Blog

  • 5 Faktor Penunda Kelulusan

    Lulus Tertunda

    Dunia perkuliahan memang tak akan pernah habis untuk dibicarakan. Apalagi jika hal tersebut berhubungan dengan karya sakral yang menentukan kelulusan.. yuhuu skripsi atau tugas akhir memang sangat sakral ya guys. Lantas apa sih yang membuat banyak mahasiswa tertunda kelulusannya, yuk kita intip sebentar.

    1. Malas

    Malas menduduki posisi pertama, why? Tidak ada mahasiswa yang tidak malas, rasa malas rasanya sudah membudaya di kehidupan mahasiswa. Kuliah pagi ngantuk, kuliah siang panas, kuliah malam malas. Malas mengerjakan tugas, tugasnya banyak dan sulit. Saat ujian malas belajar, dapat nilai C tidak masalah itu sudah cukup. Skripsi terbengkalai karena malas bimbingan. Bagaimana ingin segera lulus?

    2. Prinsip menikmati masa muda

    Menikmati masa muda boleh saja guys, prinsip menikmati masa muda di bangku kuliah? Helloo.. itu malah buang-buang waktu, karena lulus cepat juga bisa menikmati masa muda yang lebih berkualitas. Kenapa? Karena setelah lulus dan bekerja bisa bersenang-senang dengan menggunakan hasil jerih payah dari keringat sendiri tanpa membebani orang tua. Prinsip menikmati masa muda saat kuliah adalah faktor yang cukup mengganggu kelulusan mahasiswa.

    3.      Merasa banyak teman senasib

    Nah ini salah satu jawaban dari sekian banyak jawaban terhadap pertanyaan yang mengarah pada kelulusan. “masih banyak juga kok teman yang belum lulus, jadi santai aja”. Okee jejak yang salah menjadi panutan, haduhh miris sekali ya guys.

    4.      Dosen pembimbing skripsi sulit ditemui

         Ketika sudah mulai menyusun tugas akhir, mendapat dosen pembimbing yang care adalah sebuah anugrah yang tiada duanya. Akan tetapi hal tersebut jarang sekali terjadi. Keluhan dosen yang sulit ditemui menjadi pemandangan yang umum dijumpai. Hal tersebut yang membuat mahasiswa tertunda tugas akhir begitu juga dengan kelulusannya. Jadi meskipun sudah rajin berangkat bimbingan, namun tetap saja kena PHP dosen.

    5.      Bergaul dengan pemalas

         Bergaul dengan pemalas sama saja seperti menginjakkan kaki diatas ladang jarum. Bukan tujuan yang didapat namun luka. Meski awalnya kalian bukan orang yang malas guys, kalian bisa tertular virus malas ini. Sebisa mungkin hindari pergaulan macam ini ya guys. Bertemanlah dengan lingkungan yang sama-sama ingin memperjuangkan toga.

  • Miskonsepsi Peserta Didik Dalam Pembelajaran IPA

    Suatu pembelajaran di sekolah memang tujuannya adalah memberikan pemahaman yang benar dengan didasari atas konsep yang benar pula. Namun sayangnya tidak semua itu terwujud dengan aman-aman saja. Seringkali terjadi miskonepsi yang tidak disengaja, miskonsepsi ini juga bisa timbul karena guru yang juga memiliki pemahaman yang salah (miskonsepsi). 

    Dengan kata lain, miskonsepi bukan hanya terjadi pada siswa saja, namun sejak dari guru sudah terjadi miskonsepsi. Diantara beberapa mata pelajaran yang rawan terjadi miskonsepsi adalah matematika dan IPA. 

    Namun kali ini akan penulis rangkum miskonsepsi yang sering terjadi pada mata pelajaran IPA di jenjang sekolah dasar.

    Perkembangbiakan vegetatif buatan dilakukan dengan menyambung dan menempelPerkembangbiakan konsepnya adalah penambahan jumlah individu, dengan dilakukannya penyambungan tidak terjadi penambahan individu, justru berkurang
    Tumbuhan itu bernapas dengan menghirup karbondioksidaIni adalah konsep yang paling umum terjadi, padahal tumbuhan bernapas tetap menghirup oksigen untuk mengoksidasi makanananya. Tumbuhan memang menghirup karbondioksida, tapi tidak untuk keperluan pernapasan, melainkan untuk keperluan fotosintesis.
    Tumbuhan monokotil tidak memiliki cabangTerkadang ada beberapa guru yang menyampaikan kepada muridnya bahwa ciri tumbuhan monokotil adalah akar serabut dan pohonnya tidak bercabang. Padahal tumbuhan monokotil ada yang bercabang. Contoh; rumput dan tumbuhan pandan
    Tumbuhan jambu mente adalah salah satu tumbuhan dengan biji terbukaHanya karena “tampak” memiliki biji diluar, bukan berarti dapat digolongkan kedalam tumbuhan  berbiji terbuka. Yang tampak sebagai biji, sebenarnya adalah buah, sedangkan yang tampak seperti buah, membesar dan berdaging itu sebenarnya adlah tangkai buah. Jadi jambu mente sebearnya adalah tipe tumbuhan bebiji tertutup
    Fotosintesis hanya bisa terjadi pada siang hariFotosintesis itu bisa terjadi kapan saja, selama syarat-syarat untuk melakukan fotosintesis terpenuhi, terutama sinar matahari. Seandainya fotosintesis hanya terjadi pada siang hari, sedangkan pada suatu siang hari terjadi hujan deras dan mendung petang (tidak ada sinar matahari), apakah siang hari itu terjadi fotosintesis? Tentu saja tidak. maka konsep yang benar adalah; foto sintesis terjadi ketika ada cahaya dengan gelombang dengan intensistas yang memenuhi untuk melakukan fotosintesis. Bahkan fotosintesis bisa saja dilakukan dengan bantuan lampu jika gelombang dan intensistas dalam lampu tersebu setara dengan cahaya matahari normal.
    Jumlah air di seluruh dunia berkurang dari waktu ke waktuIni adalah kesalahan fatal. Mengapa? Jika kita mau mencermati siklus hidrologi, air sebenarnya tidaklah berkurang melainkan perubahan wujud. Air bisa berubah wujud menjadi awan, menjadi uap, dan menjadi es, yang paling penting adalah ketika air berubah wujud menjadi awan, dia bisa berpindah tempat dengan hembusan angin. Maka, jika di suatu kawasan mengalami kekeringan, itu bukan bearti air telah berkurang, tapi air telah berubah wujud dan berpindah ke tempat lain.

    Sekian sedikit sekali uraian tentang miskonsepsi yang sering terjadi pada pembelajaran IPA di sekolah dasar, semoga bisa meluruskan persepsi yang salah dan bisa menjadi sumber atau bahan ajar yang valid. Terima kasih.

  • Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika

    Miskonsepsi

    Novak (1984 : 20) mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Suparno (1998 : 95) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. Dari pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuwan.

    Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan, hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi. Konsepsi tersebut pada umumnya dibangun berdasarkan akal sehat (common sense) atau dibangun secara intuitif dalam upaya memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari dan hanya merupakan eksplanasi pragmatis terhadap dunia realita. Miskonsepsi siswa mungkin pula diperoleh melalui proses pembelajaran pada jenjang pendidikan sebelumnya (Sadia, 1996:13).

    Penyebab dari resistennya sebuah miskonsepsi karena setiap orang membangun pengetahuan persis dengan pengalamannya. Sekali kita telah membangun pengetahuan, maka tidak mudah untuk memberi tahu bahwa hal tersebut salah dengan jalan hanya memberi tahu untuk mengubah miskonsepsi itu. Jadi cara untuk mengubah miskonsepsi adalah dengan jalan mengkonstruksi konsep baru yang lebih cocok untuk menjelaskan pengalaman kita (Bodner, 1986 : 14). Sejumlah miskonsepsi sangatlah bersifat resistan, walaupun telah diusahakan untuk menyangkalnya dengan penalaran yang logis dengan menunjukkan perbedaannya dengan pengamatan-pengamatan sebenarnya, yang diperoleh dari peragaan dan percobaan yang dirancang khusus untuk maksud itu. Jumlah siswa yang berpegang terus pada miskonsepsi cenderung menurun dengan bertambahnya umur mereka dan makin tingginya strata pendidikan mereka. Keterampilan siswa dalam mengubah-ubah bentuk matematis rumus-rumus yang menyatakan hukum-hukum fisika dan kelincahan mereka dalam menggunakan rumus untuk memecahkan soal-soal kuantitatif dapat menyembunyikan miskonsepsi mereka tentang hukum-hukum itu. Belum tentu mereka dapat menyembunyikan hukum-hukum itu secara kualitatif, seperti misalnya besaran mana yang merupakan sebab dan besaran mana yang merupakan akibat pada penerapan hukum Ohm (Wilarjo, 1998 : 55).

    Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut paradigma konstruktivis, dalam pikiran setiap orang terdapat skemata. Melalui skemata itu ia mampu membangun gambaran mental tentang gejala-gejala yang dialaminya. Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi yang benar, hanya dapat ditemukan dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi. Miskonsepsi akan terbentuk bila gambaran mental seseorang tidak sesuai dengan konsepsi seorang ilmuwan. Suatu miskonsepsi muncul bila gambaran tersebut dibayangkan secara intuitif oleh seseorang atas dasar pengalaman sehari-harinya. Dalam menangani miskonsepsi yang dipunyai siswa, kiranya perlu diketahui lebih dahulu konsep-konsep alternatif apa saja yang dipunyai siswa dan dari mana mereka mendapatkannya. Dengan demikian kita dapat memikirkan bagaimana

    mengatasinya. Diperlukan cara-cara mengidentifikasi atau mendeteksi salah pengertian tersebut yaitu melalui peta konsep, tes essai, interview klinis dan diskusi kelas (Novak, 1985 : 94 ; Pearsall, 1996:199 ; Sadia, 1997:8 ; Harlen, 1992:176).

    a. Peta Konsep (Concept Maps)

    Novak (1985 : 94) mendefinisikan peta konsep sebagai suatu alat skematis untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi. Peta itu mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok. Peta konsep disusun hierarkis, konsep esensial akan berada pada bagian atas peta. Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan melihat hubungan antara dua konsep apakah benar atau tidak. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar konsep. Pearsal (1996 : 199) menyatakan bahwa dengan peta konsep kita dapat melihat refleksi pengetahuan yang dimiliki siswa. Dengan mencermati kompleksitas peta konsep tersebut kita dapat mendeteksi konsep-konsep mana yang kurang tepat dan sekaligus perubahan konsepnya. Untuk lebih melihat latar belakang susunan peta konsep tersebut ada baiknya peta konsep itu digabung dengan interview klinis. Dalam interview itu siswa diminta mengungkapkan lebih mendalam gagasan-gagasannya.

    b. Tes Esai Tertulis

    Guru dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa konsep fisika yang memang mau diajarkan atau yang sudah diajarkan. Dari tes tersebut dapat diketahui salah pengertian yang dibawa siswa dan salah pengertian dalam bidang apa. Setelah ditemukan salah pengertiannya, beberapa siswa dapat diwawancarai untuk lebih mendalami mengapa mereka punya gagasan seperti itu. Dari wawancara itulah akan kentara dari mana salah pengertian itu dibawa.

    c. Interview klinis

    Interview klinis dilakukan untuk melihat miskonsepsi pada siswa. Guru memilih beberapa konsep fisika yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau beberapa konsep fisika yang essensial dari bahan yang mau diajarkan. Kemudian, siswa diajak untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep di atas. Dari sini dapat dimengerti latar belakang munculnya miskonsepsi yang ada dan sekaligus ditanyakan dari mana mereka memperoleh miskonsepsi tersebut.

    d. Diskusi dalam Kelas

    Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang mau diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat dideteksi juga apakah gagasan/ide mereka tepat atau tidak (Harlen, 1992:176). Dari diskusi tersebut, guru atau seorang peneliti dapat mengerti konsep-konsep alternatif yang dipunyai siswa. Cara ini lebih cocok digunakan pada kelas yang besar dan juga sebagai penjajakan awal.

    Topik Miskonsepsi dalam Fisika

    Miskonsepsi sangatlah resisten dalam pembelajaran bila tidak diperhatikan dengan seksama oleh guru. Di bawah ini diberikan beberapa contoh miskonsepsi yang sering dijumpai pada siswa. 

    Gerak

    Banyak siswa juga punya salah pengertian tentang percepatan gravitasi. Kebanyakan siswa secara spontan mengatakan bahwa sebuah benda yang lebih berat akan jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan pada peristiwa gerak jatuh bebas. Beberapa siswa malah masih menganggap bahwa bola besi dan bola plastik yang dijatuhkan bebas dari ketinggian yang sama akan sampai di tanah dalam waktu yang berbeda karena bola besi akan jatuh lebih cepat dari bola plastik. Padahal menurut prinsip fisika, kedua benda itu akan jatuh dengan percepatan yang sama dan waktu yang ditempuh sampai ke lantai juga sama (bila tidak ada unsur lain yang mempengaruhi).

    Cukup banyak siswa juga berpikir bahwa jika dua benda bergerak dalam waktu dan percepatan yang sama, mereka akan punya jarak tempuh sama pula. Mereka lupa bahwa kecepatan awal perlu diperhitungkan karena unsur itu yang membuat jaraknya berbeda. Menurut beberapa penelitian, salah pengertian terbanyak terjadi pada gerak parabola. Siswa masih sulit menangkap mengapa kecepatan pada puncak suatu projektil adalah nol, meski percepatannya tidak nol. Mereka berpikir bahwa jika kecepatan itu nol, percepatannnya juga harus nol (Suparno, 1998:97).

    Gaya, massa, dan berat

    Banyak siswa bingung dengan konsep dari gaya, massa dan berat. Dalam fisika, berat (G) adalah suatu gaya (F) dan punya unit newton; sedangkan massa (m) punya satuan kilogram, dan ini bukan gaya. Namun, banyak siswa menuliskan bahwa berat adalah suatu massa dan punya satuan kilogram. Beberapa siswa menghubungkan gaya dengan suatu aksi dan gerak. Maka mereka menangkap bahwa jika tidak ada suatu gaya, tidak akan ada suatu gerakan. Akibatnya, mereka berpikir bahwa bila tidak ada gerak sama sekali, juga tidak ada gaya. Misalnya, jika seorang mendorong suatu kereta dan kereta itu bergerak, siswa mengatakan ada suatu gaya bekerja pada kereta itu. Namun, bila kereta itu tidak bergerak, mereka mengatakan bahwa tidak ada gaya pada kereta tersebut, meski orang itu mendorong kereta dengan energi yang besar. Dalam fisika, meski kereta tidak bergerak, tetap ada gaya yang bekerja padanya.

    Kerja, kekekalan energi dan momentum

    Dalam fisika, kerja (W) sama dengan gaya (F) kali jarak (S) (W = F.S). Jika suatu gaya (F) bekerja pada suatu objek dan objek itu tidak bergerak dalam suatu jarak tertentu (S), maka tidak ada kerja (W). Di sini beberapa siswa berpikir bahwa di situ ada kerja (W). Mereka sulit mengerti mengapa jika seseorang mendorong suatu kereta dengan banyak energi, ia tidak membuat kerja. Mereka berpikir bahwa jika seseorang membuat aktivitas dengan suatu energi ia membuat suatu kerja, gagasan ini bertentangan dengan prinsip fisika yang diterima. Beberapa siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep kekekalan energi.

    Mereka mengalami dalam hidup mereka bahwa jika mereka mengendarai mobil atau sepeda motor cukup lama, bensinnya akan habis. Jika mereka bekerja giat, mereka akan lelah kehabisan tenaga. “Bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa energinya tetap/kekal?” demikian mereka menyangsikan. Beberapa siswa mengatakan bahwa jika dua kereta dengan kecepatan yang sama tetapi arahnya berlawanan bertumbukan, mereka akan berhenti karena kecepatan totalnya menjadi nol. Mereka lupa bahwa kekekalan momentum membutuhkan resultan momentum (mv) = 0. Maka jika massanya berbeda, mereka tidak akan berhenti langsung (Suparno, 1998:98).

    Dalam Bidang Optika

    Banyak siswa punya salah pengertian mengenai hukum refleksi cahaya kedua. Mereka berpikir bahwa kesamaan antara sudut datang dan sudut refleksi hanya terjadi pada suatu kaca datar. Miskonsepsi yang sering dijumpai adalah bahwa kita melihat sebuah benda bila kita memancarkan sinar cahaya dari mata ke benda itu. Miskonsepsi yang lain bahwa kita dapat melihat bayangan sekujur tubuh kita dalam cermin yang kecil asalkan kita berdiri cukup jauh dari cermin itu. Tentu saja semuanya tidak benar, karena ada ukuran minimum agar badan kita tampak seluruhnya dalam cermin. Miskonsepsi yang lazim dalam Optika ialah bahwa bila kita menatap langit yang bertabur bintang dari bumi pada suatu malam, kita akan melihat bintang-bintang itu berkedip-kedip, sedangkan planet-planet tidak berkedip-kedip. Alasan yang mendukung miskonsepsi ini adalah karena bintang-bintang memancarkan cahaya sendiri, sedangkan planet hanya memancarkan cahaya yang mereka pantulkan dari matahari. Bahwa bintang-bintang menyinarkan cahaya mereka sendiri sedangkan planet hanya sebagai pemantul memang benar, tetapi di langit malam planet juga berkedip-kedip. Kedip-kedipan itu disebabkan oleh berubahnya rapat udara dalam atmosfer bumi. Lapisan atmosfer yang bergejolak ini menyimpangkan garis pandang kita. Planet merupakan obyek yang kelihatan lebih besar sebab letaknya lebih dekat. Itulah sebabnya mengapa kedipan planet kurang nyata dibandingkan dengan bintang, namun planet-planet itu toh berkedip-kedip juga.

    Dari beberapa miskonsepsi yang telah dikemukakan ada beberapa faktor kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut , antara lain : (1) buku pelajaran, buku pelajaran yang memuat rumus atau uraian materi yang salah dapat memicu miskonsepsi, (2) guru-guru yang mengalami miskonsepsi dengan sendirinya akan menjadi penyebab utama munculnya miskonsepsi pada siswa, (3) kesalahan bahasa, dalam banyak kasus kesalahan bahasa ini muncul akibat budaya masyarakat yang terlanjur salah-kaprah dalam mendefinisikan sesuatu secara ilmiah, misalnya pengertian berat dan massa, (4) intuisi yang salah, ini merupakan faktor yang paling dominan mengakibatkan miskonsepsi di kalangan siswa, misalnya anggapan massa jenis zat padat selalu lebih besar dari zat cair, (5) metode mengajar yang tidak tepat, metode mengajar yang tidak tepat akan dapat memicu munculnya miskonsepsi.

  • Daftar Lengkap Negara dan Ibu Kota Negara Asia

    Asia Tenggara

    NoNegaraIbu Kota
    1IndonesiaJakarta
    2FilipinaManila
    3VietnamHo Chi Minh City
    4ThailandBangkok / Krung Thep Maha Nakhon
    5MalaysiaKuala Lumpur
    6SingapuraSingapura
    7Brunei DarussalamBandar seri Begawan
    8KampucheaPnompenh
    9LaosViantiane
    10MyanmarYangon

    Asia Timur

    NoNegaraIbu Kota
    1JepangTokyo
    2Republik Rakyat cinaBeijing
    3Korea selatanPyongyang
    4Korea selatanSeaoul
    5TaiwanTaipei
    6HongkongVictoria

    Asea Selatan

    NONegaraIbu Kota
    1BangladeshDhaka
    2IndiaNew Delhi
    3PakistanIslamabad
    4Sri lankaKolombo
    5NepalKathmandu
    6BhutanThimpu

    Asia Barat

    NONegaraIbu Kota
    1AfghanistaKabul
    2IranTaheran
    3IrakBagdad
    4Arab SaudiRiyadh
    5YordaniaAmman
    6SuriahDamaskus
    7LebanonBeirut
    8IsraelJerussalem
    9TurkiAnkara
    10KuwaitKuwait
    11YamanSan’a
    12Uni emirat ArabAbu Dhabi
    13Yaman selatanAden
    14OmanMaskat
    15SiprusNikosia
    16QatarDoha

    Asia Tengah

    NONEGARAIBU KOTA
    1MongoliaUlan Bator
    2SibriaVladiwostok
    3KazakstanAlmaAta
    4KirgiztanBishkek
    5TajikistaDushanbe
    6UzbekistaTashkent
    7TurkmenistaAshabad
  • Neo Classical Realisme

    Neo Classical Realisme

    Selama bertahun tahun tradisi teori realis telah mewarnai dunia teori hubungan internasional, bahkan sejak pertama kali dimunculkannya studi hubungan internasional ini. Sejak saat itu, teori realis bukan hanya bertahan di tengah kepungan kritik yang diarahkan pada mereka, namun juga menjelma menjadi beberapa cabang teori baru. Banyak teoris hubungan internasional mencoba untuk membangun teori baru yang berdasarkan pada fondasi teori realis, dengan menggunakan terminologi baru atau kata sifat yang baru.

    Salah satu cabang teori realis yang dinilai paling terkemuka adalah Neo Realis yang dipublikasikan oleh Kenneth Waltz lewat bukunya yang berjudul ‘Theory of International Politics’. Teori neo realis yang dibawa oleh Kenneth Waltz berangkat dari anggapan bahwa realisme klasik yang telah ada sebelumnya terlalu filosofis. Untuk itu Kenneth Waltz mendasari argumennya dengan pembahasan mengenai ‘sistem’ dan dengan pendekatan yang lebih saintifik.

    Tidak dipungkiri lagi pengaruh dari teori neo realisme yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz pada studi hubungan internasional, yang berbicara pada level sistem. Dari perspektif tersebut, banyak orang yang terlalu fokus membahas tentang abstraksi yang dimuat di level sistem hingga sedikit mengabaikan teori kebijakan luar negeri (foreign policy theory). Teori foreign policy adalah sebuah teori yang mencari sebuah penjelasan tentang apa yang suatu negara coba untuk dapatkan dari realitas di luar negaranya, dan ketika apa mereka akan melakukannya. Untuk itu, neoclassical realis hadir sebagai jembatan penghubung antara ‘grand theory’ dengan kajian foreign policy.

    Perkembangan teori pada level ini sedikitnya mengalami kurangnya perhatian dari para scholar hubungan internasional. Kenneth Waltz sendiri dengan tegas meninggalkan fokus kajiannya pada isu ini karena dia menilai hal ini terlalu kompleks. Sebuah teori menurutnya adalah sesuatu yang harusnya bisa menjelaskan sebuah peristiwa secara umum. Analisa pembuatan kebijakan luar negeri sendiri pada hakikatnya adalah sebuah kajian yang kasus per kasus. Karena setiap kasus, setiap kebijakan luar negeri yang diambil oleh suatu negara memiliki subjektifitas yang berbeda.

    Percobaan untuk membuat sebuah teori general yang mampu menjelaskan tentang pembuatan kebijakan luar negeri sudah pernah dicoba sebelumnya namun mengalami kegagalan. Pemikiran pertama dan yang paling sering disebut adalah ‘innenpolitik’. Teori ini menjelaskan bahwa kebijakan luar negeri dipengaruhi secara umum oleh faktor domestik seperti faktor ekonomi, politik, dan sosial dari negara tersebut. Faktor faktor ini diyakini oleh mereka sebagai faktor yang mempengaruhi sebuah negara bertindak sedemikian rupa di dunia internasional.

    Penjelasan yang paling dekat dengan innenpolitikbisa kita lihat dari konsep ‘Democratic Peace Theory’. Dimana teori perdamaian Demokratik percaya bahwa sistem ideologi yang dianut oleh sebuah negara dapat menentukan kebijakan luar negeri mereka. Ada banyak contoh dari innenpolitiknamun semuanya memiliki asumsi yang sama bahwa faktor internal sebuah negara adalah driver utama kebijakan luar negeri suatu negara dibuat.

    Percobaan kedua yang mengeneralisir konsep pembuatan kebijakan luar negeri adalah konsep yang diusung oleh neo realisme. Pada neo realisme sendiri terdapat dua aliran utama yaitu, offensive realism dan defensive realism. Offensive realism berasumsi bahwa semua negara di dunia internasional yang anarki bertujuan sama yaitu memastikan keberlangsungan hidup mereka, yang mana akan menuntun pada terjadinya konflik dengan negara lain.

    Pada awalnya, mungkin Tindakan yang dilakukan adalah semata mata karena tujuan ‘pertahanan’, namun nantinya ereka akan dipaksa berpikir menggunakan kekuatan mereka untuk menyerang, karena struktur internasional yang anarki ini. Sedangkan defensive realism mengambil pendekatan yang berbeda dalam memaknai ‘security’. Mereka tetap mengejar target ‘security’ dengan mengumpulkan kekuatan, but in doing so, mereka berupaya untuk tidak memprovokasi negara lain sehingga menimbulkan tindakan tindakan offensive.

    Kedua pendekatan neo realisme ini sama sama mengabaikan faktor faktor domestik dari setiap negara, dan menekankan fokus kajian mereka terhadap faktor eksternal seperti sistem internasional, kepentingan nasional negara lain, tindakan negara lain yang menimbulkan security dilemma, dan lain lain. Singkat kata, sebuah negara dalam kajian hubungan negara dengan satu negara lain dimaknai dengan istilah black box, Dimana proses internal dari suatu negara tidak dianggap penting, yang terlihat hanya input dan outpunya saja tanpa melihat proses.

    Neo Classical Realism menantang elemen elemen penting dari pendekatan di atas. Innenpolitik dianggap tersesat karena ada banyak sekali contoh dari ketidak’akur’an kebijakan luar negeri dengan perpolitikan dalam negeri mereka. Contohnya saja Amerika, dimana publik mereka menolak untuk melakukan invasi terhadap Irak, namun pemerintah tetap melakukannya. Begitu juga dengan pendekatan neorealisme dianggap kurang tepat, karena kebijakan luar negeri suatu negara merupakan bentuk respons dari kekuatan material yang mereka miliki.

    Neo Classical realism percaya bahwa letak analisa dari suatu kebijakan luar negeri suatu negara adalah terletak pada keduanya, faktor eksternal dan juga faktor internal. Hubungan dari kedua faktor ini lah yang menjadi penggerak utama pembuatan kebijakan luar negeri. Sederhananya, Neo Classical realism percaya bahwa upaya untuk memahami kebijakan luar negeri suatu negara, melihat dan mengkaji hubungan antara faktor faktor eksternal dengan faktor faktor internal dari negara tersebut adalah hal yang sangat penting, bukan hanya dari satu sisi faktor saja.

  • Pergeseran Makna Pacaran

    Apa Itu Pacaran?

    Setidaknya, kita dapat mendefinisikan “pacaran” sebagai hubungan emosional yang terjalin antara dua anak manusia dan dilandasi oleh ikatan batin antar kedua belah pihak yang terlibat di dalamnya. Melalui definisi tersebut, sesungguhnya mereka yang berpacaran tak sebatas pada individu-individu yang berlawanan jenis (pria-wanita), melainkan pula mereka individu-individu sesama jenis; pria dengan pria yang kerap disebut “homo”, atau sesama wanita yang disebut “lesbi”.

    Fungsi Pacaran?

    Umumnya, pacaran berfungsi sebagai proses penyesuaian antara dua anak manusia yang saling mencintai sebelum beranjak pada jenjang yang lebih serius, pernikahan. Melaluinya, diharapkan setiap pasangan mampu menentukan dan menimbang apakah pasangannya (baca: pacarnya) memenuhi kriteria-kriteria yang diharapkannya berikut mampu menjadi pendamping hidupnya di kemudian hari dalam suka maupun duka.

    Pergeseran Fungsi Pacaran

    Namun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa saat ini telah terjadi distorsi (pergeseran) sedemikian rupa dalam jalinan batin antara dua anak manusia yang kerap diistilahkan dengan pacaran ini. Apabila pada mulanya pacaran berfungsi sebagai tahap penyesuaian sebelum beranjak pada jenjang yang lebih serius, kini pacaran lebih tampak sebagai having fun, semacam perilaku yang sekedar berorientasi pada kesenangan belaka, hal ini kiranya tampak melalui kecenderungan “gonta-ganti” pacar yang kerap kita temui pada anak muda dewasa ini. Bagi mereka, pacaran tak lagi dianggap sebagai perihal yang “sakral” dan suci, ataupun sebagai proses penyesuaian pada tahapan pra-Nikah, melainkan lebih pada hasrat “untuk mencoba”; “Bagaimana rasanya berpacaran dengan Si A, Si B atau Si C?”, kira-kira demikian ilustrasinya. Melalui hal tersebut, dapatlah ditilik bahwa saat ini pacaran sekedar menjadi pengejawantahan “hasrat-libidinal”.       

    Tak hanya itu saja, dewasa ini pacaran lebih dianggap sebagai “tren”, agaknya cukup banyak dari mereka yang merasa “minder” atau “kurang” dalam pergaulan apabila belum memiliki pacar. Dengan demikian, seolah pacaran sekedar ditujukan sebagai “status” semata. Kiranya, hal tersebut kian diperparah dengan berbagai media jejaring sosial yang menyediakan informasi mengenai “tengah berhubungan atau tidaknya seseorang”. Di samping itu, tak jarang pula saat ini banyak pemuda/i yang sengaja memacari pria atau wanita tertentu guna mendongkrak pamornya dalam pergaulan. Sebagai misal, bakal timbul “keseganan” dari pihak lain atau kepuasan diri apabila seseorang dapat memacari pria/wanita yang diidolakan banyak orang. Secara tak langsung, hal tersebut sudah pasti bakal mendongkrak citranya dalam pergaulan—bakal “diperhitungkan”.

  • Pendekatan Perencanaan Pendidikan

    Menurut para ahli, ada beragam pendekatan perencanaan pendidikan, yaitu: pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach); pendekatan untung rugi (cost and benefit approach); dan pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach). Berikut ini akan dijelaskan secara singkat keempat pendekatan perencanan pendidikan tersebut

    Pendekatan kebutuhan sosial

    Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada: (1) tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruhindividu terhadap layanan pendidikan dasar; (2) pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf); dan (3) pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan. Oleh karena itu pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan  pada negara-negara yang baru meraih kemerdekaan dari penjajahan, dengan kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang pendidikannya dan kondisi sosial ekonominya.

    Apabila pendekatan kebutuhan sosial ini dipakai, maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan atau diperhatikan oleh penyusun perencanaan dalam merancang perencanaan pendidikan, antara lain: (1) melakukan analisis tentang pertumbuhan penduduknya; (2)  melakukan analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam pelaksanaan pendidikan, misalnya melakukan analisis persentase penduduk yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan; (3) melakukan analisis tentang dinamika atau gerak (mobilitas) peserta didik dari sekolah tingkat dasar sampai perguruan tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan, dan dropout; (4) melakukan analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang jenis layanan pendidikan di sekolah; (5) melakukan analisis tentang tenaga pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat difungsikan secara maksimal dalam proses layanan pendidikan; dan (6) melakukan analisis tentang keterkaitan antara output satuan pendidikan dengan tuntutan masyarakat atau kebutuhan sosial di masyarakat (Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007; Usman, H. 2008).

    Ada beberapa kelebihan dan kekurangan penggunaan pendekatan kebutuhan sosial dalam perencanaan pendidikan. Diantara sisi positif pendekatan ini antara lain: (1) pendekatan ini  lebih cocok untuk diterapkan pada masyarakat atau negara yang baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan masih sangat rendah atau masih banyak yang buta huruf; dan (2) pendekatan ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan pendidikan dasar yang dibutuhkan pada warga masyarakat, karena keterbelakangan di bidang pendidikan akibat penjajahan, sehingga layanan pendidikan yang diberikan langsung bersentuhan dengan kebutuhan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh masyarakat.  Sedangkan sisi kelemahan pendekatan kebutuhan sosial ini antara lain: (1) pendekatan ini cederung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat pada saat itu, yaitu pemenuhan kebutuhan atau tuntutan layanan pendidikan dasar sebesar-besanya, sehingga mengabaikan pertimbangan efisiensi pembiayaan pendidikan; (2) pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kuantitas (jumlah yang terlayani sebanyak-banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan efektivitas pendidikan, oleh karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros; (3) pendekatan ini mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power yang diperlukan di sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian hasil atau output pendidikan cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini; dan (4) pendekatan ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek kualitatif. Disamping itu pendekatan ini kurang memberikan jawaban yang komprehensif dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, karena lebih menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan sosial, sementara aspek atau bidang kehidupan yang lain kurang diperhatikan.

    Pendekatan ketenagakerjaan

    Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ini lebih mengutamakan keterkaitan antara output (lulusan) layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan dengan tuntutan atau keterserapan akan kebutuhan tenaga kerja di masyarakat. Apabila pendekatan ini dipakai oleh para penyusun perencanaan pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang diperlukan oleh dunia kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin; (2) melakukan kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan ketrampilan apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka mampu menyesuaikan diri secara cepat (adaptif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di dunia kerja; dan (3) mengkaji atau menganalisis tentang sistem layanan pendidikan yang terbaik dan mampu memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunia kerja, oleh karena itu perlu dilakukan analisis peluang kerja dan menjalin kerjasama antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri (link and match).

    Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ketenagakerjaan, yaitu: Pertama, beberapa kebaikan dari pendekatan perencanaan pendidikan ketenagakerjaan, antara lain: (1) proses pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan pendidikan mempunyai aspek korelasional yang tinggi dengan tuntutan dunia kerja yang dibutuhkan masyarakat; dan (2) pendekatan ini mengharuskan adanya keterjalinan yang erat antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri, hal ini tentu sangat positif untuk meminimalisir terjadinya kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia industri-usaha.

    Kedua, beberapa kelemahan dari pendekatan perencanaan pendidikan ketenagakerjaan, antara lain: (1) mempunyai peranan yang terbatas terhadap perencanaan pendidikan, karena pendekatan ini telah mengabaikan peran sekolah menengah umum, dan lebih mengutamakan sekolah menengah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Dalam realitasnya masih banyak lulusan sekolah menengah kejuruan yang menganggur (output-nya tidak terserap di dunia kerja); (2) perencanaan ini lebih menggunakan orientasi, klasifikasi, dan rasio antara permintaan dan persediaan; dan (3) tujuan utamanya untuk memenuhi tuntutan dunia kerja, sedangkan disisi lain tuntutan dunia kerja selalu berubah-ubah (bersifat dinamik) begitu cepat, sehingga lembaga pendidikan kejuruan sering kurang mampu mengantisipasinya dengan baik (Vebriarto. 1982; Abin, S. Makmun, dkk. 2001; Usman, H. 2008).

    C. Pendekatan keefektifan biaya

    Pendekatan ini berorientasi pada konsep Investment in human capital (investasi pada sumber daya manusia).  Pendekatan ini sering disebut pendekatan untung rugi. Diantara ciri-ciri pendekatan ini antara lain: (1) pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar, oleh karena itu perencanaan pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomis; (2) pendekatan ini didasarkan pada asumsi, bahwa: (a)  kualitas  layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik dan secara langsung akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat; (b) sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya; (c) perbedaan pendapatan seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan bukan ditentukan oleh latar belakang sosialnya; (3)  perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya meningkatkan kualitas SDM (penguasaan Iptek), dan dengan tersedianya kualitas SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat; dan (4) program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati prioritas pembiayaan yang besar.

    Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari perencanaan pendidikan dengan pendekatan  keefektifan biaya, yaitu. Pertama, kelebihan pendekatan keefektifan biaya, antara lain: (a) perencanaan pendidikan yang disusun akan mempunyai aspek fungsional dan keuntungan ekonomis, sehingga bentuk-bentuk layanan pendidikan yang dianggap kurang produktif bisa ditiadakan melalui pendekatan efisiensi investasi; dan (b)  pendekatan ini selalu memilih alternaif yang menghasilkan keuntungan lebih banyak daripada biaya yang dikeluarkan.

    Kedua, kelemahan pendekatan keefektifan biaya, antara lain: (a) akan mengalami kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost and benefit) dari layanan pendidikan, terlebih apabila digunakan mengukur keuntungan untuk periode atau masa yang akan datang; (b) sangat sulit untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan (benefit) yang dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan layanan pendidikan sebelumnya; (c) pendekatan ini mengabaikan hubungan antara penghasilan seseorang dengan faktor internal individu (misalnya, motivasi, disiplin nurani, kelas sosial, orientasi hidup individu, dan sejenisnya), dan hanya melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penghasilan; (d) perbedaan pendapatan seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan kemampuan produktivitas individual, tetapi ada faktor lain yang ikut menentukan yaitu faktor konvensi sosial atau banyak dipengaruhi dari kerja kelompok; dan (e) keuntungan dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan finansial (material), tetapi juga dapat dilihat dari keuntungan sosial-budaya (Abin, S. Makmun, dkk. 2001; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).

    D. Pendekatan integratif

    Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu) dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik daripada ketiga pendekatan di atas. Pendekatan ini sering disebut dengan ‘pendekatan sistemik atau pendekatan sinergik’. Diantara ciri atau karakteristik pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan  pendidikan yang disusun berdasarkan pada: (1)  keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu dan pengembangan sosial (kelompok); (2) keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk mempersiapkan studi lanjut; (3) keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi), dan pertimbangan  layanan sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya; (4) keterpaduan pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber daya internal maupun sumber daya eksternal; (5) konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan (pelaksanaan program) di setiap satuan pendidikan merupakan ‘suatu sistem’; dan (6)  konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan pendidikan) melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan, dengan tetap berada dalam komando pimpinan atau kepala satuan pendidikan. Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah: (a) Kepala sekolah; (b) Guru; (c) Siswa; (d) Komite Sekolah, (e) Pengawas sekolah; dan (f) Dinas pendidikan (Vebriarto. 1982; Soenarya, E. 2000; Depdiknas, 2001, 2006).

    Sedangkan kelebihan dan kelemahan pendekatan perencanaan pendidikan integrasi atau terpadu adalah: Pertama, kelebihan pendekatan terpadu antara lain: (1) semua sumber daya (internal-eksternal) yang dimiliki dalam proses pengembangan pendidikan akan terberdayakan secara baik dan seimbang; (2) dalam proses pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan memberikan peluang secara maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan komite sekolah (tokoh dan orang tua wali siswa) untuk berkontribusi secara positif sesuai dengan status dan peran masing-masing; (3) peluang untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih efektif, karena dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup besar bagi pemberdayakan semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut partisipasi aktif dari semua warga sekolah; (4) perencanaan pendidikan yang terpadu akan mampu menghadapi perubahan atau dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan budaya atau tingkat kompetisi yang begitu tinggi di semua bidang kehidupan di era globalisasi; (5) pelaksanaan pendekatan perencanaan pendidikan terpadu secara baik akan mampu mensosialisasi dan menginternalisasi setiap warga sekolah, untuk membangun sikap mental dan pola perilaku yang integral atau multidimensional atau komprehensif dalam memahami dan melaksanakan setiap agenda kehidupan di masyarakat; dan (6) output dari proses layanan pendidikan pada peserta didik  akan lebih menampilkan potret hasil pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas kepribadiannya dan kualitas ketrampilannya.

    Kedua, kelemahan pendekatan terpadu antara lain: (1) pendekatan ini memerlukan ketersediaan kualitas sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan), khususnya kualitas pengetahuan, mentalitas atau kepribadiannya, dan spiritualnya. Dalam realitasnya menurut data Depdiknas 2006-2007, khususnya tentang kualitas tenaga pendidik (guru) secara makro (Nasional) dari jenjang pendidikan paling dasar sampai menengah atas yang betul-betul telah memenuhi standar kualitas guru yang professional masih kurang dari 20 %, atau kurang lebih 80 % guru-guru di Indonesia belum memiliki kualifikasi sebagai guru yang profesional (Arifin, 2007). Hal ini tentu sangat menyulitkan proses pelaksanaan perencanaan pendidikan yang integratif;  (2) perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas pengelolaan manajemen kelembagaan secara transparan, akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam realitasnya masih banyak dijumpai  pola pengelolaan manajemen di setiap satuan pendidikan yang tidak selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS); dan (3) perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM), dalam meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya dalam melaksanakan empat peran penting, yaitu sebagai: (a) pemberi pertimbangan (advisory); (b) pendukung (supporting); (c) pengontrol  (controlling); dan (d) mediator (Depdiknas, 2006). Dalam realitasnya keempat peran tersebut belum terlaksana dengan baik di setiap lembaga atau satuan pendidikan.

    Jadi, uraian tentang kelemahan pendekatan integratif atau terpadu atau sistemik sejatinya tidak menyangkut ranah konseptual, tetapi lebih bersentuhan pada tataran unsur pendudukung dalam pelaksanaan program (aplikasinya). Oleh karena itu secara konseptual pendekatan perencanaan integrasi merupakan pendekatan yang paling baik apabila dibandingkan dengan pendekatan yang lain yang lebih bersifat parsial (sektoral). Hal yang paling kunci untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan pada perencanaan pendidikan integratif adalah: (a) terus mendorong pengembangan kualitas SDM warga sekolah; (b) terus meningkatkan kualitas manajemen satuan pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip MPMBS; dan (c) terus meningkatkan kualitas peran serta masyarakat (PSM) untuk mencapai tujuan pendidikan.

  • Konsep Perencanaan Pendidikan

    Konsep Perencanaan Pendidikan

    Ada tujuh konsep penting yang perlu dipahami, dalam mengawali kajian atau pembahasan tentang konsep perencanan pendidikan, antara lain: (1) pengertian perencanaan pendidikan; (2) tujuan perencanaan pendidikan; (3) manfaat perencanaan pendidikan; (4) ruang lingkup perencanaan pendidikan; (5) karakteristik perencanaan pendidikan; (6) prinsip-prinsip perencanaan pendidikan; dan (7) proses atau tahapan penyusunan perencanaan pendidikan. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat ketujuh konsep tersebut di atas.

    Pengertian perencanaan pendidikan

    Pengertian perencanaan, dan pengertian perencanaan pendidikan. Ada beragam pengertian perencanaan yang telah dikemukakan oleh para ahli, antara lain menurut:

    1. Bintoro Tjokroaminoto, perencanaan adalah ‘proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu
    2. Prajudi Atmosudirdjo, perencanaan adalah ‘perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana dan bagaimana cara melakukannya
    3. Handoko, perencanaan adalah  meliputi:
      1. pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi
      2. penentuan strategi, kebijakan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
    4. Husaini Usman, perencanaan  adalah kegiatan yang akan dilakukan dimasa yang akan datang untuk mencapai tujuan
    5. Coombs, perencanaan pendidikan adalah ‘suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakatnya
    6. Sa’ud dan Makmun, perencanaan pendidikan adalah ‘suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan memprioritaskan kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan pesera didik yang dilayani oleh sistem tersebut (Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007; Usman, H. 2008).

    Dari beberapa definisi tentang perencanaan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa  konsep yang ada dalam pengertian perencanaan pendidikan adalah: (1) suatu rumusan rancangan  kegiatan yang ditetapkan berdasarkan visi, misi dan tujuan pendidikan; (2) memuat langkah atau prosedur dalam  proses kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan; (3) merupakan alat kontrol pengendalian perilaku warga satuan pendidikan (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, komite sekolah); (4) memuat rumusan hasil yang ingin dicapai dalam proses layanan pendidikan kepada peserta didik; dan (5) menyangkut masa depan proses pengembangan dan pembangunan pendidikan dalam waktu tertentu, yang lebih berkualitas.

    A. Tujuan Perencanaan Pendidikan

    Tujuan perencanaan pendidikan. Ada beberapa tujuan perlunya penyusunan suatu perencanaan pendidikan, antara lain:

    1. untuk standar pengawasan pola perilaku pelaksana pendidikan, yaitu untuk mencocokkan antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin dan anggota organisasi pendidikan dengan program atau perencanaan yang telah disusun;
    2. untuk mengetahui kapan pelaksanaan perencanaan pendidikan itu diberlakukan dan bagaimana proses penyelesaian suatu kegiatan layanan pendidikan;
    3. untuk mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya) dalam pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, baik aspek kualitas maupun kuantitasnya, dan baik menyangkut aspek akademik-nonakademik;
    4. untuk mewujudkan proses kegiatan dalam pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan;
    5. untuk meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang tidak produktif dan tidak efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu selama proses layanan pendidikan;
    6. untuk memberikan gambaran secara menyeluruh (integral) dan khusus (spefisik) tentang jenis kegiatan atau pekerjaan bidang pendidikan yang harus dilakukan;
    7. untuk menyerasikan atau memadukan beberapa sub pekerjaan dalam suatu organisasi pendidikan sebagai ‘suatu sistem’;
    8. untuk mengetahui beragam peluang, hambatan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi organisasi pendidikan;
    9. untuk mengarahkan proses  pencapaikan tujuan pendidikan (Dahana, OP and Bhatnagar, OP. 1980; Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Sagala, S. 2009).

    B. Manfaat perencanaan pendidikan

    Manfaat perencanaan pendidikan. Menurut para ahli, ada beberapa manfaat dari suatu perencanaan pendidikan yang disusun dengan baik bagi kehidupan kelembagaan, antara lain:

    1. dapat digunakan sebagai standar pelaksanaan dan pengawasan proses aktivitas atau pekerjaan pemimpin dan anggota dalam suatu lembaga pendidikan
    2. dapat dijadikan sebagai media pemilihan berbagai alternatif langkah pekerjaan atau strategi penyelesaian yang terbaik bagi upaya pencapaian tujuan pendidikan;
    3. dapat bermanfaat dalam penyusunan skala prioritas kelembagaan baik yang menyangkut sasaran yang akan dicapai maupun proses kegiatan layanan pendidikan
    4. dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan pemanfaatan beragam sumber daya organisasi atau lembaga pendidikan
    5. dapat membantu pimpinan dan para anggota (warga sekolah) dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan atau dinamika perubahan sosial-budaya
    6. dapat dijadikan sebagai media atau alat  untuk memudahkan dalam berkoordinasi dengan berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan
    7. dapat dijadikan sebagai media untuk meminimalkan pekerjaan yang tidak efisien atau tidak pasti
    8. dapat dijadikan sebagai alat dalam mengevaluasi pencapaian tujuan proses layanan pendidikan (Depdiknas. 1997; Soenarya, E. 2000; Depdiknas, 2001).

    C. Ruang lingkup perencanaan pendidikan

    Ruang lingkup perencanaan pendidikan mempunyai jangkauan yang cukup luas, dan  dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain:

    1. aspek spasialnya

    Ditinjau dari aspek spasialnya, yaitu perencanaan pendidikan yang memiliki karakter yang terkait dengan ruang, tempat atau batasan wilayah. Perencanaan ini dapat terbagi menjadi: (1) perencanaan pendidikan nasional, yaitu mencakup seluruh proses usaha layanan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, yang bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yang meliputi seluruh jenjang pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, yang diatur dalam sistem pendidikan nasional (sispenas) melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional; (2) perencanaan pendidikan regional, yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat dan diberlakukan dalam wilayah regional tertentu, misalnya perencanaan pengembangan layanan pendidikan tingkat Propinsi dan Kabupaten/ Kota, yang menyangut seluruh jenis layanan pendidikan di semua jenjang untuk daerah atau propinsi tertentu; (3) perencanaan pendidikan kelembagaan, yaitu perencanaan pendidikan yang mencakup satu institusi atau lembaga pendidikan tertentu, misalnya perencanaan pengembangan layanan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) ‘Mandiri’ kota ‘Maju’ tahun 2010, perencanaan Universitas ‘Citra Bangsa’, dan sejenisnya.

    2. aspek sifat

    Dintinjau dari aspek sifat dan karakteristik modelnya, dapat dibagi menjadi:

    1. perencanaan pendidikan terpadu (integrated educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang mencakup seluruh aspek yang terkait dengan proses pembangunan pendidikan yang esensial (mendasar), dalam koridor perencanaan pembangunan nasional, dalam hal ini perencanaan pendidikan ada keterpaduan atau keterkaitan secara sistemik dengan perencanaan pembangunan bidang ekonomi, politik, hukum dan sebagainya
    2. perencanaan pendidikan komprehensif (comprehension educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang disusun secara sistematik, rasional, objektif yang menyangkut keseluruhan konsep penting dalam layanan pendidikan, sehingga perencanaan itu memberikan suatu pemahaman yang lengkap atau sempurna tentang ‘apa’ dan ‘bagaimana’ memberikan layanan pendidikan yang berkualitas
    3. perencanaan pendidikan strategik (strategic educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang mengandung pokok-pokok perencanaan untuk menjawab persoalan atau opini, atau isu mutakhir yang dihadapi oleh dunia pendidikan, misalnya, persoalan yang dihadapi dunia pendidikan sekarang adalah masalah ‘tranformasi teknologi’, atau masalah ‘rendahnya kualitas guru’, atau masalah ‘keterkaitan antara dunia usaha dengan output lulusan’, dan sebagainya. Jadi, perencanaan ini menyangkut beragam strategi untuk menghadapi persoalan yang muncul.

    3. Aspek Waktu

    Ditinjau dari aspek waktunya. Perencanaan pendidikan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: (1) perencanaan pendidikan jangka panjang (long term educational planning), yaitu  perencanaan pendidikan yang disusun dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ke atas, isi perencanaan jangka panjang ini belum ditampilkan sasaran yang bersifat kuantitatif, melainkan dalam bentuk proyeksi atau perspektif atas keadaan ideal yang diinginkan dalam pembangunan pendidikan. Contoh, program pendidikan nasional dalam sistem pendidikan nasional; (2) perencanaan pendidikan jangka menengah (medium term educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dalam jangka waktu antara tiga sampai delapan tahun (perencanaan untuk empat atau lima tahun atau satu periode kepemimpinan). Perencanaan jangka menengah merupakan penjabaran lebih kongkrit dari perencanaan jangka panjang, yang sudah merumuskan sasaran atau tujuan yang secara kuantitatif akan dicapai; dan (3) perencanaan pendidikan jangka pendek (short term educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dalam jangka waktu maksimal satu tahun. Perencanaan ini sering disebut perencanaan operasional tahunan (annual operational planning), yang memuat langkah-langkah strategis dan operasional sehari-hari, yang merupakan penjabaran lebih rinci dan aplikatif dari perencanaan jangka memengah.

    4. aspek tingkatan teknis perencanaan

    Ditinjau dari aspek tingkatan teknis perencanaan. Perencanaan ini dibedakan menjadi: (1) perencanaan pendidikan makro, yaitu perencanaan pendidikan yang bersifat nasional atau sering disebut dengan perencanaan pendidikan nasional, yang berlaku di seluruh negara kesatuan RI dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Perencanaan pendidikan makro ini disebut juga dengan ‘sistem pendidikan nasional’ (Sispenas); (2) perencanaan pendidikan mikro, yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dan disesuaikan dengan kondisi otonomi daerah masing-masing. Dalam perencanaan pendidikan mikro, secara teknis perlu memperhatikan: (a) ketentuan/ standar; (b) kondisi geografis dan demografis; dan (c) infrastruktur yang ada di daerah, sedangkan secara non teknis perlu memperhatikan: (a) aspirasi dan peran serta masyarakat terhadap pendidikan; (b) kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik dan kamanan daerah; (3) perencanaan pendidikan sektoral, yaitu kumpulan program atau kegiatan pendidikan yang menekankan pada sektor tertentu, namun tetap ada keterkaitan dengan sektor lainnya; (4) perencanaan pendidikan kawasan, yaitu perencanaan pendidikan yang memperhatikan kawasan lingkungan tertentu sebagai pusat kegiatan pendidikan, misalnya perencanaan pendidikan kawasan pesisir, kawasan pinggiran kota; (5) perencanaan pendidikan proyek, yaitu perencanaan operasional yang menyangkut implementasi kebijakan untuk mencapai tujuan, misalnya perencanaan proyek unik sekolah baru SMK.

    5. aspek jenis perencanaan

    Ditinjau dari aspek jenis perencanaan. Perencanaan pendidikan ini dibedakan menjadi: (1) perencanaan pendidikan dari atas ke bawah (top down educational planning), perencanaan ini sering disebut juga perencanaan pendidikan makro atau perencanaan pendidikan nasional; (2) perencanaan pendidikan dari bawah ke atas (bottom up  educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat oleh tenaga perencana dari tingkat bawah kemudian disampaikan ke pusat, misalnya perencanaan yang dibuat oleh guru, kepala sekolah, Dinas Pendidikan kemudian disampaikan ke Kementrian Pendidikan Nasional; (3) perencanaan pendidikan menyerong dan menyamping (diagonal educational planning), perencanaan ini sering disebut perencanaan sektoral, yaitu perencanaan yang melibatkan kerjasama antar departemen atau lembaga, misalnya, lembaga Kementrian Pendidikan Nasional dengan Bappeda Propinsi; (4) perencanaan pendidikan mendatar (horizontal educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat dengan menjalin kerjasama antar lembaga atau departemen yang sederajat, misalnya perencanaan pendidikan antara kementrian pendidikan dan kementrian agama dan kementrian sosial; (5) perencanaan pendidikan menggelinding (rolling educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam bentuk perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang; (6) perencanaan pendidikan gabungan atas ke bawah dan bawah ke atas (top down and bottom up  educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang mengintegrasikan atau mengakomodasi kepentingan pusat dan daerah (lokal) (Oliver, Paul, ed. 1996; Usman, H. 2008).

    D. Karakteristik perencanaan pendidikan

    Karakteristik perencanaan pendidikan. Berdasarkan beberapa pengertian, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup perencanaan pendidikan tersebut di atas, maka ciri-ciri (karakteristik) suatu perencanaan pendidikan antara lain, perencanaan pendidikan harus:

    1. berorientasi pada visi, misi kelembagaan yang akan diwujudkan
    2. mempunyai tahapan program jangka waktu tertentu (jangka pendek, menengah dan panjang) yang akan dicapai secara berkesinambungan
    3. mengutamakan nilai-nilai manusiawi, kerena pendidikan itu membangun manusia yang berkualitas, yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakatnya
    4. memberikan kesempatan untuk mengembangkan segala potensi peserta didik secara maksimal
    5. komprehensif dan sistematis dalam arti tidak praktikal atau segmentasi tetapi menyeluruh, terpadu (integral) dan disusun secara logis, rasional serta mencakup berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan
    6. diorientasikan untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yang sanggup mengisi berbagai sektor pembangunan
    7. dikembangkan dengan memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai komponen pendidikan secara sistematis
    8. menggunakan sumber daya (resources) internal dan eksternal secermat mungkin
    9. berorientasi kepada masa datang, karena pendidikan adalah proses jangka panjang dan jauh untuk menghadapi berbagai persoalan di masa depan
    10. responsif terhadap kebutuhan yang berkembang di masyarakat dan bersifat dinamik
    11. merupakan sarana untuk mengembangkan inovasi pendidikan, sehingga proses  pembaharuan pendidikan terus berlangsung dengan baik  (Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Tilaar.H.A.R. 1998; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).

    E. Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan

    Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:

    1. Prinsip interdisipliner, yaitu menyangkut berbagai bidang keilmuan atau beragam kehidupan. Hal ini penting karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik harus menyangkut berbagai jenis pengetahuan, beragam ketrampilan dan nilai-norma kehidupan yang berlaku di masyarakat.
    2. Prinsip fleksibel, yaitu bersifat lentur, dinamik dan responsif terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di masyarakat. Hal ini penting, karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik adalah menyiapkan siswa untuk mampu menghadapi perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan beragam tantangan kehidupan terkini.
    3.  Prinsip efektifitas-efisiensi, artinya dalam penyusunan perencanaan pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya yang ada secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan ‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan.
    4. Prinsip progress of change, yaitu terus mendorong dan memberi peluang kepada semua warga sekolah untuk berkarya dan bergerak maju ke depan dengan beragam pembaharuan layanan pendidikan yang lebih berkualitas, sesuai dengan peranan masing-masing.
    5. Prinsip objektif, rasional dan sistematis, artinya perencanaan pendidikan harus disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata), dan mempunyai sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan berkesinambungan.
    6. Prinsip kooperatifkomprehensif, artinya  perencanaan yang disusun mampu memotivasi dan membangun mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai suatu tim (team work) yang baik. Disamping itu perencanaan yang disusun harus  mencakup seluruh aspek esensial (mendasar) tentang layanan pendidikan akademik dan non akademik setiap peserta didik.
    7. Prinsip human resources development, artinya perencanaan pendidikan harus disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi acuan dalam pengembangan sumber daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan program pembangunan pendidikan. Layanan pendidikan pada peserta didik harus betul-betul mampu membangun individu yang unggul baik dari aspek intelektual (penguasaan science and technology), aspek emosional (kepribadian atau akhlak), dan aspek spiritual (keimanan dan ketakwaan) , atau disebut IESQ yang unggul (Dahana,  and Bhatnagar, 1980; Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Langgulung, H., 1992).

    F. Proses atau tahapan penyusunan perencanaan pendidikan

    Proses atau tahapan penyusunan perencanaan pendidikan. Menurut Banghart and Trull dalam Sa’ud (2007) ada beberapa tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:

    1. Tahap need assessment, yaitu melakukan kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan memberikan masukan tentang: (a) pencapaian program sebelumnya; (b) sumber daya apa yang tersedia, dan (c) apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang akan dihadapi.
    2. Tahap formulation of goals and objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi, misi dan hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau taksiran (assessment) layanan pendidikan yang diperlukan.
    3. Tahap policy and priority setting, yaitu merancang tentang rumusan prioritas kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam layanan pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang jelas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan.
    4. Tahap program and project formulation, yaitu rumusan program dan proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan, menyangkut layanan pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.
    5. Tahap feasibility testing, yaitu dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya (sumber daya internal/ eksternal; atau sumber daya manusia/ material). Apabila perencanaan disusun berdasarkan sumber daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang baik.
    6. Tahap plan implementation, yaitu tahap pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan tahap ini sangat ditentukan oleh: (a) kualitas sumber daya manusianya (kepala sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan siswa); (b) iklim atau pola kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan sebagai suatu tim kerja (team work) yang handal; dan (c) kontrol atau pengawasan dan pengendalian kegiatan selama proses pelaksanaan atau implementasi program layanan pendidikan.
    7. Tahap evaluation and revision for future plan, yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi) tingkat keberhasilan pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback (masukan atau umpan balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik.

    Merujuk pada uraian dari pengertian perencanaan pendidikan sampai tahapan dalam penyusunan perencanaan pendidikan tersebut di atas, menunjukkan bahwa kedudukan perencanaan pendidikan dalam proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah sangat penting, karena dengan adanya perencanaan pendidikan yang baik dapat:

    1. Meningkatkan kualitas kegiatan atau aktivitas layanan pendidikan anak secara maksimal, baik menyangkut aspek akademik atau non akademiknya. Hal ini disebabkan seluruh aktivitas warga sekolah harus berdasarkan pada program yang telah disusun dengan baik dalam suatu perencanaan pendidikan secara sistematik dan integral.
    2. Mengetahui beberapa sumber daya internal dan eksternal yang dimiliki untuk dimanfaatkan secara maksimal, dan juga mengetahui beberapa kendala, hambatan dan tantangan yang akan dihadapi dalam upaya pencapaian tujuan. Hal ini disebabkan, suatu perencanaan pendidikan yang baik pasti akan memuat tentang beberapa peluang dalam mencapai tujuan dan prediksi tantangan atau hambatan yang akan muncul, serta strategi yang harus dilakukan dalam mengatasi hambatan tersebut.
    3. Memberi peluang pada setiap warga sekolah dalam meningkatkan beragam kemampuan, keahlian atau ketrampilan secara maksimal, dalam rangka mewujudkan tujuan layanan pendidikan.
    4. Memberikan kesempatan bagi pelaksana program untuk memilih beberapa alternatif pilihan tentang metode atau strategi atau pendekatan yang tepat dalam pelaksanaan perencanaan pendidikan, agar efektif dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
    5. Memudahkan dalam pencapaian tujuan pendidikan, karena perencanaan pendidikan yang baik selalu dirancang dengan tahapan-tahapan pelaksanaan program layanan pendidikan (jangka pendek, menengah dan panjang), disamping itu telah disusun skala prioritas sasaran tujuan yang akan dicapai.
    6. Memudahkan dalam melakukan evaluasi tentang seberapa besar pencapaian tujuan layanan pendidikan yang telah diraih, karena dalam perencanaan pendidikan yang baik selalu merumuskan indikator-indikator pencapaian tujuan dan instrumen apa yang dipakai dalam mengukur keberhasilan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan.
    7. Memudahkan dalam melakukan revisi program layanan pendidikan dan proses penyusunan perencanaan pendidikan berikutnya, sesuai dengan dinamika dan perkembangan kehidupan sosial-budaya (Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Tilaar.H.A.R. 1998; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).
  • Mengapa Sosiologi Disebut Sebagai Ilmu Pengetahuan

    Sosiologi Sebagai Ilmu Pengetahuan

    Pernakah kalian memahami bernahkah sosiologi dapat dikatakan ilmu pengetahuan? atau hanya sekedar suatu ilmu yang tidak ada nilainya? Mengapa Sosiologi harus dicantumkan dalam materi pelajaran SMA maupun materi lainnya? Memang menjadi suatu pertanyaan tersendiri mengapa kemasyarakatan atau masyrakat dan manusia dapat dikaitkan dengan keilmuan? Menjadi pertanyaan tersendiri untuk mencapai rumusan Sosiologi adalah ilmu pengetahuan masyarakat, khususnya sifatnya yang abstrak ini.

    Untuk menjawab pertanyaan ini sendiri, Kita harus mengkaitkan dan memberikan jawaban sederhana mengenai keilmuan dan ilmu pengetahuan dari sosiologi ini. Serta sifat-sifat dari ilmu pengetahuan yang telah dipenuhi oleh Sosiologi.

    Ilmu Pengetahuan

    Pengertian Ilmu pengetahuan / Science adalah sautu pengetahuan (knowledge) yang tersusun dalam sistematis tertentu dengan cara pemikiran dan penafsiran Ilmiah. Sehingga ketika dapat berpikir secara ilmiah dan menghasilkan suatu teori, maka dapat dikatakan sebagai pengetahuan.

    Dalam sebuah pengetahuan dikatakan sebagai ilmu jika dalam mengembangkan / membuat suatu kerangka pengetahuan yang tersistem dengan susunan sistematis dan teruji,  maupun yang dapat didasarkan pada penelitian ilmiah.

    Ilmu pengetahuan (sciences) adalah pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan cara berfikir ilmiah. Berfikir ilmiah merupakan kegiatan berfikir yang memenuhi persyaratan tertentu.

    Sehingga dalam ilmu pengetahuan terdapat dua rumusan mengenai ilmu secara sederhana, yaitu :

    1. Suatu ilmu adalah suatu kerangka pengetahuan yang tersusun dan teruji yang diperoleh melalui suatu penelitian ilmiah.
    2. Suatu ilmu adalah suatu metode untuk menemukan suatu kerangka pengetahuan yang tersusun dan teruji.

    Sumber ilmu pengetahuan berasal dari filsafat maupun filosofi dari para filsuf. Tetapi keberadaan kedua ini sangat berbeda. Bebeda dari obyeknya dimana filsafat secara umum, sedangkan ilmu pengetahuan secara khusus, Ilmu pengetahuan hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dan tidak berasa kaku, namun luas.

    Sehingga ilmu pengetahuan dari filsafat lahir ke dalam pembidangan yang lebih kecil, yaitu :

    1. Natural Sciences (ilmu-ilmu alamiah), seperti: fisika, kimia, biologi, botani, astronomi, dan sebagainya.
    2. Social Sciences (ilmu-ilmu sosial), seperti: sosiologi, ekonomi, politik, sejarah, antropologi, psikologi sosial, dan sebagai-nya.
    3. Humanities (ilmu-ilmu budaya), seperti: bahasa, agama, kesu-sastraan, kesenian, dan sebagainya.

    Pengertian Sederhana Sosiologi

    Sosiologi sendiri memiliki suatu pengertian yang sederhana dari terminologi. Sosiologi berasal dari dua kata latin, yaitu Socius yang berarti kawan, sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Sebuah uangkapan sosiologi sendiri  diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798-1857).  Sehingga pengertian secara umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.

    Secara singkat sosiologi ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sosiologi mempelajari masyarakat sebagai suatu kompleks dalam segi kekuatan, hubungan, jaringan interlasi, lembaga/pranata. Selain masyarakat yang kompleks, sosiologi juga melihat sisi individu-individu yang saling berhubungan dan membentuk kelompok-kelompok yang pengaruhnya besar terhadap kelakuan dan pola kelakuan bagi individunya. Tetapi yang membedakan sosiologi dengan psikologi adalah obyek yang dipelajari, sosiologi masyarakat yang dipelajari, psikologi adalah individual yang dipelajari

    Sosiologi Memenuhi Ilmu Pengetahuan

    Melihat bahwa Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan dikarenakan telah memenuhi standar ilmu pengetahuan dengan menerangkan bukti-bukti dibawah ini merupakan penyebab Sosiologi dikatakan sebagai ilmu pengetahuan karena memenuhi ciri-ciri yang terdapat dalam ilmu pengetahuan, yakni

    1. Kumulatif

    Teori sosiologi yang kita ketahui saat ini dan sekarang merupakan hasil pengembangan dari teori sosiologi yang sudah ada sebelumnya teori sosiologi yang baru. Sehingga kenapa dikatakan kumulatif dikarenakan mengembangkan suatu teori baru yang menggantikan teori yang lama.

    Diambil contoh nyata bahwa manusia berkembang setiap demikian juga personal atau sifat-sifat manusia. Ilmu Sosiologi yang mempelajari masyarakat dan ilmu yang lama lalu bangkit penemuan baru misalnya handphone maka perkembangan ilmu pengetahuan pesat dan pola tingkah laku masyarakat berubah.

    2. Bersifat nonetis

    Suatu ilmu sosiologi berusaha secara mendalam untuk mengungkap fakta terhadap fenomena sosial yang terjadi disekitar lingkungan masyarakat yang diteliti. Kajian sosiologi tidak mempersoalkan baik dan buruk, tetapi untuk memperjelas kajian/masalah secara lebih dalam. Dalam mengkaji suatu data, Sosiologi mencari data yang pantas dalam soiologi sebagai bagian yang akan diteliti. Sosiologi akan melihat data tersebut sebagai objek kajian untuk dibahas dan dikaji secara mendalam. Contohnya, kajian sosiologis tentang anismisme dan dinamisme di masyarakat Islam pantai Utara Jawa.

    3. Empiris 

    Suatu ilmu sosiologi bermula dari hasil suatu penelitian atau observasi. Dalam empiris terdapat pengalamanan dari hasil suatu penelitian atau observasi lapangan. Empiris ini sendiri tidak berbicara sesuatu yang bukan pengalaman penelitian, tetapi pengalaman itu sendiri di dalam penelitian. Dengan demikian untuk mendapatkan data dari masyarakat diperlukan pengalaman dari pengamatan secara langsung di masyarakat yang ada. Sehingga dari pengamatan ini sendiri menghasilkan suatu teori tersendiri.

    4. Teoritis

    Suatu ilmu sosiologi merupakan suatu ilmu yang bersifat abstrak. Setelah mendapatkan ilmu tersebut yang disusun berdasarkan hasil pengamatan empiris dan pengamatan ini menghasilkan ilmu baru. Sehingga sifat dari ilmu sosiologi adalah abstrak berdasarkan hasil pengamatan masyarakat yang ada.

    Hasil penelitian sosiologi tidaklah bersifat ramalan masa depan tentang sebuah fakta sosiologis. Sosiologi hanya mempelajari data persoalan di masyarakat yang kemudian menjadi fakta yang sifatnya teori sebagai pengantar pemahaman tentang sebuah fakta sosiologi. Sehingga kedepannya sosiologi dapat dijadikan suatu bahan untuk mengatasi masalah sosial yang ada di dalam masyarakat.

    Sehingga dari ciri-ciri diatas, aspek yang terpenting dalam penelitian Sosiologi adalah masyarakat.

    Kesimpulan

    Kenapa sosiologi dikatakan sebagai ilmu pengetahuan? Karena Sosiologi telah menjawab semua ciri-ciri yang ada dalam ilmu pengetahuan. Sehingga Sosiologi dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dengan ciri-ciri diatas dengan standar keilmuan yang tepat. Sosiologi dapat dikatakan ilmu pengetahuan asbtrak karena didasarkan pada penelitian masyarakat yang berubah-ubah dan menyesuaikan kehidupan masyarakat yang ada. Bahkan karena sifatnya kulmulatif, teori sosiologi selalu diperbaharui hari demi hati.

  • Sejarah Asal Usul Orang Mamasa

    Mamasa

    Dari beberapa literasi yang terbaca penulis, termasuk kunjungan ke beberapa website dan blog di dunia maya, menyebutkan secara seragam bahwa nenek moyang orang Mamasa berasal dari Ulu Sa’dan, Tanah Toraja, hal tersebut memang bisa dibuktikan secara kasat mata berdasarkan beberapa fakta yang tersimpan hingga sekarang ini. Dicontohkan pada kesamaan bahasa, budaya dan kesenian.

    Website dan Blog yang penulis kujungi seperti Suara Mamasa, web. portal Pemkab. Mamasa, Mamasa Tempodoeloe. Blog. Spot.com, Toraja Cyber News, malaqbi.com, www.tokohindonesia.com, http://mamasa-online.blogsp, menyebutkan bahwa Mamasa adalah sebuah tempat berada di sebelah barat Toraja dan sering disebut Toraja Barat, pada jaman kekuasaab kolonial Belanda.

    Tentang asal usul orang Mamasa, hampir semua catatan tentang Mamasa menyebutkan, bahwa dalam kisaran cerita yang diturunkan secara turun temurun. Tentang enam orang bersaudara, berbadan besar dan tegak dari Ulu Sa’dang (wilayah ini dalam Kabupaten Tana Toraja, red.) berjalan melakukan pengembaraan. Mereka itu bernama Puang Rimulu,’ Mangkoana (Lando Belue’), Pongka Padang, Bombong Langi, Lando Guntu dan Lombeng Susu.

    Keenam orang ini kemunculannya di Ulu Sa’dang tidak diketahui dari mana asalnnya. Keenam laki-laki ini kemudian memilih arah pengembaraannya, Puang Rimulu memilih untuk tinggal di Rantepao, Lando Guntu ke Duri (mungkin di Kab. Enrekang), Lombe Susu ke Lohe Galumpang, Bombong Langi’ ke Masumpu, Lando Belue ke Bone (mungkin di Kab. Bane di Sulawesi Selatan). Sementara Pongka Padang terus berjalan ke barat hingga ke Tabulahan.

    Pada kisahnya, Pongka Padang yang kemudian oleh orang-orang Mamasa disebut sebagai Nene’ Pongka Padang dalam perjalanan dari Ulu Sa’dang, ditemani oleh dua orang pengiringnya, masing-masing membawa gong Pedang dan sepu’ (jimat-jimat, pakaian dan lain-lain).

    Perjalanan panjang tim ekspedisi kecil Pongka Padang ke barat, ternyata betul-betul sangat melelahkan. Lembah, sungai, gunung dan ngarai semua dilewati dengan tujuan mencari daerah tempat yang damai untuk menetap. Karena lelahnya saat tiba di sebuah gunung yang tinggi, bersuhu dingin dibawah nol derajat celcius, salah seorang pengawal Pongka Padang, bernama Mambulillin, mengalami letih yang amat sangat. Pengawal itu kemudian pamit pada Pongka Padang untuk pergi selama-lamanya.

    Pada gunung tinggi dan bersuhu dingin tersebut Pongka Padang, bersedih atas kepergian pengiringnya yang setia. Dan menguburkan Mambulillin di tempat itu juga. Atas pengabdian yang setia hingga akhir, Pongka Padang mengabadikan nama gunung tersebut dengan Mambulillin. Hingga sekarang, Gunung Mambulilling yang bisa dilihat dengan jelas dari Dusun Rante Pongko, Kec. Mamasa, menjadi legendaris dan merupakah salah satu obyek wisata alam yang sangat prospek di Kabupaten Mamasa.

    Tentang nama Mambulilling, penulis melihatnya sebagai nama yang telah menjadi milik masyarakat Mamasa secara meluas, bahkan tempat mobil angkutan umum dari Polewali ke Mamasa, diberi nama Mambulillin, bahkan ada beberapa nama perusahaan menggunanakan Mambulillin. Mungkin karena Mambulillin ini melekat pada nama sebuah gunung.

    Lebih uniknya, meskipun telah dikisahceritakan secara meluas bahwa Mambulillin itu adalah pengiring dari Nene’ Pongka Padang, moyang dan pemimpinnya orang Mamasa, Mambulillin ini melewati ketenaran dari tuannya di masa sekarang ini. Perlu diberi catatan, untuk mengenang kebesaran moyangnya, beberapa daerah memberi nama jalan di kotanya sesuai nama orang tersebut, termasuk nama gedung, ruang pertemuan atau tempat umum yang mudah diingat oleh masyarakat. Misalnya dikenal Baruga Batara Guru, ruang pertemuan La Galigo, Stadion Si Jalak Harupat dan lain-lainnya.

    Bisa jadi tidak terabadikannya nama Nene’ Pongka Padang di Mamasa, karena moyang orang Mamasa ini, tidak menginginkannya. Karena dalam beberapa kisah cerita disebutkan bahwa Pongka Padang adalah orang yang tidak butuh ketenaran, anti kekerasan hingga mewarsikan “ada tuo” serta sangat mencintai kehidupan yang damai.

    Meringkasceritakan perjalanan panjang Nene’ Pongka Padang, moyangnya orang Mamasa, disebutkan pertemuannya dengan seorang perempuan yang bernama To Rije’ne. Keduanya lalu menjadi suami istri dan menetap di sebuah tempat yang bernama Buntu Bulo, To Rije’ne kemudian melahirkan anak-anak Pongka Padang yang berjumlah tujuh orang. Dari tujuh orang putra-putri Pongkapadang, kemudian lahir sebelas orang cucu Pongka Padang. Inilah yang kemudian menurunkan orang-orang Mamasa secara khusus dan Sulawesi Barat secara umum, masing-masing Dettumanan di Tabulahan, Ampu Tengnge’(tammi’) di Bambang, Daeng Matana di Mambi, Ta Ajoang di Matangnga, Daeng Malulung di Balanipa(Tinambung), Daeng Maroe di Taramanu’ (Ulu Manda’), Makke Daeng di Mamuju, Tambuli Bassi di Tappalang, Sahalima di Koa (Tabang), Daeng Kamahu, (Ta Kayyang Pudung) di Sumahu’ (Sondoang), Ta La’binna di Lohe Galumpang (Mangki tua).

    Tentang pertemuan antara Pongka Padang dan To Rije’ne tersebut, selain perpaduan asmara dua manusia, satu dari laut dan satu dari gunung. Secara tersirat menyimpulkan adanya pertemua dua dunia budaya yang berbeda. To Rije’ne, bila dieja secara sintaksis, To, berarti manusia atau orang, Rije’ne artinya dari air. Kosa kata ini adalah bahasa Makassar, bahasa yang dipakai pada salah satu pusat kerajaan dan budaya di Sulawesi Selatan, yaitu Kerajaan Gowa. Dan disebutkan juga dalam berbagai literatur bahwa dari Gowa adalah salah pusat penyebaran manusia-manusia pertama di Sulawesi Selatan. Juga bila melihat nama-nama dari sebelas cucu Pongka Padang – To Rije’ne, ada Daeng Matana di Mambi, Daeng Maroe di Taramanu’ (Ulu Manda’), Daeng Kamahu di Sumahu, Daeng Maroe di Taramanu, memiliki kemiripan dengan nama-nama orang Makassar.

    Penulis juga menjumpai beberapa kosa kata dalam bahasa Mamasa yang sangat identik dengan Bahasa Makassar, misalnya “pira,” dan “allo.” Proses geminasi (penebalan) untuk mengatakan “berapa hari” bahasa Mamasa menyebutnya “piranggallo,” identik dengan Bahasa Makassar pada arti yang sama. Namun begitu untuk menarik satu kesimpulan, empirik seperti ini butuh yang riset yang mendalam.

    Akbat dari penyebaran dari sebelas cucu Pongka Padang – To Rije’ne tersebut, penulis menyarikutifkan pandangan Octovianus Danunan, Pendiri Group Kondosapata yang dipublish oleh Mamasa On Line, menyebutkan bahwa wilayah itu adalah sebahagian besar adalah Kabupaten Mamasa, secara khusus dan Kondosapata secara luas, meliputi daerah Pesisir, Mamuju (Pamboang) Ulu Manda’, sampai ke daerah Binuang. Sementara daerah pedalaman (pegunungan) mencakup Tabulahan (Rantebulahan), Bambang, Mambi, Aralle, Matangganga, Malabo (Tanduk Kalua’) Balla, Mamasa, Sesena Padang, sampai ke wilayah Tabang. MUlai dari Suppiran, Sepang, Messawa, Tabone Sumarorong, Pana’.

    Kondosapata menurut publish-an tersebut. “Wilayah tanah adat yg didiami sekelompok orang dan memiliki prinsip-prinsip hidup yg sangat baik, beradab, punya falsfah yang sangat kokoh, berfungsi untuk mengikat masyarakat sosial yangg ada di dalamnya, saling menghargai, saling menghormati, saling menyayangi agar tetap hidup dalam kekeluargaan, rukun dan damai. Prinsif dan falsafah hidup yang dipakai, diinplementasikan dalam nilai-nilai kehidupan sosial, adat istiadat, budaya dari generasi ke generasi berikutnya ,” (Octovianus Danunan, dalam Mamasa On Line).

    Menurut Octovianus Danunan , Prinsip atau falsafah hidup yang mengikat secara kuat manusia-manuia yang mendiami Kondosapata serta memperjelas keberadaan itu diwujudkan prinsip dan kebiasaan hidup yang tercermin dalam bahasa, adat istiadat, upacara, agama dan kehidupan sosial umum. Prinsip saling menghargai dan menghormati terdapat dalam ungkapan, Sitayuk, Sikamasei, Sirande Maya Maya, Artinya saling menghormati, saling menghargai, saling mengasihi dan saling mengangkat satu dengan yang lain.

    Dari Kondosapata Wai Sapalelean inilah yang kemudian hari menjelma menjadi Kabupaten Mamasa. Sebuah kabupaten yang di jazirah pulau Sulawesi, disela-sela pengunungan dengan alam yang indah, kaya budaya dan didiami manusia-manusia mendambakan keselarasan untuk hidup aman tenteram dan damai.

    A. Tentang Mamasa Terkini

    Kabupaten Mamasa adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Mamasa, sekitar 340 km dari Kota Makassar, dapat ditempuh sekitar 9 hingga 11 jam dari Kota Makassar menggunakan angkutan umum. Kabupaten Mamasa didirikan disaat secara administratif masih berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa dan Kota PalopoKabupaten Mamasa memiliki batas wilayah yang meliputi, sebelah utara Kabupaten Mamuju, sebelah selatan Kabupaten Polewali Mandar, sebelah Barat, Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Pinrang (dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan).

    Kabupaten Mamasa awalnya terdiri dari 4 kecamatan, yakni kecamatan Mamasa, Mambi, Sumarorong dan Pana, kemudian berkembang menjadi 17 kecamatan dan 123 kelurahan/desa. Jumlah penduduk Kabupaten Mamasa sebanyak 125.088 orang yang terdiri dari laki-laki 62.132 orang dan perempuan 62.956 orang.

    Kabupaten Mamasa pada Sektor Pertanian cukup berkembang, meliputi hasil di antaranya padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan sector perkebunan kabupaten ini cukup potensil untuk perkebunan kopi maupun kakao, yang dikelola petani secara tradisional. Tanaman kopi yang dihasilkan petani Kabupaten Mamasa, semasa masih menjadi bagian dari Kabupaten Polmas telah memberikan konstribusi dalam mengangkat nama Polmas sebagai penghasil kopi bahkan tidak sedikit kopi asal Mamasa yang di pasarkan di daerah tetangga seperti Kabupaten Tana Toraja.

    Pembangunan sub sektor peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak untuk memenuhi konsumsi masyarakat akan makanan bergizi, disamping itu juga digunakan untuk meningkatkan pendapatan peternak. Di antara populasi ternak yang berkembang di Kabupaten Mamasa adalah ternak sapi, kerbau, kuda, kambing dan babi. Sedangkan untuk jenis unggas adalah ayam kampung, ayam ras dan itik lokal.

    Kabupaten Mamasa merupakan destinasi utama Pariwisata di Provinsi Sulawesi Barat. Dimana Wilayah Kabupaten Mamasa berada di atas pegunungan yang masih hijau. Di dalam hutan hijau itu dihuni oleh beragam satwa langka. Beberapa suku terkenal juga tinggal di kawasan itu, di antaranya suku Toraja, Mandar, Bugis, dan Makassar. Daerah yang luasnya mencapai 2.759,23 km2 itu ternyata menyimpan potensi wisata yang menggiurkan. Salah satunya adalah Mamasa kota – ibu kota Kabupaten Mamasa yang saat ini menjadi incaran para wisatawan.

    Pasalnya, kota Mamasa adalah satu-satunya kota kabupaten yang memiliki panorama alam sejuk, segar, dan indah. Tak heran jika sebagian besar wisatawan yang berkunjung di tempat ini menyebutnya sebagai “Kota Kembang” atau “Kota Sejuk” di Jazirah Sulawesi. Entah kapan dan siapa yang memulai menyebut Mamasa kota sebagai “Kota Kembang”. Sumber informasi di Mamasa menyebutkan, julukan “Kota Kembang” itu sudah ada sejak dulu, bahkan telah menjadi tempat peristirahatan tempo dulu.

    Kabupaten Mamasa memiliki puluhan objek wisata, antara lain objek wisata permandian air panas Kole Rambusaratu, air terjun Liawan, air terjun Sollokan, air panas alam Malimbong, wisata air terjun Sambabo. Selain itu, di Kabupaten Mamasa juga terdapat objek wisata bagi turis yang suka mendaki sambil menikmati panorama alam sejuk, yakni pendakian ke puncak Gunung Mambuliling, wisata jalan kaki menikmati panorama Mussa Ballapeu dan Sesena Padang. Objek wisata air terjun Liawan berada di wilayah Kecamatan Sumarorong, permandian air panas alam Malimbong, dan air terjun Sollokan di Malimbong, Kecamatan Messawa. “Objek wisata yang berada di lokasi jalan poros Kabupaten Polewali- Mamasa sebagai pintu gerbang wisata Kabupaten Mamasa dari arah selatan.

    Bagi wisatawan remaja atau orang tua berjiwa muda dan senang jalan kaki, sebaiknya tak perlu ragu. Di Kabupaten Mamasa terdapat objek wisata jalan kaki yang paling banyak diikuti kaum muda, yakni mendaki ke puncak Gunung Mambuliling. Lokasi Gunung Mambuliling dapat dilihat bila kita berada di kota Mamasa. Selain menikmati keindahan gunung, pengunjung dapat pula menikmati kesejukan air terjun Mambuliling.

    Objek wisata Kabupaten Mamasa yang cukup menarik ialah panorama Mussa Ballapeu. Lokasi wisata ini berada pada ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut dan ditempuh berjalan kaki selama dua jam.

    Pengunjung objek wisata ini dapat pula menyaksikan kuburan tua Minanga yang berusia ratusan tahun, yang terbuat dari kayu uru berbentuk kerbau, babi, dan perahu yang tersimpan dalam sebuah bangunan kayu.

    Selain itu, di lokasi tersebut terdapat perkampungan tradisional terpanjang di Mamasa, yakni perkampungan desa wisata Ballapeu.

    Untuk tetap memantapkan kerja sama semua pihak dalam memberikan pelayanan kepada turis dan pengunjung lainnya di Kabupaten Mamasa, pemda setempat meningkatkan terjaminnya keamanan dan peningkatan infrastruktur jalan.