Teori Belajar Behavioral

6 min read

Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913. Sama halnya dengan psikoanalisa behaviorisme juga merupakan aliran yang revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Sejumlah filsuf dan ilmuan sebelum Watson dalam satu dan lain bentuk telah mengajukan gagasan-gagasan mengenai pendekatan objektif dalam mempelajari manusia berdasarkan pandangan yang mekanistis dan materialistis, suatu pendekatan yang menjadi ciri utama dari behaviorisme. Seorang diantaranya adalah Ivan Pavlov (1849-1936).

Aliran Behavioris didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu, aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa perlakuan yang diberikan pada siswa, sedangkan respon berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Adapun yang terjadi antara stimulus dan respon itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak dapat diamati, factor lain yang penting yaitu penguatan (reinforcement), yaitu penguatan yabf dapat memperkuat respon.

Pendekatan Behavioristik Dalam Pembelajaran

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang mempelajari tingkah laku manusia. Menurut Desmita (2009:44) teori belajar behavioristik merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengkondisian. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui  pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan pengamatan, sebab pengamatan merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar apabila dapat menunjukkan perubahan prilaku sebgai hasil belajar.

Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Menurut kaum behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bias dilihat secara langsung: anak membuat poster, guru tersenyum pada anak, murid menganggu murid lain, dsb. Proses mental didefinisikan oleh psikolog sebagai pikiran perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak bias dilihat oleh orang lain. Meskipun kita tidak bisa melihat semua itu adalah nyata, seperti pemikiran anak tentang cara membuat poster, perasaan guru terhadap muridnya.

Pandangan Behaviorisme yaitu:

A. Pengkondisian Klasik

Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. Dalam pengkondsisan klasik, stimulus netral (seperti melihat seseorang) diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk mengeluarkan respon yang sama. Untuk memahami teori pengkondisian klasik Pavlov(1927) kita harus memahami dua tipe stimuli dan dua tipe respon;

  1. unconditioned stimulus(US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu, dalam eksperimen Pavlov adalah makanan,
  2. unconditioned response (UR) adalah respon yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh US, dalam eksperimen Pavlov adalah air liur anjing yang merespon makanan,
  3. conditioned stimulus(CS) adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan conditioned response setelah diasosiasikan dengan US, diantara stimuli yang terkondisikan dalam eksperimen Pavlov adalah beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum anjing menyantap makanan, seperti suara pintu tertutup sebelum makanan ditempatkan dipiring anjing
  4. conditioned respose (CR), adalah reson yang dipelajari, yakni respon terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi pasangan US-CS.

Jika kita kaitkan dengan proses pembelajaran, dapat dianalogkan bahwa jika guru berharap siswa dapat menghapalkan materi berupa ayat pada surat Al- Waqi`ah (di mana siswa harus hapal semua ayat), dan ternyata siswa ini dapat menghapalkannya. Kemudian dalam kondisi seperti ini anak  tidak mendapatkan nilai akhir (raport) yang lebih baik (dibanding dengan kawan yang lain), maka jika kelak suatu ketika ia diminta untuk menghapalkan lagi dia tak akan berusaha menghapalkannya (karena ia tahu hapal pun besok tidak akan mendapat nilai yang baik). Dalam segmen bagian akhir dari contoh di atas, anak diminta menghapalkan suatu ayat dan kepadanya disediakan pula sejumlah hadiah (misalnya gratis SPP) setiap saat, maka anak itu dengan sendirinya akan terus berusaha untuk dapat menghapalkan ayat dimaksud (karena ia tahu hal ini akan membawa hasil, yaitu mendapatkan hadiah).

B. Koneksionisme Thorndike

Pandangan Edwar Lee  Thorndike ( 1874-1949)  mengenai pembelajaran yakni bahwa  semua pembelajaran  dijelaskan melalui hubungan atau ikatan  yang dibentuk antara stimulus dan respon. Hubungan-hubungan ini muncul  lebih utama melalui  trial dan error ( coba dan gagal), yaitu suatu proses  yang disebut oleh Thorndike  sebagai koneksionisme atau belajar melalui seleksi dan hubungan. Thorndike merumuskan hukum belajar yang tidak fleksibel, melainkan aturan-aturan agar belajar nampak dipatuhi. Dia  mengutarakan tiga hukum belajar utama yaitu:

1). Hukum kesiapsiagaaan ( law of readiness). Makhluk hidup ( manusia dan hewan ) memiliki kesiapan  untuk membentuk hubungan-hubungan, jika makhluk hidup melakukanya akan mendapatkan kepuasaan dan jika tidak melakukannya akan merasa kecewa. kesiapsiagaan seperti seorang petugas  pengintai yang mengirim sinyal ke stasiun yang menjadi tujuan kereta untuk membuka palang pintu perlintasan. Sekolah tidak dapat  memaksa siswa untuk belajar jika mereka tidak siap secara fisik dan psikologis. Mereka dapat belajar jika mereka sudah merasa siap.

2) Hukum latihan ( Law of exercise) Hukum ini menyatakan bahwa hubungan  antara stimulus dan respon itu akan kuat apabila suatu kegiatan sering dilakukan atau semakin sering suatu perbuatan dilakukan maka semakin kuat hubungan antara stimulus dan respon, sebaliknya hubungan antara stimulus dan respon akan lemah apabila intensitas suatu perbuatan menurun. Hukum ini mendapat kritikan dari banyak orang bahwa  hukum latihan semata tidak cukup untuk melakukan perbaikan, mesti juga ada kesadaran dari pelaku akibat yang dapat ditimbulkan dari suatu perbuatan.

3) Hukum Pengaruh (Law of  effect ). Hukum ini merupakan hukum yang paling penting. Hukum effek menyatakan bahwa respon yang dibarengi oleh kepuasan akan terjadi hubungan yang lebih kuat antara stimulus dan respon, jika  respon dibarengi oleh perasaan tidak menyenangkan maka  hubungan antara stimulus dan respon akan melemah. Semakin tinggi tingkat kepuasan maka semakin kuat hubungan antara stimulus dan respon jika semakin besar perasaan yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan maka semakin lemah pula hubungan antara stimulus dan respon.

C. Pengkondisian Operan

Pengkondisian operan/ instrumental adalah sebentuk pembelajaran di mana kosekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. Arsitek utama dari Pengkondisian operan adalah B.F Skinner, yang pandangannya didasarkan pada Pandangan E.L. Thorndike.

Pengkondisian operan skinner, di mana konsekuensi perilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan terjadi, penguatan(imbalan) meningkatkan probabilitas sebaliknya, hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.

·         Penguat positive ( positive reinforce) stimulus yang kehadiranya memperkuat prilaku

·         Penguat negative ( negative reinforce) stimulus yang dengan ketiadaannya menguatkan prilaku

·         Hukuman, peristiwa yang mengakibatkan berkurangnya frekuensi prilaku[5]

Penguat bisa positif dan negative, yang dapat meningkatkan perilaku, dalam hukuman perilakunya berkurang

2.3 Penerapan Pendekatan Behavioristik Dalam Pembelajaran

Aliran psikologi yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan teori dan praktek pendidikan serta pembelajaran hingga kini adalah behavioristik. Aliaran ini menekankan pada pembentukan perilaku yang tampak asebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.

Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (Shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di ndonesia. Hal ini tampsk dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, sepertikelompok bermain, taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, bahkan sampai diperguruan tinggi, pembentukan prilaku dengan cara drill (pembiasaan) reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapahal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia,. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyeknya, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada seorang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami murid.

Fungsi mind atau pikiran adalah untuk meniru struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipili , sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristtik struktur pengetahuan tersebut.

Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada didunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau seorang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat sensial dengan belajar sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan kedisplinan. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang harus diperlakukan sesuai dengan aturan, sehingga control belajar harus dipegang oleh system yangberada diluardiri siswa.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secaraketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajin tersebut. pembelajaran

Evaluasi menekankan pada respon positif, ketrampilan secaraterpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.

Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Siciati dan Prasetyo Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajarn. Langkah-langkah tersebut meliputi:

1.    Menentukan tujuan-tujuan  pembelajaran.

2.    Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk     mengidentifikasikan pengetahuan awal (entry behavior) siswa.

3.    Menentukan materi pelajaran

4.         Memecahkan materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik, dsd.

5.    Menyajikan materi pelajaran

6.    Memberikan stimulus, dapat berupa: pertanyaan baiksecara lisan maupun tulisan, tes/kuis , latihan, atau tugas-tugas.

7.    Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa

8.    Memberikan penguatan/reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negative), ataupun hukuman.

9.    Memberikan stimulus baru

10.  Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa.

11.  Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman.

12.  Evaluasi hasil belajar.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Makalah Media Pembelajaran Dua Dimensi Non Proyeksi

Media Pembelajaran Dua Dimensi Non Proyeksi Bab I. Pendahuluan A.Latar Belakang Masalah Media pembelajaran yang merupakan sarana dan prasarana untuk menunjang terlaksananya kegiatan pembelajaran...
Ahmad Dahlan
10 min read

Leave a Reply