Belakangan ini kita sering mendengar mengenai “kanker serviks”. Kanker ini memang momok bagi perempuan. Menurutdata, di Indonesia ini diperkirakan setiap satu jam ada satu orang yang meninggal akibat dari kanker serviks.
Kanker ini merupakan pembunuh wanita yang menakutkan.Kanker serviks atau kanker leher rahim biasa juaga disebut kanker Mulut rahim. Mengingat fakta yang Mengerikan ini, maka berbagai tindakan pencegahan dan pengobatan telah dibuat untuk mengatasi kanker serviks atau kanker leher rahim. Dimana kanker ini disebabkan oleh Virus HPV (Human papillomavirus).
Kanker serviks atau yang lebih dikenal dengan kanker leher rahim adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim, perubahan untuk menjadi sel kanker memekan waktu lama, sekitar 10 sampai 15 tahun. Kanker ini biasanya terjadi pada umur 30 sampai dengan 50 tahun, yaitu puncak usia reproduktif perempuan sehingga akan menyebabkan gangguan kualitas hidup secara fisik, kejiwaan dan kesehatan seksual.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Kanker Serviks?
2. Apa Penyebab dari Kanker Seviks?
3. Apa akibat/gejala – gejala yang timbul akibat Kanker Serviks?
4. Bagaimana Stadium Kanker serviks?
5. Bagaimana Pencegahan Kanker Serviks?
6. Bagaimana tahap Pengobatan Kanker Serviks?
C. Tujuan
Makalah ini kami buat dengan tujuan agar kita mampu Menghindari Kanker serviks atau setidaknya Mencegah Kanker Serviks dan Mengetahui gejala – gejala dan akibat Kanker Serviks, serta Mampu Mengobati Kaker Serviks.
Bab II. Pembahasan
A. Pengertian Kanker Serviks
Penyakit kanker leher rahim yang istilah kesehatannya adalah kanker serviksmerupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu liang senggama (vagina).
Kanker Serviks adalah keganasan yang bermula pada sel-sel serviks (leher rahim). Kanker serviks dimulai pada lapisan serviks. Terjadinya kanker sangat perlahan. Pertama, beberapa sel normal berubah menjadi sel-sel prakanker, kemudian berubah menjadi sel kanker. Perubahan ini disebut dispalasia dan biasanya terdeteksi dengan tes pap smear.
B. Penyebab Kanker Serviks
Human papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab dari kanker serviks. Sedangkan penyebab banyak kematian pada kaum wanita adalah virus HPV tipe 16 dan 18. Virus ini sangat mudah berpindah dan menyebar, tidak hanya melalui cairan, tapi juga bisa berpindah melalui sentuhan kulit. Selain itu, penggunaan wc umum yang sudah terkena virus HPV, dapat menjangkit seseorang yang menggunakannya jika tidak membersihkannya dengan baik.
Berikut ini beberapa faktor resiko/penyebab terjadinya kanker serviks:
a. Merokok
Wanita yang merokok memiliki kemungkinan dua kali lipat terkena kanker serviks dibandingkan mereka yang tidak merokok.
b. Infeksi HIV
Seorang wanita yang terjangkit HIV memiliki sistem kekebalan tubuh yang kurang dapat memerangi Infeksi HPV maupun kanker pada stadiun awal.
c. Infeksi bakteri klamidia
Beberapa penelitian menemukan bahwa wanita yang memiliki sejarah atau infeksi klamidia saat ini, memiliki resiko kanker serviks lebih tinggi.
d. Pil KB
Penggunaan pil KB dalam jangka panjang dapat menikatkan resiko terjadinya kanker serviks.
e. Hamil lebih dari tiga kali
Wanita yang menjalani tiga kali atau lebih proses kehamilan memeiliki resiko terjadinya kanker serviks lebih tinggi.
f. Hamil pertama pada usia muda
Wanita yang hamil pertama pada usia dibawah umur 17 tahun hampir selalu dua kali lebih memungkinkan terkena kanker serviks pada usia tuanya jika dibandingkan dengan wanita yang menunda kehamilanya hingga berusia 25 tahun atau lebih.
g. Riwayat Keluarga
Apabila ibu atau kakak perempuan anda menderita kanker serviks, resiko anda terkena kanker ini mencapai dua atau tiga kali lipat dibandingkan orang yang tidak ada riwayat kanker serviks pada keluarga.
C. Gejala dan Akibat dari Kanker Serviks
Pada tahap awal sering sering tidak ada tanda – tanda yang khas namun, kadang ditemukan gejala – gejala sebagai berikut ;
Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina.
Pendarahan setelah sanggama yang kemudian berlanjut menjadi pendarahan yang abnormal.
Timbulnya pendarahan setelah masa menopause.
Pada fase Inpansif dapat keluar cairan warna kuning – kuning, berbau dan dapat bercampur dengan darah.
Timbul gejala – gejala anemia bila terjadi pendarahan Kronis.
Timbul nyeri Panggul atau perut dibagian bawah bila ada radang panggul.
Pada stadium Lanjut, badan menjadi kurus karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum).
Seperti layaknya kanker, jenis kanker juga mengalami penyebaran (metastasis). Penyebaran kankerserviks ada tiga macam, yaitu :
a) Melalui Pembuluh Limfe (limfogen) Menuju kelenjar getah bening lainya.
b) Melalui Pembuluh darah (hematogen).
c) Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing.
D. Stadium Kanker serviks
Penentuan stadium pada pasien kanker serviks sangat penting. Hal ini berkaitan dengan jenis pengobatan dan prospek pemulihan yang akan dilakukan. Stadium kanker serviks sebagai berikut :
Stadium
Keterangan
0
Kanker serviks stadium 0 bisa disebut karsinoma in situ. Sel abnormal hanya ditemukan di dalam lapisan serviks.
I
Kanker hanya ditemukan pada leher rahim.
II
Kanker yang telah menyebar diluar leher rahim, tetapi tidak menyebar ke kedinding pelvis atau sepertiga bagian bawah Vagina.
III
Kanker yang telah menyebar hingga sepertiga bagian bawah Vagina. Mungkin telah menyebar kedinding panggul dan atau telah menyebabkan ginjal tidak berfungsi.
IV
Kanker telah menyebar kekandung kemih, rektum, atau bagian tubuh lain seperti paru-paru, tulang, dan hati.
E. Pencegahan Kanker Serviks
· Kanker Serviks dapat dicegah dengan “skrining” yang dinamakan PAP SMEAR dan skrining ini sangat Efektif karena pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.Skrining bertujuan untuk mengetahui adanya kegansan (kanker) dengan Mikroskop.
· Sekarang juga sudah ditemukan Vaksin untuk mencegah kanker serviks, bahkan Vaksin ini dapat diberikan pada remaja putri mulai usia 10 tahun. Dengan melakukan Vaksinasi ini pencegahan dapat dilakukan, dan bagi wanita yang aktif atau sudah berhubungan seksual harus rutin melakukan PAP SMEAR atu Inspeksi Visual.
· Memiliki pola makanan yang sehat, yang kaya dengan sayuran, buah sereal untuk merangsang sistem kekebalan tubuh.
· Hindari merokok.
· Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda.
· Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
· Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan Vagina toilet.
F. Pengobatan Kanker Serviks
a. Operasi
Ada beberapa jenis operasi untuk pengobatan kanker serviks. Beberapa pengobatan melibatkan pengangkatan rahim (histerektomi). Daftar ini mencangkup beberapa jenis opersi yang paling umum di lakukan pada pengobatan kanker serviks.
1. Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan kedalam Vagina dan leher rahim. Cara ini dapat membunuh sel-sel abnormal dengan cara membekukanya. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ada di dalam leher rahim (stadium 0), bukan kanker invasif yang telah menyebar keluar leher rahim.
2. Bedah Laser
Cara ini menggunakan sebuah sinar laser untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian kecil jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser hanya di gunakan sebagai pengobatan kanker serviks pra-invasif (stadium 0).
3. Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan di angkat dari leher rahim. Pemotongan dilakukan menggunakan pisau bedah, laser atau kawat tipis yang di panaskan oleh listrik. Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan atau mengobati kanker serviks tahap awal(stadium 0 atau 1).
4. Histerektomi
· Histerektomi sederhana
Cara kerja metode ini adalah mengankat rahim, tetapi tidak mencangkup jaringan yang berada didekatnya. Vagina maupun kelenjar getah bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi dibagian depan perut atau melalui vagina.
Setelah dilakukan operasi ini, seorang wanita tidak bisa hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa kanker serviks stadium awal (stadium 1) dan mengobati kanker stadium prakanker (stadium 0) jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi.
· Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul
Pada operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di dekatnya, Vagina bagian atas yang berbatasan dengan leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Opersi ini paling sering di lakukan melalui pemotongan bagian depan perut, bukan dilakukan melalui vagina.
5. Trachlektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachlektomi radikal memungkinkan wanita muda dengan kanker stadium awal dapat di obati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini meliputi pengangkatan serviks dan bagian atas Vagina, kemudian meletkkanya pada jahitan berbentuk kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim didalam rahim. Kelenjar getah bening didekatnya juga di angkat. Opersi ini bisa dilakukan melalui vagina atau perut.
Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat mengalami kehamilan jangka panjang dan melahirkan bayi yang sehat melalui operasi caecar. Resiko terjadinya kekambuhan kanker sesudah pengobatn ini cukup rendah.
6. Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan vagina dan perut, pada opersi jenis ini juga dilakukan pengangkatan kandung kemih, vagina, dubur, dan sebagian usus besar. Operasi ini dilakukan saat kanker serviks kambuh kembali setelah pengobatan sebelumnya. Diperlukan waktu enam bualan atau lebih untuk pulih dari opersi radikal ini. Namun, wanita yang pernah menjalni opersi ini tetap dapat menjalani kehidupan dengan bahagia dan produktif
b. Radioterapi
Pada pengobatan kanker serviks, radioterpi ditetapkan dengan melakukan radiasi eksternal yang diberikan bersama dengan kemoterpi dosis rendah. Untuk jenis pengobatan radiasi internal, zat radioaktif dimasukkan kedalam silinder didalam vagina. Kadang-kadang, bahan-bahan radioaktif ini ditempatkan kedalam jarum tipis yang dimasukkan langsung kadalam tumor.
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Biasanya obat-obatan tersebut di berikan melalui infus kedalam pembuluh darah atu melalui mulut. Setelah obat masuk kealiran darah, maka akan menyebar keseluruh tubuh. Terkadang, ada beberapa obat yang diberikan dalam satu waktu.
Pengobatan kanker serviks berdasarkan stadiumnya
a. Stadium prakanker (stadium 1)
Stadium prakanker hingga stadium 1 awal biasanya diobati dengan histerektomi. Apabila pasien massih ingin memiliki anak biasanya dilakukan metode LEEP atau cone biopsy.
b. Stadium awal (stadium 1 dan II)
· Apabila ukuran tumor kurang dari 4 cm biasanya dilakukan radikal histerektomi atau radioterapi dengan atau tampa kometerapi.
· Apabila ukuran tumor lebih dari 4 cm biasanya dilakukan radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, atau kometerapi berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi.
c. Stadium lanjut(stadium akhir II Akhir-IV awal)
Kanker serviks pada stadium ini dapat diobati dengan radioterapi dan kometerapi berbasis cisplatin. Pada stadium sangat lanjut(stadium IV akhir),dokter dapat mempertimbangkan kometerapi dengan kombinasi obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.
Jika kesembuhan tidak dimungkinkan, tujuan pengobatan selanjutnya adalah mengangkat atau menghanjurkan sebanyak mungkin sel-sel kanker. Biasanyaa dilakukan pengobatan yang bersifat paliatif-ditujukan untuk mengurangi gejala-gejala.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker serviks menyerang daerah leher rahim atau serviks yang disebabkan infeksi virus HPV(human papillomavirus) yang tidak sembuh dalam waktu lama. Jika kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi HPV akan mengganas dan bisa menyebabkan terjadinya kanker serviks. Gejalanya tidak terlalu kelihatan pada stadium dini, itulah sebabnya kanker serviks yang dimulai dari infeksi HPV dianggap sebagai “The Silent Killer”.
Buruknya gaya hidup seseorang dapat menjadi penunjang meningkatnya jumlah penderita kanker ini. Kebiasaan merokok, kurang mengkonsumsi vitamin C, vitamin E dan asam folat dapat menjadi penyebabnya. Jika mengkonsumsi makanan bergizi akan membuat daya tahan tubuh meningkat dan dapat mengusir virus HPV.
Risiko menderita kanker serviks adalah wanita yang aktif berhubungan seks sejak usia sangat dini, yang sering berganti pasangan seks, atau yang berhubungan seks dengan pria yang suka berganti pasangan. Faktor penyebab lainnya adalah menggunakan pil KB dalam jangka waktu lama atau berasal dari keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker.
B. Saran
1. Menghindari merokok, ini menunjukkan penggunaan tembakau dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
2. Menghindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
3. Menghindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
4. Menghindari berhubungan seks dengan banyak partner.
5. Menjalani tes Pap smear secara teratur.
6. Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.
DAFTAR PUSTAKA
Google.Com
Kapita selekta, fakultas UI, Edisi ketiga. 2001, Media Aesculapius
Stop Kanker,”Kanker bukan lagi vonis mati”, agroMedia Pustaka, 2010
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000).
Menurut europen stroke initiative (2003), Stroke atau serangan otak (brain attack) adalah defisit neurologis mendadak susunan saraf pusat yang di sebabkan oleh peristiwa iskhemik atau hemorargik. Sehingga stroke di bedakan menjadi dua macam yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Pada stroke non hemoragik suplai darah ke bagian otak terganggu akibat aterosklerosis atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah. Sedangkan pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah normal dan menyebabkan darah merembes pada area otak dan menimbulkan kerusakan.
Stroke non hemoragik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak yang mana yang terkena.
Dulu memang penyakit ini di derita oleh orang tua terutama yang berusia 60 tahun keatas, karena usia juga merupakan salah satu faktor risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Namun sekarang ini ada kecenderungan juga diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada orang muda perkotaan modern. (http://siti.staff.ugm.ac.id/)
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran berbagai variabel kesehatan masyarakat, hasilnya adalah penyakit stroke merupakan pembunuh utama di kalangan penduduk perkotaan.
Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina, Austria, tahun 2008 juga mengungkapkan bahwa di kawasan Asia terus meningkatnya jumlah kasus stroke. Untuk pencegahannya perlu diantisipasi dengan cara menyebarluaskan pengetahuan tentang bahaya stroke misalnya melalui media massa, internet, seminar dan lain-lain.
Melihat kompleknya dan komplikasi dari stroke non hemoragik, maka kelompok mengambil judul makalah ini yaitu Stroke Non Hemoragik untuk dapat meminimalkan dampak negatif dari stroke non hemoragik dan sebagai kasus kelolaan kelompok dalam praktikum keperawatan dewasa II.
B.Tujuan
Tujuan dari pada penulisan makalah asuhan keperawatan ini ada dua macam yaitu:
1. Tujuan Umum:
Memberikan gambaran hasil asuhan keperawatan pada klien dengan stroke non hemoragik.
2. Tujuan Khusus:
a. Menjelaskan konsep dasar stroke non hemoragik yang terdiri dari pengertian, etiologi, manifestasi klinis dan komplikasi.
b. Menjelaskan hasil asuhan keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi.
c. Mengulas atau menguraikan tentang kendala dan keberhasilan asuhan keperawatan.
Bab II. Kajian Teori
A.Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler (definisi menurut WHO).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk , 2000).
Stroke adalah gangguan neurologi yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi dan pembuluh darah (Price, 2000).
Stroke adalah Infark dari sebagian otak karena kekurangan aliran darah ke otak (Junaidi, 2004).
Stroke adalah gangguan fungsi otak akut yang disebabkan terhentinya suplai darah ke otak dimana terjadi secara mendadak dan cepat dengan gejala sesuai dengan daerah fokal di otak yang mengalami gangguan.
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.
B.Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Thrombosis
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
2. Embolisme serebral
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b) Myocard infark
c) Fibrilasi.
d) Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
e) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Hemorargik cerebral
Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
a) Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
b) Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju ke otak.
c) Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.
d) Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah, merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.
Faktor-faktor atau keadaan yang memungkinkan terjadinya stroke dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:
Usia, jenis kelamin, herediter, ras/etnik.
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:
Riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes millitus, hiperkolesterol, obesitas, merokok.
C.Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
Kehilangan motorik.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia.
Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.
Kerusakan fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
Disfungsi kandung kemih, meliputi : inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:
Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah.
Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan penglihatan.
Pengaruh terhadap komunikasi: bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
D.Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.
Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
Keadaan pembuluh darah.
Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
E. Pathways
Terlampir
F.Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3. Pungsi Lumbal * Menunjukan adanya tekanan normal. * Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).
G.Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
H.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada stroke trombotik/emboli/ stroke non hemoragik didasarkan pada:
1. Mempertahankan perfusi jaringan serebral secara adekuat: misalnya dengan tirah baring, monitor tekanan darah dan tingkat kesadaran.
2. Melindungi jaringan marginal disekitar infark.
3. Merangsang pulihnya fungsi neuron yang mengalami kerusakan ireversibel.
4. Mencegah pembentukan bekuan darah dan gangguan serebral lainnya, misalnya pemberian antikoagulan seperti Dicumarol, heparin.
Sedangkan tindakan pembedahan dilakukan untuk:
1. Mengeluarkan bekuan darah atau thrombus dari arteri carotis atau vertebra.
2. Merekonstruksi arteri yang sebagian teroklusi.
3. Melakukan bypass pada arteri yang tersumbat dengan venous graft.
Selain yang disebutkan di atas yaitu:
1. Breathing (B1)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thorak didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2. Blood (B2)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD>200 mmHg.
3. Brain (B3)
Stroke menyebabkan berbagai dfisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
4. Bladder (B4)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarus eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan tekhnik steril. Inkotinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5. Bowel (B5)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6. Bone (B6)
Stroke dalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada saah satu) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satusisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobillitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin,2004).
I.Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Pengkajian primer
a. Airway:
Pengkajian mengenai kepatenan jalan nafas. Kaji adanya obstruksi pada jalan napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
b. Breathing:
Kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur,
Meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta
perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit,
nadi, dan adanya perdarahan.
d. Disability:
Yang dinilai adalah tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure
Penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.
2. Pengkajian skunder
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, fisiologis, social budaya, spiritual kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi, dan gaya hidup klien. (Marillyn E. Doengus et al 2000).
Pengumpulan data dapat meliputi :
a) Identitas klien.
Meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam, MRS, nomor register, dignosa medis.
b)Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c)Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah projektil bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
d)Riwayat penyakit terdahulu
Adanya riwayat hypertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktiv dan kegemukan
(Susan Martin Tucker. 1999).
e)Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah pada fase akut.
3. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise / hemiplegia, kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
5. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran unutk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
7. Pola sensori dan kognitiv
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan atau kekaburan pandangan perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir
8. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
9. Pola penanggulangan stres
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
10. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pola tata nilai dan kepercayaan klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
f)Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran.
2. Suara bicara
Kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
Jika klien kekurangan oksigen kulit akan tampak pucat dan jika kekurangn cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubtus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
b. Kuku : Perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c. Rambut : Umumnya tidak ada kelainan
5. Pemeriksaan kepala dan leher :
a. Kepala : Bentuk mecocephal.
b. Muka : Umumnya tidak simetris yaitu
mencong kesalah satu sisi
c. Leher :Kaku kuduk jarang terjadi (satya negara. 1998).
6. Pemeriksaan dada
Pada pernapasan kadang didapatkan suara napas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara napas tambahan, pernapasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
7. Pemeriksaan Abdomen
Didapatkan penurunan peristaltic usus akibat bed rewst yang lama, dan kadang terdapat kembung.
8. Pemeriksaan Inguinal, genetalia, dan anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine.
9. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu tubuh
10. Pemeriksaan neurologis
a. Pemeriksaan nervus kranial
Umumnya terdapat terdapat gangguan pada nervus kranialis VII dan XII sentral.
b. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan (kelemahan pada salah satu sisi tubuh).
c. Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemiparesis
d. Pemeriksaan refleks
Pada pola fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan kembali didahului dengan refeks patologis.
e. Test fungsi serebral
1. Pemeriksaan tingkat kesadaran GCS
a. Respon membuka mata Nilai 1-4
b. Respon bicara Nilai 1-5
c. Respon motorik Nilai 1-6
2. Daya ingat (memori)
a. Immediale memory/segera setelah presentasi
b. Recent memory/beberapa menit, jam, dan hari
presentasi
c. Remote memory/post memory beberapa tahun atau
jangka waktu lama
3. Bicara, kemampuan untuk menerima dan menyampaikan informasi
1. Test apakah pasien bisa berdiri lurus di jalan lintasan
2. Test keseimbangan koordinasi ”Ikuti jari saya, tunjuk jari saya, tunjuk hidung sendiri”
3. Test tonus dan kekuatan otot
a. Test kekuatan otot dipalpasi apakah otot terasa kenyal atau lunak.
b. Tonus otot apakah hypotoni atau hipertoni.
c. Periksa kekuatan otot anggota gerak atas kanan dan kiri dengan cara ;
pemeriksa mencoba menggerakkan, sementara klien mempertahankan, dan klien yang menggerakkan dan pemeriksa yang menahan. Memakai enam penilaian/gradasi yaitu :
0 = bila terlihat tidak kontraksi
1 = terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan sendi
2 = ada gerakan pada sendi, tetapi tidak melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan/melawantahanan pemeriksa/dengan tahanan ringan.
4 = bisa bergerak melawan tahanan sedang dari pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
J.Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, hemoragik, vasospasme cerebral, edema cerebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastic.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma / penurunan neurology), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan).
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan reflek menelan turun hilang rasa ujung lidah.
K.Intervensi
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungandengan interupsi aliran darah, hemoragik, vasospasme cerebral, edema cerebral.
Tujuan keperawatan: a. Klien dapat mempertahankan perkusi yang normal. b. Gangguan perfusi jaringan dapat diatasi. Kriteriahasil: a. Klien tidak gelisah. b. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. c. GCS Motorik: 6, Verbal: 5, Eye: 4 d. Pupil isokor, reflek cahaya (+).e. Tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit).
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya. b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total. c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam.d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis). e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan. f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung. g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional: Keluarga lebih berpartisipasi dalam prosespenyembuhanRasional: Untuk mencegah perdarahan ulangRasional: Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.Rasional: Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra cranial.Rasional: Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.Rasional: Memperbaiki sel yang masih viable.
Tujuan keperawatan: a. Klien mampu melaksanakan parestesia, flaksid aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil: a. Tidak terjadi kontraktur sendi.b. Bertambahnya kekuatan otot.c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam. b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit. c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.d. Tinggikan kepala dan tangan .e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Rasional: Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.Rasional: Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
Rasional: Memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.Rasional: Mempermudah pemenuhan oksigen ke jaringan seluruh tubuhRasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
3
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma / penurunan neurology), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan).
Tujuan: a. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal. Kriteria hasil: a. Adanya perubahan kemampuan yang nyata.b. Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
a. Tentukan kondisi patologis klien. b. Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi. c. Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama. d. Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat. e. Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek.
Rasional: Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakanRasional: Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien.
Rasional: Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasiRasional: Untuk mengetahui keadaan emosi klien
Rasional: Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
4
Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control atau koordinasi otot
Tujuan: a. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi. Kriteriahasil: a. Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klienb. Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
a. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri. b. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh. c. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan. d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya. e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi ..
Rasional: Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.Rasional: Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus. Rasional: Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan Rasional: Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyuRasional: Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkanrencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
5
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungandengan reflek menelan turun hilang rasa ujung lidah.
Tujuan: a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteriahasil: b. Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi specifik untuk merangsang nafsu makan. c. BB stabil. d. Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat.
a. Observasi tekstur, turgor kulit.b. Lakukan oral hygiene.c. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan refleks batuk.
d. Letakkan posisi kpala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
e. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
f. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
g. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang.
Rasional: Mengetahui status nutrisi klien.Rasional: Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.Rasional: Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
Rasional: Untuk klien lebih mudahuntuk menelan karena gaya gravitasiRasional: Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan risiko tersedak.
Rasional: Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan.Rasional: Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
Bab III. Tinjauan Kasus
A.PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan tanggal 16 Mei 2011 jam 09.00 WIB, tanggal 17 Mei 2011 jam 08.00 WIB. Penyampaian data diperoleh dengan anamnesa dan melihat Catatan Medik pasien.
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan :
Alamat :
Status Perkawinan : Menikah
Suku/ Bangsa :
Ruang Rawat :
No Register :
Tanggal masuk : 14 Mei 2011
Diagnosa Medis : SNH
II. Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan Dengan Klien: Istri
III. Riwayat Kesehatan
1.Keluhan Utama
Lemah anggot gerak sebelah kiri
2.Riwayat penyakit sekarang
2 hari sebelum dirawat di RS pada waktu Tn. S di rumah, saat hendak mandi dan mengangkat gayung tiba-tiba pasien sulit mengangkat tangan, tidak mual, tidak muntah dan nyeri kepala tidak ada, bibir merot ke kanan oleh karena itu klien dibawa ke RS A, dari RS tersebut kemudian klien dirujuk ke RS B Semarang.Keluhan tersebut dialami klien saat dari rumah hingga klien pulang dari Rumah Sakit. Klien kurang tahu penyebabnya, tiba-tiba kaki dan tangannya sulit untuk digerakkan. Klien belum pernah menderita sakit seperti ini dan mempunyai riwayat hipertensi maupun diabetes mellitus, klien sering sekali merokok dan dalam sehari habis 2 bungkus rokok. Dari UGD RS B klien mendapat RL 20 tpm,
3.Riwayat penyakit dahulu
1 bulan yang lalu klien juga pernah di rawat di RS A. Klien tidak punya riwayat DM, punya riwayat hipertensi, punya riwayat kolesterol juga.
4.Riwayat penyakit keluarga
Menurut klien, keluarga ada yang mempunyai riwayat Hipertensi yaitu ibunya.
Genogram
Pasien berjenis kelamin laki-laki anak ke tiga dari 3 bersaudara, ayah pasien sudah meninggal karena usia sudah tua, ibu klien meninggal karena stroke, pasien menikah dengan perempuan anak pertama dari dua bersaudara, dan mempunyai 3 anak. Anak pertama perempuan, kedua laki-laki, dan ketiga laki-laki. Pasien tinggal dengan istri mertua perempuan dan ketiga anaknya.
1. Riwayat sosial ekonomi
Biaya perawatan ditanggung jamsostek
IV. Pola Kesehatan Fungsional Menurut Gordon
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien tahu sedikit mengenai penyakit yang diderita, pasien mengatakan keadaanya ingin segera membaik dan tidak bertambah parah.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum dirawat, pasien makan 3x dalam sehari, dengan diit biasa. Minum air putih 6 gelas dalam sehari. Selama dirawat, klien makan 3x dalam sehari, mengalami mual dan muntah saat pertama kali dirawat. Muntah 2x dalam 1 hari pertama. Dengan diit rendah gula, porsi sedikit tapi sering, minum 4 gelas dalam sehari.
3. Pola aktivitas dan latihan
Klien adalah seorang laki-laki, anak ke 3 dari 3 bersaudara, terbiasa melakukan dan aktivitas secara mandiri sebelum mengalami kelemahan anggota gerak kiri. Selama dirawat aktivitas sehari-hari ada yang bergantung kepada keluarga, yaitu aktivitas makan, eliminasi (BAB dan BAK), mandi.
4. Pola eliminasi
Sebelum dirawat pola eliminasi klien dalam keadaan normal, BAB 1X dalam sehari, BAK 3X dalam sehari. setelah dirawat BAK klien tidak ada gangguan namun BAB ada gangguan pola yaitu klien mengatakan sudah 3 belum BAB.
5. Pola istirahat dan tidur
Sebelum dan saat dirawat pola istirahat pasien tidak terganggu, klien tidur dari jam 22.00-05.00
6. Pola sensori dan kognitif
Sebelum dan saat sakit pada Tn. M tidak ada penurunan kemampuan sensasi (penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecapan, sensasi perabaan). Klien tidak menggunakan alat bantu mendengar ataupun kacamata saat sebelum dan saat sakit. Saat sakit dan sebelum sakit tidak ada masalah dengan kemampuan mengingat, bicara pelo, mulut merot ke kanan, dan memahami pesan yang diterima, klien juga mampu mengambil keputusan yang bersifat sederhana (misalnya klien mengatakan badan panas dan minta obat penurun panas). Persepsi terhadap nyeri yaitu: pusing atau nyeri kepala meningkat saat duduk dan bila berbaring nyeri
berkurang, lama keluhan = lama duduk, lokasi sumber nyeri dikepala dan tidak menyebar. Skala: 5, keluhan dirasakan ketika berlatih duduk.
7. Pola konsep diri
Klien terlihat kooperatif selama perawat atau petugas kesehatan melakukan pengkajian, dan merespon pertanyaan-pertyanyaan perawat. Terkadang klien juga bertanya tentang penyakit yang diderita.
8. Pola hubungan dengan orang lain
Hubungan klien dengan orang lain baik, tidak ada masalah.
9. Pola reproduksi seksual
Klien adalah seorang pria sudah menikah, dan selama dirawat belum melakukan hubungan seksual karena adanya kelemahan anggota gerak kiri.
10. Pola mekanisme koping
Jika klien mempunyai suatu masalah, biasanya diselesaikan dengan musyawarah, dan sharing istri dan anaknya.
11. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan
Klien adalah seorang muslim, sebelum dirawat klien melakukan sholat 5 waktu, setelah dirawat ibadah klien terganggu karena kondisi yang lemah, dan hanya melakukan sholat dengan posisi tidur.
3. Kepala : mesosefal, simetris, tidak ada luka, dan tidak ada jejas
Rambut : pendek, bersih
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokhor
Hidung : simetris, tidak ada secret, tidak ada polip, tidak terpasang NGT.
Telinga : tidak ada serumen , bersih
Mulut : keadaan selaput mukosa lembab, tidak terdapat sariawan, mulut bersih, tidak terdapat bau mulut, tidak ada bengkak pada gusi, bibir agak kering. Leher dan tenggorokan: tidak ada benjolan pada leher, posisi trakhea di tengah, tidak terdapat pemasangan alat (trakeostomy), tidak ada pembesaran tonsil (inspeksi), tidak ada nyeri waktu menelan, posisi mulut merot ke kanan.
4. Paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor seluruh lapisan paru
Auskultasi : vesikuler ada
5. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis berada di SIC IV mid klavikula
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : bunyi jantung BJ I & BJ II
6. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak asites
Auskultasi : bising usus ada 12 x/menit
Palpasi : teraba 2 cm di bawah arkus costae, padat, rata, tepi tajam, nyeri tekan ada
Perkusi : timpani
7. Genetalia
Tidak terpasang Kateter
8. Ekstremitas
Kuku bersih, turgor baik, tidak adanya edema, akral hangat, Capillary refill time kurang dari 3 detik, kekuatan otot: tangan kanan 5 dan kaki kanan 5, tangan kiri 3 dan kaki kiri 3. Klien bisa bergerak akan tetapi tangan kiri dan kaki kiri tidak bisa bergerak secara maksimal( mampu menahan gravitasi tapi dengan sentuhan jatuh), bila ingin latihan duduk klien berpegangan pada pengaman tempat tidur dan saat duduk klien mengatakan pusing. Pada daerah tusukan infuse (tangan sebelah kanan) tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada edema dan tidak kemerahan.
9. Kulit
Bersih, warna coklat kehitaman,lembab, turgor baik, tidak ada edema.
DS :Klien mengatakan nyeri kepala pada waktu duduk, dengan skala 5.DO:Tekanan darah: 140/80 mmHg, suhu: 37 ° C, nadi: 60 kali permenit, RR: 20 kali permenit.Ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial. TD 140/80 mmhgNadi 60x/menit.
perubahan perfusi jaringan serebral
terputusnya aliran darah ke otak
2
Senin, 16/5/2011
DS : kaki kiri tidak bisa digerakkan dan tangan kiri bisa sedikit digerakkan.DO : Kekuatan otot: tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3, TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.Hasil CT scan1. Infark luas pada lobus temporal, occipital, dan parietal kanan2. Infark pada kapsula interna crus posterior kiri, korona radiata kanan dan kapsula eksterna kanan
kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan.
kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia
3
Selasa, 17/5/2011
DO :klien mengatakan sudah 4 hari klien tidak bisa BAB dan minum sedikiT.DS :pada abdomen teraba massa di kuadran kiri bawah bunyi usus: 3 kali permenit.
gangguan pola eliminasi (konstipasi)
kurangnya cairan dan serat dalam tubuh
4
Rabu, 18/5/2011
DS : klien mengatakan badan panas dan minum sedikit (125 cc)DO : mukosa bibir agak kering denganTD: 140/80 mmHg,S: 38,6°C,N : 88 kali permenit,RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00 ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.
hipertermi
Adanya infeksi
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran darah ke otak.
2. kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia.
3. gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh.
4. hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi
C.INTERVENSI
NODX
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
TTD
1
perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan denganterputusnya aliran darah ke otak
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 8 jam, diharapkan tidak terjadi perubahan perfusi jaringan serebral KH: terpeliharanya tingkat kesadaran, menampakkan stabilisasi TTV dan tidak ada PTIK serta peran pasien tidak menampakkan kekambuhan.
1. monitor TTV2. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya pusing3. Bantu klien tekhnik relaksasi dan distraksi (tarik nafas dalam dan mengajak bicara)4. Pertahankan tirah baring5. Berikan obat sesuai advis dokter
mengetahui kondisi perkembangan klien.mengetahui faktor yang dapat menyebabkan pusing.mengurangi rasa pusingmengurangi rasa pusingmembantu proses penyembuhan
6.
2
kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 8 jam, diharapkan klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannyaKH : bertambahnya kekuatan otot dan klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
1. monitor TTV2. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit3. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada eksremitas yangtidak sakit4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien5. Berikan obat sesuai advis dokter
mengetahui perkembangan kondisi klien.otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkangerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.mempertahankan otot tonusmembantu proses penyembuhan.
3
gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 kali 1 jam, diharapkan klien dapat BAB KH :tidak teraba massa pada abdomen
1. monitor TTV2. Anjurkan klien untuk sering minum air putih.3. Anjurkan klien untuk makan makanan berserat4. Berikan huknah gliserin
untuk mengetahui perkembangan kondisi kliensupaya masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasikarena diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguleruntuk membantu mempermudah BAB.
4
hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi
Tujuan :setelah diberikan tindakan keperawatan selama satu kali 5 jam, diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan KH:suhu badan antara 36-37 0C
1. monitor TTV2. Berikan kompres air biasa3. Anjurkan untuk memakai baju yang tipis.4. Anjurkan klien sering minum air putih yaitu5. Kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500 mg
mengetahui perkembangan kondisi klien.untuk menurukan panasmembantu menurunkan panas badanuntuk memenuhi kebutuhan cairan dan membantu menurunkan panasuntuk membantu proses penyembuhan
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasifO : klien kooperatif
10.30
1
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh fisioterapisO : klien kooperatif
13.00
1
Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1×80 mg per oral, piracetam 1×200 mg per oral, ranitidine, 1×50 mg iv)
S : -O : klien kooperatif
Senin, 16/5/2011
11.30
2
Menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya pusing
S : klien mengatakan bahwa kepalanya pusing dengan skala 5O : klien tampak kesakitan
12.00
2
Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1×80 mg per oral)
S : klien menanyakan obat apa itu?O : klien kooperatif dan meminum obatnya
13.00
2
Mempertahankan tirah baring
S : klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurangO : klien tampak menahan sakit
Selasa, 17/5/2011
11.00
2
Pertahankan tirah baring
S : klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurangO : klien tampak menahan sakit
12.00
2
Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1×80 mg per oral)
S : klien menanyakan obat apa itu?O : klien kooperatif dan meminum obatnya
12.30
2
Mempertahankan tirah baring
S : klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurangO : klien tampak menahan sakit
13.00
3
Menganjurkan klien untuk makan makanan berserat
S : klien mengatakan mau makan makanan yang berseratO : klien tampak gelisah
13.30
3
Memberikan huknah gliserin
S : klien mengatakan bersedia untuk di lakukan tindakan huknahO : klien kooperatif
Rabu, 18/5/2011
11.00
4
Memonitor TTV
S : -O : mukosa bibir agak kering denganTD: 140/80 mmHg,S: 38,6°C,N : 88 kali permenit,RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00 ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.
12.00
4
Berikan kompres air biasa
S : -O : klien kooperatif
15.00
4
Anjurkan untuk memakai baju yang tipis.
S : -O : klien kooperatif
15.30
4
Anjurkan klien sering minum air putih yaitu
S : -O : klien kooperatif
16.00
4
Kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500 mg
S : -O : klien kooperatif
E.EVALUASI
NO
HARI, TANGGAL
NO. DP
EVALUASI
TTD
1
Senin, 16/5/2011
1
S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapisO : klien tampak tenangA : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasiP : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakitKolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
2
Kamis, 19/5/2011
1
S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapisO : klien tampak tenangA : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasiP : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakitKolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
3
Jumat , 20/5/2011
1
S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapisO : klien tampak tenangA : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasiP : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakitKolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
4
Sabtu , 21/5/2011
1
S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapisO : klien tampak tenangA : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasiP : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakitKolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
5
Senin, 16/5/2011
2
S : klien mengatakan pusing berkurang jika dalam keadaan setengah duduk dan setelah diberi obat oleh dokterO : klien tampak tenangA : masalah perubahan perfusi jaringan serebral sebagian teratasiP : pertahankan intervensi (menentukan factor pusing, pertahankan tirah baring, berikan terapi sesuai advice)
6
Rabu, 18/5/2011
2
S : klien mengatakan sudah merasa panas lagi badannyaO : suhu tubuh 36,9 ° C.A : masalah hipertermi teratasiP : lanjutkan intervensi (monitor TTV)
7
Selasa, 17/5/2011
3
S : klien mengatakan setelah dilakukan huknah perut klien terasa lega dan BAB bisa lancarO : klien tampak tenangA : masalah konstipasi teratasiP : pertahankan intervensi ( minum air puti yang cukup, serta makan makanan yang berserat yang cukup)
8
Rabu, 18/5/2011
4
S : klien mengatakan sudah tidak merasa demamO : klien tampak tenang, S : 36,8 ° CA : masalah hipertermi teratasiP : pertahankan intervensi (minm banyak, makan makanan berserat, dan kolaborasi pemberian antipiretik jika suhu naik dan kolaborasi pemberian antibiotik)
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 5 hari, penulis akan membahas masalah keperawatan yang muncul selama pemberian asuhan keperawatan kepada Tn. S dengan membandingkan teori :
1. perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran darah ke otak. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa tersebut ditegakkan karena klien klien mengeluh nyeri kepala jika akan duduk dengan skala 5, dan didapatkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital Tekanan Darah: 140/80 mmHg, Suhu: 37 ° C, nadi: 60x/menit, Respiratory Rate: 20 x/menit. Peningkatan tekanan darah yang tinggi menyebabkan ketegangan pembuluh darah intracranial sehingga tekanan intracranial meningkat dan mendesak jaringan otak, terdesaknya jaringan otak akan menyebabkan nyeri kepala yang diperberat saat batuk, mengejan saat buang air besar, dan membungkuk (Barbara C. Long, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan perfusi jaringan adalah gangguan aliran arteri, gangguan aliran vena, masalah-masalah pertukaran hipovolemi dan hipervolemi. Keluarga mengatakan sudah tau kalau hipertensi adalah tekanan darah yang tinggi. Tekanan darah yang tinggi akan meningkatakan tekanan pembuluh darah ke otak sehingga mendesak organ yang lain, sehingga kompensasi yang dirasakan adalah nyeri kepala atau kebanyakan pasien menyebutnya dengan pusing. Kelompok memprioritaskan perubahan perfusi jaringan serebral sebagai diagnose pertama . Adapun untuk mengatasi masalah tersebut kelompok mengimplementasikan memonitor TTV, membantu klien tekhnik relaksasi dan distraksi (tarik nafas dalam dan mengajak bicara), mempertahankan tirah baring, dan memberikan obat sesuai advis dokter. Hipertensi merupakan salah satu factor pencetus terjadinya stroke seperti yang di alami Tn. S untuk itu harus diatasi sesuai intervensi yang ada.
2. kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa tersebut ditegakkan karena pasien mengeluh pada ekstremitas superior dan inferior sinistra tidak bisa digerakkan dan didapatkan data sebagai berikut :
Kekuatan otot: tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3, Tekanan Darah: 140/80 mmHg, Suhu: 36,8° C, Nadi: 88 kali/menit, Respiratory Rate: 20kali/menit. Tn S tampak berbaring saja di tempat tidur, keluarga klien juga mengatakan klien pernah dirawat di RS A 1 bulan yang lalu.
Kelompok memprioritaskan diagnosa tersebut menjadi diagnosa kedua karena setelah diketahui adanya gangguan mobilitas fisik bisa timbul masal ini yaitu gangguan mobilitas fisik. Adapun untuk mengatasi masalah tersebut kelompok melaksanakan latihan ROM (Range of Motion) adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif (Potter and Perry, 2006). Pada Tn S kelompok melakukan ROM pasif.
Faktor yang mendukung terlaksananya ROM pasif ini adalah klien dan keluarga yang kooperatif untuk diimplementasikannya ROM pasif ini.
3. Gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa tersebut di tegakkan karena pada saat pengkajian hari Selasa 17 Mei 2010 klien mengeluh sudah 4 hari klien belum BAB dan di dapatkan hasil pemeriksaan pada abdomen teraba massa, bunyi usus: 3 kali permenit, tekanan darah: 145/90 mmHg, nadi:80 kali permenit, respiratory rate: 24 kali permenit, suhu: 36,8°C.
Anamnesis yang teliti harus dapat mendeteksi penyebab terbanyak darikonstipasi yaitu : (1) konstipasi pasca bedah,
(2) tirah baring yangterlalu lama,
(3) sisa barium setelah pemeriksaan barium enema, atau
(4) obat-obat yang dapat menimbulkan konstipasi (misalnya : opioid, antikholinergik). Pada penderita usia tua yang melakukan tirah baring, penting untuk menyingkirkan adanya dehidrasi yang berat dan kelainan elektrolit. (http://luciamery.blogspot.com). Adapun implementasi yang kelompok lakukan untuk mengatsi masalah ini adalah melakukan huknah gliserin, menganjurkan asupan cairan melalui air minum secara optimal, dan menganjurkan makan-makanan yang berserat. Factor pendukung keberhasilan dilakukannya tindakan huknah adalah klien dan keluarga kooperatif dalam pelaksanaan huknah.
1. hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa tersebut ditegakkan karena pada hari Rabu 18 Mei klien mengatakan badannya panas dan minumnya sedikit serta didapatkan data mukosa bibir agak kering dengan didapat kan hasil pemeriksaan fisik TD: 140/80 mmHg, S: 38,6°C, N : 88 kali permenit, RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00 ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.
Dari data diatas klien mengalami hipertermi karena adanya infeksi karena didapatkan hasil laborat pada pemeriksaan lekosit tinggi yaitu 13,00 ribu/mmk pasien merasa baru pada hari itu . Penyebab demam selain infeksi ialah keadaan toksemia, adanya keganasan atau akibat reaksi pemakaian obat (Gelfand, et al, 1998). Sedangkan gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperature seperti yang terjadi pada heat stroke, ensefalitis, perdarahan otak, koma ataugangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal saat terjadinya reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan peninggian temperatur (( Andreoli, et al, 1993 ) dalam pengaruh suhu tubuh terhadap outcome penderita stroke yang Kiking Ritarwan http://library.usu.ac.id). Tindakan yang dilakukan kelompok dalam mengatasi masalah ini adalah memberikan kompres air biasa, menganjurkan memakai baju yang tipis, menganjurkan klien sering minum air putih, dan melakukan kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500 mg per oral. Dan pemberian piracetam 2×120 mg per oraldalam pelaksananya keluarga klien dank lien kooperatif dan keluarga mau melaporkan setiap keadaan yang dialami pasien.
BAB V
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.
Pada keluarga Tuan S sebenarnya sudah menderita hipertensi dan keluarga tidak memahami itu serta klien juga merupakan perokok sehingga hipertensi yang merupakan factor risiko terjadinya stroke terjadi pada Tuan S, keluarga baru menyadari adanya stroke yang terjadi pada Tn. S setelah tuan S mengalami kelumpuhan. Kondisi klien pada masa post strok 1 bulan yang lalu adalah Tekanan Darah 140/80 mmHg, suhu 36,8 ° C, nadi 88 X/Menit respiratory rate 20 X/Menit. Kekuatan otot tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Tn S yaitu dengan mengimplementasikan intervensi ROM (range of motion) pasif. Dalam hal ini kelompok menekankan bahwa pergerakan itu penting supaya klien tidak mengalami kekakuan sendi dan kekuatan otot tidak menurun, ROM pasif ini juga dapat dilakukan oleh keluarga pada saat klein bearada di rumah nantinya. Kerena latihan pergerakan ini sangat penting bagi klien yang mengalami hambatan dalam mobilisasi.
B.SARAN
1. Penerapan ROM pasif sangat perlu diterapakan saat klien berada di rumah nantinya untuk mencegah terjadinya kontraktur
2. Keluarga melakukan motivasi terhadap klien untuk melaksanakan ROM pasif 3 kali sehari
Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif. Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah:
Pengertian Stroke
Jenis/ Bentuk/ Klasifikasi Stroke
Faktor Resiko
Mekanisme Kausal Terjadinya Penyakit
Tanda dan Gejala Klinis
Diagnosis
Upaya Pencegahan
Pengobatan
3. TUJUAN
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Kesehatan
Untuk mengetahui factor penyebab terjadinya Stroke
Untuk mengetahui seberapa besar pengembalian kesehatan orang yang terkena Stroke
Untuk mengetahui cara penyembuhan Stroke.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN
Stroke adalah keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena tidak mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Sel-sel otak harus selalu mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup agar tetap hidup dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Oksigen dan nutrisi ini dibawa oleh darah yang mengalir di dalam pembuluh-pembuluh darah yang menuju sel-sel otak. Apabila karena sesuatu hal aliran darah atau aliran pasokan oksigen dan nutrisi ini terhambat selama beberapa menit saja, maka dapat terjadi stroke. Penghambatan aliran oksigen ke sel-sel otak selama 3 atau 4 menit saja sudah mulai menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Makin lama penghambatan ini terjadi, efeknya akan makin parah dan makin sukar dipulihkan. Sehingga tindakan yang cepat dalam mengantisipasi dan mengatasi serangan stroke sangat menentukan kesembuhan dan pemulihan kesehatan penderita stroke.
Stroke Hemorrhagic meliputi pendarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage).
Stroke haemorrhagic , yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga terjadi perdarahan di otak. Haemorrhagic stroke umumnya terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Hampir 70 persen kasus haemorrhagic stroke terjadi pada penderita hipertensi (tekanan darah tinggi). Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor emosional. Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.
Serangan stroke sebelumnya atau transient ischemic attack (TIA),
Diabetes
Kolesterol tinggi
Atrial fibrilasi
2.3. GEJALA STROKE Untuk mengetahui tanda-tanda stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut:
Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
Penglihatan ganda.
Pusing.
Bicara tidak jelas (rero).
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
Pergerakan yang tidak biasa.
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan.
2.4. PENGOBATAN
Jika terjadi serangan stroke, yang perlu segera dilakukan adalah pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Stroke dapat disebabkan faktor keturunan? Para ahli kesehatan meyakini, ada hubungan antara risiko stroke dengan faktor keturunan, walaupun tidak secara langsung. Pada keluarga yang banyak anggotanya menderita stroke, kewaspadaan terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan stroke harus lebih ditingkatkan. Namun demikian stroke bukan merupakan penyakit keturunan. Banyaknya kasus stroke dalam keluarga Anda mungkin lebih disebabkan faktor pola makan, gaya hidup, dan watak yang hampir sama. Makanan bersantan asal tidak berlebihan sebetulnya tidak berbahaya. Namun jika setiap hari mengonsumsi makanan berlemak, terutama lemak hewani dalam jumlah berlebihan, apalagi kurang makan sayur dan buah-buahan segar, tentu akan meningkatkan risiko stroke. Cepat marah, panik, dan stres, apalagi perokok, kurang olah raga, berat badan berlebih dan kurang tidur akan melipat gandakan kemungkinan Anda terkena stroke. Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih belum memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan kalau tidak meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya pengobatan awal/dini serta pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan komunitas dalam masyarakat.
2.5. TANDA-TANDA MUNCULNYA SERANGAN STROKE Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat difahami. Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya serangan stroke.
2.5.1. Tanda-tanda serangan stroke :
Rasa bebal atau mati mendadak atau kehilangan rasa dan lemas pada muka, tangan atau kaki, terutama pada satu bagian tubuh saja.
Rasa bingung yang mendadak, sulit bicara atau sulit mengerti.
Satu mata atau kedua mata mendadak kabur.
Mendadak sukar berjalan, terhuyung dan kehilangan keseimbangan.
Mendadak merasa pusing dan sakit kepala tanpa diketahui sebab musababnya.
Selain itu harus dijelaskan pula kemungkinan munculnya tanda-tanda ikutan lain yang bisa timbul dan atau harus diwaspadai, yaitu;
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Rasa pingsan mendadak, atau merasa hilang kesadaran secara mendadak. Adapun, untuk menghindari stroke seseorang bisa melakukan tindakan pencegahan termasuk membiasakan diri menjalani gaya hidup sehat. Berikut adalah 10 langkah yang dapat Anda lakukan guna menghindarkan diri dari serangan stroke.
Hindari dan hentikan kebiasaan merokok. Kebiasaan ini dapat menyebabkan atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah) dan membuat darah Anda menjadi mudah menggumpal.
Periksakan tensi darah secara rutin. Tekanan darah yang tinggi bisa membuat pembuluh darah Anda mengalami tekanan ekstra. Walaupun tidak menunjukkan gejala, ceklah tensi darah secara teratur.
Kendalikan penyakit jantung. Kalau Anda memiliki gejala atau gangguan jantung seperti detak yang tidak teratur atau kadar kolesterol tinggi, berhati-hatilah karena hal itu akan meningkatkan risiko terjadinya stroke. Mintalah saran dokter untuk langkah terbaik.
Atasi dan kendalikan stres dan depresi. Stres dan depresi dapat menggangu bahkan menimbulkan korban fisik. Jika tidak teratasi, dua hal ini pun dapat menimbulkan problem jangka panjang.
Makanlah dengan sehat. Anda mungkin sudah mendengarnya ribuan kali, namun penting artinya bila Anda disiplin memakan sedikitnya lima porsi buah dan sayuran setiap hari. Hindari makan daging merah terlalu banyak karena lemak jenuhnya bisa membuat pembuluh darah mengeras. Konsumsi makanan berserat dapat mengendalikan lemak dalam darah.
Kurangi garam. Karena garam akan mengikatkan tekanan darah.
Pantau berat badan Anda. Memiliki badan gemuk atau obesitas akan meningkatkan risiko Anda mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan diabetes, dan semuanya dapat memicu terjadinya stroke.
Berolahraga dan aktif. Melakukan aktivitas fisik secara teratur membantu Anda menurunkan tensi darah dan menciptakan keseimbangan lemak yang sehat dalam darah.
Kurangi alkohol. Meminum alkohol dapat menaikkan tensi darah, oleh karena itu menguranginya berarti menghindarkan Anda dari tekanan darah tinggi.
Up date pengetahuan Anda. Dengan mengikuti perkembangan informasi tentang kesehatan, banyak hal penting yang diperoleh guna menghindari kemungkinan atau menekan risiko stroke. Berhati-hatilah, beragam hormon termasuk pil dan terapi penggantian hormon HRT diduga dapat membuat darah menjadi kental dan cenderung mudah menggumpal.
2.6. STROKE HAEMORAGIK 1) Perdarahan serebri Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri. 2) Pecahnya aneurisma Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995) 3) Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat
Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
Migran
Kondisi hyperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
Miksoma atrium.
2.6.1. Faktor Resiko :
Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.
Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan obat dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hyperurisemia dan dislidemia.
2.6.2. Patofisiologi Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat otak menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20% dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna. Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis.
Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).
Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak. Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2 terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen Skema :
Perdarahan arteri / oklusi
Penurunan tekanan perfusi vaskularisasi distal
Iskemia Pelebaran kontara lateral
Anoksia Aktivitas elektrik terhenti
Metabolisme Anaerob Pompa natrium dan kalium gagal
Metabolisme Asam Natrium dan air masuk ke sel
Asidosis lokal Edema intra sel
Pompa natrium gagal Edema ekstra sel
Edema dan nekrosis jaringan Perfusi jaringan serebral
Sel mati secara progresif (defisit fungsi otak) ( Satyanegara, 1998)
2.6.3. Tanda dan Gejala a. Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :
Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh
Peningkatan refleks tendon
Ataksia
Tanda babinski
Tanda-tanda serebral
Disfagia
Disartria
Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.
Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu mata).
Muka terasa baal. b. Arteri Karotis Interna
Kebutaan Monokular disebabkan karena insufisiensi aliran darah arteri ke retina
Terasa baal pada ekstremitas atas dan juga mungkin menyerang wajah. c. Arteri Serebri Anterior
Gejala paling primer adalah kebingungan
Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai
Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang
Timbul gerakan volunter pada tungkai terganggu
Gangguan sensorik kontra lateral
Dimensi reflek mencengkeram dan refleks patologis d. Arteri Serebri Posterior
Koma
Hemiparesis kontralateral
Afasia visual atau buta kata (aleksia)
Kelumpuhan saraf kranial ketiga – hemianopsia, koreo – athetosis e. Arteri Serebri Media
Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya mengenai lengan)
Kadang-kadang heminopsia kontralateral (kebutaan)
Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena)
Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan dan komunikasi
Disfagia
2.6.4. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :
Breathing (Pernapasan)
Usahakan jalan napas lancar.
Lakukan penghisapan lendir jika sesak.
Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.
Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.
Blood (Tekanan Darah)
Usahakan otak mendapat cukup darah.
Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.
Brain (Fungsi otak)
Atasi kejang yang timbul.
Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.
Bladder (Kandung Kemih)
Pasang katheter bila terjadi retensi urine
Bowel (Pencernaan)
Defekasi supaya lancar.
Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde. b. Menurunkan kerusakan sistemik. Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah.
c. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini, mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan. Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut. Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi karena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira 105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid. Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih merupakan kontroversial. d. Terapi Farmakologi Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan dapat menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. Jika pasien tidak mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat diberikan obat anti platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan platelet dapat diberikan dengan harapan dapat mencegah peristiwa trombotik atau embolitik di masa mendatang. Obat-obat antiplatelet merupakan kontraindikasi dalam keadaan adanya stroke hemoragi seperti pada halnya heparin. e. Pembedahan Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang menguntungkan untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebral. Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
2.6.5. Komplikasi a. TIK meningkat b. Aspirasi c. Atelektasis d. Kontraktur e. Disritmia jantung f. Malnutrisi g. Gagal napas
2.6.6. Tindakan Pencegahan Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
Pembatasan makan garam; dimulai dari masa muda, membiasakan memakan makanan tanpa garam atau makanan bayi rendah garam.
Khususnya pada orang tua, perawatan yang intensif untuk mempertahankan tekanan darah selama tindakan pembedahan. Cegah jangan sampai penderita diberi obat penenang berlebihan dan istirahat ditempat tidur yang terlalu lama.
Peningkatan kegiatan fisik; jalan setiap hari sebagai bagian dari program kebugaran.
Penurunan berat badan apabila kegemukan
Berhenti merokok
Penghentian pemakaian kontrasepsi oral pada wanita yang merokok, karena resiko timbulnya serebrovaskular pada wanita yang merokok dan menelan kontrasepsi oral meningkat sampai 16 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok dan tidak menelan pil kontrasepsi.
2.6.7. Dampak Masalah a. Bagi Individu 1). Biologis Penderita akan mengalami gangguan pernapasan akibat hilannya reflek batuk dan penurunan kesadaran hingga terjadi akumulasi secret. Nyeri kepala akibat infark serebri yang luas, penurunan kesadaran, gangguan kognitif, disorientasi, mual dan muntah, gangguan menelan, tidak bisa menjalin komunikasi karena klien aphasia, terjadi konstipasi akibat tirah baring dan kurangnya mobilisasi, dan dekubitus akibat tirah baring yang lama. 2). Psikologis Cemas sedang akibat hemiparese, terutama pada penderita yang mempunyai beban tanggung jawab pada keluarganya. Penderita dapat mengalami depresi disamping rasa rendah diri yang bisa dipahami sebagai suatu reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas dan keberadaannya. 3). Sosial Apabila keadaan sakitnya sampai terjadi kelumpuhan dan gangguan komunikasi, klien akan mengalami kesulitan untuk mengadakan interaksi dengan keluarga maupun masyarakat. Mungkin juga klien akan menarik diri dari interaksi sosial karena merasa harga dirinya rendah dan merasa tidak berguna. 4). Spiritual Penderita mungkin akan mengalami kesulitan didalam melakukan kewajiban kepada Tuhan Yang Maha Esa karena keterbatasannya. Mungkin juga penderita akan merasa bahwa Tuhan tidak adil kepada dirinya akibat dari depresi. Penderita juga mengingkari dan menolak keberadaan dari Yang Maha Kuasa. b. Bagi keluarga Penderita akan menjadikan beban bagi keluarga, karena keluarga yang sehat berupaya untuk mencarikan biaya pengobatan, membantu memberikan perawatan, karena penderita sendiri sangat tergantung dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Keluarga akan merasa cemas mengenai keadaannya. Apabila penderita suami atau isteri mungkin menghadapi resiko depresi dan perubahan emosional.
2.7. HEMORRHAGIC STROKE DAN KEBINGUNGAN Kebingungan adalah gejala dari stroke hemorrhagic. Sebuah hemorrhagic stroke terjadi ketika gumpalan darah terbentuk dalam arteri dan pembuluh darah pecah. Hemorrhagic Stroke Dan Merokok Salah satu faktor risiko terbesar bagi orang-orang yang telah menderita hemorrhagic stroke jantung merokok. Bahkan, hal itu bisa saja salah satu penyebab utama juga. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa merokok memiliki dampak langsung terhadap tekanan darah. Seorang berbagai tekanan darah secara langsung meningkatkan kemungkinan mengalami stroke. Stroke hemorrhagic Ilustrasi Istilah perdarahan berarti pendarahan karena tekanan. Sebuah stroke hemorrhagic terjadi bila pembuluh darah pecah di dalam otak. Bila pendarahan terjadi di otak, itu bisa berakibat fatal bagi orang. Beberapa kerusakan seperti stroke lumpuh atau cacat tetap dapat terjadi sebagai hasilnya. Stroke hemorrhagic recurrences Stroke adalah salah satu alasan paling umum bagi orang-orang mati di Amerika Serikat. Sebagian besar stroke yang terjadi menyebabkan kerusakan serius pada tubuh fisik. Hemorrhagic stroke tidak yang biasa seperti jenis lain, yang stroke iskemik. Pada catatan perbandingan, hanya 20 persen dari total orang-orang yang menderita stroke menderita hemorrhagic satu. Iskemik adalah dengan jauh lebih umum.
2.7.1. Theraphy:
Injeksi ketorolac 1 ampl/ 8jam
Injeksi Bralin 1ampl/ 8jam
Injeksi Benocetam 3 gram/12 jam
Injeksi Tramadol 1 ampl/8 jam
Infus RL
BAB 3 PENUTUP
3.1. KESIMPULAN Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.
3.2. SARAN
Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke.
Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan.
Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang.
Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).
DAFTAR PUSTAKA
J, Iskandar (2007), Stroke A-Z. PT BIP-Gramedia, Jakarta.
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak.
Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Karena, tumor yang menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun.
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun (31,85 persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi penulis dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan.
B. Tujuan
Mengetahui dan memahami anatomi fisiologi system neurobihariour
Mengetahui dan memahami definisi dari tumor otak.
Mengetahui dan memahami klasifikasi tumor otak.
Mengetahui dan memahami etiologi tumor otak.
Mengetahui dan memahami patofisiologi pada tumor otak.
Mengetahui dan memahami manifestasi klinis tumor otak.
Mengetahui dan memahami komplikasi dari tumor otak.
Mengetahui dan memahami pathway dari tumor otak.
Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang tumor otak.
Mengetahui dan memahami penatalaksanaan tumor otak
Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan tumor otak.
Bab II. Kajian Pustaka
A. Anatomi dan Fisiologi
Susunan saraf adalah sistim yang mengontrol tubuh kita yang terus menerus menerima, menghantarkan dan memproses suatu informasi dan bersama sistim hormon, susunan saraf mengkoordinasikan semua proses fungsional dari berbagai jaringan tubuh, organ dan sistim organ manusia. Susunan saraf dibagi menjadi dua yaitu susunan saraf pusat dan susunan saraf otonom. (Evelyn C. Pearce :2009)
1. Susunan Saraf Pusat
Susunan saraf ini terdiri dari :
a. Otak
Secara fungsional dan anatomis otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1) Batang otak yang menghubungkan medulla spinalis dengan serebrum terdiri dari medula oblongata, pons varoli dan diensefalon (otak tengah).
a) Medula oblongata mengandung nucleus atau badan sel dari berbagai saraf otak yang penting. Selain itu medula mengandung pusat-pusat vital yang berfungsi mengendalikan pernafasan dan system kardiovaskuler. Medulla oblongata terletak dalam fosa krnialis posterior dan bersatu dengan sumsum tulang belakang tepat dibawah foramen magnum tulang oksipital
b) Pons varoli merupakan bagian tengah batang otak dank arena itu memiliki jalur lintas naik dan turun seperti pada otak tengah. Selain itu juga terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang pons untuk menghubungkan kedua lobus serebelum dan menghubungkan serebelum dengan korteks serebri.
c) Diensefalon (Otak tengah) mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan gerakan-gerakan mata. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 346)
2) Otak kecil (cerebelum)
Cerebelum menempati fosa kranialis posterior dan diatapi tentorium-serebeli, yang merupakan lipatan durameter yang memisahkan lobus oksipitalis serebri. Fungsi cerebellum adalah mengatur sikap dan aktivitas sikap badan. Cerebellum berperan penting dalam koordinasi otot dan menjaga keseimbangan. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 348)
3) Otak besar (cerebrum)
Cerebrum mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak, yang masing-masing disebut fosa kranialis anterior dan fosa kranialis tengah. Cerebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu :
a) Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
b) Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi menginterpretasikan sensasi, berfungsi mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
c) Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, pendengaran dan ingatan jangka pendek.
d) Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 341)
b. Sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang atau medulla spinalis bermula pada medulla oblongata menjulur kea rah kaudal melalui foramen magnum, dan berakhir diantara vertebra lumbalis pertama dan kedua. Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan kounikasi antara otak dan semua bagaian tubuh dan gerak reflkeks. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 352)
c. Saraf cranial
Ada 12 pasang saraf cranial yaitu :
1) Nervus olfaktorius (sensorik), saraf penghidu
2) Nervus optikus (sensorik), saraf penglihatan
3) Nervus okulo-motorius, otot eksterna mata
4) Nervus troklearis (motorik), otot mata
5) Nervus trigeminus, tergiri dari saraf oftalmikus, maksilaris dan mandibularis
6) Nervus abdusens (motorik), otot mata
7) Nervus fasialis, saraf untuk wajah
8) Nervus akustikus, saraf pendengaran
9) Nervus glosofaringeus, saraf faring
10) Nervus vagus
11) Nervus aksesorius
12) Nervus hippoglosus, saraf otot lidah. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 349)
2. Susunan Saraf Otonom
System saraf otonom bergantung pada system saraf pusat dan antara keduanya dihubungkan urat-urat saraf aferen dan eferen. Menurut fungsinya, susunan saraf otonom dibagi dalam dua bagian :
a. System saraf simpatis
Terletak didepan kolumna vertebra dan berhubungan serta bersambungan dengan sumsum tulang belakang melalui serabut saraf. Fungsinya adalah mensarafi otot jantung, otot-otot tidak sadar semua pembuluh darah, serta semua alat dalam seperti lambung, pangkreas dan usus. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat, serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit-arektores pilorum serta mempertahankan tonus semua otot, termasuk tonus otot sadar. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 371)
b. System saraf parasimpatis
Dibagi menjadi dua yaitu saraf otonom cranial dan saraf otonom sacral. Saraf otonom cranial adalah saraf cranial ketiga, ketujuh, kesembilan, dan kesepuluh. Saraf otonom sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral membentuk urat-urat saraf pada alat-alat dalam pelvis, dan bersama saraf simpatis membentuk pleksus yang melayani kolom, rectum, dan kandung kemih. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 372)
Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :
1. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pambuluh darah ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :
a. Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)
b. Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)
c. Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri komunikan posterior.
2. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat diraba oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang leher, pembuluh darah ini mendarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh darah teersebut akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut anastomosis. (Bram Al Azri:2013)
B. Definisi Tumor Otak
Tumor otak adalah neoplasma pada bagian intracranial SSP. Tumor otak primer berasal dari otak, sedangkan tumor otak sekunder merupakan pindahan dari tempat asal lain.( Tucker, susan martin, dkk.2007 )
Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam ruang intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf di meningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (neuroglia), sel epitel pembuluh darah, dan selaput otak.(Batticaca, Fransisca.B. 2008)
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (Price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
C. Etiologi
Penyebab tumor otak belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliputi faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan. Metastase ke otak dari tumor bagian tubuh lain juga dapat terjadi. Karsinoma metastase lebih sering menuju ke otak daripada sarcoma. Lokasi utama dari tumor otak metastase berasal dari paru-paru dan payudara. (Muhamad Judha dan Nazwar Hamdani Rahil : 2011 halm 97)
D. Klasifikasi
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Bram Al Azri:2013) yaitu
1. Jinak
a. Acoustic neuroma
b. Meningioma
c. Pituitary adenoma
d. Astrocytoma (grade I)
2. Malignant
a. Astrocytoma (grade 2,3,4)
b. Oligodendroglioma
c. Apendymoma
3. Berdasarkan lokasi
a. Tumor intradural, dibagi menjadi 2 yaitu
1) Ekstramedular
a) Cleurofibroma
b) Meningioma
2) Intramedular
a) Apendymoma
b) Astrocytoma
c) Oligodendroglioma
d) Hemangioblastoma
b. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru–paru, ginjal dan lambung.
Tumor otak ada bermacam-macam menurut Price, Sylvia Ardeson, 2000, yaitu :
1. Glioma adalah tumor jaringan glia (jaringan penunjang dalam system saraf pusat (misalnya euroligis), bertanggung jawab atas kira-kira 40 sampai 50 % tumor otak.
2. Tumor meningen (meningioma) merupakan tumor asal meningen, sel-sel mesofel dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura dari paling penting.
3. Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob, eosinofil atau basofil dari hipofisis anterior
4. Tumor saraf pendengaran (neurilemoma) merupakan 3 sampai 10 % tumor intrakranial. Tumor ini berasal dari sel schawan selubung saraf.
5. Tumor metastatis adalah lesi-lesi metastasis merupakan kira-kira 5-10 % dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari sembarang tempat primer.
6. Tumor pembuluh darah antara lain :
a. Angioma adalah pembesaran massa pada pembuluh darah abnormal yang didapat didalam atau diluar daerah otak. Tumor ini diderita sejak lahir yang lambat laun membesar.
b. Hemangiomablastoma adalah neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum
c. Sindrom non hippel-lindan adalah gabungan antara hemagioblastoma serebelum, angiosmatosis retina dan kista ginjal serta pancreas.
7. Tumor congenital (gangguan perkembangan). Tumor kongenital yang jarang antara lain kondoma, terdiri atas sel-sel yang berasal dari sisa-sisa horokoida embrional dan dijumpai pada dasar tengkorak.
E. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau infasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Akibatnya terjadi kehilangan fungsi secara akut dan dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar di otak, menimbulkan peningkatan volume intracranial dan meningkatkan TIK.
Peningkatan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari ataupunn berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intracranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi menurunkan volume darah intrakranial, menurunkan volume CSS, menurunkan kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan mengakibatkan herniasi unkus serebellum.
Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf ke-3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior.
Kompresi medulla oblongata dan terhentinya pernapasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan.( Batticaca, Fransisca.B. 2008)
F. Manifestasi Klinis
1. Gejala tumor otak secara umum
Gejala klinis pada tumor otak secara umum dikenal dengan istilah trias klosis tumor otak, yaitu:
a. Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan gejala tersering, dapat bersifat dalam, terus-menerus, tumbuh, dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri paling hebat pada pagi hari dan lebih berat saat beraktivitas sehingga dapat meningkatkan TIK pada saat membungkuk, batuk, dan mengejan pada saat BAB. Nyeri kepala dapat berkurang bila diberi aspirin dan kompres air dingin di daerah yang sakit. Lokasi yang sering menimbulkan nyeri terjadi di 1/3 daerah tumor dan 2/3 di dekat atau di atas tumor.
b. Mual dan muntah
Mual (nausea) dan muntah (vomit) terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan peningkatan TIK yang disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa didahului mual dan dapat proyektil.
c. Papil edema
Papil edema disebabkan oleh stress vena yang menimbulkan pembengkakan papilla saraf optikus. Bila terjadi pada pemeriksaan oftalmoskopi (funduskopi), tanda ini mengisyaratkan terjadi tekanan TIK. Kadang disertai gangguan penglihatan, termasuk pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks (saat-saat di mana penglihatan berkurang. ( Batticaca, Fransisca.B. 2008)
2. Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
a. Lobus frontal
1) Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
2) Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal
3) Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
4) Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
5) Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
b. Lobus parietal
1) Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
2) Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
c. Lobus temporal
1) Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi
2) Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
3) Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.
d. Lobus oksipital
1) Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
2) Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
e. Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
f. Tumor di cerebello pontin angie
1) Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
2) Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran
3) Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel
g. Tumor Hipotalamus
1) Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
2) Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
h. Tumor di cerebelum
1) Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai dengan papil udem
2) Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal
i) Tumor fosa posterior
1) Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma. (Bram Al Azri:2013)
G. Komplikasi Tumor Otak
1. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
2. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
3. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
4. Epilepsi
5. Metastase ketempat lain (Febri : 2012)
H. Pathway (terlampir)
I. Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak
1. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
2. Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang. (Nn:2013)
J. Penatalaksanaan Tumor Otak
1. Medis
Faktor –faktor prognostik sebagai pertimbangan penatalaksanaan medis
a. Usia
b. General Health
c. Ukuran Tumor
d. Lokasi Tumor
e. Jenis Tumor
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu
a. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
1) Steroid adalah Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
2) Anticonvulsant adalah Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine
3) Shunt adalah Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan pada tumor otak bertujuan untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor akan memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan akan menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor jarang sekali menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita.
b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi dan radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi radiasi diharapkan dapat mengeradikasi semua sel tumor. Namun demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan sehat disekitarnya. Semakin sedikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode serta teknik pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi juga digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis.
c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah tidak. (Febri : 2012)
2. Diet
Pengobatan tumor otak tidak hanya memerlukan dokter yang ahli dan obat yang mujarak tetapi juga makanan yang sehat. Berikut beberapa kandungan makanan yang disarankan beserta alasannya:
a. Omega-3 yang dapat ditemukan di ikan (salmon, tuna dan tenggiri) bermanfaat dalam menguransi resistensi tumor pada terapi. Omega-3 juga membantu mempertahankan dan menaikan daya tahan tubuh dalam menghadapi proses pengobatan tumor otak seperti kemotrapi.
b. Omega-9 yang ada di minyak zaitun pun dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sekaligus mengurangi pembengkakan dan menguransi sakit saat pengobatan tumor otak.
c. Serat dari roti gandum, sereal, buah segar, sayur dan suku kacang-kacangan membantu Anda mengatur tingkat gula. Sel kanker cenderung mengkonsumsi gula 10-15 kali lipat daripada sel normal sehingga semakin meradang. Agar bisa mengatur gula dengan baik, disarankan mengkonsumsi 4-5 porsi sayur dan 1-2 porsi buah segar. Selain mengatur kadar gula, serat dapat menurunkan peluang sembelit.
d. Folic acid yang dikenal sebagai vitamin B9 atau Bc bisa mencegah menyebarnya sehinga bisa membantu pengobatan tumor otak atau bagian lainnya. Vitamin B9 dapat ditemukan di sayuran dengan daun hijau tua (bayam, asparagus dan daun selada), kacang polong, kuning telur dan biji bunga matahari.
e. Antioksidan memang dikenal sebagai salah satu senjata untuk membantu pengobatan tumor otak. Antioksidan dapat di temukan di keluarga beri (strawberi, rasberi dan blueberi), anggur, tomat, brokoli, jeruk, persik, apricot, bawang putih, gandum, telur, ayam, kedelai dan ikan.
Makanan yang harus dihindari penderita kanker dan tumor otak adalah Gula dan karbohindrat harus dihindari karena mereka merupakan makanan utama sel kanker. Pada saat pengobatan brain tumor and cancer, sel-sel kanker yang ada di dalam tubuh akan mengkonsumsi 10-15 kali lipat gula. Gula yang dikonsumsi akan menjadi energy para sel kanker yang mempercepat perkembangan mereka. (Nn:2012)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, dll
2. Riwayat kesehatan :
a. keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat Kesehatan lalu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Pemeriksaan fisik :
a. Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis
b. Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
c. Pendengaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
d. Jantung : bradikardi, hipertensi
e. Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
f. Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus
g. Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Batasan karakteristik
NOC
NIC
Activity
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
a. Subyektif : Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyaratb. Obyektif : 1) Posisi untuk menghindari nyeri 2) Perubahn tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku) 3) Perubahan selera makan 4) Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir,mencari orang dan atau aktivitas berulang)5) Gangguan tidur
pasien akan memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh : a. Pasien mengenali awitan nyeri b. menggunakan tindakan pencegahan c. melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
Manajemen nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehesif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi , kualitas, intensitas, keparahan nyeri dan factor presipitasinya b. Ajarkan teknik penggunaan non farkologis seperti umpan-balik, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing.c. Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.d. Kendalikan factor lingkungan yang dapat memengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.e. Pastikan pemberian analgesi terapi.
Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah di otak.
a. Subyektif : b. Obyektif : 1) Perubahan status mental 2) Perubahan reaksi pupil 3) Perubahan respon motorik 4) Kelemahan atau paralisis ekstremitas
pasien akan menunjukkan kognisi, yang dibuktikan dengan indicator : a. pasien dapat berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan usia serta kemampuan b. dapat mengolah informasi c. menunjukkan perhatian/konsentrasi.
Promosi perfusi serebral
a. pantau tanda-tanda vitalb. pantau TIK dan respons neurologis pasien terhadap aktivitas keperawatan.c. Minimalkan stimulus lingkungand. Tinggikan bagian kepala tempat tidure. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler sesuai program
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
a. Subyektif :DispneaSesak nafasb. Obyektif : 1) Penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi 2) Nafas cuping hidung 3) Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernafas 4) Penurunan kapasitas vital5) Perubahan ekskursi dada
Pasien menunjukkan pola pernafasan efektif, yang dibuktikan oleh status pernafasan, status ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu : keoatenan jalan nafas dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal
Manajemen jalan nafas
a. Pantau adanya pucat dan sianosisb. Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan lapar udara.c. Konsultasikan dengan ahli pernafasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis.d. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernafasane. Anjurkan nafas dalam melui abdomen selama periode gawat nafas.
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
a. Subyektif : 1) Menolak memakan 2) Nyeri abdomen 3) Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan b. Obyektif : 1) Kurang makan 2) Melaporkan perubahn sensasi rasa 3) Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan 4) Kram abdomen 5) Indigesti
Pasien akan memperlihatkan status gizi : asupan mkanan dan cairan yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut: a. makanan oral b. pemberian makanan lewat selang adekuat c. asupan cairan oral adekuat.
Manajemen nutrisi
a. Timbang pasien pada interval yang tepat.b. Berikan informasi kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisic. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan pasien.d. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.e. Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi.
Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
a. Obyektif : 1) Fluktuasi suhu tubuh diatas atau dibawah rentang normal 2) Kulit terapa hangat 3) Menggigil 4) Kulit merah
Pasien akan menunjukkan termoregulasi yang dibuktikan dengan : a. Suhu tubuh normal b. Tidak ada dehidrasi
Terapi demam
a. Pantau dehidrasi b. Pantau warna kulit dan suhu c. Gunakan waslap dingin untuk mengompres d. Anjurkan asupan cairan oral sedikitnya 2 liter/harie. Berikan obat antipiretik
Risiko cedera akan menurun dibuktikan dengan : a. Keamanan personal b. Pengendalian risiko
Manajemen lingkungan (keamanan)
a. Identifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan.b. Identifikasi factor lingkungan yang memungkinkan risiko terjatuhc. Berikan edukasi yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cederad. Bantu ambulasi pasiene. Orientasikan kembali pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini bila dibutuhkan.
Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan perubahan resepsi
a. Subyektif : Distorsi sensori b. Obyektif : 1) Perubahan pola perilaku 2) Gelisah 3) Perubahan ketajaman sensori 4) Disorientasi 5) Hambatan komunikasi
Pasien menunjukkan status neurologis : fungsi motorik/ sensorik yang dibuktikan oleh tidak ada gangguan penglihatan
Peningkatan komunikasi
a. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis pasienb. Kaji lingkungan terhadap kemungkinan bahaya terhadap keamanan.c. Tingkatkan penglihatan pasien yang masih tersisad. Jangan memindahkan barang-barang pasien di dalam kamar pasien tanpa memberitahu pasien.e. Pastikan akses terhadap dan penggunaan alat bantu sensori.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan
a. Subyektif :1) Ansietas 2) Dispnea 3) gelisah b. Obyektif :1) Edema 2) Peningkatan tekanan vena sentral 3) Perubahan elektrolit 4) Kenaikan berat badan dalam peiode singkat
Pasien akan menunjukkan keseimbangan cairan tidak terganggu dibuktikan dengan indicator
a. Keseimbangan asupan dan haluaran dalam 24 jam b. Berat badan stabil c. Berat jenis urin dalam batas normal
Manajemen cairan
a. Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderunganb. Pertahankan asupan asupan dan haluaran akuratc. Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edemad. Tinggikan ekstremitas untuk meningkatkan aliran darah balike. Berikan diuretic jika perlu
(Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern : 2012)
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Tumor otak adalah neoplasma pada bagian intracranial SSP. Tumor otak primer berasal dari otak, sedangkan tumor otak sekunder merupakan pindahan dari tempat asal lain. Penyebab tumor otak belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliputi faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial (TIK). Gejala klinis pada tumor otak secara umum dikenal dengan istilah trias klosis tumor otak, yaitu: Nyeri kepala, Mual dan muntah, Papil edema.
Untuk penanganan tumor otak dapat di lakukan pembedahan, radiotherapi, kemotherapi atau dapat pula dengan cara manipulasi hormonal, biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.
B. Saran
1. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak secara holistik didasari dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit tersebut.
2. Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan serta meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritanya.
DAFTAR PUSTAKA
Azri, Bram Al. 2013. “Askep Tumor Otak”, (Online), (http://nersbramalazri. blogspot.com/2013/01/askep-tumor-otak.html, diakses pada 10 Mei 2013)
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan System Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Febri.2012.”Asuahan Keperawatan Tumor Otak”, (Online), (http://nersfebri. wordpress.com/2012/04/01/asuhan-keperawatan-askep-tumor-otak.html, diakses pada 10 Mei 2013)
Judha, Mohamad. 2011. Sistem Persyarafan dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Gosyen Publising.
Nn.2012.”Asuhan Keperawatan Klien dengan Tumor Otak”,(Online), (http://samoke2012.wordpress.com/2012/11/12/asuhan-keperawatan-klien-dengan-tumor-otak/, diakses pada 10 Mei 2013)
Nn.2012.”Makanan Sehat Babtu Pengobatan Tumor Otak”, (Online), (http://embundaunhijau.blogspot.com/2012/07/makan-sehat-bantu-pengobatan-tumor-otak.html , diakses pada 10 Mei 2013)
Nn.2013.”Klasifikasi Tumor Otak”, (Online), (http://alisarjunipadang. blogspot.com/2013/03/klasifikasi-tumor-otak.html, diakses pada 10 Mei 2013)
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sylvia A. Price.1995.Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4. Jakarta : EGC
Tucker, Susan Marti dkk. 2007. Standart Keperawatan Pasien Perencanaan Kolaborasi & Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : diagnosis NANDA, intervensi NIC, criteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid di seluruh dunia dan diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan 400,000 kematian setiap tahunnya.
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris disebabkan oleh Salmonella Parathypi A. Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C.
Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam dunia kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Demam Tifoid” dengan tujuan agar mahasiswa memahami dan mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan demam tifoid.
B. Tujuan
1. Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya demam tifoid serta mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid di lapangan.
2. Tujuan khusus :
a. Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit demam tifoid
b. Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan sesuai konsep dan sesuai indikasi klien
C. Manfaat Penulisan
1. Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit demam tifoid
2. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan demam tifoid
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DEMAM TIFOID
1. Pengertian
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pencernaan dan dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000). Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng, 2002).
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya (Djauzi & Sundaru; 2003). Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suryadi, 2001).
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 10-14 hari. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda yang khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu. Gejala Demam Tifoid antara lain sebagai berikut :
Ø Demam > 1 minggu terutama pada malam hari
Demam tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ke tiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
Ø Nyeri kepala
Ø Malaise
Ø Letargi
Ø Lidah kotor
Ø Bibir kering pecah-pecah (regaden)
Ø Mual, muntah
Ø Nyeri perut
Ø Nyeri otot
Ø Anoreksia
Ø Hepatomegali, splenomegali
Ø Konstipasi, diare
Ø Penurunan kesadaran
Ø Macular rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam kapiler
Ø Epistaksis
Ø Bradikardi
Ø Mengigau (delirium)
4. Patofisiologi
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid (Widiatuti, 2001).
2. Penatalaksanaan
a. Perawataan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan
1) Kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2) Tiamfenikol.
Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3) Kortimoksazol.
Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4) Ampisilin dan amoksilin.
Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5) Sefalosporin Generasi Ketiga.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6) Golongan Fluorokuinolon
a) Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
b) Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
c) Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
d) Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
e) Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
f) Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur yang terbanyak adalah diatas umur lima tahun. Faktor yang mendukung terjadinya demam thypoid adalah iklim tropis social ekonomi yang rendah sanitasi lingkungan yang kurang.
c. Keluhan utama
Pada pasien typus abdominalis keluhan utamanya adalah demam.
d. Riwayat penyakit sekarang
Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu minggu.
e. Riwayat penyakit dahulu
Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.
f. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang karier
g. Riwayat psiko social dan spiritual
Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta terjadi kecemasan.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tidak mengalami gangguan apapun, terkadang hanya sakit batuk pilek biasa
i. Activity Daily Life
1) Nutrisi : pada klien dengan demam tifoid didapatkan rasa mual, muntah, anoreksia, kemungkinan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Eliminasi : didapatkan konstipasi dan diare
3) Aktifitas : badan klien lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
4) Istirahat tidur : klien gelisah dan mengalami kesulitan untuk tidur karena adanya peningkatan suhu tubuh.
5) Personal hygiene : klien dianjurkan bedrest sehingga mengalami gangguan perawatan diri. Perlu kaji kebiasaan klien dalam personal hygiene seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan jajan di sembarang tempat.
j. Pemeriksaan fisik
1) Mata : kelopak mata cekung, pucat, dialtasi pupil, konjungtifa pucat kadang di dapat anemia ringan.
2) Mulut : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tak sedap. Terdapat beslag lidah dengan tanda-tanda lidah tampak kering dilatasi selaput tebal dibagian ujung dan tepi lidah nampak kemerahan, lidah tremor jarang terjadi.
3) Thorak : jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali jika ada komplikasi. Pada daerah perangsang ditemukan resiola spot.
4) Abdomen : adanya nyeri tekan, adanya pembesaran hepar dan limpa, distensi abdomen, bising usus meningkat
5) Ekstrimitas : Terdapat rosiola dibagian fleksus lengan atas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypi.
b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, mual, muntah dan anoreksia.
c. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare.
d. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
e. Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya
1. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Typhi.
Tujuan :Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, suhu tubuh normal.Kriteria hasil :– TTV dalam batas normal– TD : 80-120/60-80 mmhg– N : 120-140 x/i (bayi), 100-120 (anak)– S : 36,5-370C– P : 30-60 x/i (bayi), 15-30 x/i (anak)
ü Observasi tanda-tanda vitalü Beri kompres pada daerah dahiü Anjurkan untuk banyak minum air putihü Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
ü Tanda-tanda vital berubah sesuai tingkat perkembangan penyakit dan menjadi indikator untuk melakukan intervensi selanjutnyaü Pemberian kompres dapat menyebabkan peralihan panas secara konduksi dan membantu tubuh untuk menyesuaikan terhadap panasü Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyakü Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
2
Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, mual, muntah dan anoreksia.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kekurangan nutrisi tidak terjadi.Kriteria hasil :- Nafsu makan meningkat,- Tidak ada keluhan anoreksia, nausea,- Porsi makan dihabiskan
ü Kaji kemampuan makan klienü Berikan makanan dalam porsi kecil tapi seringü Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi proteinü Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukaiü Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas/asam, pedasü Kolaborasi. Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
ü Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnyaü Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntahü Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuatü Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klienü dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisiü Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah
3
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, tidak terjadi defisit volume cairan Kriteria hasil : – Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi, – Keseimbangan intake dan output dengan urine normal dalam konsentrasi jumlah
ü Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulitü Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemahü Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhanü Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuatü Kolaborasi pemberian cairan intravena
ü Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari kehilangan cairanü Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syokü Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairanü Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuhü Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan
4
Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pola eliminasi kembali normal. Kriteria hasil : – Klien melaporkan BAB lancar – Konsistensi lunak
ü Kaji pola eliminasi klienü Auskultasi bising ususü Selidiki keluhan nyeri abdomenü Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah fesesü Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BABü Kolaborasi. Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
ü Sebagai data dasar gangguan yang dialami, memudahkan intervensi selanjutnyaü Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalitü Berhubungan dengan distensi gasü Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensiü Mengatasi konstipasi yang terjadiü Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
5
Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, kecemasan teratasi Kriteria hasil : – Ekspresi tenang – Orang tua klien tidak sering bertanya tentang kondisi anaknya
ü Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klienü Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya ü Beri kesempatan pada orang tua klien untuk mengungkap kan perasaan nyaü Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
ü Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klienü Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya ü Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan sehingga beban yang dirasakan berkurang ü Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : An. D
Tempat/Tanggal Lahir : Mandailing/04 September 2008
Nama Ayah/ibu : Tn. N/Ny. I
Pekerjaan Ayah : TNI-AD
Pekerjaan Ibu : IRT
Alamat : Asrama 122, Dolok Masihule
Suku : Mandailing
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
2. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan anaknya demam selama 5 hari, demamnya naik turun dan tidak membaik dengan obat penurun panas yang telah diberikan.
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a. Prenatal
Ibu klien mengatakan tidak ada masalah selama kehamilan An. D, ibu klien memeriksakan kandungannya ke bidan setempat dan dokter kandungan.
b. Natal
Ibu klien mengatakan kelahiran An. D secara normal dan dibantu oleh bidan setempat dengan BB An. D adalah 2.8 Kg dan An. D tidak mengalami masalah.
c. Postnatal
Ibu klien mengatakan tidak ada mengalami pendarahan hebat ataupun masalah lainnya setelah kelahiran An. D
4. Riwayat Masa Lalu
a. Penyakit waktu kecil
Orang tua klien mengatakan sewaktu kecil An. D sering mengalami demam, batuk dan pilek.
b. Pernah dirawat dirumah sakit
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sebelumnya tidak pernah di rawat di Rumah Sakit, apabila sakit hanya diberikan obat yang diperoleh dari bidan setempat.
c. Obat-obat yang digunakan
Ibu klien selalu menyediakan obat paracetamol di rumahnya.
d. Tindakan (operasi)
Tidak ada
e. Alergi
Ibu klien mengatakan bahwa An. D tidak ada riwayat alergi baik makanan/pun minuman.
f. Kecelakaan
Ibu klien mengatakan An. D tidak pernah dan jangan sampai terjadi kecelakaan.
g. Imunisasi
Ibu klien mengatakan bahwa imunisasi An. D sudah lengkap karena sangat penting bagi anak.
5.Riwayat Keluarga
1. Riwayat Sosial
a. Yang mengasuh
Ny. I dan Tn. N
b. Hubungan dengan anggota keluarga
Terjalin baik, An. D sering bermain dengan abangnya dan bercanda dengan kedua orang tuanya.
c. Hubungan dengan teman sebaya
Ibu klien mengatakan An. D sering bermain dengan anak-anak di sekitar rumahnya
d. Pembawaan secara umum
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sangat ceria, baik dan ramah dengan orang yang sudah dikenalnya.
e. Lingkungan rumah
Ibu klien mengatakan bahwa An. D tinggal di asrama tentara dengan kondisi rumah bersih, menyatu antara 1 dengan lainnya, komunikasi antar tetangga terjalin dengan sangat baik.
2. Kebutuhan Dasar
a. Makanan
1) Makanan yang disukai/ tidak disukai
Ibu klien mengatakan bahwa sebelum sakit, makanan yang disukai An. D adalah telur, buah apel, dan jajanan. Selama sakit, An. D masih menyukai telur dan buah apel, sedangkan ikan, pisang, pepaya An. D kurang suka.
2) Selera
Ibu klien mengatakan bahwa An. D selera makan hanya dengan telur, dan kecap saja sudah cukup.
3) Alat makan yang dipakai
Piring, sendok, dan cangkir.
4) Pola makan/jam
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sebelum sakit makan 3x/hari dan dihabiskan. Selama sakit makan 3x/hari itupun tidak dihabiskan.
b. Pola tidur
1) Kebiasaan sebelum (perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa tidur)
Ibu klien mengatakan bahwa An. D kebiasaan sebelum tidur tidak ada, terkadang ibu klien harus mengelus-elus punggung An. D karena sakit.
2) Tidur siang
Ibu klien mengatakan bahwa An. D jarang sekali tidur siang karena lebih banyak dihabiskan untuk bermain.
c. Mandi
Ibu klien mengatakan bahwa An.D mandi 2 x /sehari, pagi sebelum pergi kesekolah, dan sore hari, sedangkan selama sakit An. D belum pernah mandi.
d. Aktivitas bermain
Ibu klien mengatakan bahwa An. D setelah pulang dari sekolah langsung bermain bersama teman-teman di sekitar rumah. Selama sakit hanya berbaring di tempat tidur.
e. Eliminasi
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sebelum sakit BAB sebanyak 1 x/hari, dan BAK tidak tentu, sedangkan selama ± 1 minggu sampai sekarang (29 April 2013) belum ada BAB, dan BAK ± 4 x/hari selama di rawat.
3. Keadaan Kesehatan Saat Ini
a. Diagnosa medis : Susp. Typhoid Fever
b. Tindakan operasi : Tidak ada
c. Status cairan : Ringer Laktat
d. Status nutrisi : Diet M2 TKTP
e. Obat-obatan :
– Cotrimoxazole 2 x cth I
– PCT 3 x1 tab
– Lactulosa 3 x cth I
f. Aktivitas : An. D terbaring lemah di tempat tidur, aktivitas
dibantu dan klien terpasang infus di kaki kanan.
g. Tindakan keperawatan :
– Melakukan pemeriksaan Tanda-tanda Vital
– Menganjurkan orang tua klien melakukan kompres hangat
– Menjelaskan pentingnya memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat
– Menganjurkan An. D untuk banyak istirahat selama fase akut
h. Hasil lab : Tanggal 28 April 2013
– Haemoglobin : 15.6 g/dl
– Hematokrit : 46,9 %
– Leukosit : 9.800/ml
– Trombosit : 189.000/ml
– LED : 5 mm
– Widal :
· O : 1/80 1/80 1/40 1/80
· H : 1/40 1/40 1/80 1/80
i. Foto roentgen : Tidak ada
j. Lain-lain : Tidak ada
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah, tingkat kesadaran : Composmentis
b. TB/BB : 118 cm, 27 Kg
c. Lingkar kepala : 49 cm
d. Kepala
Tulang kepala normosefalik, rambut hitam, kulit kepala bersih, tekstur lembut, distribusi rapat, dan kuat, tidak teraba massa, nyeri tekan (-), frontal teraba panas.
e. Mata
Ketajaman penglihatan baik, sklera putih (tidak ada perdarahan), konjungtiva merah muda, ptosis (-), refleks cahaya (+ 2), pupil isokor.
f. Leher
Trakea tepat berada di garis tengah, pembesaran tyroid (-), nyeri tekan (-), refleks menelan (+).
g. Telinga
Ketajaman terhadap suara (+), tidak ada serumen, cairan (-), simetris antara d/s, kelainan bentuk (-)
h. Hidung
Septum digaris tengah, pernafasan cuping hidung (-), tidak beringus, bersih, dan tidak ada nyeri tekan.
i. Mulut
Bibir kering, caries gigi (-), beslag (+), gusi merah muda, otot maseter (+), gerakan lidah baik.
j. Dada
Thorak simetris, ekspansi dada baik, vibrasi dinding dada sama, puting (+2), deformitas (-), fraktur iga (-), nyeri tekan (-).
k. Paru- paru
Suara napas vesikuler, RR : 32 x/i, bunyi paru resonan
l. Jantung
Bunyi S1 dan S2 terdengar jelas, tidak terdengar bunyi jantung tambahan, HR : 130 x/i.
m. Perut
Umbilikus simetris, acites (-), suepel (+), nyeri tekan (-), peristaltik usus (+) 8 x/i, tekstur kulit lembut dan elastis (< 2 detik)
n. Punggung
Massa (-), luka (-), nyeri tekan (-)
o. Genetalia
Bentuk normal, skrotum (+), meatus uretra (+), testis (+2), nyeri tekan (-)
p. Ektremitas
1) Ekstremitas atas : Edema (-), ekstremitas hangat, luka (-), terdapat bekas pemasangan infus (dekstra), jari lengkap, kekuatan otot (+)
a. Ekstremitas bawah : Tidak ada varises, nyeri tekan (-), kekuatan otot (+)
5 5
4 4
q. Tanda vital
a. RR : 32 x/menit
b. HR : 130 x/menit
c. TD : 85/60 mmHg
d. Temp : 38,1 0C
5. Pemeriksaan Tinggkat Perkembangan
a. Kemandirian bergaul
An. D mudah berinteraksi dengan orang lain
b. Motorik halus
An. D sudah bisa menggambar, mewarnai dan menjelaskan gambar yang telah dibuatnya
c. Motorik kasar
An. D dapat menangkap bola dan melemparkannya, dapat melompat dan dapat berjalan dengan 1 kaki
d. Kognitif
An. D dapat mengingat nama ayah dan ibunya, dapat menjumlahkan penjumlahan yang sederhana (misalnya 1 + 1 = 2)
e. Bahasa :
Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh An. D adalah bahasa Indonesia. An. D berbicara dengan sangat jelas dan mudah dimengerti.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium (terlampir dihalaman 39)
7. Ringkasan Riwayat Keperawatan
Dari hasil pengkajian didapatkan hasil bahwa An. D demam selama 5 hari, suhu tubuh 38,1 0C, BAB (-) selama 1 minggu, peristaltik usus 8 x/i, An. D rewel, muntah (-), mual (-), tingkat kesadaran : composmentis, ekstremitas bawah (+4), An. D terbaring lemah di tempat tidur.
8. Masalah Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh
b. Gangguan pola eliminasi
c. Intoleransi aktivitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Typhi.
2. Gangguan pola eliminasi (BAB) berhubungan dengan konstipasi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, tirah baring
ANALISA DATA
No
Data
Etiologi
Masalah
1
Ds : ü Ibu klien mengatakan demam ± selama 5 hari demam bersifat naik turun, ibu klien mengatakan sudah memberi obat penurun panas tetapi tidak membaik Do : ü Teraba panasü An.D rewelü T : 38.1 0cü RR : 32 x/iü HR : 120 x/iü Pct 3×1 tab
Invasi bakteri salmonela typhi melalui makanan atau minuman Terjadi peradangan pada saluran cerna
Dilepaskannya zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang
Demam tipoid
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
2
Ds : ü Ibu klien mengatakan bahwa An. D sebelum sakit BAB sebanyak 2 x/hari, sedangkan selama ± 1 minggu sampai sekarang (29 April 2013) belum ada BAB ü Ibu klien mengatakan makanan yang disukai An. D adalah telur, buah apel, dan jajanan. Sedangkan pisang, pepaya dan ikan An. D kurang sukaDo : ü Makan nasi + telur + kecapü Makan apel (+)ü Peristaltik usus (8 x/i)ü BAB (-)ü Mual, muntah (-)ü Abdomen : Suepelü Suara abdomen : Tympani
Terjadi peradangan pada saluran cerna Penurunan kerja motilitas usus Konstipasi Gangguan pola eliminasi (BAB)
Gangguan pola eliminasi (BAB)
3
Ds :ü Ibu klien mengatakan badan anaknya lemasDo :ü k/u : lemahü Kekuatan otot (+4)ü Terbaring di tempat tidurü Terpasang infusü Aktivitas dibantu Ny. I
Proses infeksi virus Salmonella Typhi Penurunan sistem metabolisme tubuh Kelemahan fisik Imobilisasi Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeksi Salmonella Typhi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 12 jam, diharapkan suhu klien menurun.KH :1 . Suhu tubuh dalam batas normal (36-37 0C) 2. Membran mukosa lembab 3. Pengisian kapiler < 2 detik 4. An. D tidak rewel (rileks)-
1. Ukur tanda-tanda vital setiap 2/4 jam 2. Observasi membran mukosa bibir, pengisian kapiler dan turgor kulit 3. Anjurkan untuk minum ± 2-2,5 L/menit 4. Anjurkan kompres hangat pada dahi, ketiak, dan lipat paha5. Anjurkan untuk tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut6. Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat7. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai indikasi8. Observasi hasil pemeriksaan darah dan feses9. Observasi adanya peningkatan suhu terus menerus, distensi abdomen, dan nyeri abdomen
1. Sebagai dasar untuk menentukan intervensi2. Untuk identifikasi tanda-tanda dehidrasi akibat demam3. Kebutuhan cairan dalam tubuh cukup mencegah terjadinya demam4. Kompres hangat memberi efek vasodilatasi pembuluh darah sehingga mempercepat penguapan panas5. Menurunkan kebutuhan metabolisme tubuh sehingga menurunkan panas6. Pakaian tipis memudahkan penguapan panas saat penurunan panas klien akan banyak mengeluarkan keringat7. Untuk menurunkan panas/mengontrol panas, untuk mengatasi infeksi dan mencegah penyebaran infeksi, dan penggantian cairan akibat penguapan panas tubuh8. Untuk mengetahui perkembangan penyakit typus dan efektifitas terapi9. Peningkatan suhu terus menerus setelah pemberian antipiretik dan antibiotik kemungkinan terjadinya komplikasi perforasi usus.
2
Gangguan pola eliminasi (BAB) b/d konstipasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 12 jam, diharapkan pola eliminasi klien kembali normal.KH : 1. BAB 1 x/hari 2. Konstipasi lunak 3. Warna feces kuning 4. Tidak berlendir
1. Kaji pola eliminasi klien2. Asukultasi bunyi usus3. Kaji adanya keluhan nyeri abdomen4. Anjurkan makan-makanan yang lunak, buah-buahan yang merangsang BAB5. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai indikasi
1. Sebagai data dasar gangguan yang dialami memudahkan intervensi selanjutnya2. Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalit3. Menandakan adanya gas di perut sehingga mengakibatkan terjadinya distensi abdomen4. Makanan lunak serta buah-buahan yang kaya akan serat dapat mengatasi konstipasi5. Dapat merangsang peristaltik usus secara perlahan sehingga masalah konstipasi teratasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 12 jam, diharapkan klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap.KH :1. TTV dalam batas normal2. Tidak ada keluhan lelah3. Kekuatan otot meningkat
1. Kaji tingkat toleransi klien terhadap aktivitas2. Kaji jumlah makanan yang dikonsumsi klien setiap hari3. Anjurkan klien untuk tidah baring selama fase akut4. Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas selama perawatan5. Bantu klien melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan6. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari7. Berikan kesempatan pada klien melakukan aktivitas sesuai kondisi klien
1. Sebagai dasar untuk menentukan intervensi2. Untuk mengidentifikasi intake nutrisi klien3. Untuk menurunkan metabolisme tubuh dan mencegah iritasi usus4. Untuk mengurangi peristaltik usus sehingga mencegah iritasi usus5. Kebutuhan aktivitas klien terpenuhi dengan energi minimal, sehinga mengurangi peristaltik usus6. Partisipasi keluarga meningkatkan kooperatif klien dalam perawatan7. Meningkatkan partisipasi klien dapat meningkatkan harga diri dan meningkatkan toleransi aktivitas
D. IMPLEMENTASI
No
Hari/Tgl
DiagnosaKeperawatan
Implementasi
Evaluasi
1
SELA S A30A P R I L2013
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeksi Salmonella Typhi
1. Mengukur tanda-tanda vital An. DH :§ T : 38,1 0C§ RR : 28 x/i§ HR : 128 x/iR : An. D rewel (menangis), dan tidak tenang2. Mengamati membran mukosa bibir, pengisian kapiler dan turgor kulit pada An. DH : · Bibir kering · CRT & turgor kulit < 2 detik3. Menganjurkan An. D untuk banyak minum ± 2-2,5 L/hariH : Minum (+)R : An. D tidak sulit minum4. Menganjurkan ibu untuk melakukan kompres hangat pada dahi, ketiak, dan lipat pahaH : Ibu melakukan kompres hangat di dahiR : Ny. I mengambil handuk kecil dan air hangat dan melakukan kompres hangat5. Menjelaskan kepada ibu klien tentang pentingnya tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akutH : Ibu memahami manfaat tirah baring selama fase akut (demam)R : Ibu dan An. D memperhatikan penjelasan yang diberikan6. Menjelaskan kepada Ibu klien tentang pentingnya menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat bagi An. DH : Baju An. D tipis dan menyerap keringatR : Ibu sudah memahami pentingnya pakaian tipis dan menyerap keringat bagi An. D7. Berkolaborasi dalam pemberian terapi sesuai indikasiH :· IVFD RL 30 gtt/i· Cotrimoxazole 2 x cth II· Paracetamol 3 x 1 tabR : An. D mau meminum obat yang telah diberikan dan tidak ada tanda-tanda alergi8. Melihat hasil pemeriksaan darah dan fesesH :· Hb : 15,6 g/dl· Ht : 46,9 %· Leu : 9.103/ml· Tromb : 189. 103/ml· LED : 5 mm· Widal :ü O : 1/80 1/80 1/40 1/80ü H : 1/40 1/40 1/80 1/809. Mengamati adanya peningkatan suhu terus menerus, distensi abdomen, dan nyeri abdomenH : Suhu masih 38,1 0C, distensi abdomen (-), suepel (+)R : An. D mengatakan tidak merasakan sakit dibagian perut
S :ü Ibu klien mengatakan badan anaknya masih panas, walaupun sudah dikompresü Ibu mengatakan An. D sudah diberikan banyak minumü Ibu klien mengatakan bahwa An. D tidak banyak berakivitas hanya berbaring di tempat tidurü Ibu klien mengatakan sudah memberikan pakaian yang tipis dan menyerap keringatü Ibu klien mengatakan sudah memberikan obat penurun panas yang diberikanO :ü Teraba panas di dahiü T : 38 0C, RR : 130 x/i, HR : 30 x/iü Kompres (+)ü Minum (+)ü Terbaring di tempat tidurü Bibir lembabü Memakai baju tipis dan menyerap keringatü Abdomen : suepelü Paracetamolü IVFD RL 30 gtt/iA :Masalah peningkatan suhu tubuh teratasi sebagianP : Intervensi dilanjutkan :ü Kaji TTVü Anjurkan banyak minumü Anjurkan untuk kompres hangatü Kolaborasi dalam pemberian terapi
2
Gangguan pola eliminasi (BAB) b/d konstipasi
1. Menanyakan kepada ibu pola eliminasi An. DH : ibu klien mengatakan An. D belum BAB ± 1 mingguR : An. D mengatakan tidak sesak BAB, Ibu klien mengatakan cemas karena AN. D tidak BAB selama ± 1 minggu2. Mendengarkan suara peristaltik ususH : Terdengar peristaltik usus3. Mengkaji adanya keluhan nyeri abdomenH : abdomen : suepel, nyeri (-)R : An. D mengatakan tidak ada sakit dibagian perut4. Menganjurkan ibu klien untuk memberikan makan-makanan lunak, dan buah-buahan yang merangsang BAB (pisang, pepaya)H : M2 TKTP (pakek telur), makan buah apelR : Ibu klien mengatakan memberikan makanan yang di sediakan oleh RS dan pakek telur, Ibu klien mengatakan An. D hanya mau makan buah apel5. Berkolaborasi dalam pemberian terapi sesuai indikasiH : Lactulosa 3 x cth IR : An. D mengatakan belum ada BAB
S :ü Ibu klien mengatakan bahwa An. D belum ada BABü An. D mengatakan tidak merasakan sakit pada perutnyaü An. D mengatakan tidak ada sesak BABü An. D mengatakan tidak suka makan buah pepaya dan pisangü An. D mengatakan sudah minum obatO :ü BAB (-)ü Abdomen : suepelü M2 TKTP + telur rebusü Makan apel (+)ü Lactulosa 3 x cth IA :Masalah pola eliminasi belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan :ü Kaji eliminasi klienü Auskultasi bunyi ususü Anjurkan makan-makanan lunak dan buahü Kolaborasi dalam pemberian terapi
1. Mengkaji tingkat toleransi klien terhadap aktivitasH : Hanya bisa duduk dan terbaringR : An. D mengatakan badanya lemah2. Mengkaji jumlah makanan yang dikonsumsi klienH : Diet M2 TKTP 3x/hari, makan roti (+), makan buah (+)R : Ibu klien mengatakan An. D makan 3 x/hari tetapi tidak dihabiskan3. Memberi penjelasan kepada ibu untuk menjaga An. D agar tidak banyak bergerakH : An. D hanya terbaring di tempat tidurR : Ibu klien mengatakan akan membatasi aktivitas An. D4. Membantu klien melakukan aktivitas sesuai kebutuhanH : Membantu An. D dudukR : An. D mengatakan senang bisa duduk5. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hariH : Ibu klien bekerja sama dengan baikR : Ibu klien mengatakan mau membantu perawat6. Memberikan kesempatan pada klien melakukan aktivitas sesuai indikasiH : Bermain handphoneR : An. D senang bermain bola di HP
S :ü Ibu klien mengatakan bahwa An. D hanya bisa berbaring dan duduk di tempat tidurü Ibu klien mengatakan anaknya sulit bergerak karena terpasang infus di kaki sebelah kananO :ü Berbaring di tempat tidurü Terpasang infus di kaki sebelah kananü k/u : lemahA :Masalah aktivitas belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan :ü Kaji tingkat toleransi klien terhadap aktivitasü Bantu melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhanü Anjurkan untuk tiraj baring selama fase akutü Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari
1
RABUO1M E I2013
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeksi Salmonella Typhi
1. Mengukur tanda-tanda vital An. DH :§ T : 36,2 0C§ RR : 28 x/i§ HR : 92 x/iR : An. D sudah membaik dan terlihat lebih segar2. Menganjurkan ibu klien untuk memberikan banyak minum apabila demamH : Minum (+)R : Ibu klien akan memberikan banyak minum apabila An. D demam3. Menganjurkan ibu untuk melakukan kompres hangat apabila demam terulang kembaliH : Ibu akan melakukan kompres hangat apabila demam lagiR : Ibu klien mengucapkan terima kasih atas anjuran yang diberikan4. Berkolaborasi dalam pemberian terapi sesuai indikasiH :· IVFD RL 30 gtt/i· Cotrimoxazole 2 x cth II· Paracetamol 3 x 1 tabR : An. D mau meminum obat yang telah diberikan
S :ü Ibu klien mengatakan bahwa anaknya sudah tidak demam lagiü Ibu mengatakan akan menjalankan anjuran yang telah diberikan apabila anaknya demam lagiü Ibu klien mengatakan masih memberikan obat penurun panas karena takut demamnya terulang lagiü Ibu klien berterima kasih atas penjelasan yang telah diberikan kepadanyaO :ü Ekspresi wajah ibu klien terlihat senangü k/u : membaikü T : 36,5 0C, RR : 28 x/i, HR : 92 x/iü Minum (+)ü Bibir lembabü Paracetamol 3 x 1 tabü IVFD RL 30 gtt/iA :Masalah peningkatan suhu tubuh sudah teratasiP : Intervensi dihentikan.
2
Gangguan pola eliminasi (BAB) b/d konstipasi
1. Menanyakan eliminasi kepada An. DH : BAB (-)R : An. D mengatakan belum ada BAB, Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada merasakan sesak BAB.2. Mendengarkan suara peristaltik ususH : Terdengar peristaltik ususR : An. D mengatakan tidak ada sesak BAB3. Mengingatkan kembali ibu klien untuk memberikan makan-makanan lunak, dan buah-buahan yang merangsang BAB (pisang, pepaya)H : M2 TKTP (pakek telur), makan pisang (+)R : Ibu klien mengatakan anaknya pagi ini makan dengan nasi, telur, dan sayur bening4. Berkolaborasi dalam pemberian terapi sesuai indikasiH : Diet M2 TKTP, Lactulosa 3 x cth I
S :ü Ibu klien mengatakan bahwa anaknya sudah BAB tetapi sedikitü Ibu klien mengatakan feces anaknya keras dan bau, berwarna kuningü Ibu klien mengatakan anaknya juga makan pisang walaupun harus dipaksa terlebih dahuluü Ibu klien mengatakan siang ini anaknya makan dengan nasi yang telah disediakan dan pakai telurO :ü Peristaltik usus (+) 12 x/iü M2 TKTP + telur rebusü Makan pisang (+) ¼ bagianü Lactulosa 3 x cth IA :Masalah pola eliminasi teratasiP : Intervensi dihentikan
1. Mengevaluasi tingkat toleransi klien terhadap aktivitasH : Duduk dan berbaringR : An. D mengatakan badanya sudah tidak lemas lagi dan ingin berjalan2. Membantu klien melakukan aktivitas sesuai kebutuhanH : hanya bisa duduk karena terpasang infus di kaki kananR : An. D mengatakan minta dilepaskan infusnya3. Mengingatkan untuk tirah baring apabila masih lemahH : k/u : membaikR : An. D mengatakan ya4. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hariH : Makan dibantu, kencing dibantu, dan duduk mandiriR : Ibu klien mengatakan aktivitas anaknya masih harus dibantu
S :ü Ibu klien mengatakan bahwa infus anaknya sudah dilepas jam 11.00 wibü Ibu klien mengatakan anaknya sudah membaik karena sudah bisa berjalan dan bermain bersama teman 1 ruanganü Ibu klien mengatakan senang karena anaknya besok sudah boleh pulangü Ibu klien mengatakan akan menjaga anaknya agar tidak terlalu kecapaian karena belum sembuh betulü Ibu klien mengucapkan terima kasih karena sudah perduli dengan anaknyaO :ü Ekspresi ibu klien senangü An. D terlihat senang dan bermain bersama teman 1 ruanganü k/u : baikü tampak lebih segarA :Masalah aktivitas teratasiP : Intervensi dihentikan oleh mahasiswa. Terapi pengobatan dilanjutkan oleh pegawai ruangan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. Penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella type A.B.C penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Cara pencegahan penyakit typoid yang dilakukan adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
A. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami tentang penyakit typoid dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Djauzi & Sundaru. 2003. Imunisasi Dewasa. Jakarta : FKUI
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Suryadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Agung Setia
Syamsuhidayat, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis. Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.
Sekitar 80% penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi. Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
• Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%,
• sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.
• Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050
• Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun, Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang.
• Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes, 2006)
Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
TUJUAN
1. Tujuan Umum
· Masyarakat Indonesia dapat mengetahui dampak bahaya dari penyakit osteoporosis sehingga dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadinya penyakit osteoporosis.
· Untuk memperkecil angka osteoporosis khususnya di NAD dan Indonesia umumnya.
· Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien penyakit Osteoporosis.
· Untuk mengetahui cara penatalaksanaan dan pengobatan pada pasien Osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
· Untuk menyelesaikan tugas perkuliahan mata ajar keperawatan dewasa II di semester V tahun ajaran 2009/2010 yang di bimbing oleh dosen pembimbing Ns. Imanuddin, S.Kep.
· Untuk menambah nilai di mata ajar keperawatan dewasa II pada semester V
BAB II
TINJAUAN TEORITIS MEDIS
A. DEFENISI
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal.
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.
B. KLASIFIKASI
1. Osteoporosis Primer
Ø Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopause
Ø Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun wanita
2. Osteoporosis Skunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Yaitu : Osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di temukan padaUsia kanak-kanak (juvenil), Usia remaja (adolesen), Pria usia pertengah.
C. ETIOLOGI
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
D. FAKTOR – FAKTOR RESIKO PENYEBAB OSTEOPOROSIS
1. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Di Ubah
a. Faktor Mekanis Atau Usia Lanjut
Faktor mekanis merupakan faktor yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia, dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
b. Jenis Kelamin
Osreoporosis tiga kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, perbedaan ini disebabkan oleh faktor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil.
c. Faktor Genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat dan berat dari pada bangsa kulit putih. Jadi seseorang yang mempunyai tulang kuat biasanya jarang terserang osteoporosis.
d. Riwayat Keluarga Atau Keturunan
Riwayat keluarga juga mempengaruhi penyakit osteoporosis, pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak yang dilahirkannya cenderung mempunyai penyakit yang sama.
e. Bentuk Tubuh
Kerangka tubuh dan skoliosis vertebra yang lemah juga dapat menyebabkan penyakit osteoporesis. Keadaan ini terutama terjadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan identitas tulang yang rendah dan di atas usia 70 tahun dengan keadaan tubuh yng tidak ideal.
2. Faktor Resiko Yang Dapat Di Ubah
a. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya uisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting, wanita-wanita pada masa pascamenopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi berkurang maka kemungkinan terjadinya osteoporosis ada, pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang dan ekskresi melalui urin yang bertambah dapat menyebabkan kekurangan atau kehilangan estrogen serta pergeseran keseimbangan kalsium sejumlah 25 mg per sehari pada masa menopause.
b. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif.
c. Estrogen
Berkurangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
d. Rokok Dan Kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
e. Alkohol
Alkoholi merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan pengguna alkohol mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti tentang pengguna alkohol.
f. Gaya hidup.
Aktifitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi resorpsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang.
E. PATOFISIOLOGI
Ø Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang
Ø Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pd bagian trabekula
Ø Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda
Ø Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pd wanita 40-50 %
Ø Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra
Ø Bagian-bagian tubuh yg sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal.
F. MANIFESTASI KLINIS
Ø Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:
Ø Nyeri timbul mendadak
Ø Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
Ø Nyeri berkurang pada saat istirahat di t4 tidur
Ø Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
Ø Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ø Pemeriksaan non-invasif yaitu ;
Ø Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan massa tulang.
Ø Pemeriksaan absorpsiometri
Ø Pemeriksaan komputer tomografi (CT)
Ø Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
Ø Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers osteocalein (GIA protein).
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron. Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan dilakukan terapi fisik. Penanganan yang dapat di lakukan pada klien osteoporosis meliputi :
a. Diet
b. Pemberian kalsium dosis tinggi
c. Pemberian vitamin D dosis tinggi
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spina brace) untuk mengurangi nyeri punggung.
e. Pencegahan dengan menghindari faktor resiko osteoporosis (mis. Rokok, mengurangi
konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktifitas fisik).
f. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.
I. PENCEGAHAN
Ø Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup.
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari, dosis harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium.
Ø Melakukan olah raga dengan beban
Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.
Ø Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.
Ø Hindari :
ü Makanan tinggi protein
ü Minum alkohol
ü Merokok
ü Minum kopi
ü Minum antasida yang mengandung aluminium
BAB III
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
1). Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis. Kadang- kadang keluhan utama mengarahkan ke diagnosa ( mis., fraktur colum femoris pada osteoporosis). Faktor lain yang diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfat dan vitamin D, latihan yang teratur dan bersifat weight bearing.
Obat-obatan yang diminum pada jangka panjang harus diperhatikan seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasid yang mengandung aluminium, natrium flourida dan etidronat bifosfonat, alkohol dan merokok merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis. Penyakit lain yang harus dipertanyakan dan berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin, dan insufiensi pankreas.
Riwayat haid, usia menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakit tulang metabolik yang bersifat herediter. 2). Pengkajian psikososial. Gambaran klinis pasien dengan osteoporosis adalah wanita pascamenopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya fraktur multiple karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri klien terutama citra diri, khususnya klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi sosial karena perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, tidak mampu duduk di kursi, dan lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena harga diri atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis dapat menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada klien.
3). Pola aktifitas sehari-hari. Pola aktifitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olah raga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskulosekeletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility (kemampuan gerak cepat dan lancar) menurun, stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing). Inspeksi: ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang. Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi: cuaca resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi: pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 ( Blood).
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
a. Kepala dan wajah: ada sianosis
b. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
c. Leher: Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan
indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra.
d. B4 (Bladder).
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3. Adapun data yang mungkin muncul pada pasien osteoporosis yaitu :
Data subjektif : – os mengeluh nyeri punggung – os mengatakan sulit BAB – os mengatakan mudah lelah – Adanya riwayat jatuh
Data objektif – kekuatan otot menurun – kekakuan sendi – deformitas – kifosis – fraktur baru – ketidakseimbangan tubuh – keletihan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
2. Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
3. Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitasi atau terjadinya ileus (obstruksi usus)
4. Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotik
INTERVENSI KEPERAWATAN
Memahami Osteoporosis dan Program Tindakan.
Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein, sigaret dan alkohol, hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
Anjurkan Latihan aktivitas fisik yang mana merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek oesteoporosis.
Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
Bila diresepkan HRT, pasien harus diajar mengenai pentingnya skrining berkala terhadap kanker payudara dan endometrium.
Meredakan Nyeri
Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
Kasur harus padat dan tidak lentur.
Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
Kompres panas intermiten dan pijatan punggung memperbaiki relaksasi otot.
Pasien diminta untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
Postur yang bagus dianjurkan dan mekanika tubuh harus diajarkan. Ketika pasien dibantu turun dari tempat tidur,
pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri.
Memperbaiki Pengosongan Usus.
Konstipasi merupakan masalah yang berkaitan dengan imobilitas, pengobatan dan lansia.
1. Berikan diet tinggi serat.
2. Berikan tambahan cairan dan gunakan pelunak tinja sesuai ketentuan dapat membantu
atau meminimalkan konstipasi.
3. Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila terjadi kolaps vertebra
pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
Mencegah Cedera.
1. Anjurkan melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif.
2. Ajarkan Latihan isometrik, latihan ini dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh.
3. Anjurkan untuk Berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur yang baik.
4. Hindari Membungkuk mendadak, melenggok dan mengangkat beban lama.
5. Lakukan aktivitas pembebanan berat badan Sebaiknya dilakukan di luar rumah di bawah sinar matahari, karena sangat diperlukan untuk memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D.
BAB. IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal.
Adapun klasifikasi osteoporosis yaitu :
1. Osteoporosis Primer
Ø Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopause
Ø Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun wanita
2. Osteoporosis Skunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Bronchopneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagaian bawah yang mengenai parenkim paru. Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama,tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Pneumonia pada anak dibedakan menjadi :
1. pneumonia lobaris
2. pnuemonia intertisial
3. bronko pneumonia
Bronko pneumonia disebut juga pnuemonia lobaris, yaitu radang paru – paru yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan benda – benda asing.
B. Etiologi
Umumnya adalah bakteri, yaitu streptococcus pneumonia dan Haemophillus Influenza pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortilitas tinggi. Bronchopenomonia ada juga yang disebabkan oleh virus, yaitu Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik dan ada juga yang disebabkan oleh jamur, yaitu Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahantubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
C. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses sebagai berikut:
Gambaran patofisiologi
D. Gejala Klinis
Bonkopneumonoia biasa nya di dahului oleh infeksi saluraran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu biasa nya mencapai 39-40°c. Anak sangat gelisah, dispea, pernafasan cepat dan dangkal disertai dengan pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasa nya tidak di jumpai di awal penyakit, anak akan mendapatkan batuk setelah beberapa hari, dimna pada awlanya berupa batuk kering kemudian menjadi batuk produktif.
E. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya.
b. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi.
c. pemeriksaan darah: Hb di bawah 12 gr %,
d. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
F. Penatalaksaan medis
o Oksigen 1-2L/menit
o IVFD dekstose 10%: nad 0,9 %: 3:1 + kcl 10 mEq/500 ml cairan ,jumlah cairan sesuai BB, kenaikan suhu ,status dehidrasi.
o jika sesk terlalu hebat ,bisa di berikan makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
o koreksi ganguan asam basa elektrolit
G. Komplikasi
Komplikasi dari bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik.
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
BAB II
LANDASAN TEORISTIS KEPERAWAATAN
A. DATA DASAR PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala : lemah, kelelahan, insomia
Tanda : letargi penurunan toleransi terhadap aktivitas
Tanda : distensi abdomen, hipertensi bunyi usus, kulit kering dengan tugor buruk tampak malnutrisi
Neuro sensori
Gejala : sakit kepala daerah prontal/infuenza
Tanda : perubahan mental/bungung/somolen.
Nyeri kenyamanan
Gejala : sakit kepala nyeri dada/plauritik, meningkatkan oleh batuk
Tanda : melindungi area yang sakit pasien umumnya tidur pada posisi yang sakit untuk membatasi gerak.
Pernafasan
Gejala : riwayat adanya ISK kronik, PPOM, merokok, takipnea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : sputum merah muda berkarat atau puruler, perkusi pekak diatas area yang kosolidasi dan premitus taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsulidasi bunyi nafas menurun tidak ada diatas area yang terlibat.
Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam 38,5-39 0C
Tanda : berkeringat mengigil beulang, gemetar.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan akohol kronis.
Pertimbangan : dorongan menunjukan lama dirawat 6-8 hari
Rencana pemulangan : bantuan perawatan diri tugas pemeliharaan rumah.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS ANAK
Nama : An. Agil
Anak ke : 3 Dari 3 Bersaudara
Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 2 Tahun
Tempat Lahir : Padang
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 8 Januari 2011
Tanggal Pengkajian : 10 Januari 2011
Diagnosa Medis : BP
2. GENOGRAM
Ket :
: laki-laki
: perempuan
: meninggal
:pasien
:tinggal serumah
3. RIWAYAT MASA LAMPAU
Penyakit yang pernah diderita : Deman biasa, Batuk, Pilek
NUTRISI a. Makanan yang di sukai b. Makanan yang tidak di sukai c. Makanan Pantangan d. Nafsu Makan e. Porsi Makan yang di habiskan f. Alat Makan yang di pakai
Sejenis Makanan ringanUdangSelaera makan adasikit, tapi seringPiring, Tangan
Tidak ada nafsu makan Permen, minyak Anoreksia Tidak ada nafsu makanPiring, di sulang oleh ibu nya
B.
Minuman a. Jumlah Minuman dalam sehari b. Minunam Kesukaan c. Hal –hal yang menghambat dalam pemenuhan cairan
± 4 gelas sehariMinuman yang tidak streril (X-tea, montea dan sebagai nya)Kurang minum
Input cairan ± 3 gelas sehari
C.
Pola Tidur a. Tidur siang……jam b. Tidur malam…jam c. Kebiasaan tidur
± 5 jam± 8 jamSering ngigau
Tidak tentuPola tidur tergangguGelisah
D.
Kebersihan Diri a. Mandio Mandi………x/ hario Peralatan mandi yang dipakaio Dibantu oleh keluarga/ perawat/ mandiri b. Rambuto Cuci rambuto Pakai shampooc. Sikat Gigio Berapa x/ hario Memakai odol d. Mengganti pakaiano Berapa x/ hari
Belum adaAir hangat (menyeka)Belum ada sama sekaliTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada1 x
E.
Eliminasi a. BAB o Berapa kali sehario Warna BAB o Konsistensio Bau b. BAK o Berapa kali sehario Warna BAKo Bau
Tidak teraturCoklet kehitamanPadat, sedikit mengejanKhasSeringKuningKhas
Belum ada BABBelum ada BABBelum ada BABBelum ada BABSeringKuningKhas
F.
Pola Aktifitas Bermain (Sesuai umur)
Bermain bola, motor – motoran, canda dan tawa sama ibu dan ayahnya
Tidak ada aktifitas
G.
Psikologi Perkembangan( D.D.S.T )o Motorik haluso Motorik kasaro Sosialo Bahasa
AdaAdaBaikPadang
Tidak dijumpaiTidak dijumpai Tidak merespon perawat Padang
H.
Pengetahuan orang tua Kesehatan
Kurang pengetahuan tentang penyakit pada anaknya
Kurang pengetahuan tentang penyakit pada anaknya
I.
Keadaan kesehatan saat ini o Diagnosa Medis o Status Nutrisi o Status Cairan o Status Kebersihan
BPAdekuatTidak adekuatBaik
BPTidak adekuatTidak adekuat Kurang baik
J.
Data Penunjang o Laboratoriumo Radiologi
Tidak adaTidak ada
Tidak adaTidak ada
K.
Terapi/ Obat – obatan
OBH
-Ambroxol(dari pertama masuk ruangan sampai hri selasa)Rabu-sabtu-Inj.Ampicillin 350 gram / 8 jam /iv-chloramfenicol 200gr/8 jam/IV- Ambroxol 40gr 3×1 + salbutamol
6. PEMERIKSAAN FISIK
1. TB/BB :83 cm/10,5 kg
2. Kepala
a. Bentuk : normal
b. Rambut : normal, tidak kering
3. Mata
a. Pupil : normal
b. Seklera : anemis
c. Konjungtiva : pucat
d. Ketajaman Penglihatan : 6/6 normal
e. Reflek Cahaya : ada
f. Pemakaian alat bantu : tidak dijumpai
4. Hidung
a. Polip : tidak dijumpai
b. Pendarahan : tidak dijumpai
c. Penciuman : normal
d. Peradangan : tidak dijumpai
e. Fungsi Penciuman : normal
5. Mulut
a. Bau : ( – )
b. Mukosa gusi : merah
c. Peradangan : tidak dijumpai
d. Gigi : kurang baik
e. Perdarahan : tidak dijumpai
f. Kebersihan : ya
g. Pungsi pengecapan : di jumpai
h. Kemampuan menelan : aktif
6. Gigi
a. Jumlah : 28
b. Gigi berlubang : ada
c. Caries : tidak dijumpai
7. Tonsil
a. Peradangan : tidak dijumpai
b. Lidah : bercak putih
c. Bibir : kering
8. Telinga
a. Seruman : ada
b. Cairan : tidak dijumpai
c. Peradangan : tidak dijumpai
9. Jantung
a. Bunyi jantung : S1, S2 (veskuler)
b. Irama jantung : lub dub lub dub
c. Nyeri dada : tidak dijumpai
10. Leher
a. Kelenjar getah bening : ada
b. Kelenjar tiroid : ada tapi pelan
c. Vena jugularis : teraba
11. Paru-paru
a. Bentuk paru : normal
b. Bunyi nafas : wheezing, ronkhi
c. Irama pernafasan : ireguler
d. Kembangkan : tidak mengembang secara sempurna
12. Abdomen
a. Inspeksi : simetris
b. Palpasi : tidak ada nyeri
c. Perkusi : gembung
d. Auskultasi : tidak terdengarnya bising usus dengan menggunanakan stetoskop
13. Genetalia : normal
14. Kulit : normal
15. Ekstrimitas
a. Bentuk kekuatan : ada
b. Rentang gerak : aktif
c. Refeks : babiski ( – ), patella (+)
16. Tanda-tanda vital :
17. Kepandaian anak sekarang :motorik keras
18. Tanda-tanda vital sign :
19. Tingkat kesadaran :composmentis
20. Kesadaran umum :
BAB III
LAPORAN KASUS
A. ANALISA DATA
NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1.2.3.4.
Ds:o ibu mengatakan An.Agil batuk berdahak.Do:o RR : 36 x/io Wheezing (+)o Sianosis (-)o Ronki basah (+)o Batuk (+)o O2 = 2 L / io Dahak (+)o Adanya cairan encer berwarna putiho Nebule ventolin ½ A & Nacl 0,9 % (1:1)o Klien terpasang O2 1-2L/menitDs:o Ibu ps mengatakan An. Agil demamDo:o Temp : 38,5 ° Co Mengigil (-)o Kejang (-)o Klien tampak lemah , pucato Klien tidak dapat ber aktifitaso Klien tidak bisa merespon perawat dengan baik o Batuk (+)o RewelDs:o ibu ps mengatakan An. Agil jarang minumDo : o N : 98x/io RR : 26X/Io BB: 10 Kgo Turgor Kulit Keringo Mukosa bibir keringo Lemah, pucat (+) o Jumlah inteke ±1 liter o Jumlah auput ±1 literDs: o Ibu mengatakan An. Agil tidak ada nafsu makan selama di RSDo: o Lemaso Porsi ¼ pirino penurunan volume feseso Distensi Abdomeno Berat badan sebelum masuk RS 13kg. sesudah masuk RS 10,5 kg. o Diet yang diberikan M2o Muntah (-)
Penumpukan secret di jalan nafasProses inflamasiTidak adekuat intake dan output cairan anoreksia
Bersihan jalan nafas tidak efektifHipertermiKurang nya volume cairan tubuhPerubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
B. PRIORITAS MASALAH
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di tandai dengan batuk produktif.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi di tandai dengan lemah & pucat.
3. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan dehidrasi di tandai dengan Integritas kulit.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.2.3.4.
Bersihan jalan nafas tidak efektif. Hipertermi. Kurang volume cairan tubuh. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam Bersihan jalan nafas kembali efektif dgn kriteria hasil : sekret dapat keluar.
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam hipertermi teratasi dgn kriteria hasil: suhu tubuh kembali normal.Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam dehidrasi teratasi dgn kriteria hasil: volume cairan elektrolit dalam tubuh terpenuhi.Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam masalah teratasi dgn kriteria hasil: asupan nutrisi adekuat.
o kaji frekuensi / kedalaman dan gerakan dada.o Anjurkan ibu memberikan posisi senyaman mungkin. o Observasi karekteristik batuk.o Berikan Expectoran 3×1 sehari .o Kaji perubahan vital sign.o Anjurkan berikan paracetamol 3×1 sehari. o Berikan konpress air hangat. o Anjurkan pasien untuk beristirahat.o berikan penkes pada keluarga pasien agar pasien di beri minum sesering mungkin. o Berikan cairan oral sedikit nya 2500/hari atau sesuai kondisi individual.o Kaji turgor kulit, kelembaban , membran mukosa(Bibir,lidah). o Catat laporan mual dan muntah.o Kaji tanda vital,tanda dan gejala dehidrasi. o Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif. o Kaji status nutrisi pasien. o Anjurkan pasien untuk sering makan. o Tanyakan makanan kesukaan pasien.o Timbang berat badan pasien.o Kolaborasi ahli gizi.
o Melihat adanya gerakan dada asimetris.o Melegakan jalan nafas.o Memperbaiki keefektifan upaya batuk.o Membantu meringan kan batuk pasien.o Untuk mengetahui perubahan terhadap demam.o Untuk menurunkan demam.o Menurunkan demam dan melancarkan sirkulasi darah.o Membantu pengeluaran keringat.o Untuk memenuhi kebutuhan cairan menurunkan resiko dehidrasi .o Indikator langsung ke adekuatan volume cairan meskipun membran mukosa.o Adanya gejala ini menurunkan masukan oral.o Menilai status dehidrasi dan keseimbangan asam basa dan elektrolit.o Pemberian obat secara kasual atau oral penting penyebab dehidrasi.o Untuk mengetahui pemenuhan nurtisi pasien.o Untuk pemenuhan asupan nutrisi.o Untuk membantu pemenuhan nutrisi.o Untuk mengetahui peningkatan nutrisi.o Untuk menentukan diet pasien.
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No
No. Dx
Hari/Tgl/Jam
Implementasi
Evaluasi
Paraf
1
I
Senin/10-01-2011/11.20 wib
o menganjurkan pada keluarga Ps untuk melakukan batuk efektif dgn menekan dada. o Menganjurkan keluarga ps berikan posisi senyaman mungkin pada An agil dgn posisi semi fowler. o Ajarkan keluarga ps untuk melakukan fisioterapi dada. o Anjurkan pada kluarga untuk minum air hangat. o Klien terpasang O2 1-2L/Menito Kaji TTV, pernafasan, irama dan kedalaman nafas
S 😮 Ibu ps menyetujui anjuran penkes dari perawatO:o keluarga ps mempraktekkan posisi tidur semi fowler wizeeng (+) ronkhi kering (+) batuk (+) O2 =2 L/io Keluarga ps melakukan batuk efektif dan memperaktekannya.o Keluarga ps antusias dan kooperatif saat perwat memberikan penkes.A 😮 Masalah jalan nafas belum teratasi.P 😮 Intervensi di lanjutkano kaji ulang batuk, penumpukan sekret.o Berikan posisi senyaman mungkin.o Kaji ulang TTV
2.
II
Senin/10-1-2011/10.40 wib
o Menganjurkan kelurga ps memberikan minum sesering mungkin pada An agil. o Menganjurkan keluarga ps untuk memberikan kompres air hangat. o Menganjurkan keluarga ps memberikan paracetamol 3×1 sehari. o Menganjurkan kelurga ps menyeka ekstrimitas atas maupun bawah. o Bekerja sama dengan tim medis tuk memberikan anti piretik pada pasien
S 😮 Keluarga ps menerima anjuran atau penkes dari perawatO 😮 T:37,5 o RR:28X/io Lemah, pucat (+), tidak dapat beraktivitas, batuk (+)o Keluarga ps kooperatif dalam memperaktekan penkes dari perawat.A 😮 Masalah belum teratasiP 😮 Melanjutkan pengkajian pada ps An agil.o Anjurkan kelurga ps memberikan minum sesering mungkin pada An agil.o anjurkan keluarga ps untuk memberikan kompres air hangat.Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat.
3.
III
senin/11-1-2011/10.40 Wib
o Menganjurkan keluarga ps An agil untuk memberikan minum sesering mungkin. o Menganjurkan keluarga ps An agil untuk banyak mengkonsumsi buah yang mengandung vit E(Apel, bengkoang). o Kaji berat badan o Mengkaji turgor kulit setelah dan sebelum diberikan masukan cairan. o Kolaborasi dgn dokter dan perawat ruangan yang sedang bertugas
S 😮 Keluarga ps mengatakan An agil kurang minum.O 😮 BB : 10.5 kgo Pengeluaran urin lancaro Tugor kulit jeleko Lemah (+)o Pucat (+)A 😮 Masalah belum teratasiP 😮 intervensi di lanjutkano kaji turgor kulit pso anjurkan pda keluarga untuk minum sesering mungkin dengan air hangat o Pantau masukan dan pengeluaran cairano Kolaborasi dengan tim medis
o mengkaji status nutrisio menganjurkan pasien untuk sering makan.o Memberikan makanan kesukaan pasien.o Menganjurkan pada keluarga ps untuk makan penuh protein, dan makan buah2an.o Mengkaji berat badan. o Kolaborasi dengan ahli gizio Mengkaji batuk, penumpukan sekret di jalan nafaso Memberikan posisi senyaman mungkin untuk membebaskan jalan nafas. o Kaji ulang TTV, frekuensi dan kedalaman nafaso Menganjurkan pasien untuk minum air hangat. o Kolaborasi dengan tim mediso Anjurkan kelurga ps memberikan minum sesering mungkin pada An agil. o anjurkan keluarga ps untuk memberikan kompres air hangat.o Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat. o Mengkaji turgor kulit pso Menganjurkan pda keluarga untuk minum sesering mungkin dengan air hangato Memantau masukan dan pengeluaran cairano Memberikan suasana yang aman dan tenang.Kolaborasi dengan tim medis o Kaji status nutrisio Makanan yang di sediakan rumah sakit habis ½ dari porsi yang di sediakan dengan diet M2. o Kaji BBo Kolaborasi dengan ahli gizi.- Kaji pernafasan dan karekteristik batuk- Beri posisi semi fowler pada pasien- Kolaborasi dengan tim mediso Kaji Status Nutrisio Kolaborasi dengan ahli gizi
S 😮 Ibu ps mengatakan An. Agil sudah mau makan.O 😮 Berat badan bertambah 1,5 kgo Pasien tampak segaro Tugor kulit baik.o Dapat beraktivitas.A 😮 Masalah kekurangan nutrisi belum teratasi.P 😮 Intervensi di lanjutkan.o Kaji status nutrisio Kaji BBo Kolaborasi dengan ahli gizi.S : ibu ps mengatakan sesak agil sudah kurang, tapi batuk nya masih parahO : – Batuk (+), warna putih jernih.o Ibu pasien mempraktekkan pa yg di anjurkan oleh perawat tentang fisioterapi dadao Wheezing (+), Ronki (+)o RR : 28*/io Sesak berkurang, O2 tidak terpasang.o Terapi medis 😮 Ambroxol syr + salbutamolo Inj. CloramfenicolA : Masalah sudah mulai teratasiP: Intervensi di lanjutkan- Kaji pernafasan dan karekteristik batuk- Beri posisi semi fowler pada pasien- Kolaborasi dengan tim medisS : ibu pasien mengatakan An. Agil sudah tidak demam lagi.0 : T : 36,2 °C Batuk (+)A : Masalah sudah teratasiP : Intervensi di hentikanS : Ibu pasien mengatakan agil sudah mau minumO : turgor kulit baik Pengeluaran urin : lancar Minum ± 2 aQua besar dalam sehari ± 2500 L Cairan parenteral Ecosol RL/ 12 jam Wajah tampak mulai segarA : Masalah sudah teratasi.P : Intervensi di hentikan. S : Ibu ps mengatakan nafsu makan An.agil sudah mulai meningkat. O : – Makanan yang di sediakan rumah sakit habis ½ dari porsi yang di sediakan dengan diet M2.- BB meningkat menjadi 11 kg- Selain nasi dari rumah sakit pasien juga makan nasi yang di beli ibu nya.- Lemah (+)A : Masalah belum teratasiP : Intervensi di lanjutkano Kaji Status Nutrisio Kolaborasi dengan ahli giziS : ibu ps mengatakan agil sudah tidak swsak O : – Batuk (-).o Ibu pasien mempraktekkan pa yg di anjurkan oleh perawat tentang fisioterapi dadao Wheezing (-), Ronki (-)o RR : 26x/io Sesak (-)o O2 tidak terpasang.o Ambroxol syr + salbutamol (+)o Inj. Cloramfenicol (+)A : Masalah teratasiP: Intervensi di hentukanS : Ibu ps mengatakan pasien sudah mau makan.O : – Makanan yang di sediakan rumah sakit habis 1 dari porsi yang di sediakan dengan diet M2. – BB meningkat menjadi 12 kg – Selain nasi dari rumah sakit pasien juga makan nasi yang di beli ibu nya. – Lemah (-)A : Masalah teratasiP : Intervensi di hentikan
Persalinan normal adalah suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya psikologi ibu, penolong saat bersalin dan posisi saat bersalin. dengan adanya keseimbangan antara faktor tersebut, bila ada gangguan pada faktor ini dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. kelambatan atau kesulitan persalinan ini di sebut distosia. Distosia itu adalah kesulitan dalam jalannya persalianan salah satunya adalah distosia karena kelainan his baik kekuatan maupun sifatnya yang menghambat kelancaran persalinan.yang dapat dibedakan menjadi Distosia kelainan janin Yaitu Bayi Besar, Hidrocephalus, Anecephalus, Kembar Siam, gawat janin, IUFD, tali pusat menumbung.
b. Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang distosia karena kelainan Janin yaitu Bayi Besar, Hidrocephalus, Anecephalus, Kembar Siam, gawat janin, IUFD, tali pusat menumbung.
c. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tentang Bayi besar?
2. Bagaimana Tentang Hidrocephalus?
3. Bagaimana Tentang Anecephalus?
4. Bagaimana Tentang Bayi kembar Siam?
5. Bagaimana Tentang Gawat janin?
Bab II. Pembahasan
a. Bayi Besar
2. Definisi
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000gram. menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau beratnya melebihi 4500gram.
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar. Macrosomia atau bayi besar adalah bayi yang lahir dengan berat lebih dari 4000 gram. Rata – rata bayi baru lahir dengan usia cukup bulan ( 37 minggu-42 minggu ) berkisar antara 2500 gram hingga 4ooo gram. Pada kondisi tertentu ada beberapa ibu hamil yang melahirkan bayi dengan berat diatas 4000 gram
3. Faktor-faktor makrosomia
– Bayi dan ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dari ibu yang menderita diabetes selama kehamilan.
– Terjadinya obesitas pada ibu juga dapat menyebabkan kelahiran bayi besar (bayi giant).
– Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga mempengaruhi kelahiran bayi besar
4. Komplikasi
Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu indikator dari efek ibu. Walaupun dikontrol dengan baik dapat timbul pada janin, maka sering disarankan persalinan yang lebih dini sebelum aterm. Biasanya dinilai pada sekitar kehamilan 38 minggu. Penilaian yang seksama terhadap pelvis ibu. Tingkat penurunan kepala janin dan diatas serviks. Bersama dengan pertimbangan terhadap riwayat kebidanan sebelumnya. Jika tidak maka persalinan dilakukan dengan seksio sesarea yang direncanakan. Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul ibunya perdarahan intrakranial, distosia bahu, ruptur uteri,serviks, vagina, robekan perineum dan fraktur anggota gerak merupakan beberapa komplikasi yng mungkin terjadi. Jika terjadi penyulit-penyulit ini dapat dinyatakan sebagai penatalaksanaan yang salah. Karena hal ini sebenarnya dapat dihindarkan dengan seksio sesarea yang terencana. Walaupun demikian, yang perlu dingat bahwa persalinan dari bayi besar (baby giant) dengan jalan abdominal bukannya tanpa resiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah kebidanan yang terampil
Pemantauan glukosa darah ( Pada saat datang atau umur 3 jam, kemudian tiap 6 jam sampai 24 jam atau bila kadar glukosa ≥ 45 gr% dua kali berturut-turut. Pemantauan elektrolit Pemberian glukosa parenteral sesuai indikasi Bolus glukosa parenteral sesuai indikasi Hidrokortison 5 mg/kg/hari IM dalam dua dosis bila pemberian glukosa parenteral tidak efektif.
5. Alasan merujuk
Bila dijumpai diagnosis makrosomia, maka bidan harus segera membuat rencana asuhan kebidanan untuk segera diimplementasikan, tindakan tersebut adalah merujuk klien. Alasan dilakukannya rujukan adalah untuk mengantisipasi adanya masalah-masalah terhadap janin dan juga ibunya.
Masalah potensial yang akan dialami adalah:
a. Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul ibunya perdarahan intracranial
b. Distosia bahu
c. Ruptur uteri
d. Robekan perineum
e. Fraktur anggota gerak
Tindakan Selama Rujukan :
1. Memberikan pengertian kepada ibu bahwa kehamilan ini harus dirujuk ke Rumah Sakit karena bidan tidak mempunyai kapasitas untuk menganganinya.
2. Apabila ibu tidak bersedia dirujuk maka akan terjadi kemungkinan yang tidak diharapkan baik bagi ibu maupun janin. Seperti : Resiko dari trauma lahir, distosia bahu, robekan perineum, dll.
3. Mendampingi ibu dan keluarga selama di perjalanan.
4. Memberikan semangat kepada ibu bahwa kehamilan ini akan tertangani dengan baik oleh tenaga kesehatan di tempat rujukan. Ibu agar tetap berdoa dan berusaha berpikir positif.
Mengingat resiko yang ditimbulkan bila terjadi kehamilan dengan bayi macrosomia ( bayi besar ) tersebut, maka sebaiknya ibu hamil melakukan hal – hal berikut ini:
a. Menjaga kenaikan berat badan. Terutama pada ibu hamil dengan Diabetes dan Obesitas. Untuk ibu hamil dengan berat badan normal, kenaikan berat badan sekitar 10 kg – 13 kg, namun bila berat badan sebelum hamil kurang dari 45 kg, atau sebelum hamil sudah obesitas maka kenaikan berat badan disesuaikan dengan anjuran bidan atau dokter
b. Melakukan aktifitas gerak dan olahraga. Ibu hamil yang kurang gerak akan membuat kalori tubuh menumpuk dan tersimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan kalori tubuh. Senam hamil dan jalan pagi yang teratur akan sangat membantu mencegah kenaikan berat badan berlebih saat hamil.
c. Perbanyak konsumsi buah dan sayuran memasuki trimester III. Buah- buahan segar atau sayuran dalam bentuk jus yang banyak mengandung serat sangat disarankan. Hindari camilan junkfood dan kudapan yang mengandung banyak zat gula misalkan es krim dan puding berkadar gula tinggi . Minuman sirup manis sebaiknya juga dikurangi bila kenaikan berat badan telah melewati batas normal.
d. Patuhi diet dan pengobatan yang teratur. Bagi ibu hamil dengan riwayat diabetes sebaiknya mematuhi diet atau aturan pola makan sesuai anjuran dokter dan teratur mengikuti program terapi diabetes baik pemberian insulin maupun obat minum.
e. Pemeriksaan kehamilan secara teratur untuk pemantauan berat badan selama kehamilan. Pada setiap kunjungan berkala tersebut, bidan dan dokter akan membantu memantau berat badan setiap ibu hamil dengan pertimbangan indeks massa tubuh atau BMI masing – masing ibu hamil.
b. Hidrosephalus
1. Defenisi
Hydrocephalus adalah suatu keadaan dimana terdapat timbunan likuor serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel, yang disertai dengan tekanan intracranial (sarwono, 2007). Hydrocephalus adalah jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebrospinal). Penyakit ini juga dapat ditandai dengan dilatasi vertical serebra, biasanya terjadi secara sekunder terhadap obstruksi jalur cairan serebrospinalis, dan disertai oleh penimbunan cairan serebrospinalis di dalam cranium; Secara tipikal ditandai dengan pembesaran kepala, menonjolnya dahi, deteriorasi mental, dan kejang-kejang (Sudarti dan Afroh Fauziah, 2012). Hydrocephalus merupakan Penimbunan cairan otak dalam tengkorak dan bilik-bilik otak sehingga kepala menjadi besar. Kadang disebut air di otak (Suseno Tutu dan Masruroh, 2009).
2. Bentuk Umum
Ada beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekanan intrakranial. Tiga bentuk umum hydrocephalus berdasarkan sirkulasi :
a) Hidrocephalus Non-komunikasi (Non communicating hydrocephalus) Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka.Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
b) Hidrosefalus Komunikasi (communicating hidrocepalus)
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
c) Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus). Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemungkinan ditemukkan hubungan tersebut.
3. Tanda dan gejala
Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32 dan 38 cm. pada hidrosephalus lingkar kepala sering lebih mencapai dari 50 cm, dan terkadang mencapai 80 cm. volume cairan biasanya berkisar antara 500- 1500 Ml , tetapi bisa juga sampai 5L . pada presentasi bokongditemukan pada sepertiga kasus . pada presentasi apapun, hidrosefalus lazimnya disertai disporposi sefalopelvik berat dengan distosia serius sebagai konsekuensi umumnya .
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
a) Penanganan Sementara. Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
b) Penanganan Alternatif (Selain Shunting) Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
c) Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360)
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menangani hydrocephalus antara lain :
a. Menggunakan teknologi pintasan seperti silicon.
Hal ini penting karena selang pintasan itu ditanam di jaringan otak, kulit, dan rongga perut, dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup penderita sehingga perlu dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan dilakukan setelah diagnosis dilengkapi dan indikasi serta syarat dipenuhi. Tindakan dilakukan terhadap penderita yang dibius otak ada sayatan kecil didaerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak yang selanjutnya selang pintasan ventrikel dipasang, disusul, kemudian dibuang sayatan kecil didaerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan rongga perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang pintasan yang ditanam dibawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar.
b. Teknik neuroendoskopi
Endoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnose dan sekaligus tindakan bedah. VRIES pada tahun 1978 mengembangkan endoskopi yang canggih, yakni sebuah selang fiber-optik yang dilengkapi dengan peralatan bedah mikro dan sinar laser. Dengan demikian, melalui sebuah lubang dikepala, selang dipadu dengan layar televise, dioperasikan alat bedah untuk membuka tumor yang menyumbat rongga ventrikel.
c. Anencephalus
1. Definisi
Anencephalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentu. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak.
Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup, tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui.
2. Anenchepaly dapat terjadi karena di sebabkan oleh:
a) infeksi TORCH,
b) kuman toksoplasma,
c) rubella dan lain-lain,
d) disamping juga karena kakurangan asam folat sehingga pembentukan organ janin tidak sempurna. Pembentukan organ janin terjadi pada trimester pertama, sehingga sangat sulit untuk memperbaiki keadaan ini kecuali saat akhir kelahiran, dibuatkan tempurung, namun itu sulit di lakukan mengingak janin masih sangat kecil.
3. Tanda dan gejala
Ibu polihididramnion, bayi tidak memiliki tulang tengkorak tidak memiliki otak, terdapat kelainan gambaran (rancu) tengkorak kepala pada pemeriksaan USG.
Kelainan ini ditandai dengan tidak adanya kubah cranium dan otak diatas dasar tengkorak dan orbita. Kegagalan dalam memperoleh penampakan diameter biparietalis yang adequate pada trimester kedua seyogyanya menimbulkan kecurigaan.
4. Faktor risiko
Diantaranya : Hamil dengan kadar asam folat rendah, fenilketonuria pada ibu yang tidak terkontrol, kekurangan gizi (malnutrisi), mengkonsumsi kafein, tar, alkohol, dll selama masa kehamilan.
Faktor lingkungan yang multiple, 30% riwayat keluarga, Multi gravid > 6 kali , Primigravida, Riwayat melahirkan cacat.
5. Penatalaksanaan
– Deteksi dini
– Konseling tentang : evaluasi konsumsi nutrisi, kemungkinan kesulitan pada proses perslainan, rencana persalinan dirumah sakit
– Kolaborasi daan rujukan
– Deteksi terhadap CPD
– Persalinan pervaginam dipertimbangkan dnegan syarat : pertolongan persalinan ditolong oleh dokter, tenaga anestesi harus ada, dan adanya dokter anak.
– Melakukan observasi : DJJ, kontraksi uterus, posisi, caput / molding dan kekuatan mengedan
– Lakukan episiotomy lebar
– Distosia bahu lakukan manufer Roberts
– Jika dalam kala II mekanisme persalinan tidak ada perkembangan lakukan sesar
d. Kembar Siam
1. Definisi
Kembar adalah keadaan anak kembar yang kembar organ tubuh ke daunya bersatu. Hal ini terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Karena terjadinya pemisahan yang lambat, maka pemisah anak tidak sempurna dan terjadi kembar siam.
Kembar atau anak kembar adalah dua atau lebih individu yang membagi uterus yang sama dan biasanya, tapi tidak selalu, dilahirkan dalam hari yang sama. Pada manusia, ibu dengan kandungan yang membawa bayi kembar dengan demikian akan mengalami persalinan berganda dan biasanya masa mengandung yang lebih singkat (34 sampai 36 minggu) daripada kehamilan bayi tunggal. Karena kelahiran prematur biasanya memiliki konsekuensi kesehatan kepada bayi, kelahiran kembar seringkali ditangani secara khusus yang agak berbeda daripada kelahiran biasa.
2. Ada beberapa jenis kembar siam:
· Thoracopagus: kedua tubuh bersatu di bagian dada (thorax). Jantung selalu terlibat dalam kasus ini. Ketika jantung hanya satu, harapan hidup baik dengan atau tanpa operasi adalah rendah. (35-40% dari seluruh kasus)
· Omphalopagus: kedua tubuh bersatu di bagian bawah dada. Umumnya masing-masing tubuh memiliki jantung masing-masing, tetapi biasanya kembar siam jenis ini hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan, diafragma dan organ-organ lain. (34% dari seluruh kasus)
o Xiphopagous: kedua tubuh bersatu di bagian xiphoid cartilage.
· Pygopagus (iliopagus): bersatu di bagian belakang. (19% dari seluruh kasus)
· Cephalopagus: bersatu di kepala dengan tubuh yang terpisah. Kembar siam jenis ini umumnya tidak bisa bertahan hidup karena kelainan serius di otak. Dikenal juga dengan istilah janiceps (untuk dewa Janus yang bermuka dua) atau syncephalus.
3. Penatalaksanaan
Konsultasi dengan ahli bedah anak akan memudahkan orang tua mengambil keputusan. Juga perlu diingat bahwa kembar monoizigot beresiko tinggi mengalami ketidaksepadanan malformasi struktur , kemungkinan besar karena proses pembentukan kembar adalah kejadian teratogenik yang mengganggu proses – proses perkembangan normal. Akibatnya kembar siam mungkiin memiliki anomaly struktur yang tidak sepadan yang semakin mempersulit keputusan mengenai kehamilan perlu dilanjutkan atau tidak. Sebagai contoh salah satu kembar siam yang anencefalus. Pelahiran pervaginam kembar siam untuk tujuan terminasi kehamilan dapat dilakukan karena penyatuan umumnya lentur walaupun sering terjadi distosia. Apabila janin sudah matur, pelahiran pervaginam dapat menimbulkan trauma.
e.Gawat Janin
1. Definisi
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion. Sering dianggap DJJ yang abnormal, terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis. Akan tetapi, hal tersebut seringkali tidak benar.
Gawat janin adalah keadaan / reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup.
2. Etiologi
Gawat janin yaitu terdiri dari berbagai hal baik dari faktor ibu maupun faktor janin sehingga memicu terjadinya gawat janin berikut etiologinya :
a) Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus plasenta dalam waktu singkat) berupa : aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi terlentang, perdarahan ibu, solusio plasenta, plasenta previa.
b) Insufisiensi uteroplsenter kronik (kurangnya aliran darah uterus plasenta dalam waktu lama) berupa penyakit hipertensi, pada hipertensi khusunya preeklamsia da eklamsia terjadi vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran darah ke plasenta terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadikan gawat janin.
c) Diabetes mellitus : pada ibu yang menderita DM maka kemungkinan pada bayi akan mengalami hipoglikemia karena pada ibu yang diabetes mengalami toleransi glukosa terganggu dan sering kali disertai dengan hipoksia
d) Isoimunisasi Rh, postmaturitas atau dismaturitas, kompresi (penekanan) tali pusat.
3. Tanda dan gejala
a) Frekwensi bunyi jantung janin kurang dari 120 x / menit atau lebih dari 160 x / menit.
b) Berkurangnya gerakan janin ( janin normal bergerak lebih dari 10 kali per hari ).
c) Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan ( jika bayi lahir dengan letak kepala ).
d) Pada kehamilan : ibu merasakan gerakan janin menurun, ibu merasa besar perut lebih kecil
e) Pada persalinan : gerakan janin menurun atau meningkat.
f) Pada kehamilan : terdapat retardasi pertumbuhan uterus, TFU< dari usia kehamilan, pemeriksaan DJJ terjadi perubahan pola denyut DJJ dari nilai normal
g) Pada persalinan : perubahan pola DJJ ( Takhikardi, bradikardi,), hipotensi pada ibu, peningkatan suhu, kontraksi uterus hipertonik ( Ben – zion 1994)
4. Faktor risiko
a. Premature usia gestasi < 28 mingg
b. Demam maternal
6. Penatalaksanaan
a) ingkatkan oksigen pada janin dengan cara : Mintalah si ibu merubah posisi tidurnya; Berikan cairan kepada ibu secara oral atau IV; Berikan Oksigen.
b) Periksa kembali denyut jantung janin. Bila frekwensi bunyi jantung janin masih tidak normal, maka dirujuk; Bila merujuk tidak mungkin, siap-siap untuk menolong BBL dengan asfiksia.
Anjurkan ibu hamil in-partu berbaring kesisi kiri untuk meningkatkan aliran oksigen ke janinnya. Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri tidak membantu. Coba posisi yang lain ( miring ke kanan, posisi sujud ). Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau mengobati Gawat Janin.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Hidrosepalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam pentrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam pentrikel biasanya 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering kali disertai kelainan bawaan lain seperti misalnya spinabipida.
Anencephalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentu. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak.
Anak yang lebih berat dari 4000 g. Menurut kepustakaan anak yang besar baru dapat menimbulkan distosia kalau beratnya melebihi 4500 g.
Kembar adalah keadaan anak kembar yang kembar organ tubuh ke daunya bersatu. Hal ini terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Karena terjadinya pemisahan yang lambat, maka pemisah anak tidak sempurna dan terjadi kembar siam.
Sering dianggap DJJ yang abnormal, terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis. Akan tetapi, hal tersebut seringkali tidak benar
Macrosomia atau bayi besar adalah bayi yang lahir dengan berat lebih dari 4000 gram. Rata – rata bayi baru lahir dengan usia cukup bulan ( 37 minggu-42 minggu ) berkisar antara 2500 gram hingga 4ooo gram.
b. Daftar Pustaka
MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK,Lia Yulianti,Am.keb.2010.Asuhan Kebidanan 4 (Patologi).Jakarta:Trans Info Media
Fraser, Diane M. Cooper, Margaret A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC
Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Penyakit kelamin adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genito-genital saja, tetapi dapat juga secara ora-genital, atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah genital saja, tetapi apat juga pada daerah – daerah ekstra genital.
Meskipun demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi ada beberapa yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat – alat, handuk, termometer, dan sebagainya. Selain itu penyakit kelamin ini juga dapat menularkan penyakitnya ini kepada bayi dalam kandungan.
Pada waktu dulu penyakit kelamin di kenal sebagai Veneral Diseases yang berasal dari kata venus (dewi cinta), dan yang termasuk dalam venereal diseases ini yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venereum, dan granuloma inguinale.
Ternyata pada akhir – akhir ini ditemukan berbagai penyakit lain yang juga dapat timbul akibat hubungan seksual dan penemuan ini antara lain disebakan oleh perbaikan sarana dan teknik laboratorium dan penemuan beberapa jenis penyaki secara epidemi seperti herpes genetalis dan hepatitis B.
Oleh karena itu istilah V.D makin lama makin di tinggalkan dan di oerkenalkan istilah Sexually Transmitted Diseases (S.T.D) yang berarti penyakit – penyakit yang dapat di tularkan melalui hubungan kelamin, dan yang termasuk penyakit ini adalah kelima penyakit V.D. tersebut di tambah berbagai lain yang tidak masuk V.D istilah S.T.D. ini diindonesiakan menjadi P.M.S. (Penyakit Menular Seksual), ada pula yang menyebutnya P.H.S. (penyakit hubungan seksual). Sehubungan P.M.S ini sebagian besar di sebabkan oleh infeksi, maka kemudian istilah S.T.D telah di ganti menjadi S.T.I (Sexually Transmitted Infection).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Penyakit Menular Seksual
2. Apa Gejala PMS
3. Bagaimana Cara penularan PMS
4. Apa Bahaya atau Akibat PMS
5. Tipe PMS yang umum terjadi
6. Bagaimana Pencegahan PMS
7. Bagaimana Penanganannya
8. Bagaimana peran bidan dalam pencegahan dan penanggulangan PMS
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Penyakit Menular Seksual
2. Untuk mengetahui Gejala PMS
3. Untuk mengetahui Bagaimana Cara penularan PMS
4. Untuk mengetauhi Bahaya atau Akibat PMS
5. Untuk mengetahui Tipe PMS yang umum terjadi
6. Untuk mengetahui pencegahan PMS
7. Untuk mengetahui penanganan dari PMS
8. Untuk mengetahui cara bidan dalam pencegahan dan penanggulan PMN
Bab II. Pembahasan
A. Definisi
PMS adalah infeksi atau penyakit yang di tularkan melalui hubungan seks (oral, anal, vagina) atau penyakit kelamin atau infeksi yang di tularkan melalui hubungan seks yang dapat menyerang alat kelamin dengan atau tanpa gejala dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, serta organ tubuh lainnya, misalnya HIV/AIDS, Hepatitis B
Penyakit menular seksual merupakan penyakit yang ditakuti oleh setiap orang. Angka kejadian penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang yang sering “jajan” alias punya kebiasaan perilaku yang tidak sehat.
Infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksual, atau Penyakit kelamin menular adalah penyakit yang cara penularanyya melalui hubungan kelamin. Yang ditularkan dari satu orang ke orang lain saaat berhubungan badan. Tempat terjangkitnya penyakit tersebut tidak semata-mata pada alat kelamin saja, tetapi dapat terjadi diberbagai tempat diluar alat kelamin.yang tergolong dari penyakkit ini adalah : sifilis, gonore, ulkus mola, linfegranuloma venereum, granuloma inguinale.
B. Gejala PMS
a. Keluar Cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis. Pada wanita, terjadi peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerah mudaan. Keputihan bisa memiliki bau yang tidak sedap dan berlendir.
b. Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing, biasanya disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan oleh PMS tapi juga disebabkan oleh infeksi kandung kencing yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
c. Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka tersebut dapat terasa sakit atau tidak.
d. Tonjolan kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin
e. Kemerahan di sekitar alat kelamin
f. Pada pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar
g. Rasa sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak berhubungan dengan menstruasi
h. Bercak darah setelah hubungan seksual
i. Anus gatal atau iritasi.
j. Pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan.
k. Nyeri di paha atau perut lebih rendah.
l. Pendarahan pada vagina .
m. Nyeri atau pembengkakan testis.
n. Pembengkakan atau kemerahan dari vagina.
o. Nyeri seks
p. Perubahan pada kulit di sekitar kemaluan
q. Terasa sakit pada daerah pinggul (wanita)
r. Meski tanpa gejala dapat menularkan penyakit bila tenang
C. Cara Penularan
Penularan PMS pada umumnya adalah melalui hubungan seksual (95 %), sedangkan cara lainnya yaitu melalui transfusi darah, jarum suntik, plasenta (dari ibu kepada anak yang dikandungannya).
D. Bahaya / akibat PMS
a. Menimbulkan rasa sakit
b. Infertilisasi
c. Abortus
d. Ca cerviks
e. Merusak penglihatan, hati dan otak
f. Menular pada bayi
g. Rentan terhadap HIV/AIDS
h. Tidak dapat disembuhkan
i. Kematian
E. Peningkatan angka kejadian PMS
a. Kontrasepsi, timbul perasaan aman tidak terjadi kehamilan
b. Seks, bebas, norma moral yang menurun
c. Kurangnya pemahaman tentang seksualitas dan PMS
d. Transportasi yang makin lancar, mobilitas tinggi
e. Urbanisasi dan pengangguran
f. Kemiskinan
g. Pengetahuan
h. Pelacuran
F. Tipe PMS yang umum terjadi
a. Gonorhea
Penyakit ini paling banyak di jumpai di jajaran penyakit menular seksual, namun mudah di obati. Tetapi jika terlambat pengobatannya atau kurang tepat penanganannya dapat menimbulkan komplikasi yang fatal, karena di jumpai 30 % – 50 % kasus dengan strain yang resistensi terhadapa pengobatan (penicillinase Producing Neisseria Gonorhoe / PPNG) dan sering infeksi terjadi bersamaan dengan mikroorganisme lain seperti chlamidia. Gonorea juga bisa menyerang wanita hamil dan dalam kehamilan biassanya di jumpai dalam bentuk menahun.
1) Penyebab
– Infeksi gonore disebabkan oleh bakteri Nisseria Gonococcus
– Sifat bakteri
Bakteri mati dalam 1-2 jam pengeringan, bakteri mati dengan uap 550C selama 5 menit, bakteri mati dengan AgNO3 selama 2 menit.
c. Konjungtivitis pada bayi di obati dengan garamisin tetes mata 3×2 tetes dan di berikan salah satu antibiotika di bawah ini
– Ampisilin 50 mg/kg BB IM selama 7 hari
– Amoksisilin = asam kalvulanat 50 mg/kg BB IM selama 7 hari
– Sefriakson 50 mg/kg BB IM dosis tunggal
d. Lakukan konseling tentang penggunaan metode barier dalam melakukan hubungan seksual selama pengobatan dan resiko PMS terhadap ibu dan bayi (bila hamil)
e. Berikan pengobatan yang sama pada pasangannya
f. Buat jadwal kunjungan ulang dan pastikan pesien akan menyelesaikan pengobatan sampai tuntas
b.Clamidia
Penyakit ini keerabannya sangat tinggi. Penjalaran penyakit sama dengan gonorea yaitu di mulai dari serviks ataupun uretra ke atas. Dan juga menyebabkan infertilitas serta meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Selain itu pada bayi yang lahir pervaginam dapat terinfeksi penyakit yang sama dan dapat mengalami konjungtivitis.
1) Penyebab
a) Infeksi ini disebabkan oleh chlamydia Tranchomatis
b) Sifat bakteri
Infektivitas hilang pada suhu 600C selama 10 menit, pada suhu -500C sampai -700C infektivitas bertahan bertahun-tahun, infektivitas hilang oleh eter selama 30 menit atau fenol 0,5% selama 24 jam.
2) Patofisiologis
a) Sama dengan gonorea yaitu mulai dari serviks ataupun uretra keatas yang menyebabkan bartholinitis, uretitis, endometritis, salfingitis yang dapat mengakibatkan infertilitas.
b) Pada kehamilan resiko meningkat karena dapat abortus, kematian janin, persalinan prematur, ketuban pecah dini, dan endometritis post abortum maupun post partum.
c) Pada bayi yang lahir pervaginam dapat mengalami konjungtivitis inklusi dalam 2 minggu pertama kehidupannya. Pneumonia dapat terjadi pada usia 3-4 bulan. Selain itu dapat terjadi otitis media, obstruksi nasal dan bronkhiolitis
3) Gejala
a) Masa inkubasi 1 – 4 minggu
b) Lesi primer sama dengan papula, vesikua didaerah genital kemudian pecah menjadi ulkus dan sembuh sendiri, keluar keputihan encer berwarna putih kekuningan. Rasa terbakar saat buang air kecil.
c) Lesi sekunder (1 minggu – 2 bulan) sama dengan limfadenitis dengan bengkak, merah, sakit dan supuratif.
d) Pada kasusu kronis terjadi elefanfiasi genital oleh karena obstruksi saluran limfe
4) Komplikasi
a) Penyakit radang panggul kemungkinan kemandulan
b) Kehamilan di luar kandungan
c) Rasa sakit kronis di rongga panggul
d) Infeksi mata berat
e) Infeksi pneumonia pada bayi baru lahir
f) Memudahkan penularan HIV
5) Teraphy
Di berikan antibiotika sulfonomida, tetrasiklin
c. Herpes Genetalis
Infeksi herpes virus harmonis pada orang dewasa ringan. Walaupun demikian penyakit ini dapat menyebabkan kematian janin dan bayi. Herpes genetalis merupakan virus yang senantiasa bersifat kronik, rekuren dan dapat dikatakan sulit di obati
1) Penyebab
Virus Herpes Simplek tipe II merupakan penyebab herpes genetalis dengan gelembung-gelembung berisi cairan di vulva, vagina, dan serviks, yang di kenal dengan nama herpes simpleks. Di negara dengan prevalensi AIDS tinggi, herpes genetalis dihubungkan dengan kemungkinan HIV(+)
2) Gejala
a) Masa inkubasi 3 – 5 hari
b) Infeksi primer sekitar 3 minggu
c) Lesi vasikulo ulseratif penis pada laki-laki dan serviks, vagina, vulva atau perineum pada wanita
d) Rasa sangat nyeri
e) Demam, disuria dan malaise
f) Limfe denopati inguinal
g) Gejala kambuh lagi tetapi tidak seperti senyeri pada tahap awal, biasanya hilang timbul dan menetap seumur hidup
3) Komplikasi
a) Rasa nyeri berasal dari syaraf
b) Penularan pada bayi dapat terjadi karena hematogen melalui plasenta, penjalaran keatas dari vagina ke janin apabila ketuban pecah, melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir
c) Pada kehamilan dapat mengakibatkan keguguran dan kematian pada bayi.
4) Teraphy
a) Diberikan anti virus yaitu Acyclovir
b) Bedrest, Neurotropik dan suport stamina
c) Persalinan dengan seksio cesarea jika terdapat perlukaan
d. Sifilis
Penyakit ini kini agak jarang ditemukan apalagi setelah diperkenalkannya antibiotika penisilin. Penyakit ini menyerang semua organ tubuh. Dalam banyak kasus tidak diketahui bahwa seorang menderita sifilis karena kemungkinan asimptomatik cukup besar. Sifilis dapat di klasifikasikan menjadi 3 yaitu sifilis primer (stadium I), sifilis sekunder (standium II) sifilis laten (stadium III). Penyakit sifilis yang terberat adalah sifilis kongenital.
1) Penyebab
Infeksi sifilis ini di sebabkan oleh bakteri treponema pallida dengan sifat bakteri yaitu sukar untuk di biakan, bakteri mati pada suhu 390C selama 5 jam, bakteri mati pada suhu 41,50C selama 1 jam, bakteri mati pada suhu 400C selama 1 – 3 hari.
2) Patofisiologi
Dapat menyerang semua organ tubuh sehingga cairan tubuh mengandung treponema pallida. Stadium lanjut menyerang sistem kardiovaskuler, otak dan susunan syaraf, serta dapat menjadi sifilis kongenital. Penjalaran menuju janin dalam kandungan dapat menimbulkan cacat bawaan dan infeksi dini pada saat persalinan.
3) Gejala
a) Stadium laten
– Dapat terjadi 3 – 10 tahun setelah guma
– Menyerang kardiovaskuler, otak, susunan syaraf dan organ lain
b) Sifilis kongenital
– Pemfigus sifilitikus, deskuaminasi pada telapak kaki dan tangan serta rhagade di kanan kiri mulut.
– Pada persalinan tampak janin ataupu plasenta yang hidropik
4) Komplikasi
a) Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b) Kehamilan dapat menimbulkan kelainan pada plasenta lebih besar, pucat, keabu-abuan dan licin
c) Kehamilan <16 minggu dapat mengakibatkan kematian janin
d) Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kehalahiran bayi prematur dan menimbulkan cacat.
5) Teraphy
a) Di berikan salah satu antibiotika di bawah ini :
– Benzatin penisilin 4,8 juta unit IM setiap minggu hingga 4x pemberian
– Doksisilin hingga 600 mg oral dosis awal di lanjutkan 2x 100 mg oral hingga 20 hari
– Sefriakson 500 mg IM selama 10 hari.
b) Pada bayi harus benar-benar menderita sifilis dengan pemeriksaan cairan serebro spinalis dan uji serologi – benar di berikan salah satu antibiotika di bawah ini :
– Banzatin penisilin 300 ribu unit / kg BB / mg sampai 4x pemberian
– Sefriakson 50 mg/kg BB dosis tunggal / hari 10 hari
c) Pastikan pengobatan lengkap dan terjadwal
d) Pantau lesi kronik / gejala lain yang menyertai
e. Hepatitis B
Penularan infeksi Hepatitis B di Amerika Serikat ternyata paling sering terjadi akibat hubungan seksual. Hepatitis B ini sering di jumpai pada remaja dan orang dewasa serta pada wanita hamil. Terutama dalam trimester III biasanya lebih parah, dan menyebabkan nekrosis hati yang laus dengan angka kematian maternal dan fetal yang tinggi. Janin yang di kandung dapat tertular penyakit yang sama.
1) Penyebab
a) Di sebabkan oleh virus hepatitis B
b) Yang penularannya melalui darah dan produk darah yaitu bisa bisa melalui luka, kontak seksual, operasi, medikasi, infus dan injeksi serta vertika dan ibu kepada bayinya.
2) Patofisiologi
a) Gejala akut sering karier, ditandai dengan anoreksia, rasa mual, febris, nyeri, tekan pada perut kanan atas.
b) Tidak di waspadai dapat berlanjut menjadi kronik
c) Pada kehamilan gejala sering di tafsirkan sebagai hiperemesis gravidarum
d) Diagnosa dapat di tegakan berdasarkan pemeriksaan serologik
e) Dapat menjadi kanker hati dan menginfeksi janin pada wanita hamil
3) Gejala
a) Masa inkubasi 60-90 hari
b) Gejala akut meliputi demam, nyeri tekan perut kanan atas, mual, muntah, anoreksia, dan malaise serta ikterik
c) Gejala kronis meliputi hepatitis persisten kronik, sirosis hepatitis, hepatoma.
4) Teraphy
a) Bed rest
b) Perbaikan KU
c) Makan makanan yang mengandung protein dan kalori tinggi
d) Pada orang yang positif terkena Hepatitis B di berikan imunisasi HBIG (Hepatitis B Immune Glugulin) dengan dosis 0,06 ml/kg BB IM dosis tunggal selama jangka waktu 14 hari setelah terpapar dan di lanjutkan dengan serial vaksin HB
e) Pada bayi di berikan HBIG 0,05 ml IM dosis tunggal dalam 12 jam setelah lahir. Vaksinasi HB di berikan IM di mulai dalam waktu 7 hari setelah lahir, pada usia 1 bulan dan 6 bulan.
f. HIV/AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficincy Syndrome. AIDS merupakan suatu penyakit relatif baru yang di tandai dengan adanya kelainan yang kompleks dari sistem pertahanan seluler tubuh dan menyebabkan korban menjadi sangat peka terhadap mikroorganisme oportunistik.
1) Penyebab
HIV (Human Immonu Virus) yaitu organisme patogen yang terdapat dalam cairan tubuh (darah, air, mani, dan cairan vagian) orang yang telah terinfeksi.
2) Penularan
a) Kontak seksual (homo/hetero seksual) dengan seseorang pengidap per oral, per rectal, per vagina.
b) Kontak langsung dengan darah, produk darah dan jarum suntik, transfusi darah yang mengandung virus HIV, melalui alat suntik / alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas orang yang mengidap HIV, melalui transmisi dari ibu hamil yang mengidap virus AIDS kepada janin yang di kandungnya melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan / melalui ASI.
3) Gejala
a) Fase 1 (window period)
– Belum ada gejala sama sekali
– Belum bisa terdeteksi melalui tes
– Sudah dapat menularka HIV
b) Fase II
– Terjadi 2 atau 5-10 tahun setekah terinveksi HIV
– Demam
– Pembengkakan kelenjar getah bening
– Tes darah sudah positiv HIV
c) Fase III (muncul gejala-gejala)
– Flu tidak sembuh – sembuh
– Nafsu makan berkurang dan lemah
d) Fase IV
– Infeksi kulit atau selaput lendir
– Infeksi paru-paru (TB paru)
– Infeksi usus yang menyebabkan diare parah selama berminggu-minggu
– Infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental, kelumpuhan
– Kanker kulit (khas pada penderita AIDS)
4) Pencegahan
a) Abstinence (tidak berhubungan seks)
b) Be faithful (setia pada pasangan)
c) Condom (gunakan kondom saat berhubungan seks berisiko)
d) Drug (jangan pakai narkoba)
e) Equipment (hati-hati! Pakai alat steril)
5) Cara memberikan dukungan
a) Dukungan sosial
– Saling bertukar perasaan
– Mendengar perasaan
– Mendengar keinginannya
– Memberi semangat
b) Dukungan fisik
– Menuruti selera makan
– Memberikan waktu istirahat
– Memberikan dengan selalu mengingatkan waktu, tanggal dan tempat berada
– Memberi keyakinan keamaman
g. Trikomoniasis
Digolongkan PMS karena sebagian besar menular melalui hubungan seksual oleh karena itu infeksi dalam lingkup keluarga perlu mendapatkan pengobatan bersama. Penyakit ini juga menginfeksi bayi yang lahir.
1) Penyebab
Trikomoniasis adalah infeksi alat genitalia wanita / pria yang di sebabkan oleh Trichomonas Vaginalis. Penulusurannya juga bisa melalui alat-alat toilet seperti toilet seat, handuk, dll.
2) Patofisiologi
a) Wanita
Vagina mengeluarkan cairan keputihan bercampur nanah dan berbau khas, dinding vagina merah dan bengkak. Cairang yang keluar menimbulkan iritasi pada bengkak cairan yang keluar menimbulkan iritasi pada lipat paha samapai liang dubur. Infeksi apat terjadi dalam bentuk uretriris, skonitis, dan bartholinitis.
b) Pria
Terjadi pada infeksi saluran kemih, infeksi kelenjar prostat dan saluran spermatozoa. Infeksi menahun sulit di tegakan karena gejala ringan.
3) Gejala
a) Masa inkubasi 4 hari
b) Sekret vagina berbusa, serupurulen dengan warna kekuningan dan kuning kehijauan serta berbau khas
c) Rasa nyeri dan gatal
d) Dinding vagina meradang dengan infiltrasi
e) Pada pria gejala tersembunyi
4) Komplikasi
Kulit bibir kemaluan lecet, dapat menyebabkan bayi prematur, memudahkan penularan HIV.
5) Teraphy
a) Pengobatan menggunakan metronidazol per oral untuk suami dan istri
b) Pada wanita juga di berikan obat pervaginam
c) Pada kehamilan diberikan pada usia trimester II/III dengan dosis tunggal sebanyak 2 gram.
h. Condiloma akuminata
Condiloma akuminata adalah pertumbuhan kulit dan selaput lendir seperti bunga kol atau jengger ayam jago dengan permukaan kasar. Papiler menonjol dengan warna agak gelap berkumpul menjadi satu
1) Penyebab
Human Papiloma Virus tipe 6 dan 11
2) Cara penularan
a) Kontak seksual
b) Kontak langsung dengan kulitnya
c) Benda – benda kontaminan seperti ; handuk, celana dalam, dll.
3) Patofisiologi
a) Timbulnya kutil-kutil kecil pada bibir kemaluan yang muncul dalam waktu kurang lebih 2 bulan setelah virus masuk ke tubuh
b) Kutil-kutil tersebut dapat membesar kemudian dapat bersatu menyerupai kembang kol atau jengger ayam jago sehingga menutupi vagina dan anus.
4) Tanda dan Gejala
a) Masa inkubasi sekitar 2 bulan
b) Terdapat papil kecil dan multipel pada sekitar kemaluan
c) Permukaan kasar
d) Berkembang menjadi besar sehingga dapat bersatu dan dapat menutupi vagina serta anus yang berakibat mengganggu proses kehamilan
5) Komplikasi
a) Condyloma acuminata yang sudah besar dapat menetupi jalan lahir, sehingga dengan seksio cesarea sebagai uasaha untuk mencegaha penularan Human Papiloma Virus pada bayi yang dilahirkan, selain itu jika tidak dengan tindakan SC dikhawatirkan dpat menimbulkan kanker mulut rahim.
b) Condyloma acuminata yang sudah parah dapat menimbulkan kanker mulut rahim.
6) Teraphy
a) Lesi kecil dengan kauterisaasi, larutan podofilin, alkohol atau TCAA (Trichloro Acetet Acid)
b) Lesi besar dengan pembedahan, penyinaran laser, kauterisasi.
i. Ulkus mole / cuncroid
Ulkus mole adalah infeksi menular seksual yang di tandai dengan ulkus pada daerah genetalia di sertai dengan pembengkakan kelenjar limfe inguinal.
1) Penyebab
Ulkus mole ini di sebabkan oleh bakteri heamophilus ducrey dengan sifat bakteri sebagai berikut bakteri mati pada suhu 500C selama 1 jam, bateri mati dengan antiseptik.
2) Patofisiologi
a) Setelah bakteri masuk kedalam tubuh sekitar 7 hari muncul pustuls ysng kemudian pecah dan meninggalkan ulkus yang dalam.
b) Luka infeksi mengakibatkan kematian jaringan di sekitarnya.
3) Gejala
a) Masa inkubasi 4-10 hari
b) Pustulah pecah menjadi ulkus
c) Rasa nyeri yang hebat
d) Ulkus bersifat multipel, dala, dinding menggaung, tepi tidak rata, meradang, dasar ulkus kemerahan muda, berada dan terdapat pus.
e) Pembesaran kelenjar limfe regional
4) Komplikasi
a) Jika ulkus membesar dapat menjadi Gian Chancroid
b) Pembesaran kelenjar limfe
c) Luka infeksi mengakibatkan kematian jaringan di sekitarnya
5) Teraphy
a) Berikan salah satu antibiotik dibawah ini:
– Eritromisin 4×500 mg oral selama 7 hari
– Trimethoprim + sulfamethoksazol 2x (160+800) mg oral selama 7 hari
– Seftriakson 500 mh IM dosis tunggal
b) Pengobatan harus tuntas
c) Lakukan kunjungan terjadwal untuk pemantauan dan asuhan antenatal.
j. Candidiasiasi vaginalis
Kandidiasis vaginalis adalah inveksi yang di sebabakan oleh jamur, yang terjadi di sekitar vagina. Umumnya menyerang orang-orang yang imunnya lemah.
1) Penyebab
Kandidiasis vaginalis disebabkan oleh jamur kandida albicans, selain di vagina dapat menyerang organ organ lain yaitu kulit, mukosa oral, bronkus, paru-paru, usus, dll.
2) Patofisiologi
a) Keputihan denganrasa gatal yang hebat
b) Jika tidak di obati dapat menjalar ke uretra yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih
c) Juga bisa menjalar ke vagina proksimal (atas)
3) Gejala
a) Mengenai mukosa vulva (labil minora) dan vaginab) Bercak putih kekuningan, heperemia, leukore, seperti susu pecah, dan gatal hebat.
c) Dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih.
4) Teraphy
a) Pemberian nistatin atau ketokonazole 2×200 mg selama 5 hari
b) Tablet vaginal atau klotrimazole 500 mg dosis tunggal
c) Salep mikonazol 2 %
d) Lakukan konseling
e) Buat jadwal kunjungan ulang
G. Pencegahan PMS
a. Apabila belum menikah maka tidak melakukan hubungan seksual
b. Apabila sudah menikah maka saling setia dengan pasangan
c. Hindari hubungan seksual yang tidak aman atau berisiko
d. Menggunakan kondom untuk mencegah penularan
e. Menjaga kebersihan alat genetalia
H. Penanganan bagi yang terkena PMS
a. Segera periksa ke dokter atau petugas kesehatan
b. Jangan malu menyampaikan keluhan kepada dokter atau tenaga kesehatan
c. Memenuhi aturan pengobatan sesuai petunjuk dokter atau petugas kesehatan
d. Jangan melakukan hubungan seksual kecuali menggunakan kondom
e. Pasangan sex sebaiknya memeriksakan diri
f. Beritahu tentang akiba PMS yang berbahaya bagi kesehatan diri
I. Peran bidan dalam pencegahan dan penanggulangan PMS
a. Bidan sebagai role model memberikan contoh sikap yang baik pada masyarakat
b. Memberikan konseling pada masyarakat terutama remaja dan psangan suami istri tentang kesehatan reproduksi.
c. Memberikan konseling pada masyarakat tentang penyebab dan akibat PMS
d. Bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pelaksanaan penyuluhan pada masyarakat
e. Mewaspadai gejala-gejala dan mendeteksi dini adanya PMS.
Bab III. Penutup
A. Kesimpulan
Penyakit menular seksual adalah infeksi yang di tularkan dari satu orang ke orang lain saat berhubungan badan. Semua orang, pria, wanita (bahkan bahkan anak-anak) bisa tertular penyakit kelamin ini. Penyakit yang umum terjadi adalah: gonore, sifilis, herpes, HIV/Aids , Trikomoiasis.
Infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksual, atau Penyakit kelamin menular adalah penyakit yang cara penularanyya melalui hubungan kelamin. Yang ditularkan dari satu orang ke orang lain saat berhubungan badan. Tempat terjangkitnya penyakit tersebut tidak semata-mata pada alat kelamin saja, tetapi dapat terjadi diberbagai tempat diluar alat kelamin.yang tergolong dari penyakkit ini adalah : sifilis, gonore, ulkus mola, linfegranuloma venereum, granuloma inguinale.
B. Saran
Setelah mengetahui beberapa pengertian penyakit menular seksual diatas, saya sebagai penulus mengharapkan agar para pembaca lebih berhati-hati terhadap penyakit ini, dan dapat mengetahui dengan jelas beberapa faktor penyebab, cara mengatasi dan cara penularanya penyakit menular sseksual. Oleh karena itu,saya sebagai penulis meminta kritik dan saranya untuk menyempurnakan makalah yang saya buat.
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
Patent Duktus Arterosus merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana PDA menempati urutan ke Tiga penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel dan defek septum atrium,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik PDA merupakan 2/3 nya. PDA merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien PDA didapat diatas 5 tahun dan prevalensi menurun setelah berumur 10 tahun. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Bab II. Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit struktural jantung dan pembuluh darah besar yang sudah terdapat sejak lahir. Perlu diingatkan bahwa tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut dapat dideteksi segera setelah lahir, tidak jarang penyakit jantung bawaaan baru bermanifestasi secara klinis setelah pasien berusia beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun ( Markum, 1996).
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
• Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
• Ibu alkoholisme, peminum obat penenang atau jamu
• Umur ibu lebih dari 40 tahun.
• Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
2. Faktor Genetik :
2.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi. Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Peningkatan kerja jantung, dengan gejala: kardiomegali, hipertrofi, takhikardia
2. Curah jantung yang rendah, dengan gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap aktivitas.
3. Hipertensi pulmonal, dengan gejala: dispnea, takhipnea
4. Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis.
Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru):
Hipoksemia
Retraksi dada
Nasal flaring
Apnea, Tachypnea
Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
Terdengar bunyi mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)
2.5 Klasifikasi
Dasar kelainan fungsi sirkulasi yang terjadi, yaitu:
1. Penyakit jantung bawaan non-sianotik:
a. Dengan vaskularisasi paru normal: stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasio aorta, kardiomiopati.
a. Dengan vaskularisasi paru bertambah: transposisi arteri besar tanpa stenosis pulmonal, double outlet right ventricle tanpa stenosis pulmonal, trunkus arteriosus persisten, ventrikel tunggal tanpa stenosis pulmonal, anomaly total drainase vena pulmonalis.
b. Dengan vaskularisasi paru berkurang: stenosis pulmonal berat pada neonates, tetralogi Fallot, atresia pulmonal, atresia tricuspid, anomaly Ebstein.
2.6 Komplikasi
• Endokarditis, Obstruksi pembuluh darah pulmonal, CHF, Hepatomegali, Enterokolitis nekrosis, Gangguan paru yang terjadi bersamaan, Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit, Hiperkalemia, Aritmia, Gagal tumbuh
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
• Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
• Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90°.
• Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
• Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat menentukan dalam diagnosis anatomik.
• Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru
2.9 Penatalaksanaan Medis
• Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
• Pembedahan : Operasi penutupan defek, Pemotongan atau pengikatan duktus.
• dianjurkan saat berusia 5-10 tahun
• Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat dioperasi.
• Pemotongan atau pengikatan duktus.
• Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
BAB III ASKEP ANAK DENGAN KELAINAN JANTUNG BAWAAN
3.1 PENGKAJIAN
a. Data subyektif :
– Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun.
– Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
– Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
– Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
– Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
– Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif :
– Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
– Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
– Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
– Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks+)
– Pemeriksaan penunjang :
• Tanda vital diukur dalam posisi terbaring, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
• Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
• Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
• Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
• USG ; untuk mengetahui keadaan janin
• NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi
6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
3.3 INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah: Tujuan : Perfusi jaringan otak adekuat dan Tercapai secara optimal.
Intervensi :
1. Monitor perubahan atau gangguan mental kontinu ( cemas bingung, letargi, pingsan)
2. Obsevasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab.
3. Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
4. Dorong latihan kaki aktif / pasif
5. Pantau pernafasan
6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, muntah/ mual, distaensi abdomen, kontipasi 7. Pantau masukan dan perubahan keluaran
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put. Tujuan: Gawat janin tidak terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai umur 37 minggu dan atau BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
1. Anjurkan penderita untuk tidur miring ke kiri
2. Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan masa kehamilan: – 1 x/bln pada trisemester I – 2 x/bln pada trisemester II – 1 x/minggu pada trisemester III
3. Pantau DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janin setiap hari
4. Motivasi pasien untuk meningkatkan fase istirahat
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put. Tujuan : Kelebihan volume cairan teratasi.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
2. Catat adanya DVJ, adanya edema dependen
3. Ukur masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
4. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
5. Berikan diet rendah natrium atau garam.
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan Tujuan : ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
2. Tingakat istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri atau respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang tidak berat.
3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contao ; penurunan kelemahan dan kelelahan, tekanan darah stabil, peningkatan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
4. Dorong memjukan aktifitas atau toleransi perawatan diri.
5. Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasienn.
6. Anjurakan pasiien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.
7. Jelasakn pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh : posisi duduk diatas tempat tidur bila tidak ada pusing dan nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi Tujuan : Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Intervensi :
1. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
2. Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang salah )
3. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
4. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan partisipasi bila mungkin.
5. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi bila perlu. 6. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam perawatan.
6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru. Tujuan : Pola nafas yang efektif. Intervensi:
1. Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.
2. Atur posisi fowler atau semi fowler.
3. Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
4. Berikan obat sesuai petunjuk.
5. Sediakan oksigen tambahan.
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain : Faktor Prenatal dan factor genetic. Penyakit jantung bawaan dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Penyakit jantung bawaan non-sianotik:
2. Penyakit jantung bawaan sianotik: Penatalaksanaan meliputi : Pembedahan dan non pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. A.H Markum,1991,Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak,jilid 1, Jakarta ,Fakultas kedokteran UI
2. Sariadai, S.kp & Rita Yuliani, S.kp. Asuhan Keperawatan Pada Anak. PT. Fajar interpratama. Jakarta