Daftar isi
Akad Perbankan Syariah
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang berbasis Syariah Islam. Secara makro bank syariah memposisikan dirinya sebagai pemain aktif daam mendukung dan memainkan kegiatan investassi di masyarakat untuk melakukan di sekitar nya. Di satu sisi bank syariah mendororng dan mengajak masyarakat untuk ikut aktif berinvestasi melalui berbagai produkny, sedangkan di sisi lain bank syariah aktif untuk melakukan investasi di masyarakat. Selain itu, secara mikro bank syariah merupakan lembaga keuangan yang menjamin seluruh aktifitas operasinya, termasuk produk dan jasa keuagan yan g ditawarkan, telah sesuai dengan prinsip islam.
Berbeda dengan produk dan jasa keuangan bank konvensional, produk dan jasa keuangan bank syariah tidka terlepas dari jenis akad yang digunakan. Jenis akad yang dingunakan oleh suatu produk biasanya melekat pada nama produk tabungan yang mengunakan akad mudarabah, sedangkan tabungan wadi’ah berarti produk tabungan yang menggunakan akad wadi’ah. Hal ini berarti segala ketentuan mengenai akad wadi’ah berlaku untuk wadi’ah
Oleh sebab itu, melalui makalah ini pemakalah akan membahas apa saja akad- akad yang terdapat pada bank syariah dan bagaimana penerapannya, menjelaskan konsep dasar dari akad itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
- Konsep akad (peserikatan)
- Macam-macam akad dalam Bank Syariah
- Kaitan akad dengan bank syariah
Bab II. Pembahasan
A. Konsep Akad
Dalam melakukan suatu kegiatan muamalah, Islam mengatur ketentuan-ketentuan perikatan (akad). Ketentuan akad ini tentunya berlaku dalam kegiatan perbankan Islam. Uraian berikut ini merupakan konsep perikatan (akad) dalam hukum Islam yang dijelaskan secara umum dan singkat saja.
1. Pengertian Perikatan (Akad)
Istilah perikatan yang digunakan dalam KUH Perdata, dalam Islam dikenal dengan istilah aqad (akad dalam Bahasa Indonesia). Jumhur Ulama mendefinisikan akad adalah “pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.”
Ikrar merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembentukan akad. Ikrar ini berupa ijab dan kabul. Ijab adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak pertama) untuk menawarkan sesuatu. Kabul adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak kedua) untuk menerima atau mengabulkan tawaran dari pihak pertama. Apabila antara ijab dan kabul yang dilakukan oleh kedua pihak saling berhubungan dan bersesuaian, maka terjadilah di antara mereka.
2. Akad yang digunakan Bank Syariah
Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinay terutama diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari kegiatan tolong-menolong (tabarru’)
3. Keterkaitan Akad dan Produk
Akad atau transaksi yang berhubungan dengan kegiatan usaha bank syariah dapat di golongkan ke dalam transaksi untuk mencari keuntungan (tijarah) dan transaksi tidak untuk mencari keuntungan (tabarru’). Akad dari tanskasi tijarah yaitu: Mudarabahah, salam, istishna, ijarah, ijarah wa iqtina, ujr, sharf, mudharabah, musharakah, muzara’ah, musaqah, mukhabarah. Sedangkan tabarru’ yaitu: wasi’ah yad dhamamah, qardh,qarddhul hasan, wakalah,kafalah,hiwalah,rahn,hibah, waqf, shadaqah, hadiah.
B. Akad Bank Syariah
Berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi ke da;lam enam kelompok pola, yaitu:
- Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah
- Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan
- Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musharakah
- Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna;
- Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
- Pola lainnya, seperti wakalah,kafalah,hiwalah,ujr, sharf, dan rahn.
C. Akad Pola Titipan
Akad berpola titipan (Wadi’ah) ada dua, yaitu Wadi’yad Amanah dan Wadi’ah yad Dhamanah. pada awalnya,bentuk yad al-amanah `tangan amanah,’ yang kernudian dalam perkembangannya memunculkan yadh-dharnanah `tangan penanggung: Aia Wadi’ ah yad Dharnanah ini akhirnya banyak dipergunakan dalam aplikasi perbankan syariah dalam produk-produk pendanaan.
1. Wadi’ah yad Amanah
Secara umum Wadi’ah adalah titipan murni dari pihak penitip kepada pihak penyimpan (muwaddi’) yang mempunyai barang/aset kepada pihak penyimpan (mustawda’) yang diberi amanah/kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki.
Barang/aset yang dititipkan adalah sesuatu yang berharga yang dapat berupa uang, barang, dokumen, surat berharga, atau barang berharga lainnya. Biaya penitipan boleh dibebankan kepada pihak penitip sebagai kompenjsasi atas tanggung jawab pemeliharaan.
pihak penyimpan tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan barang/aset yang dititipkan, melainkan hanya menjaganya. Selain itu, barang/aset yang dititipkan tidak boleh dicampuradukkan dengan barang/aset lain, melainkan harus dipisahkan untuk masing-masing barang/aset penitip.
2. Wadi’ah yad Dhamanah
Dari prinsip yad al-amanah `tangan amanah’ kemudian berkembang prinsip yadh-Dhamanah `tangan penanggung’ yang berarti bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset titipan.
Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan sekaligus penjamin keamanan barang/aset yang dititipkan. Ini juga berarti bahwa pihak penyimpan telah mendapatkan izin dari pihak penitip untuk mempergunakan barang/aset yang dititipkan tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan akan mengembalikan barang/aset yang dititipkan secara utuh pada saat penyimpan menghendaki. Hal ini sesuai dengan anjuran dalam Islam agar aset selalu diusahakan untuk tujuan produktif (tidak idle didiamkan saja).
Rukun dari akad titipan Wadi’ah yad Amanah. maupun yad Dhamanah) yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal berikut.
- pelaku akad, yaitu penitip (mudr’/muwaddi) dan penyimpan penerima titipan (muda’/mustawda’);
- objek akad, yaitu barang yang dititipkan; dan
- shighah, yaitu Ijab dan Qabul
Sementara itu, syarat Wadi’ah. yang harus dipenuhi adalah syarat bonus sebagai berikut:
- bonus merupakan kebijakan penyimpan
- bonus tidak disyaratkan sebelumnya.
D. Akad Pola Pinjaman
Satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. Karna bunga dilarang dalam Islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih khusus Piniaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial, tetapi bersifat sosial.
1. Pinjaman Qardh
Qardh merupakan pinjaman kebajikan tanpa imbalan, biasanya untuk pembelian barang-barang fungible (yaitu Barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan jumlahnya). Objek dan pinjaman qardh biasanya adalah uang atau alat tukar lainnya (Saleh, 1992), yang merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (dalam hal ini bank) dan hanyamengembalikan pokok utang pada waktu tertentu di masa yang akan datang. Peminjam atas prakarsa sendiri dapat mengembalikan lebih besar sebagai ucapan terima kasih.
Rukun dari akad Qardh atau Qardhul Hasan dalam transaksi ada beberapa:
- pelaku akad, yaitu muqtaridh (peminjam), pihak yang membutuhkan pihak yang memiliki dana, dan muqridh (pemberi pinjaman),
- objek akad, yaitu gardh (dana);
- tujuan, yaitu ‘iwad berupa pinjaman tanpa imbalan (pinjam Rp.X,- dikembalikan Rp.X,-); dan
- shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Sedangkan syarat dari akad Qardh atau Qardhtul Hasan yang harus dipenuhi dalam transaksi, yaitu:
- kerelaan kedua belah pihak; dan
- dana digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan halal.
E. Akad Pola Bagi Hasil
Akad bank syariah yang utama dan paling penting yang disepakati oleh para ulama adalah akad dengan pola bagi hasil dengan prinsip mudharabah (trustee profit sharing) dan musyarakah (joint venture profit sharing).
1. Musyarakah
Musyarakah merupakan istilah yang sering dipakai dalam konteks skim pembiayaan Syariah. Istilah ini berkonotasi lebih terbatas dari pada istilah syirkah yang lebih umum digunakan dalam fikih Islam (Usmani, 1999).
Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha pemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha, rnembiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjaian. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. Para pihak dapat membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji/upah untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tersebut.
Musyarakah pada umumnya merupakan perjanjian yang berjalan terus sepanjang usaha yang dibiayai bersama terus beroperasi. Meskipun demikian, perjanjian musyarakah dapat diakhiri dengan atau tanpa menutup usaha. Apabila usaha ditutup dan dilikuidasi, maka masing-masing mitra usaha mendapat basil likuidasi aset sesuai nisbah penyertaannya. Apabila usaha terus berjalan, maka mitra usaha yang ingin mengakhiri perjanjian dapat menjual sahamnya ke mitra usaha yang lain dengan harga yang disepakati bersama.
Rukun dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
1) pelaku akad, yaitu para mitra usaha;
2) objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh);
3) shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Syarat dari akad musyarakah yaitu :
akad harus dilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa adanya tekanan, penipuan, atau penggambaran yang keliru, dan sebagainya.
2. Mudharabah
Secara singkat mudharabah atau penanaman modal ialah penyerahan modal uang kepada oarang yang beniaga sehingga ia mendapatkan persentase keuntungan (Al-Mushlih dan Ash-Shawi, 2004)
Sebagai suatu bentuk kontark, mudharabah merupakan akad bagi hasil ketika pemilik dana/modal (pemodal), biasa di sebut shahibul mal/rabbul mal, menyediakan modal (100 persen) kepada pengusaha sebagai pengelola, biasa disebut mudharib, untuk melakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang di hasilkan akan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad.
Rukun dari akad mudharabah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
1) Pelaku akad, yaitu shahibul mal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola) adalah pihak yang padai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal;
2) Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh); dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul
Sementar itu, syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi dalam mudharabah terdiri dari syarat modal dan kewuntungan. Syarat modal yaitu;
1) Modal harus berupa uang;
2) Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya;
3) Modal harus tunai bukan hutang; dan
4) Modal ahrus diserahkan kepada mitar kerja.
F. AKAD POLA JUAL BELI
Jual beli atau perdagangan atau perniagaan atau trading secara terminologi Fikih Islam berarti tukar menukar harta atas dasar saling ridha (rela), atau memindahkan kepemilikan dengan imbalan pada sesuatu yang diizinkan (Santoso, 2003).
1. Murabahah
Murabahah adalah istilah dalam Fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan yang diinginkan.
Rukun dari akad murabahah yang ahrus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
1) Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang;
2) Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dana tasaman (harga); dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.
Beberapa syarat pokok murabahah menurut Usmani (1999), antara lain scbagai berikut.
1) Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang diinginkan.
2) Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam bentuk persentase tertentu dari biaya.
3) Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang, seperti biaya pengiriman, pajak, dan sebagainya dimasukkan ke dalam biaya perolehan.akan tetapi, pengeluaran yang timbul karena usaha, tidak boleh dimasukkan dalam harga suatu transaksi.
4) Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya-biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan, barang/komoditas tersebut tidak dapat dijual.
2. Salam
Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dan penyerahan barang di kemudian hari dengan harga, spesifikasi, jumlah kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati
sebelumnya dalam perjanjian.
Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian dan produk-produk fungible (barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan jumlahnya) lainnya. Barang-barang non fungible seperti batu mulia, lukisan berharga, dan lain-lain yang merupakan barang langka tidak dapat dijadikan objek salam (Al-Omar clan Abdel-Haq, 1996). Risiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih berada pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak untuk meneliti dan dapat menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang disepakati.
Rukun dari akad salam yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu:
1) pelaku akad, yaitu muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang, clan muslam ilaih (penjual) adalahpihak yang memasok atau memproduksi barang pesanan;
2) objek akad, yaitu barang atau hasil produksi (muslam fiih) dengan spesifikasinya dan harga (tsaman); dan
4) shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Syarat-syarat salam antara lain sebagai berikut:
1) pembeli harus membayar penuh barang yang dipesan pada saat akad salam ditandatangani.
2) Salam hanya boleh digunakan untuk jual beli komiditas yang kualitas dan kuantitasnya dapat ditentukan dengan tepat.
3) Kualitas dari komoditas yang akan dijual dengan akad salam perlu mumpunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan yang dapat menimbulkan perselisihan.
4) Ukuran kuantitas dari komoditas perlu disepakati dengan tegas
5) Tanggal dan tempat penyerahan barang yang pasti harus ditetapkan dalam kontrak
6) Salam tidak dapat dilakukan untuk barang-barang yang harus di serhkan langsung.
3. Istishna
Istishna adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau komidatas tertentu untuk pembeli/pemesan. Istishna merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam.
Jika perusahaan mengerjakan untuk memproduksi barang yang dipesan dengan bahan baku dari perusahaan, maka kontrak/akad istishna muncul. Agar akad istishna menjadi sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai kesepakatan dan barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepakati bersama. Dalam istishna pembayaran dapat di muka, di cicil sampai selesai, atau di belakang.
Rukun dari akad istishna yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal,yaitu:
1) Pelaku akad , yaitu mustashni’ (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan shani’ (penjual) adalah pihak yang memproduksi barang pesanan
2) Objek akad, yaitu barang atau jasa (mashnu’) daengan spesifikasinya dan harga (tsaman); dan
3) 3shighah, yaitu ijab dan qabul.
G. AKAD POLA SEWA
Transaksi nonbagi hasil selain yang berpola jual beli adalah transaksi berpola sewa atau ijarah. Ijarah, biasa juga disebut sewa, jasa atau imbalan, adalah akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.
1. Ijarah
Sewa atau ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiayaan, pada mulanya bukan merupakan bentuk pembiayaan, tatapi merupakan aktivitas usaha seperti jual beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membiayai pembelian aset produktif. Pemilik dana kemudian membeli barnag dimaksud dan kemudian menyewakannya kepada yang membutuhkan aset tersebut.
Rukun dari akad iajrah yanh harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa:
1) Pelaku akad. Yaitu musta’jir (penyewa) dalah pihak yang menyewaaset, dan mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan
2) Objek akd, yaitu ma’jur (aset yang disewakan), dan ujarah 9harga sewa); dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.
Syarat harus dipenuhi agar hukum syariha terpenuhi.
1) Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yng disewakan tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jels oleh kedua belah pihak;
2) Kepemilikan aset tetap pada yang benyewakan yang bertanggung jawab atas pemeliharaannya sehingga aset tersebut teru dapat memberi manfaat kepada penyewa;
3) Akad ijarah dihentikan pada saat asett yang berasngkutan berhanti membrikan manfaat kepada penyewa;
4) Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan sebelumnya pada saat kontrak berakhir.
2. Ijarah Muntahiya bittamlik
Ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa diakhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan objek sewa.
H. AKAD POLA LAINNYA
1. Wakalah
Wakalah atau biasa disebut perwakilan, dalah perlimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain.
Rukun dari akad ini yaitu :
1) Pelaku akad, yaitu muwakil (pemberi kuasa) adalah pihak yang membrikan kuasa kepada pihak lain, dan wakil (penerima kuasa) adalah pihak yang diberi kuasa;
2) Objek akad, yaitu taukil (objek yang dikuasakan); dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.
Sedangkan syarat nya antara lain sebagai berikut:
1) Objek akad harus jelas dan dapat diwakilkan; dan
2) Tidak bertentangan dengan syariat islam
2. Kafalah
Kafalah adalah jaminan, beban, atau tanggunagn yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang di tanggung.
Rukun dari akad kafalah yaitu:
1) Pelaku akad, yatiu kafil(penanggung) adalah pihak yang menjamin dan makful(ditanggung), adalah pihak yang dijamin;
2) Objek akad, yaitu makful alaih (tertanggung) adalah objek penjamminan; dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul
Sedangkan syaratnya yaitu:
1) Objek akad harus jelas dan dapat dijaminkan;dan
2) Tidak bertentangan dengan syariat islam.
3. Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang/piutang dari orang yang berhutang/berpiutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya/menerimanya
Rukun dari akad hawalah yaitu:
1) Pelaku akad, yaitu muhal adalah pihak yang berhutang, muhil adalah pihak yang mempunyai piutang, dan muhal ‘alaih adlaah pihak yang mengambilalih utang/piutang;
2) Objek akad, yaitu muhal bih (utang); dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.
Sedangkan syaratnya yaitu :
1) Persetujuan para pihak terkait; dan
2) Kedudukan dan kewajiban para pihak
4. Rahn
rahn adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain (bank) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.
Rukun dari akad rahn yaitu:
1) Pelaku akad, yaitu rahin (yang menyerahkan barang), dan murtahin(penerima barang)
2) Objek akad, yaitu marhun (barang jaminan) dan marhun bih (pembiayaan); dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.
Sedangakn syaratnya yaitu:
1) Pemeliharaan dan penyimpanan jaminan; dan
2) Penjualan jaminan
5. Sahrf
Jaul beli valuta dengan valuta lain.
Rukun dari akad ini yaitu:
1) Pelaku akad, yaitu penjuual dalah pihak yang memiliki valuta untuk dijual, dan pembeli adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli valuta
2) Objek akad, yaitu sharf (valuta) dan si’rus sharf (nilai tukar); dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul
Syaratnya yaitu:
1) Valuta (sejinis atau tidak sejenis). Apabila sejenis, harus ditukarkan dengan jumalh yang sama. Apabila tidak sejenis, pertukaran dilakukan sesuai dengan nilai tukar; dan
2) Waktu penyerahan
6. Ujr
Imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan. Akad ujr diaplikasikan dalam produk-produk jasa keuangan bank syariah, seperti untuk penggajian, penyewaan, penggunaan ATM, dan sebagainya
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada bnyak sekali akad-akad yang terdapat pada bank syariah yang memiliki kaitanya dengan produk atau kegiatan bank syariah, dari kegiatan penyimpanan,penyaluran, dan jasa, semuanya memiliki akd-akadnya tersendiri, dari akad-akad tersebut memilik berbagai rukun an syarat yang harus dipenuhi agar sesuai dengan hukum-hukum islam yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya.Akad dan Produk Bank Syariah. Cet. 4.Jakarta: Rajawali Pers. 2013
Widya,karnaen,gemala,yeni. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.cet. 2 Jakarta: Pustaka Grafika. 2006