Kita dapat mempelajari teori risiko, sumber bahaya yang menimbulkan, bagaimana menilainya, serta menggolongkan tingkatan risiko tersebut. Nah ketika data tentang risiko dan kegiatan sudah kita miliki, yang paling penting adalah bagaimana mengelolanya sehingga kegiatan tersebut aman dilaksanakan. Karena begini, prinsip dasar tentang manajemen risiko adalah tinggalkan bila itu berisiko atau hadapi dengan risiko yang ada. Kalau pilihan pertama yang dipilih, ya… sudah nggak usah mikir lagi, tapi bila yang kedua pilihannya maka akan lain ceritanya.
Ketika merencanakan atau melaksanakan kegiatan alam bebas, sangat penting untuk mempertimbangkan segala kebutuhan, teknik pelaksanaan dan rekomendasi teknik pelaksanaan. Hal ini akan membuat instruktur/pembina/pelatih bisa melaksanakan kegiatan dengan profesional dan aman. Juga harus dipastikan bahwa kegiatan itu dilaksanakan dengan standar umum yang berlaku untuk kegiatan tersebut. Dalam istilah industrialnya disebut industrial best practice, dimana teknik ini telah terbukti handal dan aman secara luas.Hal-hal yang harus dilakukan untuk menerapkan manajamen risiko di alam terbuka:
1. MEMBUAT PERENCANAAN
Kegiatan alam bebas memerlukan perencanaan yang matang untuk mencegah insiden serta respon yang harus dilakukan bila insiden benar- benar terjadi. Dokumen-dokumen mengenai rencana kegiatan, teknis pelaksanan dan manajemen risiko bisa dipakai untuk panduan dan bahan pelatihan. Untuk menyiapkan hal tersebut harus telaten dan rajin, karena semua hal menyangkut kegiatan serta pelaksanan tindakan darurat harus tertulis.
Dalam manajemenrisiko, semua staf harus ikut pelatihan tentang manajemen risiko. Semua perencanaan darurat harus tertulis dan harus diimplementasikan. Rencana yang harus disusun antara lain:
1.1. Rencana manajemen risiko
Rencana manajemen risiko dibuat untuk mengidentifikasi sumber bahaya yang mungkin timbul pada kegiatan yang akan dilaksanakan dan langkah yang diambil. Manajemen risiko harus mengidentifikasi semua sumber bahaya yang ada di lapangan dengan jelas (lingkungan, alat, manusia) dan dampak terhadap bisnis bila insiden tersebut terjadi.
Setelah diidentifikasi, harus dibuat strategi untuk menghindari insiden yang ditimbulkan risiko dan membuat ceklist.
a. Sumber bahaya di lapangan – contohnya berupa;
Lingkungan yang ekstrim
Longsor
Gelap
Terbakar matahari
Sengatan lebah
Angin
Kerusakan mekanik
Kendaran lain yang ugal – ugalan
Kondisi tali pengaman
b. Sumber bahaya karena kelalaian manusia, dibagi dalam sudut pandang individual, kelompok dan pemimpin – contohnya berupa;
Individual (peserta) Pemimpin Kelompok
Tidak sadar akan kondisi bahaya
Tidak memiliki skill menghindari bahaya
Pembangkang
Bertindak kurang bertanggung jawab
Bersikap sok jagoan
Lemah/stamina kurang
Takut
Tidak punya pengetahuan yang cukup
Kesalahan dalam menilai risiko
Skill mengelola kelompok yang kurang
Manajemen yang kurang efektif
Kesadaran akan keselamatan kerja yang lemah
Latar belakang budaya, cara menilai orang
Tidak bisa bekerja sama
Gesekan antar anggota
Kompetisi internal yang berlebihan
Adanya tekanan untuk berprestasi
Sikap yang kurang peduli akan keselamatan
Adanya blok/geng dalam kelompok
c. Sumber bahaya terhadap bisnis – contohnya berupa;
Izin penggunaan lahan dicabut/tidak diberikan lagi
Persepsi negatif di masyarakat terhadapa kegiatan
Pembatalan program
Penalti karena insiden
Pembatasan kegiatan/black list
Staf yang mengundurkan diri
1.2. Rencana perjalanan
Rencana perjalanan yang tertulis dan terpetakan membuat staf dan instrktur mampu untuk mengartikulasikan perjalanan sesuai dengan rute yang akan dilalui. Rencana perjalanan merupakan manajemen risiko yang lebih spesifik. Identifikasi sumber bahaya sesuai dengan rute yang dilalui dan tindakan pencegahan yang dilakukan. Para instruktur harus paham dengan rencana perjalanan yang harus mereka pimpin dan memastikan bahwa rencana tersebet terdokumentasi dengan baik. Dokumen – dokumen perjalanan terdahulu bisa digunakan sebagai panduan bila kan melakukan kegiatan/perjalanan yang sama.
1.3. Rencana tanggap darurat
Rencana perjalanan dibuat sesuai dengan suatu kegiatan yang dilakukan dalam suatu program. Rencana ini dibuat untuk sebagi panduan bertindak dalam jangka pendek bila terjadi insiden. Semua pendukung kegiatan – instruktur, fasilitator,staf – harus paham dengan rencana tanggap darurat.
1.4. Membuat SOP untuk instruktur
SOP untuk instruktur berupa arahan tertulis mengenai program yang dibuat oleh manajer program. Berisi mengenai penjelasan tentang tingkat kecelakaan, bagaimana mengelolanya dan sampai batas kondisi seperti apa (jumlah kerugian,tingkat cedera dll) seorang instruktur bisa membuat keputusan.
1.5. Review keselamatan
Dalam review keselamatan, para instruktur, para manajer program dan para spesialis bergabung membentuk sebuah tim. Mereka mengumpulkan data melalui interview, survey lapangan dan mempelajari laporan untuk menilai standar dan manajemen keselamatan yang dilakukan. Hasil review ini berupa rekomendasi – rekomendasi. Hal yang dibahas dalam review ini meliputi;
Screening peserta
Pengetahuan akan keselamatan dari staf
Kualifikasi staf
Sistem pengelolaan risiko
Program kegiatan
Prosedur tindakan darurat
Logistik dan fasilitas
Peralatan
Kesesuaian program dengan peserta
Review keselamatan bukanlah pengadilan terhadap sebuah program. Review ini memiliki keuntungan jangka pendek dan jangka panjang terhadap sebuah program. Review ini bisa menjadi sebuah ajang pelatihan keselamatan berkegiatan, karena forum ini merupakan forum diskusi dan saling membagi pengalaman dalam melaksanakan suatu kegiatan alam bebas. Kebijakan mengenai keselamatan dalam kegiatan alam bebas lebih banyak dilakukan berdasarkan pengalaman – pengalaman pelaksana kegiatan tersebut. Dengan review tersebut, bisa diperoleh prespektif lebih luas tentang keselamatan suatu kegiatan, sehingga kebijakan yang diterapkan lebih merupakan pengembangan dari pola – pola yang telah ada.
1.6. SAR
Dalam pelaksanaan kegaitan alam bebas, SAR memerankan titik sentral dalam manajemen risiko. Pengetahuan akan lokasi dan posisi tim SAR serta bagiamana menghubungi mereka dalam kondisi darurat akan menentukan kondisi insiden selanjutnya. Keberadaan tim SAR juga akan meningkatkan kondisi psikologis peserta bahwa mereka berkegiatan dalam kondisi aman.
2. MENERBITKAN STANDART MINIMUM KESELAMATAN DALAM OPERASIONAL
Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan harus memiliki standar operasional minimum. Hal ini merupakan standar minimum kebutuhan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan sehingga kegiatan tersebut layak untuk dilakukan.Proses – proses dalam tahap ini adalah :
1. Mengidentifikasi tentang hukum dan peraturan yang terlibat dalam kegiatan :
Hukum yang berlaku terkait penggunaan peralatan – penggunaan kendaraan i.e trike, mengemudi truk
Ijin penggunaan lahan kegiatan – ijin ini bisanya dikeluarkan oleh pemilik lahan yang dipakai kegiatan, termasuk area yang bisa digunakan dan area yang terlarang
Peraturan lokal terkait dengan pengamanan personel – peraturan tentang kesehatan personel, tindakan yang mungkin melanggar aturan lokal
2. Mengidentifikasi dan melaksanakan teknik pelaksanaan yang sesuai untuk tiap aktivitas.
Panduan – bisa menggunakan dari berbagai sumber
Standar nasional pelaksanaan suatu kegiatan – misal untuk untuk kegiatan selam dengan melihat dokumen POSSI, paralayang melihat dokumen PLGI
3. Menentukan standar minimum manajemen risiko, cek dengan pertanyaan :
Filosofi kegiatannya apa?
Pasar kegiatannya siapa?
Apa outcome kegiatannya?
Skill dan pengetahuan pesertanya tentang kegiatan yang akan dilaksanakan?
Institusi yang terlibat?
Level kegiatan yang mungkin bisa untuk dilaksanakan dengan kondisi yang ada?
3. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
Semua hal diatas adalah dokumen tentang keselamatan serta sistem manajemen, implementasi dilapangan menjadi panggung demonstrasi ketrampilan staf, instruktur dan manajer program. Mereka bertanggungjawab akan terlaksananya sistem keselamatan ini di lapangan.
Beberapa hal yang harus diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan adalah;
3.1. Briefing tentang risiko dan keselamatan (safety talks)
Beberapa insiden yang terjadi dalam kegiatan alam bebas diakibatkan oleh kegagalan instruktur menyampaikan risiko insiden yang bisa terjadi, sumber bahaya yang menyertai kegiatan tersebut, perlengkapan yang digunakan serta apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Untuk menghindari pembicaraan yang panjang, buatlah catatan, safety talk haruslah singkat dan mengandung informasi sebanyak mungkin. Safety talk lebih baik dilaksanakan secara berkala.
Perkenalan
Perkenalan komponen pantia yang terlibat beserta tugasnya
Meminta perhatian – keselamatan adalah tanggung jawab bersama, termasuk peserta
Program
Penjelasan rencana perjalanan – kondisi geografi, cuaca
Kemungkinan bahaya – pingsan, dehidrasi dll
Penjelasan tentang peralatan yang akan dipakai
Beri contoh tentang pemakaian alat yang benar
Penjelasan apa yang harus dilakukan bila terjadi insiden ( i.e seseorang tersesat, hanyut disungai, terperosok tebing )
Penjelasan apa yang tidak boleh dilakukan selama kegiatan berlangsung
Tangggung jawab peserta
Jelaskan tentang kondisi fisik yang harus dihadapi
Tanyakan pada mereka tentang kemampuan mengikuti kegiatan ini
NO smoking and NO alkohol selama kegiatan
Minta peserta untuk memperhatikan bila ada peralatan yang kurang baik/terjadi kerusakan
Melaporkan sesegera mungkin bila terjadi insiden
Pentupan
Pastikan semua peserta telah bersedia ikut kegiatan ( bila perlu beri form tertulis)
Tanyakan apa ada hal yang ingin mereka sampaikan
Pastikan semua peserta mengerti isi briefing
3.2. Sistem komunikasi
Perkembangan teknologi informasi memberikan banyak pilihan berkomunikasi. Telepon satelit memiliki banyak kelebihan untuk membuat koneksi walaupun ditempat yang terpencil sekalipun. Namun sistem komunikasi harus disesuaikan dengan medan yang akan dipakai dan yang paling penting adalah kemampuan sumber daya finansial untuk membiayai sistem komunikasi yang dipakai.
Rentang pemilihan teknologi komunikasi tidak hanya meliputi telepon maupuan radio UHF/VHF, tidak tertutup kemungkinan menggunakan LAN ( Local Area Network) komputer sehingga proses komunikasi yang dilakukan memiliki bukti tertulis dalam melakukan suatu tindakan.
Sistem komunikasi yang handal mampu menjamin ketersedian informasi dan kontrol terhadap seluruh wilayah kegiatan. Insiden yang terjadi akan lebih mudah dimonitor dengan sistem komunikasi yang bagus. Respon terhadap kondisi darurat pun akan lebih cepat.
3.3. Riwayat kesehatan
Peserta yang akan mengikuti kegiatan harus telah dimonitor kesehatan dan kondisi fisiknya oleh panitia. Screening peserta sebelum mengikuti kegiatan harus dilakukan, meliputi pemeriksaan riwayat penyakit, alergi serta tingkat kebugaran. Peserta yang tidak dalam kondisi kesehatan prima serta tidak memiliki tingkat kebugaran seperti yang telah disyaratkan harus tidak boleh mengikuti kegiatan.
3.4. Pengenalan medan
Kegiatan alam bebas memiliki kemungkinan yang cukup banyak untuk diskenariokan, utamanya bila dilaksanakan dilokasi yang baru. Pengenalan terhadap medan kegiatan akan membantu para instruktur untuk membawakan kegaitan dan mengawal peserta dengan aman. Untuk mengenal medan yang akan dipakai, survey secara komprehensif harus dilakukan, dengan membuat simulasi ketika kegiatan dilaksanakan. Termasuk menghitung rentang waktu dan lokasi yang akan digunakan untuk tinggal.
Hasil surevey didokumentasikan dengan penjelasa lengkap sumber – sumber bahaya yang ada dalam satipa aktifitas serta tindakan pencegahan yang harus dilakukan. Bila memiliki dokumen dari survey kegiatan terdahulu, maka bisa dilakukan perbandingan tentang kondisi lingkungan serta sumber bahaya yang ada
4. DOKUMENTASI DAN FORM
Form – form yang bisa digunakan dalam menerapkan manajemen risiko ;
1. form kesediaan
2. form pernyataan
3. form riwayat kesehatan
4. laporan kecelakaan
5. Rencana perjalanan
laporan sebelum perjalanan
laporan sesudah perjalanan
6. outline rencana tindakan darurat
7. check list
8. proses manajemen risiko
9. ceklist keselamatan dan kesehatan
10. cheklist orientasi