Blog

  • Laporan Praktikum Percobaan Melde

    Percobaan Melde

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Hukum Melde mempelajari tentang besaran-besaran yang mempengaruhi cepat rambat gelombang transversal pada tali. Melalui percobaannya (lakukan kegiatan 1.1), Melde menemukan bahwa cepat rambat gelombang pada dawai sebanding dengan akar gaya tegangan tali dan berbanding terbalik dengan akar massa persatuan panjang dawai.

    Apabila vibrator dihidupkan maka tali akan bergetar sehingga pada tali akan merambat gelombang transversal. Kemudian vibrator digeser menjauhi atau mendekati katrol secara perlahan-lahan sehingga pada tali timbul gelombang stasioner. 

    Setelah terbentuk gelombang stasioner, kita dapat mengukur panjang gelombang yang terjadi ( Orang yang pertama kali melakukan percobaan mengukur cepat rambat gelombang adalah Melde, sehingga percobaan seperti di atas dikenal dengan sebutan Percobaan Melde. 

    Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memahami apa yang dimaksud dengan gelombang stasioner serta mampu mengukur panjang gelombang dan menentukan cepat rambat gelombang pada tali.

    BAB II

    KAJIAN TEORI

    Gelombang adalah getaran yang merambat. Di dalam perambatannya tidak diikuti oleh berpindahnya partikel-partikel perantaranya. Pada hakekatnya, gelombang merupakan rambatan energi(energi getaran).Gelombang dibedakan menjadi dua jenis menurut mediumnya.Yaitu gelombang elektromagnetik yang merambat tanpa melalui mediumatau perantara. Contoh gelombang elektromagnetik adalah gelombang cahaya dan gelombang bunyi. Sedangkan gelombang yang merambat melalui suatu medium atau perantara yaitu gelombang mekanik.Terdapat dua jenis gelombang mekanik, berdasarkan arah gerakan partikel terhadap arah perambatan gelombang, yaitu :

    ·         Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah perambatannya searah dengan arah getaran partikelnya. Contoh gelombang longitudinal adalah gelombang pada pegas.

    ·         Gelombang transversal adalah gelombang yang arah perambatannya tegak lurus dengan arah getaran partikelnya.Contoh gelombang transversal adalah gelombang pada tali.

    Gelombang stasioner biasa juga disebut gelombang tegak,gelombang berdiri atau gelombang diam, karena terbentuk dari perpaduan atau interferensi dua buah gelombang yang mempunyai amplitudo dan frekuensi yang sama, tapi arah rambatnya

    berlawanan. Amplitudo pada gelombang stasioner tidak konstan, besarnya amplitudo pada setiap titik sepanjang gelombang tidak sama. Pada simpul amplitudo nol, dan pada perut gelombang amplitudo maksimum.Periode gelombang (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang untuk menempuh satu panjang gelombang penuh. Panjang

    gelombang (λ) adalah jarak yang ditempuh dalam waktu satu periode.

    Frekuensi gelombang adalah banyaknya gelombang yang terjadi tiap satuan waktu. Cepat rambat gelombang (v) adalah jarak yang ditempuh gelombang tiap satuan waktu. Secara umum, cepat rambat gelombang dapat dirumuskan sebagai berikut :

    v   =  λ  f

    Dimana :

    v = cepat rambat gelombang (m/s)

    λ = panjang gelombang (m)

     f = frekuensi (Hz)

    HUKUM MELDE

    Bila seutas tali dengan tegangan tertentu digetarkan secara terus menerus maka akan terlihat suatu bentuk gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambat gelombang. Gelombang ini dinamakan gelombang transversal. Jika kedua ujungnya tertutup, gelombang pada tali itu akan terpantul-pantul dan dapat menghasilkan gelombang stasioner yang tampak berupa simpul dan perut gelombang.Dari gambar di atas diketahui bahwa amplitudo adalah jarak antara perut gelombang dengan arah cepat rambatnya. Sedangkan panjang gelombang adalah jarak satu perut dan satu lembah yang terdiri dari tiga simpul.Melde merumuskan bahwa :

    Dengan :

    Dimana :

    v = cepat rambat gelombang (m/s), F = gaya ketegangan tali (N), µ = rapat massa linier tali (massa tali/panjang tali) (kg/m).

    BAB III

    METODE PERCOBAAN

    A.    Alat Dan Bahan

    1.      Penggetar/ vibrator

    2.      Katrol

    3.      Beban gantung

    4.      Mistar

    5.      Tali degan 4 jenis berbeda

    B.     Langkah kerja

    1.      Susunlah peralatan seperti berikut :

    2.      Hidupkan penggetar sehingga terbentuk gelombang stasioner seperti gambar-gambar berikut :

    Informasi :

    Untuk memperoleh gelombang stasioner yang terdiri dari simpul dan perut dapat diatur frekuensi penggetar yang digunakan dan atau mengubah jarak penggetar terhadap katrol sebagai ujung terikat.

    Jarak dari titik simpul ke titik simpul terdekat sama dengan setengah gelombang. Jika jarak dari titik simpul ke titk simpul = , maka panjang gelombang dapat dihitung dengan persamaan

    3.      Lakukan percobaan untuk mencari hubungan antara cepat rambat gelombang pada tali dengan tegangan pada tali.mlakukan percobaan dengan empat beban yang berbeda.

    Informasi :

    Percobaan dilakukan dengan cara mengganti beban kemudian sesuaikan dengan frekuensi penggetar supaya didapatkan gelombang stasioner yang paling mudah diamati. Tegangan tali disebabkan karena beban gantung, sehingga besar tegangan tali

    4.      Lakukan percobaan untuk mencari hubungan antara jenis tali (yang dinyatakan dengan massa per satuan panjang tali )dengan cepat rambat gelombang. Lakukan percobaan untuk empat jenis tali yang berbeda.

    Informasi :

     Massa persatuan panjang tali biasanya dinyatakan dengan lambang

    5.      Catatlah hasil percobaan dalam tabel, kemudian buat grfik sesuai dengan data hasil percobaan yang diproleh!

    BAB IV

    ANALISIS DATA

    A.    Hubungan antara cepat rambat gelombang dan tegangan tali

    1.      massa beban 50 g = 0,05 kg ; g = 10m/s2

    Ø  5 N

    Ø 

    Ø 

    Ø 

    2.      massa beban 55 g = 0,055 kg ; g = 10m/s2             

    Ø 

    Ø 

    Ø 

    Ø 

    3.      massa beban 60 g = 0,06 kg ; g = 10m/s2

    Ø 

    Ø 

    Ø 

    Ø 

    4.      massa beban 65 g = 0,065 kg ; g = 10m/s2

    Ø 

    Ø 

    Ø 

    Ø 

    5.      massa beban 70 g = 0,07 kg ; g = 10m/s2

    Ø 

    Ø 

    Ø 

    Ø 

    B.     Hubungan antara jenis tali dengan cepat rambat gelombang

    1.      massa tali 0,55 g = 0,00055 kg

    Ø  panjang tali = 107,2 cm = 1,072 m

    Ø 

    Ø   

    Ø 

    Ø 

    2.      massa tali 0,78 g = 0,00078 kg

    Ø  panjang tali = 356,2 cm = 3,562 m

    Ø 

    Ø   

    Ø 

    Ø 

    3.      massa tali 0,26 g = 0,00026 kg

    Ø  panjang tali = 114 cm = 1,14 m

    Ø 

    Ø   

    Ø 

    Ø 

    4.      massa tali 0,9 g =0,0009 kg

    Ø  panjang tali = 102 cm = 1,02 m

    Ø 

    Ø   

    Ø 

    Ø 

    5.      massa tali 0,71 g = 0,00071 kg

    Ø  panjang tali = 150 cm = 1,5 m

    Ø 

    Ø   

    Ø 

    Ø 

    BAB V

     HASIL DAN PEMBAHASAN

    A.    Hasil Pengamatan

    Ø  Data hasil percobaan untuk mendapatkan hubungan antara cepat rambat gelombang dengan tegangan tali.

    No.Massa Beban (Kg)MTegangan Tali (N)FJarak Simpul ke Simpul (m) xPanjang gelombang (m) λFekuensi (Hz)fCepat rambat (m/s)vv2
    1.0,050,50,1450,295014,5210,25
    2.0,0550,550,150,35015225
    3.0,060,60,1660,3325016,6275,56
    4.0,0650,650,1730,3465017,3299,29
    5.0,070,70,1760,3525017,6309,76

     Grafik hubungan antara tegangan tali (F) dengan kuadrat kecepatan (v2)

    v2

    Ø  Data hasil percobaan untuk mencari hubungan antara jenis tali dengancepat rambat gelombang.

    No.Massa Beban (Kg)mPanjang  Tali (m)L Jarak Simpul ke Simpul (m) xPanjang gelombang (m) λFekuensi (Hz)fCepat rambat (m/s)vv2
    1.0,55×10-31,0720,5×10-30,1450,295014,5210,25
    2.0,78×10-33,5620,2×10-31,11080,2265011,08122,77
    3.0,26×10-31,140,22×10-30,210,425021441
    4.0,9×10-31,020,88×10-30,1160,2325011,6134,56
    5.0,71×10-31,50,47×10-30,1060,2125010,6112,36

    Grafik hubungan antara dengan kuadrat kecepatan (v2)

    v2

    B.     Pembahasan

    Dalam praktikum yang berjudul percobaan Melde ini merupakan percobaan mengenai gelombang stasioner. Percobaan dibagi menjadi dua bagian masing- masing lima kali percobaan, yaitu:

    1.      Percobaan unntuk mendapatkan hubungan antara cepat rambat gelombang dan tegangan tali.

    Dalam percobaan ini pertama-tama menentukan massa beban tali, kami memilih 50 g, 55 g,60 g, 65 g, dan 70 g. Setelah itu , memasang beban-beban tersebut sesuai urutannya agar terjadi tegangan pada tali lalu menyalakan vibratol dan mengubah-ubah jarak tali agar mendapatkan gelombang yang terlihat paling jelas. Dan setelah itu, hitung jumlah gelombang yang dihasilkan dan pada jarak berapa gelombang tersebut terlihat paling jelas. Setelah itu, jarak simpul sudah bisa ditentukan yaitu dengan membagi jarak dan jumlah gelombang yang dihasilkan. Kami mendapatkan jarak simpul yang telah dihitung berturut-turut yaitu 0.145, 0.15, 0.166, 0.173, dan 0.176. Lalu, perhitungan untuk mendapatkan tegangan tali(F), panjang gelombang, frekuensi dan cepat rambat gelombang bisa dihitung menggunakan data-data yang telah dhasilkan menggunkan rumus-rumus yang diketahui. Hasil perhitungan bisa dilihat pada data hasil percobaan diatas beserta grafik perbandingan tegangan tali dan kuadrat cepat rambat gelombang.

    Untuk kesimpulan grafik perbandingan antara tegangan tali dan kuadrat kecepatan adalah bahwa grafiknya semakin tinggi jika nilai tegangan tali dan kuadrat kecepatan semakin besar.

    2.      Percobaan untuk menentukan jenis tali dengan cepat rambat gelombang.

    Dalam percobaan ini hal pertama yanng dilakukan adalah mengukur massa dan panjang tali namun dalam percobaan ini beban penahan yang digunakan adalah sama sedangkan jenis talinya yang diganti. Percobaan tetap dilakukan seperti pada bagian pertama kecuali yang pertama telah dijelaskan itu.

    Dalam perbandingan grafik hubungan antara  dan kuadrat kecepatan berdasarkan data hasil percobaan yang kami dapatkan, hasil gambaran grafik setelah data-data diurutkan dari yang terkecil dalah  tidak menentu dengan titik terendah terdapat pada kuadrat kecepatan 122,77 dan titik tertinggi pada kuadrat kecepatan 210,25. Dan kita dapat menyimpulkan bahwa tinggi rendahnya grafik ditentukan oleh besarnya  bukan oleh besarnya nilai kuadrat kecepatan. Semakin besar nilai nya maka semakin tinggi pula garis grafik yang dihasilkan.

    BAB VI

    PENUTUP

    A.  Kesimpulan

    Berdasarkan percobaan bisa disimpulkan bahwa:

    Melde menemukan bahwa cepat rambat gelombang pada dawai sebanding dengan akar gaya sebanding tali dan berbanding terbalik dengn akar massa persatuan panjang dawai.

    Ø  ’Semakin tinggi nilai tegangan tali dan kuadrat kecepatan maka semakin tinggi pula laju grafiknya’’.

    Ø  Perbandingan antara  dan kuarat kecepatan diketahui bahwa laju perubahan grafik hanya dipengaruhi oleh nilai  , sedangkan besarnya kuadrat kecepatan tidak berpengaruh. “ semakin besar nilai  maka semakin tinggi pula perubahan laju grafik yang dihasilkan.

    B.  Saran

    ·         Memahami terlebih dahulu dasar teori serta langkah kerja dalam panduan praktikum sebelum memulai praktikum.

    ·         Dalam melakukan praktikum tersebut harus dengan penuh ketelitian untuk mengukur dan menimbang berat benda serta panjang tali, menentukan jarak untuk melihat getaran secara jelas.

    DAFTAR PUSTAKA

    Soetrisno, 1983, Seri Fisika Dasar, Gelombang Dan Optik, ITB Bandung.

    Resnick Dan Hallyday, 1988, “Physics” Erlangga. Jakarta.

  • Laporan Praktikum Deviasi Minimum Prisma

    Deviasi Minimum Prisma

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Di dalam kehidupan sehari-hari, apa yang kita lihat dan kita alami tidak lepas dari fenomena IPA. Bahkan seringkali fenomena tersebut menimbulkan suatu keingintahuan dari dalam diri. Salah satu fenomena IPA yang sering kita jumpai adalah fenomena sendok yang dicelupkan ke dalam gelas yang berisi air. Sendok tersebut seolah-olah patah jika kita lihat dari samping gelas. Dalam ilmu IPA, peristiwa tersebut dinamakan sebagai pembiasan atau pembelokan.

    Pembiasan atau pembelokan terjadi ketika suatu benda terdapat pada medium dengan kerapatan yang berbeda, misalnya medium udara dan air. Istilah pembiasan tentu tidak lepas dengan sudut datang, sudut bias, dan garis normal. Sudut datang adalah sudut yang dibentuk suatu cahaya yang datang terhadap garis normal suatu medium. Sedangkan sudut bias adalah sudut yang dibentuk dari pembiasan cahaya datang (cahaya pantul) terhadap garis normal. Dari sudut datang dan sudut bias akan diperoleh sudut deviasi dan sudut deviasi minimum, untuk mengetahui lebih jelas cara menentukan sudut deviasi minimum tersebut kita melakukan percobaan tentang sudut deviasi minimum pada prisma.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang peroleh adalah “Bagaimana cara untuk menentukan sudut deviasi minimum prisma?”

    C. Hipotesis

    1. Besarnya sudut deviasi sinar bergantung pada sudut datangnya cahaya ke prisma. Apabila sudut datangnya sinar diperkecil, maka sudut deviasinya pun akan semakin kecil.
    2. Deviasi minimum pada prisma terbentuk jika sudut sinar datang sama dengan sudut sinar bias (i1 = r2)

    D. Tujuan

    Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan sudut deviasi minimum prisma.

    Bab II. Kajian Pustaka

    Prisma adalah zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar. Apabila seberkas sinar datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut sebagai bidang pembias I, akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai pada bidang pembias II, berkas sinar tersebut akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab sinar datang dari zat optik kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari udara ke kaca. Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar dibiaskan menjauhi garis normal, sebab sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat yaitu dari kaca keudara. Sehingga seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami pembelokan arah dari arah semula.

    Apabila seberkas sinar datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut sebagai bidang pembias I, akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai pada bidang pembias II, berkas sinar tersebut akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab sinar datang dari zat optik kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari udara ke kaca.

    Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar dibiaskan menjahui garis normal, sebab sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat yaitu dari kaca ke udara. Sehingga seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami pembelokan arah dari arah semu

     Sudut Deviasi Pembiasan Cahaya Pada Prisma

    Gambar 1. Sudut-sudut deviasi prisma

    Gambar diatas menggambarkan seberkas cahaya yang melewati sebuah prisma. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa berkas sinar tersebut dalam prisma mengalami dua kali pembiasan sehingga antara berkas sinar masuk ke prisma dan berkas sinar keluar dari prisma tidak lagi sejajar.

    Yang dimaksud dengan sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan cahaya yang masuk pada prisma dengan cahaya yang meninggalkan prisma. Besarnya sudut deviasi tergantung pada sudut datangnya sinar. Pada setiap deviasi berlaku rumus:

    δ = i1+r– β

    dimana

    δ : Sudut deviasi
    i1  : sudut datang
    r : sudut bias
    β  : sudut prisma

    Sudut deviasi akan mencapai minimum jika i1 = r2,  Sehingga berlaku rumus:

    sin ½ (β+ δm) = (np/nm) sin ½ β

    Jika β ≤ 10o, maka berlaku :    m = (np/nm – 1) β

    Dengan np : indeks bias prima

     nm : indeks bias medium (udara)

    Besarnya np dan nm dapat diketahui menggunakan persamaan pada hukum snellius sebagai berikut : 

    \frac{\sin \theta_i}{\sin \theta_r}=\frac{n_p}{n_m}

    Bab III. Metode Praktikum

    A. Variabel Praktikum

    1. Variabel manipulasi :  Sudut datang dan Sudut Prisma

    Definisi operasional :

    Sudut Prisma yang kami gunakan adalah 45° dan 60°.

    Sudut datang yang kami digunakan pada masing-masing percobaan (sudut prisma yang berbeda) adalah 30°, 35°, 40°, 45°, dan 50°.

    2.      Variabel kontrol : Sudut Prisma dan n prisma

    Definisi operasional         :

    Sudut prisma yang kami gunakan pada percobaan pertama adalah 60° dan pada percobaan kedua adalah 45°. Sedangkan n prisma yang digunakan adalah sebesar 1,5

    3.      Variabel respon   : Sudut deviasidan Sudut deviasi minimum prisma

    Definisi operasional         :

    Sudut yang dibentuk antara sinar datang dengan arah sinar yang meninggalkan prisma disebut sudut deviasi ( ).

    Sudut yang paling kecil yang dibentuk antara sinar datang dengan arah sinar yang meninggalkan prisma disebut sudut deviasi minimum ( min).

    D.    Alat dan Bahan

    No.NamaSpesifikasiJumlah
    1.PrismaKaca, n diketahui1 buah
    2.Jarum Pentul10 buah
    3.Penggaris30 cm, mika1 buah
    4.Kertas PutihHVS A410 lbr
    5.Busur Derajat180°1 buah
    7.Ball pointWarna2 buah

    E.     Rancangan Percobaan

    F.     Prosedur Percobaan

    1. Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan

    2. Menggambar prisma pada kertas HVS

    3. Menggambar garis normal pada prisma yang tegak lurus dengan prisma

    4. Menggambar sinar datang pada prisma sesuai dengan manipulasi

    5. Meletakkan kembali prisma kedalam bidang gambar

    6. Menancapkan jarumpentul pada sinar datang dan titik pusat sudut datang

    7. Melihat dari salah satu ujung prisma yang lain dan meletakkan 2 buah jarum pentul tepat pada batas prisma dan diluar prisma yang diletakkan secara sejajar dengan bentukan bayangan pada pembiasan prisma

    8. Melepaskan prisma pada bidang gambar

    9. Menggambar garis perpanjangan garis sinar datang dan garis sinar bias sehingga diperoleh sudut deviasi prisma

    G.     Alur

    BAB IV

    DATA, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    A.    DATA

    Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut:

    Tabel 4.1 : Hasil Pengamatan Sudut Deviasi Minimum Prisma dengan   

                       Sudut Prisma 45°

    NoΒSudut Datang (i± 1)Sudut Bias (r± 1)PengamatanPerhitungan(i1+ r2- β)mPerhitungan
    1.45°30°40°25°25°23,12°
    2.35°35°25°25°17,66°
    3.40°30°25°25°25,90°
    4.45°25°25°25°20,36°
    5.50°25°30°30°27,32°

    Keterangan :

    Pengamatan: 25° dan  ᵟPerhitungan: 17,66°

    Tabel 4.2 : Hasil Pengamatan Sudut Deviasi Minimum Prisma dengan Sudut Prisma β = 60°

    NoΒSudut Datang (i± 1)Sudut Bias(r± 1)PengamatanPerhitungan(i1+ r2- β)mPerhitungan
    1.60°30°65°35°35°13,03°
    2.35°65°40°40°9,50°
    3.40°60°40°40°19,58°
    4.45°50°35°35°28,86°
    5.50°50°40°40°40,70°

    Keterangan :

    Pengamatan: 35°  dan  ᵟPerhitungan: 9,50°

    B.     ANALISIS

    Dari data hasil percobaan “Deviasi Minimum Prisma”, melalui dua percobaan dengan menggunakan sudut prisma (β) 45o pada sudut datang sebesar 30°, 35°, 40°, 45° dan 50° menghasilkan sudut deviasi pengamatan secara berturut-turut sebesar 25°, 25°, 25°, 25° dan 30°. Nilai-nilai sudut deviasi secara pengamatan/praktis tersebut memiliki besar yang sama dengan sudut deviasi perhitungan/teoritis menggunakan persamaan δ = i1+r– β.

    Sementara itu, sudut deviasi minimum dalam percobaan ini merupakan nilai terkecil dari sudut deviasi yang telah didapat. Sehingga, sudut deviasi minimum secara praktis pada percobaan pertama diperoleh nilai sebesar 25° pada beberapa ukuran sudut datang dan sudut bias, diantaranya 30° dan 40°, 35° dan 35°, 40° dan 30°, 45° dan 25°.

    Sedangkan sudut deviasi minimum secara teoritis, diperoleh menggunakan persamaan sin ½ (β+ δm) = (np/nm) sin ½ β, dimana sin i1/sin r1 = np/nm. Sehingga didapat nilai deviasi minimum dari semua manipulasi sudut datang ialah sebesar 17,66° pada beberapa ukuran sudut datang dan sudut bias, diantaranya 30° dan 40°, 35° dan 35°, 40° dan 30°, 45° dan 25°..

          Dengan cara dan metode yang sama, percobaan kedua dengan menggunakan sudut prisma (β) 60o memiliki nilai-nilai sudut deviasi pengamatan/praktis tersebut memiliki besar yang sama dengan sudut deviasi perhitungan/teoritis, yakni sebesar 35°, 40°, 40°, 35° dan 40°. Sehingga nilai deviasi minimum secara praktis sebesar 35°. Sedangkan nilai deviasi minimum secara teoritis sebesar 9,50o pada beberapa ukuran sudut datang dan sudut bias, diantaranya 30°dan 65° serta 45° dan 50°

    Adapun hubungan antara sudut datang dengan sudut deviasi secara praktis maupun perhitungan dapat dilihat melalui grafik dibawah ini.


    Deviasi minimum perhitungan 

    C.    PEMBAHASAN

    Pada percobaan yang telah kami lakukan nilai sudut deviasi prisma yang kami peroleh terdapat perbedaan antara hasil pengukuran dan perhitungan. Sudut deviasi diperoleh jika nilai sudut datang dan sudut bias diketahui, perpanjangan dari sinar datang dan sinar bias akan membentuk sudut deviasi prisma.. (β) 45o pada sudut datang sebesar 30°, 35°, 40°, 45° dan 50° menghasilkan sudut deviasi pengamatan secara berturut-turut sebesar 25°, 25°, 25°, 25° dan 30°. Nilai-nilai sudut deviasi secara pengamatan/praktis tersebut memiliki besar yang sama dengan sudut deviasi perhitungan/teoritis menggunakan persamaan δ = i1+r– β.

    Sementara itu, sudut deviasi minimum dalam percobaan ini merupakan nilai terkecil dari sudut deviasi yang telah didapat. Sehingga, sudut deviasi minimum secara praktis pada percobaan pertama diperoleh nilai sebesar 25° pada beberapa ukuran sudut datang dan sudut bias, diantaranya 30° dan 40°, 35° dan 35°, 40° dan 30°, 45° dan 25°.

    Sedangkan sudut deviasi minimum secara teoritis, diperoleh menggunakan persamaan sin ½ (β+ δm) = (np/nm) sin ½ β, dimana sin i1/sin r1 = np/nm.. Sehingga didapat nilai deviasi minimum dari semua manipulasi sudut datang ialah sebesar 17,66° pada beberapa ukuran sudut datang dan sudut bias, diantaranya 30° dan 40°, 35° dan 35°, 40° dan 30°, 45° dan 25°..

                Dengan cara dan metode yang sama, percobaan kedua dengan menggunakan sudut prisma (β) 60o memiliki nilai-nilai sudut deviasi pengamatan/praktis tersebut memiliki besar yang sama dengan sudut deviasi perhitungan/teoritis, yakni sebesar 35°, 40°, 40°, 35° dan 40°. Sehingga nilai deviasi minimum secara praktis sebesar 35° . Sedangkan nilai deviasi minimum secara teoritis sebesar 9,50o pada beberapa ukuran sudut datang dan sudut bias, diantaranya 30°dan 65° serta 45° dan 50°. Dalam percobaan ini perbedaan hasil sudut deviasi disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh praktikan pada saat melakukan praktikum. Pertama dalam hal membuat garis normal, kemungkinan garis normal yang dibuat tidak lurus .Kesalahan kedua dilakukan pada saat menggunakan busur derajat , ketika menggunakan busur derajat untuk mengukur sudut datang, kesalahan ada ketika melihat angka yang ada pada busur derajat. Kemudian kesalahan yang ketiga dilakukan pada saat memasang jarum pentul tidak sesuai hal itu dapat mempengaruhi sudut deviasi yang terbentuk.

    Dari data hasil percobaan dan perhitungan ada beberapa perbedaan hasil yang kami peroleh dengan teori yang ada, hal tersebut  dikarenakan pada saat praktikum kali ini nilai antara sudut datang dengan sudut bias prisma (baik pada prisma 45° ataupun 60°) yang kami peroleh besarnya tidak sama. Sehingga tidak didapatkan nilai indeks bias minimum prisma, yang menurut teoritis menyatakan bahwa indeks bias minimum pada prisma akan didapatkan jika nilai sudut datang sama besarnya dengan nilai sudut bias prisma. Namun diperoleh satu data yang nilai sudut datang dan sudut bias sama yaitu, pada percobaan kelima (β) prisma 60°dengan menggunakan sudut datang 50° diperoleh pula sudut biasnya sebesar 50°. Perolehan nilai sudut bias yang tidak sama dengan sudut datang tersebut dikarenakan tidak telitinya praktikan ketika melihat garis bias.

                                                                    BAB V

    PENUTUP

    A.    Kesimpulan

    Berdasarkan data dan analisis yang kami peroleh, maka dapat disimpulkan bahwa :

    Nilai sudut deviasi minimum dapat diperoleh dengan mengetahui nilai sudut datang, sudut bias, indeks medium, dan nilai β prisma terlebih dahulu. Kemudian dari data tersebut digunakan rumus sin ½ (β+ δm) = (np/nm) sin ½ β dan rumus (n-1)β untuk memperoleh nilai sudut deviasi minimumnya (δm). Secara teoritis dikatakan bahwa besarnya sudut datang akan mempengaruhi besarnya sudut bias yang dihasilkan, artinya semakin besar nilai sudut datang maka semakin besar pula nilai sudut bias yang dihasilkan. Sedangkan, sudut deviasi minimum akan dicapai (diperoleh) ketika nilai sudut datang (i2) dan sudut bias (r1) besarnya sama. Namun pada percobaan kami, sudut datang dan sudut bias yang dihasilkan tidak sama. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah kesalahan pengamat yang tidak seksama dan tidak terampil dalam menggunakan dua mata terbuka ketika melihat sudut bias yang terbentuk

    B.     Saran

    1.      Sebaiknya pengamat/ praktikan lebih seksama dan menggunakan dua mata terbuka ketika melihat sudut bias yang terbentuk, lebih tepat ketika menandai dengan menggunakan jarum pentul serta lebih terampil dalam menggunakan busur atau membaca skala busur. Karena untuk memperoleh sudut deviasi minimum, seharusnya besar sudut datang dan sudut bias adalah sama.

    2.      Selain itu juga pengamat/ praktikan sebaiknya menggunakan besar sudut datang yang tidak terpaut banyak dengan besar β prisma.

    DAFTAR PUSTAKA

            Andrianto Suroso, Yonathan. 2013. Laporan Fisika Dasar II (online). Tersedia : https://www.scribd.com/doc/131604269/Laporan-Praktikum-Fisika-Dasar-II-DEVIASI-DAN-INDEKS-BIAS-PRISMA. Diakses tanggal 10 November 2015

    Giancoli, D.C. 2004.Physics, Princiles with Application. New Jersey:Prentice

                   Hall.

    Eugenia, Maria. 2013. Laporan Praktikum Deviasi dan Indeks Bias Prisma (online).  Tersedia : https:// www.academia.edu/10609077/ Laporan_Praktikum_Deviasi_and_Indeks_Bias_Prisma. Diakses tanggal 10 November 2015.

    http://fisikazone.com/pembiasan-cahaya-pada-prisma/

    Pembiasan Cahaya pada Prisma + Soal

  • Laporan Praktikum Rangkaian Pembagi Tegangan

    Rangkaian Pembagi Tegangan

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Tegangan listrik diperlukan sebagai sumber daya untuk menggerakan suatu peralatan listrik, seperti: komputer, pengendali, lampu  instrumen (alat ukur), dll. Tegangan listrik DC dapat dihasilkan dari tegangan AC yang disearahkan dengan menggunakan rangkaian rectifier. Berikut ini akan diperlihatkan wiring diagram single phase penyearah setengah gelombang penuh.

    Tegangan listrik merupakan suatu besaran yang dinamis, sehingga sebagai besaran yang dinamis jika terbebani dengan alat yang mengandung induktor, akan mengalami distorsi harmonik dan gangguan kualitas daya, sehingga perlu kiranya pada penelitian ini, dirancang suatu filter yang mampu menjaga kualitas daya dan gangguan harmonik tersebut untuk menjamin peralatan instrumen terpakai aman.

    Tegangan berhkaitan dengan arus listrik merupakan aliran muatan listrik. Aliran ini berupa aliran elektron atau aliran ion. Aliran ini harus melalui media penghantar listrik yang biasa disebut sebagai konduktor. Konduktor yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah kabel logam. Ketika dua ujung kabel disambungkan pada sumber tegangan, misalnya baterai, maka elektron akan mengalir melalui kabel penghantar dari kutub negatif menuju kutub positif baterai. Aliran elektron inilah yang disebut sebagai aliran listrik.

    B. Tujuan Praktikum

                Praktikum tentang rangkaian pembagi tegangan bertujuan agar mahasiswa mampu menguasai prinsip rangkaian pembagi tegangan serta membandingkan hasilnya dengan hasil perhitungan menggunakan persamaan.

    Bab II. Kajian Pustaka

    Pembagi tegangan merupakan rangkaian sederhana yang dapat mengubah tegangan yang tinggi menjadi tegangan yang lebih rendah. Dengan hanya menggunakan dua resistor yang dipasang secara seri dan dengan sebuah input tegangan, kita dapat membuat tegangan output yang mana teganan output ini merupakan hasil perhitungan dari tegangan input. Pembagi tegangan merupakan salah satu rangkaian dasar yang harus dikuasai dalam elektronika.

    Rangkaian pembagi tegangan biasanya digunakan untuk membuat suatu tegangan referensi dari sumber tegangan yang lebih besar, titik tegangan referensi pada sensor, untuk memberikan bias pada rangkaian penguat atau untuk memberi bias pada komponen aktif. Rangkaian pembagi tegangan pada dasarnya dapat dibuat dengan 2 buah resistor, contoh rangkaian dasar pembagi tegangan dengan output VO dari tegangan sumber VI menggunakan resistor pembagi tegangan R1 dan R2.

    Rangkaian pembagi tegangan (voltage divider) disebut juga sebagai rangkaian pembagi potensial (potential divider). Input ke sebuah rangkaian pembagi tegangan adalah tegangan Vin. Tegangan Vin tersebut menggerakkan arus I untuk mengalir melewati kedua resistor. Karena kedua resistor terhubung secara seri, maka arus yang sama mengalir melewati tiap-tiap resistor. Tahanan efektif dari kedua resistor seri adalah R1 + R2. Jatuh tegangan pada gabungan kedua resistor ini adalah Vin (Ahmad, 2007).

    Rangkaian pembagi tegangan biasanya digunakan untuk membagi tegangan atau mengkonversi dari resistensi menjadi sebuah tegangan. Biasanya fungsi dari pembagi tegangan ini untuk mengubah atau mengkonversikan dari tegangan tegangan yang lebih besar untuk memberi bias kepada komponen yang aktif dalam rangkaian tersebut. Rangkaian Pembagi Tegangan bentuk rangkaian sederhana yang tidak terlalu kompleks memiliki tegangan output yang diberi simbol V0, dan juga arus yang bersimbol I, mengalir ke rangkaian R1 dan R2. Dan hasil di tegangan VI merupakan hasil dari penggabungan atau penjumlahan dari rumus VS dan VO.

    Bab IV. Hasil dan Pembahasan

    A. Data Hasil Pengamatan

    No.NegaraVoltase Fasa TunggalFrekuensi
    1.Afghanistan220V50Hz
    2.Albania230V50Hz
    3.Algeria230V50Hz
    4.Bahrain230V50Hz
    5.Brunei240V50Hz
    6.Pakistan230V50Hz
    7.Morocco220V 50Hz
    8.Lebanon230V50Hz
    9.Syria220V50Hz
    10.Qatar240V50Hz
    11.Spain230V50Hz
    12.Slovakia230V50Hz
    13.Slovenia230V50Hz
    14.Sudan230V50Hz
    15Portugal230V50Hz

    B. Analisa Data

    Dik :  Vin = 5 V

    R1 = 1 kΩ

    R2 = 1,5 kΩ

    Dit : Vab dan Vcb ?

    Vab = R1 x Vcc / (R1+R2)

           = 1 x 5 / (1+1,5)

           = 5 / 2,5

           = 2 Volt.

    Vbc = R2 x Vcc / (R1+R2)

           = 1,5 x 5 / (1+1,5)

           = 7,5 / 2,5

           = 3 Volt.

    Vcc = Vab + Vcb

           = 2 Volt + 3 Volt

           = 5 Volt.

    C. Pembahasan

                Catu Daya adalah sebuah piranti elektronika yang berguna sebagai sumber daya untuk piranti lain, terutama daya listrik. Pada dasarnya catu daya bukanlah sebuah alat yang menghasilkan energi listrik saja, namun ada beberapa pencatu daya yang menghasilkan energi mekanik, dan energi yang lain. Perbedaan antara Catu daya memerlukan energi listriknya berasal  langsung dari sumber arus listrik Sedangkan multimeter arus listriknya berasal dari baterai yang terdapat pada multimeter tersebut. Untuk mengukur arus listrik, tegangan listrik, dan resistansi atau ketahanan suatu benda yang biasa disebut avometer. Multimeter memiliki berbagai kegunaan atau fungsi dalam mengukur tegangan atau arus listrik pada suatu benda dan mengatur tegangannya.

                Project board / bread board adalah papan yang di gunakan untuk merangkai komponen agar bisa menjadi rangkaian yang sempurna . kegunaan papan ini yaitu sangat lah mudah dan praktis , kita tidak harus susah susah mencari jalur dengan layout atau pun mengebornya lain halnya dengan papan pcb . kita hanya mencolok komponen di lobang kotak kotak kecil yang ada di project board tersebut . Cara merangkainya , di mulai dari yang mudah terlebih dahulu. pertama kita harus mengetahui jalur nya atau saya biasa menyebut arusnya. Pada project board terdapat jalur yang nyambung dan jalur yang terputus, kita bisa lihat bahwa project board mempunyai jalur tersendiri untuk menghubungkannya . kalau perlu diukur saja dengan avo meter dengan memutar avo meter ke lambang ohm lalu colok satu lobang dengan  pengukur  yang positif dan negatif juga anda colok dengan lobang yang lain  . terserah lobangnya yang mana saja. jika jarum yang ada di avo tidak bergerak berarti jalurnya tidak nyambung . tapi apa bila jarum di avo bergerak itu tandanya jalurnya nyambung . tinggal anda memainkan logika saja untuk menjadikan rangkaian listrik.

                Kalau antara dua kutub positif dan kutub negatif dari sebuah sumber tegangan (Volt) kita hubungkan dengan sepotong kawat penghantar, maka akan mengalir arus listrik dari kutub positip ke kutub negatif. Arus ini mendapat hambatan dalam penghantar itu. Dari peristiwa di atas dapat diketahui bahwa ada hubungan antara arus yang mengalir dalam hambatan kawat dan adanya sumber tegangan. Pada tegangan listrik arus bolak balik akan selalu bertukar arah sepanjang waktu selama sumber arus itu difungsikan. Kecepatan arah arus berbolak-balik dalam satu detiknya dinamakan frekuensi. Berarti semakin  besar  tegangannya maka frekuensinya akan semakin besar juga. Sebagai contoh Jaringan listrik PLN kita mengandung arus yang dalam waktu satu detiknya berbolak-balik sebanyak 50 kali, maka frekuensi arus listrik PLN itu adalah getar/detik. Satuan frekuensi adalah Hertz yang umum disingkat Hz. Jadi jaringan listrik PLN adalah berfrekuensi 50 Hz.

                Dari analisa data dapat di lihat bahwa Input tegangan ke rangkaian pembagi tegangan adalah Vin. Tegangan bergerak menuju resistor yang rankaiannya seri. Disini kedua resistor tersebut membagi tegangan input pada dua bagian. Pembagian tegangan berdasarkan besarnya hambatan yang mempengaruhi keduanya. Dari contoh dapat di lihat bahwa antara tegangan dan hambatan itu besarnya sejalan, apabila semakin besar hambatannya maka akan semakin besar tegangan yang dihasilkan. Serta jumlah dari tegangan pada hambatan pertama dan kedua hasilnya sama dengan tegangan masuk.

    V. PENUTUP

    A. Kesimpulan

                Dari praktikum yang telah dilakukan dapt di tarik kesimpulan yaitu :

    1. Kecepatan arah arus berbolak-balik dalam satu detiknya dinamakan frekuensi.

    2. Perbedaan antara Catu daya memerlukan energi listriknya berasal  langsung dari sumber arus listrik Sedangkan multimeter arus listriknya berasal dari baterai

    3. Jumlah dari tegangan pada hambatan pertama dan kedua hasilnya sama dengan tegangan masuk.

    4. Tegangan dan hambatan itu besarnya sejalan, apabila semakin besar hambatannya maka akan semakin besar tegangan yang dihasilkan.

    5. Getaran yang disebabkan arus bolak-balik yang dalam satu detiknya disebut frekuensi.

  • Laporan Praktikum Plat Kapasitor

    Plat Kapasitor

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Kapasitor adalah komponen elektronika yang dapat menyimpan muatan listrik. Sifat menyimpan energi listrik / muatan listrik. Listrik merupakan salah satu bentuk energy. Energy listrik telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya revolusi yang dilakukan oleh ilmuwan pada akhir 1700-an, menimbulkan dampak adanya perubahan kehidupan manusia, yaitu pemanfaatan daya listrik yang kuat.

          Pada percobaan kali ini dilakukan bertujuan untuk menentukan kapasitan 2 plat sejajar kemudian agar dapat mengetahui pengaruh diameter plat serta tegangan terhadap kapasitan dan lalu membandingkan besaran kapasitor hasil perhitungan dengan hasil pengamatan. Dengan itu praktikan diharapkan lebih memahami mengenai masalah plat kapasitor sejajar.

    1.2  Permasalahan

    Percobaan ini memberikan permasalahan yaitu bagaimana menentukan kapasitan pada 2 plat sejajar dan mengetahui pengaruh diameter plat dan tegangan terhadap kapasitan serta membandingkan besaran C (kapasitor) hasil perhitungan dengan hasil pengamatan.

    1.3  Tujuan

    Tujuan adanya percobaan adalah untuk menentukan kapasitan pada duab buah plat sejajar, mengetahui pengaruh diameter plat dan tegangan terhadap kapasitan, serta membandingkan besaran C hasil perhitungan dengan hasil pengamatan.

    BAB II

    DASAR TEORI

    2.1 Kapasitor

    Kapasitor adalah suatu komponen elektronika yang terdiri dari dua buah plat penghantar sejajar yang disekat satu sama lain dengan suatu bahan elektrik. Komponen ini sangat penting dalam elektronika atau listrik karena mempunyai sifat-sifat:

    ·              Dapat menyimpan muatan listrik

    ·              Dapat menahan arus searah

    ·              Dapat melewatkan arus bolak balik

    Dengan menggunakan pasangan, baik pelat datar luas, kulit bola, atau pun kulit silinder, yang diberi muatan yang sama besarnya dengan jenis muatan yang berbeda dapat dibentuk suatu alat yang disebut sebagai kapasitor C. Alat ini berfungsi sebagai penyimpan muatan atau energi listrik.

           (Viridi, 2010, 67)

    Pada dasarnya kapasitor dibagi menjadi 2 bagian yaitu kapasitor Polar dan Non Polar.

    a)      Kapasitor Polar adalah kapasitor yang kedua kutubnya mempunyai polaritas positif dan negatif, biasanya kapasitor Polar bahan dielektriknya terbuat dari eleketrolit dan biasanya kapasitor ini mempunyai nilai kapasitansi yang besar dibandingkan dengan kapasitor yang menggunakan bahan dielektrik kertas atau mika atau keramik.

    b)      Kapasitor Non Polar adalah kapasitor yang yang pada kutubnya tidak mempunyai polaritas artinya pada kutup kutupnya dapat dipakai secara berbalik. biasanya kapasitor ini mempunyai nilai kapasitansi yang kecil dan bahan dielektriknya terbuat dari keramik, mika dll.

    kapasitor berdasarkan nilai kapasitansinya dibagi menjadi 2 bagian:

    a.       Kapasitor tetap adalah suatu kapasitor yang nilainya konstan dan tidak berubah-ubah.(nilai kapasitasnya tetap tidak dapat diubah). Contoh kapasitor tetap adalah sebagai berikut

    a)      Kondensator Keramik (Ceramic Capacitor)

    Gambar 2.1 Kondensator keramik

    Bentuknya ada yang bulat tipis, ada yang persegi empat berwarna merah, hijau, coklat dan lain-lain.Dalam pemasangan di papan rangkaian (PCB), boleh dibolak-balik karena tidak mempunyai kaki positif dan negatif. Mempunyai kapasitas mulai dari beberapa piko Farad sampai dengan ratusan Kilopiko Farad (KpF). Dengan tegangan kerja maksimal 25 volt sampai 100 volt, tetapi ada juga yang sampai ribuan volt.

    b)      Kapasitor Polyester

    Gambar 2.2 Kapasitor Polyester

    Pada dasarnya sama saja dengan kondensator keramik begitu juga cara menghitung nilainya. Bentuknya persegi empat seperti permen. Biasanya mempunyai warna merah, hijau, coklat dan sebagainya.

    c)      Kapasitor Kertas

    Gambar 2.3 Kapasitor Kertas

    Kapasitor kertas ini sering disebut juga kapasitor padder. Misal pada radio dipasang seri dari spul osilator ke variabel condensator. Nilai kapasitas yang dipakai pada sirkuit oscilator antara lain:

             Kapasitas 200 pF – 500 pF untuk daerah gelombang menengah (Medium Wave / MW) = 190 meter – 500 meter.

             Kapasitas 1.000 pF – 2.200 pF untuk daerah gelombang pendek (Short Wave / SW) SW 1 = 40 meter – 130 meter.

             Kapasitas 2.700 pF – 6.800 pF untuk daerah gelombang SW 1, 2, 3 dan 4, = 13 meter – 49 meter.                                                          

    b.      Kapasitor variable adalah kapasitor yang dapat diubah nilainya. Biasanya kapasitor ini digunakan sebagai tuning pada sebuah radio. Ada 2 macam kapasitor variable yaitu varco (variable Capacitor) dengan inti udara dan varaktor (dioda varaktor). Pada dasarnya varaktor adalah sebuah Dioda tetapi dipasang terbalik, dioda varaktor dapat mengubah kapasitansi dengan memberikan tegangan reverse kepada ujung anoda dan katodanya. Biasanya varaktor digunakan sebagai tuning pada radio digital dengan fasilitas auto search.

    c.       Kondensator elektrolit atau Electrolytic Condenser (Elco) adalah kondensator yang biasanya berbentuk tabung, mempunyai dua kutub kaki berpolaritas positif dan negatif, ditandai oleh kaki yang panjang positif sedangkan yang pendek negatif atau yang dekat tanda minus ( – ) adalah kaki negatif. Nilai kapasitasnya dari 0,47 μF (mikroFarad) sampai ribuan mikroFarad dengan voltase kerja dari beberapa volt hingga ribuan volt.

    Dalam percobaan ini kita menggunakan kapasitor plat sejajar. Setiap plat dibentuk dari sepasang plat paralel. Setiap plat tersambung pada sebuah baterai, yang berperan sebagai sumber beda potensial. Jika kapasitor awalnya bermuatan, baterai membuat medan listrik di kawat penghubung ketika tersambung. Medan listrik membuat elektron yang berada di luar plat bergerak ke dalam plat. Pergerakan ini terjadi terus-menerus hingga plat, kawat, dan baterai berada di potensial listrik yang sama. Setelah itu, tidak ada lagi beda potensial lagi di antara baterai dan plat. Sehingga medan listrik tidak ada lagi di dalam kawat dan pergerakan elektron berhenti. Kini, plat membawa muatan negatif. Proses yang sama terjadi pada plat yang lain, dengan elektron bergerak dari plat ke kawat, membuat plat menjadi bermuatan positif. Pada akhirnya, beda potensial yang melintasi plat kapasitor sama dengan baterai.

            (Raymond A. Serway,2004,767)

    2.2 Kapasitansi

    Kapasitansi dari kapasitor yang dimuati dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

    C =

    Dimana :

    C = Kapasitansi kapasitor {F}

    Q = Muatan yang diisikan pada plat +Q dan -Q {C}

    V = Tegangan yang diberikan (V)

    Tampak bahwa satuan kapasitansi adalah coulomb/Volt atau {C/V} atau Farad {F}. Satu farad adalah jumlah muatan listrik sebesar satu coulomb yang disimpan di dalam elektrik {zat perantara} dengan beda potensial sebesar satu volt. Jadi kapasitansi dari suatu kapasitor adalah kemampuan dari kapasitor tersebut untuk menyimpan muatan pada plat-platnya. Kapasitansi suatu kapasitor bergantung pada :

    1.            Bahan dielektrik yang digunakan

    2.            Luas dari plat-plat

    3.            Jarak antara plat-plat

    2.3 Hukum Gauss

    Hukum Gauss berbunyi adalah sebagai berikut:

    “Jumlah garis-garis gaya listrik yang menembus suatu permukaan

    tertutup sebanding dengan jumlah muatan listrik yang dilingkupi oleh permukaan

    tertutup tersebut”

    Yaitu;

    Dimana;

    Φ         fluks magnetic

    E         = kuat medan listrik

    A         = luas permukaan tertutup

    Pada kapasitor pelat sejajar, muatan pada salah satu pelat dapat dihitung dengan mengambil permukaan Gauss berbentuk silinder yang arah sumbu tegaknya sejajar dengan arah medan lisrik dalam kapasitor. Plat dianggap luas dengan jarak antar pelat kapasitor dianggap jauh lebih kecil daripadanya.

              (Electricity and Magnetism, 2005, 251)

    dengan rapat muatan seragam kapasitor adalah . Selanjutnya jika kedua plat terpisahkan dengan jarak d dan terletak pada bidang-yz dengan plat bermuatan positif berada pada bidang = – d, maka potensial listrik antara kedua keping dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini.

    di mana umumnya diambil bahwa potensial listrik pada plat bermuatan negatif V–  = 0 dan pada plat bermuatan positif V = V. Kemudian, persamaan

    yang menunjukkan bahwa nilai kapasitansi hanya bergantung pada faktor geometri kapasitor dan tidak pada beda potensial listrik yang digunakan.

    2.4 Kapasitor Keping Sejajar

    Kapasitor keping sejajar adalah kapasitor yang terdiri dari dua keping konduktor sejajar yang dipisahkan oleh bahan dielektrik.

    Plat tersebut dipisahkan dengan jarak d dan luas masing masing A. jika plat-plat itu diberi muatan, maka medan listrik itu hampir sepenuhnya dialokasikan dalam daerah diantaranya plat-plat itu. Medan diantaranya plat plat seperti itu pada pokoknya homogeny, dan muatan pada plat itu didistribusikan secara homogeny pada permukaan yang berhadapan.

                                                                                               (www.te.ugm.ac.id,2012)

    2.5 Dielektrik

    Dielektrik adalah suatu bahan isolator listrik yang dapat dibutuhkan dengan cara menempatkan bahan dielektrik pada medan listrik. ketika bahan ini berada pada medan listrik muatan yang terkandung didalamnya tidak akan mengalir sehingga tidak timbul arus seperti bahan konduktor, tapi hanya sedikit bergeser dari posisi setimbangnya akibat terciptanya pengutuban dielektrik. Oleh karena pengutuban dielektrik ini muatan positif menuju kutub negative medan listrik dan muatan negative menuju kutub positif medan listrik. Hal ini menimbulkan medan listrik internal didalam bahan dielektrik yang meenyebabkan jumlah keseluruhan medan listrik yang melingkupi bahan dielektrikum menurun.

                Jika bahan dielektrik ini memiliki ikatan antar molekulnya lemah maka molekul-molekul tersebut tidak hanya menjadi terkutub namun sampai bisa tertata ulang sehingga sumbu simetrinya mengikuti arah medan listrik.

                                                                                                    (Halliday, 1970, 665)

    BAB III

    METODOLOGI PERCOBAAN

    3.1  Peralatan dan Bahan

    Dalam setiap permulaan pecobaan kita harus menyiapkan alat dan bahan. Alat dan bahan  yang dibutuhkan adalah I – Measuring Amplifier D 1, Moving Coil Instrument D1, Parallel Plat Kapasitor, Regulated Power Supply 0 – 300 V 1, dan Voltameter atau E – Measuring instrument D 1, masing-masing sebanyak satu buah. Lalu, percobaan ini membutuhkan Measuring Resistor sebesar 100 MΩ.

    3.2  Skema Alat

    MetramaxMultimeter
    Power Supply
    Resistor 1 MΩ
    Plat kapasitor
    MeasuringAmplifier
    Voltmeter
    Gambar 3.2.1 : Rangkaian Plat kapasitor

    3.3  Cara Kerja

    Setelah menyiapkan peralatan dan bahan, susun peralatan seperti gambar di bawah ini. Kemudian, atur tegangan pada power supply unit sebesar 5 Volt dan biarkan selama 30 detik. Setelah itu, lepaskan kabel dari resistor pada kutub positif plat kemudian masukkan kabel koaksial selama 30 detik dan catat harga “V” hasil pengamatan yang tertera di voltameter. Ulangi langkah tersebut untuk tegangan 6 Volt dan 7 Volt.

    Bab IV. Hasil dan Pembahasan

    A. Hasil

    Data di bawah ini muatan yang di dapat dengan variasi data berupa tegangan di jaga tetap sebesar 5 volt, 6 volt, dan 7 volt. Sedangkan jarak sebesar 1 mm.

    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (108 C)
    123455 V5 V5 V5 V5 V1 mm1 mm1 mm1 mm1 mm0,210,200,180,180,18
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (108 C)
    123456 V6 V6 V6 V6 V1 mm1 mm1 mm1 mm1 mm0,210,200,210,220,22
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (108 C)
    123457 V7 V7 V7 V7 V1 mm1 mm1 mm1 mm1 mm0,260,260,270,270,26

    Data di bawah ini muatan yang di dapat dengan variasi data berupa tegangan di jaga tetap sebesar 5 volt, 6 volt, dan 7 volt. Sedangkan jarak sebesar 3 mm.

    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (108 C)
    123455 V5 V5 V5 V5 V3 mm3 mm3 mm3 mm3 mm0,100,110,100,100,10
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (108 C)
    123456 V6 V6 V6 V6 V3 mm3 mm3 mm3 mm3 mm0,100,130,150,130,15
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (108 C)
    123457 V7 V7 V7 V7 V3 mm3 mm3 mm3 mm3 mm0,150,150,140,150,18

    Data di bawah ini muatan yang di dapat dengan variasi data berupa tegangan di jaga tetap sebesar 5 volt, 6 volt, dan 7 volt. Sedangkan jarak sebesar 5 mm.

    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (108 C)
    123455 V5 V5 V5 V5 V5 mm5 mm5 mm5 mm5 mm0,060,060,060,070,07
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (108 C)
    123456 V6 V6 V6 V6 V5 mm5 mm5 mm5 mm5 mm0,080,080,070,080,07
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (108 C)
    123457 V7 V7 V7 V7 V5 mm5 mm5 mm5 mm5 mm0,090,080,090,090,09

    4.2 Perhitungan

    Kita ambil data no 1 pada variasi jarak 1 mm dan tegangan sebesar 5 volt untuk mengetahui kapasitas kapasitor. Sebelum menghitung kapasitas kapasitor dari data di atas, kita akan menggunakan rumus pada persamaan :

    C = εo  x  

    C = 

          Pada percobaan ini digunakan kapasitor lempeng lingkaran dengan diameter 25 cm. Berarti kita harus menentukakan luas dari permukaan lempeng tersebut dan dalam satuan meter yaitu sebesar :

    L = r2

    L = 3,14 x (12,5 x 10-2)2

    L = 490,624 x 10-4 m2

          Setelah mengetahui luas permukaan dari lempeng tersebut, sekarang kita bisa mendapatkan besar kapasitas kapasitor tersebut. Dengan menggunakan rumus pertama, kita menggunakan bahan dialektrikum yaitu udaraa yang memiliki koefisien dialektrikum (k) sebesar 1, maka rumus di atas berubah menjadi

    C = εo  x 

    C = 8,85 x 10-12  x   x 10-1

    C = 4342,031 x 10-15

    C = 0,04342031 x 10-8

    C(d=1) = 0,043 x 10-8 Farad

    Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan variasi data jarak antar lempeng (d) sehingga didapat :

    C(d=3) = 0,015 x 10-8 Farad

    C(d=5) = 0,0086 x 10-8 Farad

    Dengan menggunakan rumus kedua, dan dengan muatan 0,21 x 10 -8 dan tegangan sebesar 5 volt maka :

    C =

    C =  x 10-8

    C(v=5) = 0,042 x 10-8

    Hasil Penghitungan Seluruhnya didapat data sebagai berikut :

    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (10-8 C)C (10-8 Farad)
    15 V1 mm0,210,042
    25 V1 mm0,20,04
    35 V1 mm0,180,036
    45 V1 mm0,180,036
    55 V1 mm0,180,036
    5 V1 mm0,190,038
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (10-8 C)C (10-8 Farad)
    16 V1 mm0,210,035
    26 V1 mm0,20,033333
    36 V1 mm0,210,035
    46 V1 mm0,220,036667
    56 V1 mm0,220,036667
    6 V1 mm0,2120,035333
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (10-8 C)C (10-8 Farad)
    17 V1 mm0,260,037143
    27 V1 mm0,260,037143
    37 V1 mm0,270,038571
    47 V1 mm0,270,038571
    57 V1 mm0,260,037143
    7 V1 mm0,2640,037714
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (10-8 C)C (10-8 Farad)
    15 V3 mm0,10,02
    25 V3 mm0,110,022
    35 V3 mm0,10,02
    45 V3 mm0,10,02
    55 V3 mm0,10,02
    5 V3 mm0,0204
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (10-8 C)C (10-8 Farad)
    16 V3 mm0,10,016667
    26 V3 mm0,130,021667
    36 V3 mm0,150,025
    46 V3 mm0,130,021667
    56 V3 mm0,150,025
    6 V3 mm0,022
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (10-8 C)C (10-8 Farad)
    17 V3 mm0,150,021429
    27 V3 mm0,150,021429
    37 V3 mm0,140,02
    47 V3 mm0,150,021429
    57 V3 mm0,180,025714
    7 V3 mm0,022
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (10-8 C)C (10-8 Farad)
    15 V5 mm0,060,012
    25 V5 mm0,060,012
    35 V5 mm0,060,012
    45 V5 mm0,070,014
    55 V5 mm0,070,014
    5 V5 mm0,0128
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (10-8 C)C (10-8 Farad)
    16 V5 mm0,080,013333
    26 V5 mm0,080,013333
    36 V5 mm0,070,011667
    46 V5 mm0,080,013333
    56 V5 mm0,070,011667
    6 V5 mm0,012667
    No.Tegangan (V)Jarak (mm)Q (10-8 C)C (10-8 Farad)
    17 V5 mm0,090,012857
    27 V5 mm0,080,011429
    37 V5 mm0,090,012857
    47 V5 mm0,090,012857
    57 V5 mm0,090,012857
    7 V5 mm0,0880,012571

    4.3 Grafik

    Disini kami menyajikan 2 grafik, yang pertama adalah grafik C-V dan grafik C-d. Pada grafik pertama disajikan dengan membedakan jarak antara kedua lempeng kapasitor, selanjutnya pada grafik kedua di buat dengan membedakan tegangan yang diberikan pada kapasitor. Grafik yang terbentuk dari perhitungan rata rata di atas adalah :

                                                    Grafik 4.1 Grafik percobaan keseluruhan

    4.4 Pembahasan

    Pada percobaan plat kapasitor ini dilakukan untuk menentukan kapasitan, mengetahui pengaruh diameter plat dan tegangan serta membandingkan besaran C hasil pengamatan dan perhitungan. Untuk mendukung percobaan plat kapasitor ini, membutuhkan beberapa alat elektronik diantaranya power supply yang berguna untuk menghasilkan tegangan, measuring amplifier dan beberapa alat elektronik lainnya.

                Pada percobaan kapasitor tersebut, dilakukan percobaan selama 30 kali, dimana dilakukan percobaan sebanyak lima kali untuk setiap variasi yang ditetapkan. Kami menggunakan 6 variasi yang berbeda baik variasi tegangannya maupun variasi jarak antar plat kapasitornya. Kami menggunakan juga macam variasi tegangan yaitu untuk tegangan 5V, 6V, 7V. Sedangkan untuk variasi jarak, kami menggunakan tiga macam variasi jarak yaitu 1mm, 3mm, 5mm. dalam percobaan tersebut kami memakai ukuran waktu pada tiap jedanya. Kami memberikan waktu 30 detik untuk mendapatkan hasil muatan yang dihasilkan pada plat kapasitor. Waktu tersebut diberikan agar kami dapat menstabilkan alat alat yang setelah dan yang akan digunakan. Selain itu juga untuk mengatur ulang settingan awal dari voltmeter.

                Percobaan kami memberikan hasil percobaan yang kurang sesuai. Terjadi perbedaan antara hasil harga kapasitor pengamatan dan perhitungan sesuai dengan persamaan-persamaan yang telah dijabarkan. Terjadi perbedan yang cukup jauh antar keduanya. Hal ini mungkin terjadi karena adanya beberapa factor seperti kurang akuratnya pengaturan pada voltmeter, tersentuhnya probe oleh tangan, dll.

                Kami menggunakan variasi jarak dan tegangan pada percobaan ini karena kami ingin mencapai tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh dari diameter plat dan tegangan. Ternyata dari hasil ini yang dilakukan, bahwa memang ada pengaruh dari diameter plat. Selain itu percobaan kami juga membuktikan bahwa kapasitansi berbanding terbalik dengan luas kapasitornya dan tegangan berbanding terbalik dengan kapasitan.

    BAB V

    KESIMPULAN

    1.      Jadi, untuk menentukan nilai kapasitan pada plat sejajar dapat dilakukan dengan persamaan:

    c=

    2.      Jadi, pengaruh diameter plat dan tegangan pada kapasitan yaitu, berbanding terbalik dengan kapasitan.

    3.      Jadi, perbandingan nilai C yang kami dapatkan berdasarkan hasil pengamatan dengan hasil perhitungan yaitu pada jarak 5 mm adalah 0,1084 x 10-9 F : 0,08 x 10-9 F. Sedangkan pada jarak 10 mm perbandingan yang diperoleh yaitu 0,064 x 10-9 F : 0,0 41 x 10-9 F. Dan pada jarak 15 mm, perbandingan yang diperoleh yaitu 0,052 x 10-9 F : 0,0 27 x 10-9 F.

    DAFTAR PUSTAKA

    Gussow, Milton. 1983. “Electricity and Magnetism”. USA: The McGraw-Hill Companies

    Resnick, Halliday.  2005. “Fundamentals of Physics Extended”. USA: John Wiley & Sons, Inc.

    Serway, Raymond A. “Physics for Scientists and Engineers”. 2004. Pomona: Thomson Brook/Cole

  • Laporan Praktikum Pengukuran Dasar Massa Neraca Ohaus

    Pengukuran Dasar Massa Neraca Ohaus

    Bab I. Pendahluan

    A. Latar Belakang

    Fisika adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos.

    Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum fisika. Fisika sering disebut sebagai “ilmu paling mendasar”, karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika.

    Fisika juga berkaitan erat dengan matematika. Teori fisika banyak dinyatakan dalam notasi matematis, dan matematika yang digunakan biasanya lebih rumit daripada matematika yang digunakan dalam bidang sains lainnya. Perbedaan antara fisika dan matematika adalah: fisika berkaitan dengan pemerian dunia material, sedangkan matematika berkaitan dengan pola-pola abstrak yang tak selalu berhubungan dengan dunia material. Namun, perbedaan ini tidak selalu tampak jelas. Ada wilayah luas penelitan yang beririsan antara fisika dan matematika, yakni fisika matematis, yang mengembangkan struktur matematis bagi teori-teori fisika.

    Hal yang paling berkaitan dengan fisika yaitu pengukuran. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen. Pengukuran ada beberapa macam alat yaitu: micro meter,jangka sorong,dial indikator,viler gauge dll.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian di atas maka adapun rumusan masalah yaitu :

    1. Apa fungsi neraca ohaus?
    2. Bagaimana cara mengukur menggunakan neraca ohaus?

    C. Tujuan

    Berdasarkan rumusan masalah adapun tujuan yaitu :

    1.      Mengetahui fungsi neraca ohaus

    Mengetahui cara mengukur menggunakan neraca ohaus

    Bab II. Kajian Pustaka

    A. Definisi Pengukuran

    Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen. Pengukuran ada beberapa macam alat yaitu: micro meter,jangka sorong,dial indikator,viler gauge dll

    B. Neraca Ohaus

    Massa adalah banyaknya zat yang terkandung di dalam suatu benda. Satuan SI-nya adalah kilogram (kg). Sedangkan berat adalah besarnya gaya yang dialmi benda akibat gaya tarik bumi pada benda tersebut. Satuan SI-nya Newton (N). Untuk mengukur massa benda dapat digunakan neraca atau timbangan.

    Neraca Ohaus adalah alat ukur massa benda dengan ketelitian 0.01 gram. Neraca dibedakan menjadi beberapa jenis, seperti neraca analitis dua lengan, neraca Ohauss, neraca lengan gantung, dan neraca digital. Neraca Analitis Dua Lengan Neraca ini berguna untuk mengukur massa benda, misalnya emas, batu, kristal benda, dan lain-lain. Batas ketelitian neraca analitis dua lengan yaitu 0,1 gram.

    Neraca Ohauss ini berguna untuk mengukur massa benda atau logam dalam praktek laboratorium. Kapasitas beban yang ditimbang dengan menggunakan neraca ini adalah 311 gram. Batas ketelitian neraca Ohauss yaitu 0,1 gram.

    Neraca Lengan Gantung Neraca ini berguna untuk menentukan massa benda, yang cara kerjanya dengan menggeser beban pemberat di sepanjang batang.

    Neraca Digital Neraca diigital (neraca elektronik) di dalam penggunaanya sangat praktis, karena besar massa benda yang diukur langsung ditunjuk dan terbaca pada layarnya.Ketelitian neraca digital ini sampai dengan 0,001 gram.

    C. Jenis-jenis Neraca

    1. Berdasarkan Kegunaannya
    1. Neraca kasar, yaitu neraca yang dipakai untuk umum dan biasa dipakai di pasaran
    2. Neraca halus atau neraca analitik, yaitu neraca yang biasa digunakan di laboratorium. Neraca analitik sangat sensitif dan bias digunakan untuk menimbang dari 0,1 mg sampai 200 g
    2. Berdasarkan Konstruksi dan Cara Kerjanya
    1. Neraca pegas, adalah timbangan sederhana yang menggunakan pegas sebagai alat untuk menentukan massa benda yang diukurnya. Neraca pegas mengukur ketegangan pegas, yang sebenarnya adalah tekanannya. Neraca pegas membandingkan gaya tarik balik sebuah yang timbul apabila pegas direnggakan. Semakin besar bobot sebuah benda semakin besar pula renggangan yang terjadi pada sebuah pegas.
    2. Timbangan manual, atau timbangan jarum bekerja dengan mekanis menggunakan system pegas. Timbangan jarum biasa digunakan di warung atau took untuk menimbang telur, gula, dsb dalam skala berat terbatas. Pada timbangan jarum tidak menggunakan pemberat namun menggunakan jarum yang akan berputar kearah angka yang menunjukkan berat barang terebut.
    3. Neraca digital, bekerja dengan elektronis menggunakan tenaga listrik. Pada umumnya menggunakan arus lemah dan indikatornya berbentuk angka digital yang tertera pada layar

    Neraca ohaus dua, tiga dan empat lengan. Neraca Ohauss ini berguna untuk mengukur massa benda atau logam dalam praktek laboratorium. Kapasitas beban yang ditimbang dengan menggunakan neraca ini adalah 311 gram. Batas ketelitian neraca Ohauss yaitu 0,1 gram.

    Bab III. Metode Percobaan

    A. Waktu dan Tempat Percobaan

    Percobaan dilakukan pada hari kamis, 30 oktober 2014 pukul 10:30 – 11:15 di laboratorium fisika SMA Negeri 1 Bantaeng.

    B. Alat dan Bahan

    1. Neraca Ohaus Empat Lengan
    2. Gelas ukur 100 ml
    3. Pembakar spiritus
    4. Gelas ukur 250 ml

    C. Cara Kerja

    1. Berdoa sebelum melakukan percobaan agar mendapat hasil terbaik.
    2. Menyiapkan semua alat dan bahan yang akan di gunakan.
    3. Mengisi data-data yang akan diperlukan untuk mendapatkan hasil.
    4. Mengukur benda-benda yang disediakan menggunakan neraca ohaus berdasarkan cara yang telah di ajarkan

    Mencatat angka-angka yang ditunjukkan alat untuk dimasukkan ke rumus sehingga mendapatkan hasil pengukuran.

    Bab IV. Hasil dan Pembahasan

    A. Hasil

    Adapun hasil yang di peroleh dari praktikum yang di lakukan adalah : NST Neraca Ohauss 311 :

    1.      Lengan I

    Batas ukur                   : 100 gram

    Jumlah skala                : 100 skala

    NST Lengan I                         : Batas ukur/Jumlah skala = 100/100 = 1

    2.      Lengan II

    Batas Ukur                  : 10 gram

    Jumlah skala                : 10 skala

    NST Lengan II            : Batas ukur/Jumlah skala = 10/10 = 1

    3.      Lengan III

    Batas Ukur                  : 1 gram

    Jumlah skala                : 1 skala

    NST Lengan III          : Batas ukur/Jumlah skala = 1/1 = 1

    4.      Lengan IV

    Batas ukur                   : 0,1 gram

    Jumlah skala                : 10 skala

    NST Lengan IV          : Batas ukur/Jumlah skala = 0,1/10 = 0,01

    Tabel hasil pengamatan :

    No.Besaran yang diukurPenunjukan jumlah skalaHasil Pengukuran tiap lenganHasil pengukuran
    1.Gelas ukur 100 mlLengan I  = 0 skalaLengan II = 50 kalaLengan III = 8 skalaLengan IV = 0,8 skala0 gram50 gram8 gram0,8 gram58,008 gram
    2.Pembakar spirtusLengan I = 100 skalaLengan II = 10 skalaLengan III = 0 skalaLengan IV = 0,25 skala100 gram10 gram0 gram0,25 gram110,0025 gram
    3.Gelas ukur 250 mlLengan I = 0 skalaLengan II = 90 skalaLengan III = 5 skalaLengan IV = 0,45 skala0 gram90 gram5 gram0,45 gram95,0045 gram

    B. Pembahasan

    Dari NST neraca ohauss dan tabel pengamatan diatas maka Hasil pengukurannya (HP) yaitu :

    1. HP gelas ukur 100 ml :

    =  (NST lengan I x penunjukan skala pada lengan I) + (NST lengan II x penunjukan skala pada lengan II) + (NST lengan III x penunjukan skala pada lengan III) + (NST lengan IV x penunjukan skala pada lengan IV).

    =   (1 x 0 ) + (1 x 50) + (8 x 1) + (0,01 x 0,8)

    =   0 + 50 + 8 + 0,008

    =   58,008 gram

    2. HP pembakar spirtus :

    =    (NST lengan I x penunjukan skala pada lengan I) + (NST lengan II x penunjukan skala pada lengan II) + (NST lengan III x penunjukan skala pada lengan III) + (NST lengan IV x penunjukan skala pada lengan IV).

    =    (1 x 100) + (1 x 10) + (0 x 10) + (0,01 x 0,25)

    =    100 + 10 + 0 + 0,0025

    =    110,0025 gram

    3. HP gelas ukur 250 ml :

    =    (NST lengan I x penunjukan skala pada lengan I) + (NST lengan II x penunjukan skala pada lengan II) + (NST lengan III x penunjukan skala pada lengan III) + (NST lengan IV x penunjukan skala pada lengan IV).

    =    (1 x 0) + (1 x 90) + (1 x 5) + (0,01 x 0,45)

    =    0 + 90 + 5 + 0,0045

    =          95,0045 gram

    Bab V. Penutup

    A. Kesimpulan

    Neraca ohaus empat lengan ini sangat cocok digunakan untuk mengukur benda-benda kecil seperti emas, berlian, Kristal dan lain-lain.

    B. Saran

    Sebaiknya saat melakukan pengukuran harus lebih teliti agar hasil yang di dapatkan maksimal.

    DAFTAR PUSTAKA

    cumipaus.2014.Macam-Macam Neraca dan Cara Penggunaannya[online].http://www.slideshare.net/cumipaus/teknik-laboratorium.diakses pada tanggal 4 november 2014 pukul 20:43

    yusufaffandyr.2014.Neraca Ohaus[online].http://yusufaffandi11.wordpress.com/2014/03/10/neraca-ohaus/.diakses pada tanggal 4 november 2014 pukul 20:47

  • Laporan Praktikum Resonansi Gelombang Bunyi

    Resonansi Gelombang Bunyi

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Bunyi adalah peristiwa yang ditimbulkan oleh getaran benda yang merambat melalui medium dengan kecepatan tertentu (Anonim: 2015). Terjadinya bunyi tersebut sampai kita dengar di telinga kita juga dipengaruhi oleh adanya cepat rambat bunyi. Cepat rambat bunyi ialah jarak yang ditempuh oleh gelombang bunyi setiap satu satuan waktu (Anonim: 2014). 

    Salah satu medium untuk perambatan bunyi adalah udara. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengarkan bunyi misalnya saat kita berbicara atau mendengar dari benda apapun yang dapat menghasilkan bunyi. Salah satu sumber bunyi yaitu alat-alat musik seperti pipa organa. Jika pipa organa ditiup, maka udara-udara dalam pipa akan bergetar sehingga menghasilkan bunyi. Kolom udara dapat  beresonansi, artinya dapat bergetar.

    Ada dua jenis pipa organa, yaitu pipa organa terbuka dan tertutup. Pipa organaterbuka berarti kedua ujungnya terbuka danpipa organa tertutupberarti salah satu ujungnya tertutup dan ujung lain terbuka (Anonim, 2015). Saat merambat, bunyi mempunyai cepat rambat bunyi. Cepat rambat bunyi berbeda-beda berdasarkan mediumnya. Nilai cepat rambat bunyi dalam kehidupan sehari-hari sering dituliskan konstan yaitu 330 m/..

    Untuk mengetahui cepat rambat bunyi di udara, maka kami melakukan percobaan pada dua jenis pipa organa, yaitu pipa organa terbuka dan tertutup dengan melihat frekuensi yang terjadi saat bunyi di keluarkan melalui pipa organa. Percobaan juga dilakukan pada dua diameter pipa yang berbeda. Sehingga dapat diketahui nilai cepat rambat bunyi di udara. Judul percobaan kami adalah “Cepat Rambat Bunyi di Udara”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh resonansi bunyi pada pipa terbuka dan tertutup terhadap cepat rambat bunyi di udara ?”

    C.    Tujuan

    Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat diketahui tujuan pada percobaan ini adalah sebagai berikut: “Menetukan cepat rambat bunyi di udara dengan menggunakan resonansi bunyi pada pipa terbuka dan tertutup.”

    D.    Hipotesis

    Cepat rambat bunyi yang dihasilkan pada pipa terbuka maupun pipa tertutup pada setiap percobaan kons

    BAB II

    KAJIAN TEORI

    A.    Gelombang

    Gelombang merupakan suatu getaran (gangguan) yang merambat. Sedangkan getaran itu sendiri merupakan gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Gelombang berbeda dengan materi. Selama perambatannya (selama menjalar), gelombang hanya memindahkan energi, sementara materi selama berpindah selalu memindahkan massa dan energinya.

    Berdasarkan medium rambatnya, gelombang terbagi atas gelombang mekanis dan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang yang dapat merambat baik melalui medum maupun tanpa medium. Sedangkan gelombang mekanis ialah gelombang yang hanya dapat merambat melalui medium. Gelombang mekanis biasanya merambat melalui media elastis, seperti gas, zat padat, ataupun zat cair. Media elastis ialah suatu medium yang dapat mengalami deformasi.

    Sedangkan berdasarkan arah getar dan arah rambatnya gelombang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu gelombang transversal dan longitudinal. Gelombang tranversal merupakan gelombang yang arah getarnya tegak lurus terhadap arah rambatnya. Satu gelombang terdiri dari satu bukit dan satu lembah. Sedangkan gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya searah dengan rambatannya. Contoh gelombang mekanik dan gelombang longitudinal adalah gelombang bunyi.

    B.     Bunyi

    Bunyi adalah peristiwa yang ditimbulkan oleh getaran benda yang merambat melalui medium dengan kecepatan tertentu. Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar merambat ke segala arah. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehingga menghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain meregang, sehingga menghasilkan wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendah secara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi. Gelombang bunyi ini menghantarkan bunyi ke telinga manusia. Bunyi/ suara dapat terdengar karena adanya getaran yang menjalar ke telinga pendengar. Getaran yang menjalar ini menyebabkan perubahan tekanan pada selaput pendengaran manusia akibat dari penjalaran gelombang mekanik. Saat sampai di selaput gendang telinga, getaran ini diubah menjadi denyut listrik yang akan dilaporkan ke otak melalui urat syaraf pendengaran.

    Terdapat 3 aspek terjadinya bunyi, yaitu adanya sumber bunyi, medium yang merambatkan bunyi dan adanya penerima yang berada di alam jangkauan sumber bunyi (Hardiwiyono, 2012).

    1.      Sumber Bunyi

    Sumber bunyi merupakan benda-benda yang bergetar dan menghasilkan suara merambat melalui medium atau zat perantara hingga dapat terdengar. Sumber bunyi berhubungan erat dengan frekuensi bunyi. Frekuensi bunyi adalah banyaknya gelombang bunyi setiap detik. Semakin besar frekuensi gelombang bunyi, berarti, semakin banyak pula pola rapatan dan renggangan sehingga bunyinya akan terdengar semakin nyaring (nadanya lebih tinggi). Berdasarkan frekuensinya, bunyi dapat digolongkan menjadi tiga :

    a.   Infrasonik    : bunyi yang frekuensinya di bawah 20 Hz

    b.   Audiosonik  : bunyi yang frekuensinya antara 20-20.000 Hz

    c.    Ultrasonik    : bunyi yang frekuensinya di atas 20.000 Hz

    2.      Pendengar

    Pendengar merupakan objek yang dikenai oleh gelombang suara (gelombang bunyi). Suara yang di hasilkan elemen tersebut bergetar ke depan dan merenggangkan udara sewaktu bergerak ke belakang. Udara kemudian mentransmisikan gangguan-gangguan yang ke luar dari sumber tersebut sebagai gelombang. Sewaktu memasuki telinga, gelombang-gelombang ini menimbulkan sensasi bunyi.

    3.      Medium Perambatan Bunyi

    Gelombang-gelombang bunyi, jika tidak dirintangi, akan menyebar di dalam semua arah dari sebuah sumber (gelombang bunyi bersifat tiga dimensi), tapi agar lebih sederhana akan dibahas penjalaran dalam satu dimensi saja. Cepat rambat bunyi berbeda-beda untuk setiap material, yang menjadi medium perambatan gelombang. Di udara yang bersuhu 0oC dan bertekanan 1 atm, bunyi merambat dengan kecepatan 331 m/s.

    Tabel 2.1 Laju bunyi diberbagai materi, pada suhu 20 oC dan tekanan 1 atm.

    MateriLaju (m/s)
    Udara 0oC331
    Udara340
    Hielium1005
    Hidrogen1300
    Air1440
    Air Laut1560
    Besi dan Baja5000
    Kaca4500
    Alumunium5100
    Kayu Keras4000

    (Giancoli, 2001:408)

    C.  Cepat Rambat Gelombang Bunyi di Udara

    Bunyi mempunyai cepat rambat yang terbatas. Bunyi memerlukan waktu untuk berpindah. Cepat rambat bunyi sebenarnya tidak terlampau besar. Cepat rambat bunyi jauh lebih kecil dibadingkan dengan cepat rambat cahaya. Karena bunyi termasuk gelombang, cepat rambat bunyi juga memenuhi persamaan cepat rambat gelombang.

    Gelombang bunyi merambat dalam bentuk rapatan dan renggangan sehingga bunyi dapat merambat melalui zat padat, zat cair, dan zat gas. Bunyi tidak dapat merambat melalui vakum. Bukti nyatanya yaitu pada para astronot di bulan karena bulan tidak memiliki atmosfer seperti di bumi. Sehingga tidak dapat saling berbicara secara langsung walaupun jarak mereka sangat dekat. Untuk berkomunikasi, mereka menggunakan alat komunikasi melalui gelombang radio. Dimana gelombang radio termasuk dalam spectrum gelombang electron magnetic.

    Pada suhu udara 15 derajat celsius bunyi dapat merambat di udara bebas pada kecepatan 340 meter perdetik. Rumus cepat rambat bunyi adalah :

    V = S/t

    Keterangannya :

    V = cepat rambat bunyi (m/s)

    S = jarak tempuh (m)

    t =  waktu tempuh (s)

    Suhu udara yang lebih panas atau lebih dingin mempengaruhi kecepatan bunyi di udara. Semakin rendah suhu udara maka cepat rambat bunyi semakin cepat karena partikel udara lebih banyak. Misalnya : pada bunyi arloji yang terdengar lebih keras kalau menggunakaan kayu dibadingkan tanpa menggunakan kayu. Bunyi tidak dapat terdengar pada ruang hampa udara karena bunyi membutuhkan zat perantara untuk menghantarkan bunyi baik zat padat, cair maupun gas.

    Bunyi yang merambat melalui suatu medium dapat mengalami pemantulan, pembiasan, interferensi, dan difraksi. Peristiwa tersebut mambuktikan bahwa bunyi merambat sebagai gelombang.

    Bunyi termasuk gelombang mekanik. Akibatnya bunyi hanya dapat merambat melalui medium seperti : zat padat, cair, dan gas. Bunyi tidak dapat merambat melalui medium ruang hampa udara (vakum). Secara umum, cepat rambat bunyi terbesar dalam zat padat, kemudian dalam rata-rata zat cair, dan terkecil dalam gas.

    Dalam medium udara, bunyi mempunyai sifat khusus, antara lain :

    a.       Cepat rambat bunyi tidak tergatung pada tekanan udara, artinya jika terjadi perubahan tekanan udara, sepat rambat bunyi tidak akan berubah.

    b.      Cepat rambat bunyi bergantung pada suhu. Makin tinggi suhu udara, makin besar cepat rambat bunyi (Afriza, 2011).

    D.  Resonansi Bunyi Pada Pipa Organa

    Salah satu sifat bunyi adalah dapat bersonansi. Resonansi adalah ikut bergetarnya molekul udara dalam kolom udara akibat getaran benda, dalam beberapa alat musik akan menimbulkan efek bunyi yang merdu. Peristiwa resonansi dapat terjadi pada pipa organa. Jika sumber bunyi gitar adalah getaran senarnya, maka sumber bunyi pipa organa adalah kolom udara.

    Pipa organa adalah sebuah elemen penghasil suara. Pipa tersebut akan beresonansi (mengeluarkan suara) pada nada tertentu ketika ada aliran udara yang ditiupkan pada tekanan tertentu. Pipa organa dibedakan menjadi dua yaitu : (1) pipa organa terbuka dan (2) pipa organa tertutup.

    1.   Pipa Organa Terbuka

    Pipa organa terbuka adalah sebuah kolom udara yang kedua ujung penampangnya terbuka. Jika pipa organa ditiup, maka udara-udara dalam pipa akan bergetar sehingga menghasilkan bunyi. Gelombang yang terjadi merupakan gelombang longitudinal. Kolom udara dapat  beresonansi, artinya dapat bergetar.

    Jika pipa organa ditiup, maka udara-udara dalam pipa akan bergetar sehingga menghasilkan bunyi. Gelombang yang terjadi merupakan gelombang longitudinal. Kolom udara dapat  beresonansi, artinya dapat bergetar. Kenyataan ini digunakan pada alat musik yang dinamakan Organa,baik organa dengan pipa tertutup maupun pipa terbuka. Pola gelombang untuk nada dasar  ditunjukkan pada Gambar 3.1 . Panjang kolom udara (pipa) sama dengan ½ (jarak antara perut berdekatan).

    Gambar:3.1. Organa Terbuka

    Dengan demikian  L =http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image065.gif atau λ1= 2L

    Dan frekuensi nada dasar adalah

    f1 = http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image067.gif (3.2)

    Pada resonansi berikutnya dengan panjang gelombang λ2 disebut nada atas pertama, ditunjukkan pada Gambar 3.1b. Ini terjadi dengan menyisipkan sebuah simpul, sehingga terjai 3 perut dan 2 simpul. Panjang pipa sama dengan λ2. Dengan demikian, L = λatau λ= L

    Dan frekuensi nada atas kesatu ini adalah

    f2 = http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image069.gif (3.3)

    Tampaknya persamaan frekuensi untuk pipa organa terbuka sama dengan persamaan frekuensi untuk tali yang terikat kedua ujungnya. Oleh karena itu, persamaan umum frekuensi alami atau frekuensi resonansi pipa organa harus sama dengan persamaan umum untuk tali yang terikat kedua ujungnya, yaitu

    http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image071.gif……………………….(3.4)

    Dengan v = cepat rambat bunyi dalam kolom udaradan n =1, 2, 3, . . . . Jadi, pada pipa organa terbuka semua harmonik (ganjil dan genap) muncul, dan frekuensi harmonik merupakan kelipatan bulat dari harmonik kesatunya. Flute dan rekorder adalah contoh instrumen yang berprilaku seperti pipa organa terbuka dengan semua harmonik muncul.

    2.      Pipa Organa Tertutup

    Pipa organa tetutup adalah sebuah kolom udara yang salah satu ujungnya tertutup dan ujung yang lain terbuka. Pada ujung pipa tertutup, udara tidak bebas bergerak, sehingga pada ujung pipa selalu terjadi simpul.

    Jika ujung pipa organa tertutup, maka pipa organa itu disebut pipa organa tertutup. Pada ujung pipa tertutup, udara tidak bebas bergerak, sehingga pada ujung pipa selalu terjadi simpul. Tiga keadaan resonansi di dalam pipa organa tertutup ditunjukkan pada Gambar 3.5.

    Gambar 3.5. Organa Tertutup

    Pola gelombang untuk nada dasar ditunjukkan pada gambar 3.5a, yaitu terjadi 1 perut dan 1 simpul. Panjang pipa sama dengan ¼ (jarak antara simpul dan perut berdekatan). Dengan demikian, http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image079.gif atau λ1 = 4L,dan frekuensi nada dasar adalah

    http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image081.gif…………….(3.6)

    Pola resonansi berikutnya dengan panjang gelombang λ3 disebut nada atas pertama, ditunjukkan pada gambar 3.5b. Ini terjadi dengan menyisipkan sebuah simpul, sehingga terjadi 2 perut dan 2 simpul. Panjang simpul sama dengan http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image083.gif. Dengan demikian, http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image085.gif atau http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image087.gif, dan frekuensi nada atas kesatu ini adalah

    http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image089.gif…………..(3.7)

    Perhatikan bahwa frekuensi ini sama dengan tiga kali frekuensi nada dasar. Selanjutnya akan Anda peroleh bahwa frekuensi nada atas kedua, yang getarannya seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5c adalah

    Tampak bahwa pada kasus pipa organa tertutup hanya harmonik-harmonik ganjil yang muncul. Harmonik kesatu,  f1, harmonik ketiga f3 = 3f1, harmonik kelima f5 = 5f1, dan seterusnya. Secara umum, frekuensi-frekuensi alami pipa organa tertutup ini dinyatakan oleh :

    http://fisikon.com/kelas3/images/stories/gelombang-bunyi/image093.gif……………(3.9)

    Alat musik yang termasuk keluarga klarinet merupakan contoh pipa organa tertutup dengan harmonik ganjil untuk nada-nada rendah.

    E. Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat rambat bunyi.

    Ada faktor-faktor yang mempengaruhi cepat rambat bunyi diantaraya  :

    a.       Kerapatan partikel medium yang dilalui bunyi. Semakin rapat susunan partikel medium maka semakin cepat bunyi merambat, sehingga bunyi merambat paling cepat pada zat padat.

    b.      Suhu mediumnya, dimana semakin panas suhu medium yang dilalui maka semakin cepat bunyi merambat. Hubungan ini dapat dirumuskan kedalam persamaan matematis yaitu :

    V = V0 + 0,6 t

     

    dimana V0 adalah cepat rambat pada suhu nol derajat dan t adalah suhu medium. 

    BAB III

    METODE PERCOBAAN

    A.    Jenis Praktikum

    Jenis praktikum yang digunakan ialah eksperimen. Hal ini dikarenakan pada kegiatan praktikum melakukan proses manipulasi jenis dan panjang pipa.

    B.     Waktu dan Tempat

    1.    Waktu

    Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, 26 November 2015 pukul 09.40 WIB – selesai.

    2.   Tempat

    Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Prodi Pendidikan IPA Universitas Negeri Surabaya.

    C. Alat dan Bahan

    1.    Handphone dengan aplikasi Pro Audio Tone Generator         1 buah

    2.    Speaker                                                                                    1 buah

    3.    Pipa terbuka (kecil dan besar)                                                  2 buah

    4.    Pipa terutup (Gelas ukur besar dan kecil)                                2 buah

    D. Variabel

    1. Variabel Manipulasi       : Jenis pipa (terbuka dan tertutup)

    Definisi Operasional     : Pada percobaan ini jenis pipa dibuat sama yaitu pipa terbuka dan pipa tertutup. Pipa organa merupakan semua pipa yang dalamnya berongga, terdapat dua jenis yaitu pipa organaterbukaberarti kedua ujungnya terbuka dan pipa organa tertutup berarti salah satu ujungnya tertutup dan ujung lain terbuka.

    2. Variabel Respon            : Panjang gelombang, frekuensi, cepat rambat bunyi di udara.

    Definisi Operasional     : Pada percobaan ini akan diperoleh panjang gelombang dan frekuensi maka dari dua hal tersebut diperoleh cepat rambat gelombang. Cepat rambat bunyi diudara adalah jarak yang ditempuh oleh gelombang bunyi setiap satu satuan waktu pada medium udara.

    3. Variabel Kontrol            : panjang pipa, sumber bunyi

    Definisi Operasional     : Panjang pipa terbuka dan tertutup pada percobaan ini ialah      cm. Handphone dengan aplikasiPro Audio Tone Generator merupakan sumber bunyi yang yang dapat diubah frekuensinya hingga bisa mengalami resonansi

    E. Langkah Kerja                :

    1.      Memasang aplikasi Pro Audio Tone Generator pada handphone sebagai sumber bunyi.

    2.      Menghubungkan handphone dengan aplikasi Pro Audio Tone Generator dengan speaker.

    3.      Meletakkan speaker pada salah satu ujung pipa (terbuka dan tertutup).

    4.      Meletakkan ujung pipa lainnya didekat telinga.

    5.      Mengatur frekuensi pada aplikasi Pro Audio Tone Generator sampai terjadi resonansi.

    6.      Mengukur diameter dan panjang pipa (terbuka dan tertutup).

    7.      Mentukan panjang gelombang bunyi.

    8.      Menentukan cepat rambat gelombang bunyi di udara.

    9.      Mengulang poin 1-8 sebanyak 3x percobaan pada pipa (terbuka dan tertutup).

    F. Alur Percobaan

    Resonansi 
    ·  Diulangi masing-masing pipa terbuka dan tertutup sebenyak 3 kali percobaan 

    BAB IV

    DATA DAN ANALISIS

    A.    Data

    Dari percobaan kami tentang cepat rambat bunyi di udara didapatkan data sebagai berikut:

    Tabel 4.1 Hasil Percobaan Cepat Rambat Bunyi di Udara

    Jenis Pipa(d ± 0,05) cm(L ± 0,1) cmf (Hz)λ (m)(m/s)(m/s)Rata-rata
    Terbuka4,50130,0124,2260322,92343,89
    136,1353,86
    136,5354,90
    2,7950,0360,8100360,80347,73
    340,9340,90
    341,5341,50
    Tertutup4,1428,5282,9114322,51312,70
    272,1310,20
    267,9305,40
    2,8123,0367,492338,00331,53
    364,5335,34
    349,2321,26

    Keterangan: Suhu ruangan 260C

                         Rata-rata cepat rampat bunyi udara yang didapat: 333,96 m/s

                         Cepat rampat udara menurut teori: 340 m/s

    B.     ANALISIS

    Dari data diatas dapat kami analisis bahwa dengan diameter pipa terbuka sebesar 4,50 cm dan 2,79 cm, panjangnya 130,0 cm dan 50,0 cm,  pipa tertutup dengan diameter 4,14 cm dan 2,81 cm, panjangnya 28,5 cm dan 23,0 cm didapatkan rata-rata cepat rambat bunyi di udara 333,96 m/s sementara rambat bunyi di udara secara teori yaitu 343 m/s.

    Percobaan dengan menggunakan pipa terbuka berdiameter 4,50 cm dan panjang pipa 130,0 cm diperoleh cepat rambat bunyi dari perhitungan v = f x λ secara berturut-turut sebesar 322,92 m/s, 353,86 m/s, 354,90 m/s. Sehingga rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa terbuka dengan diameter 4,50 cm sebesar 343,89m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 6,4% dan taraf ketelitian sebesar 93,7%.

    Percobaan dengan menggunakan pipa terbuka berdiameter 2,79 cm dan panjang 50,0 cm diperoleh cepat rambat bunyi dari perhitungan v = f x λ secara berturut-turut sebesar 360,80 m/s, 340,90 m/s, 341,50 m/s. Sehingga rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa terbuka dengan diameter 2,79 cm sebesar 347,73 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 7,3% dan taraf ketelitian sebesar 92,7%.

    Percobaan dengan menggunakan pipa tertutup berdiameter 4,14 cm dan panjang 28,5 cm diperoleh cepat rambat bunyi dari perhitungan v = f x λ secara berturut-turut sebesar 322,51 m/s, 310,20 m/s, 305,40 m/s. Sehingga rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa terbuka dengan diameter 4,14 cm sebesar 312,70 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 9,9% dan taraf ketelitian sebesar 95,1%.

    Percobaan dengan menggunakan pipa tertutup berdiameter 2,81cm dan panjang 23,0 cm diperoleh cepat rambat bunyi dari perhitungan v = f x λ secara berturut-turut sebesar 338,00 m/s, 335,34 m/s, 321,26 m/s. Sehingga rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa terbuka dengan diameter 2,81 cm sebesar 331,53 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 4,9% dan taraf ketelitian sebesar 95,1%.

    Kemudian untuk jenis pipa yang berbeda yaitu pipa terbuka dan tertutup diperoleh rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa terbuka sebesar 345,65 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 27% dan taraf ketelitian sebesar 73% sedangkan rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa tertutup sebesar 322,11 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 17% dan taraf ketelitian sebesar 83%.

    Selain itu analisis untuk frekuensinya yaitu untuk kedua pipa (pipa tertutup dan terbuka) berbanding terbalik dengan diameter dan juga panjang pipa. Semakin besar diameter dan panjang pipa maka, semakin kecil frekuensinya.

    PEMBAHASAN

    Resonansi ialah ikut bergetarnya benda lain karena pengaruh benda yang bergetar. Pada panjang tabung (pipa) tertentu dapat terjadi resonansi gelombang suara. Peristiwa resonansi terjadi sesuai dengan getaran pada pipa organa. Pada pipa tertutup, resonansi pertama akan terjadi jika panjang kolom udara adalah ¼ λ,  sedangkan pada pipa terbuka adalah ½ λ.Berdasarkan teori, selain panjang gelombang, cepat rambat bunyi pada pipa tertutup maupun terbuka dipengaruhi diameter pipa.  Posisi simpul terbuka dekat unjung tabung yang terbuka bergantung pada diameter tabung. Sehingga semakin besar diameter pipa maka cepat rambat bunyi di udara juga semakin besar (berbanding lurus).

    Dari analisis yang telah dilakukan, percobaan kami menunjukkan kesesuaian dengan teori pada pipa terbuka maupun pipa tertutup karena pada pipa terbuka dengan diameter lebih besar (4,50 cm) cepat rambat bunyi yang didapat lebih besar daripada pipa terbuka berdiameter kecil (2,79 cm), sedangkan pada pipa tertutup dengan diameter lebih besar (4,14 cm) cepat rambat bunyinya lebih besar daripada pipa tertutup berdiameter kecil (2,81 cm). Terbukti dari nilai rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa terbuka dengan diameter  4,50 cm sebesar 343,89 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 6,4% dan taraf ketelitian sebesar 93,6% dan rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa terbuka dengan diameter 2,79 cm sebesar 347,73 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 7,3% dan taraf ketelitian sebesar 92,7%. Sedangkan rata-ratacepat rambat bunyi pada pipa tertutup dengan diameter 4,14 cm sebesar 312,70 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 4,9% dan taraf ketelitian sebesar 95,1% dan rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa tertutup dengan diameter 2,81 cm sebesar 331,53 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 4,9% dan taraf ketelitian sebesar 95,1%.

    Kemudian percobaan yang telah dilakukan pada pipa tertutup frekuensinya lebih besar daripada pipa terbuka tetapi cepat rambatnya lebih kecil. Hal tersebut terjadi karena selalu ada simpangan simpul tertutup di ujung tertutup (karena udara tidak bebas untuk bergerak) dan simpul terbuka di ujung terbuka (di mana udara dapat bergerak bebas). Hal ini terbukti dari hasil praktikum kami yaitu cepat rambat bunyi pada pipa tertutup lebih kecil daripada pipa terbuka dengan rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa terbuka sebesar 345,65 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 27% dan taraf ketelitian sebesar 73% sedangkan rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa tertutup sebesar 322,11 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 17% dan taraf ketelitian sebesar 83%. Jadi percobaan yang telah dilakukan sudah sesuai dengan teori.

    Selanjutnya, teori yang menyatakan bahwa cepat rambat bunyi berbeda-beda untuk setiap material yang menjadi medium perambatan gelombang telah berhasil dibuktikan melalui praktikum ini. Pada udara, cepat rambat bunyi sangat bergantung pada temperatur. Di udara yang bersuhu 0oC dan bertekanan 1 atm, bunyi merambat dengan cepat rambat bunyi 331 m/s (Giancoli, 2012). Berdasarkan teori, cepat rambat bunyi di udara meningkat sebesar 0,60 m/s untuk setiap kenaikan temperatur 10C. v = (331+0,60T) m/s (Rumus Miller) dimana T merupakan temperature dalam0C.

    Jika T dalam praktikum kami yaitu sebesar (T= 260C) maka cepat rambat bunyi di udara dengan suhu 26oC yaitu,  v = 3310+0,6 (26) = 346,6 m/s maka, hasil praktikum kami terkait cepat rambat bunyi di udara tidak mendapatkan angka yang sama persis (ada yang mendekati angka tersebut dan ada juga yang menjauhi). Pada pipa organa terbuka dengan diameter 4,50 cm cepat rambat rata-ratanya mencapai 343,89 m/s, pipa organa terbuka dengan diameter 2,79 cm cepat rambat rata-ratanya mencapai 347,73 jauh lebih besar dari teori yang ada. Sedangkan pada pipa organa tertutup dengan diameter 4,14 cm dan 2,81 cm cepat rambat bunyi di udaranya secara berturut-turut yaitu 312,70 m/s dan 331,53 m/s, sama-sama lebih rendah dari teori. Hal ini disebabkan karena kurang telitinya pengamat dalam mengukur diameter dan panjang pipa sehingga mempengaruhi hasil perhitungan yang didapat, pendengaran pengamat dan jarak mendengarkannya terlalu jauh, serta pengamat sulit membedakan ketika bunyi sudah mencapai frekuensi maksimum.

    Akan tetapi secara keseluruhan data berdasarkan hasil percobaan diperoleh cepat rambat bunyi di udara sebesar 333,96 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 10,39% dan taraf ketelitian sebesar 89,61%. Data yang diperoleh tidak sesuai dengan teori seharusnya cepat rambat bunyi di udara pada suhu 260C sebesar 346,6 m/s namun hasil yang diperoleh dibawah ketetapan cepat rambat bunyi. Hal tersebut disebabkan karena kurang fokus dan kurang telitinya praktikan dalam mendengarkan resonansi pada pipa yang dikeluarkan Handphone dengan aplikasi Pro Audio Tone Generator sehingga frekuensi yang dihasilkan kurang valid dan mempengaruhi cepat rambat bunyi yang dihasilkan. Selain itu juga tidak mengukur suhu atau temperatur saat melakukan percobaan sehingga hasil yang diperoleh kurang valid. Oleh karena itu perlu dikaji ulang beberapa hal yang memang mempengaruhi cepat rambat bunyi di udara.

    BAB V

    PENUTUP

    A.    Kesimpulan

                        Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa  :

    1.      Semakin besar diameter pipa maka cepat rambat bunyi di udara juga semakin besar.

    2.      Cepat rambat bunyi pada pipa tertutup lebih kecil daripada pipa terbuka dengan rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa terbuka sebesar 345,65 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 27% dan taraf ketelitian sebesar 73% sedangkan rata-rata cepat rambat bunyi pada pipa tertutup sebesar 322,11 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 17% dan taraf ketelitian sebesar 83%.

    3.      Hasil percobaan secara keseluruhan diperoleh cepat rambat bunyi di udara sebesar 333,96 m/s dengan taraf ketidakpastian sebesar 10,39% dan taraf ketelitian sebesar 89,61%.

    4.      Ketidaktepatan hasil percobaan dipengaruhi oleh kesalahan praktikan pada saat proses pendengaran. Adanya pencemaran suara di ruangan juga mempegaruhi ketidaktelitian hasil yang diperoleh dalam percobaan ini.

    B.     Saran

    Dalam melakukan percobaan untuk menyelidiki cepat rambat bunyi pada udara diperlukan adanya ruangan yang steril dari kebisingan, agar didapat data frekuensi yang valid. Selain itu, faktor suhu juga mempengaruhi cepat rambat bunyi di udara. Sehingga sebelum melakukan percobaan ini sebaiknya mengukur suhu ruangan terlebih dahulu dan mencari literasi cepat rambat bunyi di udara pada suhu berikut, agar dapat diketahui nilai cepat rambat bunyi di udara secara teori, dan dibandingkan dengan nilai hasil percobaan.

    DAFTAR PUSTAKA

     Kanginan, Marten. 1999. Seribu Pena Fisika SMU jilid 1. Jakarta : Erlangga.

    Kanginan, Marten. 2006. Fisika SMA jilid X11. Jakarta : Erlangga.

    Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga

  • Laporan Studi Kasus Uji Regresi Linier

    Uji Regresi Linier

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Regresi adalah bentuk hubungan fungsional antara variabel respon dan prediktor. Analisis regresi merupakan teknik statistik yang banyak penggunnya serta mempunyai manfaat yang cukup besar bagi pengambil keputusan. Secarra umum, dalan analisis regresi digunakan metode kuadrat terkecil ( least square method ) untuk mencari kecocokan garis reresi dengan data sampel yang diamati.

    Ketika kita menggunakan statistika untuk menguji hipotesis maka muncullah dua macam hipotesis berupa hipotesis penelitian dan hipotesis statistika. Tepatnya hipotesis penelitian kita rumuskan kembali menjadi hipotesis statistika yang sepadan. Hipotesis statistika harus mencerminkan dengan baik maksud dari hipotesis penelitian yang akan diuji (Singgih,2012).

    Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan (prediction). Dengan demikian, analisis regresi sering disebut sebagai analisis prediksi. Analisis regresi dapat didefinisikan metode statistika digunakan untuk menentukan bentuk hubungan antara variabel-variabel, dengan tujuan pokok dalam penggunaan metode ini adalah untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari suatu variabel lain yang belum diketahui.

    Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam asumsi regresi linear sederhana yaitu:

    1. Residual data berdistribusi noral
    2. Tidak terjadi heteroskedasits
    3. Tidak terdapat Autokorelasi

    1.2 Batasan Masalah

           Agar analisis ini semakin jelas dan terarah perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dalam analisis ini adalah:

    1)      Perkebunan di kota A

    2)      Uji coba dilakukannya pemberian pupuk organik dan diharapkan dapat mempengaruhi produksi durian.Selama uji coba pada tahun 2003

    3)      Data yang digunakan adalah data sekunder dari  Alan.2012. Analisis Regresi Linear Sederhana.Http://www.scrib.com.

    1.3 Rumusan Masalah

           Permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah apakah Suatu perusahaan perkebunan durian dikota A melakukan uji coba pemberian pupuk organik dapat mempengaruhi produksi durian selama uji coba pada tahun 2003.

    1.4 Tujuan Penelitian

            Adapun tujuan dari dilakukannya  penelitian adalah untuk menganalisis seberapa besar pengaruh produksi durian.Selama uji coba pada tahun 2003.

    Bab II. Tinjauan Pustaka

    2.1 Pengertian Regresi Linier

           Pengertian regresi secara umum adalah sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih.. Dalam analisis regresi dikenal 2 jenis variabel yaitu:

    1. Variabel Respon disebut juga variabel dependen yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan variabel.

    2. Variabel Prediktor disebut juga dengan variabel independen yaitu variabel yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya) dan dinotasikan dengan

    Untuk mempelajari hubugan – hubungan antara variabel bebas maka regresi linier terdiri dari dua bentuk, yaitu:

    1. Analisis regresi sederhana (Simple analysis regresi)

    2. Analisis regresi berganda (Multiple analysis regresi)

           Analisis regresi sederhana merupakan hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas (variable independen) dan variabel tak bebas (variabel dependen).

    Sedangkan analisis regresi berganda merupakan hubungan antara 3 variabel atau lebih, yaitu sekurang-kurangnya dua variabel bebas dengan satu variabel tak bebas. Tujuan utama regresi adalah untuk membuat perkiraan nilai suatu variabel (variabel dependen) jika nilai variabel yang lain yang berhubungan dengannya (variabel lainnya) sudah ditentukan (Hasan, 2010).

    2.2 Analisis Regresi Linier Sederhana

           Regresi linier sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal dengan variabel bebas tunggal. Regresi linier sederhana hanya memiliki satu peubah yang dihubungkan dengan satu peubah tidak bebas . Bentuk umum dari persamaan regresi linier untuk populasi adalah

    Di mana:

                                                              Y = a + bx                                                  (2.1)

    Y = Variabel takbebas

    x = Variabel bebas

    a = Parameter Intercep

    b = Parameter Koefisisen Regresi Variabel Bebas

           Menentukan koefisien persamaan a dan b dapat dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, yaitu cara yang dipakai untuk menentukan koefisien persamaan dan dari jumlah pangkat dua (kuadrat) antara titik-titik dengan garis regresi yang dicari ysng terkecil . 

    2.3 Uji Hetrosketastisitas

           Pada analisis regresi, heteroskedastisitas berarti situasi dimana keragaman variabel independen bervariasi pada data yang kita miliki. Salah satu asumsi kunci pada metode regresi biasa adalah bahwa error memiliki keragaman yang sama pada tiap-tiap sampelnya. Asumsi inilah yang disebut homoskedastisitas. Jika keragaman residual/error tidak bersifat konstan, data dapat dikatakan bersifat heteroskedastisitas. Karena pada metode regresi ordinary least-squares mengasumsikan keragaman error yang konstan, heteroskedastisitas menyebabkan estimasi OLS menjadi tidak efisien. Model yang memperhitungkan perubahan keragaman dapat membuat penggunaan dan estimasi data menjadi lebih efisien. Beberapa asumsi dalam model regresi yang terkait dengan heteroskedastisitas antara lain adalah residual (e) memiliki nilai rata-rata nol, keragaman yang konstan, dan residual pada model tidak saling berhubungan, sehingga estimator bersifat BLUE. Jika asumsi ini dilanggar maka prediksi model yang dibuat tidak dapat diandalkan.BAB 3

    KASUS DAN PEMBAHASAN

    3.1 Kasus

          Suatu perusahaan perkebunan durian dikota A melakukan uji coba pemberian pupuk organik dan diharapkan dapat mempengaruhi produksi durian.Selama uji coba pada tahun 2003 , diperoleh data sebagai berikut :

    Tabel 3.1 Jumlah Produksi Durian dan Jumlah Pupuk Organik

    Jumlah ProduksiDurian (kilogram) : Y               Jumlah PupukOrganik (kilogram) : X
    1002
    1202
    1403
    1503
    1653
    1904
    2004
    2205

    Sumber: Alan.2012. Analisis Regresi Linear Sederhana.Http://www.scrib.com.23 Okteber 2012.

    3.2 Pembahasan

    3.2.1 Penaksiran Parameter

          3.2.1.1.  Uji Parsial (Uji t)

    Tabel 3.2   Uji t

    P-ValueKeputusan
    0,000H0 di tolak

    Sumber : lampiran sambungan 1 Coefficients

              Hipotesis

    H0 :  ( Tidak ada pengaruh antara jumlah produksi durian terhadap jumlah pupuk organik)

    H1 :  ( Ada pengaruh antara jumlah produksi durian terhadap jumlah pupuk organik)

    Taraf  Signifikansi

     alpha= 5%

    Daerah Kritik

    H0  ditolak  jika P-value <

    Keputusan

    Dari hasil penelitian didapatkan ;

    P-value = 0,000 < 0,05  maka H0  di tolak

    Kesimpulan

       Ada pengaruh antara jumlah produksi durian terhadap jumlah pupuk organik

          3.2.1.2  Uji Simultan (Uji F)

    Tabel 3.3 Uji F

    P-ValueKeputusan
    0,000H0 di tolak

                Sumber : lampiran sambungan 1 Anova

              Hipotesis

    H0 : Model regresi belum tepat digunakan untuk memprediksi produksi durian

    H1 : Model regresi belum tepat digunakan untuk memprediksi produksi durian

    Taraf  Signifikansi

    Daerah Kritik

    H0  ditolak  jika P-value <

    Keputusan

    Dari hasil penelitian didapatkan ;

    P-value = 0,000 < 0,05  maka H0  di tolak

    Kesimpulan

       Ada pengaruh antara jumlah produksi durian terhadap jumlah pupuk organik

    3.1.2 Uji Heteroskedastisitas

    Tabel 3.4 Uji Heteroskedastisitas

    P-ValueKeputusan
    0,544H0  gagal di tolak

              Sumber : lampiran sambungan 2 Anova

    Hipotesis

    H0 : Tidak terjadi heteroskedasitas pada model regresi

    H1 : Terjadi heteroskedasitas pada model regresi

    Taraf  Signifikansi

    = 0,05

    Daerah Kritik

    H0  ditolak  jika P-value <

    Keputusan

    Dari hasil penelitian didapatkan ;

    P-value = 0,544 > 0,05  maka H0 di tolak

    Kesimpulan

       Tidak terjadi heteroskedasitas pada model regresi

    3.1.3 Uji Autokorelasi

    Tabel 3.5 Uji Autokorelasi

    Durbin-WatsonKeputusan
    2,400H0 gagal di tolak

              Sumber : lampiran sambungan 1 model summary

    Hipotesis

    H0 :  ( Tidak terjadi autokorelasi pada model regresi )

    H1 :  ( Terjadi autokorelasi pada model regresi )

    kriteria Pengujian 

                Daerah kritik

    H0  diterima jika du  

    Keputusan

    Dari hasil penelitian didapatkan ;

    0,7629  7629

    Kesimpulan

       Tidak terjadi heteroskedasitas pada model regresi

    3.1.4 Model Estimasi Sederhana

    Tabel 3.6 Model Estimasi Sederhana

    Nilai KoefesienUnstandardized Coefficients (B)
    35,500
    38,500

                                     Sumber : lampiran  sambungan 1 Coefficients

     35,500+38,500 x

    Jumlah produksi durian  = 35,500+38,500 x jumlah pupuk  

    Interpretasi Model

    1.        Apabila variabel  jumlah pupuk dianggap konstan atau tanpa dipengarhi   oleh jumlah pupuk , maka produksi durian adalah sebesar 35,500

    2.        Apabila terjadi panambahan sebesar 1 pupuk organik , maka produksi durian akan naik sebesar 38,500

    3.1.5 Koefesien Korelasi dan Determinasi

    Tabel 3.7 Koefesien Korelasi dan Determinasi

    RR Square
    0,970a0,940

                                   Sumber : lampiran sambungan 1 model summary

    Interpretasi

           Koefesien korelasi antara variabel jumlah pupuk organik dengan produksi durian adalah sebesar  0,970 artinya hubungan yang terjadi antara jumlh pupuk organik dengan  jumlah produksi durian sangat tinggi.

         Nilai koefesien determinasi adalah 0,940 yang artinya sebesar 94 % variasi yang terjadi terhadap banyak sedikitnya jumlah produksi durian disebabkan oleh variasi jumlah pupuk organik dan sisanya sebesar 6 % disebabkan oleh faktor lain yang tidak dapat diterangkan. BAB 4

    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

          Analisis regresi di gunakan untuk melihat pengeruh variabel bebas terhadap variabel tergantung serta memprediski nilai variabel bebas berfungsi untuk menerangkan sedangkan variabel tergantung berfungsi sebagai yang diterangkan. Hubungan jumlah pupuk organik dan jumlah produksi durian Koefesien korelasinya sangat tinggi. Sehingga jumlah pupuk organik sangat mempengaruhi jumlah produksi durian .

    4.2 Saran

           Sebaiknya waktu untuk praktikum ditambahkan agar praktikan dapat menambah ilmu dan lebih mahir serta pandai dalam menginterprestasikan hasil output mengunakan software SPSS tersebut.

    DAFTAR PUSTAKA

    Alan.2012. Analisis Regresi Linear Sederhana.Http://www.scrib.com.23 Okteber.

    Hasan, Iqbal. 2010. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Infrwnsial). Jakarta: Bumi Aksara.

    Santoso,Singgih. 2012.Paduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta : PT. Elex media Komputindo. 

    Lampiran 1

    Uji Regresi Linier Sederhana

    Variables Entered/Removeda
    ModelVariables EnteredVariables RemovedMethod
    1J.P.Pupukb.Enter
    Model Summaryb
    ModelRR SquareAdjusted R SquareStd. Error of the EstimateDurbin-Watson
    1,970a,940,93010,839742,400
    a. Predictors: (Constant), J.P.Pupuk
    b. Dependent Variable: J.P.Durian
    ANOVAa
    ModelSum of SquaresdfMean SquareFSig.
    1Regression11116,875111116,87594,612,000b
    Residual705,0006117,500
    Total11821,8757
    a. Dependent Variable: J.P.Durian
    b. Predictors: (Constant), J.P.Pupuk
    Coefficientsa
    ModelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.
    BStd. ErrorBeta
    1(Constant)35,50013,4232,645,038
    J.P.Pupuk38,5003,958,9709,727,000
    a. Dependent Variable: J.P.Durian
    Residuals Statisticsa
    MinimumMaximumMeanStd. DeviationN
    Predicted Value112,5000228,0000160,625039,851298
    Residual-12,5000014,00000,0000010,035658
    Std. Predicted Value-1,2081,691,0001,0008
    Std. Residual-1,1531,292,000,9268
    a. Dependent Variable: J.P.Durian
    Variables Entered/Removeda
    ModelVariables EnteredVariables RemovedMethod
    1J.P.Pupukb.Enter
    a. Dependent Variable: abs
    b. All requested variables entered.
    Model Summaryb
    ModelRR SquareAdjusted R SquareStd. Error of the EstimateDurbin-Watson
    1,254a,064-,0915,251453,436
    a. Predictors: (Constant), J.P.Pupuk
    b. Dependent Variable: abs
    ANOVAa
    ModelSum of SquaresdfMean SquareFSig.
    1Regression11,408111,408,414,544b
    Residual165,467627,578
    Total176,8757
    a. Dependent Variable: abs
    Lanjutan Lampiran 2CoefficientsaModelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.BStd. ErrorBeta1(Constant)12,1336,5031,866,111J.P.Pupuk-1,2331,918-,254-,643,544a. Dependent Variable: abs
    Residuals Statisticsa
    MinimumMaximumMeanStd. DeviationN
    Predicted Value5,96679,66678,12501,276628
    Residual-7,433335,56667,000004,861908
    Std. Predicted Value-1,6911,208,0001,0008
    Std. Residual-1,4151,060,000,9268
    a. Dependent Variable: abs
  • Praktikum Pembelahan Sel Mitosis

    Pembelahan Sel Mitosis

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Didalam kehidupan, diawali dengan munculnya organisme uniseluler yang selanjutnya menghasilkan organisme multiseluler. Peristiwa demikian dokenal pada teori evolusi. Mekanisme tertentu telah ditempuh hingga menghasilkan organisme multiseluler sampai dalam wujud seperti sekarang ini. Salah satu mekanisme yang ditempuh adalah melalui proses reproduksi sel.

    Sebagai unit fungsional, sel memiliki kemampuan memperbanyak diri atau dikenal dengan istilah reproduksi. Reproduksi sel berlangsung melalui  pembelahan. Pembelahan sel yang terjadi pada organisme eukariotik meliputi  pembagian inti sel (kariokinesis) dan pembagian sitoplasma (sitokinesis) melalui tahapan seperti pada mitosis maupun meiosis. Tahapan pembelahan didasarkan  pada perubahan letak (tingkah laku) kromosom selama berlangsungnya proses pembelahan. Pembelahan sel  di  diawali dengan adanya aktivitas pembelahan kromosom dalam beberapa tahap pembelahan. Pada setiap tahap pembelahan mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat diamati proses-prosesnya melalui teknik atau perlakuan tertentu yang diberikan pada kromosom tersebut. Adapun pembelahan sel dibedakan menjadi dua macam, yaitu mitosis dan meiosis (Pratiwi, 2003).

    Pembelahan meiosis terjadi pada sel-sel germinal (gamet) dengan hasil akhir empat buah sel anak yang bersifat haploid dengan komposisi genotip yang mungkin berbeda dengan sel induknya Mitosis adalah peristiwa pembelahan sel yang terjadi pada sel-sel somatis (sangat aktif pada jaringan meristem) yang menghasilkan dua sel anak yang memiliki genotip sama dan identik dengan sel induknya.

    1.2 Tujuan

    – Dapat menjelaska pembelahan sel secara mitosis
    – Mengenal ciri-ciri setiap tahap mitosis
    – Menjelaskan perbedaan mitosis dan meiosis.

    1.3 Manfaat
    – Dapat menjelaskan proses pembelahan sel
    – Mengetahui  tahapan-tahapan pembelahan sel secara mitosis
    – Mengetahui  perbedaan antara pembelahan mitosis dan meiosis

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pada dasarnya, pembelahan sel dibedakan menjadi 2 macam, yaitu pembelahan sel secara langsung dan secara tak langsung. Pembelahan sel secara langsung jika proses pembelahan tidak didahului dengan pembentukan gelondong pembelahan dan penampakan kromosom. Adapun pembelahan sel secara tak langsung jika proses pembelahan didahului dengan pembentukan gelondong pembelahan dan penampakan kromosom. Pembelahan sel secara langsung disebut amitosis, sedangkan pembelahan secara tidak langsung meliputi pembelahan mitosis dan pembelahan meiosis.

    Pembelahan amitosis terjadi pada bakteri, Protozoa, dan ganggang bersel satu. Proses pembelahan ini tidak melalui tahapan-tahapan pembelahan. Satu sel induk akan membelah secara langsung menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan, dan seterusnya hingga sel tersebut bertambah banyak. Proses pembelahan langsung didahului oleh pembelahan inti menjadi dua, diikuti oleh pembelahan sitoplasma dan akhirnya sel terbagi menjadi dua sel anak.

    Proses pembagian genom yang telah digandakan oleh sel ke dua sel identik yang dihasilkan oleh pembelahan sel disebut Mitosis. Mitosis umumnya diikuti sitokinesis yang membagi sitoplasma dan membrane sel. Proses ini menghasilkan dua sel anakan yang identik, yang memiliki distribusi organel dan komponen sel yang nyaris sama. Mitosis dan sitokinesis merupakan fase mitosis (fase M) pada siklus sel, dimana sel awal terbagi menjadi dua sel anakan yang memiliki genetic yang sama dengan sel awal (Syamsuri, 2005).

    Fungsi utama dari siklus sel adalah menduplikat sejumlah DNA di dalam kromosom dengan tepat, kemudian membelah menjadi dua sel anak yang identik. Proses ini merupakan dua fase utama dari siklus sel. Proses duplikasi DNA terjadi pada fase S (S=sintesis), yang menghabiskan 10-12 jam dan  merupakan separuh waktu siklus sel pada tipe sel mamalia. Setelah fase S, terjadi pemisahan kromosom dan pembelahan sel pada fase M (M=Mitotik), yang membutuhkan waktu lebih sedikit ( kurang dari satu jam pada sel mamalia). Mitosis terjadi pada fase M yang dimulai dengan kromosom yang  terkondensasi.  Fase mitotik merupakan tempat terjadinya mitosis. Kondensasi kromosom dan pembatasan kromosom replikan terjadi dalam mitosis (Alberts, 2002).

    Mitosis merupakan periode pembelahan sel yang berlangsung pada jaringan titik tumbuh (meristem), seperti pada ujung akar atau pucuk tanaman. Proses mitosis terjadi dalam empat fase yaitu profase,metaphase, anaphase dan telofase. Fase mitosis tersebut terjadi pada sel tumbuhan maupun hewan. Terdapat perbedaan mendasar antara mitosis pada hewan dan tumbuhan. Pada hewan terbentuk aster dan terbentuknya alur di ekuator pada membran sel pada saat telofase sehingga kedua sel anak menjadi terpisah (Pratiwi, 2003).

    Mitosis adalah pembelahan sel yang terjadi secara tidak langsung (Setjo, 2004). Hal ini dikarenakan pada pembelahan sel secara mitosis terdapat adanya tahapan-tahapan tertentu. Tahapan-tahapan (fase-fase) yang terdapat pada pembelahan mitosis ini meliputi: profase, metafase, anafase, dan telofase.

    Proses mitosis ini terjadi bersama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel. Pada mitosis setiap induk yang diploid (2n) akan menghasilkan dua buah sel anakan yang masing-masing tetap diploid serta memiliki sifat keturunan yang sama dengan sel induknya.

    Urutan terjadinya mitosis adalah sebagai berikut:

    1. Profase

    Proses terjadinya fase profase ditandai dengan hilangnya nukleus dan diganti dengan mulai tampaknya pilinan-pilinan kromosom yang terlihat tebal.

    2. Metafase

    Ciri utama fase ini adalah terbentuknya gelendong pembelahan, gelendong pembelahan ini dibentuk oleh mikrotubula. Gelendong ini membentuk kutub-kutub pembelahan tempat sentromer mikrotubula bertumpu.

    3. Anafase

    Pada fase ini kromosom yang mengumpul di tengah sel terpisah dan mengumpul pada masing-masing kutub, sehingga telihat ada dua kumpulan kromosom.

    4. Telofase

    Telofase adalah fase finising (penutup), dalam telofase ada dua tahap yaitu telofase awal dan telofase akhir. Pada telofase awal terlihat mulai ada sekat yang memisahkan antara sel-sel anak. Sedang pada telofase akhir terlihat sel-sel anak sudah benar-benar terpisah.

    Pembelahan mitosis menghasilkan sel anakan yang jumlah kromosomnya sama dengan jumlah kromosom sel induknya, pembelahan mitosis terjadi pada sel somatik (sel penyusun tubuh). Sel-sel tersebut juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan pembelahannya, ada sel-sel yang mampu melakukan pembelahan secara cepat, ada yang lambat, dan ada juga yang tidak mengalami pembelahan sama sekali setelah melewati masa pertumbuhan tertentu, misalnya sel-sel germanitikum kulit mampu melakukan pembelahan yang sangat cepat untuk menggantikan sel-sel kulit yang rusak atau mati. Akan tetapi sel-sel yang ada pada organ hati melakukan pembelahan dalam waktu tahunan, atau sel-sel saraf pada jaringan saraf yang sama sekali tidak mampu melakukan pembelahan setelah usia tertentu. Sementara itu beberapa jenis bakteri mampu melakukan pembelahan hanya dalam hitungan jam, sehingga hanya dalam waktu berapa jam saja dapat dihasilkan ribuan, bahkan jutan sel bakteri. Sama dengan bakteri, protozoa bersel tunggal mampu melakukan pembelahan hanya dalam waktu singkat, misalkan amoeba, paramecium, didinium dan euglena (Budiarti, 2007).

     Mitosis dan sitokinesis adalah komponen pembelahan sel yang secara keseluruhan disebut reproduksi sel. Dalam mitosis, semua sifat yang terkandung di dalam inti sel secara terekam lengkap pada sel baru. Mitosis terjadi secara aktif pada jaringan meristem yang sedang tumbuh pesat, seperti ujung akar, pucuk, dan tunas. Kecepatan pembelahan sel pada setiap organ-organ berbeda-beda.Tujuan pembelahan mitosis adalah mewariskan semua sifat induk kepada kedua sel anaknya dan berperan penting dalam proses-proses biologis, seperti pertumbuhan, penggantian sel-sel yang rusak, dan perbaikan jaringan (Suryati, 2008).

    Pembelahan mitosis yaitu pembelahan reduksi karena meliputi dua proses pembelahan berurutan, yaitu kanokinesis dan sitokinesis. Asetocarmine berfungsi untuk memperjelas inti sel dan mengetahui letak inti sel. Jadi kromosom hanya akan terlihat jelas apabila membelah maka dari itu dengan menggunakan asetocarmine untuk memperjelas kromosom. Setiap kromosom akan tampak seperti dua kumpulan benang yang disebut kromatid, dan dihubungkan dengan kromatid.

    Pembelahan sel secara mitosis maupun meiosis melibatkan kromatin, kromatid, sister chromatid, kromosom, kromosom homolog, kinetokor, telomer dan sentrosom (Alberts, 2002).

    Kromatin adalah gabungan antara rantai DNA, protein histon dan protein nonhiston, kromatin dapat ditemukan di nukleus sel eukariot.    

    Kromatid  merupakan duplikat  dari  kromosom yang terbentuk dari  peristiwa replikasi DNA yang tetap bersatu dengan duplikat lain pada sentromer.

    Sister chromatid adalah dua kromatid yang bersifat identik dimana merupakan hasil proses duplikasi. 

    Kromosom adalah suatu struktur yang tersusun atas rantai panjang DNA dan tergabung dengan protein. Kromosom membawa bagian dari informasi genetik suatu organisme.

    Kromosom homolog adalah kromosom yang membentuk pasangan dengan struktur, ukuran, bentuk, posisi sentromer dan pola pewarnaan yang sama (Campbell, 1987).

    Kinetokor adalah protein yang terletak pada sentromer di tiap-tiap kromosom.

    Telomer adalah ujung dari kromosom eukariot, telomer berasal dari bahasa yunani yaitu  Telos yang berarti  ujung.  Telomer berhubungan  dengan rantai karakteristik DNA.

    Sentorosom terletak ditengah organel dari sel hewan (sentriol pada  sel tumbuhan)  yang menjadi pusat pengatur mikrotubulus dan bertindak sebagai kutub dari benang-benang spindel selama proses pembelahan sel.

    Mitosis pada tumbuhan terjadi selama mulai dari 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang berputar dan terus-menerus. Pada praktikum kali ini digunakan akar bawang merah (Allium cepa) karena jaringan akar bawang merah (Allium cepa) merupakan jaringan yang mudah ditelaah untuk pengamatan mitosis (Sugiri, 1992).

    Benang-benang yang terdapat dalam preparat awetan dan preparat awetan dan preparat buatan yang terdapat dalam inti sel akan membentuk kromosom benang-benang spindle pada sentromen yang terikat dan setiap kromosom akan terlihat tampak jelas dan dapat diamati hanya dengan menggunakan mikroskop.

    Pembelahan mitosis menghasilkan sel anakan yang jumlah kromosomnya sama dengan jumlah kromosom sel induknya, pembelahan mitosis terjadi pada sel somatic (sel penyusun tubuh). Sel-sel tersebut juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan pembelahannya, ada sel-sel yang mampu melakukan pembelahan secara cepat, ada yang lambat, dan ada juga yang tidak mengalami pembelahan sama sekali setelah melewati masa pertumbuhan tertentu, misalnya sel-sel germanitikum kulit mampu melakukan pembelahan yang sangat cepat untuk menggantikan sel-sel kulit yang rusak atau mati, akan tetapi sel-sel yang ada pada organ hati melakukan pembelahan dalam waktu tahunan, atau sel-sel saraf pada jaringan saraf yang sama sekali tidak mampu melakukan pembelahan setelah usia tertentu. Sementara itu beberapa jenis bakteri mampu melakukan pembelahan hanya dalam hitungan jam, sehingga hanya dalam waktu beberapa jam saja dapat dihasilkan ribuan, bahkan jutaan sel bakteri. Sama dengan bakteri, protozoa bersel tunggal mampu melakukan pembelahan hanya dalam waktu singkat, misalkan amoeba, paramecium, didinium dan euglena (Budiarti, 2007).

    BAB III

    METODE KERJA

    3.1 Waktu dan Tempat

    Praktikum pembelahan sel (mitosis) ini dilakukan pada hari Jumat, tanggal 14 Oktober 2011, pada pukul 07.30-09.30 wita dan bertempat di Laboratorium Keanekaragaman Hayati, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman.

    3.2 Alat dan Bahan
    3.2.1 Alat
    – kaca objek
    – kaca penutup
    – jarum
    – silet
    – cawan
    – petri
    – pensil
    – mikroskop biologi

    3.2.2 Bahan
    – bagian ujung bawang Bombay (Allium sp).
    – larutan HCl 1 N
    – aquadest
    – aceto-orcein 2 %

    3.3 Cara Kerja

    –  Dipilih akar yang panjangnya 1-3 cm.

    – Direndam dalam larutan HCl 1M selama 15 menit agar spesimen terfikasi dan menjadi lunak. Diambil, dicuci dengan air bersih.

    – Dipindahkan specimen pada kaca objek bersih yang sudah ditetesi aceto-ocein 2%. Dibiarka 5-10 menit.

    –  Dipotong spesimen sekitar 1 mm dari ujung dan sisanya dibuang.

    – Ditutup dengan kaca penutup, kemudian dilakukan squash. Diketuk-ketuk kaca penutup dengan bagian atas pensil(bukan yang runcing) dari arah tengah ke pinggir.

    – Diamati dibawah  mikrokop.

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Pengamatan
     4.1.1 Interfase
        Keterangan:
       1.  Dinding sel
       2.  Membran inti
       3.  Benang kromatin
       4.  Nukleus
       5.  Sitoplasma

       Gambar 4.1.1
             Perbesaran : 40ᅲ10

    4.1.2 Profase
       Keterangan:
    Kromosom
    Dinding sel
    Sitoplasma
    Membran inti yang menghilang

    Gambar 4.1.2
           Perbesaran : 40ᅲ10

    4.1.3 Metafase
       Keterangan:
    Sentriol
    Dinding sel
    Sitoplasma
    Sentromer
    Spindel
    Kromosom

    Gambar 4.1.3
           Perbesaran : 40ᅲ10

    4.1.4 Anafase
       Keterangan:
    Sentriol
    kromatid
    Spindel
    Dinding sel
    Sitoplasma

    Gambar 4.1.4
           Perbesaran : 40ᅲ10

    4.1.5 Telofase

       Keterangan:
    Pelat sal(vesikula)
    Membran inti
    Sitoplasma
    Dinding sel

            Gambar 4.1.5 Telofase pada tumbuhan
           Perbesaran : 40ᅲ10

    Keterangan:
    Membran sel
    Inti sel
    Membran inti
    Kromosom

                         Gambar 4.1.5.2 Telofase pada hewan
                                     Perbesaran : 40ᅲ10

    4.2 Pembahasan

    Pembelahan mitosis merupakan proses pembelahan inti sel menjadi dua inti sel baru, melalui tahapan dan proses tertentu  menghasilkan dua jenis sel anak yang jumlah kromosomnya sama dengan induknya. Pembelahan sel secara mitosis melalui beberapa fase, diantaranya fase Interfase, Profase, Metafase, Anafase, dan yang terakhir Telofase.

    a. Interfase

    yaitu periode saat sel tidak sedang melakukan aktifitas pembelahan. Selama Interfase, aktivitas metabolisme sangat tinggi, kromosom dan organel mengalami duplikasi (penggandaan) dan ukuran sel dapat meningkat. Interfase meliputi sekitar 90 % dari keseluruhan waktu setiap siklus sel. Untuk satu sel membutuhkan waktu ᄆ 24 jam untuk satu kali proses pembelahan, G1 (Gap 1) selama 11 jam, S (Sintesis DNA) selama 8 jam, G2 (Gap 2) selama 4 jam dan M (Mitotik) selama 1 jam. Selama ketiga sub-fase ini yaitu G1, S, dan G2, sel mengalami pertumbuhan dengan menghasilkan organel dan protein-protein di dalam sitoplasma. Kromosom direplikasi hanya pada sub-fase S. Dengan demikian, suatu sel tumbuh (G1), terus tumbuh saat sel tersebut sudah menyalin kromosomnya (S), dan tumbuh lagi sampai sel tersebut menyelesaikan persiapannya untuk melakukan pembelahan (G2) yang ditandai dengan kromosom berkondensasi, dua pasang sentromer terbentuk, dan nukleolus mulai menghilang, kemudian dilanjutkan dengan fase M.  . Profase

    b. Profase

    Proses terjadinya fase profase ditandai dengan hilangnya nucleus dan diganti dengan mulai tampaknya pilinan-pilinan kromosom yang terlihat tebal.

    c. Metafase

    Ciri utama fase ini adalah terbentuknya gelendong pembelahan, gelendong pembelahan ini dibentuk oleh mikrotubula. Gelendong ini membentuk kutub-kutb pembelahan tempat sentromer mikrotubula bertumpu.

    d. Anafase

    Pada fase ini kromosom yang mengumpul di tengah sel terpisah dan mengumpul pada masing-masing kutub, sehingga telihat ada dua kumpulan kromosom.

    e. Telofase

    Telofase adalah fase finising, dalam telofase ada dua tahap yaitu telofase awal dan telofase akhir. Pada telofase awal terlihat mulai ada sekat yang memisahkan antara sel-sel anak. Sedang pada telofase akhir terlihat sel-sel anak sudah benar-benar terpisah.

    BAB V
    PENUTUP

    5.1   Kesimpulan
    Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
    –  Mitosis adalah pembelahan sel yang terjadi secara tidak langsung. Pembelahan yang terjadi pada sel somatik ini, memiliki tahapan-tahapan tertentu. Tahapan-tahapan (fase-fase) yang terdapat pada pembelahan mitosis ini meliputi: profase, metafase, anafase, dan telofase.
    – ciri-ciri yang dapat dideteksi pada masing-masing fase yang ditemukan antara lain:
    a. Profase
    Proses terjadinya fase profase ditandai dengan hilangnya nucleus dan diganti dengan mulai tampaknya pilinan-pilinan kromosom yang terlihat tebal.
    b. Metafase
    Ciri utama fase ini adalah terbentuknya gelendong pembelahan.
    c.. Anafase
    Telihat adal dua kumpulan kromosom.
    d. Telofase
    Telofase awal terlihat mulai ada sekat yang memisahkan antara sel-sel anak. Sedang pada telofase akhir terlihat sel-sel anak sudah benar-benar terpisah.
    – Tempat terjadinya mitosis pada sel somatik sedangkan meiosis pada sel kelamin. Tujuan mitosis untuk mengganti sel-sel yang rusak sedangkan pada meiosis untuk membentuk sel kelamin. Pembelahan mitosis hanya terjadi satu kali pembelahan saja sedangkan pada meiosis terjadi dua kali pembelahan. Mitosis menghasilkan dua sel anak yang identik sedangkan pada meiosis menghasilkan 4 sel anak yang berbeda dan sel anak mitosis bersifat diploid (2n) sedangkan pada meiosis bersifat haploid (n).

    5.2 Saran
    Pada praktikum selanjutnya ada baiknya jika menambahkan bahan seperti lengkuas (Alpinia galanga, Linn), agar praktikan lebih dapat memahami tentang materi pembelahan pada sel tumbuhan.

    DAFTAR PUSTAKA
    Anonim. 2004. The Cell Cycle & Mitosis Tutorial. (Online). http://www.biology. arizona.edu/cell_bio/tutorials/cell_cycle/cells3.html, diakses tanggal 8 Desember 2011.
    Margono, H. 1973. Pengaruh Colchicine terhadap pertumbuhan Memanjang Akar Bawang Merah (Alium cepa). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP.
    Pratiwi, D.A. 2004. Penuntun Biologi. Jakarta: Erlangga
    Setjo, S. 2004. Anatomi Tumbuihan. Malang: JICA.
    Suryo. 2001. Genetika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

  • Laporan Pratikum Pembiasan Pada Lensa Tipis

    Praktikum pembiasan pada lensa tipis adalan percobaan yang dilakukan untuk membuktikan keberlakukan hukum Snellius tentang pembiasan cahaya pada lensa. Percobaan dilakukan dengan menggunakan cembung.


    Pembiasan Pada Lensa Tipis

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Lensa adalah benda bening untuk mengumpulkan atau menyebarkan cahaya. Terdapat dua jenis lensa, yaitu lensa cembung dan lensa cekung. Pada lensa cembung (lensa positif) sinar dapat mengumpul (konvergen) dan pada lensa cekung (lensa negatif) sinar dapat menyebar (divergen). Pada lensa terdapat sinar-sinar istimewa. Tentunya, sinar-sinar istimewa pada lensa cembung berbeda dengan lensa cekung (Purwoko,2007).

    Percobaan ini perlu untuk diketahui, agar dapat menyelidiki sifat pembiasan cahaya pada lensa gabungan, mengamati dan menggambarkan dengan tepat sifat-sifat bayangan, serta memperoleh hubungan antara jarak benda, jarak bayangan dan jarak fokus lensa cekung dan lensa cembung.

    Percobaan lensa cekung dan lensa cemplung penting untuk dilakukan karena sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Lensa dapat membantu kita dalam beraktivitas maupun dengan pekerjaan yang terutama berhubungan dengan optik. Seperti penggunaan kaca mata, mikroskop, teropong, lup dan lain-lain.

    B. Tujuan

    Tujuan dulakukannya percobaan ini, agar dapat :

    1. Menyelidiki sifat pembiasan cahaya pada lensa gabungan.
    2. Mengamati dan menggambarkan dengan tepat sifat-sifat bayangan.
    3. Memperoleh hubungan antara jarak benda, jarak bayangan dan jarak fokus lensa cekung atau lensa cembung.

    Bab II. Landasan Teori

    Lensa adalah medium transparan yang dibatasi oleh dua permukaan bias paling sedikit satu diantaranya lengkung sehingga terjadi dua kali pembiasan sehingga terjadi dua kali pembiasan sebelum keluar dari lensa. Garis hubung antara pusat lengkungan  kedua permukaan disebut sumbu utama. Bayangan yang dibuat oleh permukaan pertama merupakan benda untuk permukaan kedua. Permukaan kedua akan membuat bayangan akan membuat bayangan akhir (Sarojo,2011).

    Lensa dapat membentuk bayangan yang diperkecil atau diperbesar, sehingga lensa banyak digunakan dalam alat-alat optik seperti kaca mata, mikroskop, lup, kamera dan teropong. Kaca mata digunakan untuk membantu penglihatan bagi penderita miopia, hipermetropi, presmiopi dan astigmatisme. Mikroskop digunakan untuk melihat benda yang ukurannya sangat kecil. Lup atau sering disebut kaca pembesar digunakan untuk melihat benda kecil sehingga terlihat lebih besar. Kamera digunakan untuk mengambil gambar dengan menggunakan fokus lensa. Teropong digunakan untuk melihat benda jauh agar tampak dekat (Purwoko,2007).

    Menurut Giancoli (2001) jika berkas-berkas yang paralel dengan sumbu lensa (garis lurus yang melewati pusat lensa dan tegak lurus terhadap kedua permukaannya) jatuh pada lensa tipis, maka akan difokuskan pada satu titik yang disebut titik fokus f. Titik fokus merupakan titik bayangan untuk benda pada jarak tak terhingga dari sumbu utama.

    Kaidah-kaidah pembentukan bayangan oleh lensa, yaitu sebagai berikut :

    1. Sinar sejajar sumbu utama dari sebelah kiri bidang utama pertama akan dibiaskan ke titik fokus pertama setelah sampai di bidang utama kedua, sebaliknya sinar sejajar sumbu utama dari sebelah kanan bidang utama kedua akan dibiaskan ke titik fokus pertama setelah sampai di bidang utama pertama.
    2. Sinar yang melewati titik fokus pertama akan dibiaskan sejajar sumbu utama setelah sampai di bidang utama pertama, sebaliknya yang melewati titik fokus kedua akan dibiaskan sejajar sumbu utama setelah sampai bidang utama kedua.
    3. Sinar menuju titik utama pertama akan dibiaskan sejajar dari titik utama kedua, sebaliknya sinar yang menuju titik utama kedua akan dibiaskan sejajar dari titik utama pertama (Soedojo,2004).

    Bab III. Metode Praktikum

    A. Alat dan Bahan

    Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.

    Tabel 5.1 Alat dan bahan percobaan lensa cekung dan lensa cembung.

    NoAlat dan BahanFungsi
    1.LilinSebagai sumber cahaya
    2.Meja optikUntuk menangkap bayangan yang akan diamati
    3.Pemegang slide diafragmaTempat meletakkan diafragma.
    4.Rel presisiSebagai dasar/landasan komponen alat.
    5.Diafragma anak panahSebagai objek/benda yang diamati.
    6.Lensa cekungSebagai objek pengamatan.
    7.TumpakanberpenjepitSebagai dasar pemegang slide diafragma.
    8.Lensa cembungSebagai objek pengamatan.
    9.Penggaris logamMengukur jarak bayangan.

    2.      Prosedur kerja

    Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan lensa cekung dan lensa cembung, yakni sebagai berikut :

    a.       Lensa cekung dan lensa cembung.

    1)      Menyusun alat seperti pada gambar 5.1 berikut.

    Gambar 5.1 Rangkaian alat percobaan lensa cekung dan lensa cembung.

    2)      Mengatur jarak antara benda (anak panah) dengan lensa cekung sejauh 0,3 m, lalu menggeser-geser meja optik menjauhi atau mendekati lensa hingga mendapatkan bayangan yang paling jelas.

    3)      Mengukur jarak antara meja optik dengan lensa sebagai jarak bayangan (s′) dan mencatat hasilnya.

    4)      Mengamati apakah ukuran bayangannya sama besar, lebih kecil atau sama.

    5)      Mengulangi langkah (b) sampai (d) dengan jarak antara benda (anak panah) dengan lensa cekung sejauh 0,4 m sampai 0,5 m.

    6)      Mengulangi langkah (a) sampai (e) dengan mengganti lensa cekung menjadi lensa cembung.

    b.      Lensa gabungan

    1)      Menusun alat dan bahan seperti pada gambar 5.2 berikut.

    M
    O
    N

    Gambar 5.2 Susunan alat untuk lensa gabungan.

    2)      Menyalakan sumber cahaya dan mengatur letak lensa gabungan sehingga berkas sinar yang ditengah merambat lurus keluar dari lensa berimpit dengan garis NM.

    3)      Menandai berkas sinar datang dan sinar keluar, kemudian menyingkirkan lensa gabungan dan menggambarkan jejak sinar tersebut dengan menggaris serta memberi tanda panah senar datang dan sinar bias pada kertas.

    4)      Mengulangi langkah (1) sampai (2) dengan mengubah aturan lensa gabungannya.

    D.    Hasil Pengamatan

    1.      Data pengamatan

    Data pengamatan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.2, tabel 5.3, gambar 5.3 dan gambar 5.4 berikut.

    a.       Lensa cekung

    Tabel 5.2 Data pengamatan pada lensa cekung.

    No.S (m)s′ (m)Sifat-Sifat bayangan
    1.0,3–          0,06Maya, terbalik, diperkecil
    2.0,4–          0,05Maya, terbalik, diperkecil
    3.0,5–          0,03Maya, terbalik, diperkecil

    b.      Lensa cembung

    Tebel 5.3 Data pengamatan pada lensa cembung

    No.S (m)s′ (m)Sifat-Sifat bayangan
    1.0,30,13Nyata, terbalik, diperkecil
    2.0,40,135Nyata, terbalik, diperkecil
    3.0,50,17Nyata, terbalik, diperkecil

    c.       Lensa gabungan ( cekung dan cembung )

          Sinar datang                                              Sinar bias

    Gambar 5.3     Data pengamatan pada lensa gabungan (cekung dan

    cembung)

    d.      Lensa gabungan (cembung dan cekung)

        Sinar datang                                                Sinar bias

    Gambar 5.4     Data pengamatan pada lensa gabungan (cembung

    dan cekung)

    2.      Analisis data

    a.       Menentukan jarak fokus untuk lensa cekung dan lensa cembung.

    1)      Lensa cekung

    Dengan cara yang sama, untuk data selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut.

    Tabel 5.4 Analisis data menentukan jarak fokus untuk lensa cekung.

    No.s (m)s  (m)f (m)∆f (m)KSR (%)fseb. (m)
    1.0,3-0,06-0,050,000360,7220,049639 s/d 0,050361
    2.0,4-0,05-0,040,00040,9030,044043 s/d 0,044846
    3.0,5-0,03-0,0280,000441,5780,027855 s/d 0,028748

    2)      Lensa cembung

    Dengan cara yang sama, untuk data selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut.

    Tabel 5.5 Analisis data menentukan jarak fokus untuk lensa cembung.

    No.s (m)s  (m)f (m)∆f (m)KSR (%)fseb. (m)
    1.0,30,130,090,0002890,3190,090409 s/d 0,090987
    2.0,40,1350,10,0003110,3080,100623 s/d 0,101246
    3.0,50,170,1270,000310,2450,126555 s/d 0,127176

    b.      Menentukan pembesaran bayangan pada lensa cekung dan lensa cembung

    1)      Lensa cekung

    Dengan cara yang sama, untuk data selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut.

    Tabel 5.6 Analisis data pembesaran bayangan pada lensa cekung

    No.s (m)s  (m)M (kali)∆M (kali)KSR (%)Mseb. (m)
    1.0,3-0,060,20,00211,198 s/d 0,202
    2.0,4-0,050,1250,0014061,1251,123 s/d 0,126
    3.0,5-0,030,060,001061,7670,059 s/d 0,061

    2)      Lensa cembung

    Dengan cara yang sama, untuk data selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut.

    Tabel 5.7 Analisis data pembesaran bayangan pada lensa cembung

    No.s (m)s  (m)M (kali)∆M (kali)KSR (%)Mseb. (m)
    1.0,30,130,430,0023890,550,4309 s/d 0,4357
    2.0,40,1350,3370,0016720,490,33583 s/d 0,3391
    3.0,50,170,340,001340,390,3387 s/d 0,3413

    c.       Menentukan daya lensa

    1)      Lensa cekung

    Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya, dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut.

    Tabel 5.8 Analisis data menentukan daya lensa cekung.

    No.s (m)s  (m)P∆PKSR (%)Pseb.
    1.0,3-0,06200,1440,72219,8555 s/d 20,1444
    2.0,4-0,0522,50,2030,90322,2969s/d 22,7031
    3.0,5-0,0335,30,5571,57834,7758 s/d 35,8909

    2)      Lensa cembung

    Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya, dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut.

    Tabel 5.9 Analisis data menentukan daya lensa cekung.

    No.S (m)s  (m)P∆PKSR (%)Pseb.
    1.0,30,1311,0250,0350,31910,99 s/d 11,061
    2.0,40,1359,9070,030,3089,877 s/d 9,938
    3.0,50,177,8820,0190,2457,863 s/d 7,902

    E.     Pembahasan

    Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua permukaan berdasarkan bentuk permukaannya. Lensa dibedakan menjadi dua macam, seperti yang kami gunakan pada percobaan ini, yakni lensa cekung dan lensa cembung. Pada percobaan ini kami menyelidiki sifat dari bayangan yang dibentuk oleh lensa cekung dan lensa cembung dan hubungan antara jarak benda, jarak bayangan dan titik fokus lensa.

    Percobaan pertanda yakni pada lensa cekung, perlakuan yang dilakukan sebanyak tiga kali percobaan dengan variasi jarak benda ke lensa (s) dimulai dari 0,3 m, 0,4 m dan 0,5 m. Berdasarkan pengamatan terlihat bahwa semakin jauh jarak benda dengan lensa, maka jarak bayangan semakin dekat. Serta lensa cekung tidak membentuk bayangan dibelakang lensa, melainkan di belakang lensa, sehingga sifat bayangannya dikatakan bayangan maya, terbalik dan diperkecil. Kemudian perlakuan kedua pada lensa cembung, dengan cara yang sama pada lensa cekung. Hasil pengamatan yang diperoleh bahwa semakin jauh jarak benda, maka sifat bayangan yang dibentuk semakin jauh. Sehingga sifat bayangan lensa cembung yakni nyata, terbalik dan diperbesar.

    Pada jarak tertentu dari lensa, akan dapat ditemukan satu titik Diana cahaya itu difokuskan., selanjutnya titik tersebut dinamakan titik fokus. Untuk nilai dari titik fokus dari masing-masing lensa, pada lensa cekung diperoleh bahwa semakin jauh benda maka jarak fokusnya semakin besar. Tanda negatif pada lensa cekung tidak mempengaruhi nilainya, namun hanya untuk menandakan bahwa bayangan yang terbentuk tidak berada di belakang lensa melainkan di depan lensa dalam hal itu adalah bayangan maya.

    Selain itu, kami juga menentukan nilai pembesaran bayangan dari kedua lensa tersebut, yaitu dengan membandingkan jarak bayangan dengan jarak benda. Beradasarkan hasil dari analisis data dapat dikatakan bahwa semakin jauh jarak benda, maka nilai pembesarannya semakin kecil. Hal ini berlaku untuk kedua lensa. Namun, pada lensa cembung untuk jarak 0,4 m mungkin terjadi kesalahan praktikan dalam melakukan pengukuran, sebab ini tidak sesuai, ini kami abaikan.

    Kekuatan lensa atau daya lensa adalah kemampuan satu lensa untuk memuatkan/mengumpulkan atau menyebarkan berkas sinar yang diterimanya. Pada penentuan daya lensa ubi lensa cekung semakin besar jarak benda, maka daya/kekuatan lensa semakin besar. Dan untuk lensa cembung semakin besar jarak benda, maka daya/kekuatan lensa semakin kecil.

    Dari percobaan yang dilakukan ini, dapat dikatakan berhasil, karena antara teori yang ada dengan hasil dari percobaan yang dilakukan sesuai. Walaupun jarak fokus untuk lensa cembung pada jaraj 0,4 m diabaikan.

    F.     PENUTUP

    1.      Kesimpulan

    Bedasarkan hasil dari analisis data serta pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :

    a.       Sifat pembiasan cahaya pada lensa gabungan adalah nyata,tegak dan diperbesar.

    b.      Sifat-sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa cekung adalah maya, tegak dan diperbesar. Sedangkan lensa cembung yaitu nyata, terbalik dan diperbesar.

    c.       Hubungan antara jarak benda, jarak bayangan dan jarak fokus lensa adalah semakin jauh jarak benda, maka jarak bayangannya semakin dekat dan jarak fokusnya relatif sama atau tetap

    2.      Saran

    Saran yang dapat sampaikan pada percobaan ini, yakni :

    a.       Untuk praktikan, sekiranya lebih teliti lagi dalam melakukan praktikum.

    b.      Untuk asisten, terima kasih atas bimbingannya.

    c.       Untuk laboratorium, sekiranya alat yang sudah rusak atau tidak layak digunakan, agar diganti.

    DAFTAR PUSTAKA

    Giancoli,C.Douglas.2001.Fisika Jilid I.Erlangga.Jakarta.

    Purwoko.2007.Fisika.Ghalia Indonesia.Jakarta.

    Sarojo,G.2011.Gelombang dan Optika.SalembaTeknika.Jakarta.

  • Laporan Praktikum Gerak Peluru

    Praktikum Gerak Peluru

    Bab I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Pada umumnya kita hanya mengenal gerak pada bidang lurus saja. Kita sering melupakan lintasan – lintasan yang berbentuk lain ( misal : lintasan parabola )  yang sebenarnya sangat penting untuk kita ketahui. Pada kehidupan sehari – hari  kita sering menjumpai gerak parabola, misalnya gerak peluru yang ditembakkan dari senapan, batu yang dilemparkan dan sebagainya. Gerak semacam itu disebut gerak peluru dan lintasan yang ditempuh peluru yang ditembakkan oleh suatu alat penembak dinamakan trayektori.

    Gerak parabola ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor – faktor inilah yang akan kita pelajari dalam percobaan ini dan kita akan mempelajari hubungan antara faktor – faktor yang mempengaruhi terhadap jarak yang akan ditempuh, tinggi yang akan dicapai sehingga kita bisa mengaplikasikan gerak parabola ini dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan kita.

    B. Tujuan Percobaan

    Tujuan dilaksanakannya percobaan ini adalah untuk mempelajari gerak peluru suatu benda.

    C. Rumusan Masalah 

    Permasalahan yang akan kita hadapi dalam percobaan ini adalah:

    1. Bagaimana menentukan harga Vdari data-data yang  telah kita peroleh.
    2. Bagaimana kita menentukan tinggi maksimum yang dapat dicapai peluru.
    3. Bagaimana keadaan V dan q pada saat mengenai switch stop.

    Bab II. Kajian Pustaka

    Setiap benda yang diberi kecepatan awal, lalu diteruskan untuk menempuh suatu lintasan yang arahnya dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang bekerja padanya dan juga dipengaruhi oleh gesekan udara, disebut peluru ( proyektil ). Dan lintasan yang dilalui oleh peluru itu disebut trayektori.

    Gaya gravitasi terhadap peluru arahnya ke pusat bumi dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari pusat bumi. Pertama, gerak kita proyeksikan pada sumbu – sumbu yang melekat pada bumi. Karena sistemnya bukan suatu sistem yang lembam, tidaklah tepat betul memberlakukan Hukum Newton kedua untuk menghubungkan gaya terhadap peluru itu dengan percepatannya. Tetapi untuk trayektori yang jaraknya pendek, ketidaktepatan itu sangat kecil. Efek gesekan udara pun diabaikan, sehingga semua hasil perhitungan hanya berlaku untuk gerak dalam vakum di bumi yang tidak berputar dan permukaannya datar.

    Karena satu – satunya gaya yang bekerja terhadap peluru dalam suatu kondisi yang diidealkan ini hanyalah beratnya sendiri, yang besar dan arahnya dianggap konstan, maka geraknya diproyeksikan saja pada sepasang sumbu koordinat tegak lurus. Sumbu yang horisontal kita sebut sumbu x dan yang vertikal sumbu y, dan titik pangkal peluru mulai meluncur bebas. Maka komponen x gaya terhadap peluru adalah nol dan komponen  y   ialah berat    peluru    itu   sendiri, -mg. Jadi,    berdasarkan hukum Newton  kedua :

    Artinya, komponen horisontal percepatannya adalah nol dan komponen vertikalnya mengarah ke bawah dan sama seperti arah gerak benda jatuh bebas. Komponen ke depan kecepatan tidak “membantu” peluru selama terbangnya. Karena percepatan nol berarti kecepatannya konstan, maka geraknya dapat dianggap sebagai kombinasi gerak horisontal yang kecepatannya konstan dengan gerak vertikal yang percepatannya konstan.

    Gambar 1: Trayektori sebuah peluru dengan kecepatan awal Vo dan sudut elevasi qo

    Sekarang perihal kecepatan peluru, sumbu x dan sumbu y dilukiskan dengan titik pangkal koordinatnya pada titik di mana peluru itu mulai terbang bebas. Pada titik ini kita tetapkan t = 0. Kecepatan pada titik awal dilukiskan oleh vektor Vo, yang dinamakan kecepatan awal, atau kecepatan laras jika peluru itu ditembakkan dari senapan. Sudut qo adalah sudut elevasi ( angle of departure ). Kecepatn awal diuraikan menjadi komponen horisontal Vox yang besarnya Vo Cos qo, dan komponen vertikal Voy yang besarnya Vo Sin qo.

    Karena komponen kecepatan horisontal konstan, maka pada tiap saat t kita dapatkan :

    Vx  =  Vox  =  Vo Cos qo

    Percepatan vertikal ialah  –g, sehingga komponen kecepatan vertikal pada saat t ialah :

           Vy = Voy  –  gt  = Vo Sin qo – gt

    Komponen – komponen ini dapat dijumlahkan secara vektor untuk menentukan kecepatan resultan V. Besarnya ialah :

    dan sudut q yang dibentuk terhadap horisontal ialah :

    Vektor kecepatan V tangen pada trayektori, sehingga arahnya sama dengan arah trayektori.

    Koordinat peluru pada sembarang saat lalu dapat ditentukan berdasarkan  gerak dan kecepatan konstan serta percepatan konstan. Koordinat sumbu x ialah :

    X  =  Vox t  =  Vo Cos qo t  

    dan koordinat sumbu y ialah :

                                        Y  =  Voy t  –  ½ gt2  =  Vo Sin qo t  –  ½ gt2

                Pada saat mencapai puncak (tinggi maksimum), maka kecepatan menurut sumbu y adalah nol, maka :

    Vy =  Vo Sin qo –gt

        0 =  Vo Sin qo – gt

                                                             gt =  Vo Sin qo

    Nilai t diperoleh dari persamaan di atas dan dapat disubstitusikan pada persamaan X dan Y sehingga diperoleh persamaan :

              X =  Vo Cos qo t

                                                                  =  Vo Cos qo *    

    X  =  Jarak horisontal maksimal yang dapat ditempuh peluru.

        Y = Vo Sin qo – ½ g t2

                                                                               =  Vo Sin qo * – ½ g 

    Y  =  Jarak vertikal maksimum yang dapat ditempuh peluru

    Bukti dari suatu trayektori suatu gerak peluru berbentuk parabola dapat dilihat dari mensubstitusi persamaan X = Vo Cos qo ke persamaan Y = Vo Sin qo – ½ gt2, maka :

                                                     Y =  Vo Sin qo * – ½ g   

                                                         =  Tan qo X –  

    Bentuk ini sesuai dengan persamaan Y = BX – AX2, dimana persamaan ini adalah persamaan parabola yang terbuka ke bawah ( karena koefisien dari Xbernilai negatif ).

    Bab III. Metode Praktikum

    A. Alat dan Bahan

    Peralatan yang akan dipergunakan dalam melakukan percobaan ini antara lain

    1. Kontak stop switch.
    2. Digital stop clock.
    3. Ballistik missile.
    4. Bola logam.
    5. Kabel penghubung dua pasang.

    B. Cara Kerja

                Dalam melakukan percobaan ini diperlukan langkah – langkah  sebagai berikut :

    1.      Merangkai peralatan seperti gambar 2.                                     

    Gambar 2 : Peralatan Percobaan

                Keterangan gambar :

    a.       Stop clock

    b.      Swicth on/off

    c.       Ballistik missile

    2.      Mengatur sudut elevasi tembakan peluru sesuai dengan arahan asisten.

    3.      Menembakkan peluru dengan cara menarik pelatuk tembak.

    4.      Mencatat waktu yang diperlukan oleh peluru setelah ditembakkan dengan sudut elevasi yang berbeda dan kecepatan yang berbeda.

    5.      Mengulangi percobaan di atas sebanyak lima kali dan mencatat waktu dan jaraknya.

    Bab IV. Hasil dan Pembahasan

    A. Hasil Praktikum

    sudutt ukur(s)TS (cm)V(cm/s)(Vo-V)(Vo-V)2
    600,362,1634,531,9-8,1766,75
    0,362,164037,04-3,039,18
    0,291,7440,546,556,4841,99
    0,301,83943,333,2610,63
    0,301,83943,333,2610,63
    0,321,923940,630,560,31
    t = 1,93S = 38,67Vo = 40,07S(Vo-V)= 139,49
    300,281,684250-0,280,08
    0,311,864750,540,260.07
    0,301,804651,110,830,69
    0,301,804651,110,830,69
    0,311,8647,551,080,280,08
    0,301,804346,24-4,0416,32
    t = 1,8S = 45,25Vo = 50,28S(Vo-V)= 17,83
    450,331,984949,49-1,492,22
    0,342,0451,250,20-0,780,61
    0,342,0451,550,49-0,490,24
    0,342,0451,550,49-0,490,24
    0,321,9250,552,601,622,62
    0,321,9250,752,811,833,35
    t = 1,99S = 50,73Vo = 50,98S(Vo-V)= 9,28
    600,412,467661,793,5512,60
    0,402,407663,335,0925,91
    0,573,4276,544,74-13,5182,25
    0,472,827754,61-3,6313,18
    0,362,167771,3013,06170,56
    0,422,527761,112,878,24
    t = 2,63S = 76,58Vo = 58,24S(Vo-V)= 412,74
    300,261,5683106,41-9,2986,3
    0,221,3286130,3014,6213,16
    0,211,2682,5130,9515,25232,56
    0,201,2076126,6710,97120,34
    0,271,6285104,94-10,76115,78
    0,261,5680,4103,08-12,62159,26
    t = 1,42S = 82,15Vo = 115,70S(Vo-V)= 927,4
    450,281,6887103,5728,02785,12
    0,321,928689,5814,03196,84
    0,432,588263,57-11,98143,52
    0,402,407663,33-12,22149,33
    0,392,348572,65-2,98,41
    0,372,2280,472,43-3,129,73
    t = 2,19S = 82,73Vo = 75,55S(Vo-V)= 1292,95
    Tabel 1 : Perhitungan Ralat

    *Ralat Mutlak   

    *Ralat Nisbi      

    *Keseksamaan 

    Tabel 1

    Ralat Mutlak                           ( 139,49 )½

                                    D  =  –––––––––––––

                                                   ( 30 )½

        =   2,15.                                                        

    Ralat Nisbi                                 2,15 

                                       I    =   –––––––––   * 100 %                       

                                                      40,07

        = 5,36 %.

    Keseksamaan  K = 100 % – 5,36 %

                                = 94,64 %.

    Tabel 2

    Ralat Mutlak                             ( 17,83 )½

                                       D  =  –––––––––––––

                                                        ( 30 )½

        =   0,76.                                                        

    Ralat Nisbi                                 0,76 

                                       I    =   –––––––––   * 100 %                       

                                                      50,28

        = 1,51 %.

    Keseksamaan  K = 100 % – 1,51 %

                                = 98,49 %.

    Tabel 3

    Ralat Mutlak                             ( 9,18 )½

                                       D  =  –––––––––––––

                                                    ( 30 )½

        =   0,55.                                                        

    Ralat Nisbi                                 0,55 

                                       I    =   –––––––––   * 100 %                       

                                                      50,98

        = 1 %.

    Keseksamaan  K = 100 % – 1 %

                                = 99 %.

    Tabel 4

    Ralat Mutlak                           ( 412,74 )½

                                       D  =  –––––––––––––

                                                    ( 30 )½

        =   3,69.                                                        

    Ralat Nisbi                                 3,69 

                                       I    =   –––––––––   * 100 %                       

                                                     58,24

        = 6,34 %.

    Keseksamaan  K = 100 % – 6,34 %

                                = 93,66 %.

    Tabel 5

     Ralat Mutlak                           ( 927,4 )½

                                       D  =  –––––––––––––

                                                    ( 30 )½

        =   5,54.                                                        

    Ralat Nisbi                                 5,54 

                                       I    =   –––––––––   * 100 %                       

                                                    115,70

        = 4,79 %.

    Keseksamaan  K = 100 % – 4,79 %

                                = 95,21 %.

    Tabel 6

    Ralat Mutlak                           ( 1292,95 )½

                                       D  =  –––––––––––––

                                                    ( 30 )½

        =   6,54.                                                        

    Ralat Nisbi                                 6,54 

                                       I    =   –––––––––   * 100 %                       

                                                     75,55

        = 8,66 %.

    Keseksamaan  K = 100 % – 8,66 %

                                = 91,34 %.

    IV.2 Pembahasan

                Dari data yang telah diperoleh dalam percobaan maka dapat ditentukan harga kacepatan awal (Vo) dari setiap percobaan. Formula yang digunakan untuk mendapatkan harga Vo adalah :


    Dari data hasil percobaan maka didapat harga Vo sebagai berikut :

    PercSudut (qo)tS ( cm )V( cm / s )
    I601,9338,6740,07
    301,845,2550,28
    451,9950,7350,93
    II602,6376,5858,24
    301,4282,15115,70
    452,1982,7375,55

                           Tabel 2  Harga Vo

    Dari data yang telah diperoleh maka dapat kami tentukan kecepatan peluru (V) pada saat mengenai switch stop dan juga arah dari peluru pada saat itu (q). Adapun formula yang digunakan adalah :

    1.      Menentukan harga V

    Vx = Vox = Vo Cos qo

                            Vy = Voy – gt = Vo Sin qo – gt

    2.      Menentukan harga q

                                 ,                 

    PercSudut (qo)tS ( cm )VoVxVyVq
    I601,9338,6740,0720,03515,7925,5138,24
    301,845,2550,2843,547,544,189,77
    451,9950,7350,9836,0516,5539,6724,66
    II602,6376,5858,2429,1224,6638,1640,26
    301,4282,15115,70100,286,28132,2240,73
    452,1982,7375,5553,4231,9662,2530,89

    Tabel 3 : Harga V dan q

    Untuk menentukan harga tinggi maksimum digunakan formula :

                Vy = Vo sin q – g . tmak  ,     dimana untuk tinggi maksimum Vy = 0 ,sehingga

                                    Vo sin q

                tmak  =   –––––––––––  , dan dari harga tmak yang sudah diketahui ,maka

                                          g

                Ymak  = Vo sin q tmak  – ½ . g . tmak²

    PercSudut (q)VotmakYmak
    I6040,073,5461,44
    3050,282,5732,25
    4550,983,6866,30
    II6058,245,15129,79
    30115,705,9170,75
    4575,555,45145,61

                              Tabel 4 : Harga tinggi maksimum.

    BAB V

    KESIMPULAN

                Dari serangkaian percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :

    1.      Peluru yang ditembakkan dengan sudut elevasi 45o, menempuh jarak horisontal terjauh

    2.      Dari data yang telah kita peroleh dalam percobaan, kami mendapatkan harga kecepatan awal ( V) tiap – tiap  percobaan, yaitu :

    ·         Percobaan I :

    «  Sudut  60°  adalah 40,07 cm / s.

    «  Sudut  30°  adalah 59,28 cm / s.

    «  Sudut  45°  adalah  50,98 cm / s.

    ·         Percobaan II :

    «  Sudut  60°  adalah 58,24 cm / s.

    «  Sudut  30°  adalah 115,7 cm / s.

    «  Sudut  45°  adalah 75,55 cm / s.

    3.      Dari data yang sama pula kami juga memperoleh harga kecepatan ( V ) dan arah ( q ) peluru pada saat menyentuh switch stop dari tiap – tiap  percobaan, yaitu  :

    ·          Percobaan I :

    «  Sudut  60° . V = 25,51 cm / s dengan sudut 38,24°.

    «  Sudut  30° . V = 44,18 cm / s dengan sudut 9,77°.

    «  Sudut  45° . V = 39,67 cm / s dengan sudut 24,66°.

    ·         Percobaan II :

    «  Sudut  60° . V = 38,16 cm / s dengan sudut 40,26°.

    «  Sudut  30° . V = 132,22 cm / s dengan sudut 40,73°.

    «  Sudut  45° . V = 62,25 cm / s dengan sudut 30,89°.       

    4.      Dan juga untuk harga tinggi maksimum (Y) yang dapat ditempuh peluru dari tiap – tiap  percobaan, yaitu  :

    ·          Percobaan I :

    «  Sudut  60° .  Ymak   =  61,44 cm.

    «  Sudut  30° .  Ymak   =  32,25 cm.

    «  Sudut  45° . Ymak   =  66,30 cm.

    ·         Percobaan II :

    «  Sudut  60° . Ymak   =  129,79 cm.

    «  Sudut  30° . Ymak   =  170,75 cm.

    «  Sudut  45° . Ymak   =  145,61 cm.

    5.      Dari harga-harga yang telah kami peroleh baik itu harga kecepatan awal, kecepatan sesaat, arah dan juga tinggi maksimum terdapat perbedaan. Hal ini terjadi karena banyaknya pembulatan – pembulatan  dan mungkin telah terjadi salah perhitungan dalam melakukan percobaan.

    DAFTAR PUSTAKA

    1.      Buku Petunjuk Praktikum Fisika dasar FMIPA – ITS.

    2.      Sears & Zemansky. 1992. Fisika Universitas 1 (Terjemahan), Jakarta : Penerbit  Binacipta.

    3.      Dosen-dosen Fisika. 1997. Diktat Fisika 2, Surabaya : Penerbit ITS.