Spesies Penghuni Habitat Laut Dalam

8 min read

Habitat Laut Dalam

Sebesar 70 % wilayah bumi ini adalah perairan. Wilayah perairan terbesar merupakan perairan samudra yang telah dikenal luas memiliki volume terbesar yang memenuhi permukaan bumi. Dari wilayah tersebut hanya 10 % nya saja yang merupakan wilayah yang berbatasan dengan benua dan pulau dari samudra yang dapat didiami oleh organisme-organisme umum yang mudah dikenali. Berati sebesar 90 % nya merupakan suatu wilayah yang sulit dijangkau dan memiliki karakteristik khusus yang sulit untuk didiami mahluk hidup. Inilah bagian dasar samudra yang gelap dan dingin sepanjang tahun itu. Bagian terluas dari lautan ini merupakan bagian yang tidak mudah untuk dijangkau, gelap dan dingin sepanjang tahun tersebut dinamakan zona laut dalam.(Nyibakken,1988)

Zona laut dalam masih memiliki berbagai misteri yang belum sepenuhnya dapat di pecahkan dengan ilmu pengetahuan saat ini. Karena letaknya yang begitu sulit untuk dijangkau dan keadaannya yang akstrim, membuat para ilmuan berjuang dalam memecahkan misteri kehidupan laut dalam ini. Namun setidaknya untuk saat ini telah hadir kapal-kapal selam yang mampu untuk mencapai kedalaman laut tersebut sehingga dapat membantu para ilmuan untuk mengetahui sebagian dari habitat perairan tersebut.

Saat ini kita lebih mengenal habitat perairan yang lebih dekat dengan kehidupan kita, padahal 90% dari habitat perairan di bumi ini merupakan daerah dimana kehidupannya sangat jauh dari aktivitas manusia. Bukankah munkin saja habitat tersebut memiliki peran penting bagi kelangsungan kehidupan dibumi ini. Dewasa ini telah diketahui bahwa Laut dalam ini merupakan sumber dari berbagai bahan yang berguna bagi manusia bahkan tempat akhir berbagai macam sampah. Maka dari itu, perlu dipelajari lebih lanjut mengenai habitat laut dalam ini.

A. Zonasi Laut Dalam

Bagian laut dalam ini merupakan zona dibawah kedalaman yang dapat ditembus sinar matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan benua (>200m). Laut dalam diliputi suasana gelap gulita sepanjang tahun karena wilayah tersebut tak pernah tersentuh sinar matahari. Apabila perairan dibagi menjadi zona fotikdan afotik, maka wilayah ini masuk dalam zona afotik. Diperairan tropis zona afotik dimulai dari kedalaman ~ 600 m, sedangkan diperairan beriklim sedang zona ini dimulai dari kedlaman ~100 m. (Nyibakken,1988)

Zonasi dasar laut dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1.  Zona Pelagik

Zona ini merupakan bagian yang organismenya berasosiasi dengan perairan terbuka. Organisme di zona ini lebih dikenal karena lebih mudah untuk didapatkan daripada organisme di zona bawahnya.Zona Pelagik terdiri dari:

–          Zona Mesopelagik

Zona ini merupakan zona pelagik yang berada di bawah zona fotik. Banyak penghuni zona ini yang melakukan migrasi ke zona fotok (eufotik)pada malam hari.  Penghuninya kebenyakan memiliki mata yang telah berkembang dengan baik dan berbagai organ penghasil cahaya. kebanyakan spesies ikan penghuni zona ini berwarna hitam, sementara udang-udangan yang hidup berwarna merah. Pengetahuan tentang zona ini lebih banyak yang diketahui karena zona ini lebih mudah dicapai daripada zona-zona dibawahnya. Zona ini membentang 700 m hingga 1000 m dari batas zona eutrofik ke arah dasar perairan. batas bawahnya tergantung pada lokasi perairan, kecerahan, dan dari faktor – faktor lainnya.

Oleh Hedgpeth (1957), wilayah dibawah zona mesopelagik dibagi lagi menjadi:

–          Zona Batipelagik dan Zona Abisal Pelagik

Batas antara kedua Zona ini tidak terlalu jelas dan organisme yang berada di kedua zona ini tidak sebanyak yang berada di zona mesopelagik. Penghuni di kedua zona ini cenderung berwarna putih  atau tidak berwarna serta memiliki mata serta organ penghasil cahaya yang rendah tingkat perkembangannya. Kolom air di daerah palung dinamakan zona Hadal Pelagik.

2. Zona Bentik

Zona bentik merupakan wilayah yang organismenya  berasosiasi dengan dasar lautan. Penghuni zona bentik dibagi menjadi dua yaitu:

a.       Penghuni zona Abisal

Penghuni zona ini menempati dasar laut dalam yang merupakan kawasan terluas di dasar laut.

b.      Penghuni Zona Hadal (ultra abisal).

Penghuni zona ini menempati daerah dasar palung-palung yang sangat dalam.

Gambar zonasi perairan laut:

Zonasi pelagik laut dalam dimulaidari batipelagik, abisal pelagik, dan hadal pelagik sedangkan untuk zonasi bentik laut dalam adalah zona abisal dan zona hadal.

B.     Faktor yang mempengaruhi kehidupan di laut dalam

1.         Suhu

Daerah termoklin atau daerah dimana terjadi perubahan suhu drastis berkisar antara 100 meter hingga hampir satu kilometer. Setelah daerah termoklin, suhu air akan sangat dingin dan jauh lebih homogen dibandingkan pada daerah termoklin.  Semakin dalam suhu akan semakin turun tetapi laju perubahannya jauh lebih lambat dari pada suhu pada daerah termoklin. Dikedalaman 3000-4000m masa air dapat dikatakan isotermal, suhu tidak berubah dalam jangka waktu yang lama dan tidak dipengaruhi oleh musim maupun tahun. Mungkin tidak ada habitat lain dibumi yang suhunya sekonstan habitat laut dalam ini.(Nyibakken,1988)

2.         Cahaya

Laut dalam memiliki keadaan yang gelap gulita kecuali sebagian dari zona mesopelagik yang dalam kondisi dan waktu tertentu masih ada sedikit cahaya matahari. Karena wilayahnya yang gelap gullita sepanjang masa dan internsitas cahaya sangat rendah, maka fotosintesis tidaka akan berlangsung. Maka dari itu di wilayah ini tidak ada produksi primer. Cahaya di wilayah laut dalam ini merupakan cahaya yang dihasilkan oleh hewan laut dalam tertentu. Keadaan yang gelap gulita ini memaksa penghuni-penghuninya untuk memiliki indra-indra khusus guna mendeteksi makanan, predator dan lawan jenis untuk tujuan reproduksinya serta mempertahankan bermacam-macam asosiasi intra maupun antar spesies untuk kelangsungan hidupnya.

3.         Salinitas

Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama dapat dikatakan konstan. Walaupun terdapat sedikit perbedaan-perbedaan, tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata.

4.         Oksigen

Oksigen yang terlarut dalam masa air laut dalam masuk ketika masuk ketika masa air ini masih merupakan masa air permukaan. Hampir seluruh masa air laut dalam dulunya merupakan masa air permukaan samudra artik dan antartika. Disini masa air yang dingin dan kaya oksigen tenggelam dan kemudian mengalir kearah utara dan selatan untuk menjadi bagian dari masa air laur dalam. (Nyibakken,1988)

Respirasi organisme laut dalam dan tidak adanya penambahan oksigen di laut dalam menyebabkan kadar oksigen sangat menurun. Kadar oksigen ini menurun setelah 20 m diatas dasar laut dalam dan di dekat wilayah yang kepadatan organismenya paling tinggi.  Namun di laut dalam ada wilayah yang disebut zona oksigen minimun  yang terletak di kedalaman 500 – 1000 m, yang keadaan zona dibawahnya lebih kaya oksigen. Hal ini dikarenakan respirasi di zona oksigen minimum ini sangat cepat karena kepadatan organismenya yang tinggi dan disamping itu peristiwa ini sejalan dengan tidak adanya penukaran masa air yang kaya oksigen.  Di zona bawahnya kepadatan organisme sangat rendah sehingga oksigen tidak secara nyata berkurang. Sedangkan di atas kedalaman 500m, oksigen masih dapat dihasilkan dari perairan atas.(Nyibakken,1988)

5.         Tekanan Hidrostatik

Dari semua faktor lingkungan di laut dalam yang menunjukkan kisaran terbesar adalah tekanan hirostatik. Bertambahnya kedalaman setiap 10 m tekanan naik sekitar 1 atm. Karena kedalaman laut dalam berkisar 100 hingga 10.000m, maka tekanannya dapat mencapai lebih dari 1000 atmosfer.sebagian laut dalam bertekanan hidrostatik antara 200 hingga 600 atm. (Nyibakken,1988)

Dari penelitian para ahli yang mencoba mengkultur bakteri laut dalam dalam kondisi tekanan hirostatik yang berbeda, bakteri akan berhenti tumbuh dan berkembang biak pada tekanan yang rendah, dan tetap aktif pada tekanan habitatnya. Hal ini menunjukkan bahwa penghuni laut dalam memiliki adaptasi khusus  terhadap tekanan hidrostatik yang tinggi.(Nyibakken,1988)

6.         Persediaan makanan

Laut dalam tidak memiliki lokasi dimana produksi primer dapat berlangsung kecuali diaderah dimana terdapat bakteri kemosintetik.Karena itu semua organisme penghuni laut dalam menggantungkan makanannya pada produksi dari tempat lain yang dapat melakukan forosintetis. Pakan ini kemudian diangkut atau terangkut ke laut dalam.(Nyibakken,1988)

Pakan yang tenggelam biasanya berupa pakan pelet tinja organisme di laut permukaan atau kulit crustacea yang lepas pada saat molting. Karena kebanyakan organisme tidak dapat mencerna kitin dari kulit crustacea, biasanya kulit tersebut akan diserang oleh bakteri dan dicerna kemudian di keluarkan dalam bentuk pakan protoplasma bakteri. Akibatnya di dasar laut dalam banyak terdapat bakteri yang merupakan makanan dari organisme yang lebih besar. Bahkan kelimpahan organisme pemakan bakteri akan lebih banyak daripada organisme pelagik di kedalaman yang sama.

Pakan yang dapat langsung dimanfaatkan adalah organisme laut dalam adalag organisme yang pada saat larvanya berada di zona fotik dan dewasanya bermigrasi ke laut dalam dimana ia akan menjadi mangsa para predator. Jenis pakan lain yang dapat langsung dimanfaatkan adalah organisme mati yang berasal dari laut permukaan yang pada saat sampai ke dasar laut dalam belum seluruhnya habis dimakan oleh organisme lain di zona atasnya.

C.     Adaptasi Organisme

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme  mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Adaptasi tersebut seperti warna tubuhnya. Pada organisme mesopelagik ikan-ikannya berwarna hitam dan gelap sementara crustacea dan hewan lainnya berwarna ungu kelam atau merah. Dengan demikian organisme tersebut tidak akan tampak di perairan. Warna merah adalah warna pertama yang diadsorbsi oleh air laut, sehingga warna merah tersebut akan tampak seperti warna hitam. Pada organisme yang hidup di zona abisal dan hadal biasanya berwarna putih atau bahkan transparan da tidak berpigmen, tetapi ikan-ikannya berwarna hitam.

Dengan keadaan tanpa adanya cahaya matahari, tekanan tinggi, salinitas tinggi dan faktor – faktor khusus di laut dalam tersebut yang membuat organisme di daerah tersebut melakukan adaptasi, yakni :

1.      Adapasi morfologi

Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Secara morfologis, senjata pembunuh seperti rahang, tengkorak dan dimensi mulut mengalami perubahan pada organisme laut dalam. Ciri umum mereka adalah mulut yang melebar, rahang yang kuat dan gigi-gigi tajam. Mereka harus seoptimal mungkin mencari mangsa yang jarang di laut dalam. Kanibalisme juga sering terjadi di beberapa spesies.

Gambar ikan Linophryne bermulut besar dengan gigi yang tajam.

Pada organisme mosopelagik umumnya memiliki mata yang besar. Mata ini digunakan untuk memeksimalkan penglihatan pada intensitas cahaya yang begitu minim. Mata ini akan menangkap bayangan dari cahaya yang dihasilkan oleh organ penghasil cahaya. Ikan-ikan ini berenang dibagian atas zona mesopelagik yang masih sedikit terdapat cahaya dan bermigrasi ke zona epipelagik seaat malam hari, dan menggunakan matanya untuk mendeteksi adanya cahaya berintensitas rendah baik dari cahaya matahari maupun cahaya dari organ penghasil cahaya. Ikan-ikan ini memiliki penglihatan senja karena memiliki pigmen rodopsin dan kepadatan batang retina yang tinggi.

Gambar ikan Green Eyes bermata besar penghuni mesopelagik

Ikan penghuni zona abisal dan hadal biasanya tidak bermata, karena fungsi mata itu sendiri yang kurang berguna di zona tersebut. Mata ikan di zona ini tidak berkembang sehingga ikan bermata sangat kecil atau bahkan tidak memiliki mata.

Belut laut Gulper yang matanya tidak berkembang.

Adapun organisme yang memiliki mata tubuler yang berbentuk silinder pendek dengan lensa setengah lingkaran di ujung silinder. Mata tersebut memiliki dua retina. Retina yang yang satu untuk melihat jauh dan retina yang lain untuk melihat dekat.

Mata tubuler pada Genus Argyropelecus

Karena zona ini memiliki tekanan yang sangat besar yaitu mencapai 600 atm,maka makhluk hidup di lapisan ini memiliki kulit yang berongga dan tulang yang lunak dan fleksibel. Sehingga mereka mampu beradaptasi dengan tekanan tinggi.(http://budihermanto.blogdetik.com/)

2.      Adaptasi fisiologi

Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada fungsi alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Di ekosistemlaut dalam dapat dikatakan tidak terdapat produsen karena tidak adanya sinar matahari yang menyebabkan tidak adanya proses fotosintesis pada ekosistem tersebut, sehingga biota laut dalam melakukan  adaptasi fisiologi. Bentuk adaptasi fisiologi biota laut dalam adalah adalah organisme laut dalam mempunyai kapasitas untuk mengolah energi yang jauh lebih efektif dari makhluk hidup di darat dan zona laut atas. Mereka bisa mendaur energinya sendiri dan menentukan seberapa banyak energi yang akan terpakai dengan stok makanan yang didapat.

3.      Adaptasi tingkah laku

Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku  terhadap lingkungannya. Beberapa organisme yang mengalami siklus reproduksi, akan mempunyai perilaku yang unik untuk menarik pasangannya di tengah kegelapan. Mereka akan memendarkan cahaya yang tampak kontras dengan kondisi sekitar yang serba gelap. Dalam ekosistem dasar laut sebisa mungkin mereka dapat memperoleh sumber energi atau makanan agar dapat bertahan hidup, oleh karena itu beberapa ikan yang hidup di ekosistem ini dilengkapi keahlian khusus agar dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan mangsa, seperti Ikan Fang Tooth yang memiliki tingkat agresifitas yang tinggi sehingga ketika ada mangsa yang lewat didepannya ia langsung dapat dengan cepat memakannya, karena memang tidak banyak hewan laut yang mampu hidup dalam ekosistem ini. Kemudian contoh lainnya adalah Ikan Hairyangler yang tubuhnya dipenuhi dengan atena sensitif, antena tersebut sangat sensitif sekali terhadap setiap gerakan, fungsinya untuk mendeteksi mangsa yang ada didekatnya. Di laut dalam sering terlihat cahaya yang berkedip-kedip, cahaya tersebut adalah Bioluminescence.

Bioluminescence adalah cahaya yang dapat dihasilkan oleh beberapa hewan laut, cahaya tersebut berasal dari bakteri yang hidup secara permanen didalam sebuah perangkap. Asosiasi dari organisme dan bakteri yang menghasilkan bioluminescence ini digunakan oleh hewan laut dalam sebagai alat perangkap atau alat untuk menarik mangsa, kurang lebih bioluminescence berfungsi sebagai umpan. Pada umumnya bioluminescence dimiliki oleh setiap hewan laut dalam, baik betina maupun jantan. Namun beberapa diantaranya ada yang hanya dimiliki oleh hewan laut betina. Cahaya bioluminescence yang dihasilkan biasa berwarna biru atau kehijauan, putih, dan merah. Walau sebagian besar bioluminescence digunakan untuk mekanisme bertahan hidup, namun beberapa diantara hewan laut dalam tersebut menggunakan bioluminescence untuk menarik lawan jenisnya. Asosiasi seperti ini merupakan adaptasi tingkah laku dari penghuni perairan laut bawah.

Bioluminescense pada Comb jellyfish dan Lightfish atau Bristlemouths

Benang penghasil cahaya padaIkan Idiacanthus sp.

Asosiasi juga ditampakkan pada ikan pemancing laut dalam yang ukuran tubuh jantan dan betina berbeda. Ikan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih kecil di banding yang betina, seperti terlihat pada gambar di atas. Ukuran ikan angler jantan hanya sebesar ibu jari. Ikan jantan mempunyai pengait untuk menempel pada ikan betina, begitu mengait dengan ikan betina kait ikan jantan akan terhubung dengan pembuluh darah ikan betina dan seumur hidupnya akan terus menempel pada ikan betina seperti parasit dan menghisap sari makanan dari tubuh sang betina. Jika ikan jantan gagal mengait pada ikan betina, maka ia akan mati kelaparan. Sementara si jantan akan selalu menyediakan spermanya untuk si betina.

Ikan jantan Ceratias jauh lebih kecil dari betinanya dan hidup sebagai parasit pada tubuh ikan betina.

Penutup

Habitat laut dalam dimulai dari zona dimulai dari zona mesopelagik hingga dasar laut dalam yang dapat mencapai zona hadal yang berada di palung yang dalam. Karena keadaannya yang dingin dan gelap sepanjang tahun dengan tekanan yang sangat tinggi maka organisme yang hidup memiliki adaptasi khusus di wilayah ini. Di zona ini tidak berlangsung proses fotosintetis sehingga pemenuhan makanpun tergantung dari produksi zona diatasnya, atau lebih kepada predasi dan pengurai. Bentuk-bentuk adaptasinya dapat berupa mata yang besar atau bahkan mata yang tidak berkembang, mata tubuler dengan retina ganda, Ukuran tubuh yang kecil atau bahkan raksasa, bentuk rahang dan gigi yang berbeda dengan biota perairan lain, bioluminescence pada organisme tertentu serta asosiasi lain baik intra maupun inter spesies.

Pengetahuan tentang habitat laut dalam ini memang masih minim, dan para ahli masih melakukan riset mengenai kawasan ini. Sekarang ini banyak ditemukan alat-alat yang mampu mendukung penelitian laut bawah, sehingga banyak hal-hal baru yang dapat dipelajari, meskipun belum semelimpah pengetahuan mengenai habitat lain di bui ini.

Laporan Praktikum Efek Fotolistrik

Efek Fotolistrik Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek...
Ananda Dwi Putri
9 min read

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Leave a Reply