Laporan Praktikum Morfologi Hewan – Anatomi Tikus Putih

Anatomi Tikus Putih

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tubuh makluk hidup. Anatomi terbagi menjadi beberapa cabang ilmu yaitu anatomi hewan, anatomi manusia, dan anatomi tumbuhan. Anatomi mempelajari struktur organ tubuh bagian dalam meliputi pencernaan dan pernafasan. Pengamatan anatomi hewan pada tikus putih (Rattus norvegicus) dilakukan dengan mengamati sistem pencernaan kemudian sistem pernafasannya. Anatomi sistem pencernaan dan sistem pernafasan pada hewan penting dipelajari karena dalam sistem pencernaan menghasilkan energi untuk beraktifitas, sistem pernafasan mengubah karbondioksida menjadi oksigen yang digunakan untuk proses metabolisme.

Tujuan Praktikum Anatomi Hewan adalah mengetahui urutan saluran pencernaan dan saluran pernafasan pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) serta mengetahui fungsi sistem pencernaan dan pernafasan Tikus Putih (Rattus norvegicus). Manfaat dari Praktikum Anatomi Hewan adalah mengetahui anatomi sistem pencernaan dan anatomi sistem pernafasan pada hewan serta untuk mengetahui fungsi dari sistem pencernaan dan sistem pernafasan pada hewan secara umum.

Bab II. Kajian Pustaka

Tikus yang dalam klasifikasinya dimasukan kedalam sub filum vertebrata ( hewan-hewan beruas tulang belakang ), kelas mamalia (hewan- hewan menyusui ), ordo rodentia ( hewan-hewan yang mengerat ) dan family murridae yang merupakan salah satu hama yang penting pada tanaman pertanian (pangan,horticulur,dan perkebunan).

a. Klasifikasi

Klasifikasi tikus putih menurut Natawidjaya (1983).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

b. Jenis

Ada berbagai jenis tikus yang ada di Negara Indonesia dan beberapa diantaranya dipergunakan untuk penelitian, seperti : tikus wirok (Baricoto indica Bechstein), tikus sawah (Rattus argetiventer Robinson), tikus pelabuhan (Rattus norvegicus), tikus belukar (Tio manicus Miller), mencit sawah (Mus caroh), tikus polensia (Rattus exulan Peale), tikus duri kecil (Rattus ardi-ardi), mencit rumah (Mus musculus), tikus riul (Rattus norvegicus Berkenhout), & tikus rumah besar (Rattus rattus diardi Jentink) (Urip, 1987).

Di Indonesia hewan percobaan ini sering dinamakan “ tikus besar “ (Smith & Mangkoewidjojo, 1998). Tikus putih merupakan hewan pengerat. Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian, dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, yang mana manusia juga merupakan dari golongan mamalia, sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme bio-kimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah, serta ekskresi menyerupai manusia (Sinar Harapan, 2002).

Dan tikus putih juga memiliki beberapa sifat menguntungkan seperti : cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, lebih tenang dan ukurannya lebih besar dari pada mencit. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri : albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, tempramennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arseni tiroksid (Anggarawati, 2006).

c. Nama lain

Nama lain tikus putih menurut Anggarawati (2006).

  1. Minangkabau : Mencit
  2. Sunda : Beurit
  3. Jawa : Tikus

d. Data biologis tikus

Data biologis tikus menurut Smith & Mangkoewidjojo (1998).

Lama hidup : 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun.
Lama Bunting : 20-22 hari.
Kawin sesudah beranak : 1 sampai 24 jam.
Umur disapih : 21 hari.
Umur dewasa : 40-60 hari.
Umur dikawinkan : 10 minggu (jantan dan betina).
Siklus kelamin : Poliestrus.
Siklus estrus (birahi) : 4-5 hari.
Lama estrus : 9-20 jam.
Perkawinan : Pada waktu estrus.
Ovulasi : 8-11 jam sesudah timbul estrus.
Jumlah anak : Rata-rata 9-20.
Puting susu : 12 puting, 3 pasang didaerah dada dan 3 pasang di daerah perut.
Susu : Air 73 %, lemak 14-16 %, protein 9-10 %,
Gula 2-3 %.
Perkawinan kelompok : 3 betina dengan 1 jantan.

Morfologi dan Anatomi

Tikus rumah memiliki panjang 65-95 mm dari ujung hidung mereka ke ujung tubuh mereka. Bulu mereka berkisar dalam warna dari coklat muda sampai hitam dan pada umunya memiliki warna putih. Tikus memiliki ekor panjang yang memiliki sedikit bulu dan memiliki deretan lingkaran sisik. Tikus rumah cenderung memiliki panjang bulu ekor lebih gelap ketika hidup erat dengan manusia, mereka berkisar 12-30 gram berat badanya. Banyak bentuk-bentuk domestik tikus telah dikembangkan yang bervariasi dalam warna dari putih menjadi hitam dan dangan bintik-bintik.

Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan atau kelenjar-kelenjar yang berhubungan, fungsinya untuk :
a). Ingesti dan Digesti makanan.
b). Absorbsi sari makanan.
c). Eliminasi sisa makanan.
Langkah-langkah pproses pencernaan makanan :
1). Pencernaan di mulut dan di rongga mulut,makanan di giling menjadi kecil-kecil oleh gigi dan di basahi oleh saliva.
2). Disalurkan melalui foring dan asophogus.
3). Pencernaan di lambung dan di usus halus. Dalam usus halus diubah menjadi asm-asam amino, monosakarida, gliserida, dan unsur-unsur dasar yang lain.
4). Absorsi air dlam usus besar akibatnya, isi yang tidak dicerna
Menjadi setengah padat (feses).
5). Feces dikeluarkan dari dalam tubuh melalui kloaka (bila ada)
Kemudian ke anus.

Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi mamalia hampir sam dengan manusia, tetapi sedikit berbeda yang di sebabkan oleh liingkun tempat tinggalnya. Paru-paru terletak di dalam rongga dada, di lindungi oleh struktur selangka dan di selaputi karung di dinding dikenal sebagai pelura. Bernafas kebanyakan dilakukan olh diagfragama paru-paru berada mengembang. Sangkar selangka juga boleh menguncup sedikit ini menyebabkan udara tertarik ke dalam keluar paru-paru melalui frakhea dan broknial tubes yang bercabang dan mempunyai alveolus di ujung yaitu karung kecil di kapilari yang penuhi darah. disini oksigen meresap banyak masuk kedalam darah, dimana akan di angkut oleh hemoglobin.

Sistem Reproduksi
a). Tahap pembentukan spematozoa di bagi atas 3 tahap yaitu :

  1. Spermatogenesis.
    Meupakan tahap spermatogenea yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosot primer. Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti sel nya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit skunder.
  2. Tahapan meiosis
    Spermatosid primer, menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis 1, yang kemudian diikuti dengan meiosis 2.
  3. Tahapan spermiogenesis
    Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang memiliki 4 fase yaitu fase golgi, fase tulup, fase akrosom, dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masuk.

2.1       Materi

            Materi yang digunakan pada Praktikum Anatomi Hewan meliputi alat dan bahan. Alat yang digunakan adalah kotak pembius, baki bedah, gunting, pisau bedah, pinset, jarum pentul, pines, alat tulis dan cutter. Bahan yang digunakan adalah Tikus Putih (Rattus norvegicus), kapas dan kloroform.

2.2       Metode

            Praktikum Biologi tentang Anatomi Hewan yaitu dengan memasukkan Tikus Putih (Rattus norvegicus) ke dalam kotak pembius yang telah diberi kloroform. Meletakkan Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang telah pingsan pada baki bedah  kemudian tangan dan kaki Tikus Putih (Rattus norvegicus) direntangkan menggunakan pines. Menyembelih Tikus Putih (Rattus norvegicus)  pada bagian leher hingga terputus tiga saluran yaitu vena jugularis, esofagus dan trakea. Membedah dari perut bawah secara melintang menggunakan pisau bedah kemudian secara membujur sampai ke atas untuk membuka tulang rusuk Tikus Putih (Rattus norvegicus). Mengambil saluran pencernaan dan saluran pernafasan kemudian amati dan gambar hasil pengamatan.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1       Anatomi  Hewan

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur tubuh dan bagian bagian tubuh suatu makluk hidup antara yang satu dengan yang lainnya dan saling berhubungan.Hal ini sesuai dengan pendapat Ruswanto dan Uswatun (2014) yang menyatakan bahwa anatomi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh secara menyeluruh maupun bagian-bagian serta hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Tubuh makhluk hidup terdapat banyak sistem yang bekerja meliputi sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem eksresi, sistem endokrim, sistem syaraf, sistem reproduksi dan sistem kekebalan tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat  Isnaeni (2006) yang menyatakan bahwa sistem organ pada hewan meliputi sistem saraf, sistem endokrin, sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem respirasi, system termoregulasi, sistem pengeluaran,  osmoregulasi, dan sistem reproduksi.

3.2       Anatomi Pencernaan

            Hasil pengamatan praktikum acara anatomi ditampilkan pada Ilustrasi 6. Data yang ditampilkan merupakan hasil pengamatan pada saluran pencernaan Tikus Putih (Rattus novergicus).

Description: C:\Users\Stefanus Aditiya S\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\IMG_20161020_160912_HDR_1477028238087.jpg

Ilustrasi 6. Data Pengamatan Organ Pencernaan

            Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diketahui bahwa saluran yang membentuk sistem pencernaan Tikus Putih (Rattus norvegicus) dimulai dari esofagus, lambung, usus halus, usus besar, sekum  dan anus. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell et al. (2004) yang menyatakan bahwa saluran pencernaan terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Sistem pencernaan berfungsi untuk menyerap nutrisi pada pakan yang dibutuhkan oleh tubuh dan sisa dari penyerapan yang tidak diperlukan akan dibuang melalui anus. Hal ini sesuai dengan pendapat Istiqomah dan Fadlil (2013) yang menyatakan bahwa fungsi dari sistem pencernaan sebagai tempat mencerna dan menyerap nutrisi pada makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh yang kemudian dikeluarkan melalui anus.

3.3       Anatomi Pernafasan

            Hasil pengamatan praktikum acara anatomi ditampilkan pada Ilustrasi 7. Data yang ditampilkan merupakan hasil pengamatan pada organ pernafasan Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Description: C:\Users\Stefanus Aditiya S\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\IMG_20161020_161042_HDR.JPG

Ilustrasi 7. Data Pengamatan Organ Pernafasan

            Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui organ yang dapat membentuk sistem pernafasan dimulai dari trakea dan paru paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell et al. (2004) yang menyatakan bahwa sistem respirasi pada mamalia dimulai dari rongga hidung, faring, menuju trakea, bronkus, bronkiolus, dan berakhir pada paru paru dimana di dalam paru paru terdapat alveoli. Sistem organ pernafasan berfungsi untuk menerima gas oksigen ke dalam paru paru dan melepas karbon dioksida yang tidak diperlukan oleh tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Handaya et al. (2011) yang menyatakan bahwa sistem pernafasan digunakan sebagai tempat pertukaran gas oksigen dengan gas karbondioksida.

BAB IV

SIMPULAN

4.1       Kesimpulan

            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan disimpulkan bahwa saluran pencernaan pada hewan Tikus Putih (Rattus norvegicus) terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Sistem pencernaan berfungsi sebagai tempat menyerap nutrisi makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh dan mengeluarkan sisa sisa pencernaan melalui anus. Saluran pernafasan pada hewan Tikus Putih (Rattus norvegicus) terdiri dari hidung, trakea, dan paru paru. Sistem pernafasan berfungsi sebagai pertukaran antara oksigen dengan karbondioksida di alveoli.

4.2       Saran

            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan sebaiknya dalam melakukan praktikum ini organ dari Tikus Putih (Rattus norvegicus) diambil dan dipisahkan secara perlahan, agar organ sistem pencernaan dan organ sistem pernafasan tidak rusak.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., J. B. Reece dan L. G. Mitchell. 2002. Biologi Jilid 3 Edisi kelima. Erlangga, Jakarta.

Handaya, W. B. T. dan Y. Magaretha. 2011. Alat bantu ajar sistem pencernaan dan pernafasan pada manusia berbasis Web J. Informatika 2 (7): 201-211.

Isnaeni, W. 2006. Histologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.

Istiqomah, Y. N dan A. Fadlil. 2013. Sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit saluran pencernaan menggunakan metode dempster shafer. Volume 1(1): 32-41.

Ruswanto dan I. Uswatun. 2014. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Muskuloskeletal). Deepublish, Yogyakarta.

Diposting oleh ahmalhanif.blogspot.co.id di 17.21 1 komentar: 

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: tugas

Minggu, 12 Maret 2017

Laporan Biologi Sel dan Jaringan

 BAB I

PENDAHULUAN

            Setiap makhluk hidup mengalami proses tumbuh dan berkembang.  Sel-sel yang menyusun tubuh menjalankan fungsinya masing-masing pada proses tumbuh dan berkembang itu. Sel adalah kumpulan materi paling sederhana yang dapat hidup dan merupakan unit penyusun yang paling sederhana dari makhluk hidup. Sel yang terkumpul memiliki struktur dan fungsi yang sama sehingga membentuk sebuah jaringan.Struktur  jaringan berbeda antara hewan dan tumbuhan. Jaringan pada hewan dapat dikelompokkan  menjadi 4 macam yaitu jaringan epitel, jaringan pengikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. Jaringan tumbuhan juga memiliki 6 macam jaringan yang dibedakan berdasarkan bentuk dan fungsinya yaitu, jaringan muda (meristem), jaringan dasar (parenkim), jaringan pelindung, jaringan penguat, jaringan pengangkut, dan idioblast.

            Tujuan dari praktikum Pengenalan Sel dan Jaringan yaitu mahasiswa mampu mengamati bagian bagian dari sel hewan dan sel tumbuhan, mengetahui perbedaan sel hewan dan tumbuhan dan mengetahui perbedaan jaringan tumbuhan dikotil dan monokotil. Praktikum ini diharapkan mampu memberikan manfaat berupa pengetahuan tentang bentuk serta struktur dari sel dan jaringan pada hewan dan tumbuhan.

BAB II

MATERI DAN METODE

            Praktikum Biologi dengan materi Pengenalan Sel dan Jaringan dilaksanakan pada Kamis, 22 September 2016 pukul 15.00 sampai dengan pukul 17.00 di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

2.1       Materi

            Materi yang digunakan pada Praktikum Pengenalan Sel dan Jaringan meliputi alat dan bahan. Alat yang digunakan adalah mikroskop, kaca objektif, kaca penutup, silet atau cutter dan pipet tetes, alat tulis. Bahan yang digunakan adalah aquades, daun Rhoeo discolor segar, preparat awetan vili usus halus ayam, preparat awetan jaringan monokotil Zea mays, preparat awetan jaringan dikotil Hibiscus rosa-sinensis L.

2.2       Metode

2.2.1    Pengenalan Sel

            Metode yang digunakan dalam pengamatan sel hewan menggunakan preparat awetan vili usus ayam adalah meletakkan preparat awetan sel hewan pada meja mikroskop. Mengatur perbesaran mikroskop menjadi 40x dan 100x. Mengamati objek menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40x dan 100x

Metode yang digunakan dalam pengamatan sel tumbuhan pada rambut tangkai tanaman Rhoeo discolor segar yaitu menyayat daun Rhoeo discolor dengan posisi melintang setipis mungkin dengan menggunakan silet pada permukaan bawah daun Rhoeo discolors segar. Meletakkan pada kaca objek yang sudah di tetesi aquades. Menutup kaca objek dengan kaca penutup usahakan jangan ada gelembung udara dengan cara di miringkan sekitar 45o. Mengamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 x dan 100 x. Menggambar sesuai objek yang terlihat menggunakan alat tulis.         

2.2.2    Pengenalan Jaringan

            Metode yang digunakan dalam pengamatan jaringan pada tumbuhan dikotil dan monokotil adalah meletakkan preparat awetan tumbuhan dikotil dan monokotil pada meja mikroskop. Mengatur perbesaran mikroskop menjadi 40 x dan 100 x. Mengamati preparat jaringan tumbuhan dikotil dan monokotil dengan perbesaran 40 x dan 100 x. Menggambar hasil pengamatan sesuai objek yang terlihat menggunakan alat tulis.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1       Pengenalan Sel

            Sel adalah unit kehidupan terkecil, yang berarti sel ini menjalani metabolisme, homeostatis, pertumbuhan, dan reproduksi pada makhluk hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Aloysius dan Sukirman (2008) yang mengatakan bahwa sel merupakan unit struktural dan fungsional terkecil dari makhluk hidup. Setiap makhluk hidup tersusun atas satu sel (uniseluler). Ada juga yang tersusun atas banyak sel (multiseluler), kehidupan pada tingkat seluler muncul dari keteraturan struktural, yang memperkuat tema tentang sifat-sifat baru dan korelasi antara struktur dan fungsi sel. Ribuan jenis sel terdapat didalam tubuh, namun semuanya memiliki ciri struktur yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Fawcett (2002) yang menyatakan bahwa sel dibagi dalam 2 kompartemen utama, yaitu nukleus dan sitoplasma disekitarnya yang mudah dibedakan berdasarkan bentuk dan cirinya. Makluk hidup tersusun atas ribuan sel bahkan milyaran, namun sel sel tersebut saling berkaitan dan berperan aktif dalam tubuh makhluk hidup. Perbedaan sel hidup dengan sel mati adalah pada struktur dan aktivitas dari masing masing sel. Sel hidup berperan penting dalam metabolisme kehidupan makluk hidup. Sel mati tidak memiliki peranan dalam proses kelangsungan hidup dan hanya berupa dinding sel.

3.1.1    Sel Hewan

            Hasil pengamatan pada praktikum pengamatan sel hewan ditampilkan pada Ilustrasi 1. Data yang ditampilkan merupakan preparat vili usus tikus putih perbesaran 100 x (sisi kiri) dan gambar pembanding (sisi kanan) (Godam, 2008)



Description: C:\Users\Stefanus Aditiya S\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\1474587426166.jpg 

Ilustrasi 1. Data Pengamatan Sel Hewan

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, sel-sel hewan umumnya tidak mempunyai dinding sel dan memiliki sitoplasma. Hal ini sesuai pendapat Sugiharto et al. (2011) bahwa organel sel pada hewan meliputi membrane sel, sitoplasma, nukleus, pori nukleus, kromosom, membrane nukleus, mikrotubula, sentriola, aparat golgi, vakuola, mikrofilamen, reticulum endoplasmik, ribosom, mitokondria, lisosom, silia dan flagella. Membran sel merupakan pembatas antar sel, nucleus merupakan pusat control seluruh aktivitas sel dan sitoplama merupakan cairan sel yang di dalamnya terkandung organel-organel sel. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sudjadi (2006) yang mengatakan bahwa membrane sel disebut juga membran plasma yang berfungsi sebagai perintang selektif yang memungkinkan oksigen dan nutrien lain masuk ke dalam sel. Sitoplasma merupakan cairan sel yang berisikan organel-organel, di dalam sitoplasma juga terdapat nukleus yang merupakan organel yang mengatur seluruh aktivitas yang terjadi di dalam sel.

3.1.2    Sel Tumbuhan

            Hasil pengamatan pada praktikum pengamatan sel tumbuhan ditampilkan pada Ilustrasi 2. Data yang ditampilkan merupakan gambar sel Tumbuhan Rhoeo discolor perbesaran 100x (sisi kiri) dan gambar pembanding (sisi kanan) (Campbell et al,2008).



Description: C:\Users\Stefanus Aditiya S\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\1474587445330.jpg 

Ilustrasi 2. Penampang Sel Tumbuhan Rhoeo discolor

            Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, Rhoeo discolor merupakan sel hidup yang memiliki dinding sel, stomata, sitoplasma. Hal ini sesuai dengan pendapat Aloysius dan Sukirman (2008) yang menyatakan bahwa sel tumbuhan merupakan sel eukariotik yang memiliki dinding sel, membrane sel, sitoplasma, intisel, plastid dan vakuola. Rhoeo discolor memiliki dinding sel yang berfungsi sebagai pelindung organel-organel sel tumbuhan. Berbeda dengan sel hewan yang tidak memiliki dinding sel. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell et al (2002) yang menyatakan bahwa sel tumbuhan cenderung mempertahankan bentuknya karena memilki dinding sel. Daun Rhoeo discolor juga mengandung pigmen antosianin yang tergolong pigmen flavonoid yang dapat larut dalam air. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Winarti dan Firdaus (2010) yang mengatakan bahwa warna pigmen antosianin yang dapat larut dalam air dan berwarna merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.

3.1.3    Perbedaan Sel Tumbuhan dan Sel Hewan

            Berdasarkan pengamatan tentang pengenalan sel hewan dan tumbuhan dapat diketahui sel-sel tumbuhan hampir selalu mengandung dinding sel. Sel-sel hewan pada umumnya tidak mempunyai dinding sel. Plastid adalah ciri dari sel tumbuhan, dan tidak ditemukan pada sel hewan. Vakuola merupakan ciri pada sel sel tumbuhan, tetapi tidak penting atau bahkan tidak ada sama sekali pada sel-sel hewan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumadi dan Marianti (2007) bahwa sel hewan dan sel tumbuhan memiliki perbedaan pada organ tertentu. Sel tumbuhan memiliki membrane sel, sitoplasma, reticulum endoplasma, intisel (nukleus), mitokondria, ribosom, plastid dan vakuola. Bentuk dan ukuran sel tumbuhan memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan sel hewan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sudjadi (2006) yang menyatakan bahwa ukuran sel tumbuhan lebih besar dari sel hewan serta memiliki bentuk yang tetap.

3.2       Pengenalan Jaringan

            Jaringan merupakan sekumpulan sel-sel yang memiliki bentuk, asal, struktur dan fungsi yang sama. Sekumpulan jaringan akan membentuk organ yang kemudian dari organ akan menciptakan suatu jaringan organ yang kemudian akan membentuk suatu kehidupan. Pengertian jaringan ini sesuai dengan pendapat Ferdinand dan Ariebowo (2007) yang mengatakan bahwa sel-sel akan saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu kumpulan sel yang disebut jaringan. Macam-macam jaringan pada hewan dan tumbuhan berbeda menurut bentuk dan fungsinya. Macam jaringan tumbuhan yaitu jaringan meristem dan jaringan dewasa. Jaringan dewasa sendiri memiliki 5 bagian yaitu jaringan parenkim, sklerenkim, kolenkim, xilem, dan floem.Hal ini sesuai pendapat Sugiharto et al. (2011) yang menyatakan bahwa jaringan dewasa terdapat 5 bagianya itu jaringan parenkim, jaringan sklerenkim, jaringan kolenkim, jaringan xilem dan jaringan floem.

3.2.1    Jaringan Tumbuhan Monokotil

            Hasil pengamatan pada praktikum acara Pengenalan Sel dan Jaringan ditampilkan pada Ilustrasi 3. Data yang ditampilkan merupakan preparat awetan akar jagung perbesaran 100 x (sisi kiri) dan gambar pembanding (sisi kanan) (Campbell et al, 2003)

Description: C:\Users\Stefanus Aditiya S\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\1474587429661.jpg

Ilustrasi 3. Data Pengamatan Jaringan Monokotil

            Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, terlihat beberapa struktur jaringan pada preparat awetan jaringan monokotil akar jagung (Zea mays). Terdapat jaringan pembuluh angkut yang letaknya tersebar. Pengamatan tersebut sesuai dengan pendapat dari Sudjadi (2006) yang mengatakan bahwa ikatan pembuluh tersebar di seluruh bagian batang tumbuhan monokotil, tetapi yang paling banyak terdapat di bagian mendekati kulit luar batang. Tumbuhan jagung merupakan tumbuhan monokotil. Tumbuhan monokotil memiliki beberapa bagian jaringan meliputi jaringan epidermis, korteks, floem, xilem, palisade. Hal ini sesuai dengan pendapat Pratiwi (2006)  yang menyatakan bahwa akar tanaman jagung terdiri dari bahwa bagian-bagian jaringan terdiri dari epidermis, korteks, floem, xylem, palisade, empulur, endodermis.

3.2.2    Jaringan Tumbuhan Dikotil

            Hasil pengamatan pada praktikum acara Pengenalan Sel dan Jaringan ditampilkan pada Ilustrasi 4. Data yang ditampilkan merupakan preparat awetan batang bunga sepatu perbesaran 100 x (sisikiri) dan gambar pembanding( sisikanan) (Campbell et al, 2003)



Description: C:\Users\Stefanus Aditiya S\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\1474587448524.jpg 

Ilustrasi 4. Pengamatan Jaringan Dikotil

            Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, pada preparat awetan jaringan dikotil Hibiscus rosa-sinensis L menunjukkan bahwa Jaringan dikotil memiliki struktur yang lebih kompleks dan rapi serta memiliki endodermis, floem dan xilem. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell et al. (2003) yang menyatakan bahwa pada batang dikotil yang tampak yaitu epidermis, korteks, dan endodermis, floem dan xylem. Perbedaan susunan monokotil dan dikotil terletak pada letak jaringan pembuluh angkut. Keberadaan empelur pada anatomi akar tumbuhan muda semakin menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut adalah tumbuhan dikotil. Hal ini sesuai pendapat dari Ferdinan dan Ariebowo (2007) yang menyampaikan bahwa pada tumbuhan dikotil memiliki ikatan pembuluh angkut,  anatomi akar muda, dan akar tua yang berbeda. Dimana ditemukannya empelur pada akar muda dan sebaliknya pada akar tua

BAB IV

SIMPULAN

4.1       Kesimpulan

            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa organel pada sel hewan meliputi membran sel, sitoplasma, nukleus. Organel pada sel tumbuhan meliputi dinding sel, membrane sel, sitoplasma, inti sel. Perbedaan sel hewan dan sel tumbuhan yaitu sel hewan tidak memiliki dinding sel sedangkan sel tumbuhan memiliki dinding sel, vakuola sel tumbuhan lebih besar daripada sel hewan. Perbedaan antara jaringan tumbuhan dikotil dan tumbuhan monokotil yaitu pada letak dan bentuk pembuluh angkut, pada jaringan tumbuhan monokotil pembuluh angkut letaknya tersebar sedangkan pada tumbuhan dikotil tersusun lebih rapi.

4.2       Saran

            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan sebaiknya dalam melakukan praktikum ini, sayatan preparat harus setipis mungkin agar hasil pengamatan terlihat dengan jelas dan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aloysius, S dan Sukirman. 2008. Biology. Yudhistira, Jakarta.

Campbell, N. A., J. B. Reece dan L. G. Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2 Edisi 5. Erlangga, Jakarta.

Campbell, N. A., J. B. Reece dan L. G. Mitchell. 2002. Biologi Jilid 1 Edisi kelima. Erlangga, Jakarta.

Campbell, N. A., J. B. Reece dan L. G. Mitchell. 2008. Biologi Jilid 1 Edisi 8. Erlangga, Jakarta.

Fawcett, Don W. 2002. Buku ajar Histologi.  EGC, Jakarta.

Ferdinand, F. dan M. Ariebowo. 2007. Praktis Belajar Biologi. Visindo, Jakarta.

Godam. 2008. Gen dan kromosomTarsito, Bandung.

Pratiwi, D. A. A. 2006. Biologi. Erlangga, Jakarta.

Sudjadi, B. 2006. Biologi. Yudhistira, Jakarta.

Sugiharto, T. Yudiarti, E. Widiastuti., dan Isroli. 2011. Buku Ajar Biologi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Sumadi dan A. Marianti. 2007. Biologi Sel. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Winarti, S dan A.Firdaus. 2010. Stabilitas warna merah ekstrak bunga rosella untuk pewarna makanan dan minuman. Jurnal Teknologi Pertanian. Volume 11 (2). 87 – 88

Comments

Leave a Reply