A. PERSPEKTIF INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Konsep interaksionisme simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi sosial. Manusia menggunakan simbol untuk mengembangkan pandangan mereka mengenai dunia dan saling berkomunikasi. Tanpa simbol, kehidupan sosial manusia tidak akan lebih canggih daripada kehidupan hewan.
Simbol tidak hanya memungkinkan adanya hubungan, tetapi juga membentuk masyarakat. Tanpa simbol, kita tidak akan dapat mengkoordinasikan tindakan satu sama lain. Tanpa simbol, masyarakat takkan mampu membuat perencanaan tentang apapun juga.
Apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan simbol ? Sejatinya simbol dapat dimaknai sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bila satu simbol yang sama, dapat memiliki berbagai makna. Contohnya, warna putih dapat berarti suci, berkabung (bagi etnis Tionghoa), atau menyerah (bendera putih).
Herbert Blumer (1900-1987) menambahkan bahwa pokok pikiran interaksionisme simbolik terdiri atas act, thing, dan meaning. Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Misalnya, tindakan (act) seorang penganut agama Hindu di India terhadap seekor sapi (thing) akan berbeda dengan tindakan seorang penganut agama Islam di Pakistan. Karena bagi masing-masing orang tersebut, sapi mempunyai makna (meaning) berbeda.
Tokoh lain dari perspektif interaksionisme simbolik adalah George Herbert Mead (1863-1931). Ia mengemukakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pihak-pihak lain, menggunakan perantaraan simbol-simbol tertentu yang dimiliki dan dipahami bersama. Mereka lantas saling menafsirkan keadaan serta perilaku atas dasar makna simbol dimaksud. Contohnya, saat menyalami Ganar di hari wisudanya, Adi memberikan ucapan selamat tapi dengan wajah cemberut. Dari bahasa tubuh yang ditunjukkan Adi, Ganar dapat menduga bahwa ucapannya tidaklah tulus.
B. PERSPEKTIF DEFINISI SITUASI
Dalam kaitannya dengan definisi situasi, W.I. Thomas (1863-1947) terkenal dengan ungkapannya, “when men define situations as real, they are real in their consequences” (bila orang mendefinisikan suatu situasi sebagai hal yang nyata, maka konsekuensinya nyata pula). Contohnya, beberapa orang pemuda berpenampilan sangar dan acak-acakan memasuki sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Mereka dicurigai satpam dan langsung didefinisikan sebagai penjahat. Konsekuensinya nyata, mereka diringkus dan dianiaya hingga babak belur.
Salah satu definisi situasi yang dibuat oleh masyarakat adalah aturan yang mengatur interaksi antar individu maupun kelompok sosial, di antaranya :
1) Aturan Ruang
Dalam buku The Hidden Dimensions (1982), dikemukakan bahwa pada interaksi dijumpai aturan tertentu mengenai penggunaan ruang. Teori tentang penggunaan ruang dalam proses interaksi disebut proxemics. Berdasarkan penelitian, disimpulkan bahwa dalam interaksi sosial, terdapat beberapa jarak yang digunakan :
• Jarak Intim (intimate distance)
Berkisar antara 0-45 cm, kedekatan dengan tubuh orang lain disertai keterlibatan intensif dari pancaindera, yakni penglihatan, bau badan, suhu badan, suara, sentuhan kulit, hembusan nafas. Interaksi pada jarak ini berlangsung, misalnya, antara orang yang sedang bercinta ataupun dalam olahraga jarak dekat seperti gulat.
• Jarak Pribadi (personal distance)
Berkisar antara 45 cm-1,22 m. Interaksi pada tahap dekat dalam jarak ini cenderung dijumpai di antara orang yang hubungannya dekat, misalnya pasangan suami istri, kekasih, atau sahabat. Interaksi pada tahap jauh dari jarak ini terjadi antara orang yang saling menyentuh bila merentangkan tangan, misalnya orang yang mengikuti kegiatan senam bersama.
• Jarak Sosial (social distance)
Berkisar antara 1,22 m-3,66 m, orang yang berinteraksi dapat berbicara secara normal dan tidak saling menyentuh. Lazim dalam pertemuan santai atau hubungan kerja.
• Jarak Publik (public distance)
Dipelihara oleh orang yang harus tampil di depan umum, seperti politikus. Semakin besar jarak, makin besar pula suara yang mesti dikeluarkan. Kata dan kalimat yang diucapkan semakin dipilih dengan seksama.
2) Aturan Waktu
Dalam interaksi sosial, harus memperhatikan waktu. Tidak setiap orang bisa berinteraksi dengan semua orang tiap waktu.
3) Aturan Gerak dan Sikap Tubuh
Dalam interaksi sosial, orang lain juga membaca perilaku kita, bukan hanya kata-kata kita. Ini penting untuk diperhatikan, karena dalam interaksi kita tidak hanya memperhatikan apa yang dilakukan orang lain tetapi juga pada apa yang dilakukannya. Komunikasi non-verbal (non-verbal communication) atau bahasa tubuh (body language) menyampaikan maksud dan perasaan kita pada orang lain. Studi Sosiologis terhadap gerak tubuh dan komunikasi non-verbal disebut kinesics.