Blog

  • Makalah Andragogi dalam Praktek

    Berikut contoh makalah dengan judul Andragogi dalam praktek. Makalah ini berisi penjelasan terkait dengan pembelajaran pada orang dewasa.

    Andragogi dalam Praktek

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Andragogi adalah proses belajar dalam suatu pendidikan yang ditujukan untuk orang dewasa. Orang dewasa adalah manusia individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri. Orang dewasa menyadari bahwa belajar merupakan proses menjadi dirinya sendiri bukan proses untuk dibentuk menurut kehendak orang lain dan kegiatan belajarnya harus melibatkan individu atau client dalam proses pemikiran: apa yang mereka inginkan, apa yang dilakukan, menentukan dan merencanakan  serta melakukan tindakan apa saja yang perlu untuk memenuhi keinginan tersebut.

    Pada dasarnya “orang dewasa” memiliki banyak pengalaman baik dalam bidang pekerjaannya maupun pengalaman lain dalam kehidupannya. Untuk menghadapi peserta didik yang pada umumnya “orang dewasa” dibutuhkan suatu strategi dan pendekatan yang berbeda dengan “pendidikan dan pelatihan” ala bangku sekolah, atau pendidikan konvensional yang sering disebut dengan pendekatan pedagogis. Dalam praktek “pendekatan pedagogis” yang diterapkan dalam pendidikan dan pelatihan untuk orang dewasa seringkali tidak cocok. Untuk itu, dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih cocok dengan “kematangan”, “konsep diri peserta” dan “pengalaman peserta”. Didalam dunia pendidikan, stategi dan pendekatan ini dikenal dengan “Pendidikan Orang Dewasa” (Adult Education).

    Demi terlaksananya pendidikan untuk orang dewasa ini perlu adanya program-program ataupun kegiatan, baik yang dicanangkan oleh masyarakat itu sendiri maupun oleh instansi pemerintahan. Kegiatan-kegiatan ini berupa kegiatan pendidikan diluar sekolah (PLS), pembelajarannya pun berbeda dengan pembelajaran di sekolah pada umumnya.

    Permasalahan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah adalah hasil belajar, output dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan baik materi dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan indikasi kurang berhasilnya kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil belajar sebagai indikator dari ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta maupun tidak mampu menerima dengan baik bahan belajar yang diajarkan oleh tutor. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaannya dan andragogi belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran. 

    Untuk itu pada makalah ini kami akan membahas tentang bagaimana pelaksanaan atau praktek andragogi dalam kegiatan mendidik orang dewasa.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana penerapan andragogi dalam kegiatan pembelajaran?
    2. Bagaimana pendidikan orang dewasa (andragogi) yang tumbuh dan berkembang dalam masyrakat?
    3. Kegiatan apa saja yang diprogramkan demi terlangsungnya pendidikan orang dewasa dilingkungan masyarakat?
    4. Bagaimana pendidikan orang dewasa (andragogi) yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan?

    C. Tujuan Penulisan

    Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

    1. Mengetahui penerapan andragogi dalam kegiatan pembelajaran.
    2. Mengetahui pendidikan orang dewasa (andragogi) yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
    3. Mengetahui kegiatan-kegiatan yang diprogramkan demi terlangsungnya pendidikan orang dewasa dilingkungan masyarakat.
    4. Mengetahui pendidikan orang dewasa (andragogi) yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan.

    D. Sistematika Penulisan

    Pada Bab I Pendahuluan, menguraikan mengenai latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan dari isi makalah kami.

    Pada Bab II Pembahasan, menguraikan mengenai bagaimana penerapan andragogi dalam kegiatan pembelajaran, bagaimana perkembangan pendidikan orang dewasa dilingkungan masyarakat maupun di instansi pemerintahan, dan kegiatan apa saja yang dicanangkan oleh masyarakat dan pemerintah demi terlaksananya pendidikan bagi orang dewasa.

    Pada Bab III Penutup, menguraikan menngenai kesimpulan dan saran untuk melengkapi makalah kami.

    Bab II. Pembahasan

    A. Penerapan Andragogi dalam Kegiatan Pembelajaran 

    Secara jelas Knowles (1979) menyatakan apabila peserta didik (warga belajar) telah berumur 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi suatu kelayakan. Usia warga belajar pada kelompok belajar program PLS rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan.

    Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang ditransmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajaran orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar warga belajar. (Budiningsih, 2005).

    Perbedaan antara membelajarkan anak-anak dengan membelajarkan orang dewasa terlihat dari upaya pembelajaran orang dewasa. membelajarkan orang dewasa berpusat pada warga belajar itu sendiri (learned centered). Tutor harus memperhatikan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Prinsip tersebut dijadikan pegangan atau panduan dalam praktek membimbing kegiatan belajar orang dewasa. Pendekatan-pendekatan pembelajaran orang dewasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip belajarnya dapat dipandang sebagai ilmu dan seni (art and science) membantu atau menolong orang dewasa belajar. 

    1. Orang Dewasa Sebagai Warga Belajar 

    Cara belajar orang dewasa jauh berbeda dengancara belajar anak-anak. Oleh karena itu, proses penyelenggaraan belajar bagi orang dewasa harus didekati dengan cara yang berbeda pula. Menyamakan pendekatan pendidikan anak dengan pendekatan pendidikan orang dewasa dapat mengakibatkan kegiatan pendidikan tersebut menjadi suatu hal yang menyakitkan bagi orang dewasa. Kondisi yang menyakitkan tersebut tentu akan sulit untuk mengharapkan hasil belajar yang maksimal. 

    Menurut Knowles (1979), perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa dalam belajar didasarkan pada empat asumsi tentang orang dewasa. Asumsi-asumsi tersebut ialah: (1) orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda dengan anak-anak, (2) orang dewasa mempunyai konsep diri, (3) orang dewasa mempunyai orientasi belajar yang berbeda dengan anak-anak, dan (4) orang dewasa mempunyai kesiapan untuk belajar.

    Orang dewasa dalam belajar jauh berbeda dengan anak-anak, Seharusnya menggunakan pendekatan yang berbeda pula dalam membelajarkan anak. Pendekatan yang layak adalah pendekatan andragogi. Bila dihubungkan dengan penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir di kelompok belajar, maka pendekatan andragogi akan semakin terasa pentingnya. Sebab setiap kegiatan yang terorganisir sudah tentu mempunyai atau didasarkan pada pedoman-pedoman tertentu. Pedoman inilah yang menjadi prinsip-prinsip kerja agar kegiatan berjalan pada prosedur yang benar dan sesuai dengan tujuan. (Mappa. 1994)

    2. Penerapan Andragogi dalam Performansi Tutor

    Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan “pemaksa” untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar. 

    Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan. 

    Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu (1) bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta didik hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka; berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna pengalaman itu sambil menekan penilaian diri sendiri, (2) Bersikap kewajaran: jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara tulus ikhlas, (3) Bersikap respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan penuh; menghargai perasaan dan pengalaman mereka, dan (4) Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan mau mengambil resiko jika melakukan kekeliruan. (Malik, 2011).

    3. Penerapan Andragodi dalam Pengorganisasian Bahan Belajar 

    Pengorganisasian bahan belajar sedemikian rupa, memudahkan warga belajar dalam mempelajarinya. Pengorganisasian bahan belajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran. Setiap bahan belajar yang ingin disampaikan, harus dilihat dari ketertarikan warga belajar terhadap materi yang disampaikan, kesesuaian materi dengan kebutuhan warga belajar, dan kesamaan tingkat dan lingkup pengalaman antara tutor dan warga belajar.

    Bahan belajar yang berisi pengetahuan, keterampilan dan atau nilai-nilai akan disampaikan oleh tutor kepada warga belajar. Bahan belajar itu pula yang akan dipelajari oleh warga dalam mencapai tujuan belajar. Materi harus dipilih atas pertimbangan sejauh mana peranannya dalam menciptakan situasi untuk penyesuaian perilaku warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Materi itu pun akan mempengaruhi pertimbangan tutor dalam memilih dan menetapkan teknik pembelajaran. (Iryanto, 2011).

    Seorang tutor hendaknya mengetahui faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar untuk diajarkan. Ketertarikan warga belajar dalam memilih dan mempelajari bahan belajar adalah merupakan manifestasi dari perilaku belajar warga belajar. Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar adalah tingkat kemampuan peserta, keterkaitannya dengan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta, tingkat daya tarik bahan belajar, dan tingkat kebaharuan dan aktualisasi bahan. 

    4. Penerapan Andragogi dalam Metode Pembelajaran 

    Penggunaan metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada penggunaan teknik pembelajaran yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan perilaku warga belajar. Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam mencapai tujuan belajar berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap, pengetahuan dan keterampilan. (Sudjana. 2005).

    Kegiatan belajar pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang paling efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode belajar diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara mengorganisir peserta agar mereka melakukan kegiatan belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori maupun praktek. (Mappa. 1994).

    Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi.

    B. Pendidikan Orang Dewasa yang Tumbuh dan Berkembang dalam Masyarakat

    Sebagaimana yang dikemukakan Knowles (1970), andragogi sekurang-kurangnya didasarkan pada empat asumsi, yakni:

    1. Konsep dirinya bergerak dari pribadi yang tergantung kearah pribadi yang mandiri,
    2. Manusia mengakumulasikan banyak pengalaman yang diperolehnya, sehingga menjadi suatu sumber belajar yang berkembang,
    3. Kesiapan belajar manusia secara meningkat diorientasikan pada tugas perkembangan peranan sosial yang dibawa, dan
    4. Perspektif waktunya berubah dari suatu pengetahuan yang tertunda penerapannya menjadi penerapan yang segera secara seiring orientasinya terhadap belajar beralih dari suatu orientasi terpusat pada mata pelajaran kepada orientasi terpusat pada mata pelajaran kepada orientasi terpusat pada masalah.

    Jenis-jenis pendidikan dilaksanakan oleh pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM). PKBM merupakan pusat (centra) dan atau wadah seluruh kegiatan belajar masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan/keahlian, hobi atau bakatnya yang dikelola/diselenggarakan oleh diri dan untuk masyarakat. PKBM diharapkan sebagai wahana untuk mempersiapkan warga masyarakat untuk lebih aktif dalam memilih kebutuhan hidupnya, termasuk dalam hal peningkatan masyarakatnya. PKBM juga merupakan salah satu upaya untuk lebih memberdayakan masyarakat sekaligus menyongsong diberlakukannya otonomi daerah secara lebih luas. Kegiatan-kegiatan PLS (Pendidikan Luar Sekolah) yang dilaksanakan PKBM adalah:

    1. Life Skill

    Pendidikan kecakapan hidup merupakan satu upaya pendidikan untuk meningkatkan kecakapan seseorang untuk melaksanakan hidup dan kehidupannya secara tepat guna dan berdaya guna. Kecakapan hidup adalah sebagai pengetahuan yang luas dan interaksi kecakapan yang diperkirakan merupakan kebutuhan esensial bagi manusia dewasa untuk dapat hidup secara mandiri di masyarakat. Pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup (life skill) merupakan bagian dalam pengembangan kurikulum terpadu, karena pengembangan kecakapan hidup seharusnya tidak berdiri sendiri melainkan terintegritas dengan disiplin ilmu atau mata pelajaran yang lain. Supaya tidak menjadi dangkal, maka substansi pengembangan kecakapan hidup harus terpadu dengan beberapa mata pelajaran yang sesuai dengan struktur kurikulum di suatu lembaga pendidikan, jadi bukan sekedar pendidikan keterampilan atau vokasional dasar yang terpisah-pisah.

    Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dituntut untuk memiliki sekaligus 4 jenis kecakapan (Life Skill), yaitu:

    a. Kecakapan Pribadi

    Kecakapan pribadi mencakup kecakapan untuk mengenal diri sendiri, kecakapan berfikir secara rasional dan kecakapan untuk tampil dengan percaya diri yang mantap. Sebagai contoh bentuk kecakapan pribadi adalah sebagai berikut :

    1. Kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan makhluk lingkungan.
    2. Kesadaran akan potensi diri dan terdorong untuk mengembangkannya.
    3. Kecakapan untuk menggali informasi.
    4. Kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan.
    5. Kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif.

    b. Kecakapan Sosial

    Kecakapan sosial mencakup kecakapan untuk berkomunikasi, melakukan kerja sama, bertenggang rasa, dan memiliki kepedulian serta tanggungjawab sosial dalam hidup bermasyarakat. Adapun contoh bentuk kecakapan sosial adalah sebagai berikut :

    1. Kecakapan mendengarkan
    2. Kecakapan membaca
    3. Kecakapan berbicara
    4. Kecakapan menulis
    5. Kecakapan menulis gagasan atau pendapat
    6. Kecakapan sebagai teman kerja yang menyenangkan
    7. Kecakapan sebagai pimpinan yang berempati

    c. Kecakapan Akademik

    Kecakapan akademik adalah kecakapan untuk merumuskan dan memecahkan masalah yang dihadapi melalui proses berpikir kritis, analitis, dan sistematis. Demikian yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian, eksplorasi, inovasi dan kreasi melalui pendekatan ilmu, selain itu memiliki kemampuan untuk memanfaatkan hasil-hasil teknologi untuk mendukung kegiatannya. Contoh kecakapan akademik yaitu sebagai berikut :

    1)      Kecakapan mengidentifikasi variable dan hubungan

    2)      Kecakapan merumuskan hipotesis

    3)      Kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian

    d.      Kecakapan Vocational

    Kecakapan vocational mencakup kecakapan yang berkaitan dengan bidang keterampilan-keterampilan professional tertentu dalam dunia usaha dan industri, baik untuk dipergunakan bekerja sebagai karyawan/karyawati maupun usaha mandiri.

    Adapun tujuan diberikannya kecakapan hidup kepada peserta didik yaitu diantaranya agar ia memiliki:

    1. Keterampilan, pengetahuan dan setiap yang dibutuhkan dalam memenuhi dunia kerja, baik bekerja mandiri (wirausaha) dan bekerja pada perusahaan produk jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya.
    2. Motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat penghasilan, yang unggul dan mampu bersaing di pasar global.
    3. Kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri, maupun untuk anggota keluarga.

    d.      Kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat dalam rangka mewujudkan keadilan pendidikan disetiap lapisan masyarakat.

    Ada beberapa tahapan dalam mengelola kecakapan hidup bagi peserta didik, diantaranya:

    a.       Perencanaan

    Kegiatan life skill ini direncanakan oleh PKBM, sebelum PKBM merencanakan, kegiatan diawali  dengan identifikasi kebutuhan bekerja masyarakat. Kegiatan yang diawali dengan kebutuhan belajar masyarakat akan lebih efektif dalam pelaksanaannya.

    b.      Pelaksanaan

    Kegiatan life skill ini dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kegiatan ini melibatkan narasumber yang terkait dengan program/kegiatan yang telah direncanakan. Sarana/prasarana yang telah tersedia haruslah relevan dengan program yang telah direncanakan. Pada pelaksanaan kegiatan ini harus mengacu/berpedoman kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dirjen PLS Depdiknas.

    c.       Evaluasi

    Kegiatan life skill ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tujuan tercapai. Untuk menilai program ini dilakukan dengan melihat sesuai penerapan kegiatan didalam masyarakat. Semakin banyak anggota life skill menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap, semakin berhasil kegiatan ini. Selanjutnya program ini berhasil dapat dilihat dari tingginya etos kerja warga belajar dan dapat menghasilkan karya yang unggul dan maupun bersaing dengan pasar global.

    2.      Majelis Taklim

    Majelis taklim adalah sekelompok masyarakat, atau sekumpulan orang-orang yang ingin mendalami ajaran agama Islam, biasanya majelis taklim ini ada di kelurahan atau di kenagarian ataupun jorong. Pada kegiatan majelis taklim ini, materi yang dipelajari meliputi: ibadah, syari’at, dan muamalat. Kehadiran majelis taklim ini, sudah jelas sangat bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam rangka meningkatkan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan hubungan sesama manusia, meningkatkan keimanan dan mendalami syariat Islam.

    Tujuan diadakannya majelis taklim ini diantaranya yaitu :

    1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
    2. Meningkatkan kualitas pemahaman agama,
    3. Memperkokoh dakwah Islamiyah,
    4. Beramal sesuai dengan ilmu dan agama yang dipelajari,
    5. Meningkatkan syariat agama Islam,
    6. Memberikan pelajaran dan pembinaan terhadap masyarakat, dan
    7. Menyemarakkan dan memakmurkan masjid-masjid.

    Adapun cara mengelola kegiatan majelis taklim ini yaitu :

    a.       Perencanaan

    Kegiatan majelis taklim ini direncanakan oleh pengurus serta anggota. Perencanaan disusun atas dasar kebutuhan belajar anggota-anggota. Pada umumnya kegiatan-kegiatan direncanakan dalam bentuk jangka pendek dan jangka panjang. Perencanaan jangka pendek direncanakan untuk memenuhi kebutuhan mendalam ajaran agama biasanya 5 kali seminggu.

    b.      Pelaksanaan

    Pelaksanaan kegiatan pada kelompok majelis taklim ini sangat ditentukan dari tersedianya waktu anggota dan disepakati secara bersama.

    c.       Evaluasi

    Kegiatan evaluasi pada majelis taklim ini tidak ada evaluasi yang berprogram, sesuai dengan ciri pendidikan luar sekolah, evaluasi banyak diarahkan kepada self evaluation (evaluasi diri).

    C.    Pendidikan Orang Dewasa yang Dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah

    Pendidikan orang dewasa yang dilaksanakan oleh pemerintah antara lain :

    1.      Pelatihan dan Pengembangan Program KB (Keluarga Berencana) Nasional

    Kewenangan Balatbang BKKBN mendukung kewenangan pemerintah dalam program KB Nasional, terutama untuk peningkatan SDM, tenaga pengelola dan pelaksana program. Adapun tujuan umum dari program ini adalah meningkatkan profesionalisme dan kualitas pengelolaan program pelatihan dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut :

    1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), pengelola dan pelaksana program KB Nasional melalui :
      1. Penyelenggaraan kegiatan penjajakan kebutuhan pelatihan dan pengembangan  (need assessment),
      2. Penyusunan desain pelatihan dan pengembangan,
      3. Penyusunan bahan diklat, kurikulum materi, metoda, media, strategi dan instrument evaluasi,
      4. Pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan,
      5. Evaluasi program pelatihan dan pengembangan evaluasi pasca pelatihan.
    2. Meningkatkan sarana dan prasarana pelatihan.
    3. Meningkatkan kualitas program pelatihan.
    4. Mengembangkan koordinasi dan kemitraan pihak terkait. Pokok-pokok pengelolaan diantaranya sebagai berikut :
      1. Upaya peningkatan kualitas institusi Balatbang
      2. Upaya peningkatan kualitas program pelatihan, dan
      3. Pengembangan jejaring kerja dan koordinasi.

    Adapun upaya peningkatan kualitas instansi diklat adalah sebagai berikut :

    1. Peningkatan kualitas SDM Balatbang meningkatkan kompetensi SDM diklat (struktural) fungsional dan staf menjadi SDM yang dapat merubah pola pikir peserta didik sesuai dengan perubahan lingkungan strategi dan kompetensi dalam menjalankan kegiatannya.
    2. Meningkatkan motivasi belajar dengan menerapkan learning organization.
    3. Merubah pola pikir, pola interaksi yang bersifat statis menjadi dinamis, dan kreatif sesuai dengan kebutuhan pasar.
    4. Mengembangkan keahlian khusus sesuai dengan kebutuhan, dengan memanfaatkan waktu luang yang ada.
    5. Meningkatkan kemampuan dan membina hubungan dengan pihak luar.
    6. Membangun jaringan pengembangan prestasi secara mandiri dengan pihak luar.
    7. Peningkatan sarana dan prasarana diklat. Penyediaan sarana PBM standar (alat bahan yang kondusif untuk PBM).

    Bab III. Penutup

    A. Simpulan

    Pendidikan orang dewasa atau yang sering disebut dengan andragogi adalah suatu proses dimana orang-orang yang sudah memiliki peran sosial sebagai orang dewasa melakukan aktivitas belajar yang sistematik dan berkelanjutan dengan tujuan untuk membuat perubahan dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai, dan keterampilan.

    Perbedaan antara membelajarkan anak-anak dengan membelajarkan orang dewasa terlihat dari upaya pembelajaran orang dewasa. membelajarkan orang dewasa berpusat pada warga belajar itu sendiri (learned centered).

    Cara belajar orang dewasa jauh berbeda dengan cara belajar anak-anak. Oleh karena itu, proses penyelenggaraan belajar bagi orang dewasa harus didekati dengan cara yang berbeda pula. Menyamakan pendekatan pendidikan anak dengan pendekatan pendidikan orang dewasa dapat mengakibatkan kegiatan pendidikan tersebut menjadi suatu hal yang menyakitkan bagi orang dewasa. Kondisi yang menyakitkan tersebut tentu akan sulit untuk mengharapkan hasil belajar yang maksimal. 

    B. Saran

    Kita sebagai seorang mahasiswa yang berperan langsung dalam proses pendidikan khususnya pendidikan orang dewasa senantiasa memperluas pemahaman dan meningkatkan keterampilan dalam menggunakan teknik dan mengaplikasikan pembelajaran secara aktif mengenai belajar orang dewasa dalam kegiatan belajar dan pembelajaran.

  • Pengertian Andragogi

    Terdapat dua konsep pembelajaran dalam dunia pendidikan yakni Pedagogik dan Andragogik. Pedagogik adalah seni atau tatacara mengajar pada remaja sedangkan Pengertian Andragogik adalah tata cara membantu orang dewasa belajar.

    Andragogi – Pembelajaran Orang Dewasa

    A. Pengertian Andragogi

    Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin. Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagau “Suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar”. Kata andragogi pertama kali digunakan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk menjelaskan dan merumuskan konsep-konsep dasar teori pendidikan Plato. Meskipun demikian, Kapp tetap membedakan antara pengertian “Social-pedagogy” yang menyiratkan arti pendidikan orang dewasa, dengan andragogi. Dalam rumusan Kapp, “Social-pedagogy” lebih merupakan proses pendidikan pemulihan (remedial) bagi orang dewasa yang cacat. Adapun andragogi, justru lebih merupakan proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat secara berkelanjutan.

    B. Andragogi dan Pedagogi

    Malcolm Knowles menyatakan bahwa apa yang kita ketahui tentang belajar selama ini adalah merupakan kesimpulan dari berbagai kajian terhadap perilaku kanak-kanak dan binatang percobaan tertentu. Pada umumnya memang, apa yang kita ketahui kemudian tentang mengajar juga merupakan hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar terhadap anak-anak. Sebagian besar teori belajar-mengajar, didasarkan pada perumusan konsep pendidikan sebagai suatu proses pengalihan kebudayaan. Atas dasar teori-teori dan asumsi itulah kemudian tercetus istilah “pedagogi” yang akar-akarnya berasal dari bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin. Kemudian Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau perdefinisi diartikan secara khusus sebagai “suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak”. Akhirnya pedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai “ilmu dan seni mengajar”.

    Untuk memahami perbedaan antara pengertian pedagogi dengan pengertian andragogi yang telah dikemukakan, harus dilihat terlebih dahulu empat perbedaan mendasar, yaitu :

    1. Citra Diri

    Citra diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Pada saat anak itu menjadi dewasa, ia menjadi kian sadar dan merasa bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Perubahan dari citra ketergantungan kepada orang lain menjadi citra mandiri. Hal ini disebut sebagai pencapaian tingkat kematangan psikologis atau tahap masa dewasa. Dengan demikian, orang yang telah mencapai masa dewasa akan berkecil hati apabila diperlakukan sebagai anak-anak.

    Dalam masa dewasa ini, seseorang telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri untuk belajar. Dorongan hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali justru berkembang sedemikian kuat untuk terus melanjutkan proses belajarnya tanpa batas. Implikasi dari keadaan tersebut adalah dalam hal hubungan antara guru dan murid. Pada proses andragogi, hubungan itu bersifat timbal balik dan saling membantu. Pada proses pedagogi, hubungan itu lebih ditentukan oleh guru dan bersifat mengarah.

    2. Pengalaman

    Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai banyak pengalaman yang sangat beraneka. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang baru sama sekali.Anak-anak memang mengalami banyak hal, namun belum berlangsung sedemikian sering. Dalam pendekatan proses andragogi, pengalaman orang dewasa justru dianggap sebagai sumber belajar yang sangat kaya.

    Dalam pendekatan proses pedagogi, pengalaman itu justru dialihkan dari pihak guru ke pihak murid. Sebagian besar proses belajar dalam pendekatan pedagogi, karena itu, dilaksanakan dengan cara-cara komunikasi satu arah, seperti ; ceramah, penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya. Pada proses andragogi, cara-cara yang ditempuh lebih bersifat diskusi kelompok, simulasi, permainan peran dan lain-lain. Dalam proses seperti itu, maka semua pengalaman peserta didik dapat didayagunakan sebagai sumber belajar.

    3. Kesiapan Belajar

    Perbedaan ketiga antara pedagogi dan andragogi adalah dalam hal pemilihan isi pelajaran. Dalam pendekatan pedagogi, gurulah yang memutuskan isi pelajaran dan bertanggung jawab terhadap proses pemilihannya, serta kapan waktu hal tersebut akan diajarkan. Dalam pendekatan andragogi, peserta didiklah yang memutuskan apa yang akan dipelajarinya berdasarkan kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator.

    4. Nirwana Waktu dan Arah Belajar

    Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya mempersiapkan anak didik untuk masa depan. Dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah ketimbang sebagai proses pemberian mata pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada masa kini.

    Arah pencapaiannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu kemungkinan pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk menemukan “dimana kita sekarang” dan “kemana kita akan pergi”, itulah pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi adalah berarti “memecahkan masalah hari ini”, sedangkan pada pendekatan pedagogi, belajar itu justru merupakan proses pengumpulan informasi yang sedang dipelajari yang akan digunakan suatu waktu kelak.

    C. Langkah-langkah Pelaksanaan Andragogi

    Langkah-langkah kegiatan dan pengorganisasian program pendidikan yang menggunakan asas-asas pendekatan andragogi, selalu melibatkan tujuh proses sebagai berikut :

    1. Menciptakan iklim untuk belajar
    2. Menyusun suatu bentuk perencanaan kegiatan secara bersama dan saling membantu
    3. Menilai atau mengidentifikasikan minat, kebutuhan dan nilai-nilai
    4. Merumuskan tujuan belajar
    5. Merancang kegiatan belajar
    6. Melaksanakan kegiatan belajar
    7. Mengevaluasi hasil belajar (menilai kembali pemenuhan minat, kebutuhan dan pencapaian nilai-nilai.

    Andragogi dapat disimpulkan sebagai :

    1. Cara untuk belajar secara langsung dari pengalaman
    2. Suatu proses pendidikan kembali yang dapat mengurangi konflik-konflik sosial, melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi dalam kelompok belajar itu
    3. Suatu proses belajar yang diarahkan sendiri, dimana kira secara terus menerus dapat menilai kembali kebutuhan belajar yang timbul dari tuntutan situasi yang selalu berubah.

    D. Prinsip-prinsip Belajar untuk Orang Dewasa

    1. Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara penuh ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan
    2. Orang dewasa belajar dengan baik apabila menyangkut mana yang menarik bagi dia dan ada kaitan dengan kehidupannya sehari-hari.
    3. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila apa yang ia pelajari bermanfaat dan praktis
    4. Dorongan semangat dan pengulangan yang terus menerus akan membantu seseorang belajar lebih baik
    5. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuannya, kemampuannya dan keterampilannya dalam waktu yang cukup
    6. Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman lalu dan daya pikir dari warga belajar
    7. Saling pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri utama dari orang dewasa membantu pencapaian tujuan dalam belajar.

    E. Karakteristik Warga Belajar Dewasa

    1. Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda
    2. Orang dewasa yang miskin mempunyai tendensi, merasa bahwa dia tidak dapat menentukan kehidupannya sendiri.
    3. Orang dewasa lebih suka menerima saran-saran dari pada digurui
    4. Orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannya
    5. Orang dewasa lebih suka dihargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan
    6. Orang dewasa yang pernah mengalami putus sekolah, mempunyai kecendrungan untuk menilai lebih rendah kemampuan belajarnya
    7. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa, menunjukkan tahap pemahamannya
    8. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama
    9. Orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan iktikad yang baik, adil dan masuk akal
    10. Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh karena itu ia lebih suka melakukan sendiri sebanyak mungkin
    11. Orang dewasa menyenangi hal-hal yang praktis
    12. Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalon hubungan dekat dengan teman baru.

    F. Karakteristik Pengajar Orang Dewasa

    Seorang pengajar orang dewasa haruslah memenuhi persyaratan berikut :

    1. Menjadi anggota dari kelompok yang diajar
    2. Mampu menciptakan iklim untuk belajar mengajar
    3. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, rasa pengabdian dan idealisme untuk kerjanya
    4. Menirukan/mempelajari kemampuan orang lain
    5. Menyadari kelemahannya, tingkat keterbukaannya, kekuatannya dan tahu bahwa di antara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi kelemahan pada situasi tertentu.
    6. Dapat melihat permasalahan dan menentukan pemecahannya
    7. Peka dan mengerti perasaan orang lain, lewat pengamatan
    8. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan memperlakukan orang
    9. Selalu optimis dan mempunyai iktikad baik terhadap orang
    10. Menyadari bahwa “perannya bukan mengajar, tetapi menciptakan iklim untuk belajar”
    11. Menyadari bahwa segala sesuatu mempunyai segi negatif fan pisitif.
  • Kerangka Acuan Desain Program Pendidikan Guru Penggerak

    Kelulusan Seleksi calon Peserta dan pengakar praktik (Pendamping) Pendidikan guru Penggerak (PDP) dipertimbangkan berdasarkan pemahaman mengenai Kerangkan Acuan Desain program Pendidikan Guru Penggerak.

    Kerangka Desain Program Pendidikan Guru Penggerak

    A. Definisi 

    Pendidikan Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran.  Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan Pendampingan selama 9 bulan bagi calon Guru Penggerak. Selama program, guru tetap menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru.

    B. Kerangka Desain Program Pendidikan Guru Penggerak 

    1. Topik Utama

    • Pemimpin Pembelajaran
    • Pembelajaran Berdeferensiasi
    • Komunitas Praktik
    • Pembelajaran Sosial dan Emosi

    2. Metode Pelatihan 

    Metode pelatihan dilakukan melalui pendekatan sebagai berikut :

    • Pelatihan Daring
    • Lokakarya
    • Konferensi
    • Pendampingan

    Untuk bobot pelatihan sebagai berikut :

    • 70% belajar di tempat kerja dan Komunitas Praktik meliputi pemberian umpan balik dari atasan, rekan, dan siswa
    • 20% belajar dari rekan dan guru lain
    • 10% pelatihan formal

    3. Asesmen

    • Hasil penugasan dan praktik peserta pelatihan
    • Umpan balik dari rekan sejawat, fasilitator, dan kepala sekolah
    • Peningkatan hasil belajar siswa

    4. Prinsip Pelatihan

    • Andragogi
    • Pembelajaran Berbasis Pengalaman
    • Kolaboratif
    • Reflektif

    C. Materi Dan Capaian Pembelajaran 

    Materi yang akan diberikan selama mengikuti pendidikan guru penggerak terdiri dari empat modul sebagai berikut :

    Modul 1 : Paradigma Dan Visi Guru Penggerak 

    Capaian Pembelajaran :

    • Calon Guru Penggerak mampu memahami filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan melakukan refleksi kritis atas hubungan nilai-nilai tersebut dengan konteks pendidikan lokal dan nasional pada saat ini
    • Calon Guru Penggerak mampu menjalankan strategi sebagai pemimpin pembelajaran yang mengupayakan terwujudnya sekolah sebagai pusat pengembangan karakter dengan budaya positif.
    • Calon Guru Penggerak mampu mengembangkan dan mengkomunikasikan visi sekolah yang berpihak pada murid kepada para guru dan pemangku kepentingan

    Topik Pembelajaran :

    • Filosofi Pendidikan Indonesia
    • Nilai-nilai dan peran Guru Penggerak
    • Membangun visi sekolah
    • Membangun budaya positif di sekolah

    Durasi : 2 (dua) bulan

    Modul 2 : Praktik Pembelajaran Yang Berpihak Pada Murid 

    Capaian Pembelajaran :

    • Calon Guru Penggerak dapat mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi untuk mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang berbeda
    • Calon Guru Penggerak mampu mengelola emosi dan mengembangkan keterampilan sosial yang menunjang pembelajaran
    • CGP mampu melakukan praktik komunikasi yang memberdayakan sebagai keterampilan dasar seorang coach
    • Calon Guru Penggerak mampu menerapkan praktik coaching sebagai pemimpin pembelajaran

    Topik Pembelajaran :

    • Pembelajaran berdifferensiasi
    • Pembelajaran emosi dan sosial
    • Coaching

    Durasi : 2 (dua) bulan

    Modul 3 : Pemimpin Pembelajaran Dalam Pengembangan Sekolah

    Capaian Pembelajaran :

    • Calon Guru Penggerak mampu melakukan praktik pengambilan keputusan yang berdasarkan prinsip pemimpin pembelajaran
    • Calon Guru Penggerak mampu melakukan strategi pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, waktu, dan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang berdampak pada murid.
    • Calon Guru Penggerak mampu merencanakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan program perbaikan dan perubahan sekolah, serta memantaunya agar berjalan sesuai rencana dan mengarah pada tujuan.
    • Calon Guru Penggerak mampu mengembangkan kegiatan berkala yang memfasilitasi komunikasi murid, orangtua dan guru serta menyediakan peran bagi orangtua terlibat dalam proses belajar yang berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran

    Topik Pembelajaran :

    • Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
    • Pemimpin dalam pengelolaan sumber daya
    • Pengelolaan program yang berdampak pada murid

    Durasi : 2 (dua) bulan

    Modul 4 : Selebrasi, Refleksi, Kolaborasi dan Aksi

    Capaian Pembelajaran :

    • CGP merefleksikan perannya sebagai GP dan strategi yang telah dijalankan sebagai guru penggerak
    • CGP berbagi praktik baik dengan rekan sejawat
    • CGP membuat rencana tindak lanjut dan kolaborasi dengan rekan sejawat
    • Calon guru penggerak membuat rencana tindak lanjut dan berkolaborasi dengan rekan sejawat

    Topik Pembelajaran :

    • Menjadi fasilitator kelompok dan perubahan
    • Penyegaran topik-topik inti di modul 1, 2, dan 3
    • Mengevaluasi proses mentoring bersama mentor
    • Membagikan praktik baik kepemimpinan pembelajaran

    Durasi : 3 ( tiga ) bulan

  • Jenis dan Kategori Lomba Renang Gaya Bebas Berdasarkan Usia dan Gender

    Jenis dan Kategori Lomba Renang Gaya Bebas Berdasarkan Usia dan Gender

    Kategori Lomba Renang Gaya Bebas. Olahraga Renang merupakan salah satu cabor yang memiliki banyak peminat mulai dari dari level intenrasional, Regional, Nasional hingga tingkat amatir. Hal ini membuat ada banyak Kategori Lomba renang yang dipertandingkan. Termasuk jenis renang gaya Bebas.

    Kategori Lomba Renang

    Terdapat beberapa kategori Lomba Renang (Crawl) untuk gaya Bebas. Aturan Renang pada Kategori Lombang Renang Gaya Bebas dibagi berdasarkan gender dan usia. Adapun cabang olahraga ini adalah:

    A. Kategori Pria

    Lomba renang gaya bebas untuk pria, antara lain

    1. Gaya bebas 50 meter
    2. Gaya bebas 100 meter
    3. Gaya bebas 200 meter
    4. Gaya bebas 400 meter
    5. Gaya bebas 800 meter
    6. Gaya bebas 200 meter
    7. Estafet gaya bebas 4 x 100 meter
    8. Estafet gaya bebas 4 x 200 meter
    9. Estafet gaya ganti 4 x 100 meter

    B. Kategori wanita

    Lomba renang gaya bebas untuk wanita, antara lain:

    1. Gaya bebas 50 meter
    2. Gaya bebas 100 meter
    3. Gaya bebas 200 meter
    4. Gaya bebas 400 meter
    5. Gaya bebas 800 meter
    6. Gaya bebas 200 meter
    7. Estafet gaya bebas 4 x 100 meter
    8. Estafet gaya bebas 4 x 200 meter
    9. Estafet gaya ganti 4 x 100 meter

    c. Pembagian kelompok umur

    1. Kelompok umur I putra dan putri umur 15 tahun-17 tahun.
    2. Kelompok umur II putra dan putri umur 13 tahun-14 tahun.
    3. Kelompok umur III putra dan putri umur 11 tahun-12 tahun.
    4. Kelompok umur IV putra dan putri sampai umur 10 tahun. 
  • Kekurangan dan Kelebihan PBL

    Project Based Learning (PjBL) merupakan desain maupun model pembelajaran yang menitik beratkan pada kerja kelompok dalam bentuk merancang dan mengembankan produk nyata. Proses pembelajaran berbasis proyek ini memiliki ciri khas sebagai pembentuk skill yang sifatnya nyata sehingga dapat langsung dimanfaatkan dalam kehidupan nyata. Hanya saja, Dalam penerapannya selalu ada kelebihan dan kekurangan PBL.

    Kelebihan dan Kekurangan PjBL

    A. Kelebihan PBL

    Model Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki keunggulan dalam hal pembelajaran karena menganut 4 aspek dalam pembelajaran abad 21 (21st Century Learning Skill). 4 Aspek itu adalah

    1. Mengakomodiasi Pendekatan Siantifik
    2. Mengakomodasi Pembelakaran Konstruktivis
    3. Mengakomodasi Student Center
    4. Mengakomodiasi Keterampilan 4C (Creative and Innovative, Critical Thinking and Problem Solving dan Collaborative dan Communicative).

    4 Aspek ini menghasilkan banyak kelebihan-kelebihan PBL sebagai berikut:

    1. Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik

    Ketika siswa merencanakan sebuah proyek tentang suatu hal, mereka menjadi sangat terlibat di dalamnya. Dan, ketika mereka menyelesaikan proyeknya dengan baik, maka siswa-siswa akan memperoleh kepuasan. Hal ini jauh lebih memotivasi daripada pemberian reward dari guru, walaupun tentunya ini terjadi secara simultan. Motivasi intrinsik sangat penting. Dalam teorinya, ketika siswa memperoleh kepuasan karena suatu kesuksesan, maka motivasi mereka untuk belajar dalam kegiatan berikutnya juga akan lebih baik.

    2. Melatih Keterampilan Pemecahan Masalah

    Masalah merupakan pemicu dalam membuat sebuah proyek oleh siswa. Masalah ini dapat dihantarkan oleh guru di awal pembelajaran dan harus dipecahkan oleh siswa melalui proyek yang mereka akan rencanakan dan laksanakan. Selain itu, dalam proses pengerjaan sebuah proyek dalam model pembelajaran berbasis proyek seringkali menemui masalah-masalah. Dan masalah ini tentunya harus mereka pecahkan agar dapat menyelesaikan proyek tersebut. Siswa-siswa yang sering belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek akan memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah.

    3. Melatih Pemaanfaatan Sumber Belajar

    Pada sebuah pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek, siswa harus dapat mencari sumber-sumber untuk penyelesaian proyek yang sedang mereka kerjakan. Begitu beragam sumber daya dan sumber informasi yang mereka miliki harus dikelola dengan baik agar dapat berkontribusi pada penyelesaian proyek. Terbiasa melakukan ini, maka siswa akan meningkat keterampilannya dalam pengelolaan sumser-sumber yang mereka mungkin miliki dan dapatkan.

    4. Membuat Peserta Didik Lebih Aktif

    Siswa aktif dan lebih aktif dalam belajar akan menjadi suatu keniscayaan. Bagaimana tidak, ketika mereka berusaha merencanakan, melaksanakan hingga akhirnya menyelesaikan proyeknya, mereka akan belajar suatu hal atau banyak hal secara aktif. Bahkan ini seringkali terjadi tanpa mereka sadari. Mereka akan membangun pengetahuan, keterampilan dan sikapnya menuju ke arah yang positif.

    5. Mendukung Partisipasi Kolaboratif

    Model pembelajaran berbasis proyek umumnya dilakukan secara berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari beragam anggota siswa baik dilihat dari aspek minat, keterampilan, dan hal-hal lainnya. Pada saat mereka merencanakan dan melaksanakan proyek, siswa-siswa dalam kelompok ini akan berusaha secara bersama untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik. Di sinilah mereka akan belajar berkolaborasi satu sama lain. Dan tentu saja terjadi secara alamiah, ketika setiap anggota menyumbangkan apa yang mereka miliki untuk kesuksesan proyek kelompoknya.

    6. Menfasilitasi Keterampilan Komunikasi

    Proyek selalu mengharuskan diskusi kelompok. Ini terjadi baik secara formal maupun informal di dalam kelompok ketika proses pembelajaran berlangsung. Bagaimana setiap anggota menyampaikan gagasan, bertanya untuk mengklarifikasi ide, menjawab pertanyaan, mengajukan saran-saran dan memberi tanggapan akan suatu hal akan membuat mereka berkomunikasi. Hal ini tentu saja akan meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi.

    7. Melatih Keterampilan Menyelesaikan Proyek

    Proyek adalah suatu pekerjaan yang dirancang oleh kelompok dan bersifat kompleks. Pelaksanaan proyek membutuhkan beragam sumber daya dan informasi untuk ditangani sehingga bermanfaat bagi penyelesaian proyek. Hal ini akan melatih siswa dalam mengorganisasi semua hal dalam proyek mereka.

    8. Melatih Manajemen Waktu

    Ketika sebuah proyek harus diselesaikan dalam rentang waktu yang telah ditentukan, kelompok siswa harus benar-benar dapat memanajemen waktu, mereka harus membuat perencanaan alokasi waktu sedetil mungkin agar setiap bagian rancangan proyek dapat diselesaikan dengan baik. Keterampilan dalam manajemen waktu mereka selanjutnya akan meningkat.

    9. Melatih Keterampilan Nyata (Rela Life Experiences)

    Model pembelajaran berbasis proyek diarahkan untuk membuat siswa belajar dari pengalaman nyata. Masalah-masalah yang diajukanpun sebaiknya adalah masalah yang nyata (otentik). Hal ini akan memberikan real life experiences kepada mereka. Bukankah siswa nantinya  (atau bahkan saat inipun) akan atau sedang menghadapi masalah dalam kehidupan mereka sehari-hari. Belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek akan memberikan kesempatan bagi mereka belajar akan hal ini.

    10. Pembelajaran Menjadi Menyenangkan

    Proyek-proyek yang dilakukan siswa dalam model pembelajaran berbasis proyek adalah pilihan siswa sendiri. Proyek yang mereka kerjakan tentunya adalah hal yang menjadi minat dan pemenuhan rasa ingin tahu mereka. Belajar dari sesuatu yang mereka minati dan berangkat dari pemenuhan rasa ingin tahu tentunya akan sangat menyenangkan bagi mereka.

    B. Kekurangan PBL

    Dalam upaya mengembangkan produk dan menyelesaikan proyek, Produk yang dikembangkan bersifat nyata sehingga sangat sulit untuk membuat projek dengan topik-topik kecil yang sifatnya independen. Misalnya dalam pembelajaran Listrik Magnet, Peserta didik diminta untuk membuat pembangkit listrik dengan dinamo. Dalam upaya menyelesaikan proyek peserta didik akan membuat baling-baling yang prinsip kerjanya juga melibatkan topik mekanika dan fluida. Dengan demikian Project Based Learning ini merupakan reprensetasi dari integrated learning baik antar topik maupun multi disiplin.

    Implikasi dari penerapan integrated learning akan ada kendala yang menjadi kekurangan Projeck Based Learning.

    1. Membutuhkan Waktu yang panjang

    Projeck Based Learning memiliki ciri berupa langkah-langkah pembelajaran yang panjang. Langkah-Langkah tersebut sebagai berikut:

    1. Mengorentiasikan

    2. Membutuhkan Biaya yang Besar

    3. Membutuhkan banyak Peralatan

    4. Multidisiplin

    5. Koordinasi Peserta Didik

  • Arti Lambang Tunas Kelapa Gerakan Pramuka

    Arti Lambang Tunas Kelapa pada gerakan Pramuka memiliki makna yang sangat dalam menentukan arah gerak dari organisasi ini.

    Tunas Kelapa dipakai sebagai simbol Pramuka, sebagaimana yang kita ketahui dan lazim karena kegiatan ini merupakan program pemerintah bagi anak usia sekolah. Pramuka sendiri singkatan dari Praja Muda Karana, yang bisa diartikan sebagai “anak muda yang suka berkarya”.

    Gerakan pramuka sendiri dilambangkan dengan tunas kelapa yang berwarna hitam, atau siluet. Saya sendiri tidak tahu maksud membuat lambang seperti itu, mungkin si pembuat logo sedang malas membuat detail, dikejar deadline, atau memang untuk mempermudah penyebaran lambang ini mengingat bentuknya yang simple dan susahnya foto copy di zaman itu.

    Arti Lambang Pramuka adalah sebagai berikut:

    • Buah nyiur dalam keadaan tumbuh dinamakan cikal. Ini mengandung arti Pramuka adalah inti bagi kelangsungan hidup bangsa (tunas penerus bangsa). 
    • Buah nyiur tahan lama. Ini mengandung arti, Pramuka adalah orang yang jasmani dan rohaninya kuat dan ulet. 
    • Nyiur dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Ini mengandung arti, Pramuka adalah orang yang mampu beradaptasi dalam kondisi apapun 
    • Nyiur tumbuh menjulang tinggi. Ini mengandung arti, setiap Pramuka memiliki cita-cita yang tinggi. 
    • Akar nyiur kuat. Mengandung arti, Pramuka berpegang pada dasar-dasar yang kuat. 
    • Nyiur pohon yang serbaguna. Ini mengandung arti, Pramuka berguna bagi nusa, bangsa dan agama. 
    • Lambang keris melambangkan senjata tradisional Jawa Tengah Lambang sepuluh api yang berkobar melambangkan Dasadarma. 
    • Padi dan kapas melambangkan kesuburan dibidang pangan dan sandang 
    • Kode daerah melambangkan daerah kota daerah 
    • Nama kabupaten melambangkan kota cabang 
    • Bintang melambangkan lima Sila Pancasila

    Ada yang aneh, nyiur itu kata apa sih? kok rasanya asing ya di telingaku. Oh mungkin saja itu tunas kelapa. Kadang bahasa orang lampau itu unik, terdengar asing di telinga, hehe… 

    Jujur, saya menyangsikan apa benar kegiatan Pramuka itu untuk supaya anak muda bisa berkarya. Atau jangan-jangan, itu adalah program wajib militer usia dini yang dikenalkan kepada anak-anak kita? Argumen saya bukannya tidak beralasan, lihat saja kegiatan pramuka yang penuh dengan teknik survival tingkat tinggi; morse, membuat tenda, api unggun, tali temali, sandi, baris-berbaris, latihan fisik, pendakian, dsb, sebagaimana yang diajarkan kepada pasukan khusus di kemiliteran?

  • Jenis-Jenis Kriya Anyaman Indonesia

    Jenis-Jenis Kriya Anyaman Indonesia

    Anyaman Indonesia adalah salah satu seni rupa warisan leluhur yang digunakan untuk menyimpul, menindih dan merangkai batang pipih menjadi lembaran berukuran lebar.

    Pengertian Anyaman

    Anyaman adalah teknik membuat karya seni rupa yang dilakukan dengan cara menumpang tindihkan (menyilangkan) bahan anyam yang berupa lungsi dan pakan. Lungsi merupakan bahan anyaman yang menjadi dasar dari media anyam, sedangkan pakan yaitu bahan anyaman yang digunakan sebagai media anyaman dengan cara memasukkannya ke dalam bagian lungsi yang sudah siap untuk di anyam.

    Bahan-bahan anyaman dapat dibuat dari tumbuh-tumbuhan yang sudah dikeringkan, seperti lidi, rotan, akar, dan dedaunan untuk dijadikan suatu rumpun yang kuat (tampar). Sedangkan alat yang digunakan untuk mengayam masih sangat sederhana seperti pisau pemotong, pisau penipis, dan catut bersungut bundar.

    Berdasarkan bentuknya, anyaman dibagi menjadi dua, yaitu:

    1. Anyaman dua dimensi, yaitu anyaman yang hanya memiliki ukuran panjang dan lebar saja, kalaupun seandainya memiliki ketebalan, ketebalan tersebut tidak terlalu diperhitungkan.
    2. Anyaman tiga dimensi, yaitu anyaman yang memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi.

    Berdasarkan cara membuatnya, anyaman dibagi menjadi tiga, yaitu: 

    1. Anyaman datar (Sasak)

    Sasak atau anyaman datar yaitu anyaman yang dibuat datar, pipih, dan lebar. Jenis kerajinan ini banyak digunakan untuk tikar, dinding rumah tradisional, dan pembatas ruangan.

    Anyaman Bambu Datar
    Anyaman datar

    2. Anyaman miring (Serong)

    Anyaman Serong yaitu anyaman yang dibuat miring, bisa  berbentuk dua dimensi atau tiga dimensi. Jenis kerajinan ini banyak digunakan untuk keranjang, tempat tape, dan lain sebagainya.

    Anyaman Miring Bambu dan Tikar Tradisional

    3. Anyaman persegi (Truntum)

    Truntum yaitu anyaman yang dibuat dengan motif persegi, bisa segi tiga, segi empat, segi enam, segi delapan, dan seterusnya. Anyaman ini bisa berbentuk dua dimensi atau tiga dimensi.


    Berdasarkan tekniknya, anyaman dibagi menjadi dua, yaitu:

    1. Anyaman rapat,

    Yaitu anyaman yang dibuat secara rapat. Dalam anyaman rapat ini dibedakan lagi menjadi empat sebagai berikut:

    1. Anyaman silang tunggal, merupakan anyaman yang memiliki dua arah sumbu yang saling tegak lurus atau miring satu sama lainnya.Anyaman rapat silang tunggal 2D dan 3D
    2. Anyaman silang ganda, merupakan menganyam dengan teknik ini sama dengan silang tunggal ialah menyisipkan dan menumpang dua benda pipih, yaitu pakan dan lusi yang berbeda arah. Bedanya ialah  pada benda pipih, yaitu pakan dan lusi yang diselusup dan ditumpangi tidak hanya satu tepi tetapi dapat dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya sehingga dikenal silangan ganda dua, ganda tiga, ganda empat, ganda lima, dan seterusnya sesuai dengan jumlah  benda pipih dilompati dan disusupi.Anyaman silang ganda
    3. Anyaman tiga sumbu, teknik ini sama seperti teknik anyaman silang, hanya saja perlu diingat bahwa benda  pipih, yaitu pakan dan lusi yang akan dianyam tersusun menurut tiga arah. Teknik anyaman ini memberi peluang untuk memperoleh hasil anyaman tiga sumbu jarang dan anyaman tiga sumbu rapat, sedangkan anyaman tiga sumbu rapat dengan pola  bentuk heksagonal (segi enam beraturan) atau belah ketupat.Anyaman tiga sumbu
    4. Anyaman empat sumbu, yaitu anyaman empat sumbu, teknik anyaman ini berprinsip menyisip dan menumpangkan  benda pipih yaitu pakan dan lusi secara satu sama lainnya berbeda arah. Hanya saja  benda pipih yang berbeda arah disini makin banyak jumlahnya (empat buah sumbu). Jenis anyaman empat sumbu termasuk jenis anyaman yang berlubang-lubang dengan  bentuk pola oktogonal (segi delapan beraturan).Anyaman empat sumbu

    2. Anyaman jarang,

    Yaitu anyaman yang dibuat secara jarang (renggang).

    Berikut adalah beberapa contoh karya seni anyaman dengan bahan rotan, bambu, dan daun pandan.

    Demikianlah sedikit informasi yang bisa saya share tentang anyaman, semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi anda yang ingin belajar membuat anyaman dengan motif-motif khas nusantara, selamat belajar dan selamat mencoba.

  • Sumber Belajar Beserta Jenis

    Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematik yang meliputi banyak komponen. Komponen tersebut antara lain adalah tujuan, bahan pelajaran, metode, alat dan sumber belajar serta evaluasi.

    Sumber belajar merupakan suatu unsur yang memiliki peranan penting dalam menentukan proses belajar agar pembelajaran menjadi efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan. Menurut Rohani :  Sebuah kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan efisien dalam usaha pencapaian tujuan instruksional jika melibatkan komponen proses belajar secara terencana, sebab sumber belajar sebagai komponen penting dan sangat besar manfaatnya.

    Sumber belajar yang beraneka ragam disekitar kehidupan peserta didik, baik yang didesain maupun non desain belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran. Sebagian besar guru kecenderugan dalam pembelajaran memanfaatkan buku teks dan guru sebagai sumber belajar utama. Keadaan ini diperparah pemanfaatan buku sebagai sumber belajar juga masih bergantung pada kehadiran guru, kalau guru tidak hadir maka sumber belajar lain termasuk bukupun tidak dapat dimanfaatkan oleh peserta didik. Oleh karena itu kehadiran guru secara fisik mutlak diperlukan, disisi lain sebenarnya banyak sumber belajar disekitar kehidupan peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran.

    Pada hakikatnya sumber belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar media pembelajaran. Segala hal yang sekiranya diprediksikan akan mendukung dan dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran dapat dipertimbangkan menjadi sumber belajar. Dengan pemahaman ini maka guru bukanlah satu-satunya sumber tetapi hanya salah satu saja dari sekian sumber belajar lainnya. Pada dasarnya sumber belajar yang dipakai dalam pendidikan atau latihan adalah suatu system yang terdiri dari sekumpulan bahan / situasi yang dikumpulkan secara sengaja dan dibuat agar memungkinkan siswa belajar secara individual.

    Pengertian Sumber Belajar

    Beberapa pengertian mengenai sumber belajar sebagai berikut :

    1. Edgar Dale (1969) seorang ahli pendidikan mengemukakan sumber belajar adalah, ” segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang.”
    2. Association Educational Comunication and Tehnology AECT (1977) yaitu “ berbagai atau semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar.”
    3. Sumber belajar adalah sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan di buat agar memungkinkan siswa belajar sendiri secara individual ( Percival dan Ellington, 1988)
    4. Udin Saripudin dan Winataputra (199;65) mengelompokkan sumber “belajar menjadi lima kategori yaitu : manusia, buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan dan media pendidikan.Karena itu sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang.

    Selanjutnya menurut AECT sumber belajar dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :

    1. Sumber belajar yang direncanakan (by design): semua sumber belajar yang secara khusus telah dikembangkan sebagai ”komponen” sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang  terarah dan bersifat formal. Contohnya buku, slide, ensiklopedi dan film (VCD).
    2. Sumber belajar karena di manfaatkan (by utilization): sumber-sumber yang tidak secara kusus di desain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan dan digunakan untuk keprluan belajar. Contohnya pasar, tokoh masyarakat, museum, lembaga pemerintahan dsb.

    Berbagai jenis sumber belajar tersebut, pada dasarnya tidak boleh dilihat secara parsial. Hendaknya dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dalam sebuah proses pembelajaran. Semua jenis sumber belajar yang memang sesuai, perlu dipertimbangkan demi tercapainya pembelajaran lebih baik. Dengan demikian diharapkan akan berdampak positif terhadap hasil pembelajaran.

    Jenis-Jenis Sumber Belajar

    Vernon S. Gerlach &  Donald P. Ely (1971) menegaskan pada awalnya terdapat 4 jenis sumber belajar yaitu manusia, bahan, lingkungan, alat dan perlengkapan,  serta aktivitas.

    a. Manusia

    Manusia dapat dijadikan sebagai sumber belajar, peranannya sebagai sumber belajar dapat dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah manusia atau orang yang sudah dipersiapkan khusus sebagai sumber belajar melalui pendidikan yang khusus pula, seperti guru, konselor, administrator pendidikan, tutor dan sebagainya. Kelompok Kedua yaitu manusia atau orang yang tidak dipersiapkan secara khusus untuk  menjadi seorang nara sumber akan tetapi memiliki  keahlian yang mempunyai kaitan erat dengan program pembelajaran yang akan disampaikan, misalnya dokter, penyuluh kesehatan, petani, polisi dan sebagainya.

    b. Bahan

    Bahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang membawa pesan/ informasi untuk pembelajaran. Baik pesan itu dikemas dalam bentuk  buku paket, video, film, bola dunia, grafik, CD interaktif dan sebagainya. Kelompok ini biasanya disebut dengan media pembelajaran. Demikian halnya dengan bahan ini, bahwa dalam penggunaannya untuk suatu proses pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu bahan yang didesain khusus untuk pembelajaran, dan ada juga bahan/media yang dimanfaatkan untuk memberikan penjelasan materi pembelajaran yang relevan.

    c. Lingkungan

    Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang mampu memberikan pengkondisian belajar. Lingkungan ini juga di bagi dua kelompok yaitu lingkungan yang didesain khusus untuk pembelajaran, seperti laboratorium, kelas dan sejenisnya. Sedangkan  lingkungan yang dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan penyampaian materi pembelajaran, di antaranyai lingkungan museum, kebun binatang dan sejenisnya.

    d. Alat dan perlengkapan

    Sumber belajar dalam bentuk alat atau perlengkapan adalah alat dan perlengkapan yang dimanfaatkan untuk produksi atau menampilkan sumber-sumber belajar lainnya. Seperti TV  untuk membuat program belajar jarak jauh, komputer untuk membuat pembelajaran berbasis komputer, tape recorder untuk membuat program pembelajaran audio dalam pelajaran bahasa Inggris, terutama untuk  menyampaikan informasi pembelajaran mengenai listening (mendengarkan)dan sejenisnya.

    e. Aktivitas

    Biasanya aktivitas yang dapat diajdikan sumber belajar adalah aktivitas yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, di mana didalamnya terdapat perpaduan antara teknik penyajian dengan sumber belajar lainnya yang memudahkan siswa belajar.  Seperti aktivitas dalam bentuk diskusi, mengamati, belajar tutorial, dan sejenisnya.

    SUMBER BELAJAR MENURUT AECT (1977)

    Sumber BelajarPengertianContoh
    PesanAjaran/informasi yang akan disampaikan oleh komponen lain: dapat berbentuk ide, fakta, makna, dan data.Materi bidang studi IPS,
    OrangOrang-orang yang bertindak sebagai penyimpan dan atau penyalur pesanGuru, Peserta didik, Pembicara, Polisi, Tokoh Masyarakat.
    BahanBarang-barang (lazim disebut media atau perangkat lunak/software) yang biasanya berisi pesan untuk disampaikan dengan mengguna-kan peralatan. Kadang-kadang bahan itu sendiri sudah merupakan bentuk penyajian.Buku teks, majalah, video, tape recorder, pembelajaran terprogram, film.
    AlatBarang-barang (lazim disebut perangkat keras/hardware) digunakan untuk menyampai-kan pesan yang terdapat dalam bahan.OHP, proyektor film,tape recorder, video, pesawat TV, pesawat radio.
    TeknikProsedur atau langkah-langkah tertentu dalam menggunakan bahan, alat, tata tempat dan orang untuk menyampaikan pesanSimulasi, permainan, studi lapangan, metode bertanya, pem- belajaran individual, pembelajaran kelompok ceramah, diskusi
    LatarLingkungan dimana pesan diterima oleh peserta didik.Lingkungan fisik;gedung sekolah, perpustakaan, pusat sarana belajar, studio, museum, taman, peninggal-an sejarah, lingkungan non fisik, penerangan, sirkulasi udara.

    *) Diadaftasi dari AECT (1977).

    Sumber belajar tersebut diatas dapat menjadi komponen sistem instruksional dan dapat mempengaruhi perbuatan belajar peserta didik (Mudhoffir, 1991: 2).

    Mengingat begitu luasnya sumber belajar, maka perencanaan yang matang mesti dilakukan. Beberapa sumber belajar yang dapat dipertimbangkan untuk dimanfaatkan adalah:

    ·        Perpustakaan

    Selama ini, perpustakan di sekolah hanya sebagai pelengkap. Padahal, keberadaannya sangat penting sebagai salah satu sumber belajar. Perpustakan dapat digunakan sebagai sarana peningkatan wawasan dan pengetahuan, meningkatkan minat dan kebiasaan membaca siswa, sarana pencarian pengetahuan/informasi dan perpustakan pun dapat digunakan sebagai tempat diskusi, ajang bertukar pikiran antara kelompok belajar.

    ·        Media Belajar/Alat Peraga

    Media belajar yang dimaksud adalah berbagai alat, bahan yang bisa digunakan untuk membantu dalam penyamapaian materi pembelajaran. Media tersebut baik dibuat sendiri maupun karya orang lain. Media yang perlu dipertimbangkan untuk dimiliki terutama media elektronik (produk teknologi komunikasi). Biasanya dengan menggunakan media seperti ini pembelajaran akan lebih hidup dan siswa pun lebih antusias mengikutinya. Berbagai media seperti slide film, proyektor, VCD dapat digunakan sewaktu waktu sebagai sumber belajar.

    Akan tetapi, ketika media elektronik belum ada, maka lebih baik memanfatkan media dengan cara membuat sendiri walaupun sederhana. Yang terpenting media tersebut akan membantu siswa dalam memahami materi pelajaran. Sungguh disayangkan apabila guru hanya berceramah saja selain menjenuhkan, guru pun akan merasa kelelahan.

    ·        Majalah Dinding

    Sumber belajar ini layak dipertimbangkan terutama bagi pembelajaran Bahasa Indonesia/Inggris. Mading dapat menjadi sarana penyebar informasi atau pengetahuan dari hasil karya siswa baik berupa karangan, puisi, cerpen dll. Di samping iu mading bisa menjadi motivasi bagi siswa untuk senang membaca, terdorong berkarya sekaligus bisa saling belajar atau menilai antar karya satu dengan yang lainnya.

    C. PERANAN SUMBER BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN

    Peran sumber belajar tiada lain adalah untuk menfasilitasi manusia belajar menjadi lebih efektif dan efisien secara rinci dapat disebutkan manfaat dari sumber belajar, yaitu:

    1. Memberi pengalaman belajar secara langsung dan konkrit kepada peserta didik, misalnya: karya wisata ke obyek seperti museum, kebun binatang dan sebagainya.
    2. Dapat menyajikan sesuatu yang tidak mungkin di adakan, dikunjungi atau dilihat, secara langsung dan konkrit. Misalnya: denah, sketsa, foto, film, majalah dan sebagainya.
    3. Dapat menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas, misalnya: buku tes, foto, film, nara sumber, majalah, dan sebagainya
    4. Dapat memberi informasi yang akurat dan terbaru, misalnya: buku bacaan, ensiklopedia, majalah dan sebagainya.
    5. Dapat membantu memecahkan masalah pendidikan baik dalam lingkup makro (misalnya: belajar system jarak jauh melalui modul) maupun mikro pengaturan ruang yang menarik, simulasi, penggunaan film maupun OHP.
    6. Dapat memberi motivasi positif apabila di atur dan diperencanakan pemanfaatannya secara tepat.
    7. Dapat merangsang untuk berpikir, bersikap dan berkembang lebih lanjutMisalnya: buku teks, buku bacaan, film, dan lain-lain yang mengandung daya penalaran sehingga dapat merangsang peserta didik untuk berpikir, menganalisis dan berpikir lebih lanjut.

    Fungsi Sumber Belajar

    Agar sumber belajar yang ada dapat berfungsi dalam pembelajaran harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Fungsi sumber belajar menurut Hanafi (1983: 4-6) adalah untuk:

    a. Meningkatkan produktifitas pendidikan, yaitu dengan jalan Mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik. Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah peserta didik.

    b. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan: Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan kemampuannya.

    c. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan jalan: Perencanaan program pembelajaran yang lebih sistematis. Pengembangan bahan pelajaran yang dilandasi penelitian.

    d. Lebih memantapkan pembelajaran dengan jalan Meningkatkan kemampuan manusia dalam penggunaan berbagai media komunikasi Penyajian data dan informasi secara lebih konkrit.

    e. Memungkinkan belajar secara seketika, karena Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya konkret. Memberikan pengetahuan yang bersifat langsung.

    f. Memungkinkan penyajian pendidikan yang lebih luas, terutama dengan adanya media massa, dengan jalan: Pemanfaatan secara bersama lebih luas tenaga atau kejadian yang langka. Penyajian informasi yang mampu menembus geografis.

    Untuk memperoleh manfaat yang lebih maksimal, maka kita harus mengetahui ciri-ciri dari sumber belajar adalah:

    1. Sumber belajar mempunyai daya atau kekuatan yang dapat memberikan sesuatu yang kita perlukan dalam proses pengajaran. Jadi walaupun ada sesuatu daya, tetapi tidak memberikan sesuatu yang kita inginkan, sesuai dengan tujuan pengajaran maka sesuatu daya tersebut tidak dapat disebut sumber belajar. Misalnya ada seorang ahli dalam bidang kesehatan, tetapi saat itu kita membutuhkan seorang ahli dalam bidang elektronika, maka ahli dalam bidang kesehatan tersebut bukan sumber belajar, karena dia tidak dapat member daya yang kita perlukan.
    2. Sumber belajar dapat merubah tingkah laku yang lebih sempurna sesuai dengan tujuan. Apabila dengan sumber belajar membuat seseorang berbuat dan bersikap negative, maka sumber belajar tersebut tidak dapat disebut sebagai sumber belajar.
    3. Sumber belajar dapat dipergunakan secara sendiri-sendiri (terpisah), tetapi juga dapat dipergunakan secara kombinasi (gabungan).
    4. Sumber belajar dibedakan menjadi dua, yaitu Sumber belajar yang dirancang (by design), dan Sumber belajar yang tinggal di pakai (by utilization). Sumber belajar yang dirancang adalah sesuatu yang memang dari semula dirancang untuk keperluan belajar, sedangkan sumber belajar yang tinggal pakai adalah sesuatu yang mulanya tidak dimaksudkan untuk kepentingan belajar, tetapi kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan belajar.

    Selain memiliki ciri-ciri di atas, terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap sumber belajar: faktor perkembangan teknologi, faktor nilai budaya setempat, faktor ekonomi dan faktor pemakai.

    Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat memilih sumber belajar adalah:

    1.      Tujuan yang ingin di capai

    Ada sejumlah tujuan yang ingin dicapai, dengan menggunakan sumber belajar. Apakah sumber belajar dipergunakan untuk menimbulkan motivasi, untuk keperluan pengajaran, untuk keperluan penelitian, ataukah untuk memecahkan masalah. Kita menyadari bahwa masing-masing sumber belajar memiliki kelebihan dan kekurangan.

    2.      Ekonomis

    Ekonomis apabila dapat digunakan oleh banyak orang, dalam kurun waktu yang relative lama, serta pesan yang terkandung lebih dapat dipertanggung jawabkan kadar ilmiahnya. Seperti misalnya penayangan program kuliah jarak jauh melalui sumber belajar TV, dengan menampilkan seorang pakar yang representative.

    3.      Praktis dan sederhana

    Sumber belajar yang praktis dan sederhana, yang tidak memerlukan peralatan dan perawatan kusus tidak sulit dicari, tidak mahal harganya, dan tidak memerlukan tenaga trampil yang khusus, adalah sumber belajar yang harus mendapatkan prioritas utama dan pertama.

    4.      Mudah didapat

    Sumber belajar yang baik adalah yang ada disekitar kita dan mudah di dapat. Kita tidak perlu membeli produk dari luar negeri atau memproduksi sendiri. Bila disekitar sekitar telah tersedia, dan tinggal menggunakan. Yang terpenting adalah sesuaikan sumber belajar tersebut dengan tujuan yang ingin di capai.

    5.      Fleksibel atau luwes

    Sumber belajar yang baik harus dapat dimanfaatkan dalam berbagai kondisi dan situasi. Semakin fleksibel, maka akan semakin mendapat prioritas untuk dipilih.

  • Keterampilan Dasar Mengajar

    Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen khususnya pasal 1, menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sementara itu, tenaga pendidik adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan munculnya UU ini guru/dosen sudah diakui sebagai tenaga professional setara dengan profesi lain. Yang dimaksud profesional di sini adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

    Sebagai tenaga profesional, maka seorang pendidik harus mempunyai kompetensi tertentu yang disyaratkan. Kompetensi yang dimaksud adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh tenaga pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Sebagaimana halnya pekerjaan profesional yang lain, pekerjaan seorang guru menuntut keahlian tersendiri sehingga tidak setiap orang mampu melakukan pekerjaan tersebut sebagaimana mestinya. Ada seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Perangkat kemampuan yang dimaksud disebut kompetensi guru. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, seorang guru dituntut untuk menguasai kompetensi pedagogis, profesional, kepribadian, dan sosial.

    Kompetensi pedagogis berkenaan dengan kemampuan mengelola pembelajaran dalam rangka mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dmiliki peserta didik. Salah satu kemampuan yang dituntut dari kompetensi ini adalah kemampuan melaksanakan pembelajaran yang mendidik. Agar dapat melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan baik, di samping menguasai berbagai kemampuan, guru dipersyaratkan untuk menguasai keterampilan dasar mengajar, yang merupakan salah satu aspek penting dalam kompetensi guru.

    Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama pendidik, teman sejawat, dan masyarakat sekitar, dan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Setiap tenaga pendidik harus mempunyai kemampuan menyampaikan materi yang dimiliki kepada peserta didik secara tepat. Untuk itu, pemahaman tentang konsep pendidikan, belajar dan psikologi orang dewasa perlu dimiliki seorang tenaga pendidik. Sebab, kita mungkin sering mendengar ada seorang tenaga pendidik yang sangat diakui keilmuannya namun ketika mengajar di kelas sama sekali tidak dipahami oleh peserta didik. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan hal ini, yaitu peserta didik yang di bawah standar atau tenaga pendidik yang tidak memahami audiens. Dalam ilmu pendidikan, kemungkinan yang kedua lebih menjadi penyebab utama. Bahwa seorang tenaga pendidik seharusnya lebih mengenal peserta didik dan tahu cara bagaimana menyampaikan materi secara tepat.

    Bertolak dari kasus tersebut, sudah seharusnya seorang tenaga pendidik dan calon tenaga pendidik mempunyai kemampuan pedagogis agar apa yang disampaikan di kelas dapat dipahami oleh peserta didik yang pada akhirnya dapat mencerahkan mereka. Kemampuan pedagogis yang dimaksud di sini antara lain terkait dengan metode pembelajaran, teknik mengelola kelas, menggunakan media, teknik mengevaluasi sampai melakukan refleksi proses pembelajaran.

    Kompetensi dasar mengajar dalam tulisan ini lebih dimaksudkan sebagai pengetahuan dasar pembelajaran yang perlu dipahami seorang tenaga pendidik. Sebagai sebuah kemampuan minimal, maka seorang tenaga pendidik harus mampu melakukan inovasi dan kreatifitas dalam pembelajaran

    Keterampilan Dasar Mengajar

    Mengajar (teaching) memiliki banyak pengertian, mulai dari pengertian yang sudah lama (tradisional) sampai pada pengertian yang terbaru (kontemporer). Secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses menyampaikan informasi atau pengetahuan dari  guru, dosen, atau instruktur kepada siswa. Merujuk pada pengertian mengajar tersebut, inti dari mengajar adalah proses menyampaikan (transfer) atau memindahkan. Memang dalam mengajar ada unsur menyampaikan atau transfer dari guru, dosen, atau instruktur kepada siswa. Akan tetapi pengertian memindahkan tersebut bukan seperti seorang memindahkan air minum dari satu cangkir ke cangkir yang lain. Mengajar diartikan proses menyampaikan (transfer), maknanya adalah “menyebarluaskan, memperkaya” pengalaman belajar siswa sehingga dapat mengembangkan potensi siswa secara maksimal.

    Makna lain dari pengertian mengajar sebagai proses menyampaikan, selain upaya menyebarluaskan dan memperkaya pengalaman belajar siswa ialah menanamkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menanamkan satu pohon mangga, maka kemudian akan menghasilkan beberapa cabang dan ranting dan dari situlah keluar mangga yang banyak. Dari ilustrasi tersebut bahwa mengajar sebagai proses transfer adalah menanamkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga potensi berfikir (pengetahuan), sikap, keterampilan, kebiasaan dan kecakapan yang dimiliki siswa akan berkembang secara optimal.

    Perkembangan berikutnya pengertian mengajar, yang kini banyak dianut yaitu suatu proses mengatur dan mengelola lingkungan belajar agar berinteraksi dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Inti pengertian mengajar (tradisonal maupun kontemporer) keduanya sama yaitu untuk mengubah perilaku siswa, yakni dimiliki dan terkembangkannya pengetahuan/wawasan berfikir, sikap, kebiasaan, dan keterampilan/kecakapan atau yang lebih populer perubahan berkenaan dengan: pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perbedaanya terletak pada proses upaya mengubah tingkah laku tersebut. Pandangan lama melalui proses menyampaikan (transfer) yang kadang-kadang sering diartikan sempit, hanya terbatas sebagai proses menyampaikan atau memindahkan pengetahuan dan keterampilan saja, sedangkan pada pengertian yang baru, bahwa perubahan perilaku tersebut dilakukan dengan cara “mengelola lingkungan pembelajaran agar berinteraksi dengan siswa”.

    Dalam mengajar ada dua kemampuan pokok yang harus dikuasai oleh guru, dosen, atau instruktur, yaitu: 1) menguasai materi atau bahan ajar yang diajarkan (what to teach), 2) menguasai metodelogi atau cara untuk membelajarkannya (how to teach). Keterampilan dasar mengajar termasuk kedalam aspek nomor 2, yaitu cara membelajarkan siswa. Keterampilan dasar mengajar mutlak harus dimiliki dan dikuasai oleh setiap guru, dosen, atau instruktur, karena mengajar bukan sekedar proses menyampaikan pengetahuan saja, akan tetapi menyangkut aspek yang lebih luas seperti: pembinaan sikap, emosional, karakter, kebiasaan, dan nilai-nilai.

    Dengan demikan keterampilan dasar mengajar berkenaan dengan beberapa kemampuan atau keterampilan yang bersifat mendasar dan melekat harus dimiliki dan diaktualisasikan oleh setiap guru, dosen, atau instruktur dalam melaksanakan tugasnya.

    Keterampilan dasar mengajar diperlukan guru dalam proses pembelajaran, hal ini karena keterampilan dasar mengajar merupakan syarat mutlak agar guru bisa menjalani proses pembelajaran secara efektif dan efisien.  Pembelajaran merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan berbagai keterampilan. Di antaranya adalah keterampilan membelajarkan atau keterampilan mengajar.

    Keterampilan mengajar merupakan kompetensi professional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Turney (E.Mulyasa. 2007:69) mengungkapkan delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan. Setiap keterampilan mengajar memiliki tujuan, komponen dan prinsip prinsip dasar tersendiri.

    2.  Ragam keterampilan dasar mengajar

    Berikut diuraikan delapan keterampilan tersebut dan cara menggunakannya agar tercipta pembelajaran yang kreatif, profesional, dan menyenangkan. Urutan Penyajian dilakukan sesuai hasil penelitian Turney yaitu:

    a. Keterampilan Bertanya

    Keterampilan bertanya sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban siswa. Brown (Suwarna. 2009:72) menyatakan bahwa bertanya adalah setiap pernyataan yang mengkaji atau menciptakan ilmu pada diri siswa. Cara untuk mengajukan pertanyaan yang berpengaruh positif bagi kegiatan belajar siswa merupakan suatu hal yang tidak mudah. Oleh sebab itu seorang guru hendaknya berusaha agar memahami dan menguasai penggunaan keterampilan dasar mengajar guru dalam bertanya.

    Buchari (2009:26) mengemukakan bahwa pada dasarnya pertanyaan yang diajukan merupakan suatu proses pemberian stimulus secara verbal dengan maksud untuk menciptakan terjadinya proses intelektual pada siswa, dengan memperhatikan respon atas pertanyaan tersebut.

    Ada 4 alasan mengapa seorang guru perlu menguasai keterampilan bertanya. Alasan itu antara lain:

    Pertama, pada umumnya guru masih cenderung mendominasi kelas dengan metode ceramahnya. Guru masih beranggapan bahwa dia adalah sumber informasi, sedangkan siswa adalah penerima informasi. Oleh karena itu, siswa bersikap pasif dan menerima, tanpa keinginan dan keberanian untuk mempertanyakan hal-hal yang menimbulkan keraguannya. Dengan dikuasainya keterampilan bertanya oleh guru, siswa dapat menjadi lebih aktif, kegiatan belajar mengajar menjadi lebih bervariasi dan siswa dapat berfungsi sebagai sumber informasi.

    Kedua, kebiasaan yang tumbuh dalam masyarakat kita tidak membiasakan anak untuk bertanya sehingga keinginan anak untuk bertanya selalu terpendam. Situasi seperti ini menular ke dalam kelas. Kesempatan bertanya yang diberikan oleh guru tidak banyak dimanfaatkan oleh siswa, sedangkan guru tidak berusaha untuk menggugah keinginan siswa untuk bertanya.

    Ketiga, penerapan pendekatan yang mengaktifkan siswa

    dalam kegiatan pembelajaran menuntut keterlibatan siswa secara mental intelektual. Salah satu ciri dari pendekatan ini adalah keberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang memang perlu dipertanyakan. Hal ini hanya mungkin terjadi jika guru sendiri menguasai keterampilan bertanya yang mampu menggugah keinginan siswa untuk bertanya.

    Keempat, adanya anggapan bahwa pertanyaan yang diajkukan guru hanya berfungsi untuk menguji pemahaman siswa.

    Turney (1979) mengindentifikasi 12 fungsi pertanyaan. Keduabelas fungsi tersebut antara lain:

    1)        Membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang suatu topik

    2)        Memusatkan perhatian pada masalah tertentu

    3)        Menggalakkan penerapan belajar aktif

    4)        Merangsang siswa memberikan pertanyaan sendiri

    5)        Menstrukturkan tugas-tugas hingga kegiatan belajar dapat berlangsung secara maksimal

    6)        Mendiagnosis kesulitan belajar siswa

    7)        Mengomunikasikan dan merealisasikan bahwa semua siswa harus terlibat secara aktif dalam pembelajaran

    8)        Menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mendemonstrasikan pemahamannya tentang informasi yang diberikan

    9)        Melibatkan siswa dalam memanfaatkan kesimpulan yang dapat mendorong mengembangkan proses berpikir

    10)     Mengembangkan kebiasaan menanggapi pernyataan teman atau pernyataan guru

    11)     Memberi kesempatan untuk belajar berdiskusi

    12)     Membentu siswa menyatakan perasaan dan pikiran yang murni

    Menurut  Sanjaya, Wina (2006:34) para ahli percaya bahwa pertanyaan yang baik memiliki dampak yang positif terhadap siswa, di antaranya:

    1)    Bisa meningkatkan pertisipasi siswa secara penuh dalam proses pembelajaran.

    2)    Dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sebab berpikir itu sendiri pada hakikatnya bertanya.

    3)    Dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa serta menuntun siswa untuk menentukan jawaban.

    4)    Memusatkan siswa pada masalah yang sedang dibahas.

    Sementara menurut Mulyasa (2006:70) komponen keterampilan bertanya yang perlu dikuasi guru meliputi keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan

    a). Komponen keterampilan bertanya dasar mencakup:

    (1)  Penggunaan pertanyaan yang jelas dan singkat dengan menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti dan sesuai taraf perkembangannya.

    (2)  Pemberian acuan, berupa pernyataan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang diharapkan dari siswa.

    (3)  Pemindahan giliran dan menyebar pertanyaan, untuk melibatkan seluruh siswa semaksimal mungkin agar tercipta iklim pembelajaran yang menyenangkan.

    (4)  Pemberian waktu berpikir pada siswa.

    (5)  Pemberian tuntunan, guru hendaknya memberikan tuntunan agar murid dapat menjawab sendiri ketika terdapat kesalahan dalam menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru.

    b). Sedangkan komponen keterampilan bertanya tingkat lanjut yang perlu diperhatikan (Mulyasa. 2006: 74-77)  adalah:

    (1)  Pengubahan tuntunan tingkat kognitif, guru hendaknya dapat mengubah tuntunan tingkat kognitif siswa dalam menjawab pertanyaan dari tingkat yang paling rendah menuju tingkat yang lebih tinggi, yaitu: evaluasi ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis.

    (2)  Pengaturan urutan pertanyaan, pertanyaan yang diajukan hendaknya mulai dari sederhana menuju yang paling kompleks secara berurutan.

    (3)  Pertanyaan pelacak, diberikan jika jawaban yang diberikan peserta didik kurang tepat. 

    (4)  Mendorong terjadinya interaksi, untuk mendorong terjadinya interaksi, sedikitnya perlu memperhatikan dua hal berikut: pertanyaan hendaknya dijawab oleh seorang peserta didik tetapi seluruh peserta didik diberi kesempatan singkat untuk mendiskusikan jawabannya bersama teman dekatnya dan guru hendaknya menjadi dinding pemantul.

    b. Keterampilan Memberikan Penguatan

    Menurut Suwarna (2006:77) penguatan adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Sementara Marno dan Idris (2014:130) meyatakan bahwa respon positif yang dilakukan guru atas perilaku positif yang dicapai anak dalam proses pembelajaran disebut juga dengan penguatan.

    Sementara Sanjaya, Wina (2006:37) menyatakan bahwa penguatan atau reinforcement adalah segala bentuk respons yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi siswa atas perbuatan atau responnya yang diberiakan sebagai suatu dorongan atau koreksi. Melalui keterampilan penguatan yang diberikan guru, maka siswa akan merasa terdorong selamanya untuk memberikan respon positif setiap kali muncul stimulus dari guru. Dengan demikian maka fungsi keterampilan penguatan (reinforcement) adalah untuk memberikan ganjaran atau penghargaan kepada siswa sehingga siswa akan berbesar hati dan meningkatkan partisipasinya dalam setiap proses pembelajaran.

    Ada dua jenis komponen penguatan yang bisa diberikan oleh guru, yaitu:

    1). Penguatan Verbal.

    Penguatan verbal menurut Marno dan Idris (2014:133) adalah penguatan yang diungkapkan dengan kata-kata, baik kata-kata pujian, dukungan, dan penghargaan atau kata-kata koreksi. Melalui kata-kata itu siswa akan merasa tersanjung dan berbesar hati sehingga ia akan merasa puas dan terdorong untuk lebih aktif belajar. Misalnya: pintar sekali, bagus, betul, tepat sekali, dan lain-lain.

    2). Penguatan Nonverbal.

    Penguatan nonverbal menurut Wina (2006:37) adalah penguatan yang diungkapkan melalui bahasa isyarat. Contoh dari penguatan nonverbal yaitu:                                                      

    a)    Penguatan gerak isyarat atau gerakan mimik dan badan (gestural). Dalam hal ini guru dapat mengembangkan sendiri bentuk bentuknya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku sehingga dapat memperbaiki interaksi guru dan siswa. Misalkan: anggukan atau geleng kepala, senyum, acungan jempol, sorot mata yang sejuk bersahabat atau tajam memandang dan lain-lain.

    b)    Penguatan pendekatan, misalnya: guru duduk didekat siswa, berdiri disamping siswa, atau berjalan di sisi siswa. Penguatan ini berfungsi menambah penguatan verbal.

    c)    Penguatan dengan sentuhan (contact), guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan siswa dengan cara menepuk-nepuk pundak siswa, berjabat tangan, mengangkat tangan siswa yang menang dalam pertandingan.

    Namun, penggunaannya harus dipertimbangkan dengan seksama agar sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan latar belakang kebudayaan setempat.

    d)    Penguatan dengan kegiatan menyenangkan.

    e)    Penguatan berupa simbol-simbol dan benda, misalnya: kartu bergambar, bintang , dan lain-lain.

    f)     Penguatan tak penuh menurut Usman, Moh. Uzer (2011:81-82) yang diberikan apabila siswa memberi jawaban hanya sebagian yang benar. Dalam hal ini guru tidak boleh langsung menyalahkan siswa, tetapi sebaiknya memberikan penguatan tak penuh, misal: “ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih dapat disempurnakan lagi” sehingga siswa tersebut mengetahui bahwa jawabannya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya. 

    Mulyasa (2007:78) juga berpendapat penguatan dapat dilakukan kepada pribadi tertentu, kepada kelompok tertentu, dan kepada kelas secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya penguatan harus dilakukan dengan segera, dan bervariasi. Sehubungan dengan ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat memberikan penguatan, sebagai berikut:

    1)    Penguatan harus diberikan dengan sungguh-sungguh, penuh ketulusan;

    2)    Penguatan yang diberikan harus memiliki makna yang sesuai dengan kompetansi yang diberi penguatan;

    3)    Hindarkan respon negatif terhadap jawaban peserta didik;

    4)    Penguatan harus dilakuakan segera setelah suatu kompetensi

    ditampilkan;

    5)    Penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi.

    c.  Keterampilan menggunakan variasi

    Menurut Marno dan Idris (2014:139) keterampilan menggunakan variasi mengajar merupakan salah satu keterampilan mengajar yang harus dikuasai oleh guru. Karena subyek didik adalah anak manusia yang memiliki keterbatasan tingkat konsentrasi sehingga  membutuhkan suasana baru yang membuat mereka fresh dan bersemangat untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran. Di sini keterampilan guru dalam membuat variasi mengajar menjadi penting agar tidak terjadi kebosanan dan kejenuhan belajar.

    Suyono dan Hariyanto (2014:228) berpendapat menggunakan variasi diartikan sebagai aktivitas guru dalam konteks proses pembelajaran yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajar siswa selalu menunjukkan ketekunan, perhatian, keantusiasan, motivasi yang tinggi dan kesediaan berperan secara aktif.

    Sementara Suwarna (2013:84-85) menyampaikan bahwa variasi mengajar adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi para siswa serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan.

    Menurut Suyono dan Hariyanto (2014: 139-140) penggunaan variasi mengajar yang dilakukan guru dimaksudkan untuk: 

    1)    Menarik perhatian siswa terhadap materi pembelajaran yang tengah dibicarakan.

    2)    Menjaga kestabilan proses pembelajaran baik secara fisik maupun mental.

    3)    Membangkitkan motivasi belajar selama proses pembelajaran.

    4)    Mengatasi situasi dan mengurangi kejenuhan dalam proses pembelajaran

    5)    Memberi kemungkinan layanan pembelajaran.

    Suwarna (2013: 87-89) menekankan penggunaan keterampilan menggunakan variasi mengajar sebaiknya memenuhi prinsip antara lain:

    1)    Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Penggunaan variasi yang wajar dan beragam sangat dianjurkan. Sedangkan pemakaian yang berlebihan akan menimbulkan kebingungan dan dapat mengganggu proses pembelajaran.

    2)    Variasi harus digunakan dengan lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu pelajaran.

    3)    Variasi harus direncanakan secara baik dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pelajaran atau satuan pelajaran.

    Komponen-komponen variasi yang sering dilaksanakan menurut Suyono dan Hariyanto (2014: 229) meliputi variasi dalam metode dan gaya mengajar guru, variasi penggunaan media, bahan-bahan dan sumber belajar, serta variasi dalam pola interaksi. Variasi dalam gaya mengajar guru dapat dilakukan antara lain melalui:

    1)    Variasi suara: keras-lembut, cepat-lambat, tinggi-rendah, besar-kecil volume suara;

    2)    Pemusatan perhatian: secara verbal, isyarat atau dengan menggunakan model;

    3)    Kesenyapan, terutama jika anak-anak mulai bising dan hingar bingar, tidak terkendali, guru dapat berdiri diam tanpa suara untuk beberapa saat sampai anak-anak hening kembali. Kesenyapan jugadapat dilakukan bila guru ingin berpindah dari segmen pembelajaran yang satu ke segmen pembelajaran yang lain;

    4)    Kontak pandang: untuk meningkatkan hubungan dengan siswa dan menghadirkan hal-hal yang bersifat interpersonal, pandanglah mata siswa dengan seksama dan lembut;

    5)    Gerakan badan, bahasa tubuh (body language) dan mimik seperti perubahan ekspresi wajah, gerakan kepala, badan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi nonlisan;

    6)    Perubahan posisi guru, dari duduk menjadi berjalan mendekat dan sebagainya, hal ini harus dilakukan secara wajar dan tidak menimbulkan kesan mengancam atau menakut-nakuti siswa;

    7)    Perubahan metode mengajar misalnya dari gaya klasikal menjadi pengaktifan kelompok kecil, dari ceramah menjadi tanya-jawab dan sebagainya;

    8)    Variasi dalam membagi perhatian, artinya guru membagi perhatiannya kepada sejumlah kegiatan pembelajaran yang berlangsung bersamaan. Perhatian ini dapat berupa perhatian visual dan perhatian verbal;

    9)    Penggunaan selingan pemecah kebekuan (ice breaking) berupa humor-humor segar untuk mencairkan suasana.

    Variasi dalam penggunaan media, sumber belajar dan bahan-bahan pembelajaran misalnya dengan menggunakan: 

    1)    Media dan bahan pembelajaran yang dapat didengarkan (oral dan auditori).

    2)    Media dan bahan pembelajaran yang dapat dilihat dan didengarkan (audio visual).

    3)    Media taktil yang dapat disentuh, diraba, atau dimanipulasikan seperti prototipe, model, patung dan lain-lain.

    4)    Variasi multimedia dan sumber belajar. 

    5)    Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa sangat beragam, misalkan mengubah sistem pembelajaran teacher-centered intruction menjadi studedn-centered instruction atau implementasi learning by teaching dan sebagainya. Penggunaan variasi pola interaksi ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan murid dalam mencapai tujuan

    d.  Keterampilan menjelaskan 

    Keterampilan menjelaskan menurut Mulyasa (2007:80) adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum yang berlaku. Menjelaskan merupakan suatu aspek penting yang harus dimiliki guru, mengingat sebagian besar pembelajaran menuntut guru untuk memberikan penjelasan. Oleh sebab itu keterampilan menjelaskan perlu ditingkatkan agar dapat mencapai hasil yang optimal.

    Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan suatu penjelasan, yaitu:

    1)    Penjelasan dapat diberikan selama pembelajaran,baik di awal, di tengah maupun di akhir pembelajaran.

    2)    Penjelasan harus menarik perhatian peserta didik dan sesuai dengan materi standar dan kompetensi dasar.

    3)    Penjelasan dapat diberikan untuk menjawab pertanyaan peserta didik atau menjelaskan materi standar yang sudah direncanakan untuk membentuk kompetensi dasar dan mencapai tujuan pembelajaran.

    4)    Materi yang dijelaskan harus sesuai dengan kompetensi dasar, dan bermakna bagi peserta didik.

    5)    Penjelasan yang diberikan harus sesuai dengan latar belakang dan tingkat kemampuan peserta didik.

    Penggunaan penjelasan dalam pembelajaran memiliki beberapa komponen yang harus diperhatikan. Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1). Perencanaan

    Guru perlu membuat perencanaan yang baik untuk memberikan penjelasan. Sedikitnya ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan penjelasan, yaitu isi pesan yang akan disampaikan dan peserta didik.

    2). Penyajian

    Yang diharapkan, dalam penyajiannya perlu diperhatikan hal-hal berikut:

    a)    Bahasa yang diucapkan harus jelas dan enak didengar, tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan, tapi dapat didengar oleh seluruh peserta didik.

    b)    Gunakanlah intonasi sesuai dengan aeteri yang dijelaskan.

    c)    Gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

    d)    Bila ada istilah-istilah khusus atau baru, berilah definisi yang tepat.

    e)    Perhatikanlah, apakah semua peserta didik dapat menerima penjelasan, dan apakah penjelasan yang diberikan dapat dipahami serta menyenangkan dan dapat membangkitkan motivasi mereka.

    3)    Penekanan

    4)    Penggunaan balikkan

    e.  Keterampilan membuka dan menutup pelajaran

    Keterampilan membuka dan menutup pelajaran merupakan keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai dan dilatih oleh para guru agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif, efisien, dan menarik. Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam membuka dan menutup pelajaran mulai dari awal hingga akhir pelajaran.

    Menurut Hasibuan (Suwarna. 2013: 66) keterampilan membuka pelajaran ialah kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi siswa agar minat dan perhatiannya terpusat pada apa yang dipelajarinya. Menurut Sanjaya, Wina (2006: 66) membuka pelajaran atau set induction adalah usaha yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi bagi siswa pada pengalaman belajar yang disajikan sehingga akan mudah mencapai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan membuka pelajaran tidak hanya dilakukan oleh guru pada awal jam pelajaran, tetapi juga pada awal setiap penggal kegiatan inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran.

    Tujuan membuka pelajaran adalah :

    1)    Untuk menimbulkan minat dan perhatian peserta didik terhadap pelajaran yang akan dibicarakan

    2)    Menyiapkan mental para peserta didik agar siap memasuki persoalan yang akan dibicarakan

    Tujuan umum membuka pelajaran menurut Marno dan Idris (2014:77)  adalah agar proses dan hasil belajar dapat tercapai secara efektif dan efisien. Efektifitas proses dapat dikenali dari ketepatan langkah-langkah belajar siswa, sehingga didapatkan efisiensi belajar yang maksimal. Sedangkan efektivitas hasil dapat dilihat dari taraf penguasaan siswa terhadap kompetensi dasar yang dapat dicapai.

    Ada empat komponen keterampilan membuka pelajaran (Marno dan Idris. 2014: 83-89), meliputi:

    1). Membangkitkan perhatian siswa

    Ada beberapa cara yang dapat digunakan guru  untuk membangkitkan perhatian siswa, antara lain dengan:

    a)    Variasi gaya mengajar

    b)    Penggunaan alat bantu mengajar

    c)    Variasi dalam pola interaksi

    2). Menimbulkan motivasi

    Ada berbagai cara untuk menimbulkan motivasi belajar pada siswa, antara lain:

    a)    Bersemangat dan antusias

    b)    Menimbulkan rasa ingin tahu

    c)    Mengemukakan ide yang tampaknya bertentangan

    d)    Memperhatikan dan memanfaatkan hal-hal yang menjadi perhatian siswa

    3). Memberi acuan atau struktur

    Cara memberikan acuan atau struktur dapat dilakukan guru antara  lain dengan:

    a)    Mengemukakan kompetensi dasar, indikator hasil belajar, dan batas-batas tugas

    b)    Memberi petunjuk atau saran tentang langkah-langkah kegiatan yang harus ditempuh siswa dalam kegiatan pembelajaran

    c)    Mengajukan pertanyaan pengarahan

    4). Menunjukkan kaitan

    Mulyasa (2007:88) mengemukakan beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menunjukkan kaitan dalam pembelajaran, yaitu:

    a)    Mengajukan pertanyaan apersepsi

    b)    Mengulas sepintas garis besar isi pelajaran yang telah lalu

    c)    Mengaitkan materi yang diajarkan dengan lingkungan peserta didik

    d)    Menghubung-hubungkan bahan pelajaran yang sejenis dan berurutan.

    Sedangkan keterampilan menutup pelajaran, Sanjaya, Wina (2006: 43)  mengungkapkan bahwa menutup pelajaran dapat diartikan  sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan pengalaman sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilan siswa, serta keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

    Komponen yang perlu diperhatikan dalam menutup pelajaran menurut Suwarna (2006: 67-68) adalah sebagai berikut:

    1)    Meninjau kembali penguasaan inti pelajaran, caranya merangkum atau membuat garis-garis besar persoalan yang baru dibahas, sehingga siswa memperoleh gambaran yang menyeluruh dan jelas tentang pokok-pokok materi yang dipelajarinya.

    2)    Mengevaluasi, dengan cara:

    a)    Mendemonstrasikan keterampilan 

    b)    Mengaplikasikan ide baru

    c)    Mengekspresikan pendapat siswa sendiri

    d)    Memberi soal-soal baik lisan maupun tulisan

    e)    Pengayaan tugas mandiri maupun tugas terstruktur

    Keterampilan dasar menutup pelajaran memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran, mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, dan membantu siswa dalam mengetahui hubungan antara pengalaman-pengalaman yang telah dikuasai dengan hal-hal yang baru.

    f.   Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil

    Diskusi kelompok menurut Mulyasa (2007: 89) adalah suatu proses yang teratur dan melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka untuk mengambil kesimpulan dan memecahkan masalah.

    Diskusi kelompok kecil adalah suatu proses belajar yang dilakukan dalam kerja sama kelompok bertujuan memecahkan suatu permasalahan, mengkaji konsep, prinsip atau kelompok tertentu. Untuk itu guru memiliki peran sangat penting sebagai pembimbing agar proses diskusi dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran.

    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membimbing diskusi adalah sebagai berikut:

    1)    Memusatkan perhatian peserta didik pada tujuan dan topic diskusi.

    2)    Memperluas masalah atau urunan pendapat.

    3)    Menganalisis pandangan peserta didik.

    4)    Meningkatkan partisipasi peserta didik.

    5)    Menyebarkan kesempatan berpartisipasi dan

    6)    Menutup diskusi.

    Untuk mensukseskan jalannya diskusi kelompok kecil terdapat beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh pemimpin diskusi, sebagai berikut:

    1). Memusatkan perhatian, yang dapat digunakan dengan cara:

    a)    Merumuskan tujuan diskusi secara jelas.

    b)    Merumuskan kembali masalah, jika terjadi penyimpangan.

    c)    Menandai hal-hal yang tidak relevan dengan topic diskusi

    d)    Merangkum hasil pembicaraan

    2). Memperjelas masalah atau urutan pendapat melalui:

    a) Menguraikan kembali dan merangkum pendapat peserta.

    b) Mengajukan pertannyaan kepada seluruh anggota kelompok tentang pendapat setiap anggota.

    3). Menguraikan setiap gagasan anggota kelompok

    4). Meningkatkan peran peserta didik dengan cara:

    a)    Mengajukan pertanyaan kunci yang menantang.

    b)    Memberikan contoh secara tepat.

    c)    Menghangatkan suasana dengan pertanyaan yang mengundang perbedaan pendapat.

    d)    Memberikan waktu berfikir

    e)    Mendengarkan dengan penuh perhatian

    5). Menyebarkan kesempatan berpartisipasi, melalui:

    a)    Memancing pendapat peserta yang kurang berpartisipasi.

    b)    Memberikan kesempatan pertama kepada peserta yang kurang berpartisipasi.

    c)    Mencegah terjadinya monopoli pembicaraan.

    d)    Mendorong peserta didik untuk mengomentari pendapat temannya.

    e)    Meminta pendapat peserta didik ketika terjadi kebuntuan.

    6). Menutup kegiatan diskusi, dengan cara:

    a)    Merangkum hasil diskusi.

    b)    Tindak lanjut.

    c)    Menilai proses diskusi yang telah dilakukan.

    Beberapa hal yang perlu dipersiapkan guru, agar diskusi kelompok kecil dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran adalah:

    1)    Topik yang sesuai.

    2)    Pembentukan kelompok yang secara tepat.

    3)    Pengaturan tempat duduk yang memungkinkan semua peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif.

    g.  Keterampilan mengelola kelas

    Pengelolaan kelas menurut Suwarna (2006:82) adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya, apabila terjadi gangguan  dalam proses pembelajaran.

    Suatu kondisi yang optimal dapat tercapai menururt Uzer, Moh. Usman (2011:97)  jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa serta siswa dengan siswa merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. Keterampilan ini bertujuan untuk:

    1)    Mendorong siswa mengembangkan tingkah lakunya sesuai tujuan pembelajaran.

    2)    Membantu siswa menghentikan tingkah lakunya yang menyimpang dari tujuan pembelajaran.

    3)    Mengendalikan siswa dan sarana pembelajaran dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan, untuk mencapai tujuan pembelajaran.

    Mulyasa (2007: 91-92) menyampaikan bahwa kterampilan mengelola kelas memiliki komponen sebagai berikut:

    1). Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat preventif).

    Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan kegiatan pembelajaran, sehingga berjalan secara optimal, efisien, dan efektif. Keterampilan tersebut meliputi:

    a). Menunjukkan sikap tanggap

    Tanggap terhadap perhatian, keterlibatan, ketidakacuhan, dan ketidakterlibatan dalam tugas-tugas di kelas. Siswa merasa bahwa guru hadir bersama mereka dan tahu apa yang mereka perbuat. Kesan ketanggapan ini menurut Suwarna (2006:83) dapat ditunjukkan dengan berbagai cara yaitu: memandang secara seksama,gerak mendekati, serta memberikan pernyataan.

    b). Memberi perhatian

    Pengelolaan kelas yang efektif terjadi apabila guru mampu membagi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Membagi perhatian dapat dilakukan dengan dua cara (Mulyasa. 2007:99) yaitu:

    (1). Visual: mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain dengan kontak pandang terhadap kelompok siswa atau seorang siswa secara individual.

    (2). Verbal: guru dapat memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktivitas seorang siswa sementara ia memimpin kegiatan siswa yang lain.

    c). Memusatkan perhatian kelompok,

    Kegiatan siswa dalam belajar dapat dipertahankan apabila dari waktu ke waktu gurumampu memusatkan perhatian kelompok pada tugas tugas yang dilakukan.

    d). Memberikan petunjuk yang jelas,

    Penyampaian informasi maupun pemberian petunjuk oleh guru harus secara jelas dan singkat sehingga siswa tidak kebingungan.

    e). Memberi teguran secara bijaksana,

    Apabila ada kelompok yang bertingkah laku menganggu di kelas, hendaknya guru memberi teguran secara tegas dan jelas namun tetap dilakukan secara sederhana.

    f).  Memberi penguatan,

    Guru dapat memberikan penguatan negatif kepada siswa  yang mengganggu, atau penguatan positif kepada siswa yang bertingkah laku wajar.

    2). Keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal.

    Menurut Suwarna (2006:84) keterampilan ini barkaitan dengan respon guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan. Dalam hal ini guru dapat mengadakan tindakan remidial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.

    Prinsip-prinsip penggunaan keterampilan mengelola kelas  adalah:

    a)    Modifikasi tingkah laku. Guru hendaknya menganalisis tingkah laku siswa yang mengalami masalah, dan memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.

    b)    Guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara: memperlancar tugas-tugas, memelihara kegiatan kelompok, memelihara semangat siswa, dan menangani konflik yang timbul.

    c)    Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. Guru dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul, dan ia mengetahui sebab-sebab dasar yang mengakibatkan ketidakpatutan tingkah laku tersebut serta berusaha untuk menemukan pemecahannya.

    h.  Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan

    Pengajaran kelompok kecil dan perorangan menurut  Mulyasa (2007:92) merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta didik, dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik.

    Secara fisik bentuk pengajaran ini ialah berjumlah terbatas, yaitu berkisar antara 3 – 8 orang untuk kelompok kecil, dan perorangan atau pengajaran individual adalah kemampuan guru dalam mennetukan tujuan, bahan ajar, prosedur dan waktu yang digunakan dalam pengajaran dengan memperhatikan tuntutan-tuntutan atau perbedaan-perbedaan individual peserta didik.. Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa dengan siswa.

    Komponen keterampilan yang digunakan adalah: keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, keterampilan mengorganisasi, keterampilan membimbing dan memudahkan belajar dan ketrampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

    Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan dapat dilakukan dengan:

    1)    Mengembangkan keterampilan dalam pengorganisasian, dengan memberikan motivasi dan membuat variasi dalam pemberian tugas.

    2)    Membimbing dan memudahkan belajar, yang mencakup penguatan, proses awal, supervisi, dan interaksi pembelajaran.

    3)    Perencanaan penggunaan ruangan.

    4)    Pemberian tugas yang jelas, menantang, dan menarik.

    Khusus dalam melakukan pembelajaran perorangan, perlu diperhatikan kemampuan dan kematangan berfikir peserta didik, agar apa yang disampaikan bisa diserap dan diterima peserta didik.

  • Teori Belajar Sosial

    Pendekatan Teori Sosial dalam Pembelajaran

    Tokoh teori belajar sosial yang terkenal adalah Albert Bandura (lahir pada tahun 1925). Dia adalah seorang psikolog berkebangsaan amerika lulusan universitas Stanford amerika serikat. Pada mulanya Bandura adalah psikolog beralira Behaviorisme, Bandura memandang bahwa tingkah laku bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R bond) melainkan juga akibat yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.

    Asumsi utama teori belajar sosial  adalah bahwa orang melakukan perilaku dengan cara yang memungkinkan timbulnya penguatan. Penguatan yang mengendalikan ekspresi tingkah laku yang dipelajari bersifat :

    1. Langsung yakni ganjaran nyata, dukungan atau celaan sosial pengurangan kondisi afersif
    2. Dari orang lain, pengamatan terhadap orang yang serupa dengan perilakunya
    3. Dilakukan sendiri, evaluasi tentang penampilan diri sendiri dengan memuji atau mencela diri sendiri

    Menurut ahli teori belajar sosial, tindakan seseorang dalam situasi tertentu tergantung pada karakteristik khusus situasi tersebut, penilaian orang itu mengenai situasi tersebut, penguatan masa lampau terhadap perilaku dalam situasi yang serupa/pengamatan terhadap orang lain dalam situasi yang sama.

    Dalam memprediksi perilaku seseorang dalam situasi tertentu ahli teori belajar sosial lebih menekankan makna penting perbedaan perkembangan kognitif dan pengalaman belajar sosial daripada trait motivasional (seperti agresi/ketergantungan) perbedaan individual yang berinteraksi dengan kondisi situasional untuk mempengaruhi perilaku :

    1. Kompetensi
    2. Strategi kognitif
    3. Dugaan
    4. Nilai-nilai subyektif
    5. Rencana dan sistem pengaturan diri

    Satu asumsi paling awal dan mendasar teori kognitif sosial Bandura adalah manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan bersikap maupun berperilaku, dan bahwa titik pembelajaran terbaik dari semua ini adalah pengalaman-pengalaman tak terduga (vicarious experiences).

    Pembelajaran dengan Mengamati (Observational Learning)

    Bandura yakin bahwa tindakan mengamati memberikan ruang bagi manusia untuk belajar tanpa berbuat apa pun. Manusia mengamati fenomena alam, tumbuhan, hewan, air terjun, gerakan bulan dan bintang, dan seterusnya, tetapi yang lebih penting bagi teori kognitif sosial adalah manusia belajar dengan mengamati perilaku orang lain.

    Pembelajaran manusia yang utama adalah dengan mengamati model-model, dan pengamatan inilah yang terus-menerus diperkuat. Bandura (1986, 2003) yakin bahwa pembelajaran dengan mengamati jauh lebih efisien daripada pembelajaran dengan mengalami langsung.

    ☻ Pemodelan

    Inti pembelajaran dengan mengamati adalah pemodelan (modelling). Yaitu, pemodelan melibatkan proses-proses kognitif, jadi tidak hanya meniru, lebih dari sekedar menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain karena sudah melibatkan perepresentasian informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk digunakan di masa depan.

    Faktor yang menentukan seseorang belajar dari model atau tidak, yaitu:Pertama, karakteristik model sangat penting. Kedua, konsekuensi dari perilaku yang dimodelkan dapat memberikan efek bagi pengamatnya.

    ☻ Proses-Proses yang Mengatur Pembelajaran dengan Mengamati

    Empat proses yang mengatur pembelajaran dengan mengamati:

    1. Perhatian: Pertama, memiliki kesempatan untuk mengamati individu yang padanya kita sering mengasosiasikan diri. Kedua, model-model yang atraktif lebih banyak diamati daripada yang tidak figur-figur populer di televisi, olahraga atau film sering kali diburu-buru beritanya.
    2. Representasi: Agar pengamatan dapat membawa kita kepada pola-pola respons yang baru, pola-pola tersebut harus direpresentasikan secara simbolis di dalam memori.
    3. Produksi Perilaku: Setelah memberi perhatian kepada sebuah model dan mempertahankan apa yang sudah diamati, kita akan menghasilkan perilaku. Untuk mengubah representasi kognitif menjadi tindakan yang tepat, kita harus menanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan tentang perilaku yang dijadikan model.
    4. Motivasi: Pembelajaran dengan mengamati paling efektif ketika subjek yang belajar termotivasikan untuk melakukan perilaku yang dimodelkan.

    ☻ Pembelajaran dengan Bertindak (Enactive Learning)

    Bandura yakin bahwa perilaku yang kompleks dapat dipelajari ketika manusia memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari perilaku tersebut. Konsekuensi-konsekuensi sebuah respons memiliki tiga fungsi. Pertama, konsekuensi-konsekuensi respons menginformasikan efek-efek tindakan. Kedua, konsekuensi-konsekuensi respons memotivasi perilaku antisipatif. Ketiga, konsekuensi respons-respons memperkuat perilaku.

                Bandura (1986) yakin bahwa meskipun penguatan sering kali tidak disadari dan bekerja otomatis namun, campur tangan kognitif juga mempengaruhi pola-pola perilaku yang kompleks. Dia yakin bahwa pembelajaran jauh lebih efisien ketika pembelajar secara kognitif terlibat di dalam situasi pembelajaran dan memahami perilaku mana yang dapat menghasilkan respons-respons yang tepat.

    Bandura percaya bahwa perilaku baru dapat dicapai lewat dua jenis pembelajaran utama: pembelajaran dengan mengamati dan pembelajaran dengan bertindak.

    PENYEBAB RESIPROK TRIADIK

    Teori kognitif sosialnya meyakini fungsi psikologis bekerja dalam bentukpenyebab resiprok triadik. Sistem ini menyatakan bahwa tindakan manusia adalah hasil dari interaksi tiga variabel yaitu lingkungan, perilaku dan pribadi.

    KEAGENAN MANUSIA

    Teori kognitif sosial mengambil sudut pandang keagenan terhadap kepribadian, artinya manusia memiliki kapasitas untuk melatih kendali atas hidupnya. Keagenan manusia (human agency) merupakan esensi kemanusiaan. Bandura (2001) yakin bahwa manusia adalah makhluk yang sanggup mengatur dirinya, proaktif, reflektif, dan mengorganisasikan diri, selain memiliki juga kekuatan untuk memengaruhi tindakan mereka sendiri demi menghasilkan konsekuensi yang diinginkan.

    ☻ Ciri-Ciri Utama Keagenan Manusia

    1.      Intensionalitas, mengacu kepada tindakan-tindakan yang dilakukan dengan intensi tertentu.

    2.      Prediksi, manusia saat menetapkan tujuan, mengantisipasi hasil tindakan, dan memilih perilaku mana yang dapat menghasilkan keluaran yang diinginkan serta menghindari yang tidak diinginkan.

    3.      Refleksi diri, manusia adalah penguji fungsi dirinya sendiri, yang dapat memikirkan dan mengevaluasi sendiri motivasi, nilai, makna, dan tujuan hidupnya, bahkan sanggup memikirkan ketepatan pemikirannya sendiri.

    4.      Kepercayaan diri, keyakinan bahwa mereka sanggup melakukan tindakan-tindakan yang akan menghasilkan efek yang diinginkan.

    ☻ Kemampuan Diri untuk Memengaruhi Hasil yang Diharapkan (Self-Efficacy)

    Bandura (2001) mendefinisikan self efficacy ”keyakinan manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di lingkungannya,” dan dia juga yakin kalau ”self-efficacy adalah fondasi keagenan manusia.”

    Bandura membedakan antara ekspektasi-kemampuan-memengaruhi-hasil (efficacy expectation) dan ekspektasi hasil (outcome expectation). Ekspektasi-kemampuan-memengaruhi-hasil mengacu pada keyakinan manusia bahwa mereka memiliki kesanggupan untuk melakukan perilaku tertentu, sementara ekspektasi hasil mengacu kepada prediksi terhadap konsekuensi dari perilaku yang diinginkan.

    Self-Efficacy pribadi didapatkan, dikembangkan, atau diturunkan melalui satu atau dari kombinasi dari empat sumber berikut (Bandura, 1997):

    1.      Pengalaman-Pengalaman tentang Penguasaan. Sumber paling berpengaruh bagi self-efficacy adalah pengalaman-pengalaman tentang penguasaan (mastery experiences), yaitu performa-performa yang sudah dilakukan di masa lalu (Bandura, 1997).

    2.      Pemodelan Sosial. Yaitu pengalaman-pengalaman tak terduga (vicarious experiences) yang disediakan orang lain.

    3.      Persuasi Sosial. Self-efficacy dapat juga diraih atau dilemahkan lewat persuasi social. Efek-efek dari sumber ini agak terbatas namun, dalam kondisi yang tepat, persuasi orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan self-efficacy.

    4.      Kondisi Fisik dan Emosi. Emosi yang kuat biasanya menurunkan tingkat performa. Ketika mengalami rasa takut yang besar, kecemasan yang kuat dan tingkat stres yang tinggi, manusia memiliki ekspektansiself-efficacy yang rendah.

    PENGATURAN DIRI

    ☻ Faktor-Faktor Eksternal Pengaturan Diri

    1.      Faktor eksternal menyediakan standar untuk mengevaluasi perilaku kita sendiri.

    2.      Faktor-faktor eksternal memengaruhi pengaturan diri dengan menyediakan cara-cara penguatan.

    ☻ Faktor-Faktor Internal Pengaturan Diri

    1.      Observasian Diri (Self-Observationterhadap performa yang sudah dilakukan. Manusia sanggup memonitor penampilannya meskipun tidak lengkap atau akurat.

    2.      Proses Penilaian (Judgmental Processmembantu meregulasi perilaku melalui proses mediasi kognitif. Proses penilaian bergantung pada empat hal: standar pribadi, performa-performa acuan, nilai aktivitas, dan penyempurnaan performa.

    3.      Reaksi Diri (Self Reaction). Manusia merespons positif atau negatif perilaku mereka tergantung kepada bagaimana perilaku ini diukur dan apa standar pribadinya.

    PERILAKU YANG DISFUNGSIONAL

    ☻ Depresi

    Standar pribadi dan tujuan yang tinggi dapat mengarahkan kita kepada pencapaian dan kepuasan diri. Namun ketika manusia menetapkan tujuan terlalu tinggi, mereka akan lebih mudah gagal. Kegagalan sering membawa manusia kepada depresi, kemudian memandang rendah nilai pencapaian mereka sebelumnya.

    Depresi disfungsional dapat terjadi di salah satu subfungsi pengaturan diri:Pertama, selama observasi diri, manusia bisa keliru menilai performa mereka atau mendistorsi memori tentang pencapaian di masa lalu. Kedua, pribadi yang depresi lebih mudah membuat penilaian yang keliru.

    ☻ Fobia-Fobia

    Fobia adalah rasa takut yang cukup kuat dan bertahan lama, cukup untuk memberikan efek yang melumpuhkan seseorang dalam hidup sehari-harinya.Fobia dan rasa takutdipelajari melalui kontak langsung, generalisasi yang tidak tepat, khususnya dari pengalaman mengamati. Fobia sulit dihilangkan karena pribadi yang mengalaminya berusaha keras menghindari objek yang mengancam dirinya.

    Perilaku disfungsional (penghindaran) terbentuk dan dipertahankan oleh interaksi mutual ekspektansi seseorang (keyakinan bahwa mereka akan diserang), lingkungan eksternal (taman kota), dan faktor-faktor perilaku (pengalaman mereka sebelumnya dengan rasa takut).

    ☻ Agresi

    Menurut Bandura, perilaku agresif terbentuk dari mengobservasi orang lain, pengalaman langsung dengan penguatan positif dan negatif, pelatihan, atau instruksi, dan keyakina yang ganjil. Bandura, Dorrie Ross, dan Sheila Ross (1963) menemukan bahwa anak-anak yang mengamati orang lain bersikap agresif menunjukkan perilaku lebih agresif daripada kelompok terkontrol anak yang tidak melihat tindakan agresif.

    Beberapa orang berpendapat bahwa anak-anak yang melihat perilaku kekerasan ditelevisi akan memiliki efek merusak pada anak. Artinya, anak-anak yang mengalami agresi terang-terangan akan lebih termotivasi untuk bertindak dengan cara-cara yang agresif. Bandura, Ross & Ross (1963) membuktikan bahwa kekerasan di televisi tidak menghentikan sifat agresi penontonnya, malah semakin menambah sikap agresif penontonnya.

    TERAPI

    Tujuan utama terapi kognitif sosial adalah pengaturan diri. Terapis harus menggunakan strategi, yaitu menggeneralisasikan perubahan itu ke situasi lain, dan mempertahankan perubahan-perubahan itu dengan mencegah pasien jatuh kembali ke perilaku yang sama.

    Bandura (1986) menyarankan sejumlah pendekatan dasar terapi. Pertamaadalah pemodelan menyolok atau terang-terangan. Kedua pemodelan tersamar atau kognitif, terapis melatih pasien untuk memvisualisasikan model melakukan perilaku yang menakutkannya. Ketiga penguasaan tindakan, meminta pasien melakukan sejumlah perilaku yang menghasilkan ketakutan yang menyimpang.

    KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR SOSIAL

    ·        Kelebihan

    1. Berfokus pada situasi yang mempengaruhi perilaku

    Satu karakteristik dari struktural, trait, dan teori organisme adalah bahwa mereka menempatkan penyebab perilaku utama di dalam diri seseorang dan oleh karena itu teori ini meramalkan bahwa seseorang akan bertindak sama pada situasi yang berbeda. Dengan begitu Freud, mengharapkan seorang anak dengan superego yang kuat menjadi sangat sulit dikontrol dalam kebanyakan situasi. Pada hal yang sama Piaget relatif tidak tertarik pada kenyataannya bahwa konservasi diperoleh untuk area tertentu sebelum yang lainnya atau memperoleh sebagian pengetahuan baru boleh jadi diperlihatkan di dalam situasi yang lainnya. Teori belajar, pada lawannya telah mengambil cara berpendirian berperilaku seseorang pada kenyataannya jenis tipikal dari situasi ke situasi yang lain, tergantung pada stimulus dan penguat yang ditemukan pada masing-masing situasi dan pada pengalaman masa lalu apakah yang diperoleh seseorang pada situasi tersebut.

    2. Berfokus pada alat pengamatan, perilaku sosial emosional dan motivasi

    Walaupun banyak ahli teori yang mengakui bahwa pikiran dalam suatu konteks sosial, mereka tidak banyak menyediakan keterangan yang detail. Pembatasan ini adalah suatu masalah yang serius. Ada 2 pertanyaan inti di sini yaitu: pertama, bagaimana pengalaman sosial mempengaruhi perkembangan kognitif? Berkenaan dengan pertanyaan pertama, teori belajar sosial menguraikan bagaimana modeling, instruksi dari lainnya dan pelajaran seolah mengalami sendiri tentang hukuman dan penguatan mengabarkan informasi untuk anak-anak. Banyak informasi baru yang datang dari yang lainnya dibanding dari trial and error yang langsung dialami oleh dunia fisik. Bahkan gaya pengolahan informasi, seperti pengambilan keputusan yang mengikuti kata hati dapat ditiru. Kedua, bagaimana cara pengembangan teori mempengaruhi pemahaman peristiwa sosial anak-anak? Berkenaan dengan pertanyaan ini, jawaban Bandura adalah perkembangan kognitif pengertian sosial dengan cara berikut ketika anak-anak menjadi semakin terampil dalam mengambil keputusan, mewakili peristiwa secara simbolis, menggunakan strategi memori dan menyusun kembali pengetahuan yang lalu, hal ini menjadi lebih efisien pada pemahaman perilaku yang mereka amati.

    3. Memberikan pengertian tentang gejala-gejala perkembangan anak.

    4. Memberikan pengertian mengenai peranan interaksi antara lingkungan dengan anak

    misalnya : ibu dengan anaknya yang sedang belajar bahasa.

    ·        Kelemahan

    1. Perhatian tentang perkembangan kognitif tidak cukup

    Teori Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui sistem kognitif orang tersebut. Bagaimanapun, alam dari sistem kognitif, bagaimana itu berkembang, dan bagaiman pengembangan ini mempengaruhi penelitian belajar mengutamakan untuk keberhasilan. Walaupun teori ini telah bebas mengadopsi teori pengolahan informasi yang telah diperhitungkan dari pemikiran, hanya gambaran umum yang diperhitungkan, seperti penyajian simbolis, perhatian, penyimpanan informasi, konstruksi aturan dan verifikasi.