Laporan Praktikum – Penerapan Bioteknologi dalam Pembuatan Tempe

6 min read

Praktikum Pembuatan Tempe dengan Bakteri Bioteknologi

Berikut ini laporan praktikum Pembuatan Tempe. Tempe sendiri adalah salah satu produk dari Penerapan Bioteknologi yakni pemanfaatan bakteri.

Praktikum Pembuatan Tempe

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Fermentasi merupakan akvititas yang terjadi karena adanya mikroba pada subtark organik. Proses fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat pada bahan pangan. Hal ini disebabkan oleh pemecehahan kandungan protein pada bahan pangan tersebut.

Proses fermentasi dapat dikatakan kebalikan dari proses pengawaten makanan. Jika proses pengawetan makakan dilakukan melalui proses pemanasan, pendinginan, pengeringan, iradiasi, penambahan zat pengawet yang bertujuan membunuh mikroba pada bahan pangan, maka fermentase justru bertujuan untuk menambahkan dan memperbanyak jenis mikroba tertentu dalam bahan makanan. Bakteri ini diharapkan melakukan metabolisme di dalam bahan makakan. Hanya saja dalam proses fermentase, bakteri yang digunakan merupakan spesies bakteri khusus yang bertujuan untuk memecahkan protein sesuai dengan hasil akhir yang dikehendaki.

Peradaban manusia baik secara tradisional maupun menggunakan ilmu sains modern telah berhasil membuat jenis-jenis makanan. Beberapa jenis tersebut antara lain adalah Tempe, Tauco, Kecap, Yogurt, Terasi, Keju, Tape dan sebagainya.

Salah satu produk Bioteknologi yang paling digemari di Indonesia adalah Tempe. Tempe merupakan makanan yang murah dan dapat dijangkau luas masyarakat kelas atas, menangah dan bahwa namun memiliki kandungan protein nabati yang tinggi. Tempe merupakan makakan berbahan dasar kedelai yang difermentasi dengan bantuan mircoba Rhizpous. Jenis jamur Rhizopus yang banyak dikgunakan di Indonesia adalah hizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti), atau Rhizopus arrhizus.

Di pasaran, biang jamur ini dijual dipasaran dikenal dengan nama Ragi Tempe. Ragi ini dijadikan agen dalam memunculkan Rhizopa pada Tempe. Proses pembuatan tempe dikatakan berhasil jika tumbuh jamur berwarna putih disekitar tempe. Warna putih ini adalah disebabkan oleh Miselia hamur yang tumbuh di permukaan biji kedelai. Miselia tumbuh saling berikatan satu sama lain sehingga membuat kedelaian saling terikat dan kompak.

Proses fermentasi membuat banyak jamur aktif yang tumbu. Jamur Rhizopus menjadi spesies yang paling banyak tumbuh. Jamur-jamur ini kemudian mengeluarkan enzim yang mampu merombak organisme kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Jika dikonsumsi, Protein sederhana ini lebih cepat diserap oleh tubuh dibandingkan dengan protein yang lebih kompleks.

Proses fermentase jamur ini dilakukan secara aerobik dan tidak melibatkan senyawa Alkohol. Lantas bagaimana cara pembuatan tempe ini? Praktikum ini disusun untuk mengetahui cara memanfaatkan ragi untuk menumbuh jamur Rhizopus pada kedelai hingga menjadi tempe.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka disusunluh rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana cara pembuatan tempe?
  2. Bagaimam peranan Mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam proses pembuatan tempe?

C. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dri praktikum ini adalah :

  1. Mengetahui proses pembuatan tempe.
  2. Mengetahui bagaimana peranan dari Mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam pembuatan tempe.

Bab II. Tinjauan Pustaka

A. Pengertian Fermentasi

Fermentasi bahan pangan adalah proses yang memanfaatkan kegiatan mikroba untuk mendapatkan bahan hasil kegiatan yang bermafaat bagi manusia. Mikroba yang dimanfaatkan berasal dari jenis Bakteri, Kapang, dan Khamir.

Secara alami, proses fermentasi melibatkan banyak jamur. Dalam Bioteknologi, Proses fermentasi diupayakan untuk membuat hanya mikorba tertentu yang terlibat dalam proses ferementasi tersebut. Tujuannya agar hasil akhir dari proses fermentasi ini sesuai dengan harapan, misalnya bakteri yang digunakan untuk menghasilkan asam Laktat, Khamir digunakan untuk menghasilkan alkohol, dan kapang untuk menghasilkan tempe.

Proses fermentasi ini akan dibantu dengan kultur sebagai agen Mikroba. Dengan demikian tugas dari Mikrobiologi juga menghasilkan kultur yang dapat digunakan dengan mudah dan bebas waktu.


Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan, misalnya kultur murni dari bakteri asam laktat untuk membuat keju. Kadang-kadang tidak digunakan kultur murni untuk fermentasi sebagai laru (starter). Misalnya pada pembuatan tempe atau oncom digunakan hancuran tempe dan oncom yang sudah jadi.

B. Mikroorganisme pada Fermentasi

Jenis kapang digunakan dalam khususnya bagi beberapa jenis kayu dan fermentasi bahan pangan khususnya di Asia, seperti kecap, miso, tempe dan lain-lainnya. Jenis kapang yang banyak memegang peranan penting dalam fermentasi bahan makanan tersebut adalah Aspergillus, Rhizopus dan Penicillium.

Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di Indonesia, terbuat dari kedelai. Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut : kedelai kering dicuci, direndam semalam pada suhu 25oC esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam dibuang. Kedelai lalu dimasak selama 30 menit. Sesudah itu didinginkan, diinokulasikan dengan spora Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, ditaruh dalam panci yang dangkal dan diinkubasikan pada suhu 30oC selama 20 – 24 jam. Dalam waktu itu kedelai terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur. Sekarang tempe siap untuk dikosumsi. Cara penyajiannya adalah tempe dipotong-potong, direndam sebentar dalam garam lalu digoreng dengan minyak nabati. Hasilnya adalah tempe yang berwarna coklat dan kering. Dapat juga dimakan dalam bentuk mempunyai kuah atau dengan kecap.

C. Rhizopus oryzae dalam tempe

Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber protein nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe.Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai.

Rhizopus oryzae bakteri pada pembuatan Tempe
Rhizopus oryzae

Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.

Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat.

Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).

Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe (Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat (Purwoko dan Pamudyanti, 2004). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino (Septiani, 2004). Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease (Margiono, 1992). Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6.

Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur.

Bab III. Metode Percobaan

A. Bahan dan Alat Percobaan

1. Bahan
  1. Biji kedelai
  2. Ragi atau bibit tempe
2. Alat
  1. Panci
  2. Kompor gas
  3. Tampah plastik
  4. Sendok nasi
  5. Ember
  6. Pembungkus plastik
  7. Jarum
  8. Serbet

B. Metode Kerja

  1. Biji kedelai yang telah dipilih, dibersihkan dan dicuci dengan air bersih, kemudian direndam dengan air bersih selama satu hari satu malam.
  2. Lalu kedelai direbus sampai mendidih dan lanjutkan perebusan sampai kedelai benar-benar kelihatan empuk.
  3. Setelah tempe direbus, hasil rebusan tempe di tiriskan/di anginkan sambil diaduk
  4. Kulit ari kedelai dibuang dengan cara diremas-remas sampai biji terbelah dan kedelai menjadi bersih.
  5. Kedelai yang telah dibuang kulitnya di cuci bersih lalu ditiriskan. 6) Setelah rebusan kedelai dingin, taburkan ragi (bibit tempe) sebanyak 1 gram ragi per 1 kg kedelai secara merata dengan alat pengaduk.
  6. Kedelai yang sudah dicampur ragi (bibit tempe), dibungkus dengan plastik yang sudah ditusuk-tusuk dengan jarum. Setelah itu disimpan selama dua hari.
  7. Pengamatan dilakukan selama dua hari berturut-turut guna melihat proses berlangsungnya fermentasi.
  8. Setelah tempe disimpan selama dua hari maka seluruh permukaan kacang kedelai tertutupi jamur.

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pratikan pada dua hari berturut-turut setelah pengolahan kedelai hingga menjadi tempe adalah sebagai berikut:

a) Pengamatan I (Jum’at, 19 Februari 2016)

Kedelai yang terbungkus masih dalam keadaan panas dan mengembun.

b) Pengamatan II (Sabtu, 20 Februari 2016)

Jamur merata, tekstur rata dan bau tempe.

B. Pembahasan

Pada pengamatan I keadaan bungkus kedelai dipenuhi uap air akibat panas yang masih ditimbulkan oleh proses fermentasi dan mycelia putih dari jamur belum merata (masih terlihat padatan/biji kedelai).

Pada pengamatan II masih ada biji kedelai yang terlihat akan tetapi keadaan kedelai telah terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur, karena padatan kedelai menempel pada pembungkusnya maka padatan kedelai tersebut terlihat membentuk tekstur yang rata sesuai bentuk pembungkusnya dan pastinya tercium bau yang khas dari bungkusan kedelai tersebut yaitu bau tempe.

Bab V. Penutup

A. Kesimpulan

Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa tempe sangat tergantung dari hasil fermentasi jenis bahan utama/substratnya yaitu kedelai, macam mikroba yang aktif dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut, dan hal ini dapat dikatakan bahwa pengolahan kedelai hingga menjadi tempe sesuai dengan hasil akhir yang dikehendaki.

Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman mikroba jenis jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur kedelai menjadi lebih lunak, terurainya protein yang terkandung dalam kedelai menjadi lebih sederhana, sehingga mempunyai daya cerna lebih baik dibandingkan produk pangan dari kedelai yang tidak melalui proses fermentasi.

Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahan-perubahankimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti diare.

B. Saran

Pemberian keterangan/pengarahan yang dilakukan asisten/pembimbing sudah baik akan tetapi pratikan masih mengharapkan pada percobaan selanjutnya para asisten/pembimbing untuk dapat memberikan keterangan/pengarahan lebih spesifik lagi dalam hal pengolahan dan penyajian bahan yang dicoba. Dengan adanya keterangan/pengarahan yang lebih baik lagi yang diberikan asisten/pembimbing dapat menjadi pengetahuan dan bahan kuliah bagi pratikan nantinya.

Daftar Pustaka

Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.

Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD, Bandung.

Winarno,F.G, dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.

Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.