Daftar isi
Model Pembelajaran
A. Pengertian Model Pembelajaran
Model Pembelajaran ialah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Model pembelajaran biasanya digunakan sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Sehingga dengan demikian kegiatan/proses pembelajaran yang dilakukan baik di sekolah maupun di luar sekolah, benar-benar merupakan suatu kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis. Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang bisa dipergunakan dalam pengembangan kurikulum, merancang materi pembelajaran, dan membimbing pembelajaran.
Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar atau pengetahuan. Joyce & Weil (1986) mengemukakan model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkam menjadi empat kelompok model. Model pembelajaran merupakan pola umum prilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran itu dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pembelajarannya.
B. Pengelompokkan Model Pembelajaran
Supaya model-model pembelajaran dapat dipahami secara baik dan cermat, sehingga dapat diimplementasikan secara baik, maka diadakan pengklasifikasian model pembelajaran secara umum. Upaya pengklasifikasian secara umum dan pokok ini, didasarkan pada beberapa pertimbangan. Beberapa yang menjadi dasar pertimbangan menurut Mulyani Sumantri ( 2001) diantaranya ialah pengaturan pendidik dan peserta didik, struktur peristiwa pembelajaran, peranan peserta didik dan pendidik, proses pengolahan pesan, tujuan pembelajaran. Berikut penulis uraikan secara pokok dasar pertimbangan tersebut.
a. Pengaturan pendidik dan peserta didik
Apakah pendidik yang menyampaikan dan mengorganisasi pembelajaran itu adalah guru kelas atau guru bidang studi, apakah pendidik tersebut merupakan guru tim atau perorangan. Apakah hubungan pendidik-peserta didik terjadi secara tatap muka atau dengan perantara media. Apakah sistem belajarnya secara klasikal, kelompok atau perorangan. Itu semuanya akan menentukan termasuk jenis kelompok model mana suatu model pembelajaran atau bahkan dapat menentukan jenis model pembelajaran yang mana yang akan dipergunakan atau dilaksanakan.
b. Struktur peristiwa pembelajaran
Struktur peristiwa pembelajaran dapat terjadi secara tertutup dan/atau terbuka. Peristiwa pembelajaran yang tertutup desainnya telah ditentukan dan digariskan secara baku dan guru tidak mau menyimpang dari rencana. Sedangkan struktur peristiwa pembelajaran yang bersifat terbuka, maka tujuan khususnya, materinya, serta prosedur yang ditempuh untuk mencapainya ditentukan pada waktu kegiatan pembelajaran berlangsung. Terbuka dan tertutupnya struktur pembelajaran akan menentukan penggunaan suatu model pembelajaran.
c. Peranan peserta didik dan pendidik dalam mengolah pesan
Pesan atau isi pembelajaran yang akan disampaikan dan/atau diterapkan pendidik kepada peserta didiknya, dapat diolah secara tuntas oleh pendidik itu sendiri sebelum pembelajaran atau akan dicari bersama-sama dengan peserta didik ketika pembelajaran berlangsung. Pesan atau isi pembelajaran yang diolah tuntas oleh pendidik bersifat ekspositorik, biasanya digunakan metode ceramah. Sedangkan pesan atau isi pembelajaran yang dikompromikan dengan peserta didik disebut pesan heuristik atau hipotetik yang biasanya digunakan metode discovery dan inquiry.
d. Proses pengolahan pesan/isi pembelajaran
Proses pengolahan pesan/isi pembelajaran, dapat bertolak dari contoh-contoh sampai kepada kesimpulan, atau dapat pula bertolak dari gambaran umum yang kemudian sampai kepada contoh-contoh. Pengolahan dari contoh yang bersifat kongkrit kepada penemuan/kesimpulan atau bergerak dari cara berpikir khusus ke umum, strategi pembelajaran ini dinamakan strategi pembelajaran dengan induktif, atau dapat juga yang bersifat sebaliknya yakni deduktif.
e. Tujuan-tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah bersifat intelektual strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik, sikap dan nilai, atau gabungan dari semuanya. Gambaran tujuan ini akan menentukan model pembelajaran apa yang sesuai, serta menentukan juga berada pada kelompokmodel pembelajaran apa sebuah model pembelajaran yang digunakan tersebut.
C. Model-model Pembelajaran
Dalam rangka pengenalan dan pemanfaatan model pembelajaran ini, Bruce Joyce dan Marsha Weil (1986) telah menyajikan berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan. Walaupun judul bukunya adalah “Model of Teaching” ternyata isi dari uraiannya secara pokok bukan semata-mata membahas kegiatan pendidik mengajar, tetapi justru lebih menitikberatkan pada ativitas pembelajaran terdidik. Sehingga penulis menyesuaikan istilahnya menjadi model pembelajaran, hal ini agar arah proses aktivitas terlihat jelas berfokus terhadap peserta didik sebagai peserta didik sesuai dengan arah kebijakan pendidikan jaman sekarang.
Hasil kajian terhadap berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan di bidangnya, maka Joyce dan Weil (1986) mengelompokkan model-model pembelajaran tersebut ke dalam empat kelompok model, yaitu 1) kelompok model pengolahan informasi, 2) kelompok model personal, 3) kelompok model sosial, dan 4) kelompok model sistem prilaku. Berikut akan penulis jelaskan secara ringkas masing-masing kelompok model tersebut.
a. Kelompok Model Pengolahan Informasi (The Information Processing Family)
Model pembelajaran kelompok ini berorientasi kepada kecakapan terdidik dalam memproses informasi dan cara-cara mereka dapat memperbaiki kecakapan untuk menguasai informasi. Ali, M. (2007) menyatakan bahwa model ini berdasarkan pada teori belajar kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan peserta didik dalam memproses informasi untuk memperbaiki kemampuannya. Pemprosesan informasi mengacu kepada cara orang menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah, serta menggunakan lambang verbal dan non verbal. Teori pemrosesan informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu. Perekembangan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran, di mana dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal dan kondisi eksternal individu dan interaksi antar keduanya sehingga menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemprosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities), yakni :(1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik.
Beberapa model ini menekankan pada asfek kecakapan terdidik untuk memecahkan masalah dan asfek berpikir yang berproduktif, sedangkan beberapa yang lainnya lebih menekankan kecakapan intelektual umum. Secara umum banyak dari model pengolahan informasi ini yang dapat diterapkan kepada sasaran terdidik dari berbagai usia. Tugas guru dalam penerapan model ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan terdidik dalam memproses informasi. Guru yang menganut model ini juga akan menaruh perhatian pada pengembangan kecakapan murid untuk mengatasi persoalan dan menggunakan pendekatan problem solving sebagai strategi mengajar (Mulyani Sumantri, 2001).
Model-model pembelajaran yang tergolong kepada kelompok ini ialah model Pencapaian Konsep (Concept Attainment), model Berpikir Induktif (Inductive Thinking), model Latihan Penelitian (Inquiry Training), model Pemandu awal (Advance Organizer), model Memorisasi (Memorization), model Pengembangan Intelek (Developing Intellect), dan model Penelitian Ilmiah (Scientific Inquiry). Berikut penulis berikan sebuah contoh gambaran dari model pembelajaran tersebut. Gambaran model pembelajaran dari kelompok pengolahan informasi ini, secara garis besar tujuan dan tokohnya untuk tiap model tergambar dalam tabel 1. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh.Surya (2004).
Tabel I. Kelompok Model Pemrosesa Informasi
Model | Tokoh | Tujuan |
---|---|---|
Model Penemuan Konsep | Jerome Brunner | Dirancang terutama untuk mengembangkan penalaran induktif, tetapi untuk perkembangan dan analisis konsep. |
Model Berfikir Induktif | Hilda Taba (1966) | Dirancang untuk pengembangan proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori. |
Model Latihan Inquiry | Richard Suchman | Dirancang untuk membelajarkan murid dalam menghadapi penalaran kausal, dan untuk lebih pasih dan tepat dalam mengajukan pertanyaan, membentuk konsep dan hipotesis. Model ini pad mulanya digunakan dalan Sains, tetapi kemampuan-kemampuan ini berguna untuk tujuan-tujuan pribadi dan sosial. |
Inquiry Ilmiah | Joseph J. Schwab | Dirancang untuk pembelajaran sistem penelitian dari suatu disiplin, tetapi juga diharapkan untuk memiliki efek dalam kawasan lain (metode-metode sosial mungkin diajarkan dalam upaya meningkatkan pemahaman sosial dan pemecahan sosial). |
Pengembangan Intelek | Jean PiagetIrving SigelEdmund Sulivand,dkk | Dirancang untuk meningkatkan perkembangan intelektual, terutama penalaran logis, tetapi dapat diterapkan pada perkembangan sosial. |
Model Penata Lanjutan | David Ausubel | Dirancang untuk meningkatkan efisiensi kemampuan pemrosesan informasi untuk menyerap dan mengaitkan bidang-bidang pengetahuan. |
Model Memorisasi | Harry LorayneJerry Lucas | Dirancang untuk meningkatkan kemampuan pengingatan peserta didik |
b Kelompok Model Personal (The Personal Family)
Model pembelajaran kelompok personal ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap pengembangan diri individu. Serta dapat dikatakan bahwa model ini juga beranjak dari pandangan kedirian atau “selfhood” dari individu. Tokoh Humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R.Rogers, C. Buhler dan Arthur Comb. Menurut teori ini guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual. Proses pembelajaran sengaja diupayakan untuk memungkinkan dapat memahami diri sendiri dengan baik, memikul tanggung jawab untuk pembelajaran, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Kelompok ini menekankan proses di mana individu membentuk dan menata realitas keunikannya. Perhatian banyak diberikan kepada kehidupan emosional. Melakukan pembelajaran ini lebih banyak memusatkan pada upaya membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan yang produktif dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap, sehinggamampu memperkayahubungan antara pribadi dan lebih mampu dalam pemprosesan informasinya secara lebih efektif.
Model-model penbelajaran yang tergolong dalam kelompok ini beserta tokohnya dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini yang diadaptasi dari Moh. Surya (2004).
Tabel II. Kelompok Model Personal
Model | Tokoh | Tujuan |
---|---|---|
Model Pengajaran Non Direktif | Carl Rogers | Memberi tekanan pada pembentukan kemampuan dalam perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian dan mengenai konsep diri. |
Latihan Kesadaran | Fritz PerlsWilliam Scuhtz | Meningkatkan kemampuan individu peserta didik untuk mengeksplorasi diri dan kesadaran diri. Banyak menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antar pribadi. |
Sinektik | William Gordon | Model ini menekankan pada perkembangan pribadi dalam kreatifitas dan pemecahan masalah kreatif. |
Sistem-sistem Konseptual | David Hunt | Dirancang untuk meningkatkan kekomplekskan dan keluwesan pribadi |
Pertemuan Kelas | William Glasser | Model ini menekankan pada perkembangan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan kelompok sosial. |
c. Kelompok Model Sosial (The Social Family)
Kelompok model pembelajaran ini didasari oleh teori belajar Gestalt (Field-theory) yang menitik beratkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Teori ini dirintis oleh Max Wertheimer (1912) bersama dengan Kurt Koffka dan W. Kohler yang berpandangan bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Sehingga implikasi dari teori ini bahwa pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-bagian. Model ini juga berlandaskan pemikiran bahwa kerja sama merupakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat yang sangat penting. Kelompok model ini menekankan pada hubungan individu dengan orang lain atau masyarakat. Kelompok ini memusatkan pada proses di mana kenyataan ditawarkan secara sosial. Sebagai konsekuensinya, model –model yang berorientasi sosial tersebut di atas, memberikan prioritas untuk memperbaiki kecakapan individu untuk berhubungan dengan orang lain, untuk bertindak dalam proses yang demokratis, dan untuk bekerja secara produktif dalam masyarakat. Meskipun kelompok model ini lebih menekankan hubungan sosial dibandingkan dengan asfek lainnya, para tokoh dalam kelompok ini juga menekankan pada perkembangan kesadaran study yang bersifat akademik. Model-model pembelajaran yang tergolong kelompok ini beserta tokohnya tergambar pada tabel 3. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).
Tabel III. Kelompok Model Interkasi Sosial
Model | Tokoh | Tujuan |
---|---|---|
Investigasi Kelompok | Herbert TelenJohn Dewey | Perkembangan keterampilan untuk partisipasi dalam proses sosial yang demokratis melalui penekanan yang dikombinasikan pada keterampilan antar pribadi (kelompok) dan ketrampilan-keterampilan penentuan akademik. Asfek perkembangan pribadi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam model ini. |
Inquiry Sosial | Byron MassialesBenjamin Cox | Model ini menekankan pada pemecahan masalah sosial, terutama melalui penemuan, sosial, dan penalaran logis. |
Latihan Laboratoris | Bethel Maine | Model ini menekankan pada perkembangan keterampilan antar pribadi dan kelompok melalui kesadaran dan keluwesan pribadi. |
Penelitian Yurisprudensial | Donald OleverJames P. Shaver | Model ini dirancang untuk pembelajaran kerangka acuan jurisprudensial sebagai cara berpikir dan penyelesaian isu-isu sosial. |
Bermain Peran | Fainie ShafelGeorge Fhafel | Modelpembelajaran ini dirancang untukmempengaruhi peserta didik agar menemukan nilai-nilai pribadi dan sosial. Prilaku dan nilai-nilainya diharapkan peserta didik menjadi sumber peneluan berikutnya. |
Simulasi Sosial | Sarene BookockHarold | Model ini dirancang untuk membantu peserta didik agar mengalami bermacam0macam proses dan kenyataan sosial, dan untuk menguji reaksi peserta didik serta untuk memperoleh konsep keterampilan perbuatan dan keputusan. |
d. Kelompok Model Sistem Prilaku (The Behavioral System Family)
Dasar teoritik dari kelompok model pembelajaran ini ialah teori-teori belajar Behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini dikenal juga sebagai model modifikasi prilaku atau “Behavioral Modifications” . Semua model pembelajaran ini bersumber dari kerangka teori behavioral. Istilah-istolah lain yang sejenis dan dipergunakan adalah teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi prilaku, dan terafi prilaku. Kelompok model ini lebih menekankan pada asfek perubahan prilaku psikologis dan prilaku yang tidak ddapat diamati. Model-model prilaku mempunyai penerapan yang cukup luas dan diarahkan kepada bermacam-macam tujuan pendidikan, latihan prilaku antar pribadi, dan terapi. Berdasarkan pada pengendalian stimulus dan penguatan, model-model behavior (prilaku) dan kondisi-kondisi antara, baik secara idividual maupun secara kelompok, telah banyak penelitian yang dilakuan untuk mengkaji model-model ini.
Salah satu dari karakteristik umum pada model pembelajaran prilaku, adalah dalam prihal penjabaran yang harus dipelajari peserta didik, yaitu penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari menjadi serangkaian prilaku dalam bentuk yang lebih kecil dan berurutan. Pada umumnya, pengendalian prilaku terletak pada pihak guru/pendidik, meskipun peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengendalikan prilakunya. Model-model pembelajaran beserta tokohnya tergambar pada tabel 4. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).
Tabel IV. Kelompok Model Behavioral
Model | Tokoh | Tujuan |
---|---|---|
Managemen Kontingensi | B.F. Skinner (1953) | Model pembelajaran ini menekankan pada kemampuan memahami fakta-fakta, konsep, dan keterampilan. |
Kontrol diri | B.F. Skinner (1953) | Model pembelajaran ini menekankan pada pengendalian prilaku dan keterampilan sosial dalam mengontrol dirinya. |
Relaksasi (Santai) | Rimm & Masters wolfe | Model pembelajaran ini menekankan pada tujuan pribadi (mengurangi ketegangan dan kecemasan). |
Pengurangan Ketegangan | Rimm & Masters wolfe | Model pembelajaran ini menitik beratkan pada pengalihan pada kesantaian dari kecemasan dalam situasi sosial |
Latihan Asertif Desensitas | Wolfe, Lazarus, Salter Wolfe | Pembelajaran ini berorientasi pada ekspresi perasaan secara langsung dan spontan dalan situasi sosial. |
Latihan Langsung | Gagne,Smith dan Smith | Pembelajaran ini menekankan pada pola-pola prilaku dan keterampilan pada diri peserta didik. |
D. Karakteristik Umum Model Pembelajaran
Sebagaimana penjelasan yang dikemukakan oleh Joyce dan Weill (1986), bahwa setiap model pembelajaran memiliki karakteristik umum masing-masing, yang dibedakan menurut unsur-unsur, yakni sebagai berikut :
- Sintakmatik,
- Sistem Sosial dan Prinsip Reaksi,
- Sistem Pendukung,
- Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring.
Sintakmatik ialah tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran menurut model tertentu. Sistem sosial yang dimaksudkan ialah siatuasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Prinsip reaksi ialah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana guru seharusnya melihat dan memperlakukan para pelajar termasuk bagaimana seharusnya memberi respon kepada mereka. Yang dimaksud dengan sistem pendukung ialah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan suatu model pembelajaran tertentu. Sedangkan dampak instruksional ialah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para peserta didik pada tujuan yang diharapkan. Adapun dampak pengiringnya ialah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana pembelajaran yang dialami langsung oleh peserta didik tanpa adanya arahan langsung dari guru.
Untuk mendapatkan gambaran perihal karakteristik umum model-model pembelajaran ini, penulis kemukakan beberapa contoh model pembelajaran beserta karakteristik umum menurut usur-unsurnya yang penulis anggap dapat diterapkan di lingkungan pendidikan dasar.
(a). Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment)
Model pembelajaran Pencapaian Konsep ini mulai dikembangkan oleh Jerome Bruner et.al. (1967), di mana model ini dilandasi oleh asumsi bahwa lingkungan ini banyak ragam dan isinya, kita sebagai manusia mampu membedakan objek dengan asfek-asfeknya atau menentukan kategori dan membentuk konsep-konsep. Dengan kategori ini, kita memungkinkan dapat mengelompokkan objek-objek dengan berdasarkan karakteristik umum. Dengan terlebih dulu memahami konsep, kita dapat mengantisipasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan selanjutnya. Peoses berpikir ini oleh Bruner dkk. disebut dengan kategorisasi. Menurut Bruner, kegiatan kategorisasi mempunyai dua komponen, yaitu kegiatan pembentukan konsep dan kegiatan pencapaian konsep. Dalam pencapaian konsep, konsepnya sudah ada, sedangkan dalam pembentukkan konsep ialah merupakan kegiatan pembentukan kategori-kategori yang baru.
Pengajaran konsep ini, akan memberikan kesempatan untuk menganalisis proses berpikir peserta didik dan membantu mereka untuk mengembangkan strategi yang lebih efektif. model ini akan melibatkan berbagai tingkat partisipasi dan kontrol peserta didik. Pendidik melakukan pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi dialog bebas.
Dalam pembelajaran pencapaian konsep, sebaiknya ada persyaratan yang perlu diperhatikan dalam prosesnya, yaitu tersedianya instansi-instansi atau contoh-contoh yang menunjukkan kesamaan-kesamaan dalam beberapa hal dan perbedaan-perbedaannya. Peserta didik yang berhadapan dengan contoh-contoh tersebut harus menemukan sendiri atau diberitahukan oleh guru mengenai setiap unsur dari contoh itu. Peserta didik menemukan atau merumuskan kembali hipotesis tentang konsep itu. Setiap contoh akan menunjukkan atau menyajikan informasi tentang karakteristik dan nilai atribut dari konsep tersebut.
Selanjutnya Joyce (dalam Saripudin, 1989) menjelaskan bahwa dalam prosesnya, model pembelajaran pencapaian konsep ini memiliki sintakmatik dengan tiga fase kegiatan, yaitu sebagai berikut di bawah ini.
1. Fase penyajian data dan identifikasi konsep
– Pendidik menyajikan contoh yang sudah diberi label;
– Peserta didik membandingkan ciri-ciri dalam contoh positif dan contoh negatif;
– Peserta didik membuat definisi tentang konsep atas dasar ciri-ciri utama/esensial;
2. Fase mengetes pencapaian konsep
– Peserta didik mengidentifikasi tambahan contoh yang baik diberi label dengan menyatakan ya atau bukan;
– Pendidik menegaskan sifat, nama konsep, dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri yang esensial.
3. Fase menganalisis strategi berpikir
– Peserta didik mengungkapkan pemikirannya;
– Peserta didik mendiskusikan sifat dan ciri-ciri konsep;
Untuk kepentingan praktis pembelajaran, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional sebagai berikut (Tabel 5).
Tabel 5
MODEL PENCAPAIAN KONSEP
LANGKAH POKOK | KEGIATAN GURU | KEGIATAN PESERTA DIDIK |
Penyajian DataPengetesan Pencapaian KonsepAnalisis Strategi Berfikir | – Sajikan contoh berlabel- Minta dugaan- Minta definisi- Minta contoh lain- Minta nama konsep- Tanya mengapa- Tanya Bagaimana- Bimbing diskusi | – Membandingkan contoh positip dan negatif- Ajukan dugaan- Berikan definisi- Cari contoh lain- Beri nama konsep- Cari contoh lain lagi- Ungkapkan pikiran- Diskusikan aneka pikiran |
Catatan :
Diadaptasi dari (Bruner dkk : 1967)
Menyimak tabel tersebut, tergambar secara jelas bagaimana kegiatan guru dan kegiataan peserta didik dalam proses pembelajaran. Serta terlihat juga urutan pencapaian suatu pemahaman dari sebuah konsep melalui pembelajaran yang dilakukan.
Sistem sosial dari model pembelajaran ini, ditandai dengan guru melakukan pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas. Dalam setiap fase, interaksi peserta didik diarahkan secara intensif oleh guru. Dalam pengorganisasian kegiatan pembelajaran ini diharapkan peserta didik akan berinisiatif untuk melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri pada setiap proses pembelajaran. Dalam proses interaksi pembelajaran ini, hendaknya berdasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan, yaitu sebagai berikut.
– Berikan dukungan dengan menitik beratkan pada sifat konsep dari diskusi-diskusi yang berlangsung.
– Berikan bantuan kepada peserta didik dalam mempertimbangkan sifat-sifat dan type dari konsep yang dipelajarinya.
– Pusatkan perhatian para peserta didik terhadap contoh-contoh konsepnya yang lebih spesifik
– Bantulah peserta didik dalam mendiskusikan dan menilai strategi berfikir yang mereka gunakan dalam pembelajaran.
Sistem Pendukung dalam model pembelajaran ini berupa sarana pendukung yang diperlukan berupa bahan-bahan dan data yang terpilih serta terorganisasi dalam bentuk unit-unit yang memiliki fungsi memberikan contoh-contoh dan menjelaskan konsep. Bila para peserta didik sudah dapat berfikir kompleks, mereka akan dapat bertukar pikiran dan bekerja sama dalam membuat unit-unit data atau memberikan contoh-contoh lainnya
Penggunaan model pencapaian konsep ini menurut Joyce dan Weil (1986) akan menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring yang penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini.
Gambar 1. Dampak Instruksional dan Pengiring
Model Pencapaian Konsep (Joyce and Weil : 1986 : 39)
Berdasarkan gambar tersebut, model pencapaian konsep akan berdampak instruksional, yakni mencapai tujuan pemahaman pada hakikat konsep, strategi pembentukan konsep, konsep spesifik, dan keterampilan penalaran induktif. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai juga dampak pengiring, yakni peserta didik akan menyadari akan pilihan konsep, akan bersikap toleran pada ketidaktentuan, serta peserta didik akan peka terhadap penalaran secara logis dalam komunikasinya sehari-hari.
(b). Model Pembelajaran Pertemuan Kelas
Model pertemuan kelas ini dikembangkan dengan maksud untuk mengembangkan kepedulian kelompok sosial, disiplin diri dan komitmen prilaku. Pertemuan dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam suasana yang menyenangkan dan tidak terbatas, tidak terikat dengan berbagai diskusi masalah-masalah perilaku, masalah pribadi dan akademik atau berbagai isu kurikulum.
Menurut Glasser dalam Joyce dan Weil (1986) model ini bertolak dari pemikiran bahwa pada umumnya masalah-masalah kemanusiaan merupakan kegagalan dari fungsi sosial dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk mencintai dan dihargai. Kedua kebutuhan ini berakar pada hubungan antar manusia sesuai dengannorma kehidupan kelompok. Di dalam kelas, rasa cinta tercermin dalam bentuk tanggung jawab sosial untuk saling membantu dan saling memperhatikan satu sama lainnya. Diyakini bahwa sekolah telah gagal bukan di dalam menampilkan profil akademis, tetapi di dalam memperkuat hubungan yang penuh kehangatan, konstruktif, untuk mencapai keberhasilan. Rasa dicintai dan mencintai bagi sebagian besar manusia akan melahirkan rasa memiliki harga diri.
Model pembelajaran ini dalam pelaksanaannya menurut Joyce dan Weil (1986) memiliki sintakmatik dengan enam tahap kegiatan pembelajaran, yaitu sebagai berikut di bawah ini.
Tahap Pertama : Membangun iklim keterlibatan
1. Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi, dan berbicara;
2. Berbagai pendapat tanpa saling menyalahkan atau menilai.
Tahap Kedua : Menyajikan masalah untuk didiskusikan
1. Peserta didik dan guru membawa isu atau masalah;
2. Memaparkan masalah secara utuh;
3. Mengidentifikasi akibat yang mungkin timbul;
4. Mengidentifikasi norma sosial.
Tahap Ketiga : Membuat keputusan nilai personal
1. Mengidentifikasi nilai yang ada di balik masalah prilakudan norma sosial;
2. Peserta didik membuat kajian personal tentang norma yang harus diikuti.
Tahap Keempat : Mengidentifikasi pilihan tindakan
1. Peserta didik mendiskusikan berbagai pilihan atau alterbatif prilaku;
2. Peserta didik bersepakat tentang pilihan yang ditentukannya itu.
Tahap Kelima : Membuat komentar
Peserta didik membuat komentar atau tanggapan secara umum tentang prilaku pilihan
Tahap Keenam : Tindak lanjut prilaku
Peserta didik menguji efektifitas dari komitmen dan prilaku bari itu, setelah periode tertentu.
Untuk kepentingan praktis pembelajaran di kelas, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional pembelajaran sebagai berikut (Tabel 6).
Tabel 6
MODEL PERTEMUAN KELAS
LANGKAH POKOK | KEGIATAN GURU | KEGIATAN PESERTA DIDIK |
Menciptakan SuasanaMenyajikan masalahMembuat keputusan nilai personalMengidentifikasi pilihan tindakanMemberi komentarMenetapkan tindak lanjut | – Ciptakan situasi yang kondusif- Pancing munculnya masalah- Paparkan konteks masalah- Identifikasi nilai di balik masalah- Pancing munculnya alternatif tindakan- Pancing komentar peserta didik- Kaji komitmen peserta didik pada prilaku baru | – Melibatkan diri dalam situasi- Kemukakan masalah- Paparkan konteks masalah- Buat keputusan nilai terkait masalah- Pilih alternatif tindakan terbaik- Beri komentar umum- Tunjukkan komitmen terhadap prilaku |
Catatan :
Diadaptasi dari (Glasser dalam Joyce & Weil : 1986)
Menyimak tabel tersebut, tergambar secara jelas bagaimana kegiatan guru dan kegiataan peserta didik dalam proses pembelajaran. Serta terlihat juga urutan pencapaian suatu pemahaman sebuah nilai dari perilaku untuk disepakati dan dilakukan dalam kehidupan sosial di kelasnya melalui pembelajaran yang dilakukan. Serta belajar bagaimana melakukan dan mentaati komitmen yang telah disepakati tersebut.
Sistem Sosial dari model pembelajaran ini diorganisasikan secara terstruktur sedang, kepemimpinan dan tanggung jawab untuk membimbing interaksi terletak di tangan guru. Walaupun demikian diharapkan pula peserta didik dapat mengambil inisiatif dalam memilih topik diskusi setelah mengalami beberapa aktivitas. Meskipun tanggung jawab ada pada guru, tetapi keputusan moral terletak pada diri peserta didik. Adapun prinsip yang perlu dipegang dalam pelaksanaan model pembelajaran ini ialah : 1) Melibatkan peserta didik dengan menumbuhkan suasana yang hangat, personal, menarik, dan hubungan yang peka dengan peserta didik; 2) Dengan sikap tidak menentukan, guru harus menerima tanggung jawab untuk mendiagnosis prilaku belajar; 3) Kelas sebagai satu kesatuan memilih dan mengikuti alternatif prilaku yang ada.
Sistem Pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model ini ialah guru yang memiliki kepribadian yang hangat dan terampil dalam mengelola hubungan interpersonal dan diskusi kelompok. Ia juga harus mampu untuk menciptakan iklim kelas yang teerbuka dan tidak bersifat defensif atau selalu bertahan diri, dan pada saat bersamaan ia mampu membimbing kelompok menuju penilaian prilaku dan komitmen.
Penggunaan model peserta didikan ini menurut Joyce dan Weil (1986) akan menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring yang penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini.
Gambar 2. Dampak Instruksional dan Pengiring
Model Pencapaian Konsep (Joyce and Weil : 1986 : 213)
Berdasarkan gambar tersebut, model pertemuan kelas akan berdampak instruksional, yakni mencapai tujuan dan evaluasi serta membentuk kemandirian dan pengarahan diri. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai juga dampak pengiring, yakni peserta didik akan menyadari dan menampakkan sikap keterbukaan dan mendahulukan keutuhan kelas.
(c). Model Pembelajaran Investigasi Kelompok
Model pembelajaran ini berpangkal tolak dari pemikiran John Dewey (1916) yang menyatakan bahwa keseluruhan kehidupan sekolah harus ditata sebagai bentuk kecil atau miniatur kehidupan demokrasi. Untuk hal tersebut peserta didik seharusnya memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan sistem sosialdalam rangka memperbaiki kehidupan masyarakat. Dalam kerangka itu, menurut Joyce dan Weil (1986) suasana kelas merupakan analogi dari kehidupan masyarakat yang di dalamnya memiliki tata tertib dan budaya kelas. Peserta didik senantiasa memperhatikan kehidupan yang berkembang di sana yaitu mengenai ketentuan dan harapan yang ditanamkan di kelasnya. Oleh karena itu guru sebaiknya berupaya untuk menciptakan suasana yang memungkinkan tumbuhnya kehidupan kelas seperti itu.
Model pembelajaran investigasi kelompok ini mengambil model yang berlaku dalam masyarakat, terutama cara anggota masyarakat melakukan proses mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan sosial. Melalui kesepakatan inilah peserta didik mempelajari pengetahuan akademis dan mereka melibatkan diri dalam pemecahan masalah sosial dengan tiga konsep utama yaitu penelitian, pengetahuan, dan dinamika belajar kelompok. Adapun sintakmatik atau langkah pembelajarannya model ini memiliki enam tahap, yaitu :
- Tahap Pertama : Peserta didik berhadapan dengan situasi yang problematis.
- Tahap Kedua : Peserta didik melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematis tersebut.
- Tahap Ketiga : Peserta didik merumuskan tugas-tugas belajar (learning taks) dan kemudian mengorganisasikannya untuk membangun suatu proses penelitian.
- Tahap Keempat : Peserta didik melakukan kegiatan belajar individu dan kelompok.
- Tahap Kelima : Peserta didik menganalisis kemajuan dan proses yang dilakukan dalam proses penelitian kelompok itu.
- Tahap Keenam : Melakukan proses pengulangan kegiatan (recycle activities)
Untuk kepentingan praktis pembelajaran di kelas, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional pembelajaran sebagai berikut (Tabel 7).
Tabel 7
MODEL INVESTIGASI KELOMPOK
LANGKAH POKOK | KEGIATAN GURU | KEGIATAN PESERTA DIDIK |
Situasi BermasalahEksplorasiPerumusan Tugas BelajarKegiatan BelajarAnalisis KemajuanDaur Ulang | – Sajikan situasi bermasalah- Bimbing proses eksplorasi- Pacu diskusi kelompok- Pantau kegiatan belajar- Cek kemajuan belajar kelompok- Dorong tindak lanjut | – Amati situasi bermasalah- Jelajahi permasalahan- Temukan kunci permasalahan- Rumuskan apa yang harus dilakukan- Atur pembagian tugas dalam kelompok- Belajar individual dan kelompok- Cek tugas yang harus dikerjakan- Cek proses dan hasil penelitian kelompok- Lakukan tindak lanjut |
Catatan :
Diadaptasi dari (Joyce & Weil : 1986)
Sistem sosial yang berlangsung dalam model ini bersifat demokratis yang ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan pembelajaran. Kegiatan kelompok dilakukan dengan arahan minimal dari guru, sehingga suasana kelas akan tidak begitu terstruktur. Iklim kelas ditandai oleh proses interaksi yang bersifat kesepakatan atau kensensus.
Sistem pendukung berupa sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan peserta didik dalam rangka memecahkan permasalahan. Sebaiknya tersedia perpustakaan yang cukup menyediakan sumber informasi yang diperlukan peserta didik.
Penggunaan model pembelajaran ini menurut Joyce dan Weil (1986) akan menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring yang penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini.
Gambar 3.Dampak Instruksional dan Pengiring
Model Investigasi Kelompok (Joyce and Weil : 1986 : 237)
Berdasarkan gambar tersebut, model investigasi kelompok ini akan berdampak instruksional, yakni mencapai tujuan membangun pengetahuan pada diri peserta didik, melatih disiplin dalam penelitian, serta belajar hidup berkelompok. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai juga dampak pengiring, yakni peserta didik akan menyadari akan keterikatan hidup dengan orang lain, menghormati sesama, perlunya komitmenhidup dalam kelompok, serta merasa bebas sebagai peserta didik.