Blog

  • Kriteria Desain Pembelajaran

    Kriteria Desain Pembelajaran. Mendesain pembelajaran bukanlah suatu pekerjaan yang dilakukan secara tiba-tiba, bukan pula suatu perencanaan tanpa posedur sistematis, melainkan harus merujuk pada model-model desain yang memeiliki karakteristik yang jelas.

    Desain Pembelajaran

    Bagaimanapun bentuk dan modelnya suatu desain pembelajaran, karakteristik utama dapat diklasifikasikan kedalam enam bagian yakni; 1) student centered, 2) goal oriented, 3) focuses on meaningful performance, 4) assumes outcomes can be measured in a realible and valid way, 5) enperical, iteratif, and self correction,and 6) a team offort. Desain pembelajaran harus berorientasi pada peserta didik, berorientasi pada tujuan, terfokus pada pengembangan dan peningkatan kinerja, hasil  belajar harus bias di ukur dengan cara yang valid dan terpercaya. Selain itu desain pembelajaran harus mengandung hal-hal yang empiris, berulang, dapat dikoreksi sendiri dan merupakan usaha yang dilakukan secara bersama.

    Berikut ini kritetia desain pembelajaran :

    1. Desain Pembelajaran Berpusat Pada Siswa

    Desain pembelajaran seharusnya mempertimbangkan suatu pendekatan pembelajan yang berpusat pada peserta didik, dimana peserta didiklah yang mempengaruhi konten, aktivitas, materi dan fase belajar. Pendekata ini memosisikan peserta didik pada pusat proses belajar. Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara independen da saling membantu Antara satu dengan yang lainnya, serta melatih mereka dengan memperhatikan keterampilan yang dibutuhkan untuk berbuat secara efektif.

    Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mencangkup berbagai teknik, seperti mengganti system penyajian yang mengguakan ceramah dengan pengalaman belajar aktif, menetapkan teknik open-end-ed-prroblemmerupak pendekatan yang membutuhkan proses berpikir kritis dan kreatif, melibatkan peserta didik dalam simulasi dan bermain peran, dan menggunakan self-phase dan comperatif learning.

    Implementasi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik secara tepat akan membawa dampak pada meninggkatanya motivasi belajar, semakin menguat daya pemahaman, semakin mendalam pengertian terhadap ilmu pengetahuan yang dipelajari, dan semakin positif sikap peserta didik terhadap mata pelajaran yang diajarkan.

    Learning is active, it involves reaching out of the mind. It involves organic assimilation starting from whitin. Literally, we must take our stand with the child and our departure from him. It is he and not the subject-matter which determines both quality and quantity of learning.

    Belajar aktif dapat menjangkau pikiran, melibatkan asimilasi organic yang dimulai dari dalam. Kita mengambil posisi untuk berada pada pihak anak dan juga berangkat darinya. Yang perlu dipelajari itu adalah anak, bukan mata peajaran yang menentukan kualitas dan kuantitas belajar. Pernyataan diatas menunjukka bahwa john dewey telah meletakkan anak pada posisi yang sangat penting, oleh karena itu belajar harus terpusat pada peserta didik

    2. Desain Pembelajaran Berorientsasi Tujuan

    Mendesain pembelajaran dengan menyajikan tujuan secara akurat merupakan titik sentral dalam proses desain pembelajaran. Tujuan seharusnya menjadi pijakan dasar terutama dalam mengembangan materi, strategi, dan metode pembelajaran, media, dan evaluasi. Desain pembelajaran yang tidak menjadikan tujuan sebagai inti pengembangan dapat menimbulkan pelaksanaan pembelajara yang tidak sistematis, sistemik, dan cendrung persial, dan tidak utuh. Tujuan pembelajaran mencangkup lima kemampun sebagaimana di sebutkan oleh Gagne, seperti ; 1) informasi verba, 2) kemampuan intelektual, 3) kemampuan kognisi, 4) sikap dan 5) kemampuan motorik. Tujuan pembelajran, dapat juga diarahkan pada jenis kemampuan dalam taksonomi blomm yang mencangkup tiga domain ; kognisi,afeksi, dan psikomotorik, atau empat ranah yang pernah disinyari oleh Dewantara dengan istilah olah piker, olah rasa, olah hati. Singkatnya apapun bentuk dari kemampuan yang diingikan, rancangan pembelajaran harus terfokus pada tujuan pembelajaran.

    3. Desain Pembelajaran Terfokus Pada Pengembangan Atau Perbaikan Kinerja Peserta Didik

    Desain harus diarahkan pada upaya perbaikan yang berarti suatu perbuatan untuk meningkatkan atau membuat lebih baik dalam hal kualitas, nilai, atau kegunaan. Memperbaiki artinya harus dapat membuat suatu menjadi kredibel (dapat dipercaya) untuk menawarkan beberapa manfaat yang berlaku secara umum. Memperbaiki juga berarti mempersiapkan cara-cara yang jauh lebih unggul dari yang biasa untuk mencapai tujuan yang layak.

    Kinerja dalam desain pembelajaran tidak merujuk pada ddua komponen utama : pertama, desain pembelajaran yang digunakan untuk memfasilitasi peserta didik dalam mendapatkan pengetahuan dan menggunkan atau menerapkan pengetahuan dan kemampuan baru yang diperoleh. Kedua, desain pembelajran dapat mengkomodasi dan mengembangkan kinerja peserta didik dalam upaya menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

    Artinya daripada hanya ekedar mengingatkan informasi dan menghapal komponen-komponen penting dari segala sesuatu yang dipelajari, desain pembelajaran fokus pada menyediakan peserta didik untuk mampu melakukan sesuatu yang berarti dengan menunjukkan kemampuan perilaku yang lebih kompleks, termasuk dalam menyelesaikan berbagai permasalahan pembelajaran yang dihadapi. Desain pembelajaran seharusnya dapat mendorong terciptanya kesesuaian Antara lingkungan belajar dengan situasi dimana kemampuan dapat di tunjukkan

    4. Desain Pembelajaran Mengarahkan Hasil Belajar Yang Dapat Diukur Melalui Cara Yang Valid Dan Dapat Dipercaya

    Mengembangkan instrument pengukuraan hasil belajar yang valid dan dapat dipercaya tentu merupkan harapan semua pendidik. Namun, sering juga terjadi pengukuran yang keliru karena tidak mencangkup aspek-aspek yang diukur atau dapat  mengembangkan instrument yang sesuai dengan objek yang diukur. Jika objek adalah respon dan pandangan peserta didik tentang pelaksanaan pembelajaran, maka instrumen yang dibuat adalah wawancara yang mencangkup berbagai aspek yang berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti sampai pada kegiatan penutup, dan tindak lanjut.

    Jika instrumen yang dikembangkan berupa tes, multiplechoise, atau tes essay atau menjodohkan, maka sasaran kinerja yang diukur tidak valid apalagi jika diukur tentang reliabilitasnya. Kecuali aspek yang diukur adalah pemahaman belajar atau penguasaan materi pembelajarannya, maka tes (pre tes dan post tes) merupakan instrumen yang cocok untuk dikembangkan.

    5. Desain pembelajaran bersifat empiris, berulang, dan dapat dikoreksi sendiri.

    Data merupakan jantungnya proses desain pembelajaran. Pengumpulan data dimulai sejak analisis awal dan berlanjut hinga sampai pada tahap implementasi. Misalnya, selama fase analisis data dapat dikumpulkan sehingga dapat dibandingkan apa yang telah dipahami peserta didik dengan apa yang dibutuhkan untuk dipahami. Bimbingan dan umpan balik dari ahli mata pelajaran/kuliah menentukan ketepatan dan relevansi keterampilan dan pengetahuan untuk diajarkan. Hasil penelitian dan pengalaman pendahuluan mengarahkan penyeleksian strategi dan media pembelajaran.

    6. Desain Pembelajaran Adalah Upaya Tim

    Memang benar bahwa mungkin saja desain pembelajaran dapat dilakukan sendiri, baik dalam menyediakan sumber, kerangka, mampu dalam hal peyeleksian dan pengembangan media, materi, dan metode yang digunakan. Tetapi keterlibatan pihak lain dalam suatu tim sangat dibutuhkan karena pada hakikatnya proyek desain merupakan usaha bersama dalam upaya menciptakan suatu produk yang lebih baik.

    Ditinjau dari segi luas kawasan, ruang lingkup, dan kompleksitas teknis, kebanyakan proyek desain pembelajaran membutuhkan kemampuan khusus dari individu. Pada tingkat minimum, suatu tim terdiri atas ahli konten mata pelajaran/kuliah, pengembangan pembelajaran, satu atau lebih personel produksi, dukungan tenaga khusus, dan seorang menejer proyek. 

    Kadang-kadang seorang individu mengambil peran lebih banyak dari individu lainnya dalam suatu tim, tetapi proyek yang lebih besar tanpa kecuali membutuhkan spesialis yang lebih besar pula. Misalnya proyek berteknologi tinggi membutuhkan programmer computer, videograper, editor, seni grafik dan para pengembang.

  • Problem Based Learning pada Pembelajaran Daring dan Bauran

    Problem Based Learning atau PBL merupakan pembelajaran yang menitikan beratka

    Konsep Problem Based Learning

    Berbagai metode pembelajaran dikembangkan guru untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Salah satu yang telah banyak diterapkan adalah metode pembelajaran berbasis masalah atau yang lebih sering disebut Problem-Based Learning (PBL). PBL merupakan metode pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, meningkatkan keterampilan memecahkan masalah dan pengetahuan terkait masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari (Levin, 2001). Penerapan Problem-Based Learning (PBL) dalam pembelajaran menekankan pada pembelajaran aktif pada siswa. Siswa bertanggung-jawab atas pembelajarannya dengan mengatasi dan mengevaluasi masalah sebagai dasar pada pembelajaran.

    Penggunaan Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Bahasa

    Penerapan Problem-Based Learning (PBL) mendukung siswa belajar secara mandiri untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ditemui. Hal tersebut

    MODUL

    didukung oleh Erdogan & Senemoglu (2014) yang menyatakan bahwa Problem Based Learning menciptakan suasana belajar yang bermakna, aktif dan mandiri untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan oleh siswa sendiri. Selain membuat siswa memiliki kemandirian dalam belajar, Problem-Based Learning (PBL) menekankan siswa dalam berkomunikasi dengan teman sebaya maupun dengan lingkungan belajar siswa. Sehingga siswa menjadi lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan real keadaan mereka, karena model pembelajaran ini berfokus pada masalah dan bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut.

    Problem-Based Learning (PBL) juga dapat meningkatkan motivasi diri siswa dan keterampilan memecahkan masalah dengan berkolaborasi seperti diskusi kelompok. Dalam memecahkan masalah siswa diarahkan untuk membentuk kelompok diskusi yang terdiri dari empat hingga delapan siswa dimana pembentukan kelompok tersebut untuk mendorong siswa agar dapat saling bertukar ide dan gagasan sehingga mempermudah siswa dalam proses pembelajaran (Ju & Choi, 2018). Diskusi kelompok juga mengajarkan siswa untuk menghargai perbedaan pendapat dengan teman untuk kemudian menentukan menyamakan persepsi.

    Pada Problem-Based Learning (PBL), siswa dibebaskan untuk memperoleh isu-isu kunci dari masalah yang mereka hadapi, mendefinisikan kesenjangan pengetahuan mereka, dan mengejar pengetahuan yang hilang (Hmleo-Silver & Barrows, 2006). Dengan alasan inilah Problem Based Learning (PBL) dipandang sebagai model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau kemampuan berpikir kritis karena pada kegiatan memecahkan masalah inilah siswa dituntut untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis sebagai langkah pemecahan permasalahan yang dibahas serta dapat mengambil kesimpulan berdasarkan pemahaman mereka. Selain itu, siswa juga harus mampu memberikan argumen berdasarkan bukti yang valid dan secara rasional dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah (R. Belland, D. Glazewski & Richardson, 2010). Jadi siswa dituntut mampu memecahkan dan memberikan argumentasi terhadap masalah yang sedang diselidiki. Rangkaian manfaat dari model

    MODUL

    pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) ini mendukung untuk terus mengembangkan dan menerapkan PBL pada proses pembelajaran kita.

    Penerapan Problem Based Learning

    Penggunaan problem pada penerapan model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) adalah sebagai dasar pembelajaran yang berfungsi untuk menstimulasi, mengaitkan dengan keadaan real dan mengintegrasikan pembelajaran. Dengan problem tersebut siswa dituntut untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.

    Problem yang masih banyak menjadi PR bagi pendidikan di Indonesia salah satunya adalah kurang maksimalnya pemanfaatan media atau sumber belajar yang menarik dan kekinian yang bisa meningkatkan semangat belajar siswa. Seperti kita ketahui saat ini kita bisa dengan mudah mendapatkan informasi atau apapun melalui teknologi dan internet. Namun pada kenyataannya dalam pembelajaran masih banyak dari kita yang enggan untuk memanfaatkan kemudahan tersebut untuk membantu proses pembelajaran di kelas. Menjadi tugas kita bersama untuk mencari solusi dari permasalahan diatas, dan melalui penerapan metode pembelajaran PBL yang diintegrasikan dengan teknologi diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Lebih rinci integrasi PBL dengan teknologi memungkinkan siswa untuk lebih mudah memahami permasalahan yang muncul, misalnya dalam pembelajaran bahasa inggris menggunakan sumber belajar berupa video atau gambar akan membantu siswa untuk memahami isi dari teks bacaan. Selain itu siswa juga akan mampu mengenali bagian mana yang mereka masih menemui kesulitan. Dengan mengetahui permasalahan pembelajaran mereka sendiri, mereka dituntut untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut melalui kerja kelompok (diskusi) dan presentasi.

    Karakteristik Problem Based Learning

    Problem-Based Learning (PBL) dibentuk oleh 4 elemen, yaitu:

    1) Menganalisa masalah

    Pada penerapan PBL problem bisa didapatkan melalui dua cara yaitu guru menyediakan masalah tersebut dan atau siswa mendapatkan masalah tersebut dari observasi yang dilakukan. Pada tahapan menganalisa masalah, siswa diminta menganalisis masalah tersebut, menentukan apa masalah yang sedang terjadi,siapa yang terlibat dalam masalah tersebut, penyebab masalah tersebut terjadi, dan sebagainya.

    2) Belajar mandiri

    PBL menuntut siswa aktif dan bertanggung jawab atas pembelajarannya. Guru sebagai fasilitator membimbing siswa untuk secara mandiri menemukan solusi dari permasalahan yang ditemui dalam pembelajaran mereka,

    3) Proses Brainstorming

    Brainstorming adalah metode untuk memunculkan solusi dari masalah yang telah ditemui. Melalui brainstorming, siswa dapat berpikir secara kritis mencari solusi apa yang tepat atau sesuai dengan masalah tersebut. Berpikir kritis adalah salah satu poin penting dalam metode PBL ini.

    4) Pengujian solusi

    Disinilah peran guru sebagai fasilitator dibutuhkan pada proses pembelajaran PBL. Setelah siswa mengidentifikasi masalah dan mencari solusinya, guru memeriksa apakah pekerjaan siswa tersebut sudah benar atau belum. Pada tahap ini guru memberikan masukan dan koreksi pada hasil pekerjaan siswa tersebut.

    Tahapan Problem Based Learning

    Proses Problem-Based Learning terdiri dari beberapa langkah (Newman 2005) , yaitu:

    1. Siswa di fasilitasi untuk mendapatkan masalah. Masalah yang digunakan adalah masalah yang nyata dan dekat dengan kehidupan siswa. Hal ini bertujuan agar siswa dapat berpikir secara realistis dalam mencari solusi dari permasalahan tersebut.
    2. Siswa mengidentifikasi masalah berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Siswa diharapkan diharapkan mampu berpikir kritis memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan yang mereka miliki.
    3. Pada PBL, siswa dituntut bertanggungjawab atas pembelajarannya dan belajar secara mandiri.
    4. Kerjasama merupakan faktor penting pada penerapan PBL. Pada proses pembelajaran PBL siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Dalam kelompok tersebut, siswa saling bertukar pendapat tentang apa solusi yang tepat dari permasalahan yang ditemui. Pendapat yang berbeda didiskusikan bersama untuk penyamaan persepsi.
    5. Setelah berdiskusi, siswa mempresentasikan hasil pemikiran dari kelompoknya kepada guru dan teman-teman yang lain, Guru sebagai fasilitator memberikan review atau feedback terhadap pekerjaan siswa. Apakah pekerjaan siswa sudah benar atau belum, memberikan masukan jika ada kekurangan, dan memberikan kemungkinan solusi lain yang lebih efektif. Setelah itu, siswa menyempurnakan pekerjaannya dari review dan feedback yang telah diberikan.
  • Literature Circle Pada Pembelajaran Daring dan Bauran

    Literature Circle

    Literature Circle adalah teknologi pendidikan yang inovatif dengan fokus pada keterampilan membaca dan meningkatkan keterampilan diskusi, dengan istilah lain seperti klub membaca. Pelajar yang memiliki rasa ingin tahu berkumpul di sekitar buku yang telah dipilih sebelumnya untuk berbagi interpretasi, sudut pandang, dan pemikiran. Kegiatan Literature Circle termasuk membaca dalam hati, mencatat, dan membuat jurnal.

    Penggunaan Literature Circle dalam pembelajaran bahasa.

    1. Literature Circle memberi siswa pilihan bahan pembelajaran. Di Literature Circle, siswa dapat memilih dari berbagai genre, termasuk buku sains, buku fiksi dan non-fiksi.
    2. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan pemilihan buku untuk dibaca dalam kelompok kecil. Berpartisipasi dalam pembelajaran Literature Circle memberikan manfaat untuk memahami bacaan.
    3. Kelompok yang berbeda membaca buku yang berbeda. Hal ini akan menambah wawasan dan perspektif dari siswa dalam diskusi kelompok.
    4. Setelah membaca buku, siswa berbagi dan berdiskusi dengan siswa lain dan membentuk kelompok baru untuk tugas membaca baru.
    5. Mengadakan pertemuan kelompok dengan jadwal yang teratur dan terencana untuk membahas hasil bacaan setiap siswa dalam kelompok. Siswa akan dapat lebih memahami isi buku dan bacaan saat mereka mendiskusikannya. Hal ini karena siswa dapat memperoleh pemahaman dari kontribusi siswa lain.
    6. Siswa menggunakan catatan dan foto untuk memandu membaca dan berdiskusi. Hal ini membuat aktivitas setiap siswa lebih jelas dan fokus.
    7. Topik diskusi ditentukan oleh siswa sendiri dan memenuhi harapan mereka, membuat diskusi lebih menyenangkan.
    8. Pertemuan kelompok bertujuan untuk membuka bahasan tentang buku, sehingga perbedaan dan pertanyaan membuka wawasan yang baru bagi mereka.
    9. Guru sebagai fasilitator bukan sebagai anggota kelompok maupun instruktur.
    10. Evaluasi berdasarkan observasi guru dan evaluasi diri siswa
    11. Suasana gembira dan menyenangkan selama proses pembelajaran

    Karakteristik Literature Circle

    Pada dasarnya Literature Circle (LC) merupakan sebuah pengajaran yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan peserta didik pada sebuah grup diskusi tentang bahan bacaan tertentu (Sigelakis, 2019). Sementara itu Cooper meyakini bahwa tujuan LC adalah membantu peserta didik membaca literatur yang otentik (Cooper, 2015). Meskipun para pakar mempunyai definisi yg beragam, LC mempunyai fitur spesifik yg bisa dipakai menjadi acuan untuk menerapkan LC di kelas. Daniel (2002) menyarankan sebelas prinsip yg bisa dijadikan acuan bagi pengajar untuk mengimplementasikan LC, yaitu:

    1. Siswa diarahkan untuk menentukan bahan bacaan sendiri.
    2. Kelompok-grup mini dibuat dari buku yg dipilih anggota grup.
    3. Setiap grup membaca buku yg berbeda.
    4. Setiap grup akan menyusun jadwal yg teratur untuk mendiskusikan apa yg telah mereka baca.
    5. Setiap anggota grup memakai catatan atau gambar untuk memandu jalannya diskusi.
    6. Topik diskusi bebas.
    7. Diskusi grup dibuat sedemikian rupa sebagai dialog terbuka mengenai isi buku, keterkaitan pribadi, pengarang & lainnya.
    8. Dalam LC pengajar berperan menjadi fasilitator, bukan menjadi anggota grup atau instruktur
    9. Evaluasi dilakukan baik dari guru juga peserta didik.
    10. LC dibuat sedemikian rupa sebagai kegiatan yg menyenangkan bagi setiap anggota.
    11. Setelah selesai membaca, anggota grup berbagi pengetahuan kepada teman sekelasnya, & kelompoknya.

    Penerapan Literature Circle didalam Kelas

    Pengajar bisa mengadopsi kesebelas prinsip diatas sebagai acuan untuk mengimplementasikan LC di kelas. Dalam pelaksanaanya tentu akan terdapat penyesuaian yang bergantung pada konteks yg dihadapi guru di kelas seperti, jenjang kelas, usia & taraf kemahiran anak didik dalam membaca. Untuk memudahkan pengajar pada menerapkan LC, Christine (2004) menyampaikan langkah-langkah yg bisa dilakukan untuk menerapkan LC di kelas supaya aktivitas berjalan efektif & efisien.

    1. Menyediakan bahan bacaan bagi peserta didik
    2. Menjelaskan LC pada peserta didik disertai pemberian training singkat & praktinya.
    3. Menentukan tugas anggota masing-masing grup. Tugas untuk buku sejarah misalnya, Time line, peta, mengutip bagian yang dianggap penting, tokoh dan penghubung sejarah.
    4. Memberikan pedoman untuk mengajukan pertanyaan yg baik & benar.
    5. Memperkenalkan buku yg akan dibaca setiap grup
    6. Anggota kelompok membagi halaman untuk dibaca, tugas/peran masing- masing anggota kelompok, dan jadwal perubahan.
    7. Anggota kelompok mencatat nama
    8. Sesuai jadwal yang telah ditetapkan, siswa mengumpulkan dan berbagi pengetahuan sesuai tugas/peran dalam kelompoknya. Misalnya, seorang anggota dengan tugas membuat sketsa karakter mempresentasikan karyanya di depan kelompok dan teman sekelas.
    9. Guru akan memberikan lembar kerja kelompok untuk memantau kemajuan siswa.
    10. Guru akan membuat daftar kelompok yang telah menyelesaikan diskusi. Guru juga dapat merekam kegiatan kelompok.
    11. Sebelum LC selesai, guru melihat kembali hal-hal positif yang ditemukan selama proses LC. Guru juga memastikan bahwa siswa memahami tugas kelompok yang harus diselesaikan, halaman yang harus dibaca pada sesi berikutnya, dan jadwal pertemuan berikutnya.

    Manfaat Pedagogi Literature Circle

    Pada Literature Circle tanggapan lisan dan tertulis memberi siswa setidaknya lebih banyak waktu untuk berpikir, merenungkan, dan menanggapi. Dan berikut manfaat lain dari Pedagogi Literature Circle:

    1) Berpikir Kritis

    Manfaat pertama dari penggunaan pedagogi Literature Circle adalah berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, dimana seseorang dapat memahami hubungan logis antar ide dan dapat pula digambarkan sebagai kemampuan untuk terlibat dalam pemikiran reflektif dan mandiri. Pada umumnya seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis dapat melakukan beberapa hal sebagai berikut: memiliki sebuah pemahaman yang baik terkait sebuah ide, menentukan pentingnya dan relevansi argumen dan ide, dapat memahami dan membangun sebuah argumen, dapat mengidentifikasi kesalahan dalam berlogika, dapat memahami suatu permasalahan melalui pendekatan yang konsisten dan sistematis.

    2) Kolaborasi

    Manfaat kedua dari pedagogi Literature Circle adalah kolaborasi, kolaborasi sendiri merupakan hal yang dianggap penting karena pada tahap ini siswa diharapkan dapat membangun pemahaman baru tentang informasi yang dianggap relevan dan terbaru.

    3) Diferensiasi

    Manfaat berikutnya dari Literature Circle adalah diferensiasi. Diferensiasi merupakan sebuah proses di mana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan apa yang paling mereka butuh kan selama proses belajar mengajar. Metode pengajaran Lingkaran Sastra memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bacaan yang paling sesuai dengan kebutuhannya.

    4) Paparan

    Paparan adalah salah satu kunci terpenting dalam pedagogi Literature Circle, dan guru diharapkan untuk menawarkan platform yang berbeda dan semua jenis genre untuk mendukung minat membaca siswa meningkat.

    5) Umpan Balik atau feedback

    Terkadang beberapa kealahan diterima begitu saja, dan yang sering diabaikan adalah pemberian umpan balik. Dalam Literature Circle, pemberian umpan balik memegang peranan yang sangat penting, karena dalam proses diskusi terdapat sesi-sesi dimana terjadi umpan balik dan siswa diminta untuk memberikan kritik yang membangun.

  • Discovery Learning dalam Pembelajaran Daring dan Bauran

    Discovery Learning

    Pembelajaran eksploratif ini diharapkan memperoleh metode baru yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Hal ini memungkinkan siswa untuk memperdalam pengetahuan dan pemahamannya sehingga dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri. Membangun keterampilan metakognitif dan mendorong keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Discovery Learning atau pembelajaran penemuan adalah proses penyelidikan induktif di mana siswa melakukan eksperimen, yang disebut metode ilmiah (Saab, et al., 2007). Oleh karena itu, Discovery Learning sangat penting untuk proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini melibatkan pembelajar secara aktif menggali data dan menjelaskan hasilnya.

    Hal ini bertujuan agar siswa dapat berpikir kreatif dan beragam dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, siswa dapat belajar menemukan wawasan kognitif melalui pengalaman untuk mencari. Kegiatan ini dituangkan kemudian oleh siswa dalam bentuk StoryText. Oleh karena itu, keterampilan menulis siswa juga sangat diperlukan.

    Berdasarkan kurikulum Merdeka, siswa harus mampu menulis teks kontekstual. Beberapa teks yang diajarkan dalam pembelajaran bahasa Inggris di SMA adalah teks deskriptif, teks parafrase, dan cerita. Di semester ganjil, siswa diajarkan salah satu teks, teks deskriptif Lokasi tematik”. Tema ini memungkinkan guru dan siswa untuk menerapkan pembelajaran secara lebih interaktif menggunakan teknologi. Sambil belajar Teks eksplanasi, siswa belajar bagaimana menggunakan alat berbasis teknologi, yaitu educandy. Sebuah aplikasi berbasis kata-bangunan yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kosa kata melalui permainan interaktif. Dalam hal keterampilan menulis, siswa memiliki akses ke diskusi interaktif di NearPod LMS. Aplikasi lain yang bisa digunakan adalah Photostory (photostory.id). Siswa dapat membuat suara foto yang menampilkan kutipan/refleksi foto dan audio. Pembelajaran teks eksplanasi melalui integrasi teknologi dalam penerapan kerangka TPACK dengan kemampuan guru menjadikan

    MODUL

    pembelajaran lebih menarik dan bermakna bagi siswa serta memotivasi mereka untuk belajar bahasa Inggris.

    Sebagaimana dijelaskan dalam paragraf sebelumnya, bahwasanya anak didik wajib bisa menuliskan sebuah teks cerita. Berdasarkan dalam kurikulum 2013 mengharuskan pengajar mengaplikasikan pembelajaran yg aktif & kreatif. Hal ini jua serupa menggunakan kemampuan berbicara atau publicspeaking. Siswa diperlukan sanggup mempresentasikan output diskusi menggunakan baik selama proses pembelajaran berlangsung. Speaking adalah skill produktif pada pembelajaran bahasa Inggris. Kesuksesan pada pembelajaran bahasa Inggris merupakan saat siswa bisa berkomunikasi memakai bahasa Inggris baik didalam juga diluar kelas (Davies&Pearse, 2000). Kegiatan pembelajaran ini, memiliki kompetensi untuk membantu anak didik fasih berbicara bahasa Inggris.

    Media atau tools yg disertakan pada desain instruksional ini fokus pada keterampilan menulis & berbicara. Berkaitan dengan metode Discovery Learning beberapa media yang menunjang aktivitas belajar mengajar, diantaranya Educandy, Nearpod, & Photostory. Dimana masing-masing pelaksanaan ini saling berkaitan, mengingat kemampuan berbicara & menulis anak didik pada bahasa Inggris memakai ketiga pelaksanaan pembelajaran tadi. Setiap media pembelajaran memiliki kegunaan dan fungsi tersendiri pada bahan ajar ini, misalnya Educandy yang fokus dalam permainan interaktif berbasis pembelajaran writing. Nearpod untuk forum diskusi & berbagi pengetahuan dan Photostory untuk memberikan output temuan atau menggambarkan & mempresentasikan output temuan peserta didik pada bahan ajar. Hanafiah (2009) menekankan bahwa Discovery Learning merupakan suatu rangkaian aktivitas pembelajaran yg melibatkan secara aporisma semua kemampuan peserta didik untuk mencari & menganalisa secara sistematis, kritis, logis sebagai akibatnya mereka bisa menemukan sendiri pengetahuan, perilaku & keterampilan menjadi wujud adanya perubahan perilaku. Jadi bisa disimpulkan bahwa pembelajaran Discovery Learning merupakan suatu contoh pembelajaran dengan cara menemukan sendiri, memeriksa sendiri pengetahuan, perilaku & keterampilan menggunakan tools atau media pendukung pada desain ini fokus dalam kemampuan menulis & berbicara.

    Penerapan Discovery Learning pada Pembelajaran Daring dan Bauran

    Castronova (2010) mengidentifikasi ciri pembelajaran menggunakan Discovery Learning yang sangat berbeda dengan pembelajaran tradisional. Adapun berikut ciri atau karakteristik-karakteristik dari Castronova:

    1. Discovery Learning mementingkan proses pembelajaran, bukan hanya pada produk atau output belajar, sehingga peserta didik dapat menguasai materi & mengaplikasikannya dengan baik.
    2. Pada Discovery Learning, peserta didik akan belajar berdasarkan kesalahan-kesalahan yang dibuatnya, & terus mencari pemecahan kasus yg diperlukan.
    3. Memberikan umpan balik atau feedback, kolaborasi dan diskusi dapat membantu pelajar lebih memahami Discovery Learning.

    Oleh karena itu, Pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan media interaktif berkontribusi pada proses pembelajaran yang aktif dan kreatif serta memberikan wawasan baru bagi guru dan siswa.

    Manfaat Discovery Learning

    Penerapan konsep pembelajaran eksploratif di atas dilakukan di salah satu kelas X SMK di Surakarta. Guru menerapkan konsep pedagogi ketika mengajar teks eksplanasi. Dalam proses pembelajaran ini, siswa akan terinspirasi oleh permainan interaktif untuk mempelajari kosakata dengan cara yang mudah dan menyenangkan. Guru selanjutnya akan membimbing untuk membahas contoh teks deskriptif dan prosedur penugasan pada nearpod. Pada kegiatan selanjutnya, mintalah siswa untuk membuat deskripsi video cerita foto melalui pengamatan terhadap lingkungan sekitar mereka. Hasil deskripsi video tersebut kemudian diunggah ke VoiceThread dan YouTube, dimana siswa dapat memberikan masukan/komentar untuk melatih berpikir kritis.

    Konsep pembelajaran di atas sesuai dengan desain pembelajaran abad 21, yang mengajarkan guru sebagai fasilitator untuk mencapai pembelajaran yang bermanfaat bagi siswanya. Dengan cara ini, siswa dapat melatih berpikir kritis dan produktif serta memecahkan masalah. Pembelajaran ini juga mendukung teknologi sebagai alat untuk mempermudah pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, Guru memungkinkan mengembangkan keterampilan: kolaborasi (bekerja sama dengan teman dalam kelompok), komunikasi (melatih komunikasi siswa dalam mengkomunikasikan ide/gagasan/presentasi), berpikir kritis (kritis pada topik diskusi), dan merenungkan), dan kreatif (kreatif dalam pembuatan konten), yang dapat diintegrasikan dengan teknologi). Salah satu kerangka Model pembelajaran abad 21 yang direkomendasikan adalah framework TPACK. Komponen TPACK adalah pedagogi, teknologi dan konten. Pedagogi adalah cara guru merancang pembelajaran, teknologi adalah cara guru mengintegrasikan pembelajaran sebagai fasilitas pendukung, dan konten adalah subjek pembelajaran itu sendiri. Komponen-komponen tersebut harus saling terintegrasi. TPACK memiliki metode pendidikan yang berfokus pada desain pembelajaran. Desain instruksional, pembelajaran penemuan memberikan siswa ruang untuk mengeksplorasi dan mengamati lingkungan, memungkinkan siswa untuk menemukan pengetahuan mereka sendiri. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, siswa mengamati dan menemukan sesuatu yang unik untuk dijelaskan, yang diolah menjadi sebuah video yang menjelaskan objek tersebut. Peserta dalam kegiatan ini Siswa akan memperoleh keterampilan untuk menulis penjelasan, berbicara dalam diskusi, dan mempresentasikan pengamatan dalam pembelajaran.

  • Digital Storytelling Abad 21 dalam Pembelajaran Daring dan Bauran

    Digital Storytelling Abad 21

    Disesuaikan dengan abad 21 saat ini, pembelajaran diatur sebagai sebuah proses yang berpusat pada siswa dikolaboraskan dengan teknologi terkini. Salah satunya melalui penggunaan Digital Storytelling (DST). DST mengandung elemen penting dalam pembelajaran seperti kolaborasi, inovasi, kreativitas, dan motivasi (Psomos & Kordaki, 2012), hal ini dianggap sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang menjanjikan serta menawarkan banyak peluang dibanding dengan metode pembelajaran konvensional.

    Dalam sistem pendidikan modern saat ini, DST digunakan pada banyak bidang di hampir semua tingkatan, termasuk pendidikan tinggi (Heo, 2009; Tahriri, Tous, dan Movahedfar, 2015). DST melibatkan proses di mana siswa dapat menjadi pendongeng yang kreatif dengan melakukan serangkain langkah mulai dari pemilihan topik, penelitian topik, penulisan skenario, dan aktivitas mendongeng (Robin, 2008). Menurut Barret (2006), DST menggabungkan empat komponen utama yaitu keterlibatan siswa,

    pembelajaran mendalam, pembelajaran berbasis proyek, dan integrasi teknologi. DST juga menjadi alat motivasi bagi siswa untuk membaca dan menulis lebih banyak melalui integrasi dengan alat teknologi terbaru (AbdelHack & Helwa, 2014). Hal ini memungkinkan siswa untuk terlibat dalam kegiatan berpikir kritis untuk meningkatkan keterampilan belajar dan membaca. Selain itu, Reinders (2011) menyatakan bahwa DST adalah titik awal yang baik untuk mengembangkan keterampilan melalui diskusi topik yang dibawa ke dalam kelas dan dilanjutkan dengan fase menulis, terutama dalam pelajaran bahasa.

    Terdapat dua manfaat utama DST, yaitu memfasilitasi pembelajaran di abad ke-21 dan mendukung pengembangan bahasa dan literasi. Beberapa penelitian sebelumnya dapat digunakan sebagai rujukan dalam tulisan ini. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Chen & Chuang (2020) menawarkan Thinking Utopia, pelatihan berpikir kritis tematik dalam pendidikan kewarganegaraan berdasarkan desain pelajaran DST berbasis game yang bertujuan memfasilitasi peningkatan berpikir kritis siswa. Pithers dan Soden (2000) menemukan bahwa berpikir kritis memiliki potensi untuk mengolah asumsi, fokus pada masalah, membuat kesimpulan, mengasah penalaran dan penilaian induktif dan deduktif, serta mengevaluasinya. Hal ini menunjukkan bahwa DST memiliki potensi sebagai strategi pembelajaran untuk mendorong siswa berpikir kritis.

    Sehubungan dengan hal yang telah disebutkan diatas, pembelajaran bahasa adalah salah satu dampak positif penerapan DST dalam pembelajaran (Torres, 2012; Vinogradova, 2011). Faktor-faktor yang membuat DST efektif untuk pembelajaran bahasa diantaranya adalah brainstorming, kegiatan penelitian, menulis, presentasi, meningkatkan keterampilan interpersonal, memecahkan tugas berbasis masalah, dan menggunakan teknologi dalam perangkat multimedia (Timucin & Irgin, 2015). Yoon (2013) menambahkan bahwa DST memiliki manfaat yang signifikan dalam meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar bahasa Inggris. Konsisten dengan hal ini, Dogan (2012) menunjukkan bahwa DST dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa. Sebagai contoh, penerapan aplikasi StoryJumper yang dapat membantu menghemat waktu dan mencapai hasil yang kreatif. Survei menggunakan StoryJumper telah menunjukkan hasil yang positif. Siswa dapat dengan cepat membuat cerita digital menggunakan fitur ready-made multimedia (gambar, audio) yang ada pada StoryJumper (Rahimi & Yadollahi 2017).

    Menurut Jenkins (2009), DST merupakan salah satu model pembelajaran abad 21. Saat merancang, merekam, dan mengevaluasi video, siswa memperoleh pengetahuan yang berhubungan dengan topik video mereka. Robin (2008) menyarankan agar penggunaan DST dapat sepenuhnya memanfaatkan potensi kreatif dari teknologi komunikasi terkini. Dengan menggunakan teknologi komunikasi terkini, mahasiswa diharapkan dan didorong dalam sebuah ruang diskusi untuk menjadi seorang kreator dan produser bukan hanya sebagai mahasiswa pasif. Oleh karena itu, DST dan pendidikan digital sangat berhubungan erat satu sama lain. Disamping itu di abad ke-21, ketika teknologi membaur dalam kehidupan pribadi, akademik, dan profesional, penerapan DST dapat memenuhi kebutuhan untuk membekali siswa dengan kemampuan digital.

    Untuk mencapai tujuan ini, guru didorong untuk memanfaatkan peran mereka sebagai fasilitator pembelajaran dengan meninjau kembali kemampuan mereka dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi. Ini diperlukan untuk mendukung transisi dari pendekatan konvensional yang berpusat pada guru ke pendekatan yang lebih berpusat pada siswa, untuk memperkuat dan meningkatkan keterikatan siswa terhadap pendidikan, dan untuk membangun kemampuan belajar sepanjang hayat.

    Implementasi Digital Storytelling pada Pembelajaran Daring dan Bauran

    DST merupakan media pembelajaran yang memiliki tujuan untuk memvisualisasikan topik pembelajaran. Pada dasarnya, fungsi utama DST adalah pengembangan keterampilan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran melalui fitur-fitur interaktif seperti ilustrasi, video, foto, gambar dan teks. Fitur-fitur ini dapat dibuat lebih menarik dalam kombinasi dengan narasi dan beberapa elemen suara pendukung (Dobson, 2005). Saat membuat atau memilih DST sebagai media pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan beberapa prinsip atau faktor acuan dalam mengoptimalkan fungsionalitas DST di kelas sebagai bagian dari desain pembelajaran mereka.

    Menurut Lambert (2007), digital storytelling memiliki tujuh elemen yang perlu diperhatikan guru diantaranya:

    1. Point of view, yaitu perspektif dari kreator dan penonton dalam alur cerita digital storytelling.
    2. Dramatic question, yaitu adegan dan alur cerita yang menarik perhatian penonton dan menjawab pertanyaan di akhir cerita. Misalnya, untuk menarik perhatian penonton, penulis cerita DST dalam genre animasi petualangan bertanya apakah sang protagonis dapat memenuhi keinginannya.
    3. Emotional content, yaitu konflik yang terjadi dengan tokoh dan orang yang terlibat. Konflik harus mampu menghubungkan cerita dengan penonton. Oleh karena itu, emosi penonton dapat terhubung dengan konflik dan mengalir ke dalam cerita yang ditampilkan.
    4. Gift of Your Voice adalah cara membuat ciri khas dengan background voice (narasi) konten digital storytelling. Seperti yang telah disebutkan, salah satu fitur utama dari digital storytelling adalah kombinasi dari unsur- unsur bahasa pendukung seperti narasi. Oleh karena itu, pembaca (pembicara) cerita perlu menciptakan dan memiliki karakter suara yang unik dalam suara latar agar memiliki kekuatan untuk meningkatkan pemahaman penonton.
    5. Soundtrack adalah musik atau elemen suara lain yang dipilih untuk melengkapi konten digital storytelling. Dalam menciptakan DST, kombinasi narasi dan musik menjadi aspek utama untuk menarik perhatian penonton dan memahami keseluruhan cerita yang dibawakan.
    6. Economy yaitu banyaknya cerita yang dapat divisualisasikan secara efektif dan menarik dalam bentuk Digital Storytelling dengan menggabungkan gambar-gambar atau video dan narasi singkat.
    7. Pacing yaitu irama dan kecepatan cerita DST yang disampaikan.
    8. Ketujuh elemen di atas dapat menjadi acuan guru yang akan membuat atau memilih DST dengan tujuan menunjang kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Selanjutnya dalam mengimplementasikan DST, guru dapat menyesuaikan kebutuhan siswa serta sumber pembuatan DST yang tersedia di sekolah. Sebagai contoh, DST harus disesuaikan dengan umur serta kebutuhan siswa dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk memahami topik tertentu.

    Manfaat Pedagogi Digital Storytelling

    Salah satu contoh penerapan konsep Digital Storytelling diatas telah dilakukan di kelas 10 sebuah SMA bilingual di Surakarta. Guru menerapkan konsep pedagogi DST dalam mengajarkan materi Recount text. Para siswa diminta untuk membuat sebuah cerita berdasarkan pengalaman pribadi mereka yang unik selama menjalani belajar jarak jauh di rumah untuk mereka susun menjadi sebuah buku digital. Konsep pembelajaran dengan pedagogi DST tersebut sejalan dengan prinsip pengembangan desain kurikulum abad ke21. Pembelajaran pengembangan konsep desain pembelajaran abad ke21 yang disponsori oleh Microsoft di tahun 2020, mendeskripsikan 6 rubrik penilaian desain pembelajaran abad ke21 yang merepresentasikan keterampilan yang perlu dimiliki dan dikembangkan oleh pembelajar abad ke21, yaitu:

    1. Keterampilan berkolaborasi
    2. Keterampilan berkomunikasi
    3. Keterampilan mengkonstruksi pengetahuan
    4. Keterampilan pengaturan diri
    5. Keterampilan berinovasi dan memecahkan masalah di dunia nyata
    6. Keterampilan menggunakan ICT dalam pembelajaran

    Keenam hal diatas merupakan manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan DST dalam kegiatan pembelajaran. Selain siswa belajar mengembangkan keterampilan mengkonstruksi pengetahuan dengan menyusun cerita, siswa juga berkolaborasi dalam mengerjakan proyek DST bersama teman-temannya di dalam grup, mereka juga belajar untuk mengatur timeline, membagi dan mengatur pekerjaan, fungsi dan tugas di antara mereka, serta menentukan batas waktu pengerjaan. Siswa.

  • Desain Instruksional Dalam Pembelajaran

    Desain Instruksional atau DI adalah ruh dari sebuah proses pembelajaran. DI ini merupakan sebuah rencana holistik yang dilakukan guru dalam melakasanakan proses pembelajaran di dalam kelas.

    Pengertian Desain Intruksional

    DI merupakan serangakaian proses perencaan, analisa, desan, pengembangan, penerapanan dan evaluasi dalam bentuk instruksi lengkap pelaksanaan proses pembelajaran (Reigeluth & An, 2021). Pada dasarnya, sebuah proses pembelajaran yang baik dirancang secara terstruktur dan teratur dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang ada di dalam kelas. Aspek-aspek yang dipertimbangkan adalah

    1. Tujuan Utama Kurikulum
    2. Tujuan Pembelajaran
    3. Dukungan Saran dan Prasarana
    4. Karakteritik Peserta Didik
    5. Karakteristik Materi

    Saat merancang sebuah pembelajaran, guru sering memulai dengan perspektif apa yang akan mereka ajarkan. Sebaliknya, seorang desainer instruksional memulai dengan sudut pandang sebuah pemecahan masalah, bukan hanya berpikir tentang apa yang mereka akan ajarkan, tetapi lebih menitikberatkan pada bagaimana nanti mereka mengajarkannya dengan cara yang efektif, efisien, dan memotivasi. Sebuah instruksi (proses membantu orang lain mempelajari sesuatu yang baru) dapat sesederhana menunjukkan prosedur singkat yang diikuti.

    “Mengapa dan Bagimana” Desain Instruksional

    Langkah awal DI adalah mengidentifikasi masalah kemudian fokus terhadap apa yang harus dilakukan untuk menyampaikan ilmu, pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Setelah itu,menentukan cara yang paling mudah bagi peserta didik untuk menguasai materi. Dengan instruksi yang dirancang dengan baik, pembelajaran akan lebih efektif, efisien dan memotivasi, menghemat waktu dan uang, meningkatkan kinerja dan meningkatkan kemampuan peserta didik. Dalam konteks pendidikan, desain instruksional membantu guru memenuhi, memotivasi, dan mempercepat kebutuhan peserta didik dengan lebih baik.

    DI dapat diterapkan dalam situasi apa pun, baik formal maupun informal, di mana orang terlibat dalam pembelajaran yang memiliki tujuan tertentu. Beberapa contoh umum desain instruksional dalam konteks yang berbeda-beda adalah konteks pendidikan tinggi dimana desain instruksional yang dirancang bertujuan untuk membantu fakultas untuk meningkatkan pelatihan, membantu fakultas untuk bertransformasi dan beradaptasi dari pembelajaran tradisional ke pembelajaran online.

  • Tipe dan Jenis Desain PLTA

    PLTA atau Pembangkit Listrik Tenaga Air adalah sumber energi listrik yang berasal dari Turbin yang bilah baling-baling digerakkan oleh aliran air. Konsep utama dari PLTA ini mengkonversi energi Potensial Air ke energi kinetik terakhir ke energi listrik. Sumber energi dari aliran air ini memiliki beberapa bentuk, mulai dari waduk alami, waduk buatan hinga air terjun. Hal ini membuat ada beberapa jenis Desain PLTA.

    Jenis-Jenis Desain PLTA

    a. PLTA jenis terusan aliran sungai (run-of-river)

    PLTA jenis ini memanfaatkan aliran sungai secara alami untuk menghasilkan energi listrik. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 1, air di hilir sungai dimanfaatkan sedemikian rupa tanpa mengganggu aliran sungai ke hulu. Energi listrik yang dihasilkan sebanding dengan jumlah volume air perdetik yang mengalir. Sehingga saat sungai kering tidak ada air, generator tidak bisa menghasilkan energi listrik. Namun keuntungan dari PLTA tipe ini adalah biaya konstruksinya yang murah dan pembangunannya yang sederhana. PLTA tipe ini cocok dibangun pada sungai-sungai besar di Indonesia yang lokasinya masih terisolasi dan bertujuan untuk mendapatkan sumber energi listrik yang ramah lingkungan dengan segera.

    Gambar 1 PLTA terusan aliran sungai (run-on-river)

    b. PLTA dengan kolam pengatur (regulatoring pond)

    PLTA jenis ini menggunakan bendungan yang melintang disungai, yang bertujuan untuk menaikkan permukaan air dibagian hulu sungai guna membangkitkan energi potensial yang lebih besar sebagai pembangkit listrik. PLTA jenis ini memiliki efisiensi yang lebih baik daripada PLTA tipe terusan aliran sungai.

    Dengan menggunakan cara seperti ini, kita juga dapat mengatur aliran sungai per hari ataupun per minggu untuk membangkitkan listrik sesuai dengan kebutuhan beban. Karena bisa mengatur aliran sungai, PLTA jenis ini bisa digunakan sewaktu-waktu untuk memenuhi kebutuhan sumber energi pada saat beban puncak.

    Gambar 2 PLTA dengan kolam pengatur (regulatoring pond)

    c.    PLTA dengan menggunakan waduk (reservoir)

    PLTA tipe ini mirip dengan prinsip PLTA yang menggunakan kolam pengatur. Cuma disini dibuatkan sebuah waduk yang dapat menampung air dalam jumlah besar, sehingga kapasitas pembangkitan energi listrik PLTA juga menjadi lebih besar lagi. Waduk ini biasanya berbentuk hampir seperti danau buatan, atau dapat dibuat dari danau asli sebagai penampung air hujan sebagai cadangan untuk musim kemarau. PLTA jenis banyak terdapat di negara-negara yang memiliki curah hujan sedikit, hanya 2-3 bulan saja, atau negara 4 musim.

    Sayangnya pembuatan PLTA yang menggunakan bendungan ini selain menghabiskan tanah dan modal yang besar. terkadang bisa menyebabkan perubahan atau kerusakan lingkungan yang fatal.

    Gambar 3 PLTA yang menggunakan bendungan

    d.       PLTA jenis pompa – generator (pomped storage)

    PLTA jenis ini membutuhkan dua buah kolam pengatur. Saat kebutuhan listrik meningkat, air akan dialirkan dari kolam pengendali atas dan ditampung di kolam pengendali yang bawah. Energi potensial aliran air inilah yang dimanfaatkan menjadi energi listrik. Sedangkan saat beban minimal, listrik yang dihasilkan pembangkit listrik lain digunakan untuk memompa balik air ke kolam penampung diatas untuk digunakan kembali saat dibutuhkan.

    Di Indonesia pembangkit ini cocok dikembangkan karena pada saat malam hari, semua orang serempak menggunakan listrik sehingga beban melonjak secara seketika, sedangkan siang hari hanya sedikit orang yang menggunakan listrik. Pembangkit ini bertujuan untuk menyimpan energi listrik sisa yang dibangkitkan. Sisa listrik yang dibangkitkan oleh PLTU lainnya digunakan untuk memompa air dan digunakan saat beban puncak di malam hari.

    Gambar 4 PLTA pompa – generator (pomped storage)

    e.      PLTA Hydroseries

    Konsep PLTA ini adalah dengan memanfaatkan aliran sungai yang panjang dan deras dari ketinggian tertentu. Dimana sepanjang aliran sungai terdapat lebih dari satu bendungan yang diseri pada ketinggian tertentu untuk menghasilkan energy listrik yang lebih optimal.

  • Pengertian Pengeloaan Pendidikan

    Pengeloaan Pendidikan

    Pengelolaan Pendidikan adalah suatu  proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dimana keempat proses tersebut mempunyai fungsi masing-masing untuk mencapai suatu tujuan organisasi.

    Kegiatan dalam sistem pendidikan nasional secara umum meliputi dua jenis yaitu pengelolaan pendidikan dan kegiatan pendidikan. Pengelolaan pendidikan meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan pengembangan. 

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengmbangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU sisdiknas). Menurut UNESCO pendidikan itu sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu, sekarang dan masa datang.  Dari beberapa definisi pendidikan di atas, pada dasarnya pengertian pendidikan yang dikemukakan memiliki kesamaan yaitu usaha sadar, terencana, terorganisir.

    Dibawah ini dikutip beberapa pengertian pengelolaan pendidikan/Manajemen pendidikan :

    • Syarif; Pengelolaan pendidikan adalah segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber (personil maupun materil) secara efektif dan efisien untuk menunjang tercapainya pendidikan.
    • Sutisna; Pengelolaan pendidikan adalah keseluruhan (proses) yang membuat sumber-sumber personil dan materil sesuai yang tersedia dan efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama. Ia mengerjakan fungsi-fungsinya dengan jalan mempengaruhi perbuatan orangorang. Proses ini meliputi perencanaan, organisasi, kordinasi, pengawasan, penyelenggaraan dan pelayanan dari segala sesuatu mengenai urusan sekolah yang langsung berhubungan dengan pendidikan sekolah seperti kurikulum, guru, murid metode-metode, alat-alat pelajaran dan bimbingan, serta soal-soal tentang tanah dan bangunan sekolah, perlengkapan, pembekalan dan pembiayaan yang diperlukan penyelenggaraan pendidikan termasuk di dalamnya.
    • Djam’an Satori; pengelolaan pendidikan adalah keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan mateil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
    • Made Pidarta; Pengelolaan pendidikan adlah aktifitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dakam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelunya.
    • W. Haris; Pengelolaan pendidikan adalah suatu proses pengintegrasian segala usaha pendayagunaan sumber-sumber personalia dan material sebagai usaha untuk meningkatkan secara efektif pengembangan kualitas manusia.
    • Purwanto dan Djojopranoto; Pengelolaan pendidikan adlah suatu usaha bersama yang dilakukan untuk mendayagunakan semua sumber daya baik manusia, uang, bahan dan peralatan serta metode untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
    • Daryanto; Pengelolaan pendidikan adalah suatu cara bekerja dengan orang-orang dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif.

    Dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelolaan pendidikan sebagi upaya untuk menerapkan kaidah-kaidah administrasi dalam bidang pendidikan. Pengelolaan pendidikan dapat juga diartikan sebagai serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya di dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan pendidikan.

  • Makalah Strategi Andragogi

    Berikut ini contoh makalah Strategi Andragogi. Malah ini berisi tentang konsep strategi belajar yang diterpakan pada pembelajaran orang dewasa.

    Strategi Andragogi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri. Orang dewasa terus berusaha meningkatkan pengalaman hidupnya agar lebih matang dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam perspektif pendidikan, orang dewasa lebih mengarahkan dirinya kepada pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri. Dengan demikian keikut sertaan orang dewasa dalam belajar memberikan dampak positif dalam melakukan perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan saja, namun harus dibekali dengan rasa percaya yang kuat dalam dirinya sehingga apa yang akan dilakukan dapat dijalankan dengan baik.

    Orang dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bagus akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya. Dengan belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga belajar orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalaman hidup tidak hanya pada pencarian ijasah saja. Sifat belajar orang dewasa yaitu subyektif dan unik, hal itulah yang membuat orang dewasa untuk semakin berupaya semaksimal mungkin dalam belajar, sehingga apa yang menjadi harapan dapat tercapai. Orang dewasa tidak lagi bergantun pada orang lain, sehingga memiliki kemampuan dan pengalaman secara mandiri dalam pengambilan keputusan. Salah satu prinsip belajar orang dewasa adalah belajar karena adanya suatu kebutuhan. Dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta didik, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus diciptakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa yang cocok digunakan. Yang terpenting dalam pendidikan orang dewasa adalah apa yang dipelajari peserta didik, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhirnya adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari suatu pembelajaran, bukan apa yang dilakukan pengajar dalam pembelajaran itu.

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang di atas, kami dapat menarik beberapa masalah yang telah kami rumuskan, yaitu sebagai berikut :

    1. Apakah arti dan pengertian dari strategi ?
    2. Apakah arti dan pengertian dari andragogi ?
    3. Bagaimana strategi pembelajaran pada orang dewasa ?
    4. Apa hubungan konsep Khit-pan dalam andragogi ?
    5. Apa implikasi dari konsep andragogi dalam pembelajaran?

    C. Tujuan

    Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain :

    1. Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok dalam mata kuliah Andragogi.
    2. Untuk mengetahui dan menjelaskan arti dan pengertian strategi.
    3. Untuk mengetahui dan menjelaskan arti dan pengertian andragogi.
    4. Untuk menyebutkan dan menjelaskan strategi pembelajaran pada orang dewasa.
    5. Mengetahui dan menjelaskan konsep Khit-pan dalam Andragogi.
    6. Mengetahui implikasi konsep dari andragogi dalam pembelajaran.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Strategi

    Istilah strategi berasal dari bahasa Yunanistrategia yang diartikan sebagai “the art of the general” atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan. Karl von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa pengertian strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Dalam abad modern ini, penggunaan istilah strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas hampir dalam semua bidang ilmu. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapat kemenangan atau pencapaian tujuan.

    Seiring dengan perkembangan disiplin ilmu, pengertian strategi menjadi bermacam-macam sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing. Menurut Stephanie K. Marrus, pengertian strategi adalah suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Selain definisi-definisi strategi yang sifatnya umum tersebut, ada juga pengertian strategi yang lebih khusus, seperti yang diungkapkan oleh dua pakar strategi, Hamel dan Prahalad.

    Menurut Hamel dan Prahalad pengertian strategi adalah tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir dimulai dari apa yang terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan komptensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

    Sedangkan menurut Argyris (1985), Mintzberg (1979), Steiner dan Miner (1977) seperti yang dikutip oleh Rangkuti (2005:4) : “Strategi merupakan respon secara terus menerus maupun adaktif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi suatu organisasi”.

    Salah satu definisi strategi menurut Glueck dan Jauch (1998:12) yang mengatakan : “strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi”.

    Dari pengertian strategi yang telah banyak disimpulkan oleh para ahli, yang intinya menyatakan bahwa strategi adalah suatu alat yang digunakan untu mencapai tujuan. Strategi dapat dikatakan sebagai suatu tindakan penyesuaian untuk mengadakan reaksi terhadap situasi lingkungan tertentu yang dapat dianggap penting, dimana tindakan penyesuaian tersebut dilakukan secara sadar berdasarkan pertimbangan yang wajar. Strategi dirumuskan sedemikian rupa nsehingga jelas apa yang sedang dan akan dilaksanakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.

    B. Pengertian Andragogi

    Andragogi berasal dari kata andros atau aner yang berarti orang dewasa. Kemudian agogos berarti memimpin. Andragogi berarti memimpin orang dewasa, sedangkan pedagogi berasal dari kata paes, yang berarti anak, dan agogos berarti memimpin. Pedagogi berarti memimpin anak – anak.

    Dari segi definisi, andragogi adalah seni dan ilmu mengajar orang dewasa (Knowles, 1980). Sebagai ilmu, tidak ubahnya seperti ilmu yang lain, tentunya andragogi dapat dipelajari oleh siapa saja karena ia mengikuti hukum – hukum keilmuan pada umumnya yang bersifat objektif. Sebagai seni atau kiat, andragogi adalah krativitas yang merupakan kecakapan kreatif dan keahlian seseorang yang terkait dengan rasa estetika, terikat dengan kepribadian, karakter atau watak di pendidik. Ada pendidik yang sangat piawai dalam memengaruhi dan memperlakukan anak-anak didiknya yang berdampak pada rasa senang dan simpati kepada si pendidik. Dengan kesabarannya, ketelatenannya dan rasa humornya, seorang pendidik lebih memikat hari anak lebih dari yang lain. Begitu sebaliknya, ada pendidik yang kurang dapat melakukan hal-hal seperti dimaksudkan tadi walaupun mungkin dia sangat menguasai dan pandai secara keilmuan. Tampaknya ilmu mendidik saja belum cukup dan harus dipadukan dengan seni. Demikianlah, sebenarnya mendidik merupakan perpaduan antara ilmu dan seni dalam membantu orang lain, baik anak ataupun orang dewasa, dalam belajar.

    Ada juga yang mendefinisikan andragogi sebagai ilmu tentang orang dewasa belajar atau the science of learning (Laird, 1981), yang dalam hal ini lebih merupakan psikologi belajar. Di samping itu, ada juga yang menitikberatkan pada pemberian bantuan, yang mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu tentang bagaimana membantu orang dewasa belajar (Brundage, 1981). Di indonesia, Direktorat Pendidikan Masyarakat telah mulai mengadopsi ide ini sejak tahun 1970-an dengan menggunakan istilah membelajarkan dan juga pembelajaran orang dewasa.

    Jadi ringkasnya, andragogi adalah seni dan ilmu tentang bagaimana membantu orang dewasa belajar. Dalam hal ini, pendidik harus berusaha bagaimana membantu mempermudah atau memfasilitasi orang dewasa belajar. Dalam hubungan ini, diyakini bahwa wujud bantuannya pasti berbeda dengan anak karena karakteristik yang berbeda antara keduanya.

    C. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa

    Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik dituntut memiliki kemampuan memilih pendekatan pembelajaran yang tepat. Kemampuan tersebut sebagai sarana serta usaha dalam memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran untuk menyajikan materi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan prgoram pembelajaran. Untuk menentukan atau memilih pendekatan pembelajaran, hendaknya berangkat dari perumusan tujuan yang jelas. Setelah tujuan pembelajaran ditentukan, kemudian memilih pendekatan pembelajaran yang dipandang efisien dan efektif. Pemilihan pendekatan pembelajaran ini hendaknya memenuhi kriteria efisien dan efektif. Suatu pendekatan pembelajaran dikatakan efektif dan efisien apabila strategi tersebut dapat mencapai tujuan dengan waktu yang lebih singkat dari pendekatan yang lainnya. Kriteria lain yang perlu diperhatikan dalam memilih pendekatan pembelajaran adalah tingkat keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran.

    Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih pendidik dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Srategi pembelajran terdiri atas dua kata, strategi dan pembelajaran. Istialah strategi (strategy) berasal dari kata kerja dalam bahsa Yunani, “stratego” yang berarti merencanakan (to plan). Strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana penunjang kegiatan. Strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran disebut strategi pembelajran. Pembelajaran adalah upaya sistematis dalam membantu warga belajar dalam mengembangkan potensinya secara optimal melalui kegiatan belajar.

    Strategi pembelajaran mencakup penggunaan pendekatan, metode dan teknik, bentuk media, sumber belajar, peserta didik, untuk mewujudkan interaksi edukasi antara pendidik dengan peserta didik dengan lingkungannya. Tujuan strategi pembelajaran adalah untuk mewujudkan efisiensi, efektivutas dan produktifitas kegiatan pembelajaran. Isi kegiatan pembelajaran adalah bahan/materi pembelajaran yang bersumber dari kurikulum yang telah disusun dalam program pembelajaran. Proses kegiatan pembelajaran merupakan langkah-langkah atau tahapan yang harus dilalui oleh pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Sumber pendukung kegiatan pembelajaran mencakup fasilitas dan alat-alat bantu pembelajaran (Sudjana, 2005).

    Menurut Dick dan Carey (1990 : 1) strategi pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Lebih lanjut Dick dan Carey (1990) :

    Menyebutkan lima komponen umum dari strategi instruksional sebagai berikut:

    1. Kegiatan pra instruksional.
    2. Penyajian informasi.
    3. Partisipasi peserta didik .
    4. Tes.
    5. Tindak.

    Gagne dan Briggs dalam Atwi Suparman (1996: 156) mengemukakan sembilan urutan kegiatan instruksional, yaitu:

    1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian.
    2. Menjelaskan tujuan instruksional kepada peserta didik .
    3. Mengingatkan kompetensi prasyarat .
    4. Memberi stimulus (masalah, topik, dan konsep).
    5. Memberikan petunjuk belajar.
    6. Menentukkan penampilan peserta didik .
    7. Memberi umpan balik .
    8. Menilai penampilan.
    9. Menyimpulkan.

    Strategi pembelajaran orang dewasa pada pendidikan keaksaraan fungsional terdiri dari lima langkah kegiatan, yaitu menulis, membaca, berhitung, diskusi dan aksi/penerapan. Langkah-langkah tersebut, bukan berarti langkah yang baku/kaku atau harus berurutan. Tetapi bisa saja dilakukan secara acak, misalnya dimulai dari diskusi, kemudian belajar membaca, menulis dan seterusnya. Hal ini tergantung dari situasi dan kondisi serta kesepakatan di dalam kelompok belajar. Namun demikian, kebiasaan yang ditemui adalah melalui diskusi terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang lain. Bisa juga dimulai dari masalah yang ditemui (aksi) peserta didik, kemudian didiskusikan di kelompok belajar, menulis, membaca dan seterusnya.

    Keefektifan kegiatan belajar, sangat bergantung pada kemampuan tutor dalam mengarahkan, dan membimbing peserta didik di dalam kegiatan belajarnya. Pengalaman juga menunjukkan bahwa, kegiatan menulis perlu didahulukan dan pada kegiatan membaca. Karena melalui kegiatan belajar menulis, peserta didik sedikit demi sedikit langsung belajar membaca. Sebaliknya apabila peserta didik didahulukan belajar membaca, maka cenderung kurang terampil dalam hal menulis.

    Kegiatan pembelajaran partisipatif sebagai upaya pembelajaran yang mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Sudjana (2005:155) keikutsertaan peserta didik diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu: perencanaan program pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Partisipasi dalam perencanaan merupakan bentuk keterlibatan peserta didik dalam kegiatan mengidentifikasi kebutuhan belajar, permasalahan dan menentukan prioritas masalah, sumber-sumber atau potensi yang tersedia. Hasil dari identifikasi digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan pembelajaran.dan penetapan program kegiatan pembelajaran.

    Partisipasi dalam pembelajaran adalah keterlibatan peserta didik dalam menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim belajar yang kondusif ditandai dengan :

    1. Kedisiplinan peserta didik.
    2. Terjadi hubungan antar peserta didik dan antara peserta didik dengan pendidik yang akrab, terbuka, terarah, saling menghargai, saling membantu dan saling belajar.
    3. Interaksi pembelajar yang sejajar. Kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada peran peserta didik (student centered). Peserta didik diberikan kesempatan secara luas dalam kegiatan pembelajaran, peran pendidik membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

    Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam menciptakan iklim pembelajaran kondusif, misalnya: pendekatan tematik, descoveri-inkuiri, kontektual, cooperative learning, konstruktrukvistik, meaningfull learning, dsb. Adapun metode pembelajaran yang diterapkan, misalnya; metode diskusi, tanya jawab, problem solving, discovery-inkuiri, simulasi, brainstorming, role playing,games, siklus belajar berbasis pengalaman, demonstrasi, kooperatif, dan sebagainya.

    Partisipasi dalam evaluasi pembelajaran adalah keterlibatan peserta didik dalam menghimpun informasi mengenai pengelolaan pembelajaran dan perubahan yang dirasakan selama mengikuti proses pembelajaran. Dalam partisipasi evaluasi pembelajaran ini, pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memberikan penilaian pada seluruh komponen pembelajaran (refeksi pembelajaran) dan suasana diri (moood meter) dalam mengikuti pembelajaran.

    Langkah-langkah yang dilakukan pendidik dalam menerapkan strategi pembelajaran partisipatif adalah:

    1. Melakukan assesment kebutuhan belajar, merumuskan tujuan, mengidentifikasi hambatan, dan menetapkan prioritas yang akan digunakan untuk mengelola kegiatan pembelajaran.
    2. Memilih tema/pokok bahasan dan/atau tugas yang harus dilakukan dalam pembelajaran dan menentukan indikator pencapaian tujuan pembelajaran.
    3. Mengenai dan mengkaji karakteristik peserta didik sebagai bahan masukan dalam menyusun rencana pembelajaran.
    4. Mengidentifikasi isi/materi atau bahan pelajaran/rincian tugas pembelajaran.
    5. Merumuskan tujuan pembelajaran.
    6. Merancang kegiatan pembelajaran, dengan memilih metode, media pembelajaran yang digunakan secara tepat dan pengelolaan waktu.
    7. Memilih fasilitas pembelajaran dan sumber bahan yang mendukung proses pembelajaran.
    8. Mempersiapkan sistem evaluasi proses dan hasil kegiatan pembelajaran.
    9. Mempersiapkan tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

    Menurut Tom Nesbit, Linda Leach & Griff Foley (2004) bahwa ada enam prinsip dalam praktek pembelajaran orang dewasa agar dapat diterapkan secara efektif, yaitu:

    1. Adanya partisipasi secara sukarela.
    2. Adanya perasaan respek secara timbal balik.
    3. Adanya semangat berkolaborasi dan kooperasi.
    4. Adanya aksi dan refleksi.
    5. Tersedianya kesempatan refleksi kritis dan
    6. Adanya iklim pembelajaran yang kondusif untuk belajar secara mandiri.

    Prinsip tersebut sangat berkaitan dengan karakteristik orang dewasa yang telah memiliki konsep diri dan pengalaman yang cukup banyak. Konsep diri orang dewasa telah mandiri dan bergantung sepenuhnya kepada orang lain dalam menentukan pilihan atau keputusan pemecahan masalah. Pengalaman merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi orang dewasa. Setiap peserta memiliki pengalaman yang bervariasi, tingkat pendidikan, kematangan dan lingkungan yang berbeda pula. Untuk itu pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

    1. Peserta sebagai sumber belajar, oleh karena itu teknik pembelajaran yang diterapkan diorientasikan pada upaya penyerapan pengalaman mereka melalui; diskusi kelompok, curah pendapat, bermain peran, simulasi, curah pendapat, demonstrasi, focus group discussion.
    2. Penekanan pada aplikasi praktis, pengetahuan baru, konsep-konsep, dan
    3. Pengalaman baru dapat dijelaskan melalui pengalaman praktis yang pernah dialami peserta didik. Hasil dari pembelajaran dapat dimanfaatkan secara langsung dalam kehidupannya.
    4. Materi pembelajaran dirancang berdasarkan pengalaman dan kondisi peserta didik.

    D. Konsep Khit-pan dalam Andragogi

    Konsep Khit-pan ini dilakukan dalam program pendidikan luar sekolah di Thailand, dan konsep Khit-pan ini dapat pula diterapkan pada pendidikan orang dewasa di Indonesia. Khit-pan ini berarti dapat berfikir secara rasional dan kritis, pada akhirnya menuju pemecahan masalah. Seseorang yang mengalami Khit-pan akan mampu mendekati masalah sehari-hari secara sistematis. Ia akan mampu menelaah penyebab masalahnya, ia akan mampu menelaah penyebab masalahnya, ia akan mampu mengumpulkan informasi untuk pengambilan tindakan yang harus diambil, dalam rangka pemecahan masalah.

    Konsep Khit-pan didasari filsafat bhuda. Pertama; hidup adalah penderitaan, kedua; penderitaan dapat diatasi, ketiga; untuk mengatasi, maka sumber penderitaan harus diidentifikasikan dan kemudian baru mencari cara pemecahan yang baik.Sehubungan dengan konsep Khit-pan, maka pengembangan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan 4 strategi, yaitu:

    1. Strategi pertama sebelum merancang kegiatan pembelajaran dilakukan lebih dahulu identifikasi kebutuhan warga belajar dalam mencari kebutuhan belajar digunakan baseline survey. Hasilnya dipecah menjadi 73 konsep.
    2. Strategi kedua, merencanakan satuan pelajaran dan proses diskusi, sehingga setiap pertemuan memberikan kesempatan untuk berlatih dalam pemecahan masalah. Melalui pertemuan-pertemuan peserta didik mengembangkan kemampuan kritis tentang keadaan dalam kehidupannya sehari-hari, dimana mereka telah mempunyai pengalaman yang dapat mereka sumbangkan dalam diskusi tersebut.
    3. Strategi ketiga, banyak menggunakan gambar atau perangsang diskusi, dan berfungsi sebagai alat untuk mempraktekkan teknik atau keterampilan memecahkan masalah. Tugasnya adalah menciptakan bahan-bahan belajar yang merangsang untuk mengembangkan pola pikir yang rasional dan kritis.
    4. Strategi keempat, kurikulum disusun secara luwes untuk mengakomodasi keanekaragaman peserta didik. Hal ini memungkinkan kepada tutor untuk menerapkan dan menyesuaikan program belajarnya dengan keadaan lingkungan setempat dan menyesuaikan dengan minat peserta didik serta dimasukkannya masalah-masalah baru yang diidentifikasikan oleh peserta didik selama proses belajar berlangsung, suasana belajar diatur secara luwes. Peraturan-peraturan di dalam kelas untuk orang dewasa lebih longgar dari pada peraturan-peraturan yang berlaku pada sekolah-sekolah formal biasa. Tempat belajar tidak harus di dalam ruangan dan juga di rumah penduduk, dibalai desa, dan sebagainya. Cara duduk peserta didik tidak diatur seperti di dalam kelas, sehingga pendidik dapat saling tatap muka

    E. Implikasi Konsep Andragogi Dalam Pembelajaran

    Konsep Andragogi didasarkan pada sedikitnya 4 asumsi tentang karakteristik warga belajar yang berbeda dari asumsi yang mendasari pedagogi tradisional,yaitu:

    1. Konsep diri mereka bergerak dari seseorang dengan pribadi yang tergantung kepada orang lain kearah seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri.
    2. Mereka telah mengumpulkan segudang pengalaman yang selau bertambah yang menjadi sumber belajar yang semakin kaya.
    3. Kesiapan belajar mereka menjadi semakin berorientasi kepada tugas-tugas perkembangan dari peranan sosial mereka.
    4. Perspektif waktu mereka berubah dari penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang mereka peroleh kepada penerapan yang segera, dan sesuai dengan itu orientasi mereka kearah belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata pelajaran kepada yang berpusat kepada penampilan.

    Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang dewasa yang di atas yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar.

    Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut:

    1.    Menyiapkan Iklim Belajar yang Kondusif

    Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Oleh karena itu, dalam pembelajaran model Andragogi langkah pertama yang harus dikerjakan adalah menyiapkan iklim belajar yang kondusif. Ada tiga hal yang perlu disiapkan agar tercipta iklim belajar yang kondusif itu. Pertama, penataan fisik seperti ruangan yang nyaman, udara yang segar, cahaya yang cukup, dan sebagainya. Termasuk di sini adalah kemudahan memperoleh sumber-sumber belajar baik yang bersifat materi seperti buku maupun yang bukan bersifat materi seperti bertemu dengan fasilitator. Kedua, penataan iklim yang bersifat hubungan manusia dan psikologis seperti terciptanya suasana atau rasa aman, saling menghargai, dan saling bekerjasama. Ketiga, penataan iklim organisasional yang dapat dicapai melalui kebijakan pengembangan SDM, penerapan filosofi manajemen, penataan struktur organisasi, kebijakan finansial, dan pemberian insentif.

    2.    Menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama

    Perencanaan pembelajaran dalam model Andragogi dilakukan bersama antara fasilitator dan peserta didik. Dasarnya ialah bahwa peserta didik akan merasa lebih terikat terhadap keputusan dan kegiatan bersama apabila peserta didik terlibat dan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

    3.    Menetapkan Kebutuhan Belajar

    Dalam proses pembelajaran orang dewasa perlu diketahui lebih dahulu kebutuhan belajarnya. Ada dua cara untuk mengetahui kebutuhan belajar ini adalah dengan model kompetensi dan model diskrepensi. Model kompetensi dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai cara seperti penyusunan model peran yang dibuat oleh para ahli. Pada tingkat organisasi dapat dilakukan dengan melaksanakan analisis sistem, analisis performan, dan analisis berbagai dokumen seperti deskripsi tugas, laporan pekerjaan, penilaian pekerjaan, analisis biaya, dan lain-lain. Pada tingkat masyarakat dapat digunakan berbagai informasi yang berasal dari penelitian para ahli, laporan statistik, jurnal, bahkan buku, dan monografi. Model dikrepensi, adalah mencari kesenjangan. Kesenjangan antara kompetensi yang dimodelkan dengan kompetensi yang dimiliki oleh peseta didk. Peseta didik perlu melakukan self assesment.

    4.    Merumuskan Tujuan Khusus (Objectives) Program

    Tujuan pembelajaran ini akan menjadi pedoman bagi kegiatan-kegiatan pengalaman pembelajaran yang akan dilakukan. Banyak terjadi kontroversi dalam merumuskan tujuan pembelajaran ini karena perbedaan teori atau dasar psikologi yang melandasinya. Pada model Andragogi lebih dipentingkan terjadinya proses self-diagnosed needs.

    5.    Merancang Pola Pengalaman Belajar

    Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perlu disusun pola pengalaman belajarnya atau rancangan programnya. Dalam konsep Andragogi, rancangan program meliputi pemilihan problem areas yang telah diidentifikasi oleh peserta didik melalui self-diagnostic, pemilihan format belajar (individual, kelompok, atau massa) yang sesuai, merancang unit-unit pengalaman belajar dengan metoda-metoda dan materi-materi, serta mengurutkannya dalam urutan yang sesuai dengan kesiapan belajar peserta didik dan prinsip estetika. Rancangan program dengan menggunakan model pembelajaran Andargogi pada dasarnya harus dilandasi oleh konsep self-directed learning dan oleh karena itu rancangan program tidak lain adalah preparat tentang learning-how-to-learn activity.

    6.    Melaksanakan Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar)

    Catatan penting pertama untuk melaksanakan program kegiatan belajar adalah apakah cukup tersedia sumber daya manusia yang memiliki kemampuan membelajarkan dengan menggunakan model Andragogi. Proses pembelajaran Andragogi adalah proses pengembangan sumberdaya manusia. Peranan yang harus dikembangkan dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah peranan sebagai administrator program, sebagai pengembang personel yang mengembangkan sumberdaya manusia. Dalam konteksi pelaksanaan program kegiatan belajar perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan berbagai teknik untuk membantu orang dewasa belajar dan yang berkaitan dengan berbagai bahan-bahan dan alat-alat pembelajaran.

    7.    Mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar

    Proses pembelajaran model Andragogi diakhiri dengan langkah mengevaluasi program. Pekerjaan mengevaluasi merupakan pekerjaan yang harus terjadi dan dilaksanakan dalam setiap proses pembelajaran. Tidak ada proses pembelajaran tanpa evaluasi. Proses evaluasi dalam model pembelajaran Andragogi bermakna pula sebagai proses untuk merediagnosis kebutuhan belajar. Untuk membantu peserta didik mengenali ulang model-model kompetensi yang diharapkannya dan mengasses kembali diskrepensi antara model dan tingkat kompetensi yang baru dikembangkannya. Pengulangan langkah diagnosis menjadi bagian integral dari langkah evaluasi. Dalam khasanah proses evaluasi terdapat empat langkah yang diperlukan untuk mengefektifkan assessment program yaitu evaluasi reaksi yang dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana peserta didik merespon suatu program belajar; evaluasi belajar dilaksanakan untuk mengetahui prinsip-prinsip, fakta, dan teknik-teknik yang telah diperoleh oleh peserta didik; evaluasi perilaku dilaksanakan untuk memperoleh informasi perubahan perilaku peserta didik setelah memperoleh latihan; dan evaluasi hasil dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.

    Aplikasi yang diutarakan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsip-prinsip atau rambu-rambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang dewasa. Oleh karena itu, keberhasilannya akan lebih benyak tergantung pada setiap pelaksanaan dan tentunya juga tergantung kondisi yang dihadapi. Jadi, implikasi pengembangan teknologi atau pendekatan andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara mengajar terhadap warga belajar. Namun, karena keterikatan pada sistem lembaga yang biasanya berlangsung, maka penyusunan program atau kurikulum dengan menggunakan andragogi akan banyak lebih dikembangkan dengan menggunakan pendekatan ini.

    Sebagai orang dewasa merasakan bahwa konsep-diri seseorang dapat berubah. Mereka mulai melihat peranan sosial mereka dalan hidup tidak lagi sebagai warga belajar “full time”. Mereka melihat diri mereka semakin sebagai penghasil atau pelaku. Sumber utama kepuasan-diri mereka sekarang adalah penampilan mereka sebagai pekerja, suami/isteri, orang tua, dan warga negara. Orang dewasa memperoleh status baru, di mata mereka dan orang-orang lain, dari tanggung jawab yang non-pendidikan ini. Konsep-diri mereka menjadi sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai mampu membuat keputusan-keputusan mereka sendiri dan menghadapi akibat-akibatnya, mengelola hidup mereka sendiri. Dalam hal itu mereka juga mengembangkan satu kebutuhan psikologis yang dalam untuk dilihat orang lain sebagai orang yang mampu mengarahkan diri sendiri.

    Orang dewasa menemukan bahwa mereka dapat bertanggung jawab bagi pembelajaranmereka sendiri, sebagaimana mereka lakukan bagi segi-segi lain kehidupan mereka, mereka mengalami perasaan lega dan gembira. Kemudian mereka akan memasuki kegiatan belajar dengan keterlibatan-diri yang mendalam, dengan hasil yang seringkali mengejutkan bagi mereka sendiri dan para fasilitator mereka.

    Bab III. Penutup

    A. Simpulan

    Strategi pembelajaran dapat ditinjau dari ilmu, seni dan keterampilan yang digunakan pendidik dalam membantu baik itu memotivasi, membimbing, membelajarkan dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar. Di samping itu strategi pembelajar dapat dimaknai sebagai prosedur pembelajaran dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran dari beberapa komponen pembelajaran yang berupa materi pembelajaran, peserta didik, waktu, alat, bahan, metode pembelajaran, sistem evaluasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

    Strategi pembelajaran orang dewasa (andragogi) merupakan prosedur yang dilakukan dalam membantu orang dewasa dalam belajar. Dalam belajar, orang dewasa telah memiliki konsep diri yang harus dihargai, memiliki pengalaman yang dapat dijadikan sumber belajar, orientasi belajar diarahkan pada upaya pemenuhan kebutuhan dan peningkatan peran dan status sosial dalam masyarakat.

    B. Saran

    Sebagai seseorang yang akan menjadi pendidik nantinya, kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaiman karakteristik dan kebutuhan apa saja yang diperlukan serta perlu dipenuhi. Sedangkan dalam kasus orang dewasa, yang notabene baik itu dalam hal pemikiran maupun tingkah laku yang sudah berbeda dengan anak-anak, penddikan orang dewasa memiliki harga diri dan jati dirinya yang membutuhkan engakuan, karena itu akan sangat berpengaruh pada proses belajarnya. Dan dengan mengetahui kebutuhannya, maka dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus diciptakan, apa isi yang harus diberikan dan bagaimana strategi serta teknik yang cocok digunakan.

  • Peran Guru dalam Metode Diskusi

    Peran Guru dalam Diskusi

    Dalam komunikasi, guru harus mengetahui cara penyampaian suatu materi kepada siswanya. Melalui metode tertentu di dalam kelas siswa dapat memahami materi serta tidak merasa bosan dalam menempuh proses pembelajaran. Salah satunya adalah dengan melibatkan siswa untuk berdiskusi. Hal ini tentunya dengan memperhatikan kesesuian terhadap materi yang diajarkan.

    Diskusi adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok untuk bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan masalah untuk mendapatkan kebenaran atas persoalan tertentu. Adapaun metode diskusi dalam pembelajaran yang saya kutip dari hilmanburhanudin.blogspot.com adalah cara penyampaian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah. Dengan demikian metode diskusi merupakan cara mempelajari materi pelajaran melalui pertukaran pendapat guna mendapatkan solusi dari masalah yang timbul.  

    Apabila hendak menerapkan metode diskusi, guru perlu merancang konsep yang matang terlebih dahulu sehingga siswa dapat berpikir kritis serta mengeluarkan pendapat secara rasional dan objektif dalam memecahkan suatu masalah. Hal yang perlu diperhatikan, metode diskusi berbeda dengan tanya jawab. Sebab, metode tanya jawab dapat langsung diselesaikan hanya dengan satu jawaban. Sedangkan metode diskusi diwarnai dengan banyak jawaban yang sama-sama mencoba memperlihatkan kebenaran.

    Guru yang memilih menggunakan metode diskusi harus menjalankan beberapa peran agar diskusi dapat berjalan sesuai tujuan pembelajaran. Pertama, menjadi seorang ahli. Ketika metode diskusi bertujuan untuk memecahkan masalah dalam suatu pembelajaran, maka guru dapat berperan sebagai seorang ahli yang mengetahui lebih banyak hal daripada siswa. Kedua, memimpin jalannya diskusi. Sebenarnya pemimpin diskusi juga dapat diserahkan kepada siswa yang dianggap mampu. Hanya saja, perlu diperhatikan bahwa peran pemimpin ini sangat penting karena sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan diskusi dalam wilayah pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya sosok yang memimpin jalannya diskusi adalah guru. Menurut Setyanto (2014) sebagai pemimpin diskusi, guru harus mampu menjalankan beberapa peran penting sebagai berikut:

    a. Mengatur Lalu Lintas Diskusi

    Pemimpin diskusi bertanggung jawab mengatur jalannya diskusi dalam wilayah pembelajaran agar berjalan lancar. Bahkan, pemimpin juga dapat menjalankan fungsi sebagai penengah untuk memastikan kelancaran diskusi. Sebagai pemimpin, guru harus mampu mengarahkan dan memperjelas pendapat dari para siswa agar tidak terjadi kesimpangsiuran serta menghindari pembicaraan yang keluar dari pokok bahasan diskusi.

    b. Menjadi Penangkis

    Ketika diskusi sedang berlangsung, maka banyak sanggahan atau pertanyaan yang dilontarkan kepada pemateri. Pemimpin diskusi harus menilai hal-hal yang perlu dipantulkan kembali, baik kepada kelompok pemateri maupun yang mengajukan pertanyaan. Dengan menjalankan fungsi sebagai dinding penangkis, guru dapat mencegah siswa melakukan tanya jawab yang tidak penting serta perdebatan sengit dalam diskusi.

    c. Menjadi penunjuk Jalan

    Pemimpin diskusi tidak boleh lupa menyampaikan petunjuk umum sebelum diskusi dimulai, khesusnya mengenai hal-hal yang boleh dilaukan dan terlarang bagi peserta. Selain itu, guru sebagai pemimpin diskusi perlu menjelaskan terlebih dahulu masalah yang harus dipecahkan siswa.

    Berdasarkan urai tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran pemimpin diskusi sangat penting, bahkan menentukan jalannya diskusi. Oleh karena itu, sosok yang paling tepat memimpin diskusi adalah guru. Demikian postingan saya pada kesempatan ini. Terima kasih dan semoga bermanfaat