Blog

  • Tugas dan Wewenang Guru Kelas

    Tugas dan Wewenang Guru Kelas

    Guru kelas adalah pengajar yang ditemukan pada tingkat sekolah dasar. Guru ini adalah posisi non jabatan yang melaksanakan tugas pengajaran untuk banyak mata pelajaran di tingkat sekolah dasar. Banyaknya mata pelajaran yang diajarkan bergantung dari sekolah masing-masing. Hal ini membuat Guru Kelas kadang juga disebut sebagai Guru SD

    Secara teknis, Peran Guru Kelas lebih luas dari guru mata pelajaran, dimana guru Mata Pelajaran hanya mengajar satu mata pelajaran saja namun guru kelas mengajar banyak mata pelajaran. Beberapa sekolah mungki saja memiliki mata pelajaran khusus seperti

    1. Guru Matematika
    2. Guru Penjaskes
    3. Guru Agama.

    Pengertian Guru Kelas

    Guru kelas adalah guru yang memiliki tugas tidak hanya konten pembelajaran tapi juga pembentukan karakter peserta didik secara langsung. Sadirman (1992) menjelaskan bahwa guru kelas adalah orang berperan sebagai komunikatir, motivator, inspirator sekaligus sahabat bagi peserta didik. Guru kelas memiliki peran sebagai pembimbing dalam memperbaiki sikap dan perilaku peserta didik.


    Sedangkan menurut Havigurat dalam Sardiman (1992:141) bahwa peran guru di sekolah sebagai pegawai dalam hubungannya dengan kedinasan, sebagai bawahan terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan anak didik dan teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua.

    Maka secara garis besar penulis dapat mengatakan bahwa peranan guru kelas benar-benar sangat penting karena memiliki fungsi yang multi ganda, yaitu sebagai manusia dewasa yang memiliki kewajiban untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak didiknya sesuai cita-cita dan tujuan dari pendidikan, dan juga masih harus bertanggung jawab dalam proses belajarnya demi keberhasilan peserta didiknya melalui fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan pemimpin. Juga sebagai pengganti orang tua kedua di sekolah bagi siswa dan di masyarakat sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat sekitarnya ke arah masa depan yang lebih baik sesuai perkembangan dan kemajuan zaman.

    1. Syarat-syarat sebagai guru

    Banyak ahli yang menjelaskan tentang syarat-syarat untuk menjadi seorang guru. Salah satu perincian yang cukup lengkap dijelaskan oleh. Zakiyah Daradjat (1983:14). Beliau menjelaskan syarat-syarat sebagai guru sebagai berikut.

    1) Kepribadian

    Seorang guru harus memiliki kepribadian yang terpadu, sehingga dapat menghadapi dan mengatasi persoalan dengan wajar dan secara sehat yang meliputi:

    1. Pikirannya yang mampu bekerja, dengan tenang tiap masalah dihadapi, dipahami dengan secara objektif, dan harus mengambil suatu keputusan secara objektif pula.
    2. Perasaan dan emosinya stabil, optimis dan menyenangkan, sehingga tidak mudah cemas dan tidak penakut, tidak pemarah maupun pemurung. Sehingga tidak mengurangi penghargaan anak terhadap guru atau timbul rasa takut, benci, acuh, sehingga menjadi penghambat dalam interaksi edukatif.
    3. Sikap dan tingkah lakunya harus dapat dijadikan contoh, teladan, panutan bagi murid/ siswa-siswanya dengan rasa kasih sayang, simpatik dan menghargai tanpa pilih kasih.

    2) Profesional

    Guru harus memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan yang memadai dan cukup khususnya ilmu yang akan digunakan. Tidak boleh terjadi seorang guru kehilangan kepercayaan karena guru tidak bisa menjawab pertanyaan anak sehingga berakibat merugikan anak dan dirinya.

    3) Teknis

    Seorang guru harus memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan metode mengajar yang mana yang paling tepat guan, yaitu yang sesuai dengan tujuan materi anak didik, situasi dan alat yang ada. Kemampuan ini diperoleh dari teori dan pengalaman pendidikan seorang guru sehingga memiliki keterampilan mengajar yang tidak kaku.

    4) Toleransi agama

    Guru perlu memiliki toleransi agama yang benar agar guru tidak menyinggung dan penekanan tentang keagamaan muridnya, sehingga tidak timbul kesan penderitaan batin bagi siswa yang bersangkutan (Achmadi, 1984:71)

    2. Kedudukan guru dan tugas pokok guru

    1) Kedudukan guru

    1. Guru adalah pejabat fungsional dengan tugas utama mengajar pada jalur pendidikan sekolah yang meliputi Taman Kanak-Kanak, pendidikan dasar dan pendidikan menenganh.
    2. Guru tersebut di atas hanya diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

    2) Tugas pokok guru

    1. Tugas pokok guru kelas atau guru mata pelajaran adalah menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar dan analisis hasil evaluasi belajar serta menyusun program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
    2. Tugas guru bimbingan dan konseling yaitu menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evalusi program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan

    3. Tanggung jawab dan wewenang guru

    1) Tanggung jawab guru

    Tanggung jawab guru adalah menyelesaikan tugas sebagai tenaga pengajar atau pembimbing sesuai dengan tujuan pendidikan yang dibebankan kepadanya.

    2) Wewenang guru

    Wewenang guru adalah memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik guru (Kep. Menpan No. 84/1993:5.6) dan (Kep.Bers: Mendikbud, BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 25 Th.1993).

    4. Peranan guru kelas dalam kegiatan belajar mengajar

    Peran guru kelas sangat besar dan penting dalam pengolahan kelas, karena guru sebagai penanggung jawab kegiatan belajar mengajar di kelasnya, dan guru kelas merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Guru harus penuh inisiatif dan kreatif dalam mengelola kelas, karena gurulah yang banyak mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas terutama keadaan siswa dengan segala latar belakangnya (Depdikbud dan Depdagri, 1996:4).

    2) Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, wewenang, tanggung jawab serta hak penuh di dalam proses belajar mengajar seluruh mata pelajaran pada kelas tersebut, kecuali untuk mata pelajaran agama dan olahraga dan kesehatan. Juga termasuk sebagai wali kelas yang mengurusi segala administrasi keuangan, sarana prasarana di dalam kelas itu (Wajar Diknas 9 tahun, 1994:38).

    Dari beberapa pendapat para pakar secara singkat dan rinci bahwa peranan guru di dalam kegiatan belajar mengajar dapat disebutkan sebagai informatory (pemberi informasi), organisator (yang mengorganisasi), motivator (yang memberi dorongan), direktur (yang memberi arahan/ pengarah), mediator (sebagai perantara ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada anak) dan sebagai administrator (yang mengurusi administrasi) maupun evaluator (yang melaksanakan evaluasi/ penilaian).

    5. Peranan guru kelas dalam proses belajar mengajar

    Guru adalah manusia dewasa yang berkewajiban mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak didik untuk mengembangkan kemampuan anak didik dan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Sebagai manusia dewasa guru harus bertanggung jawab dalam proses dan keberhasilan peserta didiknya.
    Pada dasarnya guru mempunyai tiga peranan pokok yaitu:

    1) Sebagai pengajar

    Guru sebagai pengajar atau tenaga instruksional yaitu mendidik para siswanya dalam setiap proses belajar mengajar yang berlangsung dengan melalui pendekatan pribadi secara lebih mendalam. Sehingga akan dapat membantu dalam keseluruhan proses belajarnya baik intelektual, keterampilan dan nilai pribadinya, yang meliputi:

    1. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar mengajar.
    2. Memberikan bantuan kepada setiap siswa yang mengalami suatu masalah.
    3. Mengevaluasi keberhasilan setiap kegiatan yang telah dilakukan.
    4. Memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.
    5. Memahami dan mengenal setiap siswa secara individu maupun secara kelompok.

    2) Sebagai pendidik

    Sebagai pendidik, guru mempunyai peranan :

    1. tugas perofesional, yaitu mendidik dan mengembangkan kemampuan berpikir/ kecerdasan dan juga melatih dalam rangka membina keterampilan.
    2. tugas manusiawi, yaitu membina anak didik dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kepribadian sesuai dengan karakteristiknya agar mencapai kesejahteraan.
    3. tugas panggilan kemasyarakatan. Tugas panggilan kemasyarakatan ini tidak mutlak, bergantung situasi dan kondisi masyarakat sekitarnya. Dalam situasi tertentu seorang guru turut terjun sebagai anggota masyarakat dan aktif memimpin warga dalam membimbing dan menggerakkan masyarakat demi perkembangan dan kemajuan ke arah masa depan yang lebih baik dan sejahtera.

    3) Sebagai pemimpin

    Tugas sebagai pemimpin bagi seorang guru adalah meliputi hal-hal yang mendasar yaitu:

    1. cara berpikir yang inovatif, kreatif, konsultatif, kritis dan objektif.
    2. bersikap jujur, berakhlak mulia, disiplin, adil dan bjaksana.
    3. dalam bertindak berlandaskan perencanaan yang rasional, tepat waktu, tepat mutu dan tepat sasaran.

    Secara singkat tugas guru adalah sebagai pembawa teladan dan pembawa pembaharuan demi kemajuan bangsa.

  • Contoh Berita Acara Pemilihan dan Pembetukan Komite Sekolah

    Contoh Berita Acara Pemilihan dan Pembetukan Komite Sekolah

    Berita acara pemilihan dan pembentukan komite sekolah adalah dasar hukum yang sah untuk melakukan kegiatan keuangan. Berita harus disusun formal dan berisi informasi yang jelas serta tidak multi tafsir.

    Contoh Berita acara Pembentukan Komite

    Pada hari ini, Rabu Tanggal dua puluh satu bulan mei tahun dua ribu duapuluh lima bertempat di Gedung Sekolah Dasar Negeri Tiga Antah Berantah telah dilaksanakan acara musyawarah pemilihan dan pembentukan Komite SDN 3 Antah Berantah masa bakti 2025-2028 yang dihadiri oleh pihak sekolah, dewan komite sekolah, wali-wali murid dan anggota masyarakat yang namanya tertera pada daftar hadir yang terlampir.

    Berdasarkan hasil musyawarah tersebut, ditetapkan Komite SDN 3 Antah Berantah sebagai berikut:

    NoJabatanNama PejabatKet
    1KetuaProf. Dr. Pain Akatsuki S.H., M.Kn
    2Wakil Ketua ILebah Ganteng S.Pd.
    3Wakil Ketua IIAura Kasih S.Pd., M.Pd
    4BendaharaIsmail Mail S.E., M.E.
    5Komisi I. Bedang Pengambilan Keputusan1. Yuni Shara
    2. Dr. Agung Gumelar S.IK, M.T.
    6Komisi II. Bidang Pendukung1. Prof. Dr. Nurdin Khalid., M.Ag
    2. Prof. Dr. Ananda Dwi Putri. M.Si
    7Komisi III. Mediasi1. Dr. Ir. Drs. Hatta Abdul Gani, M.T. IPU., Asean Eng

    Demikian berita acara ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

  • Contoh Program UKS SD Negeri

    Contoh Program UKS SD Negeri

    Program UKS SD adalah salah satu kegitana sekolah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran peserta didik tentang pentingnya hidup sehat.

    Program UKS SD Negeri

    Pencitraan hidup sehat merupakan fitrah manusia dalam usaha menata diri sendiridan lingkungan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik yakni hidup sehat yangteratur, bersih dan indah. Upaya tersebut harus dilakukan terus menerus dalam kebersamaan kegiatan disekolah sebagai wujud usaha kesehatan sekolah.

    Peningkatan kesehatan sekolah bertujuan menempuh kesadaran serta kebiasaanhidup sehat, memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan prinsiphidup sehat serta berpartisipasi aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah, dirumah maupun di lingkungan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu disusun program kegiatan UKS SD Negeri 3 Banyurasa Kecamatan Sukahening Tahun Pelajaran 2014/2015.

    A. Dasar UKS

    1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok kesehatan
    2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
    3. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, MenteriAgama, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 1/U/SKB/2003, Nomor:1067/Menkes/SKB/VII/2003, Nomor: MA/230A/2003 dan Nomor: 26 Tahun 2003tanggal 23 Juli 2003 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah

    B. Tujuan UKS

    Kegiatan UKS mempunyai tujuan :

    1. Tujuan umum

    Peningkatan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sertamenciptakan lingkungan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukanmanusia Indonesia seutuhnya.

    2. Tujuan khusus

    Untuk membentuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat kesehatanpeserta didik, yang didalamnya mencakup:

    1. Peningkatan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan kegiatan UKS di SD Negeri 3.
    2. Memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan prinsiphidup sehat, serta berpartisipasi aktif didalam upaya peningkatan kesehatan disekolah dan lingkungan masyarakat
    3. Sehat, baik dalam arti fisik, mental maupun social
    4. Memiliki daya hayat, dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk penyalahgunaannarkotik, obat dan bahan berbahaya alkohol, rokok dan sebagainya.

    C. Sasaran UKS

    Sasaran UKS di SD Negeri 3 adalah peserta didik darikelas satu sampai kelas enam dan lingkungan sekolah.

    D. Program UKS

    Jenis kegiatan UKS dikelompokan menjadi tiga, yaitu kegiatan yang berkaitandengan lingkungan hidup, kegiatan yang berkaitan dengan kebersihan diri dan kegiatanyang berkaitan dengan pendidikan kesehatan.

    Bagian-bagian jenis kegiatan tersebuttermasuk dalam program kegiatan UKS sebagai berikut:

    NoJENIS KEGIATANSASARANPELAKSANAAN
    1Lingkungan Hidup

    Kebersihan kelas/ruanganKebersihan halamanPenataan tamanPengaturan sanitasi
    Lingkungan sekolahLingkungan sekolahLingkungan sekolahLingkungan sekolah.Setiap hari
    2Kebersihan Diri
    Pemeriksaan gigi
    Pemeriksaan rambut
    Pemeriksaan kuku
    Pemeriksaan mata
    Pemeriksaan telinga
    Pemeriksaan pakaian
    Pemeriksaan umum
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Diatur sesuai dengan jadwal kegiatan pembiasaan
    3Pendidikan Kesehatan
    Penyuluhan dokter kecil
    Penyuluhan kesehatan
    Penyuluhan UKGS
    Penyuluhan gizi
    Penyuluhan dan latihan PPPK
    Penyuluhan umum
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Kelas I-VI
    Dilaksanakan secara berkala dan terprogram oleh pembina UKS
  • Pengertian Barista dan Ruang Lingkup Kerjanya

    Pengertian Barista dan Ruang Lingkup Kerjanya

    Barista merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Italia yakni Bartender. Kata ini merujuk pada orang yang memiliki peran menyajikan kopi berbasis Espresso di cafe. Berbeda dengan kedai kopi kopi biasa yang membuat kopi dengan cara diseduh, barista lebih khusus pada menu kopi yang terbuat dari espresso baik itu mesin maupun manual.

    Pengertian Barista

    Sebagaimana asal katanya, Barista merupakan orang yang mampu meracik minuman. Pada awalnya tidak khusus pada kopi melainkan semua minuman mulai dari Minuman Base Alkohol sampai pada teh. Dengan demikian semua yang menyediakan minuman dapat disebut sebagai Barista.

    Spesialisasi kata Barista baru dilakukan pada saat orang-orang amerika mulai ikut keranjingan minum kopi dan demam budaya minum kopi orang italia. Kata Barista hanya ditujukan pada orang yang membuat kopi.

    Kompetensi Standar

    Seorang barsitas dipekerjakan tidak sebatas sebagai orang yang bertanggung ajwab di belakang bar dengan tujuan membuat minuman. Komptensi yang diharapkan dari seorang barista meliputi

    1. Proses Budidaya Kopi
    2. Penyimpanan
    3. Pengeringan
    4. Pemanggangan (Roasting)
    5. Penggilingan Kopi
    6. Pengemasan
    7. Ekstraksi Espresso
    8. Suhu Optimal
    9. Resep Kopi Espresso Base
    10. Membuat Foaming Susu
    11. Mengoperasikan dan Mearat Mesin Kopi
    12. Latte Art
    13. Penanganan sisa minuman kopi (Disposal dan Recycling)

    Kalibrasi Rasa

    Kopi adalah minuman unik yang memiliki banyak rasa. Perbedaan rasa dari kopi ini muncul akibat dari banyak parameter mulai dari variatas, faktor budidaya, penanganan pasca panen. Dengan demikian seorang barista diaharpakan memiliki indra perasa yang sensistif sehingga bisa merasakan perbedaan untuk masing-masing kopi.

  • Makalah Metode Pengembangan Ilmu – Logika Induksi John Stuart Mill

    Metode Pengembangan Ilmu John Stuart Mill – Logika Induksi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Pendahuluan

    Dalam menjalani kehidupan dan peran di muka bumi, Manusia adalah mahluk yang sangat memiliki keterikatan yang kuat dengan ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan manusia dalam menentukan perannya baik secara berkelompok maupun secara individu.

    Manusia mengembangkan seperangkat ilmu, hal ini bersumber pada kenyataan bahwa ia memerlukannya, karena manusia mau tak mau harus menentukan sendiri bagaimana ia bersikap terhadap prasyarat-prasyarat kehidupannya, dan karena seluruh realitas secara potensial memengaruhinya, ia sedemikian membutuhkan pengetahuan yang setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya tentang seluruh realitas itu. Ia hanya dapat hidup dengan baik apabila ia menanggapi realitas itu sebagaimana adanya, dan untuk itu ia harus mengetahuinya. Ilmu-ilmu itu meningkatkan kuantitas dan kualitas pengetahuan manusia. Ilmu-ilmu mengorganisasikan pengetahuan manusia secara sistematis agar efektif, dan mengembangkan metode-metode untuk menambah, memperdalam, dan membetulkannya.

    Demi tujuan itu ilmu harus membatasi diri pada bidang-bidang tertentu dan mengembangkan metode-metode setepat mungkin untuk bidangnya masing-masing. Namun, super spesialisasi ilmu-ilmu berkat positivism yang mendasari sukses pesat ilmu-ilmu itu, sekaligus merupakan keterbatasannya. Pertanyaan yang lebih umum, yang menyangkut beberapa bidang atau hubungan interdisipliner, pertanyaan mengenai realitas sebagai keseluruhan, mengenai manusia dalam keutuhannya, tidak dapat ditangani oleh ilmu-ilmu itu karena ilmu-ilmu itu tidak memiliki sarana teoretis untuk membahasnya. Justru dalam hal ini diperlukan filsafat ilmu, untuk menangani pertanyaan-pertanyaan penting yang di luar kemampuan metodis ilmu-ilmu spesial itu, secara metodis, sistematis, kritis dan berdasar.

    Di samping itu, filsafat ilmu diperlukan untuk (1) membantu membedakan ilmu dengan saintisme (yang  memutlakkan berlakunya ilmu dan tidak menerima cara pengenalan lain selain cara pengenalan yang dijalankan ilmu), (2) memberi jawab atas pertanyaan”makna” dan ”nilai”, dalam hal mana ilmu membatasi diri pada penjelasan mekanisme saja, (3) merefleksi, menguji, mengritik asumsi dan metode keilmuan, sebab ada kecenderungan penerapan metode ilmiah tanpa  memerhatikan struktur ilmu itu sendiri, serta (4) dari hubungan historisnya dengan ilmu, filsafat menginspirasikan masalah-masalah yang akan dikaji oleh ilmu.

    Ilmu pengetahuan ialah usaha mencapai serta merumuskan sejumlah pendapat yang tersusun sekitar suatu keseluruhan persoalan, jika batasan tersebut diteliti tampaklah persesuaian antara ilmu pengetahuan dan filsafat, baik ilmu maupun filsafat menghadapi suatu keseluruhan persoalan atau problematika. Adapun usaha untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut merupakan usaha yang dirumuskan dalam suatu metode tertentu bidang tertentu,

    Secara lebih detail, ilmu pengetahuan memiliki beberapa persyaratan. Pertama, setiap manusia memiliki hak dasar untuk mencari ilmu, hak ini tidak dapat diganggu gugat. Hal ini berlaku pada siapa pun, terlepas dari kasta, kepercayaan, jenis kelamin dan usia. Kedua, metode ilmiah itu tidak hanya pengamatan atau eksperimentasi akan tetapi juga teori dan sistematisasi, pengetahuan mengamati fakta, mengklasifikasikannya sebagai dasar untuk menyusun teori. Ketiga, ilmu pengetahuan itu jelas dan terbukti berguna dan berarti, baik untuk tingkat individu maupun tingkat sosial.

    Positivisme muncul pada abad ke-19 dimotori oleh sosiolog Auguste Comte, dengan buah karyanya yang terdiri dari enam jilid dengan judul The Course of Positive Philosophy (1830-1842). Comte menguraikan secara garis besar prinsip-prinsip positivisme yang hingga kini masih banyak digunakan. John Struart Mill dari Inggris (1843) memodifikasi dan mengembangkan pemikiran Comte dalam sebuah karya yang cukup monumental berjudul A System of Logic. Sedangkan Emile Durkheim (Sosiolog Prancis) kemudian menguraikannya dalam Rules of the Sociological Method (1895), yang kemudian menjadi rujukan bagi para penelitian ilmu sosial yang beraliran positivisme.

    Makalah ini menjelaskan tentang tokoh filsuf Induktivisme didalamnya terdapat pembahasan Metode pengembangan ilmu John Stuart Mill, Mill mengetengahkan 5 metode logika induktif yaitu, metode persetujuan, metode perbedaan, metode persamaan variasi, metode residu, dan gabungan metode persetujuan dan perbedaan.

    Bab II. Pembahasan

    A. Biografi John Stuart Mill

    John Stuart Mill seorang filsuf empiris dari Inggris lahir pada tahun 1806 di Pentonville London dan meninggal pada tahun 1973, ia dikenal sebagai reformator dari utilitarianisme sosial, ayahnya James Mill seorang sejarawan dan akademisi. John Stuart Mill dididik ayahnya dengan saran serta bantuan dari Jeremy Bentham dan Francis Place, ia diberikan pendidikan yang sangat ketat dan sengaja dilindungi dari pergaulan dengan anak-anak seusianya selain saudaranya. Ia mempelajari psikologi yang nantinya menjadi inti filsafat Mill dari ayahnya, dan Mill sejak kecil sudah mempelajari bahasa Yunani dan Latin, pada usia 15 tahun ia membaca karangan Jeremy Betham dan berhasil mempengaruhi paradigma berfikirnya, sehingga ia mematangkan pendapatnya dan memantapkan tujuannya untuk menjadi Sosial Reformer (pembaharu sosial), ketika berusia 17 tahun, Mill bekerja di India House Company, dimana ia mengabdi selama tiga puluh lima tahun sampai perusahan tersebut bubar pada tahun.

    Mengingat pekerjaannya yang begitu intensif, tidaklah mengherankan bahwa pada tahun 1826 ia mengalami keambrukan karena sakit saraf, namun krisis mental itu mempunyai efek yang positif, ia mulai membebaskan diri dari filsafat Jeremy Betham dan mengembangkan pahamnya sendiri tentang utilitarianisme, paham ini dirumuskannya dalam essay Utilitarianism dari tahun 1864, yang kemudian menjadi bahan sebuah diskusi hebat selama hampir seluruh abad ke 19, terutama di Inggris, paham khas tentang Utilitarianisme yang dirumuskan Mill merupakan sumbangan penting kepada filsafat moral, ia meninggal di Avigron di Prancis pada tahun 1873.

    Mill adalah seorang penulis yang produktif, tulisan-tulisannya tentang Ekonomi dan kenegaraan dibaca luas oleh masyarakat, salah satu tulisannya yangpaling gemilang dalam etika politik segala zaman adalah On Liberty yang terbit tahun 1859, yang merupakan pembelaan kebebaan individu terhadap segala usaha penyamarataan masyarakat, tulisan lainnya yang tidak kalah penting adalah Sistem Of LogicConsiderations of Refresentatif Government, dan Subjection of Woman. Mill menjadi tokoh intelektual liberalisme Inggris kedua yang tidak lagi membela paham Laissez Faire klasik, melainkan memperhatikan tuntutan-tuntutan keadilan sosial.

    Mill juga menyinggung tentang masalah pendidikan, menurutnya masyarakat tidak berhak melakukan pemaksaan suatu hal terhadap orang lain demi kepentingan individu, pemaksaa seperlunya hanya berlaku pada anak-anak, bukan orang dewasa. Sebab anak-anak harus dilindungi terhadap kemungkinan bahwa mereka dirugikan oleh oang lain atau mereka dapat merugikan diri mereka sendiri. Negara harus menuntut suatu pendidikan terhadap orang-orang yang dilahirkan sebagai warganya sampai pada standart tertentu, hal tersebut bukan berarti orangtua harus memaksakan anak-anaknya untuk bersekolah atau mengikuti suatu jenjang pendidikan, apabila orangtua tersebut tidak mampu manyekolahkan anaknya, disini Negara harus berperan untuk mengatasi kondisi tersebut agar anak-anak tidak dirugikan akan hal itu.

    B. Logika Induksi

    Logika berasal dari kata Yunani “logos” , kata logos berarti kata nalar, teori, atau uraian. Logika juga didefenisikan sebagai kecapan nalar yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa, atau alat untuk berfikir secara lurus, dalam bahasa sehari-hari sering kita jumpai kata logis yang artinya masuk akal. Logika digunakan untuk penalaran yang betul dari penalaran yang salah, logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis dan sekaligus sebagai dasar ilmu, leh karena itu bernalar yang baik harus dilandasi logika supaya penalarannya logis dan kritis. Selain itu logika juga merupakan, sama halnya dengan matematika dan statistika, jadi logika berfungsi sebagai dasar dan sarana ilmu, dengan demikian logika merupakan jembatan penghubng antara filsafat dan ilmu, objek materialnya adalah pemikiran, sedangkan objek formalnya adalah kelurusan berfikir.

    Aristoteles sebagai bapak logika meninggalkan enam buah buku yang diberi nama organon yaitu: 1. Categoriae, asas-asas dan prosedur mengenai pengertian-pengertian, 2. De Interpretatione, membahas mengenai keputusan-keputusan, 3. Analitica a Priora, membahas tentang silogisme, 4.\Analitica Posteriora, membahas mengenai pembuktian, 5.\Topika, berisi cara berargumentasi atau cara berdebat, 6. De Sophisticis Elenchis, membicarakan kesesatan dan kekeliruan berfikir.

    Induksi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena menuju kesimpulan umum, fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif adalah fenomena dalam bentuk pernyataan (proposisi). Dalam karangan singkat yang terkenal, karena jelasnya dan sederhananya, berjudul “The Method of Science”, Thomas Henry menerangkan induksi dengan contoh sebagai berikut:

    “Anggaplah kita mengunjungi warung buah-buahan karena ingin membeli apel, kita ambil sebuah dan ketika mencicipinya terbukti itu masam, kita perhatikan apel itu dan terbukti bahwa apel itu keras hijau dan masam. Si pedagang menawarkan apel ketiga, tetapi sebelum mencicipinya kita memperhatikannya dan terbukti yang itupun adalah keras dan hujau dan seketika itu kita beritahukan bahwa kita tidak menghendakinya karena yang itu pun pasti masam seperti lain-lainnya yang telah dicicipi. Jalan pikiran si calon pembeli sehingga ia sampai pada kesimpulan untuk tidak membeli apel ialah induksi. Huxley menjelaskan proses induksi sebagai berikut:

    Pertama-tama kita telah melakukan kegiatan yang disebut induksi, kita telah menemukan bahwa dalam dua kali pengalaman sifat keras dan hijau pada Apel itu selalu bersifat masam. Demikianlah peristiwa yang pertama dan itu diperkuat dalam peristiwa yang kedua, memang itu dasar yang amat sempit, akan tetapi sudah cukup untuk dijadikan dasar induksi, kedua fakta itu kita generalisasikan dan kita percaya akan berjumpa dengan rasa masam pada apel, bila kita temui sifat keras dan hijau, dan ini suatu induksi yang tepat. Menurut Huxley untuk sampai kepada kesimpulan penolakan apel ketiga, penalaran induktif itu diikuti oleh penalaran deduktif:

    Dengan demikian kita menemukan hukum alam, ketika kita ditawari apel lain yang terbukti keras dan hijau kita berkata semua apel yang keras dan hijau itu masam, apel ini keras dan hijau, berarti apel ini masam. Jalan pikiran inilah yang oleh ahli logika disebut dengan silogisme.

    John Stuart Mill salah seorang tokoh terpenting yang mengembangkan logika induktif, mendefenisikan induksi sebagai: kegiatan budi dimanakan kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar untuk semua kasus yang serupa dengan yang tersebut dalam hal-hal tertentu. Dari contoh di atas dapat diketahui ciri-ciri induksi. Pertama, premis-premis dari induksi ialah proposisi empirik yang langsung kembali kepada suatu observasi indera atau proposisi dasar seperti telah diterangkan di atas, proposisi dasar menunjuk kepada fakta yaitu observasi yang dapat diuji kecocokannya dengan tangkapan indra, pikiran tidak dapat mempersoalkan benar tidaknya fakta akan tetapi hanya dapat menerimanya. Bahwa apel 1 itu keras, hijau dan masam, hanya inderalah yang dapat menangkapnya, sekali indera mengatakan demikian pikiran tinggal menerimanya.

    Kedua konkulusi penalaran induktif itu lebih luas daripada apa yang dikatakan didalam premis-premisnya, premis-premisnya hanya mengatakan bahwa apel yang keras, hijau masam itu hanya dua, apel 1 dan 2. Itulah yang diobservasi dan itulah yang dirumuskan dalam oremis itu, kalau dikatakan bahwa juga apel 3 itu masam, hal itu tidak didukung oleh premis-premis penalaran, menurut kaidah-kaidah logika, penalaran itu tidak shahih: pemikiran terikat untuk menerima kebenaran konklusinya.

    Ketiga meskipun konklusi induksi itu tidak mengikat, akan tetapi manusia yang normal akan menerimanya, kecuali kalau ada alasan untuk menolaknya, jadi konklusi penalaran induktif itu oleh pikiran dapat dipercaya kebenarannya atau dengan perkataan lain konklusi induksi itu memiliki kredibilitas rasional, kredibilitas rasional disebut probabilitas, probabilitas itu didukung oleh pengalaman artinya konkulasi induksi itu menurut pengalaman biasanya cocok dengan observasi indera.

    C. Metode Pengembangan Ilmu John Stuart Mill: Logika Induksi

    Pada abad ke XVII dan XVIII logika berkembang, dimana Francis Bacon mengembangkan metode induktif menyusun Novum Organum Scientiarum, Wilhem Leibnitz dengan logika aljabar, dan Emmanuel Kant dengan logika transendental (logika yang menyelidiki bentuk pemikiran di luar batas pengalaman), John Stuart Mill tentang System of Logic. Jadi logika adalah cara nalar yang benar melalui premis atau proposisi (pernyataan pengetahuan), bila dikatakan premis adalah pasir, batu, dan semen, maka logika (proses penalaran) adalah bagan atau arsitekturnya, premis benar dan arsitektur baik maka dihasilkan bangunan yang kokoh dan indah, demikian juga dengan logika.

    John S. Mill (1806-1873) adalah di antara filsuf yang juga mempersoalkan ‘proses generalisasi’ dengan cara induksi, dalam persoalan generalisasi ini, Mill sependapat dengan David Hume yang mempersoalkan secara radikal. Jika Francis Bacon kemudian menawarkan teori “idola”nya, Menurut John Stuart Mill, setiap fenomena merupakan akibat dari suatu sebab yang tersembunyi. Induksi adalah penalaran atau penelitian untuk menemukan sebab-sebab yang tersembunyi itu.

    Mill menyusun lima metode penalaran dan penelitian induktif, yaitu: (1) metode persesuaian (method of agreement), (2) metode perbedaan (method of difference), (3) metode gabungan persesuaian dan perbedaan (joint method of agreement and difference), (4) metode residu (method of residues), dan (5) metode variasi kesamaan (method of concomitant variations).

    Mill melihat tugas utama logika lebih dari sekedar menentukan patokan deduksi silogistis yang tak pernah menyampaikan pengetahaun baru, ia berharap bahwa jasa metodenya dalam logika induktif sama besarnya dengan jasa Aristoteles dalam logika deduktif. Menurutnya, pemikiran silogistis selalu mencakup suatu lingkaran setan (petitio), di mana kesimpulan sudah terkandung di dalam premis, sedangkan premis itu sendiri akhirnya masih bertumpu juga pada induksi empiris. Tugas logika, menurutnya, cukup luas, termasuk meliputi ilmu-ilmu sosial dan psikologi, yang memang pada masing-maisng ilmu itu, logika telah diletakkan dasar-dasarnya oleh Comte dan James Mill.

    John S. Mill, dalam menguraikan logika induksi hendak menghindari dua ekstrem: pertama, generalisasi empiris, sebagaimana pada Francis Bacon dan untuk ini ia sependapat dengan Hume yang mempertanyakan generalisasi empiris, bahkan menyebutnya sebagai induksi yang tidak sah; kedua induksi yang mencari dukungan pengetahuan a priori, sebagaimana pada Kant.

    D. Cara Kerja Induksi John Stuart Mill

    Cara kerja induksi menurut Mill sebagai berikut:

    a. Metode kesesuaian (method of agreement)

    Apabila ada dua macam peristiwa atau lebih pada gejala yang diselidiki dan masing-masing peristiwa itu mempunyai faktor yang sama, maka faktor yang sama itu merupakan satu-satunya sebab bagi gejala yang diselidiki. Misalnya, semua anak yang sakit perut membeli dan minum es sirup yang dijajakan di sekolah, maka es sirup itu yang menjadi sebab sakit perut mereka, artinya suatu sebab disimpulkan dari adanya kecocokan sumber kejadian.

    Contoh lainnya: Metode kesesuaian kaidah ini menyatakan: ‘Jika dua hal atau lebih dari fenomena yang diteliti memiliki hanya satu sirkumtansi yang sama, maka sirkumtansi satu-satunya di mana hal itu bersesuaian adalah sebab (atau akibat) dari fenomena yang diteliti itu. Misal: Ada suatu pesta pernikahan dan terdapat puluhan orang yang keracunan makanan, kemudian ditelitilah semua makanan yang dimakan oleh mereka yang hadir di pesta pernikahan tersebut. Selanjutnya, diketahui pula ada makanan yang disediakan oleh perusahaan catering A dan B. Fenomena yang diteliti adalah ‘keracunan makanan’, sedangkan hal-hal yang diteliti dari fenomena itu ialah makanan yang disediakan oleh perusahaan catering A dan B. Hasil penelitian sebagai berikut:

    Pak Aman, menyantap semua jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan catering A, tidak keracunan.

    Pak Amin, menyantap sebagian jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan catering A, tidak keracunan.

    Pak Iman, menyantap sebagian jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan catering A dan menyantap sebagian jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan catering B, ternyata keracunan.

    Pak Eman, menyantap sebagian jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan catering B, ternyata keracuan.

    Pak Oman, menyantap semua jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan catering B, ternyata keracunan.

    Sirkumtansi yang sama di mana hal-hal yang diteliti dari fenomena itu bersesuaian, yaitu menyantap makanan yang disediakan oleh perusahaan catering B, dan itulah yang menjadi penyebabnya, yaitu menyantap makanan yang disediakan oleh perusahaan catering B.

    b. Metode perbedaan (method of difference)

    Metode ini menggunakan hukum kontradiksi apabila sebuah peristiwa mengandung gejala yang diselidiki dan sebuah peristiwa lain yang tidak mengandungnya, namun faktor-faktornya sama kecuali satu, yang satu itu terdapat pada peristiwa pertama, maka itulah satu-satunya faktor yang menyebabkan peristiwa itu berbeda. Karenanya dapat disimpulkan bahwa satu faktor (yang berbeda) itu sebagai suatu sebab terjadinya suatu gejala pembeda (yang diselidiki) tersebut.

    Misalnya, seseorang A yang sakit perut mengatakan telah makan: sop buntut, nasi, rendang dan buah dari kaleng. Sedang B yang tidak sakit perut mengatakan bahwa ia telah makan: sop buntut, nasi, dan rendang. Maka kemudian disimpulkan bahwa buah dari kaleng yang menyebabkan sakit perut, ini artinya suatu sebab disimpulkan dari adanya kelainan dalam peristiwa yang terjadi.

    c. Gabungan metode persetujuan dan perbedaan

    Metode ini menggunakan hukum cukup alasan, yang menjelaskan bahwa jika terjadi perubahan pada sesuatu, perubahan itu haruslah berdasarkan alasan yang cukup, artinya tidak ada perubahan yang tiba-tiba tanda alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, hukum ini merupakan hukum pelengkap hukum identitas.

    Contoh: metode gabungan adalah pemberian makan ayam dengan beras putih dan beras putih ditambah dedak, ayam dengan beras putih kesemuanya terserang polyneuritis dan sebagian besar mati, kelompok lain diberi beras putih dengan dedak, kesemuanya tidak ada yang terkena neauritis dan mati. Bila ayam yang sakit neauritis dan yang sehat diberi makan beras bercampur dedak, ayam yang sakit tersebut dapat sembuh. Metode gabungan akan memberikan hasil hubungan sebab akibat yang lebih kuat.

    d. Metode menyisakan (method of residues)

    Metode ini menggunakan hukum tiada jalan tengah, yang mengungkapkan bahwa sesuatu itu pasti memiliki suatu sifat tertentu atau tidak memiliki sifat tertentu itu dan tidak ada kemungkinan lain. Jika a diketahui dan b diketahui, maka adanya kejadian tersebut c mesti karena sebab lain

    Jika ada peristiwa dalam keadaan tertentu dan keadaan tertentu ini merupakan akibat dari factor yang mendahuluinya, maka sisa akibat yang terdapat pada peristiwa itu disebabkan oleh factor lain, dari pengamatan factor yang mempengaruhi kinerja seseorang diketahui bahwa factor kemampuan dan motivasi mempengaruhi kinerja. Bila diketahui bahwa kemampuan dan motivasi baik, tetapi kinerja seseorang menjadi menurun, maka factor lain diluar kemampuan dan motivasi dipikirkan sebagai penyebab penurunan kinerja.

    e. Metode persamaan variasi (method of concomitan variation)

    Metode ini juga dikenal dengan metode perubahan selang-seling seiring. Apabila suatu gejala yang dengan suatu cara mengalami perubahan ketika gejala lain berubah dengan cara tertentu, maka gejala itu adalah sebab atau akibat dari gejala lain, atau berhubungan secara sebab akibat. Metode ini bisa dicontohkan misalnya dalam fenomena pasang surut air laut, diketahui bahwa pasang surut disebabkan oleh tarikan gravitasi bulan.Tetapi kenyataan itu tidak dapat disimpulkan melalui ketiga metode di atas. Kedekatan bulan saat air pasang bukan satu-satunya hal yang berada saat kejadian (pasang) itu, tetapi masih ada bintang-bintang, di mana bintang-bintang itu tidak dapat begitu saja disingkirkan, atau dikesampingkan (dalam arti, tidak dipertimbangkan), begitu pula bulan juga tidak mungkin disingkirkan dari langit demi penerapan suatu metode.

    Maka yang dapat dikerjakan adalah mengamati kenyataan bahwa semua variasi dalam posisi bulan selalu diikuti oleh variasi-variasi yang berkaitan dalam waktu dan tempat air tinggi.Tempatnya atau bagian dari dunia yang terdekat dengan bulan atau tempat yang paling jauh dari bulan mengandung banyak evidensi bahwa bulan secara keseluruhan atau sebagian adalah sebab yang menentukan pasang surut. Argumentasi ini disebut dengan metode perubahan selang-seling seiring. Contoh lainnya: air raksa dan panas, besar produksi dengan luas sawah, kesuburan tanah dan hasil panen, disiplin dan motivasi terhadap kinerja, jumlah barang yang ditawarkan dengan harga, dll

    Menurut Mill tugas logika ialah membedakan hubungan gagasan-gagasan yang bersifat kebetulan dari hubungan gagasan yang tetap dan sesuai dengan hukum, karena seluruh pengetahuan kita berasal dari pengalaman, maka satu-satunya metode dalam ilmu pengetahuan adalah metode induktif, istilahnya metode yang merumuskan suatu hukum umum dengan bertitik tolak berdasarkan pada sejumlah kasus khusus sebagaimana yang telah dicontohkan diatas.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    John Stuart Mill seorang filsuf empiris dari Inggris lahir pada tahun 1806 di Pentonville London dan meninggal pada tahun 1973, ia dikenal sebagai reformator dari utilitarianisme sosial, ayahnya James Mill seorang sejarawan dan akademisi. John Stuart Mill di didik ayahnya dengan saran serta bantuan dari Jeremy Bentham dan Francis Place, ia diberikan pendidikan yang sangat ketat dan sengaja dilindungi dari pergaulan dengan anak-anak seusianya selain saudaranya. Ia mempelajari psikologi yang nantinya menjadi inti filsafat Mill dari ayahnya, dan Mill sejak kecil sudah mempelajari bahasa Yunani dan Latin, pada usia 15 tahun ia membaca karangan Jeremy Betham dan berhasil mempengaruhi paradigma berfikirnya, sehingga ia mematangkan pendapatnya dan memantapkan tujuannya untuk menjadi Sosial Reformer (pembaharu sosial), ketika berusia 17 tahun, Mill bekerja di India House Company, dimana ia mengabdi selama tiga puluh lima tahun sampai perusahan tersebut bubar pada tahun 1853.

    Logika induksi adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai kepada kesimpulan umum yang bersifat probabilitas (boleh jadi), logika induktif sering disebut dengan logika material, artinya berusaha menemukan prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu kesimpulannya adalah kebolehjadian, dalam arti selama kesimpulannya tidak ada bukti yang menyangkalnya maka pernyataan tersebut benar

    Mill menyusun lima metode penalaran dan penelitian induktif, yaitu: (1) metode persesuaian (method of agreement), (2) metode perbedaan (method of difference), (3) metode gabungan persesuaian dan perbedaan (joint method of agreement and difference), (4) metode residu (method of residues), dan (5) metode variasi kesamaan (method of concomitant variations).

    DAFTAR PUSTAKA

    Burhanudin Salam. Pengantar Filsafat. 2005. Jakarta: Bumi Aksara

    http://nassafira.blogspot.co.id/2016/10/john-stuart-mill-dan-5-kaidah-metode.html

    Muslih M, Logika Illuminasi Pemikiran Epistimologi Suhrawardi dalam Kalimah, Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 1, September 2002

    Poedjawijadna. Logika filsafat berfikir. 2012. Jakarta: Rineka Cipta

    Rizal Muntansyir. Filsafat Ilmu. 2000. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

    Stefanus Sufriyanto. Filsafat Ilmu. 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka

    Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19

    Saidiman, Meneguhkan Kembali Kebebasan Individu Kritik Isaiah Berlin Terhadap Universalisme Pencerahan. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. 2006. UIN Jakarta

    Sutardjo, ;Pengantar Filsafat, sistematika dan sejarah Filsafat 2009. Bandung: Refika Aditama

    Wattimena, Filsafat dan Sains. 2008 Jakarta: Grasindo

    Wahyu Murtiningsih. Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah. 2014 Jogjakarta: IRCiSoD

    W. Pespoprodjo dan T. Gilareso. Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis. 2011. Bandung: Pustaka Grafika

  • Hakikat Filsafat dan Filsafat Ilmu

    Hakikat Filsafat dan Filsafat Ilmu

    Makalah Filsafat

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran telah memberikan banyak pelajaran, misalnya tentang kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan posisinya sebagai makhluk Tuhan untuk dipublikasikan dalam kehidupan.Manusia dianugrahi oleh Allah swt berupa akal, daya pikir, yang tidak diberikan kepada makhluk lain, maka sudah sepantasnya akal ini dipergunakan semaksimal mungkin untuk kemampuan berpikir tersebut, dan kemampuan berpikir inilah yang membedakan manusia dengan hewan.

    Allah swt sangat menganjurkan hambanya untuk senantiasa berpikir.Ada begitu banyak ayat-ayat yang menyatakan tentang pentingnya berpikir, misalnya dengan kata ‘afala ta’qilun, apala tatafakkarun, la ayatin liulil albab, dan lain sebagainya. Dari perintah-perintah Allah swt yang tersurat tersebut mengisyaratkan agar manusia mengoptimalkan proses berpikirnya, sehingga memungkinkan manusia bias memperoleh banyak pengetahuan yang berguna bagi kehidupannya.

    Setelah menyadari betapa pentingnya berpikir, rasanya mempelajari filsafat menjadi sangat perlu adanya. Filsafat merupakan sarana yang baik untuk memahami bagaimana cara berpikir tersebut. Dalam makalah ini akan difokuskan membahas tentang hakekat filsafat, hakekat filsafat ilmu, dan juga menjelaskan mengenai perbedaan dan persamaan antara filsafat dengan filsafat ilmu.

    Bab II. Pembahasan

    A. Filsafat

    1. Pengertian Filsafat

    Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa yunani), diartikan dengan ‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa inggris kata filsafat disebut dengan istilah ‘philosohy’, dan dalam bahasa arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.Istiah philoshofia memiliki akar kata philien yang berarti mencintai dan shopos yang berarti bijaksana. Jadi istilah philosophia berarti mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan.Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau pecinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat dan berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.

    Untuk memahami apa sebenarnya filsafat itu, tentu saja tidak cukup hanya dengan mengetahui asal usul dan arti istilah yang digunakan, melainkan juga harus memperhatikan konsep dan devinisi yang diberikan oleh para filsuf menurut pemahaman meraka masing-masing dan konsep beserta divinisi yang diberikan para filsuf tersebut bias dikatakan tidak sama. Bahkan, setiap filsuf memiliki konsep dan membuat definisi yang berbeda dengan filsuf lainnya.

    Berikut ini akan dipaparkan beberapa konsep dan definisi yang bisa memberikan gambaran yang lebih jelas tentang apakah filsafat itu.

    Pythagoras (572-497 SM).

    Dalam tradisi filsafat zaman yunani kuno Pythagoras adalah orang yang pertama-tama memperkenalkan istilah phylosophia, yang kemudian dikenal dengan istilah filsafat.Pythagoras memberikan definisi filsafat sebagai the love of wisdom.Menurutnya, manusia yang paling tinggi nilainya adalah manusia pecinta kebijakan (lover of wisdom), sedangkan yang dimaksud dengan wisdom adalah kegiatan melakukan perenungan tentang Tuhan.Pythagoras sendiri menganggap kebijakan yang sesungguhnya hanya dimiliki Tuhan semata-mata.

    Socrates (469-399 SM).Ia adalah seorang filosof dalam bidang moral yang terkemuka setelah Thales pada zaman Yunani Kuno. Socrates memahami bahwa filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia (principles of the just and happy life).

    Plato (427-347 SM). Seorang sahabat dan murid Socrates ini telah mengubah pengertian kearifan (sophia) yang semula berkaitan dengan soal-soal praktis dalam kehidupan menjadi pemahaman intelektual. Menurutnya, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Dalam Republika, Plato menegaskan bahwa para filosof adalah pecinta pandangan tentang kebenaran (vision of the truth). Dalam pencarian terhadap kebenaran tersebut, filosof yang dapat menemukan dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak pernah berubah.Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap keseluruhan kebenaran. Maka filsafat Plato kemudian dikenal dengan nama Filsafat spekulatif.

    Aristoteles (384-332 SM).Aristoteles adalah seorang murid Plato yang terkemuka.Dalam pandangannya, seringkali Aristoteles bersebrangan dengan pendapat gurunya, namun pada prinsipnya, Aristoteles mengembalikan paham-paham yang dikemukakan oleh gurunya tersebut. Berkenaan dengan pengertian filsafat, Aristoteles mengemukakan bahwa sophia (kearifan) merupakan kebajikan intelektual tertinggi. Sedangkan philosophia merupakan padanan kata dari episteme dalam arti suatu kumpulan teratur pengetahuan rasional mengenai sesuatu objek yang sesuai.Adapun pengertian filsafat menurut Aristoteles, adalah ilmupengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. 

    Al-Kindi (801-873 M). ia adalah seorang filosof muslim pertama. Menurutnya filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosif dalam berteori adalah mencari kebenaran, maka dalam praktiknya pun harus menyesuaikan dengan kebenaran pula..

    Al-Farabi (870-890 M) menurutnya filsafat adalah ilmu yang menyelididki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada (al-maujuda). 

    Sebenarnya masih banyak definisi, konsepsi, dan interpretasi mengenai filsafat dari berbagai ahli yang merumuskan bahwa filsafat berhubungan dengan bentuk kalimat yang logis dari bahasa keilmuan, dengan penilaian, dengan perbincangan kritis, pra anggapan ilmu, atau dengan ukuran baku tindakan. Setiap filosof dari suatu aliran filsafat membuat perumusannya masing-masing agar cocok dengan kesimpulannya sendiri dan dari berbagai perumusan itu tidak dapat dikatakan bahwa yang satu salah dan lainnya benar. Nampaknya semua perumusan itu sama benarnya karena masing-masing melihat dari salah satu pokok persoalan, permasalahan, titik berat. Segi, tujuan atau metode yang dianut oleh seorang filosof atau suatu filsafat.Perbedaan definisi dan rumusan tentang filsafat itu disebabkan oleh berbedanya konotasi filsafat para tokoh-tokoh itu sendiri, karena perbedaan keyakinan hidup yang dianut oleh mereka pun berbeda-beda.Perbedaan itu dapat juga muncul karena perkembangan filsafat itu sendiri menyebabkan beberapa pengetahuan khusus memisahkan diri dari filsafat. (Abu Bakar Atceh dan ahmad tafsir 2002:11) 

    Menurut susanto filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu , baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk  membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, filsafat tersebut bukan hanya sebuah kajian sebatas pada ilmu saja (science for science), tetapi filsafat dapat dipergunakan untuk memberikan inspirasi dan aspirasi dalam mencari solusi pemecahan masalah yang dihadapi manusia. Dengan bantuan ilmu filsafat akan ditemukan cara atau solusi yang paling elegan guna dapat memecahkan persoalan yang rumit, yang mungkin tidak bisa diselesaikan dengan bantuan disiplin lain. 

    Banyak persoalan yang bisa didekati melalui bantuan ilmu filsafat ini, terutama berkaitan dengan hal-hal yang bersifat teoritis, paradigma, dan pandang (view), perkembangan ilmu pengetahuan (knowledge), perkembangan pemikiran (ratio), kajian ilmiah (scientific), masalah-masalah yang berkaitan dengan kebijakan (policy), peraturan (rules), keputusan (judgement), perundang-undangan, dan lain-lain. Kesemuanya sangat membutuhkan pandangan dan bantuan dari ilmu filsafat. Dengan bantuan ilmu filsafat, segala persoalan yang muncul dapat dikaji lebih mendalam, utuh, sistematis, dan fleksibel, karena memang pada dasarnya filsafat ingin menyelesaikan permasalahan secara lebih mendalam, kritis, rasional, logis, dan tuntas sampai ke akar-akarnya (radikal).

    2. Kegunaan filsafat

    Kegunaan belajar filsafat pada peradaban dunia mutakhir adalah karena dunia sedang dilanda krisis pradaban dan krisis ilmu pengetahuan.Dengan belajar filsafat semakin menjadikan orang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia yang tidak terletak dalam wewenang metode-metode ilmu khusus.Jadi filsafat membantu manusia mendalami pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan ruang lingkupnya.Kemampuan itu dipelajari melalui dua jalur, yaitu secara sistematik dan secara historis.

    Menurut A. Susanto dalam bukunya filsafat ilmu, ada tiga hal yang dapat diambil pelajaran dari filsafat.Pertama, filsafat telah mengajarkan seseorang untuk lebih mengenal diri sendiri secara totalitas, sehingga dengan pemahaman tersebut dapat dicapai hakikat manusia itu sendiri dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya.Filsafat mengajarkan seseorang agar terlatih untuk berpikir serius, berpikir secara radikal, mengkaji sesuatu sampai ke akar-akarnya.Kedua, filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta.Pada dasarnya berpikir filsafat ialah berusaha untuk menyusun suatu system pengetahuan yang rasional dalam rangka memahami segala sesuatu, termasuk dari diri manusia itu sendiri.Ketiga, filsafat mengajarkan tentang hakikat Tuhan.Studi filsafat seyogyanya dapat membantu manusia untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Dengan pemahaman yang mendalam dan dengan daya nalar yang tajam, maka akan sampailah pada kekuasaan mutlak, yaitu Yuhan. Maka dengan filsafat, nash atau ajaran-ajaran agama dapat dijadikan sebagai bukti untuk membenarkan akal. 

    3. Objek filsafat

    Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan.Objek adalah sesuatu yang menjadi bahan dari kajian dari suatu penelaahan atau penelitian tentang pengetahuan.Dan setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek, baik yang bersifat materiil maupun objek formal.Objek yang dipikirkan oleh filosof adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.Objek yang diselidiki oleh filsafat ini meliputi objek materiil dan objek formal.Objek materiil dari filsafat ini adalah suatu kajian penelaahan atau pembentukan pengetahuan itu, yaitu segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.Objek materil filsafat ini mencakup segala hal, baik hal-hal yang abstrak atau tidak tampak.

    Objek materiil filsafat ini banyak yang sama dengan objek materiil sains, namun bedanya dalam dua hal, yaitu pertama, sains menyelidiki objek materil yang empiris, sementara filsafat menyelidiki bagian objek yang abstraknya. Kedua, ada objek materiil filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek materiil yang selamanya tidak empiris.

    Adapun objek formal filsafat yaitu bersifat penelitian.Objek formal adalah penyelidikan yang mendalam.Kata mendalam berarti ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. Penyelidikan sains tidak mendalam karena ia hanya ingin tahu sampai batas objek itu dapat diteliti secara empiris. Objek penelitian sains adalah pada batas yang dapat diriset, sedangkan objek penelitian filsafat ada pada daerah yang tidak dapat diriset, tetapi dapat dipikirkan secara logis. 

    4. Ciri berfikir filsafat

    Ciri berpikir filsafat memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dibedakan dari bidang ilmu lain. Diantaranya adalah:

    1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
    2. Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berfikir kefilsafatan menurut Jaspers terletak pada aspek keumumannya.
    3. Konseptual, artinya merupakan hasil dari generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya: apakah kebebasan itu?
    4. Koheren dan konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
    5. Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
    6. Komprehenshif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
    7. Bebas, sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relijius.
    8.  Bertanggung jawab, artinya orang yang berpikir filsafat adalah orang yang berpikir sekaligus bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

    Kedelapan ciri berpikir tersebut menjadikan filsafat cenderung berbeda dengan ciri berpikir ilmu-ilu lainnya, sekaligus menempatkan kedudukan filsafat sebagai bidang keilmuan yang netral, terutama ciri ketujuh. 

    5. Sistematika Filsafat 

    Sebagaimana pengetahuan yang lain, filsafat telah mengalami perkembangan yang pesat yang ditandai dengan bermacam-macam aliran dan cabang.

    a.    Cabang-cabang filsafat.

    Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan, sehingga ilmu-ilmu yang lain merupakan anak dari filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan bidang studi yang memiliki cakupan yag sangat luas, sehingga diperlukan pembagian yang kecil lagi. Meskipun demikian dalam hal pembagian lapangan-lapangan atau cabang-cabang filsafat ini masing-masing tokoh memiliki metode yang berbeda dalam melakukan penghimpunan terhadap lapangan-lapangan pembicaraan kefilsafatan.

    Plato membagi lapangan filsafat ke dalam tiga macam yaitu dialektika, fisika dan etika.Dialektika adalah cabang filsafat yang membicarakan persoalan ide-ide atau pengertian umum.Adapun fisika merupakan cabang filsafat yang didalamnya mengandung atau membicarakan persoalan materi.Sedangkan etika adalah cabang filsafat yang di dalamnya mengandung atau membicarakan persoalan baik dan buruk.

    Adapun menurut aristoteles, pembagian filsafat dibagi kedalam empat cabang, yaitu logika, filsafat teorotis, filsafat praktis, dan filsafat poetika.

    1. Logika adalah ilmu pendahuluan bagi filsafat, atau ilmu yang mendasari dalam memahami filsafat.
    2. Filsafat teoritis atau filsafat nazariah, di dalamnya tercakup ilmu-ilmu lainyang sangat penting seperti ilmu fisika, ilmu matematika, dan ilmu metafisika. Bagi aristotelesilmu matematika inilah yang menjadi inti atau menjadi bagian yang paling utama dalam filsafat.
    3. Filsafat praktis atau filsafat alamiah, di dalamnya tercakup tiga macam ilmu yang tidak kalah pentingnya, yaitu ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam perorangan. Ilmu ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga). Ilmu politik, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam Negara.
    4. Filsafat poetika, merupakan filsafat kesenian, yakni filsafat yang membicarakan tentang keindahan, pengertian seni, penggolongan seni, nilai seni, aliran dalam seni, dan teori penciptaan dalam seni.

    Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, Louis O. Kattsoff (1996:73) menggolongkan cabang-cabang filsafat ini secara lebih terperinci, sehingga bagian cabang ini dapat dikategorikan ke dalam urutan-urutan yang umum menjadi semakin menurun kepada yang lebih khusus.Diantaranya adalah 1).Logika. 2). Metodologi. 3). Metafisika. 4). Ontology dan Kosmologi. 5). Epietemologi. 6). Biologi kefilsafatan. 7). Psikologi kefilsafatan. 8). Antropologi kefilsafatan. 9). Sosiologi kefilsafatan. 10). Etika. 11) estetika. 12). Filsafat agama.

    Ahmad Tafsir di dalam buku filsafat ilmu menguraikan bahwa ada tiga cabang besar dari filsafat yaitu: ontology, epistemology, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan.Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu) yang berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.Ontology mencakup banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk di sini, misalnya logika, metafisika, kosmologi, teologi, antropologi, etika, estetika, filsafat pendidikan, filsafat hukum dan lain-lainnya. Adapun epistemologi adalah cara memperoleh pengetahuan itu, epistemologi hanya mencakup satu bidang saja yaitu epistemologi, ini berlaku bagi setiap cabang filsafat. Sedangkan aksiologi hanya mencakup satu cabang filsafat yaitu aksiologi yang membicarakan guna pengetahuan filsafat dan inipun berlaku bagi semua cabang filsafat. 

    b.    Aliran-aliran dalam filsafat

    Menurut pengkajian Juhaya S. Praja (2003), aliran-aliran filsafat yang cukup berpengaruh diantaranya adalah:

    1. Rasionalisme, aliran rasional ini sangat mementingkan rasio dalam memutuskan atau menyelesaikan suatu masalah. Dalam aliran rasional ini sangat mendamba-dambakan otak atau rasio sebagai satu-satunya yag menjadi alat untuk menyelesaikan masalah.
    2. Empirisme, yaitu aliran yang memberikan tekanan pada empiris atau pengalaman sebagai sumber pengetahuan.
    3. Kritisisme, yaitu aliran yang memadukan atau mendamaikan rasionalisme dan empirisme. Menurut aliran ini, baik rasionalisme maupun empirisme keduanya berat sebelah. Pengalaman manusia merupakan paduan antara sintesa unsur-unsur apriori (terlepas dari pengalaman) dengan unsur-unsur aposteriori (berasal dari pengalaman).
    4. Materialisme, yaitu aliran yang mengutamakan materi. Di dalam aliran ini dikatakan bahwa materi itu ada sebelum jiwa (self), dan duia materi adalah yang pertama, sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah nomor dua.
    5. Idealisme, yaitu aliran yang menekankan pada akal (mind) sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi, bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah merupakan produk sampingan.
    6. Positivisme, yaitu berasal dari kata “positif” yang berarti faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta. Menurut positivisme, pengetahuan manusia tidak boleh melebihi fakta-fakta.
    7. Pragmatisme, yaitu aliran yag mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
    8. Sekularisme, yaitu system etika plus filsafat yang bertujuan memberi interpretasi atau pengertian terhadap kehidupan mausia tanpa percaya kepada Tuhan, kitab suci, dan hari kemudian.
    9. Filsafat Islam, yaitu perkembangan pemikiran umat Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran Islam. Filsafat Islam cakupannya sangat luas, bukan hanya masalah alam semesta dan isinya saja, tapi juga yang berkaitan dengan masalah-masalah ketuhanan dan kenabian.

    B. Filsafat ilmu

    1. Pengertian filsafat ilmu

    Ada berbagai definisi filsafat ilmu yang dihipun oleh The Liang Gie, di sini hanya akan dikemukakan empat pendapat yang dianggap paling reprsentatif, diantaranya adalah:

    1. Robert Ackermann, filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu yag telah dibuktikan.
    2. Lewis White Beck, filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
    3. Cornelius Benjamin, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan peranggapan-peranggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.
    4. May Brodbeck, filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai andasan-landasan ilmu.

    Kempat definisi tersebut memperlihatkan ruang lingkup dan cakupan yang dibahas dalam filsafat ilmu, meliputi antara lain: (1) komparasi kritis sejarah perkembangan ilmu, (2) sifat dasar ilmu pengetahuan, (3) metode ilmiah, (4) peranggapan-peranggapan ilmiah, (5) sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

    Adapun yang paling banyak dibicarakan terutama adalah sejarah perkembangan ilmu, metode ilmiah, dan sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan. 

    2. Objek filsafat ilmu

    Menurut jujun S. Suriasumantri (1986:2) tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya.Komponen tersebut adalah ontology, epistemology, dan aksiologi. Ontology menjelaskan atau untuk menjawab mengenai pertanyaan apa, epistemology menjelaskan dan menjawab mengenai pertanyaan bagaimana, dan aksiologi menjelakan dan menjawab mengenai pertanyaan untuk apa? 

    Filsafat ilmu sebagaimana dengan halnya dengan bidang ilmu yang lain, juga memiliki objek material dan objek formal tersendiri. Objek material atau pokok bahasan filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Di sini  terlihat jelas perbedaan yang hakiki antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Pengetahuan itu lebih bersifat umum dan didasarkan atas pengalaman sehari-hari, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat khusus dengan ciri-ciri sistematis, metode ilmiah tertentu, serta dapat diuji kebenarannya.

    Adapun objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apahakikat imu itu sesungguhnya? Bagaimana cara memperoleh kebenaran yang ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi manusia? Problem-problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

    3. Pendekatan Dalam Filsafat Ilmu

    Beberapa penulis yang mengomentari tentang pendekatan filsafat ilmu ini seperti dikemukakan oleh Muhadjir dan PParson. Muhadjir dalam Ismaun  (2004) menjelaskan tentang pendekatan filsafat ilmu sebagai berikut: pendekatan sistematis agar mencapai materi yang sahih dan valid sebagai filsafat ilmu, pendekatan mutakhir dam fungsional dalam pengembangan teori. Mutakhir dalam arti identic dengan kontemporer dan identic dengan hasil pengujian lebih akhir dan valid bagi suatu aliran atau pendekatan ataupun model disajikan sedemikian rupa agar kita dapat membuat komparasi untuk akhirnya mau memilih.

    Sedangkan Parsons (Ismaun :2004) dalam studinya melakukan lima pendekatan sebagai berikut:

    1. Pendekatan received view yang secara klasik bertumpu pada aliran positivism yang berdasar kepada fakta-fakta.
    2. Pendekatan menampilkan diri dari sosok rasionality yang membuat kombinasi antara berpikir empiris dengan berpikir structural dalam matematika.
    3. Pendekatan fenomenologik yang tidak hanya sekedar pengalaman lansung, melainkan pengalaman yang mengimplikasikan penafsiran dan klasifikasi.
    4. Pendekatan metafisik yang bersifat intrasenden. Moral berupa sesuatu yag objektif universal.
    5. Pragmmatisme, walaupun memang bukan pendekatan tetapi menarik disajikan, karena dapat menyatukan antara teori dan praktik.

    Dengan memahami pendekatan-pendekatan sebagaimana yang disebutkan dalam kutipan di atas untuk melakukan studi filsafat dalam memilih salah satu pendekatan yang tepat sehingga dalam melakukan generalisasinya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.Cara untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, yaitu dengan menggunakan metode ilmiah, berpikir secara rasional dan bertumpu pada data empiris.

    4. Tujuan dan implikasi filsafat ilmu

    a. Tujuan filsafat ilmu

    Filsafat ilmu sebagai cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah perkembangan ilmu, metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan para ilmuan secara umum mengandung tujuan-tujuan sebagai berikut:

    1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah.
    2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecendrungan yang terjadi dikalangan para ilmuan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
    3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.

    b. Implikasi memperlajari filsafat ilmu.

    1. Bagi seseorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam mapun ilmu social. Supaya para ilmuan memiliki landasan berpijak yang kuat.
    2. Menyadarkan seorang ilmuan agar tidak terjebak ke dalam pola piker “menara gading”, yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada diluar dirinya. 
    5. Ruang lingkup filsafat ilmu

    Seteleah memperhatikan beberapa pendapat para ahli diantaranya (Peter Angeles, A. Cornelius Benjamin, Edward Madden, dan Ernest Nagel), maka ruang lingkup filsafat ilmu pada dasarnya mencakup dua pokok bahasan utama, yaitu membahas sifat-sifat pengetahuan ilmiah (epistemologi) dan menelaah cara-cara mengusahakan pengetahuan ilmiah (metodologi). Sehingga filsafat ilmu pada akhirnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu sebagai berikut:

    1. Filsafat ilmu umum, yang mencakup kajian tentang persoalan kesatuan, keseragaman, serta hubugan di antara segenap ilmu. Kajian ini terkait dengan masalah hubungan antara ilmu dengan kenyataan, kesatuan perjenjangan,susunan kenyataan, dan sebagainya.
    2. Filsafat ilmu khusus, yaitu kajian filsafat ilmu yang mmbicarakan kategori-kategori serta metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu atau dalam kelompok-kelompok ilmu tertentu, seperti dalam kelompok ilmu alam, serta kelompok ilmu kemasyarakatan, kelompok ilmu teknik dan lain sebagainya.

    Bab III. Penutup

    1. Hakekat filsafat

    Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu , baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk  membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia.

    Objek filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.

    2.    Hakekat filsafat ilmu

    Merupakan cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah sifat dasar ilmu, khususnya mengenai metode, konsep-konsep, dan peranggapan-peranggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual.

    Filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan yang kedudukannya di atas ilmu lainnya.Dalam menyelesaikan kajiannya pada konsep ontologis, secara epistemologis, dan tinjauan ilmu secara aksiologis.


    3.    Perbedaan dan Persamaan antara filsafat, Ilmu, dan filsafat ilmu.


    Hubungan filsafat dengan ilmu

    Dilihat dari hasilnya, filsafat dan ilmu merupakan hasil dari berpikir berpikir manusia secara sadar, sedangkan dilihat dari segi prosesnya, filsafat dan ilmu menuunjukkan suatu kegiatan yang berusaha untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan manusia (untuk memperoleh kebenaran dan pengertahuan, dengan menggunakan metode-metode atau prosedur-prosedur tertentu secara sistematis dan kritis.

    Filsafat dan ilmu memiliki hubungan saling melengkapi satu sama lain. Perbedaan antara kedua kegiatan manusia itu, bukan untuk mempertentangkan, melainkan untuk saling mengisi, saling melengkapi, karena pada hakikatnya, perbedaan itu terjadi disebabkan cara pendekatan yang berbeda.
    Handerson  memberikan gambaran hubungan (dalam hal ini perbedaan) antara filsafat dan filsafat ilmu sebagai berikut:

    Ilmu (science)    

    Anak filsafat  

    1. Analitis: memriksa semua gejala melalui unsur terkecilnya untuk memperoleh gambaran senyatanya menurut bagaian-bagiannya.   
    2. Menekankan fakta-fakta untuk melukiskan objeknya, netral dan mengabstrakkan factor keinginan dari penilaian manusia.  
    3. Memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi.   
    4. Menggunakan metode eksperimen yang terkontrol sebagai cara kerja dan sifat terpenting, menguji sesuatu dengan menggunakan pengindraan.   

    Filsafat

    Induk Ilmu

    1. Sinoptis, memandang dunia dan alam semesta sebagai keseluruhan, untuk dapat menerangkannya, menafsirkannya dan memahaminya secara keseluruhan.
    2. Bukan saja menekankan keadaan yang sebenarnya dari objek itu. Manusia dan Nilai merupakan faktor penting.
    3. Memeriksa dan meragukan segala asumsi-asumsi.
    4. Menggunakan semua penemuan ilmu pengetahuan, menguji sesuatu berdasarkan pengalaman dengan memakai pikiran.

    Selanjutnya Prof Sikun Pribadi yang dikutip oleh Burhanuddin salam mengemukakan perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan sebagai berikut: jelaslah bahwa perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, ialah bahwa ilmu pengetahuan bertolak dari dunia fakta, sedangkan filsafat bertolak dari dunia nilai, artinya selalu menghubungkan masalah dengan makna keseluruhan hidup, walaupun kedua bidang aktivitas manusia itu bersifat kognitif. 

    Ilmu berhubungan dengan mempersoalkan fakta-fakta yang factual, yang diperoleh dengan eksperimen, observasi, dan verifikasi, hanya berhubungan sebagian dari aspek kehidupan atau kejadian yang ada di dunia ini, sedangkan keseluruhan yang bermana mengemukakan perbedaan antara filsafat dan ilmu sebagai berikut.

    1. Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, filsafat mencoba menghubungkan dengan keseluruhan pengalaman, untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih komprehenshif tentang sesuatu.
    2. Ilmu menggunakan pendeatan analitis dan deskriptip, sedangkan filsafat sintesis dan sinoptis, berhubungan dengan sifat-sifat dan kualitas alam dan hidup secara keseluruhan.
    3. Ilmu menganalisis keseluruhan menjadi bagian-bagian dari organisme yang menjadi organ-orgn. Filsafat mencoba membedakan sesuatu dalam bentuk sintetis yang menjelaskan dan mencari makna sesuatu secara keseluruhan.
    4. Ilmu menghilangkan faktor-faktor pribadi yang subyektif, sedangkan filsafat tertarik kepada personalitas, nilai-nilai dan semua pengalaman.
    5. Ilmu tertarik pada hakikat sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan filsafat tidak hanya tertarik pada bagian-bagian yang nyata melainkan juga kepada kemungkinannya yang ideal dari suatu benda, dan nilai dan maknanya.
    6. Ilmu meneliti alam, mengontrol proses alam sedangkan tugas filsafat mengadakan kritik, menilai, dan mengkoordinasikan tujaun.
    7. Ilmu lebih menekankan pada deskripsi hukun-hukum fenomenal dan hubungan kausal. Felsafat tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan “why” dan “how”

    Titik temu filsafat dan ilmu (persamaan)

    1. Banyak ahli filsafat yang termasyhur, telah memberikan sumbangannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya Leibniz menemukan “Diferensial Kalkulus”, White head dan Bertrand Russel dengan teori matematikanya yang terkenal.
    2. Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya menggunakan metode-metode reflective thinking didalam menghadapi fakta-fakta dunia dan hidup ini.
    3. Filsafat dan ilmu keduanya menunjukkan sikap kritis dan terbuka, dan memberikan perhatian yang tidak berat sebelah terhadap kebenaran.
    4. Keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara sistematis.
    5. Ilmu memberi filsafat sejumlah bahan-bahan deskriptif dan factual serta esensial bagi pemikiran filsafat.
    6. Ilmu mengoreksi filsafat dengan jalan menghilangkan sejumlah ide-ide yang bertentangan dengan pengetahuan yang ilmiah.
    7. Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong-potong yang menjadikan bermacam-macam ilmu yang berbeda-beda, dan menyusun bahan-bahan tersebut ke dalam suatu pandangan tentang hidup dan dunia yang lebih menyeluruh dan terpadu.


    Perbedaan dan persamaan filsafat dengan filsafat ilmu

    Filsafat ilmu adalah bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah), biasa juga dikatakan filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan.

    Hakikat filsafat ilmu dapat dibedakan dengan filsafat, antara lain dapat dibedakan dari tujuannya, filsafat ilmu melakukan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan ilmiah itu diperoleh, dan di sisi lain filsafat bertugas sebagai peletak dasar utama pada setiap ilmu. Dengan memperhatikan batasan-batasan yang tentunya yang masih banyak belum dicantumkan pada tulisan ini, dapat ditarik benang merah antara filsafat dan filsafat ilmu sebagai berikut:

    1. Filsafat adalah proses berpikir dalam melakukan penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya secara benar sampai pada hakikatnya.
    2. Filsafat ilmu bukan hanya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena.

     Daftar Pustaka

    Hasan, Erliana, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011)
    Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)
    Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003)
    Susanto, A, Filsafat Ilmu, Suatu kajian dalam Dimensi Ontologis Epistemologis, dan Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011)
    Tafsir , Ahmad, Filsafat Ilmu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009)

  • Makalah Teori Enviromentalisme

    Makalah Teori Enviromentalisme

    Makalah Teori Envorimentalisme ini membahas tentang isu-isu hangat yang terkait dengan lingkungan hidup. Hal ini dianggap penting karena memiliki peran penting dalam menunjang kehidupan manusia di muka bumi.

    Teori Enviromentalisme

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Lingkungan merupakan aspek paling berharga dalam kehidupan manusia di muka Bumi. Lingkungan merupakan tempat dimana manusia melakukan aktivitasnya sehingga kerusakan lingkungan akan berdampak pada terganggunya keberlangsungan hidup manusia di Bumi.

    Sayangnya, masalah lingkungan menjadi masalah yang pelik dan semakin parah seiring dengan meningkatkan populasi dan kebutuhan manusia. Banyak akvitas manusia yang berujung pada kerusakan lingkungan. Demi menjaga kelesetarian lingkungan ini, akhirnya muncul gerakan envoronmentalisme. Envoronmentalisme adalah gerakan sosial yang memiliki ideologi luas dalam menjaga kelestarian lingkungan secara menyeluruh. Sebuah gerakan yang mendukung restorasi dan perbaikan lingkungan dan melawan seluruh aktivitas yang dapat merusak lingkungan.


    Pada intinya, environmentalisme adalah upaya yang dilakukan untuk menyeimbangkan kehidupan antara lingkungan manusia dan makhluk hidup lainnya. Keseimbangan sangat diperlukan karena manusia sendiri sangat bergantung sekali dengan lingkungannya.

    Untuk itu, perlu pelestarian yang mendalam sehingga kehidupan antar makhluk hidup dapat dipertahankan. Environmentalisme adalah gerakan sosial yang dimotori kaum penyelamat lingkungan hidup. Gerakan ini berusaha dengan segala cara, tanpa kekerasan, mulai dari aksi jalanan , lobi politik hingga pendidikan publik untuk melindungi kekayaan alam dan ekosistem. Kaum environmentalis peduli pada isu-isu pencemaran air dan udara, kepunahan spesies, gaya hidup rakus energi, ancaman perubahan iklim dan rekayasa genetika pada prodk-produk makanan.

    Pengamatan marxisme tentu dengan penuh perhitungan, di bawah kapitalisme, dunia industry diibaratkan sebagai motor penggerak dari pada eksploitasi terhadap masyarakat dan variabel sekitarnya, terutama lingkungan yang juga pasti terkena efek dari keberlangsungan industry dalam konteks kapitalisme yang sistemik. Dan perluasan yang disebabkan oleh globalisasi, memperkuat cakupan area, pengaruh sekaligus dampak yang lebih hebat lagi. Bahwasanya pembangunan, kapitalisasi dan industrialisasi, pada akhirnya menjadi bidak dan instrumen yang tidak dapat dilepaskan dari pada kooptasi kepentingan kaum borjuasi, dan secara masif akan berdampak destruktif bagi lingkungan hidup, yang merupakan domain dari tempat dimana kelas-kelas proletariat tinggal. Sehingga kapitalisme dan segala perniknya merupakan sebuah paradoks kemajuan, yang imbas buruknya seperti noktah hitam dari pada globalisasi itu sendiri, terutama apabila dilihat secara mendalam dari segi dampak. Yang dapat ditarik sebuah garis jika hubungan antara pemikiran marxis yang ikut andil dalam gelombang kapitalisme adalah sebab yang menaungi hubungan akibat berikutnya, yaitu marginalisasi terhadap kaum proletar beserta eksploitasi lingkungan. Inilah yang dimaksudkan sebagai dialektika marxisme, terutama dalam kaitanya dengan konteks tidak hanya sosial, tetapi lingkungan. Konsep subsekuen yang diambil dan dijadikan kerangka mainstream terkait marxisme dan environmentalisme oleh Munck yaitu terkait dengan sustainable development, atau pembangunan berkelanjutan. pembangunan adalah sebuah keniscayaan dalam mencapai tujuan dan kepentingan bersama terkait pada hakikat modernitas. Ketika globalisasi memberi ruang yang sangat lapang bagi bertumbuhnya ekonomi. Dan ditopang oleh teknologi, ekonomi melalui sistematika industrialisasi berkembang dan bertumbuh pesat yang akhirnya semakin mendekati tujuan daripada kemajuan dan modernitas itu sendiri.  Namun, industrialisasi yang merupakan penyumbang terbesar dalam proses modernitas, diyakini mendasari beberapa konsekuensi, salah satu diantaranya adalah faktor lingkungan.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Environmentalisme

    T.O’Riordan (1976) dalam bukunya Environmentalism memperluaskan ruang lingkup konsep environmentalisme dengan mendefinisikan kepada tiga aspek, yaitu :

    1. Environmentalisme merujuk kepada falsafah alam sekitar, yaitu falsafah yang membentuk nilai atau moral sebagai pertimbangan kepada persepsi seseorang akan hubungannya alam sekitar.
    2. Environmentalisme merujuk kepada ideologi alam sekitar, yaitu aliran-aliran pemikiran yang berkait dengan alam sekitar yang mencorakkan bidang-bidang kehidupan yang lain sebagai formula ke arah pembentukan polisi alam sekitar.
    3. Environmentalisme merujuk kepada perubahan reka bentuk alam sekitar iaitu aplikasi yang praktikal bagi memanifestasikan falsafah alam sekitar sebagai rancangan bertindak bagi semua peringkat.

    Environmentalisme muncul setelah Revolusi Industri di prancis yang menimbulkan pencemaran lingkungan modern seperti yang umum terjadi saat ini. Munculnya pabrik-pabrik besar dan eksploitasi dalam jumlah besar dari batubara dan bahan bakar fosil menimbulkan polusi udara dan pembuangan limbah industri kimia dengan volume besar ditambah dengan Perkembangan urbanisasi yang pesat pula menyebabkan kepadatan penduduk. Langkah pertama yang diambil untuk mengontrol kondisi ini adalah dengan munculnya British Alkali Acts yang disahkan pada 1863, untuk mengatur polusi udara yang merugikan ( gas asam klorida ) yang merupakan hasil dari proses Leblanc , yang digunakan untuk menghasilkan abu soda . Environmentalisme tumbuh dengan pesat, yang merupakan reaksi terhadap industrialisasi , pertumbuhan kota, dan udara memburuk dan pencemaran air .

    Jauh sebelum mulai terbentuknya kesadaran ataupun gerakan sebagai usaha untuk meminimalisir dampak perkembangan peradaban terhadap lingkungan, Raja Edward I dari Inggris melalui proklamasi di London pada tahun 1272 melarang pembakaran batubara karena menimbulkan asap yang kemudian menjadi masalah udara waktu itu. Jika dilihat, sejak abad pertengahan dimana gereja masih berkuasa waktu itu, usaha-usaha mengenai lingkungan sudah dilakukan meskipun tidak dalam lingkup yang lebih luas.

    Isu-isu mengenai lingkungan sendiri, telah mendapat sorotan di masyarakat dunia sekitar tahun 1970-an, namun aspek lingkungan baru muncul pada studi Hubungan Internasional yang ditandai dengan diselenggarakannya konferensi PBB di Rio De Jeneiro pada tahun 1992 dengan tema Global Warming. Kesadaran secara langsung tentang krisis alam itu sendiri mulai timbul setelah terbitnya buku yang berjudul “Silent Spring” pada tahun 1962. Buku ini adalah hasil kajian dari seorang saintis wanita bernama Rachel Carson. Meskipun buku ini hanya menampilkan dampak-dampak pencemaran akibat industri kimia terhadap alam sekitar dan menampikan penjelasan-penjelasan terkait masalah itu, ia berhasil membuat masyarakat sadar akan pentingnya menjaga dunia agar terhindar dari krisis alam yang semakin meluas akibat perkembangan sains dna teknologi di zaman modern.

    Penjelasan-penjelasan mengenai keadaan dan dampak dari krisis alam sekitar yang dicetuskan oleh Rachel Carson ini kemudian mempengaurhi bidang-bidang lain selain saintis untuk mulai memperhatikan permasalahan ini. Pada tahun 1967 seorang ahli sejarah, Lynn White Jr., menulis sebuah artikel yang berjudul “The Historical Roots of Our Ecological Crisis”. Artikel ini memuat pandangannya mengenai faktor utama yang menyebabkan krisis alam sekitar. Menurutnya, faktor utama yang menyebabkan krisis alam dan lingkungan adalah faktor ideologi orang-orang Yahudi-Kristian. Ideologi atau doktrin itu melahirkan suatu pandangan umum atau worldview dalam kehidupan manusia yaitu mereka diizinkan oleh Tuhan untuk mengksploitasi alam sekitar demi kelangsungan hidup mereka. Mereka telah dititipkan oleh Tuhan, jadi tidak ada yang bisa membatasi mereka dalam melakukan eksploitasi. Lynn White Jr. menjelaskan dengan berpegangan pada pandangan umumu tersebut dalam kehidupan masyarakat barat yang secara dinamik dan terstruktur dengan menggunakan sains dan teknologinya untuk mengeksploitasi  alam sekitar tanpa batasan. Fenomena inilah yang menyebabkan pengikisan dan kemerosotan kualitas alam sekitar secara lokal maupun global.

    Kesadaran secara langsung tentang krisis alam sekitar mulai timbul dari terbitnya sebuah buku yang bertajuk Silent Spring pada tahun 1962. Buku ini adalah hasil kajian seorang saintis wanita yang bernama Rachel Carson.Walaupun buku ini hanya menumpukan penjelasan si penulis mengenai dampak pencemaran akibat industri kimia terhadap alam sekitar, ia berjaya menyadarkan masyarakat dunia mengenai krisis alam sekitar yang semakin meluas akibat perkembangan sains dan teknologi di zaman moden. Kesadaran mengenai kondisi alam sekitar yang dicetuskan Rachel Carson ini bukan saja menarik perhatian golongan saintis tetapi turut mempengaruhi para ahli di bidang-bidang yang lain.

    Pada tahun 1967 seorang ahli sejarah, Lynn White Jr., menulis sebuah artikel yang bertajuk The Historical Roots of Our Ecological Crisis. Artikel ini memuatkan pandangannya mengenai dengan faktor utama yang menyebabkan terjadinya krisis alam sekitar. Menurut beliau, faktor utama yang menyebabkan krisis alam sekitar ialah doktrin Yahudi-Kristian yang melahirkan suatu pandangan umum atau worldview dalam kehidupan manusia, yaitu mereka diizinkan oleh Tuhan mengeksploitasikan alam sekitar demi kelangsungan hidup mereka. Lynn White Jr. mendakwa dengan berpegang kepada pandangan umum tersebut masyarakat barat khasnya menggunakan sains dan teknologi secara dinamik untuk mengeksploitasi alam sekitar tanpa batasan. Fenomena inilah yang menyebabkan gangguan dan kemerosotan kualiti alam sekitar secara lokal dan global.

    Pada dekade akhir abad ke-20, gerakan-gerakan Environmentalism menjadi sebuah gerakan yang berkembang dengan cepat, perangkat transnasional yang paling efektif merubah pandangan dan peraturan lingkungan hidup di lingkup global. Untuk itu, gerakan environmentalism yang bersifat global dapat dimasukkan dalam salah satu counter hegemonic globalisasi. Batasan-batasan itu dapat dilihat dari keterlibatan gerakan ini dalam arena politik lingkungan. Gerakan-gerakan seperti ini memiliki akar sosial yang bersifat lokal. Gerakan transnasional tidak akan memiliki basis dan kekuatan yang sudah mapan. Karena itu, orang-orang yang terlibat dalam kampanye transnasional adalah mereka yang terlibat dalam ikatan dan komunitas lokal dan didorong oleh keinginan untuk memajukan anggota tersebut.

    Di Indonesia, isu-isu mengenai lingkungan sudah mulai diperbicangkan pada pemerintahan Orde Baru. Dimulai dengan diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional di Universitas Pajajaran Bandung pada tanggal 15 sampai 18 mei 1972. Pada masa pemerintahan Orde Baru, isu-isu lingkungan memang sedang digalakkan. Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan salah satunya adalah pertumbuhan penduduk dimana saat itu Indonesia memang menjadi negara paling padat di dunia. Pertumbuhan penduduk dan juga banyaknya eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang membuat gerakan lingkungan dimulai di Indonesia yang kemudian didukung oleh pemerintah pada saat itu. Selain pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan juga industrialisasi karena masuknya modal-modal asing, Indonesia juga saat itu mengalami beberapa kebakaran hutan yang kemudian menimbulkan permasalahan asap di Indonesia. Kebakaran hutan menyebabkan banyaknya CO2 di udara yang dapat mengganggu kesehatan. Selain itu, dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati. Isu-isu ini menjadi dasar munculnya gerakan-gerakan pemerhati lingkungan di Indonesia.

    Lingkungan dapat dijadikan isu kolektif yang dapat dijadikan mobilitas kolektif. Gerakan lingkungan dapat berpengaruh pada teori ekonomi neo-klasik. Penggunaan isu-isu buruh sebagai basis untuk memobilisasi dimana ideologi non-liberal mengklaim bahwa isu tersebut harus melalui logika pasar jika ingin memaksimalkan kesejahteraan. Counter hegemonic global dapat membangun sebuah ekonomi politik global yang menggunakan penyusutan ruang dan fasilitas komunikasi lintas perbatasan untuk meningkatkan persamaan, keadilan dan sustainability daripada mengidentifikasikan bentuk dominasi yang ada.

    Isu-isu global mengenai global warming dan lapisan ozon sepertinya pada hakekatnya global, sementara politik banyak orang, seperti konsekuensi kesehatan dari sampah racun dan dibuat lokal. Tantangan membangun sebuah organisasi global yang terintegrasi efektif pada aktivitas lokal dengan kempanye global nampaknya tantangan khusus pada kasus gerakan environmental. oleh karena itu, gerakan environmental global selalu dianggap organisasi transnasional yang paling berhasil.

    Environmentalisme dapat menggunakan isu-isu dan agenda universal untuk menyelematkan dunia yang tentunya sangat berpengaruh. Adanya isu dan agenda universal itu dapat membantu para environmentalis dalam mengkampanyekan masalah-masalah mengenai krisis-krisis alam sekitar. Sebagai contoh, mengenai perubahan iklim yang merupakan isu lingkungan paling berpengaruh pada saat ini. Isu mengenai perubahan iklim ini bersifat global namun memang berawal dari fondasi lokal yang kuat.

    Konsep environmentalisme berkaitan erat dengan proses pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dilakukan demi tujuan bersama dalam rangka modernitas dan globalisasi. Ketika modernitas dna globalisasi kemudian memberikan pengaruh pada perluasan ekonomi dimana teknologi juga berperan secara langsung. Sehingga melalui industrialisasi yang berkembang semakin mendekati dari tujuan modernitas itu sendiri yang selanjutnya memberikan dampak secara langsung pada permasalahan lingkungan.

    Persoalan ekologi hingga saat ini memang berkaitan langsung dengan sistem kapitalisme. Lingkungan sebagai dasar dari terbentuknya proses industri dimana lingkungan merupakan daerah asal, tempat, pemberi dan sumber daya yang kemudian dioptimalisasikan oleh sebuah industri. Oleh karena itu, pembahasan mengenai lingkungan dan pembangunan tidak dapat dipisahkan yang memang kedua-duanya mempunyai pengaruh dan dampak masing-masing.

    Jika dilihat, konsep environmentalisme juga berhubungan dengan pemikiran Marx. Marx mendefinisikan pemikirannya pada permasalahan sosial dimana ada perjuangan antar kelas. Kaitannya dengan lingkungan adalah perlawanan Marx terhadap kaum borjuis dimana kaum ini merupakan kaum yang sangat dekat dengan sistem kapitalisme. Pengeksploitasian yang dilakukan oleh kaum borjouis tentunya berdampak pada lingkungan. Industrialisasi menjadi bentuk kepentingan kaum borjuis terhadap marginalisasi kaum proletar beserta eksploitasi lingkungan. Kapitalisme menjadi sebuah paradoks kemajuan dimana sebagai pengaruh dari globalisasi itu sendiri sehingga memperlihatkan sisi lain dari dampak kapitalisme.  

    Environmentalisme telihat seperti feminisme yang berusaha memisahkan ikatan yang mengekang diantara perempuan yang selama ini dikuasai oleh laki-laki. Environmentalisme juga terlihat sebagai bentuk kritisisasi atas pemisahan antara manusia dan lingkungan. Jika dibandingkan, perempuan dalam perspeftif feminisme hampir serupa dengan faktor ekologis dalam pemikiran Marx. Perempuan dan Proletar dianalogikan sebagai kaum yang tertindas yang berujung pada usaha-usaha kesetaraan kelas. Pengistilahan ini berkaitan dengan faktor ketimpangan sosial yang kuat  dalam masyarakat.   

    Environmentalisme merupakan bentuk baru dari pemikiran Marxisme. Ilmu-ilmu sosial pada zaman sekarang sudah mencair menjadi lebih luas yang kemudian secara langsung berhubungan dengan ilmu-ilmu alam. Jarak yang memisahkan antara ilmu sosial dan ilmu alam secara perlahan akan memudar. Sebagai bukti, teori-teori pemikiran sosial Marx kemudian digunakan dalam bentuk baru dimana environmentalisme muncul. Environmentalisme merupakan sebuah reaksi terhadap semakin menipisnya pandangan mengenai Marxisme. Sebagai bentuk baru ini, environmentalisme lebih diterima di dalam struktur masyarakat barat yang cenderung menolak konsep ideologi marxisme yang mengarah pada ideologi komunis.

    Kerusakan lingkungan berjalan seiring dengan perkembangan industrialisasi. Usaha-usaha melalui gerakan-gerakan environmentalisme yang sekarang menjadi proses pembentuk integrasi antara lingkungan, industrialisasi, pembangunan dan teknologi yang nantinya tergabung dalam suatu jaringan yang saling menguntungkan satu sama lain. Meskipun pada saat ini, usaha-usaha mengenai pewacanaan, propoganda dan fokusi pada isu lingkungan masih menguat di negara-negara berkembang dibandingkan negara-negara maju. Mungkin hal itu disebabkan penggunaan teknologi yang berlebihan di negara-negara maju sehingga sulit sekali ataupun belum menemukan teknologi yang cocok dalam meminimalisir kerusakan lingkungan.  

    Pada kesimpulannya konsep-konsep mengenai environmentalism berkaitan erat dengan sistem kapitalisme barat. Untuk itulah, pandangan ini masih sulit untuk diimplementasikan pada pemikiran barat. Environmentalisme muncul sebagai pengaruh atas modernitas dan globalisasi yang berjalan seiring dengan industri kapitalistik. Dalam lingkup global, secara langsung maupun tidak langsung, semuanya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan secara integral. Karena globalisasi di satu sisi dengan mekanisme industri maju akan secara perlahan mengikis ekosistem global. Dengan kata lain, usaha-usaha yang dilakukan oleh para enviromentalis merupakan bentuk perhatian yang memang bukan sekarang dirasakannya. Tetapi nanti oleh masyarakat dunia di masa depan. Aspek ekologis harus selalu disandingkan sebagai determinan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Melalui pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekologis menjadi penyeimbang antara kehidupan manusia dan lingkungan.

    2. Gerakan Lingkungan dan Gerakan Sosial

    Sejarah gerakan lingkungan hidup di dunia dimulai pada kurun waktu antara 1970-1980 tepatnya ketika pada tanggal 22 April 1970 diadakan perayaan Hari Bumi. Ini merupakan peristiwa awal lahirnya gerakan lingkungan yang diperingati sampaisaat ini dan mulai saat itu pula gerakan-gerakan lingkungan di Amerika mengalami perubahan dimana persoalan lingkungan menjadi hal yang paling penting dan sangat diperhatikan, kemudian terjadinya penggabungan organisasi-organisasi lingkungan hidup.

    Pada tahun 1980-1988 terjadi perubahan dimana gerakan lingkungan kehilangan ciri spontanitasnya sebagai simbol dari semakin besarnya tingkat pergantian cara pendekatan, kemudian pada kurun waktu 1988-1992 dimana pada saat itu terjadi bencana-bencana yang menimpa lingkungan dengan semakin banyak kasus hujan asam, limbah radioaktif, rekayasa genetik, punahnya spesies langka dan sebagainya. Pada tahun 1990 ketika diadakan peringatan Hari Bumi secara besarbesaran merupakan tonggak/titik puncak dan kesadaran baru tentang gerakan lingkungan (24 April 1990 dirayakan di 140 negara).

    Adapun sejarah gerakan lingkungan hidup di Indonesia dapat dilihat setelah masa kepemimpinan Soekarno (Orde lama) beralih pada masa Soeharto (Orde Baru) yang tidak pernah berpihak pada lingkungan. Dimana pada masa itu pemerintah cenderung pada persoalan ekonomi pembangunan, sedangkan persoalan lingkungan dikesampingkan demi peningkatan ekonomi. Masa kepemimpinan Soekarno dimana pada saat itu penerapan politik lingkungan hidup kerakyatan ( paham ecopopulism) merupakan gerakan lingkungan hidup, seperti perusahaan-perusahaan asing dinasionalisasikan dan lahan-lahan kritis segera diselamatkan (pembentukan panitia penyelemat hutan, tanah dan air). Pada masa kepemimpinan Soeharto lahir paham eco-developmentalis menempuh jalan refonnasi hukum, dimana hukum adalah alatbagi peningkatan ekonomi untuk membuka jalan bagi investasi asing (muncul UU Penanaman Modal Asing).

    Dengan adanya UUPMA ini memberikan andil yang sangat besar sekali terhadap perubahan lingkungan di Indonesia dimana negara-negara pemodal bebas mengeksplorasi (memanfaatkan sumber daya alam dengan bebas untuk kepentingan ekonomi (terutama untuk pemilik modal) maka yang terjadi adalah kerusakan lingkungan, sehingga pada masa kurun waktu 1970-1984 muncullah gerakan lingkungan di Indonesia (organisasi-organisasi lingkungan di Indonesia). Salah satu organisasi yang muncul pada saat itu adalah Mapala UI (tanun 1970-an) yang berbasis mahasiswa yang masih bertahan sampai sekarang, dan setelah itu mulailah muncul lembaga-lembaga pusat studi lingkungan hidup, kemudian pada tahun 1970-an dan 1980-an muncullah ormas-ormas baru, seperti WALHI (Wahana Lingkungan hidup Indonesia), FISKA (Forum Indonesia untuk swadaya di Bidang Kependudukan), HKTI (Himpunan Kerukunan ’Tani Indonesia), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNS), KNPI (komite Nasional Pemuda Indonesia), dan lain sebagainya (http://wwwlingkungan-wahyu.blogspot.com/2011/06/1.html diakses pada Sabtu 09 Mei  2015  pukul 13:13 WIB).

    Gerakan lingkungan hidup (environmental movement) dikenal juga dengan berbagai nama, seperti environmentalisme dan environmental activism. Ketiga istilah yang tampak sejenis tersebut digunakan secara berbeda dari satu wacana ke wacana yang lain, namun pada hakekatnya menggambarkan satu fenomena yang sama, yakni gerakan sosial yang fokus bergerak dibidang perlindungan, pelestarian, dan keadilanlingkungan hidup. Meskipun berada dalam satu wadah besar terdapat beragam aliran pemikiran dalam gerakan lingkungan. Keragaman tersebut tercermin pula pada pilihan-pilihan aksi, praksis, ataupun metode gerakan mereka sendiri, sebuah kondisi yang membuat aktivisme lingkungan bisa mewujud dalam beragam nada dan warna.

    Gerakan lingkungan hidup bisa dilihat sebagai bagian dari perilaku bersama (collective behavior) yang secara formal mewujud dalam bentuk berbagai kelompok dan organisasi lingkungan.

    Mekanisme collective action yang bekerja mampu mempengaruhi faktor-faktor cost and benefits yang membuat seseorang memutuskan untuk bergabung dan terus terlibat dalam gerakan lingkungan. Faktor-faktor pendorong tersebut penting untuk dipahami karena kelompok dan organisasi lingkungan hidup pada dasarnya tergolong sebagai organisasi sukarela (voluntary organizations), yakni kelompok-kelompok formal yang anggotanya berasal dari individu-individu yang bergabung secara sukarela; tanpa paksaan, tanpa alasan-alasan komersial; untuk memajukan sejumlah tujuan bersama. Definisi diatas sejalan dengan pembahasan definisi gerakan sosial, yakni menekankan perbedaan organisasi-organisasi dalam gerakan lingkungan dengan organisasi komersial

    Adapun dalam teori gerakan sosial, gerakan sosial terjadi apabila sekelompok individu terlibat dalam suatu usaha yang terorganisir baik untuk merubah ataupun mempertahankan unsur tertentu dari masyarakat yang lebih luas. Adapun karakteristik dari gerakan sosial yakni adanya pengenalan sasaran, rencana-rencana untuk mencapai sasaran, dan adanya ideologi. Gerakan sosial pada umumnya memiliki rangkaian sasaran yang luas yang ditetapkan dengan jelas. Gerakan sosial yang bertujuan memperbaiki kondisi hidup satu kelompok masyarakat harus merumuskan semua tujuannya secara terperinci dan sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan itu sangat bervariasi. Ideologi gerakan sosial adalah sesuatu yang dapat mempersatukan para anggotanya.

    Pandangan menyeluruh tentang elemen-elemen dalam gerakan lingkungan yakni ada tiga komponen gerakan lingkungan yaitu (1) “aktivis lingkungan publik”, yaitu sebagian besar orang yang concerned untuk memperbaiki kondisi lingkungan disekitar mereka (2) aktivis lingkungan terorganisir atau sukarela seperti WALHI dan Greenpeace, (3) organisasi gerakan lingkungan institusional”, yaitu birokrasi publik yang memiliki yurisdiksi terhadap kebijakan lingkungan. Istilah “gerakan lingkungan” melihat bahwa gerakan lingkungan terdiri dari dua elemen, yaitu (1), kelompok-kelompok lingkungan, sebagai perwujudan organisasional dari gerakan lingkungan; dan (2) attentive public, orang-orang yang meski tidak bergabung ke salah satu kelompok lingkungan, tapi sama-sama mempercayai dan mempraktekkan nilai-nilai environmentalisme. Orang-orang “awam” ini bisa siapa saja, mereka adalah orang-orang yang mengekspresikan kepedulian mereka terhadap lingkungan hidup melalui pandangan pribadi mereka, perilaku dan gaya hidup mereka.

    Dalam sudut pandang sosiologis atau perspektif gerakan sosial melihat kemunculan gerakan atau kelompok lingkungan berhubungan erat dengan perubahan nilai-nilai dan struktur sosial dalam masyarakat. Keduanya melihat kemunculangerakan lingkungan hidup memiliki kemiripan dengan latar belakang kemunculan gerakan sosial, yakni lahir dari ketidakpuasan terhadap sejumlah nilai- nilai yang selama ini dianut masyarakat dan mewakili upaya-upaya kolektif untuk menginstitusionalkan nilai-nilai alternatif. Ketidakpuasan masyarakat misalnya adalah keprihatinan akan hilangnya tempat-tempat alami, kekecewaan terhadap pengaruh industrialisme pada kehidupan perkotaan, keinginan untuk menjauh dari kota dan kembali ke suasana pedesaan, dan pandangan terhadap alam sebagai sumber pencerahan spiritual, moral, dan estetis. Selain itu, meluasnya nilai-nilai prolingkungan diduga ikut didorong faktor-faktor seperti pertumbuhan kelompok pekerjaan yang dekat dan sering bersentuhan dengan isu-isu lingkungan serta adanya peningkatan standar kehidupan –yang tampaknya telah memungkinkan sebagian orang untuk mulai berpikir tentang nilai-nilai dan hal-hal non-material.

    3. Teori Tindakan Sosial ( Social Action )

    Weber dalam buku Sunarto, 2004:12 sebagai pengemuka dari paradigma ini mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Inti tesisnya adalah “tindakan yang penuh arti” dari individu, yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sebaliknya, tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati atau obyek fisik semata tanpa dihubungkannya dengan tindakan orang lain maka itu bukan merupakan tindakan sosial. Tindakan seseorang melemparkan batu ke dalam sungai bukan tindakan sosial. Akan tetapi, tindakan tersebut dapat berubah menjadi tindakan sosial kalau dengan melemparkan batu tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan reaksi dari orang lain.

    Menurut Marx Weber, tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Dan suatu tindakan ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya ( Sunarto, 2004: 12 ).

    Dalam pembahasan tindakan sosial, tidak selalu dan semua perilaku dapat dimengerti sebagai suatu manifestasi rasionalitas. Menurut Marx Weber, metode yang bisa dipergunakan untuk memahami arti-arti subjektif tindakan sosial seseorang adalah dengan verstehen. Istilah ini tidak hanya merupakan introspeksi diri sendiri, bukan tindakan subjektif orang lain. Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber dengan verstehen adalah kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu ( Narwoko, 2008: 18 ).

     Suatu tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Sosiologi bertujuan untuk memahami (verstehen) mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran bermakna, yang hendak memahami makna subjektif suatu tindakan sosial harus dapat membayangkan dirinya ditempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya

    Marx Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat ( Narwoko, 2008: 19 ). Keempat jenis tindakan sosial itu adalah :

    1. Rasionalitas Instrumental. Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
    2. Rasionalitas Orientasi Nilai. Dalam tindakan jenis ini adalah bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan nilainilai individu yang bersifat absolut. Artinya, nilai itu merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersifat nonrasional, sehingga tidak memperhitungkan alternatif.
    3. Tindakan Tradisional. Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.
    4. Tindakan Afektif. Tipe ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perancanaan sadar. Tindakan afektif ini sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu.

    Marx Weber mengakui bahwa empat jenis tindakan sosial yang diutarakan adalah merupakan tipe ideal dan jarang bisa ditemukan dalam kenyataan. Akan tetapi, terlepas dari persoalan itu, apa yang hendak disampaikan Weber adalah bahwa tindakan sosial apa pun wujudnya hanya dapat dimengerti menurut arti subjektif dan pola-pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Untuk mengetahui arti subjektif dan motivasi individu yang bertindak, yang diperlukan adalah kemampuan untuk berempati pada peranan orang lain.

    Bagi Weber, dunia terwujud karena tindakan sosial. Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya dan ditujukan untuk mencapai apa yang mereka inginkan/kehendaki. Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan. Perhatian Weber pada teoriteori tindakan berorientasi tujuan dan motivasi pelaku, tidak berarti bahwa ia hanya tertarik pada kelompok kecil, dalam hal ini interaksi spesifik antar individu. Weber berpendapat bahwa bisa membandingkan struktur beberapa masyarakat dengan memahami alasan-alasan mengapa warga masyarakat tersebut bertindak, kejadian historis (masa lalu) yang mempengaruhi karakter mereka, dan memahami tindakan para pelakunya yang hidup dimasa kini, tetapi tidak mungkin menggeneralisasi semua masyarakat atau semua struktur sosial. http://ilhamfadli.blogspot.com/2009/02/paradigma-sosiologi-teori-sosiologi.html diakses pada tanggal 08 Mei 2015, Jumat pukul 16:08  WIB.

    4. Respon Terhadap Krisis Ekologi

    Dalam merespon krisis ekologi, paling tidak terdapat dua aliran yang masingmasing berbeda kalau tidak disebut berseberangan. Aliran pertama yaitu modernisasi ekologi (ecological modernization) dengan tokoh antara lain Joseph Huber (Adiwibowo, 2007), dan aliran kedua adalah aliran hijau (green response). Aliran pertama menekankan kepada caracara menghadapi krisis ekologi dengan cara diisolasi, dipecahkan secara spesifik, bersifat diskrit dan linier, ciri berikutnya yaitu memandang krisis ekologi dipandang dapatdipecahkan melalui atau mengandalkan pada inovasi teknologi tanpa harus merubah tatanan atau struktur sosial, ekonomi dan politik yang ada.

    Sedangkan aliran hijau (green response) menganggap krisis ekologi harus diatasi melalui perubahan (struktural) sosial, ekonomi dan politik secara holistik, konsekuensi dari pendekatan ini bahwa pakar ilmu sosial, ekonomi, politik dan budayawan serta kearifan lokal masyarakat harus menjadi garda terdepan dalam memecahkan krisis ekologi. Pemecahan krisis ekologi yang melulu mengandalkan pada teknologi dan kepakaran di bidang ilmu-ilmu fisika hanya memecahkan masalah pada tingkatan symptom. Pendekatan baru yang digunakan untuk meneliti perubahan sumber daya alam dan lingkungan antara lain beranggapan bahwa degradasi lingkungan muncul sebagai akibat pertarungan kepentingan ekonomi-politik para pihak seperti negara, masyarakat, LSM,perusahaan.

    Sementara untuk kasus Indonesia, krisis ekologi terlebih dahulu harus diketahui beberapa hal, antara lain:

    1. Krisis ekologi umumnya dipandang sebagai akibat dari rendahnya pengetahuan, pendidikan, kesadaran lingkungan dan pendapatan masyarakat serta masalah demografi.
    2. Fakta-fakta menunjukkan krisis ekologi di Indonesia sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh masalah-masalah struktural seperti kebijakan ekonomi yang eksploitatif, sektoral dan tidak bersifat partisipatif, hak penguasaan sumberdaya alam oleh negara, market failures dan maraknya praktek korupsi, kolusi dannepotisme (KKN).
    3. Ketidak seimbangan relasi kekuasaan (unequal power relations) antara aktor lokal, nasional, regional, dan internasional dalam akses dan kontrol sumber-sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
    4. Lemahnya tata-pengaturan  (weak governance), tidak jelasnya rejim penguasaan sumberdaya alam publik (unclear common proverty regimes) dan ketidakpastian hak-hak kepemilikan (insecure property rights).

    5. Kelompok Pecinta Alam

    Kelompok pecinta alam merupakan salah satu kelompok yang mempunyai bentuk kegiatan dalam rangka membina anggota atau masyarakat untuk lebih mencintai alam dan lingkungannya. Disamping itu, kelompok pecinta alam juga berfungsi sebagai media untuk menyebarkan informasi, penyegaran dan pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan upaya-upaya konservasi sumber daya alam.

    Selama ini kelompok atau perkumpulan pecinta alam lebih dikenal dalam lingkungan pemuda, khususnya para pelajar dan mahasiswa. Melalui wadah tersebut mereka melakukan kegiatan rekreasi serta mencari tantangan atau petualangan di alam bebas, kegiatan tersebut biasanya dilakukan pada hari-hari libur atau liburan semester. Kelompok pecinta alam tersebut sebagian besar anggotanya dari unsur generasi muda yang biasanya tumbuh dan berkembang secara swadaya dengan aktivitas yang berbeda-beda, sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur organisasi pecinta alam baik mengenai kriteria organisasi maupun syarat-syarat pembentukannya. Karena itu organisasi pecinta alam menjadi sangat bervariasi dan kadang-kadang mudah sekali memudar atau tidak aktif sehingga pemerintah sulit untuk mengadakan monitoring dan pembinaan secara maksimal.

    Pecinta alam di Indonesia saat ini belum dirasakan sebagai salah satu akar gerakan lingkungan, terbukti dalam korelasinya saat ini dengan banyaknya kelompok pecinta alam seiring pula dengan kerusakan yang tidak terkendali. Dimanakah letak penyimpangan ini karena keberadaan pecinta alam dalam tataran yang ideal dapat menumbuhkembangkan generasi yang peduli lingkungan. Ini patut dikembangkan baik dalam pola gerakan maupun pengembangan organisasinya. Model gerakan lingkungan yang berasal dari pecinta alam pada periode kelahirannya lebih menekankan pada kecintaan terhadap alam yang diwujudkan dengan naik gunung, camping, pelatihan konservasi, dan penghijauan di lereng-lereng gunung.

    Ketika kita menoleh kebelakang melihat sejarah asal mula terbentuknya organsasi ini di Indonesia maka dapat dikatakan bahwa pecinta alam Indonesia ini berawal dari sekedar aktifitas untuk menghilangkan kepenatan dan kejenuhan dalam menghadapi suatu kondisi masyarakat pada saat itu yang kurang beruntung dari kebijakan pemerintah. Sekelompok pemuda dari kalangan kampus (Universitas Indonesia) yang aktif menyuarakan aspirasi masyarakat, disaat mereka lelah dengan aktifitas kemahasiswaan (demonstrasi, diskusi politik dan lain-lain) mereka melakukan kegiatan mendaki gunung, berawal dari sini sehingga mereka membentuk organisasi mahasiswa pecinta alam.

    Dalam hal ini Kompas USU adalah organisasi yang bergerak dibidang pecinta alam dan studi lingkungan hidup. Sebuah organisasi yang potensial dalam membangun dan menjaga lingkungan hidup yang kini semakin rusak. Dengan adanya organisasi tersebut, sebenarnya penglibatan para pecinta lingkungan dalam menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup sangat ideal, oleh karena itu perlu disadari dan menjadi catatan bersama bahwa penglibatan pecinta lingkungan dalam melestarikan alam sejak dini sangat penting dan sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan lingkungan, sekarang dan yang akan datang.

    Peranan pemuda juga sangat penting sebagai generasi penerus yang akan mewarisi lingkungan hidup yang baik. Diharapkan masyarakat akan mendorong adanya kader-kader perintis dalam lingkungan hidup yang lahir dari kalangan generasi muda sehingga pembangunan yang berkelanjutan ini sejalan pula dengan terpeliharanya kelestarian lingkungan, misalnya dengan kegiatan karya wisata di alam bebas merupakan salah satu program yang mendekatkan generasi muda dengan lingkungan hidup.

    Salah satu cara yang ditempuh untuk melibatkan peranan pemuda yaitu melalui pecinta alam dan lingkungan dalam kegiatan-kegiatan yang mengarah pada studi lingkungan hidup. Melibatkan pecinta lingkungan dalam kegiatan sosialisasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Mulai dari langkah-langkah untuk menjaga kebersihan, tata cara pelestarian serta manfaat-manfaat dari lingkungan yang bersih, dan ini juga bisa dilakukan melalui berbagai kegiatankegiatan yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.

    Dengan melakukan berbagai kegiatan-kegiatan yang bertujuan menjaga kelestarian lingkungan hidup, maka kebiasaan ini mulai terinternalisasi kedalam diri individu atau pecinta lingkungan tersebut. Untuk berpartisipasi lebih jauh lagi mungkin dengan melakukan sosialisasi tentang kesadaran akan lingkungan hidup dan kepedulian terhadap kondisi lingkungan yang sudah sangat memprihatin kan saat ini kepada masyarakat.

    Isu gerakan lingkungan dalam tubuh pecinta alam baik itu mapala (mahasiswa pecinta alam), sispala (siswa pecinta alam), atau organisasi pecinta alam umum lainnya belum memperlihatkan sebuah sinergi gerakan lingkungan yang dinamis. Saat ini lebih banyak pada kegiatan-kegiatan alam terbuka seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan beragam kegiatan lainnya yang lebih memperlihatkan corak penggiat alam terbuka.

    Dalam konteks gerakan lingkungan pecinta alam sebenarnya mempunyai peran yang sangat penting terutama untuk pembinaan dan usaha menumbuhkembangkan generasi yang peduli lingkungan serta tangguh dalam setiap kondisi alam, hal ini bisa dipupuk dalam kegiatan pendidikan dasar pecinta alam.

    George Junus Aditjondro dalam bukunya Pola-Pola Gerakan Lingkungan mengatakan, terdapat tiga komponen gerakan lingkungan yaitu pertama, aktivis lingkungan publik yaitu orang yang concerned untuk memperbaiki kondisi lingkungan disekitar mereka. Kedua, aktifis lingkungan terorganisir atau sukarela yaitu organisasi seperti Sierra Club atau Enviromental Defense Fund di Amerika Serikat atau WALHI dan SKEPHI di Indonesia. Ketiga, organisasi lingkungan institusional yaitu birokrasi publik ynag menangani yurisdiksi terhadap kebijakan sosial lingkungan atau yang terkait dengan lingkungan seperti kantor menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup.

    Pecinta alam sebagai organisasi yang bergerak dalam dunia lingkungan dan alam pada hakikatnya berada dalam gerakan enviromentalisme (wawasan lingkungan) yang dalam pengertian lebih luas lagi adalah suatu paham yang menempatkan lingkungan hidup sebagai pola dan gerakannya. Akar gerakan lingkungan dalam pecinta alam sebagai organisasi sukarela dengan pembinaan yang ketat bagi anggota barunya dapat menumbuhkan sikap yang kritis dari setiap anggota anggotanya.

    Dampak pendidikan dasar dari kelompok – kelompok pecinta alam ini hanya terbatas pada anggotanya sendiri, sementara perubahan kearah kepedulian yang lebih radikal terhadap lingkungan belum menyentuh ke masyarakat luas walaupun banyak LSM yang berperan di dalamnya, akan tetapi tidak jarang juga pecinta alam yang terjun langsung memberikan penyadaran lingkungan seperti aksi bersih sungai, penanaman pohon, dan lain sebagainya (http://www.geocities.ws/opyanfaithful/pala.htmdiakses pada  01 Mei 2015 pukul 16.39 WIB ).

    6. Tentang Lingkungan

    a. Theory of Communicative Action:  Asal usul, Konteks dan Argumen

    Terdapat tiga tema dalam tulisan Habermas tentang teori tersebut. Pertama, analisis linguistik dan rasionalitas (logika) yang terkandung dalam communicative action. Kedua, cara bagaimana hal yang disebut terakhir tersebut berperan dalam menjelaskan pemahaman mengenai satu sisi atau perkembangan patologis dari modernitas. Hal ini diupayakan dari pandangan filsafat moral dalam perbincangan filosofis dari modernitas serta dikaji secara sosiologis di dalam The Theory of Communicative Action berkaitan dengan teori Weber mengenai rasionalisasi. Akhirnya, bagaimana dalam melacak teori sosial dalam Communication and Evolution of Society dan teori kritis mengenai kapitalisme mutakhir dalam legitimation Crisis, Habermas telah berusahamenjelaskan isu isu yang muncul secaraspontan dalam upayanya ketika membacaWeber.

    b. Analisis Linguistik dan Theory of Communicative Action

    Habermas menekankan pentingnya filsafat bahasa, yang memiliki dua macam peran, yaitu tempat bagi bahasa dalam suatu teori Sosiologis dari tindakan, dan berupaya menunjukkan bahwa struktur dan fungsi bahasa manusia menyediakan dasar bagi etika universalistik dan demokratik. Habermas berargumentasi bahwa analisis linguistik, yang dilengkapi dengan teori bicara-tindakan (theory of communication action), dapat (melalui rekonstruksi rasional)  mengungkapkan perkiraan yang tidak bisa dihindari dan bersifat universal mengenai bahasa sehari hari. Karena itu, semua tindakan berbicara akan memunculkan serangkaian klaim keabsahan. Klaim keabsahan tertentu, bila dimunculkan dapat secara rasional dibenarkan melalui pembicaraan argumentatif. Bahwa tindakan manusia dapat diorientasikan ke banyak tujuan, tetapi tindakan linguistik, yang pada dasarnya bisa direkonstruksi, diorientasikan kepada koordinasi tindakan yang dicapai melaluipemahaman timbal balik. Habermas menspesifikasikan tiga dunia, yaitu:

    1. dunia eksternal obyek fisik,
    2. dunia sosial, dan
    3. dunia dalam yang bersifat pribadi.

    Karena itu, dia secara konseptual dapat membedakan antara tindakan komunikatif
    (tindakan yang diorientasikan terhadap pemahaman timbal balik dalam dunia sosial), tindakan instrumental (diorientasikan kearah keberhasilan di dunia eksternal), dan tindakan strategis (diorientasikan kearah keberhasilan di dunia sosial). Menurut Habermas, dalam mengucapkan tindakan bicara yang berkaitan dengan salah satu dari dunia ini (eksternal, sosial, internal) para pembicara menggunakan suatu tipe khusus tindakan bicara (constative, regulative, ekspressive)1dan memunculkan suatu kumpulan klaim keabsahan yang khusus dan tepat (kebenaran, ketepatan, dan ketulusan).

    Klaim klaim keabsahan ini bisa dinilai dengan dibandingkan terhadap bentuk bentuk rasionalitas tertentu (cognitiveinstrumental, moral-praktical, aestheticexpressive) melalui cara-cara argumentasin yang tepat dimana rasionalitas dipahami sebagai keterbukaan terhadap penilaian obyektif, dan argumentasi dianggap sah pada kondisi situasi bicara yang ideal.

    c. Habermas dan Weber tentang Modernitas

    Bila The Theory of Communication Action adalah sebuah upaya untuk memahami modernitas secara Sosiologis, maka perbincangan filosofis tentang modernitas melakukan pendekatan terhadap subyek yang sama dari sudut pandang filsafat. Dalam melacak jalannya filsafat Barat Pasca pencerahan, Habermas mengidentifikasi suatu paradoks moral yang berlangsung lama. Paradoks ini, yang menandai perbincangan filosofis mengenai modernitas, memang sejak awal memberi tanda akan kehadirannya, dan merupakan pengakuan bahwa pemahamannya terhadap dirinya sendiri hanya bisa dimungkinkan dengan memisahkan diri dari tradisi. Apakah modernitas punya kemampuan untuk memecahkan masalah paradoks moralnya sendiri?. Habermas menawarkan suatu jawaban terhadap paradoks normatif modernitas. Rasionalisasi life world yang memunculkan masyarakat modern dan subsistem-subsistemnya yang terpisah yang dikendalikan oleh media, secara bersama sama sama menyediakan kriteria normatif yang bisa digunakan untuk menilai perkembangan selanjutnya.

    7. Marxisme dan Ekologi

    Marxisme, sebagai filsafat dan teori ekonomi-politik, menyediakan kerangka yang lebih luas dan ”matang” ketimbang ekologi sosial. Karena itu, keduanya lebih berguna untuk memahami dunia, termasuk dunia alam, dan memberikan landasan yang lebih kokoh bagi tindakan politik. Dua aspek dari teori Marxis yang paling relevan untuk memahami dan melakukan aksi atas isu-isu tentang ekologi serta lingkungan adalah materialism dialektik dan teori akumulasi.

    Materialisme dialektik, sebagai filsafat, menjadi ada dan menyadari relevansinya dengan diskusi ekologi karena implikasinya pada cara kita memahami alam. Kini sudah menjadi pemahaman umum di kalangan ekologis profesional bahwa alam tidaklah statis, bukan sesuatu yang selalu sama, sekalipun tanpa gangguan manusia. Dengan ukuran komunitasnya maupun dengan ukuran biosfernya, alam tidak berada dalam keseimbangan” , tidak juga berada dalam “keadaan terbaik”-nya. Kita tahu tidak ada kekuatan apapun yang dapat memastikan kesetimbangan stabil dari jumlah populasi ataupun komposisi spesies dari komunitas-komunitas. Menurut mereka filsafat yang efektif untuk memahami karakteristik dan proses-proses tersebut adalah materialisme dialektik, yang “tesis utamanya adalah pendapat bahwa alam mengandung kontradiksi- kontradiksi, bahwa ada kesatuan dan interpenetrasi dari apa yang kelihatannya eksklusif tak saling pengaruh, dan karenanya isu utama bagi ilmu pengetahuan adalah kajian tentang kesatuan dan kontradiksi tersebut.”

    Mungkin berlebihan jika berpendapat bahwa seseorang harus menjadi Marxis terlebih dulu untuk menjadi ilmuwan yang baik, kritis, sadar akan kontradiksi dalam alam dan menyadari asumsi-asumsi perorangan. Namun Levins dan Lewontin memberi alasan kuat—dengan didukung oleh contoh-contoh ekologi populasi dan komunitas, mereka mengatakan bahwa, bagi kita, tak cukup sekadar menggunakan pendekatan materialis, melainkan harus menggunakan pendekatan materialis dialektik pada hal-hal khusus agar dunia menjadi masuk akal. Pendapat tersebut benar, khususnya dalam ekologi, karena melibatkan penelitian atas sistem yang kompleks secara intrinsik. Teori tersebut menjelaskan kebutuhan kekuatan-kekuatan kapitalis yang berkompetisi untuk mengeksternalkan sebanyak mungkin biaya produksi menjadi beban masyarakat dalam jumlah besar, termasuk biaya “cuci tangan”—(berupa) insentif tetap bagi aktivitas produksi dan konsumsi yang menghasilkan banyak limbah; dan ekspansi internasional kekuatan kapitalis ketika mereka mencari pasar baru, sumber daya baru dan, lebih banyak lagi tempat baru untuk membuang limbahnya.

    Sehingga, terdapat konflik mendasar antara kapitalisme dan rasionalitas ekologis. Seperti yang dikatakan oleh Paul Sweezy, bahwa catatan buruk (di bidang lingkungan) kapitalisme disebabkan oleh sifat bawaannya yang mengusung proses akumulasi modal yang tak terkendali. Sistem tersebut tak memiliki mekanisme pengerem/pengendali selain krisis ekonomi berkala; satuan-satuan individual yang menyusunnya—modal yang terpisah-pisah— harus tanggap terhadap peluang-peluang meraup keuntungan dalam jangka pendek, atau tersingkir; tak ada bagian dalam sistem itu yang membuka diri atau sesuai dengan suatu perencanaan jangka panjang yang mutlak sangat penting bagi pelaksanaan sebuah program ekologi yang efektif. Karena dipaksa oleh permintaan, ekonomi kapitalis didasarkan padapemenuhan kebutuhan berbentuk komoditi, melibatkan penciptaan “kebutuhankebutuhan” yang diindividualkan dalam semua jenis komoditi. Di lain pihak, ekonomi sosialis menekankan konsumsi kolektif, tempat pemberhentian massal, fasilitas rekreasi dan liburan bersama, penanganan kesehatan bersifat pencegahan, dan permukiman bersama.  Sehingga, seperti juga dikemukakan oleh Sweezy dan Magdoff, negeri-negeri sosialis setidaknya berpotensi membuat beberapa kemajuan signifikan menuju produksi yang rasional secara ekologis. Kendati demikian, negerinegeri dengan kebijakan-kebijakan sosialis secara umum memiliki catatan lingkungan yang kurang baik. Sebagian karena keadaan
    tempat pemerintahan sosialis itu berada— relatif miskin, mendapat serangan-serangan
    dari luar dan, khususnya bagi yang kecil, mengalami ketergantungan ekonomi ala Dunia Ketiga, suatu posisi yang tidak menguntungkan dalam pasar internasional.

    Meskipun kecenderungan bawaan kapitalisme membuang limbah dan sampah (ke lingkungan) adalah konsekuensi dari syarat pertumbuhannya, kita tidak boleh “meragukan kecerdikan kapitalisme dan kemampuannya untuk menyesuaikan diri,” seperti diperingatkan oleh Andre Gorz dalam Ecology in Politics Dalam tingkat tertentu, terlihat jelas bahwa kapitalisme bisa menerima keprihatinan ekologi, sejauh solusi-solusinya bisa dikomoditikan. Jika masyarakat akan puas dengan air minum yang bersih – sementara sungai dan air
    tanah berpolusi—maka kami akan menjual air dalam botol dan menyaringnya untuk  disimpan. Jika agen pengontrol biologis dapat dikemas dan dijual demi keuntungan bagi produsen pertanian, hal itu akan dilakukan, dan mungkin penggunaan pestisida yang berbahaya akan berkurang. Perusahaan-perusahaan kapitalis, jauh-jauh hari sebelum dipaksa, bukan saja karena alasan politik tapi juga karena alasan ekonomi, sudah mepertimbangkan sumbersumber daya ekologi, seperti unsur hara tanah dan populasi serangga bermanfaat, sebagai persediaan modal dalam perhitungan mereka.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Dalam kerangka analisis Habermas dan Marx, kondisi pengelolaan sumber daya alam termasuk pengelolaan kehutanan dipicu oleh terlalu dominannya rezim negara dalam mengelola dan mengendalikan sektor kehutanan. Permasalahan- permasalahan ekologi adalah masalah politis dalam makna bahwa masalah-masalah sumber daya alam, termasuk kehutanan, dihasilkan atau sangat dipengaruhi oleh kesenjangan- kesenjangan kontrol dan kekuatan politik di antara kelompok-kelompok dan bangsa-bangsa. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari stakeholder khususnya pemerintah, karena jika terus dalam kondisi seperti ini, potensi konflik antar masyarakat yang berada di kawasan hutan dengan pihak pemerintah dan swasta yang diberi hak mengelola hutan akan mencuat ke permukaan. Kondisi di atas sejalan dengan faktafakta yang menunjukkan bahwa krisis ekologi di Indonesia sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh : a) masalah-masalah struktural seperti kebijakan ekonomi yang eksploitatif, sektoral dan tidak bersifat partisipatif, hak penguasaan sumberdaya alam oleh negara, market failures dan maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Selain itu, adanya ketidakseimbangan relasi kekuasaan (unequal power relations) antara aktor lokal, nasional, regional, dan internasional dalam akses dan kontrol terhadap sumber sumber daya alam dan lingkungan hidup dan diperparah dengan lemahnya tata pengaturan (weak governance), tidak jelasnya rejim penguasaan sumber daya alam publik (unclear common proverty regimes) dan ketidakpastian hak-hak kepemilikan (insecure property rights).

    DAFTAR PUSTAKA

    Budi Widianarko, Donny Danardono, Paulus Wiryono, Herudjati Purwoko (Editor). 2004. Menelusuri Jejak CAPRA. Menemukan Integrasi Sains, Filsafat, Agama. Penerbit : Kanisius Yogyakarta
    bekerjasama dengan Program Magister Lingkungan dan Perkotaan UNIKA Soegijapranata

    Soeryo Adiwibowo. 2007. Teori Sosial, Degradasi Lingkungan, dan Politik Lingkungan. Materi Kuliah Teori Sosial Hijau pada Program Studi Sosiologi Pedesaan Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor.

  • Teori Periode Perkembangan Anak

    Makalah Perkembangan Peserta Didik

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pengatahuan tentang perkembangan anak dalam proses pembelajaran sangat penting bagi pendidik maupun orang tua baik dalam dunia formal maupun non formal. Guru taman kanak-kanak dan guru SD harus tahu dengan perkembangan murid-muridnya, juga guru Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas juga harus mengerti dan memahami perkembangan individu para siswa yang mereka didik, serta bagi dosen juga harus mampu memehami perkembangan para mahasiswa mereka.

    Salah satu hak dasar anak adalah hak untuk tumbuh dan berkembang. Artinya anak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh secara fisik dan berkembang secara didaktis dan psikologis. Ini semua akan terjadi bila linkungan sangat kondusif sehingga memungkinkan perkembangan jiwa mereka dapat terlaksana dengan optimal.

    Pemahaman perkembangan anak merupakan bagian integral dari permasalahan dan pembahasan dalam bidang psikologi pendidikan. Proses pengajaran dan pembelajaran tidak akan bisa berjalan secara efektif dan efesien apabila seorang pendidik tidak memahami perkembangan anak secara menyeluruh, terutama yang berkaitan dengan perkembangan biologis, didaktis maupun psikologis yang sesuai dengan fase-fase perkembangan anak.

    Periodesasi perkembangan adalah pembagian seluruh masa perkemabngan seseorang ke dalam periode-periode tertentu, dengan hal itu maka kami ingin membahas dan ingin memaparkan tentang hal-hal yang terjadi dalam periodesasi pada perkemabangan baik secara Biologis, Didaktis, serta Psikologis. Yang mana hal itu masih belum di ketahui oleh banyak orang di karenakan kurangnya pengetahuan serta pemahaman mengenai hal tersebut. Diharapkan dengan disajikannya makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terhadap periodesasi perkembangan anak.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Periodesasi Pekembangan

    Periodesasi perkembangan adalah pembagian seluruh masa perkembangan seseorang kedalam masa tertentu. Sedangkan perkembangan adalah menunjukan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju kedepan dan tidak di ulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi peruban-perubahan yang sedikit banyak bersifa tetap dan tidak dapat diulangi. Dalam studi ilmu jiwa, perkembangan adalah ilmu pengetahuan praktis, yang dengan demikian dituntut pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Para ahli psikologi perkembangan melakukan studi tentang perubahan tingkah laku itu dalam semua siklus kehidupan individu mulai masa konsepsi sampai mati, akan tetapi usaha-usahanya banyak difokuskan sampai pada periode remaja.

    Dengan mengetahui periode-periode tertentu, maka seseorang akan mudah mengetahui bahkan meramalkan sifat-sifat dan kecenderungan anak dalam masa perkembangannya. Tanpa periodesasi kita tak bisa menyebutkan istilah bayi, anak kecil, kanak-kanak, remaja, dewasa dan sebagainya. Karena dalam setiap istilah itu telah terkandung disana adanya periodesasi, yang mana perpindahan dari satu periode ke periode lainnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan terjadi sedikit demi sedikit.

    Pada dasarnya setiap anak selama perkembangannya itu mempunyai kehidupan yang tidak statis, melainkan dinamis, dan pendidikan yang diberikan kepada mereka seharusnya disesuaikan dengan keadaan kejiwaan mereka. Karena perkembangan itu merupakan hal yang continou. Akan tetapi untuk lebih mudah memahami dam mempersoalkannya, biasanya orang menggambarkan perkembangan itu dalam fase-fase atau periode-periode tertentu.

    B. Teori Periodesasi Perkembangan Anak

    Menurut Elizabeth B. Hurlock, dalam bukunya yang berjudul “Developmental Psychology” merumuskan periodesasi secara lengkap, dari periode dalam kandungan sampai dengan periode tua. Yaitu sebagai berikut :

    1. Masa prenatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
    2.  Masa neonatus, mulai lahir sampai minggu kedua.
    3.  Masa bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
    4. Masa kanak-kanak awal, umur 2 tahun sampai 6 tahun.
    5. Masa kanak-kanak akhir, umur 6 tahun sampai 10/11 tahun.
    6. Masa pubertas/ preadolescence, umur 10/11 samapi 13/14.
    7.  Masa remaja awal, umum 13/14 tahun sampai 17 tahun.
    8.  Masa remaja akhir, umur 17 tahun sampai 21 tahun.
    9. Masa dewasa awal, umur 21 tahun sampai 40 tahun.
    10. Masa setengah baya, umur 40 tahun sampai 60 tahun.
    11. Masa tua, umur 60 tahun sampai meninggal dunia. 

    Untuk menghasilkan kerangka yang memuaskan, periodesasi perkembangan ini, juga telah dilakukan penelitian oleh para ahli. Dari hasil penelitian tersebut, akhirnya diketahui bahwa ternyata dasar yang digunakan untuk mengadakan periodesasi perkembangan berbeda-beda antara seorang dengan ahli yang lain. Tetapi secara garis besarnya periode itu ada tiga macam, yaitu periodesasi biologis, periodesasi didaktis, dan periodesasi psikologis.

    1. Periodesasi Perkembangan Biologis

    Periodesasi berdasarkan biologis adalah periodesasi yang pembahasannya berdasarkan pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak. para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan seorang anak.

    Pembagian masa perkembangan menjadi periode-periode tertentu, didasarkan pada gejala berubahnya struktur fisik seseorang. Dengan kalimat lain, periodesasi yang disusun berdasarkan proses biologis tertentu. Seperti contoh yang telah dijelaskan dalam surah Al-Mu’Minun ayat 12-14:

    Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Q.S. Al-Mu’Minun : 12-14)

    Para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak. Dalam hal ini ada beberapa ahli dengan masing-masing pendapat mereka sebagai berikut:

    a.    Menurut Aristoteles

    la membagi masa perkembangan seseorang menjadi 3 periode, sebagai berikut:

    1. Umur 0-7 tahun, disebut fase anak kecil atau masa bermain. Fase ini diakhiri dengan pergantian gigi.
    2. Umur 7-14 tahun, disebut fase anak sekolah atau masa belajar yang dimulai dari tumbuhnya gigi baru dan diakhiri ketika kelenjar kelamin mulai berfungsi.
    3. Umur 14-21 tahun, disebut fase remaja atau masa pubertas, yakni masa peralihan antara kanak-kanak dan masa dewasa. Periode ini dimulai sejak berfungsinya kelenjar kelamin sampai seorang anak memasuki usia dewasa.

    Aristoteles menyebutkan pada periodesasi ini disebut sebagai periodesasi yang berdasarkanpada biologis karena antara fase I dengan fase ke II itu ditandai dengan adanya pergantian gigi, sedangkan antara fase ke II dengan fase ke III ditandai dengan mulai bekerjanya organ kelengkapan kelamin.[5]

    b. Menurut Sigmund Freud

    Dalam menentukan periodesasi perkembangan, Freud berpedoman pada cara reaksi bagian tubuh tertentu yang dihubungkan dengan dorongan sexual seseorang. Lebih jelasnya, periodesasi perkembangan menurut Freud adalah sebagai berikut:

    1. Umur 0-5 tahun, disebut periode infantile, periode kanak-kanak. Periode ini dibagi lagi menjadi:
      • Fase oral, umur 0-1 tahun, Pada fase ini, mulut merupakan central pokok keaktifan yang dinamis.
      • Fase anal, umur 1-3 tahun, Pada fase ini, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembuangan kotoran.
      • Fase falis, umur 3-5 tahun, Pada fase ini, alat-alat kelamin merupakandaerah organ paling perasa.
    2. Umur 5-12 tahun, disebut periode latent, masa tenang karena dorongan sexual ditekan sedemikian rupa, sehingga tidak tampak menyolok. 
    3. Umur 12-18 tahun, disebut periode pubertas, saat dorongan-dorongan seksual mulai muncul kembali, bahkan tampak semakin menonjol daripada masa sebelumnya, saat seseorang secara sungguh-sungguh mulai tertarik pada jenis kelamin lain, sekaligus menandai kedewasaan seseorang.
    4. Umur 18-20 tahun, disebut periode genital, Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.[6]

    Jadi, dari uraian beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwasanya periodesasi biologis itu berhubungan dengan perkembangan tahapan yang dilewati seorang anak sampai masa dewasa hingga masa meninggal.

    c. Pendapat Kretschmer

    Kreschmer mengemukakan bahwa dari lahir sampai dewasa anak melewati empat fase, yaitu:

    1. dari umur 0-3 disebut Fullungs periode I; pada masa ini anak kelihatan pendek, gemuk. bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.
    2. dari umur 3-7 disebut Streckungs periode I; pada masa ini kelihatan langsing, sikap anak cenderung tertutup, sukar bergaul dan sulit didekati.
    3. dari umur 7-13 disebut Fullungs priode II; pada masa ini anak kembali menggemuk.
    4. dari umur 13-20 disebut Streckungs periode II; pada masa ini anak kembali keligatan langsing.

    Kehidupan kejiwaan anak-anak pada masa tersebut juga menunjukkan sifat-sifat yang khas. Pada periode Fulling anak menunjukkan sifat-sifat jiwa yang mirip dengan orang yang berhabitus piknis, jadi seperti orang yang cyclothym; jiwanya terbuka, mudah bergaul, mudah didekati, dan sebagainya. Pada periode-periode streckung anak menunjukkan sifat-sifat jiwa yang mirip dengan orang yang berbabitus leptosom, jadi seperti orang yang schizothym; jiwa tertutup, sukar bergaul, sukar didekati, dan sebagainya.

    2. Periodesasi Perkembangan Didaktis

    Maksudnya adalah pembagian periode perkembangan atas dasar klasifikasi waktu, materi, dan cara pendidikan untuk anak-anak pada masa tertentu. Periodesasi didaktis disusun dalam kaitan dengan usaha pendidikan.Yang dimaksud tinjauan  ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik anak pada masa tersebut.[8]

    Adapun hadist yang menyatakan tentang didaktis adalah:

    “Didiklah anakmu. Sebab engkau bertanggung jawab atasnya: apa yang  telah engkau didikkan kepadanya? Apa yang telah engkau ajarkan kepadanya? Ia akan bertanggung jawab untuk berbakti dan taat kepadamu.” (Hadist Riwayat Ibnu Umar r.a)

    Dalam hal ini dapat dikemukakan rumusan dari para ahli yang termasuk dalam kelompok ini sebagai berikut:

    a.    Menurut Johann Amos Comenius

    Berdasarkan tingkat sekolah yang dimasuki anak, bagi Comenius, periodesasi perkembangan dapat dirumuskan sebagai berikut:

    1. Urnur 0-6 tahun, masa scola maternal (sekolah ibu). masa anak mengembangkan organ tubuh dan panca indra dibawah asuhan ibu (keluarga)
    2. Umur 6-12 tahun, masa scola vermacula, ( Sekolah bahasa ibu), mengembangkan pikiran, ingatan dan perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu)
    3. Umur 12-18 tahun, masa scola Latina (Sekolah Bahasa latin), masa mengembangkan potensinya terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
    4. Umur 18-24 tahun, masa academia (Akademik), saat seseorang memasuki perguruan tinggi.

    b.    Menurut Jean Jacques Rousseau

    Dengan berpangkal pada prinsip: perkembangan, aktifitas murid, dan individualisasi, dalam konsep pendidikannya Rousseau membagi masa perkembangan sebagai beriut:

    1. Umur 0-2 tahun, disebut masa asuhan.
    2. Umur 2-12 tahun, masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera.
    3. Umur 12-15 tahun, masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas
    4. Umur 15-20 tahun, masa pembentukan watak dan pendidikan agama.

    c.    Menurut Undang-undang pokok pendidikan

    Jenjang pendidikan di Indonesia menurut UndangUndang Pokok Pendidikan No. 4 tahun 1950 pasal 6, adalah sebagai berikut:

    1. Pendidikan tingkat taman kanak-kanak
    2. Pendidikan tingkat sekolah dasar.
    3. Pendidikan tingkat sekolah menengah
    4. Pendidikan tingkat perguruan tinggi.

    Dilihat dari usia seseorang, maka pembagian tersebut menimbulkan rumusan periodesasi perkembangan sebagai berikut:

    1. Umur 0 – 6 tahun, masa taman kanak-kanak
    2. Umur 6 – 12 tahun, masa sekolah dasar.
    3. Umur 12 – 18 tahun, masa sekolah menengah.
    4. Umur 18 – 24 tahun, masa perguruan tinggi.

    Agaknya, untuk kalangan Indonesia, walaupun periodesasi semacam ini berorientasi kepada kepentingan didaktif atau pendidikan pada umumnya, tetapi bisa dipergunakan dalam studi ilmu jiwa perkembangan. Oleh karena, tidak ada kepentingan lain yang lebih utama, dari pada pemanfaatan ilmu jiwa perkembangan bagi keberhasilan usaha pendidikan. Di samping, pembagian semacam ini mudah ditangkap dan dipahami oleh masyarakat lugs, mengingat pangkal tolaknya cukup dimaklumi dalam kehidupan sehari-hari.

    3. Periodesasi Psikologis

    Periodesasi psikologis, maksudnya adalah pembagian masa perkembangan atas dasar keadaan dan ciri-ciri khas kejiwaan anak pada periode tertentu.

    Pada pembagian ini para ahli membahas gejala perkembangan jiwa anak, berorientasi dari sudut pandang psikologis, mereka tidak lagi mendasarkan pada sudut pandang biologis ataupun didaktis lagi. Sehingga mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam kedudukannya yang murni. Pembagian semacam ini, antara lain ialah:

    a.    Menurut Oswald Kroh

    Kroh berpendapat bahwa pada dasarnya perkembangan jiwa anak berjalan secara evolutiv. Dan pada umumnya proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mangalami kegoncangan (aktivitas revolusi), masa kegoncangan ini oleh Kroh disebut ‘Trotz Periode’,dan biasanya tiap anak akan mengalaminya sebanyak dua kali, yakni trotz I sekitar usia 3/4 tahun. Trotz II usia 12 tahun bagi putri dan usia 13 tahun bagi laki-laki.

    Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :

    1. Dari lahir hingga trotz periode I disebut sebagai masa anak awal (0-3)
    2. Dari Trotz periode I hinga Trotz periode II disebut masa keserasian bersekolah (3-12)
    3. Dari trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan (12-21)

    b.    Menurut J. Havighurst

    Berpangkal dari analisis perubahan psikis seseorang, menurut Havighurst, periodesasi perkembangan dapat disusun sebagai berikut:

    1. Umur 0 – 6 tahun, adalah masa infancy and early childhood, masa bayi dan masa anak kecil.
    2. Umur 6 – 12 tahun, adalah masa middle childhood, masa kanak-kanak, atau masa sekolah.
    3. Umur 12 – 18 tahun, adalah masa adolescence, atau masa remaja.
    4. Umur 18 – 30 tahun, adalah masa early adulthood, yaitu masa dewasa awal.
    5. Umur 30 – 50 tahun, adalah masa middle age, atau masa setengah baya, masa dewasa lanjut.
    6. Umur 50 tahun kekerasan atas, adalah masa old age, yaitu masa lanjut usia, atau masa tua.

    c.    Menurut Kohnstamm

    Dengan menitikberatkan terjadinya perubahan psikis pada seseorang, Khonstamm menyusun periodesasi perkembangan sebagai berikut:

    1. Umur 0 – 1 tahun, periode vital atau masa menyusu.
    2. Umr 1- 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.
    3. Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual atau masa sekolah.
    4. Umur 12 – 21 tahun, periode social atau masa pemuda dan masa adolescence.
    5. Umur 21 tahun kekerasan atas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Periodesasi perkembangan itu dapat disusun dalam rumusan yang bervariasi, masing-asing mempunyai dasar dan  maksud tersendiri. Seperti telah diuraikan di atas, paling tidak ada 3 macam landasan untuk menyusun periodesasi perkembangan, yaitu: dasar biologis, didaktis, dan  psikologis. Ketiganya sama-sama penting untuk diperhatikan.

    Dengan memperhatikan periodesasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas baik yang ditinjau dari segi biologis, didaktis, dan  psikologis, maka dapat dibuat urut-urutan periode tersebut, sebagai berikut :

    1. Masa Intra Uterin (masa dalam kandungan)
    2. Masa Bayi
    3. Masa Anak Kecil
    4. Masa Anak Sekolah
    5. Masa Remaja
    6. Masa Dewasa dan  Lanjut Usia

    Masing-masing masa tersebut akan dikemukakan ciri-ciri atau perubahan-perubahan yang dialami baik secara fisik maupun psikisnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abu Ahmad dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembengan, 2009, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

    Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 2009, Malang: Setara Press.

    Hamdanah, Psikologi Perkembangan, 2009, Malang: Setara Press.

    Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, 2004, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

    Abu Ahmadi, Psikologi Perkemabangan, 1991, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

  • Makalah Teknik Supervisi Pendidikan

    Supervisi Pendidikan

    Bab I. Pendahuluan

    A.  Latar Belakang

    Bila kita berbicara mengenai pendidikan maka tak akan ada hentinya karena Pendidikan itu adalah sesuatu yang urgen dan tak mengenal usia, apalagi dimasa sekarang dimana orang berlomba-lomba mengembangkan kariernya demi kebahagiaan dimasa depan. Banyak dijumpai beberapa tenaga pendidik dan kependidikan bersikap acuh dalam proses pengembangan kompetensi yang lebih dan seperti halnya tenaga pendidik juga tidak melakukan persiapan-persiapan dalam pengelolaan kelas yang performatif, dan juga kurangnya supervisior dari yang berwenang untuk melakukan tindakan supervisi demi kemajuan kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan. Sedangkan para guru beranggapan bahwa materi yang diajarkan masih sama dan seputar pada masalah-masalah itu saja yang sudah pernah dikuasai beberapa tahun yang lalu, sehingga materi yang disampaikan sama seperti beberapa tahun yang lalu tanpa adanya pengembangan-pengembangan, baik dalam strategi, metode dan prosesnya sehingga masih jauh dari tujuan profesionalisme yang diharapkan.

    Untuk membantu sumber daya guru dalam beradaptasi dengan siswa dan lingkunganya, mampu menyampaikan materi dengan baik dan mampu mengarahkan segala tindakan pendidikan kearah tujuan, maka para guru harus mendapatkan supervisi dari atasannya secara teratur dan profesional.

    Dalam usaha meningkatkan program sekolah, kepala sekolah sebagai supervisor dapat menggunakan berbagai teknik atau metode supervisi pendidikan. Supervisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan tujuan agar apa yang diharapkan bersama dapat tercapai. Teknik supervisi pendidikan berarti suatu cara atau jalan yang digunakan supervisor pendidikan dalam memberikan pelayanan atau bantuan kepada para guru.

    Agar supervisi bisa terlaksana dengan baik, efektif dan efisien maka perlu dipahami hal-hal yang berhubungan dengan teknik-teknik supervisi pendidikan sebagaimana yang akan kami jelaskan dalam makalah ini.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian teknik supervisi pendidikan itu ?
    2. Bagaimana teknik-teknik supervisi pendidikan itu?

    Bab II. Pembahasan

    A.  Pengertian Teknik-Teknik dalam Supervisi Pendidikan

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Teknik” secara etimologi adalah Cara (kepandaian dsb) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni, metode atau system mengerjakan sesuatu. Dalam usaha meningkatkan program sekolah, kepala sekolah sebagai supervisor dapat menggunakan berbagai teknik atau metode supervisi pendidikan. Supervisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan tujuan agar apa yang diharapkan bersama dapat tercapai.

    Pertama-tama perlu adanya kesepakatan tentang makna “teknik” yang digunakan sehubungan dengan kegiatan supervisi. Seperti halnya kegiatan lain, teknik memiliki makna “cara, strategi atau pendekatan”. Jadi yang dimaksud dengan teknik supervisi adalah cara-cara yang digunakan dalam kegiatan supervisi. Sedangkan menurut Piet A.Sahertian teknik supervisi adalah usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya guru.

    Pendapat lain mengatakan bahwa teknik  supervisi pendidikan adalah alat  yang digunakan oleh supervisor untuk mencapai tujuan supervisi itu sendiri yang pada akhirnya dapat melakukan perbaikan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi. 

    Teknik supervisi pendidikan berarti suatu cara atau jalan yang digunakan supervisor pendidikan dalam memberikan pelayanan atau bantuan kepada para guru.

    Teknik supervisi Pendidikan merupakan alat yang digunakan oleh supervisor untuk mencapai tujuan supervisi itu sendiri yang pada akhirnya dapat melakukan perbaikan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi.  Dalam pelaksanaan supervisi pendidikan, sebagai supervisor harus mengetahui dan memahami serta melaksanakan teknik – teknik dalam supervisi. Berbagai macam teknik dapat digunakan oleh supervisor dalam membantu guru meningkatkan situasi belajar mengajar, baik secara kelompok maupun secara perorangan ataupun dengan cara langsung bertatap muka dan cara tak langsung bertatap muka atau melalui media komunikasi.

    Dalam setiap  kegiatan tentu sekurang-kurangnya ada tiga unsur yang terkait yaitu : 1) jenis atau isi kegiatan, 2) Cara yang digunakan, 3) Orang yang melakukan. Tentu saja masih ada hal-hal yang yang juga dikategorikan sebagai unsur kegiatan misalnya waktu, sarana dan prasarana. Dalam pembicaraan tentang supervisi masih ada hal lagi yang perlu dibicarakan juga sehubungan supervisi yaitu sifat kegiatanya, perlu adanya flash back memory bahwa supervisi adalah suatu kegiatan yang berifat membina dan memberikan bantuan, sehingga “alam “ yang tercipta didalamnya harus mendukung terjadinya kegiatan yang betul-betul mencapai tujuannya.

    Jika kita sudah memasuki jenis-jenis pembinaan yang dilakukan oleh pengawas dan atau kepala sekolah, maka kita tidak dapat melepaskan diri dari teknik yang seyogyanya digunakan.

    B.  Teknik-Teknik Supervisi Pendidikan

    Supervisor dalam meningkatkan program sekolah dapat menggunakan berbagai teknik atau metode supervisi pendidikan. Pada hakikatnya, terdapat banyak teknik dalam menyelenggarakan program supervisi pendidikan. Dari sejumlah teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran, ditinjau dari banyaknya guru dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian besar, yakni teknik individual dan teknik kelompok. Berikut uraiannya:

    1. Teknik Individual (Individual Technique)

    Teknik individual ialah bantuan yang dilakukan secara sendiri oleh petugas supervise, baik terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Dalam hal ini yang disupervisi mungkin juaga perseorangan, tapi mungkin juga bukan hanya seorang. Maksudnya adalah memberikan bantuan perseorangan atau individu. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:

    a. Kunjungan kelas (classroom visitation)

    Kunjungan kelas bisa dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas atau pembina lainnya. Dengan cara masuk atau mengunjungi kelas-kelas tertentu untuk melihat guru yang sedang mengelola proses pembelajaran.

    Dalam hal ini kunjunagn kelas dimaksudkan untuk melihat dari dekat situasi dan suasana kelas secara keseluruhan. Apabila dari kunjungantersebut dijumpai hal-hal yang baik atua kurang pada tempatnya, maka pengawas atau kepala sekolah dapat mengundang guru atau siswa diajak berdiskusi menggali lebih dalam tentang kejadian tersebut. Yang penting untuk diingat adalah bahwa dengan kunjungan kelas seperti ini sebaiknya deperoleh hasil dalam bentuk bantuan atau pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan kata lain sebaiknya terjadi diskusi yang akrab dan dialog yang hangat antara supervisor dengan guru atau siswa sehingga diperoleh kesepakatan yang harmonis.

    b. Observasi kelas ( classroom observation)

    Observasi kelas adalah kunjungan yang dialakukan supervisor kesebuah kelas denagn maksud untuk mencermati situasi atau peristiwa yang sedang berlangsung di kelas yang bersangkutan.[6]

    1) Tujuannya:

    1. Memperoleh data yang seobjektif mungkin sehingga bahan yang diperoleh dapat digunakan untuk menganalisis kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam usaha memprbaiaki hal belajar-mengajar.
    2. Bagi guru sendiri data yang dianalisis akan dapat membantu untuk mengubah kearah yang lebih baik.
    3. Bagi murid-murid sudah tentu akan dapat menimbulkan pengaruh pasotif terhadap kemajuan belajar mereka.

    2) Aspek-aspek yang diobservasi:

    1. Usaha dan aktifitas guru-siswa dalam proses pembelajaran.
    2. Usaha dan kegiatan guru-siswa dalam hubungan penggunaan bahan dan alat/media pembelajaran.
    3. Usaha dan kegiatan guru-siswa dalam memperoleh pengalaman belajar.
    4. Lingkungan sosial, fisik sekolah, baik di dalam maupun di luar kelas dan faktor-faktor penunjang lainnya. 

    c. Wawancara perseoranganIndividual interview (

    Dilakukan apabila supervisor berpendapat bahwa dia menghendaki adanya jawaban dari individu tertentu. Hal ini dapat dilakukan, pertama apabila ada masalah khusus pada individu guru yang penyelesainnya tidak boleh didengar oleh orang lain. Kedua, apabila supervisor ingin mengecek kebenaran data yang sudah dikumpulkan dari orang lain. Dalam hal ini teknik perseorangan adalah hal yang tepat agar orang yang diwawancarai tidak terpengaruh oleh pendapat orang lain.

    d. Wawancara kelompok (group interview)

    Segala sesuatu biasanya mengandung kelebihan dan kekurangan, seperti pada wawancara perseorangan memiliki banyak keuntungan karena apa yang diperoleh supervisi adalah pendapat murni pribadi yang diwawancarai. Namun dibalik itu ada saja individu, terutama yang kurang mempunyai kepercayaan diri, akan lebih tepat digali pendapatnya apabila ada pendamping. Mungkin sekali pada waktu dia sendirian, merasa kurang berani mengemukakan pendapat, tetapi ketika ada orang lain, dia menjadi nyerocos dalam mengemukakan pendapat. Sebagai alasan utama adalah bahwa ketika orang beramai-ramai mengemukakan pendapat, dia berharap pewawancara tidak terlalu ingat siapa yang berkata seperti apa yang dia katakana.

    Teknik wawancara ini biasa dikenal dengan round table (meja bundar). Dikatakan demikian karena round table menghendaki adanya persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu situasi dan peraturan duduk dalam diskusi hendaknya memang dalam posisi lingkaran yang bundar, dimana masing-masing anggota kelompok memiliki kedudukan dan hak yang sama. Demikian juga pewawancara hendaknya duduk juga dalam lingkaran, berada dalam anggota kelompok yang lain.

    2. Teknik Kelompok

    Teknik kelompok adalah teknik yang digunakan bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam suatu kelompok. Beberapa orang yang diduga memiliki masalah dikelompokkan secara bersama kemudian diberi pelayanan supervise sesuai dengan permaslahan yang mereka hadapi. Banyak bentuk-bentuk dalam teknik yang bersifat kelompok ini, namun di antaranya yang lebih umum adalah sebagai berikut:

    a.    Pertemuan Orientasi Sekolah bagi Guru Baru (Orientation Meeting for New Teacher)

    Yakni pertemuan yang bertujuan khusus mengantar guru-guru untuk memasuki suasana kerja yang baru. Beberapa hal yang disajikan adalah:

    1. Sistem kerja sekolah tersebut.
    2. Proses dan mekanisme administrasi organisasi sekolah.

    b.    Rapat Guru

    Rapat ini diadakan untuk membahas masalah-masalah yang terjadi pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Yang bertujuan untuk:

    1. Menyatukan pandangan-pandangan dan pendapat guru tentang konsep umum maupun metode metodeuntuk mencapai tujuan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama.
    2. Mendorong guru untuk melaksanakan tugasnya dan mendorong kemajuan mereka.

    c.    Lokakarya (Workshop)

    Workshop pendidikan adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari petugas-petugas pendidikan yang memecahkan problema yang dihadapi melalui percakapan dan bekerja secara kelompok maupun bersifat perseorangan.

    Ciri-ciri workshop pendidikan meliputi:

    1. Masalah yang dibahas bersifat “life centered” dan muncul dari peserta sendiri.
    2. Cara pemecahan masalahnya dengan metode pemecahan “musyawarah dan penyelidikan”.

    d. Diskusi Panel

    Adalah suatu bentuk diskusi yang dipentaskan di hadapan sejumlah partisipan atau pendengar untuk  memecahkan suatu problema dan para panelis terdiri dari orang-orang yang dianggap ahli dalam lapangan yang didiskusikan.

    1)   Tujuannya:

    1. Untuk menjajaki suatu masalah secara terbuka agar memperoleh lebih banyak pengetahuan mengenai maslah yang dihadapi dari berbagai sudut pandang.
    2. Untuk menstimulir para partisipan agar mengarahkan perhatian terhadap masalah yang dibahas melalui dimanika kelompok sebagai hasil interaksi dari para panelis.

    e. Symposium

    Adalah suatu pertemuan untuk meninjau aspek-aspek suatu pokok masalah untuk mengumpulkan beberapa sudut pandang mengenai suatu masalah.

    Tujuaanya adalah untuk mengumpulkan dan membandingkan beberapa sudut pandang yang berbeda-beda tentang suatu problema.

    f. Penataran-penataran (in-service training)

    Teknik ini dapat dilakukan disekolah sendiri dengan mengundang narasumber, tetapi dapat diselenggarakan bersama antar beberapa sekolah, jika diinginkan biaya yang lebih irit. Teknik supervisi kelompok yang dilakukan melalui penataran-penataran sudah banyak dilakukan. Misalnya penataran untuk guru-guru bidang studi tertentu, penataran tentang metodologi pengajaran, dan penataran tentang administrasi pendidikan. Mengingat bahwa penataran-penataran tersebut pada umumnya diselenggarakan oleh pusat atau wilayah, maka tugas kepala sekolah terutama adalah mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut (follow-up) dari hasil penataran, agar dapat dipraktekkan oleh guru-guru. 

    g.    Seminar

    Seminar adalah suatu bentuk mengajar belajar kelompok dimana sejumlah kecil orang melakukan pendalaman atau penyelidikan tersendiri bersama-sama terhadap pelbagai masalah dengan dibimbing secara cermat oleh seorang atau lebih pengajar pada waktu tertentu.[12]

    Cara yang baik dalam mengikuti seminar adalah apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh, serius dan cermat mengikuti presentasi dan acara Tanya jawab.

    Bab II. Penutup

    A.  Kesimpulan

    1. teknik memiliki makna “cara, strategi atau pendekatan”. Dan yang dimaksud dengan teknik supervisi adalah cara-cara yang digunakan dalam kegiatan supervisi. Atau dalam kata lain teknik supervisi pendidikan berarti suatu cara atau jalan yang digunakan supervisor pendidikan dalam memberikan pelayanan atau bantuan kepada para guru.
    2. Secara garis besar, ada dua teknik dalam menjalankan supervise dalam lingkup ruang pembelajaran, yakni teknik individual dan teknik kelompok. Dalam menjalankan supervise yang berasaskan individual ini meliputi:
      • Wawancara perseorangan)Individual interview 
      • Kunjungan kelas (classroom visitation)
      • Observasi kelas ( classroom observation)
      • Wawancara kelompok (group interview)

    Adapun teknik yang dilakukan dalam bentuk kelompok meliputi:

    1. Seminar
    2. Penataran-penataran (in-service training)
    3. Symposium
    4. Diskusi Panel
    5. Lokakarya (Workshop)
    6. Rapat Guru
    7. Pertemuan Orientasi Sekolah bagi Guru Baru (Orientation Meeting for New Teacher)

    Daftar Pustaka

    Arikunto, Suharsimi, 2004, Dasar-Dasar Supervisi, Jakarta : PT . Rineka Cipta.

    Sahertian, Piet A, 2000, Konsep dasar dan teknik supervise pendidikan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, Jakarta: PT. Rineke Cipta.

    Sagala, Syaiful, 2010, Supervisi pembelajaran dalam peofesi pendidikan, Bandung : Alphabeta.

    Kisbiyanto, 2008, Supervise Pendidikan, Kudus: Stain Kudus.

    Nadhirin, 2009, Supervisi Pendidikan Integrative Berbasis Budaya, Kudus : Stain Kudus.

  • Susunan Acara Upacara Pengibaaran Bendera dalam Bahasa Arab

    Jika anda sedang berada di pesantren atau sekolah Islam terpadu dan ingin menjalankan upacara pengibaran bendera dalam bahasa Arab. Berikut ini adalah susunan acaranya.

    مُتِمَسِّكًا ببسم الله الرحمن الرحيم، مَرَاسِيْمُ يومِ الإثنين، تاريخِ … عام … سيُبْدَأُ.

     أَعَدَّ قَوَّادُ الصفِ بِصُفوفِ كلٍ

     قَائدُ المراسيمِ يَدخُلُ إلى مَيْدَانِ الْمَرَاسِيْمِ

     اِحْتِرَامٌ عامٌ إِلى قَائِدِ الْمَرَاسِيْمِ تَحْتَ قِيَادَةِ قَائِدِ الصَّفِ اْلأَيْمَنِ

     تَقْرِيْرُ قَوَّادِ الصَّفِ إِلَى قَائِدِ الْمَرَاسِيْمِ، أَنَّ الْمَرَاسِيْمَ سَيُبْدَأُ

     أَخَذَ قَائِدُ الْمَرَاسِيْمِ الإِمَارَةَ

     مُدِيْرُ الْمَرَاسِيْمِ يَدْخُلُ إِلَى مَيْدَانِ الْمَرَاسِيْمِ

     اِحْتِرَامٌ عَامٌّ إِلَى مُدِيْرِ الْمَرَاسِيْمِ تَحْتَ قِيَادَةِ قَائِدِ الْمَرَاسِيْمِ

     تَقْرِيْرُ قَائِدِ الْمَرَاسِيْمِ إِلَى مُدِيْرِ الْمَرَاسِيْمِ

    Indonesia Raya رَفْعُ الْعَلَمِ اْلأَحْمَرِ الأَبْيَضِ بِجَيْشِ “دَارِ النَشَاءِ” الرَافِعِ العَلَمَ مُشَيَّعٌ بِنَشِيْدً وَطَنِيٍّ 

     تَنــــْقِيَةُ الفِكْرِ بِضْعَ دَقَائِقَ تَحْتَ قِيَادَةِ مُدِيْرِ الْمَرَاسِيْمِ

    (undang-undang dasar 45) قِرَاءَةُ نَصِّ الْقَوَانِيْنِ الأَسَاسِيَّةِ 

     قِرَاءَةُ مَوَاعِدِ تَلَامِيْذَةِ مَدْرَسَةِ “دَارِ النَّشَاءِ” الثَّانَوِيَّةِ وَالعَالِيَّةِ وَمَعْهَدِ رَجَاءِ الهُدَى الإِسلامي بالمُوَظَّفِ

      قِراءةُ نصِّ المبادئِ الخمسةِ (Pancasila) بِمُديرِ المراسيمِ مُتَـــبَّعَةٌ بكل أعضاءِ المراسيمِ

    أَمَانَةُ مُدِيْرِ المراسيم، جيشُ أعضاءِ المراسيمِ مُستَرحةٌ

     غَنُّ نشيدٍ وطنيٍّ

     الدعاءُ بالموظَّفِ

     تقريرُ قائدِ المراسيمِ إلى مديرِ الْمَراسيمِ، أَنَّ المراسيمَ قد يَــنْتَــهِي

     مديرُ المراسيمِ يَــخْرُج من ميدانِ المراسيمِ

     قائد المراسم يُفَوِّضُ الإمارةَ

      احترامٌ عام إلى قائدِ المراسيمِ تحتَ قيادةِ قائدِ الصَّفِّ الأيــْمَنِ

     قائد المراسيم يَخْرُج من ميدان المراسيم

     المراسيمُ يَنْتَـــهِي،تُنْـــفَضُّ الْجَيْشُ