Makalah Munasabah Al-Qur’an

12 min read

Munasabah Al-Qur’an

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kalam Allah. yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad Saw. yang sampai kepada umat manusia dengan cara al-tawâtur (langsung dari Rasul kepada umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit dipahami.

Lahirnya pengetahuan tentang korelasi (munasabah) ini berawal dari kenyataan bahwa sistimatikan al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam mushaf Utsmani sekarang tidak berdasarkan pada kronologis turunnya, itulah sebabnya terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf tentang urutan surat dalam al-Qur’an. Pendapat pertama, bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi. Golongan kedua berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad. Kehadiran al-Qur’an dan misi risalah Rasulullah Saw selalu mengudang perhatian berbagai pihak untuk mengadakan studi. Aspek kajiannya terus berkembang baik dari aspek ilmiah maupun aspek non ilmiah. Hal ini barangkali dikarenakan oleh mu’jizat al-Qur’an. Keajaiban al-Qur’an seperti air laut tak pernah kering untuk ditimba. Ia lalu memeberikan inspirasi kepada manusia tanpa habis-habisnya.

B. Identifikasi Masalah

1. Pengertian munasabah

2. Beberapa contoh munasabah dalam alquran

3. Cara mengetahui munasabah

4. Macam-macam munasabah alquran

5. Urgensi dan kegunaan mempelajari munasabah alquran

C. Rumusan Masalah

1. Apa pengerian munasabah?

2. Apa saja contoh munasabah yang ada di dalam alquran?

3. Bagaimana cara mengetahui munasabah?

4. Ada berapa macam munasabah alquran?

5. Apa urgensi dan kegunaan dari mempelajari munasabah alquran?

Bab II. Pembahasan

A. Pengertian Munasabah

Mun­­asabah secara etimologi berarti kecocokan, kesesuaian atau kepantasan. Kata munasabah secara etimologi menurut as-Suyuthi berarti al-Musakalah (keserupaan) dan dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan menurut terminologi dapat difinisikan sebagai berikut, Menurut az-Zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan pada akal, pasti akal itu menerimannya. Menurut Ibnu al-Araby, munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Menurut al-Biqai, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui  alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an baik ayat atau surat dengan surat. M. Quraisy Shihab memberi pengertian munasabah sebagai kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an, baik surah maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu ayat dengan yang lainnya. Menurut Manna’ al-Qattan, munasabah adalah segala pertalian antara kalimat dengan kalimat dalam satu ayat atau antara ayat dengan ayat dalam banyak ayat atau antara surat dengan surat.

Dengan kata lain ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau suatu surat dengan surat lainnya. Hubungan itu dapat berupa hubungan umum dengan khusus, hubungan logis (‘aqli) atau hubungan konsekuensi logis seperti hubungan sebab dengan akibat, hubungan dua hal yang sebanding atau berlawanan.

B. Beberapa Contoh Munasabah Dalam al-Qur’an

Untuk membuktikan apakah ada hubungan antara surat atau ayat dengan surat atau ayat lain dalam al-Qu’an berikut beberapa contoh.

a). Hubungan surat al-‘Alaq [96] dengan surat al-Qadar [97]. Dalam surat al-‘Alaq, nabi dan umatnya disuruh membaca (iqra), yang harus dibaca itu banyak sekali di antaranya adalah al-Qur’an. Maka wajarlah jika surat berikutnya adalah surat al-Qadar yang menjelaskan turunya al-Qur’an. Inilah keserasian susunan surat dalam al-Qur’an.

b). Hubungan surat al-Baqarah dengan surat al-Fatihah. Pada awal surat al-Baqarah tertulis “kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya. Pada surat al-Fatihah tercantum kalimat “tunjukilah kami jalan yang lurus,”ini berarti bahwa ketika mereka meminta “tunjukilah kami jalan yang lurus,” maka Allah menjawab: jalan lurus yang kalian minta ini adalah al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya.”

c). Keserasian surat al-Kautsar [108] dengan surat al-Ma’un [107]. Hubungan ini adalah hubungan dua hal yang berlawanan. Dalam surat al-Ma’un, Allah menjelaskan sifat-sifat orang munafik; bakhil (tidak memberi makan fakir miskin dan anak yatim), meninggalkan shalat, riya, (suka pamer), dan tidak mau membayar zakat. Dalam surat al-Kautsar Allah mengatakan “sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu banyak sekali (lawan dari bakhil, mangapa kamu bakhil?, tetaplah menegakkan shalat); shalat kamu itu hendaklah karena Allah saja, dan berkorbanlah, lawan dari enggan membayar zakat. Inilah keserasian yang amat mengagumkan sebagai petanda adanya hikmah dalam susunan surat-surat dalam al-Qur’an.

C. Cara Mengetahui Munasabah

Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang munasabah tidak terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu sekitar tiga atau empat abad setelah masa beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian ini bersifat taufiqi (pendapat para ulama). Karena itu, keberadaannya tetap sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli Ulumul-Qur’an) yang bersifat relatif, mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya dengan hasil pemikiran manusia pada umumnya, yang bersifat relatif (Zhanniy).

Sungguhpun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar pemikiran tentang adanya munasabah dalam al-Qur’an ini berpijak pada prinsip yang bersifat absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana kita lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi yakni suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah berdasarkan petunjuk dari Allah (wahyu), bukan susunan manusia, atas dasar pemikiran inilah, maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh sebab itu, secara sistematis tentulah dalam susunan ayat-ayat al-Qur’an terdapat korelasi, keterkaitan makna (munasabah) antara suatu ayat dengan ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya. Karena itu pula, sebagaimana ulama menamakan ilmu munasabah ini dengan ilmu tentang rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.

Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak masalah namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan pula akhir surah atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian, akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.

Mengetahui hubungan antara suatu ayat atau surah lain (sebelum atau sesudahnya) tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surah-surah itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan.

Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan yang lainnya.

Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat atau surat lain. Ada pula yang menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Tetapi sebagian besar ayat-ayat dan surah-surah ada hubungannya satu sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lainnya.

Muhammad Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara satu ayat atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan antara keduanya. Tetapi kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungan antara satu dengan yang lain.

            Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Alquran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu:

1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.

2. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.

3. Menentukan tingkatan-tingkatan itu, apakah ada hubungannya atau tidak.

4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

D. Macam-Macam Munasabah al-Qur’an

1. Munasabah antara surah dengan surah

Keserasian hubungan atau munasabah antar surah ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surah dengan surah lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing surah, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan surah-surah yang lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya baik secara umum maupun secara parsial. salah satu contoh yang dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surah beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah. (1), Q. S al-baqarah dan Q. S Al-Imran.

Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah al-Fatihah:

Artinya: “Tunjukan kami ke jalan yang lurus

Lalu dijelaskan di dalam surah al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan:

Artnya: “Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.

2. Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya

Untuk mencari munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, as-Suyuthi menyimpulkan bahwa satu surat berfungsi menerangkan atau menyempurkan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat al-Bawarah [2] ayat 152 dan 182:

فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون

Ayat-ayat dari surat ini menerangkan dan menyemprnakan dari surat sebelumnya al-fatihah [1] ayat 2:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Begitu juga ayat 21-22 surat al-Baqarah [2]:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ {21} الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَآءَ بِنَآءًوَأَنزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Merupakan penyempurnaan dari ungkapan (رَبِّ الْعَالَمِينَ)dalam surat al-fatihah.

3. Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya

Nama suatu surah pada dasarnya bersifat tauqifi. Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surah terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surah dengan isi atau uraian yang dimuat dalam suatu surah. Kaitan antara nama surah dengan isi ini dapat di indentifikasikan sebagai berikut :

a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surah. Nama surah al-Fatihah disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya.

b. Nama diambil dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surah : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.

c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-ikhlas karena mengandung ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan ; al-Mulk mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.

d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar diberbagai surah. Contoh al-Hajj ( dengan spesifik tema haji ), al-Nisa ( dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa yang berarti kaum wanita adalah lambang keharmonisan rumah tangga.

e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surah, sekaligus untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad dan Qaf.

4. Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat

Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini memperlihatkan ciri-ciri ta’kid / tasydid ( penguat / penegasan ) dan tafsir / I’tiradh ( interfretasi / penjelasan dan ciri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :

“فإن لم تفعلوا “ , dikuti “ ولن تفعلوا” ( Q.S al-Baqarah / 2 : 24 ).

Contoh tafsir :

سبحان الذى اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الأقصى

Kemudian diikuti dengan

الذى باركنا حوله لنريه من اياتنا ( الإسراء / 17

Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘ athaf ‘ dan terkadang tidak ada. Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :

a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah.

Salah satu contoh :

ولئن سألتهم من خلق السماوات والأرض __ ليقولون الله __ قل الحمد لله ( لقمان : 25 )

b. Munasabah berbentuk istishrad ( penjelasan lebih lanjut ). Contoh :

يسألونك عن الأهلة ___ قل هى ___ ( البقرة / 2 : 189

c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil ( hubungan sebanding ) atau mudhaddah / ta’kis ( hubungan kontradiksi ). Contoh :

ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ___ ولكن البر … ( البقرة / 2 : 177

5. Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya

Al-Biqai menjelaskan bahwa nama-nama surat al-Qur’an merupakan “inti pembahasan surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan”. Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang sangat menonjol, dan itu tercermin dalam nama-nama masing-masing surat, seperti surat al-Baqarah, surat yusuf, surat an-Naml, dan surat al-Jinn. Cerita tentang sapi betina dalam surat al-Baqarah umpamanya merupakan inti pembicaraan surat tersebut, yaitu kekuasaan Allah membangkitkan orang mati. Surat Yusuf mengisahkan Nabi Yusuf a.s. yang dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya, kemudian setelah menjadi orang istana ia difitnah memperkosa Zulaekha, permasuri penguasa Mesir, padahal justru wanita itu yang berusaha memaksa Yusuf melakukan pembuatan tidak terpuji. Surat al-Jinn yang mengisahkan bahwa Jin adalah mahluk yang juga sering mendengarkan bacaan al-Qur’an, dsb. Singkat cerita semua nama surat mencerminkan isi dari surat itu.

6. Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah

Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surah tersebar sejumlah ayat, namun pada hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat diawal Q.S al-Baqarah 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.

Misalnya surah al-Mu’minun dimulai dengan :

قد أفلح المؤمنون “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.

Kemudian dibagian akhir surah ini ditemukan kalimat :

انه لا يفلح الكافرون

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.

7. Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri

Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin ( mengukuhkan isi ayat ), al-Tashdir ( memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya ), al-Tausyih ( mempertajam relevansi makna ) dan al-Ighal ( tambahan penjelasan ).

Sebagai contoh :

فتبارك الله احسن الخالقين mengukuhkan ثم خلقنا النطفة علقة  bahkan mengukuhkan hubungan dengan dua ayat sebelumnya ( al-Mukminun : 12 – 14 ). Kalimat-kalimat : لقوم                          يتفكرون , لقوم يعقلون , لقوم يفقهون  selalu menjadi sandaran isi ayat. Kata “halim” sangat erat hubungannya dengan ‘ibadat, sementara “rasyid” kuat hubungannya dengan al-amwal seperti bunyi ayat Q.S Hud : 87 berikut :

قالوا يا شعيب أصلاتك تأمرك أن نترك مايعبد اباؤنا أو أن نفعل فى أموالنا مانشاؤا إنك لأنت الحليم الرشيد

Sedangkan bentuk al-Ighal dapat dijumpai pada Q.S al-Naml ( 27 ) : 80 :

انك لاتسمع الموتى ولاتسمع الصم الدعاء إذا ولوا مد برين

Kata “Wallaw” yang artinya ‘bila mereka berpaling’ berfungsi sebagai penjelasan terhadap arti ( orang tuli ).

8. Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah

Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kirmani bahwa Q.S al-Mu’minun diawali dengan “قد افلح المؤمنون “ ( respek Tuhan kepada orang-orang Mukmin ) dan diakhiri dengan “انه لايفلح الكافرين “ ( sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang Kafir ). Dalam Q.S al-Qashas, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surah dengan Nabi Muhammad Saw yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Musa As dan Muhammad Saw, serta jaminan Allah bahwa mereka akan memperoleh kemenangan.

9. Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya

Misalnya akhir surah al-Waqi’ah / 96 :

فسبح باسم ربك العظيم

“Maka bertasbihlah dengan ( menyebut ) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.

Lalu surah berikutnya, yakni surah al-Hadid / 57 ayat 1 :

سبح الله مافى السموات والأرض وهو العزيز الحكيم

“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah ( menyatakan kebesaran Allah ). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

10. Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema

Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi, pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’I dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abd Allah al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.

Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q.S al-Nisa ( 4 ) : 34 :

الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض و بما أنفقوا من أموالهم

Dan Q.S al-Mujadalah ( 58 ) : 11 :

يرفع الله الذين امنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات والله بما تعملون خبير

Tegaknya qiwamah ( konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa ) erat sekali kaitannya dengan faktor Ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q.S al-Nisa menunjuk kata kunci “Bima Fadhdhala” dan “al-Ilm” . Antara “Bima fadhdhala” dengan “yarfa’” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ‘Ilmu.

Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi ( tauqifi ). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam Kitab al-Qur’an.

E. Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah al-Qur’an

            Sebagaimana asbabunnuzul, munasabah sangat berperan dalam memahami Alquran. Muhammad Abdullah Darraz berkata: “Sekalipun permasalahan-permasalahan yang diungkapkan oleh surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat semestinyalah ia memerhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memerhatikan segala permasalahannya.”

Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut:

1. Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema Alquran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian lainnya.

2. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Alquran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap Alquran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.

3. Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu dengan yang lainnya.

4. Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan

Munasabah secara etimologi menurut as-Syuti, berarti al-Musyakalah (keserupaan) dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan secara terminology, ada tiga pengertian yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya menurut az-Zarkazi, menurut al-Biqai. Sedangkan Imam as-Syuyuti membagi tujuh macam ilmu munasabah, yaitu: munasabah antar surat dengan surat sebelumnya; munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya; munasabah antar bagian suatu ayat; munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan; munasabah antar fasilah (pemisah) dan isi ayat; munasabah anatar awal surat dengan akhir surat yang sama.

Macam-Macam Munasabah al-Qur’an: (1) Munasabah antara surah dengan surah, (2) Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, (3) Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya, (4) Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat, (5) Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya, (6) Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah, (7) Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri, (8) Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah, (9) Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya, (10) Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema.

Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Alquran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu: (1) Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian. (2) Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat. (3) Menentukan tingkatan-tingkatan itu, apakah ada hubungannya atau tidak. (4) Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut: (1) Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema Alquran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian lainnya. (2) Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Alquran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap Alquran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya. (3) Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu dengan yang lainnya. (4) Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.

Inilah al-Qur’an yang mutlak firman Allah. Keserasian ayat-ayatnya makin menegaskan bahwa ia tidak tercampurkan tangan-tangan manusia hatta manusia sekelas Nabi.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Ulum al-Quran, Bandung: Pustaka Setia, 2008

Ahsin W, Kamus Ilmu Al-Qur’an,  Jakarta: Pustaka Amzah, 2005

Al-Qathan, Manna Khalil, Studi Ilmu Qur’an, Jakarta:  pustaka Islamiyah, 1998

Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’an, Beirut : Dar al-Ma’rifah li al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1972

Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual, Ahsin Mohammad (penterjemah), Bandung : Penerbit Pustaka, 1995

Hasbi, Muhammad, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: Pustaka rizki Putra, 2002

Imad al-Din Abu al-Fida’ Islamil Ib Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Beirut : Dar al-Fikr, 1966

Jalal al-Din al-Suyuti, al-Itqan fi al-Ulum al-Qur’an, Damaskus : Dar al-Fikr, 1979, Juz I

Manna’ al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Riyadh : Mansyurat al-Ashr al-Hadits, t.th

Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa al-Qur’an : Qira’ah Muashirah, Kairo : Sina Publisher, cet. I

Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik Terhadap Ulumul Qur’an, Yogyakarta : LkiS, 2001

Shihab, Quraish, dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus,2001

Saefuddin Buchori, Didin, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, Granada Sarana Pustaka, 2005

Taufiq Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Yogyakarta : Forum Kajian Agama dan Budaya, 2001

W. Montgomery Watt, Pengantar Studi al-Qur’an, Taufiq Adnan Amal (Penterjemah), Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1995

Laporan Praktikum Efek Fotolistrik

Efek Fotolistrik Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek...
Ananda Dwi Putri
9 min read

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Leave a Reply