Makalah Penerapan Terapi Modalitas Pada Lansia Di Keluarga

10 min read

Terapi Modalitas Pada Lansia Di Keluarga

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.

Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.

Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis, spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik.

Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali, dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam keadaan ini maka upaya pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi yang sesuai harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini yaitu :
1.1. Apa definisi dari terapi modalitas pada lansia ?
1.2. Apa jenis-jenis dari terapi modalitas pada lansia ?
1.3. Apa macam-macam dari terapi modalitas pada lansia ?
1.4. Apa program-program pada lansia ?
1.5. Apa Peran Tim Medis Pada Terapi Modalitas
1.6. Apa teknik pada terapi modalitas
1.7. Bagaimana farmakoterapi pada lansia

1.3 Tujuan PenyusunanAdapun tujuan penyusuna makalah ini yaitu :

1.1. Untuk mengetahui definisi dari terapi modalitas pada lansia
1.2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari terapi modalitas pada lansia

1.3. Untuk mengetahui macam-macam dari terapi modalitas pada lansia

1.4. Untuk mengetahui penerapan terapi modalitas pada lansia
1.5. Untuk mrngrtahui Peran Tim Medis Pada Terapi Modalitas
1.6. Untuk mengetahui teknik pada terapi modalitas
1.7. Untuk mengetahui farmakoterapi pada lansia

Bab II. Pembahasan

A. Definisi Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia. Terapi ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhannya.

Tujuan :
· Mengisi waktu luang bagi lansia
· Meningkatkan kesehatan lansia
· Meningkatkan produktifitas lansia
· Meningkatkan interaksi sosial antar lansia

1.2.Jenis-Jenis Dari Terapi Modalitas Pada Lansia

  1. Psikodrama
    · Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia.
  2. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
    · Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan Leader, Co-Leader, dan fasilitator. Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
  3. Terapi Musik
    · Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan gamelan
  4. Terapi Berkebun
    · Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang. Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lombok, dll
  5. Terapi dengan Binatang
    · Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai peliharaan kucing, ayam, dll
  6. Terapi Okupasi
    · Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset, membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit dari kain, merajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur, dll)
  7. Terapi Kognitif
    · Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti menggadakan cerdas cermat, mengisi TTS, tebak-tebakan, puzzle, dll
  8. Life Review Terapi
    · Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya
  9. Rekreasi
    · Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia, posyandu lansia, bersepeda, rekreasi ke kebun raya bersama keluarga, mengunjungi saudara, dll.
  10. Terapi Keagamaan
    · Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa nyaman. Seperti menggadakan pengajian, kebaktian, sholat berjama’ah, dan lain-lain.
  11. Terapi Keluarga
    · Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
    · Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

1.3. Macam-Macam Terapi Modalitas Pada Lansia
1) Terapi Review Kehidupan
Satu dari pendekatan yang paling terkenal terhadap pengobatan usila adalah dengan menggunakan Review Kehidupan/Life Review (Butler, 1963, Butler dan Lewis, 1981).
Butler dan Lewis (1981) menjelaskan bahwa Therapi Review Kehidupan adalah lebih ekstensif daripada pengingatan kembali masa lampau secara sederhana, walaupun kenang-kenangan merupakan komponen utama dalam pendekatan ini. Mereka juga menjelaskan bahwa pemerolehan suatu otobiografi yang ekstensif dari manula adalah penting (tergantung pada keragaman sumber misalnya : album keluarga, silsilah keluarga), dengan membiarkan mereka mengatur hidupnya sendiri. Oleh karena itu, konflik-konflik intrapsikis, hubungan keluarga, keputusan tentang keberhasilan dan kegagalan, penyelesaian masalah dan klarifikasi dari nilai-nilai yang dimiliki manula adalah potensial untuk memberikan keuntungan yang diperoleh melalui life review yang dilakukan secara individu atau kelompok.

Tetapi review kehidupan dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat frustasi dan menyakitkan untuk banyak manulau yang mungkinmemperoleh dukungan emosional dari seorang penasehat (konselor) selama periode waktu yang lama untuk mengatasi hasil tambahan (by product) dari proses ini (putus asa, rasa bersalah, permusuhan).
Sherwood dan Mor (1980 : 867) menunjukan bahwa kenang-kenangan (life review) therapy paling baik dipergunakan dalam suatu lingkungan yang suportif untuk menciptakan kembali identitas orang yang sudah lanjut usia “untuk kembali dari keadaan ketidaksesuaian (dissonance) yang disebabkan oleh kesadaran bahwa usia lanjut tidak memungkinkan untuk menikmati hidup sepuas-puasnya seperti harapan dirinya dimasa lampau”.
Sherwood dan Mor (1980) mencatat bahwa kenang-kenangan mungkin tidak cocok bagi manula yang memiliki riwayat “kelainan sosial dan psikologis” . Juga kegunaanya mungkin terbatas bagi manula yang memiliki sumber-sumber interpersonal (interpersonal resourses) seperti : anak, istri/suami, teman, cucu atau bagi mereka yang kebutuhannya untuk tidak menerima pengalaman-pengalaman yang menyakitkan (dan bagi mereka yang menjadikan penolakan sebagai pendekatan seumur hidup terhadap masalah-masalahnya) lebih besar dari keuntungan-keuntungan proses review kehidupan (sebagai suatu persiapan untuk kematian) bukanlah cirri-ciri khusus bagi manula secara keseluruhan ( Hayslip dan Martin, 1985).

2) Orientasi Realitas
Realitas (RO) menekankan pada pengurangan kebingungan/disorientasi (biasanya dikerjakan dalam suatu institusi), dan mungkin sangat terstruktur, dengan menekankan orientasi pada waktu, tempat dan orang atau secara intensif selama 24 jam.
Karena ini melibatkan suatu perubahan lingkungan (melibatkan staf dan keluarga), cara ini serupa dengan pengobatan lingkungan pergaulan (Folsom, 1968). Studi yang berhubungan dengan RO cenderung deskriptif dengan peningkatan yang bersifat umum atau pulang dari institusi tersebut merupakan tujuan utama (Sherwood dan Mor, 1980), Penelitian ini secara metodologi memiliki kekurangan (misalnya tidak melakukan pengontrolan terhadap harapan staf akan peningkatan).
Penelitian yang dilakukan oleh Zelpin, Wolfe dan Kleinplatz (1981) menunjukan bahwa RO adalah efektif dalam menurunkan disorientasi (relatif terhadap kontrol), tetapi efektifitas ini terbatas bagi manula yang tidak mengalami disorientasi berat atau yang lebih muda. Penulis menarik kesimpulan bahwa “Walaupun ada keterbatasan efektifitas dari RO, RO berguna sebagai suatu alat untuk mengorganisasikan perhatian terhadap mereka yang dosrientasi sehingga dapat menghindari kebijakan-kebijakan penjagaan yang tidak pada tempatnya (Zelpin dkk. 1981 : 77).
Zelpin dkk (1981) dan Storand (1978) keduanya menunjukan bahwa keterikan pada suatu pengobatan yang kaku sering membatasi efektifitas dari RO. Mengingat RO dapat dipergunakan oleh staf nonprofessional (pembantu perawat), penggunaannya harus fleksibel, dan mungkin terbatas pada manula yang tidak begitu disorientasi (Storand : 1978). Dilain pihak, Storand mencatat bahwa pasien yang disorientasinya sedikit banyak menunjukan rasa permusuhan apabila terpapar dengan RO secara sama, sehingga memerlukan waktu dan upaya tambahan bagi staf untuk mengatasi rasa marahnya.

Seperti Hayslip dan Kooken (1982 : 295) tunjukan, “ partisipasi seperti dapat dengan baik mencegah penurunan kognitif yang mungkin diakibatkan oleh kurangnya stimulasi. Prinsip yang paling penting yang harus diingat adalah perlu ada keterpaparan terhadap tuntuan untuk memproses dan memperoleh kembali informasi, atau dalam istilah sederhana “latihan berfikir”.
Ketrampilan berpikir tidak boleh dihentikan untuk waktu yang lama karena dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan baik bersifat eksperiensial maupuin organic. Tujuan utama therapist adalah selalau membuat manula aktif. Berbeda dengan psikotherapi dengan kelompok umur lainnya, therapy ini memerlukan sesi satu atau dua kali sehari, jika tidak, sumber stimulasi lainnya untuk klien akan muncul dan dapat tertanam.

3) Remotivasi
Remotivasi juga dapat dilakukan dengan bantuan perawat, memiliki prinsip bahwa bagian yang sehat dari kepribadian seseorang dapat diaktifkan. Penerima therapy ini dapat “Menjembatani” klien dengan realita, reinforcement asintraksi kelompok dan “Penemuan kembali” aktifitas-aktifitas sebelumnya yang memuaskan.
Tujuan dari pendekatan remotivasi ini adalah peningkatan kompetensi social, kemampuan self care dan tingkat aktifitas. Bukti-bukti menunjukan bahwa tehnik remotivasi ini memenuhi tujuan seperti diatas untuk orang-orang lanjut usia yang dirawat dipanti-panti jompo (tehnik remotivasi ini juga sudah digunakan pada orang-orang usila yang berada di masyarakat). Namun ada beberapa indikasi bahwa keefektifan tehnik ini berbeda-beda sesuai dengan posisi klien.Storand (1978 : 286) menyatakan bahwa tehnik remotivasi ini tidak harus dipandang sebagai sesuatu hal yang memerlukan penelitian yang lebih mendetail untuk menentukan aspek-aspek mana dari prosedur yang paling menguntungkan, mengingat hal itu dapat merugikan pasien sendiri. Yang perlu diingat bahwa remotivasi ni pada awalnya berpengaruh sangat besar dan bila sudah tertarik dan berminat berminat maka remotivasi ini paling banyak digunakan oleh perawat dan pasien.

Related:MAKALAH PENERAPAN TERAPI MODALITAS PADA LANSIA DIKELUARGA
4) Therapi Milieu/ Manipulasi Lingkungan
Therapy mipieu dilakukan dengan menciptakan suatu “Komunitas therapeutic” dimana seluruh fase interaksi paien-pasien usila dengan perawat dirancang sedemikian rupa sehingga menguntungkan pasien . Therapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan social, memperbersar tanggung jawab terhadap aktifitas sendiri dan meningkatkan harga diri.
Asumsi, yaitu :
§ Perawatan pasien harus manusiawi dan tidak menghukum
§ Pelaksana therapy Milieu akan meningkatkan pengelolaan ruang perawatan
§ Therapi Milieu berkaitan langsung dengan sumber-sumber interpersonal dalam lingkungan sekitarnya.

Storand juga menunjukan bahwa therapy Milieu ini akan berfungsi dengan baik pada pasien usila yang memiliki gejala psikotik secara emosional tetapikemampuankognitifnya masih utuh. Dengan demikian pasien usila yang masih bersikap bermusuhan dan mengamuk akan sulit ditangani dengan therapy Milieu. Ia mencatat bahwa meskipun memiliki kelemahan (misalnya tanggung jawab yang sedikit pada pasien atau terjadi penyimpangan /perbedaan tujuan antara pasien dengan perawat) namun harus diakui bahwa therapy sangat bermanfaat bagi pasien usila terutama yang menjadi apatis dan tidak responsive sebagai akibat dari perawatan/ pengobatan sebelumnya. Sebagai tambahan, selain dari therapy Milieu ini ada beberapa tehnik “Manipulasi Lingkungan” yang berguna dalam menghadapi situasi diatas. Seperti yang telah dijelaskan oleh Fozard dan Popkin (1978), Manipulasi lingkungan kecemasan, disorientasi dan kebingungan pada pasoen-pasien usila. Tehnik Milieu/Manipulasi lingkungan ini meliputi :
· Berbicara lebih jelas dan lebih keras
· Memperendah kekuatan suara tetapi volume suara ditingkatkan (seperti pada telepon dan bel pintu)
· Memperbanyak petunjuk-petunjuk visual lewat kode-kode warna
· Menghindari cahaya/warna yang menyilaukan misalnya dengan penggunaan cat bernuansa datar secukupnya.
· Mengatur cahaya agar redup
· Merancang area pribadiMenggunakan tanda-tanda/symbol-simbol yang konkrit sambil meningkatkan fungsi memori

Rodin dan Langer (1976 dan 19770 menjelaskan tentang adanya keuntungan-keuntungan lain dari tehnik ini seperti : Meningkatkan kesehatan fisik, moral dan harga diri, bila disertai :
· Mengatur jam kunjung
· Dapat memilih salah saatu makanan dari berbagai jenis makanan yang ada untuk makan siangnya
· Dapat menanam tanaman diruang/pot atau luar ruangan
· Tindakan lain yang bisa mendukung keefektifan ini adalah :
· Memberi imbalan/reward (seperti : kue, uang dan hadiah) untuk aktifitas yang telah dilakukan
· Menyediakan permainan (seperti teka-teki, game) atau rekreasi
· Mengijinkan pasien untuk makannya dan merancang dekorasi/furniture diruangannya.

Keberhasilan tehnik ini dipengaruhi oleh kemampuan self care, tingkat aktifitas, dengan orang lain. Therapi lain yang dapat dilakukan pada pasien usila adalah : psikotherapi individu, therapy kelompok /keluarga , therapy perilaku dan penanganan psikofarmakologi.
5) Terapi Kelompok
Therapi kelompok adalah alternatif lain untuk perawatan lansia dan seringkali digunakan untuk suatu kelompok dan institusi. Hayslip dan Kooken (1982 : 295) menyatakan “Ciri therapy kelompok pada lansia adalah ketergantungan pada kebutuhan-kebutuhan dapat digunakan untuk keuntungan mereka. Pendekatan ini digunakan pada beberapa bentuk dari issue yang berorientasikan diskusi kelompok, untuk kelompok yang dirancang untuk merangsang verbalisasi/interaksi antar anggota kelompok, untuk kelompok khususnya untuk meningkatkan kemandirian dan perasaan positif terhadap diri sendiri. Ini akan membuahkan hasil yang realistis, sampai berfokus pada beberapa klien yang kuat yang menjadi kepaduan kelompok. Therapi kelompok sering menggunakan berbagai variasi seperti therapy seni, therapy tari/therapy musik untuk orang lanjut usia.
Hardfort (1980) mengatakan bahwa bervariasinya latar belakang dimana metode kelompok ini dapat digunakan telah melalui 3 dekade : perawatan rumah-rumah, perawatan dirumah-rumahsakit, privat homes daycare centers, komunitas, seniorcenter-sebiorcenter.
Ia menjelaskan bahwa banyak tujuan-tujuan yang efektif dengan menggunakan metode kelompok ini :

  1. Perkembangan individu (rehabilitasi)
  2. Pengembangan hubungan interpersonal
  3. Peningkatan pemecahan masalah
  4. Perubahan segera apa yang ada disekelilingnya
  5. Perubahan-perubahan dalam system social/institusi
  6. Perubahan-perubahan sikap dan nilai-nilai dalam anggota kelompok
  7. Perubahan-perubahan berkenaan dengan sikap/perkembangan
    Hartford (1980) status kelompok-kelompok banyak menggunakan usia, contoh untuk daya tahan berhubungan dengan dunia nyata dan dengan masyarakat sebelum terjalin hubungan antara keduanya. Kemudian hak untuk fisik atau masalah-masalah emosional, untuk anggota perkembangan dan perbaikan, untuk pengetahuan baru dan menambah kelangsungan hidup. Sebagai pencahayaan, orientasi kenyataan sebelum dimotivasi, tinjauan hidup, therapy seni, therapy pekerjaan, therapy tarian dan therapy musik untuk tempat pertimbangan yang spesifik. Dalam hal ini digunakan untuk perlakuan kelompok. Sebagai peran pemimpin kelompok, membantu sebagai fasilitasi diskusi, menyediakan susunan, memberikan definisi goal, menjelaskan apakah dia saat itu berperan atau dengan suportif pasif sederhana.
    Hardfort (1980) mencatat kelompok therapy sesekali memerlukan keahlian dan menggunakan tindakan preventif guna memperbaiki pengertian. Sunggah menyedihkan bagaimanapun suatu penggunaan kelompok therapy dengan usia relatif tanpa kritik, jelas kekurangan pengertian penelitian, kelompok-kelompok pemakai rumah untuk orang tua, pelajaran “kelompok” dimana rumah untuk orang tua sebagai subyek. Buku metodologi kelompok pekerjaan praktis dengan orang tua, atau contoh pekerjaan dengan rumah untuk orang tua, di buku “kelompok metode” celah acara-acara penting (diantaranya riset dan practice) pada (Harford, 1980).

6) Psikoanalisa
Psikotherapi dilakukan Freud pada tahun 1924 dengan teorinya Psikoanalisa. Dalam teori ini pemberian pertolongan sangat dipengaruhi emosi. Freud juga melihat bahwa banyak hambatan dalam mengeluarkan buah pikiran. Hambatan ini terjadi akibat adanya kekuatan tertentu yang sering tidak didasari dan ingatan tentang hal-hal yang mencemaskan atau menyakitkan akan muncul kembali (tidak masuk ke alam sadar).
Menurut Freud struktur kepribadian manusia meliputi :
Ø Ego : berdasar prinsip realitas
Ø Id : meliputi insting (naluri) dan tidak disadari
Ø Super ego : pengontrol Id, Ego dan berhubungan dengan moral dan idial seseorang
Setelah terjadi gabungan ketiganya dan terjadi konflik antara Id, Ego dan Super ego dan tampaknya tidak normal, dianggap normal oleh pemberi therapy. Freud melihat sedikit klien tua dan dirinya ragu akan keberhasilan tehnik ini bagi ketuaan seseorang, hal ini sungguh tidak menguntungkan, untuk menghilangkan keraguan itu maka usaha yang harus dilakukan adalah mempertahankan tehnik ini sampai beberapa tahun meskipun kurang berharga bagi klien. Karena klien merasa tua, maka tehnik itu untuk dirinya dan seandainya dirinya dapat tumbuh/berubah itu sangat sukar.
Catatan-catatan Gottastm (1980), Freud dan Therapist yang lain, Abraham (1949) dan Goldfarb (1953) mereka pencetus dan pelopor perubahan dalam therapy psykoanalitik dengan lanjut usia. Seperti mengenai therapy dukungan, kreatifitas/therapeutic digunakan untuk memeprtahankan ketergantungan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan dan mengijinkan serta memanfaatkan pemindahan untuk therapy, siapa pengganti seperti pengganti anak.
Dari kenyataan yang ada sedikit sekali laporan-laporan yang berhubungan pengetahuan yang mengarah perlakuan psikoanalitik pada klien usila karena amat tanda-tanda yang ada dan hanya mempercayakan atas pertimbangan medis/klinis. Hal ini sukar mencapai hasil akhir yang memuaskan dari pengobatan.
Gottestam (1980 : 788) menyatakan “ini penting untuk menahan efek dari pemindahan dan menahan perpindahan dan permainan mana yang boleh adalah penting dan yang melibatkan orang tua dalam therapy daripada dalam therapy tradisional.
Berdasar pengetahuan saat ini, adalah tidak benar menyimpulkan bahwa klien yang sudah tua tidak sanggup mencapai pengetahuan yang ada.

7) Terapi Keluarga
Therapi keluarga adalah pilihan lain yang terbanyak untuk menangani orang usila yang mengalami masalah komunikasi (Butler dan Lewis, 1981; Hayslip dan Kooken, 1982 : 246)
“Perubahan-perubahan dalam tugas seperti mengalami pensiun atau menjadi kakek, masalah-masalah yang disertai penyakit kronik atau akut, masalah sebagai orang tua tunggal ataupun dengan pasangannya serta timbulnya konflik ketika orang tua dalam perawatan dirumah oleh anak remaja maka dapat dilakukan pendekatan dengan melibatkan semua bagian termasuk merumuskan harapan yang jelas dari perilakunya, meningkatkan komunikasi, mengurangi rasa bersalah, ketidakpercayaan.”
Therapi keluarga tepat digunakan untuk memulihkan konflik antara orang tua dan anak disekitar perkawinan dan menjadi kekuatan dalam rumah atupun danya keterbatasan orang tua dalam merawat anak karena sakit atau perpisahan orang tua dengan anak yang telah dewasa. Therapi keluarga bisa juga digunakan oleh individu unutk mengekspresikan perasaan mencari pilihan dan meningkatkan sensitivitas terhadap pandangan orang lain.
Menurut Hartford (1980) Pengobatan therapy keluarga tradisional banyak diabaikan pada 3,4,5 generasi dalam keluarga meskipun banyak informasi tersedia pada keluarga dinamis dan keluarga yang memilikim pola saling tolong-menolong pada usila (See Sussman, 1976; Troll, Miller dan Atchley, 1979).
Grauer, Betts dan Birnborm (1973) telah berhasil melakukan penyatuan keluarga sehingga keluarga dapat menempatkan orang-orang usila yang bermaslah dalam suatu pusat perawatan. Dye dan erber (1981) melaporkan bahwa individu, kelompok konseling, kelompok konseling keluarga merupakan suatu kontrol tanpa adanya pegobatan dalam memfasilitasi masa transisi pada perawatan keluarga. Kemungkinan diskusi yang sering digunakan pada intervensi keluarga telah disediakan, menurut Herr dan weakland (1979). “Teori system yang menjadikan keluarga sebagai suatu system, dimana setiap bagian dapat saling mempengaruhi satu sama lainnya. Pendekatanannya menekankan pada saat ini dan sekarang. Pada waktu sekarang yang saling mempengaruhi (masalah penagnan terhadap masalah) meliputi anggota keluarga.
Beberapa ahli melihat ada beberapa maslah interaksi pada anggota keluarga yang usila meliputi orang tua sebagai anggota keluarga, yaitu :
· Disebabkan orang pada dahulu kala
· Kealahan peran orang tua anak, dimana anak dewasa harus bertanggung jawab akan orang tuanya
· Pertentangan antara pasangan anggota keluarga (contoh : ibu-anak perempuan melawan ayah).
· Hubungan simbiotik, dimana orang tua tidak dapat membiarkan anak-anaknya yang sudah dewasa untuk pergi.
· Ketidaksinambungan antara harapan orang tua dan harapan anak anakan orang tuanya.
· Pengalihan peran, sebagai contoh : pada saat suami sakit maka istri harus menggantikan pekerjaan suaminya.
· Rasa takut dan menarik diri pada orang tua dari orang-orang yang lebih muda kesulitan berkomunikasi, sering muncul pada saat-saat tertentu seperti saat sakit, kematian dan pensiun.

Desain Penelitian Non Equivalent Control Group

Non Equivalent Control Group Non equivalent control group design adalah hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok...
Ahmad Dahlan
4 min read

Desain Penelitian Pre Eksperimen

Penelitian Pre Ekperimen 1 penelitian kuantitatif, pre eksperimen, statistik, skripsi, metodologi Desain Penelitian Pre Eksperimen Eksperimen merupakan salah satu metode penelitian yang banyak diterapkan...
Ahmad Dahlan
6 min read

Desain Penelitian Eksperimen

Penelitian kuantitatif merupakan salah satu penelitian pendidikan. Penelitian pendidikan sangatlah sulit ditentukan jawabannya karena kondisi di lapangan yang sering berubah, yang berakibat pada derajat...
Ahmad Dahlan
7 min read

Leave a Reply