Daftar isi
Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Surat Luqman ayat 12 – 15
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sejak al-Qur’an diturunkan, al-Qur’an diprogram sebagai petunjuk bagi umat manusia hingga akhir zaman. Dan tentunya, di dalam al-Qur’an terdapat berbagai kiasan bahasa. Untuk itulah dibutuhkan sesuatu yang mampu membuat makna al-Qur’an tersebut menjadi dapat dimengerti oleh berbagai kalangan dari manapun. Dalam hal ini disebut tafsir.
Tafsir merupakan kata yang sudah tidak asing lagi didengar. Tafsir sudah ada sejak zamannya Rasulullah SAW. Yang mana ahli tafsir atau penafsirnya adalah Rasulullah sendiri. Karena pada saat itu al-Qur’an masih dalam proses diturunkan atau masih dalam pewahyuan. Setelah ayat-ayat tertentu turun, maka banyak para sahabat yang bertanya kepada Rasulullah SAW, hal inilah yang menjadi alasan utama bahwa penafsir pertama adalah Rasulullah SAW itu sendiri.
Sekarang banyak sekali masalah yang berkaitan dengan perbuatan buruk anak kepada orang tua. Contohnya saja penganiayaan orangtua yang dilakukan oleh anaknya sendiri. Untuk itulah pemakalah ingin membahas masalah “memuliakan orang tua” sering dikenal dengan birrul walidain. Akan tetapi, pembahasan ini akan lebih dikhususkan lagi ke masalah pendidikannya. Jadi bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang ada dalam surat Luqman ayat 12-15? Pertanyaan tersebut akan dibahas di dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana tafsir surat Luqman ayat 12-15?
- Apa nilai-nilai pendidikan yang ada di dalam surat Luqman ayat 12-15?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui tafsir surat Luqman ayat 12-15.
- Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang ada di dalam surat Luqman ayat 12-15.
Bab II. Pembahasan
A. Makna dan Kandungan Surat Luqman: 12-15
Al-Qur’an sebagai asasi Islam memuat banyak makna. Hal ini sejalan dengan apa yang dikutip oleh Quraish Shihab dari Abdullah Darras, “ayat-ayat al-Qur’an bagaikan intan”. Setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut lainnya. Dan tidak mustahil jika kita mempersilahkan orang lain memandangnya dari sudut lainnya, maka dia akan melihat banyak dibanding apa yang kita lihat. Untuk itulah Muadz bin Jabal terdorong untuk berijtihad dalam memutuskan sesuatu yang tidak terdapat secara harfiah di dalam al-Qur’an.
Dalam Al-Qur‟an juga telah dijelaskan bahwa Allah telah memberikan i’tibar melalui Luqman al-Hakim sebagai sosok seorang pendidik dalam memberikan pendidikan kepada anaknya. Dalam ayat 12 diterangkan bahwa Allah telah memberikan hikmah, akal, paham dan memberikan petunjuk untuk memperoleh ma‟rifat yang benar kepada Luqman. Oleh karena itu, Luqman menjadi seorang yang hakim (mempunyai hikmah). Ini memberikan pengertian bahwa anjuran Luqman yang disampaikan kepada anaknya berupa ajaran-ajaran hikmah, bukan dari wahyu. Hal ini didasarkan pada pendapat yang benar bahwa Luqman adalah seorang hakim (orang bijak, filosof) dan bukan Nabi.
Orang yang mensyukuri nikmat Allah maka sebenarnya dia bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri, sebab Allah akan memberikan pahala yang banyak dan melepaskan dari siksa. Dalam ayat ini ada cerita menarik yang telah diriwayatkan oleh Sa‟id bin Abi „Arubah, dari Qatadah tentang firman Allah : “Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Luqman, “yaitu pemahaman, pengetahuan dan ta‟bir mimpi. Yaitu, bersyukurlah kepada Allah, “kami memerintahkan kepadanya untuk bersyukur kepada Allah SWT atas apa yang diberikan, dianugerahkan dan dihadiahkan oleh-Nya berupa keutamaan yang hanya dikhususkan kepadanya, tidak kepada orang lain yang sejenis di masanya.
Kemudian Allah Ta‟ala berfirman : “Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka ia bersyukur untuk dirinya sendiri, “yaitu manfa’at dan pahalannya hanya akan kembali kepada orang-orang yang bersyukur itu sendiri, dan firman Allah : “Dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya Lagi Mahaterpuji, “yaitu Mahakaya dari hamba-hamba-Nya, dimana hal itu (ketidakbersyukurannya) tidak dapat membahayakan-Nya, sekalipun seluruh penghuni bumi mengkufuri- Nya. Karena sesungguhnya Allah Mahakaya dari selain-Nya. Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya.
Pada ayat 13 ada kata ya’izhuhu (yang terambil dari kata wa’zd) yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Luqman memulai nasihatnya dengan seruan menghindari syirik sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud Allah yang Esa. Dalam Tafsir Munir juga ayat itu disebutkan wa huwa ya‘izhuh. Kata ya‘izh berasal dari al-wa‘zh atau al- ‘izhah yang berarti mengingatkan kebaikan dengan ungkapan halus yang bisa melunakkan hati. Karena itu, dalam mendidik anaknya, Luqman menempuh cara yang amat baik, yang bisa meluluhkan hati anaknya sehingga mau mengikuti nasihat-nasihat yang diberikan.
Allah menjelaskan bahwa Luqman telah diberi hikmat, karena itu Luqman bersyukur kepada Tuhannya atas semua nikmat yang telah dilimpahkan Nya kepada dirinya. Allah SWT mewasiatkan kepada mereka supaya memperlakukan orang-orang tua mereka dengan cara yang baik dan selalu memelihara hak-haknya sebagai orang tua. Luqman menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik itu merupakan kezaliman yang besar.Imam bukhori telah meriwayatkan sebuah hadist yang bersumber dari Ibnu Mas‟ud , Ia telah menceritakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan ,yaitu firmannya surat al-an‟am ayat 82 yang artinya “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Sesudah Allah menurunkan apa yang telah diwariskan oleh luqman terhadap anaknya, yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan semua nikmat,yang tiada seorangpun bersekutu denganNya, didalam menciptakan sesuatu. Kemudian luqman menegaskan bahwasanya syirik itu adalah perbuatan yang buruk.Kemudian Alla SWT mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua anak , supaya mereka berbuat baik kepada kedua orangtuanya,karena sesungguhnya kedua orang tua adalah penyebab pertama bagi keberadaan kita di muka bumi ini.
Dalam ayat 14 ini, digambarkan bagaimana payah ibu mengandung, payah bertambah payah. Payah sejak dari mengandung bulan pertama, bertambah payah tiap bertambah bulan dan sampai di puncak kepayahan di waktu anak dilahirkan. Lemah sekujur badan ketika menghajan anak keluar, kemudia mengasuh, menyusukan, memomong, menjaga, memelihara sakit senangnya. Dalam ujung ayat ini, dianjurkan untuk bersyukur, syukur yang pertama ialah kepada Allah. Karena semua itu berkat rahmat Allah belaka. Setelah itu bersyukurlah kepada kedua orang tuamu, ibu yang mengasuh dan ayah yang membela dan melindungi ibu dan melindungi anak-anaknya, ayah yang berusaha mencari sandang dan pangan setiap hari.
Dalam ayat ini, Allah hanya menyebutkan seba-sebab manusia harus taat dan berbuat baik kepada ibunya. Nabi saw sendiri memerintahkan agar seorang anak lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibunya daripada kepada bapaknya, sebagaimana diterangkan dalam hadits yang artinya “Dari Abi Hurairoh, ia berkata, “Aku bertanya ya Rasulullah, kepada siapakah aku wajib berbakti? “Rasulullah menjawab, “Kepada ibumu. “Aku bertanya, “Kemudian kepada siapa?”Rasulullah menjawab, “Kepada ibumu.” Aku bertanya, “Kemudian kepada siapa lagi?”Rasulullah menjawab.” Kepada ibumu. “Aku bertanya, “Kemudian kepada siapalagi?”Rasulullah menawab, “Kepada bapakmu, Kemudian kepada kerabat yang lebih dekat, kemudia kerabat yang lebih dekat.” (HR. Ibnu Majah)
Ibu-bapak dalam ayat ini disebut secara umum, tidak dibedakan antara ibu bapak yang muslim dengan yang kafir. Oleh Karena itu, dapat dipahami bahwa anak wajib berbuat baik kepada ibu bapaknya, apakah ibu bapaknya itu muslim atau kafir.
Pada ayat yang ke-15 ini menerangkan bahwa dalam hal tertentu, seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya untuk menyukutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sepanjang pengetahuan manusia, Allah tidak mempunyai sekutu. Karena menurut naluri, manusia harus meng-Esa-kan Tuhan. Oleh Karena itu, dapat dipahami bahwa anak wajib berbuat baik kepada ibu bapaknya, apakah ibu bapaknya itu muslim atau kafir, jadi pada ayat yang ke-15 ini menerangkan bahwa dalam hal tertentu, seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya untuk menyukutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sepanjang pengetahuan manusia, Allah tidak mempunyai sekutu. Karena menurut naluri, manusia harus mengesakan Tuhan.
Jadi, dalam hal ini jika orang tua menyentuh titik syirik maka jatuhlah kewajiban taat kepadanya, ini menandakan bahwa ikatan aqidah ini harus mengalahkan dan mendominasi segala ikatan lainnya. Meskipun kedua orang tua telah mengeluarkan segala upaya, usaha, tenaga dan pandangan yang memuaskan untuk menggoda anaknya agar menyekutukan Allah dimana ia tidak mengetahui tentang ketuhanannya maka pada saat itu anak diperintahkan agar tidak taat. Dalam tafsir al-Bayan juga dijelaskan bahwa dalam ayat ini Allah mengharuska anak untuk melayani orang tua yang kafir secara baik walaupun tidak boleh si anak mengikuti orang tua dalam kekafiran.
Tidak hanya itu, kita selaku seorang anak di dalam suatu keluarga, kita juga harus menjaga lisan kita. Jangan sampai karena lisan kita, khususnya orangtua kita sakit hati dengan apa yang kita sampaikan kepada mereka. Untuk itu, kita harus menjaga lisan kita. Sebagaimana hal ini tertuang dalam QS. Luqman ayat 19. Karena bahasa merupakan atau lisan merupakan alat komunikasi oral yang dimiliki manusia dalam menyampaikan gagasan, pikiran, unek-unek, perasaan dan lain-lain.
B. Nilai-nilai Pendidikan dalam Surat Luqman: 12-15
Adapun nilai-nilai pendidikan dalam surat Luqman ayat 12-15 adalah sebagai berikut:
Dalam Al–Qur’an surat Luqman ayat 12-15, ada sebuah kisah yang menarik mengenai proses interaksi pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan seorang ayah kepada anaknya. Dalam kisah ini jika di perhatikan dari Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-15 Allah memberi penghargaan kepada sang ayah dengan mengabadikan namanya sebagai nama kisah Al-Qur’an karena usahanya yang gigih memberikan nasihat kepada anaknya dengan pelajaran yang mulia.
Proses pendidikan yang dilakukan oleh Luqman terhadap anaknya di sebabkan hikmah yang di berikan Allah kepadanya, dalam tafsir Al-Azhar yang di kutip Prof, Hamka Ar Razi mendefinisikan hikmah sebagai persesuaian di antara perbuatan dengan pengetahuan. Dan puncak dari hikmah yang di terima Luqman adalah rasa syukur kepada Allah swt karena ilmu yang milikinya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19 sebagai berikut :
1. Syukur
Kata syukur secara bahasa mempunyai arti pujian, secara istilah yaitu mentasarufkan segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah sesuai dengan fungsinya. Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya dari penganugerahannya itu. Syukur didenifisikan oleh sementara ulama dengan memfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
Ia adalah menggunakan nikmat sebagaimana yang dikehendaki oleh penganugerahannya, sehingga penggunaannya itu mengarah sekaligus menunjuk penganugerah. tentu saja untuk maksud ini, yang bersyukur perlu mengenal siapa penganugerah (dalam hal ini Allah swt). Mengetahui nikmat yang di anugerahkan kepadanya, serta fungsi dan cara menggunakan nikmat itu sebagaimana dikehendaki-Nya, sehingga ini yang di anugerahi nikmat itu benar-benar menggunakannya sesuai dengan apa yang di kehendaki oleh Penganugerah.
Dalam Tafsir An-Nur dijelaskan bahwa seseorang yang mensyukuri nikmat Allah, maka dia sebenarnya dia bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebab, Allah akan memberi pahala yang banyak atas kesyukurannya dan melepaskannya dari siksa. Orang yang menyangkal nikmat Allah, tidak mau mensyukuri-Nya, berarti membuat keburukan terhadap dirinya sendiri; Allah akan menyiksa karena penyangkalannya itu.
2. Aqidah
Kata aqidah menurut bahasa arab berasal dari kata al-aqdu yang berarti ikatan, sedangkan menurut istilah yang umum, bahwaaqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpunbagi orang yang menyakininya. Menurut Muhamad Alim, aqidah berartiperjanjian yang teguh dan kuat, terpatri dan tertanam di dalam lubuk hati yangpaling dalam. Secara terminologis berarti credo, creed, keyakinan hidup imanarti khas, yakni pengikraran yang bertolak dari hati. Dengan demikian akidahadalah urusan yang wajib diyakini kebenaranya oleh hati, menentramkan jiwa,dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur dengan keraguan.
Pendidikan Islam sangat memperhatikan pendidikan aqidah, karena pendidikan aqidah merupakan inti dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini Pendidikan aqidah serta meliputi pengertia, kemudian hakekatnya, dalam hal ini adalah mengenai sifat-sifat Allah baik wajib, mustakhil maupun sifat ja’iz Allah serta tanda-tanda kekuasaan Allah harus ditanamkan pada keluarga Muslim sehingga akan muncul kesadaran bahwa Allah Maha kuasa, dan karena ke-Mahakuasaan Allah itu maka hanya Allah-lah yang patut disembah. Segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah makhluk ciptaan Allah yang menyiratkan tanda-tanda kebesaran Allah, dengan demikian dengan pendidikan aqidah ini akan tumbuh generasi yang sadar akan sifatsifat Ilahiah. Luqman al Hakim memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik atau mempersekutukan Allah. Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan.
3. Berbuat baik kepada orang tua
Dalam ayat 14 menjelaskan bahwa anak diharuskan untuk berbakti memuliakan, menghormati kepada orang tuanya, karena merekalah yang memelihara, merawat sejak kecil. Bila anak telah berani berbuat dosa kepada orang tuanya, ini berarti telah terjadi penyimpangan dengan mental anak. Padahal berterima kasih adalah paling mudah dari pada membalas budi. Membalas budi adalah perbuatan yang paling sukar karena budi oarng tua kepada kita sangat tak terhingga.
C. Keutamaan Birrul Walidain
Adapun keutamaan birrul walidain adalah sebagai berikut:
1. Termasuk Amalan Yang Paling Mulia
Dari Abdullah bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhoinya dia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: “Sholat tepat pada waktunya”, Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam “Berbuat baik kepada kedua orang tua”. Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Berjihad di jalan Allah”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya).
2. Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dosa
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (artinya): “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya….“, hingga akhir ayat berikutnya : “Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (QS. Al Ahqaf 15-16) Diriwayatkan oleh ibnu Umar mudah-mudahan Allah meridhoi keduanya bahwasannya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi saya?, Maka bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Apakah Ibumu masih hidup?”, berkata dia : tidak. Bersabda beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Kalau bibimu masih ada?”, dia berkata : “Ya” . Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Berbuat baiklah padanya“. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi didalam Jami’nya dan berkata Al ‘Arnauth : 6 Perawi-perawinya tsiqoh. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaami’ul Ushul (1/ 406).
3. Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga
Dari Abu Hurairah, mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Celakalah dia, celakalah dia”, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya : Siapa wahai Rasulullah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Orang yang menjumpai salah satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk surga”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1758, ringkasan).
Dari Mu’awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Apakah kamu masih memiliki Ibu?”. Berkata dia : “Ya”. Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya”. (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)
4. Merupakan Sebab keridhoan Allah
Sebagaiman hadits yang terdahulu “Keridhoan Allah ada pada keridhoan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua”.
5. Merupakan Sebab Bertambahnya Umur
Diantarnya hadit yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Barangsiapa yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim”.
6. Merupakan Sebab Barokahnya Rizki
Dalilnya, sebagaimana hadits sebelumnya.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam ayat 12 diterangkan bahwa Allah telah memberikan hikmah, akal, paham dan memberikan petunjuk untuk memperoleh ma‟rifat yang benar kepada Luqman. Kemudian Allah Ta‟ala berfirman : “Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka ia bersyukur untuk dirinya sendiri, “yaitu manfa’at dan pahalannya hanya akan kembali kepada orang-orang yang bersyukur itu sendiri. Pada ayat 13 ada kata ya’izhuhu (yang terambil dari kata wa’zd) yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Luqman memulai nasihatnya dengan seruan menghindari syirik sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud Allah yang Esa.
Dalam ayat 14 ini, digambarkan bagaimana payah ibu mengandung, payah bertambah payah. Payah sejak dari mengandung bulan pertama, bertambah payah tiap bertambah bulan dan sampai di puncak kepayahan di waktu anak dilahirkan. Lemah sekujur badan ketika menghajan anak keluar, kemudia mengasuh, menyusukan, memomong, menjaga, memelihara sakit senangnya. Pada ayat yang ke-15 ini menerangkan bahwa dalam hal tertentu, seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya untuk menyukutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Adapun nilai-nilai pendidikan dalam surat Luqman ayat 12-15 yakni membuat manusia bersyukur, memantapkan aqidah, dan berbuat baik kepada orangtua.
B. Saran
Demikianlah penyusunan makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari masih banyak kekurangan, khususnya masalah referensi dalam makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca baik dari segi fisik maupun dari isi makalah ini sendiri.
Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Alim Muhammad, 2006, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Ghafur Waryono Abdul , 2005, Tafsir Sosial, Yogyakarta: eLSAQ Press
Shihab M. Quraish, 2002, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, Jakarta: Lentera Hati
Soenarjo, et.al., 2002, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Karya Insan Indonesia
Syafruddin, 2009, Paradigma Tafsir tekstual dan kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jawas Yazid bin Abdul Qodir, 2006, Syarah Aqidah Ahlussunah Waljama’ah, Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i
http://khoirul6975.blogspot.com, diakses pada 10 Maret 2017
http://sofyan.phpnet.us, diakses pada 10 Maret 2017
[1] Syafruddin, Paradigma Tafsir tekstual dan kontekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 29
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:Lentera Hati, 2002), hlm. 127
[3] Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Karya Insan Indonesia: 2002), hlm. 185
[4] http://khoirul6975.blogspot.com, diakses pada 10 Maret 2017 pukul 15.00 WIB
[5] Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), hlm. 134
[6] Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlussunah Waljama’ah, (Bogor: Pustaka
Imam Syafi‟i, 2006), hlm. 27
[7] Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), hlm. 124
[8] http://sofyan.phpnet.us, diakses pada 10 Maret 2017 pukul 15:10 WIB
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.