Makalah Sistem Ketatanegaraan RI

9 min read

Sistem Ketatanegaraan RI

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya memiliki kedaulatan. Sebuah negara tentunya harus mempunyai berbagai unsur yang membentuknya menjadi sebuah kesatuan. Menurut Oppenheimer dan Lauterpacht unsur-unsur tersebut antara lain adalah rakyat yang bersatu, daerah atau wilayah, pemerintahan yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain.

Setelah beberapa unsur tersebut terpenuhi, negara tidak akan dengan langsung berjalan dengan sendirinya. Maka dari itu untuk menjamin keberlangsungan proses penyelenggaraan negara  sesuai dengan fungsi dan tujuannya, keberadaan sistem ketatanegaraan menjadi sangat penting. Sistem ini ibarat sebuah kontrak sosial yang mengikat secara hukum antara pemerintah dengan rakyatnya. Dengan sistem ini, siapapun yang berkuasa akan melaksanakan roda pemerintahan dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat.

Indonesia dibentuk sebagai negara kesatuan dengan sistem pemerintahan presidensial yang didalamnya terdapat lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Selain itu, sistem ketatanegaraan indonesia juga dibangun dari berbagai lembaga lain yang masuk kedalam tiga lembaga besar tersebut. Pada saat ini banyak masyarakat bahkan pelajar yang kurang memahami tentang Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, padahal suatu bangsa akan menjadi baik jika seluruh warga negaranya memahami, mengerti, dan dapat menjalankan dengan penuh tanggung jawab sebagaimana peraturan dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia.

Maka dalam makalah ini, penyusun akan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan yang dijalankan oleh Negara Indonesia.

BAB II

RUMUSAN MASALAH

2.1.Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian dari sistem ketatanegaraan?

2.      Bagaimanakah sistem ketatanegaraan di Republik Indonesia?

3.      Bagaimanakah Republik Indonesia menjalankan sistem ketatanegaraannya pada saat ini?

2.2.Tujuan

1.      Mengetahui pengertian sistem ketatanegaraan

2.      Mengetahui sistem ketatanegaraan di Republik Indonesia

3.      Mengetahui kondisi Republik Indonesia dalam menjalankan sistem ketatanegaraannya pada saat ini.

2.3.Manfaat

1.       

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Sistem Ketatanegaraan

Istilah Sistem Ketatanegaraan  merupakan gabungan dari dua kata, yaitu: “Sistem” dan “Ketatanegaraan”. Sistem berarti keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhnya itu.

Dan Ketatanegaraan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata tata negara yang artinya seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah , bentuk negara, dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara. Sedangkan menurut hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut sifat, bentuk , tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya. Jadi dapat disimpulkan Ketatanegaran adalah segala sesuatu mengenai tata negara.

Dari pengertian itu, maka secara harfiah Sistem Ketatanegaraan dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antar lembaga negara dalam mengatur kehidupan bernegara.

3.2 Sistem Ketatanegaraan di Republik Indonesia

a.      Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945

Sistem Ketatanegaran  sebelum Amandemen UUD 1945 Pelaksanaan kekuasaan Negaranya dilakukan dengan pembagian (bukan pemisahan) tugas atau fungsi dari masing-masing penyelenggara Negara.

Secara konstitusional sistem ketatanegaraan Indonesia pada masa pemerintahan orde baru menggunakan UUD 1945. Secara prinsip terdapat lima kekuasaan pemerintah Negara Republik Indonesia menurut UUD 1945, yaitu:

1)      Kekuasaan menjalankan perundang-undangan Negara , disebut juga kekuasaan eksekutif dilakukan oleh pemerintah ( dalam hal ini adalah Presiden)

2)      Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah , disebut juga kekuasaan konsultatif dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung

3)      Kekuasaan membentuk Perundang-undangan Negara atau kekuasaan legislative dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden

4)      Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara , disebut kekuasaan eksaminatif atau kekuasaan inspektif, dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

5)      Kekuasaan mempertahankan perudang-undangan Negara atau kekuasaan Yudikatif, dilakukan oleh Mahkamah Agung (C.S.T Kansil : 1978,83).

Pada masa ini lembaga tertingginya adalah MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), kemudian Presiden, DPA (Dewan Pertimbangan Agung), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan MA (Mahkamah Agung).

a.       MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang dimana MPR-lah pemegang kekuasaan tertinggi Negara dan pelaksana kedaulatan rakyat sedangkan  keanggotaan MPR diisi oleh fraksi-fraksi seperti Fraksi ABRI, Fraksi Karya Pembangunan dan lain-lain. MPR memiliki kewenangan untuk :

1). Memilih dan mengangkat

    presiden/mandatris dan wakil presiden untuk

    membantu presiden.

2). Memberikan mandate kepada presiden untuk

      melaksanakan Garis-Garis Besar Halauan

     Negara (GBHN) dan putusan-putusan MPR  

     lainnya.

3). Memberhentikan presiden sebelum habis

     masa jabatannya.

4). Menetapkan Undang-Undang Dasar dan Mengubah Undang-

      Undang Dasar,

5). Meminta dan menilai pertanggung jawaban Presiden.

b.      Presiden ialah penyelenggara kekuasaan pemerintahan negara tertinggi di bawah MPR, yang dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh satu orang wakil presiden ( pasal 4 UUD 1945). Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR dan pada akhir masa jabatannya (5 tahun) memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan GBHN yang ditetapkan UUD 1945 dan MPR di hadapan sidang MPR.

c.       DPA (Dewan Pertimbangan Agung) adalah badan penasehat pemerintah yang berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan presiden. Disamping itu DPA berhak mengajukan usul dan wajib mengajukan pertimbangan kepada presiden.

d.      DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang seluruh anggotanya adalah anggota MPR berkewajiban senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dalam rangka pelaksanaan halauan Negara. Apabila DPR menganggap Presiden sungguh melanggar halauan Negara, maka DPR menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden. Selain itu DPR memiliki kewenangan membentuk Undang-Undang termasuk menetapkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersama-sama dengan Presiden.

e.       BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah badan yang memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, namun tidak berdiri di atas pemerintah. BPK memeriksa semua pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.

f.       MA (Mahkamah Agung) ialah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Tugas Mahkamah Agung adalah memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada lembaga-lembaga tinggi negara, juga memberikan nasehat hukum kepada presiden/kepala negara untuk pemberian/penolakan grasi. Disamping itu Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji seorang menteri hanya terhadap peraturan-peraturan perundangan di bawah.

b. Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945

Salah satu agenda penting dari gerakan reformasi adalah amandemen terhadap UUD 1945 yang kemudian berhasil dilaksanakan selama 4 tahun berturut-turut melalui Sidang Tahunan MPR yaitu tahun 1999, 2000, 2001, dan tahun 2002.

Adapun Latar Belakang pelaksanaan Amandemen UUD 1945 :

1.         Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.

2.         Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.

3.         UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).

4.         UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.

Perubahan pada UUD 1945 setelah amandemen membawa perubahan pula pada Sistem Ketatanegaraan yang dimana sebelumnya MPR memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dirubah menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.

a.       Kewenangan MPR setelah Amandemen UUD 1945 :

1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar.

2.      Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

3.      Majelis permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatanya menurut Undang-Undang Dasar.

Amandemen juga mencabut kekuasaan untuk membuat Undang – Undang dari tangan Presiden dan memberikan kekuasaan untuk membuat Undang – Undang tersebut kepada DPR. Sehingga jelas bahwa amandemen ingin mempertegas posisi check and balances antara presiden sebagai lembaga eksekutif dan DPR sebagai lembaga legislatif.

b.      Kewenangan DPR setelah Amandemen UUD 1945 :

1.      Membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

2.      Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintahan pengganti undang-undang.

3.      Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan.

4.      Menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan DPD.

5.      Melaksanakan pengawasan terhadap UU, APBN, serta kebijakan pemerintah, dan sebagainya.

Pergeseran lain adalah terbentuknya lembaga perwakilan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai utusan daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum.

c.       Kewenangan DPD :

1.      Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2.      Memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

d.      Kewenangan MA setelah Amandemen UUD 1945 :

1.      Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

2.      Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.

3.      Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi.

e.        Kewenangan MK setelah Amandemen UUD 1945 :

1.      Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

2.      Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

Dalam masa pasca amandemen terdapat lembaga baru yakni KY (Komisi Yudisial).

f.       Kewenangan KY :

1.      Melakukan pengawasan terhadap Hakim agung di Mahkamah Agung.

2.      Melakukan pengawasan terhadap Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah MA.

Dan Pasca Amandemen Anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

g.      Kewenangan BPK setelah Amandemen UUD 1945 :

1.         Mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD)

2.         Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

Setelah amandemen kewenangan dan tugas Presiden lebih dipertegas lagi tidak sama halnya pada masa sebelum amandemen.

h.      Kewenangan Presiden setelah Amandemen UUD 1945 :

1.      Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

2.      Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang

   sebagaimana mestinya.

3.      Dalam hal ihwal kegentingan yang memmaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang.

4.      Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut.

5.      Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.

3.3 Kondisi Republik Indonesia dalam Menjalankan Sistem Ketatanegaraannya pada Saat ini

Menurut Bapak Sulardi (Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Malang) arah pembangunan ini mulai tak terarah sejak GBHN hilang dari peredarannya meskipun sudah terdapat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Visi pembanguan nasional 2005-2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Visi itulah yang hingga saat ini belum ditemukan wujudnya. Alih-alih terwujud, keresahan dan ketidakpastian masa depan bangsa justru ada di depan mata dan bahkan menjauh dari nilai-nilai Pancasila.

Sistem presidensial, yang berlaku sekarang, membawa konsekuansi bahwa presiden dipilih oleh rakyat. Karena presiden dipilih oleh rakyat, dia bertanggung jawab kepada rakyat dan konstitusi. Dengan demikian, konsekuensi ketatanegaraan berkaitan dengan arah pembanguan nasional ditentukan oleh presiden dengan mewujudkan janji-janji yang dia kampanyekan menjelang pemilihan presiden. Janji-janji itulah yang semestinya diwujudkan dalam visi dan misi RPJPN, yang dapat diurai menjadi pembangunan jangka pendek dan jangka panjang.

Hasrat untuk kembali menghadirkan GBHN yang disusun oleh MPR  sebagai pedoman pembangun nasional secara konstitusional telah tertutup. Bangsa ini sebaiknya menghormati dan melaksanakan kesepakatan yang diwujudkan dari hasil perubahan UUD 1945. Kini presiden bukan lagi bawahan MPR dan MPR bukan lagi pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat, sehingga tidak mungkinlah memaksa MPR menyusun GBHN dan menyodorkan kepada presiden untuk melaksanakan. Inilah konsekuensi dari perubahan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Sistem Ketatanegaraan dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antar lembaga negara dalam mengatur kehidupan bernegara. Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pada masa sebelum Amandemen UUD 1945 memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari system ketatanegaraan sebelum Amandemen ialah sistem ketatanegaraannya lebih terarah dan pemerintah hanya fokus pada target yang telah ditentukan sebelumnya serta  Kekurangannya ialah tidak ada campur tangan rakyat dalam menentukan kebijakan sehingga dalam pembuatan system ketatanegaraan hanya menguntungkan pihak-pihak yang berkuasa.

            Sedangkan sesudah Amandemen UUD 1945 sistem ketatanegaraan Republik Indonesia lebih mengutamakan aspirasi rakyat daripada pihak-pihak yang berkuasa. Namun di balik itu, tidak terarahnya system ketatanegaraan tersebut karena terlalu banyak yang ditargetkan.

            Pada intinya, sistem ketatanegaraan Republik Indonesia telah melalui alur waktu yang panjang. Alur waktu yang lambat laun menyeret Republik Indonesia untuk melakukan penyesuaian dan perubahan-perubahan baru dalam sistem ketatanegaraannya. Perubahan-perubahan ini mempunyai landasan hukum yang jelas yang tertuang dalam Amandemen-amandemen UUD 1945. Dalam setiap perubahan-perubahan, Negara Republik Indonesia selalu berusaha menjadi lebih baik yang meskipun pada kenyataannya masih saja terdapat kekurangan-kekurangan pada setiap perubahan tersebut.

3.2 Saran

Ketika pemerintah dihadapkan pada suatu pilihan dalam menentukan kebijakan yang begitu besar pengaruhnya pada negara ini diharapkan lebih fokus pada suatu target sehingga pemerintah lebih mudah dalam implementasinya. Dan juga ketika pemerintah memiliki ambisi yang begitu besar pada negara ini, hal itu sebenarnya wajar dan baik. Akan tetapi jika semua itu tidak didukung oleh penerapan sistem ketatanegaraan yang adil dan bijaksana, maka ambisi-ambisi itu hanyalah sekedar mimpi. Oleh karena itu, kelompok kami begitu berharap kepada seluruh jajaran Pemerintah Negara Republik Indonesia untuk menerapkan sistem ketatanegaraan yang berlaku dengan adil dan bijaksana serta memusatkan tujuan pada suatu target yaitu Negara Republik Indonesia menjadi lebih baik.

Teori-Teori Psikologi Sosil

Teori Dalam Psikologi Sosil A. Teori Genetik Teori ini menekankan kualitas pembawaan sejak lahir atas tingkah laku sosial. Bahwa “manusia adalah binatang sosial” menjadi...
Ahmad Dahlan
9 min read

Usaha Mengurangi Prasangka Sosial

Ada beberapa usaha untuk mengurangi prasangka sosial yaitu (dalam Gerungan, 2004:190-191; dalam Ahmadi, 2002:215-216; dalam Sears, 1985:254-256): Mengurangi prasangka bisa dilakukan melalui:
Wahidah Rahmah
55 sec read

Aliran-Aliran dalam Psikologi Fungsionalisme

Aliran fungsionalisme merupakan aliran psikologi yang pernah sangat dominan pada masanya, dan merupakan hal penting yang patut dibahas dalam mempelajari psikologi. Pendekata n fungsionalisme...
Wahidah Rahmah
2 min read

Leave a Reply