Blog

  • Makalah Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam – Bayani, Istislahi, dan Ta’lili

    Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam – Bayani, Istislahi, dan Ta’lili

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang masalah

    Perkembangan hukum dalam prosesnya dibagi menjadi empat periode yaitu periode Nabi, periode Sahabat, periode ijtihad serta kemajuan dan periode taklid serta kemundurannya. Seperti diketahui bahwa dimasa Nabi umumnya penyelesaian kasus-kasus hukum pada waktu itu diselesaikan oleh nabi melalui wahyu Ilahi.  Dalam kasus yang lain ketika nabi menghadapi berbagai persoalan ummat yang muncul ketika itu, nabi tidak mendapatkan wahyu sedangkan persoalan tersebut harus segera diselesaikan, maka ketika itu nabi menyelesaikannya dengan jalan berijtihad. Ijtihad yang diturunkan nabi, diturunkan kepada generasi-generasi selanjutnya melalui sunah atau tradisi Nabi.  

    Ketika rasul meninggal persoalan umat tidaklah berhenti tetapi terus berkembang sehingga muncullah  ijtihad baik bagi kalangan Sahabat, Tabi’in, Tabi’ Tabi’in dan generasi seterusnya sampai kepada ulama-ulama akhir zaman yang disebut dengan ulama kontemporer. Karna itu ijtihad adalah merupakan solusi yang paling efektif dan baik untuk dapat menyelesaikan permasalahan ummat. Dalam perkembangan selanjutnya metode ijtihad terus berkembang sehingga  dikenal metode Ijtihad intiqa’i dan ijtihad insya’i. Disamping metode ijtihad, bentuk-bentuk  ijtihadpun mengalami perkembangan  hal ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat menyelesaikan persolan ummat sesuai dengan sunnah Allah dan rasulnya, demi untuk menjaga kenyamanan dan kedamaian dalam beribadah dan bermuamalah.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Ijtihad

    Secara bahasa,  ijtihad اجتهاد berasal dari akar kata  jahada. Bentuk kata masdharnya terdiri dari dua bentuk yang berbeda artinya antara lain :

    a. Jahdun dengan arti kesungguhan atau sepenuh hati  atau serius. Seperti dalam Al-Qur’an surat An- An’am ayat 109.

    وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ…

    Artinya :Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan

    b. Jahdun dengan arti kesungguhan atau kemampuan yang didalamnya terkandung arti sulit, berat dan susah. Seperti dalam Al-Qur’an surat An- Taubah ayat 79

    وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ ….

    Artinya : dan mereka (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka..

    Menurut Al-Amidi yang dikutip oleh Wahbah al-Zuhaili (1978: 480), ijtihad   ialah : 

    إستفرغ الوسع في طلب الظن بشيء من الأحكام الشرعية بحيث يحسي من نفس العجز عن المزيد فيه

    Artinya: Mencurahkan segala kemampuan untuk menentukan sesuatu yang Zhanni dari hukum-hukum syara’ dalam batas sampai dirinya merasa tidak mampu melebihi usaha itu.

    Menurut al-Imam al-Syaukani Ijtihad  adalah :

    بذل الوسع في نيل الحكم شرعي عملي بطريق الإستنباط

    Artinya: Mengerahkan kemampuan dalam memperoleh hukum syar’i yang bersifat amali melalui cara istinbath.

     Sedangkan al-Gazali mendepenisikan ijtihad adalah :

    بذل المجتهد وسعه في طلب العلم بأحكام الشرعية

    Artinya: pengarahan segala kemampuan seorang mujtahid dalam memperoleh hukum-hukum syar’i.

    Muhammad Abu Zahrah, mengartikan bahwa ijtihad ialah pencurahan segenap kemampuan untuk sampai kepada suatu tujuan atau perbuatan.

    Dari uraian tersebut dapat diuraikan bahwasanya ijtihad memiliki garis besar seperti berikut :

    Ijtihad, kegiatan, Pengarahan daya pikir sekuat-kuatnya, Pelakunya Ahli fiqih yang memenuhi persyaratan, Lapangannya, Suatu masalah yang tidak terdapat nash  dalam Al-Qur’an,Tujuannya Mendapat/menemukan hukum tentang suatu masalah, Sifat Hukumnya Zanny, bukan qhat’i (dugaan kuat, bukan kepastian).Sistem/kaedah menurut jalan pikiran, logika dan metode tertentu dan teratur dalam ilmu ushul fiqh, dibantu dengan qowa’idul ahkam, al-qowaidul fiqhiyah (kaedah-kaedah fiqih dan sebagainya).

    B. Dasar-Dasar Ijtihad

    Adapun yang menjadi dasar ijtihad ialah :

    Al-Qur’an

    يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُول..

    Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil  amri  di antara  kamu.  Kemudian  jika  kamu   berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Qs. An-nisa : 59).

    فَاعْتَبِرُوا يَاأُولِي الْأَبْصَارِ…….

      Artinya : Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan”. (QS. Al-Hasyr (59) : 2)

    أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

    Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.

    Sunnah/Hadits

    Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya adalah  hadits ‘Amr bin al-‘Ash yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bersabda:

    إذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران، وإذا حكم فاجتهد ثم أخطأ فله أجر

    Artinya: apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala.(HR. Bukhari dan Muslim,dari Ammar bin al-‘As).

     Hadits Rasulullah saw riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi

    ولما بعث النبي معاذ بن جبل إلى اليمن قاضيا، قال له: (كيف تقضي إذا عرض لك قضاء؟) قال: أقضي بكتاب الله تعالى، قال: فإن لم تجد ؟ قال: فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: فإن لم تجد؟ قال: أجتهد رأيي ولا آلو، قال معاذ: فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم في صدري وقال: الحمد لله الذي وفق رسول رسول الله لما يرضي رسول الله

    Artinya: Ketika Nabi mengutus Sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman sebagai hakim Nabi bertanya: Bagaimana cara kamu menghukumi suatu masalah hukum? Muadz menjawab: Saya akan putuskan dengan Quran. Nabi bertanya: Apabila tidak kamu temukan dalam Quran? Muadz menjawab: Dengan sunnah Rasulullah. Nabi bertanya: Kalau tidak kamu temukan? Muadz menjawab: Saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan tidak akan melihat ke lainnya. Muadz berkata: Lalu Nabi memukul dadaku dan bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi pertolongan pada utusannya Rasulullah karena Nabi menyukai sikap Muadz.( HR. Abu Dawud).

    Ketika Amr bin As bertugas sebagai pimpinan pasukan dalam suatu peperangan, disuatu malam Amr bermimpi dan mengeluarkan sperma. Ketika akan melaksanakan sholat subuh, ia hanya bertayamun, karena udara sangat dingin dan khawatir terhadap kesehatan tubuhnya apabila terkena air. Hal tersebut disampaikan kepada Nabi Muhammad dan ternyata Nabi Muhammad saw tidak mengingkari sebagai hasil ijtuhad. Secara logika dapat ditetapkan sebagai dasar adanya dan pentingnya ijtihad.

    C. Hukum Melaksanakan Ijtihad

    Setiap muslim pada dasarnya diharuskan untuk berijtihad pada semua bidang hukum dan syari’ah, asalkan dia mempunyai kriteria dan syarat sebagai seorang mujtahid. Para ulama’ membagi hukum untuk melakukan ijtihad dengan lima  bagian, yaitu :

    1. Wajib ain, yaitu bagi seorang yang faqih yang mereka yang dimintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang terjadi, sedangkan hanya dia seorang faqih yang dapat melakukan ijtihad  dan ia khawatir peristiwa itu lenyap tanpa ada kepastian hukumnya, maka hukum berijtihad baginya adalah wajib ain.
    2. Wajib Kifayah, yaitu bagi mereka yang dimintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa, sedangkan hanya dia seorang faqih yang dapat melakukan ijtihad, yang tidak dikhawatirkan peristiwa tersebut akan lenyap. atau  selain dia masih terdapat faqih-faqih lainnya yang mampu berijtihad. Maka apabila ada seorang faqih saja yang berijtihad maka faqih yang lainnya bebas dari kewajiban berijtihad. Akan tetapi jika tidak ada seorang faqihpun yang berijtihad maka faqih semuanya yang ada disitu semuanya berdosa karena telah meninggalkan  kewajiban kifayah.
    3. Sunnah, yaitu apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi. Tetapi umat menghendaki ketetapan hukumnya, untuk mengantisipasinya. Artinya tidak berdosa seorang faqih tersebut meninggalkan ijtihad, akan tetapi bila dia berijtihad maka dia mendapatkan pahala.
    4. Mubah, yaitu apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau sudah  terjadi dalam kenyataan. Tetapi kasus tersebut belum diatur secara jelas dalam nas al-Qur’an dan hadits. Sedangkan orang yang  faqih tersebut ada bebrapa orang, maka ia dibolehkan dalam berijtihad.
    5. Haram, yaitu apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang telah ada hukumnya dan telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang sharih, dan qath’i. atau bila seorang yang melakukan ijtihad tersebut belum mencapai tingkat faqih. Karena ijtihad tidak boleh dilakukan bila telah ada dalil yang sharih dan qath’i, sedangkan dia tidak punya kemampuan dalam berijtihad.

    D. RUANG LINGKUP IJTIHAD

              Berkaitan dengan ruang lingkup ijtihad para ulama ushul sepakat bahwasanya ijtihad ini hanya terjadi pada ayat-ayat yang bersifat zhanniyah, karena sebagian dari materi-materi hukum dalam Al-Qur’an dan Sunah, sudah terbentuk diktum yang odentik, yakni tidak mengandung pengertian lain, atau sudah diberi interpretasi otentik oleh sunah itu sendiri. Di samping itu, juga ada sebagian diantaranya yang sudah memperoleh kesepakatan bulat serta diberlakukan secara umum dan mengikat semua pihak atau berdasarkan ijma’.

              Peraturan hukum Islam seperti kewajiban shalat, zakat, puasa, haji, berbakti kepada orang tua, mengasihi orang miskin, serta menyantuni anak yatim dan larangan berzina, mencuri, membunuh tanpa hak dan lain-lain, adalah termasuk kategori hukum Islam yang sudah diketahui oleh umum dan bersifat mengikat semua pihak, serta tidak memerlukan interpretasi lain lagi. Pengertiannya sudah begitu jelas dan otentik dalam teori maupun praktek. Jenis peraturan tersebut disebut dengan mujma’’alaih wa ma’lum min al-din bi al–dharrah dan bersifat qath’iyyah. Hal ini diketahui secara terus menerus sejak dari masa Rasulullah SAW hingga saat ini. Pengetahuan yang demikian memang sudah meyakinkan dan tidak perlu lagi interpretasi. Hal demikian tidak perlu lagi diijtihadkan, sebagaimana disebutkan oleh ulama ushul dengan kaidah yang berbunyi:

    “Tidak diperkenankan berijtihad ketika sudah ada ketetapan nash”.

     Salah satu contoh suatu nash yang sudah tegas syarih lagi qath’i wurud dan qath’i dalalahnya ialah seperti firman Allah S.W.T:

    الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَة…..

    “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing keduanya seratus kali” (Q.S.24. An-Nur 2).                     

    E. BENTUK-BENTUK CARA BERIJTIHAD

            Ada  tiga bentuk ijtihad, yaitu: Ijtihad intiqa’i, ijtihad insya’i dan ijtihadMuqorin

    1.      Ijtihad intiqa’i adalah ijtihad yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk memilih pendapat para ahli fikih terdahulu mengenai masalah-masalah tertentu, sebagai mana tertulis dalam kitab fikih, kemudian menyeleksi mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih relevan dengan kondisi kita sekarang[[13]]

    Kemungkinan besar pendapat para ahli fiqih terdahulu mengenai masalah yang dipecahkan itu berbeda-beda, dalam hal ini para ulama bertugas untuk mempertimbangkan dan menyeleksi dalil-dalil yang mereka pergunakan, kemudian memberikan pendapatnya mengenai suatu permasalahan yang dianggapnya lebih kuat dan lebih dapat diterima. Mereka itu terdiri dari ahli tarjih dalam klasifikasi mujtahid yang dikemukan oleh ahli ushul fiqih pada umumnya.

     Sebagai contoh dapat dilihat dalam masalah talak atau perceraian. Menurut mayoritas ulama fiqih terdahulu termasuk mazhab yang empat, bahwatalak yang yang dinyatakan jatuh apabila diucapkan oleh suami dalam keadaan sadar dan atas kehendak sendiri  tampa harus bergantung pada adanya saksi[[14]]. Akan tetapi menurut pendapat kalangan fiqih Syiah, talak baru dianggap terjadi kalau disaksikan oleh dua orang saksi yang adil. Agaknya pada masa sekarang ini pendapat Syiah ini mungkin lebih dapat diterima.

    Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, talak baru dianggap terjadi kalau dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama. Sekirannya talak di syaratkan adanya saksi sesuai pendapat Syiah, suami dimungkinkan untuk dapat berpikir dengan baik,  sebelum menjatuhkan talak, dengan demikian suami tidak menjatuhkan talak kapan dan dimanapun ia berada.   Karena itu  dalam melaksanakan ijtihad intiqa’i diperlukan analisis yang cermat dengan memperhatikan faktor sosial budaya, kemajuan iptek  yang sesuai dengan perkembangan zaman. Diperlukan kajian terhadap dalil-dalil yangdigunakan oleh ahli fiqih terdahulu dan juga relevansinya dimasa sekarang[[15]]

    2.      Ijtihad insya’i usaha untuk menetapkan kesimpulan hukum mengenai peristiwa-peristiwa baru yang belum diselesaikan oleh para ahli fikih terdahulu[[16]]

     Dalam ijtihad ini diperlakukan pemahaman yang menyeluruh terhadap kasus-kasus baru yang akan ditetapkan hukumnya. Jadi dalam menghadapi persoalan yang sama sekali baru diperlukan pengetahuan mengenai masalah yang sedang dibahas, tampa mengetahui kasus yang baru tersebut maka kemungkinan besar hasil ijtihadnya akan membawa kepada kekeliruan.

    Sebagai contoh dalam kasus pencangkokan jaringan atau organ tubuh manusia. Guna menetapkan hukumnya maka perlu didengar lebih dahulu pendapat para ahli dalam bidang kedokteran, khususnya ahli bedah, setelah diketahui secara jelas perihal pencangkokan tersebut kemudian baru dimulai dibahas dalam disiplin ilmu agama  Islam, untuk kemudian diambil kesimpulannya.[[17]] Dalam Ijtihad Insya’i ini diperlukan pemahaman tentang metode  penetapan hukum diantara metode tersebut adalah qiyas, istihsan, maslahat mursalat, dan saddu al-zari’at.     

    3.      Ijtihad Muqorin (Komperatif)  adalah menggabungkan kedua bentuk ijtihad diatas ( intiqa’i dan Insya’i ) dengan demikian disamping untuk menguatkan atau mengkompromikan beberapa pendapat, juga diupayakan adanya pendapat baru sebagai jalan keluar yang lebih sesuai dengan tuntunan zaman. [[18]]

    Pada dasarnya, hasil ijtihad yang dihasilkan oleh ulama terdahulu merupakan karya agung yang masih utuh, bukanlah menjadi patokan mutlak, melainkan masih memerlukan ijtihad baru. Karena itu diperlukan kemampuan mengutak-atik, mengkaji ulang hasil sebuah ijthad tersebut, dengan jalan menggabungkan kedua bentuk ijtihad tersebut diatas.

    F. METODE-METODE IJTIHAD

    Menurut Dawalibi, membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang sebagiannya sesuai dengan pendapat al-Syatibi dalam kitab Al-Muwafaqot, yaitu :

    A.    Ijtihad Al-Bayani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ yang terkandung dalam nash namun sifatnya masih zhonni baik dari segi penetapannya maupun dari segi penunjukannya.[[19]]

    Metode ijtihad bayani upaya penemuan hukum melalui kajian kebahasaan (semantik). Konsentrasi metode ini lebih berkutat pada sekitar penggalian pengertian makna teks: kapan suatu lafaz diartikan secara majaz, bagaimana memilih salah satu arti dari lafaz musytarak (ambigu), mana ayat yang umum dan mana pula ayat yang khusus, kapan suatu perintah dianggap wajib dan kapan pula sunat, kapan laragan itu haram dan kapan pula makruh dan seterusnya.

    Ijtihad ini hanya memberikan penjelasan hukum yang pasti dari dalil nas tersebut. Umpanya menetapkan keharusan ber’iddah tiga kali suci terhadap isteri yang dicerai dalam keadaan tidak hamil dan pernah dicampuri.berdasarkan firman Alalh surat al-Baqarah ayat 228

    وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ….

    Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’

    Dalam ayat ini memang dijelaskanbatas waktu iddah adalah  tiga kali quru’ namun tiga kali quru’ tersebut bisa berarti suci atau haid. Ijtihad menetapkan tiga kali quru’ dengan memahami petunjuk/Qarinah yang ada disebut  ijtihad bayani

    B.     Ijtihad Ta’lili/Al-Qiyasi, yaitu ijtihad untuk menggali dan menetapkan hukum terdapat permasalahan yang tidak terdapat dalam Al Quran dan sunnah dengan menggunakan metode qiyas.  Dalam ijtihad qiyasi ini hukumnya memang tidaktersurat tetapi tersirat dalam dalil yang ada. Untuk mencari hukum tersebut diperlukan ijtihad qiyasi. Contoh hukum memukul kedua orang tua yang diqiaskan dengan mengatakan ucapan “akh.”

    فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا.

    Artinya: Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “akh” (Q.S al-Isra’: 23)

    ‘illatnya ialah menyakiti hati kedua orang tua, diqiyaskan kepada hukum memukul orang tua? Dari kedua peristiwa itu nyatalah bahwa hati orang tua lebih sakit bila dipukul anaknya dibanding dengan ucapan “ah” yang diucapkan anaknya kepadanya.

    C.     Ijtihad Isthislahi, Menurut Muhammad Salam Madkur Ijtihad Istishlahi adalah pengorbanan kemampuan untuk sampai kepada hukum syara’ (Islam) dengan menggunakan pendekatan  kaidah-kaidah  umum (kulliyah), yaitu   mengenaimasalah yang mungkin digunakan pendekatan kaidah-kaidah umum tersebut, dan tidak ada nash yang khusus atau dukungan ijma’ terhadap masalah itu. Selain itu, tidak mungkin pula diterapkan metode qiyas atau metode istihsan terhadap masalah itu. Ijtihad ini, pada dasarnya merujuk kepada kaidah jalb al-mashlahah wa daf’ al-mafsadah (menarik kemaslahatan dan menolak kemafsadatan), sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan untuk kaidah-kaidah syara’.[[20]]

    Dalam metode ini, ayat-ayat umum dikumpulkan guna menciptakan beberapa prinsip umum yang digunakan untuk melindungi atau mendatangkan kemaslahatan. Prinsip-prinsip tersebut disusun menjadi tiga tingkatan yaitu: daruriyat (kebutuhan esensial), hajiyat (kebutuhan primer),tahsiniyyah (kebutuhan kemewahan). Prinsip umum ini ditujukan kepada persoalan yang ingin diselesaikan. Misalnya tranplantasi organ tubuh, bayi tabung dan hal-hal lain yang tidak dijelaskan oleh nash.

    G. PEMBAGIAN  IJTIHAD

    Ada beberapa pendapat ahli ushul mengenai pembagian ijtihad di antaranya yaitu : Menurut Mahdi Fadhl membagi ijtihad menjadi dua bagian:

    1)      Ijtihad mutlak, yaitu ijtihad yang melengkapi semua masalah hukum, tidak memilah-milahnya dalam bentuk bagian-bagian masalah hukum tertentu. Atau biasa di sebut dengan ijtihad paripurna. Ulama yang mempunyai kemampuan dalam hal ini disebut mujtahid mutlaq, yaitu seorang faqih yang mempunyai kemampuan ijtihad meng-istinbath-kan seluruh bidang hukum dari dalil-dalilnya; atau mempunyai kemampuan meng-istinbath-kan hukum dari sumber-sumber hukum yang diakui secara syar’i dan ‘aqli.

    2)      Ijtihad juz-i. karia ijtihad seperti ini adalah kajian mendalam tentang bagian tertentu dari hukum dan tidak mendalam bagian yang lain. Pelaku (muhtahid)-nya disebut mujtahid juz-i, yaitu faqih yang mempunyai kemampuan mengistinbathkan sebagian tertentu dari hukum syara’ dari sumbernya yang muktabar tanpa kemampuan mengistinbathkan semua hukum.

    Imam mujtahid yang empat (Maliki, Syafi’I,Hambali dan Ahmad) termasuk kepada bagian pertama(mujtahid mutlaq) dan kebanyakan mujtahid lainnya termasuk bagian yang kedua(mujtahid juz-i)[[21]]    

    H. BEBERAPA POLA IJTIHAD

    a)    Ijma’ ialah kesepakatan hukum yang diambil dari fatwa atau musyawarah para Ulama tentang suatu perkara yang tidak ditemukan hukumnya didalam Al qur’an ataupun hadis . Tetapi rujukannya pasti ada didalam Al-qur’an dan hadis. ijma’ pada masa sekarang itu diambil dari keputusan-keputusan ulama islam seperti MUI. Contohnya hukum mengkonsumsi ganja atau sabu-sabu adalah haram, karena dapat memabukkan dan berbahaya bagi tubuh serta merusak pikiran.  

    b)      Qiyas adalah menyamakan yaitu menetapkan suatu hukum dalam suatu perkara baru yang belum pernah ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan seperti sebab, manfaat, bahaya atau  berbagai aspek dalam perkara sebelumnya sehingga dihukumi sama. Contohnya seperti pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan “ah” kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan dan menghina, sedangkan memukul orang tua tidak disebutkan. Jadi diqiyaskan oleh para ulama bahwa hukum memukul dan memarahi orang tua sama dengan hukum mengatakan Ah yaitu sama-sama menyakiti hati orang tua dan sama-sama berdosa.

    c)      Maslahah mursalah ialah suatu cara menetapkan hukum  berdasarkan atas pertimbangan kegunaan dan manfaatnya.  Contohnya: di dalam Al Quran ataupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.

    d)     Saddu adzari’ah  adalah memutuskan suatu perkara yang mubah makruh atau haram demi kepentingan umat.

    e)      istishab adalah  tindakan dalam menetapkan suatu ketetapan sampai ada alasan yang mengubahnya. Contohnya:  seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu ataupun belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang/yakin kepada keadaan sebelum ia berwudhu’,  sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.

    f)       Uruf  yaitu suatu tindakan dalam menentukan suatu perkara berdasarkan adat istiadat yang berlaku dimasayarakat dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis. Contohnya : dalam hal jual beli. sipembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang ia beli dengan tidak mengadakan ijab Kabul, karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.

    g)      Istihsan yaitu suatu tindakan dengan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya, disebabkan adanya suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Contohnya: didalam syara’, kita dilarang untuk mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syara’ memberikan rukhsah yaitu kemudahan atau keringanan, bahwa jual beli diperbolehkan dengan sistem pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.

    Metode Ijtihad Empat Imam Mazhab

    Di samping empat rujukan (al-Qur’an, sunah, ijma’ dan Qiyas) yang disepakati secara prinsip, diantara ulama mujtahid ada yang menggunakan cara-cara lain secara tersendiri yang antara seorang mujtahid dengan yang lainnya belum tentu sama. Ide dan cara yang digunakan oleh seorang mujtahid diluar empat rujukan diatas ada yang diikuti oleh mujtahid lain dan banyak pula mujtahid lain yang menolaknya. Perbedaan dalam segi yang disebutkan diatas menyebabkan hasil ijtihad temuan setiap mujtahid pun terdapat perbedaan dan masing-masing diikuti oleh orang-orang yang menganggapnya benar.

    Dalam beberapa literature ushul fiqh, dirumuskan mengenai metode ijtihad yang ditempuh oleh empat imam madzhab, yaitu:

    v  Metode ijtihad Imam Abu Hanifah adalah dengan mencarinya dalam al-Qur’an dan sunah dengan caranya yang ketat dan hati-hati, pendapat shahabat, qiyas dalam pengunaanya yang luas, istihsan. Tidak disebutkannya ijma’ dalam rumusan itu bukan berarti Abu Hanifah menolak ijma’ tetapi menggunakan ijma’ Sahabat yang tergambar dalam ucapannya diatas.

    v  Metode ijtihad Imam Malik adalah dengan menggunakan langkah sebagai berikut: Al-Quran, sunah, amalan ahli Madinah, mashlahat mursalah, qiyas, dan saddu dzari’ah. Amalan ahli Madinah disini berarti ijma’ dalam arti yang umum.

    v  Metode ijtihad Imam Syafii adalah dengan menggali al-Quran, sunah yang shahih, meskipun lewat periwayatan perseorangan  (ahad),  ijma’ seluruh mujtahid umat Islam dan qiyas. al-Quran dan sunah dijadikannya satu level sedangkan ijma’ sahabat lebih kuat dari pada ijma’ ulama dalam artian umum. Langkah terakhir yang dilakukan adalah istishab.

    v  Metode ijtihad Ahmad bin Hanbal adalah mula-mula mencarinya dalam al-Qur’an dan sunah, kemudian dalam fatwa shahabat, kemudian memilih diantara fatwa sahabat bila diantara fatwa tersebut terdapat beda pendapat, selanjutnya mengambil hadits mursal dan hadits yang tingkatnya diperkirakan lemah, baru terakhir menempuh jalan qiyas.

    I. LANGKAH-LANGKAH DALAM MELAKSAKAN IJTIHAD

    Tentang langkah yang harus dilakukan oleh seorang mujtahid adalah berdasarkan hadits yang populer tentang dialog Nabi dengan Muadz bin Jabal ketika diutus Nabi ke Yaman untuk menjadi Hakim, hal ini merupakan dasar dari ijtihad. Langkah Muadz bin Jabal dalam menghadapi suatu masalah hukum adalah pertama, mencari dalam al-Quran. Kedua, jika tidak ditemukan dalam al-Quran, ia mencarinya dalam sunah Nabi. Ketiga, bila dalam sunah tidak ditemukan, maka ia menggunakan akal (ro’yu).

            Kronologis langkah yang dilakukan oleh Muadz bin Jabal itu diikuti pula oleh ulama yang datang sesudahnya, termasuk imam madzhab yang populer. Namun mereka berbeda dalam memahami al-Qur’an, sunah, dan kadar penggunaan akal dalam menetapkan hukum. perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan dalam menetapkan hukum fiqh.

    Di bawah ini akan diuraikan langkah-langkah yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam istimbath hukum.

    a.       Langkah pertama yang harus dilakukan mujtahid adalah merujuk pada al-Qur’an. bila menemukan dalil atau petunjuk yang umum dan dzahir, maka si mujtahid harus mencari penjelasannya, baik dalam bentuk lafadz khas yang akan mentakhsiskan, lafadz muqoyyad yang menjelaskan kemutlakannya, qorinah (petunjuk) yang akan menjelaskan maksudnya.[[22]]

    b.      Kalau tidak ditemukan dalam hukumnya dalam al-Quran, mujtahid melangkah ke tahap berikutnya yaitu merujuk kepada sunah Nabi. Mula-mula mujtahid mencarinya dari sunah yang mutawatir, kemudian dari sunah yang tingkat keshahihannya berada di bawah mutawatir.  Bila tidak ditemukan dari yang tersurat dalam hadits, mujtahid mencarinya dari apa yang tersirat di balik lafadz itu.

    c.       Langkah selanjutnya, mujtahid mencarinya dari pendapat ijma sahabat. Bila dari sini ia menemukan hukum, maka ia menetapkan hukum menurut apa yang telah disepakati oleh para sahabat tersebut. Kesepakatan ulama tersebut dinamai ijma’.

    d.      Bila tidak ada kesepakatan ulama sahabat tentang hukum yang dicarinya, maka mujtahid menggunakan segenap kemampuan daya dan ilmunya untuk menggali dan menemukan hukum Allah yang ia yakini pasti ada, kemudian merumuskannya dalam formulasi hukum yang disebut fiqih.[[23]]

    Meskipun secara prinsip ulama mujtahid sependapat dalam penggunaan empat sumber diatas yaitu al-Qur’an, sunah, ijma’ dan qiyas, namun dalam penempatan urutan penggunaannya terdapat perbedaan pendapat. Misalnya dalam hal apakah ijma’ harus didahulukan atas hadits ahad atau sebaliknya dan apakah ijma’ didahulukan dari pada qiyas atau sebaliknya.

    KESIMPULAN

    Dari uraian yang telah dikemukakan ini, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa Ijthad adalah : pengarahan daya pikir yang sekuat-kuatnya, yang dilakukan oleh ahli fiqih, yang mempunyai kemampuan mengggali hukum-hukum syara’ yang  tidak terdapat dalam al-Qur’an hadis. Hukum melaksanakan ijtihad ada 5 yaitu wajib ain’, Fardu kifayah, sunat, mubah dan haram. Hukum ini tergantung kepada pelaku ijtihad tersebut dan hukum yang diijtihadkan. 

    Bentuk-bentuk Ijtihad tersebut antara lain dalam bentuk ijtihad intiqa’i, yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memilih pendapat para ahli terdahulu mengenai masalah tertentu kemudian diseleksi mana dalil yang kuat yang relevan dengan perkembangan zaman. Bentuk lain dalam berijtihad adalah melalui ijtihad

    insya’i yaitu usaha menetapkan kesimpulan hukum mengenai peristiwa-peristiwa yang baru yang belum diselesaikan oleh para ahli fiqih terdahulu, sedangkan bentuk lain adalah melalui ijtihad komperatif  yaitu penggabungan antara ijtihad intiqa’i dan ijtihad insya’i.

    Metode-metode ijtihad yaitu ijtihad bayani, ijtihad qiyasi[ta’lili] dan ijtihad isthilahi. Sedangkan langkah-langkah  berijtihad adalah pertama mereka merujuk kepada al-Qur’an, jika ditemukan dalam al-Qur’an mujtahid merujuk kepada sunnah, jika tidak ditemukan dalam sunnah mujtahid merujuk kepada sahabat, bila tidak ada kesepakatan dari para sahabat maka seorang mujtahid harus menggunakan daya  dan ilmunya  untuk melakukan ijtihad untuk merumuskan sebuah hukum.

    DAFTAR PUSTAKA

    Al-qur’an Al-karim

    Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih , PT. Logos Wacana Ilmu, Ciputat Jakarta, jilid 2, 1997

    Al-Amidi, al-Ihkam fi usul al-ahkam, Dar. Al-Fikri, 1981

    Al- Syaukani , al-Irsyad al-fuhul, Dar al-Kutub al-il-miyyah, Bairut, 1994

    Al- Gazali, al-mustasfa mim ilmi al- Usul, Kairo, Sayyid al-Husain

    H. Achmad Marbaie, SH., MS., Hukum Islam Fakultas Hukum UNEJ,

    Yusuf Qardawi, al-ijtihad fi al-Syariat al- Islamiyyah ma’a nazharatin tahliliyyat fi al- Ijtihad al-Mu’atsir, Kuwait, , Dar al-Qalam, 1985

    Sayyid Sabiq, Fiqhul al-Sunnat, Bairut, Dar al-Fikr, jilid II,

    Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad majlis tarjih Muhammadiyah, Logos Publishing House, Jakarta 1995

    Ade Dedi Rohayana, Ilmu Usul Fiqih, Pekalongan : STAIN Press, 2005

    Zuhri, Saifudin, Ushul Fiqh: Akal Sebagai Sumber Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009

    Umar  Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an,  Penamadani, Jakarta, 2013

    Purwanto, Muhammad Roy, Dekontruksi Teori Hukum Islam, Kritik Terhadap Konsep Maslahah Najmuddin Al-thufi, Yogyakarta; Kaukaba, 2014

    Muchtar, Kamal, Ushul fiqh Jilid II, Yogyakarta; Dana Bhakti Wakaf,1995

    *) Makalah Prarevisi


    [1] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih , PT. Logos Wacana Ilmu, Ciputat Jakarta, jilid 2, 1997, h. 223

    [2]Al-Amidi, al-Ihkam fi usul al-ahkam, Dar. Al-Fikri, 1981 Juz III, hlm. 204

    [3]Al- Syaukani , al-Irsyad al-fuhul, Dar al-Kutub al-il-miyyah, Bairut, 1994

    [4]Al- Syaukani , al-Irsyad al-fuhul, Dar al-Kutub al-il-miyyah, Bairut, 1994

    [5] Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta : CV. Pustaka Agung Harapan hlm.114

    [6]Ibid, hlm.796

    [7] Imam al-Bukhari, Matan al-Bukhari Masykul bi Hasyiyah as-Sindi, Syirkah al-Ma’arif, Bandung Juz IV, hlm. 268

    [8] Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, vol. III, h.330 Hadits No. 3594

    [9] Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an, Penamadani, Jakarta, 2013  hlm.258

    [10] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih ,hlm.228

    [11] Ibid.  hlm. 229.

    [12]Ibid. hlm. 229.

    [13] Yusuf Qardawi, al-ijtihad fi al-Syariat al- Islamiyyah ma’a nazharatin tahliliyyat fi al- Ijtihad al-Mu’atsir, Kuwait, , Dar al-Qalam, 1985, hlm.115

    [14] Pendapat mayoritas ahli fiqih ini berikut dalilnya dapat dilihat dalam buku Fiqhul al-Sunnat, Sayyid Sabiq, Bairut, Dar al-Fikr, jilid II, hlm.220

    [15] Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad majlis tarjih Muhammadiyah, Logos Publishing House, Jakarta 1995, hlm.34

    [16] Yusuf Qardawi, al-ijtihad fi al-Syariat al- Islamiyyah ma’a nazharatin tahliliyyat fi al- Ijtihad al-Mu’atsir, , hlm.126

    [17]Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad majlis tarjih Muhammadiyah, hlm.35

    [18]Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an, hlm. 387

    [19]Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, jilid 2 hlm.267.

    [20]Ade Dedi Rohayana, Ilmu Usul Fiqih, (Pekalongan : STAIN Press, 2005) hlm.201

    [21]Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: kencana, 2009), hlm. 284

    [22]Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, hlm. 283

    [23]Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, hlm. 283

  • Makalah Positivisme, Positivisme Logis, dan Siklus Empiris

    Makalah Positivisme, Positivisme Logis, dan Siklus Empiris

    Manusia dibekali indera dan nalar yang bisa menjadi pisau yang tajam dalam menganalis fenomena yang terjadi sehingga bisa dikaji dan menjadi ilmu pengetahuan. Positivisme, Positivisme Logis dan Siklus Logis merapat merupakan konsep penting dalam filsafat ilmu pengetahuan yang diawali dari kombinasi nalar dan indera manusia sebagai mahluk yang belajar.

    Positivisme, Positivisme Logis, dan Siklus Empiris

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Abad 19, Ilmu pengetahuan khususnya bidang sains menjadi salah satu cabang yang berkembang pesat. Paradigma positivisme menjadi aspek yang paling besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan dalam kajian sejarah filsafat barat, Abad 19 disebut sebagai abdan Positivisme.

    Penemuan sains dan sumbangan pikiran pada abad 19 menjadi dasar dalam pikiran-pikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan modern. Kebenaran dan kenyataan filsafati dinilai berdasarkan nilai-nilai positivistik sehingga pandangan tentang dunia yang abstrak dianggap tidak lagi penting. Perhatian pemikir-pemikir filsafat ditekankan pada aspek-asepk praktis tingkah laku dan perbuatan manusia yang konkret.

    August Comte (1798-1857) dianggap sebagai bapak ilmu Sosilogis barat yang memperkenalkan Positivisme. Comte memperkenalkan hukum tiga tahap (law of three stages) yang terjadi pada manusia secara Individu maupun secara umum. Menurut hukum tersebut, perkembangan sejarha manusia terbagi ke dalam tahap (1) Tahap teologi atau fiktif, (2) Tahap metafisik atau abstrak, dan (3) Tahap positif atau ilmiah atau real.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa itu positivisme?
    2. Apa itu positivisme logis?
    3. Apa itu siklus empiris?
    4. Apa hubungan positivisme logis, rasionalisme kritis, dan teori kritis?
    5. Bagaimana Wittgenstein I dan Wittgenstein II?
    6. Bagaimana pendapat analitis kritis atas positivisme dan positifisme logis?

    Bab II. Pembahasan

    A. Positivisme

    1. Pengertian Positivisme

    Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak spekulasi dari suatu filosofis atau metafisik.  Dapat pula dikatakan positivisme ialah “aliran yang bependirian bahwa filsafat itu hendaknya semata-mata mengenai  dan  berpangkal pada peristiwa-peristiwa positif” Jadi, dapat dikatakan titik tolak pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah yang faktual dan positif, sehingga metafisika ditolaknya, karena positif adalah dalam artian segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif bukannya metafisika yang merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yg nonfisik atau tidak kelihatan. Aliran ini menurut Atang Abdul Hakim mirip dengan aliran empirisme, namun tidak menyetujui pendapat John Locke yang masih mengakui pentingnya jiwa dalam mengolah apa yang ditangkap indra. Bagi positivisme hakikat sesuatu adalah benar-benar pengalaman indra, tidak ada campur tangan yang bersifat batiniah.

    Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktivitas yang berkenaan dengan metafisik. Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua harus didasarkan pada data empiris. Karena aliran ini lahir sebagai penyeimbang pertentangan yang terjadi antara aliran empirisme dan aliran rasionalisme. Aliran positivisme ini lahir berusaha menyempurnakan aliran empirisme dan rasionalisme, dengan cara memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran.

    5. Sejarah Kemunculan Positivisme

    Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar 1825). Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh seorang filosof berkebangsaan Inggris yang bernama Francis Bacon yang hidup di sekitar abad ke-17. Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam.

    Barulah pada paruh kedua abad ke-19 muncullah Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf sosial berkebangsaan Perancis,yang dilahirkan di Mont pellier pada tahun 1798 dari keluarga pegawai  negeri  yang  beragama  Katolik. Comte menggunakan istilah ini kemudian mematoknya secara sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat dalam karya utamanya yang berjudul Course de Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif (1830-1842), yang diterbitkan dalam enam jilid. Melalui tulisan dan pemikirannya ini, Comte bermaksud memberi peringatan kepada para ilmuwan akan perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran manusia beralih dari fase teologis, menuju fase metafisis, dan terakhir fase positif. Pada fase teologis (tahapan agama dan ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur semua gerak dan fungsi yang mengatur alam ini. Zaman ini dibagi menjadi tiga periode: animisme, politeisme dan monoteisme. Pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan atau Tuhan-Tuhan. Selanjutnya pada zaman metafisis (tahapan filsafat), kuasa adikodrati tersebut telah digantikan oleh konsep-konsep abstrak, seperti ‘kodrat’ dan ‘penyebab’.Pada fase ini manusia menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi. Dan akhirnya pada masa positif (tahap positivisme) manusia telah membatasi diri pada fakta yang tersaji dan menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi dan kemampuan rasio. Pada tahap ini manusia menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.

    3. Ajaran-ajaran di dalam filsafat Positivisme

    Positivisme memuat nilai-nilai dasar yang diambil dari tradisi ilmu alam, yang menempatkan fenomena yang dikaji sebagai objek yang dapat dikontrol, digeneralisasi sehingga gejala ke depan bisa diramalkan. Yang mana positivisme menganggap ilmu-ilmu alam adalah satu-satunya ilmu pengetahuan yang secara universal adalah valid. Jadi, ajaran di dalam filsafat positivisme dapat dipaparkan sebagai berikut:[7]

    1. Positivisme bertolak dari pandangan bahwa filsafat positivisme hanya mendasarkan pada kenyataan (realita, fakta) dan bukti terlebih dahulu.
    2. Positivisme tidak akan bersifat metafisik, dan tidak menjelaskan tentang esensi
    3. Positivisme tidak lagi menjelaskan gejala-gejala alam sebagai ide abstrak. Gejala-gejala alam diterangkan berbasis hubungan sebab-akibat dan dari itu kemudian didapatkan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak tergantung dari ruang dan waktu.
    4. Positivisme menempatkan fenomena yang dikaji sebagai objek yang dapat digeneralisasi sehingga kedepan dapat diramalkan (diprediksi).
    5. Positivisme menyakini bahwa suatu realitas (gejala) dapat direduksi menjadi unsur-unsur yang saling terkait membentuk sistem yang dapat diamati.
    4. Konsep Positivisme serta Kelemahan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan

    Konsep positivisme adalah penelitian dengan metode kuantitatif yang bersifat obyektif, dan juga Hipotetik. Di dalam konsep tersebut terdapat beberapa kelemahan yaitu sebagai berikut:

    1. Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan manusia tereduksi ke dalam pengertian fisik-biologik.
    2. Akibat dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarannya, maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya tidak percaya kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian itu didalam ajaran Agama adalah benar kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini ditandai pada saat paham positivistik berkembang pada abad ke 19, jumlah orang yang tidak percaya kepada agama semakin meningkat.
    3. Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu dinafikkan.
    4. Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan pengetahuan yang valid.
    5. Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca indera. Padahal perlu diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Sehingga kajiannya terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal banyak hal yang tidak nampak dapat dijadikan bahan kajian.
    6. Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang optimis, tetapi juga terkesan lincah, seakan setiap tahapan sejarah evolusi merupakan batu pijakan untuk mencapai tahapan berikutnya, untuk kemudian bermuara pada puncak yang digambarkan sebagai masyarakat positivistic.[8]

    B. Positivisme Logis (Filsafat Analitis) dan Lingkaran Wina

    1. Tokoh Positivisme Logis (Filsafat Analisis) dan Pemikirannya

    Positivisme logis mempercayai bahwa “objek-objek fisik” atau data inderawi sebagai pola-pola dan data-data yang konstan, sehingga pernyataan ilmiah yang kemudian menjadi titik tolak filsafat analitis (positivisme logis), ketika menyatakan verifikasi sebagai kriteria ilmiah dan non-ilmiah. Filsafat analitis menganggap bahwa permasalahan filsafat dapat diselesaikan melalui penggunaan bahasa yang ketat. Dengan menggunakan logika dan analisis bahasa. Logika dan analisis bahasa gunanya untuk menghindarkan penggunaan bahasa yang abstrak, ambigu, samar, kacau, atau bahasa yang semu. Banyak sekali tokoh filsafat analitik antara lain Gottlob Frege, G.E. Moore, Bertrand Russel, Wittgenstein.

    2. Lingkaran Wina

    Lingkaran Wina adalah cikal bakal positivisme logis, yang terkemuka pada abad ke-20. Lingkaran Wina terbentuk dari sekelompok filsuf dan ilmuan radika di Wina atas ajakan Moritz Schlick.

    Pada tahun 1929 Carnap, Hans Hahn, dan Otto Neurath menerbitkan sebuah manifesto yang berjudul “Wissenscaftliche Welt-auffassung: der Wiener Kreis” (Pandangan dunia ilmiah kelompok Wina). Pandangan dunia ilmiah kelompok Wina inilah kemudian diikuti banyak ahli dan ilmuan, sehingga menjadi kekuatan yang dominan dalam filsafat ilmu pengetahuan. Di tengah-tengah cara pandang bangsa Eropa pada saat itu, Lingkaran Wina dan positivisme logis berdiri pada barisan terdepan dan menghadapi pandangan lain yang juga ingin membangun Eropa yakni berdasarkan landasan teologi dan metafisik.

    3. Perkembangan Masyarakat Menurut Positivisme Logis

    Kaum positivisme logis berpendapat bahwa pembangunan masyarakat perlu ditangani secara ilmiah. Karena itulah masalah metodologi menjadi penting sebagai prinsip bagi pengembangan individu atau masyarakat yang diidamkan. Kemudian dikembangkanlah apa yang disebut dengan “The spirit of a scientific conception of the world”, yakni semangat dunia ilmiah yang berorientasi pada ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu pasti yang telah mencapai tingkat perkembangan yang tinggi dan keberhasilan yang dikagumi.[9] Untuk itu positivisme logis sangat memerlukan kesatuan ilmu pengetahuan.

    4. Pemikiran yang Mempengaruhi Positivisme Logis

    Dua arah pemikiran yang mempengaruhi positivism logis yaitu:

    1) Empirsme dan Positivisme

    Di sini pada pada prinsipnya adalah bahwa pengalaman (observasi) dijadikan sebagai satu-satunya sumber yang terpercaya bagi ilmu pengetahuan.

    2) Logika Simbolik dan Analisis Bahasa

    Aliran positivisme logis sangat menonjol dalam pandangan dan sikapnya bahwa hanya ada satu bentuk ilmu pengetahuan, yaitu yang didasarkan atas pengalaman dan dapat dikemukakan dalam bahasa logis dan matematis. Logka bahasa ini dapat digunakan untuk mengemukakan pernyataan secara ketat dan bebas dari kekacauan bahasa sehari-hari dan bahasa metafisika. Tokoh positivisme logis sangat dipengaruhi oleh pemikiran Russell, yang sangat mendewakan logika dan penggunaan bahasa yang verifikatif.

    5. Ciri Filsafat Analitik dan Pokok-Pokok Pemikirannya

    Ciri khas filsafat analitik adalah kebenciannya pada metafisika. Dalam hal ini logika bahasa digunakan untuk membersihkan pernyataan ilmiah dari pernyataan teologi dan metafisika.

    Hunnex merumuskan pokok-pokok pemikiran positivisme logis (filsafat analitik), khususnya mengenai bahasa yang ideal sebagai berikut:[10]

    1. Filsafat merupakan analysis logis terhadap konsep dan pernyataan ilmu pengetahuan.
    2. Pemikiran seseorang dapat diuji melalui bahasa, selama pemikiran itu diungkapkan melalui bahasa. Hanya bahasa yang sempurna, bersifat universal, dan logislah yang disebut sebagai bahasa ilmiah.
    3. Bahasa sehari-hari menyesatkan, karena itu bahasa sehari-hari harus direduksi (diterjemahkan) ke bahasa artifisial atau bahasa ideal/formal.
    4. Tugas utama filsafat adalah memperbaiki bahasa dengan menjadikan bentuk gramatika dan sintaksisnya sesuai dengan fungsi logika aktualnya.
    5. Metafisika didasarkan pada kepercayaan entitas non-empirs dan re;asi internal ditolak (tidak dapat diverifikasi). Realitas yang dapat diterima adalah realitas dan relasi eksternal, dapat diobservasi dan atau merupakan entitas empiris.
    6. Definisi haruslah dibuat operasional. Menurut Bridgman, “Sesuatu yang tidak bermakna itu tidak dapat diobservasi dan diukur.”.
    6. Prinsip Verifikasi dan Makna Verifikasi

    Menurut Alfred Jules Ayer, bahwa bahasa (proposisi) hanya bermakna (benar) jika dapat diverifikasi atau dianalisis secara empiris. Dia membedakan verifikasi ketat dan verifikasi lunak. Verifikasi ketat adalah verifikasi yang dilakukan dengan menghadapkan pernyataan dengan fakta secara langsung. Sedangkan verifikasi lunak adalah adanya kemungkinan untuk memverifikasi pernyataan di masa depan, yang dimungkinkan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Adapun makna verifikasi adalah:

    1. Satu proposisi hanya berarti bila proposisi itu dapat dibuktikan benar salahnya.
    2. Ada bentuk-bentuk kebenaran logis dan bentuk-bentuk kebenaran factual.
      • Kebenaran logis merupakan kebenaran yang berada pada akal budi manusia, yang terdapat kesesuaian antara akal budi dan kenyataan. Sedangakan kebenaran factual yaitu kebenaran tentang ada tidaknya secara factual di dunia nyata. Pada prinsipnya, kebenaran factual itu harus bisa diuji berdasarkan pengamatan inderawi. Kebenaran factual itu bersifat nisbi. Selama belum ada alternative yang menggugurkannya.
    3. Kebenaran factual hanya dapat dibuktikan melalui pengalaman (verifikasi).

    Kaum positivisme logis mengklaim bahwa tidak ada kebenaran selain kedua kebenaran tersebut.

    C. Siklus Empiris

    Istilah siklus empiris ini dikenalkan oleh Walter L. Wallace adalah proses penelitian yang termuat pada lima komponen informasi dan enam komponen metodologis.

    Lima komponen informasi yaitu:

    a. Hipotesa

    Jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti

    b. Pengujian Hipotesa

    c. Keputusan untuk menerima atau menolak hipotesa

    d. Generalisasi empiris

    Generalisasi empiris berarti tesis, hukum, atau hipotesis berdasarkan pengamatan terhadap kenyataan tertentu dan spesifik

    e. Logika penarikan kesimpulan.            

    Adapun enam metodologis yaitu: 1. Pengamatan 2. Pengukuran, ringkasan sampel dan perkiraan parameter 3. Pembentukan konsep, pembentukan proposisi, dan penyusunan proposisi 4. Teori, 5.Deduksi logis 6. Penjabaran insturmentasi, pembentukan skala, penentuan sampel.

    Sifat model penelitian ini mencerminka kerumitan, seni, vitalitas, kemampuan intuitif dan kreatif dalam suatu kegiatan ilmiah dalam ilmu social dan humaniora. Objektivitas, sistematika dan rasionalitas hasil penelitian ditentukan oleh proses penelitian yang tercermin dalam lima kompomen informasi dan enam komponen metodologis tersebut di atas.

    D. Positivisme Logis, Rasionalisme Kritis, dan Teori Kritis

    Secara umum pengertian positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.

    Istilah positivisme logis merujuk pada pengertian-pengertian : empirisme ilmiah, neopositivisme, dan empirisme logis. Akan tetapi lebih lazim dengan sebutan “neopositivisme atau positivisme logis”

    Positivisme Logis atau neo-positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Menurut Alwasilah (2008: 28), positivisme logis menggunakan teknik analisis untuk mencapai dua tujuan, yaitu (1) menghilangkan atau menolak metafisika, dan (2) demi penjelasan bahasa ilmiah dan bukan untuk menganalisis pernyataan-pernyataan fakta ilmiah.

    Aliran filsafat neopositivisme ini dikembangakan secara khusus oleh kelompok yang menamakan dirinya dengan Wiener Kries. Tokohnya terdiri dari ahli sains, matematika dan orang-orang yang bertugas dalam bidang logika simbolik dan metode ilmiah. Dengan demikian corak dan metode yang dikembangkan oleh kelompok ini dapat diraba secara jelas dan umum. Corak pemikirannya yang utama yang bersifat positif, pasti dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

    Positivisme logis lahir hampir bersamaan waktunya dengan munculnya rasionalisme kritis dari karl raimund popper (1906-1994) dan teori kritis dari mazhab farnkfurt. Pada sekitar tahun 1960, faham ini berkembang pesat dan berpengaruh pada dunia ilmiah, namun pada tahun ini juga muncul cara pandang yang berbeda dari rasionalieme kritis dan teori kritis sehingga perbedaan ini mendapat perhatian lebih dikalangan ilmuan.

    Perkembangan ini dipengaruhi oleh teori fisika Einstein dan pemikiran tokoh fisika kuantum (Bohr, Erwin Schrodinger) yang teori-teori mereka bertentangan dengan gagasan positivisme logis yang pandangannya dipengaruhi oleh fisika Newtonian. Karl Raimund Popper kemudian memunculkan pemikiran yang menolak pandangan positivisme ilmiah itu, terutama pada ilmu pengetahuan sosial-budaya.[15] Wittgenstein  misalnya mengatakan: Alle phulosophie istsprachkritik setiap filsafat adalah atas bahasa (Tractatus logico Philosophicus 40031). Wittgenstein seorang filsul paling berpengaruh pada abad ke-20 dia memiliki kontribusi yang besar dalam filsafat bahasa, filsafat mateatika dan logika. Wittgenstein terutama dikenal karena paham filsafatnya semasa hidupnya berubah dan menjadi berbeda secara total sehingga kadangkala orang menyebutnya sebagai Wittgenstein I dan Wittgenstein II. Pemikirannya yang dia ungkapkan dalam sebuah hasil karya buku Philosophical Investigation (1953) yang merubah pemikirannya yang pertama dalam bukunya yaitu Tractatus Logico Philosophicus (1912)

    E. Wittgenstein I dan Wittgenstein II

    Ludwig Wittgenstein dilahirkan di Wina (Austria) pada tanggal 26 April 1989. Ayahnya berasal dari keluarga Yahudi yang telah memeluk agama Kristen Protestan dan ibunya beragama Katolik. Pada tahun 1906 Wittgenstein mulai belajar di suatu Sekolah Teknik di Berlin. Ia melanjutkan studi teknik di manchester (Ingrish) pada tahun 1908. Disana Ia mendapatkan riset dalam bidang teknik Pesawat terbang, khususnya mesi jet dan baling –baling. Dalam hal teknik baling – baling perlu banyak membutuhkan pengetahuan tentang matematika, perhatiannya semakin tertarik oleh matematika dan filsafat matematika.

    Pada tahun 1912 ia masuk universitas Cambridge dan memahami filsafat di bawah pimpinan Russell. ia juga seorang matematikakus dari Cambridge. Ludwig Wittgenstein dikenal luas sebagai tokoh filsafat bahasa yang mengalami dua masa pergeseran filosofis, sehingga sering disebut sebagai Wittgenstein I dan Wittgenstein II. Jika pada masa Wittgenstein I, yang ditandai dengan karyanya Tractacus Logico-Philosophicus, Wittgenstein begitu ketat memaparkan apa yang diistilahkan sebagai “bahasa logika”, yang mengidealisasikan keharusan kesesuaian (uniformitas) logis antara struktur bahasa dengan stuktur realitas, agar bahasa dan maknanya dapat dipahami secara logis, maka pada Wittgenstein II, yang ditandai dengan karyanya Philosphical Investigations, Wittgenstein “seolah” membantah pemikirannya sendiri dengan menyatakan bahwa setiap kata dalam bahasa bisa memiliki keragaman (poliformitas) makna sesuai dengan keragaman konteks yang mendasari penggunaan kata tersebut. Inilah yang dikenal luas dengan filsafat bahasa biasa (ordinary language philosophy) yang berpuncak pada istilah “tata permainan bahasa” (language game).

    a. Pemikiran Filosofis Wittgenstein

    1) Periode pertama : Tractatus logico-philosophicus

    Salah satu uraiannya yang merupakan unsur yang sangat fundamental bahkan merupakan suatu dasar ontologis Tractus adalah konsepnya tentang realitas dunia yang dilukiskan melalui bahasa. Tractatus hanya terdiri dari 75 halaman saja. Pemikiran ini melukiskan tentang hakikat dunia, dan karena hakikat dunia dilukiskan melalui bahasa, maka teori ini juga mendeskripsikan tentang hakikat bahasa. Dunia adalah suatu realitas sebagaimana kita lihat dan kita alami. Dunia itu adalah keseluruhan dari fakta-fakta. Fakta di sini berarti suatu keberadaan peristiwa, bagaimana objek-objek terhubung satu sama lain yang terjadi dalam ruang dan waktu tertentu. Dalam hubungan dengan dunia, fakta yang kompleks tersusun atas satuan terkecil yaitu fakta atomik. Totalitas dari fakta atomik itu adalah suatu dunia. Realitas dunia fakta tersebut diwakili melalui bahasa.

    Dalam pendahuluan bukunya Wittgenstein sendiri menyingkatkan  usahanya dengan berkata: The whole sense of the book might be summed up in the following words: what can be said at all can be said clearly, and what we cannot talk about we must pass over in silence. Jadi buku ini berbicara tentang bahasa, atau lebih tepat lagi bila dikatakan buku ini berbicara tentang logika bahasa. Salah satu unsur yang penting sekali dalam uraiannya adalah apa yang disebut picture theory atau teori gambar. Wittgenstein berpendapat bahwa bahasa mengambarkan realitas dan makna itu tidak lain daripada pengambaran suatu keadaan factual dalam realitas melalui bahasa.

    Pada zaman Wittgenstein, penggunaan logika bahasa dalam menjelaskan suatu konsep filsafat menimbulkan kekaburan makna, bahkan banyak ungkapan menjadi tidak bermakna apa-apa. Karenanya, Wittgenstein berfikir bahwa hanya ada satu kemungkinan cara untuk mengatasi kebingungan bahasa tersebut yaitu melalui proposisi dan proposisi harus merupakan suatu gambar dan perwakilan dari suatu realitas fakta. Dalam menjelaskan prinsip teori gambar, Wittgenstein menjelaskan bahwa proposisi adalah gambaran realitas. Sebuah gambar hanya memiliki ciri sebagaimana yang dimiliki oleh proposisi. Ia mewakili beberapa situasi yang dilukiskan melebihi dirinya sendiri dan tidak seorang pun perlu menjeskan tentang apa yang digambarkan.

    Suatu proposisi adalah gambar bukan dalam arti kiasan melainkan secara harafiah. Wittgenstein berkeyakinan bahwa semua ucapan kita mengandung satu atau leboh proposisi elementer, artinya proposisi yang tidak dapat dianalisis lagi. Suatu proposisi elementer menunjuk pada suatu state of affairs dalam realitas. Suatu proposisi elementer terdiri dari  nama-nama. Tetapi nama-nama tersendiri tidak mempunyai makna. Hanya proposisi yang mempunyai makna. Kalau Wittgenstein mengatakan bahwa dalam suatu proposisi elementer digambarkan suatu duduk perkara (state of affairs) dalam realitas, maksudnya adalah bahwa unsur-unsur dalam proposisi dan unsur-unsur realitas sepadan satu sama lain.  Dengan kata lain, strukutur proposisi sesuai dengan struktur yang terdapat dalam realitas. Misal: peta kota dengan kota itu sendiri. Pada taraf yang berbeda-beda pola-pola hubungan antara unsur-unsur tersebut secara formal sama biarpun secara material sama sekali berlainan. Hanya dengan teori gambarlah, menurut Wittgenstein, realitas dunia dapat dikatakan. Hanya dengan teori ini pula dapat diterangkan bahwa bahasa kita bermakna. Proposisi-proposisi dalam tautologi bukanlah proposisi sejati karena tidak mengungkapkan suatu pikiran, tidak mengatakan sesuatu, sebab tidak merupakan suatu picture (gambar) dari sesuatu. Tetapi proposisi ini bukan tidak bermakna.

    Salah satu konsekuensi yang harus ditarik dari “teori gambar ” Wittgenstein ialahbahwa proposisi-proposisi metafisis tidak bermakna. Oleh karena itu wittgenstein dapat dianggap seorang filsul yang berorientasi anti metafisis. Tentu saja menolak metafisika bukan hal yang baru dalam sejarah filsafat.  Menurut dia, filsafat bukan merupakan suatu ajaran, melainkan suatu aktivitas. Tugas filsafat adalah menjelaskan kepada orang apa yang dapat dikatakan dan apa yang tidak dapat dikatakan. Metafisika melampaui batas-batas bahasa karena metafisika mau mengatakan apa yang tidak dapat dikatakan. Misalnya, subjek, kematian, Allah, dan bahasa itu sendiri. Tetapi Wittgenstein berpendapat juga  bahwa memang ada hal-hal yang tidak dapat dikatakan. There are, indeed, things that cannot be put into words. They make themselves manifest. They are what is mystical.

    Pandangan empat pokok yakni:

    1. Karena bahasa merupakan gambar dunia, subyet yang mengunakan bahasa, tidak termasuk dunia. Seperti mata tidak dapat diarahkan kepada dirinya sendiri, demikian juga subject yang mengunakan bahasa tidak dapat mengarahkan bahasa kepada dirinya sendiri.
    2. Tidak mungkin juga berbicara tentang kematiannya sendiri, karena kematian tidak merupakan suatu kejadian yang dapat digolongkan antara kejadian-kejadian lain. Kematian seakan-akan memagari dunia, tetapi kita tidak termasuk di dalamnya. Kematian merupakan batas dunia dan karenanya tidak dapat dibicarakan sebagai suatu unsur dunia.
    3. Juga Allah tidak dapat dipandang sebagai sesuatu dalam dunia. Idak dapat dikatakan pula bahwa Allah menyatakan diri dalam dunia. Wittgenstein bermaksud bahwa tidak pernah suatu kejadian dalam dunia dapat dipandang sebagai”campur tangan” Allah. Sebab kalau demikian, Allah bekerja sebagai sesuatu dalam dunia. Akibatnya kita tidak dapat bicara tentang Allah dengan cara yang bermakna.
    4. Yang paling paradoksal ialah pendapat witthenstein bahwa bahasa tidak bisa bicara tentang dirinya sendiri. Bahas  mencerminkan dunia, tetapi suatu cermin tidak bisa memantulkan dirinya sendiri. Bahasa tidak dapat melukiskan secara langsung apa itu bahasa. Oleh karena itu, Wittgenstein berkesimpulan bahwa orang yang mengerti Tractatus akan mengakui bahwa ucapan-ucapan didalamnya tidak bermakna.

    Wittgenstein menggunakan metafora dan analogi untuk menjelaskan apa yang sebenarnya tidak dapat dikatakan.

    2)      Periode kedua: Philosophical investigations

    Dari buku-buku yang diterbitkan sesudah meningalnya, adalah satu-satunya karya yang dimaksudkan Wittgenstein sendiri untuk diterbitkan. Tetapi hanya bagian pertama buknya (dan itu memang bagian yang palinga luas) diselesaikan dengan wittgenstein sendiri, namun bagian bagian terakhir di bantu oleh kedua orang muridnya  yang bernama G. Anscombe dan R.Rhees. philosophical investigations terdiri dari banyak fasal pendek, seluruh bagian pertama dibagi atas 693 nomor. Tampaknya philosophical investigations merupakan sebuah karyanya yang pertama Tractatus. Dalam philosophical investigation ia melihat terutama tiga hal yang dulu diandaikan begitu saja dalam dalam teori pertama, yaitu:

    1. Bahwa bahasa dipakai hanyauntuk satu tujuan saja, yakni menetapkan states of affairs (keadaan dalam faktual).
    2. Bahwa kalimat-kalimat mendapat maknanya dengan stu cara saja,yakni menggambarkan satu keadaan fctual, dan
    3. Bahwa setiap jenis bahasa dapat dirumuskan dalam bahasa logika yang sempurna, biarpun pada pandangan pertama barangkali sukar untuk dilihat.

    Dalam karyannya yang kedua Wittgenstein melahirkan adanya teori makna dalam pengunaan makna (meaning is use) dan permainan bahasa (language game). Makna dalam pengunaan (Meaning is Use). Bagi Wittgenstein, sebuah tanda menjadi hidup atau menjadi bermakna justru dalam pengunaanya. Makna kalimat adalah tergantung pengunaanya dalam bahasa sedangkan makna bahasa adalah tergantung pengunaanya dalam hidup. Oleh krena itu Wittgenstein menyarankan agar pemahaman terhadap bahasa harus dianalisis berdasarkan pengunaanya dalam kontek-kontek tertentu (mening is use). 

    Bahasa (language Games). Untuk menjelaskan lebih lanjut bahwa bahasa dipakai dengan berbagai macam cara dalam Philosophical Investigations Wittgenstein meperkenalkan istilah  language games (permainan-permainan bahasa). Ada permainan yang memakai bola  atau kartu atuapun alat yang lain. Sebagaimana terdapat banyak permainan, demikian juga terdapat banyak “permainan bahasa” arti kata-kata hanya bisa dipahami dalam kerangka acuan  language games hendak mengatakan kepada kita bahwa kita harus melihat, membaca dan memahami suatu bahasa dalam konteksnya masing-masing.

    F. Analisis Kritis atas Positivisme dan Positivisme Logis

    Tujuan positivisme adalah menghancurkan filsafat dan metafisika kecuali filsafat yang dapat menjadi fundasi bagi ilmu pengetahuan objektif-universal (absolut). Positivesme logis umpaanya membatasi bahasa ilmiah hanya pada bahasa faktual dan pernyataan logis-matematis. Tapi anehnya. Kreteria tentang batas-batas bahasa yang dikemukakan oleh tokoh positivisme logis itu sebetulnya bukan didasarkan juga atas verifikasi empiris, tetapi berupa nilai-nilai yang diterima begitu saja oleh pendukung positivisme logis itu. Positivisme Logis berpendapat bahwa landasan dasar yang digunakan oleh Positivisme Logis sendiri tidak dinyatakan dalam bentuk yang konsisten. Misalnya, prinsip tentang teori tentang makna yang dapat dibuktikan seperti yang dinyatakan di atas itu sendiri tidak dapat dibuktikan secara empiris. Masalah lain yang muncul adalah dalam hal pembuktian teori. Masalah yang dinyatakan dalam bentuk eksistensi positif (misalnya: ada burung berwarna hitam) atau dalam bentuk universal negatif (misalnya: tidak semua burung berwarna hitam) mungkin akan mudah dibuktikan kebenarannya, namun masalah yang dinyatakan sebaliknya, yaitu dalam bentuk eksistensi negatif (misalnya: tidak ada burung yang berwarna hitam) atau universal positif (misalnya: semua burung berwarna hitam) akan sulit atau bahkan tidak mungkin dibuktikan.

    Sementara itu positivisme adalah suatu bentuk “realisme ontologis” yang percaya bahwa kenyataan yang ada ‘di luar sana” digerakkan oleh hukum-hukum alam dan tujuan ilmu untuk menemukan hukum hukum itu. Fenomene dan hukum itu dapat diketahui ‘apa adanya’ terlepas dari kehadiran/keterlibatan subjek yang meneliti. Syarat utama untuk menemukan teori yang objektif-universal itu adalah ilmuwan harus melakukan penelitian sesuai dengan prosedur metodologi yang benar.

    Jika diperhatikan, pandangan positivisme ini ditegakkan diatas kepercayaan epistemologi dualistik, dimana antara subjek dengan objek dapat dipisahkan secara ketat. Objek yang diketahui bebeda dengan subek yang mengetahui dan tidak saling mempengaruhi antara keduanya. Posisi peniliti, dengan demikian bersifat pasif, artinya subjek memikirkan dan mengetahui namun tidak berperan menciptakan ataru mengonstruksi objek tertentu. Dengan cara itu, maka nilai-nilai dan bias sibjektivitas diasumsikan dapat diamin, tidak merembes dan memengaruhi hasil penelitian. Sementara itu, hasil penelitian dianggap bernilai universal dan absolut.

    Dalam filsafat kontemporer pandangan positivisme ini dianggap pandangan yang berbau fundasionalisme. Yaitu pandangan yang menyatakan bahwa ada fundasi yang terpercara untuk mencapai pengetahuan yang benar dan objektif. Richard Rorty (1980) menyatakan bahwa (rasionalisme, empirisme, kritisisme kant) positivisme adalah bentuk fundasionelisme epistemoligis, karena peraya bahwa dengan menghunakan metode dan logika yang ketat, kebenaran ilmu pengetahuan yangobjektif-universal dan final dapat dicapai. Dengan kata lain, dalam pandangan positivisme teori dianggap sebagai representasi atau mencerminkan raalitas.

    Karl Popper, dengan teorinya, juga bersikap kritis terhadap tesis-tesis dasar positivism logis, serta menunjukkan pentingnya perannya proses falsifikasi didalam perumusan dan perubahan suatu teori.  Yang lebih signifikan lagi, ada beberapa pendapat, seperti yang dirumuskan oleh Thomas Kuhn, yang melihat bahwa teori-teori ilmu pengetahuan selalu sudah berada didalam sebuah pandangan dunia tertentu.  Oleh sebab itu, perubahan radikal di dalam lmu pengetahuan hanya dapat terjadi, jika seluruh pandangan dunia yang ada ternyata sudah tidak lagi memadai, dan diganti yang lain.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Positivisme merupakan salah satu aliran filsafat ilmu pengetahuan yang memandang bahwa suatu pernyataan seorang ilmuwan dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan apabila dapat dibuktikan secara empiris. Tokohnya yang paling popular adalah Augus Comte (1798-1857)

    Ajaran utama dari positivism diantaranya:

    1. Di dalam alam terdapat hukum-hukum yang dapat diketahui,
    2. Penyebab adanya benda-benda dalam alam tidak diketahui,
    3. Setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan pada fakta tidak mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal,
    4. Hanya hubungan fakta-fakta saja yang dapat diketahui,
    5. Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial.

    Dalam perkembangannya positivisme mengalami perombakan pada beberapa sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis. Istilah lain untuk Positivisme logis adalah empirisme logis, empirisme rasional, dan juga neo-positivisme.

    Paradigma positivisme banyak mempengaruhi dunia ilmu pengetahuan yang di satu sisi paham ini memicu kemajuan industri dan teknologi namun di sisi lain ia memiliki kelemahan-kelemahan dan mendapatkan kritikan dari para filsuf dan ilmuwan baru pada tahun 1960-an seperti Karl R. popper, dan lainnya.

    Positivisme logis bertolak dari data empiris, yaitu data yang diperoleh dari pengalaman dan pengamatan. Positivisme logis menganggap adanya hubungan dalam hukum-hukum logis. Hingga akhirnya timbul sebuah system tautologis. Sistem tautologis merupakan pernyataan majemuk yang nilai kebenarannya selalu benar. Positivisme logis menekankan pada bahasa. Hal ini karena bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Dimana bahasa merupakan alat berpikir dan komunikasi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anshari, Endang Saifuddin. 1987. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu.

    Asep, Hidayat. 2009. Filsafat Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

    Asmoro, Achmadi. 2012. Filsafat Umum. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

    Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

    Lubis Yusuf Akhyar, Filsafat Ilmu dan Metodologis Posmodernis, bogor, AkaDemikA, 2004.

    Lubis, Yusuf. 2014. Filsafat Ilmu Klasik hingga Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. 2014.

    Praja, Juhaya S. 2003.  Aliran­Aliran Filsafat dan Etika Prenada. Jakarta: Media.

    Samekto, Adji. 2012. Menggugat Relasi Filsafat Positivisme dengan Ajaran Hukum

    DoktrinalJurnal Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 1 Januari 2012.

    Soegiono dan Tamsil Muis. 2012. Filsafat Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

    Susanto. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.

    Ricky Rengkung. Kritik ideologi terhadap cara berpikir positivisme atau scientisme diakses di https://dosen.perbanas.id/kritik-ideologi-terhadap-cara-berpikir-positivisme-atau-scientisme-oleh-ricky-rengkung/ pada tanggal 17 Juli 2018 pukul 20:30 WIB.

    http://kaylaazzrt.blogspot.co.id/2013/01/tugas-makalah-konsep-pikiraliran_1401.html diakses pada tanggal 18 Juli 2018, pukul 17.00 WIB.

    http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/03/31/positivisme-dan-perkembangannya/, diakses pada tanggal 18 Juli 2018, Pukul 20.00 WIB.

    Afid Burhanuddin. pemikiran-wittgenstein diakses dari    https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/pemikiran-wittgenstein/ , pada tanggal 18 Juli 2018 pukul 22.15 WIB

  • Makalah Logika Fuzzy

    Logika Fuzzy merupakan sebuah pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan syarat-syarat yang sifatnya lentur. Kebenaran dapat mewakili sekelompok data atau kebenaran dalam keanggotaan atau himpunan keanggotaan tertentu.

    Logika Fuzzy

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Logika Fuzzy merupakan satu set kemampuan mengambil kesimpulan dari nilai-nilai samar (Fuzzyness) antara batas benar dan salah. Logika ini merupakan batas yang lebih jauh dari logika klasik dimana kebenaran hanya dapat diekspresikan dalam bentuk binary, seperti (1) 0 atau 1, (2) hitam atau putih, dan (3) ya atau tidak.

    sedangkan logika fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan 1, tingkat keabuan dan juga hitam dan putih, dan dalam bentuk linguistik, konsep tidak pasti seperti “sedikit”, “lumayan” dan “sangat”. Logika ini berhubungan dengan himpunan fuzzy dan teori kemungkinan.Logika fuzzy ini diperkenalkan oleh Dr. Lotfi Zadeh dari Universitas California, Berkeley pada 1965.

    Logika fuzzy dapat digunakan dalam bidang teori kontrol, teori keputusan, dan beberapa bagian dalam managemen sains. Selain itu, kelebihan dari logika fuzzy adalah kemampuan dalam proses penalaran secara bahasa (linguistic reasoning), sehingga dalam perancangannya tidak memerlukan persamaan matematik dari objek yang dikendalikan. Adapun salah satu contoh aplikasi logika fuzzy dalam kehidupan sehari-hari adalah Pada tahun 1990 pertama kali dibuat mesin cuci dengan logika fuzzy di Jepang (Matsushita Electric Industrial Company). Sistem fuzzy digunakan untuk menentukan putaran yang tepat secara otomatis berdasarkan jenis dan 2 banyaknya kotoran serta jumlah yang akan dicuci. Input yang digunakan adalah: seberapa kotor, jenis kotoran, dan banyaknya yang dicuci. Mesin ini menggunakan sensor optik , mengeluarkan cahaya ke air dan mengukur bagaimana cahaya tersebut sampai ke ujung lainnya. Makin kotor, maka sinar yang sampai makin redup.Disamping itu, sistem juga dapat menentukan jenis kotoran (daki atau minyak).

    Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakterisik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan riil pada interval [0,1]. Dalam tugas akhir ini dibahas mengenai kardinalitas, keterbatasan dan kekonvekan himpunan fuzzy.Pada himpunan fuzzy, sebuah objek dapat berada pada sebuah himpunan secara parsial.Derajat keanggotaan dalam himpunan fuzzy diukur dengan fungsi yang merupakan generalisasi dari fungsi karakteristik yang disebut fungsi keanggotaan atau fungsi kompatibilitas.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa Sejarah dari Logic Fuzzy? 
    2. Apa Alasan digunakannya Logic Fuzzy?
    3. Apa saja konsep yang digunakan dalam Logic Fuzzy?
    4. Apa kelebihan kekurangan Logic Fuzzy?
    5. Bagaimana Arsitektur dalam Logic Fuzzy?

    Bab II. Kajian Teori

    A. Sejarah Fuzzy Logic

    Konsep Fuzzy Logic diperkenalkan oleh Prof. Lotfi Zadeh dari Universitas California di Berkeley pada 1965 dan dipresentasikan bukan sebagai suatu metodologi kontrol, tetapi sebagai suatu cara pemrosesan data dengan memperkenankan penggunaan partial set membership dibanding crisp set membership atau non-membership.Pendekatan pada set teori ini tidak diaplikasikan pada sistem kontrol sampai tahun 70-an karena kemampuan komputer yang tidak cukup pada saat itu. Profesor Zadeh berpikir bahwa orang tidak membutuhkan kepastian, masukan informasi numerik, dan belum mampu terhadap kontrol adaptif yang tinggi.

    Konsep fuzzy logic kemudian berhasil diaplikasikan dalam bidang kontrol oleh E.H. Mamdani.Sejak saat itu aplikasi fuzzy berkembang kian pesat. Di tahun 1980-an negara Jepang dan negara-negara di Eropa secara agresif membangun produk nyata sehubungan dengan konsep fuzzy logic yang diintegrasikan dalam produk-produk kebutuhan rumah tangga seperti vacuum cleaner, microwave oven dan kamera video. Sementara pengusaha di Amerika Serikat tidak secepat itu mencakup teknologi ini. Fuzzy logic  berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir. Terdapat lebih dari dua ribu produk dipasaran yang menggunakan konsep fuzzy logic,mulai dari mesin cuci hingga kereta berkecepatan tinggi. Setiap aplikasi tentunya menyadari beberapa keuntungan dari fuzzy logic seperti performa, kesederhaan, biaya rendah dan produktifitasnya.

    B. Pengertian Fuzzy logic

    Fuzzy Logic adalah suatu cabang ilmu Artificial Intellegence, yaitu suatu pengetahuan yang membuat komputer dapat meniru kecerdasan manusia sehingga diharapkan komputer dapat melakukan hal-hal yang apabila dikerjakan manusia memerlukan kecerdasan.

    Dengan kata lain fuzzy logic mempunyai fungsi untuk “meniru” kecerdasan yang dimiliki manusia untuk melakukan sesuatu dan mengimplementasikannya ke suatu perangkat.

    Misalnya robot, kendaraan, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.

    C. Konsep Fuzzy Logic

    • Fuzzy logic umumnya diterapkan pada masalahmasalah yang mengandung unsur ketidakpastian (uncertainty), ketidaktepatan (imprecise), noisy, dan sebagainya.
    • Fuzzy logic menjembatani bahasa mesin yang presisi dengan bahasa manusia yang menekankan pada makna atau arti (significance).
    • Fuzzy logic dikembangkan berdasarkan cara berfikir manusia.

    D. Perbedaan Logika Fuzzy dengan Logika Klasik.

    •  Logika Fuzzy adalah metodologi sistem kontrol pemecahan masalah,yang cocok untuk diimplementasikan pada sistem kemungkinan nilai keanggotaan berada diantara 0 dan 1 Contoh: agak mirip, sedang,hamper, mendekati.
    • Logika Klasik Segala sesuatu bersifat biner, sehingga semua ini dapat mempunyai nilai keanggotaan 0 atau 1. Contoh : ya atau tidak, sama atau tidak sama.

    E. Alasan Digunakannya Logika Fuzzy.

    Beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy, antara lain:

    1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
    2. Logika fuzzy sangat fleksibel.
    3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
    4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks.
    5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.
    6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.
    7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.

    F. Aplikasi yang menggunakan Logika Fuzzy.

    1. Manajemen dan pengambilan keputusan, seperti manajemen basisdata yang didasarkan pada logika fuzzy, tata letak pabrik yang didasarkan pada logika fuzzy, sistem pembuat keputusan di militer yang didasarkan pada logika fuzzy, pembuatan games yang didasarkan pada logika fuzzy, dll.
    2. Ekonomi, seperti pemodelan fuzzy pada sistem pemasaran yang kompleks, dll.
    3. Klasifikasi dan pencocokan pola.
    4. Psikologi, seperti logika fuzzy untuk menganalisis kelakuan masyarakat, pencegahan dan investigasi kriminal, dll.
    5. Ilmu-ilmu sosial, terutam untuk pemodelan informasi yang tidak pasti.
    6. Ilmu lingkungan, seperti kendali kualitas air, prediksi cuaca, dll.

    G. Ketidakjelasan

    Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui kondisi ketidakjelasan seperti kalimat Ketidakjelasan yang kita alami, dapat kita kelompokkan menjadi:

    1. Keambiguan (ambiguity), terjadi karena suatu kata/istilah memiliki makna lebih dari satu.
     
    Contoh: bulan, maknanya adalah suatu benda langit, namun makna lainnya adalah bagian dari tahun.

    2 Keacakan (randomness), karena hal yang kita inginkan belum terjadi.

    Contoh: besok akan hujan.

    3 Ketidaktepatan (imprecision), disebabkan karena alat atau metode pengukuran yang tidak tepat.

    Contoh: volume bumi.

    4 Ketidakjelasan akibat informasi yang tidak lengkap (incompleteness).

    Contoh: ada kehidupan di luar angkasa.

    5 Kekaburan semantik, akibat suatu kata/istilah memiliki makna yang tidak dapat didefinisikan secara tegas.

    Contoh: cantik, pandai

    Dari kelima kelompok ketidakjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa pembahasan logika fuzzy berada pada kekaburan semantik.Kekaburan semantik pasti ada dalam kehidupan manusia.Bahkan kita sering mengambil keputusan dari kondisi kekaburan semantik.(Kekaburan semantik adalah seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa kata/istilah memiliki makna yang tidak dapat didefinisikan secara tegas. Contoh: cantik, pandai, dsb) Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah kita (manusia) saat ini sering menggunakan alat bantu, terutama elektronik, untuk membuat suatu keputusan. Penelitian atau pengukuran umumnya memerlukan ketepatan dan kepastian.Sedangkan kondisi lingkungan, mengharuskan kita mengambil keputusan dari kekaburan semantik.Oleh karena itu, perlu bahasa keilmuan baru untuk mengakomodasi kekaburan semantik secara memadai.

    Contoh-contoh Masalah yang Mengandung Ketidakjelasan.

    Contoh 1 :

    Seseorang dikatakan “tinggi” jika tinggi badannya lebih dari 1,7 meter. Bagaimana dengan orang yang mempunyai tinggi badan 1,6999 meter atau 1,65 meter, apakah termasuk kategori orang yang tinggi? Menurut persepsi manusia, orang yang mempunyai tinggi badan sekitar 1,7 meter dikatakan “kurang lebih tinggi” atau “agak tinggi”.

    Contoh 2 :

    Kecepatan “pelan” didefinisikan di bawah 20 km/jam.Bagaimana dengan kecepatan 20,001 km/jam, apakah masih dapat dikatakan pelan?Manusia mungkin mengatakan bahwa kecepatan 20,001 km/jam itu “agak pelan”

    H. Keunggulan, Kelebihan dan Kekurangan Fuzzy Logic.

    Keunggulan Fuzzy Logic antara lain:

    1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran logika fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
    2. Logika fuzzy sangat fleksibel.
    3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
    4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi2 nonlinear yang kompleks.
    5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.
    6. Logika fuzzy dapat bekerja sama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.
    7. Logika fuzzy didasarkan pada bahas alami.  

    Sementara itu, dalam pengaplikasiannya, logika fuzzy juga memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

    1. Daya gunanya dianggap lebih baik daripada teknik kendali yang pernah ada.
    2. Pengendali fuzzy terkenal karena keandalannya.
    3. Mudah diperbaiki.
    4. Pengendali fuzzy memberikan pengendalian yang sangat baik dibandingkan teknik lain.
    5. Usaha dan dana yang dibutuhkan kecil.

    Selain itu, logika fuzzy juga memiliki kekurangan, terutama dalam penerapannya. Kekurangannya, antara lain:

    1. Para enjiner dan ilmuwan generasi sebelumnya dan sekarang banyak yang tidak mengenal teori kendali fuzzy, meskipun secara teknik praktis mereka memiliki pengalaman untuk menggunakan teknologi dan perkakas kontrol yang sudah ada.
    2. Belum banyak terdapat kursus/balai pendidikan dan buku-buku teks yang menjangkau setiap tingkat pendidikan (undergraduate, postgraduate, dan on site training).
    3. Hingga kini belum ada pengetahuan sistematik yang baku dan seragam tentang metodologi pemecahan problema kendali menggunakan pengendali fuzzy.
    4. Belum adanya metode umum untuk mengembangkan dan implementasi pengendali fuzzy.

    Sementara itu, dalam pengaplikasiannya, logika fuzzy juga memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

    1. Daya gunanya dianggap lebih baik daripada teknik kendali yang pernah ada.
    2. Pengendali fuzzy terkenal karena keandalannya.
    3. Mudah diperbaiki.
    4. Pengendali fuzzy memberikan pengendalian yang sangat baik dibandingkan teknik lain.
    5. Usaha dan dana yang dibutuhkan kecil.

    Selain itu, logika fuzzy juga memiliki kekurangan, terutama dalam penerapannya. Kekurangannya, antara lain:

    1. Para enjiner dan ilmuwan generasi sebelumnya dan sekarang banyak yang tidak mengenal teori kendali fuzzy, meskipun secara teknik praktis mereka memiliki pengalaman untuk menggunakan teknologi dan perkakas kontrol yang sudah ada.
    2. Belum banyak terdapat kursus/balai pendidikan dan buku-buku teks yang menjangkau setiap tingkat pendidikan (undergraduate, postgraduate, dan on site training).
    3. Hingga kini belum ada pengetahuan sistematik yang baku dan seragam tentang metodologi pemecahan problema kendali menggunakan pengendali fuzzy.
    4. Belum adanya metode umum untuk mengembangkan dan implementasi pengendali fuzzy.

    I. Arsitektur Fuzzy Logic.

    Berikut Diagram Alur Prosesnya.

    Ada Tiga Proses Utama jika ingin Mengimplementasikan Fuzzy Logic Pada Suatu Perangkat, yaitu:

    Fuzzification, merupakan suatu proses untuk mengubah suatu masukan dari bentuk tegas(crisp) menjadi fuzzy yang biasanya disajikan dalam bentuk himpunan-himpunan fuzzydengan suatu fungsi kenggotaannya masing-masing.

    Interference System (Evaluasi Rule), merupakan sebagai acuan untuk menjelaskan hubungan antara variable-variabel masukan dan keluaran yang mana variabel yangdiproses dan yang dihasilkan berbentuk fuzzy. Untuk menjelaskan hubungan antara masukan dan keluaran biasanya menggunakan “IF-THEN”. 

    Defuzzification, merupakan proses pengubahan variabel berbentuk fuzzy tersebut menjadi data-data pasti (crisp) yang dapat dikirimkan ke peralatan pengendalian.

    J. Implementasi Fuzzy Logic Dalam Berbagai Bidang.

    Pada masa sekarang ini kita dapat melihat berbagai penerapan Fuzzy Logic pada alat-alat dan mesin yang digunakan dalam kehidupan sehari-sehari manusia. Dengan digunakannya fuzzy logic dalam prinsip kerja alat-alat dan mesin penunjang pekerjaan manusia tersebut membuat waktu, biaya, tenaga menjadi lebih efektif dan efisien sehingga juga meningkatkan tingkat produktifitas pekerjaan yang dilakukan manusia.Berikut ini adalah beberapa bentuk implementasi fuzzy logic dalam berbagai bidang di kehidupan sehari-hari manusia :

    1. Air Conditioner (Mitsubishi)

    AC Mitsubishi menggunakan fuzzy logic dalam system control-nya seperti berikut :“Jika suhu udara semakin hangat, daya pendinginan naik sedikit, jika udara semakin dingin, matikan daya ke bawah.”Beberapa keuntungan yang diperoleh adalah sebagai berikut :Mesin menjadi halus sehingga tidak cepat rusak, suhu kamar yang nyaman menjadi lebih konsisten dan peningkatan efisiensi (penghematan energi).

    2. Vacuum Cleaner (Panasonic)

    Prinsip kerja Vacuum Cleaner yang diproduksi oleh Panasonic adalah sebagai berikut :“Karakteristik lantai dan jumlah debu yang dibaca oleh sensor inframerah dan mikroprosesor akan memilih daya yang sesuai dengan kontrol fuzzy berdasarkan karakteristik lantai.”Karakteristik lantai meliputi jenis (kayu, semen, ubin, kelembutan karpet, karpet tebal, dll).Pola perubahan jumlah debu yang melewati sensor inframerah dapat dideteksi.Mikroprosesor menetapkan pengaturan yang sesuai dengan vakum dan daya motor menggunakan skema kontrol fuzzy.Lampu merah dan hijau dari penyedot debu menunjukkan jumlah debu tersisa di lantai.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    • Dari tulisan diatas dapat disimpulkan, Logika fuzzy adalah logika yang mengandung unsur ketidakjelasan.
    • Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh, seorang peneliti dari Universitas California, pada tahun 1960-an. Logika fuzzy dikembangkan dari teori himpunan fuzzy.
    • Pada logika biasa, yaitu logika klasik, kita hanya mengenal dua nilai, salah atau benar, 0 atau 1. Sedangkan logika fuzzy mengenal nilai antara benar dan salah. Kebenaran dalam logika fuzzy dapat dinyatakan dalam derajat kebenaran yang nilainya antara 0 sampai 1.

    DAFTAR PUSTAKA

    http://haniifahawaliah.blogspot.com/2016/11/makalah-fuzzy-logic.html

    http://madik2008.blogspot.com/2017/01/makalah-fuzzy-logic.html

  • Penalaran dan Logika Dalam Kajian Filsafat

    Sejak kehadirannya di muka bumi ini, manusia sudah menggunakan akal fikirannya untuk melakukan dan menyelesaikan suatu masalah. Walaupun pada saat kehadirannya pertama kali di muka bumi jalanfikiran manusia tidak serevolusioner sekarang ini.

    Seiring dengan berkembangnya zaman, berkembang pula cara berpikir manusia  manusia sebagai mahluk yang unik berbeda dari mahluk  lainnya. Keunikan manusia terletak pikiran yang dimilikinya. Dalam menggunakan fikiran mungkin saja manusia melakukan kesalahan. Cara belajar dari kesalahan yang di perbuat pada dasarnya merupakan karakteristik yang sama pada semua mahluk hidup. Apakah itu pada binatang tingkat rendah, tingkat tingi, apakah itu pada simpanse atau seorang ilmuwan.

    Dalam memecahkan masalah kehidupan, manusia menggunakan akal fikirannya dan logika. Pada makalah ini akan dibahas mengenai :

    1.      Penalaran

    2.      logika 

    1.      Pengertian Penalaran.

    Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, penalaran berasal dari kata nalar yang berarti pertimbangan baik buruk, budi pekerti dan akal budi. Dari pengertian tersebut terdapat kata akal yang merupakan sarana untuk berfikir. Kemampuan menalar hanya di miliki oleh manusia. Dengan kemampuan menalar manusia dapat mengembangkan pengetahuan lainyang kian hari kian berkembang.

    Dari pengetahuan hasil penalaran, manusia dapat menentukan nilai moral, etika dan estetika. Tujuan manusia mengembangkan pengetahuan  adalah untuk mengatasi dan memenuhi tantangan hidup.

    Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penalaran akan terus berkembang. Faktor yang menyebabkan pengetahuan berkembang dengan pesat adalah :

    1.      Bahasa

    Bahasa merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif dan penting dalam kehidupan manusia yang berfungsi untuk menyampaikan informasidan jalan fikiran yang melatar belakangi informasi tersebut kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan.

    2.      Mempunyai kerangka berfikir tertentu   

    Kerangka berfikir yang dimaksud adalah di mulai dengan mengamati fakta dan data, menganalisa hubungan sebab akibat sampai kepada penarikan sebuah kesimpulan.

    Penalaran merupakan kegiatan berfikir  yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Karekteristik tersebut ditandai dengan pola berfikir yang  runtut dengan menggunakan kaidah-kaidah  yang baku.

    2.      Hakikat Penalaran

    Pada uraian terdahulu, dijelaskan bahwa penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam  menarik suatu kesimpulan yang menghasilkan pengetahuan. Hakikat dari penalaran adalah berfikir secara logis dan sistematis dengan mengikuti alur tertentu  berdasarkan pengamatan dan penginderaan dalam menemukan suatu kebenaran.

    Penalaran yang merupakan suatu proses mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

    1.      Adanya logika

    2.      Bersifat analitik

    Pengetahuan yang digunakan dalam penalaran bersumber pada rasio dan fakta. Pendapat yang mengatakan rasio sebagai sumber kebenaran melahirkan faham rasionalisme, sdangkan pendapat yang menyatakan fakta yang tertangkap memlalui penginderaan dan pengalaman sebagai sumber kebenaran melahirkan faham empirisme. Pengetahuan ilmiah dibangun  berdasarkan rasionalisme dan empirisme  dan inilah yang di sebut pengetahuan ilmiah.

    3.      Pengertian Logika

    Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu menghadapi perubahan dan permasalahan . Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan pemikiran yang teratur dan  terarah agar didapat keputusan yang benar atas penyelesaian masalah tersebut. Cara berpikir yang demikian disebut logika.

          Logika adalah ilmu kecakapan  menalar atau berfikir dengan tepat ( The Science and art of correct thingking )  (Dr.W. Poespoprojo, 1989). Pengertian diatas mengindikasikan bahwa berfikir atau menalaar adalah kegiatan akal budi manusia untuk mengolah pengetahuan yang kita terima  melalui panca indra dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran .

          Berfikir menunjukkan suatu bentuk  kegiatan akal yang khas dan terarah. Dalam katagori ini hasil lamunan dan hayalan tidak termasuk kegiatan berfikir.  Suatu pemikiran dikatakan tepat dan jitu bila dilakukan dengan penganalisaan, pembuktian dengan alasan-alasan tertentu  dan adanya kaitan antara yang satu dengan lainnya. Pemikiran yang demikian disebut dengan logis.

          Jalan pemikiran yang mengesampingkan hal-hal tersebut diatas dikatagorikan pemikiran yang tidak logis. Logika merupakan ilmu yang fundamental yang secara sistematis menyelidiki, merumuskan dan menerangkan asas-asas yang harus ditaati agar orang dapat berfikir dengan tepat, lurus dan teratur.

          Maksud  dan tujuan logika adalah kecakapan menerapkan aturan-aturan pemikiran yang tepat terhadap persoalan-persoalan yang kongrit  yang kita hadapi ,  serta pembiasaan sikap ilmiah, kritis dan obyektif.

    4.      Pembagian Materi Logika

    Untuk sampai kepada suatu pemikiran yang tepat , logika menganalisa unsur-unsur pemikiran manusia. Materi logika antara lain :

    1.      Mengerti Permasalahan

    Yaitu memahami apa yang menjadi permasalahan yang sedang di hadapi. Kegiatan mengerti ini dapat di bangun melalui penginderaan misalnya dengan mengamati.

    2.      Adanya kausualitas.

    Yaitu adanya keterkaitan. Pekerjaan otak selanjutnya setelah mengerti permasalahan  adalah membangun hubungan yang ada antara berbagai fakta.

    3.      Adanya kesimpulan

    Pekerjaan akal yang ketiga adalah membangun kesimpulan . Kesimpulan ini didapat atas serangkaian kegiatan mulai dari mengerti hubungan permasalahan dan fakta yang dari keduanya dapat ditarik kesimpulan.

    5.      Metode dalam logika

    Logika sesuai dengan fungsinya memecahkan masalah mempunyai dua Metode :

    1.      Metode Deduktif yaitu pengkajian dari suatu yang umum (general) untuik menghasilkan suatu yang khusus. Berpikir dengan Metode deduktif menggunakan sarana berfikir matematika.

    2.      Metode Induktif yaitu logika berfikir yang bergerak dari hal-hal yang khusus menghasilkan gegeralisasi yang umum. Berfikir induktif  menggunakan sarana berfikir statistika.

    Baik matematika maupun statistika bukanlah ilmu melainkan sarana berfikir. Kedua Metode berfikir tersebut dapat diterapkan dalam penelitian Ilmiah  yang direalisasikan dalam karya Ilmiah Penelitian.

    Logika berfikir deduktif dipakai dalam perumusan hipotesis penelitian yang dideduksi dari teori-teori yang ada. Logika berfikir Induktif di terapkan dalam pengujian hipotesis dengan menggunakan data dan sample. Untuk menyimpulkan kasus yang berdasarkan data dan sample di perlukan sarana statistika. Proses Ilmiah yang secara epistemologis adalah paroses ilmiah agar hasil yang diperoleh  dapat di katagorikan sebagai produk ilmiah yaitu Ilmu.

    6.      Kesimpulan

    Dari uraian diatas dapat di tarik kesimpulan  :

    1.      Dalam menghadapi permasalahan hidup yang kian berkembang manusia menggunakan akal fikirannya .

    2.      Proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang menghasilkan suatu pengetahuan di sebut penalaran

    3.      Logika adalah kecakapan berfikir secara tepat dan akurat berdasarkan fakta dan data untuk menghasilkan keputusan yang benar atas permasalahan yang ada.

    4.      Metode berfikir logika ada dua yaitu : deduktif dan induktif.

    Referensi:

    1. Filsafat Ilmu , Yuyun Suriasumantri, 2005
    2. Logika Ilmu Menalar, Poespoprojo., 2006
  • Dasar-Dasar Logika Informatika

    Dasar-Dasar Logika Informatika

    A. Logika Informatika

    Logika disebut juga “The Calculus Of Computer Science” karena logika memegang peranan yang sangat penting di bidang ilmu komputer. Peran kalkulus (matematika) sama pentingnya untuk ilmu-ilmu bidang sains, misalnya ilmu fisika, ilmu elektronika, ilmu kimia, dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya pelajar, mahasiswa, guru, dan dosen setuju bahwa logika memainkan peranan penting dalam berbagai bidang keilmuan, bahkan dalam kehidupan manusia sehari-hari.

    Logika, komputasi sistem, dan matematika diskrit memiliki peran penting dalam ilmu komputer karena semuanya berperan dalam pemrograman. Logika merupakan dasar-dasar matemtis suatu perangkat lunak, digunakan untuk memformalkan ystem bahasa pemrograman dan spesifikasi program, serta menguji ketepatan suatu program. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya logika matematika karena banyak ilmu, khususnya dalam bidang ilmu komputer, yang memerlukan logika untuk berkembang.

    Logika dalam ilmu komputer digunakan sebagai dasar dalam belajar bahasa pemrograman, struktur data, kecerdasan buatan, teknik/ystem digital, basis data, teori komputasi, rekayasa perangkat lunak, ystem pakar, jaringan syaraf tiruan, dan lain-lainnya yang mempergunakan logika secara intensif. Salah satu contoh yang ystem adlah ystem digital, yaitu bidang ilmu yang didasari oleh logika untuk membuat gerbang logika (logic gates) dan arsitektur komputer sebagai inti mikroprosesor, otak komputer atau  central processing unit.

    Logika matematika (mathematical logic) adalah cabang ilmu di bidang matematika yang memperdalam masalah logika, atau lebih tepatnya memperjelas logika dengan kaidah-kaidah matematika.

    Logika matematika sendiri juga terus berkembang, mulai dari logika proposional, logika predikat, pemrograman logika, dan sebaganya. Perkembangan terakhir ilmu logika adalah logika fuzzy, atau di Indonesia disebut logika kabur atau logika samar. Implementasi logika fuzzy dapat ditemui pada pengatur suhu udara (AC), mesin pencuci, kulkas, lainnya.

    B. Pengertian Umum Logika

    Filsafat dan matematika adalah bidang pengetahuan rasional yang ada sejak dahulu. Jauh sebelum matematika berkembang seperti sekarang ini dan penerapannya menyentuh hampir seluruh bidang ilmu pengetahuan modern, ilmuwan dan filosof yunani telah mengembangkan dasar pemikiran ilmu geometri dan logika. Sebut saja THALES (640-546 SM) yaitu seorang ilmuwan geometri yang juga disebut sebagai bapak filosofi dan penalaran deduktif. Ada juga ahli matematika dan filosof PHYTAGORAS (572-497 SM) dengan dalil phytagorasnya yang terkenal yaitu a2+b2=c2 .

    Makna Logika

    Berasal dari bahasa yunani “LOGOS” yang berarti kata, ucapan, atau alasan.

    Logika adalah metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran. Logika mengkaji prinsip-prinsip penalaran yang benar dan penalaran kesimpulan yang absah. Ilmu ini pertama kali dikembangkan sekitar 300 SM oleh ARISTOTELES dan dikenal sebagai logika tradisioanal atau logika klasik. Dua ribu tahun kemudian dikembangkan logika modern oleh GEORGE BOOLE dan DE MORGAN yang disebut dengan Logika Simbolik karena menggunakan simbol-simbol logika secara intensif.

    Dasar pemikiran logika klasik adalah logika benar dan salah yang disimbolkan dengan 0 (untuk logika salah) dan 1 (untuk logika benar) yang disebut juga LOGIKA BINER. Tetapi pada kenyataanya dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang kita jumpai yang tidak bisa dinyatakan bahwa sesuatu itu mutlak benar atau mutlak salah. Ada daerah dimana benar dan salah tersebut nilainya tidak bisa ditentukan mutlak benar atau mutlak salah alias kabur.

    Untuk mengatasi masalah yang terjadi dalam logika klasik yang dikembangkan oleh ARISTOTELES tersebut, seorang ilmuwan dari Universitas California Berkeley, PROF. LOTFI A.ZADEH pada tahun 1965 mengenalkan suatu konsep berpikir logika yang baru yaitu LOGIKA KABUR (FUZZY LOGIC).

    Pada Logika Fuzzy

    • Nilai kebenaran bukan bersifat crisp (tegas) 0 dan 1 saja tetapi berada diantaranya (multivariabel).
    • Digunakan untuk merumuskan pengetahuan dan pengalaman manusia yang mengakomodasi ketidakpastian ke dalam bentuk matematis tanpa harus mengetahui model matematikanya.
    • Pada aplikasinya dalam bidang komputer, logika fuzzy diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan sistem komputer yang dapat merepresentasikan cara berpikir manusia.

    Logika Dan Komputer

    Arsitektur sistem komputer tersusun atas rangkaian logika 1 (true) dan 0 (false) yang dikombinasikan dengan sejumlah gerbang logika AND. OR, NOT, XOR, dan NAND.

    Program komputer berjalan di atas struktur  penalaran yang baik dari suatu solusi terhadap suatu permasalahan dengan bantuan komponen program IF…THEN…ELSE, FOR…TO…DO, WHILE, CASE…OF.

    2.2  Logika Dan Pernyataan

    Pengertian Umum Logika

    Logika adalah metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran serta mengkaji prinsip-prinsip penalaran yang benar dan penarikan kesimpulan yang absah.

    Ilmu logika berhubungan dengan kalimat-kalimat (argumen) dan hubungan yang ada diantara kalimat-kalimat tersebut. Tujuannya adalah memberikan aturan-aturan sehingga orang dapat menentukan apakah suatu kalimat bernilai benar.

    Kalimat yang dipelajari dalam logika bersifat umum, baik bahasa sehari-hari maupun bukti matematika yang didasarkan atas hipotesa-hipotesa. Oleh karena itu aturan-aturan yang berlaku di dalamnya haruslah bersifat umum dan tidak tergantung pada kalimat atau disiplin ilmu tertentu. Ilmu logika lebih mengarah dalam bentuk sintaks-sintaks daripada arti dari kalimat itu sendiri.

    Gambaran Umum Logika

    Secara umum logika dibedakan menjadi dua yaitu Logika Pasti dan Logika Tidak Pasti. Logika pasti meliputi Logika Pernyataan (Propotitional Logic), Logika Predikat (Predicate Logic), Logika Hubungan (Relation Logic) dan Logika Himpunan. Sedangkan logika tidak pasti meliputi Logika Samar atau  kabur (Fuzzy Logic).

    Logika Pernyataan membicarakan tentang pernyataan tunggal dan kata hubungnya sehingga didapat kalimat majemuk yang berupa kalimat deklaratif.

    Logika Predikat  menelaah variabel dalam suatu kalimat, kuantifikasi dan validitas sebuah argumen.

    Logika Hubungan mempelajari hubungan antara pernyataan, relasi simetri, refleksif, antisimtris, dll.

    Logika himpunan membicarakan tentang unsur-unsur himpunan dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya.

    Logika Samar merupakan pertengahan dari dua nilai biner yaitu ya-tidak, nol-satu, benar-salah. Kondisi yang ditunjukkan oleh logika samar ini antara lain : banyak, sedikit, sekitar x, sering, umumnya.  Logika samar banyak diterapkan dalam kecerdasan buatan, mesin pintar atau sistem cerdas dan alat-alat elektronika. Program komputer dengan menggunakan logika samar mempunyai kapasitas penyimpanan lebih kecil dan lebih cepat bila dibanding dengan logika biner.

    Aliran Dalam Logika

    Logika Tradisional

    • Pelopornya adalah Aristoteles (384-322 SM)
    • Terdiri dari analitika dan dialektika. Ilmu analitika yaitu cara penalaran yang didasarkan pada pernyataan yang benar sedangkan dialektika yaitu cara penalaran yang didasarkan pada dugaan.

    Logika Metafisis

    • Dipelopori oleh F. Hegel (1770-1831 M)
    • Menurut Hegel, logika dianggap sebagai metafisika dimana susunan pikiran dianggap sebagai kenyataan.

    Logika Epistimologi

    • Diperkenalkan oleh FH. Bradley (1846-1924) dan Bernhard Bosanquet (1848-1923 M).
    • Prisip dari logika epistimologi ini adalah untuk mencapai pengetahuan yang memadai, pikiran yang logis dan perasaan halus digabungkan. Selain itu, untuk mencapai kebenaran, logika harus dihubungkan dengan seluruh pengetahuan yang lainnya.

    Logika Instrumentalis/Fragmatis

    • Dipelopori oleh Jhon Dewey (1859-1952)
    • Prinsipnya adalah logika merupakan alat atau instrumen untuk menyelesaikan masalah.

    BAB III

    PERNYATAAN

    3.1  Pernyataan (Proposisi)

    Kata merupakan rangkaian huruf yang mengandung arti, sedangkan kalimat adalah kumpulan kata yang disusun menurut aturan tata bahasa dan mengandung arti. Di dalam matematika tidak semua pernyataan yang bernilai benar atau salah saja yang digunakan dalam penalaran. Pernyataan disebut juga kalimat deklaratif yaitu kalimat yang bersifat menerangkan. Disebut juga proposisi.

    Pernyataan/Kalimat Deklaratif/ Proposisi adalah kalimat yang bernilai benar atau salah tetapi tidak keduanya.

    Contoh :

    1.      Yogyakarta adalah kota pelajar              (Benar)

    2.      2+2=4                                                     (Benar)

    3.      Semua manusia adalah fana                    (Benar)

    4.      4 adalah bilangan prima                          (Salah)

    5.      5×12=90                                                  (Salah)

    Tidak semua kalimat berupa proposisi

    Contoh :

    1.      Dimanakah letak pulau bali?

    2.      Pandaikah dia?

    3.      Andi lebih tinggi daripada Tina.

    4.      3x-2y=5x+4.

    5.      x+y=2.

    3.2  Penghubung Kalimat Dan Tabel Kebenaran

    Satu atau lebih proposisi dapat dikombinasikan untuk menghasilkan proposisi baru lewat penggunaan operator logika. Proposisi baru yang dihasilkan dari kombinasi tersebut disebut dengan proposisi majemuk (compound composition), sedangkan proposisi yang bukan merupakan hasil dari kombinasi proposisi lain  disebut proposisi atomik. Proposisi majemuk tersusun dari sejumlah proposisi atomik.

    Dalam logika dikenal 5 buah penghubung

    SimbolArtiBentuk
    ¬Tidak/Not/NegasiTidak………….
    Dan/And/Konjungsi……..dan……..
    Atau/Or/Disjungsi………atau…….
    ImplikasiJika…….maka…….
    Bi-Implikasi……..bila dan hanya bila……..

    Contoh:

    Misalkan : P menyatakan kalimat “ Mawar adalah nama bunga”

      Q menyatakan kalimat “ Apel adalah nama buah”

    Maka kalimat “ Mawar adalah nama bunga dan Apel adalah nama buah “

    Dinyatakan dengan simbol  p  q

    Negasi (Ingkaran)

    Jika p adalah “ Semarang ibukota Jawa Tengah”, maka ingkaran atau negasi dari pernyataan p tersebut adalah p yaitu “ Semarang bukan ibukota Jawa Tengah” atau “Tidak benar bahwa Semarang ibukota Jawa Tengah”. Jika p diatas bernilai benar (true), maka ingkaran p (p) adalah bernilai salah (false) dan begitu juga sebaliknya.

    Konjungsi

    Konjungsi adalah suatu pernyataan majemuk yang menggunakan penghubung “DAN/AND” dengan notasi “

    Contoh

    P : Fahmi makan nasi

    Q:Fahmi minum kopi

    Maka pq : Fahmi makan nasi dan minum kopi

    Pada konjungsi pq akan bernilai benar jika baik p maupun q bernilai benar. Jika salah satunya (atau keduanya) bernilai salah maka pq bernilai salah.

    Disjungsi

    Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan penghubung “ATAU/OR” dengan notasi “”.

    Kalimat disjungsi dapat mempunyai 2 arti yaitu :

    1.         Inklusif Or

    Yaitu jika “p benar atau q benar atau keduanya true”

    Contoh  :

    p : 7 adalah bilangan prima

    q : 7 adalah bilangan ganjil

    p  q : 7 adalah bilangan prima atau ganjil

    Benar bahwa 7 bisa dikatakan bilangan prima sekaligus bilangan ganjil.

    2.      Ekslusif Or

    Yaitu jika “p benar atau q benar tetapi tidak keduanya”.

    Contoh :

    p : Saya akan melihat pertandingan bola di TV.

    q : Saya akan melihat pertandingan bola di lapangan.

    p  q : Saya akan melihat pertandingan bola di TV atau lapangan.

    Hanya salah satu dari 2 kalimat penyusunnya yang boleh bernilai benar yaitu jika “Saya akan melihat pertandingan sepak bola di TV saja atau di lapangan saja tetapi tidak keduanya.

    Implikasi

    Misalkan ada 2 pernyataan p dan q, untuk menunjukkan atau membuktikan bahwa jika p bernilai benar akan menjadikan q bernilai benar juga, diletakkan kata “JIKA” sebelum pernyataan pertama lalu diletakkan kata “MAKA” sebelum pernyataan kedua sehingga didapatkan suatu pernyataan majemuk yang disebut dengan “IMPLIKASI/PERNYATAAN

    BERSYARAT/KONDISIONAL/ HYPOTHETICAL dengan notasi “”.

    Notasi pq dapat dibaca :

    1.      Jika p maka q

    2.      q jika p

    3.      p adalah syarat cukup untuk q

    4.      q adalah syarat perlu untuk p

    Contoh

    1.      p : Pak Ali adalah seorang haji.

    q : Pak Ali adalah seorang muslim.

    p  q : Jika Pak Ali adalah seorang haji maka pastilah dia seorang  muslim.

    2.      p : Hari hujan.

    q : Adi membawa payung.

    Benar atau salahkah pernyataan berikut?

    1. Hari benar-benar hujan dan Adi benar-benar membawa payung.
    2. Hari benar-benar hujan tetapi Adi tidak membawa payung.
    3. Hari tidak hujan tetapi Adi membawa payung.
    4. Hari tidak hujan dan Adi tidak membawa payung.

    Biimplikasi

    Biimplikasi atau bikondosional adalah pernyataan majemuk dari dua pernyataan p dan q yang dinyatakan dengan notasi “p  q” yang bernilai sama dengan (p q)  (q  p)  sehingga dapat dibaca “ p jika dan hanya jika q” atau “p bila dan hanya bila q”. Biimplikasi 2 pernytaan  hanya akan bernilai benar jika implikasi kedua kalimat penyusunnya sama-sama bernilaii benar.

    Contoh

    p : Dua garis saling berpotongan adalah tegak lurus.

    q : Dua garis saling membentuk sudut 90 derajat.

    p  q : Dua garis saling berpotongan adalah tegak lurus jika dan hanya jika dan hanya jika dua garis saling membentuk sudut 90 derajat.

    Tabel Kebenaran

    pqpqpqpqpqpqp  q
    BBSSBBSBB
    BSSBBSBSS
    SBBSBSBBS
    SSBBSSSBB

    Untuk menghindari perbedaan konotasi dan keganjilan arti dalam menerjemahkan simbol-simbol logika maka dalam matematika tidak disyaratkan adanya hubungan antara kedua kalimat penyusunnya. Kebenaran suatu kalimat berimplikasi semata-mata hanya tegantung pada nilai kebenaran kaliamat penyusunnya. Karena itu digunakan tabel kebenaran penghubung. Jika p dan q adalah kalimat-kalimat dimana T=true/benar dan F=false/salah, maka untuk n variable (p,q,…) maka tabel kebenaran memuat 2n baris.

    BAB VI

    DASAR DASAR DIGITAL

    4.1  Gerbang – Gerbang Logika Dasar

    Gerbang Logika adalah rangkaian dengan satu atau lebih dari satu sinyal masukan tetapi hanya menghasilkan satu sinyal berupa tegangan tinggi atau tegangan rendah.Dikarenakan analisis gerbang logika dilakukan dengan Aljabar Boolean maka gerbang logika sering juga disebut Rangkaian logika. Gerbang logika merupakan dasar pembentukan sistem digital. Gerbang logika beroperasi dengan bilangan biner, sehingga disebut juga gerbang logika biner.Tegangan yang digunakan dalam gerbang logika adalah TINGGI atau RENDAH. Tegangan tinggi berarti 1, sedangkan tegangan rendah berarti 0.

    Ada 7 gerbang logika yang kita ketahui yang dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

    1.      Gerbang logika Inventer

    Inverter (pembalik) merupakan gerbang logika dengan satu sinyal masukan dan satu sinyal keluaran dimana sinyal keluaran selalu berlawanan dengan keadaan sinyal masukan.

    Input (A) Output ( )

    Rendah Tinggi

    0 1

    Tinggi Rendah

    1 0

    Tabel Kebenaran/Logika Inverter

    Inverter disebut juga gerbang NOT atau gerbang komplemen (lawan) disebabkan keluaran sinyalnya tidak sama dengan sinyal masukan.

    2.      Gerbang logika non-Inverter

    Berbeda dengan gerbang logika Inverter yang sinyal masukannya hanya satu untuk gerbang logika non-Inverter sinyal masukannya ada dua atau lebih sehingga hasil (output) sinyal keluaran sangat tergantung oleh sinyal masukannya dan gerbang logika yang dilaluinya (NOT, AND, OR, NAND, NOR, XO , XNO ). Yang termasuk gerbang logika non-Inverter adalah :

    Input (A) Input (B) Output (Y)

    0 0 0

    0 1 0

    1 0 0

    1 1 1

    Tabel Logika AND dengan dua masukan.

    Input Input Input Output

    (A) (B) (C) (Y)

    0 0 0 0

    0 0 1 0

    0 1 0 0

    0 1 1 0

    1 0 0 0

    1 0 1 0

    1 1 0 0

    1 1 1 1

    Tabel Logika AND dengan tiga masukan.

    Untuk mempermudah mengetahui jumlah kombinasi sinyal yang harus dihitung berdasarkan inputanya, gunakan rumus ini :

    – 2 pangkat n , dimana n adalah jumlah input.

    Contoh :

    n = 2 maka -2 pangkat n = 4, jadi jumlah kombinasi sinyal yang harus dihitung sebanyak 4 kali.

    Adapun  gerbang logika adalah sebagai berikut:

    4.2  Gerbang AND

    Gerbang AND digunakan untuk menghasilkan logika 1 jika semua masukan mempunyai logika 1, jika tidak maka akan dihasilkan logika 0.Gerbang AND mempunyai dua atau lebih dari dua sinyal masukan tetapi hanya satu sinyal keluaran. Dalam gerbang AND, untuk menghasilkan sinyal keluaran tinggi maka semua sinyal masukan harus bernilai tinggi. Gerbang Logika AND pada Datasheet nama lainnya IC TTL 7408.


    Gambar Gerbang Logika AND

    MasukanA BKeluaranY
    0 00 11 01 10001

    Tabel Kebenaran AND

    Pernyataan Boolean untuk Gerbang AND

    A . B = Y (A and B sama dengan Y )

    4.3  Gerbang NAND (Not AND)

    Gerbang NAND akan mempunyai keluaran 0 bila semua masukan pada logika 1. sebaliknya jika ada sebuah logika 0 pada sembarang masukan pada gerbang NAND, maka keluaran akan bernilai 1.Gerbang NAND adalah suatu NOT-AND, atau suatu fungsi AND yang dibalikkan. Dengan kata lain bahwa gerbang NAND akan menghasilkan sinyal keluaran rendah jika semua sinyal masukan bernilai tinggi. Gerbang Logika NAND pada Datasheet nama lainnya IC TTL 7400.

    Gambar Gerbang Logika NAND

    MasukanA BKeluaranY
    0 00 11 01 11110

    Tabel Kebenaran NAND

    4.4  Gerbang OR

    Gerbang OR akan memberikan keluaran 1 jika salah satu dari masukannya pada keadaan 1. jika diinginkan keluaran bernilai 0, maka semua masukan harus dalam keadaan 0.Gerbang OR akan memberikan sinyal keluaran tinggi jika salah satu atau semua sinyal masukan bernilai tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa gerbang OR hanya memiliki sinyal keluaran rendah jika semua sinyal masukan bernilai rendah. Gerbang Logika OR pada Datasheet nama lainnya IC TTL 7432.

    Gambar Gerbang Logika OR

    MasukanA BKeluaranY
    0 00 11 01 10111

    Tabel Kebenaran OR

    4.5  Gerbang NOR

    Gerbang NOR adalah suatu NOT-OR, atau suatu fungsi OR yang dibalikkan sehingga dapat dikatakan bahwa gerbang NOR akan menghasilkan sinyal keluaran tinggi jika semua sinyal masukannya bernilai rendah. Gerbang NOR akan memberikan keluaran 0 jika salah satu dari masukannya pada keadaan 1. jika diinginkan keluaran bernilai 1, maka semua masukannya harus dalam keadaan 0.Gerbang Logika NOR pada Datasheet nama lainnya IC TTL 7402.

    Gambar Gerbang Logika NOR

    MasukanA BKeluaranY
    0 00 11 01 11000

    Tabel Kebenaran NOR

    4.6  Gerbang XOR

    Gerbang X-OR akan menghasilkan sinyal keluaran rendah jika semua sinyal masukan bernilai rendah atau semua masukan bernilai tinggi atau dengan kata lain bahwa X-OR akan menghasilkan sinyal keluaran rendah jika sinyal masukan bernilai sama semua. Gerbang XOR (dari kata exclusive OR) akan memberikan keluaran 1 jika masukan-masukannya mempunyai keadaan yang berbeda. Gerbang Logika XOR pada Datasheet nama lainnya IC TTL 7486.

    Gambar Gerbang Logika XOR

    MasukanA BKeluaranY
    0 00 11 01 10110

    T

    Tabel Kebenaran XOR

    4.7  Gerbang NOT

    Gerbang NOT merupakan gerbang satu masukan yang berfungsi sebagai pembalik (inverter). Sebuah inverter (pembalik) adalah gerbang dengan satu sinyal masukan dan satu sinyal keluaran dimana keadaan keluarannya selalu berlawanan dengan keadaan masukan. Gerbang Logika INV pada Datasheet nama lainnya IC TTL 7404.

    Gambar Gerbang Logika XOR

    MasukanAKeluaranY
    0110

    4.8  Gerbang X-NOR

    Gerbang X-NOR akan menghasilkan sinyal keluaran tinggi jika semua sinyal masukan bernilai sama (kebalikan dari gerbang X-OR). Gerbang Logika X-NOR pada Datasheet nama lainnya IC TTL 74266.

    Gmbr 2.7 Gerbang X-NOR

    Tabel Kebenaran X-Nor

    ABC
    001101011001

    Aplikasi Sederhana Gerbang-gerbang Logika

    Gerbang-gerbang ini dapat membentuk sebuah processor canggih, membentuk sebuah IC yang hebat, membentuk sebuah controller yang banyak fungsinya, namun sebelum sampai di penerapan yang canggih-canggih tersebut, ada baiknya untuk melihat aplikasi sederhananya saja dulu dari gerbang-gerbang logika ini.

    ·         Flip-flop
    Apakah Anda pernah mendengar istilah RAM atau Random Access Memory pada komputer. Jika mengenalnya, maka Anda sudah mengenal sebuah aplikasi dari rangkaian gerbang digital. RAM biasanya dibuat dari sebuah rangkaian gerbang digital yang membentuk sebuah sistem bernama Flip-flop. Flip-flop terdiri dari rangkaian gerbang logika yang dirancang sedemikian rupa sehingga apa yang masuk ke dalamnya akan selalu diingat dan berada di dalam rangkaian gerbang logika tersebut, selama ada aliran listrik yang mendukung kerjanya. Fungsi inilah yang merupakan cikal-bakal dari RAM.

    ·         Counter
    Salah satu sistem yang paling banyak digunakan dalam perangkat-perangkat digital adalah Counter. Fungsi dari sistem ini adalah jelas sebagai penghitung, baik maju ataupun mundur. Timer, jam digital, stopwatch, dan banyak lagi merupakan aplikasi dari counter ini. Banyak sekali jenis counter, namun pada dasarnya prinsip kerjanya sama, yaitu mengandalkan pulsa-pulsa transisi dari clock yang diberikan. Pulsa-pulsa transisi tadi yang akan menggerakan perhitungan counter.

    BAB V

    PENUTUP

    5.1  Kesimpulan

    Logika merupakan ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, karena merupakan ilmu dasar bagi ilmu-ilmu yang lain. Hal ini dapat dilihat dari beberapa contoh yang dipaparkan di atas. Selain itu, logika juga merupakan ilmu untuk berpikir secara sistematis, sehingga mudah dipahami dan dapat dirunut kebenarannya.

    Logika juga sangat banyak digunakan pada dunia pemrograman, karena hampir setiap bahasa pemrograman menggunakan logika dalam pemecahan permasalahan dan setiap decision-nya. Oleh karena itu, sangat penting kiranya untuk mempelajari logika.

    Gerbang adalah suatu rangkaian elektronik yang menghasilkan sinyal output yang menghasilkan operasi boole sederhana sebagai sinyal input-nya sebagai pembangun utama semua rangkaian digital. Fungsi-fungsi logika diimplementasikan dengan cara menginterkoneksikan gate-gate.

    Gate (gerbang) dasar pada logika dasar antara lain :

    AND, OR, NOT, NAND, NOR, Ex-OR, dan Ex-NOR.

    5.2  Saran

    Dengan penyusunan makalah ini, penulis berharap pengetahuan mengenai Logika Informatika dan Teknik Digitaldapat diaplikasikan dalam kehidupan atau dapat digunakan dalam banyak aspek kehidupan. Melalui logika kita dapat mengetahui apakah suatu pernyataan benar atau salah. Hal terpenting yang akan didapatkan setelah mempelajari logika Informatika dan Teknik Digital adalah kemampuan mengambil kesimpulan dengan benar atau salah.

    DAFTAR PUSTAKA

    Fatman, Yenni (2012) Sintak dan Sematik Pada Logika Preposisi [Online]

    Tersedia :

    http://www.slideshare.net/AnisaMaulina/matematika-logika-kalkulus-proposisi-bagian-1-oleh-yeni-fatman-st [Tanggal Akses : 31 Juli 2013]

    Kusniyati, Harni (2012) Modul Logika Matimatika [Online]

    Tersedia :

    http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CD0QFjAD&url=http%3A%2F%2Fkk.mercubuana.ac.id%2Ffiles%2F92022-13-836491009056.doc&ei=v6b6UcLEE8PnrAfhz4H4DQ&usg=AFQjCNHAC1rp8YqA4bVhb_UZjShQ2U_SSA&bvm=bv.50165853,d.bmk

    [Tanggal Akses : 31 Juli 2013]

  • Makalah Logika – Penyimpulan Langsung, Ekuivalensi, Konversi

    Penyimpulan Langsung, Ekuivalensi, Konversi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Logika ialah ilmu penalaran pemikiran untuk mengetahui sebuah kebenaran. Ilmu ini melatih manusia untuk berfikir lebih dalam sehingga lebih teliti dalam memahami suatu hal. Umumnya logika sering dikaitkan dengan pemahaman menurut akal (logis).

    Dalam logika dikenal juga istilah “penyimpulan” yaitu hail pemikiran. Berpangkal pada putusan tertentu, kita sering kali dapat secara langsung menyimpulkan suatu putusan baru dengan memakai subjek dan predikat yang sama.

    B. Rumusan Masalah

    Dari penjelasan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

    1. Apa pengertian penyimpulan langsung?
    2. Apa definisi penyimpulan langsung dan macam-macamnya?

    C. Tujuan Penulisan

    Dari  rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalah yaitu:

    1. Untuk mengetahui pengertian penyimpulan langsung
    2. Untuk mengetahui definisi penyimpulan langsung dan macam-macamnya

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Penyimpulan Langsung

    Penyimpulan langsung yaitu premis yang dapat terdiri dari satu, dua atau lebih putusan. Berpangkal pada putusan tertentu, kita sering kali dapat secara langsung menyimpulkan suatu putusan baru (kesimpulan), dengan memakai subjek dan predikat yang sama. Ini disebut penyimpulan langsung (immediate inference).

    Contoh: S=P sedangkan penengah diantara keduanya bisa disebut M sebagai term penengah.

    Jiwa manusiaRohaniTak dapat mati
    SMP

    Jadi, ketika ada dua putusan S=P adalah “Jiwa manusia tak dapat mati” harus ada alasan untuk menghubungkan putusan satu dengan yang lain yaitu M seperti yang ada di atas, dan alasan penghubung antara S dan P adalah M (rohani) dan diambil keputusan bahwa “Jiwa manusia=rohani=tak dapat mati”.

    Penyimpulan dalam bahasa artinya mencari dalil, mencari keterangan, mencari indicator atau mencari petunjuk, sebab dengan indicator ini dapat diperoleh pengertian sebagai kesimpulan.

    B. Definisi Penyimpulan Langsung dan Macam-macamnya

    Penyimpulan langsung (immediate inference) adalah sebuah penalaran, yang premisnya dapat terdiri dari satu, dua, atau lebih putusan dengan berpangkal pada putusan tertentu, kita dapat secara langsung menyimpulkan suatu putusan baru (kesimpulan), dengan memakai subyek dan predikat yang sama. Istilah “Penalaran Langsung” berasal dari Aristoteles untuk menunjuk penalaran, yang premisnya hanya terdiri dari sebuah proposisi saja. Konklusinya ditarik langsung dari proposisi yang satu itu dengan membandingkan subyek dan predikatnya.

    Sistem logika yang mengenai penalaran langsung itu didasarkan atas proposisi kategorik bentuk S=P. Dalam bentuk proposisi kategorik yang demikian itu baik term untuk subyek maupun untuk predikatnya menunjuk kepada suatu substantive, dan dalam bahasa berupa kata benda. Kaitan antara subyek dan predikat berdiri sendiri kopula. Contoh:”Kerbau (kata benda) itu (kopula) binatang (kata benda)”. Bentuk ini adalah bentuk proposisi kategorik yang dipakai sebagai standar dalam system Aristoteles. Proposisi-proposisi kategorik yang berbeda bentuknya, harus dikembalikan kepada bentuk proposisi standar ini. Banyak proposisi kategorik yang predikatnya tidak menunjuk suatu substantive, akan tetapi suatu sifat. Misalnya: “Burung bangau itu putih”, “Lukisan itu bagus”.

    Ada beberapa macam penyimpulan langsung dalam logika, anatra lain:

    1.      Ekuivalensi

    Ekuivalensi adalah mengatakan hal yang persis sama. Putusan-putusan itu sebenarnya tidak menyatakan putusan yang baru, hanya perumusannya berlainan, tetapi dengan menggunakan subjek dan predikat yang sama.

    • Beberapa B=A
    • Beberapa B ≠ A (beberapa A ≠ B)
    • Ada A yang B (ada A yang bukan B)
    • Ada B yang A (ada B yang bukan A)
    • Tidak semua A=B (tidak semua B=A)

    Contoh: ‘tak ada orang Belgia yang menjadi jago pencak’ berarti dapat disimpulkan bahwa ‘tak ada jago pencak yang berbangsa Belgia’.

    2.      Pembalikan

    Membalik suatu putusan berarti menyusun suatu putusan baru, dengan jalan menggantikan subjek dan predikat.[4] Contoh:’pegawai negeri itu bukan pegawai swasta’ jadi ‘pegawai itu bukan pegawai negeri’. Kalimat ini dapat di bolak-balik tanpa mengurngi kebenaran ucapan tersebut.

    Hukum-hukum atau aturan pembalikan, agar pembalikan putusan tidak menjadi kesimpulan yang salah:

    a.       Putusan A hanya boleh dibalik menjadi putusan I

    ‘semua jendral itu manusia’ tetapi ‘tidak semua manusia itu jendral’. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa A luasnya lebih kecil dibandingkan dengan B jadi A hanya bisa dibalik dengan A bukan dengan B. Sedangkan apabila B diletakkan pada A maka luas A tidak akan cukup. Maka dari itu A hanya boleh dibalik menjadi putusan I.

    b.      Putusan E selalu boleh dibalik (E jadi O, O jadi E)

    ‘anjing itu bukan kucing’, jadi ‘kucing itu bukan anjing’. Sebab dalam putusan negatif universal maka seluruh luas S dipisah-pisahkan dari seluruh luas P.

    c.       Putusan I dapat dibalik menjadi putusan I lagi.

    Dalam putusan afirmatif, P adalah partikular. Jika putusan ini dibalik, P yang partikular itu menjadi S yang partikular, dan S yang partikular itu menjadi P yang partikular pula. Contoh:’ada buah-buah yang merah’. Jadi ‘ada barang-barang merah yang merupakan buah’.

    d.      Putusan O tidak dapat dibalik.

    Contohnya: ‘ada manusia yang bukan dokter’, jadi ‘ada dokter yang bukan manusia’. Maka dapat disimpulkan O tidak dapat dibalik karena apabila dibalik akan terjadi kesalahan seperti diatas.

    3.      Obversi

    Obversi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna dengan mengubah kualitas pertanyaan aslinya. Contohnya: “kebanyakan orang sholeh tidak hidup sampai tua”, konversinya adalah “kebanyakan orang sholeh mati muda”.

    Obversi dari keempat bentuk proposisi:

    v  Bentuk A menjadi E

    v  Bentuk I menjadi O

    v  Bentuk E menjadi A

    v  Bentuk O menjadi I[5]

    Cara lain untuk menarik konklusi dari sebuah proposisi ialah denagn cara obversi. Prosedur obversi itu sebagai berikut:

    1. Kualitas pada proposisi premis diganti dari proposisi affirmative dijadikan negative, atau sebaliknya,
    2. Term pada predikat diganti dengan komplementnya. Term ini menunjuk suatu kelas. Apa yang tidak termasuk anggota kelas itu semuanya merupakan komplemen-nya atau kelas komplemen-nya. Jadi komplemen dari kelas “anjing”, misalnya “non anjing”, “kucing hitam” komplemen-nya ialah “non hitam”.

    Prinsip yang menjadi dasar penyimmpulan obversi itu ialah A=  non non- A, A itu ekuivalesi dengan non-A. Prinsip ini juga disebut prinsip negasi ganda (double negation).

    Contoh Obversi:

    Premis              :” Manusia adalah makhluk berpikir”

    Konklusi          :” Manusia bukan non makhluk berpikir”

    Kedua proposisi itu, premis dan konklusinya adalah ekuivalen.[6]

    4.      Kontraposisi

    Kontraposisi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi lain yang semakna, dengan menukar kedudukan subjek dan predikat pernyataan asli dengan mengontradiksikan masing-masingnya. Contohnya: “semua merpati adalah burung”, Kontraposisinya adalah “semua yang bukan burung bukan merpati”.

    Kontraposisi ini tersusun melalui prosedur sebagai berikut:

    1. Term subyek maupun term predikat diganti dengan komplemen masing-masing.
    2. Proposisi yang sudah berubah term-termnya itu kemudian dikonversikan: term subyek dan term predikat bertukar tempat.

    Contoh Kontraposisi:

     “Semua pejuang kemerdekaan adalah pembela bangsa”

    Jadi: “Semua non pembela bangsa adalah non pejuang kemerdekaan”.

    Selanjutnya, konklusi penyimpulan melalui kontraposisi ini, disebut kontrapositif. Suatu proposisi kontraposisi itu ekuivalen dengan proposisi aslinya.

    5.      Konversi

    Konversi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna dengan menukar kedudukan subjek dan predikat pernyataan selanjutnya.

    Contoh: Tidak satu pun mahasiswa adalah buta huruf.

    Tidak satu pun yang buta huruf adalah mahasiswa.[9]

    Proses konversi dari semua bentuk proposisi, yakni:

    1)         Proposisi Universal Affirmatif (A) > (I)

    Proposisi/putusan universal affirmatif (A), apabila dibalik, maka proposisi/putusan tersebut harus dibalik menjadi proposisi/putusan pertikular affirmatif (I), sebab proposisi/putusan universal affirmatif itu, predikatnya lebih luas daripada subyeknya, sehingga kalau dibalik apa adanya begitu saja kuantitasnya, akan terjadi kesalahan.

    Misalnya: A= Semua mahasiswa adalah rajin, dibalik menjadi:

          I= Sebagian yang rajin adalah mahasiswa.

    2)         Proposisi Universal Negatif (E) > (E)

    Proposisi/putusan universal negatif (E), apabila dibalik, maka proposisi/putusan tersebut akan masih tetap menjadi (E), sebab proposisi/putusan universal negatif itu, subyeknya berbeda dengan predikatnya, sehingga dibolak-balik artinya masih tetap sama benarnya.

    Misalnya: E= Tak satupun mahasiswa adalah malas, dibalik menjadi:

     E= Tak satupun yang malas adalah mahasiswa.

    3)         Proposisi Partikular Affirmatif (I) > (I)

    Proposisi/putusan partikular affirmatif (I), apabila dibalik, maka proposisi/putusan tersebut akan tetap menjadi (I), sebab proposisi/putusan particular affirmatif itu, kuantitas dari subyek dan predikatnya sama-sama partikular, sehingga kalau dibalik tetap masih sama benarnya.

    Misalnya: I= Sebagian mahasiswa adalah rajin, dibalik menjadi:

     I= Sebagian yang rajin adalah mahasiswa.

    4)         Proposisi Partikular Negatif (O)

    Proposisi/putusan partikular negatif (O), tidak dapat dibalik, sebab proposisi/putusan particular negatif itu, kuantitas subyeknya lebih luas daripada predikatnya, sehingga kalau dibalik akan terjadi kesalahan.

    Misalnya: O= Sebagian manusia adalah tidak tidak mahasiswa (benar),     bila dibalik menjadi:

     O= Sebagian mahasiswa adalah tidak manusia (ini salah),   maka tidak boleh dibalik.[10]

    6.        Inversi

    Inversi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna dengan mengontradiksikan subjek dan predikat pernyataan aslinya.

    Contoh: “yang belum bayar tidak boleh masuk”, inversinya menjadi “yang sudah bayar boleh masuk”.[11]

    BAB III

    PENUTUP

    Simpulan

                Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1.      Penyimpulan langsung ialah hasil pemikiran manusia yang merupakan sebuah putusan dari premis-premis yang dapat diperoleh dengan memakai subyek dan predikat.

    2.      Macam-macam penyimpulan langsung, diantaranya: ekuivalensi, pembalikan, obversi, kontraposisi, konversi, dan inversi

    DAFTAR PUSTAKA

    Anisa Listiana, 2017, Logika, Kudus, Media Ilmu Press.

    Masdi, 2009, Logika, Kudus.

    Poespropodjo & T Gilarso, 2017, Logika Ilmu Menalar, Bandung, CV Pustaka Grafika.

  • Sejarah Perkembangan Logika

    Sejarah Logika

    Logika berasal dari kata logos yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

    1. Masa Yunani Kuno Logika dimulai pada masa Yunani kuno, pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini. Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai yang berangkat dari yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih  diragukan kebenarannya.Pada salah seorang muridnya, Aristoteles yang menjadi pemimpin, melanjutkan pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium pelopor . Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus dan Sextus Empiricus , dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri. Porohyus membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles. Boethius menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar-komentarnya. Johanes Damascenus menerbitkan Fons Scienteae.

    2. Abad Pertengahan dan Logika Modern Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan. Thomas Aquinas dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.Lahirlah dengan tokoh-tokoh seperti: Petrus§ Hispanus Roger Bacon§ Raymundus Lullus yang menemukan metode§ logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam pengertian. William Ocham§ Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes dengan karyanya Leviatan dan John Locke dalam An Essay Concerning Human Understanding § Francis Bacon mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. J.S. Mills melanjutkan logika§ yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic
    Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:

    Gottfried Wilhelm Leibniz§ menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian. § George Boole John Venn§  Gottlob Frege§ Lalu seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di ,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce’s Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs). Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun – dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russel.Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein, Rudolf Carnap, Kurt Godel dan lain-lain.

    3. Logika sebagai matematika murniLogika masuk kedalam kategori matematika murni karena matematika adalah logika yang tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (). Logika tersistematisasi dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M) yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri. Puncak terjadi pada tahun – dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russel.

    c . Macam-macam logika

    1. Logika alamiah Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.
    2. Logika ilmiah Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

    d. Kegunaan logika

    1) Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara  rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren. 

    2) Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
    3) Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
    4) Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
    5) Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian 

  • Makalah Filsafat Agama

    Filsafat Agama

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang masalah

    Menurut catatan sejarah, filsafat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya.

    Disamping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern digantikan ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian filsafat agama

    Istilah filsafat bersal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata: philo dan shophia, philo berarti cinta dalam arti luas, yakni keingenan dan shopia berarti hikmat (kebijkan) atau kebenaran. Jadi secara etimologi, filsafat bererti cinta kebijakan dan kebenaran (love of wisdom).

    Sedangkan pengertian agama itu sendiri menurut J.G. Frazer berpendapat bahwa agama adalah penyembahan kepada kekuatan yang lebih agung daripada manusia, yang di anggap mengatur dan menguasai jalanya alam semesta. Nada yang agak minor dikemukakan oleh Freud, yang mengangap agama adalah bayangan dari rasa takut atau gagasan yang khayali (the projectiaon of  fear or wishful thinking). Sedangkan menurut Durkheim bahwa agama adalah alam gaib yang tidak dapat di ketahui dan tidak dapat di pikirkan oleh akal manusia sendiri. Tegasnya agama adalah suatu bagian dari ilmu pengetahuan yang tidak dapat diperoleh dengan tenaga pikiran saja.

    Karl Rahner menguraikan lebih jauh tentang filsafat agama. Menurutnya, filsafat agama adalah sebuah antropologi metafisik yang harus bersifat teologi dasar, yaitu manusia sebagai pribadi yang bebas tidak dapat tidak berhadapan dengan tuhan yang mungkin mewahyukan diri. Oleh karena itu, Rahner mengatakan bahwa ciri khas filsafat agama adalah keterbukaan yang siap sedia dan kesediaan yang terbuka bagi teologi. Filsafat agama, demikian Rahner, tidak dapat memaksa teologi dan tidak dapat menentukan hukumnya. Melainkan seorang filosof agama melaksanakan apa yang harus di laksanakan oleh seorang mahluk yang dapat mendengar jika logos tuhan datang kedunia. Rahner kemudian mempertegas antara wilayah filsafat dan teologi. Filsafat agama tidak dapat menjangkau tentang fakta wahyu, hanya dengan teologilah fakta wahyu itu dapat di tangkap dan di mengerti sebab teologi berdasarkan pada logos tou Theou.[4]

                Lebih lanjut Rahner menambhkan bahwa filsafat agama harus menunjukan secara filosofis dimanakah dalam diri manusia timbul agama, apa nilainya agama semacam itu dan apakah tuhan ada atau tidak. Filsafat agama yang menanyakan hakikat agama, menurut Rahner, bagaimanapun juga harus  sampai kepada pengenalan Allah transenden, absolute, dan personal.[5]

               Menurut C.D. Mulder, filsafat agama merupakan bagiyan dari filsafat ketuhanan. Filsafat ketuhanan termasuk filsafat sistematis yang menpelajari kosmos, manusia, dan tuhan. The Liang Gie memasukan filsafat agama bagiyan dari filsafat khusus. Menurutnya, filsfat terbagi pada tiga bagiyan. Yaitu filsafat khusus, filsafat sistematis, dan filsafat  keilmuan.[6]

               Geddes Mac Gregor menekankan pembahasan filsafat agama harus di bedakan antara hal yang menarik hati dalam agama dan berfikir tentang agama. Yang pertama adalah aktivitas hati,  sedangkan yang kedua adlah aktivitas akal. Selanjutnya, Gregor mengatakan bahwa pendekatan intlektual terhadap agama tidak akan memuaskan hati, sementara pendekatan intlektual hanya memasukan akal.[7]

                Dalam definisi yang di kemukakan oleh Gregor terlihat suatu pemilihan antara kegiatan hati dan akal. Daya akal, menurutnya, daya hati berfungsi untuk memuaskan perasaan penganut agama.

    B.     Hubungan filsafat dan agama

                Filsafat dan agama secara umum merupakan pengetahuan. Jika agama merupakan pengetahuan yang berasal dari wakyu, filsafat sendiri adalah hasil dari pemikiran manusia. Dasar-dasar agama merupakan pokok-pokok kepercayaan ataupun konsep tentang ketuhanan, alam, manusia, baik buruk, hidup dan mati, dunia dan akhirat. Dan lain-lain. Sedangkan filsafat adalah sistem kebenaran tentang agama sebagai hasil berfikir secara radikal, sistematis dan universal.

                Jika agama membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan kepercayaan agamanya. Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama.

              Walaupun hasil-hasil penelitian rasional filsafat tidak bertolak belakang dengan agama, tapi selayaknya sebagian penganut agama justru bersikap proaktif dan melakukan berbagai pengkajian dalam bidang filsafat sehingga landasan keimanan dan keyakinannya semakin kuat dan terus menyempurna, bahkan karena motivasi keimananlah mendorongnya melakukan observasi dan pembahasan filosofis yang mendalam terhadap ajaran-ajaran agama itu sendiri dengan tujuan menyingkap rahasia dan hakikatnya yang terdalam.

                Filsafat dan agama mempunyai hubungan yang sangat reflektif dengan manusia, dikarenakan keduanya mempunyai keterkaitan, keduanya tidak bisa berkembang apabila tidak ada alat dan tenaga utama yang berada dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga utama manusia adalah akal pikiran, rasa, dan keyakinan.

                Dengan satu ungkapan dapat dikatakan bahwa filosof agama mestilah dari penganut dan penghayat agama itu sendiri. Lebih jauh, filosof-filosof hakiki adalah pencinta-pencinta agama yang hakiki. Sebenarnya yang mesti menjadi subyek pembahasan di sini adalah agama mana dan aliran filsafat yang bagaimana memiliki hubungan keharmonisan satu sama lain. Adalah sangat mungkin terdapat beberapa ajaran agama, karena ketidaksempurnaannya, bertolak belakang dengan kaidah-kaidah filsafat, begitu pula sebaliknya, sebagian konsep-konsep filsafat yang tidak sempurna berbenturan dengan ajaran agama yang sempurna.

              Karena asumsinya adalah agama yang sempurna bersumber dari hakikat keberadaan dan mengantarkan manusia kepada hakikat itu, sementara filsafat yang berangkat dari rasionalitas juga menempatkan hakikat keberadaan itu sebagai subyek pengkajiaannya, bahkan keduanya merupakan bagian dari substansi keberadaan itu sendiri. Keduanya merupakan karunia dari Tuhan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Filsafat membutuhkan agama (wahyu) karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan dengan alam gaib yang tak bisa dijangkau oleh akal filsafat. Sementara agama juga memerlukan filsafat untuk memahami ajaran agama. Berdasarkan perspektif ini, adalah tidak logis apabila ajaran agama dan filsafat saling bertolak belakang.

                Dalam sebuah ungkapan  ada kalimat yang sangat menarik, yang, “Saya beriman supaya bisa mengetahui. Apabila kalimat ini kita balik akan menjadi: jika saya tidak beriman, maka saya tak dapat mengetahui. Tak dapat disangkal bahwa dapat diyakini  bahwa keimanan agama adalah sumber motivasi dan pemicu yang kuat untuk mendorong seseorang melakukan penelitian dan pengkajian yang mendalam terhadap ajaran-ajaran doktrinal agama, lebih jauh, keimanan sebagai sumber inspirasi lahirnya berbagai ilmu dan pengetahuan. Kesempurnaan iman dan kedalaman pengahayatan keagamaan seseorang adalah berbanding lurus dengan pemahaman rasionalnya terhadap ajaran-ajaran agama, semakin dalam dan tinggi pemahaman rasional maka semakin sempurna keimanan dan semakin kuat apresiasi terhadap ajaran-ajaran agama. Baik agama maupun filsafat pada dasarnya mempunyai kesamaan dalam tujuan, yakni mencapai kebenaran yang sejati.

                Manusia membutuhkan rasionalisasi dalam semua aspek kehidupannya, termasuk dalam doktrin-doktrin keimanannya, karena akal dan rasio adalah hakikat dan substansi manusia, keduanya mustahil dapat dipisahkan dari wujud manusia, bahkan manusia menjadi manusia karena akal dan rasio. Tolok ukur kesempurnaan manusia adalah akal dan pemahaman rasional. Akal merupakan hakikat manusia dan karenanya agama diturunkan kepada umat manusia untuk menyempurnakan hakikatnya. Penerimaan, kepasrahan dan ketaatan mutlak kepada ajaran suci agama sangat berbanding lurus dengan rasionalisasi substansi dan esensi ajaran-ajaran agama.

                Substansi dari semua ajaran agama adalah keyakinan dan kepercayaan terhadap eksistensi Tuhan, sementara eksistensi Tuhan hanya dapat dibuktikan secara logis dengan menggunakan kaidah-kaidah akal-pikiran (baca: kaidah filsafat) dan bukan dengan perantaraan ajaran agama itu sendiri. Walaupun akal dan agama keduanya merupakan ciptaan Tuhan, tapi karena wujud akal secara internal terdapat pada semua manusia dan tidak seorang pun mengingkarinya, sementara keberadaan ajaran-ajaran agama yang bersifat eksternal itu tidak diterima oleh semua manusia.

                Dengan demikian, hanya akallah yang dapat kita jadikan argumen dan dalil atas eksistensi Tuhan dan bukan ajaran agama. Seseorang yang belum meyakini wujud Tuhan, lantas apa arti agama baginya. Kita mengasumsikan bahwa ajaran agama yang bersifat doktrinal itu adalah ciptaan Tuhan, sementara belum terbukti eksistensi Pencipta dan pengenalan sifat-sifat sempurna-Nya, dengan demikian adalah sangat mungkin yang diasumsikan sebagai “ciptaan Tuhan” sesungguhnya adalah “ciptaan makhluk lain” dan makhluk ini lebih sempurna dari manusia (sebagaimana manusia lebih sempurna dari hewan dan makhluk-makhluk alam lainnya). Lantas bagaimana kita dapat meyakini bahwa seluruh ajaran agama itu adalah berasal dari Tuhan. Walaupun kita menerima eksistensi Tuhan dengan keimanan dan membenarkan bahwa semua ajaran agama berasal dari-Nya, tapi bagaimana kita dapat menjawab soal bahwa apakah Tuhan masih hidup? Kenapa sekarang ini tidak diutus lagi Nabi dan Rasul yang membawa agama baru? Dan masih banyak lagi soal-soal seperti itu yang hanya bisa diselesaikan dengan kaidah akal-pikiran. Berdasarkan perspektif ini, akal merupakan syarat mendasar dan mutlak atas keberagamaan seseorang, dan inilah rahasia ungkapan yang berbunyi: Tidak ada agama bagi yang tidak berakal.[8]

    D.    Perbadingan Agama dan Filsafat

                Dari uraian di atas diketahui bahwa antara agama dan filsafat itu terdapat perbedaan. Perbedaan antara filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya, tetapi terletak pada cara menyelidiki bidang itu sendiri. Filsafat adalah berfikir, sedangkan agama adalah mengabdikan diri, agama banyak hubungan dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungan dengan pemikiran. Menurut Prof. Nasroen, S.H, ia mengemukakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan kepada agama. Malahan filsafat yang sejati itu terkandung dalam agama. Apabila filsafat tidak berdasarkan kepada agama dan filsafat hanya semata-mata berdasarkan akal dan pemikiran saja, maka filsafat tidak akan memuat kebenaran obyektif , karena yang memberikan pandangan dan keputusan hanyalah akal pikiran. Sedangkan kesanggupan akal pikiran ituterbatas, sehingga filsafat yang hanya berdasarkan kepada akal pikiran semata tidak akan sanggup memberikan kepuasan bagi manusia, terutama dalam tingkat pemahamannya terhadap yang gaib. Williem Temple, seperti yang dikutip Rasyidi, mengatakan bahwa filsafat menuntut pengetahuan untuk memahami, sedangkan agama menuntut pengetahuan untuk beribadah atau mengabdi. Pokok agama bukan pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang penting adalah hubungan manusia dengan Tuhan.

                Agama dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental dalam sejarah dan kehidupan manusia. Orang-orang yang mengetahui secara mendalam tentang sejarah agama dan filsafat niscaya memahami secara benar bahwa pembahasan ini sama sekali tidak membicarakan pertentangan antara keduanya dan juga tidak seorang pun mengingkari peran sentral keduanya. Sebenarnya yang menjadi tema dan inti perbedaan pandangan dan terus menyibukkan para pemikir tentangnya sepanjang abad adalah bentuk hubungan keharmonisan dan kesesuaian dua mainstream disiplin ini. Filasafat adalah sistem kebenaran tentang agama sebagai hasil dari berfikir secara radikal, sistematis dan universal. Dasar-dasar agama yang dipersoalkan dipikirkan menurut logika (teratur dan disiplin) dan bebas.

                Di sisi lain Harun Nasution membandingkan pembahasan filsafat agama dengan pembahasan teologi, karena setiap persoalan tersebut juga menjadi pembahasan tersendiri dalam teologi. Jika dalam filsafat agama pembahasan ditujukan kepada dasar setiap agama, pembahasan teologi ditujukan pada dasar-dasar agama tertentu. Dengan demikian terdapatlah teologi Islam, teologi Kristen, teologi Yahudi dan sebagainya. Dengan demikian, seorang ahli agama bisa menyelidiki ajaran agamanya sendiri, demikian juga agama lain, tetapi dia harus menyadari posisinya pada waktu meneliti agama untuk menghindari banyaknya unsur subjektif yang sering muncul dalam pekiran ahli agama itu.[9]

    BAB III

    PENUTUP

    A.        Kesimpulan

                Dari keterangan-keterangan di atas, penyusun dapat menyimpulkan :

                          1.      Filsafat adalah sikap berfikir yang melibatkan usaha untuk memikirkan masalah hidup dan alam semesta dari semua sisi yang meliputi kesiapan menerima hidup dalam alam semesta sebagaimana adanya dan mencoba melihat dalam keseluruhan hubungan. Sikap filosofik dapat ditandai misalnya dengan sikap kritis, berfikir terbuka, toleran dan mau melihat dari sisi lain.

    2.      Agama adalah kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan, agama juga diartikan dengan mengikat. Ajaran-ajaan agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia pemeluknya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Hady Aslam , pengantar filsafat agama, Jakarta : Rajawali Pers, 1986..

    Abbas, K.H. Zainal Arifin, perkembangan pikiran terhadap Agama, jilid 1

                Dan 2, Jakarta: pustaka Al-Husna, 1984.

    Harun Nasution, Filsafat Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1983

    Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai James, Bandung :

                Rosdakarya, 1994.

    Sidi Gazalba,  Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, Jakarta :

    Bulan Bintang,1978.

    Harun Hadiwijono, Sari-Seri Sejarah Filsafat Barat I, Yogyakarta: Kanisius, 1991.

    Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Jakarta :

    Prenada Media, 2003.

    Dr. Ya’qub, Hamzah, filsafat Agama Titik Temu Akal dan Wahyu,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991),

  • Makalah Rasionalitas Max Weber

    Rasionalitas Max Weber

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Max Weber, sebagaimana yang kita ketahui merupakan salah satu seorang sosiolog besar di zamannya. Weber, dalam beberapa pemikirannya tentang sosiologi sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat pada waktu itu. Weber lahir di tengah lingkungan yang sedang menuju ke masyarakat modern. Dilahirkan di Erfurt, Jerman pada tanggal 21 April 1864, Weber berasal dari keluarga menengah. Ayahnya adalah seorang birokrat, sedangkan ibunya adalah seorang Calvinis yang sangat religius. Ayahnya sangat menikmati dunia dengan uang yang ia hasilkan dari profesi birokrasinya, sedangkan ibunya menjalani kehidupan asketis yang tidak mementingkan kenikmatan duniawi.

    Pemikiran Weber tentang sosiologi terutama dibangun oleh serangkaian debat intelektual yang berlangsung di Jerman pada masanya. Yang terpenting dari perdebatan tersebut adalah masalah hubungan sejarah dengan ilmu pengetahuan. Perdebatan ini berlangsung antara kubu positivis yang memandang sejarah tersusun berdasarkan hukum-hukum umum ( disebut juga pandangan nomotetik ) dengan kubu subjektivis yang menciutkan sejarah menjadi sekadar tindakan dan pandangan idiografis saja. Kaum Positivis memandang jika sejarah itu termasuk ilmu alam, namun kaum Subjektivitas melihat keduanya sangat berbeda.

    Dari perdebatan kedua ini, jelas, rasionalisasi sangat diperlukan untuk memperkuat argumen masing – masing kubu. Dengan kondisi sosial seperti ini, Weber, dalam pemikiran sosiologinya memasukkan konsep rasionalisasi sebagai salah satu pokok pembahasan. Rasionalisasi, menurut Weber, sangat perlu untuk tatanan masyarakat yang sudah berkembang menuju kemodernan.

    Rasionalisasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Weber, terbagi menjadi beberapa tipe dan jenis. Namun, dalam penyebutan tipe maupun jenis itu terjadi banyak perbedaan yang intinya tetap satu makna ( arti ). Masalah rasional Weber, dalam masa sekarang, bisa dijadikan gambaran akan kondisi sosial masyarakat yang ada di masa ketika Weber mencetuskan teori ini.  

    Bab II. Pembahasan

    A. Rasionalitas dalam Pengertian Weber

    Rasionalitas merupakan salah satu teori yang dicetuskan oleh Weber. Dalam mencetuskan teori ini, Weber terpengaruh oleh kehidupan sosial budaya masyarakat Barat pada waktu itu.

    Masyarakat Barat pada waktu itu kondisi sosial budaya khususnya dalam segi pemikiran mulai bergeser dari yang berpikir non rasional menuju ke pemikiran rasional. Hal ini dilihat Weber sebagai gejala awal dari sebuah modernitas, sehingga Weber menganalisisnya (modernitas) melalui teori Rasionalitasnya. Selain Weber tokoh sosiolog yang hidup pada zaman ini salah satunya adalah Karl Marx. Berbeda dengan Weber, Karl Marx dalam menganalisis modernitas menggunakan teori kapitalis. Namun menurut Weber kapitalisme tidak bisa dijadikan konsep atau kata kunci dari modernitas, karena menurutnya kapitalisme hanyalah salah satu aspek dari rasionalitas. Weber menganggap bahwasanya modernisasi merupakan perluasan rasionalitas dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat[1].

    Konsep rasionalitas Weber sangat menarik perhatian para filsuf dalam menganalisis masyarakat modern dan dipahami oleh para tokoh Teori Kritis Mazhab Frankfurt sebagai merasuknya instrumental dalam segenap aspek kehidupan, disebabkan dalam menganalisis masyarakat industri maju mencurigai rasionalitas sebagai biang keladi segala bentuk alienasi, penindasan, dan ketidakkritisan. Kemudian Herbert Marcuse berusaha menjelaskan rasionalitas yang menguasai masyarakat industri maju ini diawali dengan mengkaji pemikiran Weber sebagai tokoh yang mula-mula menerapkan konsep rasionalisasi.

    Weber tidak memberikan suatu pandangan yang tunggal tentang pengertian rasionalitas, namun Habermas (penerus Karl Mark) merangkum pengertian rasionalitas menurut Weber ini dalam dua pengertian, yaitu: pertama, perluasan bidang-bidang sosial yang berada di bawah norma-norma pengambilan keputusan yang rasional. Kedua, industrialisasi kerja sosial yang mengakibatkan norma-norma tindakan instrumental juga memasuki bidang kehidupan yang lain.

    Perkembangan rasionalisasi masyarakat juga berkaitan dengan pelembagaan ilmu dan teknologi ke dalam segenap aspek kehidupan. Hal ini mungkin karena prestasi ilmu dan teknologi yang ditunjukkan dalam masyarakat modern telah mampu menawarkan dan memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Kenyataan ini didukung oleh paham posistivisme yang berpengaruh saat itu, yaitu kepercayaan pada kemampuan ilmu-ilmu alam untuk menangani berbagai permasalahan dalam masyarakat. Jadi rasionalisasi dalam pengertian Weber adalah proses meluasnya penggunaan rasionalitas ke dalam segenap aspek kehidupan masyarakat.

    B.     Pembagian dan Jenis Rasionalitas menurut Max Weber

    Rasionalitas, berasal dari kata “ rasio ” yang mengacu pada bahasa Yunani Kuno, yang berarti kemampuan kognitif untuk memilah antara yang benar dan salah dari Yang Ada dan dalam Kenyataan[2].Menurut Weber, secara garis besar ada dua jenis rasionalitas manusia, yaitu pertama rasionalitas tujuan (Zwekrationalitaet) dan kedua rasionalitas nilai (Wetrationalitaet).

    Rasionalitas tujuan adalah rasionalitas yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu tindakan berorientasi pada tujuan tindakan, cara mencapainya dan akibat-akibatnya. Ciri khas rasionalitas ini adalah bersifat formal, karena hanya mementingkan tujuan dan tidak mengindahkan pertimbangan nilai.

    Rasionalitas nilai adalah rasionalitas yang mempertimbangkan nilai-nilai atau norma-norma yang membenarkan atau menyalahkan suatu penggunaan cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Rasionalitas ini menekankan pada kesadaran nilai-nilai estetis, etis, dan religius. Ciri khas rasionalitas nilai ini adalah bersifat substantif, sebab orang yang bertindak dengan rasionalitas ini mementingkan komitmen rasionalitasnya terhadap nilai yang dihayati secara pribadi. Dalam kenyataannya, kedua jenis raionalitas ini sering bercampur aduk, dimana terjadi dominasi rasionalitas tujuan atas rasionalita nilai, begitu juga sebaliknya.

    Selain kedua jenis tersebut, beberapa sosiolog lain menafsirkan bahwa sebenarnya Weber mencetuskan jenis rasionalitas itu menjadi tiga bagian, yakni rasionalitas instrumental, rasio yuridis dan rasio kognitif / ilmiah. Ketiga rasio ini ( menurut beberapa sosiolog, khususnya Ross Poole ) tidak secara eksplisit diungkapkan oleh Weber, namun ketiga jenis rasio ini ada dalam ajaran rasionalitas Weber[3].

    Rasio Instrumental, merupakan bentuk rasio yang paling dominan yang terwujud dalam pasar yang bersifat kapitalis. Rasio ini menekankan efisiensi dan efektifitas dalam meraih tujuan-tujuan tertentu. Dalam menerapkan rasio ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan, pertama, pengandaian adanya tujuan untuk rute – rute alternatif. Kedua, pengandaian adanya pelaku yang menganggap dirinya bebas untuk memilih rute – rute tersebut. Karena menekankan pada efisiensi, rasio ini lebih memilih hasil yang kuantitatif atau yang berdasarkan jumlah.

    Rasio Yuridis, yakni rasio yang mengacu pada bentuk rasionalitas yang secara obyektif terealisasi dalam bidang hukum dan birokrasi. Rasionalitas ini menekankan prinsip konsistensi, daripada prinsip efisiensi ( rasio Instrumental ). Rasio ini tidak jarang mengalami kontra dengan rasio lain, contohnya dengan rasio instrumental. Contoh ekstremnya adalah ketika adanya penggunaan uang pelicin ( uang sogokan ) untuk melancarkan suatu proyek atau usaha. Menurut rasio ini, perbuatan itu bertentangan dengan moral dan tidak benar, namun menurut rasio instrumental, tindakan ini sah – sah saja selama itu mempermudah untuk mendapatkan sesuatu. Rasio Yuridis dalam hal kekuasaan dalam suatu masyarakat berfungsi sebagai moralitas sosial yang harus dipatuhi untuk membatasi kekuasaan. Namun dalam masyarakat kapitalis rasio ini kalah dominasi dari rasio instrumental.

    Rasio Kognitif, merupakan rasio yang menjelaskan bahwa sasaran dari rasio adalah pengetahuan dalam rangka mencari kebenaran yang sesuai dengan dunia. Perwujudan dari rasionalitas ini terdapat di institusi pendidikan ataupun riset modern. Penerapan dari rasio ini adalah bahwa kebenaran hanyalah dibatasi dengan kebenaran yang sesuai dengan pernyataan dunia. Pengertian ini akan menyebabkan ilmu menjadi adaptif terhadap kondisi yang ada. ilmu hanya akan melestarikan dan mendukung sistem yang ada. akibat lebih jauh dari penerapan rasio instrumental dan rasio ilmiah inilah yang akhirnya menjadi titik acuan kritik dari para tokoh Teori Kritis Mazhab Frankfurt di kemudian hari.

    Ciri konsep rasio Max Weber antara lain :

    Pertama, adanya matematisasi yang progresif terhadap pengalaman dan pengetahuan, suatu matematisasi yang berawal dari ilmu-ilmu alam dan keberhasilannya yang luar biasa pada ilmu dan segenap aspek kehidupannya (perhitungan yang bersifat universal). Kedua, adanya desakan tentang pentingnya pengalaman rasional dan bukti-bukti rasional dalam organisasi ilmu seperti halnya dalam segenap aspek kehidupan itu. ketiga, ada hasil dari organisasi ini yang sangat meyakinkan bagi Weber, yaitu kejadian dan kesatuan suatu hal yang universal, organisasi formal yang telah terlatih secara teknis menjadikan ‘kondisi seluruh eksistensi kita tak dapat tertangani secara mutlak’.

    C.    Tipe-tipe Rasionalitas

    Rasionalitas praktis adalah setiap jalan hidup yang memandang dan menilai aktivitas-aktivitas duniawi dalam kaitannya dengan kepentingan individu yang murni pragmatis dan egoistis. Tipe rasionalitas ini muncul seiring dengan longgarnya ikatan magi primitif, dan dia terdapat dalam setiap peradaban dan melintasi sejarah. Jadi dia tidak terbatas pada Barat modern. Tipe rasionalitas ini berlawanan dengan segala hal yang mengancam akan melampaui rutinitas sehari-hari. Dia mendorong orang untuk tidak percaya pada seluruh nilai yang tidak praktis, religius atau utopia sekuler, maupun rasionalitas teoretis kaum intelektual.

    Rasionalitas teoretis, tipe rasionalitas ini dijalankan pada awal sejarah oleh tukang sihir dan pendeta ritual dan selanjutnya oleh filsuf, hakim, dan lmuwan. Tidak seperti rasionalitas praktis, rasionalitas teoretis menggiring aktor untuk mengatasi realitas sehari-hari dalam upayanya memahami dunia sebagai kosmos yang mengandung makna. Seperti rasionalitas praktis, rasionalitas ini juga bersifat lintas peradaban dan lintas sejarah. Efek rasionalitas intelektual pada tindakan sangat terbatas. Didalamnya berlangsung proses kognitif, tidak mempengaruhi tindakan yang diambil, dan secara tidak langsung hanya mengandung potensi untuk memperkenalkan pola-pola baru tindakan.

    Rasionalitas substantif, hakikatnya lebih mirip dengan rasionalitas praktis dan tidak seperti rasionalitas teoretis. Rasionalitas ini melibatkan pemilihan sarana untuk mencapai tujuan dalam konteks sistem nilai. Suatu sistem nilai ( secara substantif ) tidak lebih rasional daripada sistem lainnya. Jadi, tipe rasional ini juga bersifat lintas peradaban dan lintas sejarah, selama ada nilai yang konsisten.

    D.    Rasionalisasi dalam berbagai setting sosial

    1.      Ekonomi

    Dalam merasionalisasi sistem ekonomi, Weber menggunakan rasionalitas untuk menganalisis ekonomi kapital masyarakat Barat pada waktu itu[4]. Meskipun pada umumnya terjadi kecenderungan evolusi, namun Weber menunjukkan bahwa ada berbagai sumber kapitalisme, jalur alternatif dan beragam akibat yang ditimbulkan olehnya. Dalam mengawali terhadap penguraian bentuk ekonomi, Weber mengawali dengan bentuk ekonomi tradisional dan irasional seperti ekonomi rumah tangga, desa, dan manorial. Sebagai contoh, tuan tanah dalam feodalisme menurut Weber memiliki sifat tradisional karena tidak bisa membangun bisnis skala besar dimana para petani bisa dijadikan tenaga kerja. Namun, feodalisme di Barat mulai runtuh ketika petani dan tanah dibebaskan dari kontrol bangsawan dan ekonomi uang mulai beroperasi. Dengan ini, sistem feodalisme berkembang menjadi sistem kapitalis.

    Dengan adanya sistem kapitalis ini, secara tidak langsung akan menimbulkan beberapa hal yang berbeda dengan sistem feodal. Dalam perkembangannya sistem kapitalis memunculkan tenaga terampil (gilda), sistem perbudakan, sistem produksi domestik (produksi di desentralisasikan / proses kerja berlangsung di rumah para pekerja), workshop (tanpa mesin canggih) dan munculnya pabrik-pabrik.

    Menurut Weber, yang paling jelas mendefinisikan sistem kapitalis rasional adalah kalkulabilitasnya, yang direpresentasikan oleh ketergantungan mereka pada tata buku modern. Perkembangan sisitem kapitalis tergantung pada berbagai perkembangan dalam ekonomi maupun dalam masyarakat luas. Dalam sistem ekonomi, sistem kapitalis memunculkan sejumlah prasyarat seperti pasar bebas, ekonomi uang, teknologi murah dan rasional dan komersialisasi kehidupan ekonomi yang melibatkan saham dan lain sebagainya.

    2.      Agama

    Dalam merasionalisasi agama, Weber memulainya dengan mengamati perkembangan agama dari yag primitif menuju ke agama yang rasional.

    Agama awal terdiri dari dewa – dewi yang campur baur, namun seiring dengan rasionalisasi, Tuhan yang lebih jelas dan koheren pun muncul. Agama awal, menurut Weber, adalag dewa rumah tangga, dewa marga, dewa penguasa lokal, dewa pekerjaan dan dewa jabatan. Dan dengan adanya kekuatan rasionalitas ( rasionalitas teoretis ) telah menghalangi atau bahkan menghapus lahirnya dewa – dewa itu. Contoh rasionalisasi agama terdapat dalam sistem kependetaan. Pendeta, secara spesifik kependetaan yang dididik secara profesional adalah pembawa dan pemercepat rasionalisasi. Kependetaan bukan hanya kelompok yang memainkan peran kuncidalam rasionalisasi. Nabi dan umat juga penting dalam proses ini. nabi dapat dibedakan dari pendeta berdasarkan panggilan pribadi, khotbah emosional, dan proklamasi doktrin mereka. Peran kunci nabi adalah mobilitasi umat, karena tidak akan ada agama tanpa sekelompok pengikut. Tidak seperti pendeta, nabi tidak cenderung menjadi kebutuhan kongregasi. Weber membedakan dua jenis nabi, yaitu Nabi etis dan Nabi teladan. Nabi etis ( Muhammad, Yesus Kristus, dan nabi-nabi dalam kitab Perjanjian Lama ) percaya bahwa mereka telah menerima perintah langsung dari Tuhan dan memerintahkan kepatuhan dari pengikutnya sebagai satu tugas etis. Nabi teladan ( Buddha adalah modelnya ) menunjukkan kepada orang lain dengan contoh pribadi tentang jalan menuju keselamatan religius.

    3.      Hukum

                Sebagaimana dalam analisis agama, Weber mengawali pembahasan hukumnya dengan hukum primitif, yang menurutnya sangat irasional[5]. Hukum primitif adalah sistem norma yang belum terlalu terdiferensiasikan. Sebagai contoh, tidak ada pembedaan antara perkara perdata dengan perkara pidana. Kasus-kasus yang melibatkan perselisihan menyangkut sebidang lahan dan pembunuhan cenderung ditangani, dan pelanggar hukum, dengan cara yang sama. Selain itu, hokum primitive cenderung tidak memiliki perangkat resmi dan secara umum hokum bebas dari formalitas dan aturan prosedural.

                Dalam hukum, Weber menitikberatkan pada proses profesionalisasi, Weber juga membedakan hukum dalam dua jenis penddikan. Yang pertama adalah pendidikan profesi, dimana murid belajar dari guru, khususnya selama praktek hukum aktual. Pendidikan ini menghasilkan tipe hukum formalistis yang didominasi oleh preseden.

                Pendidikan hokum akademik, dalam sistim ini hokum diajarkan di sekolah-sekolah khusus, yang memberikan penekanan pada teori dan ilmu hukum. Dengan kata lain, tempat fenomena hokum mendapatkan perlakuan sistematis dan rasional. Di sini konsep yang dihasilkan berkarakter norma abstrak dan penafsiran atas hukum-hukum ini terjadi secara sangat formal dan logis.

    4.      Politik

    Rasionalisasi politik terkait erat dengan rasionalisasi hukum. Sebagai contoh, semakin rasional struktur politik, maka secara sistematis dia cenderung makin menghapuskan elemen-elemen rasional dalam hukum. Karena politik rasional tidak dapat berfungsi dengan system hukum yang irasinal, begitu sebaliknya. Weber mendefinisikan politik sebagai“ komunitas yang tindakan sosialnya ditujukan untuk menyubordinasi dominasi partisipan secara terarah terhadap suatu kawasan territorial dan tindakan orang yang ada di dalamnya, melalui kesediaan untuk berlindung di bawah kekuatan fisik, biasanya termasuk dalam kekuatan bersenjata. Dan untuk melacak perkembangan politik Weber kembali pada kasus primitive sebagai strategi yang selalu di pakai.

    5.      Kota

    Kota menyediakan alternatif bagi tatanan feodal dan menyediakan tempat bagi berkembangnya kapitalisme modern dan lebih umum lagi rasionalitas ( khususnya pada kelahiran kota Barat ). Weber mendefinisikan kota dengan ciri-ciri sebagai berikut :

    §  Pemukiman yang relatif tertutup

    §  Relatif besar

    §  Memiliki pasar

    §  Memiliki otonomi politik parsial

                Meskipun sebagian besar kota memiliki ciri-ciri tersebut, kota-kota di Barat memiliki karakter rasial yang khas, salah satunya adalah pasar dan struktur politik yang diorganisasi secara rasional. Tapi mengapa masih banyak kota-kota yang belum mengembangkan bentuk kota yang rasional? Seperti komunitas tradisional di Cina dan sistem kasta di India yang bisa menghambat lahirnya kota yang rasional.

    6.      Bentuk Seni

    Weber melihat musik di Barat telah berkembang ke arah rasional. Kreativitas musik direduksi menjadi prosedur rutin yang didasarkan atas prinsip-prinsip menyeluruh. Music di dunia Barat telah mengalami“ transformasi proses produksi musik menuju pekerjaan yang dapat diperhitungkan yang beroperasi dengan cara-cara yang dikenal, instrument yang efektif dan aturan-aturan yang dapat dipahami dan juga telah mengalami proses evolusi, dalam evolusi musik barat[6], meskipun music sering dilihat sebagai bahasa emosi, Weber memperlihatkan bahwa musik juga tunduk pada kecenderungan rasionalisasi yang merembes pada perkembangan kebudayaan Barat yang modern

    E.     KESIMPULAN

    Dari pembahasan  diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran Weber dalam masalah rasional terbagi menjadi beberapa tipe atau jenis. Diantaranya :

    a.       Rasio Instrumental, merupakan bentuk rasio yang paling dominan yang terwujud dalam pasar yang bersifat kapitalis. Rasio ini menekankan efisiensi dan efektifitas dalam meraih tujuan-tujuan tertentu.

    b.      Rasio Yuridis, yakni rasio yang mengacu pada bentuk rasionalitas yang secara obyektif terealisasi dalam bidang hukum dan birokrasi. Rasionalitas ini menekankan prinsip konsistensi, daripada prinsip efisiensi ( rasio Instrumental ).

    c.       Rasio Kognitif, merupakan rasio yang menjelaskan bahwa sasaran dari rasio adalah pengetahuan dalam rangka mencari kebenaran yang sesuai dengan dunia. Perwujudan dari rasionalitas ini terdapat di institusi pendidikan ataupun riset modern.

    Rasionalisasi Weber dalam beberapa setting sosial dia gunakan untuk menganilisis setting – setting sosial tersebut. Setting sosial tersebut antara lain ekonomi ( rasionalisasi untuk analisis sistem kapitalis/pasar bebas ), agama ( rasionalisasi konsep kenabian, pendeta dan jema’atnya ), hukum ( menganilisis kesamaan antara hukum perdata dan pidana ), politik ( kekuasaan/dominasi satu golongan terhadap golongan lain ), kota ( tempat berkembangnya sistem kapital ) dan seni  ( perkembangan music modern di barat ).

    DAFTAR PUSTAKA

    v  Santoso Listiyono, dkk, Epistemologi Kiri, Ar Ruzz Media, Yogyakarta:2007

    v  Johnson Paul Doyne, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 1994

    v  George Ritzerdan Douglas j. Goodman, Teori sosiologi dari teori klasik sampai perkembangan Mutakhir Terori sosiologi Posmodern, KREASI WACANA,   Yogyakarta: 2010

  • Laporan Pemelirahan Kelapa Sawit

    Pemelirahan Kelapa Sawit

    BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1  Latar Belakang

    Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong. Di samping itu, Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet (bahan baku ban), kelapa sawit (bahan baku minyak goreng), tembakau (bahan baku obat dan rokok), kapas (bahan baku tekstil), kopi (bahan minuman), dan tebu (bahan baku gula pasir. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor penyumbang devisa yang tinggi bagi negara. Banyak jenis tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki nilai jual tinggi dalam pasar internasional salah satunya yaitu kelapa sawit. Kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman perkebunan  penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.  Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi.  Pelaku usahatani kelapa sawit di Indonesia terdiri dari  perusahaan perkebunan besar swasta, perkebunan negara dan perkebunan rakyat.  Usaha perkebunan kelapa sawit rakyat umumnya dikelola dengan model kemitraan dengan perusahaan besar swasta dan perkebunan negara (inti – plasma).  Khusus untuk perkebunan sawit rakyat, permasalahan umum yang dihadapi antara lain rendahnya produktivitas dan mutu produksinya.

    Produktivitas kebun sawit rakyat rata-rata 16 ton Tandan Buah Segar (TBS) per ha, sementara potensi produksi bila menggunakan bibit unggul sawit  bisa mencapai 30 ton TBS/ha. Produktivitas CPO (Crude Palm Oil) perkebunan rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton CPO per ha dan 0,33 ton minyak inti sawit (PKO) per ha, sementara di perkebunan negara rata-rata menghasilkan 4,82 ton CPO per hektar dan 0,91 ton PKO per hektar, dan  perkebunan swasta rata-rata menghasilkan 3,48 ton CPO per hektar dan 0,57 ton PKO per hektar. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas perkebunan sawit rakyat tersebut adalah karena teknologi produksi yang diterapkan masih relatif sederhana, mulai dari pembibitan sampai dengan panennya. Dengan penerapan teknologi budidaya yang tepat, akan berpotensi untuk peningkatan produksi kelapa sawit.

    Pemeliharaan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu upaya untuk emningkatkan kualitas serta produktifitas yang dihasilkan. Sebagai tanaman perkebunan tahunan, kelapa sawit memerlukan perawatan yang khusus dibandingkan dengan tanaman musim lainnya. Pemeliharaan kelapa sawit yang biasa dilakukan oleh petani pada umumnya terdiri dari kegiatan pemangkasan dan pemupukan. Pemangkasan dilakukan untuk tujuan agar pertumbuhan tanaman dapat lebih optimal serta memudahkan dalam pemanenan. Sedangkan pemupukan tanaman kelapa sawit bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit agar dapat berproduksi dan menghasillkan buah secara maksimal. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit dilakukan selama beberapa periode tertentu saja untuk tetap menjaga pertumbuhan tanaman kelapa sawit dalam keadaan yang optimal. Terdapat macam pemangkasan serta penunasan yang dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat khusus agar lebih memudahkan dan menghemat waktu dalam pemeliharaan. Karakteristik dari tanaman kelapa sawit yang banyak ditumbuhi oleh duri pada bagian daunnya, menjadikan tanaman kelapa sawit berbeda dengan tanaman lainnya seperti kopi ataupun kakao dalam melakukan pemeliharaannya.

    1.2  Tujuan

    1.      Untuk mengetahui bagaimana cara memangkas kelapa sawit dengan benar.

    2.      Menentukan bilangan pelepah yang perlu ditinggalkan diatas pohon supaya senantiasa mencukupi untuk member keluasan daun yang optimum.

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    Indonesia memiliki potensi alamiah yang baik untuk pengembangan sektor pertanian. Salah satu sub sektor pertanian yang mampu memberikan pertumbuhan ekonomi adalah subsektor perkebunan. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki prospek dan mendominasi produksi kawasan Asia Tenggara bahkan tingkat dunia. Mengingat semakin meningkatnya permintaan akan bahan minyak sawit dan peranannya bagi perekonomian Indonesia, maka untuk mempertahankan dan terus meningkatkan produksinya agar berkesinambungan perlu diusahakan bibit yang sehat dan bermutu tinggi ( Nurahmi, E dkk., 2010 ).

    Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq Ppalmae) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama produsen sawit dunia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi. Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm, temperatur optimal 24-28 ºC. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0-5,5 ( Kiswanto, dkk., 2010 ).  

    Kelapa sawit adalah tanaman tropis yang masuk sekitar 2 dekade di wilayah Asia tenggara. Kelapa sawit vegetatif dikategorikan sebagai proyek industri yang strategis. Kelapa sawit menjadi sektor yang menyumbang pendapatan bagi negara seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand (Nizam dan Te-chato, 2012). Kelapa sawit bisa dijadikan pula sebagai obat herbal. Hal ini menyangkut kelapa sawit bisa dijadikan obat beberapa penyakit. Salah satu penyakit yaitu liver. Cara penggunaannya yaitu dengan dilakukan in vitro antioksidan dan  in vivo hepatoprotektif ( Vijayarathna, dkk., 2012 ). Menurut Razali et al. (2012) kelapa sawit biasanya monoceous dengan baik bunga jantan dan betina pada pohon yang sama. Kelapa sawit adalah salib penyerbukan dan agen penyerbukan utama adalah kumbang, Elaeidobius kamerunicus.

    Keberhasilan budidaya suatu jenis komoditas tanaman sangat tergantung kepada kultivar tanaman yang ditanam, agroekologis/lingkungan tempat tumbuh tempat melakukan budidaya tanaman dan pengelolaan yang di – lakukan oleh petani/pengusaha tani. Khusus mengenai lingkungan tempat tumbuh (agro-ekologis), walaupun pada dasarnya untuk memenuhi persyaratan tumbuh suatu tanaman dapat direkayasa oleh manusia, namun memerlukan biaya yang tidak sedikit . Dalam rangka pengembangan suatu komoditas tanaman, pertama kali yang harus dilakukan mengetahui persyaratan tumbuh dari komoditas yang akan dikembangkan kemudian mencari wilayah yang mempunyai kondisi agroekologis/faktor tempat tumbuh yang relatif sesuai (Sasongko, 2010).

    Benih kelapa sawit untuk calon bibit harus dihasilkan dan dikecambahkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Proses pengecambahan dilakukan dengan melepas tangkai tandan buah dari spikletnya, lalu diperam selama 3 hari. Selanjutnya masukkan buah ke mesin pengaduk untuk memisahkan daging buah dari biji. Cuci biji dengan air, lalu rendam dalam air selama 6-7 hari, ganti air rendaman setiap hari, rendam biji tadi dalam Dithane M-45 konsentrasi 0,2% selama 2 menit, lalu kering anginkan. Masukkan biji kelapa sawit tersebut kedalam kaleng pengecambahan dan simpan di dalam ruangan bertemperatur 390 dengan kelembaban 60-70% selama 60 hari. Setiap 3 hari benih di kering anginkan selama 3 menit (Lubis, dkk., 2008)

    Kebutuhan benih kelapa sawit meningkat setiap tahun tetapi tidak seimbang dengan ketersediaan benih. Altenatif penyediaan bibit unggul dilakukan melalui perbanyakan kultur jaringan yang diperkirakan dapat menjawab kebutuhan benih sawit saat ini. Namun proporsi kelapa sawit yang berasal dari embrio somatik  hasil kultur jaringan memperlihatkan fenotip varian somaklonal  mantel (Hetaharie, 2010). Seperti halnya penanaman kelapa sawit pada lahan mineral, penanaman kelapa sawit pada lahan gambut memiliki beberapa kendala, satu di antaranya ialah permasalahan gulma (Syahputra, 2011).

    Bibit kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.)yang berkualitas di peroleh dari induk yang mempunyai genotipe dengan sifat-sifat yang unggul. Selain sifat unggul yang berperan dalam menghasilkan bibit berkualitas adalah pemeliharaan bibit, meliputi pemupukan dan pengelolaan air. Pemupukan dan pengelolaan air sangat dipengaruhi pertumbuhan bibit kelapa sawit. Pemupukan bibit kelapa sawit dapat dilakukan dengan penambahan pupuk anorganik dan organik. Penambahan pupuk organik seperti kompos bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Perbaikan sifat fisika tanah dengan penambahan bahan organik dapat terjadi karena bahan organik berperan sebagai perekat (cement agent) yang menstimulir pembentukan agregat tanah. Pembentukan agregat tanah akan mempengaruhi persentase pori di dalam tanah. Perubahan tersebut berakibat pada kemampuan tanah menahan air, permeabilitas, tingkat infiltrasi dan aerasi. Perubahan ini ikut memperbaiki kesuburan biologi tanah. Bahan organik selain memperbaiki sifat fisika juga memperbaiki kesuburan kimia tanah. Perbaikan kesuburan kimia oleh bahan organik bukan karena penambahan hara dari bahan organik yang umumnya mempunyai kandungan hara yang rendah. Akan tetapi dikarenakan kemampuan bahan organik mengubah daya tukar kation tanah. Daya tukar kation meningkat pada tanah yang diberikan bahan organik karena perombakan bahan organik menghasilkan asam-asam dan basa-basa yang dapat meningkatkan pertukaran ion dari tanah pada komplek jerapan. Hal ini dikarenakan secara alami bahan organik seperti kompos, tanah gambut, humus, mempunyai daya tukar kation 300-400 meq/100 gram tanah sedangkan partikel tanah misalnya liat sebagai jenis tanah mineral yang daya tukar kation tertinggi hanya mempunyai kapasitas tukar kation 38 meq/100 gram tanah. ( Ichsan, dkk., 2012).

    Penggunaan mekanisasi dalam penanaman kelapa sawit contohnya dengan menggunakan mesin untuk mempercepat dan mencoba untuk lebih menjaga kondisi fisik tanah untuk menjaga pertumbuhan dan fungsi akar. Fungsi akar untuk tumbuh dan menelusuri tanah untuk mencari air dan nutrisi merupakan faktor penting untuk menjaga pertumbuhan kelapa sawit. Kondisi fisik tanah juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman kelapa sawit (Yahya, et al., 2010).

    Pemangkasan daun bertujuan untuk  memperoleh pohon yang bersih dengan jumlah daun yang optimal dalam satu pohonserta memudahkan pamanenan. Memangkas daun dilaksanakan sesuai dengan umur/tingkat pertumbuhan tanaman. Macam-macam pemangkasan : 1. Pemangkasan pasir, yaitu pemangkasan yang dilakukan terhadap tanaman yangberumur 16-20 bulan dengan maksud untuk membuang daun-daun kering dan buahbuah pertama yang busuk. Alat yang digunakan adalah jenis linggis bermata lebar dan tajam yang disebut dodos. 2. Pemangkasan produksi, yaitupemangkasan yang dilakukan pada umur 20-28 bulan dengan memotong daun-daun tertentu sebagai persiapan pelaksanaan panen. Daun yang dipangkas adalah songgo dua (yaitu daun yang tumbuhnya saling menumpuk satu sama lain), juga buah- buah yang busuk. Alat yang digunakan adalah dodos seperti pada pemangkasan pasir. 3. Pemangkasan pemeliharaan, adalah pemangkasan yang dilakukan setelah tanaman berproduksi dengan maksud membuang daun-daun songgo duasehingga setiap saat pada pokok hanya terdapat daun sejumlah 28-54 helai. Sisa daun pada pemangkasan ini harus sependek mungkin, agar tidak mengganggu kegiatan panen (Kiswanto, 2010).

    BAB 3. METODOLOGI

    3.1  Waktu dan Tempat

    Praktikum Budidaya Tanaman Perkebunan Acara Morfologi Tanaman Kelapa Sawit dilaksanakan pada Sabtu, 31 November 2015 bertempat di Agrotechnopark Jubung Fakultas Pertanian Universitas Jember pukul 15.00 WIB sampai selesai.

    3.2  Alat dan bahan

    3.2.1        Alat

    1.      Dodos

    3.2.2        Bahan

    1.      Kelapa sawit

    3.3  Cara Kerja

    1.      Memotong pelepah daun terbawah dengan meninggalkan bagian pangkal pelepah sepanjang 2 ± 3 cm atau selebar tandan buah sawit. Tanaman muda (kurang 4 tahun) ± buang pelepah kering saja. Umur tanaman 4 ± 7 tahun jumlah pelepah yang dipertahankan 48 ± 56 pelepah/pokok. Tinggalkan 2 pelepah di bawah tandan hitam terakhir.

    2.      Umur pokok 8 ± 14 tahun jumlah pelepah yang dipertahankan 4 – 48 pelepah/pokok. Tinggalkan 1 pelepah di bawah tandan hitam yang terakhir.

    3.      Umur pokok melebihi 15 tahun pelepah yang dipertahankan 32 ± 40 pelepah/pokok. Tinggalkan 1 pelepah di bawah tandan hitam terakhir.

    BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    No.GambarKeterangan
    1Gambar tanaman kelapa sawit yang akan dipangkas. Tanaman yang belum mengalami pemangkasan masih terdapat pelepah – pelepah daun yang lebat dan saling berdempetan serta jika dilihat banyaknya pelepah daun tidak proporsional.
    2Gambar percontohan kegiatan pemangkasan kelapa sawit.Pemangkasan kelapa sawit dilakukan pada bagian batang bawah yang tidak bagus pertumbuhannya.Pemangkasan kelapa sawit menggunakan alat yang disebut dengan dodos, egrek dan lain-lain.
    3–     Pelaksanaan pemangkasan tanaman kelapa sawit yang dilakukan oleh praktikan.-     Pemangkasan kelapa sawit dilakukan agar memperoleh jumlah pelepah daun yang optimal sehingga pertumbuhan tanaman berjalan maksimal.-     Pemangkasan menggunakan dodos.-     Pemangkasan dengan membuang daun – daun kering, bunga yang kering, dan pelepah bawah yang bergerombolan.
    4Gambar salah satu praktikan yang melakukan pemangkasan kelapa sawit menggunakan dodos.
    5Gambar tanaman kelapa sawit yang sudah dipangkas.Tanaman yang sudah dipangkas terlihat bersih.Pemangkasan hanya menyisakan bagian batang yang efektif saja.

    4.2 Pembahasan

                Berdasarkan data yang telah diperoleh, kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit terdiri dari pemangkasan dan pemupukan. Kegiatan pemangkasan dilakukan dengan menggunakan alat seperti dodos, sabit, ataupun parang. Pemangkasan yang dilakukan yaitu pada bagian tanaman kelapa sawit terutama daun yang kering serta bagian pelepah yang sudah tidak produktif lagi. Tanaman kelapa sawit yang belum dilakukan pemangkasan akan masih banyak terdapat cabang-cabang yang kering serta beberapa bagian yang terserang hama penyakit. Pada bagian areal pertanaman masih terdapat banyak ditumbuhi oleh gulma ataupun tanaman liar yang perlu dibersihkan. Cabang-cabang yang dipangkas merupakan cabang dengan ciri-ciri terserang penyakit ataupun hama dan daun-daun yang kering. Agar lebih memudahkan dalam pemangkasan  maka digunaka alat seperti parang atau dodos yang digunakan untuk memotong bagian yang diinginkan. Tanaman yang telah dipangkas akan Nampak lebih bersih dan rapi. Kondisi ini akan memudahkan dan mengoptimalkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit terutama dalam mendapatkan sinar matahri sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih optimal. Setelah tanaman kelapa sawit selesai dipangkas, maka selanjutnya dapat dilakukan pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan membersihkan laha terlebih dahulu dari rerumputan yang tumbuh liar hingga sekitar lahan pertanaman menjadi bersih dan penyerapan unsur hara ataupun pupuk yang diberikan dapat optimal.sebelum dilakukan pengapikasian, dilakukan pembuatan parit terlebih dahulu atau piringan yang berfungsi untuk meletakkan pupuk. Pembuatan parit atau piringan ini dilakukan sedalam 10 – 15 cm dengan bentuk melingkari tanaman kelapa sawit dengan diameter lingkaran 1 – 1,5 meter. Pupuk yang diaplikasikan terdiri dari pupuk N, P, dan K. pupuk diaplikasikan dengan cara merata pada bagian piringan selanjutnya ditutup kembali dengan menggunakan tanah. Penutupan ini bertujuan untuk mengurangi penguapan yang terjadi ataupun leaching akibat hujan. Setelah ditutup dengan tanah selanjutnya dilakukan penyiraman dengan menggunakan air dengan tujuan agar pupuk yang diaplikasikan dapat meresap dan mudah diperoleh oleh akar tanaman kelapa sawit. Lahan atau areal pertanaman yang telah dilakukan pemangkasan dan pumupuna kana tampak lebih rapid an bersih sehingga pertumabahan tanaman dapat lebih optimal dan produksi yang dihasilkan meningkat.

    Pemupukan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menunjang produksi suatu tanaman terutama tanaman kelapa sawit. Dalam pemupukan kelapa sawit terdapat beberapa jenis pupuk yang dapat diapikasikan sesuai dengan kebutuhan kelapa sawit yang dibudidayakan. Jenis pupuk untuk kelapa sawit dapat berupa pupuk tunggal, pupuk campuran, pupuk majemuk, dan pupuk organik. Pemilihan jenispupuk, disarankan agar hati-hati karena banyak beredar di pasaran berbagai bentuk dan komposisi hara. Berbagai jenis pupuk diuraikan sebagai berikut :

    a.       Pupuk tunggal merupakan pupuk yang mengandung satu jenishara utama. Pupuk tunggal yang dipergunakan perkebunan kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan hara makro bagi tanaman kelapa sawit.

    b.      Pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung beberapa unsur hara yang dikombinasikan dalam satu formulasi. Pada dasarnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit. Keuntungan penggunaan pupuk majemuk adalah semua unsur hara utama diaplikasikan dalam satu rotasi pemupukan. Selain itu, penggunaan pupuk majmuk dalam pemupukan kelapa sawit dapat menghemat dan mengiefisiensikan waktu serta baiaya pengeluaran.

    Dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit, kegiatan pemupukan harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Menurut Kiswanto (2010) menyatakan bahwa dosis yang digunakan pada pertanaman kelapa sawit harus sesuai dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah dan yang mampu diserap oleh tanaman. Pupuk harus tersedia pada waktu yang ditentukan, sehingga keberadaannya tidak menjadikan suatu hambatan bagi tanaman yang akan dipupuk. Adapun waktu yang terbaik untuk melakukan pemupukan adalah pada saat musim penghujan, yaitu pada saat keadaan tanah berada dalam kondisi sangat lembab, tetapi tidak sampai tergenang air. Dengan demikian, pupuk yang diberikan dimasing-masing tanaman dapat segera larut dalam air, sehingga lebih cepat diserap oleh akar tanaman. Jumlah air tanah yang sangat baik untuk melarutkan pupuk  adalah sekitar 75% dari kapasitas lapang. Hal ini dapat dicapai jika sehari sebelumnya telah terjadi hujan sebanyak sekitar 20 mm serta pada bulan-bulan sebelumnya tidak terjadi defisit air. Pemupukan dilakukan pada waktu hujan kecil, namun >60 mm/bln. Pemupukan ditunda jika curah hujan kurang dari 60 mm per bulan.

    a.       Pupuk dolomit dan Rock Phosphate (RP) diusahakan diaplikasikan lebih dulu untuk memperbaiki kemasaman tanah dan merangsang perakaran, diikuti oleh MOP/KCl danurea/ZA.

    b.      Jarak waktu penaburan dolomit/RP dengan urea/ ZA minimal 2minggu.

    c.       Seluruh pupuk agar diaplikasikan dalam waktu dua bulan.

    Pemupukan dilakukan 2 – 3 kali tergantung pada kondisi lahan, jumlah pupuk, dan umur kondisi tanaman. Pemupukan pada tanah pasir dan gambut perlu dilakukan dengan frekuensi yang lebih banyak. Frekuensi pemupukan yang tinggi mungkin baik bagi tanaman, namun tidak ekonomis dan mengganggu kegiatan kebun lainnya.

    Menurut  Syahputra (2011), menyatakan bahwa pemeliharaan tanaman kelapa sawit terdiri dari pemangkasan atau penunasan. Pemangkasan kelapa sawit yang dilakukan dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

    1.    Pemangkasan pasir atau pemangkasan pendahuluan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 10 – 20 bulan dengan maksud untuk membuang daun – daun kering dan buah – buah pertama yang berukuran kecil atau buah yang busuk. Alat yang digunakan adalah sejenis linggis bermata lebar dan tajam yang disebut dodos (chiles).

    2.    Penunasan produksi, dilakukan pada saat tanaman berumur 20-28 bulan dengan memotong daun-daun tertentu untuk persiapan panen dengan menggunakan alat dodos karena tanaman masih pendek. Jenis daun yang dipangkas adalah songgo dua, yaitu daun yang tumbuhnya saling menumpuk satu sama lain dan buah yang busuk.

    3.    Penunasan pemeliharaan, penunasan atau pemangkasan yang dilakukan setelah tanaman berproduksi optimal dengan mebuang daun-daun songgo dua sehingga pada saat pokok hanya terdapat daun sejumlah 28-54 helai. Sisa potongan daun harus pendek yang maksimal. Pelaksanaan dilakukan bersamaan dengan panen atau waktu tertentu bila pada mahkota pokok terdapat jumlah daun yang melebihi ketentuan. Jenis alat yang digunakan adalah egrek (sabit bertangkai panjang).

    Sedangkan untuk pemangkasan berdasarkan umur dari tanama kelapa sawit dapat dibedakan menjadi :

    a.        Penunasan Pasir

    Selama masa TBM hingga 6 (enam) bulan sebelum panen pertama, tidak dibenarkan melakukan pekerjaan tunas apapun.  Prinsip tunas pertama (tunas pasir) adalah hanya membuang pelepah- pelepah tua dan kering. Oleh karena itu selama satu siklus hidupnya hanya sekali saja pekerjaan tunas pasir ini. Caranya :

    ·         Seluruh pelepah-pelepah tua dan kering dibuang, sedangkan pelepah diatasnya dibiarkan.

    ·         Pelepah dipotong rapat ke pangkal dengan memakai dodos kecil (mata dodos 7-8 cm) atau arit kecil, kemudian pelepah-pelepah tersebut dikeluarkan dari piringan dan disusun di gawangan mati.

    ·         Sesudah pekerjaan tunas pasir selesai hingga masa tunas selektif, maka dilarang keras memotong pelepah untuk tujuan apapun, kecuali untuk analisa daun, inipun hanya dibenarkan mengambil anak daunnya saja.

    b.        Penunasan Selektif

    Dilakukan pada tanaman berumur 3 – 4 tahun (TM), tergantung pada pertum-buhan pokok dengan tujuan mempersiapkan pokok untuk dipanen.  Suatu blok tanaman dapat mulai ditunas selek­tif jika sekurang-kurangnya 40 % telah mempunyai tandan buah yang hampir masak pada tinggi ± 90 cm dari tanah (diukur dari permukaan tanah ke pangkal tandan tertua). Caranya:

    ·         Batas tunas adalah ditinggal 3 pelepah dibawah buah terendah atau lazim disebut songgo 3.     

    ·         Semua pelepah dibawah 3 songgo buah tersebut diatas supaya ditunas secara timbang air keliling pokok.

    ·         Semua rumput-rumputan seperti pakis dan lain-lain yang tumbuh di pokok sawit harus dicabut/dibersihkan.

    ·         Penunasan sisa pokok yang 60% lagi dilaksanakan 4 bulan kemudian, sehingga semua pokok di blok tersebut akhirnya akan tertunas.

    c.         Penunasan Periodik (Umum)

    Dilakukan pada tanaman yang telah berumur diatas 4 tahun dengan rotasi 9 bulan sekali.  Perencanaannya tiap tahun harus didasarkan pada rotasi terakhir di tahun sebelumnya. Caranya :

    ·         Pada tanaman muda dan remaja (sampai 6 tahun), jumlah daun yang aktif dipertahankan 48-56 pelepah atau dengan istilah songgo tiga. Sedangkan untuk tanaman yang lebih tua ditinggal 40-48 pelepah atau dengan istilah songgo dua.

    ·         Pelepah dipotong rapat ke batang dengan bidang tebasan berbentuk  tapak kuda yang membentuk sudut 30o terhadap garis horisontal.

    ·         Satu  rotasi  tunas  harus  selesai  dalam jangka 9 bulan, sedangkan untuk satu tahun : 1 1/3 rotasi.

    Tanaman kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumberdevisa negara. Hal ini menyebabkan tanaman kelapa sawit harus dipelihara dengan baik agar dapat mencapai produksi yang tinggi. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk menunjang produksi tanaman kelapa sawit yaitu dengan cara melakukan pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan guna untuk menunjang produksi yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi cabang-cabang yang tidak produktif selain itu juga untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit yang dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan tanaman kelapa sawit.

    BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

                Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

    1.      Kegiatan pemelihraan tanaman kelapa sawit meliputi kegiatan pemangkasan dan pemupukan yang dilakukan untuk menunjang pertumbuhan tanaman sawit agar lebih optimal.

    2.      Pemangkasan yang dilakukan yaitu pada cabang atau pelepah-pelah daun yang kering dan terkena serangan hama penyakit dan pertumbuhannya sudah tidak produkstif lagi.

    3.      Kegiatan pemangkasan dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman sawit dan pengoptimalan sinar matahari yang diperoleh.

    4.      Alat yang digunakan dalam pemangkasan yaitu sabit, parang, ataupun dodos.

    5.      Pembuatan piringan dalam pemupukan berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan pupuk agar tidak mudah menguap ataupun tercuci.

    5.2  Saran

    Kegiatan praktikum acara pemeliharaan tanaman kelapa sawit sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi, banyak mahasiswa yang tidak aktif bekerja dikarenakan keterbatasan alat untuk memangkas. Untuk kedepannya semoga menjadi bahan pertimbangan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ichsan,C.N, Nurami, E, Saljuna. 2012. Respon Aplikasi Dosis Kompos Dan Interval Penyiraman Pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.). Agrista, 16 (2) : 94-106.

    Kiswanto, Jamhari Hadi Purwanta, dan Bambang Wijayanto. 2010. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Lampung : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

    Lubis, Rustam Effendi dan Agus Widanarko. 2009. Buku Pintar Kelapa Sawit. Jakarta : P.T AgroMedia.

    Nizam, Khairun and Sompong Te-Chato. 2012. In Vitro Flowering And Fruit Setting Of Oil Palm Elaeis Guineensis Jacqmarlina. Agricultural Technology, 8(3): 1079-1088.

    Nurahmi, E., Nurhayati, dan Ulfa. 2010. Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq) Pada Berbagai Komposisi Media Tanam Dan Konsentrasi Pupuk Daun Seprint. Agrista, 14(3): 100-104.

    Razali, Mohd. Hudzari, Abdul Ssomad M.A. Halim and Asyazili Roslan. 2012. A Review on Crop Plant Production and Ripeness Forecasting. Agriculture and Crop Sciences, 4(2): 54-63.

    Sasongko, Purnomo Edi. 2010. Studi Kesesuaian Lahan Potensial untuk Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Blitar. Pertanian Mapeta, 12(2): 72-144.

    Syahputra, Edy, Sarbino, dan Siti Dian. 2011. Weeds Assessment di Perkebunan Kelapa Sawit  Lahan Gambut. Perkebunan dan Lahan Tropika, 1(1): 37-42.

    Vijayarathna, Soundararajan, Subramanion L. Jothy, Kwan Yeut Ping, Lachimanan Yoga Latha, Nadras Othman and Sreenivasan Sasidharan. 2012. In Vitro Antioxidant Activity and Hepatoprotective Potential Of Elaeis Guineensis Leaf Against Paracetamol Induced Damage in Mice. Chemical Engineering and Applications, 3(4): 293-296.

    Yahya, Zuraidah, Aminuddin Husin, Jamal Talib, Jamarei Othman, Osumanu Haruna Ahmed and Mohamadu Boyie Jalloh. 2010. Oil Palm (Elaeis guineensis) Roots Response to Mechanization in Bernam Series Soil. Applied Sciences, 7(3): 343-348.