Blog

  • Makalah Peraturan Daerah – Perda

    Peraturan Daerah

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, maka aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum. Dalam negara hukum yang demokratis peran hukum sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan pemerintah dan memberikan legitimasi terhadap kebijakan publik sangat strategis. Oleh karena itu, pembangunan hukum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009[1] di Bidang Hukum khususnya, antara lain ditujukan untuk menata kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan hierarki peraturan perundang-undangan serta menghormati hak asasi manusia.

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ini diarahkan pada permasalahan terjadinya tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundangundangan dan implementasi undang-undang yang terhambat peraturan pelaksanaannya. Maka politik hukum nasional diarahkan pada terciptanya hukum nasional yang adil, konsekuen dan tidak diskriminatif serta menjamin terciptanya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini ditindaklanjuti dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dimaksudkan sebagai landasan yuridis dalam membentuk peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah sekaligus mengatur secara lengkap dan terpadu sistem, asas, jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan, persiapan, pembahasan dan pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan maupun partisipasi masyarakat.    

          Sistem negara kesatuan menggambarkan bahwa hubungan antar level pemerintahan (pusat dan daerah)   berlangsung secara inklusif (inclusif authority model) dimana otoritas pemerintah daerah tetap dibatasi oleh pemerintah pusat melalui suatu sistem kontrol yang berkaitan dengan pemeliharaan kesatuan[2]. Namun demikian, dalam suatu negara kesatuan, pelimpahan atau penyerahan kewenangan bukanlah suatu pemberian yang lepas dari campur tangan dan kontrol dari pemerintah pusat. Kedudukan daerah dalam hal ini adalah bersifat subordinat terhadap pemerintah pusat[3]. Format negara kesatuan inilah yang mempengaruhi karakter hubungan pusat dengan daerah di Republik Indonesia selama ini. Hubungan yang terjalin selalu dibangun dengan pengandaian bahwa daerah adalah kaki tangan pemerintah pusat[4].

    Penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari cenderung berlangsung secara dekonsentrasi dalam format desentralisasi dimana seberapa besar kewenangan suatu daerah tergantung kepada sistem dan political will dari pemerintah pusat dalam memberikan keleluasaan kepada daerah. Dalam hubungan inilah pemerintah melaksanakan pembagian kekuasaan kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan istilah desentralisasi.

    Dinamika hubungan pusat dengan daerah yang mengacu pada konsep pemerintahan negara kesatuan dapat dibedakan apakah sistem sentralisasi yang diterapkan atau sistem desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahannya. Kedua sistem ini mempengaruhi secara langsung pelaksanaan pemerintahan daerah dalam suatu negara. Bentuk dan susunan suatu negara terkait dengan pembagian kekuasaan[5]. Hubungan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah dalam negara kesatuan disamakan dengan gedecentraliseerd. Sementara, dalam kajian hukum tata negara, pemerintahan yang berdasarkan asas desentralisasi disebut staatskunding decentralisatie (desentralisasi politik), di mana rakyat turut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui wakil-wakilnya dalam batas wilayah masing-masing.

    Pemerintah Indonesia melaksanakan politik desentralisasi dan memberikan hak-hak otonomi kepada daerah, di samping tetap menjalankan politik dekonsentrasi. Undang-undang Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 (diperbaharui UU No. 12 Tahun 2012) mendefinisikan Desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedang dalam Pasal 1 angka 8 Undang-undang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Indonesia sebagai negara yang luas, maka diperlukan sub national goverment sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal (daerah) melalui berbagai bentuk pendekatan. Pendekatan sentralisasi akan cenderung membentuk unit-unit pemerintahan yang sifatnya perwakilan (instansi vertikal) dalam menyediakan pelayanan publik di daerah. Pendekatan desentralisasi memprioritaskan pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan publik. Tujuan utama desentralisasi adalah mengatasi perencanaan yang sentralistik dengan mendelegasikan sejumlah kewenangan pusat dalam pembuatan kebijaksanaan di daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan managerial.

    Otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya disebut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah21 lebih berorientasi kepada masyarakat daerah (lebih bersifat kerakyatan) daripada pemerintah daerah, artinya kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat adalah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Kewenangan pemerintah daerah hanya sebagai alat dan fasilitator untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat, memberikan fasilitas kepada rakyat melalui peran serta dan pemberdayaan masyarakat.

    Otonomi daerah memberikan yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangga daerah, kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.  

    1.2  Perumusan Masalah

    Adapun perumusan masalah yang berkaitan dengan makalah ini antara lain:
    1.  Bagaimanakah proses pembentukan peraturan daerah?

    1.3  Pembatasan Masalah

    Adapun pembaasan yang dibahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu hanya dalam lingkup masalah mengenai “ Peraturan Daerah”.

    1.4  Maksud dan Tujuan

    Adapun maksud penulisan  dalam makalah ini yaitu sebagai salah satu tugas pemenuhan syarat dari mata kuliah Hukum Administrasi Negara.

    Dalam melakukan penulisan makalah ini, hal yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai berikut:

    Secara umum, penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi kami dan pembaca tentang Peraturan Daerah.

    Secara khusus, penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui  tentang pokok-pokok Peraturan Daerah.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1  Pengertian Peraturan Daerah

    Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Peraturan daerah) adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”.

    Definisi lain tentang Peraturan daerah berdasarkan ketentuan Undang- Undang tentang Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundang undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota”. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (diperbarui menjadi UU No.12 Tahun 2008) tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah[6].

    Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

    Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur atau Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau Bupati/Walikota dan DPRD menyampaikan rancangan Peraturan daerah dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan. Peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Peraturan daerah yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan. Program penyusunan Peraturan daerah dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah[7], sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Peraturan daerah. Ada berbagai jenis Peraturan daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara lain:

    1.      Pajak Daerah;

    2.      Retribusi Daerah;

    3.      Tata Ruang Wilayah Daerah;

    4.      APBD;

    5.      Rencana Program Jangka

    6.      Menengah Daerah;

    7.      Perangkat Daerah;

    8.      Pemerintahan Desa;

    9.      Pengaturan umum lainnya.

    2.2  Proses Penyusunan Peraturan Daerah

    Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah membuat sejumlah peraturan daerah. Pertaturan daerah tersebut biasa disingkat dengan istilah perda. Perda tersebut bisa mengatur masalah administrasi, lingkungan hidup, ketertiban, pendidikan, sosial, dan lain-lain. Perda tersebut pada dasarnya dibuat untuk kepentingan masyarakat. Proses penyusunan peraturan daerah melalui beberapa tahap. Penyusunan peraturan daerah dimulai dengan perumusan masalah yang akan diatur dalam perda tersebut. Masalah yang dimaksud adalah masalah-masalah sosial atau publik. Pada umumnya masalah sosial dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut.

    a.       Masalah sosial yang terjadi karena adanya perilaku dalam masyarakat yang bermasalah. Misalnya: maraknya perjudian atau beredarnya minuman keras dalam masyarakat sehingga membuat kehidupan masyarakat terganggu.

    b.      Masalah sosial yang disebabkan karena aturan hukum yang tidak lagi proporsional dengan keadaan masyarakat. Misalnya, perda tentang retribusi pemeriksaan kesehatan yang sangat memberatkan masyarakat kecil sehingga peraturan daerah tersebut harus diganti. Pembuatan suatu peraturan, baik peraturan pusat maupun peraturan daerah, pada dasarnya hampir sama mulai dari asas-asasnya, materi muatannya dan sebagainya. Tata cara penyusunan peraturan daerah, antara lain:

    a.       Pengajuan peraturan daerah

    Proses pengajuan peraturan daerah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

    1)      Pengajuan peraturan daerah dari kepala daerah.

    Proses pengajuan peraturan daerah dari kepala daerah, adalah sebagai berikut:

    –        Konsep rancangan perda disusun oleh dinas/biro/unit kerja yang berkaitan dengan perda yang akan dibuat.

    –     Konsep yang telah disusun oleh dinas/biro/unit kerja tersebut diajukan kepada biro hukum untuk diperiksa secara teknis seperti kesesuaian dengan peraturan perundangan lain dan kesesuaian format perda.

    –       Biro hukum mengundang dinas/biro/unit kerja yang mengajukan rancangan perda dan unit kerja lain untuk menyempurnakan konsep itu.

    –       Biro hukum menyusun penyempurnaan rancangan perda untuk diserahkan kepada kepala daerah guna diadakan pemeriksaan (dibantu oleh sekretaris daerah).

    –          Konsep rancangan perda yang telah disetujui kepala daerah berubah menjadi rancangan perda.

    –     Rancangan perda disampaikan oleh kepala daerah kepada ketua DPRD disertai nota pengantar untuk memperoleh persetujuan dewan.

    2)      Pengajuan peraturan daerah dari DPRD

    Proses pengajuan peraturan daerah dari DPRD adalah sebagai berikut:

    –          Usulan rancangan peraturan daerah dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota.

    –          Usulan rancangan peraturan daerah itu disampaikan kepada pimpinan DPRD kemudian dibawa ke Sidang Paripurna DPRD untuk dibahas.

    –    Pembahasan usulan rancangan peraturan daerah dalam sidang DPRD dilakukan oleh anggota DPRD dan kepala daerah.

    –          Pembahasan rancangan peraturan daerah

    Pembahasan rancangan peraturan daerah melalui empat tahapan pembicaraan, kecuali apabila panitia musyawarah menentukan lain. Keempat tahapan pembicaraan tersebut adalah :

    1)      Tahap pertama

    Tahap pertama dilakukan dalam Sidang Paripurna. Untuk rancangan perda dari kepala daerah penyampaian dilakukan oleh kepala daerah, sedangkan penyampaian rancangan perda dari DPRD dilakukan oleh pimpinan rapat gabungan komisi.

    2)      Tahap kedua

    Tahap kedua merupakan tahap pemandangan umum. Untuk rancangan perda dari kepala daerah, pemandangan umum dilakukan oleh anggota fraksi dan kepala daerah memberikan jawaban atas pemandangan umum tersebut. Sebaliknya, untuk rancangan perda dari DPRD maka tahap pemandangan umum dilakukan dengan cara mendengarkan pendapat kepala daerah dan jawaban pimpinan komisi atas pendapat kepala daerah.

    3)      Tahap ketiga

    Tahap ketiga merupakan tahap rapat komisi atau gabungan komisi yang disertai oleh kepala daerah. Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan tentang rancangan perda antara kepala daerah dan DPRD.

    4)      Tahap keempat (rapat paripurna)

    Tahap empat meliputi pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului hal-hal berikut :

    –        laporan hasil pembicaraan tahap III,

    –        pendapat akhir fraksi-fraksi,

    – pemberian kesempatan kepada kepala daerah untuk menyampaikan pendapat/sambutan terhadap pengambilan keputusan.

    – Rancangan peraturan daerah yang sudah disetujui DPRD kemudian ditandatangani oleh kepala daerah sehingga terbentuk peraturan daerah.

    2.3  Mekanisme Pembuatan Perda

    Pembuatan Perda dilakukan secara bersama-sama oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan DPRD Tingkat I dan II.

    Mekanisme pembuatannya adalah sebagai berikut:

    1)      Pertama, Pemerintah daerah tingkat I atau II mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD melalui Sekretaris DPRD I atu II.

    2)      Kedua, Sekretaris DPRD mengirim Rancangan Perda kepada pimpinan DPRD tingkat I atau II.

    3)      Ketiga, Pimpinan DPRD tingkat I atau II mengirimkan Rancangan Perda tersebut kepada komisi terkait.

    4)      Keempat, Pimpinan komisi membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas Rancangan Perda usulan pemerintah atau inisiatif DPRD I atau II.

    5)      Kelima, Panitia khusus mengadakan dengar pendapat (hearing) dengan elemen-elemen yang meliputi unsur pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang terkait di daerah.

    6)      Keenam, DPRD tingkat I atau II mengadakan sidang paripurna untuk mendengarkan pandangan umum dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan Rancangan Perda menjadi Perda.[8]

    2.4  Pembentukan Perda Yang Baik

    1.      Asas Pembentukan Perda

    Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

    a.  kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

    b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

    c.       kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan.

    d.      dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

    e.       kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang undangan dibuat karena memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.

    f.       kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

    g.      keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

    Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas sebagai berikut:

    a. asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

    b.      asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

    c.     asas kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.

    d.   asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkanmusyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

    e.  asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

    f.   asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

    g.  asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

    h.   asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.

    i.  asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

    j.    asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

    k.      asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.

    Selain asas dan materi muatan di atas, DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Perda harus mempertimbangkan keunggulan lokal /daerah, sehingga mempunyai daya saing dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat daerahnya.

    Prinsip dalam menetapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme APBD, namun demikian untuk mencapai tujuan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat daerah bukan hanya melalui mekanisme tersebut tetapi juga dengan meningkatkan daya saing dengan memperhatikan potensi dan keunggulan lokal/daerah, memberikan insentif (kemudahan dalam perijinan, mengurangi beban Pajak Daerah), sehingga dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang di daerahnya dan memberikan peluang menampung tenaga kerja dan meningkatkan PDRB masyarakat daerahnya.

    2.5  Mekanisme Pengawasan Perda

    Dalam rangka pemberdayaan otonomi daerah pemerintah pusat berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai amanat Pasal 217 dan 218 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU No.12 Tahun 2008) tentang Pemerintahan Daerah. Bulan Desember 2005 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pembinaan dan pengawasandimaksudkan agar kewenangan daerah otonom dalam menyelenggarakan desentralisasi tidak mengarah kepada kedaulatan.

    Di samping Pemda merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, secara implisit pembinaan dan pengawasan terhadap Pemda merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan negara, maka harus berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kerangka NKRI. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 secara tegas memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Menteri dan Pimpinan LPND melakukan pembinaan sesuai dengan kewenangan masing-masing yang meliputi pemberian pedoman. Bimbingan, pelatihan, arahan dan pengawasan yang dikoordinasikan kepada Menteri Dalam Negeri. Pemerintah dapat melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten di daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pembinaan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap peraturan Kabupaten dan Kota dilaporkan kepada Presiden melalui Mendagri dengan tembusan kepada Departemen/Lembaga Pemerintahan Non Departemen terkait.

    Pengawasan Kebijakan Daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sejalan dengan Pengawasan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diatur dengan UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Pengawasan dilakukan secara represif dengan memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada Pemda untuk menetapkan Perda baik yang bersifat limitatif maupun Perda lain berdasarkan kriteria yang ditetapkan Pemerintah. Karena tidak disertai dengan sanksi dalam kedua Undang-Undang tersebut, peluang ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk menetapkan Perda yang berkaitan dengan pendapatan dan membebani dunia usaha dengan tidak menyampaikan Perda dimaksud kepada Pemerintah Pusat.

    Berbeda dengan Pengawasan Kebijakan Daerah yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 79 Tahun 2005 dilakukan secara:

    a.       preventif, terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD;

    b.      represif, terhadap kebijakan berupa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah selain yang menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD;

    c.       fungsional, terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah;

    d.       pengawasan legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan daerah;

    e.       pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh masyarakat.

    Mengenai jenis-jenis pengawasan dapat diuraikan sebagai berikut :

    1.         Pengawasan Preventif Rancangan Perda Propinsi:

    a.       Rancangan Perda Provinsi tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah yang telah disetujui bersama DPRD dan Gubernur sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari Dalam Negeri untuk dievaluasi.

    b.      Menteri Dalam Negeri melakukan Evaluasi Rancangan Perda Propinsi tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerahdalam waktu 15 (lima belas) hari setelah menerimaRancangan Perda Provinsi.

    c.       Menteri Dalam Negeri dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda Pajak Daerah, Retribusi Daerah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, sedangkan Rancangan Perda Tata Ruang Wilayah Daerah berkoordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.

    d.      Menteri Dalam Negeri menyampaikan hasil evaluasi kepada Gubernur untuk melakukan penyempurnaan Rancangan Perda sesuai dengan hasil evaluasi.

    e.       Gubernur melakukan penyempurnaan bersama dengan DPRD dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah diterima hasil evaluasi.

    f.       Apabila Gubernur dan DPRD tidak melakukan penyempurnaan dan tetapmenetapkan menjadi Perda, Menteri Dalam Negeri dapat membatalkan Perda dengan Peraturan Menteri.

    g.      Gubernur menetapkan rancangan Perda setelah mendapat persetujuan bersama dari DPRD sesuai dengan hasil evaluasi menjadi Perda.

    h.      Paling lama 7 (tujuh) hari setelah Perda ditetapkan, disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri.

    2.         Pengawasan Preventif Rancangan Perda Kabupaten/Kota:

    a.       Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah yang telah disetujui bersama DPRD dan Bupati/Walikota sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

    b.      Gubernur melakukan Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah dalam waktu 15 (lima belas) hari setelah menerima rancangan Perda Kabupaten/Kota.

    c.       Gubernur dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan; sedangkan Rancangan Perda Tata Ruang Wilayah Daerah berkoordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.

    d.      Gubernur menyampaikan hasil evaluasi kepada Bupati/Walikota untuk melakukan penyempurnaan Rancangan Perda sesuai dengan hasil evaluasi.

    e.       Bupati/Walikota melakukan penyempurnaan bersama dengan DPRD dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah diterima hasil evaluasi.

    f.       Apabila Bupati/Walikota dan DPRD tidak melakukan penyempurnaan dan tetap menetapkan menjadi Perda, Gubernur dapat membatalkan Perda dengan Peraturan Gubernur.

    g.      Bupati/Walikota menetapkan rancangan Perda setelah mendapat persetujuan bersama DPRD sesuai dengan hasil evaluasi menjadi Perda.

    h.      Paling lama 7 (tujuh) hari setelah Perda ditetapkan, disampaikan kepada Gubernur dan Menteri Dalam Negeri.

    3.         Pengawasan Represif Perda Propinsi, Kabupaten/Kota:

    a.   Perda disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

    b.   Pemerintah melakukan pengkajian/klarifikasi terhadap Perda dalam waktu 60 hari.

    c.  Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan dengan Peraturan Presiden.

    d. Apabila Gubernur, Bupati/Walikota keberatan terhadap Pembatalan Perda; Gubernur, Bupati/Walikota dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 180( seratus delapan puluh) hari setelah pembatalan.

    4.     Pengkajian dan Evaluasi Perda: Rancangan Perda APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Wilayah Daerah dilakukan evaluasi sebagai berikut:

    a.   Rancangan Perda disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum Sekretariat Jenderal.

    b.  Biro Hukum mendistribusikan rancangan Perda kepada komponen terkait di lingkungan Departemen Dalam Negeri.

    c.     komponen terkait melakukan pengkajian dan evaluasi rancangan rancangan Perda bersama tim yang terdiri dari Biro Hukum, Inspektorat Jenderal dan komponen terkait.

    d.        hasil pengkajian dan evaluasi disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum Sekretariat Jenderal.

    e.         hasil evaluasi yang telah ditandatangani Menteri Dalam Negeri disampaikan kepada Gubernur oleh Biro Hukum.

    5.         Pembatalan Perda yang tidak sesuai dengan hasil evaluasi:

    a.       Perda yang diterima oleh Biro Hukum disesuaikan dengan hasil evaluasi Menteri.

    b.      Apabila Perda yang ditetapkan tidak sesuai dengan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri, Biro Hukum menyiapkan rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan Perda setelah berkoordinasi dengan komponen terkait (OTDA, BAKD, PUM, BANGDA).

    c.   Apabila Perda telah sesuai dengan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri dilakukan klarifikasi dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari.

    d. Apabila hasil klarifikasi Perda bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi maka Menteri Dalam Negeri menyiapkan rancangan Peraturan Presiden setelah berkoordinasi dengan instansi terkait dan menyampaikan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Kabinet.

    e.  Peraturan Presiden tentang Pembatalan Perdadisampaikan kepada Gubernur oleh Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum Sekretariat Jenderal.

    6.         Perda yang sudah dibatalkan: Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 ada 2.079 Perda yang dibatalkan yang terdiri dari:

    a.       Tahun 2002 sebanyak 19 (sembilan belas) Perda

    b.      Tahun 2003 sebanyak 105 (seratus lima) Perda

    c.       Tahun 2004 sebanyak 236 (dua ratus tiga puluh enam) Perda

    d.      Tahun 2005 sebanyak 136 (seratus tiga puluh enam) Perda

    e.       Tahun 2006 sebanyak 117 (seratus tujuh belas) Perda

    f.       Tahun 2007 sebanyak 60 (enam puluh) Perda.

    g.      Tahun 2008 sebanyak 229 (dua ratus dua puluh sembilan) Perda

    h.      Tahun 2009 sebanyak 246 (dua ratus empat puluh enam) Perda

    i.        Tahun 2010 sebanyak 407 (empat ratus tujuh) Perda

    j.        Tahun 2011 sebanyak 351 (tiga ratus lima puluh satu) Perda

    k.      Tahun 2012 sebanyak 173 (seratus tujuh puluh tiga) Perda

    7.    Pengawasan Represif Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Pasal 158 ayat (1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 (diperbaharui UU No.12 Tahun 2008) tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Pajak Daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Sedangkan Pasal 238 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku. Pasal 238 ayat (2) menyatakan bahwa peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan, yaitu sampai dengan 15 Oktober 2006.

    Sepanjang Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru belum ditetapkan, ketentuan Pasal 5A ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam hal Perda bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Perda dimaksud. Juga dalam Pasal 25 A ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal Perda bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Perda dimaksud. Ketentuan di atas ditindak lanjuti dengan ketentuan Pasal 80 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang menyatakan bahwa dalam hal Perda tentang pajak daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri membatalkan Perda dimaksud. Begitu pula dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah yang mengatur bahwa dalam hal Perda Retribusi Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan membatalkan Perda dimaksud.[9]

    2.6  Landasan Konstitusional Peraturan Daerah

    Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, ‘Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.’ Selanjutnya Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 menyatakan,’Negara Kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945 adalah desentralisasi, bukan sentralisasi sehingga pemerintahan daerah diadakan dalam kaitan desentralisasi.

    Dalam kerangka desentralisasi menurut pasal 1 ayat (5) UUD 1945 Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa bentuk negara Indonesua adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dijalankan berdasarkan desentralisasi, dengan otonomi yang seluas-luasnya.

    Selanjutnya, Pasal 1 ayat (6) UUD 1945 menetapkan,’Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.’ Artinya, Peraturan Daerah (Perda) merupakan sarana legislasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perda disini adalah aturan daerah dalam arti materiil (perda in materieele zin) yang bersifat mengikat (legally binding) warga dan penduduk daerah otonom.

    2.7  Contoh Peraturan Daerah

    Beberapa contoh peraturan daerah yang ada di Indonesia. Setiap pemerintah daerah memiliki peraturan daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing.

    a.   Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan Pasal 6 Ayat (1) yang berbunyi, “Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan harus menggunakan sarana jembatan penyeberangan (zebra cross)”.

    b.   Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan Pasal 23 Ayat (1) berbunyi, “Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa merokok. Pada Pasal 48 ketentuan sanksi pada peraturan yang sama disebutkan bahwa setiap orang yang melanggar akan dikenakan hukuman denda Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah)”.

    c.         Beberapa Peraturan Daerah Provinsi Bali Tahun 2000 – 2001

    1)      No. 001 tentang Penetapan Upah Minimum.

    2)      No. 002 tentang Penyerahan Hak Pakai/Penggunaan Barang Milik/yang dikuasai Pemprov Bali.

    3)      No. 003 tentang Penetapan Juara Perlombaan Kelompencapir.

    4)      No. 004 tentang Penetapan Lokasi Terminal Penumpang B.

    5)      No. 005 tentang Penetapan Desa Sadar Hukum.

    6)      No. 009 tentang Program Pembangunan Daerah, dan sebagainya.

    d.      Beberapa Peraturan Daerah Tahun 2001 Provinsi Jawa Timur

    1)            No. 1 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2001

    2)            No. 2 tentang Program Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2001 – 2005

    3)            No. 3 tentang Badan Pengelola Data Elektronik Provinsi Jawa Timur

    4)            No. 4 tentang Badan Kesatuan Bangsa Provinsi Jawa Timur

    5)            No. 5 tentang Badan Koordinasi Wilayah Provinsi Jawa Timur dan sebagainya.

    6)            Perda No. 14 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang di Wilayah Kabupaten Sragen. 

    BAB III

    PENUTUP

    3.1  Kesimpulan

    Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Peraturan daerah) adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”.

    Proses pembentukan Perda terdiri  dari  3  (tiga)  tahap, yaitu:

    1.      Proses penyiapan rancangan Perda yang  merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan DPRD  atau di lingkungan Pemda (dalam hal ini Raperda usul inisiatif). Proses ini termasuk penyusunan naskah inisiatif  (initiatives draft), naskah akademik (academic  draft)  dan naskah rancangan Perda (legal draft).

    2.      Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.

    3.      Proses  pengesahan oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.

    Mekanisme pembuatannya adalah sebagai berikut:

    1)   Pertama, Pemerintah daerah tingkat I atau II mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD melalui Sekretaris DPRD I atu II.

    2)      Kedua, Sekretaris DPRD mengirim Rancangan Perda kepada pimpinan DPRD tingkat I atau II.

    3)     Ketiga, Pimpinan DPRD tingkat I atau II mengirimkan Rancangan Perda tersebut kepada komisi terkait.

    4)   Keempat, Pimpinan komisi membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas Rancangan Perda usulan pemerintah atau inisiatif DPRD I atau II.

    5)  Kelima, Panitia khusus mengadakan dengar pendapat (hearing) dengan elemen-elemen yang meliputi unsur pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang terkait di daerah.

    6)    Keenam, DPRD tingkat I atau II mengadakan sidang paripurna untuk mendengarkan pandangan umum dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan Rancangan Perda menjadi Perda.

    Asas Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan antara lain: kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, Dapat dilaksanakan, Kedayagunaan dan kehasilgunaan, Kejelasan rumusan, Keterbukaan.

    Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas antara lain: Asas pengayoman, Asas kemanusiaan, Asas Kebangsaan, Asas kekeluargaan, Asas kenusantaraan, Asas bhineka tunggal ika, Asas keadilan, Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, Asas ketertiban dan kepastian hukum, Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, Asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Lihat Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009

     http://gumilar69.blogspot.com/2013/10/makalah-pembentukan-perda-peraturan.html

     http://handikap60.blogspot.com/2013/01/contoh-pengertian-dan-proses-penyusunan_31.html

    Bambang Yudoyono,Otonomi Daerah, Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,200), hlm. 5

    Solli Lubis, Asas-asas Hukum Tata Negara,Bandung: Alumni, 1978, hlm.150-151.

    Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antara Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali, 198, hlm. 52

    Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Sinar Bakti, 1980), hlm. 160.

      Srijanti & A. Rahman. Etika Berwarga Negara (ed.2). (Jakarta: Salemba Empat, 2008). hal 106-107


    [1] Lihat Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009

    [2] Bambang Yudoyono,Otonomi Daerah, Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,200), hlm. 5

    [3] Solli Lubis, Asas-asas Hukum Tata Negara,Bandung: Alumni, 1978, hlm.150-151.

    [4] Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antara Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali, 198, hlm. 52

    [5] Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Sinar Bakti, 1980), hlm. 160.

    [6] Lihat Pasal 136 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

    [7] Lihat Ketentuan Pasal 15 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

    [8] Srijanti & A. Rahman. Etika Berwarga Negara (ed.2). (Jakarta: Salemba Empat, 2008). hal 106-107

    [9] http://gumilar69.blogspot.com/2013/10/makalah-pembentukan-perda-peraturan.html

  • Makalah Asas-Asas Hukum Administrasi Negara

    Makalah Asas-Asas Hukum Administrasi Negara

    Makalah asas-asas hukum Administrasi negara ini bertujuan untuk membahas pengertian hukum administrasi negara dan ruang lingkupnya.

    Asas-Asas Hukum Administrasi Negara

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Negara Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 merupakan negara hukum. Semua yang dilakukan dalam ketataannegara harus berdasarkan hukum. Di Indonesia hukum yang berlaku itu ada 2 macam yaitu hukum tertulis dan tidak tertulis. Hukum adalah seperangkat aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis yang bersifat memaksa dan ada sanksi yang diberikan apabila melanggar ketentuan yang ada. Dalam mengatur keuangan negara juga harus berdasarkan hukum agar aparat negara tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya.

    B. Masalah

    1. Apa yang dimaksud hukum administrasi negara?
    2. Apa saja yang termasuk dalam Hukum Administrasi Negara?

    C. Tujuan

    Untuk mengetahui untuk apa adanya hukum administrasi negara dan apa saja yang termasuk dalam hukum administrasi negara.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Hukum Administrasi Negara

    Hukum Administrasi Negara adalah Hukum mengenai Pemerintahan di dalam kedudukan, tugas, dan fungsinya sebagai Administator Negara. Hukum Administrasi Negara terbagi menjadi dua yaitu, pengertian dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, Hukum Administrasi Negara meliputi :

    1. Hukum Tata Pemerintahan, yakni hukum eksekutif atau hukum tata pelaksanaan undang-undang  yang menyangkut pengendalian penggunaan kekuasaan publik (kekuasaan yang berasal dari kedaulatan negara).
    2. Hukum Tata Usaha Negara, yakni hukum mengenai surat-menyurat rahasia dinas dan jabatan, registrasi, kearsipan dan dokumentasi, legalisasi, pelaporan, dan statistik, tata cara penyusunan dan penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, pencatatan NTR, publikasi, penerangan dan penerbitan-penertiban negara. Secara singkat dapat pula disebut Hukum Birokrasi.  
    3. Hukum Administrasi
    4. Hukum Admnistrasi Pembangunan, mengatur penyelenggaraan pembangunan.
    5. Hukum Aministrasi Lingkungan.

    Dalam Arti sempit, Hukum Administrasi Negara, yakni Hukum Tata Pengurusan Rumah tangga, baik intern dan ekstern. Rumah Tangga Negara adalah keseluruhan daripada hal-hal dan urusan-urusan yang menjadi tugas, kewajiban dan fungsi negara sebagai suatu badan organisasi, sebagai suatu badan usaha.

    Rumah tangga intern adalah yang menyangkut urusan intern instasi-instasi Administrasi Negara: urusan personel dan kesejahteraan pegawai negeri, urusan keuangan operasional  sehari-hari, urusan materil, alat perlengkapan dan gedung-gedung serta perumahan, urusan komunikasi dan trasportasi  intern, dan sebagainya.

    Rumah tangga ekstern adalah hal-hal dan urusan-urusan yang tadinya diselenggaran oleh masyarakat sendiri, namun karena berbagai sebab atau perhitungan dioper oleh negara melalui pembentukan dinas-dinas (dinas kebersihan, dinas kesehatan, dinas sosial), lembaga-lembaga (balai benih pertanian, lembaga penyakit mulut dan kuku ternak, lembaga malaria, dan sebagainya), BUMN (Badan Usaha Milik Negara: PN, perum, perjan, persero), dan BUMD (Badan Umum Milik Daerah).

    Berikut berbagai pendapat pakar hukum terkait dengan pengertian Hukum Administrasi Negara:

    1. E. Utrecht mengetengahkan “Hukum Administrasi Negara (hukum pemerintahan) adalah men-guji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (Ambsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus”. Selanjutnya E, Utrecht men-jelaskan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah yang mengatur sebagian lapagan pekerjaan administrasi negara.
    2. Cornelis Van Vollenhouven : Hukum Administrasi Negara ialah kesemua kaidah-kaidah hukum yang bukan hukum tata negara mate-riil, bukan hukum perdata materiil dan bukan hukum pidana materil (Teori residu).
    3. J. M Baron de Gerando : Hukum Administrasi adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat (Le droit administratif a pour object le regles qui regissent les rapports recip-roques de I’administration avec les administres).
    4. Prof. Mr. J. Oppenheim : Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang harus menjalankan kekuasaannya. Jadi pada dasarnya mengatur negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
    5. Dr. Mr. H. J Romijn : Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak.
    6. Prajudi Atmosudirdjo : Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai seluk-beluk administrasi negara (HAN heteronom) dan hukum yang dicipta atau merupakan hasil buatan administrasi negara (HAN otonom).

    B. Hakekat dan Cakupan Hukum Adminisrasi Negara

    Hakekat Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan hukum antara Pemerintah dengan warganya serta  memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat atau warga negaranya dari  tindakan sewenang-wewenang aparatur Pemerintah.

    Cakupan Hukum Administrasi Negara (Prajudi Atmo-sudirdjo) : adalah Hukum Administrasi Negara mengatur wewenang, tugas, fungsi, dan tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara.

    Van Wijk-Konjnenbelt dan P. de Haan Cs. Mengatakan Hukum Administras Negara meliputi :

    1. Mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat;
    2. Mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian tersebut;
    3. Perlindungan hukum (rechtsbe-sherming);
    4. Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur).

    C. Perbedaan Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara

    Pengertian Hukum Tata Negara:

    1. Prof. Mr.J. Oppenheim : Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengadakan alat-alat perlengkapan dan mengatur kekuasaannya.
    2. Fritz Flener : Hukum Tata Negara mengatur negara dalam keadaan pasif, sedangkan Hukum Administrasi Negara mengatur negara dalam keadaan aktif.
    3. Dr. Mr. H. J. Romijn: Hukum Tata Negara ialah keseluruh-an aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan sedangkan Hukum Administrasi negara ialah aturan- aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan dinamis.
    4. Van Vollenhouven : Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang menentukan badan-badan kenegaraan serta memberi wewenang itu kepada badan-badan tersebut dari yang tertinggi sampai yang terendah kedudukannya.
    5. Djokosutono : Hukun Tata Negara sebagai hukum mengenai organisasi jabatan-jabatan di dalam rangka pandangan mereka terhadap “Negara sebagai organisasi”.

    D. Fungsi Hukum Adminisrasi Negara

    1. Menjamin Kepastian Hukum : Menjamin kepastian hukum yang menyangkut masalah bentuk dari hukum.
    2. Menjamin Keadilan Hukum : Keadilan hukum yang dimaksud adalah keadilan yang telah ditentukan oleh undang-undang dan peraturan tertulis.
    3. Hukum Administrasi Berfungsi Sebagai Pedoman dan Ukuran : Pedoman artinya sebagai petunjuk arah dari perilaku manusia yaitu perilaku yang baik dan benar, ukuran maksudnya untuk menilai apakah pelaksanaan tersebut telah dilaksanakan dengan benar atau tidak.

    E. Tujuan Hukum Administrasi Negara

    1. Memberikan batasan dan kewenangan terhadap Pejabat Administrasi Negara;
    2. Memberikan perlindungan terhadap rakyat atau badan hukum perdata dari tindakan sewenang-wenang Pejabat Administrasi Negara.

    F. Sumber Hukum Administrasi Negara

    Pengertian Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan tersebut dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

    Sumber hukum sendiri menurut Prof. Dr. Sudikno, SH sering dipergunakan dalam beberapa arti seperti berikut ini:

    1. Sebagai asas hukum, yaitu sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa.
    2. Menunjukan sumber hukum terdahulu yang memberikan bahan-bahan kepada hukum yang sekarang berlaku. Sebagai sumber berlakunya yang memberikan kekuatan penguasa, masyarakat.
    3. Sebagai sumber dari mana hukum dapat diketahui misalnya dokumen dokumen, undang-undang, batu bertulis.
    4. Sebagai sumber terbentuknya hukum atau sumber yang menimbulkan hukum.

    Pada umumnya, Sumber Hukum Administrasi Negara dapat dibedakan menjadi dua :

    1. Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah hukum. Sumber hukum material ini berasal dari peristiwa-peristiwa dalam pergaulan masyarakat dan peristiwa-peristiwa itu dapat mempengaruhi bahkan menentukan sikap manusia.
    2. Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu. Agar berlaku umum, suatu kaidah harus diberi bentuk sehingga pemerintah dapat mempertahankannya.

    Sumber Hukum Administrasi Negara Indonesia antara lain:

    1. Undang-Undang
    2. Traktat (perjanjian antar negara)
    3. Yurisprodensi
    4. Kebiasaan
    5. Doktrin
    1. Undang-Undang

    Undang-undang adalah peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengikat masyarakat. Undang-undang dibedakan menjadi dua, yaitu :

    1. Undang-undang dalam arti materil adalah setiap peraturan perundang-undangan yang isinya mengikat langsung kepada masyarakat umum.
    2. Undang-undang dalam arti formal adalah setiap peraturan perundang yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang melalui tata cara dan prosedur yang berlaku. Undang-undang dalam arti formal pada hakikatnya adalah keputusan alat perlengkapan negara yang karena cara pembentukannya disebut undang-undang.

    Asas berlakunya undang-undang:

    Undang-undang tidak boleh berlaku surut;

    1. Undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang terdahulu sejauh undang-undang itu mengatur hal yang sama (lex posterior derogat legi priori).
    2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat yang lebih tinggi, sehingga apabila ada dua macam undang-undang yang tidak sederajat mengatur obyek yang sama dan saling bertentangan maka hakim harus menerapkan undang-undang yang lebih tinggi dan menyatakan undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat (lex superior derogat legi inferiori).
    3. Undang-undang yang khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum (lex specialis derogat legi generali).
    4. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
    2. Traktat

    Traktat sebagai hukum formal harus disetujui oleh DPR kemudian baru diratifikasi oleh Presiden dan setelah itu baru mengikat terhadap negara peserta dan warga negaranya.

    Traktat yang memerlukan persetujuan DPR adalah traktat yang mengandung materi sebagai berikut :

    1. Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri misalnya perubahan wilayah.
    2. Perjanjian kerjasama ekonomi, pinjaman.
    3. Soal-soal yang menurut UUD dan sistem perundang-undangan kita harus diatur dengan bentuk undang-undang misalnya soal kewarganegaraan, kehakiman.
    3. Yurisprodensi

    Menurut ketentuan pasal 22 AB jo pasal 14 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 bahwa seorang hakim tidak boleh menolak jika diminta memutuskan suatu perkara dengan alasan karena belum ada aturan hukumnya.

    Dari kenyataan yang demikian dapat dimengerti dalam praktek peradilan bahwa hakim adalah pembentuk undang-undang.

    Ada dua macam yurisprodensi yaitu :

    1. Yurisprudensi tetap ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara (standar arresten);
    2. Yurisprudensi tidak tetap ialah keputusan hakim terdahulu  yang bukan standar arresten.
    4. Kebiasaan

    Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang. Kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat sehingga masyarakat beranggapan memang harus berlaku demikian kalau tidak berbuat demikian merasa berlawanan dengan kebiasaan dan merasa melakukan pelanggaraan terhadap hukum.

    Beberapa syarat tertentu, yaitu :

    1. Adanyan perbuatan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang dalam masyarakat tertentu.
    2. Adanya keyakinan hukum dari masyarakat  yang bersangkutan.

    Contoh : kebiasaan perjanjian bagi hasil antara pemilik sawah dengan penggarapnya.

    5. Doktrin

    Pendapat para sarjana hukum yang merupakan doktrin adalah sumber hukum, tempat hakim dapat menemukan hukumnya. Ilmu hukum adalah sumber hukum tetapi ilmu hukum bukan hukum karena tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum seperti undang-undang.

    Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 perihal sistem Pemerintahan Negara ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).

    6. Pancasila sebagai sumber hukum

    Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.

    Maksudnya adalah sebagai pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan   kemasyarakatan dan keagamaan sebagai perwujudan dari budi nurani manusia.

    Pancasila mewujudkan dirinya dalam:

    1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agst 1945
    2. Dekrit 5 Juli 1959
    3. UUD
    4. Supersemar

    G. Obyek Hukum Administrasi Negara

    Pengertian obyek adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan. Dengan pengertian tersebut, yang dimaksud obyek hukum administrasi negara adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan dalam hukum administrasi negara.

    Berangkat dari pendapat Prof. Djokosutono, S.H., bahwa hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara    dan para warga masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat.

    Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya obyek hukum administrasi adalah sama dengan obyek hukum tata negara, yaitu negara (pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian dilandasi alasan bahwa hukum administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama mengatur negara. Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara mengatur negara dalam keadaan bergerak sedangkan hukum tata negara dalam keadaan diam.

    Maksud dari istilah ”negara dalam keadaan bergerak” adalah bahwa negara tersebut dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan- jabatan atau alat-alat perlengkapan negara yang ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masing-masing. Istilah ”negara dalam keadaan diam” berarti bahwa negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang perbedaan antara hukum administrasi negara dan hukum tata negara.

    H. Asas-Asas Sistem Hukum Adminisrasi Negara

    Sisem Hukum Administrasi Negara harus dapat menjamin dan menjalankan pelaksanaan asas-asas hukum sebagai berikut:

    1. Asas-asas pancasila, dan Undang-undang dasar 1945
    2. Asas-asas Wawasan Nusantara
    3. Asas-asas Ketahanan Nasional
    4. Asas-asas Kedaulatan Negara
    5. Asas-asas Negara Hukum
    6. Asas-asas Berhati-hati dalam penggunaan kekuasaan negara
    7. Asas-asas ketelitian dan kesungguhan hati dalam mengurus kepentingan para warga masyarakat
    8. Asas-asas kesaksamaan dan kejujuran dalam mengambil keputusan terhadap permohonan para warga masyarakat.

    I. Sistem Peradilan Adminisrasi Negara

    Peradilan Adminisrasi Negara adalah setiap bentuk penyelesaian daripada suatu perbuatan (pejabat, instansi) Adminisrasi Negara yang dipersoalkan oleh warga masyarakat, instansi masyarakat (perusahaan, yayasan, perhimpunan, dan sebagainnya) atau sesama instansi Pemerintah.

    Dengan adanya Peradilan Tata Usaha, maka sistem Peradilan Administrasi Negara kita menjadi sebagai berikut:

    1.  Oleh Badan Pengadilan Umum (biasa), yakni:

    Pengadilan Negeri Bagian Perdata, terutama mengenai gugatan gani rugi eks Pasal 1365, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, oleh warga masyarakat yang merasa dirugikan oleh suatu perbuatan pejabat atau instansi Adminisrasi Negara yang melawan hukum (onrecht matige overheidsdaad).

    2. Oleh suatu Badan Pengadilan Administrasi

    Di suatu badan pengadilan pejabat (atau tim pejabat) yang mengambil keputusan berstatus sebagai Hakim.

    Hakim adalah pejabat negara ang mempunyai tiga wewenang, yakni:

    1. Menilai fakta-faka berdasarkan sarana-sarana bukti sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.
    2. Melakukan interpretasi yuridis terhadap undang-undang (interpretasi ang mempunyai kekuatan undang-undang), dan
    3. Menjatuhkan putusan (vonis) yang pada waktunya mempunyai kekuataan hukum mutlak (kracht van gewijsde).

    1. Perbuatan Pemerintah

    A. Bentuk Perbuatan Pemerintah

    Jenis-jenis perbuatan pemerintah

    1. Perbuatan non yuridis
    2. Perbuatan yuridis (rechtshan-deling)

    Perbuatan pemerintah yang bersifat hukum publik ada perbuatan hukum publik yang bersegi dua, dan perbuatan hukum publik yang bersegi satu. Perbuatan Pemerintah yang bersifat hukum privat.

    Perbuatan Pemerintah (Perbuatan Yang Dilaksanakan Pejabat Administrasi):

    1. Perbuatan Pemerintah yang dilaksanakan berdasarkan:
      1. Peraturan Perundang-undangan yang ada;
      2. Belum ada Peraturan Perundangannya (Freies Ermessen/ Discretion).
      3. Freies  Ermessen / Discretion/Kebijakan:
        1. Sjachran Basah : Freies Ermessen adalah keleluasan dalam menentukan kebijakan-kebijakan melalui sikap tindak administrasi negara yang harus dapat dipertanggung jawabkan.
        2. AV. DICEY (Bagir Manan) discreationary power adalah berisi kebebasan Mahkota atau aparatnya untuk melaksanakan suatu tin-dakan tanpa terlebih dahulu harus meminta persetujuan/pengatur oleh parlemen.
        3. S.F Marbun Freies Ermessen adalah kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba, dimana hukum tidak mengaturnya.
    2. Tolak ukur penggunaan Freies Ermessen / Direction / kebijakan:
      1. Adanya kebebasan yang dimungkinkan oleh hukum kepada administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri;
      2. Terdapat persoalan yang penting dan segera mendesak untuk segera diselesaikan;
    3. Harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.
    1. Secara moral : berdasarkan Pancasila dan  Sumpah/Janji;
    2. Secara Hukum:
      1. Batas atas: wajib taat asas ter-hadap tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia, baik secara vertikal maupun secara horizontal dan tidak melanggar hukum;
      2. Batas bawah: tidak boleh melanggar hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

    2. Sifat Wewenang Pemerintah

    Wewenang Sumbernya adalah  Peraturan Perundang-undangan,

    Cara memperoleh :

    1. Atribusi
    2. Delegasi
    3. Mandat

    Sumber dan cara memperoleh wewenang berkaitan dengan pertanggungjawaban

    1. Terikat, apabila ada dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terinci :
      1. Fakultatif, badan/pejabat Tata Usaha Negara tidak wajib menerapkan wewenangnya atau masih ada pilihan yang ditentukan dalam peraturan dasarnya.
      2. Bebas, erat dasarnya memberi kebebasan kepada badan/pejabat untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya

    Unsur Tindakan Hukum Pemerintah antara lain perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat, Perbuatan tersebut harus didasarkan pada peraturan perundang-undanganan yang berlaku.

    1. Setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perudang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan.
    2. Asas legalitas berkaitan dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum
    3. Dalam konsepsi welfare state, tindakan pemerintah tidak selalu harus berdasarkan asas legalitas. Dalam hal-hal tertentu pemerintah dapat melakukan tindakan secara bebas yang didasarkan pada freies Ermessen.

    2.10 Hal-Hal yang diatur dalam Hukum Administrasi Negara

    Pada dasarnya ialah :

    1. Persoalan legitimasi subyek hukum baik yang berupa orang, badan hukum ataupun pejabat, yakni tentang nama, domisilinya, lahir dan mati atau awal dan akhir keberadaannya.
    2. Persoalan/hal perpajakan, termasuk di dalamnya bea cukai, bea materai dan sebagainya
    3. Persoalan kepegawaian negeri kekaryawanan Badan Usaha Milik Negara, yakni hal legimitasi/identitasnya, golongan/pangkatnya/jabatannya, segenap hak dan kewajiban serta tanggungjawabnya dan mekanisme kerja mereka.
    4. Persoalan hubungan yuridis-prosedurel antar lembaga-lembaga.
    5. Persoalan penyamaan dua hal berbeda yang demi hukum bisa dianggap sama:

    Contoh/bukti:

    1. Suatu kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati dan sebuah kotamadya yang dipimpin oleh seorang walikota dapat dianggap sederajat/setingkat, yakni kedua-duanya termasuk sebagai Daerah Tingkat II (dahulu keresidenan)
    2. Pejabat-pejabat negara bukan menteri namun setingkat dengan menteri, misalnya:
      1. Gubernur Bank Senral
      2. Gubernur LEMHANAS
      3. Panglima Angkatan Bersenjata
    3. Notaris, sebagai sebutan profesi dengan lata belakang pendidikan spesialisasi hukum kenotariatan adalah setingkat dengan magister hukum/strata II
    4. Gelar Doktor Honoris Causa (Dr HC) sebagai Doktor kehormatan tidaklah sama dengan gelar Doktor (Dt.), karena DR. HC tingkatannya adalah sama dengan strata II/Magister bukti: Persyaratan hukum untuk bisa memperoleh gelar Dr. HC ialah bahwa orang bersangkutan minimal mesti memiliki gelar sarjana/stara I, dan sebagainya.

    2.11 Metode Hukum Administrasi Negara

    Metode yang digunakan adalah metode lokasi historis yang merupakan panduan dari metode sosiologis dan historis.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Hukum Administrasi Negara adalah Hukum mengenai pemerintah di dalam kedudukan, tugas, fungsinya sebagai Administator Negara. Sumber Hukum Administrasi Negara yaitu: Undang-Undang, Traktat, Yurisprodensi, Kebiasaan, Doktrin. Sedangkan Obyek Hukum Administrasi Negara adalah aparatur negara. Asas-asas Hukum Administrasi Negara yaitu

    B. Saran

    Asas-asas hukum administrasi di suatu negara itu sangat bagus, dengan adanya Hukum administrasi negara pemerintah tidak dapat berlaku sewenang-wenang dalam menjalankan sistem pemerintahannya. Jika tidak ada hukum administari di suatu negara, yang mendapat keuntungkan hanya pemerintah dan rakyat akan tertindas.

    DAFTAR PUSTAKA

    Halim, Ridwan. 2000. Pengantar Hukum dan Pengetahuan Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta: Angky Pelita Studyways.

    Atmosurdirjo, Prajudi. 2000. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.

  • Makalah Liga Bangsa-Bangsa

    Liga Bangsa-Bangsa

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pada masa Perang Dunia I, dunia mengalami suatu peristiwa yang sangat dramatis menyangkut peradaban manusia, dimana perang tersebutlah telah mengakibatkan korban yang besar. Hal ini tidak terlepas dari kemajuan perlengkapan dan senjata tempur yang efektif. Perang Dunia I telah memasuki babak baru kemajuan teknologi, khususnya persenjataan dan sistem angkutan atau logistik yang sudah mengenal kapal mesin dan kereta api.

    Dalam masa Perang Dunia I ini muncul dua fenomena sekaligus, yaitu pada satu sisi, meningkatnya semangat nasionalisme dan patriotisme dan segala upaya untuk mendorong usaha pemenang perang. Semangat ini sering kali memicu semangat berperang juga menambah rasa kebencian dan permusuhan antar pihak yang berkonflik. Sedang sisi lain mulai muncul usaha-usaha yang kuat untuk menghentikan permusuhan dan kebencian, serta usaha mencegah munculnya perang kembali. Walaupun tidak semua tokoh masyarakat dan pemimpin dunia percaya, bahwa kerjasama internasional sebagai jalan terbaik (best way) untuk dapat mencegah perang atau bahkan menghilangkan perang di masa depan.

    Sejak pecahnya Perang Dunia I yang memilukan karena menelan banyak korban, ada banyak optimisme bahwa organisasi internasional dapat memecahkan konflik militer, dapat mencegah perang. Oleh karena itu ada upaya-upaya kerjasama internasional mencegah san menghilangkan perang. Namun akibat adanya kekuatan-kekuatan kontradiktif dari semangat nasionalisme, warisan “kebencian” perang dan sebagainya, usaha ini tidak mudah.Bahkan sebagian semangat tersebut masih terus terbawa ke dalam organisasi internasional yang kemudian terbentuk. Tidak ada pemimpin negara-negara nasional yang bersedia menyerahkan sebagian kewenangan dan kedaulatannya kepada organisasi internasional berkait isu-isu yang berhubungan dengan persoalan nasionalisme. Jadinya organisasi internasional global ini seolah-olah tanpa kekuatan riil, tanpa kemampuan kekuasaan (toothless international organizazitions). Disamping itu juga mekanisme pengaturan yang cenderung menguntungkan pada pihak pemenang PD I dan cenderung tidak ramah terhadap bekas musuh dalam PD I, mengakibatkan tidak ada semangat merangkul semua pihak, termasuk musuh dalam PD I.

    Beberapa pengaturan yang tidak kondusif bagi pengelolaan perdamaian yang langgeng, antara lain: Pertama, pihak negara-negara musuh dalam PD I tidak diterima menjadi anggota, dan baru dapat diterima jadi anggota hanya apabila direkomendasikan oleh negara-negara besar sekutu. Kedua, Dominasi negara-negara besar diproteksi melalui mekanisme sebagai anggota tetap dan mencegah pemberian sanksi bagi negara-negara besar, dengan ditetapkan sebagai anggota tetap Liga Bangsa Bangsa, dan punya hak veto yang dapat membatalkan putusan-putusan yang diambil dari sidang-sidang LBB. Negara-negara besar seperti Inggris, mendiktekan kekuasaan untuk pendudukan (penyelesaian) bekas-bekas tanah jajahan atau wilayah dibawah pengaruh negara-negara yang kalah perang. Proses perdamaian masih saja menyisakan berbagai mekanisme perubahan damai yang kurang memuaskan dan sanksi-sanksi militer masih dipergunakan, meski kadang tidak efektif, senantiasa ada harapan bahwa organisasi internasional baru dapat membantu mencegah konflik bersenjata.

    BAB II PEMBAHASAN

    Sejarah Berdirinya Liga Bangsa-Bangsa

    Liga Bangsa-Bangsa (LBB-League of Nations) didirikan sebagai hasil dari perjanjian Versailes. Setelah  Jerman dan pendukungnya menyerah kepada sekutu pada November 1918 yang menandakan berakhirnya Perang Dunia I. Negara-negara pemenang perang menyelenggarakan konferensi di Paris pada 28 Juni 1919.  Konferensi tersebut dihadiri oleh 70 delegasi yang mewakili 27 negara pemenang.

    Perjanjian Paris yang ditandatangan di Versailles (Perjanjian Versailles) tersebut merupakan kunci bagi terciptanya perdamaian. Para delegasi menaruh harapan yang besar pada konferensi tersebut untuk menciptakan perdamaian dunia. Harapan-harapan tersebut sesuai dengan gagasan Presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson yang telah diucapkan pada 8 Januari 1918. Pada bulan ini, Wilson mengajukan empat belas usulan (Wilson Fourteen Point) yang isinya antara lain sebagai berikut:

    1. Pelarangan diplomasi rahasia
    2. Pengurangan senjata.
    3. Pengakuan hak untuk menentukan nasib sendiri.
    4. Pembentukan suatu badan gabungan bangsa-bangsa, yang kemudian dikenal dengan nama LBB (Liga Bangsa-Bangsa)

    Tujuan Pembentukan LBB

    Liga Bangsa Bangsa beranggotakan 28 negara sekutu dan 14 negara netral. Tujuan pembentukan LBB pada waktu itu adalah untuk:

    1. Memelihara perdamaian dan keamanan dunia
    2. Memajukan dan memelihara hubungan persahabtan antarbangsa dan negara.
    3. Menegakan hukum serta berusaha agar perjanjian antar bangsa dipatuhi.
    4. Memajukan dan memelihara kerjasama internasional di bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan kebudayaan.

    Sifat Dan Tugas LBB

    1)      Merupakan badan untuk pemeliharaan perdamaian dan menjadi badan pengawas daerah perwalian atau daerah mandat LBB.

    2)      Merupakan badan untuk mencegah perang dan menyelesaikan perselisihan secara damai.

    3)      Berusaha mengatasi masalah yang menyangkut ancaman perang.

    4)      Berusaha mengintegrasikan dan mengoordinasikan lembaga-lembaga internasional yang sudah ada.

    5)      Berusaha meningkatkan kerja sama dalam lapangan kesehatan, social, keuangan, pengangkutan, perhubungan, dan lain-lain.

    6)      Memberikan perlindungan terhadap bangsa-bangsa minoritas.

    Kegagalan LBB Setelah berjalan beberapa puluh tahun, ternyata liga bangsa-bangsa tidak mampu menciptakan perdamaian. LBB tidak banyak memberikan banyak harapan. Pada saat itu terjadi pertikaian internasional dan liga bangsa-bangsa tidak dapat menyelesaikannya sehingga terjadi perang dunia II.

    Struktur Organisasi

    Organ Inti dari LBB yaitu:

    Dewan Keamanan Anggota yang terdiri atas empat anggota permanen, yaitu Inggris, Perancis, Italia dan Jepang.

    Sekertaris bertugas untuk menyiapkan agenda dan mengumumkan laporan pertemuan.

    Majelis Umum, majelis yang melakukan pertemuan setahun sekali, anggotanya adalah perwakilan dari negara anggota dan pergantiannya tiga tahun sekali.

    Mekanisme Kerja

    Dalam mengatur keuangannya, majelis umum LBB memiliki enam komite, di mana komite kelimalah yang memiliki wewenang untuk mengatur anggaran dan keuangan. Komite ini melakukan drafting yang diajukan ke majelis umum, kemudian disepakati oleh anggota dari LBB. Setelah disepakati, maka anggota LBB harus membayar sejumlah yang disepakati.

    Perbedaan PBB dan Liga Bangsa-Bangsa

    Pembubaran Liga Bangsa Bangsa tidak boleh mengaburkan kenyataan bahwa Piagam PBB berhutang banyak kepada pengalaman Liga Bangsa Bangsa, dan karena ketentuan-ketentuannya banyak berasal dari tradisi, praktek dan perangkat Liga Bangsa Bangsa. Namun walaupun PBB adalah pengganti Liga Bangsa-Bangsa dan dalam banyak hal mencotohnya, terdapat perbedaan-perbedaan yang mendasar antara kedua lembaga ini:

    (a)    Kewajiban-kewajiban negara anggota PBB dinyatakan dalam istilah-istilah yang sangat umum, misalnya menangani perselisihan secara damai, memenuhi kewajiban-kewajiban mereka seperti tertera dalam Piagam secara jujur, dan sebagainya. Di lain pihak, kewajiban-kewajiban negara-negara anggota Liga Bangsa Bangsa dinyatakan dan didefinisikan dalam Covernant Liga itu dengan cara yang sangat khusus, misalnya prosedur yang sangat rinci dalam penyelesaian perselisihan tanpa menggunaka jalan perang (Pasal 12, 13 dan 15).

    (b)   Dalam PBB, selain Sekertariat, ada lima organ utama, yakni Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian (Trusteeship) dan Mahkamah Internasional, dan bidang masing-masing organ ditetapkan dengan teliti untuk menghindari overlapping. Dalam Liga Bangsa-Bangsa, selain Sekertariat, hanya ada dua organ, yakni Majelis dan Dewan, dan masing-masing bisa menangani “setiap permasalahan dalam bidang kegiatan Liga Bangsa Bangsa atau yang mempengaruhi perdamaian dunia” (Pasal 3 dan 4 dalam Covenant).

    (c)    Di dalam Piagam lebih menekankan masalah-masalah ekonomi, sosial, kebudayaan dan kemanusiaan daripada di dalam Covenant.

    (d)   Terdapat perbedaan besar antara ketentuan-ketentuan “sanksi” dalam Pasal 16 Covenant Liga dan ketentuan-ketentuan untuk “tindakan pencegahan” dan tindakan pemaksaan” dalam Bab VII Piagam PBB. PBB (melalui Dewan Kemanan) tidak dibatasi dalam mengambil “tindakan pemaksaan”, sebagaimana halnya dengan Liga Bangsa-Bangsa, terdapat situasi di mana negara-negara anggota berperang dengan melanggar perjanjian dan kewajiban mereka menurut Piagam; PBB bisa mengambil tindakan seperti itu, jika ada suatu ancaman saja terhadap perdamaian, atau jika pelanggaran terhadap perdamaian atau suatu tindakan agresi telah dilakukan. Selain itu, para anggota PBB telah setuju untuk menyediakan angkatan bersenjata dengan syarat-syarat yang akan disepakati dengan Dewan Keamanan dan Dewan Keamanan akan dinasihati dan dibantu oleh Komite Staf Militer dalam mengarahkan angkatan bersenjata (pasukan) ini. Dalam Covenant Liga tidak ada ketentuan-ketentuan seperti ini.

    (e)    Menurut Piagam, Keputusan-keputusan diambil berdasarkan keputusan-keputusan diambil berdasarkan suatu mayoritas, walaupun dalam Dewan Keamanan keputusan-keputusan selain prosedur biasa, juga harus mendapat persetujuan lima Negara Besar, yang merupakan anggota permanen. Dalam Liga Bangsa Bangsa semua keputusan penting hanya berdasarkan suara bulat. Namun tidak adil kalau kita menganggap perbedaan ini sebagai tak menguntungkan bagi Liga Bangsa Bangsa, karena bukan hanya: (a) ada beberapa kekecualian terhadap peraturan suara bulat itu, termasuk ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15 Covenant Liga bahwa suara para anggota terhadap suatu perselisihan tidak dihitung bila Dewan Liga membuat laporan dan rekomendasi tentang perselisihan itu, tetapi (b) keefektifan Covenant Liga tergantung pada ketaatan para anggotanya dan bukan pada keputusan-kepurusan organik badan-badan Liga, sementara menurut Piagam PBB, tekanan diberikan kepada keputusan-keputusan badan-badan seperti Dewan Keamanan, dan kurang ditekankan pada kewajiban-kewajiban khusus para anggota.

    Covenant dari Liga Bangsa Bangsa berisi 26 pasal yang singkat dan lebih pendek serta mudah dibaca dibandingkan dengan UUD Amerika Serikat, yang di dalamnya memuat ketentuan tentang kemungkinan untuk membuat amademen. Perjanjian Versailles yang ditandatangani antara kekuatan-kekuatan sekutu dan gabungan dengan Jerman pada tahun 1919 antara lain ketentuan-ketentuan khususnya memuat bebagai modifikasi hukum internasional yang merupakan tambahan dalam penyusunan 26 pasal Covenant Liga Bangsa Bangsa tersebut. (Covenant itu juga muncul sebagai 26 pasal pertama dalam Perjanjian-perjanjian Germain, Trianon dan Neudly yang ditandatangani antara kekuatan-kekuatan sekutu dan gabungan dengan masing-masing Austria, Hongaria dan Bulgaria. Amerika Serikat menandatangani ketiga perjanjian tersebut termasuk Perjanjian Versailles tetapi tidak meratrifikasinya).

    BAB III ANALISIS

    Liga Bangsa Bangsa merupakan organisasi Internasional yang dibentuk sejak Perang Dunia I telah berakhir. LBB sebenarnya merupakan alat yang bersifat imperialistik bagi negara-negara Barat.LBB dibangun melalui perjanjian khusus (konferensi perjanjian Paris 1919) dengan basis keinginan untuk mewjudkan kerjasama yang damai antar negara dan memberikan jaminan yang saling menguntungkan atas kemerdekaan politik dan integrasi wilayah bangsa besar dan kecil namun organisasi ini kemudian dalam jangka waktu panjang, seiring dengan meletusnya PD II, LBB tidak pernah menjadi organisasi internasional yang kuat karena tidak mampu mengendalikan negara-negara yang ingin berkuasa dan juga sangat agresif, terlebih lagi terdapat sistem pengambilan keputusan yang berinti padaayat 16 menunjukkan ketidankonsistenan organisasi ini dalam menjatuhkan sanksi, akibatnya beberapa negara. Kemudian membelot, seperti Inggris dan Prancis yang tidak pernah menganggap LBB sebagai institusi penting dan menolak menyusun kebijakan luar negerinya sesuai dgn ketentuan LBB, serta senat AS yang ada akhirnya menolak retifikasi perjanjian LBB.

    DAFTAR PUSTAKA

    J.G. Strake. 1984. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesembilan. Aksara Persada Indonesia.

    Sumaryo Suryokusumo. 1990. Hukum Organisasi Internasional Jakarta: Universitas Indonesia.

    http://historia66.wordpress.com/2009/11/23/perang-dunia-i-dan-liga-bangsa-bangsa/

  • Makalah Pemikiran Politik J.J Rousseau

    Pemikiran Politik J.J Rousseau

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Jean Jacques Rousseau (Geneva, 28 Juni 1712 – Ermenonville, 2 July 1778) adalah seorang tokoh filosofi besar, penulis and komposer pada abad pencerahan. Pemikiran filosofinya mempengaruhi revolusi Prancis, perkembangan politika modern dan dasar pemikiran edukasi. Ia Hidup Saat Perancis menjadi salah satu center of civilization Eropa. Ia mengedepankan konsep Romantisme.

    Seorang romantis seperti Rousseau akan mudah tergugah perasaannya manakala menyaksikan kemiskinan yang dialami seseorang. Ia akan mencurahkan air mata menyaksikan penderitaan kaum miskin, tetapi kurang memberikan perhatian serius terhadap usaha-usaha rasional dan logis untuk mengentaskan kemiskinan. Seseorang romantis juga memuja kehidupan desa yang sederhana. Ia lebih suka hidup di desa daripada di kota-kota besar yang penuh hiruk pikuk dan kebisingan. Kaum romantis membenci kehidupan modern, industrialisasi dan ekspansi kapitalisme yang merusak tatanan hidup masyarakat tradisional dan kehidupan alamiah. Selain itu ia seorang filsuf dan komposer Perancis Era Pencerahan dimana ide-ide politiknya dipengaruhi oleh Revolusi Perancis, perkembangan teori-teori liberal dan sosialis, dan tumbuh berkembangnya nasionalisme.

     BAB II

    PEMBAHASAN

    Karya-karya Jean Jacques

    Karya novelnya, Emile, atau On Education yang dinilai merupakan karyanya yang terpenting adalah tulisan kunci pada pokok pendidikan kewarganegaraan yang seutuhnya. Julie, ou la nouvelle Héloïse, novel sentimental tulisannya adalah karya penting yang mendorong pengembangan era pre-romanticism dan romanticism di bidang tulisan fiksi. dan Reveries of a Solitary Walker (seiring dengan karya Lessing and Goethe in German dan Richardson and Sterne in English), adalah contoh utama gerakan akhir abad ke 18 “Age of Sensibility”, yang memfokus pada masalah subjectivitas dan introspeksi yang mengkarakterisasi era modern. Rousseau juga menulis dua drama dan dua opera dan menyumbangkan kontribusi penting dibidang musik sebagai teorist.

    Ketika meninggal Rousseau meninggalkan karya-karya monumental, diantaranya: Du contrac social, Discours sur l’origine et les fondements de l’inegakite parmi les hommes, Considerations sur le gouvernement de Pologne. Dalam edisi terbitan Garnier Freres Paris tahun 1962 ketiga karya ini disatukan dengan judul Du Contrat Social.  Karya-karya yang lainnya adalah:

    a.    Iajoooo sur les sciences et les arts, 1750

    b.    Narcissus, or The Self-Admirer: A Comedy, 1752

    c.    Le Devinda du Village: an opera, 1752

    d.   Discours sur l’origine et les fondements de l’inégalité parmi les hommes), 1754

    e.    Discourse on Political Economy, 1755

    f.     Lettre à d’Alembert sur les spectacles, 1758

    g.    Julie, ou la nouvelle Héloïse, 1761

    h.    The Creed of a Savoyard Priest, 1762 (in Émile)

    i.      The Social Contract, or Principles of Political Right (Du contrat social), 1762

    j.      Four Letters to M. de Malesherbes, 1762

    k.    Lettres de la montagne, 1764

    l.      Confessions of Jean-Jacques Rousseau (Les Confessions), 1770, diterbitkan 1782

    m.  Constitutional Project for Corsica, 1772

    n.     Considerations on the Government of Poland, 1772

    o.    Essai sur l’origine des langues, terbit 1781

    p.    Rêveries du promeneur solitaire, (tidak selesai), diterbitkan 1782

    q.    Dialogues: Rousseau Judge of Jean-Jacques, published 1782

    Karya novelnya, Emile, atau On Education yang dinilai merupakan karyanya yang terpenting adalah tulisan kunci pada pokok pendidikan kewarganegaraan yang seutuhnya. Julie, ou la nouvelle Heloise, novel sentimental tulisannya adalah karya penting yang mendorong pengembangan era pre-romanticism dan romanticism di bidang tulisan fiksi. Karya autobiografi Rousseau adalah: “Confession”, yang menginisiasi bentuk tulisan autobiografi modern, dan Reveries of a Solitary Walker (seiring dengan karya Lessing and Goethe in German dan Richardson and Sterne in English), adalah contoh utama gerakan akhir abad ke 18 “Age of Sensibility”, yang memfokus pada masalah subjectivitas dan introspeksi yang mengkarakterisasi era modern. Rousseau juga menulis dua drama dan dua opera dan menyumbangkan kontribusi penting dibidang musik sebagai teorist. Pada perioda revolusi Prancis, Rousseau adalah filsafat terpopuler diantara anggota Jacobin Club. Dia dimasukan sebagai pahlawan nasional di Panthéon Paris, pada tahun 1794, enam belas tahun setelah kematiannya

    Pemikiran JJ. Rousseau

    State of nature manusia dalam pandangan Rousseau

    Rousseau berpendapat bahwa manusia mempunyai keadaan alamiah atau keadaan aslidalam dirinya sebagai suatu individu yang bebas atau merdeka tanpa adanya suatu intervensi atau paksaan dari manapun. Meskipun mempunyai kebebasan yang mutlak, manusia tidak ingin atau memiliki keinginan untuk menaklukan sesamanya karena manusia alamiah bersifat tidak baik maupun tidak buruk. Mereka hanya mencintai dirinya sendiri secara spontan dan berusaha untuk menjaga keselamatan dirinya dan memuaskan keinginan manusiawinya.

    Menurut Rousseau, manusia abad pencerahan sudah mengubah dirinya menjadi manusia rasional. manusia rational hanya mementingkan factor material untuk memenuhi kebutuhan dirinya. faktor-faktor non-material berupa perasaan dan emosi mengalami pengikisan yang berakibat manusia seolah-olah hanya bergerak menurut rasionya saja. Abad Pencerahan menurut Rousseau adalah abad pesimisme total. Pemikir-pemikir pencerahan, perkembangan teknologi dan sains menyebabkan dekadensi moral dan budaya. Akibatnya, manusia menjadi rakus dan tamak sehingga terjadi kerusakan dan penghancuran besar-besaran bagi keberlangsungan manusia, baik itu alam maupun manusianya sendiri. Oleh sebab itu, Rousseau berpikir bahwa manusia seharusnya kembali pada kehidupannya yang alamiah yang memiliki emosi dan perasaan untuk mencegah dan terhindar dari kehancuran total. Pemikiran ini menjadi cikal bakal dari aliran Romantisme yang berkembang di eropa  (Ahmad Suhelmi. 2001. 245).

    Menurut Rousseau “manusia dilahirkan bebas merdeka, tetapi sama-mana ia dalam keadaan terikat”. Dengan mengatakan ini Rousseau melihat bahwa banyak negara yang berdiri dengan bersandarkan kekerasan sehingga kepatuhan warga-warganya bukan karena dorongan kemauan mereka sendiri melainkan oleh karena paksaan. Menurut pendapatnya, seharusnya manusia itu, juga di dalam persekutuan yang disebut negara tadi, bebas dan hanya mungkin bila persekutuan tersebut disiking oleh kemauan bersama (Noer Deliar. 1982. 115).

    Dalam ajarannya pun, Rousseau membicarakan tentang bentuk-bentuk negara. Ia mengemukakan tentang bentuk-bentuk negara itu sendiri, pada apa titik berat negara itu, siapa pemegang kekuasaannya atau pemerintahannya, dan terdiri dari berapa orang. Apabila kekuasaan negara ataupun kekuasaan pemerintah hanya dipegang oleh satu orang saja dan dia sebagai wakil dari rakyat, maka negara ini adalah negara monarki. Apabila kekuasaan negara ataupun kekuasaan pemerintah dipegang oleh dua orang atau mungkin lebih, dan mereka menjalankan kebijakan dalam kekuasaanya dengan baik, maka negara ini adalah negara aristokrasi. Apabila kekuasaan negara ataupun kekuasaan pemerintah dipegang oleh rakyatnya, dan mereka pun menaati semua peraturan dan kebijakan yang ada, maka negara ini adalah negara demokrasi.

    Sebuah negara atau sistem pemerintahan akan terbentuk bukan berdasarkan dengan terjadinya perjanjian masyarakat yang hanya menghasilkan suatu tatanan dan suatu kesatuan yang bernama masyarakat. Pembentukan negara atau pemerintahan ditentukan oleh rakyat dengan suatu undang-undang yang ada. Oleh karena itu, rakyatlah yang menjadi inti dari terbentuknya suatu negara dan pemerintahan, dan rakyatlah yang memiliki kedaulatan untuk mengganti wakil-wakil rakyat di dalam pemerintahan karena kemauan umum dari rakyat tidak bisa dimusnahkan. Dan perjanjian masyarakat pun bukanlah suatu hal yang dapat dilenyapkan dan dihilangkan lagi

    Kumpulan manusia yang disebut politik itu disebut negara apabila ia memainkan peran pasif, disebut rakyat berdaulat bila memainkan peranan aktif, disebut sebagai Kekuasaan bila ia dipertentangkan dengan badan-badan sejenis. Kumpulan itu disebut Rakyat bila yang menjadi pusat perhatuan ialah sekutu-sekutu bersangkutan; individu-individu yang bersangkutan disebut warga (citizen) apabila mereka dilihat sebagai peserta dalam kedaulatan dan disebut kaula (subjeck) bila mereka dipandang sebagau orang-orang yang harus patuh dan tunduk pada hukum negara tersebut (Noer Deliar. 1982. 112-113)

    Kontrak Sosial dan Kekuasaan

    Menurut Rousseau bahwa manusia memiliki kebebasan penuh dan bergerak menurut emosinya. Kedaaan tersebut sangat rentah akan konflik dan pertikaian. untuk menyelesaikan masalah tersebut, manusia mengadakan ikatan bersama yang disebut kontrak social. Rousseau berpendapat bahwa negara merupakan bentuk nyata dari kontrak social. Individu-individu di dalamnya sepakat untuk menyerahkan sebagian dari hak-haknya untuk kepentingan bersama melalui pemberian kekuasaan kepada pihak-pihak tertentu diantara mereka kekuasaan tersebut digunakan untuk mengatur, mengayomi, menjaga keamanan maupun harta benda mereka. hal inilah yang kemudian disebut sebagai kedaulatan rakyat. Perbedaan teori kontak sosial dalam pandangan Hobbes dan Rousseau adalah Hobbes menyatakan bahwa setelah negara terbentuk sebagai suatu kontrak social, negara tidak terikat lagi dengan individu tetapi individulah yang terikat dengan negara dengan kata lain, negara dapat berbuat apa saja terhadap individu. Berbeda dengan Hobbes, Rousseau berpendapat bahwa negara adalah berasal dari kontrak social antara individu jadi negara merupakan representasi kepentingan individu-individu didalamnya, negara harus berusaha mewujudkan kehendak umum bila kehendak itu diabaikan oleh negara, rakyak dapat mencabut mandatnya terhadap penguasa.

    Rousseau mendambakan suatu system pemerintahan yang bersifat demokrasi langsung dimana rakyat menentukan penguasa atau pemimpin mereka, membuat tata negara dan peraturan secara langsung. Demokrasi langsung hanya dapat dilaksanakan pada wilayah yang tidak terlalu luas .

    Dengan diselenggarakannya perjanjian masyarakat, berarti bahwa tiap-tiap orang melepaskan dan menyerahkan semua hak nya kepada kesatuan yaitu masyarakat. Jadi sebagai akibat diselenggarakannya perjanjian masyarakat ini adalah :

    1)        Terciptanya kemauan umum, yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat, dan inilah yang bisa disebut sebuah keadulatan.

    2)        Terbentuknya masyarakat, yaitu kesatuan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat, masyarakat inilah yang mempunyai kemauan umum yaitu sebuah kekuasaan tertinggi dan kedaulatan yang tidak bisa dilepaskan.

    Jadi dengan diselenggarakannya perjanjian masyarakat, terciptalah sebuah negara. Hal ini berarti telah terjadi suatu peralihan dari keadaan alam bebas ke dalam keadaan bernegara. Karena adanya perlalihan ini, naluri manusia telah diganti dengan keadilan dan tinndakan-tindakan yang mengandung kesusilaan. Kemudian, sebagai pengganti dari kemerdekaan alamiah serta kebebasan alamiah, manusia kini mendapatkan kemerdekaan yang telah dibatasi dengan kemauan umum yang dimiliki oleh masyarakat sebagai kekuasaan tertinggi.

    Bentuk-bentuk Pemerintahan

    Menurut Roussau keanekaragaman pemerintahan di dunia adalah baik karena biasanya mengakomodasikan kepentingan beranekaragam bentuk, tradisi dan adat istiadat masyarakat yang berbeda-beda. Klasifikasi pemerintahan dan kriteria tolak ukur negara menurut Rousseau dapat dilihat berdasarkan jumlah mereka yang berkuasa.

    Bila kekuasaan dipegang oleh seluruh atau sebagian besar warganegara (citizen magistrates lebih banyak dari ordinary privat citizen), maka bentuk negara tersebut adalah demokrasi. Tetapi bila kekuasaan dipegang oleh beberapa penguasa (ordinary privat citizen lebih banyak dari citizen magistrates) maka negara tersebut berbentuk aristokrasi. Apabila negara tersebut hanya terpusat pada satu orang penguasa, maka negara tersebut berbentuk monarki.

    Rousseau juga berpendapat bahwa mungkin nanti terdapat bentuk negara campuran yang memadukan system dan bentuk negara demokrasi, aristokrasi dan monarki.

    Demokrasi Langsung Ala Rousseau

    Rousseau dapat dikatakan sebagai Machiavelli abad 18. Perbandingan ini berguna untuk melihat posisi keduanya yang berada dalam aras gagasan yang searah, yaitu bagaimana mereka telah mencoba mereartikulasikan teori-teori politik klasik. Rousseau mengarahkan preferensi sistem politik yang dia gagas sebagai republicanism, yang memfokuskan pada sentralitas kewajiban pada wilayah publik.

    Dalam karya klasik Rousseau, The Sosial Contract, dia berasumsi bahwa walaupun manusia bahagia dalam sebuah komunitas asli dan alami, mereka menggunakan kontrak sosial untuk menghadapi segala rintangan yang datang kepada mereka. Manusia selalu ingin mewujudkan pembangunan alamiah mereka, merealisasikan kapasitas berfikir, mengekspresikan kebebasan secara maksimal, dan itu semua dapat dicapai melalui kontrak social dengan sistem hukum yang mapan. Rousseau menyatakan bahwa semua manusia memiliki hak absolut untuk bebas. Argumennya adalah bahwa apa yang membedakan manusia dari binatang bukanlah karena manusia memiliki akal, tetapi fakta bahwa manusia dapat melakukan pilihan moral, dan karena itu, manusia harus bebas agar dapat menjalankan pilihannya. Jika rakyat tidak bebas, atau jika kebebasannya diingkari, maka kemanusiaan mereka diingkari dan mereka diperlakukan setengah manusia, sebagai budak atau binatang.

    Dalam kontrak social versi Hobbes dan Locke, kedaulatan ditransfer dari rakyat ke negara, walaupun untuk Locke penyerahan hak pemerintah adalah urusan yang kondisional. Rousseau jelas berbeda dengan keduanya, ia berpendapat bahwa: (Kedaulatan tidak dapat direpresentasikan, untuk pikiran yang sama tidak dapat dialienasikan … para wakil rakyat tidak, dan tidak akan dapat, menjadi representasi rakyat, mereka hanya sekedar agen saja, dan mereka tidak dapat menentukan keputusan apapun secara final. Beberapa hukum yang diratifikasi tidak oleh rakyat secara langsung adalah sebuah kehampaan. Rakyat Inggris percaya mereka akan menjadi bebas; akan mengubur kesalahan: akan bebas hanya seilama pemilihan anggota parlemen; segera setelah anggota-anggota terpilih, maka rakyat akan menjadi budak).

    Rousseau kemudian menegaskan bahwa jika rakyat harus hidup menurut undang-undang yang tidak mereka buat sendiri, mereka tidak akan bebas, mereka akan menjadi budak. Keadaan akan sedikit berubah jika badan pembuat undang-undang dipilih langsung oleh rakyat. Tetapi karena masih orang lain yang membuat undang-undang tersebut, mereka yang tunduk pada badan ini masih diingkari kebebasannya, diingkari hak alamiahnya sebagai manusia. Masalah yang dikemukakan Rousseau adalah : bagaimana rakyat dapat hidup dalam masyarakat namun tetap bebas? Menurut Rousseau, ini hanya dimungkinkan jika rakyat hidup dalam undang-undang yang mereka buat sendiri, bukan oleh orang lain atas ama mereka. Dan ini pada gilirannya hanya dimungkinkan jika seluruh warga negara berkumpul di suatu tempat dan secara spontan memilih undang-undang baru yang diusulkan. Menurutnya undang-undang baru ini merupakan ekspresi dari ‘kehendak umum’. Ia juga menegaskan bahwa kehendak umum selalu benar; bahwa ‘suara rakyat adalah suara Tuhan. Bagaimanapun, terlepas dari teori ini, gagasan Rousseau tentang majelis warga, jelas tidak mungkin dipraktikkan di negara modern.

    Rousseau adalah pemikir politik yang paling menjengkelkan. Ia adalah teoritikus demokrasi modern yang pertama, tetapi ia percaya pada bentuk demokrasi langsung yang tidak dapat direalisasikan. Ia tidak percaya pada partai atau kelompok penekan (pressure group). Ia percaya bahwa rakyat hanya terikat dengan undang-undang yang disetujui suara bulat, meskipun rakyat tersebut tidak memberikan suara pada undang-undang tersebut (seolah-olah rakyat tidak berfikir egois). Rousseau menghendaki kekuasaan rakyat dan kesetaraan semua warga negara. Dengan pandangan seperti ini, beberapa penulis memandang Rousseau sebagai bapak intelektual totalitarianisme modern.

    BAB III

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Rousseau berpendapat bahwa manusia mempunyai keadaan alamiah atau keadaan asli dalam dirinya sebagai suatu individu yang bebas atau merdeka tanpa adanya suatu intervensi atau paksaan dari manapun. Meskipun mempunyai kebebasan yang mutlak, manusia tidak ingin atau memiliki keinginan untuk menaklukan sesamanya karena manusia alamiah bersifat tidak baik maupun tidak buruk. Manusia memiliki kebebasan penuh dan bergerak menurut emosinya. Keadaaan tersebut sangat rentan akan konflik dan pertikaian. untuk menyelesaikan masalah tersebut, manusia mengadakan ikatan bersama yang disebut kontrak social. Dan negara merupakan bentuk nyata dari kontrak sosial.

    Menurut Rousseau Keanekaragaman bentuk pemerintahan di dunia adalah baik karena biasanya mengakomodasikan kepentingan beranekaragam bentuk, tradisi dan adat istiadat masyarakat yang berbeda-beda. Bentuk-bentuk pemerintahan yaitu: Apabila kekuasaan dipegang oleh seluruh atau sebagian besar warganegara (citizen magistrates lebih banyak dari ordinary privat citizen) maka negara tersebut berbentuk demokrasi. Tetapi bila kekuasaan dipegang oleh beberapa penguasa (ordinary privat citizen lebih banyak dari citizen magistrates) maka negara tersebut berbentuk aristokrasi. Apabila negara tersebut hanya terpusat pada satu orang penguasa, maka negara tersebut berbentuk monarki.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahmad Suhelmi. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

    Noer Deliar. 1982. Pemikiran Politik Di Negeri Barat. Jakarta: CV Rajawali

    Rousseau, J. J. 1989. Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip-rinsip Hukum Politik edisi Pertama (Terjemahan). Jakarta: PT Dian Rakyat

    Soehino. 1998. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty

    http://abstractive-sense.blogspot.com/2010/01/teori-kontrak-sosial-dari-jj-rousseau.html. diakses Senin, 27 Desember 2010.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Jean-Jacques_Rousseau. diakses Minggu, 26 Desember 2010.

    http://tokoh-ilmuwan-penemu.blogspot.com/2009/07/tokoh-filsafat-j-j-rousseau.html. diakses sabtu, 25 Desember 2010.

    http://shantyespeopl.blogspot.com/2012/05/jean-jacques-rousseau.ht

  • Makalah Teori Belajar dan Pembelajaran – Pendekatan Kurikulum, Materi, Tujuan dan Kompetensi

    Pendekatan Kurikulum, Materi, Tujuan dan Kompetensi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu dan juga kurikulum dapat diartikan sebagai keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terutama kepada perkembangan kebolehan individu atau satu ciri latihan pengalaman langsung secara sadar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pembedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah. (Frank Bobbit 1918), sedangkan Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, yang mana di dalamnya mencakup beberapa hal diantaranya adalah perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Selain harus memperhatikan unsur-unsur diatas, didalam mengembangkan sebuah kurikulum juga harus menganut beberapa prinsip dan melakukan pendekatan terlebih dahulu, sehingga didalam penerapannya sebuah kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan seperti yang diharapkan. Dan mengenai pendekatan itu akan kami jelaskan selengkapnya dalam pembahasan.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa Pengertian Pendekatan Kurikulum?
    2. Bagaimana Pendekatan Kurikulum Materi, Tujuan, Kompetensi?

    C. Pembatasan Masalah

    Adapun pembatasan masalah yang dibahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu hanya dalam pembatasan masalah mengenai “Pendekatan Kurikulum Materi, Tujuan dan Kompetensi”.

    D. Maksud dan Tujuan

    Adapun maksud penulisan  dalam makalah ini yaitu sebagai salah satu tugas pemenuhan syarat dari mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran.

    Dalam melakukan penulisan makalah ini, hal yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai berikut:

    Secara umum, penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca tentang pendekatan kurikulum.

    Secara khusus, penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pendekatan kurikulum materi, tujuan dan kompetensi

    Bab II. Pembahasan

    2.1  Pendekatan Kurikulum

    Pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Sehingga bila dikaitkan dengan kurikulum, pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pendekatan, lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Jadi pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.

    Pendekatan seseorang terhadap kurikulum akan merefleksikan pandangan tentang dunia, termasuk didalamnya pandangan tentang kenyataan, nilai dan pengetahuan yang dianutnya. Pendekatan pengembangan kurikulum menggambarkan posisis holistik atau metaorientasi, meliputi landasan, domain, dan prinsip teoritis serta prinsip praktis dari kurikulum. Pendekatan kurikulum juga menyatakan pandangan tentang pengembangan dan desain kurikulum, peranan guru, peserta didik dan ahli kurikulum dalam merencanakan kurikulum, tujuan kurikulum dan issu-issu yang perlu dibahas.

    Pendekatan dalam pengembangan kurikulum merefleksikan pandangan seseorang terhadap sekolah dan masyarakat. Para pendidik pada umumnya tidak berpegang pada salah satu pendekatan secara murni, tetapi menganut beberapa pendekatan yang sesuai.

    Pendekatan dalam pengembangan kurikulum mempunyai arti yang sangat luas. Hal tersebut bisa berarti penyusunan kurikulum baru (curriculum construction), bisa juga penyempurnaan terhadap kurikulum yang sedang berlaku (curriculum improvement). Di satu sisi pengembangan kurikulum berkaitan dengan penyusunan seluruh dimensi kurikulum mulai dari landasan, struktur dan penataan mata pelajaran, ruang lingkup (scope) dan urutan materi pembelajaran (sekuence), garis-garis besar program pembelajaran sampai pengembangan pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Di sisi lain pengembangan kurikulum berkaitan dengan penjabaran kurikulum (GBPP) yang telah disusun oleh pusat ke dalam program dan persiapan pembelajaran yang lebih khusus (microvcurriculum). Kegiatan yang terakhir ini biasanya dikerjakan oleh guru di sekolah, seperti penyusunan program tahunan, semester, bulanan, pokok bahasan atau modul.

    Kurikulum juga bisa berarti kurikulum tertulis (written curriculum) atau dokumen kurikulum yang merupakan kurikulum potensial (potencial curriculum), dan bisa juga berarti kurikulum nyata, yaitu kurikulum yang benar-benar dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran (actual curriculum), atau sering juga disebut implementasi kurikulum (curriculum implementation). Sehubungan dengan uraian di atas, untuk melakukan pengembangan kurikulum terlebih dahulu perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Syaodih (200) mengemukakan pendekatan pengembangan kurikulum berdasarkan sistem pengelolaan, dan berdasarkan fokus sasaran.

    2.2  Pendekatan Kurikulum Materi

    Pendekatan yang beorientasi pada bahan (subject matter oriented). Kurikulum dengan pendekatan ini cenderung menekan kepentingan pencapaian target-target materi pelajaran, cenderung mengabaikan perubahan dan perkembangan perilaku secara utuh ke arah perubahan perilaku yang positif. Namun demikian, sejumlah kalangan masih meyakini bahwa pendekatan ini sangat bermanfaat untuk mengetahui tingkat pencapaian penguasaan materi pelajaran, sehingga berpengaruh besar terhadap kualitas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Dilihat dari pengelolaannya pengembangan kurikulum dibedakan antara sistem pengelolaan yang terpusat (sentralisasi), dan tersebar (desentralisasi). Kurikulum pendidikan dasar dan menengah tahun 1968 dan 1975 bersifat sentralisasi, hanya ada satu kurikulum untuk satu jenis pendidikan di seluruh Indonesia. Kurikulum bersifat nasional, seragam, dikembangkan oleh tim pusat, guru-guru hanya berperan sebagai pelaksana di sekolah, yakni menjabarkan rencana tahunan, caturwulan dan satuan pelajaran tiap pelajaran. Dalam kurikulum 1984 telah ada muatan lokal yang disisipkan pada berbagai bidang studi yang sesuia, dan hal ini lebih intersifkan lagi pelaksanaannya dalam kurikulum 1994. Dalam kurikulum 1994 muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi, tapi menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik bidang studi wajib maupun pilihan. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah, kemungkinan muatan lokal akan lebih besar, modelnya lebih beragam dan sistemnya tidak terpusat lagi, sehingga pengelolaannya menjadi desentralisasi. Idealnya perimbangan muatan nasional dengan daerah antara 25%-40% nasional dan 60%-75% daerah. Dengan bobot muatan daerah atau lokal yang lebih besar berarti pengembangan kurikulum lebih banyak dilakukan oleh tim pengembangan yang terdiri atas para ahli dan guru-guru di daerah. Kurikulum juga akan lebih banayak diwarnai oleh unggulan daerah, baik kekayaan, perkembangan maupun kebutuhan daerah. Model kurikulumnya akan beragam sesuai dengan tujuan, fungsi dan isi program pendidikan. Pengembangan kurikulum menjadi lebih berbasis daerah atau kewilayahan. Kurikulum yang demikian ada yng menyebutnya kurikulum berbasis masyarakat, ada juga yang menyebutnya kurikulum berbasis sekolah.

    2.3  Pendekatan Kurikulum Tujuan

    Pendekatan yang berorientasi pada tujuan (objective oriented). Pendekatan ini menekankan arti pentingnya tujuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendekatan orientasi pada tujuan ini dalam pratiknya sering mengabaikan proses, sehingga kualitas proses pembelajaran adalah hal yang tidak disentuh. Namun demikian, sejumlah kalangan pendidikan masih meyakini pendekatan ini karena mampu memberi arah ke mana akhir pendidikan akan dituju.

    Berdasarkan fokus sasaran, pengembangan kurikulum dibedakan antara pendekatan yang mengutamakan penguasaan ilmu pengetahuan, penguasaa  kemampuan standar, penguasaan kompetensi, pembentukan pribadi, dan penguasaan kemampuan memecahkan masalah sosial kemasyarakatan.

    Pendekatan penguasaan ilmu pengetahuan, merupakan model pengembangan kurikulum yang menekankan pada isi atau materi, berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuan.

    Pendekatan kemampuan standar, menekankan pada penguasaan kemampuan potensial yang dimiliki peserta didik sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.

    Pendekatan pembentukan pribadi, menekankan pada pengembangan atau pembentukan  aspek-aspek kepribadian secara utuh, baik pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap. Dalam pelaksanaannya para pengembang kurikulum ini banyak memberikan perhatian terhadap aspek-aspek sosial-emosional.

    Pendekatan pemecahan masalah kemasyarakatan, diarahkan pada terciptanya masyarakat yang lebih baik. Pengembangan kurikulumnya menekankan pada pengembangan kemampuan memecahkan masalah-masalah penting dan mendesak yang ada di masyarakat, baik masyarakat sekitar maupun yang lebih jauh pendekatan ini banyak digunakan dalam pendidikan luar sekolah.

    Pendekatan kompetensi, merupakan model pengembangan kurikulum yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atas kompetensi tertentu di sekolah, yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat.

    2.4  Pendekatan Kurikulum Kompetensi.

    Pendekatan yang berorientasi pada kompetensi (competencies based curriculum). Pendekatan ini lebih menekankan pada penguasaan kompetensi pembelajaran. Dalam praktiknya, tidak dibenarkan melakukan lompatan kompetensi sebelum kompetensi dasar dikuasai pembelajar pada jenjang tertentu. Selain itu, pendekatan ini juga tidak mengabaikan proses, sebab proses dipahami sebagai bagian dari kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran.

    Menurut Crunkilton (1979 : 222) dalam Mulyasa, (2004 : 77) mengemukakan bahwa “kompetensi ialah sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dengan demikian terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh kerja.

    Pendekatan kompetensi merupakan pendekatan pengembangan kurikulum yang menfokuskan pada penguasaan kompetensi tertentu berdasarkan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan. Setiap tahap perkembangan memiliki sejumlah potensi bawaan yang dapat dikembangkan, tetapi pemekarannya sangat tergantung pada kesempatan yang ada dan kondisi lingkungannya. Pendidikan merupakan lingkungan utama yang memberikan kesempatan dan dukungan bagi perkembangan potensi-potensi peserta didik.

    Setiap peserta didik memiliki potensi bawaan sendiri-sendiri, meskipun aspek-aspek perkembangannya sama tetapi tingkatannya berbeda-beda. Seorang peserta didik memiliki kemampuan berpikir matematis yang tinggi, tetapi peserta didik lain berpikir ekonomi, politik, keruangan, keterampilan sosial, atau komunikasi yang tinggi. Guru-guru diharapkan dapat mengenali dan memahami potensi-potensi, terutama potensi-potensi tinggi yang dimiliki peserta didiknya. Dengan bekal pemahaman tersebut, mereka diharapkan dapat membantu mengembangkan potensi-potensi peserta didik sehingga dapat berkembang secara optimal.

    Menurut Gordon, (1998 : 109) dalam Mulyasa, (2004 : 77-78) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut :

    ·         Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.

    ·         Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu.

    ·         Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

    ·         Sikap (attitude) yaitu (senang atau tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan terhadap yang datang dari luar.

    ·         Minat (interest) adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan sesuatau perbuatan.

    Berdasarkan gambaran kompetensi di atas. Maka kurikulum berbasis kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan kompetensi tugas-tugas dengan standar performasi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tersebut.

    Dengan demikian penerapan kurikulum dapat menumbuhkan tanggung jawab, dan partisipasi peserta didik untuk belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum, serta memberanikan diri berperan dalam berbagai kegiatan di sekolah maupun masyarakat (Mulyasa, 2002 : 39).

    2.5  Keterkaitan KBK dengan Pendekatan Lain

    Keterkaitan kurikulum berbasis kompetensi dengan pendekatan kemampuan standar, adalah bahwa keduanya sama-sama menekankan pada kemampuan, hanya berbeda jenis kemampuannya. Dalam pendekatan kompetensi, kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan yang mengarah pada pekerjaan, sedangkan dalam pendekatan kemampuan standar pada kemampuan umum. Pendekatan kemampuan standar dapat dipandang sebagai bagian dari pendekatan kompetensi, atau sebaliknya pendekatan kemampuan standar mencakup kompetensi umum dan kompetensi pekerjaan.

    Kurikulum berbasi kompetensi terkait dengan pendekatan pengembangan pribadi, karena standar kompetensi yang dikembangkan berkenaan dengan pribadi peserta didik, seperti kompetensi intelektual, sosial dan komunikasi, penguasaan nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan. Bedanya, dalam kurikulum berbasis kompetensi lebih difokuskan pada kompetensi potensial yang ensesial, sedang pengembangan pribadi lebih menekankan keutuhan perkembangan kemampuan-kemampuan tersebut.

    Kurikulum berbasis kompetensi terkait dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena kompetensi yang dikembangkan, seperti kompetensi intelektual, dan sosial berkaitan dengan bidang-bidang ilmu pengetahuan, seperti IPA, IPS, Matematika, Bahasa, Olahraga, keterampilan, dan kesenian. Perbedaannya, kurikulum berbasis kompetensi lebih menekankan pada kemampuan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan. Di sisi lain, pendekatan ilmu pengetahuan lebih menekankan pada hasil belajar, namun tidak mengabaikan kompetensi dari pengetahuan tersebut.

    Kurikulum berbasis kompetensi diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.

    Kurikulum berbasis kompetensi memfokuskan pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa. Sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk prilaku atau keterampilan peserta didik sebagai sesuatu kriteria keberhasilan.

    Kurikulum berbasis kompetensi juga menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangkaian meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam hubungannya dengan pembelajaran memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Kay (1977) dalam Mulyasa, mengemukakan bahwa “pendidikan berbasis kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa” dan “bagaimana” jadi perbuatan tersebut dilakukan” (Mulyasa, 2002 : 23).

    Depdiknas (2002) dalam Mulyasa mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut :

    1.      Menekankan pada ketercapaian kompetensi pesertadidik baik secara individual maupun klasikal

    2.      Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman

    3.      Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi

    4.      Sumber belajar bukan guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif

    5.      Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi

    2.6  Keunggulan KBK

    Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan model-model lainnya.

    Pertama, pendekatan ini bersifat alamiah (konstektual), karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensi masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge).

    Kedua, kurikulum berbasis kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam kehidupan sehari-hari serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu.

    Ketiga, ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.

    Keempat, mengembangakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik /siswa (student oriented). Peserta didik dapat bergerak aktif secara fisik ketika belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar. Dengan demikian, peserta dapat belajar dengan bergerak dan berbuat, belajar dengan berbicara dan mendengar, belajar dengan mengamati dan menggambarkan, serta belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir. Pengalaman-pengalaman itu dapat diperoleh melalui kegiatan mengindra, mengingat, berpikir, merasa, berimajinasi, menyimpulkan, dan menguraikan sesuatu. Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

    Kelima, guru diberikan kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah masing-masing sesuai mata pelajaran yang diajarkan.

    Keenam, bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

    Ketujuh, penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan peserta didik untuk mengeksplorasi kemampuannya secara optimal, dibandingkan dengan penilaian yang terfokus pada konten.

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. Pendekatan Kulikulum ditinjau dari perspektif pendekatan, terdapat tiga pendekatan yang dapat dikemukakan.

    Pendekatan pertama, pendekatan yang berorientasi pada bahan (subject matter oriented). Kurikulum dengan pendekatan ini cenderung menekan kepentingan pencapaian target-target materi pelajaran, cenderung mengabaikan perubahan dan perkembangan perilaku secara utuh ke arah perubahan perilaku yang positif.

    Kedua, Pendekatan yang berorientasi pada tujuan (objective oriented). Pendekatan ini menekankan arti pentingnya tujuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendekatan orientasi pada tujuan ini dalam pratiknya sering mengabaikan proses, sehingga kualitas proses pembelajaran adalah hal yang tidak disentuh.

    Ketiga, Pendekatan yang berorientasi pada kompetensi (competencies based curriculum). Pendekatan ini lebih menekankan pada penguasaan kompetensi pembelajaran. Dalam praktiknya, tidak dibenarkan melakukan lompatan kompetensi sebelum kompetensi dasar dikuasai pembelajar pada jenjang tertentu. Selain itu, pendekatan ini juga tidak mengabaikan proses, sebab proses dipahami sebagai bagian dari kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Mulyasa. 2004. Kurikulum Bebasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.

    2. Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:Ghalia Indonesia.

    3. Rohman, Muhammad. 2012. Kurikulum Berkarakter. Jakarta:Prestasi Pustakarya.

    4. Nana Sujana, 2005, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Jakarta : Sinar Baru  Algensindo.

    5. S. Nasution, 2008, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara.

  • Makalah Teori-Teori Lapangan Dalam Psikologi Sosial

    Teori Lapangan Dalam Psikologi Sosial

    Bab I. Pendahuluan

    1.1  Latar Belakang

    Teori Lapangan (field theory) atau dinamakan juga Teori  Psikodinamika, sering dikira orang hanya dikemukakan oleh Kurt Lewin. Hal ini tidak benar karena selain Lewin ada Tokoh- tokoh lain yang juga mengemukakan Teori Lapangan seperti Tolman (1932), Wheeler ( 1940), Lashley (1929) dan Brunswik (1949). Kelebihan Kurt Lewin atas tokoh- tokoh lainnya adalah bahwa Lewinlah yang paling jauh mengembangkan Teori Lapangan ini sehingga ia dikenal sebagai tokoh yang paling muka. Salah satu ciri yang  terpeting dari Teori Lapangan adalah bahwa teori ini menggunakan metode “Konstruktif”.

    Metode konstruktif, atau disebut juga metode “genetic” adalah metode yang digunakan  Lewin sebagai pengganti metode “klasifikasi” yang pada waktu itu lebih lazim dipakai. Metode klasifikasi menurut Lewin mempunyai kelemahan karena hanya mengelompokkan objek studi  berdasarkan persamaan-persamaannya. Pengelompokan seperti ini bersifat statis. Padahal, Lewin menghendaki metode yang dinamis karena objek studinya adalah tingkah laku yang dinamis pula. Sifat dinamis ini ada pada metode konstruktif yang menghasilkan objek objek studinya berdasarkan hubungan antara satu objek dengan objek lainnya.

    Dengan metode konstruktif yang sifatnya dinamis ini , maka teori lapangan pun bersifat dinamis. Konsekuensi kedua dari metode konstruktif yang menjadi ciri teori lapangan adalah bahwa cara pendekatan yang digunakan dalam teori lapangan selalu harus psikologis. Ketiga, analisis dalam teori lapangan harus berawal dari situasi sebagai keseluruhan (totalitas), tidak dimulai dari elemen-elemen yang berdiri sendiri. Dari awal yang menyeluruh itu barulah dapat dilakukan analisis terhadap masing-masing elemen atau bagian dari situasi secara khusus. Keempat, tingkah laku harus dianalisis dalam rangka “lapangan” pada saat tingkah laku terjadi.

    Cara pendekatannya tidak perlu historis, jadi tidak perlu menghubungkan dengan masa lalu seperti pada psikoanalisis, tetapi harus tetap sistematis. Konsekuensi kelima adalah bahwa bahasa yang digunakan dalam teori lapangan harus eksak dan logis, jadi harus berupa bahasa matematik. Namun, bahasa matematik tidak hanya kuantitatif. bahasa matematik menurut Lewin bisa juga kualitatif.

    1.2  Perumusan Masalah

    Adapun perumusan masalah yang berkaitan dengan makalah ini antara lain:

    1.                     1.  Bagaimana konsep-konsep Teori Lapangan dalam Psikologi Sosial?

    2.                   2. Apa yang dimaksud dengan Teori Lapangan tentang Kekuasaan, tentang Kekuasaan Sosial, tentang   
             Kerjasama dan Persaingan?

    1.3  Pembatasan Masalah

    Adapun pembatasan masalah yang dibahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu hanya dalam pembatasan masalah mengenai “Teori-Teori Lapangan dalam Psikologi Sosial”.

    1.4  Maksud dan Tujuan

    Adapun maksud penulisan  dalam makalah ini yaitu sebagai salah satu tugas pemenuhan syarat dari mata kuliah Psikologi Sosial.

    Dalam melakukan penulisan makalah ini, hal yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai berikut:

    Secara umum, penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi kami dan pembaca tentang Teori-Teori Lapangan dalam Psikologi Sosial.

    Secara khusus, penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui  mengenai Teori Lapangan tentang kekuasaan, Teori tentang Kekuasaan Sosial, Teori tentang Kerja sama dan persaingan.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1  Konsep Dasar Teori Lapangan

    a)        Lapangan Kehidupan

    Lapangan kehidupan dari seorang individu terdiri dari orang itu sendiri dan lingkungan kejiwaan (psikologis) yang ada padanya.Demikian pula lapangan kehidupan suatu kelompok adalah kelompok itu sendiri ditambah dengan lingkungan tempat kelompok itu berada pada suatu saat tertentu.

    Lapangan kehidupan terbagi-bagi dalam wilayah-wilayah (region) atau disebut juga lingkungan kehidupan (life-sphere). Lingkungan kehidupan ini ada yang bersifat nyata (reality) seperti ibu, teman, pekerjaan, dan sebagainya dan ada pula yang bersifat maya (irreality), seperti harapan, cita-cita, dan sebagainya. Jadi lapangan kehidupan mempunyai dimensi nyata-maya (dimensi R-I). Dimensi kedua dari lapangan kehidupan adalah kecairan (fluidity) dari lingkungan-lingkungan kehidupan tersebut di atas. Kecairan berarti dapat terjadi gerak,perpindahan dari satu wilayah ke wilayah yang lain yang tergantung pada keras atau lunaknya dinding-dinding pembatas dari masing-masing wilayah dalam lapangan kehidupan itu.

    Dimensi lain dari Lapangan Kehidupan adalah “waktu psikologik”. Walaupun cara pendekatan yang digunakan Lewin adalah ahistoris, perkembangan lapangan kehidupan itu sendiri menyebabkan adanya masa lalu, masa kini, dan masa depan psikologik. Dalam kombinasinya dengan dimensi nyata-maya (R-I), dimensi waktu ini memberikan sifat yang dinamis pada lapangan kehidupan.

    Hal-hal yang dapat menyebabkan perubahan lapangan kehidupan yaitu :

    1.      Meningkatkan diferensiasi dalam suatu wilayah;

    2.      Dua atau beberapa wilayah menggabung menjadi satu;

    3.      Diferensiasi berkurang;

    4.      Suatu wilayah pecah membebaskan diri dan membentuk wilayah sendiri;

    5.      Restrukrusasi, yaitu ada perubahan pola pada wilayah-wilayah dalam lapangan kehidupan, tetapi tidak terjadi diferensiasi.

    b)        Tingkah Laku dan Lokomosi

    Tingkah laku menurut Lewin adalah lokomosi (locomotion) yang berarti perubahan atau gerakan pada lapangan kehidupan. Lokomosi dapat terjadi karena ada “komunikasi” antara dua wilayah dalam lapangan kehidupan seseorang. Komunikasi antara dua wilayah tersebut menimbulkan ketegangan (tension) pada satu wilayah dan ketegangan menimbulkan kebutuhan (need) dan kebutuhan inilah yang menyebabkan tingkah laku. Namun, sebelum kebutuhan bisa menimbulkan lokomosi, masih ada satu faktor lagi yaitu batas-batas (barrier) wilayah yang bersangkutan. Kalau batas itu kaku dan kenyal,maka batas itu akan sukar ditembus oleh daya (forces) yang ada dalam lapangan kehidupan seseorang sehingga sulit terjadi lokomosi. Sebailknya, kalau batas wilayah-wilayah itu lunak, maka akan terjadi pertukaran daya antar wilayah sehingga wilayah-wilayah yang berkomunikasi itu berada dalam tingkat ketegangan yang seimbang kembali.

    c)        Daya (Forces)

    Kurt Lewin membagi-bagi daya dalam beberapa jenis berikut ini :

    a.         Daya yang mendorong.

    b.         Daya yang menghambat.

    c.         Daya yang berasal dari kebutuhan sendiri.

    d.        Daya yang berasal dari orang lain.

    e.         Daya yang impersonal (daya yang tidak berasal dari kehendak sendiri maupun dari orang lain melainkan dari situasi).

    d)       Ketegangan (tension)

    Meredakan ketegangan tidak berarti bahwa ketegangan itu harus hilang sama sekali (dalam keadaan nol), melainkan ketegangan itu disebarkan secara merata dari satu wilayah ke wilayah-wilayah lain dalam lapangan kehidupan. Dengan perkataan ini,peredaan ketegangan berarti tercapainya equilibrium (keseimbangan) di antara wilayah-wilayah. Dengan demikian, ketegangan suatu wilayah tertentu bisa mereda, tetapi secara umum ketegangan di seluruh lapangan kehidupan belum tentu mereda.

    2.2  Teori- teori Lapangan Dalam Psikologi Sosial

    1.      Teori Lapangan tentang kekuasaan

    Kekuasaan social (social power) menurut Cartwright adalah masalah yang sangat penting dalam menganalisis perilaku social. Cartwright mendasarkan teorinya pada definisi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (1951) tentang kekuasaan (power) sebagai berikut:

    “ Kekuasaan A atas B dalam rangka mengubah X menjadi Y pada bagai hasil (kuosien) antara daya maksimum yang dapat dipaksakan A terhadap B dengan daya tolak maksimum yang dapat dihasilkan oleh B untuk bergerak menuju kearah yang sebaliknya”.

    Atas dasar definisi Lewin tersebut di atas, Cartwright merumuskan kembalinya suatu definisi yang tidak berintikan hasil bagi (kuosien/ratio), melainkan lebih berasaskan selisih. Reformulasi Cartwright tentang definisi kekuasaan berbunyi sebagai berikut:    “Kekuasaan A atas B dalam rangka mengubah X menjadi Y pada waktu tertentu sama dengan kekuatan maksimum dari daya-daya yang dapat dihasilkan oleh A ke jurusan tersebut (X ke Y), pada waktu tersebut”.

    Cartwright, ia menyebutkan ketujuh istilah primitif itu adalah pelaku (egent), tindakan pelaku (act of agent), lokus (locus), hubungan langsung (direct joining), dasar motif (motive base), besaran (magnitude), dan waktu (time).

    Arti dari istilah-istilah tersebut di atas diuraikannya sebagai berikut:

    1)         Pelaku adalah suatu satuan yang dapat menghasilkan pengaruh atau menderita akibat. Pelaku-pelaku ini biasanya adalah orang , sedangkan bentuknya bisa berupa orang-perorangan, penitia, kelompok , badan hukum dan lain-lain.

    2)         Tindakan pelaku adalah peristiwa yang menggiatkan atau menimbulkan suatu pengaruh (efek). Untuk menimbulkan efek ini, suatu pelaku harus melakukan suatu tindakan tertentu.

    3)         Lokus adalah suatu tempat dalam tata ruang.

    Tempat ini bisa berarti “wilayah” dalam teori Lewin, tetapi bisa juga berarti kedudukan dalam kelompok atau organisasi dan bisa juga berarti suatu posisi  pada sebuah skala sikap, skala pendapat, dan sebagainya.

    4)      Hubungan langsung berarti kemungkinan perpindahan langsung dari satu lokus ke lokus yang lain.

    5)      Dasar motif adalah energi bawaan yang menggerankkan tingkah laku, antara lain kebutuhan (need), dorongan (drive), dan motif.

    6)      Besaran adalah ukuran dari konstruk-konstruk (konsep-konsep) diatas. Ukuran tersebut bisa berupa angka-angka dengan tanda-tanda plus (+) atau minus (-).

    7)      Waktu menunjuk pada berapa lama berlangsungnya suatu peristiwa. Indikator dari waktu bisa berupa ukuran-ukuran waktu fisik (jam, menit , detik, dan sebagainya).

    Berdasarkan ketujuh istilah “ primitif “ tersebut di atas , Cartwright merumuskan daya terdiri dari tindakan pelaku, dasar motif, sepasang lokus yang berhubungan langsung , besaran , dan waktu. Daya inilah yang membentuk kekuasaan seperti yang telah diuraikan di atas.

    2.      Teori tentang kekuasaan social

    Teori yang dikembangkan oleh French ini terutama membahas proses pengaruh memengaruhi dalam kelompok, khususnya dalam kaitannya dengan dengan pendapat dan perubahan pendapat kelompok. Proses pengaruh memengaruhi itu menurut French melibatkan tiga pola ralasi dalam kelompok, yaitu hubungan kekuasaan (power relation) antara anggota kelompok, pola komunikasi dalam kelompok, dan hubungan antar pendapat dalam kelompok. Dengan demikian , walaupun namanya teori kekuasaan social, teori French ini tidak secara eksplisit membicarakan kekuasaan social.

    French mengemukakan bahwa ada lima macam kekuasaan dasar yang berpengaruh dalam hubungan antara dua orang yaitu:

    1.        Kekuasaan rujukan (referent power, atau attraction power) yang didasari oleh perasaan saling menyukai dan saling beridentifikasi antara A dan B.

    2.         Kekuasaan ganjaran (reward power) yang didasari oleh kemampuan A untuk memberi ganjaran kepada B.

    3.        Kekuasaan hukuman (coercive power) yang didasari oleh kemampuan A untuk memberi hukuman kepada B.

    4.        Kekuatan pengabsahan (legitimate power) , yang didasari oleh hak yang ada pada A untuk membenarkan atau menyalahkan tingkah laku B.

    5.        Kekuatan keahlian (expert power) yang didasari pada persepsi B bahwa A lebih tahu (punya lebih banyak informasi) tentang hal-hal tertentu.

    Berdasarkan lima kekuasaan dasar tersebut di atas, French mengemukakan tiga postulat (dalil) yang menyangkut hubungan kekuasaan, hubungan pendapat, dan perubahan pendapat.

    Postulat 1: hasil daya yang ada pada A untuk memaksa B ke arah pendapat yang disetujui A sebanding dengan kekuatan dari kekuasaan-kekuasaan dasar yang ada pada A terhadap B.

    Postulat 2: kekuatan daya pada A untuk memaksa perubahan pendapat B  ke arah yang disetujui A  berbanding terbalik dengan jarak perbedaan pendapat antara A dan B.

    Postulat 3: dalam satu unit, seseorang yang dipengaruhi B akan mengubah pendapatnya sampai mencapai titik keseimbangan dimana daya adalah nol.

    3.      Teori tentang kerja sama dan persaingan

    Teori ini dikembangkan oleh Deutsch (1949) dan di dasarkan pada teori lapangan dari Kurt Lewin. Pusat perhatian teori ini adalah pengaruh dan kerja sama (cooperation) dan persaingan (competition) dalam kelompok kecil.

    Perbedaan antara kerja sama dan persaingan menurut Deutsch terletak pada sifat wilayah-wilayah tujuan pada situasi tersebut. Dalam situasi kerja sama, wilayah yang menjadi tujuan dari seorang anggota kelompok atau sub-subkelompok yang bersangkutan jika individu-individu lain atau subkelompok lain juga bisa memasuki wilayah tujuan itu.

    Hipotesis-hipotesis berdasarkan definisi dan dampak kerja sama dan persaingan tersebut di atas, deutsch membuat sejumlah hipotesis sebagai berikut :

    1.      Individu-individu dalam situasi kerja sama akan melihat diri mereka sendiri saling mendukung dan individu-individu dalam situasi persaingan akan melihat diri mereka sendiri saling menghambat.

    2.      Tindakan subsitusi lebih banyak terjadi dalam situasi kerja sama dari pada situasi persaingan (substitusi berarti tindakan seseorang dapat digantikan oleh tindakan orang lain; tidak perlu dua orang melakukan tindakan yang sama).

    3.      Lebih banyak tindakan yang dipandang positif ( menyenangkan) oleh anggota- anggota lain dalam kelompok kerja sama dari pada dalam kelompok persaingan.

    3a. lebih banyak tindakan yang dipandang negatif  (tidak menyenangkan) oleh
          anggota-anggota lain dalam kelompok persaingan dari pada dalam
          kelompok kerja sama.

    4.      Dalam kelompok kerja sama lebih banyak daya pada diri anggota kelompok yang diproduksi dan disalurkan kea rah yang sesuai dengan arah yang dimaksud oleh pihak pengarah (inducer) dari pada dalam kelompok persaingan.

    4a. dalam diri masing-masing anggota kelompok kerja sama lebih banyak
           terdapat konflik dari pada dalam diri anggota-anggota kelompok
           persaingan.

    5.      Anggota kelompok kerja sama akan lebih banyak saling menolong dari pada anggota kelompok persaingan.

    5a. anggota kelompok persaingan akan lebih banyak saling menghambat dari
          pada anggota kelompok kerja sama.

    6.      Dalam satu waktu tertentu lebih banyak aktivitas yang saling berkaitan (bekerja bersama-sama) antara anggota kelompok kerja sama dari pada anggota kelompok persaingan.

    6a. dalam suatu jangka waktu, lebih sering terjadi koordinasi usaha dalam
           situasi kerja sama dari pada situasi persaingan.

    7.      Homogenitas dalam artian sumbangan atau partisipasi lebih besar dalam situasi kerja sama dari pada siruasi persaingan.

    8.      Spesialisasi dari tugas dalam situasi kerja sama lebih besar dari pada situasi persaingan.

    9.      Spesialisasi dari aktivitas dalam situasi kerja sama lebih besar dari pada situasi persaingan.

    10.  Struktur tugas dalam situasi kerja sama lebih stabil dari pada situasi persaingan.

    11.  Peralihan peran dalam rangka penyesuaikan terhadap perubahan lingkungan lebih dapat terjadi dalam situasi kerja sama dari pada dalam situasi persaingan.

    12.  Arah dari daya dalam kelompok kerja sama lebih serupa satu sama lain dari arah dan daya dalam kelompok persaingan.

    13.  Tekanan untuk berprestasi lebih berat dalam kelompok kerja sama dari pada kelompok persaingan.

    14.  Kekuatan daya yang menuju kea rah tujuan , pada kelompok kerja sama lebih besar dari pada kelompok persaingan.

    15.  Jumlah keseluruhan daya yang berkerja pada individu-individu dalam situasinya masing-masing tidak berbeda antara yang berada dalam situasi kerja sama dan situasi persaingan.

    16.  Kalau tugas yang diberikan dapat diukur dengan lokomosi yang dapat dilihat (abservable)  tanda-tandanya, maka tanda-tanda itu akan lebih banyak terlihat pada kelompok persaingan per unit waktu dari pada kelompok kerja sama.

    17.  Bila lokomosi dimungkinkan tanpa menimbulkan tanda-tanda, maka tanda-tanda yang akan timbul akan lebih banyak pada kelompok kerja sama per unit waktu dari pada kelompok persaingan.

    18.  Perhatikan terhadap tanda-tanda yang ditimbulkan oleh orang lain lebih sedikit dalam kelompok persaingan dari pada kelompok kerja sama.

    19.  Kesulitan komunikasi lebih besar dalam kelompok persaingan dari pada kelompok kerja sama.

    20.  Kesulitan komunikasi lebih besar , bahkan jika saling perhatikan cukup tinggi , pada kelompok persaingan dari pada kelompok kerja sama.

    21.  Saling setujuh dan saling menerima antara orang-orang yang saling berkomunikasi dalam kelompok kerja sama lebih terjadi dari pada kelompok persaingan.

    22.  Anggota kelompok kerja sama akan lebih tahu tentang aktivitas dalam kelompoknya dari pada anggota kelompok persaingan.

    23.  Orientasi pada kelompok lebih besar dalam kelompok kerja sama dari pada kelompok persaingan.

    24.  Produktivitas per unit waktu lebih besar pada  kelompok kerja sama dari pada kelompok persaingan.

    24a. waktu yang dibutukan oleh kelompok kerja sama untuk menghasilkan
             suatu jumlah produksi tertentu lebih singkat dari pada waktu yang
            dibutukan oleh kelompok persaingan untuk memproduksi jumlah yang
            sama.

    25.  Kualitas hasil produksi dari kelompok kerja sama lebih tinggi dari pada kelompok persaingan.

    26.  Anggota-anggota kelompok kerja sama lebih banyak saling belajar antarmereka dari pada anggota-anggota kelompok persaingan.

    27.  Suasana bersahabat lebih  besar dalam kelompok kerja sama dari pada kelompok persaingan.

    28.  Anggota kelompok kerja sama menilai hasil kerja kelompoknyalebih tinggi dari pada penilaian anggota-anggota kelompok persaingan terhadap hasil kelompok mereka.

    29.  Tugas bersama dalam kelompok kerja sama lebih besar persentasenya dari pada kelompok persaingan.

    30.  Tugas perorangan lebih besar persentasenya dalam kelompok persaingan dari pada kelompok kerja sama.

    31.  Pandangan seseorang terhadap sikap orang lain pada dirinya akan lebih realistis dalam kelompok persaingan.

    32.  Sikap seseorang terhadap tugasnya sendiri dalam kelompok kerja sama lebih mirip dengan sikap orang-orang lain terhadap tugasnya itu dari pada dalam kelompok persaingan.

    33.  Anggota kelompok kerja sama lebih banyak melihat dirinya sendiri sebagai anggota kelompok persaingan.

    34.  Peleburan diri (incorporation) dengan sikap dari orang-orang lain pada umumnya (attitude of generalized others) lebih sering terjadi dalam kelompok kerja sama dari pada dalam kelompok persaingan.

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dijelaskan mengenai Macam-macam Teori Lapangan dalam Psikologi Sosial ada tiga antara lain:

    1)        Teori Lapangan tentang kekuasaan

    Kekuasaan social (social power) menurut Cartwright adalah masalah yang sangat penting dalam menganalisis perilaku social. Cartwright mendasarkan teorinya pada definisi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (1951) tentang kekuasaan (power).  

    2)        Teori tentang kekuasaan social

    Teori yang dikembangkan oleh French ini terutama membahas proses pengaruh memengaruhi dalam kelompok, khususnya dalam kaitannya dengan dengan pendapat dan perubahan pendapat kelompok. Proses pengaruh memengaruhi itu menurut French melibatkan tiga pola ralasi dalam kelompok, yaitu hubungan kekuasaan (power relation) antara anggota kelompok, pola komunikasi dalam kelompok, dan hubungan antar pendapat dalam kelompok.

    3)        Teori tentang kerja sama dan persaingan

    Teori ini dikembangkan oleh Deutsch (1949) dan di dasarkan pada teori lapangan dari Kurt Lewin. Pusat perhatian teori ini adalah pengaruh dan kerja sama (cooperation) dan persaingan (competition) dalam kelompok kecil.

    Perbedaan antara kerja sama dan persaingan menurut Deutsch terletak pada sifat wilayah-wilayah tujuan pada situasi tersebut. Dalam situasi kerja sama, wilayah yang menjadi tujuan dari seorang anggota kelompok atau sub-subkelompok yang bersangkutan jika individu-individu lain atau subkelompok lain juga bisa memasuki wilayah tujuan itu.

  • Makalah Pendidikan Kewarganegaraan Jepang

    Makalah Pendidikan Kewarganegaraan Jepang

    Pendidikan kewarganegaraan Jepang yang dikenal dalam terminologi social studies, living experience and moral education (Kerr, 1999). Hal ini berorientasi pada pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan warga negara berkaitan dengan upaya untuk membangun bangsa Jepang.

    Pendidikan Kewarganegaraan Jepang

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    I. Asal Usul Nama dan Sejarah Awal Jepang

    Jepang disebut “Nippon” atau “Nihon” dalam bahasa Jepang, yang berarti “asal-muasal matahari”. Kedua kata ini ditulis dengan huruf kanji 日本. “Nippon” digunakan dalam urusan resmi, sedangkan “Nihon” digunakan sehari-hari. Nama ini mengacu pada letak Jepang di timur daratan Cina. Sebelum berhubungan dengan Cina, Jepang dikenal sebagai Yamato (大和), dan di Cina disebut negara Wa (倭).

    a. Sejarah Arkeologi dan Zaman Klasik

    Penelitian arkeologi menunjukkan bahwa Jepang dihuni manusia purba sejak 600.000 tahun lalu. Kebudayaan Jomon muncul sekitar 11.000 SM, dengan gaya hidup pemburu-pengumpul dan pembuatan kerajinan tembikar. Periode Yayoi dimulai sekitar 300 SM dengan teknologi baru seperti bercocok tanam padi dan pembuatan perkakas dari besi dan perunggu. Periode Kofun sekitar tahun 250 ditandai dengan negeri-negeri militer kuat. Pada abad ke-5 dan ke-6, sistem tulisan Cina, agama Buddha, dan kebudayaan Cina lainnya masuk ke Jepang dari Korea.

    b. Zaman Pertengahan dan Feodalisme

    Abad pertengahan ditandai dengan feodalisme dan perebutan kekuasaan antar kelompok samurai. Minamoto no Yoritomo mendirikan Keshogunan Kamakura pada tahun 1185. Keshogunan ini berhasil menahan serangan Mongol pada tahun 1274 dan 1281. Periode ini diikuti oleh periode Ashikaga yang diwarnai oleh perang saudara. Pada abad ke-16, pedagang dan misionaris Portugis tiba di Jepang, memulai pertukaran budaya dan perdagangan dengan Dunia Barat.

    c. Periode Edo dan Isolasi

    Tokugawa Ieyasu mendirikan Keshogunan Tokugawa pada tahun 1603, yang menjalankan kebijakan sakoku (“negara tertutup”) selama dua setengah abad. Meskipun isolasi, Jepang terus mempelajari ilmu-ilmu dari Barat. Pada periode Edo, Jepang juga memulai studi tentang dirinya sendiri yang disebut kokugaku.

    d. Zaman Modern dan Restorasi Meiji

    Pada tahun 1854, Jepang membuka diri terhadap Dunia Barat melalui Persetujuan Kanagawa yang dibawa oleh Komodor Matthew Perry. Restorasi Meiji pada tahun 1868 mengubah Jepang menjadi negara industri modern dan kekuatan militer dunia. Jepang mengadopsi sistem politik, hukum, dan militer dari Barat, dan memperluas pengaruh teritorial di Asia melalui perang dan ekspansionisme.

    e. Perang Dunia II dan Pasca-Perang

    Pada tahun 1937, invasi Jepang ke Manchuria memicu Perang Sino-Jepang Kedua. Serangan ke Pearl Harbor pada tahun 1941 menyeret Amerika Serikat ke Perang Dunia II. Setelah pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, Jepang menyerah tanpa syarat pada tahun 1945. Pasca perang, Jepang mengalami pemulihan ekonomi dan menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia hingga awal 1990-an.

    f. Kependudukan

    Populasi Jepang diperkirakan sekitar 127,614 juta orang (perkiraan 1 Februari 2009). Masyarakat Jepang homogen dalam etnis, budaya dan bahasa, dengan sedikit populasi pekerja asing. Di antara sedikit penduduk minoritas di Jepang terdapat orang Korea Zainichi, Cina Zainichi, orang Filipina, orang Brazil-Jepang, dan orang Peru-Jepang. Pada 2003, ada sekitar 136.000 orang Barat yang menjadi ekspatriat di Jepang.

    Kewarganegaraan Jepang diberikan kepada bayi yang dilahirkan dari ayah atau ibu berkewarganegaraan Jepang, ayah berkewarganegaraan Jepang yang wafat sebelum bayi lahir, atau bayi yang lahir di Jepang dengan ayah/ibu tidak diketahui/tidak memiliki kewarganegaraan. Suku bangsa yang paling dominan adalah penduduk asli yang disebut suku Yamato dan kelompok minoritas utama yang terdiri dari penduduk asli suku Ainudan Ryukyu, ditambah kelompok minoritas secara sosial yang disebut burakumin.

    Pada tahun 2006, tingkat harapan hidup di Jepang adalah 81,25 tahun, dan merupakan salah satu tingkat harapan hidup tertinggi di dunia. Namun populasi Jepang dengan cepat menua sebagai dampak dari ledakan kelahiran pascaperang diikuti dengan penurunan tingkat kelahiran. Pada tahun 2004, sekitar 19,5% dari populasi Jepang sudah berusia di atas 65 tahun.

    Perubahan dalam struktur demografi menyebabkan sejumlah masalah sosial, terutama kecenderungan menurunnya populasi angkatan kerja dan meningkatnya biaya jaminan sosial seperti uang pensiun. Masalah lain termasuk meningkatkan generasi muda yang memilih untuk tidak menikah atau memiliki keluarga ketika dewasa. Populasi Jepang dikhawatirkan akan merosot menjadi 100 juta pada tahun 2050 dan makin menurun hingga 64 juta pada tahun 2100. Pakar demografi dan pejabat pemerintah kini dalam perdebatan hangat mengenai cara menangani masalah penurunan jumlah penduduk. Imigrasi dan insentif uang untuk kelahiran bayi sering disarankan sebagai pemecahan masalah penduduk Jepang yang semakin menua.

    Perkiraan tertinggi jumlah penganut agama Buddha sekaligus Shinto adalah 84-96% yang menunjukkan besarnya jumlah penganut sinkretisme dari kedua agama tersebut.Walaupun demikian, perkiraan tersebut hanya didasarkan pada jumlah orang yang diperkirakan ada hubungan dengan kuil, dan bukan jumlah penduduk yang sungguh-sungguh menganut kedua agama tersebut. Professor Robert Kisala (dari Universitas Nanzan) memperkirakan hanya 30% dari penduduk Jepang yang mengaku menganut suatu agama.

    Taoisme dan Konfusianisme dari Cina juga memengaruhi kepercayaan dan tradisi Jepang. Agama di Jepang cenderung bersifat sinkretisme dengan hasil berupa berbagai macam tradisi, seperti orang tua membawa anak-anak ke upacara Shinto, pelajar berdoa di kuil Shinto meminta lulus ujian, pernikahan ala Barat di kapel atau gereja Kristen, sementara pemakaman diurus oleh kuil Buddha. Penduduk beragama Kristen hanya minoritas sejumlah (2.595.397 juta atau 2,04%).Kebanyakan orang Jepang mengambil sikap tidak peduli terhadap agama dan melihat agama sebagai budaya dan tradisi. Bila ditanya mengenai agama, mereka akan mengatakan bahwa mereka beragama Buddha hanya karena nenek moyang mereka menganut salah satu sekte agama Buddha. Selain itu, di Jepang sejak pertengahan abad ke-19 bermunculan berbagai sekte agama baru (Shinshūkyō) seperti Tenrikyo dan Aum Shinrikyo (atau Aleph).

    Lebih dari 99% penduduk Jepang berbicara bahasa Jepang sebagai bahasa ibu.Bahasa Jepang adalah bahasa aglutinatif dengan tuturan hormat (kata honorifik) yang mencerminkan hirarki dalam masyarakat Jepang. Pemilihan kata kerja dan kosa kata menunjukkan status pembicara dan pendengar. Menurut kamus bahasa Jepang Shinsen-kokugojiten, kosa kata dari Cina berjumlah sekitar 49,1% dari kosa kata keseluruhan, kata-kata asli Jepang hanya 33,8% dan kata serapan sekitar 8,8%.Bahasa Jepang ditulis memakai aksara kanji, hiragana, dan katakana, ditambah huruf Latin dan penulisan angka Arab. Bahasa Ryukyu yang juga termasuk salah satu keluarga bahasa Japonik dipakai orang Okinawa, tapi hanya sedikit dipelajari anak-anak. Bahasa Ainu adalah bahasa mati dengan hanya sedikit penutur asli yang sudah berusia lanjut di Hokkaido. Murid sekolah negeri dan swasta di Jepang hanya diharuskan belajar bahasa Jepang dan bahasa Inggris.

    Kota-Kota Besar di Pijit
    NoKotaPrefekturPopulasi
    1TokyoTokyo8.483.050
    2YokohamaKanagawa3.579.133
    3OsakaOsaka2.628.776
    4NagoyaAichi2.215.031
    5SapporoHokkaido1.880.875
    6KobeHyogo1.525.389
    7KyotoKyoto1.474.764
    8FukuokaFukuoka1.400.621
    9KawasakiKanagawa1.327.009
    10SaitamaSaitama1.176.269
    11HirosimaHirosima1.159.391
    12SendaiMiyagi1.028.214

    g. Pendidikan

    Pendidikan di Jepang

    10. Budaya

    B. Budaya Jepang

    Budaya Jepang mencakup interaksi antara budaya asli Jomon yang kokoh dengan pengaruh dari luar negeri yang menyusul. Mula-mula Cina dan Korea banyak membawa pengaruh, bermula dengan perkembangan budaya Yayoi sekitar 300 SM. Gabungan tradisi budaya Yunani dan India, memengaruhi seni dan keagamaan Jepang sejak abad ke-6 Masehi, dilengkapi dengan pengenalan agama Buddha sekte Mahayana. Sejak abad ke-16, pengaruh Eropa menonjol, disusul dengan pengaruh Amerika Serikat yang mendominasi Jepang setelah berakhirnya Perang Dunia II. Jepang turut mengembangkan budaya yang original dan unik, dalam seni (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar, persembahan (boneka bunraku, tarian tradisional, kabuki, noh, rakugo), dan tradisi (permainan Jepang, onsen, sento, upacara minum teh, taman Jepang), serta makanan Jepang.

    Kini, Jepang merupakan salah sebuah pengekspor budaya pop yang terbesar. Anime, manga, mode, film, kesusastraan, permainan video, dan musik Jepang menerima sambutan hangat di seluruh dunia, terutama di negara-negara Asia yang lain. Pemuda Jepang gemar menciptakan trend baru dan kegemaran mengikut gaya mereka memengaruhi mode dan trend seluruh dunia. Pasar muda-mudi yang amat baik merupakan ujian untuk produk-produk elektronik konsumen yang baru, di mana gaya dan fungsinya ditentukan oleh pengguna Jepang, sebelum dipertimbangkan untuk diedarkan ke seluruh dunia.

    Chakinzushi, sushi yang dibungkus telur dadar tipis.

    Baru-baru ini Jepang mula mengekspor satu lagi komoditas budaya yang bernilai: olahragawan. Popularitas pemain bisbol Jepang di Amerika Serikat meningkatkan kesadaran warga negara Barat tersebut terhadap segalanya mengenai Jepang.

    Orang Jepang biasanya gemar memakan makanan tradisi mereka. Sebagian besar acara TV pada waktu petang dikhususkan pada penemuan dan penghasilan makanan tradisional yang bermutu. Makanan Jepang mencetak nama di seluruh dunia dengan sushi, yang biasanya dibuat dari pelbagai jenis ikan mentah yang digabungkan dengan nasi dan wasabi. Sushi memiliki banyak penggemar di seluruh dunia. Makanan Jepang bertumpu pada peralihan musim, dengan menghidangkan mi dingin dan sashimi pada musim panas, sedangkan ramen panas dan shabu-shabu pada musim dingin.

    Bab II. Pembahasan

    Pendidikan kewarganegaraan Jepang yang dikenal dalam terminologi social studies, living experience and moral education (Kerr, 1999), berorientasi pada pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan warga negara berkaitan dengan upaya untuk membangun bangsa Jepang. Dalam tulisan ini, kajian pendidikan kewarganegaraan di Jepang akan memfokuskan diri kepada kajian tentang konteks kelahiran, landasan pengembangan, kerangka sistemik, dan kurikulum dan bahan ajar pendidikan kewarganegaraan di Jepang.

    A. Konteks Kelahiran

    Konteks kelahiran Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang dapat ditelusuri, terutama setelah Perang Dunia kedua (1945). Pada masa itu, perhatian pemerintah Jepang terhadap pendidikan mulai menunjukkan peningkatan. Pendidikan menjadi pusat perhatian pemerintah sebagaimana direncanakan sejak periode Meiji (abad ke-19) (Otsu, 1998:51; Ikeno, 2005:93). Periode setelah kekalahan Jepang ini, merupakan titik balik yang sangat penting bagi pendidikan di Jepang.

    Pendidikan Jepang mengubah orientasinya dari yang bersifat militer ke arah pendekatan yang lebih demokratis. Demikian pula perubahan dirasakan dalam Pendidikan Kewarganegaraan, mata pelajaran ini telah bergeser penekanannya dari pendidikan untuk para warga negara dan pengajaran disiplin ilmu-ilmu sosial yang terkait dengan upaya untuk membangun bangsa Jepang, ke arah Pendidikan Kewarganegaraan untuk semua warga negara (Ikeno, 2005:93).

    Pendidikan Kewarganegaraan Jepang setelah Perang Dunia II dapat digambarkan dalam tiga periode (Ikeno, 2005:93) sebagai berikut: “Pertama, periode tahun 1947-1955, berorientasi pada pengalaman. Kedua, periode tahun 1955-1985, berorientasi pada pengetahuan, dan ketiga, periode tahun 1985-sekarang, berorientasi pada kemampuan”.

    Periode pertama, Pendidikan Kewarganegaraan sebagian besar diterapkan secara integratif ke dalam studi sosial. Studi sosial mengadopsi metoda-metoda pemecahan masalah, seperti penelitian dan diskusi, dan mengajarkan kehidupan sosial dan masyarakat secara umum. Di dalam kelas, para guru dan anak-anak mempertimbangkan permasalahan kehidupan sosial dan masyarakat melalui pengalaman sosial yang diperoleh dengan pemecahan masalah. Mereka belajar tentang “masyarakat mereka sendiri” dan mengembangkan “sikap dan keterampilan-keterampilan untuk berpartisipasi secara positif untuk membangun masyarakat yang demokratis”.

    Pelaksanaan pembelajaran studi sosial pada periode ini adalah melalui “yubin-gokko (playing the post)” dan “yamabiko-gakko (echo school)”. Dalam praktek ini, guru mengorganisir suatu struktur yang berhubungan dengan kegiatan pos sebagai satu aktivitas untuk anak-anak. Di yamabiko-gakko, guru mengorganisir aktivitas penyelidikan sehingga anak-anak bisa membuat pertanyaan-pertanyaan melalui komposisi dan jawaban bebas mereka.

    Dalam situasi demikian, anak-anak itu melaksanakan aktivitas, sementara para guru tidak mengambil peran yang besar untuk memimpin dalam proses pembelajaran tersebut. Banyak orang mengkritik praktek pembelajaran ini, mereka berpendapat bahwa dalam praktek pembelajaran tersebut, anak-anak hanya memperoleh pengetahuan biasa yang dipelajari tanpa sengaja, dan mereka menuntut para guru studi sosial untuk mengajar ilmu sosial secara sistematis.

    Pada periode yang kedua, Pendidikan Kewarganegaraan didasarkan atas prinsip intelektualisme yang berkembang dalam disiplin akademis. Kementerian Pendidikan Jepang memisahkan Pendidikan Moral (dotoku) dari studi sosial. Studi sosial dipecah menjadi Geografi, Sejarah, dan politik/ekonomy/kemasyarakatan.

    Masing-masing disipilin di atas terdiri atas seperangkat pengetahuan dan keterampilan. Hal tersebut dipersiapkan agar para siswa memiliki pengetahuan inti tentang budaya Jepang secara umum. Pendidikan Kewarganegaraan periode kedua ini diarahkan agar para siswa memperoleh pengetahuan yang dianggap penting bagi bangsa Jepang.

    Sasaran pengajaran Pendidikan Kewarganegara pada periode kedua ini terdiri atas empat unsur (Ikeno, 2005:94), yaitu untuk mengembangkan:

    1. pengetahuan dan pemahaman
    2. keterampilan berpikir dan ketetapan
    3. keterampilan dan kemampuan
    4. kemauan, minat, dan sikap warganegara

    Pada periode ketiga, Pendidikan Jepang ditekankan pada pengembangan prinsip hubungan timbal balik. Dalam hal ini, pendidikan sekolah difokuskan untuk mengembangkan “kemampuan yang diperlukan dalam kehidupan siswa”, dalam arti siswa mampu menemukan suatu masalah sendiri, belajar tentang permasalahan itu, memikirkannya, menilai dengan bebas, menggunakan metode yang tepat, memecahkan masalah secara tepat, kreatif, dan memperdalam pemahamannya tentang hidup. Sasaran ini dicapai melalui integrasi dari setiap disiplin ilmu. Karena itu, periode ini disebut sebagai “periode studi yang terintegrasi”.

    Pendidikan Kewarganegaraan dalam periode ketiga bertujuan mempersiapkan setiap individu untuk dapat terlibat dalam secara aktif dalam masyarakat, dan menggunakan budaya umum dalam setiap hal. Penekanan Pendidikan Kewarganegaraan telah diubah dari mengutamakan pengetahuan umum tentang bangsa Jepang kepada kemampuan itu untuk membangun masyarakat. Pada periode ketiga ini, pendidikan Kewarganegaraan Jepang sebagian besar diterapkan sebagai “kewarganegaraan (civics)” dalam sekolah tingkat atas, dan sebagai “studi sosial” dalam sekolah tingkat menengah (Otsu, 1998:51).

    B. Landasan Pengembangan

    Landasan Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang tidak dapat dilepaskan dari konsep warga negara (komin, citizen) dan kewarganegaraan (citizenship). Oleh karena itu, penting diketahui bagaimana konsep-konsep tersebut dikonstruksi. Untuk menjelaskan hubungan antara citizen dan citizenship di Jepang, Otsu (1998:53) mengemukakan sebagai berikut: “Related to the definition of ‘citizen’, ‘citizenship’ has a much wider meaning and can be used differently in different contexts”. Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa definisi antara citizen dan citizenship dapat memiliki arti yang luas dan dapat digunakan dalam cara dan dalam konteks yang berbeda.

    Lebih lanjut Otsu (1998:53) mengemukakan bahwa pada saat “studi sosial (social studies)” dimulai sebagai mata pelajaran inti pada tahun 1948, Kementerian Pendididikan menjelaskan bahwa ‘studi sosial tidak hanya membantu penduduk mengikuti kebijakan pemerintah, tetapi setiap penduduk secara intens belajar tentang masyarakat mereka dan untuk mengembangkan sikap dan keterampilan mereka untuk berpartisipasi secara positif dalam masyarakat mereka untuk membangun masyarakat yang demokratis.

    Pada saat “kewarganegaraan (civics)” disiapkan sebagai suatu mata pelajaran pada sekolah menengah pada tahun 1970, Kementerian Pendidikan menggambarkan tujuan inti Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:

    1. to develop an awareness and understanding of Japan as a nation and the principle of sovereignty (Untuk mengembangkan kesadaran dan pemahaman tentang Jepang sebagai sebuah negara dan prinsip kedaulatan).
    2. to develop a concept of local community and the state and ways in which the individual can contribute to the work of the community and the state (Untuk mengembangkan suatu konsep tentang masyarakat lokal dan negara serta cara bagaimana setiap individu dapat berkontribusi dalam satu pekerjaan di masyarakat dan negara).
    3. to appreciate rights and responsibilities and duties of the individual in the community and wider society (Untuk menghargai hak dan tanggungjawab serta tugas dari individu dalam suatu komunitas dan masyarakat yang lebih luas).
    4. to develop an ability to act positively in relation to rights and duties (untuk mengembangkan kemampuan untuk bertindak secara positif dalam hubungan antara hak dan kewajiban).

    C. Kerangka Sistemik

    Kerangka sistemik yang dimaksud adalah “istilah teknis yang digunakan, pendekatan yang dikembangkan, dan jumlah jam perminggu, baik untuk pendidikan dasar maupun pendidikan menengah” (Kerr, 1999; Winataputra, 2007). Pada tabel berikut ini disajikan pengorganisasian Civic Education di Jepang pada pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan pertama dan tingkat atas.

    Tabel 1. Organisation of Citizenship Education in Primary Phase

    CountryTerminologyApproachHours per week
    JapanSocial studies, living experiences and moral educationStatutory core separate and integrated175 x 45 minutes per year

    Kerr, (1999:18)

    Tabel di atas dapat menggambarkan kerangka sistemik pendidikan kewarganegaraan pada tingkat pendidikan dasar. Terminologi yang digunakan untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah “Social studies, living experiences and moral education”. Kedudukan dalam program pendidikan bersifat wajib yang dikemas sebagai materi inti yang terintegrasi atau secara berdiri sendiri. Beban belajar perminggu adalah 175 x 45 menit per tahun.

    Sementara itu, Pendidikan Kewarganegaraan untuk tingkat pendidikan lanjutan pertama dan tingkat atas dapat dilihat dalam tabel berikut:

    Tabel 2. Organisation of Citizenship Education in the Lower and Upper Secondary Phase

    CountryTerminologyApproachHours per week
    JapanSocial studies, living experiences and moral educationStatutory coreIntegrated and specific175 x 45 minutes per year (grade 7 dan ’8)140 x 50 minutes per year (grade 9)140 x 50 minutes per year (upper secondary)

    Kerr, (1999:19)

    Untuk sekolah lanjutan tingkat pertama dan atas, bahan kajian atau mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan digunakan istilah “Social studies, living experiences and moral education”. Kedudukan dalam program pendidikan bersifat wajib yang dikemas sebagai materi inti yang terintegrasi atau secara berdiri sendiri. Beban belajar perminggu adalah: tingkat lanjutan pertama: 175 x 45 menit per tahun untuk tingkat 7 dan 8, dan 140 x 50 menit per tahun untuk tingkat 9. Sedangkan untuk tingkat atas adalah 140 x 50 menit per tahun.

    D. Kurikulum dan Bahan Belajar

    Dalam uraian Otsu (1998:) Pendidikan Kewarganegaraan dalam sekolah dasar diimplementasikan sebagai “life and environmental studies” pada tingkat 1-2, dan “social studies” pada tingkat 3-6 untuk tiga jam pelajaran (1 jam pelajaran = 45 menit) per minggu. Di sekolah menengah, studi sosial terdiri atas tiga mata pelajaran, Geografi (4 jam per minggu pada tingkat 1 dan 2, 1 jam = 50 menit), Sejarah (dengan proporsi yang sama dengan geografi), dan Kewarganegaraan (2-3 jam per minggu pada tingkat 3).

    Isi (kurikulum) Kewarganegaraan pada sekolah menengah terdiri atas:

    1. contemporary social life (Kehidupan sosial kontemporer)
    2. Improvement of national life and economy (Perbaikan kehidupan nasional dan ekonomi)
    3. democratic government and international community (Pemerintahan demokratis dan masyarakat internasional)

    (Otsu, 1998:54)

    Pada sekolah menengah, para siswa belajar Kewarganegaraan pada tahun terakhir, pelajaran Kewarganegaraan tingkat tiga cenderung diarahkan sebagai pusat pengetahuan dan ditekankan terhadap hapalan (memorization), karena banyak siswa dan guru berkonsentrasi untuk ujian masuk ke tingkat sekolah menengah atas.

    Kurikulum sekolah menengah atas terdiri atas bidang mata pelajaran dan sub mata pelajaran yang spesifik. Para siswa diharuskan mengambil empat kredit dari mata pelajaran Kewarganegaraan yang terdiri atas: masyarakat kontemporer (4 jam, 1 jam = 50 menit), etika (2 jam), dan politik/ekonomi (2 jam).

    Isi dari kajian tentang masyarakat kontemporer adalah sebagai berikut:

    1. the individual and culture in contemporary society (individu dan budaya dalam masyarakat kontemporer)
    2. environment and human life (lingkungan dan kehidupan manusia)
    3. contemporary politics and economy and the individual (politik dan ekonomi kontemporer dan individual)
    4. international community and global issues (organisasi internasional dan isu-isu global)

    (Otsu, 1998:54)

    Dalam kajian tentang masyarakat kontemporer, berbagai inovasi pembelajaran telah dihasilkan. Untuk mengembangkan keterampilan dan sikap pembelajar seperti pengetahuan, beberapa guru menciptakan inovasi pembelajaran dengan mengambil isu-isu kontemporer dengan menggunakan pendekatan yang komprehensif dan aktifitas yang bervariasi, seperti diskusi, games dan simulasi. Meskipun studi sosial dalam sekolah menengah atas dicitrakan sebagai pelajaran hapalan dalam waktu yang lama, namun studi tentang masyarakat kontemporer telah mengubah citra (image) studi sosial sampai taraf tertentu. Pembelajaran kreatif pada masyarakat kontemporer dipublikasikan dan memiliki pengaruh yang mendukung guru-guru lintas bangsa.

    Kajian tentang etika dan politik/ekonomi merupakan kajian penting untuk Pendidikan Kewarganegaraan. Tetapi mata pelajaran ini cenderung berfokus pada pengajaran tentang struktur dan metode setiap disiplin ilmu-ilmu sosial.

    Sejak kajian masyarakat kontemporer diubah dari pelajaran wajib menjadi satu pilihan, Pendidikan Kewarganegaraan secara umum telah mengakhiri kehilangan statusnya. Hal ini berarti, pada saat yang sama Pendidikan Kewaranegaraan di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas menjadi hal penting bagi setiap siswa yang akan menjadi pemilih dan bekerja dalam masyarakat segera setelah kelulusan mereka.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Pendidikan Kewarganegaraan  di Jepang yaitu secara dipisah atau separated. Pendidikan Kewarganegaran di Jepang di sebut juga pendidikan moral. Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang di pisah dari studi sosial ( dotoku ) studi sosial di pecah menjadi geografi, sejarah, dan politik atau ekonomi atau kemasyarakatan, pendidikan kewarganegaraan di jepang ada setelah perang dunia kedua tahun 1945. Pendidikan jepang mengubah orientasinya dari yang bersifat militer ke arah pendekatan yang lebih demokratis. Pendidikan kewarganegaraan juga bergeser dari pendidikan untuk para warga dan pengajaran disiplin ilmu ilmu sosial yang terkait dengan upaya untuk membangun bangsa jepang, kearah kependidikan kewarganegaraan ( ikeno,2005:95)

    Pendidikan Kewarganegaraan Jepang setelah Perang Dunia II dapat digambarkan dalam tiga periode (Ikeno, 2005:93) sebagai berikut: “Pertama, periode tahun 1947-1955, berorientasi pada pengalaman. Kedua, periode tahun 1955-1985, berorientasi pada pengetahuan, dan ketiga, periode tahun 1985-sekarang, berorientasi pada kemampuan”.

    Daftar Pustaka

    http://id.wikipedia.org/wiki/Jepang

    Baehaqi.wordpress.com/2009/03/05/pendidikan-kewarganegaraan-di-jepang/

    Ikeno, N. (2005). “Citizenship Education in Japan After World War II”. In Citized. International Journal of Citizenship and Teacher Education. Vol 1, No. 2 December 2005.

    Cogan, J.J. and Ray Derricott (ed). (1998). Citizenship Education for the 21st Century: An International Perspective on Education. London: Kogan Page.

    Otsu, K. (1998). “Japan”. In Cogan J.J. and Ray Derricott (ed). Citizenship Education for the 21st Century: An International Perspective on Education. London: Kogan Page.

    Kerr, D. (1999). Citizenship Education: An International Comparrison. England: nfer, QCA.

    ———–. (1999). Citizenship Education in The Curriculum: An International Review. England:nfer, QCA.

  • Proposal Permohonan Dana HUT RI

    NomorHal::   /Pan-HUTRI/08/08/2020Permohonan Dana HUT RI ke 75Cilacap, 30 Juli 2020 Kepada Yth :Bpk/Ibu/Sdr (Instansi Terkait)………………………………..Di_         Tempat

    Merdeka… merdeka … merdeka

    Assalamu ’alaikum wr.wb.

    Salam Sehat selalu semoga Pandemi Covid 19 segera Berakhir. Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang ke 75, kami selaku Panitia HUT RI ke 75 RT 08 RW 08 Kelurahan Sukamaju akan mengadakan berbagai lomba dan hiburan bagi anak-anak dan warga sekitarnya, dengan tujuan agar lebih tertanam rasa cinta tanah air (nasionalisme) dan berjiwa patriotisme disamping sarana edukasi bagi generasi penerus bangsa.

    Mengingat era sekarang ini tidak sedikit cikal bakal penerus bangsa yang terjerumus oleh budaya-budaya luar yang berakibat merosotnya moralitas dan fondamental kebangsaanya.

    Untuk itu kami selaku panitia HUT RI ke 75  RT 08 RW 08 Kel. Sukamaju berupaya memberikan motifasi dan pembelajaran melalui berbagai kegiatan dan hiburan yang kami agendakan.

    Namun karena kemampuan pendanaan kami, yang selama ini kami himpun belum mencukupi, dengan ini kami mohon keikhlasan Bapak / Ibu / Sdr /i (instansi terkait). Agar dapat sekiranya membantu kami dalam melaksanakan tujuan mulia ini.

    Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian, dukungan dan partisipasinya kami sampaikan terimakasih.

    Wassalamu’alaikum wr.wb.

    Panitia HUT RI ke 75  RT 08 RW 08

    Ketua ……………………. Sekretaris ………………….

    Mengetaui,

    Ketua RT 08 RW 08

    BUDI SANTOSA


    PANTIA  HUT KE 75  KEMERDEKAAN RI 

    RT 08 RW 08  KEL. SUKAMAJU

    KECAMATAN CILACAP SELATAN

    DAFTAR  DONATUR

    NON A M AJUMLAHTANDA TANGAN
    1  1
    2  2
    3  3
    4  4
    5  5
    6  6
    7  7
    8  8
    9  9
    08  08
    11  11
    12  12
    13  13
    14  14
    15  15
    16  16
    17  17
    18  18
    19  19
    20  20


    PANTIA  HUT KE 75  KEMERDEKAAN RI 

    RT 08 RW 08  KEL. SUKAMAJU

    KECAMATAN CILACAP SELATAN

    DAFTAR   KEGIATAN DAN

    RENCANA ANGGARAN BIAYA

    1.      Jalan Sehat (Mengikuti Protokol Kesehatan)

    –         Pelaksanaan : Hari Minggu, 5 Agustus 2020

    –         Anggaran dana yang dibutuhkan :

    –         Pembuatan Kupon
    –         Konsumsi
    –         Hadiah
    :   Rp:   Rp:   Rp080.000250.000750.000
    Total Anggaran:   Rp1.080.000

    2.      Perlombaan untuk Anak-anak (usia 5 – 12 tahun)

    –         Pelaksanaan : Hari Minggu, 5 Agustus 2020

    –         Jenis Lomba :

    1)     Lomba membawa kelereng

    2)     Lomba makan kerupuk

    3)     Lomba memindahkan bendera

    4)     Lomba masukan pensil ke dalam botol

    –         Anggaran dana yang dibutuhkan :

    –         Perlengkapan-         Hadiah:   Rp:   Rp080.000350.000
    Total Anggaran:   Rp450.000

    3.      Perlombaan untuk Ibu-ibu

    –         Pelaksanaan : Hari Minggu, 12 Agustus 2020

    –         Jenis Lomba :

    1)     Memecahkan air

    2)     Makan kerupuk

    3)     Memasukan tudung ke dalam lingkaran

    –         Anggaran dana yang dibutuhkan :

    –         Perlengkapan-         Hadiah:   Rp:   Rp200.000500.000
    Total Anggaran:   Rp750.000

    4.      Perlombaan Bapak-bapak

    –         Pelaksanaan : Hari Minggu, 12 Agustus 2020

    –         Jenis Lomba :

    1)     Voly Net tertutup

    2)     Lomba bola terong

    3)     Layang-layang sangkutan

    4)     Lomba gaple

    5)     Pecah air menggunakan tudung mata tertutup

    –         Anggaran dana yang dibutuhkan :

    –         Perlengkapan-         Hadiah:   Rp:   Rp300.000600.000
    Total Anggaran:   Rp900.000

    5.      Acara Malam Tasyakuran dan Pembagian Hadiah Lomba

    –         Anggaran dana yang dibutuhkan :

    –         Membuat tumpeng-         Konsumsi:   Rp:   Rp350.0001.000.000
    Total Anggaran:   Rp1.350.000

    Rekapitulasi Anggaran Dana

    1.     Jalan Sehat2.     Lomba anak3.     Lomba ibu-ibu4.     Lomba bapak-bapak5.     Acara malam tasyakuran:   Rp:   Rp:   Rp:   Rp:   Rp1.080.000450.000700.000900.0001.350.000
    Total Anggaran yang dibutuhkanDana yang tersedia:   Rp:   Rp4.500.0001.750.000
    Kekurangan Dana:   Rp2.750.000


    PANTIA  HUT KE 75  KEMERDEKAAN RI 

    RT 08 RW 08  KEL. SUKAMAJU

    KECAMATAN CILACAP SELATAN

    SUSUNAN  PANITIA

    PelindungPenasehatPenanggung JawabKetuaWakil KetuaSekretarisBendaharaSeksi-SeksiØ Seksi Acara Lomba-         Koordinator-         Anggota Ø Seksi Acara Makan Bersama-         Koordinator-         Anggota Ø Seksi Acara Resepsi & Pentas Seni-         Koordinator-         Anggota Ø Seksi Umum dan Perlengkapan-         Koordinator-         Anggota Ø Seksi Keamanan-         Koordinator-         Anggota Ø Seksi Acara Jalan Sehat-         Koordinator-         Anggota :::::::  ::  ::  :: ::  ::  ::Ketua RT 08 RW 08Pak Untung B dan Pak Mamd H.Pak Zaenal AbidinBudi Santosa Rolli PrakosoYanuar  T.W.  HafidDevanRofi Ibu AntiIbu RasinahIbu Muji Bpk. Slamet B.Karang Taruna RT 08 / 08  Bpk. SopanBpk. BagyoBpk. Sugeng  W. Bpk. SutrismanBpk. YatmanBpk. Eko Nastanto Ibu GinoSemua Warga RT 08 / 08
  • Contoh Proposal Permohonan Bantuan Dana HUT RI oleh Karang Taruna

    Proposal Permohonan Bantuan Dana HUT RI

    A. Latar Belakang

    Dengan semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjadikan manusia yang mempunyai jiwa patriotisme. Tema HUT RI KE-78 “Indonesia Gotong Royong” serta kita perkuat ketahanan nasional menghadapi tantangan global dan perkuat ketahanan nasional.

    B. Tujuan

    Adapun tujuan diadakannya acara ini Poncowidodo Rt 31 dan Tanjung Sari RT 11.

    1. Mempererat tali silaturahmi antar sesama warga
    2. Meningkatkan semangat juang dalam meraih prestasi diantara anak-anak.
    3. Memupuk jiwa sportifitas dalam berlomba diantara anak-anak
    4. Memupuk semangat kebangsaan antar generasi untuk memperkuat ketahanan nasional menghadapi tantangan global.

    C. Kegiatan

    Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam memperingati HUT RI ke-72 adalah lomba 17an dengan jenis Lomba Yang Akan Dilaksanakan

    1. Lomba Anak – Anak

    • Balap Kelerang
    • Pecah Air
    • Balap Karung
    • Memasukan Paku Dalam Botol
    • Pecah Balon
    • Makan Kerupuk
    • Mengambil Koin Dalam Jeruk

    2. Lomba Group

    • Volley Net Tertutup
    • Sepak Bola Daster

    3. Lomba Pemuda

    • Menggendong Tenggok Dibalik
    • Merias Wajah Dengan Mata Tertutup
    • Balap Egrang

    D. PELAKSANAAN
    1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
    Perlombaan anak – anak

    • Hari, tanggal : Sabtu dan Minggu, 5 dan 6 Agustus 2017
    • Waktu : 15.30 WIB s.d. selesai
    • Tempat : Lapangan Krido Santoso

    2. Peserta
    Seluruh anak – anak dan pemuda dan warga RT 31 dan 11 Dukuh Poncowidodo dan Tanjung Sari, Blagung, Simo, Boyolali.

    E. KEPANITIAAN
    Susunan Panita 17an Karang Taruna Pancasari

    1. Pelindung : Bapak Slamet
    2. Penanggung Jawab : Triyanto
    3. Keuta Panitia : Bapak Nuryanto
    4. Wakil Ketua : Mafrudin
    5. Sekretaris : …………………….
    6. Bendahara : ……………………..
    7. Anggota : Anggota Karang Taruna Pancasari

    F. PENUTUP
    Demikian proposal ini kami buat. Kami mengharapkan dukungan dan partisipasi Bapak/Ibu. Semoga acara ini dapat terlaksana sebagaimana yang kita harapkan. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

    Blagung, 25 Juli 2017

    Ketua Panitia                                           Sekretaris

    Nuryanto                                                 ………………………….

    Mengetahui,

    Ketua RT 31                                                    Ketua Karang Taruna Pancasari

    Slamet                                                   Triyanto

    DATA DONATUR

    PERINGATAN HUT KEMERDEKAAN RI KE – 72

    Poncowidodo RT 31 dan Tanjungsari RT 11, Blagung, Simo, Boyolali

  • Contoh Proposal Peringatan HUT RI oleh Ikatan Remaja Masjid

    Contoh Proposal Peringatan HUT RI oleh Ikatan Remaja Masjid

    Remaja Masjid tidak hanya mengurusi hal-hal yang bersifat ibadah namun juga kegiatan sosial. Salah satunya adalah Peringatan HUT RI. Berikut ini contoh Proposal Peringatan HUT RI.

    Proposal Peringatan HUT RI

    I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Tema HUT RI ke-79: “Dengan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945, Mari Kita Tingkatkan Tali Persaudaraan, serta Kita Perkuat Ketahanan Nasional Menghadapi Tantangan Global”.

    B. Maksud dan Tujuan

    1. Maksud

    Adapun maksud diadakannya kegiatan ini adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME dan kegembiraan dalam menyambut Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79 pada tanggal 17 Agustus 2024

    2. Tujuan Kegiatan

    Adapun tujuan diadakannya acara ini sebagai berikut :

    1. Mempererat tali silaturahmi antar sesama warga Desa Hajoran dengan Pemuda masyarakat Hajoran.
    2. Meningkatkan semangat juang dalam meraih prestasi diantara anak-anak maupun remaja.
    3. Memupuk jiwa sportifitas dalam berlomba diantara anak-anak dan remaja.
    4. Memupuk semangat kebangsaan antar generasi untuk memperkuat ketahanan nasional menghadapi tantangan global.

    C. Dasar Kegiatan

    Kegiatan ini dilaksanakan berdasarkan.

    1. Pancasila sila ke-3, “Persatuan Indonesia”.
    2. Musyawarah Karang Taruna tentang pelaksanaan kegiatan dalam rangka peringatan HUT RI ke-69 di tingkat Desa Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

    II. Isi Proposal

    A. Tema Kegiatan

    Kegiatan yang mengedepankan kebersamaan warga antar generasi serta kegiatan anak-anak dan remaja yang bersifat mengembangkan daya kreatifitas, ketrampilan, ketangkasan dan sportifitas.

    B. Jenis-Jenis Kegiatan

    1. Bidang Olahraga

    1. Balap Karung Anak-Anak dan Dewasa
    2. Tarik Tambang Anak-Anak dan Dewasa

    2. Seni dan Keagamaan

    1. Azan Usia 7 Tahun
    2. Tilawatil Qur’an 10 Tahun
    3. Kultum 10 Tahun

    3. Sosial

    1. Masak Massal
    2. Bersih-Bersih Masjid
    3. Pengerukan Selokan Bersama

    C. Peserta

    Seluruh warga Desa Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

    D. Waktu Dan Tempat

    Waktu penyelenggaran Agustus 2024. Detail kegiatan terlampir.

    E. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

    Jadwal rinci pelaksanaan kegiatan dilampirkan

    F. Susunan Kepanitiaan

    Pelindung Kegiatan :

    Penasehat :

    1. Nama Pelindung I

    Penasehat  :

    1. Nama Penasehat I
    2. Nama Penasehat II
    3. Nama Penasehat

    Penanggung Jawab :

    1. Ketua Remaja Masjid XXX

    Panitia Pelaksana

    Ketua Pelaksana          : Ayyup Harahap

    Wakil Pelaksana          : Khairul Mahdi Nasution

    Sekretaris                    :  Anna Rambe

    Bendahara                   :  Mahrina Rambe

    Koordinator Acara      : Ahamd Rifai Zen Sakti

    Anggota                      : Marwan Hasibuan

                                        : Asrul Anwar

                                        : Akhiruddin

                                        : Muksin Armadhon

                                        :Lukman

                                        : Hasan pulungan

                                        : Kadir Rambe

                                        : Syarifuddin

                                        : Nuddin Rambe

                                        : Lohot Rizky Rambe

                                        : M zeki Nst

    Seksi – Seksi

    No.Seksi – SeksiKoordinator
    1Seksi Jalan Sehat
    2Seksi Perlombaan anak-anak dan Umuna.    Lari Kelerengb.    Lari Malaikatc.    Sepeda Peland.   Memasukkan Paku Dalam Botole.    Sepak Bola Jogetf.     Makan Krupukg.    Karaokeh.    Futsal Antar RT (joget)i.      Caturj.      Tarik Tambang Anna RambeM Usup RambeTendraKaisanturis RambeSahban HsbRahmat YasirM Riki HsbA KamelRizki Abadi RambeSoleh Hrp
    3Lomba AngkongRajo Aman HasibuanImran Jatim HsbRahmat Habibi Hsb
    4Seksi Pentas Seni “ Yang Muda Yang Berkreasi ”Lohot RambeMizwar Efendi RambeIlham Zuhri
    5Seksi DokumentasiSahren Efendi Nst

    III.1 PENGELUARAN

    NoKebutuhan Per SeksiPengeluaran
    1Kesekretariatana.       a. Pembuatan Proposalb.  Foto CopyJumlahRp     110.000                     Rp     20.000Rp     130.000
    2a.        Konsumsib.        JumlahRp    350.000Rp    350.000
    3Perlombaan Anak-Anaka.       Lari KelerengAlat dan Bahan Perlombaanb.      Lari MalaikatAlat dan Bahan Perlombaanc.       Sepeda PelanAlat dan Bahan Perlombaand.      Memasukkan Paku Dalam BotolAlat dan Bahan Perlombaane.       Sepak Bola JogetAlat dan Bahan Perlombaanf.       Makan KrupukAlat dan Bahan Perlombaang.      KaraokeAlat dan Bahan PerlombaanJumlahPerlombaan Umuma.       Futsal Antar RTAlat dan Bahan Perlombaanb.      CaturAlat dan Bahan Perlombaanc.       Panjat PinangAlat dan Bahan Perlombaand.      Tarik TambangAlat dan Bahan PerlombaanJumlahTotalPerlombaan Anak-Anaka.       Lari Kelereng (L&P)Hadiah Perlombaanb.      Lari Malaikat (L&P)Hadiah Perlombaanc.       Sepeda Pelan (L&P)Hadiah Perlombaand.      Memasukkan Paku Dalam Botol (L&P)Hadiah Perlombaane.       Sepak Bola Joget (L)Hadiah Perlombaanf.       Makan Krupuk (L&P)Hadiah Perlombaang.      Karaoke (L&P)Hadiah PerlombaanJumlahPerlombaan Umuma.       Futsal joget  Antar RT (L)Hadiah Perlombaanb.      Catur (L)Hadiah Perlombaanc.       Tarik Tambang (L&P)Hadiah PerlombaanJumlahAir Minum dalam Selama PerlombaanTotalRp     20.000                        Rp     20.000Rp     20.000Rp     30.000Rp     30.000                        Rp     25.000Rp     50.000Rp    395.000Rp     25.000Rp    100.000Rp    250.000Rp     50.000Rp    425.000Rp    820.000Rp     75.000Rp     75.000Rp     200.000Rp     250.000Rp   150.000Rp     75.000Rp     50.000Rp   530.000Rp    250.000Rp    400.000Rp    400.000Rp    350.000Rp    500.000Rp    1.080.000
    4Seksi Pentas Seni “ Yang Muda Yang Berkreasi ”a.                   Spandukb.                  Sound Systemc.                   Tarupd.                  orkese.                   Penyanyif.                   Air MinumJumlahRp    100.000Rp    500.000Rp    300.000Rp    500.000Rp    500.000Rp    150.000Rp 1.900.000
    5Seksi Umum & Dokumentasia.                   Cuci Cetak Fotob.                  TransportJumlahRp    100.000Rp      200.000Rp    120.000
    TotalRp 8.738.000
      TerbilangDelapan Juta tujuh ratus tiga puluh delapan ribu
    NoPemasukan (Perolehan dana)Jumlah
    1Bantuan DesaRp.      3.000.000
    2Partisipasi warga minimal Rp. 5.000/rumahRp.      1.140.000
    TotalRp.      4.340.000
    TerbilangEmpat juta Tiga Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah

    III.2 SUMBER DANA

    IV.        PENUTUP

    Demikian proposal ini kami buat. Kami mengharapkan dukungan dan partisipasi Bapak/Ibu. Kami selaku panitia, memohon dukungan baik moral maupun materi demi kelancaran acara ini, semoga apa yang kita usahakan ini menjadi amal yang diiringi keikhlasan sehingga berbuah pahala dari sisi Allah SWT. Semoga acara ini dapat terlaksana sebagaimana yang kita harapkan. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasiH, Kami mengharapkan dukungan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara. Semoga acara ini dapat terlaksana sebagaimana yang kita harapkan.

    =

    IKATAN REMAJA MASJID HAJORAN JULU

    KECAMATAN SUNGAI KANAN

    KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

    SEKRETARIAT HAJORAN JULU CP . 0878-6767-5758

    LEMBAR PENGESAHAN

    KEGIATAN 17 AGUSTUS 2015

    IKATAN REMAJA MASJID HAJORAN JULU

    KEC SUNGAI KANAN

    KAB LABUHANBATU SELATAN

    KETUA PANITIA                                                               SEKERTARIS PANITIA

    AYYUP HARAHAP                                                                        ANNA RAMBE                                           

    MENGETAHUI

    KETUA IKATAN REMAJA MASJID HAJORAN

     SUKENDRI                                                                  

                                                         MENYETUJUI

    KEPALA DESA HAJORAN JULU

        KAYAMUDDIN SIREGAR

    MENGETAHUI DAN MENYETUJUI

    CAMAT SUNGAI KANAN

    ARSAN NASUTION

    IKATAN REMAJA MASJID HAJORAN JULU

    KECAMATAN SUNGAI KANAN

    KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

    SEKRETARIAT HAJORAN JULU CP . 0878-6767-5758

    No        :05 /B/Sek-pan/07/2015                                                                    Tanggal :

    Lamp  : 1 halaman

    Hal       : MOHON BANTUAN DANA

                                                                                                     Kepada Yang Terhormat,

                                                                                                      Di-                                      

                                                                                                      Tempat

    Assalamualaikum wr.wb.

    Teriring salam dan doa kami ucapkan kepada Bapak/Ibu pimpinan semoga dalam keadaan sehat  wala’fiat dan sukses dalam menjalankan aktivitas sehari –hari. Amin

    Sehubungan akan dilaksanakannya Peringatan Hari Ulang Tahun Indonesia yang ke 70 dengan tema Kegiatan Yang Mengedepankan Kebersamaan Warga Antar Generasi Serta Kegiatan Anak-Anak Dan Remaja Yang Bersifat Mengembangkan Daya Kreatifitas, Ketrampilan, Ketangkasan Dan Sportifitas” maka kami sebagai panitia memohon bantuan dana kepada Bapak/Ibu  pimpinan demi terselenggaranya acara tersebut, yang Insya Allah akan dilaksanakan pada:

    Hari/ Tanggal             Senin 17 Agustus 2015

    Waktu                         : 06-30AM S/D SELESAI

    Tempat                       : LAPANGAN SDN HAJORAN

    Demikianlah surat ini kami sampaikan, atas perhatian dan bantuan dari Bapak/Ibu, kami atas kerja sama yang baik kmi mengucapkan terimakasih.

    Billahi Taufiq Walhidayah

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    KETUA PANITIA                                                               SEKERTARIS

    AYYUB HARAHAP                                                                       ANNA RAMBE

    IKATAN REMAJA MASJID HAJORAN JULU

    KECAMATAN SUNGAI KANAN

    KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

    SEKRETARIAT HAJORAN JULU CP . 0878-6767-5758

    No        :05 /B/Sek-pan/07/2015                                                                    Tanggal :             

    Lamp  : 1 halaman

    Hal       : UNDANGAN

                                                                                                  Kepada Yang Terhormat,

                                                                                                   Di-                                         

                                                                                                 Tempat

    Assalamualaikum wr.wb.

    Teriring salam dan doa kami ucapkan kepada Bapak/Ibu pimpinan semoga dalam keadaan sehat  wala’fiat dan sukses dalam menjalankan aktivitas sehari –hari. Amin

    Sehubungan akan dilaksanakannya kegiatan isra’ mi’raj dengan tema “Kegiatan Yang Mengedepankan Kebersamaan Warga Antar Generasi Serta Kegiatan Anak-Anak Dan Remaja Yang Bersifat Mengembangkan Daya Kreatifitas, Ketrampilan, Ketangkasan Dan Sportifitas”  maka kami sebagai panitia MENGUNDANG kepada Bapak/Ibu  demi terselenggaranya acara tersebut, yang Insya Allah akan dilaksanakan pada:

    Hari/ Tanggal             SENIN 17 AGUSTUS 2015

    Waktu                         : 06-30 AM  S/D SELESAI

    Tempat                       : LAPANGAN SDN HAJORAN JULU

    Demikianlah surat ini kami sampaikan, atas perhatian dan kehadiran Bapak/Ibu Pimpinan, kami mengucapkan terima kasih.

    Billahi Taufiq Walhidayah

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    KETUA PANITIA                                                                SEKERTARIS PANITIA

    AYYUB HARAHAP                                                                         ANNA RAMBE