Blog

  • Makalah Model Pembelajaran Problem Based Learning

    Model Pembelajaran PBL

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pada proses pembelajaran di kelas hingga saat ini masih juga ditemukan pengajar yang memposisikan peserta didik sebagai objek belajar, bukan sebagai individu yang harus dikembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat mematikan potensi peserta didik. Dan dalam keadaan tersebut peserta didik hanya mendengarkan pidato guru di depan kelas, sehingga mudah sekali peserta didik merasa bosan dengan materi yang diberikan. Akibatnya, peserta didik tidak paham dengan apa yang baru saja disampaikan oleh guru.

    Pada model pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan model pembelajaran yang lainnya, Dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung yang dapat meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam berpikir. Proses pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis. Model pembelajaran ini dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan jujur, karena kelas itu sendiri merupakan tempat pertukaran ide-ide peserta didik dalam menanggapi berbagai masalah.

    Jika dilihat dari sudut pandang psikologi belajar, model pembelajaran ini berdasarkan pada psikologi kognitif yang berakar dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Melalui model pembelajaran ini peserta didik dapat berkembang secara utuh, artinya bukan hanya perkembangan kognitif, tetapi peserta didik juga akan berkembang dalam bidang affektif dan psikomotorik secara otomatis melalui masalah yang dihadapi.

    B. Tujuan

    Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

    1. Untuk mengetahui pengertian dari pembelajaran.
    2. Untuk mengetahui pengertian dari model berbasis PBL (Problem-Based Learning).
    3. Untuk mengetahui tujuan dari model PBL.
    4. Untuk mengetahui karakteristik dari model pembelajaran berbasis PBL.
    5. Untuk mengetahui langkah-langkah dari model pembelajaran berbasis PBL.
    6. Untuk mengetahui kelebihan dari model pembelajaran berbasis PBL.
    7. Untuk mengetahui kekurangan dari model pembelajaran bebasis PBL.
    8. Untuk mengetahui keterkaiatan hasil belajar dengan model pembelajaran berbasis PBL.
    9. Untuk mengetahui peran partisipan di dalam PBL
    10. Untuk mengetahui cara mengevaluasi dalam PBL
    11. Untuk mengetahui komponen-komponen dalam PBL

    Bab II. Pembahasan          

    A. Pengertian Pembelajaran

    Sebagai unsur terpenting dari pendidikan, pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Dalam proses mengajar dan pembelajran, metode mempunyai andil yang cukup besar dalam mencapai tujuan. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik, akan ditentukan oleh tingkat kerelevansian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan. Karena metode menjadi sarana dan salah satu cara untuk mencapai tujuan. 

    Adapun tujuan pembelajaran adalah kemampuam ( kompetensi ) atau ketrampilan peserta didik yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Pembelajaran yang hanya berorientasi pada penguasaan materi memang terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dalam praktik pendidikan modern, menjejali pikiran para mahasiswa dengan berbagai konsep dan teori saja tanpa disertai pengalaman di lapangan terbukti kurang  efektif ( Saleh, 2013: 191- 192 ).

    Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa beserta unsur yang ada di dalamnya. Guru merupakan faktor yang paling dominan yang menentukan kua-litas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang baik, tentu akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula. Menurut Rusman (2012: 148 ). dalam sistem pembelajaran guru dituntut untuk mampu memilih metode pembelajaran yang tepat, mampu memilih dan mengguna-kan fasilitas pembelajaran, mampu memilih dan menggunakan alat evaluasi, mampu me-ngelola pembel-ajaran di kelas maupun di la-boratorium, menguasai materi, dan memahami karakter siswa.

    Salah satu tuntutan guru ter-sebut adalah mampu memilih metode pem-belajaran yang tepat untuk mengajar. Apabila metode pembelajaran yang digunakan guru itu tepat maka pencapaian tujuan pembelajaran akan lebih mudah tercapai, sehingga nilai ke-tuntasan belajar siswa akan meningkat, minat dan motivasi belajar siswa juga akan mening-kat dan akan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan ( Surjono dan Wulandari, 2013: 179 ).

    Menurut Khosim ( 2017 : 5 ), metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran :

    1. Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.
    2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
    3. Langkah-langkah mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
    4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.

    B. Pengertian Model PBL ( Problem Based Learning )

    Menurut Efendi (2008 : 124- 125), problem based learning adalah lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah untuk belajar, yaitu sebelum pembelajar mempelajari suatu hal, meraka diharuskan mengidentifikasikan suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut. PBL dapat juga di definisikan sebagai sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuan.

    Menurut Nata ( 2009 : 243),problem base learning yang selanjutnya disebut PBL, adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagi masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan model  pembelajaran ini, peserta didik dari awal sudah dihadapkan berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah.

    Alder dan Milne (1997) dalam buku Efendi (2008 : 124-125), mendefinisikan PBL dengan metode yang berfokus kepada identifikasi permasalahan serat penyusunan kerangk analisis dan pemecahan. Metode ini dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, banyak kerja sama dan interaksi, mendiskusikan hal-hal yang tidak atau kurang dipahami, serta berbagi peran untuk melaksanakan tugas dan saling melaporkan.

    PBL is a methodology that can ignite that kind of sparke in today’s students. When students are given inadequately constructed problems to solve, they learn to think the way real world professionals such as architerls, archaeologists, engineers, scientists, and historyans think. Such thinking reguires that missing (for example, which learning issues are missing). PBL teaches students that they must first discern exactly what the problem is instead of immediately what they already know about it by constructing hypotheses based upon prior knowledge. They can than identify the learning issues involved, decide what new information is needed. And determine how they must thest this new information to refine their original theirues (Ronis, 2008 : 34).

    Menurut Peterson (2004) dalam buku Efendi (2008 : 124-125), metode ini memberikan mahasiswa permasalahan yang tidak terstruktur dengan baik dan pemecahan masalah tidak satu saja karena berfokus pada pembelaran sendiri (self-learning) serat sangat jauh dari penjelasan yang langsung ke inti/jawaban/isi dan atau penjelasan yang langsung diberikan oleh pengajaran.

    Sikap dan ketrampilan umum yang perlu dikembangkan dalam PBL diantaranya :.

    1. Kerja sama tim.
    2. Ketua kelompok.
    3. Mendengarkan.
    4. Menghargai pendapat teman.
    5. Berpikir kritis.
    6. Belajar mandiri dan penggunaan berbagai macam sumber.
    7. Kemampuan berpresentasi.

    Menurut Nata ( 2009 : 243-244), model pembelajaran problem base learning adalah dengan cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk analisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Permasalahan itu dapat diajukan atau diberikan guru kepada siswa, dari siswa bersama guru, atau dari siswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiata-kegiatan belajar siswa. Dengan demikian, PBL adalah sebuah metode pembelajaran yang memfokuskan pada pelacakan akar masalah dan memecahkan masalah tersebut.

    Menurut Huriah ( 2018 : 9- 10), pembelajaran berbasis masalah masalah merupakan suatu metode untuk membangun dan melatih seseorang belajar dengan menggunakan masalah sebagai stimulus di dalam berpikir dan kegiatan ini focus pada aktivitas mahasiswa. Model problem based learning merupakan pembelajaran dimana masalah digunakan untuk menstimulus kemampuan berpikir mahasiswa. PBL adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar, yaitu sebelum pembelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus.

    Menurut Nursalam (2008) di dalam Huriah ( 2018 : 10), memberikan definisi terkait PBL, yaitu lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar, yaitu sebelum pembelajar mempelajari suatu hal,mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. PBL memiliki ciri yaitu pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Pembelajar secara berkelompok aktif mendiskusikan dan merumuskan masalah dan mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang harus mereka capai dari masalah tersebut.

    Sage (1946:15). Problem-based Learning is focused, experiental learning (minds-on, hands-on) organized around the investigation and resolution of messy, real-world problems. PBL- which incorporates two complementary processes, curriculum organization and instructional strategy-includes three main characteristics:

    1. Engages students as stakeholders in a problem situation.
    2. Organizes curriculum around a given holistic problem, enabling student learning in relevant and connected ways.
    3. Creates a learning environment  in which teachers coach student thingking and guide student inquiry, facilitating deeper levels of understanding.

    Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannay menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari (Harmadi, 2017 : 117).

    Ivor K. Davis, seperti dikutip Rusman, mengemukakan bahwa, “Salah satu kecenderungan yang sering dilupakan ialah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya mahasiswa dan bukan mengajarnya dosen.” Dosen dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap mahasiswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir mahasiswa (penalaran, komunikasi dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).

    Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan pembelajaran model ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah. Problem Based Learning (PBL) dapat dimaknai sebagai metode pendidikan yang mendorong mahasiswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan mahasiswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan mahasiswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran ( saleh, 2013 :  203 – 204 ).

    Istilah PBL atau PBM, disinyalir telah dikenal pada masa John Dewey. Pembelajaran ini didasarkan pada kajian Dewey yang menekankan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman. Menurut Dewey belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon yang merupakan hubungan antara dua arah, belajar dan lingkungan. Lingkungan menyajikan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan masalah itu, menyelidiki, menganalisis, dan mencari pemecahannya dengan baik ( Saleh, 2013 : 204 ).

    PBL is a student approach that is widely used as a method of instructions. PBL, which focuses on guiding studenta to build self-directed learning skills, is derived from seminal learning theories such as constructivism (Piaget) and constructionism ( papert ) where the learners actively construct new knowledge based on their current knowledge ( Awang and Ramly,2008 ). PBL also helps students develop creative thinking, problem solving, and communication skills ( Awang & Ramly, 2008; Major & Palmer, 2001 ) ( in Blikstein & Chan, 2018 : 2 ).

    Model pembelajaran PBL merupakan cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisi dan didintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh mahasiswa. Permasalahan itu dapat diajukan atau diberikan dosen kepada mahasiswa, dari mahasiswa bersama dosen, atau dari mahasiswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan- kegiatan belajar mahasiswa ( Saleh, 2013 : 204 ).

    PBL is defined by Ross (1991) as … the learning which results from the process of working towards the understanding of, or resolution of, a problem (Barrows and Tamblyn 1980, as cited in Ross 1991: 34)in Hilman ( 2003 : 2 ).

    PBL is a learner-centered pedagogical approach that affords learners (incluiding prospective and certified  teachers) oppor tunites to engage in goal-directed inquiry. Learners work collaboratively with others as they analyze complex and ill-defined problems (Barrows, 200: Hmelo-Silver,2004). Learners also work independently tocollect information they then bring cak to the group’s functioning. The teacher’s role changes from one of primarily “telling” information to one that facilitates thingking, reflecting and collaborative inquiry, while content decisions are left up to the student. This PBL’sgoals consist of conceptual and pedagogical content knowledge construction, and selfdirected, lifelong learning. These goals are brought to fruition throughlearners’ engagement in the PBL tutorial process and three of the process’s features: the proble-case, learning issues, and the facilitator (Simone, 2014 : 18).

    PBL is a methodology that can ignite that kind of sparke in today’s students. When students are given inadequately constructed problems to solve, they learn to think the way real world professionals such as architerls, archaeologists, engineers, scientists, and historyans think. Such thinking reguires that missing (for example, which learning issues are missing). PBL teaches students that they must first discern exactly what the problem is instead of immediately what they already know about it by constructing hypotheses based upon prior knowledge. They can than identify the learning issues involved, decide what new information is needed. And determine how they must thest this new information to refine their original theirues (Ronis,D.L, 2008 : 34).

    Barrows dalam Saleh ( 2013 : 204 ). mendefinisikan PBM sebagai sebuah strategi pembelajaran yang hasil maupun proses belajar-mengajarnya diarahkan kepada pengetahuan dan penyelesaian suatu masalah. PBM merupakan strategi belajar yang membelajarkan mahasiswa untuk memecahkan masalah dan merefleksikannya  dengan  pengalaman mereka.

    Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah. Menurut Glazer (2001) menyatakan bahwa PBL menekankan belajar sebagai proses yang melibatkan pem- ecahan masalah dan berpikir kritis dalam konteks yang sebenarnya. Glazer selanjutnya mengemukakan bahwa PBL memberikan ke- sempatan kepada siswa untuk mempelajari hal lebih luas yang berfokus pada mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang aktif dan bertanggung jawab. Melalui PBL siswa memperoleh pengalaman dalam menangani masalah-masalah yang realistis, dan menekan- an pada penggunaan komunikasi, kerjasama, dan sumber-sumber yang ada untuk meru- muskan ide dan mengembangkan keterampi- lan penalaran. Hasil penelitian Abdullah dan Ridwan (2008) menyatakan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Penelitian Hasrul Bakri (2009), menyatakan bahwa PBL mampu meningkatkan minat belajar praktek menggulung trafo. Hasil penelitian Oon-Seng Tan (2008) menyatakan PBL dapat mengantar kan siswa untuk menyelesaikan permasalahan hidup melalui proses menemukan, belajar dan berpikir secara independen . Melihat karakter- istik dari PBL, model pembelajaran tersebut sesuai jika diterapkan pada pembelajaran ma- teri perbaikan dan setting ulang PC ( Suyanto dan Nafiah, 2014: 127- 128).

    Problem Based Learning adalah seoerangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai focus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri ( Hmelo- Silver, 2004: Serafino dan Cicchelli, 2005 Egen dan Kaucak, 2012 : 307 ) dalam Suyanto dan Nafiah. PBL merupakan suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentng cara berpikir kritis dan  keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dankonsep yang esensial dari materi pelajaran. PBL merupakan pembelajaran berdasarkan Teori Kognitif  yang didalamnya termasuk teori belajar konstruktivisme. Menurut teori konstruktivisme keterampilan berpikir dan memecahkan masalah dapat dikembangkan jika peserta didik melakukan sendiri, menemukan, dan memindahkan kekomplekan pengetahuan yang ada ( Suyanto dan Nafiah, 2014 : 129-130 ).

    Model PBL merupakanmodel pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Dalam PBL atau pembelajaran berbasis masalah ini siswa memegang peran yang dominan dalam pembentukkan pengetahuan mereka dalam pelaksanaan pembelajaran dibandingkan dengan guru ( Abdurrozak,dkk. 2016 : 873 ).

    Menurut Barrow ( dalam Huda, 2013, hlm 271 ) ( dalam Abdurrozak, dkk, 2016: 873). Mendefiniskan Problem Based Learning atau PBL  sebagai “ pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman atau resolusisuatu masalah”. Sementara itu menurut Sujana (2014, hlm. 134 dalam Abdurrozak, dkk, 2016 : 873 ).“PBL adalah suatu pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan berfungsi bagi siswa, sehingga masalah tersebut dapat dijadikan batu loncatan untuk melakukan investigasi dan penelitian”. Maka dari itu PBL merupakan sebuah pembelajaran yang menuntut siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui permasalahan.

    Menurut Arends (2008:41 dalam Surjono dan Wulandari, 2013 :180). PBL merupakan pembelajaran yang memilikiesensi berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna ke-pada siswa. Sebagai tambahan, dalam PBL peran guru adalah menyodorkan berbagai ma-salah autentik sehingga jelas bahwa dituntut keaktifan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Setelah masalah diperoleh maka selanjutnya melakukan perumusan ma-salah, dari masalah masalah tersebut kemu-dian dipecahkan secara bersama sama dengan didiskusikan. Saat pemecahan masalah ter-sebut akan terjadi pertukaran informasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya sehingga permasalahan yang telah dirumuskan dapat terpecahkan. Sumber informasi tidak hanya dari guru akan tetapi dapat dari berbagai sumber. Guru disini berperan sebagai fasili-tator untuk mengarahkan permasalahan se-hingga saat diskusi tetap fokus pada tujuan pencapaian kompetensi.

    C. Tujuan Problem Based Learning

    Tujuan PBL menurut penelitian yang dikembangkan oleh Hmelo-silver (2004) dalamHuriah ( 2018 : 12- 13),  yaitu :

    1. Mengkontruksi luas dan fleksibilitas pengetahuan dasar.
    2. Dalam PBL, mahasiswa termotivasi untuk memperluaskan pengetahuan dasar yang dimiliki dengan memecahkan masalah. Mahasiswa yang mengikuti kegiatan PBL dapat mencapai pengetahuan seluas-luasnya terkait topik pembelajaran yang terdapat dalam kasus.
    3. Mengembangkan efektivitas ketrampilan pemecahan masalah.
    4. Proses diskusi PBL, menjadi mahasiswa belajar bagaimana memecahkan masalah dengan cara berdiskusi dengan anggota lain. Mahasiswa dapat belajar secara efektif ketrampilan  pemecahan masalah.
    5. Mengembangkan pengarahkan diri dan ketrampilan belajar sepanjang hayat.
    6. Pada proses diskusi PBL terjadi interaksi antar anggota. Proses ini menjadikan mahasiswa belajar berkomonikasi yang efektif dan toleransi sesama anggota.
    7. Mahasiswa menjadi kaloborator yang efektif.
    8. Pada saat diskusi PBL, mahasiswa akan belajar bagaiamana menyakinkan anggota lain agar dapat menerima ide-ide yang disampaikan.
    9. Menjadikan motivasi intriksi dalam belajar.
    10. Masalah yang menarik dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam belajar, dibandingkan dengan metode kuliah kelas dimana mereka hanya duduk mendengarkan (pembelajaran pasif).

    D. Karakteristik Model Problem Based Learning ( PBL )

    Menurut Saleh (2013:205). Didalam strategi PBM ( pembelajaran berbasis masalah ) terdapat tiga ciri utama:

    Pertama, strategi PBM (Pembelajaran berbasis masalah) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan mahasiswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan  tetapi melalui strategi PBM mahasiswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.

    Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi PBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.

    Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

    Ciri lainnya dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), dosen lebih banyak berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Dosen mengajukan masalah otentik/mengorientasikan mahasiswa kepada permasalahan nyata (real world), memfasilitasi/ membimbing dalam proses penyelidikan, menfasilitasi dialog antara mahasiswa, menyediakan bahan ajar mahasiswa serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual mahasiswa.

    Keberhasilan model PBM sangat tergantung pada ketersediaan sumber belajar bagi mahasiswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan, menuntut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup apalagi  data  harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan dosen dalam mengangkat dan merumuskan masalah.

    Huinchun (2013 : 15-18). lays out eight characteristics  PBL:

    1. An knowledgement of the base of experience of the learners.
    2. An emphasis on students taking responsibility for their own learning
    3. A crossing of boundaries between disciplines
    4. An interwining of theory and practice.
    5. A focus on the process of knowledge acquisition rather than the products of such a process.
    6. A change in staff role from that of instructor to that of facilitator.
    7. A change in focus from staff assement of learning outcomes to students self-and peer assessement.
    8. A focus on communication and interpersonal skills which help students understand that in order to pass on their knowledge, communication skills are necessary and go beyond their area of tecnical expertise.

    Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (publikasi tahun 2005) ( dalam Saleh, 2013 : 206). menjelaskan karakteristik dari PBL, yaitu :

    1. Learning is student-centered

    Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada mahasiswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana mahasiswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

    2. Authentic problems from the organizing focus for learning

    Masalah yang disajikan kepada mahasiswa adalah masalah yang otentik sehingga mahasiswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

    3. New information is acquired through self-directed learning

    Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja mahasiswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga mahasiswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik  dari  buku atau informasi lainnya.

    4. Learning occurs in small groups

    Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, maka PBL dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

    5. Teachers act as facilitators.

    Pada pelaksanaan PBL, dosen hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, dosen harus selalu memantau perkembangan aktivitas mahasiswa dan mendorong mahasiswa agar mencapai target yang hendak dicapai.

    Selain itu, Menurut Saleh ( 2013: 206 – 207 ). karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dirinci sebagai berikut:

    1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
    2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.
    3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
    4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
    5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
    6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya da evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.
    7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
    8. Pengembangan ketrampilan inquiry ( menemukan) dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
    9. Keterbuakaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
    10. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman mahasiswa dan proses belajar.

    Menurut Huriah ( 2018 : 13-14), sejumlah karakteristik mengenai problem based learning, yaitu :

    1. Setiap mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap sasaran capaian pembelajaran mereka sendiri.
    2. Triger masalah yang dipakai di dalam problem based learning memberikan gambaran situasi nyata dan memberikan kebebasan pada mahasiswa dalam mencari pemecahannya.
    3. Permasalahan membutuhkan  perspektif ganda memantang  pengetahuan yang dimiliki mahasiswa.
    4. Apa yang terjadi selama belajar mandiri, mahasiswa menerapkan kembali dengan cara menganalisi ulang penyelesaiannya.
    5. Analisis akhir dari kegiatan pemecahan masalah dan diskusi tentang konsep dan prinsip yang dipelajari merupakan hal yang terpenting.
    6. Penilaian individu dan penilaian peer dilakukan setiap akhir kegiatan.
    7. Model pembelajaran yang mencakup keseluruhan, berbagai disiplin ilmu dan subjek belajar.
    8. Hakikat pembelajaran ini adalah kalobarasi, komunikasi dan kooperatif.
    9. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses PBL.
    10. Pengembangan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
    11. Kegiatan PBL membawa kearah nilau pada situasi nyata.
    12. Ujian mahasiswa harus mengukur kemajuan mahasiswa terhadap tujuan belajarnya.
    13. Kurikulum PBL harus berdasarkan pedagogic dan bukan bagian dari kurikulum didaktik.

    Savery (2006: 12-14 ). Each of these essential characteristics has been extended brienfly to provide additional information and resource:.

    1. Student must have the responsibility for their own learning

    PBL is a learner-centered approach – students engage with the problem with whatever their current knowledge/experience affods. Learner motivation increases when reponbility for the solution to the problem and the process rests with the learner (Savery & Duffy, 1995) and as student ownership for learning increases (Savery,1998;1999). Inherent in the design of PBL is a public articulation by the learners of what they know and about what they need to learn more. Individuas accept responbility for seeking relevant information and bringing that back to the group to help inform the development of a vible solution.

    2)        The problem simulation used in problem-based Learning must be ill-structures and allow for free inquiry.

    Problems in the real world are ill-structured (or they would not be problems). A critical skill developed through is the ability to identify the problem and set parameters on the development of a solution. When a problem is well-structured learners are less motivated and less invested in the development of the solution.

    3)        Learning should be integrated from a wide range of disciplines or subjects.

           Barrows notes that during self directed learning, students should be ableto access, study and integrate information from all the disciplines that might be related to understanding and resolving a particular problem-just as people in the real world must recall and aplly information integrated from diverse sources in their work. The rapid expansion of information has encouranged a cross-fertilization of ideas and led to the development of new disciplines. Multiple perspectives lead to a more through understanding of the issues and the development of a robust solution.

    4)        Collaboration is essential

           In the world after most learners will find themselves in jobs where they need to share information and work productively with others. PBL provides a format for the development of these essential skills. During a PBL session the tutor will ask question of any and all members to ensure that information has been shared between members in relation to the group’s problem.

    5)        What student learn during ther self- directed learning must be applied back to the problem with reanalysis and resolution.

           The point of self-firected research for individuals to collect information that will inform the group’s decision-making process in relation to the problem. Is is essential that each individual share coherently what he or she has learned and how that information might impact on developing a solution to the problem.

    6)        A closing analysis of what has been learned from work with the problem and a discussion of what concepts and principles have been learned are essential.

           Given that PBL is very enganging, motivating and involving form of experiential learning, learners are often very close to the immediate details of the problem and the proposed solution. The purpose of the post-experience debriefing process (see Steinwachs, 1992; Thiagarajan, 1993 for details on debriefing) is to consolidate the learning and ensure that the experience all facets of the PBL process to better understand what they know, what they learned, and how they perfomed.

    7)        Self and peer assessment should be carried out at the completion of each problem and at the end of every curricular unit.

           These assessment activities related to the PBL process are closely related to the previous essential characteristic of refecation on knowledge gains. The significance of this activity is to reinforce the self-reflective nature of learing and sharpen a range of metacognitive processing skills.

    8)        The activities carried out in problem-based learning must be those valued in the real world.

           A relation and guidelines for the selection of authentic problems in PBL is discussed extensively in savery & Duffy.

    9)        Students examinations must measure student progress towards the goals of problem-based learning.

           The goals of PBL are both knowledge-based and process-based. Students need to be assessed on both dimensions at regular intervals to ensure that they are benefiting as intended from the PBL approach. Students are responsible for the content in the they have “convered” through engagement with problems. They need to be able to recognize and articulate what they know and what they have learned.

    10)    problem-based learning must be the pedagogical base in the curriculum and not part of a didactic curriculum.

    PBL is based on the principles of adult learning. Knowles, the father os adult learning theory, proposed that a learning environment which is characterized by physical comfort, mutual respect and freedom of expression is accepted, the learners perceive learning goals as their own and accept partial responbility for planning amd conducting the learning sessions and their active participation in the learning process is encouranged. PBL is usually carried out in small groups of 5 to 10 students each, who meet two or three times a week for PBL tutorials. The groups are presented with a clinical problem and in a series of steps, they disuss the possible mechanisms and causes, develop hypotheses and methods to test them, are presented with further information, use this new information to refine their hypotheses and finally, reach a conclusion (Shankar, 2010 : 3249-3250).

    Later and Huinchun (1985 : 15-18) lays out eight characteristics  PBL:

    1. An knowledgement of the base of experience of the learners.
    2. An emphasis on students taking responsibility for their own learning
    3. A crossing of boundaries between disciplines
    4. An interwining of theory and practice.
    5. A focus on the process of knowledge acquisition rather than the products of such a process.
    6. A change in staff role from that of instructor to that of facilitator.
    7. A change in focus from staff assement of learning outcomes to students self-and peer assessement.
    8. A focus on communication and interpersonal skills which help students understand that in order to pass on their knowledge, communication skills are necessary and go beyond their area of tecnical expertise.

    E. Langkah – Langkah Model PBL

    Terdapat beberapa langkah, protokol dan prosedur PBM. Barret (2005 dalam Saleh, 2013 : 210 – 211) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan PBL sebagai berikut:

    1. Mahasiswa diberi permasalahan oleh dosen ( atau permasalhan diungkap dari pengalama mahasiswa ).
    2. Mahasiswa melakukan diskusi dalam kelomok kecil melakukan  hal-hal berikut:
      1. Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan
      2. Mendefinisikan masalah
      3. Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.
      4. Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk enyelesaikan masalah.
    3. Mahasiswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari  sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau melakukan observasi
    4. Mahasiswa kembali kepada kelompok PBL untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah.
    5. Mahasiswa menyajikan solusi yang mereka temukan
    6. Mahasiswa dibantu oleh dosen melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang sudah diperoleh oleh mahasiswa serta bagaimana peran masing-masing mahasiswa dalam kelompok.

    Sedangkan Menurut Arends (2008:55 dalam Suyanto dan Nafiah, 2014: 130). langkah-langkah dalam melaksanakan PBL ada 5 fase yaitu:

    1. Mengorientasi siswa pada masalah.
    2. Mengorganisasi siswa untuk meneliti
    3. Membantu investigasi mandiri dan berkelom­pok
    4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
    5. Menganalisis dan mengevalu­asi proses pemecahan masalah.

    Permasalahan yang digunakan dalam PBL adalah permasala­han yang dihadapi di dunia nyata. Meskipun kemampuan individual dituntut bagi setiap siswa, tetapi dalam proses belajar dalam PBL siswa belajar dalam kelompok untuk memaha­mi persoalan yang dihadapi. Kemudian siswa belajar secara individu untuk memperoleh in­formasi tambahan yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Peran guru dalam PBL yaitu sebagai fasilitator dalam proses pembe­lajaran.

    Tabel 1. Langkah-langkah PBL menurut Abdurrozak, dkk (2016 : 874).

    No.FasePerilaku Guru
    1Fase 1:a.Membahas tujuan pembelajaran.
    Memberikan orientasi mengenai permasalahan kepada siswab.Mendeskripsikan berbagai kebutuhan penting.
    c.Memotivasi siswa agar dapat terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
    2Fase 2:
    Mengorganisasikan siswa agar dapat melakukan penelitiand.Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahan yang dihadapi
    3Fase 3:
    Membantu siswa melakukan investigasi secara mandiri dan Kelompoke.Mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, serta mencari penjelasan dan solusi.
    4Fase 4:
    Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibitf.Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yagn tepat seperti laporan, rekaman video, serta model-model.
    .g.Membantu siswa untuk menyampaikannya kepada orang lain.
    5Fase 5:
    Menganalisis dan mengevaluasi proses-proses dalam mengatasi masalahh.Membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya serta proses-proses yang mereka gunakan.

    Menurut Efendi (2008 : 125- 126), problem based learning merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Dalam metode ini, peserta didik diberikan suatu permasalahan. Selanjutnya secara berkelompok (disarankan kelompok kecil : 8-10 orang) mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk mendapatkan solusi, mereka diharapkan secara katif mencari informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber. Informasi dapat diperoleh dari bahan bacaan (literature), narasumber, dan sebagainya.

    Untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan, maka terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam metode PBL.

    1. Identifikasi masalah

    Mahasiswa membaca masalah yang diberikan dan mendiskusikannya. Mereka dapat terstimulus untuk “mendiagnosis” masalah tersebut dengan segera. Mereka harus didorong untuk berpikirkan lebih dalam pertanyaan “apa”, “mengapa”, “bagaimana”,”kapan”, dan sebagainya.

    2. Ekplorasi pengetahuan yang telah dimiliki

    Klarifikasi istilah yang digunakan dalam masalah beserta maknanya. Mahasiswa datang dengan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya, termasuk dari pengalam hidup. Kita tahu bahwa seseorang dapat memahami materi atau pengetahuan baru jika telah pernah tahu tentang topik tersebut.

    3. Menetapkan hipotesis

    Pada tahap ini diharapkan mahasiswa dapat membangun hipotesis dari permasalahan yang diberikan.

    4. Identifikasi isu-isu yang dipelajari

    Isu pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pertanyaan yang tak dapat dijawab dengan pengetahuan yang masih dimiliki mahasiswa. Pada tahap ini mahasiswa harus menyadari apa yang menjadi isu pembelajaran, baik bagi kelompok maupun tiap individu.

    5. Belajar mandiri

    Pada tahap ini harus jelas isu pembelajaran yang menjadi tujuan bagi tiap mahasiswa. Pada area tertentu, perlu ditentukan bagian yang merupakan bagian dari belajar mandiri mahasiswa. Hal ini bermanfaat sebelum masuk pertemuan (tutorial) berikutnya.

    6. Re-evaluasi dan penerapan pengetahuan bary terhadap masalah

    Mahasiswa berkumpul kembali setelah membahas isu pembelajaran pada tahap sebelumnya. Pada tahap inilah ilmu atau pengetahuan yang beru diterapkan pada permasalahan yang diberikan diawal.

    7. Pengkajian dan refleksi

    Hal ini termasuk melakukan review terhadap pembelajaran yang telah diraih, sekaligus kesempatan bagi kelompok untuk memberikan umpan balik mengenai proses yang telah berlangsung.

    Jensen And Mostrom (2002: 21)Steps in the based learning tutorial process

    1. Step one: identify and elarify terms in the case scenario that are unfamiliar
    2. Step two: define the problem or problems to be discussed (all views should be considered)
    3. Step three: discuss the problem at brainstroming sesions suggest possible explanations based on prior knowledge students draw on etch others knowledge, identify areas of incomplete knowledge
    4. Step four: review move expanations to tentative solutions, record explanations and restructure if needed
    5. Step five: formulate learning objectives group works toword consensusof learning objectives tutor make sure learning abjectives are focused, achievable, comprehensive, and appropriate.
    6. Step six: private (all students gather information related to each learning objective)
    7. Group shares results of private study (students identify their learning resources and share their results) tutor checks learning and assesses group (scribe records key findings during each of the process).

    F. Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis PBL

    Menurut Huriah ( 2018 : 22-23),  problem based learning merupakan bagian dari strategi pembelajaran student center. Terdapat beberapa kelebihan dalam metode PBL, yaitu :

    Kelebihan Problem Based learning

    1. PBL berpusat pada mahasiswa : memotivasi pembelajaran aktif, meningkatkan pemahaman, dan stimulus seseorang untuk terus belajar selama hidupnya.
    2. Kompentensi umum : PBL memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan sikap dan ketrampilan umum yang dikehendaki di masa mendatang.
    3. Intgrasi : PBL memfasilitasi integrasi kurikulum inti.
    4. Motivasi : PBL menyenangkan bagi tutor dan mahasiswa dalam proses melibatkan mahasiswa dalam proses pembelajaran.
    5. Pembelajaran mendalam : PBL meningkatkan kemampuan pemahaman mendalam bagi mahasiswa.
    6. Pendekatan konstruktif : mahasiswa aktif berdasarkan pengetahuan dan membangun kerangka konseptual dari pengetahuan tersebut.

    Menurut Saleh (2013 : 209–210). Sebagai suatu strategi pembelajaran, metode PBL memiliki beberapa keunggulan di antaranya:

    1. Pemecahan masalah ( problem solving ) merupakan teori teknik yang cukup bagus untuk memahami suatu pelajaran.
    2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan mahasiswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi mahasiswa.
    3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran mahasiswa.
    4. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
    5. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu pemecahan masalah itu juga dapat mendorong mahasiswa untuk melakukan evaluasi baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
    6. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada mahasiswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah dan sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh mahasiswa, bukan hanya  sekedar beajar dari dosen atau dari buku-buku saja.
    7. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai mahasiswa.
    8. Pemecahan maslah dapat mengembangka kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
    9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata
    10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat mahasiswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah  berakhir.

    Menurut Wasonowati, dkk (2014: 68). Model PBL dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan, antara lain adalah:

    1. Pemecahan masalah yang diberikan dapat menantang dan membangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan suatu pengetahuan baru.
    2. Pembelajaran dengan model PBL dianggap lebih menyenangkan dan lebih disukai siswa.
    3. Model PBL dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan
    4. Model PBL dapat memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan pengetahuan yang mereka miliki ke dalam dunia nyata.

    G. Kelemahan Model Berbasis PBL

    Menurut Huriah ( 2018 : 22-23),  problem based learning merupakan bagian dari strategi pembelajaran student center. Terdapat beberapa kekurangan dalam metode PBL, yaitu :

    Kekurangan Problem based learning :

    1. Tutor tidak dapat mengajar : tutor merasa nyaman dengan metode tradisional sehingga kemungkinan PBL akan terasa membosankan dan sulit.
    2. Sumber daya manusia :  lebih banyak staf yang terlibat dalam proses tutorial.
    3. Model peran : kemungkinan mahasiswa mengalami kekurangan akses pada dosen yang berkualitas di mana dalam kurikulum tradisional memberikan kuliah dalam kelompok besar.
    4. Sumber-sumber lain : sebagaian  besar mahasiswa memerlukan akses pada perpustakaan yang sama dan internet secara bersamaan pula.
    5. Informasi berlebihan : mahasiswa kemungkinan tidak yakin dengan seberapa banyak belajar mandiri yang diperlukan dan informasi apa yang relavan dan berguna.

    Menurut Saleh ( 2013: 209-210 ) Beberapa kelemahan strategi pembelajaran berbasis masalah antara lain:

    1. Manakala mahasiswa tidak memilikiminat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan measa enggan untuk mencoba.
    2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memcahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
    3. PBL tidak dapat diterapkan untuk setaiap materi pelaran ada bagian dosen berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntu kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.
    4. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman mahasiswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembangian tugas.
    5. Kurang cocok untuk diterapka di Sekolah Dasae Karena masalah kemampuan bekerja dalam kelompok PBL sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak untuk sekolah menengah.
    6. PBL biasanya membutuhkan waktuyang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walaupun PBL berfokus pada masalah bukan konten materi.
    7. Membutuhkan kemampuan dosen yang mampu mendorong kerja mahasiswa dalam kelompok secara efektif, artinya dosen harus memiliki kemampuan memotivasi mahasiswa dengan baik.
    8. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.

    H. Keterkaitan PBL dan Hasil Belajar

    Menurut Orhan & Ruhan (2007 dalam Suyanto dan Nafiah, 2014 : 130-131). Menyatakan bahwa model PBL memberikan dampak posi­tif pada prestasi akademik siswa dan sikap siswa terhadap sains. Dalam pelaksanaan PBL di sekolah kesehatan, PBL memberi dampak positif terhadap kompetensi dokter dalam di- mensi sosial dan kognitif (Gerald Choon-Huat Koh, Hoon Eng Khoo, Mee Lian Wong & David Koh,2008). Dalam penelitian yang di- laksanakan oleh Hasrul Bakri (2009), menun- jukkan bahwa penerapan PBL di SMK dalam pembelajaran praktek dapat meningkatkan minat dan kemampuan praktek siswa dalam praktek menggulung trafo. Penelitian Ade Gafar Abdullah dan Taufik Ridwan (2008), menyatakan bahwa dalam penerapan PBL ter- dapat peningkatan hasil belajar siswa.

    I. Peran Partisipan Dalam Problem Based Learning

    Menurut Suradijono (2009) di dalam Efendi (2008 : 127- 128), selama berlangsungnya proses belajar dalam PBL, mahasiswa akan mendapatkan bimbingan dari  narasumber atau fasilitator, bergantung pada tahapan kegiatan yang dijalankan. Tiap tiap elemen dalam PBL memiliki peran spesifik sebagai berikut :

    1. Narasumber

    Peran narasumber dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.

    1. Menyusun kasus pemicu (trigger problems)
    2. Sebagai sumber pembelajaran untuk informasi yang tidak ditemukan dalam sumber pembelajarab berupa bahan cetak atau elektronik.
    3. Melakukan evaluasi hasil pembelajaran.
    2. Tutor/ fasilitator

    Secara umum peran fasilitator adalah memantau dan memastikan kelancaran kerja kelompok serta melakukan evaluasi terhadap efektivitas proses belajar kelompok. Secara lebih rinci peran fasilitator adalah sebagi berikut :

    1. Pada pertemuan pertama, mengatur kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman.
    2. Memastikan bahwa sebelum proses pembelajaran dimulai setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi dengan suara dikeraskan. Sementara itu teman-teman yang lain mendengarkan da nada seorang anggota yang mencatat informasi yang penting sepanjang jalannya diskusi.
    3. Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok.
    4. Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self-evaluation.
    5. Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian  pada pencapaian tujuan.
    6. Memantau jalannya diskusi dan membuat  catatan tentang berbagi masalah yang muncul dalam proses belajar, serta menjaga agar proses belajar terus berlangsung, agar tidak ada fase dalam proses pembelajaran yang terlewati atau terabaikan dan agar setiap fase dilakukan dalam urutan yang tepat.
    7. Menjaga motivasi mahasiswa dengan mempertahankan unsur tantangan dalam penyelesaian tugas.
    8. Memberikan pengarahan agar dapat membantu mahasiswa keluar dari kesulitannya.
    9. Membimbingan proses belajar mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan ini hendaknya merupakan pertanyaan tentang berbagai konsep, ide, penjelasan, dan sudut pandang.
    10. Mengevaluasi kegiatan belajar mahasiswa, termasuk pertisipasinya dalam proses kelompok. Pengajar perlu memastikan bahwa setiap mahasiswa terlibat dalam proses kelompok serta berbagi pemikiran dan pandangan.
    11. Mengevaluasi penerapan PBL yang telah dilakukan.

    J. Evaluasi Dalam Problem Based Learning

    Menurut Efendi (2008 : 127- 128), tidak selamanya proses belajar dengan metode PBL berjalan dengan lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Hal yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan materi konvensional, di mana pemberian materi hanya terjadi satu arah saja. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara itu, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum. Untuk mengetahui apakah metode PBL berhasil atau tidak, maka dilakukan proses evaluasi/penilaian. Dalam pembelajaran yang berorientasi pada proses, terdapat dua komponen pokok yang perlu diperhatikan dalam proses evaluasi.

    1.      Pengetahuan yang diperoleh mahasiswa

    2.      Proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa

    2.1.11 Komponen – Komponen Model PBL

    1. Sintaks Model PBL.

    Syntac pembelajaran merupakan langkah- langkah operasional pembelajaran yang sifatnya baku. Langkah langkah ini dipilihb sesuai dengan modek yang di kembangkan. Syntax diperlukan dalam pengembangan sebuah model pembelajaran supaya langkah-langkah yang dirancang tersebut dapat dijadikan pedoman bagi guru yang akan menerapkannya (Andayani, 2015 :136).

    Menurut Japar ( 2015:16 ).Sintaks model PBMSK yang dikembangkan terdiri atas tujuh fase, yaitu:

    1. fase-1 menyampaikan tujuan dan orientasi siswa pada masalah,
    2. fase-2 mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar,
    3. fase-3 membimbing penyelidikan individual maupun kelompok,
    4. fase- 4 mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
    5. fase-5 menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah,
    6. fase-6 evaluasi, dan
    7. fase-7 memberi penghargaan,
    8. Sistem Sosial Model PBL.

    Social system atau sistem sosial ialah proses belajar mengenali, menganalisis dan mempertibangkan eksistensi dan perilaku siswa dan guru sebagai sebuah istitusi sosial dalam berbagai ranah dan pebelajaran. Peran guru dn siswa disini lebih dilihat sebagai makhluk sosial dan bagian dari kelompok kepentingan, bukan sebagai idividu (Andayani, 2015 :136).

    Menurut Suradi (2005: 39-40) dalam Japar (2015: 16). Komunikasi antara guru dengan siswa dapat dibagi dalam lima pola, yaitu:

    1. pola ”Guru (G) – Siswa (S)”,
    2. pola ” Guru (G) – Siswa (S) – Guru (G),
    3. pola ”Guru (G) – Siswa (S) – Siswa (S)”,
    4. pola ”Guru (G) – Siswa (S), Siswa (S) – Guru (G), Siswa (S) – Siswa (S), dan
    5. pola melingkar,
    6. Sistem Reaksi Model PBL

    Principles of reaction atau prinsip reaksi adalah suatu prinsip yang menggambarkan bagaimana reaksi siswa terhadap aktivitas pembelajaran yang diterapkan guru. Dalam penerapan sebuah model pembelajaran, reaksis siswa menjadi aktivitas yang terencana, tidak terjadi secara serta merta. Karena itu guru di tuntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran  sehingga tercapai secara tuntas perilaku-perilaku, sikap-sikap yang akan diperoleh pada saat dan setelah pembelajaran berlangsung. Demikian pula sebaliknya, guru harus bereaksi terhadapa aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengrahkan aspek yang sempit melainkan ke suau kesatuan yang utuh dan bermakna (Andayani,2015 : 137).

    Prinsip reaksi model PBMSK. Menurut Joyce, Weil, & Shower (2009) dalam japar (2015:16). bahwa prinsip reaksi merupakan pedoman bagi guru dalam menghargai dan merespons stimulus berupa prilaku-prilaku siswa dalam proses pembelajaran.

    4.      Sistem pendukung model PBL.

    Support System atau sistem pendukung adalah komponen-komponen yang menjadi pendukung dalan penerapan sebuah model pembelajaran. Sistem pendukung ini merupakan sebuah sistem yang menyediakan kemampuan untuk penyelesaian masalah dan menjamin terjadinya interaksi guru siswa untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Bentuk sistem pendukung dapat berupa sekumpulan prosedur berbasis model untuk membantu guru dalam mengambil keputusan dalam pembelajaran (Andayani,2015 : 137-138).

    Menurut Joyce & Weil (2009) dalam Japar (2015:16). bahwa yang dimaksud sistem pendukung adalah segala sarana, bahan, dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut (Japar,2015:16).

    1. Dampak instruksional dan dampak pengiring.

    Menurut Joyce & Weil (2009) dalam Japar (2015:16). Bahwa dampak instruksional adalah tujuan utama yang bersifat segera/mendesak untuk dicapai (instructional effect) yaitu hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan sedangkan dampak pengikut/pengiring yaitu hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran,  sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari guru.

    Menurut Huriah (2018 : 19-20),di dalam aktivitas diskusi tutorial problem based learning terdapat tutor dan mahasiswa, juga dibutuhkan beberapa sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Beberapa fasilitas yang diperlukan, diantaranya :

    1.             Ruang diskusi tutor yang berfungsi  sebagai tempat transit  dan apersepsi antara penanggung jawab  mata kuliah/blok dan tutor. Ruang tutor dilengkapi meja, kursi dan perlengakapan lainnya yang menunjang kegiatan persiapan tutorial bagi tutor.

    2.             Buku penilaian kegiatan tutorial yang berfungsi mengevaluasi kesiapan dan keaktifan dalam pelaksanaan diskusi. Selesai proses diskusi, tutor harus  selesai menilai setiap mahasiswa di buku penilaian tutorial sehingga admin dapat langsung menginput nilai.

    3.             Sesorang petugas yang bertugas untuk mempersiapkan kebutuhan terkait pelaksanaan tutorial dan bertugas menginput nilai kegiatan tutorial.

    4.             Ruang kecil yang cukup nyaman untuk 8 sampai 10 orang, lengkap dengan meja, kursi, papan tulis, dan penerangan yang cukup. Kondisi ruangan 

    5.             Seperangkat komputer untuk petugas admin yang akan melakukan input nilai kegiatan tutorial.

    6.             Perpustakaan mini yang harus dilengkapi dengan referensi baru, sesuai  dengan materi yang dibahas dalam diskusi kelompok. Referensi dapat berupa buku, jurnal, CD-ROM, kaset video, akses internet. Setelah selesai diskusi kelompok mahasiswa diberi kesempatan untuk penelusuran pustaka guna mencari informasi terkait dengan modul.

    7.             Ruang diskusi diluar gedung akan sangat membantu, misalnya taman yang rindang, sejuk, tidak bising dan dilengkapi dengan tempat duduk melingkar, akan sangat mendukung tugas mahasiswa dalam upaya self directed learning.

    8.             Fasilitas wifi atau internet di dalam ruang diskusi yang memungkinkan mahasiswa maupun dosen untuk mengakses jurnal.

    9.             E-learning system untuk mengupload kuis atau mini kuis pada pertemuan kedua. E-Learning juga digunakan untuk mengupload laporan tutorial mahasiswa. Hal ini sangat penting dalam meningkatkan keaktifan mahasiswa terkait keterlibatab dalam e-learning.

    2.2 KAJIAN KRITIS

    Siswa dapat dikatakan belajar apabila terjadi proses perubahan tingkah laku. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai dengan baik. Untuk mengetahui  tercapainya tujuan dari sebuah proses pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi atau penilaian pada akhir proses pembelajaran. Dalam mencapai tujuan tersebut maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang tepat dan efektif.

    Model PBL (Problem-Based Learning) adalah model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung yang dapat meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam berpikir. Kondisi yang tetap harus dipelihara dalam model pembelajaran PBL (Problem-Based Learning) ini adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokrasi, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.

    Tidak selamanya proses belajar dengan metode PBL berjalan dengan lancer. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Hal yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan materi konvensional, di mana pemberian materi hanya terjadi satu arah saja. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara itu, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum. Untuk mengetahui apakah metode PBL berhasil atau tidak, maka dilakukan proses evaluasi/penilaian.

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Untuk mengetahui  tercapainya tujuan dari sebuah proses pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi atau penilaian pada akhir proses pembelajaran. Dalam mencapai tujuan tersebut maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang tepat dan efektif.

    Model PBL (Problem-Based Learning) adalah model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Model pembelajaran berbasis  masalah adalah pembelajaran yang menekankan padaproses penyelesaian masalah.

    Ciri- ciri dari model pembelajaran berbasis PBL ini anatar lain: aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi PBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. strategi PBM (Pembelajaran berbasis masalah) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan mahasiswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan  tetapi melalui strategi PBM mahasiswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya. pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

    Pembelajaran berbasis masala melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karir, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini.

    3.2 Saran

    Adapun beberapa saran dari penulis adalah sebagai berikut:

    1)      Bagi guru mata pelajaran Fisika, penerapan model pembelajaran Fisika berdasarkan masalah pada proses pembelajaran di kelas, dapat ditrapkan  untuk membantu siswa dalam memahami materi secara lebih mudah dengan cara berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok.

    2)      Guru dapat menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif yang disesuaikan dengan materi pembelajaran Fisika.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdurrozak, dkk. 2016. Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal pena ilmiah. Vol. 1, No. 1.

    Andayani. 2015. Problema dan Aksioma : Dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Deepublish.

    Blikstein, Paulo and Chan, Monica M. 2018. Exploring Problem- Based Learning for Middle School Design and Engiineering Education in Digital Fabrication Laboratories. Interdisciplinary Journal of Problem- Based Learning. Volume 12, issue 2.

    Dwi,A.Gunawan,R.Sadirman.2014. Sejarah Indonesia. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

    Efendi, F. N. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

    Harmadi.2017. pengembangan model dan metode pembelajran dalam dinamika belajar siswa. Yogyakarta : Deepublish.

    Hilman, Wendy. 2003. Learning How To Learn: Problem Based Learning. Australian Journal of Teacher Education. Volume 28. Issue 2.

    Huriah, T. 2018. Metode Student Center Learning. Jakarta : Prenada Media Group.

    Japar. 2015. Model Pmbelajaran Berbasis Masalah Setting Kooperatif Untuk Meningkatkan Daya Matematis Dan Keterampilan Sosial. Journal of EST. ISSN : 2460-1497. Vol.1. No.1.

    Jensen, G. M. And Mostrom, E. 2002. Handbook of Teaching and Learning for Physical Therapists. United states: Gayle May.

    Khosim, N. 2017. Model model pembelajaran. Bandung : Sang Surya.

    Li, Huinchun. 2003. Educational Change Towards Problem Based Learning: An Organizational Perspective. Denmark: River Publishers.

    Nafiah, Yunin Nurun dan Suyanto, Wardan. 2014. Penerapan model problem-based learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Jurnal pendidikan vokasi. Vol 4, nomor 1.

    Nata,A. 2009. Perspektif islam tentang starategi pembelajaran. Jakarta : Kencana.

    Ronis, D. L. 2008. Problem-Based Learning For Math & Science Integrating Inquiry and the Internet. California: Corwin Press A Sage Publications Company.

    Sage, S. T. S. 2002. Problems As Possibilities Problem-Based Learning for K-16 Education. Virginia USA: Association for Supervicion and Curriculum Development.

    Saleh, Marhamah. 2013. Strategi pembelajaran Fiqh dengan Problem- Based Learning. Jurnal ilmiah didaktika. Vol XIV. No,1.

    Savery, John R. 2006. Overview of Problem-based Learning: Definitions and Distinctions. Journal of Problem-based Learning. Volume 1, no.1.

    Shankar, P R. 2010. Problem-based Learning: A Review. Journal of Clinical and Diagnostic Research. ISSN: 3249-3254.

    Simone, Chistina De. 2014. Problem-Based Learning in Teacher Education: Trajectories of Change. International Journal of Humanities and Social Science. Vol. 4, No. 12.

    Surjono, Herman dwi dan Wulandari, Bekti.. 2013. Pengaruh Problem-Based Learning Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Plc Di Smk. Jurnal penidikan vokasi. Vol 3, Nomor 2.

    Wasonowati, R.R.T, Dkk. 2014. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Hukum – Hukum Dasar Kimia Ditinjau Dari Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Ipa Sma Negeri 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 3.

  • Makalah Model Pembelajaran Inquiry

    Makalah Model Pembelajaran Inquiry

    Model Pembelajaran Inkuiri

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Perkembangan zaman menuntut berbagai kemajuan di semua bidang. Oleh karena itu, bidang pendidikan pun harus ikut berbenah. Salah satu bagian di bidang pendidikan yang harus berbenah adalah kelas. Kelas merupakan entitas kecil dalam bidang pendidikan yang justru menjadi ujung tombak. Di dalam kelaslah terjadi proses transfer pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik.

    Namun, proses transfer pengetahuan tersebut dapat terganggu jika model penyampaian yang digunakan tidak pas, bahkan monoton. Model yang tidak pas dan monoton akan menyebabkan ilmu yang disampaikan tidak dapat dipahami dengan baik. Bahkan, peserta didik akan merasa bosan di dalam kelas. Jika hal ini tidak segera dicarikan jalan keluar, prestasi dan penyerapan ilmu peserta didik pun akan menurun. Keadaan ini tentu bukan hal yang diharapkan oleh pendidik maupun para peserta didik. Oleh karena itu, upaya perbaikan dalam pembelajaran bukan lagi sebuah keharusan, melainkan sebuah kebutuhan.

    Metode Pembelajaran inquiry merupakan satu komponen penting dalam pendekatan konstruktifistik yang telah memiliki sejarah panjang dalam inovasi atau pembaruan pendidikan. Dalam pembelajaran dengan penemuan atau inkuiri, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Piaget memberikan definisi pendekatan Inquiry sebagai pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi siswa untuk melakukan eksperimen sendiri. Mengajukan pertayaan-pertayaan dan mencari sendiri jawaban atas pertayaan yang mereka ajukan. Metode inkuiri yang didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analisis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuan dengan penuh percaya diri.

    Dalam makalah ini, model pembalajaran yang pemakalah bahas adalah model pembelajaran inkuiri. Menurut pemakalah sendiri model pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran yang sangat menarik, karena dapat memacu pemikiran anak didik, sehingga anak didik dapat menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan yang muncul dibenaknya, dan sepertinya dengan cara ini pengetahuan yang didapat tidak gampang hilang dalam ingatan anak didik karena proses penemuan jawaban tersebut.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apakah pengertian dari model pembelajaran inquiry ?
    2. Apakah tujuan dari model pembelajaran inquiry ?
    3. Apa sajakah karakteristik model pembelajaran inquiry ?
    4. Apa saja Sistem Sosial dalam model inquiry ?
    5. Apa saja Sistem Pendukung dalam model inquiry ?        
    6. Apa saja Aplikasi dalam model inquiry ?
    7. Apa sajakah Prinsip Reaksi dalam model inquiry ?         
    8. Apa sajakah prinsip model pembelajaran inquiry ?
    9. Bagaimanakah langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran inquiry ?
    10. Apa sajakah kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran inquiry ?

    1.3 Tujuan

    1. Untuk mengetahui pengertian dari model pembelajaran inquiry
    2. Untuk mengetahui tujuan dari model pembelajaran inquiry
    3. Untuk mengetahui karakteristik model pembelajaran inquiry
    4. Untuk mengetahui Sistem Sosial dalam model inquiry
    5. Untuk mengetahui Sistem Pendukung dalam model inquiry
    6. Untuk mengetahui Aplikasi dalam model inquiry           
    7. Untuk mengetahui Prinsip Reaksi dalam model inquiry
    8. Untuk mengetahui prinsip model pembelajaran inquiry
    9. Untuk mengetahui langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran inquiry
    10. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran inquiry

    Bab II. Pembahasan

    A. Kajian Pustaka

    Menurut Trianto (2007) dalam Djuanda (2015 : 46-47), menyatakan bahwa discovery merupakan bagian dari inquiry. atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. lnkuiri yang dalam bahasa lnggris inquiry berarti pertanyaan. atau pemeriksaan, penyelidikan. lnkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi.

    Model inkuiri merupakan model pembelaiaran yang penyajiannya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Model inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

    Inquiry adalah kata yang memiliki banyak makna bagi banyak orang dalamberbagai konteks yang berbeda. Dalam bidang sains, inquiry berarti seni atau ilmu bertanya tentang alam dan menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut. Inquiry dilakukan melalui langkah-langkah seperti observasi dan pengukuran, hipotesis, interpretasi, dan penyusunan teori. Inquiry memerlukan eksperimentasi, refleksi, dan pengenalan terhadap kekuatan dan kelemahan metode yang digunakan (Hebrank dalam Kusmayono dan setiawati, 2013:135).

    Dalam bidang pembelajaraan, dikenal pendekatan pembelajaran yang disebut Inquiry-Based Learning (IBL) dan pendekatan pengajaran yang disebut Inquiry-Based Teaching (IBT). IBL adalah cara memperoleh pengetahuan melalui proses inquiry .Sementara itu, IBT adalah sebuah pendekatan pengajaran yang memandatkan guru untuk menciptakan situasi yang memposisikan pemelajar sebagai ilmuwan. Pembelajar mengambil inisiatif untuk mempertanyakan suatu fenomena, mengajukan hipotesis, melakukan observasi di lapangan, menganalisis data, dan menarik simpulan, serta menjelaskan temuannya itu kepada orang lain. Jawaban yang diharapkan atas pertanyaan tersebut tidak bersifat tunggal tetapi jamak. Yang penting adalah bahwa dalam mencari jawaban, pemelajar bekerja dengan menggunakan standar tertentu yang jelas sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, dimungkinkan pemelajar mengintegrasikan dan mensinergikan berbagai disiplin ilmu dan/atau metode yang berbeda (Budnitz dalam Kusmayono dan setiawati. 2013:135).

    According to Wallace dan Husid (2017: 10), IBL is structured and guided yet open to allow students to assume personal roles in their learning. there is fluidity . The more students work with the process, the less they will rely on which step they are attaining. Their infoemation literacy skills, use of Bloom’s taxonomy and progress with IBL merge into self-actualized coursesosof action.

    Menurut Wallace dan Husid (2017: 10), IBL disusun dan dibimbing namun terbuka untuk memungkinkan siswa untuk mengambil peran pribadi dalam pembelajaran mereka. Ada fluiditas. Semakin banyak siswa bekerja dengan proses, semakin sedikit mereka bergantung pada langkah mana yang mereka capai. ketrampilan literasi informasi mereka, penggunaan taksonomi Bloom dan kemajuan dengan IBL bergabung ke dalam program-program tindakan yang diaktualisasikan sendiri.

    IBL is an instructional practice where students explore content by posing, investigating, and answering questions. Students are at the center of the learning experience and take ownership of their own learning (Wells dalam Caswel dan LaBrie, 2017). They often work independently and in small collaborative groups. As Mahavier et al. state, in an IBL classroom, “the instructor plays the role of coach, mentor, collaborator, guide, and occasional cheerleader” More specifically, the teacher’s role in IBL is to guide students and promote thinking and curiosity. This takes purposeful planning to manage multiple student investigations simultaneously. Teachers monitor the progress of each student and provide immediate feedback (Jones dalam Caswel dan LaBrie, 2017). IBL does not indicate less guidance from the teacher, but rather delivers instruction in such a way that the student constructs their own meaning (Pitma dalam Caswel dan LaBrie,2017) . The teacher serves as the facilitator who plans, instigates, and observes the student learning process. Currently, there are many definitions of IBL and a variety of approaches. The Academy of Inquiry-Based Learning states that IBL engages students and requires them to: solve problems, conjecture, experiment, explore, create, and communicate .(Ernst dalam Caswel dan LaBrie, 2017).

    IBL adalah praktik pembelajaran di mana siswa mengeksplorasi konten dengan berpose, menyelidiki, dan menjawab pertanyaan. Siswa berada di pusat pengalaman belajar dan mengambil kepemilikan pembelajaran mereka sendiri (Wells dalam Caswel dan LaBrie, 2017). Mereka sering bekerja secara mandiri dan dalam kelompok kolaboratif kecil. Sebagai Mahavier dkk. negara, dalam sebuah kelas IBL, “Instruktur memainkan peran pelatih, Mentor, kolaborator, panduan, dan pemandu sorak sesekali” Lebih spesifik Cally yang terlibat, Peran Guru dalam panduan jurang IBL US Mahasiswa dan mempromosikan pemikiran dan rasa ingin tahu. Ini mengambil perencanaan terencana untuk mengelola banyak penyelidikan siswa secara bersamaan. Guru memantau perkembangan setiap siswa dan memberikan umpan balik langsung. IBL tidak menunjukkan bimbingan kurang dari guru, tetapi memberikan instruksi sedemikian rupa bahwa siswa membangun makna mereka sendiri. Guru berfungsi sebagai fasilitator yang merencanakan, menghasut, dan mengamati proses belajar siswa. Saat ini, ada banyak definisi IBL dan berbagai pendekatan. Akademi Pembelajaran Berbasis Inkuiri menyatakan bahwa IBL melibatkan siswa dan mengharuskan mereka untuk: memecahkan masalah, berspekulasi, bereksperimen, mengeksplorasi, membuat, dan berkomunikasi (Wells dalam Caswel dan LaBrie, 2017).

    Menurut national research council (1996) dalam Ismail (2005 : 22-23), Inkuari secara umumnya bermaksud mencari maklumat, menyoal, dan menyiasat fenomena yang berlaku disekeliling. Melalui inkuiri, pelajaran menerangkan objek ataupun proses menyoal, menjalankan eksperimen bagi berkongsi penemuan atau penyelesaian. Inkuiri saintifik merujuk pada berbagai cara yang digunakan oleh ahli sains bagi mengkaji alam semula jadi dan mencadangkan penjelasan berdasarkan bukti hasil dari pada daya usaha mereka. Inkuiri didalam kelaas sains merujuk pada aktiviti-aktiviti pelajar membolehkan mereka meluaskan pengetahuan dan memahami ide-ide saintifik serta kepahaman tentang bagaimana ahli sain mengkaji alam semesta. Jadi, inkuiri pelajar melibatkan pemerhatian, mengemukakan persoalan, menyimak buku dan sumber-sumber maklumat lain tentang perekara yang sudah diketahui berasaskan bukti eksperimen, menggunakan alat untuk mengumpul, analisis dan interprestasi data, mencadangkan jawaban, penjelasan, dan berkongsi keputusan atau pendapat. Inkuiri memerlukan semacam andaian, penggunaan pemikiran kritikal dan logical dan pertimnbangan penjelasan alternative.

    Menurut DoBoer (1991), jika beliau disuruh memilih satu perkataan lagi menerangkan matlamat pelajarean sains dalam tempoh 30 tahun yang bermula lewat tahun 1950-an maka perkataan itu adalah “inkuiri”. Inkuiri adalah teras kepada usaha sains. Proses inkuiri dimodelkan melalui kaedah yang digunakan oleh ahli sains dalam membuat penemuan. Sains dilihat sebagai himpunan teori dan idea yang dibina berdasarkan dunia fisikal, dan bukan satu koleksi fakta yang tidak bersangkutan dan tidak dapat dissanggah, inkuiri adalah suatu proses yang kompleks dan pelajaran inkuiri akan membawa pengajar mengalami sendiri inkiri saintifik.

    Inkuiri juga dapat diartikan sebagai berikut :

    1. Inkuiri adalah suatu proses mencari dan menyiasat masalah, membina hipotesis, mereka bentuk eksperimen, mengumpulkan data dan membuat eksperimen dan membuat kesimpulan bagi penyelesaian masalah.
    2. Inkuiri didefinisikan sebagai proses mencari kebenaran, maklumat ataupun pengetahuan melalui kaidah penyoalan. Proses inkuiri bermula pengumpulan maklumat melalui indera penglihatan, pendengaran, sentuhan , rasa bau (wheat school dan Disney learning 2000).
    3. Inkuiri didefinisikasebagai teknik penyoalan mengenai suatu perkara dan mencari jawaban kepada penyoalan yang dituturkan. Ia melibatkan pemerhatian dan pengukuran yang teliti, membuat hipotesis, menterjemahkan dan membina teori. Inkuiri memerlukan kemahiran mengeksperimen, refleksi dan mengambil kira kekuatan dan kelemahan kaedah yang digunakan (herank, 2000).

    Dalam inkuiri saintifik pengajar menggunakan pengetahuan, imaginasi, taakulan dan kemahiran proses untuk membina secara aktif kepahaman saintifik. Inkuiri saintifik menggunakan pemikiran dan kemahiran proses untuk membina kepahaman tentang pengetahuan sains secara aktif. Melalui inkuiri, pelajar berlatih kemahiran yang diperlukan dalam kehidupan sahari-hari. Kemahiran adalah kepercayaan yang dipelajari untuk melakukan sesuatu dengan baik. Kemahiran hidup ditarifkan sebagai kemahiran yang membantu individu untuk Berjaya dan melaui kehidupan yang produktif dan memuaskan, seperti berfikir, mengurus, prihatin dan sebagainya (hendrick, 1996).

    Era pembelajaran abad 21 menuntut guru untuk mengajarkan kepada siswa mengenai bagaimana belajar dan bagaimana memproses informasi. Lebih lanjut, hal ini dapat dirinci menjadi apa yang akan diajarkan, bagaimana hal tersebut diajarkan, bagaimana kondisi siswa dan pandangan baru apa yang dapat diberikan. Salah satu model pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran inkuiri. Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry. yang berarti pertanyaan atau penyelidikan. Dalam arti yang lebih luas inkuiri dipandang sebagai suatu proses umum yang dilakukan seseorang untuk mencari atau memahami informasi. Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat. Dengan model ini diharapkan siswa dapat meningkatkan pemahamannya mengenai sains, dapat berpikir kreatif serta dapt mencari serta mengelola informasi.

    Gulo (2002) menyatakan model pembelajaran inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis. analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

    Menurut Majir (2017, 121-122), Model Inquiry Based Learing adalah sebuah teknik mengajar di mana guru melibatkan siswa di dalam proses belajar melalui penggunaan cara cara bertanya, aktivitas problem solving, dan berpikir kritis. Hal ini akan memerlukan banyak waktu dalam persiapannya. Inquiry based learning biasanya berupa kerja kolaboratif. Kelas dibagi ke dalam kelompok kelompok kecil. Setiap kelompok diberi sebuah pertanyaan atau permasalahan yang akan mengarahkan semua anggota kelompok bekerja bersama mengembangkan proyek berdasarkan pertanyaan tersebut untuk menemukan jawabannya. Karena inquiry based learning berbasis pertanyaan, maka guru harus menyiapkan pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga siswa dapat mengembangkan pikirannya. Siswa harus diberi kesempatan untuk mencoba menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Lebih dari itu, jika siswa juga diberi kesempatan untuk mengukur kemajuan belajarnya sendiri, maka ha] ini akan membantu mereka belajar. Model pembelajaran Inkuiri biasanya lebih cocok digunakan pada pembelaiaran matematika, tetapi mata pelajaran lainpun dapat menggunakan model tersebut asal sesuai dengan karakteristik Kompetensi Dasar (KB) atau materi pembelajarannya.

    Menurut syarifuddin (2018 : 65), Model Inquiry Learning Inkuiri artinya proses pembelujaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis (lstarani, 2016). Sedangkan Basyiruddin Usman (2005) mengatakan bahwa inkuiri adalah suatu cara penyampuian pelajaran dengan penelauhan sesuatu yang bersifat mencari secara kritis, analisis, dun argumentatif (ilmiuh) dengun menggunukan langkah lungkah tertentu menuju suutu kesimpulan.

    Menurut Sirait (2012 : 22-23) Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah memper-siapkan sejumlah materi yang harus di hafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus di pahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Gulo dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

    According to Hutchings (2007) in Hepworth dan Walton (2009: 82-83), Inquiry or problem based learning requires information literacy and is also a way to increase the learner’s motivation. The two terms seem to be used to describe similar learning context although advocates of inquiry bsed learning tend to place more emphasis on the learning motivates and is more likey to engage lerners because they are more actively involved and have to take responsibility for the investigation.

    Inquiry based learning tends to take the following form:

    1. Establishment of the area of investigation, a stimuus to questionng usually in the form of a scenario, a task or a problem
    2. Identification by the student group of key issues and appropriate quetions: the absences of a specified reading list means that resources are discovered by students. Decisions about which resources are appropriate are take by the students, thus following a full research method.
    3. Investigation of sources and evidence by individuals or sub groups .
    4. Reporting outcomes to the whole group.
    5. Group reflection on the process far, identifying remaining gaps and analying the scenario afresh in the light of new learning
    6. A process reiterated , re-circling until a provisional halt is called by the exigencies of assessment deadlines.

    Menurut Hutchings (2007) dalam Hepworth dan Walton (2009: 82-83), Inkuiri berbasis masalah atau masalah membutuhkan literasi informasi dan juga merupakan cara untuk meningkatkan motivasi peserta didik. Kedua istilah tersebut tampaknya digunakan untuk menggambarkan konteks pembelajaran yang serupa meskipun para pendukung penyelidikan belajar berinspeksi cenderung lebih menekankan motivasi belajar dan lebih suka melibatkan para lerner karena mereka lebih aktif terlibat dan harus bertanggung jawab atas penyelidikan.

    Pembelajaran berbasis pertanyaan cenderung mengambil bentuk sebagai berikut:

    1. Pembentukan area investigasi, suatu rangsangan untuk questionng biasanya dalam bentuk skenario, tugas atau masalah.
    2. Identifikasi oleh kelompok mahasiswa dari isu-isu kunci dan quetions yang sesuai: absen dari daftar bacaan yang ditentukan berarti bahwa sumber daya ditemukan oleh siswa. Keputusan tentang sumber daya mana yang tepat diambil oleh siswa, sehingga mengikuti metode penelitian lengkap.
    3. Investigasi sumber dan bukti oleh individu atau sub kelompok.
    4. Melaporkan hasil ke seluruh kelompok.
    5. Refleksi kelompok pada proses yang jauh, mengidentifikasi kesenjangan yang tersisa dan menganalisa skenario baru dalam terang pembelajaran baru
    6. Suatu proses diulang kembali, berputar-putar sampai penghentian sementara disebut oleh urgensi tenggat waktu penilaian

    Structured inquiry model is a model that promotes the involvement of learners actively and creatively in the search for, examine, formulate concepts and principles of geometry and to encourage students to develop intellectually and skill in solving the problem. In the structured inquiry model student-centered learning, so that students can actively participating in the learning process. According to Sanjaya (2009) in salim and tiawa (2015) , the main objective of the strategy is the development of inquiry structured thinking skills-oriented learning process. Criteria for success of the learning process by using the inquiry model structure is not determined by the understanding of the learning material but the extent to which students are active search for and find something. Structured inquiry model emphasizes on the development of cognitive, affective and psychomotor balanced manner so that through this model of learning more meaningful. 

    Model inquiry terstruktur adalah model yang mempromosikan keterlibatan pembelajar secara aktif dan kreatif dalam mencari, meneliti, merumuskan konsep dan prinsip geometri dan mendorong siswa untuk mengembangkan intelektual dan keterampilan dalam memecahkan masalah. Dalam model inkuiri terstruktur pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Sanjaya (2009) dalam Salim dan Tiawa(2015), tujuan utama dari strategi ini adalah pengembangan proses belajar berpikir terstruktur yang berorientasi pada keterampilan. Kriteria keberhasilan proses pembelajaran dengan menggunakan struktur model inkuiri tidak ditentukan oleh pemahaman materi pembelajaran tetapi sejauh mana siswa aktif mencari dan menemukan sesuatu. Model inkuiri terstruktur menekankan pengembangan cara-cara kognitif, emosional dan psikomotorik sehingga melalui model pembelajaran ini lebih bermakna.

    According joice and weil (1996 : 193), Inquiry training is designed to bring students directly into the scientific process through exercises that compress the scientific process into small periods of time. What are the effects? Schlenker(1976) reported that inquiry training resulted in increased understanding of science, productivity in creative thinking, and skills for obtaining and analyzing information. He reported that it was not more effective than conventional methods of teaching in the acquisition of information, but tha it was as efficient as recitation or lectures accompanied by laboratory experiences.

    Menurut joice and weil (1996 : 193), Pelatihan inquiry dirancang untuk membawa siswa langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan yang memampatkan proses ilmiah ke dalam periode waktu yang singkat. Apa saja efeknya? Schlenker (1976) melaporkan bahwa pelatihan in-quiry menghasilkan peningkatan pemahaman sains, produktivitas dalam pemikiran kreatif, dan keterampilan untuk memperoleh dan menganalisis informasi. Dia melaporkan bahwa itu tidak lebih efektif daripada metode pengajaran konvensional dalam perolehan informasi, tetapi itu seefisien riwayat atau ceramah disertai dengan pengalaman laboratorium.

    2.1.2 Tujuan Model Inquiry

    Menurut Trianto (2007) dalam Djuanda (2015 : 47), Tujuan utama model inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Model inkuiri merupakan bentuk pembelalajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach), sebab siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pcmbelajaran.

    Menurut Trianto (2007) dalam Djuanda (2015 : 47), peran guru dalam pembelalaran inkuiri yaitu :

    1. Motivator, memberikan rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir.
    2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar iika siswa mengalami kesulitan.
    3. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat
    4. Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas.
    5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
    6. Manajer, mcngelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.
    7. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

    Menurut Setiawam (2006) dalam Djuanda (2015 : 48) Adapun tujuan model inkuri adalah:

    1. Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam memecahkan masalah atau memutuskan sesuatu secara tepat (objektif).
    2. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar lebih tanggap, cermat. dan nalar (kritis. analitis, dan logis).
    3. Membina dan mengembangkan sikap ingin tahu lebih jauh (curiousity).
    4. Mengungkap aspek pengetahuan (kognitif)  maupun sikap (afektif).

    According to Wallace dan Husid (2017: 10), IBL aim to cultivate factual conceptual, and procedural cognition, ideally, classroom teachers and school librarians do more than simply cover the material. Students are more than information receivers, they are knowledge creators. Classroom teachers and school librarians facilitate students participation in setting units’ goals. IBL requires transformation of student, classroom teachers and schoo; librarians perception and use of school libraries. IBL within school libraries is an effective design for research, organization, improvement,evaluation, and innovation. Ultimately, IBL involves students in cognitions describe in Bloom’s Taxonomy.

    Menurut Wallace dan Husid (2017: 10), IBL bertujuan untuk menumbuhkan konseptual faktual, dan kognisi prosedural, idealnya, guru kelas dan pustakawan sekolah melakukan lebih dari sekadar mencakup materi. Siswa lebih dari penerima informasi, mereka adalah pencipta pengetahuan. guru kelas dan pustakawan sekolah memfasilitasi siswa berpartisipasi dalam menetapkan tujuan unit. IBL membutuhkan transformasi siswa, guru kelas dan sekolah dasar; persepsi pustakawan dan penggunaan perpustakaan sekolah. IBL dalam perpustakaan sekolah adalah desain yang efektif untuk penelitian, organisasi, peningkatan, evaluasi, dan inovasi. Akhirnya, ibl melibatkan siswa dalam kognisi yang dijelaskan dalam Taksonomi Bloom.

    Menurut Sirait (2012 : 23) Tujuan umum model pembelajaran inquiry training adalah membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan untuk meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan siswa. Untuk itulah, Suchman tertarik untuk membantu siswa meneliti secara mandiri, tetapi dalam cara yang disiplin. Suchman ingin siswa-siswanya bertanya mengapa sesuatu peristiwa tertentu harus terjadi seperti itu, ada apa sebenarnya, bagaimana saya bisa menyelidikinya. Suchman juga ingin siswanya memperoleh dan memproses data secara logis dengan mengembangkan strategi-strategi intelektual umum yang dapat siswa gunakan untuk mencari tahu terjadinya fenomena atau peristiwa tertentu.

    Menurut (Moh. Uzer Usman. dkk, 1993) dalam Syarifuddin (2018 : 66), Tujuan dan Manfaat Inkuiri adalah sebagai berikut

    1. Mengembungkan kemampuan dun keterampilun dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara objektif dan mandiri;
    2. Mengembangkan kemumpuan berfikir kritis dan analitis;
    3. Mengembangkun rasa ingin tahu dun cara berfikir objektif baik secara individual maupun kelompok.

    Model pembelajaran Inkuiri terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa umuk mencari dan menyelidiki sesumu secara sistematis kritis dan logis sehingga mereka dapat merumuskun sendiri temuannya dari sesuatu yang dipertanyakan. Sedangkun inkuiri Sains esensinya adalah melibatkan siswa puda kasus yang nyata di dalam penyelidikan dengan cara mengkonfomasi dengan area yang diselidiki, dengun cara membantu mereka mengidentifikasi konsep atau metodologi puda area investigasi serta mendorong dalam cara-cara mengatasi masalah. Tujuun Pembelajaran Inquiry umuk mengembangkun kemampuan berfikir secara sistimatis, logis dan kritis sebagai bagian dari proses mental.

    Menurut Simatupang dan Tiarmaida (2015 : 35), Penerapan model pembelajaran inkuiri dapat melatih siswa untuk berpikir secara logis dan sistematis serta lebih percaya diri mengemukakan apa yang ditemukan melalui proses inkuiri. Dalam model pembelajaran inkuiri, guru berperan sebagai :

    1. Motivator, artinya guru mendorong siswa agar dapat berpikir kritis melalui penyajian masalah
    2. Fasilitator, artinya guru membantu siswa dalam mengalami kesulitan
    3. Pengarah, artinya guru memimpin siswa agar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan

    Accroding Coffman (2017 : 2), When designing an inquiry lesson. The goal is to find contructive ways to promote higher level thinking around course content by incorporating both structured and purposeful activities. These activities are often centered around an essential question and subsequent and subquestions to guide student thinking and learning.

    The goal in using inquiry is for students to learn the skill needed to think creatively in developing solutions and to come a new understanding of information, data, and concepts that can then be shared with others to both luarn from and build upon.

    Ketika merancang pelajaran inkuiri. Tujuannya adalah menemukan cara-cara yang kontradiktif untuk mempromosikan pemikiran tingkat yang lebih tinggi di sekitar konten kursus dengan menggabungkan kegiatan yang terstruktur dan terarah. Kegiatan-kegiatan ini sering berpusat di sekitar pertanyaan penting dan selanjutnya dan subpertanyaan untuk memandu pemikiran dan pembelajaran siswa.

    Tujuan dalam menggunakan inkuiri adalah agar siswa belajar keterampilan yang dibutuhkan untuk berpikir kreatif dalam mengembangkan solusi dan untuk mendapatkan pemahaman baru tentang informasi, data, dan konsep yang kemudian dapat dibagi dengan orang lain untuk masuk dan membangun.

    According Walker (2015 : 10), There are to main advantges of teaching science through inquiry. Firstly by using the process of inquiry student remember and understand scientific knowladge better. Secondly while using inquiry student learn how scientists generate knowladge ang how the current body of scientific knowledge was developed and produced (schwab, 1962). Once student have learnt how scientific knowledge is produced thay can than go on to use the same skill and processes to generate new knowladge for themselves.

    Menurut Walker (2015 : 10), Ada manfaat utama mengajar sains melalui inkuiri. Pertama dengan menggunakan proses inkuiri siswa mengingat dan memahami pengetahuan ilmiah dengan lebih baik. Kedua, saat menggunakan siswa inkuiri, pelajari bagaimana para ilmuwan menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana tubuh pengetahuan ilmiah saat ini dikembangkan dan diproduksi (schwab, 1962). Setelah siswa telah belajar bagaimana pengetahuan ilmiah yang dihasilkan dapat dari pergi untuk menggunakan keterampilan dan proses yang sama untuk menghasilkan pengetahuan baru untuk diri mereka sendiri.

    2.1.3 Ciri-ciri dan Karakteristik Model Inquiry

    Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model inkuiri (Sanjaya, 2006: 194), yaitu:

    1. Inkuiri  menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal umuk mencari dan menemukan, artinya model mkulri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pcmbelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
    2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian model pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
    3. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis. atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian dalam model mkuxri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

    Menurut Ibnu Badar ( 2015) dalam Mariyaningsih (2018 : 60). Pembelajarn inkuiri memiliki beberapa ciri di antaranya:

    1. menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencapai dan menemukan,
    2. seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri,
    3. tujuan dari pembelajarn inkuiri yaitu mengembangkan kemampuan berpikir secara Sistematis, logis dan kritis

    Menurut syarifuddin (2018 : 65), Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri:

    1. Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitus siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan ssiwa sebagai subjek belajar;
    2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuutu yang diperlanyukan. Dengun demikian slrategi pembelujaran inkuiri menempalkun guru bukan sebagai semuber belujar, akan telapi sebagai fasililalor dun motivator belajar siswa;
    3. Tujuan dari pengunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berf’lkir secara sistematis, logis dan kritis.

    According Coffman (2017 : 2-3), Question should motivate or hook students and gain their interest. they also provide opportunities for students to investigate phenomenon from multiple perspectives and garner viewpoints individually. In small group, and as a class.

    The teacher scaffolds the learning process to engage students around curricular goals and authentic yet meaningful tasks so that connection can be made to essential questions.

    Menurut Coffman (2017 : 2-3), Pertanyaan harus memotivasi atau mengaitkan siswa dan mendapatkan minat mereka. mereka juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyelidiki fenomena dari berbagai perspektif dan mengumpulkan sudut pandang secara individual. Dalam kelompok kecil, dan sebagai kelas.

    Guru merancangkan proses pembelajaran untuk melibatkan siswa di sekitar tujuan kurikuler dan tugas-tugas yang autentik namun bermakna sehingga koneksi dapat dilakukan untuk pertanyaan-pertanyaan penting.

    The inquiry-based teaching approach is supported on knowledge about the learning process that has emerged from research (Bransford, Brown, & Cocking, 2000 in Abdi 2014). In inquiry-based science education, children become engaged in many of the activities and thinking processes that scientists use to produce new knowledge. Science educators encourage teachers to replace traditional teacher-centered instructional practices, such as emphasis on textbooks, lectures, and scientific facts, with inquiry-oriented approaches that (a) engage student interest in science, (b) provide opportunities for students to use appropriate laboratory techniques to collect evidence, (c) require students to solve problems using logic and evidence, (d) encourage students to conduct further study to develop more elaborate explanations, and (e) emphasize the importance of writing scientific explanations on the basis of evidence(secker,2002 inAbdi 2014). Sandoval & Reiser (2004) in abdi (2014) pointed out in order to build the inquiry-based classroom environment must construct a community of practice like the scientists work. In authentic inquiry-based activities, the students take action as scientists did, experiencing the process of knowing and the justification of knowledge.

    Pendekatan pengajaran berbasis inkuiri didukung oleh pengetahuan tentang proses pembelajaran yang muncul dari penelitian (Bransford, Brown, & Cocking, 2000 dalam Abdi 2014)). Dalam pendidikan sains berbasis inkuiri, anak-anak terlibat dalam banyak kegiatan dan proses berpikir yang digunakan para ilmuwan untuk menghasilkan pengetahuan baru. Pendidik sains mendorong guru untuk menggantikan praktik pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru, seperti penekanan pada buku teks, kuliah, dan fakta ilmiah, dengan pendekatan berorientasi penyelidikan yang (a) melibatkan minat siswa dalam sains, (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk menggunakan yang sesuai teknik laboratorium untuk mengumpulkan bukti, (c) meminta siswa untuk memecahkan masalah menggunakan logika dan bukti, (d) mendorong siswa untuk melakukan studi lebih lanjut untuk mengembangkan penjelasan yang lebih terperinci, dan (e) menekankan pentingnya menulis penjelasan ilmiah berdasarkan bukti (Secker, 2002 dalam Abdi 2014). Sandoval & Reiser (2004) dalam Abdi (2104), menunjukkan dalam rangka membangun lingkungan kelas berbasis inkuiri harus membangunsebuah komunitas praktik seperti para ilmuwan bekerja. Dalam kegiatan berbasis inkuiri yang otentik, para siswa mengambil tindakan seperti yang dilakukan para ilmuwan, mengalami proses mengetahui dan pembenaran pengetahuan.

    2.1.4 Sistem Sosial

    According joice and weil (1996 : 199-200), Suchman’s intention is that the social system be cooperative and rigorous. Although the inquiry training model can be quite highly structured, with the social system controlled largely by the teacher, the intellectual environment is open to all relevant ideas; teachers and students participate as equals where ideas are concerned. Moreover, the teacher should encourage students to initiate inquiry as m principles of inquiry, the structure can expand to include the use of resource material, dialogue with other students, experimentation, and discussion with the teacher uch as possible. As the students learn the principles of inquiry, the structure can expland to include the use of resource material, dialogue with other students, experimentation, and discussion with the techer.

    After a period of practice in teacher-structured inquiry sessions, stu- dents can undertake inquiry in more student-controlled settings. A stimu- lating event can be set up in the room, and students can inquire on their own or in informal groups, alternating between open-ended inquiry ses- sions and data gathering with the aid of resource materials. In this way, the students can move back and forth between inquiry sessions and indepen- dent study. This utilization of the inquiry training model is especially suited to the open-classroom setting, where the teacher’s role is that of instruc- tional manager and monitor. In the initial stages of inquiry the teacher’s role is to select (or construct) the problem situation, to referee the inquiry according to inquiry proce- dures, to respond to students’ inquiry probes with the necessary informa- tion, to help beginning inquirers establish a focus in their inquiry, and to facilitate discussion of the problem situation among the students.

    In the initial stages of inquiry the teacher’s role is to select(or construct) the problem situation, to referee the inquiry according to inquiry procedures, to respond to students’ inquiry probes with the necessary information, to help beginning inquirers establish a focus in their inquiry, and to facilitate discussion of the problem situation among the students.

    Menurut joice and weil (1996 : 199-200), Maksud Suchman adalah bahwa sistem sosial harus kooperatif dan ketat. Meskipun model pelatihan inkuiri dapat sangat terstruktur, dengan sistem sosial yang dikendalikan sebagian besar oleh guru, lingkungan intelektual terbuka untuk semua ide yang relevan; guru dan siswa berpartisipasi sebagai sederajat di mana ide-ide diperhatikan. Selain itu, guru harus mendorong siswa untuk memulai penyelidikan sebagai prinsip-prinsip penyelidikan, struktur dapat diperluas untuk memasukkan penggunaan bahan sumber daya, dialog dengan siswa lain, eksperimen, dan diskusi dengan guru uch mungkin. Ketika siswa belajar prinsip-prinsip penyelidikan, struktur dapat diperluas untuk memasukkan penggunaan bahan sumber, dialog dengan siswa lain, eksperimen, dan diskusi dengan guru.

    Setelah periode praktik dalam sesi inkuiri yang terstruktur guru, siswa dapat melakukan penyelidikan di lebih banyak pengaturan yang dikendalikan siswa. Peristiwa stimulasi dapat diatur di dalam ruangan, dan siswa dapat bertanya sendiri atau dalam kelompok informal, bergantian antara sesi tanya jawab terbuka dan pengumpulan data dengan bantuan bahan sumber daya. Dengan cara ini, siswa dapat bergerak bolak-balik antara sesi inkuiri dan studi independen. Penggunaan model pelatihan inkuiri ini sangat cocok untuk pengaturan ruang kelas terbuka, di mana peran guru adalah manajer instruksional dan monitor. Pada tahap awal penyelidikan, peran guru adalah untuk memilih (atau membangun) situasi masalah, untuk wasit penyelidikan sesuai dengan prosedur penyelidikan, untuk menanggapi penyelidikan pertanyaan siswa dengan informasi yang diperlukan, untuk membantu memulai penyelidikan. fokus dalam penyelidikan mereka, dan untuk memfasilitasi diskusi tentang situasi masalah di antara para siswa.

    Pada tahap awal penyelidikan, peran guru adalah untuk memilih (atau membangun) situasi masalah, untuk wasit penyelidikan sesuai dengan prosedur penyelidikan, untuk menanggapi penyelidikan pertanyaan siswa dengan informasi yang diperlukan, untuk membantu memulai penyelidikan. fokus dalam penyelidikan mereka, dan untuk memfasilitasi diskusi tentang situasi masalah di antara para siswa.

    2.1.5 Sistem Pendukung

    According joice and weil (1996 : 201), The optimal support is a set of confronting materials, a teacher who understands the intellectual processes and strategies of inquiry, and resource materials bearing on the problem.

    Menurut joice and weil (1996 : 201), Dukungan optimal adalah seperangkat materi yang dihadapi, seorang guru yang memahami proses intelektual dan strategi penyelidikan, dan materi sumber daya yang terkait dengan masalah.

    2.1.6 Aplikasi

    According joice and weil (1996 : 201), Although inquiry training was originally developed for the natural sciences, its procedures are usable in all subject areas; any topic that can be formulated as a puzzling situation is a candidate for inquiry training. In literature, murder mysteries and science fiction stories or plots make excellent puzzling situations. Newspaper articles about bizarre or improbable situations may be used to construct stimulus events. One of the authors was at a Chinese restaurant not too long ago and puzzled over the question, “How is the fortune put into the fortune cookie, since it does not appear burned or cooked in any way?” It occurred to us that this would make an excellent inquiry-training topic for young children. The social sciences also offer numerous possibilities for inquiry training.

    Menurut joice and weil (1996 : 201), The construction of puzzling situations is the critical task, because it transforms curriculum content into problems to be explored. When objects and other materials are not available or appropriate to the problem situation, we recommend that teachers make up a problem statement for students and a fact sheet for themselves. The problem statement describes the discrepant event and provides the information that is shared initially with the students. The fact sheet gives the teacher further information about the problem, and the teacher draws on it to respond to the students questions. Two examples of this process follow.

    Meskipun pelatihan inkuiri awalnya dikembangkan untuk ilmu alam, prosedurnya dapat digunakan di semua bidang subjek; setiap topik yang dapat dirumuskan sebagai situasi yang membingungkan adalah kandidat untuk pelatihan inkuiri. Dalam literatur, misteri pembunuhan dan cerita fiksi ilmiah atau plot membuat situasi yang sangat membingungkan. Artikel surat kabar tentang situasi ganjil atau mustahil dapat digunakan untuk membangun peristiwa stimulus. Salah satu penulis berada di sebuah restoran Cina belum lama ini dan bingung atas pertanyaan, “Bagaimana keberuntungan dimasukkan ke dalam kue keberuntungan, karena itu tidak tampak terbakar atau dimasak dengan cara apa pun? “Kami sadar bahwa ini akan menjadi topik pelatihan penyelidikan yang sangat baik bagi anak-anak. Ilmu sosial juga menawarkan banyak kemungkinan untuk pelatihan penyelidikan.

    Konstruksi situasi yang membingungkan adalah tugas penting, karena mengubah konten kurikulum menjadi masalah untuk dieksplorasi.Ketika objek dan materi lain tidak tersedia atau sesuai dengan situasi masalah, kami menyarankan agar guru membuat pernyataan masalah untuk siswa dan fakta. lembar untuk diri mereka sendiri.Pernyataan masalah menggambarkan kejadian discrepant dan memberikan informasi yang dibagikan pada awalnya dengan siswa. Lembar fakta memberikan informasi lebih lanjut kepada guru tentang masalah, dan guru menggambar di atasnya untuk menjawab pertanyaan siswa. dari proses ini ikuti.

    2.1.7 Prinsip Reaksi

    According joice and weil (1996 : 200), The most important reactions of the teacher take place during the second and third phases. During the second phase the teachers task is to help he students to inquire but not to do the inquiry for them. If the teacher is asked questions that cannot be answered by a yes or no, he or she must ask the students to rephrase the questions so as to further their own attempts to collect data and relate them to the problem situation. The teacher can, if necessary, keep the inquiry moving by making new information available to the group and by focusing on particular problem events or by raising ques- tions. During the last phase, the teachers task is to keep the inquiry directed toward the process of investigation itself.

    Menurut joice and weil (1996 : 200), Reaksi yang paling penting dari guru terjadi selama fase kedua dan ketiga. Selama fase kedua tugas guru adalah membantu siswa untuk bertanya tetapi tidak melakukan penyelidikan untuk mereka. Jika guru ditanya pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh ya atau tidak, dia harus meminta siswa untuk ulang kata-kata pertanyaan sehingga untuk lebih lanjut upaya mereka sendiri untuk mengumpulkan data dan menghubungkannya dengan situasi masalah. Guru dapat, jika perlu, menjaga penyelidikan bergerak dengan membuat informasi baru tersedia untuk kelompok dan dengan berfokus pada peristiwa masalah tertentu atau dengan mengajukan pertanyaan. Selama fase terakhir, tugas guru adalah untuk menjaga penyelidikan yang diarahkan pada proses penyelidikan itu sendiri.

    2.1.8 Prinsip Model Inquiry

    Menurut Sanjaya (2006) dalam Djuanda (2015: 47-48), Dalam penggunaan model Inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru yaitu:

    a. Berorietasi pada Pengembangan Intelektual

    Tujuan utama model inkulri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Maka kriteria keberhasilan dari proses pcmbelajaran bukan ditentukan oleh sejauhmana siswa dapat menguasai materi pelajaran, tetapi sejauhmana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu.

    b. Prinsip Interaksi

    Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi. baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belaiar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.

    c. Prinsip Bertanya

    Peran guru yang harus dilakukan dalam model lnkuiri adalah guru sebagai penanya. Sehab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.

    d. Prinsip Belajar untuk Berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpiknr (learning how to think), yaitu proses mengcmbangkan potensi seluruh otak. Pcmbclajaran bcrpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

    e. Prinsip Keterbukaan

    Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan, oleh sehab itu siswa perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.

    2.1.9Langkah-langkah Model Inquiry

    According joice and weil (1996 : 197-199), Inquiry training has five phases, The first phase is the student’s confrontation with the puzzling situation. Phases two and three are the data-gathering operations of verification and experimentation. In these two phases, students ask a series of questions to which the teacher replies yes or no and they conduct a series of experiments on the environment of the problem situation. In the fourth phase, students organize the information they obtained during the data gathering and try to explain the discrepancy. Finally, in phase five, students analyze the problem-solving strategies they used during the inquiry.             

    Phase one requires that the teacher present the problem situation and explain the inquiry procedures to the students(the objectives and the procedure of the yes/no question). The formulation of a discrepant event such as the bimetallic strip problem requires some thought,  although the strategy can be based on relatively simple problems-a puzzle, riddle, or magic trick-that do not require much background knowledge. Of course, the ultimate goal is to have students, especially older students, experience the cre-  ation of new knowledge, much as scholars do. However, beginning inquiries can be based on very simple ideas.

    The distinguishing feature of the discrepancy is that it involves events that conflict with our notions of reality. In this sense, not every puzzling situation is a discrepant event. It may be puzzling because we do not know the answer, but we do not need new concepts to understand it, and therefore we do not need to conduct an inquiry. We mention this because occasionally teachers do not pick problems that are truly puzzling to the student. In these cases, the learning activity does not progress beyond a”20-questions” format. Even though the questioning activity has value for its own sake, it should not be confused with the notion of scefcinquiry. Phase two, verification, is the process whereby students gather information about an event they see or experience. In experimentation, phase three, students introduce new elements into the situation to see if the event happens differently. Although verification and experimentation described as separate phases of the model, the students’ thinking and the types of questions they generate usually alternate between these two aspects of data gathering. Experiments serve two functions: exploration and direct testing. Exploration-changing things to see what will happen-is not necessarily guided by a theory or hypothesis, but it may suggest ideas for a theory Direct test ing occurs when students try out a theory or hypothesis. The process of con verting a hypothesis into an experiment is not easy and takes practice.  Many verification and experimentation questions are required just to investigate one theory We have found that even sophisticated adulis find it easier to say, “I think it has something to do with. ” than to think of a series of questions that will test the theory. Also, few theories can be discarded on the basis of one experiment. Although it is tempting to throw away” a variable if the first experiment does not support it, it can be very misleading to do so.  One of the teacher’s roles is to restrain students whenever they assume that a variable has been disproven when it has not.                

    A second function of the teacher is to broaden the students’  inquiry by expanding the type of information they obtain. During verification they may ask questions about objects, properties, conditions, and events. Object questions are intended to determine the nature or identity of objects. (Is the knife made of steel? Is the liquid water?)  Event questions attempt to verify the occurrence or nature of an action. (Did the knife bend upward the second time?) Condition questions relate to the state of objects or systems at a particular time. (Was the blade hotter than room temperature when the teacher held it up and showed that it was bent? Did the color change when the liquid was added?) Property questions aim to verify the behavior of objects under certain conditions as a way of gaining new information to help build a theory. (Does copper always bend when it is heated?)  Because students tend not to verify all aspects of the problem, teachers can be aware of the type of information needed and work to change the questioning pattern.

    In phase four, the teacher calls on the students to organize the data and to formulate an explanation. Some students have difficulty making the intellectual leap between comprehending the information they have gathered and constructing a clear explanation of it. They may give inadequate explanations, omitting essential details. Sometimes several theories or explanations are possible based on the same data. In such cases, it is often useful to ask students to state their explanations so that the range of possible hypotheses becomes obvious. Together the group can shape the explanation that fully responds to the problem situation. Finally, in phase five, the students are asked to analyze their pattern of inquiry. They may determine the questions that were most effective, the lines of questioning that were productive and those that were not, or the type of information hey needed and did not obtain. This phase is essential if we are to make the inquiry process a conscious one and systematically try to improve it.

    Menurut joice and weil (1996 : 197-199), Pelatihan Inquiry memiliki lima fase, Fase pertama adalah konfrontasi siswa dengan situasi yang membingungkan. Fase dua dan tiga adalah operasi pengumpulan data verifikasi dan eksperimen. Dalam dua fase ini, siswa mengajukan serangkaian pertanyaan yang guru jawab ya atau tidak dan mereka melakukan serangkaian percobaan pada lingkungan situasi masalah. Pada fase keempat, siswa mengatur informasi yang mereka peroleh selama pengumpulan data dan mencoba untuk menjelaskan perbedaan tersebut. Akhirnya, pada fase lima, siswa menganalisis strategi pemecahan masalah yang mereka gunakan selama penyelidikan.

    Tahap pertama mengharuskan guru menyajikan situasi masalah dan menjelaskan prosedur permintaan kepada siswa (tujuan dan prosedur pertanyaan ya / tidak). Perumusan acara discrepant seperti masalah bimetal strip membutuhkan beberapa pemikiran, meskipun strategi dapat didasarkan pada masalah yang relatif sederhana – teka-teki, teka-teki, atau trik sulap yang tidak memerlukan banyak latar belakang pengetahuan. Tentu saja, tujuan akhir adalah untuk memiliki siswa, terutama siswa yang lebih tua, mengalami penciptaan pengetahuan baru, seperti yang dilakukan oleh para sarjana. Namun, pertanyaan awal dapat didasarkan pada ide-ide yang sangat sederhana.

    Ciri yang membedakan dari ketidaksesuaian adalah bahwa ia melibatkan peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan pengertian kita tentang realitas. Dalam pengertian ini, tidak setiap situasi yang membingungkan adalah kejadian yang tidak selaras. Mungkin membingungkan karena kita tidak tahu jawabannya, tetapi kita tidak membutuhkan konsep baru untuk memahaminya, dan oleh karena itu kita tidak perlu melakukan penyelidikan. Kami menyebutkan ini karena terkadang guru tidak memilih masalah yang benar-benar membingungkan siswa. Dalam kasus ini, aktivitas pembelajaran tidak berkembang melampaui format “20-pertanyaan”. Meskipun aktivitas bertanya memiliki nilai untuk kepentingannya sendiri, seharusnya tidak dibingungkan dengan gagasan scefcinquiry. Tahap dua, verifikasi, adalah proses di mana para siswa mengumpulkan informasi tentang suatu peristiwa yang mereka lihat atau alami. Dalam eksperimen, tahap ketiga, siswa memperkenalkan elemen baru ke dalam situasi untuk melihat apakah peristiwa tersebut terjadi secara berbeda. Meskipun verifikasi dan eksperimen dijelaskan sebagai fase terpisah dari model, pemikiran siswa dan jenis pertanyaan yang mereka hasilkan biasanya bergantian antara dua aspek pengumpulan data ini. Eksperimen melayani dua fungsi: eksplorasi dan pengujian langsung.

    Eksplorasi-mengubah hal-hal untuk melihat apa yang akan terjadi-tidak selalu dipandu oleh teori atau hipotesis, tetapi mungkin menyarankan ide untuk teori. Uji langsung terjadi ketika siswa mencoba teori atau hipotesis. Proses mengkonstruksikan hipotesis ke dalam eksperimen tidak mudah dan membutuhkan latihan. Banyak pertanyaan verifikasi dan eksperimentasi diperlukan hanya untuk menyelidiki satu teori Kami telah menemukan bahwa adulis yang canggih pun merasa lebih mudah untuk mengatakan, “Saya pikir itu ada hubungannya dengan.” Daripada memikirkan serangkaian pertanyaan yang akan menguji teori. Juga, beberapa teori dapat dibuang atas dasar satu eksperimen. Meskipun tergoda untuk membuang “sebuah variabel jika percobaan pertama tidak mendukungnya, itu bisa sangat menyesatkan untuk melakukannya.

    Salah satu peran guru adalah untuk menahan siswa kapan pun mereka menganggap bahwa variabel telah terbukti salah ketika tidak, fungsi kedua dari guru adalah untuk memperluas pertanyaan siswa dengan memperluas jenis informasi yang mereka dapatkan, selama verifikasi mereka dapat mengajukan pertanyaan tentang objek, properti, kondisi, dan acara. Obyek pertanyaan tions dimaksudkan untuk menentukan sifat atau identitas benda. (Apakah pisau terbuat dari baja? Apakah air cair?) Pertanyaan acara mencoba untuk memverifikasi kejadian atau sifat dari suatu tindakan. (Apakah pisau menekuk ke atas waktu kedua?) Pertanyaan kondisi berhubungan dengan keadaan benda atau sistem pada waktu tertentu. (Apakah pisau lebih panas dari suhu kamar ketika guru mengangkatnya dan menunjukkan bahwa itu bengkok? Apakah warna berubah ketika cairan ditambahkan?) Stion bertujuan untuk memverifikasi perilaku objek dalam kondisi tertentu sebagai cara mendapatkan informasi baru untuk membantu membangun teori. (Apakah tembaga selalu membengkok ketika dipanaskan?) Karena siswa cenderung tidak memverifikasi semua aspek masalah, guru dapat menyadari jenis informasi yang dibutuhkan dan bekerja untuk mengubah pola pertanyaan.

    Pada fase empat, guru memanggil siswa untuk mengatur data dan merumuskan penjelasan. Beberapa siswa mengalami kesulitan membuat lompatan intelektual antara memahami informasi yang telah mereka kumpulkan dan menyusun penjelasan yang jelas tentangnya. Mereka mungkin memberikan penjelasan yang tidak memadai, mengabaikan detail-detail penting. Terkadang beberapa teori atau penjelasan dimungkinkan berdasarkan data yang sama. Dalam kasus seperti itu, sering kali berguna untuk meminta siswa menyatakan penjelasan mereka sehingga rentang kemungkinan hipnotis menjadi jelas. Bersama-sama, kelompok dapat membentuk penjelasan yang sepenuhnya menanggapi situasi masalah. Akhirnya, di fase lima, para siswa diminta untuk menganalisis pola pertanyaan mereka. Mereka dapat menentukan pertanyaan-pertanyaan yang paling efektif, garis-garis pertanyaan yang produktif dan yang tidak, atau jenis informasi yang diperlukan dan tidak didapatkan. Fase ini penting jika kita ingin membuat proses penyelidikan secara sadar dan secara sistematis mencoba memperbaikinya.

    Menurut Sanjaya (2006) dalam Djuanda (2015 : 49-50), Langkah langkah pembelajaran model inkuiri sebagaimana yang dikemukakan adalah sebagai berlkut:

    a. Orientasi

    Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa Siap melaksanakan proses pembealaran. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahapan orientasi adalah:

    1. Menlelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai olch siswa.
    2. Munjelaskan pokok-pukok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulal dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.
    3. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

    b. Merumuskan Masalah

    1. Merumuskan masalah merupakan langkah memhawa siswa pada suatu persoalan. Beberapa Masalah dapat dirumuskan sendiri oleh siswa ataupun dengan bantuan guru.
    2. Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkan jawabannya secara pasti.
    3. Konsep konsep dalam masalah adalah konsep konsep yang telah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya. sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri guru perlu yakin terlehih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah.

    c. Merumuskan Hipotesis

    Hipotesis adalah jawahan sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji kebendrannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mcngembangkan kemampuan berhipotesis pada setiap siswa adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

    d. Mengumpulkan Data

    Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting daldm pengembangan intelektual. Oleh sebab itu tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mcncari informasi yang dibutuhkan.

    e. Menguji Hipotesis

    Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diproleh berdasarkan pengumpulan data.

    f. Merumuskan Kesimpulan

    Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

    Menurut Gulo (2002) dalam Mariyaningsih (2018 : 62-63)menyatakan bahwa model pembelajam inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi juga mengambangkan seluruh potensi yang ada. Berikut dijelaskan langkah langkah dalam implementasi model pembelajaran inkuiri.

    Berikut akan dijelaskan lebih rinci langkah-Iangkah tersebut:

    a) Mengajukan pertanyaan atau permasalahan

    Pembelajaran inkuiri dimulai dari penanyaan atau permasalahan yang diajukan, di mana ada tiga kemampuan yang dituntut dari siswa, yakni: kemampuan untuk menyadari adanya masalah, melihat pentingnya masalah dan kemampuan dalam merumuskan masalah.

    b) Merumuskan hipotesis

    Guru menanyakan kepada siswa mengenai hipotesis atau jawaban sementara yang mungkin sebagai solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Adapun kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis adalah: kemampuan menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh, melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis serta kemampuan merumuskan hipotesis.

    c) Mengumpulkan data

    Hipotesis yang dibuat dapat digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data, baik berupa data tabel, matriks ataupun graHk. Dalam hal ini kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan dalam mengaitkan peristiwa. menyusun data dan menganalisis data.

    d) Analisis data

    Hipotesa yang disusun harus dibuktikan kebenarannya melalui analisis data yang diperoleh. Setelah melakukan percobaan siswa dapat menguji hipotesis yang dirumuskan. Siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.

    e) Membuat kesimpulan

    Langkah ini merupakan langkah terakhir setelah langkah pertama sampai keempat telah selesai dilakukan. Kesimpulan dapat dibuat oleh siswa dengan dipandu guru.

    Menurut Majir (2017, 122), Adapun Langkah-langkah dalam model inkuiri sebagai berikut:

    1. Observasi/Mengamati berbagi fenomena alam. Kegiatan ini memberikan pengalaman belaiar kepada peserta didik bagaimana mengamati berbagai fakta atau fenomena dalam mata pelajaran tertentu.
    2. Mengajukan pertanyaan tentang fenomana yang dihadapi. Tahapan ini melatih peserta didik untuk mengeksplorasi fenomena melalui kegiatan menanya baik terhadap guru, teman, atau melalui sumber yang lain.
    3. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban. Pada tahapan ini peserta didik dapat mengasosiasi atau melakukan penalaran terhadap kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
    4. Mengumpulkan data yang terakait dengandugaan atau pertanyaan yang diajukan, sehingga pada kegiatan tersebut peserta didik dapat memprediksi dugaan atau yang paling tepat sebagai dasar untuk merumuskan suatu kesimpulan.
    5. Merumuskan kesimpulan kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianah‘sis, sehingga peserta didik dapat mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya.

    Menurut Sirait (2012) Model pembelajaran inquiry training memiliki lima tahap pembelajaran, yaitu:

    1. Fase I: Menghadapkan pada masalah. Menghadapkan siswa dengan situasi yang membingungkan (masalah).
    2. Fase II: Merumuskan hipotesis. Mengajukan pertanyaan dimana pertanyaan tersebut sudah mengandung jawaban.
    3. Fase III: Pengumpulan data-eksperimentasi. Memisahkan variabel yang relevan. Menghipotesiskan (serta menguji) hubungan kausal.
    4. Fase IV: Mengolah, memformulasikan suatu penjelasan. Memfor-mulasikan aturan dan penjelasan.
    5. Fase V: Analisis proses penelitian. Menganalisis strategi penelitian dan mengembangkan yang paling efektif.

    Menurut Tiarmaida (2015), Model pembelajaran inkuiri dapat membantu siswa mengkonstruksi langsung pengetahuan melalui setiap kegiatan yang telah dirancang pada fase inkuiri. Adapun fase tersebut adalah sebagai berikut :

    1. Penyajian masalah, guru menyajikan masalah dan menyampaikan informasi dengan bantuan peta konsep tentang materi listrik dinamis agar siswa dapat meningkatkan pokok-pokok materi listrik dinamis yang diajarkan.
    2. Membuat hipotesisi, setiap siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pendapat dalam membentuk hipotesis, sehingga siswa belajar menyelesaikan masalah,berpikir logis dan kritis yakni dengan mengemukakan hipotesis, bertanya kepada guru, serta mengemukakan pendapat mengenai permasalahan yang disajikan
    3. Melakukan percobaan untuk memperoleh imformasi, siswa melakukan percobaan untuk memperoleh jawaban dari hipotesis yang diajukan. Dalam hal ini, siswa didorong untuk belajar sendiri dan belajar aktif melalui proses penemuan konsep dalam percobaan
    4. Membuat kesimpulan, siswa dibimbing untuk membuat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan.

    According Maniotes (2017 : 7), The guided inquiry design process begins with open, to eatch student attention, get the thinking, and help them make connections with the word outside of school. Next is immerse, which is designed to build enough background knowledge to generate some intersiting ideas to investigate.The explore those ideas for an importent, authentic, engaging inquiry question. Next, pause to identify and clearly rticulate the inquiry question before moving on the gather imformation. Afther gathering, create and sharewhat student have learned, guided inquiry is designed to encourage collaborative construction of knowledge with reflection and assassment of learning occurring throughout the process

    Menurut Maniotes (2017 : 7), Proses desain inkuiri terbimbing dimulai dengan membuka, untuk menarik perhatian siswa, mendapatkan pemikiran, dan membantu mereka membuat hubungan dengan kata di luar sekolah. Selanjutnya adalah immerse, yang dirancang untuk membangun pengetahuan latar belakang yang cukup untuk menghasilkan beberapa ide yang bersinggungan untuk diselidiki. Gali ide-ide tersebut untuk pertanyaan pertanyaan yang relevan, otentik, dan menarik. Selanjutnya, jeda untuk mengidentifikasi dan dengan jelas mengolah pertanyaan pertanyaan sebelum bergerak pada pengumpulan imformasi. Setelah pertemuan, membuat dan berbagi siswa telah belajar, inkuiri terbimbing dirancang untuk mendorong konstruksi kolaboratif pengetahuan dengan refleksi dan pembunuhan pembelajaran yang terjadi selama proses berlangsung.

    Inquiry has been described as a teaching method which combines student-centred, hands-on activities with discovery (Uno, 1990). . Inquiry-based learning fosters the development of independent learners, by encouraging students to take responsibility for their own learning. Based on the principles of the scientific method, in inquiry-based learning students observe a phenomenon, synthesise research questions, test these questions in a repeatable manner and finally analyse and communicate their findings (Uno, 1990; Weaver, Russell, & Wink, 2008 dalam Smalhorn dkk 2015). The learning is directed by the student with the educator providing a supportive role. The level of input from the educator depends on the level of inquiry. In open-inquiry students independently formulate a question to research while in guided-inquiry the educator provides guidance with the construction of a question (Weaver et al., 2008 dalam smalhorn dkk,2015). Although based on the scientific method, inquiry-based learning is a teaching method which should be considered in other disciplines as it supports the development of students who are responsible for their own learning.

    Inquiry telah digambarkan sebagai metode pengajaran yang menggabungkan aktivitas-aktivitas yang berpusat pada siswa, kegiatan langsung dengan penemuan (Uno, 1990). Pembelajaran berbasis pertanyaan mendorong perkembangan pembelajar mandiri, dengan mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri. Berdasarkan prinsip-prinsip metode ilmiah, siswa pembelajaran berbasis inkuiri mengamati suatu fenomena, menyintesis pertanyaan penelitian, menguji pertanyaan-pertanyaan ini secara berulang dan akhirnya menganalisis dan mengkomunikasikan temuan mereka (Uno, 1990; Weaver, Russell, & Wink, 2008 dalam Smalhorn dkk 2015). Pembelajaran ini diarahkan oleh siswa dengan pendidik memberikan peran yang mendukung. Tingkat masukan dari pendidik tergantung pada tingkat penyelidikan. Dalam pertanyaan terbuka, siswa secara mandiri merumuskan pertanyaan untuk diteliti sementara dalam inkuiri terbimbing pendidik memberikan panduan dengan konstruksi pertanyaan (Weaver dkk., 2008 dalam smalhorn dkk, 2015). Meskipun berdasarkan metode ilmiah, pembelajaran berbasis inkuiri adalah metode pengajaran yang harus dipertimbangkan dalam disiplin lain karena mendukung pengembangan siswa yang bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri.

    The scientific inquiry learning model is designed to bring students directly into the inquiry process. Through scientific inquiry model the student is expected to actively ask the question why something happened then search and collect and process the data to determine the answer of the question. The application of scientific inquiry instructional model in teaching and learning activities aims to develop a deeper understanding of science concepts and shape students’ scientific knowledge. Through experimental activities students can try various ways to complete experiments conducted so as to develop the ability to think it has. Students are expected to be responsible for conducting investigations in identifying problems, hypotheses, designing methods to prove hypotheses, analyzing them and making final conclusions. The scientific inquiry learning model is a learning model that involves students in truly original research problems by confronting students in the field of investigation, helping to identify conceptual or methodological problems. The phases in this model are (1) the students presented a field of research, (2) the students make the problem, (3) the students identify problems in the study, (4) the students speculate to clarify the problem (Well dan Calhoun dalam Hutahean, dkk. 2017). The nature of the scientific inquiry approach is to teach students to process information with techniques once used by biological researchers, for example, identifying problems and using methods to solve the problem. The following explanation of the syntax of scientific inquiry learning model according to are: 1) In the first stage students presented the field of research, which includes the methodologies used in the study. 2) In the second stage, the problem begins to be organized so that the student can identify the problem in the research. 3) In the third stage, students are asked to speculate about the problem, so that students can identify the difficulties involved in the research. 4) In stage four, students are asked to speculate on ways to clarify the difficulty, by designing Re-test, process data in different ways, generate data, develop constructs and so on. Teacher’s job is to guide, train, and educate research by emphasizing the research process and persuading students to reflect on the process. Teachers should be careful that identifying facts is not the main issue that should be emphasized in research. Furthermore, the most important thing in this regard is how teachers can encourage students to deal with complex and well-researched research questions. Teacher’s job is to guide, train, and educate research by emphasizing the research process and persuading students to reflect on the process. Teachers should be careful that identifying facts is not the main issue that should be emphasized in research. Furthermore, the most important thing in this regard is how teachers can encourage students to deal with complex and well-researched research questions.

    Model pembelajaran inkuiri ilmiah dirancang untuk membawa siswa langsung ke dalam proses penyelidikan. Melalui model inkuiri ilmiah siswa diharapkan untuk secara aktif mengajukan pertanyaan mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan mengumpulkan dan mengolah data untuk menentukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Penerapan model pembelajaran inkuiri ilmiah dalam kegiatan belajar mengajar bertujuan untuk mengembangkan pemahaman konsep sains yang lebih mendalam dan membentuk pengetahuan ilmiah siswa. Melalui kegiatan eksperimental siswa dapat mencoba berbagai cara untuk menyelesaikan eksperimen yang dilakukan sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Siswa diharapkan bertanggung jawab untuk melakukan investigasi dalam mengidentifikasi masalah, hipotesis, merancang metode untuk membuktikan hipotesis, menganalisa mereka dan membuat kesimpulan akhir. Model pembelajaran inkuiri ilmiah adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar asli dengan menghadapi siswa di bidang investigasi, membantu untuk mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis. Fase dalam model ini adalah (1) siswa mempresentasikan bidang penelitian, (2) siswa membuat masalah, (3) siswa mengidentifikasi masalah dalam penelitian, (4) siswa berspekulasi untuk memperjelas masalah (Well dan Calhoun dalam Hutahean, dkk. 2017). Sifat dari pendekatan inkuiri ilmiah adalah mengajarkan siswa untuk memproses informasi dengan teknik yang pernah digunakan oleh peneliti biologi, misalnya, mengidentifikasi masalah dan menggunakan metode untuk memecahkan masalah.

    Penjelasan berikut dari sintaks model pembelajaran inkuiri ilmiah yang sesuai adalah: 1) Pada tahap pertama siswa mempresentasikan bidang penelitian, yang mencakup metodologi yang digunakan dalam penelitian. 2) Pada tahap kedua, masalah mulai diatur sehingga siswa dapat mengidentifikasi masalah dalam penelitian. 3) Pada tahap ketiga, siswa diminta untuk berspekulasi tentang masalah, sehingga siswa dapat mengidentifikasi kesulitan yang terlibat dalam penelitian. 4) Pada tahap empat, siswa diminta untuk berspekulasi tentang cara-cara untuk memperjelas kesulitan, dengan merancang Re-test, memproses data dengan cara yang berbeda, menghasilkan data, mengembangkan konstruksi dan sebagainya.

    Tugas guru adalah membimbing, melatih, dan mendidik penelitian dengan menekankan proses penelitian dan membujuk siswa untuk merefleksikan prosesnya. Guru harus berhati-hati bahwa mengidentifikasi fakta bukanlah masalah utama yang harus ditekankan dalam penelitian. Selanjutnya, hal yang paling penting dalam hal ini adalah bagaimana guru dapat mendorong siswa untuk menghadapi pertanyaan penelitian yang kompleks dan diteliti dengan baik. Tugas guru adalah membimbing, melatih, dan mendidik penelitian dengan menekankan proses penelitian dan membujuk siswa untuk merefleksikan prosesnya. Guru harus berhati-hati bahwa mengidentifikasi fakta bukanlah masalah utama yang harus ditekankan dalam penelitian. Selanjutnya, hal yang paling penting dalam hal ini adalah bagaimana guru dapat mendorong siswa untuk menghadapi pertanyaan penelitian yang kompleks dan diteliti dengan baik.

    2.1.10 Kelebihan dan Kekurangan Model Inquiry

    2.1.10.1 Kelebihan Model Inquiry

    Menurut Sanjaya (2006) dalam Djuanda (2015 : 50-51), Model inkuiri memiliki keunggulan-keunggulan sehingga dapat membantu siswa memahami konsep pada pembelajaran luas trapesium dan laying-layang. Keunggulan yang dimiliki modei inkuiridi antaranya adalah sebagai berikut:

    1. Model inkuiri merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada pengemhangan aspek kognitif, efektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini lehih bermakna.
    2. Model inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belaiar mereka.
    3. Model inkuiri merupakan model yang sesuai dengan perkembangan psikologi belaiar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
    4. Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata rata. Artinya. siswa yang memlllki kemampuan belaiar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belalar.

    Menurut Sumantri (1999) dalam Djuanda (2015 : 51), Keunggulan lain yang dimiliki model inkulri adalah:

    1. Menekankan pada proses pengolahan informasi oleh siswa.
    2. Membuat konsep diri siswa bertambah dengan penemuan-penemuan yang diperolehnya.
    3. Memlliki kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas persediaan dan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif para siswa.
    4. Tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber bclajar, karena siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
    5. Penemuan-penemuan yang diperoleh siswa dapat menjadi kepemilikannya dan sangat sulit melupakannya.

    Menurut Ismail (2005 : 29-30),Pendekatan inkuiri membolehkan pelajar menggabungkan kemahiran proses sains, takala saitifik dan pemikiran kritikal bagi membina kepahaman berkaitan konsep-konsep saintifik. Pelajar yang terlibat dalam pembelajara sains secara inkuiri berupaya membina kepahaman yang mendalam termasuk menghargai pengetahuan dan proses penemuan dalam sains. Antara kelebihan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran-pembelajaran sains adalah

    1. Meningkatkan prestasi belajar, terutama berkaitan dengan kemahiran melakar graf dan menafsir data.
    2. Memupuk literasi saintifik dan pemahaman tentang proses sains, kosa kata dan pemahaman konseptual, pemikiran kritikal, sikap posirtif terhadap sains, meningkatkan prestasi dalam ujian pengetahuan prrosedural dan membina pengetahuan logico-mathematical.

    Menurut Mariyaningsih (2018 : 63-64), Adapun kelebihan dari metode inkuiri adalah :

    1. Tercipta pembelajaran yang bermakna karena model pembelaiaran inkuiri menekankan kepada pengembangan tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang.
    2. Sesuai dengan psikologi pembelaiaran modern yang menekankan pada proses perubahan tingkah laku dan adanya interaksi.
    3. Dapat melejitkan potensi Siswa.
    4. Memberikan kesempatan kepada Siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belaiar yang diinginkan.
    5. Siswa yang memliki kemampuan di atas rata rata tidak akan terhambat oleh Siswa yang lemah dalam belajar.

    Menurut prasetyo dan Widjanarko (2015: 83), Pada model pembelajaran inkuiri siswa lebih dilibatkan pada proses pembelajarannya. Siswa akan lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga tingkat kejenuhan siswa dapat diminimalisir. Bukan hanya itu saja, menghafal materi yang disampaikan saja tapi juga melakukan pengamatan sehingga siswa dapat memahami secara mendalam materi yang dipelajari. Berdasarkan penjelasan tersebut model pembelajaraan inkuiri dapat dijadikan solusi sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

    Menurut Mustachfidoh (2013), Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat membantu siswa untuk mengintegrasikan konsep-konsep yang telah mereka ketahui sebelumnya dengan peristiwa-peristiwa yang mereka amati di laboratorium. Pembelajaran inkuiri juga dapat mengubah miskonsepsi yang dialami siswa menjadi konsep ilmiah. Belajar dengan menggunakan pembelajaran inkuiri ini diharapkan siswa menjadi lebih kreatif, inovatif, dan belajarnya menjadi lebih bermakna sehingga prestasi belajar biologi dapat ditingkatkan. Hal ini dikarenakan proses belajar inkuiri mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang percobaan, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, memiliki sifat-sifat objektik, jujur, hasrat ingin tahu, dan keterbukaan. Danpak positif yang lain dari penerapan pembelajaran inkuiri adalah:

    1. Berkurangnya miskonsepsi yang dibawa siswa sebelum pembelajaran
    2. Peningkatan pada kemampuan siswa untuk mengintegrasikan konstruksi pengetahuannya di laboratorium dengan konstruksi pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari

    2.1.10.2 Kekurangan Model Inquiry

    Menurut Mariyaningsih (2018 : 64), Di samping memiliki kelebihan, pembelajaran inkulri juga dianggap memiliki kelemahan sebagai berikut:

    1. Memerlukan waktu yang relatiflebih panjang.
    2. Diperlukan usaha ekstra keras dari guru untuk mengubah kebiasaaan belajar siswa yang lebih banyak mengandalkan informasi dari guru.
    3. Kadang sulit dalam menentukan indikator keberhasilan pembelajaran.
    4. Sistim pendidikan di Indonesia yang dominan menetapkan kriteria keberhasilan belajar adalah menguasai materi, maka strategi ini akan mengalami tantangan dalam pengimplementasiannya.

    2.2 Kajian Kritis

    Model inkuiri merupakan model pembelaiaran yang penyajiannya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Model inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

    Tujuan model inkuri antara lain : Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam memecahkan masalah atau memutuskan sesuatu secara tepat (objektif), Mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar lebih tanggap, cermat. dan nalar (kritis. analitis, dan logis), Membina dan mengembangkan sikap ingin tahu lebih jauh (curiousity), Mengungkap aspek pengetahuan (kognitif)  maupun sikap (afektif).

    Inkuiri memiliki beberapa ciri di antaranya: menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencapai dan menemukan, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri, dan tujuan dari pembelajarn inkuiri yaitu mengembangkan kemampuan berpikir secara Sistematis, logis dan kritis

    Dalam penggunaan model Inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru yaitu: Berorietasi pada Pengembangan Intelektual, prinsip interaksi, prinsip bertanya, prinsip belajar untuk berpikir belajar buakn hanya untuk mengigat sejumlah fakta dan prinsip keterbukaan

    Langkah-langkah dalam model inkuiri sebagai berikut :

    1. Observasi/Mengamati berbagi fenomena alam.
    2. Mengajukan pertanyaan tentang fenomana yang dihadapi.
    3. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban.
    4. Mengumpulkan data yang terakait dengandugaan atau pertanyaan yang diajukan
    5. Merumuskan kesimpulan

    Keunggulan yang dimiliki model inkulri adalah:

    1. Menekankan pada proses pengolahan informasi oleh siswa.
    2. Membuat konsep diri siswa bertambah dengan penemuan-penemuan yang diperolehnya.
    3. Memlliki kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas persediaan dan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif para siswa.

    Kekurangan yang dimiliki oleh model Inquiri antara lain :

    1. Memerlukan waktu yang relatiflebih panjang.
    2. Diperlukan usaha ekstra keras dari guru untuk mengubah kebiasaaan belajar siswa yang lebih banyak mengandalkan informasi dari guru.
    3. Kadang sulit dalam menentukan indikator keberhasilan pembelajaran.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Model inkuiri merupakan model pembelaiaran yang penyajiannya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Model inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

    Tujuan model inkuri antara lain : Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam memecahkan masalah atau memutuskan sesuatu secara tepat (objektif), Mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar lebih tanggap, cermat. dan nalar (kritis. analitis, dan logis), Membina dan mengembangkan sikap ingin tahu lebih jauh (curiousity), Mengungkap aspek pengetahuan (kognitif) maupun sikap (afektif).

    Langkah-langkah dalam model inkuiri sebagai berikut : Observasi, Mengajukan pertanyaan, Mengajukan dugaan, Mengumpulkan data dan Merumuskan kesimpulan.

    B. Saran

    Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, model pembelajaran inquiry adalah model pembelajran yang menuntut keaktifan peserta didik dalam menganalisis suatu permasalahan, sehingga peran guru dalam mengajukan pertanyaan juga sangat berperan penting. Sehingga disarankan kepada para pendidik agar menyiapakan dengan sedemikian rupa pertanyaan-pertanyaan yang efektif sebelum menerapkan model pembelajaran ini di kelas.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdi, A. 2014. The Effect Of Inquiry-Based Learning Method On Students’ Academic Achievement In Science Course. Universitas Journal Of Education. 2 (1): 37-41.

    Caswell, C. J. Dan Labrie, D. J. 2017. Inquiry Besedlearning From The Leaner’s Point Of View: A Teacher Candidate’s Story. Journal Of Humanistic Mathematics. Vol.7 Issue 2.

    Coffman. 2017. Inquiry Based-Learning: Designing Instruction to promote Higher level Thinking. USA: Rowman dan littlefield.

    Djuanda, D., Dan Maulana. 2015. Ragam Model Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Bandung : UPI Sumedang Press

    Hepworth dan Walton. 2009. Teaching Information Literacy for Inquiry Based Learning. USA: Chandos.

    Hutahaean, R., Dkk. 2017. The Effect Of Scientific Inquiry Learning Model Using Macromedia Flash On Student’s Concept Understanding And Science Process Skills In Senior High School. IOSR Journal Of Research Dan Method In Eductiaon. Vol.7 Issue 4, Ver 1

    Ismail, Z., Dkk. 2005. Kaedah Mengajar Sains. Kuala Lumpur : PTS Professional.

    Joice and Weil. 1996. Models Of Teaching. Newdelhi : Asoke K.

    Kusmaryono, H. Dan Setiawati, R. 2013. Penerapan Inquiry Based Learning Untuk Mengetahui Respon Belajar Siswa Pada Materi Konsep Dan Pengelolaan Koperasi. Jurnal Pendidikan Ekonomi Dinamika Pendidikan. Vol. 8 No. 2.

    Lahadisi. 2014. Inkuiri: Sebuah Strategi Menuju Pembelajaran Bermakna. Jurusan Tarbiyah STAIN Sultan Qaimuddin Kendari. Vol 7. No 2.

    Majir, A. 2017. Dsar Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta : Deepublish

    Maniotes, L., K. 2017. Guided Inquiry Design In Action. California : Santa Barbara

    Mariyaningsih, N. 2015. Bukan Kelas Biasa. Surakarta : Kekata Publisher

    Mustachfidoh, Dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Prestasi Belajar Biologi Diytinjau Dari Intelegensi Siswa SMA Negeri 1 Srono. E-Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 3.

    Prasetyo, D. A. Dan Widjanarko, D. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Kompetensi Memelihara Komponensistem Bahan Bakar Bensin. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin. Vol. 15 No. 2.

    Salim, K. Dan Tiawa, D. H. 2015. Implementation Of Structured Inquiry Based Model Learning Toward Student’s Understanding Of Geometry. International Jaournal Of Research In Education And Science (IJRES). I (1), 75-83.

    Smallhorn, et.al. 2015. Inquiry-Based Learning to Improve student engagement in a large First year Topic. Australia: Journal of Tertiary Education. ISSN: 2205-0795. Vol 6. Issue 2.

    Simatupang, S., Dan Tiarmaida. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Listrik Dinamis Di Kelas X Semester II SMA Negeri 8 Medan T.P. 2013/2014. Jurnal Ikatan Alumni Fisika Universitas Negeri Medan. Vol. 1 No. 1 ISSN : 2461-1247.

    Sirait, R. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Usaha Dan Energy Kelas VIII Mts N-3 Medan. Jurnal Pendidikan Fisika. Vol. 1 No.1.

    Syarifuddin. 2018. Inovasi Baru Kurikulum 2013 Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti. Yogyakarta : Deepublish

    Wallace dan Husid. 2017. Collaborating for Inquiry Based-Learning. California : Santa Barbara

    Warkel, M. 2015. Teaching Besed-Inquiry Science. ISBN : 978-1-312-95562-2.

  • Makalah Model Pembelajaran Konsiderasi

    Model Pembelajaran Konsiderasi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pendidikan dalam arti luas dapat mencakup seluruh proses kehidupan dan segala bentuk interaksi individu dengan individu lain, individu dengan kelompok, individu dengan lingkungan yang terselenggara baik melalui pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidikan pada akhirnya adalah membentuk manusia menjadi seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan peranan yang akan dijalaninya. Untuk menjalankan sebuah peran tentunya manusia membutuhkan karakter. Karakter manusia sudah seyogyanya dapat terbentuk dan berkembang dari adanya pendidikan. Menurut Benyamin S. Bloom dalam pendidikan ada tiga ranah yang harus dikembangkan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Inti proses dari pendidikan adalah proses pembelajaran.

    Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran kognitif dan psikomotor, karena pembelajaran afektif bersifat subjektif, mudah berubah dan tidak ada materi khusus. Secara konseptual maupun empirik diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian pembelajaran afektif justru lebih banyak dikembangkan diluar kurikulum pendidikan formal.

    Di dalam proses pembelajaran saat ini lebih menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif, yang dikembangkan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Adapun aspek afektif ini dilakukan hanya sebagai efek pengiring (nurturant effect) saja atau kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) yang hanya disisipkan dalam kegiatan pembelajaran utama (Prianggita, 2016 : 72-73).

    In the era of increasingly demanding human resources able to compete, it turns out the people in it actually only busy filling emptiness only with intellectual or cognitive activity alone and forget about the affective aspects, including characters. Character is the personal attitude of the stable as a result of the integration process and action statements (Khan, 2010). Characters can also be interpreted as a character, character, character or personality that comes from the internalization of the various virtues and used as a basis to think, act, and act (MONE, 2010). Good character includes knowledge about the good that will bring the commitment (intentions) kindness, until finally doing good (Lickona, 2015). Hadiyanti, et al., (2016) suggested that the formation of student character can not be separated from the learning process that they receive at school. The learning process is said to be good if it can guides how students learn, how students can collaborate in the study group, how the students interact with the entire class, and how the students were able to develop all their potential in terms of cognitive, psychomotor, and affective thus indirectly can the empowerment aspect of the character of the students themselves (Armadani, et al, 2017 : 1585).

    Terjemahan :

    Di era semakin menuntut sumber daya manusia yang mampu bersaing, ternyata orang-orang di dalamnya sebenarnya hanya sibuk mengisi kekosongan hanya dengan aktivitas intelektual atau kognitif semata dan melupakan aspek afektif, termasuk karakter. Karakter adalah sikap pribadi stabil sebagai hasil dari proses integrasi dan pernyataan tindakan (Khan, 2010). Karakter juga dapat diartikan sebagai karakter, karakter, karakter atau kepribadian yang berasal dari internalisasi berbagai kebajikan dan digunakan sebagai dasar untuk berpikir, bertindak, dan bertindak (MONE, 2010). Karakter yang baik mencakup pengetahuan tentang kebaikan yang akan membawa komitmen (niat) kebaikan, sampai akhirnya berbuat baik (Lickona, 2015). Hadiyanti, dkk., (2016) mengemukakan bahwa pembentukan karakter siswa tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran yang mereka terima di sekolah. Proses pembelajaran dikatakan baik jika dapat memandu bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa dapat berkolaborasi dalam kelompok belajar, bagaimana siswa berinteraksi dengan seluruh kelas, dan bagaimana siswa mampu mengembangkan semua potensi mereka dalam hal kognitif, psikomotor, dan afektif sehingga secara tidak langsung dapat aspek pemberdayaan dari karakter siswa itu sendiri (Armadani, et al, 2017: 1585).

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian dari model pembelajaran konsiderasi ?
    2. Apa tujuan dari model pembelajaran konsiderasi ?
    3. Apa fungsi model pembelajaran konsiderasi ?
    4. Bagaimana pengimplementasian atau tahap model pembelajaran konsiderasi ?
    5. Apa kelebihan dan kekurangan penggunaan model pembelajaran konsiderasi dalam pembelajaran ?

    1.3  Tujuan

    1.       Dapat mengetahui pengertian dari model pembelajaran konsiderasi.

    2.      Dapat mengetahui tujuan dari model pembelajaran konsiderasi.

    3.      Dapat mengetahui fungsi model pembelajaran konsiderasi.

    4.      Dapat mengetahui pengimplementasian atau tahap model pembelajaran konsiderasi.

    5.      Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan penggunaan model pembelajaran konsiderasi dalam pembelajaran.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Kajian Pustaka

    2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran

                Menurut Lefudin (2014 : 171-172) model merupakan suatu konsepsi untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam model mencakup strategi, pendekatan, metode maupun teknik. Contoh model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran berbasis masalah atau model pembelajaran langsung. Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pemebelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran memiliki makna yang lebih luas daripada suatu strategi, metode, atau prosedur. Istilah metode pelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau metode tertentu yaitu : rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar yang diperluka agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

    Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Model tersebut merupkan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi dan tujuan pembelajaran yang di harapkan. Model pembelajaran adalah pola interaksi peserta didik dengan guru di dalam kelas yang menyangkut pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dalam suatu model pembelajaran yang ditentukan bukan hanya apa yang harus dilakukan oleh guru, tetapi menyangkut tahapan-tahapan , prinsip-prinsip reaksi gutu dengan peserta didik, serta penunjang yang disyaratkan (Putranta, 2018 : 3).

                Menurut Suprijono (2013 : 46) dalam Putranta (2018 : 3) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunaan termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

    Menurut Joice dan Weil (2003 : 11) dalam Putranta (2018 : 3) model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.

    Istarani (2001 : 1) dalam Putranta (2018 : 3-4) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajaran yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar.

    Menurut Putranta ( 2018 : 4-5) sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu :

    1.      Pertimbangkan terhadap tujuan yang hendak dicapai.

    Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah :

    a)      Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan potensi akademik, kepribadian, sosial dan kompetensi tujuan pembelajaran yang dicapai ?

    b)      Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai ?

    c)      Apakah untuk mencapai tujuan memerlukan keterampilan akademik ?

    2.      Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran.

    a)      Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep hukum, atau teori tertentu ?

    b)      Apakah untuk mempelajari pelajaran itu memerlukan persyaratan atau tidak ?

    c)      Apakah tersedia bahan atau sumber-sumber yang relevan untuk mempelajari materi itu ?

    3.      Pertimbangan dari sudut peserta didik atau peserta didik.

    a)      Apakah model pembelajaran sesuai dengna itngkat kematangn peserta didik ?

    b)      Apakah model pembelajaran sesuai dengan minat, bakat dan kondisi peserta didik ?

    c)      Apakah model pembelajaran sesuai dengan gaya belajar peserta didik ?

    4.      Pertimbnagan lainnya yang bersifat nonteknis.

    a)      Apakah untuk mencapai tujuan cukup dengan satu model saja ?

    b)      Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya model yang dapat digunakan ?

    c)      Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efisien ?

    Menurut Khosim (2017 : 5-6) model pembelajaran memiliki makna yang lebih luas dari pada strategi, metode,  atau prosedur pembelajaran. Langkah-langkah model pembelajaran adalah :

    1.      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

    2.      Menyajikan materi sebagai pengantar.

    3.      Guru menunjukkan atau memperlihatkan gambar-gambar kegaitan berkaitan dengan materi.

    4.      Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memangsang atau mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.

    5.      Guru menanyakan dasr atau landasan pemikiran gambar tersebut.

    6.      Dari alasan atau urutan gambar tersebut guna memulai menamakan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang inin dicapai

    7.      Kesimpulan atau rangkuman.

    Model pembelajaran kelompok behavioral system atau Model pembelajaran kelompok  sistem perilaku, memilki prinsip bahwa manusia merupakan sistem-sistemkomunikasi perbaikan diri yang dapat mengubah perilakunya saat merspon informasi tentang seberapa sukses tugs-tugas yang mereka kerjakan. Dengan demikian, membuat individu semaki mudah unuk mengoreksi sejauh mana kemampuan yang mereka miliki (Yulhendri, dan Syofyan. 2016 : 38).

    According to Spaniol (2009 : 226) Different learners have various preference and needs, so they learn in different ways. Some of them prefere theories an principles, while others fact and experimentation. Some learner tend to remember things which employe picture, diagrams or presentation whereas other learn better with written or spoke material such as text and auditoy material. Cosequently, it is vital to provide different type of learner with appropriate learning method and educational material which are more preferable and more effective to their individual needs. Learning styles can be defined as model which classify learners according to the different way in which receive, organize and process information.

    Terjemahan :

                   Pelajar yang berbeda memiliki berbagai preferensi dan kebutuhan, sehingga mereka belajar dengan cara yang berbeda. Beberapa dari mereka lebih suka teori sebagai prinsip, sementara yang lain fakta dan eksperimen. Beberapa pelajar cenderung mengingat hal-hal yang menggambarkan gambar, diagram atau presentasi sedangkan yang lainnya belajar lebih baik dengan bahan tertulis atau berbicara seperti teks dan materi auditoy. Sangat penting, sangat penting untuk menyediakan berbagai jenis pembelajar dengan metode pembelajaran yang sesuai dan materi pendidikan yang lebih disukai dan lebih efektif untuk kebutuhan individu mereka. Gaya belajar dapat didefinisikan sebagai model yang mengklasifikasikan pembelajar sesuai dengan cara yang berbeda di mana menerima, mengatur dan memproses informasi.

    According to Armadani (2017 : 1586) The learning model is part of the learning process as a guide teachers in implementing the learning process in the classroom.

    Terjemahan :

    Menurut Armadani (2017: 1586) Model pembelajaran merupakan bagian dari proses pembelajaran sebagai panduan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.

    According to Reigeluth (1983) in Armadani (2017 : 1586) defines learning model as a complete set of components of the strategy are on the learning outcomes more riding under certain conditions.

    Terjemahan :

    Menurut Reigeluth (1983) dalam Armadani (2017: 1586) mendefinisikan model pembelajaran sebagai satu set lengkap komponen strategi ada pada hasil belajar yang lebih mengendarai dalam kondisi tertentu

    According to Joyce & Weil (1982) Armadani (2017 : 1586)  The learning model is also defined as a conceptual framework that is used as a guide in implementing learning.

    Terjemahan :

    Menurut Joyce & Weil (1982) dalam Armadani (2017: 1586) Model pembelajaran juga didefinisikan sebagai kerangka kerja konseptual yang digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan pembelajaran.

    Additionally, According to Degeng (1997 in Armadani (2017 : 1586)  suggested that learning model provides flexibility and freedom for designers and developers to develop the idea and put it in the real work on product development. Degeng learning model (1989), developed the basis of the variables that affect learning. The learning model Degeng consists of seven steps, among others:

    1. Analysis of objectives

    2. The characteristics of the field of study

    3. Analysis of the characteristics of learners

    4. Establish learning objectives and learning content.

    5. Established the strategic delivery of learning content.

    6. Establishing learning management strategies, and

    7. Hold a measurement procedure development and learning outcomes.

    Terjemahan :

    Selain itu, Menurut Degeng (1997 dalam Armadani (2017: 1586) menyarankan bahwa model pembelajaran memberikan fleksibilitas dan kebebasan bagi para desainer dan pengembang untuk mengembangkan ide dan meletakkannya dalam kerja nyata pada pengembangan produk. Model pembelajaran Degeng (1989), mengembangkan dasar dari variabel-variabel yang mempengaruhi pembelajaran, Model pembelajaran Degeng terdiri dari tujuh langkah, antara lain:

    1.      Analisis tujuan
    2.      Karakteristik bidang studi
    3.      Analisis karakteristik peserta didik
    4.      Menetapkan tujuan pembelajaran dan konten pembelajaran.
    5.      Menetapkan pengiriman konten pembelajaran strategis.
    6.      Membangun strategi manajemen pembelajaran, dan
    7.      Mengadakan pengembangan prosedur pengukuran dan hasil pembelajaran.
                From the dictionary meaning the model is a pattern of something to be made or reproduced and means of transferring a relationship or process it actual setting to one in which it can be more conveniently studied. In the view of teaching, a model of teaching is a plan or pattern that can be used to shape curricula, to design instructional material and to guide instruction in the classroom and other setting. The most importan aim of any model of teaching is to improve the instructional effectiveness in an effective atmosphere and to improve or shape the curriculum. Joyce and Weil organised the alternative  model of teaching into four families, these are information prescessing, personal, social, and behavioral. They stress that different instuctinal goals would be realised by putting these modal of teaching into action (Siddiqui, and Khan, 2007 : 6-7).
    Terjemahan :
                Dari kamus yang berarti model adalah pola sesuatu yang harus dibuat atau direproduksi dan sarana mentransfer suatu hubungan atau proses itu pengaturan yang sebenarnya untuk satu di mana dapat lebih mudah dipelajari. Dalam pandangan mengajar, model pengajaran adalah rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, untuk merancang materi instruksional dan untuk memandu instruksi di kelas dan pengaturan lainnya. Tujuan paling penting dari setiap model pengajaran adalah untuk meningkatkan efektivitas instruksional dalam suasana yang efektif dan untuk memperbaiki atau membentuk kurikulum. Joyce dan Weil mengatur model pengajaran alternatif ke dalam empat keluarga, ini adalah informasi prescessing, pribadi, sosial, dan perilaku. Mereka menekankan bahwa tujuan instuktural yang berbeda akan diwujudkan dengan menempatkan modal pengajaran ini ke dalam tindakan (Siddiqui, dan Khan, 2007: 6-7).
                Model of teaching, lake plans, patterns or blueprints, present sequential steps in teaching and learning experiences to bring a desired outcome in both teachers and pupils. A modelof teaching as we understand today is an instrumental design that describe the process of specifying and producing particular environmental situations that cause the students to interact in such a waythat specific change occur in their behaviour. The four concept for describe the structure and operation of the models are : (a) syntax, (b) social system, (c) principle of reaction, (d) Support system. They form the means of communicating the basic procedures involved in the implementation of any instructional model (Viswanath, 2006 : 113).

    Terjemahan :

                   Model pengajaran, rencana danau, pola atau cetak biru, menyajikan langkah-langkah berurutan dalam pengalaman mengajar dan belajar untuk membawa hasil yang diinginkan di kedua guru dan murid. Model pengajaran yang kita pahami saat ini adalah desain instrumental yang menggambarkan proses penentuan dan pembuatan situasi lingkungan tertentu yang menyebabkan siswa berinteraksi sedemikian rupa sehingga perubahan spesifik terjadi dalam perilaku mereka. Keempat konsep untuk menggambarkan struktur dan operasi model adalah: (a) sintaksis, (b) sistem sosial, (c) prinsip reaksi, (d) Sistem pendukung. Mereka membentuk sarana mengkomunikasikan prosedur dasar yang terlibat dalam pelaksanaan model pembelajaran (Viswanath, 2006: 155).
                   Duke (1990) in Prabhakaram (2006 : 7) state that a teaching model should be comprehesive in its approach. A teachingmodel is a comprehesive approach to teaching that tupically derives from a theory of education an encompasses key assumptions about what student should learn and how they learn. Some times instuctional models have been extensive researched, in the other cases relatively little is known about their effectiveness. Model stress certain instructional function an require teacher to be trained in particular ways.

    Terjemahan :

                   Duke (1990) dalam Prabhakaram (2006: 7) menyatakan bahwa model pengajaran harus komprehensif dalam pendekatannya. Model pengajaran adalah pendekatan komprehensif untuk mengajar yang secara tupis berasal dari teori pendidikan yang mencakup asumsi-asumsi utama tentang apa yang harus dipelajari siswa dan bagaimana mereka belajar. Beberapa kali model institusional telah diteliti secara luas, dalam kasus lain relatif sedikit yang diketahui tentang keefektifannya. Model menekankan fungsi instruksional tertentu dan membutuhkan guru untuk dilatih dengan cara-cara tertentu.

    Menurut Andayani (2015, 135-138) dalam pengembangan model pembelajaran terdapat usur dasar yang terlibat erat, yaitu:

    1)      Syntax (langkah-langkah)

    Syntax pembelajaran merupakan langkah-langkah operasional pembelajaran yang sifatnya baku.

    2)      social system(suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran)

    Sistem sosial ialah proses mengenali, dan menganalisis prilaku siswa

    Sebagai instuisi sosial dalam pembelajaran, peran atau prilaku siswa dilihat sebagai makhluk sosial dan bagian dari kelompok, bukan sebagai individu.

    3)      Principles of reaction (prinsip reaksi)

    Suatu gambaran prinsip yang meggambarkan bagaimana reaksi siswa terhadap aktivitas pembeajaran yang diterapkan guru. Dalam penerapan sebuah model pembelajaran, reaksi siswa menjadi aktivitas yang terencana,  tidak terjadi secara serta merta. Karena itu guru dituntut untuk mampu merencanakan dan melaksasnakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas prilaku-prilaku, sikap-sikap yang akank diperoleh pada saat dan setelah pembelajaran berlangsung. Demikian pula sebaliknya, guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna.

    4)      Support system (sistem pendukung)

    Komponen-komponen yang menjadi pendukung dalam penerapan sebuah model pembelajaran. Sistem pendukunng ini merupakan sebuah sistem yang menyediakan kemampuan untuk menyelessaikan masalah dan menjamin terjadinya interaksi antara guru dan siswa untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Bentuk sistem pendukung dapat berupa ssekkumpulan prosedur berbasis model untukmembantu guru dalam mengambil keputusan dalam pembelajaran.

    5)      Intructional dan nurran effets (hasil belajar yang diperoleh atau tujuan pembelajaran)

    Prilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki,atau dikuasai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Dalam pengertian lain tujuan pembelajaran adalah pernyataan mengenai keterampilan atau konsep yang diharapkan dapat  dikuasai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan arah yang hendak dituju dari rangkaian aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran

     

    2.2.2 Model Konsiderasi

                   According to Darling-Hammond (2000) in Parr and Timperley (2008 : 57) The key to better learning for students is better teaching. Effective teaching is underpinned by an evidence-informed and well-articulated knowledge about the content of what one is teaching, about how to teach and about one’s students. Alton-Lee (2003) in Parr and Timperley (2008 : 57) Effective practice is not something absolute but, rather, is achieved by knowledgeable, committed teachers who tailor and adapt their practices to the ongoing needs of their learners in order to achieve outcomes of a high standard across heterogeneous groups of students.

    Terjemahan :

                   Menurut Darling-Hammond (2000) dalam Parr dan Timperley (2008: 57) Kunci untuk belajar yang lebih baik bagi siswa adalah pengajaran yang lebih baik. Pengajaran yang efektif didukung oleh pengetahuan yang diinformasikan bukti dan diartikulasikan dengan baik tentang isi dari apa yang diajarkan seseorang, tentang cara mengajar dan tentang siswa seseorang. Alton-Lee (2003) dalam Parr dan Timperley (2008: 57) Praktik yang efektif bukanlah sesuatu yang absolut tetapi, lebih tepatnya, dicapai oleh para guru yang berpengetahuan dan berkomitmen yang menyesuaikan dan menyesuaikan praktik mereka dengan kebutuhan berkelanjutan para pembelajar mereka untuk mencapai hasil. dari standar yang tinggi di seluruh kelompok mahasiswa yang heterogen.
                   The affective domain refers to classificationof the different objective that educated set for student (learning objective). Bloom’s taxonomy divides educational objective into three “domains” : cognitive, affective, and psikomoto. The term “Affect” in this definition is derived from the science of psychology and directly refers to the individual experience of feeling or emotion as a result of some external stimull (Osler, 2013 : 36)
    Terjemahan : 
                   Ranah afektif mengacu pada klasifikasi dari tujuan yang berbeda yang dididik untuk siswa (tujuan pembelajaran). Taksonomi Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi tiga "domain": kognitif, afektif, dan psikomoto. Istilah "Mempengaruhi" dalam definisi ini berasal dari ilmu psikologi dan langsung mengacu pada pengalaman individu perasaan atau emosi sebagai akibat dari beberapa rangsangan eksternal.

    Most Modern authors agree that there been a bias toward the cognitive in learning research, at the expense of affective. Moreover, it is nowa being recognised that emotion not be considered as seperate “realm” of human activity onto thenselves and that what is required is a perspective that integrates them with cognitive and social aspect of learning and development. Affect its not simple expression of biological reaction t a situation ; it is intimately bound up with culturally mediated conceptions of social action and its condition of appropriateness. Our affect in given situation depend on how we represent those situation (Baker, et al, 2013 : 13-14)

    Terjemahan :

                   Sebagian besar penulis modern setuju bahwa ada bias terhadap kognitif dalam belajar penelitian, dengan mengorbankan afektif. Selain itu, sekarang diakui bahwa emosi tidak dianggap sebagai “ranah” yang terpisah dari aktivitas manusia ke arah diri sendiri dan bahwa apa yang diperlukan adalah perspektif yang mengintegrasikan mereka dengan aspek kognitif dan sosial dari pembelajaran dan pengembangan. Pengaruhi ekspresi biologisnya yang tidak sederhana terhadap suatu situasi; ia sangat terikat dengan konsepsi aksi sosial yang dimediasi oleh budaya dan kondisi kesesuaiannya. Pengaruh kami dalam situasi tertentu bergantung pada bagaimana kami merepresentasikan situasi tersebut (Baker, et al, 2013 : 13-14).

    According to Atherton (2005) in Jagger (2014 : 2) Bloom’s widely acknowledged and researched taxonomy categorises learning levels by classifying them into three domains: cognitive, affective and psycho motor.

    According to Krathwohl (2002 : 212) Jagger (2014 : 2) His cognitive domain has been widely used as a common language for educators in determining learning objectives, and as a foundation for curriculum development and evaluation. The affective domain describes the emotional processes of learning, focusing on feelings, values, motivations, attitudes and dispositions (Bloom, 1964).

    According to Smith and Ragan (1999) in Jagger (2014 : 2) identify affective characteristics as expressed by statements of opinions, beliefs, or an assessment of worth It is made up of five categories in ascending order of learning depth.

    Terjemahan :

                   Menurut Atherton (2005) di Jagger (2014: 2) Bloom taksonomi yang diakui secara luas dan diteliti mengkategorikan tingkat pembelajaran dengan
    mengelompokkan mereka menjadi tiga domain: kognitif, afektif dan psiko motor.
                   Menurut Krathwohl (2002: 212) Jagger (2014: 2) Domain kognitifnya telah banyak digunakan sebagai bahasa umum bagi pendidik dalam menentukan tujuan pembelajaran, dan sebagai landasan untuk pengembangan kurikulum dan evaluasi. Domain afektif menggambarkan proses belajar emosional, berfokus pada perasaan, nilai, motivasi, sikap dan disposisi (Bloom, 1964).
                   Menurut Smith dan Ragan (1999) dalam Jagger (2014: 2) mengidentifikasi karakteristik afektif seperti yang diungkapkan oleh pernyataan pendapat, keyakinan, atau penilaian nilai. Ini terdiri dari lima kategori dalam urutan menaik dari kedalaman belajar.
                   Menurut Fauzi (2016 : 59-61) taksonomi untuk wilayah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwolhl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang berjudul Taxonomi of Educational Objective: Affective Domain. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang memiliki kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri belajar afektif akan nampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap mata pelajaran, Kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru dan sebagainya. Ranah afektif ini oleh Krathwolhl dibagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang yaitu: (1) Recieving; (2) Responding; (3) Valuing; (4) Organizing; (5) Characterizing by Value or Value Complex.
                   Belajar afektif berbeda dengan belajar intelektual dan ketrampilan. Segi afekif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal di atas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model belajar mengajar afektif yakni : Model konsiderasi, model pembentuk rasional, model nondirektif.

    Menurut Prianggita (2016 : 73-74) Model Konsiderasi dikembangkan oleh Mc. Paul seorang Humanis. Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Manusia seringkali bersidat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lian, saling memberi dan saling menerima dengan penuh cinta kasih dan sayang. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain sehingga mereka dapat bergaul, bekerjasama, hidup secara harmonis dengan orang lain, dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.

    Implementasi model konsiderasi dapat dilaksanakan melalui tahap-tahap pembelajaran sebagai berikut:

    1.      Menghadapkan siswa pada situasi yang mengndung masalah/konflik yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

    2.      Meminta siswa untuk menganalisis suatu masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak tetapi juga menganalisis permasalahan yang tersirat (perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain).

    3.      Meminta siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi.

    4.      Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori dari setiap respon yang diberikan.

    5.      Mengajak siswa untuk merumuskan konsekuensi dari pilihan yang siswa usulkan. Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan pilihannya. Guru perlu untuk mendorong siswa dapat menjelaskan argumtasinya secara terbuka serta dapat saling menghargai pendapat orang lain. Diupayakan agar perbedaan pendapat tumbuh dengan baik sesuai dengan titik pandang yang berbeda.

    6.      Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.

    7.      Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.

    Menurut Agustianingsih (2017 : 128) model pembelajaran konsiderasi ini menghadapkan siswa pada suatu masalah yang dilematis serta mengharuskan siswa untuk berpikir dan menganalisis masalah yang telah disajikan, kemudian siswa mengambil sebuah keputusan yang menurutnya paling baik dan benar.

    Menurut Mulyati (2005 : 182) dalam Agustiningsih (2017 : 132-133) model pembelajaran konsiderasi sesuai dengan teori belajar humanistik. Menurut Carl Rogers aplikasi teori humanistik terhadap pembelajaran siswa lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Jika diidentifikasi, penerapan model pembelajaran konsiderasi memenuhi proses pembelajaran sebagaimana menurut Carl Rogers yang diantaranya:

    1.      Merumuskan tujuan belajar yang jelas.

    2.      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.

    3.      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.

    4.      Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.

    5.      Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.

    6.      Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya

    7.      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya

    8.      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

    Berdasarkan prinsip proses pembelajaran diatas, menunjukkan bahwa karakteristik tersebut sesuai dengan karakteristik proses pembelajaran dengan model konsiderasi.

    Dalam menerapkan model pembelajaran konsiderasi, guru sebagai fasilitator sebelumnya telah membentuk kelompok diskusi secara random dengan tujuan agar siswa bisa menerima anggota kelompoknya tanpa pilih-pilih. Kemudian guru memberikan suatu kasus yang problematis kepada siswa untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Dalam proses ini guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk saling berpendapat dan menentukan setiap keputusan yang akan diambil siswa untuk menyelesaikan masalah yang sedang didiskusikan. Guru tidak menuntut siswa untuk menjawab sesuai dengan keinginan guru, akan tetapi guru hanya memberikan arahan dan bimbingan kepada siswa dalam berdiskusi, serta merespon pertanyaan siswa jika siswa bertanya terkait tugas diskusi. Setelah itu guru mendengarkan siswa yang menyampaikan hasil diskusinya mengungkapkan bagaimana perasaannya dan solusinya jika berada dalam maslah tersebut (Agustiningsih, dkk., 2017 : 133).

    Menurut Asnah (2016 : 96-97) Model Konsiderasi merupakan salah satu model pembelajaran afektif yang memiliki tujuan, fungsi dan konstribusi dalam membentuk kepribadian yang lebih baik. Model konsiderasi ini juga dapat menciptakan hubungan yang harmonis terhadap sesama siswa dan sekaligus membuat siswa lebih perduli dengan lingkungan sekitarnya.

    Djuwita (2001) in Armadani (2017 : 1586) suggested the assumptions underlying the model considerations, namely:

    1.      Moral behavior is strengthening (self-reinforcing).

    2.      The moral education should be directed to the personality as a whole (the total personality).

    3.      Students appreciate the adults who made himself a “role model concern” (consideration)

    4.      Students open to learning, but hated authoritarianism, domination, bondage.

    5.      A teenager is gradually evolving toward maturity in social relationships (the ability to care for and help others).

    On the basis of the above assumptions, the teacher must be a model in the class treats every student with respect, away from the authoritarian attitude. Teachers need to promote unity, mutual trust, mutual respect, and so forth.

    Terjemahan :

                   Djuwita (2001) dalam Armadani (2017: 1586) menyarankan asumsi yang mendasari pertimbangan model, yaitu:
    1.      Perilaku moral adalah penguatan (penguatan diri).
    2.      Pendidikan moral harus diarahkan pada kepribadian secara keseluruhan (kepribadian total).
    3.      Siswa menghargai orang dewasa yang menjadikan dirinya sebagai "panutan" (pertimbangan)
    4.      Siswa terbuka untuk belajar, tetapi membenci otoritarianisme, dominasi, perbudakan.
    5.      Seorang remaja berangsur-angsur berkembang menuju kedewasaan dalam hubungan sosial (kemampuan untuk merawat dan membantu orang lain).
    Atas dasar asumsi di atas, guru harus menjadi model dalam kelas memperlakukan setiap siswa dengan hormat, jauh dari sikap otoriter. Guru perlu mempromosikan persatuan, saling percaya, saling menghormati, dan sebagainya.

    Prianggita (2016) in Armadani (2017 : 1586) argued that prior to the application of the learning model consideration in the learning process is applied, there are some things that need to be prepared, including:

    1.      Provide information to students about learning model implementation plan and the establishment of rational considerations. In this information needs to be explained what the purpose and intended use of this affective learning model so that all understand why the learning model and the establishment of rational considerations are important.

    2.      Determining the time of implementation of the model and the establishment of rational consideration consistently.

    Terjemahan :

                   Prianggita (2016) di Armadani (2017: 1586) berpendapat bahwa sebelum penerapan model pembelajaran pertimbangan dalam proses pembelajaran diterapkan, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, diantaranya:
    1.      Berikan informasi kepada siswa tentang rencana implementasi model pembelajaran dan penetapan pertimbangan rasional. Dalam informasi ini perlu dijelaskan apa tujuan dan tujuan penggunaan model pembelajaran afektif ini sehingga semua memahami mengapa model pembelajaran dan pembentukan pertimbangan rasional adalah penting.
    2.      Menentukan waktu pelaksanaan model dan penetapan pertimbangan rasional secara konsisten.

    According to Armadani (2017 : 1590-1591) Mc. Phail and C. Rogers created a considerations learning model with the aim to develop the child’s personality and authentic human being creative, so that children become more concerned. This is consistent with the character education model Lickona (1997), which comprehensively support consists of several components, including:

    a.       Teachers as a nanny, a model of moral and moral mentor.

    The quality of a teacher with student relationship is the basis of everything that might be a teacher wants to do in character education. In their relationships with students, teachers give positive moral influence in three ways complementary.

    b.      Creating a classroom community that cares

    How teachers can build respect and consideration as operating in a peer group norms?. If teachers do not take the initiative to establish a culture of positive peer and support that they want to teach virtue, culture peers often develops in the opposite direction.

    c.       Creating a democratic classroom environment

    Create a democratic classroom is to involve students, regularly and in an appropriate manner; In a joint decision increases their responsibility to make the classroom a good place to be and learn. Democratic class contributed to the character because it provides a forum in which any needs or concerns can be addressed groups. It also provides a self-supporting structure that advises moral best students by making them responsible for the norms of respect and responsibility.

    Terjemahan :

    Menurt Armdani (2017 : 1590-1591) Mc. Phail dan C. Rogers menciptakan model pembelajaran pertimbangan dengan tujuan untuk mengembangkan kepribadian anak dan manusia otentik yang kreatif, sehingga anak menjadi lebih peduli. Ini konsisten dengan model pendidikan karakter Lickona (1997), yang didukung secara komprehensif terdiri dari beberapa komponen, termasuk:

    a.       Sebuah. Guru sebagai pengasuh, model mentor moral dan moral.
                   Kualitas seorang guru dengan hubungan siswa adalah dasar dari segala sesuatu yang mungkin seorang guru ingin lakukan dalam pendidikan karakter. Dalam hubungan mereka dengan siswa, guru memberi pengaruh moral positif dalam tiga cara yang saling melengkapi.
    b.      Menciptakan komunitas kelas yang peduli
                   Bagaimana guru dapat membangun rasa hormat dan pertimbangan sebagai operasi dalam norma kelompok teman sebaya ?. Jika guru tidak mengambil inisiatif untuk membangun budaya teman dan dukungan positif yang ingin mereka ajarkan kebajikan, rekan budaya sering berkembang ke arah yang berlawanan.
    c.       Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis
                   Membuat ruang kelas yang demokratis adalah melibatkan siswa, secara teratur dan dengan cara yang tepat; Dalam keputusan bersama meningkatkan tanggung jawab mereka untuk menjadikan ruang kelas tempat yang baik untuk menjadi dan belajar. Kelas demokratis berkontribusi pada karakter karena menyediakan sebuah forum di mana setiap kebutuhan atau masalah dapat diatasi kelompok. Ini juga menyediakan struktur mandiri yang menasihati siswa terbaik moral dengan membuat mereka bertanggung jawab atas norma-norma rasa hormat dan tanggung jawab.
     

    2.2.3 Tujuan Model Konsiderasi

    Berdasarka pada penejlasan tentang pengertian model konsiderasi di atas di tarik kesimpulan bahwa tujuan dari model konsiderasi ini adalah :

    1. Untuk menumbuhkan rasa Perduli antar sesama siswa

    2. Dapat bekerja sama dengan teman dan Menciptakan hubungan yang harmonis

    3. Membentuk kepribadian siswa dan mengembangkan kemampuan siswa dalam  memecahkan masalah.

    2.2.4 Fungsi Model Konsiderasi

    Model konsiderasi adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan moralitas, yaitu hidup bersama dalam sebuah keharmonisan dengan sesama masyarakat. Model ini dicetuskan oleh seorang hummanis bernama Paul, Mc Phails, dengan tujuannya yaitu agar peserta didik menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Oleh karena itu model konsiderasi sangat diperlukan dalam pendidikan, selain itu fungsi dari model pembelajaran konsiderasi adalah:

    1)   Meningkatkan keterampilan sosial peserta didik

    Menurut Yulida, dkk (2017) dalam jurnalnya, Penulis menyadari bahwa pentingnya sebuah keterampilan sosial bagi individu, termasuk anak dengan hambatan emosi dan prilaku, terlebih melihat fakta rendahnya keterampilan sosial anak dengan hambatan emosi dan prilaku. Selain itu diduga metode pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan, ceramah ataupun sebatas pemberian tugas belum tepat dalam melatih meningkatkan keterampilan sosial anak dengan hambatan emosi dan prilaku. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hallahan:

    Children and youths with emotional or behavioral disorders aren’t typically good at making friends”.

    Terjemah:

    “ Anak dengan hambatan emosi dan prilaku mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain”

    Oleh karena itu pengaruh model konsiderasi ini dapat menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan keterampilan sosial anak dengan hambatan emosi dan prilaku (Yulida, 2017: 15-16).

    2)    Menanamkan sikap toleransi

    Menurut hasil penelitian Agustiningsih (2017), modifikasi langkah model pembelajaran konsiderasi mampu memberikan pengaruh lebih baik terhadap peningkatan nilai karakter kepedulian sosial pada mahasiswa, dibanding model pembelajaran tradisional. Sudah banyak ditemukan dikehidupan sehari-hari yaitu siswa sering mengolok-olok temannya sehingga menimbulkan perkelahian antar siswa tersebut, hal ini dikarenakan kurangnya sikap toleransi antar siswa tersebut. Berbagai permasalahan yang terjadi mungkin karena guru dalam mengajar atau menyampaikan materi pembelajaran lebih menekankan pada sisi pengetahuan (knowledge) siswa tanpa diimbangi bagaimana implementasinya di masyarakat.  

    Dengan demikian sangat diperlukan model pembelajaran yang mampu merangsang dan memotivasi peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga materi yang diajarkan dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan peserta didik sebagai bentuk perubahan sikap dan perilaku siswa. Penanaman sikap toleransi bisa dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran afektif atau model pembelajaran berbasis karakter atau juga disebut dengan model pembelajaran konsiderasi. Menurut Suryani dan Leo Agung (2012: 122), “Model pembelajaran afektif merupakan sebuah strategi atau model yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, melainkan juga sikap dan ketrampilan afektif” (Agustiningsih, 2017:127-128).

    Pembelajaran Konsiderasi yang dikembangkan menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan dengan pengem-bangan kognitif yang rasional. Pembelajaran moral adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Oleh sebab itu model konsiderasi menekankan pada pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian, agar peserta didik menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Kebutuhan yang fundamental pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lain, saling memberi dan menerima dengan penuh cinta dan kasih sayang. Model konsiderasi berasumsi bahwa perilaku moral bersifat “self reinforcing”, artinya memperlakukan orang lain dengan penuh perhatian itu pada dasarnya menyenangkan dan bermanfaat. Kebutuhan yang fundamental pada manusia ialah bergaul secara harmonis dengan sesama manusia, saling memberi dan menerima cinta kasih, “to love and to be loved”. Penggunaan model pembelajaran konsiderasi, yang lebih mengutamakan kepedulian terhadap orang lain mengindahkan perasaan orang lain dan mengutamakan empati (Soenarko, 2015: 36).

    3)      Meningkatkan pola pikir yang positif

    Karakter adalah sikap pribadi orang yang stabil seperti hasil dari proses integrasi dan pernyataan tindakan. Karakter juga bisa diartikan sebagai kepribadian yang datang dari internalisasi berbagai keutamaan dan digunakan sebagai dasar untuk berpikir, dan bertindak. Karakter yang baik termasuk pengetahuan tentang kebaikan yang akan membawa komitmen (niat) kebaikan,  hingga akhirnya berbuat baik. Pola pikir positif juga akan membawa kepada komitmen yang baik dan pembuatan yang baik pula. Menurut Armadani (2015) dalam jurnalnya:

    Positive thinking is a way of thinking that is more emphasis on things that are positive, both to oneself, others and the situation at hand. Individuals who think positively are individuals who have hope and positive ideals, understand and be able to utilize the advantages and disadvantages that are owned and positively assess all the problems. The individual will direct his thoughts to positive things; will talk about success than failure, love instead of hatred, happiness rather than sadness, confidence rather than fear, satisfaction than disappointment that the individual will be positive in dealing with problems. Researchers assume that the Instructional Technology students explore learning model consideration. The consideration model was developed by Mc. Paul. Paul assumes that the moral formation is not the same as the development of rational cognition. Moral learning student thinks is not the intellectual development of personality formation (Armadani, 2015: 1585).

    Terjemahan:

    Berpikir positif adalah cara berpikir yang lebih menekankan pada hal – hal yang positif, baik untuk diri sendiri, orang lain dan situasi di tangan. Individu yang berpikir secara positif adalah individu yang memiliki harapan dan cita-cita positif, memahami dan dapat memanfaatkan kelebihan dan kerugian yang dimiliki dan menilai positif semua masalah. Individu akan mengarahkan pikirannya ke positif sesuatu; akan berbicara tentang kesuksesan daripada kegagalan, cinta bukannya kebencian, kebahagiaan daripada kesedihan, keyakinan daripada ketakutan, kepuasan daripada kekecewaan yang dimiliki individu bersikap positif dalam menangani masalah. Penelitian ini berasumsi pada siswa Teknologi Instruksional yang menggunakan model pembelajaran konsiderasi. Model pembelajaran konsiderasi dikembangkan oleh Mc. Paulus. Paulus berasumsi pada pembentukan  moral tidak sama dengan perkembangan rasional. Pembentukan karakter berpikir siswa bukanlah pembentukan kepribadian berdasarkan intelektual (Armadani, 2015: 1585).

    2.2.5 Sintaks Model Konsiderasi

                Menurut Trianto (2010 : 53) dalam Darmadi (2017 : 42-43)fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih oleh model ini sangat dipengaruhi oleh materi yang akan diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula, setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingn guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini di ataranya adalah pembukaan dan penutupan pembelajaran yang berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.

    Manusia seringkali bersifat egoistik, lebih memperhatikan dan mementingkan dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi ini, siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain. Sehingga mereka dapat bergaul, berkerjasama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain.

    Menurut Asriati (2012: 115) langkah-langkah model konsiderasai, yaitu:

    1.      Menghadapi siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi

    2.      Meminta siswa menganalisis situasi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain.

    3.      Siswa menuliskan responnya masing-masing

    4.      Mengajak siswa melilhat konsekuensi dari tiap tindakannya

    5.      Meminta siswa untuk menentukan pilihannya

    6.      Hidup untuk kepentigan orang lain

    7.      Hanya dengan memberikan “konsiderasi” kepada orang lain kita dapat mewujudkan diri kita sepenuhnya.

    Menurut Sanjaya dalam Soenarko (2015: 37), yang menegaskan implementasi model konsiderasi, guru dapat mengikuti tahapan pembelajaran seperti dibawah ini, yaitu:

    1.      Menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari

    2.      Menyuruh siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan tersirat dalam permasalahan tersebut

    3.      Menyuruh siswa untuk melukiskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi

    4.      Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain

    5.      Mendorong siswa untuk merumuskan akibat dan konsekuensi dari setiap tindakan

    6.      Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang

    7.      Mendorong siswa bertindak sesuai dengan pilihannya

    Menurut Somad dalam Soenarko (2015: 38) langkah-langkah pembelajaran konsiderasi, yaitu:

    1.      Menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi

    2.      Meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain

    3.      Siswa menuliskan responsnya masing-masing

    4.      Siswa menganalisis respons siswa lain

    5.      Mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya

    6.      Meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.

    2.2.6 Kelebihan dan Kelemahan model Konsiderasi

    Menurut Khadir (2015 : 147-148) hampir sama dengan kelebihan dan kelemahan pembelajaranafektif atau sikap, yaitu :

    1.      Kelebihan

    a.       Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap akan dapat Membentuk watak serta peradaban Bangsa yang bermatabat.

    b.      Mengembangkan potensi peserta didik dalam hal nilai dan sikap.

    c.       Menjadi sarana pembentukan manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

    d.      Peserta didik akan lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang halal dan yang tidak halal.

    e.       Peserta didik akan mengetahui hal yang berguna atau berharga (sikap positif) dan tidak berharga atau tidak berguna (sikap negatif).

    f.       Dengan pelaksanaannya strategi pembelajaran sikapakan memperkuat karakter bangsa indonesia, apalagi apabila diterapkan pada anak sejak dini.

    g.      Dengan pelaksanaan pembelajaran sikap peserta didik dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang di anggap baik dan tidak bertentangan dengan norma- norma yang berlaku.

    2. Kelemahan

    a.    Kurikulum yang berlaku selama ini cendrung diarahkan untuk pembentukan intelektual (kemampuan kognitif) dimana anak diarahkan kepada menguasai materi tanpa memperhatikan pembentukan sikap dan moral.

    b.    Sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.

    c.    Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera, karena perubahan sikap dilihat dalam rentang waktu yang cukup lama.

    d.   Pengaruh kemampuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka pilihan program acara yang berdampak pada pembentukan karakter anak.

    2.2 Kajian Kritis

    2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran

    Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Model tersebut merupkan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi dan tujuan pembelajaran yang di harapkan. Model pembelajaran adalah pola interaksi peserta didik dengan guru di dalam kelas yang menyangkut pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dalam suatu model pembelajaran yang ditentukan bukan hanya apa yang harus dilakukan oleh guru, tetapi menyangkut tahapan-tahapan , prinsip-prinsip reaksi gutu dengan peserta didik, serta penunjang yang disyaratkan.

    2.2.2 Model Konsiderasi

    Model Konsiderasi dikembangkan oleh Mc. Paul seorang Humanis. Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Manusia seringkali bersidat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lian, saling memberi dan saling menerima dengan penuh cinta kasih dan sayang. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain sehingga mereka dapat bergaul, bekerjasama, hidup secara harmonis dengan orang lain, dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.

    2.2.3 Tujuan Model Konsiderasi

    Berdasarka pada penejlasan tentang pengertian model konsiderasi di atas di tarik kesimpulan bahwa tujuan dari model konsiderasi ini adalah :

    1. Untuk menumbuhkan rasa Perduli antar sesama siswa.

    2. Dapat bekerja sama dengan teman dan Menciptakan hubungan yang harmonis.

    3. Membentuk kepribadian siswa dan mengembangkan kemampuan siswa dalam  memecahkan masalah.

    2.2.4 Fungsi Model Konsiderasi

    1.      Meningkatkan keterampilan peserta didik.

    2.      Menanamkan sikap toleransi.

    3.      Meningkatkan pola pikir yang positif.

    2.2.5 Sintaks Model Konsiderasi

    Langkah-langkah atau sintaks model konsiderasai, yaitu:

    1.      Menghadapi siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi

    2.      Meminta siswa menganalisis situasi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain.

    3.      Siswa menuliskan responnya masing-masing

    4.      Mengajak siswa melilhat konsekuensi dari tiap tindakannya

    5.      Meminta siswa untuk menentukan pilihannya

    6.      Hidup untuk kepentigan orang lain

    7.      Hanya dengan memberikan “konsiderasi” kepada orang lain kita dapat mewujudkan diri kita sepenuhnya.

    2.2.6 Kelebihan dan Kekurangan Model Konsiderasi

                Model Konsiderasi lebih bertekan pada ranah afektif sehingga ditakutkanranah kognitif tidak terlalu dipentingkan, selain itu pengukuran hasil pada belajar model konsiderasi untuk ,engukur nilai afektif sisw terbilang sulit, harus dengan observasi dan bersifat objektif. Kelebihannya yaitu sangat baik untuk membentuk sikap siswa, misalnya agar lebih bisa bertoleransi terhadap teman dan sesamanya.

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Model tersebut merupkan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi dan tujuan pembelajaran yang di harapkan. Salah satu model pembelajaran adalah model Konsiderasi. model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain sehingga mereka dapat bergaul, bekerjasama, hidup secara harmonis dengan orang lain, dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.

    Langkah-langkah atau sintaks model konsiderasai, yaitu:

    1. Menghadapi siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi

    2. Meminta siswa menganalisis situasi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain.

    3. Siswa menuliskan responnya masing-masing.

    4. Mengajak siswa melilhat konsekuensi dari tiap tindakannya.

    5. Meminta siswa untuk menentukan pilihannya

    6. Hidup untuk kepentigan orang lain

    7. Hanya dengan memberikan “konsiderasi” kepada orang lain kita dapat mewujudkan diri kita sepenuhnya.

    3.2 Saran

                Penggunaan Model Konsiderasi memang baik untuk dilakukan, terutama untuk membentuk sikap dan karakter dari peserta didik. Namun selain aspek afektif yang diperhatikan, dalam menggunakan model ini juga harus memperhatikan aspek kognitif yang diperoleh peserta didik setelah pembelajarn. Dalam pengimplementasiannya, model konsiderasi boleh digunakan bersama model lainnya yang bisa mendukung pembelajaran, agar peserta didik tidak hanya mendapat hasil dalam ranah afektif tetapi juga dalam ranah kognitif dan sebaliknya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agustiningsi, Martha Yuliana. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Konsiderasi

    terhadap Sikap Toleransi Siswa pada Kompetensi Dasar Menghargai Keberagaman Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika. Vol. 2, No.2.

    Andayani. 2015. Problema Dan Aksioma Dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa

    Indonesia. Yogyakarta: Deepublish

    Armadani, Lina, et al. 2017. Consideration Learning Model in Character

    Education. Vol.6 Issue 7.

    Asnah (2016). Strategi Reflektif Dan Transinternal Sebagai Upaya Menumbuhkan

    Penghayatan Siswa Dalam Pembelajaran. Vol.2, No.2.

    Asriati, N. 2012. Mengembangkan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan

    Lokal Melalui Pembelajaran Di Sekolah. Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora. Pontianak: Univrsitas Tanjungpura. Vol. 3 (2).

    Baker, Micheal, et al. 2013. Affective Learning Together. London : Routledge.

    Darmadi. 2017. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran dalam Dinamika

    Belajar Siswa. Yogyakarta : Deepublish.

    Fauzi, Ahmad. 2016. Daya Serap Siswa Terhadap Pembelajaran Taksonomi

    Pendidikan Agama. ISSN 2339-2215.

    Jagger, Suzy. 2014. Affective Learning and Classroom Debate. Education and

    Teaching International.

    Kadir, Fatimah. 2015. Strategi Pembelajaran Afektif untuk Investasi Pendidikan

    Masa Depan Anak. Vol.8, No.2.

    Khosim, Noer. 2017. Model-Model Pembelajaran. Suryamedia.

    Lefudin. 2017. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Deepublish.

    Osler, James Edward. 2013. The Psylogical Effecacy Of Education as A science

    Trough Personal, Professional, and Contextual Inquiry Of The Affective Learning Domain .Vol.6, No.4.

    Parr, Judi M., dan and Helen S. Timperley. 2008. Teachers, Schools and Using

    Evidence : Considerations of Preparedness. Vol. 15, No. 1.

    Prabhakaram. 2006. Concept Attainment Model in Mathematics Teaching. Delhi :

    Arora Offser Press.

    Prianggita, Veny Agustini. 2016. Penerapan Model Konsiderasi dan Pembentukan

                Rasional dalam Pembelajaran. Vol.2, No.1.

    Putranta, Himawan. 2018. Model Pembelajaran Kelompok Sistem Perilaku :

                Behavior System Group Learning Model.

    Shidduqui,Majibul Hassan, and Mohd. Sharif Khan. 2007. Model Of Teaching

    Teory and Research. Delhi : Balaji Offset.

    Spaniol, Marc. 2009. Advance in Web Besade Learning – ICWL 2009. Berlin :

    Springer.

    Soenarko, mujiwati. 2015. Peningkatan Nilai Kepedulian Sosial Melalui

    Modifikasi Model Pembelajaran Konsiderasi Pada Mahasiswa Tingkat I Program Studi PGSD FKIP Universitar Nusantara PGRI Kediri. ISSN: 2355-7621.

    Viswanath. 2006. Model Of Teahing in Enviromental Education. Delhi : Arora

    Offset Press.

    Yulhendri, dan Rita syofyan. 2016. Pendidikan Ekonomi untuk Sekolah Menengah.

                Jakarta : Kencana.

    Yulida, dkk. 2017. Model Konsiderasi Untuk Melatih Keterampilan Sosial Anak

                Dengan Hambatan Emosi Dan Prilaku. Departemen Pendidikan Khusus:

                Unuversitas Pendidikan Indonesia. Vol. 18 (2).

  • Makalah Hasil Belajar dan Materi Ajar

    Hasil Belajar dan Materi Ajar

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Masalah penting yang sering dihadapi oleh guru dalam kegiatan pembelajaran adalah hasil belajar yang tidak sesuai harapan dan pemilihan atau penentuan bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi. Dalam kegiatan proses belajar mengajar, memiliki pengaruh besar terhadap proses kegiatan belajar mengajar itu sendiri. Hal ini disebabkan karena kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk materi pokok. 

    Sudah menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap agar hasil belajar yang diinginkan dapat tercapai. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah yang penting. Pemanfaatan yang dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak siswa.

    Karena itulah guru dituntut peka terhadap situasi yang dihadapinya sehingga guru dapat menyesuaikan diri dalam mengajar. Guru harus mengetahui situasi siswa, situasi kelas dalam proses belajar mengajar. Sebab, tiap siswa mengalami keragaman dalama hal kecakapan potensi yang memungkinkan untuk berkembang. Misalnya, bakat, minat dan kecerdasan maupun kecakapan yang diperoleh dalam hasil pembelajaran. Situasi kelas juga dapat sangat menentukan terjadinya gairah yang memotivasi belajar siswa.

    Berbagai aspek tentang hasil belajar, faktor yang mempengaruhi hasil belajar, hubunga media pembelajaran dengan hasil belajar, bahan ajar (cara penulisan dan penyusunan bahan ajar), dan komponen utama bahan ajar merupakan pokok-pokok bahasan utama makalah ini.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa yang dimaksud dengan hasil belajar?
    2. Faktor apa saja yang mempengaruhi hasil belajar?
    3. Bagaimana hubungan media pembelajaran dengan hasil belajar?
    4. Bagaimana hakekat bahan ajar yang sebenarnya?
    5. Apa saja jenis atau bentuk dari bahan ajar?
    6. Bagaimana sistematika penulisan bahan ajar?

    Bab II. Pembahasan

    A. Hakikat Hasil Belajar

    Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).

    Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.

    Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan. Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima macam antara lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan masalah; (3) sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan (5) keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.

    Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 28), instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006: 155), memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

    B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman, 2012:124) antara  lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:

    Faktor Internal
    1. Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. 
    2. Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
    Faktor Eksternal
    1. Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
    2. Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru

    Menurut Sunarto (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain:

    • Faktor Internal

    Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Diantara faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang antara lain:

    1. Kecerdasan/intelegensi
    2. Bakat
    3. Minat
    4. Motivasi
    5. Faktor Eksternal

    Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor ekstern antara lain:

    a.    Keadaan lingkungan keluarga

    b.    Keadaan lingkungan sekolah

    c.    Keadaan lingkungan masyarakat 

    C. Hubungan Media Pembelajaran dengan Hasil Belajar

    Reigeluth dan Merril ( 1979 dan 1983 ) mengklasifikasikan variable pembelajaran menjadi tiga, yaitu:

    1.      Instructional conditions

    2.      Instructional methods

    3.      Instructional outcomes

    Instructional conditions, didefinisikan sebagai factor yang mempengaruhi metode pembelajaran dalam meningkatkan hasil pembelajaran. variable ini berinteraksi dengan metode pembelajaran, dan pada dasarnya tidak dapat dimanipulasi oleh perancang pembelajaran. variable ini harus diterima apa adanya, tetapi menjadi bahan pijakan dalam penetapan metode pembelajaran. contohnya seperti motivasi, minat, tingkat social siswa, bakat siswa, tingkat ekonomi dan sebagainya. Meskipun tidak dapat dimanipulasi, pada saat tertentu ia dapat pula dimanipulasi, jika pada saat posisinya berubah menjadi metode pembelajaran. contoh: siswa akan giat belajar, sebelum tes harian dilakukan, jika ada motivasi kepada siswa “Anak – anak, minggu depan tes harian! Bagi anak – anak yang memperoleh nilai 100, maka akan dapat hadiah berupa …”. Ini berarti kondisi sebelumnya siswa kurang berminat terhadap pelajaran tersebut. Oleh karena itu, guru menggunakan cara – cara agar memperoleh hasil tes meningkat.

    Instructional methods, didefinisikan sebagai cara – cara yang berbeda untuk mencapai instructional outcomes yang berbeda yang berada di bawah instructional conditions yang berbeda pula. Berarti strategi pembelajaran merupakan komponen variable dari instructional methods ( Degeng, 1997:10). Pada dasarnya semua variable yang diklarifikasikan ke dalam metode pembelajaran dimanipulasi oleh perancang pembelajaran untuk dilihat tingkat kefektifannya dalam mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.

    Instructional outcomes, mencakup semua kaibat yang muncul dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Akibat-akibat inilah yang dapat dijadikan indicator ketercapaian kompetensi dasar. Oleh karea itu, indicator ketercapaian kompetensi dasar dapat berupa:

    1.      Hasil pembelajaran yang nyata (actual outcome)

    2.      Hasil pembelajaran yang diinginkan (desire outcomes) (Degeng, 1997:11)

    Berdasarkan uraian di atas, maka kedudukan strategi pembelajaran ada pada variable instructional methods dan ini sangat penting dikuasai oleh seorang guru ketika merancang pembelajaran. Ketika seorang guru akan melaksanakan pembelajaran dari rancangan yang telah disiapkan, maka bagaimana menata materi pembelajarannya, bagaimana menyajikannya, serta alat apa yang akan digunakannya, disitulah peran kedudukan strategi pembelajaran.

    Berdasarkan pola tersebut di atas, maka hubungan media pembelajaran audio visual dengan hasil belajar merupakan hubungan kualitas. Artinya hasil belajar sangat dipengaruhi oleh pemilihan media pembelajaran yang tepat, yang sesuai dengan materi yang ingin disampaikan, sebaliknya hasil belajar yang diinginkan juga menjadi perhatian yang serius dalam memilih media pembelajaran yang tepat.

    D.    Hakekat Bahan Ajar.

    Bahan ajar adalah segala bentuk materi yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Materi yang dimaksud bisa berupa materi tertulis, maupun materi tidak tertulis. Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Bahan ajar adalah materi yang harus dipelajari siswa sebagai sarana untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar (Gafur, 2004).

    Bahan ajar mempunyai struktur dan urutan yang sistematis, menjelaskan tujuan instruksional yang akan dicapai, memotivasi peserta didik untuk belajar, mengantisipasi kesukaran belajar peserta didik sehingga menyediakan bimbingan bagi peserta didik untuk mempelajari bahan tersebut, memberikan latihan yang banyak, menyediakan rangkuman, dan secara umum berorientasi pada peserta didik secara individual (learner oriented)Biasanya, bahan ajar bersifat mandiri, artinya dapat dipelajari oleh peserta didik secara mandiri karena sistematis dan lengkap (Panen dan Purwanto, 1997).

    Menurut Gafur (2004) bahan ajar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus diajarkan oleh guru dan dipelajari oleh siswa. Bahan ajar tersebut berisi materi pelajaran yang harus dikuasai oleh guru dan disampaikan kepada siswa. Bahan ajar merupakan salah satu bagian dari sumber belajar yang dapat diartikan sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran, baik yang diniati secara khusus maupun bersifat umum yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran (Mulyasa, 2006). Dengan kata lain bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.

    Menurut Mulyasa (2006) menjelaskan bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dan prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.

    Bahan ajar memiliki fungsi strategis bagi proses pembelajaran yang dapat membantu guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga guru tidak terlalu banyak menyajikan materi. Disamping itu, bahan ajar dapat menggantikan sebagian peran guru dan mendukung pembelajaran individual. Hal ini akan memberi dampak positif bagi guru, karena sebagian waktunya dapat dicurahkan untuk membimbing belajar siswa. Dampak positifnya bagi siswa, dapat mengurangi ketergantungan pada guru dan membiasakan belajar mandiri. Hal ini juga mendukung prinsip belajar sepanjang hayat (life long education).

    Menurut Panen dan Purwanto (1997) bahan ajar berbeda dengan buku teks. Perbedaan antara bahan ajar dengan buku teks tidak hanya terletak pada format, tata letak dan perwajahannya, tetapi juga pada orientasi dan pendekatan yang digunakan dalam penyusunannya. Buku teks biasanya ditulis dengan orientasi pada struktur dan urutan berdasarkan bidang ilmu (content oriented) untuk dipergunakan oleh dosen atau guru dalam mengajar (teaching oriented). Sangat jarang buku teks dipergunakan untuk belajar mandiri, karena memang tidak dirancang untuk itu. Dengan demkian, penggunaan buku teks memerlukan dosen atau guru yang berfungsi sebagai penterjemah yang menyampaikan isi buku tersebut bagi peserta didik.

    Bahan ajar adalah segala bentuk bahan ajar yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bias berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis.

    Bahan ajar adalah materi yang disusun secara sistematis. Struktur dan urutannya sistematis, menjelaskan tujuan instruksional yang akan dicapai, memotivasi siswa untuk belajar, mengantisipasi kesukaran siswa dengan meyediakan bimbingan belajar, memberi latihan yang cukup, menyediakan rangkuman, berorientasi kepada siswa secara individual.

    Bahan ajar yang baik dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip instruksional. Guru dapat menulis sendiri bahan ajar yang ingin digunakan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Namun, guru juga dapat memanfaatkan buku teks atau bahan dan informasi lainnya yang sudah ada di pasaran untuk dikemas kembali atau ditata sedemikian rupa sehingga dapat menjadi bahan ajar. Bahan ajar biasanya dilengkapi dengan pedoman untuk siswa dan guru. Pedoman berguna untuk mempermudah siswa dan guru mempergunakan.

    E.     Jenis Bahan Ajar.

    Menurut Mulyasa (2006) dalam bukunya menyebutkan bahwa bentuk bahan ajar atau materi pembelajaran antara lain:

    1. Bahan cetak seperti; modul, buku , LKS, brosur, hand outleafletwallchart,
    2. Audio Visual seperti; video/ film,VCD
    3. Audio seperti; radio, kaset, CD audio, PH
    4. Visual; foto, gambar, model/ maket
    5. Multi Media; CD interaktif, computer Based, Internet

    Komponen utama bahan ajar adalah : 1) tinjauan materi; 2) pendahuluan setiap bab; 3) penyajian setiap bab; 4) penutup setiap bab; 5) daftar pustaka, dan 6) senarai. Setiap komponen mempunyai sub-sub komponen yang saling berintegrasi satu sama lain. Susunan komponen-komponen dan sub-sub komponen bahan ajar sama dengan strategi pembelajaran yang lazim digunakan guru dalan kegiatan pembelajaran. Selain itu, bahan ajar biasanya dilengkapi dengan berbagai macam ilustrasi. Ilustrasi memegang peranan penting dalam bahan ajar, karena dapat memperjelas konsep, pesan, gagasan, atau ide yang disampaikan dalam bahan ajar. Selain itu Ilustrasi yang menarik ditambah tata letak yang tepat, dapat membuat bahan ajar menarik untuk dipelajari.

    Disamping komponen-komponen bahan ajar dan ilustrasi, bahan ajar yang baik dan menarik mempersyaratkan penulisan yang menggunakan ekspresi tulis yang efektif. Ekspresi tulis yang baik akan dapat mengkomunikasikan pesan, gagasan, ide, atau konsep yang disampaikan dalam bahan ajar kepada pembaca/pemakai dengan baik dan benar. Ekspresi tulis juga dapat menghindarkan salah tafsir atau pemahaman.

    Yang biasa terjadi dalam pembelajaran adalah guru menyajikan materi kepada siswa, selanjutnya guru membantu siswa memahami materi yang disajikan. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai nara sumber. Namun dalam era kurikulum baru, pembelajaran dengan pendekatan siswa aktif atau pembelajaran berpusat pada siswa, peran guru lebih ditekankan sebagai fasilitator. Peran guru sebagai fasilitator lebih penting dari pada sebagai nara sumber.

    Peran guru membantu dan mengarahkan pembelajaran, dengan cara sebagai berikut : 1) Membangkitkan minat belajar; 2) Menjelaskan tujuan; 3) Menyajikan materi dengan struktur yang baik; 4) Memberi kesempatan siswa berlatih dan memberi balikan; 5) Memperhatikan dan menjelaskan hal-hal yang sukar atau tidak dipahami; dan 6) menciptakan komunikasi dua arah

    Beberapa permasalahan yang dihadapi guru, dalam memenuhi kebutuhan pembelajaran bermutu, kurang dapat dipenuhi karena masalah ekonomi, kurangnya buku teks, padatnya jadwal mengajar, dan target pencapaian kurikulum. Dengan demikian dalam pembelajaran sebagian besar waktunya habis untuk menyajikan materi pembelajaran. Sebagian besar siswa pasif mempersiapkan. Kesempatan siswa berlatih atau menyelesaikan tugas mandiri sering kali tidak pernah dibimbing guru dan tidak diberi umpan balik.

    Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menyusun bahan ajar. Bahan ajar yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip instruksional yang baik akan dapat membantu guru untuk mengurangi waktu penyajian materi dan memperbanyak waktu pembimbingan bagi siswa, membantu dalam menyelesaikan target kurikulum dan mencapai tujuan pembelajaran.

    F.      Sistematika Penulisan Bahan Ajar.

    Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan (Panen dan Purwanto, 1997).

    1. Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Misalnya, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.
    2. Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengoperasian bilangan yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
    3. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.

    Cakupan Bahan Ajar Judul, MP, SK, KD, Indikator, Tempat Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru) Tujuan yang akan dicapai Informasi pendukung Latihan-latihan Petunjuk kerja Penilaian

    Bahan ajar disusun berdasarkan tujuan atau sasaran instruksional yang hendak dicapai sesuai Rencana Pembelajaran dan Program Pembelajaran. Proses menyusun bahan ajar, meliputi langkah-langkah sbb : 1) Perumusan tujuan instruksional atau standar kompetensi; 2) Melakukan analisis instruksional/kurikulum; 3) Menentukan perilaku awal siswa atau indikator kompetensi; 4) Merumuskan kompetensi dasar; 5) Menyusun rencana kegiatan; 6) Menyusun silabus; 7) Menulis/ menyusun bahan ajar; 8) Evaluasi bahan ajar dan perbaikan; dan 8) Digunakan

    Menurut Panen dan Purwanto (1997), penyusunan bahan ajar dapat dilakukan melalui beragam cara, dari yang termurah sampai yang termahal, dari yang paling sederhana sampai yang tercanggih. Secara umum ada tiga cara yang dapat ditempuh dalam menyusun bahan ajar, yaitu:

    1. Menulis sendiri (Starting From Scratch)

    Bahan ajar dapat ditulis sendiri oleh guru sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain ditulis sendiri guru dapat berkolaborasi dengan guru lain untuk menulis bahan ajar secara kelompok, dengan guru-guru bidang studi sejenis, baik dalam satu sekolah atau tidak. Penulisan juga dapat dilakukan bersama pakar, yang memiliki keahlian di bidang ilmu tertentu. Disamping penguasaan bidang ilmu, untuk dapat menulis sendiri bahan ajar, diperlukan kemampuan menulis sesuai dengn prinsip-prinsip instruksional. Penulisan bahan ajar selalu berlandaskan pada kebutuhan siswa, meliputi kebutuhan pengetahuan, keterampilan, bimbingan, latihan, dan umpan balik. Untuk itu dalam menulis bahan ajar didasarkan: (a) analisis materi pada kurikulum, (b) rencana atau program pengajaran, dan (c) silabus yang telah disusun.

    1. Pengemasan kembali informasi (Information Repackaging)

    Dalam pengemasan kembali informasi, penulis tidak menulis bahan ajar sendiri dari awal (from scratch), tetapi penulis memanfaatkan buku-buku teks dan informasi yang sudah ada untuk dikemas kembali sehingga berbentuk bahan ajar yang memenuhi karakteristik bahan ajar yang baik, dan dapat dipergunakan oleh guru dan peserta didik dalam proses instruksional. Bahan atau informasi yang sudah ada di pasaran dikumpulkan berdasarkan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Kemudian ditulis kembali/ulang dengan dengn gaya bahasa yang sesuai untuk menjadi bahan ajar (digubah), juga diberi tambahan kompetensi atau keterampilan yang akan dicapai, bimbingan belajar, latihan, tes, serta umpan balik agar mereka dapat mengukur sendiri kompetensinya yang telah dicapai. Keuntunganya, cara ini lebih cepat diselesaikan dibanding menulis sendiri. Sebaiknya memperoleh ijin dari pengarang buku aslinya.

    1. Penataan informasi (Compilation atau Wrap Around Text)

    Selain menulis sendiri bahan ajar juga dapat dilakukan melalui kompilasi seluruh materi yang diambil dari buku teks, jurnal, majalah, artikel, koran, dll. Proses ini disebut pengembangan bahan ajar melalui penataan informasi (kompilasi).

    Proses penataan informasi hampir mirip dengan proses pengemasan kembali informasi. Namun, dalam proses penataan informasi tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap buku teks, materi audiovisual, dan informasi lain yang sudah ada di pasaran. Jadi buku teks, materi audiovisual dan informasi lain tersebut digunakan secara langsung, hanya ditambahkan dengan pedoman belajar untuk peserta didik tentang cara menggunakan materi tersebut, latihan-latihan dan tugas yang perlu dilakukan, umpan balik untuk peserta didik dan dari peserta didik.

    Disamping itu materi dilengkapi dengan pedoman belajar untuk siswa, yang berisi : petunjuk penggunaan materi, latihan-latihan, dan tugas yang perlu dilakukan siswa, umpan balik. Materi tambahan berupa pedoman belajar untuk siswa perlu disusun oleh guru berdasarkan tujuan/standar kompetensi, indikator kompetensi, dan silabus. Penataan berurutan berdasarkan standar kompetensi dan indikator atau tujuan pembelajaran. Setelah tersusun rapi, guru memberi halaman penyekat berisi: nomor pertemuan, Tujuan Pembelajaran (kompetensi), pokok bahasan dan diskripsi singkat, bahan bacaan yang dikompilasi, tugas, dan lain-lain yang perlu diketahui siswa.

    Contoh Format Bahan Ajar terdiri dari :

                             1.            Tinjauan materi.

                             2.            Pendahuluan

                             3.            Penyajian.

                             4.            Penutup.

                             5.            Daftar pustaka.

                             6.            Senarai.

    BAB III

    KESIMPULAN

    1.    Hasil belajar adalah tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar

    2.    Faktor yang mempengaruhi  hasil belajar dapat dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya.Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut.

    3.    Hasil belajar sangat dipengaruhi oleh pemilihan media pembelajaran yang tepat, yang sesuai dengan materi yang ingin disampaikan, sebaliknya hasil belajar yang diinginkan juga menjadi perhatian yang serius dalam memilih media pembelajaran yang tepat.

    4.    Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.

    5.    Bentuk bahan ajar atau materi pembelajaran antara lain adalah bahan cetak, audio visual, audio, visual, multimedia.

    6.    Sistematika bahan ajar mencakup dua bahasan pokok yaitu prinsip da langkah-langkah penyusuna bahan ajar. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Yaitu prinsip relevansiprinsip konsistensiprinsip kecukupan. Langkah-lagkah peyusunan baha ajar, 1) perumusan tujuan instruksional atau standar kompetensi; 2) melakukan analisis instruksional/kurikulum; 3) menentukan perilaku awal siswa atau indikator kompetensi; 4) merumuskan kompetensi dasar; 5) menyusun rencana kegiatan; 6) menyusun silabus; 7) menulis/ menyusun bahan ajar; 8) evaluasi bahan ajar dan perbaikan; dan 8) digunakan

    DAFTAR RUJUKAN

    Ali Muhammad Syaikh Quthb, 2005. Amal Shaleh Pengantar ke Surga dan Penyelamat dari Neraka,  Jakarta Timur : Pustaka al-Kautsar.

    Degeng, I.S. (1997). Strategi Pembelajaran: Mengorganisasi isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia 

    Depdiknas. 2006. Bunga Rampai Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran (SMA, SMK, dan SLB). Jakarta: Depdiknas.

    Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

    Gafur A. 2004. Pedoman Penyusunan Materi Pembelajaran (Instructional Material. Jakarta:Depdiknas

    Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara

    Mulyasa E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

    Panen, P & Purwanto, 1997. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.

    Reigeluth, C.M. Merril MD. 1979. Classes of Instructional Variables Educational Technology.

    Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: ALFABETA 

    Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensido Offset.

    Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Cet. XV). Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya.

  • Makalah Budaya Popular

    Budaya Popular

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Dari waktu ke waktu zaman terus berubah, dari yang sederhana menuju kepada yang lebih kompleks. Globalisasi juga ikut berperan dalam melakukan perubahan-perubahan di dunia. Globalisasi juga menjadi alat kapitalisme dalam mendistribusikan sesuatu yang bersifat budaya, yakni budaya populer.

    Dulu sebelum munculnya android, hp yang masih dalam bentuk java dan symbian merupakan produk unggulan, namun setelah munculnya hp android, hp java dan symbian pun menjadi kurang diminati, semua beralih ke hp model android. Dalam perkembangannya, hp android lebih populer jikalau dibandingkan hp model keduanya. Selain itu dalam hp android juga lebih banyak menggunakan aplikasi-aplikasi, seperti WhatsApp, BBM, dll. dengan karakter emoji yang terlihat lebih hidup, hal demikian tidak bisa digunakan oleh hp model java dan symbian yang paling bisa dipakai untuk SMS-an.

    Fenomena artis idola juga merupakan bagian dari budaya populer, misalnya saja artis kelas dunia yang keberadaannya telah menggeser artis-artis lokal. Tidak jarang orang-orang rela berdesakkan ketika artis internasional mempunyai jadwal konser di tanah air. Berapapun harga tiketnya, mereka rela untuk memperjuangkannya, hanya karena demi melihat sosok artis yang diidolakannya. Padahal jikalau kita sadari, semua itu hanyalah kesadaran palsu, lagi pula siapakah mereka artis internasional itu?, kenalkah mereka kepada kita?, kontribusi apa yang telah mereka berikan kedalam hidup kita?.

    Suatu budaya bisa menjadi populer dan mengglobal melalui media massa, seperti televise dan surat kabar, sebagai bagian dari proses kapitalisme. Budaya-budaya yang populer tersebut tidak jarang pula menggerus budaya lokal yang ada. Selain itu produk budaya juga sangat berpengaruh terhadap masyarakat, seperti halnya permainan tradisional  yang kian hari kian habis peminatnya, dan beralih kepada permainan yang sifatnya online. Padahal hal tersebut bisa menghilangkan identitas budaya lokal tertentu yang sebenarnya.

    Namun, perlu kita ketahui pula bahwa budaya populer tidak selamanya berdampak negatif. Dibalik semua itu juga akan kita dapati dampak-dampak positifnya. Semua itu kembali lagi kepada kita bagaimana cara kita bisa menyikapinya.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa yang dimaksud dengan “Budaya Pop”?
    2. Apa saja macam-macam bentuk budaya pop?
    3. Apa dampak yang disebabkan oleh adanya budaya pop?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Mengetahui arti dari “Budaya Populer”
    2. Mengetahui macam-macam bentuk budaya populer
    3. Mengetahui dampak yang disebabkan oleh adanya budaya populer

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Budaya Pop

    Budaya Pop berasal dari dua kata, yaitu kata “Budaya” dan “Pop”. Sebelum kita melangkah jauh untuk mengetahui arti dari kata budaya pop, maka perlu kita ketahui pula arti dari masing-masing kata tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Budaya adalah (1) pikiran; akal budi, (2) adat istiadat, (3) sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju), (4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Selain itu budaya juga diartikan sebagai cara manusia memberikan respons kepada lingkungannya, agar dia bisa survive dan menang. Sedangkan kata “Pop” sendiri berasal dari kata “Populer” yang dalam KBBI diartikan sebagai sesuatu yang dikenal dan disukai orang banyak (umum), sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya; mudah dipahami orang banyakdisukai dan dikagumi orang banyak. Maka budaya pop atau budaya popular dapat diartikan sebagai sesuatu yang sudah berkembang kemudian menjadi kebiasaan dan disukai oleh banyak orang.

    Stuart Hall menggambarkan budaya pop misalnya sebagai “sebuah arena konsensus dan resistensi. Budaya pop merupakan tempat dimana hegemoni muncul, dan wilayah dimana hegemoni berlangsung. Ia bukan ranah dimana sosialisme, sebuah kultur sosialis—yang telah terbentuk sepenuhnya—dapat sungguh-sungguh diperhatikan. Namun, ia adalah salah satu tempat dimana sosialisme boleh jadi diberi legalitas. Itulah mengapa ‘budaya pop’ menjadi sesuatu yang penting.”

    B. Macam-macam Bentuk Budaya Pop

    Budaya pop merupakan dialektika antara hegemonisasi (penyeragaman) dengan heterogenisasi (keragaman). Konsep keragaman (heterogenisasi) dalam budaya pop juga diungkapkan bahwa terdapat dua bagian terpisah dalam budaya popular, yakni: Pertama, budaya popular menawarkan keragaman ketika ia diinterpretasi ulang oleh masyarakat yang berbeda dilain tempat. Kedua, budaya pop itu sendiri dipandang sebagai sekumpulan genre, teks, citra yang bermacam-macam dan bervariasi yang dapat dijumpai dalam bebagai media, sehingga sukar kiranya sebuah budaya pop dapat dipahami dalam kriteria homogenitas dan standarisasi baku.

    Budaya merupakan suatu kajian yang sangat menarik sekali untuk dikaji. Kurang lebih ada empat ideologi budaya yang ada di Indonesia yaitu budaya agama, budaya lokal, budaya nasional maupun budaya populer. Akan tetapi dalam perkembangannya, keempat macam-macam budaya tersebut adakalanya saling berseberangan, dimana budaya agama yang cenderung berorientasi kepada pasca-duniawi seringkali berseberangan dengan budaya popular yang kebanyakan berorientasi kepada duniawi. Budaya lokal juga sering tergerus identitasnya oleh budaya popular, begitupula budaya nasional.

    Dari keempat ideologi budaya tersebut, budaya nasional bisa dibilang adalah yang paling lemah, terbukti dengan masih adanya kasus-kasus di Negara ini yang seringkali terjadi konflik dengan mengatasnamakan etnis dan agama. Namun diantara keempat budaya tersebut, sebagai anak kandung dari kapitalisme, budaya popular adalah yang paling bisa merasuk kepada ideologi-ideologi tersebut. Meskipun dalam perjalanannya hadangan dari budaya agama, budaya lokal, dan budaya nasional selalu ada.  Ada beberapa macam-macam bentuk budaya populer, diantaranya sebagai berikut:

    1. Televisi
    2. Fiksi
    3. Film
    4. Surat Kabar dan Majalah
    5. Musik Pop
    6. Konsumsi dalam Kehidupan Sehari-hari.

    C. Dampak yang Disebabkan oleh Adanya Budaya Pop

    Ada dua hal yang utama dalam budaya populer ini. Pertama, suatu budaya populer memiliki karakter negatif karena dia diproduksi secara massal hanya untuk memenuhi kepuasan si pendengar atau si peniru yang membayarnya. Hanya dengan alasan komersial atau mencari keuntungan materi, karakter negatif dari produk kebudayaan tidak disaring, malahan cenderung dilanggengkan. Bisnis adalah bisnis, begitulah yang mereka katakan.

    Kedua, budaya populer juga memiliki akibat dan pengaruh yang negatif. Contohnya, ketika kita menonton televisi atau pun video di youtube, terkadang kita seringkali terpengaruh oleh model-model yang ada pada film tersebut, intinya produk gaya hidup kita terpengaruhi atau diresapi oleh gaya hidup orang yang berbeda.

    Selain itu dampak negatif dari budaya pop juga cenderung membuat kita menjadi lebih hedonistik. Iklan menjadi sarana dalam melancarkan jalannya kapitalisme, tidak jarang pemuda di Indonesia menjadi korban iklan. Menurut Marcuse, pengiklanan mendorong kebutuhan palsu—misalnya, keinginan untuk menjadi jenis orang tertentu, mengenakan tipe pakaian tertentu, memakan macam makanan tertentu, meminum minuman khusus, menggunakan barang-barang khusus dan seterusnya.

    Perlu kita ketahui pula, bahwa dalam budaya pop juga ada dampak yang positif, seperti halnya dalam televisi yang didalamnya juga menayangkan acara-acara yang bermanfaat, dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Intinya, budaya pop meskipun dipandang mempunyai dampak yang negatif, tidak akan negative lagi apabila disikapi dengan baik. Semuanya kembali lagi kepada diri kita bagaimana cara untuk menyikapinya.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    budaya pop atau budaya popular dapat diartikan sebagai sesuatu yang sudah berkembang kemudian menjadi kebiasaan dan disukai oleh banyak orang. Ada beberapa macam-macam bentuk budaya populer, diantaranya sebagai berikut:

    7.      Televisi

    8.      Fiksi

    9.      Film

    10.  Surat Kabar dan Majalah

    11.  Musik Pop

    12.  Konsumsi dalam Kehidupan Sehari-hari.

    Ada dua hal yang utama dalam budaya populer ini , yaitu dampak positif dan dampak negatif. Semua itu kembali lagi kepada kita bagaimana cara kita bisa menyikapinya.

    2.      Saran

    Maka dengan adanya materi “Budaya Populer “. Marilah kita memahami mendalam tentang Makna Filosofi Budaya Populer (Filterisasi) menyaring budaya populer yang berkembang di Era Modernitas ini. Agar terciptanya masyarakat yang aman , tentram , dan damai.

    Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan baik dari segi materi maupun dari segi penulisan. Kami mengharap kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi para pembaca. Amin

    DAFTAR PUSTAKA

    Djokosantoso Moeljono, Budaya Organisasi dalam Tantangan, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), hlm. 71.

    John Storey, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, (Yogyakarta: Jalastura, 2010), hlm. 3.

    KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

    Hatib Abdul Kadir Olong, Tato, (Yogyakarta: LKiS, 2006), hlm. 16.

    Aprinus Salam, Kebudayaan Sebagai Tersangka, Hlm. 86

    Sukron Abdillah, Hidup Sehat ala Punk Hardcore, (___: DAR! Mizan, 2006),

     hlm. 105.

    John Storey, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, (Yogyakarta: Jalastura, 2010), hlm. 145.

  • IP Address

    IP Address adalah sebuah alamat pada komputer agar komputer bisa saling terhubung dengan komputer lain, IP Address terdiri dari 4 Blok, setiap Blok di isi oleh angka 0 – 255. Contoh IP Address seperti 192.168.100.1 , 10.57.38.223 , ini adalah IPv4.

    P Address Memiliki 2 bagian, yaitu Network ID dan Host ID , contoh 192.168.100.1 , secara default Net ID nya adalah 192.168.100 dan Host ID nya adalah 1, agar komputer bisa saling terhubung , IP yang digunakan Net ID nya harus sama, dan Host ID nya harus berbeda.
    Agar mudah ngerti, Net ID adalah nama jalan dan Host ID adalah nomor Rumah, jadi Jln. Diponegoro No 3 , jika nama jalan dari beberapa orang sama, maka nomor rumah mereka tidak mungkin sama.

    Alamat IP versi 4 (sering disebut dengan Alamat IPv4) adalah sebuah jenis pengalamatan jaringan yang digunakan di dalam protokol jaringan TCP/IP yang menggunakan protokol IP versi 4. Panjang totalnya adalah 32-bit, dan secara teoritis dapat mengalamati hingga 4 miliar host komputer atau lebih tepatnya 4.294.967.296 host di seluruh dunia, jumlah host tersebut didapatkan dari 256 (didapatkan dari 8 bit) dipangkat 4(karena terdapat 4 oktet) sehingga nilai maksimal dari alamt IP versi 4 tersebut adalah 255.255.255.255 dimana nilai dihitung dari nol sehingga nilai nilai host yang dapat ditampung adalah 256x256x256x256=4.294.967.296 host, bila host yang ada di seluruh dunia melebihi kuota tersebut maka dibuatlah IP versi 6 atau IPv6. Contoh alamat IP versi 4 adalah 192.168.0.3.

    Alamat IP versi 4 umumnya diekspresikan dalam notasi desimal bertitik (dotted-decimal notation), yang dibagi ke dalam empat buah oktet berukuran 8-bit. Dalam beberapa buku referensi, format bentuknya adalah w.x.y.z. Karena setiap oktet berukuran 8-bit, maka nilainya berkisar antara 0 hingga 255 (meskipun begitu, terdapat beberapa pengecualian nilai).

    Alamat IP yang dimiliki oleh sebuah host dapat dibagi dengan menggunakan subnet mask jaringan ke dalam dua buah bagian, yakni:

    ·         Network Identifier/NetID atau Network Address (alamat jaringan) yang digunakan khusus untuk mengidentifikasikan alamat jaringan di mana host berada.
    Dalam banyak kasus, sebuah alamat network identifier adalah sama dengan segmen jaringan fisik dengan batasan yang dibuat dan didefinisikan oleh router IP. Meskipun demikian, ada beberapa kasus di mana beberapa jaringan logis terdapat di dalam sebuah segmen jaringan fisik yang sama dengan menggunakan sebuah praktek yang disebut sebagai multinetting. Semua sistem di dalam sebuah jaringan fisik yang sama harus memiliki alamat network identifier yang sama. Network identifier juga harus bersifat unik dalam sebuah Internetwork. Jika semua node di dalam jaringan logis yang sama tidak dikonfigurasikan dengan menggunakan network identifier yang sama, maka terjadilah masalah yang disebut dengan routing error.
    Alamat network identifier tidak boleh bernilai 0 atau 255.

    ·         Host Identifier/HostID atau Host address (alamat host) yang digunakan khusus untuk mengidentifikasikan alamat host (dapat berupa workstation, server atau sistem lainnya yang berbasis teknologi TCP/IP) di dalam jaringan. Nilai host identifier tidak boleh bernilai 0 atau 255 dan harus bersifat unik di dalam network identifier/segmen jaringan di mana ia berada.

    Alamat IPv4 terbagi menjadi beberapa jenis, yakni sebagai berikut:

    ·         Alamat Unicast, merupakan alamat IPv4 yang ditentukan untuk sebuah antarmuka jaringan yang dihubungkan ke sebuah Internetwork IP. Alamat unicast digunakan dalam komunikasi point-to-point atau one-to-one.

    ·         Alamat Broadcast, merupakan alamat IPv4 yang didesain agar diproses oleh setiap node IP dalam segmen jaringan yang sama. Alamat broadcast digunakan dalam komunikasi one-to-everyone.

    ·         Alamat Multicast, merupakan alamat IPv4 yang didesain agar diproses oleh satu atau beberapa node dalam segmen jaringan yang sama atau berbeda. Alamat multicast digunakan dalam komunikasi one-to-many.

    ·         Alamat Broadcast

    ·         Alamat broadcast untuk IP versi 4 digunakan untuk menyampaikan paket-paket data “satu-untuk-semua”. Jika sebuah host pengirim yang hendak mengirimkan paket data dengan tujuan alamat broadcast, maka semua node yang terdapat di dalam segmen jaringan tersebut akan menerima paket tersebut dan memprosesnya. Berbeda dengan alamat IP unicast atau alamat IP multicast, alamat IP broadcast hanya dapat digunakan sebagai alamat tujuan saja, sehingga tidak dapat digunakan sebagai alamat sumber.

    ·         Ada empat buah jenis alamat IP broadcast, yakni network broadcastsubnet broadcastall-subnets-directed broadcast, dan Limited Broadcast. Untuk setiap jenis alamatbroadcast tersebut, paket IP broadcast akan dialamatkan kepada lapisan antarmuka jaringan dengan menggunakan alamat broadcast yang dimiliki oleh teknologi antarmuka jaringan yang digunakan. Sebagai contoh, untuk jaringan Ethernet dan Token Ring, semua paket broadcast IP akan dikirimkan ke alamat broadcast Ethernet dan Token Ring, yakni 0xFF-FF-FF-FF-FF-FF.

    ·         Network Broadcast

    ·         Alamat network broadcast IPv4 adalah alamat yang dibentuk dengan cara mengeset semua bit host menjadi 1 dalam sebuah alamat yang menggunakan kelas (classful). Contohnya adalah, dalam NetID 131.107.0.0/16, alamat broadcast-nya adalah 131.107.255.255. Alamat network broadcast digunakan untuk mengirimkan sebuah paket untuk semua host yang terdapat di dalam sebuah jaringan yang berbasis kelas. Router tidak dapat meneruskan paket-paket yang ditujukan dengan alamat network broadcast.

    ·         Subnet broadcast

    ·         Alamat subnet broadcast adalah alamat yang dibentuk dengan cara mengeset semua bit host menjadi 1 dalam sebuah alamat yang tidak menggunakan kelas (classless). Sebagai contoh, dalam NetID 131.107.26.0/24, alamat broadcast-nya adalah 131.107.26.255. Alamat subnet broadcast digunakan untuk mengirimkan paket ke semua hostdalam sebuah jaringan yang telah dibagi dengan cara subnetting, atau supernetting. Router tidak dapat meneruskan paket-paket yang ditujukan dengan alamat subnet broadcast.

    ·         Alamat subnet broadcast tidak terdapat di dalam sebuah jaringan yang menggunakan kelas alamat IP, sementara itu, alamat network broadcast tidak terdapat di dalam sebuah jaringan yang tidak menggunakan kelas alamat IP.

    ·         All-subnets-directed broadcast

    ·         Alamat IP ini adalah alamat broadcast yang dibentuk dengan mengeset semua bit-bit network identifier yang asli yang berbasis kelas menjadi 1 untuk sebuah jaringan dengan alamat tak berkelas (classless). Sebuah paket jaringan yang dialamatkan ke alamat ini akan disampaikan ke semua host dalam semua subnet yang dibentuk dari network identifer yang berbasis kelas yang asli. Contoh untuk alamat ini adalah untuk sebuah network identifier 131.107.26.0/24, alamat all-subnets-directed broadcast untuknya adalah131.107.255.255. Dengan kata lain, alamat ini adalah alamat jaringan broadcast dari network identifier alamat berbasis kelas yang asli. Dalam contoh di atas, alamat 131.107.26.0/24 yang merupakan alamat kelas B, yang secara default memiliki network identifer 16, maka alamatnya adalah 131.107.255.255.

    ·         Semua host dari sebuah jaringan dengan alamat tidak berkelas akan menengarkan dan memproses paket-paket yang dialamatkan ke alamat ini. RFC 922 mengharuskan router IP untuk meneruskan paket yang di-broadcast ke alamat ini ke semua subnet dalam jaringan berkelas yang asli. Meskipun demikian, hal ini belum banyak diimplementasikan.

    ·         Dengan banyaknya alamat network identifier yang tidak berkelas, maka alamat ini pun tidak relevan lagi dengan perkembangan jaringan. Menurut RFC 1812, penggunaan alamat jenis ini telah ditinggalkan.

    ·         Limited broadcast[

    ·         Alamat ini adalah alamat yang dibentuk dengan mengeset semua 32 bit alamat IP versi 4 menjadi 1 (11111111111111111111111111111111 atau 255.255.255.255). Alamat ini digunakan ketika sebuah node IP harus melakukan penyampaian data secara one-to-everyone di dalam sebuah jaringan lokal tetapi ia belum mengetahui network identifier-nya. Contoh penggunaanya adalah ketika proses konfigurasi alamat secara otomatis dengan menggunakan Boot Protocol (BOOTP) atau Dynamic Host Configuration Protocol(DHCP). Sebagai contoh, dengan DHCP, sebuah klien DHCP harus menggunakan alamat ini untuk semua lalu lintas yang dikirimkan hingga server DHCP memberikan sewaan alamat IP kepadanya.

    ·         Semua host, yang berbasis kelas atau tanpa kelas akan mendengarkan dan memproses paket jaringan yang dialamatkan ke alamat ini. Meskipun kelihatannya dengan menggunakan alamat ini paket jaringan akan dikirimkan ke semua node di dalam semua jaringan, ternyata hal ini hanya terjadi di dalam jaringan lokal saja, dan tidak akan pernah diteruskan oleh router IP, mengingat paket data dibatasi saja hanya dalam segmen jaringan lokal saja. Karenanya, alamat ini disebut sebagai limited broadcast.

    IP loopback merupakan IP yang digunakan sebagai router id dalam interface-interface loopback. interface loopback sendiri adalah interface logikal, artinya interface ini secara nyata tidak ada atau virtual. Oleh karena itu, IP loopback sangat penting digunakan dalam router OSPF. Loopback Address di MikroTik juga merupakan address yang terpasang pada interface bridge tanpa ada port-nya. IP loopback di set dengan IP yang tertinggi yaitu dengan subnet mask 255.255.255.255.

    Secara default router id dalam sebuah router diambil dari IP tertinggi dan jadi masalah ketika interface ini mati, maka yang akan dilakukan adalah memilih DR/BDR yang baru. Akan tetapi jika kasus pada interfacenya mati-hidup dan seterusnya, maka pemilihan DR/BDR akan berulang-ulang dan tidak selesai, dan pertukaran LSA tidak akan terjadi sehingga proses convergence menjadi kacau. IP loopback mengatasi permasalahan ini, karena ip loopback tidak akan down karena IP ini tidak menghubungkan ke suatu network tertentu atau interface nyata.
    Konfigurasi Loopback address :

    Beri nama pada Setiap Router, misalkan R1 dan R2.

    system identity set name=(sesuaikan nama)

    Konfigurasikan IP pada Ether yang saling terhubung antar Router.

    R1> ip addressess add address=12.12.12.1/24 interface=ether1
    R2> ip addressess add address=12.12.12.2/24 interface=ether1

    Buat 2 Bridge pada setiap Router, yaitu bridge1 dan bridge2, lalu berikan IP pada bridge tersebut, karena ip bridge ini sebagai Loopback, jadi tidak terpasang pada Port manapun.

    R1> interface bridge add name=bridge1
    R1> interface bridge add name=bridge2
    R1> ip addresses add address=1.1.1.1/32 interface=bridge1
    R1> ip addresses add address=11.11.11.11/32 interface=bridge1

    R2> interface bridge add name=bridge1
    R2> interface bridge add name=bridge2
    R2> ip addresses add address=2.2.2.2/32 interface=bridge1
    R2> ip addresses add address=22.22.22.22/32 interface=bridge2

    Lalu, konfigurasikan agar Router bisa saling ping ke Loopback dengan  menggunakan static route.

    R1> ip route add dst-address=2.2.2.2/32 gateway=12.12.12.2
    R2> ip route add dst-address=1.1.1.1/32 gateway=12.12.12.1

    Pastikan router bisa saling test ping:

    Aktifkan GBP pada pada R1 dan R2, konfigurasikan pada perintah berikut:

    R1> routing bgp instance set default as=100 router-id=1.1.1.1 numbers=0
    R2> routing bgp instance set default as=100 router-id=2.2.2.2 numbers=0

    Lalu, konfigurasikan pada setiap router BGP peer agar R1 dan R2 bisa peer dengan perintah:

    R1> routing bgp peer add name=peer1 remote-address=2.2.2.2 remote-as=100 update-source=bridge1

    R2> routing bgp peer add name=peer1 remote-address=1.1.1.1 remote-as=100 update-source=bridge1

    Buat suatu network yang akan mengadvertise BGP, dengan perintah:

    R1> routing bgp network add network=11.11.11.11/32
    R2> routing bgp network add network=22.22.22.22/32

    Cheklah kedua router pada bgp peer-nya, apakah statusnya established dengan perintah

    “routing bgp peer print status”

    Chek lagi pada perintah:

    R1> ip route print detail where dst-address=22.22.22.22/32

    R2> ip route print detail where dst-address=11.11.11.11/32

    Lihat table routing pada setiap router dengan perintah:

    ip route print

    Subnet Mask

    Digunakan untuk membedakan Network ID dengan host ID.Setiap host di dalam sebuah jaringan yang menggunakan TCP/IP membutuhkan sebuah subnet mask meskipun berada di dalam sebuah jaringan dengan satu segmen saja. Entah itu subnet mask default (yang digunakan ketika memakai network identifier berbasis kelas) ataupun subnet mask yang dikustomisasi (yang digunakan ketika membuat sebuah subnet atau supernet) harus dikonfigurasikan di dalam setiap node TCP/IP.

    Untuk Subnet mask yang di kustomisasi/di set secara manual maka terdapat aturan yang disebut dengan subnetting. Apa itu subnetting? pengertian singkatnya ialah, menentukan nilai subnet mask sesuai dengan jumlah host ID yang kita butuhkan.

    ·         Dalam RFC 791, alamat IP versi 4 dibagi ke dalam beberapa kelas, dilihat dari oktet pertamanya, seperti terlihat pada tabel. Sebenarnya yang menjadi pembeda kelas IP versi 4 adalah pola biner yang terdapat dalam oktet pertama (utamanya adalah bit-bit awal/high-order bit), tapi untuk lebih mudah mengingatnya, akan lebih cepat diingat dengan menggunakan representasi desimal.

    Kelas Alamat IPOktet pertama
    (
    desimal)
    Oktet pertama
    (
    biner)
    Digunakan oleh
    Kelas A1–1260xxx xxxxAlamat unicast untuk jaringan skala besar
    Kelas B128–19110xx xxxxAlamat unicast untuk jaringan skala menengah hingga skala besar
    Kelas C192–223110x xxxxAlamat unicast untuk jaringan skala kecil
    Kelas D224–2391110 xxxxAlamat multicast (bukan alamat unicast)
    Kelas E240–2551111 xxxxDireservasikan;umumnya digunakan sebagai alamat percobaan (eksperimen); (bukan alamat unicast)

    ·         Kelas A[sunting | sunting sumber]

    ·         Alamat-alamat kelas A diberikan untuk jaringan skala besar. Nomor urut bit tertinggi di dalam alamat IP kelas A selalu diset dengan nilai 0 (nol). Tujuh bit berikutnya—untuk melengkapi oktet pertama—akan membuat sebuah network identifier. 24 bit sisanya (atau tiga oktet terakhir) merepresentasikan host identifier. Ini mengizinkan kelas A memiliki hingga 126 jaringan, dan 16,777,214 host tiap jaringannya. Alamat dengan oktet awal 127 tidak diizinkan, karena digunakan untuk mekanisme Interprocess Communication (IPC) di dalam mesin yang bersangkutan.

    ·         Kelas B

    ·         Alamat-alamat kelas B dikhususkan untuk jaringan skala menengah hingga skala besar. Dua bit pertama di dalam oktet pertama alamat IP kelas B selalu diset ke bilangan biner10. 14 bit berikutnya (untuk melengkapi dua oktet pertama), akan membuat sebuah network identifier. 16 bit sisanya (dua oktet terakhir) merepresentasikan host identifier. Kelas B dapat memiliki 16,384 network, dan 65,534 host untuk setiap network-nya.

    ·         Kelas C

    ·         Alamat IP kelas C digunakan untuk jaringan berskala kecil. Tiga bit pertama di dalam oktet pertama alamat kelas C selalu diset ke nilai biner 110. 21 bit selanjutnya (untuk melengkapi tiga oktet pertama) akan membentuk sebuah network identifier. 8 bit sisanya (sebagai oktet terakhir) akan merepresentasikan host identifier. Ini memungkinkan pembuatan total 2,097,152 buah network, dan 254 host untuk setiap network-nya.

    ·         Kelas D[

    ·         Alamat IP kelas D disediakan hanya untuk alamat-alamat IP multicast, namun berbeda dengan tiga kelas di atas. Empat bit pertama di dalam IP kelas D selalu diset ke bilangan biner 1110. 28 bit sisanya digunakan sebagai alamat yang dapat digunakan untuk mengenali host. Untuk lebih jelas mengenal alamat ini, lihat pada bagian Alamat Multicast IPv4.

    ·         Kelas E

    ·         Alamat IP kelas E disediakan sebagai alamat yang bersifat “eksperimental” atau percobaan dan dicadangkan untuk digunakan pada masa depan. Empat bit pertama selalu diset kepada bilangan biner 1111. 28 bit sisanya digunakan sebagai alamat yang dapat digunakan untuk mengenali host.

    Kelas AlamatNilai oktet pertamaBagian untuk Network IdentifierBagian untuk Host IdentifierJumlah jaringan maksimumJumlah host dalam satu jaringan maksimum
    Kelas A1–126WX.Y.Z12616,777,214
    Kelas B128–191W.XY.Z16,38465,534
    Kelas C192–223W.X.YZ2,097,152254
    Kelas D224-239Multicast IP AddressMulticast IP AddressMulticast IP AddressMulticast IP Address
    Kelas E240-255Dicadangkan; eksperimenDicadangkan; eksperimenDicadangkan; eksperimenDicadangkan; eksperimen

    ·         Catatan: Penggunaan kelas alamat IP sekarang tidak relevan lagi, mengingat sekarang alamat IP sudah tidak menggunakan kelas alamat lagi. Pengemban otoritas Internet telah melihat dengan jelas bahwa alamat yang dibagi ke dalam kelas-kelas seperti di atas sudah tidak mencukupi kebutuhan yang ada saat ini, di saat penggunaan Internet yang semakin meluas. Alamat IPv6 yang baru sekarang tidak menggunakan kelas-kelas seperti alamat IPv4. Alamat yang dibuat tanpa memedulikan kelas disebut juga denganclassless address.

    Sumber :

    https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjFgLyz-8HPAhUBuY8KHRVsC44QFggoMAM&url=http%3A%2F%2Fwww.adalahcara.com%2F2013%2F05%2Fpengertian-kelas-ip-address-adalah.html&usg=AFQjCNGBZg-OQoBdnkzN8uC12VwLqZv1jw&sig2=IjwcjHNK8WxaBvsgE9gaww
    https://id.wikipedia.org/wiki/Alamat_IP_versi_4

    http://mhd140497.blogspot.co.id/2015/01/fungi-ip-addres.html

  • Materi Manajemen Seni Pertunjukan (MSP) – Event Organizer (EO)

    Manajement Seni Pertunjukan

    merupakan suatu organisasi dan didalamnya terdapat sekumpulan orang, sekumpulan orang ini memiliki fungsi untuk melaksanakan dan menyelenggarakan sebuah acara dengan fungsinya serta peranan masing masing dari perencanaan hingga acara tersebut selesai .

    Didalam meraih kesuksesan dan kelancaran sebuah acara yang ditangani, E.O memiliki sebuah tim yang biasa disebut (Tim Produksi) yaitu orang orang yang mampu menjalankan fungsi dalam bagian bagian kerja organisasi tersebut .

    Biasanya tim produksi acara juga memiliki struktur yang berbeda beda tergantung kebutuhan atau besar kecilnyaevent acara yang akan diselenggarakan dan dilaksanakan. Selain itu juga melihat kebutuhan tim dalam menjalankan fungsi tugas ,efektifitas dan efisiensi kerja praktek

    Tim Produksi terdiri dari beberapa orang anggota yang masing masing mendapat tugas (Job Description) dalam menjalankan suatu acara atau event .Biasanya dibagi bagi sesuai kebutuhan dan kemampuan masing masing anggota ,demikian tim dalam produksi event,

    • P.O (Project Officer)

    Pemimpin suatu acara yang bertugas dan bertanggung jawab penuh atas kelancaran, kesuksesan dan keberhasilan sebuah acara mulai dari perencanaan event berlangsung dan sampai selesai. Project officer juga memiliki anak buah yang akan membantunya dalam melaksanakan sebuah event yang akan berlangsung sesuai kebutuhan dan  tugas masing masing .

    • Stage Manager : Bertanggung jawab terhadap kelancaran acara ,mengatur kemunculan artis sesuai rundown dan mengendalikan waktu tampil
    • Admin : Mengurus surat menyurat ,pengarsipan dan keuangan
    • Artistik : Mengurus penataan ruang ,menambah keindahan
    • Konsumsi : Bertugas memenuhi kebutuhan yang akan dikonsumsi
    • Dokumentasi : Bertugas mendokumentasikan kejadian atau pada saat acara berlangsung baik berupa foto atau video
    • L.O (Liason Officer) + Driver artis :Bertugas mendampingi tamu/artis sampai acaranya selesai
    • Keamanan : Mengamankan pada saat acara berlangsung bisa juga security,polisi atau pihak dari panitia sesuai kebutuhan
    • ATP : Akomodasi Transportasi dan Penginapan
    • Media Handling : Media masa(cetak,elektronik,sosial)
    • Properti : Bertugas menyediakan set dan bagian perlengkapan yang dibutuhkan
    • Make Up : Perias untuk artis yang akan mengisi acara
    • Runner/Helper  : Tim yang terdiri dari beberapa orang dan bertugas sebagai penghubung antara show director dengan pihak pihak lainnya


    Dalam produksi acara semua orang didalamnya harus bertanggung jawab penuh untuk kesuksesan  kelancaran dan keberhasilan sebuah acara, (Rule of play) dijalankan semua individu demi memenuhi target dan tujuan bersama.

    Riders
     -Produksi : Sound system (Mixer, F.O.H (front of house ),Speaker ,Management)
                        Speak panggung
                        Lighting(Tata lampu)
                        Ruang ganti/transit artis(Bacstage)
                        Amplification

    Riders
    -Artis : ATP (Akomodasi Transportasi Penginapan)
                Konsumsi


    Product Knowledge : Penguasaan atas sebuah produk ,cakupan seluruh informasi akurat yang tersimpan dalam memori atas persepsinya tentang sebuah produk.

    Below The Line (BTL) : Target tebatas ,memberikan kesempatan untuk merasakan menyentuh berinteraksi bahkan langsung secara terang terangan.

    Above The Line : Target luas ,lebih untuk menjelaskan konsep atau ide dan tidak ada interaksi langsung

    Saat ini konsep BTL dan ATL sudah tidak ada bedanya dalam mempromosikan sebuah acara, keduanya sudah secara terang terangan dalam memasarkan sebuah produk kepada audiens/konsumen istilah tersebut sudah tidak dipakai lagi karena tidak sesuai dengan apa yang menjadi arti dari kata tersebut .



    S.W.O.T
    yaitu singkatan dari

    Strenght : Kekuatan
    Weakness : Kelemahan
    Oppurtunitis : Kesempatan (Peluang)
    Threatment : Menyikapi

    Bicara tentang gigs event sebuah acara pasti mempunyai sebuab semangat (Spirit) visi dan misi entah itu untuk kemajuan dan perkembangan scene lokal atau mensuport para musisi lokal untuk berkarya dan apapun tujuanya yang jelas demi kepentingan bersama sama .

    Hal ini tidak luput dari permasalahan yang dihadapi ,untuk tetap maju atau mundur dan vakum tidak memproduksi acara lagi karena mengalami kegagalan pada saat membuat acara ,ataupu karena sebuah kultur yang kurang memadai untuk bisa memajukan scene lokal

    Dari sini harus dapat melihat dari sisi sisi ,apa yang menjadi kelemahan apa yang menjadi kekuatan sebuah scene lokal ,apa yang menjadi kesempatan atau peluang dan bagaimana menyikapinya 



    Event …misal scene lokal

    Weakness

    • Penonton yang belum teredukasi betapa pentingnya untuk membeli tiket ,bayangkan jika acaranya rugi dan tiket tidak terjual sesuai target ,apakah akan ada lagi event tersebut karena selalu mengalami kerugian karena penonton yang tidak teredukasi dengan betapa pentingnya membeli tiket .
    • Musisi atau band yang berkarya dan masuk industri musik sedikit atau sebaliknya .

    Strength

    • Link atau jaringan
    • Motivasi orang atau pelaku
    • Fasilitas
    • Pengalaman
    • Brand event

    Treathment

    • Lack confidence
    • Minim referensi
    • Totalitas kurang
    • Lingkungan yang kurang sportif atau kurang produktif
    • Sample keberhasilan

    Oppurtunitis

    • Musisi banyak
    • Pendengar banyak
    • Penonton banyak 


    Beberapa masalah  tersebut menjadi acuan untuk penyelenggara event untuk terus maju atau mundur dengan rass penyesalan karena tidak pernah berkembang dan tidak ada kemajuan pada saat mengadakan event. 

    Dari sini melihat apa yang menjadi kesempatan(peluang) begitupun apa yang menjadi kekuatan serta kelemahan dan bagaimana tentang menyikapi masalah tersebut untuk dapat disesuaikan dengan baik agar menjadi suatu alasan agar terus maju untuk perubahan scene lokal yang kurang teredukasi .

    Dalam sebuah event mempunyai sebuah bagan yang terdiri dari p1-p5 dari situ saling berhubungan serta mempunyai peranan penting dalam acara juga untuk penyelenggara (p1). Penyelenggara sebagai tokoh utama yangb kemudian diikuti p2-p5 yang saling berinteraksi satu sama lain .

           P2
      P5   P1   P3
           P4

    Keterangan :
    P1 : Penyelenggara
    P2 : Pengisi acara (musisi/artis)
    P3 : Penonton (pembeli tiket)
    P4 : Pendukung acara (sponsor ..dll)
    P5 : Pengamat (media ..dll)

    Semua diprioritaskan dan saling berhubungan satu sama lain.

    Demikian materi MSP yang saya rangkum ,sangat menarik sekali untuk dipelajari bagi yang suka dengan seni pertunjukan begitupun dengan saya yang sedang belajar memahami lebih dalam tentang bagaimana konsep industri pertunjukan .

  • Makalah Komunikasi Bisnis – Peranan Video Blogging (Vlog) Dalam Pemasaran Produk

    Peranan Vlog Dalam Pemasaran Produk

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Mengingat semakin pesatnya perkembengan sistem informasi di Indonesia, maka sarana dan prasarana yang dibutuhkannya pun semakin beragam, begitu juga media penyampaian informasi, semakin mudah dipergunakan bahkan siapapun dapat menggunakannya dengan mudah, contoh : sosial media, blog, vbloging, onlineshop dsb. Nah dengan begitu proses penerimaan informasi pun akan semakin mudah dan luas. Lalu bagaimana apabila kita memasarkan produk dengan memanfaatkan fenomena-fenomena tersebut.

    Berdasarkan hal tersebut dalam Makalah ini akan kami sampaikan sedikit mengenai pernan vidioblogging dalam pemasaran produk.

    B. Rumusan Masalah

    a.       Seberapa efektif peran video blogging dalam pemasaran produk?

    C. Tujuan

      a.       Setelah mahasiswa mengetahui video blogging diharapkan mereka bisa mengetahui efektifitas potensi komunikasi dalam berbisnis khusunya dalam memasarkan produk.

      Bab II. Pembahasan

      A. Pengertian Vlog

      Video-Blogging, atau bisa disingkat vlogging (diucapkan Vlogging, bukan V-logging), atau vidblogging, merupakan suatu bentuk kegiatan blogging dengan menggunakan medium video di atas penggunaan teks atau audio sebagai sumber media utama. Berbagai perangkat seperti ponsel berkamera, kamera digital yang bisa merekam video, atau kamera murah yang dilengkapi dengan mikrofon merupakan modal yang mudah untuk melakukan aktivitas video blogging.

      Video blogging masih dapat disebut sebagai bentuk lain dari televisi internet. Video blogging biasanya ada juga yang dilengkapi dengan keterangan teks atau gambar foto, serta untuk beberapa video blogging, menyantumkan metadata lainnya.

      Video blogging sendiri dapat dibuat dalam bentuk rekaman satu gambar atau rekaman yang dipotong ke beberapa bagian. Dengan perangkat lunak yang tersedia, seseorang dapat menyunting video yang mereka buat dan memadukannya dengan audio, serta menggabungkan beberapa rekaman ke dalam satu gambar, sehingga menjadi suatu rekaman video blogging yang padu.

      Video blogging juga memanfaatkan keunggulan dari web syndication, ia dapat mendistribusikan dirinya di internet dengan menggunakan format penyesuaian (sindikasi), baik dengan RSS maupun Atom, untuk pemutaran ulang dan agregasi otomatis pada perangkat mobile dan Personal Computer.

      B. Sejarah Vlog

      Video blogging merupakan suatu format video dari aktivitas blogging, ia mulai menunjukkan eksistensi yang signifikan pada tahun 2004 dan baru menunjukkan popularitasnya yang meningkat pada awal tahun 2005. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya keanggotaan grup video blogging Yahoo! Secara dramatis pada tahun 2005.

      Situs berbagi-video yang paling populer saat ini, YouTube, dibentuk pada Februari 2005. Ia termasuk dari sekian banyak situs dengan content management system yang dapat mengelola masukan video, dan mempersilahkan para penggunanya untuk memiliki serta mengelola halaman video milik mereka sendiri. Selain berbagi video pada umumnya, video blogging juga merupakan kategori berbagi yang populer di situs YouTube.

      Video blogging menawarkan pengalaman situs yang lebih kaya dibandingkan dengan blogging dalam bentuk teks, karena ia mengkombinasikan video, suara, gambar, dan teks, meningkatkan kandungan informasi, serta emosi, yang dibagi dengan para pengguna internet lainnya.

      Media seperti itu membuat para penggunanya menjadi lebih bisa mengeksplorasi berbagai cara baru dalam berkomunikasi, di mana kebanyakan pengguna yakin bahwa video akan menghasilkan ekspresi yang lebih alami daripada tulisan.

      Lebih jauh lagi, konvergensi dari ponsel dengan fitur kamera digital mempermudah pengunggahan video blogging yang dapat dilakukan segera setelah video direkam dari perangkat tersebut.

      C. Penggunaan Vlog

      Untuk membuat video blogging, biasanya dibutuhkan perangkat dengan fitur perekam video seperti kamera digital, webcam, ponsel berfitur video, hingga kamera video (handycam) itu sendiri. Walaupun sebenarnya sah-sah saja membuat video blogging yang hanya berupa file mentah dari rekaman video yang dibuat, namun kebanyakan orang kini memilih untuk menyuntingnya dan mengkombinasikannya dengan suara dan musik, sehingga ia bisa juga menjadi sarana kreativitas dalam membuat sebuah rangkaian cerita dalam video.

      Selain itu, biasanya durasi waktu yang dicapai dalam membuat video blogging adalah sekitar 1-3 menit. Ini dikarenakan jumlah bandwith yang terbatas, termasuk salah satunya di Indonesia. Semakin panjang suatu durasi dalam video blogging, maka semakin besar pula penggunaan bandwithnya, dan untuk tempat-tempat yang tidak bisa mengikuti besarnya bandwith tersebut, maka akan berakibat pada proses pengunduhan yang lama.

      Video yang sudah jadi kemudian dikompresi dan ditempatkan di sebuah web server. Konten dari video blogging kemudian juga dimasukkan ke dalam RSS Feed, serta tautan untuk membagi tampilan video blogging tersebut kepada komunitas-komunitas terkait.

      Setelah dipublikasikan di situs yang tersedia, orang-orang yang menontonnnya biasanya akan memberikan respon berupa komentar di tempat yang tersedia secara langsung, maupun respon dengan cara membuat video blogging balasan, biasanya dengan menggunakan format Re: (judul video blogging yang direspon).

      D. Perkembangan Vlog di Indonesia

      Di Indonesia, penggunaan video blogging mulai disadari ketika pada tahun 2009 muncul sebuah video rekaman pribadi seorang aktris dan penyanyi muda terkenal bernama Marshanda, yang tersebar luas di YouTube dan menjadi topik yang segera hangat dibicarakan saat itu, karena video tersebut berisikan ungkapan perasaan pribadi sang artis.

      Selain itu, fenomena video blogging yang terjadi pada tahun 2010 di Indonesia juga ditunjukkan dengan hadirnya dua orang gadis muda asal Jawa Barat bernama Sinta dan Jojo yang merekam diri mereka sedang menari dan menyanyikan lagu-lagu secara Lipsync, salah satunya yang paling membuat mereka tenar ialah lagu ”Keong Racun”. Popularitas video blogging Sinta dan Jojo yang menyanyikan lagu dengan lipsync ditunjukkan dengan pemberitaan di media massa, serta animo masyarakat yang meniru gaya menari mereka berdua, bahkan ada yang menjadikannya sebagai suatu kompetisi oleh masyarakat lokal di Indonesia.

      Popularitas video blogging di Indonesia, terutama yang hadir di situs YouTube juga disusul dengan video blogging oleh Gamaliel dan Audrey, sepasang kakak-beradik yang membagi rekaman-rekaman video mereka berdua sedang menyanyikan lagu-lagu milik penyanyi populer. Aktivitas yang dilakukan Gamaliel dan Audrey ini dikenal juga dengan istilah cover atau cover version, yaitu menyanyikan kembali lagu-lagu dari penyanyi yang sudah ada atau sudah populer, di mana aktivitas ini banyak dilakukan oleh para video blogger di YouTube.

      E. Potensi Pemasaran

        Dalam memasarkan suatu produk atau brand tertentu, pemanfaatan media sosial dalam salah satu strateginya kian menjadi populer terutama dikarenakan oleh penggunaan media sosial yang berkembang pesat, termasuk di Indonesia.

        Salah satu bentuk strategi pemasaran yang memanfaatkan social media dengan format video blogging di Indonesia yang pernah terjadi ialah Bayu Skak. Bayu Eko Moektito nama asli dari Bayu Skak dikenal sebagai sosok pemuda yang menceritakan dirinya melalui rekaman video dirinya dengan khas bahasa jawanya yang dipublikasikan di YouTube miliknya.

        Dalam beberapa blog miliknya serta video yang dikemas dengan konsep video blogging, Bayu Skak menampilkan sebuah rekaman yang menunjukkan bagaimana kreatifitas kocak (dagelan) diiringi dengan budaya khas jawa.

        Hingga saat ini Bayu Skak telah memiliki 637,075 subscribers. Bayu Skak membangun channelnya pada tanggal 25 Juli 2010, saat itu Bayu Skak masih sekolah di SMKN 4 Malang dan mengambil jurusan animasi. Video YouTube pertama yang Bayu Skak upload ke YouTube dimulai dari lipsing konyol dengan menggunakan kamera HP. Video yang di uploadnya terus menyebar dari teman satu kelas, teman satu sekolah, teman di sekolah lain dan seterusnya sehingga membuat videonya makin terkenal.

        Bayu Skak telah bekerja sama dengan produk – produk guna memasarkan antara lainnya seperti, Indomie, Chitato, 360 Security Lite, BukaLapak.com, 7 Knights (Games) dan masih banyak lagi.

        YouTube bukan satu – satunya media untuk memasarkan produk lewat video blogging. Kita sering menyebutnya IG/Instagram. Instagram ialah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto. Tidak hanya foto saja, video pun bias kita posting di media sosial ini. Salah satu akun yang bekerja sama memasarkan produk lewat Instagram ialah DeaRangga.  Hingga saat ini DeaRangga telah memiliki 46.7K followers di akun Instagramnya. DeaRangga telah bekerja sama dengan produk – produk guna memasarkan di antaranya Cellular Market, Uber, Susu Bendera dan lainnya.

        Bab III. Penutup

        A. Kesimpulan

          Kita selaku generasi muda setidaknya kita bisa memanfaatkan multimedia atau sosial media, khususnya video blogging.

          Seperti yang kami paparkan diatas selain dikarenakan efisiensi dan keluasan jaringan, kemudahan pembuatan dan pengoperasiannya pun tidak diragukan. Kita dapat memasarkan produk kita dan menyalurkan ide-ide kita dalam hal inovatif yang bersifat positif. Sebelumnya kita sudah mengetahui Bayu Skak dan DeaRangga yang memanfaatkan video blogging guna mengendorse produk – produk. Media sosial di Indonesia bukanlah hal awam bagi generasi pengguna gadget. Bagaiman apabila kita memang memasarkan poduk kita sendiri, bukankah akan lebih mudah. Apalagi kebanyakan dari anak muda zaman sekarang lebih sibuk dengan gadgetnya di bandingkan dengan menonton Tv atau melihat advertising di publik area.

          DAFTAR PUSTAKA

          • Wikipedia. (2010, 14 Oktober). Video Blogging. Diperoleh 18 Oktober 2016, dari http://id.m.wikipedia.org/videoblog
        1. Makalah Teknologi Hologram Pada Konser

          Makalah Teknologi Hologram Pada Konser

          Bab I. Pendahuluan

          A. Latar Belakang

          Berkembangnya zaman membuat banyak hal datang yang semakin membaik. Salah satu contohnya adalah kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Berkembangnya ilmu pengetahuan diiringi dengan teknologi yang semakin booming untuk melakukan riset-riset penelitian. Teknologi yang digunakan tidak hanya sekedar alat elektronik dan internet yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Bagaimana jika teknologi tersebut diaplikasikan pada konser? Seperti yang diketahui, hal yang dinanti-nanti saat konser besar adalah penampilan live dari sang idola.

          Namun pada konser berbasis hologram, fisik dan keseluruhan penampilan dari artis akan diterjemahkan ke dalam bentuk hologram. Meski tak menampakkan diri secara langsung, penonton tetap puas dengan efek yang ditampilkan. Alunan instrumen musik, vokal, dan tata cahaya hologram memang membuat konser semakin menarik, meskipun terlihat lebih sulit ketimbang aksi langsung dari Artis yang menampilkannya secara langsung. Dengan menggunakan 2 laser dan sebuah piring fotografi, akan tampak gambar 3D dari artis yang kita gemari tampak seperti nyata.

          B. Rumusan Masalah

          1. Bagaimana Sejarah Hologram?
          2. Apa itu hologram?
          3. Bagaimana teknik pembuatan hologram?
          4. Apa kekurangan dan kelebihan Hologram?
          5. Apa beda teknik holografi dengan fotografi?

          C. Tujuan

          1. Menambah pengetahuan mengenai Teknologi Hologram
          2. Mengetahui pemanfaatan hologram dalam dunia hiburan.

          Bab II. Pembahasan

          A. Pengertian Hologram

          Holografi adalah teknik yang memungkinan cahaya dari suatu benda yang tersebar direkam dan kemudian direkonstruksi sehingga objek seolah-olah berada pada posisi yang relatif sama dengan media rekaman yang direkam. Hologram terbentuk dari perpaduan dua sinar cahaya yang koheren dan dalam bentuk mikroskopik.Hologram

          bertindak sebagai gudang informasi optik. Informasi-informasi optik itu kemudian akan membentuk suatu gambar, pemandangan, atau adegan. Hologram merupakan jelmaan dari gudang informasi (information storage) yang mutakhir. Hologram mampu menyimpan informasi yang di dalamnya memuat objek-objek 3 dimensi (3D). Tidak hanya objek-objek yang biasa terdapat di foto atau gambar pada umumnya. Hal itu disebabkan prinsip kerja hologram tidak sesederhana lensa fotografi. Hologram menggunakan prinsip-prinsip difraksi dan interferensi, yang merupakan bagian dari fenomena gelombang.

          Teknologi holografi ini pertama kali diperkenalkan oleh Dennis Gabor pada tahun 1947 yang kemudian membuatnya dianugerahi penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1971. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya teknik holografi ini mengalami pasang surut hingga kemudian pada tahun 1960, dengan adanya perkembangan teknologi laser, perkembangan teknologi holografi terlihat semakin nyata.

          B. SEJARAH PERKEMBANGAN

          Teknologi yang menjadi latar belakang terciptanya hologram ini lahir dari seorang fisikawan Hungaria, Dennis Gabor. Gabor lahir pada tanggal 5 Juni 1900 di Budapest, Hungaria. Pada tahun 1924, ia lulus dari pendidikannya dan mendapatkan gelar diploma dari Technische Hochschule di Berlin. Namun kemudian pada tahun 1933, setelah Hitler berkuasa, ia melarikan diri dari Nazi ke Inggris. Di tanah Britania ini, Gabor bekerja dalam pengembangan Departemen British Thomson-Houston di Rugby, Warwickshire.

          Pada tahun 1947, Gabor secara tidak sengaja menemukan holografi. Pada awalnya Gabor sedang berusaha meneliti mikroskop elektron. Ia mengembangkan teori untuk meningkatkan kemampuan mikroskop tersebut. Pada saat ia berusaha membuktikan teorinya tersebut, ia tidak menggunakan pancaran elektron, melainkan menggunakan cahaya. Dengan percobaan itu, Gabor menemukan teori holografi, yaitu ilmu yang memproduksi hologram. Dengan teorinya, ia berhasil menciptakan hologram pertama di dunia. Istilah “hologram” ciptaan Gabor berasal dari Bahasa Yunani: holo dan gramma, yang berarti “pesan menyeluruh”. Sebuah potret holografik Dennis Gabor diproduksi pada tahun 1971 dengan menggunakan laser ruby ​​berdenyut.

          Berdasarkan teori hologram Gabor, hologram dapat dibuat melalui proses pembelahan dua sinar laser yang searah selajur. Lajur pertama, disebut “acuan”, menyinari selembar lempeng peka foto atau film, sedangkan lajur kedua menyinari objek untuk diholografikan. Cahaya yang dicerminkan objek ini kemudian saling bertabrakan di atas lempengan tadi, dan menciptakan pola gabungan yang kemudian dikembangkan lagi untuk menampilkan gambar 3 dimensi. Pada saat itu, hologram hanya membutuhkan satu ruangan tempat citra tertentu ditembakkan sehingga seolah-olah menjadi bagian dari ruangan itu sendiri. Dengan demikian citra tadi akan menimbulkan kesan nyata dan sangat fantastis. Namun hologram ciptaan Gabor ini tidak tersedia secara komersial hingga pengenalan teknologi laser pada tahun 1960.

          Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1979 oleh dua orang ilmuwan Soviet yang berhasil mengadaptasi temuan Dennis Gabor dengan “sinehologram”. Guy Fihman dan Claudine Eizykman mulai bekerja sama di bidang hologram ketika keduanya menjadi guru besar sinema di Universitas Paris. Dengan alat yang dirancang khusus, mereka membuat dua buah sinehologram berukuran 35 mm dan 70 mm yang dipertunjukkan di College of France, Paris. Teknologi ini kemudian dikembangkan hingga berukuran 126 mm yang kemudian merupakan langkah pertama untuk membuat sinehologram yang dapat ditonton lebih dari dua orang dalam waktu yang bersamaan. Berkat temuannya melalui hologram, Dennis Gabor diangkat menjadi anggota Royal Society London pada tahun 1956 dan anggota kehormatan Akademi Ilmiah Hongaria pada tahun 1964 serta dianugerahi Nobel Fisika pada tahun 1971.

          Ilmuwan dari Universitas Arizona telah mengembangkan sebuah teknologi di mana satu hari dapat digunakan untuk menyimpan data dalam jumlah besar dalam bentuk holografik. Menurut salah satu ilmuwan Nasser Peyghambarian, optik Hologram akan menawarkan aplikasi masa depan dalam pengobatan dan manufaktur serta dalam industri hiburan. Tim peneliti dari Universitas Arizona telah mengumumkan bahwa mereka berhasil mengembangkan gerakan tercepat hologram 3D.

          Nasser mengakui bahwa tantangan awal untuk mencapai kualitas hologram telah berhasil diatasi ketika tim berhasil menciptakan material yang mampu merekam dan menampilkan gambar 3D dengan refresh rate dua detik. Yang pasti, menurut Peyghambarian prototipe sistem informasi 3D dapat menangkap pengambilan gambar objek dari sudut yang berbeda – menggunakan 16 kamera untuk mengambil gambar dari objek setiap detiknya. Gambar tesebut, selanjutnya diolah menjadi data pixel holografik oleh komputer dan mengirim sinyal dengan dua laser, yang kemudian menulis data dengan cara merekamnya. Selama proses penulisan, kedua bahan bergabung untuk menciptakan sebuah pola interferensi cahaya terang dan gelap, dan kemudian gambar 3D direkonstruksi dengan menembakkan cahaya lain.

          B. Karakteristik Hologram

          Seperti yang telah disebutkan, holografi merupakan hasil rekonstruksi dari cahaya yang tersebar dari suatu objek tertentu sehingga citra yang direkam akan muncul secara 3 dimensi (yang disebut hologram). Teknologi perekaman citra 3 dimensi ini menggunakan sinar koheren (seperti laser). Setelah pemrosesan, penampakan benda akan terlihat berbeda-beda dari berbagai sudut. Pembuatan hologram tradisional menggunakan proses kimia yang rumit. Akan tetapi, penampakan pada hologram modern dapat dilihat dengan pencahayaan yang biasa dan dapat pula menunjukkan citra 3 dimensi benda besar yang bergerak dengan pewarnaan yang lengkap.

          Hasil pencitraan hologram memiliki beberapa karakteristik yang unik. Beberapa di antaranya dijelaskan berikut ini.

          1.  Cahaya yang sampai ke mata pengamat yang berasal dari gambar hasil rekonstruksi dari sebuah hologram adalah sama dengan objek aslinya. Seseorang saat melihat gambar hologram dapat melihat kedalaman paralaks dan berbagai perspektif berbeda seperti yang ada pada skema pemandangan yang sebenarnya.
          2. Hologram dari suatu objek yang tersebar dapat direkonstruksi dari bagian kecil hologram. Jika sebuah hologram pecah berkeping-keping, setiap bagian dapat digunakan untuk reproduksi keseluruhan gambar. Walau bagaimanapun, penyusutan dari ukuran hologram dapat menyebabkan penurunan perspektif dari gambar, resolusi, dan tingkat kecerahan dari gambar.
          3. Dari sebuah hologram dapat direkonstruksi dua jenis gambar: gambar nyata (pseudocopic) dan gambar maya (orthoscopic).
          4. Sebuah hologram tabung dapat memberikan pandangan 360 derajat dari objek.
          5. Lebih dari satu gambar independen yang dapat disimpan dalam satu pelat fotografi yang sama yang dapat dilihat satu per satu dalam satu kesempatan.

          C. Merekam Hologram

          a.       Laser

          Hologram dicatat menggunakan kilatan cahaya yang menerangi adegan dan kemudian jejak pada media perekam, banyak cara sebuah foto yang direkam. Selain itu, bagaimanapun, sebagian dari sinar harus bersinar secara langsung ke media perekam – ini sinar kedua dikenal sebagai balok referensi. Hologram memerlukan sebuah laser sebagai sumber cahaya tunggal. Laser dapat tepat dikontrol dan memiliki panjang gelombang yang tetap, tidak seperti sinar matahari atau cahaya dari sumber konvensional, yang mengandung panjang gelombang yang berbeda. Untuk mencegah cahaya eksternal dari campur, hologram biasanya diambil dalam kegelapan, atau di tingkat cahaya rendah dari warna yang berbeda dari sinar laser yang digunakan dalam pembuatan hologram.

          Holografi membutuhkan waktu paparan tertentu (seperti fotografi), yang dapat dikendalikan dengan menggunakan rana, atau dengan menghitung waktu elektronik laser.

          b.      Alat-alat lain

          Sebuah hologram dapat dibuat dengan bersinar bagian dari sinar langsung ke media perekam, dan bagian lainnya ke objek sedemikian rupa sehingga beberapa cahaya tersebar jatuh ke media perekam.

          Sebuah pengaturan yang lebih fleksibel untuk merekam hologram memerlukan sinar laser ditujukan melalui serangkaian elemen yang mengubahnya dengan cara yang berbeda. Elemen pertama adalah beam splitter yang membagi balok menjadi dua balok identik, masing-masing ditujukan ke arah yang berbeda:

          Satu balok (dikenal sebagai pencahayaan atau sinar objek) yang menyebar menggunakan lensa dan diarahkan ke adegan menggunakan cermin. Beberapa cahaya tersebar (tercermin) dari tempat kejadian kemudian jatuh ke media perekam.
          Sinar kedua (dikenal sebagai berkas acuan) juga menyebar melalui penggunaan lensa, tetapi diarahkan sehingga tidak datang dalam kontak dengan adegan, dan bukannya perjalanan langsung ke media perekam.

          Beberapa bahan yang berbeda dapat digunakan sebagai media perekam. Salah satu yang paling umum adalah film yang sangat mirip dengan film fotografi (emulsi fotografi perak halida), namun dengan konsentrasi yang lebih tinggi cahaya-reaktif biji-bijian, sehingga mampu resolusi lebih tinggi yang membutuhkan hologram. Lapisan ini media perekam (misalnya perak halida) melekat pada substrat transparan, yang biasanya kaca, tetapi juga mungkin plastik.

          Ø  Proses pembuatan

          Ketika dua sinar laser mencapai media perekam, gelombang cahaya bersinggungan dan saling mengganggu. Ini adalah pola interferensi yang dicantumkan pada media perekam. Pola itu sendiri tampaknya acak, karena merupakan cara di mana cahaya adegan itu mengganggu sumber cahaya asli – tapi bukan sumber cahaya asli itu sendiri. Pola interferensi dapat dianggap sebagai versi adegan yang, membutuhkan kunci tertentu – sumber cahaya asli – dalam rangka untuk melihat isinya.

          Kunci yang hilang tersebut lalu kemudian disinari dengan laser, yang identik dengan yang digunakan untuk merekam pengembangan hologram pada film. Ketika balok ini menerangi hologram, Balok difraksi oleh pola permukaan hologram itu. Hal ini akan menghasilkan medan cahaya identik dengan yang awalnya diproduksi oleh tempat kejadian dan tersebar ke hologram. Gambar efek ini memproduksi dalam retina seseorang dikenal sebagai gambar virtual Holografi vs. Fotografi.

          (Kiri) Proses terbentuknya hologram dari seperangkat alat optik; (Kanan) Proses teramatinya hologram oleh pengamat. Sumber: http://www.howstuffworks.com

          D.   KONSER BERBASIS HOLOGRAM

          a.       Dijadikan Konsep Konser Musik

          Konsep konser hologram ini sudah digunakan di Jepang dalam konser Vocaloid, perangkat lunak yang dikembangkan Crypton Future Media dan Yamaha. Konser tersebut menampilkan animasi dalam bentuk 3D yang bernyanyi dan menari di atas panggung seperti layaknya artis-artis lainnya.

          Tidak hanya di Jepang, konser dengan konsep hologram juga sudah diselenggarakan di California, yang kembali menghadirkan dan menghidupkan rapper terkenal bernama Tupac yang telah meninggal beberapa tahun silam.

          Melihat antusias penonton dan keunikan konser berkonsep hologram, membuat pengamat industri kreatif, Anto Motulz, Direktur Provetic Consultant, melihat bahwa perkembangan konser musik dengan menggunakan teknologi 3D hologram akan semakin besar.

          “Ini bisa menjadi kebutuhan baru bagi penonton yang ingin nonton konser atau seni pertunjukan lain, begitu juga musisinya,” tuturnya.

          b.      Bintang yang Dihidupkan

          Teknologi hologram memberikan “kehidupan” kembali bagi para bintang dan penggemarnya. Berikut beberapa di antaranya.

          >> Michael Jackson

          Siapa yang tak kenal dengan penyanyi legendaris Michael Jackson? Beberapa waktu lalu, ia kembali tampil di atas panggung untuk menyanyikan lagu terbarunya yang berjudul Slave 2 the Rythm di panggung Billboard Music Awards 2014 pada Minggu, 18 Mei 2014.

          “Kami menampilkan Michael Jackson di atas panggung Billboard Music Awards 2014 dengan menggunakan teknologi hologram, sehingga ia terlihat benar-benar tampil di dunia nyata,” tulis laman Billboard.

          Sebelumnya, pihak penyelenggara dikabarkan sudah menghubungi ahli pembuat hologram, John Textor, untuk membuat sosok Jacko terlihat seperti hidup sungguhan. Textor sebelumnya pernah membuat hologram penyanyi Tupac Shakur di ajang Coachella pada 2012.

          >> Hatsune Miku

          Penggemar Hatsune Miku di Indonesia boleh berbangga. Pasalnya, Jakarta menjadi kota pertama yang menggelar Hatsune Miku Expo 2014. Tidak hanya memamerkan berbagai hal yang berhubungan dengan karakter Vocaloid asal Jepang tersebut, Expo ini juga menghadirkan konser Hatsune Miku yang berteknologi tinggi, yakni dengan menggunakan teknologi hologram.

          >> Tupac Shakur

          Pada Festival Coachhella yang diselenggarakan di California, AS, sosok rapper Tupac yang telah meninggal pada 1996 kembali dihidupkan. Di panggung, sosok Tupac melalui teknologi hologram yang dibuat oleh AV Concept menyapa penonton dan bernyanyi bersama rapper Dr. Dre dan Snoop Dogg.

          >> Gorillaz

          Sekian lama menggunakan layar hologram, band virtual Gorillaz akhirnya tampil live dengan personel asli di atas panggung. Show yang digelar di The Toundhouse, Camden, London Utara, band yang didirikan Blur Damon Albarn dan kartunis, Jamie Hewlett menjadi kali pertama mereka tampil secara perorangan.

          >> Andien dan Dira Sugandi

          Andien dan Dira Sugandi, juga mengadakan konser dengan konsep hologram, di Skenoo Exhibition, Gandaria City, Jakarta, beberapa waktu lalu. Konser yang melibatkan kecanggihan teknologi dan dunia kreativitas ini mengusung konsep TechnoCrea bertajuk Sync.

          Konser yang digawangi Full Cycle ini menyajikan kecanggihan teknologi visual multimedia. Dengan durasi 90 menit, Andien dan Dira Sugandi bernyanyi dengan balutan hologram 3D dan multi-layer video mapping di atas panggung.

          “Kolaborasi musik dengan teknologi (hologram 3D dan multi-layer video mapping) bukan hal baru di luar negeri. Sering juga dipakai dalam peragaan busana, tidak hanya musik,” ujar Rinaldy Puspoyo pendiri Full Cycle.  

          F.      BEDA HOLOGRAFI DAN FOTOGRAFI

          Sebuah hologram merupakan rekaman informasi mengenai cahaya yang berasal dari adegan asli sebagaimana tersebar di berbagai arah, bukan hanya dari satu arah, seperti dalam sebuah foto.  Hal ini memungkinkan adegan yang akan dilihat dari berbagai sudut yang berbeda, seolah-olah masih ada.

          Sebuah foto dapat direkam dengan menggunakan sumber cahaya normal (sinar matahari atau lampu listrik) sedangkan laser diperlukan untuk merekam hologram.

          Sebuah lensa diperlukan dalam fotografi untuk merekam gambar, sedangkan di holografi, cahaya dari objek tersebut tersebar langsung ke media perekam.

          Sebuah rekaman hologram membutuhkan sinar kedua (balok referensi) untuk diarahkan ke media perekam.

          Sebuah foto dapat dilihat dalam berbagai kondisi pencahayaan, sedangkan hologram hanya dapat dilihat dengan bentuk yang sangat spesifik iluminasi.

          Ketika sebuah foto yang dipotong setengah, masing-masing bagian menunjukkan setengah dari TKP. Ketika hologram dipotong setengah, seluruh pemandangan masih dapat dilihat di masing-masing bagian. Hal ini karena, sedangkan setiap titik dalam sebuah foto hanya mewakili cahaya tersebar dari satu titik dalam adegan, setiap titik pada rekaman hologram mencakup informasi tentang cahaya tersebar dari setiap titik di TKP.

          Sebuah foto adalah representasi dua dimensi yang hanya dapat mereproduksi efek tiga dimensi dasar, sedangkan rentang melihat direproduksi dari hologram menambahkan isyarat persepsi banyak mendalam yang hadir dalam adegan asli. Isyarat ini diakui oleh otak manusia dan diterjemahkan ke dalam persepsi yang sama dari sebuah gambar tiga dimensi seperti ketika adegan asli mungkin telah dipandang.

          Sebuah foto dengan jelas memetakan bidang cahaya dari gambar aslinya. Permukaan hologram dikembangkan terdiri dari pola yang sangat baik, tampak acak, dan tampak tidak memiliki hubungan dengan adegan yang direkam.

          G.        KELEBIHAN DAN KEKURANGAN HOLOGRAM

          v  KELEBIHAN

          1.      Dapat memberikan efek seolah-olah gambar yang ditampilkan tampak nyata.

          2.      Mempermudah media massa, khususnya media massa elektronik dalam menyampaikan informasi karena tampilannya lebih menarik.

          3.      Menambah kreatifitas baru bagi dunia film dan hiburan.

          v  KEKURANGAN
                        Berdasarkan survei Hudson Square Research Juni 2010, menyaksikan teknologi hologram pada televisi dlm jangka waktu tertentu bisa menyebabkan mual, sakit mata, pusing & besiko bagi ibu hamil. Hal ini dikarenakan televisi hologram menggunakan lensa lentikular nan menyebabkan tampilan bbeda pada mata kanan & kiri. Akan tetapi, hal ini dapat dihindr jika layar hologram tak menggunakan lensa lentikular, melainkan menggunakan satu sistem optik saja maka tak akan menyebabkan mual, sakit mata & pusing karena mata kanan & kiri menerima tampilan gambar yang sama.

          BAB III

          PENUTUP

          KESIMPULAN

          Membicarakan tentang perlembangan teknologi di zaman sekarang memang tidak akan ada habisnya, sebuah teknologi tidak akan berhenti di suatu titik saja karena teknologi akan terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan akan menghasilkan ide-ide yang lebih canggih dan lebih baik dari sebelumnya. Teknologi akan berubah disetiap generasinya dan akan semakin canggih. Hal ini berkembang untuk mempermudah melaksanakan berbagai macam aktifitas manusia.Hal tersebut tentu tidak lepas dari sifat manusia yang tidak pernah puas.Oleh sebab itu, teknologi harus berkembang dan menghasilkan teknologi yang lebih baik dari sebelumnya. Hal tersebut dapat terwujud di masa depan dengan menggunakan teknologi hologram. Dengan hologram, manusia tidak memerlukan perangkat yang besar dan banyak.                      

          Teknologi hologram merupakan bentuk lanjutan dari fotografi yang memungkinkan gambar terekam dalam tiga dimensi.Berbalik dari gambar 3D dan realitas virtual pada layar computer 2D, Hologram nampak sebagai gambar nyata dalam dimensi yang tidak mensimulasi kedalaman gambar atau membutuhkan bahan khusus untuk dapat dilihat.Hologram menggunakan prinsip-prinsip difraksi dan interfensi, yang merupakan bagian dari fenomena gelombang.     

          DAFTAR PUSTAKA

          http://www.koran-jakarta.com/?13229-hologram-marak-digunakan-di-atas-panggung-musik

          http://byantupa.blogspot.com/2012/04/hologram-tren-masa-depan.html

          http://majalah1000guru.blogspot.com/2013/rubrik-fisika-hologram.html

          http://www.howstuffworks.com/hologram

          http://en.wikipedia.org/wiki/Hologram

          HOLOGRAM

        2. Pasal-Pasal Tentang Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Dasar 1945

          Hak asasi manusia adalah hal melekat pada setiap manusia

          Pasal Tentang HAM di UUD 45

          Berikut adalah pasal-pasal tentang Hak Asasi Manusia (HAM):

          1. Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945.

          Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

          2. Pasal 27 ayat 2

          Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

          3. Pasal 27 ayat 3 UUD 1945 (hasil amandemen)

          “ setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara”.

          4. Pasal 28 UUD 1945

          ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”

          Undang-Undang Tahun 1945 Pasal 28 (A-J) tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri dari :

          5. Pasal 28 A

          (1) Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya

          6. Pasal 28 B

          1. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
          2. Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

          7. Pasal 28 C

          (1) Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar nya, Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya

          (2) Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif

          8. Pasal 28 D

          (1) Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum
          (2) Hak utnuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
          (3) Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
          (4) Hak atas status kewarganegaraan

          9. Pasal 28 E

          (1) Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya , memilih pekerjaannya, kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali
          (2) Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.
          (3) Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat

          10. Pasal 28 F

          (1) Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

          11. Pasal 28 G

          (1) Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia.

          (2) Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia

          12. Pasal 28 H

          (1) Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
          (2) Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan
          (3) Hak atas jaminan sosial
          (4) Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun.

          13. Pasal 28 I

          (1) Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif)
          (2) Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut
          (3) Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional

          14. Pasal 28 J

          (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
          (2) Dalam menjalankan dan melindungi hak asasi dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketetiban umum.

          15. Pasal 29 Ayat 2

          Tentang : “Setiap warga negara memiliki hak untuk memeluk agama masing-masing tanpa adanya paksaan dan beribadah menurut kepercayaannya masing-masing.”

          16. Pasal 30

          (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
          (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
          (3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
          (4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan Hukum.
          (5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungandan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalammenjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dankeamanan diatur dengan undang-undang.

          17. Pasal 31

          (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
          (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib mbiayainya.
          (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
          meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
          (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
          (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.