Blog

  • Makalah Tingkah Laku Penyimpangan Dalam Keagamaan

    Makalah Tingkah Laku Penyimpangan Dalam Keagamaan

    Makalah tingkah laku penyimpangan dalam keagamaan ini berisi tentang penjelasan seputar tingkah laku penyimpangan, aliran klenik dan konversi agama.

    Tingkah Laku Penyimpangan Dalam Keagamaan

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Dalam kehidupan sosial dikenal bentuk tata aturan yang disebut norma. Norma dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur tingkah laku sosial. Jika tingkah laku yang diperlihatkan sesuai dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku dimaksud dinilai buruk dan ditolak.

    Tingkah laku yang menyalahi norma yang berlaku disebut dengan tingkah laku yang menyimpang. Penyimpangan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi, sehingga sering menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus-kasus penyimpangan tingkah laku tak jarang pula berlaku pada kehidupan manusia sebagai makhluk individu maupun sebagai kehidupan kelompok masyarakat. Dan dalam kehidupan masyarakat bergama penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang. Dengan melihat dari latar belakang diatas, maka pemakalah akan membahas tentang tingkah laku keagamaan yang menyimpang.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa yang dimaksud tingkah laku keagamaan yang menyimpang?
    2. Apa yag dimaksud dengan aliran Klenik?
    3. Apa yang dimaksud dengan konversi agama?

    Bab II. Pembahasan

    A. Penyebab Terjadinya Penyimpangan Tingkah Laku Keagamaan

    Perubahan sikap keagamaan adalah awal proses terjadinya penyimpangan sikap keagamaan pada seseorang, kelompok atau masyarakat. Perubahan sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh lingkungan, maka sikap dapat diubah walaupun sulit, karenanya perubahan sikap, dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

    1. Adanya kemampuan lingkungan merekayasa obyek, sehingga menarik perhatian, memberi pengertian dan akhirnya dapat diterima dan dijadikan sebagai sebuah sikap baru.
    2. Terjadinya konversi agama, yakni apabila seseorang menyadari apa yang dilakukannya sebelumnya adalah keliru, maka ia tentu akan mempertimbangkan untuk tetap konsisten dengan sikapnya yang ia sadari keliru. Dan ini memungkinkan seseorang untuk bersikap yang menyimpang dari sikap keagamaan sebelumnya yang ia yakini sebagai suatu kekeliruan tadi.
    3. Penyimpangan sikap keagamaan dapat juga disebabkan karena pengaruh status sosial, dimana mereka yang merubah sikap keagamaan ke arah penyimpangan dari nilai dan norma sebelumnya, karena melihat kemungkinan perbaikan pada status sosialnya.
    4. Penyimpangan sikap keagamaan dari sebelumnya, yaitu jika terlihat sikap yang menyimpang dilakukan seseorang (utamanya mereka yang punya pengaruh besar), ternyata dirasakan punya pengaruh sangat positif bagi kemaslahatan kehidupan masyarakat, maka akan dimungkinkan terjadinya integritas sosial untuk menampilkan sikap yang sama, walau pun disadari itu merupakan sikap yang menyimpang dari sikap sebelumnya.

    B. Aliran Klenik

    Klenik dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal (KBRI,1989:409). Dalam kehidupan masyarakat, umumnya klenik ini erat kaitannya dengan praktik perdukunan, hingga sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini menggunakan guna-guna atau kekuatan gaib lainnya dalam pengobatan.

    Salah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya terhadap kekuatan gaib. Bagi penganut agama masalah yang berkaitan dengan hal gaib ini umumnya diterima sebagai suatu bentuk keyakinan yang lebih bersifat emosional, ketimbang rasional. Sisi-sisi yang menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal gaib ini tentunya tidak memiliki batas dan indikator yang jelas, karena semuanya bersifat emoosional dan cenderung berada di luar jangkauan nalar. Karena itu tidak jarang dimanipulasi dalm bentuk kemasan yang dihubungkan dengan kepentingan tertentu. Manipulasi melalui kepercayaan agama lebih diterima oleh masyarakat, sebab agama erat dengan sesuatu yang sakral.

    Masalah yang menyangkut sesuatu yang gaib dan nilai-nilai sakral keagamman ini dalam kehidupan masyarakat sering pula diturunkan pada pribadi-pribadi tertentu. Proses ini menimbulkan kepercayaan bahwa seseorang dianggap mempunyai kemampuan luar biasa dan dapat berhubungan dengan alam gaib.

    Dalam kenyataan di masyarakat praktik yang bersifat klenik memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu:

    1. Pelakunya menokohkan dirinya sebagai orang suci.
    2. Mendakwahkan diri memiliki kemampuan luar biasa.
    3. Ajaran agama sebagai alat untuk menarik kepercayaan masyarakat.
    4. Kebenaran ajarannya tidak dapat dibuktikan secara rasional.
    5. Memiliki tujuan tertentu yang cenderung merugikan masyarakat.

    C.  Konversi Agama

    1. Pengertian Konversi Agama

    Konversi berasal dari kata conversion yang berarti tobat, pindah, berubah. Sehingga convertion berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religius to another).

    Konversi agama banyak menyangkut kepada kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat dimana seseorang berada. Selin itu konversi agama memuat bebrapa pengertian dengan ciri-ciri :

    • Adanya perubahan dan pandang dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
    • Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan sehingga perubahan bisa terjadi secara berproses atau mendadak.
    • Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama keagama lain akan tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianautnya sendiri.
    • Selain itu juga faktor yang mnyebabkan perubahan adalah petunjuk dari yang maha kuasa.

    Didalam Islam, konversi disebut dengan Murtad, yaitu keluar dari Agama Islam dalam bentuk niat, perkataan, perbuatan yang menyebabkan seseorang menjadi kafir atau tidak beragama sama sekali.  Kemurtadan berarti batalnya nilai religius perbuatan orang yangb bersangkutan. Kembali kepada kekafiran setelah setelah beriman berarti terputusnya hubungan dengan Allah.  Menurut fakih, orang yang telah murtad kehilangan hak perlindungannya. Jika berhasil ditangkap sebelum mengadakan perlawanan. Maka hukumnya wajib dibunuh.

    Konversi telah selalu menjadi sebuah topik yang mengemuka, jika tidak membakar emosi kemanusiaan kita. Lagi pula, misionaris mencoba untuk meyakinkan seseorang untuk mengubah keyakinan agamanya yang mana menyangkut masalah- masalah paling utama tentang kehidupan dan kematian, arti penting dari keberadaan kita.

    Dan misionaris biasanya merendahkan nilai dari keyakinan seseorang yang sekarang, yang mana bisa dalam bentuk komitmen pribadi yang kuat atau tradisi kebudayaan keluarga yang panjang, menyebutnya lebih rendah, salah, berdosa atau bahkan kekeliruan yang akut.

    Pernyataan-pernyataan seperti itu sulit dianggap beradab atau berbudi bahasa dan sering menghina dan merendahkan. Misionaris tidaklah datang dengan sebuah pikiran terbuka untuk suatu diskusi yang tulus dan dialog yang memberi dan menerima, tetapi pikirannya telah berkesimpulan terlebih dahulu dan mencari jalan untuk memperdaya yang lain dengan pandangannya, sering bahkan sebelum ia sendiri tahu apa sebenarnya yang diyakini dan dilakukannya. Adalah sulit untuk membayangkan pertemuan antar manusia yang lebih penuh tekanan terbebas dari kekerasan fisik yang nyata.Kegiatan misionaris selalu memegang kekerasan psikologis yang terkandung didalamnya, bagaimanapun bijaksananya hal itu dilakukan. Ia diarahkan pada pengalihan pikiran dan hati dari orang-orang menjauh dari agama asli mereka kepada suatu agama yang secara umum tidak bersimpati dan bermusuhan dengannya.

    2. Macam-Macam Konversi

    Starbuck sebagaimana diungkap kembali oleh Bernard Splika membagi konversi menjadi dua macam, yaitu :

    a.  Type volitional (perubahan secara bertahap)

    Yaitu konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit hingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah yang baru.

    b.  Type self surrender (perubahan secara drastis)

    Yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses tertentu tiba- tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadi percaya dan sebagainya.

    3. Faktor-faktor yang menyebabkan konversi

    Para ahli sosiologi berpendapat bahwa terjadinya konversi agama disebabkan oleh pengaruh sosial. Dijelaskan oleh Clark, pengaruh- pengaruh tersebut antara lain:

    1. Hubungan antar pribadi, baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat non agama.
    2. Kebiasaan yang rutin.
    3. Anjuran atau propaganda dari orang- orang yang dekat , seperti keluarga, sahabat dan sebagainya.
    4. Pengaruh pemimpin agama
    5. Pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi.
    6. Pengaruh kekuasaan pemimpin
    4. Proses Konversi

    Proses konversi menurut H. Carrier yaitu :

    1. Terjadi disintegrasi kognitif dan motivasi sebagai akibat krisis yang dialami.
    2. Reintegrasi kepribadian berdasarkan konsepsi yang baru. Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur lama.
    3. Tumbuh sikap menerima konsep agama yang baru serta peranan yang dituntut oleh ajarannya.

    4.    Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan yang suci, petunjuk Tuhan.

    D. Konflik Agama

    Konflik agama sebagai perilaku keagamaan yang menyimpang, dapat terjadi karena adanya “pemasungan” nilai-nilai ajaran agama itu sendiri. Maksudnya, para penganut agama seakan “memaksakan” nilai-nilai ajaran agama sebagai “label” untuk membenarkan tindakan yang dilakukannya. Padahal, apa yang mereka lakukan sesungguhnya bertentangan dengan nila-nilai ajaran agama itu sendiri. Penyimpangan itu oleh adanya sebab dan pengaruh yang melatarbelakanginya.

    1. Pengetahuan Agama yang Dangkal

    Secara psikologis, masyarakat awam cenderung mendahulukan emosi ketimbang nalar. Kondisi ini, member peluang bagi masuknya pengaruh-pengaruh negative dari luar yang mengatasnamakan agama. Apabila pengaruh tersebut dapat menimbulkan respon emosional, maka konflik dapat dimunculkan. Tegasnya, mereka yang awam  akan berpeluang diadu-domba.

    2. Fanatisme

    Dalam kehidupan masyarakat, ketaatan beragama cenderung dipahami sebagai “pembenaran” yang berlebihan. Pemahaman yang demikian itu akan membawa kepada sikap fanatisme, hingga menganggap agama yang dianutnyalah yang paling benar.

    3. Agama sebagai Doktrin

    Ada kecenderungan di masyarakat, bahwa agama dipahami sebagai doktrin yang bersifat normative. Pemahaman yang demikian, membuat ajaran agama menjadi sempit. Hal seperti ini menjurus pada munculnya kelompok-kelompok ekstrem dalam bentuk gerakan sempalan eksklusif. Kondisi seperti itu bagaimana pun akan mengurangi sikap toleran yang dapat mengganggu hubungan antarsesama umat beragama.

    4. Simbol-simbol

    Dalam kajian antropologi, agama ditandai oleh keyakinan terhadap sesuatu yang bersifat adikodrati (supernatural), ajaran, penyampai ajaran, lakon ritual, orang-orang suci, tempat suci, dan benda-benda suci. Walaupun agama bermacam-macam, namun komponen itu didapati disemua agama, dengan demikian, selain merupakan keyakinan, agama juga mengandung symbol-simbol yang oleh penganutnya dinilai sebagai sesuatu yang suci yang perlu dipertahankan.

    5. Tokoh Agama

    Sebagai pemimpin agama, dia mampu mengobarkan atau menentramkan emosi keagamaanya pengikutnya. Bila terjadi konflik sosial, yang kebetulan pihak yang terlibat adalah bagian dari penganut agama yang berbeda, maka isu agama mudah masuk. Tidak jarang tokoh agama ikut terpengaruh oleh isu-isu tersebut. Kalaulah hal seperti itu terjadi, maka dikhawatirkan para tokoh agama akan ikut terlibat dalam konflik.

    6. Sejarah

    Dalam konteks penyiaran agama, “kufr” sering diaplikasikan sebagai “lawan agama”, atau dipertajam lagi menjadi “musuh agama”. Dalam pandangan seperti ini, maka golongan yang tidak beriman menjadi abash untuk diperangi.

    Latar belakang sejarah agama, umumnya menimpan kasus-kasus seperti ini. Terkadang oleh pandangan yang ekstrem yang seperti itu, pertumpahan darah sering terjadi. Dalam kasus sosial, kadang-kadang muatan sejarah keagamaan ini lagi-lagi dimunculkan, hingga dapat menyulut terjadinya konflik.

    7. Berebut Surga

    Setiap agama mengajarkan kepercayaan akan adanya kehidupan abadi setelah kematian, yaitu surge dan neraka. Semua manusia pasti berharap akan masuk surge. Dalam upaya memperoleh “tiket” surge, seseorang meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadahnya.

    Sayangnya dalam kehidupan beragama, sering terjadi kebalikannya. Peta dan kenikmatan surgawi diperebutkan dengan mengorbankan kelompok lain. Ada kecenderungan mendeskreditkan orang atau kelompok lain. Barangkali usaha untuk memperebutkan akan surge akan timbul bukan saja di dalam kelompok penganut agama yang berbeda, tetapi juga bisa terjadi dalam kelompok seagama. Bila pandangan seperti ini meningkat pada klaim sepihak, maka konflik pun tidak akan dapat dihindarkan. Paling tidak akan menumbuhkan rasa permusuhan.

    E. Fatalisme

    Dalam kenyataan, umumnya nilai-nilai ajaran agama sering “dimanipulasi” hingga melahirkan pemeluk yang fatalis (berserah kepada nasib). Informasi wahyu dan risalah kerasulan direduksi maknanya menjadi sebaliknya, sampai-sampai para pemeluknya terbentuk menjadi kelompok yang nrimo. Mereka dibiasakan untuk menerima keadaan sebagai “gambaran nasib” yang sudah ditentukan dari “atas”.

    Secara psikologis, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya fatalism, yakni:

    1. Pemahaman agama yang keliru

    Sebagai manusia biasa, para agamawan memiliki latar belakang sosio-kultural, tingkat pendidikan, maupun kapasitas yang berbeda. Dalam kondisi seperti itu terbuka peluang timbulnya “salah tafsir” dalam memahami pesan-pesan dalam kitab suci maupun risalah rasul.

    2. Otoritas Agamawan

    Dalam komunitas agama selalu ada pemimpin agamayang jadi panutan masyarakat pemeluknya. Popularitas yang dicapai sering dianggap sebagai sukses diri pribadi ini harus senantiasa dipertahankan dan bila perlu ditingkatkan lagi.

    Dalam kondisi seperti ini terkadang dengan menggunakan otoritas yang berlebihan, pemimpin agama terjebak kepada upaya untuk memitoskan ajaran agama. Ajaran agama dijadikan alat untuk “menyihir” pengikutnya. Kata-kata yang dikeluarkan harus dianggap sebagai fatwa yang bila dilanggar akan berakibat buruk. Sebaliknya “disuburkan” pula janji-janji “surgawi” yang muluk sebagai ganjaran yang diperuntukkan kepada mereka yang patuh dan taat. Pemimpin agama berusaha menciptakan situasi psikologis pengikutnya hingga terbentuknya sikap penurut.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwaDiantara penyebab terjadinya penyimpangan sikap keagamaan, antara lain :

    • Adanya kemampuan lingkungan menarik perhatian
    • Terjadinya konversi agama
    • Karena pengaruh status social

    DAFTAR PUSTAKA

    Hanna Djumhana Bastaman, (1995) Integrasi Psikologi dengan Islam : Menuju Psikologi Islami. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

    Jalaluddin. (2005). Psikologi agama. Jakarta: Rajawali Pers

    Kasmiran Wuryo, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, Erlangga, Jakarta, 1982

    Ramayulis.2004.Psikologi Agama.Jakarta:Kalam Mulya

    Sururin.2002.Ilmu Jiwa Agama.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

  • Makalah Filsafat Pemikiran Plato

    Pemikiran Plato

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan dan dunia yang kita sebut “filosofis” dihasilkan oleh dua faktor: pertama, konsepsi-konsepsi religius dan etis warisan; kedua, semacam penelitian yang biasa disebut “ilmiah” dalam pengertian yang luas. Kedua faktor ini mempengaruhi sistem-sistem yang dibuat oleh para filosof secara perseorangan dalam proporsi yang berbeda-beda, tetapi kedua faktor inilah yang, sampai batas-batas tertentu, mencirikan filsafat.

    Filsafat, sebagaimana yang disampaikan Bertrand Russell, adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Semua pengetahuan yang definitif adalah termasuk sains, sedangkan semua dogma, yang melampaui pengetahuan definitif termasuk ke dalam teologi. Namun, di antara keduanya terdapat sebuah wilayah yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun, wilayah tak bertuan ini adalah filsafat.

    Hampir semua persoalan yang sangat menarik bagi pikiran-pikiran spekulatif tidak bisa dijawab oleh sains, dan jawaban-jawaban yang meyakinkan dari para teolog tidak lagi terlihat begitu meyakinkan sebagaimana pada abad-abad sebelumnya. Apakah dunia ini terbagi menjadi dua; jiwa dan materi, dan jika “ya”, apakah jiwa dan materi itu? Apakah jiwa tunduk pada materi, ataukah jiwa dikuasai oleh kekuatan-kekuatan independen? Apakah alam semesta ini memiliki kesatuan atau maksud tertentu?

    Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak dapat ditemukan di laboratorium. Teologi berusaha memberikan jawaban yang sangat definitif, namun jawaban-jawaban tersebut mengundang kecurigaan pikiran-pikiran modern. Mempelajari pertanyaan-pertanyaan tersebut, jika bukan menjawabnya, adalah urusan filsafat.

    Filsafat dimulai di Yunani pada abad ke 6 SM. Setelah memasuki zaman kuno, filsafat kembali ditenggelamkan oleh teologi ketika agama Kristen bangkit dan Roma jatuh. Periode kejayaan filsafat yang kedua adalah abad ke-11 – 14 dan diakhiri dengan kebingungan-kebingungan yang berpuncak pada reformasi. Periode ketiga, dari abadke-17 sampai sekarang.

    Di antara seluruh filosuf, baik pada zaman kuno, pertengahan maupun modern, Plato dan Aristoteles adalah dua tokoh paling berpengaruh. Dengan demikian, dalam sejarah tentang pemikiran filsafat memang sangatlah perlu membicarakan pemikiran dari Plato. Tulisan ini berusaha untuk memberikan gambaran singkat tentang pemikiran Plato, khususnya ketika membicarakan tentang realitas yang sesungguhnya.

    B. Identifikasi Masalah

    1. Biografi Plato

    2. Pemikiran Plato

    3. Pemikiran Plato tentang mimesis

    C. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana biografi tentang Plato?

    2. Bagaimana isi tentang pemikiran Plato?

    3. Bagaimana pemikiran Plato tentang mimesis?

    Bab II. Pembahasan

    A. Biografi Plato

    Plato (427-347 SM) dilahirkan di lingkungan keluarga bangsawan kota Athena. Semenjak muda ia sangat mengagumi Socrates (470-399), seorang filsuf yang menentang ajaran para sofis, sehingga pemikiran Plato sangat dipengaruhi sosok yang di kemudian hari menjadi gurunya tersebut. Plato memiliki bakat yang sangat besar untuk menjadi pengarang, terbukti hingga saat ini setidaknya 24 dialog Plato dianggap sebagai kesusastraan dunia. Sebagaimana Socrates, Plato selalu mengadakan percakapan dengan warga Athena untuk menuliskan pikiran-pikirannya. Pada tahun 387 SM, Plato mendirikan sekolah filsafat yang dinamakannya Akademia.

    Salah satu pemikiran pemikiran Plato yang terkenal ialah pandangannya mengenai realitas. Menurutnya realitas seluruhnya terbagi atas dua dunia: dunia yang terbuka bagi rasio dan dunia yang hanya terbuka bagi panca indra. Dunia pertama terdiri atas idea-idea dan dunia berikutnya ialah dunia jasmani. Pemikiran Plato tersebut bahkan berhasil mendamaikan pertentangan antara pemikiran Heraklitus dan Parmenides. Pemikiran Plato inilah yang akan penyusun jadikan sebagai tema pembahasan dalam makalah ini.

    B. Pemikiran Plato

    Diantara pemikiran Plato yang terpenting adalah teorinya tentang ide-ide, yang merupakan upaya permulaan yang mengkaji masalah tentang universal yang hingga kini pun belum terselesaikan. Teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi bersifat metafisis. Dengan pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapatnya Heraklitus dengan pendapatnya Permenides, menurut Heraklitus segala sesuatu selalu berubah, hal ini dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya bagi dunia jasmani (Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya berlaku pada dunia idea saja.

    Plato menjelaskan bahwa, jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama, mereka tentunya juga memiliki satu “ide” atau “forma” bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat banyak ranjang, sebetulnya hanya ada satu “ide” ranjang. Sebagaimana bayangan pada cermin hanyalah penampakan dan tidak “real”. Demikian pula pelbagai ranjang partikular pun tidak real, dan hanya tiruan dari “ide”, yang merupakan satu-satunya ranjang yang real dan diciptakan oleh Tuhan. Mengenai ranjang yang satu ini, yakni yang diciptakan oleh Tuhan, kita bisa memperoleh pengetahuan, tetapi mengenai pelbagai ranjang yang dibuat oleh tukang kayu, yang bisa kita peroleh hanyalah opini.

    Perbedaan antara pengetahuan dan opini menurut Plato adalah, bahwa orang yang memiliki pengetahuan berarti memiliki pengetahuan tentang “sesuatu”, yakni “sesuatu” yang eksis, sebab yang tidak eksis berarti tidak ada. Oleh karena itu pengetahuan tidak mungkin salah, sebab secara logis mustahil bisa keliru. Sedangkan opini bisa saja keliru, sebab opini tidak mungkin tentang apa yang tidak eksis, sebab ini mustahil dan tidak mungkin pula tentang yang eksis, sebab ini adalah pengetahuan. Dengan begitu opini pastilah tentang apa yang eksis dan yang tidak eksis sekaligus.

    Maka kita tiba pada kesimpulan bahwa opini adalah tentang dunia yang tampil pada indera, sedangkan pengetahuan adalah tentang dunia abadi yang supra-inderawi; sebagai misal, opini berkaitan dengan benda-benda partikular yang indah, sementara pengetahuan berkaitan dengan keindahan itu sendiri. Dari sini Plato membawa kita pada perbedaan antara dunia intelek dengan dunia inderawi. Plato berusaha menjelaskan perbedaan antara visi intelektual yang jelas dan visi persepsi inderawi yang kabur dengan jalan membandingkannya dengan indera penglihatan. Kita bisa melihat obyek dengan jelas ketika matahari menyinarinya; dalam cahaya temaram penglihatan kita kabur; dan dalam gelap gulita kita tidak dapat melihat sama sekali. Menurutnya, dunia ide-ide adalah apa yang kita lihat ketika obyek diterangi matahari, sedangkan dunia dimana segala sesuatu tidak abadi adalah dunia kabur karena temaramnya cahaya. Namun untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang dimaksudnya, Plato memberikan sebuah tamsil, yakni tamsil tentang gua.

    Menurut tamsil itu, mereka yang tidak memiliki pengetahuan filsafat bisa diibaratkan sebagai narapidana dalam gua, yang hanya bisa memandang ke satu arah karena tubuhnya terikat, sementara di belakangnya ada api yang menyala dan di depannya ada dinding gua. Mereka hanya dapat melihat bayang-bayang yang dipantulkan pada dinding gua oleh cahaya api. Mereka hanya bisa menganggap bayang-bayang itu sebagai kenyataan dan tidak dapat memiliki pengertian tentang benda-benda yang menjadi sumber bayang-bayang.

    Sedangkan orang yang memiliki pengetahuan filsafat, ia gambarkan sebagai seorang yang mampu keluar dari gua tersebut dan dapat melihat segala sesuatu yang nyata dan sadar bahwa sebelumnya ia tertipu oleh bayang-bayang. Namun ketika ia kembali ke gua untuk memberitahukan kepada teman-temannya tentang dunia nyata, ia tidak dapat lagi melihat bayang-bayang secara jelas jika dibandingkan dengan teman-temannya, sehingga di mata teman-temannya ia tampak menjadi lebih bodoh daripada sebelum ia bebas.

    Demikianlah pemikiran Plato mengenai realitas yang sebenarnya. Teori Plato tentang ide-ide tersebut, menurut penyusun, mengandung sekian kesalahan yang cukup jelas. Kendati demikian, pemikiran itu pun menyumbangkan kemajuan penting dalam filsafat, sebab inilah teori pertama yang menekankan masalah universal, yang dalam pelbagai bentuknya, masih bertahan hingga sekarang.

    C. Pemikiran Plato Tentang Mimesis

    Mimesis berasal bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan .

    Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep Idea-idea yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni.

    Plato menganggap Idea yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Idea merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia. Idea oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio,tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Idea bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya idea mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan jumlah lebih dari satu . Idea mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah, tetapi segitiga yang terbuat dari kayu bisa berubah .

    Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic bagian kesepuluh. Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya. Karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dari ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan copy dari Idea, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam Idea-Idea mengenai barang tersebut). Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dari pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain sebagainya mampu menghadirkan Idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra. Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan .

    Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio .

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Dari pembahasan singkat mengenai pemikiran Plato, dapat kita simpulkan adanya perbedaan yang cukup mendasar antara keduanya tentang realitas hakiki. Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan) dalam diri seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, — konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.

    Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Ini adalah persoalan ada (“being”) dan mengada (menjadi, “becoming”).

    Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat Yunoni Kuno, hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dari pendekatan sosiologi sastra yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain.

    DAFTAR PUSTAKA

    Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cet. II, 2004 (di terjemahkan dari “History of Western Philosophy and its Connection with Political and social Circumstances from the Earlies Times to the Present Day” oleh Sigit Jatmiko, dkk)

    Bertens, K. 1979. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius

    Luxemberg, Jan Van dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia (judul asli Inleiding in de literatuur Wetenschap. 1982. Muiderberg: Dikck Countinho B.V Vitgever. Diterjemahkan oleh Dick Hartoko)

    Ravertz, Jerome R. 2007. Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta: Pelajar Offset (Judul asli The Philosophi of Science. 1982. Oxford University Press, diterjemahkan oleh Saut Pasaribu)

    Teew. A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

  • Makalah Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi

    Bimbingan dan Konseling

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Setiap manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari masalah-masalah yang dihadapi dan tentu ia ingin memecahkan masalahnya sendiri. Masalah tersebut bersifat kompleks dan beragam serta berbeda tingkatannya sesuai dengan perkembangan zaman dan persepsi manusia terhadap zaman itu.

    Apabila masalahnya tidak dapat diatasi sendiri, maka ia memerlukan bantuan orang lain untuk mengatasinya. Itupun kalau ia sadar bahwa ia memiliki masalah dalam dirinya, sebab masalah tersebut tidak disadari oleh seseorang dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa saja.

    Bimbingan dan konseling banyak bentuk yang bersifat informal memang telah dilaksanakan oleh perguruan tinggi melalui diskusi-diskusi, di mana dari masalah yang didiskusikan bersama antara mahasiswa dan dosen, dapat diperoleh fakta dan pendapat yang bisa membantu setiap lembaga mengambil manfaat atau mencari jalan keluar bagaimana mengatasi masalah belajar dari mahasiswa di perguruan tinggi melalui bimbingan dan konseling.

    Melalui diskusi atau konsultasi dengan seorang dosen yang bukan memiliki profesi sebagai tenaga ahli dibidang bimbingan dan konseling, memang dapat dicari jalan keluar untuk memecahkan masalah mahasiswa, tetapi sering kali cara semacam itu dilakukan secara sambil lalu.

                Dari latar belakang di atas, penyusun tertarik untuk sedikit mengupas tentang bimbingan yang ada dalam perguruan tinggi.

    B. Identifikasi Masalah

    1. Alasan diperlukannya bimbingan di perguruan tinggi

    2. Pengertian, fungsi, dan tujuan bimbingan mahasiswa

    3. Pembimbing

    4. Ruang lingkup bimbingan mahasiswa

    5. Prosedur bimbingan mahasiswa

    C. Rumusan Masalah

    1. Mengapa bimbingan di perguruan tinggi itu diperlukan?

    2. Apa pengertian, fungsi, dan tujuan bimbingan mahasiswa?

    3. Apa yang dimaksud pembimbing di perguruan tinggi?

    4. Apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup bimbingan mahasiswa?

    5. Bagaimana prosedur bimbingan di perguruan tinggi?

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Alasan Diperlukannya Bimbingan di Perguruan Tinggi

    Pemberian layanan bimbingan mahasiswa didesak oleh banyaknya problema yamg dihadapi oleh para mahasiswa dalam perkembangan studinya. Belajar di perguruan tinggi memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan di sekolah lanjutan. Karakteristik utama dari studi tingkat ini adlah kemandirian, baik dalam kegiatan belajar dan pemilihan program studi, maaupun pengolahan dirinya sebagai mahasiswa. Seorang mahasiswa telah dipandang cukup dewasa untuk memilih dan menentukan program studi bakat, minat dan cita-citanya. Mahasiswa juga dituntut untuk belajar sendiri, tanpa banyak diatur, diawasi, dan dikendalikan oleh dosen-dosennya. Dalam mengelola hidupnya, mahasiswa dipandang telah cukup dewasa untuk dapat mengatur kehidupannya sendiri, umunya mereka yang sudah berkeluarga.

                Dalam usha merealisasikan kemandirian tersebut, perkembangannya tidak selalu mulus dan lancar, banyak hambatan dan problema yang mereka hadapi. Untuk mengembangkan diri dan menghindari, serta mengatasi hambatan dan problema tesebut diperlukan bimbingan para dosen yang dilakukan secara sistematik dan berpegang pada prinsip “Tut Wuri Handayani”.

                Secara keseluruhan, problema mahasiswa dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu problema akademik dan problema sosial pribadi.

    1. Problema akademik

                Problema  akademik merupakan hambatan atau kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa dalam merencanakan, melaksanakan, dan memaksimalkan perkembangan belajarnya.

                Beberapa problema studi yang dihadapi oleh mahasisiwa:

    a) Kesulitan memilih program studi yang sesuai dengan kemamapuan dan waktu yang tersedia.

    b) Kesulitan mengatur waktu belajar.

    c) Kesulitan mendapatkan sumber belajar.

    d) Kesulitan dalam menyusun makalah, laporan, dan tugas akhir.

    e) Kesulitan mempelajari buku-buku yang berbahasa asing.

    f) Kurang motivasi atau semangat belajar.

    g) Adanya kebiasaan belajar yang slah.

    h) Rendahnya rasa ingin tahu dan ingin mendalami ilmu.

    i) Kurangnya minat terhdap profesi.

    2. Problema sosial pribadi

                Problema sosial pribadi merupakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa dalam mengelola kehidupannya sendiri serta menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial, baik di kampus maupun di lingkungan setempat.

                Beberapa problema sosial pribadi yang dihadapi oleh mahasiswa:

    a) Kesulitan ekonomi/biaya kuliah.

    b) Kesulitan mengenai tempat tinggal.

    c) Kesulitan menyesuaikan diri dengan teman mahasiswa.

    d) Kesulitan menyesuaikan dengan masyarakat sekitar tempat tinggal.

    e) Kesulitan karena masalah-masalah keluarga.

    f) Kesulitan karena maslah-maslah pribadi.

    B. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Bimbingan Mahasiswa

    1. Pengertian

    Bimbingan dan konseling di perguruan tinggi merupakan usaha membantu mahasiswa untuk mengembangkan dirinya dan mengatasi problemproblem akademik serta problema sosial-pribadi yang berpengaruh terhadap perkembangan akademik mereka.

    Bimbingan tersebut meliputi layanan bimbingan akademik yang diberikan oleh dosen-dosen bimbingan pada tingkat jurusan/program, dan bimbingan sosial-pribadi yang diberikan oleh tim bimbingan dan konseling pada tingkat jurusan/program studi, fakultas, dan universitas.

    Struktur dan sistem perguruan tinggi umumnya bercirikan adanya departementalisasi, spesialisasi, jaringan kerja (khususnya akademis) yang ruwet dan kerenggangan hubungan manusiawi bahkan dalam kemanusiaan mahasisswa terabaikan. Pendekatan dan metode belajar-mengajar akhir-akhir ini ditandai dengan ciri-ciri pendekatan dan metode diskusi panel, seminar dan semacamnya disamping kuliah-kuliah.

    Dalam bimbingan dan konseling diperguruan tinggi diperlukan asas-asas yang perlu diperhatikan. Asas itu antara lain:

    a) Asas perbedaan individual artinya usia, pribadi sikap, kebutuhan, kecerdasana, tingkat kematangan psikis di antara mahasiswa adalah sangat beragam.

    b) Asas masalah dan dorongan dalam menyelesaikan masalah.

    c) Asas kebutuhan artinya spesifik, lain dibanding semasa sekolah sebelumnya ataupun setelah mahasiswa lain dibanding kelompok seuasia yang bukan mahasiswa.

    d) Asas keinginan menjadi dirinya sendiri artinya mereka inggin menjadi pribadi yang bulat yang lain dari orang lain, sementara mereka menyerap berbagai nilai, pola tingkah laku dari orang yang dikaguminya.

    2. Fungsi

    Sebelum berbicara fungsi ada beberapa sifat pokok dalam bimbingan dan konseling di perguruan tinggi :

    a) Sifat pencegahan artinya menujuk pada segala usaha yang dilakukan kepada terbinanya suasana belajar, alat – alat belajar, pengelolaan belajar dan tingkah laku para dosen yang dapat membantu perkembangan pribadi dan proses belajar mahasiswa.

    b) Sifat koreksi artinya menunjuk pada segala penyembuhan jika mahasiswa mengalami suatu yang tidak dipecahkan oleh dirinya sendiri dan memerlukan bantuan orang lain.

    Bimbingan mahasiswa mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut:

    a) Pengenalan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang kondisi, potensi, dan karakteristik mahasiswa.

    b) Membantu menyesuaikan diri dengan kehidupan di perguruan tinggi.

    c) Membantu mengatasi problema-problema akademik dan problema sosial-pribadi yang berpengaruh terhadap perkembangan akademik mahasiswa.

    3. Tujuan

    Dengan diberikannya layanan bimbingan dan konseling, mahasiswa diharapkan mampu dalam hal berikut ini :

    a) Mampu memilih program studi/ konsentrasi/ pilihan mata kuliah yang sesuai dengan bakat, minat dan cita – cita mereka.

    b) Mampu menyeselesaikan perkuliahan segala tuntutan perkuliahan tepat pada waktunya.

    c) Memperoleh prestasi belajar yang sesuai dengan kemampuan mereka.

    d) Mampu membina hubungan sosial dengan sesama mahasiswa dan dosen dengan baik.

    e) Memiliki sikap dan kesiapan professional.

    f) Memiliki pandangan yang realities tentang diri dan lingkungannya.

    Secara umum tujuan bimbingan dan konseling di perguruann tinggi adalah membantu mahasiswa untuk mengiringi proses perkembangaanya melewati masa – masa perguruan tinggi sehingga terhindar dari kesulitan dapat mengatasi kesulitan, membuat penyesuaian yang baik dan membuat arah diri sampai mencapi perkembangan optimal.

    Dalam suatu brosur “pedoman bimbingan mahasiswa”. IKIP Malang 1980, Drs. Rosyidan, MA. Menulis tujuan khusus bimbingan dan konseling adalah:

    1) Membantu mahasiswa mewujudkan potensinya secara optimal baik untuk kepentingan dirinya maupun masyarakat.

    2) Membantu mahasiswa dalam menyesuaikan dirinya dengan tuntutan lingkungan secara konstruktif.

    3) Membantu mahasiswa dalam usaha memecahkan persoalan yang dihadapinya.

    4) Membantu mahasiswa dalam mengambil keputusan dalam berbagai pilihan.

    5) Membantu mahasiswa dalam memutuskan rencana belajar, karier dan rencana hidup lainnya.

    C. Pembimbing

    1. Syarat-Syarat Pembimbing

                Bimbingan mahasiswa yang efesien dan efektif dapat dilaksanakan apabila didukung oleh tenaga pembimbing yang memiliki kualitas kepribadian yang memadai, pengetahuan dan keahlian professional tentang bimbingan, serta psikologi pendidikan yang memadai pula dan berdedikasintinggi terhadap tugas dan profesinya. Hal tersebut dapat dikategoroikan sebgai berikut:

    a. Syarat kualitas kepribadian dan dedikasi

    1) Bertaqwa kepada Allah SWT.

    2) Menunjukkan keteladanan dalam hal yang baik.

    3) Dapat dipercaya, jujur, dan konsisten.

    4) Memiliki rasa kkasih syang dan kepedulian kepada mahasiswa.

    5) Rela dan tanpa pamrih dalam memberikan bimbingan kepada mahasiswa.

    6) Senantiasa melengkapi diri dengan pengethuan dan informasi yang berkaitan dengan keperluan bimbingan.

    b. Syarat kualifikasi

    1) Pada tingkat universitas, ada satu tim Bimbingan dan Konseling (BK) yang terdiri atas para ahli bimbingan dan pihak-pihak terkait. Timini terdiri atas seorang coordinator berpendidikan S3 BK dan berpangkat minimal lector (golongan IV/b), dan sejumlah anggota yang sekaligus menjadi tim BK fakultas.

    2) Pada tingkat fakultas, minimal satu tim BK yang terdiri atas seorang coordinator dengan pangkat lector (golongan IV/a) berpendidikan Magister BK dan minimal seorang tenaga konselor dengan pangkat lector (golongan III/d) berpendidikan Magister BK.

    3) Pada tingkat jurusan/prodi, ada tim pembimbing akademik yang diketuai oleh seorang sarjana pendidikan dengan pangkat minimal lector (golongan III/d) dan telah mendapatkan latihan khusus di bidang BK, atau memiliki pendidikan Sarjana BK yang berperan sebagai konselor jurusan.

    4) Dosen Pembimbing Akademik (DPA) sebagai anggota tim berpangkat minimal lector (golongan III/c).

    2. Rasio Pembimbing dengan Mahasiswa

                Untuk memungkinkan mahasiswa menerima dan dosen member layanan serta bimbingan dengan baik, khususnya dalam bimbingan akademik pada tingkat jurusan, rasio Dosen Pembimbing Akademik dengan mahasiswa maksimal 1:20.

                Adapun rasio anggota tim BK (konselor) dengan mahasiswa disesuaikan denggan jumlah tenaga yang ada serta permasalahan yang dihadapi.

    3. Tugas serta Kewajiban Tim Bimbingan dan Konseling sertaDosen Pembimbing Akademik

    a. Tim BK Universitas

    1) Mengoordinasi dan mengembangkan kegiatan BK bersama pimpinan universitas dan fakultas.

    2) Mengembangkan kebijakan yang berkaitan dengan BK.

    3) Mengoordinasi kegiatan BK dalam memeberikan layanan kepada masyarakat luas.

    4) Melayani kasus-kasus yang dirujuk oleh tim BK fakultas.

    b. Tim BK Fakultas

    1) Mengoordinasi dan mengembangkan kegiatan BK bersama pimpinan fakultas bagi penyempurnann layanan BK di jurusan.

    2) Menangani kasus-kasus yang relative berat yang dirujukkan oleh tim DPA/tim BK universitas/jurusan.

    3) Memberikan rujukan penanganan kepada pihak-pihak yang berwenang.

    c. Konselor Jurusan

    1) Bersama ketua jurusan mengembangkan dan menyempurnakan layanan BK dijurusan.

    2) Mengoordinasi DPA dalam pelaksanaan layanan BK.

    3) Menangani kasus-kasus khusus.

    4) Memberikan rurjukan penanganan kepada tim BK fakultas.

    5) Melaksanakan program layanan BK.

    d. Dosen Pembimbing Akademik

    1) Menyusun program dan jadwal layanan bimbingan akademik (studi) bagi mahasiswa.

    2) Menetapkan jadwal kerja bagi layanan individual mahasiswa.

    3) Memberikan pertimbangan dan persetujuan pengambilan kontrak kredit semester.

    4) Memberikan informasi tentang peraturan dan ketentuan akademik.

    5) Membantu mahasiswa mengembangkan diri dan menyelesaikan masalah-masalah atau kesulitan akademik.

    6) Memberikan bimbingan studi.

    7) Memberikan rujukan penanganan kepada ahli BK/tim BK jurusan/fakultas/universitas

    8) Membuat laporan kegiatan bimbingan akademik kepada ketua jurusan.

    D. Ruang Lingkup Bimbingan Mahasiswa

    1. Bimbingan Akademik

                Bimbingan akademik merupakan layanan utama dari bimbingan mahasiswa. Berbagai faktor yang bersifat non akademis yang menjadi permasalahn mahasiswa juga akan berpengaruh terhadap kegiatan akademis mereka. Bimbingan akademis dapat difokukskan ke dalam upaya membantu mahasiswa dalam hal-hal berikut ini.

    a. Penentuan program studi tiap semester

                Mahasiswa beelum menghayati betul kegunaan ketentuan jumlah SKS yang boleh diambil dalam menentukan kontrak kredit. Mengingat penentuan kontrak kredit itu merupakan bagian terpadu dan berkelanjutan dari keseluran program studi yang hendak ditempunya, maka mahaswiswa tidak cukup sekedar mengetahui nama-nama mata kuliah yang harus mereka tempuh. Mereka perlu dibantu dalam memahami hal – hal sebagai berikut :

    1) Hakikat, tujuan dan misi program / pilihan mata kuliah yang dipilihnya dalam kaitannya dengan keseluruhan program studi yang dimasukinya.

    2) Struktur, isi dan mekanisme pelaksanaan kurikurum program studi yang dipilihnya beserta persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat mengikuti program studi yang hendak ditempuhnya.

    3) Hakikat, isi dan fungsi setiap mata kuliah yang membangun kurikulum program studi yang dipilihnya beserta kaitannya dengan mata kuliah lain dalam pembentukan kemampuan profesionalnya.

    4) Prosedur formal dan tidak formal yang seyogyanya ditempuh untuk kelancaran penentuan dan perencanaan program studi yang dipilihnya.

    5) Personalia secara fungsional dapat membantu melancarkan proses penentuan dan perancangan program studi.

    b. Penyelesaian studi dalam setiap mata kuliah

                Dalam menempuh mata kuliah, mahasiswa sering menghadapi masalah dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas, memilih metode dan sumber belajar, meningkatkan kemampuan dan motif-motif belajar, serta menyesuaikan diri terhadap tuntutan lain yang terkait dengan mata kuliah yang diikutinya.

                Dalam hal seperti itu, mahasiswa hendaknya mendapat bimbingan untuk mengembangkan kesiapan dan kemampuan sebagai berikut:

    1) Mengikuti kuliah dalam bentuk tatp muka secara penuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    2) Membuat laporan bahasan topic, bab, atau buku yang relevan dengan mata kuliah.

    3) Menyusun makalah.

    4) Menyusun laporan survey, observasi, atau praktikum dari mata kuliah terkait.

    5) Melaksanakan tugas-tugas kerja, praktik lapangan, dan lain-lain.

    c. Dorongan penyelesaian tugas akhir

    1) Meningkatkan dan membangkitkan motivasi dalam penyusunan tugas akhir.

    2) Merencanakan dan mengatur waktu untuk menyelesaikan tugas akhir.

    d. Penyelesaian praktik lapangan (PL)

    1) Menumbuhkan motif dan kesiapan diri untuk terjun dan tampil sebagai tenaga professional dalam bidangnya.

    2) Menumbuhkan kesiapan dan kemampuan mandiri dalam penyelesaian tugas-tugas profesionalnya.

    2. Bimbingan Pengembangan Sikap dan Tanggung Jawab Profesional

    a) Menumbuhkan kesiapan diri untuk menjadi tenaga professional.

    b) Mengembangkan wawasan bidang profesinya melalui berbagai kegiatan akademis.

    3. Bimbingan Penyesuaian Sosial dan Pribadi

    a) Pentesuain terhadap suasana kehidupan perguruan tinggi.

    b) Pembinaan dan pemeliharaan motif, serta gairah untuk belajar secara kreatif dan produktif.

    c) Menghindarkan dan menyelesaikan konflik, baik dengan teman, dosen, maupun anggotaa keluarga.

    d) Penyesuaian diri terhadap lingkungn tempat tinggal.

    e) Penyelesaian konflik antara keinginan studi dan pemenuhan tugas pekerjaan dan keluarga.

    E. Prosedur Bimbingan Mahasiswa

    1. Tahap-Tahap Bimbingan

                Prosedur bimbingan meliputi langkah pemerolehan data dan informasi, langkah pemberian bantuan, serta pemantauan hasil bantuan yang diberikan.

                Pemerolehan data dan informasi setiap mahasiswa dapat dilakukan melalui kegiatan berikut.

    a. Penelaahan transkrip akademis mahasiswa.

    b. Penelaahan hasil seleksi masuk mahasiswa.

    c. Pengumpulan data dari mahasiswa melalui wawancara, ataupun pengamatan oleh para Dosen Pembimbing akademis.

    Langkkah pemberian bantuan terdiri atas beberapa tahap sebagai berikut.

    1) Tahap pertama, bantuan awal bersamaan perolehan data melalui wawancara, pengamatan, terutama mahasiswa baru terhadap program pendidikan dan pengajaran yang diikutinya.

    2) Tahap kedua, bantuan bersifat kelompok yang diberikan oleh seorang Dosen Pembimbing Akademis (DPA) yang bersangkutan dengan program pendidikan di lingkungan Perguruan Tinggi (PT).

    3) Tahap Ketiga, bimbingan perorangan yang dilakukan oleh DPA untuk menangani masalah yang dihadapi ssesuai dengan keperluannya, yang lebih terpusat pada masalah sosial-pribadi.

    4) Tahap keempat, mahasiswa memperoleh bimbingan khusus dari konselor apabila masalah yang dihadapi mahasiswa merupakan persoalan yang khusus dan perlu ditangani secara khusu pula.

    5) Tahap kelima, bantuan rujukan keluar, apabila bersangkutan memerlukan bantuan yang tidak dapat dipenuhi oleh DPA dan konselor yang ada di lingkungan perguruan tinngi.

    2. Mekanisme Layanan Bimbingan

    Mekanisme layanan bimbingan di perguruan tinggi mencakup alur kegiatan sejak penerimaan mahasiswa, bahkan sejak seleksi calon mahasiswa. Secara operasional, mekanisme layanan bimbingan dapat diuraikan sebagai berikut.

    a. Seleksi dan penerimaan mahasiswa baru.

    b. Pemerolehan data dan informasi hasil seleksi ataupun wawancara dan pengamatan.

    c. Bimbingan tahap I

    1) Pembimbing: Pembantu Dekan I/Pembantu Dekan III/Ketua Program/Jurusan

    2) Fokus Permasalahan: Penyesuaian Akademis

    3) Tujuan:

    a) Orientasi akademis

    b) Identifikasi masalah umum mahasiswa.

    4) Peranan Pembantu Dekan I bersama Pembantu Dekan III

    a) Mengoordinasi seluruh layuanan bimbingan bagi mahasiswa di tingkat fakultas.

    b) Memberikan orientasi akademis terutama system studi di perguruan tinggi.

    c) Mengidentifikasi masalah umum.

    d) Membantu mahasiswa menangani masalahnya yang tidak dapat diselesaikan bersama DPA.

    5) Peranan Ketua Jurusan/Program Studi

    a) Memberikan orientasi akademis tentang prodi/jurusan yang dimasuki.

    b) Memberikan pengarahan awal mengenai kegiatan akademis.

    d. Bimbingan Tahap II dan III

    1) Pembimbing: DPA yang telah ditetapkan oleh dekan.

    2) Fokus permasalahan:

    a) Permaslahan akademis, terutama berkenaan dengan kegiatan studi sehari-hari.

    b) Permasalahan sosial pribadi yang berkaitan erat dengan kelancaran studi.

    3) Tujuan:

    a) Membantu mahasiswa mengatasi persoalan akademis.

    b) Membantu mahasiswa mengatasi masalah sosial pribadi yang menghambat kelancaran studi.

    4) Peranan DPA

    a) Mengungkap persoalan akademis yang dihadapi oleh setiap mahasiswa yang dibimbingnya.

    b) Mengungkap masalah sosial pribadi mahasisiwa bimbingannya.

    c) Memberikan bantuan dalam mengatasi masalah akademis ataupun sosial pribadi.

    d) Melakukan rujukan kepada mahasiswa untuk mendapatkan bantuan atas maslah yang tidak dapat diselesaikan oleh DPA.

    e) Bimbingan Tahap IV

    Bimbingan tahap IV dilakukan atas dasar hasil rujukan dari DPA atau atas dasar kehendak mahasiswa yang bersangkutan dengan diketahui oleh DPA.

    1) Pembimbing: Konselor Fakultas atau pihak lain yang terkait di luar fakultas.

    2) Fokus permasalahan: Masalah-maslah sosial pribadi yang tidak tertangani oleh DPA.

    3) Tujuan: Membantu mahasiswa mengatasi masalah sosial pribadi yang dihadapinya.

    4) Peranan Konselor:

    a) Menerima rujukan dari DPA.

    b) Memberikan bantuan kepada mahasiswa yang bersangkutan.

    c) Memberikan rujukan kepada mahasiswa untuk memperoleh bantuan dari pihak lain, jika diperlukan.

    3. Teknik-Teknik Bimbingan

    Teknik – teknik berikut merupakan teknik yang dapat dipilih untuk digunakan secara tepat:

    a. Teknik diskusi kelompok yang bersifat orientasi, mencakup diskusi tentang program studi kurikulum, personalia akademis dan proses belajar mengajar yang diterapkan dalam pelaksanaan program studi.

    b. Teknik diskusi kelompok yang bersifat bantuan, mencakup diskusi tentang permasalahan belajar, sosial dan pribadi.

    c. Teknik kegiatan kelompok lain baik yang bersifat orientasi maupun bantuan.

    d. Konsultasi perorangan untuk menangani masalah-masalah akademis.

    e. Konsultasi perorangan untuk menangani masalah-masalah sosial pribadi.

    f. Pembahasan kasus yaitu pembahasan mahasiswa, dan permasalahannya bersama-sama dengan personalia akademis lain untuk menemukan jalan keluar dalam membantu mahasiswa.

    g. Rujukan bagi mahasiswa yang menghadapi kesulitan sosial pribadi yang tidak dapat ditangani oleh personalia akdemis yangada di fakultas.

    BAB III

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Bimbingan dan konseling di perguruan tinggi merupakan usaha membantu mahasiswa untuk mengembangkan dirinya dan mengatasi problemproblem akademik serta problema sosial-pribadi yang berpengaruh terhadap perkembangan akademik mereka.

    Bimbingan tersebut meliputi layanan bimbingan akademik yang diberikan oleh dosen-dosen bimbingan pada tingkat jurusan/program, dan bimbingan sosial-pribadi yang diberikan oleh tim bimbingan dan konseling pada tingkat jurusan/program studi, fakultas, dan universitas.

    B. Saran-Saran

                Mudah-mudahan kita dapat menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi sebagai mahasiswa, baik dalam persoalan akademis ataupun persoalan sosial pribadi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Achmad Juntika Nurihsan, DR,M.Pd, 2006, Bimbingan Dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan, Bandung: Refika Aditama

    Achmad Juntika Nurihsan, DR,M.Pd, 2007, Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling, Bandung: Refika Aditama

  • Makalah Ulumul Hadist – Sanad, Matan dan Mukharrij

    Sanad, Matan dan Mukharrij

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

                Secara struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur), matan (redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Berikut ini contoh hadits yang memuat ketiga unsur tersebut.

    Artinya:

    “Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’i al-Qaisi, katanya telah menceritakan kepadaku Abu Hisyam al-Mahzumi dari Abu al-Wahid, yaitu Ibnu Ziyad, katanya telah menceritakan kepadaku Utsman bin Hakim, katanya telah menceritakan kepadaku Muhammad bin al-Munkadir dari Amran, dari Usman bin Affan r.a. ia berkata: ‘Barang siapa yang berwudhu dengan sempurna (sebaik-baik wudhu), keluarlah dosa-dosanya dari seluruh badannya, bahkan dari bawah kukunya’.” (H.R. Muslim)

    Dari nama Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’il Qaisi sampai dengan Usman bin Affan r.a. adalah sanad hadits tersebut. Mulai kata man tawadda’ sampai kata tahta azfarih, adalah matannya, sedangkan Imam Muslim yang dicatat di ujung hadits adalah perawinya, yang disebut juga mudawwin.

    B. Identifikasi Masalah

    1. Sanad Hadits

    2. Matan Hadits

    3. Mukharrij

    4. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits

    C. Rumusan Masalah

    1. Apa yang dimaksud dengan sanad hadits?

    2. Apa yang dimaksud dengan matan hadits?

    3. Apa yang dimaksud dengan Mukharrij?

    4. Bagaimana kedudukan sanad dan matan di dalam hadits?

    Bab II. Pembahasan

    A. Sanad Hadits

    1. Pengertian Sanad Hadits

    Secara harfiah kata sanad berarti sandaran, pegangan (mu’tamad). Sedangkan definisi terminologisnya ada dua sebagai berikut:

    1. Mata rantai orang-orang yang menyampaikan matan.

    2. Jalan penghubung matan, (yang) nama-nama perawinya tersusun.

    Jadi, sederet nama-nama yang mengantarkan sebuah hadits itulah yang dinamakan sanad, atau dengan sebutan lain sanad hadist.

    Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam  bukunya  (kitab  hadits)  hingga  mencapai Rasulullah SAW. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.

    Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”. (H.R. Bukhari).

    Maka  sanad  hadits bersangkutan adalah  Al-Bukhari  >Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW.

    Sebuah  hadits  dapat  memiliki  beberapa  sanad  dengan  jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

    Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :

    – Keutuhan sanadnya

    – Jumlahnya

    – Perawi akhirnya

    Sebenarnya,  penggunaan  sanad  sudah  dikenal  sejak  sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu  pengetahuan  lainnya.  Akan  tetapi  mayoritas  penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

    2. Isnad, Musnid, dan Musnad

    a. Isnad

                Dari segi bahasa, isnad berarti mengangkat hadist hingga pada orang yang mengucapkannya. Isnad merupakan bentuk atau proses. Sedangkan sanad adalah keadaannya. Namun demikian, sebagian dari ahli hadits menyatakan bahwa kata isnad bermakna sama dengan kata sanad, yakni merupakan jaring periwayatan hadits. Menurut Ibn al-Mubarak, isnad termasuk bagian dari agama, seandainya tidak ada isnad niscaya orang akan berbicara sembarang, menurut apa maunya.

    b. Musnid

    Musnid adalah  orang  yang  meriwayatkan  hadits  dengan sanadnya,  baik  mempunyai  ilmunya  maupun  tidak  kecuali  ia mengisnadkan hadits seorang diri.

    c. Musnad

    Adapun musnad adalah materi hadits yang diisnadkan. Dalam pengertian istilah, kata musnad mempunyai tiga makna, yaitu:

    1) Kitab yang menghimpun hadits sistem periwayatan masing-masing shahabat, misalnya Musnad Imam Ahmad;

    2) Hadits marfu’ yang muttashil sanadnya, maka hadits yang demikian    dinamakan hadits musnad;

    3) Bermakna sanad tetapi dalam bentuk Mashdar Mim.

    B. Matan Hadits

    Secara harfiyah matan berasal dari bahasa Arab matn yang berarti apa saja yang menonjol dari (permukaan) bumi, berarti juga sesuatu yang tampak jelas, menonjol, punggung jalan atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke atas, matnul-ard berarti lapisan luar/kulit bumi, dan yang berarti kuat/kokoh.

    Sedangkan menurut peristilahan Ilmu Hadits, al-Badr bin Jama’ahmemberikan batasan pengertian matan yakni:

    –       Matan adalah redaksi (kalam) yang berada pada ujung sanad.

    –       Matan  adalah  kata-kata  (redaksi)  hadits  yang  dapat  dipahami maknanya.

    Matan hadits juga disebut dengan pembicaraan atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah SAW, sahabat ataupun  tabi’in.  Baik  isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi atau perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi SAW.

    Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matan adalah redaksi atau teks bagi hadist. Dari contoh sebelumnya makamatan hadits bersangkutan ialah:

    “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”

    Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad  atau bukan,  matan  hadist  itu  sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang atau tidak).

    Selama sejarah kehaditsan, konsep ajaran yang dibawa oleh Rasul hampir semuanya dinarasikan/dibahasakan kembali oleh para sahabat dengan Faqahah dan skill kebahasaan mereka masing-masing, tak terkecuali hadits qauli yang selanjutnya diteruskan oleh generasi sesudahnya dengan kapasitas yang beragam dan sangat personal. Sehingga dapat dimaklumi jika lafazh yang merumuskan konsep ajaran tersebut banyak memiliki redaksi yang berbeda-beda sebagaimana terdokumentasikan dalam berbagai kitab koleksi dan kadang lafazhnya tidak fasih (rakikul-lafdh). Seperti itulah riwayah bil-ma’na. Sehingga merupakan kesalahan yang fatal jika seseorang mengkulturkan lafadh matan dan menganggapnya sakral. Karena hadits sangatlah berbeda dengan al-Qur’an yang qath’iyyuts-tsubut sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah dalam surat al-Hijr ayat 9 tentang keterjaminan otentisitas al-Qur’an baik dari segi teks maupun substansi doktrinalnya.

    Tata letak matan dalam struktur utuh penyajian hadits senantiasa berada pada ujung  terakhir  setelah penyebutan sanad. Kebijakan peletakan itu menunjuk fungsi sanad sebagai pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi hadits dari nara sumbernya. Dengan kata lain, fungsi sanad merupakan media pertanggungjawaban ilmiah bagi asal-usul fakta kesejarahan teks hadits.

    C. Mukharrij

    Makna harfiah kata mukharrij yang berasal dari kata kharraja adalah orang yang mengeluarkan. Makna tersebut juga bisa didatangkan dari kata akhraja dengan isin fa’ilnya mukhrij. Menurut para ahli hadits, yang dimaksud dengan mukharrij adalah sebagai berikut: (Mukhrij atau mukharrij: orang yang berperan dalam pengumpulan hadits). Dapat juga didefinisikan Mukharrijul Hadits adalah orang yang menyebutkan perawi hadits. Istilah ini berbeda dengan al-muhdits/al-muhaddits yang memiliki keahlian tentang proses perjalanan hadits serta banyak mengetahui nama-nama perawi, matann-matan dengan jalur-jalur periwayatannya, dan kelemahan hadits.

                Siapapun dapat disebut sebagai mukharrij ketika ia menginformasikan sebuah hadits baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan menyertakan sanadnya secara lengkap sebagai bukti yang dapat dipertanggnung jawabkan tentang kesejarahan transmisi hadits. Yang pasti, mukharrij merupakan perwi terakhir (orang yang terakhir kali menginformasikan ) dalam silsilah mata rantai sanad.

    Dengan demikian dapat dipahami bahwa apa yang dimaksud denganmukharrij atau mukhrij adalah perawi hadits (rawi), atau orang-orang yang telah berhasil menyusun kitab berupa kumpulan hadits, seperti al-Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, dsb. Dalam contoh hadits di atas al-Bukhari adalah seorang mukharrij / mukhrij / rawi bagi sebuah hadits.

    Setiap orang yang bergelut dalam bidang hadits dapat digolongkan menjadi beberapa tingkatan antara lain sebagai berikut:

    1. Al-Talib; adalah orang yang sedang belajar hadits.

    2. Al-Muhadditsun; adalah orang yang mendalami dan menganalisis hadits dari segi riwayah dan dirayah.

    3. Al-Hafidz; adalah orang yang hafal minimal 100.000 hadits.

    4. Al-Hujjah; adalah orang yang hafal minimal 300.000 hadits.

    5. Al-Hakim; adalah orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan dengan hadits secara keseluruhan baik ilmu maupun mushthalahul hadits.

    6. Amirul Mu’minin fil hadits; ini adalah tingkatan yang paling tinngi.

    Menurut syeikh Fathuddin bin Sayyid al-Naas, al-muhaddits pada zaman sekarang adalah orang yang bergelut/sibuk mempelajari hadits baik riwayah maupun dirayah, mengkombinasikan perawinya dengan mempelajari para perawi yang semasa dengan perawi lain sampai mendalam, sehingga ia mampu mengetahui guru dan gurunya guru perawi sampai seterusnya.

    D. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits

                Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan hadits yang shahih atau tidak shahih untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.

                Para ahli hadits sangat berhati-hati dalm menerima suatu hadits, kecuali apabila mengenal dari siapa perawi hadits tersebut menerima hadits tersebut dan sumber yang disebutkan benar-benar dapat dipercaya.

                Pada masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., periwayatan hadits diawasi secara hati-hati dan suatu hadits tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh orang lain. Ali tidak menerima hadits sebelum orang itu disumpah.

                Perhatian sanad di masa sahabat, yaitu dengan menghapal sanad-sanad itu dan mereka mempunyai daya ingat yang luar biasa. Maka terpeliharalah sunnah Rasul dari tangan-tangan ahli bid’ah dan para pendusta.

                Ibn Hazm mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan dari orang yang dipercaya hingga sampai kepada Nabi SAW dengan bersambung-sambung para perawinya adalah suatu keistimewaan dari Allah, khususnya orang islam.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Secara struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur), matan (redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Matan adalah redaksi/isi dari hadist. Mukhrij atau mukharrij: orang yang berperan dalam pengumpulan hadits.

    Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan hadits yang shahih atau tidak shahih untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.

    DAFTAR PUSTAKA

    Solahudin, M. dkk, 2009, Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

    Mudasir, H. dkk, 2008, Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Setia

    Munzier Suparta, 2006. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

    http://www.linkpdf.com/download/dl/struktur-hadits-.pdf

  • Makalah Munasabah Al-Qur’an

    Munasabah Al-Qur’an

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Al-Qur’an adalah kalam Allah. yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad Saw. yang sampai kepada umat manusia dengan cara al-tawâtur (langsung dari Rasul kepada umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit dipahami.

    Lahirnya pengetahuan tentang korelasi (munasabah) ini berawal dari kenyataan bahwa sistimatikan al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam mushaf Utsmani sekarang tidak berdasarkan pada kronologis turunnya, itulah sebabnya terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf tentang urutan surat dalam al-Qur’an. Pendapat pertama, bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi. Golongan kedua berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad. Kehadiran al-Qur’an dan misi risalah Rasulullah Saw selalu mengudang perhatian berbagai pihak untuk mengadakan studi. Aspek kajiannya terus berkembang baik dari aspek ilmiah maupun aspek non ilmiah. Hal ini barangkali dikarenakan oleh mu’jizat al-Qur’an. Keajaiban al-Qur’an seperti air laut tak pernah kering untuk ditimba. Ia lalu memeberikan inspirasi kepada manusia tanpa habis-habisnya.

    B. Identifikasi Masalah

    1. Pengertian munasabah

    2. Beberapa contoh munasabah dalam alquran

    3. Cara mengetahui munasabah

    4. Macam-macam munasabah alquran

    5. Urgensi dan kegunaan mempelajari munasabah alquran

    C. Rumusan Masalah

    1. Apa pengerian munasabah?

    2. Apa saja contoh munasabah yang ada di dalam alquran?

    3. Bagaimana cara mengetahui munasabah?

    4. Ada berapa macam munasabah alquran?

    5. Apa urgensi dan kegunaan dari mempelajari munasabah alquran?

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Munasabah

    Mun­­asabah secara etimologi berarti kecocokan, kesesuaian atau kepantasan. Kata munasabah secara etimologi menurut as-Suyuthi berarti al-Musakalah (keserupaan) dan dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan menurut terminologi dapat difinisikan sebagai berikut, Menurut az-Zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan pada akal, pasti akal itu menerimannya. Menurut Ibnu al-Araby, munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Menurut al-Biqai, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui  alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an baik ayat atau surat dengan surat. M. Quraisy Shihab memberi pengertian munasabah sebagai kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an, baik surah maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu ayat dengan yang lainnya. Menurut Manna’ al-Qattan, munasabah adalah segala pertalian antara kalimat dengan kalimat dalam satu ayat atau antara ayat dengan ayat dalam banyak ayat atau antara surat dengan surat.

    Dengan kata lain ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau suatu surat dengan surat lainnya. Hubungan itu dapat berupa hubungan umum dengan khusus, hubungan logis (‘aqli) atau hubungan konsekuensi logis seperti hubungan sebab dengan akibat, hubungan dua hal yang sebanding atau berlawanan.

    B. Beberapa Contoh Munasabah Dalam al-Qur’an

    Untuk membuktikan apakah ada hubungan antara surat atau ayat dengan surat atau ayat lain dalam al-Qu’an berikut beberapa contoh.

    a). Hubungan surat al-‘Alaq [96] dengan surat al-Qadar [97]. Dalam surat al-‘Alaq, nabi dan umatnya disuruh membaca (iqra), yang harus dibaca itu banyak sekali di antaranya adalah al-Qur’an. Maka wajarlah jika surat berikutnya adalah surat al-Qadar yang menjelaskan turunya al-Qur’an. Inilah keserasian susunan surat dalam al-Qur’an.

    b). Hubungan surat al-Baqarah dengan surat al-Fatihah. Pada awal surat al-Baqarah tertulis “kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya. Pada surat al-Fatihah tercantum kalimat “tunjukilah kami jalan yang lurus,”ini berarti bahwa ketika mereka meminta “tunjukilah kami jalan yang lurus,” maka Allah menjawab: jalan lurus yang kalian minta ini adalah al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya.”

    c). Keserasian surat al-Kautsar [108] dengan surat al-Ma’un [107]. Hubungan ini adalah hubungan dua hal yang berlawanan. Dalam surat al-Ma’un, Allah menjelaskan sifat-sifat orang munafik; bakhil (tidak memberi makan fakir miskin dan anak yatim), meninggalkan shalat, riya, (suka pamer), dan tidak mau membayar zakat. Dalam surat al-Kautsar Allah mengatakan “sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu banyak sekali (lawan dari bakhil, mangapa kamu bakhil?, tetaplah menegakkan shalat); shalat kamu itu hendaklah karena Allah saja, dan berkorbanlah, lawan dari enggan membayar zakat. Inilah keserasian yang amat mengagumkan sebagai petanda adanya hikmah dalam susunan surat-surat dalam al-Qur’an.

    C. Cara Mengetahui Munasabah

    Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang munasabah tidak terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu sekitar tiga atau empat abad setelah masa beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian ini bersifat taufiqi (pendapat para ulama). Karena itu, keberadaannya tetap sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli Ulumul-Qur’an) yang bersifat relatif, mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya dengan hasil pemikiran manusia pada umumnya, yang bersifat relatif (Zhanniy).

    Sungguhpun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar pemikiran tentang adanya munasabah dalam al-Qur’an ini berpijak pada prinsip yang bersifat absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana kita lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi yakni suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah berdasarkan petunjuk dari Allah (wahyu), bukan susunan manusia, atas dasar pemikiran inilah, maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh sebab itu, secara sistematis tentulah dalam susunan ayat-ayat al-Qur’an terdapat korelasi, keterkaitan makna (munasabah) antara suatu ayat dengan ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya. Karena itu pula, sebagaimana ulama menamakan ilmu munasabah ini dengan ilmu tentang rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.

    Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak masalah namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan pula akhir surah atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian, akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.

    Mengetahui hubungan antara suatu ayat atau surah lain (sebelum atau sesudahnya) tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surah-surah itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan.

    Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan yang lainnya.

    Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat atau surat lain. Ada pula yang menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Tetapi sebagian besar ayat-ayat dan surah-surah ada hubungannya satu sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lainnya.

    Muhammad Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara satu ayat atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan antara keduanya. Tetapi kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungan antara satu dengan yang lain.

                Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Alquran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu:

    1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.

    2. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.

    3. Menentukan tingkatan-tingkatan itu, apakah ada hubungannya atau tidak.

    4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

    D. Macam-Macam Munasabah al-Qur’an

    1. Munasabah antara surah dengan surah

    Keserasian hubungan atau munasabah antar surah ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surah dengan surah lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing surah, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan surah-surah yang lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya baik secara umum maupun secara parsial. salah satu contoh yang dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surah beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah. (1), Q. S al-baqarah dan Q. S Al-Imran.

    Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah al-Fatihah:

    Artinya: “Tunjukan kami ke jalan yang lurus

    Lalu dijelaskan di dalam surah al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan:

    Artnya: “Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.

    2. Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya

    Untuk mencari munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, as-Suyuthi menyimpulkan bahwa satu surat berfungsi menerangkan atau menyempurkan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat al-Bawarah [2] ayat 152 dan 182:

    فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون

    Ayat-ayat dari surat ini menerangkan dan menyemprnakan dari surat sebelumnya al-fatihah [1] ayat 2:

    الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

    Begitu juga ayat 21-22 surat al-Baqarah [2]:

    يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ {21} الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَآءَ بِنَآءًوَأَنزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

    Merupakan penyempurnaan dari ungkapan (رَبِّ الْعَالَمِينَ)dalam surat al-fatihah.

    3. Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya

    Nama suatu surah pada dasarnya bersifat tauqifi. Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surah terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surah dengan isi atau uraian yang dimuat dalam suatu surah. Kaitan antara nama surah dengan isi ini dapat di indentifikasikan sebagai berikut :

    a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surah. Nama surah al-Fatihah disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya.

    b. Nama diambil dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surah : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.

    c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-ikhlas karena mengandung ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan ; al-Mulk mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.

    d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar diberbagai surah. Contoh al-Hajj ( dengan spesifik tema haji ), al-Nisa ( dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa yang berarti kaum wanita adalah lambang keharmonisan rumah tangga.

    e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surah, sekaligus untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad dan Qaf.

    4. Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat

    Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini memperlihatkan ciri-ciri ta’kid / tasydid ( penguat / penegasan ) dan tafsir / I’tiradh ( interfretasi / penjelasan dan ciri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :

    “فإن لم تفعلوا “ , dikuti “ ولن تفعلوا” ( Q.S al-Baqarah / 2 : 24 ).

    Contoh tafsir :

    سبحان الذى اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الأقصى

    Kemudian diikuti dengan

    الذى باركنا حوله لنريه من اياتنا ( الإسراء / 17

    Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘ athaf ‘ dan terkadang tidak ada. Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :

    a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah.

    Salah satu contoh :

    ولئن سألتهم من خلق السماوات والأرض __ ليقولون الله __ قل الحمد لله ( لقمان : 25 )

    b. Munasabah berbentuk istishrad ( penjelasan lebih lanjut ). Contoh :

    يسألونك عن الأهلة ___ قل هى ___ ( البقرة / 2 : 189

    c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil ( hubungan sebanding ) atau mudhaddah / ta’kis ( hubungan kontradiksi ). Contoh :

    ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ___ ولكن البر … ( البقرة / 2 : 177

    5. Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya

    Al-Biqai menjelaskan bahwa nama-nama surat al-Qur’an merupakan “inti pembahasan surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan”. Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang sangat menonjol, dan itu tercermin dalam nama-nama masing-masing surat, seperti surat al-Baqarah, surat yusuf, surat an-Naml, dan surat al-Jinn. Cerita tentang sapi betina dalam surat al-Baqarah umpamanya merupakan inti pembicaraan surat tersebut, yaitu kekuasaan Allah membangkitkan orang mati. Surat Yusuf mengisahkan Nabi Yusuf a.s. yang dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya, kemudian setelah menjadi orang istana ia difitnah memperkosa Zulaekha, permasuri penguasa Mesir, padahal justru wanita itu yang berusaha memaksa Yusuf melakukan pembuatan tidak terpuji. Surat al-Jinn yang mengisahkan bahwa Jin adalah mahluk yang juga sering mendengarkan bacaan al-Qur’an, dsb. Singkat cerita semua nama surat mencerminkan isi dari surat itu.

    6. Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah

    Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surah tersebar sejumlah ayat, namun pada hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat diawal Q.S al-Baqarah 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.

    Misalnya surah al-Mu’minun dimulai dengan :

    قد أفلح المؤمنون “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.

    Kemudian dibagian akhir surah ini ditemukan kalimat :

    انه لا يفلح الكافرون

    “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.

    7. Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri

    Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin ( mengukuhkan isi ayat ), al-Tashdir ( memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya ), al-Tausyih ( mempertajam relevansi makna ) dan al-Ighal ( tambahan penjelasan ).

    Sebagai contoh :

    فتبارك الله احسن الخالقين mengukuhkan ثم خلقنا النطفة علقة  bahkan mengukuhkan hubungan dengan dua ayat sebelumnya ( al-Mukminun : 12 – 14 ). Kalimat-kalimat : لقوم                          يتفكرون , لقوم يعقلون , لقوم يفقهون  selalu menjadi sandaran isi ayat. Kata “halim” sangat erat hubungannya dengan ‘ibadat, sementara “rasyid” kuat hubungannya dengan al-amwal seperti bunyi ayat Q.S Hud : 87 berikut :

    قالوا يا شعيب أصلاتك تأمرك أن نترك مايعبد اباؤنا أو أن نفعل فى أموالنا مانشاؤا إنك لأنت الحليم الرشيد

    Sedangkan bentuk al-Ighal dapat dijumpai pada Q.S al-Naml ( 27 ) : 80 :

    انك لاتسمع الموتى ولاتسمع الصم الدعاء إذا ولوا مد برين

    Kata “Wallaw” yang artinya ‘bila mereka berpaling’ berfungsi sebagai penjelasan terhadap arti ( orang tuli ).

    8. Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah

    Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kirmani bahwa Q.S al-Mu’minun diawali dengan “قد افلح المؤمنون “ ( respek Tuhan kepada orang-orang Mukmin ) dan diakhiri dengan “انه لايفلح الكافرين “ ( sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang Kafir ). Dalam Q.S al-Qashas, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surah dengan Nabi Muhammad Saw yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Musa As dan Muhammad Saw, serta jaminan Allah bahwa mereka akan memperoleh kemenangan.

    9. Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya

    Misalnya akhir surah al-Waqi’ah / 96 :

    فسبح باسم ربك العظيم

    “Maka bertasbihlah dengan ( menyebut ) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.

    Lalu surah berikutnya, yakni surah al-Hadid / 57 ayat 1 :

    سبح الله مافى السموات والأرض وهو العزيز الحكيم

    “Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah ( menyatakan kebesaran Allah ). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

    10. Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema

    Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi, pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’I dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abd Allah al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.

    Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q.S al-Nisa ( 4 ) : 34 :

    الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض و بما أنفقوا من أموالهم

    Dan Q.S al-Mujadalah ( 58 ) : 11 :

    يرفع الله الذين امنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات والله بما تعملون خبير

    Tegaknya qiwamah ( konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa ) erat sekali kaitannya dengan faktor Ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q.S al-Nisa menunjuk kata kunci “Bima Fadhdhala” dan “al-Ilm” . Antara “Bima fadhdhala” dengan “yarfa’” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ‘Ilmu.

    Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi ( tauqifi ). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam Kitab al-Qur’an.

    E. Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah al-Qur’an

                Sebagaimana asbabunnuzul, munasabah sangat berperan dalam memahami Alquran. Muhammad Abdullah Darraz berkata: “Sekalipun permasalahan-permasalahan yang diungkapkan oleh surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat semestinyalah ia memerhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memerhatikan segala permasalahannya.”

    Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut:

    1. Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema Alquran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian lainnya.

    2. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Alquran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap Alquran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.

    3. Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu dengan yang lainnya.

    4. Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Munasabah secara etimologi menurut as-Syuti, berarti al-Musyakalah (keserupaan) dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan secara terminology, ada tiga pengertian yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya menurut az-Zarkazi, menurut al-Biqai. Sedangkan Imam as-Syuyuti membagi tujuh macam ilmu munasabah, yaitu: munasabah antar surat dengan surat sebelumnya; munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya; munasabah antar bagian suatu ayat; munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan; munasabah antar fasilah (pemisah) dan isi ayat; munasabah anatar awal surat dengan akhir surat yang sama.

    Macam-Macam Munasabah al-Qur’an: (1) Munasabah antara surah dengan surah, (2) Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, (3) Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya, (4) Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat, (5) Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya, (6) Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah, (7) Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri, (8) Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah, (9) Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya, (10) Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema.

    Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Alquran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu: (1) Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian. (2) Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat. (3) Menentukan tingkatan-tingkatan itu, apakah ada hubungannya atau tidak. (4) Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

    Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut: (1) Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema Alquran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian lainnya. (2) Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Alquran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap Alquran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya. (3) Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu dengan yang lainnya. (4) Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.

    Inilah al-Qur’an yang mutlak firman Allah. Keserasian ayat-ayatnya makin menegaskan bahwa ia tidak tercampurkan tangan-tangan manusia hatta manusia sekelas Nabi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anwar, Rosihon, Ulum al-Quran, Bandung: Pustaka Setia, 2008

    Ahsin W, Kamus Ilmu Al-Qur’an,  Jakarta: Pustaka Amzah, 2005

    Al-Qathan, Manna Khalil, Studi Ilmu Qur’an, Jakarta:  pustaka Islamiyah, 1998

    Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’an, Beirut : Dar al-Ma’rifah li al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1972

    Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual, Ahsin Mohammad (penterjemah), Bandung : Penerbit Pustaka, 1995

    Hasbi, Muhammad, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: Pustaka rizki Putra, 2002

    Imad al-Din Abu al-Fida’ Islamil Ib Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Beirut : Dar al-Fikr, 1966

    Jalal al-Din al-Suyuti, al-Itqan fi al-Ulum al-Qur’an, Damaskus : Dar al-Fikr, 1979, Juz I

    Manna’ al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Riyadh : Mansyurat al-Ashr al-Hadits, t.th

    Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa al-Qur’an : Qira’ah Muashirah, Kairo : Sina Publisher, cet. I

    Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik Terhadap Ulumul Qur’an, Yogyakarta : LkiS, 2001

    Shihab, Quraish, dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus,2001

    Saefuddin Buchori, Didin, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, Granada Sarana Pustaka, 2005

    Taufiq Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Yogyakarta : Forum Kajian Agama dan Budaya, 2001

    W. Montgomery Watt, Pengantar Studi al-Qur’an, Taufiq Adnan Amal (Penterjemah), Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1995

  • Makalah Pengelolaan Lingkungan Belajar

    Makalah Pengelolaan Lingkungan Belajar

    Pengelolaan lingkungan belajar adalah faktor pendukung proses dan hasil belajar. Seorang guru harus menguasai dan mampu mengelola lingkungan belajar untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik.

    Pengelolaan Lingkungan Belajar

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Banyak hal yang mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satunya adalah suatu kondisi yang kondusif pada lingkungan belajar. Untuk mengkondusifkan lingkungan belajar, diperlukan adanya pengelolaan ingkungan belajar. Guru memiliki peranan penting dalam pengelolaan lingkungan belajar.

    Suasana atau lingkungan belajar yang kondusif akan berpengaruh pada proses belajar mengajar siswa cenderung mendorong anak untuk belajar dengan tenang dan berkonsentrasi.

    Pengelolaan lingkungan belajar dapat diartikan sebagai suatu proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan berbagai komponen lingkungan yang dapat mempengaruhi perubahan prilaku anak sehingga dapat terpasilitasi dengan baik. Pengelolaan lingkungan belajar yang baik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.

    Oleh karena itu, penulis mengangkat judul makalah ini“Pengelolaan Lingkungan Belajar” agar calon guru atau tenaga pendidik dapat mengelola lingkungan belajar dengan baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan maksimal.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa konsep dasar dari pengelolaan lingkungan belajar?
    2. Apa tujuan dari pengelolaan lingkungan belajar?
    3. Apa hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pengelolaan lingkungan belajar?

    C. Tujuan Penulisan

    Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas tujuan penuisan makalah ini adalah untuk:

    1. Memahami pengelolaan lingkungan belajar
    2. Mendeskripsikan tujuan lingkungan belajar
    3. Memahami hal-hal yang perlu diperhatikan dalam lingkungan belajar

    D. Manfaat Penulisan

    1. Untuk calon guru agar mengetahui pengelolaan lingkungan belajar
    2. Untuk guru agar mengetahui tujuan pengelolaan lingkungan belajar
    3. Untuk guru agar bisa mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan belajar

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Belajar

    Pengelolaan berasal dari kata kelola yang mendapat imbuhan pe dan akhiran an yang mempunyai arti ketatalaksanaan, tata pimpinan, atau bisa disebut juga memenejemen. Menurut suharsimi arikunto (1990:2) pengelolaan adalah pengadministrasian, pengaturan, atau penataan suatu kegiatan.

    Sedangkan lingkungan belajar adalah suatu tempat yang berfungsi sebagai wadah atau lapangan terlaksananya proses belajar mengajar atau pendidikan. Tanpa adanya lingkungan, pendidikan tidak dapat berlangsung.

    Menurut Huta barat (1986) lingkungan belajar yaitu lingkungan yanga alami dan lingkungan sosial, lingkungan alami meliputi keadaan suhu dan kelembapan udara, sedangkan lingkungan sosial dapat berwujud manusia.

    Menurut dun dan dun (1999) kondisi belajar atau lingkungan belajar dpat mempengaruhi konsentrasi dan penerimaan informsi bagi siswa, jadi lingkungan belajar adalah lingkungan alami yang diciptakan oleh guru atau orang lain yang bisa menambah konsentrasi siwa dan pengetahuan siswa secara efisien

    Proses pembelajaran bisa berlangsung pada banyak lingkungan yang berbeda, tidak hanya terikat pada ruang kelas akan tetapi bisa pada lingkungan umum seperti masjid, museum, lapangan dan juga bisa berlangsung di sarana dan prasarana sekolahan.

    B. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Belajar

    Pada proses belajar mengajar pengelolaan lingkungan belajar mempunyai tujuan secara umum yaitu menyediakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual dikelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa untuk belajar dan bekerja dan mengembangkan sikap apresiasi pada siswa.

    Menurut suharsimi arikunto tujuan pengelolaann lingkungan belajar yang berupa kelas adalah menjaduikan setiap anak yang berada didalam kelas dapat bekerja(berfikir, berinteraksi, dan berpendapat) sehingga akan tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.

    C. Macam-Macam Lingkungan Belajar

    Lingkungan belajar merupakan sarana dan prasarana yang bisa menunjang materi yang didapat dari gurunya. Lingkunganbelajar tidak berpatok pada lingkungan sekolah atau universitas akan tetapi lingkungan belajar bisa berada di luar lingkungan sekolah. Denagan kata lain lingkungan belajar bisa dibagi menjadi 2 macam:

    1. Lingkungan Belajar Indoor

    Lingkungan belajar ini (indoor) lingkungan belajar yang memang sudah disediakan oleh manajemen sekolahan agar digunakan untuk para siswanya sebagai sumber belajar atau lingkungan belajar yang ada didalam sekolahan tersebut. Lingkungan belajar ini bisa berupa perpustakaan, laboratorium, auditorium dan utamanya adalah ruang kelas.

    a. Ruang tempat belajar

    Ruang tempat belajar atau bisa juga disebut dengan ruang kelas sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar. Ruang kelas bukan merupakan sebuah wilayah yang sangat luas dan dalam ruang kelas antara siswa dan guru terlibat dalam berbgai kegiatan dan menggunakan berbagai wilayah ruang yang berbeda. Guru akan memfasilitasi kegiatan-kegiatan jika guru mengatur ruang belajar untuk memungkinkan pergerakan yang teratur, mempertahankan distraksi sesedikit mungkindan menggunakan ruan yang tersedia secara efisien.

    Adapun syarat-syarat kelas yang efisien diantaranya:

    1. Bersih dan rapi
    2. Ventilasi dan pengaturan cahaya nya baik
    3. Perlengkapan dan perabotan kelas masih dalam keadaan baik seperti: papan tulis dan penghapusnya, meja dan kursi siswa, meja dan kursi guru, alat kebersihan(sapu, pembersih kaca dan tempat sampah) hiasan dinding, absensi siswa, peraturan kelas, jadwal piket kelas, gambar presiden dan wakilnya. jadwal pelajaran, jam dinding dan hal-hal yang menarik lainnya.
    4. Sirkulasi udara cukup
    5. Jumlah siswa tidak lebih dari 40 siswa
    6. Dan dapat memberikan keluasan gerak dan komunikasi yang baik antara guru dan siswa.

    b. Ruang laboratorium

    Sekolahan yang efisien harus mempunyai laboratorium sebagai ruang praktik. Dalam kaitannya dengan pengelolaan laboratorium, bahan-bahan yang perlu disediakan sangat tergantung pada jenis laboratoriumnya, diantaranya:

    1. Laboratorium IPA, khusunya fisika, bahan-bahan yang perlu disediakan biasanya berupa bahan-bahan kimia seperti air raksa, air cuka dan timah. Untuk laboratorium IPA, khususnya biologi, bahan-bahan yang perlu disediakan biasanya berupa tumbuh-tumbuhan, kerangka manusia, dan berbagai macam pupuk tanaman.
    2. Laboratorium BAHASA biasanya bahan-bahan yang disediakan lebih berupa peralatan laboratorium, seperti kaset dan tape recorder
    3. Laboratoriun KOMPUTER perlu disediakan sejumlah perangkat komputer, yang meliputi layar monitor, keyboard, stavolt, printer dan central processing unit. Selain perangkat keras diatas, untuk penyelenggaraan laboratorium komputer perlu disediakan sejumlah perangkat lunak seperti disket DOS-Utility, disket pemrosesan kata (word processor)dalam bentuk disket wordstarchiwriter, word perfect, dan lain sebagainya.[5][5]

    c. Ruang auditorium / ruang serbaguna

    Ruang auditorium atau bisa juga disebut dengan ruang serbaguna yang bisa juga berfungsi sebagai tempat diskusi atau tempat pertunjukan, dan selayaknya ruang tersebut harus dilengkapi dengan:

    1. Panggung pertunjukan
    2. Tempat yang luas dan bersih
    3. Kamar mandi laki-laki dan perempuan harus terpisah
    4. Dinding harus dilapisi oleh peredam suara agar tidak bergema
    5. Tempat ganti pakaian laki-laki dan perempuan harus terpisah
    6. OHP atau LCD proyektor

    d. Ruang perpustakaan

    Perpustakaan sekolah merupakan salah satu sarana pendidikan dalam mengembangkan pengetahuan murid. Selain memerlukan gedung atau ruang, penyelenggaraan perpustakaan juga memerlukan sejumlah bahan diantaranya: pensil, pena, kartu peminjaman dan kartu buku. Sedangkan peralatan-peralatan perpustakaan antara lain: komputer(opag), stempel peminjaman, jam dinding, sapu, keranjang sampah, daftar kalsifikasi, dan lain sebagainya.

    Adapun dalam perabot perpustakaan yang dibutuhkan antara lain: rak buku, rak surat kabar, rak majalah, kabinet gambar, meja sirkulasi, lemari atau kabinet katalog, kereta buku, dan papan display. Pengadaan setiap perlengkapan harus mempertimbangkan hal-hal seperti nilai efisiensi pengeluaran uang, efisiensi dalam pengaturannya, mutunya baik, enak dipakai, dan menarik bagi pengelihatan.[6][6]

    e. Lingkungan Belajar Outdoor

    Lingkungan belajar ini (outdoor) adalah kebalikan dari lingkungan belajar indoor yaitu lingkungan atau sarana belajar yang berada diluar lingkungan sekolahan, dalam artian lingkungan belajar ini diciptakan tidak un tuk proses belajar mengajar akan tetapi bisa digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti misalnya: museum, masjid, monumen, dan lapangan.

    a. Museum

    Museum adalah tempat yang diciptakan oleh pemerintah untuk menyimpan barang-barang bersejarah sehingga masyarakat luas dapat mengetahui sejarah-sejarah pada masa lampau, oleh karena itu museum ini bisa digunakan oleh para siswa untuk menggali pengetahuan tentang mata pelajaran sejarah dan juga bisa digunakan untuk obsrvasi atau penelitian

    b. Masjid 

    Masjid adalah tempat yang digunakan oleh seluruh umat islam untuk menyembah kepada tuhannya dan di masjid bisa dilakukan proses pembelajaran tidak langsung seperti khutbah jum’at. Masjid juga bisa dibuat untuk praktik sholat jenazah, praktek wudhu dan lain sebagainya.

    c. Monumen

    Monumen dan museum merupakan tempat yang bersejarah akan tetapi keduanya berbeda. Monumen merupakan tempat yang memang ada pada zaman dulu dengan kata lain tempat tersebut tidak dibuat atau diciptakan oleh tangan manusia, namun tempat itu ada sebagai bukti sebuah kejadian atau sejarah bukan untuk menyimpan barang-barang bersejarah

    d. Lapangan

    Lapangan identik dengan lahan yang luas tanpa adanya bangunan apapun. Di setiap sekolah harusnya memiliki lapangan karena lapangan juga bisa digunakan.

    D. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pengelolaan Lingkungan Belajar

    1. Memahami sifat yang dimiliki siswa

    Pada dasarnya anak memiliki imajinasi dan sifat ingin tahu. Semua anak terlahir dengan membawa dua potensi ini. Keduanya merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap atau pikiran kritis dan kreatif. Oleh karenanya, kegiatan pembelajaran perlu dijadikan lahan yang kita olah agar menjadi tempat yang subur bagi perkembangan kedua potensi anugerah Tuhan itu. Suasana pembelajaran yang diiringi dengan pujian guru terhadap hasil karya siswa, yang disertai pertanyaan guru yang menantang dan dorongan agar siswa melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang baik untuk mengembangkan potensi siswa.

    2. Memahami perkembangan kecerdasan siswa

    Jean Piaget dalam Syah (2008 : 29-32) menjelaskan tentang perkembangan kecerdasan akal atau perkembangan kognitif manusia berlangsung dalam empat tahap, yakni:

    1. Sensory-motor ( Sensori-motor / 0-2 tahun )
    2. Pre-operational ( Pra-operasional / 2 -7 tahun )
    3. Concrete-operational ( Konkret-operasional / 7 – 11 tahun)
    4. Formal-operational (Formal- operasional / 11 tahun ke atas).

    Selama kurun waktu pendidikan dasar dan menengah, siswa mengalami tahap Concrete-operational dan Formal-operational.

    Dalam periode konkret-operasional yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak memeroleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri.

    Selanjutnya, dalam perkembangan kognitif tahap Formal-operational seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:

    1. Kapasitas menggunakan hipotesis
    2. Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. 

    Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan mampu berpikir hipotetis, yakni berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respons. Selanjutnya, dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak, misalnya ilmu tauhid, ilmu matematika dan ilmu-ilmu abstrak lainnya dengan luas dan mendalam.

    3. Mengenal siswa secara perorangan

    Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tecermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua siswa dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah dengan cara ”tutor sebaya”. Dengan mengenal kemampuan siswa, apabila ia mendapat kesulitan kita dapat membantunya sehingga belajar siswa tersebut menjadi optimal.

    4. Memanfaatkan perilaku siswa dalam pengorganisasian belajar

    Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, siswa dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, siswa akan menyelesaikan tugas dengan baik apabila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, siswa perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.

    5. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah

    Pada dasarnya belajar yang baik adalah memecahkan masalah karena dalam belajar sesungguhnya kita menghadapkan siswa pada masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah.

    Berpikir kritis dan kreatif berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan terbuka dan memungkinkan siswa berpikir mencari alasan dan membuat analisis yang kritis. Pertanyaan dengan kata-kata ”Mengapa?”, ”Bagaimana kalau…” dan “Apa yang terjadi jika…” lebih baik daripada pertanyaan dengan kata-kata yang hanya berbunyi “Apa?”, ”Di mana?”,”Berapa?”,”Kapan?”, yang umumnya tertutup ( jawaban betul hanya satu ).

    6. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik

    Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain.

    Materi yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, pasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, kaligrafi, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam kegiatan pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas sebuah masalah.

    7. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

    Lingkungan (fisik, sosial, dan budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar siswa. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar dan objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat siswa merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus di luar kelas.

    Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar atau diagram.

    8. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar

    Mutu hasil belajar akan meningkat apabila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik (feedback) dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih banyak mengungkapkan kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.

    Untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik diperlukan beberapa teknik yang sesuai dan tepat dengan diri setiap anak didik sebagai makhluk individual. Beberapa teknik untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik antara lain :

    1. Memancing aspirasi anak didik
    2. Memanfaatkan teknik alat bantu yang akseptabel
    3. Memilih bentuk motivasi yang akurat (misalnya : memberi angka, hadiah, pujian, memberi tugas, hukuman, dll. )
    4. Menggunakan metode yang bervariasi.

    9. Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental

    Banyak guru yang cepat merasa puas saat menyaksikan para siswa sibuk bekerja dan bergerak, apalagi jika bangku diatur berkelompok dan para siswa duduk berhadapan. Situasi yang mencerminkan aktifitas fisik seperti ini bukan ciri berlangsungnya PAIKEM yang sebenarnya, karena aktif secara mental (mentally active) lebih berarti daripada aktif secara fisik (phisically active). Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif secara mental.

    Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut, seperti: takut ditertawakan, takut disepelekan, dan takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang muncul dari temannya maupun dari guru itu sendiri. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan prinsip PAIKEM.

    10. Pengelolaan Kelas

    Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan maslah tingkah laku yang kompleks dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang sfektif.

    Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajararan. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan anak didik dan anak didik dengan anak didik, merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar.

    Menurut Made Pidarta untuk mengelola kelas secara efektif perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :

    1. Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu, yang dilengkapi oleh tugas – tugas dan diarahkan oleh guru.
    2. Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua anak atau kelompok.
    3. Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku – perilaku masing – masing individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu – individu dalam hal bagaimana mereka memandang dirinya masing – masing dan bagaimana belajar.
    4. Kelompok kelas menyisipkan pengaruhnya kepada anggota – anggota. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka di kelas dikala belajar.
    5. Praktik guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat ketrampilan guru mengelola secara kelompok, makin puas anggota – anggota di dalam kelas.
    6. Struktur kelompok, pola komunikasi dan kesatuan kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah maupun bagi mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.

    Bab III. Penutup

    A. Simpulan

    1. Pengelolaan berasal dari kata kelola yang mendapat imbuhan pe dan akhiran an yang mempunyai arti ketatalaksanaan, tata pimpinan, atau bisa disebut juga memenejemen.
    2. Pada proses belajar mengajar pengelolaan lingkungan belajar mempunyai tujuan secara umum yaitu menyediakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual dikelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa untuk belajar dan bekerja dan mengembangkan sikap apresiasi pada siswa.
    3. Lingkungan belajar merupakan sarana dan prasarana yang bisa menunjang materi yang didapat dari gurunya. Lingkunganbelajar tidak berpatok pada lingkungan sekolah atau universitas akan tetapi lingkungan belajar bisa berada di luar lingkungan sekolah. Lingkungan belajar dapat dibagi dua yaitu lingkungan belajar indoor dan lingkungan belajar outdoor. Lingkungan belajar indoor adalah lingkungan belajar yang sudah disediakan oleh manajemen sekolahan agar digunakan untuk para siswanya sebagai sumber belajar atau lingkungan belajar yang ada didalam sekolahan tersebut. Lingkungan belajar ini bisa berupa perpustakaan, laboratorium, auditorium dan utamanya adalah ruang kelas. Sedangkan lingkungan belajar outdoor  yaitu lingkungan atau sarana belajar yang berada diluar lingkungan sekolahan, dalam artian lingkungan belajar ini diciptakan tidak untuk proses belajar mengajar akan tetapi bisa digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti misalnya: museum, masjid, monumen, dan lapangan.

    B. Saran

    1. Untuk calon guru sebaiknya memahami pngelolaan lingkungan belajar dengan baik
    2. Untuk guru sebaiknya mengetahui manfaat dari pengeolaan lingkungan belajar
    3. Untuk calon guru sebaiknya mengetahui macam-macam pengelolaan lingkungan belaja
    4. Untuk calon guru sebaiknya mengetahui hal-hal yang perlu diperhatiakan dalam pengelolaan lingkungan belajar

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Muhibbin Syah, Islamic English : A Competency-based Reading Comprehension, Cetakan Ke-2 ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006 ), 30-32.

    [2] Syaiful Bahri Djamara dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta : Rineka Cipta, 2006 ), 143.

    an sebagai sumber belajar seperti dalam pelajaran olahraga, upacara dan kegiatan ekstrakulikuler.

    Bafadal, Ibrahim, Manajemen Perlengkapan Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004).

    Djahmarah, Saiful Bahri dan Aswan Zain, Startegi belajar  mengajar (jakarta: rineka cipta, 2010).

    Evaston, Carolyn M. dan Edmund T. Emmer, Manajemen Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar (Jakarta: Kencana, 2011).

    Samal, Sharon E., Dino dkk., Teknologi Pembelajaran dan Media Untuk Belajar (Jakarta: Kencana, 2011).

  • Makalah Evaluasi Dalam Pembelajaran IPS SD

    Makalah Evaluasi Dalam Pembelajaran IPS SD

    Makalah Evaluasi Dalam Pembelajaran IPS SD

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Dalam sebuah proses pembelajaran komponen yang turut menentukan keberhasilan sebuah proses adalah evaluasi. Melalui evaluasi orang akan mengatahui sampai sejauh mana penyampaian pembelajaran atau tujuan pendidikan atau sebuah program dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian Evaluasi?
    2. Apa karakteristik Evaluasi Pembelajaran IPS?
    3. Apa Hakikat dari Evaluasi Hasil Belajar IPS?

    C. Tujuan Penulisan

    1. Mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan social, sikap dan kepribadian siswa;
    2. Dapat mengetahui efisien atau tidak program yang diajarkan;
    3. Dapat mengetahui krkuatan dan kelemahan pelaksanaan dan hasil pembelajaran.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Evaluasi

    Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian atau , penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai “The process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives”. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternative keputusan.

    Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrument tes maupun non tes.

    Evaluasi atau penelitian  adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat kaberhasilan dan efisiensi suatu program. Jadi, pada dasarnya yang dinilai adalah program, yaitu suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, lengkap dengan tujuan dari kegiatan tersebut. Aspek yang dinilai dari progam itu ada dua macam, yaitu tingkat keberhasilan dan tingkat efisiensi pelaksanaan program.

    Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat daperlukan untuk membuat alternative-alternative keputusan. Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002).

    Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau pengertian evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai.

    Berdasarkan tujuannya terdapat pengertian evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dinyatakan sebagai upaya untuk memperoleh feedback perbaikan program, sementara itu evaluasi sumatif merupakan upaya menilai manfaat program dan mengambil keputusan (Lehman,1990).

    Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru. Setiap program mempunyai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, kegunaan utama dari evaluasi adalah untuk pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan.

    Dalam suatu proses belajar mengajar, yang melaksanakan evaluasi adalah guru, yaitu orang yang merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Guru sebagai figur yang selalu berinteraksi dengan murid memerlukan evaluasi formulir secara teratur agar dapat memperbaiki atau menyempurnakan proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Selain itu, gurulah yang paling menghayati permasalahan yang dihadapi murid-muridnya sehingga dapat mencari upaya cara menanganinya.

    Ada tiga istilah yang sering digunakan secara rancu, yaitu berikut ini.

    1. Pengukuran
    2. Penilaian atau evaluasi
    3. Pengambilan keputusan

    Ketiga istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda karena tingkat penggunaanya yang berbeda.

    Pengukuran adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi atau data secara kuantitatif, sedangkan penilaian adalah kegiatan untuk mengetahui apakah suatu program telah berhasil dan efisien. Jadi, untuk mengetahui penilaian diperlukan data yang baik mutunya dan salah satu sumber datanya adalah hasil pengukuran.

    Pengambilan keputusan atau kebijaksanaan adalah tindakan yang diambil oleh seseorang atau lembaga berdasarkan data atau informasi yang telah diperoleh atas dasar pengukuran dan penilaian.

    Untuk mengetahui prestasi belajar diperlukan alat ukur yang disebut tes. Tes adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab oleh orang yang dites (testee). Dalam tes prestasi belajar, yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan siswa dalam menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan oleh guru.

    Syarat –syarat tes yang baik:

    a. Harus valid (sahih) atau hanya mengukur yang hendak diukur.

    Tes untuk bidang studi  IPS, setiap butir soalnya harys mengukur hanya pengetahuan IPS saja. Namun kadang-kadang tidak semua soal yang ada hanya mengukur pengetahuan IPS. Ada beberapa soal yang sebetulnya mengukur pengetahuan agama atau bahasa. Jika ada tes yang mengukur lebih dari satu aspek (misalnya, IPS, agama dan bahasa) maka tes yang demikian disebut tes yang kurang valid (kurang sahih).

    b. Harus andal (reliable)    

    Keandalan dalam hal ini meliputi kecermatan atau ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) dari hasil pengukuran yang dilakukan. Sebuah tes dengan jumlah butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran sedang tentu akan member infomasi yang teliti, dibandingkan tes yang soalnya sedikit dan tingkat kesukarannya rendah (susah) atau berat sukar (di luar target). Dengan kata lain, soal-soal sebuah tes tidak boleh terlalu jauh di atas  atau di bawah kemampuan siswa dan tingkat kesukaran butir-butir soal sebaiknya homogen. Tidak boleh terlalu mudah atau terlalu sukar.

    Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan  atas evaluasi diagnostic, selektif, penempatan formatif dan sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses hasil dan outcom.

    Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Melalu evaluasi, kita akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan social, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik serta keberhasilan sebuah program.

    Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan. Tujuan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap peserta didik. Informasi kedua hal tersebut pada gilirannya sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran.

    B. Karakteristik Evaluasi Pembelajaran IPS

    Karekteristik dari pendidikan IPS adalah pada upayanya untuk mengembangkan  kompetensi sebagai warga Negara yang baik. Warga Negara yang baik berarti yang dapat menjaga keharmonisan hubungan di antara masyarakat sehingga terjalin persatuan dan keutuhan bangsa. Hal ini dapat dibangun apabila dalam diri setiap orang terbentuk perasaan yang menghargai terhadap segala perbedaan, baik itu perbedaan pendapat, etnik, agama, kelompok, budaya, dan sebagainya. Bersikap terbuka dan senantiasa memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang atau kelompok untuk dapat mengembangkan dirinya. Oleh karena itu pendidikan IPS memiliki tanggung jawab untuk dapat melatih siswa dalam membangun sikap yang demikian.

    Evaluasi pada hakikatnya adalah penilaian program, proses dan hal pendidikan. Dalam pembelajaran IPS evaluasi memiliki pengertian penilaian program, proses dan hasil pembelajaran IPS. Evaluasi pembelajaran IPS yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus menerus sesuai dengan keterlaksanaan pembelajarannya. Evaluasi seperti ini merupakan baro meter atau pengecekan apakah proses yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh peserta didik, serta seberapa besar penguasaan atau pemahaman peserta didik.

    Evaluasi itu berfungsi mengungkapkan kelemahan proses kegiatan mengajar yang meliputi bobot materi yang disajikan, metode yang diterapkan, media yang digunakan, dan strategi yang dilaksanakan. Hasil evaluasi dapat dijadikan dasar memperbaiki kelemahan proses kegiatan belajar mengajar tadi, sedangkan di pihak peserta didik, evaluasi ini berfungsi mengungkapkan penguasaan oleh mereka dan juga untuk mengungkapkan kemajuannya secara individual ataupun kelompok dalam mempelajari IPS. Dari sudut peserta didik tujuan evaluasi ini adalah mendorong mereka belajar IPS sebaik-baiknya agar mencapai makna sebesar-besarnya dari apa yang mereka pelajari.

    Dengan demikian Evaluasi Pembelajaran IPS pada setiap jenjang pendidikan memiliki karekteristik tersendiri yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia siswa. Organisasi pandidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan secara terpadu atau fusi. Hal ini disesuaikan dengan karekteristik tingkat perkembangan usia siswa SD yang masih pada taraf  berpikir abstrak. Materi pendidikan IPS yang disajikan pada tingkat sekolah dasar tidak menunjukkan label dari masing-masing disiplin ilmu sosial. Materi disajikan secara tematik dengan mengambil tema-tema sosial yang terjadi di sekitar siswa.

    Demikian juga bahwa tema-tema sosial yang dikaji berangkat dari fenomena-fenomena serta aktivitas sosial yang terjadi di sekitar siswa. Tema-tema ini kemudian semakin meluas pada lingkungan yang semakin jauh dari lingkungan kehidupan siswa. Dengan demikian seorang guru yang akan melaksanakan proses pembelajaran IPS harus dibekali dengan sejumlah pemahaman tentang karekteristik pendidikan IPS yang meliputi pengertian dan tujuan pendidikan  IPS, landasan filosofis pengembangan kurikulum pendidikan IPS serta disiplin-disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidukan IPS.

    C. Hakikat Evaluasi Hasil Belajar IPS

    Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan program pendidikan yang berupaya mengembangkan pemahaman siswa tentang bagaimana manusia sebagai individu dan kelompok hidup bersama dan berinteraksi dengan lingkungannya baik fisik maupun sosial.

    Pembelajaran Ilmu Pendidikan Sosial ataupun pengetahuan sosial bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan sosial, yang berguna bagi kemajuan dirinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat (Saidihardjo, 2005: 109).

    Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran  yang diberikan mulai SD/MI/SDLB/sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung  jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.

    Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan (BSNP, 2006: 159). Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memilki kemampuan sebagai berikut:

    1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkunganny.
    2. Memilki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
    3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
    4. Memiliki kemampuan berkomunukasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional, dan global (BSNP, 2006: 159).

    Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian yang mengimplikasijanadanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Atas dasar itu maka dalam kegiatan penilaian selalu ada objek/program, ada criteria, dan ada interpretasi/judgment.

    Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan criteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan intruksional yang berisi rumusan kemampuan  dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.

    Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran (Nana Sudjana, 2005: 3).

    Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Melalu evaluasi, kita akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan social, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik serta keberhasilan sebuah program.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    1. Evaluasi atau penelitian  adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat kaberhasilan dan efisiensi suatu program.
    2. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru.
    3. Tujuan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap peserta didik. Informasi kedua hal tersebut pada gilirannya sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran.
    4. Karekteristik dari pendidikan IPS adalah pada upayanya untuk mengembangkan  kompetensi sebagai warga Negara yang baik.
    5. Organisasi pandidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan secara terpadu atau fusi.
    6. IPS  mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

    B. Saran-saran

    Terkait dengan evaluasi pembelajaran, dalam prakteknya secara umum pelaksanaan evaluasi pambelajaran menekankan pada evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pelaksanaan kedua jenis evaluasi tersebut merupakan komponen system pembelajaran yang sangat penting. Sehingga dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan dan hasil pembelajaran. Dapat juga dipergunakan sebagai bahan dan dasar memperbaiki kualitas proses pembelajaran menuju keperbaikan  kualitas hasil pembelajaran.

    Daftar Pustaka

                Pgmionemode.blogspot.com/2012/05/Evaluasi Pembelajaran IPS

  • Tupoksi Kepala Laboratorium, Teknisi dan Laboran

    Tupoksi Kepala Labor

    Tugas pokok Kepala LaboratoriumFungsi
    Mengikuti perkembangan pemikiran tentang pemanfaatan kegiatan laboratorium sebagai wahana pendidikan Menerapkan gagasan, teori, dan prinsip kegiatan laboratorium 
    Menerapkan hasil inovasi atau kajian laboratorium
    Menyusun panduan/penuntun (manual) praktikum Memanfaatkan laboratorium untuk kepentingan pendidikan dan penelitian
    Merancang kegiatan laboratorium untuk pendidikan dan penelitian
    Melaksanakan kegiatan laboratorium untuk kepentingan pendidikan dan penelitian
    Mempublikasikan karya tulis ilmiah hasil kajian/inovasi
    Menetapkan ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja
    Menerapkan prosedur penanganan bahan berbahaya dan beracun
    Memantau bahan berbahaya dan beracun, serta peralatan keselamatan kerja

    Tupoksi Teknisi Labor

    Tugas pokok Teknisi LaboratoriumFungsi
     Menyiapkan petunjuk penggunaan peralatan laboratorium Menyiapkan kegiatan
    Menyiapkan paket bahan dan rangkaian peralatan yang siap pakai untuk kegiatan praktikum
    Menyiapkan penuntun kegiatan praktikum
    Membuat peralatan praktikum sederhana
    Membuat paket bahan siap pakai untuk kegiatan praktikum
    Mengidentifikasi kerusakan peralatan dan bahan laboratorium Merawat peralatan dan bahan
    Memperbaiki kerusakan peralatan laboratorium
    Menggunakan peralatan kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja
    Menagngani limbah laboratorium sesuai dengan prosedur yang berlaku
     Menangani bahan-bahan berbahaya dan beracun sesuai dengan prosedur yang berlaku
    Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan

    Tupoksi Laboran

    Tugas pokok Laboran LaboratoriumFungsi
     Menata ruang laboratoriumMerawat ruang 
    Menjaga kebersihan ruangan laboratorium
    Menyiapkan penuntun kegiatan praktikum
    Mengamankan ruang laboratorium
    Mengklasifikasikan bahan dan peralatan praktikumMengelola bahan dan peralatan 
    Menata bahan dan peralatan praktikum
    Mengidentifikasi kerusakan bahan, peralatan, dan fasilitas laboratorium
    Menjaga kebersihan alat laboratorium
    Mengamankan bahan dan peralatan laboratorium
    Menyiapkan kelengkapan pendukung praktikum (lembar kerja, lembar rekam data, dan lain-lain)Melayani kegiatan praktikum
    Melayani guru dan peserta didik dalam pelaksanaan praktikum
    Menyiapkan bahan sesuai dengan penuntun praktikum
    Menyiapkan peralatan sesuai dengan penuntun praktikum
    Menjaga kesehatan diri dan lingkungan kerjaMenjaga kesehatan 
    Menggunakan peralatan kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium
    Menangani bahan-bahan berbahaya dan beracun sesuai dengan prosedur yang berlaku
    Menangani limbah laboratorium sesuai dengan prosedur yang berlaku
    Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan
  • Laporan Praktikum Penggunaan Jangka Sorong

    Praktikum Penggunaan Jangka Sorong

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Alat ukur merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui ukuran berbagai macam hal atau benda yang ada disekitar kita. Ada macam-maca alat ukur yang sering kita temui seperti penggaris, jangka sorong, mikrometer skrup untuk mengukur panjang benda, timbangan untuk mengukur berat dan jam untuk mengukur waktu.

    Alat ukur panjang disini tidak hanya mutlak untuk mengukur panjang benda saja. Pada penerapannya bisa digunakan untuk mengetahui kedalaman, diameter, keliling dan luas serta tidak terpaku pada satu benda.

    Jangka sorong merupakan alat ukur panjang yang dilengkapi dengan nonius sehingga tingkat ketelitiannya ada yang sampai 0,02 mm. Tanpa nonius, jangka sorong mempunyai nst skala utama adalah 1 mm dan batas ukur 150 mm. Penggunaan jangka sorong biasanya terlihat di bengkel-bengkel atau tempat-tempat yang memproduksi barang dengan detail dan tingkat presisi tinggi. Misalnya industri mesin yang membutuhkan ketelitian antara satu bagian dan bagian lainnya. Jangka sorong biasanya digunakan untuk mengukur diameter benda, baik dimensi dalam maupun dimensi luarnya.

    B. Tujuan

    1. Dapat menghitung ketelitian jangka sorong.
    2. Dapat menggunakan jangka sorong untuk mengukur diameter daam, diameter luar, panjang dan kedalaman suatu benda.

    Bab II. Kajian Pustaka

    Pengukuran adalah perbandingan suatu besaran dengan satuan yang dijadikan sebagai patokan. Dalam fisika, pengukuran merupakan sesuatu yang sangat vital. Suatu pengamatan terhadap besaran fisis harus melalui pengukuran. Pengukuran-pengukuran yang sangat teliti diperlukan dalam fisika, agar gejala-gejala peristiwa yang akan terjadi dapat diprediksi dengan kuat.

    Ketepatan hasil pengukuran ditentukan oleh ketepatan hasil melihat skala induk yang ada pada alat ukur. Kesalahan demikian dinamakan paralaks. Ketidakastian hasil pengukuran dapat bersumber pada keterbatasannya skala terkecil yang ada pada skala induk.

    Jangka sorong merupakan alat ukur panjang yang dilengkapi dengan nonius sehingga tingkat ketelitiannya ada yang sampai 0,02 mm. Tanpa nonius, janga sorong memiliki nst skala utama adalah 1 mm dan bata ukur 150 mm.

    Bagian-bagian terpenting dari jangka sorong adalah:

    1. Bagian tetap bersala panjang (rahang tetap),
    2. Bagian yang dapat digeser-geser (rahang geser).

    Kegunaan jangka sorong:

    1. Untuk mengukur suatu benda dari sisi luar dengan cara diapit/ diameter luar benda.
    2. Untuk mengukur sisi dalam benda/diameter dalam benda,
    3. Untuk mengukur kedalaman benda dengan cara menancapkan atau memasukan bagian pengukuran atau dengan memasukkan ujung batang yang dapat bergerak kedalam benda.

    Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan jangka sorong dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    • Bacalah skala utama yang berimpit/ skala yang terdekat tepat didepan titik nol skala nonius.
    • Bacalah skaa nonius yang tepat berimpit denga skala utama.
    • Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan berikut:

    Bab III. Metode Praktikum

    A. Alat dan Bahan

    1. Jangka sorong
    2. Silinder materi
    3. Tabung reaksi/ gelas ukur yang kecil
    4. Mistar

    B.  Prosedur Kerja

    1. Sebelum melakukan pengukuran diobservasi jangkka sorong yang akan digunakan. Diari batas ukur maksimum serta ketelitiannya.
    2. Dilakukan pengukuran dengan menjepitkan benda ukur antara rahang bawah untuk mengukur diameter luar dan panjang benda. Emudian dikencangkan skrup penahan dan dibaca skala yang ditunjukkan skaa utama + skala nonius.
    3. Dilakukan juga pengukuran diameter dalam benda, dikur dengan memasukkan rahang atas pada rongga benda tersebut. Dikencangkan skrup penahan dan dibaca skalanya.
    4. Kemudian dilaukan pengukuran kedalaman tabung reaksi atau gelas ukur dengan memasukkan ujung batang yang dapat bergerak kedalam benda ukur tersebut dan dikencangkan skrup penahan serta dibaca skala yang ditunjukkan.
    5. Dilakukan pengukuran masing-masing lima kali pengukuran untuk:
      • Diameter silinder luar,
      • Tinggi silinder materi,
      • Diameter dalam tabung reaksi,
      • Kedalaman tabung reaksi.
    6. Dicari isi silinder materi dan tabung reaksi.
    7. Dilaporkan hasil yang diperoleh beserta ketidakpastian mutlak dan ketidakpastian relatif.

    Bab IV. Pembahasan

    A. Hasil Percobaan

    a. Diameter Luar Silinder Materi

    NoSUSNH
    111 mm0 mm11 mm
    211 mm0 mm11 mm
    311 mm0 mm11 mm
    410 mm16*0,05 mm10,8 mm
    510 mm16*0,05 mm10,8 mm

    b. Tinggi Silinder Materi

    NoSUSNH
    141 mm0 mm41 mm
    241 mm0 mm41 mm
    341 mm0 mm41 mm
    441 mm0 mm41 mm
    541 mm0 mm41 mm

    c. Diameter Dalam Tabung

    NoSUSNH
    113 mm8*0,05 mm13,4 mm
    213 mm8*0,05 mm13,4 mm
    313 mm8*0,05 mm13,4 mm
    413 mm8*0,05 mm13,4 mm
    513 mm8*0,05 mm13,4 mm

    d. Kedalaman Tabung Reaksi

    NoSUSNH
    1147 mm18*0,05 mm147,9 mm
    2147 mm19*0,05 mm147,95 mm
    3147 mm14*0,05 mm147,7 mm
    4147 mm16*0,05 mm147,8 mm
    147 mm18*0,05 mm147,9 mm

    B.  Pembahasan

    Jangka sorong adalah alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai seperseratus milimeter. Jangka sorong terdiri dari dua bagian, yaitu bagian diam dan bagian bergerak. Pembacaan hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun alat. Pada percobaan ini, jangka sorong yang kita gunakan adalah jangka sorong yang memiliki ketelitian 0,05 mm. Dalam percobaan ini kami mengadakan pengukuran pada diameter luar, tinggi silinder materi, diameter dalam tabung reaksi dan kedalaman tabung reaksi. Masing-masing percobaan dilakukan sebanyak 5 kali.

    Hasil pengukuran diperoleh dari pembacaan skala utama yang ditambah dengan nilai skala nonius yang sudah dikali dengan ketelitian jangka sorong. H = SU + (SN*0,05 mm)

    Dari anaisis percobaan, kami telah menghitung rata-rata pengukuran sebanyak 5 kali. Pada pengukuran pertama, pada diameter luar silinder materi rata-rata pengukurannya adalah 10,92 mm, rata-rata ketidakpastiannya 0,528 mm dan jumlah angka penting yang didapat adalah 1. Kemudian ketidakpastian relatifnya yaitu 4,835% dan ketidakpastian mutlaknya 4,835.

    Pada pengukuran kedua yaitu pengukuran tinggi silinder materi, rata-rata pengukurannya adalah 41 mm, rata-rata ketidakpastiannya adalah 0. Karena dari pengukuran yang dilakukan selama 5 kali mendapatkan hasil yang sama sehingga rata-rata ketidakpastiannya 0.

    Pada pengukuran ketiga yaitu pengukuran diameter dalam tabung reaksi, rata-rata pengukuran yang didapat adalah 13,4 mm. Dan rata-rata ketidakpastiannya 0. Hal ini disebabkan karena hasil pengukuran yang didapat selama 5 kali adalah sama.

      Pada pengukuran keempat yaitu mengukur kedaaman tabung reaksi, rata-rata pengukuran yang didapat adalah 147,85 mm, rata-rata ketidakpastiannya 0,07 mm dan jumlah angka penting yang didapat adalah 3 angka penting. Kemudian ketidakpastian reatifnya adalah 0,047 % dan ketidakpastian mutlaknya 0,047.

    Dari percobaan yang teah dilakukan, didapat hasil yang berbeda-beda dalam satu percobaan. Hal itu disebabkan oleh percobaan yang dilakukan oleh pengamat  yang berbeda, kondisi alat indera pengamat dan keadaan alat yang digunakan.

    Bab V. Penutup

    A. Kesimpulan

    1. Ketelitian jangka sorong dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu:

    o   Selisih jarak antara nilai skala terkecil (nst) skala utama dengan skala terkecil pada skala nonius.

    o   Nilai skala terkecil nonius = 

    n= banyak skala pada nonius

    dengan perhitungan tersebut, maka didapatlah ketelitian jangka sorong pada percobaan ini yaitu 0,05 mm.

    2.      Jangka sorong digunakan utuk mengukur:

    o   Diameter luar silinder materi dengan cara menjepitkan silinder pada rahang bawah jangka sorong degn posisi silinder berdiri.

    o   Tinggi silinder materi dengan cara menjepitkan silinder pada rahang bawah jangka sorong dengan posisi melintang.

    o   Diameter dalam tabung dengan cara memasukkan rahang atas ketabung.

    o   Kedalaman tabung reaksi dengan cara memasukkan tangkai jangka sorong kedalam tabungreaksi.

  • Makalah Candi Penataran

    Makalah Candi Penataran

    Candi Penataran atau Candi Palah adalah sebuah gugus candi yang bernuansa Hindu Siwaitis. Pariwisata Candi Penataran bukan sekedar menambah jumlah objek wisata sebagai sumber devisa namun bisa juga menjadi corong yang mengajak masyarakat untuk lebih mengenal sejarah bangsanya.

    Candi Penataran

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Bangunan seni baik itu karya cipta modern, klasik dan juga peninggalan sejarah. Di Indonesia yang dikenal dengan nama Nusantara juga memiliki bangunan bernilai seni salah satunya seperti Candi.

    Candi merupakan bangunan peninggalan sejarah yang memeliki banyak fungsi dalam tatanan kehidupan masyarakat di masa lampau. Fungsi dari candi sangat beragam, hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunan dan paling banyak sebagai saran beribadah dan bentuk dari pengabdian para pengikut agama tertentu.


    Candi memiliki berbagai macam bentuk dan jenis yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang beragam, dan bila diamati dengan sungguh-sungguh maka kita akan menjadi semakin tertarik untuk meneliti dan mengetahui ada apa dibalik keberadaan candi tersebut serta melestarikan peninggalan tersebut.

    Indonesia yang memiliki sejarah nan luhur dan agung memiliki banyak sekali peninggalan sejarah, khususnya candi. Di daerah Jawa Timur khususnya, memiliki beberapa candi yang cukup menarik perhatian pihak sejarawan dan masyarakat untuk meneliti atau sekedar melihat peninggalan sejarah ini. Akan tetapi disisi lain masih abanyak orang-orangmkurang bertanggung jawab yang tidak peduli terhadap keberadaan candi tersebut dan hanya menilainya dari segi ekonomu.

    Candi penataran yang terletak didaerah Blitar adalah komplek percandian terbesar di daerah Jawa Timur. Candi ini sudah cukup mendapat perhatian masyarakat luas, banyak orang yang telah mengunjungi Candi ini baik untuk melakukan study atau sekedar berwisarta bersama orang-orang terdekat mereka. Dari hari kehari pengunjung dari candi penataran semakin meningkat dan beragam, tak jarang orang dari luar negeri pun tertarik untuk melihat betapa indahnya warisan leluhur indonesia ini.

    Untuk itu kami sebagai pelajar sekaligus penerus bangsa memiliki tugas untuk melestarikan peninggalan-peninggalan leluhur tersebut. Sebab masih ada beberapa peninggalan yang belum dilestarikan secara terorganisir, sehingga ditakutkan peninggalan tersebut akan terlupakan atau bahkan hilang dan tidak dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Seiring dengan proses penyusunan laporan ini, kami semakin mengerti kenapa kami diberikan tugas ini. Kami harus bisa menarik perhatian dari msayarakat luas, khusunya kaum muda dan akademis, sebab kelak penerus bangsa inilah yang meneruskan pelestarian warisan leluhur ini. Selain itu kami hendak memberikan wawasan tentang Candi Penataran yang mana dalam relief-reliefnya terkandung makna yang besar dan diharapkan wawasan tentang candi penataran dapat menjadi awal bagi pembaca untuk ikut serta dalam pelestarian peninggalan sejarah.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana deskripsi objek pariwisata?
    2. Apa daya tarik apa yang dimiliki objek pariwisata?
    3. Bagaimana keterkaitan sektor-sektor dalam pariwisata?
    4. Apakah Candi Penataran cocok dikembangkan menjadi pariwisata apa?
    5. Apa kelebihan dan kekurangan objek pariwisata?
    6. Apa solusi dan masalah yang ada pada objek pariwisata?

    C. Tujuan

    1. Untuk mengetahui deskripsi objek pariwisata.
    2. Untuk mengetahui daya tarik apa yang dimiliki objek pariwisata.
    3. Untuk mengetahui keterkaitan sektor-sektor dalam pariwisata?
    4. Untuk mengetahui cocok dikembangkan menjadi pariwisata apa?
    5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan objek pariwisata?
    6. Untuk mengetahui solusi dan masalah yang ada pada objek pariwisata?

    Bab II. Pembahasan

    A. Deskripsi Objek Pariwisata

    Kompleks Candi Penataran adalah gugusan beberapa bangunan yang membujur dalam poros barat laut-tenggara. Di belakang candi utama di sisi timur terdapat sungai yang berhulu di gunung Kelud. Kompleks candi ini disusun dalam pola linear, beberapa candi perwara dan balai pendopo terletak di depan candi utama. Tata letak ini berbeda dengan candi pada langgam Jawa Tengah, misalnya Candi Sewu, yang disusun dalam pola mandala konsentrik dengan candi utama terletak di tengah halaman candi dikelilingi barisan candi perwara. Pola susunan linear dengan pola agak tidak beraturan pada candi Penataran ini merupakan ciri khas langgam Jawa Timur yang berkembang pada zaman Kediri hingga Majapahit, lalu dilanjutkan pada pola tata letak Pura Bali.

    Candi Penataran merupakan satu-satunya candi terluas di Jawa Timur. Lokasinya terletak di desa Penataran, kecamatan Nglegok, Blitar. Tepatnya di lereng barat daya Gunung Kelud pada ketinggian 450 meter di atas permukaan air laut. Untuk sampai di lokasi percandian dapat ditempuh dari pusat kota Blitar ke utara yaitu ke jurusan makam Bung Karno. Jarak antara kota dan sampai lokasi diperkirakan 12 Km. Apabila ditempuh dari kota Blitar, setelah mencapai 10 Km, setelah sampai di pasar desa Nglegok, kemudian diteruskan sampai pasar Penataran kemudian belok kiri menuju ke percandian. Dari pertigaan pasar Penataran sampai ke lokasi hanya tinggal 300 meteran. Bagi pengunjung yang datang dari Malang dapat ditempuh lewat pertigaan desa Garum kemudian belok kanan sejauh lebih kurang 5 Km sudah sampai di lokasi percandian.

    Jumlah pengunjung candi Penataran tergolong tinggi. Menurut catatan jumlah pengunjung rata-rata dalam satu bulan mencapai sekitar 20.000 sampai 25.000 orang. Itu merupakan suatu jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan pengunjung candi yang lain. Setiap wisatawan seperti diwajibkan untuk mampir ke Candi Penataran dan rasanya belum sah jika berwisata ke Jawa Timur tanpa mampir ke Candi Penataran. Mereka tertarik dengan kekunikan dari candinya sendiri, yang bisa menjadi obyek pemotretan, sumber inspirasi bagi para seniman dan sebagai lahan bagi para pedagang kecil untuk menjajakan makanan atau cindera mata penitipan kendaraan maupun pemandu wisata hingga biro transportasi.

    Candi Penataran termasuk dalam monumen mati (dead monument) artinya tidak ada kaitannya lagi dengan kepercayaan yang dianut masyarakat dewasa ini. Bangunan candi tidak berfungsi lagi sebagai tempat ibadah atau sebagai tempat semedi melainkan sebagai tempat wisata. Para pengnjung yang datang dalam rangka menikmati seni dan budaya dari kekunoan dan ilmu pengetahuan. Kini 800 tahun lebih telah berlalu, komplek Candi Penataran masih tegak berdiri di tempat semula dengan penuh keanggunan dan kemegahan.

    B. Daya Tarik yang dimiliki Objek Pariwisata

    Keindahan Kompleks Candi Penataran

    Kompleks bangunan Candi Penataran menempati areal tanah seluas 12.946 meter persegi berjajar membujur dari barat laut ke timur dan tenggara. Seluruh halaman komplek percandian kecuali yang bagian tenggara dibagi menjadi tiga bagian, yang dipisahkan oleh dua dinding. Untuk lebih mudahnya dalam memahami kompek Candi Penataran, bagian-bagian dari Candi Penataran disebut halaman depan, halaman tengah, dan halaman belakang. Susunan dari komplek Candi Penataran yang sangat unik dan tidak tersusun simetris. Hal ini mengambarkan bahwa pembuatan candi tidak dalam satu periode. Berikut adalah bagian-bagian dari Candi Penataran:

    a) Halaman depan

    Masuk kedalam halaman depan, pintu gerbang terletak di sisi barat laut kompleks candi, diapit oleh dua arca Dwarapala, penjaga pintu degan angka tahun 1242 Saka atau 1320 Masehi terpahat pada arca. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai Reco Pentung. Berdasarkan pahatan angka tahun yang ada pada kedua lapik arca tersebut, para sejarahwan menyimpulkan bahwa bangunan Candi Palah baru diresmikan menjadi Candi Negara pada masa pemerintahannya Raja Jayanegara dari Majapahit. Sebelah timur kedua arca tersebut terdapat sisa-sisa pintu gerbang yang terbuat dari batu bata merah.
    Bale Agung

    Melalui bekas pintu gerbang, sampailah pada bagian terdepan dari Candi Penataran, Bale Agung. Lokasi bangunan tersebut terletak di bagian barat laut halaman depan, posisinya sedikit menjorok ke depan. Bangunan seluruhnya terbuat dari batu, didingnya masih polos dan memiliki empat buah tangga, dua buah terletak di sisi tenggara, sehingga bangunan ini terkesan menghadap tenggara. Sedangkan dua buah yang lain terletak di sisi timur laut dan barat daya terkesan sebagai tangga ke pintu samping. Pada diding utara dan selatan terdapat dua buah tangga masuk yang membagi dinding sisi timur menjadi tiga bagian.

    Sekeliling tubuh bangunan Bale Agung dililit oleh ular naga. Kepala ular naga tersembul di bagian kanan dan kiri bangunan. Masing-masing tangga naik terdapat arca penjaga yang berupa arca mahakala. Bangunan Bale Agung berukuran panjang 37 meter, lebar 18,84 meter dan tinggi 1,44 meter. Di atas ada pelataran yang di masing-masing sudutnya ada umpak-umpak batu yang diperkirakan sebagai penumpu tiang-tiang kayu yang digunakan untuk atap bangunan. Fungsi bangunan Bale Agung menurut N.J Krom seperti juga di Bali dipergunakan untuk tempat musyawarah para pendeta atau pendanda. Dipastikan bale atau pendopo ini pernah dinaungi struktur tiang dan atap dari bahan organik kayu dan mungkin beratap ijuk atau sirap yang telah lapuk dan musnah.

    Pendopo Teras

    Lokasi bangunan terletak di sebelah tenggara bangunan Bale Agung. Pendopo Teras seluruhnya terdiri dari batu, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 29,05 meter x 9,22 meter x 1,5 meter. Diperkirakan Pendopo Teras digunakan sebagai tempat untuk meletakkan sesaji dalam upacara keagamaan atau tempat peristirahatan raja dan bangsawan lainnya. Pada sisi barat terdapat dua buah tangga naik yang berupa undak-undakan, tangga ini tidak berlanjut di dinding bagian timur. Pada masing-masing sudut tangga masuk di sebelah kiri dan kanan pipi tangga terdapat arca raksasa kecil bersayap dengan lutut kaki ditekuk pada satu kakinya dan salah satu tangannya memegang gada. Pipi tangga bagian yang berbentuk ukel besar berhias tumpal yang indah.

    Bangunan Pendopo Teras berangka tahun 1297 Saka atau 1375 Masehi. Letak pahatan tahun ini agak sulit mencarinya karena berbaur dengan hiasan yang berupa sulur daun-daunan, lokasinya berada di pelipit bagian atas dinding sisi timur. Seperti pada Bale Agung, Pendopo Teras juga dililit teras ular yang ekornya saling berbelitan, kepalanya tersembul ke atas di antara pilar-pilar bangunan. Kepala ular sedikit mendongak ke atas, memakai kalung dan berjambul. Pada dinding Pendopo Teras terdapat relief-relief yang menceritakan kisah tentang Bubhuksah dan Gagang Aking yang di dalam cerita rakyat dikenal dengan kisah Bela-belu dan Dami aking, Sang Setyawan dan Sri Tanjung.

    Candi Angka Tahun

    Candi Angka Tahun berangka tahun 1291 Saka atau 1369 Masehi. Masyarakat Jawa Timur lebih mengenalnya dengan nama Candi Brawijaya yang merupakan bangunan yang paling dikenal dalam kompleks Candi Penataran dan juga digunakan sebagai lambang kodam V Brawijaya. Terkadang ada juga yang menyebutnya Candi Ganesha karena di dalam bilik candinya terdapat sebuah arca Ganesha. Lokasi candi berada di sebelah tenggara bangunan pendopo teras dalam jarak sekitar 20 meter. Pintu masuk candi terletak di bagian barat, pipi tangganya berakhir pada bentuk ukel besar dengan hiasan tumpal yang berupa bunga-bungaan dalam susunan segitiga sama kaki. Bagian dalam relung candi terdapat sebuah arca Ganesha dari batu dalam posisi duduk di atas padmasana. Pada bagian atas bilik candi pada batu penutup cungkup terdapat relief Surya Majapahit yakni lingkaran yang dikelilingi oleh jurai pancaran sinar yang berupa garis-garis lurus dalam susunan beberapa segitiga sama kaki. Relief Surya Majapahit juga ditemukan di beberapa candi yang lain di Jawa Timur ini dalam variasi yang sedikit berbeda sebagai lambang kerajaan.

    Candi Angka Tahun seperti umumnya bangunan-bangunan candi lain, terdiri dari bagian-bagian yang disebut kaki candi yaitu bagian candi yang bawah, kemudian tubuh candi, terdapat bilik atau kamar candi (garbagriha) dan kemudian mastaka atau kemuncak bangunan yang berbentuk kubus. Pada bagian mahkota terdapat hiasan yang raya dan pada masing-masing dinding tubuh candi terdapat relung-relung atau ceruk yang berupa pintu semu yang di bagian atasnya terdapat kepala raksasa kala yang rupanya menakutkan. Kepala makhluk seperti ini disebut kepala kala yang di Jawa Timur sering disebut Banaspati yang berarti raja hutan. Penempatan kepala kala di atas relung candi dimaksudkan untuk menakut-nakuti roh jahat agar tidak berani masuk komplek percandian. Sementara itu pada sekeliling bangunan ini terdapat sisa-sisa tembok bata yang tinggal bagian dasarnya dengan pintu masuk di sisi barat laut. Bangunan-bangunan di halaman pertama ini seluruhnya terbuat dari batu andesit. Kecuali dua buah pondasi dari bata berdenah persegi panjang, terletak di sebelah timur laut candi angka tahun ini. Di sebelah kiri candi angka tahun terdapat arca wanita yang ditafsirkan sebagai arca perwujudan Gayatri Rajapatni.

    b) Halaman tengah

    Memasuki halaman kedua dari Candi Penataran, terdapat dua buah arca Dwarapala dalam ukuran yang lebih kecil dibanding Dwarapala pintu masuk candi. Seperti pada arca Dwarapala di pintu masuk, Dwarapala ini pun pada lapik arcanya juga terpahat angka tahun, tertulis tahun 1214 Saka atau 1319 Masehi, setahun lebih tua dibanding Dwarapala di pintu masuk, juga berasal dari zaman Raja Jayanegara. Halaman tengah atau halaman kedua ini terbagi menjadi dua bagian oleh tembok bata yang membujur arah percandian di tengah halaman. Tembok tersebut sekarang hanya tinggal pondasinya saja yang masih terlihat. Pada bagian timur laut ada enam buah sisa bangunan dari batu maupun dari bata. Tiga buah tinggal sisanya berupa pondasi dari bata, dua buah berupa batur dan sebuah lagi berupa candi tanpa penutup di atasnya. Batur pertama terbuat dari batu bercampur bata dengan ukuran lebih besar dibanding batur satunya yang khusus terbuat dari batu.

    Candi Naga

    bagian dalam halaman tengah ini terdapat Candi Naga yang hanya tersisa bagian kaki dan badan dengan ukuran lebar 4,83 meter, panjang 6,57 meter dan tinggi 4,70 meter. Nama Candi Naga digunakan untuk menamakan bangunan ini karena sekeliling tubuh candi dililit naga dan disangga tokoh-tokoh berbusana raya seperti raja sebanyak sembilan buah, masing-masing berada di sudut-sudut bangunan, bagian tengah ketiga dinding dan di sebekah kiri dan kanan pintu masuk. Para Batara ini menggambarkan sosok makhluk kahyangan, yaitu para dewa dilihat berdasarkan dari ciri busana raya dan perhiasan mewah yang dikenakannya. Salah satu tangannya memegang genta (lonceng upacara) dan tangan yang lainnya menopang tubuh naga yang melingkar di bagian atas bangunan dalam keadaan berdiri dan menjadi pilaster bangunan.

    Masing-masing dinding tubuh candi dihiasi dengan relief-relief buatan yang disebut dengan motif medalion. Pintu masuk candi terletak di barat laut dengan pipi tangga berhiaskan tumpal dengan ukuran lebar 4,83 meter, panjang 6,57 meter dan tinggi 4,70 meter. Di depan telah disampaikan bahwa gambar naga di sangga 9 orang ini mengisyaratkan sebuah candrasengkala ”Naga muluk sinangga jalma” yang berarti angka tahun 1208 Saka atau 1286 M dimasa pemerintahan Kertanegara.

    Pondasi bata

    Masih dalam lingkungan halaman tengah, terdapat sebuah pondasi dari bata yang terkesan menghadap barat daya, diketahui dari bidang menjorok ke sisi barat daya dan membentuk suatu pintu masuk. Lokasinya terletak di sebelah timur candi. Bagian barat daya terdapat dua buah sisa bangunan, yaitu sebuah pondasi dari bata berukuran 10 x 20 meter dan sebuah lagi berdenah bujur sangkar yang memiliki ciri-ciri sama dengan salah satu pondasi di bagian timur laut. Pada bagian sudut barat halaman ini terdapat sekumpulan ambang pintu yang terlepas dari bangunan aslinya. Pada ambang-ambang pintu itu beberapa di antaranya memuat angka tahun yang masih dapat terbaca dengan jelas, yaitu tahun 1245 Saka, 1294 Saka, 1295 Saka, dan dua buah lagi berangka tahun sama yaitu 1301 Saka. Ada dua buah arca Dwarapala lagi dengan angka tahun 1242 Saka terletak di pintu masuk ke halaman ketiga yang mungkin bekas sebuah gapura paduraksa, karena dekat tempat itu terdapat reruntuhan sebuah pintu yang berangka tahun 1240 Saka.

    c) Halaman belakang

    Melewati pintu gerbang paduraksa yang hanya tinggal pondasi dan dijaga dua dwarapala, sampailah di halaman ketiga terletak di ujung tenggara sebagai bagian paling belakang dari kompleks candi dan terletak di tanah yang lebih tinggi dari yang lainnya. Karena adanya anggapan bahwa tempat tersebut merupakan tempat yang paling sakral. Ada sekitar 9 buah bekas bangunan di halaman ini yang letaknya tidak beraturan. Dua buah candi yang sudah dapat dikenali adalah bangunan candi induk dan prasasti Palah berupa linggapala. Sepanjang sisi barat laut terdapat lima buah sisa bangunan berupa pondasi dan batur dari batu atau bata. Satu daiantaranya sebuah batur yang terdapat relief-relief cerita candi. Tingginya sekitar satu meter.
    Candi utama
    Bangunan utama Candi Penataran berbentuk Piramida Berundak.
    Pada halaman ketiga ini terdapat bangunan candi induk yang terdiri dari tiga teras tersusun dengan tinggi 7,19 meter. Pada masing-masing sisi tangga terdapat dua arca mahakala, yang pada lapiknya terdapat angka tahun 1269 Saka atau 1347 M. Sekelling dinding candi pada teras pertama terdapat relief cerita Ramayana. Untuk dapat membacanya harus mengikuti arah prasawiya, dimulai dari sudut barat laut. Pada teras kedua sekeliling dinding dipenuhi pahatan relief ceritera Krçnayana yang alur ceriteranya dapat diikuti secara pradaksina (searah jarum jam). Sedangkan di teras ke tiga berupa relief naga dan singa bersayap. Teras ketiga bentuknya hampir bujur sangkar, dinding-dindingnya berpahatkan arca singa bersayap dan naga bersayap. kepalanya sedikit mendongak ke depan sedangkan singa bersayap kaki belakangnya dakam posisi berjongkok sedang kaki depan diangkat ke atas.
    Pada sisi sebelah barat daya halaman terdapat dua buah sisa bangunan. Sebuah candi kecil dari batu yang belum lama runtuh yang oleh orang Belanda dulu dinamakan ”klein heligdom” atau bathara kecil. Nampaknya candi inilah yang mula-mula dibuat bersamaan dengan parasasti Palah melalui upacara pratistha tersebut. Sebuah sisa yang lain berupa pondasi dari bata. Kedua sisa bangunan ini menghadap ke arah barat daya. Sederet dengan sisa kedua bangunan ini berdiri sebuah lingga batu yang disebut Prasasti Palah. Dalam area komplek percandian juga terdapat sebuah kolam berangka tahun 1337 Saka atau 1415 Masehi yang terletak di belakang candi sebelah tenggara dekat aliran sungai.

    Sejarah

    Nama asli candi Penataran dipercaya adalah Candi Palah yang disebut dalam prasasti Palah, dibangun pada tahun 1194 oleh Raja Çrnga (Syrenggra) yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara Triwikramawataranindita Çrengalancana Digwijayottungadewa yang memerintah kerajaan Kediri antara tahun 1190 – 1200, sebagai candi gunung untuk tempat upacara pemujaan agar dapat menangkal atau menghindar dari mara bahaya yang disebabkan oleh Gunung Kelud yang sering meletus. Kitab Negarakretagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca menceritakan perjalanan Raja Hayam Wuruk, yang memerintah kerajaan Majapahit antara tahun 1350 – 1389, ke Candi Palah untuk melakukan pemujaan kepada Hyang Acalapat, perwujudan Siwa sebagai Girindra (Giri Indra, raja penguasa gunung).

    Kesamaan nama Girindra yang disebut pada kitab Negarakretagama dengan nama Ken Arok yang bergelar Girindra atau Girinatha menimbulkan dugaan bahwa Candi Penataran adalah tempat pedharmaan (perabuan) Ken Arok, Girindra juga adalah nama salah satu wangsa yang diturunkan oleh Ken Arok selain wangsa Rajasa dan wangsa Wardhana. Sedangkan Hyang Acalapati adalah salah satu perwujudan dari Dewa Siwa, serupa dengan peneladanan sifat-sifat Bathara Siwa yang konon dijalankan Ken Arok.

    Perhatian terhadap prasasti Palah kembali pada tahun 1286, pada masa pemerintahan Kertanegara. Beliau mendirikan Candi Naga dengan hiasan relief naga yang disangga oleh 9 orang sebagai lambang candrasengkala ”Naga muluk sinangga jalma” atau tahun 1208 Saka.

    Pada masa pemerintahan Jayanegara candi Penataran mulai mendapat perhatian kembali, kemudian dilanjutkan pada masa Tribuanatunggadewi dan Hayam Wuruk. Pemujaan terhadap Dewa Palah semakin kental diwarnai pemujaan kepada Dewa Gunung atau Syiwa. Candi Penataran diresmikan sebagai candi negara dengan status dharma lepas. Sesuai angka tahun yang dipahatkan didinding kolam yaitu tahun 1337 Saka atau tahun 1415 M merupakan angka tahun termuda di antara angka-angka tahun yang terdapat di kompleks candi Penataran tersebut. Waktu itu Majapahit di dalam masa pemerintahan Wikramawardhana.

    Semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit yang kemudian disusul dengan masuknya agama Islam di Jawa, banyak bangunan suci yang berkaitan dengan agama Hindu dan Budha begitu saja ditinggalkan oleh masyarakat penganutnya. Lama kelamaan bangunan-bangunan suci yang tidak lagi dipergunakan itu dilupakan orang karena masyarakat sebagian besar telah berganti kepercayaan. Akibatnya bangunan tersebut menjadi terlantar tidak ada lagi yang mengurusnya, pada akhirnya tertimbun longsoran tanah dan semak semak belukar.

    Candi Penataran ditemukan kembali pada tahun 1815, tetapi sampai tahun 1850 belum banyak dikenal. Penemunya adalah Sir Thomas Stamford Raffles (1781-1826), Gubernur Jenderal pemerintah kolonial Inggris yang pernah berkuasa di Nusantara. Seiring berjalannya waktu, kompleks candi Penataran yang dahulunya sempat terabaikan sekarang mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah dan kemudian dipugar. Kini candi ini menjadi tujuan wisata yang menarik.

    Prasasti Palah

    Prasasti Palah menerangkan bahwa “menandakan Kertajaya berbahagia dengan kenyataan tidak terjadi sirnanya empat penjuru dari bencana” dari kalimat ”tandhan krtajayayåhya / ri bhuktiniran tan pariksirna nikang sang hyang catur lurah hinaruhåra nika”. Rasa senangnya tersebut kemudian beliau curahkan dengan perintah dibangunnya prasasti yang tertulis dalam sebuah linggapala oleh Mpu Amogeçwara atau disebut pula Mpu Talaluh. Bangunan tersebut beliau fungsikan untuk menyembah Bathara Palah, seperti yang tertuang dalam prasasti tersebut yang beerbunyi “sdangnira Çri Maharaja sanityangkên pratidina i sira paduka bhatara palah” yang berarti “Ketika beliau Sri Maharaja senantiyasa setiap hari berada di tempat bathara Palah”.

    Relief Candi

    Anoman Diobong
    Relief Anoman Obong bisa ditemui pada dinding Candi Induk Penataran tingkat I. Anoman Obong adalah salah satu episode pada epik Ramayana, yang menceritakan tentang aksi Anoman, si kera putih yang sakti, dalam usahanya membebaskan Dewi Shinta dari cengkeraman Rahwana.

    KresnayanaRelief Kresnayana bisa ditemui pada dinding Candi Induk Penataran tingkat II. Kisah ini adalah hasil karya Empu Triguna yang hidup pada masa pemerintahan Raja Warsajaya dari kerajaan Kediri. Kresnayana berarti “Perjalanan Kresna”, menceritakan tentang kisah percintaan antara Kresna dan Dewi Rukmini.

    Raden Inu Kertapati

    Cerita tentang Raden Inu Kertapati merupakan sebuah cerita yang berasal dari Jawa yang mula timbulnya pada masa keemasan Kerajaan Majapahit. Bercerita tentang kepahlawanan dan cinta, dengan dua tokoh utamanya yaitu Raden Inu Kertapati atau Panji Asmara Bangun (Pangeran dari Kerajaan Daha) dan Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana (putri Kerajaan Jenggala).
    Bubhuksah Dan Gagang Aking

    Relief Bubhuksah dan Gagang Aking terletak di dinding pendopo teras sisi timur. Tersebutlah kakak beradik bernama Bubhuksah dan Gagang Aking yang menjalani hidup menjadi pertapa. Bubhuksah digambarkan bertubuh gemuk, karena dalam pertapaannya ia memakan apa saja termasuk daging hewan. Sementara Gagang Aking bertubuh kurus kering karena menjalani pertapaannya dengan penuh penderitaan dan hanya mau memakan daun-daunan.

    Sri Tanjung

    Relief kisah Sri Tanjung bisa ditemui pada dinding teras pendopo. Tersebutlah seorang ksatria bernama Sidapaksa yang memiliki istri setia yang cantik jelita bernama Sri Tanjung. Sidapaksa mengabdi kepada Raja Sulakrama di Negeri Sindureja. Diam-diam sang raja menaruh hati kepada Sri Tanjung yang cantik itu. Oleh karenanya ia menyusun siasat untuk memisahkan Sri Tanjung dari suaminya.

    2.3 Keterkaitan Sektor-sektor dalam Pariwisata

    Menurut James J. Spillane (1987) terdapat lima unsur industri pariwisata yang sangat penting, yaitu:

    Attractions (daya tarik)

    Attractions dapat digolongkan menjadi dua yaitu site attractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi yang tetap seperti kebun binatang, keraton dan museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat dipindah dengan mudah seperti festival, pameran atau pertunjukan kesenian daerah.

    Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)

    Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik disuatu lokasi karena fasilitas hares terletak dengan pasarnya. Selama tinggal ditempat tujuan wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan support industries seperti toko souvenir, cuci pakaian, pemandu, dan fasilitas rekreasi.

    Infrastucture (infrastruktur)

    Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur perlu untuk mendorong perkembangan pariwisata. Infrastruktur dan suatu daerah sebenarnya dinikmati baik oleh wisatwan maupun masyarakat yang juga tinggal di daerah wisata, maka penduduk akan mendapatkan keuntungan. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan pariwisata.

    Transportations (transportasi)
    Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau, pengangkutan sangat dibutuhkan karean sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan wisata. Transportasi baik darat, udara maupun laut merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata.

    Hospitality (keramahtamahan)

    Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan didatangi. Maka kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta kerarnahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata.

    Untuk wisata candi penataran hubungan antar unsure-unsur pariwista masih kurang, utamanaya antara daya tarik dengan infrastruktur yang ada. Sebagai contoh daya tarik yang di miliki candi penataran diantaranya adalah keindahan kompleks candid an sejarahnya, tetapi di lokasi wisata belum ada fasilitas semacam museum untuk belajar sejarah candi dan tempat foto atau penjual miniature candi guna mengabadikan momen berharga di lokasi wisata.

    2.4 Jenis Pengembangan Pariwisata yang Cocok

    Jenis pengembangan yang cocok untuk Candi Penataran adalah Wisata Budaya dan Wisata Sejarah. Wisata berbasis budaya adalah salah satu jenis kegiatan pariwisata yang menggunakan kebudayaan sebagai objeknya. Pariwisata jenis ini dibedakan dari minat-minat khusus lain, seperti wisata alam, dan wisata petualangan.

    Ada 12 unsur kebudayaan yang dapat menarik kedatangan wisatawan, yaitu:

    1. Bahasa (language).
    2. Masyarakat (traditions).
    3. Kerajinan tangan (handicraft).
    4. Makanan dan kebiasaan makan (foods and eating habits).
    5. Musik dan kesenian (art and music).
    6. Sejarah suatu tempat (history of the region)
    7. Cara Kerja dan Teknolgi (work and technology).
    8. Agama (religion) yang dinyatakan dalam cerita atau sesuatu yang dapat disaksikan.
    9. Bentuk dan karakteristik arsitektur di masing-masing daerah tujuan wisata (architectural characteristic in the area).
    10. ata cara berpakaian penduduk setempat (dress and clothes).
    11. Sistem pendidikan (educational system).
    12. Aktivitas pada waktu senggang (leisure activities).

    Namun beberapa sektor yang dapat dikembangkan di Objek Wisata Candi Penataran antara lain:

    a) Kerajinan dan Makanan: yaitu dengan membuka pusat oleh-oleh yang menjual kerajinan dan makanan khas blitar.
    b) Arsitektur : yaitu dengan melakukan promosi tentang keindahan arsitektur dari Candi Penataran. Bisa juga diberlakuan peraturan bahwa setiap bangunan yang berada di sekitar kompleks candi harus bergaya arsitektur seperti candi untuk menarik pengunjung.
    c) Sejarah : yaitu dapat dibangun sebuah museum yang menceritakan sejarah dari Candi Penataran, atau disediakan pemandu wisata. Dapat juga dilakukan penceritaan picture and picture dari relief yang terdapat pada dinding candi.
    d) Kesenian : dengan mengadakan sebuah pertunjukan drama atau ketoprak atau ludruk yang lakon ceritanya berpusat pada cerita-cerita yang terdapat pada dinding-dinding candi.

    2.5 Kelebihan dan Kekurangan Objek Pariwisata

    1. Kelebihan
      a) Sarana transportasi menuju lokasi wisata mudah
      b) Merupakan kompleks candi terbesar di jawa timur
      c) Tiket masuk tempat wisata murah
      d) Menyimpan banyak cerita sejarah
    2. Kekurangan
      a) Sarana dan prasarana kurang
      b) Kurangnya promosi
      c) Kurang adanya perhatian dari pemerintah dan masyarakat untuk pengembangan objek wisata

    2.6 Solusi dan masalah yang ada pada objek pariwisata

    a) Masalah perijinan dari masyarakat sekitar untuk pembangunan pengembangan kompleks Candi Penataran. Bisa diberikan solusi dengan jalan pendekatan dari pihak pemerintak dan musyawarah kepada masyarakat setempat.
    b) Masalah Modal pengembangan, yaitu sulitnya mencari investor guna menunjang rencana pembangunan lobjek wisata di sekitar candi. Bisa diberikan solusi dengan menggaet investor asing yang cinta terhadap sejarah.
    c) Kurangnya ahli sejarah di daerah tempat wisata, bisa diberikan solusi dengan memberikan les atau pembelajaran tentang sejarah candi dengan disertai kemampuan guiding.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    1. Candi Penataran merupakan satu-satunya candi terluas di Jawa Timur. Lokasinya terletak di desa Penataran, kecamatan Nglegok, Blitar. Tepatnya di lereng barat daya Gunung Kelud pada ketinggian 450 meter di atas permukaan air laut.
    2. Daya Tarik yang dimiliki oleh Candi Penataran Antara lain Keindahan Kompleks candi, relief dan sejarah
    3. Jenis pengembangan yang cocok untuk Candi Penataran adalah Wisata Budaya dan Wisata Sejarah. Wisata berbasis budaya adalah salah satu jenis kegiatan pariwisata yang menggunakan kebudayaan sebagai objeknya. Pariwisata jenis ini dibedakan dari minat-minat khusus lain, seperti wisata alam, dan wisata petualangan
      3.2 Saran
      Sebagai situs warisan budaya, Candi Penataran menyimpan banyak cerita sejarah tentang kebudayaan masyarakat blitar. Karena itu usaha pelestarian harus tetap dlakukan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Lanang, Damar. 2010 . Sejarah Puri Pemecutan : Candi Penataran. http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2010/01/candi-penataran.html. (akses 11 Oktober 2014)
    Saputro, Dwi Angga. 2013. Kegiatan Napak Tilas Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 2013/2014. http://anggadwisaputro.blogspot.com/2013/11/contoh-karya-tulis-ilmiah.html. (akses 11 Oktober 2014)
    Wikipedia.Candi penataran, (online) http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Penataran. (akses 11 Oktober 2014)