3. Dihitung volume KOH yang digunakan27,9 mL

      2. Ekstraksi asam asetat dengan pelarut organik dan penentuan konsentrasi asam asetat sisa

      a) Untuk 1 kali ekstraksi

      No.PerlakuanKesimpulan
      1.20 mL asam asetat encer dimasukan ke corong pisah, kemudian ditambahkan 20 mL pelarut organik (klorofom). Dikocok beberapa menit, kemudian didiamkan hingga terbentuk 2 lapisanTerbentuk dua lapisan fasa bening
      2.Dpisahkan fasa air kedalam erlenmeyer, kemudian lapisan fasa air dimasukan ke dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 mL kemudian ditambahkan 3 tetes indikator PPBerwarna bening
      3.Dititrasi dengan KOH 1 NLarutan berwarna ungu
      4.Dicatat volume KOH yang digunakan24 mL

      b) Ekstraksi asam asetat pada 2 kali ekstraksi

      No.PerlakuanKesimpulan
      1.20 mL asam asetat dimasukan ke dalam corong pisah, kemudian ditambahkan 10 ml pelarut organik (Klorofom), dikocok bebrapa menit.Terbentuk 2 lapisanLapisan atas adalah air, lapisan bawah adalah klorofom
      2.Dipisahkan fasa air dan fasa organik, lapisan fasa air ditampung dalam Erlenmeyer, kemudian diencerkan hingga 100 ml dalam labu takar, setelah itu ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetesLarutan berwarna bening
      3.Dititrasi dengan KOH 1 N sampai terjadi perubahan warna.Larutan berwarna ungu muda
      4.Dicatat volume KOH yang digunakan25,6 mL

      B. Reaksi Lengkap

      CH3COOH + KOH CH3COOK + H2O

      C. Perhitungan

      1. Penentuan kosentrasi asam asetat total

      V KOH = 27,9 mL

      V asam asetat = 20 mL

      V x N asam asetat = V x N KOH

      20 mL x N = 27,9 mL x 1 M

      N asam asetat = 1,395 M

      Massa CH3COOH = mol x Mr CH3COOH

      = (M x V) x Mr CH3COOH

      = (1,395 x 20) x Mr CH3COOH

      = 55,8 x 60 = 1674 mg = 1,674 gram

      2. Ekstraksi asam asetat dengan pelarut organic dalam penentuan konsentrasi asam asetat

      a) Untuk 1 x ekstraksi

      V CH3COOH = 100 mL = 0,1 L

      V KOH ;= 24 mL = 0,024 L

      N KOH = 1 N

      (V x N) asam asetat = (V x N) KOH

      0,1 L x N = 0,024 L x 1 N

      N =

      [CH3COOH]air = 0,24 N

      [CH3COOH]organic = [CH3COOH]total – [CH3COOH]air

      = (1,395 -0,24) N

      = 1,155 N

      Massa CH3COOH dalam air = mol x Mr CH3COOH

      = (M x V) x Mr CH3COOH

      = (0,24 x 0,1) 60

      = 1,44 gram

      m CH3COOH dalam CHCl3= m CH3COOHtot – m CH3COOH dlm air

      =1,674 gram – 1,44 gram

      = 0,234 gram

      b) Untuk 2x ekstraksi

      V KOH = 25,6 mL = 0,0256 L

      [CH3COOH]air

      = 0,256 N

      [CH3COOH]org = [CH3COOH]total – [CH3COOH]air

      = 1,395 – 0,256

      = 1,139 N

      Massa CH3COOH dalam air = mol x Mr CH3COOH

      = (M x v) x Mr CH3COOH

      = (0,256 x 0,1) x 60

      = 1,536 gram

      m CH3COOH dalam CHCl3 = m CH3COOHtot – mCH3COOH dlm air

      = 1,674 gram – 1,536 gram

      = 0,138 gram

      3. Penentuan koefisien distribusi (KD)

      a) Untuk 1x ekstraksi

      KD =

      = 6,15384615

      b) Untuk 2x ekstraksi

      KD =

      = 11,1304348

      D. Pembahasan

      Ekstraksi merupakan proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik ataupun anorganik, untuk analiss makro maupun mikro. Ekstraksi terbagi menjadi dua yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Pada percobaan ini ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut).

      Ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fasa pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fasa pertama dan sebagian pelarut pada fasa kedua, lalu kedua fasa yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fasa cair, dan komponen kimia akan terpisah dalam kedua fasa tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.

      Prinsip percobaan ini didasari oleh hukum Distribusi Nerst yaitu zat terlarut akan terbagi dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga dalam keadaan setimbang, perbandingan kedua zat akan konstan. Ekstraksi pelarut ini menggunakan dua jenis pelarut yaitu asam asetat dan pelarut organik (CH3Cl). Sebelum melakukan ektraksi terlebih dahulu melakukan standarisasi asam asetat dengan cara titrasi. Hal ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi asam asetat yang akan digunakan pada saat ekstraksi.

      Percobaan ekstraksi pelarut dilakukan untuk menentuan koefisien distribusi asam asetat dalam pelarut organik yaitu CHCl3 dan pelarut murni yaitu air. Digunakan pelarut organik CHCl3 mengingat bahwa pelarut ini bersifat non polar sehingga tidak bercampur dengan pelarut air yang akhirnya akan dapat ditentukan seberapa besar asam asetat yang terdistribusi dalam CHCl3 dan air. Langkah awal yang dilakukan dalam penentuan koefisien distribusi asam asetat ini yaitu menentukan konsentrasi asam asetat total.

      Dalam menentukan konsentrasi asam asetat dilakukan standarisasi asam asetat menggunakan larutan KOH 1 N. Standarisasi ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi asam asetat yang digunakan. Pada standarisasi dimasukan 20 mL asam asetat ke dalam erlenmeyer digunakan indikator phenolpthalein untuk menunjukkan keadaan dimana jumlah mol asam asetat sama dengan jumlah mol KOH. Saat titrasi KOH dan asam asetat terjadi perubahan warna, maka tepat habis bereaksi atau biasa disebut titik akhir titrasi. Setelah larutan berubah warna, maka dihentikan proses titrasi dan volume KOH yang digunakan yaitu sebesar 27,9 mL.

      Pengamatan selanjutnya, yaitu ekstraksi asam asetat dalam pelarut organik (kloroform) untuk 1 ekstraksi. Mula-mula 20 mL asam asetat dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 20 mL pelarut organik CHCl3­ ­(kloroform). Dilakukan penggocokan larutan yang terdapat dalam corong pisah. Tujuan dilakukan pengocokan adalah agar larutan asam asetat dengan kloroform menjadi homogen dan agar asam asetat mampu terdistribusi dalam CHCl­3 dan H2O. Dilakukan pengocokan dan didiamkan selama beberapa menit agar molekul-molekul dalam komponen larutan menjadi stabil hingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan lapisan kloroform. Lapisan atas adalah air dan lapisan bawah adalah kloroform.

      Terbentuknya dua lapisan menunjukkan bahwa kloroform dan air tidak saling bercampur. Tidak bercampurnya kedua pelarut ini disebabkan oleh perbedaan sifat polaritas dari kedua larutan, dimana air sebagai pelarut polar sedang kloroform sebagai pelarut nonpolar. Kloroform berada pada lapisan bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar daripada air dan pada lapisan atas didapatkan pelarut air yang agak keruh. Kekeruhan ini menunjukkan bahwa dalam pelarut air telah ada asam asetat yang terdistribusi di dalamnya begitupun pada pelarut organik kloroform.

      Untuk mengetahui seberapa besar asam asetat yang terdistribusi dalam kedua pelarut ini, maka lapisan air dipisahkan dan dilakukan titrasi lapisan airnya dengan menggunakan KOH 1 M. Lapisan organik dalam hal ini kloroform tidak digunakan dalam titrasi mengingat bahwa dalam pelarut ini asam asetat tidak larut sehingga apabila dilakukan titrasi maka tidak dapat diketahui seberapa besar asam asetat yang terdistribusi di dalamnya. Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan dari corong dengan jalan membuka kran corong dan dijaga agar jangan sampai lapisan atas ikut mengalir keluar. Lapisan air diencerkan hingga 100 mL untuk mengefisiensikan larutan baku primer KOH yang digunakan. Setelah itu, ditambahkan indikator phenolpthalien dan dilakukan titrasi. Pada saat larutan berubah warna, maka dihentikan proses titrasi dan volume KOH yang digunakan sebesar 24 mL. Berdasarkan perhitungan, maka diperoleh koefisien distribusi (KD) asam asetat untuk ekstraksi yaitu 6,15384615.

      Pengamatan selanjutnya yaitu ekstraksi asam asetat dalam pelarut organik kloroform untuk 2 ekstraksi. Perlakuan yang dilakukan tak jauh berbeda dengan saat ekstraksi hanya saja volume pelarut yang digunakan harus dibagi dua agar dapat diulangi dua kali. Langkah pertama 20 mL asam asetat ditambahkan dengan 10 mL kloroform lalu diekstraksi dan dipisahkan fase airnya. Selanjutnya fase air tersebut ditambahkan 10 mL kloroform dan diekstraksi kembali. Kemudian fase airnya dititrasi dengan KOH 1 N dengan pemakaian volume sebesar 25,6 mL. Koefisien distribusi (KD) yang diperoleh pada ekstraksi yaitu 11,1304348.

      Bab V. Penutup

      A. Kesimpulan

      Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, hasil pengamatan yang diperoleh bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut:

      1. Ekstraksi pelarut atau biasa dikenal dengan ekstraksi penyarian, merupakan suatu proses pemisahan dimana suatu zat terdistribusi dalam dua pelarut yang tidak bercampur. Kegunaan besar dari penyarian ini adalah kemungkinan untuk pemisahan dua senyawa atau lebih berdasarkan koefisien distribusinya (KD).
      2. Nilai koefisien distribusi (KD) untuk 1x ekstraksi sebesar 6,15384615dan 2x ektraksi sebesar 11,1304348.
    1. Laporan Praktikum Sistem Terner Cair Cair

      Praktikum Sistem Terner Cair Cair

      Bab I. Pendahuluan

      A. Latar Belakang

      Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai fungsi suhu dan tekanan. alam diagram fasa, diasumsikan bahwa zat tersebut diisolasi dengan baik dan tidak ada zat lain yang masuk atau keluar sistem.

      Ektraksi adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik ataupun anorganik, untuk analiss makro maupun mikro. Alat yang digunakan berupa corong pisah (paling sederhana), alat ekstraksi sokhlet, sampai yang paling rumit berupa alat counter current craig.

      Ekstraksi terbagi atas dua yaitu ekstraksi padat-cair (Leaching) dan ekstraksi cair-cair (Ekstraksi pelarut). Ekstraksi padat-cair yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Sedangkan ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut) adalah proses pemindahan suatu komponen campuran cairan dari suatu larutan ke cairan yang lain (yaitu pelarutnya).

      Percobaan diagram terner (zat cair tiga komponen) ini bertujuan untuk membuat kurva kelarutan suatu cairan (benzena) yang terdapat dalam dua campuran tertentu (kloroform dan air). Prinsip percobaan ini adalah “like dissolve like”, yaitu suatu senyawa terlarut sempurna pada pelarut yang kepolarannya cenderung sama, misalnya senyawa polar terlarut pada pelarut polar, ataupun sebaliknya. Selain itu juga menggunakan prinsip kelarutan tiga komponen menurut “aturan fasa Gibbs”.

      B. Tujuan Percobaan

      Tujuan dari praktikum ini adalah :

      1. Menggambarkan diagram sistem terner cair-cair, air kloroform-asam cuka.
      2. Menentukan garis dasi (tie line).

      C. Prinsip Percobaan

      Prinsip percobaan dari percobaan ini adalah didasarkan pada hubungan kelarutan dari sistem 3 komponen yaitu kloroform (CHCl3), asam asetat (CH3COOH), dan air (H2O), dengan menentukan massa jenis dari masing-masing sampel.

      Bab II. Kajian Pustaka

      Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem yang dapat dipisahkan secara mekanik serba sama dalam hal komposisi kimia dan sifat-sifat fisika. Jadi suatu sistem yang mengandung cairan dan uap masing-masing mempunyai bagian daerah yang serba sama. Dalam fasa uap, kerapatannya serba sama di semua bagian pada uap tersebut. Dalam fasa cair, kerapatannya serba sama di semua bagian pada cairan tersebut, tetapi nilai kerapatannya berbeda dengan di fasa uap. Sistem yang terdiri atas campuran wujud gas saja hanya ada satu fasa pada kesetimbangan sebab gas selalu bercampur secara homogen.

      Dalam sistem yang hanya terdiri atas wujud cairan-cairan pada kesetimbangan bisa terdapat satu fasa atau lebih, tergantung pada kelarutannya. Padatan-padatan biasanya mempunyai kelarutan yang lebih terbatas dan pada suatu sistem padat yang setimbang bisa terdapat beberapa fasa padat yang berbeda. Jumlah komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum dari spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi setiap fasa dalam sistem tersebut (Nadia, 2014).

      Dua fasa dikatakan berada dalam kesetimbangan jika temperatur, tekanan dan potensial kimia dari masing-masing komponen yang terlibat di kedua fasa bernilai sama. Salah satu alat yang digunakan untuk memperoleh data kesetimbangan antara fasa liquid dan fasa gas adalah Glass Othmer Still. Adapun hal-hal yang berpengaruh dalam sistem kesetimbangannya yaitu Tekanan (P), Suhu (T), konsentrasi komponen A dalam fase liquid (x) dan Konsentrasi komponen A dalam fase uap (y). Pada penelitian ini digunakan bahan baku etanol dari hasil fermentasi rumput gajah yang sudah didestilasi dengan kadar etanol 96 % dan etanol Pro Analisis dengan kadar 99,8 %.

      Dari data yang diperoleh, dibuat kurva kesetimbangan uap–cair sistem biner etanol–air. Analisa bahan baku dan produk menggunakan spektrofotometer pharo 100 atau Gas Kromatografi (GC). Dari penelitian sistem biner yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, dalam penelitian tersebut masih diperlukan kesetimbangan uap–cair sistem biner untuk menghasilkan data yang akurat dan model korelasi yang dapat diaplikasikan untuk memperkirakan kesetimbangan uap–cair sistem multikomponen (Sari, 2010).

      Model-model termodinamika seperti equation of state (EoS) atau activity coefficient digunakan untuk mengkorelasi data-data eksperimen tersebut sehingga dapat diperoleh parameter interaksi yang optimal dimana parameter interaksi ini merupakan hasil optimasi atau fitting parameter pada korelasi data kesetimbangan uap–cair dan cair–cair dengan model termodinamika tertentu. Selanjutnya, parameter interaksi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi data kesetimbangan uap–cair atau cair–cair yang dibutuhkan sehingga dapat dihasilkan grafik kesetimbangan yang digunakan untuk mendesain kolom distilasi (Hartanto, 2014).

      Sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian.

      Penambahan zat C ke dalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B. Untuk satu fasa kita membutuhkan dua derajat kebebasan untuk menggambarkan sistem secara sempurna dan untuk dua fasa dalam kesetimbangan, satu derajat kebebasan. Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga koponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam istilah % berat atau fraksi mol.

      Puncak-puncak dihubungkan ke titik tengah dari sisi yang berlawanan yaitu Aa, Bb, Cc. Titik nol mulai titik a, b, c dan titik A, B, C menyatakan komposisi adalah 100 % atau satu. Jadi garis-garis Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi komponen A, B, C. Lebih lanjut, segitiga adalah sama sisi, jumlah jarak-jarak garis tegak lurus dari sembarang titik dalam segitiga ke sisi-sisi adalah konstan dan sama dengan panjang garis tegak lurus antara sudut dan pusat dari sisi yang berlawanan yaitu 100 % atau satu. Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai fungsi suhu dan tekanan. Contoh khas diagram fasa tiga komponen adalah air, kloroform, dan asam asetat.

      Dalam diagram fasa bahwa zat tersebut diisolasi dengan baik dan tidak ada zat lain yang masuk maupun keluar dari sistem ini. Asam asetat lebih suka pada air dibandingkan kloroform oleh karenanya bertambahnya kelarutan kloroform dalam air lebih cepat dibandingkan kelarutan air dalam kloroform. Penambahan asam asetat berlebih akan membawa sistem bergerak ke daerah atau satu fasa (fasa tunggal). Namun demikian saat komposisi mencapai titik a3, ternyata masih ada dua lapisan maupun sedikit. Setelah penambahan asam asetat diteruskan, pada saat akan menjadi satu fasa yaitu pada titik P. Titik P disebut pleit point atau titik jalin yaitu semacam titik kritis (Rahmawati, 2014).

      Kloroform yang kelarutannya dalam air sangat kecil, jika ditambahkan asam cuka, maka kelarutannya bertambah besar. Hal ini disebabkan bahwa asam cuka mudah larut dalam air dan begitu juga asam cuka dapat larut dalam kloroform dalam berbagai perbandingan. Bentuk diagram hasil kelarutan tersebut dilukis dalam segitiga sama sisi yang terjadi pada suhu dan tekanan yang tetap (Anonim, 2015).

      Simulasi pemisahan sistem terner Metanol–Etanol–1-Propanol (MEP) pada tekanan atmosfer menggunakan destilasi batch sederhana telah diteliti. Peta kurva residu kemudian dibuat untuk dilihat apakah sistem tersebut mempunyai campuran azeotropik atau campuran zeotropik. Peta kurva residu dari sistem terner MEP tersebut dibandingkan pula dengan peta kurva residu dari sistem terner Aseton–n-Butanol–Etanol. Untuk menghitung tekanan uap jenuh digunakan persamaan Antoine berdasarkan kondisi atmosferik.

      Koefisien aktivitas dihitung menggunakan persamaan UNIQUAC.Forward-finite-difference digunakan untuk menghitung komposisi dibagian bawah kolom pada waktu yang ditentukan dari komposisi awal MEP. Beberapa nilai-nilai awal komposisi MEP yang telah dipilih untuk melengkapi peta kurva residu dengan simulasi menggunakan bahasa MathLab versi 6.1. Hasil menunjukkan bahwa secara simulasi sistem terner MEP adalah campuran zeotropik, tanpa mempunyai campuran azeotropik biner dari masing-masing komponennya. Peta kurva residu sistem terner MEP kemudian dibandingkan dengan literatur dan divalidasi secara hubungan topologi antara jumlah noda tidak stabil, jumlah noda stabil dan jumlah sadel (Sari, 2006).

      Bab III. Metode Praktikum

      A. Alat dan Bahan

      1. Alat

      Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu Buret 50 mL, Statif dan Klem, Botol semprot, Filler, Erlenmeyer 250 mL, Pipet volume 25 mL, Labu takar 100 mL, Gelas ukur 100 mL, Gelas kimia 500 mL.

      2. Bahan

      Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu Kloroform (CHCl3), Asam asetat, Aquades, NaOH 0,2 N, Indikator phenoptalin.

      B. Prosedur Kerja

      1. Penentuan Densitas
      1. Tiga buret disiapkan, masing-masing berisi air, kloroform, dan asam asetat.
      2. Ditimbang berat kosong gelas kimia.
      3. Siapkan 3 gelas kimia kosong masing-masing dimasukkan ke dalam gelas kimia 5 mL air untuk gelas kimia yang ke I, 5 mL asam asetat untuk gelas kimia yang ke II, dan 5 mL kloroform pada gelas kimia yang ke III.
      4. Ditimbang gelas kimia I, II dan III
      5. Ditentukan densitas masing-masing campuran
      2. Asam Asetat dalam Air dititrasi dengan Kloroform
      1. Disiapkan 10%, 25%, 40%, dan 60% asam asetat dalam air (disiapkan 20 gram untuk masing-masing)
      2. Keempat larutan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
      3. Dititrasi dengan kloroform (CHCl3)
      3. Asam Asetat dalam Kloroform dititrasi dengan Air
      1. Disiapkan sebanyak 10%, 25%, 40%, dan 60% asam asetat dalam kloroform
      2. Keempat larutan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
      3. Dititrasi dengan air hingga keruh

      3.2.4        Penentuan Garis Dasi

      a.       Disiapkan sekitar 40 mL campuran dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, dan 40% asam asetat dengan 45 % kloroform dalam masing-masing sistem sisanya adalah air.

      b.      Setiap 5 mL cairan masing-masing dititrasi dengan NaOH 0,2 N, kemudian digunakan phenoptalin sebagai indicator.

      BAB IV

      HASIL DAN PEMBAHASAN

      4.1  Data Pengamatan

      4.1.1        Penentuan Densitas

      No.PerlakuanPengamatan
      1.Ditimbang berat kosong gelas kimia30,14 gram
      2.Dimasukkan 5 mL air ke dalam gelas kimia dan ditimbang34,90 gram dengan berat air 4,70 gram
      3.Dimasukkan 5 mL asam asetat ke dalam gelas kimia dan ditimbang35,8 gram dengan berat asam asetat 5,66 gram
      4.Dimasukkan 5 mL kloroform ke dalam gelas kimia dan ditimbang37,87 gram dengan berat kloroform 7,73 gram

      4.1.2        Asam Asetat dalam Air dititrasi dengan Kloroform

      No.PerlakuanPengamatan
      SebelumSesudah
      1.10 % berat asam asetat dalam air dititrasi dengan kloroformLarutan beningPutih keruh, terpisah kloroform terpakai = 1,2 mL
      2.25 % berat asam asetat dalam air dititrasi dengan kloroformLarutan beningLarutan terpisah, volumE kloroform terpakai 2,40 mL
      3.40 % berat asam asetat dalam air dititrasi dengan kloroformLarutan beningkeruh, terpisah kloroform terpakai = 2,2 mL
      4.60 % berat asam asetat dalam air dititrasi dengan kloroformLarutan beningkeruh, terpisah kloroform terpakai = 2,9 mL

      4.1.3        Asam Asetat dalam Kloroform dititrasi dengan Air

      No.PerlakuanPengamatan
      SebelumSesudah
      1.10 % asam asetat dalam kloroform dititrasi dengan airBening terpisahKeruh, terpisahV air = 1 mL 
      2.25 % asam asetat dalam kloroform dititrasi dengan airBening terpisahKeruh, terpisahV air = 0,5 mL 
      3.40 % asam asetat dalam kloroform dititrasi dengan airBening terpisahKeruh, terpisahV air = 2,3 mL
      4.60 % asam asetat dalam kloroform dititrasi dengan airBening terpisahKeruh, terpisahV air = 5 mL

      4.1.4        Penentuan Garis Dasi

      No.PerlakuanPengamatan
      SebelumSesudah
      1.Campuran 10% asam asetat ditambahkan 45% kloroform dan sisanya air. Dititrasi dengan KOH 1 N dengan indikator phenoptalinBeningLarutan berwarna jingga.Volume KOH = 10,2 mL
      2.Campuran 20% asam asetat ditambahkan 45% kloroform dan sisanya air. Dititrasi dengan KOH 1 N dengan indikator phenoptalinBeningLarutan berwarna jingga.Volume  KOH = 28,5 mL
      3.Campuran 30% asam asetat ditambahkan 45% kloroform dan sisanya air. Dititrasi dengan KOH 1 N dengan indikator phenoptalinBeningLarutan berwarna jingga.Volume KOH = 45 mL
      4.Campuran 40% asam asetat ditambahkan 45% kloroform dan sisanya air. Dititrasi dengan KOH 1 N dengan indikator phenoptalinBeningLarutan berwarna jingga.Volume KOH = 53,2 mL

      4.2  Reaksi yang Terjadi

      Reaksi kimia yang terjadi dalam percobaan ini, yaitu :

      CH3COOH(aq) + KOH(aq) ® CH3COOK(aq) + H2O(l)

      4.3  Perhitungan

      4.3.1    Penentuan massa jenis (densitas)

      Dik :    Massa botol kosong = 30,14 gram

      Massa botol + air = 34,90 gram

      Volume air = 4,76 mL

      Dit       : ρair = … ?

      Peny    :

      Massa air =  34,90–30,14 = 4,76 g

                            ρair =  =  = 0,952 g/mL

      Dengan cara yang sama, maka dapat diketahui massa jenis untuk masing-masing sampel yang disajikan dalam bentuk tabel berikut :

      Tabel : Densitas sampel

      SampelVolume (ml)massa gelas kosong (g)massa botol + sampel (g)massa (g)ρ (g/ml)
      Air530,1434,904,760,952
      Kloroform530,1437,877,731,546
      As. Asetat530,1435,85,661,132

      4.3.2   Penentuan mol (n) dan fraksi mol (x) diagram tiga komponen

            Dik :    Massa campuran          = 20 gram

      % asam asetat              = 10%

      Volume kloroform      = 1,2 mL

      Dit :     Mol dan fraksi mol masing-masing zat = … ?

      Peny : Massa asam asetat        =  = 2 g

      Massa air                     = 20 g – 2 g = 18 g

      mol asam asetat         =  =  = 0,033 mol

      mol air                       =  =  = 1 mol

      mol kloroform           =  =  = 0,0155 mol

      Mol total   = 0,033 mol + 1 mol + 0,0155 mol

      = 1,0485 mol

      fraksi mol asam asetat=  =  = 0,03147

      fraksi mol air             =  =  = 0,95374

      fraksi mol kloroform  =  =  = 0,01479

      Dengan cara yang sama, maka dapat diketahui mol dan fraksi mol tiap zat dalam campuran asam asetat dengan air asam serta asetat dengan kloroform pada konsentrasi asam asetat 25, 40, dan 60%, tersaji dalam bentuk tabel :

      Tabel : Komposisi masing-masing komponen dalam campuran asam asetat  air yang dititrasi dengan kloroform

      % Asam AsetatSampelKadarMolFraksi Mol
      10 %as. Asetat2 g0,0330,03147
      Air18 g10,95374
      kloroform1,2 mL0,01550,01479
      25 %as. asetat5 g0,08330,0879
      Air15 g0,8330,8793
      kloroform2,40 mL0,0310,0327
      40 %as. asetat8 g0,1330,1605
      Air12 g0,6670,8051
      kloroform2,2 mL0,02840,034
      60 %as. asetat12 g0,20,2935
      Air8 g0,4440,6515
      kloroform2,9 mL0,03750,055

      Tabel. Komposisi masing-masing komponen dalam campuran asam asetat-kloroform yang dititrasi dengan air

      % Asam AsetatSampelKadarMolFraksi Mol
      10 %as. asetat2 g0,0330,1395
      kloroform18 g0,15060,6365
      Air1 mL0,0530,224
      25 %as. asetat5 g0,08330,3542
      kloroform15 g0,12550,5336
      Air0,5 mL0,02640,1122
      40 %as. asetat8 g0,1330,3746
      kloroform12 g0,100420,2829
      Air2,3 mL0,12160,3425
      60 %as. asetat12 g0,20,3795
      kloroform8 g0,0670,1271
      Air5 mL0,260,4934

      4.3.3 Penentuan Garis Dasi

      Konsentrasi asam asetat

      V1 = volume KOH = 10,2Ml

      N1 = normalitas KOH = 1 N

      V2 = volume asam asetat = 5 mL

      N2 = normalitas asam asetat =          ?

      V1 x N1 = V2 x N2

      N2     =

      =

      = 2,04 N

      Dengan cara yang sama diperoleh normalitas asam asetat 20%,  30% dan 40% separti dalam tabel berikut:

      Tabel : Normalitas asam asetat 10%, 20%, 30% dan 40%

      % Asam AsetatNormalitas Asam Asetat (N)
      10%2,04
      20%5,7
      30%9
      40%10,64

      Dik    :

      % asam asetat           = 10%

      % kloroform              = 45%

      % air                          = 45%

      Volume  campuran                = 20 mL

      Dit     : mol dan fraksi mol masing-masing zat = … ?

      Peny: V asam asetat  =  = 2 mL

      mol asam asetat         = 

                                          =  = 0,038 mol

      V kloroform                =  = 9 mL

      Mol kloroform             = 

                                          =  = 0,1164 mol

      V air                            =  = 9 mL

      Mol air                         = 

                                          =  = 0,476 mol

      Mol total  = 0,038 mol + 0,1164 mol + 0,476 mol

                      = 0,6304 mol

      X asam asetat              =  = 

                                          = 0,0603 mol

      X kloroform                = 

      = 0,1846 mol

      X air                            = 

      = 0,7551 mol

      Fraksi mol total           = 0,0603 mol + 0,1846 mol + 0,7551 mol

                                                      = 1

      Dengan cara yang sama, maka dapat diketahui mol dan fraksi mol tiap zat untuk konsentrasi asam asetat 20%, 30% dan 40%, yang disajikan dalam bentuk tabel berikut :

      Tabel : Komposisi masing-masing komponen dalam campuran asam asetat-air kloroform yang dititrasi dengan KOH 1 N

      SampelV (ml)ρ (g/ml)Molfraksi mol
      Asam asetat21,1320,0380,0603
      Kloroform91,5460,11640,1846
      Air90,9520,4760,7551
      Asam asetat41,1320,07540,1342
      Kloroform91,5460,11640,2071
      Air70,9520,37020,6869
      Asam asetat61,1320,11320,2291
      Kloroform91,5460,11640,2356
      Air50,9520,26440,5352
      Asam asetat81,1320,15090,3542
      Kloroform91,5460,11640,2732
      Air30,9520,15870,3725

      Keterangan :

      CHCl3             =0,3

      H2O                 = 0,5

      CH3COOH     = 0,2

      Gambar. Diagram fasa tiga komponen asam asetat 30% dalam kloroform

      4.4  Pembahasan

      Ekstraksi adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Ekstraksi terbagi menjadi dua yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Sehingga ekstraksi yang digunakan dalam percobaan ini adalah ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut).

      Ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fasa pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fasa pertama dan sebagian pelarut pada fasa kedua, lalu kedua fasa yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fasa cair, dan komponen kimia akan terpisah dalam kedua fasa tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.

      Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil.

      Pada percobaan kali ini dilakukan sistem terner cair-cair, dengan tujuan untuk menggambarkan diagram sistem terner cair-cair, air kloroform-asam cuka dan menentukan garis dasi (tie line). Prinsip percobaan ini didasarkan pada hubungan kelarutan dari sistem 3 komponen yaitu kloroform (CHCl3), asam asetat (CH3COOH), dan air (H2O), dengan menentukan massa jenis dari masing-masing sampel. Hal ini dilakukan beberapa kali dengan perbandingan asam asetat yang berbeda untuk mencari perbandingan yang mana yang mampu mencampur ketiga komponen ini.

      Tahap pertama pada percobaan ini adalah menentukan densitas masing-masing sampel. Sampel yang digunakan adalah air (H2O), kloroform (CHCl3) dan asam cuka/asetat (CH3COOH). Pada tahap penentuan densitas, perlakuan pertama yang dilakukan dengan menimbang gelas kimia sehingga berat yang diperoleh setelah penimbangan yaitu 30,14 gram. Kemudian dimasukkan sampel ke dalam gelas kimia dengan volume 5 mL. Maka, setelah dilakukan penimbangan diperoleh berat air (H2O) 4,70 gram, kloroform (CHCl3) 7,73 gram dan asam cuka/asetat (CH3COOH) 5,66 gram. Setelah mendapatkan data tersebut maka dapat ditentukan massa jenis tiap-tiap sampel air 0,952, kloroform 1,546, dan asam asetat 1,132.

      Tahap kedua pada percobaan ini yaitu dengan membuat asam asetat dengan konsentrasi bervariasi yaitu 10 %, 25%, 40%, dan 60%, kemudian masing-masing larutan tersebut dititrasi dengan menggunakan volume kloroform 1,2 mL, 2,40 mL, 2,2 mL, dan 2,9 mL, maka dapat ditentukan mol dan fraksi mol dari asam asetat, air dan kloroform secara berturut-turut untuk 10% adalah untuk mol asam asetat 0,033, mol air 1 dan mol kloroform 0,0155, sedangkan untuk fraksi mol asam asetat 0,03147, fraksi mol air 0,95374  dan fraksi mol kloroform 0,01479. Proses titrasi ini dilakukan untuk mengetahui keseimbangan campuran dalam sistem terner cair-cair tersebut. Bila telah tercapai kesetimbangan maka kita dapat memperoleh jumlah perbandingan mol yang konstan.

      Perlakuan selanjutnya dengan cara yang sama, tetapi campurannya adalah asam asetat didalam kloroform dan dititrasi dengan volume air yang digunakan 1 mL untuk 10%, volume air yang digunakan 0,5 mL untuk 25%, volume air yang digunakan 2,3 mL untuk 40% dan volume air yang digunakan 5 mL untuk 60% yang digunakan pada saat titrasi. Dari data yang sama pada perlakuan sebelumnya, maka diperoleh mol dan fraksi mol masing-masing sampel dalam persen tertentu pada larutan 10% yaitu untuk mol asam asetat 0,033, kloroform 0,1506, dan air 0,053, sedangkan fraksi mol asam asetat 0,1395, kloroform 0,6365, dan air 0,224. Proses titrasi ini dilakukan untuk mengetahui keseimbangan campuran dalam sistem terner cair-cair tersebut. Bila telah tercapai kesetimbangan maka kita dapat memperoleh jumlah perbandingan mol yang konstan.

      Tahap terakhir pada percobaan ini yaitu menentukan garis dasi (tie line) dengan cara membuat larutan campuran asam asetat dengan konsentrasi yang bervariasi 10%, 20%, 30% dan 40%, kemudian masing-masing campuran ditambahkan 45% kloroform dan sisanya air. Masing-masing larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda dititrasi dengan KOH 1 N dengan volume KOH masing-masing yang digunakan yaitu 10,2 mL, 28,5 mL, 45 mL, dan 53,2 mL, dan dilakukan pula penambahan indikator phenoptalin.

      Berdasarkan pengamatan yang diamati mula-mula semua larutan bening setelah dititrasi semua larutan berwarna jingga. Dari hasil data yang didapatkan maka dapat ditentukan massa jenis tiap sampel yaitu untuk asam asetat 1,132 g/mL dengan molnya 0,038 dan fraksi molnya yaitu 0,0603, kemudian pada kloroform hasilnya yaitu 1,546 g/mL, 0,1164, dan 0,1846 dan pada air yaitu 0,952 g/mL, 0,476 dan fraksi molnya yaitu 0,7551 untuk campuran 10%. Ada pun garis dasi (tie line) dari fraksi tersebut dapat dilihat pada analisis data.

      BAB V

      SIMPULAN

      Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

      a.       Sistem terner cair-cair merupakan penambahan komponan ke-3 pada dua komponan yang tidak saling bercampur. Misalnya, larutan asam asetat yang sangat mempengaruhi kelarutan baik dalam air maupun dalam kloroform.

      b.      Salah satu cara menggambarkan sistem terner cair-cair adalah dengan penggambaran diagram fasa tiga komponen. Dari diagram ini, dapat ditentukan sebuah garis dasi (tie line). Garis dasi menunjukkan keadaan dimana kesetimbangan komponen-komponen saat bercampur.

      DAFTAR PUSTAKA

      Anonim. (2015). Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Kendari: Universitas HaluOleo.

      Hartanto, D. (2014). Review Model dan Parameter Interaksi pada Korelasi Kesetimbangan Uap-Cair dan Cair-Cair Sistem Etanol (1) + Air (2) + Ionic Liquids (3) dalam Pemurnian Bioetanol. Jurnal Rekayasa Proses, 8 (1), 1 – 11.

      Nadia, A. (2014). Kesetimbangan Fasa. Jurnal Praktikum Kimia Fisik II, 1 – 11.

      Rahmawati, H. (2014). Kesetimbangan Fasa. Jurnal Praktikum Kimia Fisik II, 1-11.

      Sari, Ni Ketut. (2010). Data Kesetimbangan Uap-Air dan Ethanol-Air dariHasil Fermentasi Rumput Gajah. Jurnal Teknik Kimia, 5 (1), 363 – 372

      Sari, N.K., Kuswandi, Soewarno, N., & Handogo, R. (2006). Komparasi Peta Kurva Residu Sistem Terner Aseton-n-Butanol-Etanol dengan Metanol-Etanol-Propanol. Reaktor, 10 (2), 75 – 81

    2. Laporan Praktikum Penentuan Kadar Kafein dalam Kopi

      Laporan Praktikum Penentuan Kadar Kafein dalam Kopi

      Berikut ini laporan praktikum penentuan kadar kafein dalam kopi. Praktikum ini bertujuan untuk mengisolasi dan menentukan kadar kafein dalam kopi.

      Praktikum Penentuan Kadar Kafein

      Bab I. Pendahuluan

      A.  Latar Belakang

      Di era globalisasi  ini, kebanyakan orang sibuk dengan urusan mereka masing-masing, baik urusan pribadi maupun urusan pekerjaan, jika telah manyangkut urusan  pekerjaan  kebanyakan dari mereka tidak menghiraukan waktu, apalagi dengan tugas-tugas atau pekerjaan yang belum terselesaikan, mereka akan rela tidak tidur sehingga waktu istirahat mereka terganggu dan yang sering dilakukan adalah membawa makanan ringan dan minuman sebagai teman dalam menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai itu, minum kopi adalah salah satu yang banyak diminati selain menghangatkan badan, kopi juga sebagai penghilang rasa kantuk agar lebih giat beraktivitas.

      Kopi sering disalahkan karena kandungan utamanya, yaitu kafein. Kafein adalah zat alami yang ditemukan dalam daun, biji, atau buah-buahan, di lebih dari 60 tanaman. Ini termasuk kopi, biji kakao, kacang cola dan daun teh yang digunakan untuk membuat banyak minuman ringan favorit atau minuman seperti kopi, teh, minuman cola, dan berbagai makan seperti cokelat.

      Kafein itu sendiri adalah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan mempunyai rasa yang pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafein berperan sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan mematikan serangga-serangga tertentu yang memakan tanaman tersebut. Pada umumnya kafein dikonsumsi oleh manusia dengan mengekstraknya dari biji kopi dan daun teh.

      Oleh karena itu agar dapat menambah pengetahuan khususnya mahasiswa untuk dapat mengisolasi dan menentukan kadar kafein dalam kopi maka diadakan praktikum “ Penentuan kadar kafein dalam kopi “.

      B. Tujuan Praktikum

      Tujuan yang dicapai pada praktikum ini yaitu dapat mengisolasi dan menentukan kadar kafein dalam kopi.

      C. Prinsip Percobaan

      Prinsip dari percobaan ini yaitu berdasarkan tehnik ekstraksi pelarut dengan menggunakan kaidah like disolve like.

      Bab II. Kajian Pustaka

      Kopi (Coffea sp.) adalah spesies tanaman  berbentuk pohon. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan bila dibiarkan akan mencapai tinggi 12 m. Proses pengolahan kopi bubuk dibagi atas dua tahap yaitu penyangraian dan pengggilingan. Kopi merupakan sumber kafein. Kafein merupakan senyawa alkaloid yang bersifat merangsang. Kafein banyak memiliki manfaat dan telah banyak digunakan dalam dunia medis. Kafein dapat dibuat dari ekstark kopi, teh dan cokelat.

      Kafein berfungsi untuk merangsang aktivitas susunan saraf dan meningkatkan kerja jantung, sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun dengan menghambat mekanisme susunan saraf manusia. Rumus kimia untuk kafein yaitu C8H10N4O2, kafein murni berbentuk kristal panjang, berwarna putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Didalam biji kopi kafein berfungsi sebagai unsur rasa dan aroma. Kafein murni memiliki berat molekul 194.19 gr, titik leleh 236°C dan titik didih 178°C (Aisyah, 2013).

      Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan biji coklat Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang.

      Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) dosis kafein yang diizinkan 100- 200 mg/hari, sedangkan menurut SNI 01- 7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Kafein sebagai stimulan tingkat sedang (mild stimulant) memang seringkali diduga sebagai penyebab kecanduan. Kafein hanya dapat menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan rutin. Namun kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua hari setelah konsumsi (Kesia, 2013).

      Disamping memiliki kandungan yang menguntungkan kopi juga memiliki zat yang dapat membahayakan kesehatan yaitu kandungan kafein dan asam organik yang tinggi.kafein merupakan salah satu derivat xantin yang mempunyai daya kerja sebagai stimlan sistem syaraf pusat, stimulan otot jantung, relaxasiotot polos dan meningkatkan diaresis degnan tingkatan berbeda. Kandungan asam dan kafein yang berlebih pada kopi tersebut dapat berdampak untuk kesehatan.

      Penggunaan kafein dapat menyeabkan jantung berdebar, ganguan lambung, tangan gemetear, gelisah, ingatan berkurang, dan susah tidur. Tiap jenis kopi memiliki kandungan kafein yang berbeda-beda seperti pada kopi robusta yang mengandung kafein 2,473 % sedangkan kopi arabica mengandung kafein 1,994 % (Kristiyanto, 2013).

      Kopi kemasan yang digunakan sebagai sampel dilakukan ekstraksi pelarut sebelum dianalisis menggunakan KCKT. Ekstraksi pelarut merupakan metode pemisahan yang sering digunakan dalam laboratorium untuk mengisolasi satu atau lebih komponen dari suatu campuran (Puspitaningtyas, 2013).

      Bab III. Metode Praktikum

      A. Alat dan Bahan

      Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Labu alas bulat, Pendingin Liebig, Corong pisah 500 mL, Cawan penguap, Gelas kimia 500 mL, Botol semprot, Batang pengaduk, Gelas ukur 10 mL, Erlenmeyer 50 mL, Corong kaca, Pemanas dan Pipet ukur 25 mL.

      Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Kopi bubuk, Aquades, Timbal asetat padat, Larutan kloroform dan Kertas saring.

      B. Prosedur Kerja

      1. Ke dalam labu alas bulat dimasukkan 20 g kopi halus dan tambahkan 350 mL aquades. Direfluks campuran tersebut selama 25 menit
      2. Disaring campran panas menggunakan corong Buchner yang dilengkapi labu pengisap
      3. Dilarutkan 3 g timbal asetat dalam 27 mL aquades dan ditambahkan larutan tersebut tetes demi tetes ke dalam filtrat sampai terbentuk endapan kemudian disaring.
      4. Setelah dingin dituang filtrat kedalam corong pisah dan ditambahkan 25 mL kloroform, dikocok campuran tersebut perlahan-lahan selama beberapa menit kemudian dibiarkan sesaat sampai terbentuk dua lapisan.
      5. Dikeluarkan lapisan bawah (kafein yang terlarut dalam kloroform) dan ditampung dalam cawan penguap.
      6. Dibilas sekali lagi corong pisah tersebut dengan 20 mL kloroform dan dikocok, lapisan bawah dikeluarkan dan ditampung pada cawan penguap tadi.
      7. Diuapkan cairan tersebut diatas pemanas sampai kering, lalu disublimasikan kafein kasar pada cawan penguap (pada nyala api yang kecil) dengan ditutupi kertas saring berlubang dan corong kaca yang telah ditimbang.
      8. Ditimbang corong kaca setelah penyublinan sempurna, lalu dihitung kadar kafein di dalam kopi.

      Bab IV. Hasil dan Pembahasan

      A. Data Hasil Praktikum

      No.PerlakuanPengamatansimpulan
      1.20 gram kopi halus dimasukkan ke dalam labu alas blat + 350 mL aquades dan direfluks selama 25 menit kemudian disaring menggunakan Corong Buchner yang dilengkapi labu pengisapLarutan kopiLarutan menjadi homogenLarutan berwarna hitam
      2.3 gram timbal asetat di larutkan dalam 27 mL aqades + larutan tersebut tetes demi tetes ke dalam filtrat sampai terbentuk endapan 5 tetesTerbentuk endapan
      3.Filtrat dituang ke dalam corong pisah + 25 mL klorofomTerbentuk 2 lapisan
      4.Dikocok campuran dan dibiarkan sampai terbentuk dua lapisanlapisan atas dan lapisan bawah
      5.Dikeluarkan lapisan bawah dan ditampung dalam cawan penguap
      6.Dibilas corong pisah dengan 20 mL Kloroform dan dikocokLapisan atas dan lapisan bawah
      7.Diuapkan cairan diatas pemanas air
      8.Disublimasikan kafein kasar pada cawan pengap dengan ditutupi kertas saring dan corong kacaDipermukaan kertas saring terjadi pembentukan kristal  yang menandakan adanya kafein
      9.Ditimbang corong kaca
      10.Kadar kafein dalam kopi0,261 %

      B.  Analisis Data

      1. Data Hasil Pengamatan

      Massa kopi halus                                    =   20 gram

      Massa kertas saring kosong                    =   1,08 gram

      Massa kertas saring + kristal kafein       =   1,1322 gram

      Sehingga :

      Massa kristal kafein               =  (Massa kertas saring + kristal kafein) –

                                                           Massa kertas saring  kosong

       =  1,1322 gram – 1,08 gram

                                                                =  0,0522 gram

      2.   Perhitungan

      Kadar kristal benzoat dalam campuran / rendemen :

      Rendemen   =  × 100 %   =   0.261 %

      C.  Pembahasan

      Kopi merupakan sumber kafein. Kafein merupakan senyawa alkaloid yang bersifat merangsang. Kafein banyak memiliki manfaat dan telah banyak digunakan dalam dunia medis. Kafein dapat dibuat dari ekstrak kopi, teh dan cokelat. Kafein berfungsi untuk merangsang aktivitas susunan saraf dan meningkatkan kerja jantung, sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun dengan menghambat mekanisme susunan saraf manusia. Rumus kimia untuk kafein yaitu C8H10N4O2, kafein murni berbentuk kristal panjang, berwarna putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Didalam biji kopi kafein berfungsi sebagai unsur rasa dan aroma. Kafein murni memiliki berat molekul 194.19 gr, titik leleh 236°C dan titik didih 178°C.

      Terhadap kopi kemasan yang digunakan sebagai sampel dilakukan ekstraksi pelarut sebelum dianalisis menggunakan KCKT. Ekstraksi pelarut merupakan metode pemisahan yang sering digunakan dalam laboratorium untuk mengisolasi satu atau lebih komponen dari suatu campuran

      Pada penentuan kadar kafein dalam kopi, digunakan kopi bubuk yang belum diketeahui kadar kafeinnya. Kopi dilarutkan terlebih dahulu, dengan aquades 350 mL. Selanjutnya direfluks selama 25 menit agar dapat menghomogenkan kopi dan pelarut dengan waktu yang cukup lama, hal ini karena sifat kafein yang terdapat dalam refluks mudah larut dalam air panas.

      Selanjutnya setelah direfluks, campuran tersebut disaring dengan menggunakan corong buchner yang dilengkapi labu penghisap untuk menyaring larutan tersebut dengan cepat dibanding hanya dengan menggunakan kertas saring. Penyaringan ini yaitu agar kafein dalam campuran kopi dapat terpisah dari filtrat atau ampas kopi, sehingga yang didapat dalam larutan kopi adalah kafein.

      Setelah dingin, kemudian ditetesi oleh larutan timbal asetat tetes demi tetes, sampai terbentuk endapan. larutan asetat ini untuk menendapkan campuran kopi, atau mengendapkan kotoran-kotoran yang terdapat pada filtrat berupa garam-garam dari kafein, seperti albumin, asam-asam, tannin dan sebagainya.

      Filtrat dimasukan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 25 mL kloroform dan dikocok selama beberapa menit kemudian didiamkan. Kloroform ini sendiri berfungsi untuk melarutkan kafein dalam filtrat. Adanya Kafein dalam filtrat ditandai dengan terbentuknya dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah pada filtrat, dimana lapisan atas merupakan lapisan fasa air yang mengandung sisa garam dan Pb dan lapisan atau fasa organik (lapisan bawah) merupakann lapisan yang mengandung kafein dalam kloroform. Dua lapisan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan berat jenis antara kedua larutan tersebut karena senyawa yang memiliki massa jenis lebih besar akan mengendap yakni kloroform yang mempunyai berat jenis lebih besar dari pada kopi.

      Lapisan bawah yang mengandung kafein ditampung dalam cawan penguap dan lapisan atas dibilas kembali dengan kloroform agar kafein yang masih ada pada lapisan atas/fasa air larut dan sekaligus memurnikan kafein dari zat-zat pengotornya, sehingga kafein yang diperoleh benar-benar murni. Lapisan bawah pada larutan tersebut kembali ditampung pada cawan penguap yang sama sedangkan lapisan atas sudah tidak digunakan karena sudah tidak mengandung kafein.

      Cairan kafein yang diperoleh diuapkan dengan mesin pamanas atau disublimasi agar kloroform (fasa organic) menguap dengan ditutupi kertas saring yang telah dilubangi. Lubang-lubang pada kertas saring itu sendiri agar uap kloroform dapat hilang dari kafein dan kafein sendiri akan menempel pada kertas. Sedangkan tujuan dari pemberian kertas saring yang digunakan sebagai penutup cawan tadi berguna agar kristal kafein tersebut tidak keluar dari cawan. Bentuk kristal yang didapat dalam percobaan ini adalah kristal yang mempunyai kadar kafein sebasar 0,261 %.

      Bab V. Penutup

      A. Kesimpulan

      Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh dari percobaan ini, maka dapat diperoleh kadar kafein yang terdapat dalam kopi sebesar 0,261%.

      DAFTAR PUSTAKA

      Anonim. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Laboratorium Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo. Kendari.

      Aysah, Megah., Fuferti.Z., Syakbaniah dan Ratnawulan. 2013. Perbandingan karakteristik fisis kopi lwak (civet coffee) dan kopi biasa jenis arabica. Pillar of Physics, vol.2. Oktober 2013, 68-75.

      Kesia, Rialita Maramis,. Gayatri Citraningtyas,. Frenly Wehantouw. 2013.   Analisis Kafein Dalam Kopi Bubuk Di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis.PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 04 November 2013 ISSN 2302 – 2493

      Kristiyani, danang., Broto Deghdo Haris Pranoto., Abdullah. 2013. Penurunan Kadar Kafein Arabica Dengan Proses Fermentasi Menggunakan Nopkom MZ-15. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri, Vol. 2, No. 4, Tahun 2013, Halaman 170-176.

      Puspitaningtyas, Auliya., Surjani Wonorahardjo., Neena Zakia. 2013. Pengaruh Komposisi Fasa Gerak Pada Penetapan  Kadar Asam Benzoat Dan Kafein Dalam Kopi  Kemasan Menggunakan Metode Kckt  (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

    3. Laporan Praiktikum Kromatografi Kertas dan Lapis

      Kromatografi Kertas dan Lapis

      Bab I. Pendahuluan

      A. Latar Belakang

      Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Kromatografi juga merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan benar. Tidak hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas material. Teknologi yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah prinsip dasar kromatografi. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan.

      Kromatografi kertas merupakan salah satu bagian dari tehnik pemisahan kromatografi yang paling sederhana, dan merupakan cara klasik. Dalam pemisahan menggunakan tehnik pemisahan kromatografi kertas pada dasarnya didasarkan pada prinsip adsorpsi fase diam terhadap fase gerak, dimana yang menjadi fase diamnya adalah kertas yang mengandung serat selulosa, sedangkan yang menjadi fase geraknya (mobile) adalah eluen yang digunakan untuk setiap spesifikasi campuran yang akan dipisahkan.

      Semua kromatografi memiliki fase diam(dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Kita akan membahasnya lebih lanjut. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet, alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.

      Dalam percobaan ini yang kami lakukan pada kali ini adalah kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Penjelasan tentang kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis akan dibahas pada praktikum ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami langkah-langkah dalam melakukan pemisahan dengan metode kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, agar kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.  

      B. Tujuan Praktikum

      Tujuan praktikum pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

      1. Dapat mengetahui dan memahami teknik pemisahan dengan metode kromatografi kertas dan metode kromatografi lapis tipis.
      2. Dapat melakukan pemisahan logam-logam Fe3+, Cu2+, Mn2+, dan Ni2+ atau protein / karbohidrat dalam campuran dengan teknik kromatografi kertas dan teknik kromatografi lapis tipis.
      3. Dapat menentukan komponen-komponen yang dipisahkan dengan teknik kromatografi kertas dan teknik kromatografi lapistipis serta dapat mengidentifikasi unsur yang dipisahkan berdasarkan nilai RF masing – masing.

      C. Prinsip Percobaan

      Prinsip percobaan ini pemisahan dilakukan berdasarkan pemisahan partisi dimana migrasi deferensial karena perbedaan koefisien distribusi dari masing – masing sampel, yaitu perbedaan migrasi analit dalam dua fase yaitu fase diam dan fase gerak, dimana analit yang menyukai fase gerak maka laju alirnya (Rf) akan besar, dan sebaliknya bila analit menyukai fase diam maka laju alirnya (Rf) akan kecil.

      Bab II. Kajian Pustaka

      A. Kromatografi Kertas

      Kromatografi adalah suatu istilah umumnya digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu rasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan rasa diam yang juga bias berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi. Penyelidikan tentang kromatografi kendor untuk beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (LSC). Kemudian pada akhir tahun 1930 an dan permulaan tahun 1940 an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (TLC) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber,dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958 (Effendy, 2004).

      Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh tersebut maka dalam penelitian ini dikaji pengaruh jumlah umpan dan laju alir eluent terhadap pemisahan sukrosa dari tetes tebu. Evaluasi terhadap pemisahan sukrosa diamati melalui parameter kadar sukrosa, gula reduksi, abu (Kurniawan, 2004).

      Pengaruh luas penampang kertas elektroforesis adalah berbanding terbalik. Semakin kecil luas penampang, lintasan yang ditempuh semakin jauh. Hal ini disebabkan  olehkecilnya gesekan dan daya adsorpsivitas kertas elektroforesis. Jika kekuatan ion semakin tinggi, lintasanyang ditempuh semakin jauh dan lebih cepat. Hal ini akibat dari daya tarik antara ion dengan elektroda yang semakin kuat. Kenaikan suhu akanmeningkatkan mobilitas ion, namun jika suhu terlalu tinggi akan terjadi penguapan elektrolit sepanjang kertas yang mengakibatkan kertas menjadi kering dan bahkan terbakar. Kekentalan yang tinggi dapat menyebabkan terbatasnya kemampuan gerak senyawa ion dan senyawa sukar membentuk ion (Sulaiman, 2007).

      Penentuan kadar glukosa dan fruktosa dengan kromatografi ini juga harus mempertimbangkan berbagai hal antaralain pemilihan detektor, kolom, pemilihan eluen, laju alir eluen serta suhu kolom. Ini disebabkan karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi resolusi dari tiap-tiap komponen. Bila dua puncak kromatografi dari dua komponen terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua komponen tersebut sempurna. Pemisahan masing-masing komponen dengan menggunakan alat KCKT harus dilakukan pada kondisi optimum. Pemisahan yang baik adalah bila kromatogram masing-masing komponen tidak saling tumpang tindih (Ratnayani, 2008).

      2.2  Kromatografi Lapis Tipis

      Pemisahan dengan  Kromatografi Lapis Tipis (KLT)  digunakanuntuk mencari fase gerak yang terbaik yang akan digunakan dalam kromatografi kolom. Fase diamyang digunakan pada KLT adalah silika gelGFdan sebagai fase gerak digunakan nheksana,kloroform, etil asetat dan n-butanol.Bejana kromatografi sebelum digunakan untukelusi, terlebih dahulu dijenuhkan dengan fasegeraknya. Sedikit fraksi positif flavonoid yaitufraksi n-heksana dilarutkan dengan pelarutnya(eluen yang akan dipakai) kemudian ditotolkanpada plat kromatografi lapis tipis denganmenggunakan pipa kapiler. Setelah kering laludimasukkan dalam bejana. Bila fase gerak telahmencapai batas yang ditentukan, plat diangkat,dan dikeringkan di udara terbuka. Sebagaipenampak noda digunakan asam sulfat. Nodayang terbentuk diamati dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm kemudian dihitung Rf-nya (Asih, 2009).

      Bab III. Metode Praktikum

      A. Alat dan Bahan

      I. Alat

      Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, Kertas saring whatman, Chamber, Silinder kaca, Cawan petri, Pipet volume 25 mL, Pipet tetes, Pentotol, Filler, Mistar, Pensil, Gegep dan Spektrofotometri UV-Vis.

      II. Bahan

      Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu:

      1) Untuk Pemisahan Ion Logam

      1. Cuplikan yang mengandung Mn2+, Pb2+dan Hg2+ untuk kromotografi kertas.
      2. Cuplikan yang mengandung Pb2+, Mn2+dan Hg2+ untuk kromotografi lapis tipis.
      3. Larutan standar dalam bentuk klorida dari ion-ion yang akan dipisahkan (4 mg/mL).
      4. Fase gerak (eluen) campuran aseton – HCl (9:1) untuk kromatografi kertas.
      5. Fase gerak (etilasetoasetat 10 % + butanol 75 % + aquades 15 % + asam asetat glasial sampai pH 3,5 – 5 atau piridin + aquades 10:1) untuk kromatografi lapis tipis.
      6. Penampak noda (asam sulfat 10% atau benzil) untuk kromatografi kertas.
      7. Penampak noda K2CrO4 1 M (dielusi ulang) untuk kromotografi lapis tipis.

      2) Untuk Pemisahan Karbohidrat

      1. Cuplikan yang mengandung cuplikan karbohidrat (Sukrosa, laktosa dan  madu)
      2. Larutan standar karbohidrat yang akan dipisahkan masing – masing dengan konsentrasi 4 mg/mL
      3. Larutan penampak (H2SO4 10 %)
      4. Eluen, campuran aseton + air (9:1)               

      B. Prosedur Kerja

      Prosedur Kerja Kromatografi Kertas.

      1. Disiapkan bejanana kromatografi (chamber) isi dengan fase bergerak (eluen) sampai ketinggian 0,5 cm dari dasar wadah.
      2. Disiapkan kertas saring whatman dengan ukuran 7,5 x 15 cm dua lembar.
      3. Dibuat garis batas (secara melintang) dengan pensil sekitar 1,5 cm dari pinggir bawah kertas dan 1,5 cm dari pinggir atas kertas.
      4. Diukur melintang (buat titik) 1,5 cm dari tepi kiri dan 1,5 cm dari tepi kanan kertas. Jarak diantara kedua titik dibagi dua, lalu ditengah kertas diberi tanda untuk batas penotolan larutan sampel yang akan dipisahkan dengan larutan standar.
      5. Disiapkan pipa kapiler yang bersih untuk penotolan sampel dan standar.
      6. Dilakukan penotolan sampel dan standar pada kertas yang telah dibatas pada masing-masing bagian.
      7. Setelah penotolan (setelah kering) kertas selulosa diikat ujungnya dengan benang dan dimasukan kedalam wadah kromatografi untuk proses elusi. Kertas tercelup eluen dibawah garis batas bawah kertas.
      8. Diangkat setelah fase gerak (eluen) mencapai garis batas atas. Kertas dikeringkan di udara bebas.
      9. Dimasukan ke spektroskopi UV dan diukur jarak setiap warna dari garis bawah kertas. Lalu hitung Rf dari masing-masing komponen yang terpisah.
      10. Dibandingkan hasil yang diperoleh dari data yang terdapat diliteratur.

      3.3.2 Prosedur Kerja Kromatografi Lapis Tipis.

      1. Diisi bejana kromatografi (chamber) dengan fasa gerak (eluen) sampai ketinggian 1 cm dari dasar wadah.
      2. Disiapkan plat KLT dengan ukuran 7,5 x 15 cm dua lembar.
      3. Dibuat garis batas (secara melintang) engan pensil sekitar 1,5 cm dari pinggir bawah kertas dan 1,5 cm dari pinggir atas kertas.
      4. Dibuat melintang titik 1 cm dari tepi kiri dan 1 cm dari tepi sekitar 6 titik untuk menotolkan standar sampel.
      5. Disiapkan pipa kapiler bersih untuk penotolkan sampel.
      6. Dilakukan penotolan sampel dan standar pada plat KLT yang telah diberi tanda.
      7. Dimasukan plat KLT dalam bejana (chamber) yang telah disiapkan, kemudian chamber ditutup.
      8. Dikeringkan plat dengan cara dikeringkan diudara.
      9. Setelah kering, plat diwarnai dengan larutan pewarna yang sesuai dan plat dikeringkan.
      10. Diamati noda yang terbentuk dan tentukan nilai Rf dari masing-masing komponen yang terpisah.
      11. Dibandingkan hasil yang diperoleh dengan data dari literatur.

      Bab IV. Hasil Pengamatan

      A. Hasil Pengamatan

      4.1.1        Kromatografi Kertas

      Tabel.1 Pemisahan Logam Hg2+, Mn2+, Pb2+ dan Campuran

      No.PerlakuanPengamatan
      1.Larutan standar logam Hg2+, Mn2+, Pb2+ dan Campuran dimasukkan dalam botol larutanWarna larutan bening
      2.Totolan1. Hg 2+2. Mn2+3. Pb2+4. Campuran logamMasing-masing ditotolkan pada kertas whatmanWarna tidak tampak
      3.Kertas whatman dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen (fasa gerak)Terjadi elusi
      4.Kertas whatman dikeluarkan lalu  dikeringkan kemudian diberikan sinar tampak UVSampel tampak yaitu Pb2+, Mn2+, Cu2+, Hg2+ dan Campuran logam

      Tabel.2 Pemisahan Karbohidrat

      No.PerlakuanPengamatan
      1.Larutan standar karbohidrat (laktosa, sukrosa, dan sampel campuran) dimasukkan dalam gelas kimiaWarnanya bening
      2.Totolan1
      . laktosa2 . sukrosa3.   madu4.   sampel campuranMasing-masing ditotolkan pada kertas whatman
      Warna tidak tampak
      3.Kertas saring dimasukkan ke dalam chamber yang berisi  eluen (fasa gerak)Terjadi elusi
      4.Kertas saring dikeluarkan lalu dikeringkan kemudian diberikan sinar tampak UVTidak ada noda yang tampak

      4.1.2        Kromatografi Lapis Tipis

      Tabel.3 Pemisahan Logam Hg2+, Mn2+, Pb2+dan Campuran

      No.PerlakuanPengamatan
      1.Larutan standar logam Pb2+, Mn2+, Cu2+, Hg2+ dan Campuran  dimasukkan dalam gelas kimiaWarna larutan bening
      2.Totolan1. Hg2+2. Mn2+3. Pb2+4. CampuranMasing-masing ditotolkan pada plat KLTWarna tidak tampak
      3.Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang berisi  eluen (fasa gerak)Terjadi elusi
      4.PlatKLTdikeluarkan lalu dikeringkan kemudian diberikan sinar tampak UVSampel tampak yaitu Hg2+, Mn2+, Pb2+ dan Campuran logam

      Tabel .4 Pemisahan Karbohidrat

      No.PerlakuanPengamatan
      1.Larutan standar karbohidrat (laktosa, sukrosa, madu dan sampel campuran) dimasukkan dalam botol larutanWarnanya bening
      2.Totolan1. Laktosa2. Sukrosa3. Madu4. CampuranMasing-masing ditotolkan pada plat KLTWarna tidak tampak
      3.Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang berisi  eluen (fasa gerak)Terjadi elusi
      4.Plat KLT dikeluarkan kemudian dikeringkan lalu diberikan sinar tampak UVSampel tampak yaitu sukrosa dan laktosa

      4.2    Reaksi Lengkap

      H2SO4   +  Pb2+                                         MnSO4  +  2H+

      H2SO4   +  Hg2+                                        HgSO4  +  2H+

      4.3    Perhitungan

      4.3.1        Kromatografi Kertas

      1)      Untuk Pemisahan Ion Logam

      Jarak eluen                           = 7,9 cm

      Jarak ion logam Hg2+               = 0 cm

      Jarak ion logam Mn2+              = 0 cm

      Jarak ion logam Pb2+            = 0 cm

      Jarak campuran                    = 2,2 cm

      Nilai Rf masing-masing sampel =       ?

      Penyelesaian :

      a)     

      b)     

      c)     

      d)     Nilai Rf campuran :

      2)      Untuk Pemisahan Karbohidrat

      Jarak eluen            = 7,9 cm

      Jarak laktosa          = 0 cm

      Jarak sukrosa         = 0 cm

      Jarak madu            = 0 cm

      Jarak campuran     = 3,1 cm

      Nilai Rf masing-masing sampel =       ?

      Penyelesaian :

      a)     

      b)     

      c)     

      d)     Nilai Rf campuran :

      4.3.2        Kromatografi Lapis Tipis

      1)      Untuk Pemisahan Ion Logam

      Jarak eluen            = 6,0 cm

      Jarak Hg2+                 = 3,8 cm

      Jarak Mn2+                 = 2,8 cm

      Jarak Pb2+              = 0 cm

      Jarak campuran     = 2,8 cm

      Nilai Rf masing-masing sampel =       ?

      Penyelesaian :

      a)   

      b)  

      c)   

      d)  

      2)      Untuk Pemisahan Karbohidrat

      Jarak eluen                        = 6,0 cm

      Jarak gerak laktosa            = 0 cm

      Jarak gerak sukrosa           = 4,9 cm

      Jarak gerak madu              = 0 cm

      Jarak gerak campuran        = 4,0 cm

      Nilai Rf masing-masing sampel =       ?

      Penyelesaian :

      4.4    Pembahasan

      Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula.

      Kromatografi kertas merupakan salah satu bagian dari tehnik pemisahan kromatografi yang paling sederhana, dan merupakan cara klasik. Pada dasarnya, teknik kromatografi ini membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase, yaitu fase diam (selulosa yang mengikat molekul air), dan fase gerak yaitu prlarut yang sesuai. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penyerap atau dapat betindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak . Dalam penerapan kromatografi kertas, tehnik pemisahan ini biasanya dipakai untuk memisahkan logam – logam dari campurannya, misalnya logam – logam yang menjadi pengamatan pada percobaan ini (Pb2+,  Mn2+, Hg2+) dan pemisahan karbohidrat.

      Secara fisik kromatografi kertas memiliki teknik-teknik yang sama dengan kromatografi lapis tipis , tetapi sebenarnya merupakan tipe khusus kromatografi fase cair-cair. teknik yang sangat sederhana dengan beberapa langkah dalam analisis kromatografi kertas, meliputi pemilihan dan mempersiapkan kertas saring yakni lembaran selulosa yang mengandung kelembaban tertentu.

      Selanjutnya, dalam tehnik pemisahan kromatografi kertas, logam – logam tersebut dipisahkan dengan cara  menotolkan larutan sample (campuran logam)  bersamaan dengan larutan standar dengan batas yang telah ditentukan pada kertas kromatografi yang telah di buat, yang selanjutnya digantungkan pada wadah yang berisi campuran pelarut yang sesuai didalamnya dimana pelarut yang digunakan yaitu Aseton-HCl 9:1 untuk pemisahan ion logam serta Aseton-Air 9:1 untuk pemisahan karbohidrat. Selanjutnya dimasukkan dalam bejana atau chamber untuk mengembangkan kromatogram lalu ditutup wadahnya. Alasan untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan dengan uap pelarut.

      Tahapan selanjutnya, setelah dibiarkan beberapa saat, lambat laun pelarut akan bergerak hingga mencapai batas yang telah digariskan pada kertas saring. setelah dikeluarkan dari dalam wadah, tidak tampak adanya noda-noda olehnya itu setelah dilakukan pengeringan dengan menggunakan spray maka kertas tersebut tampaklah bercak-bercak noda, dimana berdasarkan pengamatan setelah dilakukan pengukuran jarak pada pemisahan ion logam gerak pelarut adalah 7,9 cm dan untuk jarak noda pada ion Pb2+, Mn2+, Hg2+, berturut-turut adalah 0 cm, 0 cm, dan 0 cm, sedangkan untuk campuran sampelnya memiliki jarak noda 2,2 cm, sehingga dengan sendirinya laju alir dari masing-masing komponen dapat langsung ditentukan.

      Dapat dilihat pada pengamatan yang dilakukan dimana pada harga Rf standar Pb2+Mn2+ dan Hg2+ adalah 0 cm, sedangkan Rf pada campuran sampel 0,2785 cm. Hal ini disebabkan oleh ukuran dari pori – pori kertas yang digunakan tidaklah sama antara satu dengan yang lain, sehingga dalam pengidentifikasian logam yang dipisahkan dilakukan dengan membandingkan nilai Rf antara sample dan standar yang saling mendekati saja.

      Proses pengamatan yang kedua setelah melalui analisis yang sama, pada pemisahan karbohidrat terlihat bahwa jarak noda dari sukrosa adalah 0 cm, jarak noda laktosa adalah 0 cm dan jarak noda dari madu adalah 0 cm, dan untuk jarak campuran adalah 3,1 cm, sedangan untuk jarak eluennya adalah 7,9 cm, dengan demikian juga dapat diketahui nilai Rf untuk pemisahan ini adalah pada sukrosa 0 cm, pada laktosa 0 cm, pada madu 0 cm, sedangkan pada cempuran sampel Rf adalah 0,3924 cm.

      Meski kromatografi kertas adalah metode pemisahan yang paling mudah, namun pada kenyataannya pemisahan dengan metode ini jarang digunakan karena waktu yang digunakan untuk mengemulsi sangat lama, noda-noda yang diidentifikasi pun tidak nampak jelas. Hal ini terlihat pada hasil praktikum yang kami lakukan. Sehingga tidak heran jika pada percobaan ini kami cukup mengalami kendala. Dapat dikarenakan dari kesalahan metode, kesalahan instrument, dan kesalahan personal.

      Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan suatu teknik kromatografi sederhana dengan menggunakan lempeng kaca yang ditutupi penyerap bentuk lapis tipis dan kering seperti silika gel, alumina, selulosa dan poliamida. Teknik kromatografi lapis tipis ini memiliki kelebihan yang nyata jika dibandingkan dengan kromatografi kertas yaitu ketajaman pemisahannya yang lebih besar serta kepekaannya yang lebih tinggi.

      Pada dasarnya, teknik kromatografi ini, membutuhkan zat terlarut yang terdistribusi di antara dua fase, yaitu fase diam (silika gel yang mengikat molekul air), dan fase gerak yaitu pelarut organik yang sesuai. Fase gerak (eluen) adalah yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan untuk melewati fasa diam (adsorben). Interaksi antara adsorben dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen sampel secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluen.

      Kita akan mengamati distribusi analit di antara dua fase dalam Percobaan kromatografi lapis tipis, menggunakan Aseton dan HCl dengan perbandingan 9:1 sebagai fase gerak. Dikatakan sebagai fase gerak karena Aseton dan HCl berfungsi sebagai larutan yang dapat membawa sampel dan mampu menarik sampel yang ditotolkan pada plat lapis tipis. setelah menyiapkan pelarut yang sesuai perlu pula disiapkan plat KLT yang diukur terlebih dahulu. Pada pembuatan garis kita menggunakan pensil, agar tidak terjadi reaksi antara pensil yang digoreskan pada kertas dengan sampel. Setelah itu, ketiga cuplikan sampel yang mengandung karbohidrat yaitu laktosa dan sukrosa ditotolkan pada plat KLT kemudian dikeringkan agar sampel teradsorbsi dengan baik oleh fasa diam serta untuk mencegah terjadinya rekasi antara sampel dengan pelarut. selajutnya dimasukkan ke dalam chamber untuk mengembangkan kromatogram (elusi).

      Proses elusi sampel bergerak naik dengan adanya gaya kapiler. Senyawa polar akan melekat lebih kuat pada lempengan dari pada senyawa non polar akibat interaksi dipol-dipol. Senyawa non polar kurang melekat erat pada fasa diam sehingga memiliki laju alir yang lebih besar ke atas lempeng begitu sebaliknya dengan senyawa non polar, dimana jarak tempuh ke atas lempeng merupakan cermin polaritas senyawa (like dissolved like).

      Untuk percobaan kali ini, hanya dilakukan pengamatan pada pemisahan cuplikan yang mengandung karbohidrat, yakni laktosa dan sukrosa. Eluen yang digunakan adalah campuran aseton dan air 9:1. Setelah eluen mencapai garis batas atas yang telah ditentukan, plat KLT kemudian dikeringkan. Proses pengeringan ini bertujuan agar sampel teradsorbsi dengan baik oleh fasa diam (KLT) serta untuk mencegah terjadinya rekasi antara sampel dengan eluen (fase gerak) / pelarut. Setelah proses mengeringkan kromatogram selesai langkah selanjutnya adalah mendeteksi noda-noda. Tidak munculnya noda dalam percobaan kali ini dapat disebabkan oleh faktor – faktor yang mempengaruhi nilai Rf, akan tetapi ada juga kemungkinan lain misalnya noda yang tidak nampak, sehingga untuk menampakkan noda tersebut harus direaksikan dengan reagen penampak warna berupa ion logam transisi untuk membentuk kompleks, karena salah satu ciri senyawa kompleks adalah berwarna akibat adanya bilangan koordinasi dari atom pusatnya. Adapun reagen yang digunakan sebagai penampak noda yaitu asam sulfat 10%.

      Berdasarkan pengamatan setelah dilakukan pengukuran pada pemisahan ion logam jarak gerak pelarut adalah 6,0 cm dan untuk jarak noda pada ion Pb2+ adalah 0 cm, jarak noda ion Mn2+ dan Hg2+ adalah 2,8 cm, sedangkan untuk campuran sampelnya memiliki jarak noda 2,8 cm, sehingga dengan sendirinya laju alir dari masing-masing komponen dapat langsung ditentukan.

      Dapat dilihat pada pengamatan yang dilakukan dimana pada harga Rf standar Pb2+ adalah 0 cm, harga Rf Mn2+ adalah 0,467 dan harga Rf Hg2+ adalah 0,633 cm, sedangkan harga Rf pada campuran sampel 0,467 cm. Hal ini disebabkan oleh ukuran dari pori – pori kertas yang digunakan tidaklah sama antara satu dengan yang lain, sehingga dalam pengidentifikasian logam yang dipisahkan dilakukan dengan membandingkan nilai Rf antara sample dan standar yang saling mendekati saja.

      Tahapan selanjutnya yaitu untuk pemisahan karbohidrat, berdasarkan pengamatan setelah dilakukan pengukuran jarak eluen adalah 0,6 cm, jarak gerak laktosa adalah 0 cm, jarak gerak sukrosa adalah 4,9 cm, jarak gerak madu adalah 0 cm, sedangkan jarak gerak campuran adalah 4,0 cm. Dengan demikian juga dapat diketahui nilai Rf untuk pemisahan ini adalah pada sukrosa 0,82 cm, pada laktosa 0 cm, pada madu 0 cm, sedangkan pada cempuran sampel Rf adalah 0,667 cm.

      Pada dasarnya, Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan metode KLT. Nilai Rf tersebut ditentukan dengan membandingkan jarak noda yang dihasilkan dari migrasi pelarutnya dengan jarak sample/ standar. Dimana jika nilai Rf nya besar berarti daya pisah zat dengan eluenya maksimum sedangkan jika nilai Rf nya kecil berarti daya pisah zat yang dengan eluenya minimum, atau apabila analit lebih menyukai fase gerak maka laju alirnya (Rf) akan besar, dan sebaliknya bila analit menyukai fase diam maka laju alirnya (Rf) akan kecil (like dissolved like), maka dapat kita ketahui nilai Rf  lebih besar pada campuran sampel sukrosa dan laktosa dibanding dengan cuplikan dari masing-masing sampel yang mengandung karbohidrat tersebut.

      BAB V

      SIMPULAN

      Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah :

      1.    Teknik pemisahan dengan kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis merupakan teknik pemisahan kromatografi planar dimana zat – zat dipisahkan berdasarkan perbedaan migrasi solute/ zat terlarut antara dua fase (fase gerak dan fase diamnya). Pada kromatografi kertas, fase diamnya berupa kertas yang mengandung selulosa, sedangkan pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya dilapisi dengan plat tipis (aluminium) sebagai penunjang adsorbennya.

      2.    Pemisahan logam-logam Pb2+, Cu2+, Mn2+ dan Hg2+ serta pemisahan karbohidrat dalam campuran larutan dapat dilakukan dengan teknik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis.

      3.    Pada kromatografi kertas, Nilai Rf untuk pemisahan ion logam Pb2+, Cu2+,  Mn2+, dan Hg2+ berturut-turut adalah 0,434 cm, 0,353 cm, 0,151 cm, 0,151 cm. Dan nilai Rf untuk campuran sampel berturut-turut adalah 0,808 cm, 0,707 cm, 0,606 cm, 0,404 cm.  Nilai Rf untuk cuplikan sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,526 cm, dan 0,276 cm. Serta pada campuran sampel Rf untuk sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,605 cm dan 0,197 cm. Pada kromatografi lapis tipis, Nilai Rf untuk cuplikan sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,373 cm, dan 0,573 cm. Serta pada campuran sampel Rf untuk sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,417 cm dan 0,641 cm.

    4. Laporan Praktikum Rekristalisasi

      Praktikum Rekristalisasi

      Bab I. Pendahuluan

      A. Latar Belakang

      Memperoleh suatu senyawa kimia dengan kemurnian yang sangat tinggi merupakan hal yang sangat esensi bagi kepentingan kimiawi. Metode pemurnian suatu padatan yang umum yaitu rekristalisasi (pembentukan kristal berulang). Metode ini pada dasarnya mempertimbangkan perbedaan daya larut padatan yang akan dimurnikan dengan pengotornya dalam pelarut tertentu maupun jika mungkin dalam pelarut tambahan yang lain yang hanya melarutkan zat-zat pengotor saja. Pemurnian demikian ini banyak dilakukan pada industri-industri (kimia) maupun laboratorium untuk meningkatkan kualitas zat yang bersangkutan.

      Pada penggunaan teknik rekristalisasi biasanya dilatarbelakangi karena senyawa organik padat yang diisolasi dari reaksi organik jarang berbentuk murni. Senyawa tersebut biasanya terkontaminasi dengan sedikit senyawa lain (impuritis) yang dihasilkan selama reaksi berlangsung. Pemurnian padatan dengan kristalisasi didasarkan pada perbedaan dalam kelarutannya dalam pelarut tertentu atau campuran pelarut. Bila suatu kristal sangat larut dalam satu pelarut dan sangat tak larut dengan pelarut lain maka akan memberikan hasil rekristalisasi yang memuaskan.

      Ternik pemisahan atau pemurnian dari suatu zat yang telah tercemar atau mengalami percampuran dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :penyaringan, rekristalisasi, dekantansi, absorpsi, sublimasi, dan ekstraksi. Penyaringan adalah proses pemisahan yang didasarkan pada perbedaan ukuran partikel. Contohnya penyaringan suspensi kapur dalam air. Rekristalisasi adalah proses keseluruhan melarutkan zat terlarut dan mengkristalkannya kembali. Contohnya adalah pemurnian garam dapur. Dekantasi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan mengendapkan zat lain, didasarkan pada massa jenis yang lebih besar akan berada pada lapisan bagian bawah. Contohnya campuran pasir dan air. 

      Absorpsi adalah proses pemisahan suatu zat dengan menggunakan teknik penyerapan. Contohnya sirup yang disaring dengan menggunakan norit. Sublimasi adalah proses pemisahan dan pemurnian zat yang dapat menyublim dari suatu partikel atau zat yang bercampur. Contohnya adalah pemisahan naftalena dari campurannya dengan garam. Ekstraksi adalah proses pemurnian zat bercampur dengan menggunakan sifat kepolaran suatu zat yang menggunakan corong pisah. Contohnya adalah pemisahan minyak goreng dari campurannya. Namun pada praktikum ini melakukan pemurnian zat padat dengan metode rekristalisasi.

      Asam benzoat, C7H6O2 (atau C6H5COOH), adalah padatan kristal berwarna putih dan merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama asam ini berasal dari gum benzoin (getah kemenyan), yang dahulu merupakan satu-satunya sumber asam benzoat. Asam lemah ini beserta garam turunannya digunakan sebagai pengawet makanan. Asam benzoat adalah prekursor yang penting dalam sintesis banyak bahan-bahan kimia lainnya. Untuk semua metode sintesis, asam benzoat dapat dimurnikan dengan rekristalisasi dari air, karena asam benzoat larut dengan baik dalam air panas namun buruk dalam air dingin. Penghindaran penggunaan pelarut organik untuk rekristalisasi membuat eksperimen ini aman. Pelarut lainnya yang memungkinkan diantaranya meliputi asam asetat, benzena, eter petrolium, dan campuran etanol dan air.

      Berdasarkan pernyataan-pertnyataan di atas maka perlunya mengetahui cara pemurnian zat padat secara rekristalisasi, dengan menggunakan suatu senyawa sebagai sampel, sehingga dapat membedakan proses pemisahan melalui metode rekristalisasi dengan metode lainnya. Untuk itu, dilakukan percobaan pemurnian secara rekristalisasi ini.

      B. Tujuan Praktikum

      Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memurnikan zat padat dengan cara rekristalisasi.

      C. Prinsip Percobaan

      Prinsip percobaan dari praktikum ini yaitu melakukan pemurnian asam benzoat tercemar dengan prinsip rekristalisasi berdasarkan daya larutnya  dalam suatu pelarut tertentu (air).

      Bab II. Kajian Teori

      Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau cocok. Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor pada kristal, dan mudah dipisahkan dari kristalnya. 

      Dalam kasus pemurnian garam NaCl dengan teknik rekristalisasi pelarut (solven) yang digunakan adalah air. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terbentuk dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya (mencapai kondidi supersaturasi atau larutan lewat jenuh). Secara toritis ada 4 metoda untuk menciptakan supersaturasi dengan mengubah temperatur, menguapkan olvens, reaksi kimia, dan mengubah komposisi solven (Agustina, 2013).

      Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari dua katagori, yaitu pengotor yang ada pada permukaan kristal dan pengotor yang ada di dalam kristal. Pengotor yang ada pada permukaan Kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada permukaan kristal pada saat proses pemisahan padatan dari larutan induknya (retentionliquid). Pengotor pada permukaan kristalini dapat dipisahkan hanya dengan pencucian. Cairan yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat dapat melarutkan pengotor tetapi tidak melarutkan padatan kristal.

      Salah satu cairan yang memenuhi sifat diatas adalah larutan jenuh dari bahan kristal yang akan dicuci, namun dapa juga dipakai pelarut pada umumnya yang memenuhi krteria tersebut. Adapun pengotor yang berada di dalam kristal tidak dapat dihilangkan dengan cara pencucian. Salah satu cara untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalam kristal adalah dengan jalan rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan kristal tersebut kemudian mengkristalkannya kembali. Salah satu kelebihan proses kristalisasi dibandingkan dengan proses pemisahan yang lain adalah bahwa pengotorhanya bisa terbawa dalam kristal jika terorientasi secara bagus dalam kisi Kristal (Puguh, 2003).

      Bahan pengikat pengotor adalah bahan atau zat yang dapat digunakan untuk mengikat zat-zat asing yang keberadaannya tidak dikehendaki dalam zat murni. Secara teori garam yang beredar di masyarakat sebagai garam konsumsi harus mempunyai kadar NaCl minimal 94,7% untuk garam yang tidak beriodium. Sesuai SNI nomor 01-3556-2000, garam beriodium adalah garam konsumsi yang mengandung komponen utama NaCl (Natrium Klorida/mineral) 94,7%, air maksimal 7% dan Kalium Iodat (KIO3) mineral 30 ppm, serta senyawa-senyawa lain sesuai dengan persyaratan yang ditentukan, namun pada kenyataannya kadar NaCl pada garam dapur jauh di bawah standar. Oleh karena  itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kadar NaCl yang dimurnikan tanpa penambahan bahan pengikat pengotor, dengan penambahan bahan  pengikat pengotor Na2C2O4dan Na2CO3 atau penambahan Na2C2O4 dan NaHCO3 dengan konsentrasi yang bervariasi pada pembuatan garam dapur dari air tua (Sulistyaningsih, 2010)

      Tingginya nilai rendemen antosianin yang diperoleh dari ektraksi menggunakan metanol danHCl 1% dan metanol 95% yang ditambahkan asam sitrat  3% dibandingkan menggunakan pelarut lain disebabkan adanya kecocokan kepolaran antara pelarut dengan bahan yang dilarutkan, sehingga campuran pelarut tersebut mampu melarutkan lebih banyak antosianin keluar dari protoplasma sel kubis merah dan menghasilkan rendemen lebih banyak. Pendapat ini didukung oleh Pifferi dan Voccari (1983 dalam Sari 2003) yang  menjelaskan  bahwa jumlah rendemen dipengaruhi oleh efektifitas pelarut untuk mengekstraksi antosianin, yang pada akhirnya akan mempengaruhi stabilitas antosianin selama proses ekstraksi (Wirda, 2011).

      Padatan berwarna kuning yang terdapat pada fraksi A dan D direkristalisasi mengunakan pelarut yang sama yaitu n-heksana  aseton. Pemilihan pelarut tersebut didasarkan pada prinsip rekristalisasi yaitu sampel yang tidak larut dalam suatu pelarut pada suhu kamar tetapi dapat larut dalam pelarut pada suhu kamar. Jadi rekristalisasi meliputi tahap awal yaitu melarutkan senyawa yang akan dimurnikan dalam sedikit mungkin pelarut atau campuran pelarut dalam keadaaan panas atau bahkan sampai suhu pendidihan sehingga diperoleh larutan jernih dan tahapan selanjutnya yaitu mendinginkan larutan yang akan dapat menyebabkan terbentuknya kristal, lalu dipisahkan melalui penyaringan (Lukis, 2010).

      Bab III. Metode Praktikum

      A. Alat dan Bahan

      1.    Alat

      1. Gelas piala 100 mL               1 buah
      2. Corong Buchner                   1 buah
      3. Spatula                                  1 buah
      4. Pompa vakum                       1 buah
      5. Batang pengaduk                  1 batang
      6. Botol semprot                       1 buah

      2.    Bahan

      1. Asam Benzoat tercemar       
      2. Air Suling
      3. Air es
      4. Kertas saring 2 lembar

      B. Prosedur Kerja

      1. Memanaskan air suling hingga mendidih
      2. Menimbang Asam Benzoat tercemar sebanyak 1 gram
      3. Memasukkan Asam Benzoat tercemar ke dalam gelas kimia
      4. Melarutkan Asam Benzoat tercemar dengan air panas
      5. Menyaring larutan Asam Benzoat tersebut dalam keadaan panas dengan corong Buchner
      6. Memisahkan antara residu (zat pengotor) dengan filtratnya
      7. Mendinginkan filtrat dengan es batu hingga terbentuk Kristal
      8. Menyaringkristal yang terbentuk
      9. Memisahkan antara Kristal Asam Benzoat dengan pelarut (air)
      10. Memperoleh Kristal Asam Benzoat sebanyak 0,543 gram
      11. Menentukan berat rendemennya (%)

      Bab IV. Pembahasan

      A. Data Hasil Praktikum

      No   Perlakuan                                       Pengamatan
      1.     Air suling dipanaskan hingga        air mendidihMendidih
      2.    1 gram Asam Benzoat tercemar     larutan berwarna bening dandilarutkan dengan air panasterdapat endapan putih
      3.    Larutan disaring dengan meng-     diperoleh filtrate dan residugunakan corong Buchner
      4.    Filtrat didinginkan dan disaring     terbentuk kristal
      5.    Kristal Asam benzoat dipisahkan   diperoleh Kristal Asm Benzoatdari pelarutnya                                bersih dari pengotornya
      6.    Kristal tersebut ditimbang               Kristal Asam Benzoat sebanyak                                                         0,543 gram
      7.    Ditentukan berat rendemennya       hasil rendemen sebesar 54,3%

      B. Perhitungan

      Dik : Berat kertas saring kosong = 0,76 gram

      Berat sampel (asam benzoate tercemar) = 1 gram

      Berat Kristal dalam kertas saring = 1,303 gram

      Berat Kristal asam benzoat = 1,303 gram – 0,76 gram

      = 0,543 gram

      Dit : Kadar Rendemen  …?

      Penyelesaian :

      Rendemen              =

      =

      = 54,3%

      Zat pengotor   = 100% – 54,3%

      = 45,7%

      C. Pembahasan

      Pemisahan dan pemurnian adalah proses pemisahan dua zat atau lebih yang saling bercampur serta untuk mendapatkan zat murni dari suatu zat yang telah tercemar atau tercampur. Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali.

      Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap.

      Tahap-tahap dalam rekristalisasi yaitu (1) Pelarutan (2) Penyaringan (3) Pemanasan (4) Pendinginan. Beberapa syarat pelarut yang baik untuk rekristalisasi antara lain : a) Memiliki daya pelarut yang tinggi pada suhu tinggi dan daya pelarut yang rendah; b) Menghasilkan kristal yang baik dari senyawa yang dimurnikan; c) Dapat melarutkan senyawa lain; d) Mempunyai titik didih relatif rendah (mudah terpisah dengan kristal murni); e) Pelarut tidak bereaksi dengan senyawa yang dimurnikan.

      Suatu endapan mudah disaring dan dicuci sebagian besar tergantung pada struktur morfologi endapan, yang terdiri dari bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, semakin mudah proses penyaringannya dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang akan membantu penyaringan.

      Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai.

      Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan.

      Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh.

      Asam benzoat yang digunakan dalam percobaan ini merupakan asam benzoat yang belum murni atau masih kotor. Karena itu dilakukan pemurnian terhadap asam benzoat tersebut agar terbebas dari zat pengotor melalui pemanasan bersama pelarutnya.

      Pelarut yang digunakan adalah air. Air digunakan sebagai pelarut asam benzoat karena titik didih air lebih rendah dari pada titik leleh asam benzoat yang sebesar 249˚C. Sesuai dengan persyaratan sebagai pelarut yang sesuai yaitu titik didih pelarut harus rendah untuk mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk.

      Berdasarkan syarat ini, titik didih air sebagai pelarut lebih rendah dari pada titik didih asam benzoat sehingga kristal yang diinginkan pada saat pengeringan dapat terbentuk, penggunaan air sebagai pelarut asam benzoat juga berhubungan dengan kelarutan. Sesuai dengan syarat pelarut yang kedua yaitu pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Reaksi antara air  dan asam benzoat menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen, inilah yang menyebabkan  air dapat melarutkan asam benzoat.

      Langkah pertama yang dilakukan adalah proses pelarutan asam benzoat yang berbentuk padatan agar menjadi suatu larutan. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan asam benzoat ini adalah pelarut yang cocok. Hal ini ditujukan agar asam benzoat yang dilarutkan dapat melarut dengan sempurna. Asam benzoat yang dilarutkan dalam air panas tersebut akan terurai menjadi ion-ionnya Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah pemanasan adalah menyaring larutan kedalam suatu wadah dengan menggunakan kertas saring. Penyaringan ini bertujua untuk memisahkan antara zat yang telah larut dengan zat pengotornya agar diperoleh zat yang lebih murni, namun untuk memperoleh hasil yang maksimal maka perlakuan ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang dikenal dengan nama corong buchner.

      Langkah selanjutnya lagi yaitu melakukan pendinginan. Jika belum terbentuk kristal maka larutan di jenuhkan dengan cara penguapan, agar endapan dapat terbentuk dengan mudah. Tapi jika kristal sudah mulai terbentuk, maka dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk memisahkan endapan dari larutannya. Filtrat hasil penyaringan tersebut akan digunakan untuk proses kristalisasi pada tahap berikutnya. 

      Agar proses rekristalisasi ini dapat berjalan dengan baik, kotoran mempunyai kelarutan lebih besar dari senyawa yang diinginkan. Jika hal ini tidak terpenuhi maka kotoran akan ikut mengkristal bersama senyawa yang diinginkan. Dampaknya menyebabkan kristal yang diperoleh tidak murni lagi, dimana kemurnian suatu zat ditentukan oleh rendemen yang diperoleh, semakin tinggi rendemen suatu zat maka tingkat kemurnian akan semakin tinggi sedangkan semakin kecil nilai rendemen yang diperoleh dari suatu zat maka tingkat kemurnian semakin rendah dan dari hasil percobaan ini diperoleh berat asam benzoate yang murni sebesar 0,543 gram.

      Sehingga rendemen kristal asam benzoat yang diperoleh dari perbandingan asam benzoat murni denagan asam benzoat tercemar sebesar 54,3 %. Sehinga zat pengotor (residu) yang berada dalam sampel asam benzoat tercemar pada percobaan ini sebesar 45,7 %. Sedikinya hasil rendemen yang diperoleh, dapat disebabkan karena pada saat melarutkan asam benzoat dan dilanjutkan dengan menyaring suhu air tidak terlalu panas sehingga asam benzoat tidak terlalu larut (larut secara sempurna).

      Bab V. Penutup

      A. Simpulan

      Berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemurnian secara rekristalisasi didasarkan pada perbedaan daya larut antara zat yang dimurnikan dengan pengotornya dalam suatu pelarut tertentu. Kristal Asam Benzoat murni dapat kita pisahkan dan diperoleh kembali dari zat pengotornya (Asam Benzoat tercemar). Kristal Asam Benzoat secara murni yang dapat diperoleh kembali yaitu sebanyak 0,543 gram dengan jumlah rendemen sebanyak 54,3%.

      B. Saran

      Saran yang dapat kami ajukan dalam percobaan ini yaitu agar lebih memperhatikan bahan-bahan yang akan digunakan untuk disimpan sesuai dengan tempatnya masing-masing agar tidak membuat bingung para praktikan yang akan melakukan percobaan selanjutnya saat mencari bahan yang diperlukan.

      DAFTAR PUSTAKA

      Lukis, Prima Agusti. (2010). Dua Senyawa Mangostin dari Ekstak n-Heksan padaKayu Akar Manggis ( Garcinia mangostana, Linn). Institut Teknologi Sepuluh September. Surabaya. Diakses tanggal 8 Desember 2014

      Rositawati, Agustina Leokrist., Dkk, (2013). Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk Mencapai SNI Garam Industri.Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri. Vol. 2, No.4.Universitas Diponegoro. Semarang. Diakses tanggal 8 Desember 2014

      Setyopratomo, Puguh. Dkk, (2003). Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl dengan CaraRekristalisasi. Universitas Surabaya

      Sulistyaningsih, Triastuti.Dkk, (2010). Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode Kristalisasi Air Tua dengan Bahan Pengikat Pengotor Na2C2O4-NaHCO3 dan Na2C2O4-Na2CO3.Vol.8, No. 1Universitas Negri Semarang

      Wirda, Zurrahmi. dkk. (2011). Pengaruh Berbagai Jenis Pelarut dan Asam Terhadap Rendemen Antosianin dari Kubis Merah (Brassica Oleraceae Capitata). Vol 18. No 2.Universitas Malikussaleh Reuleut-Aceh utara.Banjarbaru

    5. Laporan Praktikum Destilasi

      Laporan Praktikum Destilasi

      Contoh laporan praktikum destilasi sederhana. Praktikum ini bertujuan untuk memahami prinsip destilasi dan menggunakan alat untu pemisahan atau pemurnian.

      Praktikum Destilasi

      Bab I. Pendahuluan

      A. Latar Belakang

      Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali uap tersebut pada suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana tekanan uapnya sama dengan tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan kembali disebut destilat.

      Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya dan memisahkan cairan tersebut dari zat padat yang terlarut atau dari zat cair lainnya yang mempunyai titik didih cairan murni yang berbeda. Pada destilasi biasa, tekanan uap diatas cairan adalah tekanan atmosfer ( titk didih normal). Untuk senyawa murni, suhu yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada tempat terjadinya proses distilasi adalah sama dengan titik didih destilat.

      Salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan minyak mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk transportasi, pembangkit listrik, pemanas, dan lain-lain. Udara didistilasi menjadi komponen-komponen seperti oksigen untuk penggunaan medis dan helium untuk pengisi balon. Distilasi juga telah digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol dengan penerapan panas terhadap larutan hasil fermentasi untuk menghasilkan minuman suling. Oleh karena itu agar lebih mengetahui dan memahami prinsip kerja destilasi maka dilakukanlah percobaan ini dengan menggunakan destilasi sederhana sebagai awal metode pemisahan bahan kimia.

      B. Tujuan Praktikum

      Adapun tujuan pada praktikum ini adalah :

      1. Dapat merangkai alat untuk destilasi sederhana dan memahami prinsip kerja dari destilasi sederhana.
      2. Dapat menggunakan alat untuk pemisahan atau pemurnian suatu zat dengan cara destilasi sederhana.

      C. Prinsip Percobaan

      Prinsip percobaan ini adalah pemisahan berdasarkan titik didih, dimana analit yang memiliki titik didih yang rendah akan menguap lebih awal.

      Bab II. Kajian Pustaka

      A. Pengertian Destilasi

      Proses Distilasi merupakan salah satu cara untuk memisahkan komponen dalam larutan yang berbentuk cair atau gas dengan mendasarkan pada perbedaan titik didih komponen yang ada di dalamnya. Dasar dari pemisahan dengan distilasi adalah jika suatu campuran komponen diuapkan maka komposisi pada fase uap akan berbeda dengan fase cairnya. Untuk komponen yang memiliki titik didih lebih rendah maka akan didapatkan komposisi yang cenderung lebih besar pada fase uapnya, uap ini diembunkan dan dididihkan kembali secara bertingkat–tingkat maka akan diperoleh komposisi yang semakin murni pada salah satu komponen.

      Pada beberapa campuran komponen, untuk komposisi, suhu dan tekanan tertentu tidak memenuhi kecenderungan tersebut, artinya jika campuran tersebut dididihkan maka komposisi fase uapnya akan memiliki komposisi yang sama dengan fase cairnya, keadaan ini disebut kondisi azeotrop, sehingga campuran pada kondisi ini tidak dapat dipisahkan dengan cara distilasi biasa (Abassato, 2007).

      Destilasi air merupakan salah satu cara untuk memisahkan minyak atsiri dari dalam bahan. Pada metode ini, bahan yang didestilasi akan kontak langsung dengan air mendidi.Sebelum rimpang jeringau didestilasi, rimpang terlebih dahulu diubah dalam bentuk chipsuntuk mempermudah dalam proses destilasi. Permintaan akan minyak jeringau ini sangat luas yaitu dari bidang industri makanan, farmasi, kecantikan maupun industri parfum (Prisca, 2014).

      Destilasi merupakan metode yang paling populer, digunakan secara luas, dan cost-effective untuk memproduksi minyak esensial di seluruh dunia. Destilasi tanaman aromatik secara sederhana menggunakan penguapan atau membebaskan minyak dari membran sel tanaman dengan adanya kelembaban, dengan menerapkan suhu yang tinggi dan kemudian mendinginkan campuran uap untuk memisahkan minyak dari air berdasarkan ketidakbercampuran dan densitas minyak esensial dengan air (Caroline, 2011).

      Destilasi sederhana atau destilasi biasa adalah teknik pemisahan kimia untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Suatu campuran dapat dipisahkan dengan destilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa murni. Senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap saat mencapai titik didih masing-masing (Walangare, 2013).

      B. Metode destilasi

      Metode destilasi yang umum digunakan dalam produksi minyak atsiri adalah destilasi air dan destilasi uap-air. Karena metode tersebut merupakan metode yang sederhana dan membutuhkan biaya yang lebih rendah jika dibandingkan dengan destilasi uap. Namun belum ada penelitian tentang pengaruh kedua metode destilasi tersebut terhadap minyak atsiri yang dihasilkan.

      Minyak atsiri dalam tanaman aromatik diselubungi oleh kelenjar minyak, pembuluh–pembuluh, kantung minyak atau rambut granular. Sebelum diproses, sebaiknya bahan tanaman dirajang (dikecilkan ukurannya) terlebih dahulu. Namun dalam proses destilasi tradisional pada umumnya ukuran bahan yang digunakan tidak seragam, karena proses pengecilan ukurannya hanya melalui proses penghancuran sederhana (Tri, 2012).

      C. Madu

      Madu dihasilkan oleh lebah madu dengan memanfaatkan bunga tanaman. Madu memiliki warna, aroma dan rasa yang berbedabeda, tergantung pada jenis tanaman yang banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah madu. Sebagai contoh madu mangga (rasa yang agak asam), madu bunga timun (rasanya sangatmanis), madu kapuk/randu (rasanya manis, lebih legit dan agak gurih), madu lengkeng (rasa manis, lebih legit dan aromanya lebih tajam).

      Selain itu dikenal pula madu buah rambutan, madu kaliandra dan madu karet. Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60 %. Sedangkan, jenis gula pereduksi yang terdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin (Ratnayani, 2008).

      Bab III. Metode Praktikum

      A. Alat dan Bahan

      1. Alat

      Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu satu set alat destilsi (labu alas bulat, thermometer, kondensor, penghubung, Erlenmeyer, selang pendingin, statif dan klem, gelas ukur, gelas kimia 500 mL dan elektromantel.

      2. Bahan

      Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu madu.

      B.  Prosedur kerja

      1. Dipasang rangkaian alat destilasi.
      2. Dimasukan 100 ml madu kedalam labu destilasi.
      3. Dialirkan air sebagai pendingin melalui kondensor.
      4. Dipanaskan labu destilasi pada temperatur ± 100ºC.
      5. Ditampung destilat yang keluar dalam Erlenmeyer.
      6. Dilakukan destilasi sampai destilat tidak keluar pada temperature ± 100ºC.
      7. Diukur volume destilat dan ditentukan persentase rendemen dan madu.

      Bab IV. Hasil dan Pembahasan

      A. Data Pengamatan

      Tabel 1. Hasil Pengamatan Praktikum :

      No.PerlakuanPengamatan
      1100 mL madu dimasukkan ke dalam labu alas bulat/labu destilasiMadu berwarna coklat
      2Dilakukan proses destilasi sampai suhu maksimal mencapai 100°CDestilasi dihentikan pada suhu ±100°C
      3Ditampung destilat dalam erlenmeyer dan diukur volumenyaVolume destilat yang diperoleh 4 mL
      3
      5
      10
      7
      11
      12
      9
      2
      6
      8
      4
      1

      (Gambar 1. Rangkaian Alat Destilasi Sederhana)

      Keterangan :

      1. Labu alas bulat berfungsi untuk menyimpan sampel.
      2. Termometer berfungsi untuk mengukur suhu.
      3. Konektor berfungsi untuk menghubungkan kondenson dengan erlenmeyer.
      4. Elektromantel berfungsi sebagai pemanas.
      5. Erlenmeyer berfungsi untuk menyimpan hasil destilasi.
      6. Air masuk befungsi menyuplai air kedalam kondensor.
      7. Air keluar berfungsi sebagai tempat keluarnya air dari kondensor agar sirkulasi air pendingin tetap terjaga.
      8. Selang air.
      9. Tutup gabus berfungsi debagai perekat.
      10. Kondensor berfungsi sebagai pendingin.
      11. Statif sebagai penyangga kondensor.
      12. Klem sebagai tempat digantungnya termometer.

      B. Analisis Data

      Volume sampel (madu)  = 100 mL

      Volume destilat               = 4 mL
      = 4%

      Jadi, % sisa destilat         = 100% – 4%

      = 96%

      C. Pembahasan

      Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahanbahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal destilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.

      Hukum Roult digunakan untuk menjelaskan bahwa tekanan uap suatu komponen yang menguap dalam larutan sama dengan tekanan uap komponen murni dikalikan dengan fraksi mol komponen yang menguap dalam lararutan pada suhu yang sama. Bila didalam larutan terdapat komponen zat A yang mempunyai tekanan uap murni (PoA) maka tekanan uap komponen A dalam larutan adalah   P= PoA­ XA. Aplikasi destilasi sederhanaini, digunakan untukmemperoleh pelarut murni ataupun memisahkan larutan suatu pelarut dengan pelarut lain untuk memperoleh pelarut murni misalnya destilasi alkohol.

      Destilasi memiliki tujuan dengan pemurnian zat cair pada titik didihnya, dan memisahkan cairan tersebut dari zat padat yang terlarut atau dari zat cair lainnya yang mempunyai perbedaan titik didih cairan murni. Pada destilasi biasa, tekanan uap di atas cairan adalah tekanan atmosfer (titik didih normal). Untuk senyawa murni, suhu yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada tempat terjadinya proses destilasi adalah sama dengan titik didih destilat.

      Cara kerja untuk memulai destilasi adalah dengan merangkai alat destilasi. Rangkain alat destilasi terdiri atas beberapa bagian yaitu : labu alas bulat bertangkai, steel head, kondensor, pipa dalam, termometer, adaptor, elektromantel dan erlenmeyer.

      Setiap alat dalam rangakaian destilasi memiliki fungsi yang berbeda-beda. Labu alas bulatberfungsi sebagai wadah atau tempat suatu campuran zat cair yang akan didestilasi. Steel headberfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin (kondensor), dan biasanya labu destilasinya sudah dilengkapi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head. Kondensor berfungsi  sebagai pendingin, yang didalam terdapat pipa dalam = pipa destilasi yang berfungsi sebagai tempat aliran uap alkohol yang berwujudgas sehingga bewujud cair. Kondensor memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar.

      Celah masuk berfungsi untuk aliran air keran sedangkan  celah keluar berfungsi untuk aliran uap hasil reaksi. Termometer berfungsi untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung.Adaptor (Recervoir Adaptor) berfungsi untuk menyalurkan hasil destilasi yang sudah terkondisi untuk disalurkan ke penampung yang telah tersedia. Elektromantel Berfungsi untuk memanaskan bahan di dalam labu destilasi. Erlenmeyer berfungsi sebagai wadah penampung destilat.

      Setelah rangkaian alat destilasi siap digunakan, langkah selanjutnya yang dilakukan pada proses ini adalah mengalirkan air pada pendingin (kondensor) dengan arah aliran dari bawah ke atas. Selanjutnya dimasukkan madu sebanyak 100 ml kedalam labu destilasi. Warna madu sangat bervariasi ada yang putih hingga kuning sawo atau hitam (gelap). Makin gelap madu maka aromanya makin tajam. Madu mengandung 75% glukosa dan fraktosa serta 2% lebih sukrosa. Dalam pendestilasian madu harus dilakukan pengontrolan suhu pemanasan agar hasil diperoleh benar-benar % madu murni yang tidak bercampur dengan air.

      Ketika suhu mencapai 30 sampai 40 ºC uap hasil pemanasan tersebut kemudian dialirkan menuju kondensor yang berfungsi sebagai pendingin. Pada kondensor terjadi proses kondensasi (uap menjadi embun) sehingga akan dihasilkan destilat yang selanjutnya ditampung pada erlenmeyer. Destilat yang dihasilkan akan terus bertambah hingga mencapai titik didih azeotrop. Titik azeotrop adalah titik maksimum dimana  campuran komponen, untuk komposisi, suhu  dan tekanan tertentu memenuhi kecenderungannya, jika campuran di didihkan terus menerus melewati titik didihnya maka komposisi fase uapnya akan memiliki komposisi yang sama dengan fase cairnya.

      Dari hasil pengamatan pada destilasi madu % destilat yang dihasilkan adalah 4% dengan % rendemen sebesar 96 % tepatnya pada ± 100 ºC. Hal ini berarti dalam 100 ml madu mengandung destilat sebesar 4 %.

      Bab V. Penutup

      A. Kesimpulan

      Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

      1. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum destilasi sederhana adalah satu set alat destilasi (labu alas bertangkai, kondensor, termometer, erlenmeyer 250 mL, termometer bersumbat gabus, adaptor (penghubung), selang karet, statif dan klem).
      2. Teknik destilasi sederhana adalah pemisahan yang didasarkan  karena adanya perbedaan titik didih antara komponen-komponen yang akan dipisahkan. Dalam hal ini adalah filtrat madu dan air dengan rendemen yang diperoleh sebesar 4%.

      DAFTAR PUSTAKA

      Abbassato, Tony Irwanto & Eko Aris Budiarto. (2007).Efisiensi Kolom Sieve Tray pada Destilasi yang Mengandung Tiga Komponen (Aceton-Alkohol-Air).  Jurnal Nasional. 978-979.

      Caroline. (2011). Pembuatan Minyak Esensial dengan Cara Destilasi. Makalah Konsep Herbal Indonesia. Depok.

      Prisca, Violetta Effendi & Simon Bambang Widjanarko. (2014). Distilasi dan Karakterisasi Minyak Atsiri Rimpang Jeringau. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.2, No.2. 1-8.

      Tri, Fuki Yuliarto, Lia Umi Khasanah,&R. Baskara Katri Anandito. (2012). Pengaruh Ukuran Bahan dan Metode Destilasi (Destilasi Air dan Destilasi Uap-Air) terhadap Kualitas Minyak Atsiri Kulit Kayu Manis. Jurnal Teknosains Pangan. Vol.1, No.1.

      Ratnayani, dkk. (2008). Penentuan kadar glukosa dan fruktosa pada madu randu dan madu kerengkeng dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi. jurnal kimia, 2(2), 77-78.

    6. Laporan Praktikum Tanaman Pepaya

      Laporan Praktikum Tanaman Pepaya

      Berikut ini contoh laporan Praktikum Tanaman Pepaya. Praktikum ini bertujuan untuk mengamati proses pertumbuhan tanaman pepaya.

      Praktikum Tanaman Pepaya

      Bab I. Pendahuluan

      A. Latar Belakang

      pertumbuhan merupakan perubahan yang bersifat kuantitatif dan iireversible, berlangsung selama masa pertumbuhan setiap organisme. Perubahan kuatitatif paling nyatadiukur dari pertambahan biomassa kering tubuh organisma. Proses ini diawali dari pertambahan substansi, pembelahan sel (mitosis), perbedasan dan perpanjangan sel. Sedangkan perkembangan lebih dicirikan oleh adanya proses perubahan yang bersifat kualitatif , oleh adanya proses deferensiasi dan spesialisasi. Proses pertumbuhan dan perkembangan diatur oleh DNA inti, yang mengendalikan semua proses fisiologi-biokemis di dalam sel. Pada proses tumbuh lebih menonjol proses- proses sintetik membangun struktur tubuh.

      Sedangkan proses perkembangan diatur melalui pengendalian ekspresi gen yang terkait langsung dengan produksi enzim yang akan mengarahkan proses deferensiasi dan spesialisasijaringan. Proses tumbuh suatu tumbuhan dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor nutrisi, hormon, umur jaringan dan berbagai kondisi lingkungan eksternalnya seperti suhu, kelembaban, konsentrasi gas-gas, pencahayaan, kecepatan angin,air dsb. Faktor-faktor yang terkait langsung dengan produktivitas tumbuhan akan berpengaruh pada laju pertumbuhannya

      Begitu juga dengan Tanaman pepaya juga merupakan tanaman yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap air. Oleh karena itu, dalam budidaya tanaman pepaya, faktor air sangat berperan penting agar pertumbuhan pepaya optimal. Jadi, faktor pemberian air terhadap pertumbuhan pepaya merupakan faktor yang penting.

      Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air.

      Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua tanaman juga merupakan bahan penyusun utama dari pada protoplasma sel. Di samping itu, air adalah komponen utama dalam proses fotosintesis, pengangkutan assimilate hasil proses ini kebagian-bagian tanaman hanya dimungkinkan melalui gerakan air dalam tanaman. Dengan peranan tersebut di atas, jumlah pemakaian air oleh tanaman akan berkorelasi posistif dengan produksi biomase tanaman, hanya sebagian kecil dari air yang diserap akan menguap melalui stomata atau melalui proses transpirasi (Crafts et al : 1949; Dwidjoseputro, 1984).

      Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air.

      Selanjutnnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak ke dalam tumbuh-tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Ismal, 1979).

      Kekurangan air (water deficit) akan mengganggu keseimbangan kimiawi dalam tanaman yang berakibat berkurangnya hasil fotosintesis atau semua proses-proses fisiologis berjalan tidak normal. Apabila keadaan ini berjalan terus, maka akibat yang terlihat, misalnya tanaman kerdil, layu, produksi rendah, kualitas turun dan sebagainya (Craft et al, 1949; Kramer, 1969).

      Menurut Clogh dan Milthorpe (1975), pengaruh kekurangan air pada tanaman dapat dijelaskan yaitu sejak bermulanya pembentukan daun, luas daun dan jumlahnya maupun terhadap perkembangan luas sel-sel palisade pada daun-daun yang sedang mulai berkembang sampai dengan periode pertumbuhan. Selanjutnya, bahwa laju pembentukan daun pada tanaman yang kebutuhan airnya terpenuhi adalah konstan setiap saat bila dibandingkan dengan yang mengalami kekurangan air proses reduksinya sangat cepat.

      Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.

      Kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesa, karena turgiditas sel penjaga stomata akan menurun. Hal ini menyebabkan stomata menutup (Lakitan, 1995). Penutupan stomata pada kebanyakan spesies akibat kekurangan air pada daun akan mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan pada akhirnya akan mengurangi laju fotosintesa (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

      Tanaman kekurangan air dapat mengakibatkan kematian, sebaliknya kelebihan air dapat menyebabkan kerusakan pada perakaran tanaman, disebabkan kurangnya udara pada tanah yang tergenang (Purwowidodo, 1983).

      Kebutuhan air perlu mendapat perhatian, karena pemberian air yang terlalu banyak akan mengakibatkan padatnya permukaan tanah, terjadinya pencucian unsur hara, dan dapat pula terjadi erosi aliran permukaan dan erosi percikan. Erosi ini bila curah hujan tinggi dan penyiraman yang banyak pada musim kemarau.

      Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca (Fitter dan Hay, 1994).

      Dari Hasil penelitian pada tahun 2003 yang dilakukan oleh Noorhadi dan Sudadi Mahasiswa dari Fakultas Pertanian UNS Surakarta yang berjudul “Kajian Pemberian Air Dan Mulsa Terhadap Iklim Mikro Pada Tanaman Cabai Di Tanah Entisol” menunjukkan bahwa perlakuan volume pemberian air berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan suhu udara, peningkatan kelembaban tanah dan udara, peningkatan tinggi tanaman serta memperlebar luas daun.

      B. Tujuan

      1. Mengamati pertumbuhan dan perkembangan tanaman pepaya
      2. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman pepaya dari biji sampai menjadi tumbuhan yang sempurna (tumbuh akar, batang, daun)
      3. Mengetahui faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan tanaman pepaya

      Bab III. Metode Praktikum

      A. Alat Dan Bahan

      Alat
      1. Media tanam (polibek)
      2. Sekop
      3. Ember
      Bahan
      1. Tanah
      2. Pupuk kompos
      3. Arang sekam
      4. Biji pepaya

      B. Prosedur Kerja

      1. Siapkan alat dan bahan
      2. Untuk hasil yang maksimal Jemur terlebih dahulu biji pepaya sampai kering
      3. Campurkan tanah, pupuk kompos dan arang sekam di dalam ember yang telah disediakan dengan perbandingan 1:1:1, kemudian aduk dengan sekop hingga semua tercampur rata
      4. Kemudian masukkan campuran tadi ke dalam masing-masing polibek
      5. Lalu tanam biji pepaya yang sudah kering tadi di dalam polibek dengan kedalaman 5 cm dari permukaan tanah
      6. Setelah biji tertanam lalu siram dengan air secukupnya
      7. Amati pertumbuhannya dan lakukanlah perawatan dengan cara menyiramnya setiap hari atau 2 hari sekali

      Bab IV. Hasil Percobaan

      A. hasil pengamatan

      Penanaman dimulai tanggal 23 maret 2013

      POLIBEKTanggal
      Minggu ke-2Minggu ke-4Minggu ke-6Minggu ke-8Minggu ke-10Minggu ke-12
      6/4/201320/4/20134/5/201318/5/20131/6/201315/6/2013
      1Muncul tunas2 cm4 cm10 cm19 cm25 cm
      2Belum adaMuncul tunas3 cm5 cm8 cm15 cm
      3Muncul tunas5 cm81318 cm24 cm
      4Belum ada perubahanMuncul tunas6 cmmatimatimati
      5Belum ada perubahanMuncul tunas6 cm8 cm1011 cm
      6Muncul tunas4 cm7 cm10 cm1825 cm
      7Belum ada perubahanMuncul tunasmatimatimatimati
      8Belum ada perubahanBelum ada perubahanMuncul tunas5 cm10 cm13 cm
      9Belum ada perubahanMuncul tunas2 cm4 cm3 cm6,5 cm
      10Belum ada perubahanBelum ada perubahanMuncul tunas1 cm2 cm5 cm

      B. Pembahasan

      A. Tanaman pepaya

      Pepaya (Carica papaya L) termasuk tanaman perdu dengan tinggi tanaman kurang lebih 10 m. Bentuk batak silindris, tidak berkayu, memiliki rongga, dan berwarna putih kotor. Bentuk daun tunggal, bulat dengan ujung runcing dan pangkal bertoreh, tepi daun bergerigi, dan berdiameter 25 – 75 cm, pertulangan menjari, dengan panjang pangkal tangkai 25 – 100 cm dan berwarna hijau.

      Bunga pepaya termasuk jenis bunga tunggal, berbentuk seperti bintang, berumah dua, dan bunga terdapat pada ketiak daun. Bunga jantan terletak pada landan yang serupa malai, kelopak kecil, kepala sari berlangkai pendek atau duduk, berwarna kuning, dan mahkota berbentuk terompet, dengan tepi bertaju lima, bertabung panjang, dan berwarna putih kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik berjumlah lima, dangkal buah beruang satu dengan warna putih kekuningan.

      Buah pepaya termasuk dalam buah buni, berbentuk bulat memanjang, berdaging, dan ketika masih muda berwarna hijau muda, tetapi setelah tua berwarna jingga tua. Biji dari pepaya terdapat di dalam buah, berbentuk bulat panjang dan kecil, bagian luar dibungkus selaput yang berisi cairan, masih muda berwarna putih, tetapi setelah tua berwarna putih kekuningan.

      Akar dari pepaya berbentuk akar tunggang, dengan percabangan yang banyak, berbentuk bulat, dan berwarna putih kekuningan.

      Pepaya jantan memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang-cabang. Bunga pertama terdapat pada pangkal tangkai. Ciri-ciri bunga jantan ialah putih/bakal buah yang rundimeter yang tidak berkepala, benang sari tersusun dengan sempurna.

      Pepaya betina memiliki bunga majemuk artinya pada satu tangkai bunga terdapat beberapa bunga. Tangkai bunga sangat pendek dan terdapat bunga betina kecil dan besar. Bunga yang besar akan menjadi buah. Memiliki bakal buah yang sempurna, tetapi tidak mempunyai benang sari, biasanya terus berbunga sepanjang tahun.

      Pepaya sempurna memiliki bunga yang sempurna susunannya, bakal buah dan benang sari dapat melakukan penyerbukan sendiri maka dapat ditanam sendirian. Terdapat 3 jenis pepaya sempurna, yaitu:

      1. Berbenang sari 5 dan bakal buah bulat.
      2. Berbenang sari 10 dan bakal buah lonjong.
      3. Berbenang sari 2 – 10 dan bakal buah mengkerut.

      Klasifikasi dari tanaman pepaya (Carica papaya L) adalah sebagai berikut :

      Kerajaan :Plantae
      Divisio      :Magnoliophyta
      Kelas        :Magnoliopsida
      Ordo        :Brassicales
      Family     :Caricaceae
      Genus     :Carica
      Spesies    :Carica papaya L
      B. Faktor pertumbuhan dan perkembangan  tanaman pepaya

      Faktor tumbuh untuk tanaman pepaya (Carica papaya) meliputi beberapa hal, diantaranya yaitu : iklim, media tanam, dan ketinggian tempat.

      1. Iklim
      1. Angin diperlukan untuk penyerbukan bunga. Angin yang tidak terlalu kencang sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman.
      2. Tanaman pepaya tumbuh subur pada daerah yang memilki curah hujan 1000- 2000 mm/tahun.
      3. Suhu udara optimum 22-26 oC.
      4. Kelembaban udara sekitar 40%.
      2. Media tanam
      1. Tanah yang baik untuk tanaman pepaya adalah tanah ynag subur dan banyak mengandung humus. Tanah itu harus banyak menahan air dan gembur.
      2. Derajat keasaman tanah ( pH tanah) yang ideal adalah netral dengan pH 6-7.
      3. Kandungan air dalam tanah merupakan syarat penting dalam kehidupan tanaman ini. Air menggenang dapat mengundang penyakit jamur perusak akar hingga tanaman layu (mati). Apabila kekeringan air, nama tamanan akan kurus, daun, bunga dan buah rontok. Tinggi air yang ideal tidak lebih dalam daripada 50–150 cm dari permukaan tanah.
      3. Ketinggian tempat

      Pepaya dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 700 m–1000 m dpl.

      4. Air

      Air merupakan salah satu unsur disamping nutrisi yang diperlukan untuk perbesaran atau perluasan sel, akan mempengaruhi perbesaran luas daun. Semakin meningkatnya luas daun, akan semakin luas pula tajuk tanaman. Tajuk tanaman yang lebar akan meningkatkan luas naungan, dimana naungan akan memacu kerja auksin yang berfungsi untuk perpanjangan sel.

      Dalam hal ini auksin akan menambah tinggi tanaman. Gardner et al (1991) menambahkan bahwa nutrisi mineral dan ketersediaan air mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel, seperti pada organ vegetatif atau organ pembuahan. Nitrogen dan air, khususnya meningkatkan tinggi tanaman, tetapi pengaruh itu kompleks karena ukuran daun yang lebih besar akan mengakibatkan penaungan yang lebih banyak. Penaungan cenderung meningkatkan kandunngan auksin yang dapat mempengaruhi panjang ruas. Auksin merupakan istilah genetik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya merangsang perpanjangan sel. Auksin diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif (tunas, daun muda dan buah).

      Jumlah daun dipengaruhi oleh genotipe tanaman itu sendiri atau jumlah daun merupakan ciri-ciri botanis dari suatu tanaman. Hal ini dijelaskan oleh Gardner et al (1991) bahwa jumlah bakal daun yang terdapat pada embrio biji yang masak merupakan karakteristik spesies. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan.

      Air merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan untuk perluasan sel-sel. Selama masa pertumbuhan vegetatif, air dibutuhkan selain unsur hara untuk meningkatkan luas daun. Hal ini didukung oleh Gardner et al (1991) bahwa nutrisi mineral dan ketersediaan air mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel, seperti pada organ vegetatif atau organ perbuahan. Pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah berkembangnya daun-daun yang lebih kecil, yang dapat berakibat kurangnya penyerapan cahaya oleh tanaman budidaya tersebut pada saat dewasa.

      Dalam fisiologi tumbuhan air merupakan hal yang sangat penting, Jackson (1977) berpendapat, peranan air dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yaitu :

      1. Air merupakan bahan penyusun utama dari pada protoplasma. Kandungan air yang tinggi aktivitas fisiologis tinggi sedang kandungan air rendah aktivitas fisiologisnya rendah (Kramer dan Kozlowsksi, 1960).
      2. Air merupakan reagen dalam tubuh tanaman, yaitu pada proses fotosintesis.
      3. Air merupakan pelarut substansi (bahan-bahan) pada berbagai hal dalam reaksi-reaksi kimia (Kramer dan Kozlowski, 1960).
      4. Air digunakan untuk memelihara tekanan turgor.
      5. Sebagai pendorong pross respirasi, sehingga penyediaan tenaga meningkat dan tenaga ini digunakan untuk pertumbuhan.
      6. Secara tidak langsung dapat memelihara suhu tanaman.

      Kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, perkembangannya menjadi abnormal. Kekurangan yang terjadi terus menerus selama periode pertumbuhan akan menyebabkan tanaman tersebut menderita dan kemudian mati. Sedang tanda-tanda pertama yang terlihat ialah layunya daun-daun. Peristiwa kelayuan ini disebabkan karena penyerapan air tidak dapat mengimbangi kecepatan penguapan air dari tanaman. Jika proses tranpirasi ini cukup besar dan penyerapan air tidak dapat mengimbanginyha, maka tanaman tersebut akan mengalami kelayuan sementara (transcient wilting), sedang tanaman akan mengalami kelayuan tetap, apabila keadaan air dalam tanah telah mencapai permanent wilting percentage. Tanaman dalam keadaan ini sudah sulit untuk disembuhkan karena sebagaian besar sel-selnya telah mengalami plasmolisia (Dwidjoseputro, 1984).

      Tanaman pepaya bila kelebihan air atau akar terlalu lama tergenang air, dapat mengakibatkan akar akan membusuk dan tanaman layu, dan pada akhirnya akan dapat mengakibatkan kematian. Demikian pula sebaliknya, bila kekurangan air, pepaya tidak dapat tumbuh dengan sempurna, dan dapat mengakibatkan tanaman layu dan mati.

      Jadi, sebaiknya tanaman pepaya dibudidayakan pada daerah yang tidak degenangai oleh air, seperti pada areal persawahan, dan daerah yang sering terkena banjir. Tetapi perlu diingat, bahwa tanaman pepaya juga tidak baik tumbuh di areal yang tandus dan gersang, jadi pilihlah lahan yang tidak digenangi air dan tidak tandus dan gersang.

      Bab V. Penutup

      A. kesimpulan

      Proses tumbuh suatu tumbuhan dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor nutrisi, hormon, umur jaringan dan berbagai kondisi lingkungan eksternalnya seperti suhu, kelembaban, konsentrasi gas-gas, pencahayaan, kecepatan angin,air dsb. Faktor-faktor yang terkait langsung dengan produktivitas tumbuhan akan berpengaruh pada laju pertumbuhannya

    7. Laporan Praktikum Pemulian Tanaman – Uji Viabilitas Tepung Sari – Pollen

      Praktikum Uji Viabilitas Tepung Sari (Pollen)

      Bab I. Pendahuluan

      A. Latar Belakang

      Penyerbukan merupakan peristiwa pemindahan atau jatuhnya pollen dari anther pada kepala putik (stigma) baik pada bunga yang sama atau bunga lain yang masih dalam satu spesies. Jika pollen sesuai (compatible), pollen akan berkecambah pada kepala putik dan membentuk sebuah tabung pollen yang akan membawa gamet jantan pada gametofit betina. Suatu senyawa protein tertentu pada awal pembentukan pollen yang disebut Lectin, terdapat di dalan exine dan intine. Lectin berperan penting dalam mekanisme mengenali antara putik-pollen. Namun bila pollen tidak sesui (incompatible), perkecambahan pollen akan terhambat atau pertumbuhan tabung pollen akan tertahan dalam jaringan pemindah.

      Cara reproduksi tanaman (perkembangbiakan tanaman) menentukan prosedur pemuliaan tanaman. Pengetahuan cara reproduksi tanaman akan memperjelas keterkaitannya dengan metode pemuliaan tanaman yang digunakan

      Reproduksi tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan biji (disebut reproduksi seksual) atau dengan bagian vegetative (reproduksi aseksual). Pada reproduksi seksual, suatu sel reproduktif yang disebut gamet ini disebut gametogenesis. Fusi antara gamet jantan dan betina membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi embrio dan biji

      Bunga berfungsi utama menghasilkan biji penyerbukan dan pembuahan berlangsung pada bunga. Setelah pembuahan, bunga akan berkembang menjadi buah. Buah adalah struktur yang membawa biji. Morfologi suatu bunga dapat menjadi dasar bagi klasifikasi tanaman. Tanaman yang memiliki system kekerabatan dekat umumnya memiliki ciri atau morfologi bunga yang hampir sama (Zulfikar, 2012).

      Pengetahuan tentang morfologi bunga dapat mempermudah kita dalam menentukan metode pemuliaan yang dapat diterapkan serta dapat menentukan jenis penyerbukannya. Proses penting dalam daur hidup suatu tanaman adalah penyerbukan dan pembuahan. Penyerbukan (pollination) merupakan peristiwa melekatnya serbuk sari ke kepala putik. Penyerbukan merupakan tahap awal dari terbentuknya individu atau tanaman baru. Penyerbukan dapat terjadi secara alami dengan bantuan angin, air, manusia, serangga atau hewan lainnya dan lain-lain.

      Berdasarkan uraian di atas maka perlu diadakannya praktikum tentang serbuk sari atau yang biasa dikenal dengan pollen.

      B. Tujuan Praktikum

      Adapun tujuan dalam praktikum uji viabilitas tepung sari (pollen) yaitu untuk mengamati seberapa besar tingkat keberhasilan tepung sari kelapa dapat tumbuh dalam media.

      C. Kegunaan Praktikum

      Adapun keguanaan dari praktikum uji viabilitas tepung sari (pollen) yaitu agar mahasiswa memperoleh penambahan skill dalam membuat media dan cara menanam serbuk sari (pollen) dalam media.

      Bab II. Tinjauan Pustaka

      A. Klasifikasi Tanaman Kelapa (Cocos Nucifera L)

      Kelapa (Cocos nucifera. L) adalah salah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau arecaceae dan  anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini (Anjelina, 2009).

      MenurutFredi (2014) adapun klasifikasi tanaman kelapa yaitu :

      Kingdom         : Plantae 

      Subkingdom    : Tracheobionta 

      Super divisi     : Spermatophyta 

      Divisi               : Magnoliophyta 

      Kelas               : Liliopsida 

      Subkelas          : Arecidae 

      Ordo                : Arecales 

      Famili              : Arecaceae 

      Genus              : Cocos 

      Spesies            : Cocos nucifera L

      2.2 Morfologi Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L)

      Batang pohon kelapa merupakan batang tunggal, tetapi terkadang dapat bercabang. Tinggi pohon kelapa dapat mencapai lebih dari 30 cm. Daun kelapa tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, berwarna kekuningan jika masih muda dan berwarna hijau tua jika sudah tua (Anjelina, 2009).

       Menurut Oka , (2010) morfologi tanaman kelapa yaitu:

      2.2.1 Daun

      Daun kelapa termasuk daun majemuk menyirip genap, daun kelapa merupakan daun dengan bangun garis (linieraris) ,yaitu pada penampang melintang pipih dan daun amat panjang ,dengan ujung daun runcing (acutus) , tulang daun sejajar atau bertulang lurus (rectinervis) ,daging daun seperti perkamen (perkamenteus) tipis tetapi cukup kaku dan permukaan daun licin (leavis).

      2.2.2 Batang

      Kelapa mempunyai bentuk batang bulat ,dan permukaanya beralur –alur ,dengan arah tumbuh batang teggak lurus ,yaitu arahnya lurus ke atas .Sistem percabagan kelapa merupakan system percabagan monopodial ,yaitu jika batang pokok selalu tampak jelas ,karena lebih besra dan lebih panjang daripada batang lainnya.

      Di batang tanaman kelapa terdapat pangkal pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa tampak berwarna hitam beruas (Hanum, 2008).

      2.2.3 Akar

      Kelapa termasuk tumbuhan monokotil sehingga memiliki system akar serabut , yaitu jika akar lembaga dalam perkembagan selanjutnya mati ,kemudian disususl oleh sejumlah akar yang kuarang lebih sama besar dan semuanya keluar dari pangkal batang.

      Susunan akar kelapa terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah  dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa bisa mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal (Wahyuningsih, Tripeni, dan Suprianti, 2009).

      2.2.4 Bunga

      Bunga kelapa termasuk ke dalam bunga majemuk (anthostaxis). Tandan bunganya, yang disebut mayang (sebetulnya nama ini umum bagi semua bunga palma), dipakai orang untuk hiasan dalam upacara perkawinan dengan simbol tertentu. Bunga betinanya, disebut bluluk (bahasa Jawa), dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira atau legèn (bhs. Jawa), dapat diminum sebagai penyegar atau difermentasi menjadi tuak.

      Buah kelapa tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah  (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).  Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah (Wahyuningsih dkk, 2009) : 

      1.       Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang

      selanjutnya akan menjadi batang dan daun 

      2.       Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula yang

      selanjutnya  akan menjadi akar. 

      Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi  hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan / buah leles (Hanum, 2008).

      2.3 Serbuk Sari (Pollen)

      Serbuk sari  atau biasa disebut Pollen merupakan struktur yang digunakan untuk mengangkut gamet jantan ke gamet betina dari bunga. Mempertahankan kapasitas perkecambahan serbuk sari yang tersimpan dapat berguna dalam menghemat waktu dalam program hibridisasi dan juga dalam perbaikantanaman. Suhu dan kelembaban merupakan faktor utama dalam mempengaruhi perilaku serbuk sari. Kedua factor lingkungan tersebut apabila terdapat pada kondisi yang optimum akan mengakibatakan kenaikan viabilitas polen (Perveen, 2007).

      Pollen atau serbuk sari yang memiliki fungsi sama dengan sperma sebagai gamet jantan.  Butir pollen yang sangat beragam, sehingga banyak butiran tepung sari bisa ditugaskan untuk individu spesies atau setidaknya genus di struktur ukuran, bentuk dan permukaan . Kebanyakan butir serbuk sari adalah antara 10 dan 100 mikron dalam ukuran, bentuk terbesar cucurbita dengan 170-180 mikron dalam diameter (Widiastuti, 2008).

      Jika polen sesuai (compatible), polen akan berkecambah pada kepala putik dan membentuk sebuah tabung polen yang akan membawa gamet jantan pada gametofit betina. Senyawa protein yang terdapat pada awal pembentukan polen disebut Lectin, berada dalam lapisan luar (exine) dan lapisan dalam (intine)Lectin berperan penting dalam mekanisme mengenali antara putik-polen. Namun bila polen tidak sesuai (incompatible), pertumbuhan tabung polen akan tertahan dalam jaringan pemindah (Anjelina, 2009).

      Penyerbukan (pollination) adalah jatuhnya tepung sari pada kepala putik. Sedangkan pembuahan (fertilization) adalah bertemunya gamet jantan dengan gamet betina yang kemudian melebur menjadi zigot. Setelah terjadi penyerbukan, butir tepung sari mengalami dua kali pembelahan meiosis dan menghasilkan empat mikrospora yang haploid. Selanjutnya, mikrospora mengalami pembelahan menghasilkan dua inti haploid. Proses pertumbuhan buluh sari (pollen tube), satu dari dua inti tersebut membelah secara mitosis menghasilkan inti generatif I dan inti generatif II. Satu inti lain tidak membelah, tetapi tumbuh menjadi inti buluh (tube nucleus) yang mengantarkan kedua inti generatif I dan II menuju mikrofil untuk pembuahan (Mangoendidjojo, 2003).

      Serbuk sari memiliki dinding tahan, yang disini disebut sporoderm . Lapisan sporoderm terdiri dari dua kompleks yaitu intine bagian dalam dan luarexine. Mengelilingi sel sepenuhnya, tetapi biasanya lembut dan tidak terlalu tahan lama. Terdiri dari dua atau tiga lapisan, dimana terluar memiliki kandungan pektin tinggi yang memungkinkan mudah detasemenexine tersebut. Lapisan dalam terutama terdiri dari fibril selulosa .Selama perkecambahan intine serbuk sari tumbuh. Butir tepung sari mengalami dua kali pembelahan meiosis dan menghasilkan empat mikrospora yang haploid. Selanjutnya, mikrospora mengalami pembelahan menghasilkan dua inti haploid. Proses pertumbuhan buluh sari (pollen tube), satu dari dua inti tersebut membelah secara mitosis menghasilkan inti generatif I dan inti generatif II. Satu inti lain tidak membelah, tetapi tumbuh menjadi inti buluh (tube nucleus) yang mengantarkan kedua inti generatif I dan II menuju mikrofil untuk pembuahan (Widiastuti, 2008).

                  Serbuk sari akan berkecambah pada permukaan kepala putik dan membentuk suatu tabung sari. Tabung sari ini akan tumbuh melalui jaringan tangkai putik menuju ke bakal biji. Di dalam kantong embrio akan terjadi pembuahan ganda yaitu satu gamet jantan dari tabung sari akan bergabung dengan sel telur membentuk embrio danyang satunya bergabung dengan inti kutub membentuk endosperm (Widiastuti, 2008).

      Penyimpanan pollen diperlukan jika tanaman yang akan disilangkan memiliki waktu masak yang berbeda, sehingga pollen perlu disimpan dalam jangka waktu tertentu untuk memastikan kesegarannya sebelum digunakan untuk menyerbuki kepala putik. Penyimpanan pollen juga diperlukan jika tanaman yang akan disilangkan memiliki lokasi berjauhan. Mengkoleksi butiran pollen pada kondisi viable merupakan persyaratan utama untuk menjamin kesegaran polen dalam jangka waktu yang cukup panjang. Polen yang dikoleksi pada masa awal berbunga, pertengahan masa berbunga atau akhir masa berbunga, akan memiliki variasi lamanya polen dapat disimpan. Polen yang dikoleksi pada pagi, siang atau sore juga berespon berbeda terhadap lama penyimpanan. Umumnya, polen yang diambil segera setelah bunga mekar akan memiliki daya simpan terbaik (Shivanna and Rangaswamy, 1992). Penyimpanan serbuk sari adalah teknik penting untuk program pelestarian plasma nutfah dan pemuliaan. Selama periode penyimpanan, factor-faktor seperti suhu dan kelembaban berpengaruh pada panjang umur serbuk sari (Mortazavi et al,  2010).

      ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan, yaitu serbuk sari yang baik diperoleh dari kuncup bunga yang telah dewasa (hampirmekar). Pada saat itu ruang sari belum pecah dan berisi penuh dengan serbuk sari dengan daya tumbuh yang tinggi. Serbuk sari makin lama berada di alam bebas makin berkurang daya pertumbuhannya sampai suatu saat tidak dapat tumbuh sama sekali. Kemampuan ini disebut dengan viabilitas serbuk sari (perveen, 2007).

      BAB III

      METODOLOGI

      3.1 Waktu danTempat

                  Praktikum uji viabilitas polen dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 22 Oktober 2015 pukul 15:30 – 17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

      3.2 Alat dan Bahan

      Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Cawan Petri, Laminar air flow, Bunsen, autoclaf, wrapping plastik, alkohol, dan kuas.

      Adapun bahan yang digunakan yaitu polen dari tanaman kelapa, alkohol dan media MS.

      3.3 Metode Pelaksanaan

      Adapun metode pelaksanaan yang dilakukan selama praktikum yaitu :

      1.      Menyiapkan alat dan bahan.

      2.      Melakukan sterilisasi basah pada cawan petri.

      3.      Membuat media MS kemudian menuangkannya pada cawan petri yang sudah disterilisasi kemudian dimasukkan kedalam laminar air flow.

      4.      Setelah media ms padat, tangan di sterilisasi menggunakan alcohol 70 % dengan cara disemprotkan.

      5.      Kemudian mulai menaburkan polen diatas media ms menggunakan kuas sehingga membentuk huruf Z. Proses ini dilakukan didalam laminar air flow.

      6.      Kemudian media ditutup kembali dan di wrapping sambil di lakukan sterilisasi pemijaran di dekat bunsen.

      7.      Setelah itu media ditempatkan di tempat yang steril.

      8.      Menunggu selama seminggu untuk melihat hasil apakah berhasil atau tidak.

      BAB IV

      HASIL DAN PEMBAHASAN

      4.1 Hasil

      Gambar 4.1 Hasil Penanaman Pollen Bunga Kelapa pada Media PDA

                         (Sumber Data Primer, 2015)

      4.2 Pembahasan

                  Berdasarkan hasil penanaman Pollen Bunga Kelapa dalam media PDA, didapatkan hasil yaitu tidak ada tanda-tanda kecambah pada media, dan penanaman Pollen ataupun penggoresan dinyatakan gagal. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain serbuk sari yang dipakai dalam praktikum belum matang dengan baik, serta di pengaruhi oleh suhu dan kelembaban pada saat penyimpanan sebelum pollen di tanaman.

      ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan, yaitu serbuk sari yang baik diperoleh dari kuncup bunga yang telah dewasa (hampirmekar). Pada saat itu ruang sari belum pecah dan berisi penuh dengan serbuk sari dengan daya tumbuh yang tinggi. Serbuk sari makin lama berada di alam bebas makin berkurang daya pertumbuhannya sampai suatu saat tidak dapat tumbuh sama sekali. Kemampuan ini disebut dengan viabilitas serbuk sari (Perveen, 2007).

      BAB V

      PENUTUP

      5.1 Kesimpulan

                  Berdasarkan hasil praktikum uji viabilitas pollen didapatkan hasil antara lain :

      1.      Pollen yang di tanaman ataupun di gores  ( serbuk sari bunga kelapa) gagal hal ini disebabkan oleh pemilihan bunga kelapa yang belum matang dengan baik.

      2.      Faktor- faktor yang menjadi kegagalan dalam praktikum ini karena praktikan tidak melaksanakan dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam uji viabilitas pollen.

      5.2 Saran

      Pada saat praktikum sedang berlangsung diharapkan kepada praktikan agar lebih mematuhi prosedur yang telah ada.

      DAFTAR PUSTAKA

      Anjelina, R. 2009. Silangan secara invitro (Invitro Pollination). http://enzel-ria.blogspot.com/2009/10/silangan-secara-invitro-invitro.html. [Diakses Tgl 31 – 07 – 2010].

      Fredi Kurniawan, 2014. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kelapa. http://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan-morfologi-tanaman-kelapa/. diakses 1 Septemebr  2015.

      Hanum, C. 2008. Teknik budidaya tanaman jilid 2. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. hal 144 – 168. 

      Mangoendidjojo, W, 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

      Mortazavi, S. M. H., K. Arzani, and A. Moieni. 2010. Optimizing Storage and In vitro Germination of  Date Palm (Phoenix dactylifera) Pollen J. Agr. Sci. Tech. (2010) Vol. 12: 181-189. 

      Oka Sansan, 2010. Deskripsi tanaman kelapa & manggahttp://okasansan.blogspot.co.id/2010/01/deskripsi-kelapa-mangga.html. diakses 1 Septemebr  2015.

      Perveen, A. 2007. Pollen germination capacity, viability and Maintanence of Pisium sativum L (papilionaceae). Middle-East Journal of Scientific Research 2: 79-81.

      Wahyuningsih, S., Tripeni, H. danSupriyanti, L. 2009. Pengaruh perendaman biji dalam insektisida berbahan aktif profenofos terhadap perubahan viabilitas serbuk sari, kaitannya dengan produksi buah tanaman kelapa (lycopersicumesculentum mill.). Unila. Bandar lampung. 

      Zulfikar, 2012. Dasar Pemuliaan Tanamanwww.academia.edu. Diakses pada tanggal 1september  2015.

    8. Laporan Praktikum Pengukuran Pencahayaan – Luxmeter

      Praktikum Pengukuran Pencahayaan

      A. Tujuan Praktikum

      1. Mengetahui alat ukur pencahayaan.
      2. Menjelaskan prinsip kerja alat ukur pencahayaan.
      3. Memahami fungsi dilakukannya pengukuran pencahayaan.

      B. Landasan Teori

      Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat dilihat dengan mata. Suatu sumber cahaya memancarkan energi, sebagian dari energi ini diubah menjadi cahaya tampak (visible light). Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan oleh gelombang elektromagnetik. Kecepatan rambat (v) gelombang elektromagnetik di ruang bebas sama dengan 3×10meter per detik. Jika frekuensi (ƒ) dan panjang gelombang (λ) maka berlaku :

      =

      di mana:

      λ adalah panjang gelombang, dengan satuan meter (m)

      v adalah kecepatan cahaya, dengan satuan meter per sekon (m/s)

      f adalah frekuensi, dengan satuan hertz (Hz)

      Panjang gelombang cahaya tampak berkisar antara 340 nanometer (nm) hingga 700 nanometer (nm), di mana jika diuraikan akan terdiri dari beberapa daerah warna (Pamungkas, dkk, 2015: 121).

      Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Ruang yang telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik apabila tidak disediakan akses pencahayaan. Penggunaan sistem pencahayaan yang tidak efektif dan efisien dapat menurunkan produktifitas, kenyamanan, dan menyebabkan pemborosan. Perancangan sistem kontrol pencahayaan dalam ruang mampu mengidentifikasi kuat penerangan dalam ruang terhadap pembacaan iluminasi ruang.

      Cahaya adalah suatu gejala fisis di mana sumber cahay memancarkan energi dan sebagian energi diubah menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Sehingga cahaya itu merupakan suatu gejala getaran. Gejala-gejala getaran yang sejenis dengan cahaya ialah gelombang-gelombang panas, radio, televisi, dan sebagainya. Gelombang-gelombang ini hanya berbeda frekuensinya saja.

      Fluks cahaya adalah cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya dalam satu detik. Satuan untuk fluks cahaya dalah lumen. Fluks cahaya per satuan sudut ruang yang dipancarkan ke sutau arah tertentu di sebut dengan intensiras cahaya (Atmam, dkk, 2015: 2-3).

      Intensitas cahaya (I) di definisikan sebagai banyaknya fluks cahaya yang memancar (Φ) per satuan sudut ruang (ω) :

      Total sudut ruang adalah ω=4π (steradian). Fluks cahaya adalah besarnya intensitas cahaya yang memancar pada sudut ruang tertentu.

      Iluminansi cahaya adalah sinar yang jatuh (datang) pada sebuah permukaan atau fluks cahaya yang menerangi bidang tiap satu satuan luas, sehingga dapat ditulis persamaan :

      Karena fluks cahaya yang memancar dari titik seluruh ruang adalah Φ=4πl dan luas permukaan bola adalah A=4πR2, suatu sumber intensitas cahaya (I) menghasilkan iluminansi total :

      Ini menunjukkan bahwa iluminansi pada jarak R berbanding lurus terhadap intensitas cahaya sumber dan berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak (Hartati, dkk, 2010: 20).

      Luxmeter adalah alat ukur kuat penerangan dalam suatu ruang. Satuan ukur luxmeter adalah lux. Luxmeter juga di sebut digital light meter. Alat ini dilengkapi-

      sensor cahaya yang sangat peka terhadap perubahan jumlah cahaya yang diterima.

      Untuk mengukur kuat penerangan pada pencahayaan alami siang hari, perlu diketahui faktor-faktor yang menentukan besar kuat penerangan yang terukur di suatu titik ukur, istilah-istilah dalam pengukuran dan juga jenis titik ukur.

      Ada dua jenis pencahayaan yaitu pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan alami berasal dari cahaya matahari yang selalu tersedia di alam dan cahaya langit hasil pemantulan cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari stabil sedangkan intensitas cahaya langit dipengaruhi waktu dan cuaca, karena intensitas cahaya langit fluktuatif, besar kuat penerangan yang terukur di suatu titik pun tidak stabil.

      Pencahayaan buatan berasal dari sistem cahaya berenergi terbatas di ala, misalnya energi listrik serta energi dari proses minyak bumi dan gas. Intensitas cahaya dan kuat penerangan cahaya buatan stabil tanpa dipengaruhi perubahan waktu dan cuaca. Besarnya pun dapat di ukur sesuai kebutuhan (Latifah, 2015: 7-9).

      Menurut Cahyono (2017: 105), ada tiga tipe sistem penerangan buatan yaitu:

      1. Sistem penerangan merata (area light), yaitu penerangan yang merata ke seluruh penjuru ruangan.
      2. Sistem penerangan terarah (spot light), yaitu penerangan yang diarahkan ke objek tertentu.
      3. Sistem penerangan setempat (point light), yaitu penerangan yang dikonsentrasikan khusus pada bidang kerja.

      Pemancaran cahaya adalah pemancaran gelombang elektromagnetik yang secara umum disebut radiasi, maka ada hubungan antara pemancaran cahaya dan pemancaran radiasi. Namun kuat pemancaran cahaya belum tentu sebanding dengan kuat pemancaran radiasi, atau disebut daya terang, bersangkutan dengan peristiwa perangsangan panca indera mata. Mata sangat peka terhadap warna kuing dan kepekaan itu makin merosot untuk warna-warna yang panjang gelombang makin panjang maupun makin pendek dari panjang gelombang warna kuning tersebut. Banyaknya pancaran dari cahaya atau disebut fluks cahaya, dinyatakan dalam satuan lumen (Soedojo, 1992: 58).

      IV.        Alat dan Komponen

      1.      Fitting lampu

      2.      Lampu

      3.      Sistem tertutup

      4.      Kabel

      5.      Aplikasi luxmeter/lightmeter

      V.           Prosedur Percobaan

      1.      Siapkan sistem sehingga tidak ada cahaya yang masuk ke dalam sistem.

      2.      Siapkan luxmeter di dalam sistem terutup.

      3.      Pasang lampu pada fittingnya, letakkan pada sistem tertutup yang telah disiapkan kemudian hubungkan pada sumber tegangan.

      4.      Catat hasil pengukuran dan ulangi percobaan sebanyak tiga kali.

      5.      Lakukan percobaan dengan daya lampu yang berbeda.

      VI.        Data Percobaan

      Luas sistem terutup = p x l = 57 cm x 34 cm = 1938 cm2

      NOJENIS LAMPUDAYA LAMPUINTENSITASr
      Aplikasi 1Aplikasi 2Aplikasi 3
      1Pijar5 watt158 lux150 lux147 lux40 cm
      2Neon7 watt307 lux309 lux298 lux32 cm
      3LED5 watt487 lux443 lux429 lux43 cm
      4LED3 watt248 lux230 lux222 lux42 cm

      VII.     Pembahasan

      Percobaan praktikum kali ini yaitu berjudulpengukuran pencahayaan. Pencahayaan dapat diukur denga suatu alat yang disebut luxmeter ataupun lightmeter. Luxmeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur besarnya intensitas cahaya di suatu tempat/area. Besarnya intensitas cahaya ini perlu di ketahui karena pada dasarnya manusia juga memerlukan penerangan yang cukup. Untuk mengetahuinya, maka diperlukan sebuah sensor yang cukup peka dan linier terhadap cahaya.

      Alat ini di dalam memperlihatkan hasil pengukurannya menggunakan format digital yang terdiri dari sebuah sensor. Sensor tersebut diletakkan pada suatu sumber cahaya yang akan diukur intensitasnya.

      Luxmeter digunakan untuk mengukur tingkat iluminasi. Kunci untuk mengingat tentang cahaya adalah cahaya selalu membuat beberapa jenis perbedaan  warna pada panjang gelombang yang berbeda. Oleh karena itu, pembacaan merupakan kombinasi efek dari semua panjang gelombang. Standar warna dapat dijadikan referensi sebagai suhu warna dan dinyatakan dalam derajat kelvin. Berbagai jenis dari cahaya lampu menyala pada suhu warna yang berbeda. Embacaan luxmeter akan berbeda, tergantung variasi sumber cahaya yang berbeda dari intensitas yang sama. Hal ini menjadikan beberapa cahaya terlihat lebih tajam atau lebih lembut daripada yang lain.

      Luxmeter adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuat penerangan (tingkat penerangan) pada suau daerah atau area tertentu. Alat ini terdiri dari rangka, sebuah sensor dengan sel foto dan layar panel. Sensor tersebut diletakkan pada sumber cahaya yang akan diukur intensitasnya. Prinsip kerja dari luxmeter adalah mengubah energi foton menjadi elektron. Idealnya satu foton dapat membangkitkan satu elektron. Cahaya akan menyinari sel foto yang kemudian akan ditangkap oleh sensor sebagai energi yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus listrik. Makin banyak cahaya yang diserap oleh sel, arus yang dihasilkan pun semakin besar. Di dalam perangkat luxmeter ini terdapat suatu penguat yang berfungsi memperkuat arus yang masuk sehingga arus dapat terbaca. Tanpa penguat arus ini, arus yang dihasilkan oleh cahaya tidak mungkin terbaca karena arus yang dihasilkan sangat kecil. Untuk luxmeter digital hasilnya akan ditampilkan pada layar panel sedangkan yang analog arus akan menggerakkan jarum penunjuk skala.

      Sensor cahaya yang digunakan pada luxmeter adalah Photodioda. Photodioda digunakan sebagai komponen pendeteksi ada tidaknya cahaya maupun dapat digunakan untuk membentuk sebuah alat ukur akurat yang dapat mendeteksi intensitas cahaya di bawah 1 pW/cm2. Photodioda mempunyai resistansi yang rendah pada kondisi reserve bias di mana resistansi dari photodioda akan turun seiring dengan intensitas cahaya yang masuk. Berbagai jenis cahaya yang masuk pada luxmeter baik itu cahaya alami ataupun buatan akan mendapatkan respon yang berbeda dari sensor. Berbagai warna yang di ukur akan menghasilkan suhu warna yang berbeda, dan panjang gelombang yang berbeda pula. Oleh karena itu, pembacaan hasil yang ditampilkan oleh layar panel adalah kombinasi dari efek panjang gelombang yang ditangkap oleh sensor photodioda.

      Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan yaitu dengan menggunakan tiga jenis lampu yang berbeda antara lain lampu pijar, lampu neon dan lampu LED didapatlah hasil yang berbeda. Percobaan pertama menggunakan jenis lampu pijar dengan daya lampu 5 watt. Perlu di ketahui bahwa pengukuran ini menggunakan tiga buah aplikasi luxmeter yang berbeda. Pada percobaan dengan lampu pijar diperoleh hasil intensitasnya 158 lux, 150 lux, dan 147 lux dengan jarak 40 cm dari sumber cahaya. Percobaan kedua menggunakan lampu neon dengan daya lampu 7 watt menghasilkan intensitas 307 lux, 309 lux, dan 298 lux dengan jarak 32 cm dari sumber cahaya.

      Selanjutnya percobaan ketiga dengan menggunakan lampu LED dengan daya 5 watt menghasilkan intensitas 487 lux, 443 lux, dan 429 lux dengan jarak 43 cm dari sumber cahaya. Dan yang terakhir adalah dengan menggunakan lampu LED 3 watt menhasilkan intensitas 248 lux, 230 lux, dan 222 lux pada jarak 42 cm dari sumber cahaya.

      Berdasarkan data yang dijelaskan di atas, sangat jelas tampak perbedaan antara hasil intensitas yang di dapatkan. Hal ini menjadi sesuatu hal yang harus dicari tahu apa penyebabnya. Berdasarkan pengamatan kelompok kami, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama yaitu jarak antara sumber cahaya ke sensor. Semakin jauh jarak antara sumber cahaya ke sensor maka akan semakin kecil nilai yang ditunjukkan luxmeter. Ini membuktikan bahwa semakin jauh jaraknya maka intensitas cahaya akan semakin berkurang. Namun, hal ini juga dipengaruhi oleh jenis lampu itu sendiri. Ada lampu yang mempunyai tingkat intensitas yang besar dan ada juga yang kecil.

      Kedua, pengaruh daya lampu terhadap kuat penerangannya. Semakin besar daya lampu menurut teori maka akan membuat arus listrik semakin besar sehingga nyala lampu semkain terang. Hal ini ditunjukkan pada teori yaitu rumus P = V x I, dimana daya berbanding lurus dengan arus. Namun bukan hanya berdasarkan teori ini, pengukuran pencahayaan juga dipengaruhi oleh jenis lampu yang digunakan saat praktikum.

      Pengaruh jenis lampu terhadap kuat penerangan terlihat bahwa pencahayaan lampu LED 5 watt paling tinggi dibandingkan lampu jenis pijar dan neon. Nilai efikasi luminus dari lampu LED juga paling tinggi sehingga energi energi buangannya paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa lampu LED 5 watt memiliki tingkat efisiensi energi paling besar dibandingkan dengan lampu neon 7 watt dan lampu pijar 5 watt, di mana lampu pijar adalahyang memiliki efisiensi paling keil dibandingkan jenis lampu lain.

      Perbedaan tingkat efisiensi dari ketiga lampu yang diteliti disebabkan oleh cara kerjanya yang berbeda-beda. Lampu pijar memiliki tingkat efisiensi paling rendah dikarenakan prinsip kerja utama dari lampu pijar agar bisa menyala adalah pemanasan elektron pada filamen wolfarm, sehingga sebagian besar energi listrik yang masuk diubah menjadi energi panas (kalor) dan hanya sebagian kecil yang diubah menjadi energi cahaya. Lampu jenis neon memiliki tingkat efisiensi lebih besar dibandingkan lampu pijar. Hal ini karena cara kerja lampu neon untuk bisa menyala tidak hanya memanfaatkan transisi energi dari pemanasan elektron, tetapi juga memanfatkan peredaran gas kimia. Lampu LED yang melikiki tingkat efisiensi paling besar dikarenakan prinsip kerja lampu LED untuk dapat menyala tidak lagi menggunakan pemanasan elektron, melainkan hanya memanfaatkan pelepasan energi dari elektron yang dialirkan oleh dioda, sehingga lebih banyak energi cahaya yang dihasilkan dan menjadi lebih terang.

      Pembacaan hasil pada luxmeter dibaca pada layar panel LCD yang format pembacaannya pun memakai format digital. LCD pun mempunyai karakteristik yaitu menggunakan molekul asimetrik dalam cairan organik transparan dan orientasi molekul diatur dengan medan listrik eksternal.

      VIII.  Kesimpulan

      Berdasarkan percobaan, dapat disimpulkan bahwa kuat penerangan lampu sangat dipengaruhi oleh jenis lampu tersebut. Selain itu, juga dipengaruhi oleh daya yang dimiliki lampu dan juga jaraknya. Semakin tinggi daya lampu, maka semakin tinggi tingkat penerangannya. Semakin jauh jarak sumber cahaya ke sensor cahaya semakin lemah kuat penerangannya yang terukur. Tetapi kedua faktor ini juga dipengaruhi oleh jenis lampunya, dimana lampu LED 5 watt memiliki iluminasi lebih tinggi dibandingkan lampu pijar 5 watt bahkan lampu neon 7 watt. Hal ini dikarenakan prinsip kerha dari masing-masing lampu berbeda dan hanya lampu LED yang memiliki keluaran energi cahaya yang besar sedangkan lampu pijar hanya memiliki keluaran energi kalor yang lebih besar. Oleh karena itu, lampu LED akan menjadi lebih terang.

      IX.        Daftar Pustaka

      Atmam, dkk. 2015. Analisis Intensitas Penerangan dan Penggunaan Energi
                  Listrik di Laboratorium Komputer Sekolah Dasar Negeri 150
                  Pekanbaru
      . Pekanbaru: Jurnal Sains, Teknologi dan Industri.
                  Vol.13, NO.1, ISSN: 1693-2390.

      Cahyono, T. 2017. Penyehatan Udara. Yogyakarta: ANDI.

      Hartati, M., dkk. 2010. Pengembangan Model Pengukuran Intesitas Cahaya dalam  
                  Fotometri
      . Bandung: J. Oto. Ktrl. Inst. Vol.2, No.2, ISSN: 2085-2517.

      Latifah, N.L. 2015. Fisika Bangunan 2. Jakarta: Erlangga.

      Pamungkas, M., dkk. 2015. Perancanagan dan Realisasi Alat Pengukur Intensitas
                  Cahaya
      . Bandung: Jurnal ELKOMIKA Itenas. Vol.3, NO.2, ISSN: 2338-
                  8323.

      Soedojo, P. 1992. Azas-azas Ilmu Fisika Jilid 3. Yogyakarta: Gadjah Mada
                  University Press.