Daftar isi
Studi Kasus Kebiasaan Siswa Bolos
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar setidaknya mereka yang pernah mengenyam pendidikan sebab perilaku membolos itu sendiri telah ada sejak dulu. Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota-kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan di daerah-daerah pun perilaku membolos sudah menjadi kegemaran.
Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya disekolah sini saja tetapi banyak sekali mengalami hal yang sama kesemua di sebabkan oleh faktor-faktor internal dan eksternal dari anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata pelajaran yang tidak diminati. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan beraktifitas itu sangat mengganggu sekali. Sebab masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis usia 15-21 tahun adalah usia pencarian jati diri. Dan tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang ‘menyejukkan’ membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara tak langsung itu juga sebenarnya bukan jawaban yang baik. Terbukti, siswa yang suka membolos seringkali terlibat dengan hal-hal yang cenderung merugikan.
Anehnya lagi ketika kemudian fenomena membolos, atau fenomena pelajar yang terlibat narkotika, sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan-akan ingin lepas tangan. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal itu adalah anak-anak ‘nakal’. Dalihnya, anak-anak yang patuh lebih banyak dibandingkan anak-anak yang suka membolos. Memang hal itu benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat di sekolah terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secara psikologis. Makanya, jangan heran jika akhir-akhir ini siswa-siswi kita sering mengalami hysteria. Hal itu dikarenakan luapan emosi tak terkendali melalui alam bawah sadar. Dan biasanya kerap tak terkendali.
Sikap humanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk menyelesaikan masalah prilaku membolos. Unsur-unsur yang ada disekolah bisa saja menjadi alasan anak bisa membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan.
Penyebutan sekolah awalnya berasal dari Yunani yaitu scholl yang artinya waktu luang. Pada zaman itu sekolah adalah tempat bermain dan berbagi antara guru dan murid, hampir tak ada pengekangan dengan kurikulum. Disana mereka berbagi banyak hal. Atau yang sekarang diterapkan di kali code hasil garapan romo Mangun wijaya yaitu; school without wall (sekolah tanpa dinding).
Penelitian yang dilakukan adalah di SMK Surya Dharma Bandar Lampung. Dari situ praktikan mencari klien dan medapatkan sumber atau data-data yang kemudian diklarifikasi sebelum diambil kasusnya.
B. Rumusan Masalah
- Apa yang menyebabkan siswa membolos?
- Apa saja faktor yang memengaruhi siswa membolos?
- Apa yang dapat merugikan siswa membolos?
- Bagaimana cara penanganan kasus yang dilakukan guru konselor dalam mengatasi siswa yang membolos?
Bab II. Kajian Pustaka
A. Kenakalan Remaja
Remaja biasannya melakukan perbuatan untuk mencari identitas diri, ingin menunjukan kemampuannya pada orang lain. Remaja ini mengalami perkembangan mental dan pertumbuhan fisik yang belum stabil. Sejalan dengan hal itu remaja perlu sekali mendapatkan bimbingan dan arahan untuk menemukan jati dirinya dan meminimalkan prilaku yang menyimpang.
Sementara menurut dari sudut perkembangan fisik, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Ini berarti keadaan bentuk tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna dimana pada akhir peran perkembangan fisik seorang pria yang berotot dan mampu menghasilkan spermatozoa setiap kali berejakulasi dan bagi wanita bentuk badan juga sudah kelihatan terbentuk dengan perubahan pada payu dara serta berpinggul besar setiap bulan mengeluarkan sel telur yang tidak disenyawakan. Masa puber bagi lelaki adalah ketika bermimpi basah yang pertama dan pada perempuan setelah haid. (Sarlito Wirawan,1997: 6-7)
Prilaku membolos merupakan suatu bentuk kenakalan remaja yang terjadi pada masa pertumbuhan mereka. Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mempunyai arti yang khusus dan terbatas pada suatu masa tertentu yaitu masa remaja sekitar umur 13-21 tahun.
Prilaku membolos, atau fenomena pelajar yang terlibat narkotika, sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan-akan ingin lepas tangan. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal itu adalah anak-anak ‘nakal’. Dalihnya, anak-anak yang patuh lebih banyak dibandingkan anak-anak yang suka membolos. Memang hal itu benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat di sekolah terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secaraara psikologis. Makanya, jangan heran jika akhir-akhir ini siswa-siswi kita sering mengalami hysteria missal. Hal itu dikarenakan luapan emosi tak terkendali melalui alam bawah sadar. Dan biasanya kerap tak terkendali
Menurut Fine Benyian kenakalan remaja adalah satu contoh dari sejumlah tingkah laku yang dilakukan oleh seorang pemuda yang berumur sekitar 18 tahun. Sebagai kebalikan dari daerah hukum dan telah diterima oleh umum dan itu adalah karakter di dalam kelompok anti sosial. Kenakalan remaja adalah jenis nyata dari penyimpangan prilaku yang melawan hukum/peraturan (Fine Benyian,1957;22).
B. Penyebab-penyebab Perilaku
1. Sebab internal
Sebab internal adalah sebab prilaku individu yang timbulnya dari dalam kondisi dalam anak itu sendiri. Ini di sebabkan beberapa faktor.
a. Kelainan fisik
Anak-anak menderita kelainan fisik akan merasa tertolak untuk hadir di tengah-tengah temennya yang normal. Maka demi masa depannya diselenggarakan pendidikan khusus bagi mereka.
b. Kelainan Psikis
Kelainan psikis adalah kelainan yang terjadi pada kemampuan berfikir (kecerdasan) seorang individu. Kelainan ini baik secara inferior maupun superior bila anak yang taraf kecerdasannya inferior akan sangat tersiksa bila dikumpulkan dalam kelas pada umumnya. Dan anak yang mempunyai tingkat kecerdasan superior dalam arti memiliki kecerdasan yang sangat cerdas sekali. Mereka ini akan merasa tertekan bila harus dicampurkan dengan anak-anak pada umumnya. Alternatif terbaik bagi mereka yaitu dengan mengumpulkan mereka sesuai dengan kecerdasannya masing-masing.
2. Sebab eksternal
Sebab eksternal adalah sebab-sebab yang timbul dari luar diri seseorang. Sebab eksternal ini berpangkal dari keluarga, pergaulan, salah satu atau pengalaman hidup yang tak menyenangkan.
a. Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama kali di kenal oleh anak. Anak mulai menerima nilai-nilai baru dari dalam keluarga dan dari keluarga inilah anak mulai mensosialisasikan diri. Lingukngan keluarga diakui oleh semua ahli pendidikan maupun psikologi sebagai lingkungan yang sangat menentukan bagi perkembangan anak selanjutnya (Mustaqim,1990;140). Pola asuh yang keliru dapat menjadikan sebab yang buruk terhadap perkembangan anak. Untuk menjadi dewasa anak telah memiliki kebiasaan yang didapat dari orang tua yang dirasa benar. Padahal itu salah.
b. Pergaulan
Lingkungan masyarakat atau lingkungan pergaulan anak-anak yang telah dididiknya baik oleh orang tuanya anak mendapatkan kesulitan untuk mengembangkan diri di tengah-tengah lingkungan yang tidak baik. Anak dididik jujur akan merasa jengkel bila ternyata teman-temannya suka berbohong. Anak ini dihadapkan pada dua pilihan, antara jujur dan berbohong karena sesuai dengan teman-temannya. Lingkungan pergaulan mempunyai andil bagian yang berarti bagi perkembangan psikis anak, jika lingkungan cenderung baik maka anak cenderung baik begitu pula sebaliknya (Mustaim,1990;141).
c. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup mengajarkan pada masa lalu tak akan pernah hilang. Artinya bahwa segala seseuatu yang terjadi di dalam hidupnya tidak akan pernah terlupakan. Anak-anak kurang mendapatkan perhatian dari gurunya senantiasa membuat keonaran untuk mendapatkan perhatian yang khusus baginya. Inilah sebab yang melatar belakangi masalah-masalah pada siswa yang menyebakan suatu perilaku yang menyimpang dimana perilaku ini termasuk pada kenakalan remaja.
C. Bentuk-bentuk masalah
Masalah-maslah yang dihadapi oleh anak remaja sebagai akibat dari adanya sebab-sebab diatas. Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan anak remaja/siswa dapat dibagi menjadi dua sifat yaitu:
1. Bersifat Regresif
Perilaku yang bersifat regresif biasanya ditunjukkan anak-anak dengan kepribadian introvert, bentuk prilaku yang menyimpang misalnya: suka menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk, tidak mau masuk sekolah.
2. Bersifat Agresif
Prilaku agresif biasanya ditunjukkan oleh anak yang berkepribadian extrovert. Perbuatan yang dilakukan misalnya : berbohong, membuat onar/kekacauan, memeras/memalak temannya, beringas dan perilaku-perilaku lain yang bisa menarik perhatian orang lain.
Bila disingkronkan antara bentuk-bentuk kenakalan dan faktor-faktor penyebabnya maka akan didapati ada hubungan yang korelatif antara keduanya. Pemahaman keduanya akan membuat penanganan terhadap masalah menjadi semakin mudah.
Contoh : seorang anak yang mempunyai prilaku membolos sekolah perhatian yang perlu kita berikan adalah perhatian kepada kenapa dia membolos. Tidak kepada hukuman yang akan diberikan.
Karena membolos yang dilakukan pasti mempunyai penyebabnya. Pemahaman terhadap faktor-faktor penyebab akan memudahkan dalam penyelesaian masalah (mustaqim, 1990:143)
D. Pencegahan dan penanggulangan
Sebab suatu perilaku yang menyimpang ternyata mempunyai latar belakang lingkungan dan kehidupan sosial yang buruk. Ini bisa dari lingkungan keluarga, teman dan masyarakat. Tidak jarang juga dari status ekonomi keluarga dalam masyarakat.
Faktor eksogen, remaja hidup dalam interaksi dengan lingkungan, sehingga mendapat pengaruh yang besar pula bagi pembentukan pribadinya. Lingkungan yang sehat dengan menanamkan pendidikan yang benar dan ada hubungan yang harmonis memungkinkan seseorang dapat menjadikan lebih dewasa dan matang dalam kepribadian. Keadaan keluarga, sekolah dan masyarakat menentukan pula kemungkinan berkembangnya pribadi tersebut.
Usaha penanggulangan masalah kenakalan ini adalah dengan Studi kasus menggunakan pendekatan reality therapy atau terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada masa kini. Pendekatan ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat humanis. Sikap humanis ini ditujukan untuk memberikan gambaran dan bimbingan yang menghargai hak-haknya dan mengarahkan untuk pemenuhan kewajiban-keajiban yang harus dijalankan.
Dalam hal ini juga tidak semata-mata bisa di lakukan oleh konselor tetapi juga oleh pihak keluarga, sekolah dan masyarakat harus juga berpartisipasi mengembangkan bakat dan kemampuannya secara seimbang baik dalam bidang non material maupun dalam bidang spiritual agar tidak terjadi prilaku yang menyimpang.
Bab III. Metode Pelaksanaan Studi Kasus
A. Data penelitian
Penelitian ini digunakan untuk mengumpulan data peneliti menggunakan data non tes, yaitu wawancara dan observasi. Wawancara ditujukan kepada klien yang merupakan sumber utama. Dan sebagai pendukung data praktikan juga mencari data-data dari teman dekat klien, keluarga, guru yang berada di sekitar klien itu sendiri.
Wawancara merupakan situasi peran antar pribadi bersama (face to face), ketika seseorang atau pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang berhubungan dengan masalah penelitian, kepada klien yang sedang diteliti (responden). Penelitian tidak dilakukan sekali tetapi beberapa kali. Ini dimungkinkan untuk mempermudah dalam pengklarifikasian dan pengembangan kasus yang dihadapi.
Penelitian ini mendapatkan hasil dari wawancara dengan klien yaitu yang berhubungan dengan kasus yang dihadapi klien. Klien mempunyai prilaku yang kurang baik dimana klien sering membolos tidak mengikuti pelajaran tanpa keterangan yang jelas. Data utama ini yang menjadi sumber utama dalam kasus ini. Klien sering tidak masuk sekolah karena pengaruh keluarga dan lingkungan sekitar, kurang percaya diri. Kurang mengerti tentang hak dan kewajibannya secara benar.
Hasil dari wawancara peneliti yang diperoleh dari klien adalah sebagai berikut :
1. Pertemuan pertama
Memulai penelitian ini pada tanggal 19 September 2017 yang merupakan pertemuan pertama. Dalam pertemuan pertama peneliti menemui guru BK yang kemudian peneliti dikenalkan kepada klien. Pada pertemuan pertama peneliti menayakan kepada klien untuk menjadi klien dalam study kasus dan klien mau menjadi klien dalam penelitian ini. Dari situ pepenliti kemudian melanjutkan perkenalan yang lebih dalam agar menjadi akrab dan saling membantu. Peneliti kemudian mengadakan kontrak pertemuan untuk selanjutnya dan begitu seterusnya. Dalam pertemuan pertama ini juga peneliti langsung mendapat sinopsis dari guru BK tentang tingkah laku dan masalah yang dihadapi klien.
2. Pertemuan kedua
Pertemuan kedua peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien tentang masalah yang dihadapi. Pertanyaan ini berdasarkan sinopsis masalah yang telah diberikan oleh guru BK yang diberikan pada pertemuan pertama. Dalam pertemuan kedua ini klien menceritakan masalah yang dihadapinya, klien bercerita bahwa ia sering sekali tidak masuk sekolah baik izin, sakit dan tanpa keterangan. Kadang juga membuat surat izin dengan tanda tangan sendiri.
3. Pertemuan ketiga
Pertetemuan ketiga ini peneliti mendapatkan data dari klien tentang keadaan keluarga. Klien menceritakan keadaan keluarga meliputi alamat rumah, pekerjaan orang tua. Klien sering sekali di tinggal ayahnya mencari nafkah dan ibu nya hanya ibu rumah tangga, Orang tuanya bekerja menjadi buruh selama satu minggu penuh. Peneliti juga menanyakan tentang kondisi fisiknya karena klien kadang tidak masuk dengan alasan sakit.
Klien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Di rumah jarang sekali mendapatkan pendidikan dari keluarga. Klien sebagai anak kedua yang kurang mendapatkan perhatian yang khusus dari ayah dan ibu nya. Kehidupan keluarga dapat dikatakan cukup baik. Klien sekarang masih tinggal bersama orang tua. Dalam keseharian klien senang sekali mendengarkan musik untuk menenangkan pikiran nya
4. Pertemuan keempat
Dalam pertemuan ke empat peneliti mengajukan pertanyaan tentang kondisi lingkungan tempat tinggal dan tentang pergaulannya. Klien bercerita bila bolos kadang hanya di rumah tidur atau nonton TV, kadang-kadang juga hanya main-main di tempat tetangga dan nongkrong didaerah dekat sekolah. Klien membolos masih memakai seragam sekolah karena klien membolos sejak jam pertama atau memang sengaja tidak masuk sekolah. Klien jarang sekali membolos karena ajakan teman atau siapa tapi karena kehendak sendiri. Di rumah jarang sekali bermain bersama dengan teman atau saudara ini terbukti dari hobinya yang hanya menonton TV.
5. Pertemuan kelima
Peneliti mendapatkan data dari angket data pribadi siswa dan dari teman sebaya di sekolah bahwa klien sering tidak masuk satu kali dalam seminggu kadang juga sampai dua kali. Tentang prestasi disekolah klien biasa-biasa saja dan tidak mendapat peringkat.
6. Pertemuan keenam
Petemuan keenam merupakan pertemuan terakhir dengan klien dalam peremuan terakhir peneliti memberikan gambaran permasalahan dan memberikan saran-saran, bantuan dan solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Ini peneliti berikan atas dasar data-data yang peneliti dapatkan dari masalah dan hasil wawancara yang selama peneliti dengan klien berkerja sama. Klien juga berjanji kepada peneliti untuk berubah berusaha memperbaiki sikapnya, memperbaiki prestasinya, dan berusaha selalu masuk sekolah kecuali memang tidak mendukung untuk tidak masuk sekoah.
B. Data pendukung
Data pendukung yang peneliti gunakan dalam pengumpulan data mengenai klien adalah berupa pertanyaan-pertanyaan serta keterbukaan anak dalam melakukan kejujuranya dalam wawancara serta tanya jawab setelah selesai jam pelajaran pada saat pulang dari sekolah serta dari teman-teman dekatnya tepatnya di SMK Surya Dharma Bandar Lampung yang menengah. Data yang penulis peroleh dari angket data siswa dan wawancara dari wali kelasnya.
Klien menunjukkan orang intelegensinya kurang. Kehidupannya didasarkan pada ketidak sadaran, tertarik pada hal-hal yang nyata, emosinya mudah bergerak, sensitif, sensualitas, ketidak kesadaran dan ada hambatan dalam perkembangan atau mentalnya. Merasa rendah diri, kurang percaya pada diri sendiri apabila forum umum dia kurang percaya diri. Dia cenderung diam.
Klien juga kurang mendapatkan perhatian dari orang tua karena pekerjaan orang tuanya di luar daerah yang kadang hanya tiga bulan sekali pulang kerumah. Keluarga kurang memperhatian tentang pendidikan klien. Selain itu juga klien jarang sekali berkumpul dengan pelajar justru kadang malah hanya berkumpul dengan teman sebaya. Data ini juga diperoleh untuk melihat perkembangan akibat gangguan kecemasan yang ditimbulkan pada masa kanak-kanak. Sehingga kasih sayang kurang yang didapatkan dari kedua orang tuanya mendorong dirinya untuk mencari perlindungan di luar. Didikan yang keras dari keluarga kakeknyalah yang menyebabkan ia berhasil.
Dalam penelitian praktikan juga menemukan data-data yang bersifat negatif tetapi juga menemukan data-data yang positif dari tindakan-tidakan klien yang tetep harus dikembangkan juga. Dalam hal ini praktikan melihat bahwa klien juga mempunyai rasa bakti teradap keluarga, klien juga sering membantu keluarga dalam pekerjaan rumah. Klien kadang tidak masuk sekolah hanya di rumah dan membantu orang tua. Tidakan ini tidak salah namun yang menjadi tidak baik karena penempatan yang keliru. Yaitu seperti hanya karena ingin membantu keluarga klien sampai mengabaikan kewajibannya yaitu belajar.
Bab IV. Analisis dan Diganosis
A. Subjek Studi
I. Identitas
Nama Inisial : BAS
Usia : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Pria
Kelas / Sekolah : X Administrasi Perkartoran SMK Swasta XX
Agama : Islam
II. Identitas Orangtua
Ayah : PRN
Pekerjaan : Buruh
Ibu : SLS
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
B. Sipnosis (Keadaan Psikologis Klien)
Klien dalam studi kasus yang dikembangan ini klien Sering tidak masuk sekolah walaupun hanya satu minggu sekali bahkan tidak jarang pula satu minggu dua kali. Alasan yang dialami klien untuk tidak berangkat sekolah dikarenakan malas untuk berangkat sekolah, tidak belajar karena pelajaran tertentu dan klien pada waktu tidak berangkat sekolah dia sering nongkrong di warung dekat sekolah dan terkadang ia dirumah dengan alasan sakit.
Dalam proses pembelajaran, mengalami permasalahan ini terbukti bahwa anak ini menyukai beberapa mata pelajaran saja dan pelajaran yang paling disukai adalah Bahasa Inggris dan matematika. Dalam hal aktualisasi diri juga mengalami permasalahan ini terbukti ketika dalam proses wawancara anaknya susah diajak komunikasi. Dalam proses pembelajaran kurang menguasai apa yang disampaikan oleh gurunya serta jarang memperhatikan gurunya dalam pelajaran dan ketika pelajaran berlangsung ia sering sekali pergi ke uks dengan alasan sakit agar tidak belajar. Anaknya juga sering terlambat sekolah karena sering bangun kesiangan. Sering sekali terkena hukuman karena terlambat 20 menit.
C. Jenis Dan Nama Kasus
Dari hasil observasi dan data-data yang didapatkan selama obervasi yang kemudian didentifikasi, merumuskan dan menyimpulan untuk mengkaji tentang “STUDI KASUS PERILAKU MEMBOLOS DIKALANGAN PELAJAR KARENA MALAS” Studi kasus perilaku membolos dikalangan pelajar ini menggunakan pendekatan reality therapy atau terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada masa kini.
Pendekatan ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat humanis.
D. Analisis
Prilaku yang dialami klien sekarang adalah dampak dari eksternal yaitu kurangnya peran keluarga yang kurang dalam keseharianya klien mencoba untuk mengatasi segala permasalahanya sendiri dalam hal moral dan spiritual. Karena usianya yang sekarang dalam masa pubertas, dimana juga klien mencari jati dirinya terpengaruh oleh teman-temannya yang membuat klien suka membolos sekolah. Prilaku membolos membuat klien mengalami ketinggalan pelajaran, sehingga prestasi klien menurun dan nilai rapornya rendah.
Klien sering tidak masuk sekolah karena hanya ingin melakukan sebuah kegiatan yang disenangi oleh klien, dimana saat klien malas untuk berangkat sekolah sehingga klien ketinggalan pelajaran dan dapat merugikan sendiri. Kemalasan klien tidak terlalu begitu parah karena hanya malas berangkat sekolah. Dalam hal kegiatan yang lain tidak begitu malas.
Klien membolos karena malas berangkat sekolah. Malas karena ada beberapa pelajaran yang tidak disukai dan bahkan guru yang tidak disukai. Kemalasan yang dimiliki oleh klien karena klien kurang memahami kewajibanya sebagai seorang anak yaitu belajar. Klien tidak mengerti hal utama yang harus dilakukan oleh seorang murid.
II. Diagnosis
1. Efisiensi Kasus
Kasus yang dihadapi klien yaitu perilaku membolos sekolah yang mana perilaku merugikan dirinya sendiri karena ketinggalan pelajaran dari teman-temanya, sehingga sering mendapat nilai rendah. Faktor-faktor efektif yang dialami klien yaitu perilaku membolos sekolah. Prilaku dikarenakan faktor internal dan eksternal. Prilaku yang menyimpang dilakukan karena keinginanya sendiri dan pengaruh dari luar yaitu dari pergaulannya dengan teman-teman serta lingkungan yang kurang mendukung.
2. Latar Belakang kasus
Masalah yang dialami klien merupakan prilaku perlu dihindari klien karena membawa pada ketinggalan pelajaran. Prilaku tersebut tidak terlepas dari latar belakang masalah yang dihadapinya. Masalah klien pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam atau dari diri klien sendiri. Klien selalu mempunyai keinginan untuk dirumah menonton TV dan bermain bersama teman-temannya yang mana saat tidak masuk sekolah dan klien sendiri sering mengalami malas untuk berangkat sekolah.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang bersal dari luar klien. Sebab dari perilaku yang menyimpang dengan membolos sekolah berawal dari kemalasan untuk tidak masuk sekolah agar dapat menonton TV serta bermain bersama teman-teman. Kehadiran teman-teman yang memiliki kebebasan dan tidak memiliki tanggjung jawab sebagi seorang murid membuat klien ikut-ikutan.
Selain dari lingkungan masyarakat klien juga mempunyai keluarga, yang mana klien merasa kurang diperhatikan oleh ayah yang pergi untuk bekerja dan ibu yang mengurus adiknya. Walaupun kedua orang tuanya sudah merasa diperhatikan tatapi klien merasa kurang adanya perhatian. Orang tua jarang memberikan bimbingan, serta arahan.
c. Sebab Timbulnya Kasus
Masalah yang dihadapi klien bermulai dari pertengahan masuk sekolah SMK Surya Dharma Bandar Lampung, dimana klien malas masuk sekolah. Selain itu klien juga mengalami malas untuk datang karena ada mata pelajaran yang tidak ia sukai, ingin menonton TV dirumah dan ingin bermain bersama teman-temannya.
d. Dinamika Psikis Klien
Dinamika Psikis Negatif, Klien memiliki perilaku yang kurang baik, dimana suka membolos sekolah yang mengakibatkan ketingalan pelajaran sehingga prestasinya menurun dan mendapatkan nilai rendah.
III. PROGNOSIS
A. Dampak-dampak kasus
1. Dampak negatif
Perilaku membolos yang dilakukan oleh klien bila tidak segera di atasi maka akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya, sekolah dan keluarga dan bahkan sampai ke lingkungan sekitarnya. Membolos menjadikan klien ketinggalan pelajaran sehingga membuat indek prestasinya dalam kelas menurun.
Jika klien dibiarkan dalam keadaan ini, perilaku yang dilakukan klien akan menggangu dirinya sendiri, orang tuanya, pihak sekolah dan lingkungannya juga. Klien akan mengalami kekewatiran dimana saat membolos sekolah takut kalau diketahui pihak sekolah dan orang tuanya.
2. Dampak positif
Dari data-data permasalahan yang peraktikan dapatkan menyimpulan bahwa klien tidak masuk kadang karena tidak suka dengan guru sehingga mengarah juga ke mata pelajaran yang diampu oleh guru tersebut.
B. Alternatif Pemecahan Kasus
Dengan adanya studi kasus ini, klien dapat mengerti dari perilakunya yang menyimpang dimana klien dapat memahami perilaku yang dilakukannya tidak membawa kemajuan baginya. Sehingga dengan adanya studi kasus ini klien tahu perilaku membolos sekolah tidak ada manfatnya. Dan klien dapat lebih rajin untuk berangkat sekolah agar tidak ketinggalan pelajaran dan mendapat nilai raport yang lebih baik.
IV. TREATHMENT
A. Metode, Teknik, Sasaran Dan Tujuan
1. Metode
Studi kasus perilaku membolos dikalangan pelajar ini menggunakan metode reality therapy atau terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada masa kini. Metode ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat humanis.
2. Teknik
Teknik-teknik yang digunakan adalah :
a) Menggunakan role playing dengan klien.
b) Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dengan rileks.
c) Tidak menjanjikan kepada klien maaf apapun, karena telah terlebih dahulu diadakan perjanjian untuk melakukan tingkah laku tertentu yang sesuai dengan keberadaan klien.
d) Menolong klien utnuk merumuskan tingkah apa yang akan diperbuatnya.
e) Membuat model-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik.
f) Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya
g) Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejakan yang pantas untuk menkanfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tak pantas, misalnya berupa teguran secara langsung atau tiba-tiba terhadap tingkah lakunya atau janji yang tak dapat dipertanggungjawabkan
h) Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif, misalnya, dengan merencanakan model belajar atau sekolah yang langsung dalam kehidupan dilakukan.
3. Sasaran
Dalam menangani kasus ini sasaran yang utama hendak dicapai adalah subyek sendiri, jadi perlakuan yang peneliti lakukan ditujukan kepada subyek.
4. Tujuan
a. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri dengan kata lain individu dapat membuat keputusan yang tepat dari tingkah laku yang dibuatnya untuk mencapai masa datang yang lebih baik (memandirikan klien)
b. Mendorng klien untuk bertanggung jawab serta memikul segala resiko. Tanggung jawab yang dimintakan klien sesuai dengan kemampuaan dan keinginnya
c. Mengembangkan rencana-rencana nyata dalam mencapai tujuan, rencana harus dibuat realistik dalam arti dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang nyata dan merupakan harapan yang dapat dicapai atas kemampuan yang dimiliki klien.
d. Tingkah laku yang sukses yang dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses. Kesuksesan pribadi dicapai dengan nilai-nilai adanya keinginan individu, untuk mengubahnya sendiri jadi tanggungjawab yang penuh atas kesadaran sendiri.
e. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggungjawab atas kesadaran sendiri
B. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Waktu dan tempat pelaksanaan di SMK Surya Dharma Bandar Lampung yang peneliti laksanakan bersama-bersama dengan klien, dengan menggunakan metode tingkah laku desensitisasi sitematis secara bertahap-tahap dari waktu ke waktu dan beberapa metode yang lain sesuai dengan kondisi klien.
1. Pertemuan pertama (19 September 2017)
Memulai penelitian ini pada tanggal 19 September 2017 yang merupakan pertemuan pertama. Dalam pertemuan pertama peneliti menemui guru BK yang kemudian peneliti dikenalkan kepada klien. Pada pertemuan pertama peneliti menayakan kepada klien untuk menjadi klien dalam study kasus dan klien mau menjadi klien dalam penelitian ini. Dari situ pepenliti kemudian melanjutkan perkenalan yang lebih dalam agar menjadi akrab dan saling membantu. Peneliti kemudian mengadakan kontrak pertemuan untuk selanjutnya dan begitu seterusnya. Dalam pertemuan pertama ini juga peneliti langsung mendapat sinopsis dari guru BK tentang tingkah laku dan masalah yang dihadapi klien.
2. Pertemuan kedua (21 September 2017)
Pertemuan kedua peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien tentang masalah yang dihadapi. Pertanyaan ini berdasarkan sinopsis masalah yang telah diberikan oleh guru BK yang diberikan pada pertemuan pertama. Dalam pertemuan kedua ini klien menceritakan masalah yang dihadapinya, klien bercerita bahwa ia sering sekali tidak masuk sekolah baik izin, sakit dan tanpa keterangan. Kadang juga membuat surat izin dengan tanda tangan sendiri.
3. Pertemuan ketiga ( 27 September 2017)
Pertetemuan ketiga ini peneliti mendapatkan data dari klien tentang keadaan keluarga. Klien menceritakan keadaan keluarga meliputi alamat rumah, pekerjaan orang tua. Klien sering sekali di tinggal ayahnya mencari nafkah dan ibu nya hanya ibu rumah tangga, Orang tuanya bekerja menjadi buruh selama satu minggu penuh. Peneliti juga menanyakan tentang kondisi fisiknya karena klien kadang tidak masuk dengan alasan sakit.
Klien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Di rumah jarang sekali mendapatkan pendidikan dari keluarga. Klien sebagai anak kedua yang kurang mendapatkan perhatian yang khusus dari ayah dan ibu nya. Kehidupan keluarga dapat dikatakan cukup baik. Klien sekarang masih tinggal bersama orang tua. Dalam keseharian klien senang sekali mendengarkan musik untuk menenangkan pikiran nya
4. Pertemuan keempat (4 Oktober 2017)
Dalam pertemuan ke empat peneliti mengajukan pertanyaan tentang kondisi lingkungan tempat tinggal dan tentang pergaulannya. Klien bercerita bila bolos kadang hanya di rumah tidur atau nonton TV, kadang-kadang juga hanya main-main di tempat tetangga dan nongkrong didaerah dekat sekolah. Klien membolos masih memakai seragam sekolah karena klien membolos sejak jam pertama atau memang sengaja tidak masuk sekolah. Klien jarang sekali membolos karena ajakan teman atau siapa tapi karena kehendak sendiri. Di rumah jarang sekali bermain bersama dengan teman atau saudara ini terbukti dari hobinya yang hanya menonton TV.
5. Pertemuan kelima (10 Oktober 2017)
Peneliti mendapatkan data dari angket data pribadi siswa dan dari teman sebaya di sekolah bahwa klien sering tidak masuk satu kali dalam seminggu kadang juga sampai dua kali. Tentang prestasi disekolah klien biasa-biasa saja dan tidak mendapat peringkat.
6. Pertemuan keenam (17 Oktober 2017)
Petemuan keenam merupakan pertemuan terakhir dengan klien dalam peremuan terakhir peneliti memberikan gambaran permasalahan dan memberikan saran-saran, bantuan dan solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Ini peneliti berikan atas dasar data-data yang peneliti dapatkan dari masalah dan hasil wawancara yang selama peneliti dengan klien berkerja sama. Klien juga berjanji kepada peneliti untuk berubah berusaha memperbaiki sikapnya, memperbaiki prestasinya, dan berusaha selalu masuk sekolah kecuali memang tidak mendukung untuk tidak masuk sekoah.
C. Evaluasi treatment
Subyek telah peneliti kenal cukup lama dan sadar bahwa masalah yang dihadapai membutuhkan bantuan konseling, sikap awal pada pertemuan-pertemuan dengan peneliti lebih menunjukkan hubungan yang mempunyai perhatian yang lebih besar dalam suasana keakraban, termasuk dengan anggota keluarga yang lain. Subyek menunjukkan sikap yang senang apabila peneliti datang menemuinya. Sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan perlakukan terhadap subyek, dari awal pengumpulan data sampai dengan pelakuan pada treatment-treatment.
Setelah dilakukan pada subyek, nampak ada perubahan. Sekarang merasa lebih santai dan lebih mantap dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul. Anak-anak merasa diperhatikan dan mendapatkan tempat untuk mengutarakan semua perasaannya dibandingkan sebelumnya. Namun demikian perlakuan terhadap ibu baru sekali dan belum banyak peneliti laksanakan lebih banyak karena ibunya (ibu pulang ke ayahnya tanpa minta ijin subyek, karena membawa/menghabiskan sejumlah uang subyek yang cukup banyak) tidak ada di rumah sejak awal treatment ini diperlakukan.
Jadi selama melakuan treatment yang peneliti lakukan dalam waktu yang singkat yaitu kurang lebih satu setengah bulan, menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Artinya bahwa subyek mengalami perkembangan yang baik dibandingkan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa treatment yang dikenakan pada subyek telah berhasil 80%. Tetapi sekalipun studi kasus ini telah berakhir, namun tetapi peneliti menekan kepada subyek untuk tetap latihan-latihan releksasi dan sewaktu-waktu subyek membutuhkan bantuan peneliti bersedia dan dengan senang hati.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Mempelajari dan memahami masalah psikologis terhadap kasus yang disebabkan adanya bentukan baik dari dalam diri individu maupun keluarga serta faktor eksternal yang lain. Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya masalah, baik itu latar kasus maupun pencetus kasus yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal yang mempengaruhi dinamika psikis (gejala-gejala psikis) klien. Memberikan perlakuan yang tepat sehingga kecemasan yang di alami klien dapat teratasi. Memberikan perlakuan terhadap klien supaya memperoleh tingkah laku yang diterima masyarakat dan mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya untuk perkembangan diri yang optimal dalam menggunakan segala kelemahan dan kelebihannya
B. Pendapat
Berdasarkan pada analisa, diagnosis dan kesimpulan di atas, penulis berpendapat:
Subyek mengalami gangguan kecemasan yang di sebabkan oleh faktor psikologis, yaitu adanya kepribadian subyek yang mudah sekali emosional (kurang adanya kestabilan emosional) dalam menghadapi berbagai masalah. Kurang menerima kenyataan terhadap apa yang dihadapi saat sekarang. Subyek terbawa pada pengalaman-pengalam masa lalu yang traumatik dan kehilangan fugur orang yang paling dekat, membuat subyek mempunyai ketergantungan yang tinggi. Sebaliknya disisi lain subyek harus berperan sebagai figur ibu dan sekaligus ayah.
Subyek sebenarnya sangat membutuhkan dorongan dan dukungan dari pihak orang tua, namun demikian orang tua justru manambah memberikan beban terhadap subyek (karena keberadaan yang tidak memungkinkan).
Gangguan kecemasan yang dialami subyek masih dalam batas rasional dan hal ini akan sangat terasa bila subyek sedang banyak mengalami masalah. Dan subyek cukup potesial untuk mengatasi masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Molyono, Bambang Y. 1984. Pendekatan Analisis kenakalan Remaja dan penanggulangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Partowisastro Kuestuer, Drs. 1983. Dinamika Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga Jakarta
Mustaqim, Drs. Dan Wahid Abdul, Drs. 1990. Psikologi Pendidikan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Hariyadi Sugeng, Drs. MS. 1993. Perkembangan Peserta Didik. Penerbit IKIP Semarang Press. Semarang
Pujosuwarno Sayekil. Drs. 1983 Berbagai Pendekatan Dalam Konsling. Penerbit IKIP Yogyakarta FIP. Yogyakarta.