Membuat jembatan garam dari berbagai macam bahan dan dicoba pada sel galvani serta mengamati voltasenya
B. Landasan Teori
Reaksi elektrokimia dapat dibagi dalam dua kelas: yang menghasilkan arus listrik (proses yang terjadi dalam baterai) dan yang dihasilkan oleh arus listrik elektrolisis. Tipe pertama reaksi bersifat serta merta, dan energy bebas system kimianya berkurang; system itu dapat melakukan kerja, misalnya menjalankan motor. Tipe kedua harus dipaksa agar terjadi (oleh kerja yang dilakukan terhadap system kimia), dan energy bebas system kimia bertambah (Keenan:1980).
Sel volta adalah penataan bahan kimia dan penghantar listrik yang memberikan aliran electron lewat rangkaian luar dari suatu zat kimia yang teroksidasi ke zat kimia yang direduksi (Keenan:1980).
Sebuah sel elektrokimia yang beroperasi secara spontan disebut sel galvani (atau sel volta). Sel seperti ini mengubah energy kimia menjadi energy listrik yang dapat digunakan untuk melakukan kerja (Oxtoby:1999).
Hubungan listrik antara dua setengah – sel harus dilakukan dengan cara tertentu. Kedua electrode logam dan larutannya harus berhubungan, dengan demikian lingkar arus yang sinambung terbentuk dan merupakan jalan agar partikel bermuatan mengalir. Secara sederhana electrode saling dihubungkan dengan kawat logam yang memungkinkan aliran electron (Petrucci:1985).
Sel terdiri dari dua setengah – sel yang elektrodanya dihubungkan dengan kawat dan larutannya dengan jembatan garam. (Ujung jembatan garam disumbat dengan bahan berpori yang memungkinkan ion bermigrasi, tetapi mencegah aliran cairan dalam jumlah besar). Potensiometer mengukur perbedaan potensial antara dua electrode yaitu sebesar 0.463 Volt (V) (Petrucci:1985).
Aliran listrik antara dua larutan harus berbentuk migrasi ion. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui larutan lain yang “menjembatani” kedua setengah – sel dan tak dapat dengan kawat biasa: hubungan ini disebut jembatan garam (= salt bridge) (Petrucci:1985).
C. Alat dan Bahan
Alat
Jumlah
Bahan
Jumlah
Gelas Aqua
2
Batangan Zn
1
Kabel penghubung
2
Batangan Cu
1
Multitester
1
ZnSO4
15 ml
Pipet tetes
1
CuSO4
15 ml
Gelas ukur
1
NaCl
Tabung – U
1
Agar-agar
secukupnya
Neraca analitik
1
Pepaya
secukupnya
Penthiliner
1
Bengkoang
secukupnya
Ampelas
1
Belimbing
secukupnya
Corong
1
Jeruk manis
secukupnya
Statif & klem
1
Mangga
secukupnya
Jeruk nipis
secukupnya
HASIL PENGAMATAN
Larutan ZnSO4 1M yang digunakan : 15 ml
Larutan CuSO4 1M yang digunakan : 15 ml
Tabel Data Pengamatan
Jembatan Garam
Voltase (V)
Agar-agar
0.26
Papaya
0.354
NaCl
0.337
Bengkoang
1.05
Jeruk
1.046
Belimbing
1.01
Mangga
1.036
Lemon
1.046
Voltase tertinggi yang terjadi dalam sel galvani, dihasilkan oleh jembatan garam yang digunakan dari buah-buahan
Voltase terendah yang terjadi dalam sel galvani, dihasilkan oleh jembatan garam yang digunakan dari agar-agar
PEMBAHASAN
Sebuah sel elektrokimia yang beroperasi secara spontan disebut sel galvani (atau sel volta). Sel seperti ini mengubah energy kimia menjadi energy listrik yang dapat digunakan untuk melakukan kerja (Oxtoby:1999).
Apa yang menyebabkan arus mengalir dalam sebuah sel galvani? Pasti harus ada sebuah selisih potensial listrik (∆), antara dua titik dalam rangkaian yang menyebabkan electron mengalir, sama seperti selisih potensial gravitasi antara dua titik di permukaan bumi yang menyebabkan air mengalir ke bawah. Selisih potensial listrik ini, atau tegangan sel, dapat diukur dengan sebuah alat yang disebut voltmeter yang diletakkan di rangkaian luar. Tegangan yang diukur dalam sel galvani tergantung pada magnitudo arus yang melalui sel dan tegangan jatuh jika arus terlalu besar (Oxtoby:1999).
Terdapat beberapa metode yang memungkinkan difusi ion-ion. Suatu metode laboratorium yang lazim adalah dengan membenamkan lembaran Zn ke dalam suatu larutan garam Zn, seperti ZnSO4, dan membenamkan sepotong Cu ke dalam suatu larutan CuSO4. Larutan ZnSO4 dihubungkan dengan larutan CuSO4 oleh suatu jembatan garam, yang memungkinkan difusi ion-ion. Jembatan garam diisi dengan larutan suatu elektrolit yang tidak berubah secara kimia dalam prose situ (Keenan:1980).
Berdasarkan percobaan di atas, jembatan garam yang digunkan dalam percobaan kali ini yaitu terbuat dari buah-buahan (papaya, bengkoang, jeruk, belimbing, mangga, dan lemon), agar-agar dan larutan NaCl. Semua bahan tersebut bersifat elektrolit, apabila digunakan dalam metode ini bahan-bahan tersebut tidak berubah secara kimia dalam proses tersebut.
Elektroda Zn akan mengalami reaksi oksidasi, sedangkan electrode Cu akan mengalami reduksi. Electron mengalir dari atom Zn ke kawat penghantar, dan dengan terbentuknya ion-ion Zn2+ ini memasuki larutan dan berdifusi menjauhi lembaran Zn: Zn Zn2+ + 2e–
Ion negative berdifusi lewat jembatan garam menuju ke electrode Zn. Electron yang dilepaskan oleh atom Zn memasuki kawat penyambung dan menyebabkan electron-elektron pada ujung lain berkumpul pada permukaan electrode Cu. Electron-elektron ini bereaksi dengan ion Cu2+ untuk membentuk atom Cu yang melekat pada electrode itu sebagai suatu sepuhan Cu
Cu2+ + 2e– Cu
Ion SO42- yang ditinggalkan oleh ion Cu2+ akan berdifusi menjauhi electrode Cu. Dari jembatn garam NaCl, ion Na+ akan berdifusi keluar menuju ke Cu. Jadi, sementara reaksi itu berjalan; terdapat gerakan keseluruhan dari ion negative menuju electrode Zn dan gerakan keseluruhan ion positif menuju electrode Cu. Jalan untuk aliran ion secara terarah lewat larutan ini dapat dibayangkan sebagai rangkaian dalam, dan jalan untuk aliran electron lewat kawat penghantar dibayangkan sebagai rangkaian luar (Keenan:1980).
Mekanisme seperti di atas juga terjadi pada jembatan garam yang dibuat dari agar-agar dan buah-buahan (papaya, bengkoang, jeruk, belimbing, mangga, dan lemon). Berdasarkan data hasil pengamatan, jembatan garam yang dibuat dari buah-buahan dapat menghasilkan nilai voltase yang tinggi, hal ini berarti jembatan garam dari buah-buahan sangat baik untuk digunakan dalam proses seperti ini.
KESIMPULAN
Buah-buahan merupakan jembatan garam yang paling baik untuk digunakan dalam percobaan kali ini. Hal ini dapat dilihat dari voltase yang dihasilkan.
Agar-gar kurang baik untuk dapat digunakan sebagai jembatan garam, hal ini terbukti dari voltase yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Keenan, Charles W.1980.Ilmu Kimia untuk Universitas edisi keenam jilid 2.Jakarta: Erlangga
Oxtoby, David W.dkk.1999.Prinsip-Prinsip Kimia Modern edisi keempat jilid 1.jakarta: Erlangga
Petrucci, Ralph H.1985.Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern edisi keempat jilid 3.Jakarta: Erlangga
Menentukan perubahan entalpi reaksi larutan NaOH dengan larutan HCl secara kalorimetris.
NaOH(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l).
B. Landasan Teori
Termokimia ini sendiri terjadi pada reaksi kimia (Chemical Reaction). Reaksi kimia ini melibatkan melibatkan kalor reaksi (q) dengan mematuhi Hukum Kekekalan Energi (Law of Conservation of Energy). Kalor reaksi ini sama dengan perubahan entalpi reaksi (Enthalpy Change of Reaction) atau yang biasa disingkat dengan ∆H. Perubahan entalpi yang dimiliki suatu zat tidak dapat ditentukan. Adapun yang dapat ditentukan adalah perubahan entalpi yang menyertai suatu perubahan kimia atau fisik. Dan perlu kita ketahui bahwa perubahan entalpi merupakan selisih antara entalpi produk (akhir) dan entalpi reaktan (awal). Perubahan entalpi reaksi ini dapat ditentukan dengan percobaan, Hukum Hess, data ∆H˚f, dan data energi ikatan. Atas dasar itulah, sehingga kita perlu melakukan penelitian dan percobaan tentang perubahan entalpi reaksi (∆H) dengan cara percobaan.
Perubahan suhu yang menyertai reaksi kimia menunjukan adanya prubahan energi dalam bentuk kalor pada pereaksi dan hasil reaksi. Kalor yang diserap atau dibebaskan oleh sistem menyebabkan suhu sistem berubah. Secara sederhana kalor tersebut dapat dihitung dengan rumus:
Q = m.c.∆T
Dimana :
Q = kalor reaksi (J) m = massa sistem (g) ∆T = perubahan suhu (K) c = kalor jenis sistem
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Gelas Kimia 100 mL
Gelas ukur 50 mL
Termometer Batang 0-50˚ C
Neraca 311 g
2. Bahan
Larutan NaOH 0,5 M
larutan HCl 0,5 M.
D. Langkah Praktikum
Ukurlah temperatur larutan NaOH dan HCl sebelum direaksikan.
Termometer harus dibersihkan dan dikeringkan sebelum digunakan untuk mengukur temperatur larutan yang berbeda.
Masukkan larutan NaOH dan larutan HCl dalam gelas kimia. Kemudian, ukurlah temperaturnya.
E. Hasil Praktikum
Temperatur larutan NaOH = 33˚C.
Temperatur larutan HCl = 31˚C.
Rata-rata temperatur larutan (t1) = 32˚C.
Temperatur reaksi NaOH dan HCl (t2) = 36˚C.
Volume NaOH = 50 ml.
Volume HCl = 50 ml.
Kalor jenis air = 4,2 J/g˚C.
Massa jenis air = 1 g/ml.
F. Analisis Data
Perbedaan Suhu ∆T
∆T = T_2-T_1 = 36^oC-32^oC = 4^oC
Volume Larutan adalan 100 mL
Masa jenis dianggap 1 gr/mL, dengan demikian massa adalah
m = \rho V = 1 gr/mL . 100 mL = 100 \ gram
dengan demikian jumlah kalor yang dihasilkan adalah
Q = mc∆T = (0,1)(4,2)(4)=1,68 \ KJ
G. Pembahasan
Banyaknya kalor (panas) yang mengalir, baik masuk atau keluar sistem pada kondisi tekanan tetap disebut entalpi (H). Entalpi berasal dari kata Yunani enthalpein yang berarti memasukkan panas. Setiap zat mempunyai entalpi tertentu yang besarnya bergantung pada jumlahnya. Oleh karena itu, entalpi termasuk sifat ekstensif. Sebagai contoh, 2 mol air memiliki entalpi 2 kali 1 mol air. Perubahan kalor dalam suatu reaksi kimia disebut perubahan entalpi (∆H).
Perubahan entalpi merujuk pada perubahan kalor selama proses pada tekanan konstan. Suatu ersamaan reaksi yang melibatkan perubahan entalpi disebut persamaan termokimia. Jika kita ingin mengukur perubahan energi, kita perlu menyetarakan kondisi zat yang direaksikan. Untuk itu, keadaan fisik zat yang direaksikan sangat penting artinya. Kondisi zat ditulis dengan huruf s, l, aq, dan g dalam tanda kurung yang masing-masing menyatakan zat padat, cair, larutan, dan gas.
Perubahan entalpi yang dimiliki suatu zat tidak dapat ditentukan. Adapun yang dapat ditentukan adalah perubahan entalpi yang menyertai suatu perubahan kimia atau fisik. Dan perlu kita ketahui bahwa perubahan entalpi merupakan selisih antara entalpi produk (akhir) dan entalpi reaktan (awal).
Dalam menentukan ∆H dengan eksperimen sederhana, perubahan entalpi dapat ditentukan apabila kita telah mengetahui kapasitas kalor, kalor jenis, dan kalorimeter. Kapasitas kalor adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur zat 1˚C. Kapasitas kalor tergantung pada jumlah zat. Kalor jenis, juga disebut dengan kalor spesifik, adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur 1 gr zat sebesar 1˚C. Kalorimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kalori reaksi.
H. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian/percobaan yang telah dilakukan, maka kita dapat menyimpulkan kesimpulan yaitu sebagai berikut.
Reaksi sempurna ditandai dengan temperatur maksimum yang terbaca oleh termometer.
Dari percobaan tersebut dapat diperoleh besarnya perubahan entalpi reaksi (∆H reaksi) NaOH(aq) + HCl (aq) à NaCl(aq) + H2O (l) dengan massa 100 gr dan perubahan temperatur (∆T) = 4˚C adalah -1,68 Kj.
Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa reaksi tersebut merupakan reaksi eksoterm.
Termometer merupakan alat ukur suhu / temperature yang memanfaatkan karakteristik perubahan fisis bahan terhadap perubahan panas. Termometer yang paling sederhana dan banyak ditemukan adalah termometer batang.
Termometer batang adalah termoemter yang terbuat dari tabung kaca yang memiliki pipa kapiler dan berisi sejumlah kecil zat cair. Zat cair yang paling banyak digunakan adalah alkohol dan raksa. Dua zat ini dipilih karena sifatnya yang mudah memuai dengan koefisien muai yang stabil pada suhu rendah.
Prinsip pembuatan adalah memasukkan zat cair ini ke dalam pipa kapiler. Kemudian dilakukan peneraan yakni memberikan skala pada termometer.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara peneraan termometer zat cair?
C. Tujuan Praktikum
Mengatahui tata cara peneraan termometer
Bab II. Latar Belakang
Termometer adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur suhu atau alat ukur panas. Suhu adalah besaran yang menunjukkan ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Thermometer menggunakan zat yang mudah berubah akibat perubahan suhu, sifat termometrik inilah yang dipakai pada thermometer zat cair. Prinsip kerja dari thermometer adalah memanfaatkan perubahan fisik akibat terjadinya perubahan suhu.
Jenis-jenis thermometer.
1. Berdasarkan kegunaannya
a. Thermometer tubuh / klinis
Digunakan untuk mengukur suhu tubuh, skala thermometer berkisar antara 35-42 oC. Suhu tubuh manusia normal adalah 37oC.
b. Thermometer dinding
Digunakan untuk mengukur suhu kamar atau ruang. Skala thermometer berkisar antara -50-50 oC.
c. Thermometer maksimum minimum
Digunakan untuk mengukur suhu maksimun disiang hari dan suhu minimum pada malam hari.
d. Thermometer batang
Digunakan untuk mengukure suhu benda. Skala thermometer batang berkisar antara -10-110 o C.
2. Termometer berdasarkan zat termometriknya
Thermometer zat padat
Thermometer zat cair
Thermometer gas
3. Berdasarkan cara kerjanya
Thermometer raksa
Thermometer kopel
Thermometer infrared
Thermometer galileo
Thermometer termisator
Thermometer bimenal mekanik
Thermometer alcohol
Thermometer temo
Thermometer berdasarkan pembuatannya
a. thermometer calcius. Skalanya 0-100 oC
b. thermometer farenheit. Skalanya 32-212 o F
c. thermometer reamur . skalanya 273-373 o K
d. thermometer kelvin. Skalanya 0-80 o R
Kalibrasi thermometer adalah penetapan tanda-tanda untuk pembagian skala thermometer.. pembuatan skala pada thermometer menggunakan dua titik tetap, yaitu titik tetap atas dan titik tetap bawah.
Suhu pada titik tetap atas didefinisikan sebagai suhu air dan uap yang berada dalam keadaan setimbang pada tekanan 1 atm. Sedangkan titik tetap bawah adalah suhu percampuran es dengan air dalam keadaan setimbang dengan udara jenuh pada tekanan 1 atm. Pada skala celcius, kudua titik ini diberi angka 0 untuk titik tetap bawah dan angka 100 untuk titik tetap atas.
Thermometer badan memiliki skala dari 35-42 oC sehingga tidak dapat ditea secara langsung dengan es yang mencair dan air yang mendidih. Thermometer batang dapat ditera dengan thermometer badan. Untuk mendapatkan titik didih air harus diingat dan diperhatikan barometer dan tabel tiitk didh. Pada pembacaan thermometer harus melakukan korelasi sebagai berikut.
h= ht (1-0,000163 t)
dengan:
h = tekanan barometer terkorelasi (sesungguhnya)
ht = tekanan barometer terbaca
t = suhu kamar
percepatan gravitasi di labolatorium adalah 978 m/s2.
Jika titik didih pada tekanan udara seperti persamaan diatas dan menurut tabel adalah TOC, sedang pembacaan thermometer batang didalam bejana didih adalah b oC, dan pembacaan didalam bejana es aoC , maka harga skala thermometer adalah
Skala thermometer = ToC/b-a
Bila thermometer batang yang dimasukkan dalam air harga menunjukkan TOC, maka temperature yang sesungguhnya diperoleh dari persamaan:
Tx = ( t-a ) ToC /b-a
Koreksi thermometer batang adalah selisih antara suhu sesungguhnya dengan suhu yang terbaca. Jadi tx-t.jika thermometer badan menunjukkan t, maka thermometer badan adalah tix-ti.
Bab III. Metode Praktikum
A. Alat
Bejana didih
Bejana es
Thermometer batang dengan skala -10 sampai 110oc
Thermometer badan dengan skala 35 samapai 42oC
B. Prosedur percobaan
Masukkan thermometer batang kedalam bejana es yang berisi es yang sedang mencair, catat poembacaan thermometer ini, ulangi percobaan ini 5 kali atau lebih.
Masukkan thermometer batang kedalam bejana didih catat pembacaanya. Catatlah juga pada saat ini pembacaan barometer dan thermometer kamar. Ulangi percobaan ini 5 kali.
Buatlah air hgangat dalam bejana gelas dengan temperature diukur dengan thermometer badan kira-kira 40 C . masukkan thermometer batang dan thermometer badan bersama-sama kedalamnya. Catatlah pembacaan thermometer batang waktu thermometer badan menunjukkan 40oC, 39oC, 38oC, 37oC, 36oC dan 35oC.
Ulangi percobaan 3 beberapa kali.
C. Teknik Analisis Data
Tekanan udara dapat diperoleh dengan cara membaca barometer dan melakukan koreksi pada tekanan yangterbaca. Tekanan pada persamaan 1 bila T (dari tabel titik didih a dan b diketahui, maka skala pada thermometer dapat dihitung berdasarkan persamaan 2. Skala tersebut digunakan untuk mencari suhu sesungguhnya dari thermometer batang dan badan.3. nilai kesetaraan antara thermometer batang dengan thermometer badan dipengaruhi dari grafik hubungan antar nilai sesungguhnya dari kedua thermometer tersebut.
Tabel suhu pada thermometer batang dan thermometer badan
No
Suhu thermometer batang (oC)
Suhu thermometer badan (oC)
1
40
42,9
2
39,4
42,6
3
38
40,6
4
37
39,2
5
36
38,5
6
35
37,6
h = ht (1- 0,000163t)
= 1005 (1- 0,000163.27)
= 1005 (1- 0,004401)
= 1005 (0,995599)
= 1000,579 P/mbar
h 1 = 1000 P/mbar T1 = 99,63 oC
h 2 = 1005 P/mbar T2 = 99,77 oC
TOC =(h1-h2/h2-h1) (T1-T2) + T1
=(1000,579-1000/1005-1000) (99,77-99,63) + 99,63
= 0,114. 0,14 + 99,63
= 0,01596 + 99,63
= 99,64596
Suhu Sebenarnya
Thermometer batang
Suhu 40 oC – 35 oC, sehingga Tx = ( t –a ) x skala
a. Tx = ( 40 – 1,17 ). 1,0290
= 38,83. 1,0290
= 39,9560 oC
b. Tx = ( 39 – 1,17 ). 1,0290
= 37,83. 1,0290
= 38,9270 oC
c. Tx = (38 – 1,17 ). 1,0290
= 36,83. 1,0290
= 37,8980 oC
d. Tx = ( 37 – 1,17 ). 1,0290
= 35,83. 1,0290
= 36,8690 oC
e. Tx = ( 36 – 1,17 ). 1,0290
= 34,83. 1,0290
= 35,84 oC
f. Tx = ( 35 – 1,17 ). 1,0290
= 35,83. 1,0290
= 34,8110 oC
Thermometer badan
Suhu 42,9 oC – 37,6 oC sehingga TIx = (TI-a) x skala
a. TIx = (42,9 – 1,17). 1,0290
= 41,73-1,0290
= 42,9401 oC
b. TIx = (42,5 – 1,17). 1,0290
= 40,93-1,0290
= 42,1169 oC
c. TIx = (40,6 – 1,17). 1,0290
= 39,43-1,0290
= 40,5734 oC
d. TIx = (39,2 – 1,17). 1,0290
= 38,03-1,0290
= 39,1328 oC
e. TIx = (38,5 – 1,17). 1,0290
= 37,33-1,0290
= 38,4125 oC
f. TIx = (37,6 – 1,17). 1,0290
= 36,43-1,0290
= 37,4864 oC
Koreksi
1. Thermometer batang
Koreksinya tx-t
a. 39,9560 oC-40 oC = – 0,044 oC
b. 38,9270 oC – 40 oC = – 0,073 oC
c. 37,8980 oC- 40 oC = -0, 102 oC
d. 36,8690 oC- 40 oC = – 0,131 oC
e. 35,8400 oC- 40 oC= – 0,16 oC
f. 34,8110 oC – 40 oC= – 0,189 oC
2. Thermometer badan
Koreksi = Tix – tI
a. 42,9401 oC – 42,9 oC = 0,0401 oC
b. 42,1169 oC – 41,1 oC= 0,0169 oC
c. 40,5734 oC – 40,6 oC= – 0,0266 oC
d. 39,1328 oC- 39,2 oC = – 0,0672 oC
e. 38,4125 oC- 38,5 oC= – 0,0875 oC
f. 37,4864 oC- 37,6 oC= – 0,1136 oC
Tabel perbandingan thermometer batang dengan thermometer badan
Thermometer batang
Thermometer badan
t (oC)
Tx (oC)
Koreksi (oC)
ti (oC)
Tix (oC)
Koreksi (oC)
40
39,9560
– 0,044
42,9
42,9401
0,0401
39
38,9270
– 0,073
42,1
42,1169
0,0169
38
37,8980
-0, 102
40,6
40,5734
– 0,0266
37
36,8690
– 0,131
39,2
39,1328
– 0,0672
36
35,84
– 0,16
38,5
38,4125
– 0,0875
35
34,8110
– 0,189
37,6
37,4864
– 0,1136
b. PEMBAHASAN
Pada percobaan peneraan thermometer ini, suhu pada bejana es dan bejana didih diukur terlebih dahulu. Percobaan itu dilakukan sebanyak 3x. pada bejana es didapat 1,1 oC, 1,2 oC, 1,2 oC sehingga rata-ratanya 1,17 oC. pada bejana didih didapat 95 oC, 99 oC, dan 100 oC. sehingga rata-ratanya didapat 98 oC..
Selanjutnya isi kedua bejana dicampur, dan diamati skala pada masing-masing thermometer. Pada termomter batang menunjukkan suhu 40 oC, 39 oC, 38 oC,37 oC 36 oC, dan 35 oC. sedangkan pada thermometer badan menunjukkan suhu 42,9 oC, 42,2 oC, 40,6 oC, 39,2 oC, 38,5 oC, dan 37,6 oC.
Selanjutnya nilai dari tekanan terkolerasi dicari dengan menggunakan rumus:
h = ht (1- 0,000163t), dan dari perhitungan didapat 1000,579 P/mbar.
Setelah itu dicari suhu sebenarnya pada thermometer batang dengan menggunakan rumus:
TOC =( h1-h2/h2-h1) (T1-T2) + T1
Dan dari perhitungan didapat 99,64596 0C
Selanjutnya dicari suhu sebenarnya dari thermometer batang dan thermometer badan kemudian koreksinya dengan menggunakan rumus:
Suhu sebenarnya thermometer batang tx= (t-a) x skala Koreksinya x= tx-t
Suhu sebenarnya pada thermometer badan dengan rumus t`x=t`-a) x skala
Koreksinya x`=tx`-t`
Selanjutnya nilai sesungguhnya dan koreksi dari thermometer batang dan thermometer badan dapat dilihat pada tabel percobaan.
Bab V. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan bahwa suhu thermometer badan dan batang yang dimasukkan secara bersamaan kedalam campuran akan menghasilkan nilai skala yang berbeda. Yang mana nilai pada thermometer badan lebih tinggi dari nilai skala thermometer batang.
B. Saran
Pada percobaan ini diperlukan kehati-hatian dalam penggunaan thermometer. Selain itu pada saat memasukkan thermometer kedalam wadah usahakan agar thermometer tidak menyentuh dasar wadaaah, karena akan berpengaruh pada pembacaan skala.
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi ke V. Jakarta: Erlangga
Berikut ini adalah contoh makalah dengan topik Indikator pencapaian Kompetensi atau IPK. IPK adalah tolak ukur pertana program pembelajaran yang dilaksanakan pada level kelas.
Daftar isi
Indikator Pencapaian Kompetensi
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indikar hasil belajar adalah tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah peserta didik melakukan proses pembelajaran tertentu. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa indikator pencapain kompetensi merupakan kemampuan peserta didik yang dapat diamati dan diukur.
Dalam pelaksanaan desain tujuan pembelajaran berbasis pencapaian kompetensi pencapain kompetensi, guru melakukan proses menjabarkan Kompetensi Dasar (KD) ke dalam indikator pencapaian kompetensi. Dalam proses belajar mengajar di dalam kelas dan pada suatu mata pelajaran tertentu pasti mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Pencapaian tersebut dapat dicapai dengan merumuskan indikator yang baik. Rumusan indikator yang baik (bagus) tak lepas dari standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam sistem kurikulum KTSP sekolah mempunyai hak untuk mengembangkan kurikulum berdasarkan pada standar yang ditentukan oleh kementrian pendidikan nasional (MENDIKNAS), tidak hanya itu sekolah juga mempunyai hak mengembangkan kurikulum dari muatan lokal.
Kurikulum akan tercapai dengan baik jika perumusan silabus dan RPP berjalan dengan baik. Pencapaian RPP dan silabus terletak pada standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sedangkan pencapaian kompetensi dasar dan standar kompetensi terdapat pada indikator. Oleh karena itu, merumuskan indikator merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar di kelas, jika dalam suatu pembelajaran indikator belum tercapai maka bisa dianggap pembelajaran tersebut gagal.
Dalam makalah kami mencoba untuk mengulas kembali mengenai indicator pencapaian kompetensi..
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaiman tercantum di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Apa pengertian Indokator Pencapaian Kompetensi?
Bagaimana fungsi Indokator Pencapaian Kompetensi?
Bagaimana langkah-langkah pengembangan Indokator Pencapaian Kompetensi?
Indikator artinya penunjuk atau tanda-tanda yang tampak, pencapaiaan artinya telah dikuasai, kompetensi artinya kemampuan melakukan sesuatu. Jadi, indikator pencapaian kompetensi (IPK) ialah tanda-tanda yang (seharusnya) tampak pada seseorang yang telah menguasai suatu kemampuan melakukan sesuatu. Indikator pencapaian kompetensi IPK merupakan rumusan kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar (KD).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), indikator adalah sesuatu yg dapat memberikan atau menjadi petunjuk atau keterangan. Jika dikaitkan dengan pembelajaran, indikator merupakan petunjuk bagi guru apakah hasil pembelajaran telah tuntas atau belum. Sederhananya, indikator pencapaian kompetensi adalah garis-garis besar yang harus dicapai oleh siswa selama pembelajaran berlangsung.
Indikator Pencapaian Kompetensi IPK menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014, pada ayat (4) huruf b dinyatakan bahwa indikator pencapaian kompetensi adalah:
kemampuan yang dapat diobservasi untuk disimpulkan sebagai pemenuhan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti 1 dan Kompetensi Inti 2, dan kemampuan yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk disimpulkan sebagai pemenuhan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti 3 dan Kompetensi Inti 4.
Dalam mengembangkan IPK perlu mempertimbangkan : tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD; karakteristik mata pelajaran, siswa, dan sekolah; potensi dan kebutuhan siswa, masyarakat, dan lingkungan/daerah.
Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua rumusan indikator, yaitu:
Indikator pencapaian kompetensi yang dikenal sebagai IPK yang terdapat dalam RPP.
Indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal yang dikenal sebagai indikator soal.
Misalnya, dalam satu pertemuan siswa harus mampu menyebutkan macam-macam rukun iman. Maka pembelajaran semata-mata agar siswa dapat menyebutkan macam-macam rukun iman. Ketika siswa sudah mampu menyebutkannya, berarti pembelajaran telah tuntas dan diterima oleh peserta didik, sebaliknya jika siswa belum mampu menyebutkan macam-macam rukun iman, pembelajaran dianggap belum tuntas.
Jadi, indikator merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran dan juga dijadikan tolak ukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap suatu pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu serta diharapkan adanya perubahan yang terjadi pada diri siswa pada aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan setelah pembelajaran berlangsung, untuk mengetahuinya dilaksanakan melalui evaluasi, baik dilakukan dengan tes lisan, tertulis ataupun tanya jawab.
B. Fungsi Indikator Pencapaian Kompetensi
Pedoman dalam pengembangan materi pelajaran
Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang dikembangkan. Indikator yang dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah dalam pengembangan materi pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, potensi dan kebutuhan peserta didik, sekolah, serta lingkungan.
Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran
Indikator pencapain kompetensi menjadi petunjuk bagi guru tentang gambaran kegiatan pembelajarn dan merancang kegiatan pembelajaran untuk menghadirkan pengalaman belajar yang mampu mengantarkan siswa mencapai satu ataupun lebih kompetensi yang harus dikuasi ketika siswa. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar
Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian kompetensi peserta didik. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan indikator sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal.
Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran, dirumuskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, mencakup pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.
Pedoman dalam menentukan tujuan pembelajaran
Kata kerja operasional yang digunakan dalam tujuan pembelajaran disusun secara linier dengan kata kerja operasional yang digunakan dalam indicator pencapaian kompetensi. Hal ini berarti tingkat kompetensi dalam rumusan tujuan pembelajaran mengacu pada tingkat kompetensi yang terdapat pada rumusan indicator pencapaian kompetensi.
C. Langkah-Langkah Pengembangan Indokator Pencapaian Kompetensi
Di dalam pengembangan indikator pencapaian kompetensi ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :
Menganalisis Tingkat Kompetensi dalam SK dan KD Langkah pertama pengembangan indikator adalah menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD. Hal ini diperlukan untuk memenuhi tuntutan minimal kompetensi yang dijadikan standar secara nasional. Sekolah dapat mengembangkan indikator melebihi standar minimal tersebut.
Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja operasional yang digunakan dalam SK dan KD. Tingkat kompetensi dapat diklasifikasi dalam tiga bagian, yaitu tingkat pengetahuan, tingkat proses, dan tingkat penerapan. Kata kerja pada tingkat pengetahuan lebih rendah dari pada tingkat proses maupun penerapan. Tingkat penerapan merupakan tuntutan kompetensi paling tinggi yang diinginkan.
Selain tingkat kompetensi, penggunaan kata kerja menunjukan penekanan aspek yang diinginkan, mencakup sikap, pengetahuan, serta keterampilan. Pengembangan indikator harus mengakomodasi kompetensi sesuai tendensi yang digunakan SK dan KD. Jika aspek keterampilan lebih menonjol, maka indikator yang dirumuskan harus mencapai kemampuan keterampilan yang diinginkan.
Menganalisis Karakteristik Mata Pelajaran, Peserta Didik, dan Sekolah Pengembangan indikator mempertimbangkan karakter mata pelajaran, peseta didik, dan sekolah karena indikator menjadi acuan dalam penilaian. Setiap pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dari mata pelajaran lainya. Perbedaan ini menjadi pertimbangan penting dalam mengembangkan indikator. Karakteristik mata pelajaran bahasa yang terdiri dari aspek mendengar, membaca, dan menulis sangat berbeda sengan mata pelajaran matematika yang dominan pada aspek analisis logis. Guru harus melakukan kajian mendalam mengenai karakteristik mata pelajaran sebagai acuan mengembangkan indikator. Karakteristik mata pelajaran dapat dikaji pada dokumen standar isi mengenai tujuan, ruang lingkup, dan KD masing-masing mata pelajaran
Pengembangan indikator memerlukan informasi karakteristik peserta didik yang unik dan beragam. Peserta didik memiliki keragaman dalam inteligensi dan gaya belajar. Oleh karena itu indikator selayaknya mampu mengakomodasi keragaman tersebut. Peserta didik dengan karakteristik unik visual-verbal atau psiko-kinestetik selayaknya diakomodasi dengan penilaian yang sesuai, sehingga kompetensi siswa dapat terukur secara proporsional.
Indikator pertama tidak mengakomodasi keragaman karakteristik peserta didik, karena siswa dengan intelegensi dan gaya belajar visual verbal dapat mengekspresikan melalui cara lain, misalnya melalui lukisan atau puisi. Karakteristik sekolah atau madrasah dan daerah menjadi acuan dalam pengembangan indikator, karena target pencapaian sekolah/madrasah tidak sama. Sekolah/madrasah kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat mengembangkan indikator lebih tinggi. Sekolah dengan keunggulan tertentu juga menjadi pertimbangan dalam mengembangkan indikator. Menganalisis Kebutuhan dan Potensi
Kebutuhan dan potensi peserta didik, sekolah dan daerah perlu dianalisis untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan indikator. Penyelenggaraan pendidikan seharusnya dapat melayani kebutuhan peserta didik, lingkungan, serta mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Peserta didik mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi dan kecepatan belajarnya, termasuk tingkat potensi yang diraihnya.
Indikator juga harus dikembangkan guna mendorong peningkatan mutu sekolah di masa yang akan datang, sehingga diperlukan informasi hasil analisis potensi sekolah yang berguna untuk mengembangkan kurikulum melalui pengembangan indikator.
E. Menyusun Indikator Pencapain Kompetensi
Kompetensi yang harus dicapai siswa setelah proses pembelajaran harus diproyeksikan guru dalam tujuan pembelajaran. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk perilaku yung bersifat umum sehingga masih sulit diukur ketercapaiannya. Oleh karena itu, tugas guru dalam mendesain pembelajaran salah satunya adalah menjabarkan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) menjadi indikator pencapaian kompetensi. Indikar hasil belajar adalah tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah peserta didik melakukan proses pembelajaran tertentu. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa indikator pencapain kompetensi merupakan kemampuan peserta didik yang dapat diamati dan diukur.
Dalam pelaksanaan desain tujuan pembelajaran berbasis pencapaian kompetensi pencapain kompetensi, guru melakukan proses menjabarkan Kompetensi Dasar (KD) ke dalam indikator pencapaian kompetensi. Martinis Yamin mengungkapkan bahwa tujuan dilakukannya penjabaran Kompetensi Dasar (KD) ke dalam indikator pencapaian kompetensi antara lain;
Untuk mengungkapkan kompetensi apa yang perlu dikuasai oleh peserta didik setelah menyelesaikan proses pembelajaran;
Agar proses pembelajaran dapat dimulai dari materi pembelajaran yang mudah ke materi pembelajaran yang tersulit sesuai dengan hierarki belajar;
Untuk memperoleh gambaran tentang luas cakupan materi yang hendak diajarkan.
Itulah tampaknya yang menjadikan Martinis Yamin menyebutkan bahwa kriteria indikator pencapaian kompetensi yang baik antara lain;
Memuat ciri-ciri tujuan pembelajaran yang hendak diukur;
Memuat suatu kata kerja operasional yang dapat diukur;
Berkaitan erat dengan materi pembelajaran yang hendak disampaikan;
Mencangkup domain kognitif, afektif, dan psikomotorik;
Memuat setidaknya 3 hingga 5 butir indikator;
Setiap indikator dapat dijadikan sebagai soal.
Untuk memudahkan guru dalam menjabarkan Kompetensi Dasar (KD) ke dalam indikator pencapaian kompetensi, guru perlu mencermati taksonomi kompetensi dari dua aspek berikut ini. Ranah atau domain.
Kompleksitat tingkat kemudian dan kesulitan setiap perubahan (hasil belajar) ranah atau domain.
Kedua aspek tersebut untuk merumuskan indikator pencapaian kompetensi yang dapat diukur, guru dapat diukur, dinilai, dan dicapai, serta dibuktikan, guru dapat merumuskan atau menyusunnya berdasarkan kata kerja operasional berikut ini.
Domain Kognitif (Pengetahuan)
Perubahan
Kemampuan Internal
Kata Kerja Operasional
1. Mengigat
Menyebutkan kembali informasi (istilah, fakta, aturan,metode)
Menyebutkan kembali
Menghafal
Menunjukkan
Menggarisbawahi
Menyortir
Menyatakan
2. Memahami
Menjelaskan informasi dengan bahasa sendiri
Menerjemahkan
Memperkirakan
Menentukan (konsep/kaidah/prinsip, kaitan antara fakta dan isi pokok)
Menjelaskan
Mendeskripsikan
Membuat peryataan ulang
Menguraikan
Menerangkam
Mengubah
Memberikan contoh
Menyadur
Menerangkan
3. Aplikasi
Menginterpretasikan (tabel, grafik,bagan)
Mengaplikasikan pengetahuan atau generalisasi ke dalam situasi baru Memecahkan masalah yang formulatif Membuat bagan dan grafik Menggunakan ( rumus, kaidah, formula, metode, prosedur) Mengoprasikan Mendemonstrasikan Menghitung Menghubungkan Membuktikan Menghasilkan Menunjukkan
Menganalisis Menguraikan pengetahuan ke bagian-bagiannya dan menunjukkan hubungan di antara bagian-bagian tersebut Membedakan ( fakta dari interpretasi, data dari kesimpulan) Menganalisis (struktur dasar, bagian-bagian, hubungan antara) Membandingkan Mempertentangkan Memisahkan Menghubungkan Membuat diagram/skema Menunjukkan hubungan Mempertanyakan
Mengevaluasi Membuat penilaian berdasarkan kriteria Menilai berdasarkan norma internal( hasil karya, karangan, pekerjaan, khotbah, program penataran) Menilai berdasarka norma eksternal( hasil karya, karangan, pekerjaan, ceramah, program penataran) Mempertimbangkan (baik-buruk, pro-kontra, untung-rugi) Mempertahankan Mengatagorikan Mengombinasiakan Mengarang Menciptakan Mendesain Mengatur Menyusun kembali Merangkaikan Menghubungkan Menyimpulkan Merancang Membuat pola Memberikan argumen
Domain Afektif ( sifat)
Perubahan Kemampuan Internal Kata Kerja Operasional
Menerima Menunjukan (kesadaran,kemauan, perhatian) Mengakui (kepentingan, perbedaan) Menanyakan Memilih Mengikuti Menjawab Melanjutkan Memberikan Menyatakan Menempetkan
Menjalankan Mematuhi (peraturan, tuntunan, perintah) Ikut serta aktif (di laboratorium, di masjid, diskusi, belajar, kelompok, kantor) Melaksanakan Membantu Menawarkan Menyambut Menolong Mendatangi Menyumbangkan Menyesuaikan Menampilkan Membawakan Menyatakan persetujuan
Menghargai Menerima suatu nilai Menyukai Menyepakati Menghargai (karya seni, sumbangan, ilmu, pendapat) Bersikap (positif atau negatif) Mengakui Melaksanakan Mengikuti Menyatakan pendapat Mengambil prakarsa Ikut serta Bergabung Mengundang Mengusulkan Membela Menuntun Membenarkan Menolak Mengajak
Menghayati Membentuk sistem nilai Menangkap relasi antar- nilai Bertanggung jawab Mengintegrasikan nilai Berpagang pada Mengintegrasikan Mengaitkan Menyusun Mengatur Mengubah Memodifikasi Menyempurnakan Menyesuaikan Menyamakan Membandingkan Mempertahankan
Mengamalkan Menunjukan (kepercayaan diri, disiplin pribadi, kesadaran) Mempertimbangkan Melibatkan diri Bertindak Menyatakan Memperlihatkan Mempraktikan Melayani Mengundurkan diri Membuktikan Menunjukkan Bertahan Mempertimbangkan Mempersoalkan
Domain Psikomotorik (Keterampilan) Perubahan Kemampuan Internal Kata kerja Operasional
Mengamati Peka terhadap rangsangan Mengamati proses Memberi perhatian pada tahap-tahap suatu perbuatan Memberi perhatian pada sebuah artikulasi
Menanya Menafsirkan rangsangan Memilih Membedakan Mempersiapkan Menyisihkan Menunjukan Mengidentifikasi
Mencoba Meniru contoh Mempraktikan Memainkan Mengikuti Mengerjakan Membuat Mencoba Memperhatikan Memasang Membongkar
Mengolah Berpegang pada pola Mengoprasikan Membangun Memasang Membongkar Memperbaiki Melaksanakan Mengerjakan Menyusun Menggunakan Mengatur Mendemonstrasikan Memainkan Menangani
Menyaji Menyesuaikan diri Bervariasi Mengubah Mengadaptasi Mengatur kembali Membuat variasi
Menalar Berkonsentrasi Menyiapkan diri Memulai Mengawali Bereaksi Mempersiapkan Menanggapi Mempertunjukkan
Mencipta
Menciptakan sesuatu yang baru berinisiatif Merancang Menyusun Menciptakan Mendesain Mengombinasikan Mengatur Merencanakan
Bab III. Penutup
A. Kesimpulan
Jadi, indikator merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran dan juga dijadikan tolak ukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap suatu pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu serta diharapkan adanya perubahan yang terjadi pada diri siswa pada aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan setelah pembelajaran berlangsung, untuk mengetahuinya dilaksanakan melalui evaluasi, baik dilakukan dengan tes lisan, tertulis ataupun tanya jawab.
Indikar hasil belajar adalah tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah peserta didik melakukan proses pembelajaran tertentu. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa indikator pencapain kompetensi merupakan kemampuan peserta didik yang dapat diamati dan diukur.
Dalam pelaksanaan desain tujuan pembelajaran berbasis pencapaian kompetensi pencapain kompetensi, guru melakukan proses menjabarkan Kompetensi Dasar (KD) ke dalam indikator pencapaian kompetensi.
DAFTAR PUSTAKA Andi prastowo. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Rpp) Tematik Terpadu Implementasi Kurikulum 2013 Untuk SD/MI. 2017. Jakarta: Kencana http://duniapendidikan.putrautama.id/indikator-pencapaian-kompetensi-ipk/ http://www.ayokesekolah.com/2016/06/indikator-pengertian-indikator.html?m=1 https://www.academia.edu/7602366/Pengembangan_Indikator, diunduh 4 Oktober 2018, 15.18 http://www.jurnalhumaniora.net/2018/04/fungsi-indikator-pencapaian-kompetensi.html diunduh 4 Oktober 2018 jam 14.28
Abdul Majid, Perncanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru), PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2009, cet-6
Tri Hapsari Utami, Indikator dan Tujuan Pembelajaran dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Jurnal SEMNAS MIPA November 2010, Universitas Negeri Malang.
Novan Ardy Wiyani, M.Pd.I, Desain Pembelajaran Pendidikan (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014).
Maritin Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Jakarta: GP Press, 2009) Bermawi Munthe, Desain Pembelajaran (Yogyakarta: Insan Madani, 2009)
Taksnomi tujuan pendidikan adalah penyusunan capaian program pendidikan. Capaian ini selanjutnya disusun dalam beberapa level yang disebut taksonomi pebelajaran.
Daftar isi
Taksonomi Taujuan Pendidikan
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam konteks pendidikan, kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tujuan pendidikan atau tujuan pembelajaran. Pertanyaan pokok yang patut diajukan sebelum melakukan evaluasi atau penilaian adalah: apa yang harus dinilai atau dievaluasi. Terhadap, pertanyaan ini hendaknya dikembalikan kepada tujuan pembelajaran.
Dalam pendidikan pengukuran hasil belajar dilakukan dengan mengadakan testing untuk membandingkan kemampuan siswa yang diukur dengna tes sebagai alat ukurnya. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar, perubahan itu dilakukan pada proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Setiap proses belajar mempengaruhi prilaku pada domain tertentu pada diri siswa, tergantung perubahaan yang diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan.
Perubahan dalam setiap domain tidaklah tunggal. Setiap domain terdiri dari beberapa jenjang hasil belajar mulai dari yang paling rendah dang sederhana sampai yang paling tinggi dan kompleks. Tingkatan disusun dalam sebuah taksonomi yang mencerminkan tingkat kompleksitas jenjang.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang beberapa tujuan pembelajaran yang harus diperhatikan oleh beberapa pendidik untuk dapat merealisasikan dan mengembangkan beberapa materi dan metode dalam belajar sebagai bekal untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang diinginkan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas adalah:
Apakah pengertian dari taksonomi tujuan pembelajaran?
Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran?
Apa saja manfaat dari adanya tujuan pembelajaran?
Apa saja kawasan tujuan pembelajaran?
Bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran?
C. Tujuan penulisan
Memahami pengertian taksonomi tujuan pembelajaran.
Memahami prinsip-prinsip pembelajaran.
Memahami manfaat dari adanya tujuan pembelajaran.
Memahami kawasan tujuan pembelajaran.
Memahami cara merumuskan tujuan pembelajaran.
Bab II. Pembahasan
A. Taksonomi Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah beruabahan perilaku yang diinginkan terjadi setelah siswa belajar. Tujuan pendidikan dapat dijabarkan mulai dari tujuan nasional, institusional, kurikuler sampai instruksional.
Misalnya, tujuan nasional pendidikan di Indonesia yang pernah termuat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara: “ Tujuan pendidikan adalah meningkatkan ketakwaan kepada tuhan Yang Maha Esa, mempertinggi budi pekerti, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan keterampilan,……”.
Tiap lembaga memiliki tujuan yang berbeda-beda, SD, MI, SMP, MTs, SMU, SMK, MA, Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi Agama dan Perguruan Tinggi Kedinasan dan sebagainya, mempunyai tujuan yang berbeda-beda yang disebut tujuan institusional.
Agar lebih operasional tujuan institusional dijabarkan kedalam tujuan setiap bidang studi / mata pelajaran / mata kuliah yang disebut tujuan kurikuler. Tiap mata pelajaran / mata kuliah mempunyai tujuan yang berbeda-beda.
Tujuan kurikuler juga belum dapat dilihat dari perubahan perilaku dan diukur sehingga dijabarkan lagi ke dalam tujuan pendidikan pada tingkat pengejaran disebut instruksional. Pencapaian tujuan instruksional akan mendukung tercapainya tujuan kurikuler.
Tujuan pendidikan yang direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar, hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan bagi siswa yang mengikuti proses belajar mengajar.
Hasil belajar perlu dievaluasi. Evaluasi dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah berlangsung efektif untuk memperoleh hasil belajar.
B. Taksonomi Tujuan Belajar
Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan ciri-ciri suatu bidang tertentu. Taksonomi berasal dari bahasa yunani “Tassein” Yang berarti untuk mengklasifikasi dan “Nomos” yang berarti aturan. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi seperti semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian-kejadian sampai pada kemampuan berpikir yang semua itu dapat diklasifikasi menurut beberapa skema taksonomi. Dalam dunia pendidikan taksonomi tujuan belajar adalah pengelompokan tujuan pembelajaran dalam tiga kawasan (Kognitif, Afektif dan psikomotorik). Karena tujuan pembelajaran perupakan salah satu aspek yang sangat perlu untuk dipertimbangkan dalam melaksanakan pembelajaran.
C. Prinsip-prinsip Tujuan Belajar
Beberapa prinsip di bawah ini juga perlu dipertimbangkan dalam perencanaan kurikulum agar tujuan kurikulum dapat dilaksanakan secara maksimal. Adapun prinsip tujuan pembelajaran tersebut adalah:
1. Motivasi,kebutuhan dan perhatian.
perhatian sangatlah berperan penting sebagai awalan dalam memicu kegiatan belajar. Sementara motivasi memiliki keterkaitan dengan minat siswa, sehingga mereka yang mempunyai minat tinggi terhadap mata pelajaran tertentu juga bisa menimbulkan motivasi yang lebih tinggi lagi dalam belajar.
2. Keaktifan.
Pada hakikatnya belajar itu merupakan proses aktif yang mana seseorang melakukan kegiatan untuk mengubah perilaku dan pemikiran menjadi lebih baik.
3. Mengorganisasi pengalaman.
prinsip aktivitas di mana masing-masing individu haruslah terlibat langsung untuk merasakan atau mengalaminya. Adapun sebenarnya di setiap kegiatan pembelajaran itu haruslah melibatkan diri kita secara langsung.
4. Pengulangan.
prinsip pengulangan di sini memang sangatlah penting yang mana teori yang sudah dipelajari bisa kita jadikan petunjuk untuk memperkuat pemahaman siswa.
5. Tantangan.
Penerapan bahan belajar yang kita kemas dengan lebih menantang seperti halnya mengandung permasalahan yang harus dipecahkan.
6. Perbedaan individu.
Proses belajar masing-masing individu memang tidaklah sama baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah di dalam proses pembelajaran mengandung penerapan bahwa masing-masing siswa haruslah dibantu agar lebih memahami kelemahan serta kekuatan yang ada pada dirinya.
7. Memerlukan pemahaman.
Pemahaman merupakan hal penting yang harus ditekankan pada siswa karena dapat mempermudah dalam pengembangan kompetensi.
8. Hasil belajar merupakan bentuk berubahan perilaku siswa secara menyeluruh.
siswa akan lebih semangat jika mereka mengetahui serta mendapatkan nilai yang baik. Terlebih lagi jika hasil yang didapat sangat memuaskan sehingga itu bisa menjadi titik balik yang akan sangat berpengaruh untuk kelanjutannya.
D. Manfaat Tujuan Belajar
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru guru maupun siswa. Perumusan tujuan mengajar yang berbentuk tujuan khusus (objective) memberikan 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu:
Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri.
Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar.
Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran.
Memudahkan guru mengadakan penilaian.
E. Kawasan tujuan Belajar
Tujuan kurikulum merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh suatu kurikulum. Dan tujuan kurikulum dirumuskan dengan memperhatikan berbagai faktor, yaitu: tujuan pendidikan Nasional dan kesesuaian antara tujuan kurikulum dengan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan, kebutuhan masyarakat atau lapangan kerja, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sistem nilai dan aspirasi yang berlaku dalam masyarakat.
Hal ini menjadi penting karena tujuan tersebut dijadikan pedoman dalam merumuskan tujuan kurikulum yang pada akhirnya dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik. Hal tersebut juga dijelaskan di dalam ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan tujuan belajar manusia dari segala aspek (mencerdaskan peserta didik baik afektif, kognitif maupun psikomotorik.) sebagai bekal untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. yaitu :
“ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”(Al-Baqoroh: 30)
“dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”(Al-Baqoroh: 31)
Dua ayat di atas menjelaskan tentang Allah mengangakat manusia di muka bumi sebagai khalifah karena memang manusia telah diciptakan sebagai sebaik-baik penciptaan (ahsanu taqwiim). Dalam kitab zubadatu tafsiir disebutkan bahwa manusia diciptakan dengan bentuk yang sempurna, bisa menggenggam makanannya dengan tangaannya, berpengetahuan, berbicara, berfikir dan bijak. Dengan demikian maka manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT.
Yang mana dalam hal ini juga diungkapkan oleh Bloom yang terkenal dengan “Taxonomy of Educational Objectives ”
1. Wilayah kognitif
Wilayah kognitif ini membahas tentang tujuan pembelajaran yang berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai pada tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Wilayah kognitif ini terdiri atas enam tingkatan (Bloom: 1979) yaitu:
Tingkat pengetahuan, diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghafal, mengingat, dan mengulang kembali pengetahuan yang telah diterimanya.
Pemahaman, kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri yang telah diterimanya.
Penerapan, kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dalam berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
analisis, kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
Sintesis, kemampuan dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan.
Evaluasi, kemampuan dalam membuat perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria atau pengetahuan miliknya.
Sedangkan teori Bloom tentang tujuan pembelajaran dari segi kognitif mengalami revisi teori seperti yang diungkapkan oleh Anderson dan Krathwhol yaitu:
Remember (Mengingat), mengingat merupakan kemampuan memperoleh kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang yang terdiri dari proses mengenal kembali dan mengingat.
Understand (Memahami), merupakan kemampuan untuk merumuskan makna dari pesan pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan, tulisan ataupun grafik yang terdiri dari proses menginterpretasikan, memberi contoh, mengklasifikasikan, menyimpulkan, menduga, membandingkan dan menjelaskan.
Apply (Menerapkan), merupakan kemampuan menggunakan prosedur untuk menyelesaikan masalah yang terdiri dari proses kemampuan melakukan dan menerapkan.
Analyze (menganalisis), merupakan kempuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi bagian-bagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya atau merinci sesuatu unsur pokok menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian tersebut. kategori Apply terdiri dari kemampuan membedakan, mengorganisasi dan memberi simbol.
Evaluate (Menilai), merupakan kemampuan melakukan judgement berdasar pada kriteria dan standar tertentu. Adapun kategori menilai terdiri dari mengecek dan mengkritik.
Create (Berkreasi), merupakan menggeneralisasi ide baru, produk atau cara pandangyang baru dari suatu kejadian. Yang mana kegiatan ini dimulai dari kegiatan memahami soal dilanjutkan dengan memikirkan metode penyelesaian dan menggunakannya dalam rancangan kegiatan dan di akhiri dengan cara siswa menyusun penyelesaian.
2. Wilayah Afektif
Wilayah afektif merupakan salah satu domain yang berkaitan dengan sikap, interes, apresiasi (penghargaan) dan penyesuaian perasaan sosial. Wilayah afektif ini terdiri dari lima tahapan (Krathwohl: 1974) sebagai berikut:
Kemauan menerima, keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu seperti keinginan membaca buku,mendengarkan musik, atau berteman dengan orang yang mempunyai latar belakang berbeda.
Kemauan menanggapi (respons), merupakan kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu.
Berkeyakinan dalam menilai (menghargai), berkaitan dengan kemauan menerima sistem nilai tertentu pada diri individu. Seperti rasa kepercayaan terhadap sesuatu, sikap ilmiah, komitmen untuk melakukan melakukan suatu kehidupan sosial.
Penerapan karya (mengorganisasi karya), berkenaan dengan penerimaan berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi.
Karakterisasi Nilai, yang merupakan tingkatan yang tertinggi. Yang biasanya pada taraf ini individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya dengan sistem nilai yang dipegangnya.
3. Wilayah psikomotorik, mencakup tujuan yang berkaitan keterampilan dan bersifat manual atau motorik. Urutan yang paling sederhana sampai yang paling kompleks adalah sebagai berikut (Anita Harrow :1971) :
Gerak refleks, Berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan.
Kesiapan melakukan kegiatan (keterampilan dasar), seperti kesiapan mental, kesiapan fisik, kesiapan emosional untuk melakukan suatu kegiatan.
Kecakapan mengamati, berkenaan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari dan telah menjadi kebiasaan sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan suatu kemahiran.
Respon terbimbing (kecakapan jasmaniah), seperti meniru atau mengikuti, mengulangi perbuatan, yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain, melakukan kegiatan coba-coba.
Kemahiran (gerakan keterampilan), penampilan gerakan motorik dengan keterampilan penuh yang biasanya cepat,dengan hasil baik tetapi menggunakan sedikit tenaga.
Adaptasi (komunikasi berkesinambungan), berkenaan dengan keterampilan yang sudah berkembang pada diri individu sehingga mampu membuat perubahan pada pola gerakan sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu.
F. Perumusan Tujuan Belajar
Menggambarkan apa yang diharapkan oleh siswa dengan menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan tingkah laku yang dapat diamati, menunjukkan stimulus yang membangkitkan tingkah laku siswa, memberikan penghususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan siswa dan orang-orang yang dapatdiajak bekerja sama.
Menunjukkan mutu tingkah laku dalam bentuk ketepatan atau ketelitian respons, kecepatan panjangnya dan frekuensi respons.
Menggambarkan kondisi atau lingkungan yang menunjang tingkah laku siswa yang berupa kondisi atau lingkungan fisik, kondisi atau lingkungan psikologis.
Bab III. Kesimpulan
A. Kesimpulan
Taksonomi tujuan belajar merupakan pengelompokan tujuan pembelajaran dalam tiga kawasan (Kognitif, Afektif dan psikomotorik) yang bertujuan untuk memudahkan guru dan siswa dalam proses belajar agar belajar tetap selalu nyaman dan menyenangkan. Adapun tujuan tersebut diklasifikasi dalam 3 hal yaitu:
Kawasan kognitif yang terdiri dari pengetahun, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi (teori Bloom lama), sedangkan teori Bloom yang baru yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, menilai, berkreasi.
Kawasan Afektif yang terdiri dari menerima, menanggapi, menghargai, mengorganisasi karya, dan karakterisasi nilai.
Kawasan psikomotorik yang terdiri dari gerak refleks, keterampilan dasar, kecakapan mengamati, kecakapan jasmaniyah, gerak keterampilan dan komunikasi yang berkesinambungan.
Jadi, implikasi taksonomi tujuan belajar dalam pendidikan adalah dapat mempermudah dalam membentuk dan mengidentifikasi kepribadian, intelektual, dan keterampilan dalam diri individu sesuai dengan amanat tujuan nasional, akan tetapi masih harus perlu bimbingan dan perhatian yang lebih spesifik pada diri siswa.
B. Saran
Melihat pentingnya taksonomi tujuan dalam belajar karena dalam proses pembentukan karakter, kepribadian siswa dan juga berkaitan dalam pengembangan kurikulum, maka seluruh calon pendidik dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari,memahami dan mengimplementasikannya dalam kegiatan proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahnya, Departemen Agama Republik Indonesia.
Sukmadinata, Nana Syaodih, 2012. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar, 2010. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, Wina, 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kompetensi mengajar adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh semua tenaga pengajar. Berbagai konsep dikemukakan untuk mengungkap apa dan bagaimana kemampuan yang harus dikuasai oleh tenaga pengajar di berbagai tingkatan sekolah. Misalnya, Gagne (1974) mengemukakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat tiga kemampuan pokok yang dituntut dari seorang guru yakni: kemampuan dalam merencanakan materi dan kegiatan belajar mengajar, kemampuan melaksanakan dan mengelola kegiatan belajar mengajar, serta menilai hasil belajar siswa.
Mengingat begitu pentingnya penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam mengevaluasi kegiatan dan hasil belajar, maka dalam makalah ini secara berurutan akan dibahas prinsip-prinsip dasar serta langkah-langkah untuk mengantarkan para pendidik mendalami pengetahuan dan pedoman tentang bagaimana cara mempersiapkan dan melaksanakan evaluasi hasil belajar yang baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka masalah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
Apa pengertian asesmen pembelajaran ?
Apa fungsi, tujuan, dan prinsip asesmen pembelajaran ?
Apa cakupan, jenis, dan teknik asesmen pembelajaran ?
C. Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas tentang:
Pengertian asesmen pembelajaran.
Fungsi, tujuan, dan prinsip asesmen pembelajaran.
Cakupan, jenis, dan teknik asesmen pembelajaran.
D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan kami adalah:
Kita diharapkan dapat memahami pengertian asesmen pembelajaran.
Kita diharapkan dapat memahami fungsi, tujuan, dan prinsip asesmen pembelajaran.
Kita diharapkan dapat memahami cakupan, jenis, dan teknik asesmen pembelajaran.
E. Manfaat Penulisan
Sebagai tambahan pengetahuan, wawasan dan penerapan ilmu pengetahuan bagi penulis.
Sebagai informasi kepada pembaca agar lebih memahami konsep dasar asesmen pembelajaran.
Sebagai masukan bagi calon guru tentang evaluasi belajar.
Bab II. Pembahasan
A. Pengertian Asesmen Pembelajaran
Asesmen secara umum dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut keputusannya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah.
Asesmen secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu.
1. Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala dan peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini berupa alat ukur standar seperti:
meter
kilogram
liter, dsb
termasuk ukuran subjektif yang bersifat relatif seperti:
depa
jengkal
sebentar lagi, dsb.
Dalam proses pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil belajar yang hasilnya berupa angka-angka yang mencerminkan capaian dan proses dari hasil belajar tersebut. Angka 50, 75, 175 yang diperoleh dari hasil pembelajaran tersebut bersifat kuantitatif dan belum dapat memberikan makna apa-apa, karena belum menyatakan tingkat kualitas dari apa yang diukur. Angka hasil dari pengukuran ini biasa disebut dengan “skor mentah”. Angka hasil pengukuran baru mempunyai makna bila dibandingkan dengan kriteria atau patokan tertentu.
2. Evaluasi
Evaluasi adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses/ kemampuan minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain.
Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK). Kriteria yang ditentukan oleh kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma atau Penialaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
3. Tes
Adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tes merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam asesmen pembelajaran disamping alat ukur lain.
Asesmen pembelajaran merupakan penilaian bagian integral dari proses pembelajaran sehingga tujuan asesman harus sejalan dengan tujuan pembelajaran.
Asesmen harus didasarkan pada tujuan pembelajaran secara utuh dan memiliki kepastian kriteria keberhasilan, baik kriteria dari keberhasilan proses belajar yang dilakukan siswa/kriteria keberhasilan dari kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik, serta keberhasilan program pembelajaran secara keseluruhan. Untuk memperoleh hasil asesmen yang maksimal dapat menggambarkan proses dan hasil yang sesungguhnya, asesmen dilakukan sepanjang kegiatan pengajaran ditujukan untuk memotivasi dan mengembangkan kegiatan belajar anak. Terkait dengan evaluasi, asesmen pada dasarnya merupakan alat (the means) dan bukan merupakan tujuan (the end).
Dalam pelaksanaannya, asesmen pembelajaran merupakan kegiatan yang berkaitan dengan mengukur dan menilai aspek psikis yang berupa proses dan hasil belajar yang bersifat abstrak, karena itu asesmen hendaknya dilakukan dengan cermat dan penuh perhitungan termasuk memperhatikan berbagai keterbatasan sebagai berikut:
Untuk pengukuran suatu konstruk, khususnya konstruk psikologis yang bersifat abstrak tidak ada pendekatan tunggal yang dapat diberlakukan dan diterima secara universal.
Pengukuran aspek psikologis termasuk pengukuran proses dan hasil pembelajaran pada umumnya dikembangkan berdasar atas sampel tingkah laku yang terbatas.
Perlu dipahami bahwa hasil pengukuran dan nilai yang diperoleh dalam asesmen proses dan hasil belajar mengandung kekeliruan. Kesalahan dalam asesmen dapat bersumber dari alat ukur, gejala yang di ukur, maupun inpretasi dari hasil pengukuran tersebut.
Pendefenisian suatu satuan yang menyangkut kualitas/kemampuan psikologis pada skala pengukuran merupakan masalah yang cukup pelik, mengingat bahwa kenyataan hasil belajar merupakan suatu kualitas pemahaman siswa terhadap materi, sedang dalam pelaksanaan tes pegukuran hasil belajar, pengajar diharuskan memberikan kuantitas yang berupa angka-angka pada kualitas dari suatu gejala yang bersifat abstrak.
Konstruk psikologis termasuk proses dan hasil pembelajaran tidak dapat didefinisikan secara tunggal atau berdiri sendiri tetapi selalu berhubungan dengan konstruk yang lain. Dengan demikian dalam pelaksanaan evaluasi diperlukan adanya kesungguhan dan kecermatan yang tinggi, sehingga berbagai keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat dikurangi.
B. Fungsi, Tujuan, dan Prinsip Asesmen
Implikasi dari pelaksanaan peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada penilaian adalah perlunya penyesuaian terhadap model dan teknik penilaian yang dilaksanakan di kelas. Penilaian kelas terdiri atas penilaian eksternal dan internal. Penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pihak lain yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, yaitu suatu lembaga independen, yang di antaranya mempunyai tujuan sebagai pengendali mutu. Adapun penilaian internal adalah penilaian yang direncanakan dan dilakukan oleh pengajar pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Pengembangan sistem berbasis kompetensi dasar mencakup beberapa hal, yaitu:
standar kompetensi, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam setiap mata pelajaran yang memiliki implikasi yang sangat signifikan dalam perencanaan, metodologi dan pengelolaan penilaian,
kompetensi dasar, adalah kemampuan minimal dalam rangka mata pelajaran yang harus dimiliki lulusan;
rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus;
proses penilaian, pemilihan dan pengembangan teknik penilaian, sistem pencatatan dan pengelolaan proses; dan
proses implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian.
Berdasarkan Pedoman Penilaian Kelas Untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah yang dikeluarkan oleh Balitbang Depdiknas (2006), dinyatakan bahwa salah satu penilaian internal yang disyaratkan adalah penilaian kelas. Penilaian kelas merupakan bagian dari penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh pendidik, dan bertujuan untuk menilai tingkat pencapaian kompetensi peserta didik yang dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung dan akhir pembelajaran.
Penilaian hasil belajar ini dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan. Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran.
1. Penilaian kelas
Penilaian kelas pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan pendidik yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Untuk kepentingan itu dilakukan pengumpulan data sebagai informasi akurat untuk pengambilan keputusan. Pengambilan data dengan prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator yang akan dinilai disebut dengan asesmen. Dari proses asesmen ini, pendidik akan memperoleh potret atau profil kemampuan dasar yang dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) masing-masing sekolah.
Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti untuk menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai teknik, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja peserta didik (portofolio), dan penilaian diri (self assessment).
Dalam pelaksanaan penilaian kelas ini pendidik hendaknya mengupayakan agar proses penilaian hasil belajar baik secara formal maupun informal dapat dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan. Hal ini memungkinkan peserta didik secara optimal dapat mengaktualisasikan apa saja yang sudah dipahami dan apa yang telah mampu dikerjakannya. Dalam penilaian kelas ini, pendidik juga akan membandingkan hasil belajar peserta didik dalam periode waktu tertentu dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya atau dengan kriteria tertentu. Dan sebaiknya, hasil belajar siswa ini tidak dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Perbandingan semacam ini disebut dengan penilaian acuan patokan atau penilaian acuan kriteria.
Berikut beberapa keunggulan dari asesmen berbasis kelas (sumber Balitbang Depdiknas, 2006):
Dalam asesmen berbasis kelas, pengumpulan data harus selalu dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan, hal ini memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya.
Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik tidak untuk dibandingkan dengan hasil belajar siswa lain ataupun prestasi kelompok, tetapi dengan prestasi atau kemampuan yang dimiliki sebelumnya; atau dengan kompetensi yang dipersyaratkan, sehingga dengan demikian siswa tidak terdiskriminasi dalam klasifikasi lulus atau tidak lulus, pintar atau bodoh, bisa masuk rengking berapa, dan sebagainya, tetapi lebih diarahkan pada fungsi motivasi, dan bantuan agar siswa dapat mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
Pengumpulan informasi dalam asesmen berbasis kelas ini harus dilakukan dengan menggunakan variasi cara, dilakukan secara berkesinambungan sehingga gambaran kemampuan siswa dapat lebih lengkap terdeteksi, dan terpotret secara akurat.
Dalam pelaksanaannya siswa tidak sekedar dilatih memilih jawaban yang tersedia, tetapi lebih dituntut untuk mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk mengarahkan potensinya dalam menanggapi dan memecahkan masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri dan sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Proses pengumpulan informasi untuk dapat menentukan ada tidaknya kemajuan belajar yang dicapai siswa dan perlu tidaknya siswa diberikan bantuan secara terencana, bertahap, dan berkesinambungan, sehingga dengan demikian siswa diberi kesempatan memperbaiki prestasi belajarnya, dengan pemberian bantuan dan bimbingan yang sesuai.
Penilaian tidak hanya dilaksanakan setelah proses belajar mengajar (PBM) tetapi dapat dilaksanakan ketika PBM sedang berlangsung (penilaian proses). Hasil kerja atau karya siswa yang berbentuk 2 dimensi yang dapat dikumpulkan dalam portofolio dan yang berbentuk 3 dimensi (produk) terutama dihasilkan melalui PBM. Karya tersebut dapat juga bersumber atau berasal dari berbagai kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan sekolah, kegiatan OSIS, kegiatan lomba antar sekolah, bahkan kegiatan hobi pribadi. Dengan demikian, penilaian kelas mengurangi dikhotomi antara PBM dan kegiatan penilain serta antara kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Kriteria penilaian karya siswa dapat dibahas, dikompromikan antar guru dengan para siswa sebelum karya itu mulai dikerjakan; dengan demikian siswa mengetahui kriteria yang akan digunakan dalam penilaian, agar berusaha mencapai harapan (expectations) (standar yang dituntut) guru, dan mendorong siswa utntuk mengarahkan karya-karyanya sesuai dengan kriteria yang telah disepakati.
2. Tujuan Asesmen Berbasis Kelas
Pendidik dapat mengetahui seberapa jauh siswa dapat mencapai tingkat pencapaian kompetensi yang dipersyaratkan, baik selama mengikuti pembelajaran dan setelah proses pembelajaran berlangsung.
Pendidik dapat memberikan umpan balik langsung kepada peserta didik, sehingga tidak perlu lagi menunda atau menunggu ulangan semester untuk bisa mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi.
Pendidik dapat melakukan pemantauan kemajuan belajar yang dicapai setiap peserta didik, dan pendidik dapat mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga secara tepat dapat menentukan siswa mana yang perlu pengayaan dan siswa mana yang perlu pembelajaran remedial untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
Sebagai umpan balik untuk memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan materi dan juga kebutuhan siswa.
Menjadi landasan untuk memilih alternatif jenis dan model penilaian yang tepat untuk digunakan pada materi tertentu dan pada mata pelajaran tertentu.
Menjadi informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan.
3. Fungsi Asesmen Berbasis Kelas
Secara rinci fungsi dari asesmen berbasis kelas dapat dijelaskan sebagai berikut (Diknas, 2006):
Memberikan gambaran pencapaian kompetensi yang telah dikuasai peserta didik.
Sebagai landasan pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun penjurusan.
Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis untuk membantu pendidik menentukan siswa yang perlu mengikuti remedial atau justru program pengayaan.
Sebagai upaya untuk menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang telah dilakukan ataupun yang sedang berlangsung. Serta sebagai dasar penentuan langkah perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
Sebagai kontrol bagi guru sebagai pendidik dan semua stake holder pendidikan dalam lingkup sekolah tentang gambaran kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik.
4. Prinsip-prinsip Asesmen Berbasis Kelas
Prinsip adalah sesuatu yang harus dijadikan pedoman. Prinsip asesmen berbasis kelas adalah patokan yang harus dipedomani ketika melakukan asesmen hasil dan proses belajar. Ada enam prinsip dasar asesmen hasil belajar yang harus dipedomani (Depdiknas, 2004 dan 2006) yaitu:
a. Prinsip validitas
Validitas dalam asesmen mempunyai pengertian bahwa dalam melakukan penilaian harus “menilai apa yang seharusnya dinilai dan alat penilaian yang digunakan sesuai dengan apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi” sebagai contoh:
Kompetensi
Alat penilai
A:
Kemampuan siswa berbicara untuk menceritakan dirinya dan keluarganya (dalam tema: aku dan keluargaku)
X:
Wawancara, observasi, tes performa
B:
Kemampuan menggunakan mikroskop
Y:
Tes perbuatan (performa), observasi
Jika guru menilai kompetensi A dan alat penilai yang digunakan adalah X, penilaian ini valid. Jika yang hendak dinilai kompetensi A dengan alat penilai X, dalam kenyataan yang dinilai bukan kompetensi A tetapi B, penilaian ini tidak valid. Jika yang hendak dinilai kompetensi A dengan alat penilai X, dalam kenyataan yang dipakai justru alat penilai Y, penilaian ini tidak valid.
b. Prinsip rehabilitas
Pengertian rehabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang ajeg (reliable) memungkinkan perbandingan yang reliable, menjamin konsistensi, dan keterpercayaan. Misal, dalam menilai unjuk kerja, penilai akan reliable jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila unjuk kerja itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk menjamin reliabilitas petunjuk pelaksanaan unjuk kerja dan penskorannya harus jelas. Contoh yang lain adalah dalam menguji kompetensi siswa dalam melakukan eksperimen di laboratorium. Sepuluh siswa melakukan eksperimen dan masing-masing menulis laporannya. Penilaian ini reliable jika guru dapat membandingkan taraf penguasaan 10 siswa itu dengan kompetensi eksperimen yang dituntut dalam kurikulum. Penilaian ini reliable jika 30 siswa yang sama mengulangi eksperimen yang sama dalam kondisi yang sama dan hasilnya ternyata sama. Kondisi yang sama misalnya:
Tidak ada siswa yang sakit
Penerangan/pencahayaan dalam laboratorium sama
Suhu udara dalam lab sama
Alat yang digunakan sama
Penilaian tersebut tidak reliable jika ada kondisi yang berubah, misalnya ada 3 siswa yang sakit tetapi dipaksa melakukan eksperimen yang sama, dan ternyata hasilnya berbeda.
c. Terfokus pada kompetensi
Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, penilaian terfokus pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan pada penguasaan materi (pengetahuan). Untuk bisa mencapai penilaian itu harus dilakukan secara berkesinambungan, dimana penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu tertentu.
d. Prinsip komprehensif
Prinsip komprehensif yaitu penilaian dilakukan secara menyeluruh mencakup seluruh domain yang tertuang pada setiap kompetensi dasar dengan menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai, beragam kompetensi atau kemampuan siswa sehingga tergambar profil kemampuan siswa.
e. Prinsip objektivitas
Prinsip objektifitas yaitu proses penilaian yang dilakukan harus meminimalkan pengaruh-pengaruh atau pertimbangan subyektif dari penilai. Dalam implementasinya penilaian harus dilaksanakan secara obyektif. Dalam hal tersebut penilai harus adil, terencana, berkesinambungan, menggunakan bahasa yang dapat dipahami siswa dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pembuatan keputusan atau pemberian angka (skor).
f. Prinsip mendidik
Penilaian dilakukan bukan untuk mendeskriminasikan siswa (lulus atau tidak lulus) atau menghukum siswa, tetapi untuk mendiferensiasi siswa (sejauh mana seorang siswa membuat kemajuan atau posisi masing-masing siswa dalam rentang cakupan pencapaian suatu kompetensi). Berbagai aktifitas penilaian harus memberikan gambaran kemampuan siswa, bukan gambaran ketidakmampuannya. Jadi, penilaian yang mendidik artinya proses penilaian hasil belajar harus mampu memberikan sumbangan positif pada peningkatan pencapaian hasil belajar peserta didik, dimana hasil penilaian harus dapat memberikan umpan balik dan motivasi kepada peserta didik untuk lebih giat belajar. Pada akhirnya proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi guru, meningkatkan kualitas belajar dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara optimal.
Dalam asesmen berbasis kelas untuk pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi serta implementasi dari standar penilaian dari BSNP perlu ditambahkan pedoman penilaian pada setiap kelompok mata pelajaran yang secara rinci dirumuskan sebagai berikut (Depdiknas, 2006):
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik.
Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif siswa.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan dilakukan melalui:
Pengamatan tehadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
C. Cakupan, Jenis dan Teknik Asesmen Pembelajaran
Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua aspek pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, sebab siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji, misalnya dengan paper-and-pencitest belum tentu dapat menerapkan dengan baik pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Green, 1975).
Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif (cognitive) adalah ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan intelektual. Afektif (affective) adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi, sedangkan psikomotor (psychomotor) adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan motorik.
1. Cakupan Ranah Asesmen
Cakupan asesmen terkait dengan ranah hasil belajar dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan. Hal ini merupakan penjabaran dari stándar isi dan stándar kompetensi lulusan. Di dalamnya memuat kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran. Muatan dari standar isi pendidikan adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Satu standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar dan setiap kompetensi dasar dijabarkan ke dalam indikator-indikator pencapaian hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah / daerah masing-masing. Indikator-indikator yang dikembangkan tersebut merupakan acuan yang digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi dasar bersangkutan. Teknik penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik indikator, standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar yang diajarkan oleh guru. Tidak menutup kemungkinan bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal ini karena memuat domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Seperti diuraikan di atas, umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective, dan psychomotor. Benjamin Bloom (1956) mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah (domain) utama yaitu ranah kognitif dan ranah non-kognitif. Ranah non-kognitif dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ranah afektif dan ranah psikomotor. Setiap ranah diklasifikasikan secara berjenjang mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
a. Ranah Kognitif
Dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang tempat utama, terutama dalam tujuan pengajaran di SD, SMTP, dan SMU. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu aspek pengetahuan, pemahanan, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
Pengetahuan (knowledge), dalam jenjang ini seseorang dituntut dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata-kata operasional yang digunakan, yaitu: mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasikan, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan dan mereproduksi.
Pemahaman (comprehension), kemampuan ini menuntut siswa memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan menjadi tiga, yakni; (a) menterjemahkan, (b) menginterpretasikan, dan (c) mengekstrapolasi. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: memperhitungkan, memperkirakan, menduga, menyimpulkan, membedakan, menentukan, mengisi, dan menarik kesimpulan.
Penerapan (aplication), adalah jenjang kognitif yang menuntut kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip- prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan.
Analisis (analysis adalah tingkat kemampuan yang menuntut seseorang untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu; (a) analisis unsur, (b) analisis hubungan, (c) analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata-kata operasional yang umumnya digunakan antara lain: memperinci, mengilustrasikan, menyimpulkan, menghubungkan, memilih, dan memisahkan.
Sintesis (synthesis), jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan, rencana atau mekanisme. Kata operasional yang digunakan terdiri dari: mengkategorikan, memodifikasikan, merekonstruksikan, mengorganisasikan, menyusun, membuat design, menciptakan, menuliskan, dan menceritakan.
Evaluasi (evaluation) adalah jenjang yang menuntut seseorang untuk dapat menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ialah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria, standar atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu. Kata-kata operasional yang dapat digunakan antara lain: menafsirkan, menentukan, menduga, mempertimbangkan, membenarkan, dan mengkritik.
b. Ranah Afektif
Secara umum ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu:
Menerima (Receiving), diharapkan siswa peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menanyakan, memilih, mendeskripsikan, memberikan, mengikuti, menyebutkan.
Menjawab (Responding), siswa tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan siswa untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menjawab, membantu, melakukan, membaca, melaporkan, mendiskusikan, dan menceritakan.
Menilai (valuing), diharapkan siswa dapat menilai suatu obyek, fenomena atau tingkah laku tertentu dengan cukup konsisten. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain; melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian, memilih, dan mengikuti.
Organisasi (organization), tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan, dan memodifikasikan.
c. anah Psikomotor
Berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata operasional untuk aspek psikomotor harus menunjuk pada aktualisasi kata-kata yang dapat diamati, yang meliputi:
Muscular or motor skill; mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan,dan menampilkan.
Manipulations of materials or objects; mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, dan membentuk.
Neuromuscular coordination; mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan. (Poerwanti E., 2001). Evaluasi terhadap ranah-ranah yang dikemukakan Bloom melalui prosedur tes memiliki beberapa kelebihan, disamping juga memiliki banyak kekurangan, seperti;
setiap soal yang digunakan dalam suatu tes umumnya mempunyai jawaban tunggal,
tes hanya berfokus pada skor akhir dan tidak terfokus pada bagaimana siswa memperoleh jawaban,
tes mengendalikan pembelajaran di kelas,
tes kurang mampu mengungkapkan bagaimana siswa berpikir,
kadang-kadang tes tidak mampu menggambarkan prestasi sebenarnya dari siswa, dan
tes tidak mampu mengukur semua aspek belajar.
Apabila dikaji kembali, hafalan merupakan kemampuan seseorang dalam tingkatan yang paling rendah dalam taksonomi Bloom. Orin A. dan David R. (2001), menyatakan, dalam taksonomi Bloom kemampuan seseorang diklasifikasikan menjadi tingkat tinggi dan tingkat rendah. Tingkat rendah terdiri dari; pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sedang kemampuan tingkat tinggi meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan kreativitas. Johnson dan Harris (2002) mengemukakan, berpikir tingkat tinggi terdiri dari berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah kemampuan melakukan generalisasi dengan menggabungkan, merubah, atau mengulang-ulang kembali keberadaan ide-ide tersebut. Adapun kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan memberikan rasionalisasi terhadap sesuatu dan mampu memberikan penilaian terhadap sesuatu tersebut. Lemahnya keterampilan siswa dalam berpikir bahkan hanya terampil dalam menghafal tidak terlepas dari kebiasaan guru dalam melakukan evaluasi akhir siswa yang hanya mengukur tingkat kemampuan yang rendah saja melalui tes tertulis (paper and pencil test). Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi jika tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan dan tidak diarahkan maka kemampuannya tidak dapat berkembang.
Berkaitan dengan kegiatan asesmen, perlu dipahami implikasi dari penerapan standar kompetensi pada proses penilaian yang dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu dalam menerapkan standar kompetensi harus dikembangkan penilaian berkelanjutan (continous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Guru diberi kebebasan merancang pembelajarannya dan melakukan penilaian (assesment) terhadap prestasi siswa termasuk di dalamnya merancang sistem pengujiannya.
Permasalahan ini akan dibahas tersendiri pada Unit 5. Paparan tersebut dapat dicermati dalam Tabel berikut yang menggambarkan pengertian dan cakupan dari ranah asesmen (Depdiknas, 2004).
Tingkatan Domain Kognitif
Tingkat
Deskripsi
I. Pengetahuan
Arti: pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, dan kesimpulan.Contoh kegiatan belajar: mengemukakan arti, menamakan membuat daftar menemukan lokasi, mendeskripsikan sesuatu, menceritakan apa yang terjadi, menguraikan apa yang terjadi.
II. Pemahaman
Arti: pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar data, hubungan sebab-akibat, dan penarikan kesimpulan.Contoh kegiatan belajar: mengungkapkan gagasan/pendapat dengan kata-kata sendiri, membedakan, membandingkan mengintepretasi data, mendeskripsikan dengan kata-kata sendiri, menjelaskan gagasan pokok, menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri.
III. Aplikasi
Arti: menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.Contoh kegiatan belajar: menghitung kebutuhan, melakukan percobaan, membuat peta, membuat model, merancang strategi.
IV. Analisis
Arti: menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar-bagian tersebut.Contoh kegiatan belajar: mengidentifikasi faktor penyebab, merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan untuk memperoleh informasi, membuat grafik, mengkaji ulang.
V. Sintesis
Arti: menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kesimpulan atau konsep atau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru.Contoh kegiatan belajar: membuat desain, mengarang komposisi lagu, menemukan solusi masalah, memprediksi, merancang model mobil-mobilan, pesawat sederhana, menciptakan produk baru.
VI. Evaluasi
Arti: mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tak bermanfaat.Contoh kegiatan belajar: mempertahankan pendapat, beradu argumentasi, memilih solusi yang lebih baik, menyusun kriteria penilaian, menyarankan perubahan, menulis laporan, membahas suatu kasus, menyarankan strategi baru.
Tingkatan Domain Afektif
Tingkat
Deskripsi
I. Penerimaan (Receiving)
Arti: kepekaan (keinginan menerima/memperhatikan) terhadap fenomena dan stimuli atau menunjukkan perhatian yang terkontrol dan terseleksi.Contoh kegiatan belajar: sering mendengarkan musik, senang membaca, puisi, senang mengerjakan soal matematika, ingin menonton sesuatu, senang membaca cerita, senang menyanyikan lagu.
II. Response (Responding)
Arti: menunjukkan perhatian aktif, melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena, setuju, ingin, puas meresponsi (menanggapi).Contoh kegiatan belajar: mentaati peraturan, mengerjakan tugas, mengungkapkan perasaan, menanggapi pendapat, meminta maaf atas kesalahan, mendamaikan orang yang bertengkar, menunjukkan empati, menulis puisi, melakukan renungan, melakukan introspeksi.
III. Acuan nilai (Valuing)
Arti: menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang pasti.Tingkatan: menerima, lebih menyukai dan menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai.Contoh kegiatan belajar: mengapresiasi seni, menghargai peran, menunjukkan keprihatinan, menunjukkan alasan perasaan jengkel, mengoleksi kaset lagu, novel atau barang antik, melakukan upaya pelestarian lingkungan hidup, menunjukkan simpati kepada korban pelanggaran HAM, menjelaskan alasan senang membaca novel.
IV. Organisasi
Arti: mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam satu sistem nilai yang dominan dan diterima di mana-mana.Tingkatan: konseptualisasi suatu nilai dan organisasi suatu sistem nilai.Contoh kegiatan belajar: bertanggung jawab terhadap perilaku, menerima kelebihan dan kekurangan pribadi, membuat rancangan hidup masa depan, merefleksi pengalaman dalam hal tertentu, membahas cara melestarikan lingkunagn hidup, merenungkan makna ayat kitab suci bagi kehidupan.
V. Karakteristik (menjadi karakter)
Arti: suatu nilai/sistem nilai telah menjadi karakter, nilai-nilai tertentu telah mendapat tempat dalam hirarki nilai individu, diorganisasi secara konsisten, dan telah mampu mengontrol tingkah laku individu.Contoh kegiatan belajar : rajin, tepat waktu, berdisiplin diri, mandiri dalam bekerja secara independen, objektif dalam memecahkan masalah, mempertahankan pola hidup sehat, menilai masih pada fasilitas umum dan mengajukan saran perbaikan, menyarankan pemecahan masalah HAM, menilai kebiasaan konsumsi, dan mendiskusikan cara-cara menyelesaikan konflik antar-teman.
Tingkatan Domain Psikomotor
Tingkat
Deskripsi
I. Gerakan refleks
Arti: gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak, respon terhadap stimulasi tanpa sadar, misalnya: melompat, menunduk, berjalan menggerakkan leher dan kepala, menggenggam, memegang.Contoh kegiatan belajar: mengupas mangga dengan pisau, memotong dahan bunga, menampilkan ekspresi yang berbeda, meniru gerakan polisi lalu lintas, juru parkir, meniru gerakkan daun berbagai tumbuhan yang diterpa angin.
II. Gerakan dasar (Basic fundamental movement)
Arti: gerakan ini muncul tanpa latihan tapi dapat diperhalus melalui praktik, gerakan ini terpola dan dapat ditebak.Contoh kegiatan belajar:Contoh gerakan tak berpindah: bergoyang, membungkuk, merentang, mendorong, menarik, memeluk, berputar.Contoh gerakan berpindah: merangkak, maju perlahan-lahan, meluncur, berjalan, berlari, meloncat-loncat, berputar mengitari, memanjat.Contoh gerakan manipulasi: menyusun balok/balok, menggunting, menggambar dengan krayon, memegang dan melepas objek, balok, atau mainan.Keterampilan gerak tangan dan jari-jari: memainkan bola, menggambar.
III. Gerakan persepsi (Perceptual abilities)
Arti: gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan perseptual.Contoh kegiatan belajar: menangkap bola, mendrible bola, melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1 kali sambil menjaga keseimbangan, memilih satu objek dari sekelompok objek yang ukurannya bervariasi, membaca, melihat terbangnya bola pingpong, melihat gerak pendulum, menggambar simbol geometri, menulis alphabet, mengulangi pola gerak tarian, memukul bola tenis, pingpong, membedakan bunyi beragam alat musik, membedakan suara berbagai bintang, mengulangi ritme lagu yang pernah di dengar, membedakan berbagai tekstur dengan meraba.
IV. Gerakan kemampuan fisik (Psysical abilities)
Arti: gerak lebih efisien, berkembang melalui kematangan dan belajar.Contoh kegiatan belajar: menggerakkan otot/sekelompok otot selama waktu tertentu, berlari jauh, mengangkat beban, menarik-mendorong, melakukan senam, melakukan gerak pesenam, pemain biola, pemain bola.
V. Gerakan terampil (Skilled movements)
Arti: dapat mengontrol berbagai tingakatan gerak, terampil, tangkas, cekatan, melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks).Contoh kegiatan belajar: melakukan gerakan terampilan berbagai cabang olahraga, menari, berdansa, membuat kerajinan tangan, menggergaji, mengetik, bermain piano, memanah, skating, melakukan gerak, akrobatik, melakukan koprol yang sulit.
VI. Gerakan indah dan kreatif (Nondiscursive communicstio)
Arti: mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan, gerak estetik: gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran.Contoh kegiatan belajar: kerja seni yang bermutu (membuat patung, melukis, menari balet, melakukan senam tingkat tinggi, bermain drama (acting), keterampilan olahraga tingkat tinggi.
2. Asesmen sebagai dasar evaluasi
Skor yang diperoleh sebagai hasil pengukuran hasil belajar dalam pelaksanaan asesmen seringkali belum bisa memberikan makna secara optimal, sebelum diberikan kualitas dengan membandingkan skor hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria atau pendekatan dalam evaluasi hasil belajar dapat berupa kriteria yang bersifat mutlak, kriteria relatif atau kriteria performan.
a. Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK)
Penilaian Acuan Patokan didasarkan pada kriteria baku/mutlak, yaitu kriteria yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan ujian dengan menetapkan batas lulus atau minimum passing level. Dengan pendekatan ini begitu koreksi dilakukan, pengajar segera dapat mengambil keputusan lulus atau tidak lulus serta nilai diperoleh. Dalam pendekatan kriteria dituntut penanganan yang lebih detail dan terencana sebelum proses pengajaran berlangsung, pengajar harus telah mengkomunikasikan cakupan materi pengajaran dan kriteria keberhasilan serta kompetensi yang harus dikuasai peserta didik yang tercermin dalam tujuan pengajaran atau indikator pencapaian.
b. Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR)
Penilaian Acuan Norma didasarkan pada kriteria relatif, yakni pada kemampuan kelompok pada umumnya. Sehingga lulus dan tidaknya peserta uji yang ditunjukkan dengan kategori nilai A, B, C bergerak dalam batas yang relatif. Pada prinsipnya pendekatan norma menggunakan hukum yang ada pada kurva normal, yang dibentuk dengan mengikutsertakan semua skor hasil pengukuran yang diperoleh. Penentuan prestasi dan kedudukan siswa didasarkan pada Mean (rerata) dan Standard Deviasi (simpangan baku) dari keseluruhan skor yang diperoleh sekelompok mahasiswa, sehingga penilaian dan penetapan kriteria baru dapat ditetapkan setelah koreksi selesai dilakukan.
c. Penilaian dengan Pendekatan Performa (Performance)
Pendekatan ini didasarkan pada performansi mahasiswa sebelumnya, sehingga lebih diarahkan pada pembinaan kemajuan belajar dari waktu ke waktu, untuk itu sangat diperlukan informasi tentang kemampuan awal siswa serta potensi dasar yang dimiliki. Pendekatan ini sangat cocok untuk pelaksanaan pengajaran remedial atau untuk latihan keterampilan tertentu dimana dalam kegiatan semacam ini kemajuan anak dari waktu ke waktu sangat perlu untuk diikuti dan dipantau secara teliti. Masing-masing acuan penilaian memiliki kekurangan dan kelebihan. Dalam pelaksanaan, pengajar dapat menentukan sendiri kriteria mana yang dipilih dengan mempertimbangkan berbagai faktor terutama kondisi kelompok peserta uji, sistem pendidikan yang ada, tingkat kemampuan yang diungkap, tujuan penilaian dan berbagai pertimbangan lain sesuai dengan situasi kondisi.
3. Jenis-jenis evaluasi
Jenis evaluasi selalu dikaitkan dengan fungsi dan tujuan evaluasi. Ada bermacam jenis evaluasi yang secara garis besar setidaknya dapat dibagi menjadi 5 jenis yaitu:
a. Evaluasi Formatif, yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan, tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pokok bahasan tertentu. Informasi dari evaluasi formatif dapat dipakai sebagai umpan balik bagi pengajar mengenai proses pengajaran.
b. Evaluasi Sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada akhir satuan program tertentu, (catur wulan, semester atau tahun ajaran), tujuannya untuk melihat prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam raport dan penentuan kenaikan kelas.
c. Evaluasi Diagnostik, yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatarbelakangi kesulitan belajar yang dialami anak serta berbagai kondisi khusus siswa.
d. Evaluasi Penempatan (placement), yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan. Aspek yang dinilai meliputi bakat, minat, kesanggupan, kondisi phisik, kemampuan dasar, keterampilan dan aspek khusus yang berhubungan dengan proses pengajaran.
e. Evaluasi Seleksi, yakni penilaian yang ditujukan untuk menyaring atau memilih orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi tertentu. Evaluasi ini dilakukan kapan saja diperlukan. Aspek yang dinilai dapat beraneka ragam disesuaikan dengan tujuan seleksi, sebab tujuannya adalah memilih calon untuk posisi tertentu, karena itu analisis dari evaluasi ini biasanya menggunakan kriteria yang bersifat relatif atau berdasar norma kelompok.
4. Pelaksanaan asesmen dan penilaian hasil belajar
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19, Tahun 2005 (PP No. 19/2005), penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas; (1) penilaian hasil belajar oleh pendidik, (2) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan (3) penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian oleh pendidik ini digunakan untuk (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik, (b) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan (c) memperbaiki proses pembelajaran.
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar ini berlaku untuk mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Penilaian akhir mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik. Dilaksanakan untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Untuk dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah, peserta didik harus mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, akuntabel, dan diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran. Penyelenggaraannya oleh pemerintah diserahkan kepada BSNP.
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
5. Teknik asesmen
Dilihat dari tekniknya, asesmen proses dan hasil belajar dibedakan menjadi dua macam yaitu dengan Teknik Tes dan Non Tes namun pada umumnya pengajar lebih banyak menggunakan tes sebagai alat ukur dengan rasional bahwa tingkat obyektivitas evaluasi lebih terjamin, hal ini tidak sepenuhnya benar.
Teknik tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang dites, dan berdasarkan hasil menunaikan tugas-tugas tersebut, akan dapat ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang tersebut. Tes sebagai alat ukur sangat banyak macamnya dan luas penggunaannya.
Teknik nontes dapat dilakukan dengan observasi baik secara langsung ataupun tak langsung, angket ataupun wawancara. Dapat pula dilakukan dengan sosiometri, teknik non tes digunakan sebagai pelengkap dan digunakan sebagai pertimbangan tambahan dalam pengambilan keputusan penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini dapat bersifat lebih menyeluruh pada semua aspek kehidupan anak. Dalam KBK teknik nontes disarankan untuk banyak digunakan.
Bab III. Penutup
A. Kesimpulan
Dalam Instrumen Penilaian Kemampuan Guru (IPKG) disebutkan 5 kemampuan pokok guru yaitu kemampuan untuk: (1) merumuskan indicator keberhasilan belajar, (2) memilih dan mengorganisasikan materi, (3) memilih sumber belajar, (4) memilih mengajar dan (5) melakukan penilaian. Masih banyak lagi model yang menggambarkan kemampuan dasar mengajar ini, namun demikian nampak dengan jelas bahwa pada semua profil kemampuan tersebut selalu mencantumkan dan mempersyaratkan kemampuan tenaga pengajar untuk mengevaluasi hasil belajar, sebab kemampuan mengevaluasi hasil belajar memang merupakan kemampuan dasar yang mutlak dimiliki oleh tenaga pengajar.
Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
Evaluasi adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.
Dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada penilaian adalah perlunya penyesuaian terhadap model dan teknik penilaian yang dilaksanakan di kelas. Penilaian kelas terdiri atas penilaian eksternal dan internal.
Penilaian kelas pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan pendidik yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran.
Pada umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif adalah ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan intelektual. Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi dan ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan motorik.
Kriteria atau pendekatan dalam evaluasi hasil belajar dapat berupa kriteria yang bersifat mutlak, kriteria relatif atau kriteria performa.
Jenis evaluasi selalu dikaitkan dengan fungsi dan tujuan evaluasi, yang meliputi (1) Evaluasi Formatif (2) Evaluasi Sumatif (3) Evaluasi Diagnostik (4) Evaluasi Penempatan, dan (5) Evaluasi Seleksi.
Menurut PP. 19 tahun 2005, penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (1) penilaian hasil belajar oleh pendidik; (2) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan (3) penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Dilihat dari tekniknya, asesmen proses dan hasil belajar dibedakan menjadi dua macam yaitu dengan teknik tes dan nontes.
1.2 Saran
Kami ingin menyampaikan melalui makalah ini agar pembaca makalah dapat memahami materi Evaluasi Belajar mengenai Konsep Dasar Asesmen Pembelajaran ini secara mendalam dan mendapat pengetahuan lebih banyak lagi tentang Evaluasi Belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Sudiyono, A. (1996). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Depdiknas. 2006. Model Penilaian Kelas. Jakarta: Depdiknas.
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Iplementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana
Alkohol lemak merupakan suatu dasar utama oleokimia yang memiliki laju pertumbuhan yang telah membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan standar hidup masyarakat banyak. Alcohol lemak terus meningkat sebagai bahan baku surfaktan karena sifatnya yang dapat diurai dan dapat diperbaharui sehingga permintaan akan bahan tersebut semakin meningkat seiring perkembangan zaman.
Hal mendasar yang melata\belakangi di buatnya makalah ini adalah sebagai tugas matakuliah proses industri petro dan oleokimia dan juga agar dapat menambah pengetahuan tentang hal – hal yang berkaitan dengan Alkohol Lemak.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
Memahami pengertian dan jenis dari Alkohol lemak.
Memahami proses pembentukan Alkohol lemak.
Mengetahui aplikasi dari penggunaan Alkohol lemak.
Bab II. Pembahasan
A. Fatty alcohol
Fatty alcohol (lemak alkohol) adalah alkohol alifatis yang merupakan turunan dari lemak alam ataupun minyak alam. Fatty alkohol merupakan bagian dari asam lemak dan fatty aldehid. Fatty alkohol biasanya mempunyai atom karbon dalam jumlah genap. Molekul yang kecil digunakan dalam dunia kosmetik, makanan dan pelarut dalam industri. Molekul yang lebih besar penting sebagai bahan bakar. Karena sifat amphiphatic, fatty alkohol memiliki sifat seperti nonionic surfaktan. Fatty alcohol dapat digunakan sebagai emulsifier, emollients, dan thickeners dalam industri kosmetik dan makanan.
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak dari Minyak Kelapa (CO) dan Minyak Inti Sawit (PKO)
B. Jenis Alkohol Lemak
Alkohol lemak, berdasarkan sumber terbentuknya, terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Alkohol Lemak Alami (Natural Fatty Alcohol)
Alkohol lemak alami berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui yang terdapat di alam. Proses pembuatan alkohol lemak dari minyak alami bisa melalui rute pembuatan metil ester atau dari asam lemak. Kedua metode ini merupakan dua metode yang paling banyak digunakan dalam industri alkohol lemak. Contoh : Lemak, minyak dan lilin dari tumbuhan dan hewan, seril sesoat dalam lilin erna dan mirisil palmit dalam lilin lebah.
2. Alkohol Lemak Sintetis dari Petroleum
Alkohol lemak dari bahan baku petroleum sudah dibahas pada mata kuliah Proses Industri Petro dan Oleokimia bagian petrokimia, namun disini akan dijelaskan sekilas sebagai bahan perbandingan.
C. Metode Pembuatan Alkohol Lemak
Untuk menmproduksi Alkohol Lemak dapat menggunakan beberapa metode berikut :
2.3.1 Hidrolisis dari lilin ester
Alkohol lemak pertama kali diperoleh dari hidrolisis lilin ester yang berasal dari binatang, terutama spermaceti dari sperma ikan paus. Namun sejak adanya peraturan tentang larangan perburuan atas ikan paus, sumber dan metode ini tidak lagi digunakan.
Lilin spermaceti dipisahkan dengan cara pemanasan menggunakan NaOH pekat diatas 3000C, lalu alkohol didistilasi dari sabun dan air yang terbentuk. Hasil Sulingan (distilat) mengandung alcohol tak jenuh C16-C20. Untuk mencegah terjadinya auto-oksidasi, distilat ini dikeraskan dengan hidrogenasi katalitik.. Alkohol yang diperoleh mencapai yield 35 %. Produk utama terdiri dari : cetyl, oceyl, dan alcohol arachidyl.
2.3.2 Proses reduksi sodium
Pada tahun 1909, Beauvault dan Blanc menemukan proses reduksi sodium untuk memproduksi alcohol lemak dari kelapa ester. Pabrik alcohol lemak yang dibentuk pada tahun 1930an menggunakan proses ini. Sedangkan proses dasarnya relative sederhana, sebenarnya operasi pabrik banyak menangani produk dan reaktan yang kompleks.
Larutan sodium didispersikan dalam pelarut inert lalu ditambahkan ester kering dan alcohol dengan hati-hati. Saat reaksinya komplit , oksidanya dipecah dengan pengadukan dalam air, kemudian alkoholnya dicuci dan didistilasi.
Penambahan Alkohol R’ (sebaiknya alcohol sekunder), bertindak sebagai donor hydrogen. Karena adanya reaksi samping , pemakaian sodium bisa jadi di atas 20 % dari kebutuhan stoikiometri. Reduksi berjalan selektif tanpa pembuatan hidrokarbon dari isomerisasi atau hidrogenasi ikatan rangkap.
2.3.3 Proses zieglar menggunakan etilen
Alkohol lemak dari proses ini mempunyai struktur yang sama dengan alcohol lemak alami. Proses ini dibagi dalam dua proses yaitu proses Alfol dan proses Epal.
A. Proses Alfol.
Hidrokarbon digunakan sebagai pelarut, proses ini melalui lima tahap yaitu :
Hidrogenasi 2Al(CH2CH3)3 + Al + 1,5 H2 → 3 Hal(CH2CH3)3
Etilasi 3HAl(CH2CH3)3 + 3 CH2=CH2 →3 Al(CH2CH3)3 2/3 dari hasil proses ini di recycle lagi ke proses hidrogenasi dan sisanya lansung masuk ke reaksi perkembangan.
Reaksi perkembangan (growth Reaction)
Oksidasi
Hidrolisa
B. Proses Epal
Proses ini mempunyai langkah-langkah yang hampir sama dengan proses alfol. Fleksibilitas Proses ini lebih besar dibandingkan dengan prose alfol. Alkohol dan α- olefin yang terbentuk bisa dipasarkan. Namun modal dan biaya yang dibutuhkan juga lebih besar, karena membutuhkan proses control yang lebih kompleks dan penambahan olefin dan alcohol rantai bercabang.
2.3.4 Proses oxo menggunakan olefin
Proses oxo (hidroformilasi) terdiri dari reaksi antara olefin dengan campuran gas H2-CO dan katalis yang cocok. Reaksi ini ditemukan oleh O.Roelen pada tahun 1938.
CH3
2R – CH=CH2 + 2CO + 2H2 → R-CH2CH2-CHO + R-CH2OH
Yield α- olefin diperkirakan sama dengan jumlah aldehid rantai lurus dan bercabangnya. Proses oxo dapat dilakukan dengan tiga cara berikut :
Proses klasik dengan menggunakan katalis HCO(CO)4
Proses Shell berdasarkan kompleks kobalt karbonil – phosphine
Proses menggunakan Katalis Rhodium
Langkah- langkah pada proses klasik yaitu reaksi oxo , pemisahan katalis dan regenerasi , hidrogenasi aldehid dan distilasi alcohol.
Proses antara ketiga proses tersebut dapat dilihat pada table berikut ini :
Perbandingan
Proses OXO
Klasik
Shell
Unio Carbide
Katalis
Cobalt Carbonil
Cobalt CarbonilPhosphine Complex
Rhodium Carbonil Phospine complex
Konsentrasi katalis
0,1 – 1,0
0,5
0,001 – 0,1
CO2 : H2
1,1 – 1,2
1,2 – 2,5
Excess hidrogen
Temperatur (0C)
150 – 180
170 – 210
100 – 120
Tekanan (MPa)
20 – 30
5 – 10
2 – 4
LHSV
0,5 – 1,0
0,1 – 1,2
0,1 – 0,25
Produk Primer
Aldehid
Alkohol
aldehid
Linearitas (%)
40 – 50
80 – 85
90
Pada proses shell, alkohol diperoleh lansung karena bagusnya aktifitas katalis sehingga tahap hidrogenasi aldehid tidak di perlukan lagi, kelemahan proses ini adalah, adanya olefin yang hilang dari proses.
Sedangkan proses yang menggunakan katalis Rhodium dapat dilakukan pada P dan T yang rendah, karena tingginya aktifitas katalis . Kelemahannya adalah memerlukan biaya yang tinggi karena mahalnya harga Rhodium.
2.3.5 Hidrogenasi Langsung dari Minyak dan Lemak
Proses pembuatan alkohol lemak dari minyak alami dapat diperoleh dari metil ester atau asam lemak. Kedua metode ini memiliki persamaan dan sangat kompetitif dibandingkan dengan metode lainnya. Secara umum proses pembutan alkohol lemak secara langsung dari minyak dan lemak dapat dilihat pada gambar.
Gambar 2.1 Rutepembentukan Alkohol Lemak dari minyak dan lemak
Proses hidrogenasi langsung mempunyai beberapa kekurangan, diantaranya :
Menghasilkan produk samping bernilai tinggi gliserin yang justru mengalami proses hidrogenasi lanjut menghasilkan propilen glikol yang bernilai rendah.
Komsumsi gas hidrogen yang cukup tinggi
Penggunaan katalis dalam jumlah besar
2.3.6 Hidrogenasi Katalitik dari Asam Lemak dan Metil Ester
Fatty alcohol diperoleh dengan cara hidrogenasi metil ester atau asam lemak.
R-COOCH3 + 2H2Katalis, CuCr R-CH2OH + CH3OH
Metil ester Hidrogen Alkohol lemak Metanol
RCOOH +2H2 Katalis,CuCrRCH2OH + H2O
Asam lemak Hidrogen Alkohol lemak Air
Hidrogenasi langsung asam lemak tidak digunakan dalam skala industri besar karena kebutuhan temperature reaksi yang lebih tinggi menghasilkan yield yang lebih rendah dan karena dapat merusak katalis. Secara konvensional, asam lemak dikonversi terlebih dahulu menjadi ester sebelum dihidrogenasi.
Dalam proses pembuatan fatty alcohol banyak dilakukan dengan bahan dasar metil ester, karena dengan proses ini diperoleh persentase fatty alcohol lebih tinggi. Dalam reaksi hidrogenasi dapat terbentuk.
RCH2COCOH + 2H2 → RCH2CH2OH + CH3OH
RCH2COOH + RCH2CH2OH → RCH2COOCH2CH2R + CH3OH
RCH2COOCH2CH2R + H2 → 2 RCH2OH
Suhu tinggi menyebabkan reaksi sekunder yaitu dehydratasi
RCH2CH2OH → RHC=CH2`
RCH=CH2 + H2 → RCH2CH3 (parafin)
Fatty alcohol dengan bahan baku metil ester atau fatty acids
proses ini menghendaki kelebihan H2 400 kali dari teoritis
kelebihan hidrogen untuk mempertahankan lapisan tipis katalis sebagai jaminan reaksi esterifikasi dengan fatty acids
suhu reaksi 230 – 280oC
tekanan reaktor 200 – 300 bar
katalis copper-cromite dengan sirkulasi gas hidrogen panas
konversi dapat mencapai 91%.
Gambar 2.2 Skema Pembuatan Fatty alcohol Dari Metil Ester
2.3.7 Proses Hidrogenasi pada Tekanan Tinggi
Proses hidrogenasi dengan tekanan tinggi ini terbagi 2 metode yaitu suspension process dan fixed bed process:
1. Suspension Process
Gambar 2.3 Hidrogenasi Tekanan Tinggi Asam Lemak Metil Ester – Proses Suspensi
Proses:
Bahan baku yang digunakan adalah asam lemak dengan hidrogen
Katalis yang digunakan berbentuk slurry
Kondisi operasi proses ini dalah pada tekanan 25.000-30.000 kPa dan temperatur 250-300 0C.
Reaksi yang terjadi: RCOOH + 2 H2 → RCH2OH + H2O (dengan katalis CuCr ) Asam lemak + Hidrogen → Alkohol lemak + Air
Reaksinya merupakan reaksi eksotermis, sehingga pada proses ini diperlukan kontrol temperatur sehingga mencegah terjadinya pembentukan hidrokarbon yang tidak diinginkan.
Hidrogenasi terjadi di dalam reaktor suhu tinggi di mana bahan dipanaskan terlebih dahulu.
Panas dari sisa campuran produk reaktor diperoleh dengan resikulasi gas hidrogen pada alat penukar panas setelah satu produk dipisahkan dengan dua tingkat pendinginan ekspansi.
Pada fase gas ( yang mengandung gas hidrogen, uap alkohol dalam jumlah kecil dan reaksi air) dipisahkan dari alkohol cair pada hot separator ( pemisah panas)
Campuran didinginkan lebih lanjut di separator pendingin, dimana uap alkohol dan air hasil reaksi dikondensi dan dipisahkan. Kelebihan gas hidrogen direcycle.
Alkohol cair yang berasal dari separator panas dipompakan ke flashdrum dimana hidrogen dilarutkan direcycle dengan meningkatkan gas hidrogen.
Katalis dipisahkan dari alkohol lemak kasar dengan menggunakan pemisah aktivitas dan resikulasi dengan alkohol lemak.
Ukuran fase clear dari pemisah sentrifugal adalah “passed through” yaitu penyaring halus untuk memindahkan semua sisa suspensi padat hasil dari produk (alkohol lemak kasar).
Untuk memurnikan alkohol lemak kasar dapat dilakukan dengan distilasi lebih lanjut untuk menghilangkan hidrokarbon dan dapat mengalami fraksinasi jika diinginkan.
2. Fixed Bed Process
Gambar 2.4 Hidrogenasi Tekanan Tinggi Asam Lemak Metil Ester
Proses Fixed Bed
Pada metode fixed bed process, hal yang membedakannya dengan suspension process adalah katalisnya fixed (tetap) dalam reaktor.
a. Bahan baku yang digunakan pada proses ini adalah ester dan hidrogen
b. Reaksi yang terjadi :
RCOOCH3 + 2 H2 RCH2OH + CH3OH
Ester Hidrogen Alkohol lemak Metanol
c. Reaksi ini dilakukan pada fase uap dimana sebagian umpan organik diuapkan dengan gas hidrogen ( 20 – 25 mol ) melalui suatu alat peak heater sebelum dialirkan ke fixed katalis bed.
d. Proses hidrogenasi dengan metode ini dilakukan pada kondisi 20.000-30.000 Kpa dan temperatur 200-250 0C.
e. Kemudian campuran didinginkan dan dipisahkan menjadi fasa gas dan fasa cair. Pada fasa gas sebagian besar merupakan gas hidrogen dan di recycle.
f. Fasa cairan diekspansi pada flash tank untuk menghilangkan metanol dari alkohol lemak.
3. Perbandingan Alkohol Lemak hasil Proses Fixed bed dan Proses Suspensi
Proses fixed bad memerlukan sesuatu untuk menaikkan nilai karena itu dibutuhkan bejana reaksi yang besar, pompa gas sirkulasi, dan pipa yang tepat untuk volume yang tinggi dari penggunaan gas hydrogen. Proses suspensi dilain sisi memerlukan penambahan peralatan untuk pelepasan katalis, distilasi alcohol lemak mentah dan mengolah lagi metil ester.
Dalam penggunaan bahan mentah, proses fixed bad memiliki hasil yang banyak dan penggunaan katalis hanya setengahnya. Alkohol lemak yang dihasilkan dari proses fixed bad memiliki kualitas yang tinggi. Meskipun begitu, kualitas dari alkohol lemak yang dihasilkan oleh prosess suspensi bisa juga ditingkatkan ke tingkat yang sama dengan distilasi selanjutnya.
2.2.8Metoda Lurgi Hidrogenasi Asam Lemak
Metoda lurgi dengan proses suspensi, menimbulkan kemungkinan hidrogenasi secara langsung asam lemak menjadi alkohol lemak yang mengatasi efek kerugian dari fatty acid on the copper-bearing analysist. Ini dicapai dengan dua tahap reaksi. Reaksi pertama adalah esterifikasi dari asam lemak dengan alkohol lemak menghasilkan ester dan air. Reaksi kedua adalah hidrogenasi ester untuk menghasilkan dua mol alkohol. Kedua reaksi memiliki persamaan di reaktor yang sama. Volume yang besar dari alkohol lemak di proses kembali lebih dari 250 kali umpan asam lemak, dengan efektif mengurangi umpan, asal saja untuk kondisi yang optimum untuk laju dan esterifikasi yang kompleks.
Hidrogenasi diletakkan dalam reactor bertekanan tinggi dimana material dipanaskan terlebih dahulu- umpan asam lemak, di sirkulasi menjadi alkohol lemak dengan menggunakan katalis, dan gas hidrogen adalah fed continuously. Reaksi ini berlansung kira-kira 30.000 kPa dan 2800C. Panas dari campuran produk yang meninggalkan reactor didapatkan lagi dengan recirculating gas hydrogen melalui heat exchanger, setelah produk dipisahkan melalui sebuah two-stage cooling-expansion system.
Fasa gas (pada dasarnya kelebihan gas hydrogen, sedikit alkohol mendidih dan reaksi air) dipisahkan dari larutan alkohol didalam separator panas.
Pencampuran ini didinginkan selanjutnya di cold separator, dimana the low boiling alkohol dan reaksi air dikondensasi dan diseparasi. Gas hidrogen yang berlebih di recycle ke sistem.
Larutan alkohol dari hot separator dipompakan ke flash drum dimana penguraian hydrogen dimulai dan recycled dengan pemisahan hydrogen. Katalis dipisahkan dan alkohol lemak mentah menggunakan sebuah sentrifugal separator. Bagian dari katalis diganti dengan katalis baru yang segar untuk mempertahankan aktivitas dan di recirculasi dengan alkohol lemak. Fase penyelesaian dan sentrifugal separator adalah melalui polishing filter untuk menghilangkan semua sisa dari solid yang didapat. Penghasilan alkohol mentah undergoes distilasi selanjutnya untuk menghilangkan hidrokarbon dan mungkin mengalami fraksinasi bila diinginkan.
Gambar 2.5 Sintesis Hidrogenasi Alkohol Lemak dari Asam Lemak –Lurgi
Bahan dan Kebutuhan Konsumsi Per Ton dari Alkohol Lemak
Data teknikal untuk kapasitas pabrik of 50+ t/day :
Distilasi cocofatty acid :
1050-1100 kg
Steam (ca, is bar) :
170 kg
Pendinginan air (20oC) :
27 m3
Electric energy
130 kWh
Fuel gas
1,1 x 106 KJ
Catalist
5 kg
Hydrogen (0oC, 100 kPa)
230-300 m3
Boiler feed water
185 Kg
Export steam (ca 4 bar)
120 Kg
Gambar 2.6 Pemisahan Alkohol Lemak
D. Aplikasi Alkohol Lemak
Fatty alkohol merupakan produk hasil hidrogenasi asam lemak atau ester asam lemak. Fatty alkohol dapat difraksinasi untuk memisahkan fraksi C8-C10 yang dikenal sebagai plasticizer range alkohol, dan C8-C12 sebagai detergen range alkohol. Plasticizer range alkohol berbentuk cair dan memiliki daya pelarut yang tinggi dapat digunakan dalam industri tinta printer dan cat. Esterfikasi dengan polycarboxylic acid seperti phthalic anhydride menghasilkan plasticizer khususnya untuk industri PVC. C12 – C14 alkohol banyak digunakan sebagai additif pelumas dan dalam pembuatan minyak rem dan minyak hidrolik. C16-C18 fatty alkohol banyak digunakan sebagai campuran dalam pembuatan cream, lipstik, pasta, semir dan produk lainnya.
Plasticizer adalah senyawa adiktif yang ditambahkan kepada polimer untuk menambah fleksibilitas dan workability-nya. Plasticizer diaplikasikan terutama pada vinil resin seperti Polovinil Klorida (PVC). Di antara 300 jenis plasticizer yang telah dikembangkan adalah DOP (Dioctyl Phthalate) yang paling banyak digunakan. Konsumsi DOP pada industri PVC mencapai 50 – 70 % dari toal produksi plasticizer. Namun demikian, pemakaian DOP sebagai plasticizer PVC, terutama yang diaplikasina pada food-drug packaging atau mainan anak – anak mulai dipermasalahkan. Ini dikarenakan adanya migrasi senyawa aromatik tersebut dari PVC dalam jumlah yang besar dan dapat menyebabkan timbulnya sel kanker.
Bahan plasticizer pengganti DOP dari turunan minyak sawit yang ramah lingkungan.
Plasticizer adalah material yang ditambahkan untuk meningkatkan beberapa sifat/ properties dari polymer, misalnya kemampuan kerja, ketahanan terhadap panas (heat resistance), ketahanan terhadap temperatur rendah (low-temperature resistance), ketahanan terhadap cuaca (weathering resistance), sifat insulasi (insulationproperties), ketahanan terhadap minyak (oil resistance), etc.
Berbagai plasticizer digunakan untuk tujuan-tujuan tersebut. Terutama phtalic ester yang digunakan oleh banyak produk sebagai plasticizer multifungsi. Proses pembuatan plasticizer dilakukan dengan proses Esterifikasi Fisher pada kondisi tertentu dengan menggunakan bahan baku antara lain :komponen minyak sawit, katalis dan senyawa alkohol. Hasil yang diperoleh kemudian dicuci dan dipisahkan antara produk dan sisa asam dan katalis yang terbentuk selama proses hingga pH normal.
Solusinya adalah membuat plasticiserdari bahan nabati khususnya dari minyak sawit. Proses diawali dengan reaksi esterifikasi antara asam karboksilat turunan minyak sawit dengan alkohol linier untuk menghasilkan senyawa diesteratau monoester. Senyawa monoesteratau diesteryang telah dibuat, diformulasikan sabagai plasticizer primer dan sekunder. Plasticiser selanjutnya dicampur dengan PVC untuk menghasilkan plastik.
Bab III. Penutup
A. Kesimpulan
Fatty alcohol (lemak alkohol) adalah alkohol alifatis yang merupakan turunan dari lemak alam ataupun minyak alam.
Proses pembentukan alkohol lemak, yaitu Hidrolisis lilin ester menggunakan lemak hewani, Proses reduksi sodium mennggunakan lemak dan minyak, Proses Ziegler menggunakan etilen, Proses oxo menggunakan hydrogenation olefin, Katalitik hidrogenasi asam lemak dan metil ester dari lemak dan minyak, Hidrogenasi lansung lemak dan minyak, dan Hidrogenasi pada Tekanan Tinggi.
Adapun alkohol lemak dapat digunakan secara luas pada industri sebagai berikut :
Plasticizer (C6 – C10)
Detergen (C11 keatas)
Pengemulsi
Pelumas
Softener
Kosmetik, untuk pembuatan macam-macan cream
Makanan sebagai anti oksidan
Surfaktan
Bahan anti Busa
Produk Intermediate
Parfum
Farmasi
DAFTAR PUSTAKA
Hui, Y.H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Volume 5. A Wiley-Interscience Publication. New York.
O’Brien, Ricard D. 1998. Fats and Oils. Technomic Publishing Company Inc. Switzeland.
Tambun, Rondang. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleo Kimia. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sokletasi adalah suatu metode / proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi.
Pengambilan suatu senyawa organik dari suatu bahan alam padat disebut ekstraksi. Jika senyawa organik yang terdapat dalam bahan padat tersebut dalam jumlah kecil, maka teknik isolasi yang digunakan tidak dapat secara maserasi, melainkan dengan teknik lain dimana pelarut yang digunakan harus selalu dalam keadaan panas sehingga diharapkan dapat mengisolasi senyawa organik itu lebih efesien. Isolasi semacam itu disebut sokletasi.
Adapun prinsip sokletasi ini adalah
Penyaringan yang berulang ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan.
Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri ( distilasi uap ), tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang didapatkan untuk pemisahan ini adalah sokletasi
Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontunyu akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan dengan rotary evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan.
Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi :
1. Pelarut yang mudah menguap
Ex : heksan, eter, petroleum eter, metil klorida dan alkohol
2. Titik didih pelarut rendah.
3. Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.
4. Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
5. Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
6. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar.
Ekstraksi sinambung dengan menggunakan alat soklet merupakan suatu prosedur ekstraksi kontituen kimia tumbuhan dari jaringan tumbuhan yang telah dikeringkan.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarut – pelarut organik dengan kepolaran yang semakin menigkat. Dimulai dengan pelarut heksana, eter, petroleum eter, atau kloroform untuk memisahkan senyawa – senyawa trepenoid dan lipid – lipid, kemudian dilanjutkan dengan alkohol dan etil asetat untuk memisahkan senyawa – senyawa yang lebih polar. Walaupun demikian, cara ini seringkali tidak menghasilkan pemisahan yang sempurna dari senyawa – senyawa yang diekstraksi.
Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan yang sedang berlangsung. Sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam sokletasi harus dihindarkan dari sinar matahari langsung. Jika sampai terkena sinar matahari, senyawa dalam sampel akan berfotosintesis hingga terjadi penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa baru yang disebut senyawa artefak, hingga dikatakan sampel tidak alami lagi.
Alat sokletasi tidak boleh lebih rendah dari pipa kapiler, karena ada kemungkinan saluran pipa dasar akan tersumbat. Juga tidak boleh terlalu tinggi dari pipa kapiler karena sampel tidak terendam seluruhnya.
Dibanding dengan cara terdahulu ( destilasi ), maka metoda sokletasi ini lebih efisien, karena:
Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara berulang kali.
Waktu yang digunakan lebih efisien.
Dapat dilakukan keg paralel
Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi.
Sokletasi dihentikan apabila :
1. Pelarut yang digunakan tidak berwarna lagi.
2. Sampel yang diletakkan diatas kaca arloji tidak menimbulkan bercak lagi.
3. Hasil sokletasi di uji dengan pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik.
Keunggulan sokletasi :
1. Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.
2. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.
3. Proses sokletasi berlangsung cepat.
4. Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.
5. Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik dalam bahan berulang kali.
Kelemahan sokletasi :
1. Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang mudah rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi penguraian.
2. Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan pereaksi meyer, Na, wagner, dan reagen reagen lainnya.
3. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah menguap
Kromatografi kolom merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada pemisahan daya aborbsi suatu absriben terhadap suatu senyawa. Absorben ini termasuk senyawa pengotor maupun hasil isolasinya.
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di dasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben tentang terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya. Sebelumnya dilakukan percobaan tarhadapKLT sebagai pencari kodisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok dengan pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan hasil isolasinya terpisah secara terpisah secara sempurna
Alat yang diinginkan adalah kolom gelas yang diisi dengn zat padat aktif seperti alumino dan selika jel sebagai efase diam. Zat yang dimasuakn lewat puncak kolom akan mengalir kedalam zat penyerap. Zat diserap dari larutan secara sepurna oleh zat penyerapan berupa pita sempit pada ujung kolom dengan kecepatan yang berbeda, sehingga terjadi pemisahan dalam kolom. Hasil pemisahan ini disebut kromatogram
Umumnya pada kk digunakan campuran homogen seperti campuran gasdilakukan pada suatu penyerap (absorbent). Komponen penyusun campur akan diserap oleh adsoben adalah 1banding 50
Metode ini dapat memisahkan zat dari 100 mg sampai 5mg bahkan lebih.pemisahan campuran baik bila harga Rf = 0.6. tekhnik kk paling sesuai untuk pemisahan hasil isolasi dari pengotornya
Pemisahan denagan kk biasanya digunakan absorben yang paling umum : alumunium oksida ( AL2O3) yang mempunyai daya absorsi atau kereaktifan yang diatur secara cepat sehingga penggunaan memberikan hasil yang baik. Seberapa jauh komponen itu dapat diserap absorben tergantun pada sifat fisika komponen tersebut.
Bila campuran cairan dilakukan dengan kolom yang berisikan absorben, komponen cairan lainya akan mengalir kebawah . jadi semakin lemah kemungkinan cairan itu teradsopsi semakin cepat komponen itu mengalir ke bawah
Bila kecepatan gerak cairam itu lebih besar dari pada kecepatran absorbsi oleh absorben.
Prinsip-prisip kerja k.kolom
Berdasarkan kepada perbedaan daya serap dari masing-masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap.
Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar terserap lebih lemah dan turun lebih cepat.
Zat yang di serap dari larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut/ dengan tanpa tekanan udara masin-masing zat akan bergerak turun dengan kecepatan khusus shingga terjadi pemisahan dalam kolom.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan gerak zat:
Daya serap adsorben.
Sifat pelarut.
Suhu sistem kromotografi.
Kecepatan turunan sampel dipengaruhi oleh :
Tekanan didalam kolom semakin besar semakin cepat.
Panjan absorban
Makin panjan makin cepat turunnya senyawa.
Ukuran artikel absorben
Rongga udara dalam absorben.
Jika ada rongga udara dalam adsorben maka jalannya senyawa akan terganggu.
Fektor yang mempengaruhi proses pemisahan:
Daya serap adsoben.
Jenis/sifat eluen
Suhu kromotografi
Pelarut yang di gunakan
Cara mengetahui senyawa yang dipisahkan setelah motografi:
Bila komponen cairan yang akan di pisahkan itu berwarna, maka dapat dilihat pita warna dalam kolom. Jika zat terpisah berwarna/ berfluariensi dengan menggunakan sinar uv, kolom penyerap dapat dikeluarkan dengan cara di potong melintang lapisan yang diperlukan dipisahkan/dapat juga zat tersebut disaring dari tiap lapisan dengan pelerutan yang cocok.
Jika zat dipisahkan tidak berwarna, letak lapisan zat dapat di ketahui dengan cara memberi warna/ menyemprot kolom dengan zat yang membentuk warna, kemudian elarutnya di uapkan dengan pelarutan diuapkan dengan pengurangan tekan guna mencegah supaya jaringan terjadi perusakan pada senyawa kajian. Bila suatu pemisah sukar di pisahkan / dilakukan maka diperlukan maka diperlukan pengumpulan lebih banyak faksi otomatis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kk.
Kolom, tergantung pada banyak zat yang dipisahkan.
Fase gerak (eluen) dicocokan polar/tidaknya.
Adsorben, harus bebas dari air contoh Al2o3. silika gel.
Fase diam, biasanya aluminium oksida.
Jenis adsorben yang umum dipkai dalam kk:
Tepung selulosa
Tepung kanji
Karbonat
Aksida
Silika gel.
Cara pengisean kolom:
cara basah
Isi dasar kolom dengan kapas
Masukan eluen
Campuran dengan rata sebagai adsorbendan eluen menjadi homogen
Jangan digoyang kurang lebih enam jam
Setelah stabil masukan eluen dan azat dan keluarkan eluen
cara kering
Isi tabung dengan kapas
Masukan eluen
Masukan adsorbenkeringsedikit sebagai di aduk
Pebedaan cara basah dan kering adalah :
– Cara basah.
Eluen di campurkan dengan obsorden secara merata sebelum di isikan ke dalam kolom.
– Cara kering
Eluen dimasukan lebih dahulu, kemudian adsorben kering di masukan sedikit ke dalam kolom sambil di aduk.
Dalam memilih adsorben harus diperhatikan:
– Sifatnya.
– Besar pratikelnya dan horgenitasnya
Kelemahan dari kk:
– Pemisahan berjalan lambat
– Tidak dapat dipakai jika partikel terlalu kecil
– Penyerapan tidak dapat dibolak balik.
Pembuktian suatu senyawa telah murni dapat dilakukan dengan cara :
– Pengujian fisika
o Dengan membandingkan sifat yang di dapatkan, berdasarkan listrik, jika angka perbedaannya kecil maka senyawa itu punya
– Kk kemurnian yang tinggi
– Khusus untuk senyawa yang belum di kenal. Kemudian dapat diketahui melalui KLT
Alkohol merupakan kelompok senyawa organik dengan gugus fungsi hidroksil (-OH) dimana R nya dapat bersifat alifatis dan aromatis. Alkohol dapat dibedakan menjadi 3 yaitu A. primer, A. sekunder dan A. tersier.
Alkohol primer, sekunder dan tersier monofungsional yang molekulnya mengandung kurang dari 6 atom c dapat dibedakan satu sama lainnya dengan pereaksi lucas ( zn cl 2 / HCL ). Diamana alkohol tersier. Benzil alkohol dan alkil alkohol dengan pereaksi lucas bereaksi seketika membentuk suatu larutan berkabut ( dalam banyak hal teramati 2 lapisan ). Sedangkan alkohol sekunder membentuk larutan berkabut( bidang atas ) dalam waktu 3 – 10 menit. Akan tetapi alkohol primer beraksi sangat lambat sekali bahkan untuk alkohol prikmere dengan atom c dari 10 tidak bereaksi sama sekali.
Sifat – sifat Alkohol
titik didih, alkohol memiliki titik didih yang relatif tinggi, hal ini disebabkan adanya ikatan hidrogen antar molekulnya.
Kelarutan, kelarutan dalam air berkurang seiring bertambah panjangnya rantai karbon. Metanol dan etanol larut sempurna dalam air, pentanol suka larut. Kelarutan alkohol berkaitan dengan gugus OH yang bersifat polar , sementara R bersifat non polar. Kelarutan dalam air berlangsung disebabkan oleh ikatan hidrogen antar alkohol dan air.
sifat kimia alkohol
gugus OH merupakan gugus yang cukup relatif sehingga mudah terlibat dalam berebagai jenis reaksi
KEISOMERAN PADA ALKOHOL
Senyawa yang mempunyai rumus molekul sama disebut isomer. Keisoran dapat terjadi karena perbedaan struktur / karena konfigurasi. Struktur menggambarkan bagaimana atom – atom saling berekaitan dalam satu molekul , yaitu menggambarkan pada mengikat apa , sedangkan konfigurasi menggambarkan susunan ruang atom – atom dalam satu molekul .
keisomeran optik
kp dalam alkohol mulai terdapat pada proponal yang mempunnyai 2 isomer, yaitu 1 proponal dan 2 proponal
untuk menentukan keisomeran alkohol (posisi), mulailah dengan memikirkan kerangka atom karbonnya, kemudian memikirkan kemungkinan posisi yang berbeda pada setiap bentuk kerangka atom karbon.
keisoran optik
terdapat pada alkohol tt spt 2 butanol , mempunyai 2 isomer optik.
Reaksi – Reaksi Alkohol
bereaksi dengan H*
CH3 OH + HCL CH3 + H2O
bereaksi dengan PCL 3
CH3 CH2 OH + PCL3 CH3 CH2 CL
bereaksi dengan logam
C2H5 OH + Na C2H5 DNa + ½ H2
dipanaskan dengan asam
CH3CH2OH + H2SO4 CH2 = CH2
Esterifikasi
Dehidrasi Alkohol
Beberapa alkohol dalam kehidupan
metanol
metanol dapat digunakan sebagai pelarut , membuat senyawa organik lain seperti ester dapat diubah menjadi alkanal (metanal / formal dehid), dan pada akhirnya dengan untuk membuat polimer / plastik . dinegara dingin, dengan pencampur air dalaam radiator.
Metanol beruopa cairan pada suhu kamar dan tak berwarna tapi berbau. Ia mudah terbakar sehingga dijadikan bahan bakar . Ia dapat dibuat dengan mereaksi CO+ H2 pada suhu dengan adanya katalisator . merupakan racun dapat menyebabkan kebutaan.
Etanol
Banyak dipakai baik sebagai pelarut ataupun campuran minuman keras, sebagai antiseptik. Tidak beracun, bersifat memabukkkan menyebabkan kantuk.
Dubuat dengan peragian dengan karbohidrat.
Etilien glikol
Banyak digunakan sebagai pelarut.
Senyawa yang penting gliserol / gliserin – CH2 OH
CH2 OH
CH2 OH
Gliserol adalah cairan kental , tidak berbau , rasanya manis