Regulasi pendidikan mengemukakan bahwa pemerintah dalam menjalankan supervisi pada tingkatan satuan pendidikan mempunyai dua objek sasaran, yaitu secara personal dan institusional. Secara personal, hal itu terlihat pada model supervisi yang menyebutkan bahwa pengawas bertugas membimbing dan melatih profesionalisme pendidikan dan tenaga kependidikan lainnya di satuan pendidikan binaannya.
Sedangkan secara institusional menyebutkan bahwa pengawas bertugas meningkatkan kualitas 8 standar nasional pendidikan pada satuan pendidikan.
Sehubungan dengan hal itu, menurut Supardi ada lima tipe supervisi, yaitu:
Daftar isi
1. Tipe Inspeksi
Tipe ini merupakan tipe supervisi yang mewajibkan supervisor turun melihat langsung hal-hal yang dikerjakan target supervisi. Kegiatan supervisi yang menggunakan tipe ini, apabila target supervisi dilakukan dalam aktivitas kerjanya, supervisor dapat menginformasikannya secara langsung kepada target supervisi agar langsung menyadari kesalahannya dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Ketika supervisor menjalankan tipe ini, maka yang harus diperhatikan adalah:
- Supervisi tidak boleh dilakukan berdasarkan hubungan pribadi maupun keluarga.
- Supervisi hendaknya tidak kemungkinan terhadap perkembangan dan hasrat untuk maju bagi bawahannya. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil, mendesak.
- Supervisi tidak boleh menuntut prestasi di luar kemampuan bawahannya.
- Supervisi tidak boleh egois, tidak jujur dan menutup diri terhadap kritik dan saran dari bawaannya.
2. Tipe Laisses Faire
Tipe ini target supervisi diberikan kebebasan dalam menjalankan aktivitasnya. Sebab yang diutamakan dalam supervisi model ini adalah hasil akhir sehingga supervisor tidak begitu intens dalam memfokuskan proses kerja yang dilaksanakan target supervisi. Selain itu apabila kita menggunakan tipe inii, supervisor tidak boleh memaksakan kemauannya (otoriter) kepada orang-orang yang disupervisi.
Supervisor juga diharuskan memberikan argumentasi atau alasan yang rasional tentang tindakan-tindakan serta instruksinya. Hendaknya tidak menonjolkan jabatan atau kekuasaannya agar tidak menghambat kreativitas bawahannya.
3. Tipe Coersive
Tipe coercive (paksaan) supervisor dalam melaksanakan tugasnya turut campur dalam mengembangkan pendidikan. Tipe supervisi seperti ini diperuntukan bagi para pendidik dan tenaga kependidikan yang masih lemah dalam memahami tugas dan tanggung jawabnya. Tipe seperti ini “terpaksa” dilakukan karena pendapat A.
Sitohang yang menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia masih sangat dibutuhkan. Karena ternyata dari hasil penelitian menunjukan masih banyak kekurangan dan kelemahan yang masih harus diperbaiki, terutama dalam bidang pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan yang sesuai dengan target organisasi. Dalam hal ini adalah seperti lembaga pendidikan Islam. Dengan adanya tipe ini, diharapkan problem seperti ini akan cepat teratasi.
4. Tipe Training and Guidance
Tipe training and guidance (pelatihan dan pendampingan) merupakan tipe supervisi yang menekankan keefektifan target supervisi. Kegiatan supervisi dilaksanakan dengan berbasis kepada pengembangan minat dan bakat target supervisi. Tipe training and guidance ini cocok digunakan apabila target supervisi masih belum berpengalaman dalam melaksanakan tugas keprofesian pendidikan. Namun, tipe ini dapat diterapkan kepada target supervisi yang telah berpengalaman.
Agar tipe training and guidance ini dapat dijalankan secara efektif, maka supervisor hendaknya juga menyiapkan berbagai macam sikap yang bersinergi dengan tugasnya. Teori Kiyosaki, maka beberapa sikap yang dibutuhkan supervisor tersebut antara lain:
- Supervisor hendaknya bersikap positif terhadap segala macam persepsi baik yang positif maupun negatif kepada dirinya.
- Supervisor dituntut untuk dapat memimpin organisasi profesi pengawas untuk dapat meningkatkan kinerjanya dalam hal pengawasan dan pemantauan baik secara institusional (satuan pendidikan) maupun personal (pendidikan dan tenaga kependidikan).
- Supervisor hendaknya memiliki sikap yang supel dalam berkomunikasi kepada segenap stakeholders pendidikan. Sikap yang aktif, efektif dan menyenangkan dalam berkomunikasi akan memperlancar tugas supervisi. Sehingga pencapaian target akan terealisasi dengan tepat.
- Supervisor harus bersikap berani terhadap usaha intimidasi atau tekanan dari pihak lain dalam menjalankan tugas pengawasan dan pembinaan.
- Supervisor dituntut bertanggung jawab atas hasil supervisi terhadap satuan pendidikan yang dibinanya. Pertanggungjawaban atas hasil kerja merupakan indikasi bahwa supervisor melakukan pembinaan dan pengawasan dengan baik kepada satuan pendidikan yang dibinanya.
5. Tipe Demokratis
Keterlibatan target supervisi sangat diandalkan dalam tipe supervisi demokratis. Hal utama yang ingin dituju adalah adanya kerjasama pembinaan antara supervisor dan target supervisor dan target supervisor. Langkah ini dilakukan agar target supervisi ikut merasakan sendiri terhadap program supervisi yang dijalankan kepadanya. Untuk itu, supervisor tidak boleh boleh bersifat otoriter dalam menjalankan kegiatan supervisi. Keseluruhan tipe supervisi demokratis ini difokuskan ke dalam satuan pendidikan meliputi manajemen kurikulum pembelajaran; kesiswaan; sarana prasarana; ketenagaan; keuangan; hubungan sekolah dengan masyarakat dan layanan khusus.
Daftar Rujukan:
- Burhanuddin. 1994. Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara), hlm. 79
- Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah (Administrasi Pendidikan Mikro) (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 196-198
- A. Sitohang, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007), hlm. 206
- Roben T. Kiyosi; Sharon L. Lechter, For People Who Like Helping People Delapan Nilai Tersembunyi dari Bisnis Pemasangan Jaringan Selain Memperoleh Uang (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 14
- Depdiknas, Metode dan Teknik Supervisi (Jakarta: Depdiknas, 2008), hlm. 8