Blog

  • Sejarah Perjuangan dan Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme

    Kolonialisme dan Imperialisme

    Salah satu tujuan luhur dari bangsa Indonesia adalah adalah menolak segala bentuk penjajahan yang terjadi di atas dunia. Bentuk penjajahan yang paling banyak dilakukan adalah Kolonialisme dan Imperialisme.

    Indonesia sendiri pernah menjadi negara jajahan Belanda dalam bentuk negara kolonial dalam bentuk Hindia-Belanda.


    1. Pengertian Kolonialisme

    Kolonialisme adalah suatu usaha untuk melakukan system permukiman warga dari suatu Negara diluar wilayah Negara induknya atau Negara asalnya.

    2. Pengertian Imperialisme

    Imperialisme adalah usaha memperluas wilayah kekuasaan atau jajahan untuk mendirikan imperium atau kekaisaran.

    1. Dibidang Ilmu Pengetahuan

    Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan ditandai dengan munculnya teori heliosentris (tata surya) oleh Nicolaus Copernicus, seorang ahli ilmu pasti dan astronomi dari Polandia. Muncul pada tahun 1543 menjelaskan bahwa matahari sebagai pusat dari seluruh benda-benda antariksa dan bentuk bumi seperti bola. Pengalaman Marco Polo dari Venesia (Italia)

    2. Di Bidang Teknologi

    3. Di Bidang Sosial Ekonomi

    1. Bangsa Portugis dan Spanyol

    Bangsa Spanyol mulai menjelajahi samudera kea rah Timur pada abad 15-16.

    · Vasco da Gama (1497-1498)

    · Bartholomeus Diaz (1486)

    · Pedro Alvares Cabrel (1500)

    · Alfonso d’Albuquerque (1505)

    · Franciscus Xaverius (1550)

    · Cristophorus Columbus(1492)

    · Magellan – del Cano (1519)

    · Ferdinand Cortez (1519)

    · Francisco Pizarro (1522-1532)

    2. Bangsa Inggris

    Pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth I, sekitar tahun 1607, telah terjadi perpindahan penduduk secara besar-besaran dari Inggris ke Amerika Utara. Pelaut Inggris yang terkenal adalah Sir Francis Drake (1577-1580)

    3. Bangsa Belanda

    Pelaut Belanda, yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman, mengikuti jejak pelaut Eropa lainnya dalam menelusuri daerah-daerah sepanjang pantai barat Afrika dan Asia Selatan, serta berhasil mendarat di pelabuhan Banten pada tahun 1596. Berdirinya VOC pada tahun 1602.

    4. Bangsa Perancis

    Beberapa alasan penjelajahan samudera yang dilakukan oleh bangsa adalah sebagai berikut.

    a. Mencari daerah penghasil rempah-rempah secara langsung.

    b. Mencari harta, serta mencari emas dan perak (gold).

    c. Menyebarkan agama Nasrani (gospel).

    d. Mencari keharuman nama, kejayaan, dan kekuasaan.

    Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia

    Bentuk praktik Kolonialisme dan Imperialisme seperti menguasai perdagangan secara tunggal (monopoli) dan merampas atau menjelajah suatu negeri.

    1. Bangsa Portugis Menjajah Indonesia

    Pada tahun 1512, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Fransisco Serrao mulai berlayar menuju Kepulauan Maluku. Bahkan pada tahun 1521, Antonio de Brito diberi kesempatan untuk mendirikan kantor dagang dan beneng Santo Paolo di Ternate sebagai tempat berlindung dari serangan musuh. Orang-orang Portugis yang semula dianggap sebagai sahabat rakyat ternate berubah menjadi pemeras dan musuh.

    2. Bangsa Spanyol Menjelajah Indonesia

    Pelaut Spanyol berhasil mencapai Kepulauan Maluku pada tahun 1521 setelah terlebih dahulu singgah di Filipina disambut baik oleh rakyat Tidore. Bangsa Spanyol dimanfaatkan oleh rakyat Tidore untuk bersekutu dalam melawan rakyat Ternate. Maka pada tahun 1534, diterbitkan perjanjian Saragosa (tahun 1534) yang isinya antara lain pernyataan bahwa bangsa Spanyol memperoleh wilayah perdagangan di Filipina sedangkan bangsa Portugis tetap berada di Kepulauan Maluku.

    3. Bangsa Belanda Menjajah Indonesia

    Proses penjajahan bangsa Belanda terhadap Indonesia memakan waktu yang sangat lama, yaitu mulai dari tahun 1602 sampai tahun 1942. Penjelajahan bangsa Belanda di Indonesia, diawali oleh berdirinya persekutuan dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oost Indische Campagnie (VOC).

    a. Masa VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)

    Penjelajahan Belanda, Cornelisde Houtman, mendarat kali pertama di Indonesia pada tahun 1596. Pada tahun 1598, bangsa Belanda mendarat di Banten untuk kali kedua dan dipimpin oleh Jacob Van Neck. Upaya Inggris untuk mengatasi persaingan dagang yang semakin kuat diantara sesame pendatang dengan mendirikan dan menyaingi persekutuan dagang Inggris di India dengan nama East India Company (EIC). Pada tahun 1619, kedudukan VOC dipindahkan ke Batavia (sekarang Jakarta) dan diperintah oleh Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen ditujukan untuk merebut daerah dan memperkuat diri dalam persaingan dengan persekutuan dagang milik Inggris (EIC) yang sedang konflik dengan Wijayakrama (penguasa Jayakarta) disebut sebagai “zaman kompeni”. VOC memperoleh piagam (charter), secara umum, menyatakan bahwa VOC diberikan hak monopoli dagang di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan. Pada abad ke-18, VOC mengalami kemunduran dan tidak dapat melaksanakan tugas dari pemerintah Belanda. Factor penyebab kemunduran VOC adalah sebagai berikut :

    1) Banyaknya jumlah pegawai VOC yang korupsi.

    2) Rendahnya kemampuan VOC dalam memantau monopoli perdagangan.

    3) Berlangsungnya perlawanan rakyat secara terus-menerus dari berbagai daerah di Indonesia.

    Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC resmi dibubarkan dan pemerintah Belanda (saat itu republic Bataaf) mencabut hak-hak VOC. Pada tahun 1806, terjadi perubahan politik di Eropa hingga republic Bataaf dibubarkan dan berdirilah Kerajaan Belanda yang diperintah oleh Raja Louis Napoleon.

    b. Masa Deandels (1808-1811)

    Belanda pada saat itu, mengangkat Herman Willem Daendels (1808) sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda. Daendels dikenal sebagai penguasa yang disiplin dank eras sehingga mendapatkan sebutan “Marsekal Besi” atau “jenderal Guntur”. Langkah-langkah yang ditempuh Daendels

    1) Melakukan pembangunan fisik

    (a) Membangun pabrik senjata.

    (b) Membangun benteng pertahanan.

    (c) Menarik penduduk pribumi untuk menjadi tentara.

    (d) Membangun pangkalan armada laut di Anyer dan Ujung Kulon.

    (e) Membangun jalan raya dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur) sepanjang 1.000 km, yang kemudian terkenal dengan sebutan “Jalan Raya Daendels”.

    2) Melakukan pembangunan ekonomi

    (a) Memungut pajak hasil bumi dari rakyat (contingenten).

    (b) Menjual tanah negara kepada pihak swasta asing.

    (c) Mewajibkan rakyat Priangan untuk menanam kopi (Preanger Stelsel).

    (d) Mewajibkan rakyat pribumi untuk menjual hasil panennya kepada Belanda dengan harga murah (verplichte leverentie).

    Akhirnya, pada tahun 1811, Herman Willem Daendels digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens.

    c. Masa Janssens

    Tugas sebagai Gubernur Jenderal, Janssens ternyata tidak secakap Daendels (baik dalam memerintah maupun dalam mempertahankan wilayah Indonesia). Janssens ternyata tidak siap untuk mengimbangi kekuatan dan serangan Inggris, sehingga Janssens menyerah pada 18 September 1811 dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian di Tuntang (Salatiga).

    4. Bangsa Inggris Menjajah Indonesia (1811-1816)

    Pemerintah Inggris mulai menguasai Indonesia sejak tahun 1811 pemerintah Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles (TSR) sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia. Ketika TSR berkuasa sejak 17 September 1811, ia telah menempuh beberapa langkah yang dipertimbangkan, baik di bidang ekonomi, social, dan budaya. Penyerahan kembali wilayah Indonesia yang dikuasai Inggris dilaksanakan pada tahun 1816 dalam suatu penandatanganan perjanjian. Pemerintah Inggris diwakili oleh John Fendall, sedangkan pihak dari Belanda diwakili oleh Van Der Cappelen. Sejak tahun 1816, berakhirlah kekuasaan Inggris di Indonesia.

    1. Masa Sistem Tanam Paksa

    Pemerintah Belanda untuk menutup kekosongan kas keuangan negara, satu di antaranya adlah dengan menerapkan aturan tanam Paksa (Cultuurstelsel). Tanam paksa berasal dari bahasa Belanda yaitu Cultuurstelsel (system penanaman atau aturan tanam paksa). Aturan tanam paksa di Indonesia adalah Johannes Van Den Bosch

    a. Isi Aturan Tanam Paksa

    1) Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.

    2) Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.

    3) Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau dipabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.

    4) Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan

    5) Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat

    6) Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda

    7) Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa

    b. Pelaksanaan Aturan Tanam Paksa

    Tanam paksa sudah dimulai pada tahun 1830 dan mencapai puncak perkembangannya hingga tahun 1850

    Pada tahun 1860, menanam lada dihapuskan. Pada tahun 1865 dihapuskan untuk menanam nila dan the. Tahun 1870, hampir semua jenis tanaman yang ditanam untuk tanam paksa dihapuskan, kecuali tanaman kopi. Pada tahun 1917, tanaman kopi yang diwajibkan didaerah Prianganjuga dihapuskan.

    c. Dampak Aturan Tanam Paksa

    d. Reaksi terhadap Pelaksanaan Aturan Tanam Paksa

    Antara tahun 1850-1860, terjadi perdebatan. Kelompok yang menyetujui terdiri dari pegawai-pegawai pemerintah dan pemegang saham perusahaan Netherlandsche handel maatsschappij (NHM). Pihak yang menentang terdiri atas kelompok dari kalangan agama dan rohaniawan

    Pada tahun 1870, perekonomian Hindia Belanda (Indonesia) mulai memasuki zaman liberal hingga tahun 1900.

    2. Masa Liberalisme

    Politik Pintu Terbuka di Indonesia berlangsung antara tahun 1870 hingga tahun 1900, periode ini disebut sebagai zaman berpaham kebebasan (liberalisme). Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan peraturan seperti Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) dan Undang-undang Gula (Suiker Wet)

    a. Undang-undang Agararia (Agrarische Wet)

    Undang Agraria berisi pernyataan bahwa semua tanah yang terdapat di Indonesia adalah milik pemerintah Hindia Belanda

    b. Undang-Undang Gula (Suiker wet)

    Undang-undang gula berisi pernyataan bahwa hasil tanaman tebu tidak boleh diangkut ke luar wilayah Indonesiadan hasil panen tanaman tebu harus di proses di pabrik-pabrik gula dalam negeri

    Pada akhir abad ke-19, ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia semakin maju, termasuk kemajuan dibidang kesehatan.

    F. Pengaruh Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Berbagai Daerah di Indonesia.

    Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtmen pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.

    1. Perlawanan Rakyat terhadap Portugis

    Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dank e Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.

    a. Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis

    Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuqauerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (Jakarta)

    b. Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis

    Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1629.

    c. Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis

    Bangsa Portugis kali pertama mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Tertnate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.

    Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor

    2. Perlawanan Rakyat terhadap Belanda (VOC)

    Persekutuan dagang Hindia Timur milik pemerintah Belanda di Indonesia adalah Vereenigde oost Indische Compagnie (VOC) yang berdiri tahun 1602.

    a. Perlawanan Rakyat Mataram

    1) Perlawanan Rakyat Mataram Pertama

    Dilakukan pada bulan Agustus 1628 yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso.

    2) Perlawanan Rakyat Mataram Ke dua

    Dilaksanakan tahun 1629 dan dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Pasukan Mataram tetap menyerbu Batavia dan berhasil menghancurkan benteng Hollandia, dilanjutkan ke benteng Bommel tetapi belum berhasil.

    3) Perlawanan Trunojoyo

    Sultan Agung Hanyakrakusuma wafat pada tahun 1645, kedudukannya digantikan oleh putranya yang bergelar Susuhunan Amangkurat I. tahun 1674 meletuslah pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Trunojoyo, putra Bupati Madura. Trunojoyo mendapat dukungan dari para pengungsi Makassar yang dipimpin Karaeng Galesong dan Montemarano mengakibatkan Amangkurat I terdesak dan melarikan diri untuk meminta bantuan kepada Belanda. Meninggal dunia di Tegalwangi (dekat kota Tegal). 1677, putra mahkota naik tahta sebagai raja Mataram dengan gelar Amangkurat II. Perjanjian kepada Belanda berupa Bandar di Semarang, hak perdagangan yang luas, seluruh daerah di Jawa Barat, disebelah selatan Batavia, dan pembayaran semua ongkos perang dengan jaminan beberapa Bandar di pantai utara pulau Jawa. Setelah Trunojoyo tertangkap dan dijatuhi hukum mati (tahun 1679), Kerajaan Mataram selalu mendapat pengaruh dari pemerintah Hindia Belanda.

    4) Perlawanan Untung Suropati

    Untung Suropati adalah putra Bali yang menjadi prajurit kompeni di Batavia antara tahun 1686 sampai 1706, Untung Suropati dan kawan-kawannya menyingkir ke Mataram dan bekerja sama dengan Sunan Mas atau Amangkurat III untuk melakukan perlawanan terhadap Kompeni Belanda (VOC) dan dinobatkan menjadi Adipati dengan gelar Aria Wiranegara. Kekuasaan Untung Suropati meliputi Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, Bangil, Malang, dan Kediri. 1705, Kompeni Belanda secara sepihak mengangkat pangeran Puger sebagai Sunan Pakubuwana I untuk menggantikan Amangkurat III atau Sunan Mas bergabung dengan Untung Suropati. 1706, wilayah pertahanan Untung Suropati diserbu oleh Kompeni Belanda. Untung Suropati gugur di Bangil dan Amangkurat III atau Sunan Mas tertangkap, diasingkan ke Sri Langka.

    5) Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said

    Tahun 1749, Pangeran Mangkubumi (adik dari Pakubuwana II) bekerjasama dengan Mas Said (Pangeran Samber Nyawa) melakukan perlawanan terhadap pakubuwana II dan VOC. 1749, Pangeran Mangkubumi meninggalkan istana dan membentuk pasukan untuk melakukan perlawanan terhadap Pakubuwana II dan Kompeni Belanda (VOC), mengalahkan pasukan kompeni. Pada tahun 1751, pasukan kompeni yang dipimpin Mayor De Clerx, dapat dihancurkan. Perlawanan Mangkubumi dan Mas Said diakhiri dengan Perjanjian Giyanti (tahun 1755) dan Perjanjian Salatiga (tahun 1757).

    b. Perlawanan Rakyat Banten

    Perlawanan rakyat Banten dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan Ageng Tirtayasa) dan putranya Pangeran Purbaya. Tahun 1659, perlawanan rakyat Banten mengalami kegagalan. 1683, VOC menerapkan politik domba (devide et impera) antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya yang bernama Sulatan Haji. Sultan Haji yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa menghasilkan kompensasi. 1750, terjadi perlawanan rakyat banten terhadap Sultan Haji.

    c. Perlawanan Rakyat Makassar

    Perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dilakukan oleh Kerajaan Gowa dan Tallo, yang kemudian bergabung menjadi Kerajaan Makassar. Kerajaan Makassar, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintah Sultan Hasanuddin tahun 1654-1669. Abad ke-17 Makassar menjadi pesaing berat bagi Kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia Timur. Setelah mendapatkan berdagang, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin. Pertempuran antara rakyat Makassar dengan VOC terjadi. Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633. Pada tahun 1654 diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang akan masuk maupun keluar Pelabuhan Makassar mengalami kegagalan. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666-1667, pasukan kompeni dibantu olehpasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Angakatan laut VOC, yang dipimpin oleh Spleeman. Pasukan Aru Palaka mendarat din Bonthain dan berhasil mendorog suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin. Penyerbuan ke Makassar dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.

    Factor penyebab kegagalan rakyat Makassar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan terhadap VOC.

    d. Perlawanan rakyat Maluku

    Terjadi di Tidore

    1) Perlawanan di Ternate

    Pertama pada tahun 1635 yang dipimpin oleh Kakiali. 1646 kembali terjadi perlawanan rakyat Ternate terhadap VOC, yang dipimpin oleh Telukabesi. Pada tahun 1650, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Saidi mengalami kegagalan.

    2) Perlawanan di Tidore

    Tidore dipimpin oleh Kaicil Nuku atau Sultan Nuku. Perlawanan fisik dan perundingan berhasil mengusir Belanda, mengusir Kolonial Inggris dari Tidore.

    3) Perlawanan oleh Patimura

    Bulan Mei 1817, meletus perlawanan rakyat Maluku di Saparua yang dipimpin oleh Thomas Mattulessy atau Kapitan Pattimura. Benteng kompeni Duurstede di Saparua diserbu dan direbut rakyat Maluku. Meluas hingga ke Ambon dan ke pulau–pulau sekitarnya, dikuasai oleh Kapitan Pattimura, Anthony Rybok, Paulus-paulus Tiahahu, Martha Christina Tiahahu, Latumahina, Said Perintah dan Thomas Pattiwael, kewalahan perlawanan rakyat Pattimura pada tahun 1817 mendantangkan pasukan Kompeni dari Ambon yang dipimpin oleh kapten Lisnet.

    Oktober 1817, menyerang rakyat Maluku secara besar-besaran, menangkap Kapitan Pattimura (tahun 1817) dihukum mati pada tanggal 16 Desember 1817.

    3. Reaksi-reaksi Rakyat Indonesia Terhadap Kolonialisme Belanda dalam Bentuk Perang Besar

    a. Perang Padri (1821-1837)

    Terjadi di Sumatera Barat atau di tanah Minangkabau. Perselisihan antara kaum Padri dengan kaum Adat yang kemudian mengundang campur tangan pihak Belanda.

    Perang Padri pertama (tahun 1821-1825) dan perang Padri kedua (tahun 1830-1837)

    1) Perang Padri Pertama

    Di kota Lawas, berkembang ke daerah lainnya seperti Alahan Panjang. Kaum Padri dipimpi oleh Datok Bandaro bertempur melawan kaum Adat yang dipimpin oleh Datuk Jati. Setelah Datuk Bandaro meninggal dunia, pucuk pimpinan dipegang oleh Malim Basa (Tuanku Imam Bonjol) dan dibantu oleh Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Cerdik, dan Tuanku Nan Gapuk. Tahun 1821, kaum Padri menyerbu pos Belanda di semawang dan mengacaukan kedudukan Belanda di daerah Lintau. Belanda membangun benteng nama Firt van der Capllen. Tahun 1822 didaerah Baso terjadi pertempuran antara Pasukan Padri yang dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh. 1823 terjadipertempuran lagi di Bonio dan Agam. Belanda dapat merebut benteng pertahanan kaum Padri. 1825, kedudukan Belanda mulai sulit karena harus berhadapan dengan kaum Padri dan juga harus menghadapi pasukan Diponegoro.

    November 1825, Belanda dan Kaum Padri menandatangani perjanjian damai yang berisi tentang pengakuan Belanda atas beberapa daerah sebagai wilayah kaum Padri dan untuk sementara peperangan gelombang pertama berakhir.

    2) Perang Padri Gelombang ke Dua

    1829, di daerah pariaman. 1830, kaum Adat mulai banyak membantu kaum Padri dan kedua kaum tersebut menyadari bahwa perlunya kerja sama. Perang antara rakyat Minangkabau melawan penjajah Belanda.

    1831, penyerangan terhadap belanda di daerah Muarapalam. 1832, dipimpin oleh Tuanku Nan Cerdik dan Tuanku Imam Bonjol melakukan penyerangan pos Belanda di Mangopo. 1833, terjadi pertempuran besar di daerah Agam. 1834 hingga tahun 1835, pemerintah Belanda mulai mengepung benteng Bonjol. Tahun 1837, pasukan Belanda melakukan penyerangan terhadap benteng Bonjol. Pada tanggal 25 Oktkober 1837, benteng pertahanan Kota Bonjol jatuh ke tangan Belanda. Imam Bonjol diasingkan ke Cianjur, kemudian dipindahkan ke Minahasa hingga wafat dann dimakamkan di Pineleng.

    b. Perang Diponegoro

    Di lingkungan istana terdapat golongan yang memihak Belanda, banyak juga yang menentang Kolonial Belanda, seperti Pangeran Diponegoro (putra Sultan Hamengku Buwono III). Kecurigaan yang berlebihan ini pada akhirnya menimbulkan permusuhan dan peperangan yang disebut perang Diponegoro.

    1) Penyebab Umum Perang Diponegoro

    a. Semakin menderitanya rakyat akibat kerja rodi dan berbagai macam pajak

    b. Semakin sempitnya wilayah Kerajaan Mataram akibat dikuasai Belanda.

    c. Selalu ikut campurnya Belanda dalam urusan pemerintahan Kerajaan Mataram.

    d. Masuknya budaya barat ke dalam keraton yang bertentangan dengan ajaran agama.

    e. Kecewanya kaum bangsawan akan aturan Van der Capellen yang melarang usaha perkebunan swasta di wilayah Kerajaan Mataram.

    f. Munculnya pejabat Kerajaan Mataram yang membantu pihak Belanda demi keuntungan pribadi.

    2) Penyebab Khusus Perang Diponegoro

    Dipengaruhi oleh persoalan pribadi. Terjadi pada tahun 1825, tindakan sewenang-wenang Belanda yang telah memasang tonggak untuk membangun jalan raya yang melintasi makam leluhur Pangeran Diponegoro tanpa izin. Perang antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda dibantu oleh Kasunanan Surakarta, Mangkunegaran, dan Kesultanan Yogyakarta.

    Menggungakann strategi atau siasat perang gerilya, pusat pertahanan yang selalu berpindah-pindah seperti di Gua Selarong, Dekso, lereng Gunung Merapi, dan Bagelan(Purworejo). Terbukti bahwa pada tahun 1825 sampai 1826, pasukan diponegoro memperoleh kemenangan hingga dapat merebut daerah Pacitan, Purwodadi, dan Klaten.

    Penggungaan sistem Benteng Stelsel oleh Belanda mempersulit pergerakan pasukan Diponegoro dan hubungan komunikasi antar pasukan. Pada tahun 1828, Kiai Mojo bersedia untuk diajak berunding oleh pihak Belanda namun gagal dan justru ia ditangkap dan diasingkan ke Minahasa sampai wafat pada tahun 1849. Jendral De Kock mengajak berunding Sentot Alibasa Prawirodirjo, Tetapi selalu mengalami kegagalan. Pada tahun 1829, Sentot Alibasa Prawirodirjo menyerah, ia dituduh memihak kaum Padri sehingga akhirnya ia diasingkan ke Cianjur dan kemudian dipindahkan ke Bengkulu hingga wafat pada tahun 1855.

    Pangeran Mangkubumi menyerah pada tahun 1829 dan putranya sendiri yang bernama Dipokusumo beserta patihnya menyerah pula pada tahun 1830. Jendral de kock ditanggapi positif oleh Pangeran Diponegoro dan disepakati bersama bahwa perundingan akan dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 1830 di kota Magelang. Pangeran Diponegoro dibawa ke Semarang dan Batavia kemudian diasingkan lagi ke Manado. Ia kembali dipindahkan ke Makassar hingga wafat pada tanggal 8 januari 1855

    c. Perlawanan rakyat Aceh (1873-1904)

    Aceh merupakan salah satu kerajaan di Indonesia yang kuat dan masih tetap bertahan hinga abad ke-19. berdasarkan Traktat London tahun 1824 bangsa Inggris dan Belanda yang sudah pernah berkuasa di Indonesia harus saling sepakat untuk menghormati keberadaan kerajaan Aceh.

    Berdasarkan Perjanjian (Taktat) Sumatera tahun 1871 atau yang lebih dikenal dengan Traktat London ke-3, pihak Inggris melepas tuntutannya terhadap daerah Aceh. Kerajaan Aceh berusaha mencari bantuan ke Turki serta menghubungi Kedutaan Italia dan Kedutaan Amerika Serikat di Singapura. Sementara bantuan dari Turki belum datang, pada bulan Maret 1873, perangnya ke Kutaraja atau Banda Aceh di bawah pimpinan Jendral Kohler, berusaha merebut dan menduduki ibu kota dan Istana Kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh berhasil, tetapi dalam pertempuran tersebut Jendral Kohler tewas tertembak. Mengawali terjadinya perang Aceh yang berkepanjangan mulai tahun 1873 sampai 1904. pasukan Belanda melaksanakan operasi Konsentrasi Stelsel sambil menggertak para pemimpin Aceh agar menyerah. Beberapa pimpinan utama Aceh seperti Teuku Cik Di Tiro, Cut Nya’ Din, Panglima Polim, dan Cut Meutia (bersama-sama dengan rakyat Aceh) untuk melancarkan serangan umum.

    Pada bulan Desember 1873, Belanda mengirim pasukan perang ke Aceh dengan kekuatan 8.000 personil dibawah pimpinan Mayor Jendral Van Swiesten. Akan tetapi upaya Belanda untuk menawan Sultan Mahmud Syah belum berhasil karena Sultan beserta para pejabat kerajaan telah menyingkir ke Luengbata. Setelah Sultan Mahmud Syah meninggal karena sakit, ia digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad Daudsyah.

    Setelah Teuku Cik Di Tiro sebagai pemimpin utama Aceh Wafat. Pucuk pimpinan dilanjutkan oleh Teuku Umar dan Panglima Polim. Pada tahun 1893, Teuku Umar beserta pasukannya memanfatkan kelengahan Belanda dengan tujuan mendapatkan senjata. Disambut baik dan mendapat gelar Teuku Johan pahlawan. Pada tahun 1896, Teuku Umar bergabung kembali dengan rakyat Aceh dengan membangun markas pertahanan Meulaboh.

    Peristiwa Teuku Umar yang berhasil menyiasati Belanda dipandang sebagai kesalahan besar Deykerhoff sebagai gubernur militer. Digantikan oleh Jendral Van Heutsz. Belanda memeberi tugas kepada Dr. Snock Hurgronje untuk menyelidiki perilaku masyarakat Aceh. Dr. Snock Hurgronje dalam menjalankan tugasnya menggunakan nama smaran, yaitu Abdul gafar.

    Untuk mengalahkan Aceh, lebih cepat dan tepat, Belanda menggunakan Strategi sebagai berikut :

    1. menghancurkan dan menangkap seluruh pemimpin dan ulama dari pusat

    2. membentuk pasukan gerak cepat (marschose marechausse)

    3. semua pemimpin dan ulama yang tertangkap harus menandatangani perjanjian

    4. setelah melakukan operasi militer, Belanda mengikuti kegiatan perdamaian rehabilitasi (pasifikasi)

    5. bersikap lunak terhadap para bangsawan.

    Atas usulan Dr. Snock Hurgronje, pemerintah Belanda memberi tugas kepda Jendral militer Van Heutsz. Pada tahun 1899, pasukan gerak cepat pimpinanVan Heutsz, is gugur pada tahun 1899. dilanjutkan oleh istrinya Cut Nya’ Din, tetapi kemudian tertangkap dan diasingkan ke Sumedang hingga akhir hayatnya.

    Belanda menyandera keluarga raja dan keluarga Panglima Polim. Perlawanan Aceh berikutnya dilanjutkan oleh Cut Meutia, tetapi perlawanan ini dapat dipadamkan dan pada tahun 1904 perang Aceh dinyatakan berakhir.

    d. Perlawanan rakyat Bali

    Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimualai sejak tahun 1841 dan seluruh raja di Bali dipaksa menandatangani perjanjian yang isinya agar raja di Bali mengakui dan tunduk kepada pemerintah Belanda.

    Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil karena Bali masih bersifat konservatif (masih berlaku adat/ tradisi). Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di pantai Buileleng dan dikenakan hukum tawan karang, yaitu selalu turut campur urusan kerajaan di Bali dengan mengajukan tuntutan dengan isi sebagai berikut.

    1) Membebaskan Belanda dari hukum Tawan Karang.

    2) Kerajaan Bali mengakui pemerintahan Hindia Belanda.

    3) Kerajaan Bali melindungi perdagangan milik pemerintah Belanda.

    4) Semua raja di bali harus tunduk terhadap semua perintah colonial Belanda.

    5) Sehingga pada tahun 1846 Belanda menyerang wilayah Bali Utara dan memaksa

    Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian perdamaian

    1) Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.

    2) Pasukan Belanda ditempatkan di Buleleng.

    3) Biaya perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.

    Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Belanda. Pos-pos pertahanan Belanda di Bali diserbu dan semua senjata dirampas oleh gusti Jelantik. Pada tahun 1849, pasukan belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan menguasai seluruh pantai Buleleng dan menyerbu benteng Jagaraga. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat Bali mulai lemah. Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih berusaha melakukan perlawanan terhadap Belanda.

    e. Perlawanan Rakyat Palembang (1819-1825)

    Sultan Badaruddin dahulu pernah menjadi Sultan Palembang dan kemudian diturunkan secara paksa oleh pemerintah Inggris ketika masih berkuasa di Indonesia yaitu digantikan oleh Sultan Najamuddin. Tahun 1819 Sultan Badaruddin selalu menghalangi setiap kapal Belanda yang memasuki sungai Musi. Pada tahun 1821, Belanda dapat menguasai ibukota Palembang dan menangkap Sultan Badaruddin. Sultan Badaruddin diasingkan ke Ternate. Perlawanan rakyat Palembang sering terjadi pada tahun 1825.

    f. Perlawanan Rakyat Banjar (1859-1863)

    Yang menjadi daya tarik Belanda untuk menguasai Kalimantan Selatan yang saat itu diperintah oleh Sultan Hidayat. Untuk menguasai Banjarmasin adalah dengan melakukan operasi militer pada tahun 1859. Dalam pertempuran itu, Sultan Hidayat tertangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Upaya Belanda untuk menguasai Banjamasin mengalami kesulitan rakyat berupa untuk mempertahankan wilayahnya dan setiap kapal Belanda yang memasuki pedalaman Banjarmasin (melalui Sungai Barito) akan dibakar oleh rakyat setempat. Pada tahun 1863, pasukan Belanda melancarkan serangan bertubi-tubi ke seluruh wilayah Banjarmasin, sehingga Pangeran Antasari gugur.

    g. Perlawanan Rakyat Tapanuli (1878-1907)

    Sekitar tahun 1873, bangsa Belanda mulai memasuki daerah Tapanuli Utara dengan alas an memadamkan aktivitas pejuang-pejuang Padri dan para pemimpin dari Aceh. Pada tahun 1878, Belanda mulai melancarkan gerakan militernya untuk menyerang daerah Tapanuli, sampai pada akhirnya meletuslah Perang Tapanuli. Perang Tapanuli yang diawali dengan operasi militer yang dilakukan oleh Jenderal Van Daalen di pedalaman Aceh tahun 1903-1904. Serdadu Belanda yang mulai berdatangan di daerah di Sumatera Utara dibendung oleh rakyat Tapanuli yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII.

    4. Gerakan Sosial

    a. Gerakan Protes Petani

    Beberapa contoh gerakan protes yang terjadi di berbagai daerah,

    1) Pemberontakan di Ciomas, lereng Gunung Salak, Jawa Barat (tahun 1886) pimpinan Arfan dan Muhammad Idris.

    2) Pemberontakan di Condet, Jakarta (tahun 1913) pimpinan Entong Gendut, Maliki, dan Modern.

    3) Pemberontakan di Surabaya (tahun 11916) pimpinan Sadikin.

    4) Pemberontakan di Tangerang (tahun 1924) pimpinan Kaiin.

    b. Gerakan Ratu Adil

    Ketika Kerajaan Kediri di Jawa Timur mengalami zaman kejayaan (1135-1157), pada masa Raja Jayabaya terkenal dengan ramalan-ramalannya yang dikumpulkan dalam suatu kitab berjudul Jongko Jangka Jayabaya. Gerakan ratu adil ini terdapat di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

    c. Gerakan Keagamaan

    Perilaku bangsa Eropa bertentangan dengan agama islam serta kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar penduduk pribumi sebagai berikut.

    1) Monopoli perdagangan

    2) Perbudakan atau kerja rodi.

    3) Penjelajahan atau merampas negeri.

    4) Praktik aturan tanam dan penyimpangannya.

    5) Pemerasan atau penarikan pajak yang tidak sesuai dengan kemampuan rakyat.

    6) Mabuk karena minuman keras dan gaya hidup mewah di atas penderitaan orang lain.

    5. Penyebaran Agama Protestan dan Katolik Pada Masa Kolonial

    Masuk dan berkembangnya agama Katolik dan Protestan di Indonesia sudah mulai sejak abad ke-16. Penyebaran agama dilakukan oleh para petugas yang disebut missie atau misionaris, sedangkan penyebaran agama Kristen di Indonesia banyak dilakukan para petugas gereja yang disebut zending.

    a. Misionaris Portugis di Indonesia

    Salah satu tujuan yang dilakukan para penjelajahan samudera adalah menyebarkan agama nasrani (gospel). Misionaris Portugis yang dikenal adalah Pater Fransiscus Xaverius dan Matteo Ricci. Fransiscus Xaverius adalah seorang misionaris yang mendarat di Maluku dan menyebarkan agama Katolik antara bulan Juni 1546 sampai April 1547.

    b. Zending Belanda di Indonesia

    Pada zaman Belanda, para petugas/penyebar agama Kristen (zending) menyebarkan agama Protestan di Indonesia. Sebagai bentuk pengabdian social, para zending membangun sekolah-sekolah keagamaan dan menerjemahkan Injil ke dalam bahasa yang dipahami oleh masyarakat setempat. Yang berjasa menyebarkan agama Protestan antara lain Ludwig ingwer Nommensen, Sebastian Danckaarts, Andrian Hulseb, dan Hernius menyebarkan agama Protestan di daerah Maluku, Sangir Talaud, Timor, Tapanuli, sebagian di Pulau Jawa, serta di Tapanuli (Sumatera Utara) pada tahun 1861.

    6. Penyebaran Agama Islam Pada Masa Kolonial

    Sejak Kerajaan Malaka dikuasai Portugis pada tahun 1511, para pedagang Islam yang berasal dari Gujarat dan Persia mengubah haluan dari jalur perdagangan yang semula melalui Selat Malaka berubah menjadi Selat Sunda.

  • Pemerintahan Masa Orde Baru (1966-1988)

    Pemerintahan Masa Orde Baru (1966-1988)

    Masa Orde Baru (1966-1988) adalah masa pemerintahan Presiden Soeharto yang menggantikan Presiden Soekarno. Masa ini disebut sebagai masa Orde Baru karena banyak aspek terutama sistem pemerintahan Soekarno yang dianggap Diktator mendukung Komunis.

    Masa ini Orde baru ini selanjutnya membuat masa sebelumnya disebut Orde Lama. Istilah Orde Lama sendiri tidak pernah disebutkan pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno.


    Kehidupan Politik Masa Orde Baru

    Langkah yang diambil pemerintah untuk penataan kehidupan politik :

    A. Penataan politik dalam negeri

    1. Pembentukan kabinet pembangunan

    Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi

    sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut.

    1. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
    2. Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
    3. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
    4. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme.

    Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida, yang meliputi:

    1. Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi.
    2. Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama.
    3. Pelaksanaan Pemilihan Umum.
    4. Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 30 September.
    5. Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.

    2. Pembubaran PKI dan organisasi masanya

    Suharto sebagai pengemban Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :

    • Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966.
    • Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
    • Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.

    3. Penyederhanaan dan pengelompokan partai politik

    Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan 3 kekuatan sosial-politik, yaitu :

    • Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam.
    • Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis.
    • Golongan Karya (Golkar).

    4. Pemilihan umum

    Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).

    5. Peran ganda ABRI

    Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD.

    6. Pemasyarakatan P4

    Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.

    Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.

    Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.

    Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.

    B. Pelaksanaan politik luar negeri

    Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diupayakan kembali kepada jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif. Untuk itu maka MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Dimana politik luar negeri Indonesia harus berdasarkan kepentingan nasional, seperti permbangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.

    1. Kembali menjadi anggota PBB

    Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak.

    Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.

    2. Pendirian ASEAN

    Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Latar belakang didirikan Organisasi ASEAN adalah adanya kebutuhan untuk menjalin hubungan kerja sama dengan negara-negara secara regional dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia Tenggara.

    Tujuan awal didirikan ASEAN adalah untuk membendung perluasan paham komunisme setelah negara komunis Vietnam menyerang Kamboja.

    Hubungan kerjasama yang terjalin adalah dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun negara yang tergabung dalam ASEAN adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina.

    3. Integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia

    Timor- Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak abad ke-16 tapi kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis sebab jarak yang cukup jauh. Tahun 1975 terjadi kekacauan politik di Timor-Timur antar partai politik yang tak terselesaikan sementara itu pemerintah Portugis memilih untuk meninggalkan Timor-Timur. Kekacauan tersebut membuat sebagian masyarakat Timor-Timur yang diwakili para pemimpin partai politik memilih untuk menjadi bagian Republik Indonesia yang disambut baik oleh pemerintah Indonesia. Secara resmi akhirnya Timor-Timur menjadi bagian Indonesia pada bulan Juli 1976 dan dijadikan provinsi ke-27.

    DAFTAR KUTIPAN:

    Matroji, 2008. Sejarah program Ilmu Pengetahuan Alam kelas XII SMA. Jakarta:PT Bumi Aksara

    http://rahmanvansupatra.wordpress.com/2013/03/31/masa-pemerintahan-orde-baru-soeharto/

    http://rpcindy17.blogspot.com/2013/11/sistem-pemerintahan-pada-masa-orde-baru.html

    http://hlherlambang.blogspot.com/2010/07/jus-bacem.html

    DAFTAR PUSTAKA:

    http://hlherlambang.blogspot.com/2010/07/jus-bacem.html

    http://rahmanvansupatra.wordpress.com/2013/03/31/masa-pemerintahan-orde-baru-soeharto/

    http://rpcindy17.blogspot.com/2013/11/sistem-pemerintahan-pada-masa-orde-baru.html

    Matroji, 2008. Sejarah program Ilmu Pengetahuan Alam kelas XII SMA. Jakarta:PT Bumi Aksara

  • Kabinet Ampera – Amanat Penderitaan Rakyat

    • Kabinet ampera diresmikan pada 28 juli 1966
    • Tugas pokok untuk menciptakan stabilisasi politik ekonomi 
    • Program kabinet : memperbaiki kehidupan rakyat, terutama di bidang sandang dan pangan, dan melaksanakan pemilihan umum sesuai dengan Ketetapan MPR RI No.XI/MPRS/1966
    • Presiden Soekarno adalah pemimpin Kabinet
    • Pelaksanaan pimpinan pemerintahan dan tugas harian dilakukan oleh Presidium Kabinet yang diketuai oleh Letnan Jenderal Soeharto
    • Pada 9 februari 1967 DPRGR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar mengadakan sidang istimewa
    • Pimpinan ABRI mengadakan pendekatan pribadi kepada Presiden Soekarno agar ia menyerahkan kekuasaan kepada pengemban ketetapan MPRS RI No.IX/MPRS/1966, yaitu Jenderal Soeharto sebelum Sidang Umum MPRS
    • Mr. Hardi menyarankan agar Soekarno sebagai mandataris MPRS, menyatakan non aktif di depan sindang Badan Pekerja MPRS dan menyetujui pembubaran PKI
    • Presiden Soekarno menyetujui saran Mr. Hardi. Untuk itu disusunlah “Surat Penugasan mengenai Pimpinan Pemerintahan Sehari-hari kepada Pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966
    • Pada 7 Februari 1967, Mr. Hardi menemui Jenderal Soeharto dan menyerahkan konsep tersebut
    • Pada 8 Februari 1967, Soeharto membahas surat Presiden bersama keempat Panglima Angkatan 
    • Soeharto mengajukan draft berisi pernyataan bawa Presiden berhalangan, atau menyerahkan kekuasaan kepada Pengemban Surat Perintah 11 Maret 1966
    • Pada tanggal 20 Februari draft surat itu telah ditandatangani oleh Presiden
    • Ia meminta diumumkan pada hari Rabu tanggal 25 Februari 1967. Tepat pada pukul 19.30, Presiden Soekarno membacakan pengumuman resmi pengunduran dirinya 
    • Pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik menjadi pejabat Presiden Republik Indonesia oleh Ketua MPRS Jenderal Abdul Haris Nasution
    • Setelah setahun mendi pejabat presiden, Soeharto dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968 dalam Sidang Umum V MPRS. Melalui Tap No. XLIV/MPRS/1968
    • Jenderal Soeharto dikukuhkan sebagai Presiden Republik Indonesia hingga terpilih presiden oleh MPR hasil pemilu 
  • Program Pembangunan Lima Tahun Presiden Soeharto – Pelita

    Pemerintah Letjen Soeharto (Orde Baru) yang dijalankan sejak terbentuknya Kabinet Ampera mempunyai tugas menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai prasyarat pelaksanaan pembangunan nasional. Tugas Kabinet Ampera disebut Dwi Darma Kabinet Ampera. Program kerjanya disebut Caturkarya yang isinya adalah mencukupi kebutuhan sandang dan pangan; melaksanakan pemilihan umum(pemilu); melaksanakan politik luar negeri bebas aktif; dan melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme.

    Program Pelita

    Jenderal Soeharto melanjutkan pembangunan yang telah dilakukan Kabinet Ampera dengan membentuk kabinet pembangunan pada tanggal 6 juni 1968. Tugas pokok Kabinet Pembangunan disebut Pancakrida. Dalam upaya melaksanakan pembangunan dibidang ekonomi, pemerintah Jenderal Soeharto yang dikenal juga sebagai pemerintahan Orde Baru melaksanakannya melalui Repelita (rencana pembangunan lima tahun).

    Repelita dilaksanakan mulai tanggal 1 April 1969. Pembangunan ekonomi pada masa orde baru diarahkan pada sektor pertanian. Hal itu dikarenakan kurang lebih 55% dari produksi nasional berasal dari sektor pertanian dan juga 75% pendudukan Indonesia memperoleh penghidupan dari sektor pertanian. Bidang sasaran pembangunan dalam Repelita, antara lain bidang pangan, sandang, perbaikan prasarana, rumah rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

    Jangka waktu pembangunan orde baru dapat dibedakan atas dua macam, yaitu program pembangunan jangka pendek dan program pembangunan jangka panjang. Program pembangunan jangka pendek sering disebut pelita (pembangunan lima tahun), adapun program pembangunan jangka panjang terdiri atas pembangunan jangka pendek yang saling berkesinambungan. Masa pembangunan jangka oanjang direncanakan selama 25 tahun.

    Modernitas memerlukan sarana, salah satunya dengan pengadaan sarana fisik. Pembangunan yang dilaksanakan di realisasikan dalam system pembangunan nasional yang dilaksanakan dengan bentuk Pembangunan Lima Tahun (PELITA). [1]

    Pelita I

    Pada 1 April 1969 dimulailah pelaksanaan pelita 1 yaitu pada periode 1969-1974. Pada pelita 1 ini, orde baru menyelesaikan fase stabilisasi dan rehabilitasi sehingga dapat menciptakan keadaan yang stabil. Selama beberapa tahun, sebelum orde baru keadaan ekonomi mengalami kemerosotan. Pada 1955-1960 laju inflasi rata-rata 25% per tahun, dalam periode 1960-1965 harga-harga meningkat dengan laju rata-rata 226% per tahun, dan pada 1966 laju inflasi mencapai puncaknya, yaitu 650% setahun. Kemerosotan ekonomi tersebut terjadi di segala bidang akibat kepentingan ekonomi dikorbankan demi kepentingan politik.

    Pada masa orde baru, kemerosotan ekonomi dapat dikendalikan. Pada 1976, laju inflasi dapat ditekan menjadi 120%, atau seperlima dari tahun sebelumnya. Pada 1968, inflasi dapat ditekan lagi menjadi 85%. Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai, kemudian dimulailah pelaksanaan pelita 1 pada tahun 1969. Adapun titik berat pelita 1 adalah pada sector pertanian dan industry yang mendukung sector pertanian.

    Adapun sasaran pelita 1, yaitu meningkatkan pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

    Pelaksanaan pelita 1 termasuk pembiayaannya selalu disetujui DPR dengan membuat undang-undang sesuai ketentuan UUD 1945. [2]

    Pelita II

    Pelita 1 berakhir pada 31 Maret 1974, yang telah meletakan dasar-dasar yang kuat bagi pelaksanaan pelita I. MPR hasil pemilu 1971 secara aklamasi memilih dan mengangkat kembali jendral soeharto sebagai presiden RI. Selain itu, MPR hasil pemilu 1971 berhasil pula menyusun GBHN melalui Tap MPR RI No IV/MPRS/1973.

    Di dalam GBHN 1973 terdapat rumusan pelita II, yaitu :

    1. Tersedianya bahan pangan dan sandang yang cukup dan terjangkau oleh daya beli masyarakat;
    2. Tersedianya bahan-bahan bangunan perumahan terutama bagi kepentingan masyarakat;
    3. Perbaikan dan peningkatan prasarana;
    4. Peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata;
    5. Memperluas kesempatan kerja.

    Untuk melaksanakan pelita II, presiden soeharto kemudian membentuk cabinet pembangunan II. Program kerja kabinet pembangunan II, disebut Sapta Krida Kabinet Pembangunan II, yang meliputi:

    1. Meningkatkan stabilitas politik;
    2. Meningkatkan stabilitas keamanan;
    3. Melanjutkan pelita 1 dan melaksanakan pelita II;
    4. Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
    5. Melaksanakan pemilihan umum.

    3. Pelita III

                Pada 31 Maret 1979, Pelita III mulai dilaksanakan. Titik berat pembangunan pada pelita III adalah pembangunan sector pertanian menuju swasembada pangan yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.

                Sasaran pokok pelita III diarahkan pada trilogy pembangunan dan delapan jalur pemerataan.

    a) Trilogi pembangunan mencakup:

    1)      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia;

    2)      Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;

    3)      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

    b)  Delapan jalur pemerataan mencakup:

    1)      Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan perumahan

    2)      bagi rakyat banyak;

    3)      Pemerataan kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan;

    4)      Pemerataan pembagian pendapatan;

    5)      Pemerataan memperoleh kesempatan kerja;

    6)      Pemerataan mempreoleh kesempatan berusaha;

    7)      Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khusunya bagi generasi muda dan kaum wanita;

    8)      Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Indonesia;

    9)      Pemerataan memperoleh keadilan.

    Terpilih menjadi presiden RI untuk kedua kalinya MPR hasil pemilu membentuk cabinet pembangunan III. Kabinet ini dilantik secara resmi pada 31 Maret 1978. Program kerja cabinet pembangunan III, disebut Sapta Krida Pembangunan III, yang meliputi:

    1.      Menciptakan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dnegan memeratakan hasil pembangunan;

    2.      Melaksanakan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;

    3.      Memelihara stabilitas keamanan yang mantap;

    4.      Menciptakan aparatur Negara yang bersih dan berwibawa;

    5.      Membina persatuan dan kesatuan bangsa yang kukuh dan dilandasi oleh penghayatan dan pengamalan pancasila;

    6.      Melaksanakan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia;

    7.      Mengembangkan politik luar negri yang bebas aktif untuk diabdikan kepada kepentingan nasional.

    4)      Pelita IV

                Pelita III berakhir pada 31 Maret 1989 yang dilanjutkan dengan pelaksanaan pelita IV yang dimulai 1 april 1989. Untuk ketiga kalinya jenderal soeharto terpilih dan diangkat kembali oleh MPR hasil pemilu. Untuk melaksanakan pelita IV, presiden seharto membentuk cabinet pembangunan IV. Titik berat pelita IV adalah pembangunan sector pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dan meningkatkan industry yang dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri, baik untuk mesin-mesin industry ringan maupun industry berat.

                Sasaran pokok pelita IV yaitu sebagai berikut:

    a)      Bidang politik, yaitu berusaha memasyarakatkan P4 (Pedoman,Penghayatan,dan Pengamalan Pancasila).

    b)      Bidang pendidikan, menekankan pada pemerataan kesempatan belajar dan meningkatkan mutu pendidikan.

    c)      Bidang keluarga berencana (KB), menekankan pada pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang dapat menimbulkan masalah nasional.

    5)      Pelita V

                Pelita IV berakhir pada 31 Maret 1994 yang dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita V yang dimulai 1 April 1994. Pelita V ini merupakan pelita terakhir dari keseluruhan program pembangunan jangka panjang pertama (PPJP 1). Pelita V merupakan masa tinggal landas untuk memasuki program pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II), yang akan dimulai pada pelita VI pada april 1999.

                Titik berat pelita V adalah meningkatkan sector pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan prduksi hasil pertanian laiinya serta sector industri, khususnya industry yang menghasilkan barang untuk ekspor, industry yang banyak tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertaian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri menuju terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang antara industry dengan pertanian, baik dari segi nilai tambah maupun dari segi penyeraan tenaga kerja.

    6)      Pelita VI

                Pelita V berakhir pada 31 Maret 1999yang dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita VI yang dimulai pada 1 April 1999. Pada akhir pelita V diharapkan akan mampu menciptakan landasan yang kukuh untuk mengawali pelaksanaan pelita VI dan memasuki proses tinggal landas menuju pelaksanaan program pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II) . Titik berat pelita VI diarahkan pada pembangunan sector-sektor ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

                Sasaran pembangunan industry dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun VI sebagai bagian dari sasaran bidang ekonomi sesuai amanat GBHN 1993 adalah tertata dan mantapnya industry nasional yang mengarah pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran industry ke seluruh wilayah Indonesia, dan makin kukuhnya struktur industry dengan peningkatan keterkaitan antara industry hulu, industry antara, dan industry hilir serta antara industry besar, industry menengah, industry kecil, dan industry rakyat. Serta keterkaitan antara sector industry dengan sector ekonomi lainnya.

    Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia kea rah yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas, Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit diatasi pada akhir tahun 1997. [3]

                Namun, pelaksanaan PPJP II tidak berjalan lancar akibat krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia. Inflasi yang tinggi akibat krisis ekonomi menyebabkan terjadinya gejolak social yang mengarah pada pertentangan terhadap pemerintah orde baru.

    Kenaikan tariff BBM pada 1997 merupakan awal gerakan pengkoreksian rakyat dan mahasiswa terhadap pemerintahan orde baru. Sejak saat itu terjadilah gelombang demonstrasi, kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran di ibu kota Jakarta yag kemudian menyebar ke seluruh wilayah di tanah air . [4]

    Kesimpulan

    Pelita I rehabilitasi ekonomi khususnya untuk mengangkat hasil pertanian dan penyempurnaan sistem irigasi dan transportasi
    tujuan menaikkan taraf hidup masyarakat
    Pelita II peningkatan standard hidup bangsa indonesia melalui sandang pangan dan papan
    Pelita III peningkatan standard pertanian untuk swasembada & pemantapan industri yang mengelola bahan baku menjadi bahan jadi
    Pelita IV peningkatan standard pertanian untuk swasembada pangan dan peningkatan industri untuk memproduksi mesin ringan / berat
    Pelita V peningkatan standard sektor industri dengann pertumbuhan mantap di sektor pertanian
    Pelita VI proses tinggal landas menuju terwujudnya masyarakat maju adil dan mandiri

    Note:

    [1] Purwanta, H, dkk, 2003, Sejarah, Bandung: PT. Grafindo Media Pratama. Halaman 15

    [2] Nana Supriatna, dkk, 1998, IPS Terpadu Sejarah, Bandung: PT. Grafindo Media Pratama. Halaman 15

    [3] Zamrud.2006.Sejarah Program IPA. Jakarta : Putra Nugraha. Halaman 14

    [4] Nana Supriatna, dkk, 1998, IPS Terpadu Sejarah, Bandung: PT. Grafindo Media Pratama. Halaman 18

    Daftar Pustaka

    Nana Supriatna, dkk, 1998, IPS Terpadu Sejarah, Bandung: PT. Grafindo Media Pratama.

    http://guildofnavigators.forumotion.net/t19-pelita-pembangunan-lima-tahun.

    Purwanta, H, dkk, 2003, Sejarah, Bandung: PT. Grafindo Media Pratama.

    Zamrud.2006.Sejarah Program IPA. Jakarta : Putra Nugraha

  • Laporan Praktikum Pengamatan Jamur Tempe

    Laporan Praktikum Pengamatan Jamur Tempe

    Laporan Pengamatan Jamur Tempe

    A. Latar Belakang

    Tempe merupakan salah satu sumber protein yang terbuat dari bahan alami kacang kedelai. Kedelai dikelola dengan memanfaatkan mikroorganisme seperti jamur tempe seperti spesies Rhizopus oryzae.

    Jamur tempe memiliki ciri utama yaitu miseliumnya tidak bersekat yang juga merupakan ciri utama dari family Moraceae. Jamur tempe terdiri dari miselium, sporangiophore, sporangium, dan spora yang menjadi alat perkembangbiakannya.

    Jamur tempe atau yang juga disebut dengan kapang tempe, memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan butir kedelai menjadi tempe yang padat. Jamur yang biasa digunakan untuk tempe ini merupakan kelompok Zygomycota yang memang terdiri dari benang-benang hifa yang bersekat.

    Rhizopus Oligosporus

    Seperti telah dijelaskan bahwa jenis jamur yang lazim digunakan dalam pembuatan tempe berasal dari kelompok Zygomycota. Spesifikasi jenis jamur dari kelompok tersebut yang digunakan untuk tempe adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus stolonifer. Namun, secara umum, jenis jamur yang paling umum digunakan oleh petani tempe adalah jenis Rhizopus Oligosporus. Jamur ini sering juga disebut dengan jamur benang. Karakteristiknya berupa koloni abu-abu dengan sedikit degradasi coklat. Ketinggian jamur tempe ini bisa mencapai 1 mm.

    Rhizopus Oligosporus menghasilkan sebuah enzim bernama Fitase. Kerja enzim ini adalah memecah Fitat dan membuat komponen senyawa makro pada kacang kedelai dilebur atau dipecah menjadi kompenen mikro yang lebih sederhana. Hal ini yang menjadikan zat gizi pada tempe jauh lebih mudah untuk diolah oleh tubuh kita. Jamur ini juga bisa memfermentasikan substrat lainnya, memproduksi beberapa enzim (salah satu enzim yang diproduksi yaitu enzim golongan protase) dan bahkan bisa digunkana untuk mengolah beberapa jenis limbah.

    Warna Putih Tempe

    Mungkin sebagian dari Anda bertanya-tanya, dari mana datangnya warna putih pada tempe yang menyelubungi kacang kedelai. Warna putih tersebut merupakan warna alamiah yang bersumber dari pertumbuhan miselia jamur tempe atau kapang tempe. Miselia ini yang kemudian merekatkan bebijian kedelai sehingga teksturnya menjadi padat. Miselia ini dalam bahasa ilmiah dikenal dengan nama hifa, yakni struktur biologis berupa berkas-berkas yang sangat halus dan merupakan bagian integral vegetatif jamur. Hifa atau miselium bisa dikatakan adalah bentuk tubuh jamur yang sebenarnya. Fungsi hifa sendiri sama seperti akar dan daun pada tumbuhan sempurna.   

    Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe. Jamur ini aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino. Selain itu jamur ini juga mampu menghasilkan protease. Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus oryzae tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian, semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air untuk jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air, jumlah nutrien dalam bahan juga dibutuhkan oleh jamur.

    Ciri-ciri R. oryzae secara umum, antara lain adalah hifa tidak bersekat (senositik), hidup sebagai saprotrof, yaitu dengan menguraikan senyawa organik. Pembuatan tempe dilakukan secara aerobik. Reproduksi aseksual cendawan R. oryzae dilakukan dengan cara membentuk sporangium yang di dalamnya terdapat sporangiospora. Pada R. oryzae terdapat stolon, yaitu hifa yang terletak di antara dua kumpulan sporangiofor (tangkai sporangium). Reproduksi secara seksual dilakukan dengan fusi hifa (+) dan hifa (-) membentuk progamentangium. Progametangium akan membentuk gametangium. Setelah terbentuk gametangium, akan terjadi penyatuan plasma yang disebut plasmogami. Hasil peleburan plasma akan membentuk cigit yang kemudian tumbuh menjadi zigospora. Zigospora yang telah tumbuh akan melakukan penyatuan inti yang disebut kariogami dan akhirnya berkembang menjadi sporangium kecambah. Di dalam sporangium kecambah setelah meiosis akan terbentuk spora (+) dan spora (-) yang masing-masing akan tumbuh menjadi hifa (+) dan hifa (-).

    Siklus hidup Rhizopus oryzae

    Sifat-sifat Rhizopus oryzae, yaitu koloni berwarna putih berangsur-angsur menjadi abu-abu, stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning kecoklatan. Sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baik tunggal atau dalam kelompok (hingga 5 sporangiofora), rhizoid tumbuh berlawanan dan terletak pada posisi yang sama dengan sporangiofora. Terdapat sporangia globus atau sub globus dengan dinding berspinulosa (duri-duri pendek), yang berwarna coklat gelap sampai hitam bila telah masak. Kolumela oval hingga bulat dengan dinding halus atau sedikit kasar. Rhizopus oryzae memiliki spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder. Suhu optimal untuk pertumbuhan jamur ini adalah 350C, minimal 5-70C dan maksimal 440C. Berdasarkan asam laktat yang dihasilkan Rhizopus oryzae termasuk mikroba heterofermentatif.

    Klasifikasi

    KingdomFungi
    DivisiZygomycota 
    KelasZygomycetes
    OrdoMucorales
    FamiliMucoraceae
    GenusRhizopus
    SpeciesRhizopus oryzae

    B. Tujuan Praktikum

    1. mengamati jamur tempe dengan mikroskop
    2. menggambarkan jamur roti

    C. Alat dan Bahan

    1. Alat

    1. Mikroskop
    2. Objek glass
    3. Cover glass 
    4. Pinset
    5. Tusuk gigi 
    6. Pipet 
    7. Tisu

    2. Bahan

    1. Jamur Tempe
    2. Roti berjamur
    3. Air 

    D. Prosedur Kerja

    1. Siapkan semua alat dan bahan 
    2. Ambil sedikit objek glass
    3. Uraikan jamur tempe dengan tusuk gigi agar tidak terlalu menggumpal
    4. Kemudian tetesi dengan sedikit air menggunakan pipet tetes
    5. Letakan cover glass diatasnya yang sudah ada jamur tempenya, lalu pasangkan pada mikroskop
    6. Amati melalui mikroskop dengan perbesaran 10×10 dan dengan cahaya yang sesuai
    7. Gambar jamur tempe yang telah diamati dan buat keterangan-keterangan lainnya
    8. Bersihkan dengan objek glass dan keringkan dengan tissue
    9. Ulangi kegiatan diatas dengan mengamati jamur tempe dengan roti berjamur

    E. Hasil Pengamatan

    Rhizopus oryzae

    Rhizopus oryzae Gambar Jamur Bakteri diamati dari Mikroskop

    Hasil pengamatan Jamur Tempe menunjukkan spesies Rhizopus oryzae. Pada pengamatan beberapa organ Jamur yang dapat diamati adalah Sporogonium, Aplusphysics dan Sporangiophore. Jamur yang diamati tidak hanya satu namun ada banyak

  • Anak Dengan Kebutuhan Khusus

    Dalam pendampingan anak-anak berkebutuhan khusus kita perlu lakukan banyak persiapan…. terutama persiapan dalam emngoptimalkan Orang tua untuk menjadi guru utama dalam mendukung prosesw anaknya.. yang berkebutuhan khusu ini…

    Orang Tua tidak bisa tinggal diam hanya diserahkan pada Komunitas atau tutor pendamping saja…. namun harus masuk menjadi guru dan teman belajar si anak….

    A. Pendidikan Inklusi

    a. Konsep Pendidikan Inklusi

    Istilah terbaru yang dipergunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan atau cacat) ke dalam program-program sekolah adalah inklusi (dari kata bahasa Inggris: inclusion-penyamaan). Bagi sebagian besar pendidik, istilah ini dilihat sebagai deskripsi yang lebih positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh (Smith, 2006: 45).

    Pendidikan inklusi secara formal ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994 bahwa “Prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama mungkin, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada pada mereka”. Jadi Pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang belum banyak disosialisasikan apalagi tentang bentuk Pelaksanaan dan Sistem Pendidikan tersebut, karena merupakan hal baru.

    Pendidikan Inklusi sebenarnya merupakan model Penyelenggaraan Program Pendidikan bagi anak berkelainan atau cacat dimana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan tempatnya di sekolah umum.

    Pendidikan Inklusi adalah pendidikan inklusi didasarkan pada hak asasi dan model sosial, sistem yang harus disesuaikan dengan anak, bukan anak yang menyesuaikan dengan sistem. Pendidikan Inklusi dapat dipandang sebagai pergerakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip utama yang berkaitan dengan anak, pendidikan, keberagaman dan diskriminasi, proses partisipasi dan sumber-sumber yang tersedia (sue stubbs, 2002, diambil dari:http://www.eenet.org.uk/, diambil pada 12 November 2008). Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, masyarakat dan pemerintah.

    b. Landasan pendidikan Inklusi
    Penerapan pendidikan Inklusi mempunyai 4 landasan yaitu:
    1) Landasan filosofis
    a) Setiap anak mempunyai hak mendasar untuk memperoleh pendidikan.
    b) Setiap anak mempunyai potensi, karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan belajar yang berbeda.
    c) Sistem pendidikan seyogyanya dirancang dan dilaksanakan dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan anak.
    d) Anak berkebutuhan khusus mempunyai hak untuk memperoleh akses pendidikan di sekolah umum,
    e) Sekolah umum dengan orientasi inklusi merupakan media untuk menghilangkan sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan bagi semua.
    2) Landasan Yuridis
    a) Undang Undang Dasar 1945, ps 31 (1) dan (2)
    b) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, tentang perlindungan anak, ps 51.
    c) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional : ps 3, ps 4 (1), ps 5 (1) (2) (3) (4), ps 11 (1), ps 12 (1.b).
    d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat.
    e) Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas No. 380/G.06/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 tentang pendidikan inklusif.
    3) Landasan Empiris
    a) Deklarasi Hak Asasi Manusia (1948), Declaration of Human Rights,
    b) Konvensi Hak Anak, (1989), Convention on the Rights of the child,
    c) Konferensi Dunia (1990), tentang Pendidikan untuk Semua, (World Conference on education for all),
    d) Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan (the standard rules on the equalization of opportunities for person with disabilities),
    e) Pernyataan Salamanca (1994), tentang Pendidikan Inklusif,
    f) Komitmen Dakar (2000) mengenai Pendidikan untuk Semua,
    g) Deklarasi Bandung (2004) dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan inklusif”,
    h) Rekomendasi Bukit Tinggi (2005), tentang meningkatkan kualitas sistem pendidikan yang ramah bagi semua.
    4) Landasan Pedagogis
    Pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka dipisahkan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus.
    c. Karakterisrik Pendidikan Inklusi
    Pendidikan inklusi memberikan hak untuk belajar pada semua anak, tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi lainnya. Hal ini memberi tantangan pada guru untuk mengetahui bagaimana cara mengajar anak dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam. Dalam pendidikan inklusif juga berupaya untuk memberi perlindungan pada semua anak. Anak akan merasa aman belajar didalam kelas walaupun “berbeda” dari segi fisik, sosial, intelektual, dan emosi peserta didik lainnya.
    Pembelajaran dilaksanakan secara fleksibel dengan memperhatikan kebutuhan masing-masing anak sebagai peserta didik. Pembelajaran dalam kelas ramah dan kondusif sehingga anak menjadi lebih bersemangat dalam belajar. Selain itu pembelajaran diberikan dengan menggunakan berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran. Kemudian penilaian dilakukan berdasarkan observasi terhadap kemamupan anak. (Depdiknas 2004) dalam Aldjon Dapa (2007:151) telah merumuskan perbedaan karakteristik pendidikan inklusif dengan kelas reguler, dalam tabel berikut ini :

    Tabel 1. Perbedaan karakteristik pendidikan inklusif dengan kelas reguler

    Kelas Tradisional
    Kelas inklusif, ramah terhadap pembelajaran
    Hubungan
    Terdapat hubungan jarak dengan peserta didik, Contoh : guru sering memanggil peserta didik tanpa kontak mata
    Ramah dan hangat, contoh untuk anak tunarunggu : guru selalu berada didekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas (orang tua) memuji anak tunarunggu dan membantu anak lainnya.
    kemampuan
    Guru dan peserta didik memiliki kemampuan yang relatif sama
    Guru, peserta didik deengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda sertaorang tua sebagai pendamping.
    Pengaturan tempat duduk
    Pengaturan tempat duduk yang sama di tiap kelas (semua anak duduk di meja berbaris dengan arah yang sama)
    Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti duduk berkelompok di lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapat melihat satu sama lain.
    Materi belajar
    Buku teks, buku latihan, papan tulis
    Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, Contoh : Pembelajaran matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menantang, menarik, dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa.
    Sumber
    Guru membelajarkan anak tanpa menggunakan sumber belajar yang lain.
    Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak. Contoh : Meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat kedalam kelas untuk dimanfaatkan dalam mata pelajaran tertentu.
    Evaluasi
    Ujian tertulis terstandardisasi.
    Penilaian : observasi, portofolio, yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu dikumpulkan dan dinilai.

    Pendidikan inklusif meningkatkan hubungan antara guru dan peseta didik, antara guru dan orang tua, serta hubungan antara orang tua dan peserta didik. Metode pembelajaran dilakukan secara bervariasi sehingga anak merasa termotivasi untuk belajar. Materi pelajaran disampaikan lebih menarik dan menyenangkan sehingga anak dapat menyerap materi pelajaran yang diberikan. Dan evaluasi dilakukan berdasarkan penilaian secara berbeda sesuai dengan perkembangan kemampuan masing-masing anak sebagai peserta didik.
    d. Prinsip-prinsip penyelenggaran
    1) Prinsip pemerataan dan penyelenggaraan mutu.
    Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyusun strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan peningkatan mutu. Pendidikan inklusif merupakan salah satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, karena lembaga pendidikan inklusi bisa menampung semua anak yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan lainnya. Pendidikan inklusif juga merupakan strategi peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif menggunakan metodologi pembelajaran berfariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai perbedaan.
    2) Prinsip kebutuhan individual
    Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda, oleh karena itu pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.
    3) Prinsip kebermakanaan
    Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
    4) Prinsip berkelanjutan
    Pendidikan inklusif diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.
    5) Prinsip keterlibatan
    Penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait.
    6) Prinsip Khusus pada Anak Lambat Belajar (Slow Learner)
    Anak lambat belajar adalah anak yang mengalami kelainan/penyimpangan dalam segi intelektual (intelegensi), yakni intelegensinya di bawah rata-rata anak seusianya (di bawah normal). Akibatnya, dalam tugas-tugas akademik yang menggunakan intelektual mereka sering mengalami kesulitan. Oleh karena itu, kadang-kadang guru merasa jengkel karena diberi tugas yang menurut perkiraan guru sangat mudah sekalipun, mereka tetap saja kesulitan dalam menyelesaikannya.

    e. Tujuan
    1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) untuk memperoleh pendidikan yang layak sesuai dengan kondisi anak.
    2) Mempercepat penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar.
    3) Meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
    4) Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta pembelajaran yang ramah terhadap semua anak.
    2. Siswa Slow Learner
    Anak yang mempunyai skor IQ antara 70 sampai 89 digolongkan kedalam kelompok anak lambat belajar (Marthan, 2007: 49). Siswa slow learner merupakan salah satu jenis ABK di SD Inklusi. Istilah slow learner seringkali dipakai untuk seorang anak yang tidak bias belajar dengan baik di sekolah. Skor IQ yang rendah seringkali dianggap telah cukup untuk menjelaskan kurang berkembangnya seorang anak dalam hal belajar. (Smith, 2006: 68).
    Siswa slow learner memiliki keterbatasan perhatian terhadap pelajaran, kekurangan kemampuan untuk memahami prinsip dan konsep secara komprehensif, tidak memahami ide dan hubungan matematis, serta tidak mampu mengimplementasikan ide dalam konteks yang berbeda. Jadi siswa slow learner membutuhkan banyak pengulangan untuk memahami materi di kelas.
    Pengertian lain tentang slow learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Learning Disabilitas atau ketidak mampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar di bawah intelektualnya. http://roman-makalah.blogsopot.com/2008/07/kesulitan-belajar-siswa-dan-bimbingan.html, diambil pada 13 Januari 2009.
    Peneliti berpendapat bahwa siswa slow learner adalah siswa dengan tingkat kecepatan belajar lebih rendah dibanding siswa sebaya, belajar hanya sampai tingkat hafalan, pola kemajuan akademik lamban, perkembangan mental lebih rendah dibanding dengan perkembangan usianya, memiliki keterbatasan perhatian terhadap pembelajaran, kekurangan kemampuan untuk memahami prinsip dan konsep secara komprehensif dan membutuhkan banyak pengulangan untuk memahami materi di kelas. Dengan demikian siswa slow learner menuntut pendampingan khusus oleh guru, konselor, atau pihak sekolah.

    3. Pembelajaran Matematika
    Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2).
    Prof. Dr. Mohmad Surya (2004: 7) mengartikan pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan linkungannya
    Menurut Endang Susetyawati dan Sumaryanto(2005 : 31) pembelajaran merupakan sebagai proses belajar matematika oleh siswa dengan bantuan pendampingan guru. Dalam pembelajaran metematika yang abstrak siswa memerlukan alat bantu berupa mediayang dapat memperjelas materi yang disampaikan.
    Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai proses belajar matematika oleh siswa dengan bantuan pendampingan guru. Guru sebagai fasilitator dan dinamisator kegiatan belajar oleh siswa.

    4. Pembelajaran Matematika di SD Inklusi
    Bruner (Ruseffendi, 1991) dalam Heruman (2007:4) menggemukakan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukan. ’Menemukan’ disini terutama adalah ’menemukan lagi’ (discovery), atau dapat juga yang menemukan yang sama sekali baru (invention). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam pembelajaran, guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan sebagai pemberitahu.
    Berdasarkan berbagai pendapat diatas peneliti berpendapat bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi belajar dan mengajar matematika antara peserta didik dan pendidik yang melibatkan segenap aspek didalamnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan pembelajaran matematika di SD Inklusi itu sendiri dalam pelaksanaanya peserta didik terdiri dari siswa reguler dan siswa slow learner, pedidiknya terdiri dari guru kelas, guru bidang studi, dan guru pembimbing khusus (GPK) yang tentunya khusus melayani anak–anak berkebutuhan khusus.
    Proses pembelajaran matematika di SD inklusi dilaksanakan oleh guru kelas dengan dibantu guru pendamping khusus (GPK). Guru kelas adalah guru yang diberi tanggung jawab dan wewenang mengajar di suatu kelas dan mengampu hampir semua mata pelajaran yang diajarkan. Hanya beberapa mata pelajaran saja yang mungkin dibantu pengajarannya guru lain, misalkan pelajaran agama atau olah raga. Dengan demikian, mata pelajaran matematika di kelas inklusi juga diampu oleh guru kelas tersebut. Sedangkan GPK adalah guru yang didatangkan dari pendidikan khusus yang khusus melayani siswa ABK. GPK merupakan patner guru kelas dan guru bidang studi dalam upaya melayani anak berkebutuhan khusus agar potensi yang dimiliki berkembang optimal.

    B. Kerangka Berfikir
    Hidup dengan kekurangan bukan berarti tidak berkesempatan untuk maju. Bagi anak-anak slow learner, bersaing secara akademik dengan anak normal pada kenyataanya merupakan hal yang sangat sulit. Mereka harus dilatih khusus agar dapat mengikuti proses belajar di sekolah umum. Kebanyakan masyarakat menganggap dua kata tersebut identik dengan idiot atau keterbelakangan mental.
    Tes intelegensi yang menghasilkan IQ (Intelligence Quotien), merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mendeteksi kemampuan anak, khususnya dibidang akademik. Pembelajaran di sekolah sangat menuntut ketrampilan kognitif. Ketrampilan kognitif dapat diketahui dari hasil tes intelegensi yang menghasilkan IQ. Anak yang memperoleh skor IQ antara 70 hingga 89 digolongkan kedalam kelompok anak lambat belajar (slow learner). Anak yang tergolong lambat belajar masih dapat mengikuti program pembelajaran reguler pada jenjang pendidikan dasar tetapi membutuhkan bantuan yang intensif.
    Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung siswa normal dan ABK di kelas yang sama. Berdasarkan hasil observasi selama proses pembelajaran di SD Negeri Siyono Gunung Kidul, salah satu jenis ABK pada Sekolah Inklusi disini adalah siswa slow learner. Namun kenyataan yang terjadi, masyarakat pada umumnya belum mengetahui keberadaan sekolah inklusi dengan semua program-programnya dan cenderung memberikan perlakuan negatif terhadap ABK (slow learner). Dengan dilakukan identifikasi diharapkan dapat memberikan sosialisasi lebih lanjut tentang sekolah inklusi & ABK sehingga tidak terjadi penolakan terhadap ABK baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun lingkungan sekolah yang kondisinya heterogen. Sehingga mereka dapat hidup beriringan layaknya dengan anak normal pada umumnya.

  • Ruang Lingkup Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

    Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

    Menurut Heward (2003) anak kebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.

    Mangunsong (2009), menyebutkan penyimpangan yang menyebabkan ABK berbeda terletak pada perbedaan pada ciri mental, kemampuan sensori, fisik dan neuromoskuler, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau tiga dari hal-hal tersebut.

    Frieda Mangunsong dalam buku “Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”, 2009:4 Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak Luar Biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal.

    Menurut Mulyono (2006 : 26) anak berkebutuhan khusus adalah anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan dan juga anak berbakat.

    Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.

    Dari beberapa pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kelainan dengan karakteristik khusus yang membedakannya dengan anak normal pada umumnya serta memerlukan pendidikan khusus sesuai dengan jenis kelainannya.

    Ada beberapa istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus, antara lain anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa. Selain itu, WHO juga merumuskan beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus, yaitu :

    1. Impairment: merupakan suatu keadaan dan kondisi dimana individu mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologi, fisiologi atau fungsi struktur anatomi secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang mengalami amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki.
    2. Disability: merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi ”kurang mampu” melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan impairment, seperti kecacatan pada organ tubuh. Contohnya, pada orang yang cacat kaki, dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk mobilitas.
    3. Handicapped: suatu keadaan dimana individu mengalami ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki, dia akan mengalami masalah mobilitas sehingga dia memerlukan kursi roda (purwanti, 2012).

    A. Konsep Anak Kebutuhan Khusus

    Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-beda, dan oleh karena itu setiap anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda beda pula, sehingga setiap anak  sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan sejalan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.

    Cakupan konsep anak berkebutuhan  khusus  dapat  dikategorikan menjadi  dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementra (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanent).

    a.       Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementra (Temporer)

    Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
    mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperekosa  sehingga  anak  ini  tidak  dapat  belajar.  Pengalaman  traumatis  seperti  itu bersifat sementra tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi  akan  menjadi  permanent.  Anak  seperti  ini  memerlukan  layanan  pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang berssifat temporer, dan oleh karena itu mereka memerlukan pendidikan yang disesuiakan yang disebut pendidikan kebutuhan
    khusus.

    Contoh lain, anak baru masuk kelas I Sekolah Dasar yang mengalami kehidupan
    dua bahasa. Di rumah anak berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa, Bali atau Madura dsb), akan tetapi ketika belajar di sekolah terutama ketika belajar membaca  permulaan,  mengunakan  bahasa  Indonesia.  Kondisi  seperti  ini  dapat menyebabkan munculnya  kesulitan dalam belajar  membaca permulaan dalam bahasa Indonesia. Anak seperti ini pun dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus sementra (temporer),  dan  oleh  karena  itu  ia  memerlukan  layanan  pendidikan  yang disesuikan (pendidikan kebutuhan khusus). Apabila hambatan belajar membaca seeperti itu tidak mendapatkan  intervensi  yang tepat  boleh jadi  anak ini akan  menjadi  anak berkebutuhan khusus permanent.

    b.       Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen)

    Anak  berkebutuhan  khusus  yang  bersifat  permanen  adalah  anak-anak  yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat  langsung  dari  kondisi  kecacatan,  yaitu  seperti  anak  yang  kehilangan  fungsi penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gannguan gerak (motorik), gannguan iteraksi-komunikasi, gannguan emosi, social dan tingkah laku. Dengan  kata  lain  anak  berkebutuhan  khusus  yang  bersifat  permanent  sama  artinya dengan anak penyandang kecacatan.

    Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas yaitu  meliputi    anak  berkebutuhan  khusus  temporer  dan  anak  berkebutuhan  khusus permanent  (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila menyebut anak berkebutuhan khusus  selalu  harus  diikuti  ungkapan  termasuk  anak  penyandang  cacat.  Jadi  anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan pendidikan khusus yang hanya menyangkut anak penyandang cacat.

    B. Klasifikasi Anak Kebutuhan Khusus

    Klasifikasai gangguan anak berkebutuhan khusus menurut Davidson,Neale dan Kring(2006) terdiri dari gangguan pemsatan perhatian atau hiperaktifitas,gangguan tingkah laku,disabilitas belajar,retardasi mental,dan gangguan autistic. Sedangkan Syamsul (2010) mengklasifikasikan anak berkebtuhan khusus apabila termasuk kedalam salah satu atau lebi dari kategori berikut ini :

    a.       Kelainan sensori,seperti cacat penglihatan atau pendengaran.

    b.      Deviasi mental,termasuk Gifted dan retardasi mental

    c.       Kelainan komunikasi,termasuk problem bahasa dan ucapan

    d.      Ketidakmampuan belajar,termasuk masalah belajar yang serius karena kelainan fisik.

    e.       Perilaku menyimpang, termasuk gangguan emosional

    f.        Cacat fisik dan kesehatan, termasuk kerusakan neurologis,ortopedis,dan penyakit lainnya seperti leokimia dan gangguan perkembangan

    Adapun anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru menurut kauff dan hallahan (dalam bandi 2006) antara lain tunagrahita, kesulitan belajar (learning disability), hiperaktif (ADHD dan ADD), tunalaras, tunawicara, tunanetra, autis, tunadaksa, tunaganda, dan anak berbakat.

    4.      Faktor-faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus

    Terdapat tiga faktor yang dapat diidentifikasi tentang sebab musabab timbulnya kebutuhan khusus pada seorang anak yaitu: 1) Faktor internal pada diri anak, 2) Faktor ekternal dari lingkungan dan, 3) Kombinasi dari factor internal dan eksternal.

    a.       Faktor Internal

    Faktor  internal  adalah  kondisi  yang  dimiliki  oleh  anak  yang  bersangkutan. Sebagai contoh seorang anak memiliki kebutuhan khusus dalam belajar karena ia tidak bisa melihat,    tidak bisa mendengar, atau tidak mengalami kesulitan untuk begerak. Keadaan seperti itu berada pada diri anak yang bersangkutan secara internal. Dengan kata lain hambatan yang dialami berada di dalam diri anak yang bersangkutan.

    b.      Faktor Ekternal

    Faktor eksternal adalah Sesuatu yang berada di luar diri anak mengakibatkan anak
    menjadi  memiliki  hambatan  perkembangan  dan  hambatan  belajar,  sehingga  mereka memiliki kebutuhan layanan khusus dalam pendidikan. Sebagai contoh seorang anak yang mengalami kekerasan di rumah tangga dalam jangka panjang mengakibatkan anak teresbut kehilangan konsentrasi, menarik diri dan ketakutan. Akibantnya anak tidak tidak dapat belajar.

    c.       Faktor ditinjau dari waktu terjadinya gangguan

    Menurut Irwanto, Kasim, dan Rahmi (2010), secara garis besar faktor penyebab anak berkebutuhan khusus jika dilihat dari masa terjadinya dapat dikelompokkan dalam 3 macam, yaitu:

    1)      Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi pada pra kelahiran (sebelum kelahiran), yaitu masa anak masih berada dalam kandungan telah diketahui mengalami kelainan dan ketunaan. Kelainan yang terjadi pada masa prenatal, berdasarkan periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin muda, dan periode aktini (sebuah protein yang penting dalam mempertahankanbentuk sel dan bertindak bersama-sama dengan mioin untuk menghasilkan gerakan sel) (Arkandha, 2006). Antara lain: Gangguan Genetika (kelainan Kromosom, Transformasi); infeksi kehamilan; usia ibu hamil (high risk group); keracunan saat hamil; pengguguran; dan lahir prematur.

    2)      Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi selama proses kelahiran. Yang dimaksud disini adalah anak mengalami kelainan pada saat proses melahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anak dilahirkan, antara lain anak lahir sebelum waktunya, lahir dengan bantuan alat, posisi bayi tidak normal, analgesik (penghilang nyeri) dan anesthesia (keadaan narkosis), kelainan ganda atau karena kesehatan bayi yang kurang baik. Proses kelahiran lama (anoxia), prematur, kekurangan oksigen; kelahiran dengan alat bantu (vacum); kehamilan terlalu lama; > 40 minggu.

    3)      Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi setelah proses kelahiran yaitu masa dimana kelainan itu terjadi setelah bayi dilahirkan, atau saat anak dalam masa perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan setelah anak dilahirkan antara lain infeksi bakteri (TBC/ virus); kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi); kecelakaan ; dan keracunan.

    5.      Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus Di Indonesia

    a.       Sekolah Luar Biasa Solusi Pertama

    Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang hanya menerima siswa berkebutuhan khusus dalam beragam kondisi. Ada juga sekolah Pedagog yang pada prinsipnya sama dengan SLB, menerima murid-murid hanya yang berkategori berkebutuhan khusus. Pendidikan luar biasa tersebut tidak total berbeda dengan pendidikan bagi anak-anak normal pada umumnya. Seorang tunanetra atau tunarungu tidak bisa serta merta didaftarkan masuk kesekolah biasa jika sebelumnya ia belum mendapat pelajaran baca tulis Braille atau teknik membaca bibir.

    Sekolah Luar Biasa adalah jawaban atas kebutuhan utama pendidikan lanjutannya. Pelayanan yang disediakan di SLB umumnya terdiri dari pelayanan medis, psikologis dan sosial. Karena itu di SLB senantiasa melibatkan tenaga dokter, psikolog dan pekerja sosial dan ahli pendidikan luar biasa sebagai sebuah tim kerja. SLB dibagi menjadi tujuh berdasarkan kondisi ketunaan, yakni :

    a)      SLB A untuk tunanetra

    b)      SLB B untuk tunarungu

    c)      SLB C untuk tunagrahita yang mampu didik dan C1 untuk tunagrahita yang hanya mampu latih.

    d)      SLB D untuk tunadaksa dengan intelegensia normal. D1 untuk tunadaksa yang juga mengalami retardasi mental.

    e)      SLB E untuk tunalaras.

    f)       SLB F untuk autis.

    g)      SLB G untuk tunagranda.

           Selain dimasukan ke Sekolah Luar Biasa, terdapat berbagai macam pilihan bagi anak berkebutuhan khusus mampu dididik untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan,yaitu:

    a.       Mainstreaming atau pendidikan terpadu.

    Anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD tertentu bersama anak-anak pada umumnya.

    b.      Kelas khusus penuh atau paruh waktu.

    Di sini anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD umum. Pada model paruh waktu maka mereka bergabung dengan anak –anak lain. Sedangkan model penuh berarti anak-anak berkebutuhan khusus disediakan kelas tersendiri di sebuah SD umum.

    c.       Guru kunjung.

    Anak-anak berkebutuhan khusus yang domisilinya satu area dikumpulkan dalam satu kelompok belajar secara teratur guru Pendidikan Luar Biasa datang mengadakan kegiatan belajar mengajar di tempat.

    d.      Kejar paket A dan B.

    Sama dengan sistem Guru Kunjung terapi materi belajar yang diberikan terpusat pada paket A dan B. Pemerintah menerapkan model ini dengan misi memberantas tuna aksara.

    e.       Asrama atau Panti.

    Berbagai jenis anak berkebutuhan khusus diasramakan secara insidental dengan penanggung biaya adalah Pemda setempat

    f.        Workshop.

    Mirip dengan mode asrama, hanya saja belajar mengajar diarahkan ke latihan prevocational, terutama dibidang pekerjaan. Diperlukan kerja sama juga antara Diknas, Depsos, dan Depnaker.

    b.      Pendidikan Inklusif

          Menurut Johnen dan Skjorten (2003), pendidikan inklusif adalah system layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Artinya dalam pendidikan inklusif tersedia sumber belajar yang beragam dan mendapat dukungan dari semua pihak, meliputi para siswa, guru, orang tua dan masyarakat sekitarnya.

    Dengan kata lain, pendidikan inklusif merupakan pendidikan terpadu yang diharapkan dapat mengakomodasi pendidikan bagi semua, terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang selama ini masih banyak yang belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan seperti anak-anak normal. Menggabungkan murid berlatarkan kemampuan fisik dan mental yang jelas berbeda, sekolah inklusif tentunya tidak bisa menentukan naik kelas atau tidaknya seorang murid berdasarkan penilaian terhadap penguasaan atas kurikulum umum.Konsekuensinya sebuah sekolah inklusif harus memodifikasi aspek-aspek penilaian terhadap seorang murid menjadi lebih terbuka dan benar-benar disesuaikan dengan kondisi anak, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus. Guru yang bukan lulusan PLB pun harus memiliki pengetahuan dasar tentang pendidikan luar biasa.

    BAB III

    PENUTUP

    1.      Kesimpulan

    Anak berkebutuhan khusus  (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan  dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.

    Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan lingkungan sekitar anak berkebutuhan khusus tersebut, dan yang terakhir adalah peran aktif pemerintah dalam menjadikan pelayanan kesehatan dan konsultasi bagi anak berkebutuhan khusus.

    2.      Saran

    Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat indonesia terutama bagi para pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak yang menyandang berkebutuhan khusus dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Karena pada dasarnya anak seperti itu bukan malah dijauhi akan tetapi didekati dan diperlakukan sama dengan manusia normal lainnya akan tetapi caranya yang berbeda.

                                            DAFTAR PUSTAKA

    Alimin, Zaenal (2004) Reorientasi Pemahaman Konsep Pendidikan Khusus Pendidikan Kebutuhan  Khusus  dan  Implikasinya  terhadap  Layanan  Pendidikan.  Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus. Vol.3 No 1 (52-63)

    Foreman, Phil (2002), Integration and Inclusion In Action. Mc Person Printing Group Australia.

    Johsen, Berit and Skjorten D. Miriam, (2001) Education, Special Needs Education an ntoduction. Unifub Porlag: Oslo

    Lewis,  Vicky (2003),  Development  and  Disability.  Blckwell  Publishing  Company: Padstow, Cornwall.

    Stubbs,  Sue  (2002)  Inclusive  Education:  Where  there  are  few  resources.  The  Atlas Alliance: Gronland , Oslo.

  • Perbedaan antara EYD dan EBI

    Pedoman Umum Ejaan

    Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan disingkat PUEYD atau lebih dikenal dengan sebutan EYD kini tidak berlaku lagi. Berdasarkan Permendikbud No. 50 Tahun 2015, Permen No. 46 Tahun dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Seiring peraturan tersebut, maka EYD kini sudah digantikan oleh Ejaan Bahasa Indonesia atau EBI. Selain EYD dan EBI, Indonesia memiliki beberapa Pedoman ejaan bahasa seperti yang disajikan pada tabel di bawah

    NoNama PedomanTahun Berlaku
    1Ejaan Van Ophuijsen1901 – 1947
    2Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi1947 – 1959
    3Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia)1959 – 1972
    4Ejaan Byang Disempurnakan1972 – 2015
    5Ejaan Bahasa Indonesia2015 – Sekarang

    Dengan demikian, secara Yuridis, Sistem ejaan yang resmi dan diakui negara adalah Ejaan Bahasa Indonesia sebagai zaman yang terlampir dalam Permendikbud Tahun 2015.


    Meskipun namanya ganti, tidak ada perbedaan mendasar antara EYD dengan EBI. Hanya ada tiga perbedaan yang dapat saya temukan.

    Pertama, penambahan huruf vokal diftong. Di EYD, huruf diftong hanya tiga yaitu ai, au, ao. Di EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei (misalnya pada kata geiser dan survei).

    Kedua, penggunaan huruf kapital. Pada EYD tidak diatur bahwa huruf kapital digunakan untuk menulis unsur julukan. Dalam EBI, unsur julukan tidak diatur ditulis dengan awal huruf kapital.

    Ketiga, penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, dan menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ketiga dihapus.

  • Makalah Kurikulum KTSP 2016

    Bab I Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Perubahan zaman yang demikian cepat, menuntut kita untuk menyesuaikan diri termasuk dalam bidang pendidikan. Dalam Iingkungan pendidikan tidak terlepas dengan kurikulum sebagai salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan proses pembelajaran siswa.

    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

    Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

    Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkankurikulum.

    Tahun pelajaran 2006-2007 pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional mulai memberlakukan kurikulum baru, dengan kurikulum 2006. KTSP dirancang untuk menggantikan kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2004, yang sebenarnya Iebih tepat sebagai penyempumaan dan pengembangan daripada penggantian.

    Penyusunan KTSP sangat diperlukan untuk mengakomodasi semua potensi yang ada di daerah dan untuk meningkatkan kualitas satuan pendidikan dalam bidang akademis maupun non akademis, memelihara budaya daerah, mengikuti perkembangan iptek yang dilandasi iman dan takwa.
    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dengan mengacu pada Standar Isi dan (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Penyusunan KTSP berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan Pendidikan (BSNP) dan ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
    Perubahan kurikulum di masa mendatang akan lebih dititikberatkan pada penetapan kompetensi dasar peserta didik sehingga apapun bentuk kurikulum pada satuan pendidikan, ukuran yang terpenting dan prestasi peserta didik adalah penguasaan mereka terhadap standar kompetensi yang dituntut.
    B. Rumusan Masalah
    1. Apa Pengertian KTSP ?
    2. Mengapa muncul KTSP ?
    3. Apa Karakteristik KTSP ?
    4. Apa Komponen KTSP ?
    5. Apa Prinsip-prinsip Pengembangan KTSP ?
    6. Bagaimana Pelaksanaan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ?
    7. Apa Penilaian-penilaian dalam Kurikulum KTSP ?
    8. Apa Kelebihan dan Kekurangan KTSP ?

    C. Tujuan Penulisan
    1. Untuk meningkatkan mutu pendidikan
    2. Untuk memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam menyikapi perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat
    3. Untuk memudahkan guru dalam mengoptimalkan pencapaian tujuan

    BAB II
    PEMBAHASAN
    1. Pengertian KTSP
    Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang harus diempuh oleh siswa untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau untuk memperoleh ijazah. (Robert, Zais 1967:7)
    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003)
    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh, dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar, dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006, dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
    Salah satu perubahan yang menonjol pada KTSP dibanding dengan kurikulum sebelumnya adalah KTSP bersifat desentralistik. Artinya, segala tata aturan yang dicantumkan dalam kurikulum, yang sebelumnya dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah pusat, dalam KTSP sebagian tata aturan dalam kurikulum diserahkan untuk dikembangkan dan diputuskan oleh pihak di daerah atau sekolah. Meski terdapat kebebasan untuk melakukan pengembangan pada tingkat satuan pendidikan, namun pengembangan kurikulum harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Ketetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur, dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
    2. Mengapa muncul KTSP
    1. Bergulirnya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan
    Otonomi Daerah
    Ø Undang-undang No 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No 22 Tahun1999 tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 13 dan 14 bahwa Penyelenggaraan pendidikan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah: provinsi dan kabupaten/kota)
    Ø UU No 20 Tahun 2002 tentang Sisdiknas pasal 36 ayat 2 menyebutkan bahwa
    “Kurikulum panda semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

    2. Kebijakan yang mendukung
    a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
    Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
    b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
    Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2),; Pasal 6 ayat (6); Pasal (7) ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8);Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2),; Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
    c. Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
    d. Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang SKL (SKL dan SKKMP)

    3. Teori pengembangan kurikulum
    1. Sentralistik : Dikembangkan secara terpusat
    2. Desentralistik : Diserahkan ke masing-masing daerah
    3. Dekosentrasi : Kerangka dasarnya oleh pusat, penjabarannya oleh daerah

    3. Karakteristik KTSP
    KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap system yang sedang berjalan salama ini. Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta system penilaian.
    Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut:
    1. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan
    KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggungjawab untuk mengembangakan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Selain itu sekolah dan satuan pendidikan juga diberkan kewenangan untuk mengali dan engelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.
    2. Partisipasi Masyarakat dan Orangtua yang Tunggi
    Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi masyarakat dan orangtua peserta didik yang tinggi, bukan hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yagn dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
    3. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional
    Dalam KTSP, pengembangan danpelaksanaan kurikulum didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan professional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas professional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan professional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.
    4. Tim-Kerja yang Kompak dan Transparan
    Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan pemelajaran didukung oleh kinerja team yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan. Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuaidengan posisinya masing-masing utnuk mewujudkan suatu “sekolah yang dapat dibanggakan” oleh semua pihak.

    4. Komponen KTSP
    a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
    Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut
    1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
    2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
    3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

    b. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
    Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut:
    1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
    2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
    3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
    4) Kelompok mata pelajaran estetika
    5) Kelompok mata pelajaranjasmani, olahraga dan kesehatan
    Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.
    Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik panda satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
    1. Mata pelajaran
    Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.

    2. Muatan Lokal
    Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
    Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.

    3. Kegiatan Pengembangan Diri
    Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja. Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.

    4. Pengaturan Beban Belajar
    a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.
    Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
    b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
    c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% – 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% – 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% – 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
    d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
    e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut.
    (1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
    (2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

    5. Ketuntasan Belajar
    Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal. Pelaporan hasil belajar (raport) peserta didik diserahkan panda satuan pendidikan dengan memperhatikan rambu-rambu yang disusun oleh direktorat teknis terkait.

    6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
    Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait. Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
    a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
    b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
    c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
    d. lulus Ujian Nasional. Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

    7. Penjurusan
    Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait. Penjurusan pada SMK/MAK didasarkan pada spectrum pendidikan kejuruan yang diatur oleh direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

    8. Pendidikan Kecakapan Hidup
    a Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan
    vokasional.
    b Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.
    c Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.

    9. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
    a Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
    b Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
    c Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
    d Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau satuan pendidikan nonformal.

    c. Kalender Pendidikan
    Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karekteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar isi.

    5. Prinsip-prinsip Pengembangan KTSP
    KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervise dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.
    KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
    1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
    Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
    2. Beragam dan terpadu
    Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
    3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
    Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
    4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
    Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
    5. Menyeluruh dan berkesinambungan
    Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
    6. Belajar sepanjang hayat
    Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik agar mampu dan mau belajar yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
    7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
    Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    6. Pelaksanaan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
    A. Analisis Konteks
    1. Mengidentifikasi SI dan SKL sebagai acuan dalam penyusunan KTSP.
    2. Menganalisis kondisi yang ada di satuan pendidikan yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program.
    3. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar: komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.

    B. Mekanisme Penyusunan
    1. Tim Penyusun
    Tim penyusun KTSP pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Di Supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang pendidikan tingkat kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan tingkat provinsi untuk SMA dan SMK.
    Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor, dan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
    Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus (SDLB,SMPLB, dan SMALB) terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
    2. Kegiatan
    Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru. Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian. Langkah yang lebih rinci dari masingmasing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun.
    3. Pemberlakuan
    Dokumen KTSP pada SD, SMP, SMA, dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan
    SMP, dan tingkat propinsi untuk SMA dan SMK
    Dokumen KTSP pada MI, MTs, MA, dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah setelah mendapat pertimbangan dari komite madrasah dan diketahui oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
    Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SDLB, SMPLB, dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

    7. Penilaian-penilaian dalam kurikulum KTSP
    Penilaian hasil belajar dalam KTSP dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, dan penilaian program.
    1. Penilaian Kelas
    Penialain kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ulangan akhir. Ulangan harian dilakukan minimal tiga kali dalam setiap semester. Ulangan umum dilaksanakan secara bersamaan untuk kelas paralel, dan pada umumnya dilakukan ulangan umum bersama, baik tingkay rayon, kecamatan, ataupun tingkat kabupaten. Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan.
    2. Tes Kemampuan Dasar
    Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran.
    3. Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi
    Pada akhir semester dan tahun pelajran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu.
    4. Penilaian Program
    Penialain program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasioanal dan Dinas Pendidikan secara kontinu dan berkesinambungan. Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian KTSP dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuiannya dengan tuntutan pekembangan masyarakat, dan kemajuan zaman.

    8. Kelebihan dan Kekurangan KTSP
    Beberapa kelebihan KTSP adalah sebagai berikut :
    1) Mendorong terwujudnya otonoini sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal.
    2) Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
    3) KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa. Sekolah dapat menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh daerah kawasan wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa inggris, sebagai keterampilan hidup.
    4) KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena menurut ahli beban belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
    5) KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
    6) Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.
    7) Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan siswa dan kondisi daerahnya masing-masing.
    8) Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat sekitar.
    9) Standar kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu, baik kemampuan, kecakapan belajar, maupun konteks social budaya.
    10) Berbasis kompetensi sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
    11) Pengembangan kurikulum di laksanakan secara desentralisasi (pada satuan tingkat pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
    12) Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untyuk menyususn dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
    13) Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar siswa.
    14) Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
    15) Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, masyarakat, dan dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.
    16) Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
    17) Berpusat pada siswa.
    18) Menggunakan berbagai sumber belajar.
    19) kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinainis dan menyenangkan
    Beberapa kekurangan KTSP adalah sebagai berikut :
    1) Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
    Pola penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi peinikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
    2) Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
    Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukkan masih banyak satuan pendidikan yang ininim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP.
    3) Masih banyak guru yang belum memahaini KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.
    Masih rendahnya kuantitas guru yang diharapkan mampu memahaini dan menguasai KTSP dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh. Jika tahapan sosialisasi tidak dapat tercapai secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP secara nasional yang targetnya hendak dicapai paling lambat tahun 2009 tidak memungkinkan untuk dapat dicapai.
    4) Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.
    Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia pendidikan. Selain menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP juga mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP terkait pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional.
    Untuk memperoleh tunjangan profesi dan fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh, pelajaran Sosiologi untuk kelas 1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP maupun kurikulum sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi diajarkan selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya mendapat jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada kurikulum lama, pelajaran Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi pada KTSP menjadi tiga jam pelajaran. Sementara itu masih banyak guru yang belum mengetahui tentang ketentuan baru kurikulum ini. Jika KTSP telah benar-benar diberlakukan, para guru sulit memenuhi ketentuan 24 jam mengajar agar bisa memperoleh tunjangan. Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan KTSP hanya akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.

    BAB III
    PENUTUP

    A. Kesimpulan
    KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi dan kompetansi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pengambangan KTSP deserahkan kepada para pelaksana pendidikan (guru, kepala sekolah, komite sekolah, dan dewan sekolah)untuk mengembangkan berbagai kompetensi pendidikan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) pada setiap satuan pendidikan di sekolah dan daerah masing-masing.
    KTSP merupakan batu loncatan kemajuan pendidikan. Dengan kebijakan baru mi, sekolah hisa membuat silabus, kurikulum. dan indikator—indikatornya sendiri. Mesti menentukan silahusnya sendiri namun standar kompetensi dan isinya harus sesuai dengan yang telab ditetapkan pemerintah.
    KTSP merupakan pengembangan dan penyempurnaan dan kurikulum sebelumnya yaitu kurikWum 2004 (KBK), yang dikembangkan oleb satuan pendidikan berdasarkan standar isi (SI), dan standar Kompetensi Lululsan (SKL) yang terdapat pada KBK.
    KTSP merupakan salah satu bentuk realisasi kebijakan, desentralisasi di bidang pendidikan agar kurikulum benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi peserta didik di sekolah yang bersangkutan di masa sekarang dan yang akan dating dengan mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional, dan tuntutan global dengan semangat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

    B. Saran
    Penerapari KTSP dalam aktivitas KBM, diperlukan latihan-latihan, bimbingan dan pengembangan kurikulum sekolah. Jika tidak. malah akan merugikan sekolah. yang perlu dipahami. selama mi guru tidak disiapkan untuk menjadi pengembang kurikulum. Karenanya penting sekali diberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah. Tanpa bimbingan akan muncul musibah, yakni sekolah pada tataran menengah atau pas-pasan. Jangan sampai sekolah menjadi katak dalam tempurung.
    Impelementasi KTSP membutuhkan penciptaan iklim pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah bagi setiap guru. Diharapkan guru dapat melakukan inovasi-inovasi kreaitif dalam bentuk penelitian tindakan terhadap berbagai teknik atau model pengelolaan pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan yang kompoten. Untuk menjamin mutu KTSP, perlu adanya strategi operasional penjaminan mutu KTSP. Di masa mendatang perlu diadakan audit mutu ke sekolah-sekolah pasca diterapkannya KTSP.
    Dalam menentukan arah pendidikannya, sekolah perlu melakukan kajian-kajian dan penyempurnaan sesuai dengan antisipasi berbagai perkembangan dan perubahan.diharapkan sekolah dan komite sekolah atau forum orang tua murid mampu mengembangkan KTSP berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan yang disusun sendiri berdasarkan kebutuhan sekolah dan murid.

    DAFTAR PUSTAKA

    Mulyasa, Enco. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosda.
    Sanjaya, Wina. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan. Jakarta: Kencana
    BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006.

  • Menyusun Tujuan Pembelajaran Berdasarkan Kompetensi Dasar

    Kompetensi Dasar

    KD adalah kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber pada KI yang harus dikuasai peserta didik untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan, Oleh karena itulah maka kompetensi dasar merupakan penjabaran dari standar kompetensi.

    Untuk melihat apakah KD tercapai atau belum dibutuhkan indikator, Indikator ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur atau dapat diobservasi.

    Darwin Syah menjelaskan indikator pembelajaran adalah karakteristik, cirri-ciri, tanda-tanda perbuatan atau respon yang dilakuakan oleh siswa, untuk menunjukkan bahwa siswa telah memiliki kompetensi dasar tertentu. Menurut E Mulyasa indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda perbuatan dan respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik. Indicator juga dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik dan juga dirumuskan dalam rapat kerja operasional yang dapat diukur dan diobservasi sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat penilaian. Jadi indikator adalah kompetensi dasar secara spesifisik yang dapat dijadikan untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran dan juga dijadikan tolak ukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap suatu pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu.

     
    Langkah-langkah penyusunan Kompetensi Dasar

    Sebelum langkah2 penyusunan kompetensi dasar (KD), perhatikan KD mata pelajaran sebagaimana yang tercantum pada Komptensi Inti (KI) dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

    Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/ atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada distandar isi.
    Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
    Pada dasarnya rumusan kompetensi dasar itu ada yang operasional maupun yang tidak operasional karena setiap kata kerja tindakan yang berada pada kelompok pemahaman dan juga pengetahuan yang tidak bisa digunakan untuk rumusan kompetensi dasar.

    Langkah menyusun KD:

    • Menjabarkan Kompetensi yang dimaksud, dengan bertanya : “kemampuan apa saja yang harus dimiliki siswa agar standar kompetensi dapat dicapai?” jawaban dari pertanyaan tersebut kemudian didaftar baik yang menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.
    • Tulislah rumusan Kompetensi Dasarnya.


    Langkah-langkah penyusunan Indikator

    Sebelum melakukan penyusunan indicator, maka harus diperhatikan terlebih dahulu komponen-komponen sebagai berikut :

    Indikator merupakan penjabaran dari KD yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan atau respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik.
    Rumusan indicator menggunakan kerja operasional yang terukur atau dapat diobservasi
    Indikator digunakan sebagai bahan dasar untuk menyusun alat penilaian.
    Kata Operasional dalam Indikator.
    Dalam indikator ada kata-kata operasional yang dijabarkan, diantaranya mencakup segi kognitif, efektif dan psikomotorik.

    Kognitif Meliputi: 

    • Knowledge (pengetahuan) yaitu, menyebutkan, menuliskan, menyatakan, mengurutkan, mengidentifikasi, mendefinisikan, mencocokkan, memberi nama, memberi leber, dan melukiskan.
    • Comprehension (pemahaman) yaitu, menerjemahkan, mengubah, menggeneralisasikan, menguraikan, menuliskan kembali, merangkum, membedakan, mempertahankan, menyimpulkan, mengemukakan pendapat, dan menjelaskan.
    • Application (penerapan) yaitu, mengoperasikan, menghasilkan, mengatasi, mengubah, menggunakan, menunjukkan, mempersiapkan, dan menghitung. Analysisi (analisis) yaitu, menguraikan, membagi-bagi, memilih dan membedakan.
    • Syntnesis (sintesisi) yaitu, merancang, merumuskan, mengorganisasikan, menerapkan, memadukan, dan merencanakan.
    • Evaluation (evaluasi) yaitu, mengkritisi, menafsirkan dan memberikan evaluasi.


     Efektif meliputi:

    • Receiving (penerimaan) yaitu mempercayai, memilih, mengikuti, bertanya, dan mengalokasikan.
    • Responding (menanggapi) yaitu, konfirmasi, menjawab, membaca, membantu, melaksanakan, melaporkan, dan menampilkan.
    • Valuing (penanaman nilai) yaitu, menginisiasi, mengundang, melibatkan, mengusulkan, dan melakukan.
    • Organization (pengorganisasian) yaitu, menverivikasi, menyusun, menyatukan, menghubungkan dan mempengaruhi.
    • Characterization (karakterisasi) yaitu menggunakan nilai-nilai sebagai pandangan hidup, mempertahankan nilai-nilai yang sudah diyakini.

    Psikomotorik atau gerak jiwa meliputi:

    • Observing (pengamatan) yaitu mengamati proses, memperhatikan pada tahap-tahap sebuah perbuatan, memberi perhatian pada sebuah artikulasi.
    • Initation (peniruan) yaitu melatih, mengubah, membongkar sebuah struktur, membangun kembali struktur dan menggunakan sebuah model.
    • Practicing (pembiasaan) yaitu membiasakan perilaku yang sudah dibentuknya, mengontrol kebiasaan agar tetap konsisten.
    • Adapting (penyesuaian) yaitu menyesuaikan model, mengembangkan model, dan menerapkan model


    Menyusun Indikator


    Adapun cara penyusunan indikator adalah:

    • Mengkaji KD tersebut untuk mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan indikatornya yang dianggap relevan tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu juga tentukan indikator-indikator yang relevan dan tuliskan sesuai urutannya.
    • Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya, apabila belum lakulanlah analisis lanjut untuk menemukan in dikator-indikator lain yang kemungkinan belum teridentifikasi.
    • Tambahkan indikator lain sebelumnya dan rubahlah rumusan yang kurang tepat dengan lebih akurat dan pertimbangkan urutannya.


    Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat merumuskan KD yang baik adalah sebagai berikut:

    Rumusan tujuan yang dibuat harus berpusat pada siswa, mengacu kepada perubahan tingkah laku subjek pembelajaran yaitu siswa sebagai peserta didik.
    Rumusan KD harus mencerminkan tingkah laku operasional yaitu tingkah laku yang dapat      diamati dan diukur yang dirumuskan dengan menggunakan kata-kata operadional.
    Rumusan KD harus berisikan makna dari pokok bahasan atau materi pokok yang akan diajarkan pada saat kegiatan belajar mengajar).
     

    Perumusan Indikator

    Pengembangkan indikator memerlukan informasi karakteristik peserta didik yang unik dan beragam. Peserta didik memiliki keragaman dalam intelegensi dan gaya belajar, oleh karena itu indikator selayaknya mampu mengakomodir keragaman tersebut.

    Peserta didik dengan karakteristik unik visual-verbal atau psiko-kinestetik selayaknya diakomodir dengan penilaian yang sesuai sehingga kompetensi siswa dan dapat terukur secara proporsional. Karakteristik sekolah dan daerah juga menjadi acuan dalam pengembangan indikator karena target pencapaian sekolah tidak sama. Sekolah kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat mengembangkan indikator lebih tinggi. termasuk sekolah bertaraf internasional dapat mengembangkan indikator dari SK dan KD.

    Dengan mengkaji tuntutan kompetensi sesuai rujukan standar nasional yang digunakan. Sekolah dengan keunggulan tertentu juga menjadi pertimbangan dalam mengembangkan indikator. Dalam merumuskan indikator pembelajaran perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:

    • Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi dua indikator
    • Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK dan KD.
    • Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik.
    •  Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki kompetensi.
    • Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat kompetensi dan materi pembelajaran.
    • Indikator harus dapat mengakomodir karakteristik mata pelajaran sehingga menggunakan kata kerja operasional yang sesuai.
    • Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik


    Contoh indikator pencapaian kompetensi: 

    Kompetensi IntiKompetensi DasarIndikator
    Memahami ketentuan hukum Islam tentang pengurusan jenazah.Menjelaskan tatacara pengurusan jenazahMampu menjelaskan langkah-langkah/tatacara memandikan jenazah.
    Mampu menjelaskan tata cara mengkafani jenazah.
    Mampu menjelaskan tata cara menshalatkan jenazah.
    Mampu menjelaskan tata cara menguburkan jenazah.
     Memperagakan tatacara pengurusan jenazahMampu memperagakan/mempraktikkan tata cara memandikan jenazah.
    Mampu memperagakan/mempraktikkan tata cara mengkafani jenazah.
    Mampu memperagakan/mempraktikkan tata cara menshalatkan jenazah.
    Mampu memperagakan tata cara menguburkan jenazah.

    Thanks…