Blog

  • Makalah Usaha Kecil dan Koperasi

    Usaha Kecil dan Koperasi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Stabilitas ekonomi yang tidak merata sehingga banyak sebagian dari penduduk yang keterbatasan ekonomi makin miskin karena tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.Usaha Kecil dan Koperasi adalah basis ekonomi bangsa yang dapat menjadi alternatif pilihan guna mengangkat perekonomian kita dari keterpurukan. Secara garis besar, Usaha Kecil adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri.

    Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungiuntuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Sedangkan Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan

    Tujuan terbentuknya Usaha Kecil dan Koperasi adalah:

    1. Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.
    2. Turut serta secara aktif dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat

    B. Rumusan Masalah

    Adapun perumusan masalah mencakup sebagai berikut :

    1. Apa pengertian Usaha Kecil dan Koperasi
    2. Bagaimana perkembangan Usaha Kecil dan Koperasi di Indonesia
    3. Apa Saja jenis-jenis Koperasi dan Usaha Kecil

    C. Tujuan

    Untuk memberikan suatu wawasan untuk penulis dan pembaca berupa informasi secara rinci tentang Koperasi dan Usaha Kecil  dalam arti luas. Selain itu, makalah ini dibuat sebagai bahan penyelesaian tugas makalah“Usaha Kecil  dan Koperasi.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Usaha Kecil dan Koperasi

    1. Pengertian Usaha Kecil

    Usaha kecil merupakan usaha yang integral dalam dunia usaha nasional yang memiliki kedudukan, potensi, dan peranan yang signifikan dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya Selain itu, usaha kecil juga merupakan kegiatan usaha dalam memperluas lapangan pekerjaan dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas, agar dapat mempercapat proses pemerataan dan pendapatan ekonomi masyarakat.

    Definisi usaha kecil menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan yang dilakukan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang. Adapun kriteria usaha kecil Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha  Kecil  antara lain:

    1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
    2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (ket.: nilai nominal dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur oleh Peraturan Presiden)

    Perbedaan usaha kecil dengan usaha lainnya, seperti usaha menengah dan usaha kecil, dapat dilihat dari:

    1. Usaha kecil tidak memiliki sistem pembukuan, yang menyebabkan pengusaha kecil tidak memiliki akses yang cukup menunjang terhadap jasa perbankan.
    2. Pengusaha kecil memiliki kesulitan dalam meningkatkan usahanya, karena teknologi yang digunakan masih bersifat semi modern, bahkan masih dikerjakan secara tradisional.
    3. Terbatasnya kemampuan pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya, seperti: untuk tujuan ekspor barangbarang hasil produksinya.
    4. Bahan-bahan baku yang diperoleh untuk kegiatan usahanya, masih relatif sulit dicari oleh pengusaha kecil.

    Secara umum bentuk usaha kecil adalah usaha kecil yang bersifat perorangan, persekutuan atau yang berbadan hukum dalam bentuk koperasi yang didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan para anggota, ketika menghadapi kendala usaha. Dari bentuk usaha kecil tersebut, maka penggolongan usaha kecil di Indonesia adalah sebagai berikut:

    1. Usaha Perorangan. Merupakan usaha dengan kepemilikan tunggal dari jenis usaha yang dikerjakan, yang bertanggung jawab kepada pihak ketiga/pihak lain. maju mundurnya usahanya tergantung dari kemampuan pengusaha tersebut dalam melayani konsumennya. harta kekayaan milik pribadi dapat dijadikanmodal dalam kegiatan usahanya.
    2. Usaha Persekutuan. Penggolongan usaha kecil yang berbentuk persekutuan merupakan kerja sama dari pihak-pihak yang bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerja perusahaan dalam menjalankan bisnis. Sedangkan, pada hakikatnya penggolongan usaha kecil, yaitu:
      1. Industri kecil, seperti: industri kerajinan tangan, industri rumahan, industri logam, dan lain sebagainya.
      2. Perusahaan berskala kecil, seperti: toserba, mini market, koperasi, dan sebagainya.
      3. Usaha informal, seperti: pedagang kaki lima yang menjual barang-barang kebutuhan pokok.

    Contoh Usaha Kecil, antara lain:

    1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja;
    2. Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya;
    3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan;
    4. Peternakan ayam, itik dan perikanan.
    2. Pengertian Koperasi

    Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

    Definisi koperasi menurut para ahli :

    1. Koperasi berasal dari bahasa Latin cum (yang artinya dengan) dan operasi (yang artinya bekerja). Dari dua kata tersebut maka koperasi diartikan bekerja dengan orang-orang lain (Cornelis Rintuh, 1995:59).
    2. Koperasi adalah suatu bentuk perusahaan yang didirikan oleh orangorang tertentu, untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, berdasarkan ketentuan dan tujuan teretentu pula (Revrisond Baswir,2000: 1)
    3. ILO: Koperasi adalah suatu perkumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis, masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menangggung resiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan (Revrisond Baswir, 2000: 2)
    4. Moh. Hatta: Koperasi didirikan sebagai persekutuan kaum yang lemah untuk membela  keperluan hidupnya. Mencapai keperluan hidupnya dengan ongkos semurah-murahnya, itulah yang dituju. Pada koperasi didahulukan keperluan bersama, bukan keuntungan (Revrisond Baswir, 2000: 2)
    5. UU No. 25/1992: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seoran atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasar atas asas kekeluargaan (Revrisond Baswir, 2000: 6).

    Landasan dan Asas Koperasi

    -Landasan Koperasi

    Dalam menjalankan kegiatannya koperasi memiliki berbagai landasan. Landasan tersebut meliputi: (Revrisond Baswir, 2000: 36).

    1. Landasan Idiil

    Sesuai dengan Bab II UU No. 25/1992, landasan idiil koperasi Indonesia adalah pancasila. Penempatan pancasila sebagai landasan Koperasi Indonesia ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pancasila adalah pandangan hidup dan ideologi bangsa Indonesia.

    2. Landasan strukturil

    UUD 1945 sebagai landasan strukturil koperasi Indonesia yang merupakan aturan pokok organisasi negara. Terutama dalam ayat 1 pasal 33 UUD 1945 telah menegaskan bahwa perekonomian yang hendak disusun di Indonesia adalah suatu perekonomian “usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”.

    3. Landasan mental

    Landasan mental koperasi Indonesia adalah setia kawan dan kesadaran berpribadi (Cornelis Rintuh, 1995: 59).

    -Asas Koperasi

    UU No. 25/1992, pasal 2, menetapkan kekeluargaan sebagai asas Koperasi. Di satu pihak, hal itu sejalan dengan penegasan ayat 1 pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, sejauh bentuk-bentuk perusahaan lainnya tidak dibangun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaaan, semangat kekeluargaan ini merupakan pembeda utama antara Koperasi dengan bentuk-bentuk perusahaan lainnya (Revrisond Baswir, 2000: 39).

     Tujuan Koperasi

    Tujuan utama pendirian suatu koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi para anggotanya. Namun demikian, karena adalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi anggotanya itu Koperasi berpegang pada asas dan prinsip-prinsip ideal tertentu, maka kegiatan koperasi biasanya juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Lebih dari itu, karena perjuangan koperasi biasanya terjalin dalam suatu gerakan tertentu yang bersifat nasionalis, tidak jarang keberadaan Koperasi juga dimaksudkan untuk pembangunan suatu tatanan perekonomian tertantu. Dalam konteks Indonesia, pernyataan mengenai tujuan koperasi dapat ditemukan dalam pasal 3 UU No. 25/1992. Menurut pasal itu, tujuan Koperasi Indonesia adalah sebagai berikut:

    “Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Revrisond Baswir, 2000: 40-41)”. Dalam UU. No. 25 tahun 1992 pasal 3 koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Arifin Sitio & Halomoan Tamba, 2001: 19).

    B. Perkembangan Usaha Kecil dan Koperasi di Indonesia

    1. Perkembangan Usaha Kecil

    Selama periode tahun 2007-2008, jumlah Usaha  Kecil mengalami peningkatan sebesar 2,88%. Kontribusi usaha kecil terhadap Penciptaan Investasi Nasional; Pembentukan Investasi Nasional menurut harga berlaku:

    1. Tahun 2007, kontribusi Usaha Kecil tercatat sebesar Rp. 461,10 triliun atau 52,99% dari total investasi nasional sebesar Rp. 870,17 triliun.
    2. Tahun 2008, kontribusi UMKM mengalami peningkatan sebesar Rp. 179,27 triliun atau sebesar 38,88% menjadi Rp. 640,38 triliun.

    Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional; PDB Nasional menurut harga berlaku :

    1. Tahun 2007, kontribusi Usaha kecil terhadap PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 2.105,14 triliun atau sebesar 56,23%
    2. Tahun 2008, kontribusi usaha kecilterhadap PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 2.609,36 triliun atau sebesar 55,56% Kontribusi usaha kecil dalam Penyerapan Tenaga Kerja Nasional pada tahun 2008, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.207 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja, jumlah ini meningkat sebesar 2,43%.

    Kontribusi usaha kecil terhadap Penciptaan Devisa Nasional ; pada tahun 2008 kontribusi Usaha  kecilterhadap penciptaan devisa nasional melalui ekspor non migas mengalami peningkatan sebesar Rp. 40,75 triliun atau 28, 49%. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa Usaha kecil merupakan pilar utama perekonomian Indonesia. Karakteristik utama Usaha kecil adalah kemampuannya mengembangkan proses bisnis yang fleksibel dengan menanggung biaya yang relatif rendah. Oleh karena itu, adalah sangat wajar jika keberhasilan Usaha keci diharapkan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

    2. Perkembangan koperasi di Indonesia

    Pada tahun 2003, jumlah koperasi di Indonesia sebanyak 2.148 koperasi dengan anggota koperasinya berjumlah 512.904 orang.

    Pada tahun 2004, jumlah koperasi di Indonesia sebanyak 2.148 koperasi dengan anggota koperasi nya berjumlah 512.904 orang. Tahun 2004 sama dengan tahun 2003.

    Pada tahun 2005, jumlah koperasi sebanyak 2.212 koperasi sedangkan jumlah anggotanya sebanyak 513,904 orang.

    Pada tahun 2006, jumlah koperasi sebanyak 2.243 koperasi, sementara jumlah anggotanya sebanyak 533.678 orang. Pada tahun 2007, jumlah koperasi di Indonesia mencapai 148.913 unit.

    Angka ini meningkat 5,98 persen dibandingkan tahun 2006. Sedangkan jumlah anggota koperasi di Indonesia pada tahun 2007 mencapai lebih kurang 29.031.802 orang. Dari segi usaha, secara umum Koperasi di Indonesia mampu meningkatkan modal usaha sebesar 17,7 persen dari Rp 46.09 triliun. Sisa Hasil Usaha (SHU) pun mengalami peningkatan

    signifikan hingga mencapai 38.46 persen, dari Rp 2,6 triliun menjadi Rp

    3,6 triliun.

    Pada tahun 2008, sampai akhir tahun telah terwujud 42.267 unit koperasi berkualitas yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia.

    Pada tahun 2009 bulan Juni jumlah KSP/USP sebanyak 69.552 unit atau 182,73% dibandingkan jumlah KSP/USP pada tahun 2004.

    Pada tahun 2008 jumlah Koperasi Indonesia bertambah 126 unit. Rincianya adalah Koperasi Indonesia dengan status primer bertambah 119 unit dan Koperasi Indonesia yang berstatus sekunder bertambah 7 unit. Dari hasil klasifikasi dan peringkatan, jumlah Koperasi Indonesia

    berkualitas di tahun 2008 mencapai 42.267 Koperasi Indonesia. peningkatan Koperasi Indonesia berkualitas sebanyak 886 Koperasi Indonesia dibanding tahun 2007.

    Pada tahun 2009, jumlah koperasi di Indonesia sebanyak 170.411 unit. Penyerapan tenaga kerja oleh koperasi sebanyak 357.330 tenaga kerja. Nilai permodalan koperasi tahun 2009 sebesar Rp 59,85 triliun.

    Pada tahun 2010 per Juni, koperasi di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 3,30 persen, jumlah koperasi mencapai 176.033 unit. Sedangkan soal penyerapan tenaga kerja oleh koperasi meningkat 4,67 persen dari tahun 2009, menjadi 374.010 tenaga kerja pada Juni 2010. Nilai permodalan koperasi meningkat 5,92 persen dari dibanding tahun 2009

    menjadi Rp 63,39 triliun Juni 2010. Sementara nilai volume usaha dan perkiraan nilai SHU koperasi sampai dengan Juni 2010 sebesar Rp. 69,30 triliun dan Rp. 4,50 triliun

    Perkembangan koperasi di atas menunjukkan bahwa koperasi di Indonesia tumbuh cukup menggembirakan. Akan tetapi banyak juga koperasi yang tidak aktif yang jumlahnya kian tahun kian bertambah. Yang terpenting bukanlah kenaikan dalam hal kuantitas koperasi tetapi kualitas koperasi yang tumbuh di Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi perhatian kita semua, koperasi yang seharusnya menjadi soko guru perekonomian Indonesia harus mampu bersaing di era persaingan global dengan bentuk usaha lainnya seperti PT, CV, dan lain sebagainya. Koperasi di Indonesia harus bisamenjadi motor penggerak perekonomian bangsa. Bahkan jika kita lihat dinegara-negara lain yang biasa kita sebut sebagai negara kapitalis liberal, yang tidak memiliki UU koperasi dan Menteri Koperasi, beberapa di antaranya memiliki koperasi yang memberikan sumbangan cukup berarti pada perekonomian nasionalnya, khususnya dalam bentuk sumbangan pada PDB, yaitu sebesar 21% di Finlandia, 17.5% di Selandia Baru, 16.4% di Swiss dan 13% di Swedia (Djabaruddin Djohan, 2009:1).

    C. Jenis-jenis koperasi dan Usaha Kecil

    1. Jenis-jenis Koperasi

    Koperasi dapat dibedakan berdasarkan bidang usaha, jenis komoditi, jenis anggota, daerah kerja (Revrisond Baswir, 2000: 76-85).

    1. Berdasarkan bidang usaha, koperasi dibedakan menjadi:
      1. Koperasi konsumsi: koperasi yang berusaha dalam bidang penyediaan barang-barang konsumsi yang dibutuhkan oleh para anggotanya.
      2. Koperasi produksi: koperasi yang kegiatan utamanya melakukan pemroses bahan baku menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.
      3. Koperasi pemasaran; koperasi yang dibentuk terutama untuk membantu para anggotanya dalam memasarkan barang-barang yang mereka hasilkan.
      4. Koperasi kredit/simpan pinjam: koperasi yang bergerak dalam bidang pemupukan simpanan dari para anggotanya, untuk kemudian dipinjamkan kembali kepad apara anggota yang memerlukan bantuan modal.
    2. Berdasarkan jenis komoditi, koperasi dapat dibedakan menjadi:
      1. Koperasi pertambangan: Koperasi yang melakukan usaha dengan menggali atau memanfaatkan sumber-sumber alam secara langsung tanpa utau dengan sedikit mengubah bentuk dan sifat sumber-sumber alam tersebut.
      2. Koperasi pertanian dan peternakan: koperasi yang melakukan usaha sehubungan dengan komoditi pertanian tertentu.
      3. Koperasi industri dan kerajinan: koperasi yang melakukan usaanya dalam bidang usaha industri atau kerajinan tertentu
      4. Koperasi jasa-jasa: koperasi yang mengkhususkan usahanya dalam memproduksi dan memasarkan kegiatan jasa tetentu.
    3. Berdasarkan jenis anggota, koperasi dibedakan menjadi:
      1. Koperasi karyawan
      2. Koperasi pedagang pasar
      3. Koperasi angkatan darat
      4. Koperasi mahasiswa
      5. Koperasi pondok pesantren
      6. Koperasi peranserta wanita
      7. Koperasi pramuka
    4. Berdasarkan daerah kerja koperasi dibedakan menjadi:
      1. Kopersi primer: koperasi yang beranggotakan orang-orang, yang biasanya didirikan pada lingkup kesatuan wilayah terkecil tertentu.
      2. Koperasi sekunder/pusat koperasi: Koperasi yang beranggotakan koperasi-koperasi primer, yang biasanya didirikan sebagai pemusatan dari beberapa koperasi primer dalam suatu lingkup wilayah tertentu.
      3. Koperasi tertier/induk koperasi: koperasi yang beranggotakan koperasi-koperaswi sekunder, yang berkedudukan di ibu kota Negara.
    2. Jenis-jenis usaha kecil
    1. Usaha Manufaktur (Manufacturing Business) adalah usaha yang mengubah input dasar menjadi produk yang bisa dijual kepada konsumen. Contohnya adalah konveksi yang menghasilkanpakaian jadi atau pengrajin bambu yang menghasilkan mebel, hiasan rumah,souvenir dan sebagainya.
    2. Usaha Dagang (Merchandising Business) adalah usaha yang menjual produk kepada konsumen. Contohnya adalah pusat jajanan tradisional yang menjual segala macam jajanan tradisional atau toko kelontong yang menjual semua kebutuhan sehari-hari.
    3. Usaha Jasa (Service Business) adalah usaha yang menghasilkan jasa, bukan menghasilkan produk atau baranguntuk konsumen. Sebagai contoh adalah jasa pengiriman barang atau warunginternet (warnet) yang menyediakan alat dan layanan kepada konsumen agar mereka bisa browsing, searching, blogging atau yang lainnya.

    Bab III. Penutup

    A. Penutup

    Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

    Usaha kecil merupakan usaha yang integral dalam dunia usaha nasional yang memiliki kedudukan, potensi, dan peranan yang signifikan dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya Selain itu, usaha kecil juga merupakan kegiatan usaha dalam memperluas lapangan pekerjaan dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas, agar dapat mempercapat proses pemerataan dan pendapatan ekonomi masyarakat.

    Dalam penjelasan diatas berdasarkan contoh koperasi dan ukm memiliki peran dan fungsi membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial, turut serta secara aktif dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

    B. Saran

    Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka, penulis senantiasa terbuka untuk menerima masukan baik kritik maupun saran demi penyempurnaan makalah ini.

  • Makalah Bank Syariah

    Makalah Bank Syariah

    Bank Syariah

    Bab I. Pendahuluan

    A. Pendahuluan

    Bank Bagi Hasil sering disebut Bank Syariah (Bank Islam) merupakan lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan prinsip‐prinsip hukum atau syariah Islam, seperti diatur dalam Al Qurʹan dan Al Hadist. Perbankan Syariah merupakan suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan sistem syariah (hukum islam). Usaha pembentukkan sistem ini berangkat dari larangan islam untuk memungut dan meminjam bedasarkan bunga yang termasuk dalam riba dan investasi untuk usaha yang dikategorikan haram,misalnya dalam makanan, minuman, dan usaha-usaha lain yang tidak islami,yang hal tersebut tidak diatur dalam Bank Konvensional.

    Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

    Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk di Negara Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam.Dengan adanya bank tersebut diharapkan tidak adanya kerancuan dalam proses muamalah bagi para pemeluk agama islam,sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat tidak adanya suatu wadah yang melayani mereka dalam bidang muamalah yang bersifat islami. Namun realitas yang ada,dari 80% penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak lebih dari 10% di antara mereka yang bertransaksi secara syar’I lebih-lebih dalam hal perbankan.Sampai saat ini perbankan syariah di Indonesia belum mampu menunjukan eksistensinya,banyak masyarakat yang tidak menaruh kepercayaan terhadap perbankkan syariah.

    Bahkan para ulama-ulama di negeri ini pun sebagian besar masih menyimpan uangnya di bank konvensional.Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai sisitem operasi perbankan syariah Sistem dalam bank syariah di anggap sama dengan sistem operasi yang ada dalam bank konvensional.

    Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap bank syariah dan berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Hal tersebut menjadi landasan untuk menyadarkan masyarakat akan keurgenan perbankkan islam di Negara ini. Khusunya bagi mereka yang beragama islam.Upaya-upaya pensosialisaian mekanisme dan syariah di rasa perlu,sehingga masyarakat tidak lagi terjebak dalam transaksi-transaksi yang tidak islami dan masyarakat kembali manaruh kepercayaan terhadap transaksi syariah.

    B. Rumusan Masalah

    1. Menjelaskan Pengertian Bank Syariah
    2. Menjelaskan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
    3. Menjelaskan Dasar Hukum Bank Syariah
    4. Karakteristik Bank Syariah
    5. Menjelaskan Fungsi Bank Syariah
    6. Prinsip Bank Syariah
    7. Kegiatan Usaha Bank Syariah
    8. Prinsip – Prinsip Dalam Menghimpun Dana Bank Syariah
    9. Prinsip – Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah
    10. Keunggulan Dan Kelemahan Bank Syariah.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Bank Syariah

    Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Persaingan usaha antar bank yang semakin tajam dewasa ini telah mendorong munculnya berbagai jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif.

    Dalam situasi seperti ini Bank Umum (konvensional) akan menghadapi persaingan baru dengan kehadiran lembaga keuangan ataupun bank non-konvensional. Fenomena ini ditandai dengan pertumbuhan lembaga keuangan dan bank dengan sistem syariah.

    B. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

    Abdul Gani Abdullah mengemukakan dalam analisis dan evaluasi hukum yang dilakukannya terhadap perbankan syariah, menemukan sedikitnya empat hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan berdasarkan prinsip syariah, yaitu :

    1. Untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga.
    2. Terciptanya dual banking sistem di Indonesia yang mengakomodasi terlaksananya sistem perbankan konvensional dan perbankan syariah dengan baik dalam proses kompetisi yang sehat, dimana didukung oleh pola perilaku bisnis yang bernilai dan bermoral.
    3. Mengurangi risiko kegagalan sistem keuangan Indonesia.
    4. Mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sector riil dan membatasi segala bentuk eksploitasi yang tidak produktif serta mengabaikan nilai-nilai moral.

    Sebagai langkah awal perkembangan bank syariah di Indonesia, pada pertengahan tahun 1970-an diadakan pembicaraan mengenai bank syariah pada seminar Hubungan Indonesia- Timur Tengah yang diadakan pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang diadakan Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Perkembangan pemikiran secara luas mengenai perlunya umat Islam Indonesia memiliki perbankan Islam sendiri mulai berhembus sejak saat itu. Namun, usaha untuk merealisasikan ide perbankan syariah tersebut terhambat oleh beberapa alasan, yaitu :

    1. Operasi Bank Syariah yang berdasarkan prinsip bagi hasil belum diatur, oleh karena itu tidak sejalan dengan Undang-undang Pokok Perbankan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.
    2. Konsep banksyariah dari segi politis dinilai bermuatan ideologis, merupakan bagian atau berkaitan dengan pembentukan negara Islam, oleh karena itu tidak dikehendaki pemerintah.
    3. Belum ada yang bersedia menaruh modal pada ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari negara Timur Tengah masih dicegah,antara lain oleh kebijakan pembatasan bank asing untuk membuka cabangnya di Indonesia.

    Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan dengan pihak yang terlibat dalam pengkajiannya adalah Karnaen A. Perwaatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M Saefudin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Uji coba padsa skala yang relative terbatas telah diwujudkan pada masa itu yaitu dengan pembentukan Baitut Tamwil-Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta, yang kedua lembaga keuangan syariah tersebut berbadan hukum koperasi.

    Pembentukan ini juga didorong oleh keluarnya Deregulasi Perbankan Paket 1 Juni Tahun 1983, yang telah membuka belenggu penetapan bunga perbankan oleh pemerintah.

    Dengan dibebaskannya penetapan besar bunga kepada masing-masing bank, maka suatu bank dapat menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen) yang memungkinkan beroperasinya bank tanpa bunga yang berdasarkan bagi hasil keuntungan. Namun, karena belum dimungkinkannya pendirian bank baru pada masa itu, sedangkan bank-bank yang telah ada belum tertarik untuk mengaplikasikan sistem bank tanpa bunga yang dinilai kurang mengntungkan, maka bank syariah belum dapat berdiri di Indonesia, sehingga dibentuklah badan hukum koperasi sebagai bentuk badan hukumnya.

    Pada tahun 1988, gagasan mengenai bank syariah kembali muncul yang dilatarbelakangi dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober (PAKTO) yang berisi liberalisasi perbankan. Liberalisasi perbankan tersebut memungkinkan didirikannya bank-bank baru selain yang telah ada. Maka dari itu didirikanlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah dibeberapa daerah di Indonesia, yaitu Badan Perkreditan Syariah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera, BPRS Dana Mardhatillah, dan BPRS Amanah Rabaniah, yang beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat di Aceh.

    Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut lahirlah Bank Muamalat Indonesia pada 1 November 1991. Pada saat penandatanganan Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Miliar. Kemudian pada tanggal 3 November 1991 dalam acara silaturahmi presiden di Istana Bogor dapat dipenuhi dengan total komitmen awal sebesar Rp. Sebelumnya, pada 18-20 Agustus 1990 diadakan lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Cisarua, Bogor, Jawa barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam dalam Musyawarah Nasional IV MUI pada 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan Amanat Munas IV MUI tersebut dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.

    Dalam menjalankan operasinya sebagai bank yang berdasarkan prinsip syariah, Bank Muamalat Indonesia mengalami banyak hambatan. Selain karena peraturan hukum tentang bank syariah belum spesifik mengatur dan memberi ruang dalam pengembangan perbankan syariah, juga ketidakmampuan BMI untuk bersaing dengan bank konvensional yang telah memiliki jaringan yang kuat hingga ke pelosok-pelosok daerah. Selain itu, untuk menjaga likuiditas bank dan mempertahankan eksistensinya, yaitu melalui usaha-usaha mendapatkan keuntungan yang sewajarnya melalui bagi hasil, maka BMI tidak bisa mengelak untuk tidak menggarap kalangan menengah keatas sebagai nasabah dan debitur yang paling potensial. Hal ini yang kemudian menyebabkan banyak umat Islam masih belum merasakan kehadiran BMI memberikan sentuhan yang berarti pada mereka sebagai bank yang mengusung nilai-nilai Islam.

    Era reformasi kemudian juga memberikan perkembangan baru dalam perbankan syariah di Indonesia. Para pelaku perbankan dan pemerintah telah mendapatkan paradigma baru dalam memandang perbankan Islam di Indonesia. Krisis moneter yang dialami sebelumnya ternyata memberikan implikasi positif dalam sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia. Bentuk perkembangan paling besar bank syariah pada masa itu ditandai dengan disetujuinya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang merupakan regulasi mengenai perbankanuntuk bangkit dari krisis ekonomi yang melanda pada waktu itu.

    Dalam Undang-undang tersebut memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Hal tersebut disambut antusias oleh kalangan perbankan konvensional yang ingin mulai memasuki usaha bisnis perbankan syariah, untuk itu Bank Indonesia mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah” bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung dengan DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengembangan Perbankan), kredit , pengawasan, akuntansi, riset dan moneter. Beberapa lembaga perbankan konvensional yang membuka cabang syariah pada masa-masa awal reformasi adalah Bank IFI cabang syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank BNI Divisi Syariah.

    Pada masa ini, ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan dari sistem hukum maupun dari sistem ekonomi mengenai perbankan syariah. Hal ini sebagaimana digambarkan Umar Chappra dan ditidaklanjuti oleh Muhammad Syafi’i Antonio dalam kajian Tazkia Institute. Persoalan-persoalan itu adalah sebagai berikut:

    1. Pada umumnya produk produk perbankan syariah, belum memiliki standar peraturan yang baku dan seragam. Ketika MUI/ DSN bersama Bank Indonesia tengah mempersiapkan pembakuan Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah, tetapi untuk akad-akad lainnya belum disiapkan.
    2. Perbankan syariah dalam perkembangannya cukup pesat, tetapi memiliki asset dan akses pasar yang masih kecil. Baru mencapai lebih dari satu persen dari total asset perbankan nasional sehingga mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan ekspansi dan diverifikasi usaha.
    3. Dalam kondisi demikian, tentunya tingkat persaingan dengan sistem ekonomi konvensional belum berimbang karena terbatasnya jaringan kantor dan lembaga penunjang lainnya. Juga belum memadai untuk keperluan likuiditas dan pengelolaan risiko.
    4. Belum ada keseragaman dalam praktek akuntansi dan sistem audit perbankan syariah, termasuk didalamnya keseragaman laporan keungan sehingga otoritas pengatur maupun investor mengalami kesulitan untuk melakukan perbandingan dalam menilai kinerja perbankan syariah. Peran Accounting Organization for Islamic Institution di Bahrain belum sepenuhnya dapat mengantisipasi kekurangan ini. Perkembangan terakhir menunjukkan semakin membaiknya kinerja lembaga ini dalam memjalankan tugas-tugasnya.
    5. Pada umumnya produk produk perbankan syariah, belum memiliki standar peraturan yang baku dan seragam. Ketika MUI/ DSN bersama Bank Indonesia tengah mempersiapkan pembakuan Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah, tetapi untuk akad-akad lainnya belum disiapkan.
    6. Perlakuan oleh pihak perbankan syariah disatu sisi dengan nasabah pada sisi lainnya belum berlangsung sesuai prinsip kesetaraan. Masih seperti yang diperaktikkan dalam perbankan konvensional, dimana posisi pihak perbankan masih jauh lebih kuat dibanding nasabahnya. Idealnya, perbankan syariah memperlakukan nasabah sebagai mitranya yang sejajar sehigga tidak terkesan sebagai hubungan kemitraan yang berdasarkan hubungan keyakinan semata, melainkan juga harus rasional dan objektif.

    Pada perkembangan selanjutnya hingga saat ini, dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai bank syariah, serta dibentuknya badan-badan khusus yang bertugas membenahi sistem perbankan syariah di Indonesia. Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi yaitu sebesar 43,99% meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 26,55% dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang relative tinggi, serta penyediaan penyediaan akses jaringan yang meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara luas sehingga masih cukup kuat untuk memanfaatkan potensi membaiknya perekonomian nasional.

    C. Dasar Hukum Bank Syariah

    Berdasarkan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, bank syariah di wajibkan untuk menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Di samping itu, bank syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank syariah juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf.

    D. Karakteristik Bank Syariah

    Karakteristik Bank Syariah diantaranya :

    1. Berdasarkan prinsip syariah
    2. Implementasi prinsip ekonomi Islam dg ciri:
      • pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
      • Tidak mengenal konsep “time-value of money”
      • Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yg diperdagangkan.
    3. Beroperasi atas dasar bagi hasil
    4. Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
    5. Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan
    6. Azas utama => kemitraan, keadilan, transparansi dan universal
    7. Tidak membedakan secara tegas sector moneter dan sector riil (dapat melakukan transaksi 2 sektor riil.

    E. Fungsi Bank Syariah

    Bank syariah dalam skema non-riba memiliki empat fungsi sebagai berikut :

    1. Fungsi Manajer Investasi

    Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana oleh bank syariah, khususnya dana mudharabah. Bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyalur yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana. 

    2. Fungsi Investor

    Dalam penyaluran dana bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor – sektor yang produktif dengan risiko minim dan tidak melanggar ketentuan syariah.

    Produk investasi yang sesuai dengan syariah diantaranya akad jual beli (murabahah, salam, dan istishna), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa menyewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik) dan beberapa akad lainnya yang dibolehkan oleh syariah.

    3. Fungsi Sosial

    Fungsi ini merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Ada dua instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) dan instrumen qardhul hasan. Instrumen Ziswafberfungsi untuk menghimpun ziswaf dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik para investor. Instrumen qardhul hasan berfungsi menghimpun dana dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal serta dana infak dan sadaqah yang tidak ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh yang memberi.

    4. Fungsi jasa keuangan

    Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of guarantee, letter of credit, dan lain-lain.

    Namun mekanisme untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah tetap menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.

    F. Prinsip Bank Syariah

    Dalam melaksanakan fungsi jasa keuangan perbankan syariah menggunakan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya :

    a. Prinsip Wakalah

    Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.

    b. Prinsip Kafalah

    Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul anhu ashil)

    c. Prinsip Hawalah

    Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil) kepada orang lain yang menanggungnya (munhal’ alaih)

    d. Prinsip Sharf

    Prinsip Sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.

    e.       Prinsip Ijarah

    Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa, apabila dikaitkan dengan penggunaan barang maka diistilahkan dengan sewa – menyewa sedangkan apabila dikaitkan dengan penggunaan jasa maka diistilahkan dengan upah – mengupah.

    F. Kegiatan Usaha Bank Syariah

    1. Penghimpun Dana
    2. Penyaluran dana
    3. Jasa pelayanan
    4. Berkaitan dengan surat berharga
    5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran
    6. Berkaitan dengan pasar modal
    7. Investasi
    8. Dana pensiun
    9. Sosial

    G. Prinsip – Prinsip Dalam Menghimpun Dana Bank Syariah

    Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.

    1. Prinsip Wadi’ah (simpanan)

    Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.

    Ketentuan umum dari produk ini adalah :

    • Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imabalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberi bonus kapada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
    • Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
    • Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekadar menutupi biaya yang benar – benar terjadi.
    • Ketentuan – ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

    Yang termasuk dalam produk Bank Syariah dalam menghimpun dana yaitu :

    1.      Giro Syariah

    Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan  cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.

    2.      Tabungan Syariah

    Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro.

    3.      Deposito Syariah  

    Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.

    2. Prinsip Mudharabah

    Mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.

    Jenis-Jenis Mudharabah

    •           Mudharabah Mutlaqah

    Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharaba dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.

    •           Mudharabah Muqayyadah

    Adalah jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan persyaratan-persyaratan tertentu misalnya hanya boleh digunakan untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan dalam waktu tertentu. Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah menjadi terikat dan sempit sehingga disebut mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah).

    Mudharabah Muqayyah terbagi 2 yaitu :

    §  Mudharabah Muqayyadah on Balance sheet

    Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan deangan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.

    §  Mudharabah Muqayyadah off Balance sheet

    Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada  usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.

    H. Prinsip – Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah

    a.  Prinsip Jual Beli (Ba’i)

    Dalam melakukan jual beli  digunakan 3 skema yang meliputi :

    §  Jual beli dengan skema Murabahah

    Jual beli dengan skema ini menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Skema ini digunakan oleh bank untuk nasabah yang hendak memiliki suatu barang, sedangkan nasabah yang bersangkutan tidak memiliki uang pada saat pembelian. Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai penjual sedangkan nasabah yang membutuhkan barang bertindak sebagai pembeli.

    §  Jual beli dengan skema Salam

    Jual beli dengan skema ini merupakan jual beli yang pelunasannya dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima.

    §  Jual beli dengan skema Istishna

    Jual beli dengan skema ini adalah jual beli yang didasarkan atas penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati.

    b. Prinsip Investasi

    Dalam melakukan investasi, dapat dilakukan dengan skema mudharabah dan skema musyarakah.

    Investasi dengan skema Mudharabah

    Akad investasi dengan skema mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.

    Dalam skema ini bank bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana), sedangkan nasabah yang menerima pembiayaan bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), seluruh modal berasal dari pihak bank syariah sebagai pemilik dana.

    Investasi dengan skema Musyarakah

    Investasi dengan skema ini adalah kerja sama investasi para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung semua pemilik modal berdasarkan porsi pemilik modal masing – masing.

    c. Prinsip Sewa

    Sewa dengan skema Ijarah

    Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Dalam transaksi ini bank syariah bertindak sebagai pemberi sewa atau pemilik objek sewa, sedangkan nasabah bertindak sebagai penyewa.

    Sewa dengan skema Ijarah Muntahiya Bittamlik

    Sewa dengan skema ini adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Berbeda dengan transaksi Ijarah, pada transaksi ini memberi hak pilih pada penyewa untuk memiliki barang yang disewa.

    d. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

    Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola untuk melakukan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.

    Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah:

    §  Musyarakah

    Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset( seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang – barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu kontribusi masing – masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.

    §  Mudharabah

    Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan seju7mlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Beberapa ketentuan umum mudharabah adalah :

      ü  Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harusd iserahkan tunai;

      ü  Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit loss sharing).

      ü  Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.

      ü  Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.

          e.       Akad pelengkap

    Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembayaran. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini diperbolehkan untuk meminta pengganti biaya – biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang benar – benar timbul.

    ü  Hiwalah ( Alih Utang Piutang)

    Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktik perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk melanjutkan suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.

     ü  Rahn (Gadai)

    Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut :

    • Milik nasabah sendiri,
    • Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,
    • Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.

    Atas izin bank, nasabah dapat menggnakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.

    ü  Qardh

    Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu:

    • Sebagai pinjaman talangan haji, diman nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
    • Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai melalui8 bank (ATM). Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
    • Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
    • Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara angsur melalui potongan gajinya.

    ü  Wakalah (Perwakilan )

    Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa pada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.

    Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukuan L/C, apabila dana nasabah tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.

    ü  Kafalah (Garansi Bank)

    Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk mrnjamin suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahnb. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

    f.       Pembiayaan dengan bagi basil

    ·         Al-musyarakah

    Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau le­bih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak membe­rikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

    AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek.Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.

    ·         AI-mudharabah

    Pengertian AI-mudharabahadalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.

    • mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
    • mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.

    Dalam dunia perbankan biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan mo­dal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.

    J. Keunggulan Dan Kelemahan Bank Syariah

    1. Keunggulan Bank Syariah
    1. Bank syariah relatif lebih mudah merespons kebijaksanaan pemerintah;
    2. Terhindar dari praktik money laundring;
    3. Bank syariah lebih mandiri dalam penentuan kebijakan bagi hasilnya;
    4. Tidak mudah dipengaruhi gejolak moneter;
    5. Mekanisme bank syariah didasarkan pada prinsip efisiensi, keadilan dan kebersmaan.
    2. Kelemahan Bank Syariah
    1. Jaringan kantor bank syariah belum luas;
    2. SDM bank syariah masih sedikit;
    3. Pemahaman masyarakat tentang bank syariah masih kurang;
    4. Kekeliruan penilaian proyek berakibat lebih besar daripada bank konvensional.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah lembaga keuangan yang menjalankan aktivitas perbankan konvensional murni yang tidak sama sekali ada kaitannya dengan kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi sebuah kesalahan, maka agama islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.

    Namun dalam kegiatannnya perbankan islam tidak boleh menyimpang dari landasan dan prinsip-prinsip islam itu sendiri, karena timbulnya perbankan islam adalah untuk menyempurnakan dari sistem sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada profitabilitas tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan moral dalam berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan sebuah kegiatan perbankan yang efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir, dll) sehingga dapat berimplikasi pada pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menciptakan pasar ekonomi yang sehat dan menghilangkan paradigma dzalim.

    Daftar Pustaka

    Buku :

    Andri Soemitra. 2009. Bank dan lembaga keuangan syariah. Jakarta : Kencana.

    Kautsar Riza Salman. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah. Jakarta : Indeks.

    Sumber lain :

    http://www. Makalahegi.blogspot.com Diakses pada tanggal 01 Mei 2014

    http://www. Eramoeslem.com”ekonomi syariah

  • Makalah Kehidupan ‘Nyai’ dan Pergundikan Pada Masa Hindia Belanda

    Kehidupan ‘Nyai’ dan Pergundikan Pada Masa Hindia Belanda

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Cornelis de Houtman pada tahun 1596 beserta armadanya berhasil berlabuh di pantai utara Jawa dalam rangka mencari rempah-rempah yang sangat dibutuhkan di negara-negara Eropa. Keberhasilan ini diikuti pelaut-pelaut Belanda lainnya. Mayoritas penduduk kulit putih adalah bujangan. Jan Pieterzoen Coen (Gubernur Jendral VOC tahun 1618-1623 dan tahun 1627-1629) yang menentang hubungan di luar perkawinan mendukung kaum perempuan pendatang dari Negeri Belanda. Namun dalam SK tahun 1632, Kompeni memutuskan untuk tidak mensponsori lagi perempuan-perempuan yang hendak ke Hindia Belanda. Oleh karena itu Kompeni menempuh kebijakan, lelaki Belanda diijinkan beristri penduduk Asia. Bahkan untuk mendukung hal tersebut Kompeni membeli budak perempuan untuk dijadikan istri bujangan.

    Dalam era VOC orang Eropa selalu memerlukan ijin untuk menikah. Karena keadaan ini menyebabkan banyak pergundikan, di mana lelaki Eropa (Belanda) hidup bersama perempuan Asia tanpa pernikahan. Pejabat-pejabat VOC di kalangan yang lebih tinggi umumnya mempunyai hubungan lebih erat dengan perempuan setempat baik sebagai istri maupun gundik. Anak-anak mereka tumbuh dewasa dan menikah di Hindia Belanda juga, khususnya anak-anak perempuan sangat dicari-cari untuk dijadikan calon istri.

    Sekalipun terjadi perkawinan resmi, pergundikan waktu itu merupakan hal yang sering terjadi. Banyak istilah untuk menamakan gundik, dan yang paling umum adalah “nyai”. Dalam istilah Belanda disebut huishoudster, bijzit, menagerie dan meid. Seorang “nyai”bisa dikatakan tidak mempunyai hak apapun, tidak punya hak atas anaknya, juga terhadap posisinya sendiri. Setiap saat ia dapat ditinggalkan begitu saja oleh majikannya. Di kalangan ketentaraan seorang “nyai” kadang-kadang diserahkan begitu saja kepada lelaki Eropa lainnya. Anak-anak hasil hubungan ini sangat banyak jumlahnya. Mereka dengan mudah bisa ditinggalkan begitu saja oleh bapaknya atau diserahkan ke panti asuhan, atau diambil dan dipisahkan dengan ibu kandungnya.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana latar belakang pergundikan?
    2. Bagaimana kehidupan para Nyai?
    3. Bagaimana akhir pergundikan di Hindia Belanda?

    C. Tujuan

    1. Mengetaui latar belakang pergundikan
    2. Mengetahui kehidupan para Nyai
    3. Mengetahui akhir pergundikan di Hindia Belanda

    Bab II. Pembahasan

    A. Latar Belakang Pergundikan

    Pergundikan adalah suatu praktik di masyarakat yang berupa ikatan hubungan di luar perkawinan antara seorang perempuan (disebut gundik) dan seorang laki-laki dengan alasan tertentu. Alasan yang paling umum biasanya adalah karena perbedaan status sosial, ras, dan agama. Selain itu, pergundukan terjadi karena adanya larangan dalam masyarakat untuk memiliki lebih dari satu istri.

    Alasan lain yang muncul belakangan adalah strategi dari kaum pendatang agar dapat diterima oleh masyarakat asli dengan cara menikahi masyarakat pribumi, selain itu pendatang yang masuk ke nusantara sebagiannya tidak membawa istri sehingga memperistri masyarakat pribumi atau hanya sekedar berhubungan tanpa setatus yang lebih dikenal pergundikan.

    Dalam kamus besar bahasa indonesia kata gundik diartikan sebagai berikut :

    Gundik n 1 istri tidak resmi; selir; 2 perempuan piaraan (bini gelap);

     candik berbagai-bagai gundik;

    mem·per·gun·dik v mengambil sbg gundik; menjadikan gundik: pd zaman dulu banyak raja ~ wanita-wanita desa yg cantik;

    mem·per·gun·dik·kan v mengambil gundik; menjadikan gundik;

    per·gun·dik·an n perihal gundik; perihal pemiaraan gundik

    Latar belakang pergundikan di Hindia Belanda yaitu dimulai sejak kedatangan para pegawai VOC di Nusantara. Pegawai VOC yang datang ke nusantara terdiri laki-laki Eropa yang masih lajang. Sehingga mereka memerlukan perempuan pribumi untuk mengurusi rumah tangga, menemani tidur, dan menjadi ibu bagi anak-anak mereka. Model kehidupan ini berlangsung dari abad ke abad. Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-4, Jan Pieterszoon Coen, merasa kehidupan bersama antara lelaki Eropa dengan budak perempuan pribumi mengarah kepada perilaku janggal, tidak terkendali dan membahayakan kepentingan kolonial. Untuk itu ia mengeluarkan larangan untuk memelihara seorang gundik di rumah, tempat tinggal, atau tempat lainnya dengan penjagaan apapun yang terjadi. Pelarangan ini mulai berlaku pada 11 Desember 1620.

    Pada tahun 1622 usaha untuk mengatasi kelangkaan perempuan Eropa diantisipasi Coen dengan mendatangkan perempuan Eropa melalui Heren van de Compagnie. Para perempuan yang akan didatangkan ke Hindia Belanda itu haruslah para gadis atau perempuan muda yang berkelakuan baik dan diutamakan yang pernah dididik secara ketat di panti asuhan. Sebelumnya juga Coen mengeluarkan kebijakan membawa perempuan lajang Eropa ke Hindia Belanda dan mempunyai kewajiban menikah dengan para pegawai VOC. Sebagai kompensasinya, mereka akan mendapat pelayaran gratis beserta mas kawin.

    Setelah berlangsung beberapa lama, ternyata usaha Coen tetap tak menuai hasil. Jumlah pergundikan di wilayah kolonial ini tidak berkurang secara signifikan. Apalagi, dia mendapati kenyataan bahwa perempuan lajang yang dahulu didatangkan dari Eropa untuk kawin dengan pejabat VOC malah hanya membuat masalah. Menurut dia, mereka hanya mabuk-mabukan dan bertindak di luar aturan Tuhan.

    B. Kehidupan Para Nyai Pada Masa Hindia Belanda

    Istilah nyai (nyahi) muncul mengacu pada bahasa Bali dengan arti perempuan muda atau adik perempuan. Selain itu Nyai adalah sebutan umum di Jawa Barat, khususnya bagi wanita dewasa. Namun, kata ini memiliki konotasinya lain pada zaman kolonial Hindia Belanda. Ketika itu nyai berarti gundik, selir, atau wanita piaraan para pejabat dan serdadu Belanda. Nyai bersinonim dengan gundik dan selir. Baik nyai, gundik maupun selir, dalam KBBI, diartikan sebagai bini gelap, perempuan piaraan, dan istri yang tidak pernah dikawini resmi. Bini Selir malah berarti istri yang kedudukannya lebih rendah dari pasa istri terhormat (istri utama). Pergundikan di Hindia-Belanda di kalangan laki-laki Eropa banya berbagai macam istilah sebutan selain Nyai, yaitu moentji (mulut kecil), meubel (perabot), inventarisstuk (barang inventaris), boek (buku), woondenboek (kamus), mina, sarina sebutan di Tangsi KNIL, Deli Kartina di perkebunan Deli.

    Sebutan ini muncul berberengan dengan kedatangan orang Eropa di Nusantara pada abad XVII. Para perempuan dijadikan budak oleh orang Eropa dan dikondisikan untuk menjelma nyai dan gundik demi kehidupan kaum lelaki Eropa. Kemunculan nyai juga terkait dengan kesulitan mendatangkan kaum perempuan Eropa untuk datang dan mau hidup di Hindia Belanda. Ketika itu Belanda telah memperlihatkan karakteristik yang akan menjadi kebiasaan di pemukiman-pemukiman mereka di Asia, sebuah kebiasaan yang tidak ada di negeri asal mereka, yaitu memiliki budak dan menjadikan perempuan setempat sebagai gundik. Diawali oleh suatu kebijakan yang melarang kedatangan para perempuan Eropa ke tanah Hindia, maka pergundikan ini mulai berkembang. Perempuan-perempuan yang dijadikan gundik ialah para budak perempuan di rumah tangga Eropa yang kebanyakan melakukannya dengan terpaksa.

    Pada umumnya Nyai ditugaskan untuk bekerja sebagai pengurus dalam rumah kehidupan antara dua budaya yang sangat jauh berbeda. Hal inilah yang mengakibatkan nyai hanya dianggap sebagai pemuas nafsu, selain mengurus rumah tangga. Namun nyai tetap bertindak sebagai kepala rumah tangga. Pembantu-pembantu lain dan kuli-kuli kontrak patuh dan tidak berani membantahnya. Wanita pribumi begitupun nyai sangat piawai dalam masalah obat-obatan tradisional dari tanaman atau akar alami. Sehingga walaupun mereka hidup serumah bersama laki-laki Eropa, saat menderita sakit ringan mereka lebih senang menggunakan obat-obatan tradisional daripada berkonsultasi pada dokter yang mendalami ilmu kedokteran barat. Bidang ini memberi kekayaan pengetahuan pada wanita.

    Nyai dan gundik memiliki peran penting dalam menginformasikan dan mengajarkan pelbagai hal tentang Nusantara pada lelaki Eropa. Mereka juga menyerap bahasa, pengetahuan, dan kultur Eropa untuk ditransmisikan pada kaum pribumi. Memasuki abad ke-19, muncul suatu titik balik terhadap pergundikan, dimana pada awalnya pergundikan merupakan suatu sistem paksa bagi para budak pribumi, menjadi suatu kesukarelaan dari mereka.

    Meski peraturan pemerintah pada 1818 telah melarang perdagangan budak internasional (berkaitan dengan penjualan budak rumah tangga di Hindia Belanda), namun perbudakan nasional di Hindia Belanda baru benar-benar dihapuskan pada 1860. Akhirnya, para pemuda Eropa yang senang dengan dunia pergundikan harus mencari gundik atau nyai mereka di antara orang-orang pribumi bebas atau bukan budak. Kepengurusan rumah tangga merupakan sarana yang tepat untuk menjalani kebiasaan ini dengan mudah.

    C. Akhir Pergundikan Di Hindia Belanda

    Sekitar tahun 1870 pembudidayaan tanaman ekspor meledak dan perkebunan-perkebunan bermunculan. Untuk mencari daerah yang cocok asisten perkebunan bahkan menjajaki daerah-daerah yang cukup terpencil. Oleh karena itu untuk asisten perkebunan dicari yang masih bujangan. Di samping biaya hidup lebih ringan, seorang istri (Eropa) dianggap tidak cocok hidup sebagai perintis. Baru setelah enam tahun diijinkan menikah. Tahun 1922 barulah larangan itu dihapus. Tetapi bukan berarti selama itu mereka hidup sendiri. Mereka bisa hidup bersama dengan seorang “nyai”, yang akan mengajari bahasa dan adat istiadat setempat. Merupakan hal yang biasa apabila seorang asisten perkebunan setelah enam tahun cuti dan pulang ke negeri Belanda untuk menikah. Setelah kembali bersama istrinya, mau tidak mau harus menghadapi masa lampau seorang bekas “nyai” dan anak-anak sebelumnya (voorkinderen, anak sebelum bapaknya menikah/anak dengan “nyainya”).

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Latar belakang kemunculan pergundikan di indonesia muncul pada masa pemerintahan hindia belanda hal ini dikarenakan berbagai alasan. Diantaranya adalah 1). Kedatangan orang eropa tidak semuanya membawa isteri sehingga mereka menjadikan orang pribumi sebagai  isteri atau hanya sekedar gundik, 2). Perkawinan antara orang eropa dengan masyarakat pribumi sebagai salah satu strategi untuk mendapatkan simpati masyarakat nusantara, 3). Serta karena kultur nusantara yang secara tidak langsung melarang lelaki memiliki lebihdari satu isteri.

    Status sosial seorang gundik/nyai memiliki derajat yag lebih tinggi dibandingkan dengan wanita pribumi lainnya, namun dari segi sikologis dan moralitas nyai/gundik hanya dianggap sebagai wanita rendahan bagi lelaki belanda. Pada dasarnya meskipun ststus sosial gundik meningkat tapi hal tersebut tidak membawa perubahan yang bersifat positif karena gundik disini hanya seorang budak bagi lelaki belanda.

    DAFTAR PUSTAKA

    Baay, Reggie. 2010. Nyai & Pergundikan di Hindia Belanda. Depok: Komunitas Bambu

    Hayu Adi Darmarastri. 2006. Nyai Batavia. Yogyakarta: CV Centra Grafindo

    Hellwig, Tineke. 2007. Citra Perempuan di Hindia Belanda. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

  • Percobaan IPA SD Membuat Plastik dari Susu

    Sebelum teknologi plastik sintetis berkembang, para ilmuwan membuat plastik dari susu, beberapa referensi lain bisa kamu googling, saya membuat panduan singkat dalam versi bilingual setelah saya mencoba sendiri di lab.
    Do it and make it as toys whatever you want!!!!

    Alat dan bahan (Materials):

    ·     Gelas beaker 250 ml (Beaker glass 250 ml), pengaduk kaca (glass rod), suss segar (fresh milk 100 ml), 10 ml asam cuka (Vinegar) 5%, kain katun tipis untuk saringan (Cotton Cloth in square 12×12 cm), kompor (hotplate) and saringan (sieve).

    Cara Kerja (Procedure):

    1. Panaskan 100 ml susu segar dalam gelas beaker, namun tidak sampai mendidih, kurang lebih 75 derajat celsius (heat 100 milk in beaker glass but not until boiling)
    2. Angkat suss dari atlas kompor, tuangkan asam cuka dan aduklah perlahan. dalam beberapa detik, akan terpisah antara padatan dan bagian cair dari susu (pour the vinegar in the beaker glass and stir it slowly, After a second, the milk and vinegar will be separated into a liquid part (the whey) and the solid part (the curd))
    3. Saringlah menggunakan kain, peraslah sampai kamu mendapatkan segumpal padatan susu ini (Strain the liquid off, you squeeze the blobs into one big lump. Squeeze out all the left over liquid).
    4. Biarkan dingin sebentar, dan bentuklah menjadi bentuk yang kamu mau, saat memegangnya seperti memegang gumpalan karet yang kenyal. (Let it cool off, and then you can play with it. It feels like rubber).
    5. Kamu dapat membuat berbagai macam bentuk mainan, dadu, dll. lama kelamaan akan mengeras (You can form the blob into shapes, If you leave it out, it will harden).

    Prinsip kerja (reaksi) ini sama dengan prinsip pembuatan Lem dari susu dalam postingan saya sebelumnya, silakan bisa dibaca kembali. Okay, Viel Spass!!!!

  • Percobaan IPA SD Sederhana – Membuat Lem dari Susu

    Senang bisa menulis lagi walau sedikit dan ringan, ini saat sedang ngantuk berat tapi pingin nulis sesuatu..

    Percobaan kimia yang melibatkan barang/hal yang digunakan sehari hari adalah sangat menarik bagi siswa. Percobaan ini sangat cocok untuk anak-anak SD untuk meningkatkan minat ke science. Membuat lem dari susu (skim) adalah percobaan yang akan saya tuliskan. Ini bisa menjadi salah satu demontrasi atau praktek anak-anak SD. Sebelumnya, untuk menarik siswa kita. Berikan tugas dari rumah untuk menggambar sapi dengan warna putih. Guru menyiapkan potongan kertas hitam untuk siswa nanti bisa langsung menggunakan lem nya untuk menempel potingan kertas hitam di gambar sapi mereka masing-masing.

    Bahan dan alat yang diperlukan :
    susu skim (susu segar) 100 ml,
    asam cuka encer 20 ml,
    setengah sendok teh soda kue,
    pemanas,
    gelas beaker, pengaduk, kain penyaring.

    Cara membuat : masukkan 100 ml susu ke dalam beaker glass dan panaskan sambil diaduk, kemudian tambahkan asam cuka sampai terbentuk gumpalan gumpalan. jika sudah mengendap, pisahkan endapan dan cairan dengan cara dekantasi (menuang). endapan yang terbentuk tuangkan ke kain penyaring dan peras untuk menghilankan air yang tersisa. masukkan dalam gelas beaker kosong dan ditambah 15 ml air aduk sampai terlihat lembut, tambahkan setengah sendok sodanya kue dan aduk terus. dicek dengan kertas pH apakah sudah netral. dan setelah netral…. sudah jadi deh lemnya. Gunakan lem yang telah jadi untuk siswa menempel potongan kertas hitam ke gambar sapi.

    Gambar sapi diambil dari http://www.how-to-draw-cartoons-online.com/cartoon-cows.html

    Prinsip pembuatan lem susu :
    Lem dapat dibuat dari susu dengan asam menggunakan cuka (asam) yang memisahkan susu menjadi bagian padat dan cair. Cruds (padatan) dapat dinetralisir oleh berbagai basa untuk menghasilkan berbagai perekat yang berbeda. Susu skim cenderung memberikan lem terbaik. Lem ini terdiri dari partikel kasein yaitu protein yang diendapkan dari susu dengan menambahkan asam. Ini adalah polimerisasi molekul-molekul protein yang membentuk lem.

    Kasein adalah protein utama yang ditemukan dalam susu segar dan keju. Dalam susu tersebut kasein dalam bentuk garam kalsium larut.

    Dalam bentuk asamnya, kasein diendapkan oleh asam seperti asam etanoat (asam dominan dalam cuka). Dalam eksperimen ini,kalsium etanoat adalah produk dari proses penambahan asam di awal, dan merupakan salah satu komponen dari larutan “whey”. Kasein larut yang membentuk padat memiliki struktur sekunder atau tersier relatif kecil. Ini berarti tidak dapat mengubah sifat sesuatu benda (perubahan struktur). Hal ini relatif hidrofobik, yang menyebabkan tidak larut dalam air.

    Beberapa pertanyaan siswa yang sering muncul :
    (saya berikan jawaban yang dicetak miring.)
    1 Apa tujuan menambahkan cuka dalam percobaan ini?
    Untuk mengkonversi kasein menjadi bentuk larut – dadih (padatan).

    2 Mengapa natrium karbonat hidrogen ditambahkan?
    Untuk menghilangkan kelebihan asam.

    3 Gas apakah yang dihasilkan ketika natrium hidrogen karbonat ditambahkan?
    Karbon dioksida – Asam bereaksi dengan karbonat untuk membentuk gas ini.

    4 Apa itu kasein?
    Kasein adalah protein, atau, lebih tepatnya, sebuah phosphoprotein.

  • Ilmu Dalam Perspektif Moral

    Konsep Ilmu dan Moral

    Istilah ilmu pengetahuan merupakan suatu pleonasme yakni pemakaian lebih dari pada satu perkataan yang sama artinya. Ilmu dalam Bahasa Inggris science tidak sama dengan pengetahuan. Menurut cakupannya ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan (ilmu mengacu kepada ilmu seumumnya). Ilmu menunjuk kepada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari suatu pokok soal tertentu. Pengertian ilmu dalam hal berarti suatu cabang ilmu khusus seperti misalnya antropologi, sosiologi, biologi, dan geografi.

    Istilah science Bahasa Inggris kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisik atau material. Padia (2008:41) mengemukakan ilmu adalah suatu pranata kemasyarakatan (social institution), suatu kekuatan kebudayaan (cultural force), dan sebuah permainan (game). Pengetahuan lebih bersifat paling umum, ilmu merupakan kumpulan yang sistematis dari pengetahuan. Pengertian ilmu sebagai pengetahuan sesuai dengan asal-usul istilah science, Bahasa Latin scientia, yang mencerminkan to know dan to learn (Situmorang, 2004).

    Pengetahuan pada dasarnya adalah keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pernyataan – pernyataan yang dibuat mengenai sesuatu gejala/peristiwa baik yang bersifat alamiah, sosial maupun perseorangan. Jadi, pengetahuan menunjuk pada sesuatu yang merupakan isi substansi yang terkandung dalam ilmu. Russell (1948:59) membedakan pengetahuan manusia dalam dua jenis yaitu pengetahuan mengenai fakta (knowledge of facts) dan pengetahuan mengenai hubungan umum diantara fakta (knowledge of the general connections between facts).

    Sesuatu ilmu membatasi diri pada segi atau permasalahan tertentu dalam penelaahannya terhadap pokok bahasannya, sedang berbagai segi dan permasalahan lainnya dikeluarkan dari titik pusat perhatiannya untuk menjadi sasaran dari ilmu-ilmu khusus lainnya. Sasaran yang ditelaah oleh sesuatu ilmu itu harus diwujudkan dalam konsep yang tak bermakna ganda dan pasti cakupannya. Cabang ilmu khusus lahir dalam jalinan umum dari pemikiran reflektif filsafati dan setelah berkembang mencapai suatu taraf kedewasaan lalu dianggap sebagai berbeda untuk selanjutnya memisahkan diri dari filsafat. Ciri-ciri umum dari ilmu tersebut yang membuatnya berbeda dari filsafat ialah ciri empiris.

    Ciri-ciri empiris dari ilmu mengandung pengertian bahwa pengetahuan yang diperoleh itu berdasarkan pengamatan (observation) atau percobaan (experiment). Ciri-ciri sistematis berarti bahwa berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur. Selain ciri-ciri empiris dan sistematis dimuka, masih ada tiga ciri-ciri pokok lainnya dari ilmu, yaitu objektif, analistis, dan verifikatif (dapat diperiksa kebenaran). Ciri objektif dari ilmu berarti bahwa pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan (personal biasa). Ilmu juga mempunyai ciri analistis, berarti bahwa pengetahuan ilmiah itu berusaha membeda-bedakan pokok bahasannya kedalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian tersebut. Ciri-ciri pokok yang terakhir dari ilmu itu sekaligus mengandung pengertian bahwa ilmu senantiasa mengarah pada tercapainya kebenaran.

    Malaka (2008) mendefinisikan ilmu (scince) sebagai berikut:

    1. Scince ialah accurate thought, ilmu empiris, ialah cara berpikir yang jitu, tepat, atau paham yang nyata,
    2. Scince ialah organizations of fact, penyusunan bukti,
    3. Scince ialah simplification by generalisation, penyederhanaan generalisasi.

    Ketiga definisi tersebut satu sama lainnya berhubungan, saling isi mengisi, dan tambah menambah. Ilmu merupakan pola berpikir yang cermat, sistematis, dan berdasarkan pada pendekatan empiris, mempunyai bukti tentang kebenaran suatu konsep sehingga dapat menjadi teori yang teruji kebenarannya. Ilmu dapat digeneralisasikan artinya mengangkat kesimpulan suatu konsep teori dari hasil penelitian sebagai sesuatu yang berlaku bagi keseluruhan ilmu yang serumpun. Ilmu dapat dikembangkan melalui proses berpikir. Sesuai dengan pendapat Hegel dalam Suseno (2003:55-56) yang mengemukakan ilmu pengetahuan adalah proses dimana objek yang diketahui dan subjek yang mengetahui saling mengembangkan sehingga tidak pernah sama atau selesai. Ilmu pengetahuan sekarang akan diverifikasi kembali oleh ilmu pengetahuan yang akan datang dan begitu seterusnya.

    Sarkar dan Pfeifer (2006) mengemukakan:

    Scientific change occurs in many forms. There are changes in theory, technology, methodology, data, institutional, and social structures, and soon. The focus in the philosophy of science has largely been on theory change and whether such changes are progressive. The primary concern has also been with how scientific theories are justified and or become accepted in the scientific community, rather than how they are discovered or introduced into the community in the first place.

    Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan ilmu mendorong terjadinya perubahan dalam berbagai bentuk dan bidang, yakni perubahan dalam konsep teori, teknologi, metodologi, data, kelembagaan, dan struktur sosial. Fokus falsafah ilmu pengetahuan sebagian besar pada perubahan teori dan perubahan dilakukan secara terus menerus. Kajian utama sekaligus mengenai verifikasi teori ilmiah dan para ilmuan sebagai kelompok ilmiah dapat menerima teori tersebut. Proses menemukan dan mempublikasikan teori tesebut kepada kelompok ilmuan merupakan kegiatan pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

    Moralitas merupakan kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian baik buruknya perbuatan manusia. Poespoprodjo (1999:118) berpendapat bahwa moralitas dapat berbentuk objektif dan subjektif. Moralitas objektif memandang manusia perbuatan semata sebagai suatu perbuatan yang telah dikerjakan, bebas lepas dari pengaruh sukarela pihak pelaku. Moralitas subjektif memandang perbuatan manusia sebagai perbuatan yang dipengaruhi pengertian dan persetujuan pelaku sebagai individu. Kebiasaan moral muncul dari kebiasaan sosial dan terus berubah bersama perbuatan yang tedapat dalam masyarakat. Moralitas merupakan kebenaran atau kesalahan dari perbuatan manusiawai.

    Manusia untuk memenuhi tuntunan kemanusiaannya maka harus membuat perbedaan antara ukuran moral yang berdasarkan manusia dengan patokan yang selalu berubah. Bersama dengan majunya peradaban maka sistem moral semakin disaring untuk menyesuaikan dengan perkembangan. Suriasumantri (2003:233) mengemukakan pertumbuhan ilmu pengetahuan berkaitan dengan masalah moral dalam perspektif yang berbeda. Hal ini keilmuan mempergunakan das sollen (sesuatu yang ideal) dan das sein (kenyataan) yang berbeda dalam praktiknya. Ilmu dalam penafsiran objek bersifat apa adanya. Russell dalam Suriasumantri (2003:234) mengemukakan perkembangan peralihan ilmu memiliki tahap manipulasi. Tahap manipulasi maka moralitas mempengaruhi keilmuan dalam cara penggunaan pengetahuan ilmiah.

    Aspek moralitas mencakup segi ontologis, epistimologis, dan aksiologis keilmuan. Ontologis merupakan pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang ditelaah dalam menghasilkan pengetahuan. Epistimologis membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan yang dalam kegiatan keilmuan disebut metodologi ilmiah. Aksiologis sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang dihasilkan. Moralitas tidak dapat dipisahkan dengan motif manusia untuk menemukan kebenaran, karena mendapatkan kebenaran dan mempertahankan kebenaran memerlukan keberanian moral. Suriasumantri (2003:236) berpendapat tanpa landasan moral maka ilmuan akan mudah melakukan kejahatan intelektual. Ilmuan memiliki tanggung jawab sosial terlibat aktif demi kepentingan kehidupan masyarakat yang lebih bermartabat. Ilmu menitikberatkan penafsiran yang bebas nilai dan otonom dalam melakukan penelitian dalam rangka mempelajari objek kajian.

    Syafiie (2004:16) mengemukakan bebas nilai merupakan tuntunan yang ditujukan pada ilmu pengetahuan agar keberadaannya dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain dari luar ilmu pengetahuan, tuntutan dasar agar ilmu dikembangkan hanya demi ilmu itu sendiri. Apabila ilmu pengetahuan tergantung dengan pertimbangan lain maka ilmu menjadi tidak murni sama sekali (Keraf, 2001:150). Sehingga ilmu tidak berkembang secara otonom jika ilmu tunduk pada otoritas di luar ilmu.

    Moral (etika) berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Etika adalah studi tentang kehendak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar dan yang salah dalam tindak perbuatannya. Manusia dalam bertingkah laku dalam hal ini tentang keilmuan terdapat etika atau moral yang dengan tujuan untuk meningkatkan kemaslahatan masyarakat.

    A. Pendekatan Hubungan Ilmu dan Moral

    Ilmu pengetahuan berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia, yang tugasnya meneliti dan menentukan semua fakta konkret sampai pada yang paling mendasar. Etika merupakan bagian dari filsafat, yaitu filsafat moral. Etika sebagai filsafat dan ilmu pengetahuan ini, perlu dilakukan pemisahan antara etika dan moral. Etika adalah ilmu pengetahuan, sedangkan moral adalah obyek ilmu pengetahuan tersebut. Pendidikan moral merupakan integrasi berbagai ilmu seperti psikologi, sosiologi, antropologi budaya, filsafat, ilmu pendidikan, bahkan ilmu politik. Unsur tersebut merupakan dasar membangun sebuah etika.

    White (1991:14) mengemukakan

    Science is a practical subject and most students spend a good part of their course carrying out practical work. Science, like any practical subject, can be hazardous and simple techniques not properly carried out prove dangerous. However, with care and attention to detail, science is no more dangerous than any other practical subject. These include the correct handling and storage of chemicals, the use of protective clothing, the correct use of equipment, electrical hazards, and the prohibition of eating and smoking.

    Berdasarkan uraian disimpulkan bahwa subjek ilmu pengetahuan praktis dan peserta didik di lembaga pendidikan nonformal (kursus) mereka diberikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja sehingga setelah lulus diharapkan dapat bekerja atau berwira usaha. Ilmu pengetahuan, seperti umumnya subjek praktis, kegiatan pembelajarannya dapat berbahaya dan hal ini bukan menjadi alasan untuk tidak mengikuti kursus. Akan tetapi, dengan penuh perhatian dan perhatian secara rinci, ilmu pengetahuan tidak berbahaya karena terdapat prosedur operasi standar. Melaksanakan kegiatan pembelajaran secara benar seperti memperhatiakan penyimpanan kimia, menggunakan dari pakaian pelindung, menggunakan perlengkapan, bahaya kelistrikan, larangan makan, dan merokok pada saat praktik dalam kegiatan pembelajaran lembaga kursus tertentu merupakan etika dan aturan peserta didik. Tujuan tersebut bukan dimaksudkan untuk membatasi perilaku pseserta didik melainkan untuk keselamatan bersama.

    Kejujuran dan kesadaran untuk mentaati aturan dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu hal yang penting dimiliki oleh tiap individu peserta didik sebagai akademisi. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup dengan baik sebagai manusia. Nilai-nilai moral mengandung petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah turun-temurun melalui suatu budaya tertentu. Sedangkan etika merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan perilaku hidup manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Suseno (1987) yang mengemukakan etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran, sedangkan yang memberi manusia norma tentang bagaimana manusia harus hidup adalah moralitas.

    Etika dalam konteks filsafat mengkaji tentang praxis (tindakan) manusia (Arifin, 2008). Etika tidak mengkaji keadaan manusia melainkan mengkaji bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ditentukan oleh norma yang berlaku yang bersifat tidak membatasi tindakan tersebut tetapi menjaga tindakan manusia agar bermanfaat untuk kemaslahaan masyarakat. Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, melainkan etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan moralitas. Etika mengarahkan keterampilan intelektual manusia yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis digunakan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Perpedaan ini merupakan buah pikir manusia dari persepsi yang berbeda sehingga memperkaya kajian ilmu.

    Pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang cerdas dan mempunyai sikap moral yang baik. Ilmu pada dasarnya berbeda pada kajian ontologis, epistimilogis, dan aksiologis dan dengan membahas perbandingan tersebut dalam kajian ilmiah dengan pengetahuan lain seperti agama, seni, dan moral. Kajian perbandingan diharapkan meminimalkan dan menghilangkan terjadinya kecenderungan mengagungkan ilmu, tidak menggunakan kaidah moral dan meningkatkan sikap pluralistik dalam ilmu yang merupakan daya pendorong bagi perkembangan ilmu.

    Aspek moralitas mencakup segi ontologis, epistimologis, dan aksiologis keilmuan. Ontologis merupakan pengkajian mengenai hakikat relitas dari objek yang ditelaah dalam menghasilkan pengetahuan. Epistimologis membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan yang dalam kegiatan keilmuan disebut metodologi ilmiah. Aksiologis sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang dihasilkan. Moralitas tidak dapat dipisahkan dengan motif manusia untuk menemukan kebenaran, karena mendapatkan kebenaran dan mempertahankan kebenaran memerlukan keberanian moral. Mengkaji aspek ontologis, epistimologis, dan aksiologis karena sebagai upaya ilmu untuk bersifat netral dalam keseluruhan keilmuannya.

    1. Pendekatan Ontologis

    Objek yang ditelaah, bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut, dan bagaimana hubungan objek tersebut dengan daya pikir dan penangkapan manusia merupakan landasan pendekatan ontologis. Muhadjir (1998) mengemukakan ontologis mengkaji tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Kajian batasan merupakan aspek moral dalam pendekatan ontologis. Syafiie (2004:10) mengemukakan keseimbangan tingkat antara kecerdasan logika dan etika faktor penentu tingkat moral ilmuan. Penetapan batas ontologis keilmuan yang bersifat empiris adalah konsistensi asas epistimilogis keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris.

    Secara ontologis maka ilmu bersifat netral terhadap nilai, dibimbing oleh kaidah moral, dan tidak merendahkan manusia. Etika merupakan suatu sikap kesediaan jiwa untuk senantiasa taat dan patuh pada seperangkat peraturan kesusilaan. Norma hukum mempunyai peranan yang penting dalam bidang etika. Pendekatan ontologis yang mengkaji tentang objek apa berupaya bersandar pada moralitas yang secara langsung mempengaruhi tingkat moralitas aspek epistimologis dan aksiologis.

    2. Pendekatan Epistimologis

    Metode ilmiah merupakan cerminan dari pendekatan epsitimologis. Metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun pengetahuan berdasarkan cara kerangka berpikir logis, mengemukakan hipotesis, dan melakukan verifikasi. Kerangka pemikiran yang logis merupakan argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena. Berpikir logis sebagai kegiatan berpikir memiliki pola tertentu yaitu logika deduktif dan logika induktif. Kegiatan berpikir dalam ini tercermin dalam penelitian sebagai konteks ini dapat dipahami sebagai proses epistemologis untuk mencapai kebenaran.

    Stine (2001:199) mengemukakan berpikir logis adalah proses mengajukan pertanyaan tentang segala sesuatu dan berusaha untuk mencapai jawaban yang masuk akal. Bagian berpikir adalah menghubungkan atau membandingkan fakta, objek, dan sifat yang dicakup otak. Penilaian dan penarikan kesimpulan merupakan tahapan selanjutnya dari proses berpikir. Secara epistimologis maka upaya ilmiah tercermin dalam metode keilmuan yang berpedoman pada logika hipotesis verifikasi dengan kaidah moral yang berasaskan tujuan menemukan kebenaran yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan kekuatan argumentasi.

    3. Pendekatan Aksiologis

    Konsisten dengan asas moral dalam pemilihan objek penelaahan ilmiah maka penggunaan pengetahuan ilmiah mempunyai asas moral. Ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Ilmu digunakan sebagai sarana dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian alam. Ilmu dikembangkan sesuai dengan kaidah moralitas dan kejujuran sehingga diharapkan ilmu merupakan salah satu faktor yang berperan dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia. Kemeny (1969:65) berpendapat untuk kepentingan manusia maka pengetahuan ilmiah dipergunakan secara komunal dan universal.

    Komunal berarti bahwa ilmu merupakan pengetahuan menjadi milik bersama, setiap individu berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya sesuai dengan asas moral. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konsep pemetaan ras, agama, dan ideologi. Ilmuan yang memiliki moralitas tinggi diasumsikan memiliki persepsi bahwa proses rasionalitas dan moralitas dalam ilmu seperti keping mata uang antara satu sisi dengan sisi yang lain merupakan satu kesatuan yang bermakna. Bila kesadarannya menyentuh realitas maka diharapkan sekaligus kesadarannya menyentuh aspek moralitas dan begitu sebaliknya. Ilmuan yang mengembangkan ilmu dengan aspek ontologis, epistimologis, dan aksiologis dengan menjunjung tinggi nilai kejujuran dan moralitas maka diasumsikan hasilnya memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi.

    B. Moralitas

    Moralitas merupakan kualitas perbuatan manusia yang menunjukan bahwa perbuatan manusia tersebut benar atau salah dan baik atau buruk. Perbuatan tersebut ditentukan oleh hukum dan adat kebiasaan manusia yang mempunyai kekuatan dalam konteks melarang perbuatan yang tidak baik. Pembahasan moralitas akan terfokus pada kajian norma moralitas dan faktor penentu moralitas.

    1. Norma Moralitas

    Norma merupakan sesuatu yang pasti digunakan untuk membandingkan sesuatu hal lain yang masih belum pasti hakikat ukuran kualitas nilainya. Norma sebagai kaidah pertimbangan penialaian perilaku manusia yang bersifat mengikat tetapi belum tentu dapat dipaksakan dan dituntut pelanggarnya dan mulai berlakunya tidak dapat dipastikan. Poespoprodjo (1999:134) berpendapat bahwa norma adalah aturan, standar, dan ukuran yang digunakan untuk mengukur kebaikan dan keburukan suatu perbuatan. Sesuatu perbuatan yang secara positif sesuai dengan ukurannya disebut moral baik dan begitu pula sebaliknya.

    Cooper dalam Poespoprodjo (1999:135) mengemukakan moral merupakan suatu pola hidup yang indah dan terletak pada perimbangan dari dorangan public importance (kepentingan umum) dan private affections (kesenangan pribadi) sehingga menghasilkan suatu hidup yang harmonis. Masyarakat yang bermoral tinggi diasumsikan akan tercipta kelangsungan hidup yang seimbang dan harmonis karena tiap individu menjunjung tinggi nilai yang berlaku di masyarakat secara sadar dan bertanggung jawab. Keteraturan kelangsungan hidup akan terlaksana dengan sendirinya yang dipengaruhi oleh perilaku individu sebagai anggota masyarakat memiliki sikap yang positif mentaati nilai dan norma masyarakat.

    Sifat norma adalah mutlak, objektif, dan universal. Kemutlakan norma tercermin pada pandangan dan praktik etis yang berbeda-beda dalam berbagai kebudayaan yang menimbulkan relativisme moral (moral bersifat relatif). Akan tetapi relativisme ini tidak tahan uji karena beberapa konsekuensi yaitu tidak mengakui perbedaan mutu etis antara berbagai kebudayaan, tolak ukur penilaian etis bagi perilaku suatu masyarakat hanya berdasarkan kaidah-kaidah moral (budaya dan kebiasaan) masyarakat itu, dan tidak mungkin terjadi kemajuan dalam bidang moral. Objektivitas norma moral berkaitan dengan adanya sifat subjektivitas norma moral, nilai dan norma moral tidak ditentukan oleh selera pribadi, dapat dilakukan diskusi atau dialog mengenai norma moral, dan objektivitas norma moral tidak menghapus kebebasan. Universalitas norma moral adalah berlaku selalu dan dimana-mana, mendapat tantangan dari etika situasi, dan etika situasi dalam bentuk ekstrim tidak tahan uji.

    Suatu norma moralitas mempunyai karakteristik dapat disimpulkan aturan moralitas yang sama untuk semua manusia, dapat disimpulkan semua aturan moralitas, tidak dapat berubah tetapi flesibel, dan secara kontinyu ada dalam masyarakat (Poespoprodjo, 1999:146). Norma harus sedemikian rupa sehingga dapat disimpulkan aturan moralitas yang sama untuk semua manusia. Hal ini dapat diasumsikan bahwa tidak ada standar perbuatan individu. Kodrat manusia memiliki karakteristik tersebut karena terdapat perbedaan dalam menelah sesuatu objek. Norma harus sedemikian rupa sehingga dapat disimpulkan semua aturan moralitas sehingga moralitas bersifat kompleks dan universal. Norma tidak dapat berubah tetapi bersifat fleksibel untuk memungkinkan penerapan sesuai dengan keadaan. Norma secara terus menerus ada dalam setiap situasi masyarakat, mempengaruhi perilaku individu dengan perbandingan nilai masyarakat.

    Pokok kajian norma moralitas ialah tolak ukur objektif pertanggungjawaban moral. Teori yang mengkaji jenis tolak ukur moralitas ialah teori teleologis dan deontologis (Scribd, 2008). Teori teleologis menyatakan bahwa tindakan bersifat netral, baru dinilai benar atau salah setelah melihat akibat atau tujuannya. Sebuah tindakan dinilai benar jika akibatnya baik, salah jika akibatnya tidak baik. Teori deontologis menyatakan bahwa kualitas etis tindakan tidak berhubungan dengan akibat tindakan, tetapi bertumpu pada tindakan itu sendiri, benar atau salah. Misalnya, bahwa dusta adalah tidak benar secara etis, entah baik atau buruk akibatnya.

    Teori teleologis mengkaji betul salahnya suatu tindakan tergantung dari akibat-akibatnya. Kelemahan teori teleologis adalah menghilangkan dasar kepastian, kurang tegas dalam memberi jawaban, dan terkadang menghalalkan segala cara. Klasifikasi teori teleologis adalah hedonisme (kenikmatan), eudemonisme (kebahagiaan), dan utilitarisme (kebergunaan).

    Hedonisme memandang kesenangan, apa yang memuaskan keinginan, dan ssesuatu yang meningkatkan kuantitas kesenangan dan kenikmatan merupakan hal terbaik bagi manusia. Aristippos dalam Bertens (2008) berpendapat kesenangan adalah hal yang terbaik karena fakta menunjukkan bahwa sejak kecil manusia tertarik akan kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Kesenangan (hedone) adalah tujuan kehidupan manusia. Kesenangan yang dimaksud adalah terbebas dari nyeri (rasa sakit) dan dari keresahan jiwa.

    Poespoprodjo (1999:60) mengemukakan hedonisme merupakan etika yang bersifat kebendaan dan kesenangan adalah akhir hidup dan terbaik. Kaum hedonisme hanya memandang kesukaan dan kebahagiaan. Epikuros dalam Bertens (2008) berpendapat ada tiga keinginan yang terkait dengan kesenangan yaitu keinginan alamiah yang perlu (makanan), keinginan alamiah yang tidak perlu (makanan enak), dan keinginan yang sia-sia (kekayaan). Pemuasan akan keinginan macam pertama yang akan melahirkan kesenangan paling besar, namun orang bijak adalah orang yang terlepas dari segala keinginan sehingga seseorang mencapai ataraxia (ketenangan jiwa, tidak membiarkan diri tergangggu oleh hal-hal lain). Ataraxia inilah tujuan hidup disamping kesenangan.

    Tiap aktivitasnya manusia adalah mengejar tujuan dan tujuan akhir tertinggi dari manusia adalah kebahagiaan atau eudaimonia (Aristoteles dalam Bertens, 2008). Untuk mencapainya adalah dengan menjalankan fungsinya dengan baik. Keunggulan dan kekhasan manusia ada pada akalnya (rasio), karena itu untuk mencapai kebahagiaannya, seseorang harus menjalankan fungsi rasio dengan melakukan kegiatan rasional. Kegiatan rasional disertai keutamaaan yaitu: keutamaan intelektual (menyempurnakan rasio) dan keutamaan moral (melakukan pilihan dalam kehidupan sehari-hari). Keutamaan intelektual dapat dicapai dengan adanya hasil cipta manusia seperti budaya. Keutamaan moral dapat dicapai dengan sikap tengah yang disebut phronesis (kebijaksanaan praktis). Orang yang mempunyai phronesis mengerti bagaimana harus bertindak secara tepat dan dikembangkan atau dilatih dengan cara dibiasakan. Misalnya kemurahan hati adalah sikap tengah dari kikir dan boros.

    Utilitarianisme merupakan hasil dari hedonisme. Bentham dalam Poespoprodjo (1999:61) mengemukakan kesenangan dan kesedihan adalah satu-satunya motif yang memerintah manusia dan bergantung pada kebahagiaan dan kemakmuran dari seluruh masyarakat. Manusia cenderung menjauhi ketidaksenangan dan mencari kesenangan. Kebahagiaan adalah memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. Suatu perbuatan dinilai baik jika dapat meningkatkan kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Inilah the principle of utility (prinsip kegunaaan), yakni the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar). Penetapan kegunaaan melalui kuantifikasi (the hedonistic number).

    Contoh kuantifikasi kegunaan menurut Bentham seperti Tabel 1.

    Tabel 1 Kuantifikasi Kegunaan Mabuk

    Ketidaksenangan (debet)Kesenangan (kredit)
    Lamanya : singkatIntensitas : membawa banyak kesenangan
    Akibatnya : kemiskinan, nama buruk, tidak sanggup bekerjaKepastian : kesenangan pasti terjadi
    Kemurnian : dapat diragukan (dalam keadaan mabuk sering tercampur unsur ketidaksenangan seperti pelampiasan)Jauh/dekat : kesenangan timbul cepat

    Sumber: Bertens (2008).

    Berdasarkan uraian disimpulkan bahwa utilitarianisme adalah unit kesenangan dan kesedihan yang dapat dihitung secara matematik. Mill dalam Poespoprodjo (1999:62) mengemukakan kesenangan berbeda dalam kualitas dan kuantitasnya, ada tingkat kesenangan yang tinggi dan ada yang rendah. kesenangan yang bermutu rendah dan ada yang bermutu tinggi. Seperti kesenangan ilmuan diasumsikan lebih bermutu dibandingkan kesenangan orang awam. Kesenangan dapat diukur secara empiris dengan suatu instrumen. Prinsip utilitarianisme menurut Mill dalam Bertens (2008) adalah bahwa suatu perbutan dinilai baik jika kebahagiaan melebihi ketidakbahagiaaan, dimana kebahagiaan semua orang yang terlibat diukur dengan cara yang sama.

    Deontologis mengkaji baik buruknya suatu tindakan tidak tergantung akibatnya melainkan ada cara bertindak yang begitu saja wajib atau dilarang. Deontologis menurut Kant dalam Bertens (2008) adalah kehendak baik itu sendiri yakni suatu kehendak menjadi baik sebab bertindak karena kewajiban. Bertindak sesuai dengan kewajiban disebut legalitas. Kewajiban diklasifikasikan menjadi dua yaitu imperatif kategoris dan imperatif hipotetis. Imperatif kategoris adalah perintah yang mewajibkan begitu saja tanpa syarat seperti membuang sampah ditempatnya merupakan kewajiban disetiap tempat. Imperatif hipotetis ialah perintah yang mewajibkan tetapi bersyarat seperti dilarang merokok hanya disyaratkan pada tempat tertentu. Imperatif kategoris yang menjadi hukum moral. Hal ini mempengaruhi adanya otonomi kehendak yang berarti kebebasan tidak dalam arti bebas dari segala ikatan, tetapi bebas dengan taat pada hukum dan moral.

    2. Faktor Penentu Moralitas

    Pendekatan moralitas dapat menentukan suatu perbuatan dapat disebut sebagai perbuatan yang baik, buruk, dan indiferen. Poespoprodjo (1999:153) berpendapat apabila perbuatan sesuai dengan dengan nilai maka perbuatan tersebut baik, apabila perbuatan tidak sesuai dengan dengan nilai maka perbuatan tersebut buruk, dan apabila perbuatan dipandang masih abstrak, tidak termasuk baik dan buruk, dan bersifat netral maka disebut indiferen. Hal tersebut dipengaruhi oleh unsur yang terdapat dalam moralitas. Faktor penentu moralitas mencakup tiga aspek yaitu perbuatan, motif, dan keadaan.

    Moralitas terletak pada kehendak untuk melaksanakan sehingga menjadi perbuatan. Manusia mengendalikan kehendak sesuatu apakah perbuatan tersebut dilaksanakan atau tidak. Objek persetujuan kehendak untuk melaksanakan telah dilaksanakan dapat diketahui perbuatan tersebut baik, buruk, atau indiferen dan pada hakikatnya tidak bergantung pada larangan dan perintah. Kehendak perbuatan merupakan aspek pertama dalam moralitas. Apabila kehendak dominan pada kebaikan maka perbuatan akan cenderung baik dan begitu pula sebaliknya. Suatu perbuatan manusia diketahui tingkat moralitasnya dari hakikat perbuatan yang dikehendakinya.

    Perbuatan yang tidak mempunyai alasan atau sulit dijelas jika diuraikan alasannya untuk bertindak maka perbuatan tersebut terdapat motif untuk melaksanakan perbuatan tersebut. Seperti manusia mencintai Tuhan, hal ini sulit untuk didefinisikan karena tiap manusia mempunyai motif tertentu dan dipengaruhi tingkat keilmuan dalam agama. Motif merupakan dorongan yang bersifat umum untuk berbuat sesuatu dan belum terarah kepada objek tertentu (tujuan belum pasti). Poespoprodjo (1999:156) berpendapat motif dapat memberikan kualitas moral pada suatu perbuatan dan memberi arti moral khusus.

    Keadaan mempengaruhi suatu perbuatan disebut moralis. Keadaan dapat mengubah jenis penentuan moral suatu perbuatan. Suatu perbuatan tidak terlaksana begitu saja tetapi ada yang mempengaruhi. Keadaan dapat menentukan arah kehendak perbuatan manusia. Perbuatan tidak hanya dilaksanakan karena ada kehendak tetapi juga ada kesempatan keadaan yang memungkinkan perbuatan tersebut dilaksanakan.

    C. Hati Nurani

    Unsur yang utama dalam moralitas adalah hati nurani yang mengkaji perbuatan yang akan dilaksanakan dalam keadaan yang konkrit dan aspek kebenaran perbuatan tersebut. Poespoprodjo (1999:243) membatasi hati nurani sebagai keputusan praktis pikiran yang menentukan bahwa suatu perbuatan apakah baik untuk dikerjakan atau buruk sehingga tidak dikerjakan. Proses pemikiran untuk mencapai suatu keputusan hati nurani sama seperti dalam pemikiran deduktif. Hati nurani dapat menuntut perbuatan yang mendatang, menghalangi atau mendorong untuk mengerjakan perbuatan, dan merupakan keputusan perbuatan.

    Hati nurani yang saksama adalah hati nurani yang memutuskan sebagai baik hal yang benar-benar baik dan memutuska sebagai buruk hal yang benar-benar buruk. Kesalahan hati nurani dalam bersikap dapat terjadi, kesalahan tersebut dapat dikoreksi dan ada yang tidak dapat dikoreksi. Kesalahan hati nurani yang dapat dikoreksi berkaitan dengan cara membangun cara pola pikir, dengan mengkaji kembali metode berpikir maka diasumsikan keputusan hati nurani dapat dikoreksi. Kesalahan hati nurani yang tidak dapat dikoreksi berkaitan dengan kesalahan persepsi suatu perbuatan, kebenaran dibenarkan atas persepsi kebenaran individu.

    Hati nurani merupakan pembimbing yang dimiliki manusia dalam melaksanakan perbuatan yang konkrit. Aspek moral yang terkandung dalam kegiatan keilmuan merupakan sumbangan positif baik bagi pembentukan manusia secara individu maupun pembentukan karakter bangsa. Aspek moral keilmuan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Suriasumantri (2003:275) berpendapat karakter asas moral bagi kaum ilmuan adalah meninggikan kebenaran dan pengabdian secara universal.

    Kriteria kebenaran pada hakikatnya bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan di luar bidang keilmuan. Penetapan suatu pernyatan apakah benar atau tidak ilmuan akan mendasarkan penarikan kesimpulan kepada argumen yang terkandung dalam pernyataan itu dan bukan kepada pengaruh yang berbentuk kekuasaan dari kelembagaan yang mengeluarkan pernyataan itu. Kebenaran bagi ilmuan memiliki kegunaan khusus yakni kegunaan yang universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaan. Ilmuan tidak mengabdi kepada pembatas manusia seperti golongan, politik, ras, ideologi, dan kelompok tertentu.

    Penentuan sikap ini dipangaruhi oleh hati nurani yang merupakan daya penggerak individu seorang ilmuan untuk melakuka sesuatu. Jika hati nurani baik maka diasumsikan perilaku keilmuan seorang ilmuan akan baik pula dan begitu pula sebaliknya. Sikap moral yang baik harus ditanamkan sejak dini sehingga jika sudah dewasa individu akan memiliki moral yang baik. Pendidikan budi pekerti yang diajarkan sejak dini dan dimasukkan secara tidak langsung di setiap pelajaran maka para calon ilmuan akan memiliki bekal moral sehingga diharapkan memiliki sifat dan moral yang baik pula.

    DAFTAR RUJUKAN

    Arifin, P. S. 2008. Etika Profesi (online). (http://students.ukdw.ac.id, diakses tanggal 18 Oktober 2008).

    Bertens, K. 2008. Sistem Filsafat Moral (online). (http://www.scribd.com, diakses tanggal 18 Oktober 2008).

    Filsafat Moral Aristoteles (online). (http://www.scribd.com, diakses tanggal 18 Oktober 2008).

    Kemeny, J. G. 1969. A Philosopher Lokks at Science. New York: Van Nostrand.

    Keraf, S. 2001. Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.

    Malaka, T. 2008. Madilog (online). (http://www.marxists.org, diakses tanggal 26 Juli 2008).

    Muhadjir, N. 1998. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Rake Sarasin.

    Padia, W. 2008. Filsafat Ilmu. Tanpa Kota: Sekolah Tinggi Theologi Injili Philadelphia.

    Poespoprodjo, W. 1999. Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung: CV. Pustaka Grafika.

    Russell, B. 1948. Human Knowledge Its Scope and Limits. New York: Simon and Schuster.

    Sarkar, S., and Pfeifer, J. 2006. The Philosophy of Science an Encyclopedia. New York: Taylor and Francis Group.

    Situmorang, J. 2004. Filsafat dalam Terang Iman Kristen. Yogyakarta: Penerbit Andi.

    Stine, J. M. 2001. Mengoptimalkan Daya Pikir Meningkatkan Daya Ingat dengan Mengerahkan seluruh Kemampuan Otak. Tanpa Kota: Delapratasa Publising.

    Suriasumantri, J. S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

    Suseno, F. M. 1987. Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

    Suseno, F. M. 2003. Pemikiran Karl Mark dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

    White, B. 1991. Studying for Science a Guide to Information, Communication, and Study Techniques. New York: Spon Press.

  • Makalah Model-Model Penelitian Pengembangan

    Model-Model Penelitian Pengembangan

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem peningkatan mutu pendidikan. yang  bertujuan menghasilkan siswa yang berpikir kritis, kreatif, dan produktif.

    Ada banyak upaya yang dapat dilakukan oleh setiap insan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu upaya adalah dengan melakukan kegiatan penelitian, Penelitian adalah suatu proses mencari tahu sesuatu secara sistematis dalam waktu tertentu dengan menggunakan metode ilmiah. Agar penelitian dapat berlangsung secara lancar, maka peneliti harus membuat rancangan penelitiannya, khususnya penilitian pendidikan. Melalui penelitian, masalah-masalah dalam pendidikan dapat “tertangkap” kemudian ditemukan solusinya. Hal-hal baru yang lebih inovatif dalam pendidikan dapat pula dikembangkan dan diaplikasikan dari sebuah penelitian. Salah satunya penelitian yang efektif untuk hal tersebut, yaitu dengan penelitian pengembangan/research and development (R&D), dijelaskan oleh Borg & Gall (1983)  Strategi untuk mengembangkan sebuah produk pendidikan, disebut sebagai penelitian (reseach) dan pengembangan (development).

    Dari sini, penulis akan mencoba mangkaji tentang penelitian pengembangan (R&D) dalam dunia pendidikan dan diharapkan dari pengkajian dan pengembangan akan memberikan kontribusi dalam upaya pencapaian tujuan penelitian dan pengembangan bagi seorang peneliti, yaitu untuk mendapatkan suatu reformasi atau perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Sebagai dasar yang melatarbelakangi ,maka dibuatlah makalah ini dengan tema “Penelitian dan Pengembangan/Research and Development’’.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian Penelitian dan Pengembangan ?
    2. Apa tujuan dari Penelitian dan Pengembangan ?
    3. Apa saja karakteristik Penelitian dan Pengembangan ?
    4. Apa saja model-model dari Penelitian dan Pengembangan ?
    5. Bagaimana teknik penyusunan laporan Penelitian dan Pengembangan ?
    6. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Penelitian dan Pengembangan ?

    C. Tujuan

    1. Untuk mengetahui pengertian Penelitian dan Pengembangan.
    2. Untuk mengetahui tujuan dari Penelitian dan Pengembangan.
    3. Untuk mengetahui karakteristik Penelitian dan Pengembangan.
    4. Untuk mengetahui model-model dari Penelitian dan Pengembangan.
    5. Untuk mengetahui teknik penyusunan laporan Penelitian dan Pengembangan.
    6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Penelitian dan Pengembangan.

    Bab II. Pembahasan

    Suatu model dapat diartikan sebagai representatif baik visual maupun verbal. Model menyajikan sesuatu atau informasi yang komplek atau rumit menjadi sesuatu yang lebih sederhana atau mudah (Setyosari, 2015:282). Dengan model, seseorang lebih memahami sesuatu daripada melalui penjelasan-penjelasan panjang. Suatu model dalam penelitian pengembangan dihadirkan dalam bagian prosedur pengembangan, yang biasanya mengikuti model pengembangan yang dianut oleh peneliti. Model dapat juga memberikan kerangka kerja untuk pengembangan teori dan penelitian. Dengan mengikuti sejumlah model tertentu yang dianut oleh peneliti, maka akan diperoleh sejumlah masukan (input) guna dilakukan penyempurnaan produk yang dihasilkan, apakah berupa bahan ajar, media atau produk-produk lainnya. Model Pengembangan juga merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan.

    Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model konseptual, dan model teoretik (Universitas Negeri Malang, 46:2010). Dalam bagian ini perlu dikemukakan secara singkat struktur model yang digunakan, sebagai dasar pengembangan produk. Apabila model yang digunakan diadaptasi dari model yang sudah ada, maka perlu dijelaskan alasan memilih model, komponen-komponen yang disesuaikan, dan kekuatan serta kelemahan model dibanding model aslinya. Apabila model yang digunakan dikembangkan sendiri, maka perlu dipaparkan mengenai komponen-komponen dan kaitan antar komponen yang terlibat dalam pengembangan.

    Model prosedural adalah model deskriptif yang menggambarkan alur atau langkah-langkah prosedural yang harus diikuti untuk menghasilkan produk tertentu (Setyosari, 2015:284). Model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Model prosedural biasa dijumpai dalam model rancangan pembelajaran, misalnya Dick & Carey, Model Borg & Gall, Dan Model Addie (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) (Setyosari, 2015:284).

    Model konseptual adalah model yang bersifat analistis yang menjelaskan komponen-komponen produk yang akan dikembangkan dan berkaitan antar komponennya (UM, 2010:46). Model ini bersifat analitis, yang menyebutkan komponen-komponen produk, menganalisis komponen secara rinci dan menunjukkan hubungan antar komponen yang akan dikembangkan, misalnya model R2D2 (UM, 2010:46). Model ini memperlihatkan hubungan antar konsep dan tidak memperlihatkan urutan secara bertahap, urutan boleh diawali dari mana saja.

    Model teoretik yang menggambar kerangka berfikir yang didasarkan pada teori-teori yang relevan dan didukung oleh data empirik. Model ini menampilkan hubungan bermacam-macam komponen dalam suatu situasi atau peristiwa yang merupakan kuantifikasi dari berbaga komponen yang mempengaruhi suatu produk pendidikan.

    Secara ringkas ketiga model Penelitian dan Pengembangan dapat dikemukakan dalam tabel 1 berikut ini:

    Tabel 1. Perbandingan Model Prosedural, Konseptual dan Teoritik

    NoKlasifikasi ModelKonsepsiKarakteristik
    1Model ProseduralMenampilkan deskripsi langkah langkah yang didasarkan pada pengetahuan tertentu untk menghasilkan suatu produk pendidikandeskriptif, posivistis berurutan serial sistematis
    2Model KonseptualMenampilkan deskriptif verbal sebuah pandangan atas realitas yang tidak memberikan penjelaan secara penuh meskipun komponen yang relevan disajikan dan didefinisikan secara penuhteoritis-analitis konstruktivistik berulang reflektif sistematis
    3Model Matematis/TeoritikMenampilkan hubungan bermacam-macam komponen dalam suatu situasi, yang merupakan kuantifikasi berbagai komponen yang mempengaruhi suatu produk pendidikanlogisrasionalistismulti-hubungan(nonlinier)kuantitatifsistematis

    Secara teoritis dan atau aplikatif, pada dasarnya tidak ada satu pun model Penelitian dan Pengembangan pendidikan yang dapat disebut paling baik atau paling tidak baik untuk mengambangkan produk pendidikan. Semua model dapat digunakan dengan kelebihan dan kelemahan masing masing, oleh karena itu dapat dikatakan ketiga model Penelitian dan Pengembangan pendidikan tersebut sama-sama layak dan dapat digunakan untuk mengembangkan berbagai kreativitas dan inovasi bidang pendidikan.

    Model-Model Pengembangan dalam Pendidikan

    Penelitian Pengembangan dalam konteks pendidikan, sampai sekarang telah berkembang berbagai model penelitian dan pengembangan, dikenal bermacam-macam model Penelitian dan Pengembangan sistem, model, proses, bahan dan ataupun perangkat pendidikan (Saryono, LP2-UM). Suryono juga menjabarkan model pengembangan yang populer sampai sekarang ada tujuh, yaitu Model Kemp (1994), Model Sistem Dick Dan Carey (1990;2000), Model Smith Dan Ragan (1993), Model 4 D (1974), Model Borg Dan Gall (1983/2003), Model R-D-R, Dan Model R2D2. Penjabaran dari model pengembangan dalam dunia pendidikan sebagai berikut:

    Model Kemp

    Model kemp ditemukan oleh jerrod kemp, G.R. Morisson, dan S.M Ross  berlangsung dari berbagai titik siklus, yang tidak memiliki titik awal yang mengharuskan pengembangan melalui aktifitas pengembangan. Semua aktivitas pengembangan saling berhubungan secara langsung dengan aktifitas revisi produk yang dikembangkan. Aktivitas pengembangan Model Kemp ini terdiri atas sepuluh langkah yang lentur dan saling bergantung. Maksudnya, Keputusan yang dikenakan pada satu langkah dapat memengaruhi langkah lainnya pada satu sisi dan pada sisi lain langkah-langkah yang dilakukan dapat maju mundur berdasarkan langkah awal pengembangan.

    Menurut Kemp, sepuluh langkah pengembangan yang lentur dan saling bergantung itu adalah (1) identifikasi kebutuhan belajar, (2) pemilihan topik atau tugas, (3) identifikasi karakteristik pembelajar, (4) identifikasi isi dan analisis tugas, (5) perumusan tujuan pembelajaran, (6) perancangan kegiatan belajar-mengajar, (7) pemilihan sumber-sumber belajar, (8) penetapan faktor pendukung, (9) evaluasi belajar, dan (10) prates (Trianto, 2012:82-89).

    Model Dick dan Carey

    Model pendekatan sistem yang dikembangkan oleh Dick dan Carey (1990) memandang aktivitas pengembangan sebagai salah satu komponen sistem pengajaran yang terkait langsung dengan komponen sistem pengajaran lainnya (Saryono, LP2-UM). Aktivitas pengembangan itu merupakan langkah sistemis dan terorganisasi secara ketat yang menggambarkan urutan prosedur pengembangan dan hubungan antar-komponen secara serial.

    Menurut Dick dan Carey dalam Saryono (LP2-UM), prosedur pengembangan dan hubungan antar-komponen tampak pada sepuluh langkah pengembangan, yaitu (1) analisis kebutuhan belajar, (2) analisis pembelajaran, (3) analisis karakteristik pembelajar dan konteksnya, (4) perumusan tujuan umum dan khusus pembelajaran, (5) pengembangan instrument asesmen, (6) pengembangan strategi pembelajaran, (7) pengembangan dan pemilihan bahan pembelajaran, (8) perancangan dan pelaksanaan penilaian formatif, (9) pelaksanaan revisi bahan pembelajaran, dan (10) perancangan dan penilaian sumatif. Kesepuluh langkah tersebut mengikuti alur berurutan secara prosedural, tidak dapat diacak langkah-langkahnya (Trianto, 2012:89-92). Urutan perencananya dapat dilihant pada gambar 1.

    Gambar 1 Model Perencanaan Dan Pengembangan Pengajaran Dick Dan Carey

    Sumber (Trianto, 2012:92)

    Model Smith dan Ragan

    Model Smith dan Ragan (1993) yang merupakan model sistem pembelajaran mengacu pada proses sistematis dalam menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran ke dalam perencanaan bahan dan aktivitas pembelajaran. Menurut Smith dan Ragan dalam Saryono (LP2-UM), pembelajaran merupakan proses penyajian informasi dan aktivitas yang memberikan kemudahan dan fasilitas bagi suatu pencapaian yang diharapkan peserta didik berupa tujuan-tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan proses pengondisian kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada belajar peserta didik. Dalam konteks penelitian dan pengembangan, pandangan Smith dan Ragan ini tampak pada tahapan-tahapan pengembangan yang meliputi, (1) analisis konteks pembelajaran yang mencakup analisis kebutuhan dan karakteristik lingkungan pembelajaran, (2) analisis karakteristik pembelajar yang mencakup persamaan dan perbedaan pembelajar, latar belakang kemampuan pembelajar, dan implikasi karakteristik pembelajar terhadap desain pembelajaran, (3) analisis tugas pembelajaran yang mencakup analisis tujuan pembelajaran, bentuk-bentuk tugas, strategi belajar dan pembelajaran, dan perbedaan tipe-tipe pembelajaran, dan (4) penilaian kinerja pembelajaran yang mencakup tujuan penilaian, desain penilaian, dan model penilaian kemampuan belajar.

    Model 4D

    Model 4D yang dikemukakan oleh Thiagarajan, Semmel dan Smmel (1974) dalam Saryono (LP2-UM), merupakan model pengembangan perangkat pembelajaran. Model 4D ini memiliki siklus pengembangan yang terdiri atas 4 (empat) tahapan pengembangan, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebarluasan. Tahapan pendefinisian meliputi analisis ujung depan, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep dan perumusan tujuan pembelajaran. Tahapan perancangan terdiri atas penyusunan tes, pemilihan media, pemilihan format dan rancangan awal. Tahapan pengembangan terdiri atas penilaian ahli dan uji coba terbatas. Kemudian tahapan penyebarluasan terdiri atas uji validasi, pengemasan dan pengadopsian. Tahapan-tahapan pengembangan dalam model 4D tersebut terfokus pada usaha mengembangkan perangkat pembelajaran, bukan model sistem pembelajaran.

    Model Borg dan Gall

    Model Borg dan Gall memaknai Penelitian dan Pengembangan sebagai proses yang dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan dengan mengikuti langkah-langkah siklus, prosedural, dan deskriptif. Penelitian dan Pengembangan meliputi kajian produk yang dikembangkan, pengembangan produk berdasarkan temuan tersebut melakukan uji coba lapangan sesuai dengan latar penggunaan produk, dan revisi produk berdasarkan hasil uji lapangan.

    Langkah-langkah model pengembangan (research and development) Borg and Gall (1983:775) sebagai berikut: (1) Research and information collecting (Studi pendahuluan), (2) Planning (Perencanaan), (3) Develop preliminary form of product (Pengembangan rancangan produk awal), (4) Preliminary field testing (Uji lapangan awal), (5) Main product revision (Revisi produk awal), (6) Main field testing (Uji lapangan utama), (7) Operational product revision (Revisi produk kedua), (8) Operational field testing ( Uji kelompok), (9) Final Product Revision (Revisi produk akhir), (10) Dissemination and implementation (Diseminasi dan implementasi).

    Mode Model R-D-R

    Model R-D-R (Research-Development-Research) merupakan model linier dan sirkuler yang melihat pengembangan sebagai tahap-tahap menuju terwujudnya produk pengembangan. Sesuai dengan namanya model ini memiliki tiga kegiatan pokok pengembangan yang ringkas, yaitu melakukan penelitian pendahuluan, mengembangkan perangkat produk, dan melakukan uji keefektifan produk. Penelitian pendahuluan digunakan untuk memperoleh informasi awal kebutuhan, kondisi lapangan, dan kelayakan pengembangan produk. Hasil studi pendahuluan ini digunakan untuk merancang dan mengembangkan produk. Setelah itu, rancangan produk diuji keefektifannya. Dalam model R-D-R, uji keefektifan produk merupakan kegiatan amat penting karena tujuan pokok pengembangan adalah mengembangkan produk dan menguji keefektifan produk (Saryono, LP2-UM).

    Model R2D2

    Model R2D2 (Reflective, Recursive Design and Development Model) yang dikemukakan oleh Willis (1995) dalam Saryono (LP2-UM) merupakan model konstruktivis-interpretivis, kolaboratif, dan non-linier yang (a) bersifat mengulang-ulang (recursive) dan perenungan (reflective). Di samping itu, model R2D2 (b) melibatkan pengguna secara kolaboratif dalam pengembangan produk sehingga pengguna berpartisipasi, (c) tidak menempatkan tujuan sebagai pemandu pengembangan, melainkan ditentukan bertahap selama proses pengembangan, (d) meyakini perencanaan terus- menerus berkembang, (e) melakukan strategi evaluasi proses secara otentik, dan (f) menggunakan data subjektif kualitatif sebagai bahan untuk merevisi produk yang dikembangkan. Sebagai pendekatan atau metode kualitatif yang konstruktivis-interpretivis, model R2D2 tidak menguji efektivitas produk yang dikembangkan, melainkan hanya menguji kelayakan atau akseptabilitas produk secara kualitatif, yang oleh Willis disebut strategi evaluasi atau uji coba produk secara kualitatif. Lebih lanjut, model R2D2 tidak berorientasi pada langkah pengembangan secara berurutan dan prosedural, melainkan berorientasi pada fokus pengembangan. Dalam model R2D2, fokus pengembangan yang terdiri atas penetapan (define), penentuan desain dan pengembangan (design and develop), dan penyebarluasan (dissemination) (Saryono, LP2-UM).

    Model pengembangan R2D2 terdapat 4 (empat) prinsip yang lentur dan terbuka, yaitu rekursi, refleksi, nonlinier, dan partisipatoris. Dengan prinsip rekursi atau mengulang-ulang sesuai keperluan, pengembang dapat menetapkan keputusan sementara dan setiap saat meninjau kembali keputusannya tentang model penjaminan mutu akademik internal pendidikan dan pelatihan kepemimpinan aparatur pemerintah. Dengan prinsip refleksi, pengembang perlu merenungkan secara jernih, memikirkan ulang secara sungguh-sungguh, mencari dan menemukan berbagai balikan dan gagasan dari berbagai sumber selama proses pengembangan untuk mengetahui kelayakan produk yang dikembangkan. Kemudian dengan prinsip nonlinier, pengembang dapat memulai proses pengembangan secara bebas, tidak secara berurutan. Di sini pengembang dapat melaksanakan aktivitas persiapan serempak memulai aktivitas pengembangan produk awal; atau bisa juga memulai kegiatan persiapan dahulu, baru kemudian kegiatan pengembangan produk awal. Selama proses pengembangan, pengembang telah diperbolehkan melakukan penilaian secara autentik dan berkelanjutan. Dalam hubungan ini temuan, masukan, komentar, kritik, saran pandangan, tanggapan, penelaahan, dan penilaian dari tim partisipatif atau kolaboratif selama proses pengembangan dapat digunakan sebagai bahan revisi atau perbaikan produk secara berkelanjutan. Selanjutnya, dengan prinsip partisipatoris pengembang dapat melibatkan partisipan atau melakukan kolaborasi dengan pihak lain dalam beberapa atau semua proses pengembangan(Saryono, LP2-UM).

    Uraian ringkas berbagai model Penelitian dan Pengembangan tersebut dapat disajikan dalam bentuk Tabel 2 berikut ini. 

    Tabel 2. Perbandingan Model-Model Pengembangan

    NOMODELKARAKTERISTIKKELEBIHAN DAN KEKURANGAN
    1KempPengembangan berlangsung dari berbagai titik siklus, yang tidak memiliki titik awal yang mengharuskan pengembang memulai aktivitas pengembangan.Semua aktivitas pengembangan saling berhubungan secara langsung dengan aktivitas revisi produk yang dikembangkan.Aktivitas pengembangan model Kemp ini terdiri atas sepuluh langkah yang lentur dan saling bergantung.Uji efektivitas produk selalu dilakukan atau diperlukan.Kelebihan: Model ini tergolong model konseptual yang positivistik, lentur dan terbuka.Kelemahan: Tetapi terlalu rumit langkah-langkah pengembangannya.Peran pengembang juga sangat dominan, mengabaikan keberadaan dan peran calon pengguna,
    2Dick dan CareyAktivitas pengembangan sebagai salah satu komponen sistem pengajaran yang terkait langsung dengan komponen sistem pengajaran lainnya.Aktivitas pengembangan itu merupakan langkah sistemis dan terorganisasi secara ketat yang menggambarkan urutan prosedur pengembangan dan hubungan antar-komponen secara serial yang sangat terperinci.Uji efektivitas produk selalu dilakukan atau diperlukan.Kelebihan: Model ini tergolong model prosedural yang behavioristis dan sangat terperinci jelas langkah- langkahnya,Kelemahan: tetapi langkah- langkahnya terlalu rumit dan kaku satu arah. Demikian juga hanya melibatkan pengembang, tidak melihat keberadaan dan melibatkan calon pengguna.
    3Smith dan RaganModel ini merupakan model sistem pembelajaran mengacu pada proses sistematis dalam menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran ke dalam perencanaan bahan dan aktivitas pembelajaran.Pembelajaran merupakan proses penyajian informasi dan aktivitas yang memberikan kemudahan dan fasilitas bagi suatu pencapaian yang diharapkan peserta didik berupa tujuan-tujuan pembelajaran.Pembelajaran merupakan proses pengondisian kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada belajar peserta didik.Aktivitas pengembangan merupakan tahapan- tahapan berurutan.Uji efektivitas produk selalu dilakukan atau diperlukan.Kelebihan: Model ini tergolong model prosedural dan positivistik yang tahapan-tahapan pengembangannya terperinci,Kelemahan: tetapi sangat linier sehingga terkesan kaku. Hanya melibatkan pengembang, calon pengguna produk sama sekali tidak diperankan dalam proses pengembangan.
    44DModel ini merupakan model pengembangan perangkat pembelajaran.Model ini memiliki siklus pengembangan yang terdiri atas 4 (empat) tahapan pengembangan, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebarluasan.Tahapan-tahapan pengembangan dalam model ini prosedural atau runtut berurutan.Uji efektivitas produk selalu dilakukan atau diperlukan.Kelebihan: Model ini tergolong model prosedural yang positivistik yang langkah-langkahnya sederhana,Kelemahan: tetapi terkesan linier dan kaku. Satu- satunya yang berperan dalam pengembangan adalah pengembang. Calon pengguna tidak diperankan.
    5Borg dan GallModel Borg dan Gall (memaknai Penelitian dan Pengembangan sebagai proses yang dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan dengan mengikuti langkah-langkah siklus, prosedural, dan deskriptif. Penelitian dan Pengembangan meliputi kajian produk yang dikembangkan, pengembangan produk berdasarkan temuan tersebut, melakukan uji coba lapangan sesuai dengan latar penggunaan produk, dan revisi produk berdasarkan hasil uji lapangan. Secara rinci, prosedur atau langkah pengembangan terdiri atas 10 langkah.Uji efektivitas produk selalu dilakukan atau diperlukan.Kelebihan: Model ini tergolong model prosedural yang positivistie yang langkah-langkahnya terperinci dan runtut,Kelemahan: tetapi terkesan njelimet dan linier-kaku. Pengembangan hanya melibatkan pengembang, calon pengguna sama sekali tidak diperankan dan dilibatkan.
    6R-D-RModel ini merupakan model linier dan sirkuler yang melihat pengembangan sebagai tahap-tahap menuju terwujudnya produk pengembangan. Sesuai dengan namanya, model ini memiliki tiga kegiatan pokok pengembangan yang ringkas, yaitu melakukan penelitian pendahuluan, mengembangkan perangkat produk, dan melakukan uji keefektifan produk. Penelitian pendahuluan digunakan untuk memperoleh informasi awal kebutuhan, kondisi lapangan, dan kelayakan pengembangan produk. Hasil studi pendahuluan ini digunakan untuk merancang dan mengembangkan produk. Setelah itu, rancangan produk diuji keefektifannya. Uji efektivitas produk selalu dilakukan atau diperlukan.Kelebihan: Model ini tergolong model prosedural yang sederhana langkah- langkahnya,Kelemahan: tetapi terkesan positivistik, terlalu sederhana dan umum. Peran pengembang sangat dominan. Calon pengguna tidak dilibatkan dalam proses pengembangan.
    7R2D2Model ini merupakan model konstruktivis- interpretivis, kolaboratif, dan non-linier yang (a) bersifat mengulang-ulang (recursive) dan perenungan (reflective).Model ini melibatkan pengguna secara kolaboratif dalam pengembangan produk sehingga pengguna berpartisipasi.Model ini tidak menempatkan tujuan sebagai pemandu pengembangan, melainkan ditentukan bertahap selama proses pengembangan.Model ini meyakini perencanaan terus-menerus berkembang, melakukan strategi evaluasi proses secara autentik, dan (menggunakan data subjektif kualitatif sebagai bahan untuk merevisi produk yang dikembangkan.Sebagai pendekatan atau metode kualitatif yang konstruktivis-interpretivis, model ini tidak menguji efektivitas produk yang dikembangkan, melainkan hanya menguji kelayakan atau akseptabilitas produk secara kualitatif.Model ini tidak berorientasi pada langkah pengembangan secara berurutan dan prosedural, melainkan berorientasi pada fokus pengembangan.Uji efektivitas produk tidak dilakukan atau tidak diperlukan. Cukup dilakukan atau diperlukan uji kelayakan secara kualitatif.Kelebihan: Model ini tergolong model konstruktivis-interpretif yang lentur dan terbuka. Langkah-langkah pengembangannya tergolong sederhana dan mudah diikuti. Model ini melibatkan berbagai pihak dalam keseluruhan proses pengembangan, antara lain calon pengguna produk. Peran pengembangan tidak sangat dominan.

    (Sumber Saryono, LP2-UM)

    Berdasarkan Tabel 2 tersebut di atas dapat diketahui bahwa berbagai model Penelitian dan Pengembangan yang ada memiliki atau mengandung tiga komponen utama, yaitu (1) pengkajian pendahuluan atau pra-pengembangan, (2) proses pengembangan, dan (3) pasca-pengembangan. Sesuai yang di jelaskan Sukmadinata, dkk (2015:184) secara garis besar langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan yang dikembangkan terdiri atas tiga tahapan, yaitu: (1) studi pendahuluan, (2) pengembangan model, dan (3) uji model.  hal ini perlu diberi 3 (tiga) catatan pokok.

    Pertama, ketiga komponen utama tersebut tidak selalu berurutan, linier, prosedural, dan gradual dalam arti bahwa pertama-tama harus dilakukan pengkajian pendahuluan, barulah kemudian dilakukan proses pengembangan, dan selanjutnya diakhiri dengan pasca-pengembangan. Dapat saja pengkajian pendahuluan dan proses pengembangan dilakukan secara serempak, siklis atau sirkular atau proses pengembangan dan pasca-pengembangan dilakukan secara siklis atau sirkuler. Hal tersebut sangat bergantung pada model penelitian dan pengembangan: Model Borg dan Gall atau R-D-R tentu saja harus mengikuti langkah linier, prosedural, dan gradual, tetapi Model R2D2 mengikuti prinsip siklis dan sirkuler.

    Kedua, ketiga komponen utama Penelitian dan Pengembangan mengandung atau memiliki berbagai aktivitas yang bermacam-macam dan bisa berbeda-beda dengan nama berbeda pula. Misalnya, pengkajian pendahuluan atau pra-pengembangan dalam Model Borg dan Gall dengan pra-pengembangan dalam Model R2D2 berisi kegiatan yang berbeda-beda dengan nama berbeda pula.

    Selanjutnya ketiga, proses pengembangan dalam Penelitian dan Pengembangan ada yang mengharuskan uji coba dengan desain uji coba tertentu, namun ada juga yang tidak mengharuskan uji coba. Misalnya, Model R-D-R dan Model Borg dan Gall mengharuskan adanya proses uji coba dengan desain uji coba tertentu (bisa desain eksperimental, eksperimental-semu, dan deskriptif), namun Model R2D2 tidak mengharuskan uji coba karena sejak awal pengembangan sudah melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan penelitian dan pengembangan. Biasanya Model R2D2 dimodifikasi dengan ditambah uji coba karena berbagai pertimbangan.

    METODE

    Metode yang digunakan adalah (1) mengumpulkan model penelitian pengembangan, (2) mengumpulkan data-data yang diperoleh dari laporan penelitian (tesis). Data yang diambil adalah data mengenai model pengembangan yang digunakan peneliti untuk mengembangkan produk penelitiannya, (3) menganalisis dan membandingkan data hasil analisis laporan penelitian dengan konsep model pengembangan.

    KESIMPULAN

    Model pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa (1) model prosedural, (2) model konseptual, (3) model teoritis.

    2 contoh laporan penelitian tersebut sudah sesuai dengan model pengembangan yang digunakan. Contoh pertama Pengembangan instrumen penilaian pengetahuan mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, Dan Kesehatan (PJOK) kelas X1 semester gasal menggunakan model konseptual. Contoh kedua Pengembangan model latihan beban untuk meningkatkan kemampuan fisik pemain bolavoli” (studi pengembangan  pada pemain bolavoli putra tingkat intermediet di Surakarta) model penelitian dan pengembangan yang digunakan mengacu pada model penelitian dan pengembangan (research and development) yang berupa model prosedural.

    SARAN

    Sebelum seorang peneliti ingin meneliti dan mengembangkan suatu produk, perlu memahami terlebih dahulu mengenai model Penelitian Dan Pengembangan yang akan digunakan. Karena model pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Apabila model yang digunakan diadaptasi dari model yang sudah ada, maka perlu dijelaskan alasan memilih model, komponen-komponen yang disesuaikan, dan kekuatan serta kelemahan model dibanding model aslinya. Apabila model yang digunakan dikembangkan sendiri, maka perlu dipaparkan mengenai komponen-komponen dan kaitan antar komponen yang terlibat dalam pengembangan.

    DAFTAR RUJUKAN

  • Kumpulan Makalah Penelitian

    Berikut ini adalah kumpulan makalah penelitian. Topik-topik bahasan disajikan berdasarkan jenis-jenis pendekatan penelitian.

    Pendekatan Penelitian

    1. Paradigma Penelitian Kuantitatif
    2. Paradigma Penelitian Kualitatif
    3. Paradigam Penelitian Campuran – Mixed Methode

    A. Desain Penelitian

    1. Desain Penelitian Kuantitatif
    2. Penelitian Kuantiatif Non-Eksperimen
    3. Model Penelitian Pengembangan
    4. Penelitian Kualitatif
    5. Penelitian Tindakan
  • Desain Penelitian Evaluatif

    Penelitian Evaluatif

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian.

    Ada banyak macam penelitian, diantaranya penelitian evaluatif. Penelitian evaluatif pada dasarnya digunakan untuk meneliti keberhasilan suatu program khususnya yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Begitu banyak program yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang sehingga dibutuhkan penelitian evaluatif tentang keberhasilan atau terlaksananya program tersebut dalam implementasinya dilapangan.

    Maka dari itu, dalam makalah ini akan membahas tentang penelitian evalutif dan komponen-komponen yang tercakup didalamnya.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian dan tujuan Penelitian Evaluatif ?
    2. Apa saja standar Evaluasi?
    3. Apa saja lingkup Penelitian Evaluatif dalam Pendidikan?
    4. Apa saja pendekatan Penelitian Evaluatif?
    5. Bagaimana langkah-langkah Penelitian Evaluatif?

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian dan Tujuan Penelitian Evaluatif

    Penelitian evaluatif merupakan suatu desain dan prosedur evaluasi dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematik untuk menentukan nilai atau manfaat (worth) dari suatu praktik (pendidikan). Nilai atau manfaat dari suatu praktik pendidikan didasarkan atas hasil pengukuran atau pengumpulan data dengan menggunakan standar atau kriteria tertentu yang digunakan secara absolut atau relatif. Praktik pendidikan dapat berupa program, kurikulum, pembelajaran, kebijakan, regulasi administratif, manajemen, struktur organisasi, produk pendidikan, ataupun sumber daya penunjangnya. Praktik pendidikan dapat berlangsung dalam lingkup kelas, sekolah, kecamatan, kota/kabupaten, propinsi ataupun nasional, menyangkut satu komponen atau aspek pendidikan, beberapa atau banyak komponen atau aspek pendidikan.

    Makna evaluatif menunjukan pada kata kerja yang menjelaskan sifat suatu kegiatan, dan kata bendanya adalah evaluasi. Penelitian evaluatif menjelaskan adanya kegiatan penelitian yang sifatnya mengevaluasi terhadap sesuatu objek, yang biasanya merupakan pelaksanaan dan rencana.[2]

    Secara umum penelitian evaluatif diperlukan untuk merancang, menyempurnakan dan menguji pelaksanaan suatu praktik pendidikan. Dalam merancang suatu program, kegiatan diperlukan data hasil evaluasi tentang program atau kegiatan pendidikan yang lalu, kondisi yang ada serta tuntutan dan kebutuhan bagi program baru.

    Secara lebih rinci tujuan evaluatif adalah:

    1. Membantu perencanaan untuk pelaksanaan program.
    2. Membantu dalam penentuan keputusan penyempurnaan atau perubahan program.
    3. Membantu dalam penentuan keputusan keberlanjutan atau penghentian program.
    4. Menemukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap program.
    5. Memberikan sumbangan dalam pemahaman proses psikologis, sosial, politik dalam pelaksanaan program serta faktor-faktor yang mempengaruhi program.

    B. Standar Evaluasi

    Evaluasi memiliki dua kegiatan utama, yaitu: pertama pengukuran atau pengumpulan data, kedua membandingkan hasil pengukuran dan pengumpulan data dengan standar yang digunakan. Berdasarkan hasil pembandingan ini baru dapat disimpulkan bahwa sesuatu program, kegiatan, produk itu layak atau tidak, relevan atau tidak, efisien atau tidak, efektif atau tidak.

    Banyak asosiasi yang berhubungan dengan bidang pendidikan di Amerika Serikat dan negara-negara lain telah mengembangkan standar evaluasi pendidikan yang baik. Joint Committee for Educational Evaluation (1994) telah merumuskan standar bagi evaluasi di bidang pendidikan. Standar tersebut mencakup empat aspek, yaitu: kebergunaan, kelayakan, kesantunan dan ketelitian.

    1. Standar kebergunaan (untility standards), untuk menjamin bahwa evaluasi akan membantu praktik dan secara berkala memberi informasi yang dibutuhkan pengguna, kredibilitas evaluator, lingkup dan pemilih informasi, interpretasi pemikiran, kecermatan laporan, diseminasi laporan, jadwal waktu laporan, dampak evaluasi.
    2. Standar kelayakan (feasibility standards), untuk menjamin bahwa laporan itu realistisk, sederhana dan setandar ini mencakup 3 hal, yaitu: kepraktisan prosedur, keberlanjutan dan efektivitas biaya.
    3. Standar kesantunan (propriety standard), untuk menjamin bahwa evaluasi dilakukan secara ilegal, etis, memperhatikan kepentingan yang terlibat dalam evaluasi maupun dampak hasilnya. Standar ini meliputi: kewajiban formal, perbedaan kepentingan, kejujuran dan keterbukaan, hak umum yang harus diketahui, hak dari individu, interaksi manusia, keseimbangan laporan, kewajiban bayar pajak.
    4. Standar ketepatan (accuracy standards) untuk menjamin bahwa palaksanaan evaluasi secara teknis-formal dilaksanakan dengan sempurna. Standar ini meliputi sebelas hal yaitu: identifikasi objek, analisis konteks, rumusan tujuan dan prosedur, pemilihan sumber, validitas dan reabilitas instrumen, pengendalian sistematika data, analisis informasi kuantitatif, analisis informasi kualitatif, ketepatan kesimpulan, objektifitas kesimpulan.

    C. Lingkup Penelitian Evaluatif dalam Pendidikan

    Penelitian evaluatif dalam pendidikan mencakup bidang yang cukup luas, beberapa contoh bidang yang dapat diteliti dalam penelitian evaluatif:

    1. Kurikulum: desain, implementasi, evaluasi kurikulum. Material kurikulum: buku teks, modul, paket, perangkat keras, perangkat lunak film, video, audio, program televisi, program pengajaran dengan komputer, internet, dll. Sumber belajar: laboratorium, workshop, perpustakaan.
    2. Program pendidikan: anak berbakat-anak cepat, anak lambat, pencegahan putus sekolah, remedial. Program pendidikan: bahasa, sains, sains sosial, matematika, keterampilan hidup, pendidikan jarak jauh, dll.
    3. Pembelajaran: kontekstual, eksperiensial, diskaveri-bermakna, terpadu, inkuiri, dll.
    4. Pendidik: guru, konselor, administrator.
    5. Siswa: kepribadian, kecerdasan, sikap, minat, motivasi, kesehatan, kelompok sebaya, kebiasaan belajar, penyimpangan-penyimpangan prilaku, dll.
    6. Organisasi: sekolah dasar, menengah, pendidikan tinggi, pendidikan umum, kejuruan, pendidikan khusus, pendidikan keagamaan.
    7. Manajemen: personil, saran-prasarana, biaya, partisipasi masyarakat, kurikulum, ekstrakulikuler, dll.

    D.    Pendekatan Penelitian Evaluatif

    Pendekatan evaluasi merupakan strategi untuk memfokuskan kegiatan evaluasi agar bisa menghasilkan laporan yang bernilai guna.

    McMillan dan Schumacher (2001) mengemukakan enam pendekatan dalam penelitian evaluatif:

    1.      Evaluasi berorientasi tujuan

    Evaluasi berorientasi pada tujuan, diarahkan pada mengukur tingkat ketercapaian tujuan dalam pelaksanaan program atau kegiatan oleh kelompok sasaran, atau mengukur hasil pelaksanaan program/kegiatan. Tingkat kecocokan antara tujuan dengan hasil menunjukan tingkat keberhasilan program atau kegiatan.

    2.      Evaluasi berorientasi pengguna

    Evaluasi berorientasi pengguna menekankan pada hasil atau produk, yaitu hasil yang dapat memenuhi harapan atau memuaskan kebutuhan pengguna. Evaluasi hasil didasarkan atas standar atau kriteria yang ditentukan oleh pengguna.

    3.      Evaluasi berorientasi keahlian

    Evaluasi berorientasi keahlian ini menggunakan standar keahlian, diarahkan pada mengevaluasi program atau komponen-komponen pendidikan dengan menggunakan kriteria atau standar yang telah dirumuskan oleh para ahli sebagai suatu program atau komponen yang baik.

    4.      Evaluasi berorientasi keputusan

    Evaluasi berorientasi keputusan memiliki lingkup yang lebih luas dan kedalamnya memasukan teori perubahan pendidikan. Evaluasi ini diarahkan pada proses penentuan jenis keputusan yang akan diambil, pemilihan , pengumpulan dan analisis data yang dibutuhkan untuk penentuan keputusan dan penyampaian hasil (laporan) pada penentu keputusan.

    5.      Evaluasi berorientasi lawan

    Evaluasi ini menggunakan standar atau kriteria yang berbeda bahkan berlawanan dengan standar yang digunakan. Untuk menguji keampuhan suatau program atau kegiatan harus dibandingkan dengan program lain atau standar lain yang berlawanan. Program atau kegiatan yang baik akan teteap unggul bila dibandingkan dengan program lain atau menggunakan standar evaluasi yang lain.

    6.      Evaluasi berorientasi partisipan-naturalistik

    Pendekatan dari evaluasi ini bersifat holistik atau menyeluruh, menggunakan aneka instrumen dan aneka data, agar diperoleh pemahaman yang utuh dari sudut pandang dan nilai-nilai yang berbeda tentang pelaksanaan pendidikan menurut perspektif atau sudut pandang para partisipan.[6]

    E.     Langkah-langkah Penelitian Evaluatif

    Dalam penelitian evaluatif, terdapat beberapa langkah untuk melakukannya.
    1). Identifikasi komponen.

    2). Identifikasi indikator.

    3). Identifikasi bukti-bukti.

    4). Menentukan sumber data.

    5). Menentukan metode pengumpulan data.

    6). Menentukan instrumen pengumpulan data.

    Langkah 1 sampai 6 tersebut dilakukan dengan membuat kisi-kisi persiapan penyusunan instrumen penelitian evaluatif. Sebagai contoh penyusunan kisi-kisi, berikut diambil dari kegiatan pembelajaran yang komponennya sudah diketahui: (1). Siswa (2). Guru  (3). Materi (4). Sarana pendukung (5). Pengelolaan (6). Lingkungan. Dari masing-masing komponen tersebut kita identifikasi indikator dan bukti-buktinya sebagai berikut:

    noKomponenIndikatorBukti-bukti
    1Siswa1.      Kehadiran disekolaha.       Tidak pernah absen
    b.      Datang tepat waktu
    c.       Pulang tepat waktu
    2.      Kedisiplinana.       Taat tata tertib berpakain
    b.      Mentaati sopan santun
    c.       Mentaati tata tertib dikelas
    2.Guru1.      Menguasai materia.       Lancar menyampaikanb.      Banyak memberi contohc.       Dapat menjawab pertanyaan
    2.      Menguasai metode mengajar dengan baika.       Memilih metode secara tepatb.      Metode mengajar bervariasic.       Menggunakan dengan benar
    3.Materi1.      Kesesuaian dengan ketentuana.       Sesuai dengan standar isib.      Sesuai denga KDc.       Sesuai dengan indikator
    2.      Mutakhir atau kebaruana.       Selalu ada yang barub.      Sesuai dengan minat siswac.       Dapat diaplikasikan
    3.      Runtut dengan runtutan yang baika.       Tidak bolak-balikb.      Dari sederhana ke kompleksc.       Dari lingungan anak ke jauh

    Jadi pada contoh diatas, kita telah melakukan langkah 1 sampai 3. Untuk selanjutnya kita masuk pada langkah 4 sampai akhir. Perhatikan tabel dibawah ini:

    Sumber DataMetodeInstrumen
    1a.       Daftar presensib.      Guruc.       Gurua.       Pencermatanb.      Wawancarac.       Wawancaraa.       Lembar perencanaanb.      Pedoman awancarac.       Pedoman wawancra
    a.       Guru bkb.      Temen sekelasa.       Wawancarab.      Angketa.       Pedoman wawancarab.      Angket siswa
    a.       Guru bkb.      Guru mata pelajarana.       Wawancarab.      Wawancaraa.       Pedoman wawancarab.      Pedoman wawancara
    a.       Guru kelasb.      Teman sekelasa.       Wawancarab.      Angketa.       Pedoman wawancarab.      Angket
    2a.       Semua siswab.      Penampilan gurua.       Angketb.      Pengamatan kelasa.       Angket siswab.      Pengamatan
    a.       Semua siswab.      Penampilan gurua.       Angketb.      Pengamatan siswaa.       Angket siswab.      Pengamatan
    a.       Semua siswab.      Penampilan gurua.       Angketb.      Pengamatan siswaa.       Angket siswab.      Pengamatan
    a.       Semua siswab.      Penampilan gurua.       Angketb.      Pengamatan siswaa.       Angket siswab.      Pengamatan
    a.       Semua siswaPenampilan gurua.       Angketb.      Pengamatan siswaa.       Angket siswab.      Pengamatan
    a.       Semua siswab.      Penampilan gurua.       Angketb.      Pengamatan siswaa.       Angket siswab.      Pengamatan
    3a.       RPP dan standar isib.      Penampilan guru dikelasa.       Pencermatanb.      Pencermatana.       Lembar pengamatanb.      Lembar pengamatan
    a.       RPP dan KDb.      Penampilan guru dikelasa.       Pencermatanb.      Pencermatana.       Lembar pengamatanb.      Lembar pengamatan
    a.       RPPb.      Penampilan guru dikelasa.       Pencermatanb.      Pencermatana.       Lembar pengamatanb.      Lembar pengamatan[7]

    IV.             Kesimpulan

    Penelitian evaluatif merupakan suatu desain dan prosedur evaluasi dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematik untuk menentukan nilai atau manfaat (worth) dari suatu praktik (pendidikan).

    Pada dasarnya, penelitian evaluatif diperlukan untuk merancang, menyempurnakan dan menguji pelaksanaan suatu praktik pendidikan. Dalam merancang suatu program, kegiatan diperlukan data hasil evaluasi tentang program atau kegiatan pendidikan yang lalu, kondisi yang ada serta tuntutan dan kebutuhan bagi program baru.

    Dalam evaluasi memiliki dua kegiatan utama, yaitu: pertama pengukuran atau pengumpulan data, kedua membandingkan hasil pengukuran dan pengumpulan data dengan standar yang digunakan. Berdasarkan hasil pembandingan ini baru dapat disimpulkan bahwa sesuatu program, kegiatan, produk itu layak atau tidak, relevan atau tidak, efisien atau tidak, efektif atau tidak. Maka disinilah sebenarnya tujuan utama dari penelitian evaluatif itu sendiri. 

    Penelitian evaluatif dalam dunia pendidikan mencakup bidang sangat yang luas, misalnya: Kurikulum, Program, pendidikan, Pembelajaran, Pendidik, Siswa, Organisasi, Manajemen.

    Terdapat beberapa langkah dalam penelitian evaluatif. Yaitu:

    1). Identifikasi komponen.

    2). Identifikasi indikator.

    3). Identifikasi bukti-bukti.

    4). Menentukan sumber data.

    5). Menentukan metode pengumpulan data.

    6). Menentukan instrumen pengumpulan data.

    Dalam dunia pendidikan, penelitian evaluatif sangat diperlukan karena betapa banyak komponen yang ada dalam pendidikan itu sendiri. Satu komponen saja mengalami kegagalan, maka akan menghasilkan output yang kurang berkualitas bahkan gagal. Karena dalam dunia pendidikan, antara komponen satu dengan komponen yang lain berkaitan erat dan saling mendukung.

    V.                Penutup

    Demikianlah Makalah yang telah kami susun. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

    Daftar Pustaka

    Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Yogyakarta: PT Rineka Cipta, 2010.

    Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.

    Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Jakarta: Kencana, 2011.


    [1] Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 120.

    [2] Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 169.

    [3] Nana Syaodih Sukmadinata, Op.Cit., hlm. 121.

    [4] Nana Syaodih Sukmadinata, Op.Cit., hlm. 123-124.

    [5] Nana Syaodih Sukmadinata, Op.Cit., hlm. 124.

    [6] Nana Syaodih Sukmadinata, Op.Cit., hlm. 125-128.

    [7] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Yogyakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm. 43-51.

  • Metode Penyuluhan Massa

    Menurut (Van den Ban dan Hawkins, 2003) Metode pendekatan massal atau mass approach. Sesuai dengan namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang cukup banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan keingintahuan semata. Hal ini disebabkan karena pemberi dan penerima pesan cenderung mengalami proses selektif saat menggunakan media massa sehingga pesan yang diampaikan mengalami distorsi.

    Metode massa adalah salah satu metode penyuluhan, yang mana metode yang lain diantaranya yaitu metode penyuluhan kelompok, metode penyuluhan perorangan dan metode massa dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau public. Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, Jika penyuluh berkomunikasi secara tidak langsung atau langsung dengan sejumlah sasaran yang sangat banyak bahkan mungkin tersebar tempat tinggalnya. Dengan metode ini penyuluh pertanian tertuju kapada para petani umumnya di kampung-kampung dan di pedesaan-pedesaan, agar mereka dapat mendengarkan penyuluhan pertanian (Kartasapoetra, 1991).

    Dipandang dari segi penyampaian informasi memang metode ini baik, akan tetapi dipandang dari keberhasilan adalah kurang efektif karena pada dasarnya hanya dapat menimbulkan tahap kesadaran dan tahap minat pada para petani pendengar penyuluhan, itupun kalau pendekatannya dapat dilakukan dengan baik, dapat menarik perhatian para petani kepada suatu hal yang lebih menguntungkan oleh karena itu kita menggunakan media massa Beberapa contoh yang Termasuk dalam metode pendekatan massal antara lain adalah rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film, penyebaran leaflet, folder atau poster, surat kabar, dan lain sebagainya (Kartasapoetra, 1991).

    Ini adalah beberapa penjelasan mengenai contoh metode penyuluhan massa yaitu :

    1.      Adalah Kampanye merupakan metode dan teknik penyuluh secara massal yang dilaksanakan dalam periode waktu tertentu, dengan menggunakan berbagai sumber daya secara terkoordinasi untuk memusatkan perhatian masyarakat (sasaran) terhadap permasalahan tertentu dan pemecahannya.

    2.      Adalah Pameran merupakan metode dan teknik penyuluhan pertanian secara massal yang dilakukan dengan jalan mempertunjukkan secara sistematis berbagai teknologi baru/inovasi pada suatu tempat tertentu.

    3.      Metode dan teknik penyuluhan melalui media cetak digunakan untuk menjangkau jumlah sasaran yang tak terbatas. Media cetak yang lazim dipakai adalah brosur, leaflet/folder, majalah, dan surat kabar. Brosur berupa buku yang diperuntukkan para penyuluh, leaflet dan folder ditujukan kepada sasaran/petani. Surat kabar untuk masyarakat secara luas dan majalah untuk masyarakat luas yang telah dikelompokkan menjadi sasaran yang lebih spesifik (h0404055, 2010)

    Beragamnya metode penyuluhan bukan berarti kita harus memilih yang paling baik dari sekian metode yang ada, tetapi bagaimana metode tersebut cocok atau sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penyuluhan. Oleh karena itu kita harus dapat mengetahui metode mana yang paling efektif dan yang kurang efektif, metode mana yang memerlukan perlakuan-perlakuan intensif dan mana pula yang kurang intensif. Penyuluhan yang dilakukan dengan metode pendekatan massal menyampaikan para petani yang mengikuti atau menyimaknya ke tahap kesadaran akan tetapi belum memahaminya secara mendalam. Penyuluhan yang dilakukan dengan metode pendekatan kelompok mulai menarik para petani ke tahapan minat, tahapan menilai atau mempertimbangkan, bahkan mncobanya pula. Sedangkan penyuluhan yang dilakukan dengan metode pendekatan perorangan akan menyampaikan petani ke tahap penerapan, ia mulai menerapkan teknologi baru yang diajarkan atau dikembangkan penyuluh (Van den Ban dan Hawkins, 2003).

    Mardikanto (2005), mengenalkan adanya tiga cara pendekatan yang dapat juga diterapkan dalam pemilihan metode penyuluhan, yaitu :

    1.      Media lisan, baik yang disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung.

    2.      Media cetak, baik berupa gambar dan atau tulisan yang dibagi-bagikan, disebarkan, atau dipasang ditempat-tempat strategis yang mudah dijumpai oleh sasaran.

    3.      Media terproyeksi, berupa gambar dan atau tulisan lewat slide, pertunjukan film, film strip, dll.

    Berdasarkan hubungan penyuluhan kesasarannya, metode penyuluhan dibedakan atas dua macam, yaitu :

    a.      Komunikasi langsung, baik melalui percakapan tatap muka atau melalui media tertentu yang memungkinkan penyuluh dapat berkomunikasi secara langsung dari sasarannya dalam waktu yang relatif singkat.

    b.      Komunikasi tak langsung, baik lewat perantara orang lain, lewat surat atau media yang lain, yang tidak memungkinkan penyuluh dapat menerima respon dari sasarannya dalam waktu yang relatif singkat.

    DAFTAR PUSTAKA

    Kartasapoetra, G.A. 1991. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta : Bumi Aksara.

    Mardikanto, Totok dan Arip, Wijianto. 2005. Metoda dan Teknik Penyuluhan Pertanian. Surakarta : Fakultas Pertanian UNS.

    Van Den Ban, A.W. dan Hawkin. 2003. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta : Kanisius.