Blog

  • Teori – Teori Kebenaran

    Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Banyak cara telah ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang terkadang melampaui penalaran rasional, kejadian-kejadianyang berlaku di alam itu dapat dimengerti.

    Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda.Pengetahuan inderawi merupakan struktur yang terendah. Tingkat pengetahuan yanglebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi.Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.

    Metode ilmiah yang dipakai dalam suatu ilmu tergantung dari objek ilmu yang bersangkutan. Macam-macam objek ilmu antara lain fisiko-kimia, mahluk hidup, psikis, sosio-politis, humanistis dan religius. Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.

    Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan,filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan.  Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis. Kerangka filsafat di atas akan memudahkan pemahaman mengenai keterkaitan berbagai ilmu dalam mencari kebenaran.

    Teori Kebenaran Dalam Perspektif Filsafat Ilmu

    Dalam studi Filsafat Ilmu, pandangan tentang suatu ‘kebenaran’ itu sangat tergantung dari sudut pandang filosofis dan teoritis yang dijadikan pijakannya. Dalam menguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori ataupun metode-metode yang akan berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut. Berikut ini beberapa teori tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu:

    1. Teori Korespondensi (Bertand Russel 1872-1970)

    Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika adakesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi (ungkapan atau keputusan) adalah benar apabila terdapat suatu faktayang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan denganteori-teori empiris pengetahuan.

    Ujian kebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepadarealita obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu, serta berusaha untuk melukiskannya, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237).

    Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut (Suriasumantri, 1990:57).

    Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “matahari terbit dari timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebut bersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa matahari terbit dari timur dan tenggelam di sebelah barat.

    Menurut teori korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak maka pertimbangan itu salah (Jujun, 1990:237).

    Teori ini menganggap. Teori kebenaran korespondensi adalah “teori kebenaran yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau isi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berkorespondensi (sesuai) dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan tersebut.”

    Teori kebenaran Korespondensi. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal (tua) yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles, teori ini menganggap bawa “suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan kenyataan (realitas empirik) yang diketahuinya”, Contoh, ilmu-ilmu pengetahuan alam.

    Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Dengan demikian kebenaran epistimologis adalah kemanunggalan/keselarasan antara pengetahuan yang ada pada subjek dengan apa yang ada pada objek, atau pernyataan yang sesuai dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang sesuai dengan situasi actual.

    Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme.diantara pelopor teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel, Ramsey dan Tarski. Mengenai teori korenspondensi tentang kebenaran, dapat disimpulkan sebagai berikut: “Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan itu sendiri”.

    2. Teori Koherensi atau Konsistensi

    Teori kebenaran Koherensi. Tokoh teori ini adalah Spinosa, Hegel dan Bradley. Suatu pengetahuan dianggap benar menurut teori ini adalah “bila suatu proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai benar”. Jadi, kebenaran dari pengetahuan itu dapat diuji melalui kejadian-kejadian sejarah, atau melalui pembuktian logis atau matematis. Pada umumnya ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu sosial, ilmu logika, menuntut kebenaran koherensi.

    Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan fakta atau realita, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri, dengan kata lain kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kebenarannya terlebih dahulu. 

    Teori ini menganggap bahwa“ “Suatu pernyataan dapat dikatakan benar apabila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang di anggap benar”

    Misalnya bila kita menganggap bahwa pernyataan “semua hewan akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan “bahwa ayam adalah hewan, dan ayam akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.

    Jadi menurut teori ini, “putusan yang satu dengan putusan yang lainnya saling berhubungan dan saling menerangkan satu sama lain. Maka lahirlah rumusan kebenaran adalah konsistensi, kecocokan.”

    Teorikebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55).

    Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika.
    Suatu kebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi antara pernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yang konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain suatu proposisi dilahirkan untuk menyikapi dan menanggapi proposisi sebelumnya secara konsisten serta adanya interkoneksi dan tidak adanya kontradiksi antara keduanya.

    Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “mencuri adalah perbuatan maksiat, maka mencuri dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.

    Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu makatiap-tiap pertimbangan yang benar  dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus,1987:239)

    3. Teori Pragmatis (Charles S 1839-1914)

    Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini di antaranya adalah William James(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57).

    Teori kebenaran Pragmatis. Tokohnya adalah William James dan John Dewey. Suatu pengetahuan atau proposisi dianggap benar menurut teori ini adalah “bila proposisi itu mempunyai konsekwensi-konsekwensi praktis (ada manfaat secara praktis) seperti yang terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri”, maka menurut teori ini, tidak ada kebenaran mutlak, universal, berdiri sendiri dan tetap. Kebenaran selalu berubah dan tergantung serta dapat diroreksi oleh pengamalan berikutnya.

    Jika seseorang menyatakan teori X dalam pendidikan, lalu dari teori itu dikembangkan teori Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X dianggap benar karena fungsional.

    Pragmatism berasal dari bahasa Yunani Pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, dan tindakan. Menurut teori ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia. Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia mambawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku pada praktek, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja yang berlaku.

    Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teori ini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.

    Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak.

    Francis Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencari keuntungan-keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmu pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengan kata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawa jiwa bersifat eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah mencari manfaat sebesar mungkin bagi manusia.

    4. Teori Performatif

    Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh pemegang otoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut bertentangan dengan bukti-bukti empiris.

    Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.

    Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.

    5. Teori Konsensus

    Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama.

    Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersamayang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. 

    6. Teori Kebenaran Sintaksis

    Teori ini berkembang diantara para filsuf analisa bahasa, seperti Friederich Schleiermacher. Menurut teori ini, ‘suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu mengikuti aturan sintaksis (gramatika) yang baku’.

    7. Teori Kebenaran Semantis

    Menurut teori kebenaran semantik, suatu proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari segi arti atau makna. Apakah proposisi itu pangkal tumpuannya pengacu (referent) yang jelas? Jadi, memiliki arti maksudnya menunjuk pada referensi atau kenyataan, juga memiliki arti yang bersifat definitif.

    8. Teori Kebenaran Non-Deskripsi

    Teori Kebenaran Non-Deskripsi. Teori ini dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Jadi, menurut teori ini suatu statemen atau pernyataan itu akan mempunyai nilai benar ditentukan (tergantung) peran dan fungsi pernyataan itu (mempunyai fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari).

    9. Teori Kebenaran Logik

    Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik. Menurut teori ini, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa— pernyataan—yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling melingkupinya.

    10. Agama sebagai Teori Kebenaran

    Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia maupun tentang tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia, maka dalam teori ini lebih mengedepankan wahyu yang bersumber dari tuhan.

    Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah melakukan penyelidikan dan pengalaman. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang masalah asasi dari atau kepada kitab suci, dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.

  • Pengertian Preventive Maintenance

    Pemeliharaan preventif sangat penting untuk mendukung fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan “critical unit”. teknik perawatan ini dilakukan secara inspeksi terhadap asset peralatan untuk memprediksikan terhadap kerusakan/kegagalan yang akan terjadi. Berikut adalah Penjelasan mengenai Preventive Maintenance (PM).

    Apa Itu Preventive Maintenance

    Preventive Maintenance (PM) dalam dunia industri dan teknik adalah praktik menjaga dan merawat peralatan, mesin, atau sistem agar tetap beroperasi dengan baik. Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan atau kegagalan yang dapat mengganggu produktivitas dan efisiensi operasional. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang pengertian Preventive Maintenance (PM) dan mengapa ini sangat penting dalam berbagai industri.

    Pengertian Preventive Maintenance (PM)
    Definisi Preventive Maintenance (PM)
    Preventive Maintenance adalah Pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, umumnya secara periodik, dimana sejumlah tugas pemeliharaan seperti inspeksi, perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan dan penyesuaian dilaksanakan.

    Preventive maintenance adalah suatu kegiatan perawatan dan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan mesin. Mesin akan mengalami nilai depresiasi (penurunan) apabila dipakai terus menerus. Oleh karena itu, dibutuhkannya inspeksi dan servis secara rutin maupun periodik.

    Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan- kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu proses produksi. Jadi, semua fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan (preventive maintenance) akan terjamin kontinuitas kerjanya dan selalu diusahakan dalam kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat.
    Pengertian Preventive Maintenance menurut ahli
    Menurut Richard D. Irwin: Preventive Maintenance adalah suatu tindakan pemeliharaan yang dilakukan secara berkala dan terjadwal untuk menghindari kerusakan atau kegagalan mesin atau peralatan. Sumber: Richard D. Irwin, “Industrial Maintenance Management,” 1979.
    Menurut James V. Calitri: Preventive Maintenance adalah serangkaian aktivitas perawatan yang dilakukan secara berkala untuk menjaga peralatan agar tetap beroperasi dalam kondisi optimal dan mencegah kerusakan yang dapat mengganggu proses produksi. Sumber: James V. Calitri, “Maintenance Management and Engineering Handbook,” 2009.
    Menurut John Moubray: Preventive Maintenance adalah perawatan yang direncanakan dan terjadwal yang dilakukan untuk mencegah kegagalan peralatan, mengidentifikasi dan mengatasi masalah potensial, dan memperpanjang umur peralatan. Sumber: John Moubray, “Reliability-Centered Maintenance,” 1997.
    Preventive Maintenance memiliki peran penting dalam menjaga kelangsungan operasi dan produktivitas perusahaan, mengurangi kerusakan, serta menghemat biaya perbaikan darurat. Ini juga membantu dalam memperpanjang masa pakai peralatan dan sistem, serta meningkatkan keamanan operasi.
    Manfaat preventive maintenance
    Memperkecil overhaul ( turun mesin ).
    Mengurangi kemungkinan reparasi berskala besar.
    Mengurangi biaya kerusakan / pergantian mesin.
    Memperkecil kemungkinan produk-produk yang rusak.
    Meminimalkan persediaan suku cadang.
    Memperkecil hilangnya gaji – gaji tambahan akibat penurunan mesin ( overhaul ).
    Menurunkan harga satuan dari produk pabrik.
    Macam-Macam, preventive maintenance Dalam perusahaan
    Routine maintenance. Kegiatan perawatan yang dilakukan secara rutin. Contohnya, yaitu pembersihan fasilitas atau peralatan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan oli, pengecekan isi bahan bakarnya dan apakah termasuk dalam pemanasan (warming up) dari mesin-mesin selama beberapa menit sebelum dipakai beroperasi sepanjang hari.
    Periodic maintenance. Kegiatan perawatan yang dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu.
    Tujuan Preventive maintenance
    Memperpanjang umur produktif asset dengan mendeteksi bahwa sebuah asset memiliki titik kritis penggunaan (critical wear point) dan mungkin akan mengalami kerusakan.
    Melakukan inspeksi secara efektif dan menjaga supaya kondisi peralatan selalu dalam keadaan sehat.
    Mengeliminir kerusakan peralatan dan hasil produksi yang cacat serta meningkatkan ketahanan mesin dan kemampuan proses
    Mengurangi waktu yang terbuang pada kerusakan peralatan dengan membuat aktivitas pemeliharan peralatan
    Menjaga biaya produksi seminimum mungkin.
    Proses Preventive maintenance
    Melakukan pencatatan dan pengelolaan data tentang perawatan, kegagalan, dan penggunaan peralatan (dasar analisis peralatan)
    Semua jenis kegiatan predictive. Termasuk inspeksi, melakukan pengukuran,inspeksi part untuk kualitas, analisis pelumas, temperature, getaran, kebisingan, pencatatan semua data dari kegiatan predictive untuk trend analysis

    Perbaikan minor (30 menit), dorongan yang besar kearah produktivitas
    Writing up setiap kondisi yang memerlukan perhatian khusus , yang berpotensial kearah kegagalan
    Penjadwalan dan pelaksanaan perbaikan yang dinstruksikan
    Menggunakan frekuensi dan severity kegagalan untuk meningkatkan PM task list

    Training dan upgrading kemampuan system PM.
    Peran Teknologi dalam Preventive Maintenance
    Teknologi memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi Preventive Maintenance. Berikut beberapa peran teknologi dalam Preventive Maintenance:
    Sensor dan Pemantauan Real-Time:
    Penggunaan sensor dan perangkat pemantauan real-time memungkinkan peralatan dan mesin untuk dipantau secara terus menerus. Data yang diperoleh dari sensor dapat memberikan informasi tentang kinerja peralatan, suhu, tekanan, getaran, dan banyak parameter lainnya.
    Data real-time ini memungkinkan pengguna untuk mendeteksi perubahan yang tidak biasa atau tanda-tanda awal kerusakan yang mungkin tidak terlihat melalui pemeriksaan manual.

    Analitik Data dan Prediksi Kegagalan:

    Teknologi analitik data dan machine learning dapat digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari sensor dan peralatan. Hal ini dapat membantu dalam mendeteksi pola yang menunjukkan kecenderungan kerusakan atau kegagalan.

    Dengan memprediksi potensi kegagalan, perusahaan dapat merencanakan perawatan sebelumnya, mengurangi gangguan dalam operasi, dan menghindari kerusakan yang lebih serius.
    Sistem Manajemen Pemeliharaan Terkomputerisasi (CMMS):

    CMMS adalah perangkat lunak yang dirancang khusus untuk mengelola jadwal Preventive Maintenance, inventaris peralatan, riwayat pemeliharaan, dan perencanaan anggaran.
    CMMS memungkinkan perusahaan untuk mengotomatisasi banyak aspek perencanaan pemeliharaan, termasuk peringatan jadwal perawatan rutin, pemantauan inventaris, dan pelaporan pemeliharaan.
    Internet of Things (IoT) dan Konektivitas:
    IoT menghubungkan peralatan dan mesin ke internet, memungkinkan komunikasi antara peralatan dan sistem pemantauan dari jarak jauh.
    Dengan konektivitas IoT, teknisi pemeliharaan dapat memantau peralatan dari mana saja, mengidentifikasi masalah, dan bahkan mengendalikan peralatan jarak jauh.
    Teknologi Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR):
    AR dan VR digunakan dalam pelatihan teknisi pemeliharaan dan pemecahan masalah. Mereka memungkinkan teknisi untuk melihat informasi penting dan petunjuk pemeliharaan melalui antarmuka visual yang imersif.
    Dengan AR dan VR, teknisi dapat melakukan perawatan dengan lebih efektif, terutama pada peralatan yang kompleks.

    Big Data dan Cloud Computing:

    Big Data dan cloud computing memungkinkan perusahaan untuk menyimpan, mengelola, dan menganalisis data pemeliharaan yang besar dan beragam.
    Ini membantu dalam pemantauan jangka panjang dan analisis tren pemeliharaan, yang dapat digunakan untuk perbaikan berkelanjutan.

    Dengan teknologi-teknologi ini, Preventive Maintenance dapat menjadi lebih responsif, efisien, dan akurat. Hal ini membantu perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan peralatan, mengurangi biaya perbaikan darurat, dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.

    Kesimpulan
    Preventive Maintenance (PM) adalah praktik penting dalam dunia industri. Ini membantu mengurangi downtime, memperpanjang umur peralatan, dan meningkatkan keamanan. Dengan perencanaan yang baik dan penerapan teknologi, perusahaan dapat menjaga operasi mereka tetap berjalan lancar.

    FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

    Mengapa Preventive Maintenance penting dalam industri?
    Preventive Maintenance penting karena itu dapat mengurangi downtime dan menghemat biaya perbaikan darurat.

    Apa perbedaan antara Preventive Maintenance dan Corrective Maintenance?
    Preventive Maintenance adalah perawatan yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan, sementara Corrective Maintenance adalah perbaikan setelah kerusakan terjadi.

    Apa peran teknologi dalam Preventive Maintenance?

    Teknologi, seperti sensor pintar dan analisis data, membantu dalam mendeteksi masalah lebih awal dan merencanakan perawatan dengan lebih efisien.

    Apa langkah pertama dalam menerapkan Preventive Maintenance?
    Langkah pertama adalah mengidentifikasi peralatan kritis yang harus diberi perawatan.

    Bagaimana perusahaan dapat memulai dengan Preventive Maintenance?
    Perusahaan dapat memulai dengan membuat jadwal perawatan rutin dan mengadopsi teknologi yang mendukung pengawasan kondisi peralatan.

  • Pengertian Studi Dokumnetasi – Kelebihan dan Kekurangan

    Studi Dokumentasi

    Apa yang dimaksud dengan studi dokumentasi? Serta Kelebihan Dan Kekurangannya. Studi dokumentasi atau yang biasa disebut dengan kajian dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian dalam rangka memperoleh informasi terkait objek penelitian. Dalam studi dokumentasi, peneliti biasanya melakukan penelusuran data historis objek penelitian serta melihat sejauhmana proses yang berjalan telah terdokumentasikan dengan baik. Berikut adalah penjelasan seputar pengertian Studi Dokumentasi, Kekurangan dan kelebihannya.

    Definisi Studi Dokumentasi

    Pengertian Studi Dokumentasi Serta Kelebihan Dan Kekurangannya.

    Studi dokumentasi adalah sebuah konsep yang berkaitan dengan pengumpulan, analisis, dan interpretasi berbagai dokumen atau bahan tertulis sebagai sumber data dalam penelitian atau studi tertentu. Para ahli memiliki berbagai pendapat mengenai pengertian studi dokumentasi, dan berikut adalah beberapa definisi studi dokumentasi menurut para ahli beserta sumbernya:
    Menurut Robert Yin:

    Robert Yin adalah seorang metodolog penelitian yang terkenal. Menurutnya, studi dokumentasi adalah “proses pengumpulan data yang melibatkan penggunaan berbagai dokumen tertulis, rekaman, atau materi lain yang relevan dalam rangka memahami dan menjelaskan peristiwa atau fenomena yang sedang diteliti.”

    Menurut Jean McNiff:
    Jean McNiff, seorang ahli dalam bidang penelitian tindakan, menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah “pengumpulan, analisis, dan interpretasi bahan-bahan tertulis, seperti catatan, laporan, dokumen, atau transkrip, untuk memahami berbagai aspek dari praktik atau fenomena yang diteliti.”

    Menurut A. J. Veal:
    A. J. Veal, seorang peneliti dalam bidang pariwisata, mendefinisikan studi dokumentasi sebagai “penelitian yang menggunakan berbagai sumber tertulis, seperti buku, artikel, arsip, dan dokumen lainnya, untuk menyusun informasi dan pemahaman tentang topik tertentu.”

    Menurut I. C. Jhingan:
    I. C. Jhingan, seorang ahli ekonomi, menyebutkan bahwa studi dokumentasi adalah “proses pengumpulan, penilaian, dan analisis data yang terdiri dari dokumen-dokumen ekonomi dan keuangan, seperti laporan tahunan, anggaran, dan statistik, untuk tujuan penelitian ekonomi.”
    Menurut Moleong (2006):

    Dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Penelitian Kualitatif,” Moleong menyebutkan bahwa studi dokumentasi adalah “proses pengumpulan data dengan cara mencari dan mengumpulkan bahan atau dokumen yang berisi informasi yang relevan dengan masalah penelitian.”

    Sumber-sumber ini memberikan beragam perspektif tentang studi dokumentasi, tetapi secara umum, studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang mengandalkan informasi dari berbagai dokumen atau sumber tertulis untuk keperluan penelitian atau analisis.

    Kelebihan Studi dokumentasi

    Studi dokumentasi memiliki beberapa kelebihan sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian atau analisis. Berikut adalah beberapa kelebihan utama dari studi dokumentasi:

    1. Sumber Data yang Terstruktur: Dokumen-dokumen yang digunakan dalam studi dokumentasi biasanya sudah tersedia dan terstruktur dengan baik. Ini membuat proses pengumpulan data lebih efisien karena peneliti tidak perlu mengumpulkan data primer secara langsung.
    2. Data Historis: Studi dokumentasi memungkinkan akses ke data historis atau catatan lama, yang dapat membantu dalam menganalisis perubahan seiring waktu dan tren jangka panjang.
    3. Efisiensi Biaya dan Waktu: Studi dokumentasi seringkali lebih ekonomis dan cepat dibandingkan dengan pengumpulan data primer, seperti survei atau wawancara. Ini karena peneliti tidak perlu menghabiskan waktu dan sumber daya untuk mengumpulkan data secara langsung dari responden.
    4. Data yang Obyektif: Dokumen-dokumen yang digunakan dalam studi dokumentasi dapat memberikan data yang lebih obyektif daripada wawancara atau survei yang terkadang dipengaruhi oleh subjektivitas responden.
    5. Data yang Tersimpan dengan Baik: Dokumen-dokumen seringkali tersimpan dengan baik dan terawat, sehingga dapat diandalkan sebagai sumber data yang berkualitas.
    6. Data yang Luas dan Dalam: Dokumen-dokumen dapat mencakup berbagai aspek dan isu yang relevan dengan penelitian, sehingga memungkinkan analisis yang lebih komprehensif dan mendalam.
    7. Studi Komparatif: Studi dokumentasi memungkinkan perbandingan data dari berbagai sumber, yang dapat membantu dalam mengidentifikasi perbedaan, kesamaan, atau pola-pola tertentu.
    8. Data dari Sumber yang Berbeda: Dokumen-dokumen dapat berasal dari berbagai sumber, seperti arsip, buku, laporan pemerintah, artikel ilmiah, dan lainnya, sehingga memungkinkan penggalian data dari beragam perspektif.
    9. Kemungkinan untuk Penelitian Jangka Panjang: Studi dokumentasi dapat digunakan untuk penelitian jangka panjang dan pemantauan berkelanjutan karena dokumen-dokumen seringkali tersedia dalam jangka waktu yang lama.
    10. Etis dan Bebas Stres: Studi dokumentasi menghindari potensi tekanan atau stres yang dapat dialami oleh responden dalam metode pengumpulan data lainnya.
      Kekurangan Studi dokumentasi
      Studi dokumentasi, seperti metode penelitian lainnya, juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan oleh para peneliti. Berikut adalah beberapa kekurangan studi dokumentasi:
    11. Ketidakberagaman Sumber Data: Keterbatasan dalam berbagai sumber data yang tersedia dapat membatasi sudut pandang penelitian. Sumber data tertentu mungkin lebih dominan daripada yang lain, sehingga menyebabkan bias dalam analisis.
    12. Subjektivitas dalam Pembuatan Dokumen: Pembuat dokumen atau penulisnya dapat memiliki sudut pandang atau kepentingan tertentu yang dapat tercermin dalam dokumen tersebut. Hal ini dapat memengaruhi objektivitas data.
    13. Tidak Ada Kontrol Peneliti: Peneliti tidak memiliki kontrol langsung terhadap isi dokumen. Mereka tergantung pada ketersediaan dokumen yang relevan dan tidak dapat mengontrol proses pencatatan atau pembuatan dokumen tersebut.
    14. Interpretasi yang Subjektif: Seperti dalam semua analisis data, interpretasi data dalam studi dokumentasi juga dapat bersifat subjektif. Peneliti harus berhati-hati dalam menginterpretasikan dokumen untuk menghindari bias interpretatif.
    15. Kesulitan dalam Memperoleh Dokumen Langka: Dokumen yang langka atau tersembunyi mungkin sulit ditemukan, dan peneliti mungkin perlu menghabiskan waktu dan upaya ekstra untuk mengaksesnya.
    16. Tidak Memungkinkan untuk Data Baru: Studi dokumentasi menggunakan data yang sudah ada, sehingga tidak memungkinkan untuk mendapatkan data baru atau informasi yang terkait dengan peristiwa yang terjadi setelah dokumen dibuat.
    17. Validitas dan Keandalan Data: Kualitas, validitas, dan keandalan dokumen yang digunakan dalam studi dokumentasi mungkin bervariasi. Beberapa dokumen mungkin kurang akurat atau dapat memuat kesalahan.
    18. Penghapusan Data Sensitif: Dokumen tertentu mungkin telah mengalami penghapusan atau penyensoran data yang sensitif, sehingga tidak semua informasi dapat diakses.
    19. Waktu dan Upaya yang Dibutuhkan: Studi dokumentasi mungkin memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi dokumen. Ini dapat menjadi tugas yang memakan waktu dan memerlukan upaya yang cukup besar.
    20. Ketidaklengkapan Data: Dokumen yang digunakan dalam studi dokumentasi mungkin tidak selalu lengkap. Beberapa informasi mungkin hilang, tidak dicatat, atau dihapus dari dokumen, yang dapat memengaruhi keakuratan analisis.

    FAQ
    Q : Apa itu studi dokumentasi?
    A : Studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data dalam penelitian atau analisis yang melibatkan penggunaan berbagai dokumen tertulis, rekaman, atau materi lain yang relevan untuk memahami dan menjelaskan peristiwa atau fenomena tertentu.
    Q : Apa kelebihan utama dari studi dokumentasi?
    A : Kelebihan studi dokumentasi meliputi akses ke sumber data terstruktur, data historis, efisiensi biaya dan waktu, data yang objektif, data yang tersimpan dengan baik, analisis komprehensif, dan kemungkinan penelitian jangka panjang.
    Q : Apakah studi dokumentasi selalu memberikan data yang akurat?
    A : Tidak selalu. Studi dokumentasi dapat menghadapi ketidaklengkapan data, ketidakberagaman sumber data, subjektivitas dalam pembuatan dokumen, dan interpretasi yang subjektif.
    Q : Bagaimana peneliti mengatasi ketidaklengkapan data dalam studi dokumentasi?
    A : Peneliti dapat mencoba mencari dokumen tambahan, memverifikasi keabsahan data, atau menggunakan teknik triangulasi data untuk meningkatkan validitas dan keandalan hasil penelitian.
    Q : Apakah studi dokumentasi memungkinkan pengumpulan data baru?
    A : Tidak, studi dokumentasi hanya menggunakan data yang sudah ada dalam dokumen yang telah dibuat sebelumnya.
    Q : Bagaimana peneliti memastikan objektivitas dalam studi dokumentasi?
    A : Objektivitas dapat ditingkatkan dengan melakukan analisis yang hati-hati, mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda, dan mencari bukti yang mendukung temuan.
    Q : Apakah studi dokumentasi cocok untuk semua jenis penelitian?
    A : Tidak, cocok untuk penelitian yang membutuhkan akses ke data tertulis yang relevan. Namun, untuk penelitian yang memerlukan data primer atau eksperimen, metode lain mungkin lebih sesuai.
    Q : Apakah studi dokumentasi bisa digunakan untuk penelitian jangka panjang?
    A : Ya, studi dokumentasi dapat digunakan untuk penelitian jangka panjang karena dokumen-dokumen seringkali tersedia dalam jangka waktu yang lama.
    Q : Apakah studi dokumentasi memerlukan keterampilan khusus?
    A : Iya, peneliti perlu memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi dokumen relevan, analisis kritis, dan kemampuan untuk menginterpretasi data dengan cermat.
    Q : Apa contoh dokumen yang biasa digunakan dalam studi dokumentasi?
    A : Contoh dokumen meliputi buku, artikel, laporan, catatan sejarah, arsip, dokumen pemerintah, surat kabar, dan berbagai sumber tertulis lainnya yang relevan dengan penelitian.

  • Sejarah dan Praktik Politik Dinasti

    Pengertian Politik Dinasti

    Pengertian Politik Dinasti. Politik dinasti adalah istilah yang sering kita dengar dalam konteks pemerintahan di berbagai negara. Tetapi, apa sebenarnya pengertian politik dinasti, dan bagaimana hal ini mempengaruhi Indonesia? Dalam artikel ini, kita akan membahas politik dinasti secara mendalam, dari pengertian dasar hingga implikasinya di tanah air.

    Apa itu Politik Dinasti?

    Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indenik dengan kerajaan. sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak. agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. Apa Yang terjadi seandainya Negara Atau Daerah Menggunakan Politik Dinasti…………..?

    Pengertian Politik Dinasti

    Menurut Dosen ilmu politik Fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana, Tren Politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik. Benihnya sudah lama berakar secara tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi. Menurutnya, kini disebut neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial lama, tapi dengan strategi baru. “Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural.” Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu Partai Politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural

    Dinasti politik harus dilarang dengan tegas, karena jika makin maraknya praktek ini di berbagai Pilkada dan pemilu legislatif, maka proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik tidak berjalan atau macet. Jika kuasa para dinasti di sejumlah daerah bertambah besar, maka akan kian marak Korupsi sumber daya alam dan lingkungan, kebocoran sumber-sumber pendapatan daerah, serta penyalahgunaan APBD dan APBN. (AG Paulus, Purwokerto).

    Dinasti dalam Konteks Politik

    Dalam konteks politik, sebuah dinasti merujuk kepada pemerintahan atau kekuasaan yang dipegang oleh keluarga tertentu selama beberapa generasi. Dinasti seringkali terkait dengan monarki atau sistem politik di mana kekuasaan diwariskan dari anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya. Namun, dinasti juga bisa ada dalam bentuk politik lainnya, seperti kepemimpinan partai politik atau pemilihan umum.

    Dalam banyak kasus, dinasti politik dapat berdampak baik atau buruk tergantung pada cara keluarga tersebut menjalankan pemerintahan dan apakah mereka melibatkan diri dalam korupsi, nepotisme, atau penyalahgunaan kekuasaan. Beberapa dinasti politik terkenal di seluruh dunia meliputi dinasti Bush di Amerika Serikat, dinasti Kim di Korea Utara, dan dinasti Gandhi di India.

    Dinasti-dinasti ini sering mendominasi politik negara mereka selama beberapa dekade, dan pendukung mereka berpendapat bahwa mereka memiliki pengalaman dan pemahaman mendalam tentang pemerintahan. Namun, kritikus sering melihat dinasti politik sebagai bentuk ketidakseimbangan kekuasaan dan menganggapnya sebagai ancaman terhadap demokrasi dan partisipasi politik yang adil.
    Penting untuk mengawasi dinasti politik dan memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas tetap dijunjung tinggi dalam sistem politik, terlepas dari apakah ada kecenderungan dinasti dalam pemerintahan.

    Hal-Hal Yang Mengakibatkan Munculnya Dinasti Politik
    Adanya keinginan Dalam diri atau pun keluarga untuk memegang kekuasaan.
    Adanya kelompok terorganisir karena kesepakatan dan kebersamaan Dalam kelompok sehingga terbentuklah penguasa kelompok dan pengikut kelompok.
    Adanya kolaborasi antara penguasa dan Pengusaha untuk mengabungkan kekuatan modal dengan kekuatan Politisi.
    Adanya Pembagian tugas antara kekuasaan politik dengan kekuasaaan Modal Sehingga Mengakibatkan terjadinya KORUPSI
    Akibat Dari Politik Dinasti ini maka banyak pemimpin lokal menjadi politisi yang mempunyai pengaruh. Sehingga semua keluarga termasuk anak dan istri berbondong-bondong untuk dapat terlibat dalam system pemerintahan.
    Menurut Zulkieflimansyah Dampak Negatif Apabila Politik Dinasti Diteruskan
    Menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya menyumbat fungsi ideal partai sehingga tak ada target lain kecuali kekuasaan. Dalam posisi ini, rekruitmen partai lebih didasarkan pada popularitas dan kekayaan caleg untuk meraih kemenangan. Di sini kemudian muncul calon instan dari kalangan selebriti, pengusaha, “darah hijau” atau politik dinasti yang tidak melalui proses kaderisasi.
    Sebagai konsekuensi logis dari gejala pertama, tertutupnya kesempatan masyarakat yang merupakan kader handal dan berkualitas. Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elit dan pengusaha semata sehingga sangat potensial terjadinya negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan.

    Sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance). Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme Dengan Politik Dinasti membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan bukan keluarga. Di samping itu, cita-cita kenegaraan menjadi tidak terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugas.

    Maka Dari itu Dinasti politik bukanlah sistem yang tepat unrtuk diterapkan di Negara kita Indonesia, sebab negara Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki yang memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan.

    Implikasi Politik Dinasti

    Dinasti politik memiliki beberapa implikasi politik yang dapat memengaruhi sistem politik dan tatanan pemerintahan suatu Negara. Beberapa implikasi politik dari keberadaan dinasti politik adalah sebagai berikut:

    Konsolidasi Kekuasaan: Dinasti politik sering kali dapat mengkonsolidasikan kekuasaan dalam keluarga tertentu selama beberapa generasi. Hal ini dapat menyebabkan monopoli kekuasaan dan mengurangi pluralisme politik.
    Risiko Nepotisme: Kekuasaan yang diturunkan dalam keluarga dapat mengarah pada praktik nepotisme, di mana anggota keluarga mendapatkan posisi atau keuntungan politik karena hubungan darah, bukan karena kompetensi atau prestasi mereka. Ini dapat merugikan masyarakat dan mengurangi efisiensi dalam pemerintahan.
    Kontinuitas Kebijakan: Di sisi lain, dinasti politik juga dapat memberikan kontinuitas dalam kebijakan dan visi politik karena mereka sering mewarisi pandangan politik dari generasi sebelumnya.
    Pengaruh dan Kedudukan: Dinasti politik dapat memiliki pengaruh besar dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan politik. Mereka dapat memanfaatkan jaringan hubungan dan sumber daya politik untuk mempertahankan kekuasaan mereka.
    Pengawasan dan Akuntabilitas: Dinasti politik seringkali menghadapi tantangan dalam hal akuntabilitas, karena mereka dapat memiliki kendali yang kuat atas mekanisme pengawasan dan dapat menghambat upaya untuk mengawasi pemerintahan mereka.
    Reaksi Publik: Keberadaan dinasti politik sering memicu reaksi publik yang bervariasi. Beberapa orang mungkin mendukung dinasti tersebut karena keyakinan bahwa mereka adalah pemimpin yang kompeten, sementara yang lain mungkin merasa frustrasi dengan dominasi keluarga tertentu dalam politik.
    Potensi untuk Konflik: Jika ada pergeseran dalam kekuasaan dari satu generasi dinasti ke generasi berikutnya, hal itu dapat menyebabkan ketegangan politik dan potensi konflik jika ada kelompok atau individu yang merasa diabaikan atau tertindas.
    Implikasi politik dari dinasti politik sangat tergantung pada bagaimana dinasti tersebut menjalankan pemerintahan mereka dan sejauh mana mereka mematuhi prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Dinasti politik yang bertindak dengan baik mungkin dapat memberikan stabilitas dan efisiensi dalam pemerintahan, sementara dinasti yang korup atau otoriter dapat mengancam keseimbangan politik dan partisipasi warga negara.
    Sejarah Politik Dinasti di Indonesia
    Sejarah politik dinasti di Indonesia telah memiliki sejumlah contoh yang mencakup berbagai tingkatan pemerintahan, dari tingkat lokal hingga nasional. Berikut beberapa contoh dinasti politik yang pernah ada di Indonesia:

    Dinasti Sukarno-Hatta: Pada periode awal kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta merupakan figur sentral dalam perjuangan dan pemerintahan nasional. Walaupun tidak secara resmi dinasti, peran penting mereka dalam politik Indonesia pada masa itu menjadikan mereka keluarga politik yang berpengaruh.
    Dinasti Suharto: Salah satu dinasti politik yang paling terkenal adalah dinasti Suharto. Soeharto menjadi presiden Indonesia dari tahun 1967 hingga 1998 dan mendirikan rezim otoriter yang berlangsung selama beberapa dekade. Keluarga Soeharto memiliki pengaruh yang besar dalam politik dan bisnis selama masa pemerintahannya.
    Dinasti Ratu Mas: Di tingkat lokal, ada contoh dinasti politik yang terkenal, seperti Dinasti Ratu Mas di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dinasti ini memiliki sejarah panjang dalam pemerintahan daerah, dengan berbagai anggota keluarga yang menduduki posisi politik penting.
    Dinasti Abdullah Puteh: Di Aceh, ada contoh dinasti politik Abdullah Puteh. Abdullah Puteh adalah seorang panglima perang Aceh yang memimpin perlawanan terhadap Belanda pada awal abad ke-20. Setelah kemerdekaan Indonesia, keluarganya memainkan peran penting dalam politik Aceh.
    Dinasti Suryo: Keluarga Suryo adalah contoh lain dari dinasti politik di Jawa Timur. Beberapa anggota keluarga ini telah menjabat sebagai bupati atau walikota di berbagai kabupaten dan kota di provinsi tersebut.
    Dalam sejarah politik Indonesia, dinasti politik telah menjadi bagian yang tidak terhindarkan, terutama pada tingkat lokal. Meskipun ada beberapa dinasti politik yang menghasilkan pemimpin yang berkompeten dan memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pelayanan masyarakat, ada juga kasus di mana dinasti politik memicu korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidaksetaraan dalam pemerintahan. Dinasti politik sering menjadi subjek perdebatan dalam politik Indonesia dan memunculkan pertanyaan tentang demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam sistem politik negara ini.
    Dampak Politik Dinasti
    Keberadaan dinasti politik dapat memiliki beragam dampak politik dalam suatu negara, baik positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa dampak politik yang mungkin terjadi akibat dinasti politik:
    Stabilitas Politik: Dinasti politik sering kali dapat memberikan stabilitas politik karena mereka memiliki pengalaman dalam pemerintahan dan pengetahuan mendalam tentang dinamika politik. Ini dapat membantu mengurangi ketidakpastian politik.
    Kontinuitas Kebijakan: Dinasti politik dapat mempertahankan kontinuitas dalam kebijakan dan visi politik karena mereka sering mewarisi pandangan politik dari generasi sebelumnya. Ini dapat menghindari perubahan drastis dalam arah kebijakan.
    Pengaruh dalam Pengambilan Keputusan: Dinasti politik sering memiliki pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan politik. Mereka dapat memanfaatkan jaringan hubungan dan sumber daya politik untuk memengaruhi kebijakan dan keputusan politik.
    Korupsi dan Nepotisme: Salah satu dampak negatif dari dinasti politik adalah risiko korupsi dan nepotisme. Anggota keluarga dalam dinasti politik dapat memanfaatkan posisinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau melibatkan anggota keluarga lain dalam pemerintahan tanpa pertimbangan kompetensi.
    Tidak Seimbangnya Kekuasaan: Dinasti politik seringkali dapat menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dalam sistem politik. Hal ini dapat mengurangi persaingan politik yang sehat dan merugikan pluralisme politik.
    Reaksi Publik: Keberadaan dinasti politik sering memicu reaksi publik yang bervariasi. Beberapa orang mungkin mendukung dinasti tersebut karena keyakinan bahwa mereka adalah pemimpin yang kompeten, sementara yang lain mungkin merasa frustrasi dengan dominasi keluarga tertentu dalam politik.
    Potensi untuk Konflik: Jika ada pergeseran dalam kekuasaan dari satu generasi dinasti ke generasi berikutnya, hal itu dapat menyebabkan ketegangan politik dan potensi konflik jika ada kelompok atau individu yang merasa diabaikan atau tertindas.
    Pengawasan dan Akuntabilitas: Dinasti politik seringkali menghadapi tantangan dalam hal akuntabilitas, karena mereka dapat memiliki kendali yang kuat atas mekanisme pengawasan dan dapat menghambat upaya untuk mengawasi pemerintahan mereka.

    Penting untuk memahami bahwa dampak politik dinasti politik dapat bervariasi tergantung pada bagaimana dinasti tersebut menjalankan pemerintahan mereka dan sejauh mana mereka mematuhi prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Untuk menjaga keseimbangan dan menjalankan pemerintahan yang adil, penting untuk memonitor dan mengevaluasi dinasti politik serta memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi dan partisipasi publik yang sehat tetap dijunjung tinggi.
    Kesimpulan
    Politik dinasti adalah fenomena yang telah lama memengaruhi politik di Indonesia. Meskipun memiliki implikasi yang kompleks, upaya reformasi telah diambil untuk meminimalkan dampak negatifnya. Dengan demokrasi yang lebih kuat, Indonesia terus bergerak menuju sistem politik yang lebih adil dan inklusif. Terima kasih telah berkunjung ke Dunia Pengertian
    FAQ
    Apa yang dimaksud dengan politik dinasti?
    Politik dinasti merujuk pada dominasi kekuasaan oleh satu keluarga atau keturunan yang sama dalam politik.
    Apa dampak politik dinasti di Indonesia?
    Dampaknya meliputi kontrol penuh atas kekuasaan, konflik internal, kontroversi, dan kehilangan keberagaman dalam pengambilan keputusan.
    Bagaimana sejarah politik dinasti di Indonesia?
    Politik dinasti telah ada sejak era Presiden Sukarno hingga era Orde Baru di bawah Soeharto.
    Apakah ada upaya untuk mengurangi pengaruh politik dinasti di Indonesia?
    Ya, upaya reformasi politik telah dilakukan untuk membatasi penggunaan kekuasaan keluarga dalam politik.
    Bagaimana perkembangan politik dinasti di Indonesia saat ini?
    Indonesia sedang bergerak menuju sistem politik yang lebih adil dan inklusif melalui reformasi politik dan peningkatan kesadaran masyarakat.

  • Seputar Pengertian Tujuan Dan Manfaat Blog

    Seputar Sejarah Blog, Media blog pertama kali dipopulerkan oleh Blogger.com, yang dimiliki oleh Pyra Labs sebelum akhirnya PyraLab diakuisisi oleh Google.Com pada akhir tahun 2002 yang lalu. Semenjak itu, banyak terdapat aplikasi-aplikasi yang bersifat sumber terbuka yang diperuntukkan kepada perkembangan para penulis blog tersebut.

    Blog mempunyai fungsi yang sangat beragam,dari sebuah catatan harian, media publikasi dalam sebuah kampanye politik, sampai dengan program-program media dan perusahaan-perusahaan. Sebagian blog dipelihara oleh seorang penulis tunggal, sementara sebagian lainnya oleh beberapa penulis, . Banyak juga weblog yang memiliki fasilitas interaksi dengan para pengunjungnya, seperti menggunakan buku tamu dan kolom komentar yang dapat memperkenankan para pengunjungnya untuk meninggalkan komentar atas isi dari tulisan yang dipublikasikan, namun demikian ada juga yang yang sebaliknya atau yang bersifat non-interaktif.

    Situs-situs web yang saling berkaitan berkat weblog, atau secara total merupakan kumpulan weblog sering disebut sebagai blogosphere. Bilamana sebuah kumpulan gelombang aktivitas, informasi dan opini yang sangat besar berulang kali muncul untuk beberapa subyek atau sangat kontroversial terjadi dalam blogosphere, maka hal itu sering disebut sebagai blogstorm atau badai blog.

    Pengertian Blog

    Blog merupakan singkatan dari web log adalah bentuk aplikasi web yang menyerupai tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah halaman web umum. Tulisan-tulisan ini seringkali dimuat dalam urut terbalik (isi terbaru dahulu baru kemudian diikuti isi yang lebih lama), meskipun tidak selamanya demikian. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh semua pengguna Internet sesuai dengan topik dan tujuan dari si pengguna blog tersebut.

    Jenis-jenis blog

    Blog politik: Tentang berita, politik, aktivis, dan semua persoalan berbasis blog (Seperti kampanye).
    Blog pribadi: Disebut juga buku harian online yang berisikan tentang pengalaman keseharian seseorang, keluhan, puisi atau syair, gagasan, dan perbincangan teman.
    Blog bertopik: Blog yang membahas tentang sesuatu, dan fokus pada bahasan tertentu.
    Blog kesehatan: Lebih spesifik tentang kesehatan. Blog kesehatan kebanyakan berisi tentang keluhan pasien, berita kesehatan terbaru, keterangan-ketarangan tentang kesehatan, dll.
    Blog sastra: Lebih dikenal sebagai litblog (Literary blog).
    Blog perjalanan: Fokus pada bahasan cerita perjalanan yang menceritakan keterangan-keterangan tentang perjalanan/traveling.
    Blog mode: Lebih dikenal dengan “fashion blog”. Isinya seputar gaya, perkembangan mode, selera fesyen, liputan pameran mode, dan lain-lain.
    Blog riset: Persoalan tentang akademis seperti berita riset terbaru.
    Blog hukum: Persoalan tentang hukum atau urusan hukum; disebut juga dengan blawgs (Blog Laws).
    Blog media: Berfokus pada bahasan berbagai macam informasi
    Blog agama: Membahas tentang agama
    Blog pendidikan: Biasanya ditulis oleh pelajar atau guru.
    Blog kebersamaan: Topik lebih spesifik ditulis oleh kelompok tertentu.
    Blog petunjuk (directory): Berisi ratusan link halaman website.
    Blog bisnis: Digunakan oleh pegawai atau wirausahawan untuk kegiatan promosi bisnis mereka
    Blog pengejawantahan: Fokus tentang objek diluar manusia; seperti anjing
    Blog pengganggu (spam): Digunakan untuk promosi bisnis affiliate; juga dikenal sebagai splogs (Spam Blog)
    Blog virus (virus): Digunakan untuk merusak
    Ciri-ciri Blog
    Berikut adalah ciri-ciri blog secara umum
    Memiliki Nama dan Alamat yang bisa diakses secara online
    Memiliki tujuan
    Memiliki isi atau postingan yang berupa artikel, catatan, dan informasi lainnya
    Postingan atau isi blog terarsip (tersimpan sesuai tanggal, bulan dan tahun posting)
    Isi Blog umumnya selalu bertambah atau terupdate sesuai dengan tujuan blog
    Tujuan Blog Secara Umum
    Menyampaikan informasi yang bermanfaat untuk diri sendiri maupun bagi orang lain
    Memberikan keuntungan bagi diri sendiri maupun orang lain
    Menyalurkan hobby dan mengisi waktu luang dengan kegiatan yang positif
    Berkarya atau aktualisasi diri
    Saling bertukar pengetahuan dengan pembaca, blogger menulis, pengunjung memberikan tanggapan atau komentar
    Berbagi pengalaman
    Berbagi software berguna, seperti foto, film/video, dokumen, dsb
    Banyak lagi, sesuai dengan jenis / topik yang diangkat
    Tujuan Blog Menurut Jenis Blog
    Tujuan Blog Pribadi : bertujuan untuk memberikan informasi yang update tentang diri pemilik blog. Seputar pengalaman, hal-hal yang berkesan, catatan harian, catatan perjalanan pribadi, dan sebagainya
    Tujuan Blog Kesehatan : bertujuan untuk memberikan informasi kesehatan terkini
    Tujuan Blog bisnis : bertujuan untuk memberikan informasi terkini seputar bisnis sebuah perusahaan
    Manfaat Blog
    Berbagi tulisan, baik dalam bentuk cerita, pengalaman dan pengetahuan lainnya. Sehingga orang lain yang membutuhkan, lalu menemukan tulisan Anda, merasakan kebermanfaatan blog Anda. Hitung-hitung cari pahala.
    Saraa untuk mempromosikan produk barang atau jasa. Dengan kata lain, blog bisa Anda manfaatkan sebagai toko online.
    Dapat menghasilkan uang. Penghasilan tersebut bisa anda jadikan sebagai penghasilan sampingan ataupun penghasilan tetap, asalkan Anda benar-benar serius dalam mengembangkannya. Misalnya mengikuti PPC, bisnis Afiliate, dan lain sebagainya.
    Mengikuti kontes. Dewasa ini, berbagai kontes dan lomba, sudah menjamur, baik itu berupa kontes SEO, ataupun kontes review, sehingga memungkinkan para blogger berkesempatan untuk menjadi pemenang dan mendapatkan hadiah.
    Sarana untuk berkreasi, misalnya Anda suka menulis, edit foto, Fotografer, dll. Anda bisa share dan tunjukkan kepada dunia hasil karya Anda.
    Menjadi media curhat. Di blog Anda bisa bercerita apa saja yang ingin Anda ceritakan. Tentunya sangat lebih bijak jika itu dapat memberikan dampak positif terhadap pembaca Anda. Sehingga pemikiran-pemikiran Anda dapat anda curahkan dengan plong.
    Menjadi media untuk mempopulerkan sesuatu atau diri sendiri. Banyak orang sukses, berawal dari iseng-iseng nge-blog.
    Mencari teman. Dalam dunia blogger, kita tidak bisa hidup sendiri, tanpa blogger lainnya, sebagai blogger tentunya membutuhkan blogger lain untuk saling sharing, bertukar link, dll.
    Belajar untuk lebih baik. Biasanya sesama blogger akan saling berkomentar satu sama lain, sehingga kita bisa mengetahui kekurangan-kekurangan dalam konten yang kita share.
    Yang terakhir adalah memotivasi kita, untuk selalu memberikan yang terbaik kepada pembaca. Karena sebagai manusia, tentunya kita ingin dipuji dari yang terbaik yang bisa kita berikan kepada pembaca/orang lain. Selain itu Anda juga akan berusaha belajar banyak hal.

  • Peran Guru dan Orang Tua dalam Perkembangan Kognitif Anak

    Peran Guru dan Orang Tua Terhadap Perkembangan Kognitif Anak

    Melihat realita yang ada, dapat kita sadari bahwa setiap dimensi kehidupan semakin lama semakin berkembang. Tidak ada zaman yang tidak berkembang, tidak ada kehidupan manusia yang tidak bergerak, dan tidak ada satu pun manusia yang hidup dalam stagnasi peradaban. Apalagi jika kita berbicara tentang setiap individu manusia, mereka selalu selalu mengalami perkembangan. Perkembangan individu ini merupakan pola gerak atau suatu perubahan yang dinamis dimulai dari pembuahan atau konsepsi dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan manusia yang terjadi akibat dari kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1991; Rice, 2001). Perubahan yang dinamis ini tidak hanya dipengaruhi oleh diri manusia itu sendiri tetapi juga dari apa yang individu dapat dari lingkungan hidupnya. Perubahan dalam perkembangan individu merupakan hasil dari proses-proses biologis, kognitif dan sosio-emosional yang saling berkaitan (Izzaty dkk., 2008: 105).

    Perkembangan kognitif anak meliputi perubahan pada pemikiran, intelegensi, dan bahasa individu. Para ahli menggambarkan perkembangan dalam beberapa tahapan yang disebut dengan tahapan perkembangan. Tahapan perkembangan ini meliputi periode prakelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak akhir, masa remaja, masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan masa lanjut usia (Santrock, 1995). Pada masa kanak-kanak akhir (7-12 tahun), kemampuan kognitif anak telah mencapai tahap operasional konkret, dimana anak telah dapat berfikir logis terhadap objek-objek konkret. Dengan kemampuan kognitifnya, anak masih cenderung menggunakan tauladan atau mencontoh perbuatan-perbuatan orang yang ada di dekatnya, baik itu teman sebaya maupun orang dewasa (Sari dkk., 2015: 43). Sungguh sangat disayangkan jika perkembangan pola pikir anak tidak diarahkan dengan baik pada usia ini. Kita harus tahu benar bagaimana cara membimbing anak yang tepat agar kemampuan berfikir, intelegensi dan bahasa anak tersebut benar-benar berkembang dengan baik.

    Melihat permasalahan-permasalahan tersebut maka tidak dapat terlepaskan dari peranan pendidikan. Salah satu faktor penting penentu perkembangan anak adalah guru. Guru yang seperti apa yang memang dibutuhkan oleh anak. Guru yang sekedar “mengajar” atau guru yang memang melakukan “bimbingan” terhadap siswa. Selain guru, peranan orang tua juga sangat dibutuhkan pada masa kanak-kanak akhir ini, karena anak mendapatkan pendidikan tidak hanya dalam lingkungan sekolah tetapi juga daalam lingkungan keluarga. Antara guru dan orang tua perlu menjalin hubungan komunikasi yang efektif untuk memberikan layanan yang berkualitas terhadap anak.

    Perkembangan Kognitif

    Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini pasti akan mengalami perkembangan dalam kehidupannya. Perkembangan itu melibatkan banyak faktor yang terjadi pada setiap periode kehidupan individu manusia. Perkembangan individu menyangkut berbagai macam perubahan yang terjadi berdasarkan hasil interaksinya dengan berbagai faktor yang berlangsung secara continue sepanjang siklus kehidupan (Santrock, 2007:7). Perkembangan cenderung bersifat kualitatif yang berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu. Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi (Desmita, 2012:8). Salah satu hasil perkembangan yang dialami oleh individu adalah perubahan kemampuan kognitifnya.

    Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, khususnya kemampuan kognitif. Mereka memiliki kemampuan kognitif yang disebut scemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil dari pemahamannya terhadap semua objek yang ada dalam lingkungannya (Hardiyati dkk., 2007). Menurut Susanto (2012: 47), kognitif diartikan sebagai suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu yang berhubungan dengan tingkat kecerdasan individu dalam menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Maka dapat disimpulkan bahwa kognitif merupakan kemampuan intelegensi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungannya.

    Perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan bawaan individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Anak-anak mengubah pandangan mereka tentang dunia dan bertindak dengan semestinya dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Piaget dalam buku Papalia (2003: 243) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif selama seluruh periode masa kanak-kanak terjadi melalui tiga prinsip yang antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan, yaitu organisasi, adaptasi dan ekuilibrasi. Organisasi adalah suatu kecenderungan untuk menciptakan struktur kognitif yang semakin kompleks. Dari beragam pengalaman fisik dan sosial di lingkungannya, anak berhadapan dengan hasil yang tidak diduga dan bahkan membingungkan yang pada akhirnya anak harus mengolahnya melalui pola berpikir (Bukatko & Daehler, 2004: 21). Kemudian adaptasi adalah bagaimana seorang anak menangani informasi baru yang tampaknya bertentangan dengan apa yang telah diketahui anak. Sedangkan ekuilibrium merupakan keseimbangan stabil yang menentukan pergeseran dari asimilasi dengan akomodasi. Beberapa proses di atas menggambarkan bagaimana seorang anak mengalami perkembangan kognitif yang terjadi dalam kehidupannya.

    Menurut Piaget, perkembangan kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan otak dan sistem syaraf, serta adaptasi pada lingkungan kita (Izzaty dkk., 2008: 34). Perkembangan kognitif menyangkut perkembangan berpikir dan bagaimana kegiatan berpikir itu bekerja. Dalam perkembangan kognitif ini lebih menekankan pada pengoptimalan kemampuan dalam aspek rasional yang dimiliki oleh anak. Proses perkembangannya meliputi perubahan pada pemikiran, intelegensi dan bahasa individu. Husdarta dan Nurlan (2010: 78) berpendapat bahwa perkembangan kognitif adalah proses yang terjadi secara terus-menerus, namun hasilnya bukan termasuk sambungan dari hasil yang dicapai sebelumnya. Anak akan mengalami berbagai tahapan perkembangan kognitif yang setiap periode perkembangannya anak akan selalu mencari keseimbangan antara struktur kognitif dengan pengalaman-pengalaman baru. Untuk memahami perkembangan kognitif anak, kita harus melihatnya dalam proses pembelajaran.

    Jika kita berbicara tentang perkembangan kognitif anak usia SD yaitu 7-12 tahun, maka kita akan merujuk pada TEORI BELAJAR yang dikemukakan oleh Jean Piaget. Menurut Piaget, masa kanak-kanak akhir berada dalam masa operasional konkret dalam berfikir (Izzaty dkk., 2008: 105). Pada tahap ini anak sudah menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis serta sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perspektual pasif (Budiningsih, 2012: 37). Perkembangan kognitif anak usia awal Sekolah Dasar pada umumnya ditunjukkan dengan kemampuannya dalam mengelompokkan objek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu (Hadiyati dkk., 2007). Selain itu, pada tahap operasional konkret ini, anak dapat mengembangkan pikiran logisnya walau kadang-kadang dalam memecahkan masalah masih secara trial and error. Pada tahap operasional konkret yang berlangsung hingga usia remaja ini anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system operations (satuan langkah berpikir). Satuan ini ditunjukkan dengan kemampuan anak dalam mengkoordianasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentuke dalam sistem pemikirannya sendiri. Satuan langkah berpikir inilah yang nantinya akan menjadi intelegensi intuitif.

    Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor kognitif memiliki peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian besar aktivitas anak dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berpikir. Perkembangan kognitif dimaksudkan agar seorang anak dapat melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar dengan menggunakan panca indera sehingga dengan pengetahuan yang ia dapatkan tersebut menjadi bekal dalam melangsungkan hidupnya.

    Peran Guru Terhadap Perkembangan Kognitif Anak

    Memahami tentang pengertian perkembangan kognitif, maka kita sadari betapa pentingnya faktor-faktor pendukung agar perkembangan kognitif tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Pembangunan kemampuan kognitif harus melalui pengalaman atau tindakan yang termotivasi dengan sendirinyan terhadap lingkungan, jadi apabila dalam lingkup sekolah maka pembelajaran anak harus bersifat aktif. Peran seorang guru sangat dituntut dalam permasalahan ini karena guru berinteraksi langsung dengan peserta didik baik dalam PEMBELAJARAN JARAK JAUH dan PEMBELAJARAN ONLINE, maupun secara langsung melalui proses pembelajaran di kelas. Guru lah yang akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill, kematangan emosional dan moral serta spiritual. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.

    Guru merupakan pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru harus tahu benar tentang karakteristik peserta didik dan juga apa saja yang memang relevan untuk diajarkan pada mereka. Guru juga harus kreatif dalam merancang dan menggunakan strategi, metode, model, hingga media pembelajaran, serta harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Menurut Jean Piaget, belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik. Seorang guru hendaknya banyak memberikan beberapa rangsangan kepada peserta didik agar mereka mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

    Peserta didik merupakan makhluk hidup yang memerlukan bimbingan dan pembinaan untuk menuju kedewasaan (Slameto, 2010: 35). Membimbing dan membina peserta didik dalam pembelajaran dapat dimulai dengan membangkitkan perhatian. Inilah salah satu hal yang penting agar kemampuan kognitif peserta didik yang telah dimilikinya dapat tereksplor. Tentunya seorang guru harus benar-benar jeli dalam merangsang perhatian peserta didik dengan strategi, metode, dan media yang menarik. Semuanya harus memiliki unsur yang memang merangsang siswa untuk berpikir, atau pun dengan menghubungkan materi dengan pengetahuan yang memang telah dimiliki peserta didik. Jika perhatian kepada pelajaran itu ada pada diri peserta didik, maka pelajaran yang akan diterimanya akan dihayati, diolah dalam pikirannya, sehingga timbul pengertian (Slameto, 2010: 36).

    Setiap anak pada dasarnya memiliki jalan pikiran yang terbuka terhadap dunia sekitarnya. Seorang guru harus menyadari tentang hal ini karena agar dapat menemukan perspektif unik pada anak, guru harus melakukan observasi yang cermat terhadapnya. Sensitifitas guru sangat dituntut dalam hal ini, yaitu dengan melakukan pendekatan yang terpusat pada anak. Adanya perbedaan individu pada peserta didik perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik (Aunurrahman, 2012: 45). Ditambah lagi dengan bahasa dan cara berpikir anak yang tentu saja berbeda dengan orang dewasa. Guru harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak dalam pembelajaran (Suyono, 2012: 87).

    Memusatkan pembelajaran pada anak berarti harus membangkitkan aktivitas anak. Anak membutuhkan kesempatan untuk melakukan tindakan terhadap objek yang dipelajarinya. Menurut Piaget, mengetahui suatu objek adalah dengan melakukan sesuatu pada objek tersebut. Dalam proses pembelajaran, guru perlu membangkitkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Bila siswa menjadi individu yang mau berpartisipasi secara aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik (Slameto, 2010: 36). Maka dari itu guru harus mau dan mampu memaparkan materi atau situasi yang dapat mendorong anak untuk merancang eksperimennya sendiri. Anak akan merasa terarahkan pada pengetahuan yang lebih mendalam sehingga dapat tersimpan dalam long term memory. Selain itu, guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mampu mengontrol stiap aktivitas peserta didik agar tingkah laku mereka tidak menyimpang dari norma-norma yang ada (Sari, 2015: 45).

    Materi yang dapat mendorong aktivitas peserta didik tentunya adalah materi yang baru namun tidak asing bagi mereka. Sesuatu yang baru harus disesuaikan dengan apa yang telah diketahui peserta didik sebelumnya (Aunurrahman, 2012: 45). Menurut Piaget, struktur kognitif anak yang berinteraksi dengan pengalaman baru akan dapat menimbulkan minat dan menstimulasi perkembangan kognitif yang lebih lanjut. Setiap guru perlu menghubungkan pelajaran dengan pengalaman atau pengetahuan yang memang telah dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran. Maka dalam proses pembelajaran kegiatan atau tahap appersepsi sangat dibutuhkan. Hal ini akan melancarkan jalannya pembelajaran dan membantu siswa untuk memperhatikan pelajarannya dengan baik. Guru harus membantu anak dan mengakomodasikan anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sabaik-baiknya. Sesungguhnya yang dibutuhkan peserta didik adalah kesempatan belajar dalam lingkungan yang kaya akan potensi dan mengandung elemen-elemen yang menarik. Menilai materi yang menantang bagi peserta didik dan mengevaluasi tahap kognisi peserta didik, serta menyajikan ide dan gagasan baru yang konsisten dengan perkembangan kognisi anak adalah tugas seorang guru.

    Peserta didik merupakan makhluk individuyang banyak memiliki keunikan, yang mana antara satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan yang khas. Perbedaan ini diantaranya adalah seperti tingkat intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku watak atau pun sikap. Latar belakang mereka pun berbeda-beda. Siswa akan mengalami perkembangan sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Guru harus mau dan mampu menyelami satu per satu (secara individu) hingga menemukan perbedaan yang mereka miliki. Hal ini dilakukan agar guru dapat melayani dan memberikan bimbingan yang benar-benar sesuai dan dibutuhkan oleh peserta didik. Guru perlu mengadakan perencanaan untuk siswa baik secara klasikal maupun individual. Penggunaan strategi dan metode harus benar-benar relevan demi pelayanannya terhadap kelas, maupun siswa sebagai individu.

    Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak adalah pengalaman sosial atau pengalaman bersama orang lain. Pada mulanya yang dinilai penting oleh seorang anak adalah segala sesuatu, objek, dan kejadian yang berkaitan dengan dirinya. Namun dalam perkembangannya anak akan mengerti sudut pandang orang lain yang lebih objektif, salah satu caranya adalah dengan melatih anak agar melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial akan mengarahkan anak pada penyusunan argumentasi dan diskusi, sehingga cara pandang anak akan dipertanyakan dan disinilah anak dituntut untuk memperjelas cara pandangnya sendiri serta membuktikan kebenarannya. Interaksi sosial di lingkungan sekolah perlu dibina dengan baik. Peserta didik perlu bertukar pengalaman, memberikan alasan dan mempertahankan pendapatnya (Setiono, 2009: 36). Guru harus memberikan peluang agar anak dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. Hendaknya peserta didik diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya dalam pembelajaran di kelas (Suyono, 2012: 87). Bekerja di dalam kelompok juga dapat meningkatkan cara berpikir peserta didik, sehingga mereka dapat memecahkan masalah dengan lebih baik dan lancar (Slameto, 2010: 38).

    Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal diantaranya adalah berdasarkan stimulus yang diberikan oleh seorang guru dalam melakukan bimbingan terhadap peserta didik. Faktor ini sangat membutuhkan peranan seorang guru yang profesional dalam mengelola pembelajaran. Kemudian faktor internalnya adalah kemampuan yang telah ada pada diri peserta didik itu sendiri yang berkaitan dengan kemampuan kognitif, intelegensi, minat, bakat, dan lain-lain. Maka dari itu prinsip-prinsip mengajar yang harus dipenuhi seorang guru adalah melakukan pendekatan terhadap anak, membangkitkan aktivitas anak, pembelajaran secara individual dan kelompok, serta mengorganisir interaksi sosial peserta didik.

    Terkait dengan langkah-langkah pembelajaran yang merupakan bagian dari metode pembelajaran, Suciati dan Prasetya Irawan dalam buku Budiningsih (2005: 50) menyimpulkan bahwa menurut konsep Piaget langkah-langkah pembelajaran yang baik meliputi aktivitas sebagai berikut:

    1. menentukan tujuan pembelajaran;
    2. memilih materi pelajaran;
    3. menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif;
    4. menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya;
    5. mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara berpikir siswa;
    6. melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

    Peran Orang Tua

    Secara umum ahli teori kognitif telah memfokuskan perhatian pada proses mental dan perannya dalam mengarahkan perilaku individu. Piaget telah menekankan peentingnya pendidikan dalam memperhatikan tahapan perkembangan kognitif setiap individu sehingga metode pendekatan pembelajaran dapat diberikan dengan tepat. Interaksi peserta didik dengan pendidik dan teman sebaya dalam mengembangkan pengetahuan juga sangat mempengaruhi perkembangan kognitif tiap individu. Pengamatan merupakan hal penting yang harus dilakukan, tidak hanya oleh guru tetapi juga oleh orang tua. Vigotsky dalam Izzaty (2008: 39) menekankan peran orang dewasa dalam memimpin perkembangan, yaitu bukan hanya mencocokkan lingkungan pembelajaran melainkan juga membuat lingkungan anak dengan bantuan orang lain dapat memperluas dan meningkatkan pemahaman mereka.

    Pendidikan merupakan proses kerja tim yang di dalamnya melibatkan anak (peserta didik), guru, orang tua, dan orang-orang di sekitar anak. Guru hanyalah sebagai partner dari orang tua dalam mendidik anak, bukan faktor tunggal yang menentukan keberhasilan pendidikan. Antara embaga pendidikan memang harus menjalin kerjasama dengan pihak orang tua kaitannya dengan perkembangan anak. Saat ini sudah banyak pihak sekolah yang mengadakan buku penghubung orang tua dan guru yang mencatat semua kegiatan anak di sekolah, Parent Teacher Conference, bahkan pengadaan seminar tentang kurikulum sekolah. Hal ini dilakukan agar pihak orang tua tidak menjadi buta terhadap pendidikan anaknya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua pada proses pendidikan anak akan mempengaruhi pencapaian akademis anak. Contoh kecil yang kerap kita jumpai adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di rumah, penerapan waktu khusus untuk belajar, bahkan tidak sedikit yang membiayai anak untuk les tambahan.

    Memahami tahapan perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan anak stiap tahapannya merupakan kewajiban orang tua. Orang tua tidak bisa menyerahkan pendidikan anak seutuhnya kepada sekolah. Pendidikan anak dimulai dari pendidikan orang tua di rumah, dan orang tua memegang tanggung jawab utama terhadap anak. Sekolah hanya merupakan suatu lembaga yang membantu proses tersebut. Maka dari itu, orang tua harus menggunakan pola asuh yang tepat demi terciptanya perkembangan positif yang maksimal bagi buah hatinya. Santrock dalam bukunya dalam bukunya Educational Psychology (2011) menyinggung 4 macam parenting styles, yaitu authoritative, authoritarian, neglectful, dan indulgent. Namun peranan yang paling tepat untuk perkembangan anak adalah authoritative parenting. Orang tua yang authoritative lebih berperilaku hangat namun tetap tegas. Mereka mendorong anaknya menjadi pribadi yang mandiri dan memiliki kebebasan namun tetap memberi batasan-batasan serta kontrol terhadap anak. Kualitas pengasuhan ini dirasa sangat baik dan lebih memicu keberanian, motivasi dan kemandirian. Kaitannya dengan kemampuan kognitif anak, pola asuh ini sangat memperhatikannya dengan membebaskan anak berkreasi dan mengungkapkan pendapatnya dalam keluarga. Antara orang tua dan anak terjalin hubungan yang baik dengan menghargai hak satu sama lain.

    Peranan orang tua kaitannya dengan pendidikan anak perlu ditingkatkan. Adapun cara-caranya antara lain; Pertama, orang tua mengontrol waktu belajar dan cara belajar anak. Anak diajarkan untuk belajar dengan rutin, tidak hanya saat mendapat pekerjaan rumah atau akan menghadapi ujian saja. Setiap hari anak harus mengulang apa yang telah ia pelajari di sekolah agar kemampuan kognitif anak terus berkembang. Selain itu juga orang tua harus memberi waktu untuk bermain agar terjadi keseimbangan antara asupan otak kiri dan otak kanan anak. Kedua, orang tua harus memantau kemampuan akademik anak. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa nilai-nilai dan tugas anak. Apabila nilai jelek berikan nasihat atau bila perlu berikan challange agar motivasi anak meningkat, bila nilai yang mereka dapat baik maka berikan rewards. Ketiga, orang tua harus memantau perkembangan kepribadian yang mencakup sikap, moral dan tingkah laku anak. Berkomunikasi dengan wali kelas atau guru kelas sangat diperlukan dalam hal ini. Keempat, bantulah anak untuk mengenali potensi sesuai bakat dan minatnya, jangan pernah memaksakan kehendak, berikan kebebasan yang bertanggung jawab kepada anak agar terlatih sejak dini. Dukungan dari pihak orang tua sangat dibutuhkan kaitannya dengan pengembangan potensi yang ada dalam diri anak.

    Beberapa hal kecil yang dapat dilakukan orang tua dalam kehidupan sehari-hari demi perkembangan buah hatinya antara lain adalah dengan menjadi contoh yang baik. Perlu kita ketahui bahwa anak lebih memandang dan meniru perilaku orang dewasa di dekatnya, daripada mendengarkan nasihat. Maka jika kita memberikan contoh yang real tentang bagaimana menggunakan sopan santun pada orang lain, mengikuti peraturan yang ada, bahkan makan dan minum yang sehat, maka anak akan menirunya dengan baik. Perbanyaklah berkomunikasi dengan anak, ajak anak melihat suatu permasalahan dari sudut yang berbeda, itu akan membantu perkembangan kognitif anak kaitannya dengan pola pikir. Dorong anak melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, tunjukkan bahwa pendidikan itu penting agar mereka bersungguh-sungguh dalam belajar. Berilah kesempatan anak untuk berbuat salah agar mereka belajar tentang konsekuensi dari kesalahannya tersebut. Hal lain yang dapat orang tua lakukan adalah memberikan dukungan untuk bersekolah kepada anak agar mereka termotivasi dan lebih semangat dalam proses pembelajaran nantinya.

    Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Supaya antara orang tua dan sekolah tidak salah dalam mendidik anak harus terjalin kerjasama antara kedua belah pihak. Keduanya harus memiliki kesepahaman dalam konsep mendidik anak agar anak tidak terjerumus kedalam karakter ganda. Setiap kejadian yang terjadi di sekolah dan di rumah hendaknya menjadi bahan evaluasi tentang perkembangan anak. Orang tua harus sadar bahwa pendidikan anak tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak lembaga pendidikan saja, namun juga menjadi tanggung jawab bersama. Maka dari itu, antara guru dan orang tua perlu menjalin hubungan komunikasi yang efektif untuk memberikan layanan yang berkualitas terhadap anak.

    KESIMPULAN

    Perkembangan individu ini merupakan pola gerak atau suatu perubahan yang dinamis dimulai dari pembuahan atau konsepsi dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan manusia yang terjadi akibat dari kematangan dan pengalaman. Faktor kognitif memiliki peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian besar aktivitas anak dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berpikir. Pada masa kanak-kanak akhir (7-12 tahun), kemampuan kognitif anak telah mencapai tahap operasional konkret, dimana anak telah dapat berfikir logis terhadap objek-objek konkret. Pendidikan memegang peranan penting pada tahap operasional konkret ini, karena tanpa pendidikan yang benar maka konsep diri yang negatif dapat terbentuk. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Selain guru, orang tua juga memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Orang tua harus sadar bahwa pendidikan anak tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak lembaga pendidikan saja, namun juga menjadi tanggung jawab bersama. Maka dari itu, antara guru dan orang tua perlu menjalin hubungan komunikasi yang efektif untuk memberikan layanan yang berkualitas terhadap anak.

    DAFTAR PUSTAKA
    Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
    Budiningsih, 2005. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.
    Budiningsih, 2012. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.
    Bukatko & Daehler. 2004. Child Development: A Thematic Approach. New York: Houghton Mifflin Company.
    Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
    Hadiyati. 2007. Pelatihan Implementasi “PAKEM” pada Bidang Studi IPS SD. UNY
    Husdarta & Nurlan. 2010. Prtumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.
    Papalia, D.E. 2003. Child Development. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.
    Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
    Santrock, J.W. 2012. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi Ketigabelas Jilid I, Penerjemah: Benedictine Wisdyasinta. Jakarta: Erlangga.
    Sari, M.K. dkk. 2015. Pengantar Pembelajaran IPS SD Kelas Rendah. Madiun: IKIP PGRI Madiun.
    Setiono, K. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: Widya Padjajaran.
    Slameto. 2010. Belajar& Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
    Suyono & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

  • Konsep Dasar IPS SD

    Pengertian IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)

    Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan sejarah, geografi, sosiologi, antropologi, dan ekonomi.

    Konsep Pendidikan IPS

    IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomen klatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social sience), maupun ilmu pendidikan (sumantri 2001:89). Social Sience Education ( SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut ips sebagai “Social Sience Education” dan Social Studies. Dengan kata lain, ips mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari jumlah mata pelajaran seperti geografi ekonomi ilmu politik hukum sejarah antropologi psikologi sosiologi dsb.

    Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi:

    1) Ilmu Sosial
    Ilmu Sosial (Sosial Science) merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.

    2) Studi Sosial
    Studi Sosial (Sosial Studies) merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Studi sosial tidak selalu bertaraf akademis bahkan merupakan bahan bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar.

    3) Pengetahuan Sosial
    Ide IPS itu sendiri berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies” istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Commite of Sosial Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga tersebut adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum ilmu ilmu sosial di tingkat sekolah dan ahli ahli ilmu sosial yang mempunyai minat yang sama.

    Konsep dasar pendidikan yang ideal dapat dibagi dalam enam macam :

    Konsep dasar historis dasar yang memberikan persiapan kepada pendidik dengan hasil pengalaman masa lalu, berupa UU dan peraturannya maupun berupa tradisi dan ketetapannya.
    Konsep dasar sosiologis dasar berupa kerangka budaya dimana pendidikan nya itu bertolak dan bergerak, seperti memindahkan budaya, memilih dan mengembangkannya.
    Konsep dasar ekonomis dasar yang memberikan perspektif tentang potensi-potensi manusia, keuangan, materi, persiapan yang mengatur sumber keuangan dan bertanggung jawab terhadap anggaran pembelanjaan.

    Konsep dasar politik dan administrasi dasar yang memeberi bingkai ideologi dasar yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
    Konsep dasar psikologis dasar yang memberi informasi tentang watak peserta didik, pendidik, metode yang terbaik dalam praktek,pengukuran dan penilaian bimbingan dan penyuluhan.
    Konsep dasar filsafat dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem yang mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar yang lain.

    1. Landasan Pendidikan IPS
      Landasan – landasan PIPS disiplin ilmu meliputi landasan filosofis, ideologis, sosiologis, antropologis, kemanusiaan, politis, psikologis, dan religius.

    Landasan filosofis, memberikan gagasan pemikiran mendasar yang digunakan untuk menentukan apa objek kajian yang menjadi kajian pokok dan dimensi pengembangan PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu.
    Landasan ideologis, memberikan gagasan mendasar untuk memberi pertimbangan dan menjawab pertanyaan ( Bagaimana keterkaitan antara das sein PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan das sein PIPS sebagai pendidikan kemasyarakatan, bagaimana keterkaitan antara teori-teori pendidikan dengan hakikat dan praktis etika, moral, politik, dan norma-norma perilaku dalam membangun dan mengembangankan PIPS ).
    Landasan sosiologis, memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan cita-cita, kebutuhan, kepentingan, kekuatan, aspirasi, serta pola kehidupan ke depan melalui interaksi sosial yang akan membangun teori-teori agar prinsip-prinsip PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu. Landasan sosiologis telah memberikan dasar-dasar sosiologis terhadap pranata dan institusi pendidikan dalam proses perubahan sosial yang konstruktif.
    Landasan antropologis, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar dalam menentukan pola, sistem, dan struktur pendidikan disiplin ilmu sehingga relevan dengan pola, sistem dan struktur kebudayaan bahkan dengan pola, sistem dan struktur perilaku manusia yang kompleks. Landasan ini telah dan akan memberikan dasar-dasar sosial-kultural masyarakat terhadap struktur PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dalam perubahan sosial yang konstruktif.
    Landasan politik, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan arah dan gratis kebijakan dalam politik pendidikan dari PIPS. Peran dan keterlibatan pihak pemerintah dalan landasan ini sangat besar sehingga pendidikan tidak mungkrin steril dari campur tangan unsur birokrasi.
    Landasan humaniora, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan karakteristik ideal manusia sebagai sasaran proses pendidikan. Landasan ini snagat penting karena pada dasarnya proses pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.
    Landasan psikologis,memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan cara-cara PIPS membangun struktur tubuh disiplin pengetahuan yang baik dalam tataran personal maupun komunal berdasarkan entitas-entitas psikologisnya. Hal ini sejalan dengan hakikat dari struktur yang dapat dipelajari, dialami, diverifikasi, diklasifikasi oleh anggota komunitas PIPS berdasarkan kapasitas psikologis dan pengalamannya.
    Landasan religius, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar tentang nilai-nilai, norma, dan moral yang menjadi jiwa yang melandasi keseluruhan bangunan PIPS, khususnya pendidikan di Indonesia.

    1. Dimensi IPS
      Program pendidikan IPS yang komprehensif adalah program yang mencakup empat dimensi meliputi :
      1) Dimensi Pengetahuan (Knowledge)
      2) Dimensi keterampilan (Skills)
      3) Dimensi nilai dan sikap (Values and attitudes)
      4) Dimensi tindakan (Action)
      Walaupun empat dimensi ini memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain tetapi dalam proses pembelajaran, empat dimensi ini saling melengkapi. Untuk kepentingan analisis akademik, empat dimensi ini dibedakan agar guru dapat merancang pembelajaran IPS secara sistematis.
    2. Tujuan pendidikan IPS diberikan di SD
      Setiap bidang studi tercantum dalam kurikulum sekolah, telah dijiwai oleh tujuan yang harus dicapai oleh pelkasana Proses Belajar Mengajara (PBM) bidang studi tersebut secara keseluruhan. Tujuan ini disebut tujuan kurikuler yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan kulikuler yang dimaksud adalah tujuan pendidikan IPS.
      Pembelajaran IPS bertujuan membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri ditengah-tengah kekuatan fisik dan sosial yang pada gilirannya akan menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab, sedangkan ilmu sosial bertujuan menciptakan tenaga ahli dalam bidang ilmu sosial. Dan kurikulum IPS 2006 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

    Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan kelingkungan.
    Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tau, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
    Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosioal dan kemanuasiaan.
    Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global.
    Dalam kegiatan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial, siswa dapat dibawa langsung kedalam lingkungan alam dan masyarakat. Dengan lingkungan alam sekitar, siswa akan akrab dengan kondisi setempat sehingga mengetahui makna serta manfaat mata pelajaran ilmu pengetahuan secara nyata. Di samping itu, dengan mempelajari sosial atau masyarakat, siswa secra langsung dapat mengamati dan mempelajari norma-norma peraturan serta kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut.sehigga siswa dapat pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat. Dengan kata lain manfaat yang diperoleh setelah mempeljari ilmu pengetahuan sosial dismaping mempersiapkan diri untuk terjun kemasyarakat, juga membentuk dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik dengan manaati aturan yang berlaku dan turut pula mengembangkannya serta bermanfaat pula dalam mengembangkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

    Pada ruang lingkup mata pelajaran IPS SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

    Manusia, tempat dan lingkungan
    Waktu, keberlanjutan dan perubahan
    Sistem sosial dan budaya
    Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
    Secara keseluruhan tujuan pendidikan IPS di SD adalah sebagai berikut:

    Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupannya kelak dimasyarakat.
    Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan dimasyarakat.
    Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta bidang keahlian.
    Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.
    Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi

  • Teori-Teori Pemidanaan Dalam Hukum Pidana

    Teori Pemidanaan adalah teori yang digunakan untuk menjelaskan dasar dan tujuan Hukum Pidana. Teori yang paling banyak digunakan dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar yakni (1) Teori Absolut, (2) Teori Retributif Murni, (3) Teori Relatif, dan (4) Teori Gabungan.

    Pemidanaan Dalam Hukum Pidana

    Teori-teori pemidanaan berkembang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat sebagai reaksi dari timbul dan berkembangnya kejahatan itu sendiri yang senantiasa mewarnai kehidupan sosial masyarakat dari masa ke masa. Dalam dunia ilmu hukum pidana itu sendiri, berkembang beberapa teori tentang tujuan pemidanaan, yaitu teori absolut (retributif), teori relatif (deterrence/utilitarian), teori penggabungan (integratif), teori treatment dan teori perlindungan sosial (social defence). Teori-teori pemidanaan mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai di dalam penjatuhan pidana.

    Teori absolut (teori retributif), memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, jadi berorientasi pada perbuatan dan terletak pada kejahatan itu sendiri. Pemidanaan diberikan karena si pelaku harus menerima sanksi itu demi kesalahannya. Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri, karena kejahatan itu telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain, sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku harus diberi penderitaan.

    Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar. Seseorang mendapat pidana oleh karena melakukan kejahatan. Tidak dilihat akibat-akibat apapun yang timbul dengan dijatuhkannya pidana, tidak peduli apakah masyarakat mungkin akan dirugikan. Pembalasan sebagai alasan untuk memidana suatu kejahatan. Penjatuhan pidana pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Menurut Hegel bahwa, pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan.

    Ciri pokok atau karakteristik teori retributif, yaitu :

    1. Tujuan pidana adalah semata-mata untuk pembalasan ;
    2. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan masyarakat;
    3. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana ;
    4. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar ;
    5. Pidana melihat ke belakang, ia merupakan pencelaan yang murni dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan kembali si pelanggar.

    Teori relatif (deterrence), teori ini memandang pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, yaitu pencegahan umum yang ditujukan pada masyarakat. Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus dipandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah (prevensi) kejahatan.

    Menurut Leonard, teori relatif pemidanaan bertujuan mencegah dan mengurangi kejahatan. Pidana harus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku penjahat dan orang lain yang berpotensi atau cederung melakukan kejahatan. Tujuan pidana adalah tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib masyarakat itu diperlukan pidana.

    Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Dasar pembenaran pidana terletak pada tujuannya adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Pidana dijatuhkan bukan karena orang membuat kejahatan, melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan. Sehingga teori ini sering juga disebut teori tujuan (utilitarian theory).

    Adapun ciri pokok atau karakteristik teori relatif (utilitarian), yaitu :

    1. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention) ;
    2. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat ;
    3. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana ;
    4. Pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan ;
    5. Pidana melihat ke muka (bersifat prospektif), pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

    Teori gabungan (integratif) mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas tertib pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Pada dasarnya teori gabungan adalah gabungan teori absolut dan teori relatif. Gabungan kedua teori itu mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat.

    Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu :

    1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang pelu dan cukup untuk dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat;
    2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.

    Teori treatment, mengemukakan bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan, bukan kepada perbuatannya. Teori ini memiliki keistimewaan dari segi proses re-sosialisasi pelaku sehingga diharapkan mampu memulihkan kualitas sosial dan moral masyarakat agar dapat berintegrasi lagi ke dalam masyarakat. Menurut Albert Camus, pelaku kejahatan tetap human offender, namun demikian sebagai manusia, seorang pelaku kejahatan tetap bebas pula mempelajari nilai-nilai baru dan adaptasi baru. Oleh karena itu, pengenaan sanksi harus mendidik pula, dalam hal ini seorang pelaku kejahatan membutuhkan sanksi yang bersifat treatment.

    Treatment sebagai tujuan pemidanaan dikemukakan oleh aliran positif. Aliran ini beralaskan paham determinasi yang menyatakan bahwa orang tidak mempunyai kehendak bebas dalam melakukan suatu perbuatan karena dipengaruhi oleh watak pribadinya, faktor-faktor lingkungan maupun kemasyarakatannya.

    Dengan demikian kejahatan merupakan manifestasi dari keadaan jiwa seorang yang abnormal. Oleh karena itu si pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan atas perbuatannya dan tidak dapat dikenakan pidana, melainkan harus diberikan perawatan (treatment) untuk rekonsialisasi pelaku.

    Teori perlindungan sosial (social defence) merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran modern dengan tokoh terkenalnya Filippo Gramatica, tujuan utama dari teori ini adalah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya. Hukum perlindungan sosial mensyaratkan penghapusan pertanggungjawaban pidana (kesalahan) digantikan tempatnya oleh pandangan tentang perbuatan anti sosial, yaitu adanya seperangkat peraturan-peraturan yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan bersama tapi sesuai dengan aspirasi-aspirasi masyarakat pada umumnya.

    Berdasarkan teori-teori pemidanaan yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan pemidanaan itu sendiri merumuskan perpaduan antara kebijakan penal dan non-penal dalam hal untuk menanggulangi kejahatan. Di sinilah peran negara melindungi masyarakat dengan menegakan hukum. Aparat penegak hukum diharapkan dapat menanggulangi kejahatan melalui wadah Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System).

    DARTAR PUSTAKA

    Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2010.
    Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung : PT. Rafika Aditama, 2009.
    Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika,, 2009.
    Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung : Alumni, Bandung, 1992.
    Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana (Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi), Jakarta : Pustaka Pelajar, 2005

    [1] Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung : PT. Rafika Aditama, 2009, Hlm 22.
    [2] Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, Hlm 105.
    [3] Dwidja Priyanto, Op. Cit, Hlm 24.
    [4] Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op. Cit, Hlm 90.
    [5] Muladi dan Barda Nawawi, Op. Cit, Hlm 12.
    [6] Karl O.Cristiansen sebagaimana dikutip oleh Dwidja Priyanto, Op. Cit, Hlm 26.
    [7] Leden Marpaung, Op. Cit, Hlm 106.
    [8] Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op. Cit, Hlm 96-97.
    [9] Dwidja Priyanto, Op. Cit, Hlm 26.
    [10] Karl O.Cristiansen dalam Dwidja Priyanto, Ibid.
    [11] Leden Marpaung, Op. Cit, Hlm 107.
    [12] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2010, Hlm 162-163.
    [13] Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op. Cit, Hlm 96-97.
    [14] Muladi dan Barda Nawawi, Op. Cit, Hlm 12.
    [15] Ibid
  • Memahami Kebijakan Publik – Public Policy

    KEBIJAKAN PUBLIK

    Secara etimologi, istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan Latin. Akar kata dari bahasa Yunani dan Sansekerta Polis (Negara-kota) dan pur (kota) dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi Politia (negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris Policie yang berarti menangani masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan. Kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.

    Kebijakan merupakan respon sistem politik terhadap kekuatan lingkungan yang ada disekitarnya. Kekuatan lingkungan dalam hal ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya suatu kebijakan. Selanjutnya dijelaskan bahwa sistem politik adalah sejumlah lembaga atau aktivitas politik di masyarakat yang berfungsi mengubah in-put (demand, support dan resources) menjadi kebijakan yang otoritatif bagi masyarakat (out-put ).

    Kebijakan sebagai label bagi suatu bidang sering digunakan dalam konteks pernyataan-pernyatan umum mengenai kebijakan ekonomi pemerintah, kebijakan sosial pemerintah atau kebijakan luar negeri. Dengan demikian dapat menghasilkan suatu kegiatan-kegiatan tertentu. Kata kebijakan kerapkali juga dipakai untuk menunjukkan adanya pernyataan-pernyataan kehendak (keinginan) pemerintah mengenai tujuan-tujuan umum dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dalam suatu bidang tertentu, atau mengenai keadaan umum yang diharapkan dapat dicapai pada kurun waktu tertentu.

    Kebijakan sebagai program pada umumnya menunjukkan kegiatan pemerintah yang relatif khusus dan cukup jelas batas-batasnya. Dalam konteks program biasanya ini akan mencakup serangkaian kegiatan yang menyangkut pengesahan/legislasi, pengorganisasian, dan pengarahan atau penyediaan sumber- sumber daya yang diperlukan.

    Istilah publik berasal dari bahasa Inggris Public yang berarti umum, masyarakat atau negara. Sebenarnya, dalam bahasa Indonesia sesuai bila diberi terjemahan pradja. Arti sebenarnya dari kata pradja tesebut adalah rakyat, sehingga untuk pemerintah yang melayani keperluan seluruh rakyat diberi istilah pamong praja (pelayan rakyat).

    Berdasarkan pengertian kebijakan dan publik di atas maka dapat diartikan bahwa kebijakan publik adalah menangani masalah-masalah umum yang berkaitan dengan sosial. Kebijakan publik merupakan jalan keluar adanya permasalahan-permasalahan bagi suatu Negara terhadap warga negaranya.

    Menurut Dunn (2003:106):

    Kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain.

    Adapun pendapat lain yang mengatakan perlunya kebijakan dari pemerintah dalam keputusan adalah menurut Wahab (2008 : 98) adalah:

    kebijakan pemerintah adalah usulan tindakan oleh seseorang, keluarga atau pemerintah pada suatu lingkungan politik tertentu, mengenai hambatan dan peluang yang dapat diatasi, dimanfaatkan oleh suatu kebijaksanaan, dalam mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu maksud. dalam kesempatan yang lain saya sudah menjelaskan tentang bagaimanakah Proses pembuatan kebijakan Publik.

    Disamping kebijakan publik dan kebijakan pemerintah diperlukan juga adanya analisis kebijakan publik dimana analisis kebijakan publik merupakan aktivitas yang menghasilkan pengetahuan tentang dan pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan, dan analisis kebijakan publik juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik

  • Makalah Analisis Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Indonesia

    Makalah Analisis Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Indonesia

    Berikut ini makalah yang berjudul Analisis Kebijakan Publik pada bidang pendidikan di Indonesia. Makalah ini membahas tentang kebijakan-kebijakan popular dan tidak popular dalam bidang pendidikan yang pernah diterapkan di Indonesia.


    Analisis Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Indonesia

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, sebab biasanya kualitas kecerdasan manusia dilihat dari seberapa tinggi seseorang tersebut mengenyam pendidikan. Tidak hanya itu dengan adanya pendidikan, manusia juga dapat mencapai pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja. Bukan hal yang istimewa lagi jika banyak orang berlomba-lomba untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
    Pemerintah juga tidak main-main dalam menggalakkan pendidikan, terbukti dari adanya salah satu peraturan yang mengatur tentang pendidikan. Peraturan tersebut tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa : Tap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran; ayat (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dari penjelasan pasal ini pemerintah memberikan petunjuk bahwa pemerintah mendapatkan amanat untuk menjamin hak-hak warga negara dalam mendapatkan layanan pendidikan, selain itu pemerintah juga berkewajiban untuk menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional.

    Kepedulian pemerintah akan pendidikan juga terlihat pada besarnya alokasi dana untuk pendidikan dari APBN, ini membuktikan keseriusan pemerintah untuk menjamin tiap-tiap warga negaranya agar mendapatkan pendidikan yang layak. Namun sayangnya hal ini tidak disadari betul oleh masyarakat, sebab masih banyak masyarakat yang menganggap pendidikan bukan hal yang utama dalam mencapai kesejahteraan hidup. Selain itu pemerintah juga tidak mengawasi betul pengalokasian dana tersebut, sebab sebagian masyarakat yang menyadari akan pentingnya pendidikan masih sulit dalam mengenyam pendidikan.

    Pendidikan masih terasa sangat mahal bagi sebagian masyarakat yang garis kehidupannya masih rata-rata dibawah garis kemiskinan.Masih ada ketimpangan antara sesama warga negara dalam mengenyam pendidikan.Untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik dirasakan sangat mahal bagi sebagian masyarakat.Apalagi saat ini pemerintah mewajibkan wajib belajar 12 tahun. Hal ini juga yang menjadi kecemasan bagi masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya walau dengan harga yang sangat mahal.

    Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian masyarakat.Seharusnya pemerintah mengadakan pemerataan terhadap pendidikan. Pengalokasian dana tersebut harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat demi tercapainya pendidikan yang memadai. Seharunsya pendidikan bukan hal yang sulit untuk di dapat ditengah era reformasi seperti ini.

    Namun pada kennyataannya, fenomena yang tampak ditengah-tengah masyarakat adalah masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik masyarakat dan permasalahan yang muncul misalnya tingginya tingkat buta huruf, masih banyaknya pemuda/remaja yang mengkonsumsi narkoba, munculnya geng motor, tindakan premanisme, serta berbagai kasus lainnya yang bersinggungan langsung dengan tujuan pendidikan.

    Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang telah dijelaskan di atas, pemerintah telah berupaya menerapkan berbagai kebijakan di bidang pendidikan, diantaranya: penerapan pendidikan budaya dan karakter bangsa, peningkatan profesionalisme guru, pembaharuan kurikulum, serta diterapkannya program SM3T (Sarjana Mendidik daerah Tertinggal, Terdalam dan Terluar).

    Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulis akan membahas dan mengkaji lebih lanjut dalam sebuah makalah yang berjudul “Analisis Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Indonesia pada Masa Pemerintahan Orde Reformasi”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

    1. Bagaimana arah kebijakan pendidikan di Indonesia?
    2. Bagaimana karakteristik kebijakan pendidikan?
    3. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia ?

    C. Tujuan Penulisan

    Mengacu kepada rumusan masalah yang dijelaskan diatas, adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:

    1. Untuk mengetahui arah kebijakan publik di Indonesia.
    2. Untuk mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan.
    3. Untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan di Indonesia.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Kebijakan Publik

    Menurut Wahab (dalam Bakry 2010) kebijakan publik merupakan ilmu yang relatif baru muncul pada pertengahan dasawarsa 1960-an sebagai sebuah disiplin yang menonjol dalam lingkup administrasi publik maupun ilmu politik. Sementara itu analisis kebijakan publik bisa dibilang telah lama eksis sejak adanya peradaban manusia. Sejak itu kebijakan publik tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dalam bentuk tataran mikro individual maupun konteks tataran makro dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

    Kebijakan publik mengatur, mengarahkan dan mengembangkan interaksi dalam komunitas dan antara komunitas dengan lingkungannya untuk kepentingan agar komunitas tersebut dapat memperoleh atau mencapai kebaikan yang diharapkannya secara efektif. Berbagai ahli memberikan pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian kebijakan publik, diantaranya sebagai berikut : menurut Dye (dalam Eddi, 2004: 45) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah “Segala yang dilakukan pemerintah, sebab-sebab mengapa hal tersebut dilakukan, dan perbedaan yang ditimbulkan sebagai akibatnya”. Sedangkan menurut Lasswell (dalam Eddi, 2004: 45) menjelaskan bahwa “Kebijakan publik adalah serangkaian program terencana yang meliputi tujuan, nilai, dan praktik”. Dalam hal ini kebijakan publik dapat juga diartikan sebagai program.

    Berbeda dengan dengan kedua pendapat di atas, Ranney dalam (Eddi,2004: 45) memberikan sumbangan pemikiran mengenai kebijakan publik sebagai “tindakan-tindakan tertentu yang telah ditentukan atau pernyataan mengenai sebuah kehendak”. Selain itu, menurut Lester dalam (Eddi 2004: 45-46) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah “Proses atau serangkaian keputusan atau aktifitas pemerintah yang didesain untuk mengatasi masalah publik, apakah hal itu riil ataukah masih direncanakan (umagined).

    Feriedrick (dalam Nugroho, 2011:93) mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tidakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatanyang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

    Beragam definisi tentang konsep kebijakan publik dapat ditarik kesimpulan menurut Sutapa (2008) bahwa terdapat dua pendapat umum yang mengemuka. Pertama, pendapat yang memandang bahwa kebijakan publik identik dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Pendapat ini beranggapan bahwa pada umumnya semua tindakanyang dilakukan pemerintah adalah kebijakan publik. Kedua, pendapat yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan (Policy Implementation). Pandangan yang pertama melihat bahwa kebijakan publik merupakan keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan atau sasaran tertentu, dan pandangan yang kedua beranggapan bahwa kebijakan publik mempunyai akibat dan dampak yang dapat diramalkan atau diantisipasi sebelumnya.

    Dari berbagai pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan program yang dibuat oleh pemerintah dalam suatu negara yang ditujukan untuk mengatasi segala persoalan ataupun masalah-masalah yang ada ditengah-tengah masyarakat, baik yang sudah diterapkan maupun yang masih direncanakan. Pada dasarnya kebijakan publik dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam setiap pembuatan kebijakan, pemerintah harus mengacu kepada masyarakat karena objek dari kebijakan publik adalah kepentingan masyarakat.
    Definisi kebijakan publik telah dikemukakan pada bagian terdahulu, sementara pengertian kebijakan pendidikan berangkat dari pemikiran Tilaar dan Nogroho (dalam Bakry 2010) yang mengungkapkan bahwa kebijakan pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan hakikat pendidikan dalam proses memanusiakan anak manusia menjadi merdeka. Manusia merdeka adalah manusia yang kreatif yang terwujud didalam budayanya.

    Menurut Chan (2005:65) pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu ingin berkembang dan berubah. Pendidikan mutlak ada dan selalu diperlukan diperlukan selama ada kehidupan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kebijakan pendidikan.

    Kebijakan pendidikan berhubungan dengan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan (Gaffar, 2007 dalam Prasojo).

    Kebijakan Pendidikan merupakan sebagai kebijakan publik, bukan kebijakan penidikan bagian dari kebijakan publik. Pendidikan merupakan milik publik dan tiap warga negara mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh akses pendidikan yang layak. Maka dari itu kebijakan pendidikan adalah program-program yang direncanakan oleh pemerintah dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul di bidang pendidikan demi memenuhi kewajiban pemerintah dalam memberikan pendidikan bagi setiap warga negaranya.

    B. Kebijakan Pendidikan di Indonesia

    Menurut Masnuh dalam (Amnur,2007:160) pendidikan merupakan suatu kegiatan, proses, hasil dan sebagai ilmu yang pada dasarnya merupakan sebagai usaha sadar yang dilakukan manusia sepanjang hayat guna memenuhi kebutuhan hidup. Pandangan ini secara umum telah menjadi istilah konvensional di masyarakat dan sarana manusia memperoleh pengetahuan secara berkesinambungan. Pada dasarnya, bahwa kebijakan pemerintah Indonesia 2009-2014 yang memiliki orientasi basis ekonomi sesuai dengan rancangan strategis pendidikan nasional 2009-2014 yang mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, amandemen ke empat pasal 31 tentang pendidikan,Ketetapan MPR Nomor VII/ MPR/ 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangun nasional, uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keunganan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, PP Nomor 20 tahun 2004 tentang rencana kerja dan anggaran kementerianaaa/lembaga, PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

    Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan akan berdampak pada pengambilan keputusan oleh para pembuat kebijakan dalam bidang pendidikan, baik di tingkat nasional maupun daerah dan tingkat satuan pendidikan. Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai sebuah lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk membuat sebuah kebijakan paling tinggi di indonesia tentunya sangat mempengaruhi eksitensi dan prosesi pendidikan yang diharapkan memiliki standar mutu yang layak di dalam lingkungan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Kemudian keberadaan dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah dan pemerintah pusat yang dipimpin oleh presiden dan seorang wakil presiden, jajaran kementerian, dan jajaran badan/ lembaga kelengkapan eksekutif negara adalah para pembuat kebijakan yang bisa mempengaruhi dunia pendidikan nasional.

    Namun, khususnya pada tingkat nasional, para pengambil keputusan khusus masalah pendidikan di tingkat DPR RI adalah Komisi X DPR RI Presiden RI, dan Menteri Pendidikan Nasional RI (pemimpin Departemen Pendidikan Nasional).Sehingga, segala bentuk kebijakan pendidikan nasional yang dihasilkan oleh ketiga elemen ini akan mempengaruhi kebijakan pendidikan di seluruh daerah dan seluruh satuan pendidikan di Indonesia

    Adapun, dengan peran pengambil kebijakan yang bisa mempengaruhi masalah pendidikan di tingkat daerah ialah DPRD dan Pemerintah Daerah (Pemda).Khususnya dalam masalah pendidikan, posisi Komisi E di DPRD dan Dinas Pendidikan di Pemda sangatlah berperan untuk memfasilitasi adanya pemberlakuan kebijakan pendidikan di tingkat daerahnya masing-masing yang didasari oleh peraturan perundang-undangan dari hasil permusyawaratan policy maker nasional.

    Akhirnya, keberadaan satuan pendidikan pun tak kalah pentingnya untuk membuat kebijakan pendidikan yang akan mempengaruhi fenomena pendidikan yang berlangsung di satuan pendidikannya masing-masing.

    Sehubungan dengan evaluasi kebijakan pendidikan Era Otonomi masih belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacam-macam metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan. Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai improvisasi di daerah telah menunjukkan warna yang lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang telah dijalankan di beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat diimplementasikan sebagai berikut :

    1. Telah berlakunya UAS dan UAN sebagai pengganti EBTA /EBTANAS
    2. Telah dibentuknya Komite Sekolah sebagai pengganti BP3.
    3. Telah diterapkan muatan lokal dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP.
    4. Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam penerimaan murid baru.
    5. Pemberian insentif kepada guru-guru negeri.
    6. Bantuan dana operasional sekolah, serta bantuan peralatan praktik sekolah.
    7. Bantuan peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti program Pascasarjana.
    8. Peniningkatan profesionalisme guru dan dosen melalui penyelenggaraan prfesi guru dan dosen untuk memperoleh sertifikat pendidik dan menjadi guru dan dosen profesional.
    9. Penerapan pendidikan budaya dan karakter bangsa bagi smua jenjang pendidikan.
    10. Pada praktiknya, setiap kebijakan mengandung multi tujuan yaitu untuk menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama.
    11. Kebijakan pendidikan nasional disebut memperkuat peran negara dengan memastikan 20% anggaran negara untuk pendidikan nasional, namun di sisi lain ada pasal yang memperkuat peran publik dengan adanya komite-komite sekolah.

    Ada pula tujuan dinamisasi dalam bentuk mendorong terbentuknya sekolah-sekolah swasta dan tujuan stabilisasi dengan adanya standar-standar pendidikan yang harus diikuti. Ada pula tujuan regulasi seperti batasan-batasan setiap jenjang pemerintahan dalam melakukan peran pendidikan nasional dan tujuan deregulasi dengan adanya ruang-ruang bagi masyarakat untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah non-negara (Nugroho, 2011:112).

    Kebijakan publik, dengan demikian, selalu mengandung multi fungsi, untuk menjadikan kebijakan sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama. Meski pemahaman ini penting, hal yang lebih penting lagi bagi pemerintah atau lmbaga publik adalah berkenaan dengan perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan.

    Bab III. Pembahasan

    A. Arah kebijakan pendidikan di Indonesia

    Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:

    Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;

    Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan;

    Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional;
    Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;

    Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;

    Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

    Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya;
    Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.

    B. Karakteristik kebijakan pendidikan

    Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:
    Memiliki tujuan pendidikan, Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
    Memenuhi aspek legal-formal, Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
    Memiliki konsep operasional, Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.

    Dibuat oleh yang berwenang, Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
    Dapat dievaluasi, Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti.Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki.Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.

    Memiliki sistematika, Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal.Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.

    C. Pelaksanaan Kebijakan Publik

    Proses implementasi atau pelaksanaan kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut. Ini merupakan syarat-syarat pokok bagi implementasi kebijakan publik apapun.

    Tanpa adanya syarat-syarat tersebut, maka kebijakan publik boleh dikatakan sekedar retorika politik atau slogan politik. Secara teoretik pada tahap implementasi ini proses perumusan kebijakan dapat digantikan tempatnya oleh proses implementasi kebijakan, dan program-program kemudian diaktifkan. Tetapi dalam praktik, pembedaan antar tahap perumusan kebijakan dan tahap implementasi kebijakan sebenarnya sulit dipertahankan, karena umpan balik dari prosedur-prosedur implementasi mungkin menyebabkan diperlukannya perubahan-perubahan tertentu pada tujuan-tujuan dan arah kebijakan yang sudah ditetapkan.Atau aturan-aturan dan pedoman-pedoman yang sudah dirumuskan ternyata perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan peninjauan ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi implementasinya.

    Pelaksanaan kebijakan publik yang telah diterapkan di Indonesia yang telah dilakukan pemerintah cukup banyak salah satunya adalah penetapan alokasi dana untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN, pemusatan oleh perintah untuk wajib belajar 12 tahun serta yang tengah marak saat ini adalah perubahan kurikulum. Yang semunya itu dilakukan demi pencapaian tujuan pendidikan yang lebih maksimal.

    Berbicara tentang kurikulum perubahan ini cukup memberikan dampak bagi pendidikan dari berbagai perubahan yang terjadi di dalam masyarkat terdapat nuansa lain yang terlihat dari kelompok masyarakat adalah perubahan kurikulum pendidikan. Perubahan tersebut tampak dari tahun ketahun, seperti pada Kurikulum tahun 1984 (CBSA) dengan penambahan suplemen pada kurikulum tersebut pada tahun 1994, kemudian keinginan yang terus menerus untuk peningkatan mutu pendidikan Indonesia sehingga memungkinkan kembali perubahan kurikulum dilakukan dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK (2004).

    Pendidikan bukan hanya mempersiapkan tenaga kerja siap pakai , melainkan mengemban misi yang jauh lebih besar. Misalnya pendidikan juga mempersiapkan generasi penerus dengan akhlak , moral , dan kepribadian yang baik; pendidikan juga bertanggungjawab atas karakter jatidiri sebagai bangsa; dunia pendidikan ; terutama pendidikan tinggi juga diharapkan mampu menghasilkan ilmu pengetahuan , teknologi , dan seni yang bermanfaat bagi kemajuan kehidupan masyarakat , bangsa , dan kemanusiaan .

    Kebijakan dasar dalam kaitannya dengan isu relevansi pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut:
    Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun. Empat pilar pendidikan yang dikemukakan oleh UNESCO ( 1996 ) yaitu bahwa pendidikan harus memungkinkan dan membekali siswa dengan kemampuan untuk belajar mengetahui ( lerning to know ), belajar bekerja atau mengerjakan sesuatu ( learning to do ), belajar menjadi diri sendiri ( learning to be ) , dan belajar untuk hidup bermasyarakat ( learning to live together ).

    Perubahan Kurikulum, Kurikulum pendidikan selalu mengalami perubahan, hal ini didasari karena semata-mata ingin mempengaruhi tujuan pendidikan itu sendiri agar proses belajar mengajar semakin efektif.
    Adanya pelatihan-pelatihan keguruan, dll

    Saat ini pemerintah tengah menggalakkan pelatihan guru-guru yang ada didaerah agar semata-mata meningkatkan kualitas guru agar semakin baik.Pelatihan guru ini juga menuntut guru agar lebih loyalitas terhadap profesinya sehingga dapat menjadikan anak didik semakin berkarakter.

    Bab IV. Kesimpulan dan Saran

    A. Kesimpulan

    Suatu kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak dan mengarahkan kegiatan dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

    Proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut.

    Pelaksanaan kebijakan publik dibidang pendidikan meupakan hal yang sangat penting, sebab pemerintah sudah seharusnya membuat perubahan-perubahan didalam pendidikan demi tercapainya pelaksanaan pendidikan yang lebih baik. Selain itu adanya perencanaan-perencanaan dalam bidang pendidikan juga tengah digalakkan, contohnya saja penempatan guru-guru yang dianggap profesional untuk bersedia ditempatkan ditempat-tempat terpencil.

    Hal ini merupakan suatu kebijakan yang sangat baik, mengingat banyaknya guru yang berlomba-lomba kedaerah perkotaan mengakibatkan kurangnya guru didaerah pedesaan/terpencil.Maka dari itu perlu adanya suatu kebijakan dari pemerintah khususnya yang mana mampu membuat suatu program-program baru untuk perubahan pendidikan yang lebih berkualitas.

    B. Saran

    Penulis berharap agar pemerintah mampu membuat suatu kebijakan-kebijakan yang lebih baik untuk perubahan dibidang pendidikan. Selain itu harus mampu merangsang masyarakat agar turut serta berpartisipasi dalam sebuah inovasi dibidang pendidikan agar pendidikan di Indonesia dapat bersaing dengan negara lain.

    DAFTAR PUSTAKA
    Adriyanto, Mohamad. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Indonesia.Dalam http://1ptk.blogspot.com/2012/01/kebijakan-publik-bidang pendidikan-di.html (diakses 16 Februari 2014, pukul 22: 49).
    Amnur, Muhdi Ali. 2007. Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Fahim.
    Ariya, Ilham. Karakter Kebijakan Pendidikan Nasional. Dalam http://ariyailham09.wordpress.com/2010/02/22/karakter-kebijakan-pendidikan-nasional/ (diakses 24 Februri 2014, pukul 20:00).
    Bakry, Aminuddin. 2010. Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik(Dalam Jurnal MEDTEK, Volume 2, Nomor 1, April 2010).Dalam http://www.medtek%2FJurnal_Medtek_Vol.2_No.1_April_2010%2FAminuddin%2520Bakry.pdf(diakses 16 Februari 2014, pukul 22:45).
    Chan, Sam M dkk.2005. Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
    Faiz, Pan Mohamad. Menanti “Political Will” Pemerintah Di Sektor Pendidikan.Dalam http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/10/political-will-pendidikan-indonesia.html (diakses 24 februari 2014,pukul 21:06).
    Halim, Abdul Rahman. Aktualisasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Pada Madrasah Swasta di Sulawesi Selatan. Dalam Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 11 No. 1 Juni 2008 : 83-100.
    Imron, Ali. 2010. Kebijakansanaan Pendidikan di Indonesia, Proses, Produk dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara.
    Mahfudz, Asep dkk.Analisis Kebijakan dan Kelayakan Mutu Tenaga Pendidik dalam Rangka Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Dasar di Provinsi Sulawesi Tengah.Dalam Jurnal Media Litbang Sulteng 2 (2) : 75-85, Desember 2009.
    Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
    Prasojo, Lantip Diat. Financial Resources Sebagai Faktor Penentu Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan.Dalam http://www. journal.uny.ac.id(diakses 24 februari 2014, pukul 20:49).
    Runtuwene, Lastiko.Kebijakan Reformasi Pendidikan. Dalamhttp://www.search-document.com/pdf/1/4/jurnal-kebijakan-reformasi pendidikan.html(diakses 24 Februari 2014, pukul 20:45).
    Rosyada, Dede, Prof. Dr.MA, 2010.Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikandi Indonesia.ISPI Pusat dan Dekan FITK UIN Jakarta.Dalam http://www.artikelbagus.com/2010/06/Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan di Indonesia.html#ixzz2uFnQ9w5a (diakses 24 Februari 2014).
    Rifai, Afga Sidiq. Analisis Kebijakan Pendidikan Tentang Penulisan Karya Tulis dalam Jurnal Ilmiah Sejalan dengan Peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia.Dalam http://subliyanto.blogspot.com/2012/03/analisis-kebijakan-pendidikan-penulisan.html(diakses 24 Februari 2014, pukul 20: 58).
    Risa, Muhammad.Pendidikan : Pendidikan Indonesia. Dalam http://www.artikelbagus.com/2012/04/pendidikan-indonesia.html#ixzz2uF161 WC5 (diakses 24 februari 2014, pukul 20:05).
    SUPARDI U.S.Arah Pendidikan Di Indonesiadalam Tataran Kebijakan Dan Implementasi.Dalamhttp://www.search-document.com/pdf/1/8/jurnal-kebijakan-pendidikan.html(diakses 24 februari 2014,pukul 21:13).
    Sutapa, Mada. Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Kebijakan Publik.Dalam http://www. Staff.uny.ac.id (diakses 11 Februari 2014, pukul 20:30).
    Wibowo, Edi. 2004. Kebijakan Publik Pro Civil Society. Yogyakarta: Cipta Mandiri.