Blog

  • Instrumen Budaya Literasi di Sekolah

    INSTRUMEN BUDAYA LITERASI SEKOLAH

    (Tiga Tahapan Pelaksanaan GLS di Sekolah0

    Untuk Membangun dan Mengembangkan Budaya Literasi Sekolah)

    Nama sekolah:………………………………………………………………………………..
    Alamat:………………………………………………………………………………..
    Alamat Web:………………………………………………………………………………..
    Telepon:………………………………………………………………………………..
    Surel (email)Sekolah:………………………………………………………………………………..
    HP kontak person dansurel:………………………………………………………………………………..

    Berilah tanda cek (V) pada kolom “sudah” atau “belum” sesuai dengan kondisi di sekolah Ibu/Bapak! Pengisian centang “belum” dapat dilengkapi dengan catatan mengenai “masalah” yang dihadapi (kolom paling kanan).

    NOINDIKATORSUDAHBELUMMASALAH(JIKA BELUM)
    1Ada kegiatan 15 menit membaca yang dilakukan setiap hari (di awal, tengah, atau menjelang akhir pelajaran).
    2Kegiatan 15 menit membaca telah berjalan minimal satu semester.
    3Guru menjadi model dalam kegiatan 15 menit membaca dengan ikut membaca selama kegiatan berlangsung.
    4Kepala sekolahdan tenaga kependidikan menjadi model dalam kegiatan 15 menit membaca dengan ikut membaca selama kegiatan berlangsung.
    5Ada Tim Literasi Sekolah (TLS) atau tim sejenis yang dibentuk oleh kepala sekolah.
    6Ada bahan kaya teks yang terpampang di tiap kelas.
    7Ada bahan kaya teks yang terpampang di tiap kelas, koridor, dan area lain di sekolah.
    8Ada poster-poster kampanye membaca untuk memperluas pemahaman dan tekad warga sekolah untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat
    9Ada perpustakaan, sudut baca di tiap kelas, dan area baca yang nyaman dengan koleksi buku nonpelajaran yang dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan literasi.
    10Perpustakaan sekolah menyediakan beragam buku bacaan (buku nonpelajaran: fiksi dan nonfiksi) yang diperlukan peserta didik untuk memperluas pengetahuannya dalam pelajaran tertentu.
    11Kebun sekolah, kantin, dan UKS menjadilingkungan yang bersih, sehat dan kaya teks. Terdapat poster-poster tentang pembiasaan hidup bersih, sehat, dan indah.
    12Peserta didik memiliki jurnal membaca harian (menuliskan judul bacaan dan halaman)
    13Peserta didik memiliki portofolio yang berisi kumpulan jurnal respon membaca.
    14Peserta didik memiliki portofolio yang berisi kumpulan jurnal respon membaca (untuk SMP minimal dua belas buku nonpelajaran)
    15Jurnal respon peserta didik dari hasil membaca buku bacaan dan/atau buku pelajaran dipajang di kelas dan/atau koridor sekolah
    16Ada berbagai kegiatan tindak lanjut (dari 15 menit membaca) dalam bentuk menghasilkan respon secara lisan maupun tulisan (bagian dari penilaian nonakademik)
    17Ada berbagai kegiatan tindak lanjut (dari 15 menit membaca) dalam bentuk menghasilkan respon secara lisan maupun tulisan dalam pembelajaran (bagian dari penilaian akademik yang terintegrasi dalam nilai mata pelajaran)
    18Kepala sekolah dan jajarannya berkomitmen melaksanakan dan mendukung gerakan literasi sekolah
    19Ada penghargaan terhadap pencapaian peserta didik dalam kegiatan literasi secara berkala
    20Ada kegiatan akademik yang mendukung budaya literasi sekolah, misalnya:   wisata ke perpustakaan atau kunjungan perpustakaan keliling ke sekolah
    21Ada kegiatan perayaan hari-hari tertentu yang bertema literasi
    22Ada unjuk karya (hasil dari kemampuan berpikir kritis dan  kreativitas berkomunikasi secara verbal, tulisan, visual, atau digital) dalam perayaan hari-hari tertentu yang bertema literasi
    23Peserta didik menggunakan lingkungan fisik, sosial,  afektif, dan akademik disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi–di luar buku teks pelajaran–untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran
    24Ada pengembangan berbagai strategi membaca (dalam kegiatan membaca 15 menit dan/atau dalam pembelajaran)
    25Guru melaksanakan “strategi literasi dalam pembelajaran” dalam semua mata pelajaran
    26Sekolah melibatkan publik (orangtua, alumni, dan elemen masyarakat) untuk mengembangkan kegiatan literasi sekolah.
    27Sekolah berjejaring dengan pihak eksternal untuk pengembangan program literasi sekolah dan pengembangan profesional warga sekolah tentang literasi. 
  • Pengertian Literasi Digital

    Literasi Digital

    Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, tetapi juga di masyarakat. Namun, literasi informasi baru menyebar luas pada dekade 1990-an manakala informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada pendapat Bawden, literasi digital lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi.

    Sementara itu, Douglas A.J. Belshaw dalam tesisnya What is ‘Digital Literacy‘? (2011) mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai berikut:

    1. Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital;
    2. Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten;
    3. Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual;
    4. Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital;
    5. Kepercayaan diri yang bertanggung jawab;
    6. Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru;
    7. Kritis dalam menyikapi konten; dan
    8. Bertanggung jawab secara sosial.

    Aspek kultural, menurut Belshaw, menjadi elemen terpenting karena memahami konteks pengguna akan membantu aspek kognitif dalam menilai konten. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

    Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital

    Menurut UNESCO konsep literasi digital menaungi dan menjadi landasan penting bagi kemampuan memahami perangkat-perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi. Misalnya, dalam Literasi TIK (ICT Literacy) yang merujuk pada kemampuan teknis yang memungkinkan keterlibatan aktif dari komponen masyarakat sejalan dengan perkembangan budaya serta pelayanan publik berbasis digital.

    Literasi TIK dijelaskan dengan dua sudut pandang. Pertama, Literasi Teknologi (Technological Literacy)—sebelumnya dikenal dengan sebutan Computer Literacy—merujuk pada pemahaman tentang teknologi digital termasuk di dalamnya pengguna dan kemampuan teknis. Kedua, menggunakan Literasi Informasi (Information Literacy). Literasi ini memfokuskan pada satu aspek pengetahuan, seperti kemampuan untuk memetakan, mengidentifikasi, mengolah, dan menggunakan informasi digital secara optimal.

    Konsep literasi digital, sejalan dengan terminologi yang dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 2011, yaitu merujuk pada serta tidak bisa dilepaskan dari kegiatan literasi, seperti membaca dan menulis, serta matematika yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu, literasi digital merupakan kecakapan (life skills) yang tidak hanya melibatkan kemampuan menggunakan perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi, tetapi juga kemampuan bersosialisasi, kemampuan dalam pembelajaran, dan memiliki sikap, berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetensi digital.

    Pendekatan yang dapat dilakukan pada literasi digital mencakup dua aspek, yaitu pendekatan konseptual dan operasional. Pendekatan konseptual berfokus pada aspek perkembangan koginitif dan sosial emosional, sedangkan pendekatan operasional berfokus pada kemampuan teknis penggunaan media itu sendiri yang tidak dapat diabaikan.

    Prinsip pengembangan literasi digital menurut Mayes dan Fowler (2006) bersifat berjenjang. Terdapat tiga tingkatan pada literasi digital. Pertama, kompetensi digital yang meliputi keterampilan, konsep, pendekatan, dan perilaku. Kedua, penggunaan digital yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital yang berhubungan dengan konteks tertentu. Ketiga, transformasi digital yang membutuhkan kreativitas dan inovasi pada dunia digital.

  • Kompetensi Computer Literacy


    Saat ini sudah banyak perusahaan atau program tertentu yang menggunakan teknologi sebagai penghubung antara perusahaan dengan calon pelamar kerja. Ya, sekaran g sudah bertebaran instansi yang membuka rekrutmen melalui situs karir yang dikelola oleh perusahaan yang bersangkutan. Hal ini menuntut para calon pelamar kerja untuk mendaftarkan diri dengan membuat akun dan mengisi kelengkapan data sebagai CV untuk bahan pertimbangan perekrut karyawan baru perusahaan.

    Karena perkembangan teknologi, sebagai pelamar kerjapun kita harus semakin maju agar bisa mengikuti perkembangan zaman. Teknologi yang berkembang ini tidak hanya memunculkan cara-cara baru yang membuat sebagian besar orang kebingungan dan harus belajar lagi. Tidak hanya cara-cara saja, bahkan banyak istilah baru yang muncul yang mungkin nggak semua orang paham, salah satunya istilah computer literacy. Apakah maksud dari istilah tersebut?

    Sumber foto: Microsoft

    Komputer, seperti yang kita tahu, merupakan alat yang sangat penting pada abad ini karena dengan alat ini kita dapat memfasilitasi dan memperluas ilmu pengetahuan, wawasan bahkan keterampilan manusia. Tidak hanya itu, komputer juga dapat mendukung seseorang untuk mempelajari dan memproses informasi-informasi yang ada di dunia. Computer literacy berkaitan dengan ilmu perpustakaan dan informasi. Dalam ilmu tersebut, computer literacy diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi doumen dan data menggunakan software komputer. Jadi bisa dikatakan seseorang yang mempunyai kemampuan computer literacy adalah orang yang bisa mengoperasikan software pengolahan kata atau data, seperti program software Microsoft Office, untuk mengolah informasi dan dokumen.

    Sebetulnya, computer literacy hanyalah salah satu dari beberapa elemen dari kemampuan literasi informasi dalam bidang ilmu perpustakaan. Masih ada beberapa elemen yang berperan penting dalam mengembangkan kemampuan kita dalam memperoleh informasi. Visual literacy, misalnya, ini adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan dan mengekspresikan gambar. Selanjutnya, media literacy adalah kemampuan dalam mengakses, menganalisa dan memproduksi informasi untuk hal-hal tertentu, serta menyikapi informasi dengan lebih kritis dan bijaksana. Kemudian ada juga digital literacy yang merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan sumber dan software. Yang terakhir, network literacy, yang merupakan kemampuan untuk mengakses dan menggunakan informasi dalam internet.

    Kelima elemen dalam literasi informasi ini sebenarnya sangat bermanfaat untuk dipelajari. Walaupun kemampuan literasi informasi ini merupakan bidang ilmu perpustakaan, bukan berarti kita yang bukan dari bidang itu tidak perlu tahu. Justru itu, kita harus tahu karena kemampuan untuk mengelola informasi ini sangat berguna dan membantu orang-orang dari jurusan manapun. Bahkan, kemampuan computer literacy sendiri sudah diperlukan di segala bidang, baik pendidikan, teknik, kedokteran, terlebih dalam bidang administrasi, agar seseorang dapat mengolah kata atau data untuk laporan-laporan yang akan dibuat saat bekerja.

  • Makalah Pengembangan Alat Evaluasi

    Pengembangan alat evaluasi merupakan salah satu aspek penting dalam memberikan jaminan kualitas pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran. Alat evaluasi mencakup Instrumen pengukuran baik tes dan non tes.

    Pengembangan Alat Evaluasi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Kalau kita perhatikan kenyataan dalam dunia pendidikan akan kita ketahui, bahwa dalam setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama suatu periode pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi: artinya pada waktu-waktu tertentu selama suatu periode pendidikan tadi selalu mengadakan penelitian terhadap hasil yang telah dicapai baik oleh pihak pendidik maupun oleh pihak terdidik hingga waktu tertentu.

    Seperti telah disebutkan diatas gejala macam ini terdapat dalam setiap pendidikan atau bentuk pendidikan. Baik pendidikan itu terjadi dalam lingkungan rumah tangga, maupun pendidikan itu terjadi dalam lingkungan sekolah ataupun lingkungan pendidikan yang lain, selalu akan kita jumpai gejala ini ialah bahwa orang mengadakan penilaian terhadap hasil usaha yang telah dilakukannya dalam jangka waktu tertentu.

    Oleh karena itu kami mencoba menguraikan bagaimana pengembangan alat evaluasi dalam pendidikan.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian dari Tes, evaluasi dan alat evaluasi?
    2. Apa fungsi dan tujuan pengembangan alat-alat evaluasi hasil belajar?
    3. Bagaimana petunjuk pengembangan evaluasi serta bagaimana jenis-jenis tes sebagai alat evaluasi?

    C. Tujuan

    1. Untuk mengetahui pengertian dari tes, evaluasi dan alat evaluasi pendidikan.
    2. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari pengembangan alat-alat evaluasi hasil belajar.
    3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengembangkan alat serta jenis-jenis alat evaluasi pendidikan.

    Bab II. Pembahasan

    A. Tes dan Tujuan Pengembangan Alat Evaluasi

    1. Pengertian Tes

    Test berasal dari bahasa Perancis yaitu “testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari material lain seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Tes yang berarti ujian atau percobaan. Kemudian diadopsi dalam psikologi dan pendidikan untuk menjelaskan sebuah   instrumen yang dikembangkan untuk dapat melihat dan mengukur dan menemukan peserta Tes   yang memenuhi kriteria tertentu.

    Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa test adalah cara yang dapat digunakan atau prosedur yang dapat ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian yang dapat berbetuk pemberian tugas, atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang dapat melambangkan prestasi.

    2. Pengertian Evaluasi

    Evaluasi, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) : Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.[3] 

    3. Pengertian Alat Evaluasi

    Alat Evaluasi berarti keseluruhan alat yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan evaluasi, dalam hal ini adalah berkaitan dengan pendidikan berupa tes dan non tes. Jadi pengembangan alat evaluasi adalah bagaimana cara mengembangkan alat-alat evaluasi untuk tujuan memajukan serta meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.

    4. Fungsi dan Tujuan pengembangan alat evaluasi

    Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses memiliki beberapa fungsi pokok sebagai berikut :

    1. Mengukur kemajuan
    2. Menunjang penyusunan rencana
    3. Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali
    4. Memperoleh informasi tentang hasil – hasil yang telah dicapai dalam rangka pelaksanaan program pendidikan
    5. Mengetahui relevansi antara program pendidikan yang telah dirumuskan dengan tujuan yang hendak dicapai

    Evaluasi yang dilaksanakan secara berkesinambungan, akan membuka peluang bagi evaluator untuk membuat perkiraan (estimasi), apakah tujuan yang telah dirumuskan akan dapat dicapai pada waktu yang telah ditentukan ataukah tidak.

    Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut :

    1. Menghimpun bahan – bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan / kemajuan peserta didik.
    2. Mengetahui tingkat efektivitas metode pengajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran.
    3. Merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
    4. Mencari dan menemukan faktor – faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik.

    B. Alat-alat Evaluasi Hasil Belajar

    Alat – alat yang digunakan dalam rangka melakukan evaluasi hasil belajar mencakup teknik tes dan teknis nontes.

    1. Teknik Tes

    Dalam evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara/prosedur dalam rangka pengukuran dan penilaian yang berupa pemberian tugas sehingga dihasilkan nilai yang menunjukkan prestasi siswa. Secara umum, fungsi tes adalah mengukur tingkat perkembangan / kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik, dan mengukur keberhasilan program pengajaran.

    a. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan / kemajuan peserta didik.

    1. Tes seleksi. Dilaksanakan dalam rangka penerimaan siswa baru.
    2. Tes awal (pre-test). Dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana materi / bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik.
    3. Tes akhir (post-test). Dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran sudah dapat dikuasai oleh peserta didik.
    4. Tes diagnostic. Dilaksanakan untuk menentukan secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi peserta didik.
    5. Tes formatif (ulangan harian). Dilaksanakan pada setiap kali selesai satuan pelajaran / subpokok bahasan.
    6. Tes sumatif. Pada umumnya disusun atas dasar materi pelajaran yang telah diberikan selama satu semester

    b. Penggolongan tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap

    1. Tes intelegensi (intellegency test). Dilaksanakan untuk menentukan tingkat kecerdasan.
    2. Tes kemampuan (aptitude test). Dilaksanakan untuk mengungkap kemampuan dasar / bakat.
    3. Tes sikap (attitude test). Dilaksanakan untuk mengungkap kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon / obyek tertentu .
    4. Tes kepribadian (personality test). Dilaksanakan untuk menentukan ciri khas yang bersifat lahiriah seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi, dll.
    5. Tes hasil belajar / tes pencapaian (achievement test). Dilaksanakan untuk menentukan tingkat prestasi belajar.

    c. Penggolongan lain – lain

    1. Tes individu
    2. Tes kelompok
    3. Tes tertulis
    4. Tes lisan.
    2. Teknik Nontes

    Dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik, malainkan dengan melakukan pengamatan (observasi), wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa / meneliti dokumen (documentary analysis).

    a. Pengamatan (Observation).

    Observasi adalah cara menghimpun bahan – bahan keterangan/data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis. Observasi dapat mengukur hasil dan proses belajar, misalnya tingkah laku peserta didik.

    b. Wawancara (Interview).

    Evaluator melakukan wawancara dengan pihak – pihak yang terkait, misalnya wawancara dengan peserta didik, orang tua / wali murid, dll.

    c. Angket (Questionnaire).

    Tujuan penggunaan angket / kuesioner dalam proses pembelajaran adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.

    d. Pemeriksaan dokumen (Documentary analysis).

    Memuat informasi mengenai riwayat hidup peserta didik dan orang tua peserta didik.

    C. Petunjuk Pengembangan Alat Evaluasi

    1. Beberapa factor yang harus di perhatikan dalam mengembangkan tes alat evaluasi:

    a. Menentukan tujuan penilaian

    Tujuan penilaian ini harus dirumuskan secara jelas dan tegas serta ditentukan sejak awal, karena menjadi dasar untuk menentukan arah, ruang lingkup materi, jenis/model, dan karakter alat penilaian. Dalam penilaian hasil belajar, ada emapat kemungkinan tujuan penelitian, yaitu untuk memperbaiki kinerja tau proses pembelajaran (formatif), untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk menempatkan posisi peseta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan).

    b. Mengindentifikasi hasil belajar

    Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Peserta didik dianggap kompeten apabila dia memiliki pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai untuk melakukan sesuatu setelah mengikuti proses pembelajaran. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, semua jenis kompetensi dan hasil belajar sudah dirumuskan oleh tim pengembang kurikulum, seperti standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator. Guru tinggal mengidentifikasi kompetensi mana yang akan dinilai.

    c. Menyusun Kisi-kisi

    Menyusun kisi-kisi dimaksudkan agar materi penilaian betul-betul representatif dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Jika materi penilaian tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, maka akan berakibat hasil penilaian itu kurang baik. Begitu juga jika materi penilaian terlalu banyak dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama. Untuk melihat apakah materi penilaian relevan dengan materi pelajaran atau apakah penilaian terlalu banyak atau kurang, guru harus menyusun kisi-kisi.

    d. Mengembangkan draf intrumen

    Mengembangkan draf instrumen penilaian merupakan salah satu langkah penting dalam prosedur penilaian. Instrumen penilaian dapat disusun dalam bentuk tes maupun nontes, dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal. Penilaian sosial adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan maupun bentuk jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara keseluruhan. Setelah semua soal ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi, jika perlu didiskusikan kembali dengan tim penelaah soal, baik dari ahli bahasa, ahli bidang studi, ahli kurikulum, dan ahli evaluasi.

    e. Uji coba dan analisis soal

    Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu di uji cobakan terlebih dahulu dilapangan. Tujuannya untuk mengetahui soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami beberapa kali uji coba dan revisi, yang didasarkan atas analisis empiris dan rasional. Analisis empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal yang diginakan.

    f. Revisi dan merakit soal (instrument baru)

    Setelah soal diuji coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang masih dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdaarkan hasil revisi soal ini, barulah dilakukan perkaitan soal menjadi suatu instrumen yang terpadu. Untuk itu, semua hal yang dapat mempengaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut soal, pengelompokan bentuk soal,penataan soal, dan sebagainya haruslah diperhatikan.

    2. Prinsip dan Prosedur Penilaian

    Mengingat pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan, maka upaya merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian sebagai berikut:

    1. Dalam menilai hasil belajar, hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian.
    2. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajra-mengajar. Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada tiap saat proses belajar-mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan.
    3. Agar diperoleh hasil belajar yang obyektif dalam pengertian menggambarkan prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif (mencakup berbagai ranah, sepesrti kognitif, afektif, dan psikomotorik).
    4. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siapapun. 

    C. Kriteria Tes

    Ciri – ciri tes hasil belajar yang baik adalah sebagai berikut[4] :

    1. Bersifat valid. Tes hasil belajar secara tepat dan benar dapat mengukur hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik.
    2. Memiliki reliabilitas. Menunjukkan hasil yang sama dan stabil.
    3. Bersifat obyektif. Materi tes bersumber dari materi yang telah diajarkan.
    4. Bersifat praktis. Tes hasil belajar dapat dilaksanakan dengan mudah.

    D. Jenis-jenis Tes

    Pada jenis-jenis tes, ada lima jenis atau cara pembagian yaitu:

    1. Pembagian jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggaraan. Seperti tes formatif, sumatif, tes penempatan, dan tes diagnostic.
    2. Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggaraan. Seperti pra test, tes akhir, power test dan speed test.
    3. Pembagian jenis tes berdasarkan cara mengerjakan. Seperti tes tertulis, tes lisan, dan perbuatan.
    4. Pembagian jenis tes berdasarkan cara penyusunan. Seperti tes kelompok dan tes perseorangan.
    5. Pembagian jenis tes berdasarkan bentuk jawaban. Seperti tes non objektif/essay, tes objektif (betul-salah, pilihan ganda, tes menjodohkan dan soal melengkapi dan singkat).

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Dari pembahasan mengenai pengembangan alat evaluasi diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa pengembangan alat evaluasi sangat dibutuhkan dalam pendidikan guna mengetahui kemajuan peserta didik dan untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang digunakan oleh pendidik. Karena tanpa adanya pengembangan maka alat evaluasi dikhawatirkan tidak sesuai lagi dengan kemajuan di bidang pendidikan sekarang ini.

    Adapun dalam pengembangannya lebih ditekankan dalam penggunaan alat-alat evaluasi hasil belajar seperti tehnik tes dan non tes dengan tetap memerhatikan petunjuk-petunjuk atau kriteria yang baik dalam pengembangannya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Sudajana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.

    http://wadhyduno.blogspot.com/2012/12/pengembangan-tes-evaluasi-hasil-belajar.html diakses tgl 1 mei 2015 pukul 13:00

    http://ikhwan-perbaungan.blogspot.com/2013/05/macam-macam-tes-evaluasi-hasil-belajar.html diakses tgl 1 mei 2015 pukul 13:03

    http://eilha-dhiansyah.blogspot.com/2013/06/prosedur-pengembangan-evaluasi.html diakses tgl 1 mei 2015 pukul 13:04

  • Makalah Tinjauan Filsafat Dalam Analisis Kritis Masalah Tawuran Pelajar

    Analisis Kritis Masalah Tawuran Pelajar

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Tawuran pelajar. Kata-kata ini sudah ada sejak dulu kala hingga kini. Bila kita melihat atau memperhatikan di berita-berita media elektronik atau media cetak baru-baru ini ataupun secara langsung dilingkungan sekitar kita lebih khususnya di wilayah perkotaan. Tentu kita akan mendapati sebuah berita atau fenomena yang dapat dikatakan klasik tentang perkelahian remaja sekolah yang melibatkan banyak remaja yaitu tawuran pelajar. Mengapa saya katakan klasik karena peristiwa tersebut sudah kerap sekali terjadi. Dari perkelahian tersebut banyak memakan korban baik luka ringan sampai pada kematian. Akibat dari hal tersebut sudah tentu sangat menghawatirkan segenap lapisan masyarakat bahkan sampai ke tingkat yang lebih tinggi, mengancam masa depan bangsa dan Negara Indonesia  karena menyangkut masa depan generasi muda yang moralnya kian merosot.

    Berangkat dari fenomena tawuran pelajar tersebut maka saya mencoba mengangkat dalam bentuk makalah ini yang saya beri judul Makalah Filsafat Sebagai  Solusi Masalah Kehidupan (Analisis Kritis Masalah Tawuran Pelajar) Filsafat sebagaimana kita ketahui adalah Ilmu yang mengedepankan pemikiran yang mendalam dalam setiap sendi kehidupan sehingga diharapkan Filsafat mampu menyelesaikan berbagai masalah sosial khususnya dalam mengatasi perkelahian atau tawuran pelajar yang sering terjadi di Indonesia pada umumnya.

    B. Tujuan

    Makalah ini bertujuan sebagai bahan referensi alternatif dan belajar dalam menanggapi masalah perkelahian remaja atau tawuran pelajar yang kerap terjadi sehingga kita mampu mengurai berbagai sebab-sebab terjadinya dan sama-sama mencarikan solusi yang terbaik yang dikaitkan dengan belajar Filsafat.

    Bab II. Pembahasan

    A. Landasan Teori

    1.      Pengertian Filsafat

    Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  

    Disamping itu, Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

    a.       Ciri-Ciri Berfikir Menggunakan Filsafat :

    1.      Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi ( logis).

    2.      Berfikir secara sistematis.

    3.      Menyusun suatu skema konsepsi dalam mencari solusi (radikal), dan

    4.      Menyeluruh (universal).

    b.      Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :

    1.      Sebagai dasar dalam bertindak.

    2.      Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.

    3.      Untuk mengurangi salah paham dan konflik.

    4.      Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.

    2.      Pengertian Tawuran Pelajar

    Satuan Tugas Perlindungan Anak menilai tawuran merupakan ekspresi kekerasan pelajar. Ekspresi ini dapat disebabkan beberapa faktor, seperti lemahnya pengasuhan dan ketahanan keluarga, misalnya pendidikan yang tidak ramah anak, yang tak berorientasi pada pengetahuan. Juga karena lingkungan yang anarkistis dan mempertontonkan kekerasan.

    Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi.

    B.     Dinamika Masalah Tawuran Pelajar

    Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.

    Penyebab tawuran antar pelajar  ini pada umumnya  adalah adanya sejarah turun-temurun tawuran antar sekolah.  Di jakarta pada periode 1980-an, SMA 7 Gambir, Jakarta, terlibat konflik dengan STM Boedi Oetomo Pejambon, semenjak itu sering terjadi tawuran antar sekolah ini. Kemudian, pada awal tahun 1990-an, SMA 7 dipindahkan ke wilayah Karet Pejompongan untuk memutus tawuran dengan STM Boedi Oetomo. Kasus yang sama banyak terjadi di berbagai kota di Indonesia.  Namun masih banyak yang tanpa penyelesaian sehingga tawuran terus terjadi.

    Menurut data Komnas Perlindungan Anak yang terbaru tahun 2012, jumlah tawuran pelajar tahun ini sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Tahun sebelumnya, jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus. Kasus terakhir aksi tawuran antarpelajar SMAN 70 dan SMAN 6 yang menewaskan Alawi (15 tahun) serta dua anak yang luka berat yang belum diketahui identitasnya.

    Pandangan umum masyarakat terhadap penyebab tawuran pelajar sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari Sekolah Kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah Sekolah Menengah Umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.

    Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.

    C.    Penyebab Perkelahian/Tawuran Pelajar

    Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu:

    1.      Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.

    2.     Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

    D.    Faktor-Faktor Penyebab Tawuran Pelajar

    Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.

    1.      Faktor internal.

    Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak.

    Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang/pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.

    2.      Faktor keluarga.

    Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.

    3.      Faktor sekolah.

    Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.

    4.      Faktor lingkungan.

    Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

    E.     Dampak Perkelahian/Tawuran Pelajar

    Jelas bahwa tawuran pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar, yaitu:

    Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.

    Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.

    Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.

    Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.

    F.     Hubungan Tawuran Pelajar dengan Belajar Filsafat

    Dari uraian masalah sosial tawuran pelajar diatas saya mencoba menghubung-kannya dengan belajar Filsafat. Dalam hal ini Ilmu Filsafat dapat digunakan untuk mencegah terjadinya masalah sosial yaitu setiap pihak harus berfikir secara menyeluruh dan mendalam tentang penyebab-penyebab serta faktor-faktor yang dapat menimbulkan masalah sosial dalam hal ini tentang tawuran pelajar yang kerap terjadi dalam masyarakat Indonesia terutama di lingkungan perkotaan.

    Dari pengertian Filsafat dapat digunakan sebagai ilmu, Filsafat digunakan sebagai cara berfikir serta Filsafat sebagai pandangan hidup maka tentu akar permasalahan perkelahian atau tawuran pelajar tersebut seharusnya dapat dicegah mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil dan mulai saat ini sehingga masalah tawuran pelajar ini tidak akan terjadi lagi.

    Didalam Filsafat juga terdapat Filsafat Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Dengan demikian jelas sudah Filsafat ada hubungannya dengan masalah tawuran pelajar karena tawuran pelajar itu sendiri berasal dari dunia pendidikan yang notabene juga mempunyai filsafat tersendiri.

    G.    Solusi Mengatasi Tawuran Pelajar

    Dari pelbagai uraian masalah tawuran pelajar diatas maka tugas Filsafat yaitu mencari penyelesaiannya dengan berfikir secara mendalam, sistematis, dan universal tentang sebab-sebab, faktor-faktor yang menimbulkan masalah sosial Tawuran Pelajar. sehingga dapat menghasilkan solusi yang tepat dan juga cermat. Berikut diantaranya solusi mengatasi masalah perkelahian atau tawuran pelajar.

    1.      Membuat Peraturan Sekolah Yang Tegas

    Bagi siswa siswi yang terlibat dalam tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Jika semua siswa terlibat tawuran maka sekolah akan memberhenti-kan semua siswa dan melakukan penerimaan siswa baru dan pindahan. Setiap pelajar siswa-siswi harus dibuat takut dengan berbagai hukuman yang akan diterima jika ikut serta dalam aksi tawuran. Bagi yang membawa senjata tajam dan senjata khas tawuran lainnya juga harus diberi sanksi.

    2.      Memberikan Pendidikan Anti Tawuran

    Pelajar diberikan pemahaman tentang tata cara menghancurkan akar-akan penyebab tawuran dengan melakukan tindakan-tindakan tanpa kekerasan jika terjadi suatu hal, selalu berperilaku sopan dan melaporkan rencana pelajar-pelajar badung yang merencanakan penyerangan terhadap pelajar sekolah lain

    3.      Memisahkan Pelajar Berotak Kriminal dari Yang Lain.

    Setiap manusia memiliki sifat bawaan masing-masing. Ada yang baik, yang sedang dan ada yang kriminil. Daripada menularkan sifat jahatnya kepada siswa yang lain lebih baik diidentifikasi dari awal dan dilakukan bimbingan konseling tingkat tinggi untuk menghilangkan sifat-sifat jahat dari diri siswa tersebut. Jika tidak bisa dan tetap berpotensi tinggi membahayakan yang lain segera keluarkan dari sekolah.

    4.      Kolaborasi Belajar Bersama Antar Sekolah

    Selama ini belajar di sekolah hanya di situ-situ saja sehingga tidak saling kenal mengenal antar pelajar sekolah yang satu dengan yang lainnya. Seharusnya ada kegiatan belajar gabungan antar sekolah yang berdekatan secara lokasi dan memiliki kecenderungan untuk terjadi tawuran pelajar. Dengan saling kenal mengenal karena sering bertemu dan berinteraksi maka jika terjadi masalah tidak akan lari ke tawuran pelajar, namun diselesaikan dengan cara baik-baik.

    5.      Mengadakan Program Ekstrakurikuler yang melibatkan berbagai sekolah

    Pihak sekolah bisa mewajibkan semua siswanya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai minat siswa-siswa di tiap sekolah. Misalnya rutin mengadakan pertandingan olahraga tahunan antar masing-masing sekolah. Seminar antar sekolah, pecinta alam, pramuka dan school meeting yang melibatkan banyak siswa antar sekolah yang sering terlibat tawuran.

    6.      Upaya Damai semua pihak yang terlibat tawuran

    Upaya lain yang bisa dilakukan adalah sekolah-sekolah yang bertikai melakukan perdamaian dengan mengadakan “jalan sehat damai bersama” dengan menyertakan keluarga masing-masing dengan melibatkan pihak pemerintah,  tokoh masyarakat, sponsor dan sebagainya. Acara-acara seperti itu juga bisa diisi dengan lomba-lomba yang menyenangkan dan diagendakan setiap tahun. masing-masing pihak sekolah dengan bantuan tokoh masyarakat sekitar memediasi siswa antar sekolah melakukan perdamaian  dengan  rutin mengadakan pertandingan olahraga tahunan antar masing-masing sekolah.

    7.      Peran Aktiv Pemerintah Dalam Hal Ini Dinas Pendidikan

    Langkah preventif yang harus dilakukan Dinas Pendidikan adalah melakukan penyelidikan dan evaluasi ke setiap sekolah-sekolah. Sekolah -sekolah yang ada dendam dan sering tawuran dilakukan mediasi dengan bantuan tokoh masyarakat setempat.  Begitu juga dengan pihak sekolah terkait, bila ada isu-isu pelajar sekolahnya berkonflik dengan sekolah lain harus segera dilakukan upaya damai, jangan lagi dibiarkan.

    Pihak Dinas pendidikan juga bisa memasukkan sekolah-sekolah yang sering tawuran ke buku hitam, jika dalam jangka waktu tertentu masih saja tawuran, maka sekolah-sekolah tersebut ditutup. Bagi pihak sekolah yang terlibat bisa membuat peraturan bagi yang terlibat tawuran dikeluarkan dari sekolah dan siswa yang bersangkutan tidak boleh lagi melanjutkan sekolah di kota tersebut baik di negeri maupun swasta. Peraturan yang memang “kurang adil” ini harus didukung untuk memutus rantai tawuran.

    8.      Mendampingi para pelaku yang terlibat perkelahian atau tawuran pelajar.

    Mulai dari orang tua, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, pihak sekolah guru dan para siswa, pemerintah dalam hal ini harus membuat kebijakan yang tepat dalam mendampingi pelaku tawuran pelajar. jangan membiarkan pelaku tawuran semakin menjadi-jadi dan tidak dihiraukan. Oleh sebab itu dibutuhkan lembaga atau tenaga sukarela yang bersedia membimbing para pelaku tawuran pelajar sehingga diharapkan berubah dan menjadi giat menuntut ilmu lagi.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Dari berbagai uraian diatas maka saya dapat menyimpulkan bahwa kita harus menerapkan filsafat untuk mencari penyelesaian yang tepat dan juga cermat secara sistematis dan universal. Tidak hanya melihat sisi yang biasa terlihat tetapi menggali semua faktor-faktor penyebab tawuran tersebut. Sehingga kita bisa memberikan solusi atau pemecahan masalah yang terbaik supaya tawuran ini tidak terjadi lagi. Intinya semua masalah harus diselesaikan dengan cara memikirkan secara mendalam sampai kepada akar-akar permasalahannya sehingga dapat dibenahi.

    Dalam penyelesaiannya pun harus melibatkan semua komponen, baik dari pemerintah, lapisan masyarakat, maupun orang tua dan pihak sekolah yang terlibat. Karena tawuran sendiri dipicu oleh ketidakmampuan orang dewasa memahami dunia anak, energi yang tidak tersalurkan dengan baik, dan fasilitas yang terbatas. Kemudian tekanan sistem pendidikan yang membuat anak stres, pengaruh kelompok atau pergaulan, juga pendapat dan suara anak yang tidak didengarkan. Serta kurangnya penghargaan terhadap anak dan pemanfaatan waktu luang, Untuk mengurangi ekspresi kekerasan ini, sudah semestinya semua kita segera berbenah menjadi pribadi yang baik dan juga selalu mengajarkan pada kebaikan dan mencegah kerusakan.

    B.     Saran

    Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan harus memberikan bimbingan yang berkelanjutan pada pelaku tawuran. Misalnya mendirikan lembaga khusus atau tenaga perorngan atau kelompok yang difasilitasi oleh pemerintah yang bekerjasama dengan sekolah terlebih kepada orang tua dalam upaya mengembalikan pelaku-pelaku tawuran agar tetap semangat belajar sendiri sehingga tetap mampu mandiri.dan berubah menjadi lebih baik. Jangan dibiarkan begitu saja para pelaku tawuran karena mereka merupakan generasi penerus. Bila moral mereka semakin memburuk tentu akan lebih menyusahkan dikemudian hari.

    Terakhir  bagi orang tua yang akan menyekolahkan anaknya carilah informasi mengenai sekolah yang akan dimasuki, jika sekolah tersebut punya latar belakang tawuran antar sekolah dan masih berlanjut, sebaiknya hindari memasukkan anak ke sekolah tersebut. Carilah sekolah yang tidak bermasalah. Orangtua juga musti mengawasi pergaulan sang anak baik dilingkungan tempat tinggal maupun sekolahnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Achmadi Asmoro,2001,Filsafat Umum,Jakarta:Rajawali Pers

    www.google.com

    Wikipedia.org

    Blog Sander Diki Zulkarnaen, M.Psi.blogger.com

    TEMPO.COM

  • Makalah Pentingnya Teknologi Pendidikan

    Pentingnya Teknologi Pendidikan

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan salah satu produk dari manusia yang terdidik, dan pada giliranya manusia-manusia itu perlu lebih mendalami dan mampu mengambil manfaat dan bukan menjadi korban dari perkembangan ilmu dan teknologi sendiri.  Pendidikan sebagai suatu ilmu teknologi tidak luput dari gejala perkembangan itu. Kalau semula orang tua yang bertindak sebagai pendidik kemudian kita kenal profesi guru yang diberi tanggung jawab pendidik. Sekarang ini secara konseptual maupun secara legal telah dikenal dan ditentukan sejumlah keahlian khusus jabatan dan atau profesi yang termasuk dalam kategori tenaga kependidikan.

    Teknologi pendidikan sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan, baik proses pembelajarannya maupun dalam penyusunan kurikulum, apalagi dalam membangun sarana dan prasarana pendidikan yang memadai sehingga tujuan pendidikan itu sendiri dapat mudah terlaksanakan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang pentingnya teknologi pendidikan. Sehingga kita mampu dengan kreatif mengembangkan teknologinya untuk menjadikan pendidikan itu mudah, efektif dan efisien dalam melahirkan generasi penerus bangsa yang hebat.

    B. Tujuan

    Untuk mengetahui tentang pentingnya teknologi pendidikan dan bagaimana penerapannya dalam dunia kependidikan.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Teknologi Pendidikan

    Istilah teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu technologisTechnie berarti seni, keahlian atau sains dan logos yang berarti ilmu. Teknologi menurut Gaibraith dapat diartikan sebagai penerapan sistematik dari pengetahuan ilmiah atau terorganisasikan dalam hal-hal yang praktis. Sedang dalam arti luas menurut Association for Educational Communication and Technology (AECT) adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari problem solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemacahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.

    Dilain pihak ada pendapat bahwa teknologi pendidikan adalah pengembangan, penerapan dan penilaian sistem-sistem, teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar manusia. Di sini diutamakan proses belajar itu sendiri di samping alat-alat yang dapat membantu proses belajar itu.

    Dengan demikian secara umum teknologi pendidikan diartikan sebagai media yang lahir dari revolusi teknologi komunikasi yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan pengajaran disamping guru, buku, ide, peralatan dan organisasi yang dikaji secara sistematis, logis dan ilmiah. Pengertian ini mengandung asumsi bahwa sebenarnya media teknologi tertentu tidak secara khusus dibuat untuk teknologi yang dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan pendidikan. 

    B. Pentingnya Teknologi Pendidikan

    Peran teknologi pendidikan Teknologi Pendidikan sangat bermanfaat bagi manusia dalam pendidikan. Dalam teknologi pendidikan akan melibatkan prosedur, ide, peralatan dan organisme untuk menganalisis masalah pendidikan, mencari problem solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek pembelajaran dalam pendidikan.

    Teknologi secara umum mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut :

    1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalis (tertulis dan lisan).
    2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
    3. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan variasi dapat diatasi sikap pasif peserta didik, kurikulum dan materi pendidikan.

    C. Aplikasi Teknologi Pendidikan

    Hasil penelitian secara nyata membuktikan bahwa penggunaan alat bantu sangat membantu aktivitas proses belajar mengajar di kelas, terutama peningkatan prestasi belajar siswa atau mahasiswa. Keterbatasan media teknologi pendidikan disatu pihak dan lemahnya kemampuan dosen atau guru menciptakan media tersebut di sisi lain membuat penerapan metode ceramah makin menjamur. Kondisi ini jauh dari menguntungkan. Terbatasnya alat-alat teknologi pendidikan yang dipakai di kelas diduga merupakan salah satu sebab lemahnya mutu studi pelajar atau masyarakat pada umumnya.

    Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat dan untuk selanjutnya berpengaruh terhadap pola komunikasi dimasyarakat. Dibuatnya instrumen teknologi komunikasi seperti satelit, TV, radio, video, tape, computer dan smartphone memberi arti tersendiri bagi proses komunikasi antar manusia. Seperti halnya teknologi pada umumnya, teknologi komunikasi tidak mengenal batas-batas wilayah, ideologi, agama, dan suku bangsa, teknologi telah mengurangi secara drastis jarak dalam waktu dan ruang.

    Aplikasi teknologi pendidikan sangat relevan bagi pengelolaan pendidikan pada umumnya dan kegiatan belajar mengajar pada khususnya. Aplikasi yang dimaksud yaitu:

    1. Teknologi pendidikan memungkinkan adanya perubahan kurikulum baik strategi, pengembangan maupun aplikasinya. Teknologi pendidikan mempunyai fungsi luas, tidak hanya terbatas pada kebutuhan kegiatan belajar mengajar di kelas melainkan dapat berfungsi sebagai masukan bagi pembinaan dan pengembangan kurikulum yang dikaji secara ilmiah, logis, sistematis dan rasional sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi.
    2. Teknologi pendidikan menghilangkan kalaupun tidak secara keseluruhan pola pengajaran tradisional. Ia berperan penuh dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, meskipun sebenarnya dia tidak dapat menggantikan posisi guru secara mutlak. Guru mempunyai kemampuan yang terbatas dan dengan teknologi pendidikan keterbatasan itu dapat diatasi.
    3. Teknologi pendidikan membuat pengertian kegiatan belajar menjadi luas, lebih dari hanya sekedar interaksi guru dengan murid di dalam ruang dan waktu yang sangat terbatas. Teknologi pendidikan dapat dianggap sebagai sumber belajar dan biasanya memberikan rangsangan positif dalam proses pendidikan.
    4. Aplikasi teknologi pendidikan dapat membuat peranan guru berkurang, meskipun teknologi pendidikan tidak mampu menggantikan guru secara penuh.
    5. Teknologi pendidikan adalah teknologi pendidikan dan guru adalah guru.  Meskipun demikian bagi guru dan murid, teknologi pendidikan memberikan sumbangan yang sangat positif.

    D. Analisis Teknologi Pendidikan

    Merupakan suatu cara mengajar dengan menggunakan skill atau keahlian yang dimiliki oleh seorang guru agar dalam proses pembelajaran bisa diterima oleh para peserta didiknya sehingga bisa mencapai pada tujuan pendidikan itu sendiri. Jadi sebenarnya teknologi pendidikan itu tidak seperti halnya yang kita ketahui tentang teknologi pada umumnya yang ada kaitannya dengan masalah-masalah permesinan atau yang lainnya, tetapi dalam masalah teknologi pendidikan itu bisa dikaitkan dengan sebuah cara atau strategi yang dimiliki seorang guru dalam proses pembelajaran baik itu menggunakan media yang ada dalam kelas atau ataupun cara lain agar dalam pembelajaran menjadi mudah diserap oleh para peserta didiknya.

    E. Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Produktivitas Pendidikan

    Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses perencanaan, penataan dan pendayagunaan sumber daya untuk merealisasikan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sejauh mana pencapaian produktivitas pendidikan dapat dilihat dari out put pendidikan yang berupa prestasi, serta proses pendidikan yang berupa suasana pendidikan. Prestasi dapat dilihat dari masukan yang merata, jumlah tamatan yang banyak, mutu tamatan yang tinggi, relevansi yang tinggi dan dari sisi ekonomi yang berupa penyelenggaraan penghasilan. Sedangkan proses atau suasana tampak dalam kegairahan belajar, dan semangat kerja yang tinggi serta kepercayaan dari berbagai pihak.

    Satu hal yang perlu disadari adalah bahawa produktivitas pendidikan harus dimulai dari menata SDM tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Hal kedua adalah bahwa penataan SDM harus dilaksanakan denagn prinsip efektivitas dan efisiensi karena efektifitas dan efisiensi adalah kriteria dan ukuran yang mutlak bagi produktivitas pendidikan.

    Sekarang sekolah negeri maupun swasta mulai berusaha keras untuk mengatur kembali sistem pendidikan mereka. Banyak program sekolah yang ditawarkan pada masyarakat baik itu jurusan maupun status sekolah yaitu SSN, unggul, model, internasional, akselerasi dan sarana prasarananya. Yang jelas perubahan sekolah untuk menghadapi dunia global harus disiapkan dari unsur SDM yang berkualitas sehingga mampu berfikir membuat desain pendidikan, memiliki kiat manajemen yang baik dan tidak gagap terhadap pendidikan.

    Jadi dapat dikatakan bahwa antara inovasi pendidikan dengan teknologi pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Inovasi merupakan okbyek dan teknologi pendidikan merupakan subyeknya.  Dalam inovasi pendidikan butuh SDM dan peralatan yang menunjang inovasi pendidikan, sebaliknya SDM dan alat tidak akan berfungsi tanpa digunakan untuk sasaran/tujuan yang pasti dan bermanfaat dimasa datang. 

    Dalam meningkatkan produktivitas pendidikan, Teknologi Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, diantaranya sebagai berikut:

    1. Teknologi Pendidikan sebagai peralatan untuk mendukung konstruksi pengetahuan. Untuk mewakili gagasan pelajar pemahaman dan kepercayaan. Untuk organisir produksi, multi media sebagai dasar pengetahuan pelajar.
    2. Teknologi pendidikan sebagai sarana informasi untuk menyelidiki pengetahuan yang mendukung pelajar. Untuk mengakses informasi yang diperlukan. Untuk perbandingan perspektif, kepercayaan dan pandangan dunia
    3. Teknologi pendidikan sebagai media sosial untuk mendukung pelajaran dengan berbicara. Untuk berkolaborasi dengan orang lain. Untuk mendiskusikan, berpendapat dan membangun konsensus antara anggota sosial. 
    4. Teknologi pendidikan sebagai mitra intelektual untuk mendukung pelajar. Untuk membantu pelajar mengartikulasikan dan memprentasikan apa yang mereka ketahui.
    5. Teknologi pendidikan dapat meningkatkan mutu pendidikan/sekolah. 
    6. Tekonologi pendidikan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar. 
    7. Teknologi pendidikan dapat mempermudah mencapai tujuan pendidikan.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Teknologi pendidikan diartikan sebagai media yang lahir dari revolusi teknologi komunikasi yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan pengajaran disamping guru, buku, ide, peralatan dan organisasi yang dikaji secara sistematis, logis dan ilmiah.

    Teknologi pendidikan itu bisa dikaitkan dengan sebuah cara atau strategi yang dimiliki seorang guru dalam proses pembelajaran baik itu menggunakan media yang ada dalam kelas atau ataupun cara lain agar dalam pembelajaran menjadi mudah diserap oleh para peserta didiknya.

    Peran teknologi pendidikan Teknologi Pendidikan sangat bermanfaat bagi manusia dalam pendidikan. Dalam teknologi pendidikan akan melibatkan prosedur, ide, peralatan dan organisme untuk menganalisis masalah pendidikan, mencari problem solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek pembelajaran dalam pendidikan. Teknologi secara umum mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut :

    1.      Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalis (tertulis dan lisan).

    2.      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.

    3.      Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan variasi dapat diatasi sikap pasif peserta didik, kurikulum dan materi pendidikan.

    B.     Saran

    Untuk menambah ilmu dan pengetahuan terkait Teknologi Pendidikan, kita harus aktiv dalam mencari dan menambah pengetahuan kita, baik melalui buku maupun sumber-sumber lainnya, dan kita harus mampu memanfaatkan dan menerapkan teknologi untuk mengembangkan pendidikan.

    DAFTAR PUSTAKA

    http://id.scribd.com/search-documents?query=pentingnya+teknologi+pendididkan

    http://www.google.com

    Miarso, Yusuf Hadi. 2011. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada

  • Makalah Motivasi Dalam Belajar

    Motivasi Dalam Belajar

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Dewasa ini, sudah tak dapat dielakkan lagi bahwa minat untuk belajar seseorang akan mudah sekali naik turun. Agar minat untuk belajar ini senantiasa tetap naik dalam waktu ke waktu, maka setiap siswa harus memiliki keinginan untuk tetap terus belajar. Agar keinginan untuk tetap terus belajar itu ada dan semakin meningkat frekuensinya, maka setiap siswa tentu saja harus memiliki motif-motif tertentu yang menyebabkan ia harus tetap semangat belajar.

    Keseluruhan motif-motif  yang menjadikan seseorang menjadi semangat belajar ini, secara umum dapat dikatakan sebagai motivasi. Maksud dari motivasi belajar disini adalah keseluruhan daya penggerak yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan belajar dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat tercapai.

    Berdasarkan pengertian motivasi tersebut, sudah sangat jelas bahwa motivasi dalam proses belajar sangat penting. Karena yang dibicarakan adalah proses belajar, maka manfaat motivasi tidak hanya dirasakan oleh siswa, namun juga oleh seorang guru. Melalui pengetahuan tentang motivasi, seorang guru dapat mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas, bahakan dapat juga membantu sisiwa untuk meningkatkan motivasinya. Mengingat pentingnya pengetahuan akan motivasi, maka pembahasan mengenai motivasi belajar dirasa perlu untuk diangkat.

    B. Tujuan

    Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan motivasi dalam belajar, baik berupa teori-teori maupun factor-faktor yang mempengaruhinya sehingga menambah keilmuan kita dalam mata kuliah psikologi pembelajaran dan perkembangan.

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Motivasi Dalam Belajar

    Pengertian motivasi, yaitu suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya (Ria,V.2012). Peryataan ini sejalan dengan Hamzah B.Uno dalam Ria,V (2012) motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.

    Definisi diatas sesuai dengan definisi yang diutarakan oleh ahli lain seperti J.P Chaplin(2001) motivasi merupakan suatu variabel yang mempengaruhi serta menimbulkan factor-faktor tertentu dalam organisme, membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju sasaran. Senada dengan teori tersebut Munadar (2001) juga menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang unuk melakukan kegiatan yang mengarah tercapainya tujuan tertentu.

    Berdasarkan beberapa pengertian motovasi yang telah dikemukakan para ahli sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah pendorong bagi perbuatan seseorang atau merupakan motif mengapa seseorang melakukan suatu proses belajar. Motivasi juga  menyangkut mengapa seseorang berbuat demikian dan apa tujuanya sehingga seseorang mau melakukan kegiatan belajar.

    B.Teori-Teori Motivasi

    Elida dalam Ria (2012) Teori motivasi dibagi menjadi 3 yaitu:

    1. Teori kebutuhan

    Teori ini mengatakan bahwa manusia  sebagai mahluk yang tidak akan puas hanya dengan terpenuhi satu kebutuhan, tetapi ia akan puas jika semua kebutuhan terpenuhi. Walaupun  semua  kebutuhan sudah terpenuhi pasti ia akan mengejar kebutuhan yang baru. Agar kebutuhan tersebut terpenuhi, maka ia akan termotivasi untuk mencapai kebutuhan yang diinginkan. Sehingga membuat ia puas, tetapi kepuasan itu hanya untuk sementara waktu saja. Demikian seterusnya, sampai terpuaskannya kebutuhan yang paling tinggi.

    2. Teori Humanistik

    Teori ini percaya bahwa hanya ada satu motivasi, yaitu motivasi yang hanya berasal dari masing-masing individu.  Motivasi tersebut dimiliki oleh individu itu sepanjang waktu dan dimana pun ia berada. Yang penting lagi menurut teori ini adalah menghormati atau menghargai seorang sebagai manusia yang mempunyai potensi dan keinginan untuk belajar.

    3.      Teori Behavioristik 

    Teori ini berpendapat bahwa motivasi dikontrol oleh lingkungan. Suatu tingkah laku yang bermotivasi terjadi apabila konsekuensi tingkah laku itu dapat menggetarkan emosi individu, yaitu menjadi suka atau tidak suka. Apabila konsekuensi tingkah laku menimbulkan rasa suka, maka tingkah laku menjadi kuat, tetapi jika tingkah laku itu menimbulkan rasa tidak suka,  maka tingkah laku itu akan ditinggalkan.

    Sedangkan menurut Wahjosumidjo dan Mujito (1985) terdapat 5 teori motivasi yaitu:

    1.      Teori Hedonistis

    Teori ini mengatakan bahwa segala perbuatan manusia, entah itu disadari ataupun tidak disadari, entah itu timbul dari kekuatan luar ataupun kekuatan dalam  pada dasarnya mempunyai tujuan yang satu, yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan. Akibat dari teori ini adalah banyak siswa yang pasif, suka menghindari tugas. Oleh karena itu siswa harus dimotivasi secara tepat agar aktif dan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar.

    2.      Teori Insting

    Teori ini mengatakan kekuatan biologis adalah kekuatan yang dibawa sejak lahir. Kekuatan biologis inilah yang membuat seseorang bertindak menurut cara tertentu, demikianlah dasar pemikiran teori ini. Kekuatan insting inilah yang seolah-olah memaksa seseorang untuk berbuat dengan cara tertentu, untuk mengadakan pendekatan kepada rangsangan.

    3.      Teori Hasil Belajar

    Teori ini menyatakan bahwa perilaku manusia bukan didorong oleh naluri seperti hewan tetapi merupakan hasil belajar. Belajar dari lingkungan dan kebudayaan dimana seseorang itu hidup. Konsekuensi dari teori ini seorang pengajar harus memotivasi siswa serta memperhatikan naluri dan budaya dimana seseorang atau kelompok siswa itu hidup.

    4.      Teori Daya Pendorong

    Teori ini mengkombinasikan teori naluri dan teori hasil belajar. Daya pendorong disebut sebagai semacam naluri namun kekuatan dorongannya dipengaruhi oleh budaya. teori dorongan memberikan tekanan pada hal yang mendorong terjadinya tingkah laku.

    5.      Teori Kebutuhan

    Teori ini menyatakan bahwa perilaku manusia pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan pokok. Dalam diri manusia berkembang 2 motivasi motivasi dasar pertama berhubungan dengan kelangsungan hidup tidak hanya berlangsung tetap hidup namun juga mempertahankan cara hidup tertentu. Motivasi dasar kedua adalah mewujudkan diri atau mengaktualisasi diri. Hal ini berarti menjadikan apa yang terdapat pada diri sendiri menjadi kenyataan melalui berbuat. Tujuan dari motivasi dasar kedua ini adalah untuk memiliki kehidupan yang penuh arti atau bermakna.

    C. Aspek-aspek Motivasi Dalam Belajar

    1.      Motivasi intrinsik

    Thornburgh dalam Elida Prayitno dalam Ria,V(2012) berpendapat bahwa motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari dalam diri (internal) individu. Individu yang digerakkan oleh motivasi intrinsik, baru akan puas kalau kegiatan yang dilakukan telah mencapai hasil yang terlibat dalam kegiatan itu. Motivasi intrinsik merupakan dorongan atau kehendak yang kuat yang berasal dari dalam diri seseorang.  Semakin kuat motivasi intrinsik yang dimiliki oleh seseorang, semakin besar kemungkinan ia memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk mencapai tujuan.

    2.      Motivasi Ekstrinsik

    Motivasi ekstrinsik dinamakan demikian karena tujuan utama individu melakukan kegiatan adalah untuk mencapai tujuan yang terletak di luar aktivitas belajar itu sendiri, atau tujuan itu tidak terlibat di dalam aktivitas belajar. Menurut Singgih D. Gunarsa, dalam Ria,V (2012) yang dimaksud dengan motivasi ekstrinsik adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui pengamatan sendiri, ataupun melalui saran, anjuran atau dorongan dari orang lain.

    D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Dalam Belajar

    Menurut Dimyati dan Mudjiono, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa, diantaranya:

    1.      Cita-cita dan aspirasi siswa

    Di sini dapat dikatakan bahwa cita-cita akan memperkuat motivasi  belajar siswa. Misalnya cita-cita siswa untuk menjadi pemain bulu tangkis  akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar, ia  akan rajin berolah raga, melatih nafas, berlari, meloncat, disamping tekun berlatih bulutangkis.

    2.      Kemampuan siswa

    Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau  kecakapan mencapainya. Contoh: seorang anak yang tidak biasa mengucapkan huruf di beri latihan berulang kali sehingga mampu mengucapkan huruf,  keberhasilan atau kemampuan ini memuaskan dan menyenagkan hatinya,  secara perlahan-lahan terjadilah kegemaran membaca pada anak ini. Secara  ringkas dapatlah dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.

    3.      Kondisi siswa

    Kondisi siswa yang meliputi kondisi-kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Contoh: seorang siswa yang sedang sakit  akan mempengaruhi perhatian belajar, sebaliknya seorang siswa yang sehat  akan mudah memusatkan perhatian. Dengan kata lain, kondisi jasmani dan  rohani siswa berpengaruh pada motivasi belajar.

    4.      Kondisi lingkungan siswa

    Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat  tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota  masyarakat maka siswa terpengaruh oleh lingkungan sekitar.  Bencana alam,  tempat tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian antar  siswa akan menganggu kesunguhan belajar. Di dalam sumber tersebut tidak diuraikan tentang sarana dan prasarana.

    5.      Upaya guru dalam membelajarkan siswa

    Guru adalah seorang pendidik professional. Ia bergaul setiap hari  dengan  puluhan  siswa. Interaksi efektif pergaulannya akan mempengaruhi  pertumbuhan dan perkembangan jiwa siswa. Dengan kata-kata yang arif  seperti: suaramu membaca sangat merdu, maka pujian guru tersebut dapat  menimbulkan kegemaran membaca.

    Dari berbagai kajian teori tentang motivasi belajar siswa, maka yang  dimaksud dengan motivasi belajar siswa dalam penelitian ini adalah dorongan  atau kemauan yang muncul dalam diri siswa untuk melakukan aktivitas  belajarnya dengan giat sehingga mendapat kepuasan/ganjaran diakhir  kegiatan belajarnya dan agar kualitas hasil belajar siswa juga  memungkinkannya dapat diwujudkan serta tercapai tujuannya  yaitu  memiliki  prestasi tinggi di sekolah, memiliki pengetahuan, keterampilan maupun pengalaman yang dapat dibanggkan.

    E.     Fungsi Motivasi Dalam Belajar

    Motivasi  sangat  berperan  dalam  belajar.  Dengan  motivasi  inilah siswa  menjadi  tekun  dalam  proses  belajar,  dan  dengan  motivasi  itu pulalah  kualitas  hasil  belajar  siswa  juga  kemungkinannya  dapat diwujudkan. Siswa  yang  dalam  proses  belajar  mempunyai  motivasi  yang kuat  dan  jelas  pasti  akan  tekun  dan  berhasil  belajarnya. Kepastian  itu  dimungkinkan  oleh  sebab  adanya  ketiga  fungsi motivasi sebagai berikut:

    a.       Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.

    b.      Penentu  arah  perbuatan  yakni  kearah  tujuan  yang  hendak dicapai.

    c.       Penseleksi  perbuatan  sehingga  perbuatan  orang  yang mempunyai  motivasi  senantiasa  selektif  dan  tetap  terarah kepada tujuan  yang ingin dicapai (Sabri, 1996).

    Motifasi itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak, motifasi itu berfungsi sebagai penggerak atau sabagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas. Motifasi itu  menentukan arah perbuatan, yakni kearah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita.

    Motivasi mencegah penyelewengan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi  mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh. Berdasarkan arti dan fungsi motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi  itu bukan hanya berfungsi sebagai penentu terjadinya suatu perbuatan tetapi juga  merupakan penentu hasil perbuatan. Motivasi akan mendorong untuk bekerja  atau melakukan sesuatu perbuatan dengan sungguh-sungguh (tekun) dan  selanjutnya akan menentukan pula hasil pekerjaannya.

    F.     Ciri-ciri Motivasi Dalam Belajar

    Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di kelas sebagaimana dikemukakan Brown dalam Muzzamilah (2012) sebagai berikut:

    1.    Tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh;

    2.    Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan;

    3.    Mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru;

    4.    Ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas;

    5.    Ingin identitasnya diakui  oleh orang lain;

    6.    Tindakan, kebiasaan dan moralnya selalu dalam kontrol diri;

    7.    Selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali; dan

    8.    Selalu terkontrol oleh lingkungannya.

    Sedangkan menurut Sardiman dalam Azyraf (2013) bahwa motivasi yang ada dalam diri seseorang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    1.         Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). 

    2.         Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).

    3.         Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah (minat untuk sukses).

    4.         Mempunyai orientasi ke masa depan.

    5.         Lebih senang bekerja mandiri.

    6.         Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

    7.         Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

    8.         Tidak pernah mudah melepaskan hal yang sudah diyakini.

    9.         Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

    G.    Cara mengembangkan Motivasi Dalam Belajar

    Menurut Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi dalam Universitas Negeri Yogyakarta (Tanpa Tahun), motivasi pada siswa dapat tumbuh melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik, memberikan kesempatan kepada peserta didik menyalurkan belajarnya, menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian peserta didik, seperti gambar, foto, video, dan lain sebagainya.

    Menurut Sardiman Universitas Negeri Yogyakarta (Tanpa Tahun) ada beberapa contoh dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Beberapa bentuk dan cara motivasi tersebut diantaranya (a) memberi angka; (b) hadiah; (c) saingan atau kompetisi; (d) ego-involvement; (e) memberi ulangan; (f) mengetahui hasil; (g) pujian; (h) hukuman; (i) hasrat untuk belajar; (j) minat; (k) tujuan yang diakui.

    Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat ditumbuhkan melalui cara-cara mengajar yang bervariasi sehingga mampu menumbuhkan hasrat dan menarik perhatian siswa, memberikan ulangan dapat memberi kesempatan kepada peserta didik menyalurkan dan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajar, pemberian pujian dan hadiah atas prestasi siswa juga bisa membangkitkan semangat untuk lebih giat belajar sehingga tujuan pendidikan dan keberhasilan pembelajaran dapat tercapai (Universitas Negeri Yogyakarta, Tanpa Tahun).

    BAB III

    PENUTUP

    A.    Kesimpulan

    Motivasi belajar adalah pendorong bagi perbuatan seseorang atau merupakan motif mengapa seseorang melakukan suatu proses belajar. Motivasi juga  menyangkut mengapa seseorang berbuat demikian dan apa tujuanya sehingga seseorang mau melakukan kegiatan belajar.

    Fungsi motivasi sebagai berikut: Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan. Penentu  arah  perbuatan  yakni  kearah  tujuan  yang  hendak dicapai. Penseleksi  perbuatan  sehingga  perbuatan  orang  yang mempunyai  motivasi  senantiasa  selektif  dan  tetap  terarah kepada tujuan  yang ingin dicapai.

    B.     Saran

    Bagi penulis selanjutnya disarankan agar menulis lebih baik lagi dan memperbanyak referensi.

     DAFTAR PUSTAKA

    Dimyati  dan Mudjiono.2006.  Belajar  dan Perkembangan,  Jakarta: PT  Rineka  Cipta

    M. Alisuf Sabri.1996. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya

    KIRIMKAN INI LEWAT EMAILBLOGTHIS!BERBAGI KE TWITTERBERBAGI KE FACEBOOK

  • Makalah Fiqh Wudhu dan Sholat

    Fiqh Wudhu dan Sholat

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Shalat adalah amalan yang pertama akan dihisab pada hari kiamat. Apabila baik shalatnya, maka dianggaplah baik keseluruhan amalannya. Tentulah orang tersebut masuk surga. Inilah anugrah terindah yang bisa didapat oleh siapa saja yang mengerti, memahami dan mau berusaha menggapainya. Jika shalat hanya dijadikan sebagai kewajiban semata, maka keindahan ini tidak akan dirasakan dan kita akan semakin jauh dari surga.

    Syariat shalat sudah diajarkan kepada umat Nabi Ibrahim, meski penyempurnaan ajaran itu disampaikan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW mi’raj ke lagit, beliau menerima perintah langsung dari Allah SWT akan kewajiban shalat. Kita, umat beliau di akhir zaman ini tinggal melaksanakan syari’at yang sudah demikian rinci ini, tanpa menambah dan menguranginya. Inilah jalan selamat yang dibutuhkan manusia untuk kebahagiaan dunia akhirat.

    Berangkat dari hal diatas maka kami mencoba menjelaskan bagaimana wudhu dan sholat yang yang menjadi kewajiban Muslim sesuai dengan perintah Allah SWT dan tentunya sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.

    B. Syariat Wudhu dan Shalat

    1.      Definisi Shalat

    Shalat secara bahasa berarti berdo’a. dengan kata lain, shalat mempunyai arti mengagungkan. Sedangkan pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Ucapan di sini adalah bacaan-bacaan al-Qur’an, takbir, tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan perbuatan adalah gerakan-gerakan dalam shalat misalnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan gerakan-gerakan lain yang dilakukan dalam shalat. 

    Sedangkan menurut Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.

    2.      Syariat Wudhu

    “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhoi Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah:3)

    Kunci shalat adalah bersuci, apabila kita telah berwudhu dengan baik, maka satu pintu diterimanya shalat telah terbuka. Berikut ini merupakan hal-hal yang berkaitan dengan berwudhu dan shalat.

    3.      Definisi Wudhu

    Wudhu secara etimologi berasal dari shigat, yang artinya bersih.[1] Menurut wahbah Al-Zuhaili pengertian wudhu adalah mempergunakan air pada anggota tubuh tertentu dengan maksud untuk membersihkan dan menyucikan.[2] Adapun menurut syara’, wudhu adalah membersihkan anggota tubuh tertentu melalui suatu rangkaian aktivitas yang dimulai dengan niat, membasuh wajah, kedua tangan dan kaki serta menyapu kepala.[3]

    Pensyari’atan wudhu bertitik pijak pada dua dalil, yaitu Al-Qur’an al-Karim dan As-Sunnah.

    “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu degan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah ayat 6).

    B.     Hukum Wudhu

    Hukum wudhu tidak bersifat mutlak tetapi tergantung kondisi dan kebutuhan. Berikut ini adalah hukum-hukum wudhu:

    1.      Fardhu

    a.       Apabila ingin melaksanakan shalat dalam keadaan berhadats.

    Orang yang berhadats wajib berwudhu ketika hendak melaksanakan shalat, baik wajib maupun sunat, sempurna atau tidak sempurna. Barang siapa berwudhu untuk satu jenis saja maka ia boleh melakukan semuanya.

    b.      Ketika hendak memegang mushaf Al-Qur’an berdasarkan Al-Qur’an:

    “Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.”

    Ulama hanafiah membolehkan menyentuh mushaf atau menuliskannya tanpa berwudhu dengan syarat:[4]

    1.      Kondisi darurat / terpaksa.

    2.      Adanya pembungkus yang terpisah atau kulit yang bersambung dengannya.

    3.      Usia belum baligh, tetapi bagi yang sudah baligh dan wanita haidh tetap tidak boleh menyentuhnya kecuali dengan berwudhu baik dia sebagai guru atau murid.

    4.      Hendaklah ia seorang Muslim, tidak boleh seorang Muslim membiarkan orang kafir menyentuhnya selagi dia sanggup melarangnya.

    2.      Wajib

    Wudhu wajib hukumnya bagi orang yang akan melaksanakan thawaf. Jumhur Ulama sepakat behwa hukum berwudhu bagi orang yang hendak thawaf adalah wajib.[5]

    3.      Sunat / Mandub / Mustahab

    Hukum wudhu adalah mandub (sunat) dalam banyak kondisi antara lain:

    a.       Sebelum berdzikir dan berdo’a

    b.      Sebelum tidur

    c.       Setiap kali berhadats

    d.      Setiap kali akan melaksanakan shalat

    e.       Setelah membawa jenazah

    f.       Ketika marah

    g.    Beberapa pekerjaan baik, seperti adzan, iqamat, menyampaikan khutbah, mengkhitbah (melamar) perempuan dan ziarah ke makan Rasulullah.

    h.      Sesudah melakukan kesalahan

    4.      Makruh

    Wudhu hukumnya makruh dilakukan ketika mengulang wudhu sebelum menunaikan shalat dengan wudhu yang pertama, artinya berwudhu di atas wudhu yang lain hukumnya makruh.[6]

    5.      Mubah

    Wudhu hukumnya mubah, jika wudhu dilakukan untuk kebersihan dan kesegaran.[7]

    6.      Mamnu’ / Haram

    Hanafiah beralasan ketika berwudhu dengan air rampasan dan anak yatim. Pengikut Madzab Hambali mengatakan: Tidak sah wudhu dengan air hasil rampasan (ghasab).[8]

    C.    Rukun Wudhu

    Rukun/fardhu wudhu menurut madzhab Syafi’I ada 6, yaitu:

    1)      Niat ketika membasuh muka.

    2)      Membasuh muka.

    3)      Membasuh kedua tangan sampai sebatas siku.

    4)      Mengusap sebagian kepala.

    5)      Membasuh kedua kaki sampai sebatas mata kaki.

    6)      Tertib (berurutan) sesuai dengan yang diatas.

    1.      Niat

    Niat adalah maksud hati terhadap sesuatu yang disertai dengan pelaksanaannya.[9] Adapun niat wudhu adalah suatu ketetapan hati untuk melakukan wudhu sebagai pelaksanaan dari perintah Allah SWT.[10]

    Adapun dalil tentang kewajiban niat berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:

    “Sesunggguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya[11]

    2.      Mengucap Basmalah

    Dengan niat untuk berwudhu didalam hati, Rasulullah SAW memulai berwudhu dengan mengucapkan “Basmallah”. Namun, ada juga yang menganggap bahwa mengucap basmalah bukan merupakan rukun wudhu, melainkan sunat wudhu. “Tidak sempurna wudhu’ yang tidak dimulai dengan membaca asma Alloh (bismillah).” (HR: At-Tirmidzi No:56)

    3.      Membasuh wajah

    Dalil wajibnya membasuh wajah adalah firman Allah SWT:

    “Maka basuhlah wajahmu.”[12]

    Membasuh (al-ghaslu) adalah mengalirkan air ke anggota tubuh denganmerata. Menurut pendapat yang lain al-ghaslu adalah mengalirkan air ke atas sesuatu dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran atau sejenisnya. Adapun batas membasud wajah adalah tinggi dari tempat tumbuhnya rambut (atas kening) sampai ke bawah dagu, lebar adalah jarak dua daun telinga. Bagi orang yang memiliki jenggot tipis hendaklah membasuh sampai air mengenai kulitnya. Bagi orang yang memiliki jenggot tebal hendaklah ia mentakhlilnya (menyela-nyela)[13]

    4.      Membasuh kedua tangan sampai siku

    Dalil perintah membasuh kedua tangan sampai siku adalah firman Allah:

    ”Dan membasuh kedua tangan sampai siku”[14]

    Tangan adalah organ tubuh antara ujung jari sampai siku. Sedangkan siku adalah sendi yang terletak antara pangkal lengan dengan pergelangan tangan. Oleh sebab itu membasuh dua siku adalah wajib.

    Cara membasuh kedua tangan sampai siku adalah dimulai dari tangan kanan: ujung jari dengan membersihkan sela-sela jari, menggosok lengan sampai ke siku. Setelah selesai dengan tangan kanan sebanyak 3 kali, dilanjutkan tangan kiri dengan cara yang sama.[15]

    5.      Menyapu kepala

    Menyapu kepala termasuk telinga sebagai rukun wudhu didasarkan atas firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 6:

    ”Dan sapulah kepalamu”

    Menyapu (almashu) adalah melewatkan tangan yang basah di atas anggota tubuh. Sedangkan kepala adalah suatu tempat yang biasa ditumbuhi rambut yang letaknya dari atas kening sampai ke belakang tengkuk dan termasuk kedalamnya adalah pelipis yang letaknya diatas tulang yang biasa timbul di wajah. [16]

    Adapun menyapu sebagian kepala baik sedikit atau banyak, diperbolehkan sepanjang ia masih dalam pengertian yang benar tentang menyapu dan tentang menyapu satu atau tiga helai rambut saja hal itu tidaklah benar.[17]

    Ada tiga cara mengusap kepala:

    a.       Pertama, mengusap dengan dua tangan dimulai dari bagian dpan, terus kebelakang, kemudian dari belakang diteruskan ke dapan dan memasukkan jari telunjuk ke dalam kedua telinga, sedangkan ibu jari menggosok telinga bagaian luar.[18]

    b.      Kedua, apabial seseorang mengenakan serban dikepalanya maka cukup membasuh serbannya.[19] Ketiga, membasuh ubun-ubun dan serban sekaligus.[20]

    6.      Membasuh kedua kaki sampai mata kaki

    Perintah membasuh kedua kaki sampai mata kaki dalam berwudhu berdasarkan firman Allah SWT:

    ”Dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”

    Dua mata kaki (ka’bain) adalah dua tulang yang menonol disamping, tepatnya dipersendian betis dengan telapak kaki. Membasuh kaki adalah wajib sesuai dengan kesepakatan umat berdasarkan nash Al-Qur’an dan hadits.

    Cara membasuh kedua kaki adlah dimulai dengan membasuh ujung-ujung jari sampai mata kaki, mencuci mata kaki dan membersihkan sela-sela jari kaki. Setelah selesai kaki kanan sebanyak 3 kali, dilanjutkan kaki kiri dengan cara yang sama.

    7.      Tertib

    Tertib dalam melakukan wudhu hukumnya wajib. Artinya jika mendahulukan sebagian anggota dan mengakhirkan yang lain bukan menurut aturan sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qur’an, maka wudhunya batal atau tidak sah. Praktek wudhu menurut sunah (contoh Rasul) adalah tertib. Tidak terdapat suatu riwayatpun tentang wudhu melinkan beliau melakukannya dengan tertib. Yang dimaksud tertib disini adalah tersusun sebagaimana urutan dalam Al-Qur’an.[21]

    8.      Membaca doa setelah berwudhu

    Adapun riwayat yang menjelaskan tentang berdoa setelah berwudhu adalah hadits riwayat Muslim bahwa setelah berwudhu, nabi berdoa:

    ”Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah kecuali Allah yang tidak pernah ada sekutu bagiNya dan saya bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya”.

    Dalam hadits tersebut dikabarkan bahwa barang siapa berwudhu dengan sempurna, kemudian berdo’a maka akan dibukakan pintu surga yang delapan, ia dapat masuk melalui pintu manapun yang dikehendaki. Subhanallah!

    D.    Syarat Wudhu

    Syarat menurut para ulama fiqh adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada di luar hukum itu sendiri. Ketiadaannya, hukum pun tidak ada. Fuqaha membagi syarat wudhu menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah wudhu.

    1.      Syarat Wajib Wudhu

    Wahbah al-Zuhaili, guru besar fiqih Universitas Damaskus mengemukakan bahwa wudhu diwajibkan kepada seseorang apabila ia memenuhi delapan syarat berikut:

    a.      Muslim, karena yang mendapat perintah dari Allah (Haakim) adalah khusus orang Islam (mahkum ’alaih).

    b.      Baligh, wudhi tidak wajib bagi anak kecil yang belum baligh, tetapi wudhunya tetap sah.

    c.      Berakal, wudhu tidak wajib bagi orang gila, pingsan, kesurupan, tidur.

    d.      Mampu menggunakan air yang suci dan cukup. Kemampuan orang yang menggunakan air menjadi syarat wajib wudhu, maka tidak wajib berwudhu bagi orang sakit karena ia tidak bisa mengunakannya juga ketika air tidak ada dan kalau seseorang mendapatkan sedikit air maka ia boleh membasuh satu kali satu kali.[22]

    e.      Sedang berhadats kecil, seseorang yang telah berwudhu tidak ada kewajiban untuk mengulang lagi wudhunya.

    f.      Tidak sedang haid.

    g.      Tidak sedang nifas.

    h.      Ketika waktu untu mengerjakan ibadah sudah datang.

    2.      Syarat Sah Wudhu

    Fuqaha madzhab Hanafi mengemukakan syarat sah wudhu ada tiga, sementara menurut jumhur ada empat, yaitu:

    a.       Menyiramkan air secara merata ke semua anggota tubuh yang dibasuh.

    b.      Menghilangkan apa-apa yang dapat menghalangi sampainya air ke anggota tubuh yang dibasuh.

    c.       Berhentinya segala yang membatalkan wudhu ketika wudhu dimulai, seperti haid, nifas dan hadats kecil

    d.      Berwudhu setelah masuk waktu seperti halnya orang yang bertayamum dan bagi yang memiliki udzur selalu berhadats seperti menetesnya air seni. Syarat keempat ini menurut jumhur fuqaha selain Hanafiah.[23]

    3.      Pembatal Wudhu

    Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu adalah sebagai berikut:

    a)      Segala sesuatu yang keluar dari dubur atau qubul.

    b)      Melahirkan.

    c)      Tidur lelap.

    d)     Muntah.

    e)      Hilang akal.

    f)       Bersentuhan kulit pria dan wanita tanpa penghalang.

    g)      Menyentuh kemaluan, qubul atau dubur.

    h)      Tertawa dalam shalat.

    i)        Makan daging unta.

    j)        Memandikan mayat.

    k)      Ragu berhadats atau tidak.

    l)        Sesuatu yang mewajibkan mandi.[24]

    E.     Syariat Shalat

    Menegaskan kembali bahwa tata cara sahalat kita harus sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Segala bentuk penambahan dan pengurangan dari tata cara shalat adalah tidak baik.

    Rukun shalat menurut Madzhab Syafi’i

    1.      Niat.

    2.      Berdiri jika mampu.

    3.      Takbiratul Ihram.

    4.      Membaca al-Fatihah diawali dengan Basmallah kecuali ada uzur seperti terlambat mengikuti imam (masbuq).

    5.      Ruku’

    6.      Thumani’ninah dalam ruku’.

    7.      I’tidal

    8.      Thumani’ninah dalam I’tidal.

    9.      Sujud.

    10.  Thumani’ninah dalam sujud.

    11.  Duduk diantara dua sujud.

    12.  Thumani’ninah ketika duduk di antara dua sujud.

    13.  Duduk terakhir.

    14.  Tasyahud dalam duduk terakhir.

    15.  Membaca shalawat dan salam kepada Nabi SAW.

    16.  Salam pertama.

    17.  Berniat selsai dari sholat.

    18.  Mengerjakan rukun secara tertib.

    Berikut adalah tata cara shalat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW:

    1.      Niat

    Yaitu niat dari hati untuk melaksanakan shalat tertentu, hal ini berdasarakan sabda Rasulullah SAW bahwa sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. (Muttafaq ’alaih). Dan niat itu dilakukan bersamaan dengan melaksanakan takbiratul ihram dan mengangkat kedua tangan, namun tidak masalah jika niat lebih dahulu dari keduanya.

    2.      Berdiri

    Shalat dilakukan berdiri bagi yang mampu. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

    ”Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha (Ashar). Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238)

    Dan berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada Imran bin Hushain: ” Shalatlah kamu dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu juga maka shalatlah dengan berbaring ke samping.” (H.R. Bukhori).

    3.      Takbiratul Ihram

    Yaitu dengan lafadz: ”Allahu Akbar”. Takbiratul Ihram tersebut harus diucapkan dengan lisan, tidak hanya di dalam hati. Juga disunahkan untuk mengangkat kedua tangan. Setelah takbiratul ihram, disunahkan bersedekap dengan cara menggenggam pergelangan tangan kiri dengan tangan kanan dan meletakannya di atas dada (Hadits An Nasa’i). Atau meletakkan telapak tangan kanan di atas telapak tangan kiri kemudian meletakkan di atas dada(Hadits riwayat Abu Dawud).

    4.      Membaca Al-Fatihah

    Sebelum membaca Al-Fatihah disunahkan membaca doa isti’adzah dan basmallah. Membaca surat Al-Fatihah termasuk rukun shalat, tidak sah shalat jika tidak membacanya.[25] Setelah membaca Al-Fatihah disunahkan untuk membaca ”amin” (HR Bukhari dan Muslim) dan suart lain yang dihafal. Boleh dibaca satu surat secara utuh atau hanya beberapa ayat dalam Al-Qur’an.

    5.      Rukuk

    Perintah untuk rukuk terdapat dalam firman Allah SWT:

    ”Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.”[26](QS. Al-Hajj: 77).

    Rukuk dilakukan seraya mengucapkan takbir, mengangkat kedua tangan sebagaimana pada waktu takbiratul ihram. Nabi meletakkan kedua tangannya di atas kedua lutut menggenggamnya. (H.R Abu Dawud dan Al Hakim).Posisi punggung pada waktu rukuk dijelaskan dalam hadits: Wabisyah bin Ma’dab berkata: ”Aku pernah menyaksikan Rasulullah mengerjakan shalat, dimana ketika rukuk, beliau meluruskan punggungnya sehingga apabila dituangkan air diatasnya, air akan tetap di tempat (hR Ibnu Majah).

    6.      I’tidal

    Bangkit dari rukuk seraya mengucapkan ”Sami’allahu liman hamidah”, disunahkan mengangkat tangan seperti ketika takbiratul ihram. Hendaknya dilakukan sampai tegak lurus berdiri.[27] Setelah tegak berdiri, hendaknya membaca do’a i’tidal.

    7.      Sujud

    Gerakan sujud dimulai dengan mengucapkan takbir ”Allahu Akbar”, turun dengan mendahulukan kedua lutut kemudian kedua tangan.[28] Sujud dilakukan dengan tujuh anggota badan, yaitu jari jemari kedua kaki, kedua lutut, kedua tangan dan di atas dahi.[29] Kedua tangan diletakkan dengan menghadapkan jari-jari ke arah kiblat, tanpa menggenggam dan tidak pula mengembangkannya.[30]

    8.      Duduk antara dua sujud

    Ketika bangkit dari sujud, disunahkan membaca takbir kemudian duduk di antara dua sujus dengan bertumpu di atas telapak kaki kiri dan menegakkan telapak kaki kanan (duduk iftirasyi). Tangan diletakkan di atas paha dan ujung jari-jari tangan di atas lutut. Tangan kanan diletakkan di atas lutut kanan, tangan kiri di atas lutut kiri, seolah-olah menggenggamnya seraya mengucapkan do’a. Kemudian dilakukan sujud yang kedua, sebagaimana yang dilakukan pada sujud pertama.

    9.      Tuma’ninah ketika rukuk, sujud, berdiri, dan duduk.

    Tuma’ninah ditegaskan pada saat rukuk, sujud dan duduk, sedang i’tidal pada saat berdiri. Hakikattuma’ninah ialah orang yang rukuk, sujud, duduk atau berdiri itu berdiam sejenak. Lamanya sekedar waktu yang cukup untuk membaca bacaan yang dituntunkan sebanyak satu kali setelah semua anggota tubuhnya berdiam. Adapun selebihnya dari itu adalah sunah hukumnya.

    10.  Bangkit dari sujud

    Selesai sujud kedua kemudian bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua dengan bertumpu kepada kedua lutut seraya mengucap takbir. Raka’at kedua dilaksanakan sebagaimana raka’at pertaman, hanya tidak perlu membaca do’a iftitah dan isti’adzah.

    11.  Tasyahud Awal

    Duduk tasyahud awal dilakukan sebagaimana cara duduk di antara dua sujud, yaitu duduk iftirasy. Adapun posisi tangan kanan di atas paha kanannya, mengisyaratkan jari telunjuk yang dekat dengan ibu jari ke arah kiblat sambil mengarahkan pandangan padanya atau ke arahnya (HR Nasa’i). Adapun tangan kiri tetap diletakkan di atas lutut kiri seolah menggenggamnya atau boleh juga membentangkan tanpa menggenggamnya seraya mengucapkan doa.

    12.  Tasyahud Akhir

    Cara Rasulullah SAW duduk tawarruk dalam raka’at terakhir shalatnya, beliau memajukan kaki sebelah kiri dan menegakkan kaki kanan, serta duduk di atas bokongnya.[31] Posisi tangan sama dengan pada tasyahud awal. Doa yang dibaca sama dengan tasyahud awal ditambah membaca shalawat kepada nabi dan keluarganya.

    13.  Salam

    Sebagai penutup shalat adalah salam. Apabila seseorang menyalahi urutan rukun shalat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah shalatnya.

    A.    Kesimpulan

    Shalat adalah amalan yang pertama akan dihisab pada hari kiamat. Apabila baik shalatnya, maka dianggaplah baik keseluruhan amalannya. Kunci shalat adalah bersuci, apabila kita telah berwudhu dengan baik, maka satu pintu diterimanya shalat telah terbuka. Pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Sedangkan wudhu menurut syara’, adalah membersihkan anggota tubuh tertentu melalui suatu rangkaian aktivitas yang dimulai dengan niat, membasuh wajah, kedua tangan dan kaki serta menyapu kepala.

    Untuk melaksanakan ibadah agar dapat diterima oleh Allah maka kita harus tahu ilmunya terlebih dahulu. Oleh karena itu sebagai seorang muslim kita harus terus belajar dan menggali lebih dalam berbagai kajian ilmu agama khususnya Ilmu Fiqh agar kita tahu bagaimana beribadah yang benar kepada Allah dan segala ketentuannya sesuai dengan yang disunahkan Rasulullah SAW sehingga kita menjadi muslim yang lebih baik.

    B.     Saran

    Dalam menjalankan shalat, hendaknya kita menjalankannya dengan khusyuk, ikhlas dan senang hati, karena dengan hal itu kita akan lebih merasakan manfaat dari shalat itu. Dalam setiap gerakan shalat, jangan terlalu terburu-buru, laksanakanlah tuma’ninah supaya manfaat dari setiap gerakan shalat dapat lebih terasa. Selalu bersyukur, atas semua yang telah Allah perintahkan, niscaya semua ada hikmah dan manfaatnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Dr. Muthafa Dib Al-Bugha.2009.Fiqh Islam Lengkap, Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafi’i. Solo: Media Zikir

    Hasanudin, Oan. 2007. Mukjizat Berwudhu. Jakarta: Qultummedia.

    Husnan, Djaelan, dkk. 2009. Islam Integral Membangun Kepribadian Islami. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.


    [1] A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,Cet. Ke-4, (Surabaya:Pustaka Progressif, 1997), hlm. 1564

    [2] Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, (Mesir: Daar al-Fikri), hlm.359-360.

    [3] Ibid. Abdu al-Rahman al-Jaziri, Silsilah –Arba’ah, Juz 1, (Mesir: Dar al-Fikr, 1996), hlm. 44.

    [4] Ibid, hlm.203

    [5] Wahbah Al-Zuhaily, op. cit, hlm.361

    [6] Ibid, hlm.364

    [7] Ibid, hlm.365

    [8] Ibid, hlm.364

    [9] Ibid, hlm. 211

    [10] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Minhaj Al-Shahih Muslim, (Daar Al-Fikr: Beirut, 1995), hlm. 167. Sayyid Sabiq, op. cit., hlm.53

    [11] Bukhari

    [12] QS. Al-Maidah: 6

    [13] Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir munir, loc.cit.

    [14] QS Al-Maidah: 6

    [15] Sagiran. 2007.Mukjizat Gerakan Shalat. Qultummedia: Jakarta. Hlm.10.

    [16] Wahbah A-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa adilatuhu, op.cit., hlm. 371

    [17] Wahbah Al-Juhaily, Al-Fiqh Wa Adilatuhu, op.cit., hlm.374

    [18] Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i.

    [19] Hadits yang diriwayatkan dari Amru bin Umayyah.

    [20] Hadits yang diriwayatkan dari Al Mughirah bin Syubah Ibnu Baz dan Ibnu Taimiyyah.

    [21] Ibid, hlm. 215

    [22] Ibid, Wahbah Al-Zuhaily, op. cit.,

    [23] Wahbah, op. cit., hlm. 391-392.

    [24] Ibid, hlm. 418-436

    [25] HR Bukhari

    [26] Al-Hajj: 77

    [27] HR Bukhari Muslim

    [28] HR Hakim

    [29] H.R Bukhari Muslim

    [30] HR Abu Dawud

    [31] HR Bukhari

  • Makalah Domain Teknologi Pendidikan

    Domain Teknologi Pendidikan

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Domain atau kawasan teknologi pendidikan

    Secara etimologis, domain berarti kawasan, wilayah/daerah kekuasaan atau bidang kajian/ kegiatan/ garapan yang lebih kecil, terinci dan spesifik dari lahan/ lapangan/ cakupan suatu ilmu. Adapun Teknologi pendidikan sebagai teori dan praktik secara faktual yang telah menjadi bagian integral dari upaya pengembangan sumber daya manusia khususnya pada sistem pendidikan dan pelatihan. Idealnya setiap teknologi pendidikan,pembelajaran terutama yang memperoleh pendidikan akademik perlu menguasai beberapa kawasan teknologi pendidikan.

    teknologi pendidikan sebagai Suatu proses komplex yang terintegrasi meliputi manusia,prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisa masalah yang menyangkut semua aspek belajar, serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah itu.

    Kawasan teknologi pendidikan dirumuskan berlandaskan lima bidang kawasan dari Teknologi Pembelajaran, yaitu: Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan Penilaian. Kelima hal ini merupakan kawasan (domain) dari bidang teknologi pendidikan.

    Berikut ini akan diuraikan kelima kawasan tersebut, dengan sub kategori dan konsep yang terkait:

    A. Kawasan Desain

    Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk. Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang teori pembelajaran berprogram.

    Selanjutnya, pada tahun 1969 dari pemikiran Herbert Simon yang membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu kajian tentang desain. Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and Development Center” pada tahun 1960 semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning Resource and Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari Teknologi Pendidikan.

    Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu: (1) Desain Sistem Pembelajaran; (2) Desain Pesan; (3) Strategi Pembelajaran; (4) Karakteristik Pembelajar.

    1. Desain Sistem Pembelajaran

    Yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi: langkah-langkah: (a) penganalisaan (proses perumusan apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran); (d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan ketepatan pembelajaran).

    Desain Sistem Pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua langkah –langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain Sistem Pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses.

    2. Desain Pesan

    Yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya tangkap. Fleming dan Levie membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor.

    Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Desain harus bersifat spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah bersifat statis, dinamis atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan, strategi belajar atau hafalan.

    3.      Strategi Pembelajaran

    Yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran sebagai prinsip teknologi pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran bergantung pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang dikehendaki.

     4. Karakteristik Pembelajar

    Yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar yaitu berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun kecakapan nyata — dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.

    B. Kawasan Pengembangan

            Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi : (1) teknologi cetak; (2) teknologi audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) teknologi terpadu.

    1.      Teknologi Cetak 


          Adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti : buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau photografis. Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.

    2.      Teknologi Audio-Visual 


          Merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran.

          Peralatan audio-visual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang beukuran besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata.

    3.      Teknologi Berbasis Komputer


           Merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya, teknologi berbasis komputer menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut “computer-based intruction (CBI)”, “computer assisted instruction (CAI”), atau “computer-managed instruction (CMI)”.

    4.      Teknologi Terpadu 


           Merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi ini,– khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni adanya interaktivitas pembelajar yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.

    C. Kawasan Pemanfaatan

            Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara pembelajar dengan bahan atau sistem pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pembelajar, serta memasukannya ke dalam prosedur oragnisasi yang berkelanjutan.

    Pemanfaatan Media; yaitu penggunaan yang sistematis dari sumber belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film diperkenalkan atau ditindaklanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik pembelajar. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau sumber belajar.

    Difusi Inovasi adalah proses berkomunikasi malalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan cenderung terpusat pada perpektif pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya konsep difusi inovasi pada akhir tahun 1960-an yang mengacu pada proses komunikasi dan melibatkan pengguna dalam mempermudah proses adopsi gagasan, perhatian kemudian berpaling ke perspektif penyelenggara.

    Implementasi dan Institusionalisasi; yaitu penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan institusionalisasi penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Begitu produk inovasi telah diadopsi, proses implementasi dan pemanfaatan dimulai. Untuk menilai pemanfaatan harus ada implementasi. Bidang implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan) yang didasarkan pada penelitian, belum berkembang sebaik-bidang-bidang yang lain. Tujuan dari implementasi dan institusionalisasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam organisasi. Sedangkan tujuan dari institusionalisasi adalah untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur kehidupan organisasi. Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun organisasi.

    Kebijakan dan Regulasi; adalah aturan dan tindakan yang mempengaruhi difusi dan pemanfaatan teknologi pembelajaran. Kebijakan dan peraturan pemerintah mempengaruhi pemanfaatan teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi. Misalnya, hukum hak cipta yang dikenakan pada pengguna teknologi, baik untuk teknologi cetak, teknologi audio-visual, teknologi berbasis komputer, maupun terknologi terpadu.

    D. Kawasan Pengelolaan

    Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui: perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Kawasan pengelolaan bermula dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli media sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum.

    Pengelolaan Sumber; mencakup perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber memliki arti penting karena mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup, personil keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas dan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran mencakup semua teknologi yang telah dijelaskan pada kawasan pengembangan. Efektivitas biaya dan justifikasi belajar yang efektif merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.

    Pengelolaan sistem penyampaian; meliputi perencanaan, pemantauan pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan” Hal tersebut merupakan suatu gabungan antara medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pembelajar.

                 Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna maupun operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalaan proses seperti pedoman bagi desainer dan instruktur dan pelatih. Keputusan pengelolaan penyampaian sering bergantung pada sistem pengelolaan sumber.

    Pengelolaan informasi; meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar. Pentingnya pengelolaan informasi terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran.

    E. Kawasan Penilaian

    Penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar, mencakup : (1) analisis masalah; (2) pengukuran acuan patokan; (3) penilaian formatif; dan penilaian sumatif.

    Analisis Masalah; Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat program tersebut dirumuskan dan direncanakan. Bagaimanapun baiknya anjuran orang, program yang diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal memenuhi kebutuhan.

    Pengukuran Acuan Patokan; pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pembelajaran menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian acuan patokan memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Keberhasilan dalam tes acuan patokan berarti dapat melaksanakan ketentuan tertentu, biasanya ditentukan dan mereka yang dapat mencapai atau melampaui skor minimal tersebut dinyatakan lulus.Pengukuran acuan patokan memberitahukan pada para siswa seberapa jauh mereka dapat mencapai standar yang ditentukan.

    Penilaian Formatif dan Sumatif; berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Dengan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. Penilaian formatif dilaksanakan pada waktu pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang dsb). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan sumatif telah dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Stake.


                Apabila juru masak mencicipi sup, hal tersebut formatif, apabila para tamu mencicipi sup tersebut, hal tersebut sumatif. Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai dan bagi kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan, sebagai contoh : lembaga penyandang dana, atau calon pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas, lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian formatif. Hendaknya jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai hasil, bukannya proses — hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif.


                 Metode yang digunakan dalam penilaian formatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial, uji coba dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Metode pengumpulan data sering bersifat informal, seperti observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian sumatif sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental

    PENUTUP

    A.    KESIMPULAN

           Secara etimologis, domain berarti kawasan, wilayah/daerah kekuasaan atau bidang kajian/ kegiatan/ garapan yang lebih kecil, terinci dan spesifik dari lahan/ lapangan/ cakupan suatu ilmu. Adapun Teknologi pendidikan sebagai teori dan praktik secara faktual yang telah menjadi bagian integral dari upaya pengembangan sumber daya manusia khususnya pada sistem pendidikan dan pelatihan. Idealnya setiap teknologi pendidikan,pembelajaran terutama yang memperoleh pendidikan akademik perlu menguasai beberapa kawasan teknologi pendidikan

    Kawasan teknologi pendidikan dirumuskan berlandaskan lima bidang kawasan dari Teknologi Pembelajaran, yaitu: Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan Penilaian. Kelima hal ini merupakan kawasan (domain) dari bidang teknologi pendidikan.

                Kelima kawasan Teknologi Pendidikan/Pembelajaran menunjukkan keragaman dari bidang. Disamping itu, kawasan-kawasan itu sendiri merupakan kesatuan yang komplek dan
    Setiap kawasan dalam teknologi pendidikan memberikan kontribusi kepada pengembangan teori dan praktik dan sebaliknya teori dan praktik dijadikan pengembangan kawasan. Tiap kawasan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan sebagai suatu kegiatan yang sistematik. Hubungan antar kawasan ini bersifat saling melengkapi.

    B. SARAN

    1. Supaya kita dapat menerapkan pendekatan sistem dalam rangka pengembangan pembelajaran,    baik pada tingkat kelas maupun dalam konteks pendidikan.

    DAFTAR PUSTAKA

    1.            http://www.pendidikanekonomi.com/2012/07/kawasan-teknologi-pembelajaran.html

    2.            http://merymaswarita.wordpress.com/2009/10/07/kawasan-dan-bidang-garapan-teknologi-pendidikan/U

  • Makalah Pemsyarakatan Pancasila di Era Globalisasi

    Pemsyarakatan Pancasila di Era Globalisasi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar belakang

    Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu proses atau tindakan yang mendunia (universal). Bagi kehidupan modern dalam era globalisasi ini keadaan semacam ini merupakan kondisi kebangsaan yang kurang memadai dan kurang menguntungkan. Sebab di era globalisasi akan terjadi perubahan – perubahan yang sangat cepat dan transparan. Dunia akan terasa semakin sempit, hubungan jarak jauh pun akan semakin terasa dekat karena semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat komunikasi menjadi semakin lancar.

    Dalam berjalannya arus globalisasi yang kian deras itu dapat menyebabkan penggeseran pada pola perilaku kehidupan masyarakat akibat banyaknya pengaruh – pengaruh global yang banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat. Misalnya saja, dari kehidupan sosial berasaskan akan kebersamaan akan berubah menjadi kehidupan yang individualis, dari perkembangan yang lamban menjadi cepat, kemudian tata kehidupan yang semula bergantung dengan alam berubah menjadi kehidupan yang menguasai alam dan adanya asas-asas nilai sosial konsumeris materialis.

    Dengan kata lain, selain adanya keuntungan yang dikembangkan dalam era globalisasi di pihak lain pengaruh globalisasi juga dapat membawa kerugian/pengaruh buruk pada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, untuk menjadi suatu pemasyarakatan yang baik masyarakat harus dapat berpegang teguh pada keyakinan dan pedoman hidup mereka sehingga tidak terseret oleh pengaruh buruk dari adanya globalisasi. Untuk itu, perlu upaya pemasyarakatan pancasila untuk mengarahkan masyarakat Indonesia pada masa depan yang baik dalam tatanan kebangsaan dan sebagai warga Negara Indonesia yang baik dan berpegang teguh pada dasar Negara yaitu Pancasila.

    Dengan demikian diharapkan masyrakat Indonesia tidak akan terseret arus globalisasi yang membawa keburukan di masa depan.

    B. Rumusan masalah

    1. Apakah pengertian globalisasi?
    2. Apa pengertian pemasyarakatan pancasila?
    3. Bagaimana sikap selektif terhadap pengaruh globalisasi?
    4. Bagaimana pembudayaan pancasila?

    C. Tujuan

    1. Untuk mengetahui pengertian globalisasi
    2. Untuk mengetahui pengertian pemasyarakatan pancasila
    3. Untuk memahami sikap selektif terhadap globalisasi
    4. Untuk memahami pembudayaan pancasila

    Bab II. Pembahasan

    A. Pengertian Globalisasi

    Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi merupakan proses penyebaran unsur-unsur baru atau hal-hal baru khususnya yang menyangkut informasai secara mendunia melalui media cetak dan elektronik. Globalisasi terbentuk oleh adanya kemajuan teknologi di bidang komunikasi.

    Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa – bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005).

    1. Ciri Ciri Globalisasi

    Adanya perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Pasar dan produksi ekonomi dan Negara yang berbeda menjadi saling terkait. Adanya peningkatan interaksi cultural melalui perkembangan media massa. Meningkatnya masalah bersama misal, pada lingkungan hidup, krisis multinasional, dan inflasi regional dsb. Adanya perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Adanya privatisasi atau swastanisasi atas Negara kesejahteraan.

    2. Dampak Globalisasi

    Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain.

    1.)    Dampak positif positif

    1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat. 
    2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
    3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa kita.

    2.)   Dampak negatif globalisasi

    1. Globalisasi mampu menyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
    2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
    3. Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
    4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
    5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidak pedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

    B. Pengertian Pemasyarakatan Pancasila

    a) Pengertian pemasyarakatan

    Pemasyarakatan merupakan hal-hal mencakup semua kegiatan yang keseluruhannya di bawah pimpinan dan pemilikan Departemen Kehakiman, yang berkaitan dengan pertolongan bantuan atau tuntutan kepada hukuman, bekas hukuman / bekas tahanan, termasuk bekas terdakwa atau yang dalam tindak pidana diajukan ke depan pengadilan dan dinyatakan ikut terlibat, untuk kembali ke masyarakat.

    b) Pengertian Pancasila

    Kelima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia berisi :

    1. Ketuhanan Yang Maha Esa
    2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
    3. Persatuan Indonesia
    4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
    5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

    C. Sikap Selektif Terhadap Pengaruh Globalisasi

    Globalisasi yang melanda dunia sekarang ini, berpengaruh pula pada bangsa Indonesia. Kita sebagai bagian dari masyarakat dunia tidak bisa lagi menolak atau menghentikan proses global ini. Bangsa Indonesia telah membuka diri untuk selalu berhubungan dengan dunia lain di dunia. Untuk menghadapi arus tersebut bangsa Indonesia perlu memperhatikan dua hal yaitu bagaimana mengelola globalisasi dan bagaimana memperkuat akar kebangsaan. 

    Dalam menghadapi era globalisasi sekarang ini yang di butuhkan adalah memperkuat rasa kebangsaan dan kebanggaan warga Negara terhadap bangsa Indonesia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bila ini terwujud, adanya globalisasi tidak akan melunturkan semangat kebangsaan kita.

    Untuk memperkuat akar kebangsaan Indonesia kita harus mampu menggali potensi dalam negeri di segala bidang. Contohnya, meningkatkan kualitas SDM mobilisasi daya dan dana dalam negeri antara lain melalui program jaminan nasional, lebih menggunakan produk dalam negeri serta membangun rasa solidaritas bangsa secara keseluruhan. 

    D. Pentingnya Pemasyarakatan Pancasila di Era Globalisasi dan Kondisi Kedudukan Pacasila

    Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yang didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental dan nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional. Namun nilai-nilai yang dimiliki Pancasila pada saat ini kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai universal. Globalisasi bercirikan demokratisasi, hak asasi manusia & lingkungan hidup, selain itu pula kemajuan iptek berupa informasi dan transformasi menjadikan dunia tanpa batas dan era pasar bebas bercirikan liberalisme ekonomi kapitalis berdampak terhadap pergeseran peradaban. Dari kenyataan tersebut Pancasila mengalami pengaruh yang cukup tajam, dimana di dalam kehidupan masyarakat nilai-nilai Pancasila banyak ditinggalkan bahkan dalam tindak tanduk, perilaku, moral warga negeri ini menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Terabaikannya Pancasila juga dapat dilihat dari dicabutnya Tap MPR nomor 2/1978 tentang P4 & dibubarkannya BP7, yang berarti secara formal tidak ada lagi lembaga yang mengkaji dan mengembangkan Pancasila. Selain itu UU nomor 20/2003 tentang pendidikan nasional tidak lagi menyebut Pancasila sebagai pelajaran wajib. Sehingga kedepan generasi muda akan kehilangan makna Pancasila, sebagai jati diri bangsa yang digali dari bumi sendiri. Nilai-nilai luhur Pancasila dalam implementasinya antara harapan dan kenyataan masih jauh dari apa yang diharapkan, hal tersebut dapat dilihat pada dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara saat ini.

    2.5 PARADIGMA PANCASILA DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI

    Dalam menghadapi era globalisasi, yang merupakan tantangan dan sekaligus peluang yang harus diraih berdasarkan pada budaya bangsa. Sebagai bangsa Indonesia, kita harus memperteguh akar budaya bangsa yang menjadi pedoman dan pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu, Pancasila. Isu globalisasi, seperti demokratisasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup yang melanda dunia harus dilihat dan dikaji oleh bangsa Indonesia bertitik tolak pada paradigma atau sudut pandang Pancasila. Karena, pancasila itulah yang menjadi jati diri bangsa Indonesia yang menentukan cara berfikir, bersikap, dan berbuat. Setiap individu bangsa Indonesia di kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam menghadapi era globalisasi.

    2.6 LANGKAH–LANGKAH DALAM UPAYA PEMASYARAKATAN PANCASILA

    1.      Selektif terhadap pengaruh dari globalisasi dalam segala bidang yang masuk ke Indonesia.

    2.      Menumbuhkan semangat nasionalisme pada bangsa Indonesia. Yang dapat diwujudkan dalam semangat dalam produk dalam negeri.

    3.      Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila pada diri bangsa Indonesia.

    4.      Memahami dan menerapkan bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi yang merupakan filter bagi masuknya budaya luar ke Indonesia.

    5.      Menerapkan dan menegakkan hukum secara tegas dan seadil – adilnya.

    6.      Pasal 32 UUD 1945 “ bahwa kebudayaan nasional harus menuju ke arah kemajuan ada budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa sendiri. Kita harus benar – benar selektif dalam menerima budaya global”.

    7.      Memperteguh agama dan ajarannya sebagai sumber moral dan pedoman hidup manusia.

    8.      Kerja sama pemerintah dengan para tokoh agama, para pendidik, badan sensor, produsen, media cetak dan elektronik yang memberikan contoh terhadap pemahaman nilai – nilai Pancasila serta adanya dukungan masyarakat sendiri.

    2.7 PEMBUDAYAAN PANCASILA

    Nilai Pancasila sebagai pedoman kehidupan bangsa sangat bergantung pada pembudayaan Pancasila dari generasi ke generasi secara berkesinambungan. Pembudayaan Pancasila bersifat wajib bagi:

    (1) para penyelenggara Negara agar mereka menjadi tauladan dalam pengamalan dan pengamanan nilai Pancasila;

    (2)Semua partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi, dan organisasi masyarakat wajib melaksanakan pembudayaan Pancasila bagi pengurus dan anggotanya;

    (3) Masyarakat pers dan dunia usaha sebagai pilar penting dalam pembangunan kemandirian bangsa wajib melaksanakan pembudayaan Pancasila bagi pengurus dan anggotanya;

    (4) Seluruh warga negara yang dilakukan metode edukasi dalam arti luas, kontekstual, inovatif, partisipasi aktif, yang berakar pada kearifan lokal dan budaya nasional, sejak dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sampai perguruan tinggi, di lingkungan keluarga, dan masyarakat. Pembudayaan Pancasila harus terstruktur, terencana dan berkelanjutan. Pembudayaan nilai Pancasila dahulu sudah sangat baik dilakukan, dengan adanya P4, kini pembudayaan itu mengalami inkonsistensi. Nilai-nilai kebaikan Pancasila diajarkan dengan setengah hati dan tanpa keteladanan.

    Memasuki era globalisasi nilai Pancasila bahkan hampir bertolak belakang dengan karakter bangsa Indonesia, terutama dikalangan generasi muda. Untuk itu, diperlukan upaya pembudayaan Pancasila kepada generasi muda agar bangsa Indonesia dapat mengatasi berbagai persoalan yang ada dengan karakter bangsa yang kuat dan akan mampu mempertahankan kesatuan bangsa dan Negara.

    Pembudayaan nilai-nilai Pancasila di kalangan warga negara muda saat ini dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Pendidikan yang tepat adalah pendidikan tentang Pancasila yang dapat dilakukan oleh Pendidikan Kewarganegaraan. Namun demikian, karena muatan materi Pancasila dalam PKn belum mencakup keseluruhan kompetensi tentang Pancasila sebagai dasar dan idologi bangsa, maka, Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran/mata kuliah yang khusus membahas Pancasila dibelajarkan lewat mata pelajaran/mata kuliah khusus Pendidikan Pancasila.

    Kemudian melalui organisasi positif seperti BEM, dll. Dengan bergabung aktif dalam organisasi kemahasiswaan yang bersifat intra ataupun eksra kampus berefek kepada perubahan yang signifikan terhadap wawasan, cara berpikir, pengetahuan dan ilmu-ilmu sosialisasi, kepemimpinan serta menajemen kepemimpinan yang notabene tidak diajarkan dalam kurikulum normative Perguruan Tinggi. Mahasiswa akan senantiasa terus berinteraksi dan beraktualisasi, sehingga menjadi pribadi yang kreatif serta dinamis dan lebih bijaksana dalam persoalan yang mereka hadapi.

    Pancasila pada dasarnya mengajarkan kita agar selalu mempunyai sikap toleransi dan positive thinking dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, marilah menumbuhkan dan merealisasikan nilai-nilai Pancasila dimulai dari diri kita sendiri, dan membentengi diri kita dari hal-hal yang dapat meredupkan nilai Pancasila yang sudah tertanam dalam jiwa kita, tanpa batas waktu. Dan karena Pancasila adalah tonggak negeri ini yang hanya akan menjadi sejarah jika tidak dikokohkan oleh para pemuda.

    Bab III. Penutup

    A. Kesimpulan

    Globalisasi merupakan suatu tantangan sekaligus peluang yang harus diraih. Namun, globalisasi tersebut akan menimbulkan dampak – dampak pengiring akibat perkembangan–perkembangan dari proses globalisasi baik secara positif maupun negatif. Untuk menghadapi dampak globalisasi diperlukan nilai–nilai Pancasila yang luhur agar bangsa kita tidak kehilangan kepribadian atau jati diri sebagai bangsa Indonesia. Maka dengan demikian, perlu adanya pemasyarakatan Pancasila pada bangsa Indonesia. Selain itu, untuk mewujudkan hal tersebut bangsa Indonesia harus memiliki langkah-langkah dalam mengantisipasi arus globalisasi. Hal itu, ditujukan agar globalisasi tidak dapat mengikis dan mengubah nilai nasionalisme bangsa Indonesia.

    B. Saran

    Pemerintah harusnya lebih mensosialisasikan tentang pancasila, agar masyarakat bisa mengerti atau memahami tentang dasar Negara yang ada di Indonesia.

    DAFTAR PUSTAKA

    http://ebookbrowsee.net/3569-d682609791

    http://kuskuskom.blogspot.com/2012/10/pancasila-sebagai-filter-globalisasi.html