Laporan Praktikum Termokimia

10 min read

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Termokimia merupakan cabang ilmu kimia yang merupakan bagian dari termodinamika yang mempelajari perubahan-perubahan panas yang mengikuti reaksi-reaksi kimia. Reaksi dalam termokimia terbagi menjadi reaksi eksoterm dan reaksi endoterm. Reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan. Sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor dari lingkungan ke sistem (Petrucci, 1992).

Jika kita melakukan reaksi kimia, ada dua kemungkinan, menghasilkan panas atau sebaliknya membutuhkan panas. Hal ini bergantung pada sistem dan lingkungannya. Ada sistem tertutup dan ada system terbuka. Sistem dan lingkungan ini saling berinteraksi satu sama lainnya.

Jika kita membahas termokimia, maka kita akan mengenal entalpi. Perubahan entalpi adalah besarnya perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia pada tekanan tetap. Entalpi dibedakan menjadi 5 yaitu : entalpi pembentukan, entalpi penguraian, entalpi pembakaran, entalpi netralisasi dan entalpi reaksi.

Kebanyakan reaksi berlangsung dalam sistem terbuka dengan tekanan tetap (tekanan atmosfir). Jadi, kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap (dimana volume dapat berubah) dapat berbeda dari perubahan energi dalam (∆E).  Untuk menyatakan kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap para ahli mendefinisikan suatu besaran termodinamika, yaitu entalpi (H). Entalpi menyatakkan kandungan kalor zat atau sistem. Perubahan entalpi (∆H) dari suatu reaksi sama dengan jumlah kalor yang diserap atau dibebaskan oleh reaksi itu (Chang, 2004).

1.2  Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari perubahan energi yang menyertai reaksi kimia.

1.3  Prinsip Percobaan

Penentuan kalor reaksi suatu campuran melalui pengamatan terhadap perubahan temperatur dalam selang waktu tertentu dengan menggunakan kalorimeter. Selain itu, kalorimeter juga dapat digunakan dalam penentuan tetapan kalorimeter, kalor reaksi, dan kalor pelarutan. Penentuan kalor reaksi Zn dengan CuSO4, penentuan kalor pelarutan etanol dalam air dengan mengamati perubahan suhu serta pada campuran air panas dan air dingin dapat ditentukan dengan tetapan kalorimeter.

Zn + CuSO4 → ZnSO4 + Cu

Bab II. Kajian Pustaka

A. Termokimia

Termokimia adalah ilmu yang mempelajari perubahan kalor yang menyertai suatu reaksi kimia. Termokimia mengenal sistem dan lingkungan, sistem adalah bagian tertentu dari alam yang menjadi pusat perhatian dan lingkungan adalah bagian diluar sistem atau yang berada di sekitar sistem (Chang, 2004).

Didalam termokimia terdapat tiga jenis sistem anatara lain sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem terisolasi. Sistem terbuka yaitu sistem dimana dapat terjadi pertukaran energi dan massa dengan lingkungannya, sistem tertutup yaitu sistem dimana hanya terjadi pertukaran energi dengan lingkungannya, massa tidak berubah, sedangkan pada sistem terisolasi ialah keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya pertukaran energi maupun massa dengan lingkungannya (Atkins, 1999).

Hukum Hess

Hukum Hess menyatakan bahwa “entalpi suatu reaksi tidak dipegaruhi oleh jalannya reaksi akan tetapi hanya tergantung pada keadaan akhir”. Artinya untuk menentukan entalpi suatu reaksi tunggal maka kita bisa mengkombinasikan berbagai reaksi sebagai jalan untuk menentukan entalpi reaksi tunggal tersebut (Oxtoby, dkk,2001).

B. Kalorimeter

Kalorimeter ialah suatu alat yang digunakan untuk mengukur perubahan kalor. Salah satu jenis kalorimeter adalah kalorimeter bom. Sistem termodinamika adalah isi dari kalorimeter tersebut, antara lain : reaktan dan produk bom itu sendiri, air tempat bom thermometer, dan pengaduk merupakan lingkungannya (Petrucci, 1987).

Pada awalnya pengukuran termal dibatasi oleh ketersediaan instrumen kalorimetrik komersial yang dapat beroperasi pada tekanan tinggi. Namun dengan adanya perkembangan dan ketersediaan dari aliran panas  dan kekuatan yang  diimbangi dengan jenis kalorimeter pada tekanan tinggi (yaitu sampai 40 MPa), sifat termal pengukuran dapat dilakukan pada kondisi skala yang diperkecil dari sebenarnya (Gupta, 2008).

C. Entalpi, Entropi dan Kapasitas Kalor

Kalor pembentukan, sifat lain yang digunakan dalam mekanisme kinetik adalah entalpi (H), entropi (S), dan kapasitas kalor (Cp), sebagai fungsi temperatur. Sifat semacam ini diperoleh dengan menggunakan statistik mekanik. Energi internal (E), entropi (S) dan kapasitas kalor (Cp) dapat ditulis dalam bentuk fungsi partisi (Q) sebagai (Barreto, 2005):

E = KBT)V

Terkadang beberapa orang  cenderung menilai reaksi termokimia dari segi entalpi (misalnya, panas reaksi), hal itu menyatakan bahwa  energi bebas dari sistem yang mendorong reaksi. Membagi spesies molekul ClH3N102 menjadi dua atau lebih spesies menurunkan energi bebas, terutama pada suhu yang lebih tinggi, contohnya  AG dari CH3 + NO2 lebih stabil dibandingkan CH3N02 sendiri. Dan pecahnya CH3NO2 menjadi molekul produk yang kecil, CO, H20, N2, dan Hz, membentuk tiga molekul dari satu molekul reaktan sangat eksotermis. Dengan demikian, perlu untuk memiliki lebih dari termostabilitas untuk melanggar ikatan yang ada untuk membuat bahan energik sensitif. Karena itu  perlu untuk memiliki jalur reaksi yang mencegah konversi langsung dari bahan energik untuk produk (Melius,C.F, 1995).

2.2 Analisis Bahan

2.2.1 Akuades (H2O)

Akuades merupakan pelarut yang sangat baik, konstanta dielektriknya paling tinggi, tidak berwarna,tidak berbau, dan netral.  Komposisi kalornya lebih tinggi dibandingkan dengan cairan lain. Memiliki titik beku 0oC dan titik didih 100oC dengan kerapatan sebesar 1,09 g/mol (Kusuma, 1983).

2.2.2 Etanol (C2H5OH)

Etanol atau yang biasa disebut etil alkohol merupakan zat yang mudah menguap, mudah terbakar, cairan ini tidak berwarna memiliki titik lebur sebesar -114oC dan titik didih sebesar 78,37oC serta memiliki nilai densitas sebesar 789 Kg/m3 (Daintith, 1994).

2.2.3 Tembaga Sulfat (CuSO4)

Tembaga sulfat merupakan senyawa berwarna biru dan bersifat higroskopis, digunakan sebagai fungisida, bahan pewarna, dan pengawet kayu. Garam ini ada sebagai rangkaian dari senyawa yang perbedaannya berdasarkan dari derajat hidrasi mereka, memiliki massa molar 159,62 g/mol serta memiliki titik lebur sebesar 110oC dengan nilai densitas sebesar 3,60 g/cm3 serta larut dalam air (Daintith, 1994).

2.2.4 Zink (Zn)

Zink merupakan logam putih kebiruan, cukup mudah di tempa dan di lunakkan pada suhu 110 – 150oC. Zink melebur pada suhu 410oC dan memdidih pada suhu 906oC. Logamnya yang murni sangat lambat melarut dalam asam dan alkali (Basri, 2003).

Bab III. Metode Praktikum

A. Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah bulb, batang pengaduk, botol semprot, erlenmeyer, gelas beaker, kaca arloji, kalorimeter, pemanas listrik, pipet ukur, pipet tetes, spatula, dan termometer.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades, asam klorida (HCl), tembaga sulfat (CuSO4)etanol (C2H5OH), natrium hidroksida (NaOH), dan zink (Zn).

3.2  Prosedur Kerja

3.2.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter

Untuk menentukan tetapan kalorimeter, dimasukkan air sebanyak 20 ml kedalam kalorimeter, diamati dan dicatat temperaturnya. Kemudian dipanaskan 20 ml air dalam gelas kimia sampai kurang lebih 10oC diatas suhu kamar, dicatat temperaturnya. Setelah itu, dicampurkan air panas kedalam kalorimeter yang berisi air dingin tadi kemudian dikocok, diamati dan dicatat temperaturnya selama 10 menit dengan selang waktu 1 menit setelah pencampuran.

3.2.2Penentuan Kalor Reaksi Zn + CuSO4

Dimasukkan terlebih dahulu 40 ml larutan CuSO1M ke dalam kalorimeter, setelah itu dicatat temperaturenya selama 2 menit dengan selang waktu 1/menit. Kemudian ditimbang bubuk Zn seberat 3,00 g dan dimasukkan ke dalam larutan CuSO4 sambil dicatat temperatur pencampurannya selama 10 menit dengan selang waktu 1 menit.

3.2.3 Penentuan Kalor Pelarutan Etanol dalam Air

Dimasukkan air terlebih dahulu ke dalam kalorimeter, kemudian di catat suhunya selama 2 menit dengan selang waktu 1/ menit. Setelah itu dimasukkan etanol yang sudah terlebih dahulu diukur temperaturenya ke dalam kalorimeter tersebut lalu  dikocok dan dicatat temperature pencampurannya selama 4 menit dengan selang waktu 1/ menit. Pada percobaan ini menggunakan 2 kalorimeter dan masing–masing kalorimeter digunakan sebanyak  2 kali, untuk kalorimeter A air yang dimasukkan sebanyak 27 ml dan 36 ml dengan etanol sebanyak 19,3 ml dan 11,6 ml. Sedangkan pada kalorimeter B digunakan air sebanyak 36 ml dan 45 ml serta etanol sebanyak 5,8 ml dan 4,8 ml.

3.3 Rangkaian Alat

Gambar 3.3 Kalorimeter

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter

NoT (oC) air dinginT(oC) Air PanasTemperatur Pada menit
T (Menit)T (0C)
12742132
2232
3332
4432
5532
6632
7732
8832
9932
101032

4.1.2 Penentuan Kalor Reaksi Zn + CuSO4

NoT(oC) (CuSO4)Temperatur pada Menit
t (menit)T(oC)
129o138
2244
3346
4446
5547
6647
7744
8844
9943
101043

4.1.3 Penentuan kalor pelarut etanol dalam air

Volume airEtanol Temperatur
AirEtanolt ( menit)OCOCT (menit)(TOC)
27ml19,30,529260,535
129135
1,5291,535
229235
2,535
335
3,534
434
Volume(ml) AirEtanol  Temperatur
AirEtanolt (menit)T(oC)ToCt (menit)T(oC_
361160,529280,534
1291
1,5291,5
2292
2,534
334
3,534
433
36580,529270,533
1291
1,5291,5
2292
2,533
3
3,5
432
454,80,529280,531
4,8129281
4,81,529281,5
4,8229282
2,531
3
3,5
4

4.2 Pembahasan

Termokimia adalah kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh reaksi kimia. Termokimia merupakan cabang dari termodinamika karena tabung reaksi dan isinya membentuk sistem. Sebagian besar reaksi kimia yang terjadi, disertai dengan penyerapan atau perubahan energi. Ketika sistem bekerja/melepaskan kalor, kemampuan untuk melakukan kerja berkurang dengan kata lain energinya berkurang.

4.2.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter

Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang terlibat dalam suatu perubahan atau reaksi kimia. Kalorimeter secara umum dirancang agar sistem berada dalam keadaan tersekat agar tidak terjadi perpindahan energi maupun kalor antara sistem dan lingkungan. Prinsip kerja dari kalorimeter adalah mengalirkan arus listrik pada kumparan kawat penghantar  yang dimasukan ke dalam air suling.  Pada waktu bergerak dalam kawat penghantar  (akibat perbedaan potenial) pembawa muatan bertumbukan dengan atom logam dan kehilangan energi. Akibatnya pembawa muatan bertumbukan dengan kecepatan konstan yang sebanding dengan kuat medan listriknya. Tumbukan oleh pembawa muatan akan menyebabkan logam yang dialiri arus listrik memperoleh energi yaitu energi kalor / panas.

Percobaaan ini bertujuan untuk mengetahui tetapan kalorimeter yang digunakan. Tetapan kalorimeter ini merupakan jumlah kalor yang dapat diserap oleh kalorimeter per satuan suhu. Tetapan kalorimeter harus diukur untuk mengetahui tetapan klorimeter itu sendiri atau banyaknya kalor yang diserap oleh kalorimeter karena setiap komponen kalorimeter maemiliki sifat khas dalam mengukur kalor. Hal ini terjadi karena komponen-komponen alat kalorimeter sendiri (wadah logam, pengaduk dan termometer) menyerap kalor, sehingga tidak semua kalor yang terjadi terukur. Maka dari itu, perlu untuk mengetahui tetapan kalorimeter terlebih dahulu. Untuk mengetahui tetapan kalorimeter, maka dilakukan pencampuran air dingin dan air panas yang telah diukur suhunya yang memiliki selisih 10oC di dalam kalorimeter. Setelah keduanya dicampurkan kedalam kalorimeter, kemudian di aduk dan diamati temperaturnya selama 10 menit dengan selang waktu 1 menit setelah pencampuran. Pengadukan dilakukan untuk mempercepat jalannya reaksi antara air panas dan air dingin. Tujuan digunakannya air dingin dan air panas karena air dingin dan kalorimeter akan menyerap kalor dan air panas akan melepaskan kalor. Pada percobaan ini, digunakan kalorimeter A. Suhu awal air dingin yang terukur pada kalorimeter A sebesar  27, suhu air panas sebesar 42 dan suhu pencampuran sebesar 32 

Dalam percobaan ini diperoleh hasil perhitungan yaitu kalor yang diserap air dingin (q1) sebesar 420 J, kalor yang diserap air panas (q2) sebesar 840 J, dan kalor yang diserap kalorimeter (q3) sebesar 420 J.. Tetapan kalorimeter diperoleh dari membagi jumlah kalor yang diserap oleh kalorimeter (q3) dengan ΔT (suhu air panassuhu air dingin) maka diperoleh tetapan kalorimeter sebesar 28 J/OC. Penentuan kalor reaksi secara kalorimetris didasarkan pada perubahan suhu larutan dan  kalorimeter dengan prinsip perpindahan kalor, yaitu kalor yang diberikan sama dengan jumlah kalor yang diserap.

4.2.2 Penentuan Kalor Reaksi Zn + CuSO4

Kalor reaksi adalah perubahan entalpi pada suatu reaksi atau kalor yang menyertai suatu reaksi. Reaksi endoterm adalah reaksi yang disertai dengan perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem (kalor diserap oleh sistem dari lingkungannya), ditandai dengan adanya penurunan suhu lingkungan di sekitar sistem. Pada reaksi endoterm, entalpi sesudah reaksi menjadi lebih besar, sehingga ΔH positif. Sedangkan reaksi eksoterm adalah reaksi yang disertai dengan perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan (kalor dibebaskan oleh sistem ke lingkungannya), ditandai dengan adanya kenaikan suhu lingkungan disekitar sistem. Pada reaksi eksoterm, entalpi sesudah reaksi menjadi lebih kecil, sehingga ΔH negatif.

Pada percobaan ini digunakan larutan CuSO4 dan padatan Zn. Percobaan dimulai dengan dimasukkannya 40 ml larutan CuSO4 ke dalam kalorimeter dan diukur suhunya hingga konstan selama 2 menit dengan selang waktu ½ menit, hal ini bertujuan untuk mengetahui temperature awal dari larutan CuSO4. Hasil pengukuran menunjukkan suhu awal larutan adalah 29oC. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan padatan Zn sebanyak 3 gram dan dilakukan pengamatan suhu kembali selama 10 menit dengan selang waktu 1 menit, tujuannya unutuk mengetahui nilai temperature konstan dari campuran tersebut. Setelah dilakukan pencampuran dengan 3 gram bubuk Zn, suhu larutan naik menjadi 38, naik lagi menjadi 44, dan pada menit ke 5 dan 6 suhunya meningkat menjadi 47. Pada menit ke 7 sampai 10, suhunya sedikit menurun menjadi 44 dan 43. Suhunya semakin meningkat karena larutan bereaksi seutuhnya sehingga menghasilkan suhu maksimal, pada saat yang sama suhu larutan konstan. Adanya penurunan suhu pada menit ke 7 sampai 10 karena disebabkan kalor yang lepas dari sistem ke lingkungan akibat kalorimeter yang tidak tertutup sempurna pada saat pengocokan larutan dan menyebabkan ada kalor yang lepas ke lingkungan dan menyebabkan penurunan suhu pada larutan.

Pada hasil percobaan menunjukkan penambahan logam Zn kedalam larutan CuSO4 mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu yaitu dari 29 0C menjadi 47 0C. Hal ini menunjukkan terjadinya reaksi eksoterm antara logam Zn dengan CuSO4, dimana pada reaksi ini terjadi pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan. Reaksi yang terjadi adalah reaksi autoredoks sebagai berikut:

Zn (s) + CuSO4 (aq) à ZnSO4 (aq) + Cu (s)

dimana logam Zn teroksidasi oleh larutan CuSO4 menjadi Zn2+ sedangkan Cu2+ pada CuSOtereduksi menjadi logam Cu. Cu lebih mudah mengalami reaksi reduksi dibandingkan dengan Zn karena memiliki potensial standar yang tinggi dari Zn.

Pada percobaan ini diperoleh nilai perhitungan dari kalor yang diserap kalorimeter (q1) sebanyak 425,6 J serta kalor yang diserap larutan ZnSO(q2) sebesar 2439,6 J dengan nilai kalor reaksi Zn + CuSO4 (q3) yang diperoleh sebesar 2865,2 J. Nilai kalor reaksi ialah jumlah dari penambahan banyaknya kalor yang diserap kalorimeter dengan  kalor yang diserap larutan ZnSO4, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai kalor reaksi adalah banyaknya kalor yang diperlukan suatu larutan untuk bereaksi dengan zat terlarutnya.

4.2.3 Penentuan Kalor Pelarutan Etanol dalam Air

Kalor pelarutan adalah panas yang dilepaskan atau diserap ketika satu mol senyawa dilarutkan dalam pelarut berlebih yaitu sampai suatu keadan dimana pada penambahan pelarut selanjutnya tidak ada panas yang diserap atau dilepaskan lagi. Pada percobaan penentuan kalor pelarutan ini menggunakan proses pelarutan campuran etanol dalam  air.

Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis, sedemikiannya ia akan menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksidakalium hidroksidamagnesium kloridakalsium kloridaamonium kloridaamonium bromida, dan natrium bromida. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon non polar, ia juga larut dalam senyawa nonpolar, meliput kebanyakan minyak atsiri dan banyak perasa, pewarna, dan obat.

Pada percobaan ini pertama dimasukkan terlebih dahulu akuades kedalam kalorimeter,setelah itu diukur suhu awal air untuk menentukan temperature awal sebelum pencampuran selama 2 menit dengan selang waktu ½ menit.  Kemudian diukur terlebih dahulu temperature awal etanol didalam gelas beker, setelah itu etanol tersebut dimasukkan ke dalam kalorimeter dan diaduk agar bercampur hingga homogen,kemudian temperature campuran diukur selama 4 menit dengan selang waktu ½ menit pengukuran semua temperature pada percobaan ini berguna unutuk menentukan ΔT yang digunakan pada proses perhitungan kalor pelarutan (ΔH).

Ada dua kalor pelarutan yaitu kalor pelarutan integral dan kalor pelarutan deferensial. Kalor pelarutan integral didefenisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat dilakukan dalam n mol pelarut. Kalor pelarutan diferensial didefenisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan tak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dalam penambahan 1 mol zat terlarut. Secara matematik didefenisikan sebagaimana ∆H, yaitu perubahan kalor dikatakan sebagai jumlah mol zat terlarut dan kalor pelarutan diferensial dapat diperoleh dengan menghitung kemiringan tergantung pada konsenterasi larutan.

Percobaan pelarutan etanol dalam air menggunakan 4 sampel dengan perbedaan jumlah etanol dan jumlah air pada masing – masing sampel. Percobaan ini menggunakan 2 kalorimeter A dan B, untuk sampel pertama dan kedua menggunakan kalorimeter A sedangkan sampel ketiga dan keempat menggunakan kalorimeter B. ΔH dari sampel 1 dengan volume air sebanyak 27 ml dan volume etanol sebanyak 19,3 ml adalah 1153,56 J. Dengan besar kalor yang diserap air sebesar 680,4 J, kalor yang diserap etanol sebesar 263,16 J dan kalor yang diserap kalorimeter sebesar 210 J. Untuk sampel kedua dengan volume air 36 ml dan etanol sebesar 11,6 ml memiliki nilai ΔH sebesar 1015,42 J. Dengan besar kalor yang diserap air sebesar 756 J, kalor yang diserap etanol sebesar 105,42 J dan kalor yang diserap kalorimeter sebesar 154 J.

Pada sampel ketiga dengan jumlah air 36 ml dan jumlah etanol 5,8 ml diperoleh ΔH sebesar 797,42 J. Dengan besar kalor yang diserap air sebesar 604,8 J, kalor yang diserap etanol sebesar 52,62 J dan kalor yang diserap kalorimeter sebesar 140 J. Pada ΔH sampel keempat atau sampel terakhir dengan volume air sebesar 45 ml dan volume etanol sebesar 4,8 ml diperoleh hasil sebesar 469,78 J.   Dengan besar kalor yang diserap air sebesar 378 J, kalor yang diserap etanol sebesar 21,78 J dan kalor yang diserap kalorimeter sebesar 70 J. Dapat disimpulkan bahwa kalor pelarutan (ΔH) dari tiap-tiap variasi (mol air/mol etanol) semakin kecil dan dapat dilihat pada grafik. Grafik menunjukkan penurunan ΔH pada tiap-tiap mol air/mol etanol.

Bab IV. Penutup

A. Kesimpulan

Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam setiap reaksi kimia akan selalu disertai dengan perubahan energi. Perubahan energi ini dapat dilihat salah satunya dari perubahan suhu yang terjadi. Dari hasil grafik semakin besarnya mol air/mol etanol, maka semakin kecil pula kalor pelarutan (ΔH) nya.

5.2 Saran

Diharapkan pada praktikan, untuk praktikum yang selanjutnya bisa lebih baik mengocok larutan pada kalorimeter dan  tertutup rapat agar kalor yang ada di dalam tidak keluar ke lingkungan, yang dapat mempengaruhi suhu pada saat percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W, 1994. Kimia Fisika. Edisi 4. Jilid 1. Alih bahasa : Irma dan Kartahadiprodjo. Erlangga. Jakarta

Barreto, Patricia R.P. Alessandra F.A. Vilela. Ricardo Gargano. 2005. Thermochemistry of Molecules in the B/F/H/N System. Laboratorio Associado De Plasma. Instituto Nacional De Pesquises Espaciais. Instituto Defisica. Univesidade Brasilia. Brasil

Basri, 2003. Kamus Lengkap Kimia. Rineka Cipta. Jakarta

Chang, R. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi 3. Jilid 2. Pemerjemah : Sukminar. Erlangga. Jakarta

Daintith, J, 1994. Kamus Lengkap Kimia. Alih bahasa : Suminar Achmadi. Erlangga. Jakarta

Gupta, A. Jason Lachance. E.D Sloan Jr., Carolyn A. Koh. 2008. Measurements Of Methane Hydrate Heat Of Dissociation Using High Pressure Differential Scanning  Calorimetry. Center Of Hydrate Research. Department Of Chemical Engineering Colorado School Of Mines. USA

Kusuma, S, 1983. Bahan-Bahan Kimia. Edisi 7. Erlangga. Jakarta

Melius, C.F. 1995. Thermochemistry and Reaction Mechanisms Of Nitromethane Ignition .Combustion Research Facility, Sandia National Laboratories. USA

Oxtoby, D.W. Gillis. Norman H.Nachtrieb. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Edisi 4. Jilid 1. Penerjemah : Suminar. Erlangga. Jakarta

Petrucci, R.H, 1992. Kimia Dasar. Edisi 4. Jilid 1. Alih bahasa : Suminar. Erlangga. Jakarta

Laporan Praktikum Kimia Koloid

Praktikum Kimia Koloid A. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah : B. Teori Dasar 1. Pengertian koloid. Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya...
Ananda Dwi Putri
7 min read

Laporan Praktikum Entalpi Pelarutan

Praktikum Entalpi Pelarutan Bab I. Pendahulaun A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang terdapat dialam dapat dibagi dua berdasarkan kelarutannya yaitu senyawa yang dapat larut dan...
Ananda Dwi Putri
14 min read

Laporan Praktikum Pembuatan n-Butil Asetat

Praktikum Pembuatan n-Butil Asetat Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Ester merupakan suatu senyawa yang dapat disintesis dari reaksi antara asam karboksilat dan alkohol....
Ananda Dwi Putri
6 min read

Leave a Reply