Daftar isi
Aliran Rekonstruksionisme dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam filsafat modern dikenal beberapa aliran-aliran diantaranya aliran rekontrusionisme di zaman modern ini banyak menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan manusia terutama dalam bidang pendidikan dimana keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Untuk mengatasi krisis kehidupan modern tersebut aliran rekonstrusionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu pada aliran rekonstruksionisme ini, peradaban manusia masa depan sangat di tekankan. di samping itu aliran rekonstruksionisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sebagainya. Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba di hadapan Khaliq-nya dan juga sebagai Khalifatu fil ardh (pemelihara) pada alam semesta ini. Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan generasi penerus (peserta didik) dengan kemampuan dan keahliannya (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah lingkungan masyarakat.
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa diaktualisasikan dan diaplikasikan tepatnya pada zaman kejayaan Islam, yang mana itu semua adalah sebuah proses dari sekian lama kaum muslimin berkecimpung dalam naungan ilmu-ilmu ke-Islaman yang bersumber dari Quran dan Sunnah. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang jazirah Arab, Afrika, Asia Barat hingga Eropa timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa ke-emasan sepanjang abad pertengahan, di mana kebudayaan dan peradaban Islam berhasil memberikan Iluminatif (pencerahan) jazirah Arab, Afrika, Asia Barat dan Eropa Timur, hal ini merupakan bukti sejarah yang tidak terbantahkan bahwa peradaban Islam tidak dapat lepas dari peran serta adanya sistem pendidikan yang berbasis Kurikulum Samawi.
Saat ini dirasakan ada keprihatinan yang sangat mendalam tentang dikotomi ilmu agama dengan ilmu umum. Kita mengenal dan meyakini adanya sistem pendidikan agama dalam hal ini pendidikan Islam dan sistem pendidikan umum. Kedua sistem tersebut lebih dikenal dengan pendidikan tradisional untuk yang pertama dan pendidikan modern untuk yang kedua.
Seiring dengan itu berbagai istilah yang kurang sedap pun hadir ke permukaan, misalnya, adanya fakultas agama dan fakultas umum, sekolah agama dan sekolah umum. Bahkan dikotomi itu menghasilkan kesan bahwa pendidikan agama berjalan tanpa dukungan IPTEK, dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa sentuhan agama.
Usaha untuk mencari paradigma baru pendidikan Islam tidak akan pernah berhenti sesuai dengan zaman yang terus berubah dan berkembang. Meskipun demikian tidak berarti bahwa pemikiran untuk mencari paradigma baru pendidikan itu bersifat reaktif dan defensive, yaitu menjawab dan membela kebenaran setelah adanya tantangan. Upaya mencari paradigma baru, selain harus mampu membuat konsep yang mengandung nilai-nilai dasar dan strategis yang a-produktif dan antisipatif, mendahului perkembangan masalah yang akan hadir di masa mendatang, juga harus mampu mempertahankan nilai-nilai dasar yang benar-benar diyakini untuk terus dipelihara dan dikembangkan. Makalah ini berjudul Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia “Paradigma baru dan Rekonstruksi Pendidikan Islam di Era Modern”.
Bab II. Pembahasan
A. Latar Belakang Aliran Rekontruksionisme
Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyrakat yang pantas dan adil.
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.karena itu pendidikan harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang demokratis.
Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.Dalam aliran rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan memperbaharui kurikulum lama.
Progresivisme pendidikan didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang studi.ini berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksionisme yaitu guru harus menyadarkan sipendidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia untuk diselesaikan, sehingga anak didik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.
B. Pengertian Aliran Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstructyang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan,aliran rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Meskipun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat manusia.[5]
Aliran rekonstuksionisme bercita-cita uutuk mewujudkan dan melaksanakan sinthesa atau perpaduan ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan seni modern didalam suatu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa sedunia.[6]
Rekonstruksinalisme mencita-citakan terwujudnya sutu dunia baru, dengan kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam control mayoritas umat manusia.Dengan kata lain perkataan aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang menghendaki agar anak didiknya dapat dibandingkan kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuaan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.[7]
Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran rekonstruksionisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayoman atau subordinate dari kedaulatan dan otoritas internasional.[8]
C. Tokoh-tokoh Aliran Rekonstruksionisme
Aliran filsafat Rekonstruksionisme dipelopori oleh Goerge Count dan Harold Rugg pada 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat baru, masyarakat yang dipandang pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif Dewey; dan ini menjelaskan mengapa aliran Rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatism. Meskipun mereka banyak terinspirasi pemikiran Theodore Brameld, khususnya dengan beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari ‘Pattern of Educational Philosophy (1950), Toward recunstucted Philosophy of Education (1956), dan Education of power (1965).[9]
D. Prinsip-Prinsip Aliran Rekonstruksionisme
1. Masyarakat dunia sedang dalam kondisi Krisis, jika praktik- praktik yang ada sekarang tidak dibalik,maka peradaban yang kita kenal ini akan mengalami kehancuran.
Persoalan-persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas, kesenjangan global dalam distribusi (penyebaran) kekayaan, poliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaan teknologi yang ‘sembrono’ dan tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia kita sekarang dan akan memusnahkannya jika tidak dikoreksi segera mungkin. Persoalan-persoalan tersebut menurut kalangan rekonstruksionisme, berjalan seiring dengan tantangan totalitarisme modern, yakni hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya kedunguan fungsional penduduk dunia. Singkatnya, dunia sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala yang terbayangkan. Persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut sudah sedemikian beratnya sehingga tidak dapat lagi diabaikan.
2. Solusi efektif satu-satunya bagi pesoalan- pesoalan dunia kita adalah penciptaan social yang menjagat.
Kerjasama dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia yang berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala keterbatasan sumber daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan dunia, di samping juga kemajuan-kemajuan di bidang sains. Di sisi lain, kita sedang didera kesenjangan budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Kita sedang berupaya hidup di ruang angkasa dengan sebuah sistem nilai dan mentalitas politik yang dianut di era kuda dan andong.Menurut rekonstruksionisme, umat manusia sekarang hidup dalam masyarakat dunia yang mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material semua orang. Dalam masyrakat ini, sangat mungkin muncul penghayal karena komunitas internasional secara bersama-sama bergelut dari kesibukan menghasilkan dan mengupayakan kekayaan material menuju ke tingkat dimana kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap paling penting. Dunia semasa itu, orang-orang berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang lebih baik (secara material) sebagai tujuan akhir.
3. Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi tatanan sosial.
Sekolah-sekolah yang merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut rekonstruksionisme hanya akan mengalihkan penyakit-penyakit politik, sosial, dan ekonomi yang sekarang ini mendera umat manusia. Sekolah dapat dan harus mengubah secara mendasar peran tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi baru. Tugas mengubah peran pendidikan amatlah urgen, karena kenyataan bahwa manusia sekarang mempunyai kemampuan memusnahkan diri.Kalangan rekontruksionis di satu sisi tidak memandang sekolah sebagai memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan sosial seorang diri. Di sisi lain, mereka melihat sekolah sebagai agen kekuatan utama yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena ia menyantuni anak-anak didik selama usia mereka yang paling peka. Dengan demikian, ia dapat menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial dan agitator utama perubahan sosial.
4. Metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertumpu pada kecerdasan ‘ asali’ jumlah mayoritas untuk merenungkan dan menewarkan solusi yang paling valid bagi persoalan –persoalan umat manusia.
Dalam pandangan kalangan rekonstruksionisme, demokrasi adalah sistem politik yang terbaik karena sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu digunakan di ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada kesempatan-kesempatan untuk memilih di antara keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, dan sosial.
Brameld menggunakan istilah pemihakan defensif untuk mengungkapkan posisi (pendapat) guru dalam hubungannya dengan item-item kurikuler yang kontroversial. Dalam menyikapi ini, guru membolehkan uji pembuktian terbuka yang setuju dan yang tidak setuju dengan pendapatnya, dan ia menghadirkan pendapat-pendapat alternatif sejujur mungkin. Di sisi lain, guru jangan menyembunyikan pendirian-pendiriannya. Ia harus mengungkapkan dan mempertahankan pemihakannya secara publik. Di luar ini, guru harus berupaya agar pendirian-pendiriannya diterima dalam skala seluas mungkin. Tampaknya telah diasumsikan oleh kalangan rekonstruksionis bahwa persoalan-persoalan itu sedemikian clear-cut (jelas-tegas) sehingga sebagian besar akan setuju terhadap persoalan-persoalan dan solusi-solusi jika dialog bebas dan demokratis diizinkan.
5. Jika pendidkan formal adalah bagian yang tak terpisahkan dari solusi social dalam krisis dunia sekarang , maka ia harus secara aktif mengerjakan perubahan social.[10]
E. Pandangan rekonstruskionisme dan penerapannya dibidang pendidikan
Pandangan aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap pendidikan yaitu pertama kita harus mengetahui pengertian dari filsafat.Yang mana filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus.Menurut pendapat Runes (1971:235), bahwa filsafat adalah keterangan rasional tentang sesuatu yang merupakan prinsip umum yang kenyataannya dapat dijelaskan dengan membedakan pengetahuan rasional dan pengetahuan empiris (sains).
Filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap pribadi warga negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang didinginkan dan diwariskan.Aliran rekonstruksionisme adalah sepaham dengan aliran perenialisme dalam tindakan mengatasi kririsis kehidupan moderen.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[11]
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani.Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna dengan azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak, Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekalisunyi dan subtansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan.Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pendidikan. Yang mana pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik).
F. Teori pendidikan rekonstruksionisme
1. Tujuan Pendidikan
a. Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
b. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
c. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
2. Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan.Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
3. Kurikulum
Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
Pelajar
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
Pengajar
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Menurut Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
1) Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
2) Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
3) Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
4) Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis
5) Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
6) meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.[12]
G. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Islam adalah agama penyempurna agama sebelumnya, dimana agama-agama terdahulu masih terdapat kekurangan Islam datang menyempurnakannya. Sumber ajaran dalam agama Islam adalah kitab Al-quran dan Hadits. Di dalam Al-quran dan Hadits terdapat semua yang dibutuhkan manusia, dari manusia itu lahir sampai manusia itu mati, dari bangun tidur sampai tidur kembali, Al-quran dan Hadits menjelaskan semuanya dengan detil. Begitu pula dengan pendidikan, filsafat pendidikan Islam juga bersumber dari Al-quran dan Hadits.
Sebagai sumber ajaran, Al-quran sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan Hadits, sebagai sumber ajaran Islam, diakui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education).[13] Dari uraian di atas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada Al-quran dan Hadits sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh Al-quran ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Firman Allah yang artinya
“Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar” ( QS. Asy-Syura : 52 )
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia.” (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)
Filsafat pendidikan Islam pertama sekali menjabarkan hakikat manusia kemudian hakikat pendidikan, bagaimana manusia begitu membutuhkan pendidikan dan pendidikan ada dan tersedia bagi manusia. Karena filsafat pendidikan Islam hadir karena globlalisasi nilai-nilai. Filsafat pendidikan Islam ingin nilai-nilai itu diperkuat dan tidak terbawa arus globalisasi. Arus global ini dibawa oleh budaya barat, yang secara turun temurun dipengaruhi oleh beberapa generasi sebelumnya seperti skema di bawah ini:
Rasionalisme > Cartesian dan Newtonian > Paradigma Sains > Kebudayaan Barat > Kehancuran (Kontradiksi, kacau)
Dari skema di atas, dapat dilihat kekeliruan dalam pembangunan kebudayaan barat yang diungkapkan oleh Capra dan juga Nietzsche. Menurut Capra, ia menjelaskan dalam bukunya bahwa budaya barat sekarang sudah hancur. Kehancuran itu ditandai dengan banyaknya kontradiksi atau kekacauan. Nietzche, pada akhir abad 19 juga telah mengingatkan bahwa budaya barat di ambang kehancuran, dan di akhir abad 20 ramalan itu menjadi kenyataan.
Nah, pada dasarnya paradigma yang seharusnya dibangun oleh budaya barat adalah paradigma yang didasari ajaran agama. Seperti Islam contohnya, yang mengandung ajaran yang mampu melihat alam semesta secara menyeluruh sebagai suatu sistem, dalam kenyataannya Islam itu telah mampu menciptakan masyarakat berbudaya tinggi yang seperti diperlihatkan oleh Negara Madinah pada masa Muhammad SAW, Abu Bakar dan Umar.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah filsafat pendidikan dengan corak islami. Secara pendidikan Islam manusia perlu dibantu untuk menjadi manusia. Karena pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Dalam upayanya memanusiakan manusia, proses ini merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Mengapa seumur hidup? Karena berdasarkan hakikat pendidikan itu sendiri bahwasanya pendidikan adalah bantuan atau pertolongan untuk manusia menjadi manusia yang mampu menciptakan masyarakat berbudaya tinggi.
Menurut pendapat Imam Al-Ghazali pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Ilmu dapat dilihat dari 2 segi ilmu yaitu :
Ilmu sebagai proses
Imam Al-Ghazali membagi ilmu menjadi 3 yaitu:
1) Ilmu Hissiyah diperoleh manusia melalui pengindraan atau alat indra
2) Ilmu Aqliyah diperoleh melalui kegiatan berfikir atau akal
3) Ilmu Ladunni diperoleh langsung dari Allah, tanpa melalui proses penginderaan atau pemikiran melainkan melalui hati dalam bentuk ilham
Ilmu sebagai objek
Menurut pandangan Imam Al-Ghazali ilmu dikataan sebagai objek dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak baik sedikit maupun banyak. Ilmu ini tercela karena tidak memiliki nilai manfaat, baik di dunia maupun akhirat. Contohnya, ilmu sihir, azimat, nujum dan ilmu tentang ramalan nasib.
2. Ilmu pengetahuan yang terpuji baik sedikit maupun banyak. Ilmu pengetahuan ini terpuji secara mutlak dapat melepaskan manusia atau yang mempelajarinya dari perbuatan tercela, menyucikan diri, membantu manusia mengetahui kebaikan dan mengerjakannya, memberitahu manusia kejalan dan usaha mendekatkan diri kepada Allah dalam mencari ridhaNya guna mempersiapkan dunia untuk kehidupan akhiat yang kekal.
3. Ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji, tetapi jika memperdalaminya tercela. Menurut imam Al-ghazali ilmu tersebut jika diperdalam menimbulkan kekacauan pikiran dan keraguan yang akhirnya cenderung mendorong manusia kufur dan ingkar.
H. Perspektif Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Aliran Rekonstruksionisme dalam Aplikasi Pendidikan
Seperti yang telah kita ketahui bahwa filsafat rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha merombak tatsa susunan lama untuk membangun tata susunan baru yang lebih modern. Sedangkan filsafat pendidikan Islam merupakan filsafat dengan corak islami yang berusaha menciptakan masyarakat yang berbudaya tinggi. Dari kedua pengertian aliran ini terdapat perbedaan, dalam rekonstruksionisme ada upaya untuk merombak atau mengubah tata susunan sedangkan filsafat pendidikan Islam justru mengupayakan membangun manusia itu sendiri berdasarkan panduan secara islami.
Kemudian perbedaan lain, filsafat rekonstruksionisme menginginkan transformasi secara kultural, namun filsafat pendidikan Islam justru mempertahankan budaya-budaya islaminya. Pada aliran rekonstruksionisme juga, pendidikan merupakan usaha membangun pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi, namun pada filsafat pendidikan Islam pendidikan dikembalikan kepada seperti apa manusia itu menginginkannya atau berdasarkan kebutuhan manusia itu sendiri, maksudnya adalah tidak memaksakan dengan satu metode.[14]
Untuk kejelasan mengenai pandangan filsafat pendidikan Islam dengan filsafat aliran rekonstruksionisme, akan dibahas implementasinya dalam pendidikan.[15]
1. Tujuan Pendidikan
Pada aliran rekonstruksionisme tujuan pendidikan adalah sebagai berikut:
1) Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2) Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ‘insinyur-insinyur’ sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
3) Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Kemudian kita lihat apa pandangan filsafat pendidikan Islam mengenai tujuan pendidikan; “Untuk menghasilkan manusia terbaik atau insan kamil dengan ciri mampu hidup tenang dan produktif” (Ahmad Tafsir, 2010). Terdapat persamaan dan juga perbedaan, namun semua tujuan pendidikan itu baik dan sama-sama ingin menghasilkan output yang bagus.
2. Pendidik
Pada aliran rekonstruksionisme posisi pendidik harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambantu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya. Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Sedangkan pada filsafat pendidikan Islam posisi pendidik sebagai father of spiritual (Bapak spiritual) yang bertanggung jawab, di lingkungan pertama pendidik bagi anak-anak adalah orang tua, kemudian di lingkungan kedua adalah guru. Para pendidik filsafat pendidikan islam sangat bertanggug jawab pada siswa-siswanya, karena para pendidik filsafat pendidikan Islam menganggap siswa-siswanya seperti anaknya sendiri.
Filsafat pendidikan islam memandang pendidik dalam aliran rekonstruksionisme bukan orang yang punya kedekatan secara emosional dengan peserta didiknya. Karena menurut filsafat pendidikan Islam pendidik haruslah memiliki kedekatan secara emosional dengan para peserta didiknya untuk mempermudah proses belajar-mengajar.
3. Peserta Didik
Rekonstruksionisme memandang peserta didik sebagai generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
Sedangkan filsafat pendidikan Islam memandang peserta didik sebagai subjek dan objek dan orang yang sedang tumbuh dewasa dalam proses pembelajaran.
Anak yang sedang tumbuh harus mendapat bimbingan berdasarkan petunjuk Al-quran dan Hadits, anak dalam fase ini masih belajar untuk beribadah kepada Allah SWT untuk mempersiapkan diri membangun masyarakat. Mambangun masyarakat bukanlah hal yang mudah. Persiapan untuk itu membutuhkan mental yang besar dan kuat pada anak, untuk itu perlu berlandas pada Al-quran dan Hadis atau setidaknya pada agama yang dilupakan oleh aliran rekonstruksionisme.
4. Kurikulum
Aliran rekonstruksionisme mengisi kurikulum dengan mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, sumber ajaran dalam filsafat pendidikan Islam adalah Al-quran dan Hadits. Maka kurikulum pun disesuaikan dengan kebutuhan manusia berdasarkan Al-quran dan hadits.
5. Metode Pembelajaran
Seperti namanya, rekonstruksionisme menganalisis secara kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
Sedangkan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut sebagai metode :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu Al-quran dan Hadits yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan Al-quran dan Hadits dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karimkarangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
III. Simpulan
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa Inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Melalui lembagai dan proses pendidikan, rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.
Adapun implikasi aliran ini dalam dunia pendidikan diantaranya yaitu: misi sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial, pendidikan bertanggung jawab dalam menciptakan aturan sosial yang ideal, kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya mayoritas maupun oleh budaya yang ditentukan atau disukai karena semua budaya dan nilai-nilai yang berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum, guru harus menunjukkan rasa hormat yang sejati atau ikhlas terhadap semua budaya baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya.
Kemudian Kedua aliran ini memiliki persamaan dan perbedaan meskipun banyak perbedaannya. Namun, pendidikan sama-sama memiliki tujuan yang baik, hanya berbeda pada teori-teorinya saja. Tidak terbatas pada teori, aplikasinya pun juga harus dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Adapun pandangan-pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap aliran rekonstruksionisme, sesungguhnya tidak ada yang harus dirombak jika kita berlandaskan pada ajaran agama dan kembali kepada agama. Agama telah memenuhi standar hidup bagi umat jika umat (manusia) mau mempelajarinya. Pendidikan dan agama haruslah seimbang, namun dalam aliran rekonstruksionisme kurang memperhatikan hal tersebut sehingga perombakan-perombakannya cenderung kurang rasional.
Terlepas dari itu semua, kedua aliran ini baik adanya namun tergantung pada yang menganut dan mengaplikasikannya. Wallahualam bisshawab.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Amsal. (2009). Studi Filsafat Pendidikan. Banda Aceh: PeNa.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya
HW, Teguh Wangsa Gandhi. (2011). Filsafat Pendidikan (Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mudyahardjo, Redja, 1995, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Jalaludin, 2010, Filsafat Penddidian Manusia, Filsafat Dan Pendidikan, Yogyakarta: Ar-ruzz.
Sadulloh, Uyoh, 2009, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
As Said, Muhammad, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Barabai: STAI Al- Washliyah Barabai.
Indar, M. Djumberansyah,1994, Filsafat pendidikan, Surabaya: Karya Abditama.
Knight, George,2007, Issue and Alternative in Educational Philoshopy Terjemahan Mahmud Arif, Yogyakarta:Gama Media.
http://fadliyanur.blogspot.com/aliran rekonstrusionisme .html
http://filsafat-pendidikan-rekonstruksionisme1.html
http:// filsafat-rekonstruksionisme.html