Blog

  • Kebijakan Publik

    Secara etimologi, istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan Latin. Akar kata dari bahasa Yunani dan Sansekerta Polis (Negara-kota) dan pur (kota) dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi Politia (negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris Policie  yang berarti menangani masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan. Kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.

    Kebijakan merupakan respon sistem politik terhadap kekuatan lingkungan yang ada disekitarnya. Kekuatan lingkungan dalam hal ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya suatu kebijakan. Selanjutnya dijelaskan bahwa sistem  politik adalah sejumlah lembaga atau aktivitas politik di masyarakat yang berfungsi mengubah in-put (demand, support dan resources) menjadi kebijakan yang otoritatif  bagi masyarakat (out-put ).

    Kebijakan sebagai label bagi suatu bidang sering digunakan dalam konteks pernyataan-pernyatan umum  mengenai kebijakan ekonomi pemerintah, kebijakan sosial pemerintah atau kebijakan luar negeri. Dengan demikian dapat menghasilkan  suatu kegiatan-kegiatan tertentu. Kata kebijakan kerapkali juga dipakai untuk menunjukkan adanya pernyataan-pernyataan kehendak (keinginan) pemerintah mengenai tujuan-tujuan umum dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dalam suatu bidang tertentu, atau mengenai keadaan umum yang diharapkan dapat dicapai pada kurun waktu tertentu.

    Kebijakan sebagai program pada umumnya menunjukkan kegiatan pemerintah yang relatif khusus dan cukup jelas batas-batasnya. Dalam konteks program biasanya ini akan mencakup serangkaian kegiatan yang menyangkut pengesahan/legislasi, pengorganisasian, dan pengarahan atau penyediaan sumber- sumber daya yang diperlukan.

    Istilah publik berasal dari bahasa Inggris Public yang berarti umum, masyarakat atau negara. Sebenarnya, dalam bahasa Indonesia sesuai bila diberi terjemahan pradja. Arti sebenarnya dari kata pradja tesebut adalah rakyat, sehingga untuk pemerintah yang melayani keperluan seluruh rakyat diberi istilah pamong praja (pelayan rakyat).

    Berdasarkan pengertian kebijakan dan publik di atas maka dapat diartikan bahwa kebijakan publik  adalah menangani masalah-masalah umum yang berkaitan dengan sosial. Kebijakan publik  merupakan jalan keluar adanya permasalahan-permasalahan bagi suatu Negara terhadap warga negaranya.

    Menurut Dunn (2003:106):

    Kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain.

    Adapun pendapat lain yang mengatakan perlunya kebijakan dari pemerintah dalam keputusan adalah menurut Wahab (2008 : 98) adalah:

    kebijakan pemerintah adalah usulan tindakan oleh seseorang, keluarga atau pemerintah pada suatu lingkungan politik tertentu, mengenai hambatan dan peluang yang dapat diatasi, dimanfaatkan oleh suatu kebijaksanaan, dalam mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu maksud. dalam kesempatan yang lain saya sudah menjelaskan tentang bagaimanakah Proses pembuatan kebijakan Publik.

    Disamping kebijakan publik dan kebijakan pemerintah diperlukan juga adanya analisis kebijakan publik dimana analisis kebijakan publik merupakan aktivitas yang menghasilkan pengetahuan tentang dan pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan, dan analisis kebijakan publik juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik

  • Makalah Analisis Kebijakan Politik dalam Bidang Pendidikan di Indonesia

    Kebijakan Politik Pendidikan di Indonesia

    Bab I. Pendahluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, sebab biasanya kualitas kecerdasan manusia dilihat dari seberapa tinggi seseorang tersebut mengenyam pendidikan. Tidak hanya itu dengan adanya pendidikan, manusia juga dapat mencapai pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja. Bukan hal yang istimewa lagi jika banyak orang berlomba-lomba untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
    Pemerintah juga tidak main-main dalam menggalakkan pendidikan, terbukti dari adanya salah satu peraturan yang mengatur tentang pendidikan. Peraturan tersebut tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa : Tap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran; ayat (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dari penjelasan pasal ini pemerintah memberikan petunjuk bahwa pemerintah mendapatkan amanat untuk menjamin hak-hak warga negara dalam mendapatkan layanan pendidikan, selain itu pemerintah juga berkewajiban untuk menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional.

    Kepedulian pemerintah akan pendidikan juga terlihat pada besarnya alokasi dana untuk pendidikan dari APBN, ini membuktikan keseriusan pemerintah untuk menjamin tiap-tiap warga negaranya agar mendapatkan pendidikan yang layak. Namun sayangnya hal ini tidak disadari betul oleh masyarakat, sebab masih banyak masyarakat yang menganggap pendidikan bukan hal yang utama dalam mencapai kesejahteraan hidup. Selain itu pemerintah juga tidak mengawasi betul pengalokasian dana tersebut, sebab sebagian masyarakat yang menyadari akan pentingnya pendidikan masih sulit dalam mengenyam pendidikan.

    Pendidikan masih terasa sangat mahal bagi sebagian masyarakat yang garis kehidupannya masih rata-rata dibawah garis kemiskinan.Masih ada ketimpangan antara sesama warga negara dalam mengenyam pendidikan.Untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik dirasakan sangat mahal bagi sebagian masyarakat.Apalagi saat ini pemerintah mewajibkan wajib belajar 12 tahun. Hal ini juga yang menjadi kecemasan bagi masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya walau dengan harga yang sangat mahal.

    Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian masyarakat.Seharusnya pemerintah mengadakan pemerataan terhadap pendidikan. Pengalokasian dana tersebut harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat demi tercapainya pendidikan yang memadai. Seharunsya pendidikan bukan hal yang sulit untuk di dapat ditengah era reformasi seperti ini.

    Namun pada kennyataannya, fenomena yang tampak ditengah-tengah masyarakat adalah masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik masyarakat dan permasalahan yang muncul misalnya tingginya tingkat buta huruf, masih banyaknya pemuda/remaja yang mengkonsumsi narkoba, munculnya geng motor, tindakan premanisme, serta berbagai kasus lainnya yang bersinggungan langsung dengan tujuan pendidikan.

    Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang telah dijelaskan di atas, pemerintah telah berupaya menerapkan berbagai kebijakan di bidang pendidikan, diantaranya: penerapan pendidikan budaya dan karakter bangsa, peningkatan profesionalisme guru, pembaharuan kurikulum, serta diterapkannya program SM3T (Sarjana Mendidik daerah Tertinggal, Terdalam dan Terluar).

    Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulis akan membahas dan mengkaji lebih lanjut dalam sebuah makalah yang berjudul “Analisis Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Indonesia pada Masa Pemerintahan Orde Reformasi”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
    1.    Bagaimana arah kebijakan pendidikan di Indonesia?
    2.    Bagaimana karakteristik kebijakan pendidikan?
    3.    Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia ?

    C.    Tujuan Penulisan
    Mengacu kepada rumusan masalah yang dijelaskan diatas, adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:

    1. Untuk mengetahui arah kebijakan publik di Indonesia.
    2. Untuk mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan.
    3. Untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan di Indonesia.

    Bab III. Kajian Pustaka

    A. Pengertian Kebijakan Publik

    Menurut Wahab (dalam Bakry 2010) kebijakan publik merupakan ilmu yang relatif baru muncul pada pertengahan dasawarsa 1960-an sebagai sebuah disiplin yang menonjol dalam lingkup administrasi publik maupun ilmu politik. Sementara itu analisis kebijakan publik bisa dibilang telah lama eksis sejak adanya peradaban manusia. Sejak itu kebijakan publik tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dalam bentuk tataran mikro individual maupun konteks tataran makro dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

    Kebijakan publik mengatur, mengarahkan dan mengembangkan interaksi dalam komunitas dan antara komunitas dengan lingkungannya untuk kepentingan agar komunitas tersebut dapat memperoleh atau mencapai kebaikan yang diharapkannya secara efektif. Berbagai ahli memberikan pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian kebijakan publik, diantaranya sebagai berikut : menurut Dye (dalam Eddi, 2004: 45) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah “Segala yang dilakukan pemerintah, sebab-sebab mengapa hal tersebut dilakukan, dan perbedaan yang ditimbulkan sebagai akibatnya”. Sedangkan menurut Lasswell  (dalam Eddi, 2004: 45) menjelaskan bahwa “Kebijakan publik adalah serangkaian program terencana yang meliputi tujuan, nilai, dan praktik”. Dalam hal ini kebijakan publik dapat juga diartikan sebagai program.

    Berbeda dengan dengan kedua pendapat di atas, Ranney dalam (Eddi,2004: 45) memberikan sumbangan pemikiran mengenai kebijakan publik sebagai “tindakan-tindakan tertentu yang telah ditentukan atau pernyataan mengenai sebuah kehendak”. Selain itu, menurut Lester dalam (Eddi 2004: 45-46) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah “Proses atau serangkaian keputusan atau aktifitas pemerintah yang didesain untuk mengatasi masalah publik, apakah hal itu riil ataukah masih direncanakan (umagined).

    Feriedrick (dalam Nugroho, 2011:93) mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tidakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatanyang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

    Beragam definisi tentang konsep kebijakan publik dapat ditarik kesimpulan menurut Sutapa (2008) bahwa terdapat dua pendapat umum yang mengemuka. Pertama, pendapat yang memandang bahwa kebijakan publik identik dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Pendapat ini beranggapan bahwa pada umumnya semua tindakanyang dilakukan pemerintah adalah kebijakan publik. Kedua, pendapat yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan (Policy Implementation). Pandangan yang pertama melihat bahwa kebijakan publik merupakan keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan atau sasaran tertentu, dan pandangan yang kedua beranggapan bahwa kebijakan publik mempunyai akibat dan dampak yang dapat diramalkan atau diantisipasi sebelumnya.

    Dari berbagai pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan program yang dibuat oleh pemerintah dalam suatu negara yang ditujukan untuk mengatasi segala persoalan ataupun masalah-masalah yang ada ditengah-tengah masyarakat, baik yang sudah diterapkan maupun yang masih direncanakan. Pada dasarnya kebijakan publik dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam setiap pembuatan kebijakan, pemerintah harus mengacu kepada masyarakat karena objek dari kebijakan publik adalah kepentingan masyarakat.

    Definisi kebijakan publik telah dikemukakan pada bagian terdahulu, sementara pengertian kebijakan pendidikan berangkat dari pemikiran Tilaar dan Nogroho (dalam Bakry 2010) yang mengungkapkan bahwa kebijakan pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan hakikat pendidikan dalam proses memanusiakan anak manusia menjadi merdeka. Manusia merdeka adalah manusia yang kreatif yang terwujud didalam budayanya.

    Menurut Chan (2005:65) pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu ingin berkembang dan berubah. Pendidikan mutlak ada dan selalu diperlukan diperlukan selama ada kehidupan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kebijakan pendidikan.
    Kebijakan pendidikan berhubungan dengan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan (Gaffar, 2007 dalam Prasojo).
    Kebijakan Pendidikan merupakan sebagai kebijakan publik, bukan kebijakan penidikan bagian dari kebijakan publik. Pendidikan merupakan milik publik dan tiap warga negara mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh akses pendidikan yang layak. Maka dari itu kebijakan pendidikan adalah program-program yang direncanakan oleh pemerintah dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul di bidang pendidikan demi memenuhi kewajiban pemerintah dalam memberikan pendidikan bagi setiap warga negaranya.

    B.    Kebijakan Pendidikan di Indonesia

    Menurut Masnuh dalam (Amnur,2007:160) pendidikan merupakan suatu kegiatan, proses, hasil dan sebagai ilmu yang pada dasarnya merupakan sebagai usaha sadar yang dilakukan manusia sepanjang hayat guna memenuhi kebutuhan hidup. Pandangan ini secara umum telah menjadi istilah konvensional di masyarakat dan sarana manusia memperoleh pengetahuan secara berkesinambungan. Pada dasarnya, bahwa kebijakan pemerintah Indonesia 2009-2014 yang memiliki orientasi basis ekonomi sesuai dengan rancangan strategis pendidikan nasional 2009-2014 yang mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, amandemen ke empat pasal 31 tentang pendidikan,Ketetapan MPR Nomor VII/ MPR/ 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangun nasional, uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keunganan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, PP Nomor 20 tahun 2004 tentang rencana kerja dan anggaran kementerianaaa/lembaga, PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

    Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan akan berdampak pada pengambilan keputusan oleh para pembuat kebijakan dalam bidang pendidikan, baik di tingkat nasional maupun daerah dan tingkat satuan pendidikan. Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai sebuah lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk membuat sebuah kebijakan paling tinggi di indonesia tentunya sangat mempengaruhi eksitensi dan prosesi pendidikan yang diharapkan memiliki standar mutu yang layak di dalam lingkungan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Kemudian keberadaan dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah dan pemerintah pusat yang dipimpin oleh presiden dan seorang wakil presiden, jajaran kementerian, dan jajaran badan/ lembaga kelengkapan eksekutif negara adalah para pembuat kebijakan yang bisa mempengaruhi dunia pendidikan nasional.

    Namun, khususnya pada tingkat nasional, para pengambil keputusan khusus masalah pendidikan di tingkat DPR RI adalah Komisi X DPR RI Presiden RI, dan Menteri Pendidikan Nasional RI (pemimpin Departemen Pendidikan Nasional).Sehingga, segala bentuk kebijakan pendidikan nasional yang dihasilkan oleh ketiga elemen ini akan mempengaruhi kebijakan pendidikan di seluruh daerah dan seluruh satuan pendidikan di Indonesia

    Adapun, dengan peran pengambil kebijakan yang bisa mempengaruhi masalah pendidikan di tingkat daerah ialah DPRD dan Pemerintah Daerah (Pemda).Khususnya dalam masalah pendidikan, posisi Komisi E di DPRD dan Dinas Pendidikan di Pemda sangatlah berperan untuk memfasilitasi adanya pemberlakuan kebijakan pendidikan di tingkat daerahnya masing-masing yang didasari oleh peraturan perundang-undangan dari hasil permusyawaratan policy maker nasional.

    Akhirnya, keberadaan satuan pendidikan pun tak kalah pentingnya untuk membuat kebijakan pendidikan yang akan mempengaruhi fenomena pendidikan yang berlangsung di satuan pendidikannya masing-masing.

    Sehubungan dengan evaluasi kebijakan pendidikan Era Otonomi masih belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacam-macam metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan. Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai improvisasi di daerah telah menunjukkan warna yang lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang telah dijalankan di beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat diimplementasikan sebagai berikut :

    1. Telah berlakunya UAS dan UAN sebagai pengganti EBTA /EBTANAS
    2. Telah dibentuknya Komite Sekolah sebagai pengganti BP3.
    3. Telah diterapkan muatan lokal dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP.
    4. Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam penerimaan murid baru.
    5. Pemberian insentif kepada guru-guru negeri.
    6. Bantuan dana operasional sekolah, serta bantuan peralatan praktik sekolah.
    7. Bantuan peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti program Pascasarjana.
    8. Peniningkatan profesionalisme guru dan dosen melalui penyelenggaraan prfesi guru dan dosen untuk memperoleh sertifikat pendidik dan menjadi guru dan dosen profesional.
    9. Penerapan pendidikan budaya dan karakter bangsa bagi smua jenjang pendidikan.

    Pada praktiknya, setiap kebijakan mengandung multi tujuan yaitu untuk menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama.
    Kebijakan pendidikan nasional disebut memperkuat peran negara dengan memastikan 20% anggaran negara untuk pendidikan nasional, namun di sisi lain ada pasal yang memperkuat peran publik dengan adanya komite-komite sekolah.

    Ada pula tujuan dinamisasi dalam bentuk mendorong terbentuknya sekolah-sekolah swasta dan tujuan stabilisasi dengan adanya standar-standar pendidikan yang harus diikuti. Ada pula tujuan regulasi seperti batasan-batasan setiap jenjang pemerintahan dalam melakukan peran pendidikan nasional dan tujuan deregulasi dengan adanya ruang-ruang bagi masyarakat untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah non-negara (Nugroho, 2011:112).

    Kebijakan publik, dengan demikian, selalu mengandung multi fungsi, untuk menjadikan kebijakan sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama. Meski pemahaman ini penting, hal yang lebih penting lagi bagi pemerintah atau lmbaga publik adalah berkenaan dengan perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan.

    BAB III
    PEMBAHASAN

    A.    Arah kebijakan pendidikan di Indonesia

    Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:

    1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;
    2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan;
    3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional;
    4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;
    5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
    6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
    7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak  dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya;
    8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.

    B.    Karakteristik kebijakan pendidikan

    Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:

    1. Memiliki tujuan pendidikan, Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
    2. Memenuhi aspek legal-formal, Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
    3. Memiliki konsep operasional, Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
    4. Dibuat oleh yang berwenang, Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan.  Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
    5. Dapat dievaluasi, Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti.Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki.Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.
    6. Memiliki sistematika, Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal.Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.

    C.    Pelaksanaan Kebijakan Publik

    Proses implementasi atau pelaksanaan kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut. Ini merupakan syarat-syarat pokok bagi implementasi kebijakan publik apapun.

    Tanpa adanya syarat-syarat tersebut, maka kebijakan publik boleh dikatakan sekedar retorika politik atau slogan politik. Secara teoretik pada tahap implementasi ini proses perumusan kebijakan dapat digantikan tempatnya oleh proses implementasi kebijakan, dan program-program kemudian diaktifkan. Tetapi dalam praktik, pembedaan antar tahap perumusan kebijakan dan tahap implementasi kebijakan sebenarnya sulit dipertahankan, karena umpan balik dari prosedur-prosedur implementasi mungkin menyebabkan diperlukannya perubahan-perubahan tertentu pada tujuan-tujuan dan arah kebijakan yang sudah ditetapkan.Atau aturan-aturan dan pedoman-pedoman yang sudah dirumuskan ternyata perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan peninjauan ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi implementasinya.
    Pelaksanaan kebijakan publik yang telah diterapkan di Indonesia yang telah dilakukan pemerintah cukup banyak salah satunya adalah penetapan alokasi dana untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN, pemusatan oleh perintah untuk wajib belajar 12 tahun serta yang tengah marak saat ini adalah perubahan kurikulum. Yang semunya itu dilakukan demi pencapaian tujuan pendidikan yang lebih maksimal.

    Berbicara tentang kurikulum perubahan ini cukup memberikan dampak bagi pendidikan dari  berbagai perubahan yang terjadi di dalam masyarkat terdapat nuansa lain yang terlihat dari kelompok masyarakat adalah perubahan kurikulum pendidikan. Perubahan tersebut tampak dari tahun ketahun, seperti pada Kurikulum tahun 1984 (CBSA) dengan penambahan suplemen pada kurikulum tersebut pada tahun 1994, kemudian keinginan yang terus menerus untuk peningkatan mutu pendidikan Indonesia sehingga memungkinkan kembali perubahan kurikulum dilakukan dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK (2004).

    Pendidikan bukan hanya mempersiapkan tenaga kerja siap pakai , melainkan mengemban misi yang jauh lebih besar. Misalnya pendidikan juga mempersiapkan generasi penerus dengan akhlak , moral , dan kepribadian yang baik; pendidikan juga bertanggungjawab atas karakter jatidiri sebagai bangsa; dunia pendidikan ; terutama pendidikan tinggi juga diharapkan mampu menghasilkan ilmu pengetahuan , teknologi , dan seni yang bermanfaat bagi kemajuan kehidupan masyarakat , bangsa , dan kemanusiaan . Kebijakan dasar dalam kaitannya dengan isu relevansi pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut:

    1. Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 12  tahun. Empat pilar pendidikan yang dikemukakan oleh UNESCO ( 1996 ) yaitu bahwa pendidikan harus memungkinkan dan membekali siswa dengan kemampuan untuk belajar mengetahui ( lerning to know ), belajar bekerja atau mengerjakan sesuatu ( learning to do ), belajar menjadi diri sendiri ( learning to be ) , dan belajar untuk hidup bermasyarakat ( learning to live together ).
    2. Perubahan Kurikulum, Kurikulum pendidikan selalu mengalami perubahan, hal ini didasari karena semata-mata ingin mempengaruhi tujuan pendidikan itu sendiri agar proses belajar mengajar semakin efektif.
    3.  Adanya pelatihan-pelatihan keguruan, dll
    4. Saat ini pemerintah tengah menggalakkan pelatihan guru-guru yang ada didaerah agar semata-mata meningkatkan kualitas guru agar semakin baik.Pelatihan guru ini juga menuntut guru agar lebih loyalitas terhadap profesinya sehingga dapat menjadikan anak didik semakin berkarakter.

    BAB IV
    KESIMPULAN DAN SARAN

    A.    Kesimpulan

    Suatu kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak dan mengarahkan kegiatan dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
    Proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut.
    Pelaksanaan kebijakan publik dibidang pendidikan meupakan hal yang sangat penting, sebab pemerintah sudah seharusnya membuat perubahan-perubahan didalam pendidikan demi tercapainya pelaksanaan pendidikan yang lebih baik. Selain itu adanya perencanaan-perencanaan dalam bidang pendidikan juga tengah digalakkan, contohnya saja penempatan guru-guru yang dianggap profesional untuk bersedia ditempatkan ditempat-tempat terpencil.
    Hal ini merupakan suatu kebijakan yang sangat baik, mengingat banyaknya guru yang berlomba-lomba kedaerah perkotaan mengakibatkan kurangnya guru didaerah pedesaan/terpencil.Maka dari itu perlu adanya suatu kebijakan dari pemerintah khususnya yang mana mampu membuat suatu program-program baru untuk perubahan pendidikan yang lebih berkualitas.

    B.    Saran

    Penulis berharap agar pemerintah mampu membuat suatu kebijakan-kebijakan yang lebih baik untuk perubahan dibidang pendidikan. Selain itu harus mampu merangsang masyarakat agar turut serta berpartisipasi dalam sebuah inovasi dibidang pendidikan agar pendidikan di Indonesia dapat bersaing dengan negara lain.


    DAFTAR PUSTAKA
    Adriyanto, Mohamad. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Indonesia.Dalam http://1ptk.blogspot.com/2012/01/kebijakan-publik-bidang pendidikan-di.html (diakses 16 Februari 2014, pukul 22: 49).
    Amnur, Muhdi Ali. 2007. Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Fahim.
    Ariya, Ilham. Karakter Kebijakan Pendidikan Nasional. Dalam http://ariyailham09.wordpress.com/2010/02/22/karakter-kebijakan-pendidikan-nasional/ (diakses 24 Februri 2014, pukul  20:00).
    Bakry, Aminuddin. 2010. Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik(Dalam Jurnal MEDTEK, Volume 2, Nomor 1, April 2010).Dalam http://www.medtek%2FJurnal_Medtek_Vol.2_No.1_April_2010%2FAminuddin%2520Bakry.pdf(diakses 16 Februari 2014, pukul 22:45).
    Chan, Sam M dkk.2005. Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
    Faiz, Pan Mohamad.  Menanti “Political Will” Pemerintah Di Sektor Pendidikan.Dalam http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/10/political-will-pendidikan-indonesia.html  (diakses 24 februari 2014,pukul 21:06).
    Halim, Abdul Rahman. Aktualisasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Pada Madrasah Swasta di Sulawesi Selatan. Dalam Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 11 No. 1 Juni 2008 : 83-100.
    Imron, Ali. 2010. Kebijakansanaan Pendidikan di Indonesia, Proses, Produk dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara.
    Mahfudz, Asep dkk.Analisis Kebijakan dan Kelayakan Mutu Tenaga Pendidik dalam Rangka Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Dasar di Provinsi Sulawesi Tengah.Dalam Jurnal Media Litbang Sulteng 2 (2) : 75-85, Desember 2009.
    Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
    Prasojo, Lantip Diat. Financial Resources Sebagai Faktor Penentu Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan.Dalam http://www. journal.uny.ac.id(diakses 24 februari 2014, pukul 20:49).
    Runtuwene, Lastiko.Kebijakan Reformasi Pendidikan. Dalamhttp://www.search-document.com/pdf/1/4/jurnal-kebijakan-reformasi pendidikan.html(diakses 24 Februari 2014, pukul 20:45).
    Rosyada, Dede, Prof. Dr.MA, 2010.Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikandi Indonesia.ISPI Pusat dan Dekan FITK UIN Jakarta.Dalam http://www.artikelbagus.com/2010/06/Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan di Indonesia.html#ixzz2uFnQ9w5a (diakses 24 Februari 2014).
    Rifai, Afga Sidiq. Analisis Kebijakan Pendidikan Tentang Penulisan Karya Tulis dalam Jurnal Ilmiah Sejalan dengan Peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia.Dalam http://subliyanto.blogspot.com/2012/03/analisis-kebijakan-pendidikan-penulisan.html(diakses 24 Februari 2014, pukul 20: 58).
    Risa, Muhammad.Pendidikan : Pendidikan Indonesia. Dalam http://www.artikelbagus.com/2012/04/pendidikan-indonesia.html#ixzz2uF161 WC5  (diakses 24 februari 2014, pukul 20:05).
    SUPARDI U.S.Arah Pendidikan Di Indonesiadalam Tataran Kebijakan Dan Implementasi.Dalamhttp://www.search-document.com/pdf/1/8/jurnal-kebijakan-pendidikan.html(diakses 24 februari 2014,pukul 21:13).
    Sutapa, Mada. Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Kebijakan Publik.Dalam http://www. Staff.uny.ac.id (diakses 11 Februari 2014, pukul 20:30).
    Wibowo, Edi. 2004. Kebijakan Publik Pro Civil Society. Yogyakarta: Cipta Mandiri.

  • Peran Dan Fungsi Partai Politik pada Negara Demokrasi

    Keberadaan partai politik di Indonesia membawa pengaruh besar terhadap masyarakat Indonesia untuk melihat kogruensi  janji politiknya yang memberikan penyalur aspirasi kepada masyarakat. Adapun yang menjadi fungsi dan tujuan partai politik antara lain menurut Putra, (2003:15)  fungsi-fungsi  Partai Politik adalah :

    1. Fungsi artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindung dalam pembuatan kebijakan publik.
    2.  Agregasi kepentingan adalah merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik.
    3. Fungsi sosialisasi politik adalah suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut oleh suatu  Negara.
    4. Fungsi rekrutmen politik adalah satu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok atau mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif maupun politik.
    5.  Fungsi komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan.

    Adapun yang menjadi fungsi dari partai politik menurut Simon, dalam Basri (2011:120) adalah sebagai berikut :

    1. Fungsi Sosialisasi politik, ketika seseorang sudah mampu menilai keputusan dan tindakannya.
    2.  Fungsi Mobilisasi politik, adalah fungsi partai untuk membawa warga Negara kedalam kehidupan publik. 
    3. Fungsi Refresentasi politik adalah partai politik yang ikut pemilihan umum dan memenangkan sejumlah suara akan menempatkan wakilnya dalam parlemen.
    4. Fungsi Partisipasi politik adalah dimana tugas partai politik untuk membawa warga Negara agar aktif dalam kegiatan politik.
    5. Fungsi Legitimasi sistem politik adalah mengacu pada kebijakan partai politik mendukung dan mempercayai kebijakan pemerintah yang meliputi kebijakan publik maupun eksistensi sistem politik.
    6. Fungsi Aktivitas dalam sistem  politik adalah menjabarkan programnya dan menyiapkan anggotanya untuk menjalankan program tersebut.
    7. selain itu parpol juga dapat memberikan Pelayanan Publik kepada masyarakat.

    Sedangkan dalam Undang-undang  Nomor.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (pasal 11) menyatakan   Partai Politik berfungsi sebagai sarana :

    1. Pendidikan Politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
    2. Penciptaan iklim yang kondusif  bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
    3. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik  masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara;
    4. Partisipasi politik warga Negara Indonesia ; dan
    5. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

    Dengan demikian dapat diketahui, bahwa partai politik memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai sarana pendidikan politik, artikulasi politik, komunikasi politik, sosialisasi politik, agregasi politik, dan rekrutmen. sehingga partai politik mempengaruhi sistem politik untuk pencapaian Negara yang demokratis dan warga Negara masyarakat Indonesia akan memiliki kesadaran dalam kehidupan berpolitik.

    Jadi dapat dikatakan bahwa peranan partai politik adalah sebagai sarana untuk menghimpun aspirasi, artikulasi dan agregasi kepentingan yang dilakukan kepada masyarakat untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan publik. Selain memiliki fungsi,  partai politik juga mempunyai tujuan, dimana tujuan partai politik adalah mewujudkan cita-cita bangsa, mengembangkan kehidupan demokrasi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya partai politik ini masyarakat Indonesia semakin mengenal pendidikan politik yang diberikan partai politik kepada masyarakat.
    Adapun tujuan dari partai politik seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor. 2  Tahun 2008 pasal 10 Ayat 1-3 tentang  Partai Politik  yang menunjukkan  tujuan dari partai politik yakni tujuan partai politik tersebut dibagi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
    Tujuan umum partai politik  adalah :

    1. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
    2. Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    3. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung  tinggi   kedaulatan  rakyat   dalam  Negara Kesatuan  Republik Indonesia; dan
    4.  Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Secara khusus tujuan dari partai politik adalah :

    1. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;
    2. Memperjuangkan cita-cita Partai Politik  dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
    3.  Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

    Jadi fungsi dan tujuan partai politik dapat disimpulkan sebagai organisasi resmi penyalur  aspirasi  masyarakat  yang  memiliki  kekuatan  politik, ikut  menentukan  proses pembentukan  kekuasaan  pemerintah secara legal (diakui  berkekuatan  hukum)  mempunyai hak beraktifitas  merebut  dan mempertahankan  kekuasaan  politik.

  • Hak dan Kewajiban Warga Negara

    Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap warga negara memiliki hubungan yang khusus dengan negaranya. Hubungan antara negara dengan warga negara melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Kita ketahui bahwa hak merupakan sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada diri kita sendiri, sedangkan kewajiban merupakan sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Maka dari itu,  Maka Jika anda ingin dikategorikan menjadi warga negara yang baik dan taat terhadap peraturan perundang-undangan anda harus mengetahui apa hak dan kewajiban anda sebagai warga negara. Terkadang kita selalu menuntut hak kita kepada negara tidak jarang juga kita lalai akan tanggungjawab dan kewajiban kita  kepada negara, jadi antara hak dan kewajiban itu harus berjalan beriringan dan seirama sehingga tidak menimbulkan kesenjangan didalam kehidupan bernegara. 

    Ada yang namanya Hak Asasi yaitu hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang diberikan oleh tuhan dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun dan ada pula yang disebut dengan Kewajiban Asasi muncul setelah implementasi hak asasi itu terpenuhi, Kewajiban asasi ini juga masih berhubungan dengan implementasi dari Hak Asasi yang telah ditunaikan (oleh pemerintah) sehingga kita harus menaati peraturan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan demikian kita sudah menunaikan kewajiban kita sebagai warga negara yang baik dan patuh terhadap hukum yang berlaku, Maka   atara hak dan kewajiban tersebut telah diatur didalam perundang- undangan Indonesia. Berikut adalah beberapa hak asasi yang kita miliki sebagai warga negara      :

    A.    Ketentuan  Undang-Undang Mengenai Warga Negara Indonesia
    Perihal warga Negara Indonesia diatur dengan undang-undang. Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai saat ini, undang-undang yang mengatur perihal kewarganegaraan adalah sebagai berikut :

    1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
    2. Undang-Undang No. 6 Tahun 1947 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
    3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
    4. Undang-Undang No. 11 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu lagi untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
    5. Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
    6. Undang-Undang No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan atas Pasal 18 Undang-Undang No. 62 Tahun Kewarganegaraan Republik Indonesia.
    7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia.


    B.    Hak Asasi Manusia (HAM)


    Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sudah mengamanatkan bahwa: “Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional
    maupun forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum Internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima Negara Republik Indonesia. Ketentuan internasional yang telah diterima Negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional.


    Hak Asasi Manusia pada hakekatnya merupakan hak-hak fundamental yang melekat pada kodrat manusia sendiri yaitu hak-hak yang paling dasar dari aspek-aspek kodrat manusia sebagai manusia. Setiap manusia harus dapat mengembangkan dirinya sedemikian rupa sehingga ia harus berkembang secara leluasa. Semua hak yang berakar dalam kodratnya sebagai manusia adalah hak-hak yang lahir bersama dengan keberadaan manusia itu sendiri. Dengan dekmikian hak-hak ini adalah universal dan berlaku di manapun di dunia ini. Dimana ada manusia, disitu ada HAM dan harus dijunjung tinggi oleh siapapun tanpa terkecuali.
    Terdapat 24 hak-hak dasar yaitu sebagai berikut :

    1. Hak untuk menentukan nasib sendiri.
    2. Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
    3. Hak untuk hidup.
    4. Hak untuk bebas dari penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
    5. Hak untuk bebas dari perbudakan, perhambaan dan pekerjaan paksa.
    6. Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi.
    7. Hak atas sistem penahanan yang manusiawi.
    8. Hak atas kebebasan dari pemenjaraan atas dasar ketidak-mampuan memenuhi kewajiban kontraktual.
    9. Hak atas kebebasan bergerak dan pilihan tempat tinggal.
    10. Kebebasan orang asing dari pengusiran semena-mena.
    11. Hak atas pemeriksaan adil dan proses hukum yang semestinya.
    12. Hak atas kebebasan dari hukum pidana yang berlaku surut.
    13. Hak atas pengakuan sebagai pribadi di hadapan hukum.
    14. Hak atas kebebasan dan keleluasaan pribadi (privacy).
    15. Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama.
    16. Hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat.
    17. Larangan atas propaganda untuk perang dan hasutan kebencian.
    18. Hak atas perkumpulan damai.
    19. Hak atas kebebasan berserikat.
    20. Hak atas pernikahan dan membentuk keluarga.
    21. Hak-hak anak.
    22. Hak-hak politik.
    23. Hak atas kedudukan yang sama di depan hukum.
    24. Hak-hak minoritas etnis, agama atau bahasa.

    Secara garis besar, ada terdapat tiga kelompok Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu :


    1.    Hak-Hak Sipil Dan Politik


    Hak sipil yaitu hak seseorang untuk dilindungi dari tindakan sewenang-wenang pemerintah dalam kemerdekaan hidupnya dan  rasa aman, kebebasan bergerak, hak atas proses hukum yang adil, hak berpikir, berkesadaran dan beragama atau berkeyakinan, dan sebagainya. Yang termasuk kelompok hak-hak sipil yaitu :

    1. Hak untuk menentukan nasib sendiri.
    2. Hak untuk hidup.
    3. Hak untuk tidak disiksa.
    4. Hak untuk tidak duhukum mati.
    5. Hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang.
    6. Hak atas peradilan yang adil.

    Sedangkan hak politik yaitu hak seseorang untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan, seperti; hak memilih dan dipilih, kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat di depan umum. Yang termasuk kelompok  hak-hak politik yaitu :
    a.    Hak untuk menyampaikan pendapat.
    b.    Hak untuk berkumpul dan berserikat.
    c.    Hak untuk mendapat persamaan perlakuan di depan hukum.
    d.    Hak untuk memilih dan dipilih.

    2.    Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
    Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya adalah hak-hak yang bertujuan untuk menjamin bahwa setiap orang dapat memenuhi kebutuhan pokok untuk bias bertahan hidup dan meningkatkan taraf hidup mereka. Hak-hak ini berdampak pada adanya kewajiban negara untuk menyediakan sarana dan prasarana tertentu, karena individu-individu tidak bisa menyediakannya sendiri (misalnya karena menganggur atau cacat). Berikut yang termasuk kelompok hak-hak ekonomi dan social adalah :

    1. Hak untuk bekerja.
    2. Hak untuk mendapatkan upah yang sama.
    3. Hak untuk tidak dipaksa bekerja.
    4. Hak untuk cuti.
    5. Hak atas makanan.
    6. Hak atas perumahan.
    7. Hak atas kesehatan.
    8. Hak atas pendidikan.

    Sedangkan yang termasuk kelompok hak budaya yaitu :

    1. a.    Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan.
    2. b.    Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan.
    3. c.    Hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta).

    3.    Hak-Hak Pembangunan
    Hak-hak pembangunan merupakan hak-hak yang bertujuan untuk memperkokoh keberadaan hak-hak yang telah dikemukakan diatas. Yang termasuk kelompok hak-hak pembangunan antara lain :

    1. a.    Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat.
    2. b.    Hak untuk memperoleh perumahan yang layak.
    3. c.    Hak untuk memperoleh layanan kesehatan yang memadai.

       
    Berdasarkan Penerima dibagi atas :

    1. Hak Individual : yaitu hak yang dapat dinikmati oleh setiap individu sebagaimana yang tercantum dalam DUHAM.
    2. Hak Kolektif/Kelompok : yaitu hak yang diberikan kepada kelompok rentan tertentu yang dapat dinikmati oleh seseorang yang berasal dari komunitas tertentu, seperti hak perempuan, hak anak, hak masyarakat adat dan lain-lain.

    HAM merupakan hukum (de Rover, 2000). Artinya HAM diatur dalam bentuk ketentuan hukum baik hukum internasional maupun hukum nasional. Ada banyak instrument hukum internasional HAM. yang paling terkenal adalah Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM). Hak-hak Asasi yang diatur dalam DUHAM adalah sebagai berikut :

    1. Hak atas hidup, kebebasan dan rasa aman.
    2. Kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia.
    3. Hak atas kesamaan di muka hukum.
    4. Hak atas pengadilan yang jujur dan adil.
    5. Hak atas urusan pribadi (privasi).
    6. Kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan.
    7. Kebebasan berpendapat.
    8. Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul.
    9. Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.
    10. Hak atas jaminan sosial.
    11. Hak untuk bekerja.
    12. Hak untuk standar hidup yang kayak dan manusiawi.
    13. Hak atas pendidkan

    SUMBER :
    Priyanto, Sugeng. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang : Aneka Ilmu
    Saptono. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan SMP Kelas VII. Jakarta : Phibeta
    Winarno. 2011. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Bumi Aksara

  • Hubungan Konstitusi dan Demokrasi

    Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik mengadakan acara kuliah umum dalam tema Lecture Series on Democracy, pembicaranya adalah Prof. Dr. M. Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi RI. Bertempat di Auditorium Syahida Inn.

    Dalam menjelaskan beliau mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia sangat berkembang dengan pesat dan sangat mengembirakan. Ini terlihat dan di rasakan oleh masyarakat, khususrnya pers dimana kebebasan pers serta hak berserikat dan berkumpul yang dijamin dan diberi perlindungan. Begitu pula dengan kompetisi politik yang lebih mengedepankan masyarakat banyak, dikatan oleh beliau bahwa meskipun kita baru mengambil sistem demokrasi tetapi menurut survey, Indonesia disebut sebagai negara demokrasi baru yang dianggap cukup besar dan menonjol keberhasilannya ketimbang negara-negara lain di kawasan Asia.

    Beliau lanjut menjelaskan bahwa kemajuan demokrasi ini tidak diimbangi dengan kemajuan dan kesadaran berpolitik, masih banyak politik transaksional yang mengakibatkan hadirnya pejabat publik yang tidak kompeten, dan pejabat itu cenderung bersifat reaktif terhadap permasalahan yang ada, jika mengeluarkan suatau kebijakan biasanya mengagetkan. “Contohnya Revisi Undang Undang Tipikor kemarin yang menyatakan korupsi Rp25 juta tak perlu dihukum.

    Belum lagi pembangunan gedung mewah DPR yang kurang memperhatikan nasib rakyat kecil yang semakin tertindas. Hal itu diperburuk dengan sikap-sikap intoleransi yang dilandasi dengan eskalasi kekerasan yang makin tinggi. Ini semua bukanlah tanda dari demokrasi yang sehat. Apalagi ketidakadilan masih merajalela. Ini akan menimbulkan apatisme dan skeptisisme di masyarakat.

    Beliau melanjutkan penjelasannya dengan menyebutkan demokrasi saat ini, memang paradoks. Di satu sisi ada yang menyatakan kebablasan, seperti yang di contohkan di atas, di sisi lain demokrasi dinilai maju. Menyebut contoh, partai politik kini bebas didirikan. “Pers pun sekarang bebas mau menulis berita apa saja. Dulu memuat berita keluarga cendana bisa dibredel.

    Demokrasi malah menunjukkan ambiguitas yang nyata. Masyarakat sipil terus tumbuh tetapi tidak diiringi tumbuhnya ketertiban sosial. Adanya ambiguitas itu cukup menunjukkan bahwa dibalik wajah cerah demokrasi di Indonesia, ternyata tersimpan persoalan-persoalan serius dan substansial yang jika dibiarkan bisa fatal akibatnya. Bukan tidak mungkin, prospek bagus menuju demokrasi pupus karena demokrasi tidak kunjung berhasil dikonsolidasikan. Beliau menjelaskan bahwa sekarang Indonesia masih berada dimasa transisi, untuk itulah, transisi demokrasi tak boleh dibiarkan berjalan dalam jangka waktu yang lama, sehingga mau tak mau transisi ini harus segera dituntaskan.

    Terakhir dijelaskan bahwa Negara hukum tidak dapat dipisahkan dari pilar negara hukum ,yaitu paham kedaulatan hukum. Paham ini adalah ajaran yang menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi terletak pada kekuasaan hukum. Di Indonesia, kekuasaan atau kedaulatan hukum bersumber pada Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Selain itu juga, dia menjelaskan, dalam konsep negara hukum demokratis, demokrasi diatur dan dibatasi oleh aturan hukum, sedangkan hukum itu sendiri ditentukan melalui cara-cara yang demokratis berdasarkan konstitusi.

    Saat ditanya apakah beliau tidak takut di Antasarikan? Dengan tegas beliau menjawab menyatakan dirinya tidak pernah takut akan dikerjai terkait dengan aktifitasnya. Namun memang, dia mengaku sangat berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan sekecil apapun. Dengan lantang juga beliau mengatakan “Saya bahkan meminta stafnya untuk memasang alat perekam, jika diminta orang lain untuk memata-matai. Silakan saja, paling saya bicara pakai bahasa Madura. Paling juga mereka tidak tahu ujarnya.”

  • Rancangan Pembelajaran Integrasi Model ASSURE

    Rancangan Pembelajaran Integrasi Model ASSURE

    Model ASSURE adalah desain instruksi pembelajaran (Instructional Design) yang merancang proses pembelajaran terintegrasi dengan penggunaan Teknologi dan Media. ASSURE sendiri dalah akronim dari

    1. Analyze learners
    2. State standard and Objectives
    3. Select strategi, technology, media, and materials
    4. Utilize technology, media and materials
    5. Require learner participation
    6. Evaluated and revise

    Model ASSURE

    Langkah pertama dalam merencanakan ruang kelas adalah dengan mengindentifikasi dan menganalisis karakteristik pebelajar yang disesuaikan dengan hasil belajar. Jawaban sementara terhadap identifikasi dan analisis ini akan menjadi pemandu dalam mengambil keputusan saat merancang kegiatan pembelajaran. Yang perlu diperhatikan adalah karakteristik umum, kompetensi dasar spesifik seperti pengetahuan, kemampuan dan sikap serta memperhatikan gaya belajar.

    Langkah kedua dengan menyatakan standard an tujuan pembelajaran yang spesifik untuk kegiatan yang dilakukan. Tujuan yang dinyatakan dengan baik akan memperjelas tujuan, perilaku yang diinginkan, kondisi dan kinerja yang akan diamati dan tingkat pengetahuan atau kemampuan baru yang akan dikuasai pebelajar.

    Langkah ketiga setelah menganalisis dan menyatakan standard an tujuan pembelajarann, maka tugas selanjutnya adalah membangun jembatan diantara keda titik tersebut dengan memilih strategi pengajaran, teknologi dan media yang disesuaikan, serta memutuskan materi yang akan diberikan.

    Langkah selanjutnya adalah dengan melibatkan peran pembelajar untuk menggunakan terknologi, strategi dan materi untuk membantu pebelajar mencapai tujuan belajar. Dan dalam melibatkan peran guru sebagai fasilitator, langkah kelima dengan melibatkan partisipasi pebelajar. Agar efektif, pengajaran sebaiknya mengharuskan keterlibatan aktif secara mental. Sebaiknya aktivitas yang terjadi itu memungkinkan pebelajar menerapkan pengetahuan atau kemampuan baru dan menerima umpan balik. Pada prakteknya bias saja melibatkan kemandirian pebelajar, pengajaran yang dibantu komputer, kegiatan internet atau kerja kelompok.

    Sedangkan langkah terakhir adalah mengevaluasi dan merevisi. Setelah melaksanakan pembelajaran di ruang kelas, penting untuk mengevaluasi dampak kegiatan yang telah berlangsung terhadap pebelajar. Penilaian sebaiknya tidak memeriksa tingkat dimana pebelajar dapat mencapai tujuan belajar, namun juga memeriksa keseluruhan proses pengajaran dan dampak penggunaan teknologi dan media. Hal itu dapat dicocokkan antara tujuan belajar dan hasil belajar pebelajar.

    A. Pembelajaran Model ASSURE

    Rancangan penggunaan media dengan model ASSURE akan dilakukan pada ruang kelas mahasiswa yang mengambil mata kuliah Desain Pembelajaran Berbasis Komputer Program Studi Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Padang. Dalam buku panduan akademik, mata kuliah ini akan keluar pada semester ganjil hitungan semester lima untuk setiap tingkatnya. Dimana kegiatan pembelajarannya dilakukan di laboratorium komputer program studi.

    1. Analisis Karakteristik Peserta Didik

    Karakteristik umum dari pebelajar Desain Pembelajaran Berbasis Komputer adalah pebelajar yang sudah melalui pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Diasumsikan dapat membaca, memahami dan menganalisis bahkan dapat berkreatifitas mengeluarkan ide-ide untuk menunjukkan eksistensi dari diri sendiri. Bisa menggunakan dan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan memiliki keberagaman suku namun semuanya berkewarganegaraan Indonesia. Dengan kemajuan terknologi informasi dan komunikasi, semua pebelajar diasumsikan dapat berinteraksi dengan internet. Secara umum, pebelajar meperliahatkan kurang tertarik dan apati terhadap kegiatan pembelajaran ketika aktivitas berorientasi pada buku teks.

    Sedangkan karakteristik dasar yang spesifik yang dimiliki pebelajar untuk mata kuliah Desain Pembelajaran Berbasis Komputer adalah bahwa mereka sudah memiliki stomata tentang Pembelajaran Berbasis Komputer sejak awal bergabung dengan program studi Teknologi Pendidikan. Kompetensi prasayat yang akan digunakan pada mata kuliah Desain Pembelajaran Berbasis Komputer adalah mengetahui jenis mata pelajaran di sekolah dasar dan mengengah yang akan dikembangkan dan memiliki keinginan untuk mengeluarkan ide dalam merancang pembelajaran berbasis komputer.

    Selain itu, gaya belajar yang dimiliki pebelajar adalah beragam, baik itu kecerdasan majemuk, kekuatan konseptual, kebiasaan memproses informasi, motivasi, dan faktor fisiologis.

    2. Menentukan standar dan tujuan

    Berdasarkan tujuan pendidikan nasional (aims), tujuan pendidikan untuk perguruan tinggi (goals), maka standar (sebagai objectives) yang harus dipenuhi pebelajar pada mata kuliah Desain Pembelajaran Berbasis Komputer adalah memahami model-model pengembangan pembelajaran berbasis komputer.

    Sedangkan tujuan akhir yang harus dicapai pebelajar adalah bahwa pebelajar dapat merancang dan menghasilkan sebuah rancangan untuk kegiatan pembelajaran berbasis kompuer di kelas dasar dan menengah (rumus ABCD-audience, behavior,condition and degree).

    3. Memilih strategi, teknologi, media dan materi

    a. Memilih strategi

    Jika merujuk pada ARCS (attention, relevant, confidence and satisfaction) maka strategi yang akan dipilih dalam perencanaan pembelajaran ini adalah strategi yang berpusat pada pembelajar dan strategi yang berpusat pada pebelajar.

    b. Memilih teknologi dan media

    Jika merujuk pada kriteria media dan teknologi yang disebut Smaldino (2007:97) maka teknologi dan media yang dipilih dalam perencanaan pembelajaran ini menggunakan teknologi berbasis komputer. Melibatkan unit komputer, jaringan internet, web pembelajaran yang dirancang oleh pembelajar, whiteboard, dan proyektor.

    c. Memilih materi

    Sebelum memilih materi, terlebih dahulu akan dilakukan obsevasi awal dengan melakukan pengumpulan materi yang siap pakai, meminta keterlibatan spesialis materi dan memintai pendapat dari pembelajar lain. Kesemuanya akan digabung dan diseleksi menjadi materi yang akan digunakan dalam perencanaan pembelajaran ini. Pemilihan itu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan dari pelajar, karena materi yang siap pakai yang diperoleh, biasanya butuh sentuhan modifikasi, maka sentuhan itu perlu keterlibatan spesialis dan pembelajar lain. Kemudian dalam pemilihan materi juga akan memerhatikan hak cipta dari materi tersebut. Maka materi yang dipilih dalam pembelajaran yang akan dilakukan adalah Model-model Pembelajaran Berbasis Komputer. Ada empat model, model drill, model simulasi, model games dan model tutorial. Materi ini dimasukkan ke dalam web pembelajaran yang akan digunakan.

    4. Menggunakan teknologi media dan materi

    Menggunakan terknologi, media dan materi digunakan proses 5P, preview, prepare (teknologi, media dan materi), prepare (lingkungan), prepare (pebelajar) and provide. Setelah semuanya bisa dikondisikan untuk kondisi belajar, maka dilakukan kegiatan pembelajaran.

    Kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan menggunakan model pembelajaran blended learning, yaitu menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online. Web pembelajaran yang telah disediakan pembelajar digunakan sebagai media di dalam ruang kelas dan sebagai sumber belajar di luar ruang kelas. Untuk sumber belajar, web pembelajaran dibaca dan dipahami pebelajar, hasil pemahaman masing-masing akan dibahas dalam diskusi pada pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan sebagai media, web pembelajaran membantu memberikan contoh konkrit dari pada yang pembelajar jelaskan. Karena menggunakan ruangan yang membutuhkan arus listrik, perlu mencek arus dan memastikan semua komputer terhubungan ke  internet. Memeriksa semua perlatakan yang dibutuhkan seperti speaker, headset dan printer. Selain lingkungan, juga mengkondisikan pebelajar mulai dari motivasi dan minat.

    Pada pelaksanaan di ruang kelas, pebelajar memiliki masing-masingnya satu unit komputer. Melalui komputer masing-masing pembelajar akan mengakses web pembelajaran. Ketika pembelajar merasa pebelajar membutuhkan penjelasan lebih lanjut dan detail, contoh dan perbandingan dari model pembelajaran berbasis komputer maka pebelajar diminta untuk memerhatikan web pembelajaran. Bila perlu, komputer pembelajar ditampilkan melalui proyektor agar tidak bias. Jadi dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka, pada saat yang dirasa dibutuhkan pembelajaran online maka dilakukan pembelajaran online dalam kegiatan pembelajaran tatap muka. Yang kemudian disebut dengan blended learning.

    5.  Mengharuskan partisipasi pebelajar

    Pelaksanaan blended learning menuntut partisipasi aktif dari pebelajar, melalui forum diskusi yang disediakan dalam web pembelajaran, tanya jawab melalui komentar-komentar di bawah materi bahasan dan juga beberapa halaman sites yang diisi oleh team-team. Kupasan materi yang diupload team, disepakati diawal pembelajaran. Bentuk tuntutan untuk pebelajar adalah berupa latihan-latihan, laporan diskusi di luar ruang kelas, tugas kelompok yang akan dipresentasikan dan partisipasi dalam diskusi di ruang kelas.

    Dari partisipasi pebelajar diharapkan pebelajar memiliki pengalaman yang mengantarkan mereka pada kompetensi untuk berkreatifitas menghasilkan rancangan pembelajaran  berbasis komputer. Baik itu merancang pembelajaran, flowchart dan storyboard.

    6.  Mengevaluasi dan merevisi

    Ada beberapa hal yang akan dievaluasi dan direvisi, diantaranya adalah hasil belajar dengan penilaian autentik dan portofolio, kemudian mengevaluasi strategi, terknologi dan media yang dipilih serta evaluasi pembelajar.

    Pertama evaluasi hasil belajar dengan autentik, yaitu mengharuskan pebelajar untuk menggunakan proses yang sesuai dengan konten dengan bagaimana konten tersebut digunakan dalam dunia nyata. Dalam mata kuliah Desain Pembelajaran Berbasis Komputer, akan dievaluasi bagaimana kemampuan pebelajar untuk merancang pembelajaran berbasis komputer menggunakan empat model pembelajaran yang telah dikenalkan. Penilaian autentik ini akan didukung dengan portofolio yang dimiliki pebelajara selama melakukan proses pembelajaran, baik itu tugas kelompok, tugas pribadi dan rancangan desain pembelajaran berbasis komputer. Portofolio yang dibuat pebelajar menggambarkan pencapaian pebelajar terkait dengan analisis, sintesis dan evaluasi. Karena ini blended learning, juga ada portofolio eletronik dan portofolio tradisional. Portofolio elektronik diserahkan dalam bentuk CD yang diburning dan portofolio tradisional dalam bentuk printout.

    Kedua mengevaluasi strategi, teknologi dan media akan dilakukan dengan melakukan survei dan observasi. Survei dilakukan dengan cara membagikan daftar pertanyaan berupa pendapat pebelajar terhadap strategi, teknologi dan media yang digunakan. Sedangkan observasi digunakan untuk melihat secara langsung umpan balik pebelajar dari strategi, teknologi dan media yang digunakan.

    Ketiga evaluasi pembelajar dilakukan dengan empat cara, yaitu melalui diri sendiri, pebelajar, rekan dan administrator. Dengan diri sendiri dilakukan dengan membuat rekaman audio atau video berisi kegiatan pembelajaran. Dari audio dan video yang diperoleh, pembelajar dapat mempelajari seluruh kegiatan dan memperbaiki diri.

    Pebelajar juga dapat dimintai untuk melakukan penilaian dengan memberikan saran-saran dan masukan. Begitu juga dengan rekan sejawat, rekan dapat melakukan pemantauan selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan mintai saran untuk melakukan perbaikan. Dan dengan bantuan adminstrator juga bisa dilakukan, yaitu dengan cara administrator mengunjungi kelas dan memberikan masukan pada pembelajar yang telah melakukan kegiatan pembelajaran.

    B. Rancangan Pembelajaran Model ASSURE

    Contoh rancangan pembelajaran model Assure pada mata Pelajaran IPAs SMP dengan Capakan Pembelajaran yang tertuang pada Fase D kurikulum Merdeka.

    1. Capaian Pembelajaran

    Peserta Didik diharapkan mampu merancang upaya-upaya mencegah dan mengatasi pencemaran dan perbukalan Iklim.

    2. Indikator

    Setelah Mengikuti Pembelajaran, Peserta didik diharapkan mampu untuk :

    1. Menjelaskan Penyebab terjadinya pencemaran Lingkungan
    2. Menyusun rancangan upaya mencegah terjadinya pencemaran lingkungan sekitar

    3. Pendekatan, Metode, Model dan Srategi Pembelajaran

    1. Pendekatan : Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)
    2. Strategi Pembelajaran : Student Centered dan Flipped Learning
    3. Model Pembelajaran : ASSURE
    4. Metode Pembelajaran : Ceramah, Diskusi dan Penugasan Tersruktur

    4. Kegiatan Pembelajaran

    a. Kegiatan Awal
    1. Guru membuka kelas dengan mengucapkan salam dan memberikan pertanyaan Motivasi “Apakah kaliah tahu mengapa akhir-akhir ini terasa sangat panas?, kira-kira apa langkah yang bisa dilakuan kita sebagai peserta didik untuk mencegah hawa panas tersebut terus-menerus?”.
    2. Guru menyampaikan Tujuan Pembelajaran dan Topik Pembahasan
    b. Kegiatan Inti
    1. Eksplorasi – Peserta didik diminta membaca materi dan mencari informasi terkait dengan perubahan suhu lingkungan secara global melalu buku ajar, web pembelajaran dan sumber-sumber lain yang dianggap relevan. (catatan: Materi pada website terlebih dahulu diberikan sebelum pembelajaran di mulai)
    2. Peserta didik berdiskusi tentang penyebab perubahan suhu rata-rata permukaan bumi terkiat dengan penyebab,m dampak. dan alternatif solusi yang bisa dilakukan.
    3. Elaborasi – Peserta didik diminta untuk mendalami materi dan merancang solusi yang dapat dilakukan oleh peserta didik di lingkungan sekitar rumah masing-masing.
    4. Konfirmasi – Guru memberikan konfirmasi terkait dengan hasil diskusi yang telah dilakukan oleh peserta didik. Guru juga memberikan masukan terkait dengan rancangan solusi yang akan dipraktekkan di rumah masing-masing.
    c. Kegiatan Penutup
    1. Guru melakukan relfeksi terkait dengan hasil diskusi yang telah dilaksanakan pada pertemuan ini.
    2. Guru mengingatkan peserta didik untuk selalu melaporkan perkembangan kegiatan dirumah terkait dengan solusi yang ditawarkan melalui website pembelajaran (LMS)
    3. Guru memberikan penghargaan kepada peserta diskusi yang paling aktif dan baik dalam memberikan masukan dan tanggapan selama diskusi berlangsung.
    4. Guru Menutup kelas dengan mengucapkan salam
  • Penalaran – Sumber, Bahasa dan Pikiran Manusia

    Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan (natijah) yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan ‘berpikir’, dan bukan hanya dengan ‘perasaan’ saja. Tidak semua kegiatan berpikir harus menyandarkan diri pada penalaran. Tidak semua kegiatan berpikir harus bersifat logis dan analitis. Penalaran juga merupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menentukan kebenaran.

    Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Meskipun pernah dikatakan BLAISE PASCAL (1623-1662) bahwa hatipun mempunyai logika tersendiri, namun patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir itu harus menyandarkan diri pada penalaran.

    Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama. Benar bagi kita, belum tentu bagi orang lain; benar bagi orang lain, belum tentu bagi kita. Maka oleh sebab itu, proses kegiatan berpikir untuk dapat menghasilkan pengetahuan yang benar, itupun berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran. Dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut.

    Kemampuan menalar ini, menjadikan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia-rahasia kekuasaan-Nya. Secara simbolik, manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa. Setelah itu, manusia mau tidak mau harus hidup berbekal pengetahuan ini.

    Manusia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Sadar ataupun tidak, mau ataupun tidak, rela ataupun tidak; secara terus-menerus manusia dipaksa harus mengambil pilihan : mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah, mana tindakan yang baik dan mana tindakan yang buruk, serta mana yang dikatakan indah dan mana yang dikatakan jelek. Nah, dalam menghadapi pilihan ini, manusia berpaling kepada pengetahuan (bukan berpaling dari pengetahuan).

    Seperti yang pernah dikatakan Taufiq Ismail dalam Sadjak Ladang Djagung“Bagaimana kalau dulu bukan buah khuldi yang dimakan Adam, tetapi buah alpukat….?!”. (Taufiq Ismail dalam Sadjak Ladang Djagung).

    Manusia, adalah satu-satunya makhluk Tuhan yang mampu mengembangkan pengetahuan ini dengan sungguh-sungguh. Bukankah hanya manusia satu-satunya makhluk Tuhan yang dianugerahi akal dan nafsu ? Makhluk lainnya hanyalah : ada yang hanya dianugerahi akal saja, dan ada yang hanya dianugerahi nafsu saja; jadi selain manusia, tidak dianugerahi kedua-duanya. Apapun alasannya, hanya manusia yang mampu “mengembangkan” pengetahuan tersebut. Binatang juga sebenarnya mempunyai pengetahuan, namun pengetahuannya hanya “terbatas” pada kelangsungan hidupnya saja (survival).

    Seekor kera, misalnya, dia tahu mana buah jambu yang enak dan mana yang tidak, dia tahu mana buah pisang  yang segar dan mana yang tidak. Atau seperti anak tikus, dia tahu mana kucing yang ganas dan mana yang tidak. Anak tikus ini tentu saja diajari oleh induknya untuk sampai pada pengetahuan bahwa kucing itu berbahaya bagi dirinya. Jadi anak tikus juga sebenarnya pernah ditatar oleh induknya masing-masing.

    Tetapi juga dalam hal ini, berbeda dengan tujuan pendidikan manusia, anak tikus hanya ditatar dan diajari mengenai hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidupnya saja. Sedangkan manusia, dia mampu mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi “berjuta kebutuhan” demi kelangsungan hidupnya. Manusia memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru, karena manusia hidup bukan cuma sekedar untuk kelangsungan hidupnya saja, namun lebih dari itu. Makan untuk hidup, atau hidup untuk makan ?

    Manusia mampu mengembangkan kebudayaan; manusia mampu memberi makna kepada kehidupan; manusia mampu ‘memanusiakan” diri dalam hidupnya; dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini, semua itu hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah salah satu yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya; dan pengetahuan ini jugalah yang “mendorong” manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi ini.

    Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan 2 hal utama, yakni :

    1. Manusia mempunyai bahasa

    Sebab pertama yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya, adalah karena manusia mempunyai bahasa yang mampu “mengkomunikasikan” informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.

    Seekor beruk, misalnya, dia bisa saja memberikan informasi kepada teman-temannya (kelompoknya) bahwa ada segerombolan gorila datang menyerang. Namun bagaimana berkembang bahasanya, dia tidak mampu mengkomunikasikan kepada beruk-beruk lainnya, jalan pikiran yang analitis mengenai gejala tersebut. (Ya, meskipun pada hakikatnya binatang juga bisa berbicara).

    Bahkan Bertrand Arthur William Russell alias BERTRAND RUSSELL (1872-1970) pernah mengatakan : “Tak ada seekor anjing pun yang berkata kepada temannya : “Ayahku miskin namun jujur”….”. Kalau tidak salah kalimat ini berasal dari drama Shakespeare yang terkenal itu.

    Dan John Adam Smith alias ADAM SMITH (1723-1790) yang juga dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi, mengatakan : “Tidak ada seekor anjing pun yang secara sadar tukar-menukar tulang dengan temannya….”. Adam Smith dalam hal ini berbicara tentang prinsip ekonomi, yakni proses pertukaran yang dilakukan oleh Homo Oeconomicus, yang mengembangkan pengetahuan berupa ilmu ekonomi.

    2. Manusia mempunyai kemampuan berpikir
    Sebab kedua yang menjadikan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan “cepat” dan “mantap” adalah karena manusia mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur (plot) kerangka berpikir tertentu. Setting pola pikir, atau istilah kerennya mindset. Nah, secara garis besar, cara berpikir semacam ini disebut penalaran.

    Binatang juga sebenarnya mampu berpikir, namun tidak mampu berpikir nalar. Perbedaan utama antara seorang “professor nuklir” dengan seorang “anak kecil” yang menciptakan bom atom dari pasir di play-groupnya tempat dia melakukan riset, adalah terletak pada “kemampuannya” dalam menalar.

    Instink binatang itu kan jauh lebih peka dari instink seorang insinyur geologi. Mereka (binatang) sudah jauh-jauh hari berlindung ke tempat yang mereka anggap lebih aman sebelum gunung api mengeluarkan Wedhus Gembelnya (kecuali yang berada di dalam kandang, mungkin…!!!). Namun pun demikian,. binatang tak bisa menalar tentang gejala-gajala tersebut : mengapa gunung meletus, faktor apa saja yang menyebabkan gunung meletus, apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah/menghindari semua itu terjadi; apakah berstatus waspadasiaga, maupun sudah awasnya pun binatang “nggak” sampai ke situ. Bagi mereka, yang penting : lariberlindungaman.

    Jadi, berdasarkan 2 kelebihan inilah yang “memungkinkan” manusia mampu mengembangkan pengetahuannya, yakni bahasa yang bersifat komunikatif, dan pikiran yang mampu menalar. Tentu saja tidak semua pengetahuan berasal dari proses penalaran, sebab berpikir pun “tidak” semuanya berdasarkan penalaran. Jadi, tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran.

    Manusia juga bukan hanya semata-mata makhluk yang berpikir, bukan cuma sekedar Homo Sapiens yang steril. Manusia adalah makhluk yang berpikir sempurna (kamilul qorihah), merasa, mengindera, dsb. Dan totalitas pengetahuannya berasal dari ketiga sumber tersebut; disamping wahyu : yang merupakan komunikasi Sang Pencipta dengan makhluk-Nya.

    “….Memang, penalaran otak manusia itu luar biasa, meskipun penelitian kami menunjukkan bahwa secara kimia dan fisika, otak kerbau mirip otak manusia….”. (Taufiq Ismail, “Kisah Felis, Capra dan Boss”, (Felis Catus adalah kucing; Capra Aegagrus adalah kambing; Boss Bubalus adalah kerbau) dalam Taufiq Ismail Membaca Puisi, Taman Ismail Marzuki, 1980), hlm. 10.

  • Struktur Pengetahuan Ilmiah

    Pengetahuan yang diproses berdasarkan metode ilmiah merupakan pengetahuan yang “memenuhi syarat-syarat keilmuan”, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmuPengetahuan ilmiah ini diproses melalui serangkaian langkah-langkah tertentu yang dilakukan dengan penuh kedisiplinan, dan dari karakter inilah maka ilmu sering dikonotasikan sebagai disiplin. Disiplin inilah yang memungkinkan ilmu berkembang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ilmu dapat diibaratkan sebagai “piramida terbalik” dengan perkembangan pengetahuannya yang bersifat kumulatif, dimana penemuan pengetahuan ilmiah yang satu memungkinkan penemuan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang lainnya.

    Sebuah hipotesis yang telah teruji secara formal, diakui sebagai pernyataan pengetahuan ilmiah yang baru, yang dapat memperkaya khazanah keilmuan yang telah ada. Sekranya pengetahuan ilmiah yang baru ini kemudian ternyata salah, disebabkan kelengahan dalam salah satu langkah dalam proses penemuannya, maka cepat atau lambat kesalahan ini akan segera diketahui, dan pengetahuan tersebut akan dibuang dari khazanah keilmuan.1)

    Metode ilmiah mempunyai mekanisme “umpan balik” yang bersifat korektif, yang memungkinkan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Sebaliknya, bila ternyata bahwa sebuah pengetahuan ilmiah yang baru itu adalah benar, maka pernyataan yang terkandung dalam pengetahuan ini dapat digunakan sebagai premis baru dalam kerangka pemikiran yang menghasilkan hipotesis-hipotesis baru, yang bila kemudian ternyata dibenarkan dalam proses pengujian akan menghasilkan pengetahuan-pengetahauan ilmiah baru pula.

    Pada dasarnya, ilmu dibangun secara “bertahap” dan sedikit demi sedikit”, dimana para ilmuwan memberikan sumbangannya menurut kemampuannya masing-masing. Tidaklah benar bila ada anggapan bahwa “ilmu diembangkan hanya oleh para jenius saja”, yang bergerak dalam bidang keilmuan. Ilmu, secara kuantitatif dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti ISAAC NEWTON (1642-1727) atau ALBERT EINSTEIN (1879-1955), merumuskan landasan-landasan baru yang bersifat mendasar.

    Ilmu, pada dasarnya merupakan “kumpulan pengetahuan” yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada.2) Sekiranya kita mengetahui bahwa banjir disebabkan karena hutan yang ditebang sampai gundul, misal;nya, maka penjelasan semacam ini akan memungkinkan kita melakukan upaya untuk mencegah timbulnya banjir. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan berdasarkan ramalan tersebut, kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan tersebut menjadi kenyataan atau tidak.

    Pengetahuan tentang kaitan antara “hutan gundul” dengan “banjir”, memungkinkan kita untuk bisa meramalkan apa yang akan terjadi sekiranya hutan-hutan terus ditebang sampai tidak tumbuh lagi. Jika kita tidak menginginkan timbulnya banjir, sebagaimana diramalkan oleh penjelasan tadi, maka kita harus melakukan “kontrol” agar hutan-hutan tidak dibiarkan menjadi gundul.

    Demikian juga, jika kita mengetahui bahwa hutan-hutan tidak ditebang bila ada pengawasan, maka untuk mencegah banjir, kita harus melakukan kontrol agar kegiatan pengawasan dilakukan, agar dengan demikian hutan dibiarkan tumbuh subur dan tidak mengakibatkan banjir. Jadi, pengetahuan ilmiah pada hakikatnya mempunyai tiga fungsi, yakni menjelaskan, meramalkan dan mengontrol.

    Secara garis besar, ada empat jenis pola penjelasan, yakni deduktifprobabilistikfungsional atau teleologis, dan genetik.

    1. Deduktif menggunakan cara berpikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan (natijah) secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
    2. Probabilistik merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus, yang dengan demikian tidak memberikan kepastian seperti penjelasan deduktif, tetapi penjelasan yang bersifat peluang, seperti “kemungkinan”, “kemungkinan besar”, atau “hampir dapat dipastikan”, dan sebagainya.
    3. Fungsional atau Teleologis merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan, yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu.
    4. Genetik menggunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan gejala yang akan muncul kemudian.

    Dalam mencari penjelasan mengenai tingkah laku seorang dewasa, misalnya, maka ilmu jiwa (psychology) memberikan penjelasan genetik dengan mengkaitkannya pada pengalaman orang tersebut sewaktu masih kanak-kanak. Tidak satu pun dari pola-pola tersebut yang mampu menjelaskan secara keseluruhan suatu kajian keilmuan. Dan oleh sebab itu lah, dipergunakan pola yang berbeda untuk menjelaskan masalah yang berbeda pula.

    Teori, merupakan “pengetahuan ilmiah” yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.3) Misalnya dalam ilmu Ekonomi, dikenal yang namanya teori Ekonomi Makro dan teori Ekonomi Mikro. Sedangkan dalam ilmu Fisika, dikenal teori Mekanika Newton dan teori Relativitas Einstein. Sebenarnya tujuan akhir dari tiap-tiap disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten, namun hal ini baru dicapai oleh beberapa disiplin keilmuan saja, seperti Fisika.

    Fisika Teoritis (Theoretical Physics), merupakan disiplin keilmuan yang benar-benar mencerminkan penjelasan teoritis dari gejala-gejala fisik, namun bahkan disiplin keilmuan seperti Fisika Teoritis ini pun, yang dapat dianggap sebagai disiplin keilmuan yang termasuk paling maju, belum merupakan suatu teori yang utuh dan konsisten.

    Fisika Toeritis  terdiri dari berbagai teori yang dikembangkan oleh ISAAC NEWTON (1642-1727), JAMES CLERK MAXWELL (-), ALBERT EINSTEIN (1879-1955), SCHRODINGER (-) dan ahli-ahli fisika lainnya; yang dalam sektornya masing-masing dapat memberikan penjelasan teoritis secara ilmiah, namun secara keseluruhan teori-teori tersebut belum membentuk sebuah teori yang utuh. Einstein mencoba mengembangkan teori yang bersifat menyeluruh ini, namun dia terburu meninggal sebelum upayanya berhasil (1955). Seperti halnya dalam teori evolusi, maka Fisika sebenarnya masih mencari mata rantai yang hilang (missing link)4), untuk dapat menyatukan keseluruhan teori-teori fisika yang ada.

    Bila pada Fisika saja keadaannya sudah seperti ini, maka dapat kita bayangkan bagaimana situasi perkembangan penjelasan teoritis pada disiplin-disiplin keilmuan dalam bidang sosial. Ilmu sosial pada kenyataannya terdiri dari berbagai teori yang tergabung dalam suatu disiplin keilmuan yang satu sama lainnya belum membentuk suatu perspektif teoritis yang bersifat umum.

    Teori-teori ini sering mempergunakan postulat dan asumsi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Mungkin inilah yang menyebabkan MAX PLANCK (-) menganggap ilmu Ekonomi itu sulit, dan mengalihkan bidang studinya ke Fisika. Sedangkan BERTRAND RUSSELL (-) berpendapat sebaliknya, Ekonomi baginya dianggap terlalu mudah, mungkin inilah yang menyebabkan dia beralih kepada Filsafat dan Matematika.

  • Sarana Berpikir Ilmiah

    Untuk melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara cermat dan teratur. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi siapa saja yang sedang melakukan kegiatan ilmiah. Tanpa kita menguasai hal ini, maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan.

    Perbedaan utama antara manusia dan binatang adalah terletak pada “kemampuan manusia untuk mengambil jalan melingkar” dalam mencapai tujuannya. Seluruh pikiran binatang dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari obyek yang diinginkannya, atau membuang benda yang dianggap menghalanginya.

    Dengan demikian, sering kita melihat seekor monyet yang menjangkau secara sia-sia benda yang dia inginkan. Sedangkan manusia, yang paling primitif sekali pun, sudah tahu bagaimana cara menggunakan bandringanlaso, atau melempar dengan batu. Manusia sering disebut sebagai Homo Faber (makhluk yang membuat alat); dan kemampuannya “membuat alat” itu dimungkinkan oleh pengetahuan. Sedangkan berkembangnya pengetahuan tersebut membutuhkan alat-alat.1)

    Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan “alat yang dapat membantu kegiatan ilmiah” dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu, diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah, maka sebelum kita mengkaji sarana-sarana berpikir ilmiah ini, seyogyanga kita sudah mengetahui (menguasai) langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut.

    Dengan jalan ini, maka kita akan sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang dapat membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Atau dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitannya dengan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.2)

    Sarana berpikir ilmiah ini, dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang studi tersendiri. Artinya, kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini, kita harus memperhatikan dua hal, yakni:

    1. Pertama, sarana ilmiah “bukan merupakan ilmu”, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan “kumpulan pengetahuan” yang bisa kita dapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti kita ketahui, bahwa salah satu karakteristik dalam ilmu, misalnya, adalah penggunaan berpikir induktif dan deduktif untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Sarana berpikir ilmiah tidak menggunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih tuntas, dapat dikatakan bahwa sarana berpikir ilmiah mempunyai “metode tersendiri” dalam mendapatkan pengetahuannya, yang berbeda dengan metode ilmiah.
    2. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah “untuk memungkinkan kita dalam melakukan penelaahan ilmiah secara lebih baik”. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan “untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari”.

    Dalam hal ini, maka sarana berpikir ilmiah merupakan “alat bagi cabang-cabang pengetahuan” untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode ilmiah.3) Atau secara lebih sederhana, sarana berpikir ilmiah ini merupakan “alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik”. Jelaslah sekarang, kiranya mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri, yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya, sebab salah satu fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.

    Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, maka kita membutuhkan sarana yang berupa Bahasa (γλώσσα), Logika (λογική), Matematika (μαθηματικά), dan Statistika (στατιστική). Bahasa, dalam hal ini merupakan alat komunikasi verbal, yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah, dimana bahasa merupakan “alat berpikir” dan “alat komunikasi” untuk menyampaikan suatu jalan pikiran kepada orang lain.4) Ditinjau dari pola berpikirnya (mindset), maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, maka sudah barang tentu penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika, mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses berpikir deduktif ini. Sedangkan Statistika, juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam berpikir induktif.

    Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah, menurut Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya, Filsafat Ilmu, sangat mengharuskan kita untuk menguasai metode penelitian ilmiah, yang pada hakikatnya adalah merupakan “pengumpulan fakta untuk menerima atau menolak” terhadap sebuah hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik, harus diiringi oleh penguasaan sarana berpikir ilmiah ini dengan baik pula.

    Salah satu langkah terbaik ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar akan peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut. Berdasarkan pemikiran ini, maka tidak sulit untuk dimengerti bahwa mengapa mutu kegiatan keilmuan tidak mencapai taraf yang memuaskan jika sarana berpikir ilmiahnya memang kurang dikuasai. Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan penalaran yang cermat tanpa menguasai “struktur bahasa” yang tepat? Demikian juga, bagaimana seseorang bisa melakukan generalisasi tanpa menguasai statistika?

    Memang benar, tidak semua masalah membutuhkan analisis statistik, namun hal ini bukan berati bahwa kita tidak peduli terhadap statistika sama sekali, dan berpaling kepada cara-cara yang justru “tidak bersifat ilmiah“. Seperti dikatakan JOHN G. KEMENY (-), Sering kita melakukan rasionalisasi untuk membela kekurangan kita (beladiri.com, ceritanya); atau bahkan kompensasi, dengan menggunakan kata-kata yang muluk (mulek) untuk menutupi ketidaktahuan kita.5)

    Untuk seorang tiran, maka dalih apa pun jadilah, menurut dongeng Aesop tentang Serigala dan Anak Domba, dan memang tidak ada penalaran yang lebih mudah selain berdalih untuk tiran yang bernama kebodohan.

  • Tentang Mitos dan Logos

    Pada tulisan sebelumnya sudah dikatakan bahwa mitologi merupakan faktor yang mendahului filsafat dan “seolah-olah” mempersiapkan ke arah timbulnya filsafat. Memang benar, filsuf-filsuf pertama menerima obyek penyelidikannya dari mitologi, yaitu alam semesta dan kejadian-kejadian yang setiap orang dapat menyaksikan di dalamnya. Mitologi Yunani memang menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta itu, tetapi jawaban-jawaban serupa itu justru diberikan dalam bentuk mite, yang meloloskan diri dari tiap-tiap kontrol pihak rasio.

    Mitos atau mite adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah masa lalu (masa lampau), yang mengandung penafsiran tentang alam semesta serta keberadaan makhluk di dalamnya, dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional (cerita kuno). Pada umumnya, mitos menceritakan kejadian alam semesta, dunia dan para makhluk penghuninya, bentuk topografi, kisah para mahkluk supranatural, dan sebagainya. Mitos bisa muncul dari catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan.

    Sedangkan logos, termasuk konsep salah satu kunci dalam agama Yahudi. Kata logos dalam bahasa Ibrani, davar, sangat erat hubungannya dengan penciptaan, kristologisoteriologi, dan teologi. Kata logos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sabda, atau “buah pikiran” yang diungkapkan dengan perkataan, pertimbangan nalar, atau arti. Dalam bahasa Ibrani, davar berarti hal yang berada di belakang, yang berarti firman Tuhan, yang dianggap sejajar dengan sofia (hikmat), yaitu perantara (wasilah) Tuhan dengan makhluk ciptaannya.

    Sekitar abad ke-6 S.M. sudah mulai berkembang suatu pendekatan yang sama sekali berlainan. Sejak saat itu manusia mulai mencari jawaban-jawaban rasional tentang masalah-masalah yang diajukan oleh alam semesta. Logos (akal budi, rasio) mengganti mitos (mythos), dengan begitulah filsafat dilahirkan. Bisa dikatakan bahwa kata “logos” mempunyai arti yang lebih luas dibandingkan kata “rasio”. Logos berarti baik kata (tuturan, bahasa) maupun juga rasio.

    Meskipun filsafat lahir pada saat rasio mengalahkan mite, tetapi tidak berarti seluruh mitologi ditinggalkan begitu saja secara mendadak. Sebenarnya proses itu berlangsung secara berangsur-angsur saja. Seluruh filsafat Yunani dapat dianggap sebagai suatu pergumulan yang panjang antara mitos dan logos. Dan justru sebenarnya tidak sulit untuk menunjukkan pengaruh mitlogi atas filsuf-filsuf yang pertama. Namun demikian, pada abad ke-6 S.M., di negeri Yunani telah terjadi sesuatu yang benar-benar baru.

    Filsuf-filsuf pertama memandang dunia atas cara yang belum pernah dipraktekkan oleh orang lain. Mereka tidak lagi mencari keterangan tentang alam semesta dalam peristiwa-peristiwa mitis pada awal mula yang harus dipercaya begitu saja, sebab belum ada kemungkinan untuk membuktikan kebenarannya. Mereka tidak membatasi diri atas mite-mite yang telah diturunkan dalam tradisi, setinggi-tingginya ditambah dalam imajinasi puitis, seperti pada HESIODOS (750 S.M.). Mereka sudah mulai berpikir sendiri. Di belakang kejadian-kejadian yang dapat diamati oleh umum, mereka mencari suatu keterangan yang memungkinkan untuk dapat mengerti tentang kejadian-kejadian itu.

    Tidak dapat disangkal lagi, keterangan-keterangan semacam itu bagi telinga kita sekarang ini sering kali agak “naif” kedengarannya. Tetapi yang terpenting adalah cara rasional dan logis yang mereka gunakan untuk mendekati problem-probem yang ditemui dalam alam semesta. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah pelangi (rainbow). Dalam masyarakat tradisional Yunani, pelangi adalah seorang “Dewi” yang bertugas sebagai pesuruh bagi dewa-dewa lain. Tanggapan semacam ini dapat kita baca mengenai HOMEROS (850 S.M.), misalnya. Tetapi XENOPHANES (570-480 S.M.), salah seorang di antara filsuf-filsuf pertama, mengatakan bahwa pelangi merupakan suatu awan.

    Kira-kira satu abad sesudahnya, ANAXAGORAS (499-428 S.M.) sudah mengerti bahwa pelangi disebabkan oleh pantulan matahari dalam awan-awan. Dan justru karena cara pendekatan seperti itulah yang bersifat rasional, dan dapat dibuktikan oleh siapa saja, terbukalah kemungkinan untuk mendebatkan hasil-hasilnya secara leluasa dan untuk umum. Satu jawaban akan menampilkan pertanyaan-pertanyaan lain, dan kritik atas suatu keterangan akan menuntut timbulnya keterangan lain, sehingga dalam suasana rasional ini perkembangan dan kemajuan ilmiah menjadi sangat mungkin.

    Kalau kita katakan bahwa filsafat lahir karena logos telah mengatakan mitos, berarti sekali lagi harus kita tekankan bahwa kata filsafat di sini meliputi filsafat maupun ilmu pengetahuan, sebagaimana keduanya sekarang dibedakan dalam terminologi modern. Bagi orang Yunani, filsafat merupakan suatu pandangan rasional tentang segala-galanya. Baru berangsur-angsur dalam sejarah kebudayaan, berbagai ilmu satu demi satu melepaskan diri dari filsafat, supaya memperoleh otonominya.

    Dari sebab itu, filsuf-filsuf selanjutnya seperti RENE DESCRATES alias CARTESIUS (1596-1650), IMMANUEL KANT (1724-1804), GEORGE W. F. HEGEL (1770-1831), EDMUND HUSSERL (1859-1938), dan ilmuwan-ilmuwan lainnya seperti ISAAC NEWTON (1642-1727), MAX PLANCK (-), ALBERT EINSTEIN (1879-1955) mempunyai leluhur-leluhur yang sama di negeri Yunani. Bangsa Yunani mendapat kehormatan yang bukan kecil, bahwa merekalah yang “menelorkan” cara berpikir ilmiah. Kata J. Burnet“it is an adequate description of science to say that it is thinking about the world in the Greek way….”. Adalah suatu penggambaran tepat mengenai ilmu pengetahuan, bila dikatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah berpikir tentang dunia dengan gaya Yuanani.

    Dengan demikian mereka termasuk pendasar pertama kultur barat, bahkan kultur sedunia, sebab cara pendekatan ilmiah semakin menjadi unsur hakiki dalam suatu kultur universal yang merangkun seluruh kebudayaan di seluruh dunia.

    Demikian yang dapat kami rangkum mengenai Mitos dan Logos. Semoga ada manfaatnya serta dapat menambah wawasan kita. Jika Anda ingin menambahkan atau sekedar mengoreksi, silahkan tuangkan di kotak komentar. Kritik dan saran yang bersifat membangun, senantiasa kami terima dengan tangan terbuka.