Blog

  • Makalah Tingkatan Manajemen

    Tingkatan Manajemen

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Ilmu manajemen sebetulnya sama usianya dengan kehidupan manusia, mengapa demikian karena pada dasarnya manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip manajemen, baik langsung maupun tidak langsung. Baik disadarai ataupun tidak disadari. Ilmu manajemen ilmiah timbul pada sekitar awal abad ke 20 di benua Eropa barat dan Amerika. Dimana di negara-negara tersebut sedang dilanda revolusi yang dikenal dengan nama revolusi industri. Yaitu perubahan-berubahan dalam pengelolaan produksi yang efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah semakin maju dan kebutuhan manusia sudah semakin banyak dan beragam jenisnya.

    Sekarang timbul suatu pertanyaan, “siapa sajakah yang sebenarnya memakai manajemen” apakah hanya digunakan di perusahaan saja atau apakah di pemerintahan saja. Manajemen diperlukan dalam segala bidang. Bentuk dan organisasi serta tipe kegiatan. Dimana orang-orang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.

    Tak dapat disangkal lagi bahwa manajemen adalah hal penting yang menyentuh, mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Manajemen menunjukan cara-cara yang lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Manajemen adalah Seni dan Ilmu tentang perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Manajemen merupakan suatu kebutuhan yang tidak terelakkan sebagai alat untuk memudahkan pencapaian tujuan manusia dalam organisasi.

    1.2 Tujuan
    Agar kita memahami arti dan pengertian manajemen

     Agar kita mengetahui tingkatan manajemen

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Manajemen


                 Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Kata manajemen mungkin berasal dari ITALIA (1561) maneggiare yang berarti “mengendalikan,” terutamanya “mengendalikan kuda” yang berasal dari bahasa latinmanus yang berati “tangan”. Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia. Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.

     Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.Istilah manajemen, terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada keseragaman.

    Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu :

    1. Manajemen sebagai suatu proses
    2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen,
    3. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (Science)

    Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai suatu proses, berbeda-beda definisi yang diberikan oleh para ahli. Untuk memperlihatkan tata warna definisi manajemen menurut pengertian yang pertama itu, dikemukakan tiga buah definisi.

    Dalam Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.Selanjutnya, Hilman mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan yang sama.

    Menurut pengertian yang kedua, manajemen adalah kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu disebut manajemen.

    Menurut pengertian yang ketiga, manajemen adalah seni (Art) atau suatu ilmu pnegetahuan. Mengenai inipun sesungguhnya belum ada keseragaman pendapat, segolongan mengatakan bahwa manajemen adalah seni dan segolongan yang lain mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu. Sesungguhnya kedua pendapat itu sama mengandung kebenarannya.

    Menurut G.R. Terry manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.

    Manajemen juga adalah suatu ilmu pengetahuan maupun seni. Seni adalah suatu pengetahuan bagaimana mencapai hasil yang diinginkan atau dalm kata lain seni adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen.

    Menurut Mary Parker Follet manajemen adalah suatu seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Definisi dari mary ini mengandung perhatian pada kenyataan bahwa para manajer mencapai suatu tujuan organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan apa saja yang pelu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan pekerjaan itu oleh dirinya sendiri.

    Itulah manajemen, tetapi menurut Stoner bukan hanya itu saja. Masih banyak lagi sehingga tak ada satu definisi saja yang dapat diterima secara universal. Menurut James A.F.Stoner, manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

    Dari gambar di atas menunjukkan bahwa manajemen adalah Suatu keadaan terdiri dari proses yang ditunjukkan oleh garis (line) mengarah kepada proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian, yang mana keempat proses tersebut saling mempunyai fungsi masing-masing untuk mencapai suatu tujuan organisasi.

    2.2 Fungsi-Fungsi Manajemen (Management Functions)

    Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu:

    1.                  Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.

    2.                  Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.

    3.                  Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha

             Sampai saat ini, masih belum ada consensus baik di antara praktisi maupun di antara teoritis mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen, sering pula disebut unsur-unsur manajemen.

    fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut:

    Planning
            Berbagai batasan tentang planning dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat rumit. Misalnya yang sederhana saja merumuskan bahwa perencanaan adalah penentuanserangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Pembatasan yang terakhir merumuskan perencaan merupakan penetapan jawaban kepada enam pertanyaan berikut :

    1.      Tindakan apa yang harus dikerjakan ?

    2.      Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan ?

    3.       Di manakah tindakan itu harus dikerjakan ?

    4.       kapankah tindakan itu harus dikerjakan ?

    5.      Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu ?

    6.      Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan itu ?

    Menurut Stoner Planning adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan yang perlu untuk mencapai sasaran tadi.

    Organizing
            Organizing (organisasi) adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.

    Leading
    Pekerjaan leading meliputi lima kegiatan yaitu :

    •         Mengambil keputusan
    •         Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan.
    •         Memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak.
    •         Memeilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya,
    •        Serta memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha    mencapai tujuan yang ditetapkan.

    Directing/Commanding
               Directing atau Commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula.

    Motivating
               Motivating atau pemotivasian kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa yang diinginkan oleh atasan.

    Coordinating
              Coordinating atau pengkoordinasian merupakan salah satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarahdalam upaya mencapai tujuan organisasi.

    Controlling
              Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula.

    Reporting
            Adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi.

    Staffing
              Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi.

    Forecasting
              Forecasting adalah meramalkan, memproyrksikan, atau mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rancana yang lebih pasti dapat dilakukan.

    Tool of Management

    Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat   sarana (tools). Toolsmerupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.

    Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.

    Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.

    Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.

    Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.

    Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.

    Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksimerupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.

    2.3 Tingkatan Manajemen (Manajemen Level).

    Tingkatan manajemen dalam organisasi akan membagi tingkatan manajer menjadi 3 tingkatan :

    1.   Manajer lini garis-pertama (first line) adalah tingkatan manajemen paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga operasional. Dan mereka tidak membawahi manajer yang lain.

    2.   Manajer menengah (Middle Manager) adalah manajemen menengah dapat meliputi beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer lainnya kadang-kadang juga karyawan operasional.

    3.   Manajer Puncak (Top Manager) terdiri dari kelompok yang relative kecil, manager puncak bertanggung jawab atas manajemen keseluruhan dari organisasi.

    Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi.

    2.4 Tingkatan manajer

    Piramida jumlah karyawan pada organisasi dengan struktur tradisional, berdasarkan tingkatannya.

    Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak). Berikut ini adalah tingkatan manajer mulai dari bawah ke atas:

    1. Manejemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).
    2. Manajemen tingkat menengah (middle management), mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
    3. Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive officer. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).

    Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan dengan permintaan pekerjaan.

    2.5 Peran manajer

    Henry Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok, yaitu:

    1. Peran antarpribadi Merupakan peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung.
    2. Peran informasional Meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara.
    3. Peran pengambilan keputusan Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.

    Mintzberg kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.

    Keterampilan manajer

    Gambar ini menunjukan keterampilan yang dibutuhkan manajer pada setiap tingkatannya.

    Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah:

    1.                  Keterampilan konseptual (conceptional skill)

    Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.

    2.                  Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)

    Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi  diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.

    3.                  Keterampilan teknis (technical skill)

    Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.

    Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:

    1. Keterampilan manajemen waktu

    Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.

    2. Keterampilan membuat keputusan

    Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    1. Istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu :
      • Manajemen sebagai suatu proses,
      • Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen,
      • Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (Science)
    2. Fungsi –fungsi manajemen:
      • Planning (Perencanaan)
      • Organizing (Pengorganisasian)
      • Directing (Pengarahan)
      • Evaluating (Evaluasi)
      • Motivating (Motivasi)
      • Coordinating (Koordinasi)
      • Controlling (Pengawasan)
      • Reporting (Laporan)
      • Staffing (Penempatan/Penyusunan
      • Forecasting (Prediksi)
    3. Tingkata Manajemen:
      • Manajemen Lini Pertama (First-line Management)
      • Manajemen Tingkat Menengah (Middle Management)
      • Manajemen Puncak (Top Management)
    4. Keterampilan Menurut Robert L.Katz:
      • Keterampilan Konseptual
      • Keterampilan berhungan dengan orang lain
      • Keterampilan Teknis
    5. Menurut Ricky W.Griffin
      • Keterampilan Manajemen Waktu
      • Keterampilan Membuat Keputusan
  • Makalah Teknik Pengolahan dan Pengawetan bahan Nabati dan Hewani

    Makalah Teknik Pengolahan dan Pengawetan bahan Nabati dan Hewani

    Berikut ini adalah contoh makalah teknik pengelolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani. Makalah ini bertujuan untuk mengkaji topik mengenai (1) teknik pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani yang ideal, (2) cara penyajian produk bahan hewani dan nabati, dan (3) cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan nabati.

    Teknik Pengolahan dan Pengawetan bahan Nabati dan Hewani

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Salah satu tantangan dalam menjaga suplay dan distribusi makanan adalah proses pengawetan dan pengemasan bahan makanan. Proses pengawetan dan pengemasan yang baik membuat makanan dapat disimpan untuk penggunaan dalam kurung waktu yang lama dan didistibusikan lebih jauh dari tempat produksinya.

    Pengawetan bahan makanan dan minuman dapat dilakukan dengan berbagai metode. Hal ini bergantung dari jenis bahan pangan yang akan diawetkan. Proses pengawetan yang banyak dilakukan dalam bentuk pendidngan, pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan, pasteurisasi, sterilisasi dan penambahan bahan pengawet.

    Konsep utama dari proses pengawetan makanan adalah menghancurkan dan menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan makanan. Hanya saja setiap perlakuan yang diberikan pada bahan makanan dapat merubahan struktur kimia yang pada ujung berpengaruh pada nutrisi. Dengan demikian dibutuhkan metode khusus dalam melakukan proses pengawetan agar nilai gizi dan cita rasa dari makanan tersebut tidak berubah. Makalah ini bertujuan untuk membahasa terkait metode pengawetan bahan makanan yang sesuai dengan standar kesehatan.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana Konsep dari pengelolaan dan Pengawaten Bahan Nabati dan Hewani?
    2. Apa saja jenis-jenis pengelolaan dan pengawetan bahan Nabati dan hewani?

    C. Tujuan

    1. Untuk mengetahui konsep dari pengelolaan dan pengawetan bahan Nabati dan Hewani.
    2. Untuk mengetahui jenis0jenis pengelolaan dan pengawetan bahan Nabati dan Hewani.

    Bab II. Pembahasan

    Bahan Pangan memiliki sifat umum mudah rusak (perishable). Hal ini disebabkan oleh kadar yang terkandung di dalam pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air yang dimiliki bahan pangan makan semakin besar pula kemungkinan rusak bahan tersebut.


    Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).

    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.

    A. Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan

    1. Pendinginan

    Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10oC. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12oC sampai -24oC. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24oC sampai -40oC. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.

    Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.

    2. Pengeringan

    pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.

    3. Pengemasan

    Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.

    Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.

    Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.

    4. Pengalengan

    Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.

    Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.

    5. Penggunaan bahan kimia

    Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjang kesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.

    Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.

    6. Pemanasan

    penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati.

    Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 100C dan pemanasan di atas 100C.

    7. Teknik fermentasi

    fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.

    Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll

    Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.

    8. Teknik Iradiasi

    Iradiasi adalah  proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan.  Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah.  Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.

    Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya.  Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan gelombang elektromagnetik, radiasi pengion adalah radiasi partikel. Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).

    Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik.  Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.

    Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai.  Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen

    Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.

    B. proses Pengalengan Bahan Pangan Nabati

    Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut; sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian, exhausting, penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.

    1. Proses sortasi dan pencucian

    Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi, bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan menurunkan populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.

    2. Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan

    Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu, pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.

    3. Proses blansir

    Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir ini berguna untuk ;

    1. membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal
    2. meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan
    3. membuang udara yang masih ada di dalam jaringan
    4. menginaktivasi enzim
    5. menghilangkan rasa mentah
    6. mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)
    7. mempermudah pengupasan
    8. memberikan warna yang dikehendaki
    9. mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.

    Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis, serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan, suhu, serta medium blansir.

    Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.

    Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air mendidih selama 5–10 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :

    1. Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan
    2. Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
    3. Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan
    4. Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
    4. Proses pengisian

    a. Pembuatan medium

    Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-rempah.

    Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.

    b. Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng

    Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.

    c. Proses pengisian medium

    Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.

    · Proses exhausting

    Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan proses exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga

    1. mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan produk, dan
    2. mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.

    Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:

    1. melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi panas,
    2. memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
    3. secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.

    Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 – 90oC dan proses berlangsung selama 8-10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 – 70°C. Pada setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang diinginkan tercapai atau tidak.

    ·       c.  Proses penutupan kaleng

    Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.

    ·       d.  Proses sterilisasi

    Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk koktail buah dan cincau digunakan suhu 100°C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121°C dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60 menit.

    Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau air digunakan sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi basah.sterilisasi komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat berkembang didalamnya.

    Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang berbahaya terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang diinginkan. Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah 100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan dengan keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100°C tidak akan efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121°C dengan tekanan 1,05 bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :

    1. kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan lain-lain)
    2. jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
    3. karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
    4. Medium pemanas.
    5. Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi

    e. Proses pendinginan

    Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup keran – keran lainnya.

    Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai 38-42°C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan keranjang diangkat dari retort.

    ·       f.  Pengeringan

    Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng yang basah.

    ·       g.  Penyimpanan

    Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC. Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:

    1. Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.
    2. Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat dan sebagainya.
    3. Penggelembungan karena adanya CO2.
    4. Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.
    5. Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan selama pemanasan.
    6. Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.
    7. Fluktuasi tekanan atmosfer.
    8. Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan tumbuhnya Clostridium botulinumClostridium botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).

    C. Proses Pengawetan Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)

    Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi bagi sebagian orang yang malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak dan gurih kemudahan pengolahan yang ditawarkan membuat sarden semakin akrab saja di kalangan masyarakat. Pengalengan ikan adalah salah satu teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan nilai gizi yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe.

    Metode pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan bahan makanan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau alumunium. 

    Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk, mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan radiasi. Pemusnahan mikroorganisme dengan pemanasan pada pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang membantu proses metabolisme. Penerpan panas dapat bermacam-macam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme, dan kondisi lingkungan spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan semakin banyak waktu yang diperlukan untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Closteridium botullinum yang tahan terhadap suhu tinggi.

    D. Tahapan Pengalengan Ikan

     Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya didapat dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan pelagis ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban, ikan Balo, dan ikan Layang.

    Pengguntingan (cutting). Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan langsung diproses. Tahapan pertama disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang digunakan adalah gunting besi. Ikan digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah kemudian sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit perlakuan khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam tahapan pengguntingan juga dilakukan sortasi. Bahan baku ikan disortasi dari campuran ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang yang ikut terbawa saat proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting ditempatkan dalam keranjang plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan dimasukkan dalam mesin rotary untuk dilakukan proses pencucian.

    Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam keranjang plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam kaleng. Diatas meja pengisian terdapat pipa air yang digunakan untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan kedalam kaleng. Posisi ikan didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng kecil setelah penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam kaleng adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah pangkal ekor menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah diisi ikan diletakkan diatas conveyor yang terus berjalan disamping meja pengisian untuk masuk tahapan berikutnya.

    Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng yang sudah terisi ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan dimasak dengan menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C, proses pree cooking ini berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai produk keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu penirisan (decanting). 

    Penghampaan (Exhausting). Penghampaan dilakukan dengan menambahkan medium pengalengan berupa saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos dan minyak sayur yang digunakan adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara mekanis dengan menggunakan filler. Pada prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan melalui 2 macam cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan kedalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup, juga dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya adalah menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan wadah.

    Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan bertugas mengoprasikan double seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan bervariasi. Double seamer untuk kemasan kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng permenit (kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer untuk kaleng kecil dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit) sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan dengan kecepatan 200 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup kaleng yang dipakai adalah tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal kedaluwarsa diruang jet print.

    Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam satu kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan kalengan atau setara dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400 kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115 – 117 0C dengan tekanan 0,8 atm, selama 85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil dan 105 menit untuk kaleng besar. Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan keranjang besi kedalam menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.

    Pendinginan dan Pengepakan. Ikan kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan dari dalam retort, kemudian diangkat dengan katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan bervolume 16.5 m3 yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15 menit. Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu ditempat pengistirahatan(Rested area) untuk menunggu giliran pengepakan (packing). Packing diawali dengan aktivitas pengelapan untuk membersihkan sisa air proses pendinginan, setelah itu produk dimasukkan kedalam karton. Produk yang kemasannya sudah diberi label (label cat) bisa langsung di packing, sementara produk yang kemasannya kosong terlebih dahulu diberi label kertas sesuai dengan keinginan produsen.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.

    untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makananm

    jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :

    1. pendinginan
    2. pengeringan
    3. pengalengan
    4. pengemasan
    5. penggunaan bahan kimia
    6. pemanasan
  • Pengertian dan Contoh Isu Lokal dan Global

    Pengertian dan Contoh Isu Lokal dan Global

    Isu Lokal dan Global merupakan salah satu subjek dan aspek yang selalu menarik untuk dikaji.

    Pengertian Isu

    Isu merupakan sebuah masalah yang menjadi perhatian dan kontroversi yang sifatnya harus diselesaikan. Isu mencakup seluruh masalah dan aspek yang menjadi kajian manusia seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan sebagainya.

    A. Isu Lokal

    Isu lokal adalah masalah yang muncul dan berdampak hanya bagi orang-orang yang berada disekitar isu tersebut menyebar. Ruang lingkup yang dipengaruhi Isu terbilang kecil namun masih dikelompokkan misalnya mencakup wilayah tertentu seperti pedesaan, Perkotaan, Provinsi dan sejenisnya.

    Contoh Isu Lokal

    Contoh Isu dengan ruang lingkup kecil

    1. Isu hewan pemakan ternak yang berkeliaran di malam hari. Isu ini hanya berdampak pada satu atau dua desa.
    2. Isu tawuran antar remaja di sekolah yang berada di wilayah timur.
    3. Isu kerusakan lingkungan sungai karena tambang pasir ilegal.

    B. Isu Global

    Isu Global adalah permasalahan yang muncul dengan dampak yang ditimbulkan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Hal ini akan menjadi perhatian global karena efek negatifnya akan dirasakan oleh pihak diluar dari daerah yang terjadi masalah.

    Isu Global pada umumnya mencakup masalah masalah umum dalam bidang lingkungan, wabah penyakit, kesenjangan dan kemiskinan, pelanggaran HAM dan sejenisnya. PBB telah menyusun Tujuan Pembangunan Global yang disebut SDG yang memasukan 17 isu global yang harus diselesaikan.

    Contoh Isu Global

    1. Tidak Ada Kemiskinan: Mengakhiri kemiskinan dalam semua bentuk dan di semua tempat.
    2. Tidak Ada Kelaparan: Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, meningkatkan gizi, dan mendorong pertanian berkelanjutan.
    3. Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan: Memastikan kesehatan yang baik dan meningkatkan kesejahteraan untuk semua orang pada semua usia.
    4. Pendidikan Berkualitas: Memastikan akses pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan berkeadilan serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
    5. Kesetaraan Gender: Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan gadis.
    6. Air Bersih dan Sanitasi: Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan bagi semua orang.
    7. Energi Terjangkau dan Bersih: Memastikan akses semua orang terhadap energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern.
    8. Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta menciptakan pekerjaan layak untuk semua orang.
    9. Industri, Inovasi, dan Infrastruktur: Membangun infrastruktur yang tangguh, mendorong industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan, serta mendorong inovasi.
    10. Ketimpangan yang Dapat Dikurangi: Mengurangi ketimpangan dalam dan antar negara.
    11. Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan: Membuat kota dan pemukiman manusia menjadi inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.
    12. Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab: Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
    13. Tindakan Terhadap Perubahan Iklim: Mengambil tindakan mendesak untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya.
    14. Kehidupan Bawah Air: Mempertahankan dan menggunakan secara berkelanjutan sumber daya laut, dan kelautan bagi pembangunan yang berkelanjutan.
    15. Kehidupan di Darat: Melindungi, memulihkan, dan mempromosikan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, pengelolaan lahan, dan menghentikan kerusakan lahan.
    16. Perdamaian, Keadilan, dan Institusi yang Kuat: Mendorong masyarakat yang damai, inklusif, serta mendorong akses yang adil terhadap sistem keadilan.
    17. Kemitraan untuk Tujuan: Meningkatkan implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan melalui kemitraan global yang solid.
  • Macam macam Bioteknologi Konvensional Pada Lingkungan Pertanian Peternakan dan Kesehatan Beserta Gambarnya

    Bioteknologi Konvensional – Seperti yang telah Anda ketahui bahwa pada bioteknologi konvensional ini tidak ada rekayasa terhadap sifat alami gen biologi yang digunakan. Bioteknologi konvensional ini disebut juga bioteknologi tradisional karena perkembangan bioteknologi ini telah ada sejak ribuan tahun silam. Pada masa itu, manusia belum menyadari bahwa proses yang mereka lakukan merupakan proses bioteknologi.

    Bioteknologi konvensional yang dilakukan manusia saat  itu umumnya menggunakan proses sederhana dan telah dilakukan secara turun temurun.

    Perkembangan bioteknologi konvensional tidak hanya terjadi pada teknologi pengolahan pangan, seperti pembuatan minuman beralkohol (bir, anggur) dan makanan (roti, keju). Akan tetapi, berkembang hingga pada aspek kesehatan, pemuliaan tanaman, dan peternakan. Berikut ini beberapa pemanfaatan bioteknologi konvensional dalam beberapa bidang kehidupan.

    a. Bioteknologi Konvensional Pada Pengolahan Bahan Pangan

    Mikroorganisme merupakan kelompok makhluk hidup mikroskopis yang dapat dijumpai hampir di semua tempat dan biasanya berasal dari kelompok bakteri atau jamur. Makhluk hidup sederhana ini memiliki daerah penyebaran yang sangat luas. Salah satu kemampuan mikroorganisme tersebut adalah dapat menghasilkan enzim yang disekresikan keluar tubuhnya. Enzim tersebut secara alami berfungsi untuk menguraikan substrat atau bahan makanan di sekelilingnya menjadi makanan baginya. Proses ini dikenal dengan  fermentasi.

    Fermentasi banyak manfaatnya bagi manusia. Proses ini dapat mengubah berbagai bahan mentah menjadi bahan yang berguna bagi manusia. Sejak lama, manusia menggunakan ragi atau khamir (Saccharomyces cereviceae) dalam pembuatan minuman beralkohol dan sebagai pengembang roti. Pada kondisi anaerob ragi memfermentasikan gula menjadi alkohol dan CO2 . Selain ragi, banyak agen biologi lain berperan dalam pengolahan bahan pangan. Perhatikan Tabel berikut. Untuk lebih memahami peranan mikroorganisme dalam pengolahan bahan pangan, lakukanlah aktivitas berikut ini.

    Tabel. Beberapa Contoh Pemanfaatan Bioteknologi Konvensional

    Untuk lebih memahami peranan mikroorganisme dalam pengolahan bahan pangan, lakukanlah aktivitas berikut ini.

    b. Bioteknologi Konvensional Pada Pertanian

    Budidaya pertanian dan peternakan juga tidak lepas dari pengaruh bioteknologi konvensional. Sejak dahulu, manusia terus berupaya untuk mendapatkan berbagai tanaman bibit unggul di bidang pertanian. Bibit unggul tersebut diharapkan mempunyai sifat tahan hama dan dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil panen. Oleh karena itu, manusia mulai melakukan berbagai penyilangan varietas tanaman pertanian.

    Berbagai cara dilakukan manusia mulai dari penyilangan yang menghasilkan varietas baru, perbanyakan vegetatif, hingga radiasi untuk mendapatkan sifat baru yang dapat dikembangkan. Teknologi pemupukan juga mengalami perubahan. Pemupukan alami dan buatan dari bahan sintesis telah dikembangkan untuk meningkatkan produksi pertanian.

    Perbanyakan vegetatif yang dikembangkan untuk meningkatkan produksi pertanian, antara lain setek, cangkok, dan kultur jaringan. Berbeda dengan setek dan cangkok yang dilakukan di lingkungan terbuka, kultur jaringan dilakukan di laboratorium. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi dan menumbuhkan bagian tanaman atau jaringan tersebut dalam medium buatan secara aseptik

    Teknik kultur jaringan

    c. Bioteknologi Konvensional Pada Peternakan

    Penerapan bioteknologi konvensional juga terjadi pada peningkatan produksi di bidang peternakan. Sejak dahulu, manusia telah berusaha mengawinkan hewan-hewan ternak untuk memperoleh bibit unggul. Para peternak menyadari pentingnya bibit unggul untuk meningkatkan produksi daging, telur, dan susu yang berkualitas.

    1) Inseminasi Buatan

    Salah satu teknik yang dikembangkan adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan  adalah suatu cara untuk memasukkan mani (sperma atau semen) dari ternak jantan ke alat kelamin ternak betina. Sebelumnya, semen yang didapat dari ternak jantan dicairkan dan diproses terlebih dahulu. Untuk memasukkan semen ke dalam alat kelamin ternak betina menggunakan metode dan alat khusus yang disebut  insemination gun.

    Tujuan dilakukannya inseminasi buatan adalah untuk meningkatkan angka kelahiran ternak yang umumnya bergantung musim kawin. Dengan demikian, jarak kelahiran ternak dapat diatur. Selain itu, dengan adanya inseminasi buatan dapat memperbaiki kualitas ternak, mengoptimalkan penggunaan bibit unggul, dan mencegah penularan atau penyebaran penyakit ternak.

    2) Fertilisasi In it o

    Kebutuhan manusia akan produk ternak semakin meningkat. Contohnya, kebutuhan masyarakat terhadap daging dan susu sapi. Hal tersebut ditandai oleh pemerintah yang masih mengimpor daging dan susu sapi.

    Teknik perbanyakan ternak yang unggul mulai dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain dengan teknik inseminasi buatan, perbanyakan ternak unggul dapat dilakukan dengan fertilisasi in vitro

    Pada fertilisasi  in vitro, embrio dapat dihasilkan di luar uterus induk betina. Sifat dan jumlah embrio dapat diatur. Setelah embrio terbentuk, kemudian embrio tersebut ditanam (diimplantasikan) dalam uterus milik betina dari spesies yang sama untuk membantu mempercepat peningkatan populasi ternak yang unggul. Embrio sebelum diimplantasikan dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu pada nitrogen cair bersuhu –196°C.

    Proses fertilisasi  in vitro pada sapi

    d. Bioteknologi Konvensional Pada Pengobatan dan Kesehatan

    Pada bidang pengobatan dan kesehatan, bioteknologi konvensional telah menghasilkan berbagai macam obat, di antaranya adalah antibiotik dan vaksin. Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikro organisme seperti jamur atau bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan hingga mematikan mikroorganisme lainnya. Antibiotik pertama yang ditemukan berasal dari jamur Penicillium notatum yang biasa tumbuh pada kulit jeruk yang membusuk. Antibiotik yang dihasilkan Penicillium ini disebut penisilin. Sekresi jamur Pencillium yang mematikan pertumbuhan bakteri ini ditemukan secara tidak sengaja oleh Ale ander Flemming pada 1928

    (a) Alexander Flemming dan (b) pengaruh antibiotik terhadap pertumbuhan bakteri serta (c) obat antibiotik.

    Vaksin adalah senyawa atau zat dari kuman yang dilemahkan atau dimatikan racunnya sehingga dapat memicu kekebalan tubuh. Pengaruh vaksin mirip dengan infeksi potogen ketika menyerang tubuh, yakni terjadi respons kekebalan tubuh. Akibatnya, kekebalan tubuh untuk patogen tersebut menjadi aktif. Namun, vaksin tidak membahayakan tubuh karena sudah lemah dan tidak mengandung unsur patogen. Hasilnya, jika kuman yang sama menyerang tubuh, sistem kekebalan tubuh lebih cepat bereaksi dan lebih ampuh.

    Vaksin kali pertama digunakan oleh Edward enner untuk mengobati penyakit cacar air. Pemberian vaksin ini disebut juga vaksinasi. Melalui vaksinasi, manusia akan dapat kebal terhadap infeksi penyakit polio, difteri, tetanus, rabies, dan banyak penyakit lain tanpa harus terinfeksi sebelumnya oleh penyakit tersebut.

    e. Bioteknologi Konvensional Pada Lingkungan

    Maraknya kasus pencemaran lingkungan dan menurunnya kesehatan masyarakat sekarang ini, umumnya terjadi karena limbah dan sampah yang dihasilkan dari kegiatan industri dan kegiatan rumah tangga. Agar kegiatan industri tetap berlangsung dan pencemaran dapat dikurangi, diperlukan teknologi yang dapat mengolah limbah hasil industri tersebut. Teknologi pengolahan limbah merupakan kunci dalam memelihara kesehatan lingkungan.

    Berbagai teknik pengolahan  limbah telah dicoba dan dikembangkan. Teknik pengolahan limbah, dalam hal ini limbah cair dibagi menjadi tiga metode pengolahan, yaitu:

    1. pengolahan secara fisika;
    2. pengolahan secara kimia;
    3. pengolahan secara biologi.

    Pangolahan air limbah dengan metode Biologi lebih efektif dibandingkan  dengan metode lainnya. Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan jasad hidup. Jasad hidup tersebut berfungsi sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung dalam air limbah dan menjadikannya sebagai tempat berkembang biak.

    Salah satu proses pengolahan air limbah yang menggunakan jasad hidup (mikroorganisme) adalah pengolahan dengan cara lumpur aktif. Pengolahan dengan cara ini dapat digunakan untuk mengolah air limbah dari industri pangan, pulp, kertas, tekstil, bahan kimia dan obat-obatan. Akan tetapi, proses ini menimbulkan masalah baru, yakni terjadi kelebihan endapan lumpur dari pertumbuhan mikroorganisme. Sekarang, hal itu dapat diatasi dengan teknologi ozon pada pengolahan air limbah dengan cara metode lumpur aktif tersebut

    Proses pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif.

    Pada proses Gambar di atas mikroba tumbuh dalam lumpur dan akan terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reaktor dengan pencampuran sempurna dilengkapi dengan daur lumpur dan cairannya. Sporotrichium sp. dapat menurunkan karakteristik limbah cair pulp, antara lain meliputi parameter BOD dan warna. Media terbaik bagi jamur Sporotrichium sp. agar dapat bekerja efektif dalam menurunkan mendegradasi karakteristik limbah cair industri pulp adalah dengan pengenceran sampai 75% dan penambahan glukosa 75%.

    Pengolahan limbah dapat  juga dilakukan dengan proses  bioremoval. Proses bioremoval adalah suatu proses pengolahan limbah yang melibatkan mikroorganisme dalam mengatasi permasalahan ion logam berat. Bioremoval didefinisikan sebagai terakumulasinya dan terkonsentrasinya polutan dari suatu cairan oleh material biologi. Selanjutnya, material ini dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Berikut ini mikroorganisme yang berperan dalam bioremoval dan logam yang diolahnya

    Tabel. Mikroorganisme dan Logam yang Diolahnya

    Bioteknologi Konvensional

    Tumpukan minyak bumi di laut sekarang ini dapat diatasi dengan memanfaatkan mikroorganisme. Tumpukan minyak tersebut dapat diuraikan oleh bakteri Pseudomonas. Bakteri ini dapat menguraikan ikatan hidrokarbon yang membentuk minyak bumi. Gen yang mampu menguraikan minyak bumi terletak pada plasmid bakteri tersebut.

    f. Bioteknologi Konvensional Pada Bahan Bakar Alternatif

    Teknologi biogas muncul karena didorong oleh naiknya harga minyak dunia. Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan murah dan tidak mencemari lingkungan. Biogas kali pertama dikembangkan pada 1970 di Denmark. Saat itu, Denmark telah membangun 55 pengolahan biogas. China dan India mulai mengem- bangkan pengolahan biogas pada 1980-an.

    Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya berupa gas methana (CH4 ) dan bakteri asam. Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara. Bakteri methanogen akan secara  alami berada dalam limbah organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.

    Contoh bakteri methanogen, yaitu  ethanobacterium, ethanobacillus, ethanosarcina, dan  ethanococcus.

    Tahap lengkap pencernaan material organik oleh bakteri methanogen adalah sebagai berikut ( ikipedia, 2005):

    • Hidrolisis. Pada tahap ini, molekul organik kompleks diuraikan menjadi bentuk yang lebih sederhana, seperti karbohidrat (simple sugars), asam amino, dan asam lemak.
    • Asidogenesis. Pada tahap ini terjadi proses penguraian yang menghasilkan amonia, karbondioksida, dan hidrogen sulfida.
    • Asetagenesis. Pada tahap ini dilakukan proses penguraian produk asidogenesis; menghasilkan hidrogen, karbondioksida, dan asetat.
    • Methanogenesis. Ini adalah tahapan terakhir dan sekaligus yang paling menentukan, yakni dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan gas methana (CH4 ). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air, dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya.

    Kegagalan biogas bisa disebabkan tidak seimbangnya bakteri methan terhadap bakteri asam. Akibatnya, lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang dapat menghambat kelangsungan hidup bakteri methan. Keasaman substrat media biogas yang dianjurkan berada pada rentang pH 6,5–8. Suhu optimum untuk perkembangbiakan bakteri methan adalah 35°C.

    Dilihat dari sisi konstruksinya, pada umumnya reaktor biogas bisa digolongkan dalam dua jenis, yakni  fi ed dome dan floating drum. Fi ed dome mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Adapun floating drum berarti ada bagian pada kontruksi reaktor yang bisa bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut juga menjadi tanda telah dimulainya produksi gas di dalam reaktor biogas

    Semua reaktor biogas untuk kotoran hewan jenis  fixed dome  (kiri) dan floating drum  (kanan)

    Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa kedua jenis konstruksi reaktor biogas tersebut tidak jauh berbeda. Keduanya memiliki komponen tangki utama, saluran masuk dan residu keluar, separator (optional), dan saluran gas keluar. Perbedaan yang ada antara keduanya adalah pada bagian pengumpul gasnya (gas collector).

    Semoga berguna menjadi bahan makalahnya.

  • Aturan Permainan Futsal

    Peraturan permainan futsal telah disepakati dalam asosiasi sepak bola internasional. Dengan kata lain, peraturan futsal mengikuti peraturan yang telah disepakati dalam FIFA. Adapun beberapa peraturan diubah penerapannya. Hal tersebut disesuaikan dengan perintah-perintah pemula, khususnya yang berusia di bawah 16 tahun, wanita, pemain yang sudah cukup umur (lebih dari 35 tahun), dan pemain yang mempunyai kekurangan-kekurangan tertentu. 

    Adapun hal-hal yang dapat diubah sesuai kondisi, meliputi ukuran lapangan; ukuran, berat, dan bahan bola; lebar dan tinggi mistar gawang; periode permainan; dan jumlah pemain cadangan. Sementara itu, untuk peraturan-peraturan yang berhubungan dengan wasit, pemain, dan para petugas yang terlibat dalam permainan, antara pria dan wanita sama.

    a.  Ukuran Lapangan Futsal

    Pernahkah Anda melihat lapangan futsal? Lapangan futsal berbentuk persegipanjang. Permukaan lapangan harus rata dan tidak licin. Lantai lapangan futsal biasanya dilapisi dengan rumput sintetis atau bagan dari kayu, tetapi hindari lapisan lapangan dari beton atau bata. Berikut ukuran lapangan futsal.

    1. Panjang lapangan 25 – 42 meter, lebar lapangan 15 – 25 meter.
    2. Lapangan ditandai dengan garis-garis yang berfungsi sebagai pembatas. Dua garis terluar yang lebih panjang disebut garis pembatas lapangan, dan dua garis yang lebih pendek disebut garis gawang.
    3. Lebar seluruh garis adalah 8 cm.
    4. Lapangan dibagi menjadi dua bagian pada bagian tengah lapangan. Titik tengah lapangan ditandai dengan sebuah titik. Titik tengah lapangan berada pada lingkaran tengah lapangan dengan radius 3 meter.
    5. Daerah seperempat lingkaran di depan garis gawang memiliki radius 6 meter.
    6. Titik penalti berada 6 meter dari titik tengah garis gawang.
    7. Titik penalti kedua berada 10 meter dari titik tengah antara posisi tiang gawang vertikal.
    8. Titik tendangan pojok memiliki radius 25 cm, di setiap sudut lapangan.

    Gambar: Lapangan Futsal

    b.  Ukuran, Berat, dan Bahan Bola

    Bola futsal berbentuk bulat sempurna. Bahan yang dipergunakan untuk membuat bola futsal adalah dari bahan kulit atau bahan lain yang layak untuk digunakan. Keliling bola futsal 62 – 64 cm, berat bola 400 – 440 gram, dan tekanan 0,4 – 0,6 atm.

    Peraturan Permainan Futsal

    Gambar: Bola Futsal

    c.  Lebar dan Tinggi Mistar Gawang

    Ukuran gawang permainan futsal adalah sebagi berikut.

    1. Gawang terdiri atas dua buah tiang sejajar dalam posisi vertikal dengan jarak yang sama dari setiap sudut dan pada sisi atasnya dihubungkan dengan tiang horizontal.
    2. Gawang harus diletakkan tepat pada tengah-tengah garis gawang.
    3. Jarak kedua tiang vertikal adalah 3 meter dan jarak dari sisi bawah batangan atas ke dasar permukaan lapangan adalah 2 meter.
    4. Tiang vertikal dan tiang horizontal memiliki diameter 8 cm.
    5. Jaring gawang terbuat dari tali rami, goni, atau nilon, yang dikaitkan pada kedua tiang vertikal dan horizontal pada sisi belakang gawang
    6. Kedalaman gawang adalah jarak dari ujung bagian dalam dari posisi gawang langsung ke arah sisi luar lapangan, minimal 80 cm pada bagian atas dan 100 cm pada bagian bawah.
    Gawang Futsal

    Gambar: Gawang Futsal

    d.  Periode Permainan

    Pertandingan futsal berakhir dalam dua babak. Durasi setiap babak adalah 20 menit. Durasi dari salah satu babak dapat diperpanjang untuk menentukan pemenang jika terjadi “seri”.

    Tim diperbolehkan meminta  time-out selama 1 menit dalam sebuah babak pertandingan. Kondisi-kondisi untuk mendapatkan time-out adalah sebagai berikut.

    1. Pelatih meminta untuk time-out selama 1 menit.
    2. Time-out akan diberikan pada tim yang sedang menguasai bola.
    3. Penjaga waktu mengizinkan untuk  time-out ketika bola keluar dari permainan dengan menggunakan sebuah peluit atau tanda lain yang berbeda dengan tanda wasit pertama.
    4. Saat time-out pemain berada di lapangan. Jika menerima instruksi dari official maka dilakukan pada garis pembatas sejajar dengan lapangan. Hal tersebut dikarenakan official tidak boleh memasuki batas lapangan.
    5. Tim yang tidak meminta  time-out pada babak pertama maka timnya akan tetap hanya mendapatkan satu kali time-out selama babak kedua.

    e.    Jumlah Pemain dan Pemain Cadangan

    Permainan futsal dimainkan oleh dua tim. Jumlah pemain setiap tim maksimal lima orang, yang salah satunya adalah penjaga gawang. Jumlah pemain cadangan maksimal sebanyak 7 orang. 

    f.   Perlengkapan Pemain Futsal

    Untuk keselamatan pemain, seorang pemain dilarang menggunakan perlengkapan atau sesuatu yang berbahaya, baik untuk dirinya maupun orang lain. Perlengkapan yang harus dipakai oleh setiap pemain adalah sebagai berikut.

    1. Seragam atau pakaian. Dalam setiap pertandingan seragam futsal memiliki nomor di bagian depan dan belakang. Nomornya dimulai dari 1 sampai 15. warna dari nomor harus berbeda dengan warna seragam.
    2. Celana pendek harus yang dapat menyerap keringat dan warnanya sama dengan warna dasar seragam.
    3. Kaus kaki.
    4. Pengaman kaki (shinguard). Seluruh bagian  shinguard tertutup kaus kaki, terbuat dari bahan karet atau plastic, dan harus memberikan perlindungan yang cukup.
    5. Sepatu yang digunakan harus jenis sepatu yang diizinkan, yaitu sepatu kanvas atau terbuat dari kulit halus.
    6. Seragam yang digunakan penjaga gawang, boleh meng-gunakan celana panjang. Warna seragam yang digunakan harus dapat dibedakan dari pemain yang lainnya. Jika penjaga gawang menjadi pemain lapangan penjaga tersebut harus menggunakan seragam dengan nomor punggung pemain yang digantikannya.
    Penjaga Gawang Pemain Futsal

    Gambar: Penjaga Gawang Pemain Futsal

    Gambar: Perlengkapan Futsal

    g.  Wasit Futsal

    Setiap permainan dipimpin oleh seorang wasit. Wasit dalam pertandingan futsal terdiri atas tiga orang dan satu penjaga waktu. Wasit memiliki kewenangan penuh untuk menegakkan peraturan permainan, sejak ia memasuki sampai meninggalkan lapangan permainan. 

    Kekuasaan dan tanggung jawab wasit pertama, antara lain sebagai berikut.

    1. Menegakkan peraturan permainan.
    2. Membuat dan memelihara catatan pertandingan untuk dipergunakan sebagai laporan pertandingan.
    3. Bertindak sebagai penjaga waktu, jika penjaga waktu tidak hadir.
    4. Menghentikan, menunda, atau mengakhiri pertandingan untuk setiap pelanggaran yang dilakukan pemain.
    5. Melakukan tindakan disiplin terhadap kesalahan pemain dalam bentuk peringatan dan sanksi pelanggaran.
    6. Memastikan tidak ada orang yang berhak untuk berada di dalam lapangan.
    7. Membiarkan permainan berlanjut sampai bola keluar, jika terdapat pemain yang mengalami luka ringan
    8. Memastikan bola memenuhi persyaratan.
    9. Membiarkan permainan berlanjut ketika terjadi sebuah pelanggaran terhadap salah satu tim. Namun, tim yang pemainnya digelar berada pada posisi yang menguntungkan untuk mencetak gol. Namun, jika tidak menghasilkan gol, wasit harus memberikan hukuman terhadap tim yang melakukan pelanggaran yang terjadi sebelumnya.

    Kekuasaan dan tanggung jawab wasit kedua, antara lain sebagai berikut.

    1. Wasit kedua berada di sisi lapangan yang berlawanan dari posisi wasit dan dilengkapi dengan peluit.
    2. Membantu wasit pertama untuk mengawasi pertandingan agar tetap berjalan sesuai dengan peraturan permainan.
    3. Menghentikan permainan jika terjadinya pelanggaran dari peraturan-peraturan.
    4. Memastikan bahwa penggantian pemain dilaksanakan dengan baik.

    Kekuasaan dan tanggung jawab wasit ketiga, antara lain sebagai berikut.

    1. Membuat catatan atas pelanggaran akumulasi lima pertama yang dilakukan tim.
    2. Membuat catatan dari penghentian permainan dan mem-berikan alasannya.
    3. Membuat catatan pemain-pemain yang menciptakan gol.
    4. Mencatat nama dan nomor pemain yang mendapat peringatan dan dikeluarkan.
    5. Menyediakan segala informasi yang relevan dengan pemain.

    Kekuasaan dan tanggung jawab penjaga waktu (time keeper), antara lain sebagai berikut.

    1. Memastikan bahwa durasi pertandingan sesuai ketentuan, yaitu dengan cara menjalankan chronometer saat pertandingan dimulai, memberhentikan waktu saat bola keluar lapangan, dan menghentikan waktu dengan hal-hal yang berhubungan dengan pelanggaran permainan.
    2. Memeriksa time-out.
    3. Memeriksa periode hukuman waktu efektif dua menit ketika pemain telah dikeluarkan.
    4. Mengindikasikan akhir dari separuh pertandingan pertama, kedua, akhir pertandingan, dan akhir periode waktu tambahan.
    5. Menyediakan dan menjaga sebuah catatan dari semua waktu sela (time-out) yang tersedia untuk setiap tim.
    6. Menyediakan catatan atas pelanggaran akumulasi kelima pertama yang dilakukan oleh setiap tim.
  • Dampak Negatif Globalisasi di Bidang Politik Ekonomi Sosial Budaya

    Aspek negatif globalisasi

    Selain memiliki aspek positif, globalisasi juga memiliki aspek negatif sebagai berikut.

    1. Terjadinya kesenjangan ekonomi sebagai akibat kekalahan berkompetisi dalam penguasaan teknologi. Mereka yang tidak mampu, miskin, dan tidak punya keterampilan akan semakin terpinggirkan.
    2. Negara-negara yang kuat ekonominya akan bersekongkol untuk mencari keuntungan sebesar- besarnya. Hal ini sering kali merugikan negara-negara miskin yang ketahanan ekonominya lemah.
    3. Timbulnya fanatisme rasial, etnis, dan agama sebagai upaya untuk menunjukkan kehadiran- nya melalui berbagai forum dan organisasi.
    4. Kadar dan kualitas kejahatan semakin canggih dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi.
    5. Semakin menurunnya sumber daya alam yang vital, seperti air, hutan, dan terjadinya pencemaran global.

    Dampak negatif globalisasi

    Globalisasi membawa dampak negatif bagi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, iptek, sikap mental, dan hankam. Hal-hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

    1) Bidang politik

    Meningkatkan euforia politik/kebiasaan/kebebasan politik yang berlebihan, yaitu kegiatan yang mengatasnamakan HAM dan demokrasi, tetapi memiliki target utama meraih kekuasaan lokal atau pusat.

    2) Bidang ekonomi

    • Membentuk jaringan global yang merangkul seluruh dunia dan mengarahkannya pada proses kendali negara yang mempunyai kekuatan ekonomi raksasa yang menimbulkan ketergantungan negara-negara miskin.
    • Menimbulkan kesenjangan kepemilikan modal yang mendorong timbulnya kesenjangan sosial ekonomi masyarakat.

    3) Bidang sosial budaya

    • Menimbulkan pola hidup gesellschaft (perkembangan), artinya hubungan dan kerja sama antarorang atas dasar mencari keuntungan dan kegotongroyongan.
    • Menimbulkan bahaya yang mengancam nilai-nilai kemanusiaan (hal-hal  yang harus dihindari), antara lain, sebagai berikut.
      • Hedonisme adalah paham yang mengajarkan kesenangan dunia menjadi tujuan dan tindakan manusia.
      • Materialisme adalah paham yang mengajarkan bahwa segala sesuatu ditukar dengan materi atau kebendaan.
      • Sekularisme
        • Paham yang tidak mengindahkan (tidak memerhatikan kehidupan agama).
        • Paham yang memisahkan kehidupan negara dengan kehidupan agama.
        • Paham yang hanya mementingkan kehidupan dunia.
    • Individualisme adalah paham yang mengutamakan kepentingan individu.
    • Egoisme adalah paham yang mengutamakan kepentingan diri sendiri.
    • Ekstremisme
      • Paham bergaya hidup yang berbeda (mempunyai batas kebiasaan atau norma).
      • Paham yang berusaha untuk menggulingkan pemerintahan dan negara dengan cara-cara kekerasan dan inkonstitusional.
    • Elitisme adalah paham bergaya hidup elite (unggul) yang berbeda dengan keumuman masyarakat.
    • Eksklusivisme adalah paham bergaya hidup eksklusif (menonjol) yang berbeda dengan keumuman masyarakat
    • Glamoristik, adalah paham bergaya hidup yang suka menonjolkan kemewahan (kegemerlapan) dunia.
    • Konsumtif, adalah sifat (sikap) suka membelanjakan uangnya untuk barang- barang yang kurang perlu atau tidak produktif.

      Sifat-sifat tersebut di atas (hedonisme, materialisme, sekularisme, individualisme, egoisme, ekstremisme, elitisme, eksklusivisme, glamoristik, konsumtif) tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, sehingga hal-hal tersebut dapat mengancam sendi-sendi kehidupan budaya masyarakat yang elah menjadi tradisi Indonesia.
    • Perilaku menyimpang yang melanggar ajaran agama, moral  atau etika, dan hukum.

    (1) Bidang hukum

    • Meningkatkan kualitas dan kuantitas kriminalitas.
    • Merebaknya penyakit sosial.
    • Penyalahgunaan narkoba.
    • Merebaknya pornografi.

     (2) Bidang lingkungan hidup

    • Lingkungan menjadi berkualitas dan rusak.
    • Pencemaran lingkungan.
    • Dekompensasi lingkungan
  • Makalah Sumber Belajar Dalam Pendidikan

    Makalah Sumber Belajar Dalam Pendidikan

    Makalah ini berjudul Sumber Belajar dalam Pendidikan. Pokok pembahasan dalam makalah ini adalah peran, kriteria dan jenis sumber belajar.

    Sumber Belajar Dalam Pendidikan

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Dunia pendidikan di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami perubahan dan semakin berkembang. Baik dari konteks kurikulum, kompetensi guru, media pembelajaran dan juga sumber belajar. Guru sebagai pelaksana pembelajaran di sekolah memang harus mempunyai kompetensi yang baik dan unggul, namun ada hal-hal lain yang mendukung kerja guru tersebut, seperti sumber belajar dan juga media pembelajaran.

    Perlu diketahui memang untuk mencapai tujuan pendidikan ketersediaan sumber belajar sangatlah penting. Sumber belajar adalah salah satu unsur pokok  yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan belajar. Khususnya dalam kegiatan belajar anak di Sekolah Dasar. Utamanya dalam pengembangan berbagai aspek perkembangan anak baik aspek kognitif, emosi, sosial, bahasa, motorik, moral dan sebagainya.

    Sumber belajar memegang peranan penting dalam rangka terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi anak. Sehingga akan tumbuh budaya belajar anak secara mandiri sebagai dasar untuk pembiasaan dalam kehidupan di kemudian hari, serta sumber belajar akan mendukung penciptaan kondisi belajar anak yang menarik dan menyenangkan. Oleh karena itu, keberadaan sumber belajar sangatlah vital di dalam sebuah kegiatan belajar mengajar disekolah.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa yang dimaksud dengan sumber belajar?
    2. Apa fungsi dari sumber belajar?
    3. Apa saja jenis-jenis sumber belajar?
    4. Apa kriteria dalam memilih sumber belajar?
    5. Bagaimana memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar?

    C. Tujuan

    1. Menjelaskan pengertian sumber belajar
    2. Menjelaskan fungsi sumber belajar
    3. Menjelaskan jenis-jenis sumber belajar
    4. Menjelaskan kriteria dalam memilih sumber belajar
    5. Menjelaskan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Sumber Belajar

    Sumber belajar merupakan kebutuhan pokok dalam dunia pendidikan. Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. (Kusumah,2008)

    Adapun para ahli telah mengemukakan pendapat tentang pengertian sumber belajar sebagai berikut:

    1. Menurut Yusufhadi Miarso adalah segala sesuatu yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, baik secara tersendiri maupun terkombina-sikan dapat memungkinkan terjadinya belajar.
    2. Edgar Dale mengemukakan sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang.
    3. Menurut Rohani sumber belajar (learning resources) adalah segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar.
    4. Association Educational Communication and Technology (AECT), yang menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar.

    Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sumber belajar adalah segala sesuatu yang berasal dari luar diri seseorang yang dapat memungkinkan terjadinya proses belajar (Hidayah, 2013)

    2.2    Fungsi Sumber Belajar

    Sumber belajar tidak dapat terlepas dari proses belajar mengajar di sekolah. Dengan tersedianya sumber belajar yang memadai, maka kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan mencapai hasil yang optimal. Menurut Anonim (dalam Kusumah, 2008) sumber belajar memiliki fungsi sebagai berikut:

    1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah.
    2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.
    3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.
    4. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
    5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
    6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.

    Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan dan arti penting sumber belajar untuk kepentingan proses dan pencapaian hasil pembelajaran siswa. Jika guru sebagai seorang pendidik menginginkan tercapainya hasil belajar yang optimal, maka harus mampu mengoptimalkan fungsi sumber belajar yang ada. Guru juga harus mampu memilih dan memanfaatkan sumber belajar secara tepat agar tujuan kegiatan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Dalam hal ini keterampilan dan kreatifitas guru menjadi peran yang penting.

    2.3    Jenis-jenis Sumber Belajar

    Sumber belajar terdapat beberapa jenis. Menurut Kusumah (2008), secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:

    1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
    2. Sumber belajar yang dimanfaatkan(learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran

    Menurut Zaitun Y.A.Kherid (dalam Anonim, 2014) dalam modulnya yang berjudul “Sumber Belajar dari Berbagai Macam Sumber” menyebutkan bahwa terdapat berbagai macam sumber belajar yang dapat dimanfaatkan, antara lain sebagai berikut:

    1.  Perpustakaan

    Selama ini, perpustakaan di sekolah hanya sebagai pelengkap.Padahal, keberadaannya sangat penting sebagai salah satu sumber belajar.Perpustakaan dapat digunakan sebagai sarana peningkatan wawasan dan pengetahuan, mening-katkan minat dan kebiasaan membaca siswa, sarana pencarian pengetahuan/infor-masi dan perpustakaan pun dapat digunakan sebagai tempat diskusi, ajang bertukar pikiran antar kelompok belajar. Oleh karena itu sebuah perpustakaan harus memenuhi persyaratan minimal yang meliputi, pertama, perpustakaan dikelola secara baik. Kedua,  tersedianya literatur (sumber bacaan) baik berupa buku pelajaran, berbagai bacaan, majalah, kamus ensiklopedi, dan sebagainya. Ketiga, memiliki ruang atau tempat yang memadai dan nyaman sehingga  siswa betah berlama-lama di perpustakaan. Keempat, kemudahan siswa untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada di perpustakaan untuk menunjang proses pembelajaran. 

    2.  Media Belajar/Alat Peraga

    Media belajar yang dimaksud adalah berbagai alat, bahan yang bisa digunakan untuk membantu dalam penyampaian materi pembelajaran. Media tersebut baik dibuat sendiri maupun karya orang lain. Berbagai media yang ada perlu digunakan secara optimal dan tentu saja harus dipelihara dan dijaga kelayakannya. Media yang telah rusak segera diperbaiki bahkan diganti. Media yang belum ada dan sekiranya berguna perlu dipikirkan untuk dimiliki, dengan cara membeli atau mengajukan bantuan. Media yang perlu dipertimbangkan untuk dimiliki terutama media elektronik (produk teknologi komunikasi). Biasanya dengan menggunakan media seperti ini pembelajaran akan lebih hidup dan siswa pun lebih antusias mengikutinya. Berbagai media seperti slide film, proyektor, VCD dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai sumber belajar.

    3.  Majalah Dinding

    Sumber belajar ini layak dipertimbangkan terutama bagi pembelajaran Bahasa Indonesia/Inggris. Mading dapat menjadi sarana penyebar informasi atau pengetahuan dari hasil karya siswa baik berupa karangan, puisi, cerpen dan lain-lain. Di samping itu mading bisa menjadi motivasi bagi siswa untuk senang membaca, terdorong berkarya sekaligus bisa saling belajar atau menilai antar karya satu dengan yang lainnya. Dalam pengelolaannya perlu bimbingan dan pembinaan dari guru terutama guru bahasa, sedangkan dalam pelaksanaannya bisa dibentuk sebuah pengurus mading di tiap kelas atau tingkat sekolah.Mereka bertanggung jawab untuk mengelola mading secara baik dan berkesinambungan.

    4.  Sumber lainnya

    Di samping memanfaatkan sumber belajar yang ada, guru dituntut untuk mencari dan merencanakan sumber belajar lainnya baik hasil rancangan sendiri ataupun sumber yang sudah tergelar di sekeliling sekolah dan masyarakat. Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan dan berada di  masyarakat misalnya:

    1. Mengunjungi museum sesuai dengan materi (museum uang, museum sejarah atau museum hewan).
    2. Study tour mengunjungi gedung geologi, lembaga pemasyarakatan atau lembaga pemerintahan.
    3. Mengunjungi tempat ibadah, pasar, mal (tempat belanja).
    4. Mendatangkan tokoh untuk diskusi (polisi dan dokter membahas narkoba, anggota DPR membahas pemerintahan daerah dan lain-lain).
    5. Berbagai alternatif sumber belajar lain yang tentunya masih banyak.
    6. Keberadaan guru dalam perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran menjadi cukup penting dan akan menentukan terhadap  kualitas pembelajaran, artinya sejauh mana kemauan dan usaha guru yang bersangkutan.

    Menurut Vernon S. Gerlach &  Donald (dalam Hidayatullah, tanpa tahun) menegaskan pada awalnya terdapat jenis sumber belajar yaitu manusia, bahan, lingkungan, alat dan perlengkapan, serta aktivitas.

    a. Manusia

    Manusia dapat dijadikan sebagai sumber belajar, peranannya sebagai sumber belajar dapat dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah manusia atau orang yang sudah dipersiapkan khusus sebagai sumber belajar melalui pendidikan yang khusus pula, seperti guru, konselor, administrator pendidikan, tutor dan sebagainya. Kelompok Kedua yaitu manusia atau orang yang tidak dipersiapkan secara khusus untuk  menjadi seorang nara sumber akan tetapi memiliki  keahlian yang mempunyai kaitan erat dengan program pembelajaran yang akan disampaikan, misalnya dokter, penyuluh kesehatan, petani, polisi dan sebagainya.

    b. Bahan

    Bahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang membawa pesan/ informasi untuk pembelajaran. Baik pesan itu dikemas dalam bentuk  buku paket, video, film, bola dunia, grafik, CD interaktif dan sebagainya. Kelompok ini biasanya disebut dengan media pembelajaran. Demikian halnya dengan bahan ini, bahwa dalam penggunaannya untuk suatu proses pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu bahan yang didesain khusus untuk pembelajaran, dan ada juga bahan/media yang dimanfaatkan untuk memberikan penjelasan materi pembelajaran yang relevan.

    c. Lingkungan

    Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang mampu memberikan pengkondisian belajar. Lingkungan ini juga di bagi dua kelompok yaitu lingkungan yang didesain khusus untuk pembelajaran, seperti laboratorium, kelas dan sejenisnya. Sedangkan  lingkungan yang dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan penyampaian materi pembelajaran, di antaranya lingkungan museum, kebun binatang dan sejenisnya.

    d. Alat dan perlengkapan

    Sumber belajar dalam bentuk alat atau perlengkapan adalah alat dan perlengkapan yang dimanfaatkan untuk produksi atau menampilkan sumber-sumber belajar lainnya. Seperti TV  untuk membuat program belajar jarak jauh, komputer untuk membuat pembelajaran berbasis komputer, tape recorder untuk membuat program pembelajaran audio dalam pelajaran bahasa Inggris, terutama untuk  menyampaikan informasi pembelajaran mengenai listening (mendengarkan)dan sejenisnya.

    e. Aktivitas

    Biasanya aktivitas yang dapat diajdikan sumber belajar adalah aktivitas yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, di mana didalamnya terdapat perpaduan antara teknik penyajian dengan sumber belajar lainnya yang memudahkan siswa belajar.  Seperti aktivitas dalam bentuk diskusi, mengamati, belajar tutorial, dan sejenisnya.

    2.4    Kriteria Memilih Sumber Belajar

    Pemilihan sumber belajar hendaknya tidak sembarangan. Dalam pemilihan sumber belajar akan lebih baik jika guru menggunakan kriteria tertentu untuk memilih sumber belajar yang akan dipakai. Hal Ini dimaksudkan agar sumber belajar yang dipilih tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran serta efisien jika diterapkan dalam pembelajaran. Menurut Prastowo (dalam Imran, 2004) menerangkan bahwa kriteria untuk menyeleksi sumber belajar yang berkualitas dapat dibagi menjadi 2 yaitu kriteria secara umum dan kriteria secara khusus.

    Kriteria umum dalam pemilihan sumber belajar yang berkualitas ini meliputi:

    1. Ekonomis, yang berarti bahwa Sumber belajar tidak harus mahal. Sumber belajar perlu disesuaikan dengan alokasi dana dan kebutuhan sumber belajar yang akan digunakan. Seperti layaknya prinsip ekonomi, perlu diusahakan agar mampu mendapatkan sumber belajar berkualitas yang sesuai kebutuhan dengan alokasi dana yang seminimal mungkin.
    2. Praktis dan sederhana, sumber belajar harus mudah digunakan dan tidak membingungkan. Tidak memerlukan lagi tambahan pelayanan atau alat lain yang sulit diadakan.
    3. Mudah diperoleh, bahwa sumber belajar mudah dicari dan didapatkan. Jika perlu dapat memanfaatkan lingkungan sekitar yang tersedia sehingga peserta didik juga dapat dengan mudah memanfaatkan
    4. Fleksibel atau kompatible, sumber belajar tidak harus mengikat pada satu tujuan atau materi pembelajaran tertentu. Akan lebih baik jika dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan pembelajaran bahkan juga keperluan yang lain.

    Kriteria khusus yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sumber belajar yang berkualitas adalah sebagai berikut:

    1. Sumber belajar dapat memotivasi peserta didik dalam belajar
    2. Sumber belajar untuk tujuan pengajaran. Maksudnya sumber belajar yang dipilih sebaiknya mendukung kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.
    3. Sumber belajar untuk penelitian. Maksudnya sumber belajar yang dipilih hendaknya dapat diobservasi, dianalisis, dicatat secara teliti, dan sebagainya.
    4. Sumber belajar untuk memecahkan masalah. Maksudnya sumber belajar yang dipilih hendaknya dapat mengatasi problem belajar peserta didik yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar.
    5. Sumber belajar untuk presentasi. Maksudnya sumber belajar yang dipilih hendaknya bisa berfungsi sebagai alat, metode, atau strategi penyampaian pesan.

    Selain kriteria yang telah dibahas, upaya memperoleh sumber belajar yang baik dapat dilakukan dengan memalui perancangan yang dilakukan oleh guru. Berikut adalah prosedur merancang sumber belajar yang baik menurut Kusumah (2008)

    2.5    Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar

    Lingkungan merupakan salah satu sumber belajar yang amat penting dan memiliki nilai-nilai yang sangat berharga dalam rangka proses pembelajaran siswa. Lingkungan dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar. Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar terdiri dari : (1) lingkungan sosial dan (2) lingkungan fisik (alam). Lingkungan sosial dapat digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan cinta alam dan partispasi dalam memlihara dan melestarikan alam.

    Pemanfaatan lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan kegiatan dengan membawa peserta didik ke lingkungan, seperti survey, karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya. Bahkan belakangan ini berkembang kegiatan pembelajaran dengan apa yang disebut out-bond, yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan alam terbuka. Di samping itu pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti : menghadirkan narasumber untuk menyampaikan materi di dalam kelas. Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berjalan efektif, maka perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjutnya.

    Bab III. Pembahasan

    A. Kesimpulan

    Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Fungsi sumber belajar diantaranya adalah untuk lebih memantapkan pembelajaran dengan jalan penyajian informasi dan bahan secara lebih konkrit. Jenis-jenis sumber belajar ada dua yaitu sumber belajar yang dirancang dan sumber belajar yang dimanfaatkan. Kriteria pemilihan sumber belajar diantaranya adalah ekonomis, praktis sederhana, mudah diperoleh, kompatible dan fleksibel.

    DAFTAR RUJUKAN

    Anonim. 2014. Sumber Belajar. (Online), (http://forumgurunusantara.blogspot.co.id /2012/10/sumber-belajar.html), diakses tanggal 26 Maret 2016

    Hidayah, Nurul. 2013. Sumber Belajar. (Online), (http://nurul-pai.blogspot.co.id/2013/01/sumber-belajar.html), diakses tanggal 26 Maret 2016

    Hidayatullah. Tanpa tahun. Sumber Belajar, Media, dan Alat Peraga. (Online), (https://sites.google.com/site/tirtayasa/sumber-belajar-media-dan-alat-peraga), diakses tanggal 26 Maret 2016

    Imran, Syaiful. 2014. Kriteria Pemilihan Sumber Belajar yang Berkualitas. (Online), (http://ilmu-pendidikan.net/pembelajaran/sumber-belajar/kriteria-pemilihan-sumber-belajar-berkualitas), diakses tanggal 26 Maret 2016

    Kusumah, Wijaya. 2008. Belajar, Pembelajaran dan Sumber Belajar. (Online). (https://wijayalabs.wordpress.com/2008/09/19/belajar-pembelajaran-dan-sumber-belajar-2/), diakses tanggal 26 Maret 2016

  • Teori Pemerolehan Bahasa

    Teori Pemerolehan Bahasa

    Teori pemerolah bahasa merupakan penjelasan terkait bagaimana manusia khususnya anak-anak mendapatkan bahasa pertama secara alami. Teori ini menjlaskan bagaimana stimulus yang didapatkan oleh orang-orang disekitar pada fase pertumbuhan yang diproses oleh otak selanjutnya digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.


    Hakikat Pemerolehan Bahasa

    A. Pengertian Pemerolehan Bahasa

    Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu, maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk,1998)

    Ada juga pendapat Kiparsky dalamTarigan (1998) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oeh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan.

    Kemerdekaan bahasa ditunjukkan mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai tujuan sosial mereka. Pengertian lain mengatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi kognitif pra-linguistik (McGraw, 1987 ; 570).

    Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pemerolehan bahasa :

    1. Berlangsung dalam situasi informal, anak-anak belajar tanpa beban dan berlangsung di luar sekolah (lingkungan tempat tinggalnya).
    2. Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga- lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus.
    3. Dilakukan tanpa sadar atau secara spontan.
    4. Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak.

    B. Teori Pemerolehan Bahasa Anak

    1.  Teori Behaviorisme

    Teori behaviorisme menyoroti perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respon). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Sebagai contoh, seorang anak mengucap “bilangkali” untuk “barangkali” pasti anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.

    2. Teori Nativisme Chomsky

    Teori ini merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikusai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi.

    Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal),dan lingkungan memiliki peran kecil dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga,lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa. Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui“peniruan”.

    c. Teori Kognitivisme

    Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa bahasa itu salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal darikematangan kognitif. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).

    d. Teori Interaksionisme

    Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Hal ini dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk.2006:2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan, juga faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa si anak.

    C. Ragam Pemerolehan Bahasa Anak

    Ragam atau jenis pemerolehan bahasa dapat kita tinjau dari berbagai sudut pandang, yaitu :

    1. Berdasarkan bentuk

    Ditinjau dari segi bentuk, ragam pemerolehan bahasa anak meliputi :

    1. Pemerolehan bahasa pertama atau first language acquisition
    2. Pemerolehan bahasa kedua atau second language acquisition
    3. Pemerolehan berulang-ulang (klein, 1986 ; 3)

    2. Berdasarkan urutan

    Ditinjau dari segi urutan, ragam pemerolehan anak meliputi :

    1. Pemerolehan bahasa pertama atau first language acquisition
    2. Pemerolehan bahasa kedua atau secong language acquisition (Winitiz, 1981 ; Stevens, 1984)

    3. Berdasarkan jumlah

    Ditinjau dari segi jumlah, ragam pemerolehan anak meliputi :

    1. Pemerolehan satu bahasa atau monolingual acquestion
    2. Pemerolehan dua bahasa atau bilingual acquestion ( Gracia, 1983)

    4. Berdasarkan media

    Ditinjau dari segi media, ragam pemerolehan anak meliputi :

    1. Pemerolehan lisan atau oral language acquestion
    2. Pemerolehan bahasa tulis atau written language acquestion (Freedman, 1985)
    5. Berdasarkan keaslian

    Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan, ragam pemerolehan anak meliputi

    1. Pemerolehan bahasa asli atau native language acquestion
    2. Pemerolehan bahasa asing atau foreign language acquestion (Winitz, 1981)

    D. Strategi Pemerolehan Bahasa Anak

    Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Jadi pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa tersebut,bahasa anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk atau struktur bahasanya. Anak akan mengucapkan kata berikutnya untuk keperluan komunikasinya dengan orang tua atau kerabat dekatnya. Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4 strategi.

    Strategi pertama adalah meniru/imitasi. Berbagai penelitian menemukan berbagai jenis peniruan atau imitasi, seperti:

    • Imitasi spontan
    • Imitasi perolehan
    • Imitasi segera
    • Imitasi lambat
    • Imitasi perluasan

    Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasamelalui sarana komunikasi linguistik dan nonlinguistik (mimik, gerak, isyarat,suara dsb).

    Strategi ketiga adalah strategi umpan balik, yaitu umpan balik antara strategi produksi ujaran (ucapan) dengan responsi.

    Strategi keempat adalah apa yang disebut prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman, ”Gunakan beberapa prinsip operasi umum untuk memikirkan serta menggunakan bahasa” (seperti kata: berajar menjadi belajar).

    Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu).

    Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu, bahasa asli atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu, sedangkan bahasa kedua berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing.Tujuan pengajaran bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan pengajaran bahasa kedua. Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi dan pendidikan.

    E. Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Usia SD

    Proses anak  mulai mengenal dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan peme-rolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.

    Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan mempunyai permulaan yang mendadak tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.

    Pemerolehan bahasa pertama sangat erat hubungannya dengan perkembanganmkognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai menguasai bahasa anak yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif ‘ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa ilmiah, seperti kata, ruang, modalitas, kasualitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua dari pada dalam pemerolehan bahasa pertama.

    Bahasa bersifat universal. Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. Pemerolehan bahasa pertama erat sekali kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya denganpembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Sejak dari bayi telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Seorang ibu seringkali memberi kesempatan kepada bayi untuk ikut dalam komunikasi sosial dengannya. Kala itulah bayi pertama kali mengenal sosialisasi, bahwa dunia adalah tempat orang saling berbagi rasa.

    Melalui bahasa khusus bahasa pertama, seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. Bahasa pertama menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gamblang. Apabila seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau gramatikal, belum berarti bahwa ia telah menguasai bahasa pertama. Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai bahasa pertama ada beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan bahasa pertama seorang anak.

    1. Periode dan perkembangan pemerolehan bahasa pertama

    Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian penting yaitu: perkembangan prasekolah, perkembangan ujaran kombinatori, dan perkembangan masa sekolah. Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi permulaan. Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara orang tua (khususnya ibu) dengan anak. Pada masa perkembangan pralinguistik anak mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain serta hubungan dengan objek dan tindakan pada tahap satu kata, anak terus menerus berupaya mengumpulkan nama benda-benda dan orang yang ia jumpai.

    Kata-kata yang pertama diperolehnya tahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemerian. Dilihat dari unsur dasar pembentukannya kombinasi yang dibuat anak pada periode ini mengekspresikan dua unsur deretan dasar pelaku (agen) + tindakan (aksi) + ob jek. Semua kombinasi dua unsur terjadi, misalnya Agen + Aksi + Objek, Agen + Objek. Pada masa tahap 2 ada tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak, yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih panjang yaitu kemunculan morfem-morfim gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak, pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, dan perluasan istilah dalam suatu hubungan. Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian yaitu perkembangan negatif/penyangkalan, perkembangan interogatif/pertanyaan, perkembangan penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi.

    2. Tahap-tahap pemerolehan bahasa pertama

    Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa bahasa pertama dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. Bahasa pertama diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.

    Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapannya yang paling pertama didapat dari buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik. Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen yang direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus) semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. Tahap linguistik  terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling); (2) tahap satu kata (holofrastis);  (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).

    a. Tahap vokalisasi bunyi dan pengocehan

    Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dengkur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknyakarena memang terdengar dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan tadi merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.

    Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celotehan merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da .Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini bisa saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.

    Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan celoteh vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/ dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan adalah pada usia sekitar 8 bulan, struktur silabel K-V ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti: Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu.meskipun yang ada di benak tidaklah diketahui. Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulori belaka (Darmowidjojo: 2005:245).

    Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar  bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Ma’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipoptesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar. Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai berikut:

    b. Tahap satu kata atau Holofrastis

    Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai  sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. Pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap. Misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini). “Ma” (Saya mau mama ada di sini).

    Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”

    Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u.e.

    c. Tahap dua kata, Satu frase

    Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Uiaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofratis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat” dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti  “Ani mainan”  yang berarti  “Ani  sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.

    d. Ujaran Telegrafis

    Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata ganda (multiple-word utterences) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.

    Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar bahasa pertamanya secara bertahap dengan caranya sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa dendan menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil tiruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan dengan “he go out”. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau anak belajar uiaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dan sebagainya.Akan tetapi bila ujaran-ujarannya salah,ia mendapatkan “penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus trus menerus diperbaiki bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya benar. Teori ini tampaknya belum dapat diterima seratus persen oleh para ahli psikolinguistik. Yang benar ialah seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa sendiri. Tidak semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun semuanya menunjukkan kemajuan-kemajuan yang reguler. 

    2.4.3.Teori-teori tentang pemerolehan bahasa pertama

    a. Teori Behaviorirme

    Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response ). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.

    B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenang-kan, perilaku itu terus akan dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement   yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.

    Menurut Brown (Pateda, 1990: 43) pendekatan behavioristik atau kaum impiris yang dipelopori oleh Skinner, anak yang baru lahir ke dunia ini dianggap kosong dari bahasa atau kosong dari struktur linguistik yang dibawanya. Anak tersebut ibarat tabularasa atau kertas putih yang belum ditulisi, lingkungannyalah yang akan memberi corak dan warna pada kertas itu. Namun, pemerolehan seperti ini memerlukan penguatan (reinforcment).

    b. Teori Nativisme

    Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan yang memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orandg dewasa.Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melaui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (Language Acquisition Device, disingkat LAD). Neil (Tarigan, 1998:239) mempunyai 4 ciri utama, yaitu (1) kemampuan untuk membedakan bunyi-bunyi yang lain; (2) kemampuan mengorganisasikan peristiwa-peristiwa linguistik ke dalam berbagai kelas; (3) pengetahuan mengenal jenis sistem linguistik tertentu sajalah yang mungkin mengungkapkan hal itu, sedangkan yang lain-lainnya tidak; (4) kemampuan memanfaatkan secara konstan evaluasi untuk membangun sistem yang mungkin paling sederhana dari data yang ditemukan.

    Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya. (Bolinger, 1975: 267) berpendapat bahwa anak-anak yang lahir ke dunia ini telah membawa kapasitas atau potensi bahasa yang akan berkembang nantinya sesuai dengan proses kematangan jntelektual anak itu. Potensi bahasa ini akan berkembang bagi anak-anak apabila saatnya sudah tiba.

    Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala (Baradja, 1990:33). Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai   bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.

    c. Teori Kognitivisme

    Menurut teori ini, bahasa bukanlah, suatu ciri alamiah yang terpisah melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa disertukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif mementukan perkembangan bahasa (Chaer, 2003: 223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan slingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.

    Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.

    Pendekatan kognivistik yang dipelopori oleh Louis Bloom (Pateda,1998) memandang bahwa pemerolehan bahasa anak-anak harus dilihat dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Itulah sebabnya penganut aliran ini membantah bahwa kalimat dua kata (pivot grammar) yang dikemukakan kaum mentalis, mungkin saja mengandung tafsiran yang lebih dari satu, karena menurut pandangan kognitivistik anak-anak bukan belajar struktur luar (surface structure ) tetapi mempelajari struktur dalam (deep structure)  dari bahasa itu.

    D. Teori Interaksionisme

    Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara  kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.

    Mengenai teori-teori pemerolehan bahasa disesuaikan dengan struktur bahasa, yaitu fonologi, sintaksis dan semantik yang diungkapkan oleh Pateda (1988). Menurut Pateda ada beberapa teori struktural sejagat, (Jacobson), teori semantik sejagat (Shvachkin), teori behavioris (Mowrer), teori bahavioris sejagat (Olmsted), teori generatif struktural (Moskowizt), teori fonologi alami (Stampe), teori prosodik akustik (Weterson), teori penuh sistem logogen (Smith), teori keutamaan pemerolehan leksikon (Ferguson), teori kontras dan proses (Ingram), teori pendekatan pemecahan masalah (Kiparsky dan Menn), dan teori sintetik Gestalt (Peters). Teori fungsional yang mengemukakan bahwa terdapat tiga perkembangan bahasa pada anak yang dituturkannya dengan konstruksi negasi, konstruksi pertanyaan, dan konstruksi verba “to be” dalam bahasa Inggris, sedangkan teori tentang semantik menggunakan teori fungsional yang mengaitkan pemaknaan ucapan anak dengan situasi waktu itu. Teori sistem semantik yang menyangkut pemerolehan pada ciri-ciri individual anak secara semesta, dan teori konseptual yang menyatakan bahwa ucapan-ucapan yang dihasilkan anak-anak sebagian didesak oleh berbagai hal yang mereka pikirkan mengenai hal itu. Penganalisaan ketiga komponen tersebut (fonologi, sintaksis, dan semantik) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari apa yang biasa dinamakan pemerolehan bahasa.

    Pemerolehan dalam bidang Fonologi

    Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Ini berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar 70%. Karena  perbedaan inilah maka binatang sudah dapat melakukan banyak hal segera sesudah lahir, sedangkan manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Proposi yang ditakdirkan kecil pada manusia ini mungkin memang “dirancang” agar pertumbuhan otaknya proposional pula dengan pertumbuhan badannya.

    Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal.Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang terdengar dengan jelas. Proses bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya.

    Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan (Darmowidjojo: 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah CV. Ciri lain dari celotehan adalah bahwa CV ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti berikut:   C1 V1 C! V! C1 V!……papapa  mamama  bababa…..

    Orang tua kemudian mengaitkan “kata” papa dengan ayah mama dengan ibu meskipun apa yang ada dibenak anak tidaklah kita ketahui; tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar latihan artikulori belaka. Konsonan dan vokalnya secara gradual berubah sehingga muncullah kata-kata seperti dadi, dida, tita, dita,mama, mami, dan sebagainya.

    Pemerolehan dalam bidang Sintaksis

    Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pertanyaan adalah kata mana yang dia pilih? Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang ingin ia sampaikan adalah Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk Dodi)mau (untuk mau), ataukah buk (untuk bubuk)? Kita pasti akan menerka bahwa dia akan memilih buk. Tapi mengapa demikian?

    Dalam pola pikir yang masih sederhana pun tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informasi lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Dari tiga kata pada kalimat Dodi mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk.  Karena itulah anak memilih buk, dan bukan di, atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata, USK anak tidak sembarangan saja memilih kata yang memberikan informasi baru.

    Pemerolehan dalam bidang Semantik

    Dari segi sintaksisnya, USK (Ujaran Satu Kata) sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Namun dari segi semantiknya, USK adalah kompleks karena satu kata ini  bisa memiliki lebih dari satu makna. Anak yang mengatakan /b/ untuk mobil bisa bermaksud mengatakan:

    1. Ma, itu mobil.
    2. Ma, ayo kita ke mobil.
    3. Aku mau ke mobil.
    4.  Aku minta (mainan) mobil.
    5. Aku nggak mau mobil.
    6. Papa ada di mobil, dan sebagainya

    Kata mempunyai jalur hierarkhi semantik. Perkutut Bangkok adalah satu jenis perkutut, dan perkutut adalah satu jenis perkutut, dan perkutut adalah satu dari sekian banyak macam burung. Sementara itu, burung adalah salah satu binatang, dan binatang adalah salah satu wujud dari makhluk. Dalam hal pemerolehan kata, anak tidak akan memperoleh kata yang hirarkhinya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Anak akan mengambil apa yang dinamakan basic level category , yakni, suatu kategori dasar yang tidak terlalu tetapi juga tidak terlalu rendah. Dalam contoh binatang di atas, anak tidak akan mengambil binatang atau makhluk; dia juga tidak akan mengambil perkutut. Dia akan mengambil kata yang dasar, yakni, burung. Tentu saja inputnya adalah dari bahasa sang ibu tetapi bahasa sang ibu juga mengikuti prinsip ini.

    2.6 Pemerolehan Bahasa Kedua Anak Usia SD

    Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuahbahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu). Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu,bahasa asli atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu,sedangkan bahasa kedua berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing.

    Tujuan pengajaran bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan pengajaranbahasa kedua. Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negaratertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi dan pendidikan.

    Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.

    Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri. Sehingga yang menjadi tolak ukur pemerolehan bahasa kedua adalah bagaimana mempelajari bahasa.

    Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasa mempunyai dua cara yang berbeda dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua.

    • Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
    • Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajar yang menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuan memungut bahasa bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa.

    Pemerolehan dan pembelajaran dapat dibedakan dalam lima hal, yaitu pemerolehan:

    1. memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,
    2. secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
    3. bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaran mengetahui bahasa kedua,
    4. mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat pengetahuan secara eksplisit,
    5. pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran menolong sekali.

    Pandangan pemerolehan bahasa secara disuapi adalah pandangan kaum behavioristis yang diwakili oleh B.F. Skinner dan menganggap bahasa sebagai suatu yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain. Kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Anak hanya merupakan penerima pasif dari tekanan lingkungan. Anak tidak memiliki peran aktif dalam perilaku verbalnya. Perkembangan bahasa ditentukan oleh lamanya latihan yang disodorkan lingkungannya. Anak dapat menguasai bahasanya melalui peniruan. Belajar bahasa dialami anak melalui prinsip pertalian stimulus respon.

    Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.

    • Pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.
    • Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.

    Aspek-Aspek Pembelajaran Bahasa Kedua:

    1. Kemempuan bahasa
    2. Usia
    3. Stategi yang digunakan
    4. Motivasi
    5. Hubungan antara pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua

    Ciri-ciri pemerolehan bahasa mencakup keseluruhan kosakata, keseluruhan morfologi, keseluruhan sintaksis, dan kebanyakan fonologi. Istilah pemerolehan bahasa kedua atau second language aqcuisition adalah pemerolehan yang bermula pada atau sesudah usia 3 atau 4 tahun. Ada pemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua orang dewasa.

    Ada lima hal pokok berkenaan dengan hubungan pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua. Salah satu perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ialah bahwa pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari perkembangan kognitif dan sosial seorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah selesai, dalam pemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan, sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalam pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ada kesamaan dalam urutan perolehan butir-butir tata bahasa, Banyak variabel yang berbeda antara pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa. Kedua, suatu ciri yang khas antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua belum tentu ada meskipun ada persamaan perbedaan di antara kedua pemerolehan. Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat lemah (kecil).

    Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu prospensity (kecenderungan), language faculty, (kemampuan berbahasa), dan acces (jalan masuk) ke bahasa.

    Pemerolehan Bahasa Kedua

    1. Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa Indonesia bukan bahasa pertama mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga.
    2. Pengenalan/penguasaan bahasa Indonesia dapat terjadi melalui proses pemerolehan atau proses belajar.
    3. Proses pemerolehan terjadi secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi tak formal dengan orang tua dan/atau teman sebaya, tanpa bimbingan.
    4. Proses belajar terjadi secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif, ada bimbingan, dan dilakukan dengan sadar.
    5. Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2) didapat bersama-sama atau dalam waktu berbeda. Jika didapat dalam waktu yang berbeda, Bahasa Kedua (B2) didapat pada usia prasekolah atau pada usia Sekolah Dasar.
    6. Bahasa Kedua (B2) dapat diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2). Jika diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama, Bahasa Kedua dipelajari melalui proses belajar formal. Jika didapat di lingkungan Bahasa Kedua, Bahasa Kedua didapat melalui interaksi tidak formal, melalui keluarga, atau anggota masya-rakat Bahasa Kedua.
  • Keterampilan Mengejar – Menjelaskan

    Pengertian Keterampilan Menjelaskan

    Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah keterampilan menyajikan informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan anatara satu bagian dengan bagian lainnya, misalnya antara sebab dan akibat, definisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui. Saud (2012).

    Penyampaian informasi yang terencana dengan  baik dan disajikan dengan urutan yang cocok, merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan. Pemberian penjelasan merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam kegiatan seorang guru. Interaksi di dalam kelas cenderung dipenuhi oleh kegiatan pembicaraan, baik seorang guru sendiri, guru dengan siswa, maupun siswa dengan siswa.

    Keterampilan menjelaskan ini berhubungan dengan:

    ·         Penyampaian sesuatu ide/pendapat ataupun pemikiran (dalam hal ini, bahan pelajaran) dalam bentuk kata-kata.

    ·         Pengorganisasian dalam menyampaiakan ide tersebut:

    ·         Sistematika penyampaian

    ·         Hubungan antar hal terkandung dalam ide itu

    ·         Upaya untuk secara sadar menumbuhkan pengertian ataupun pemahaman pada diri siswa.

    Hal yang perlu dipersiapkan sebelumnya di antaranya adalah pengkajian ide atau bahan yang disajikan (biasanya topik), pengkajian hubungan yang mungkin ada di antara hal-hal yang terkandung dalam ide tersebut, serta kemungkinan pengambilan ikhtisar atau generalisasinya.

    Guru harus memilki keterampilan dalam memberikan penjelasan kepada siswanya. Menurut Alma (2010) keterampilan tersebut diantaranya adalah:

    1.      Clarity (kejelasan) yang meliputi:

    ·      Kejelasan penggunaan bahasa secara fasih (Clarity of Leanguage)

    a.       Dalam hal apa perlu kejelasan

       1)      Kejelasan tujuan

       2)      Kejelasan proses (dalam presentasi/membawakan)

       3)      Berhubungan erat dengan pencapaian mobil

    b.      Aspek-aspek kejelasan:

       1)      Pengetahuan/pengalaman guru tentang subjek

       2)      Perencanaan pelajaran

       3)      Membuat hubungan-hubungan yang jelas/tepat

       4)      Menanamkan pemindahan fase

       5)      Bahasa yang dimengerti (dalam meenerangkan dalam bertanya) pilih kata-kata yang tepat hindari    kekaburan bahasa, pahami istilah-istilah yang berasal dari bahasa asing agar tidak salah ucap dan tidak salah menggunakannya

       6)      Kemampuan menganalisa anatar yang abstrak dan yang konkrit

       7)      Mendefinisikan istilah-istilah baru/mengartikannya

       8)      Hindari kekaburan dalam pembicaraan/kata-kata

        9)      Hindari kebiasaan verbal yang mengganggu perhatian siswa: “uhm”, “a”, “apa itu”, “apa namanya”, e e e…

    ·      Kejelasan dalam menyatakan sesuatu ide secara eksplisit

    ·      Upaya untuk mmenghindari kekaburan

    2.      Menggunakan contoh-contoh dan ilustrasi (use of examples)

    ·      Ilustrasi merupakan penggambaran dari ide yang telah disampaikan, fungsinya untuk memeperjelas ide sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang kabur.

    ·      Contoh diberikan untuk mengkonkritkan ilustrasi yang diberikan, fungsinya untuk menghindari terjadi verbalisme

    Untuk itu perlu diperhatikan:

    ·           Kesederhanaan.

    ·           Jelas dan konkret.

    ·           Selaras dengan tingkat pengalaman siswa.

    ·           Kalau mungkin faktual (berdasarkan kenyataan) dan aktual (benar-benar terjadi).

    a.         Alasan menggunakan contoh-contoh:

    1)        Sebagian besar isi pelajaran tidak melibatkan siswa/guru dalam situasi nyata, jadi bersifat abstrak.

    2)        Sebagian besar terdiri dari “kata”, konsep/ide.

    3)        Membuat kata-kata yang “mati” menjadi “hidup”.

    4)        Hilangkan “kejemuan”  terhadap hal-hal yang sifatnya abstrak, tujuannya adalah untuk:

                                a)         Mempermudah belajar.

                                b)         Mempertahankan perhatian.

    5)        Tidak semua siswa dapat menangkap semua ide secara mudah.

    6)        Contoh menghubungkan konsep-konsep baru/asing pada pengalaman nyata.

    7)        “Konkretisasi” dari penyajian verbal ditingkatkan.

    b.        Prinsip penggunaan:

    1)        Jelas, konkret, obyek/kejadian sehari-hari.

    2)        Disesuaikan dengan “luas” pengalaman siswa.

    3)        Harus berhubungan/berkaitan dengan permasalahan.

    c.         Bentuk penggunaan:

    1)        Verbal/analogi

    2)        Diagram, gambar, model, demonstrasi, situasi nyata.

    3)        Kombinasi (variasi) contoh.

    4)        Lihat, dengar, sentuh/rasa, nikmati, mencium.

    d.        Pola penggunaan:

    1)        Induktif: contoh/ilustrasi – konsep/generalisasi.

    2)        Deduktif: konsep/generalisasi – contoh.

    3)        Kombinasi 1 dan 2, bergantung kepada:

                              a)           Materi pelajaran.

                              b)           Usia siswa.

                              c)           Luasnya pengetahuan/pengalaman siswa.

    3.        Emphasis (Penekanan)

    Pemberian tekanan dilakukan agar hal-hal yang dianggap penting dari ide yang telah disampaikan, lebih mendapat perhatian siswa.

    Emphasis  dilakukan dalam bentuk penggunaan variasi diantaranya, suara (nada, volume ataupun tonenya), isyarat (simbol, gerakan) dan penggunaan media/ sumber pengajaran.

    Penegasan atau pengarahan yang dapat dilakukan ialah dengan cara pengulangan (repetition), pengikhtisaran atau pengambilan kesimpulan (summarizing/resuming dan  conclusion) yang biasanya dilakukan pada setiap akhir dari suatu pelajaran serta penegasan menggunakan kata-kata kunci.

    Mengarahkan perhatian siswa kepada hal yang inti/utama/penting dan memisahkannya dari hal-hal yang tidak/kurang penting.

    Contoh:

    a.         Penggunaan suara:

    b.        Kombinasi antara relaks dan menyenangkan bersamaan dengan penuh energi/entusias.

    c.         Penggunaan media: dengar – pandang.

    d.        Teknik verbal:

    1)        Summary/ulangi; di muka – terminal – akhir.

    2)        Menguatkan jawaban siswa.

    3)        Menggunakan kata-kata antara: tetapi, oleh karena itu.

    4.        Organization

    a.         Bahan yang akan dijelaskan, harus diorganisasi sedemikian rupa, sehingga sistematikanya mudah diikuti, logik.

    b.        Atur penggunaan waktu, jangan pada permulaan pelajaran telalu lambat, melantur ke sana-sini, dan pada saat akhir jam pelajaran, seperti terburu-buru menyelesaikan bahan pelajaran.

    5.        Feedback (umpan balik)

    Tujuan:

    a.         Sebagai evaluasi sederhana.

    b.        Menghindari aktivitas monolog guru.

    c.         Memberi kesempatan pada siswa untuk:

    ·           Mengemukakan pemahaman/pengertian mereka.

    ·           Menampakkan keragu-raguan/kebingungan mereka.

    ·           Menampakkan minat mereka (monitor).

    ·           Menampakkan sikap mereka.

    d.         Menciptakan situasi baru dan menumbuhkan minat belajar.

    e.         Mengkaji pemahaman siswa, mengendalikan sikap dan perilaku siswa.

    Dengan cara memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya, kadang-kadang ada guru yang takut dengan pertanyaan siswa, karena kemungkinan guru tidak tahu jawabannya. Pada zaman komunikasi modern sekarang ini besar kemungkinan murid lebih tahu dari guru dalam beberapa hal. Oleh sebab itulah guru tidak perlu merasa takut, apabila tidak dapat menjawab. Guru dapat berterus terang, belum mengetahui persoalan itu, dan dapat meminta bantuan pada murid yang lain, jika ada yang mengetahui jawabannya.

    2.2 Tujuan Keterampilan Menjelaskan

    Menurut Saud,Udin Syaefudin (2012) tujuan utama keterampilan menjelaskan sebagai berikut:

    a.       Membimbing murid memahami materi yang dipelajari

    b.      Melibatkan murid untuk berpikir untuk memecahkan masalah

    c.       Untuk memberikan balikan pada murid mengenai tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahpahaman mereka

    d.      Membimbing murid untuk menghayati dan mendapat proses penalaran serta menggunakan bukti-bukti dalam pemecahan masalah

    e.       Menolong siswa untuk mendapatkan dan memahami hukum, dalil, dan prinsip-prinsip umum secara objektif dan bernalar

    2.3 Komponen Keterampilan Menjelaskan

    Keterampilan menjelaskan terdapat komponen-komponen yang harus diperhatikan. Komponen-komponen tersebut diantaranya yaitu komponen merencanakan dan penyanjian suatu penjelasan.

    2.3.1        Komponen Merencanakan

    Penjelasan yang diberikan oleh guru perlu direncanakan dengan baik, terutama yang berkenaan dengan isi pesan dan menerima pesan.

    a.       Isi pesan (materi)

    Isi pesan (materi) meliputi:

    ·         Analisis masalah secara keseluruhan, dalam hal ini termasuk mengidentifikasikan unsur-unsur apa yang akan dihubungkan dalam penjelasan tersebut.

    ·         Penemuan jenis hubungan yang ada antara unsur-unsur yang dikaitkan tersebut.

    ·         Penggunaan hukum atau generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan.

    b.      Penerima pesan

    Merencakan suatu penjelasan harus mempertimbangkan penerima pesan. Penjelasan yang disampaikan tersebut sangat tergantung pada kesiapan anak yang mendengarkannya. Hal ini berkaitan erat dengan jenis kelamin, usia, kemampuan, latar belakang, sosial, dan lingkungan belajar. Oleh karena itu, dalam merencanakan suatu penjelasan harus selalu mempertimbangkan faktor tersebut.

    2.3.2        Komponen Penyajian

    Penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

    a.       Kejelasan

    Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa dan menghindari pengucapan istilah-istilah lain yang tidak dapat dimengerti oleh siswa.

    b.      Penggunaan contoh ilustrasi

    Dalam memberikan penjelasan sebaiknya menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

    c.       Pemberian tekanan

    Dalam memberikan penjelasan, guru harus mengarahkan perhatian siswa agar terpusat pada masalah pokok dan mengurangi informasi yang tidak penting. Dalam hal ini guru dapat menggunakan tanda atau isyarat lisan, seperti “yang terpenting”, “perhatikan baik-baik konsep ini” atau “perhatikan yang ini agak susah”.

    d.      Penggunaan balikan

    Guru hendaknya memberi kesempatan pada siswa untuk menunjukkan pemahaman, keraguan, atau ketidakmengertiannya ketika penjelasan itu diberikan. Berdasarkan balikan itu guru perlu melakukan penyesuaian dalam penyajiannya, misalnya kecepatannya, memberi contoh tambahan atau mengulangi kembali hal-hal yang penting. Balikan tentang sikap siswa dapat dijaring bersamaan dengan pertanyaan yang bertujuan menjaring balikan tentang pemahaman mereka.

    2.4     Prinsip-prinsip Keterampilan Menjelaskan

    Adapun prinsip-prinsip menurut  Saud (2012) sebagai berikut:

    a.       Penjelasan dapat diberikan pada awal, di tengah, ataupun di akhir jam pelajaran, tergantung pada keperluannya. Penjelasan itu dapat juga diselingi dengan tujuan pembelajaran.

    b.      Penjelasan harus relevan dengan tujuan pembelajaran.

    c.       Guru dapat memberikan penjelasan apabila ada pertanyaan dari siswa ataupun yang direncanakan oleh guru sebelumnya.

    d.      Materi penjelasan harus bermakna bagi siswa.

    e.       Penjelasan harus sesuai dengan kemampuan dan karateristik siswa.

    2.5     Tahapan-tahapan dalam Keterampilan Menjelaskan

    Menurut Saputri (2014) terdapat lima tahap dalam keterampilan menjelaskan, yaitu:

    1)      Menyampaikan Informasi

    Secara sederhana menyampaikan informasi adalah memberi tahu. Dalam konteks pembelajaran, menyampaikan informasi adalah memberitahu peserta didik tentang definisi-definisi atau pengertian-pengertian dasar tentang materi pembelajaran.

    2)      Menerangkan

    Pada tahap ini guru menguraikan istilah-istilah asing yang belum dikenal peserta didik.

    3)      Menjelaskan

    Langkah inti adalah penjelasan. Penjelasan dimaksudkan untuk menunjukkan “mengapa”, “bagaimana”, dan “untuk apa”. Pola penjelasan ini berupaya membuktikan hubungan antara dua hal atau lebih yang saling mempengaruhi, bahkan menunjukkan sebab-akibat.

    4)      Pemberian Contoh

    Untuk menyampaikan pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah dijelaskan, berilah contoh konkret secara nyata.

    5)      Latihan

    Langkah terakhir di dalam penjelasan adalah latihan. Latihan peserta didik dengan mencari hubungan sebab-akibat pada fenomena atau peristiwa yang lain.

    2.6     Kelebihan Penerapan Keterampilan Menjelaskan

    Kelebihan penerapan keterampilan menjelaskan menurut Saputri (2014) diantaranya sebagai berikut:

    ·         Lebih mudah dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam menemukan, mengorganisasi, dan menilai informasi yang diterima.

    ·         Lebih mudah dalam memancing meningkatkan kemampuan siswa dalam membentuk dan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan atas informasi yang lengkap dan relevan.

    ·         Mendorong siswa untuk mengembangkan ide-ide dan mengemukakan ide-ide tersebut.

    ·         Dapat mengatasi masalah pembelajaran yang diikuti oleh jumlah peserta didik yang besar.

    ·         Merupakan cara yang lebih mudah saat guru akan memulai mengenalkan materi.

    ·         Dapat meningkatkan analisis guru terhadap teori yang sedang disampaikan dan guru menjadi benar-benar mengerti isi berita dengan analisa yang lebih mendalam.

    2.7     Kelemahan Penerapan Keterampilan Menjelaskan

    Kelemahan penerapan keterampilan menjelaskan menurut Saputri (2014) diantaranya sebagai berikut:

    ·         Bila menjelaskan dilakukan terlalu lama, peserta didik cenderung menjadi kaarkteristik auditif (mendengar) dan akhirnya menjadi siswa yang pasif.

    ·         Apabila selalu digunakan dan terlalu lama maka perjalanan akan terkesan membosankan.

    ·         Bila menjelaskan dilakukan terlalu lama, kesempatan untuk berdiskusi menjadi terlalu sedikit bahkan habis untuk menjelaskan.

  • Makalah Urgensi Bimbingan Konseling

    Urgensi Bimbingan Konseling

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Bimbingan dan konseling merupakan salah satu kompenen dari pendidikan kita. Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan siswa pada khususnya disekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Pelayanan bimbingan merupakan bagian integral dari program pendidikan itu dan karena sebagian besar dari tumpukan masalah yang yang dihadapi oleh peserta didik justru bersumber dari keaneka ragaman tuntutan belajar disekolah. Maka, para konselor sekolah harus mengenal bidang pendidikan sekolah secara konret.

    Bimbingan merupakan proses membantu orang perorangan dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungan, sedangkan konseling diartikan sebagai suatu proses interaksi yang membantu pemahaman diri dan lingkungan dengan penuh berarti, dan menghasilkan pembentukan atau penjelasan tujuan-tujuan dan nilai perilaku di masa mendatang

    Oleh karena itu,  kedudukan bimbingan dan konseling disini sangat penting. Bimbingan dan konseling akan sangat membantu lancarnya proses pembelajaran dalam suatu lembaga pendidikan, apalagi pada masa sekarang ini, dimana para kaum muda sudah banyak sekali mengalami problematika-problematika kehidupan. Keadaan seperti ini sangat membutuhkan suatu wadah(bimbingan dan konseling terutama di sekolah) untuk mampu membantu para kaum muda agar ia bisa mengatasi problematika yang ada sehingga ia bisa terus mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. 

    1.2     Rumusan masalah:

    1.2.1        Apakah urgensi bimbingan konseling itu?

    1.2.2        Apakah fungsi dan tujuan bimbingan konseling?

    1.2.3        Apa landasan bimbingan konseling? Bagaimana peran dan kedudukan bimbingan konseling dalam pendidikan?

    1.2.4        Bagaimana bimbingan konseling untuk anak SD?

    1.3   Tujuan

    1.3.1        Mengetahui urgensi bimbingan konseling.

    1.3.2        Mengetahui fungsi dan tujuan dari bimbingan konseling.

    1.3.3        Mengetahui landasan bimbingan konseling.

    1.3.4        Mengetahui peran dan kedudukan bimbingan konseling dalam pendidikan.

    1.3.5        Mengetahui penerapan bimbingan konseling di SD. 

    BAB II

    PEMBAHASAN

    `2.1 Urgensi Bimbingan dan Konseling

    Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).

    Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.

    Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah

    penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.

    Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).

    Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.

    Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.

    Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.

    Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian.

    Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

    Atas dasar tersebut, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

    2.2 Fungsi dan Tujuan Bimbingan Konseling

    2.2.1        Fungsi bimbingan dan konseling

    ·       Pencegahan (preventif)

    Layanan bimbingan dapat berfungsi pencegahan, artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Layanan yang diberikan berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Kegiatannya dapat berupa program orientasi, bimbingan karir, inventaris data.

    ·       Pemahaman

    Maksudnya yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa dan agar siswa dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

                Untuk mencapai perkembangan optimal siswa sesuai dengan tujuan institusional lembaga pendidikan, pada dasarnya membina tiga usaha pokok, yaitu

    o   Pengelolaan administrasi sekolah

    o   Pengembangan pemahaman dan pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan melalui program intrakulikuler maupun ekstrakulikuler

    o   Pelayanan khusus kepada siswa dalam berbagai bidang yang membulatkan pendidikan siswa/ menunjang kesejahteraan siswa seperti membina Osis, Pelayanan kesehatan, kerohanian, pengadaan warung sekolah, perpustakaan sekolah.

    Dalam fungsi pemahaman disini mencakup: pemahaman tentang diri siswa, pemahaman tentang lingkungan siswa, pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas.

    ·       Perbaikan (penyembuhan)

    Fungsi bimbingan yang kuratif yaitu yang berkaitan erat dengan fungsi bimbingan dan konseling yang akan mengahasilkan terpecahkannya atau teratasinya berbagai permasalahan siswa baik aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang digunakan adalah konseling dan remidial teaching.

    ·         Fungsi pemeliharaan dan pengembangan

    Yang berarti layanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat membantu siswa dalam memelihara dan mengembangkan pribadinya secara mantap, terarah dan berkelanjutan. Yaitu konselor senantiasa berupaya menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, memfasilitasi perkembangan siswa. Dengan demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

    ·         Fungsi penyaluran (distributif)

    Yaitu fungsi bimbingan memberi bantuan kepada siswa dalam memilih kemungkinan kesempatan yang ada dalam lingkungan sekolah. Misalnya kegiatan ekstrakurikuler jurusan, program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.

    ·         Fungsi adaptasi (adative)

    Yaitu fungsi bimbingan sebagai pemberi bantuan para pelaksana pendidikan khususnya konselor guru atau dosen untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, bakat, kebutuhan serta kemampuan siswa dan memperhatikan dinamika kelompok.

    ·         Fungsi penyesuaian (adjuditive)

    Fungsi bimbingan sebagai pemberi bantuan kepada siswa agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah atau norma agama.

    Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan bimbingan dan pendukung bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana yang terkandung dalam masing-masing fungsi.

    Setiap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling harus dilaksanakan secara langsung mengacu pada salah satu atau beberapa fungsi tersebut, agar hasil yang hendak dicapai secara jelas dapat diidentifikasikan dan dievakuasi.

    2.2.2  Tujuan bimbingan dan konseling

    ·         Tujuan umum :

    Tujuan umumnya adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dalam UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989 (UU No. 2/1989) yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

    Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan:

    o   Mengenal dan memahami potensi, kekuatan dan tugas perkembangannya

    o   Mengenal dan memahami potensi/ peluang yang ada dilingkungannya

    o   Mengenal dan menentukan tujuan hidupnya

    o   Memahami dan mengatasi permasalahan pribadi

    o   Menggunakan kemampuan untuk kepentingan pribadi, lembaga dan masyarakat

    o   Menyesuaikan diri dengan lingkungan

    o   Mengembangkan segala potensi dan kekuatannya secara tepat dan teratur secara optimal.

    ·    Tujuan khusus :

    Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, perkembangan belajar (akademik), dan perkembangan karir.

    o   Tujuan bimbingan dan konseling yang menyangkut aspek pribadi-sosial siswa antara lain:

    o   Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada pada dirinya.

    o   Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang-orang yang mereka senangi

    o   Membuat pilihan secara sehat

    o   Mempu menghargai orang lain

    o   Memiliki rasa tanggungjawab

    o   Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi

    o   Dapat menyelesaikan konflik

    o   Dapat membuat keputusan secara efektif.

                  Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek perkembangan belajar (akademik) adalah :

    o   Dapat melaksanakan keterampilan atau teknik belajar secara efektif.

    o   Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan

    o   Mampu belajar secara efektif

    o   Memiliki keterampilan, kemampuan dan minat.

    o   Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek perkembangan karir, antara lain:

    o   Mampu membentuk identitas karir, dengan mengenali ciri-ciri pekerjaan didalam lingkungan kerja

    o   Mampu merencanakan masa depan

    o   Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir

    o   Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat.

    2.3 Landasan Bimbingan dan Konseling

    Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :

    2.3.1 Landasan Filosofis

    Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis. Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.

    2.3.2 Landasan Psikologis

    Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
    a. Motif dan Motivasi

    Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
    b. Pembawaan dan Lingkungan

    Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada.

    c. Perkembangan Individu

    Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
    d. Belajar

    Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan.

    e. Kepribadian

    Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.

    Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling serta dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
    3. Landasan Sosial-Budaya

    Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan.

    Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.


    4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

    Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

    Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).

    Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.

    Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.

    Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.

    5. Landasan religius

    Dalam landasan religius BK diperlukan penekanan pada 3 hal pokok:
    1)      Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam adalah mahluk tuhan
    2)      Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama
    3)      Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama untuk membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu.
    Landasan Religius berkenaan dengan :
    a. Manusia sebagai Mahluk Tuhan
    Manusia adalah mahluk Tuhan yang memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-sisi kemanusiaan tersebut tdiak boleh dibiarkan agar tidak mengarah pada hal-hal negatif. Perlu adanya bimbingan yang akan mengarahkan sisi-sisi kemanusiaan tersebut pada hal-hal positif.
    b. Sikap Keberagamaan
    Agama yang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap keberagamaan. Sikap keberagamaan tersebut pertama difokuskan pada agama itu sendiri, agama harus dipandang sebagai pedoman penting dalam hidup, nilai-nilainya harus diresapi dan diamalkan. Kedua, menyikapi peningkatan iptek sebagai upaya lanjut dari penyeimbang kehidupan dunia dan akhirat.
    c. Peranan Agama
    Pemanfaatan unsur-unsur agama hendaknya dilakukan secara wajar, tidak dipaksakan dan tepat menempatkan klien sebagai seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan sendiri sehingga agama dapat berperan positif dalam konseling yang dilakukan agama sebagai pedoman hidup ia memiliki fungsi :
    d. Memelihara fitrah
    e. Memelihara jiwa
    f. Memelihara akal
    g. Memelihara keturunan
          Dalam pengertian bimbingan dan konseling di sekolah, ada beberapa konsep yang dapat dijadikan sebagai acuan. Hal ini berguna karena konsep penting khusus bagi pengertian bimbingan dalam lingkup sekolah, yaitu :
    a) Bimbingan dalam pelaksanaannya merupakan suatu proses. Maksudnya adalah bimbingan itu dilaksanakan dalam rentang waktu yang relatif panjang, tidak sepintas lalu, insidental, dan tidak sepintas jalan. Semua itu karena bimbingan bukanlah peristiwa yang terjadi pada suatu hari sekolah. Proses tersebut mengandung pengertian bahwa bimbingan dilakukan secara sistematis dan metodis dalam sifatnya yang berencana, berprogram dan evaluative, yang pada akhirnya membuat bimbingan dapat berkembang maju.
    b) Bimbingan mengandung arti bantuan atau pelayanan. Maksudnya adalah bimbingan itu tercipta atas kesukarelaan subyek bimbing. Kesukarelaan pembimbing diwujudkan dalam sifat dan perilaku yang tidak memaksakan kehendaknya untuk membimbing individu, namun menawarkan dan menciptakan suasana yang membuat individu sadar bahwa dirinya memerlukan layanan atau bantuan dari pihak lain. Kesukarelaan si individu terbantu, diwujudkan dengan adanya keleluasaan dalam mengekspresikan pikiran, perasaan dan perilaku sehubungan dengan arah dan pemahaman diri, pengambilan keputusan, pembuatan pilihan dan pemecahan masalah dalam proses bimbingan. Pemaduan antara kesukarelaan subyek bimbing, pembimbing dan kesukarelaan si terbimbing akan melahirkan suatu hubungan yang demokratis diantara keduanya.
    c) Kelancaran pelaksanaan bimbingan dan pencapaian hasil bimbingan diperlukan adanya subyek pelaksana bimbingan yang kompeten. Kompetensi itu diperoleh dari pendidikan khusus, ajar-latih, keterampilan serta pribadi dan sikap dasar yang meyakinkan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, khususnya bagi si terbimbing. Ini menunjukan pada keperluan adanya tenaga professional yang punya kemampuan/ kecakapan/ keterampilan dalam wujud penggunaan pendekatan metode dan teknik-teknik bimbingan yang memadai.
    d) Bantuan diperuntukan bagi semua individu, semua peserta didik yang berada dalam kondisi tertentu yang memerlukan bantuan, namun mereka (peserta didik) memiliki kemungkinan untuk “bangkit” atau lebih maju sendiri selama atau sesudah pelayanan. Tidak hanya bagi peserta didik yang bimbang memilih kelompok program atau jenis pekerjaan/ karier, tidak juga hanya bagi peserta didik yang mengalami gangguan belajar dan tidak pula hanya bagi peserta didik yang mengalami salah-suai (maladjusted). Ciri semua peserta didik pada umumnya adalah memiliki kemungkinan untuk “bangkit diri” (self actualization) dan daya “nyata diri” (self realization). Memang diakui bahwa pemilikan hal-hal tersebut adalah berbeda derajatnya antara peserta didik satu dengan yang lain. Yang ini menimbulkan perbedaan diantara para peserta didik mengenai kecakapan memahami diri (self understanding), menerima diri (self acceptance) dan mengarahkan diri (self direction). Keperbedaan itu menimbulkan konsekuensi dalam hal derajat pengutamaan bimbingan pada setiap peserta didik, dan perbedaan jenis layanan yang diutamakan bagi berbagai kelompok peserta didik.
    e) Bimbingan mempunyai tujuan “jangka pendek” dan tujuan “jangka panjang”. Tujuan jangka pendek merupakan seperangkat kumampuan yang diharapkan dicapai peserta didik selama dan setelah proses bimbingan diberikan. Tujuan jangka pendek ini antara lain : kemampuan si terbimbing memahami diri, menerima diri dan mengarahkan diri; kemampuan nyata diri yang diwujudkan dalam kecakapan memecahkan persoalan-persoalan, membuat pilihan-pilihan dan mengadakan penyesuaian terhadap diri dan lingkungan sesuai sesuai dengan tingkat perkembangan yang dicapainya. Adapun tujuan jangka panjang : bimbingan merupakan suatu patokan ideal yang diharapkan dicapai individu yang telah memperoleh layanan bimbingan, dengan pencapaian kesejahteraan mental yang optimal bagi individu (terbimbing) dan pencapaian kebahagian pribadi yang bermanfaat bagi diri dan lingkungan sekitarnya. Tujuan jangka pendek bimbingan menjadi dasar bagi pencapaian tujuan jangka panjang. Hal ini membuat tujuan-tujuan jangka pendek yang efektif dapat memudahkan/ menunjang pencapaian kesejahteraan mental dan kebahagian yang ingin dimaksud

    2.4 Peran bimbingan dan penyuluhan dalam pendidikan

    Peranan bimbingan dan penyuluhan disekolah ialah mempelancar usaha-usaha sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Usaha untuk mencapai tujuan ini sering mengalami hambatan, dan ini terlihat pada anak-anak didik. Mereka tidak bisa mengikuti program pendidikan disekolah karena mereka mengalami masalah, kesulitan ataupun ketidakpastian. Disinilah letak peranan bimbingan dan penyuluhan, yaitu untuk memberikan bantuan untuk mengatasi masalah tersebut sehingga anak-anak dapat belajar lebih berhasil. Dengan begitu, pencapaian tujuan pendidikan lebih dapat diperlancar.

     Kedudukan bimbingan dan penyuluhan dalam pendidikan

    Beberapa kriteria yang menjadi syarat bahwa pendidikan dapat dikata bermutu adalah pendidikan yang mampu mengintregasikan tiga bidang kegiatan utama secara efektif, yaitu: bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikulum, dan bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling).

    §  Bidang administratif dan kepemimpinan

    Bidang ini merupakan kegiatan yang berkaitan dengan masalah administrasi dan kepemimpinan, yaitu masalah yang berhubungan dengan cara melakukan kegiatan secara efesien.

    §  Bidang pengajaran dan kurikuler

    Bidang ini bertanggung jawab dalam kegiatan pengajaran dan bertujuan untuk memberikan bekal, pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada pesertadidik.

    Pada umumnya bidang ini merupakan pusat kegiatan pendidikan dan merupakan tanggung jawab utama staff pengajar.

    §  Bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling).

    Bidang ini terkait dengan program pemberian layanan bantuan kepada peserta didik dalam upaya mencapai perkembangannya yang optimal melalui interaksi yang sehat dengan lingkungannya.

    Menurut Dr. Thari Musnamar, bimbingan dan penyuluhan disekolah dalam pelaksanaannya mempunyai beberapa pola atau kemungkinannya operasionalnya:

    ·         Bimbingan identik dengan pendidikan.

    ·         Bimbingan sebagai pelengkap pendidikan.

    ·         Bimbingan dan penyuluhan sebagai pelengkap kurikuler.

    ·         Bimbingan dan penyuluhan sebagai bagian dari layanan urusan kesiswaan.

    ·         Bimbingan dan penyuluhan sebagai sub sistem pendidikan.

    2.5  Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
           Sekolah dasar bertanggung jawab memberikan pengalaman-pengalaman dasar kepada anak,yaitu kemampuan dan kecakapan membaca,menulis dan berhitung,pengetahuan umum serta perkembangan kepribadian,yaitu sikap terbuka terhadap orang lain,penuh inisiatif,kreatifitas,dan kepemimpinan,ketrampilan serta sikap bertanggung jawab guru sekolah dasar memegang peranan dan memikul tanggung jawab untuk memahami anak dan membantu perkembangan social pribadi anak.

    Bimbingan itu sendiri dapat diartikan suatu bagian integral dalam keseluruhan program pendidikan yang mempunyai fungsi positif,bukan hanya suatu kekuatan kolektif.proses yang terpenting dalam pentingnya bimbingan adalah proses penemuan diri sendiri. Hal tersebut akan membantu anak mengadakan penyesuaian terhadap situasi baru,mengembangkan kemampuan anak untuk memahami diri sendiri dan meerapkannya dalam situasi mendatang. Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis yang dihadapi oleh anak, tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang perkembangan anak sebagai pribadi dengan segala kebutuhan,minat dan kemampuan yang harus berkembang.
    1. Tindakan preventif di sekolah dasar
    Tuntutan untuk mengadakan identifikasi secara awal diakui kebenarannya oleh para ahli bimbingan karena:

    a.       kepribadian anak masih luwes,belum menemukan banyak masalh hidup,mudah terbentuk dan masih akan banyak mengalami perkembangan.

    b.      orang tua murid sering berhubungan dengan guru dan mudah dibentuk hubungan tersebut,orang tua juga aktif pendidikan anaknya disekolah.

    c.        masa depan anak masih terbuka sehingga dapat belajar mengenali diri sendiri dan dapat menghadapi suatu masalah dikemudian hari.

    Bimbingan tidak hanya pada anak yang bermasalah melainkan pandangan bimbingan dewasa ini yaitu menyediakan suasana atau situasi perkembangan yang baik,sehingga setiap anak di sekolah dapat terdorong semangat belajarnya dan dapat mengembangkan pribadinya sebaik mungkin dan terhindar dari praktik-praktik yang merusak perkembangan anak itu sendiri.

    2.    Kesiapan disekolah dasar
    Konsep psikologi belajar mengenai kesiapan belajar menunjukkan bahwa hambatan pendidikan dapat timbul jika kurikulum diberikan kepada anak terlalu cepat/terlalu lambat, untuk menghadapi perubahan dan perkembangan pendidikan yang terus menerus perlu adanya penyuluhan untuk menumbahkan motivasi dan menciptakan situasi balajar dengan baik sehingga diperoleh kreatifitas dan kepemimpinan yang positif pada aktrifitas melalui penyuluhan kepada orang tua dan murid.

    BAB III

    PENUTUP

    3.1  Kesimpulan

    Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Adapun fungsi-fungsi dari bimbingan dan konseling adalah :

    ·         Pencegahan (preventif)

    ·         Pemahaman

    ·         Perbaikan (penyembuhan)

    ·         Fungsi pemeliharaan dan pengembangan

    ·         Fungsi penyaluran (distributif)

    ·         Fungsi adaptasi (adative)

    ·         Fungsi penyesuaian (adjuditive)

    Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling.

    Peranan bimbingan dan penyuluhan disekolah ialah mempelancar usaha-usaha sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Beberapa kriteria yang menjadi syarat bahwa pendidikan dapat dikata bermutu adalah pendidikan yang mampu mengintregasikan tiga bidang kegiatan utama secara efektif, yaitu: bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikulum, dan bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling).

    DAFTAR RUJUKAN

    Abdillah, Irfad Faiq, 2012. HAKIKAT DAN URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING. (online), (http://irfadfaiq.blogspot.com/), diakses tanggal 23 Januari 2014.

    Anonim, 2010. Perlunya Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. (online), (http://artikel-makalahpend.blogspot.com/2010/05/perlunya-bimbingan-dan-konseling-di.html), diakses tanggal 23 Januari 2014.

    Huda, Khaerul, 2012. URGENSI BIMBINGAN KONSELING DALAM PENDIDIKAN. (online), (http://akademi-pendidikan.blogspot.com/2012/10/urgensi-bimbingan-konseling-dalam.html), diakses tanggal 23 Januari 2014.