Makalah Kedudukan UUD 1945

8 min read

Kedudukan UUD 1945

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pada masa reformasi, menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945 karena yang menjadi asal penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi kepemimpinan yang berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen negara yang mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya kepastian hukum akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia 1945. Itu terjadi karena fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945 bukanlah bangunan yang demokratis yang secara jelas dan tegas diatur dalam pasal-pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya jalannya proses pemerintahan kepada penyelenggara negara. Akibatnya dalam penerapannya kemudian bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk legitimasi dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali kepemimpinan nasional rezim orde lama (1959 – 1966) dan orde baru (1966 – 1998) telah membuktikan hal itu, sehingga siapapun yang berkuasa dengan masih menggunakan UUD, akan berperilaku sama dengan penguasa sebelumnya.

Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.

Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang Dimaksud UUD 1945?

2.      Bagaimana Kedudukan UUD 1945?

3.      Apa Saja Asas yang Dianut oleh UUD 1945?

C.    RUMUSAN MASALAH

1.      Untuk Mengetahui Apa yang Dimaksud UUD 1945

2.      Untuk Mengetahui Bagaimana Kedudukan UUD 1945

3.      Untuk Mengetahui Apa Saja Asas yang Dianut oleh UUD 1945

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal. Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I sampai dengan Bab XVI) dan 72 pasal (pasal 1 sampai dengan pasal 37), ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.

Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Naskahnya yang resmi telah dimuat dan disiarkan dalam “Berita Republik Indonesia” Tahun II No. 7 yang terbit tanggal 15 Februari 1946, suatu penerbitan resmi Pemerintah RI. Sebagaimana kita ketahui Undang-Undang Dasar 1945 itu telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoneisa (PPKI) dan mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945. Rancangan UUD 1945 dipersiapkan oleh suatu badan yang bernama Badan Penyelidik Usaha-usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)suatu badan bentukan Pemerintah  Penjajah Jepang untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam rangka persiapan kemerdekaan Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau disingkat UUD 1945 adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam Negara dan merupakan hukum dasar Negara tertulis yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati. Hukum dasar Negara meliputi keseluruhan sistem ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk Negara dan mengatur pemerintahannya. Oleh karena itu, UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan karangan dan tugas-tugas pokok cara kerja badan tersebut. UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu Negara.

B.     Kedudukan UUD 1945

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan “pokok-pokok kaidah negara yang fundamental (Staats fundamental norm). Maka, di samping merupakan suasana kerohaniaannya dari UUD 1945, juga merupakan sumber penjabaran normatif, oleh karena itu dalam pembukaan UUD 1945 terkandung sendi-sendi kehidupan negara. Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis.

Dengan demikian, setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.

Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945 mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi, dan pada akhirnya apakah norma-norma hukum tersebut bertentangan atau tidak dengan ketentuan UUD 1945.

Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hukum dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Disamping itu, masih ada hukum dasar yang lain yaitu hukum dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis tersebut merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis yaitu yang biasa dikenal dengan nama ‘Konvensi’.

Meskipun Konvensi juga merupakan hukum dasar (tidak tertulis), ia tidaklah boleh bertentangan dengan UUD 1945. Konvensi merupakan aturan pelengkap atau pengisi kekosongan hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaaan, karena Konvensi tidak terdapat dalam UUD 1945. Ma, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kedudukan UUD 1945 adalah  sebagai hukum tertulis tertinggi, alat kontrol terhadap peraturan hukum yang lebih rendah dari UUD dan norma yang mengikat pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat dan warga negara.

C.    Asas-asas yang Dianut dalam UUD 1945

Ada beberapa asas-asas yang dianut dalam UUD 1945, sebagai berikut:

1.      Asas Pancasila

Seluruh rakyat Indonesia telah menetapkan bahwa yang menjadi dasar negara ialah Pancasila. Artinya, setiap tindakan, baik yang dilakukan oleh rakyat maupun pemerintah haruslah senantiasa berdasarkan ajaran Pancasila. Ketika kita berbicara dalam ruang lingkup hukum, maka Pancasila menjadi sumber hukum material dimana setiap materi yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, baik yang akan berlaku maupun telah berlaku tidak boleh bertentangan dengan nilai yang terdapat di dalam Pancasila. Dalam penjelasan UUD 1945, dapat diketahui bahwa pandangan hidup bangsa Indonesia itu yakni pancasila. Karna semua hukum yang ada dalam negara Indonesia bersumber dari pancasila, dan khususnya sila pertama. Jika peraturan perundang-undangan bertentangan dengannya, maka peraturan itu harus segera di rubah. [1]

Tidak boleh ada hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan keagamaan yang berkeadaban, tidak boleh ada hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia, tidak boleh ada hukum yang mengancam atau berpotensi merusak keutuhan ideologi dan teritori bangsa dan negara Indonesia, tidak boleh ada hukum yang melanggar prinsip kedaulatan rakyat, dan tidak boleh ada hukum yang melanggar nilai-nilai keadilan sosial.[2]

2.      Asas Negara Hukum

Yang dimaksud negara hukum adalah negara yang berdiri diatas hukum yang  menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya. Dalam konstitusi ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum bukan Negara Kekuasaan.

Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam UUD, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam UUD, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Dalam paham Negara Hukum itu, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga).

       Dalam paham Negara Hukum yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokok berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan ditegakan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat).

       Prinsip Negara Hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis.

3.      Asas Kedaulatan Rakyat

Kedaulatan artinya kekuasaan atau kewenangan yang tertinggi dalam suatu wilayah. Kedaulatan ratkyat artinya kekuasaan itu ada ditangan rakyat, sehingga dalam pemerintah melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan keinginan rakyat. J.J. Rousseaw mengatakan bahwa pemberian kekuasaan kepada pemerintah melalui suatu perjanjian masyarakat dan apabila pemerintah dalam menjalankan tugasnya bertentangan dengan keinginan rakyat, maka pemerintah dapat dijatuhkan oleh rakyat. Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Rumusan ini secara tegas bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat yang diatur dalam UUD 1945.UUD 1945 menjadi dasar dalam pelaksanaan suatu kedaulatan rakyat tersebut baik wewenang, tugas dan fungsinya ditentukan oleh UUD 1945. [3]

4.      Asas Pembagian Kekuasaan

Secara umum, suatu sistem kenegaraan membagi kekuasaan pemeintahan ke dalam “trichotomy” yang terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif dan biasa disebut dengan trias politica. Di mana ketiga jenis kekuasaan itu mesti terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas maupun mengenai alat perlengkapan yang melakukannya. Menurut ajaran ini tidak dibenarkan adanya campur tangan atau pengaruh memengaruhi, antara kekuasaan yang satu dengan yang lainnya, masing-masing terpisah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, ajaran Montesquieu disebut pemisahan kekuasaan, artinya ketiga kekuasaan itu masing-masing harus terpisah baik lembaganya maupun orang menanganinya.

Dalam perjalanannya sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak adanya amendemen UUD 1945 yang dilakukan MPR pada tahun 1999 hingga 2002.[4] Perubahan tersebut dilatarbelakangi adanya kehendak untuk membangun pemerintahan yang demokratis dengan checks and balances yang setara dan seimbang di antara cabang-cabang kekuasaan, mewujudkan supremasi hukum dan keadilan, serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia.[5]

Dalam kelembagaan negara, salah satu tujuan utama amendemen UUD 1945 adalah untuk menata keseimbangan (check and balance) antar lembaga negara. Bentuk nyata dari perubahan mendasar hasil amendemen UUD 1945 adalah perbedaan yang substansial tentang kelembagaan negara menurut UUD 1945 hasil amandemen dengan UUD 1945, terutama yang menyangkut lembaga negara, kedudukan, tugas, wewenang, hubungan kerja dan cara kerja lembaga yang bersangkutan.

Berkaitan dengan kelembagaan negara, perubahan pertama UUD 1945 memuat pengendalian kekuasaan presiden dan tugas serta wewenang DPR dan presiden dalam hal pembentukan undang-undang. Perubahan kedua UUD 1945 menata ulang keanggotaan, fungsi, hak, maupun cara pcngisiannya. Perubahan ketiga, membahas ulang kedudukan dan kekuasaan MPR, jabatan presiden yang berkaitan dengan tata cara pemilihan dan pemilihan secara langsung, pembentukan lembaga negara baru meliputi Mahkamah Konstitusi, Dewan perwakilan daerah, dan komisi yudisial serta pengaturan tambahan BPK. Dan perubahan keempat UUD 1945, meliputi keanggotaan MPR, pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua dan kemungkinan presiden/wakil presiden berhalangan tetap, serta kewenangan presiden. UUD 1945 hasil amendemen menetapkan 4 (empat) kekuasaan dan 7 (tujuh) lembaga negara sebagai berikut:

1.      Kekuasaan Eksaminatif (Inspektif), yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

2.      Kekuasaan Legislatif, yaitu: Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tersusun atas;

a.       Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

b.       Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

3.      Kekuasaan Pemerintahan Negara (Eksekutif) yang meliputi Presiden dan Wakil Presiden

4.      Kekuasaan Kehakiman (Yudikatif) yang meliputi:

a.       Mahkamah Agung (MA)

b.      Mahkamah Konstitusi (MK)

5.      Lembaga Negara Bantu (The Auxiliary State Body), yaitu Komisi Yudisial (KY)

5.      Asas Negara Hukum

Yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga Negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu di ajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga Negara yang baik. Demikian pula peraturan hokum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hokum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.

Negara hukum adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan pada warga negaranya. Ciri-ciri negara hukum, adalah sebagai berikut:

  1. Pengakuan dan perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
  2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekusaan atau kekuatan apapun juga.
  3. Legalitas dalam arti dalam segala bentuknya.

6.      Asas Kekeluargaan

Asas kekeluargaan terdapat pada batang tubuh UUD 1945 dan didalam penjelasannya: Pasal 33 ayat 1 menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau disingkat UUD 1945 adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam Negara dan merupakan hukum dasar Negara tertulis yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati. Hukum dasar Negara meliputi keseluruhan sistem ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk Negara dan mengatur pemerintahannya. Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi.

B.     KRITIK dan SARAN

Apabila terdapat kesalahan penulisan ataupun penempatan kata-kata yang kurang pas, penulis meminta maaf. Dan penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang mendukung untuk memperbaiki makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

MD Moh. Mahfud.  Konstitusi dan Hukum dalam kontrovesi Isu. Jakarta: PT raja grafindo persada, 2010.

Kusnardi Moh. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta selatan: CV sinar bakti, 1976).

Kansil C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia. Cet. 8.Jakarta: PT. Balai Pustaka, 1989.

Tutik Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010.

Asshiddiqie Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2013).


[1] Moh. Mahfud MD,  Konstitusi dan Hukum dalam kontrovesi Isu, ( Jakarta: PT raja grafindo persada, 2010), hlm. 38.

[2] Moh Kusnardi, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta selatan: CV sinar bakti, 1976), hlm. 153-162.

[3] C.S.T,  Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Cet. 8 (jakarta: PT. Balai Pustaka, 1989), hlm. 182.

[4] Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 21.

[5] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 22.

Teori-Teori Psikologi Sosil

Teori Dalam Psikologi Sosil A. Teori Genetik Teori ini menekankan kualitas pembawaan sejak lahir atas tingkah laku sosial. Bahwa “manusia adalah binatang sosial” menjadi...
Ahmad Dahlan
9 min read

Usaha Mengurangi Prasangka Sosial

Ada beberapa usaha untuk mengurangi prasangka sosial yaitu (dalam Gerungan, 2004:190-191; dalam Ahmadi, 2002:215-216; dalam Sears, 1985:254-256): Mengurangi prasangka bisa dilakukan melalui:
Wahidah Rahmah
55 sec read

Aliran-Aliran dalam Psikologi Fungsionalisme

Aliran fungsionalisme merupakan aliran psikologi yang pernah sangat dominan pada masanya, dan merupakan hal penting yang patut dibahas dalam mempelajari psikologi. Pendekata n fungsionalisme...
Wahidah Rahmah
2 min read

Leave a Reply